KUMPULAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SEBAGI DASAR PELESTARIAN NILAI K2KS KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN DAN KESETIAKAWANAN SOSIAL DIREKTORAT JENDERAL PEMBERDAYAAN SOSIAL DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN KEMENTERIAN SOSIAL RI TAHUN 2013 Daftar Isi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 PRPS Tahun 1964 Tentang Pemberian Penghargaan/tunjangan Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/kemerdekaan.....................................................1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan . ..............................7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan...............................32 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1984 Tentang Pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata.........62 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 79/huk/1994 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesejahteraan Sosial Kepada Daerah Tingkat II......................................64 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 5/huk/1996 Tentang Petunjuk Sementara Pemakaman Jenazah Warga Sipil Di Taman Makam Pahlawan.........................................................................75 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 12/huk/1996 Tentang Prosedur Permohonan Penetapan Sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/kemerdekaan...................................................82 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 22/huk/1997 Tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan Dan Kepeloporan ....................................................................................87 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 53/huk/1998 Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Penetapan Perintis Pergerakan Kebangsaan/kemerdekaan Indonesia..................................95 Keputusan Menteri Sosial Republk Indonesia Nomor : 55/huk/1998 Tentang Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan Dengan Upacara Resmi..................................................101 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 71/huk/2003 Tentang Pedoman Pembinaan Pejuang Dan Kejuangan....................... 110 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 36/huk/2004 Tentang Pedoman Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial.............................................................. 113 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2012 Tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional..................................... 116 Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Nomor : 27/DIR/KPTS/BKS/VI/95 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Ziarah Wisata Di Taman Makam Pahlawan (Tmp) Dan Makam Pahlawan Nasional (Mpn).........................................................125 Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Nomor : 37/DIR/KPTS/VII/98 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Napak Tilas Rute Perjuangan Pahlawan................................................145 Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Nomor : 45/DIR/KPTS/BKS/VIII/98 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Mempercantik Taman Makam Pahlawan/makam Pahlawan Nasional.................................................................................152 Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Nomor : 61/DIR/KPTS/BKS/X/1998 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan (Kemerdekaan Dengan Upacara Resmi)...............................................159 Lembaran-negara Republik Indonesia...................................................175 ii UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 PRPS TAHUN 1964 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN/TUNJANGAN KEPADA PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN UMUM Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ini adalah hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang dipelopori oleh para Perintis Pergerakan Kebangsaan / Kemerdekaan sejak bertahun-tahun dengan mempertaruhkan segenap jiwa raga, harta benda sehingga tidak sedikit dari mereka itu gugur dan menderita menghadapi kekuatan Pemerintah Penjajahan. Karena itu sudah sewajarnya jika Pemerintah memberikan penghargaan dan tunjangan kepada mereka atas jasa-jasanya dan pengorbanannya dimasa yang lampau. Untuk itu Pemerintah telah mengeluarkan berturut-turut Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1958. Peraturan Presiden No. 20 Tahun 1960 dan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 1961. Meskipun demikian oleh Pemerintah hal tersebut belum dirasakan sesuai dengan peraturan-peraturan tersebut lebih ditujukan sematamata kepada para Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang menderita kesukaran hidup demikian pula besarnya tunjangan janda yang diberikan berbatas sekali. Berhubung dengan itu Pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan yang lebih sesuai dengan pemberian penghargaan yang lebih besar kepada segenap Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan baik sipil maupun bekas anggota angkatannn bersenjata selama hidupnya tanpa melihat kepada penghidupannya. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : a. Cukup jelas b. Yang dimaksud dengan “Hukuman” adalah yang dijatuhkan dengan putusan pengadilan colonial, termasuk pula pembuangan ke Digul / atau tempat-tempat lainnya. c. Yang dimaksud dengan “anggota angkatan bersenjata” ialah mereka yang dijaman penjajahan tergabung didalam suatu kesatuan Bersenjata Kolonial dan melawan Pemerintah Kolonial, misalnya Pemberontakann Kapal VII dan PETA Blitar. d. Dengan ayat ini dimaksudkan merek ayang sekurang-kurangnya menjabat Pengurus Cabang sesuatu Partai Politik, aktif selama 20 tahun terhitung mundur dari tanggal 17 Agustus 1945. dengan pengertian bahwa selama 20 tahun itu boleh juga adakalanya mereka di dalam keadaan non aktif untuk sementara, akan tetapi kemudian segera aktif kembali dan setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 tidak ternoda terhadap Negara. Pasal 2 : Ayat 1 : Cukup jelas. Ayat 2 : Cukup jelas. Ayat 3 : Semula besarnya tunjangan bulanan Rp. 300,- sampai Rp. 750,- dengan peraturan Presiden ini besarnya tunjangan itu dinaikkan hingga Rp. 500 sampai Rp. 1.250,- mulai tanggal 1 Mei 1963. Tunjangan-tunjangan yang telah terlebih dahulu diberikan, perlu dinaikkan juga sehingga sesuai dengan jumlah yang baru itu, mulai tanggal 1 Mei 1963. Ayat 4 : Cukup jelas Pasal 3 : Bilamana pada waktu meninggal Perintis Kemerdekaan itu tidak ada jandanya, maka tunjangannya sekaligus itu diberikan kepad aahli warisnya/anaknya. Dengan ahli waris di sini dimaksudkan seseorang anggota keluarganya yang mengurus penguburannya. Tunjangan tersebut dapat dibayarkan tanpa memerlukan suatu keputusan dari Menteri Sosial. Pasal 4 : Kepada janda Perintis yang tidak menikah lagi, atas permintaannya dapat diberikan tunjangan separoh dari jumlah yang diberikan kepada suaminya tunjangan itu diberikan dengan keputusan Menteri Sosial. Kepada janda ini tidak diberikan tunjangan tiga bulan sekaligus apabila ia kelak meninggal dunia. Pasal 5 : Cukup jelas Pasal 6 : Cukup jelas Pasal 7 : Kepada mereka dapat diberikan tunjangan berupa uang mulai sejauh-jauhnya tanggal 1 mei 1963. Pasal 8 : Cukup jelas Pasal 9 : Cukup jelas C. Pendukung Kegiatan Pemeliharaan Untuk terciptanya pemeliharaan TMP/MPN sebagai mana yang diharapkan, perlu adanya dukungan personil/petugas yang terampil. Pembagian tugas bagi personil yang diperlukan baik di TMP/MPN Tingkat Propinsi maupun Tingkat Kabupaten/Kotamadya diatur sbb. : 1. Koordinator, bertugas memberikan bimbingan, pengarahan dan memantau seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh para petugas sesuai bidang tugas masing-masing. 2. Administrator, bertugas melaksanakan kegiatan administrasi pemakaman, pelaksanaan upacara-upacara kenegaraan dan upacara ziarah. 3. Pustakawan, bertugas melaksanakan kegiatan administrasi perpustakaan yaitu mengenai pengadaan buku-buku, riwayat perjuangan para pahlawan, leaflet, booklet dsb, serta mendaftar/ mendata para pengunjung perpustakaan. 4. Juru ketik, bertugas sebagai tenaga pengetik. 5. Petugas pemelihara makam dan petugas pemakaman, bertugas memeHhara keasrian TMP/MPN dan bertugas melaksanakan pemakaman. 6. Petugas keamanan, bertugas sebagai penjaga keamanan agar keadaan TMP/ MPN seialu terpelihara dan aman dari gangguangangguan hewan atau orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Petugas keamanan dapat merangkap sebagai juru kunci dari TMP/ MPN yang bersangkutan. Dalam kondisi jumlah tenaga yang terbatas maka dimungkinkan seorang petugas merangkap 2 (dua) pekerjaan, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan. D. Peran Serta Masyarakat Kegiatan mempercantik TMP/MPN dititik beratkan kepada peran serta masyarakat, antara lain dari: Generasi Muda, Pelajar dan Mahasiswa, Organisasi Kepemudaan, Organisasi Masyarakai. Organisasi Wanita, Kesatuan-Kesatuan ABR1, BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta, Instansi Pemerintah dan lain-lain. Peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk kerja bakti yang dilaksanakan di TMP/MPN dan dapat pula dalam bentuk pemberian dan maupun. surnbang saran yang bermanfaat. E. Penghargaan Penghargaan dapat diberikan kepada masyarakat yang paling banyak peran settanya dalam rangka melaksanakan kegiatan mempercantik TMP/MPN. Kriteria dan bentuk penghargaan akan diatur kemudian. F. Pembiayaan 1. Biaya untuk kegiatan mempercantik TMP/MPN dibebankan kepada angaran Rutin dan Pembangunan. 2. Dari peran serta masyarakat, berupa sumbangan dalam bentuk dana atau berupa bahan bangunan dan atau peralatan. G. Pelaporan 1. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai dari pelaksanaan kegiatan mempercantik TMP/MPN perlu adanya pemantauan dan evaluasi. 2. Hasilnya dilaporkan oleh Kantor Wilayah Departemen Sosial kepada Departemen Sosial RI, Cq. Direktorat Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan pada setiap akhir tahun. 3. Bentuk dan materi laporan sesuai dengan formulir berikut ini. LAPORAN KEGIATAN MEMPERCANTIK TMP/MPM NAMA TMP/MPN : ………………….………………………… KABUPATEN/KOTA MADYA: ……………………………………………. PROPINSI : ……………………………………………. TAHUN : ……………………………………………. No Waktu & Pelaksana Pokokpokok Kegiatan Jumlah Tenaga Dana Bahan Keterangan A.n. KEPALA KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN SOSIAL PROPINSI ……………………………………….. KEPALA BIDANG BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL (………………………………..) NIP : …………………………. III. Penutup Demikian Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Mempercantik TMP/MPN dibuat untuk dipergunakan sebagai pedoman. Jakarta, 14 Agustus 1998 DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL Drs. IGN. SETYONO NIP. : 170007179 Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth; 1. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat / Taskim RI. 2. Menteri Sosial RI. 3. Menteri Dalam negeri RI. 4. Menteri Hankam/Panglima ABRI 5. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. 6. Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan di Jakarta. 7. Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Sosial. 8. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. 9. Para Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di Lingkungan Departemen Sosial. 10. Direktur urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan Departemen Sosial. 11. Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di Provinsi Seluruh Indonesia. 12. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Badan Litbang Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial. 13. Bagian Tatalaksana dan Perundang-Undangan Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. 14. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum pada Biro Hukum Departemen Sosial. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak memajukan, memperjuangkan, dan memperoleh kesempatan yang sama dalani membangim masyarakat, bangsa, dan negara sehingga patut mendapatkan penghargaan atas jasa-jasa yang telah didarmabaktikan bagi kejayaan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa penghargaan atas jasa-jasa yang diberikan oleh negara dalam bentuk gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan untuk menumbuhkan kebanggaan, sikap keteladanan, semangat kejuangan, dan motivasi untuk meningkatkan darmabakti kepada bangsa dan negara; c. bahwa pengaturan tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundangundangan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; Mengingat : Pasal 15, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GELAR, TANDA JASA, TANDA KEHORMATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan, pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan negara. 2. Tanda Jasa adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang bermanfaat besar bagi bangsa dan negara. 3. Tanda Kehormatan adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi atas darmabakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap bangsa dan negara. 4. Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia. 5. Medali adalah tanda jasa berbentuk persegi lima. 6. Bintang adalah tanda kehormatan tertinggi berbentuk bintang. 7. Satyalancana adalah tanda kehormatan di bawah bintang berbentuk bundar. 8. Samkaryanugraha adalah tanda kehormatan berbentuk ular-ular dan patra. 9. Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah dewan yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. 10. Presiden adalah Presiden sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. 12. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 13. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. 14. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat TNI adalah alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. 15. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri adalah alat negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 16. Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara Indonesia. 17. Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat WNA adalah orangorang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara asing. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan berdasarkan asas: a. kebangsaan; b. kemanusiaan; c. kerakyatan; d. keadilan; e. keteladanan; f. g. h. i. j. kehati-hatian; keobjektifan; keterbukaan; kesetaraan; dan timbal balik. Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan dengan tujuan: a. Menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalani berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara; b. Menumbuhkembangkan seniangat kepahlawanan, kepatriotan, dan kejuangan setiap orang untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara; dan c. Menumbuhkembangkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara. BAB III JENIS GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Bagian Kesatu Gelar Pasal 4 (1) Gelar berupa Pahlawan Nasional. (2) Pemberian Gelar dapat disertai dengan pemberian Tanda Jasa dan/ atau Tanda Kehormatan. Bagian Kedua Tanda Jasa Pasal 5 (1) Tanda Jasa berupa Medali. (2) Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Medali Kepeloporan; b. Medali Kejayaan; dan c. Medali Perdamaian. (3) Medali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki derajat sama. 10 Bagian Ketiga Tanda Kehormatan Pasal 6 (1) Tanda Kehormatan berupa: a. Bintang; b. Satyalancana; dan c. Samkaryanugraha. (2) Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan kepada perseorangan. (3) Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan kepada kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi. Pasal 7 (1) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a terdiri atas Bintang sipil dan Bintang militer. (2) Tanda Kehormatan Bintang sipil terdiri atas: a. Bintang Republik Indonesia; b. Bintang Mahaputera; c. Bintang Jasa; d. Bintang Kemanusiaan; e. Bintang Penegak Demokrasi; f. Bintang Budaya Parama Dharma; dan g. Bintang Bhayangkara. (3) Tanda Kehormatan Bintang militer terdiri atas: a. Bintang Gerilya; b. Bintang Sakti; c. Bintang Dharma; d. Bintang Yudha Dharma; e. Bintang Kartika Eka Pakgi; f. Bintang Jalasena; dan g. Bintang Swa Bhuwana Paksa. Pasal 8 (1) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. Bintang berkelas; dan b. Bintang tanpa kelas. (2) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: 11 a. Bintang Republik Indonesia terdiri atas 5 (lima) kelas: 1. Bintang Republik Indonesia Adipurna; 2. Bintang Republik Indonesia Adipradana; 3. Bintang Republik Indonesia Utama; 4. Bintang Republik Indonesia Pratama; dan 5. Bintang Republik Indonesia Nararya. b. Bintang Mahaputera terdiri atas 5 (lima) kelas: 1. Bintang Mahaputera Adipurna; 2. Bintang Mahaputera Adipradana; 3. Bintang Mahaputera Utama; 4. Bintang Mahaputera Pratama; dan 5. Bintang Mahaputera Nararya. c. Bintang Jasa terdiri atas 3 (tiga) kelas: 1. Bintang Jasa Utama; 2. Bintang Jasa Pratama; dan 3. Bintang Jasa Nararya. d. Bintang Penegak Demokrasi terdiri atas 3 (tiga) kelas: 1. Bintang Penegak Demokrasi Utama; 2. Bintang Penegak Demokrasi Pratama; dan 3. Bintang Penegak Demokrasi Nararya. e. Bintang Bhayangkara terdiri atas 3 (tiga) kelas: 1. Bintang Bhayangkara Utama; 2. Bintang Bhayangkara Pratama; dan 3. Bintang Bhayangkara Nararya. f. Bintang Yudha Dharma terdiri atas 3 (tiga) kelas: 1. Bintang Yudha Dharma Utama; 2. Bintang Yudha Dharma Pratama; dan 3. Bintang Yudha Dharma Nararya. g. Bintang Kartika Eka Pakci terdiri atas 3 (tiga) kelas: 1. Bintang Kartika Eka Pakci Utama; 2. Bintang Kartika Eka Pakci Pratarna; dan 3. Bintang Kartika Eka Pakci Nararya. 12 h. Bintang Jalasena terdiri atas 3 (tiga) kelas: 1. Bintang Jalasena Utama; 2. Bintang Jalasena Pratarna; dan 3. Bintang Jalasena Nararya. i. Bintang Swa Bhuwana Paksa terdiri atas 3 (tiga) kelas: 1. Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama; 2. Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratarna; dan 3. Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya. (3) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud pada ay at (1) huruf b terdiri atas: a. Bintang Kemanusiaan; b. Bintang Budaya Parama Dharma; c. Bintang Gerilya; d. Bintang Sakti; dan e. Bintang Dharma. Pasal 9 Derajat atau tingkat Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut: a. Bintang Republik Indonesia Adipurna; b. Bintang Republik Indonesia Adipradana; c. Bintang Republik Indonesia Utama; d. Bintang Republik Indonesia Pratarna; e. Bintang Republik Indonesia Nararya; f. Bintang Mahaputera Adipurna; g. Bintang Mahaputera Adipradana; h. Bintang Mahaputera Utama; i. Bintang Mahaputera Pratarna; j. Bintang Mahaputera Nararya; k. Bintang Jasa Utama, Bintang Kemanusiaan, Bintang Penegak Demokrasi Utama, Bintang Budaya Parama Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Sakti, dan Bintang Dharma; 1. Bintang Jasa Pratama dan Bintang Penegak Demokrasi Pratama; m. Bintang Jasa Nararya dan Bintang Penegak Demokrasi Nararya; n. Bintang Yudha Dharma Utania; o. Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Kartika Eka Pakci Utama, Bintang Jalasena Utama, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama; p. Bintang Yudha Dharma Pratama; q. Bintang Bhayangkara Pratama, Bintang Kartika Eka Pakci Pratama, Bintang Jalasena Pratama, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama; 13 r. Bintang Yudha Dharma Nararya; dan s. Bintang Bhayangkara Nararya, Bintang Kartika Eka Pakci Nararya, Bintang Jalasena Nararya, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya. Pasal 10 (1) Presiden Republik Indonesia sebagai pemberi Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan merupakan pemilik pertama seluruh Tanda Kehormatan Bintang yang terdiri atas: a. Bintang Republik Indonesia Adipurna; b. Bintang Mahaputera Adipurna; c. Bintang Jasa Utama; d. Bintang Kemanusiaan; e. Bintang Penegak Demokrasi Utama; f. Bintang Budaya Parama Dharma; g. Bintang Bhayangkara Utama; h. Bintang Gerilya; i. Bintang Sakti; j. Bintang Dharma; k. Bintang Yudha Dharma Utama; 1. Bintang Kartika Eka Pakci Utama; m. Bintang Jalasena Utama; dan n. Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama. (2) Wakil Presiden Republik Indonesia mendapat Tanda Kehormatan Bintang yang terdiri atas: a. Bintang Republik Indonesia Adipradana; b. Bintang Mahaputera Adipurna; c. Bintang Jasa Utama; d. Bintang Kemanusiaan; e. Bintang Penegak Demokrasi Utama; f. Bintang Budaya Parama Dharma; dan g. Bintang Bhayangkara Utama. Pasal 11 (1) Tanda Kehormatan Satyalancana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b terdiri atas Tanda Kehormatan Satyalancana sipil dan Tanda Kehormatan Satyalancana militer. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanda Kehormatan Satyalancana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 14 Pasal 12 (1) Tanda Kehormatan Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c terdiri atas Tanda Kehormatan Samkaryanugraha sipil dan Tanda Kehormatan Samkaryanugraha militer. (2) Tanda Kehormatan Samkaryanugraha sipil terdiri atas: a. Parasamya Purnakarya Nugraha; dan b. Nugraha Sakanti. (3) Tanda Kehormatan Samkaryanugraha militer tetap disebut S amkary anugraha. (4) Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki derajat sama. Pasal 13 (1) Tanda Kehormatan Bintang dipakai berdasarkan urutan derajat atau tingkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. (2) Tanda Jasa Medali dipakai di bawah Bintang Republik Indonesia dan Bintang Mahaputera, sejajar dengan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama, Bintang Kemanusiaan, Bintang Penegak Demokrasi Utama, Bintang Budaya Parama Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Sakti, dan Bintang Dharma. (3) Tanda Kehormatan Satyalancana dipakai di bawah Tanda Kehormatan Bintang dan Tanda Jasa Medali. Pasal 14 Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, ukuran, kriteria, dan tata cara pemakaian Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal 13 diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB IV DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Pasal 15 (1) Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibentuk untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. (2) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibukota negara. 15 Pasal 16 (1) Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota yang berasal dari unsur: a. akademisi sebanyak 2 (dua) orang; b. militer dan/atau berlatar belakang militer sebanyak 2 (dua) orang; dan c. tokoh masyarakat yang pernah mendapatkan Tanda Jasa dan/ atau Tanda Kehormatan sebanyak 3 (tiga) orang. (2) Calon anggota Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri. (3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua sekaligus merangkap sebagai anggota. (4) Anggota Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (5) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. (6) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pasal 17 Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan: a. WNI; b. sehat jasmani dan rohani; c. memiliki integritas moral dan keteladanan; d. berkelakuan baik; e. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; f. berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun; g. berpendidikan paling rendah SI (strata satu); dan h. mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. 16 Pasal 18 (1) Tugas dan kewajiban Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan meliputi: a. meneliti, membahas, dan memverifikasi usulan, serta memberikan pertimbangan mengenai pemberian Gelar; b. meneliti, membahas, dan memverifikasi usulan, serta memberikan pertimbangan mengenai pemberian dan pencabutan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan; dan c. merencanakan dan menetapkan kebijakan mengenai pembinaan kepahlawanan. (2) Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh menteri yang terkait. Pasal 19 (1) Pelaksanaan tugas Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan di daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai tugas pembantuan. (2) Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. menerima dan mengajukan usulan pemberian Gelar; b. menerima dan mengajukan usulan pemberian dan pencabutan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan c. melaksanakan dan membina kepahlawanan di daerah; dan d. mengelola dan memelihara taman makam pahlawan nasional di daerah. Pasal 20 Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasal 21 (1) Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibantu oleh sekretariat. (2) Sekretariat Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah koordinasi Menteri. (3) Sekretariat Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris dari unsur pegawai negeri yang diangkat oleh Presiden atas usul Menteri. (4) Sekretariat Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup paling sedikit 3 (tiga) unsur. 17 Pasal 22 Presiden dapat memberhentikan ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebelum masa jabatannya berakhir karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri secara tertulis; c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; dan d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Pasal 23 Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB V TATA CARA PENGAJUAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Bagian Kesatu Syarat-Syarat Memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Pasal 24 Untuk memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus memenuhi syarat: a. umum; dan b. khusus. Pasal 25 Syarat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a terdiri atas: a. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI; b. memiliki integritas moral dan keteladanan; c. berjasa terhadap bangsa dan negara; d. berkelakuan baik; e. setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. 18 Pasal 26 Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Gelar diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia dan yang semasa hidupnya: a. pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; b. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan; c. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya; d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara; e. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; f. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/ atau g. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional. Pasal 27 (1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Medali Kepeloporan terdiri atas: a. berjasa dan berprestasi luar biasa dalam merintis, mengembangkan, dan memajukan pendidikan, perekonomian, sosial, seni, budaya, agama, hukum, kesehatan, pertanian, kelautan, lingkungan, dan/ atau bidang lain; b. berjasa luar biasa dalam penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau c. berjasa luar biasa menciptakan karya besar dalam bidang pembangunan. (2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Medali Kejayaan yaitu berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengharumkan nama bangsa dan negara di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, olahraga, seni, budaya, agama, dan/atau bidang lain. (3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Medali Perdamaian yaitu berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan perdamaian, diplomasi, persahabatan, dan persaudaraan. 19 Pasal 28 (1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bin tang Republik Indonesia terdiri atas: a. berjasa sangat luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan bangsa dan negara; b. pengabdian dan pengorbanannya di berbagai bidang sangat berguna bagi bangsa dan negara; dan/atau c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional. (2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bin tang Mahaputera terdiri atas: a. berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara; b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bagi bangsa dan negara; dan/atau c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional. (3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bin tang Jasa terdiri atas: a. berjasa besar di suatu bidang atau peristiwa tertentu yang bermanfaat bagi keselamatan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa dan negara; b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang bermanfaat bagi bangsa dan negara; dan/atau c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional. (4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bin tang Kemanusiaan terdiri atas: a. berjasa besar di suatu bidang yang bermanfaat bagi tegaknya nilai-nilai peri-kemanusiaan dan peri-keadilan bangsa dan negara; b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang hak asasi manusia (HAM), hukum, pelayanan publik, dan kemanusiaan berguna bagi bangsa dan negara; dan/atau c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional. (5) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Penegak Demokrasi terdiri atas: a. berjasa besar di suatu bidang yang bermanfaat bagi tegaknya prinsip kerakyatan, kebangsaan, kenegaraan, dan pembangunan hukum nasional; 20 b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang demokrasi, politik, dan legislasi berguna bagi bangsa dan negara; dan/atau c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional. (6) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Budaya Parama Dharma terdiri atas: a. berjasa besar dalam meningkatkan, memajukan dan membina kebudayaan bangsa dan negara; b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang kebudayaan, baik kesenian, nilai-nilai tradisional, dan kearifan lokal bermanfaat bagi bangsa dan negara; dan/atau c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional. (7) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Bhayangkara terdiri atas: a. anggota Polri yang berjasa besar dengan keberanian, kebijaksanaan dan ketabahan luar biasa melampaui panggilan kewajiban yang disumbangkan untuk kemajuan dan pengembangan kepolisian; b. tidak pernah cacat selama bertugas di kepolisian; atau c. WNI bukan anggota Polri yang berjasa besar terhadap kemajuan dan pengembangan kepolisian. (8) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Gerilya yaitu setiap WNI yang berjuang mempertahankan kedaulatan NKRI dari agresi negara asing dengan cara bergerilya. (9) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Sakti terdiri atas: a. anggota TNI yang menunjukkan keberanian dan ketabahan tekad melampaui dan melebihi panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas operasi militer tanpa merugikan tugas pokoknya; atau b. WNI bukan anggota TNI yang menunjukkan keberanian dan ketabahan tekad melampaui dan melebihi panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas operas! militer. (10) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Dharma yaitu anggota TNI atau WNI bukan anggota TNI yang menyumbangkan jasa bakti dengan melebihi dan melampaui panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas militer sehingga memberikan keuntungan luar biasa untuk kemajuan TNI. (11) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Yudha Dharma terdiri atas: a. anggota TNI yang mendarmabaktikan diri melebihi dan melampaui panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas pembinaan dan pengembangan sehingga memberikan keuntungan luar biasa untuk kemajuan, perkembangan, dan terwujudnya integrasi TNI; 21 b. pegawai negeri sipil Kementerian Pertahanan atau TNI yang dalam tugasnya menghasilkan karya yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh pemerintah dan NKRI dalam rangka perwujudan dan pembinaan untuk keutuhan dan kesempurnaan TNI; atau c. WNI bukan anggota TNI atau pegawai negeri sipil TNI yang berjasa besar dalam bidang pembangunan TNI dengan hasil yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh pemerintah dan NKRI. (12) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Kartika Eka Pakgi terdiri atas: a. anggota TNI Angkatan Darat yang di bidang tugas kemiliteran menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Darat tanpa merugikan vtugas pokoknya; atau b. WNI yang bukan anggota TNI Angkatan Darat yang berjasa luar biasa untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Darat. (13) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Jalasena terdiri atas: a. anggota TNI Angkatan Laut yang di bidang tugas kemiliteran menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Laut tanpa merugikan tugas pokoknya; atau b. WNI bukan anggota TNI Angkatan Laut yang berjasa luar biasa untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Laut. (14) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Swa Bhuwana Paksa terdiri atas: a. anggota TNI Angkatan Udara yang di bidang tugas kemiliteran menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Udara tanpa merugikan tugas pokoknya; atau b. WNI bukan anggota TNI Angkatan Udara yang berjasa luar biasa untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Udara. Pasal 29 (1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Parasamya Purnakarya Nugraha yaitu institusi pemerintah atau organisasi yang menunjukkan karya tertinggi pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. (2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Nugraha Sakanti yaitu kesatuan di lingkungan kepolisian yang telah 22 berjasa di bidang tugas kepolisian yang bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara. (3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Samkaryanugraha yaitu kesatuan di lingkungan TNI yang telah berjasa dalam suatu operasi militer dan pembangunan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup negara dan bangsa. Bagian Kedua Tata Cara Pengajuan Pasal 30 (1) Usul pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ditujukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perseorangan, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, atau kelompok masyarakat. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi riwayat hidup diri atau keterangan mengenai kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi, riwayat perjuangan, jasa serta tugas negara yang dilakukan calon penerima Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Tata Cara Verifikasi Pasal 31 (1) Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) diverifikasi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti dan mengkaji keabsahan dan kelayakan calon penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 23 Bagian Keempat Tata Cara Pemberian Pasal 32 (1) Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (2) Pemberian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hari besar nasional atau pada hari ulang tahun masingmasing lembaga negara, kementerian, dan lembaga pemerintah nonkementerian. (3) Pemberian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disematkan oleh Presiden dan/atau pejabat yang ditunjuk. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 33 (1) Setiap penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara. (2) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Gelar dapat berupa: a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta; b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer; c. pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara; d. pemakaman di taman makam pahlawan nasional; dan/ atau e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya. (3) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang masih hidup dapat berupa: a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa; b. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/ atau c. hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan. 24 (4) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang telah meninggal dunia dapat berupa: a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta; b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer; c. pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara; d. pemakaman di taman makam pahlawan nasional; dan/ atau e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya. (5) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan ay at (4) huruf d diberikan kepada penerima Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Bintang. (6) Hak pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama hanya untuk penerima Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, dan Bintang Mahaputera. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 34 (1) Ahli waris penerima Gelar berkewajiban: a. menjaga nama baik pahlawan dan jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara; b. menjaga dan melestarikan perjuangan, karya, dan nilai kepahlawanan; dan c. menumbuhkan dan membina semangat kepahlawanan. (2) Ahli waris penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan berkewajiban: a. menjaga nama baik dan jasa penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan; dan b. menjaga dan memelihara simbol dan/atau lencana Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan. (3) Penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan yang masih hidup berkewajiban: a. menjaga nama baik diri dan jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara; b. menjaga dan memelihara simbol dan/atau lencana Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan; dan 25 c. memberikan keteladanan dan menumbuhkan semangat masyarakat untuk berjuang dan berbakti kepada bangsa dan negara. BAB VII PENCABUTAN TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN Pasal 35 Presiden berhak mencabut Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan yang telah diberikan apabila penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, huruf e, dan huruf f. Pasal 36 (1) Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan dapat diusulkan oleh perseorangan, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, dan/ atau kelompok masyarakat. (2) Usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan disertai alasan dan bukti pencabutan. (3) Usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteliti, dibahas, dan diverifikasi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dengan mempertimbangkan keterangan dari penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencabutan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VIII GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DARI NEGARA LAIN Pasal 37 (1) WNI dapat menerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan dari negara lain. (2) Penerimaan Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haras diberitahukan kepada Presiden. 26 BAB IX TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN BAGI WNA Pasal 38 (1) Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan dapat diberikan kepada WNA. (2) WNA yang menerima Tanda Jasa atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi: a. kesetaraan hubungan tirnbal balik kenegaraan; dan/ atau b. berjasa besar pada bangsa dan negara Indonesia. (3) Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Medali Kepeloporan; b. Medali Kejayaan; c. Medali Perdamaian; d. Bintang Republik Indonesia; e. Bintang Mahaputera; f. Bintang Jasa; g. Bintang Kemanusiaan; h. Bintang Penegak Demokrasi; i. Bintang Bhayangkara; j. Bintang Yudha Dharma; k. Bintang Kartika Eka Pakci; 1. Bintang Jalasena; dan/atau m. Bintang Swa Bhuwana Paksa. (4) WNA yang menerima Tanda Jasa atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerima hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan kepada WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 39 (1) Setiap Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan yang telah diberikan sebelum Undang-Undang ini tetap berlaku. (2) Sebelum ketentuan mengenai bentuk, ukuran, tata cara pemakaian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan diatur berdasarkan Undang-Undang ini, ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dinyatakan tetap berlaku. 27 Pasal 40 (1) Pada saat berlakunya undang-undang ini, paling lambat 6 (enam) bulan, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sudah terbentuk. (2) Sebelum Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibentuk, Dewan Tanda-Tanda Kehormatan Republik Indonesia dan Badan Pembina Pahlawan tetap dapat melaksanakan tugasnya. (3) Setelah Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibentuk, Dewan Tanda-Tanda Kehormatan Republik Indonesia dan Badan Pembina Pahlawan dinyatakan dibubarkan. Pasal 41 Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling larnbat 12 (dua belas) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang ini. BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 42 (1) Penghormatan negara terhadap perjuangan, pengorbanan, dan jasa derni keagungan bangsa dan negara yang dilakukan oleh Veteran Republik Indonesia diakui dan dilestarikan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Veteran Republik Indonesia diatur dengan undang-undang tersendiri. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 43 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka: 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1954 tentang Tanda Kehormatan Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 85); 2. Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1958 tentang Pemberian TandaTanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Dharma (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1650) sebagaimana diberlakukan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1958 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-Tanda Kehormatan Bintang 28 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sakti dan Bintang Dharma (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 153), sebagai Undang-Undang (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1806); Undang-Undang Nomor 70 Tahun 1958 tentang Penetapan UndangUndang Darurat Nomor 2 Tahun 1958 tentang Tanda-Tanda Penghargaan untuk Anggota Angkatan Perang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 41), sebagai Undang-Undang (Memori Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1657); Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959 tentang KetentuanKetentuan Umum Mengenai Tanda-Tanda Kehormatan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1789); Undang-Undang Nomor 5 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1790); Undang-Undang Nomor 6 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1791); Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Penetapan UndangUndang Darurat Nomor 7 Tahun 1958 tentang Penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1949, (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 154), sebagai Undang-Undang (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1807); sebagaimana diberlakukan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1964 (Lembaran Negara Tahun 1964 No. 1) tentang Perubahan dan Tambahan UndangUndang No. 21 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 No. 65) tentang Penetapan menjadi Undang-Undang, Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 154) tentang Penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1949, menjadi UndangUndang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2667); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Penetapan UndangUndang Darurat Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Garuda (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 19), sebagai Undang-Undang (Memori Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1811); Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1961 tentang Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2290); 29 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1963 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jasa (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2575); Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan (Lembaran Negara R.I. Tahun 1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara R.I. Nomor 2685); Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jalasena (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2866); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1968 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2858) Tanda Kehormatan Bintang Kartika Eka Pakci menjadi Undang-Undang (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2876); Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan Bintang Swa Bhuwana Paksa (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2878); Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1971 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1971 tentang Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma menjadi Undang-Undang (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2979); Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1972 tentang Perobahan dan Tambahan Ketentuan Mengenai Beberapa Jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang Berbentuk Bintang dan tentang Urutan Derajat/Tingkat Jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2990); dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1980 tentang Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3173); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 44 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 30 Disahkan di Jakarta pada tanggal 18 Juni 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 18 Juni 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 94 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, Wisnu Setiawan 31 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2), Pasal 14, Pasal 30 ayat (4), Pasal 31 ayat (3), Pasal 32 ayat (4), Pasal 33 ayat (7), Pasal 36 ayat (4), dan Pasal 38 ayat (5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5023); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN. 32 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan, pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan negara. 2. Tanda Jasa adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang bermanfaat besar bagi bangsa dan negara. 3. Tanda Kehormatan adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi atas darmabakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap bangsa dan negara. 4. Medali adalah tanda jasa berbentuk persegi lima. 5. Bintang adalah tanda kehormatan tertinggi berbentuk bintang. 6. Satyalancana adalah tanda kehormatan di bawah bintang berbentuk bundar. 7. Samkaryanugraha adalah tanda kehormatan berbentuk ular-ular dan patra. 8. Patra adalah kelengkapan dari Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha dan Tanda Kehormatan berupa Bintang berpita selempang atau berpita kalung yang bentuk dan ukurannya lebih besar daripada bintang. 9. Miniatur adalah kelengkapan dari bintang, medali, dan satyalancana yang bentuk dan ukurannya lebih kecil. 10. Piagam adalah surat resmi yang berisi pernyataan dan peneguhan tentang Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan yang ditandatangani oleh Presiden. 11. Taman Makam Pahlawan Nasional adalah taman makam pahlawan nasional yang berada di provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 12. Taman Makam Pahlawan Nasional Utama adalah Taman Makam Pahlawan Nasional yang terletak di ibukota negara. 13. Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang selanjutnya disebut Dewan adalah dewan yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. 14. Presiden adalah Presiden sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 33 15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. 16. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 17. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat TNI adalah alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. 18. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri adalah alat negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 19. Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara Indonesia. 20. Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat WNA adalah orangorang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara asing. 21. Ahli Waris adalah orang yang berhak menerima warisan atau harta pusaka yaitu istri/suami yang dinikahi secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anak kandung yang sah. 22. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah pegawai sebagaimana dimaksud dalarn Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 23. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat yang selanjutnya disingkat TP2GP adalah tirn yang bertugas memberikan pertimbangan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dalam meneliti dan mengkaji usulan pemberian Gelar. 24. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah yang selanjutnya disingkat TP2GD adalah tim yang bertugas memberikan pertimbangan kepada gubernur, bupati/walikota dalam meneliti dan mengkaji usulan pemberian Gelar. 34 BAB II GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Bagian Kesatu Gelar Pasal 2 (1) Gelar berupa Pahlawan Nasional. (2) Gelar diberikan dalam bentuk plakat dan piagam. (3) Bentuk, warna, ukuran plakat dan piagam sebagaimana dimaksud pada ay at (2) tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Kedua Tanda Jasa Pasal 3 (1) Tanda Jasa berupa Medali. (2) Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Medali Kepeloporan; b. Medali Kejayaan; dan c. Medali Perdamaian. (3) Bentuk, warna, dan ukuran benda Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) beserta alat kelengkapannya tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Ketiga Tanda Kehormatan Tanda Kehormatan berupa: a. Bintang; b. Satyalancana; dan c. Samkaryanugraha. Pasal 4 35 Paragraf 1 Tanda Kehormatan Berupa Bintang Pasal 5 (1) Tanda Kehormatan berupa Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas Bintang sipil dan Bintang militer. (2) Tanda Kehormatan berupa Bintang sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Bintang Republik Indonesia; b. Bintang Mahaputera; c. Bintang Jasa; d. Bintang Kemanusiaan; e. Bintang Penegak Demokrasi; f. Bintang Budaya Parama Dharma; dan g. Bintang Bhayangkara. (3) Tanda Kehormatan berupa Bintang militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Bintang Gerilya; b. Bintang Sakti; c. Bintang Dharma; d. Bintang Yudha Dharma; e. Bintang Kartika Eka Pakci; f. Bintang Jalasena; dan g. Bintang Swa Bhuwana Paksa. Pasal 6 (1) Tanda Kehormatan berupa Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas: a. Bintang berkelas; dan b. Bintang tanpa kelas. (2) Tanda Kehormatan berupa Bintang berkelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. Bintang Republik Indonesia yang terdiri atas 5 (lima) kelas, yakni: 1. Bintang Republik Indonesia Adipurna; 2. Bintang Republik Indonesia Adipradana; 3. Bintang Republik Indonesia Utama; 4. Bintang Republik Indonesia Pratama; dan 5. Bintang Republik Indonesia Nararya. 36 b. Bintang Mahaputera yang terdiri atas 5 (lima) kelas, yakni: 1. Bintang Mahaputera Adipurna; 2. Bintang Mahaputera Adipradana; 3. Bintang Mahaputera Utama; 4. Bintang Mahaputera Pratama; dan 5. Bintang Mahaputera Nararya. c. Bintang Jasa yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni: 1. Bintang Jasa Utama; 2. Bintang Jasa Pratama; dan 3. Bintang Jasa Nararya. d. Bintang Penegak Demokrasi yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni: 1. Bintang Penegak Demokrasi Utama; 2. Bintang Penegak Demokrasi Pratama; dan 3. Bintang Penegak Demokrasi Nararya. e. Bintang Bhayangkara yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni: 1. Bintang Bhayangkara Utama; 2. Bintang Bhayangkara Pratama; dan 3. Bintang Bhayangkara Nararya. f. Bintang Yudha Dharma yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni: 1. Bintang Yudha Dharma Utama; 2. Bintang Yudha Dharma Pratama; dan 3. Bintang Yudha Dharma Nararya. g. Bintang Kartika Eka Pakci yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni: 1. Bintang Kartika Eka Pakci Utama; 2. Bintang Kartika Eka Pakci Pratama; dan 3. Bintang Kartika Eka Pakci Nararya. h. Bintang Jalasena yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni: 1. Bintang Jalasena Utama; 2. Bintang Jalasena Pratama; dan 3. Bintang Jalasena Nararya. i. Bintang Swa Bhuwana Paksa yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni: 1. Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama; 2. Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama; dan 3. Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya. (3) Tanda Kehormatan berupa Bintang tanpa kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. Bintang Kemanusiaan; b. Bintang Budaya Parama Dharma; c. Bintang Gerilya; 37 d. Bintang Sakti; dan e. Bintang Dharma. Paragraf 2 Tanda Kehormatan Berupa Satyalancana Pasal 7 (1) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b terdiri atas Satyalancana sipil dan Satyalancana militer. (2) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Satyalancana Perintis Kemerdekaan; b. Satyalancana Pembangunan; c. Satyalancana Wira Karya; d. Satyalancana Kebaktian Sosial; e. Satyalancana Kebudayaan; f. Satyalancana Pendidikan; g. Satyalancana Karya Satya; h. Satyalancana Dharma Olahraga; i. Satyalancana Dharma Pemuda; j. Satyalancana Kepariwisataan; k. Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha; 1. Satyalancana Pengabdian; m. Satyalancana Bhakti Pendidikan; n. Satyalancana Jana Utama; o. Satyalancana Ksatria Bhayangkara; p. Satyalancana Karya Bhakti; q. Satyalancana Operasi Kepolisian; r. Satyalancana Bhakti Buana; s. Satyalancana Bhakti Nusa; dan t. Satyalancana Bhakti Purna. (3) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Satyalancana Bhakti; b. Satyalancana Teladan; c. Satyalancana Kesetiaan; d. Satyalancana Santi Dharma; e. Satyalancana Dwidya Sistha; f. Satyalancana Dharma Nusa; g. Satyalancana Dharma Bantala; 38 h. Satyalancana Dharma Samudra; i. Satyalancana Dharma Dirgantara; j. Satyalancana Wira Nusa; k. Satyalancana Wira Dharma; 1. Satyalancana Wira Siaga; dan m. Satyalancana Ksatria Yudha. Paragraf 3 Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha Pasal 8 (1) Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c terdiri atas Tanda Kehormatan Samkaryanugraha sipil dan Tanda Kehormatan Samkaryanugraha militer. (2) Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Parasamya Purnakarya Nugraha; dan b. Nugraha Sakanti. (3) Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Samkaryanugraha. Pasal 9 Bentuk, warna, dan ukuran benda Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 beserta alat kelengkapannya tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. BAB III PERSYARATAN PENERIMA GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Bagian Kesatu Persyaratan Penerima Gelar Pasal 10 (1) Gelar dapat diberikan kepada seseorang. (2) Syarat-syarat untuk memperoleh Gelar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 39 Bagian Kedua Persyaratan Penerima Tanda Jasa Pasal 11 (1) Tanda Jasa dapat diberikan kepada seseorang. (2) Syarat-syarat untuk memperoleh Tanda Jasa ketentuan peraturan perundang-undangan. sesuai dengan Bagian Ketiga Persyaratan Penerima Tanda Kehormatan Pasal 12 Tanda Kehormatan dapat diberikan kepada seseorang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi. Pasal 13 Syarat-syarat untuk memperoleh Tanda Kehormatan berupa Bintang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 14 Syarat-syarat untuk memperoleh Tanda Kehormatan berupa Satyalancana terdiri atas: a. Syarat umum; dan b. Syarat khusus. Pasal 15 Syarat umum untuk memperoleh Tanda Kehormatan berupa Satyalancana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Perintis Kemerdekaan adalah menjadi pendiri atau pemimpin pergerakan yang mengakibatkan kesadaran kebangsaan dan/atau giat dan aktif bekerja ke arah itu dan karenanya mendapatkan hukuman dari pemerintah kolonial atau terus-menerus menentang secara aktif penjajahan kolonial satu sama lain dengan syarat bahwa mereka kemudian tidak menentang Republik Indonesia. 40 Pasal 17 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pembangunan adalah berjasa terhadap negara dan masyarakat dalam lapangan pembangunan negara pada umumnya atau dalam lapangan pembangunan sesuatu bidang tertentu pada khususnya. Pasal 18 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Karya adalah berjasa dalam memberikan darma baktinya yang besar kepada negara dan bangsa Indonesia sehingga dapat dijadikan teladan bagi orang lain. Pasal 19 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kebaktian Sosial adalah berjasa dalam lapangan perikemanusiaan pada umumnya atau dalam suatu bidang perikemanusiaan pada khususnya. Pasal 20 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kebudayaan adalah berjasa dalam bidang kebudayaan. Pasal 21 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pendidikan adalah: a. pendidik dan tenaga kependidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan non formal. b. pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah yang melaksanakan tugas: 1. paling singkat 30 (tiga puluh) hari secara terus-menerus atau selama 90 (sembilan puluh) hari secara tidak terus-menerus, atau gugur/tewas di daerah yang mengalami bencana alam dan bencana sosial; 2. paling singkat 3 (tiga) tahun secara terus-menerus atau selama 6 (enam) tahun secara tidak terus-menerus di daerah terpencil dan/atau daerah terbelakang; 3. paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus atau selama 8 (delapan) tahun secara tidak terus-menerus, di daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain; atau 4. paling singkat 8 (delapan) tahun secara terus-menerus dan berprestasi luar biasa di bidang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing yang diakui oleh masyarakat, pemerintah, badan/lembaga baik nasional maupun internasional. 41 Pasal 22 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Satya adalah PNS yang telah bekerja dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara dan pemerintah serta dengan penuh pengabdian, kejujuran, kecakapan, dan disiplin secara terus-menerus paling singkat 10 (sepuluh) tahun, 20 (dua puluh) tahun, atau 30 (tiga puluh) tahun, dengan ketentuan: a. dalam masa bekerja secara terus-menerus, PNS yang bersangkutan tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan peraturan perundang-undangan atau yang tidak pernah mengambil cuti di luar tanggungan negara; b. penghitungan masa kerja bagi PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat dimulai sejak diterbitkannya surat keputusan telah menjalankan hukuman disiplin atau kembali bekerja di instansi; c. penghitungan masa kerja dihitung sejak PNS diangkat menjadi calon PNS. Pasal 23 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Olahraga adalah: a. olahragawan perorangan/beregu yang telah berprestasi meraih medali dalam olimpiade (olympic game) dan/atau kejuaraan dunia cabang khusus; atau b. pelatih yang telah melahirkan olahragawan berprestasi meraih medali dalam olimpiade (olympic game) dan/atau kejuaraan dunia cabang khusus. Pasal 24 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Pemuda adalah pemuda yang: a. berprestasi berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun dan menunjukkan prestasi luar biasa dan/atau telah menunjukkan jasa yang sangat besar dalam peningkatan pemberdayaan dan pengembangan kepemudaan; atau b. pernah mendapat penghargaan atas prestasinya minimal pada tingkat nasional. Pasal 25 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kepariwisataan adalah berjasa besar atau berprestasi luar biasa dalam meningkatkan pembangunan, kepeloporan dan pengabdian di bidang kepariwisataan 42 yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkret lebih dari 5 (lima) tahun secara terus-menerus. Pasal 26 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha adalah berjasa besar atau berprestasi kinerja sangat tinggi dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 27 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pengabdian adalah anggota Polri yang dalam melaksanakan tugas pokok dengan menunjukkan etika profesi secara terus-menerus selama 8 (delapan) tahun, 16 (enam belas) tahun, 24 (dua puluh empat) tahun, atau 32 (tiga puluh dua) tahun sehingga dapat dijadikan teladan bagi anggota Polri yang lain. Pasal 28 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Pendidikan adalah: a. anggota Polri yang menjadi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan kepolisian yang bertugas paling singkat 2 (dua) tahun secara terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak terus-menerus; b. anggota Polri yang ditugaskan untuk menjadi tenaga pendidik di luar lembaga pendidikan kepolisian paling singkat 2 (dua) tahun secara terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak terus-menerus; atau c. WNI bukan anggota Polri dan WNA yang oleh karena keahliannya menjadi tenaga pendidik dan/atau kerjasama di bidang ilmu kepolisian paling singkat 1 (satu) tahun secara terus-menerus atau 2 (dua) tahun secara tidak terus-menerus. Pasal 29 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Jana Utama adalah: a. anggota Polri yang dalam waktu paling singkat 8 (delapan) tahun telah melaksanakan tugas pokok dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri dengan menunjukkan etika profesi dan kinerja yang baik serta berdampak bagi kemajuan organisasi Polri; atau b. WNI bukan anggota Polri yang aktif turut serta membantu Polri di segala bidang dalam menjalankan fungsi kepolisian yang berdampak bagi kemajuan organisasi Polri. 43 Pasal 30 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Ksatria Bhayangkara adalah anggota Polri yang berjasa dalam melaksanakan tugas kepolisian baik bidang operasional maupun bidang pembinaan dan memenuhi syarat-syarat profesionalisme dan etika profesi yang berdampak terhadap kemajuan Polri. Pasal 31 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Bhakti adalah: a. anggota Polri yang aktif turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang menghasilkan karya nyata dan patut dikenang yang berdampak pada kemajuan dan pembangunan Polri; atau b. WNI bukan anggota Polri dan WNA yang aktif turut serta dalam membantu tugas-tugas kepolisian di segala bidang yang menghasilkan karya nyata dan patut dikenang untuk kemajuan dan pembangunan Polri. Pasal 32 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Operasi Kepolisian adalah anggota Polri yang: a. telah melaksanakan tugas pengungkapan kasus menonjol yang berdampak luas terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara serta mendapat perhatian dunia internasional; atau b. gugur, tewas, dan/atau cacat permanen dalam melaksanakan tugas operasi kepolisian. Pasal 33 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Buana adalah anggota Polri yang telah melaksanakan tugas kepolisian internasional di luar negeri dengan menunjukkan disiplin dan tanggung jawab, dengan ketentuan: a. paling singkat 2(dua) bulan secara terus-menerus atau 6 (enam) bulan secara tidak terus-menerus dalam penugasan misi perdamaian; b. paling singkat 2 (dua) tahun yang melaksanakan penugasan misi kepolisian; atau c. gugur/meninggal dunia di luar negeri bukan karena akibat tindakan sendiri. 44 Pasal 34 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Nusa adalah anggota Polri yang telah melaksanakan tugas pokok di perbatasan dan/atau daerah terpencil wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan paling singkat 1 (satu) tahun secara terus-menerus atau 2 (dua) tahun secara tidak terus-menerus, dengan menunjukkan etika profesi. Pasal 35 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Purna adalah anggota Polri yang telah mendarmabaktikan diri, dengan ketentuan : a. telah memiliki Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pengabdian 32 (tiga puluh dua) tahun; atau b. telah melaksanakan tugas secara terus-menerus paling singkat 32 (tiga puluh dua) tahun dengan menunjukkan etika profesi. Pasal 36 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti adalah: a. prajurit TNI yang telah berjasa luar biasa menjadi pembela bangsa dan kedaulatan rakyat dalam melaksanakan tugas militer sehingga mendapat luka-luka sebagai akibat langsung tindakan musuh dan di luar kesalahannya yang memerlukan perawatan kedokteran; atau b. WNI bukan prajurit TNI yang bertugas operas! bersama-sama TNI dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a. Pasal 37 (1) Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Teladan adalah berjasa dalam usaha menjadi pembela bangsa dan kedaulatan negara: a. dalam waktu perang dan operas! militer paling singkat 1 (satu) tahun secara terus- menerus; atau b. di luar keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a paling singkat 3 (tiga) tahun secara terus-menerus menjalankan tugas, sehingga menjadi teladan dalam memelihara sifat-sifat keprajuritan bagi prajurit lain. (2) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Teladan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan lebih dari 1 (satu) kali. Pasal 38 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kesetiaan adalah prajurit TNI yang berjasa luar biasa menunjukkan kesetiaannya kepada TNI, bangsa dan negara, dengan ketentuan: 45 a. telah melakukan tugas dinas ketentaraan selama 8 (delapan) tahun, 16 (enam belas) tahun, 24 (dua puluh empat) tahun, atau 32 (tiga puluh dua) tahun penuh secara terus-menerus; dan b. setia dengan bekerja bersungguh-sungguh tanpa cacat. Pasal 39 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Santi Dharma adalah: a. prajurit TNI yang telah selesai melaksanakan tugas internasional sebagai kontingen Garuda atau military observer; b. anggota TNI yang dalam melaksanakan tugas menunjukkan disiplin, taat pada pimpinan serta berkelakuan baik dan dalam jangka waktu mana: 1. ditempatkan dalam tugas luar negeri mulai misi/kontingen Garuda/ military observer yang bersangkutan sampai ditariknya kembali ke Indonesia; 2. selama 2 (dua) bulan secara terus-menerus dalam penugasan luar negeri dalam misi/kontingen Garuda/ military observer; atau 3. gugur/meninggal dunia bukan karena akibat tindakan sendiri dalam pelaksanaan tugas internasional di luar negeri dalam misi/ kontingen Garuda/ military observer. c. WNI bukan prajurit TNI yang memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. Pasal 40 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dwidya Sistha adalah: a. prajurit TNI dan WNI bukan prajurit TNI berjasa di dalam kemajuan dan pertumbuhan TNI yang karena jabatannya selaku guru/instruktur pada lembaga pendidikan TNI telah menunjukkan kesetiaannya, prestasi kerja, serta berkelakuan baik paling singkat 2 (dua) tahun secara terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak terus-menerus atau 3 (tiga) angkatan secara terus-menerus atau berjumlah 4 (empat) angkatan secara tidak terus-menerus; b. WNA yang pernah menjadi guru/instruktur di lingkungan TNI dan dinyatakan berjasa di bidang pendidikan, pertumbuhan dan pembinaan TNI; atau c. prajurit TNI yang bertugas pada lembaga-lembaga pendidikan/dinas/ satuan yang fungsinya menyelenggarakan pendidikan. 46 Pasal 41 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Nusa adalah prajurit TNI, anggota Polri, dan PNS yang berjasa di dalam melaksanakan tugas operasi pemulihan keamanan, serta WNI lainnya yang telah berjasa dalam membantu operasi pemulihan keamanan di daerah bergejolak dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan: a. paling singkat 90 (sembilan puluh) hari secara terusmenerus; b. paling singkat 120 (seratus dua puluh) hari secara tidak terus-menerus; atau c. gugur/tewas akibat penugasannya. Pasal 42 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Bantala adalah prajurit TNI Angkatan Darat yang telah mendarmabaktikan diri kepada TNI Angkatan Darat secara paripurna dengan ketentuan: a. telah memiliki Tanda Kehormatan Satyalancana Kesetiaan 24 (dua puluh empat) tahun; b. bertugas paling singkat 30 (tiga puluh) tahun; atau c. gugur/tewas. Pasal 43 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Samudra adalah prajurit TNI Angkatan Laut yang telah mendarmabaktikan diri kepada TNI Angkatan Laut secara paripurna dengan ketentuan: a. telah memiliki Tanda Kehormatan Satyalancana Kesetiaan 24 (dua puluh empat) tahun; b. bertugas paling singkat 30 (tiga puluh) tahun; atau c. gugur/tewas. Pasal 44 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Dirgantara adalah prajurit TNI Angkatan Udara yang telah mendarmabaktikan diri kepada TNI Angkatan Udara secara paripurna dengan ketentuan: a. telah memiliki Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kesetiaan 24 (dua puluh empat) tahun; b. bertugas paling singkat 30 (tiga puluh) tahun; atau c. gugur/tewas. 47 Pasal 45 (1) Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Nusa adalah prajurit TNI yang telah bertugas dan mendarmabaktikan diri untuk pengamanan pulau terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 90 (sembilan puluh) hari secara terus-menerus atau 120 (seratus dua puluh) hari secara tidak terus-menerus dalam 1 (satu) kali penugasan. (2) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Nusa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 2 (dua) kali. Pasal 46 (1) Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Dharma adalah prajurit TNI yang telah bertugas dan mendarmabaktikan diri untuk pengamanan perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 90 (sembilan puluh) hari secara terus-menerus atau 120 (seratus dua puluh) hari secara tidak terus-menerus dalam 1 (satu) kali penugasan. (2) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Dharma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 2 (dua) kali. Pasal 47 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Siaga adalah prajurit TNI yang telah bertugas dan mendarmabaktikan diri untuk pengamanan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan ketentuan: a. Perwira Tinggi paling singkat 1 (satu) tahun; b. Perwira Menengah/Perwira Pertama paling singkat 2 (dua) tahun secara terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak terus-menerus; atau c. Bintara/Tamtama paling singkat 3 (tiga) tahun secara terus-menerus atau 4 (empat) tahun secara tidak terus-menerus. Pasal 48 Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Ksatria Yudha adalah prajurit TNI yang telah: a. menunjukkan pengabdian, kecakapan, dan kedisiplinan dalarn melaksanakan tugas khusus di kesatuan khusus selama paling singkat 2 (dua) tahun secara terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak terus-menerus; atau 48 b. berjasa luar biasa dalam melaksanakan tugas khusus pada kesatuan khusus, baik latihan-latihan maupun tugas khusus beresiko tinggi yang dapat mengakibatkan gangguan kejiwaan, kecacatan fisik, ataupun kematian. Pasal 49 Syarat-syarat untuk memperoleh Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 50 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan persyaratan untuk memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diatur oleh menteri/pimpinan lembaga negara/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. BAB IV TATA CARA PENGAJUAN USUL GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Pasal 51 (1) Setiap orang, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, atau kelompok masyarakat dapat mengajukan usul pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan. (2) Usul permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus dilengkapi: a. riwayat hidup diri atau keterangan mengenai kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi, riwayat perjuangan, jasa serta tugas negara yang dilakukan calon penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/ atau Tanda Kehormatan; dan b. surat rekomendasi dari menteri, pimpinan lembaga negara, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait, gubernur, dan/atau bupati/walikota di tempat calon penerima dan pengusul Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan. Pasal 52 (1) Permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 diajukan melalui bupati/walikota atau gubernur kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. 49 (2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial mengajukan permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden melalui Dewan. Pasal 53 (1) Permohonan usul pemberian Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 diajukan melalui bupati/ walikota atau gubernur kepada menteri, pimpinan lembaga negara, dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait. (2) Menteri, pimpinan lembaga negara, dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait mengajukan permohonan usul pemberian Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden melalui Dewan. Pasal 54 (1) Dalam memberikan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar, gubernur dan bupati/walikota dibantu oleh TP2GD. (2) TP2GD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dan ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) TP2GD bersifat independen yang beranggotakan paling banyak 13 (tiga belas) orang yang terdiri dari unsur praktisi, akademisi, pakar, sejarawan, dan instansi terkait. (4) Hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh TP2GD, disampaikan kepada gubernur dan/atau bupati/walikota sebagai bahan pertimbangan untuk menerbitkan rekomendasi. Pasal 55 (1) Dalam memberikan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dibantu oleh TP2GP. (2) TP2GP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. (3) TP2GP bersifat independen yang beranggotakan paling banyak 13 (tiga belas) orang yang terdiri dari unsur praktisi, akademisi, pakar, sejarawan, dan instansi terkait. (4) Hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh TP2GP, disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial sebagai bahan pertimbangan untuk menerbitkan rekomendasi. 50 BAB V TATA CARA VERIFIKASI USUL GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Pasal 56 (1) Dewan sebelum mengajukan pengusulan kepada Presiden melakukan verifikasi atas permohonan usul Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti dan mengkaji keabsahan dan kelayakan calon penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan. (3) Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan berkoordinasi dengan menteri, pimpinan lembaga negara, dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait. (4) Menteri, pimpinan lembaga negara, dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memberikan data, dokumen, dan/atau keterangan lainnya yang diperlukan atau diminta oleh Dewan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Dewan. Pasal 57 (1) Dalam hal Dewan menilai usul pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/ atau Tanda Kehormatan memenuhi persyaratan, maka usul tersebut disampaikan kepada Presiden sebagai bahan pertimbangan pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan. (2) Dalam hal Dewan menilai usul Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan tidak memenuhi persyaratan, maka usul pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan dikembalikan oleh Dewan kepada pengusul. (3) Pengusul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan kembali usulannya pada tahun berikutnya. 51 BAB VI TATA CARA PEMBERIAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Bagian Kesatu Umum Pasal 58 (1) Dewan memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden terhadap usul pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. (2) Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Bagian Kedua Tata Cara Pemberian Gelar Pasal 59 (1) Gelar diberikan kepada ahli waris Pahlawan Nasional. (2) Pemberian Gelar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan oleh Presiden kepada ahli waris pada acara peringatan hari pahlawan. (3) Dalam hal ahli waris tidak ada, Gelar diserahkan oleh Presiden kepada pengusul. (4) Pemberian Gelar dapat disertai dengan pemberian Tanda Jasa dan/ atau Tanda Kehormatan. Bagian Ketiga Tata Cara Pemberian Tanda Jasa Bagi WNI Pasal 60 (1) Tanda Jasa diberikan pada seseorang. (2) Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada hari besar nasional, atau ulang tahun masing-masing lembaga negara, kementerian, dan lembaga pemerintah nonkementerian. (3) Pemberian Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disematkan oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk kepada penerima. (4) Pemberian Tanda Jasa dapat dilakukan secara anumerta. Bagian Keempat Tata Cara Pemberian Tanda Kehormatan Bagi WNI 52 Pasal 61 (1) Tanda Kehormatan berupa Bintang dan Tanda Kehormatan berupa Satyalancana diberikan kepada seseorang. (2) Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha diberikan kepada kesatuan, institusi pemerintah atau organisasi. Pasal 62 (1) Pemberian Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia, Bintang Mahaputera, Bintang Jasa, Bintang Kemanusiaan, Bintang Penegak Demokrasi, dan Bintang Budaya Parama Dharma dilakukan pada peringatan hari-hari besar nasional. (2) Pemberian Tanda Kehormatan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada peringatan hari ulang tahun masingmasing lembaga negara, kementerian, dan lembaga pemerintah nonkementerian. (3) Pemberian Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disematkan oleh Presiden dan/atau pejabat yang ditunjuk kepada penerima. (4) Pemberian Tanda Kehormatan dapat dilakukan secara anumerta. Bagian Kelima Tata Cara Pemberian Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan Bagi WNA Pasal 63 (1) Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan dapat diberikan kepada WNA. (2) Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Medali Kepeloporan; b. Medali Kejayaan; dan c. Medali Perdamaian. (3) Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Bintang Republik Indonesia; b. Bintang Mahaputera; c. Bintang Jasa; d. Bintang Kemanusiaan; e. Bintang Penegak Demokrasi; f. Bintang Bhayangkara; g. Bintang Yudha Dharma; h. Bintang Kartika Eka Pakci; 53 i. Bintang Jalasena; dan/atau j. Bintang Swa Bhuwana Paksa. (4) WNA yang menerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus memenuhi: a. kesetaraan hubungan timbal balik kenegaraan; dan/atau b. berjasa besar pada bangsa dan negara Indonesia. (5) WNA yang dapat diberikan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berdasarkan atas kesetaraan hubungan timbal balik kenegaraan yaitu: a. Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan; b. Kepala Kepolisian; dan/atau c. Panglima atau Kepala Staf Angkatan Bersenjata. BAB VII TATA CARA PEMAKAIAN TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN Bagian Kesatu Umum Pasal 64 Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan berupa Bintang dan berupa Satyalancana dipakai pada pakaian resmi saat upacara hari besar nasional atau upacara besar lainnya dan pakaian dinas harian. Bagian Kedua Tata Cara Pemakaian Tanda Jasa Pasal 65 Tanda Jasa dipakai dengan cara dikalungkan pada leher sehingga medalinya tepat terletak ditengah dada pada pakaian resmi. Bagian Ketiga Tata Cara Pemakaian Tanda Kehormatan Pasal 66 Tanda Kehormatan berupa Bintang dipakai dengan cara: a. diselempangkan dari pundak kanan ke pinggang kiri sehingga bintangnya terletak tepat di pinggang kiri; b. dikalungkan pada leher sehingga bintangnya tepat terletak di tengahtengah dada pada pakaian resmi; dan/atau c. digantungkan di dada sebelah kiri di atas saku baju atau pakaian resmi. 54 Pasal 67 Tanda Kehormatan berupa Bintang yang dipakai dengan cara diselempangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a adalah: a. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia Adipurna; b. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia Adipradana; c. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia Utama; d. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia Pratama; e. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia Nararya; f. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Adipurna; dan g. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Adipradana. Pasal 68 Tanda Kehormatan berupa Bintang yang dipakai dengan cara dikalungkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b adalah: a. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Utama; b. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Pratama; c. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Nararya; d. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jasa Utama; e. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jasa Pratama; f. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jasa Nararya; g. Tanda Kehormatan berupa Bintang Penegak Demokrasi Utama; h. Tanda Kehormatan berupa Bintang Penegak Demokrasi Pratama; i. Tanda Kehormatan berupa Bintang Penegak Demokrasi Nararya; j. Tanda Kehormatan berupa Bintang Bhayangkara Utama; k. Tanda Kehormatan berupa Bintang Yudha Dharma Utama; 1. Tanda Kehormatan berupa Bintang Yudha Dharma Pratama; m. Tanda Kehormatan berupa Bintang Kartika Eka Pakci Utama; n. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jalasena Utama; o. Tanda Kehormatan berupa Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama; p. Tanda Kehormatan berupa Bintang Kemanusiaan; q. Tanda Kehormatan berupa Bintang Budaya Parama Dharma; r. Tanda Kehormatan berupa Bintang Gerilya; s. Tanda Kehormatan berupa Bintang Sakti; dan t. Tanda Kehormatan berupa Bintang Dharma. Pasal 69 Tanda Kehormatan berupa Bintang yang dipakai dengan cara digantungkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c adalah: a. Tanda Kehormatan berupa Bintang Bhayangkara Pratama; b. Tanda Kehormatan berupa Bintang Bhayangkara Nararya; 55 c. d. e. f. g. h. i. Tanda Kehormatan berupa Bintang Yudha Dharma Nararya; Tanda Kehormatan berupa Bintang Kartika Eka Pakci Pratama; Tanda Kehormatan berupa Bintang Kartika Eka Pakci Nararya; Tanda Kehormatan berupa Bintang Jalasena Pratama; Tanda Kehormatan berupa Bintang Jalasena Nararya; Tanda Kehormatan berupa Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama; dan Tanda Kehormatan berupa Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya. Pasal 70 Tanda Kehormatan berupa Satyalancana dipakai dengan cara digantungkan: a. di dada sebelah kiri di atas saku baju atau pakaian resmi; b. secara lengkap pada dada sebelah kiri di atas saku dimulai dari sebelah kancing baju berjajar dari kanan kekiri pada pakaian dinas upacara; atau c. di dada sebelah kiri di atas saku dimulai dari sebelah kancing baju berjajar dari kanan kekiri pada pakaian dinas sehari-hari. Pasal 71 Tanda Kehormatan berupa Satyalancana yang dipakai dengan cara digantungkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a adalah: a. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Perintis Kemerdekaan; b. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pembangunan; c. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Karya; d. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kebaktian Sosial; e. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kebudayaan; f. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pendidikan; g. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Satya; h. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Olahraga; i. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Pemuda; j. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kepariwisataan; dan k. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha. Pasal 72 Tanda Kehormatan berupa Satyalancana yang dipakai dengan cara digantungkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b dan huruf c adalah: a. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pengabdian; b. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Jana Utama; c. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Ksatria Bhayangkara; d. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Bhakti; 56 e. f. g. h. i. j. k 1. m n. o. p. q. r. s. t. u. v. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Pendidikan; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Buana; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Nusa; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Purna; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Operasi Kepolisian; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Teladan; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kesetiaan; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Santi Dharma; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dwidya Sistha; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Nusa; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Bantala; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Dirgantara; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Samudra; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Nusa; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Dharma; Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Siaga; dan Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Ksatria Yudha. Pasal 73 Tanda Kehormatan berupa Parasamya Purnakarya Nugraha, Nugraha Sakanti, dan Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ditempatkan pada tempat yang utama di gedung atau kantor. Pasal 74 Dalam hal Tanda Kehormatan berupa Bintang dilengkapi dengan Patra, pemakaian Patra di dada sebelah kiri pada saku baju di bawah kancing dengan ketentuan sebagai berikut: a. apabila Patra berjumlah sama dengan atau kurang dari 4 (empat) buah: 1. 1 (satu) Patra ditempatkan di tengah-tengah saku. 2. 2 (dua) Patra ditempatkan di tengah-tengah saku dari atas ke bawah mulai dari yang lebih tinggi derajatnya. 3. 3 (tiga) Patra ditempatkan di tengah-tengah saku yang tertinggi derajatnya di bawahnya sebelah kanan lebih rendah, kemudian yang terendah di bawahnya sebelah kiri. 4 4 (empat) Patra ditempatkan menyilang 4 (empat) yaitu 3 (tiga) Patra dan keempat di bawah tengah-tengah. b. Patra yang kelima dan seterusnya di dada sebelah kanan dan disusun sebagaimana dimaksud pada huruf a dan diatur menurut keserasian. c. Patra yang sederajat, ditempatkan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b secara kronologis dengan catatan Patra dari angkatannya sendiri di tengah-tengah saku. 57 Pasal 75 (1) Dalam hal Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dilengkapi dengan Miniatur, pemakaian Miniatur pada lidah baju atau pakaian resmi. (2) Pemakaian Miniatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun hanya 1 (satu) deretan berjajar atau berhimpit dari kanan ke kiri dengan ukuran panjang tidak melebihi 13 (tiga belas) cm. Pasal 76 Dalam hal Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dilengkapi dengan pita harian, pemakaian pita harian pada dada kiri 1 (satu) cm di atas saku dan disusun berjajar dari kanan ke kiri pakaian resmi atau pakaian dinas harian, dengan ketentuan: a. apabila pita harian berjumlah sama dengan atau kurang dari 15 (lima belas) buah: 1. penyusunan tiap-tiap deretan sebanyak 3 (tiga) buah. 2. deretan teratas dapat kurang dari 3 (tiga) buah pita tergantung pada jumlah pita yang dimiliki. b. apabila pita harian berjumlah sama dengan atau lebih dari 16 (enam belas) buah: 1. penyusunan tiap-tiap deretan sebanyak 4 (empat) buah. 2. deretan teratas dapat kurang dari 4 (empat) buah pita tergantung pada jumlah pita yang dimiliki. c. deretan-deretan tersusun dari bawah ke atas dengan jumlah antara 1 (satu) deretan dengan yang lainnya adalah 1 (satu) mm. Pasal 77 (1) Dalam hal WNI memiliki Tanda Kehormatan dari negara asing, maka Tanda Kehormatan tersebut dipakai bersama dengan paling sedikit 2 (dua) Tanda Kehormatan yang diterima dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Tanda Kehormatan yang diterima dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Tanda Kehormatan dari negara asing dipakai dengan urutan: a. Tanda Kehormatan berupa Bintang; b. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana; c. Tanda Kehormatan berupa Bintang dari negara asing; dan d. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana dari negara asing. 58 BAB VIII PENGHORMATAN DAN PENGHARGAAN PENERIMA GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Pasal 78 (1) Setiap penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara. (2) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Gelar dapat berupa: a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta; b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer; c. pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara; d. pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional; dan/atau e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya. (3) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang masih hidup dapat berupa: a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa; b. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau c. hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan. (4) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang telah meninggal dunia dapat berupa: a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta; b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer; c. pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara; d. pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional; dan/atau e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya. (5) Penghormatan dan penghargaan berupa hak pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama diberikan hanya untuk penerima Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, dan Bintang Mahaputera. (6) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a dan huruf c, dan ayat (4) huruf a bagi penerima Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghorrnatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Presiden. 59 BAB IX TATA CARA PENCABUTAN TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN Pasal 79 (1) Dalarn hal penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Presiden berhak mencabut Tanda Jasa dan/ atau Tanda Kehormatan yang telah diberikan. (2) Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (3) Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setelah mendapat pertimbangan Dewan. Pasal 80 (1) Presiden dapat mencabut Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan atas usul perseorangan, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, dan/ atau kelompok masyarakat. (2) Permohonan pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh pengusul kepada Presiden melalui Dewan disertai alasan dan bukti pencabutan. (3) Usul pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu diteliti, dibahas, dan diverifikasi oleh Dewan dengan mempertimbangkan keterangan dari penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan. (4) Dalam melakukan penelitian dan pengkajian usulan pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan, Dewan meminta pertimbangan dari menteri, pimpinan lembaga negara, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 81 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya yang mengatur mengenai Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 60 Pasal 82 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 43 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, Wisnu Setiawan 61 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1984 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL KALIBATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : : a. Bahwa dengan selesainya pembangunan Tainan Makam Pahlawan Nasional Kalibata, diperlukan langkah-langkah pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional tersebut; b. Bahwa sehubungan dengan telah dibentuknya Direktorat Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan padaDepartemen Sosial, maka dipandang perlu untuk menetapkan Departemen Sosial sebagai pengelola Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata. 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945; 2. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 1964 tentang Penetapan, Penghargaan dan Pembinaan teihadap Pahlawan (Lembaran Negara Tahun 1964 No. 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2685); 3. Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagairnana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1983. MEMUTUSKAN : Dengan mencabut Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1976 ; Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGELOLAAN TAMAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL KALIBATA. 62 Pasal 1 Taman Makam Pahlawan Kalibata adalah Taman Makan Pahlawan Nasional Pasal 2 Pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata dilakukan oleh Departemen Sosial. Pasal 3 Biaya untuk pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata dibebankan kepada anggaran Departemen Sosial. Pasal 4 Penyelenggaraan upacara di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata yang menggunakan tata upacara militer dikoordinasikan oleh Komando Garnizun Ibukota. Pasal 5 Pelaksanaan lebih lanjut Keputusan Presiden ini diatur oleh Menteri Sosial setelah mengadakan konsultasi dengan Menteri Pertahanan Keamanan. Pasal 6 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 27 Pebruari 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO Salinan sesuai dengan aslinya. Sekretariat Kabinet RI Kepala Biro Hukum dan Perundang-Undangan ttd. Bambang Kesowo, SH. LL.M. 63 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 79/HUK/1994 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL KEPADA DAERAH TINGKAT II MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan proyek percontohan pada Daerah bagaimana dimaksud dalam Keputusan Menten Dalam Negeri Nomor 105 Tahun 1994, dipandang perlu untuk menyerahkan sebagian urusan pemerintahan di Bidang Kesejahteraan Sosial kepada Daerah Tingkat II; b. bahwa untuk maksud tersebut, dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Menteri Sosial RI Penyerahan Sebagmn Urusan Pemerintahan di Bidang Kesejahteraan Sosial kepada Daerah Tingkat II. 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nomor 38 Tambahan Lembaran Negara RI No. 3037); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 1974) Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RI Nomo 3039; 64 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegaitan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1988 Nomor 10, TAmbahan LEmbaran Negara RI Nomor 3373); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3487); 5. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 6. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen; 7 Keputusan Presiden RI Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 15 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial. 9. Keputusan Menteri Sosial RI. Nomor 16 Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi dan Kantor Departemen Sosial Kabupaten/ Kotamadya; 10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 105 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Proyek Percontohan Otonomi Daerah pada Daerah Tingkat II. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEME-RINTAHAN DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL KEPADA DAERAH TINGKAT II. 65 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dibidang kesejahteraan sosial. 2. Panti Sosial adalah Unit Pelaksana Teknis yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial. 3. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang masalah sosial mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat 4. Anak yang mempunyai masalah adalah anak yang antara lain sudah tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, anak yang tidak mampu, dan anak yang mengalami masalah kelakuan. 5. Gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekeijaan yang tetap. 6 Pengemis adalah orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-ininta dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. 7. Tuna Susila adalah orang yang mempunyai mata pencaharian dengan menawarkan dan/atau mengadakan hubungan kelamin baik dengan lavvan jersis maupun salu jenis dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa, materi, tanpa ada ikatan perkawinan yang sah. 8. Jompo adalah orang yang berhubungan dengan lanjutnya usia, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari. 9. Bekas Narapidana adalah orang yang telah selesai menjalani masa pidana. 10. Bekas Anak Negara adalah anak yang telah selesai menjalani Keputusan Pengadilan. 11. Bantuan Sosial adalah bantuan yang sifatnya tidak tetap yang diberikan kepada penyandang masalah sosial dengan maksud agar mereka dapat meningkatkan kehidupannya secara wajar. 12. Bantuan Pertama bagi korban bencana adalah bantuan yang berupa : - kesehatan - evakuasi (sebelum dan sesudah terjadinya bencana). - penampungan sementara - permakanan - pengembalian ke tempat asal. 66 13. Makam Pahlawan Nasional adalah suatu tempat di luar Taman Makam Pahlawan dimana Jenazah Pahlawan dimakamkan. 14. Taman Makam Pahlawan adalah suatu tempat/lokasi yang diperuntukkar bagi pemakaman para pahlawan serta pejuang sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan. 15. Pembinaan teknis adalah suatu upaya mengarahkan dan mengembangkan program/ kegiatan dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan kepada Daerah Tingkat H yang meliputi pendataan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi “dan pelaporan, serta pembinaan lanjut. 16. Daerah Tingkat II adalah 26 (dua puluh enam) Daerah Tingkat II percontohan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini. Pasal 2 Dengan tidak mengurangi tugas, wewenang dan tanggung jawab Menteri, kepada Daerah Tingkat II diserahkan sebagian urusan pemerintahan dibidang kesejahteraan sosial sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam keputusan ini. BAB III JENIS URUSAN YANG DISERAHKAN Pasal 3 (1) Jenis urusan dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan kepada Daerah Tingkat II meliputi : a. Penyelenggaraan Panti Sosial dalam rangka pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak yang mempunyai masalah. b. Penyelenggaraan Panti Sosial dalam rangka rehabilitasi sosial bagi gelandangan dan pengemis. c. Penyelenggaraan Panti Sosial bagi para jompo. d. Penyelenggaraan Panti Sosial dalam rangka rehabilitasi sosial tuna susila. e. Penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi bekas narapidana dan bekas anak negara. f. Pemberian bantuan pertama bagi korban bencana. g. Pemberian ijin pengumpulan sumbangan di wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan. h. Pemberian bantuan Sosial bagi orang terlantar di wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan. 67 i. Pemelihaiaan Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan kecuaii yang berstatus Tingkat Propinsi dan Tingkat Nasional. (2) Penyerahan penyelenggaraan Panti Sosial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk penyelenggaraan panti-panti percontohan. BAB III TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 4 Dalam penyelenggaraan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemerintah Daerah Tingkat II mempunyai tugas sebagai berikut : a. menyelenggarakan Panti Sosial milik Pemerintah yang terdiri dari : 1. Panti Sosial bagi anak yang mempunyai masalah; 2. Panti Sosial bagi gelandangan dan pengemis; 3. Panti Sosial bagi para jompo; 4. Panti Sosial bagi bekas tuna susila. b. Menyelengarakan bimbingan operasional terhadap Panti Sosial Swasta; c. Menyelenggarakan rehabilitasi sosial bagi bekas narapidana dan bekas anak negara; d. Menyelenggarakan pemberian bantuan pertama bagi korban bencana; e. Menyelenggarakan pemberian ijin pengumpulan sumbangan di wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan; f. Menyelenggarakan pemberian bantuan bagi orang terlantar di W’ilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan; g. Menyelenggarakan pemeliharaan Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan kecuali yang berstatus Tingkat Propinsi dan Tingkat Nasional. Pasal 5 Umuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah Daerah mempunyai : a. Wewenang yang meliputi : 1. Mengelola Panti Sosial yang diserahkan dan mendirikan/ membangun Panti Sosial baru sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 68 2. Memberikan rekomendasi terhadap pendirian Panti Sosial baru yang diselenggarakan oleh swasta. 3. Melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial bagi bekas narapidana dan bekas anak negara. 4. Memberikan bantuan pertama bagi korban bencana. 5. Mengeluarkan Keputusan pemberian/penolakan ijin pengumpulan sumbangan 6. Memberikan bantuan kepada orang terlantar. 7. Memelihara Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan kecuali yang berstatus Tingkat Propinsi dan Tingkat Nasional. b. Tanggung Jawab yang meliputi : 1. Terselenggaranya dengan baik panti sosial. 2. Terselenggaranya dengan baik rehabilitasi sosial bagi bekas narapidana dan bekas anak negara. 3. Terselenggaranya dengan baik pemberian bantuan pertama bagi korban bencana. 4. Terlaksananya dengan baik pengumpulan sumbangan. 5. Terlaksananya dengan baik pemberian bantuan bagi orang terlantar. 6. Terpeliharanya dengan baik Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan kecuali yang berstatus Tmgkat Propinsi dan Tingkat Nasional. BAB IV ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN Pasal 6 Untuk menyelenggarakan urusan dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan, pada Daerah Tingkat II dibentuk Dinas Sosial Tingkat II sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 Pegawai Departemen Sosial yang bertugas di Kantor Departemen Sosial Kabupaten Daerah Tingkat II, Pegawai Panti, Pegawai Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan dialihkan statusnya menjadi pegawai yang diperbantukan dan/atau dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II. 69 BAB V ANGGARAN DAN KEKAYAAN Pasal 8 Anggaran yang tersedia bagi penyelenggaraan urusan dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan kepada daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Keputusan ini, dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Pasal 9 Kekayaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan urusan dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan, dilimpahkan menjadi kekayaan Pemerintah Daerah Tingkat II yang menerima penyerahan tugas-tugas tersebut. Pasal 10 Pelaksanaan penyerahan anggaran dan kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9, dilakukan sesuai dengan peraturan Perundangundangan yang berlaku. BAB VI PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 11 1) Menteri menetapkan kebijaksanaan dan menyelenggarakan pembinaan teknis dan pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan dibidang kesejahteraan sosial yang telah diserahkan kepada Daerah Tingkat II. (2) Pembinaan teknis dan tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam ketentuan tersendiri. Pasal 12 Gubernur Kepala Daerah Tmgkat I menyelenggarakan pembinaan operasional pelaksanaan urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah Tmgkat II. Pasal 13 Pemerintah Daerah Tingkat II dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan, berpedoman pada kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri. 70 Pasal 14 Laporan pertanggung jawaban pelaksanaan urusan pemerintahan dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan kepada Daerah Tmgkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, disampaikan secara berkala kepada Menteri, Menteri Dalam Negeri dan Gubemur Kepala Daerah Tingakt I. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyerahan urusan pemerintahan dibidang kesejahteraan sosial yang sudah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan ini. Pasal 16 Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka Kantor Departemen Sosial yang ada di Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam lampiran II Keputusan ini, dinyatakan dialihkan. menjadi Dinas Sosial Tingkat II sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 17 Ketentuan lebih lanjut sebagai pelaksanaan Keputusan ini diatur dengan Keputusan tersendiri. Pasal 18 Keputusan ini mulai berlaku tanggal I April 1995. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 26 Desember 1994 MENTERI SOSIAL RI., ltd. Dra. INTEN SOEWENO 71 Tembusan Yth. : 1. Menteri Keuangan RI. 2. Menteri Dalam Negeri RI. 3. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara RI. 4. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. 5. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Sosial. 6. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. 7. Para Kepala Biro, Direktur, Inspektur, Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan, dan Kepala Pusat di Lingkungan Departemen Sosial. 8. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial seluruh Indonesia. 9. Para Bupati Kepala Daerah Tingkat II dan Kepala Kantor Departemen Sosiai vang bersangkutan. 10. Para Kepala Bagian Tata Laksana dan perundang-undangan pada Direktorat Jenderal. 11. Bagian Perpustakaan dan Kerja Sama Penelitian Departemen Sosial. 12. Sub Bagian Dokumentasi Hukum pada Biro Hukum dan Organisasi. 72 LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 79/HUK/1994 TANGGAL : 26 DESEMBER 1994 TENTANG : DAFTAR KABUPATEN YANG MENDAPAT PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL No 1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Propinsi Kabupaten Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Lampung Bengkulu Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Irian Jaya Timor Timur Aceh Utara Simalungun Tanah DAtar Kampar Batang Hari Muara Enim Lampung Tengah Bengkulu Selatan Bandung Banyumas Sleman Sidoarjo Tanah Laut Sambas Kota Waringin Timur Kutai Minahasa Donggala Gowa Kendari Badung Lombok Tengah Timor TEngah Selatan Maluku Tengah Sorong Aileu Ket Jakarta, 26 Desember 1994 MENTERI SOSIAL RI Ttd DRA. INTEN SOEWENO 73 LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 79/HUK/1994 TANGGAL : 26 DESEMBER 1994 TENTANG : DAFTAR KANTOR DEPARTEMEN SOSIAL KABUPATEN YANG DIALIHKAN MENJADI DINAS SOSIAL TINGKAT II No 1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Propinsi Sumatera Barat Riau Jambi Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Kabupaten Ket. Tanah Datar Kampar Batang hari Sambas Kota Waringin Timur Kutai Minahasa Donggala Gowa Kendari Badung Lombok Tengah Timor Tengah Selatan Maluku Tengah Jakarta, 26 Desember 1994 MENTERI SOSIAL RI Ttd. DRA. INTEN SOEWENO 74 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 5/HUK/1996 TENTANG PETUNJUK SEMENTARA PEMAKAMAN JENAZAH WARGA SIPIL DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : : a. bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1984 dan Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Nomor SKEP/B/337/V/1972, Pengelolaan Taman Makain Pahlawan menjadi wewenang dan tanggung jawab Menteri Sosial; b. bahwa untuk melaksanakan pengelolaan, khususnya yang berkaitan dengan tertib pemakaman Jenazah Warga Sipil di Taman Makam Pahlawan, dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia tentang Pemakaman Jenazah Warga Sipil di Taman Makam Pahlawan; 1. Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959 tentang Ketentuan-ketentuan Umum iriengenai Tanda-tanda Kehormatan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1798); 2. Undang-Undang Nomor 5 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1790); 3. Undang-Undang Nomor 6 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1807); 75 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Gerilya (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1807); 5. Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan (Lembaran Negara RI Tahun 1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2685); 6. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 7. Keputusan Presiden RI Nomor 13 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata; 8. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen Jo Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 1995; 9. Keputusan Presiden RI Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 10. Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan/ Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Nomor Skep/B.337/V/1972 tentang Pembinaan dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan; 11. Keputusan Pangiima Angkatan Bersenjata Nomor Kep/03/TW1989 tentang Petunjuk (Sementara) Pemamakan Jenazah Anggota ABRI/ Purnawirawan di Taman Makam Pahlawan dan Taman Makam Bahagia. 12. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 27/ HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial. Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Badan Pembina Pahlawan Pusat tanggal 21 Juli 1994 bahwa perlu adanya ketentuan bagi Warga Sipil untuk dapat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. 76 MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETUNJUK SEMENTARA PELAKSANAAN PEMAKAMAN JENAZAH WARGA SIPIL DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN. BAB I PENGERTIAN Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : a. Warga Sipil adalah Warga Negara Indonesia yang bukan prajurit ABRI dan Purnawirawan. b. Pahlawan adalah Warga Negara Republik Indonesia yang diangkat sebagai Pahlawan berdasarkan Keputusan Presiden. c. Taman Makam Pahlawan adalah suatu tempat/lokasi yang diperuntukan bagi pemakaman para Pahlawan serta Pejuang sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan. BAB II SYARAT-SYARAT WARGA SIPIL UNTUK DAPAT DIMAKAMKAN DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN Pasal 2 Warga Sipil berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan apabila memenuhi syarat-syarat berikut : a. telah meninggal dunia b. telah diangkat sebagai Pahlawan dengan Keputusan Presiden, atau c. memiliki salah satu atau lebih tanda-tanda kehormatan tersebut di bawah ini : 1) Bintang Republik Indonesia; 2) Bintang Mahaputra; 3) Bintang Gerilya; 4) Bintang-bir.tang lainnya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan 77 Pasal 3 (1) Warga sipil selain yang ditentukan dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c sesuai dengan jasa-jasanya dapat diusulkan kepada Presiden untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. (2) Usul sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan melalui Menteri Sosial. BAB III PROSEDUR PERMOHONAN UNTUK DIMAKAMKAN DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN Pasal 4 (1) Permohonan untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan dilakukan oleh keluarga atau oleh Pimpinan Instansi/Lembaga/Organisasinya, dan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi setcmpat dan atau kepada Kepala Kantor Departemen Sosial/Kepala Dinas Sosial Tingkat II setempat, sesuai dengan lingkup keberadaan Taman Makam Pahlawan. (2) Khusus untuk DKI Jakarta permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditujukan kepada Menteri Sosial RI melalui Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilampirkan bukti-bukti yang diperlukan. (4) Menteri Sosial, Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi atau Kepala Kantor Departemen Sosial Kabupaten/Kotamadya atau Kepala Dinas Sosial Daerah Tingkat II sesuai dengan lingkup kewenangannya menyetujui atau menolak permohonan dimaksud apabila dipandang memenuhi persyaratan/tidak memenuhi persyaratan. (5) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dituangkan dalam bentuk Keputusan. Pasal 5 Penetapan warga sipil yang berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. hanya dapat ditetapkan dengan Keputusan Presiden. 78 BAB IV TEMPAT DAN UPACARA PEMAKAMAN Pasal 6 (1) Warga Sipil yang telah ditetapkan untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dimakamkan di Taman Makam Pahlawan terdekat dengan tempat tinggal/domisili terakhir. (2) Menyimpang dari ketentuan sebagimana dimaksud dalam ayat (1), atas permintaan atau persetujuan keluarganya dapat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di tempat ia meninggal. Pasal 7 (1) Pelaksanaan Pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan upacara resmi/kedinasan. (2) Upacara resmi/kedinasan sebagaimana dimaksud ayat (1), selama dan sepanjang belum ada ketentuannya, dilaksanakan berdasaikan ketentuan/prosedur yang ditetapkan oleh Panglima ABRI. Pasal 8 Ketentuan upacara resmi/kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, juga berlaku bagi mereka yang telah ditetapkan untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, tetapi atas permintaan keluarga almarhum atau wasiat almarhutn tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. BAB V BIAYA PEMAKAMAN Pasal 9 (1) Biaya Pemakaman Warga Sipil di Taman Makam Pahlawan dibebankan kepada anggaran Departemen Sosial. (2) Bagi Daerah Tmgkat II yang telah menyelenggarakan Urusan Kepahlawanan berdasarkan Penyerahan Urusan, pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran Daerah Tmgkat n yang bersangkutan. (3) Besamya biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan pagu yang tersedia/ditetapkan. 79 BAB VI KETENTUAN KHUSUS Pasal 10 Hak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan dan Upacara Pemakaman resmi/ kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Bab n dan Bab IV hapus/hilang, apabila yang bersangkutan : a. Terkena salah satu sanksi yang mengakibatkan pencabutan tandatanda jasa kenegaraan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Meninggal dunia sebagai akibat dan perbuatan yang melanggar susila, disiplin dan perbuatan-perbuatan yang memalukan/merusak nama baik Bangsa dan Negara. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 11 Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini sepanjang yang berkaitan dengan teknis pelaksanaanya diatur lebih Ianjut oleh Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial atas nama Menteri Sosial. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di: Jakarta Pada tanggal : 22Januari 1996 MENTERI SOSIAL RI, ttd. DRA. INTEN SOEWENO 80 Salinan keputusan ini disampaikan kepada Yth.: 1. Bapak Presiden RI. 2. Bapak Wakil Presiden RI. 3. Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (Bapeka). 4. Para menteri Kabinet Pembangunan VI. 5. PanglimaABRI. 6. Kepala Staf TNI Angkatan Darat. 7. Kepala Staf TNI Angkatan Laut. 8. Kepala Staf TNI Angkatan Udara. 9. Kepala Kepolisian RI. 10. Direktur Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan RI. 11. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, seluruh Indonesia. 12. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal dan Kepala Badan Litbang Kesejahteraan Sosial di Lingkungan Departemen Sosial RI. 13. Kepala Kantor Perbendaharaan Negara dan Kas Negara di Jakarta. 14. Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di seluruh Indonesia. 15. Kepala Biro Hukum Departemen Sosial RI. 16. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Tata Usaha, Departemen Sosial RI, 17. Kepala Bagian dan Tata Laksana dan Perpustakaan, Departemen Sosial RI 18. Kepala Bagian Tata Laksana dan Perundang-undangan Ditjen Binkesos 19. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum, Departemen Sosial RI. 20. Yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan. 81 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 / HUK / 1996 TENTANG PROSEDUR PERMOHONAN PENETAPAN SEBAGAI PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa berdasarkan data permohonan untuk mendapatkan pengakuan sebagai perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan yang masuk ke Departemen Sosial, setelah diadakan telaahan ternyata masih terdapat mereka yang dikategorikan sebagai perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan; b. bahwa atas dasar ketentuan tersebut pada huruf a dan terutama dalam rangka memberikan penghargaan kepada para perintis pergerakan kebangsaan/ kemerdekaan yang berkaitan dengan kembalinya Irian Jaya dan integrasi Timor Timur ke dalam Wilayah Republik Indonesia dipandang perlu meninjau kembali keputusan Menteri Sosial RI Nomor 19/HUK/1987 tentang Penghentian Permohonan Sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka tertib Administrasi, dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Sosia! RI tentang Prosedur Permohonan Penetapan Sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan: 82 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan: 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1 974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok. Kesejahteraan Sosial; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1985 tentang Pemberian Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan; 4. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 5. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen Jo Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 1995; 6. Keputusan Presiden RI Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 7. Keputusan Presiden RI Nomor 411/M Tahun 1994 tentang Badan pertimbangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan; 8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 16 Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi dan Kantor Departemen Sosial Kabupaten/Kotamadya; 9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 27/HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial; MEMUTUSKA N : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL RI TENTANG PROSEDUR PERMOHONAN PENETAPAN SEBAGAI PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/ KEMERDEKAAN. 83 Pasal 1 Yang dimaksud dengan Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang pemberian Penghargaan/Tunjangan Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan; Pasal 2 Permohonan untuk mendapat penetapan sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, diajukan secara tertulis kepada Menteri Sosial melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi setempat. Pasal 3 (1) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilampirkan dengan data dan persyaratan administrasi secara lengkap. (2) Data dan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. Pasal 4 (1) Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi setelah menerima permohonan penetapan sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan segera mengadakan penelaahan atas persyaratan administrasi yang dilampirkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, (2) Apabila berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ternyata permohonan yang diajukan tidak/belum lengkap persyaratan administrasinya Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi segera mengembalikan permohonan dimaksud kepada pemohon untuk dilengkapi persyaratannya. (3) Apabila berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ternyata permohonan yang diajukan, telah memenuhi persyaratan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi segera meneruskan permohonan dimaksud kepada Menteri Sosial. (4) Menteri Sosial sebelum memutuskan menerima atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) terlebih dahulu mendengar pendapat dari Badan Pertimbangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan. 84 Pasal 5 (1) Bagi yang permohonannya diterima, maka penetapan sebagai perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan dituangkan dalam Keputusan Menteri Sosial. (2) Bagi permohonannya ditolak, Menteri Sosiai memberitahukan kepada yang bersangkutan dengan disertai alasan-alasan penolakan. (3) Keputusan penetapan sebagai perintis dan pemberitahuan penoiakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan aval (2.) disampaikan kepada yang bersangkutan dengan tembusan disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, kepaia Kantor wiiayah Departemen Sosial Propinsi dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setempat. Pasal 6 Bagi mereka yang telah ditetapkan sebagai perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaari berhak mendapatkan penghargaan dan/atau tunjangan dan/atau kemudahan-kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 (1) Untuk memudahkan pemberian pelayanan. kepada perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan diberikan kartu tanda pengenal perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan. (2) Bentuk dan tata cara penggunaan tanda pengenal sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Keputusan Menteri Sosial tersendiri. Pasal 8 Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini sepanjang yang berkaitan dengan teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. Pasal 9 (1) Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 19/HUK/1987 dinyatakan tidak berlaku. 85 (2) Keputusan ini berlaku pula bagi para pejuang kebangsaan/ kemerdekaan yang berkaitan dengan kembalinya Man Jaya dan Integrasi Timor Timur ke Indonesia. Pasal 10 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Maret 1996 MENTERI SOSIAL RI ttd. DRA. INTEN SOEWENO Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan(BEPEKA). 2. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) u/p Komisi VIII. 3. Menteri Negara Sekretaris Negara. 4. Menteri Pertahanan dan Keamanan. 5. Menteri Dalam Negeri. 6. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 7. Menteri Keuangan. 8. Menteri Kesehatan. 9. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) 10. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di Propinsi seluruh Indonesia. 11. Sekretaris Jenderal Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal dan Kepala Badan Utbang Kesejahteraan Sosial Departemen sosial. ; 12. Kepala Biro Hukum, Kepala Biro Keuangan, Direktur Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan dan para Sekretaris Itjen/ Ditjsn/Badan di Lingkungan Departemen sosial. 13. Direktur Utama PT. Taspen (Persero). 14. Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di propinsi seluruh Indonesia. 15 Kepala Cabang Utama PT. Taspen (Persero) di seluruh Indonesia. 16. Kepala Cabang PT.Taspen (Persero) di seluruh Indonesia. 17. Kepala Unit PT. Taspen (Persero) di selumh Indonesia. 18. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Departemen Sosial. 19. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Departemen Sosial. 20. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen Sosial. 86 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 22/HUK/1997 TENTANG PEMBINAAN NILAI KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN DAN KEPELOPORAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : : a. bahwa sehubungan dengan terjadinya pergeseran tata nilai sebagai akibat arus globalisasi, dan informasi, sehingga pemahaman dan penghayatan terhadap nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan cenderung semakin melemah, dan oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan pelaksanaan pembinaan terhadap nilai-nilai dimaksud secara terus menerus dan berkesinambungan. b. bahwa untuk maksud tersebut dan sesuai dengan arahan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), serta dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964, dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Sosial tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan; 1. Undang-Undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang pemberian Penghargaan/Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan (Lembaran Negara RI Tahun 1964 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2685); 87 2. 2. Undang-undang Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan (Lembaran Negara RI Tahun 1964 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2636); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nomor 53), Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3039); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1966 tentang Peraturan Pemberian Penghargaann dan Jaminan Sosial kepada Para Warakawuri Beserta Yatim Piatu yang ditinggalkan Gugur (Lembaran Negara RI Tahun 1966 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2800); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1985 tentang Pemberian Tunjangan Kepada 6. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen; 7. Keputusann Presiden Nomor 13 Tahun 1981 tentang Pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata; 8. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen jo Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 1995; 9. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 10. Keputusan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi dan Kantor Departemen Sosial Kabupaten / Kotamadya; 11. Keputusan Menteri Sosial Nomor : 33/HUK/1982 tentang Ziarah di Taman Makam Pahlawan / Makam Pahlawan Nasional. 88 12. Keputusan Menteri Sosial Nomor 27/HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial; 13. Keputusan Menteri Sosial Nomor 5/HUK/1996 tentang Petunjuk Sementara Pemakaman Jenazah Warga Sipil di Taman Makam Pahlawan; 14. Keputusan Menteri Sosial Nomor ; 23/HUK/1996 tentang Pola Dasar Pembangunan Kesejahteraan Sosial; 15. Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan Nomor SKEP/B/337/V/1972 tentang Pembinaan dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan; 16. Keputusan Panglima ABRI Nomor KEP/03/ IV/1989 tentang Petunjuk (sementara) Pemakaman Anggota ABRI/Purnawirawan di Taman Makam pahlawan dan Taman Pahlawan Bahagia MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBINAAN NILAI KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN DAN KEPELOPORAN BAB I PENGERTIAN Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan adalah suatu proses kegiatan untuk menghayati, mengamalkan, mengembangkan dan melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisannn dan kepeloporannn di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama di kalangann generasi muda demi kesinambungan perjuangan bangsa. 2. Nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan adalah suatu sikap dan semangat perjuangan dari para pahlawan, perintis kemerdekaan dan pelopor menunjukkan prestasi yang dapat diteladani, mempunyai 89 keberanian luar biasa dan tindakan tanpa pamrih, baik secara pribadi atau golongan, serta memiliki moral dan perilaku yang mengandung suri tauladann bagi bangsanya. Nilai tersebut dijiwai oleh sikap dan perilaku : a. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Cinta Bangsa dan Tanah Air. c. Rela Berkorban. d. Tidak kenal menyerah; e. Percaya pada kemampuan sendiri. 3. Pelopor adalah warga Negara Republik Indonesia yang telah melakukan karya nyata yang sangat bermanfaat dan dapat dijadikan contoh/suri tauladann bagi orangl ain, masyarakat, bangsa dan Negara dalam penghayatan, pengamalan pembangunan dan pelestarian nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan di dalam kehidupann berbangsa dan bernegara, terutama di kalangan generasi muda demi kesinambungan perjuangan bangsa. 4. Perintis Kemerdekaan adalah Warga Negara Republik Indonesia yang telah berjuang mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan, dan telah ditetapkan / disahkan sebagai Perintis Kemerdekaan dengan Keputusan Menteri Sosial. 5. Pahlawan adalah Pahlawan Nasional yaitu gelar yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada seseorang warga Negara Indonesia yang semasa hidupnya melakukan tindak kepahlawanan dan berjasa sangat luar biasa bagi kepentingan bangsa dan Negara. 6. Taman Makam Pahlawan adalah suatu tempat/lokasi yang memenuhi persyaratan yang diperuntukkan bagi pemakaman para Pahlawan serta Pejuang sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan. 7. Makam Pahlawan Nasional adalah suatu tempat di luar Taman Makam Pahlawan dimana jenazah Pahlawan Nasional dimakamkan. BAB II TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan bertujuan agar terhayati, teramalkan, terkembang dan terlestarikannya nilai-nilai dimaksud dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pasal 3 Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisann dan Kepeloporan antara lain ditujukan kepada : 90 a. Keluarga Pahlawan Nasional; b. Pelopor, Perintis Kemerdekaan dan Keluarganya; c. Tamannn Makam Pahlawan, Makam Pahlawan Nasional dan Makam Perintis Kemerdekaan. d. Perseorangan, kelompok, organisasi kemasyarakatan / organisasi social; e. Masyarakat. BAB III PE LAK SANAAN Pasal 4 Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan, diselenggarakan melalui kegiatan antara lain : a. Pemberian tunjangan dan kemudahan kepada keluarga Pahlawan Nasional, Perintis Kemerdekaan dan janda/dudanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. b. Penyelenggaraan penyuluhan dan bimbingan serta sarasehan yang berkaitan dengan pahlawan dan kepahlawanan. c. Ziarah wisata ke Taman Makam Pahlawan dan Makam Pahlawan Nasional. d. Penyusunan / penulisan dan penyebarluasan selebaran, brosur / buku-buku tentang kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan serta penyelenggaraann pameran pembangunan. e. Penelitian dan pembahasan usulan calon Pahlawan Nasional; f. Pemberian bantuan perbaikan rumah Perintis Kemerdekaan; g. Penyelenggaraan peringatannnn hari pahlawan dan napak tilas; h. Pembuatan film kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan; i. Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan dan Makam Pahlawan Nasional; j. Pemugutan Taman Makam Pahlawan, Makam Pahlawan Nasional dan Makam Perintis Kemerdekaan; k. Pemindahan makam pejuang/pahlawan ke dalam Taman Makam Pahlawan; l. Pembangunan Taman Makam Pahlawan baru. Pasal 5 Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal yang secara fungsional menangani urusan pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan. 91 BAB IV KOORDINASI Pasal 6 Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan secara fungsional dilaksanakan oleh Departemen Sosial. Pasal 7 Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Departemen Sosial berkoordinasi dengan unit intern terkait maupun dengan instansi / lembaga lain yang terkait sesuai dengan lingkup tugas, dan fungsinya masing-masing. BAB V PERAN MASYARAKAT Pasal 8 Masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan. Pasal 9 (1) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan dalam bentuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal. 4 (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangannn dan kebijaksanaann Menteri Sosial. Pasal 10 (1) Masyarakat yang berperan dalam pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan dapat diberikan penghargaan. (2) Bentuk dan tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Keputusan Menteri Sosial tersendiri. 92 BAB VI KETENTUAN KHUSUS Pasal 11 (1) Pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan di Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II dikordinasikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati / Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sesuai dengan lingkup kewenangannya. (2) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya. Kepala Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud ayat (1) masing-masing bertindak selaku Ketua Badan Pembina Pahlawan Daerah. Pasal 12 Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi sesuai dengan tugas dan fungsinya melaksanakan pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan di Propinsi yang bersangkutan. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP Pasal 13 Segala ketentuan yang ada yang berkaitan dengan pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan tetap berlaku selama dan sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini. Pasal 14 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal di tetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 Mei 1997 MENTERI SOSIAL RI, Ttd. Dra. INTEN SOEWENO 93 Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth; 1. Para Menteri Kabinet Pembangunan VI. 2. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Departement Sosial. 3. para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di Propinsi seluruh Indonesia. 4. Para Pejabat Eselon II Pusat dan Daerah di lingkungan Departemen Sosial. 5. Para Bupati/Walikotamadya Kepala DAerah Tingkat II di seluruh Indonesia. 6. Kepala Bagian Tata Laksana dan Perpustakaan Badan Litbang Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial. 7. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen Sosial. 8. Kepala Bagian Tata Laksana dan Perundang-Undangan Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial. 94 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53 / HUK / 1998 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENETAPAN PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN INDONESIA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : : a. bahwa untuk penetapan Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan Indonesia sebagaimana di maksud dalam Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1965 tentang Pemberian Penghargaan/ Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan dan Keputusan Menteri Sosial Nomor 12/HUK/1996, perlu adanya kriteria yang jelas dan rinci b. bahwa untuk maksud tersebut dipandang perlu menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai penetapan Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan Indonesia dalam Keputusan Menteri Sosial; 1. Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan; 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1985 tentang Pemberian Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan: 4. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok organisasi Departemen; 95 5. Keputusan Presiden RI Nomor 411/M Tahun 1994 tentars Eadan Pertimbangan Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan: 6. Keputusan Presiden Rl Nomor 61 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 7. Keputusan Presiden RI Nomor 122/M Tahun 1998 untang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan 8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 16 tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi dan kantor Departemen Sosial Kabupatea/Kotamadya; 9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 27/ HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial; 10. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 12/ HUK/1996 tentang Prosedur Permohonan Penetapan Sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan. M E M U T U S K A N: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENETAPAN PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/ KEMERDEKAAN INDONESIA. 96 BAB I PENGERTIAN Pasal 1 Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan : 1. Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan Indonesia adalah mereka yang memenuhi Kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan/ Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan, dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial, untuk selanjutnya dalam Keputusan ini disebut Perintis. 2. Organisasi Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan Indonesia di Irian Java adalah : a) Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) yang berdiri tahun 1946 di Serui dan di Sorong. b) Persatuan Masyarakai Indonesia Irian (PME) yang berdiri tahin 1950 di Merauke. c) Untuk Pembebasan Irian (UPI) yang berdiri tahun 1958 di Merauke. d) Persatuan Semangat pemuda 1945 (PRPS ‘45) yang berdiri tahun 1947 di Biak. e) Partai Indonesia Merdeka (PIM) yang berdiri tahun 1947 di Biak. f) Tentara Tjadangan Tjendrawasih (TTT) yang berdiri tahun 1947 di Biak. g) Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berdiri tahun 1939 di Jayapura. h) Komite Indonesia Merdeka (PIM) yang berdiri tahun 1945 di Jayapura. i) Persatuan Indonesia Merdeka (PIM) yang bcrdiri tan in- :95Q di Jayapura. j) Pasukan Gerilya Pemuda Irian Barat (PGPIB) yang berdiri tahun 1956 di Jayapura, k) Persatuan Organisasi Gerakan Irian (POGI) yang berdiri tahun 1958 di Jayapura. 97 l) Persatuan Pemuda Indonesia (PPl) yang berdiri tahun 1947 di Sorong. m) Gerakan Permida Indonesia Irian (GPII) yang berdiri tahun 1954 di Sorong. n) Organisasi Pemuda Irian’ (OPI) yang berdiri tahun 1958 di Sorong. o) Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang berdiri tahun 1947 di FakFak. BAB II PROSEDUR DAN KRITERIA Pasal 2 Permohonan penetapan sebagai Perintis diajukan oleh yang bersangkutan atau keluarganya berdasarkan ketentuan sebagimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Sosial Nomor I2/HUK71996 tentang Prosedur Permohonan Penetapan Sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan dan Petunjuk Pelaksanaannya. Pasal 3 Yang dapat mengajukan, permohonan untuk ditetapkan sebagai perintis, adalah seseorang yang tidak menentang Negara Republik Indonesia, dan memenuhi kriteria sebagi berikut : a. Umum 1. Mereka yang menjadi pemimpin pergerakan yang membangkitkan kesadaran kebangsaan/kemerdekaan; dan/ atau 2. Mereka yang pemah mendapat hukurnan dari pemerintah Kolonial karena giat dan aktif dalam pergerakan kebangsaan/ kemerdekaan; dan/atau 3. Anggota-anggota Angkatan Bersenjata dalam ikatan kesatuan secara teratur, yang gugur atau yang mendapat hukuman sekurang-kurangnya tiga bulan karena berjuang melawan Pemerintah Kolonial; dan/atau 4. Mereka yang terus menerus secara aktif menentang Pemerintah Kolonial sampai saat ProkJamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. 98 b. Khusus Untuk para Perintis dari irian Jaya dan Timor Timur, disamping harus memenuhi salah satu kriteria umum, jug.a harus memenuhi kriteria khusus sebagai berikut : 1. Untuk Irian Jaya adalah : a) Untuk Pimpinan Organisasi Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan Indonesia di Irian Jaya yang secara de facto masih dikuasai penjajah sebelum dicanangkannya Trikora tanggal 19 Desember 1961. b) Aktivis/anggota Organisasi Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan Indonesia di Irian Jaya yang secara de facto masih dikuasai penjajah sebelum dicanangkannya Trikora tanggal 19 Desember 1961. 2. Untuk Timor Timur adalah pelaku pemberontakan rakyat Timor Timur terhadap Portugal tahun 1959. BAB III KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP Pasal 4 Semua Keputusan Menteri Sosial yang berkaitan dengan penetapan Perintis yang dikeluarkan sebelum ditetapkannya Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku. Pasal 5 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 18 Agustus 1998 MENTERI SOSIAL RI Ttd. Prof.DR. Yustika S. Baharsjah,Msc 99 Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Negara Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. 2. Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan. 3. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA). 4. Menteri Negara Sekretaris Negara. 5. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI. 6. Menteri Dalam Negeri. 7. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 8. Menteri Keuangan. 9. Menteri Kesehatan. 10. Kepala Badan Administrasi kepegawaian Negara (BAKN). 11. Sekretaris Militer Presiden. 12. Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan RI. 13. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal dan Kepala Badan Litbang Kesejahteraan Sosial di lingkungan Departemen Sosial. 14. Para Gubemur Kepala Daerah Tingkat I di Propinsi seluruh Indonesia. 15. Kepala Biro Hukum, Direktur Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di lingkungan Departemen Sosial. 16. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di propir.si seluruh Indonesia. 17. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perundang-undangan Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial. 18. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Departemen Sosial. 19. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen Sosial. 100 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLK INDONESIA NOMOR : 55 / HUK / 1998 TENTANG PEMAKAMAN JENAZAH PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/ KEMERDEKAAN DENGAN UPACARA RESMI MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : : a. bahwa Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan yang (elah mendarma baktikan jiwa dan raganya untuk berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu diberikan penghargaan sebagaimana di tetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964; b. bahwa untuk mengenang jasa dan pengabdian para Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan yang telah meninggal dunia. dipandang perlu memberikan penghargaan dengan menyelenggarakan pemakaman jenazahnya dengan upacara resmi; 1. Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan Kepada Perintis Pergerakan kebangsaan/ kemerdekaan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Satya Lencana Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1984 tentang Pemberian Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan; 4. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pckok-pokok Organisasi Departemen 101 5. Keputusan Fresiden RI Nomor 61 Tahun 1998 tentang Kedudukan Tugas, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Departemen; 6. Keputasan Presiden RI Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan; 7. Keputusan Menteri Sosial RI Nomcr 27/ HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial; 8. Keputusan Menteri sosial RI Nomor 16/ HUK/1984 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi dan Kantor Departemen Sosial Kabupaten/ Kotamadya; 9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 5/HUK/1996 tentang Petunjuk Sementara Pemakaman Jenazah Warga Sipil di Taman Makam Pahlawan; 10. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 15/ HUK/1996 tentang Kartu Pengenal Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan; 11. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 22/HUK/1997 tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan; Memperhatikan : Pendapat Badan Pertimbangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan yang disampaikan pada rapat tanggal 2 Juni 1998 MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL RI TENTANG PEMAKAMAN JENAZAH PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN DENGAN UPACARA RESMI 102 BAB I PENGERTIAN Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Perintis Kemerdekaan adalah Perintis pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan yaitu mereka yang rnemenuhi ketentuan Pasal I Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 dan telah ditetapkan sebagai Perintis Kemerdekaan dengan Keputusan Menteri Sosial. 2. Upacara Pemakaman Secara Militer adalah upacara pemakaman yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan prosedur yang ditepakan oleh Panglima ABRI. 3. Pemakaman dengan Upacara Resmi yang untuk selanjutnya disebut Upacara Pemakaman adalah pemakaman khusus bagi Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan dengan suatu upacara sesuai dengan Keputusan Menteri Sosial. 4. Makam Blok Khusus adalah tempat pemakaman umum di luar Taman Makarn Pahlawan, yang diperuntukkan khusus bagi Perintis Kemerdekaan. BAB II SYARAT DAN PROSEDUR Pasal 2 Perintis Kemerdekaan berhak dimakamkan dengan Upacara resmi, apabila : a. Telah ditetapkan sebagai Perintis Kemerdekaan berdasarkan Keputusan Menteri Sosial; b. Tidak memenuhi syarat-s’yarat untuk dimakamkan di Taman Makam Pahiawan sebagaimana ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 5/HUK/ 1996; c. Tidak memenuhi persyaratan untuk dimakamkan dengan upacara secara militer sebagaimana ditetapkan berdasarkan Keputusan Panglima Angkatan Bersenjata Nomor Skep/612/X/1985; Pasal 3 (1) Apabila Perintis Kemerdekaan meninggal dunia, ahli wans atau keluarga atau organisasi keperintisan tersebut dapat mengajukan permohonan untuk dimakamkan dengan upacara resmi. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan : 103 a. Foto copy Keputusan Menteri Sosial tentang Penetapan yang bersangkutan sebagai Perintis Kemerdekaan dan/atau tanda pengenal sebagai Perintis Kemerdekaan b. Foto copy surat kematian dari Instansi yang berwenang. (3) Permohonan sebagimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) ditujukan kepada : a. Bagi yang berdomisili di Ibu Kota Propinsi dan DKI Jakarta pada Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi setempat. b. Bagi yang berdomisili di Wilayah Kotamadya/Kabupaten ditujukan pada Kepala Kantor Departemen Sosial Kabupaten/ Kotamadya/ Kepala Dinas Sosial Tingkat II setempat . c. Bagi yang bertempal tinggal di daerah tetpencil ditujukan pada Camat dan/atau Kepala Desa setempat. (4) Bagi mereka yang menurut keyakinan agamanya hams dimakamkan dengan segera, permohonan dapat diajukan secara lisan dengan disenai bukti-bukti yang cukup. Pasal 4 Kepala Kantor Instansi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, segera memberi Keputusan yang berisi persetujuan atau penolakan. BAB III TEMPAT DAN PELAKSANAAN PEMAKAMAN Pasal 5 (1) Perintis Kemerdekaan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dimakamkan dengan upacara resmi di blok khusus. (2) Apabila tidak tersedia blok khusus sebagimana dimaksud pada ayat (1), pemakaman Perintis Kemerdekaan dengan upacara resmi dilaksanakan di tempat pemakaman umum atau pemakaman keluarga, Pasal 6 Pemakaman dengan upacara resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi setempat berdasarkan tata upacara pemakaman sebagaimana dimaksud dalam lampiran Keputusan ini. 104 Pasal 7 Pelaksanaan pemakaman dengan upacara resmi harus memperhatikan dan/atau tidak boleh bertentangan dengan agama yang dianut almarhum/ almarhumah. BAB IV B IAYA Pasal 8 Biaya upacara resmi pemakaman dibebankan kepada anggaran Departemen Sosial. Pasal 9 Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, ditetapkan sesuai dengan pagu yang tersedia. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini sepanjang yang berkaitan dengan teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. Pasal 11 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 19 Agustus 1998 MENTERJ SOSIAL RI ttd. Prof. DR. Ir. JUSTIKA S. BARARSJAH, MSc 105 Salinan. Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Negara Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. 2. Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan. 3. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI. 4. Menteri Negara Sekretaris Negara. 5. Menteri Dalam Negeri. 6. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal dan Kepala Badan Litbang Kesejahteraan Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. 7. Para Gubernur Kepala Daerah Tmgkat I di Propinsi seluruh Indonesia. 8. Sekretaris Milker Presiden. 9. Kepala Biro Hukum, Direktur Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan, Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di Lingkungan Departemen Sosial. 10. Para Kepaia Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi seluruh Indonesia. 11. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perundang-undangan Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial. 12. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Departemen Sosial. 13. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen Sosial. 106 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 55/HUK/1998 TANGGAL : 19 Agustus 1998 TENTANG : PEMAKAMAN JENAZAH PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN / KEMERDEKAAN DENGAN UPACARA RESMI. A. Petugas Upacara 1) Di Tingkat Pusat a) Pembina Upacara Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial atau pejabat yang mewakilinya bertindak sebagai Pembina Upacara apabiia Perintis adalah : - Mantan Anggota Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan. b) Pemimpin Upacara adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial OKI Jakarta atau Pejabat yang mewakilinya. c) Pengatur Upacara adalah Kepala Bidang Bina Kesejahteraan Sosial, Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta atau pejabat yang mewakili. d) Pembawa Acara Petugas yang ditunjuk dari Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta. e) Pembaca Riwayat Hidup Petugas yang ditunjuk dari Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta. f) Pembaca Do’a Petugas yang ditunjuk dari Kantor Wilayah Departemen Sosia! DKI Jakarta. 2) Di Tingkat Daerah. a) Pembina Upacara - Pembina Upacara ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi. - Apabila Perintis yang meninggal adalah mantan pegawai suatu Instansi. Pembina Upacara adalah Pimpinan Instansi yang bersangkutan. 107 - Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi dapat mendelegasikan kewenangan kepada Kepala Kantor Departemen Sosial/Kepala Dinas Sosial Tingkat II untuk menetapkan Pembina Upacara. b) Pemimpin Upacara Ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial atau Kepala Kantor Departemen Sosia! Tingkat II dengan mengacu kepada Pembina Upacara. c) Pengatur Upacara, Pembawa Upacara, Pembaca Riwavat Hidup dan Pembaca Do’a dilaksanakan oleh Petugas yang ditunjuk dari kantor Wilayah Departemen Sosial/Kantor Dinas Sosial Tingkat II. B. Pokok-pokok Tata Urut Upacara Pemakaman. 1) Pelaksanaan Upacara Pemakaman dilakukan dengan pokokpokok kegiatan sebagai berikut : a) Pendahuluan b) Acara Pokok (1) Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara (2) Pembacaan Riwayat Hidup almarhum/almarhumah. (3) Pembacaan Appel Persada oleh Pembina Upacara. (4) Persiapan penurunan peti jenazah/jenazah. (5) Penghormatan kepada jenazah dipimpin oleh Pembina Upacara. (6) Pembacaan do”a. (7) Penaburan bunga oleh keluarga. (8) Penimbunan tanah oleh keluarga. (9) Peletakan karangan bunga. (10)Sambutan-sambutan. (11)Penghormatan terakhir kepada arwah almarhum/ almarhumah dipimpin oleh Pembina Upacara. (12)Penyerahan bendera Merah Putih kepada keluarga oleh Pembina upacara. c) Penutup. Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara bahwa Upacara Pemakaman selesai. 2) Kegiatan lebih lanjut akan dirinci melalui Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. 108 C. Kelengkapan Upacara 1) Bendera Merah Putih untuk menutupi Jenazah. 2) Bunga Tabur. 3) Pakaian. a) di Tingkat Pusat - Petugas Upacara PSH (b) di Tingkat Daerah - Pembina/Pemimpin Upacara : PSH - Petugas lainnya : bebas dan rapi Jakarta, 19 Agustus 1998 MENTERI SOSIAL RJ, ttd. Prof. DR. Ir. JUSTIKA S. BAHARSJAH, MSc 109 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 71/HUK/2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PEJUANG DAN KEJUANGAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka menegakkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, nilai-nilai kejuangan bangsa perlu dilestarikan untuk dijadikan suri tauladan bagi generasi penerus; b. bahwa untuk penetapan pejuang dan pembinaan terhadap nilai-nilai kejuangan bangsa tersebut perlu adanya aturan/pedoman terhadap kriteria dan persyaratannya dalam rangka menyamakan persepsi; c. bahwa untuk tercapainya maksud tersebut, dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Sosial RI tentang Pedoman Pembinaan Pejuang dan Kejuangan; 1. Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959 tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai Tanda-tanda Kehormatan; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1963 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jasa; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan Kepada Perintis Kemerdekaan Kebangsaan/ Kemerdekaan (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2636); 110 4. Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan Terhadap Pahlawan (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2747); 5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3039); 6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Bela Negara; 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom; 9. Keputusan Presiden RI Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet GotongRoyong; 10. Keputusan Presiden RI Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 11. Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen; 12. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 22/HUK/1997 tentang Pembinaan Nilai-nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan; 13. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 06/ HUK/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial. 111 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERTAMA : Pedoman Pembinaan Pejuang dan Kejuangan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini. KEDUA : Pedoman Pembinaan Pejuang dan Kejuangan sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, merupakan Pedoman pembinaan terhadap pejuang serta Pelestarian Nilai-nilai Kejuangan sebagai sarana penghormatan dan penghargaan kepada para pejuang yang telah berjasa kepada bangsa dan negara. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan dibetulkan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal, 18 September 2003 MENTERI SOSIAL RI, H. BACHTIAR CHAMSYAH, SE. Tembusan disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. 2. Menteri Dalam Negeri. 3. Departemen/Instansi terkait. 4. Para Gubernur Propinsi di seluruh wilayah Indonesia. 5. Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Sosial. 6. Pejabat Eselon II di lingkungan Departemen Sosial. 7. Kepala Bagian Organisasi, Hukum dan Humas Ditjen Pemberdayaan Sosial. 8. Kepala Bagian Bantuan Hukum dan Dokumentasi Biro Kepegawaian dan Hukum. 112 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 36/HUK/2004 TENTANG PEDOMAN PENGANUGERAHAN TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : : a. bahwa agar Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial dapat dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku maka perlu adanya pedoman pelaksanaan Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial termasuk bidang kesejahteraan sosial; b. bahwa untuk itu dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Sosial RI tentang Pedoman Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial. 1. Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959 tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai Tanda-tanda Kehonnatan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1789); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nor 54, Lembaran Negara RI Nomor 3039); 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Nomor 6 Tahun 1999); 113 4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Satyaiancana Kebaktian Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1997); 5. Keputusan Presiden RI Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; 6. Keputusan Presiden RI Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susuann Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 7. Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen; 8. Keputusan Menteri Sosial Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial RI. MEMUTUSKAN: Menetapkan : Pertama : Pedoman Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini. Kedua : Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan guna terlaksananya Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial. Ketiga : Semuapembiayaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah atau sumber-sumber lain. Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. 114 Ditetapkan di Jakarta pada tangal 30 Juni 2004 MENTERI SOSIAL RI. H. BACHTIAR CHAMSYAH, SE. Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Presiden RI. 2 Wakil Presiden RI. 3. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI. 4 Para Menteri Kabinet Gotong Royong. 5. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Sosial RI. 6. Para Gubernur di seluruh Indonesia. 7. Para Pejabat Eselon II di lingkungan Departemen Sosial RI. 8. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia. 9. Para Kepala Instansi/Dinas Sosial Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. 10. Kepala Bagian Bantuan Hukum dan Dokumentasi pada Biro Kepegawaian dan Hukum Departemen Sosial RI. 115 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk metaksanakan ketentuan mengenai pengusulan pemberian Gelar sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4967); 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5023); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5115); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012, tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5294); 116 5. Keputusaii Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kafainet Indonesia Bersatu II; 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011.; 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 8. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Sosial ini yang dimaksud dengan : 1. Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan, pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan negara. 2. Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayab yang sekarang menjadi wiiayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan Negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kcpahlawanan atau mcnghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pcmbangunan dan kemajuan bangsa dan Negara Republik Indonesia. 117 3. Ahli Waris adalah orang yang berhak menerima warisan atau harta pusaka yaitu istri/suami yang dinikahi secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anak kandung yang sah. 4. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat yang selanjutnya disingkat TP2GP adalah tim yang bertugas memberikan pertimbangan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dalam meneliti dan mengkaji usulan pemberian Gelar. 5. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah yang selanjutnya disingkat TP2GD adalah tim yang bertugas memberikan pertimbangan kepada gubernur, bupati/walikota dalam meneliti dan mengkaji usulan pemberian Gelar. 6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. 7. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi : a. persyaratan pengajuan usul Gelar Pahlawan Nasional; b. prosedur pengusulan Gelar Pablawan Nasional; dan c. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pahlawan. BAB II PERSYARATAN PENGAJUAN USUL GELAR PAHLAWAN NASIONAL Pasal 3 Untuk memperoleh Gelar haras niemenuhi syarat: a. umum; dan b. khusus. Pasal 4 Syarat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, yaitu : a. warga negara Indonesia atau sescorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. memiliki integritas moral dan keteladanan; c. berjasa terhadap bangsa dan negara; d. berkelakuan baik; e. setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan 118 f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkaL 5 (lima) tahun. Pasal 5 Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, yaitu : a. pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; b. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan; c. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya; d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara; e. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; f. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan g. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional. Pasal 6 (1) Untuk mernenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 pengusul harus melampirkan kelengkapan adrninistrasi yang meliputi: a. daftar riwayat hidup; b. uraian perjuangan; c. rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.; dan d. biografi calon Pahlawan Nasional, (2) Kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu diuji dan dipublikasikan oleh pengusul kepada masyarakat melalui seminar, diskusi atau sarasehan; (3) Hasil pengujian dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan risalah hasil seminar, diskusi atau sarasehan yang disertai materi seminar, dan harus dilampirkan sebagai kelengkapan administrasi. 119 Pasal 7 Selain kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat juga melampirkan data-data pendukung yang meliputi: a. foto-foto/gambar dokumentasi yang menjadi perjuangan calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan; b. telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat, misalnya digunakan sebagai sarana jalan, bangunan, dan sarana umum lainnya c. daftar bukti tanda kehormatan yang pernah diterima/diperoleh : dan/ atau d. catatan pandangan/pendapat orang dan tokoh masyarakat tentang Pahlawan Nasional yang bersangkutan. Pasal 8 (1) Seminar, diskusi atau sarasehan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan dengan ketentuan, dihadiri : a. sejarawan, cendikiawan, pemuka agama, organisasi masyarakat, dan pihak-pihak lain yang berkompeten; dan b. narasumber yang melibatkan tokoh-tokoh nasional, dan pihakpihak yang berkompeten. (2) Seminar, diskusi atau sarasehan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat provinsi dan apabila diperlukan dapat dilakukan pada tingkat nasional. Pasal 9 Kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, disertai dengan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar dari bupati/walikota dan gubernur secara berjenjang yang berkoordinasi dengan dinas/instansi sosial setempat. Pasal 10 Dalam memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, gubernur atau bupati/walikota mengajukan usul pemberian Gelar berdasarkan pertimbangan TP2GD. 120 BAB III PROSEDUR PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL Pasal 11 (1) Setiap orang, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah daerah, organisasi, atau kelompok masyarakat dapat mengajukan usul pemberian Gelar. (2) Usulan segaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan pengajukan usul Gelar Pahlawan Nasional. Pasal 12 (1) Permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan secara berjenjang melalui bupati/walikota dan gubernur kepada Menteri. (2) Menteri mengajukan permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Pasal 13 (1) Dalam hal permohonan usulan pemberian Gelar Pahlawan Nasional ditolak berdasarkan pertimbangan TP2GP, Menteri memberitahukan kepada pengusul disertai alasan penolakan. (2) Pengusul dapat mengajukan kembali permohonan pengusulan Gelar dari awal paling singkat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhiuing sejak penolakan dan hanya diberikan kesempatan 1 (satu) kali. Pasal 14 (1) Dalam hal permohonan usulan pemberian Gelar Pahlawan Nasional ditunda karena kurang lengkapnya persyaratan berdasarkan pertimbangan TP2GP, Menteri memberitahukan kepada pengusul disertai alasan penundaan, (2) Pengusul harus nielengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diajukan kembali kepada Menteri. 121 BAB IV TIM PENELITI DAN PENGKAJI GELAR PAHLAWAN Bagian Kesatu Umum Pasal 15 (1) Dalam memberikan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar, Menteri dibantu oleh TP2GP. (2) TP2GP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri. (3) TP2GP bersifat independen yang beranggotakan paling banyak 13 (tiga belas) orang yang terdiri atas unsur praktisi, akademisi, pakar, sejarawan, dan instansi terkait. (4) Hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh TP2GP, disampaikan kepada Menteri sebagai bahan pertimbangan untuk menerbitkan rekomendasi. Bagian Kedua Kedudukan dan Susunan Organisasi Pasal 16 TP2GP berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. Pasal 17 (1) TP2GP mempunyai paling banyak 13 (tiga belas) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (2) Susunan keanggotaan TP2GP terdiri atas : a. merangkap anggota; b. Wakil Ketua merangkap anggota; c. Sekretaris merangkap anggota; d. Anggota. (3) Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris dipilih dari dan oleh anggota TP2GP untuk masa jabatan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. (4) Sebelum Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris TP2GP terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rapat pemilihan dipimpin oleh anggota TP2GP yang tertua usianya. Pasal 18 Menteri dapat membentuk Tim Teknis untuk mendukung pelaksanaan tugas TP2GP. 122 Pasal 19 Menteri dapat memberhentikan keanggotaan TP2GP sebelum masa jabatannya berakhir karena : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri secara tertulis; c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; dan d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pindana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Pasal 20 Tugas TP2GP meliputi : a. menyelenggarakan sidang-sidang penelitian dan pembahasan atas usulan Calon Pahlawan Nasional; b. memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam rangka pengusulan penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional; c. memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan nilai kepahlawanan; d. menyusun indikator penilaian calon Pahlawan Nasional; dan e. dalam hal diperlukan TP2GP dapat melakukan uji petik terhadap calon Pahlawan Nasional yang diusulkan. Pasal 21 (1) Dalam melaksanakan tugasnya TP2GP dibantu oleh sekretariat. (2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit kerja di lingkungan Kementerian Sosial. (3) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dijabat oleh pimpinan unit kerja yang menangani urusan kepahlawanan, yang ditetapkan oleh Menteri. (4) Sekretariat mempunyai tugas memberikan dukungan teknis, operasional, dan administrasi kepada TP2GP. (5) Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya, TP2GP dapat membuat tata tertib yang disepakati bersama. Pasal 22 (1) Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat membentuk TP2GD. (2) Pembentukan TP2GD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota dengan mengacu pada Peraturan Menteri ini. 123 Pasal 23 (1) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas TP2GP dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas TP2GD bebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta padatanggal 12 Juli 2012 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, SALIM SEGAF AL JUFRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR : 724 124 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL NOMOR : 27/DIR/KPTS/BKS/VI/95 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN (TMP) DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL (MPN) DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL Menimbang : bahwa dalam rangka peningkatan pelaksanaan Pembinaan Pelestarian dan penyebar luasan Nilai Kepeloporan, Keperincian dan kepahlawanan dipandang perlu menetapkan keputusan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaannya; Mengingat : 1. Undang-Undang No. 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan. 2. Undang-Undang No. 6 Tahun 1974, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial; 3. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1993, Sektor Kesejahteraann Sosial; 4. Keputusan Presiden RI No. 13 Tahun 1984, tentang Pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata. 5. Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan Angkatan Bersenjata No. Skep/B/337/V/1972, tentang Pembinaan dan Pemeliharaan TMP; 6. Keputusan Menteri Sosial RI, No. 15 Tahun 1983, tentang struktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial. 125 7. Keputusan Menteri Sosial RI No. 16 tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Sosial Kabupaten / Kotamadya 8. Instruksi bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri P dan K dan Menteri Sosial No. 11 Tahun 1975, No. 6/U/1975, No./HUK 3-1-26/56, tentang Ziarah ke TMP/MP serta Museum-museum ABRI maupun Sipil bagi Pelajar dan Pramuka. 9. Keputusan Menteri Sosial RI No. 33/HUK/1992, tentang Ketentuan Ziarah di TMP/MPN. 10. Surat Dirjen Bina Kesejahteraan Sosial No. 1240/DIR/V/84, perihal Petunjuk Ziarah di TMP/ MPN MEMUTUSKAN: PERTAMA : Menetapkan Petunjuk Pelaksanaan Ziarah Wisata di TMP dan MPN, sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini. KEDUA : Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan keputusann ini diwilayahnya masing-masing KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan dibetulkan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 19 Juni 1995 DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL TTD. Drs. IGN. SETYOKO 126 SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth; 1. Para Menteri Kabinet Pembangunan VI 2. Ketua BAPENAS. 3. Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman. 4. Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan di Jakarta. 5. Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Sosial. 6. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Seluruh Indonesia. 7. Para Sekretaris ITJEN/DITJEN/Badan di Lingkungan Departemen Sosial. 8. Direktur Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan Departemen Sosial. 9. Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi Sosial. 10. Bagian Perpustakaan dan Kerjasama Penelitian Departemen Sosial. 11. Bagian Tata Laksana dan Perundang-undangan Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. 127 LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL NOMOR : 27/DIR/KPTS/BKS/VI/95 TANGGAL ; 28 JUNI 1995 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN (TMP) DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL (MPN) ISI I. PETUNJUK PENYELENGGARAANN ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL. II. RENCANA UPACARA ZIARAH ROMBONGAN DALAM RANGKA ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL. III. TATA UPACARA ZIARAH ROMBONGAN DALAM RANGKA ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL. 128 PETUNJUK PENYELENGGARAAN ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL A. DASAR HUKUM 1. Buku Repelita VI Bidang Kesejahteraan Sosial. 2. Keputusan PANGAB No. SKEP/612/X/1985 tentang Pengesahan Peraturan Tata Upacara Militer / Angkatan Bersenjata (TUM AB). 3. Keputusan PANGAB Nomor : KEP 03/IV/1989 tentang Petunjuk (Sementara) Pemakaman Jenazah anggota ABRI/Purnawirawann di TMP dan TMB. 4. Keputusan Menteri Sosial No. 33/HUK/1992 tentang Ketentuan Ziarah di TMP/MPN. B. PENGERTIAN Yang dimaksud dengan : 1. Ziarah adalah kunjungan kelompok/ rombongan ke TMP tanpa upacara militer sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Sosial RI No. 33/HUK/1992 Bab II pasal 2b, Pasal 6, Pasal 11 1b dan 2b. 2. Wisata adalah kunjungan ke TMP/MPN dengan melihat, memperhatikan dan mempelajari komponen fisik TMP/MPN serta mengetahui fungsi TMP/MPN dan memperhatikan riwayat perjuangan para Pahlawan/Pejuang. 3. TMP/MPN adalah sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Sosial No. 33/HUK/1992 Bab I Pasal I. 4. Ziarah Wisata adalah dua kegiatan yang dipadukan dengan maksud agar generasi muda pelaku ziarah wisata mengerti segala sesuatu tentang TMP/MPN dengan tujuan terhayatinya nilai Kepeloporan, Keperintisan dan Kepahlawanan. C. JENIS DAN TATA CARA PENGAJUAN ZIARAH WISATA 1. Aspek Ziarah Wisata terdiri dari : a. Ziarah, berintikan kegiatan upacara dan Tabur Bunga pada makam yang ditentukan dengan titik berat aspek penghormatan dan kehidmatan. b. Wisata, berintikan kegiatan mengetahui, melihat dan memperhatikan komponen fisik TMP/MPN, fungsi TMP/ MPN, mengetahui riwayat perjuangan Pahlawan/pejuang 129 yang dimakamkan dengan titik berat aspek pengenalan dan penghayatan nilai Kepeloporan, Keperintisan dan Kepahlawanan. 2. Tata Cara Pengajuan Ziarah Wisata a. Ziarah Wisata dilakukan setelah pimpinan rombongan menyampaikan maksudnya secara tertulis sekurangkurangnya 1 (satu) minggu sebelum dilaksanakan. b. Penyampaian Permohonan tersebut di atas dilakukan : 1) Ditingkat Pusat, disampaikan kepada Direktur Urusan Kepahlawanann dan Perintis Kemerdekaan, Departemen Sosial RI. 2) Di Tingkat Daerah, disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Setempat/Kepala Kantor Departemen Sosial Kabupaten / Kotamadya atau Kepala Dinas Sosial Kabupaten / Kotamadya setempat. D. KELENGKAPAN UPACARA ZIARAH WISATA 1. Kelengkapan Upacara Ziarah (tanpa Upacara Militer) adalah sebagai berikut : a. Pembina Upacara b. Pendamping Pembina Upacara. c. Pemimpin Upacara d. Pengatur Upacara. e. Pembawa Acara f. Peserta Upacara g. Bunga Tabur h. Buku Tamu 2. Kelengkapan Wisata adalah sebagai berikut : a. Penceramah umum tentang TMP/MPN b. Pemandu Wisata c. Juru Penerang riwayat hidup Pahlawan/Pejuang d. Pemimpin rombongan e. Peserta f. Booklet yang memuat tentang TMP/MPN, riwayat perjuangan Pahlawan/Pejuang. 3. Tata Cara Pelaksanaan Upacara Ziarah Wisata : Ziarah 1) Penyiapan Kelengkapan Upacara Ziarah. 2) Pembina Upacara tiba di tempat upacara. 130 3) Penghormatan dipintu gerang menghadap ke Tugu/ Monumen. 4) Laporan Pemimpin Upacara. 5) Penghormatan kepada Arwah Pahlawan dipimpin oleh Pemimpin Upacara. 6) Mengheningkan cipta dipimpin Pembina Upacara. 7) Penghormatan terakhir dipimpin oleh Pemimpin Upacara. 8) Tabur Bunga. 9) Pengisian Buku Tamu 10) Tanya Jawab tentang Materi Ceramah. WISATA 12) Penjelasan Riwayat Hidup Pahlawan / Pejuang (disesuaikan). 13) Peninjauan keliling, pengenalan komponen fisik/fungsi TMP/ MPN, dengan disertai penjelasan (disesuaikan). 14) Peninjauan Perpustakaan (disesuaikan). E. TERTIB PELAKSANAAN UPACARA ZIARAH WISATA Para peserta diwajibkan mematuhi ketentuan sebagaimana Keputusan Menteri Sosial No. 33/HUK/1992 Bab III, Pasal 10 dan 11 dan Bab IV Pasal 15, 16 dan 17. F. PENUTUP Hal-hal yang tidak ditentukan dalam petunjuk ini supaya berpedoman pada ketentuan yang berlaku. 131 RENCANA UPACARA ZIARAH ROMBONGAN DALAM RANGKA ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL I. PERSIAPAN A. Izin Ziarah Wisata B. Koordinasi Rencana Upacara Ziarah 1. Hari : ……………………………………………… 2. Tanggal : ……………………………………………… 3. Pukul : ……………………………………………… 4. Tempat : ……………………………………………… II. ZIARAH A. PEJABAT UPACARA 1. Pembina Upacara : ………………………......... 2. Pendamping Pembina Upacara : ………………………......... 3. Pengatur Upacara : ……………………............ 4. Pemimpin Upacara : ………………………......... 5. Cadangan Pemimpin Upacara : ……………………............ 6. Pembawa Acara : …………………………..... 7. Cadangan Pembawa Acara : ……………………............ B. PESERTA UPACARA Jumlah Peserta Upacara :……………………………………orang Barisan/Regu : a. …………………………………………………………………….. b. …………………………………………………………………….. c. …………………………………………………………………….. d. …………………………………………………………………….. C. PENDUKUNG UPACARA 1. Petugas Sound System :……….…………….. 2. Petugas Penyiapan Lapangan :…………….........….. 3. Pembawa Tabur Bunga :……………..……….. 4. Petugas Ruang Buku Tamu :…….......…..……….. 5. Petugas Penyiapan Peralatan Wisata :……..................…… 6. Petugas Keamanan :…………………….... 132 D. PAKAIAN 1. Pejabat Upacara a. Pembina Upacara :PSL/PSH/Seragam Organisasi b. Pemimpin Upacara :PSL/PSH/Seragam Organisasi c. Pengatur Upacara :Seragam Berdasi d. Pembawa Acara :Seragam Berdasi 2. Peserta Upacara a. Seragam Sekolah b. Seragam Organisasi c. Bebas Rapi III. URUTAN UPACARA ZIARAH : 1. Acara Persiapan a. Persiapan barisan upacara b. Pemimpin Upacara memasuki tempat upacara. c. Pemimpin Upacara mengambil alih Pimpinan. 2. Acara Pendahuluan a. Pembina Upacara tiba di TMP/MPN b. Laporan Pengatur Upacara c. Pembina Upacara dtiba di tempat upacara. 3. Acara Pokok a. Laporan Pemimpin Upacara b. Penghormatan kepada Arwah Pahlawan dipimpin oleh Pemimpin Upacara. c. Mengheningkan Cipta dipimpin oleh Pembina Upacara. d. Penghormatan terakir kepada Arwah Pahlawan dipimpin oleh Pemimpin Upacara. e. Laporan Pemimpin Upacara. 4. Tabur Bunga a. Seluruh peserta melaksanakan tabor bunga dilanjutkan kegiatan wisata. b. Pembina Upacara didampingi pengamping Pembina upacara menuju tempat yang telah ditentukan, menunggu kegiatan Wisata. 133 IV. WISATA A. Peserta Wisata Peserta wisata : Peserta Ziarah Rombongan B. PEMANDU WISATA Pemandu Wisata Petugas dari TMP/MPN 1. Kelompok A :1)………………………………. 2)……………………………… 2. Kelompok B :1)………………………………. 2)………………………………. 3. Kelompok C :1)………………………………. 2)………………………………. 4. Dst. :1)………………………………. 2)………………………………. C. URUTAN KEGIATAN WISATA 1. Penjelasan secara umum oleh Pimpinan TMP/MPN atau petugas yang ditunjuk pada tempat yang sudah ditentukan. 2. Tanya jawab tentang materi yang disampaikan. 3. Penjelasan secara singkat sejarah perjuangan oleh ahli waris pada makam yang dituju. 4. Peninjauan keliling, pengenalan komponen fisik TMP/MPN yang dipandu oleh pemandu wisata. D. AKHIR KEGIATAN WISATA 1. Selesai peninjauan keliling, Peserta Wisata dan Pemandu Wisata berkumpul di depan Ruang Buku Tamu. 2. Pembina Upacara didampingi Pendamping Pembina Upacara mengisi Buku Tamu. V. PENUTUP Kegiatan Ziarah Wisata Selesai. 1. Pembina Upacara didampingi Pendamping Pembina Upacara melakukan penghormatan kepada arwah Pahlawan di pintu gerbang. 134 2. Laporan Pengatur Upacara . 3. Setelah Pembina Upacara meninggalkan TMP/MPN, para Peserta Ziarah wisata memberikan penghormatan di pintu gerbang. ……………………..19……. PIMPINAN TAMAN MAKAM PAHLAWAN / MAKAM PAHLAWAN NASIONAL ……………………….. NIP…………………… 135 136 1. No. …... Jam Persiapan Peserta Upacara Memasuki Tempat Upacara. Acara Upacara Ziarah Rombongan dalam rangka Ziarah Wisata segera dimulai. Uraian Pembawa Acara Hari : Tanggal : Pukul : Tempat :Taman Makam Pahlawan………………….. Makam Pahlawan Nasional……………….. - Peserta Upacara (masingmasing regu/kelompok barisan) memasuki tempat upacara menempati tempat yang telah ditentukan dipimpin oleh pimpinan regu/kelompok masing-masing. - Api abadi dinyatakan. Kegiatan Ket. Pelaksanaan Pemimpin barisan/Pemimpin Kelompok menempatkan diri disamping kanan pasukan. TATA UPACARA ZIARAH ROMBONGAN DALAM RANGKA ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN/MAKAM PAHLAWAN NASIONAL 137 …... …... 2. 3. Jam No. Pemimpin Upacara Memasuki tempat upacara Menempatkan diri ditempat yang sudah ditentukan. Pendampingpendamping (Guru-guru peserta Ziarah) Acara Pemimpin Upacara memasuki tempat upacara. Yang telah ditentukan. Pendampingpendamping/para guru peserta ziarah mengambil tempat. Uraian Pembawa Acara - Para Pemimpin Barisan/Kelompok menyiapkan barisannya. - Pemimpin upacara memasuki tempat upacara dan mengambil alih pimpinan. - Pasukan diistirahatkan Pemimpin Upacara balik kanan selanjutnya istirahat ditempat. - Para pendamping / guru peserta rombongan menempatkan diri ditempat yang telah ditentukan. Kegiatan Aba-aba Pemimpin UPacara : Istirahat di Tempat Gerak” Perintah Pemimpin Upacara : “Pemimpin Saya Ambil Alih” Untuk menempati tempat yang telah ditentukan. Pengatur upacara mengatur danmembersilahkan para pendamping /para guru. Ket. Pelaksanaan 138 Jam …... …... No. 4. 5. Laporan Pengatur Upacara / Pimpinan TMP / MPN. Tiba di TMP / MPN ………… (Kep. Sekolah/ Yayasan/ Organisasi Acara - Uraian Pembawa Acara Pembina Upacara didampingi pendamping Pembina Upacara di pintu gerbang berhenti sejenak untuk menyampaikan penghormatan perorangann kepada arwah para pahlawann dengan menghadap monument selanjutnya menuju Plaza Upacara. Sebelum melewati Pintu Gerbang TMP / MPN ….. (Kep. Sekolah/ Yayasan / Pimpinan Organisasi) selaku Pembina Upacara Menerima Laporan dari Pengatur Upacara / Pimpinan TMP / MPN. Disambut dan dijemput oleh pengatur upacara/pimpinan TMP / MPN selaku Pendamping Pembina Upacara TMP / MPN memasuki TMP / MPN. Kegiatan Tanda ditutup dengan penghormatan. Didahului dengan penghormatannn perorangan. Bunyi laporan Pengatur Upacara / Pimpinan TMP/ MPN “Lapor Upacara Ziarah Rombongan Dalam Rangka Ziarah Wisata Siap Dimulai” Ket. Pelaksanaan 139 …... …... 6. 7. Jam No. Pokok : Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara. (Kep. Sekolah, Pimpinan Yayasan / Organisasi Tiba ditempat upacara Acara Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara (Kep. Sekolah. Pimp. Yayasan/Organisasi Selaku Pembina Upacara tiba di tempat upacara Uraian Pembawa Acara Pemimpin Upacara maju menghadap Pembina Upacara diawali dengan penghormatan perorangan dan memberikan laporan tanpa ditutup dengan penghormatan perorangan kembali ketempat semula. - Pemimpin Upacara - Menyiapkan barisannya. Kegiatan Bunyi laporan Pemimpin Upacara “Lapor Upacara Ziarah Rombongan Dalam rangka Ziarah Wisata di TMP / MPN….. Aba-aba Pemimpin upacara “Siaap …. Gerak”. Ket. Pelaksanaan 140 …... 9. …... …... 8. 10 Jam No. Penghormatan terakhir kepada Arwah Pahlawan Meng heningkan Cipta Penghormatan Kepada Arwah Pahlawan Acara Penghormatan terakhir kepada Arwah Pahlawan dipimpin oleh Pemimpin UPaara Mengheningkan Cipta dipimpin oleh Pembina UPacara. Penghormatan kepada Arwah Pahlawan dipimpin oleh Pemimpin Upacara Uraian Pembawa Acara Penghormatan terakhir selesai. Pemimpin Upacara memberi abaaba, Penghormatan. Lagu Mengheningkan Cipta dengan cassett Mengheningkan cipta selesai setelah lagu mengheningkan cipta selesai. Pembina Upacara memberikan Aba-aba “Mengheningkan Cipta” Pemimpin Upacara memberi abaaba penghormatan Seluruh peserta ziarah Rombongan menyampaikan penghormatan Penghormatan selesai. Kegiatan - Aba-aba Pemimpin Upacara : Tegaak …. Gerak” - Aba-aba Pemimpin Upacara “ Kepala Arwah Pahlawan Hormaat … Gerak” - Aba-aba Pembina Upacara “Selesai” - Semua peserta upacara menundukkan kepala. - Aba-aba Pembina Upacara : “Mengheningkan Cipta Mulai….” - Aba-aba Pemimpin Upacara : Tegaak Gerak. - Aba-aba Pemimpin Upacara : Kepada Arwah Pahlawan HOrmat Gerak. Ket. Pelaksanaan 141 …… …... 11. 12. Jam No. Tabur Bunga dan Waisata Laporan Pemimpin Upacara Acara Tabur Bunga oleh Pembina Upacara diikuti oleh seluruh peserta upacara di lanjutkan dengan kegiatan wisata di TMP / MPN Laporan Pemimpin UPacara dan Kepada Pembina Upacara. Uraian Pembawa Acara Tabur Bunga dilaksanakan di awali oleh Pembina Upacara terutama kepada makam yang dituju, maka para Pahlawan Nasional lainnya. Setelah Tabur Bunga, dilanjutkan dengan kegiatan Wisata, para peserta ziarah berkumpul ditempat yang telah ditentukan. Pelaksanaan Wisata didahului dengan penjelasan secara umum oleh Pimpinan TMP/MPN atau petugas yang ditunjuk tentang maksud dan tujuan ziarah wisata di serta sejarah singkat TMP/MPN. Peninjauan keliling pengenalan komponen fisik / fungsi TMP/MPN dan perpustakaan. Didampingi oleh pemandu Wisata TMP/MPN. Pemimpin UPacara maju menghadap Pembina UPacara tanpa diawali dengan penghormatan perorangan, memberikan laporan ditutup dengan penghormatan perorangan. Kegiatan Bunyi laporan Pemimpin UPacara : “Upacara telah dilaksanakan,. Laporan Selesai. Bunyi laporan pemimpin Upacara : “Upacara telah dilaksanakan, Laporan selesai. Ket. Pelaksanaan 142 Jam ………. No. 13 Pengisian Buku Tamu Acara Pengisian buku tamu oleh Pembina Upacara Uraian Pembawa Acara Selesai pengisian buku tamu, Pembina Upacara didampingi pendamping Pembina Upacara melakukan penghormatan kepada arwah pahlawan di pintu gerbang menghadap monument. Selesai mengadakan peninjauan keliling para peserta Ziarah Wisata berkumpul di tempat yang sudah disediakan, menunggu Pembina Upacara menandatangani buku tamu didampingi pendamping. Pembina UPacara Kegiatan Yang diisi dalam buku tamu : Nama :……… Pangkat :……… Jabatan :……… Dalam rang :………. Juml.Peserta :…….. Ket. Pelaksanaan 143 ……….. 14. Penutup Laporan Pengatur Upacara Acara Uraian Pembawa Acara …………………....................……. NIP……………………...........…… Kegiatan ………………............…. NIP……………………. Laporan Selesai” ditutup dengan penghormatan. “UPacara Ziarah dan Kegiatan Wisata di TMP / MPN………………. …………………….. …………………….. telah dilaksanakan,. Tanpa diawali penghormatan perorangan Bunyi laporan pengatur upacara / Pimpinan TMP/MPN : Ket. Pelaksanaan …………………………… NIP……………....………. Pengatur Upacara ………., ……….,…………… Kelengkapan Upacara meninggalkan tempat. Pengatur UPacara memberikan Laporan kepada Pembina Upacara bahwa kegiatan Ziarah Wisata sudah selesai, selanjutnya Pembina UPacara meninggalkan TMP/MPN. Mengetahui, Pimpinan Taman Makam Pahlawan Mengetahui, Makam Pahlawan Nasional Pembina Upacara, Jam No. KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN SOSIAL PROPINSI :…………………………………… Jln. …………………… No……………… Tlp……………. IZIN ZIARAH WISATA Nomor :……………… Berdasarkan Surat Permohonan : Nama : Nomor : Tanggal : Alamat : Diberikan izin mengadakan Ziarah Wisata di Taman Makam Pahlawan … ……..……………………………………………………………………………... Hari : Tanggal : Pukul : Jumlah Peserta : Guna mempersiapkan pelaksanaan Ziarah tersebut diharapkan Saudara menghubungi Pimpinan Taman Makam Pahlawan………………………...... …………………………………………………………………………………….. dan para peserta agar mematuhi ketentuan-ketentuan/peraturan-peraturan yang berlaku. Demikian agar menjadi maklum. …………………………………… A.n. KEPALA KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN SOSIAL PROPINSI …………………….. KEPALA BIDANG BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL Tembusan kepada Yth; 1. Petugas TMP……………. 2. Pertinggal. NIP………………………… 144 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL NOMOR : 37/DIR/KPTS/VII/98 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN NAPAK TILAS RUTE PERJUANGAN PAHLAWAN DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL Menimbang : Bahwa dalam rangka peningkataan upaya memasyarakatan Gerakan Nasional Pelestarian dan Pengamalan Nilai Kepahlawanan (GN-PPNK) melalui kegiatan Napak Tilas Rute Perjuangan Pahlawan dipandang perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaannya. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 33 Prs Tahun 1946 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan Terhadap Pahlawan; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial; 3. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1998, sektor Kesejahteraan Sosial; 4. Keputusan Manteri Sosial RI Nomor 27/ HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial; 5. Keputusan Manteri Sosial RI Nomor 23/HUK/1996 tentang Dasar Pembangunan Kesejahteraan Sosial; 6. Keputusan Manteri Sosial RI Nomor 22/HUK/27 tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan Keperintisan dan Kepeloporan; 145 MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERTAMA : Petunjuk Pelaksanaan Napak Tilas Rute Perjuangan Pahlawan sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. KEDUA : Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan dan pemantauan atas pelaksanaan keputusan ini di wilayahnya masing-rnasing. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalain penetapannya akan dibetulkan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 3 Juli 1998 DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJANTERAAN SOSIAL ttd. DRS, IGN. SETYOKO Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. 1. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat 2. Menteri Sosia) RI. 3. Menteri Dalam Negeri RJ 4. Menteri Pertahanan dan Keamanan RI 5. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI 6. Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Sosial 7. Para Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di Lingkungan Dep. Sosial. 8. Para Gubemur Kepala Daerah Tingkat I Seluruh Indonesia. 9. Direktur Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan. 10. Kepala Kantor Wilayah Dep. Sosial di Propinsi Seluruh Indonesia. 11. Kepala Bagian Perpustakaan dan Kerjasama Penelitian Dep. Sosial. 12. Bagian Tata Laksana dan Perundang-undangan Direktorat Jenderal Bina Kesejahteran Sosial 13. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum. Biro Hukum Departemen Sosial RI. 146 LAMPIRAN :KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL NOMOR : 37 KPTS/BKS/VII/98 TANGGAL : 3 JULI 1998 TENTANG : PETUNJUK PELAKSANAAN NAPAK TILAS TENTANG RUTE PERJUANGAN PAHLAWAN A. DASAR HUKUM 1. UU No. 33 Prps tahun 1946 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan. 2. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 22/HUK/1997 tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepoloran B. KEPENGERTIAN 1. Napak tilas adalah menuruti jejak kembali (jalan yang pernah dilalui bekas pejuang indonesia). 2. Rute perjuangan adalah jalur perjalanan yang dilalui oleh para pejuang dalam rangka perjuangan merintis, merebut, membela dan mempertahankanKemerdekaan RI yang dapat memotivasi upaya pelestarian Nilai Kepahlawanan,Keperintisan dan Kepeloporan. 3. Napak Tilas rute perjungan adalah perjalanan menuruti/menapaki atau menelusuri kembali jejak jalur/rute yang pernah dilalui, disinggahi para Palawan, Perintis dan Pejuang, atau tempattempat bersejarah dalam rangka perjuangan merintis.merebut membela dan mempertahankan Kemerdekaan RI. C. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud a. Menelusuri bekas rute perjalanan atau tempat yang dilalui/ disinggahi para Pahlawan, Perintis, Pejuang ketika melakukan perjuangan/pertempuran atau tempat-tempat bersejarah sehingga para peserta meghayati dan mensuri-tauldan semangat juang para Pahlawan. Perintis dan Pejuang b. Menyebarluaskan Nilai KKK kepada Masyarakat di sepanjang rute yang dilalui. 2. Tujuan. Terhayati dan teramalkannnya jiwa dan semangat juang bangsa sehingga Nilai KKK tersebut dihayati. diteladani dan diamalkan dalam peri kehidupan sehari-hari sesuai dengan tuntunan dan perkembangan zaman. 147 D. SASARAN Sasaran dan kegiatan Napak Tilas rute perjuangan adalali : 1. Perorangan :Pelaku Sejarah, Pemuka Masyarakai, Pemuka Agama, Saksi Sejarah dan lain-lain. 2. Orsanisasi : Organisasi Pemuda. Pelajar, Pramuka. Mahasiswa. Orgasanisasi Wanita. Organisasi Profesi. Organisasi Sosiai, Masyarakat dan Organisasi Cendikiawan. 3. Insransi Pemerintah Pusat dan Daerah. 4. Perusahaan Swasta, BUMN/BUMD, dan lain-!ain. E. KOMPONEN KEGIATAN. Komponen kegiatan pokok yang dilakasanakan daam Napak Tipas antara lain : 1. Perjalanan menelusuri bekas rule perjalanan atau tempat-tempat di mana para Pahlawan, Perintis Kemerdekaan danPejuang melakukan perjuangan/pertempuran 2. Mengunjungi tempat-tempat bersejarah. 3. Dialog atau temu Wicara dengan tokoh pejuang dan masyarakat setempat tentang Nilai KKK. 4. Bhakti Sosial kepada Keluarga Pahlawan, Periniis, Pejuang dan masyarakat setempat, aksi donor darah, perbaikan/pembangunan sarana sosial dan sebagainya. F. PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Persiapan Sebelum pelaksanaan kegiatan Napak tilas terlebih dahulu dilakukan langkah-Iangkah persiapan yaitu penjajagan ke lapangan guna merencanakan jenis-jenisi kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai situasi dan kondisi setempat. 2. Pelaksanaan a. Pelaksuna Pelaksanaan Napak Tilas adalah Panitia yang dibentuk oleh insiansi Pemerimah/Swasta. Organisasi Sosial kemasyarakatan atau oleh masyarakat 148 b. Peserta Napak Tilas terdiri dari : 1). Peserta terbuka untuk umum antara lain : Pelajar, Mahasiswa, Pramuka, Pelaku Sejarah, Pemuka Masyarakat, Organisasi Sosial Kepemudaan, Organisasi Sosial Kemasyarakatan. 2). Nara Sumber berasal dari pelaku Sejarah/Pelaksana Pembangunan/Pemuda 3). Jumlah peserta disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. 3. Waktu a. Waktu Pelaksanaan kegiatan Napak Tilas, adalah sepanjang tahun antara lain dalam rangka peringatan HUT Instansi, Organisasi, Perusahaan dan Hari-Hari Besar Nsional, Seperti HUT RI, Hari Pahlawan. b. Tempat Napak Tilas adalah di seluruh Wilayah Indonesia baik pusat, Provinsi, Kabupaten, maupun Kecamatan 4. Biaya Biaya pelaksanaan kegiatan Napak Tilas dapat dari anggaran Instansi pemerintah,Swasta atau partisipasi/swadaya masyrakat yang menyelenggarakan Tapak Tilas. G. TATA CARA/PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Panitia Pelaksanaan melapor/berkonsultasi kapada Departemen Sosial/Kanwil Departemen Sosial/Kandepsos/Dinas atau Cabang Dinas Sosial Tk II setempat untuk mendapatkan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan Napak Tilas. 2. Instansi Sosial setempat memberikan petunjuk/penjelasan mengenai : a. Subtansi Nilai K-3 yang akan menjadi muatan dalam kegiatan Napak Tilas. b. alur rute perjungan atau tempat-tempat bersejarah yang akan menjadi lokasi Napak Tilas c. Tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat yang akan menjdai Nara Sumber. 3 Panitia Pelaksana menghubungi Instansi terkait seperti : a. Instansi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setempat dalam kaitannya dengan pengikut sertaan para pelajar dalam acara kegiatan Tapak Nipas. 149 b. Instansi Pemerintahan Daerah setempat dalam kaitannnya dengan penetapan/pemilihan Napak Tipsi. c. Insiansi Kepolisian Rl seteinpai dalam kaiianny;i denyan peri?inan dan bantu;m pengamanan. d. Insiansi Departmen Kesehatan seiempai dalam kaiuinnya denaan biiniuan kesehatan H. KOORDINASI Untuk kelancarun pelaksanaan kejiaran N?pak Tilas, maka. In=!ansi Sosial setempat periu proaktif mengadakan langkah-langkah koordinasi dengan Insiansi dan pihak-pihak terkait sepeni Depdikbud, Pemda, Depkes, Orsosmas setempat dan latn-lain. I. PEMASYARAKATAN Untuk memas; arakatkan kegiatafi Napak Tilas perlu dilakukan langkah-lanekah aniara lain : 1. Publikasi meiaiui media massa cetak maupun elektronik serta media lainnya untuk mempublikasikan Nilai KKK yang terkandung dalam kegiatan Napak Tilas sehingga dihayati dan diteladani serta diamalkan oleh masyarakat. 2. Peyebaran informasi tentang Napak Tilas melalui pendekatanpendekatan kepada instansi pemerinta/swasta, organisasi kemasyarakatan sehingga kegiatan Napak Tilas diketahui dan banyak diadakan. 3. Pembuatan dan penyebaran leaflet tetang jukJak Napak Tilas kepada masyarakat. J. PELAPORAN 1. Kamor Wilayah Depanemen Sosia) setempat melaksanakan pemaniauan dr.n eialuasi terhadap pelaksanaan kegiaian Napak Tilas di wilayah kerjanya. 2. Laporan hasil pemaniauan dan evaluasi dimaksud pada akhir uihun anggaran disampaikan secara lertulis kepada DepaHemen Sosial RI Cq. Direktorat Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan. 3. Bentuk dan materi laporan sebagaimana form di bawah ini : 150 Laporan Pelaksanaan Kegiatan Sarasehan Kepahlawanan Tahun 199 ........ No Panitia Penyelenggara Lokasi Kegiatan (Kabupaten) Jumlah Peserta 01 02 03 04 Dana APBND Partisipasi Depsos 05 06 Permasalahan Ket. 07 08 K. PENUTUP Demikian petunjuk pelaksanaan Sarasehan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana pedoman dan berlaku untuk umum. Jakarta, 3 Juli 1998 DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL ttd. DRS. IGN. SETYOKO NIP. 170007179 151 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL NOMOR : 45/DIR/KPTS/BKS/VIII/98 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN MEMPERCANTIK TAMAN MAKAM PAHLAWAN/MAKAM PAHLAWAN NASIONAL DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL Menimbang : bahwa dalam rangka peningkatan upaya memasyarakatkan Gerakan NasionaJ Pelestarian dan Pengamalan Nilaj Kepahlawanan (GN-PPNK) melalui kegiatan mempercantik Taman Makam Pahlawan/Makam Pahlawan Nasional dipandang perlu menetapkan Keputusan Direktur JenderaJ Bina Kesejahteraan Sosial tentang Petunjuk Pelaksanaannya; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 33 PRPS Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan Terhadap Pahlawan; 2. Undang-Undans Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-keientuan Pokok Kesejahteraan Sosial; 3 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 27/HUK/1995 tentang Organisasi dan Taa Kerja Departemen Sosial: 4. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 23/HUK/1996 tentang Pola Dasar Pembangunan Kesejahteraan Sosial; 5. Keputusan Menteri Sosia] Republik Indonesia Nomor 22/HUK/ 1997 tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan. Keperintisan dan Kepeloporan. 152 MEMUTUSKAN : Menetapkan : PEKTAMA : Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Mempercantik Taman Makam Pahlawan/Makam Pahlawan Nasional sebagaimana tersebut pada Lampiran Keputusan ini. KEDUA : Kepada Kantor Wilayah Departemen Sosial berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan dan pemantauan atas pelaksanaan Keputusan ini di wilayah masing-masing. KETIGA : Keputusan ini dimulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan dibetulkan sebagaimana mestinya, Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 14 Agustus 1998 DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL ttd DRS. IGN. SETYOKO 153 LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTLJR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL NOMOR : 45/DIR/KPTS/BKS/VIII/98 TANGGAL : 14 AGUSTUS 1998 TENTANG : PETUNJUK PELAKS AN AAN KEGIATA MEMPERCANTIK TAMAN MAKAM PAHLAWAN/ MAKAM PAHLAWAN NASIONAL. I. PENDAHULUAN Salah satu bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap jasa-jasa para Pahlawan dan Pejuang Kemerdekaan adalah mengupayakan kegiatan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan yaitu dengan melaksanakan pembinaan Taman Makam Pahlawan (TMP) dan Makam Pahlawan Nasional (MPN) yang tersebar di seluruh Tanah Air. Kondisi TMP/MPN belum semuanya memenuhi persyaratan baik dari segi kelengkapnnya maupun dari segi kebersihan dan keindahannya. Upaya mempercantik TMP/MPN agar lebih indah, megah, rapi dan bersih merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut perlu dibuat petunjuk pelaksanaan upaya mempercantik TMP/MPN agar dapat mencapai sasarannya. A. Dasar Hukum 1. Undang-undang Nomor 33 Prps tahun 1964, tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan. 2. Peresmian Pencanangan GN-PPNK oleh Bapak Presiden tanggal 23 Nopember 1995 di Surabaya. 3. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 22/Huk/1997 tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan. B. Pengertian 1. Taman Makam Pahlawan (TMP) adalah suatu tempat pemakaman para Pahlawan dan Pejuang yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 2. Makam Pahlawan Nasional (MPN) adalah suatu tempat pemakaman para Pahlawan Nasional yang berada di luar TMP. 3. Mempercantik TMP/MPN adalah suatu kegiatan untuk mengupayakan agar TMP/MPN tampak terawat, indah dan megah yaitu dengan cara merapikan, membersihkan dan 154 menata secara anistik setiap komponen yang ada di TMP/ MPN sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat. sehingga tampak asri, cantik dan menarik. C. Tujuan Tujuan mempercantik TMP/MPM adalah untuk meningkatkan kepedulian dan minat masyarakat agar turut serta memelihara dan merawat TMP/MPM agar menjadi lebih indah, cantik dan berwibawa serta dapat dibanggakan D. Sasaran Sasaran ditujukan kepada masyarakat luas, perorangan, keluarga, kelompok, istansi dan organisasi II. PELAKSANAAN A. Pokok-Pokok Kegiatan 1. Meningkatkan perawatan, pencegahan kerusakan bangunanbangunan/komponen-komponen TMP/MPM 2. Memperbaiki dan melengkapi bangunan-bangunan/ komponen-komponen yang rusak 3. Membangun komponen-komponen yang belum ada termasuk di dalamnya aksesibilitas bagi penyandang cacat untuk berziarah dan mengikuti upacara 4. Menigkatkan kebersihan dan keasrian TMP/MPN 5. Mengadakan pameran tetap/berkala dengan memanfaatkan Gedung Perpustakaan dalam menyajikan photo Pahlawan Nasional dan materi lainnya yang bernuansa kepahlawanan B. Komponen-komponen yang perlu dirawat dan dipelihara adalah sebagai berikut 1. TMP meliputi komponen : Pintu Gerbang, Monumen, Plaza Upacar, Ruang Kantor, Ruang Persemayaman, Ruang Perpustakaan, Jalan Utama, Jalan Petak Makam, Fasilitas jalan bagi penyandang cacat, pagar Keliling, Tembok/Papan Nama, Tembok Abadi, Pertamanan, Tiang Bendera, Halaman Parkir, Kijing dan Nisan, Sound System, Rumah Petugas dan Instalasi Listrik, Instalasi Air, dan Mesin Pemotong Rumput. 155 2. MPM meliputi komponen : Cungkup/Bangunan Induk Makam, Kijing dan Nisan, Pintu Gerbang, Pagar Keliling, Plaza Upacara, Kantor/Ruang Tunggu, Tembok/Papan Nama, Tiang Bendera, Musholla, Ruang Perpustakaan, Ruang Lesehan C. Pendukung Kegiatan Pemeliharaan Untuk terciptanya pemeliharaan TMP/MPN sebagai mana yang diharapkan, perlu adanya dukungan personil/petugas yang terampil. Pembagian tugas bagi personii yang diperlukan baik di TMP/MPN Tmgkat Propinsi maupun Tingkat Kabupaten/ Kotamadya diatur sbb. : 1. Koordinator, bertugas memberikan bimbingan, pengarahan dan memantau seluruii kegiatan yang dilaksanakan oleh para petugas sesuai bidang tugas masing-masing. 2. Administrator, bertugas melaksanakan kegiatan administrasi pemakaman, pelaksanaan upacara-upacara kenegaraan dan upacara ziarah. 3. Pustakawan, bertugas melaksanakan kegiatan administrasi perpustakaan yaitu mengenai pengadaan buku-buku, riwayat perjuangan para pahlawan, leaflet, booklet dsb, serta mendaftar/mendata para pengunjung perpustakaan. 4. Juru ketik, bertugas sebagai tenaga pengetik. 5. Petugas pemelihara makam dan petugas pemakaman, bertugas memelihara keasrian TMP/MPN dan bertugas melaksanakan pemakaman. 6. Petugas keamanan, bertugas sebagai penjaga keamanan agar keadaan TMP/ MPN selalu terpelihara dan aman dari gangguan-gangguan hewan atau orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Petugas keamanan dapat merangkap sebagai juru kunci dari TMP/MPN yang bersangkutan. Dalam kondisi jumlah tenaga yang terbatas maka danungkinkan seorang petugas merangkap 2 (dua) pekerjaan, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan. 156 D. Peran Serta Masyarakat Kegiatan mempercaniik TMP/MPN dititik beratkan kepada peran serta masyarakat, antara lain dari: Generasi Muda, Pelajar dan Mahasiswa, Organisasi Kepemudaan, Organisasi Masyarakat. Organisasi Wanita, Kesatuan-Kesatuan ABRI, BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta, Instansi Pemerintah dan lain-lain. Peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk kerja bakti yang dilaksanakan di TMP/MPN dan dapat pula dalam bentuk pemberian dana maupun surnbang saran yang bermanfaat. E. Penghargaan Penghargaan dapat diberikan kapada masyarakat yang paling banyak peran sertanya dalam rangka melaksanakan kegiatan mempercantik TMP/MPN.Kreteria dan bentuk penghargaan akan diatur kemudian. F. Pembiayaan 1. Biaya untuk kegiatan mempercantik TMP/MPN dibebankan kepda angaran Rutin dan Pembangunan 2. Dari peran serta masyarakat, berupa sumbangan dalam bentuk dana atau berupa bahan bangunan dan atau peralatan. G. Pelaporan 1. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai dari pelaksanaan kegiatan mempercantikan TMP/MPN perlu adanya pemantauan dan evaluasi. 3. Hasilnya dilaporkan oleh Kantor Wilayah Departemen Sosial kepada Departemen Sosial RI, Cq. Direktorat Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan pada setiap akhir tahun. 3. Bentuk dan materi laporan sesuai dengan formulir berikut ini. 157 LAPORAN KEGIATAN MEMPERCANTIK TMP/MPN NAMA TMP/MPN KABUPATEN/KOTAMAD PROPINSI TAHUN :.......................................................... :.......................................................... :.......................................................... :.......................................................... No Waktu Pelaksanaan Pokokpokok Kegiatan Jumlah Tenaga Dana Bahan Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 A.n. KEPALA KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN SOSIAL PROPINSI ............................................................... KEPALA BIDANG BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL ( ...................................................... ) NIP. : ....................................... III. P e n u t u p Demikian Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Mempercantik TMP/MPN dibuat untuk dipergunakan sebagai pedoman. * Jakarta, 14 Agustus 1998 DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL DRS. IGN. SETYOKO NIP. : 170007179 ttd. Prof. DR. Ir. JUSTIKA S. BAHARSJAH, MSc 158 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL NOMOR : 61/DIR/KPTS/BKS/X/1998 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMAKAMAN JENAZAH PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN (KEMERDEKAAN DENGAN UPACARA RESMI DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL, Mengingat : bahwa dalam rangka menciptakan suasana tertib dan khidmat pada pelaksanaaan pemakaman jenazah perintis pergerakan kebangsaan/ kemerdekaan dengan upacara resmi, dipandang perlu ditetapkan petunjuk pelaksanaan tentang hal dimaksud; 1. Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun. 1964 tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan; 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan 3. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Sosial di Prnpinsi dan Kantor Departemen Sosial Kabupaten /Kotamadya; 4. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 27/HUK 1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial; 159 5. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 55/HUK’ 1998 lentang Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaar, Kemerdekaan dengan Upacara Resmi; Menetapkan : PERTAMA : Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan Dengan Upacara Resmi sebagaimana tersebut pada Lampiran keputusan ini. KEDUA : Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial, berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan dan pemantauan atas pelaksanaan Keputusan ini di Wilayahnya. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 27 Oktober 1998 DEREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL ttd. DRS. IGN. SETYOKQ NIP. 170007179 160 Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI. 2. Menteri Negara Sekretaris Negara. 3. Menteri Dalam Negeri. 4. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal dan Kepala Badan Litbang Kesejahteraan Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. 5. Para Gubernur Kepaia Daerah Tingkat I di Propinsi seiuiuh Indonesia. 6. Sekretaris Militer Presiden. 7. Kepala Biro Hukum, Direktur Urusan Kepahlavvanan dan Perintis Kemerdekaan, Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di Lingkungan Departemen Sosial. 8. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi seluruh Indonesia. 9. Para Kepala Kantor Departemen Sosial dan Kepala Dinas Sosial seluruh Indonesia. 10. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perundang-undangan Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial. 11. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaa/i Departemen Sosial. 12. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen Sosial. 161 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL NOMOR : 61/DIR/KPTS/BKS/X/1998 TANGGAL : 27 OKTOBER 1998 TENTANG : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMAKAMAN JENAZAH PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN KEMERDEKAAN DENGAN UPACARA RESMI I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan Dengan Upacara Resmi sebagai penghormatan kenegaraan secara khusus dipandang perlu menciptakan suasana tertib dan khidmat. Untuk menciptakan suasana tertib dan khidmat tersebut perlu ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan Dengan Upacara Resmi khususnya untuk pelaksanaan di Daerah. Untuk menghormati jasa dan perjuangannya upacara pemakaman bagi mereka yang wafat telah diatur berdasarkan ketentuan sebagai berikut : 1. Bagi Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang memenuhi persyaratan untuk dimakamkan di TMP berhak mendapatkan pemakaman secara militer berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 5/HUK/1996 tentang Petunjuk Sementara Pemakaman Jenazah Warga Sipil di Taman makam Pahlawan. 2. Bagi Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang memenuhi persyaratan untuk dimakamkan di TMP tetapi atas permintaan keluarga almarhum/almarhumah atau wasiat almafhum/almarhumah tidak dimakamkan di TMP tetap berhak mendapatkan pemakaman dengan upacara pemakaman secara militer. 3. Bagi Perintis pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan SKEP PANGAB Nomor SKEP/612/X/l985 tentang Tata Upacara Militer Angkatan Bersenjata, dimakamkan di makam umum/ biasa, dapat diberikan upacara pemakaman secara militer atas keputusan Panglima Daerah atau setingkat keatas. 162 Sedangkan bagi mereka yang tiuak termasuk ketentuan point 1,2 dan 3 tersebut di atas diatur melalui Keputusan Menteri Sosial Nomor 55/HUK/1998 tentang Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan dengan Upacara Resmi. B. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Sebagai pedoman bagi Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kernerdekaan Dengan Upacara Resmi khususnya di Daerah. 2. Tujuan Terciptanya suasana tertib dan khidmat pada waktu Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan. C. KEGIATAN PELAKSANAAN 1. Petugas Upacara a. Pembina Upacara 1). Pembina Upacara dapat dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah Depanemen Sosial Propinsi atau meaunjuk Pejabat Pemerintah lain di Imgkungan Kantor Wilayah Departemen Sosial atau Pejabat Pemerintah Daerah setempat. 2). Kepala Kantor Wilayah Depanemen Sosial Propinsi dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala Kantor Departemen Sosial Tingkat U7 Kepala Dinas Sosial Tmgkat II untuk menetapkan Pembina Upacara. 3). Bagi daerah terpencil Kepala Kantor Departemen Sosial Tingkat O/Kepala Dinas Sosial Tmgkat II dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Camat untuk bertindak sebagai Pembina Upacara beserta perangkat Kecamatan sebagai Petugas Upacara. b. Pemimpin Upacara Pemimpin Upacara dijabat oleh Pejabat setingkat lebih rendah dan Pembina Upacara. 2. Tata Upacara Pemakaman Tata Upacara pemakaman sebagaimana di bawah ini : 163 NO ACARA KEGIATAN KETERANGAN I Persiapan - Seluruh petugas Upacara siap di tempat upacara. II Pendahuluan -Jenazah tiba di tempat pemakaman dalam keranda yang ditutupi bendera merah putih pembawa acara menyatakan bahwa upacara siap dimulai. III. Acara Pokok 1.Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara. -Pemimpin Upacara maju ke depan. -Pemimpin Upacara menyampaikan laporan dan setelah dijawab oleh Pembina Upacara, Pemimpin Upacara kembali ke tempat. Isi Laporan : “Lapor : Upacara Pemakaman Jenazah Alm/Almarhumah… siap dimulai” Pembina Upacara menjawab “Laksanakan” 2.Pembacaan Riwayat hidup Almarhum -Dibaca oleh Petugas yang ditunjuk - Teks terlampir. 3.Pembacaan Appel Persada -Dibaca oleh Pembina Upacara 4.Persiapan Penurunan Peti Jenazah. -Dilaksanakan oleh petugas pemakaman. 164 -Peserta upacara disiapkan. NO 5. 6. ACARA Penghormatannn Kepada Jenazah Pembacaan Doa KEGIATAN KETERANGAN -Bendera Merah Putih dilepas dari peti jenazah dan dilipat oleh petugas. -Peti Jenazah/Jenazah diturunkan ke liang lahat. -Dilaksanakan oleh Pemimpin Upacara. Aba-aba : “Kepada Jenazah Almarhum/ Almarhumah… “Hormat Gerak “ Tegak Gerak -Dilaksanakan oleh Petugas yang ditunjuk. Peserta Upacara diistirahatkan. 7. Penaburan Bunga -Oleh keluarga / Handai Tolan 8 Penimbunan Liang Lahat. -Oleh Pembina Upacara dan Keluarga dilanjutkan oleh Petugas makam. 9. Peletakan karangan bunga di Pusara 10. Sambutansambutan 11. Disampaikan oleh : -Pembina Upacara -Keluarga -Dilaksanakan oleh Pemimpin Upacara Penghormatan terakhir kepada arwah almarhum/ almarhumah. 165 Sesuai dengan agama yang dianut Almarhumah / Almarhumah. Kalau ada Peserta Upacara disiapkan Aba-aba : “Kepada arwah almarhum / Almarhumah …. “Hormat Gerak” “Tegak Gerak” NO ACARA KEGIATAN 12. Penyerahan Bendera Merah Putih kepada Keluarga. -Dilaksanakan oleh Pembina Upacara. 13. Laporan Pemimpin Upacara. -Pemimpin Upacara menghadap Pembina Upacara menyampaikan laporan setelah dijawab, kembali ke tempat. 14. Penutup, Seluruh peserta upacara dibubarkan Upacara selesai. -Pemimpin Upacara membubarkan peserta upacara. Pembawa Acara mengumumkan bahwa pemakaman selesai. KETERANGAN Lapor : “Upacara Pemakaman telah dilaksanakan, laporan selesai”. 3. Biaya Upacara Pemakaman Biaya untuk upacara Pemakaman Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan dibebankan pada Anggaran Rutin Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi. Biaya lainnya seperti biaya Transportasi keluar kota dan sebagainya menjadi tanggung jawab Keluarga Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan. II. PENUTUP Demikian petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan dengan Upacara Resmi dibuat untuk dipergunakan sebagai Panduan dalam pelaksanaannya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 27 Oktober 1998 DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL Ttd. DRS. IGN. SETYONO NIP. 170007179 166 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19,1964. PENGHARGAAN/TUNJANOAN KEPADA PER1NTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN. PEMBERIAN. Undang-undang No. 5 /Prps. Tahun 1964, tentang Pemberian penghargaan/ tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran-Negara No. 2636). PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk meninjau kembali dan menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang temaksud dalam Undang-undang No. 20 /Prps. Tahun 1960 scbagaimana kemudian diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 15 /Prps. Tahun 1961 tentang Pemberian Penghargaan/ Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan dengan keadaan sekarang karena diantara mereka banyak yang telah lanjut usianya dan hidup dalam keadaan sukar, sehingga perlu di beri jaminan yang layak ; Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar; Mendengar : Wakil Perdana Menteri II, Menteri Koordinator Kompartemen Keuangan, Menteri Koordinator Kompartemen Kesejahteraan, Menteri Koordinator Kompartemen Hukum dan Dalam Negeri, Menteri Sosial, Menteri Kehakiman, Menteri Urusan Bank Sentral, Menteri Anggaran Negara dan Menteri / Panglima Angkatan Kepolisian; 167 MEMUTUSKAN : Dengan mencabut Undang-undang No. 20/Prps. Tahun 1960 dan No. 15/ Prps. Tahun 1961 tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan Kepada perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan (Lembaran-lembaran Negara Tahun 1960 No. 101 dan Tahun 1961 No. 279). Menetapkan : Undang-undang tentang Pemberian Penghargaan / Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan / Kemerdekaan Pasal 1 Yang dimaksud dengan Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan dalam peraturan ini, selanjutnya disebut Perintis, ialah mereka yang memenuhi ketentuan-ketentuan di bawah ini serta yang kemudian tidak menentang Republik Indonesia: a. mereka yang menjadi Pemimpin pergerakan yang membangkitkan kesadaran kebangsaan/kemerdekaan, dan/atau b. mereka yang pernah mendapat hukuinun dari Pemerintah Kolonial karena giat dan aktif dalam pergerakan kebangsaan/kemerdekaan, dan/atau c. anggota-anggota Angkatan Bersenjata dalam ikatan kesatuan secara teratur, yang gugur atau mendapat hukuman sekurung-kurangnya 3 bulan karena berjuang melawan Pemerintah Kolonial, dan/atau d. mereka yang terus menerus secara aktif menentang Pemerintah Kolonial sampai saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pasal 2 (1) Kepada seorang Perintis dapat diberikan tunjangan berupa uang sebagai penghargaan Pemerintah untuk selama hidupnya, baik atas permintaannya sendiri maupun atas permintaan pihak lain dengan persetujuan pihak yang bersangkutan yang diajukan kepada Menteri Sosial dengan perantaraan Menteri Dalam Negeri, sedang bagi anggota-anggota bersenjata permohonan diajukan dengan perantaraan Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan/ Keamanan. (2) Tunjangan tersebut diberikan oleh Menteri Sosial, setelah mendengar pertimbangan dan nasehat dari Menteri Dalam Negeri atau Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan/Keamanan. 168 (3) Besarnya tunjangan ditetapkan sedikit-dikitnya Rp 500,- dan sebanyak-banyaknya Rp 1.250,- terhitung mulai tanggal satu dari bulan berikut setelah diterimanya surat permohonan oleh instansi yang berwenang. (4) Tunjangan dihentikan jika temyata Perintis yang bersangkutan menentang Pemerintah Rcpublik Indonesia yang sah. Pasal 3 Jika seorang Perintis meninggal dunia kepada janda atau ahli warisnya diberikan tunjangan sekaligus sebanyak tiga kali tunjangan termaksud dalam pasal 2. Pasal 4 Kepada janda Perintis yang tidak menikah lagi dapat diberikan tunjangan separuh dari jumlah tunjangan yang diberikan kepada suaminya. Pasal 5 Kepada Perintis yang telah meninggal dunia sebelum menerima penghargaan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku atas permintaan anaknya, dapat diberikan surat tanda penghargaan Perintis secara anumerta. Pasal 6 Dalam melaksanakan Undang-undang ini, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan/Keamanan serta Menteri Sosial dibantu oleh sebuah Badan Pertimbangan yang terdiri sebanyakbanyaknya dari 7 orang anggota yang diangkat oleh Presiden atas usul Menteri yang besangkutan. Pasal 7 Kepada Perintis yang pada saat berlakunya Undang-undang ini telah mendapat penghargaan dengan surat keputusan Menteri Sosial tanpa uang, dapat diberikan tunjangan penghargaan dengan uang, kecuali bila mereka nyata-nyata tidak menghendakinya. Pasal 8 (1) Semua permohonan yang belum memperoleh keputusan berdasarkan Undang-undang No. 20 /Prps. Tahun 1960 jo No. 15 /Prps. Tahun 1961 diselesaikan menurut Undang-undang tersebut sejauh-jauhnya sampai tanggal 17 September 1960. (2) Semua tunjangan yang telah diberikan kepada Perintis berdasarkan peraturan-peraturan yang terdahulu disesuaikan dengan tunjangan yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat (3). 169 TAMBAHAN LEMBARAN - NEGARA R.I. No. 2636. PENGHARGAAN/TUNJANGAN KEPADA PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/ KEMERDEKAAN PEMBERIAN. Penjelasan atas Undang-undang No 5/Prps. Tahun 1964, tentang Pemberian penghargaan/tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan; Kemerdekaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran-Negara No. 2636). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 5/PRPS. TAHUN 1964 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN/TUNJANGAN KEPADA PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN UMUM Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ini adalah hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang dipelopori oleh para Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan sejak bertahun-tahun dengan mempertaruhkan segenap jiwa raga, harta dan benda sehingga tidal sedikit dari niereka itu gugur dan menderita dalam menghadapi kekuatan pemerintahan jajahan. Karana itu sudah sewajarnyalah jika Pemerintah memberikan penghargaan dan tunjangan kepada mereka atas jasa-jasa dan pengorbanannya dimasa lampau. Untuk ini Pemerintah telah mengeluarkan berturut-turut Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1959. Peraturan Presiden No. 20 Tahun I960 dan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 196I. 170 Meskipun demikian oleh Pemerintah hal tersebut belum dirasakan sesuai karena Peraturan-peraturan tersebut lebih ditujukan semata-mata kepada para Perintis pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang menderita kesukaran hidup demikian pula besarnya tunjangan yang diberikan terbatas sekali. Berhubung dengan itu Pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan peraturan yang lebih sesuai dengan pemberian penghargaan yang lebih besar kepada segenap Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan baik sipil maupun bekas anggota Angkatan Bersenjata selama hidupnya tanpa melihat keadaan penghidupannya. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 a. Cukup jelas. b. Yang dimaksudkan dengan “hukuman” adalah yang dijatuhkan dengan putusan pengadilan kolonial, termasuk pula pembangunan ke Digul/ atau tempat-tempat lain. c. Yang dimaksudkan dengan “Anggota Angkatan Bersenjata” ialah mereka yang dijaman penjajahan tergabung di dalam sesuatu kesatuan Bersenjata Pemerintah Kolonial dan melawan Pemerintah Kolonial, misalnya pemberontakan Kapal VII dan PETA di Blitar. d. Dengan ayat ini dimaksudkan mereka yang sekurang-kurangnya menjabat pengurus cabang sesuatu partai politik, aktif selama 20 tahun terhitung mundur dari tanggal 17 Agustus 1945, dengan pengertian bahwa selama 20 tahun itu boleh juga adakalanya mereka di dalam keadaan non-aktif untuk sementara, akan tetapi kemudian segera aktif kembali dan setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 tidak bernoda terhadap Negara. Pasal 2 Ayat (1): cukup jelas. Ayat (2): cukup jelas. 171 Ayat (3) Semula besarnya tunjangan bulanan adalah Rp. 300,- sampai Rp. 750,-. Dcngan Peraluran Presiden ini besarnya tunjangan itu dinaikkan liingga Rp. 500,- sampai Rp. 1.250,- mulai tanggal 1 Mei 1963. Tunjangan-tunjangan yang telah terlebih dulu diberikan, perlu dinaikkan juga sehingga sestiai dengan jumlah bam itu, mulai langgal 1 Mei 1963. Ayat (4): cukup jelas. Pasal 3 Bilamana pada waktu meninggal Perintis Kemerdekaan itu tidak ada jandanya maka tunjangan sekaligus itu diberikan kepada ahli warisnya, anaknya. Dengan ahli waris disini dimaksudkan seseorang anggota keluarganya yang mengurus penguburannya. Tunjangan tersebut dapat dibayarkan tanpa memerlukan suatu keputusan dari Menteri Sosial. Pasal 4 Kepada janda Perintis yang tidak menikah lagi, atas pennintaannya dapat diberikan tunjangan separuh dari jumlah tunjangan yang diberikan kepada suaminya.Tunjangan ini diberikan dengan keputusan Menteri Sosial. Kepada janda ini tidak diberikan tunjangan tiga blan sekaligus apabila ia kelak meninggal dunia. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Kepada mereka dapat diberikan tunjangan berupa uang mulai sejauhjauhnya ditanggal 1 Mei 1963. Pasal 8 Cukupjelas. Pasal 9 Cukup jelas. 172