5 hasil dan pembahasan

advertisement
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Komposisi Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan yang diperoleh dikelompokkan menjadi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama dibedakan atas ikan
konsumsi dan ikan hias. Pengelompokan ini didasarkan pada nilai ekonomis hasil
tangkapan dan jenis pemanfaatannya oleh nelayan setempat.
Total hasil tangkapan yang diperoleh selama 12 hari operasional kedua jenis
bubu berjumlah 655 ekor dengan berat mencapai 57.090 g. Hasil tangkapan utama
yang diperoleh mencakup 8 famili ikan konsumsi dan 1 famili ikan hias. Ikan
konsumsi yang tertangkap adalah famili Scaridae, Pomacentridae, Serranidae,
Labridae, Lutjanidae, Siganidae, Nemipteridae dan Mullidae. Ikan hias yang
tertangkap adalah famili Chaetodontidae. Hasil tangkapan sampingan yang
diperoleh mencakup 9 famili, yaitu
Portunidae Diogenidae, Muraenidae,
Balistidae, Monacanthidae, Charcharinidae, Diodontidae, Pinguipedidae dan
Caesiodae.
Hasil tangkapan total ikan konsumsi berjumlah 589 ekor (87,02%) dengan
berat 48.130 g (83,62%). Hasil tangkapan total didominasi oleh famili Scaridae
sebanyak 167 ekor (25,50%) dengan berat 15.140 g (26,52%). Komposisi hasil
tangkapan kedua jenis bubu selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 6 dan
Tabel 8.
160
148
140
120
96
80
36
40
20
68
61
60
19
31
13
13 10 16
23
18
4
11
3
13
6
0
1 3
2 0
3 1
1
7
16
2 0
1 2
2 0
1 0
Sc
Po
ar
m
i
ac da e
en
tri
Se dae
rra
ni
de
La
br
id
a
Lu
tja e
ni
Si da e
ga
n
N
em ida
e
ip
te
rid
ae
M
C
ha
u
e t llida
od
e
on
tid
D
a
io
ge e
ni
M
da
ur
ae e
ni
Ba da e
M
l
on ist id
ac
ae
a
C
ha n th
i
d
rc
ha ae
rin
D
io idae
do
Pi
n
n g t id
a
ui
pe e
di
d
C
ae ae
si
od
Po
a
rt u e
ni
da
e
Jumlah (ekor)
100
Bubu Kontrol
Bubu Perlakuan
Famili
Gambar 6 Jumlah tangkapan berdasarkan jenis ikan
24
31
Tabel 8. Hasil tangkapan total.
Sampingan
Utama
Hasil tangkapan
Ikan Konsumsi
1. Famili Scaridae
2. Famili Pomacentridae
3. Famili Serranide
4. Famili Labridae
5. Famili Lutjanidae
6. Famili Siganidae
7. Famili Nemipteridae
8. Famili Mullidae
Ikan Hias
1. Famili Chaetodontidae
Subtotal
1. Famili Portunidae
2. Famili Diogenidae
3. Famili Muraenidae
4. Famili Balistidae
5. Famili Monacanthidae
6. Famili Charcharinidae
7. Famili Diodontidae
8. Famili Pinguipedidae
9. Famili Caesiodae
Subtotal
Total
Jumlah
Berat
ekor
%
g
%
167
157
49
99
23
20
41
14
25,50
23,97
7,48
15,11
3,51
3,05
6,26
2,14
15.140
8.960
7.525
8.335
1.970
1.120
3.280
1.410
26,52
15,69
13,18
14,60
3,45
1,96
5,75
2,47
19
589
2,90
89,92
390
48.130
0,68
84,31
40
4
2
4
8
2
3
2
1
66
655
6,11
0,61
0,31
0,61
1,22
0,31
0,46
0,31
0,15
10,08
100,00
3.100
610
2.100
940
270
1.000
640
190
110
8.960
57.090
5,43
1,07
3,68
1,65
0,47
1,75
1,12
0,33
0,19
15,69
100,00
5.1.1 Komposisi hasil tangkapan bubu nelayan
Hasil tangkapan bubu nelayan berjumlah 453 ekor dengan berat 41.580 g.
Hasil tangkapan utama diperoleh sebesar 93,60% dari total jumlah individu,
mencakup 411 ekor ikan konsumsi (90,73%) dan 13 ekor ikan hias (2,87%). Hasil
tangkapan sampingan yang diperoleh sebanyak 29 ekor atau 6,40 % dari total
individu. Komposisi hasil tangkapan bubu nelayan dapat dilihat pada Gambar 7
dan Tabel 9.
6.40%
93.60%
Hasil tangkapan utama
Hasil tangkapan sampingan
Gambar 7 Komposisi hasil tangkapan bubu nelayan
32
Tabel 9. Hasil tangkapan bubu nelayan
Sampingan
Utama
Hasil tangkapan
Jumlah
Berat
ekor
%
g
%
Ikan Konsumsi
1. Famili Scaridae
2. Famili Pomacentridae
3. Famili Serranide
4. Famili Labridae
5. Famili Lutjanidae
6. Famili Siganidae
7. Famili Nemipteridae
8. Famili Mullidae
Ikan Hias
1. Famili Chaetodontidae
Subtotal
148
96
36
68
13
16
23
11
32,67
21,19
7,95
15,01
2,87
3,53
5,08
2,43
13.470
5.270
5.715
5.435
1.090
1.020
1.780
1.220
32,40
12,67
13,74
13,07
2,62
2,45
4,28
2,93
13
424
2,87
93,60
280
35.280
0,67
84,85
1. Famili Portunidae
2. Famili Diogenidae
3. Famili Muraenidae
4. Famili Balistidae
5. Famili Monacanthidae
6. Famili Charcharinidae
7. Famili Diodontidae
8. Famili Pinguipedidae
9. Famili Caesiodae
Subtotal
Total
16
1
2
3
1
2
1
2
1
29
453
3,53
0,22
0,44
0,66
0,22
0,44
0,22
0,44
0,22
6,40
100,00
1.740
170
2.100
720
70
1.000
200
190
110
6.300
41.580
4,18
0,41
5,05
1,73
0,17
2,41
0,48
0,46
0,26
15,15
100,00
Famili ikan konsumsi yang diperoleh mencakup famili Scaridae,
Pomacentridae, Serranidae, Labridae, Lutjanidae, Siganidae, Nemipteridae, dan
Mullidae. Famili yang tergolong ikan hias yang diperoleh adalah famili
Chaetodontidae. Hasil tangkapan bubu nelayan didominasi oleh famili Scaridae
sebanyak 148 ekor (32,67%) dengan berat 13.470 g (32,40%).
Jenis ikan famili Scaridae yang banyak tertangkap adalah ikan kakatua
(Scarus sp.). Ikan dari famili ini merupakan ikan diurnal, yaitu terbiasa aktif
mencari makan di siang hari. Ikan ini tergolong jenis ikan herbivora yang
memakan alga yang menempel di permukaan terumbu karang, polyp karang dan
zooxanthellae. Ikan kakatua hidup bergerombol (schooling) untuk mencari
makanan di sekitar terumbu karang. Jika menemukan alga yang menempel di
permukaan terumbu karang, ikan ini akan menggerus terumbu karang dengan
menggunakan gigi pengerusnya. Diduga bahwa penggunaan tutupan bubu berupa
patahan terumbu karang yang digunakan sebagai kamuflase visual menyebabkan
gerombolan ikan kakatua lebih tertarik untuk mendekati bubu nelayan. Patahan
33
terumbu karang membuat gerombolan ikan kakatua tertarik untuk mencari alga
yang menempel.
Jenis hasil tangkapan sampingan yang paling banyak tertangkap adalah biota
dari famili Portunidae, yaitu Portunus hestatoides. Famili ini tertangkap sebanyak
16 ekor (3.53%) dengan berat 1.740 g (4,18%) dari total hasil tangkapan bubu
nelayan. Famili Portunidae merupakan hewan karnivora. Mangsanya berupa ikan
kecil dan moluska (Burgress dan Axelrood 1973). Keberadaan ikan kecil dan
penggunaan
umpan
bintang
laut
bantal
(Culcita
novaguineae)
diduga
menyebabkan hewan ini terperangkap dalam bubu untuk mencari makanan.
Jenis ikan hasil tangkapan sampingan lainnya yang ikut tertangkap dalam
bubu adalah ikan dari famili Charcharinidae, yaitu cucut tokek (Atelomycterus
marmoratus) dan ikan dari famili Muraenidae, yaitu belut moray hitam dan belut
moray putih. Famili Charcharinidae tertangkap sebanyak 2 ekor (0,44%) dengan
berat1000 g (2,41%). Famili Muraenidae tertangkap sebanyak 2 ekor (0,44%)
dengan berat 2.100 g (5,05%).
Famili Charcharinidae dan Muraenidae merupakan ikan pemakan daging.
Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan ikan mangsa yang sudah hancur di
dalam bubu yang sama. Kedua famili ini bersifat soliter dan tinggal di celah-celah
terumbu karang dengan kedalaman mencapai 15 m. Kedua famili ini merupakan
hewan nokturnal yang aktif mencari makan di malam hari (Allen et al. 2002).
5.1.2 Komposisi hasil tangkapan bubu perlakuan
Hasil tangkapan bubu perlakuan berjumlah 202 ekor dengan berat total
mencapai 15.510 g. Hasil tangkapan utama diperoleh sebesar 81,68% dari total
jumlah individu yang mencakup 159 ekor ikan konsumsi (78,73%) dan 6 ekor
ikan hias (2,97 %). Hasil tangkapan sampingan diperoleh sebesar 37 ekor atau
18,32 % dari total jumlah individu. Komposisi hasil tangkapan bubu perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 8.
34
Tabel 10. Hasil tangkapan total bubu perlakuan
Sampingan
Utama
Hasil Tangkapan
Jumlah
Berat
ekor
%
g
%
Ikan Konsumsi
1. Famili Scaridae
2. Famili Pomacentridae
3. Famili Serranide
4. Famili Labridae
5. Famili Lutjanidae
6. Famili Siganidae
7. Famili Nemipteridae
8. Famili Mullidae
Ikan Hias
1. Famili Chaetodontidae
Subtotal
19
61
13
31
10
4
18
3
9,41
30,20
6,44
15,35
4,95
1,98
8,91
1,49
1.670
3.690
1.810
2.900
880
100
1.500
190
10,77
23,79
11,67
18,70
5,67
0,64
9,67
1,23
6
165
2,97
81,68
110
12.850
0,71
82,85
1. Famili Portunidae
2. Famili Diogenidae
3. Famili Muraenidae
4. Famili Balistidae
5. Famili Monacanthidae
6. Famili Charcharinidae
7. Famili Diodontidae
8. Famili Pinguipedidae
9. Famili Caesiodae
Subtotal
Total
24
3
0
1
7
0
2
0
0
37
202
11,88
1,49
0,00
0,50
3,47
0,00
0,99
0,00
0,00
18,32
100,00
1.360
440
0
220
200
0
440
0
0
2.660
15.510
8,77
2,84
0,00
1,42
1,29
0,00
2,84
0,00
0,00
17,15
100,00
18.32%
81.68%
Hasil tangkapan utama
Hasil tangkapan sampingan
Gambar 8 Komposisi jenis hasil tangkapan bubu perlakuan
Hasil tangkapan bubu perlakuan didominasi oleh famili Pomacentridae
sebanyak 61 ekor (30,20 %) dengan berat 3.690 g (23,79%). Jenis ikan dari famili
Pomacentridae yang tertangkap pada bubu perlakuan adalah ikan betok hitam
(Neoglyphidodon oxyodon) dan ikan betok putih (Altrichthys curatus). Famili ini
tergolong ikan diurnal dan merupakan omnivora.
Makanannya berupa alga,
35
invertebrata dan plankton (Burgress dan Axelrood 1973). Umumnya ikan dari
famili Pomacentridae mencari makan di celah–celah karang. Murdianto (2003)
menyatakan bahwa famili ini merupakan ikan yang terbanyak hidup di terumbu
karang. Diduga bahwa ikan ini tertarik mendekati tutupan karung goni untuk
mencari alga yang menempel di karung goni. Selain itu juga diduga penggunaan
umpan merupakan penyebab famili ikan ini tertarik masuk ke dalam bubu
perlakuan dan bubu nelayan.
Famili Labridae ikut mendominasi hasil tangkapan bubu perlakuan. Famili
Labridae yang didapat sebesar 31 ekor (15,35%) dengan berat 2.900 g (18,70%).
Jenis ikan yang tertangkap dalam bubu perlakuan terdiri atas ikan nori (Cheilinus
fasciatus), ikan jarang gigi (Choerodon anchorago), ikan tikusan (Hemigymus
malapterus), ikan salome (Halichoeres margaritaceus), ikan kenari kuning
(Epibulus insidiator) dan ikan kenari coklat (Epibulus insidiator). Ikan famili
Labridae aktif mencari makan pada siang hari dan hidup di sekitar terumbu karang
(Arami 2006). Ikan famili Labridae memangsa berbagai jenis biota laut termasuk
bulu babi (Diadema sp.) (Anonim 2009). Ikan famili ini diduga tertarik untuk
masuk ke dalam bubu karena adanya umpan bulu babi (Diadema sp.) yang
diletakkan di depan mulut bubu.
Famili Serranidade merupakan salah satu target penangkapan nelayan bubu
di Kepulauan Seribu. Hal ini dikarenakan ikan kerapu tergolong ikan ekonomis
penting. Harga jualnya bervariasi yang ditentukan oleh jenis dan ukuran ikan yang
tertangkap. Jenis ikan dari famili Serranidae yang tertangkap dalam penelitian ini,
antara
lain
ikan
kerapu
koko
(Epinephelus
quoyanus),
kerapu
karet
(Cephalopholis argus), kerapu hitam (Epinephelus ongus), kerapu merah
(Epinephelus fasciatus) dan kerapu sunu (Plectpomus leopardus). Jumlah ikan
kerapu yang tertangkap pada bubu perlakuan lebih sedikit dibandingkan dengan
bubu nelayan, yaitu masing–masing sebanyak 13 ekor (6,44%) dan 36 ekor
(7,95%). Ikan kerapu merupakan ikan karnivora yang aktif mencari makan di
siang hari. Ikan kerapu umumnya hidup di gua-gua karang (Harmelin-Vivien 1979
diacu dalam Muzahar 2003). Ikan dari famili Serranidae tertarik memasuki bubu
dikarenakan adanya ikan mangsa dalam bubu. Salah satu ikan mangsa tersebut
36
adalah ikan dari famili Scaridae (High dan Breadsley 1970 diacu dalam Furevik
1994).
Famili Chetodontidae juga tertangkap dalam penelitian ini. Ikan famili ini
hanya hadir jika masih terdapat karang hidup, sehingga kehadiran ikan famili
Chaetodontidae seringkali digunakan sebagai indikator kesehatan lingkungan
karang. Ikan famili Chaetodontidae hanya memangsa polip karang (Romimohtarto
dan Juwana 2000). Dalam penelitian yang dilakukan, jenis ikan dari famili
Chaetodontidae yang tertangkap antara lain ikan marmut (Chaetodontoplus
mesoleucus) dan ikan kepe strip delapan (Chaetodon octofasciatus). Komposisi
jumlah ikan yang tertangkap di bubu nelayan lebih banyak dibandingkan dengan
komposisi jumlah ikan yang tertangkap di bubu perlakuan, yaitu masing – masing
sebanyak 13 ekor (2,87%) dan 6 ekor (2,97%). Diduga bahwa polip yang terdapat
pada terumbu karang yang menjadi media penutup bubu menyebabkan ikan famili
Chaetodontidae lebih tertarik untuk masuk ke dalam bubu nelayan.
5.2 Sebaran Panjang Hasil Tangkapan
Ada dua famili utama yang merupakan hasil tangkapan dominan dalam
penelitian ini, yaitu Famili Scaridae dan famili Pomacentridae, sehingga hanya
kedua famili tersebut yang dianalisis panjangnya. Kedua famili tersebut
dikelompokkan berdasarkan jenis bubu. Bubu nelayan menangkap ikan famili
Scaridae dalam berbagai ukuran panjang yang berkisar antara 10,5-26,5 cm,
sedangkan famili Pomacentridae tertangkap pada ukuran 9-17,3 cm. Frekuensi
panjang tertinggi untuk famili Scaridae terjadi pada selang 14-15 cm sebesar 42
ekor atau 28,38 % (Gambar 9). Frekuensi panjang tertinggi untuk famili
Pomacentridae terjadi pada selang 13-14 cm sebanyak 41 ekor atau 42,71 %
(Gambar 10).
Ikan famili Scaridae yang tertangkap pada bubu perlakuan memiliki kisaran
panjang 13,5-23,3 cm, sedangkan famili Pomacentridae yang tertangkap memiliki
kisaran panjang 9,1-19,9 cm. Frekuensi panjang tertinggi famili Scaridae terjadi
pada selang panjang 17-18 cm sebanyak 10 ekor atau 52,63 % (Gambar 11).
Frekuensi panjang tertinggi untuk famili Pomacentridae terjadi pada selang 13-14
cm sebanyak 29 ekor atau 47,54 % (Gambar 12).
37
45
40
Jumlah (ekor)
35
30
25
20
15
10
5
0
10-11
12-13
14-15
18-19
16-17
20-21
22-23
24-25
26-28
Selang Panjang (cm)
Gambar 9 Sebaran frekuensi panjang famili Scaridae pada bubu nelayan
45
40
Jumah (ekor)
35
30
25
20
15
10
5
-
9-10
11-12
13-14
15-16
17-18
19-20
21-22
23-24
Selang panjang (cm)
Gambar 10 Sebaran frekuensi panjang famili Pomacentridae pada bubu nelayan
12
Jumlah (ekor)
10
8
6
4
2
0
13-14
15-16
17-18
19-20
21-22
23-24
Selang panjang (cm)
Gambar 11 Sebaran frekuensi panjang famili Scaridae pada bubu perlakuan
38
35
Jumlah (ekor)
30
25
20
15
10
5
0
9-10
11-12
13-14
15-16
17-18
19-20
21-22
Selang panjang (cm)
Gambar 12 Sebaran frekuensi panjang famili Pomacentridae pada bubu perlakuan
Ukuran panjang matang gonad atau length of first maturity merupakan
acuan dalam menentukan ukuran ikan layak tangkap. Ukuran panjang saat matang
gonad ikan kakatua (Scaridae) dimulai dari 15 cm (Adrim 2008). Hasil tangkapan
ikan kakatua pada bubu nelayan dan bubu perlakuan didominasi oleh individu
yang berukuran di atas ukuran matang gonad. Jumlah ikan kakatua yang layak
tangkap pada bubu nelayan sebanyak 118 ekor atau 71,52 % dengan kisaran
ukuran 15-26,5 cm, sedangkan ikan kakatua yang layak tangkap pada bubu
perlakuan sebanyak 17 ekor atau 89,47 % dengan kisaran ukuran panjang 15,323,3 cm.
Ukuran panjang saat matang gonad ikan betok laut (Pomacentridae) dimulai
dari ukuran panjang 10,0-11,5 cm (Bessa 2007). Ikan betok laut layak tangkap
yang tertangkap saat penelitian juga didominasi oleh ikan yang berukuran di atas
matang gonad. Jumlah ikan betok laut yang layak tangkap pada bubu nelayan
sebanyak 91 ekor atau 94,79 % dengan kisaran ukuran 10-17,3 cm, sedangkan
ikan betok laut yang layak tangkap pada bubu perlakuan sebanyak 58 ekor atau
95,08 % dengan kisaran ukuran panjang 10,1-19,9 cm.
5.3 Hasil Analisis Statistik
Uji kenormalan data Anderson Darling yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa data hasil tangkapan bubu nelayan dan bubu perlakuan masing – masing
memiliki nilai P-Value 0,568 dan 0,882. Nilai tersebut besarnya melebihi nilai α =
39
0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil tangkapan kedua jenis bubu
menyebar normal. Hal ini diperkuat dengan tampilan grafik plot kenormalan yang
dihasilkan dari kedua perlakuan tersebut, seperti tampak pada Gambar 13 dan 14.
99
95
90
Persen
(%)
Percent
80
70
60
50
40
Normal
30
M ean
StD ev
N
AD
P -Value
20
10
5
36
7 .3 4 8
12
0 .2 8 3
0 .5 6 8
1
20
25
30
35
40
45
50
55
Bubu Kontrol
Bubu nelayan
Gambar 13 Hasil uji kenormalan data bubu nelayan
99
95
90
Persen
(%)
Percent
80
70
60
50
40
Normal
30
Mean
StD ev
N
AD
P -Value
20
10
5
1 7 .2 5
6 .6 2 1
12
0 .1 8 7
0 .8 8 2
1
0
5
10
15
20
25
30
35
Bubu perlakuan
Perlakuan
Bubu
Gambar 14 Hasil uji kenormalan data bubu perlakuan
Hasil perhitungan homogenitas mendapatkan nilai Fhitung = 1,23 dan nilai
Ftabel = 2,82 , dengan demikian nilai Fhitung < Ftabel. Keputusan yang diambil
adalah terima H0 bahwa data hasil tangkapan memiliki varians yang homogen (σ1
= σ2). Varians data hasil tangkapan yang homogen menunjukkan bahwa data
40
tersebut dapat digunakan untuk membandingkan hasil tangkapan bubu nelayan
dan bubu perlakuan.
Uji-t dua sampel tidak berpasangan yang dilakukan menunjukkan nilai t
hitung = 6,566 lebih besar dari nilai t tabel = 2,074, sehingga keputusan yang
diambil adalah tolak H0, berarti ada perbedaan hasil tangkapan yang nyata antara
bubu nelayan dan bubu perlakuan. Hasil tangkapan yang diperoleh selama
penelitian menunjukkan bahwa bubu nelayan memberikan hasil tangkapan yang
masih lebih baik dibandingkan bubu perlakuan. Dari segi jumlah dan berat hasil
tangkapan, bubu perlakuan belum dapat menyamai hasil tangkapan bubu nelayan.
5.4 Pengaruh Penggunaan Karung Goni dalam Operasional Bubu Tambun
Pengoperasian bubu tambun dengan tutupan terumbu karang memerlukan
waktu yang cukup lama, sebab harus mencari terumbu karang yang sesuai untuk
menutupi bubu terlebih dahulu. Dari segi efisiensi waktu pengoperasian, bubu
tambun dengan tutupan karung goni memerlukan waktu yang lebih singkat
dibandingkan dengan pengoperasian bubu tambun dengan tutupan terumbu
karang. Bubu dengan tutupan karung goni cukup diletakkan tanpa harus mencari
terumbu karang yang sesuai sebagai tutupannya.
Penutupan bubu menggunakan terumbu akan menghasilkan suasana
kamuflase bagi ikan karang. Badan bubu akan menjadi lebih gelap sehingga
mengundang ikan karang untuk mendekat dan masuk ke dalam bubu. Tutupan
karung goni juga dapat menghasilkan suasana kamuflase seperti pada tutupan
terumbu karang. Badan bubu akan tertutupi dan menjadi lebih gelap menyerupai
habitat ikan karang.
Seringkali bubu tambun dengan tutupan terumbu karang dipasang di daerah
yang memiliki kepadatan terumbu karang hidup yang cukup tinggi. Proses
pemasangan diawali dengan memindahkan atau mengghancurkan sedikit terumbu
karang yang ada di daerah tersebut untuk menjadi tempat peletakan bubu. Hal
tersebut menyebabkan kerusakan habitat terumbu karang. Pemasangan bubu
tambun sebaiknya hanya dilakukan pada celah terumbu karang tanpa diawali
dengan pemindahan atau penghancuran terumbu karang yang ada di tempat
pemasangan bubu.
41
Penggunaan bubu dengan tutupan karung goni dapat meminimalisir
kerusakan terumbu karang, sebab cara pengoperasian bubu dengan tutupan karung
goni tergolong lebih ramah lingkungan. Pengoperasian bubu ini tidak
menggunakan terumbu karang yang masih hidup ataupun terumbu karang yang
masih muda. Dalam penelitian ini, bubu perlakuan tetap menggunakan karang
yang sudah mati yang terdapat di sekitar tempat pemasangan sebagai pemberat di
kedua sisinya. Sangat disarankan untuk mensubtitusi karang mati dengan jenis
pemberat lain yang dipasang pada rangka bubu pada saat pengoperasiannya untuk
menghindari kerusakan habitat terumbu karang.
Prinsip penggunaan karung goni dalam penelitian ini juga diharapkan dapat
menyerupai fungsi rumpon di perairan pelagis. Perifiton dan alga
dapat
menempel pada substrat yang disediakan, sehingga akan mengundang ikan untuk
mendekati bubu. Pada pelaksanaan penelitian ternyata karung goni yang
digunakan juga menjadi substrat untuk penempelan endapan pasir yang ada di
sekitar dasar perairan berkarang. Hal ini disebabkan endapan pasir terbawa oleh
arus. Kondisi tesebut diduga membuat alga dan perifiton tidak dapat menempel
dengan baik pada karung goni, sehingga ikan hasil tangkapan yang didapat pada
bubu perlakuan tidak maksimal. Untuk memastikan penempelan pasir pada
karung goni bukan karena dinamika alam, maka sebaiknya uji coba yang sama di
lokasi dengan dasar perairan yang tidak berpasir atau perairan yang sangat sedikit
pengaruh arusnya.
Sebelum dilakukan operasi penangkapan ikan, bubu dengan tutupan karung
goni diberi perlakuan perendaman terlebih dahulu selama 3 hari. Karung goni
tersebut tidak diganti pada trip-trip selanjutnya, sehingga semakin banyak
ulangan, lama perendaman karung goni semakin lama. Kenyataan dalam
pelaksanaan penelitian, kondisi karung goni terbukti tidak berpengaruh terhadap
perolehan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang diperoleh berfluktuasi selama
trip berlangsung (Gambar 15).
Bubu tambun yang menggunakan tutupan karung goni cenderung
menangkap ikan dari famili Pomacentridae. Bubu tambun dengan tutupan karung
goni dapat digunakan sebagai alat penangkapan alternatif di perairan dengan
sumberdaya ikan famili Pomacentridae yang melimpah. Salah satu jenis ikan dari
42
famili Pomacentidae yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kepulauan Seribu
adalah ikan betok laut. Ikan betok laut memiliki nilai yang cukup ekonomis di
wilayah
Kepulauan
Seribu.
Masyarakat
Kepulauan
Seribu
terkadang
memanfaatkan ikan betok sebagai ikan konsumsi, ikan asin dan pakan budidaya
ikan kerapu. Selain itu, bubu jenis ini juga dapat digunakan ketika ikan kakatua
(Scarus sp.) sedang tidak musim atau ketika telah mengalami penurunan populasi.
60
Jumlah (ekor)
50
40
Bubu nelayan
30
Bubu perlakuan
20
10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Hari ke-
Gambar 15 Pengaruh lama perendaman bubu terhadap jumlah hasil tangkapan
Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan umpan bulu babi (Diadema sp.)
yang diletakkan di depan mulut bubu dan bintang laut bantal raja (Culcita
novaguinea) di dalam bubu. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah ikan masuk
ke dalam bubu disebabkan oleh tutupan karung goni atau karena tertarik umpan.
Oleh karena itu, penulis menyarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
pada bubu dengan tutupan karung goni dengan perlakuan lebih dititik-beratkan
pada pengaruh penggunaan umpan.
Selain itu, penutupan karung goni pada bubu dalam penelitian ini hanya
sebesar 70%. Persentase tutupan ini diduga dapat mempengaruhi ikan karang
untuk masuk ke dalam bubu. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dapat juga
dilakukan dengan menitik-beratkan pada persentase tutupan karung goni tanpa
menggunakan umpan atau jenis pemikat lain.
Pengoperasian bubu tambun di Kepulauan Seribu harus terus diupayakan
keramahannya terhadap lingkungan untuk kelestarian habitat terumbu karang.
Modifikasi cara pengoperasian bubu tambun sangat disarankan untuk dilakukan,
43
seperti penggunaan bahan alami lain yang tepat sebagai media penutup bubu.
Penggunaan jenis bahan alami yang tepat tentunya memerlukan penelitian lebih
lanjut dengan menilai sifat material, kepraktisan penggunaan dan pengaruhnya
terhadap hasil tangkapan bubu.
Download