jurnal ilmu kesehatan vol. 3 no. 2 desember 2015 hubungan antara

advertisement
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KEMOTERAPI DENGAN KUALITAS HIDUP
PEREMPUAN DENGAN KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI
KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RSUD.
A.M PARIKESIT TENGGARONG
The Relationship Between Frequencies Of Chemoterapy With Quality Of Life Of Woman With
Breast Cancer Undergoing Chemotherapy At The Chemotherapy Ward, A.M Parikesit Hospital
Tenggarong
Tri Wahyuni
ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker payudara adalah tumbuhnya sel-sel abnormal yang bersifat proliferatif
secara terus menerus, progresif tidak terbatas dan tidak terkoordinasi dengan sekitarnya pada
jaringan payudara. Beberapa faktor risiko seperti diet, hormon, penggunaan kontrasepsi, tidak
menyusui, dan sebagainya juga menjadi penyebab terjadinya kanker payudara. Salah satu terapi
kanker adalah kemoterapi. Frekuensi kemoterapi pada pasien adalah jumlah terapi yang dilakukan
pasien dengan menggunakan obat-obatan sitostatik. Namun, pengobatan kanker dengan kemoterapi
bukan berarti tidak menimbulkan efek. Frekuensi pemberian kemoterapi dapat menimbulkan
beberapa efek yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Kualitas hidup adalah kondisi
dimana pasien kendati penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik,
psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian
dirinya maupun orang lain.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup perempuan
dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi RSUD A.M Parikesit
Tenggarong.
Metode: Rancangan penelitian ini menggunakan deskriptif korelasional dengan pendekatan cross
sectional. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak
30 responden. Frekuensi kemoterapi diperoleh melalui rekam medik pasien dan kualitas hidup
menggunakan kuisioner dari WHO (WHOQoL). Analisis statistik yang digunakan adalah uji
Spearman Ranks (Rho)
Hasil: Frekuensi minimal kemoterapi responden yaitu satu kali dan maksimal enam kali, nilai
kualitas hidup rata-rata sebesar 59,30 dengan skor terendah adalah 50,00 dan tertinggi 89,50. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p=0,000<0,05 yang berarti Ho ditolak sehingga terdapat hubungan yang
bermakna antara frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara
yang menjalani kemoterapi. Berdasarkan hasil analisa menggunakan Korelasi Spearman Rank
terdapat nilai bermakna r=0,814 yang memiliki korelasi positif yang berarti semakin sering
frekuensi kemoterapi maka semakin sedang nilai kualitas hidup perempuan dengan kanker payudara
yang menjalani kemoterapi dan memiliki korelasi sangat kuat.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup
perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi
Kata Kunci: Kualitas hidup, Kanker payudara, Frekuensi kemoterapi
ABSTRACT
Background: Breast cancer is the growth of abnormal cells that are proliferative continuous,
progressive and is not limited and is not coordinate with the surrounding breast tissue. Some risk
factors such as diet, hormones, contraceptive use, nor breastfeeding, and also the cause of the
increased incidence of breast cancer. One of treatment for cancer therapy is chemotherapy. The
frequencies of chemotherapy in cancer patients are the number of patients doing treatment with
cytostatic medicines. However, the treatment of cancer with chemotherapy does not mean not to
cause effects. The frequency of giving chemotherapy may cause some effects that could affect the
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
patient's quality of life. Quality of life is a condition where the patients contracted the disease, even
though it can still feel good physically, psychologically, socially and spiritually as well as optimally
make use of her life for the happiness of others as well as herself.
The purpose of the research: To determine the relationship between the frequencies of
chemotherapy with the quality of life of women with breast cancer undergoing chemotherapy at the
A.M Parikesit Hospital, Tenggarong
Research method: This research uses descriptive design correlation with cross sectional approach.
Sampling technique that research use was consecutive sampling with the number of samples with as
many as 30 respondents. The frequencies of medical record obtained through the chemotherapy
patients and the quality of life using a questionnaire of WHO (WHOQoL). A statistical analysis of
the test used was Spearman Ranks (Rho)
Research result : A minimum frequency of one respondent chemotherapy and up to six times the
value of quality of life of the average of the lowest score with 59,30 was 50.00 and highest 89,50.
Test result statistics retrieved value p = 0.000 0.05 meaning < Ho denied that there is a significantly
relationship between the frequency of chemotherapy with the quality of life of women with breast
cancer undergoing chemotherapy. Based on the results of the analysis using the Spearman Rank
Correlation there is a significantly value r = 0,814 which has the positive correlation which means
more frequent chemotherapy, the more is the value of the quality of life of women with breast cancer
who undergoing chemotherapy and have a very strong correlation.
Conclusion: There is a significantly relationship between the frequencies of chemotherapy with the
quality of life of women with breast cancer undergoing chemotherapy
Keywords: Quality of Life, Breast Cancer, Frequencies of Chemotherapy
PENDAHULUAN
Sehat merupakan suatu keadaan yang
ideal bagi setiap orang. Menurut World
Health Organization (WHO), sehat adalah
suatu keadaan sejahtera sempurna dari fisik,
mental, dan sosial yang tidak hanya terbatas
pada bebas dari penyakit dan kelemahan.
Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang
tidak merasa sakit atau tidak adanya keluhan
dan memang secara klinis tidak adanya
penyakit.20 Kesehatan fisik merupakan salah
satu aspek dimana kesehatan fisik itu sendiri
mencerminkan bahwa semua organ tubuh
berfungsi normal atau tidak mengalami
gangguan termasuk diantaranya adalah
kesehatan reproduksi.
Kesehatan
reproduksi
merupakan
komponen penting kesehatan bagi pria
maupun wanita, tetapi lebih dititikberatkan
pada wanita. Keadaan penyakit pada wanita
lebih banyak dihubungkan dengan fungsi dan
kemampuan bereproduksi serta tekanan sosial
pada wanita karena masalah gender. Wanita
memiliki
kebutuhan
khusus
yang
berhubungan dengan fungsi seksual dan
reproduksi. Wanita mempunyai sistem
reproduksi yang sensitif terhadap kerusakan
yang dapat terjadi disfungsi atau penyakit.13
Wanita adalah subyek dari beberapa penyakit
terhadap fungsi tubuh oleh karena pengaruh
laki-laki, pola penyakit pun berbeda dengan
laki-laki karena adanya perbedaan bentuk
genetik, hormonal, ataupun perilaku gaya
hidup seperti kebiasaan merokok, nutrisi dan
praktik seksual dan hal tersebut dapat menjadi
penunjang meningkatnya jumlah penderita
kanker.5
Kanker didefinisikan sebagai kelompok
penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan
dan penyebaran sel abnormal yang tidak
terkontrol.1 Sedangkan Menurut WHO,
kanker adalah istilah umum untuk satu
kelompok besar penyakit yang dapat
mempengaruhi setiap bagian dari tubuh.
Istilah lain yang digunakan adalah tumor
ganas dan neoplasma.25 Penyebab kanker
bervariasi dan tidak dapat diketahui dengan
pasti. Kanker terjadi karena kerusakan
struktur
genetik
yang
menyebabkan
pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol.
Pola insiden kanker bervariasi sesuai jenis
kelamin, ras, dan letak geografik. Beberapa
kanker dapat dipengaruhi oleh faktor genetik
keluarga, namun yang paling sering terjadi
karena faktor lingkungan dan gaya hidup.
Menurut WHO kanker tertinggi pada pria
adalah kanker paru dengan peringkat kedua
setelah kanker prostat, sedangkan pada wanita
kanker payudara merupakan penyebab
kematian kedua setelah kanker serviks.17
Kanker payudara, atau disebut juga
sebagai karsinoma mamae merupakan kanker
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
solid yang mempunyai insiden tertinggi di
negara Barat atau maju.17 Kanker payudara
adalah tumbuhnya sel-sel abnormal yang
bersifat proliferatif secara terus menerus,
progresif
tidak
terbatas
dan
tidak
terkoordinasi dengan sekitarnya pada jaringan
payudara.12
Menurut Ferlay (2001), berdasarkan data
dari American Cancer Society (2008)1, sekitar
1,3 juta wanita terdiagnosis menderita kanker
payudara, dan tiap tahunnya di seluruh dunia
kurang lebih 465.000 wanita meninggal oleh
karena penyakit ini.18 Sementara itu, angka
kejadian kanker payudara meningkat sekitar
30% dalam kurun waktu 25 tahun di negaranegara maju. Sedangkan menurut Jernal
(2008), pada tahun 2008 di Amerika Serikat,
ditemukan 184.450 kanker payudara invasif
baru baik pada laki-laki dan wanita, dan
menyebabkan 40.930 kematian sehingga
penyakit ini merupakan salah satu penyebab
kematian oleh kanker yang tertinggi.22 Di
Indonesia sendiri kanker payudara merupakan
jenis kanker yang paling banyak menyerang
wanita dengan 39.831 kasus. Dalam 10 tahun
terakhir, peringkat kanker sebagai penyebab
utama kematian meningkat menjadi peringkat
ke enam dari peringkat ke dua belas.23
Berdasarkan data dari Rumah Sakit
Umum Daerah A.M Parikesit Tenggarong
menunjukkan bahwa kasus kanker payudara
juga terjadi peningkatan yang mana pada
tahun 2011 penderita kanker payudara
sebanyak 60 orang termasuk 18 orang yang
menjalani kemoterapi, dan pada tahun 2012
sebanyak 91 orang termasuk 25 orang yang
menjalani kemoterapi. Sedangkan pada tahun
2013 periode Januari-Juni sebanyak 110
orang termasuk 46 orang diantaranya yang
menjalani kemoterapi.7
Adapun penatalaksanaan kanker yang
bersifat multidisipliner, mulai dari pendekatan
diagnostik yang melibatkan banyak keahlian,
kemudian
pengobatan
kanker
yang
multimodalitas dengan operasi, radiasi dan
kemoterapi, ataupun kombinasi dari ketiga hal
tersebut.24 Namun, pengobatan kanker yang
saat ini tersedia di Rumah Sakit A.M
Parikesit Tenggarong adalah kemoterapi.
Menurut Sukardja, (1996), kemoterapi
dilakukan untuk membunuh sel kanker
dengan obat anti kanker (sitostatika). Namun,
pengobatan kanker dengan kemoterapi bukan
berarti tidak menimbulkan efek.16 Frekuensi
pemberian kemoterapi dapat menimbulkan
beberapa efek yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup pasien. Efek kemoterapi yaitu
supresi sumsum tulang, gejala gastrointestinal
seperti mual, muntah, kehilangan berat badan,
perubahan rasa, konstipasi, diare, dan gejala
lainnya alopesia, fatigue, perubahan emosi,
dan perubahan pada sistem saraf.18
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
melalui wawancara di Rumah Sakit Umum
A.M Parikesit Tenggarong tepatnya di Ruang
Kemoterapi yang dilakukan peneliti selama 2
hari, didapatkan pernyataan dari 2 orang
dengan kanker payudara yang mengatakan
bahwa pada saat pertama kali mereka
menjalani kemoterapi, mereka merasakan
banyak sekali perubahan yang terjadi pada
fisik mereka karena efek samping kemoterapi
seperti mual, penurunan nafsu makan,
konstipasi, fatigue, sampai pada peran mereka
sebagai istri yang harus melayani suami
dalam hal kegiatan di rumah tangga ataupun
dalam hal berhubungan seksual yang mereka
merasa bahwa dirinya memiliki kekurangan
dan perubahan sebagai peran ibu untuk anakanaknya serta perubahan pola pikir dan
psikologis mereka saat menghadapi penyakit
kanker payudara yang harus menjalani
kemoterapi setiap bulannya. Namun, mereka
menyatakan bahwa setelah beberapa kali
menjalani kemoterapi, perubahan-perubahan
yang terjadi mereka jadikan hal yang biasa
karena mereka sudah bisa menghadapinya
dengan ikhlas dan sabar.
Berdasarkan fenomena di atas peneliti
tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang
hubungan frekuensi kemoterapi dengan
kualitas hidup perempuan dengan kanker
payudara. Oleh karena itu peneliti melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Frekuensi
Kemoterapi
dengan
Kualitas
Hidup
Perempuan dengan Kanker Payudara yang
menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi
RSUD A.M Parikesit Tenggarong”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan
korelasional (hubungan) yaitu penelitian yang
mengkaji hubungan antarvariabel. Penelitian
korelasional
bertujuan
mengungkapkan
hubungan korelatif antarvariabel 21, dengan
pendekatan cross sectional, yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor risiko dengan
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
efek dengan cara pendekatan observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach), artinya setiap
penelitian hanya diobservasi sekali saja dan
pengukuran dilakukan terhadap status,
karakter atau variabel subyek penelitian
diamati pada waktu yang sama.20 Penelitian
ini menggambarkan tentang variabel yang
diteliti yaitu variabel independen adalah
frekuensi kemoterapi dan variabel dependen
adalah kualitas hidup perempuan dengan
kanker payudara yang menjalani kemoterapi.
Populasi penelitian ini adalah seluruh
pasien wanita kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi
RSUD A.M Parikesit Tenggarong sebanyak
55 orang selama bulan November 2015.
Peneliti mengambil sampel dengan teknik
nonprobability
sampling
menggunakan
consecutive sampling. Pada penelitian ini
jumlah sampel sebanyak 30 orang.
Instrumen yang digunakan peneliti adalah
dengan cara dengan cara dokumentasi untuk
data frekuensi kemoterapi dan karakteristik
responden yang diperoleh melalui rekam
medik pasien oleh peneliti sendiri. Sedangkan
untuk mengukur kualitas hidup kuesioner
yang digunakan adalah kuesioner dari WHO
yaitu WHOQoL (World Health Organization
Quality of Life).
Penelitian ini menggunakan uji korelasi
Spearmen Ranks (Rho) untuk melihat ada atau
tidaknya hubungan antara kedua variabel
serta melihat kekuatan dan arah hubungan
tersebut.
4.
5.
6.
7.
8.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik
responden
No
1.
2.
3.
Karakteristik
Responden
Umur
Dewasa Awal (26-35 th)
Dewasa Akhir (36-45 th)
Lansia Awal (46-55 th)
Manula (>65 th)
Status Perkawinan
Menikah
Belum Menikah
Janda (Meninggal)
Jumlah Anak Kandung
0
9.
f
%
6
12
10
2
20.0
40.0
33.3
6.7
24
1
5
80.0
3.3
16.7
2
6.7
10.
11.
12.
1
2
3
4
6
Riwayat Menyusui
Menyusui
Tidak Menyusui
Lama Menyusui
0
2
3
5
9
12
18
24
36
Riwayat Kontrasepsi
KB Pil
KB Suntik
IUD
Tidak Menggunakan
6
13
7
1
1
20.0
43.3
23.3
3.3
3.3
25
5
83.3
16.7
5
2
1
1
1
6
4
9
1
16.7
6.7
3.3
3.3
3.3
20.0
13.3
30.0
3.3
5
10
6
9
16.7
33.3
20.0
30.0
Lama Pemakaian Kontrasepsi
0
9
1
3
2
7
3
2
4
2
5
2
7
2
10
1
12
1
14
1
Pekerjaan
IRT
19
Swasta
8
PNS
3
Tempat Tinggal
Sewa
6
Orang Tua
5
Mertua
1
Rumah Pribadi
18
Agama
Islam
27
Kristen
1
Katholik
2
Yang sering menemani
Suami
14
Anak
10
Saudara
5
Orang Tua
1
Frekuensi Kemoterapi
30.0
10.0
23.3
6.7
6.7
6.7
6.7
3.3
3.3
3.3
63.3
26.7
10.0
20.0
16.7
3.3
60.0
90.0
3.3
6.7
46.7
33.3
16.7
3.3
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Siklus 4
Siklus 5
Siklus 6
9
4
4
5
2
6
30.0
13.3
13.3
16.7
6.7
20.0
Sumber : Data Primer
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari usia proporsi tertinggi adalah
responden yang berada pada kategori dewasa
akhir (36-45 tahun) sebanyak 12 orang
(40,0%). Hal ini sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa kanker payudara mulai
berkembang pesat saat sebelum wanita
memasuki
umur
50
tahun
dengan
perbandingan peluang 1 diantara 50 wanita.
Selain itu, berdasarkan laporan Badan
Registrasi Kanker Ikatan Ahli Patologi
Indonesia (BRK-IAIP) yang berisiko besar
untuk mendapatkan karsinoma payudara
adalah usia antara 35-44 tahun.15 Selain itu,
teori ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Yusra (2011)28 tentang kualitas
hidup yang mana hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa semakin bertambah
umur maka semakin menurun kualitas hidup
yang mana juga telah dikemukakan bahwa
secara normal seiring bertambah usia
seseorang terjadi perubahan baik fisik,
psikologis, bahkan intelektual. Namun
demikian,
kenyataan
di
lapangan
menunjukkan bahwa adanya peningkatan
umur maka kematangan berpikir mereka
semakin baik pula., karena mereka
menganggap bahwa ketika seusia mereka
yang harus dilakukan selain berusaha untuk
menjalani pengobatan juga harus menerima
kenyataan yang sedang dialami saat ini
sebagai pelajaran agar menjadikan mereka
lebih dekat dengan Tuhannya karena menurut
mereka umur akan semakin menua.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari status perkawinan proporsi
tertinggi adalah responden yang menikah
sebanyak 24 orang (80,0%). Teori
mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan
antara status perkawinan dengan kejadian
kanker payudara karena pada wanita yang
menikah akan terjadi aktivitas reproduksi
pada saat kehamilan atau laktasi hormon.
Telah diketahui bahwa diferensiasi payudara
wanita mencapai sempurna ketika seorang
wanita melahirkan anak pertama dan
kemudian menyusui anaknya, karena dengan
menyusui, kelenjar payudara akan dirangsang
berdiferensiasi sempurna menjadi kelenjar
yang aktif memproduksi air susu melalui
diferensiasi duktus dan lobulus payudara yang
baik.14
Hal ini juga sejalan dengan teori kualitas
hidup yang dikemukakan oleh Glenn dan
Weaver (1981), dalam Nofitri (2009)19 bahwa
individu yang menikah memiliki kualitas
hidup yang lebih tinggi daripada individu
yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda
akibat pasangan meninggal. Hal tersebut
dapat dikaitkan dengan kehadiran pasangan
selama
menjalani
kemoterapi
karena
kehadiran pasangan bisa menjadi salah satu
alasan mereka bertahan dan menjalani
pengobatan secara rutin, karena adanya
kehadiran pasangan selama pengobatan juga
akan membuat mereka merasa mendapat
dukungan penuh dan semangat sehingga
peran suami saat ini juga sangat berpengaruh
terhadap mereka.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari jumlah anak kandung yang
dimiliki proporsi tertinggi adalah responden
yang memiliki jumlah anak kandung 2 orang
sebanyak 13 orang (43,3%). Teori
menunjukkan bahwa adanya penurunan resiko
kanker payudara dengan peningkatan jumlah
paritas. Level hormon dalam sirkulasi yang
tinggi selama kehamilan menyebabkan
diferensiasi dari the terminal duct-lobural
unit (TDLU), yang merupakan tempat utama
dalam proses transformasi kanker pada
payudara.22 Dari hasil penelitian ini dapat
dijelaskan bahwa banyaknya responden yang
memiliki jumlah anak kandung sedikit adalah
salah satu faktor risiko terjadinya kanker
payudara.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari riwayat menyusui proporsi
tertinggi adalah responden yang menyusui
yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Lipworth
menyatakan bahwa ada efek yang bersifat
protektif dari menyusui terhadap kanker
payudara, sebab dari efek protektif menyusui
ini dikarenakan adanya penurunan level
estrogen
dan
sekresi
bahan-bahan
karsinogenik selama menyusui.22 Sebagian
responden menyatakan bahwa mereka tidak
menyusui secara eksklusif sehingga efek yang
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
bersifat protektif tersebut menjadi tidak
efektif. Selain itu proses laktasi juga akan
terus-menerus bekerja sampai pada waktunya
proses tersebut akan menurun dan berkurang
dengan sendirinya. Sehingga apabila ibu tidak
mengerti bagaimana proses menyusui dengan
baik dan benar akan mengakibatkan
bendungan ASI dan pengosongan saluran
alveoli yang tidak sempurna dan hal ini dapat
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
kanker payudara.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari lama menyusui proporsi tertinggi
adalah responden yang memiliki riwayat lama
menyusuinya selama 24 bulan yaitu sebanyak
10 orang (33,0%). Lipwort menjelaskan
bahwa wanita yang menyusui menurunkan
risiko kanker payudara dibandingkan dengan
wanita yang tidak menyusui. Waktu
menyusui yang lebih lama mempunyai efek
yang lebih kuat dalam menurunkan risiko
kanker payudara.22 Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa jumlah responden yang
waktu menyusuinya lebih lama cenderung
lebih banyak dan hal tersebut tidak
menunjukkan adanya keterkaitan dengan
kejadian kanker payudara pada responden.
Hal ini bisa terjadi karena penyebab
terjadinya kanker payudara memiliki banyak
faktor salah satunya adalah penggunaan
kontrasepsi yang mana kontrasepsi berisi
hormon estrogen pengganti sehingga dapat
berisiko memicu terjadinya kanker payudara.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari riwayat kontrasepsi proporsi
tertinggi
adalah
responden
yang
menggunakan
kontrasepsi
KB
suntik
sebanyak 10 orang (33,3%). Hasil penelitian
ini sejalan dengan teori yang menunjukkan
bahwa kontrasepsi hormonal berisi hormon
estrogen pengganti selain memiliki manfaat
untuk mengatur kehamilan, tetapi juga
memiliki sisi negatif, yaitu berisiko tinggi
terjadinya kanker payudara.27 Hal ini juga
sejalan dengan penelitian yang menyatakan
bahwa pengguna kontrasepsi memiliki risiko
1,8 kali lebih tinggi untuk terkena kanker
payudara.8 Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa responden yang menggunakan
kontrasepsi cenderung lebih banyak. Hal ini
dapat dikaitkan dengan adanya program
Keluarga Berencana (KB) yang mana
bertujuan untuk menurunkan fertilitas agar
dapat mengurangi beban pembangunan demi
terwujudnya kesejahteraan bagi rakyat bangsa
Indonesia sehingga hal ini menjadi dilema
para wanita yang sudah menikah. Namun
demikian, pengetahuan yang dimiliki wanita
yang menggunakan kontrasepsi harus cukup
untuk mengetahui hal-hal apa saja yang perlu
diperhatikan selama penggunaan kontrasepsi
seperti kemauan dan kemampuan untuk
melakukan kontrasepsi secara teratur dan
benar serta pemahaman tentang frekuensi
pemakaian, efek samping dan lama
penggunaan kontrasepsi oral (pil kb) yang
tidak dianjurkan lebih kurang dari 7 tahun.26
Untuk itu pentingnya tenaga kesehatan untuk
menjelaskan bagaimana penggunaan alat yang
baik dan benar karena penggunaan
kontrasepsi yang tidak baik dan benar bisa
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
kanker payudara.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari lama pemakaian kontrasepsi
proporsi tertinggi adalah responden yang
menggunakan kontrasepsi selama 2 tahun
sebanyak 7 orang (23,3%). Hasil penelitian
ini sejalan dengan teori yang menunjukkan
bahwa salah satu penyebab kanker payudara
dikarenakan pertumbuhan jaringan payudara
yang sensitif terhadap estrogen maka wanita
yang terpapar estrogen dalam waktu yang
panjang akan memiliki risiko yang besar
terhadap kanker. Terjadinya pemaparan
estrogen dapat disebabkan oleh penggunaan
kontrasepsi hormonal yang mengandung
kombinasi estrogen dan progesteron.8
Responden yang menggunakan kontrasepsi
menyatakan bahwa mereka menggunakan
kontrasepsi tersebut dikarenakan mengikuti
program
pemerintah
yaitu
Keluarga
Berencana (KB) yang mana tujuan mereka
adalah mengikuti bagaimana usaha untuk
mengukur jumlah dan jarak anak yang
diinginkan walaupun hal tersebut membuat
mereka yang memiliki pengetahuan lebih
bahwa menggunakan kontrasepsi adalah salah
satu faktor risiko terjadinya kanker payudara
sehingga hal tersebut menjadi sebuah dilema
bagi mereka. Sedangkan mereka yang tidak
menggunakan kontrasepsi adalah mereka
yang memiliki pertimbangan-pertimbangan
tertentu seperti penggunaan kontrasepsi yang
didasarkan atas biaya serta peran dari agama
dan kultur budaya mengenai kontrasepsi
tersebut. Selain itu fenomena di lapangan juga
menunjukkan bahwa banyaknya wanita yang
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
menggunakan kontrasepsi terlalu lama. Hal
ini terjadi karena informasi menegenai
penggunaan kontrasepsi yang baik dan benar.
Menurut peneliti, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa responden yang
menggunakan kontrasepsi cenderung lebih
banyak dan hal tersebut menunjukkan adanya
keterkaitan dengan kejadian kanker payudara
karena salah satu faktor risiko terjadinya
kanker
payudara
adalah
penggunaan
kontrasepsi apalagi dalam waktu yang cukup
lama.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari pekerjaan proporsi tertinggi
adalah responden yang status pekerjaannya
sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 19
orang (63,3%). Hal ini juga berkaitan dengan
penerimaan terhadap diri mereka. Wanita
yang bekerja memiliki pola pikir yang
berbeda dengan wanita yang tidak bekerja
dikarenakan wanita yang bekerja memiliki
kemandirian yang lebih tinggi dibanding
wanita yang tidak bekerja. Wanita yang
bekerja merasa tidak harus bergantung pada
pria dari segi pendapatan. Kemandirian
tersebut yang mampu mempengaruhi konsep
diri seseorang. Seorang wanita yang memiliki
pekerjaan akan terlatih untuk lebih mandiri
akan memunculkan rasa percaya diri dan
konsep diri yang positif pula. Penelitian
Andromeda dan Rachmahana (2006)2
menunjukkan, wanita yang bekerja memiliki
penerimaan diri yang lebih tinggi dibanding
wanita yang tidak bekerja. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa responden yang tidak
bekerja cenderung lebih banyak dan hal
tersebut menunjukkan adanya keterkaitan
dengan kualitas hidup mereka terutama dalam
penerimaan terhadap diri mereka ketika
mereka pertama kali terdiagnosa kanker
payudara sampai pada tindakan pengobatan
yang harus mereka jalani secara rutin serta
efek samping yang selama ini mereka
dapatkan selama menjalani kemoterapi.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari tempat tinggal proporsi tertinggi
adalah responden yang memiliki rumah
pribadi sebanyak 18 orang (60,0%). Artinya,
secara ekonomi mereka sudah mencukupi.
Karena dengan memiliki rumah pribadi, maka
mereka tidak lagi harus memikirkan untuk
membagi finansial mereka untuk membayar
rumah sewa atau kontrakan sehingga
penghasilan keluarga mereka saat ini selain
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
mereka juga berfokus pada biaya pengobatan.
Menurut Suchman (1967) dalam Ketut
(2013)10 mengatakan bahwa mahalnya biaya
yang harus dikeluarkan seseorang untuk
mendapatkan
pelayanan
kesehatan
menyebabkan 8% orang yang melaporkan
penyakitnya terlambat dalam mencari
pengobatan. Oleh karena itu peneliti
berpendapat bahwa tempat tinggal responden
pada penelitian ini berkaitan dengan
pencarian pengobatan dan kualitas hidup
perempuan dengan kanker payudara.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari agama proporsi tertinggi adalah
responden yang beragama Islam sebanyak 27
orang (90,0%). Hasil penelitian ini
menunjukkan responden terbanyak adalah
responden yang beragama Islam, karena
Indonesia adalah negara yang mayoritas
penduduknya adalah pemeluk agama Islam
dengan persentase dari populasi total
sebanyak 87,2%.4 Menurut peneliti, hasil
penelitian ini terdapat kesesuaian antara teori
dengan kenyataan di lapangan yang
menunjukkan bahwa responden pada
penelitian ini adalah responden yang memiliki
keyakinan terhadap apa yang mereka yakini
bahwa pengobatan kemoterapi ini merupakan
usaha dan keputusan terbaik untuk
memperoleh kesembuhan karena sebelumnya
mereka pernah menjalani pengobatan
alternatif namun tidak terdapat perubahan.
Selain itu, pemahaman mereka tentang
spiritualitas tidak hanya ditunjukkan dengan
harapan tapi juga dengan adanya semangat
yang ditunjukkan dengan keinginannya untuk
bertahan dengan kehidupan mereka yang
sekarang akibat kanker payudara.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari yang sering menemani proporsi
tertinggi adalah responden yang sering
ditemani oleh suami yaitu sebanyak 14 orang
(46,7%). Teori Coopersmith (1967) dalam
Ayuningthias (2012)3 menyatakan bahwa
banyaknya jumlah penghargaan seperti
dukungan yang diberikan oleh suami dan
perhatian yang diterima seseorang dari
significant other dalam kehidupannya dapat
berperan dalam perkembangan self-esteem.
Menurut peneliti, sebagai makhluk sosial
responden dengan kanker payudara ini sangat
membutuhkan dukungan dari lingkungannya
untuk menghadapi perubahan-perubahan
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
kondisi yang dialaminya. Sesuai dengan
kenyataan di lapangan, dukungan sosial yang
responden dapatkan dari suami, orang tua,
anak-anak
dan
teman
dekat
dapat
mempengaruhi kondisi kesembuhan dan
kekuatan mereka terutama dalam menghadapi
efek-efek kemoterapi yang akan mereka
dapatkan selama menjalani kemoterapi.
Berdasarkan hasil karakteristik responden
dilihat dari frekuensi kemoterapi proporsi
tertinggi adalah responden yang menjalani
kemoterapi pada siklus 1 yang berarti
responden sudah menjalani kemoterapi 1 kali
sebanyak 9 orang (30,0%). Menurut peneliti,
responden yang menjalani kemoterapi pada
penelitian ini kebanyakan adalah perempuan
yang menjalani kemoterapi berada pada siklus
1, karena menurut fakta yang peneliti
temukan di lapangan perempuan-perempuan
dengan kanker payudara stadium III ini
kebanyakan baru menyadari karena mereka
terlalu tidak peduli dan mengabaikan. Hal ini
dikarenakan responden tidak pernah merasa
terganggu akan penyakitnya. Selain itu,
sebagian responden juga ada yang mencoba
alternatif terapi seperti herbal yang mereka
gunakan, tetapi karena tidak adanya
perubahan yang dirasakan
responden
sehingga membuat mereka beralih ke
pengobatan kemoterapi. sebagian responden
juga menyatakan bahwa mereka takut akan
kenyataan yang akan diketahui mereka
melalui diagnosa medis bahwa mereka
terkena penyakit yang menurut stigma
masyarakat itu adalah penyakit yang
mematikan. Deteksi yang terlambat dan
kurangnya pengetahuan juga menyebabkan
sebagian besar responden terlambat diobati
dan menjalani kemoterapi. Sedangkan
responden yang menjalani kemoterapi pada
siklus 2 sampai pada siklus 6 adalah
responden yang sudah rutin dan mengetahui
penyakitnya
sejak
lama.
Tabel 2. Hubungan frekuensi kemoterapi dengan kualitas hidup perempuan dengan Kanker
Payudara yang menjalani kemoterapi di Ruang Kemoterapi
RSUD A.M Parikesit Tenggarong
Kategori Tendensi Sentral
Variabel
Frekuensi
Kemoterapi
Kualitas Hidup
Korelasi Spearman Ranks (rho)
CI 95%
P
R
Value
Lower Upper
Median
Modus
SE
3,00
1
0,349
2,45
3,88
59,30
51,00
2,049
58,69
67,07
Analisa
bivariat
pada
tabel
2
menggunakan teknik analisa Korelasi
Spearman Rank. Hasil estimasi interval
frekuensi kemoterapi diyakini bahwa 95%
dari nilai tengah yaitu 3 berada pada rentang
2,45-3,88 dengan siklus yang paling banyak
adalah siklus 1. Sedangkan hasil dari estimasi
interval pada kualitas hidup diyakini bahwa
95% dari nilai tengah 59,30 berada pada
rentang 58,69-67,07 dengan nilai kualitas
hidup yang paling banyak adalah 51,00. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p=0,000<0,05 yang
berarti Ho ditolak dan dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara frekuensi kemoterapi dengan kualitas
hidup perempuan dengan kanker payudara
yang menjalani kemoterapi. Berdasarkan hasil
analisa menggunakan Korelasi Spearman
Rank terdapat nilai bermakna r=0,804 yang
0,804
0,000
memiliki korelasi positif yang berarti semakin
sering frekuensi kemoterapi maka semakin
sedang nilai kualitas hidup perempuan dengan
kanker payudara yang menjalani kemoterapi
dan memiliki korelasi sangat kuat.
Pada penelitian ini mayoritas responden
menyatakan bahwa semakin sering mereka
menjalani kemoterapi semakin terbiasa
mereka dengan keadaan yang mengganggu
fisik, psikologis atau aktivitas mereka yang
disebabkan oleh banyaknya efek dari
kemoterapi seperti mual, muntah, alopesia,
dan sebagainya. Mereka menyatakan bahwa
ketika mereka merasakan beberapa efek
kemoterapi
setelah
pemberian
obat
kemoterapi tersebut, mereka mengatasinya
hanya dengan beristirahat dan terkadang
mereka mencoba meminta penanganan lain
seperti menggunakan obat anti emetik atau
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
analgesik yang diberikan oleh petugas
ruangan. Mereka juga menyatakan bahwa
mereka memiliki keyakinan terhadap apa
yang mereka yakini bahwa pengobatan
kemoterapi ini merupakan usaha dan
keputusan terbaik untuk memperoleh
kesembuhan karena sebelumnya mereka
pernah menjalani pengobatan alternatif
namun tidak terdapat perubahan.
Selain itu, pemahaman mereka tentang
spiritualitas tidak hanya ditunjukkan dengan
harapan tapi juga dengan adanya semangat
yang ditunjukkan dengan keinginannya untuk
bertahan dengan kehidupan mereka yang
sekarang akibat kanker payudara. Agama
sebagai sandaran atau panduan hidup
tertinggi. Seseorang memiliki pengaruh
positif karena dikaitkan dengan keyakinan,
hal ini dikarenakan dalam agama atau aturan
atau kitab suci terdapat semua jawaban dari
kebutuhan manusia. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang menunjukkan bahwa
pasien kanker yang memiliki sandaran
sumber religius yang kuat akan mengantarkan
pasien tersebut pada prognosis yang lebih
baik dari yang diperkirakan.6
Dukungan positif dari suami, anak, orang
tua, keluarga dan teman-teman terdekat yang
mereka dapatkan juga membuat mereka tetap
semangat untuk menjalani kemoterapi
sehingga semakin lama respon psikologis
yang mereka miliki semakin kearah positif
dan sangat mempengaruhi kualitas hidup
mereka saat ini.
Mereka juga menganggap bahwa emosi
negatif menimbulkan rasa sakit dalam tubuh,
menciptakan efek pemisahan, menghambat
aliran emosi positif dan hanya akan menarik
energi negatif lainnya ke dalam hidup
mereka. Bila terlalu fokus pada kesakitan dan
kemarahan, hal itu hanya akan menciptakan
keadaan yang makin buruk dan tidak sehat
dalam kehidupan mereka. Karena itu mereka
berjuang untuk membuat ruang untuk
perasaan positif. Mereka membuat keputusan
yang disadari bahwa mereka harus memilih
kebahagiaan dan memilih untuk hidup dalam
keadaan selalu bersyukur. Mereka juga
menyatakan bahwa penyakit yang saat ini
mereka derita adalah salah satu pengampunan
Tuhan terhadap kesalahan-kesalahan mereka
yang lalu dan sebagai pelebur kesalahankesalahan mereka terutama bagi sebagian
mereka yang beragama muslim meyakini
hadist Rasulullah SAW yang menjelaskan
bahwa setiap hamba muslim yang ditimpa
musibah atau sakit dan sebagainya maka
Allah
akan
mengampuni
kesalahankesalahannya, sebagaimana daun yang gugur
dari pohonnya.9
Selain kecerdasan spiritual yang mereka
miliki, mereka juga mendapat dukungan
sosial yang mana menurut Sarafino (1994)
dalam Ayuningthias (2012)3 dukungan sosial
merupakan perasaan pada individu bahwa ia
diberi kenyamanan, diperhatikan, dihargai,
dan dibantu oleh orang atau kelompok lain.
Dalam penelitian ini dukungan sosial yang
lebih cenderung adalah dukungan sosial
suami. Menurut fenomena di lapangan,
responden yang menghayati mendapatkan
dukungan suami tinggi membuat mereka
memiliki harapan untuk sembuh yang besar
mengingat tidak ingin meninggalkan orangorang yang dicintainya. Kondisi ini juga
didukung dengan pendapat Sarafino (1994)
Ayunungthias (2012)3 yang menyatakan
dengan adanya dukungan suami diharapkan
penderita kanker payudara menilai bahwa ada
suami yang dapat diandalkan bila penderita
membutuhkan bantuan, ada yang memberi
semangat untuk sembuh, dan memberikan
kekuatan dalam menghadapi penyakit yang
sedang dideritanya. Dukungan sosial suami
yang mereka dapatkan meliputi dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dukungan informasi, dan
dukungan jaringan.
Selain dukungan sosial dari suami yang
mereka dapatkan, mereka juga menyatakan
bahwa petugas kesehatan yang berada di
ruang kemoterapi memberikan dukungan dan
semangat kepada mereka yang menjalani
kemoterapi yang mana mereka setiap harinya
akan merasakan efek-efek dari kemoterapi.
Bentuk dukungan dari petugas kesehatan
yang mereka kemukakan berupa penyuluhan
yang
dapat
membuka
pikiran
dan
meningkatkan
semangat
untuk
terus
menjalani kemoterapi yaitu meliputi manfaat,
efek samping dan kerugian jika mereka tidak
rutin dan meneruskan pengobatan yang
mereka jalani saai ini. Selain itu petugas
kesehatan yang berada di ruangan juga
membantu dalam proses administrasi apabila
ada kesulitan dalam mengurus hal tersebut.
Dari beberapa uraian diatas telah
diketahui bahwa ada keterkaitan antara
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
fenomena di lapangan dengan teori yang
menyatakan bahwa kualitas hidup adalah
kondisi dimana pasien kendati penyakit yang
dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara
fisik, psikologis, sosial maupun spiritual serta
secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk
kebahagian dirinya maupun orang lain.11
Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan
bahwa penelitian ini terdapat hubungan antara
frekuensi kemoterapi yang sedikit ataupun
banyak dengan kualitas hidup perempuan
dengan kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di Ruang Kemoterapi RSUD A.M
Parikesit Tenggarong.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Analisa univariat frekuensi kemoterapi
pada perempuan dengan kanker payudara
yang menjalani kemoterapi di Ruang
Kemoterapi RSUD A.M Parikesit
Tenggarong didapatkan responden yang
paling tertinggi adalah responden yang
berada pada siklus 1 sebanyak 9 orang
(30,0%) dan yang paling terendah adalah
responden yang berada pada siklus 5
sebanyak 2 orang (6,7%). Hasil estimasi
interval frekuensi kemoterapi diyakini
bahwa 95% dari nilai tengah yaitu 3
berada pada rentang 2,45-3,88.
2. Analisa
univariat
kualitas
hidup
perempuan dengan kanker payudara yang
menjalani
kemoterapi
di
Ruang
Kemoterapi RSUD A.M Parikesit
Tenggarong didapatkan hasil dari
estimasi interval pada kualitas hidup
diyakini bahwa 95% dari nilai tengah
59,30 berada pada rentang 58,69-67,07
dengan nilai kualitas hidup yang paling
banyak adalah 51,00.
3. Dari hasil penelitian didapatkan nilai p
value=0,000<0,05 yang berarti Ho ditolak
sehingga dapat diartikan bahwa terdapat
hubungan
yang
bermakna
antara
frekuensi kemoterapi dengan kualitas
hidup pasien dengan perempuan kanker
payudara yang menjalani kemoterapi
dengan kekuatan korelasi sangat kuat dan
arah korelasinya positif (r= 0,804) yang
berarti
semakin
sering
frekuensi
kemoterapi maka semakin sedang atau
biasa saja kualitas hidup perempuan
dengan kanker payudara yang menjalani
kemoterapi.
1.
2.
3.
4.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah
diambil dalam penelitian ini, beberapa
saran yang bisa disampaikan adalah
sebagai berikut:
Bagi Institusi Pendidikan
a. Penelitian ini diharapkan menjadi
masukan pada program belajar
mengajar dan menambah referensi
perpustakaan serta menjadi dasar
untuk penelitian keperawatan lebih
lanjut.
b. Penelitian ini diharapkan bahan
bacaan bagi mahasiswa keperawatan
dalam
menambah
pengetahuan
tentang kualitas hidup pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi.
Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan untuk membentuk
kelompok support untuk perempuanperempuan dengan masalah kanker
payudara yang menjalani kemoterapi.
Serta dapat memotivasi agar dapat
memberikan informasi yang jelas dan
benar dalam pemberian obat-obatan
kemoterapi dan efek-efeknya serta
bagaimana cara penggunaan kontrasepsi
dan menyusui yang baik dan benar agar
dapat mengurangi kejadian kanker
payudara dengan mencegah faktor-faktor
risiko yang ada.
Bagi Perawat
Diharapkan penelitian ini dapat
menjadi bahan masukan bagi tenaga
kesehatan khususnya perawat dalam
melaksanakan perannya sebagai care
giver dan memberikan penyuluhan
tentang
kanker
payudara
beserta
penanganannya terutama kemoterapi serta
konseling guna meningkatkan kualitas
hidup bagi perempuan dengan kanker
payudara yang menjalani kemoterapi.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadikan peneliti selanjutnya untuk
menggali lebih dalam permasalahan
kanker payudara dengan menggunakan
variabel
yang
merupakan
faktor
confounding dari penelitian ini. Sehingga
dengan banyaknya penelitian tentang
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
kanker payudara maka dapat membuat
orang lain mengerti pentingnya dukungan
dan
tugas-tugas
lainnya
dalam
meningkatkan kualitas dan harapan hidup
penderita kanker payudara.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2010). Breast
Cancer
Facts
&
Figures.
www.cancer.org/acs/groups/content/@n
ho/.3/f861009final90809pdf.pdf.
Diakses pada tanggal 05 Oktober 2013.
Kreitler, Peleg, Ehrenfeld. (2007). Stress,
Self-efficacy and Quality of Life in
Cancer
Patients,
(online),
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.10
02/pon.1063/pdf. Diakses 17 Oktober
2013).
Kumar, V, Cotran, R, & Robbins, S. (2007).
Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta :
EGC.
Kusmiran, E. (2012). Kesehatan Reproduksi
Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba
Medika.
Andromeda, Y., dan Rachmahana, S.R.
(2006). Penerimaan Diri Wanita
Penderita Kanker Payudara DItinjau
Dari Kepribadian Tahan Banting
(hardnes) dan Status Pekerjaan. Skripsi.
Yogyakarta : Fakultas Psikologi
Universitas Islam Indonesia.
Lanfranchi, A. (2007). Breast Cancer, Risks
and Prevention, 4th ed. USA Breast
Cancer Prevention Institute.
Ayuningthias, C.S. (2012). Hubungan Antara
Dukungan Suami dengan Self Esteem
Pada Penderita Kanker Payudara di
Bandung Cancer Society. Bandung :
Fakultas Psikologi Universitas Islam
Bandung..
Lutfah, U. (2009). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tingkat Kecemasan
Pasien Dengan Tindakan Kemoterapi Di
Ruang Cendana Rsud Dr. Moewardi
Surakarta. Semarang : FIK UMS
Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk.
(2010).
Baradero, M. (2007). Seri Asuhan
Keperawatan Klien Kanker. Jakarta :
EGC
Bussing, Arnt., J. Fischer., T. Ostermann &
P.F. Mathiessen. (2008). Reliance on
God’s Help, Depression and Fatigue
Female Cancers Patient. Journal
Psychiatric of Medicine.
Data RSUD A.M Parikesit Tenggarong
Harianto. (2005). Risiko Pengguna Pil
Kontrasepsi
Kombinasi
Terhadap
Kejadian Kanker Payudara Pada
Reseptor di RSCM. Jakarta : Majalah
Ilmu Kefarmasian
HR. Bukhari dan Muslim
Ketut, N.M. (2013). Hubungan Karakteristik,
Pengetahuan,
dan
Sikap
Wanita
Pasangan Usia Subur dengan Tindakan
Pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas
Sukawati II. Denpasar : Universitas
Udayana.
Lincoln, J & Wilensky. (2008). Kanker
Payudara, Diagnosis dan Solusinya.
Cetakan I. Jakarta : Prestasi Pustakarya
Manuaba, T., W. (2010). Panduan
Penatalaksanaan Kanker Solid Peraboi
2010. Jakarta : CV Sagung Seto
Nagla, H, et al. (2010). The Effect of
Combining Herbal Therapy with
Conventional Chemotherapy on the
Incidence of Chemotherapy Side Effects
in 2nd Stage Breast Cancer Patients.
Journal of American Science, MedicalSurgical Nursing Department, Faculty of
Nursing.
Nofitri, M.NF. (2009). Gambaran Kualitas
Hidup Penduduk Dewasa pada Lima
Wilayah di Jakarta. Skripsi. Depok :
Fakultas
Psikologi
Universitas
Indonesia.
Notoatmodjo,
S.
(2010).
Metodologi
Penelitian Kesehatan edisi revisi.
Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu : Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrument Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Rasjidi, I. (2009). Deteksi Dini dan
Pencegahan Kanker Pada Wanita.
Jakarta : CV Sagung Seto.
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
_________.(2010). Epidemiologi Kanker
(ISO) pada Wanita. Jakarta : CV Sagung
Solo.
Reksodiputro AH. (2006). Pengobatan
Suportif pada Pasien Kanker. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, edisi 4, jilid II.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FK-UI
The Word Health Organization. (2009).
Cancer.
www.who.int/mediacentre/factssheets/fs
297/en. Diakses pada tanggal 02
November 2013
Wildayani, D. (2010). Hubungan Paritas dan
Penggunaan KB Hormonal dengan
Kejadian Kanker Payudara di Rumah
Sakit Onkologi Surabaya.
Winarto., W.P. (2007). Pengobatan Herbal
untuk Kanker Payudara. Jakarta:
Karyasari Herba Media.
Yusra, A. (2011). Hubungan Antara
Dukungan Keluarga dengan Kualitas
Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
di Poloklinik Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati. Jakarta :
Universitas Indonesia.
JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015
Download