PENGARUH PAPARAN BISING TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT. GE LIGHTING INDONESIA YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Oleh : MUSLICHAH IRIANI R0205024 PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 1 2 PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan Judul : Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta Oleh : Muslichah Iriani, R0205024, Tahun 2009 Telah diuji dan sudah di sahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari: ………, Tanggal: ……………., Tahun: 2009 Pembimbing Utama Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok NIP. 19481105 198111 1 001 .................................................. Pembimbing Pendamping Sumardiyono, SKM, M.Kes. NIP. 19650706 198803 1 002 .................................................. Penguji Hardjanto, dr., MS, Sp.Ok .................................................. Tim Skripsi Vitri Widyaningsih, dr. NIP. 19820423 200801 2 011 Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja FK UNS Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok NIP. 19481105 198111 1 001 3 ABSTRAK MUSLICHAH IRIANI, 2009 PENGARUH PAPARAN BISING TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT. GE LIGHTING INDONESIA YOGYAKARTA. Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh paparan bising terhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel (bising dengan gangguan penedengaran). Subjek penelitian adalah pekerja di bagian incandescent dan bagian Flourescent Circle Lamp (FCL) PT. GE Lighting Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang (bagian incandescent 15 orang dan bagian FCL 15 orang pekerja). Teknik sampel yang digunakan yaitu purposive random sampling. Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji statistik Chi Square Test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 13.0. Dari hasil penelitian didapatkan hasil p value 0,02. Maka dapat disimpulkan bahwa p < 0,05 yang berarti signifikan. Jadi ada pengaruh paparan kebisingan terhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PT. GE Lighting Indonesia. Kata Kunci : Bising dan Gangguan Pendengaran Kepustakaan : 19 : 1993-2009 4 PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 27 Juli 2009 Muslichah Iriani NIM. R0205024 5 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahNya. Sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia”. Penulisan laporan ini dalam rangka tugas akhir serta sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof., Dr. A.A Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok, selaku Dosen Pembimbing I. 3. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II. 4. Bapak Slamet Sri Santoso, ST, selaku pembimbing perusahaan yang telah memberikan bimbingannya dalam melaksanakan penelitian. 5. Semua karyawan PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta, atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan. 6 6. Bapak, Ibu, dan orang-orang terdekat yang aku sayangi, atas segala doa, cinta, dukungan, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. 7. Semua teman-teman D.IV Kesehatan Kerja angkatan pertama, yang samasama berjuang meraih kelulusan. 8. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan laporan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. Tetapi besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, serta penyusun senantiasa mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Surakarta, Juli 2009 Penulis 7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii ABSTRAK ....................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 5 LANDASAN TEORI .................................................................... 6 A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6 B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 27 C. Hipotesis................................................................................... 28 METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 29 A. Metode Penelitian..................................................................... 29 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 29 C. Subjek Penelitian...................................................................... 29 D. Teknik Sampilng ...................................................................... 30 E. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ 30 BAB I BAB III 8 F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................. 31 G. Desain Penelitian .................................................................... 32 H. Instrumen Penelitian................................................................. 33 I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 33 HASIL PENELITIAN ................................................................... 35 A. Diskripsi Variabel ................................................................... 35 B. Pengukuran Kebisingan .......................................................... 36 C. Pengukuran Gangguan Pendengaran........................................ 37 D. Pengukuran Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran ..... 38 E. Penyediaan Alat Pelindung Diri .............................................. 39 PEMBAHASAN ........................................................................... 40 A. Kebisingan ............................................................................... 40 B. Gangguan Pendengaran ........................................................... 41 C. Pengaruh Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran ......... 42 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 43 D. Kesimpulan............................................................................... 43 E. Saran ........................................................................................ 44 BAB IV BAB V DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Batas Pemaparan Kebisingan ............................................ 11 Tabel 2. Akibat-akibat Kebisingan ................................................. 17 Tabel 3. Parameter Percakapan Sehari-hari .................................... 19 Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran .. 22 Tabel 5. Kuisioner Untuk Mengetahui Jenis Gangguan Pendengaran ...................................................................... 33 Tabel 6. Data Responden Bagian Incandescent .............................. 35 Tabel 7. Data Responden Bagian FCL ............................................ 36 Tabel 8. Pengukuran Kebisingan Bagian Incandescent .................. 36 Tabel 9. Pengukuran Kebisingan Bagian FCL ................................ 37 Tabel 10. Pengukuran Gangguan Pendengaran ................................ 37 Tabel 11. Hasil Pengukuran SPSS .................................................... 38 10 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Kuisioner Untuk Mengetahui Jenis Gangguan Pendengaran LAMPIRAN 2. Daftar Responden bagian Incandescent LAMPIRAN 3. Daftar Responden bagian FCL LAMPIRAN 4. Hasil Pengukuran Kebisingan bagian Incandescent LAMPIRAN 5. Hasil Pengukuran Kebisingan bagian FCL LAMPIRAN 6. Hasil Pengukuran Gangguan Pendengaran LAMPIRAN 7. Hasil Pengukuran Bising terhadap Gangguan Pendengaran LAMPIRAN 8. Surat Keterangan dari PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dibidang industri yang semakin maju, canggih dan modern berdampak terhadap bentuk teknologi yang dipergunakan. Hal tersebut sering kali disertai dengan tingkat risiko bahaya yang tinggi oleh karena kompleksitas peralatan maupun kurangnya keterampilan tenaga kerja yang mengoperasikan. Penerapan teknik dan teknologi yang canggih disamping membawa kemudahan juga berdampak negatif seperti penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan kerja, serta pencemaran lingkungan umum yang menimpa tenaga kerja dan masyarakat. Penerapan akan teknologi pengendalian yang mengantisipasi segala dampak negatif perlu dipikirkan sehingga efek dapat ditekan sekecil mungkin. Peran kesehatan kerja sangat diperlukan didalamnya. Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau mental maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakitpenyakit umum (Suma’mur, 1996). Menurut Suma’mur (1996), dalam suatu lingkungan kerja terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan beban tambahan dan menimbulkan gangguan kesehatan bila tidak dikendalikan. Secara umum di dalam lingkungan kerja terdapat faktor-faktor bahaya yang meliputi : 1. Faktor fisik yaitu penerangan, kebisingan, tekanan panas, getaran dan radiasi. 2. Faktor biologi yaitu golongan bakteri, jamur serta golongan mikrobiologi lainnya. 3. Faktor kimia yaitu debu, uap, fume, gas dan lain-lainnya. 4. Faktor fisiologi yaitu konstruksi mesin, sikap kerja, keserasian mesin dengan manusia dan lainnya. 5. Faktor mental psikologis yaitu mengenai suasana kerja, hubungan antar kerja dan sebagainya. Dampak kepada manusia atas keterpaparan bising yang tinggi yang terkutip dari Dirjen Pertambangan Umum (2000) menyebutkan bahwa : ”Tingginya tingkat kebisingan merupakan bahaya fisik yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pendengaran pekerja. Selain itu juga, kebisingan dapat menimbulkan gangguan psikologis pekerja yang dapat menurunkan produktifitas kerja karena kebisingan dapat menyebabkan kejenuhan dan kebosanan yang akan menyebabkan kecelakaan serta penyakit akibat kerja.” Gangguan terhadap pemajanan kebisingan sangat bervariasi tergantung dari tingkat intensitas dan karakteristik kebisingan. Dari sudut pandang 12 ergonomi, pengaruh pemajanan kebisingan pada intensitas yang rendah umumnya berupa gangguan komunikasi, ketidaknyamanan dan gangguan performansi kerja. Tetapi pada pemajanan kebisingan dengan intensitas yang lebih tinggi khususnya yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB 85 dBA) dan dalam waktu yang lama dapat menurunkan fungsi indera pendengaran yang bersifat sementara kemudian berlanjut permanen. Dan tanpa disadari penurunan daya dengar tersebut akan memberikan pengaruh psikologis terutama terhadap pergaulan sehari-hari dengan keluarga maupun kontak sosial dalam masyarakat (Tarwaka dkk, 2004). Daya dengar seseorang dalam menangkap suara sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi umur, kondisi kesehatan maupun riwayat penyakit yang pernah diderita, obat - obatan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal dapat meliputi masa kerja, tingkat intensitas suara disekitarnya, lamanya terpajan dengan kebisingan, karakteristik kebisingan serta frekuensi suara yang ditimbulkan. Dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ambang dengar tersebut, yang paling menonjol adalah faktor umur dan lamanya pemajanan terhadap kebisingan (masa kerja di tempat tersebut) (Tarwaka dkk, 2004). Aktivitas di tempat kerja yang membuat pekerja harus berhadapan dengan kebisingan yang memiliki intensitas yang cukup besar, misalnya apabila seorang tenaga kerja berada dalam high noise areas dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada pendengaran tenaga kerja. Gangguan pendengaran secara permanen dapat juga disebabkan karena tenaga kerja terlalu sering dalam waktu yang cukup lama di dalam tempat kerja yang bising, walaupun mungkin intensitasnya tidak terlalu besar (Sihar Tigor, 2005). PT. GE Lighting Indonesia merupakan industri elektrik yang dalam proses produksinya menggunakan peralatan produksi yang modern yang termasuk ke dalam jenis bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Dengan penggunaan peralatan modern tersebut akan dapat menimbulkan faktor bahaya seperti kebisingan. Malalui pengukuran yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa di tempat kerja pada proses produksi di PT. GE Lighting Indonesia kebisingannya melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yang seharusnya untuk 8 jam kerja sehari yaitu 85 dB dan tidak semua karyawan disiplin memakai APD (Alat Pelindung Diri). Kebisingan yang berada di atas NAB dapat menimbulkan berbagai macam gangguan, salah satunya gangguan pendengaran. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian mengenai Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut : “Adakah Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta?”. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian 13 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut : a. Teoritis Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa kebisingan dapat mempengaruhi gangguan pendengaran pada tenaga kerja yang terpapar. b. Aplikatif 1) Diharapkan tenaga kerja mau disiplin memakai ear plug. 2) Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang akibat yang ditimbulkan oleh kebisingan. BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bunyi Bunyi atau suara adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, serta gas (Prabu, 2009). Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran udara atau medium lain, sampai ke gendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responnya (Prabu, 2009). Tipe bunyi menurut Prabu (2009) dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai berikut : a. Infra sonic, bila suara dengan gelombang antara 0 - 16 Hz. Infra sonic tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan. Frekuensi < 16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu dan kadang-kadang mengalami perubahan penglihatan. b. Sonic, bila gelombang suara antara 16 - 20.000 Hz. Merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia. c. Ultra sonic, bila gelombang > 20.000 Hz. Frekuensi diatas 20.000 Hz, sering digunakan dalam bidang kedokteran seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak karena dengan frekuensi yang tinggi bunyi mempunyai daya tembus jaringan yang cukup besar sedangkan suara dengan frekuensi sebesar ini tidak dapat didengar oleh manusia. 6 7 Menurut Suma’mur (1996) intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal. Perbandingan logaritmis tersebut digambarkan dengan rumus sebagai berikut : dB : 2010 log (P/ Po) Dimana: P : tegangan suara yang bersangkutan. Po : tegangan suara standar (0,0002 dyne/cm2) 2. Suara di Tempat Kerja Menurut Sihar Tigor (2005), suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara : a. Fisik, dapat menyakitkan telinga pekerja. b. Psikis, dapat mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi. Menurut Sihar Tigor (2005), jenis dan jumlah sumber suara di tempat kerja sangat beragam. Beberapa diantaranya yaitu : a. Suara mesin Jenis mesin penghasil suara di tempat kerja sangat bervariasi, demikian pula karakteristik suara yang dihasilkan. Antara lain mesin pembangkit tenaga listrik seperti genset dan mesin diesel. Di tempat kerja, mesin pembangkit listrik pada umumnya menjadi sumbersumber kebisingan berfrekuensi rendah (< 400 Hz). b. Benturan antara alat kerja dan benda kerja Proses menggerinda permukaan metal dan umumnya pekerjaan penghalusan permukaan benda kerja, penyemprotan, pengupasan cat 8 (sand blasting), penggilingan (riveting), memalu (hammering) dan pemotongan seperti proses penggergajian kayu dan metal cutting, merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja dan benda kerja (material-material solid, liquid atau kombinasi antara keduanya) yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji bundar (circular blades) dapat menimbulkan tingkat kebisingan antara 80 dBA-120 dBA. c. Aliran material Aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa distribusi material di tempat kerja, apalagi yang berkaitan dengan proses penambahan tekanan (high pressure processes) dan pencampuran sedikit banyak akan menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Demikian pula pada proses-proses transportasi material-material padat seperti batu, kerikil, potongan-potongan metal yang melalui proses pencurahan (gravity based). d. Manusia Dibandingkan dengan sumber suara lainnya, tingkat kebisingan suara manusia jauh lebih kecil, namun suara manusia tetap diperhitungkan sebagai sumber suara di tempat kerja. 3. Kebisingan Berdasarkan KEPMENAKER No. KEP 51/MEN/1999 pasal 1 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Pungky W, 2003). 9 Menurut Suma’mur (1996), kebisingan dibagi dalam 5 jenis yaitu : a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (=steady state, wide band noise), misalnya : mesin- mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain. b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (=steady state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain. c. Kebisingan terputus-putus (=intermittent), misalnya suara lalu-lintas, suara pesawat terbang d. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa. e. Kebisingan impulsif (=impact or impulsive noise), misalnya: ledakan, pukulan. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat dengan NAB menurut Kepmenaker No. Kep. 51/MEN/1999 adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Pungky W, 2003). Nilai ambang batas kebisingan di Indonesia ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja pasal 3 ayat 1 yang berbunyi : “NAB Kebisingan ditetapkan sebesar 85 desi Bell A (dBA)” (Pungky W, 2003). Tabel 1. Batas Pemaparan Kebisingan Waktu Pemajanan Perhari 24 16 8 4 2 1 30 15 7.5 3.75 1.88 0.94 28.12 14.06 7.03 3.52 1.76 Jam Menit Detik Intensitas Kebisingan Dalam dB (A) 80 82 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 10 0.88 130 0.44 133 0.22 136 0.11 139 Catatan : tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat. Sumber : Himpunan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2003. Tipe-tipe kebisingan lingkungan menurut Arif Susanto (2006) adalah sebagai berikut : a. Jumlah kebisingan, semua kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu tertentu. b. Kebisingan spesifik, kebisingan diantara jumlah kebisingan yang dapat dengan jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik dan sering kali sumber kebisingan dapat diidentifikasi. c. Kebisingan residual, kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu tertentu. d. Kebisingan latar belakang, semua kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian pada suatu kebisingan tertentu. 4. Sistem Pendengaran Menurut Buchari (2007), telinga terdiri dari 3 bagian utama, yaitu : a. Telinga bagian luar Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu juga pula sebaliknya. b. Telinga bagian tengah Terdiri atas osside yaitu 3 tulang kecil (tulang pendengaran yang halus) martil-landasan-sanggurdi yang berfungsi memperbesar 11 getaran dari membran timpani dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari cochlea. c. Telinga bagian dalam Telinga bagian dalam disebut cochlea yang berbentuk rumah siput. Cochlea mengandung cairan, didalamnya terdapat membrane basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari oval window akan diteruskan oleh cairan dalam cochlea, mengantarkan membrane basiler. Getaran ini merupakan impuls bagi organ corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui syaraf pendengar (nervus cochlearis). Tingkat kepekaan telinga manusia tidak sama sensitifitasnya untuk semua frekuensi, untuk mendengar kenyaringan yang sama dari bunyi yang berbeda frekuensi dibutuhkan intensitas yang berbeda. Pada intensitas yang lebih rendah, telinga kita relatif tidak sensitif terhadap frekuensi tinggi dan rendah daripada frekuensi tengah (Douglas C. Giancoli, 2001). 5. Pengaruh Bising terhadap Kesehatan Manusia Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, ganguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan audiotory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non audiotory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya kecelakaan, menurunnya performance kerja, kelelahan, dan stress (Buchari, 2007). Lebih rinci lagi menurut Buchari (2007), maka dapatlah digambarkan dampak bising terhadap kesehatan pekerja sebagai berikut : a. Gangguan fisiologis Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. b. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner, dan lain-lain. c. Gangguan komunikasi 12 Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan menyebabkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja. d. Ganggan keseimbangan Gangguan keseimbangan ini dapat mengakibatkan fisiologis seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain. e. Gangguan terhadap pendengaran (ketulian) Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau keulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli. Menurut definisi kebisingan, apabila suatu suara mengganggu orang yang sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah kebisingan bagi orang itu meskipun orang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut. Meskipun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasuskasus dimana akibat-akibat serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terpasang terhadap kebisingan tersebut (Buchari, 2007). Selain dapat mengganggu fungsi pendengaran, kebisingan juga mempunyai efek yang merugikan terhadap daya kerja. Menurut Suma’mur (1996) efek-efek tersebut antara lain : a. Gangguan Menurut definisinya, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki. Maka dari itu kebisingan sering mengganggu. Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu lebih-lebih yang terputus-putus atau yang datang secara tiba-tiba dan tak terduga. Pengaruhnya sangat terasa jika sumber kebisingan tersebut tidak diketahui. b. Komunikasi dengan pembicaraan 13 Resiko komunikasi potensional kepada pembicaraan harus pendengaran dijalankan terjadi dengan apabila berteriak. Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan bahkan mungkin terjadi kesalahan terutama pada peristiwa penggunaan tenaga baru. c. Kriteria kantor Kebutuhan pembicaraan baik langsung maupun lewat telepon adalah sangat penting di kantor. Apabila intensitas kebisingan tinggi, maka pembicaraan atau komunikasi di kantor menjadi tidak efektif. d. Efek pada pekerjaan Kebisingan mengganggu perhatian yang perlu terus-menerus dicurahkan. Maka dari itu tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap satu proses produksi atau hasil dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat dari terganggunya konsentrasi. e. Reaksi masyarakat Pengaruh kebisingan akan lebih besar apabila kebisingan dari suatu proses produksi yang sangat tinggi, sehingga masyarakat sekitar proses agar kegiatan produksi di tempat tersebut dihentikan. Tabel 2. Akibat-akibat kebisingan Tipe Akibatakibat badaniah Kehilangan pendengaran Akibat-akibat fisiologis Uraian Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan Rasa tidak nyaman atau stress meningkat, takanan darah meningkat, 14 Gangguan emosional Akibatakibat psikologis Gangguan gaya hidup Gangguan pendengaran sakit kepala, bunyi dering Kejengkelan, kebingungan Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca, dsb Merintangi kemampuan mendengarkan TV, radio, percakapan, telpon,dsb Sumber : Buchari, 2007 6. Sumber Bising Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga (Prabu, 2009). Menurut Sihar Tigor (2005) di tempat kerja disadari maupun tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah tingkat keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya : a. Mengoperasikan mesin yang sudah cukup tua. b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja yang cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang. c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi yang tidak teratur, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah. d. Melakukan modifikasi atau perubahan atau penggantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa 15 mengindahkan aturan-aturan yang ada, temasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan. e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau terlalu longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection) f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu atau pemukul sebagai alat pembengkok bendabenda metal atau alat bantu pembuka baut. 7. Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari (Buchari, 2007). Tabel 3. Parameter Percakapan Sehari-hari Gradasi Parameter Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m) Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5m Menengah Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m Berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak > 1,5 m Sangat berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak < 1,5 m Tuli total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi Sumber : Buchari, 2007 Jenis-jenis ketulian menurut Buchari (2007) yaitu : a. Tuli sementara (Temporary Treshold Shift = TTS) Diakibatkan pemaparan dari bising dengan intensitas tinggi, tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Biasanya waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya 16 dengarnya akan pulih kembali kepada ambang dengar semula dengan sempurna. b. Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = PTS) Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya PTS dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1) Tingginya level suara 2) Lama pemaparan 3) Spektum suara 4) Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinu maka kemungkinan terjadinya TTS akan lebih besar 5) Kepekaan individu 6) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaaan dengan kontak suara. Misalnya quinine, aspirin, streptoycin, kansmycin dan beberapa obat lainnya. 7) Keadaan kesehatan Paparan tingkat suara yang tinggi untuk waktu yang berlebihan mempunyai pengaruh terhadap pengurangan ketajaman pada frekuensi tinggi secara permanen, biasanya dengan pengurangan pendengaran sekitar 4.000 Hz. Pengaruh ini disebut permanent threshold shift. Kebisingan juga dapat menyebabkan rambut-rambut halus dalam cochlea menjadi mati rasa atau tidak bertenaga untuk satu atau dua hari. Reaksi ini disebut sebagai temporary threshold shift (Pasiak, 2000). Suara yang keras dapat memecahkan selaput gendang telinga. Ini biasanya dapat menjadi sembuh, tetapi meninggalkan lubang yang menyebabkan cacatnya atau melemahnya pendengaran. Istilah tuli menunjukkan bagian ini kehilangan pendengaran. Menjadi stone deaf berarti tidak mendengar sama sekali (Pasiak, 2000). Jenis-jenis gangguan pendengaran menurut Alfian Taher (2007) : 1. Gangguan pendengaran konduktif Gangguan pendengaran konduftif terjadi akibat adanya benturan atau karena sebab lain. 17 2. Gangguan pendengaran sensori neukal Gangguan sensori disebabkan adanya penyakit di dalam bagian dalam telinga (syaraf pendengaran). Selain itu gangguan pendengaran sensori neural dikelompokkan lagi menjadi gangguan pendengaran sensorik dan gangguan pendengaran neural. Gangguan pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan trauma akustik (suara yang sangat keras), infeksi virus pada telinga dalam, obat-obatan tertentu dan penyakit meniere. Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, syaraf pendengaran atau jalur syaraf pendengaran di otak. Kemudian getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang cochlea di telinga dalam. Cochlea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang syaraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang syaraf pendengaran (Alfian Taher, 2007). Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan tuli konduktif. Namun jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensori neural. Terkadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensori neural terjadi secara bersamaan. Dalam kondisi seperti ini bisa menggunakan alat bantu dengar (Alfian Taher, 2007). Penderita penurunan fungsi pendengaran menurut Medicastore (2007) bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut: a. Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik b. Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus) c. Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal d. Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar 18 e. Pusing atau gangguan keseimbangan Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran Rentang Batas Atas Kekuatan Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Suara yang Didengar (dB) Sistem Pendengaran 10 – 25 (0 – 20) Rentang normal Gangguan pendengaran ringan : 1. Mengalami sedikit gangguan dalam 26 - 40 membedakan beberapa jenis konsonan 2. Mengalami sedikit masalah saat berbicara 41 - 55 Gangguan pendengaran sedang 56 - 70 Gangguan pendengaran cukup serius 71 - 90 Gangguan pendengaran serius Lebih dari 90 Gangguan pendengaran sangat serius Sumber : Sihar Tigor, 2005 8. Faktor yang Berpengaruh Pada Ketulian Sebenarnya ketulian dapat disebabkan oleh pekerjaan (occupational hearing loss), misalnya akibat kebisingan, trauma akustik, dapat pula disebabkan oleh bukan karena kerja (non occupational hearing loss). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian akibat kerja (occupational hearing loss) menurut Buchari (2007) adalah sebagai berikut : a. Intensitas suara yang terlalu tinggi b. Usia karyawan c. Tekanan dan frekuensi bising tersebut d. Lamanya bekerja e. Jarak dari sumber suara Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian bukan akibat kerja (non occupational hearing loss) menurut Nur Cahyo (2007) adalah sebagai berikut : a. Benturan di kepala b. Penyakit oleh virus c. Gaya hidup pekerja di luar tempat kerja d. Ketulian yang sudah ada sebelumnya 19 Intensitas kebisingan dari perusahaan ke masyarakat harus ditinjau dari berbagai faktor, menurut Anhar Hadian (2000) yaitu : a. Perbandingan kebisingan akibat perusahaan terhadap kebisingan yang semula ada di masyarakat bersangkutan. b. Waktu terjadinya kebisingan (siang atau malam). c. Musimnya d. Keadaan masyarakat (desa, kota). Rerata ambang dengar kelompok umur 41–50 tahun pada seluruh frekuensi adalah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur 31–40 tahun dan 21–30 tahun. Masa kerja berpengaruh terhadap tingkat ambang dengar tenaga kerja, khususnya pada tenaga kerja yang mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun (Tarwaka, 2004). 9. Pengendalian Akibat Bising Untuk perlindungan pendengaran adalah dengan pengendalian. Menurut Buchari (2007) pengendalian tersebut yaitu : a. Terhadap sumbernya : 1) Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur dan lainnya. 2) Subsitusi alat. 3) Mengubah proses kerja. b. Terhadap perjalanannya : 1) Jarak diperjauh. 2) Akustik ruangan. 3) Enclosure. c. Terhadap penerimanya : 1) Alat pelindung telinga. 2) Enclosure (misalnya dalam control room). 20 3) Administrasi dengan rotasi dan mengubah schedule kerja. Selain dari ketiga cara di atas, dapat juga dilakukan dengan : a. Pengendalian secara teknis (engineering control) : 1) Pemilihan equipment atau proses yang lebih sedikit menimbulkan bising. 2) Dengan melakukan perawatan (maintenance). 3) Melakukan pemasangan penyerap bunyi. 4) Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik). 5) Menghindari kebisingan. b. Pengendalian secara administratif (administrative control) : 1) Melakukan shift kerja. 2) Mengurangi waktu kerja. 3) Melakukan trainning. Langkah terakhir dalam pengendalian kebisingan adalah dengan menggunakan alat pelindung pendengaran (ear plug, ear muff, dan helmet). Pengendalian kebisingan dapat dilakukan juga dengan pengendalian secara medis yaitu dengan cara pemeriksaan kesehatan secara teratur. 10. Penelitian Penunjang Telah dilakukan penelitian mengenai “Analisis Risiko Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran di PT. Antam Tbk” oleh Angreyni Bahar dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan menilai risiko kesehatan terhadap paparan bising yang ada di PT. Antam Tbk. Tahapan yang 21 dilakukan dalam penelitian ini adalah: identifikasi bahaya, evaluasi paparan, membuat kurva dosis-respon dan mengkarakterisasi risiko kesehatan. Kelompok terpapar berasal dari bagian Ball Mill, sedangkan kelompok tidak terpapar berasal dari bagian Monitor 77. Untuk evaluasi paparan, diperoleh tingkat kebisingan tertinggi untuk kelompok terpapar adalah 88,1 dB(A) dan untuk kelompok tidak terpapar 76,8 dB(A). Adanya tingkat kebisingan yang tinggi ini menyebabkan terjadinya pergeseran dan penurunan batas pendengaran bagi pekerja PT. Antam Tbk. Dilakukan juga pengukuran dampak fisiologis, psikologis, dan dampak ketulian yang disebabkan karena adanya kebisingan di tempat kerja. Dampak fisiologis diuji dengan pengukuran tekanan darah dan denyut jantung. Hasil pengukuran tekanan darah dan denyut jantung masih berada dalam rentang nilai normal (tidak ada potensi hipertensi). Tekanan darah dan denyut jantung kelompok kontrol dan sampel relatif sama sebelum dan sesudah terpapar bising. Dampak psikologis terbesar yang dirasakan adalah sakit kepala dan dampak lainnya yaitu harus menyetel radio/TV dengan lebih keras. Dampak ketulian diuji dengan melakukan tes Audiometri. Hasil pengukuran tingkat bising dan hasil tes Audiometri kemudian dihubungkan dalam kurva dosis respon. Terlihat konsistensi antara tingkat kebisingan yang diterima terhadap pergeseran dan penurunan pendengaran hingga nilai maksimum. Data Medical Check Up pada bulan Februari, sebanyak 272 orang mengalami penurunan fungsi tubuhnya. Terdapat 89 orang yang mengalami penurunan fungsi pendengaran. Namun hasil pemeriksaan ini, tidak menggambarkan keadaan kesehatan pada tiap individu pekerja, artinya diduga jumlah pekerja yang sakit tidak sama dengan jumlah penurunan yang ditemukan. Sehingga dapat disimpulkan adanya paparan bising yang tinggi dapat menimbulkan risiko terjadinya pergeseran dan penurunan batas pendengaran serta gangguan pendengaran bagi pekerja di PT. Antam Tbk (Angreyni Bahar, 1999). B. Kerangka Pemikiran Bising - Intensitas suara Getaran suara - Penyakit oleh virus - Tekanan dan frekuensi bising - Jarak dari sumber suara Tulang koklea - Gaya hidup di luar tempat kerja - Usia - Lama kerja - Benturan di kepala Sel-sel rambut - Ketulian yang sudah ada sebelumnya Gelombang syaraf 22 Syaraf pendengaran Gangguan pendengaran Keterangan : C. Hipotesis Tidak diteliti Diteliti Ada Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel yang kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul. Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel subjek hanya diobservasi 1 kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaaan tersebut (Sastroasmoro dkk, 2008). B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta pada bulan Maret-April 2009. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah pekerja di bagian incandescent dan bagian Flourescent Circle Lamp (FCL) PT. GE Lighting Indonesia, dengan ciri-ciri: a. Jenis kelamin : wanita b. Usia : 21 – 40 tahun c. Tidak mempunyai riwayat gangguan pendengaran sebelumnya. d. Masa kerja lebih dari 10 tahun. e. Lama kerja 8 jam sehari. D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan telebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi (Sutrisno Hadi, 2004). Setelah itu digunakan random sampling yaitu cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi (Soekidjo Notoatmojo, 1993). Dalam penelitian ini digunakan populasi sebanyak 124 orang pekerja dan sampel sebanyak 30 tenaga kerja 29 30 yang terdiri dari 15 tenaga kerja bagian incandescent dan 15 tenaga kerja bagian FCL. E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah paparan bising. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gangguan pendengaran. 3. Variabel Pengganggu Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu : 1) Variabel pengganggu terkendali : usia, intensitas suara, lama kerja, jarak dari sumber suara. 2) Variabel pengganggu tidak terkendali : pengaruh obat-obatan, keadaan kesehatan, gaya hidup di luar tempat kerja. F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Bising Kebisingan diartikan sebagai intensitas suara yang dapat mengganggu pendengaran. Alat ukur : Sound Level Meter Hasil : > NAB (87,99 dBA) dan < NAB (83,53 dBA) Satuan : dB Skala pengukuran : Nominal Nilai ambang batas kebisingan adalah angka 85 dBA yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu (Surat Edaran KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999). 2. Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Alat ukur : Simulasi suara Hasil : Normal, sedang, menengah, berat, sangat berat, tuli total Skala pengukuran : Ordinal 31 G. Desain Penelitian Populas i Purposive random sampling Subjek Intensitas kebisingan di bawah NAB (83,53 dBA) Intensitas kebisingan di atas NAB (87,99 dBA) (X1 ) (X2 ) (X3 ) (X4 ) (X5) (X6 ) (X7 ) Chi square test Keterangan : X1 : Subjek yang mengalami normal (intensitas kebisingan di atas NAB) X2 : Subjek yang mengalami tuli sedang (intensitas kebisingan di atas NAB) X3 : Subjek yang mengalami tuli menengah (intensitas kebisingan di atas NAB) X4 : Subjek yang mengalami tuli berat (intensita kebisingan di atas NAB) X5 : Subjek yang mengalami normal (intensitas kebisingan di bawah NAB) X6 : Subjek yang mengalami tuli sedang (intensitas kebisingan di bawah NAB) X7 : Subjek yang mengalami tuli menengah (intensitas kebisingan di bawah NAB) H. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah : 32 1. Sound Level Meter, yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan dalam suatu ruangan. 2. Simulasi suara, yaitu parameter untuk mengetahui jenis gangguan pendengaran. Tabel 5. Kuisioner untuk mengetahui jenis gangguan pendengaran Gradasi Parameter Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m) Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5m Menengah Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m Berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak > 1,5 m Sangat berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak < 1,5 m Tuli total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi Sumber : Buchari, 2007 I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji statistik Chi Square Test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 10.0, dengan interpretasi hasil sebagai berikut : 1. Jika p value ≤0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan 2. Jika p value > 0,01 tetapi ≤0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan 3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Hastono, 2001). 33 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Diskripsi Variabel Penelitian ini dilaksanakan di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta, bersamaan dengan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) atau magang. Sebelum pengukuran, diadakan pengamatan langsung terhadap lingkungan kerja, jalannya proses produksi dan keadaan dari tenaga kerja. Penelitian ini dilaksanakan di dua bagian yaitu bagian incandescent (lampu pijar) dan bagian FCL. Sampel yang digunakan terdiri dari 15 tenaga kerja bagian lampu pijar dan 15 tenaga kerja bagian FCL. Tabel 5 dan 6 berikut ini adalah tabel mengenai data yang diperoleh peneliti tentang keadaan umum sampel penelitian. Tabel 6. Data Responden bagian Incandescent No. Sex Umur Masa Kerja Jumlah jam Sampel L/P (tahun) (tahun) kerja setiap hari 1 P 35 15 8 2 P 32 12 8 3 P 37 17 8 4 P 35 10 8 5 P 39 17 8 6 P 38 17 8 7 P 37 17 8 8 P 40 19 8 9 P 33 11 8 10 P 34 13 8 11 P 37 15 8 12 P 39 15 8 13 P 30 10 8 14 P 39 17 8 15 P 38 17 8 Sumber : Pendataan pada tanggal 10 April 2009 Tabel 7. Data Responden bagian FCL No. Sex Umur Masa Kerja Jumlah jam Sampel L/P ( tahun) ( tahun) kerja setiap hari 1 P 35 15 8 2 P 39 15 8 3 P 40 18 8 4 P 38 17 8 5 P 32 10 8 6 P 37 17 8 7 P 35 15 8 8 P 40 14 8 9 P 39 13 8 35 36 10 P 34 11 P 39 12 P 39 13 P 30 14 P 39 15 P 38 Sumber : Pendataan pada tanggal 10 April 2009 16 12 15 15 17 17 8 8 8 8 8 8 B. Pengukuran Kebisingan Pengukuran kebisingan pada masing-masing bagian pengerjaan area Incandescent dan FCL dilakukan pada jam 08.00-12.00 WIB pada saat tenaga kerja melakukan pekerjaannya. Hasil pengukuran kebisingan dapat dilihat pada tabel 7 dan 8 berikut ini : Tabel 8. Pengukuran Kebisingan Bagian Incandescent line flare steam mounting sealing exhaust basing agieng QC 2 88,6 87,7 89,5 87,7 92,4 86,3 88,6 85,0 5 88,9 87,4 87,7 87,9 90,3 86,9 88,9 84,4 6 88,9 87,7 88,5 87,6 90,2 87,5 88,6 84,9 Sumber : Pendataan pada tanggal 8 April 2009 Pada pengukuran kebisingan di bagian incandescent didapatkan rata-rata intensitas kebisingan sebesar 87,99 dBA. Tabel 9. Pengukuran Kebisingan Bagian FCL cappin flar mountin sealin bende bakin stea line QC g e g g x g m 81, 7A 83,7 86,0 81,1 82,0 88,3 83,3 82,5 6 Sumber : Pendataan pada tanggal 9 April 2009 Pada pengukuran kebisingan di bagian FCL didapatkan rata-rata intensitas kebisingan sebesar 83,53 dBA. C. Pengukuran Gangguan Pendengaran Untuk mengetahui tingkat gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh kebisingan, maka alat ukur yang digunakan yaitu dari parameter percakapan sehari-hari. Sumber suara yang digunakan dalam parameter ini menggunakan sumber suara yang berasal dari rekaman suara yang sudah diukur sebelumnya. Dan pengukuran dilakukan pada ruangan yang tertutup. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini : Tabel 10. Pengukuran Gangguan Pendengaran Jumlah Responden Gradasi Bagian incandescent Bagian FCL Normal 2 7 Sedang 2 5 37 Menengah 7 3 Berat 4 0 Sangat berat 0 0 Tuli total 0 0 Sumber : Pendataan pada tanggal 14 April 2009. Sumber suara yang digunakan : 1. Untuk percakapan biasa menggunakan sumber suara (rekaman suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi 60 dBA. 2. Untuk percakapan sehari-hari menggunakan sumber suara (rekaman suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi 70 dBA . 3. Untuk percakapan keras sehari-hari menggunakan sumber suara (rekaman suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi yaitu 80 dBA. 4. Untuk percakapan keras/berteriak menggunakan sumber suara (rekaman suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi 90 dBA. D. Pengukuran Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran Dari hasil pengukuran gangguan pendengaran di atas, langkah selanjutnya yaitu pengolahan data dengan SPSS. Dari pengolahan data melalui SPSS, maka didapatkan hasil pada tabel 11 berikut ini : Tabel 11. Hasil pengukuran SPSS Case Processing Summary Valid N KEBISINGAN * GANGGUAN PENDENGARAN Percent 30 100.0% N Cases Missing Percent 0 .0% Total N Percent 30 100.0% KEBISINGAN * GANGGUAN PENDENGARAN Crosstabulation KEBISINGAN >NAB <NAB Total Count Expected Count Count Expected Count Count Expected Count NORMAL 2 4.5 7 4.5 9 9.0 GANGGUAN PENDENGARAN SEDANG MENENGAH BERAT 2 7 4 3.5 5.0 2.0 5 3 0 3.5 5.0 2.0 7 10 4 7.0 10.0 4.0 Total 15 15.0 15 15.0 30 30.0 38 Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by -Linear Association N of Valid Cases Value 9.663a 11.461 3 3 Asy mp. Sig. (2-sided) .022 .009 1 .003 df 8.649 30 a. 6 cells (75.0%) hav e expect ed count less t han 5. The minimum expected count is 2.00. Symmetric Measures Nominal by Nominal Interv al by Interv al Ordinal by Ordinal N of Valid Cases Contingency Coef f icient Pearson's R Spearman Correlation Value .494 -.546 -.545 30 Asy mp. a St d. Error Approx. T .133 .137 -3.450 -3.444 b Approx. Sig. .022 .002c .002c a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. c. Based on normal approximation. Dari hasil pengolahan data dengan SPSS di atas, maka didapatkan hasil nilai p value = 0,022. Dimana p < 0,05 yang berarti signifikan. E. Penyediaan Alat Pelindung Diri Di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta selama ini sudah menyediakan alat pelindung telinga atau ear plug tetapi tenaga kerja tidak mau disipilin memakainya dikarenakan ketidaknyamanan ear plug tersebut yang dikarenakan bahannya yang terlalu keras dan tenaga kerja menjadi sulit berkomunikasi dengan tenaga kerja lainnya. Selain itu lemahnya pengawasan terhadap kedisiplinan pemakaian ear plug menjadi penyebabnya juga. Tidak adanya rotasi kerja dari tempat kerja yang intensitas kebisingannya di atas NAB ke tempat kerja yang intensitas kebisingannya di bawah NAB, begitu pula sebaliknya. Pemeriksaan kesehatan untuk pendengaran tidak dilakukan pada semua tenaga kerja. BAB V PEMBAHASAN A. Kebisingan Di dalam penelitian ini dilakukan pada dua tempat, yaitu tempat yang tingkat atau intensitas kebisingannya lebih dari nilai ambang batas yaitu pada bagian incandescent dan pada tempat yang tingkat kebisingannya berada di bawah nilai ambang batas yaitu pada bagian FCL. Hal tersebut dilakukan dengan alasan membandingkan tenaga kerja yang tepapar kebisingan di atas nilai ambang batas dan tenaga kerja yang terpapar di bawah nilai ambang batas. Dan membuktikan bahwa tenaga kerja yang berada di tempat kerja yang intensitas kebisingannya lebih dari NAB mempunyai resiko terkena gangguan pendengaran. Dari hasil tersebut dibandingkan dengan NAB kebisingan dalam ruang kerja menurut KEPMENAKER No. 51/Men/1999 adalah 85 dB (A) untuk pekerjaan yang tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu dimana tenaga kerja tidak mengalami gangguan pendengaran atau penyakit akibat kerja. Sedangkan tenaga kerja di PT. GE Lighting jam kerjanya dalam satu hari yaitu 8 jam dan 40 jam seminggu. Rata-rata tingkat kebisingan di PT. GE Lighting Indonesia setelah dilakukan pengukuran dengan sound level meter, pada bagian lampu pijar melebihi nilai ambang batas yaitu 87,99 dBA dan pada bagian FCL (Flourescent Circle Lamp) berada di bawah nilai ambang batas yaitu 83,53 dBA. Untuk paparan kebisingan di tempat kerja yang mempunyai intensitas kebisingan 87,99 dBA atau dibulatkan menjadi 88 dBA yang seharusnya terpajan selama 4 jam sehari, tetapi tenaga kerja di bagian incandescent bekerja selama 8 jam sehari dan itu besar resikonya bisa mengakibatkan menurunnya fungsi pendengaran atau gangguan pendengaran. B. Gangguan Pendengaran Pada pengukuran gangguan pendengaran dengan parameter percakapan sehari-hari, pada bagian incandescent didapatkan hasil yang normal atau tidak mengalami gangguan pendengaran sebanyak dua orang tenaga kerja, yang mengalami gangguan pendengaran sedang sebanyak dua tenaga kerja, gangguan pendengaran menengah sebanyak tujuh tenaga kerja, gangguan pendengaran berat sebanyak empat tenaga kerja, dan tidak ada yang mengalami gangguan pendengaran sangat berat dan tuli total. Kemudian pada bagian FCL didapatkan hasil tenaga kerja yang tidak mengalami gangguan pendengaran atau normal sebanyak tujuh orang, yang mengalami gangguan pendengaran sedang sebanyak lima orang, tenaga kerja yang mengalami gangguan pendengaran menengah sebanyak tiga orang. Dan pada bagian FCL tidak ada yang mengalami gangguan pendengaran berat, sangat berat, dan tuli total. 40 41 Pengaruh dari pemajanan kebisingan pada intensitas tinggi yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) sudah jelas yaitu kehilangan daya dengar baik sementara maupun permanen. Semakin tinggi intensitas dan semakin lama terpajan kebisingan maka akan semakin tinggi ambang dengarnya. C. Pengaruh Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran Pengaruh yang paling serius yang dapat ditimbulkan dari kebisingan yaitu gangguan pendengaran. Hal tersebut sudah dibuktikan dengan pengukuran dengan olah data SPSS dengan perolehan p value = 0,022 dimana p < 0,05 yang berarti signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada risiko gangguan pendengaran terhadap tenaga kerja di PT. GE Lighting Indonesia akibat terpapar kebisingan yang melebihi nilai ambang batas. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian tahun 2008 oleh Angreyni Bahar dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Analisis Risiko Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran di PT. Antam Tbk” yang didapatkan hasil adanya paparan bising yang tinggi dapat menimbulkan risiko terjadinya pergeseran dan penurunan batas pendengaran serta gangguan pendengaran bagi pekerja di PT. Antam Tbk. Tingkat intensitas suara di sekitar tempat kerja, lamanya terpajan dengan kebisingan, karakteristik kebisingan serta frekuensi suara yang ditimbulkan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan pendengaran. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pada bagian incandescent didapatkan hasil pengukuran kebisingan yang melebihi nilai ambang batas karena pada bagian incandescent tersebut terdapat tiga line (proses produksi), sedangkan pada bagian FCL didapatkan hasil pengukuran yang kurang dari nilai ambang batas karena pada bagian FCL ini hanya terdapat satu line (proses produksi). 2. Pengukuran gangguan pendengaran pada bagian incandescent didapatkan hasil yang lebih lebih besar daripada pada bagian FCL. Hal ini disebabkan pada bagian incandscent pengukuran kebisingannya melebihi nilai ambang batas, sedangkan pada bagian FCL didapatkan hasil yang lebih kecil dikarenakan kebisingannya berada di bawah nilai ambang batas. 3. Pengukuran bising terhadap gangguan pendengaran dengan uji SPSS didapatkan hasil nilai p value = 0,02 dimana p < 0,05 yang berarti signifikan yang membuktikan adanya pengaruh paparan bising terhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta. B. Saran i ii 1. Menyediakan ear plug yang nyaman dipakai untuk bagian incandescent pada khususnya dan seluruh tenaga kerja yang bekerja di bagian lain yang terpapar kebisingan pada umumnya, karena dengan pemakaian sumbat telinga intensitas kebisingan yang masuk dalam telinga dapat berkurang antara 20-25 dB. 2. Sebaiknya dilakukan rotasi kerja pada tenaga kerja, sehingga tenaga kerja tersebut tidak terpapar kebisingan yang berada di atas NAB secara terusmenerus. 3. Seharusnya mesin-mesin di tempat kerja dirawat sebaik-baiknya sehingga tidak menimbulkan suara-suara yang melebihi nilai ambang batas. 4. Adanya pengawasan secara rutin setiap hari terhadap tenaga kerja, supaya mereka senantiasa menggunakan sumbat telinga (ear plug), memberi teguran, atau peringatan tidak hanya pada tenaga kerja yang melanggar ketentuan-ketentuan perusahaan, tetapi juga pengawasan terhadap pimpinan yang membiarkan bawahannya tidak memakai sumbat telinga (ear plug). DAFTAR PUSTAKA ii iii Ahmad Dharief, 2000. Lingkungan Kerja Pertambangan. Bandung : Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan. Alfian Taher, 2007. Tuli Merupakan Salah Satu Gangguan pada Telinga. http//www.hseclubindonesia.wordpress.com/09/03/2007. Diakses 3 Maret 2009. Angreyni Bahar, 1999. Analisis Risiko Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran di PT. Antam Tbk. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Anhar Haadian, 2000. Bising Bisa Timbulkan Tuli. http//www.indomedia.com/ intisari/2000/januari/bising.htm. Diakses 10 April 2009. Arif Susanto, 2006. Kebisingan serta Pengaruhnya terhadap Kesehatan dan Lingkungan.http//www.hseclubindonesia.wordpress.com/10/13/2006. Diakses 7 april 2009. Buchari, 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. USU Repository. Douglas C Giancoli, 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Hastono, 2001. Analisi Data. Jakarta: FKM UI. Medicastore, 2007. Berkurangnya Pendengaran dan Tuli. http//www.medicastore.com/15/01/2007. Diakses 20 Februari 2009. Nur Cahyo, 2007. Ketulian Mendadak. http//www.indonesiaindonesia.com/ 24/02/07. Diakses 11 Mei 2009. Pasiak Royke, Ir, 2009. Keselamatan Kerja Pertambangan. Bogor : Tim Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Unit Pertambangan Emas. Prabu, 2009. Dampak Kebisingan, Berkurangnya Pendengaran dan Tuli. http//www.putraprabu.wordpress.com/2009/01/02. Diakses 12 Februari 2009. Pungky W, 2003. Himpunan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Sekretariat ASEAN-OSHNET dan Direktorat PNKK. Sastroasmoro, 2008. Dasar-dasar Metode Penelitian Klinis. Cetakan 1 edisi 3. Jakarta : Sagung Seto. Sihar Tagor, 2005. Kebisingan di Tempat Kerja. Yogyakarta: ANDI. iii iv Soekidjo Notoatmojo, 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : CV. Rineka Cipta. Suma’mur P.K, 1996. Higege Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : CV. Haji Masagung. Sutrisno Hadi, 2004. Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset. Tarwaka dkk, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : PT. UNIBA PRESS. iv