BAB I PENDAHULUAN Petugas di bidang pelayanan kesehatan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Petugas di bidang pelayanan kesehatan umum maupun gigi merupakan
kelompok yang beresiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang
lingkup kerjanya yang setiap kali berhubungan bahkan berkontak langsung
dengan lesi penderita. Dalam menjalankan profesinya, dokter gigi tidak terlepas
dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung
dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah pasien. Penularan yang mungkin
terjadi di ruang praktik dokter gigi tidak hanya antar sesama penderita, dokter gigi
mungkin tanpa disadarinya suatu saat mendapatkan penularan dari penderita
pembawa penyakit menular dan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip dasar
pengendalian infeksi akan menularkannya kepada penderita yang lain di ruang
praktik. Dokter gigi mempunyai resiko tinggi untuk tertular penyakit ketika
melakukan perawatan pasien. Salah satu dari penyakit menular itu adalah hepatitis.
Menurut WHO sekitar 2 miliar penduduk dunia pernah terinfeksi virus
hepatitis B dan lebih dari 350 juta orang menderita hepatitis B kronik, yang
mengakibatkan tingginya peluang terkena sirosis (pengerasan organ hati),
kegagalan hati, dan kanker hati.1 Diperkirakan 600 ribu orang meninggal setiap
tahunnya karena akibat hepatitis B akut dan kronis.2 Sementara hepatitis C telah
menyerang sekitar 130 - 170 juta orang di dunia dan menyebabkan lebih dari 350
ribu kematian.1
Indonesia menempati peringkat ketiga dunia setelah China dan India untuk
jumlah penderita hepatitis. Berdasarkan peta sebaran hepatitis B yang dibuat
WHO, Indonesia termasuk negara dengan tingkat infeksi sedang sampai tinggi.
Tingkat infeksi hepatitis B dinyatakan rendah jika hanya diidap kurang dari 2
persen penduduk. Sedang antara 2-8 persen dan jika lebih dari 8 persen, artinya
sebaran virus hepatitis B di suatu tempat termasuk tinggi. "Di Indonesia, untuk
daerah di pulau Jawa yang terinfeksi hepatitis B di bawah 8 persen. Namun untuk
luar Jawa mencapai lebih dari 8 persen.3
1
Pekerjaan Dokter Gigi yang Terinfeksi Hepatitis B ditinjau dari Sudut Pandang Etika
Dewi Kartika Patra
Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, 2016, 021-5672731 Ext. 1607
Di Indonesia diperkirakan 13 juta orang menderita hepatitis B dan 7 juta
orang menderita hepatitis C. Dari jumlah itu, sekitar 50% berpotensi menjadi
penyakit hepatitis kronis, bila tidak diobati secara baik maka 10% diantaranya
dapat menjadi sirosis hati sebagai cikal bakal kanker hati.1
Pada tahun 2007 Kementerian Kesehatan melakukan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas). Dalam survei ini telah dikumpulkan dan diperiksa sampel darah dari
30.000 rumah tangga di 294 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Hasil
pemeriksaan biomedis menunjukkan prevalensi HBsAg sebesar 9.7% pada pria
dan 9.3% pada wanita, dengan angka tertinggi pada kelompok usia 45-49 tahun
sebesar 11.9%. Sementara itu, prevalensi penduduk yang pernah terinfeksi virus
hepatitis B ditunjukkan dengan angka anti-HBc sebesar 34%, dan cenderung
meningkat dengan bertambahnya usia. Ini berarti penularan horizontal memegang
peran yang penting dalam penyebaran hepatitis B. Untuk hepatitis C, ditunjukkan
dengan angka anti-HCV positif sebesar 0.8%, dengan angka tertinggi pada
kelompok usia 55-59 tahun yaitu sebesar 2,12%. Hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi hepatitis B sebesar 9,4% atau sekitar 1
diantara 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi hepatitis B.4
Terdapat kasus terjadinya penularan infeksi hepatitis dari dokter gigi ke
pasien menyebabkan tenaga medis khususnya dokter gigi harus memperhatikan
keselamatan diri dan pasien dengan cara menerapkan proteksi diri sebagai upaya
untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Di Amerika dilaporkan terjadinya
penularan hepatitis B dari praktik seorang dokter gigi kepada pasiennya.3 Berbagai
survei dan penelitian menunjukkan bahwa 20% kejadian hepatitis B berkembang
setelah terjadinya luka akibat tusukan jarum dari pasien hepatitis B, dibandingkan
dengan perkiraan 0,4% pajanan terhadap HIV.1
Kewaspadaan standar yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan
oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan
didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan.4
Tindakan asepsis dan langkah-langkah pencegahan di lingkungan kerja dapat
membatasi penyebaran mikroorganisme patogen penyebab penyakit. Tujuannya
2
Pekerjaan Dokter Gigi yang Terinfeksi Hepatitis B ditinjau dari Sudut Pandang Etika
Dewi Kartika Patra
Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, 2016, 021-5672731 Ext. 1607
adalah untuk melindungi pasien dan petugas kesehatan gigi dari berbagai penyakit
menular yang mungkin ditemukan di praktik. Dokter gigi biasanya tidak dapat
mengetahui status kesehatan umum pasiennya secara pasti, sehingga setiap pasien
harus selalu dianggap sebagai pembawa penyakit. Hal tersebut bertujuan agar
dokter gigi selalu waspada untuk melindungi diri sendiri dan pasien dari infeksi
penyakit.
Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah etis bagi dokter gigi
yang terinfeksi hepatitis B untuk berpraktik dan bagaimana sikap etis dokter gigi
yang terinfeksi hepatitis B dalam melaksanakan pekerjaannya. Skripsi ini
mempunyai tujuan untuk memberi pengetahuan dokter gigi mengenai etika dokter
gigi yang terinfeksi hepatitis B dalam berpraktik, bahaya dan cara penularan
hepatitis B di praktik. Manfaat penulisan skripsi ini yaitu dengan membaca skripsi
ini diharapkan para calon dokter gigi atau dokter gigi baik yang terinfeksi
hepatitis maupun tidak, dapat menangani pasien dengan baik dan benar, serta
melakukan pencegahan penyakit hepatitis B.
3
Pekerjaan Dokter Gigi yang Terinfeksi Hepatitis B ditinjau dari Sudut Pandang Etika
Dewi Kartika Patra
Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, 2016, 021-5672731 Ext. 1607
Download