8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perusahaan Umum 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Perusahaan Umum
2.1.1 Pengertian Perusahaan Umum
Menurut Undang- Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003
pasal 1 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan umum
didefinisikan sebagai berikut:
“Perusaahaan Umum yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang
seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang
bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan perusahaan”.
Adapun pengertian Perusahaan Umum menurut Prishardoyo (2012)
adalah sebagai berikut:
“Perusahaan umum adalah perusahaan negara yang komposisi modalnya
dimiliki oleh negara. Kegiatan usaha Perusahaan umum bersifat melayani
kepentingan umum dalam bidang produksi, distribusi, maupun konsumsi”
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa perusahaan
umum sebagai pusat pelayanan kebutuhan masyarakat yang dibentuk oleh menteri
untuk keperluan masyarakat secara langsung. Seluruh modalnya berasal dari
negara dan menteri sebagai wakil pemegang sahamnya dengan ketentuan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
8
9
2.1.2 Ciri- Ciri Perusahaan Umum
Menurut Wahyuni (2013) dalam diktat hukum dagang dan ekonomi, ciriciri perusahaan umum adalah sebagai berikut:
1. Melayani kepentingan umum.
2. Dipimpin oleh seorang direksi/direktur.
3. Dikelola dengan modal pemerintah yang terpisah dari kekayaan negara.
4. Pekerjanya adalah pegawai perusahaan swasta.
5. Memupuk keuntungan untuk kas negara.
6. Mempunyai kekayaan sendiri dan bergerak di perusahaan swasta
(perusahaan umum bebas membuat kontrak kerja dengan semua pihak).
2.1.3
Maksud dan Tujuan Perusahaan Umum
Menurut Undang- Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara, maksud dan tujuan perusahaan umum adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.
2. Mengejar keuntungan.
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hidup
orang banyak.
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan
oleh sektor swasta dan koperasi.
10
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah,koperasi, dan masyarakat.
2.1.4 Manfaat Perusahaan Umum
Menurut Wahyuni (2013) dalam diktat hukum dagang, manfaat
perusahaan umum adalah sebagai berikut:
1. Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh berbagai
alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
2. Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan
kerja.
3. Menghimpun dana untuk mengisi kas negara yang selanjutnya
dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian.
2.2
Independensi Audit Internal
Menurut Islahuzzaman (2012), Auditor yang independen adalah auditor
yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor
dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit. Independensi
lebih banyak ditentukan faktor luar diri auditor.
Menurut Arens (2009: 111), Auditor tidak hanya harus independen dalam
fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independensi dalam fakta
(independence in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan
sikap yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan
9
(independent in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi
ini.
Sedangkan menurut Suhayati (2010:51) independensi yaitu:
“Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di
dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan
laporan audit. Sikap mental audit tersebut harus meliputi independence in
fact dan independence in appearance”.
1. Independence in fact merupakan independen dalam kenyataan akan ada
apabila pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang
tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya. Artinya sebagai suatu
kejujuran yang tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya, hal ini berarti bahwa dalam mempertimbangkan fakta-fakta
yang dipakai sebagai dasar pemberian pendapat, auditor harus objektif dan
tidak berprasangka.
2. Independence in appearance merupakan independen dalam penampilan
adalah hasil interprestasi pihak lain mengenai independensi ini. Auditor
akan dianggap tidak independen apabila auditor termasuk memiliki
hubungan tertentu (misalnya hubungan keluarga) dengan kliennya yang
dapat menimbulkan kecurigaan bahwa auditor tersebut akan memihak
kliennya atau tidak independen”.
Dari uraian di atas dapat di simpulkan independen berarti sikap mental yang
tidak bisa di pengaruhi, tidak di kendalikan pihak lain, tidak bergantung pada
pihak lain, adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta
10
dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam
merumuskan.
2.2.1 Indikator Independensi
Menurut Lawrence (2005), Auditor yang profesional harus memiliki
independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya memberikan opini yang
objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya,
bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga. Auditor internal
harus bebas dari hambatan dalam melaksanakan auditnya. Hanya dengan begitu
auditor internal bisa disebut melaksanakan audit dengan profesional. Indikator
independensi tersebut adalah:
1.
Independensi dalam program audit
a.
Bebas dari interval manajerial atas program audit.
b.
Bebas dari segala intervensi prosedur udit.
c.
Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang
memang disyaratkan untuk sebuah proses audit.
2.
Independensi dalam verifikasi
a. Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan
karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan.
b. Mendapatkan kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen selama
verifikasi audit.
c. Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi aktivitas
yang diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan bukti.
9
d. Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit.
3.
Independensi dalam Pelaporan
a. Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikan dalam
laporan audit.
b. Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal- hal yang signifikan
dalam laporan audit.
c. Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara
sengaja maupun tidak sengaja dalam pelaporan fakta, opini, dan
rekomendasi dalam interpretasi auditor.
d. Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor
mengenal fakta atau opini dalam laporan audit internal.
2.3
Kompetensi Audit Internal
Menurut
Lee
dan
Stone
dalam
kutipan
Kharismatuti
(2012)
mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit
dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif. Sedangkan menurut
Kamus Kompetensi LOMA dalam Alim (2009) kompetensi didefinisikan
sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk
mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencangkup sifat, motifmotif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan
mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Sedangkan
Trotter
(1986)
dalam
kutipan
Saifudin
(2004:23)
mendefenisikan bahwa orang yang kompeten adalah orang yang dengan
10
keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat
jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.
Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary dalam Kharismatuti (2012)
mendefinisikan kompetensi adalah keterampilan dari seorang ahli. Dimana ahli
didefinisikan sebagai seorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau
pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan
pengalaman. Adapun kompetensi menurut De Angelo dalam Kharismatuti
(2012) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor
individual dan audit tim dan. Masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih
mendetail berikut ini:
1. Kompetensi Auditor Individual
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain
pengetahuan dan pengalaman. Untuk melakukan tugas pengauditan,
auditor memerlukan pengetahuan pengauditan dan pengetahuan mengenai
bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Selain itu juga
pengalaman dalam melakukan audit.
2. Kompetensi Tim Audit
Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan
menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam
suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdiri dari auditor junior, auditor
senior, manajer dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang
lebih menentukan kualitas audit. Selain itu, adanya perhatian dari partner
9
dan manajer pada penugasan ditemukan memiliki kaitan dengan kualitas
audit.
Berdasarkan pengertian tersebut internal auditor memiliki kemampuan
profesional apabila dapat memberikan jaminan atau kepastian bahwa teknis dan
latar belakang pendidikan para auditor internal tersebut telah sesuai dengan
pemeriksaan yang akan dilaksanakan, juga haruslah memiliki atau mendapatkan
pengetahuan, kecakapan dari berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan.
2.3.1 Pengetahuan
Menurut Widhi dalam kutipan Kharismatuti (2013), menyatakan bahwa
pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit.Pengetahuan
dapat diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan
demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan)
mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah
secara lebih mendalam. Selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti
perkembangan yang semakin kompleks.
Menurut Kusharyanti(2003) secara umum ada 5 pengetahuan yang harus
dimiliki oleh seorang auditor yaitu: (1) Pengetahuan pengauditan umum; (2)
Pengetahuan area fungsional; (3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang
paling baru; (4) Pengetahuan mengenai industri khusus; dan (5) Pengetahuan
mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Pengetahuan pengauditan
10
umum seperti risiko audit, prosedur audit, dan lain-lain kebanyakan diperoleh
diperguruan tinggi, sebagian dari pelatihan dan pengalaman. Demikian juga
dengan isu akuntansi, auditor bisa mendapatkannya dari pelatihan profesional
yang diselenggarakan secara berkelanjutan. Pengetahuan mengenai industri
khusus dan hal-hal umum kebanyakan diperoleh dari pelatihan dan pengalaman.
2.3.2
Pengalaman
Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut
tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang
mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Dalam kutipan Hernadianto
(2009), pengalaman menciptakan struktur pengetahuan, yang terdiri atas suatu
sistem dari pengetahuan yang sistematis dan abstrak. Pengetahuan ini tersimpan
dalam memori jangka panjang dan dibentuk dari lingkungan pengalaman langsung
masa lalu. Singkat kata, teori ini menjelaskan bahwa melalui pengalaman auditor
dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya.
Auditor yang berpengalaman akan memiliki lebih banyak pengetahuan dan
struktur memori lebih baik dibandingkan auditor yang belum berpengalaman.
Dalam kutipan Hernadianto (2009) mengatakan bahwa seorang auditor
menjadi ahli terutama diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman. Seorang
auditor yang lebih berpengalaman akan memiliki skema yang lebih baik dalam
mendefinisikan keliruan-keliruan daripada auditor yang kurang berpengalaman.
Menurut Mayangsari (2010) auditor yang berpengalaman memiliki
keunggulan dalam hal: (1) Mendeteksi kesalahan; (2) Memahami kesalahan secara
9
akurat; dan (3) Mencari penyebab kesalahan. Pengalaman audit adalah
pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi
lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani.
2.4
Good Corporate Governance
2.4.1
Definisi Good Corporate Governance
Menurut Sutojo dan Aldridge (2005:1), kata governance diambil dari
kata latin, yaitu gubamance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan.
Dalam ilmu manajemen bisnis, kata tersebut diadaptasi menjadi corporate
governance dan diartikan sebagai
upaya
mengarahkan (directing) dan
mengendalikan (control) kegiatan organisasi, termasuk perusahaan. Sedangkan
menurut Mardiasmo dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik (2002;17),
governance sering dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan publik.
Menurut Tunggal (2008), Good corporate governance merupakan suatu prinsip
dasar pengelolaan perusahaan secara transparan, akuntabel dan adil sesuai dengan
aturan dan etika yang berlaku umum.
Menurut Organization for Economic Co-opertaion and Development yang
dikutip oleh Imam (2002:1), definisi Good corporate governance yaitu:
“Corporate Governance is the system by which business corporations are
directed and controlled. The corporate governance structure specifies the
distributions of rights and responsibilities among different participants in
the corporation, such as, the board managers, shareholders and other
stakeholders, and spells put the roles and procedures for making decisions
on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through
which the company objectives are set, and the means of attaining those
objectives and monitoring performance.”
10
Tulisan Organization for Economic Co-operation and Development
mendefinisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak
manajemen perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang
mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga
mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan, dan pengawasan
atas kinerja. Corporate governance yang baik dapat memberikan perangsang atau
insentif yang baik bagi baord dan manajemen untuk mencapai tujuan yang untuk
kepentingan perusahaan dan pemegang saham dan harus memfasilitasi
pemonitoran yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan
sumber daya yang lebih efisien.
Menurut Iman dan Amin (2002:4), pengertian corporate governance
sebagai berikut:
“Corporate Governance is a blend of law, regulation and appropriate
voluntary private sector practices which enable a corporation to attract
financilan and human capital, perform effectively and thereby perpetuate
itself by generating long term economic value for its shareholders and
society as a whole.”
World Bank mendefinisikan corporate governance adalah kumpulan
hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi oleh perusahaan yang
dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien,
dengan demikian corporate governance dapat menghasilkan nilai ekonomi jangka
panjang yang berkesinambungan bagi pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan. Corporate governance berperan penting untuk dapat
meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan dapat memberikan
manfaat bagi kepentingan pemegang saham dan stakeholders yang terkait.
9
Menurut Iman dan Amin (2002:7) mendefinisikan corporate governance
sebagai berikut:
“Corporate Govenance consist of an inter-related set of mechanism
comprising institusional shareholders, boards of directors and
commissioners, managers remunerate according to performance, the
market for corporate control, ownership structure, financial structure,
relational investors, and product market competition. A company’s
management of its business risk if of crucial importance.”
Iman dan Amin mendefinisikan corporate govenance terdiri atas
sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang terdiri atas pemegang saham
institusional, dewan direksi dan komisaris, para manajer yang dibayar berdasarkan
kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur kepemilikan, struktur
keuangan, investor terkait dan persaingan produk. Manajemen perusahaan
terhadap risiko bisnis merupakan hal yang sangat penting.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good
corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi
proses pengendalian usaha menaikan nilai saham sekaligus sebagai bentuk
perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditur, dan masyarakat sekitar. Good
Corporate Governace berusaha menjaga keseimbangan di antara pencapaian
tujuan ekonomi dan tujuan perusahaan. Tantangan dalam corporate governance
adalah mencari cara untuk memaksimalkan penciptaan kesejahteraan sedemikian
rupa, sehingga tidak membebankan ongkos yang tidak patut kepada pihak ketiga
atau masyarakat luas.
Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, penerapan praktik
Good corporate governance dipertegas dengan dikeluarkanya Keputusan Menteri
10
BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 pasal 1 tentang penerapan praktik Good
corporate governance pada BUMN. Pengertian corporate governance berdasarkan
keputusan ini adalah:
“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai etika.”
Yang dimaksud dengan organ dalam pengertian di atas adalah Rapat
Umum Pemegang Saham, komisaris dan direksi untuk Perusahaan Perseorangan
dan pemilik modal, dewan pengawas dan direksi untuk Perusahaan Umum dan
Perusahaan Jawatan, sedangkan stakeholders adalah pihak yang memiliki
kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu
pemegang saham maupun pemilik modal, komisaris maupun dewan pengawas,
direksi serta karyawan maupun pemerintah, kreditur, dan pihak yang
berkepentingan. Good corporate governance (GCG)didefinisikan sebagai struktur
karena GCG berperan dalam mengatur hubungan antara dewan komisaris, direksi,
pemegang saham,dan stakeholders lainnya. Sementara sebagai sistem, GCG
menjadi dasar mekanisme pengecekan dan perimbangan (check and balances)
kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi peluang
pengelolaan yang salah, dan peluang penyalahgunaan aset perusahaan. Good
corporate governance sebagai proses karena GCG memastikan transparansi dalam
proses perusahaan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukuran
kinerjanya.
9
Prinsip GCG merupakan kaidah, norma, ataupun korporasi yang
diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Dengan demikian untuk
lebih meningkatkan kinerja BUMN, pelaksanaan prinsip GCG perlu lebih
dioptimalkan
dan
Keputusan
Menteri
tersebut
merupakan
perangkat
pendukungnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri tersebut, penerapan GCG merupakan
kewajiban bagi BUMN. BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan
atau menjadikan GCG sebagai landasan operasionalnya. Penerapan GCG pada
BUMN dilaksanakan berdasarkan keputusan ini dengan tetap memperhatikan
ketentuan dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN.
2.4.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Menurut Iman dan Amin (2002:9) prinsip-prinsip Internasional mengenai
corporate governance mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsipprinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD bermaksud untuk
membantu anggota dan non-anggota dalam usaha untuk menilai dan memperbaiki
kerangka kerja legal, institusional dan pengaturan untuk corporate governance di
negara-negara mereka, dan memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal,
investor, korporasi, dan pihak lain yang mempunyai peranan dalam proses
mengembangkan GCG.
10
a.
Transparansi (Transparency)
Transparansi menurut Iman dan Amin (2002:7) yaitu pengungkapan
informasi kinerja perusahaan, baik ketetapan waktu maupun akurasinya
(keterbukaan dalam proses, decision making, control, fairness, quality,
standardization, efficiency time and cost).
Dalam hubungannya transparansi dengan meningkatkan kinerja dari
perusahaan,
prinsip
ini
mengatur
berbagai
hal
diantaranya
mengatur
pengembangan teknologi informasi manajemen sehingga dapat memastikan
penilaian kinerja yang terbaik, serta pengambilan keputusan yang efektif oleh
pihak manajemen dapat memanajemen risiko dalam tingkatan perusahaan untuk
memastikan seluruh risiko dapat dikelola pada waktu yang dapat ditolelir yang
dimana dapat mempengaruhi kinerja di perusahaan itu sendiri, adanya sistem
akuntansi yang berdasar pada standar akuntansi sehingga dapat memastikan
kualitas dari laporan keuangan dan disclosure, serta adanya mempublikasian
informasi keuangan dan informasi lainnya yang material dan ini akan berdampak
pada kinerja perusahaan secara tepat waktu dan akurat.
Menurut Iman dan Amin (2002:16), kerangka kerja corporate
governance harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat
dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan
mencakup situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan.
1.
Pengungkapan mencakup, akan tetapi tidak terbatas pada informasi yang
material:
a.
Hasil keuangan dan operasi perusahaan.
9
b.
Tujuan perusahaan.
c.
Kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberian suara.
d.
Anggota dewan komisaris (board of directors) dan eksekutif kunci,
dan remunerasi mereka.
e.
Faktor-faktor risiko material yang dapat diperkirakan.
f.
Isu material yang berkaitan dengan pekerja dan stakeholders yang
lain.
g.
2.
Struktur dan kebijakan tata kelola.
Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan standar
akuntansi, pengungkapan keuangan dan non-keuangan, dan audit yang
bermutu tinggi.
3.
Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen agar memberikan
keyakinan eksternal dan obyektif atas cara laporan keuangan disusun dan
disajikan.
4.
Saluran penyebaran informasi harus memberikan akses yang wajar, tepat
waktu dan efisien biaya terhadap informasi yang relevan untuk pemakai.
Inti dari prinsip keterbukaan dan transparansi adalah bahwa kerangka
Corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat
waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan.
Pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang
berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai
keadaan keuangan, kinerja perusahaan. Disamping itu, informasi yang diungkapan
harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas
10
tinggi. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit
yang bersifat independen atas laporan keuangan.
b.`
Kemadirian (Independency)
Menurut Iman dan Amin (2002:8) , kemandirian adalah sebagai keadaan
dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai
dengan mekanisme korporasi.
Prinsip ini mengharuskan perusahaan menggunakan tenaga ahli dalam
setiap divisi atau bagian dalam perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan
dapat dipercaya, prinsip ini juga mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan
intern dalam perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku,
prinsip ini harus dilaksanakan dengan baik agar perusahaan tidak gampang
terpengaruh atau di intervensi oleh pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang
tidak sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku mekanisme korporasi.
Prinsip ini harus dilaksanakan dengan baik agar tidak gampang terpengaruh oleh
pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dan prinsip korporasi yang tidak sehat, sehingga perusahaan
dapat terhindar dari berbagai macam masalah dan benturan kepentingan antara
perusahaan dan direksi yang dapat memperburuk citra perusahaan aktivitas
perusahaan
dapat
dijalankan
dengan
baik
dan
dinamis.
Akibat
tidak
diberlakukannya prinsip ini adalah proses penilaian kelayakan yang tidak fair,
bias, dan merupakan bom waktu bagi masalah dibelakang hari dalam bentuk
9
proses pengelolaan perusahaan yang tidak efektif dan efisien, maupun kelayakan
jaminan yang ada dalam perusahaan.
a.
Akuntabilitas (Accountability)
Menurut Iman dan Amin (2002:7), akuntabilitas merupakan penciptaan
sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan
antara board of commissioners, board of directions, shareholders, dan auditor
(pertanggungjawaban wewenang, Traceable, reasonable).
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan
tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ
perseroan.Dalam hal ini, direksi (beserta manajer) bertanggung jawab atas
keberhasilan pengurusan perusahaan dalam rangka mencapi tujuan yang telah
disetujui oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan
pengawasan dan pemberian nasehat kepada direksi dalam rangka pengelolaan
perusahaan. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan
dalam rangka pengelolaan perusahaan.
Prinsip ini mengatur bagaimana sebaiknya perusahaan membentuk komite
audit untuk memperkuat fungsi pengawasan intern oleh komisaris. Peran daripada
auditor internal dapat membantu dalam memperbaiki kinerja perusahaan, para
auditor internal ini akan memberikan masukan kepada pihak manajemen atas
kesalahan dan kekurangan yang akan datang dalam mengelola sebuah perusahaan
pada periode lalu agar dapat diperbaiki pada masa yang akan datang. Oleh karena
itu pembentukan dan penetapan kembali peran dan fungsi auditor internal sangat
10
penting, dan prinsip ini mengatur bagaimana praktik audit yang sehat dan
independent dan prinsip ini juga menetapkan suatu sistem penilaian kinerja
melalui akuntansi dan sistem informasi yang baik.
Kerangka kerja
Good
Corporate
Governance
memastikan
sistem
pengendalian strategis dan monitoring berjalan dengan baik serta memastikan
akuntabilitas dewan eksekutif pada perusahaan, pemegang saham, dan
stakeholder. Dewan bertanggung jawab untuk mematuhi kinerja dan pencapaian
target return bagi pemegang saham dan mencegah berlarutnya konflik
kepentingan, dan juga menjaga kompetisi yang fair dalam perusahaan. Agar
akuntabilitas ini efektif, dewan juga harus menjaga independensinya dari
manajemen. Tanggung jawab dewan yang lain adalah memastikan ditaatinya
hukum, etika dan lain-lain.
Menurut Iman dan Amin (2002:17), dalam hal ini, kerangka kinerja
corporate governance harus memastikan pedoman strategik perusahaan,
pemonitoran manajemen yang efektif oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas
dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.
1.
Anggota dewan komisaris bertindak dengan dasar informasi yang
lengkap, itikad baik, penelitian yang cermat dan hati-hati, dan
kepentingan yang paling baik bagi perusahaan dan pemegang saham.
2.
Apabila keputusan dewan komisaris dapat mempengaruhi kelompok
pemegang saham yang berbeda dengan cara yang berbeda, dewan
komisaris harus memperlakukan semua pemegang saham secara layak.
9
3.
Dewan komisaris harus memastikan ketaatan terhadap hukum yang
berlaku dan mempertimbangkan kepentingan stakeholders.
4.
Dewan komisaris harus memenuhi fungsi-fungsi kunci tertentu,
mencakup:
a.
Menelaah dan mengarahkan strategi korporat, rencana tindakan
utama, kebijakan
risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha,
menetapkan sasaran kinerja; memonitor implementasi dan kinerja
korporat; dan mengawasi pengeluaran modal yang pokok, akuisisi.
b.
Memilih, memberi kompensasi, memonitor dan bila perlu mengganti
eksekutif kunci dan mengawasi perencanaan sukses (succession
planning).
c.
Menelaah eksekutif kunci dan remunerasi dewan komisaris, dan
memastikan suatu proses nominasi dewan komisaris yang formil dan
transparan.
d.
Memonitor dan mengelola benturan kepentingan yang potensial dari
manajemen, anggota dewan komisaris dan pemegang saham,
mencakup penyalahgunaan aktiva korporat dan penyalahgunaan
dalam
transaksi-transaksi
pihak
yang mempunyai
hubungan
istimewa (telated partytransaction).
e.
Meyakini integritas akuntansi dan sistem pelaporan keuangan
perusahaan, mencakup audit independen dan sistem pengendalian
yang tepat
berjalan,
khususnya
sistem
pemonitoran
pengendalian keuangan, dan ketaatan terhadap hukum.
risiko,
10
f.
Memonitor efektivitas praktik-praktik tata kelola yang beroperasi
dan melakukan perubahan-perubahan bila perlu.
g.
Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi.
5. Dewan komisaris harus dapat melaksanakan pertimbangan yang obyektif
tentang urusan korporat secara independen, khususnya terhadap
manajemen.
a. Dewan komisaris harus mempertimbangkan menugaskan sejumlah
dewan komisaris non-eksekutif yang memadai untuk melakukan
pertimbangan yang independen tentang tuga-tugas dimana terdapat
suatu potensial benturan kepentingan. Contoh dari tanggung jawab
penting adalah pelaporan keuangan, nominasi dan remunerasi
eksekutif dan dewan komisaris.
b. Anggota dewan komisaris harus mencurahkan waktu yang memadai
terhadap tanggung jawab mereka.
c. Agar dapat memenuhi tanggung jawab mereka, anggota dewan
komisaris harus mempunyai akses terhadap informasi yang akurat,
relevan, dan tepat waktu.
Inti dari prinsip akuntabilitas dewan komisaris (board of directors) adalah
bahwa kerangka corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis
perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh
dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga
memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris
9
beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan
stakeholders lainnya.
d.
Pertanggungjawaban (Responsibility)
Menurut Iman dan Amin (2002:8), pertanggungjawaban perusahaan
artinya perusahaan sebagai bagian dari masyarakat, bertanggung jawab kepada
stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan berada.
Prinsip ini mengatur pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai
entitas bisnis dalam masyarakat kepada stakeholders untuk mewujudkan
perusahaan menjadi good corporate citizen. Dengan demikian perusahaan akan
menjadi profesional dan penuh etika dalam menjalankan usahanya, menghindari
penyalahgunaan kekuasaan yang diniliki oleh organ-organ internal perusahaan,
dan adanya lingkungan bisnis yang baik seperti adanya larangan monopoli dan
praktik persaingan yang tidak sehat. Perusahaan responsible mempunyai tanggung
jawab sosial yang berlaku yang perlu dipertimbangkan, termasuk konsumen.
Board of directors (Dewan Komisaris) merupakan faktor sentral dalam
corporate governance karena hukum perseroan menempatkan tanggung jawab
legal atas urusan suatu perusahaan kepada board of directors. Board of directors
secara
legal
bertanggung
jawab
untuk
menetapkan
sasaran
korporat,
mengembangkan kebijakan yang luas, dan memilih personel tingkat atas untuk
melaksanakan sasaran dan kebijakan tersebut. Board of directors juga menelaah
kinerja manajemen untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara baik
dan kepentingan pemegang saham dilindungi.
10
Tugas dan tanggung jawab komisaris menurut Iman dan Amin(2002:38),
yaitu:
1.
Melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan perseroan yang
dilakukan direksi serta memberi nasehat kepada direksi termasuk
mengenai rencana pengembangan perseroan, pelaksanaan ketentuanketentuan anggaran dasar dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham
mengenai rencana pengembangan perseroan, rencana kerja dan anggaran
tahunan perseroan serta perubahan dan tambahannya.
3.
Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran perseroan serta
menyampaikan hasil penilaian serta pendapatnya kepada Rapat Umum
Pemegang Saham.
4.
Mengikuti perkembangan kegiatan perseroan. Dalam hal ini perseroan
menunjukan gejala kemunduran, segera melaporka kepada Rapat Umun
Pemegang Saham dengan disertai saran mengenai langkah perbaikan yang
harus ditempuh.
5.
Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham
mengenai setiap persoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengurusan
perseroan.
6.
Melakukan tugas-tugas pengawasan lainnya yang ditentukan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham.
9
7.
Komisaris mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan,
dan dalam rapat tersebut komisaris dapat mengundang direksi.
e.
Kewajaran (Fairness)
Menurut Iman dan Amin (2002:6), fairness adalah kesetaraan perlakuan
dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria
dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang
berkepentingan
terhadap
perusahaan
terlindungi
dari
kecurangan
serta
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam. Dengan begitu
peran dan tanggung jawab komisaris dan manajemen sangat diperlukan.
Prinsip ini mengatur bahwa suatu perusahaan harus menetapkan aturan
perusahaan untuk dapat melindungi kepentingan daripada pemegang saham,
khususnya para pemegang saham minoritas, dan prinsip ini pun mengharuskan
adanya penetapan kebijakan agar terlindungi dari kecurangan yang dilakukan oleh
orang dalam atau yang berasal dari dalam (self dealing). Oleh karena itu, peranan
dan tanggung jawab komisaris dan manajemen sangat diperlukan dan prinsip ini
pula mengedepankan kewajaran dalam setiap informasi yang bersifat material dan
diungkapkan secara penuh (full disclosure).
Menurut Iman dan Amin dalam (2002:12), kerangka corporate
governance harus dapat melindungi hak-hak pemegang saham.
1.
Hak-hak pemegang saham mencakup:
a.
Metode yang aman dalam pencatatan kepemilikan (ownership
registration).
10
b.
Mengalihkan atau pemindahan saham.
c.
Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan pada
waktu yang tepat dan berkala.
d.
Berpartisipasi dan memberi suara dalam Rapat Umum Pemegang
Saham.
2.
e.
Memilih anggota dewan komisaris (board of directors).
f.
Mendapatkan pembagian laba perusahaan.
Pemegang saham mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam dan secara
memadai diberi informasi tentang keputusan yang berkaitan dengan
perubahan perusahaan yang fundamental, seperti:
a.
Perubahan anggaran dasar (statute atau articles of incorporation),
b.
Otoritas tambahan saham, dan
c.
Transaksi-transaksi yang luar biasa sebagai akibat dari penjualan
perusahaan.
3.
Pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi
secara efektif dan memberi suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham,
yaitu:
a.
Para pemegang saham yang harus dilengkapi dengan informasi
yang memadai dan tepat wak tu yang berkaitan dengan tanggal,
tempat, dan agenda rapat umum, dan juga informasi yang lengkap
dan tepat waktu tentang masalah-masalah yang akan diputuskan
dalam rapat.
9
b.
Peluang
harus
diberikan
kepada
pemegang
saham
untuk
menanyakan tentang dewan komisaris dan mencantumkan hal-hal
dalam agenda rapat umum dengan bergantung pada pembatasanpembatasan yang masuk akal.
c.
Pemegang saham harus dapat memberi suara secara pribadi dan
pengaruh yang sama harus diberikan terhadap suara, apakah
dilakukan secara pribadi.
4.
Struktur modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk
memperoleh suatu tingkat pengendalian yang tidak seimbang atau sepadan
dengan kepemilikan ekuitas mereka harus diungkapkan.
5.
Markets for corporate control harus dapat berfungsi dalam keadaan yang
efisien dan transparan.
a. Aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mempengaruhi akuisisi
tentang pengandalian korporat dalam pasar modal, dan transaksitransaksi yang luar biasa, seperti merger dan penjualan porsi yang
substansial dari aktiva korporat harus secara jelas diungkapkan agar
investor memahami hak mereka. Transaksi harus terjadi pada harga
yang transparan dan di bawah kondisi yang wajar yang melindungi
hak dari seluruh pemegang saham sesuai dengan kelompoknya.
b.
Alat-alat yang anti pengambilalihan seharusnya tidak digunakan
untuk melindungi manajemen dari akuntabilitas atau tanggung
jawab.
10
6.
Pemegang
saham,
termasuk
investor
kelmbagaan,
harus
mempertimbangkan biaya dan manfaat untuk melaksanakan hak
pemberian suara (voting rights). Inti dari prinsip perlindungan terhadap
hak-hak pemegang saham adalah bahwa kerangka yang dibangun dalam
corporate governance harus mampu melindungi hak-hak dasar pemegang
saham, yaitu hak untuk:
a.
Menjamin keamanan metode pendaftaran saham yang dimilikinya,
b.
Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimiliknya,
c.
Memperoleh informasi yang relevan tetntang perusahaan secara
berkala dan teratur,
d.
Ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS,
e.
Memilih anggota dewan komisaris dan direksi, serta
f.
Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.
Menurut Iman dan Amin(2002:14), kerangka kerja corporate governance
juga harus memastikan perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham
asing. Semua pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk memperoleh
ganti rugi pelanggan yang efektif atas hak-hak mereka:
1.
Semua pemegang saham dari kelompok yang sama harus diperlakukan
secara sama rata atau adil:
a.
Dalam setiap kelompok, semua pemegang saham harus mempunyai
hak pemberian suara yang sama. Semua investor dapat memperoleh
informasi tentang hak pemberian suara yang melekat pada seluruh
kelompok saham sebelum saham tersebut dibeli. Setiap perubahan
9
dalam hak pemberian suara harus tergantung pada suara pemegang
saham.
b.
Suara harus diberikan oleh kustodian atau nominess dalam suatu
keadaan sesuai dengan manfaat pemilik saham.
c.
Proses dan prosedur untuk rapat pemegang saham harus
memungkinkan perlakuan yang sama bagi seluruh pemegang
saham. Prosedur perusahaan seharusnya tidak mengakibatkan
terlalu sulit atau mahal untuk memberikan suara.
2. Praktik-praktik
insider
trading
dan
self
dealing
yang
bersifat
penyalahgunaan harus dilarang.
3. Anggota dewan komisaris (board of directors) dan manajer disyaratkan
untuk mengungkapkan setiap kepentingan yang material dalam transaksitransaksi atau hal-hal yang mempengaruhi perusahaan.
Inti dari prinsip perlakuan terhadap seluruh pemegang saham adalah
bahwa kerangka corporate governance harus menjamin adanya perlakuan yang
sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas
dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka.
Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham
yang berada dalam satu kelas, melarang praktik-praktik insider trading dan self
dealing, dan mengharuskan anggota dean komisaris untuk melakukan keterbukaan
jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan
(conflict of interest).
10
2.4.3 Manfaat Good corporate governance
Corporate governance yang tidak efektif merupakan penyebab utama
terjadinya krisis ekonomi dan kegagalan pada berbagai perusahaan di Indonesia
akhir-akhir ini. Penerapan corporate governance yang efektif dapat memberikan
sumbangan yang penting dalam memperbaiki kondisi perekonomian, serta
menghindari terjadinya krisis dan kegagalan serupa di masa depan.
Dengan melaksanakan corporate governance, menurut Forum for
Corporate Govenrnace in Indonesia dalam kutipan Permata (2013:4) ada
beberapa manfaat yang bisa diperoleh, antara lain:
1.
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan,
serta lebih baik meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2.
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaaan yang lebih murah dan
tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan
meningkatkan corporatevalue.
3.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
4.
Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholdersvalue dan dividen. Khusus bagi
BUMN dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil
privatisasi.
9
Selain manfaat tersebut, menurut Iman dan Amin (2002:9), dengan
menerapkan corporate governance yang baik akan memberikan manfaat sebagai
berikut:
1.
Perbaikan dalam komunikasi,
2.
Memperkecil potensial benturan (konflik kepentingan),
3.
Fokus pada strategi-strategi utama,
4.
Peningkatan dalam produktivas dan efisiensi,
5.
Kesinambungan manfaat,
6.
Promosi citra perusahaan,
7.
Peningkatan kepuasan pelanggan,
8.
Perolehan kepercayaan investor,
9.
Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan.
Dengan corporate governance yang baik, keputusan-keputusan penting
perusahaan tidak lagi hanya ditetapkan oleh satu pihak yang dominan (misalnya
direksi), akan tetapi ditetapkan setelah mendapatkan masukan dari, dan dengan
mempertimbangkan
kepentingan
berbagai
pihak
yang
berkepentingan
(stakeholders). Selain itu, corporate governance yang baik dapat mendorong
pengelolaan organisasi yang lebih demokratis (karena melibatkan partisipasi
banyak kepentingan), lebih accountable (karena ada sistem yang akan meminta
pertanggungjawaban atas setiap tindakan), dan lebih transparan serta akan
meningkatkan keyakinan bahwa perusahaan dan organisasi lainnya dapat
menyumbangkan manfaat tersebut dalam jangka panjang.
10
Menurut Fauziah dalam majalah Swasembada (2005:30), manfaat GCG
terasa signifikan. Dari sisi manajemen, dapat dilihat bahwa suasana kerja menjadi
lebih nyaman dan teratur, artinya segala proses kerja berjalan mulus, terkontrol,
dan tercipta kerja tim yang solid. Selain itu, penjualan bisa di atas pasar, profit
meningkat, berbagai penghargaan dapat diperoleh, dan meningkatnya kepercayaan
mitra. Dengan GCG, integritas perusahaan lebih dipercaya pihak luar yang
berkepentingan (stakeholders), memacu profesionalisme karyawan, kinerja
keuangan yang cemerlang, serta stabilitas harga saham yang jempolan.
2.4.4 Tujuan Good corporate governance
Tujuan penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/MMBU/2002 pasal 4 adalah:
a.
Memaksimalkan BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar
perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun
internasional.
b.
Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien,
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
c.
Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya
9
tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian
lingkungan di sekitar BUMN.
d.
Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
e.
Meningkatkan iklim investasi nasional.
f.
Menyukseskan program privatisasi BUMN.
Dengan demikian, penerapan pelaksanaan prinsip GCG secara optimal
akan mampu mendorong peningkatan kinerja perusahaan yang ada, dan pada
gilirannya memberikan value creation semua pihak yang terkait dengan
perusahaan.
Penerepan GCG bukanlah hal yang sulit. Bagi pihak luar, perusahaanperusahaan yang sarat dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ini selalu
menampilkan kinerja yang bagus, seperti penjualan yang meningkat laba bersih
yang terus melonjak, dan ekspansi yang tidak pernah berhenti.
2.5
Kerangka Pemikiran
Salah satu fungsi dari auditor internal adalah menghasilkan informasi yang
akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Namun adanya konflik
kepentingan antara pihak internal dan eksternal perusahaan, menuntut auditor
internal untuk menghasilkan laporan auditan yang berkualitas yang dapat
digunakan oleh pihak-pihak tersebut.
Menurut Lawrence (2005), Auditor yang profesional harus memiliki
independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya memberikan opini yang
objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya,
10
bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga. Auditor internal
harus bebas dari hambatan dalam melaksanakan auditnya. Hanya dengan begitu
auditor internal bisa disebut melaksanakan audit dengan profesional. Menurut
Tugiman (2006), Audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen
dalam suatu organisasi yang dilaksanakan. Tujuan pemeriksaan internal adalah
membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya
secara efektif. Dengan sikap auditor internal yang independen maka akan mampu
membantu manajemen dalam meningkatkan Good corporate governance.
Menurut
Mulyadi
(2002:58)
kompetensi
auditor diukur melalui
banyaknya ijazah/ sertifikat yang dimiliki serta jumlah/banyaknya keikutsertaan
yang bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar atau symposium. Semakin
banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan atau
seminar/symposium diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap
dalam melaksanakan tugasnya. Dengan banyaknya sertifikat dan pelatihan yang
diikuti maka kompetensi auditor akan membantu organisasi dalam meningkatkan
Good corporate governance.
Menurut Tunggal (2008), Good corporate governance merupakan suatu
prinsip dasar pengelolaan perusahaan secara transparan, akuntabel dan adil sesuai
dengan aturan dan etika yang berlaku umum. Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance merupakan suatu kaidah, norma, ataupun pedoman korporasi yang
diperlukan dalam sistem pengelolaan
yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-
prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik
Negara No. 117/M-MBU/2002 adalah:
9
1.
Transparansi
Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan materil dan relevan mengenai
perusahaan.
2.
Akuntabilitas
Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3.
Kemandirian
Yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4.
Kewajaran
Yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders
yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang
berlaku.
5.
Pertanggungjawaban
Yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip
korporasi yang sehat serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan mengenai pengaruh independensi dan kompetensi auditor internal
terhadap good corporate governance dapat dilihat secara singkat melalui gambar
kerangka pemikiran sebagai berikut :
10
Perusahaan Umum
Independensi Auditor
Good Corporate
Governance
Kompetensi Auditor
Transparansi
Kemandirian
Akuntabilitas
Pertanggung
jawaban
Kewajaran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
2.6
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tentang pengaruh independensi dan
kompetensi auditor internal terhadap Good Corporate Governance, maka dapat
dikembangkan hipotesis dengan penjelasan sebagai berikut:
1.
Secara parsial
Ho1
: Independensi tidak berpengaruh signifikan terhadap Good
Corporate Governance.
Ha1
: Independensi berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate
Governance.
Ho2
: Kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap Good
Corporate Governance.
9
Ha2
: Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate
Governance.
2.
Secara Simultan
Ho3
: Independensi dan Kompetensi secara simultan tidak berpengaruh
Signifikan terhadap Good Corporate Governance.
Ha3
: Independensi dan Kompetensi secara simultan berpengaruh
Signifikan terhadap Good Corporate Governance.
Download