12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Kawasan Perkotaan Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan, terdapat berbagai macam definisi mengenai istilah “pertumbuhan”. Definisi-definisi tersebut dikemukakan oleh berbagai pihak dengan berbagai interpretasi dan tujuan masing-masing. Di bawah ini akan disajikan beberapa pengertian di antara sekian banyak definisi mengenai pertumbuhan (growth), antara lain : • Pertumbuhan berasal dari kata tumbuh yang berarti (1) timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna, (2) sedang berkembang (menjadi besar, sempurna, dan sebagainya). Pertumbuhan sendiri diartikan sebagai hal keadaan tumbuh (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991). • Growth is increase; cultivation; process of growing (Oxford Dictionary, 1985). • Pertumbuhan memiliki pengertian ekspansi/perluasan, dorongan ke arah pinggiran kota, pembangunan pada lahan baru (Porter, 1997). Sebagaimana keberagaman definisi tentang pertumbuhan, istilah “kota” juga memiliki definisi dan pengertian yang sangat beragam tergantung pada kepentingan dan sudut pandang yang digunakan. Sujarto dalam Pengantar Planologi menyebutkan bahwa secara umum terdapat batasan dari berbagai macam tinjauan bahwa kota9 : 1. Secara demografis merupakan pemusatan penduduk yang tinggi dengan tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya. Dari segi statistis ketentuan kota ini beragam di berbagai negara. Demikian pula di Indonesia selalu mengalami perubahan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada suatu sensus dilakukan. 2. Secara sosiologis selalu dikaitkan dengan batasan adanya sifat heterogen dari penduduknya serta budaya urban yang telah mengurangi budaya desa. 9 Terdapat di buku Pengantar Planologi hal 123, yang ditulis oleh Sujarto, Djoko dan diterbitkan oleh ITB sekaligus digunakan sebagai modul resmi perkuliahan ITB. 13 3. Secara ekonomis suatu kota dicirikan dengan proporsi lapangan kerja yang dominan di sektor non-pertanian seperti industri, pelayanan dan jasa, transportasi dan perdagangan. 4. Secara fisik suatu kota dicirikan dengan adanya dominasi wilayah terbangun dan struktur fisik binaan (man made structure). 5. Secara geografis kota diartikan dengan suatu pusat kegiatan yang dikaitkan dengan suatu lokasi strategis. 6. Secara administratif pemerintahan suatu kota dapat diartikan sebagai suatu wilayah wewenang yang dibatasi oleh suatu wilayah yurisdiksi yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Kecenderungan menciptakan daerah tumbuhnya suatu tempat menjadi permukiman yang demikian luas perkotaan dan telah menyebabkan berkurangnya lahan pertanian hingga tinggal bayangan masa lalunya, tidak menunjukkan gejala berkurang. Kota terus memperluas batasnya dan merambah ruang-ruang terbuka, sebagai upaya untuk mendapatkan ruang untuk hidup. Daerah pinggiran sekeliling kota, secara terus-menerus bertambah, yang semula hanya merupakan komunitas tunggal dan relatif kompak. (Bollens dan Henry J. Schmandt). Sujarto menjelaskan bahwa pada dasarnya pertumbuhan suatu kota cenderung tidak bisa lepas dari pertumbuhan suatu desa yang semakin berkembang dan mengalami peningkatan baik dalam hal fungsi maupun perannya. Secara ringkas dijelaskan mengenai jenis perkembangan dan pertumbuhan kota di Indonesia : 1. Suatu desa berubah menjadi kota. 2. Kota kecil mengalami peningkatan fungsi dan perannya. 3. Perkembangan kota secara intensif tanpa perubahan luas wilayah kota. 4. Perkembangan dan pertumbuhan kota secara ekstensif dalam bentuk perluasan wilayah kota. 5. Perkembangan akibat intensifikasi dan ekstensifikasi secara bersama. 6. Kota yang tumbuh dan berkembang sebagai kota baru. 14 Sebagaimana disebutkan di atas bahwa suatu kota pada awalnya merupakan suatu desa yang tumbuh dan berkembang hingga memiliki ciri perkotaan, maka terdapat desa yang memiliki sebagian ciri perkotaan yang disebut dengan desa-urban. Fase pertumbuhan selanjutnya adalah terbentuknya kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan sendiri adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Sujarto). Adapun UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 199 menyebutkan bahwa Kawasan Perkotaan dapat berbentuk : 1. Kota sebagai daerah otonom. 2. Bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan. 3. Bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. Terdapat berbagai faktor yang membuat kota akan terus tumbuh dan berkembang. Ekonomi berkembang di perkotaan karena perkotaan memiliki keuntungan aglomerasi dan keuntungan skala. Berkembangnya perekonomian di perkotaan membuat kota semakin berkembang dan menarik migrasi dari luar kota, akibatnya kota tumbuh lebih pesat lagi. Pertumbuhan ekonomi karena merupakan sesuatu yang alami dan dikehendaki akan cenderung untuk bertumbuh terus. Yunus dalam buku Manajemen Kota Perspektif Spasial menjelaskan bahwa pertumbuhan perkotaan terutama disebabkan oleh pertumbuhan alami (natural growth) dan juga inmigration atau pengaliran penduduk dari bagian-bagian wilayah lain yang masuk ke kota. Motivasi utama migrasi sendiri dikarenakan faktor ekonomi untuk meningkatkan pendapatan. Peningkatan kepadatan perkotaan yang dinyatakan dalam jumlah penduduk per satuan luas wilayah, menyertai pertumbuhan perkotaan dan peningkatan ukuran kota. Semakin meluasnya kota dan semakin tingginya angka kepadatan penduduk menciptakan berbagai permasalahan kota (Branch). Persoalan yang dihadapi adalah keterbatasan ruang yang dapat digunakan untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan 15 kegiatan perkotaan. Sebagian besar kebutuhan ruang yang tidak dapat dibangun di bagian dalam kota baik oleh karena kelangkaan ruang maupun karena tingginya harga lahan yang tidak terjangkau, mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran kota yang ketersediaan lahan terbukanya masih banyak (Yunus, 2005 ; 57). 2.2. Kawasan resapan air Dalam Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, disebutkan bahwa kawasan resapan air termasuk dalam kategori kawasan lindung yang melindungi kawasan bawahannya, oleh karena itu sebelum melakukan tinjauan khusus mengenai karakteristik kawasan resapan air, akan terlebih dahulu dilakukan tinjauan mengenai karaktersitik kawasan lindung. 2.2.1. Karakteristik kawasan lindung Kawasan adalah suatu wilayah yang teritorialnya didasarkan kepada pengertian dan batasan fungsional yaitu bahwa wilayah tersebut dapat ditentukan teritorialnya sebagai suatu wilayah yang secara fungsional mempunyai perwatakan tersendiri seperti kawasan industri, kawasan pusat kota atau pusat perdagangan, kawasan rekreasi, kawasan hutan lindung dll (Sujarto). Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan (Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Pengelolaan kawasan lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung (Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Berdasarkan RTRW Nasional November 2002 (hasil penyempurnaan), pola pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup dan melestarikan fungsi lindung kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan cagar budaya, dan 16 kawasan lindung lainnya, serta menghindari berbagai usaha dan/atau kegiatan di kawasan rawan bencana. Mengacu pada Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, yang lebih rinci menjabarkan mengenai ruang lingkup kawasan lindung yang meliputi : - Kawasan yang memberikan perlindungan bawahannya - Kawasan perlindungan setempat - Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya - Kawasan rawan bencana alam Khusus untuk kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya merupakan kawasan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan. Kawasan ini berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan baik bagi kawasan yang bersangkutan maupun kawasan bawahnya. Hal ini disebabkan karena kawasan ini mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap suatu perubahan dan akan berdampak luas terhadap keseimbangan. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya terdiri dari : - Kawasan hutan lindung. - Kawasan bergambut. - Kawasan resapan air. Dalam PP 47 tahun 1997, langkah-langkah pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya berupa: - Mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidroorologis tanah di kawasan hutan lindung sehingga ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan selalu dapat terjamin; - Mengendalikan hidrologi wilayah, berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta untuk melindungi ekosistem yang khas di kawasan bergambut; 17 - Memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada kawasan resapan air untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka penggunaan tanah di dalam kawasan lindung harus sesuai dengan fungsi lindung. Adapun ketentuan pengendalian kawasan lindung berdasarkan Keppres Nomer 32 tahun 1990 pasal 37 adalah : 1. Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung. 2. Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami yang ada. 3. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak lingkungan. 4. Apabila menurut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan budidaya mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya, dan fungsi sebagai kawasan lindung dikembalikan secara bertahap. 2.2.2. Karakteristik Kawasan Resapan Air Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, kawasan resapan air didefinisikan sebagai daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penenggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. 18 Kriteria kawasan resapan air adalah : - Curah hujan yang tinggi (> 1.500 mm/tahun). - Struktur tanah meresapkan air (permeabilitas > 27,7 mm/jam). - Bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran (datar hingga berbukit dan/atau pada ketinggian > 750 mdpl). 2.2.3. Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Siklus Hidrologi Siklus hidrologi didefinisikan sebagai proses aliran air dalam rentang ruang dan waktu yang luas dan panjang yang dipengaruhi oleh kekuatan gaya gravitasi bumi dan energi matahari yang bersirkulasi melalui sistem lingkungan baik yang terjadi di atas permukaan tanah atau dataran maupun lautan (Chow). Air di bumi yang meliputi air laut, air danau, dan air sungai akan mengalami penguapan yang disebabkan oleh pemanasan sinar matahari. Penguapan dapat berasal dari badan air atau dari semua benda yang mengandung air seperti tumbuhan, tubuh manusia, dan tubuh hewan. Dalam hidrologi, penguapan dari badan air secara langsung disebut evaporasi. Penguapan yang terkandung dalam tumbuhan disebut transpirasi. Uap air hasil transpirasi dan evaporasi bergerak ke atmosfer dan setelah mengalami beberapa proses, uap air akan menjadi awan. Akibat proses angin yang berhembus, awan akan dibawa ke puncak-puncak pegunungan, sebagian awan yang belum sampai di daerah pegunungan akan diturunkan sebagai hujan dan sebagian lagi diturunkan di daerah pegunungan. Hujan dalam istilah hidrologi disebut presipitasi. Presipitasi adalah tetes air dari awan yang jatuh ke permukaan tanah (Aribowo, 2007 ; 16). Hujan yang turun ke permukaan bumi jatuh langsung ke permukaan tanah, permukaan air danau, sungai, laut, hutan atau perkebunan. Khusus mengenai penelitian ini dititikberatkan pada pembahasan mengenai model aliran air tanah di daerah resapan air tanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah resapan air adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau 19 celah/rekahan pada tanah/batuan. Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeable). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah (discharge zone). Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran air tanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone). Perubahan jumlah (kuantitas) air dalam tanah ditentukan oleh berbagai faktor antara lain: peresapan (infiltrasi) yaitu gerakan air di atas tanah, perkolasi yaitu gerakan air melalui atau di bawah tanah, intersepsi atau pencegatan yaitu penambatan air hujan oleh tumbuhan penutup (canophy vegetation) dan transpirasi (Hardiana, 1999 ; 37). Secara singkat dapat disebutkan bahwa keseimbangan siklus air yang terjadi di alam dibentuk oleh berbagai komponen dalam daur hidrologi. Sosrodarsono dalam Libriani (2004) menyatakan bahwa korelasi antar komponen hidrologi dapat disederhanakan dengan persamaan water balance dari F.J Mock : PPT = EV+RO+I+WR Dimana : PPT (Precipitation) = jumlah curah hujan EV (Evaporation) = jumlah penguapan RO (Run Off) = jumlah limpasan air permukaan I (Infiltration) = jumlah penambahan air tanah WR (Water Retention) = jumlah air genangan Infiltrasi merupakan peristiwa masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal. Rata-rata dan banyaknya jumlah air yang masuk ke dalam tanah merupakan fungsi dari jenis tanah, kelembaban tanah, permeabilitas tanah, tutupan lahan, kondisi drainase, kedalaman tanah, intensitas dan volume 20 precipitation10. Banyaknya air yang masuk melalui permukaan tanah persatuan waktu dikenal sebagai laju infiltrasi. Nilai laju infiltrasi sangat tergantung pada kapasitas infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk melewatkan air dari permukaan secara vertikal. Kapasitas infiltrasi bervariasi terhadap sifat alamiah tanah, antara lain porositas, kelembaban awal, dan kemiringan tanah (Suripin, 2002 ; 49). Permeabilitas dari lapisan tanah yang berlainan, merupakan kemampuan tanah untuk meloloskan air atau udara ke lapisan bawah profil tanah. Bilamana kapasitas infiltrasi dan permabilitas besar seperti pada tanah berpasir yang mempunyai kedalaman lapisan kedap yang dalam, walapun dengan curah hujan yang lebat kemungkinan terjadinya aliran permukaan kecil sekali. Tanah-tanah bertekstur halus akan menyerap air sangat lambat, sehingga curah hujan yang cukup rendah akan menimbulkan aliran permukaan (Suripin, 2002 ; 46). Lebih detail, tanah-tanah yang berstekstur kasar membentuk struktur tanah yang ringan, sebaliknya tanah-tanah yang berbentuk atau tersusun dari tekstur yang halus menyebabkan terbentuknya tanahtanah yang berstruktur berat. Adanya perbedaan struktur tanah yang terjadi, secara tidak langsung mempengaruhi ukuran dan jumlah pori-pori tanah yang terbentuk. Tanah-tanah dengan struktur yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak, dan miskin akan pori-pori besar, mempunyai kapasitas infiltrasi kecil. Sebaliknya, tanah yang berstruktur ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori halus, kapasitas infiltrasinya lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berstruktur berat. Berdasarkan riset yang dikeluarkan oleh USDA (Hydrology : Water Quantity and Quality Control) terdapat beberapa penggolongan/pengklasifikasian jenis tanah 11 berdasarkan potensi kemampuan meresapkan dan meloloskan air : - Group A Soils: High infiltration (low runoff). Termasuk dalam kategori ini adalah pasir, pasir kegeluhan dan geluh kepasiran. Infiltration rate > 0.3 inch/hr ketika basah. 10 Wanielsta dkk dalam Hydrology : Water Quantity and Quality Control halaman 148. Digunakan untuk memasukkan tanah dalam tabel 2.1 (Tabel SCS RO CN) halaman 22 : Soil Group (kolom sebelah kanan : A, B, C, D). 11 21 - Group B Soils: Moderate infiltration (moderate runoff). Termasuk dalam kategori ini adalah geluh dan geluh keliatan. Infiltration rate 0.15 to 0.3 inch/hr ketika basah. - Group C Soils: Low infiltration (moderate to high runoff). Termasuk dalam kategori ini adalah geluh lempung kepasiran. Infiltration rate 0.05 to 0.15 inch/hr ketika basah. - Group D Soils: Very low infiltration (high runoff). Termasuk dalam kategori ini adalah geluh kelempungan, geluh lempung keliatan, lempung kepasiran, lempung keliatan dan lempung. Infiltration rate 0 to 0.05 inch/hr ketika basah. Pada penelitian ini, untuk mengetahui jumlah air limpasan digunakan metode SCS Run Off Curve Number. Metode SCS Run Off Curve Number adalah parameter empiris yang digunakan untuk memperkirakan jumlah air limpasan. Alasan penggunaan metode ini adalah karena telah sering digunakan sebagai metode yang efisien untuk menentukan perkiraan jumlah air limpasan (run off) air hujan pada suatu kawasan. Alasan berikutnya adalah karena SCS Run Off Curve Number diperkirakan cukup akurat karena mempertimbangkan berbagai variabel seperti jenis tanah, guna lahan, perlakuan dan kondisi hiodrologi di suatu daerah. Adapun persamaan untuk mencari jumlah air limpasan adalah : RO = ( P − 0.2S ' ) 2 ( P + 0.8S ' ) di mana, RO : Rainfall excess, yang nantinya akan dikalikan dengan luas lahan untuk mendapatkan volumenya. P : Rainfall volume S’ : Storage at saturation, yang didapatkan dari rumus S ' = 1000 − 10 CN Curve number (CN) mempunyai nilai antara 30 hingga 100. Semakin rendah nilainya mengindikasikan semakin rendah pula potensi terjadinya air limpasan. Sebaliknya, semakin tinggi nilai curve number, maka potensi terjadinya air limpasan juga akan semakin meningkat. Kondisi ideal bagi kawasan lindung dengan fungsi 22 resapan air adalah infiltrasi tinggi yang berarti hanya terdapat sedikit air hujan yang melimpas. Pada tabel 2.1 akan disajikan nilai curve number berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan (description of land use)12 dan kriteria jenis tanahnya (hydrologic soil group)13. Setelah mengetahui jumlah air hujan yang tidak tertampung dalam infiltrasi dan berubah menjadi air limpasan, maka selanjutnya dimasukkan dalam kategori kelas air limpasan berdasar pada klasifikasi Cook. Alasan pemilihan klasifikasi menurut Cook adalah karena klasifikasi ini mengkategorikan kelas air limpasan berdasarkan pada data guna lahan di kawasan yang bersangkutan. Suatu kawasan lindung dengan fungsi spesifik sebagai daerah resapan air seharusnya masuk dalam kelas limpasan rendah. Berikut adalah klasifikasi air limpasan menurut Cook : 1 ) Kelas ekstrim, nilai koefisien aliran = 75% - 100% 2 ) Kelas tinggi, nilai koefisien aliran = 50% - 75 % 3 ) Kelas sedang, nilai koefisien aliran = 25% - 50% 4 ) Kelas rendah, nilai koefisien aliran = 0% - 25% 12 Kolom sebelah kiri pada tabel 2.1 SCS RO CN (halaman 23) : Description of Land Use. Kolom sebelah kanan pada tabel 2.1 (Tabel SCS RO CN) yang diklasifikasikan berdasar soil group A, B, C, D mengacu pada klasifikasi tanah hal 20. 13 23 Tabel 2.1 Soil Conservation Service (SCS) Run Off Curve Number Description of Land Use Soil Group A B C D 98 98 98 98 Bidang parkir dan atap Jalan : Paving 98 98 98 98 Kerikil 76 85 89 91 Tanah 72 82 87 89 Lahan olahan untuk pertanian : Tanpa perlakuan konservasi (ladang) 72 81 88 91 Dengan perlakuan konservasi (sawah dan kebun) 62 71 78 81 Padang Rumput : Buruk (<50% tertutup tanah) 68 79 86 89 Baik (50-75% tertutup tanah) 39 61 74 80 Padang rumput (seluruhnya rumput) 30 58 71 78 Semak (baik, >75% tertutup tanah) 30 48 65 73 Hutan: Buruk (sedikit pohon, banyak pembalakan dan 45 66 77 83 kebakaran) Sedang (sedikit pohon, sedikit semak tapi tidak 36 60 73 79 ada pembalakan ataupun kebakaran) Baik (banyak pohon, banyak semak, tidak ada 30 55 70 77 pembalakan, tidak ada kebakaran) Ruang terbuka (taman, kuburan, dll) : Sedang (rumput menutupi area sekitar 50-75%) 49 69 79 84 Baik (rumput menutupi area sekitar >75%) 39 61 74 80 Daerah bisnis dan komersial (tutupan 89 92 94 95 impervious 85%) Daerah industri tutupan impervious 72% 81 88 91 93 Daerah permukiman : Tutupan impervious 65% 77 85 90 92 Tutupan impervious 38% 61 75 83 87 Tutupan impervious 25% 54 70 80 85 Tutupan impervious 20% 51 68 79 84 Sumber : US Department of Agriculture dalam Hydrology : Water Quantity and Quality Control