JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KEMOTERAPI DENGAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DENGAN KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RSUD. A.M PARIKESIT TENGGARONG The Relationship Between Frequencies Of Chemoterapy With Quality Of Life Of Woman With Breast Cancer Undergoing Chemotherapy At The Chemotherapy Ward, A.M Parikesit Hospital Tenggarong Tri Wahyuni ABSTRAK Latar Belakang: Kanker payudara adalah tumbuhnya sel-sel abnormal yang bersifat proliferatif secara terus menerus, progresif tidak terbatas dan tidak terkoordinasi dengan sekitarnya pada jaringan payudara. Beberapa faktor risiko seperti diet, hormon, penggunaan kontrasepsi, tidak menyusui, dan sebagainya juga menjadi penyebab terjadinya kanker payudara. Salah satu terapi kanker adalah kemoterapi. Frekuensi kemoterapi pada pasien adalah jumlah terapi yang dilakukan pasien dengan menggunakan obat-obatan sitostatik. Namun, pengobatan kanker dengan kemoterapi bukan berarti tidak menimbulkan efek. Frekuensi pemberian kemoterapi dapat menimbulkan beberapa efek yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya maupun orang lain. Tujuan: Mengetahui hubungan antara frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi RSUD A.M Parikesit Tenggarong. Metode: Rancangan penelitian ini menggunakan deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden. Frekuensi kemoterapi diperoleh melalui rekam medik pasien dan kualitas hidup menggunakan kuisioner dari WHO (WHOQoL). Analisis statistik yang digunakan adalah uji Spearman Ranks (Rho) Hasil: Frekuensi minimal kemoterapi responden yaitu satu kali dan maksimal enam kali, nilai kualitas hidup rata-rata sebesar 59,30 dengan skor terendah adalah 50,00 dan tertinggi 89,50. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000<0,05 yang berarti Ho ditolak sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Berdasarkan hasil analisa menggunakan Korelasi Spearman Rank terdapat nilai bermakna r=0,814 yang memiliki korelasi positif yang berarti semakin sering frekuensi kemoterapi maka semakin sedang nilai kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi dan memiliki korelasi sangat kuat. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi Kata Kunci: Kualitas hidup, Kanker payudara, Frekuensi kemoterapi ABSTRACT Background: Breast cancer is the growth of abnormal cells that are proliferative continuous, progressive and is not limited and is not coordinate with the surrounding breast tissue. Some risk factors such as diet, hormones, contraceptive use, nor breastfeeding, and also the cause of the increased incidence of breast cancer. One of treatment for cancer therapy is chemotherapy. The frequencies of chemotherapy in cancer patients are the number of patients doing treatment with cytostatic medicines. However, the treatment of cancer with chemotherapy does not mean not to cause effects. The frequency of giving chemotherapy may cause some effects that could affect the JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 patient's quality of life. Quality of life is a condition where the patients contracted the disease, even though it can still feel good physically, psychologically, socially and spiritually as well as optimally make use of her life for the happiness of others as well as herself. The purpose of the research: To determine the relationship between the frequencies of chemotherapy with the quality of life of women with breast cancer undergoing chemotherapy at the A.M Parikesit Hospital, Tenggarong Research method: This research uses descriptive design correlation with cross sectional approach. Sampling technique that research use was consecutive sampling with the number of samples with as many as 30 respondents. The frequencies of medical record obtained through the chemotherapy patients and the quality of life using a questionnaire of WHO (WHOQoL). A statistical analysis of the test used was Spearman Ranks (Rho) Research result : A minimum frequency of one respondent chemotherapy and up to six times the value of quality of life of the average of the lowest score with 59,30 was 50.00 and highest 89,50. Test result statistics retrieved value p = 0.000 0.05 meaning < Ho denied that there is a significantly relationship between the frequency of chemotherapy with the quality of life of women with breast cancer undergoing chemotherapy. Based on the results of the analysis using the Spearman Rank Correlation there is a significantly value r = 0,814 which has the positive correlation which means more frequent chemotherapy, the more is the value of the quality of life of women with breast cancer who undergoing chemotherapy and have a very strong correlation. Conclusion: There is a significantly relationship between the frequencies of chemotherapy with the quality of life of women with breast cancer undergoing chemotherapy Keywords: Quality of Life, Breast Cancer, Frequencies of Chemotherapy PENDAHULUAN Sehat merupakan suatu keadaan yang ideal bagi setiap orang. Menurut World Health Organization (WHO), sehat adalah suatu keadaan sejahtera sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit dan kelemahan. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara klinis tidak adanya penyakit.20 Kesehatan fisik merupakan salah satu aspek dimana kesehatan fisik itu sendiri mencerminkan bahwa semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan termasuk diantaranya adalah kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi merupakan komponen penting kesehatan bagi pria maupun wanita, tetapi lebih dititikberatkan pada wanita. Keadaan penyakit pada wanita lebih banyak dihubungkan dengan fungsi dan kemampuan bereproduksi serta tekanan sosial pada wanita karena masalah gender. Wanita memiliki kebutuhan khusus yang berhubungan dengan fungsi seksual dan reproduksi. Wanita mempunyai sistem reproduksi yang sensitif terhadap kerusakan yang dapat terjadi disfungsi atau penyakit.13 Wanita adalah subyek dari beberapa penyakit terhadap fungsi tubuh oleh karena pengaruh laki-laki, pola penyakit pun berbeda dengan laki-laki karena adanya perbedaan bentuk genetik, hormonal, ataupun perilaku gaya hidup seperti kebiasaan merokok, nutrisi dan praktik seksual dan hal tersebut dapat menjadi penunjang meningkatnya jumlah penderita kanker.5 Kanker didefinisikan sebagai kelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkontrol.1 Sedangkan Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma.25 Penyebab kanker bervariasi dan tidak dapat diketahui dengan pasti. Kanker terjadi karena kerusakan struktur genetik yang menyebabkan pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol. Pola insiden kanker bervariasi sesuai jenis kelamin, ras, dan letak geografik. Beberapa kanker dapat dipengaruhi oleh faktor genetik keluarga, namun yang paling sering terjadi karena faktor lingkungan dan gaya hidup. Menurut WHO kanker tertinggi pada pria adalah kanker paru dengan peringkat kedua setelah kanker prostat, sedangkan pada wanita kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua setelah kanker serviks.17 Kanker payudara, atau disebut juga sebagai karsinoma mamae merupakan kanker JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 solid yang mempunyai insiden tertinggi di negara Barat atau maju.17 Kanker payudara adalah tumbuhnya sel-sel abnormal yang bersifat proliferatif secara terus menerus, progresif tidak terbatas dan tidak terkoordinasi dengan sekitarnya pada jaringan payudara.12 Menurut Ferlay (2001), berdasarkan data dari American Cancer Society (2008)1, sekitar 1,3 juta wanita terdiagnosis menderita kanker payudara, dan tiap tahunnya di seluruh dunia kurang lebih 465.000 wanita meninggal oleh karena penyakit ini.18 Sementara itu, angka kejadian kanker payudara meningkat sekitar 30% dalam kurun waktu 25 tahun di negaranegara maju. Sedangkan menurut Jernal (2008), pada tahun 2008 di Amerika Serikat, ditemukan 184.450 kanker payudara invasif baru baik pada laki-laki dan wanita, dan menyebabkan 40.930 kematian sehingga penyakit ini merupakan salah satu penyebab kematian oleh kanker yang tertinggi.22 Di Indonesia sendiri kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak menyerang wanita dengan 39.831 kasus. Dalam 10 tahun terakhir, peringkat kanker sebagai penyebab utama kematian meningkat menjadi peringkat ke enam dari peringkat ke dua belas.23 Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Daerah A.M Parikesit Tenggarong menunjukkan bahwa kasus kanker payudara juga terjadi peningkatan yang mana pada tahun 2011 penderita kanker payudara sebanyak 60 orang termasuk 18 orang yang menjalani kemoterapi, dan pada tahun 2012 sebanyak 91 orang termasuk 25 orang yang menjalani kemoterapi. Sedangkan pada tahun 2013 periode Januari-Juni sebanyak 110 orang termasuk 46 orang diantaranya yang menjalani kemoterapi.7 Adapun penatalaksanaan kanker yang bersifat multidisipliner, mulai dari pendekatan diagnostik yang melibatkan banyak keahlian, kemudian pengobatan kanker yang multimodalitas dengan operasi, radiasi dan kemoterapi, ataupun kombinasi dari ketiga hal tersebut.24 Namun, pengobatan kanker yang saat ini tersedia di Rumah Sakit A.M Parikesit Tenggarong adalah kemoterapi. Menurut Sukardja, (1996), kemoterapi dilakukan untuk membunuh sel kanker dengan obat anti kanker (sitostatika). Namun, pengobatan kanker dengan kemoterapi bukan berarti tidak menimbulkan efek.16 Frekuensi pemberian kemoterapi dapat menimbulkan beberapa efek yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Efek kemoterapi yaitu supresi sumsum tulang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, kehilangan berat badan, perubahan rasa, konstipasi, diare, dan gejala lainnya alopesia, fatigue, perubahan emosi, dan perubahan pada sistem saraf.18 Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara di Rumah Sakit Umum A.M Parikesit Tenggarong tepatnya di Ruang Kemoterapi yang dilakukan peneliti selama 2 hari, didapatkan pernyataan dari 2 orang dengan kanker payudara yang mengatakan bahwa pada saat pertama kali mereka menjalani kemoterapi, mereka merasakan banyak sekali perubahan yang terjadi pada fisik mereka karena efek samping kemoterapi seperti mual, penurunan nafsu makan, konstipasi, fatigue, sampai pada peran mereka sebagai istri yang harus melayani suami dalam hal kegiatan di rumah tangga ataupun dalam hal berhubungan seksual yang mereka merasa bahwa dirinya memiliki kekurangan dan perubahan sebagai peran ibu untuk anakanaknya serta perubahan pola pikir dan psikologis mereka saat menghadapi penyakit kanker payudara yang harus menjalani kemoterapi setiap bulannya. Namun, mereka menyatakan bahwa setelah beberapa kali menjalani kemoterapi, perubahan-perubahan yang terjadi mereka jadikan hal yang biasa karena mereka sudah bisa menghadapinya dengan ikhlas dan sabar. Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang hubungan frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Frekuensi Kemoterapi dengan Kualitas Hidup Perempuan dengan Kanker Payudara yang menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi RSUD A.M Parikesit Tenggarong”. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan korelasional (hubungan) yaitu penelitian yang mengkaji hubungan antarvariabel. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antarvariabel 21, dengan pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 efek dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinya setiap penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status, karakter atau variabel subyek penelitian diamati pada waktu yang sama.20 Penelitian ini menggambarkan tentang variabel yang diteliti yaitu variabel independen adalah frekuensi kemoterapi dan variabel dependen adalah kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien wanita kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi RSUD A.M Parikesit Tenggarong sebanyak 55 orang selama bulan November 2015. Peneliti mengambil sampel dengan teknik nonprobability sampling menggunakan consecutive sampling. Pada penelitian ini jumlah sampel sebanyak 30 orang. Instrumen yang digunakan peneliti adalah dengan cara dengan cara dokumentasi untuk data frekuensi kemoterapi dan karakteristik responden yang diperoleh melalui rekam medik pasien oleh peneliti sendiri. Sedangkan untuk mengukur kualitas hidup kuesioner yang digunakan adalah kuesioner dari WHO yaitu WHOQoL (World Health Organization Quality of Life). Penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearmen Ranks (Rho) untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara kedua variabel serta melihat kekuatan dan arah hubungan tersebut. 4. 5. 6. 7. 8. HASIL PENELITIAN Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik responden No 1. 2. 3. Karakteristik Responden Umur Dewasa Awal (26-35 th) Dewasa Akhir (36-45 th) Lansia Awal (46-55 th) Manula (>65 th) Status Perkawinan Menikah Belum Menikah Janda (Meninggal) Jumlah Anak Kandung 0 9. f % 6 12 10 2 20.0 40.0 33.3 6.7 24 1 5 80.0 3.3 16.7 2 6.7 10. 11. 12. 1 2 3 4 6 Riwayat Menyusui Menyusui Tidak Menyusui Lama Menyusui 0 2 3 5 9 12 18 24 36 Riwayat Kontrasepsi KB Pil KB Suntik IUD Tidak Menggunakan 6 13 7 1 1 20.0 43.3 23.3 3.3 3.3 25 5 83.3 16.7 5 2 1 1 1 6 4 9 1 16.7 6.7 3.3 3.3 3.3 20.0 13.3 30.0 3.3 5 10 6 9 16.7 33.3 20.0 30.0 Lama Pemakaian Kontrasepsi 0 9 1 3 2 7 3 2 4 2 5 2 7 2 10 1 12 1 14 1 Pekerjaan IRT 19 Swasta 8 PNS 3 Tempat Tinggal Sewa 6 Orang Tua 5 Mertua 1 Rumah Pribadi 18 Agama Islam 27 Kristen 1 Katholik 2 Yang sering menemani Suami 14 Anak 10 Saudara 5 Orang Tua 1 Frekuensi Kemoterapi 30.0 10.0 23.3 6.7 6.7 6.7 6.7 3.3 3.3 3.3 63.3 26.7 10.0 20.0 16.7 3.3 60.0 90.0 3.3 6.7 46.7 33.3 16.7 3.3 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 9 4 4 5 2 6 30.0 13.3 13.3 16.7 6.7 20.0 Sumber : Data Primer PEMBAHASAN Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari usia proporsi tertinggi adalah responden yang berada pada kategori dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 12 orang (40,0%). Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa kanker payudara mulai berkembang pesat saat sebelum wanita memasuki umur 50 tahun dengan perbandingan peluang 1 diantara 50 wanita. Selain itu, berdasarkan laporan Badan Registrasi Kanker Ikatan Ahli Patologi Indonesia (BRK-IAIP) yang berisiko besar untuk mendapatkan karsinoma payudara adalah usia antara 35-44 tahun.15 Selain itu, teori ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yusra (2011)28 tentang kualitas hidup yang mana hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin bertambah umur maka semakin menurun kualitas hidup yang mana juga telah dikemukakan bahwa secara normal seiring bertambah usia seseorang terjadi perubahan baik fisik, psikologis, bahkan intelektual. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa adanya peningkatan umur maka kematangan berpikir mereka semakin baik pula., karena mereka menganggap bahwa ketika seusia mereka yang harus dilakukan selain berusaha untuk menjalani pengobatan juga harus menerima kenyataan yang sedang dialami saat ini sebagai pelajaran agar menjadikan mereka lebih dekat dengan Tuhannya karena menurut mereka umur akan semakin menua. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari status perkawinan proporsi tertinggi adalah responden yang menikah sebanyak 24 orang (80,0%). Teori mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan antara status perkawinan dengan kejadian kanker payudara karena pada wanita yang menikah akan terjadi aktivitas reproduksi pada saat kehamilan atau laktasi hormon. Telah diketahui bahwa diferensiasi payudara wanita mencapai sempurna ketika seorang wanita melahirkan anak pertama dan kemudian menyusui anaknya, karena dengan menyusui, kelenjar payudara akan dirangsang berdiferensiasi sempurna menjadi kelenjar yang aktif memproduksi air susu melalui diferensiasi duktus dan lobulus payudara yang baik.14 Hal ini juga sejalan dengan teori kualitas hidup yang dikemukakan oleh Glenn dan Weaver (1981), dalam Nofitri (2009)19 bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda akibat pasangan meninggal. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan kehadiran pasangan selama menjalani kemoterapi karena kehadiran pasangan bisa menjadi salah satu alasan mereka bertahan dan menjalani pengobatan secara rutin, karena adanya kehadiran pasangan selama pengobatan juga akan membuat mereka merasa mendapat dukungan penuh dan semangat sehingga peran suami saat ini juga sangat berpengaruh terhadap mereka. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari jumlah anak kandung yang dimiliki proporsi tertinggi adalah responden yang memiliki jumlah anak kandung 2 orang sebanyak 13 orang (43,3%). Teori menunjukkan bahwa adanya penurunan resiko kanker payudara dengan peningkatan jumlah paritas. Level hormon dalam sirkulasi yang tinggi selama kehamilan menyebabkan diferensiasi dari the terminal duct-lobural unit (TDLU), yang merupakan tempat utama dalam proses transformasi kanker pada payudara.22 Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa banyaknya responden yang memiliki jumlah anak kandung sedikit adalah salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari riwayat menyusui proporsi tertinggi adalah responden yang menyusui yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Lipworth menyatakan bahwa ada efek yang bersifat protektif dari menyusui terhadap kanker payudara, sebab dari efek protektif menyusui ini dikarenakan adanya penurunan level estrogen dan sekresi bahan-bahan karsinogenik selama menyusui.22 Sebagian responden menyatakan bahwa mereka tidak menyusui secara eksklusif sehingga efek yang JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 bersifat protektif tersebut menjadi tidak efektif. Selain itu proses laktasi juga akan terus-menerus bekerja sampai pada waktunya proses tersebut akan menurun dan berkurang dengan sendirinya. Sehingga apabila ibu tidak mengerti bagaimana proses menyusui dengan baik dan benar akan mengakibatkan bendungan ASI dan pengosongan saluran alveoli yang tidak sempurna dan hal ini dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari lama menyusui proporsi tertinggi adalah responden yang memiliki riwayat lama menyusuinya selama 24 bulan yaitu sebanyak 10 orang (33,0%). Lipwort menjelaskan bahwa wanita yang menyusui menurunkan risiko kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak menyusui. Waktu menyusui yang lebih lama mempunyai efek yang lebih kuat dalam menurunkan risiko kanker payudara.22 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang waktu menyusuinya lebih lama cenderung lebih banyak dan hal tersebut tidak menunjukkan adanya keterkaitan dengan kejadian kanker payudara pada responden. Hal ini bisa terjadi karena penyebab terjadinya kanker payudara memiliki banyak faktor salah satunya adalah penggunaan kontrasepsi yang mana kontrasepsi berisi hormon estrogen pengganti sehingga dapat berisiko memicu terjadinya kanker payudara. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari riwayat kontrasepsi proporsi tertinggi adalah responden yang menggunakan kontrasepsi KB suntik sebanyak 10 orang (33,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menunjukkan bahwa kontrasepsi hormonal berisi hormon estrogen pengganti selain memiliki manfaat untuk mengatur kehamilan, tetapi juga memiliki sisi negatif, yaitu berisiko tinggi terjadinya kanker payudara.27 Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa pengguna kontrasepsi memiliki risiko 1,8 kali lebih tinggi untuk terkena kanker payudara.8 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan kontrasepsi cenderung lebih banyak. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya program Keluarga Berencana (KB) yang mana bertujuan untuk menurunkan fertilitas agar dapat mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya kesejahteraan bagi rakyat bangsa Indonesia sehingga hal ini menjadi dilema para wanita yang sudah menikah. Namun demikian, pengetahuan yang dimiliki wanita yang menggunakan kontrasepsi harus cukup untuk mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan selama penggunaan kontrasepsi seperti kemauan dan kemampuan untuk melakukan kontrasepsi secara teratur dan benar serta pemahaman tentang frekuensi pemakaian, efek samping dan lama penggunaan kontrasepsi oral (pil kb) yang tidak dianjurkan lebih kurang dari 7 tahun.26 Untuk itu pentingnya tenaga kesehatan untuk menjelaskan bagaimana penggunaan alat yang baik dan benar karena penggunaan kontrasepsi yang tidak baik dan benar bisa menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari lama pemakaian kontrasepsi proporsi tertinggi adalah responden yang menggunakan kontrasepsi selama 2 tahun sebanyak 7 orang (23,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menunjukkan bahwa salah satu penyebab kanker payudara dikarenakan pertumbuhan jaringan payudara yang sensitif terhadap estrogen maka wanita yang terpapar estrogen dalam waktu yang panjang akan memiliki risiko yang besar terhadap kanker. Terjadinya pemaparan estrogen dapat disebabkan oleh penggunaan kontrasepsi hormonal yang mengandung kombinasi estrogen dan progesteron.8 Responden yang menggunakan kontrasepsi menyatakan bahwa mereka menggunakan kontrasepsi tersebut dikarenakan mengikuti program pemerintah yaitu Keluarga Berencana (KB) yang mana tujuan mereka adalah mengikuti bagaimana usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan walaupun hal tersebut membuat mereka yang memiliki pengetahuan lebih bahwa menggunakan kontrasepsi adalah salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara sehingga hal tersebut menjadi sebuah dilema bagi mereka. Sedangkan mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi adalah mereka yang memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti penggunaan kontrasepsi yang didasarkan atas biaya serta peran dari agama dan kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut. Selain itu fenomena di lapangan juga menunjukkan bahwa banyaknya wanita yang JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 menggunakan kontrasepsi terlalu lama. Hal ini terjadi karena informasi menegenai penggunaan kontrasepsi yang baik dan benar. Menurut peneliti, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan kontrasepsi cenderung lebih banyak dan hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan dengan kejadian kanker payudara karena salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara adalah penggunaan kontrasepsi apalagi dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari pekerjaan proporsi tertinggi adalah responden yang status pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 19 orang (63,3%). Hal ini juga berkaitan dengan penerimaan terhadap diri mereka. Wanita yang bekerja memiliki pola pikir yang berbeda dengan wanita yang tidak bekerja dikarenakan wanita yang bekerja memiliki kemandirian yang lebih tinggi dibanding wanita yang tidak bekerja. Wanita yang bekerja merasa tidak harus bergantung pada pria dari segi pendapatan. Kemandirian tersebut yang mampu mempengaruhi konsep diri seseorang. Seorang wanita yang memiliki pekerjaan akan terlatih untuk lebih mandiri akan memunculkan rasa percaya diri dan konsep diri yang positif pula. Penelitian Andromeda dan Rachmahana (2006)2 menunjukkan, wanita yang bekerja memiliki penerimaan diri yang lebih tinggi dibanding wanita yang tidak bekerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang tidak bekerja cenderung lebih banyak dan hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan dengan kualitas hidup mereka terutama dalam penerimaan terhadap diri mereka ketika mereka pertama kali terdiagnosa kanker payudara sampai pada tindakan pengobatan yang harus mereka jalani secara rutin serta efek samping yang selama ini mereka dapatkan selama menjalani kemoterapi. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari tempat tinggal proporsi tertinggi adalah responden yang memiliki rumah pribadi sebanyak 18 orang (60,0%). Artinya, secara ekonomi mereka sudah mencukupi. Karena dengan memiliki rumah pribadi, maka mereka tidak lagi harus memikirkan untuk membagi finansial mereka untuk membayar rumah sewa atau kontrakan sehingga penghasilan keluarga mereka saat ini selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka juga berfokus pada biaya pengobatan. Menurut Suchman (1967) dalam Ketut (2013)10 mengatakan bahwa mahalnya biaya yang harus dikeluarkan seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan menyebabkan 8% orang yang melaporkan penyakitnya terlambat dalam mencari pengobatan. Oleh karena itu peneliti berpendapat bahwa tempat tinggal responden pada penelitian ini berkaitan dengan pencarian pengobatan dan kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari agama proporsi tertinggi adalah responden yang beragama Islam sebanyak 27 orang (90,0%). Hasil penelitian ini menunjukkan responden terbanyak adalah responden yang beragama Islam, karena Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam dengan persentase dari populasi total sebanyak 87,2%.4 Menurut peneliti, hasil penelitian ini terdapat kesesuaian antara teori dengan kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini adalah responden yang memiliki keyakinan terhadap apa yang mereka yakini bahwa pengobatan kemoterapi ini merupakan usaha dan keputusan terbaik untuk memperoleh kesembuhan karena sebelumnya mereka pernah menjalani pengobatan alternatif namun tidak terdapat perubahan. Selain itu, pemahaman mereka tentang spiritualitas tidak hanya ditunjukkan dengan harapan tapi juga dengan adanya semangat yang ditunjukkan dengan keinginannya untuk bertahan dengan kehidupan mereka yang sekarang akibat kanker payudara. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari yang sering menemani proporsi tertinggi adalah responden yang sering ditemani oleh suami yaitu sebanyak 14 orang (46,7%). Teori Coopersmith (1967) dalam Ayuningthias (2012)3 menyatakan bahwa banyaknya jumlah penghargaan seperti dukungan yang diberikan oleh suami dan perhatian yang diterima seseorang dari significant other dalam kehidupannya dapat berperan dalam perkembangan self-esteem. Menurut peneliti, sebagai makhluk sosial responden dengan kanker payudara ini sangat membutuhkan dukungan dari lingkungannya untuk menghadapi perubahan-perubahan JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 kondisi yang dialaminya. Sesuai dengan kenyataan di lapangan, dukungan sosial yang responden dapatkan dari suami, orang tua, anak-anak dan teman dekat dapat mempengaruhi kondisi kesembuhan dan kekuatan mereka terutama dalam menghadapi efek-efek kemoterapi yang akan mereka dapatkan selama menjalani kemoterapi. Berdasarkan hasil karakteristik responden dilihat dari frekuensi kemoterapi proporsi tertinggi adalah responden yang menjalani kemoterapi pada siklus 1 yang berarti responden sudah menjalani kemoterapi 1 kali sebanyak 9 orang (30,0%). Menurut peneliti, responden yang menjalani kemoterapi pada penelitian ini kebanyakan adalah perempuan yang menjalani kemoterapi berada pada siklus 1, karena menurut fakta yang peneliti temukan di lapangan perempuan-perempuan dengan kanker payudara stadium III ini kebanyakan baru menyadari karena mereka terlalu tidak peduli dan mengabaikan. Hal ini dikarenakan responden tidak pernah merasa terganggu akan penyakitnya. Selain itu, sebagian responden juga ada yang mencoba alternatif terapi seperti herbal yang mereka gunakan, tetapi karena tidak adanya perubahan yang dirasakan responden sehingga membuat mereka beralih ke pengobatan kemoterapi. sebagian responden juga menyatakan bahwa mereka takut akan kenyataan yang akan diketahui mereka melalui diagnosa medis bahwa mereka terkena penyakit yang menurut stigma masyarakat itu adalah penyakit yang mematikan. Deteksi yang terlambat dan kurangnya pengetahuan juga menyebabkan sebagian besar responden terlambat diobati dan menjalani kemoterapi. Sedangkan responden yang menjalani kemoterapi pada siklus 2 sampai pada siklus 6 adalah responden yang sudah rutin dan mengetahui penyakitnya sejak lama. Tabel 2. Hubungan frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup perempuan dengan Kanker Payudara yang menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi RSUD A.M Parikesit Tenggarong Kategori Tendensi Sentral Variabel Frekuensi Kemoterapi Kualitas Hidup Korelasi Spearman Ranks (rho) CI 95% P R Value Lower Upper Median Modus SE 3,00 1 0,349 2,45 3,88 59,30 51,00 2,049 58,69 67,07 Analisa bivariat pada tabel 2 menggunakan teknik analisa Korelasi Spearman Rank. Hasil estimasi interval frekuensi kemoterapi diyakini bahwa 95% dari nilai tengah yaitu 3 berada pada rentang 2,45-3,88 dengan siklus yang paling banyak adalah siklus 1. Sedangkan hasil dari estimasi interval pada kualitas hidup diyakini bahwa 95% dari nilai tengah 59,30 berada pada rentang 58,69-67,07 dengan nilai kualitas hidup yang paling banyak adalah 51,00. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000<0,05 yang berarti Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Berdasarkan hasil analisa menggunakan Korelasi Spearman Rank terdapat nilai bermakna r=0,804 yang 0,804 0,000 memiliki korelasi positif yang berarti semakin sering frekuensi kemoterapi maka semakin sedang nilai kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi dan memiliki korelasi sangat kuat. Pada penelitian ini mayoritas responden menyatakan bahwa semakin sering mereka menjalani kemoterapi semakin terbiasa mereka dengan keadaan yang mengganggu fisik, psikologis atau aktivitas mereka yang disebabkan oleh banyaknya efek dari kemoterapi seperti mual, muntah, alopesia, dan sebagainya. Mereka menyatakan bahwa ketika mereka merasakan beberapa efek kemoterapi setelah pemberian obat kemoterapi tersebut, mereka mengatasinya hanya dengan beristirahat dan terkadang mereka mencoba meminta penanganan lain seperti menggunakan obat anti emetik atau JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 analgesik yang diberikan oleh petugas ruangan. Mereka juga menyatakan bahwa mereka memiliki keyakinan terhadap apa yang mereka yakini bahwa pengobatan kemoterapi ini merupakan usaha dan keputusan terbaik untuk memperoleh kesembuhan karena sebelumnya mereka pernah menjalani pengobatan alternatif namun tidak terdapat perubahan. Selain itu, pemahaman mereka tentang spiritualitas tidak hanya ditunjukkan dengan harapan tapi juga dengan adanya semangat yang ditunjukkan dengan keinginannya untuk bertahan dengan kehidupan mereka yang sekarang akibat kanker payudara. Agama sebagai sandaran atau panduan hidup tertinggi. Seseorang memiliki pengaruh positif karena dikaitkan dengan keyakinan, hal ini dikarenakan dalam agama atau aturan atau kitab suci terdapat semua jawaban dari kebutuhan manusia. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa pasien kanker yang memiliki sandaran sumber religius yang kuat akan mengantarkan pasien tersebut pada prognosis yang lebih baik dari yang diperkirakan.6 Dukungan positif dari suami, anak, orang tua, keluarga dan teman-teman terdekat yang mereka dapatkan juga membuat mereka tetap semangat untuk menjalani kemoterapi sehingga semakin lama respon psikologis yang mereka miliki semakin kearah positif dan sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka saat ini. Mereka juga menganggap bahwa emosi negatif menimbulkan rasa sakit dalam tubuh, menciptakan efek pemisahan, menghambat aliran emosi positif dan hanya akan menarik energi negatif lainnya ke dalam hidup mereka. Bila terlalu fokus pada kesakitan dan kemarahan, hal itu hanya akan menciptakan keadaan yang makin buruk dan tidak sehat dalam kehidupan mereka. Karena itu mereka berjuang untuk membuat ruang untuk perasaan positif. Mereka membuat keputusan yang disadari bahwa mereka harus memilih kebahagiaan dan memilih untuk hidup dalam keadaan selalu bersyukur. Mereka juga menyatakan bahwa penyakit yang saat ini mereka derita adalah salah satu pengampunan Tuhan terhadap kesalahan-kesalahan mereka yang lalu dan sebagai pelebur kesalahankesalahan mereka terutama bagi sebagian mereka yang beragama muslim meyakini hadist Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa setiap hamba muslim yang ditimpa musibah atau sakit dan sebagainya maka Allah akan mengampuni kesalahankesalahannya, sebagaimana daun yang gugur dari pohonnya.9 Selain kecerdasan spiritual yang mereka miliki, mereka juga mendapat dukungan sosial yang mana menurut Sarafino (1994) dalam Ayuningthias (2012)3 dukungan sosial merupakan perasaan pada individu bahwa ia diberi kenyamanan, diperhatikan, dihargai, dan dibantu oleh orang atau kelompok lain. Dalam penelitian ini dukungan sosial yang lebih cenderung adalah dukungan sosial suami. Menurut fenomena di lapangan, responden yang menghayati mendapatkan dukungan suami tinggi membuat mereka memiliki harapan untuk sembuh yang besar mengingat tidak ingin meninggalkan orangorang yang dicintainya. Kondisi ini juga didukung dengan pendapat Sarafino (1994) Ayunungthias (2012)3 yang menyatakan dengan adanya dukungan suami diharapkan penderita kanker payudara menilai bahwa ada suami yang dapat diandalkan bila penderita membutuhkan bantuan, ada yang memberi semangat untuk sembuh, dan memberikan kekuatan dalam menghadapi penyakit yang sedang dideritanya. Dukungan sosial suami yang mereka dapatkan meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan jaringan. Selain dukungan sosial dari suami yang mereka dapatkan, mereka juga menyatakan bahwa petugas kesehatan yang berada di ruang kemoterapi memberikan dukungan dan semangat kepada mereka yang menjalani kemoterapi yang mana mereka setiap harinya akan merasakan efek-efek dari kemoterapi. Bentuk dukungan dari petugas kesehatan yang mereka kemukakan berupa penyuluhan yang dapat membuka pikiran dan meningkatkan semangat untuk terus menjalani kemoterapi yaitu meliputi manfaat, efek samping dan kerugian jika mereka tidak rutin dan meneruskan pengobatan yang mereka jalani saai ini. Selain itu petugas kesehatan yang berada di ruangan juga membantu dalam proses administrasi apabila ada kesulitan dalam mengurus hal tersebut. Dari beberapa uraian diatas telah diketahui bahwa ada keterkaitan antara JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 fenomena di lapangan dengan teori yang menyatakan bahwa kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya maupun orang lain.11 Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian ini terdapat hubungan antara frekuensi kemoterapi yang sedikit ataupun banyak dengan kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi RSUD A.M Parikesit Tenggarong. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Analisa univariat frekuensi kemoterapi pada perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi RSUD A.M Parikesit Tenggarong didapatkan responden yang paling tertinggi adalah responden yang berada pada siklus 1 sebanyak 9 orang (30,0%) dan yang paling terendah adalah responden yang berada pada siklus 5 sebanyak 2 orang (6,7%). Hasil estimasi interval frekuensi kemoterapi diyakini bahwa 95% dari nilai tengah yaitu 3 berada pada rentang 2,45-3,88. 2. Analisa univariat kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi RSUD A.M Parikesit Tenggarong didapatkan hasil dari estimasi interval pada kualitas hidup diyakini bahwa 95% dari nilai tengah 59,30 berada pada rentang 58,69-67,07 dengan nilai kualitas hidup yang paling banyak adalah 51,00. 3. Dari hasil penelitian didapatkan nilai p value=0,000<0,05 yang berarti Ho ditolak sehingga dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup pasien dengan perempuan kanker payudara yang menjalani kemoterapi dengan kekuatan korelasi sangat kuat dan arah korelasinya positif (r= 0,804) yang berarti semakin sering frekuensi kemoterapi maka semakin sedang atau biasa saja kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi. 1. 2. 3. 4. SARAN Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil dalam penelitian ini, beberapa saran yang bisa disampaikan adalah sebagai berikut: Bagi Institusi Pendidikan a. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan pada program belajar mengajar dan menambah referensi perpustakaan serta menjadi dasar untuk penelitian keperawatan lebih lanjut. b. Penelitian ini diharapkan bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan dalam menambah pengetahuan tentang kualitas hidup pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk membentuk kelompok support untuk perempuanperempuan dengan masalah kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Serta dapat memotivasi agar dapat memberikan informasi yang jelas dan benar dalam pemberian obat-obatan kemoterapi dan efek-efeknya serta bagaimana cara penggunaan kontrasepsi dan menyusui yang baik dan benar agar dapat mengurangi kejadian kanker payudara dengan mencegah faktor-faktor risiko yang ada. Bagi Perawat Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam melaksanakan perannya sebagai care giver dan memberikan penyuluhan tentang kanker payudara beserta penanganannya terutama kemoterapi serta konseling guna meningkatkan kualitas hidup bagi perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan peneliti selanjutnya untuk menggali lebih dalam permasalahan kanker payudara dengan menggunakan variabel yang merupakan faktor confounding dari penelitian ini. Sehingga dengan banyaknya penelitian tentang JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 kanker payudara maka dapat membuat orang lain mengerti pentingnya dukungan dan tugas-tugas lainnya dalam meningkatkan kualitas dan harapan hidup penderita kanker payudara. DAFTAR PUSTAKA American Cancer Society. (2010). Breast Cancer Facts & Figures. www.cancer.org/acs/groups/content/@n ho/.3/f861009final90809pdf.pdf. Diakses pada tanggal 05 Oktober 2013. Kreitler, Peleg, Ehrenfeld. (2007). Stress, Self-efficacy and Quality of Life in Cancer Patients, (online), http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.10 02/pon.1063/pdf. Diakses 17 Oktober 2013). Kumar, V, Cotran, R, & Robbins, S. (2007). Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta : EGC. Kusmiran, E. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika. Andromeda, Y., dan Rachmahana, S.R. (2006). Penerimaan Diri Wanita Penderita Kanker Payudara DItinjau Dari Kepribadian Tahan Banting (hardnes) dan Status Pekerjaan. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Lanfranchi, A. (2007). Breast Cancer, Risks and Prevention, 4th ed. USA Breast Cancer Prevention Institute. Ayuningthias, C.S. (2012). Hubungan Antara Dukungan Suami dengan Self Esteem Pada Penderita Kanker Payudara di Bandung Cancer Society. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.. Lutfah, U. (2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pasien Dengan Tindakan Kemoterapi Di Ruang Cendana Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Semarang : FIK UMS Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk. (2010). Baradero, M. (2007). Seri Asuhan Keperawatan Klien Kanker. Jakarta : EGC Bussing, Arnt., J. Fischer., T. Ostermann & P.F. Mathiessen. (2008). Reliance on God’s Help, Depression and Fatigue Female Cancers Patient. Journal Psychiatric of Medicine. Data RSUD A.M Parikesit Tenggarong Harianto. (2005). Risiko Pengguna Pil Kontrasepsi Kombinasi Terhadap Kejadian Kanker Payudara Pada Reseptor di RSCM. Jakarta : Majalah Ilmu Kefarmasian HR. Bukhari dan Muslim Ketut, N.M. (2013). Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap Wanita Pasangan Usia Subur dengan Tindakan Pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas Sukawati II. Denpasar : Universitas Udayana. Lincoln, J & Wilensky. (2008). Kanker Payudara, Diagnosis dan Solusinya. Cetakan I. Jakarta : Prestasi Pustakarya Manuaba, T., W. (2010). Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid Peraboi 2010. Jakarta : CV Sagung Seto Nagla, H, et al. (2010). The Effect of Combining Herbal Therapy with Conventional Chemotherapy on the Incidence of Chemotherapy Side Effects in 2nd Stage Breast Cancer Patients. Journal of American Science, MedicalSurgical Nursing Department, Faculty of Nursing. Nofitri, M.NF. (2009). Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa pada Lima Wilayah di Jakarta. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan edisi revisi. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrument Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Rasjidi, I. (2009). Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta : CV Sagung Seto. JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 _________.(2010). Epidemiologi Kanker (ISO) pada Wanita. Jakarta : CV Sagung Solo. Reksodiputro AH. (2006). Pengobatan Suportif pada Pasien Kanker. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 4, jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK-UI The Word Health Organization. (2009). Cancer. www.who.int/mediacentre/factssheets/fs 297/en. Diakses pada tanggal 02 November 2013 Wildayani, D. (2010). Hubungan Paritas dan Penggunaan KB Hormonal dengan Kejadian Kanker Payudara di Rumah Sakit Onkologi Surabaya. Winarto., W.P. (2007). Pengobatan Herbal untuk Kanker Payudara. Jakarta: Karyasari Herba Media. Yusra, A. (2011). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poloklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Jakarta : Universitas Indonesia. JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015