BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perusahaan Umum 2.1.1 Pengertian Perusahaan Umum Menurut Undang- Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 pasal 1 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan umum didefinisikan sebagai berikut: “Perusaahaan Umum yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan”. Adapun pengertian Perusahaan Umum menurut Prishardoyo (2012) adalah sebagai berikut: “Perusahaan umum adalah perusahaan negara yang komposisi modalnya dimiliki oleh negara. Kegiatan usaha Perusahaan umum bersifat melayani kepentingan umum dalam bidang produksi, distribusi, maupun konsumsi” Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa perusahaan umum sebagai pusat pelayanan kebutuhan masyarakat yang dibentuk oleh menteri untuk keperluan masyarakat secara langsung. Seluruh modalnya berasal dari negara dan menteri sebagai wakil pemegang sahamnya dengan ketentuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 8 9 2.1.2 Ciri- Ciri Perusahaan Umum Menurut Wahyuni (2013) dalam diktat hukum dagang dan ekonomi, ciriciri perusahaan umum adalah sebagai berikut: 1. Melayani kepentingan umum. 2. Dipimpin oleh seorang direksi/direktur. 3. Dikelola dengan modal pemerintah yang terpisah dari kekayaan negara. 4. Pekerjanya adalah pegawai perusahaan swasta. 5. Memupuk keuntungan untuk kas negara. 6. Mempunyai kekayaan sendiri dan bergerak di perusahaan swasta (perusahaan umum bebas membuat kontrak kerja dengan semua pihak). 2.1.3 Maksud dan Tujuan Perusahaan Umum Menurut Undang- Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, maksud dan tujuan perusahaan umum adalah sebagai berikut: 1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. 2. Mengejar keuntungan. 3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hidup orang banyak. 4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. 10 5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,koperasi, dan masyarakat. 2.1.4 Manfaat Perusahaan Umum Menurut Wahyuni (2013) dalam diktat hukum dagang, manfaat perusahaan umum adalah sebagai berikut: 1. Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa. 2. Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja. 3. Menghimpun dana untuk mengisi kas negara yang selanjutnya dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian. 2.2 Independensi Audit Internal Menurut Islahuzzaman (2012), Auditor yang independen adalah auditor yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit. Independensi lebih banyak ditentukan faktor luar diri auditor. Menurut Arens (2009: 111), Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independensi dalam fakta (independence in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan 9 (independent in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi ini. Sedangkan menurut Suhayati (2010:51) independensi yaitu: “Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Sikap mental audit tersebut harus meliputi independence in fact dan independence in appearance”. 1. Independence in fact merupakan independen dalam kenyataan akan ada apabila pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya. Artinya sebagai suatu kejujuran yang tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya, hal ini berarti bahwa dalam mempertimbangkan fakta-fakta yang dipakai sebagai dasar pemberian pendapat, auditor harus objektif dan tidak berprasangka. 2. Independence in appearance merupakan independen dalam penampilan adalah hasil interprestasi pihak lain mengenai independensi ini. Auditor akan dianggap tidak independen apabila auditor termasuk memiliki hubungan tertentu (misalnya hubungan keluarga) dengan kliennya yang dapat menimbulkan kecurigaan bahwa auditor tersebut akan memihak kliennya atau tidak independen”. Dari uraian di atas dapat di simpulkan independen berarti sikap mental yang tidak bisa di pengaruhi, tidak di kendalikan pihak lain, tidak bergantung pada pihak lain, adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta 10 dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan. 2.2.1 Indikator Independensi Menurut Lawrence (2005), Auditor yang profesional harus memiliki independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya memberikan opini yang objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya, bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga. Auditor internal harus bebas dari hambatan dalam melaksanakan auditnya. Hanya dengan begitu auditor internal bisa disebut melaksanakan audit dengan profesional. Indikator independensi tersebut adalah: 1. Independensi dalam program audit a. Bebas dari interval manajerial atas program audit. b. Bebas dari segala intervensi prosedur udit. c. Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah proses audit. 2. Independensi dalam verifikasi a. Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan. b. Mendapatkan kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen selama verifikasi audit. c. Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi aktivitas yang diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan bukti. 9 d. Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit. 3. Independensi dalam Pelaporan a. Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikan dalam laporan audit. b. Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal- hal yang signifikan dalam laporan audit. c. Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam pelaporan fakta, opini, dan rekomendasi dalam interpretasi auditor. d. Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenal fakta atau opini dalam laporan audit internal. 2.3 Kompetensi Audit Internal Menurut Lee dan Stone dalam kutipan Kharismatuti (2012) mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif. Sedangkan menurut Kamus Kompetensi LOMA dalam Alim (2009) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencangkup sifat, motifmotif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Sedangkan Trotter (1986) dalam kutipan Saifudin (2004:23) mendefenisikan bahwa orang yang kompeten adalah orang yang dengan 10 keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary dalam Kharismatuti (2012) mendefinisikan kompetensi adalah keterampilan dari seorang ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Adapun kompetensi menurut De Angelo dalam Kharismatuti (2012) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual dan audit tim dan. Masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih mendetail berikut ini: 1. Kompetensi Auditor Individual Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain pengetahuan dan pengalaman. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Selain itu juga pengalaman dalam melakukan audit. 2. Kompetensi Tim Audit Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdiri dari auditor junior, auditor senior, manajer dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang lebih menentukan kualitas audit. Selain itu, adanya perhatian dari partner 9 dan manajer pada penugasan ditemukan memiliki kaitan dengan kualitas audit. Berdasarkan pengertian tersebut internal auditor memiliki kemampuan profesional apabila dapat memberikan jaminan atau kepastian bahwa teknis dan latar belakang pendidikan para auditor internal tersebut telah sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilaksanakan, juga haruslah memiliki atau mendapatkan pengetahuan, kecakapan dari berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan. 2.3.1 Pengetahuan Menurut Widhi dalam kutipan Kharismatuti (2013), menyatakan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit.Pengetahuan dapat diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Menurut Kusharyanti(2003) secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor yaitu: (1) Pengetahuan pengauditan umum; (2) Pengetahuan area fungsional; (3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru; (4) Pengetahuan mengenai industri khusus; dan (5) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Pengetahuan pengauditan 10 umum seperti risiko audit, prosedur audit, dan lain-lain kebanyakan diperoleh diperguruan tinggi, sebagian dari pelatihan dan pengalaman. Demikian juga dengan isu akuntansi, auditor bisa mendapatkannya dari pelatihan profesional yang diselenggarakan secara berkelanjutan. Pengetahuan mengenai industri khusus dan hal-hal umum kebanyakan diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. 2.3.2 Pengalaman Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Dalam kutipan Hernadianto (2009), pengalaman menciptakan struktur pengetahuan, yang terdiri atas suatu sistem dari pengetahuan yang sistematis dan abstrak. Pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka panjang dan dibentuk dari lingkungan pengalaman langsung masa lalu. Singkat kata, teori ini menjelaskan bahwa melalui pengalaman auditor dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya. Auditor yang berpengalaman akan memiliki lebih banyak pengetahuan dan struktur memori lebih baik dibandingkan auditor yang belum berpengalaman. Dalam kutipan Hernadianto (2009) mengatakan bahwa seorang auditor menjadi ahli terutama diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman. Seorang auditor yang lebih berpengalaman akan memiliki skema yang lebih baik dalam mendefinisikan keliruan-keliruan daripada auditor yang kurang berpengalaman. Menurut Mayangsari (2010) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal: (1) Mendeteksi kesalahan; (2) Memahami kesalahan secara 9 akurat; dan (3) Mencari penyebab kesalahan. Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. 2.4 Good Corporate Governance 2.4.1 Definisi Good Corporate Governance Menurut Sutojo dan Aldridge (2005:1), kata governance diambil dari kata latin, yaitu gubamance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan. Dalam ilmu manajemen bisnis, kata tersebut diadaptasi menjadi corporate governance dan diartikan sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kegiatan organisasi, termasuk perusahaan. Sedangkan menurut Mardiasmo dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik (2002;17), governance sering dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan publik. Menurut Tunggal (2008), Good corporate governance merupakan suatu prinsip dasar pengelolaan perusahaan secara transparan, akuntabel dan adil sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku umum. Menurut Organization for Economic Co-opertaion and Development yang dikutip oleh Imam (2002:1), definisi Good corporate governance yaitu: “Corporate Governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distributions of rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as, the board managers, shareholders and other stakeholders, and spells put the roles and procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance.” 10 Tulisan Organization for Economic Co-operation and Development mendefinisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan, dan pengawasan atas kinerja. Corporate governance yang baik dapat memberikan perangsang atau insentif yang baik bagi baord dan manajemen untuk mencapai tujuan yang untuk kepentingan perusahaan dan pemegang saham dan harus memfasilitasi pemonitoran yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang lebih efisien. Menurut Iman dan Amin (2002:4), pengertian corporate governance sebagai berikut: “Corporate Governance is a blend of law, regulation and appropriate voluntary private sector practices which enable a corporation to attract financilan and human capital, perform effectively and thereby perpetuate itself by generating long term economic value for its shareholders and society as a whole.” World Bank mendefinisikan corporate governance adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi oleh perusahaan yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, dengan demikian corporate governance dapat menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Corporate governance berperan penting untuk dapat meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan pemegang saham dan stakeholders yang terkait. 9 Menurut Iman dan Amin (2002:7) mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: “Corporate Govenance consist of an inter-related set of mechanism comprising institusional shareholders, boards of directors and commissioners, managers remunerate according to performance, the market for corporate control, ownership structure, financial structure, relational investors, and product market competition. A company’s management of its business risk if of crucial importance.” Iman dan Amin mendefinisikan corporate govenance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang terdiri atas pemegang saham institusional, dewan direksi dan komisaris, para manajer yang dibayar berdasarkan kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur kepemilikan, struktur keuangan, investor terkait dan persaingan produk. Manajemen perusahaan terhadap risiko bisnis merupakan hal yang sangat penting. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengendalian usaha menaikan nilai saham sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditur, dan masyarakat sekitar. Good Corporate Governace berusaha menjaga keseimbangan di antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan perusahaan. Tantangan dalam corporate governance adalah mencari cara untuk memaksimalkan penciptaan kesejahteraan sedemikian rupa, sehingga tidak membebankan ongkos yang tidak patut kepada pihak ketiga atau masyarakat luas. Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, penerapan praktik Good corporate governance dipertegas dengan dikeluarkanya Keputusan Menteri 10 BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 pasal 1 tentang penerapan praktik Good corporate governance pada BUMN. Pengertian corporate governance berdasarkan keputusan ini adalah: “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.” Yang dimaksud dengan organ dalam pengertian di atas adalah Rapat Umum Pemegang Saham, komisaris dan direksi untuk Perusahaan Perseorangan dan pemilik modal, dewan pengawas dan direksi untuk Perusahaan Umum dan Perusahaan Jawatan, sedangkan stakeholders adalah pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu pemegang saham maupun pemilik modal, komisaris maupun dewan pengawas, direksi serta karyawan maupun pemerintah, kreditur, dan pihak yang berkepentingan. Good corporate governance (GCG)didefinisikan sebagai struktur karena GCG berperan dalam mengatur hubungan antara dewan komisaris, direksi, pemegang saham,dan stakeholders lainnya. Sementara sebagai sistem, GCG menjadi dasar mekanisme pengecekan dan perimbangan (check and balances) kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi peluang pengelolaan yang salah, dan peluang penyalahgunaan aset perusahaan. Good corporate governance sebagai proses karena GCG memastikan transparansi dalam proses perusahaan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukuran kinerjanya. 9 Prinsip GCG merupakan kaidah, norma, ataupun korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Dengan demikian untuk lebih meningkatkan kinerja BUMN, pelaksanaan prinsip GCG perlu lebih dioptimalkan dan Keputusan Menteri tersebut merupakan perangkat pendukungnya. Berdasarkan Keputusan Menteri tersebut, penerapan GCG merupakan kewajiban bagi BUMN. BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan GCG sebagai landasan operasionalnya. Penerapan GCG pada BUMN dilaksanakan berdasarkan keputusan ini dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN. 2.4.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Menurut Iman dan Amin (2002:9) prinsip-prinsip Internasional mengenai corporate governance mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsipprinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD bermaksud untuk membantu anggota dan non-anggota dalam usaha untuk menilai dan memperbaiki kerangka kerja legal, institusional dan pengaturan untuk corporate governance di negara-negara mereka, dan memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal, investor, korporasi, dan pihak lain yang mempunyai peranan dalam proses mengembangkan GCG. 10 a. Transparansi (Transparency) Transparansi menurut Iman dan Amin (2002:7) yaitu pengungkapan informasi kinerja perusahaan, baik ketetapan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, decision making, control, fairness, quality, standardization, efficiency time and cost). Dalam hubungannya transparansi dengan meningkatkan kinerja dari perusahaan, prinsip ini mengatur berbagai hal diantaranya mengatur pengembangan teknologi informasi manajemen sehingga dapat memastikan penilaian kinerja yang terbaik, serta pengambilan keputusan yang efektif oleh pihak manajemen dapat memanajemen risiko dalam tingkatan perusahaan untuk memastikan seluruh risiko dapat dikelola pada waktu yang dapat ditolelir yang dimana dapat mempengaruhi kinerja di perusahaan itu sendiri, adanya sistem akuntansi yang berdasar pada standar akuntansi sehingga dapat memastikan kualitas dari laporan keuangan dan disclosure, serta adanya mempublikasian informasi keuangan dan informasi lainnya yang material dan ini akan berdampak pada kinerja perusahaan secara tepat waktu dan akurat. Menurut Iman dan Amin (2002:16), kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan mencakup situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan. 1. Pengungkapan mencakup, akan tetapi tidak terbatas pada informasi yang material: a. Hasil keuangan dan operasi perusahaan. 9 b. Tujuan perusahaan. c. Kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberian suara. d. Anggota dewan komisaris (board of directors) dan eksekutif kunci, dan remunerasi mereka. e. Faktor-faktor risiko material yang dapat diperkirakan. f. Isu material yang berkaitan dengan pekerja dan stakeholders yang lain. g. 2. Struktur dan kebijakan tata kelola. Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi, pengungkapan keuangan dan non-keuangan, dan audit yang bermutu tinggi. 3. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen agar memberikan keyakinan eksternal dan obyektif atas cara laporan keuangan disusun dan disajikan. 4. Saluran penyebaran informasi harus memberikan akses yang wajar, tepat waktu dan efisien biaya terhadap informasi yang relevan untuk pemakai. Inti dari prinsip keterbukaan dan transparansi adalah bahwa kerangka Corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan. Disamping itu, informasi yang diungkapan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas 10 tinggi. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan. b.` Kemadirian (Independency) Menurut Iman dan Amin (2002:8) , kemandirian adalah sebagai keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. Prinsip ini mengharuskan perusahaan menggunakan tenaga ahli dalam setiap divisi atau bagian dalam perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan dapat dipercaya, prinsip ini juga mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan intern dalam perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku, prinsip ini harus dilaksanakan dengan baik agar perusahaan tidak gampang terpengaruh atau di intervensi oleh pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang tidak sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku mekanisme korporasi. Prinsip ini harus dilaksanakan dengan baik agar tidak gampang terpengaruh oleh pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan prinsip korporasi yang tidak sehat, sehingga perusahaan dapat terhindar dari berbagai macam masalah dan benturan kepentingan antara perusahaan dan direksi yang dapat memperburuk citra perusahaan aktivitas perusahaan dapat dijalankan dengan baik dan dinamis. Akibat tidak diberlakukannya prinsip ini adalah proses penilaian kelayakan yang tidak fair, bias, dan merupakan bom waktu bagi masalah dibelakang hari dalam bentuk 9 proses pengelolaan perusahaan yang tidak efektif dan efisien, maupun kelayakan jaminan yang ada dalam perusahaan. a. Akuntabilitas (Accountability) Menurut Iman dan Amin (2002:7), akuntabilitas merupakan penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara board of commissioners, board of directions, shareholders, dan auditor (pertanggungjawaban wewenang, Traceable, reasonable). Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perseroan.Dalam hal ini, direksi (beserta manajer) bertanggung jawab atas keberhasilan pengurusan perusahaan dalam rangka mencapi tujuan yang telah disetujui oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan pemberian nasehat kepada direksi dalam rangka pengelolaan perusahaan. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan. Prinsip ini mengatur bagaimana sebaiknya perusahaan membentuk komite audit untuk memperkuat fungsi pengawasan intern oleh komisaris. Peran daripada auditor internal dapat membantu dalam memperbaiki kinerja perusahaan, para auditor internal ini akan memberikan masukan kepada pihak manajemen atas kesalahan dan kekurangan yang akan datang dalam mengelola sebuah perusahaan pada periode lalu agar dapat diperbaiki pada masa yang akan datang. Oleh karena itu pembentukan dan penetapan kembali peran dan fungsi auditor internal sangat 10 penting, dan prinsip ini mengatur bagaimana praktik audit yang sehat dan independent dan prinsip ini juga menetapkan suatu sistem penilaian kinerja melalui akuntansi dan sistem informasi yang baik. Kerangka kerja Good Corporate Governance memastikan sistem pengendalian strategis dan monitoring berjalan dengan baik serta memastikan akuntabilitas dewan eksekutif pada perusahaan, pemegang saham, dan stakeholder. Dewan bertanggung jawab untuk mematuhi kinerja dan pencapaian target return bagi pemegang saham dan mencegah berlarutnya konflik kepentingan, dan juga menjaga kompetisi yang fair dalam perusahaan. Agar akuntabilitas ini efektif, dewan juga harus menjaga independensinya dari manajemen. Tanggung jawab dewan yang lain adalah memastikan ditaatinya hukum, etika dan lain-lain. Menurut Iman dan Amin (2002:17), dalam hal ini, kerangka kinerja corporate governance harus memastikan pedoman strategik perusahaan, pemonitoran manajemen yang efektif oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. 1. Anggota dewan komisaris bertindak dengan dasar informasi yang lengkap, itikad baik, penelitian yang cermat dan hati-hati, dan kepentingan yang paling baik bagi perusahaan dan pemegang saham. 2. Apabila keputusan dewan komisaris dapat mempengaruhi kelompok pemegang saham yang berbeda dengan cara yang berbeda, dewan komisaris harus memperlakukan semua pemegang saham secara layak. 9 3. Dewan komisaris harus memastikan ketaatan terhadap hukum yang berlaku dan mempertimbangkan kepentingan stakeholders. 4. Dewan komisaris harus memenuhi fungsi-fungsi kunci tertentu, mencakup: a. Menelaah dan mengarahkan strategi korporat, rencana tindakan utama, kebijakan risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran kinerja; memonitor implementasi dan kinerja korporat; dan mengawasi pengeluaran modal yang pokok, akuisisi. b. Memilih, memberi kompensasi, memonitor dan bila perlu mengganti eksekutif kunci dan mengawasi perencanaan sukses (succession planning). c. Menelaah eksekutif kunci dan remunerasi dewan komisaris, dan memastikan suatu proses nominasi dewan komisaris yang formil dan transparan. d. Memonitor dan mengelola benturan kepentingan yang potensial dari manajemen, anggota dewan komisaris dan pemegang saham, mencakup penyalahgunaan aktiva korporat dan penyalahgunaan dalam transaksi-transaksi pihak yang mempunyai hubungan istimewa (telated partytransaction). e. Meyakini integritas akuntansi dan sistem pelaporan keuangan perusahaan, mencakup audit independen dan sistem pengendalian yang tepat berjalan, khususnya sistem pemonitoran pengendalian keuangan, dan ketaatan terhadap hukum. risiko, 10 f. Memonitor efektivitas praktik-praktik tata kelola yang beroperasi dan melakukan perubahan-perubahan bila perlu. g. Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi. 5. Dewan komisaris harus dapat melaksanakan pertimbangan yang obyektif tentang urusan korporat secara independen, khususnya terhadap manajemen. a. Dewan komisaris harus mempertimbangkan menugaskan sejumlah dewan komisaris non-eksekutif yang memadai untuk melakukan pertimbangan yang independen tentang tuga-tugas dimana terdapat suatu potensial benturan kepentingan. Contoh dari tanggung jawab penting adalah pelaporan keuangan, nominasi dan remunerasi eksekutif dan dewan komisaris. b. Anggota dewan komisaris harus mencurahkan waktu yang memadai terhadap tanggung jawab mereka. c. Agar dapat memenuhi tanggung jawab mereka, anggota dewan komisaris harus mempunyai akses terhadap informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu. Inti dari prinsip akuntabilitas dewan komisaris (board of directors) adalah bahwa kerangka corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris 9 beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. d. Pertanggungjawaban (Responsibility) Menurut Iman dan Amin (2002:8), pertanggungjawaban perusahaan artinya perusahaan sebagai bagian dari masyarakat, bertanggung jawab kepada stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan berada. Prinsip ini mengatur pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada stakeholders untuk mewujudkan perusahaan menjadi good corporate citizen. Dengan demikian perusahaan akan menjadi profesional dan penuh etika dalam menjalankan usahanya, menghindari penyalahgunaan kekuasaan yang diniliki oleh organ-organ internal perusahaan, dan adanya lingkungan bisnis yang baik seperti adanya larangan monopoli dan praktik persaingan yang tidak sehat. Perusahaan responsible mempunyai tanggung jawab sosial yang berlaku yang perlu dipertimbangkan, termasuk konsumen. Board of directors (Dewan Komisaris) merupakan faktor sentral dalam corporate governance karena hukum perseroan menempatkan tanggung jawab legal atas urusan suatu perusahaan kepada board of directors. Board of directors secara legal bertanggung jawab untuk menetapkan sasaran korporat, mengembangkan kebijakan yang luas, dan memilih personel tingkat atas untuk melaksanakan sasaran dan kebijakan tersebut. Board of directors juga menelaah kinerja manajemen untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara baik dan kepentingan pemegang saham dilindungi. 10 Tugas dan tanggung jawab komisaris menurut Iman dan Amin(2002:38), yaitu: 1. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan perseroan yang dilakukan direksi serta memberi nasehat kepada direksi termasuk mengenai rencana pengembangan perseroan, pelaksanaan ketentuanketentuan anggaran dasar dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai rencana pengembangan perseroan, rencana kerja dan anggaran tahunan perseroan serta perubahan dan tambahannya. 3. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran perseroan serta menyampaikan hasil penilaian serta pendapatnya kepada Rapat Umum Pemegang Saham. 4. Mengikuti perkembangan kegiatan perseroan. Dalam hal ini perseroan menunjukan gejala kemunduran, segera melaporka kepada Rapat Umun Pemegang Saham dengan disertai saran mengenai langkah perbaikan yang harus ditempuh. 5. Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai setiap persoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengurusan perseroan. 6. Melakukan tugas-tugas pengawasan lainnya yang ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham. 9 7. Komisaris mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, dan dalam rapat tersebut komisaris dapat mengundang direksi. e. Kewajaran (Fairness) Menurut Iman dan Amin (2002:6), fairness adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam. Dengan begitu peran dan tanggung jawab komisaris dan manajemen sangat diperlukan. Prinsip ini mengatur bahwa suatu perusahaan harus menetapkan aturan perusahaan untuk dapat melindungi kepentingan daripada pemegang saham, khususnya para pemegang saham minoritas, dan prinsip ini pun mengharuskan adanya penetapan kebijakan agar terlindungi dari kecurangan yang dilakukan oleh orang dalam atau yang berasal dari dalam (self dealing). Oleh karena itu, peranan dan tanggung jawab komisaris dan manajemen sangat diperlukan dan prinsip ini pula mengedepankan kewajaran dalam setiap informasi yang bersifat material dan diungkapkan secara penuh (full disclosure). Menurut Iman dan Amin dalam (2002:12), kerangka corporate governance harus dapat melindungi hak-hak pemegang saham. 1. Hak-hak pemegang saham mencakup: a. Metode yang aman dalam pencatatan kepemilikan (ownership registration). 10 b. Mengalihkan atau pemindahan saham. c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan pada waktu yang tepat dan berkala. d. Berpartisipasi dan memberi suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. 2. e. Memilih anggota dewan komisaris (board of directors). f. Mendapatkan pembagian laba perusahaan. Pemegang saham mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam dan secara memadai diberi informasi tentang keputusan yang berkaitan dengan perubahan perusahaan yang fundamental, seperti: a. Perubahan anggaran dasar (statute atau articles of incorporation), b. Otoritas tambahan saham, dan c. Transaksi-transaksi yang luar biasa sebagai akibat dari penjualan perusahaan. 3. Pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan memberi suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yaitu: a. Para pemegang saham yang harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan tepat wak tu yang berkaitan dengan tanggal, tempat, dan agenda rapat umum, dan juga informasi yang lengkap dan tepat waktu tentang masalah-masalah yang akan diputuskan dalam rapat. 9 b. Peluang harus diberikan kepada pemegang saham untuk menanyakan tentang dewan komisaris dan mencantumkan hal-hal dalam agenda rapat umum dengan bergantung pada pembatasanpembatasan yang masuk akal. c. Pemegang saham harus dapat memberi suara secara pribadi dan pengaruh yang sama harus diberikan terhadap suara, apakah dilakukan secara pribadi. 4. Struktur modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk memperoleh suatu tingkat pengendalian yang tidak seimbang atau sepadan dengan kepemilikan ekuitas mereka harus diungkapkan. 5. Markets for corporate control harus dapat berfungsi dalam keadaan yang efisien dan transparan. a. Aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mempengaruhi akuisisi tentang pengandalian korporat dalam pasar modal, dan transaksitransaksi yang luar biasa, seperti merger dan penjualan porsi yang substansial dari aktiva korporat harus secara jelas diungkapkan agar investor memahami hak mereka. Transaksi harus terjadi pada harga yang transparan dan di bawah kondisi yang wajar yang melindungi hak dari seluruh pemegang saham sesuai dengan kelompoknya. b. Alat-alat yang anti pengambilalihan seharusnya tidak digunakan untuk melindungi manajemen dari akuntabilitas atau tanggung jawab. 10 6. Pemegang saham, termasuk investor kelmbagaan, harus mempertimbangkan biaya dan manfaat untuk melaksanakan hak pemberian suara (voting rights). Inti dari prinsip perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham adalah bahwa kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melindungi hak-hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk: a. Menjamin keamanan metode pendaftaran saham yang dimilikinya, b. Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimiliknya, c. Memperoleh informasi yang relevan tetntang perusahaan secara berkala dan teratur, d. Ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS, e. Memilih anggota dewan komisaris dan direksi, serta f. Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan. Menurut Iman dan Amin(2002:14), kerangka kerja corporate governance juga harus memastikan perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham asing. Semua pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk memperoleh ganti rugi pelanggan yang efektif atas hak-hak mereka: 1. Semua pemegang saham dari kelompok yang sama harus diperlakukan secara sama rata atau adil: a. Dalam setiap kelompok, semua pemegang saham harus mempunyai hak pemberian suara yang sama. Semua investor dapat memperoleh informasi tentang hak pemberian suara yang melekat pada seluruh kelompok saham sebelum saham tersebut dibeli. Setiap perubahan 9 dalam hak pemberian suara harus tergantung pada suara pemegang saham. b. Suara harus diberikan oleh kustodian atau nominess dalam suatu keadaan sesuai dengan manfaat pemilik saham. c. Proses dan prosedur untuk rapat pemegang saham harus memungkinkan perlakuan yang sama bagi seluruh pemegang saham. Prosedur perusahaan seharusnya tidak mengakibatkan terlalu sulit atau mahal untuk memberikan suara. 2. Praktik-praktik insider trading dan self dealing yang bersifat penyalahgunaan harus dilarang. 3. Anggota dewan komisaris (board of directors) dan manajer disyaratkan untuk mengungkapkan setiap kepentingan yang material dalam transaksitransaksi atau hal-hal yang mempengaruhi perusahaan. Inti dari prinsip perlakuan terhadap seluruh pemegang saham adalah bahwa kerangka corporate governance harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktik-praktik insider trading dan self dealing, dan mengharuskan anggota dean komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest). 10 2.4.3 Manfaat Good corporate governance Corporate governance yang tidak efektif merupakan penyebab utama terjadinya krisis ekonomi dan kegagalan pada berbagai perusahaan di Indonesia akhir-akhir ini. Penerapan corporate governance yang efektif dapat memberikan sumbangan yang penting dalam memperbaiki kondisi perekonomian, serta menghindari terjadinya krisis dan kegagalan serupa di masa depan. Dengan melaksanakan corporate governance, menurut Forum for Corporate Govenrnace in Indonesia dalam kutipan Permata (2013:4) ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh, antara lain: 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta lebih baik meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporatevalue. 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholdersvalue dan dividen. Khusus bagi BUMN dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi. 9 Selain manfaat tersebut, menurut Iman dan Amin (2002:9), dengan menerapkan corporate governance yang baik akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Perbaikan dalam komunikasi, 2. Memperkecil potensial benturan (konflik kepentingan), 3. Fokus pada strategi-strategi utama, 4. Peningkatan dalam produktivas dan efisiensi, 5. Kesinambungan manfaat, 6. Promosi citra perusahaan, 7. Peningkatan kepuasan pelanggan, 8. Perolehan kepercayaan investor, 9. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan. Dengan corporate governance yang baik, keputusan-keputusan penting perusahaan tidak lagi hanya ditetapkan oleh satu pihak yang dominan (misalnya direksi), akan tetapi ditetapkan setelah mendapatkan masukan dari, dan dengan mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Selain itu, corporate governance yang baik dapat mendorong pengelolaan organisasi yang lebih demokratis (karena melibatkan partisipasi banyak kepentingan), lebih accountable (karena ada sistem yang akan meminta pertanggungjawaban atas setiap tindakan), dan lebih transparan serta akan meningkatkan keyakinan bahwa perusahaan dan organisasi lainnya dapat menyumbangkan manfaat tersebut dalam jangka panjang. 10 Menurut Fauziah dalam majalah Swasembada (2005:30), manfaat GCG terasa signifikan. Dari sisi manajemen, dapat dilihat bahwa suasana kerja menjadi lebih nyaman dan teratur, artinya segala proses kerja berjalan mulus, terkontrol, dan tercipta kerja tim yang solid. Selain itu, penjualan bisa di atas pasar, profit meningkat, berbagai penghargaan dapat diperoleh, dan meningkatnya kepercayaan mitra. Dengan GCG, integritas perusahaan lebih dipercaya pihak luar yang berkepentingan (stakeholders), memacu profesionalisme karyawan, kinerja keuangan yang cemerlang, serta stabilitas harga saham yang jempolan. 2.4.4 Tujuan Good corporate governance Tujuan penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/MMBU/2002 pasal 4 adalah: a. Memaksimalkan BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional. b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ. c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya 9 tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN. d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional. e. Meningkatkan iklim investasi nasional. f. Menyukseskan program privatisasi BUMN. Dengan demikian, penerapan pelaksanaan prinsip GCG secara optimal akan mampu mendorong peningkatan kinerja perusahaan yang ada, dan pada gilirannya memberikan value creation semua pihak yang terkait dengan perusahaan. Penerepan GCG bukanlah hal yang sulit. Bagi pihak luar, perusahaanperusahaan yang sarat dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ini selalu menampilkan kinerja yang bagus, seperti penjualan yang meningkat laba bersih yang terus melonjak, dan ekspansi yang tidak pernah berhenti. 2.5 Kerangka Pemikiran Salah satu fungsi dari auditor internal adalah menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Namun adanya konflik kepentingan antara pihak internal dan eksternal perusahaan, menuntut auditor internal untuk menghasilkan laporan auditan yang berkualitas yang dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut. Menurut Lawrence (2005), Auditor yang profesional harus memiliki independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya memberikan opini yang objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya, 10 bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga. Auditor internal harus bebas dari hambatan dalam melaksanakan auditnya. Hanya dengan begitu auditor internal bisa disebut melaksanakan audit dengan profesional. Menurut Tugiman (2006), Audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi yang dilaksanakan. Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Dengan sikap auditor internal yang independen maka akan mampu membantu manajemen dalam meningkatkan Good corporate governance. Menurut Mulyadi (2002:58) kompetensi auditor diukur melalui banyaknya ijazah/ sertifikat yang dimiliki serta jumlah/banyaknya keikutsertaan yang bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar atau symposium. Semakin banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan atau seminar/symposium diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap dalam melaksanakan tugasnya. Dengan banyaknya sertifikat dan pelatihan yang diikuti maka kompetensi auditor akan membantu organisasi dalam meningkatkan Good corporate governance. Menurut Tunggal (2008), Good corporate governance merupakan suatu prinsip dasar pengelolaan perusahaan secara transparan, akuntabel dan adil sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku umum. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance merupakan suatu kaidah, norma, ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan yang sehat. Berikut ini adalah prinsip- prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. 117/M-MBU/2002 adalah: 9 1. Transparansi Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan materil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Akuntabilitas Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Kemandirian Yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 4. Kewajaran Yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang berlaku. 5. Pertanggungjawaban Yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penjelasan mengenai pengaruh independensi dan kompetensi auditor internal terhadap good corporate governance dapat dilihat secara singkat melalui gambar kerangka pemikiran sebagai berikut : 10 Perusahaan Umum Independensi Auditor Good Corporate Governance Kompetensi Auditor Transparansi Kemandirian Akuntabilitas Pertanggung jawaban Kewajaran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran tentang pengaruh independensi dan kompetensi auditor internal terhadap Good Corporate Governance, maka dapat dikembangkan hipotesis dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Secara parsial Ho1 : Independensi tidak berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate Governance. Ha1 : Independensi berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate Governance. Ho2 : Kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate Governance. 9 Ha2 : Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate Governance. 2. Secara Simultan Ho3 : Independensi dan Kompetensi secara simultan tidak berpengaruh Signifikan terhadap Good Corporate Governance. Ha3 : Independensi dan Kompetensi secara simultan berpengaruh Signifikan terhadap Good Corporate Governance.