GAMBARAN DARAH, BURSA FABRICIUS, TIMUS DAN POPULASI MIKROBA SEKUM AYAM BROILER YANG DIBERI PREBIOTIK (XILOOLIGOSAKARIDA) DARI TONGKOL JAGUNG SKRIPSI SANI RACHMA SOLIHAT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN SANI RACHMA SOLIHAT. D24060286. 2010. Gambaran Darah, Bursa Fabricius, Timus dan Populasi Mikroba Sekum Ayam Broiler yang Diberi Prebiotik (Xilooligosakarida) Dari Tongkol Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Kukuh Budi Satoto, M.S. Penelitian ini dilakukan karena dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran masyarakat akan produk peternakan yang aman dan sehat yaitu produk peternakan yang bebas dari residu obat-obatan dan bebas patogen. Penggunaan antibiotik secara rutin akan menimbulkan resistensi bakteri dan menimbulkan masalah terhadap kesehatan manusia, karena bakteri akan membawa faktor resistensi yang akan menginfeksi manusia ketika manusia mengkonsumsi produk hasil ternak (Chekee, 2004). Kondisi tersebut perlu diperbaiki dengan mengurangi penggunaan antibiotik pada unggas yang stres atau terserang penyakit dengan menggunakan prebiotik yang salah satunya berasal dari limbah pertanian yaitu tongkol jagung. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas pemberian antibiotik bambermycin dan prebiotik berasal dari tongkol jagung terhadap gambaran darah, persentase bobot bursa fabricius, persentase bobot timus, jumlah mikroba, dan VFA sekum ayam broiler yang diinfeksi dengan E.coli. Penelitian ini menggunakan 180 ekor ayam broiler strain cobb umur satu hari (Day Old Chick) dipelihara selama 5 minggu. Penelitian ini menggunakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan pola 2 x 3 dengan 3 ulangan, dimana faktor A yaitu perlakuan diinfeksi E.coli dan tanpa diinfeksi E.coli , sedangkan faktor B yaitu perlakuan kontrol (tanpa antibiotik dan prebiotik), perlakuan dengan penambahan prebiotik 2,5%, dan perlakuan dengan penambahan antibiotik 0,01%. Peubah yang diamati adalah eritrosit, hematokrit, hemoglobin, leukosit, diferensiasi leukosit, bursa fabricius, timus dan populasi mikroba sekum ayam broiler. Data yang diperoleh dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA) dan jika perlakuan berbeda nyata terhadap peubah yang diukur dilanjutkan dengan uji lanjut kontras ortogonal. Ayam yang diinfeksi E.coli nyata (P<0,05) menghasilkan eritrosit dan leukosit lebih tinggi dibandingkan tanpa diinfeksi E.coli. Persentase bobot bursa fabricius dan VFA nyata (P<0,05) lebih kecil pada ayam yang diinfeksi E.coli. pemberian prebiotik nyata (P<0,05) menghasilkan persentase bobot bursa fabricius yang lebih rendah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian prebiotik 2,5% yang dibuat dari tongkol jagung tidak mengganggu status fisiologis ayam broiler yang dicerminkan oleh gambaran darah yang normal; menurunkan persentase bobot bursa fabricius. Tidak terdapat interaksi antara setiap perlakuan. Kata-kata kunci : prebiotik, tongkol jagung, antibiotik, gambaran darah, mikroba. ABSTRACT Blood Profil, Bursa of Fabricius, Thymus, and Population Microbe in Ceca Broiler Chicken given Prebiotic from Corn Cob Rachma, S., Sumiati and K. B. Satoto Prebiotic can be used to replace antibiotic in maintaining the health of host’s body by decreasing the population of pathogenic bacteria and increasing beneficial bacteria. Prebiotic is undigested food which has a beneficial effect by stimulating the growth of non-pathogenic bacteria that naturally live in the intestines. This research was conducted to study the effect of prebiotic made of corn cob on blood profile, percentage of bursa fabricius and timus, population of lactic acid and E.coli bacteria in ceca of broiler, VFA ceca. Factorial Completly Randomized Design which consisted of two factor (A and B) was used in this experiment. Factor A were broilers without E.coli’s infection and with E.coli’s infection. Factor B were the diets without antibiotic and prebiotic; prebiotic 2.5%; antibiotic 0.01%. The parameters observed were blood profil (erythrocyte, hemoglobin, hematocrit (Packed Cell Volume), leucocyte, heterophile, lymphocyte, monocyte, eosynopyl and the ratio of heterophile and lymphocyte), percentage of bursa fabricius and thymus, bacteria population in ceca, and VFA. The data were analysed using ANOVA. The results showed that E.coli’s infection significantly increased (P<0.05) erithrocyte and increased leucocyte. Without E.coli’s infection significantly decreased (P<0.05) persentage of bursa fabricius and VFA. Adding prebiotik 2.5% to the diet significantly decreased (P<0.05) persentage of bursa fabricius. Keywords: prebiotic, corn cob, antibiotic, blood profil, microbe. GAMBARAN DARAH, BURSA FABRICIUS, TIMUS DAN POPULASI MIKROBA SEKUM AYAM BROILER YANG DIBERI PREBIOTIK (XILOOLIGOSAKARIDA) DARI TONGKOL JAGUNG SANI RACHMA SOLIHAT D24060286 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 Judul : Gambaran Darah, Bursa Fabricius, Timus dan Populasi Mikroba Sekum Ayam Broiler yang diberi Prebiotik (Xilooligosakarida) dari Tongkol Jagung Nama : Sani Rachma Solihat NIM : D24060286 Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Sumiati, M.Sc) NIP: 19611017 198603 2 001 (Ir. Kukuh Budi Satoto, MS) NIP:19490118 197603 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP: 19670506 199103 1 001 Tanggal Ujian : 10 Agustus 2010 Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 06 Juni 1988 dari pasangan bapak Dudin Badrudin, SH dan Ibu Kenny Laoze. Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara. Pendidikan taman kanak-kanak diselesaikan tahun 1994 di TK Pertiwi, pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN Lembang, pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP 2 Garut dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMUN 1 Garut. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB), terdaftar dengan mayor Departemen Ilmu Nutrisi dan Tekhnologi Pakan, Fakultas Peternakan dengan minor Manajemen Fungsional, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menyelesaikan pendidikan penulis aktif di OSIS SMU 1 Garut, anggota Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) Periode 2006-2007. Penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (HIMASITER) periode 2008-2009 sebagai staf biro Nutrisi dan Industri, penulis juga pernah mengikuti dalam kepanitiaan D-Farm Festival, kepanitiaan dalam seminar pakan nasional dan kepanitiaan pelatihan pembuatan UMB (Urea Molasses Block). KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik untuk kalangan akademis maupun kalangan peternak ayam broiler yang ingin menggunakan limbah pertanian tongkol jagung yang tadinya tidak termanfaatkan sebagai prebiotik. Penggunaan antibiotik dalam dunia peternakan mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri dan residu dalam produk peternakan. Hal ini akan mengakibatkan gangguan kesehatan kepada manusia yang mengkonsumsi produk peternakan tersebut, maka perlu dilakukan alternatif pengganti dalam penggunaan antibiotik dengan prebiotik dari asal tongkol jagung. Prebiotik merupakan suatu bahan makanan yang tidak dapat dicerna memberikan manfaat positif bagi tubuh karena secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik dalam usus besar. Bogor, Agustus 2010 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .............................................................................................................. i ABSTRACT .................................................................................................................. ii LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... iv RIWAYAT HIDUP ...................................................................................................... v KATA PENGANTAR .................................................................................................. vi DAFTAR ISI ................................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ....................................................................................................... viiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. x PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1 Latar Belakang .................................................................................................. Tujuan ............................................................................................................... 1 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 3 Tongkol Jagung ................................................................................................ Prebiotik ............................................................................................................ Antibiotik ........................................................................................................... Eschericia coli .................................................................................................... Ayam Broiler ................................................................................................... Darah .................................................................................................................. Eritrosit ................................................................................................. Hematokrit .......................................................................................... Hemoglobin ........................................................................................ Sel Darah Putih ................................................................................... Heterofil ............................................................................................... Limfosit ................................................................................................ Monosit ................................................................................................. 3 4 5 5 7 8 8 9 10 10 11 12 13 Eosinofil ............................................................................................... Timus ................................................................................................................. Bursa Fabricius ................................................................................................... Bakteri Asam Laktat .......................................................................................... VFA (Volatile Fatty Acid) ................................................................................ 14 14 15 16 16 MATERI DAN METODE ............................................................................................ 18 Lokasi dan Waktu ............................................................................................ Materi ................................................................................................................. Bahan dan Alat ................................................................................... Ternak Percobaan ................................................................................ Kandang dan Peralatan ........................................................................ Prosedur ............................................................................................................ Rancangan dan Analisa Data ............................................................................ Perlakuan ........................................................................................................... Peubah yang Diukur .......................................................................................... 18 18 18 18 18 20 21 22 22 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 27 Eritrosit ............................................................................................................. Hematokrit ........................................................................................................ Kadar Hemoglobin ............................................................................................ Leukosit ............................................................................................................. Heterofil ............................................................................................................. Limfosit .............................................................................................................. Monosit ............................................................................................................. Eosinofil ............................................................................................................ Heterofil/Limfosit ............................................................................................. Persentase Bobot Bursa Fabricius .................................................................... Persentase Bobot Timus..................................................................................... Jumlah Bakteri Asam Laktat ............................................................................ Jumlah Bakteri Eschericia coli.......................................................................... Nilai VFA .......................................................................................................... 27 28 29 30 32 32 33 34 34 36 37 38 39 41 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 42 Kesimpulan ........................................................................................................ Saran ................................................................................................................... 42 42 UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................................ 43 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 44 LAMPIRAN ................................................................................................................... 47 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Populasi normal Bakteri E.coli pada Organ Usus Ayam Broiler ................ 6 2. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Basal Ayam Broiler Periode Starter (0-2 minggu) & Periode Finisher (3-5 minggu) Berdasarkan Perhitungan (%) ........................................................................................................ 19 3. Rataan Jumlah Eritrosit, Nilai Hematokrit, Kadar Hemoglobin dan Jumlah Leukosit dalam Darah Ayam Broiler ................................................... 27 4. Rataan Persentase Limfosit, Heterofil, Monosit, Eosinofil dan H/L dalam Ayam Broiler .............................................................................................. 31 5. Data Persentase Bobot Bursa Fabricius dan Timus pada minggu ke-5 ........ 35 6. Jumlah BAL Sekum Ayam Broiler Umur 2 dan 5 Mingu .............................. 38 7. Jumlah E.coli Sekum Ayam Broiler Umur 2 dan 5 Mingu ............................. 39 8. Nilai VFA dalam Sekum Ayam Broiler Umur 5 Minggu ............................... 40 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tanaman Jagung dan Tongkol Jagung (Setiawan, 2010) ............................... 3 2. Eritrosit (Carpediem, 2009) .................................................................................. 8 3. Heterofil (Fakhrizal, 2009) .................................................................................... 11 4. Limfosit (Fakhrizal, 2009) ................................................................................... 12 5. Monosit (Fakhrizal, 2009) .................................................................................... 13 6. Eosinofil (Fakhrizal, 2009) ................................................................................... 14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Analisis Ragam Jumlah Eritrosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu ...................... 48 2. Analisis Ragam Hemoglobin Ayam Broiler Umur 5 Minggu ........................ 48 3. Analisis Ragam Nilai Hematokrit Ayam Broiler Umur 5 Minggu ................ 49 4. Analisis Ragam Jumlah Leukosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu ................. 49 5. Analisis Ragam Persentase Heterofil Ayam Broiler Umur 5 Minggu ......... 50 6. Analisis Ragam Persentase Limfosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu .......... 50 7. Analisis Ragam Persentase Monosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu ........... 50 8 Analisis Ragam Persentase Eosinofil Ayam Broiler Umur 5 Minggu ......... 51 9. Analisis Ragam Persentase Hetero /Limfosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu ................................................................................................................... 51 10. Analisis Ragam Persentase Bobot Bursa Fabricius Ayam Broiler Umur 5 Minggu ................................................................................................................... 51 11. Analisis Ragam Persentase Bobot Timus Ayam Broiler Umur 5 Minggu.. 53 12. Analisis Ragam Jumlah E coli Ayam Broiler pada minggu ke -3 ............... 53 13. Analisis Ragam Jumlah E coli Ayam Broiler pada minggu ke -5 .............. 54 14. Analisis Ragam Jumlah BAL minggu ke 5 ..................................................... 54 15. Analisis Ragam Jumlah BAL minggu ke 3 ...................................................... 54 16. Analisis Ragam Nilai VFA Ayam Broiler pada Periode Finisher ............... 55 17. Komposisi Nutrien Ransum (%BK) ................................................................... 56 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan produk pangan asal hewan terus meningkat yang disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan pengetahuan, pergeseran gaya hidup dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin membaik. Peningkatan kebutuhan protein asal hewan menuntut sektor peternakan untuk dapat menyediakan pangan berupa protein hewani yang sehat. Dewasa ini, usaha peternakan di bidang perunggasan (ayam broiler) semakin berkembang pesat. Ayam broiler merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini karena ayam broiler masa pertumbuhannya cepat. Menurut Ditjennak (2009) populasi ayam broiler pada tahun 2009 sebesar 930.317.847 ekor dan mengalami peningkatan sebesar 28.265.429 dari tahun 2008. Peternak seringkali menggunakan antibiotik untuk meningkatkan pertumbuhan ayam broiler, mengobati ternak yang sakit, dan mencegah penyakit selama masa-masa ternak rentan terkena infeksi. Penggunaan antibiotik secara rutin akan menimbulkan resistensi bakteri dan menimbulkan masalah kesehatan manusia, karena bakteri akan membawa faktor resistensi yang akan menginfeksi manusia ketika manusia mengkonsumsi produk hasil ternak (Chekee, 2003). Kondisi tersebut perlu diperbaiki dengan mengurangi penggunaan antibiotik dalam mencegah serangan mikroba patogen pada unggas yang stres atau terserang penyakit dengan menggunakan prebiotik yang salah satunya berasal dari limbah pertanian yaitu tongkol jagung. Tongkol jagung mengandung 40 % selulosa, 36 % hemiselulosa, dan 16 % lignin (Irawadi, 1999). Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 17.592.309 ton/tahun (BPS, 2010). Tingginya produksi jagung menghasilkan jumlah limbah yang cukup banyak baik berupa jerami maupun tongkol jagung. Menurut McCutcheon dan Samples (2002), proporsi tongkol jagung dari jumlah buahnya sebesar 20%, sehingga jumlah tongkol jagung yang diproduksi di Indonesia sebesar 3.518.461,8 ton/tahun yang tidak termanfaatkan. Tongkol jagung belum ada pemanfaatan yang bernilai guna dan ekonomis. Seringkali limbah yang tidak tertangani akan menimbulkan pencemaran lingkungan, padahal tongkol jagung berpotensi sebagai sumber prebiotik berupa xilooligosakarida turunan dari selulosa dan xilan. Prebiotik digunakan sebagai salah satu pengganti antibiotik dengan cara menurunkan populasi bakteri merugikan dan meningkatkan bakteri menguntungkan. Prebiotik dapat secara selektif meningkatkan pertumbuhan bakteri probiotik. Prebiotik merupakan bahan makanan bersifat non-digestible (tidak dapat dicerna) yang memiliki efek menguntungkan dengan menstimulasi pertumbuhan bakteri non patogen yang secara alami hidup di usus (Gibson dan Roberfroid, 1995). Prebiotik merupakan substrat bagi bakteri yang menguntungkan dalam usus. Sebagai contoh tersedianya inulin dan FOS (fruktooligosakarida) dapat meningkatkan jumlah Bifidobacterium dalam pencernaan. Terbentuknya asam laktat oleh bakteri asam laktat memiliki beberapa keuntungan bagi inang. Prebiotik memiliki efek imunologi dengan meningkatkan jumlah bakteri menguntungkan. Banyak orang mengkonsumsi prebiotik agar tetap sehat dan meningkatkan daya tahan tubuh dari penyakit. Maka, untuk mengetahui indikator respon pemberian prebiotik pada sistem kekebalan tubuh unggas dilakukan pengukuran persentase bobot bursa fabricius dan timus. Bursa fabricius dan timus merupakan organ limfoid primer yang berfungsi sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi sel bagi system pembentuk antibodi. Bursa fabricius juga berfungsi sebagai organ limfoid sekunder, yaitu menangkap antigen dan membentuk antibodi (Tizard, 1987). Status fisiologis tubuh ayam indikator dapat dilihat dari gambaran darah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas pemberian antibiotik bambermycin dan prebiotik berasal dari tongkol jagung terhadap gambaran darah, persentase bobot bursa fabricius, persentase bobot timus, jumlah mikroba, dan VFA sekum ayam broiler yang diinfeksi dengan bakteri Escherichia coli. TINJAUAN PUSTAKA Tongkol Jagung Tanaman jagung merupakan komoditas pertanian yang cukup penting baik sebagai pangan maupun pakan ternak. Buah jagung terdiri atas beberapa bagian yaitu kelobot (kulit), biji dan tongkol. Limbah lignoselulosa sebagai bahan organik memiliki potensi besar sebagai bahan baku industri pangan, minuman, pakan, kertas, tekstil, dan kompos. Tongkol jagung mengandung 40 % selulosa, 36 % hemiselulosa, dan 16 % lignin (Irawadi, 1999). Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 17.592.309 ton/tahun (BPS, 2010). Menurut Richana dan Suarni (2004), tongkol jagung mengandung selulosa 44,9%, xilan 31,8%, dan lignin 23,3%. Dengan komposisi kimia seperti ini maka tongkol jagung dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi mikroorganisme. Tongkol jagung memiliki kandungan xilan lebih tinggi dibandingkan sekam, bekatul, ampas pati garut, dan onggok. Xilan sangat potensial sebagai bahan prebiotik. Gambar 1. Tanaman Jagung dan Tongkol Jagung (Setiawan, 2010) Xilan dari tongkol jagung diperoleh melalui tahapan delignifikasi, ekstraksi, dan purifikasi. Xilan dari tongkol jagung dapat digunakan sebagai media penginduksi xilanase karena xilanase dapat diinduksi oleh media yang mengandung residu xilan murni, xilooligosakarida, xilosa dan residu lignoselulosa. Potensi xilanase sangat besar diantaranya menghidrolisis xilan menjadi xilooligosakarida (Vazquez et al., 2001). Xilooligosakarida Xilooligosakarida merupakan merupakan hasil polimer hidrolisis dari xilan xilanase atau terhadap xilosa. xilan. Xilooligosakarida adalah oligomer-oligomer gula dari unit xilosa dengan derajat polimerisasi 2-20. Produk hidrolisis xilan ini telah banyak dikembangkan salah satunya sebagai komponen-komponen prebiotik (Vazquez et al., 2001). Prebiotik Prebiotik merupakan suatu bahan makanan yang tidak dapat dicerna di saluran pencernaan bagian atas, tetapi memberikan manfaat positif bagi tubuh karena secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik yang ada di dalam usus besar. Prebiotik merupakan bahan pakan berupa serat tidak dapat dicerna oleh ternak berperut tunggal (monogastric) seperti ayam atau babi. Konsumsi bahan prebiotik secara signifikan dapat memodulasi komposisi mikroflora kolon yang menyebabkan bifidobacteria lebih dominan dan banyak ditemukan dalam feses (Gibson dan Roberfroid, 1995). Prebiotik menurut Gibson dan Fuller (2000) adalah bahan pangan tidak tercerna yang memberikan efek kesehatan bagi tubuh dengan cara memacu pertumbuhan probiotik dalam usus besar. Prebiotik dapat mengurangi atau menekan angka dan kegiatan organisme patogen. Unsur makanan dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik jika memenuhi, tiga kriteria berikut : 1) substrat tidak dihidrolisis maupun diserap di perut atau usus halus sehingga dapat mencapai usus besar secara utuh, 2) substrat selektif bagi bakteri menguntungkan dalam usus besar dengan mendorong pertumbuhan/metabolisme organisme, dan 3) mampu mengubah mikroflora pada komposisi yang sehat pada induk (Gibson dan Fuller, 2000). Beberapa contoh dari prebiotik adalah oligosakarida, fruktoologisakarida (FOS), transgalaktooligosakarida (TOS), isomaltasooligosakarida glukooligosakarida (GOS), (IMO), laktosukrosa, soybeanoligosakarida dan xilooligosakarida (SOS), (XOS), Galactooligosaccharides (Gibson dan Fuller, 2000). Contoh bahan yang bisa dijadikan sebagai prebiotik yaitu : tepung ubi garut mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa dan FOS. Glukosa dan fruktosa merupakan golongan gula sederhana yang tidak berikatan dengan gugus lainnya dan tidak memiliki ikatan glikosidik sehingga BAL tidak menemukan kesulitan dalam menggunakan glukosa sebagai sumber gula untuk pertumbuhannya. Potensi ubi garut sebagai prebiotik adalah ekstrak gula dan oligosakarida. Di dalam tepung kedelai terdapat oligosakarida kedelai yang berpotensi sebagai prebiotik. Oligosakarida kedelai dapat bertindak sebagai prebiotik karena mengandung rafinosa, stakiosa dan sukrosa yang dibentuk dari galaktosa dengan sukrosa (Salminen et al., 1998). Konsumsi oligosakarida kedelai 10 g/hari dapat meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam feses manusia secara signifikan dan menurunkan bakteri usus halus yang berbahaya. Antibiotik Produksi komersil antibiotik dimulai pada tahun 1940 setelah penemuan penicillin. Penggunaan antibiotik sebagai feed additive menimbulkan kontroversial terutama berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Mekanisme antibiotik mampu memperbaiki penyerapan zat makanan akibat dari penipisan mukosa usus. Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme hidup secara biologis dan dengan konsentrasi rendah mempunyai kemampuan menghambat bahkan membunuh mikroorganisme lain (Cheeke, 2003). Antibiotik adalah komponen kimia yang diproduksi secara biologis oleh tumbuhan atau mikroorganisme terutama fungi, mempunyai sifat bakteriostatik atau bakteriosidal (Leeson dan Summer, 2001). Efek dari penggunaan antibiotik antara lain : 1). Antibiotik dapat mencegah penyakit terutama dalam saluran pencernaan; 2). Antibiotik dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang menghasilkan ammonia dalam jumlah besar; 3). Antibiotik dapat meningkatkan penyerapan zat makanan (vitamin dan asam amino) oleh mikroorganisme; 4). Antibiotik dapat meningkatkan kemampuan absorpsi zat makanan dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum (Leeson dan Summers, 2001). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa penggunaan antibiotika sebesar 80% pada peternakan unggas, 75% pada peternakan babi, 60% pada peternakan sapi potong dan 75% pada peternakan sapi perah (Crawford dan Franco, 1994). Kadar pemakaian antibiotik yang dianjurkan USDA (US Departemen of Agriculture) untuk ditambahkan dalam pakan ternak sebaiknya kurang dari 200 g per ton pakan (200 ppm) (Hileman dan Washington, 1999) Eschericia coli Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, termasuk ke dalam familia Enterobacteria. Eschericia coli disebut juga coliform fecal karena ditemukan di dalam usus hewan dan manusia. Eschericia coli sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1989). Eschericia coli berukuran 0,5-1,0 x 1,0-3,0 mm, motil, hidup secara anaerob fakultatif, cenderung bersifat patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Kisaran suhu pertumbuhan Eschericia coli adalah 10 0C-40 0C dengan suhu optimum 30 0C, dan kisaran pH 7,0-7,5. Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas sehingga inaktif pada suhu pasteurisasi (70-800C). Bakteri yang merugikan dalam usus dapat menghasilkan senyawa-senyawa karsinogen, toksin, NH3 , H2S, amin serta fenol. Berbagai pengaruh buruk yang dapat ditimbulkannya adalah hadirnya penyakit-penyakit seperti diare, konstipasi, kerusakan hati, penurunan kekebalan, kanker, hipertensi. Diare merupakan gejala gangguan pencernaan yang ditandai dengan pengeluaran feses dalam jumlah melebihi normal, konsistensi cair, dan frekuensi pengeluaran yang melebihi normal. feses dikeluarkan oleh penderita tanpa kesulitan karena terjadi peningkatan peristaltic usus (Ganong, 2002). Kolabiosis merupakan kelompok penyakit pada unggas yang disebabkan oleh serotipe E.coli yang bersifat patogen dan menyerang ayam dari semua kelompok umur. Sekitar 48% dari berbagai serotipe E.coli yang telah diidentifikasi bersifat pathogen untuk ayam, embrio ataupun keduanya. Faktor virulensi bakteri E.coli dipengaruhi oleh ketahanan terhadap fagositosis, kemampuan pelekatan pada epitel saluran pernapasan, dan ketahanan terhadap daya bunuh serum. Sekitar 10-15% dari seluruh E.coli yang di temukan di dalam usus ayam yang sehat tergolong serotipe patogen. Bagian usus yang paling banyak mengandung kuman tersebut adalah jejunum, ileum dan sekum. Jenis E.coli yang terdapat di dalam usus tidak selalu sama dengan jenis yang ditemukan pada jaringan lain (Tabbu, 2000). Tabel 1. Populasi normal Bakteri E.coli pada Organ Usus Ayam Broiler. Organ usus (CFU/g) Doudenum 1,3 x 10 2 Jejunum 3,2 x 10 2 Ileum 1,6 x 10 3 Cecum 4,0 x 10 7 Rectum 1,6 x 10 7 Sumber Mitsuoka (1990) Saluran pencernaan manusia dimulai dari rongga mulut sampai anus.setiap bagian dari saluran pencernaan dihuni oleh mikroba yang berbeda. Jumlah mikroba lambung berjumlah sangat sedikit (<103 cfu/ml) karena terdapat asam lambung. Usus kecil jumlah mikroba 104 - 105 cfu/ml dan jumlah mikroba usus besar 1011 1012 cfu/ml (Ibekwe et al. 2005). Pada dosis 105- 1010 sel E.coli dapat menyebabkan diare. Ayam Broiler Selama tahun 1990an, produksi daging ayam broiler di seluruh dunia meningkat 72% per tahunnya. Pada awal abad 21, peningkatan daging ayam terus berlanjut, tetapi peningkatannya tidak sama (Bell dan Weaver, 2002). Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 4-5 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis jika dibudidayakan (Poultry Indonesia, 2007). Sumber utama energi ayam broiler berasal dari pakan sumber karbohidrat dan lemak (Bell dan Weaver, 2002). Untuk mengimbangi pertumbuhan ayam broiler yang cepat, diperlukan bahan pakan tambahan yang dapat meningkatkan kecernaan dan mencegah penyakit. Antibiotik merupakan bahan yang sering ditambahkan dalam ransum ayam broiler. Penggunaan antibiotik untuk pencegahan dan pengobatan penyakit perlu dihentikan penggunaannya setelah ayam berumur 35 hari atau dua minggu sebelum ayam dipotong (Amrullah, 2004). Karakteristik dari ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan pada bagian dada dan otot-otot daging, disamping itu relative lebih rendah aktifitasnya jika dibandingkan dengan ayam yang digunakan untuk produksi telur (Pond et al., 1995). Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai pertumbuhan ayam broiler yang optimal adalah suhu lingkungan sekitar kandang. Temperatur kandang yang nyaman bagi ayam broiler adalah 22-24 0 C (Leeson dan Summers, 2000). Faktor yang dapat meningkatkan temperatur tubuh adalah jenis kelamin, aktivitas ternak, konsumsi. Temperatur ayam jantan sedikit lebih tinggi dibandingkan betina. Aktivitas berlebih dapat meningkatkan temperatur tubuh meningkat, konsumsi meningkat akan meningkatkan temperatur tubuh (Bell dan Weaver, 2002). Darah Peran darah sangat penting dalam sirkulasi, diantaranya adalah menyalurkan zat-zat makanan yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju jaringan tubuh, membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru, serta sebagai faktor penting dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit (Frandson, 1992). Pada tenak dewasa, pembentukan sel-sel darah, sebagian besar sel darah putih serta trombosit terjadi di sumsum tulang. Menurut Ganong (1995), pada keadaan normal, 75% dari sel di dalam sumsum merupakan penghasil sel darah putih dan hanya sekitar 25% merupakan sel darah merah yang sedang mengalami pematangan, meskipun sel darah merah di dalam sirkulasi 500 kali lebih banyak dibandingkan sel darah putih. Perbedaan ini mencerminkan bahwa masa hidup rata-rata sel darah putih singkat, sedangkan usia sel darah merah lebih panjang. Volume darah adalah jumlah seluruh darah yang terdapat di dalam tubuh hewan (Frandson, 1992). Volume darah ayam sebanyak 12% bobot badan anak ayam dan 68% bobot badan ayam dewasa (Bell dan Weaver, 2002). Eritrosit Eritrosit adalah sel darah merah yang membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Eritrosit pada unggas intinya terletak ditengah dan berbentuk oval. Eritrosit dibentuk di sumsum tulang, limpa juga turut berperan dalam membentuk eritrosit tetapi dalam jumlah yang sedikit dan pada kondisi tertentu setelah lahir, hati dan kelenjar limfe dapat kembali berfungsi sebagai penghasil eritrosit. Eritrosit dipengaruhi oleh konsentrasi hemoglobin dan hematokrit, selain itu eritrosit dipengaruhi juga oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, nutrisi, produksi telur, volume darah, bangsa, panjang hari, suhu lingkungan, dan faktor iklim (Swenson, 1984). Eritrosit dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Eritrosit (Carpediem, 2009) Eritrosit bisa mengalami lisis karena obat dan infeksi. Bila terjadi pendarahan atau hipoksia, sintesis hemoglobin akan meningkat, dan pembentukan serta pelepasan sel darah merah dari sumsum tulang (eritropoesis) meningkat (Ganong, 1995). Menurut Guyton (1996), eritrosit dapat melakukan fungsi sebagai pernafasan darah dan dapat membawa oksigen secara khusus dari paru-paru menuju jaringan tubuh serta membawa CO2 dalam jaringan ke paru-paru. Eritrosit pada mamalia tidak mempunyai inti. Komponen-komponen penyusun eritrosit terdiri dari 60 % air dan 40 % konjungsi protein yang membentuk protein dan heme. Jumlah eritrosit akan konstan pada lingkungan yang relatif normal, karena eritropoesis yang terjadi akan seimbang dengan destruksi eritrosit. Warna merah pada darah segar disebabkan oleh adanya hemoglobin dalam eritrosit (Dellman dan Brown, 1989). Anemia terjadi apabila jumlah sel-sel darah merah yang fungsional atau jumlah hemoglobin berkurang jauh di bawah keadaan normal (Frandson, 1992). Hematokrit Hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV) adalah fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah merah, yang ditentukan melalui sentrifugasi dalam tabung hematokrit sampai sel-sel ini menjadi benar-benar mampat pada bagian tabung. Pada hewan normal, PCV sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Eritrosit berpengaruh terhadap viskositas darah, yaitu semakin besar persentase sel darah maka semakin banyak timbul gesekan antar lapisan darah sehingga viskositas darah meningkat yang berakibat pada derajat aliran darah melalui pembuluh darah kecil (Guyton, 1997). Perubahan volume sel darah merah dan plasma darah yang tidak proporsional dalam sirkulasi darah akan mengubah nilai PCV (Swenson, 1984). Nilai hematokrit sangat bervariasi pada setiap individu. Angka ini bergantung pada apakah individu tersebut menderita anemia atau tidak, derajat aktivitas tubuh dan ketinggian tempat dimana individu tersebut berada (Guyton, 1997). Menurut Ganong (1995), defisiensi pakan akan menghambat pembentukan sel darah merah (eritrosit) dan secara langsung dapat menyebabkan penurunan persentase hematokrit. Hemoglobin Hemoglobin merupakan suatu senyawa organik yang kompleks terdiri dari empat pigmen porfirin merah (heme), masing-masing mengandung atom besi ditambah globin, yang merupakan protein globular terdiri dari empat rantai asam amino. Penurunan kadar hemoglobin dapat terjadi karena gangguan pembentukan eritrosit (eritropoesis). Hemoglobin yang ada dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta penyebab warna merah pada darah. Eritropoetik di sumsum tulang dikendalikan oleh kadar oksigen dalam jaringan (Frandson, 1992). Hemoglobin adalah pigmen eritrosit berisi darah yang tersusun atas protein konjugasi dan protein sederhana. Hemoglobin merupakan petunjuk kecukupan oksigen yang diangkut. Rendahnya oksigen dalam darah menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin dan jumlah eritrosit. Kadar hemoglobin normal yaitu 6,5-9 g/100 ml (Swenson, 1984). Menurut Guyton (1997) pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan sel sampai sekitar 34 g/dl sel. Bila pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, maka persentase hemoglobin dalam sel dapat turun sampai dibawah nilai ini, dan volume sel darah merah juga menurun karena hemoglobin untuk mengisi sel berkurang. Hemoglobin yang dilepaskan dari sel pada waktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel Kupffer), limpa, dan sumsum tulang. Ganong (1995) menyatakan bahwa karbonmonoksida bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk karboksihemoglobin, yang dapat menggeser oksigen pada hemoglobin sehingga mengurangi kapasitas darah untuk membawa oksigen. Sel Darah Putih (Leukosit) Leukosit adalah sel darah putih yang jumlahnya lebih sedikit daripada eritrosit dalam darah, kira-kira 100:1 pada ayam. Leukosit dalam darah dibagi menjadi granulosit yang dicirikan dengan spesifik granula dalam sitoplasma (heterofil, eosinofil, basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit). Jumlah leukosit pada unggas lebih banyak dibandingkan mamalia yaitu berkisar antara 20.00030000/mm3, hal ini dipengaruhi oleh stres, pemberian estrogen, penyakit dan beberapa obat (Swenson, 1984). Leukosit merupakan unit mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe yang akan diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Leukosit mempunyai dua fungsi, yaitu menghancurkan agen penyerang dengan proses fagositosis dan membentuk antibodi (kekebalan) (Guyton, 1996). Di dalam aliran darah, kebanyakan sel-sel darah putih bersifat non fungsional dan hanya diangkut ke jaringan ketika dibutuhkan serta ditempatkan dimana leukosit tersebut diperlukan (Frandson, 1992). Secara umum jumlah leukosit meningkat merupakan pertanda adanya infeksi. Heterofil Heterofil merupakan leukosit granulosit, mengandung granula pada mamalia dikenal dengan neutrofil. Heterofil mempunyai sifat yang sangat menyolok, karena sitoplasmanya sedikit mengambil warna sehingga inti lebih jelas. Heterofil pada ayam biasanya berbentuk bulat dengan diameter 10-15µm inti bersifat polimorfik dengan lobus bervariasi (Frandson, 1992). Heterofil memiliki fungsi fagositosis dan merupakan garis pertahanan pertama karena sifatnya bekerja secara cepat dan lekas menjadi lelah (Tizard, 1987). Heterofil dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Heterofil (Fakhrizal, 2009) Heterofil berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap bakteri yang masuk dengan cara fagositosis. Heterofil mempunyai sediaan cadangan energi yang terbatas, tidak dapat diisi kembali. Heterofil dapat sangat aktif segera setelah lepas dari sumsum tulang, akan cepat menjadi lelah dan biasanya hanya mampu berbuat sejumlah terbatas peristiwa fagositosis. Heterofil menghancurkan bahan asing melalui proses fagositosis yang digambarkan dengan tingkat kemotaksis, pelekatan, penelanan, dan pencernaan (Tizard, 1988). Heterofil dimobilisasi dari posisi marginal ke daerah yang terluka bila terjadi luka pada jaringan dengan menembus dinding kapiler diantara sel-sel dengan gerakan amuboid memasuki jaringan untuk memfagosit partikel-partikel asing (Frandson, 1992). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), sebagai respon terhadap infeksi, heterofil darah menuju daerah infeksi untuk membunuh bakteri. Pada saat yang sama sumsum tulang dirangsang untuk melepas lebih banyak heterofil dalam aliran darah. Limfosit Limfosit adalah sel darah merah yang diproduksi selama infeksi berhubungan dengan kontrol penyakit (Bell dan Weaver, 2002). Sel limfosit memiliki dua bentuk yaitu limfosit besar yang merupakan bentuk belum dewasa, berdiameter 12-15 µm, memiliki lebih banyak sitoplasma, nukleus lebih besar dan sedikit pucat dibandingkan limfosit kecil. Limfosit kecil merupakan bentuk dewasa, berdiameter 6-9 µm, nukleus besar dan kuat mengambil zat warna, dikelilingi sedikit sitoplasma berwarna biru pucat (Dellman dan Brown,1989 Limfosit merupakan ukuran kunci pada proses kekebalan tubuh (sistem imun). Limfosit merupakan sel yang memiliki inti bulat besar dibentuk disumsum tulang pasca kelahiran, tetapi sebagian besar dibentuk di kelenjar limfe, timus dan limpa dari sel prekursor yang berasal dari sumsum tulang. Setelah mengalami pemrosesan di dalam timus atau bursa, ekivalen menjadi prekursor sel T dan B. Pada umumnya limfosit memasuki sistem peredaran darah melalui pembuluh limfe lebih dari satu kali (Ganong, 1995). ). Limfosit disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Limfosit (Fakhrizal, 2009) Dua bentuk limfosit yang aktif dapat dikenali sebagai limfosit T yang menghasilkan sel T, berasal dari timus dan limfosit B yang menghasilkan sel B, berasal dari bursa fabricius. Limfosit T berperan dalam imunitas seluler (Dellman dan Brown, 1989). Limfosit adalah leukosit agranulosit dan merupakan leukosit terbanyak di dalam darah unggas, mempunyai ukuran dan bentuk yang bervariasi (Swenson, 1984). Fungsi utama limfosit adalah merespon antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi dalam darah atau dalam pengembangan imunitas seluler (Frandson, 1992). Tizard (1988) menyatakan bahwa limfosit memiliki fungsi utama merespon antigen (benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas (kekebalan seluler). Apabila limfosit T mengalami ekspose terhadap antigen, limfosit T akan dirangsang untuk berlipat ganda dengan cepat dan menghasilkan lebih banyak lagi yang dapat bekerja melawan antigen spesifik. Antigen menyebabkan timbulnya penyakit kronis yang cenderung merangsang kekebalan seluler melalui limfosit T. Monosit Monosit adalah leukosit terbesar yang berdiameter 15 sampai 20 µm dan berjumlah 3 sampai 9% dari seluruh sel darah putih. (Dellman dan Brown, 1989). Monosit adalah sel-sel darah putih yang menyerupai heterofil. Bersifat fagositik, yaitu kemampuan untuk menerkam benda asing, seperti bakteria. Bila heterofil (neutrofil) berfungsi utama mengatasi infeksi akut, monosit akan bekerja pada keadaan infeksi yang tidak terlalu akut, seperti tuberkulosis. Ketika monosit masuk ke dalam jaringan, monosit berkembang menjadi fagosit yang lebih besar yang disebut makrofag (Frandson, 1992). Gambar 5. Monosit (Fakhrizal, 2009) Monosit merupakan fagosit aktif serta mengandung peroksidase dan enzim lisosom. Monosit dimobilisasi bersama dengan heterofil sebagai bagian respon peradangan dan membentuk garis pertahanan kedua terhadap bakteri. Monosit memasuki sirkulasi dari sumsum tulang, tetapi setelah sekitar 24 jam ia memasuki jaringan untuk menjadi makrofag jaringan. Monosit mengandung banyak sitoplasma tidak bergranula dan mempunyai inti berbentuk menyerupai ginjal (Ganong, 1995). Eosinofil Eosinofil dalam aliran darah berkisar antara 2 sampai 8% dari leukosit, berdiameter 10-15 µm, inti bergelambir dua, dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar berukuran 0,5 sampai 1 µm dan jangka hidupnya 3 sampai 5 hari. Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut, mengatur investasi parasit, memfagosit bakteri, antigen-antibodi kompleks, mikoplasma dan ragi (Dellman dan Brown, 1987). Eosinofil dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Eosinofil (Fakhrizal, 2009) Menurut Frandson (1992) fungsi utama eosinofil adalah untuk toksifikasi baik terhadap protein asing yang masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru ataupun saluran pencernaan, maupun racun yang dihasilkan oleh bakteria dan parasit. Dalam keadaan reaksi alergi, jumlah eosinofil meningkat. Menurut Tizard (1988), eosinofil mempunyai 2 fungsi yaitu ; 1) menyerang dan menghancurkan larva cacing yang menyusup, 2) enzim eosinofil mampu menetralkan faktor radang. Eosinofil memiliki waktu paruh yang singkat di dalam sirkulasi. Eosinofil melepaskan protein, sitokin dan kemokin yang mengakibatkan reaksi peradangan tetapi mampu membunuh organisme yang menyusup ke dalam tubuh. Jumlah eosinofil yang beredar dalam sirkulasi akan meningkat pada penyakit alergi, seperti asma serta berbagai penyakit saluran pernapasan dan saluran gastrointestinal lainnya (Ganong, 1995). Timus Timus adalah organ yang terdapat dalam rongga mediastinal anterior, tetapi pada kuda, sapi, domba, babi dan ayam, meluas ke arah leher sampai sejauh kelenjar tiroid. Timus ayam secara anatomis terletak pada sisi kanan dan kiri saluran pernafasan (trakea). Warnanya pucat kuning kemerah-merahan, bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada masing-masing leher. Besar timus dapat sangat bervariasi, ukuran relatif yang paling besar pada hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu pubertas. Setelah dewasa, timus mengalami atrofi dari parenkhima dan korteks diganti jaringan lemak. Timus yang mengalami atrofi cepat merupakan reaksi terhadap stres, sehingga hewan yang mati sesudah menderita sakit yang lama mungkin mempunyai timus yang sangat kecil (Tizard, 1988). Timus merupakan regulator sel T yang bekerja pada sel-sel primitif yang berasal dari sumsum tulang dan membuat sel-sel itu mampu secara imunologik bertindak sebagai pembentuk antibodi tubuh (Tizard, 1987). Bursa Fabricius Bursa fabricius adalah organ seperti kantong terletak berdekatan di atas bagian kloaka melibatkan proses dan pematangan sistem imunitas (Bell dan Weaver, 2002). Bursa fabricius adalah organ limfoepitelial yang terdapat pada unggas, tetapi tidak pada mamalia. Bursa fabricius dan timus tergolong dalam organ limfatik primer pada unggas karena kedua organ ini berfungsi mengatur produksi dan diferensiasi limfosit. Limfosit yang dominan pada bursa fabricius adalah limfosit B. Sel limfosit B akan masuk ke sirkulasi dan berperan untuk menerima atau memberi reaksi terhadap benda asing yang masuk atau keadaan patologis tubuh misalnya demam/naiknya panas tubuh dari normal karena adanya cekaman panas pada unggas. Selain itu bursa juga berperan sebagai organ limfoid sekunder yang bekerja untuk menangkap antigen yang masuk ke dalam tubuh (Tizard, 1988). Bursa fabricius akan mengalami regresi dan involusi secara lengkap pada saat ayam mencapai kematangan seksual yaitu pada umur 14-20 minggu. Unggas yang mempunyai berat relatif bursa fabricius besar cenderung relatif tahan terhadap berbagai penyakit. Ada beberapa organ yang berperan di dalam reaksi tanggap kebal antara lain bursa fabricius, timus, limpa dan caecal tonsil (Tizard, 1988). Bursa fabricius terletak pada daerah dorsal kloaka. Bursa diketahui sebagai organ limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentukan antibodi. Bursa juga berfungsi sebagai organ limfoid sekunder yaitu dapat menangkap antigen dan membentuk antibodi, juga mengandung sebuah pusat kecil sel T di belakang lubang salurannya. Fungsi bursa fabricius menurut Hartono (1992) adalah menghasilkan substansi yang dapat menghambat limfosit B yang mampu berdiferensiasi menjadi sel plasma sebagai sumber antibodi. Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) merupakan suatu kelompok organisme yang secara fungsional terkait dengan kemampuan mereka untuk menghasilkan asam laktat selama metabolisme homofermentatif atau heterofermentatif (Klaenhammer et al., 2007). Bakteri baik dalam saluran cerna akan membantu lancarnya pencernaan, penyerapan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dan yang terpenting dapat mengurangi pertumbuhan bakteri patogen, dampaknya adalah daya tahan tubuh yang kuat dan tidak gampang sakit. Bakteri asam laktat juga digunakan sebagai probiotik karena : 1) Menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH, 2) Dalam kondisi aerob memproduksi hidrogen peroksida, 3) Memproduksi komponen penghambat yang spesifik misalnya bakteriosin (Fuller, 1992). Sifat penting dari bakteri asam laktat adalah kemampuan memfermentasi gula menjadi asam laktat, karena produksi asam cepat, maka pertumbuhan mikroba lain yang tidak diinginkan dapat terhambat. Lactobacillus dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri homofermentatif mampu memecah gula terutama menjadi asam laktat, dan dapat tumbuh pada suhu 37 0C atau lebih (Fardiaz, 1992). Bakteri yang tergolong heterofermentatif memecah gula menjadi asam laktat dan produkproduk lainnya seperti alkohol, asetat dan karbondioksida. Banyak faktor lingkungan yang berbeda mempengaruhi ekologi mikroba usus ini termasuk pakan, pengobatan, stres, umur dan kondisi kehidupan secara umum (Gibson dan Fuller, 2000). VFA (Volatile Fatty Acid) Mikroba saluran pencernaan memegang peranan penting dalam kesehatan melalui proses fermentasi, bakteri usus memetabolisme berbagai substrat (komponen terutama makanan) untuk menghasilkan produk-produk seperti asam lemak rantai pendek dan gas. Metabolisme anaerob memberi kontribusi positif terhadap kebutuhan energi inangnya, namun dalam kondisi tertentu, proses fermentasi dapat menghasilkan metabolit yang tidak diinginkan. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya gangguan usus dalam kondisi akut dan kronis (Gibson dan Fuller, 2000). Penambahan prebiotik telah terbukti meningkatkan fermentasi secara in vitro dan in vivo. Penggunaan prebiotik mampu mempengaruhi produksi akhir fermentasi seperti hidrogen, karbon dioksida, sel bakteri dan yang paling penting asam lemak rantai pendek. Asam lemak tersebut telah terbukti meningkatkan penyerapan kalsium, magnesium, dan besi (Donalson et al., 2008). Asam asetat adalah VFA utama yang dihasilkan dari fermentasi selulosa oleh bakteri anaerob. Peningkatan konsentrasi VFA memiliki manfaat pengaruh jangka panjang terhadap kesehatan inangnya dengan menyediakan peningkatan energi. Konsumsi karbohidrat hingga mencapai usus besar, biasanya disebut sebagai karbohidrat dicerna, merupakan substrat penting bagi mikroba kolon. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi karbohidrat adalah pH kolon, waktu transit, dan komposisi mikroba kolon. Salah satu cara yang mungkin dapat mengubah komposisi mikroba adalah memasukkan bakteri probiotik dalam makanan. Karbohidrat yang dipilih bisa mencapai usus besar, bisa difermentasi, sehingga berpotensi sebagai substrat prebiotik, yaitu substrat kolon yang secara khusus meningkatkan jumlah bakteri yang menguntungkan. Karbohidrat difermentasi oleh Bifidobacteria menggunakan jalur metabolisme berbeda, bifid shunt menghasilkan jumlah asam lemak rantai pendek (asam asetat dan asam laktat yang tinggi dalam rasio 3:2), sedangkan asam propionat dan butirat tidak dihasilkan melalui jalur ini (Ulf et al., 2006). VFA berguna sebagai indikator untuk menduga pertumbuhan bakteri anaerob. Anak ayam yang baru menetas lebih rentan terhadap serangan Salmonella dari pada ayam yang lebih tua yang telah mengembangkan perlawanan mikroflora asli menjadi mapan. Meningkatnya kerentanan terhadap sekum Salmonella sekum disebabkan kurangnya konsentrasi volatile fatty acid (VFA) dalam sekum untuk mencegah kolonisasi (Barnes et al., 1979) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB (PPSHB), dan Laboraturium Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada bulan Agustus 2009 sampai Maret 2010. Materi Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah tongkol jagung varietas Silangan Darmaga 3 (SD 3), isolat xilanolitik Streptomyces sp. (45I-3 asal Kalimantan yang merupakan koleksi isolat Dr. Ir. Yulin Lestari), dan isolat selulolitik Actinomyces sp. KBM 6, Isolat Eschericia coli (EPEC K.1.1), ayam broiler, dan pakan ayam broiler. Bahan kimia yang digunakan adalah Natrium Hipoklorit (NaOCI) 1%, Natrium Hidroksida (NaOH) 15 %, HCI 95 %, etanol 95 %, H2SO4 97%, Aquadest, bredford, DNS, Fenol 5%, MRS, EMB, media pertumbuhan bakteri dan media produksi xilanase. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah hammer mill, autoclave, laminar air flow, shaker bath, spektrofotometer, timbangan analitik, oven, sentrifuge, bulp, pipet volumetrik, cawan petri, mikroskop dan peralatan laboratorium lainnya. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah ayam broiler strain cobb sebanyak 180 ekor yang dipelihara dari umur satu hari (Day Old Chick) sampai umur 5 minggu. Kandang dan Peralatan Kandang pemeliharaan berupa kandang dengan sistem litter beralaskan sekam dan berdinding kawat. Jumlah petak yang digunakan sebanyak 30 buah dengan ukuran 1 m x 1 m x 1 m, masing-masing unit berisi 10 ekor. Tiap sekat dilengkapi tempat pakan dan air minum serta lampu bohlam sebagai penerang sekaligus sumber panas. Peralatan lain yang digunakan yaitu label, timbangan, tempat pakan, tempat air minum dan tirai. Ransum Formulasi ransum disusun berdasarkan komposisi bahan pakan menurut Tabel Leeson dan Summer (2005). Susunan dan kandungan zat makanan ransum pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Basal Ayam Broiler Periode Starter (0-2 minggu) dan Periode Finisher (2-5 minggu) berdasarkan Perhitungan Bahan Pakan Starter (0-2 minggu) Finisher (2-5minggu) --------------------------%---------------------------- Jagung kuning 47,20 53,40 Dedak padi 14,20 11,00 Bungkil Kedelai 25,00 21,80 MBM 7,00 6,50 CPO 5,00 5,00 DCP 0,00 0,00 Kalsium Karbonat 0,80 0,90 Premix 0,00 0,50 DL-Methionine 0,10 0,30 Garam 0,20 0,30 L-Lysine 0,50 0,30 Jumlah 100,00 100,00 EM (kkal/kg) 3051 3100 Protein Kasar 22,02 20,22 Serat Kasar 3,63 3,31 Kalsium 0,94 0,94 P-tersedia 0,55 0,50 Lysin 1,50 1,19 0,41 0,60 Kandungan Zat Makanan : Methionin Sumber : Leeson dan Summers (2005) Prosedur Penyiapan tongkol jagung. Tongkol jagung dipotong kecil hingga 2 × 2 cm dan dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering. Selanjutnya digiling hingga berukuran 40 mesh kemudian dilakukan delignifikasi (proses penurunan kadar lignin). Delignifikasi. Delignifikasi merupakan proses penghilangan lignin sebelum proses ekstraksi. Tongkol jagung tersebut direndam dalam larutan NaOCl 1 % selama 5 jam pada suhu ruang, selanjutnya dibilas dengan aquades dan disaring untuk diambil padatannya. Kemudian padatan tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kering. Pembuatan prebiotik Kombinasi bakteri 45I-3 (xilanolitik) dan KBM 6 (selulolitik) ditumbuhkan dalam 2000 ml media kultur bakteri, dan diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang (270C) diatas shaker water bath. Kultur bakteri tersebut selanjutnya diinokulasikan dalam galon yang berisi 8000 ml media produksi tongkol jagung dan diinkubasi selama 10 hari pada suhu ruang (270C) dengan menggunakan aerasi. Supernatan yang diperoleh berupa prebiotik kemudian diuapkan dan selanjutnya diukur derajat polimerisasi yang dihitung berdasarkan perbandingan antara total gula dengan gula pereduksi yang dihasilkan. Penentuan total gula. Penentuan total gula dilakukan dengan cara masukkan aquadest 0,9 ml ke dalam tabung reaksi lalu masukkan 0,1 ml sampel ke dalam tabung reaksi yang telah berisi sample lalu vorteks kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5 %, vorteks, dan ditambahkan 2,5 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya larutan dibiarkan selama 10 menit, dikocok, dan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ = 490 nm. Nilai absorbansi yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam persamaan linear dari kurva standar total gula. Penentuan gula pereduksi. Penentuan gula pereduksi dilakukan dengan cara masukkan 1 ml sampel ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 1 ml DNS ke dalam tabung reaksi yang telah berisi sampel, kemudian vorteks dan inkubasi pada suhu 1000C selama 15 menit. Dinginkan dan hitung menggunakan spektrofotometer pada λ = 540 nm. Perlakuan prebiotik terhadap ayam broiler Pemberian prebiotik di lakukan dengan selang 2 hari sekali mulai dari DOC (Day old chicken) sampai ayam umur 2 minggu, setelah berumur 2 minggu ayam diberikan pakan finisher. Dosis pemberian prebiotik yang dicampurkan ke dalam pakan sebanyak 2,5%. Prebiotik 2,5% diujikan pada 60 ekor ayam broiler (30 ekor ayam yang diinfeksi E.coli dan 30 ekor ayam tanpa diinfeksi E.coli). Infeksi Eschericia coli Infeksi E.coli dilakukan pada minggu pertama setelah pemeliharaan. Infeksi E.coli dilakukan secara langsung pada ayam broiler dengan dosis 106 cfu/ml sebanyak 100µl. Penantangan E.coli diberikan kepada ayam broiler 3 perlakuan dengan 3 ulangan dengan satuan unit 10 ekor. Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) berpola faktorial 2 x 3 sebanyak 3 ulangan dengan unit percobaan 10 ekor ayam. Faktor A adalah ayam yang tidak diinfeksi E.coli dan ayam yang diinfeksi E. coli, faktor B adalah ransum tanpa antibiotik dan prebiotik (kontrol), ransum mengandung antibiotik dan ransum mengandung prebiotik. Model matematik dari rancangan percobaan ini adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk : Hasil pengamatan penggunaan prebiotik terhadap peubah yang diukur. µ : Rataan umum peubah akibat ayam diinfeksi bakteri E.coli dan ayam tidak diinfeksi E.coli dengan perlakuan kontrol, antibiotik dan prebiotik. αi : Pengaruh perlakuan diinfeksi E.coli dan tidak diinfeksi E.coli βj : Pengaruh perlakuan kontrol, antibiotik 0,01%, dan prebiotik 2,5% αβij : Pengaruh interaksi ayam diinfeksi bakteri E.coli dengan kontrol, antibiotik, prebiotik dan ayam tidak diinfeksi E.coli dengan kontrol, antibiotik dan prebiotik. εijk : Galat akibat pengaruh ayam diinfeksi E.coli terhadap perlakuan kontrol, antibiotik dan prebiotik dan ayam yang tidak diinfeksi E.coli terhadap perlakuan kontrol, antibiotik dan prebiotik. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam mengikuti prosedur Steel dan Torrie (1997), dan apabila hasilnya menunjukkan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal. Perlakuan Perlakuan yang dilakukan selama penelitian ini terdiri dari 2 faktor dan 3 ulangan. Jumlah semua perlakuan selama penelitian adalah 6 perlakuan. A1B1 = Ayam tidak diinfeksi E.coli A1B2 = Ayam tidak diinfeksi E.coli + diberi prebiotik 2,5% A1B3 = Ayam tidak diinfeksi E.coli + diberi antibiotik 0,01% A2B1 = Ayam diinfeksi E.coli A2B2 = Ayam diinfeksi E.coli + diberi prebiotik 2,5% A2B3 = Ayam diinfeksi E.coli + diberi antibiotik 0,01% Peubah yang Diukur Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Gambaran Darah Pengambilan darah dilakukan pada minggu ke-5. Pada saat pemotongan, darah ditampung secukupnya ke dalam tabung yang telah ditambah anti koagulan kemudian dikocok secara perlahan agar tidak membeku dan disimpan dalam termos es. Darah diambil secukupnya untuk dilakukan analisis eritrosit, hematokrit, hemoglobin, leukosit dan diferensiasi leukosit. a. Perhitungan Jumlah Eritrosit (106 /mm3). Pengambilan darah dari tabung menggunakkan pipet eritrosit dengan bantuan alat penghisap (aspirator) yang dipasang pada pipet tersebut sampai batas 0,5 atau 1,0. Ujung pipet dibersihkan terlebih dahulu dengan tisu lalu dihisap larutan pengencer Hayem hingga tanda tera 101 pada pipet eritrosit tidak boleh ada gelembung udara. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan telunjuk kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan gerakan membentuk angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan pipet ke kertas tisu. Kemudian setetes darah dimasukkan ke dalam kamar hitung, jangan sampai ada udara masuk, didiamkan beberapa saat hingga mengendap lalu penghitungan dibawah mikroskop dapat dilakukan dengan pembesaran 100 kali (a). Penghitungan eritrosit dalam hemosytometer, dengan mengambil bagian sebagai berikut : satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah, dan satu pojok kiri bawah. Untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah, jumlah eritrosit yang dihitung dikali dengan 10000. Angka 10000 diperoleh dari hasil perkalian 0,04 mm2 luas masing-masing kotak terkecil kamar hitung, 0,01 mm kedalaman kamar hitung, dan 16 kotak ukuran terkecil dan 5 kotak kamar hitung dalam mm3 dengan larutan pengencer 200, sehinggga jumlah eritrosit dapat dihitung dengan rumus dibawah ini (Sastradipradja et al., 1989). Jumlah Eritrosit per mm3 darah = a x 10000 Keterangan : a adalah eritrosit hasil perhitungan dalam hemositometer. b. Penghitungan Nilai Hematokrit. Nilai hematokrit ditentukan dengan metode mikrohematokrit. Pipa mikrokapiler dihisap dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisi sampel 4/5 bagian, kemudian ujung pipa disumbat dengan penyumbat lalu ditempatkan di mikrocentrifuge dengan kecepatan 11.500 -15.000 rpm selama 5 menit, kemudian terbentuk lapisan plasma yang jernih di bagian teratas, lapisan putih abu, dan lapisan merah. Penentuan nilai hematokrit dilakukan dengan mengukur % volume eritrosit dari darah menggunakan alat baca microcapillary hematocrite reader (Sastradipraja et al., 1989). c. Penghitungan kadar Hemoglobin (g%). Metode yang digunakan adalah metode sianmethemoglobin. Reagen Drabkins disiapkan dan pipet 5 ml reagen Drabkins, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Darah dipipet dengan pipet sahli atau pipet lainnya bervolume 0,02 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi Reagen Drabkins. Bilas pipet, agar tidak ada darah yang tertinggal di dalam pipet, kemudian hisap dan tiupkan cairan yang ada dalam tabung reaksi. Campur dengan baik larutan di dalam tabung, kemudian biarkan selama paling sedikit 10 menit pada suhu kamar, agar terbentuk sianmethemoglobin dengan baik. Lakukan pembacaan dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm (Sastradipraja et al., 1989). d. Pengukuran Jumlah Leukosit (103/mm3). Penghitungan jumlah leukosit digunakkan pipet leukosit dengan bantuan aspirator hingga batas 0,5 atau 1,0, lalu ujung pipet dibersihkan dengan tisu. Setelah itu dihisap larutan Rees dan Ecker hingga tanda 11. Kemudian pipet diputar membentuk angka 8, setelah homogen, cairan yang tidak terkocok dibuang. Setelah itu teteskan satu tetes sampel darah ke dalam hemacytometer, didiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu dihitung di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Jumlah leukosit hasil perhitungan dikali 50 untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1mm3 darah. (Sastradipraja et al., 1989). Jumlah Leukosit per mm3 darah = b x 50 butir Keterangan: b adalah leukosit hasil penghitungan dalam hemositometer e. Diferensiasi Leukosit (%). Sampel darah diteteskan pada objek gelas untuk membuat preparat ulas, kemudian difiksasi dengan metanol 75% selama 5 menit, diangkat hingga kering. Selanjutnya, ulasan darah direndam dalam larutan Giesma selama 30 menit lalu diangkat, kemudian dicuci dibawah air kran yang mengalir untuk menghilangkan zat warna berlebih, selanjutnya dikeringkan dengan kertas isap. Darah yang terdapat pada preparat ulas diletakan di bawah mikroskop dan ditambahkan minyak imersi kemudian dihitung jumlah limfosit, heterofil, monosit dan eosinofil. Perhitungan dibawah mikroskop mulai dari bawah ke atas, ke kanan sedikit, ke bawah lagi dan begitu seterusnya agar tidak berulang. Persentase heterofil dikali 100 persen. Perhitungan tersebut berdasarkan buku penuntun praktikum Fisiologi Veteriner, Laboraturium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (Sastradipradja et al., 1989). f. Rasio Heterofil/Limfosit. Rasio heterofil/limfosit dihitung dengan cara membagi persentase heterofil dengan persentase limfosit. 2. Pengukuran Bursa Fabricius dan Timus Pengukuran bursa fabricius dan timus dengan cara sebagai berikut : ayam broiler dipotong, kemudian organ dalam dipisahkan dari tubuh ayam yang telah dipotong. Timus dan bursa fabricius diambil untuk ditimbang. % Bobot timus = Bobot timus (g) x 100%. Bobot potong (g) % Bobot bursa fabricius = Bobot bursa fabricius (g) x 100%. Bobot potong (g) 3. Jumlah BAL (Bakteri Asam Laktat) dan E.coli Isi sekum dikeluarkan secara aseptis untuk dianalisa populasi bakterinya. Pengeluaran isi sekum dengan mengunakan pinset dan alat pemotong, diusahakan isi sekum semuanya keluar agar bakteri yang menempel di sepanjang dinding terbawa dalam analisa. Bakteri yang dianalisa adalah BAL, dan Eschericia coli. a. Total bakteri asam laktat (AOAC,1990). Metode yang digunakan untuk menghitung total baktei asam laktat dengan metode TPC (Total Plate Count). Suspense sampel (pengenceran 10-1) dipipet sebanyak 1 ml ke dalam 9 ml larutan fisiologis NaCl sehingga diperoleh pengenceran 10-2, kemudian diambil 1 ml dari pengerceran 10-2, masukan ke dalam 9 ml larutan fisiologis NaCl sehingga diperoleh pengenceran 10-3 dan dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-4 dan seterusnya pada tingkat suspense yang sesuai. Pada tingkat suspense yang sesuai, suspense dipipet 1 mikroliter secara aseptic dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril yang telah berisi media MRS (The Man Rogosa-Sharpe) dan ditebar hingga merata. Setelah itu diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Koloni yang tumbuh dihitung total bakterinya. b. Analisa Eschericia coli (AOAC, 1990). Metode analisa jumlah E.coli sama dengan analisa bakteri asam laktat dimana suspense sampel dari tingkat yang sesuai dipipet 1 mikroliter secara aseptic dan dimasukkan kedalam cawan petri steril yang telah berisi media EMB dan ditebar hingga rata. Setelah itu diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dihitung total bakterinya, koloni tipikal E.coli adalah berwarna hijau metalik. 4. VFA Total dalam Sekum Kadar VFA total diukur dengan menggunakan teknik Steam Destilation (General Laboratory Procedure, 1966). Supernatan sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung khusus, kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 15%. Tabung khusus secepatnya ditutup dengan sumbat karet yang telah dihubungkan denga pipa kaca berdiameter ± 0,5 cm. Kemudian ujung pipa lain dihubungkan dengan pendingin Leibig. Tabung khusus dimasukkan ke dalam labu destilasi yang telah diberi air mendidih tanpa menyentuh permukaan air tersebut. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 250 ml yang telah diisi 5 ml NaOH 0,5 N. Destilasi diakhiri pada saat jumlah destilat yang tertampung mencapai 200 ml. Ke dalam destilat yang tertampung, ditambahkan indikator phenolptalein sebanyak 2 tetes, kemudian dititar dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan warna, dari warna merah jambu menjadi tidak berwarna. Kadar total VFA dihitung sebagai berikut : Total VFA (mmol/lt) = (y – z) x N HCl x 1000/5 Dimana : y = ml HCl 0,5 N yang dibutuhkan untuk titrasi 5 ml NaOH 0,5 N z = ml HCl 0,5 N yang dibutuhkan untuk titrasi destilat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Gambaran Darah Darah dapat dijadikan sebagai indikasi adanya gangguan fisiologi dalam tubuh ternak karena darah berperan sebagai media homeostatis. Hasil gambaran darah ayam broiler periode finisher pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3 (eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan leukosit). Tabel 3. Rataan Jumlah Eritrosit, Nilai Hematokrit, Kadar Hemoglobin dan Jumlah Leukosit dalam Darah Ayam Broiler Peubah Faktor A Non E coli E coli Faktor B Kontrol 1,94±0,51 Rata-rata CV 2,40±0,53 2,19±0,37b 16,89 a Prebiotik Antibiotik 2,23±0,07 2,57±0,25 2,63±0,36 2,62±0,16 2,26±0,38 2,43±0,22 2,51±0,35 CV 16,80 9,00 13,94 Non E coli 23,13±4,38 29,50±1,39 Hematokrit E coli (%) Eritrosit 2,61±0,26 0,09 26,6±1,37 26,41±2,38 9,01 27,60±4,06 29,08±3,64 27,4±5,05 28,03±4,25 15,16 Rata-rata 25,37±4,22 29,29±2,52 27,0±3,21 CV 16,6 8,6 11,9 Non E coli 6,94±1,24 10,06±2,65 7,92±0,68 8,31±1,52 18,29 8,03±1,46 8,33±1,09 9,11±1,64 8,49±1,39 16,37 Rata-rata 7,49±1,35 9,20±1,87 8,52±1,16 CV 18,0 20,3 13,6 Non E coli 8,60±0,20 14,87±5,50 11,4±2,71 3 (juta/mm ) Rata-rata Hb(gr %) E coli Leukosit Normal 2-3,2 24-43 7,310,9 11,62±2,65b 22,81 a E coli 21,40±7,97 21,33±0,50 11,9±4,97 18,20±3,76 20,66 16-40 (103/mm3) Rata-rata 15,00±5,49 18,10±3,53 11,6±1,60 CV 36,6 19,61 13,79 Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata(P<0,05). CV: coeficien variation. Eritrosit Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan eritrosit ayam yang diinfeksi E.coli yaitu 2,19±0,37 juta/mm3, sedangkan ayam yang tidak diinfeksi E.coli memiliki rataan sebesar 2,61±0,26 juta/mm3. Jumlah eritrosit ayam yang diinfeksi E.coli nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan tanpa diinfeksi E.coli. Jumlah eritrosit tinggi karena adanya proses hemolisis dalam darah yaitu pemecahan sel darah merah oleh bakteri sedemikian rupa sehingga hemoglobin terlepas ke dalam plasma. Menurut Swenson (1984) hemolisis (pemecahan sel-sel merah) dapat disebabkan oleh toksin bakteri dan parasit darah. Pemberian prebiotik 2,5% dan antibiotik 0,01% dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit dan volume keseluruhannya dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, hormon dan hipoksia (kekurangan oksigen). Semakin dewasa umur ayam maka jumlah eritrositnya semakin meningkat. Ayam jenis kelamin jantan memiliki jumlah eritrosit yang lebih tinggi dibandingkan betina. Produksi sel darah merah diatur oleh salah satu hormon eritropoeitin yang dihasilkan di ginjal. Keadaan hipoksia (kekurangan oksigen) akan merangsang pembentukan eritrosit karena oksigen diikat oleh hemoglobin dan dibawa oleh eritrosit. Jumlah eritrosit pada pemberian antibiotik 0,01% cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan prebiotik 2,5% yaitu sebesar 2,51 x 106/mm3. Tingginya eritrosit dikarenakan adanya zat aktif yang bersifat bakteriostatik dengan menghambat pertumbuhan bakteri sehingga dapat membantu fisiologi organ tubuh dalam mencegah penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Jumlah eritrosit sangat penting dan berhubungan dengan kondisi tubuh ayam. Menurut Dellman dan Brown (1989), sel-sel jaringan tubuh sangat tergantung pada eritrosit untuk memperoleh suplai oksigen. Status kesehatan dapat dilihat dari perkembangan sel-sel jaringan tubuh yang ditandai dengan jumlah eritrosit yang normal. Jumlah eritrosit ayam pada semua perlakuan masih berada dalam kisaran normal. Hal ini menandakan bahwa proses metabolisme dalam tubuh berlangsung normal dan nutrisi yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah terutama protein dan vitamin sudah mencukupi kebutuhan ayam sehingga kesehatan tubuh ayam optimal. Hematokrit Semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai hematokrit ayam broiler. Hal ini menunjukkan pemberian prebiotik 2,5% dan antibiotik 0,01% dalam ransum tidak mengganggu nilai hematokrit darah. Rataan nilai hematokrit berkisar antara 25,37-29,29% dan berada pada kisaran normal. Nilai hematokrit yang masih berada dalam kisaran normal menunjukkan bahwa status kesehatan hewan berada dalam keadaan baik. Penambahan prebiotik 2,5% dalam ransum cenderung meningkatkan nilai hematokrit ayam broiler sebesar 15,45% dibandingkan dengan percobaan kontrol dan cenderung meningkatkan 8,48% dibandingkan dengan pemberian antibiotik 0,01%. Peningkatan hematokrit sejalan dengan meningkatnya kadar hemoglobin darah. Menurut Swenson (1984), hematokrit langsung berhubungan dengan jumlah eritrosit dan berisi hemoglobin Rataan nilai hematokrit pada perlakuan ayam yang diinfeksi E.coli cenderung lebih tinggi 6,13% dibandingkan dengan perlakuan ayam yang tidak diinfeksi E.coli. Peningkatan nilai hematokrit terjadi sesuai dengan meningkatnya kadar eritrosit darah, karena hematokrit merupakan persentase sel darah merah (eritrosit). Kadar Hemoglobin Hemoglobin berkaitan erat dengan eritrosit dan hematokrit. Hemoglobin di dalam eritrosit berfungsi mengangkut oksigen serta menyebabkan timbulnya warna merah pada darah. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penambahan prebiotik 2,5% dan antibiotik 0,01% dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin darah. Rata-rata kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada perlakuan prebiotik 2,5%, yaitu sebesar 9,20 g%. Peningkatan kadar hemoglobin ayam yang diberi prebiotik sekitar 22,83% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa prebiotik yang ditambahkan dalam ransum masih dapat mempertahankan kadar hemoglobin dalam eritrosit sehingga kadar hemoglobin berada dalam kisaran normal. Kadar hemoglobin ayam broiler pada perlakuan kontrol paling rendah, walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Penurunan kadar hemoglobin dapat terjadi karena adanya gangguan pembentukan eritrosit (eritropoesis). Hemoglobin menyebabkan timbulnya warna merah pada darah yang fungsinya mengikat O2, hemoglobin akan menggabungkan oksigen yang ada di paruparu yang selanjutnya dilepaskan ke jaringan tubuh. Eritropoetik di sumsum tulang dikendalikan oleh kadar oksigen dalam jaringan (Frandson, 1992). Kadar hemoglobin yang normal menunjukkan kecukupan oksigen untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Jika jumlah eritrosit, nilai hematokrit dan kadar hemoglobin dalam keadaan normal menandakan bahwa ternak secara fisiologis dalam keadaan sehat. Peningkatan dan penurunan rata-rata kadar hemoglobin pada semua perlakuan berada dalam kisaran normal, yaitu sebesar 7,3-10,9 g%. Leukosit Pada Tabel 3 dapat dilihat rataan nilai leukosit ayam yang tidak diinfeksi E.coli yaitu 8,6-11,4 103/mm3, sedangkan nilai rataan leukosit pada ayam yang diinfeksi E.coli yaitu 11,89-21,4 103/mm3. Rataan nilai leukosit ayam broiler nyata lebih tinggi (P<0,05) pada perlakuan yang diinfeksi E.coli dibandingkan dengan nilai leukosit ayam yang tidak diinfeksi E.coli. Jumlah leukosit yang tinggi menandakan banyak antigen salah satunya E.coli yang terdapat dalam tubuh ayam broiler, sehingga timbul respon kekebalan tubuh terhadap E.coli sebagai benda asing. Jumlah E.coli tinggi akan ditindaklanjuti menghasilkan leukosit lebih banyak sebagai unit pertahanan aktif dalam menyerang bakteri. Tingkat dan sistem kekebalan akan muncul ketika ayam berusaha melindungi diri terhadap organisme patogen yang spesifik. Sama halnya dengan sistem pertahanan tubuh, sel-sel leukosit merupakan sel-sel yang sangat penting dalam sistem kekebalan tubuh ayam. Leukosit mempunyai dua fungsi, yaitu menghancurkan agen penyerang dengan proses fagositosis dan membentuk antibodi (kekebalan) (Guyton, 1996). Jumlah leukosit ayam broiler tidak menunjukkan hasil yang signifikan pada perlakuan kontrol, prebiotik 2,5% dan antibiotik 0,01%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan prebiotik 2,5% dan antibiotik 0,01% dalam ransum tidak mempengaruhi jumlah leukosit darah. Penambahan prebiotik 2,5% cenderung memiliki jumlah leukosit lebih tinggi diantara perlakuan, hal ini disebabkan adanya kemampuan prebiotik untuk merangsang pembentukan antibodi dalam tubuh ayam tersebut. Pemberian prebiotik memiliki efek imunologi, dimana prebiotik tidak dicerna disaluran pencernaan bagian atas, selanjutnya akan difermentasi oleh bakteri usus dan dapat menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat. Bifidobacterium infantis sebagai salah satu bakteri asam laktat, merupakan salah satu imunomudulator yang berperan dalam meningkatkan mekanisme tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik (Gibson dan Roberfroid, 1995). Jumlah leukosit ayam broiler yang diberi antibiotik 0,01% cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan prebiotik, hal ini menunjukkan adanya kemampuan antibiotik untuk membunuh bakteri patogen sehingga tubuh tidak terangsang untuk memproduksi leukosit banyak sebagai pertahanan tubuh terhadap antigen. Jumlah leukosit dapat meningkat oleh beberapa sebab, salah satunya infeksi oleh bakteri. Pengaruh Perlakuan Terhadap Diferensiasi Leukosit Rataan persentase diferensiasi leukosit ayam broiler periode finisher pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4 (Limfosit, Heterofil, Monosit, Eosinofil dan Heterofil/Limfosit). Tabel 4. Peubah Rataan Persentase Limfosit, Heterofil, Heterofil/Limfosit dalam Ayam Broiler. Faktor A Faktor B Kontrol Non E.coli 33,00±5,00 Prebiotik 61,00±4,58 Antibiotik Monosit, Rata-rata 13,11 17,08 E.coli 48,00±14,73 52,67±18,61 52,00±2,00 50,89±8,69 (%) Rata-rata 40,50±6,88 54,40±9,91 CV 16,99 Non E.coli 64,00±4,00 Limfosit (%) 15,45 30,00±5,29 39,00±21,0 47,67±9,46 19,84 21,21 44,00±14,73 41,33±21,57 39,67±4,04 41,67±8,84 Rata-rata 54,00±7,59 39,34±11,9 CV 14,06 32,27 6,30±5,69 4,00±3,61 4,10±2,35 57,32 Monosit E.coli 3,30±3,21 3,70±2,52 3,70±2,52 3,57±0,40 11,20 (%) Rata-rata 2,65±1,56 5,00±2,24 3,85±0,77 58,87 44,80 2,70±1,53 2,70±1,53 2,13±0,88 41,31 Eosinofil E.coli 4,70±3,21 2,30±4,04 4,70±2,31 3,90±0,86 22,05 (%) Rata-rata 2,85±2,27 2,50±1,78 3,70±0,55 79,65 71,20 2,03±0,44 1,39±1,70 1,53±0,84 54,90 H/L E.coli 1,10±0,72 1,27±1,10 1,31±0,18 1,40±0,46 32,86 (%) Rata-rata 0,81±0,44 1,65±0,47 1,35±1,07 54,32 Keterangan : CV : coeficien variation. 28,48 0-30 0-7 14,36 Non E.coli 0,52±0,11 CV 24-84 20,00 Non E.coli 1,00±0,00 CV 9-56 30,48 Non E.coli 2,00±1,00 CV Normal 18,22 E.coli 35,67±11,51 CV 54,33±16,0 49,44±6,48 Heterofil 56,73±9,9 Eosinofil dan 79,26 0,2-0,8 Heterofil Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase heterofil. Rataan persentase heterofil pada ayam penelitian berkisar antara 40,50-56,73%, nilai rataan tersebut masih berada dalam kisaran normal. Nilai heterofil pada perlakuan pemberian prebiotik 2,5% adalah 56,73%, nilai tersebut berbanding terbalik dengan nilai limfosit. Peningkatan persentase heterofil terkait dengan fungsi heterofil sebagai basis pertahanan tubuh pertama yang langsung bereaksi apabila terdapat bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Heterofil akan muncul dalam jumlah yang besar pada saat peradangan. Ganong (1995) menyatakan bahwa heterofil akan mencari, mencerna, dan membunuh benda asing serta berperan sebagai garis pertahanan pertama. Heterofil adalah bagian dari granulosit pada leukosit sebagai jajaran pertama untuk sistem pertahanan melawan infeksi dengan cara migrasi ke daerah yang sedang mengalami serangan (Frandson, 1992). Limfosit Limfosit berperan dalam merespon antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas (kekebalan seluler). Rataan persentase limfosit berkisar antara 35,67-54%, nilai rataan limfosit tersebut berada dalam kisaran normal. Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa setiap perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase limfosit. Limfosit secara normal merupakan bagian terbesar dari leukosit yang terdapat pada aliran darah. Fungsi utamanya adalah memproduksi antibodi dan sebagai efektor yang khusus merespon antigen yang diikat oleh makrofag (Tizard, 1987). Pemberian prebiotik 2,5% dalam ransum memiliki persentase limfosit yang cenderung lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hal ini disebabkan adanya kemampuan prebiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen sehingga tubuh tidak terpapar oleh bakteri patogen. Terhambatnya pertumbuhan bakteri patogen maka suplai limfosit dari bursa fabricius rendah yang ditunjukan dengan persentase bobot bursa rendah. Persentase limfosit berbanding terbalik dengan jumlah heterofil dimana tingginya persentase heterofil diikuti oleh rendahnya rataan limfosit. Pada pengukuran pasca infeksi (ayam umur 5 minggu) terjadi penurunan persentase jumlah limfosit sebanyak 14,39% akibat adanya infeksi E.coli, dengan kisaran limfosit 41,67±8,84. Hal ini terjadi karena suplai limfosit dari bursa fabricius rendah yang ditunjukkan dari persentase bobot bursa fabricius yang rendah, fungsi bursa fabricius yaitu memproduksi dan mendewasakan sel limfoid B. Menurut Tizard (1987), limfosit berperan sebagai efektor khusus dalam menanggapi antigen yang melekat pada makrofag dan untuk menghasilkan antibodi. Monosit Monosit dibutuhkan dalam jumlah banyak sebagai pertahanan imun. Rataan persentase monosit pada penelitian ini berkisar 2,65-5% dan masih berada dalam kisaran normal. Perlakuan pada penelitian ayam broiler periode finisher tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap persentase monosit. Penggunaan prebiotik 2,5% dan antibiotik 0,01% dalam ransum tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kondisi ayam. Monosit bekerja pada keadaan infeksi yang tidak terlalu akut (Frandson, 1992). Monosit dimobilisasi bersama dengan heterofil sebagai respon peradangan dan membentuk garis pertahanan kedua terhadap infeksi bakteri (Ganong, 1995). Pada umumnya keberadaan monosit dalam sistem pertahanan tubuh adalah untuk mengaktifkan tanggap kebal. Keberadaan monosit akan tingi, jika dalam tubuh terdapat antigen yang akan memicu terbentuknya sistem pertahanan spesifik. Persentase monosit menurun sebesar 14,85% pasca infeksi E.coli. penurunan monosit diduga karena monosit telah dimobilisasi ke jaringan menjadi makrofag untuk melawan agen infeksi, memfagositosis bakteri, benda asing, dan membantu membersihkan sel-sel yang rusak sehingga jumlah disirkulasinya sedikit (Ganong, 1995). Persentase monosit ayam broiler tinggi pada perlakuan prebiotik 2,5%. Hal ini disebabkan adanya sel imun yang baik untuk pembentukkan monosit ketika antigen menyerang tubuh. Keberadaan monosit akan tinggi jika dalam tubuh terdapat antigen yang akan memicu terbentuknya sistem pertahanan spesifik, karena monosit dapat menghasilkan senyawa interleukin dan interferon yang digunakan sebagai media komunikasi antar sel pertahanan. Eosinofil Perbandingan eosinofil diantara leukosit bervariasi tergantung beban parasit. Eosinofil secara unik cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing yang menyusup. Enzim eosinofil efektif dalam menghancurkan kutikula kurva cacing. Enzim tersebut mampu menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil (Tizard, 1988). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase eosinofil ayam broiler. Rataan persentase eosinofil ayam pada penelitian ini yaitu 1-4,7%. Persentase eosinofil ayam broiler tinggi pada perlakuan antibiotik yaitu sebesar 2,13-3,90%, namun masih berada dalam kisaran. Ganong (1995) menyatakan bahwa eosinofil akan menyerang sejumlah parasit dan menonaktifkan mediator yang dilepaskan dari sel mast selama reaksi alergi. Ganong (1995) menyatakan bahwa penurunan eosinofil diduga karena tubuh memberikan reaksi terhadap adanya parasit yang masuk, sehingga terjadi kondisi stres yang menyebabkan penurunan jumlah eosinofil. Heterofil/ Limfosit Aksit et al., (2006) menyatakan bahwa rasio Heterofil/Limfosit merupakan indikator stres yang sensitif, dimana 0,2 termasuk karakterisasi stres level rendah, 0,5 termasuk karakterisasi stres medium dan 0,8 termasuk stres level tinggi. Daya tahan ayam dalam menghadapi stres terhadap panas ini dapat diukur melalui rasio H/L. Rasio ini meningkat pada ayam-ayam yang berada di negara-negara tropis. Data nilai rasio H/L hasil penelitian ayam broiler periode finisher disajikan pada Tabel 4. Rasio H/L pada penelitian berada diatas normal, yaitu 0,52-2,03%. Kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa ayam-ayam tersebut dalam keadaan stres, salah satu penyebabnya adalah temperatur kandang yang kurang ideal. Suhu kandang pada saat penelitian adalah 24-27 0C dan suhu yang nyaman bagi ayam broiler adalah 22-24 0C (Leeson dan Summer, 2000). Stres pada perlakuan kontrol yang tidak diinfeksi E.coli termasuk kedalam stres tingkat sedang, sedangkan perlakuan yang lainnya termasuk stres tingkat tinggi. Hasil analisis ragam menunjukkan tidak ada pengaruh nyata perlakuan terhadap rasio H/L. Bertambahnya jumlah heterofil serta menurunnya jumlah limfosit merupakan indikator tingginya tingkat stress. Berkurangnya jumlah limfosit antara lain karena efek dari hormon kortikosteron yang meningkat sewaktu cekaman. Nilai heterofil/limfosit paling tinggi terdapat pada ayam yang diberi ransum dengan penambahan prebiotik 2,5%. Nilai heterofil/limfosit tinggi menunjukkan ayam berada dalam stres tingkat tinggi yang berasal dari stres iklim dan transportasi pada saat pindah kandang. Pemberian prebiotik tidak mempengaruhi nilai heterofil/limfosit. Pemberian prebiotik selama dua minggu kurang efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen selama pemeliharaan, sehingga tubuh tidak dapat meningkatkan jumlah bakteri menguntungkan dalam tubuh karena jumlah bakteri merugikan meningkat dan menimbulkan stres. Nilai heterofil/limfosit paling rendah terdapat pada perlakuan kontol tanpa diinfeksi E.coli. Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Bobot Bursa Fabricius dan Bobot Timus Persentase bobot bursa fabricius dan bobot timus merupakan salah satu indikator kekebalan dalam tubuh ayam. Hasil persentase bobot bursa fabricius dan bobot timus ayam broiler umur 5 minggu pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Data Persentase Bobot Bursa Fabricius dan Timus Ayam Broiler umur 5 Minggu Peubah Bursa Fabricius (%) Timus (%) Faktor A Faktor B Rata-rata CV Kontrol Prebiotik Antibiotik Non E coli 0,62±0,09 0,41±0,08 0,50±0,09 0,51±0,12a 23,5 E coli 0,40±0,05 0,38±0,01 0,41±0,04 0,40±0,03b 7,5 Rata-rata 0,51±0,13a 0,40±0,05c 0,46±0,08b CV 25,49 12,50 17,39 Non E coli 0,35±0,00 0,40±0,028 0,38±0,00 0,37±0,01 2,7 E coli Rata-rata CV 0,35±0,01 0,35±0,01 2,86 0,40±0,03 0,40±0,00 0,00 0,47±0,18 0,42±0,11 26,19 0,40±0,09 22,5 Keterangan : Superskrip berbeda pada baris yang sama dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata(P<0,05). CV : coeficien variation. Persentase Bobot Bursa Fabricius Pemberian prebiotik 2,5% nyata (P<0,05) menghasilkan persentase bobot bursa fabricius lebih rendah dibandingkan dengan pemberian antibiotik 0,01% dan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan prebiotik untuk menstimulir pertumbuhan bakteri menguntungkan dan menurunkan pertumbuhan bakteri merugikan. Penurunan persentase bobot bursa fabricius disebabkan oleh menurunnya sel limfosit B, sesuai tugas bursa fabricius yaitu memproduksi dan mendewasakan sel limfosit B. Dengan pemberian prebiotik maka suplai limfosit dari bursa fabricius untuk membentuk antibodi dapat dikurangi. Turunnya bobot bursa fabricius ternyata menurunkan jumlah limfosit (Siegel, 1995). Bursa fabricius adalah organ limfoid primer yang berfungsi sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentukan antibodi, karena itu sel ini disebut sel B. Bursa fabricius juga mengandung sebuah pusat kecil sel T tepat di belakang lubang salurannya. Peningkatan persentase bobot bursa fabricius disebabkan oleh meningkatnya sel limfosit B, sesuai tugas bursa fabricius yaitu memproduksi dan mendewasakan sel limfoid B. Perlakuan kontrol nyata (P<0,05) menghasilkan persentase bobot bursa fabricius yang paling tinggi dibanding antibiotik 0,01% dan prebiotik 2,5%. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh banyak terpapar oleh antigen, sehingga kerja bursa fabricius untuk menghasilkan limfosit sebagai kekebalan tubuh lebih banyak. Perlakuan infeksi E.coli nyata (P<0,05) menghasilkan persentase bobot bursa fabricius lebih rendah dibandingkan ayam yang tidak diinfeksi E.coli. Ayam yang diinfeksi E.coli memiliki jumlah E.coli lebih tinggi dibanding dengan perlakuan ayam yang tidak diinfeksi E.coli. Tingginya jumlah E.coli yang terdapat dalam tubuh ayam broiler mengalami serangan lebih dahulu dari leukosit, yang ditunjukkan nilai leukosit lebih tinggi pada perlakuan yang diinfeksi E.coli. Leukosit berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh, leukosit mampu keluar dari pembuluh darah menuju jaringan untuk menghancurkan antigen. berperannya leukosit dalam perlawanan bakteri patogen maka suplai limfosit yang dibutuhkan untuk melawan adanya bakteri patogen menjadi berkurang. Persentase Bobot Timus Infeksi E.coli pada ayam tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bobot timus. Timus termasuk organ limfoid primer yang berfungsi mengatur produksi dan diferensiasi limfosit T. Besar timus dapat sangat bervariasi, ukuran relatif yang paling besar pada hewan yang baru lahir, sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu pubertas. Timus yang mengalami atrofi cepat merupakan indikator reaksi terhadap stres, sehingga hewan yang mati sesudah menderita sakit yang lama mungkin mempunyai timus yang sangat kecil (Tizard, 1988). Limfosit T, setelah pembentukannya di dalam sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelenjar timus. Disini limfosit T membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan membentuk keanekaragaman yang ekstrim untuk bereaksi melawan berbagai antigen yang lain. Hal ini terus berlangsung sampai terdapat macam-macam limfosit timus dengan reaktifitas spesifik untuk melawan jutaan antigen yang berbeda. Besarnya timus disebabkan oleh aktifitas yang berlebih ketika menghasilkan antibodi yang dibutuhkan oleh tubuh pada saat itu. Meningkatnya berat timus dapat disebabkan oleh meningkatnya produksi sel-T pada organ timus, namun demikian hal ini belum terlihat pada penelitian ini yang dilihat dari aktifitas seluler yaitu leukosit dan diferensiasinya. Persentase bobot timus pada ayam yang diberi pakan kontrol, prebiotik dan antibiotik tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata. Pemberian prebiotik berpengaruh terhadap sistem imun dengan meningkatnya pertumbuhan bakteri baik sehingga pertahanan tubuhnya lebih baik. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Bakteri Asam Laktat dan Jumlah E.coli Hasil analisis jumlah bakteri asam laktat dan jumlah E.coli dalam sekum ayam broiler minggu ke-2 dan ke-5 disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Data Jumlah Bakteri Asam Laktat Sekum Ayam Broiler Umur 2 dan 5 Minggu Peubah Faktor A Non E coli BAL minggu ke-2 (cfu/ml) Rata-rata CV Kontrol Prebiotik Antibiotik 4,37 x 108 6,17 x 108 5,20 x 108 5,24 x 108 2,42 8 8 8 8 3,03 E coli 5,87 x 10 Rata-rata 5,12 x 108 5,25 x 108 4,61 x 108 CV 3,62 2,07 2,67 3,26 x 108 4,03 x 108 5,42 x 108 4,24 x 108 1,16 3,78 x 10 8 2,13 x 10 8 22,5 x 10 8 8 3,00 Rata-rata 3,52 x 10 8 3,08 x 10 8 3,96 x 10 8 CV 4,64 Non E coli BAL minggu ke-5 (cfu/ml) Faktor B E coli 4,33 x 10 1,44 4,01 x 10 4,74 x 10 2,80 x 10 3,65 Keterangan : CV : coeficien variation. Jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan BAL pada minggu ke-2 maupun pada minggu ke-5. Jumlah BAL pada minggu kelima cenderung mengalami penurunan sebesar 1,89% walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan jumlah substrat dari prebiotik berkurang, akibatnya laju pertumbuhan BAL menurun atau terhambat. Dengan menurunnya jumlah BAL, maka jumlah E.coli. Bakteri asam laktat (BAL) merupakan suatu kelompok organisme yang secara fungsional terkait dengan kemampuan mereka untuk menghasilkan asam laktat selama metabolisme homofermentatif atau heterofermentatif (Klaenhammer et al., 2007). Sifat penting dari bakteri asam laktat adalah kemampuanya memfermentasi gula menjadi asam laktat, karena produksi asam cepat, maka pertumbuhan mikroba lain yang tidak diinginkan dapat terhambat (Fardiaz, 1992). Pemberian prebiotik 2,5% cenderung meningkatkan jumlah BAL pada minggu kedua 1,4% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Peningkatan jumlah BAL yang diharapkan tinggi tidak terjadi disebabkan dosis pemberian prebiotik dalam pakan masih kurang yaitu 2,5% yang diberikan dua kali sehari. Infeksi E.coli cenderung menurunkan jumlah BAL pada minggu kedua 1,28% dibandingkan dengan perlakuan yang tidak diinfeksi E.coli. Pemberian prebiotik 2,5% pada ayam yang diinfeksi E.coli cenderung meningkatkan jumlah BAL minggu kedua 1,53% dibandingkan pada perlakuan yang hanya diinfeksi E.coli saja. Hal ini menunjukkan bahwa prebiotik mampu mengkondisikan tumbuhnya bakteri baik sehingga meningkatkan jumlah BAL dalam saluran pencernaan. Adanya prebiotik tersebut dapat memberikan energi bagi BAL untuk meningkatkan pertumbuhannya. Meningkatnya jumlah BAL diketahui dapat menstimulasi mekanisme inang non-spesifik dan sejumlah tipe sel yang terlibat dalam respon imun spesifik. Konsumsi bahan prebiotik secara signifikan dapat memodulasi komposisi mikroflora kolon yang menyebabkan Bifidobacteria lebih dominan dan banyak ditemukan dalam feses (Gibson dan Robertfroid, 1995). Prebiotik menyediakan substrat untuk tumbuhnya BAL. Asam lemak dan substrat tersebut membuat lingkungan asam dalam usus besar yang cocok untuk pertumbuhan probiotik. Keadaan tersebut juga menyebabkan transduksi sinyal sistem imun dan pembentukan mukus sebagai mekanisme proteksi saluran cerna. Tabel 7. Data Jumlah Eschericia coli Sekum Ayam Broiler Umur 2 dan 5 Minggu Peubah Faktor A Non E coli E coli minggu ke-2 E coli minggu ke-5 Faktor B Kontrol Prebiotik Antibiotik 1,53 x 108 1,30 x 108 1,63 x 108 8 8 8 E coli 2,23 x 10 Rata-rata 1,88 x 108 1,65 x 108 1,92 x 108 CV 1,94 2,20 1,71 Non E coli 1,96 x 108 1,80 x 108 8 8 E coli 2,37 x 10 8 2,00 x 10 2,40 x 10 8 2,20 x 10 Rata-rata CV 1,49b x 108 a 8 1,60 2,14 x 10 1,44 1,88 x 108 1,88 x 108 1,95 8 8 1,32 2,20 x 10 2,32 x 10 8 Rata-rata 2,16 x 10 2,10 x 10 2,04 x 10 CV 4,00 1,44 1,69 Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). CV : coeficien variation. Jumlah Bakteri E.coli Pemberian prebiotik 2,5% dan antibiotik 0,01% dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah E.coli dalam sekum ayam broiler baik pada minggu ke-2 maupun minggu ke-5. Jumlah E.coli minggu ke-2 cenderung menurun sebesar 0,61% dibandingkan dengan minggu ke-5. Pemberian prebiotik 2,5% pada ayam broiler cenderung menurunkan jumlah E.coli pada minggu kedua 0,48% dibandingkan pada kontrol. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan prebiotik untuk menurunkan jumlah E.coli. Kemampuan prebiotik dengan terbentuknya asam lemak rantai pendek (SCFA) seperti asam laktat dan asam asetat sebagai hasil metabolit oleh BAL memiliki keuntungan. Produk akhir metabolisme BAL akan menurunkan pH usus, penurunan pH usus menyebabkan pertumbuhan bakteri E.coli terhambat. Asam laktat dan asam asetat yang merupakan asam organik tersebut dapat bersifat antimikroba sehingga pertumbuhan bakteri patogen terhambat. Menurunnya pertumbuhan E.coli menguntungkan bagi inangnya dan inangnya terlindungi dari bakteri patogen. Pemberian prebiotik 2,5% pada ayam broiler minggu kedua memiliki jumlah E.coli yang sama dengan pemberian antibiotik 0,01%. Hal ini disebabkan adanya pencemaran E.coli dari perlakuan yang diinfeksi E.coli pada saat pemeliharaan, dimana kandang setiap perlakuan berdampingan sehingga E.coli yang terdapat pada satu perlakuan tercemar dengan perlakuan lainnya. Jumlah E.coli meningkat kembali setelah pemberian prebiotik 2,5% dihentikan (umur 2-5 minggu). Hal ini karena jumlah BAL sudah menurun sehingga nutrien lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan E.coli. Infeksi E.coli pada minggu kedua nyata (P<0,05) meningkatkan jumlah E.coli dibandingkan dengan perlakuan yang tidak diinfeksi E.coli. Perubahan Jumlah E.coli tidak selalu diikuti dengan perubahan jumlah total mikroba. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai VFA dalam Sekum Ayam Broiler Data nilai VFA ayam broiler umur 5 minggu pada penelitian ini disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai VFA dalam Sekum Ayam Broiler umur 5 Minggu Peubah Faktor A Faktor B Kontrol Prebiotik Antibiotik Rata-rata CV Non E coli 60,50±36,4 58,31±11,2 50,71±18,4 57,04±17,3a 30,33 VFA E coli 46,40±2,2 29,12±8,8 24,79±10,6 34,97±4,7b 13,44 (µm) Rata-rata 53,45±24,33 43,72±18,4 37,75±19,6 CV 45,52 51,92 42,09 Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Nilai VFA VFA merupakan produk akhir dari kecernaan selulosa dan hemiselulosa oleh bakteri. Rataan nilai VFA nyata lebih tinggi pada perlakuan ayam yang tidak diinfeksi E.coli dibandingkan dengan nilai VFA ayam yang diinfeksi E.coli. Tingginya nilai VFA menunjukkan adanya kemampuan fermentasi serat dilakukan oleh bakteri pencerna serat yang akan menghasilkan kondisi asam dari produk VFA sehingga menguntungkan bagi inangnya. Rendahnya konsentrasi VFA menunjukkan kerentanan kondisi tubuh ayam yang disebabkan oleh banyaknya bakteri patogen terdapat dalam tubuh. Menurut Kubena et al. (2001) VFA berguna sebagai indikator pertumbuhan bakteri anaerob. Anak ayam baru menetas lebih rentan terhadap serangan Salmonella dari pada ayam yang lebih tua yang telah mengembangkan perlawanan sebagai mikroflora asli menjadi mapan. Hal ini menunjukan kerentanan sekum terhadap Salmonella, disebabkan kurangnya konsentrasi volatile fatty acid (VFA) pada sekum untuk mencegah kolonisasi patogen (Barnes et al., 1979). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian prebiotik 2,5% yang dibuat dari tongkol jagung tidak mengganggu status fisiologis ayam broiler yang dicerminkan oleh gambaran darah yang normal; menurunkan persentase bobot bursa fabricius; tidak efektif meningkatkan bakteri asam laktat dan menurunkan E.coli. Tidak terdapat interaksi antara perlakuan pemberian prebiotik dan infeksi E.coli terhadap semua peubah yang diukur. Saran Perlu dilakukan penempatan kandang terpisah antara ayam yang diinfeksi E.coli dengan ayam yang tidak diinfeksi E.coli supaya tidak terjadi pencemaran. Perlu dilakukan analisis kandungan prebiotik dengan metode HPLC. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar kesarjanaan dari program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sumiati, M.Sc selaku dosen pembimbing utama dan Ir. Kukuh Budi Satoto, MS selaku dosen pembimbing anggota atas bimbingan, arahan, saran, teladan serta nasehat yang diberikan kepada penulis. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Komang G Wiryawan atas dana penelitian, bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama penelitian. Terima kasih kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS sebagai dosen penguji seminar. Dr Ir. Jajat Jachja Fahmi Arief, M.Agr, Dr. Jakaria, S.Pt, M.Si dan Nurohmah komalasari, S.pt, M.Si sebagai dosen penguji sidang yang telah menyediakan waktu untuk memberikan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Ibu Kenny Laoze, Bapak Dudin Badrudin, S.H sebagai orangtua yang telah membantu dalam berbagai hal atas motivasi, doa yang tiada henti maupun kasih sayangnya yang tulus, kakak tercinta Hadi Anwari, S.E dan Mila Kamilah, S.H yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan kasih sayangnya, adik tercinta Niken Maudina atas keceriaannya yang selalu memicu semangat dan motivasi. Terimakasih kepada seorang spesial Aditya Gilar Rangga Kusumah yang selama ini selalu memberikan semangat, motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih kepada rekan-rekan satu penelitian Nuraini, Krisna atas kebersamaan dan kerjasamanya selama penelitian, Terimakasih kepada bu Dewi, bu Lanjarsih, pak Jaka, pak Ugan atas bantuannya dalam menyelesaikan penelitian ini. Teman-teman intp 43 Efi, Picil, Sri, Indra, Firki, Bayang dan teman-teman semua yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu. Sahabat tercinta’wisma SA’. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada umumnya. Bogor, Agustus 2010 Penulis DAFTAR PUSTAKA Aksit, M., S. Yalcin.¸ S. Ozkan., K. Metin, & D. Ozdemir. 2006. Effects of temperature during rearing and crating on stress parameters and meat quality of broilers. J. Poult. Sci. 85:1867–1874. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ketiga. Lembaga Gunungbudi. Bogor. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. Assoc. Off. Anal. Chem., Washington. BPS (Badan Pusat Statistik). 2010. Buku Saku Statistik. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bell, D. D & Weaver, W. D. 2002. Chicken Meat & Egg Production. Edisi ke-5. Springer science+Business Media, inc. USA. Barnes, E. M., C. S. Impey, & B. J. H. Stevens, 1979. Factors affecting the incidence and anti-Salmonella activity of the anaerobic cecal flora of the chick. J. Hyg. 82:263–283. Carpediem. 2009. Eritrosit. http://carpediem-gladtobealive. blogspot.com/2009/10/ eritrosit. html. [14 Juni 2010]. Cheeke, PR. 2003. Contemporary Issues in Animal Agriculture. 3rd Prentice hall. United States of America. Crawford L & Franco D. A. 1994. Animal Drug and Human Health. Technomic Publishing Co, Inc. United States of America. Dellman, H. D. & Brown, E. M. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Edisi Ke-3. Terjemahan: R.Hartono. Indonesia University Press, Jakarta. Ditjennak. 2009. Populasi ayam broiler. http://ditjennak.go.id/bank% 5CTabel_4_11. pdf [14 Juni 2010]. Donalson M. L., W. K. Kim, V. I. Chalova., P. Herrera., J. L. McReynolds., V. G. Gotcheva., D. Vidanovic., C. L. Woodward., L. F. Kubena., D. J. Nisbet., & S. C. RickeIn Vitro. 2008. Fermentation response of laying hen cecal bacteria to combinations of fructooligosaccharide prebiotics with alfalfa or a layer ration. J. Poult. Sci. 87:1263–1275. Fakhrizal, 2009. Sel darah putih. http://tfakhrizalspd.wordpress.com/2009. [14 Juni 2010]. Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Frandson, R..D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi 4. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Fuller, R. 1992. Probiotics The Scientific Basis. Chapman dan Hall. London. Ganong, W.F. 1995 Buku Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke -14. Terjemahan: Petrus Andrianto. EGC, Jakarta. Ganong, W.F. 1995 Buku Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke-20. Terjemahan: Widjajakusumah D, Editor. EGC, Jakarta. Terjemahan dari : Review of Medical Physiology. General Procedure Laboratory.1966. Report of Dairy Science. University of Wisconsin, Madison. Gibson, G.R. & M.B. Roberfroid. 1995. Dietary modulation of the human colonic microbiota:introducing the concept prebiotics. J. Nutr. 125:1401-1412. Gibson, G. R. & R, Fuller. 2000. Aspects of in vitro and in vivo research approaches directed toward identifying probiotics and prebiotics for human use. J. Nutr. 130: 391S–395S. Guyton AC. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Bagian 1. Terjemahan. Ken Ariata Tengadi. EGC. Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Terjemahan: Irawati Setiawan. EGC. Jakarta. Hartono. 1992. Histologi Veteriner Organologi. Jilid 2. Laboraturium Histologi Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor. Hileman, B & E. N. Washington. 1999. Debate Over Health Hazard of Putting Antibiotics in Animal Feed Heats Up in the USA. Chemical and Engineering News, Washington. Ibekwe, V., M. Khela, D. Evans, G. Parsons, A. Basit. 2005. Gastrointestinal pH profile in healthy subjects measured using a novel radiotelemetry capsule. http://www.aapsj.org/abstracts/AM_2005/AAPS2005-002260.pdf. [12 Agustus 2010] Irawadi, TT. 1999. Kajian hidrolisis enzimatik limbah lignoselulosa dari industri pertanian. TEK. Ind. Pert. 3 : 20-25. Klaenhammer T. R., M. A. Azcarate-Peril, E. Altermann, & R. Barrangou. 2007. Influence of the dairy environment on gene expression and substrate utilization in lactic acid bacteria J. Nutr. 137: 748S–750S. Kubena. L. F., J. A. Byrd., C. R. Young, & D. E. Corrier. 2001. Effects of tannic acid on cecal volatile fatty acids and susceptibility to Salmonella typhimurium colonization in broiler chicks. J. Poult. Sci. 80:1293–1298. Leeson, S & Summers, J. D. 2000. Broiler Breeder Production. Ontario, Canada. Leeson, S & Summers, J. D. 2001. Nutrition of The Chickens. 4rd Ontario, Canada. Leeson, S & Summers, J. D. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Ontario, Canada. McCutcheon, J & D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact Sheet Ohio State University Extension. US. ANR10-02. dalam Limbah Tanaman Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Mitsuoka, T. 1990. A Profile of Intestinal Bacteria. Yakult Honsha Co., Ltd. Tokyo. Pond, W. G., D. C. Church, & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Ed. John Wiley and Sons. New York. Poultry Indonesia. 2007. Standar performa http://www.poultryindonesia.com [9 juni 2010]. mingguan broiler. Richana N. & Suarni. 2004 Teknologi pengolahan jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Bogor. http://www.balitsereal.litbang.deptan.go.id. [06 April 2010]. Salminen S., Roberfroid M., Ramos P., Fonden R. 1998. Prebiotic Substrates and Lactic Acid Bacteria. Didalam : Salminen S, right A. Lactic Acid Bacteria Microbiological and Funtional Aspect. Ed ke-2, Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc : New York. hlmn 343-358. Sastradipradja, D., S. H. S. Shikar., R. Wijajakusuma, T. Ungerer., A. Maad., H. Nasution., R. Suriawinata, & R. Hamzah. 1989. Penuntun praktikum fisiologi veteriner. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Perguruan Tinggi. PAU. Ilmu Hayat. Bogor. IPB. Setiawan, H. 2010. Bio-Activator, Activator Kehidupan Lingkungan dan Pupuk Organik. http://bio-activator.blogspot.com/ [14 Juni 2010]. Siegel, H.S. 1995. Stress, strain, and resistence. Brit. Poult. Sci 36: 3-22. Smith, J, B & S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia, Jakarta. Steel, R. G. & J. H. Torrie. 1997. Principle and Producers of Statistic a Biometrical Approach, 3rded. McGraw-Hill, Inc, Singapore. Swenson, M. J. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animals. 10th Edition. Publishing Assocattes a Division of Cornell University, Ithaca and London. Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya-volume 1. Kanisius: Yogyakarta. Tizard, I. R. 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi Ke -2. Terjemahan: M. Partodiredjo. Airlangga University Press, Surabaya. Tizard, 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Terjemahan: M. Partodiredjo. Airlangga University Press, Surabaya. Ulf. N., M. Nyman., S. Ahrne., E. O. Sullivan, & G. Fitzgerald. 2006. Bifidobacterium lactis Bb-12 and lactobacillus salivarius UCC500 modify carboxylic acid formation in the hindgut of rats given pectin, inulin, and lactitol. J. Nutr. 136: 2175–2180. Vazquez MJ, Alonso JL, Dominguez H, Parajo JC. 2001. Xilooligosaccharides: manufacture and applications. Trends Food Sci Tec 11:387-393. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Ragam Jumlah Eritrosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk db KT Fhit P FaktorA 0,761 1 0,761 5,864 0,032 FaktorB 0,200 2 1,00 0,771 0,484 faktorA * FaktorB 0,137 2 0,069 0,529 0,602 Error 1,556 12 0,130 Total 106,142 18 Corrected Total 2,654 17 Lampiran 2. Uji Kontras Ortogonal Eritrosit Faktor A Non E.coli VS E.coli Non E.coli E.coli 19,74 23,46 -1 1 C Q JK 3,72 2 0,761 Lampiran 3. Analisis Ragam Uji Kontras Ortogonal Faktor A Jk db Kt F hit F tab Perlakuan 1,1098 5 0,22 1,69 3,11 Non E.coli VS E.coli 0,761 1 0,761 5,85 4,74* Galat 1,543 12 0,13 Lampiran 4. Analisis Ragam Hemoglobin Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk db Kt Fhit P FaktorA 0,002 1 0,002 0,001 0,978 FaktorB 11,459 2 5,730 2,296 0,143 FaktorA * FaktorB 11,341 2 5,670 2,272 0,146 Error 29,946 12 2,495 Total 1347,305 18 Lampiran 5. Analisis Ragam Nilai Hematokrit Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk FaktorA db Kt Fhit P 11,883 1 11,883 0,911 0,359 FaktorB 46,929 2 23,464 1,798 0,207 FaktorA * FaktorB 19,234 2 9,617 0,737 0,499 Error 156,573 12 13,048 Total 13566,703 18 Corrected Total 234,619 17 Lampiran 6. Analisis Ragam Jumlah Leukosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk db KT Fhit P Faktor B 125,524 2 62,762 2,986 0,089 Faktor A 194,702 1 194,702 9,263 0,010 Faktor B* Faktor A 114,111 2 57,056 2,714 0,107 Error 252,240 12 21,020 Total 4688,720 18 Corrected Total 686,578 17 Lampiran 7. Uji Kontras Ortogonal Leukosit Faktor A Non E.coli vs E.coli Non E.coli E.coli 104,6 163,8 -1 1 C Q Jk 59,2 2 194,702 Lampiran 8. Analisis Ragam Uji Kontras Ortogonal Faktor A Jk db KT F hit F tab Perlakuan 434,338 5 86,87 4,14 3,11 Non E.coli vs E.coli 194,702 1 9,27 8,97 4,74 Galat 252 12 21 Lampiran 9. Analisis Ragam Persentase Heterofil Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk db Rata-rata Fhit P FaktorA 9,389 1 9,389 0,065 0,803 FaktorB 881,333 2 440,667 3,040 0,085 faktorA * FaktorB 440,444 2 220,222 1,519 0,258 Error 1739,333 12 144,944 Total 48371,000 18 Corrected Total 3070,500 17 Lampiran 10. Analisis Ragam Persentase Limfosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk FaktorA db KT Fhit P 32,000 1 32,000 0,162 0,694 FaktorB 1129,333 2 564,667 2,862 0,096 faktorA * FaktorB 761,333 2 380,667 1,930 0,188 Error 2367,333 12 197,278 Total 37572,000 18 Corrected Total 4290,000 17 Lampiran 11. Analisis Ragam Persentase Monosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Faktor A Jk 1,389 db 1 KT 1,389 Fhit 0,132 P 0,723 Faktor B 16,333 2 8,167 0,774 0,483 Faktor A*Faktor B 12,111 2 6,056 0,574 0,578 Error 126,667 12 10,556 Total 421,000 18 Corrected Total 156,500 17 Lampiran 12, Analisis Ragam Persentase Eosinofil Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk db KT Fhit P FaktorA 14,222 1 14,222 2,327 0,153 FaktorB 4,333 2 2,167 0,355 0,709 FaktorA * FaktorB 12,111 2 6,056 0,991 0,400 Error 73,333 12 6,111 Total 266,00 18 Corrected Total 104,000 17 Lampiran 13. Analisis Ragam Persentase Heterofil /Limfosit Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk db KT Fhit P FaktorA 0,068 1 0,068 0,085 0,776 FaktorB 3,164 2 1,582 1,953 0,184 FaktorA * FaktorB 1,659 2 0,829 1,024 0,388 Error 9,718 12 0,810 Total 53,182 18 Corrected Total 14,608 17 Lampiran 13. Analisis Ragam Persentase Bobot Bursa Fabricius Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk db KT Fhit P FaktorA 0,059 1 0,059 14,317 0,003 FaktorB 0,041 2 0,020 4,961 0,027 FaktorA * FaktorB 0,027 2 0,013 3,260 0,074 Error 0,049 12 0,004 Total 3,884 18 Corrected Total 0,176 17 Lampiran 14. Uji Lanjut Kontras Ortogonal Bursa Fabricius K A P C Q Jk 3,07 2,73 2,37 K vs PA 2 -1 -1 1,04 6 0,0200 K vs A 0 -1 1 0,36 2 0,0216 Lampiran 15. Analisis Ragam uji kontras ortogonal Bursa Fabricius Fabricius tanpa diinfeksi E.coli Db Jk Kt F hit F tab Perlakuan 2 0,127 0,064 12,03 5,143 KA vs P 1 0,02 0,02 4,905 4,747 * K vs A 1 0,02 0,022 5,29 4,747 * Galat 12 0,049 0,004 Total 17 0,176 0,0104 Lampiran 18. Uji Lanjut Kontras Ortogonal Bursa Fabricius kontrol Non E.coli E.coli Non vs E,coli 4,6 3,57 1 -1 Lampiran 19. Analisis Ragam kontrol C 1,03 Q Jk 2 0,0589 uji kontras ortogonal Bursa Fabricius Fabricius Db Jk Kt Perlakuan 1 0,127 Non E.coli vs E.coli 1 0,059 0,13 Galat 12 0,049 0,0041 Total 17 0,176 0,0635 F hit F tab 12,0316 10,924 14,45 4,747 * Lampiran 20. Analisis Ragam Analisis Ragam Persentase Timus Ayam Broiler Umur 5 Minggu Sumber Keragaman Jk FaktorA 0,004 db 1 KT 0,004 Fhit 0,649 P 0,436 FaktorB 0,018 2 0,009 1,634 0,236 Faktor A * FaktorB 0,008 2 0,004 0,681 0,525 Error 0,066 12 0,006 Total 2,815 18 Corrected Total 0,095 17 Lampiran 21. Analisis Ragam Jumlah E.coli Ayam Broiler pada minggu ke -3 Sumber Keragaman Jk FaktorA 0,144 db KT Fhit P 1 0,144 7,147 0,020 FaktorB 0,009 2 0,005 0,223 0,803 FaktorA * FaktorB 0,000 2 0,000 0,10 0,990 Error 0,242 12 0,020 Total 1219,028 18 Corrected Total 0,395 17 Lampiran 22. Uji Lanjut Kontras Ortogonal Jumlah E.coli minggu ke-3 Non E.coli VS E.coli Non E.coli E.coli 73,248 74,858 -1 1 C Q JK 1,61 2 0,144 Lampiran 23. Analisis Ragam Uji Kontras Ortogonal Faktor A Jk db Kt F hit F tab Perlakuan 0,153 5 0,031 1,523 3,11 Non E.coli VS E.coli 0,144 1 0,144 7,14 4,74* Galat 0,242 12 0,02 Lampiran 24. Analisis Ragam Jumlah E.coli Ayam Broiler pada minggu ke -5 Sumber Keragaman Faktor A Jk 0,088 db 1 KT 0,088 Fhit 1,713 P 0,215 Faktor B 0,017 2 0,009 0,170 0,846 Faktor A * Faktor B 0,006 2 0,003 0,061 0,941 Error 0,614 12 0,051 Total 1234,731 18 Corrected Total 0,725 17 Lampiran 25. Analisis Ragam Jumlah BAL Ayam Broiler pada minggu ke -5 Sumber Keragaman Jk db KT Fhit P Faktor A 0,355 1 0,355 4,500 0,055 Faktor B 0,045 2 0,023 0,285 0,757 Faktor A * Faktor B 0,056 2 0,028 0,356 0,708 Error 0,947 12 0,079 Total 1290,640 18 Corrected Total 1,403 17 Lampiran 26. Analisis Ragam Jumlah BAL Ayam Broiler pada minggu ke -3 Sumber Keragaman Jk db KT Fhit P Faktor A 0,048 1 0,048 0,664 0,431 Faktor B 0,040 2 0,020 0,279 0,762 Faktor A* Faktor B 0,001 2 0,000 0,005 0,995 Error 0,859 12 0,072 Total 1339,650 18 Corrected Total 0,947 17 Lampiran 27. Analisis Ragam Nilai VFA Ayam Broiler pada Periode Finisher Sumber Keragaman Jk db KT Fhit P FaktorA 2395,704 1 2395,704 7,231 0,020 FaktorB 753,319 2 376,659 1,137 0,353 FaktorA * FaktorB 189,175 2 94,587 0,286 0,757 Error 3975,587 12 331,299 Total 43717,000 18 Corrected Total 7313,785 17 Lampiran 28. Uji Kontras Ortogonal VFA E.coli vs Non E.coli E.coli Non E.coli 104,6 163,8 -1 1 C Q Jk 59,2 2 194,702 Lampiran 29. Analisis Ragam Uji Kontras Ortogonal Jk db Kt F hit F tab Perlakuan 434,338 5 86,87 4,14 3,11 E.coli vs Non E.coli 194,702 1 9,27 8,97 4,74 Galat 252 12 21 Lampiran 30. Komposisi Nutrien Ransum (%BK) Protein kasar (%) R1 22,91 Jenis ransum R2 R3 21,25 22,01 Serat kasar (%) 6,01 5,41 6,06 4,73 Lemak kasar (%) 4,12 8,58 3,40 8,78 Abu (%) 8,31 8,36 8,18 8,54 Beta-N (%) 58,65 56,40 60,35 56,74 Energi (Kkal/kg)* 3051 3051 3051 3100 Kandungan nutrien R4 21,21 Keterangan: Hasil Analisa Laboratorium Biologi Hewan PAU (2010); * perhitungan energi metabolis berdasarkan Leeson dan Summer (2005); R1: ransum starter; R2 : ransum starter + 2,5% prebiotik; R3 :ransum starter + 0,01% antibiotik; R4 : ransum finisher Lampiran 31. jumlah Bakteri Asam Laktat minggu ke-2 dan ke-5 Faktor B Peubah Faktor A Kontrol Prebiotik Antibiotik Rata-rata -------------------log cfu/ml------------------BAL minggu ke-2 BAL minggu ke-5 Non E.coli 8,63±0,12 8,73±0,27 8,66±0,28 8,68±0,21 E.coli 8,51±0,47 8,64±0,02 8,57±0,21 8,57±0,26 Rata-rata 8,56±0,31 8,68±0,18 8,62±0,23 Non E.coli 8,47±0,22 8,6±0,05 8,73±0,03 8,60±0,10 E.coli 8,33±0,55 8,33±0,06 8,31±0,33 8,33±0,25 Rata-rata 8,40±0,39 8,31±0,12 8,5±0,31 Lampiran 32. Jumlah E.coli minggu ke-2 dan ke-5 Peubah Faktor A E. coli minggu ke-2 (log cfu/ml) E. coli minggu ke-5 (log cfu/ml) Faktor B Rata-rata Kontrol Prebiotik Antibiotik Non.E coli 8,16±0,19 8,11±0,03 8,15±0,17 8,13±0,13b E.coli 8,33±0,14 8,28±0,17 8,34±0,07 8,32±0,12a Rata-rata 8,24±0,16 8,2±0,18 8,20±0,14 Non.E coli 8,14±0,42 8,24±0,12 8,24±0,202 8,21±0,16 E.coli 8,33±0,25 8,38±0,07 8,34±0,04 8,35±0,11 Rata-rata 8,23±0,33 8,31±0,12 8,29±0,14