ISBN 978-979-792-675-5 EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI LIMBAH PENGOLAHAN IKAN JAMBAL SIAM(PANGASIUS HYPOPHTALMUS) Mirna Ilza Dosen Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian in bertujuan untuk mengekstrak dan fraksinasi fosfolipid dari limbah pengolahan ikan jambal siam (Pangasius hypophtalmus) dengan etanol dan aseton serta karakteristik asam lemak fraksi-fraksi fosfolipid yang dihasilkan. Proses fraksinasi dengan etanol dan aseton diduga dapat menghasilkan fraksi-fraksi fosfolipid dengan komposisi asam lemak yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam lemak jenuh tertinggi yang terdapat pada limbah pengolahan ikan jambal siam adalah asam palmitat yang diduga mendominasi pembentukan fosfadidilgliserol (PG), asam fosfatidat (PA), dan kardiolipin (DPG). Kadar asam lemak tak jenuh yang tertinggi adalah asam oleat yang diduga mendominasi pembentukan fosfatidilinositol (PI), fosfatidil etanolamin (PE), dan fosfatidilkolin (PC). Kata kunci: etanol, aseton, limbah pengolahan ikan jambal siam (Pangasius hypophtalmus). ABSTRACT This research aimed to extract and fractionate fosfolipid of waste processing of jambal siam (Pangasius hypophtalmus) with acetone and etanol and also fatty acidfractions characteristic of fosfolipid yielded. Process of fraction with acetone and etanol estimated can yield fraction of fosfolipid with composition different fatty acid.Result of research indicate that highest saturated fatty acid contents found on waste processing of waste processing jambal siam is palmitat acid predominate forming of fosfadidilgliserol (PG), fosfatidat (PA), and kardiolipin (DPG). Highest unsaturated acid contents is oleat acid predominate forming of fosfatidilinositol (PI), etanolamin fosfatidil (PE), and fosfatidilkolin (PC). Keywords: etanol, acetone, fish waste of jambal siam (Pangasius hypophtalmus). PENDAHULUAN Ikan jambal siam (Pangasius hypophtalamus) atau lebih dikenal oleh masyarakat sebagai ikan patin yang hidup di kolam dan keramba, merupakan salah satu ikan budidaya yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Provinsi Riau terutama di Kabupaten Kampar. Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau (2009), produksi budidaya ikan jambal siam pada tahun 2008 mencapai 13.206 ton, produksi ini meningkat dari tahun 2007 dengan jumlah produksi 6.391 ton, dan pada tahun 2006 jumlah produksi 3.394 ton. Pada tahun 2011 Kabupaten Kampar mampu memproduksi ikan jambal siam 50 ton per hari, tahun 2015 produksinya sudah mencapai 100 ton per hari. Ikan jambal siam ini merupakan ikan yang banyak disukai konsumen dalam kondisi segar dan memiliki kandungan lemak yang relatif tinggi. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa usaha budidaya ikan jambal siam di Propinsi Riau terus meningkat setiap tahunnya sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelimpahan produksi ikan jambal siam. Salah satu upaya untuk mengatasi kelimpahan 68 Prosiding Seminar Nasional "Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana" Pekanbaru, 28 Mei 2016 ISBN 978-979-792-675-5 produksi dan kejenuhan konsumen terhadap ikan jambal siam segar adalah dengan melakukan usaha pengolahan hasil perikanan. Pengolahan ikan jambal siam secara konvensional yang banyak dilakukan masyarakat adalah ikan asap dan ikan asin, sedangkan secara nonkonvensional belum banyak dilakukan. Pengolahan tersebut akan menghasilkan limbah berupa isi perut ikan yang sengaja dibuang dan tidak dimanfaatkan. Selain limbah dari pengolahan, limbah isi perut ikan jambal siam juga berasal dari sisa pemotongan ikan untuk konsumsi rumah tangga dan industri rumah makan yang ada di Pekanbaru dan sekitarnya. Limbah tersebut jumlahnya relatif banyak, apalagi kalau ditambah dengan limbah dari jenis ikan lainnya yang juga banyak dibudidayakan di Kabupaten Kampar khususnya dan di Provinsi Riau umumnya. Limbah isi perut ikan jambal siam terdiri dari saluran pencernaan, lemak, hati, dan organ lainnya. Di dalam perut ikan jambal siam terdapat sekitar 1-2% lemak yang bewarna kuning muda dan berbentuk padat. Lemak ini tergolong lipid yang terletak dekat saluran pencernaan ikan jambal siam. Lemak dari ikan jambal siam akan semakin banyak seiring dengan bertambah besarnya ukuran tubuh ikan. Selain itu, kandungan lemak ikan jambal siam juga akan bertambah pada saat ikan sedang mengalami matang gonad. Fosfolipid (glycerophospholipid) merupakan golongan senyawa lipid dan merupakan bagian dari membran sel makhluk hidup. Bagian lemak yang cukup penting berada dalam sel adalah fosfolipid yaitu lemak yang mengandung fosfor. Lesitin adalah sebuah fosfolipid penting terutama yang terdapat dalam membran sel. Fosfolipid terdiri dari empat komponen yaitu: asam lemak, gugus fosfat, alkohol yang mengandung nitrogen, dan suatu kerangka. Fosfolipid memiliki kerangka gliserol dan 2 gugus asil. Pada posisi ketiga dari kerangka gliserol ditempati oleh gugus fosfat yang terikat pada amino alkohol. Permintaan akan berbagai jenis fosfolipid saat ini terus mengalami peningkatan karena penggunaannya di industri terus meningkat. Fosfolipid digunakan untuk produk pangan, formula obat, penstabil, pelumas, kosmetik, bahan farmasi, dan sebagai pengemulsi. Fosfolipid sintetik dapat digunakan untuk keperluan pangan dan obat-obatan, namun sekarang minat konsumen beralih ke fosfolipid dari bahan alami. Propinsi Riau mempunyai sumber fosfolipid potensial yang belum dimanfaatkan secara optimum, yaitu fosfolipid dari limbah pengolahan ikan jambal siam. Sebagian besar fosfolipid masih berada dalam limbah pengolahan ikan jambal siam. Pengkajian fosfolipid dari limbah pengolahan ikan jambal siam penting dilakukan. Ilza (2005, 2009), menyatakan bahwa lemak ikan terdiri dari berbagai jenis trigliserida yaitu suatu molekul yang tersusun dari gliserol dan asam lemak. (Vikberg et al, 2006) menyatakan bahwa trigliserida larut dalam aseton, akan tetapi senyawa polar lesitin tidak larut. Untuk mempermudah penanganan lesitin kasar yang sangat kental dan untuk meningkatkan dispersibilitas dalam air, industri biasanya menggunakan aseton. Ekstraksi aseton menyebabkan fosfolipid menjadi terkonsentrasi sehingga meningkatkan kadarnya. Palacios dan Wang (2005), menyatakan bahwa fosfolipid kuning telur diekstrak dengan menggunakan etanol, dilanjutkan dengan ekstraksi aseton untuk menghilangkan lemak dari fraksi etanol. Pada penelitian ini dikaji metode ekstraksi dan fraksinasi fosfolipid dari limbah pengolahan ikan jambal siam dengan etanol dan aseton serta karakteristik fraksifraksi fosfolipid yang dihasilkan. Proses fraksinasi dengan etanol dan aseton diduga dapat menghasilkan fraksi-fraksi fosfolipid dengan komposisi asam lemak yang berbeda. 69 Prosiding Seminar Nasional "Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana" Pekanbaru, 28 Mei 2016 ISBN 978-979-792-675-5 Perumusan Masalah. Pengolahan ikan jambal siam menjadi ikan asap dan ikan asin di Kabupaten Kampar menghasilkan limbah berupa isi perut ikan yang sengaja dibuang dan tidak dimanfaatkan. Limbah tersebut jumlahnya relatif banyak, apalagi kalau ditambah dengan limbah dari jenis ikan lainnya yang juga banyak dibudidayakan di Kabupaten Kampar khususnya dan di Provinsi Riau umumnya. Limbah pengolahan ikan jambal siam yang terdiri dari saluran pencernaan, lemak, hati, dan organ lainnya. Di dalam perut ikan jambal siam terdapat sekitar 1-2% lemak yang bewarna kuning muda dan berbentuk padat. Lemak ini tergolong lipid yang terletak dekat saluran pencernaan ikan jambal siam. Di dalam lipid terkandung fosfolipid yang dibutuhkan oleh industri pangan, obat-obatan, farmasi, dan kosmetik. Mengingat belum adanya penelitian mengenai ekstraksi dan fraksinasi limbah pengolahan ikan jambal siam, oleh sebab itu penelitian ini penting untuk dilakukan supaya limbah ikan mempunyai nilai tambah. Di samping itu, penelitian ini juga penting bagi pihakpihak yang memerlukan informasi tentang ekstraksi dan fraksinasi fosfolipid limbah ikan jambal siam serta memenuhi kebutuhan industri terhadap fosfolipid alami. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah melakukan ekstraksi dan fraksinasi fosfolipid limbah pengolahan ikan jambal siam (Pangasius hypophtalamus). METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Pangan jurusanTeknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau,dan Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah ikan jambal siam. Limbah ikan tersebut diperoleh dari Kabupaten Kampar. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah standar campuran asam lemak, metilenklorida, NaOH, metanol, kloroform, etanol, aseton, akuades, dan gas nitrogen. Peralatan yang digunakan adalah water bath shaker, kromatografi gas,oven, lampu UV, alat-alat gelas, dan rotavapor.Penelitian secara garis besar meliputi ekstraksi total lipid, separasi fosfolipid dari total lipid, fraksinasi fosfolipid, dan mengidentifikasi asam lemak penyusunnya. Prosedur Penelitian Ekstraksi Lemak Ikan Untuk menentukan kadar lemak pada ikan dilakukan menggunakan metode Soxhlet (AOAC, 1990) dengan prosedur sebagai berikut : - Sampel yang telah dihaluskan (sebaiknya yang kering dan lewat 40 mesh) ditimbang sebanyak 50 g dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi soxhlet dalam kertas timbel. - Air pendingin dialirkan melalui kondensor. 70 Prosiding Seminar Nasional "Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana" Pekanbaru, 28 Mei 2016 ISBN 978-979-792-675-5 - Tabung reaksi dipasang pada alat destilasi soxhlet dengan pelarut dietil eter sebanyak 100 ml selama 5 jam. - Kemudian diulang kembali sampai berat sampel yang terpakai 400 g (8 kali ulangan). Sampel kedua dan seterusnya ditambahkan dietil eter 50 ml pada setiap kali pengulangan sampel. - Dietil eter yang telah mengandung ekstrak lemak dikeluarkan dari soxhlet dan dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 600C. - Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang beratnya. - Pengeringan dalam oven diteruskan sampai berat konstan. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak ikan. Separasi fosfolipid kasar dari ekstrak total lipid dengan pelarutan (Yunoki et al, 2008 yang dimodifikasi Estiasih dkk., 2010) Total lipid yang diperoleh dari proses ekstraksi diekstrak dengan menggunakan kloroform. Sebanyak 10 g total lipid diekstrak dengan 40 ml kloroform. Fraksi yang larut kloroform merupakan lipid non polar dan dipisahkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Fraksi yang tidak larut merupakan lipid polar dan dipisahkan. Fraksi yang larut kemudian dikeringkan dengan dengan menggunakan nitrogen/aerasi dan diekstrak kembali dengan menggunakan 30 ml khloroform. Setelah itu dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan fraksi larut dan tidak larut. Fraksi tidak larut merupakan lipid polar dan dicampur dengan fraksi tidak larut dari hasil ekstraksi pertama. Selanjutnya fraksi tidak larut kloroform diekstrak dengan mengunakan 20 ml metanol untuk melarutkan fosfolipid polar. Fraksi yang tidak larut dipisahkan dengan sentrifugasi pada 5000 rpm selama 10 menit. Fraksi yang larut kemudian dikeringkan untuk mengambil padatan yang merupakan fosfolipid. Fraksinasi fosfolipid Fosfolipid yang sudah diekstraksi dilarutkan dalam pelarut etanol dan aseton. Fraksinasi pertama dilakukan dengan menggunakan etanol. Fraksi larut etanol difraksinasi lebih lanjut dengan menggunakan aseton. Proses fraksinasi dilakukan sebagai berikut: 5 g fosfolipid kasar dilarutkan dalam 20 ml etanol kemudian diagitasi selama 60 menit. Supernatan dan endapan dipisahkan dengan sentrifugasi pada 5000 rpm selama 10 menit. Residu diambil dan merupakan fraksi tidak larut etanol. Fraksi larut etanol diambil dengan cara menguapkan etanol dengan menyemprotkan gas nitrogen/udara. Fraksi larut etanol diambil sebagian untuk dikarakterisasi dan sebagian lagi difraksinasi lebih lanjut dengan melarutkan aseton (1 : 4 b/v) dan diagitasi selam 60 menit. Fraksi tidak larut aseton dipisahkan dari larutan dengan sentrifugasi selam 10 menit pada kecepatan 5000 rpm. Fraksi larut aseton diambil dengan cara menguapkan aseton dengan gas nitrogen/udara. Hasil fraksinasi diperoleh empat fraksi fosfolipid yaitu faraksi tidak larut etanol, fraksi tidak larut etanol, fraksi larut etanol dan aseton, fraksi tidak larut etanol dan aseton, dan fosfolipid tanpa fraksinasi atau fosfolipid kasar. Fraksi-fraksi tersebut kemudian diidentifikasi jenis-jenis asam lemak penyusunnya (Nzai dan Proctor, 1998 yang dimodifikasi Estiasih dkk., 2010). 71 Prosiding Seminar Nasional "Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana" Pekanbaru, 28 Mei 2016 ISBN 978-979-792-675-5 Identifikasi jenis asam lemak pada fosfolipid kasar dan setiap fraksi fosfolipid Identifikasi jenis asam lemak dari setiap fraksi fosfolipid dilakukan dengan kromatografi gas. Masing-masing fraksi fosfolipid dimetilasi dengan metode Park dan Goin (1994). Identifikasi dilakukan dengan membandingkan dengan waktu retensi standar campuran asam lemak yang diinjeksikan terpisah. Kuantifikasi dilakukan berdasarkan persentase relatif. Analisis Data Data yang diperoleh diolah secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya data tentang fraksinasi dan asam lemak yang dikandung masing-masing fraksi dibahas dengan menggunakan fraksi fosfolipid kasar sebagai pembanding. HASIL DAN PEMBAHASAN Asam Lemak Jenuh (SAFA) Hasil analisis asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA) menggunakan kromatogafi gas menunjukkan bahwa asam lemak jenuh yang terdeteksi pada masing-masing fraksi fosfolipid berbeda jumlahnya.Pada masing-masingfraksi dapat dideteksi sebanyak 11 jenis asam lemak jenuh dengan total asam lemak jenuh 35,94% - 44,27%. Asam lemak yang tertinggi jumlahnya adalah asam palmitat, yaitu pada fosfolipid kasar 18,83%, fosfolipid larut etanol 18,15%, fosfolipid tidak larut etanol 18,37%, fosfolipid larut aceton 18,07%, dan fosfolipid tidak larut aceton 18,19%. Untuk lebih jelasnya, hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Jenuh Fraksi Fosfolipid Jumlah (%) Tidak Tidak Jenis Asam Lemak Fosfolipid Larut Larut Larut Larut Kasar Etanol Aceton Etanol Aseton Asam Laurat, C12:0 Asam Miristat, C14:0 Asam Pentadekanoat, C15:0 Asam Palmitat, C16:0 1,94 4,51 1,99 18,83 1,26 3,83 1,31 18,15 1,50 4,07 1,55 18,37 1,18 3,75 1,23 18,07 1,30 3,87 1,35 18,19 Asam Heptadekanoat, C17:0 2,02 1,34 1,58 1,26 1,38 Asam Stearat, C18:0 5,26 4,53 4,82 4,50 4,62 Asam Arakhidat, C20:0 2,08 1,40 1,64 1,32 1,44 Asam Heneikosanoat, C21:0 1,88 1,20 1,44 1,12 1,24 Asam Behenat, C22:0 1,93 1,27 1,51 1,19 1,31 Asam Trikosanoat, C23:0 1,89 1,21 1,45 1,13 1,25 Asam Lignoserat, C24:0 1,94 1,26 1,50 1,19 1,34 Total Asam Lemak Jenuh 44,27 36,76 39,43 35,94 37,29 Estiasih dkk. (2010) mengemukakan bahwa asam palmitat mendominasi pembentukan fosfadidilgliserol (PG), asam fosfatidat (PA), dan kardiolipin (DPG). Perbedaan komposisi 72 Prosiding Seminar Nasional "Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana" Pekanbaru, 28 Mei 2016 ISBN 978-979-792-675-5 asam lemak pada masing-masing fraksi fosfolipid diduga akan berpengaruh terhadap sifat fungsional fosfolipid seperti kemampuan emulsifikasi. Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (MUFA) Asam lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid/MUFA) fraksinasi fosfolipid yang dianalisis menggunakan kromatogafi gas berbeda jumlahnya. Jenis dan jumlah asam lemak yang terkandung pada masing-masing fraksi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada masing-masingfraksi dapat dideteksi sebanyak 7 jenis asam lemak tak jenuh tunggal dengan total asam lemak tak jenuh tunggal17,47% 32,75%. Asam lemak yang tertinggi adalah asam oleat, yaitu pada fosfolipid kasar 19,64%, fosfolipid larut etanol 21,31%, fosfolipid tidak larut etanol 16,34%, fosfolipid larut aceton 21,63%, dan fosfolipid tidak larut aceton 21,91%. Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal Lemak Ikan Fraksinasi Fosfolipid Jumlah (%) Tidak Tidak Jenis Asam Lemak Fosfolipid Larut Larut Larut Larut Kasar Etanol Aceton Etanol Aseton Asam Miristoleat, C14:1 0,15 0,99 0,02 1,32 1,59 Asam Palmitoleat, C16:1 0,80 1,64 0,53 1,97 2,24 Asam Cis-10-Heptadekanoat, C17:1 1,00 1,04 0,07 1,37 1,64 Asam Elaidat, C18:1n9t 0,23 1,07 0,10 1,40 1,67 Asam Oleat, C18:1n9c 19,64 21,31 16,34 21,63 21,91 Asam Cis-11-Eikosenoat, C20:1 0,65 1,49 0,38 1,82 2,09 Asam Erucat, C22:1n9 0,16 1,02 0,03 1,33 1,61 Total Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal 22,63 28,56 17,47 30,84 32,75 Fraksi larut etanol mempunyai kadar asam lemak tidak jenuh tunggal (oleat dan palmitoleat) yang lebih tinggi dibanding fraksi tidak larut etanol. Aseton merupakan pelarut yang bersifat semipolar sehingga pelarutan dengan aseton menghasilkan kadar asam lemak tidak jenuh yang hampir sama antara fraksi yang larut aseton dan tidak larut aseton. Perbedaan komposisi asam lemak dipengaruhi oleh pelarut. Asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap tunggal cenderung lebih polar sehingga lebih mudah larut dalam etanol. Estiasih dkk. (2010) mengemukakan bahwa asam lemak yang mendominasi untuk fosfatidilinositol (PI), fosfatidil etanolamin (PE), dan fosfatidilkolin (PC) adalah asam oleat. Fraksinasi ditujukan untuk mendapatkan fraksi-fraksi fosfolipid yang diinginkan. Fraksi larut etanol diharapkan menghasilkan fraksi dengan rasio PC/PE yang tinggi yang sesuai untuk emulsi minyak dalam air, sedangkan fraksi yang tidak larut etanol menghasilkan rasio PC/PE yang rendah yang sesuai untuk emulsi air dalam minyak (Cobert, 1998). Asam Lemak Tak Jenuh Ganda (PUFA) Jenis asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) yang terdapat pada masing-masing fraksi ada 11 jenis. Untuk lebih jelasnya, jenis dan jumlah asam lemak tak jenuh ganda pada masing-masing lemak ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. 73 Prosiding Seminar Nasional "Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana" Pekanbaru, 28 Mei 2016 ISBN 978-979-792-675-5 Pada Tabel 3 dapat dilihat total asam lemak tak jenuh ganda13,24% - 22,43%. Asam lemak yang tertinggi adalah asam linoleat, yaitu pada fosfolipid kasar 10,14%, fosfolipid larut etanol 10,20%, fosfolipid tidak larut etanol 9,41%, fosfolipid larut aceton 9,43%, dan fosfolipid tidak larut aceton 10,99%. Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Tak Jenuh Ganda Lemak Ikan Fraksinasi Fosfolipid Jumlah (%) Tidak Tidak Jenis Asam Lemak Fosfolipid Larut Larut Larut Larut Kasar Etanol Aceton Etanol Aseton Asam Linolelaidat, C18:2n9t 0,70 0,86 0,02 0,73 0,80 Asam Linoleat, C18:2n6c 10,14 10,20 9,41 9,43 10,99 Asam g-Linolenat, C18:3n6 1,12 1,23 0,39 1,10 1,17 Asam Linolenat, C18:3n3 1,18 1,29 0,45 1,16 1,23 Asam Cis-11,14-Eikosedienoat, C20:2 1,16 1,27 0,43 1,14 1,21 1,44 1,55 0,71 1,42 1,49 0,77 0,88 0,04 0,75 0,82 1,35 1,46 0,62 1,33 1,43 0,75 0,86 0,02 0,74 0,80 1,01 1,12 0,28 1,72 1,26 1,60 1,71 0,87 1,58 1,65 21,22 22,43 13,24 21,10 21,85 Asam Cis-8,11,14-Eikosetrienoat, C20:3n6 Asam Cis-11,14,17-Eikosetrienoat, C20:3n3 Asam Arakhidonat, C20:4n6 Asam Cis-13,16-Dokosadienoat, C22:2 Asam Cis-5,8,11,14,17Eikosapentaenoat, C20:5n3 Asam Cis-4,7,10,13,16,19Dokosaheksaenoat, C22:6n3 Total Asam Lemak Tak Jenuh Ganda Fraksi larut etanol mempunyai kadar asam lemak tidak jenuh ganda yang lebih tinggi dibanding fraksi larut etanol. Metanol merupakan pelarut polar yang mampu mengekstrak asam lemak yang tingkat kepolarannya sama dengan pelarut. Sedangkan asetonmerupakan pelarut semipolar yang menghasilkan kadar asam lemak tidak jenuh yang hampir sama antara fraksi yang larut aseton dan tidak larut aseton. Nilasari (2004) mengemukakan bahwa pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya,karena polaritas lemak berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum untuk semua jenis lemak. KESIMPULAN Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kadar asam lemak jenuh tertinggi yang terdapat pada limbah pengolahan ikan jambal siam adalah asam palmitat yang diduga mendominasi pembentukan fosfadidilgliserol (PG), asam fosfatidat (PA), dan kardiolipin (DPG). Kadar asam lemak tak jenuh yang tertinggi adalah asam oleat yang diduga mendominasi pembentukan fosfatidilinositol (PI), fosfatidil etanolamin (PE), dan fosfatidilkolin (PC). Metanol merupakan pelarut polar yang menghasilkan fraksi asam lemak tak jenuh larut etanol lebih tinggi dari fraksi larut etanol. Sedangkan aseton merupakan pelarut yang bersifat 74 Prosiding Seminar Nasional "Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana" Pekanbaru, 28 Mei 2016 ISBN 978-979-792-675-5 semipolar sehingga pelarutan dengan aseton menghasilkan kadar asam lemak tidak jenuh yang hampir sama antara fraksi yang larut aseton dan tidak larut aseton. DAFTAR PUSTAKA AOAC, 1990. Official Methods of Abalysis . 15 th ed. Vol 2 Virginia, USA. Cobert, L. B., 1998. Lecithins tailored to your emulsification needs. INFORM 43(9): 686688. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, 2009. Laporan Tahunan Budidaya Ikan Air Tawar. Pekanbaru. Eshratabadi, P., 20008. Effect of diffrent parameters on removal and quality of soybean lecithin. Research Journal of Biological Sciences 3(8): 874-879. Estiasih, T., K. Ahmadi, F. C. Nisa, dan A. D. Khulug, 2010. Ekstraksi dan Fraksinasi Fosfolipid dari Limbah Pengolahan minyak Sawit. J. Tehnol. dan Industri Pangan, 21(2): 151-159. Ilza, M., 2005. Biokimia dan Teknologi Hasil Perikanan. Faperika Press. Pekanbaru. Ilza, M., 2009. Buku Ajar Biokimia Hasil Perikanan. Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau. Pekanbaru. Nilasari, A., 2004. Isolasi Minyak Biji Kelumpang (Sterculia foetida) dengan Menggunakan Berbagai Macam Pelarut. Tugas Akhir II. FMIPA UNNES. Semarang. Nzai J. M, and A. Proctor, 1998. Phospholipids determination in vegetable oil by thin layer chromatography and imaging densitometry. Food Chem. 63: 571-576. Palacios L. E. and T. Wang, 2005. Extraction of egg yolk lecithin. J. Amer. Oil Chem. Soc. 82 (8): 565-569. Park P. W. and R. W. Goins, 1994. In situ preparation of fatty acids methyl ester for analysis of fatty acids composition in food J. Food Sci. 59: 1262-1266. Vikbjerg A. F., J. Y. Rusig, G. Jonsson, H. Mu, X. Xu, 2006. Comparative evaluation of the emulsifying properties of phosphotidylcholine after enzymatic acyl modification. J. Agric. Food Chem. 54: 3310-3316. Yunoki K., O. Kukino, Y. Nadachi, T. Fujino, M. Ohnishi, 2008. Separation and determination of fuctionalcomplex lipids from chicken skin. J. Amer. Oil Chem. Soc. 85: 427-433. 75 Prosiding Seminar Nasional "Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana" Pekanbaru, 28 Mei 2016