GAMBARAN KELUARGA DALAM MEMUTUSKAN TINDAKAN KESEHATAN PADA KELUARGA DENGAN STROKE BERULANG DI WILAYAH KERJA CIPUTAT TIMUR PUSKESMAS PU SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Oleh: NINING RATNASARI 109104000035 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS AKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M LEMBAR PERNHYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Nining Ratnasari NIM : 109104000035 Judul Skripsi : Gambaran Keluarga dalam Memutuskan Tindakan Kesehatan Pada Keluarga dengan Stroke Berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa semua pernyataan dalam skripsi ini: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya memenuhi salah satu persyaratan Fakultas dan Kedokteran asli saya yang diajukan untuk memperoleh gelar strata 1 di Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Ciputat, Januari 2014 Nining Ratnasari i ii iii iii RIWAYAT HIDUP Nama : Nining Ratnasari Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 05 Juli 1991 Status Pernikahan : Belum menikah Alamat : Ujung Menteng Rt.004/008 No.35 Medan Satria, Bekasi Barat 17132 Telepon : 085711140649 Email : [email protected] Riwayat Pendidikan 1. SD Negeri Medan Satria VII Bekasi Barat [1996-2002] 2. SMP Negeri 256 Jakarta Timur [2002-2005] 3. SMA Negeri 89 Jakarta Timur [2005-2008] Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop: 1. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era” tahun 2009 2. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok” pada tahun 2009 3. Seminar “Produk yang Aman, Bergizi dan Halal untuk Kemandirian Bangsa” tahun 2009 4. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok” pada tahun 2009 v 5. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” tahun 2010 6. Seminar “Smoking Cessation for Better Generation without Tobacco” tahun 2010 7. Seminar Nasional “Homeopathy, A Brighter Alternative Treatment Method Bulids an Indonesian Awareness of Natural Medication In The Future” tahun 2011 8. Seminar Nasional “Music Therapy: Melody for Heart and Brain Health” tahun 2012 9. Workshop Nasional “Uji Kompetensi Keperawatan” Tahun 2012 10. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Perawat: Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” tahun 2012 11. Emergency Nursing Seminar dan Workshop “Peran Perawat dalam Tatalaksana Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” tahun 2012 12. Seminar Keperawatan “Update Diagnsa NANDA, Aplikasi ISDA dan Diagnostic Reasoning” tahun 2012 13. Workshop Keperawatan “Update Diagnsa NANDA, Aplikasi ISDA dan Diagnostic Reasoning” tahun 2012 14. Seminar Nasional Keperawatan “NANDA, NIC, NOC: Concept, Implementation and Innovation for Better Quality of Nursing Service in Indonesia” tahun 2013 vi LEMBAR PERSEMBAHAN “Pelajarilah olehmu akan ilmu, sebab mempelajari ilmu akan memberikan rasa takut kepada Allah SWT. Menuntutnya merupakan ibadah, mengulang-ulang merupakan tasbih, membahasnya merupakan jihad, mengajarkannya kepada orang-orang yang belum mengetahui merupakan sedekah, dan menyerahkan kepada ahli-Nya merupakan pendekatan diri kepada Allah SWT”. (HR. Ibnu Abdul) Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi. Ibunda dan Ayahanda Tercinta Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibu dan Ayah yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ibu dan Ayah bahagia. Terima Kasih Ibu.... Terima Kasih Ayah... My Big and Little Brother Untuk kakak dan adikku, tiada yang paling mengharukan saat kumpul bersama kalian, walaupun sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna yang tak akan bisa tergantikan, Maaf belum bisa menjadi panutan seutuhnya, tapi aku akan selalu menjadi yang terbaik untuk kalian semua... My Best friend’s (Land-J tercinta: Nurqom, Erin, Nurul, Novia, Sandra, Fifo, Tami) Buat sahabatku, terima kasih atas bantuan, doa, nasehat, hiburan, traktiran, ojekkan, dan semangat yang kalian berikan selama kuliah, aku tak akan melupakan semua yang telah kalian berikan selama ini. Sayang kalian semua. Semoga keakraban kita selalu terjaga. Land-J Fighting! PSIK Angkatan 2009 ‘Empat tahun” waktu itu cukup untuk ku mengatakan aku bangga pernah berada di tengahtengah kalian. .……..”Your Dreams Today, Can Be Your Future Tomorrow”……. NINING RATNASARI vii FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2014 Nining Ratnasari, NIM: 109104000035 Gambaran Keluarga dalam Memutuskan Tindakan Kesehatan pada Keluarga dengan Stroke Berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur xvii + 82 halaman + 7 lampiran ABSTRAK Kemampuan keluarga untuk membuat keputusan kesehatan yang tepat dipengaruhi oleh pengetahuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan anggota keluarga yang sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan pada anggota keluarga dengan stroke berulang. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif dan pengambilan data penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam. Partisipan dipilih dengan tehnik purposive sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah anggota keluarga yang bertugas dalam membuat keputusan, terutama terkait masalah kesehatan dalam keluarga. Data dianalisis menggunakan langkah-langkah analisis data dalam penelitian kualitatif meliputi: reduksi data, display data, analisa isi, dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian ini didapatkan pengambilan keputusan keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan meliputi tema-tema sebagai berikut, faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan, proses pengambilan keputusan, keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan, keluarga dalam memutuskan penggunan pelayanan kesehatan, dampak psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan, cara untuk pencegahan stroke berulang, dan ketidakpatuhan pengobatan. Pengambilan keputusan dalam keluarga merupakan faktor penting dalam menentukan bagaimana pasien akan mendapatkan pengobatan dan perawatan. Pelayanan kesehatan sendiri perlu pemahaman dalam proses pembuatan keputusan keluarga, hal ini penting dalam memberikan perawatan kesehatan efektif, terutama jika keluarga mempunyai masalah dalam memutuskan kebutuhan perawatan kesehatan. Kata kunci: keluarga, pengambilan keputusan, stroke berulang Daftar bacaan 70 (1993-2013) viii SCHOOL OF NURSING FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduate Thesis, January 2014 Nining Ratnasari, NIM: 109104000035 Description of Family in Deciding Health Action in Families with Recurrent Stroke in Puskesmas Ciputat Timur Working Area xvii + 82 pages + 7 attachments ABSTRACT Family's ability to make appropriate health decisions are influenced by knowledge of the family in identifying health problems of family members. This study aims to determine how the family in deciding health action in family members with recurrent stroke. The method used is qualitative research with descriptive phenomenological approach and data research retrieval done with in-depth interviews. Participants were selected by purposive sampling technique. Participants in this study were family members who served in making decisions, especially related health problems in the family. Data were analyzed using the steps of data analysis in qualitative research include: data reduction, data display, content analysis, and conclusions. The results of this study showed family decision making in deciding health measures include the following themes: the factors that influence decision-making, decision making process, family in deciding treatment financing, family in deciding to use of health services, the psychological impact of delegating decision -making, how to prevent recurrent stroke, and treatment adherence. Decision making in the family is an important factor in determining how a patient will receive treatment and care. The health service have to understanding of family decision-making process, it is important to provide effective health care, especially if the family has a problem in deciding health care needs. Keywords: family, decision making, recurrent stroke Reading list 70 (1993-2013) ix KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Puji syukur atas nikmat dan kebesaran-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Keluarga dalam Memutuskan Tindakan Kesehatan pada Keluarga dengan Stroke Berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memeperoleh gelar Sarjana Keperawatan. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi. Namun, karena mendapatkan dukungan dan bantuan yang luar biasa dari berbagai pihak, baik secara langsung dan tidak langsung, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dengan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang tidak yang tidak terhingga, kepada: 1. Bapak Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku pembimbing x kedua yang banyak sekali memberikan masukan, pengetahuan dan membimbing penulisan. 3. Ibu Ita Yuanita, S. Kp, M. Kep selaku pembimbing pertama yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk meberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan arahan kepada penulis selama menyusun skripsi. 4. Ibu Ernawati, S. Kp, M. Kep, Sp. KMB selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan nasehat dan dukungan selama proses pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan. 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta staf akademik Bapak Azib Rosyidi, S,Psi dan Ibu Syamsiyah yang telah membantu urusan di kampus. 6. Ucapan terimakasihku yang teristimewa kepada keluarga, terutama orang tua penulis yang tercinta (Jerisman Johan dan Siti Chotimatun) yang selalu mendoakan anaknya serta memberikan dorongan baik materi maupun moril dan kakak dan adik penulis yang tercinta (Juliardi Johan dan Febri Oktavian) yang selalu meberikan support dan doa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna kerena keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna perbaikan skripsi ini. semoga rahmat Allah SWT selalu tercurah untuk kita semua. Wassalamu’alaikum Wr.Wb Ciputat, Januari 2014 Penulis xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... v LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................... vii ABSTRAK ......................................................................................................... viii ABSTRACT ....................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ....................................................................................... x DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv DAFTAR BAGAN............................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang .........................................................................................1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................5 C. Pertanyaan Penelitian ...............................................................................6 D. Tujuan Penelitian ......................................................................................6 E. Manfaat Penelitian ....................................................................................6 F. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga ..................................................................................................8 1. Definisi keluarga ..............................................................................8 xii 2. Bentuk Keluarga ...............................................................................8 3. Struktur Keluarga .............................................................................10 4. Fungsi Keluarga ...............................................................................11 5. Tugas Kesehatan Keluarga ...............................................................12 B. Konsep Kekuasaan dan Pembuatan Keputusan.......................................15 1. Definisi Kekuasaan Keluarga ...........................................................15 2. Landasan Kekuasaan Keluarga ........................................................15 3. Pembuatan Keputusan Keluarga ......................................................17 4. Fungsi dan Tujuan Pengambilan Keputusan ....................................18 5. Dasar Pengambilan Keputusan.........................................................19 6. Etika Pengambilan Keputusan .........................................................21 C. Stroke .....................................................................................................22 1. Definisi Stroke..................................................................................22 2. Definisi Stroke Berulang ..................................................................23 3. Faktor Resiko Stroke ........................................................................23 4. Klasifikasi Stroke .............................................................................28 5. Patofosiologi Stroke .........................................................................29 6. Penatalaksanaan Stroke Berulang ....................................................31 D. Kerangka Teori ........................................................................................40 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Konsep ....................................................................................41 B. Definisi Istilah .........................................................................................41 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian .....................................................................................43 B. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................43 C. Partisipan Penelitian ................................................................................44 D. Instrumen Penelitian ................................................................................45 E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................45 xiii F. Teknik Analisa Data ................................................................................49 G. Validasi Data ...........................................................................................50 H. Etika Penelitian .......................................................................................51 BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ...................................................52 B. Hasil Penelitian ......................................................................................53 1. Karakteristik Partisipan ....................................................................53 2. Gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan ...........54 BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi Hasil Penelitian ....................................................................64 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan ............65 2. Proses pengambilan keputusan.........................................................68 3. Keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan ...................70 4. Keluarga dalam memutuskan penggunan pelayanan kesehatan ......71 5. Dampak psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan .73 6. Cara untuk pencegahan stroke berulang...........................................74 7. Ketidakpatuhan pengobatan .............................................................76 B. Keterbatasan Penelitian ...........................................................................77 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan..............................................................................................79 B. Saran .......................................................................................................80 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv DAFTAR TABEL Nomor Tabel Tabel 2.1 Halaman Langkah-langkah dalam kerangka kerja pengambilan keputusan (decision-making framework)……………... Tabel 2.2 22 Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluatin, and Treatment of Table 5.1 High Blood Pressure)…………………………………. 25 Karakteristik Partisipan……………………………….. 53 xv DAFTAR BAGAN Nomor Bagan Halaman Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................. 41 xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Permohonan Izin Studi Pendahuluan Lampiran 2 Pemberian Izin Studi Pendahuluan dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Lampiran 3 Permohonan izin penelitian Lampiran 4 Lembar perizinan peneliti untuk melakukan wawancara Lampiran 5 Lembar Persetujuan Informan Lampiran 6 Pedoman Wawancara Mendalam Lampiran 7 Matriks AnalisisTematik xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular/ non-communicable diseases (NCD), terutama penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis dan diabetes merupakan ancaman utama bagi kesehatan dan perkembangan manusia. Keempat penyakit tersebut adalah pembunuh terbesar di dunia, diperkirakan menyebabkan 35 juta kematian setiap tahun, 60% dari semua kematian secara global dan 80% terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (World Health Organization, 2008). WHO memperkirakan tahun 2015 akan terjadi peningkatan kematian akibat NCD sekitar 23% di negara berpenghasilan menengah dan rendah (WHO, 2010). Stroke merupakan salah satu dari empat penyakit tidak menular (NCD) yang menjadi ancaman bagi kesehatan manusia. Stroke mengacu pada setiap gangguan neurologis mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price, 2005). Stroke atau cedera serebrovaskular/ cerebrovascular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang disebabkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak yang berkembang cepat (Smeltzer, 2001). Stroke adalah suatu gejala klinis yang muncul akibat gangguan suplai darah ke otak yang dapat bersifat irreversible dan dapat menyebabkan kematian. Setiap tahunnya ±795.000 orang mengalami stroke baru atau berulang (iskemik atau hemoragik). Sekitar 610.000 di antaranya adalah serangan 1 2 pertama, dan 185.000 adalah serangan berulang, dari semua stroke yang terjadi, 87% adalah stroke iskemik, 10% stroke hemoragik intraserebral, dan 3% stroke hemoragik subaraknoid (American Heart Association, 2013). Dalam 5 tahun dari kejadian stroke pertama, resiko stroke berulang meningkat lebih dari 40%. Prevalensi nasional stroke di Indonesia adalah 0,8% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Prevalensi stroke di Provinsi Banten ditemukan sebesar 7,2 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 5,9 per 1000 penduduk (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker, dengan laju mortalitas 18%-37% untuk stroke pertama dan 62% untuk serangan stroke selanjutnya (Smeltzer, 2001). Perth Community Stroke Study menyatakan kematian pada 30 hari setelah stroke berulang pertama adalah 41%, yang secara signifikan lebih besar dari pada kasus kematian pada 30 hari setelah stroke pertama kalinya (22%) (Hardie et al, 2004). Berdasarkan studi tersebut terlihat bahwa serangan stroke berulang memiliki resiko kematian yang lebih tinggi dari serangan pertama. Di Indonesia, stroke tanpa menyebut infark atau perdarahan intrakranial merupakan penyebab kematian terbanyak di rumah sakit pada tahun 2007 masing-masing 5,24% dan 3,99% dari seluruh kematian di rumah sakit (Profil Kesehatan Indonesia, 2008). 3 Laporan Global Burden Disease 2000 (GBD 2000) menyatakan bahwa penyakit serebrovaskular merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa dan jutaan orang yang bertahan dari serangan stroke mengalami kecacatan ringan sampai berat. Terdapat kira-kira dua juta orang pasien stroke yang mampu bertahan hidup mempunyai beberapa kecatatan. Sekitar 40% dari mereka memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Smeltzer, 2001). Perth Community Stroke Study menyatakan risiko kumulatif terjadinya kecacatan pada 30 hari setelah serangan stroke adalah 87% (Hardie et al, 2004). Kekuasaan keluarga sebagai karakteristik sistem keluarga merupakan kemampuan / potensi aktual dari individu anggota keluarga untuk mengubah perilaku anggota keluarga yang lain (Olson & Cromwell, 1975 dalam Friedman, 2010). Struktur kekuasaan sangat berbeda antara satu keluarga dan keluarga yang lain. Beberapa pengaturan kekuasaan dalam keluarga yang bersifat disfungsional, selanjutnya akan menimbulkan maladaptif dan gangguan kesehatan dalam keluarga (Friedman, 2010). Komponen utama kekuasaan keluarga adalah pembuatan keputusan (Friedman, 2010), terutama dalam hal ini adalah kemampuannya dalam memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga yang menderita stroke berulang. Pilot Study di California menyatakan penderita stroke yang tiba di rumah sakit dalam waktu 3 jam setelah onset stroke, 4,3% menerima terapi trombolisis. Tingkat keseluruhan pasien yang menerima terapi trombolisis akan meningkat menjadi 28,6%. Jika semua pasien dengan onset stroke tiba dalam waktu 1 jam, 57% bisa menerima pengobatan trombolitik (California 4 Acute Stroke Pilot Registry, 2005). Stroke dapat menyerang tiba-tiba dan bisa berakibat fatal jika bantuan tidak segera dicari (WHO, 2005). Berdasarkan penelitian tersebut peran keluarga adalah membuat keputusan untuk mencari dan membawa pasien stroke kepada peayanan kesehatan yang tepat. Kegagalan keluarga dalam membuat keputusan ketika onset stroke terjadi dapat berakibat buruk bagi pasien dan keluarga sendiri, seperti peningkatan ketergantungan pasien. Sebuah penelitian kuantitatif tentang tugas kesehatan keluarga menyatakan sebanyak 87,1% keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, 61,3% keluarga mampu mengambil keputusan dengan baik, 80,6% keluarga mampu memberikan perawatan, 67,7% keluarga mampu memodifikasi lingkungan dengan baik, 98,8% keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dengan baik (Amelia, 2012). Berdasarkan hasil tersebut keluarga tampak kurang mampu dalam memutuskan keputusan yang tepat untuk anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga untuk membuat keputusan kesehatan yang tepat dipengaruhi oleh kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan anggota keluarga yang sakit (Stanhope, 2004). Kesulitan pengenalan masalah ini bergantung pada informasi yang didapat dan bagaimana keluarga menginterpretasikan informasi tersebut (Drummond, 1993). Pembuatan/ pengambilan keputusan dalam keluarga merupakan faktor penting dalam menentukan bagaimana pasien akan mendapatkan pengobatan dan perawatan. Karena itu, peneliti ingin melihat lebih dalam tentang 5 Gambaran Keluarga dalam Memutuskan Tindakan Kesehatan pada Keluarga dengan Stroke Berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur. B. Rumusan Masalah Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbesar pasien datang ke rumah sakit lebih dari 24 jam pasca serangan stroke mencapai 46%. Hanya 13% pasien yang datang ke rumah sakit kurang dari 3 jam setelah onset serangan (Pinzon, 2012). Interval waktu antara onset stroke dan kedatangan ke rumah sakit (time-to-hospital) merupakan faktor kunci untuk pengobatan segera dan hasil yang lebih baik dari pasien stroke. Penelitian yang dilakukan oleh Martini, dkk. (2000) maupun Martini (2002) menunjukkan bahwa kecepatan mendapat terapi merupakan faktor yang protektif terhadap kejadian demensia atau gangguan kognitif setelah serangan stroke. Salah satu penyebab kematian dan peningkatan disabilitas diduga keterlambatan dalam mengambil keputusan oleh keluarga dalam membuat keputusan untuk membawa pasien ke pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang akan digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah kesehatan tersebut. Keluarga mempertimbangkan berbagai kemungkingan dalam pengambilan keputusan ini, karena keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan (Syamsi, 1995). Pembuatan keputusan keluarga terdapat proses dan factor yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang terkait dengan pengambilan keputusan tindakan kesehatan. Dengan demikian, peneliti merasa perlu untuk mengetahui Gambaran Keluarga dalam 6 Memutuskan Tindakan Kesehatan pada Keluarga dengan Stroke Berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan pada keluarga dengan stroke berulang? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan pada anggota keluarga dengan stroke berulang. 2. Tujuan khusus a. Mendapatkan gambaran bagaimana keluarga mengenali masalah kesehatan anggota keluarga dengan stroke berulang. b. Mendapatkan gambaran bagaimana keluarga memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga dengan stroke berulang. E. Manfaat penelitian 1. Bagi pelayanan kesehatan Manfaat penelitian bagi pelayanan kesehatan adalah sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya dalam memahami struktur kekuasaan keluarga yang penting dalam memberikan perawatan kesehatan efektif, terutama jika keluarga 7 mempunyai masalah dalam mengimplementasikan perilaku sehat atau memperoleh kebutuhan perawatan kesehatan. 2. Bagi pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dan perkembangan aplikasi keperawatan terutama terkait dengan perawatan pasien stroke yang menjalani perawatan di rumah. 3. Bagi penelitian keperawatan Peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar bagi penelitian lain untuk kepentingan pengembangan ilmu keperawatan. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan pada keluarga dengan stroke berulang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (depth interview) menggunakan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan pada pembuat keputusan dalam keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami stroke berulang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga 1. Definisi keluarga Friedman (2010) menyatakan keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari keluarga. Bailon dan Maglaya (1989) dalam Effendy (1998) mengatakan keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dan peran dan menciptakan serta mempertahankan satu budaya. 2. Bentuk keluarga Friedman (2010) menguraikan beberapa tipe bentuk keluarga, antara lain: a. Keluarga inti (nuclear family) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya (Suprajitno, 2004). Variasi yang saat ini berkembang di antara keluarga inti adalah dual-earning (kedua pasangan bekerja di luar rumah) dan dyadic nuclear (keluarga tanpa anak) b. Keluarga adopsi Adopsi merupakan cara lain dalam membentuk keluarga. Dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai orang tua seterusnya dari orang tua kandung ke orang tua adopsi, biasanya 8 9 menimbulkan keadaan saling menguntungkan baik bagi orang tua maupun anak. c. Keluarga asuh Pengasuhan keluarga asuh adalah sebuah layanan kesejahteraan anak, yaitu anak ditempatkan di rumah yang terpisah dari salah satu orang tua atau kedua orang tua kandung untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan fisik serta emsional mereka. d. Extended family Extended family adalah keluarga inti ditambahkan dengan anggota keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah, misalnya: nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya. e. Keluarga orang tua tunggal (single parent family) Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya. Saat ini, keluarga orang tua tunggal juga dapat diartikan dengan ibu atau ayah dengan anak tanpa pernikahan f. Dewasa lajang yang tinggal sendiri (single adult) Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri tanpa keinginan untuk menikah. g. Keluarga orang tua tiri Keluarga orang tua tiri atau keluarga campuran dikenal sebgai keluarga yang menikah lagi, yang dapat terbentuk dnegan atautanpa anak, dan keluarga yang terbentuk kembali. Tipe keluarga ini 10 biasanya terdiri atas seorang ibu, anak kandung ibu tersebut, dan seorang ayah tiri. h. Keluarga binuklir Keluarga binuklir adalah keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu anak merupakan anggota dari sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah tangga inti, maternal dan paternal, denagn keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu yang dihabiskan dalam setiap rumah tangga (Ahrons & Perlmutter, 1982 dalam Friedman, 2010). i. Cohabiting family Cohabiting family adalah dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa menikah. j. Keluarga homoseksual Allen dan Demon (1995) dalam Friedman (2010) menyatakan keluarga homoseksual adalah dua atau lebih individu yang berbagi orientasi seksual yang sama (pasangan) atau minimal ada satu homoseksual yang memelihara anak. 3. Struktur keluarga Struktur keluarga menunjukan cara pengaturan keluarga, cara pengaturan unit-unit dan bagaimana unit-unit ini saling mempengaruhi. Parad dan Caplan (1965) yang diadopsi oleh Friedman (2010) menyatakan ada empat dimensi struktural keluarga, yaitu: 11 a. Sistem nilai, menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan. b. Jaringan komunikasi, menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah—ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dan keluarga inti. c. Sistem peran, menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya di lingkungan masyarakat atau peran formal dan informal. d. Kekuasaan kemampuan dan pengambilan anggota keluarga keputusan, untuk menggambarkan mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan 4. Fungsi keluarga Secara umum, fungsi keluarga menurut Friedman (2010) dalam adalah sebagai berikut. a. Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk megajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga. 12 b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (sosialization and sosial placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat untuk melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah. c. Fungsi reproduksi (the reproduction function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan hidup. d. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healt care function), yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas tinggi. Kemampuan keluarga dalam memberikan perawatan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. 5. Tugas Kesehatan Keluarga Baiton dan Maglaya (1998) dalam Efendi & Makhfuldi (2009) tugas kesehatan keluarga meliputi: a. Mengenal masalah kesehatan keluarga Keluarga mempengaruhi pengenalan dan interpretasi masalah kesehatan/penyakit. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak 13 akan berarti dan kerena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian anggota keluarga. Mengenali masalah kesehatan keluarga dimulai ketika suatu gejala individu (1) dikenali; (2) ditafsirkan terkait dengan keparahannya, kemungkinan penyebab, dan makna atau artinya; (3) dirasakan menganggu oleh individu yang mengalami gejala tersebut dan kelurganya. Tahap ini terdiri atas keyakinan keluarga akan gejala atau penyakit seorang angota keluarga dan bagaimana menangani penyakit tersebut (Doherty & Campbell, 1988; Campbell, 2000 dalam Friedman, 2010). b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan (pengobatan atau perawatan) yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga. Pencarian keperawatan dimulai ketika keluarga memutuskan bahwa anggota keluarga yang sakit benar-benar sakit dan membutuhkan pertolongan. Individu yang sakit dan keluarga mulai mencari pengobatan, informasi, saran , dan validasi professional dari extended family, teman, tetangga, pihak nonprofessional lainnya (struktur rujukan awam), dan internet. Keputusan menyangkut apakah penyakit anggota keluarga sebaiknya ditangani di rumah atau di klinik atau di rumah sakit, cenderung 14 dinegosiasikan di dalam keluarga (Doherty, 1992 dalam Friedman, 2010). Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta batuan kepada orang di lingkungan tempat tinggal keluarga agar memperoleh bantuan. c. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan Ketika keluarga memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, keluarga harus mengetahui bagaimana keadaan penyakitnya, sifat dam perkembangan perawatan yang dibutuhkan, fasilitas yang dibutuhkan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga, dan bagaimana sikap keluarga terhadap sakit. d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, keluarga harus mengetahui sumber-sumber keluarga yang dimiliki, keuntungan atau menfaat pemeliharaan lingkungan, pentingnya higiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit, dan bagaimana sikap atau pandangan keluarga terhadap higiene sanitasi. e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan bagi keluarga dimulai saat dilakukan kontak dengan pelayanan kesehatan professional 15 dan/atau praktisi pengobatan tradisional atau rakyat. Banyak penelitian telah menunjukan secara jelas bahwa keluarga berfungsi sebagai lembaga yang membantu dalam menentukan tempat terapi yang harus diberikan dan oleh siapa (de Souza & Gualda, 2000; Pratt, 1976 dalam Friedman 2010). Keluarga bertindak sebagai agen perujukan kesehatan utama dan akan merujuk anggotanya ke jenis layanan atau praktisi yang dinilai sesuai. B. Konsep Kekuasaan dan Pembuatan Keputusan Keluarga 1. Definisi kekuasaan keluarga Keluarga sama halnya dengan sistem social, mempunyai struktur yang menetapkan siapa yang memegang kekuasaan dan bagaimana hierarki keluarga atau perintah “urutan kekuasaan”. Cromwell dan Olson (1975) dalam Friedman (2010) menuliskan bahwa kekuasaan adalah suatu aspek fundamental terpenting semua interaksi social. Kekuasaan sendiri memiliki berbagai pengertian, meliputi kapasitas untuk mempengaruhi, mengendalikan, mendominasi, dan membuat keputusan (Friedman, 2010). 2. Landasan kekuasaan keluarga Raven dan rekan (1975) serta Safilios-Rothschild (1976) dalam Friedman (2010) mengidentifikasi berbagai tipe landasan kekuasaan yang bisa terdapat pada keluarga, yaitu: a) Kekuasaan legitimasi (kadang-kadang disebut otoritas primer) berkenaan dengan keyakinan dan persepsi bersama dari anggota 16 keluarga dan ditandai dengan adanya satu orang yang mempunyai hak untuk mengendalikan perilaku anggota yang lain. b) Kekuasaan yang lemah dan tak-berdaya adalah suatu bentuk dari kekuasaan legitimasi yang seringkali tidak di perhatikan. Tipe kekuasaan ini dilandasi pada penerimaan hak secara umum bagi mereka yang membutuhkan atau bagi mereka yang tidak berdaya untuk mengharapkan bantuan dari mereka yang berada dalam posisi yang memungkinkan untuk membantu. c) Kekuasaan referen berlaku pada kekuasaan yang dimiliki seseorang terhadap orang lain karena identifikasi ositif dari mereka, seperti identifikasi positif seorang anak pada orang tuanya. d) Kekuasaan sumber berasal dari adanya sejumlah sumber yang bernilai dalam suatu hubungan. Kepemilikan dilihat sebagai penetu utama kemampuan untuk mempengaruhi atau menekan orang lain (Osmond, 1977 dalam Friedman, 2010). e) Kekuasaan ahli merupakan tipe kekuasan dimana seseorang mempersepsikan bahwa orang lain (ahli) mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan keahlian khusus atau berpengalaman. f) Kekuasaan penghargaan berpegang pada harapan bahwa orang yang dominan dan berpengaruh akan melakukan sesuatu yang positif dalam merespon kepatuhan orang lain. g) Kekuasaan memaksa atau dominan didasarkan pada persepsi dan keyakinan bahwa orang yang memiliki kekuasaan tersebut bisa atau 17 akan menghukum manggota keluarga lain melalui ancaman, paksaan atau kekerasan apabila mereka tidak mematuhi. h) Kekuasaan informasional berpegang pada isi yang berpengaruh. Kekuasaan ini terletak pada petunjuk, informasi, dan saran mempengaruhi seseorang untuk bertindak tanpa upaya nyata untuk mempengaruhi. i) Kekuasaan afektif adalah kekuasaan yang diperoleh melalui manipulasi anggota keluarga dengan memberikan atau menarik afeksi dan kehangatan, serta dalam hal hubungan intim orang dewasa. j) Kekuasaan menejemen ketegangan berasal dari kendali bahwa anggota keluarga mencapai sesuatu dengan mengeola ketengan di dalam konflik di dalam keluarga. 3. Pembuatan keputusan keluarga Kekuasaan keluarga di teliti terutama dengan memfokuskan pembuatan keputusan. Pembuatan keputusan berkenaan dengan suatu proses yang diarahkan pada pencapaian persetujuan dan komitmen dari anggota keluarga untuk melaksanakan serangkaian tindakan atau mempertahankan status quo (Friedman, 2010). Pembuatan keputusan adalah teknik interaksi yang digunakan anggota keluarga dalam upaya mereka untuk memperoleh kendali dalam bernegosiasi atau proses pembuatan keptusan (McDonald, 1980 dalam Friedman, 2010). Ada tiga 18 tipe proses pembuatan keputusan, antara lain, pembuatan keputusan konsesus, akomodasi, dan de facto. a. Tipe pertama pembuatan keputusan disebut dengan konsesus. Dalam tipe ini, serangkaian tindakan tertentu secara timbal balik disetujui oleh semua yang terlibat. Terdapat komitmen yang sama untuk memutuskan, begitu pula kepuasan dengan anggota keluarga. Keputusan konsesus disetujui melalui diskusi dan negosiasi. b. Tipe kedua pembuatan keputusan disebut akomodasi. Anggota keluarga mengalami pertentangan dalam pembuatan keputusan. Seseorang atau lebih anggota keluarga selanjutnya membuat kesepakatan, hal ini mungkin dapat melalui kompromi secara sukarela yaitu kesepakatan dibuat oleh semua orang yang peduli atau bersedia berkorban. keputusan akomodatif dibuat dalam satu kontinum dari paksaan hingga kompromi. c. Pembuatan keputusan de facto terjadi apabila sesuatu hal dibolehkan terjadi begtu saja tanpa perencanaan. Pada suatu pembuatan keputusan aktif dan sukarela, atau efektif, keputusan terjadi begitu saja. Keputusan de facto dapat saja terjadi ketika terdapat argumentasi yang tidak ada resolusi atau jika permasalahan tidak diangkat atau didiskusikan. 4. Fungsi dan Tujuan Pengambilan Keputusan Menurut Hasan (2002), pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah memiliki fungsi antara lain: 19 a. Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individual maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional. b. Sesuatu yang bersifat futuristik, artinya menyangkut masa yang akan datang, dimana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama. Tujuan dari pengambilan keputusan itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Tujuan yang bersifat tunggal Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa sekali diputusakan, tidak ada kaitannya dengan masalah lain. b. Tujuan yang bersifat ganda Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari satu masalah, artinya bahwa satu keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua masalah (atau lebih), yang bersifat kontradiktif atau yang bersifat tidak kontradiktif. 5. Dasar pengambilan keputusan Dasar pengambilan keputusan itu bermacam-macam tergantung dari permasalahan yang dihadapi dan individu yang membuat keputusan. Dasar dalam pengambilan keputusan dijelaskan sebagai berikut: 20 a. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan akan lebih bersifat subjektif, karenanya mudah terkena sugesti atau pengaruh luar dan factor kejiwaan yang lain. Sifat subjektif dari keputusan intuitif ini memiliki beberapa keuntungan: 1) karena yang memutuskan itu satu orang, maka dapat segera di putuskan; 2) jika pembuat keputusan memiliki ‘olah rasa’ yang tinggi, maka keputusan yang diambil banyak yang tepat; 3) keputusan intutif ini lebh cepat untuk masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan. b. Pengambilan keputusan rasional Keputusan yang bersifat rasional banyak berkaitan dengan pertimbangan dari segi daya guna. Masalah-masalah yang dihadapinya juga merupakan masalah-masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional ini lebih bersifat objektif. c. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta Pengambilan keputusan berdasarkan fakta berarti pengambilan keputusan yang didasarkan pada informasi yang dikumpulkan. Keputusan yang diambil dikatakan baik, jika informasi yang didapkan cukup. Kesulitan dalam pengambilan keputusan berdasarkan fakta adalah pembuat keputasan sulit mendapatkan informasi atau data yang sesuai dengan masalah yang dihadapi. 21 d. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman Pembuat keputusan sebelum mengambil keputusan melihat apakah permasalahan yang sama atau mirip pernah terjadi sebelumnya. Jika terdapat permasalahan yang sama, kemudian pembuat keputusan menerapkan cara sebelumnya untuk mengatasi masalah yang timbul. Dalam hal ini pengalaman dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan. e. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang Keputusan diambil berdasarkan wewenang yang dimiliki. Keputusan yang didasarkan atas wewenang mempunyai beberapa keuntungan: 1) usully readily accepted; 2) process authenticity; dan 3) provide permanency. (Syamsi, 1995) 6. Etika pengambilan keputusan Etika pengambilan keputusan adalah komponen etika yang berfokus pada proses bagaimana keputusan etis dibuat. Kerangka kerja pengambilan keputusan sangat membantu dalam proses berfikir untuk pengambilan keputusan yang etis. Kerangka kerja pengambilan keputusan menggunakan prose pemecahan masalah. Ini digunakan sebagai panduan dalam membuat keputusan yang sehat. Menurut Watson (2002), “apakah kita mengakuinya atau tidak, kita membuat keputusan kita sendiri. kita tidak bisa berpura-pura bahwa kita hanya mematuhi 22 beberapa aturan (atau otoritas) yang menyelesaikan masalah kita. Memilih tidak bisa dihindari” (Stanhope, 2004). Table 2.1 : Langkah-langkah dalam kerangka kerja pengambilan keputusan (decision-making framework) Langkah-langkah Rasional 1. Mengidentifikasi berbagai masalah dan Seseorang tidak dapat membuat keputusan jika mereka tidak dapat dilema yang ada menidentifikasi masalah yang ada. 2. Menempatkan masalah-masalah Konteks sejarah, sosiologis, budaya, ekonomi, politik, tersebut dalam konteks yang bermakna psikologis, komunal, lingkungan, dan demograpi mempengaruhi bagaimana cara masalah dirumuskan. 3. Memperoleh semua fakta yang sesuai Fakta mempengaruhi bagaimana cara masalah di rumuskan. 4. Merumuskan masalah Masalah mungkin perlu dimodifikasi atau diubah atas dasar isi dan fakta. 5. Mempertimbangkan pendekatan yang Sifat dari masalah menentukan pendekatan yang akan digunakan. tepat untuk tindakan atau pilihan 6. Membuat keputusan dan mengambil Seorang profesional tidak dapat menghindari pilihan dan tindakan tindakan dalam menerapkan keputusan 7. Mengevaluasi keputusan dan tindakan evaluasi menentukan apakah atau tidaknya pengambilan keputusan yang digunakan tepat Sumber: Stanhope, 2004 C. Stroke 1. Definisi Stroke WHO (2006) mengatakan stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat 23 menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Termasuk disini perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral, dan infark serebral. Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan perdarahan otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi sisinan saraf pusat (Dewanto, 2007). Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada bagian otak (Bowman dalam Black & Hawks, 2009). 2. Definisi Stroke Berulang (Recurrent Stroke) Kejadian baru dari gejala yang muncul dapat dihitung sebagai kejadian baru atau stroke berulang, kriteria stroke secara umum dapat didefinisikan seperti hal diatas dan harus memenuhi: a. Kejadian sebelumnya pada arteri yang sama dan terjadi pada 29 hari atau lebih dari serangan sebelumnya. b. Kejadian baru pada arteri yang berbeda dari sebelumnya dan terjadi pada 28 atau beberapa hari dari serangan sebelumnya. (WHO, 2006) 3. Faktor Risiko stroke Zomorodi dalam Lewis et al (2011) menyatakan bahwa faktor risiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable). 24 a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan herediter/keturunan (WHO, 2006). 1) Risiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua kali lipat lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke dapat terjadi juga pada semua usia. Prevalensi kejadian stroke terhadap usia adalah sekitar 13% bagi individu 60-79 tahun, dan 27% setelah 80 tahun (Shang et al dalam Ross, 2012). Kejadian stroke pada anak di Amerika sekitar 6,4 per 100.000 anak (0-15 tahun), dan 4,6 per 100.000 anak (0-19 tahun) (American Heart Association, 2013). 2) Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari pada wanita, namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke dari pada laki-laki. 3) Prevalensi kejadian stroke terhadap etnik/ras adalah 88/100.000 ras kulit putih, 149/100.000 Hispanik, dan 191/100, 000 ras kulit hitam (Shang et al dalam Ross, 2012). Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki risiko yang lebih besar mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini berhubungan dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus pada ras Africa- America (Zomorodi dalam Lewis et al, 2011). 4) Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke, serangan TIA sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga meningkatkan risiko 25 terjadinya stroke (Zomorodi dalam Lewis et al, 2011). Framingham Heart Study menyatakan orang tua yang pernah mengalami stroke dikaitkan dengan peningkatan risiko 3 kali lipat kejadian stroke pada keturunannya (American Heart Association, 2013) . b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang berpotensi dapat diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan medis, sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi, penyakit jantung, merokok, konsumsi alkohol, obesitas, diabetes mellitus, kurang aktivitas fisik, sleep apnea, penggunaan obat-oban, dan pola makan yang buruk. 1) Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg (Smelzer & Bare, 2001). Lee (2011) menyatakan prehipertensi memiliki hubungan yang erat terhadap insiden stroke. rata-rata 77% mereka yang menderita stroke memiliki riwayat tekanan darah > 140/90 mmHg (AHA, 2013). Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure) Klasifikasi SBP DBP tekanan darah mmHg mmHg Normal < 120 ≤80 prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi Stage 1 140-159 90-99 Hipertensi Stage 2 ≥160 ≥ 100 Sumber: JNC 7 Express, 2003 26 2) Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark miokard, kardiomiopati, abnormalitas katup jantung, dan kelainan jantung conginetal juga temasuk kedalam faktor risiko stroke. Fibrilasi atrium adalah faktor risiko yang paling penting diobati. Kejadian fibrilasi atrium meningkat sejalan dengan peningkatan usia, 1,5% pada 50 sampai 59 tahun untuk 23,5% pada 80 sampai 89 tahun (American Heart Association, 2013). Fibrilasi atrium bertanggung jawab terhadap sekitar 20% dari semua kejadian stroke (Zomorodi dalam Lewis et al, 2011). 3) Dibetes melitus (DM) didefinisikan sebagai keadaan dimana kadar gula darah puasa 126 mg/dl atau lebih besar yang diukur dalam dua kesempatan pada hari yang berlainan. DM merupakan faktor risiko yang penting terhadap kejadian stroke, dan meningkatkan risiko kejadian stroke pada semua usia. Individu dengan diabetes mellitus memiliki risiko lima kali lebih besar terserang stroke dari pada individu yang tidak menderita diabetes mellitus (Zomorodi dalam Lewis et al, 2011). 4) Peningkatan kolesterol serum (hiperlipidemia) didefinisikan sebagai kondisi dimana kadar kolesterol total lebih atau sama dengan 240 ml/dl. Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan sebrovaskular. Data dari Honolulu Heart Program/ NHLBI menemukan bahwa pada pria Jepang 71-93 tahun, memiliki konsentrasi kolesterol HDL yang rendah, hal ini dihubungkan 27 dengan risiko stroke tromboemboli di masa depan daripada yang konsentrasi kolesterol HDL tinggi (American Heart Association, 2013). 5) Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat meningkatkan efek terbentuknya thrombus dan pembentukan aterosklerosis pada pembuluh darah. Merokok meningkatkan hampir dua sampai emapt kali lipat risiko stroke. Risiko stroke akibat merokok berkurang secara substansial dari waktu ke waktu setelah perokok berhenti, dan setelah 5 sampai 10 tahun, perokok yang telah berhenti memiliki risiko yang sama dengan individu yang tidak merokok (American Heart Association, 2013) 6) Efek alkohol terhadap risiko stroke tergantung pada jumlah yang alcohol dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman beralkohol setiap hari memiliki risiko tinggi terhadap hipertensi, yang juga meningkatkan risiko mereka menderita stroke. 7) Obesitas adalah keadaan dimana indeks massa tubuh > 25 kg/m2. Individu yang kelebihan berat badan atau obesitas mengalami penurunan yang signifikan dalam harapan hidup. Di samping itu, obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah tinggi, dan kadar lipid darah, yang semuanya meningkatkan risiko stroke. 8) Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama besar baik pada pria maupun wanita, tanpa memandang 28 etnis/ras. Manfaat aktivitas fisik yang rutin dilakukan baik ringan maupun sedang dapat memberikan efek yang menguntungkan terutama untuk menurunkan faktor risiko. Dalam case-control studi di Denmark, pasien yang mengalami stroke iskemik adalah mereka yang kurang aktif secara fisik pada minggu-minggu sebelumnya (American Heart Association, 2013). 9) Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet tinggi lemak jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat meningkatkan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama penggunaan kokain, telah dikaitkan dengan risiko stroke. 10) Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan dapat meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat. Selain itu, keparahan Sleep apnea dikaitkan dengan risiko stroke yang lebih besar, pasien dengan sleep apnea parah memiliki 3 sampai 4 kali lipat kemungkinan stroke (American Heart Association, 2013) 4. Klasifikasi Stroke Ada dua klasifikasi utama stroke, yaitu stroke iskemik dan hemoragik (Corwin, 2009), hal ini didasarkan pada penyebab dan temuan patofisiologis (Zomorodi dalam Lewis et al, 2011). Stroke iskemik atau “brain attack” adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba sebagai akibat 29 dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat sumbatan baik sebagian atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir 80% dari kejadian stroke (Goldszmidt & Caplan, 2011). Stroke iskemik dapat dibagi menjadi lima jenis berdasarkan penyebabnya: thrombosis arteri besar, penetrasi tombosis arteri kecil (stroke lakunar), stroke embolik kardiogenik, kriptogenik (penyebab yang belum diketahui), dan stroke akibat penggunaan kokain, koagulopati atau pembedahan karotid (Smeltzer & Bare, 2003). Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan iskemi (penurunan aliran darah) dan hipoksia pada bagian otak (Corwin, 2009). Stroke hemoragik terjadi sekitar 10% 15% dari semua stroke (Shang et al, 2012) dan yang diakibatkan dari perdarahan ke dalam jaringan otak itu sendiri (hemoragik intraserebral atau intraparenchymal) atau ke dalam ruang subarachnoid atau ventrikel (subarachnoid hemoragik atau perdarahan intraventricular) (Zomorodi, 2011). 5. Patofisiologi Stroke Pada prinsipnya, baik stroke iskemik ataupun stroke perdarahan, akan meyebabkan otak mengalami penurunan aliran darah ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan metabolisme otak. Aliran darah ke otak terhambat karena adanya thrombus dan embolus pada stroke iskemia atau karena ekstravasasi darah di otak pada stroke hemoragik, maka terjadilah kekurangan oksigen ke jaringan otak (Price, 30 2005). Kekurangan selama satu menit dapat mengarah pada gejala-gejala yang dapat pulih, seperti kehilangan kesadaran. Kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudian disebut sebagai infark (Hudak, 2010). Sebagian besar stroke, berakhir dengan kematian sel-sel neuron. Penurunan terhadap cerebral blood flow (CBF), antara 20%-50% dari normal (10 sampai 25 ml/100g jaringan otak/menit) akan terbentuk daerah penumbra. Sel-sel neuron dalam daerah penumbra ini akan mengalami kerusakan yang masih bersifat reversible (Price, 2005). Pada daerah penumbra, kematian sel-sel otak akan semakin berkembang. Selsel otak kehilangan kemampuan untuk menghasilkan energi (ATP), karena metebolisme otak beralih ke metabolisme anaerob (Smeltzer & Bare, 2003). Jika energi otak berkurang, maka pompa natrium-kalium akan berhenti berfungsi dan mengakibatkan pembengkakan neuron. Otak akan berespon terhadap kondisi kekurangan energy ini, salah satunya dengan peningkatan konsentrasi kalsium intrasel, yang kemudian merangsang pelepasan neurotransmiter eksitatorik glutamate. Glutamat bebas ini akan melekat di neuron otak lain yang pada akhirnya memicu pengaktivan enzim nitrat oksida sintetase (NOS) yang kemudian membentuk gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO ini akan merangsang pengrusakan struktur sel-sel otak secara besar-besaran (Price, 2005). 31 6. Penatalaksanaan Stroke Berulang Penatalaksanaan stroke berulang dibagi kedalam terapi farmakologis, terapi non-farmakologis dan terapi pembedahan. a. Terapi Farmakologis Terapi farmakologis yang dapat diberikan adalah terapi antiplatelet, terapi antiplatelet secara signifikan mengurangi risiko gangguan vascular berikutnya, seperti stroke dan infark miokard (National Stroke Foundation, 2007). Agen terapi antiplatelet yang umum digunakan antara lain, aspirin, dipiridamol, dan clopidogrel (Hankey, 2007). Agen terapi antikoagulan antara lain warfarin dan heparin. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Risiko pemberian antikoagulan termasuk perdarahan intrakranial, perdarahan sistemik hingga kematian. Oleh karena itu, penggunaan heparin pada semua pasien dengan stroke iskemik akut sudah tidak direkomendasikan. Heparin diindikasikan untuk mencegah stroke berulang pada pasien yang memiliki risiko kardiak emboli (Bowman dalam Black & Hawks, 2009). b. Terapi Non-farmakologis Salah satu bentuk terapi non-farmakologis untuk mencegah kejadian stroke dan stroke berulang adalah dengan perubahan perilaku 32 (behaviour change). Perubahan perilaku untuk mencegah kejadian stroke ini mencakup perubahan kebiasaan kesehatan yang buruk dengan mengubah gaya hidup (lifestyle change). Mengubah gaya hidup untuk mencegah stroke berulang antara lain dengan mengontrol tekanan darah, mengontrol kolesterol darah, mengontrol gula darah, olahraga, diet, mereduksi stress, dan menghentikan penggunaan rokok. 1) Mengontrol tekanan darah Tekanan darah tinggi dikenal sebagai faktor risiko stroke yang paling penting, dengan dua kali lipat risiko stroke untuk setiap kenaikan tekanan darah sistolik 10-12 mmHg atau kenaikan tekanan darah diastolik 7-8 mmHg (Lawes et al, 2004 dalam Williams et al, 2010). Risiko stroke dapat direduksi hingga 50% dengan perawatan yang tepat pada hipertensi (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2011). Pada kebanyakan orang, hipertensi dapat dikontrol melalui diet, obat-obatan, dan olahraga atau kombinasi dari ketiganya. (National Stroke Association, 2013). Berbagai obat antihipertensi memiliki kerja yang berbeda, yaitu diuretik mengurangi volume darah dengan meningkatkan ekskresi natrium. Pengobatan lain yang umum adalah beta adrenergik blocker, yang mempengaruhi penurunan cardiac output dan penurunan aktivitas plasma renin. Inhibitor adrenergik sentral juga digunakan untuk mengurangi tekanan darah dengan mengurangi aliran simpatis dari sistem saraf pusat. 33 Inhibitor adrenergik perifer juga digunakan untuk menghabiskan katekolamin dari otak dan medula adrenal. Alpha adrenergic blocker, vasodilator, angiotensin converting inhibitor enzim (ACE inhibitor), dan calcium channel blocker juga telah digunakan dalam pengobatan hipertensi (Taylor, 2006) Dalam studi PROGRESS, pengobatan dengan kombinasi perindopril dan indapamide untuk menurunkan tekanan darah tekanan darah dengan 12 mmHg (sistolik) dan 5 mmHg (diastolik) dan pengurangan risiko relatif stroke 43% (PROGRESS Collaborative Group, 2001 dalam Williams et al, 2010). Pemeriksaan terhadap perawatan stroke telah menunjukkan bahwa kontrol tekanan darah yang buruk adalah faktor yang paling penting dalam kematian akibat stroke, ditambah lagi tekanan darah merupakan faktor risiko yang dapat dihindari dan diobati (Rashid et al, 2003; Rudd et al, 2004 dalam Williams et al, 2010). 2) Mengontrol kolesterol darah Kolesterol dan lipid yang tinggi dalam darah berhubungan dengan risiko tinggi dari stroke dan serangan jantung. Pengurangan agresif dari low-density lipoprotein kolesterol cenderung menghasilkan manfaat yang lebih besar. Pengurangan risiko relatif terhadap kejadian vaskular untuk pasien dengan riwayat stroke tanpa penyakit arteri koroner yang dirawat dengan agen statin.adalah sekitar 20%-30% (Lindsay et al, 34 2012; Humphrey et al dalam Williams et al, 2010). Pengurangan risiko tersebut diterapkan tidak hanya untuk pasien dengan peningkatan total kolesterol lebih dari 5,2 mmol/l tetapi juga untuk pasien dengan total kolesterol yang tidak teratur serendah 3,5 mmol/l. Statin bertindak sebagai inhibitor enzim HMG-CoA reduktase yang mengontrol sintesis kolesterol dalam hati. Statin juga memberikan efek perlindungan tambahan dengan menstabilkan plak ateromatosa pada arteri, sehingga mengurangi risiko pecahnya plak dan trombosis. Terapi statin yang lebih intensif yaitu dengan menggunakan statin dosis tinggi, misalnya atorvastatin 80 mg, akan memberikan manfaat yang lebih besar (Amarenco et al, 2006; Topol, 2004 dalam Williams et al, 2010). Simvastatin 40 mg per hari direkomendasikan untuk pasien dengan TIA dan stroke yang memiliki kolesterol total lebih dari 3,5 mmol/l, kecuali dengan kontraindikasi (Drugs and Therapeutic Bulletin, 2007; Hankey, 2006 dalam Williams et al, 2010). Selain penggunaan statin, pengontrolan kadar kolesterol darah dapat dilakukan dengan makan makanan rendah lemak terutama makanan rendah lemak jenuh, termasuk sayuran, buah-buahan, daging tanpa lemak seperti ayam dan ikan, produk susu rendah lemak dan kuning telur. Makanan yang kaya serat, termasuk 35 biji-bijian atau kacang kering (National Stroke Association, 2013). 3) Mengontrol gula darah Diabetes merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung dan diakui sebagai faktor risiko independen untuk iskemik stroke. Kebanyakan orang dewasa dengan diabetes tipe 1 atau 2 memiliki risiko tinggi untuk penyakit vaskular (Lindsay et al, 2012). Dalam review stroke dan diabetes, Idris et al menyatakan bahwa kombinasi antara diabetes dan stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Bukti dari uji klinis yang dilakukan pada pasien dengan diabetes mendukung kebutuhan untuk intervensi dini dan agresif untuk pasien dengan gangguan kardiovaskular untuk mencegah timbulnya, kekambuhan dan perkembangan stroke akut (Idris et al, 2006 dalam Lindsay et al, 2012 ) Diabetes merupakan faktor risiko stroke yang dapat diubah. Penanganan diabetes tipe I dapat dialkukan dengan memonitor gula darah dan insulin. Tipe II, yang kadang diperburuk dengan obesitas, sering dapat dikendalikan melalui penurunan berat badan, olahraga, dan perubahan dalam kebiasaan makan. Suntikan insulin tidak selalu dibutuhkan (National Stroke Association, 2013). 36 4) Olahraga Aktivitas fisik dapat mengurangi risiko stroke karena memiliki efek menguntungkan pada tekanan darah, diabetes dan berat badan (Lee et al 2003, Wendel-Vos et al 2004 dalam Lawrence et al, 2011). Pelatihan kebugaran fisik setelah stroke memiliki manfaat kesehatan yang positif tetapi, manfaat terhadap kesehatan tersebut hilang jika latihan berhenti (Saunders et al, 2009). Pedoman merekomendasikan aktivitas fisik selama 20 sampai 30 menit setiap hari dalam seminggu (SIGN 2008 dalam Lawrence et al, 2011). Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa orang yang berolahraga 5 kali atau lebih per minggu memiliki risiko stroke berkurang (National Stroke Association, 2013). 5) Diet Banyak faktor makanan yang berhubungan dengan risiko stroke. Risiko stroke diturunkan dengan mengurangi jumlah asupan lemak (Hooper et al 2011 dalam Lawrence et al, 2011). Diet yang rendah garam dan kaya dengan sayuran, buah-buahan dan rendah lemak dapat membantu menurunkan tekanan darah. Studi terbaru juga menunjukkan bahwa peningkatan asupan potasium, (misalnya, buah-buahan segar dan sayuran), dapat membantu menurunkan Association, 2013). tekanan darah (National Stroke 37 Sebuah studi di Universitas Harvard baru-baru ini menyimpulkan bahwa makan lima porsi harian buah-buahan dan sayuran dapat menurunkan risiko stroke sebesar 30%. Buah jeruk dan sayuran seperti brokoli atau kembang kol sangat bermanfaat. Konsentrasi yang lebih tinggi dari asam folat, serat, dan potasium mungkin menjadi kunci untuk mengurangi penyakit jantung dan stroke (National Stroke Association, 2013). Banyak penelitian mendukung hubungan antara kadar homosistein dan penyakit pembuluh darah. Untuk mengurangi kadar homosistein yaotu dengan asam folat dan vitamin B sejauh belum memperoleh hasil yang memuaskan (Goldstein & Rothwell, 2007 dalam Williams et al, 2010) 6) Stres Jood et al (2009) mengidentifikasi asosiasi antara subtipe tertentu stroke iskemik dan self-stress yang dirasakan dalam lima tahun sebelum stroke (Lawrence M et al 2011). Menghindari stress dan istirahat yang cukup merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko stroke berulang. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari. Menurut WHO, mengendalikan stress dengan cara berpikir positif dan meningkatkan spiritualitas pasien (PERDOSSI, 2004). Konseling, sedative, dan tranquilizer diberikan ketika stress dan kecemasan terlalu berlebihan. 38 7) Menghentikan penggunaan rokok Merokok adalah faktor independen untuk stroke (Donnan et al, 1993; Shinton & Beevers, 1989 dalam Williams et al, 2010). Menghentikan penggunaan rokok akan mengurangi risiko stroke. Pengalaman memiliki stroke atau TIA dapat meningkatkan motivasi pasien untuk berhenti merokok. Dukungan sosial dan menejemen stress juga dapat membantu perokok untuk dapat berhenti menggunakan rokok. Mantan perokok lebih mungkin untuk berhasil dalam jangka pendek jika mereka memiliki mitra yang mendukung dan teman yang tidak merokok. Bagi beberapa orang, merokok sebagai penenang, karena itu, latihan relaksasi juga telah dimasukkan ke dalam beberapa program berhenti merokok (Williams et al, 2010). Bantuan farmakologis seperti penggantian nikotin, bupropion, dan Varenicline akan meningkatkan kemungkinan keberhasilan dan biasanya dapat digunakan secara aman setelah TIA atau stroke. c. Terapi Pembedahan Pasien yang dipertimbangkan untuk menjalankan pembedahan adalah mereka yang memiliki risiko rendah morbiditas dan mortalitas post operasi dan salah satu dari: (1) penyakit arteri karotis asimtomatik dengan 50% atau lebih stenosis atau (2) penyakit arteri karotis dengan 70% atau lebih stenosis. Pada pasien tersebut, insiden stroke dengan penatalaksaan bedah secara signifikan berkurang dibandingkan 39 dengan penatalaksaan medis (Bowman dalam Black & Hawks, 2009). Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada pasien post stroke antara lain karotis endarterektomi, Extracranial/Intracranial Arterial Bypass, Angioplasti dan Sten Intraluminal. 40 D. Kerangka Teori Pengalaman dan ingatan: Serangan stroke berulang (iskemik/hemoragik) Pemahaman keluarga terhadap adanya masalah Mengenal masalah kesehatan Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota Kemampuan merawat anggota keluarga Memodifikasi lingkungan keluarga Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan Penggunaan keputusan/tindakan yang diambil keluarga Terlambat mengenali masalah kesehatan Terlambat pengambilan keputusan Peningkatan disabilitas atau kematian Disabilitas minimal Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber: Baiton dan Maglaya (1998) dalam Efendi & Makhfuldi (2009) dan Quain et al (2008) BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Konsep Konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variable (baik variable yang diteliti maupun variable yang tidak diteliti) (Nursalam,2008). Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep penelitian ini adalah ingin mengeksplorasi dan mengidentifikasi lebih dalam tentang gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan stroke berulang di rumah. B. Definisi Istilah 1. Keluarga Keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki hubungan darah ataupun tidak, hidup bersama dan memiliki kedekatan emosional. 2. Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan adalah proses melakukan sebuah penilaian terhadap masalah yang dihadapi keluarga untuk menghasilkan sebuah tindak lanjut untuk masalah tersebut. 41 42 3. Stroke berulang Stroke berulang adalah gangguan neurologis yang terjadi akibat kurangnya suplai darah ke area otak setelah sebelumnya pernah mengalami stroke. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oeh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010). Penelitian ini biasanya digunakan untuk menggali fenomena yang dibahas secara mendalam. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologis merupakan pendekatan yang bertujuan menjelaskan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh individu dalam kehidupannya, termasuk interaksinya dengan orang lain (Danim, 2003). Pendekatan yang sesuai untuk menginvestigasi fenomena penting seseorang yang berguna bagi bidang keperawatan (Streubert dan Carpenter, 2003). Pendekatan fenomenologis dalam penelitian ini diharapkan dapat menemukan fakta mengenai pengalaman keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan yang tepat saat mereka memiliki anggota keluarga yang sakit . B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur. Tempat tersebut dipilih dikarenakan belum ada penelitian tentang hal tersebut 43 44 di daerah ini dan daerah Tangerang Selatan. Penelitian ini akan diadakan pada bulan Juni - Agustus 2013. C. Partisipan Penelitian Partisipan dalam penelitian ini adalah pembuat keputusan dalam keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami stroke berulang yang menjalani perawatan di rumah di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur. Partisipan dalam penelitian ini adalah partisipan yang ditetapkan denga purposive sampling berdasarkan atas prinsip-prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequacy). Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, maka sumber informasi atau partisipan dalam penelitin ini adalah: 1. Partisipan utama Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan focus penelitian pada kedalaman informasi, sehingga hanya melibatkan pada jumlah partisipan yang sedikit. Partisipan utama dalam penelitian ini adalah pembuat keputusan dalam keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan stroke berulang. Setelah melakukan studi pendahuluan di Puskesas Ciputat Timur, peneliti mendapatkan partisipan berjumlah 3 orang. Partisipan penelitian memenuhi criteria inklusi berikut: a. Pembuat keputusan dalam keluarga b. Memiliki anggota keluarga dengan penyakit stroke berulang yang dilakukan perawatan di rumah. 45 c. Dapat berkomunikasi dengan baik sehingga dapat menjawab semua pertanyaan peneliti d. Bersedia dan kooperatif menjadi partisipan penelitian 2. Partisipan pendukung Partisipan pendukung dalam penelitian ini adalah petugas Puskesmas Ciputat Timur. Peneliti melakukan wawancara terhadap petugas puskesmas untuk mendapatkan informasi tentang partisipan penelitian. D. Instrumen Penelitian Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data yang dapat memperkuat hasil penelitian. Pada penelitian kualitatif, instrumen kunci penelitian adalah peneliti sendiri (Moleong, 2010). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pedoman wawancara mendalam (indepth interview) dengan bantuan alat pencatat dan alat perekam (tape recorder). 2. Catatan lapangan (field note) yang berguna sebagai alat perantara yaitu antara apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dicium dan diraba selama berlangsungnya wawancara dengan partisipan. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengumpuan data Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni – Agustus 2013. Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan bantuan rekan peneliti, menggunakan alat perekam (tape recorder), alat pencatat, serta membuat 46 catatan lapangan. Wawancara mendalam dilakukan pada partisipan dengan berpedoman pada pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. 2. Proses pengumpulan data a) Tahap persiapan pengumpulan data Rangkaian proses pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus izin penelitian kepada pihak-pihak terkait, seperti petugas Puskesmas Ciputat Timur. 2) Setelah mendapat persetujuan dari pihak puskesmas, peneliti menemui kader-kader yang bertugas di posyandu lansia disekitar wilayah kerja pskesmas untuk menjelaskan bahwa peneliti ingin melakukan penelitian di tempat tersebut serta mendapatkan informasi terkait partisipan penelitian. 3) Setelah mendapat informasi terkait alamat partisipan penelitian, peneliti turun ke lapangan dan mendata partisipan sesuai kriteria. Partisipan yang berhasil didata dan sesuai dengan kriteria inklusi penelitian sejumlah enam orang. Tiga calon partisipan menolak diikutsertakan dalam penelitian ini, sedangkan tiga yang lain menyatakan kesediaannya. 4) Partisipan yang bersedia kemudian diberika informed concent, serta peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian. 47 5) Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada partisipan sesuai kesepakatan waktu dan tempat, setelah mendapat hasil rekaman wawancara mendalam, peneliti mentranskrip data yang diperoleh. b) Tahap pelaksanaan pengumpulan data Tahap pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian menggunakan cara atau metode pengumpulan data yang dapat dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif yaitu dengan cara mengumpulkan data primer dan sekunder. 1) Data sekunder didapatkan dari wawancara dengan petugas kesehatan Puskesmas Ciputat Timur. Tujuan awal wawancara adalah untuk mengetahui alamat dari calon partisipan. Puskesmas Ciputat Timur belum terdapat data statistik terkait kasus cerebrovascular accident/stroke. Petugas Puskesmas Ciputat Timur menyatakan hal ini karena pasien tidak melakukan kunjungan ke puskesmas atau melaporkan anggota keluarganya yang menderita stroke pada petugas puskesmas. Petugas selanjutnya memberikan data kegiatan posyandu lansia yang diadakan diwilayah tersebut. Setelah dilakukan wawancara, petugas puskesmas mengizinkan peneliti untuk melakukan pengambilan data langsung ke lapangan di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur. 48 2) Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam kepada partisipan. Wawancara mendalam (in-depth interview) secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Bungin, 2008). Peneliti menggunakan jenis wawancara semi terstruktur, dengan menggunkan pedoman wawancara, tetapi memungkinkan pengembangan pertanyaan yang lebih leluasa dan tidak terikat. Peneliti saat melakukan wawancara memperhatikan proses pelaksanaan wawancara, seperti memperhatikan penampilan, memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan peneliti. Wawancara mendalam dilakukan sebanyak 3-4 kali pertemuan, dengan waktu antara 20-40 menit. Pengambilan data dilakukan sampai tercapai saturasi data atau peneliti sudah tidak lagi menemukan informasi baru dari partisipan. Hasil wawancara di rekan dengan tape recorder untuk mempermudah peneliti dalam proses berikutnya. Peneliti dibantu dengan seorang teman yang bertugas membuat hasil wawancara secara tertulis, terutama ekspresi non verbal dari partisipan (field note). 49 F. Teknik Analisa Data Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles dan Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh (Sugiono, 2010). Langkah-langkah analisis data dalam penelitian kualitatif meliputi: 1. Reduksi data Hasil wawancara didengarkan berulang-ulang dan dibuat catatannya oleh peneliti kedalam bentuk transkrip wawancara. Peneliti membaca kembali transkrip wawancara hingga memahami isi wawancara. Transkrip wawancara ini masih berisi berbagai hal yang diungkapkan oleh partisipan. Reduksi dilakukan dengan memilah hal-hal yang menurut peneliti merupakan hal-hal pokok, mengkategorikan hal-hal tersebut hingga membentuk gambaran yang lebih jelas. Masing-masing hal tersebut kemudian di kelompokkan sesuai kategorinya masing-masing. Setelah di lakukan pengelompokan tersebut, peneliti mulai melampirkan arti dari unsur-unsur data. 2. Display data Setelah menentukan masing-masing arti dari unsur-unsur data penelitian, peneliti menggunakan matriks untuk menyajikan data. Matrik ini akan mempermudah peneliti dalam merencanakan proses berikutnya. memahami apa yang terjadi dan 50 3. Analisis isi Analisis yaitu dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori pada tinjauan kepustakaan (content analisis). Analisis isi dilakukan dengan cara membandingkan hasil penelitian yang dilakukan dengan teori-teori yang ada sebelumnya. 4. Pengambilan keputusan Langkah berikutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Peneliti menentukan temuan baru dalam penelitian ini yang belum pernah ada sebelumnya. Hasil temuan tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk deskriptif dalam penelitian ini G. Validasi data Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data perlu diuji validitas dan reliabilitas untuk mengukur nilai kepercayaan data. Hal ini dikarenakan hal yang diuji validitas dan reliabilitas pada penelitian kualitatif adalah datanya (Sugiyono, 2010). Hasil penelitian dikatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Pada penelitian kualitatif pengukuran nilai kepercayaan menggunakan empat kriteria yaitu, uji credibility, transferability, dependability, dan confirmability (Guba dan Lincoln, 1981 dalam Graneheim, 2004; Moleong, 2007; Polit & Beck, 2004; Sugiyono, 2010). Peneliti menggunakan Member Check untuk menentukan kredibilitas data dalam penelitian ini. Member Check adalah proses pengecekan data yang 51 diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan Member Check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Cara ini yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda antara peneliti dan pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid. H. Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, terutama yang menjadi subjek penelitian ini adalah manusia, maka peneliti menggunakan etika penelitian meliputi: 1. Lembar persetujuan menjadi respnden (inform consent) Lembar persetujuan diberikan kepada partisipan sebelum penelitian dilakukan. Peneliti menjelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan, jaminan kerahasiaan partisipan, dan terbebas dari bahaya seperti nyeri. Jika partisipan bersedia di teliti maka harus menandatangani lembar persetujuan sebagai bukti kesediaan partisipan. Namun, jika partisipan menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak partisipan. 2. Tanpa nama (anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan, peneliti tidak akan mencantumkan nama partisipan pada lembar pedoman wawancara atau hasil penelitian yang akan disajikan. Peneliti hanya akan menggunkan kode pada lembar pedoman wawancara dan mengunakan inisial dalam penyajian hasil penelitian. 52 3. Kerahasiaan (confidentialy) Kerahasiaan informasi partisipan dan hasil penelitian, termasuk masalahmasalah lainnya dijamin sepenuhnya oleh peneliti. Informasi hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. (Hidayat, 2008) BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti kepada tiga partisipan dengan wawancara mendalam. Hasil dari wawancara mendalam dilakukan analisa data dan ditemukan tema- tema esensial yang selanjutnya oleh peneliti dideskripsikan kedalam bentuk naratif dengan penyajian hasil penelitian sebagai berikut. Penyajian hasil penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menguraikan mengenai gambaran umum wilayah penelitian. Bagian kedua memaparkan hasil penelitian yang meliputi karakteristik partisipan dan hasil analisa tematik. Paparan hasil penelitian ini dideskripsikan berdasarkan hasil wawancara mendalam yang telah disusun berdasarkan tema yang telah ditemukan. A. Gambaran umum wilayah penelitian Ciputat timur adalah sebuah kecamatan di kota Tangerang Selatan. Kecamatan ini berbatasan Tengah, Ciputat, Pondok dengan Kelurahan Pondok Aren, Bintaro, Pamulang, Pinang,Karang Cinere, Sawangan, Depok. Kecamatan Ciputat Timur memiliki enam kelurahan, yaitu: Rengas, Rempoa, Cireundeu, Pondok Ranji, Cempaka Putih, Pisangan. Kecamatan ciputat timur memiliki luas 1.543 Ha. Kepadatan penduduk di kecamatan ini pada tahun 2007, merupakan yang tertinggi di Tangerang Selatan yaitu, 10.396 orang/Km2. Terdapat dua Puskesmas di Kecamatan Ciputat Timur, yaitu di Kelurahan Rempoa dan Kelurahan Pisangan. Penelitan ini dilakukan 53 54 diwilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur, termasuk dalam wilayah kerja ini adalah Kelurahan Cireunde, Rempoa, dan Cempaka Putih. Luas wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur adalah 741 Ha. B. Hasil Penelitian Hasil penelitian gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan pada keluarga dengan stroke berulang di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur secara rinci menjelaskan uraian tujuh tema yang teridentifikasi dari hasil wawancara mendalam, tema-tema tersebut meliputi: (1) faktorfaktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan, (2) proses pengambilan keputusan, (3) keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan, (4) keluarga dalam memutuskan penggunaan pelayanan kesehatan, (5) dampak psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan, (6) cara untuk mencegah stroke berulang, dan (7) ketidakpatuhan pengobatan. 1. Karakteristik partisipan Karakteristik partisipan meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, dan hubungan partisipan dengan pasien. Partisipan penelitian adalah pembuat keputusan terutama dalam keluarga terhadap masalah kesehatan pasien. Tabel 5.1 Karateristik Partisipan No. Inisial Umur (tahun) 1 2 Tn. S (P1) 70 Ny. J (P2) 62 3 Tn. (P3) M 40 Pekerjaan Pendidikan Terakhir Ketua RT SD Ibu rumah SD tangga Wiraswasta SI Hubungan dengan pasien Suami Istri Stroke berulang Ke-2 Ke-5 Anak pertama Ke-2 55 2. Gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan Berdasarkan tujuh tema yang teridentifikasi dalam penelitian ini, berikut adalah uraian dari masing-masing tema tersebut: a. Faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan Faktor-faktor ini mempengaruhi bagaimana pembuat keputusan menggambil keputusannya. Faktor-faktor ini teridentifikasi berdasarkan latar belakang bagaimana partisipan penelitian membuat keputusannya. Faktor tersebut antara lain pertimbangan berdasarkan kondisi pasien, pengetahuan keluarga terhadap penyakit, persepsi terhadap pelayanan kesehatan, pengalaman partisipan dan keluarga, informasi orang lain, dan perasaan partisipan. 1) Pertimbangan berdasarkan kondisi pasien Ketiga partisipan penelitian ini sepakat menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi pegambilan keputusan adalah pertimbangan berdasarkan kondisi pasien. Berikut pernyataan partisipan: “Yang pasti tentang penyakit ibu nih. mengenai kesehatan ibu, penyakit ibu gimana kira-kira, kondisinya gimana”. (P1) “Stroke yang ke dua, ayah saya jatuh, lalu pingsan. Saya ga langsung di bawa ke rumah sakit. Setelah sadar, saya kasih minum teh manis anget. Bapak bilang badannya berat, saya siapin kendaraan baru saya bawa ke rumah sakit”. (P3) “Waktu kena stroke langsung di bawa ke rumah sakit, soalnya udah ga bisa jalan, jadi ga di bawa ke puskesmas”. (P2) 56 2) Persepsi terhadap pelayanan kesehatan Dua partisipan juga menunjukan persepsinya terhadap pelayanan kesehatan, yang tampak menjadi pertimbangan mereka dalam mengambil keputusan. Persepsi partisipan meliputi pelayanan kesehatan yang pernah di terima dimasa lalu dan dilihat dari kemampuan tenaga kesehatan. Berikut pernyataan dari dua partisipan tersebut: “Saya ga bawa ke rumah sakit karena dirumah sakit kan hanya untuk kalo tensinya turun, udah pulang. Ga ada solusinya. Jadi saya bawa ke klinik dokter”. (P3) “Yang abis stroke pertama, alternatif kan memang pernah juga yaa. Karena kan denger-denger ada orang yang sembuh kesana, saya coba-boba waktu itu. Tapi waktu itu ga ada perubahan. Keluarga juga bilang lebih baik ke dokter aja. Dokter kan lebih tau penyakitnya gimana nanganinnya”. (P1) “Saya sih yang bilang udah ikut terapi aja. Abis berobat rutin ke rumah sakit tiap bulan itu, ga banyak perubahan tangan sama kakinya itu kan masih kaku kaya apa yaa kaya lumpuh gitu sih. Ya udah coba aja terapinya, itu kan terapi totok. Yaa terusin aja kalo emang di terapi jadi enakan mah. Yaa biaya juga sih. Terapikan engga terlalu mahal yaa”. (P1) 3) Pengalaman partisipan dan keluarga Seorang partisipan juga menunjukan adanya pengalaman sebelumnya yang mendasarinya dalam membuat keputusan. Pengalaman tersebut seperti pernah mengurus orang sakit sebelumnya dan pengalaman yang didapat dari kejadian stroke sebelumnya. Berikut pernyataan partisipan tersebut: “Karena saya sering ngalamin, anak saya juga sering sakit jadi karena udah sering ngurusin orang sakit”. (P3) “Karena udah ada kesan ayah saya kena stroke”. (P3) 57 4) Informasi orang lain Sumber informasi pertimbangan dalam yang didapatkan membuat partisipan keputusan. dua menjadi partisipan menyatakan mendapatkan informasi dari orang lain. Berikut pernyataan partisipan: “Tetangga saya memberi keyakinan coba aja di bawa ke klinik dokter”. (P3) “Yaa saya kadang-kadang nanyakan juga sama orang-orang gimana ibu sakitnya gini istri saya sakitnya ini-ini-ini, yaa nantikan saya pikirin juga kalo ntar dikasi tau sama orang bawa kesini aja ya entar saya pikirin lagi. Baiknya kemana atau gimana gitu.” (P1) 5) Perasaan partisipan Seorang partisipan mengungkapakan menggunakan perasaan dalam memutuskan keputusan. Berikut pernyataan partisipan tersebut: “Perasaan aja. Kaya gini, ya pas, ya udah”. (P2) b. Proses pengambilan keputusan Proses pengambilan keputusan berkaitan dengan bagaimana cara partisipan dan keluarganya dalam mengambil keputusan. Dalam penelitian ini, pengambilan keputusan dilakukan dengan diskusi keluarga dan membuat keputusan sendiri tanpa mendiskusikan dengan anggota keluarga lain. Berikut pernyataan partisipan terkait proses pengambilan keputusan: 58 1) Diskusi dengan anggota keluarga Dua partisipan menggungkapkan menggunakan cara berdiskusi dalam mengambil keputusan. “Yaa konsultasi dengan anak-anak. Bagaimana cara jalan keluarnya, bagaimana cara pengobatannya, gitu.” (P1) “Yaa… Ibu si dilimpahkannya ke anak-anak aja, tanggung jawabnya. Diomongin bareng sama anak-anak. Masalah keuangan, apakan, Ibu kan ga bisa nyari, nungguin Bapak kayak gini.” (P2) 2) Keputusan dibuat individu Seseorang yang biasanya menjadi pembuat keputusan dalam keluarga adalah kepala keluarga. Namun, jika kepala keluarga atau pembuat keputusan mengalami gangguan dalam menjalankan tanggung jawabnya tersebut bisanya akan dialihkan pada anggota keluarga yang lain. Satu orang partisipan mengaku sebagai pembuat keputusan tunggal, dan membuat keputusan tanpa membicarakan dengan orang lain. Berikut pernyataan partisipan: “Saya sendiri. Sampe sekarang saya sendiri yang buat keputusan. Saya punya ade dua tapi keliatannya engga terlalu ini lah sama orang tua. Juga kan mereka ga tinggal deket sini. Ya masalah biayanya, masalah waktu dari pada saya anak pertama itu ribut sama keluarga karena orang tua, yaa saya ngambil tindakan, keputusan sendiri.” (P3) 3) Modifikasi cara pengambilan keputusan Dalam kondisi yang tidak memungkinkan terjadinya diskusi atau mendesak terjadi modifikasi proses pembuatan keputusan. berikut pernyataan partisipan: 59 “Bapak pernah membuat keputusan tanpa membicarakan dulu dengan anak-anak, keluarga hanya di informasikan melalui telepon…. Pernah jugaa anak yang membawa ke rumah sakit, setelah itu saya baru di beritahu”. (P1) “Langsung di bawa ke rumah sakit waktu itu, Saya yang ambil keputusan baru telpon anak-anak”. (P2) c. Keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan Cara pembiayaan pengobatan ini menyatakan bagaimana keluarga akan membiayai pengobatan pasien selama sakit, atau sumber dana untuk pengobatan pasien. Dua partisipan menyatakan pembiayaan pengobatan dijadikan tanggungan bersama. Berikut pernyataan partisipan: “Pembiayaan sih ya saya sama-sama aja. Kalo anak ada, ya anak. Kebetulan kan saya juga masih kerja. Tar kurangannya anak nambahin”. (P1) “Ya masalah pengobatan bapaknya, gimana pembiayaanya, masalah pengobatankan kan udah di tunjang ama anak-anak. Misalnya sakit yaudah manggil anak-anak.” (P2) Sedangkan terdapat satu pertisipan yang menjadi orang tunggal yang membiayai pengobatan pasien. Berikut pernyataan partisipan: “Biaya orang tua, saya yang nanggung”. (P3) d. Keluarga dalam memutuskan penggunan pelayanan kesehatan Saat terdapat anggota keluarga yang sakit, maka pembuat keputusan akan menentukan bagaimana keluarga akan memutuskan dalam memilih pelayanan kesehatan selama tahap sehat-sakit anggota keluarga. Hasil penelitian ini menyatakan pembuatan keputusan 60 keluarga dalam memilih layanan kesehatan bagi anggota keluarganya. Berikut adalah urian sub tema: 1) Pelayanan kesehatan yang dipilih saat serangan stroke Dua partisipan menyatakan bahwa mereka memilih pelayanan rumah sakit saat pasien terkena stroke maupun serangan stroke berulang. Berikut pernyataan partisipan: “Waktu ibu sakit itu, langsung di bawa aja ke rumah sakit, kebetuan juga waktu itu anak-mantu disini semuanya jadi ga nyampe lama dibiarinya.” (P1) “Jadi tuh setiap bapak sakit kita bawanya ke rumah sakit ga pernah ke tempat lain, rumah sakit dulu, kan dokter yang tau harus bagaimana”. (P2) Sedangkan terdapat satu partisipan yang menyatakan tidak membawa pasien ke rumah sakit, namun membawa ke klinik dokter saat serangan stroke pertama. Berikut pernyataan partisipan: “Kena stroke yang sebelah badah itu, yang pertama kena tahun 1996 kemudian berobat ke klinik dokter di pondok indah, setiap minggu”. (P3) Pada serangan stroke berulang, ketiga partisipan mengungkapkan membawa pasien ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan. 2) Pelayanan kesehatan yang dipilih pasca serangan stroke Setelah sakit, pasien membutuhkan pengobatan yang berkelanjutan untuk memulihkan kembali kondisinya. Keluarga berkewajiban untuk membatu pasien dalam hal tersebut. Keluarga memilih beberapa tempat pelayanan kesehatan yang sebagai 61 pengobatan rutin pasien. Dua partisipan menggunakan pelayanan rumah sakit sebagai tempat pengobatan rutin. Berikut pernyataan partisipan: “Dari dulu sih pas sakit yang pertama, kalo ibu berobat gitu nyampe sekarang tiap bulan mah rutin ke dokter di rumah sakit”. (P1) “Sekarang ke klinik dokter udah engga, tapi ke dokter yang di rumah sakit, tiap tiga bulan sekali.” (P3) Selain rumah sakit, seorang partisipan memilih untuk menggunakan home visit. Berikut pernyataan partisipan: “Kalo sekarang udah engga ke rumah sakit, kan biaya nya gede. Dokter aja yang datang ke rumah buat periksa sebulan sekali.” (P2) Satu partisipan mengungkapkan juga menggunakan terapi alternative sebagai upaya pengobatan pasien. Berikut pernyataan partisipan “Sekarang sih ikut terapi juga, tukang terapinya ke rumah udah 2-3 bulan ini lah terapinya”. (P1) e. Dampak psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan Pengalihan tugas dalam membuat keputusan akan menimbulkan perubahan pada psikologis anggota kelurga yang dilimpahkan tugas tersebut. Berikut adalah pernyataan partisipan yang merasakan takut, binggung dan sulit saat menerima tanggung jawab dalam menjadi pembuat keputusan: “Iyaa, takut ini, dari dulu kan saya cuma ngikutin suami. Binggung awalnya, suami sakit kan. Trus gimana kalo saya mutusinya salah, 62 dari dulu kan saya ngikutin bapak doang. Ga pernah gitu harus mikirin kaya gini, ya takutnya gitu sih mba. Ngerasa sulit ngadepin segalanya sendiri, anak-anakkan masih pada perlu biaya tar kalo bapaknya ga ada gimana, kan kerjanya swasta bukan pegawai negeri. Sedangkan anaknya masih kuliah ada yang masih SMP, SMA gitu, biayanya kan masih banyak. Bapaknya udah sakit.” (P2) Sedangkan satu partisipan lain tidak merasakan takut atau binggung dalam membuat keputusan. berikut pernyataan pertisipan tersebut: “Saya ngambil hikmahnya ja sih mba, artinya kalo memang waktu itu sampe stroke juga yaa saya terima. Kalo nyampe ajal dateng juga saya terima. Tapi karena kewajiban kan saya jadi saya buat enjoy aja.” (P3) f. Cara untuk mencegah stroke berulang Partisipan membuat keputusan dalam hubungannya dengan pencegahan stroke berulang. Cara untuk mencegah stroke meliputi pembatasan diet dan perubahan gaya hidup. Hal tersebut mencakup beberapa uraian sub tema yang berupa: 1) Pembatasan diet Salah satu cara untuk mencegah agar stroke berulang tidak terjadi adalah dengan pembatasan diet. Partisipan menyatakan melakukan pengontrolan terhadap konsumsi makanan dan mengolah sendiri makanan yang dikonsumsi pasien sebagai cara untuk mengatur diet pasien. Berikut pernyataan partisipan terkait pembatasan diet dengan mengolah sendiri makanan pasien: “Daging-daging, ikan asin, kambing, garam agak dikurangi”. (P1) “Waktu stroke itu, makan sih Ibu yang masak tetep tapi kalo untuk nyuapin makan kadang saya kadang Ibu.” (P3) 63 Dua partisipan mengungkakan mengontrol konsumsi makanan pasien sebagai bentuk pembatasan diet. Berikut pernyataan partisipan: “Terutama dari makanannya, harus kontrol makanan apa yang kira-kira memang yang bisa menyebabkan darah tinggi atau stroke ya itu jangan di apa ibaratnya jangan dimakan. Kalo memang perlu ya ga papa, tapi hanya nyobain aja sedikit.” (P1) “Menghindari makanan yang terlalu asin, trus seperti kopi walaupun kopi susu itu udah saya ga ijinkan lagi”. (P3) 2) Perubahan gaya hidup Partisipan menyatakan perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat pun dilakukan untuk mencegah stroke berulang. Perubahan gaya hidup mereka lakukan mengikuti instruksi dan saran dari tenaga kesehatan. Berikut pernyataan partisipan: “Emang dari dokter disaranin jalan-jalan pagi aja, sekitar setengah jam, lima kali seminggu paling engga. Sekitar-sekitar sini aja tiap pagi gitu ya. Sebetulnya kalo itu sih ga perlu dia jalan-jalan memang kalo di rumah aja udah jalan-jalan terus.” (P1) “Dokter sih pernah ngomong buat istirahat, ga kecapean. Tapi kalo olah raga dari dulu emang bapak jarang. Sekarang ini yang abis sakit, paling sesekali pagi jalan dari sini ke situ, ama dokter yaa ga apa-apa asal jangan kecapean tapi ga rutin setiap pagi.” (P3) g. Ketidakpatuhan pengobatan Kepatuhan pasien terhadap pengobatan memberikan pengaruh terhadap pengambil keputusan dalam membuat keputusannya. Partisipan mengungkapkan ketidak patuhan pasien terhadap pengobatan meliputi kebiasaan yang tidak sehat dan pasien yang 64 kurang kooperatif dalam pengobatan. Hal tersebut mencakup beberapa uraian sub tema yang berupa: 1) Kebiasaan yang tidak sehat Kebiasaan pasien yang tidak sehat diungkapkan meliputi sulit berhenti merokok dan menyukai makanan yang asin. Berikut pernyataan partisipan terkait kebiasaan yang tidak sehat: “Masih merokok sampai saat ini tidak bisa dibilangin untuk berhenti merokok”. (P2) “Pantang doang kalo lagi sakit. Tapi kalo dah sembuh ya begitu lagi. Bapak ga mau makan kalo saya masaknya agak kurang asinnya.” (P2) 2) Kurang kooperatif dalam pengobatan Partisipan menceritakan bahwa pasien kurang menunjukan kerjasama saat pengobatan. Berikut pernyataan partisipan: “Bapak kalo ke rumah sakit marah-marah mulu, kan nunggunya lama”. (P2) “Bapak tidak mau di dokter yang lain”. (P3) BAB VI PEMBAHASAN Bab ini menguraikan interpretasi hasil penelitian yang telah diperoleh dan keterbatasan dalam penelitian. Interpretasi hasil penelitian yang dilakukan yakni menguraikan hasil penelitian dan membandingkannya dengan teori yang ada serta berbagai hasil penelitian sebelumnya yang terkait sehingga dapat memperkuat interpretasi penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini akan membahas tentang keterbatasan peneliti dalam proses penelitian yang telah dilalui dengan proses yang seharusnya dilakukan sesuai aturan. A. Interpretasi Hasil Penelitian Peneliti telah mengidentifikasi tujuh tema yang merupakan hasil dari penelitian ini sesuai dengan analisa data yang peneliti lakukan. Tujuh tema tersebut teridentifikasi sesuai dengan tujuan penelitian yakni mendapatkan gambaran bagaimana keluarga memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga dengan stroke berulang. Tema pertama dalam penelitian ini mengangkat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Keluarga dalam cara menentukan keputusan terhadap masalah kesehatan dapat digambarkan dalam tema kedua proses pengambilan keputusan. Cara keluarga dalam membiayai pengobatan pasien stroke berulang digambarkan dengan tema ketiga keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan. Tema keempat menggambarkan bagaimana keluarga dalam memutuskan penggunaan pelayanan kesehatan. Pengaruh psikologis terhadap pengalihan pembuat keputusan digambarkan 65 66 dengan tema kelima dampk psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan. Keluarga dalam membuat keputusan untuk mencegah stroke berulang digambarkan dalam tema keenam cara pencegahan stroke berulang. Sikap pasien selama pengobatan digambarkan dalam tema ketujuh ketidakpatuhan pengobatan. Berikut uraian penjelasan masing-masing tema yang diperoleh dalam penelitian ini : 1. Faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan Dalam penelitian ini teridentifikasi beberapa factor yang mempengaruhi pengambilan keputusan partisipan. Faktor-faktor tersebut antara lain pertimbangan kondisi pasien, pengetahuan keluarga terhadap penyakit, persepsi terhadap pelayanan kesehatan, pengalaman partisipan dan keluarga, informasi orang lain, dan perasaan partisipan. Berikut pembahasan masing-masing sub tema: a. Pertimbangan berdasarkan kondisi pasien Menurut Campbell, keluarga mempertimbangkan keseriusan kondisi pasien dan adekuasi perawatan yang diberikan dalam menentukan penyedia pelayanan kesehatan (Campbell dalam Friedman, 2010). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semua partisipan mempertimbangkan kondisi pasien sebelum membuat keputusan terkait tindakan kesehatan. Kondisi pasien ini nantinya juga mempengaruhi keputusan dalam menentukan tempat pengobatan yang sesuai. 67 b. Persepsi terhadap pelayanan kesehatan Persepsi terhadap pelayanan kesehatan mencerminkan perasaan, gagasan, dan keyakinan yang seseorang miliki tentang sistem pelayanan kesehataan. Ketidakpercayaan, perbedaan budaya dalam memahami dan menjelaskan penyakit, sejarah rumah sakit/ klinik, dan diskriminasi mempengaruhi persepsi individu terhadap sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan dan karenanya dapat menjadi hambatan untuk akses ke pelayanan kesehatan dikemudian hari (Berry dalam Kon, 2010). Dalam penelitian ini persepsi atau pandangan partisipan terhadap pelayanan kesehatan memberikan pengaruh dalam membuat keputusan. Hasil penelitian ini terlihat bahwa persepsi partisipan dipengaruhi oleh pengetahuan, keyakinan terhadap pelayanan, dan kualitas layanan kesehatan yang diterima di masa lalu. Salah satu partisipan memilih tidak membawa pasien ke rumah sakit saat serangan stroke pertama dan lebih memilih klinik dokter. Ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa persepsi terhadap pelayanan mengindikasikan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan yang diterima dan mempengaruhi masyarakat dalam mencari prioritas pelayanan kesehatan (Kon, 2010). c. Pengalaman partisipan dan keluarga Pengalaman pribadi bersama anggota keluarga berkontribusi terhadap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan (Thompson, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman personal yang dimiliki partisipan dan keluarga 68 mempengaruhi dalam membuat keputusan. Pengalaman partisipan ini terkait dengan serangan stroke sebelumnya dan interaksi dengan pelayanan kesehatan yang diterima. Peran pengalaman sebelumnya memunculkan perbedaan dalam memutuskan untuk mencari perawatan atau memilih perawatan. d. Informasi orang lain Model Johnson's Comprehensive menunjukkan bahwa karakteristik demografi pasien, keluarga, teman-teman mereka, pengalaman pribadi, keyakinan dan arti penting masalah akan mempengaruhi persepsi dalam mencari sumber informasi dan kegunaan informasi (Johnson dalam Thompson, 2012). Sumber informasi yang digunakan partisipan dalam penelitian ini adalah orang terdekat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Thompson (2008), informasi dari seseorang biasanya menarik dan mudah dimengerti secara emosional, kognitif, dan dapat mempengaruhi tanggapan terhadap perilaku kesehatan dan pilihan pengobatan (Thompson, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua partisipan mendapatkan informasi terkait stroke berulang dari orang-orang di sekitar mereka. Seorang partisipan cenderung bertanya terkait masalah penyakit yang dialami anggota keluarga pada orang terdekat dan kemudian menjadikannya pertimbangan sebelum membuat keputusan. hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa cerita yang diperkuat dengan bukti, dapat mempengaruhi 69 kepercayaan seseorang tentang bagaimana perilaku kesehatan, penyakit, atau pencarian pengobatan mempengaruhi seseorang melalui pengalaman orang lain yang serupa (Cialdini, 2007). e. Perasaan partisipan Perasaan merupakan pertimbangan subjektif seseorang terhadap suatu hal. Perasaan lebih cenderung mendominasi dalam situasi tertentu dan tampaknya memberikan kekuatan pendorong penting dalam memutuskan. Seorang partisipan cenderung menggunakan perasaan dalam sebelum membuat keputusan. Perasaan partisipan ini mempengaruhi pendekatan mereka dalam membuat keputusan, terutama pada saat-saat rentanan, stress dan kehilangan. Kondisi stroke yang tiba-tiba menyerang salah satu anggota keluarga tentunya menjadi tekanan tersendiri bagi partisipan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schwarz (1990, p. 538) menyatakan bahwa sedikitnya informasi yang ada, keputusan yang sulit dibuat, dan kendala waktu yang membatasi ruang untuk berpikir memungkinkan seseorang akan menggunakan perasaan mereka sebagai alternatif, atau sebagai jalan pintas untuk membuat suatu putusan (Brown, 2011). 2. Proses pengambilan keputusan Proses pengambilan keputusan dianggap penting dalam keluarga karena memiliki dampak pada keluarga sebagai kelompok dan anggota 70 individu (Schaber, 2004). Keluarga dalam mengambil keputusan berbeda-beda bergantung pada kebudayaan, falsafah hidup, dan ideologi negaranya. Keluarga di Indonesia, umumnya dipimpin oleh suami sebagai kepala rumah tangga yang dominan dalam mengambil keputusan walaupun prosesnya melalui musyawarah dan mufakat (Ali, 2010). Teori tersebut mendukung hasil temuan yang di temukan peneliti yang menunjukan bahwa pasangan baik suami maupun istri yang mengambil keputusan terkait masalah kesehatan. Dua partisipan yang merupakan suami atau istri pasien menjadi pengambil keputusan walaupun dalam prosesnya partisipan membutuhkan musyawarah untuk memutuskan tindakan yang tepat. Musyawarah hanya merupakan salah satu metode pembuatan keputusan tertentu dalam menghasilkan sebuah keputusan. Keputusan demikian disebut dengan keputusan konsensus (Chang et al, 2010). Penggunaan satu atau dua metode yang lain dalam pembuatan keputusan mungkin terjadi (Friedman, 2010). Teori ini mendukung hasil dari penelitian yang mana dua partisipan yang menggunakan musyawarah dalam pembuatan keputusan menggunakan metode lain. Metode tersebut adalah dengan mengambil keputusan terlebih dahulu tanpa adanya musyawarah. kondisi ini terjadi jika sulit bagi keluarga untuk berkumpul dan berdiskusi, pembuat keputusan cenderung membuat keputusan sendiri yang selanjutnya di informasikan kepada anggota keluarga yang lain. Kedua cara tersebut digunakan secara bergantian. 71 Satu partisipan cenderung membuat keputusan sendiri, tanpa membicarakan dulu dengan anggota keluarga. Metode pembuatan keputusan ini dengan de facto. Sebuah keputusan yang dibuat oleh seorang anggota keluarga terhadap masalah yang dihadapi keluarga dan mempengaruhi kelompok keluarga (Schaber, 2004). Partisipan dalam membuat keputusan tidak terlebih dahulu merundingkan dengan anggota keluarga yang lain. Partisipan menganggap anggota keluarga yang lain kurang terlalu mampu atau peduli dengan masalah kesehatan pasien. 3. Keluarga dalam memutuskan pembiayaan pengobatan Stroke menimbulkan dampak yang sangat besar dari segi ekonomi karena biaya pengobatan dan perawatan sangat tinggi (Yastroki, 2011). Biaya tersebut untuk sektor kesehatan, misalnya, visit dokter, kunjungan ke rumah sakit, dan obat-obatan. Perlu diketahui bahwa pertisipan dalam penelitian ini tidak menggunakan asuransi kesehatan jenis apapun dan program bantuan pemerintah dibidang kesehatan. Hasil penelitian ini mengemukakan bagaimana cara keluarga dalam membiayai pengobatan pasien tanpa menggunakan asuransi atau jaminan kesehatan, terutama untuk keluarga di Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa partisipan membiayai pengobatan dengan dana yang berasal dari keluarga dekat. Anak-anak pasien yang sudah bekerja secara bersama menanggung biaya pengobatan. Pasangan pasien lah yang mengolah dana tersebut untuk pemeriksaan rutin dan biaya obat-obatan. Sedangkan pada 72 satu partisipan lain biaya pengobatan ditanggung sendiri tanpa dukungan dari anggota keluarga lain. 4. Keluarga dalam memutuskan penggunaan pelayanan kesehatan a. Pelayanan kesehatan yang dipilih saat serangan stroke Keluarga tidak hanya mendefinisikan sehat atau sakit anggota keluarganya, tetapi mereka juga menekankan seorang anggota keluarga yang sakit untuk mencapai tahap dimana mereka mencari perawatan (Friedman, 2010). Keluarga bertindak sebagai agen perujukan utama dan akan merujuk anggotanya ke jenis pelayanan atau praktisi kesehatan yang dianggap sesuai. Keputusan menyangkut apakah penyakit anggota keluarga sebaiknya di tangani di rumah atau di klinik atau di rumah sakit, cenderung di negosiasikan di dalam keluarga (Doherty dalam Friedman, 2010). Teori diatas mendukung hasil penelitian. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa partisipan merujuk anggota keluarganya yang sakit ke pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan klinik dokter saat serangan stroke pertama terjadi. Dalam penelitian ini tampak adanya perbedaan pemilihan pelayanan kesehatan saat serangan stroke pertama dengan serangan stroke berulang. Dua partisipan mengungkapkan memilih rumah sakit sebagai tempat rujukan saat serangan stroke pertama maupun berulang. Sedangkan satu partisipan mengungkapkan menggunakan klinik dokter sebagai tempat rujukan saat serangan stroke pertama beralih membawa pasien kerumah sakit saat serangan stroke berulang. Hal ini dapat 73 diakibatkan karena pengalaman yang pernah dimiliki terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang mengatakan pengalaman personal sebelumnya mempengaruhi dalam memilih pelayanan kesehatan (Wainwright et al, 2011). b. Pelayanan kesehatan yang dipilih pasca serangan stroke Setelah terserang stroke, beberapa pasien mengalami berbagai gangguan seperti kelumpuhan, penurunan kemampuan komunikasi, perubahan mental hingga depresi (Harnowo, 2012). Pasien pasca stroke yang dirawat di rumah, salah satu yang dapat dilakukan oleh keluarga seperti mengantar rawat jalan dan membantu untuk mencari pengobatan / akses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien (Sustrani, et. al 2003). Sesuai dengan teori tersebut, hasil penelitian ini menyatakan bahwa semua partisipan membantu pasien dalam mendapatkan pemeriksaan rutin. Pada dua partisipan, mereka membawa pasien ke rumah sakit setiap bulannya dan mendapatkan obat dari dokter. Satu partisipan menyatakan lebih memilih untuk mendatangkan dokter ke rumah/ home visit, hal ini dilakukan karena beberapa berbagai alasan. Salah satu alasan tersebut adalah karena biaya yang lebih murah dan kepraktisannya. Satu partisipan mengatakan menggunakan terapi alternative selain pemeriksaan rutin di rumah sakit. Minat keluarga dalam memutuskan menggunakan pengobatan alternatif dapat di rangsang 74 oleh berbagai sumber termasuk teman atau keluarga yang pernah mendapatkan pengobatan alternatif dan berhasil, serta ada keyakinan bahwa terapi alternative bisa menawarkan perawatan lebih disesuaikan pada individual (Nichol et al, 2011). Teori tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa pengobatan dari rumah sakit dirasakan partisipan kurang memberikan pengaruh besar besar terhadap penyembuhan pasien. Pernyataan ini di perkuat oleh penelitian yang menyatakan terapi alternatif digunakan ketika mereka merasakan kurang adekuatnya pelayanan kesehatan utama yang digunakan (Nichol et al, 2011). Partisipan menyatakan pasien merasa lebih baik setelah menerima terapi laternatif tersebut. alas an tersebut yang menjadikan partisipan dan pasien tetap melanjutkan terapi alternative. Temuan ini sesuai dengan teori yang diungkapkan Nguyen (2010), terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi aternatif dengan status kesehatan yang sangat baik dibandingkan pada tahun sebelumnya (Nguyen et al, 2010). 5. Dampak psikologis terhadap pendelegasian pembuatan keputusan Kebutuhan keadaan dan situasi individu merupakan pencetus terjadinya perubahan peran dalam keluarga. kondisi ini akan menyebabkan individu lain dalam keluarga tersebut secara sementara membangun peran mereka sebagai respon terhadap perubahan (Friedman, 2010). Hal ini mendukung hasil penelitian dimana peran kepala keluarga/suami sebagai pembuat keputusan berubah ketika terjadi 75 perubahan status kesehatan. Anggota keluarga yang lain yang dalam penelitian ini adalah pasangan dan anak menggambil alih peran sebagai pengambil keputusan. Hal ini terjadi saat tanggung jawab dalam pembuatan keputusan tersebut didelegasikan atau dilimpahkan kepada pasangan atau anggota keluarga yang dominan (Friedman, 2010). Peran anggota keluarga saat ini telah semakin kompleks, sehingga memungkinkan perubahan peran menjadi fleksibel (Friedman, 2010). Perubahan peran dalam keluarga tidak terjadi tanpa menimbulkan dampak terhadap individu yang terlibat. Keluarga sering kali mengalami tekanan yang bermakna selama transisi peran (Friedman, 2010). Berdasarkan teori tersebut, partisipan mengungkapkan mengalami kesulitan dan merasa khawatir saat pertama kali menggantikan sebagai pembuat keputusan dalam keluarga. Kekhawatiran ini menyangkut keputusan yang akan diambil. Anggota keluarga yang menghadapi keputusan kesehatan yang penting mungkin merasa kewalahan atau takut dalam menghadapi pengambilan keputusan kesehatan (Shepherd dalam Thompson, 2012) 6. Cara untuk mencegah stroke berulang Tema ke empat dalam penelitian ini adalah adalah cara untuk pencegahan stroke berulang yang dilakukan keluarga. Setelah pasien mengalami stroke, ada beberapa cara untuk mencegah kekambuhan. Mengendalikan faktor risiko sangat penting dan berlaku dalam pencegahan stroke berulang. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti gaya hidup dapat diubah untuk stroke dan stroke berulang, diantaranya 76 penggunaan tembakau, diet yang tidak sehat, konsumsi alkohol yang berlebihan, aktivitas fisik dan stres psikologis (Lawrance, 2011). Pengendalian factor resiko ini dapat di ikuti dengan medikasi yang sesuai. Modifikasi gaya hidup telah dikaitkan dengan penurunan resiko stroke dan harus dimasukkan sebagai bagian dari terapi pengobatan yang komprehensif (Sacco et al, 2006). Menurut Agustina (2009) bahwa diperlukan bantuan dari orang terdekat untuk pemenuhan kebutuhan termasuk pengaturan nutrisi (makan). Orang terdekat dalam hal ini adalah keluarga memberikan dukungan yang penting dalam proses penyambuhan. Dukungan dalam penelitian ini tampak dari keluarga yang melakukan pengaturan diet pasien pasca stroke. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mencegah stroke berulang. Pengaturan diet ini dilakukan dengan keluargalah yang mengolah sendiri makanan pasien dan melakukan pembatasan pada makanan yang dikonsi pasien. Pembatasan dilakukan seperti jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi. Partisipan mengungkapkan mengurangi konsumsi makanan yang asin, daging, dan minuman seperti kopi. Sedangkan menurut partisipan lain dengan mengurangi makanan yang dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi tidak hanya faktor risiko utama untuk stroke primer, tetapi juga meningkatkan risiko stroke berulang pada pasien (McEvoy, 2012). Defisit neurologis pasca stroke menyebabkan pasien rentan terhadap intoleransi aktivitas, maka dibutuhkan suatu terapi latihan yang aman yang memungkinkan pasien untuk mencapai aktivitas fisik yang 77 cukup sehingga dapat mengurangi kekambuhan stroke (Sacco et al, 2006). Pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang mampu melakukan aktivitas fisik, setidaknya 30 menit latihan fisik intensitas sedang hampir setiap hari dapat dipertimbangkan untuk mengurangi faktor risiko dan kondisi komorbiditas yang meningkatkan kemungkinan terulangnya stroke (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008; Sacco et al, 2006 ). Sesuai dengan teori tersebut, hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan membantu pasien dalam berolahraga sesuai dengan instruksi dokter. Partisipan membantu pasien dengan membawa pasien untuk jalan pagi paling tidak lima hari dalam seminggu setiap hari selama sekitar 30 menit. 7. Ketidakpatuhan pengobatan Kepatuhan pasien menjadi hal utama dalam menjamin keberhasilan pengobatan pada pasien stroke. Ketidakpatuhan mungkin disengaja dan tidak disengaja. Ketidakpatuhan yang tidak disengaja (misalnya lupa) sering merupakan konsekuensi dari penurunan kognitif. Ketidakpatuhan yang disengaja terjadi ketika pasien dengan sengaja tidak mengikuti nasihat medis yang diberikan (O’Carroll et al, 2010). Sesuai dengan teori tersebut, hasil penelitian menunjukan bahwa pasien kesulitan dalam mengikuti pembatasan makan yang pada akhirnya mereka tidak patuh terhadap diet yang di tetapkan. Ini ditunjukan dengan pernyataan satu partisipan yang mengungkapkan pasien sulit berhenti merokok dan tetap menginginkan makanan yang dikonsumsi asin, walaupun dokter mereka telah menganjurkan untuk berhenti merokok dan 78 melakukan diet garam. Pasien ini sudah mengalami lima kali serangan stroke berulang, sehingga semakin hari kondisi pasien menjadi lemah dan kelumpuhan bertambah parah, dan partisipan mengatakan apabila keinginan pasien tidak dituruti pasien akan marah dan tidak mau makan, maka dari itu partisipan tidak bisa melarang pasien. Temuan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang memberikan bukti bahwa faktor psikologis mempengaruhi ketidakpatuhan pengobatan setelah stroke (O’Carroll et al, 2010). B. Keterbatasan penelitian Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti masih memiliki keterbatasan yaitu : 1. Penelitian terfokus pada keputusan keluarga dalam memilih pelayanan kesehatan, sehingga hal-hal lain yang berkaitan dengan keputusan dalam kepatuahan minum obat pasien, olahraga, pengelolaan stress, menghentikan penggunaan rokok belum tergali lebih dalam. 2. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini tidak menggunakan FGD (focus group discussion), sehingga memungkinkan keluarga memberikan informasi yang tidak akan diperoleh melalui wawancara individu seperti perasaan dan pandangan yang berbeda pada pengambilan keputusan dihadapan anggota keluarga. 3. Kesulitan dalam pengambilan sampel dikarenakan alamat partisipan yang tidak jelas mempersulit pencarian partisipan dan tidak terdapat data pasien yang menderita stroke berulang di puskesmas setempat. BAB VII PENUTUP Pada bab ini akan diuraikan tentang simpulan yang mencerminkan refleksi dari temuan penelitian dan saran yang merupakan tindak lanjut dari penelitian ini. A. Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman secara mendalam mengenai gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan pada keluarga dengan stroke berulang di wilayah kerja puskesmas ciputat timur. Berdasarkan tema-tema yang teridentifikasi pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengambilan keputusan kesehatan sebagian besar dilakukan oleh keluarga dekat pasien stroke berulang baik pasangan pasien dan anak laki-laki pertama pasien. 2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain kondisi pasien, persepsi terhadap pelayanan kesehatan, pengalaman partisipan dan keluarga, informasi dari orang lain, dan perasaan partisipan. 3. Proses pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah dan diambil sendiri oleh anak laki-laki pertama dalam keluarga. Dalam kondisi tertentu terdapat perubahan cara bagaimana keputusan diambil. Pengambilan keputusan dapat mengunakan gabungan dari dua cara pengambilan keputusan. 79 80 4. Pembiayaan pengobatan dengan dana yang berasal dari keluarga dekat menjadi pilihan ketika keluarga tidak menggunakan jaminan atau asuransi kesehatan. 5. Perubahan psikologis terjadi akibat pendelegasian pembuat keputusan dalam keluarga berupa kesulitan dan merasa khawatir dalam memutuskan. 6. Keluarga dalam mencegah stroke berulang memutuskan pengaturan diet pasien dengan cara makanan yang diolah keluarga dan membatasi konsumsi makanan. Cara lain dilakukan dengan perubahan gaya hidup sesui dengan instruksi tenaga kesehatan. B. Saran Saran yang dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pelayanan kesehatan a) Pelayanan kesehatan perlu pemahaman struktur kekuasaan keluarga yang komponen utamanya adalah pembuatan keputusan, hal ini penting dalam memberikan perawatan kesehatan efektif, terutama jika keluarga mempunyai masalah dalam memutuskan kebutuhan perawatan kesehatan. Tenaga kesehatan yang memahami teknik yang digunakan dalam pembuatan keputusan keluarga, akan lebih mampu mengidentifikasi kekuasaan dari tiap anggota keluarga dan peran serta mereka dalam pembuatan keputusan. 81 2. Institusi Keperawatan Hasil penelitian ini bagi pendidikan keperawatan dapat menjadi landasan dalam mengembangkan kompetensi pembelajaran pada mahasiswa mengenai family decision making terutama dalam kaitannya dengan kesehatan. 3. Penelitian keperawatan a) Perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam lagi tentang gambaran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan untuk waktu yang lebih lama dan karakteristik partisipan yang lebih beragam. Selain itu, penelitian terkait pembuatan keputusan keluarga yang berkaitan dengan keputusan dalam kepatuahan minum obat pasien, olahraga, pengelolaan stress, menghentikan penggunaan rokok dapat dilakukan untuk melihat begaimana keluarga dalam membuat keputusan. b) Menggunakan focus group discussion (FGD) dan wawancara, sehingga memungkinkan terlihatnya pengambilan keputusan dalam keluarga. lingkup pada proses DAFTAR PUSTAKA Ali, Zaidin Haji. (2010). Pengantar perawatan keluarga. Jakarta: EGC Amelia, Susi. (2012). Hubungan Antara Tugas Kesehatan Keluarga Dengan Kejadian Stroke Berulang Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang 2012. Universitas Andalas [dikutip pada 21 Mei 2013]. Tersedia di URL: http://www.thedigilib.com/go/out/src/111983 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008. Riskesdas 2007. [dikutip pada 2 November 2012]. Tersedia di URL: http://www.litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2007 Basyaib, Fachmi. (2006). Teori Pembuatan Keputusan. Jakarta: PT Grasindo Bowman, Lisa. (2009). Management Of Client With Acute Stroke. In: Black, Joice M. & Jane Hokanson Hawks, Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positive Outcome (8th ed., pp 1843-1871). Philadelpia: WB. Saunders Company Bungin, Burhan. (2008). Analisis data penelitian kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers Burns, Nancy dan Susan K. Grove. (2008). The Practice of Nursing Reasearch: Conduct, Critique, and Utilization 5th ed . Missouri: Elsevier Saunders Brown, Hilary. (2011). The Role of Emotion in Decision-Making. The Journal of Adult Protection, Vol. 13, pp. 194-202 doi: 10.1108/14668201111177932 Cialdini Robert B. (2007). Descriptive Social Norms as Underappreciated Sources of Social Control. Psychometrika, 72:263-268. DOI: 10.1007/s11336-006-1560-6 Denim, Sudarwan. (2003). Riset Keperawatan: sejarah dan metodologi. Jakarta: EGC Dewanto, G., Suwono W., Ryanto B., Turana Y. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC Drummond, Helga. (1993). Pengambilan Keputusan yang Efektif: Petunjuk Praktis dan Komprehensif untuk Manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Efendi, Ferry & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Ed 2. Jakarta: EGC Ennen, Kathleen Ann. (2004). Knowledge of Stroke Warning Symptoms and Risk Factors: Variations By Rural and Urban Categories. UMI Number: 3140123 Friedman, Marilyn M. (1998). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta : EGC Friedman, Marilyn M. (2010). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta : EGC Go, Alan S., Mozaffarin, D., Roger, Veronique L., Benjamin, Emelia J., Berry, Jarett D., Borden, William D. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics— 2013 Update: A Report From the American Heart Association. 127, e132e139. Goldszmidt, Adrian J & Caplan, Louis R. (2011). Esensial Stroke. Jakarta: EGC Graneheim, U. H. and B. Lundman. (2004). Qualitative Content Analysis in Nursing Research: Concept, Procedures, and Measures to Achieve Thruthworthiness. Elsevier Nurse Education Today 24, 105-112 doi: 10.1016/j.nedt.2003.10.001 Hankey, Graeme J. (2007). Antiplatelet Therapy For The Prevention Of Recurrent Stroke And Other Serious Vascular Enents – A Review Of The Clinical Trial Data And Guidelines. Current Medical Reserch and opinion Vol. 23,6, pp 1453 – 1462. Hardie, Kate.,Hankey, Graeme J., Jamrozik, Konrad., Broadhurst, Robin., Craig, Anderson. (2004). Ten-Year Risk of First Recurrent Stroke and Disability After First-Ever Stroke in the Perth Community Stroke Study. United States of America Harnowo, Putro Agus. (2012). Terapi untuk Pemulihan Pasien Stroke. [dikutip pada 20 Desember 2013]. Tersedia di URL: http://health.detik.com/read/2012/07/04/151429/1957605/775/terapi-untukpemulihan-pasien-stroke Hashmi, Saman K., Maria B. Afridi., Kanza Abbas., et al. (2007). Factors Associated with Adherence to Anti-Hypertensive Treatment in Pakistan. PLoS ONE 2 (3), e280 doi:10.1371/journal.pone.0000280 Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Holloway, Immy. (2008). A-Z of Qualitative Research in Nursing and Healthcare. Humphrey, Peter., Jo Gibson., Stephanie Jones. (2010). Reducing The Risk Of Stroke. In: Williams, Jane et al, Acute Stroke Nursing. United States of America: Wiley – Blackwell JNC 7 Express. (2003). The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. United States of America: U.S. Depertement of Health and Human Service. [dikutip pada 5 Maret 2013]. Tersedia di URL : www.nhlbi.nih.gov Kon, Zeida Rojas. (2010). Ethnic Disparities in Obtaining Medical Care and Perceptions of Health Care in Post-Apartheid South Africa. UMI Number: 3432627 Lawrence, M., Fraser, H., Woods, C., McCall, J. (2011). Secondary Prevention Of Stroke And Transient Ischaemic Attack. Nursing Standard. 26, 9, 41-46 Lindsay, M. P., Gubitz G., Bayley M., Phillips S. (2012). Canadian Best Practice Recommendations For Stroke Care Fourth Edition. [Dikutip pada 21 April 2013]. Tersedia di URL : www.strokebestpractices.ca McEvoy, Claire T., Norman Temple and Jayne V Woodside. (2012). Vegetarian Diets, Low-Meat Diets and Health: A Review. Public Health Nutrition: 15(12), 2287–2294 Moleong, Lexy Dr. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya Bandung: PT Mulyatsih, Enny dan Airiza Ahmad. (2008). Stroke: Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke di Rumah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI National Stroke Association. (2012). STARS - Steps Against Recurrent Stroke. [dikutip pada 24 Desember 2012]. Terdapat di URL: http://www.stroke.org/site/PageServer?pagename=stars National Stroke Association. (2013). Caregivers and Families. [dikutip pada 31 Maret 2013]. Terdapat di URL: http://www.stroke.org/site/PageServer?pagename=care National Stroke Foundation. (2007). Clinical Guidelines for Acute Stroke Management. [dikutip pada 15 Maret 2013]. Terdapat di URL www.nhmrc.gov.au/publications. Nichol, James., Elizabeth A. Thompson and Alison Shaw. (2011). Beliefs, Decision-Making, and Dialogue About Complementary and Alternative Medicine (CAM) Within Families Using CAM: A Qualitative Study. The Journal of Alternative and Complementary Medicine, Volume 17, Number 2, pp. 117–125 DOI: 10.1089/acm.2010.0171 Nguyen, Long T., Roger B. Davis., Ted J. Kaptchuk and Russell S. Phillips. (2010). Use of Complementary and Alternative Medicine and Self-Rated Health Status: Results from a National Survey. J Gen Intern Med, 26(4):399–404 doi: 10.1007/s11606-010-1542-3 O’Carroll, Ronan., Jennifer Whittaker., Barbara Hamilton., Marie Johnston., Cathie Sudlow., Martin Dennis. (2010). Predictors of Adherence to Secondary Preventive Medication in Stroke Patients. Ann Behav Med, (2011) 41:383–390 doi 10.1007/s12160-010-9257-6 Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Pinzon, Rizaldy. (2012). Mengapa Pasien Stroke Datang Terlambat ke Rumah Sakit?. Jurnal Medicinus Volume 25, Nomor 1. Edition April 2012 Quain, Debbi A., et al. (2008). Improving access to acute stroke therapies: a controlled trial of organized pre-hospital and emergency care. MJA Volume 189 Number 8 Sacco, Ralph L., et al. (2006). Guidelines for Prevention of Stroke in Patients With Ischemic Stroke or Transient Ischemic Attack. Stroke, 37:577-617 [dikutip pada 19 Desember 2013]. Terdapat di URL: http://stroke.ahajournals.org/content/37/2/577.full Saleha, Qoriah., Hartoyo., Dwi Hastuti. (2002). Manajemen Sumberdaya Keluarga: Suatu Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala, Kalimantan Timur. [dikutip pada 20 November 2013]. Tersedia di URL : ikk.fema.ipb.ac.id Schaber, Patricia Louise. (2004). Family Decision Making: Examining the Decision Context, Process, and Outcome when Employees are Offered Long Term Care Insurance. United State of America Scottish Intercollegiate Guidelines Network. (2008). Management of Patients With Stroke or TIA: Assessment, Investigation, Immediate Management and Secondary Prevention. ISBN: 978 1 905813 40 7 Setiadi. (2007). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Setiadi, Nugroho J. (2003). Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Kencana: Bogor Shang, Ty Tiesong., Dileep R. Yavagal., Jose G. Romano., Ralph L. Sacco. (2012). Acute Stroke Evaluation and Management. In: Roos, Karen L. Emergency Neurology (pp. 154 - 171). New York: Springer Smelzer, Suzanne C dan Brenda Bare. (2003). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 10th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Smith, Wade S., Joey D. English., S. Claiborne Johnston. (2012). Cerebrovascular Diseases. In: Longo, Dan L., Dennis L. Kasper., J. Larry Jameson., Anthony S. Fauci., Stephen L. Hauser., Joseph loscalzo. Harrison’s Principles Of Internal Medicine (18th pp 3270 - 3299). USA: McGraw-Hill Sugiono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Sumantri, Arif. (2011). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Kencana Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC Stanhope, Marcia., Jeanette Lancaster. (2004). Community & Public Health Nursing (6th ed., 132-133). United States of America: Elsevier Mosby Syamsi, Ibnu. (1995). Pengambilan Keputusan dan System Informasi. Jakarta: Bumi Aksara Taylor, Shelley E. (2006). Health Psychology 6th ed. America: McGraw Hill Teanu, Aurora Dragomiri., Constanta Mihaescu-Pintia. (2010). Decision Makers’ Perception Of The Relevance Of Health Information In Romania. Romanian Journal of Bioethics, Vol. 8, No. 4 Thompson, Vetta L Sanders., Cavazos-Rehg P., Jupka K., Caito N., Gratzke J., Tate KY., Deshpande A., Kreuter MW. (2008). Evidential Preferences: Cultural Appropriateness Strategies in Health Communications. Health Educ Res,23:549-559 Thompson, Vetta L Sanders. (2012). Making decisions in a complex information environment: evidential preference and information we trust. BMC Medical Informatics and Decision Making, doi:10.1186/1472-6947-13-S3-S7 Wainwright, Susan Flannery., Katherine F. Shepard., Laurinda B. Harman., James Stephens. (2011). Factors That Influence the Clinical Decision Making of Novice and Experienced Physical Therapists. American Physical Therapy Association Vol. 91 West, Richard dan Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi ed 3. Jakarta: Salemba Humanika Williams, Jane., Lin Perry., Carolin Watkins. (2010). Acute Stroke Nursing. United Kingdom: Wiley-Blackwell Wiszniewska, Malgorzata et al. (2011). Knowledge of Risk Factors and Stroke Symptoms Among Nonstroke Patient. Eur Neurol 2012;67:220–225 doi: 10.1159/000335569 World Health Organization. (2005). WHO STEPS Stroke Manual: the WHO STEPwise approach to stroke surveillance / Noncommunicable Diseases and Mental Health. [dikutip pada 5 Maret 2013]. Tersedia di URL : http://www.who.int/chp/steps/Stroke/en/ World Health Organization. (2006). Neurological Disorders : Public Health Challenges. pp 151-162. Switzerland: WHO Press World Health Organization. (2013). STEPwise approach to stroke surveillance. [dikutip pada 5 Januari 2013]. Tersedia di URL : http://www.who.int/chp/steps/stroke/en/ Yayasan Stroke Indonesia. (2011). Sekilas Tentang Stroke. [dikutip pada 19 Desember 2013]. Tersedia di URL: http://www.yastroki.or.id/berita.php Zomorodi, Meg. (2011). Nursing Management Stroke. In: Lewis, Sharon L et al, Medical Surgical Nursing: Assessment And Management Of Clinical Problem (8th ed., pp. 1459-1484). United States of America: Elsevier Mosby Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Kepada Yth, Ciputat, Juni 2013 Bapak/Ibu/Saudara/Saudari Di Tempat Assalamu’alaykum, Wr. Wb Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang saya hormati, Sehubungan dengan tugas akhir dalam penyelesaian studi untuk mendapatkan gelar sarjana (S.Kep), saya sebagai peneliti: Nama : Nining Ratnasari NIM : 109104000035 Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kontak : 081283057270 Mohon kiranya Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat menjadi informan dalam penelitian saya dengan judul Gambaran Keluarga Dalam Memutuskan Tindakan Kesehatan Pada Keluarga Dengan Stroke Berulang Di Wilayah Kerja Pukesmas Ciputat Timur. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/Saudari berikan sebagai responden sangat berharga dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan berkaitan penelitian ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat menghubungi peneliti. Atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/Saudari, peneliti mengucapkan terima kasih. Wassalamu’alaykum, Wr. Wb. Ciputat, Juni 2013 Hormat Saya, Nining Ratnasari Lampiran 5 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA LEMBAR PERSETUJUAN INFORMAN Saya telah diminta dan memberikan izin untuk terlibat dalam penelitian ini dan berperan serta sebagai responden dalam penelitian yang berjudul Gambaran Keluarga Dalam Memutuskan Tindakan Kesehatan Pada Keluarga Dengan Stroke Berulang Di Wilayah Kerja Pukesmas Ciputat Timur yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti telah menjelasakan tentang penelitian yang akan dilakasanakan dan wawancara mendalam berlangsung selama satu jam. Saya mengetahui bahwa tujuan penelitian ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Saya mengerti bahwa informai yang saya berikan akan direkam dengan tape recorder dan catatan mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Kerahasiaan ini dijamin selegal mungkin. Semua berkas yang mencantumkan identitas subyek peneliti hanya akan digunakan untuk keperluan pengelolaan data penelitian dan bila sudah tidak digunakan lagi akan dihapus. Hanya peneliti yang dapat mengetahui kerahasiaan data. Saya telah diberitahukan bahwa saya memiliki hak untuk menghentikan wawancara ketika saya merasa ada ketidaknyamanan selama proses wawancara berlangsung. Demikian dengan sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya berperan sebagai responden dalam penelitian ini. Ciputat, Juni 2013 Informan ...................... Lampiran 6 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM INFORMAN A. Petunjuk Umum 1. Tahap Perkenalan 2. Tahap Pencairan 3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam B. Petunjuk Wawancara Mendalam 1. Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti dan didampingi oleh seorang pencatat 2. Anggota keluarga mempunyai kebebasan untuk menyampaikan pendapat, pengalaman, saran, dan komentar. 3. Pendapat, pengalaman, saran dan komentar dari anggota keluarga tidak ada yang salah/benar 4. Jawaban untuk kepentingan penelitian dan tidak mempengaruhi tugas dari anggota keluarga. 5. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin kerahasiaannya. 6. Izin untuk akan direkam oleh tape recorder untuk membantu pencatatan agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan akan dimintakan dari setiap partisipan 7. Partisipan dapat menarik informasi yang diberikan kapan aja tanpa sanksi apapun. C. Identitas Pewawancara 1. Nama Pewawancara : 2. Tanggal Pewawancara : 3. Waktu Wawancara : 4. Tempat Wawancara : D. Identitas Informan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Alamat : 6. Waktu : E. PanduanWawancara 1. Pertanyaan mengenai mengenal masalah kesehatan anggota keluarga. a. Apakah bapak/ibu mengetahui sakit yang diderita oleh pasien? b. Apakah Bapak/Ibu mengetahui penyebab sakit yang diderita pasien? c. Apakah Bapak/Ibu mengetahui jika sudah pernah terkena serangan stroke, pasien memiliki kemungkinan untuk terserang stroke kembali? d. Apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mencegah agar tidak terjadi serangan stroke berikutnya? e. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu ketika pasien sakit kembali dengan diagnosa yang sama? 2. Pertanyaan seputar memutuskan tindakan kesehatan yang tepat. a. Siapakah yang biasanya membuat keputusan terutama terkait dengan masalah kesehatan di keluarga Bapak/Ibu? b. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu ketika harus menjadi pengganti dalam membuat keputusan? c. Hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan Bapak/Ibu dalam membuat keputusan? d. Dapatkah Bapak/Ibu menceritakan / menjelaskan bagaimana cara Bapak/Ibu membuat keputusan? e. Coba ceritakan Bapak/Ibu, mengenai hambatan-hambatan / kesulitan yang Bapak/Ibu rasakan dalam pembuatan? Lampiran 7 MATRIKS ANALISIS TEMATIK PERNYATAAN KATEGORI SUB TEMA TEMA P1 P2 P3 SIGNIFIKAN “Yang pasti tentang penyakit Kondisi penyakit Pertimbangan Faktor-faktor ibu nih. mengenai kesehatan pasien berdasarkan kondisi mempengaruhi ibu, penyakit ibu gimana kira- pasien yang √ pengambilan keputusan kira, kondisinya gimana”. “Stroke yang ke dua, ayah saya Gangguan fisik yang jatuh, lalu pingsan. Saya ga dialami pasien √ saat langsung di bawa ke rumah stroke sakit. Setelah sadar, saya kasih minum teh manis anget. Bapak bilang badannya berat, saya siapin kendaraan baru saya bawa ke rumah sakit”. “Waktu kena stroke langsung di bawa ke rumah sakit, soalnya udah ga bisa jalan, jadi ga di √ bawa ke puskesmas”. Saya ga bawa ke rumah sakit Pelayanan rumah sakit Persepsi karena dirumah sakit kan hanya terhadap √ pelayanan kesehatan untuk kalo tensinya turun, udah pulang. Ga ada solusinya. Jadi saya bawa ke klinik dokter. “Saya sih yang bilang udah ikut √ terapi aja. Abis berobat rutin ke rumah sakit tiap bulan itu, ga banyak perubahan tangan sama kakinya itu kan masih kaku kaya apa yaa kaya lumpuh gitu sih. Ya udah coba aja terapinya, itu kan terapi totok. Yaa terusin aja kalo emang di terapi jadi enakan mah. Yaa biaya juga sih. Terapikan engga terlalu mahal yaa” “Yang abis stroke pertama, Kemampuan tenaga √ alternatif kan memang pernah kesehatan juga yaa. Karena kan dengerdenger ada orang yang sembuh kesana, saya coba-boba waktu itu. Tapi waktu itu ga ada perubahan. Keluarga juga bilang lebih baik ke dokter aja. Dokter kan lebih tau penyakitnya gimana nanganinnya”. “Karena saya sering ngalamin, Sudah sering Pengalaman anak saya juga sering sakit jadi mengurus orang sakit partisipan karena udah sering ngurusin keluarga √ dan orang sakit”. “Karena udah ada kesan ayah Kejadian saya kena stroke”. “Tetangga saya stroke √ sebelumnya memberi Masukan dari tetangga Informasi orang lain √ keyakinan coba aja di bawa ke klinik dokter”. “Yaa saya kadang-kadang √ nanyakan juga sama orangorang gimana ibu sakitnya gini istri saya sakitnya ini-ini-ini, yaa nantikan saya pikirin juga kalo ntar dikasi tau sama orang bawa kesini aja ya entar saya pikirin lagi. Baiknya kemana atau gimana gitu.” Perasaan aja. Kaya gini, ya pas, Perasaan partisipan √ ya udah “Yaa konsultasi dengan anak- Meminta anak. Bagaimana cara jalan pertimbangan keluarnya, bagaimana Diskusi dengan Proses dari anggota keluarga pengambilan √ √ keputusan cara orang lain pengobatannya, gitu.” “Yaa… Ibu si dilimpahkannya ke anak-anak aja, tanggung jawabnya. Diomongin bareng sama anak-anak. Masalah keuangan, apakan, Ibu kan ga √ bisa nyari, nungguin Bapak kayak gini.” “Saya sendiri. Sampe sekarang Keputusan diambil Keputusan saya pertama individu sendiri yang buat oleh anak dibuat √ keputusan. Saya punya ade dua laki-laki tapi keliatannya engga terlalu ini lah sama orang tua. Juga kan mereka ga tinggal deket sini. Ya masalah biayanya, masalah waktu dari pada saya anak pertama itu ribut sama keluarga karena orang tua, yaa saya ngambil tindakan, keputusan sendiri.” “Bapak pernah membuat Cara lain keputusan tanpa membicarakan dalam dulu dengan anak-anak, keputusan keluarga hanya di informasikan melalui telepon”. kelurga Modifikasi membuat pengambilan keputusan cara √ “Anak yang membawa ke √ rumah sakit, setelah itu saya baru di beritahu”. “Langsung di bawa ke rumah √ sakit waktu itu, Saya yang ambil keputusan baru telpon anakanak.” “Pembiayaan sih ya saya sama- Pembiayaan sama aja. Kalo anak ada… ya pengobatan anak. Kebetulan kan saya juga bersama-sama Sumber pembiayaan Keluarga secara pengobatan pasien dalam √ memutuskan pembiayaan pengobatan masih kerja. Tar kurangannya anak nambahin” “Ya masalah bapaknya, pengobatan gimana pembiayaanya, masalah pengobatankan kan udah di tunjang ama anak-anak. Misalnya sakit yaudah manggil anak-anak.” √ “Biaya orang tua, saya yang Pembiayaan nanggung”. √ pengobatan ditanggung anak pertama “waktu ibu sakit itu, langsung di Rumah sakit Pelayanan kesehatan Keluarga bawa yang aja ke rumah sakit, kebetuan juga waktu itu anak- dipilih serangan stroke dalam √ saat memutuskan penggunan pelayanan kesehatan mantu disini semuanya jadi ga nyampe lama dibiarinya.” “Jadi tuh setiap bapak sakit kita √ bawanya ke rumah sakit ga pernah ke tempat lain, rumah sakit dulu, kan dokter yang tau harus bagaimana”. “Kena stroke yang sebelah Klinik dokter badah itu, yang pertama kena tahun 1996 kemudian berobat ke klinik dokter di pondok indah, setiap minggu”. √ “Dari dulu sih pas sakit yang Rumah sakit Pelayanan kesehatan pertama, kalo ibu berobat gitu yang dipilih pasca nyampe sekarang tiap bulan serangan stroke √ mah rutin ke dokter di rumah sakit”. “Sekarang ke klinik dokter udah √ engga, tapi ke dokter yang di rumah sakit, tiap tiga bulan sekali.” “kalo sekarang udah engga ke Visit dokter √ rumah sakit, kan biaya nya gede. Dokter aja yang datang ke rumah buat periksa sebulan sekali. “Sekarang sih ikut terapi juga, Pengobatan alternatif √ tukang terapinya ke rumah udah 2-3 bulan ini lah terapinya”. “Iyaa, takut ini, dari dulu kan Perasaan saya cuma ngikutin suami. pengalihan setelah Respon pembuat Dampak pembuat keputusan yang baru terhadap psikologis pendelegasian √ Binggung awalnya, suami sakit keputusan pembuatan keputusan kan. Trus gimana kalo saya mutusinya salah, dari dulu kan saya ngikutin bapak doang. Ga pernah gitu harus mikirin kaya gini, ya takutnya gitu sih mba. Ngerasa sulit ngadepin segalanya sendiri, anak-anakkan masih pada perlu biaya tar kalo bapaknya ga ada gimana, kan kerjanya swasta bukan pegawai negeri. Sedangkan anaknya masih kuliah ada yang masih SMP, SMA gitu, biayanya kan masih banyak. Bapaknya udah sakit.”. “Saya ngambil hikmahnya ja sih mba, artinya kalo memang waktu itu sampe stroke juga yaa √ saya terima. Kalo nyampe ajal dateng juga saya terima. Tapi karena kewajiban kan saya jadi saya buat enjoy aja.” “Daging-daging, kambing, ikan garam asin, Makanan diolah oleh Pengaturan diet Cara untuk pencegahan agak keluarga sendiri stroke berulang √ √ dikurangi” “Waktu stroke itu, makan sih √ Ibu yang masak tetep tapi kalo untuk nyuapin makan kadang saya kadang Ibu.” “Terutama dari makanannya, Ada yang membatasi harus kontrol makanan apa yang konsumsi kira-kira memang yang bisa pasien menyebabkan darah tinggi atau stroke ya itu jangan di apa ibaratnya jangan dimakan. Kalo memang perlu ya ga papa, tapi hanya nyobain aja sedikit.” makanan √ “Menghindari makanan yang √ terlalu asin, trus seperti kopi walaupun kopi susu itu udah saya ga ijinkan lagi”. “Emang dari dokter disaranin Menjalankan instruksi Perubahan jalan-jalan pagi setengah jam, aja, lima gaya √ sekitar dokter terkait olahraga hidup kali seminggu paling engga. Sekitarsekitar sini aja tiap pagi gitu ya. Sebetulnya kalo itu sih ga perlu dia jalan-jalan memang kalo di rumah aja udah jalan-jalan terus.” “Dokter sih pernah ngomong buat istirahat, ga kecapean. Tapi kalo olah raga dari dulu emang bapak jarang. Sekarang ini yang abis sakit, paling sesekali pagi jalan dari sini ke situ, ama √ dokter yaa ga apa-apa asal jangan kecapean tapi ga rutin setiap pagi.” “Masih merokok sampai saat ini tidak bisa dibilangin Sulit berhenti Kebiasaan untuk merokok yang Ketidakpatuhan tidak sehat √ pengobatan berhenti merokok”. “Pantang doang kalo lagi sakit. Suka makanan asin √ Tapi kalo dah sembuh ya begitu lagi. Bapak ga mau makan kalo saya masaknya agak kurang asinnya.” “Bapak kalo ke rumah sakit Marah-marah Pasien marah-marah kooperatif nunggunya lama”. mulu, kan kurang √