1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daya tahan (enduranc) merupakan unsur komponen biomotorik yang paling penting dalam cabang olahraga khususnya cabang olahraga yang energi pedomonannya adalah aerobik. Daya tahan dalam olahraga dikenal dengan daya tahan otot dan daya tahan kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi atau daya tahan jantung dan paru adalah kemampuan jantung (sistem peredaran darah) dan paru (pernapasan) untuk berfungsi secara optimal saat melakukan aktivitas seharihari dalam waktu cukup lama tanpa mengalami kelelahan berarti. Daya tahan ini sangat penting untuk menunjang kerja otot, yaitu dengan mengambil oksigen melalui pernapasan dan mengirimnya ke otot-otot yang sedang aktif atau berkonsentrasi melalui peredaran darah. Sedangkan daya tahan otot merupakan kapasitas otot untuk melakukan kontraksi secara terus menerus pada tingkat intensitas sub maksimal. Tujuan latihan daya tahan adalah meningkatkan kemampuan daya tahan aerobik dan daya tahan otot. Artinya, seorang atlet di pacu untuk berlari dan bergerak dalam waktu lama dan tidak mengalami kelelahan yang berarti. Kemampuan daya tahan dan stamina dapat di kembangkan melalui kegiatan lari dan gerakan-gerakan lain yang memiliki nilai aerobik. Organ tubuh yang memiliki peranan penting salah satunya adalah jantung yang terletak pada rongga dada dengan posisi 1/3 berada disebelah kanan dan 2/3 1 2 berada disebelah kiri, baik tidaknya suatu daya tahan seseorang pertama-tama akan selalu dilihat dari jantung, paru dan lainnya. Bahkan kondisi jantung tersebut biasanya dijadikan sebagai tolak ukur akan keadaan kondisi fisik seseorang. Oleh karena itu organ jantung, fungsi dan hal-hal yang dapat mempengaruhinya akan selalu dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Begitu juga halnya dengan kegiatan aktivitas olah raga, akan banyak mempengaruhi terhadap struktur jantung dan fungsi jantung itu sendiri. Williams dkk dalam Indrayana (2012:4) Jantung pada dasarnya berfungsi sebagai pompa, curah jantung (Cardiacout put), redistri busi darah. Jantung sebagai pompa adalah memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan sel dan jaringan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup sel (homeostatis). Juga dikenal adanya hukum straling (hukum renggangan) isi vertikelnya, yaitu jumlah dara yang masuk dengan yang dipompa keluar adalah sama. Makin besar kontraksinya, makin besar jumlah darah yang masuk. Hal ini bisa juga disebut sebagai hukum “pre load” Daya tahan umum “dikembangkan dengan latihan intensitas tinggi dan waktu latihan lama yang melibatkan jantung, pembuluh darah, dan paru-paru. Dalam hal ini latihan memberi tekanan pada jantung, peredaran darah, dan pernafasan”. ketahanan Cardisvaskeler mengacu kepada kemampuan melakukan kegiatan berintensitas sedang keseluruh tubuh dan sebagian besar otot untuk periode waktu yang paling panjang. Menurut Sajoto dalam Indrayana (2012:5) Daya Tahan umum atau cardiorespiratory endurance adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, pernafasan dan peredaran darahnya, secara 3 efektif dalam menjalankan kerja terus menerus yang melibatkan kontraksi sejumlah otot-otot besar, dengan intensitas tinggi dengan waktu yang cukup lama. Daya tahan Cardiovaskuler-respiratory atau daya tahan jantung paru Menurut Harsini dalam Indrayana (2012:5) adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja untuk waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan perkerjaan tersebut. Oleh karena batasan daya tahan adalah seperti yang diuraikan di atas, yakni kemampuan untuk bekerja atau berlatih dalam waktu yang lama. Maka latihan untuk mengembangkan komponen daya tahan haruslah sesuai dengan batasan batasan tersebut, yaitu bahwa latihan-latihan yang dipilih haruslah berlangsung lama, misalnya lari jarak jauh, renang jarak jauh, cross country atau lari lintas alam, fartlek, interval training, atau bentuk latihan apapun yang memaksa tubuh kita untuk bekerja untuk waktu yang lama. Dari kutipan diatas dapat diambil suatu gambaran bahwa banyak bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan Cardiovaskuler, dan perinsipnya adalah latihan-latihan yang dipilih haruslah dapat berlangsung lama. Komponen biomotorik daya tahan pada umumnya di gunakan sebagai salah satu tolok ukur untuk mengetahui tingkat kebugaran jasmani (physical fitness) olahragawan. Kebugaran jasmani adalah suatu keadaaan kemampuan peralatan tubuh yang dapat memelihara keseimbangan tersedianya energy sebelum, selama, dan sesudah aktivitas kerja berlangsung. Hubungan antara ketahanan dan kinerja (penampilan) fisik olahragawan di antaranya adalah: 1) Kemampuan untuk melakukan aktivitas kerja secara terus menerus dengan 4 intensitas yang tinggi dan dalam jangka waktu lama. 2) Kemampuan untuk memperpendek waktu pemulihan (recovery), terutama pada cabang olahraga pertandingan dan permainan. 3) Kemampuan untuk menerima beban latihan yang lebih berat, lebih lama, dan bervariasi. Dengan demikian olahragawan yang memiliki ketahanan baik akan mendapatkan keuntungan selama bertanding. Diantaranya, Mampu menentukan irama dan pola permainan, memelihara atau mengubah irama dan pola permainan sesuai yang di inginkan, dan berjuang secara ulet dan tidak mudah menyerah selama bertanding. Untuk mempertahankan atau meningkatkan daya tahan kardiorespirasi maupun daya tahan otot banyak metode dan model latihan yang dapat digunakan. Fox (1993) berpendapat bahwa untuk mengembangkan daya tahan aerobic dapat digunakan beberapa metode antara lain Continous traning, Interval training dan Circuit Training. Keefektifan suatu model latihan akan sangat tergantung dari ketepatan volume, intensitas dan densitas latihan yang di berikan, selain itu tempat dan kondisi di mana latihan itu akan di terapkan akan sangat mempengaruhi hasil latihan. Penelitian ini akan menggunakan objek pada siswa sekolah menengah atas (SMA) di Kendari. Fenomena yang terjadi di SMA Negeri 10 Kendari saat ini begitu banyak kegiatan pembelajaran tambahan maupun kegiatan ekskul lainya yang menuntut para siswa untuk dapat aktif dalam kegiatan tersebut, sehingga kebanyakan dari mereka sering mengabaikan aktivitas jasmani yang dapat 5 menghambat laju perkembangan, pertumbuhan serta akibatkan oleh kurangnya pasokan oksigen dalam kecerdasan yang di darah yang di hantarkan keseluruh tubuh, hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat perubahan-perubahan fisiologis pada anak yang kurang gerak (non aktif) khususnya pada sistem cardiorespiratory dan sistem cardiovaskuler. Akibat dari kurangnya kegiatan fisik yang di lakukan maka akan mengakibatkan perubahan dalam sistem pernapasan terutama pada dinding dada agak kaku, ruang intervertebra lebih sempit, kekuatan otot pernapasan mengalami penurunan dan daya rekoil elastik dari jaringan paru mengalami penurunan. Dengan adanya perubahan dalam sistem pernapasan, maka akan mengganggu kelancaran pertukaran gas, menurunkan area permukaan paru, menurunkan volume darah kapiler paru, meningkatkan ventilasi ruang rugi, dan menurunkan di stensibilitas pembuluh darah arteri paru. Membran alveoli-kapiler mengalami penebalan sehingga pertukaran gas berkurang (Wilmore ,1986). Sehubungan dengan hal itu maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh latihan sirkuit terhadap kemampuan daya tahan jatung paru, pada siswa putera SMA Negeri 10 Kendari”. Sebagai objek penelitian. B. Rumusan Masalah. Berdasarkan uraian yang dikemukakan dari latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah latihan sirkuit dapat meningkatkan daya tahan jantung paru pada siswa putera SMA Negeri 10 Kendari? 6 C. Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Circuit training terhadap daya tahan jantung paru pada siswa putera SMA Negeri 10 Kendari. D. Manfaat Penelitian. 1. Manfaat Praktis: a. Bagi siswa, Circuit training dapat dijadikan salah satu alternatif latihan untuk meningkatkan daya tahan jantung paru. b. Bagi Pelatih, guru penjas latihan Circuit Training dapat di jadikan sebagai alternatif latihan dalam mengembangkan kemampuan jantung paru pada peserta didik. 2. Manfaat Teoretis. a. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang relevan dan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu dasar dan masukan dalam mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya. b. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang olahraga. 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Daya Tahan Jantung Paru 1. Pengertian Daya Tahan Jantung Paru Daya tahan jantung paru (daya tahan kardiorespiratory), atau sering juga di sebut dengan kapasitas aerobik maksimal, daya tahan aerobik, daya tahan kardiorespiratory dan pengambilan oksigen maksimal adalah semua istilah yang di gunakan bergantian dengan VO2Max . (Wilmore, Costill, 1988). Selanjutnya VO2Max didefinisikan sebagai kecepatan konsumsi oksigen tertinggi dicapai selama pelatihan maksimal atau secara menyeluruh. VO2Max juga disebut daya aerobik atau kapasitas aerobik maksimal yang merupakan kecepatan pemakaian oksigen dalam metabolisme aerobik maksimum (Guyton & Hall, 2008). Menurut Muhajir dan Jaja (2011:61) Bahwa Daya Tahan cardiovaskuler adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dalam waktu yang relatif lama. Istliah lainnya sering digunakan ialah respiratori-cardio-vaskulatoirendurance, yaitu daya tahan yang berhubungan dengan pernafasan jantung, dan peredaran darah. Oleh karena itu, bentuk latihan untuk meningkatkan daya tahan pernafasan-jantung-perdaran darah ini disebut ergosistem sekunder yang dilatih melalui peningkatan ergosistem primer (sistem saraf-otot dan tulang kerangka. Latihan yang yang dapat meningkatkan dan mengembangkan daya tahan jantung dan paru-paru banyak jenisnya, antara lain: lari jarak jauh, renang jarak jauh, croos-country running atau lari lintas alam, fartlek, interval training atau bentuk latihan apapun yang memaksa tubuh unutk bekerja dala waktu yang lama 7 8 (lebih dari 6 menit). Interval training adalah suatu sistem latihan yang diselingi dengan masa istrahat. Interval training adalah bentuk latihan yang penting dimasukkan dalam program latihan keseluruhan. Bentuk latihan dalam interval training dapat berupa lari (interval running) atau renang (interval swimming). Menurut Moeloek dalam Ruslan (2010:35) bahwa daya tahan menyatakan keadaan yang menekan pada kapasitas melakukan kerja secara terus-menerus dalam suasanan aerobik. Daya tahan adalah kemampuan untuk bekerja, berlatih dalam waktu yang lama. Atlet yang memiliki daya tahan yang baik adalah atlet yang dapat berlatih dalam waktu relative singkat, kondisinya telah kembali seperti sebelum latihan. Menurut Engkos Koasih dalam Indrayana (2012:4) Daya Tahan adalah Keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja dalam waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut. Fox dan Mathews dalam Indrayana (2012:4) mengemukakan bahwa Daya Tahan merupakan faktor yang menentukan prestasi olahraga. Sedangkan Harsono dalam Indrayana (2012:4) mengatakan bahwa daya tahan merupakan keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja dalam waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan. Daya tahan (Endurance) dapat diartikan sebagi keadaan yang menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus menerus dalam suasana aerobik. Jadi dapat berlaku bagi seluruh tubuh, suatu sistem dalam tubuh, daerah tertentu dan sebagainya. Daya tahan seseorang akan selalu berkaitan dengan kemampuan jantung untuk memompa darah dan paru-paru untuk melakukan 9 respirasi memasukan O2 dan mengeluarkan Co2. Sedangkan aerobik adalah menunjukkan sistem metabolisme menyediakan energi untuk kerja otot yang melibatkan oksigen (Fox, 1993). Pengertian daya jantung paru adalah kemampuan seseorang melaksanakan gerak dengan seluruh tubuhnya dalam waktu yang cukup lama dan dengan tempo sedang sampai cepat, tanpa mengalami rasa sakit dan kelelahan berat. Endurance menyatakan keadaan yang menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus menerus dalam suasana aerobik. Jadi dapat berlaku bagi seluruh tubuh, suatu sistem dalam tubuh, daerah tertentu dan sebagainya. Jantung adalah organ vital yang memiliki fungsi mengompa darah ke organ lain. Sehingga dengan meningkatkan kesehatan jantung maka secara otomatis kesehatan badan juga meningkat. Ketika lari pagi, tubuh memicu paruparu untuk menghirup oksigen lebih intensif dan membagikannya ke seluruh organ tubuh. Salah satu manfaat lari pagi tiap hari yang utama adalah mencegah penyakit jantung dan stroke. Sedangkan paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Ekskresi, fungsi paru-paru untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan di bawa ke paru-paru. 10 Di paru-paru karbondioksida dan uap air di lepaskan dan di keluarkan dari paruparu melalui hidung. Daya tahan jantung paru menurut ahli faal dapat di definisikan sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan satu tugas khas yang memerlukan kerja muskular dimana kecepatan dan ketahanan merupakan kriteria utama. Sedang menurut ahli-ahli pendidikan jasmani adalah kapasitas fungsional total seseorang untuk melakukam sesuatu kerja tertentu dengan hasil yang baik tanpa kelelahan yang berarti (Depdikbud, 1994). Seseorang yang memiliki memiliki daya tahan jantung paru adalah orang kesegaran jasmani yang baik dapat diartikan cukup mempunyai kesanggupan untuk melakukan pekerjaannya dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, sehingga masih memiliki sisa tenaga untuk mengisi waktu luangnya dan tugas-tugas mendadak lainnya. Bisa di katakan pula bahwa tingkat kesegaran jasmani yang baik memberikan seseorang kesanggupan pada seseorang untuk menjalankan hidup yang produktif dan dapat menyesuaikan diri pada tiap pembebanan yang banyak (Joko Pekik, 2010). Sedangkan Menurut Sajoto (1995) kondisi fisik atau kesegaran jasmani adalah satu kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat di pisahkan begitu saja. Baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Disebutkan pula bahwa komponen kondisi fisik meliputi: kekuatan, daya tahan, daya otot, kecepatan, daya lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, dan ketepatan. Sedangkan menurut Pussegjas (1995:1). Daya taha jantung paru adalah merupakan indicator kesegaran jasmani yang merupakan perwujudan 11 kemampuan dan kesanggupan fisik seseorang untuk melakukan pekerjaan baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara perlu mendapat perhatiaan dan tanggapan yang lebih memadai. Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan daya tahan jantung dan paru-paru adalah kemampuan jantung dan kapasitas paru-paru dalam melakukan aktifitas kerja dalam waktu lama tanpa mengalami gangguan yang berarti. Daya tahan tersebut dapat diukur dari kemampuan melakukan tugas yang berat secara terus-menerus yang mengikutsertakan otot-otot besar dalam waktu lama, jantung, paru-paru, dan sisitem peredaran darah berfungsi secara efisien dalam tempo yang cukup tinggi selama periode waktu tertentu. 1. Faktor-Fakror Yang Mempengaruhi Daya Tahan Jantung Paru Daya tahan jantun paru di pengaruhi oleh umur, jenis kelamin, genetic, aktivitas fisi. Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Umur Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur, namun penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang berolahraga teratur sejak dini (Moeloek, 1984 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011). Kebugaran meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25 – 30 tahun, kemudin akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8 – 1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat di kurangi sampai separuhnya (Buku Panduan 12 Kesehatan Bagi Petugas Kesehatan, 2002 Dalam Ruhayati Dan Fatmah, 2011). b. Jenis Kelamin Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormone, kapasitas paru-paru, dan sebagainya. Sampai puberitas biasanya kebugaran pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan, tapi setelah puberitas kebugaran laki-laki dan perempuan biasanya semakin berbeda, terutama yang berhubungan dengan daya kardiorespiratori. Hal ini di karenakan perempuan memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, adanya perbedaan hormone testosterone dan estrogen, dan kadar hemoglobin yang lebih rendah (Ruhayati dan Fatmah, 2011). c. Genetik Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang dari sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam ledakan kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan fleksibilitas, dan keseimbangan pada setiap orang. Selain itu, sifat genetik mempengaruhi fungsi pergerakan anggota tubuh dan kontraksi otot. Hal ini berhubungan dengan perbedaan jenis serabut otot seseorang, dimana serabut otot skeletal memperlihatkan beberapa struktural, 13 histokimiawi, dan sifat karakteristik yang berbeda-beda (Ruhayati dan Fatmah, 2011). d. Aktivitas Fisik Secara teoritis tingkat kebugaran setiap orang berbeda-beda artinya tidak semua orang memiliki kebugaran jasmani pada kategori yang memadai. Aktivitas jasmani merupakan fungsi dari kebugaran jasmani maka seseorang yang tidak memiliki kebugaran jasmani memadai, produktivitasnya juga tidak akan sebaik orang yang memiliki kategori kebugaran baik. Begitu juga sebaliknya seseorang yang tidak melakukan aktivitas jasmani memadai tidak akan memiliki kebugaran yang baik (Mahardika, 2009). Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kebugaran jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik di lakukan secara teratur akan mempengaruhi atau menigkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak tubuh (Depkes, 1994 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011). Para ahli epdemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda dan bekerja) (Williams, 2002 dalam Fatmah, 2011). Menurut Baecke (1982) dalam Ruhayati dan Fatmah (2011), terdapat tiga aspek bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaan olahraga dan kegiatan diwaktu luang. Banyaknya aktivitas fisik berbeda pada tiap individu tergantung pada gaya hidup perorangan dan faktor lainnya. 14 Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi resiko terhadap penyakit seperti cardiovaskuler disease (CDV), stroke, diabetes mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit sepertu kanker payudara, hipertensi, osteoporosis dan risiko jatuh, kelebihan berat badan, kondisi muskuloskleletal, gangguan mental dan psikologikal dan mengontrol perilaku yang berisiko seperti merokok, alkohol, serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja (WHO, 2008 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011). Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, diantaranya yaitu: 1) peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung, 2) penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung, 3) mencegah mortalitas akibat gangguan jantung, 4) peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, 5) peningkatan tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh), 6) meningkatkan kemampuan otot, 7) mencegah obesitas (Astrand, 1992 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011). Kebiasaan olahraga didefenisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisisensi fungsi tubuh yang hasilnya adalah meningkatkan kebugaran jasmani. Sedangkan kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya berolahraga setiap kegiatan dalam seminggu. Olahraga dapat meningkatkan kebugaran apabila memenuhi syarat-syarat berikut (Depkes, 1994 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011): 15 1) Frekuensi Latihan Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan. Olahraga di lakukan secara teratur setiap hari atau 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap berolahraga. Pengukuran terhadap aktivitas fisik tergolong kompleks dan tidak mudah pendekatan telah di kembangkan, di antaranya adalah klasifikasi pekerjaan, observasi perilaku, penggunaan alat sensor gerakan, penandaan fisologis (detak jantung) serta penggunaan calorimeter. Namun, metode yang paling umum digunakan saat ini adalah self-reported survey (survey dengan pelaporan diri) (Haskell dan Kierman, 2000 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011). Pelaporan dapat di lakukan dengan kuisioner recall yang dikembangkan oleh Baecke, et.al (1982). Berdasarkan riset yang dilakukan terdapat tiga aspek yang secara bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaan, olahraga dan kegiatan diwaktu luang. Oleh karena itu, kuisioner ini meninjau aktivitas fisik pada tiga aspek tersebut yang mencakup kategori terstruktur dan tidak terstruktur, yaitu aktivitas fisik saat bekerja, berolahraga dan aktivitas fisik pada waktu luang sehingga dapat di peroleh gambaran keseluruhan aktivitas fisik seorang individu (Baecke, et.al, 1982 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011). 2) Paru-Paru Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Fungsinya adalah 16 menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Prosesnya disebut “pernapasan eksternal” atau bernapas. Paru-paru juga mempunyai fungsi nonrespirasi. Bernapas terutama digerakkan oleh otot diafragma bawah. Jika otot ini mengerut, ruang yang menampung paru-paru akan meluas, dan begitu pula sebaliknya. Tulang rusuk juga dapat meluas dan mengerut sedikit. Akibatnya, udara terhirup masuk dan terdorong keluar paru-paru melalui trakea dan tube bronkial atau bronchi, yang bercabang-ecabang dan ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang dikelilingi kapiler yang berisi darah. Disini oksigen dari udara berdifusi kedalam darah, dan kemudian dibawa oleh hemoglobin.Proses pengambilan dan pengeluaran nafas, sangat tergantung pada kekuatan otot-otot pernafasan. Meskipun kapasitas vital besar kalau otot pernafasan lemah, maka force Expired Volume nya akan kecil. Akibatnya ventilasi (jumlah udara yang keluar masuk selama satu menit akan kecil pula. 3) Pembuluh darah Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi dan berfungsi mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Jenis-jenis pembuluh darah adalah arteri dan vena, disebut demikian karena mereka membawa darah keluar atau masuk ke jantung. Kerja pembuluh darah membantu jantung untuk mengedarkan sel darah merah atau eritrosit ke seluruh tubuh, dan mengedarkan sarimakanan, oksigen dan membawa keluar karbon di oksida. Pembuluh darah bersifat elastis, mampu melebar (vasodilatasi) dan 17 menyempit (vasokontriksi). Pada saat berolahraga pembuluh pada otot mengalami vasodilatasi, hal ini menguntungkan agar aliran menjadi lancar dan proses pertukaran gas berjalan lebih baik. Darah mengandung butir darah merah dan plasma. Pada olahragawan terjadi peningkatan jumlah butir, banyak sel-sel muda dan besar, kadar haemoglobin, cadangan alkali juga meningkat, sehingga toleransi akan asam laktat betambah besar pula. Pada penelitian terhadap darah orang terlatih, ternyata data dari kualitatif dari darah relative tak menonjol, tetapi jumlah darah keseluruhan yang beredar (total whole blood) bisa mencapai 20% lebih banyak dari orang normal. Pembuluh yang baik yaitu banyak dan elastis, dari faktor fleksibilitas inilah pentingnya kita melatih fleksibilitas karena pembuluh darah menempel di seluruh bagian tubuh, jadi dengan melatih fleksibilitas mempengaruhi fleksibilitas pembuluh darah. Oleh karena itu latihan fleksibilitas dalam olahraga sangat penting dalam suatu olahraga yaitu dengan cara stretching (baik statis maupun dinamis) atau bentuk-bentuk latihan fleksibilitas yang lainnya. 4). Jantung Jantung adalah sebuah rongga, rongga, (organ) berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang berulang. Istilah kardiak berarti berhubungan dengan jantung, dari Yunani cardia. Jantung adalah salah satu organ yang berperan dalam sistem peredaran darah. Proses pemompaan jantung tergantung sekali pada kembalinya darah ke jantung, serta kuat tidaknya otot jantung berkontraksi. 18 Pengambilan darah kejantung sering disebut dengan venus return. Pada venus-retun yang kecil, maka akan berakibat pemompaan jantung kecil. Hal ini karena perlu diingat fungsi klep vena adalah membawa darah kembali ke jantung. Dalam olahraga yang dinamis jumlah darah yang di edarkan oleh jantung mampu meningkat menjadi 10 X lipat. Ini di sebabkan oleh frekuensi jantung meningkat kurang lebih 2,5 kali dan curah jantung dalam sekali denyut (volume sedenyut) meningkat menjadi empat kali. Dalam keadaan istirahat biasanya frekuensi denyut jantung pada orang terlatih kecil sekali (kurang dari 60X/menit). Pada orang terlatih sering terjadi pembesaran jantung, hal tersebut karena otot jantung sangat tebal dan kuat. Jadi jantung yang baik yaitu yang tidak bocor/rusak, 1 stroke value banyak yang dipengaruhi oleh besarnya bilik, serambi dan aorta. 5). Mitokondria Mitokondria yang baik yaitu yang besar dan banyak. Mitokondria “rumah energy/dapur” sel. Tanpa mitokondria, sel tidak akan dapat mengambil jumlah energy yang bermakna dari bahan makanan dan O2 dan sebagai akibatnya, semua sel akan berhenti. Pada dasarnya mitokondria terdapat disemua bagian sitoplasma, tetapi jumlah total per sel sangat bervariasi, mulai kurang dari seratus sampai beberapa ribu, bergantung pada jumlah energi yang di butuhkan oleh masing-masing sel. Mitokondria bertanggung jawab terhadap metabolisme energi. Mitokondria ada yang berbentuk granula (diameternya pendek hanya 19 beberapa ratus nanometer) dan ada yang bercabang dan berbentuk filament (diameternya satu mikrometer dan panjangnya tujuh mikrometer). Struktur mitokondria terdiri dari dua membran protein lapis ganda (membran luar dan membran dalam), banyak lipatan membran dalam membentuk rak-rak, yang merupakan tempat pelekatan enzim-enzim oksidatif. Ruang mitokondria bagian dalam dipenuhi dengan matriks yang mengadung sejumlah besar larutan enzim, yang d ibutuhkan untuk menghisap energi dari bahan makanan. Enzim-enzim ini bekerjasama dengan enzim-enzim oksidatif pada rak-rak untuk menyebabkan oksidasi dari bahan makanan. Energy yang di bebaskan digunakan untuk mensintesis sebuah subtansi berenergi tinggi yang di sebut, Adenosin Trifosfat kemudian di angkut keluar dari mitokondria, dan berdifusi keseluruh sel untuk membebaskan energinya di mana saja dibutuhkan untuk melakukan fungsi sel. Mitokondria dapat bereplikasi sendiri, yang berarti satu mitokondria dapat membentuk mitokondria yang kedua, yang ketiga, dan selanjutnya, bila mana sel perlu menambah jumlah Adenosin Trifosfat. Tentu saja, mitokondria mengandung asam deoksiribosa nukleotida yang mirip dengan DNA yang ditemukan dalam nucleus. DNA merupakan bahan dasar nukleus yang mengatur replikasi sel yang terdiri dari: asam fosfat, suatu gula yang di sebut deoksiribosa, dan empat basa nitrogen (dua purin: adenine&guanine; dan dua molekul pirimidin timin&sitosin. 20 DNA mitokondria memainkan peran yang sama di dalam mitokonria untuk replikasinya sendiri. Sedangkan DNA sendiri di pengaruhi oleh hormon pertumbuhan, dan hormon pertumbuhan salah satunya dipengaruhi latihan/olahraga. Jadi dalam memaksimalkan VO2 Maks yaitu pada masa pertumbuhan dengan bentuk latihan aerobik yang bertujuan untuk memaksimalkan jumlah dan besarnya mitokondria. Pertumbuhan dipengaruhi hormon pertumbuhan (GH) atau SH (somato Tropik Hormon) masa usia pertumbuhan paling tinggi (12-13 untuk Putri dan 14-15 Putra). 6). Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok terutama berpengaruh pada daya tahan kardiovaskuler. Pada asap tembakau terdapat 4% karbonmonoksida (CO). daya ikat (afinitas) CO pada hemoglobin sebesar 200 – 300 kali lebih kuat dari oksigen. Hal ini berarti CO lebih cepat mengikat hemoglobin daripada oksigen. Padahal, hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen keselurug tubuh, dengan adanya ikatan CO pada hemoglobin maka akan menghambat pengankutan oksigen ke jaringan tubuh yang memerlukan (Astrand, 1992 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011). 7). Status Gizi Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovakuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup, mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya, dan tidur (Ruhayati dan Fatmah, 2011). 21 Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan dari intake makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi (Jelliffe dan Jelliffe, 1989 dalam Fatmah, 2011). Menurut Almatsier (2009) dalam Ruhayati dan Fatmah (2011) status nutrisi (nutritional status) adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. 3. Pengukuran Daya Tahan Jantung Paru (Cardio respiratory) Untuk mengetahui daya tahan jantung paru atau biasa disebut kemampuan aerobik dapat digunakan tes antara alain : a. Tes lari 12 menit 1) Sasaran: pria dan wanita usia di atas 15 tahun 2) Perlengkapan: lintasan lari dengan jarak 400 m, stop watch, rol meter, garis start. 3) Pelaksanaan: setelah aba-aba 'ya subyek segera lari dengan start berdiri mengelilingi lintasan terus menerus selama 12 menit, lalu pada aba-aba stop dilanjutkan lari ditempat. 4) Penilaian: ukur jarak yang ditempuh selama 12 menit dalam kilometer b. Tes Lari 2,4 km 1) Sasaran: pria dan wanita usia diatas 15 tahun 2) Perlengkapan: lintasan lari dengan jarak 2,4 km, stop watch 3) Pelaksanaan: setelah aba-aba ‘ya' subyek segera lari dengan start berdiri berlari secepatnya hingga menyentuh garis finish yang bejarak 2,4 k 22 4) Penilaian: ukur jarak waktu yang ditempuh selama lari 2,4 km dari garis start hingga garis finish. c. Harvard Step-Ups Test Tes ini adalah pengukuran yang paling tua untuk mengetahui kemampuan aerobik yang di buat oleh Brouha pada tahun 1943. Ada beberapa istilah seperti kemampuan jantung-paru, daya tahan jantung-paru, aerobic power, cardiovascular endurance, cardiorespiration endurance, dan kebugaran aerobik yang kesemuanya mempunyai arti yang kira-kira sama. Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard, USA, jadi nama tes ini dimulai dengan nama Harvard. Inti dari pelaksanaan tes ini adalah dengan cara naik turun bangku selama 5 (lima) menit. Pelaksanaan: 1) Tinggi bangku 20 feet (50 cm). 2) Irama langkah pada waktu naik turun bangku (NTB) adalah 30 langkah per menit, jadi 1 (satu) langkah setiap 2 (dua) detik. 3) 1 (satu) langkah terdiri dari 4 (empat) gerakan/hitungan: a) Hitungan 1 : Salah satu kaki di angkat (boleh kanan atau kiri terlebih dahulu tetapi konsisten), kemudian menginjak bangku. (Asumsi kaki kanan). b) Hitungan 2 : Kaki kiri di angkat lalu berdiri tegak di atas bangku. c) Hitungan 3 : Kaki yang pertama menginjak bangku pada hitungan 1 (asumsi kaki kanan) diturunkan kembali ke lantai. 23 d) Hitungan 4 : Kaki kiri di turunkan kembali ke lantai untuk berdiri tegak seperti sikap semula. 4) Ganti langkah diperbolehkan tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) kali. 5) Supaya irama langkah ajeg/stabil, maka digunakan alat metronome. 6) NTB dilakukan selama 5 (lima) menit. Saat aba-aba stop, tubuh harus dalam. keadaan tegak. Kemudian duduk dibangku tersebut dengan santai selama 1 (satu) menit. 7) Hitung denyut nadi (DN) orang coba (testi) selama 30 detik. Dicatat sebagai DN 1. 8) 30 detik kemudian hitung kembali DN testi selama 30 detik. Dicatat sebagai DN 2. 9) 30 detik kemudian hitung kembali DN testi selama 30 detik. Dicatat sebagai DN 3. 10) Setelah mendapatkan DN 1, DN 2, DN 3, maka data tersebut dimasukan kedalam rumus Indeks kebugaran yang selanjutnya di konversikan sesuai rumus yang dipilih. 11) Apabila testi tidak kuat melakukan NTB selama 5 (lima) menit, maka waktu lama NTB tersebut di catat, lalu DN-nya di ukur/dihitung sesuai dengan petunjuk pengambilan DN tersebut. Indeks Kebugaran, Rumus Panjang: Durasi NTB (detik) x 100/2 (DN 1+DN 2+DN 3) Indeks Kebugaran Kategori Kebugaran < 55 Jelek 55-64 Kurang dari rata rata 50-80 Rata-rata 65-79 Rata-rata 80-89 Baik ≥90 Baik sekali Rumus 24 Pendek: Durasi NTB (detik) x 100/(5,5 x DN 1) Indeks Kebugaran Kategori Kebugaran d. < 50 Jelek >80 Baik. MFT ( Multi Fitnes Test ) Multi fitnes test ( MFT ) adalah suatu jenis tes daya tahan atau Endurance yang bertujuan untuk mengetahui VO 2 Max. diIndonesia, oramg-orang biasanya menyebutnya Tes Tung ( Bleep Test ). Satuan dari tes ini yaitu cc/Kg bb/menit. Didalam jenis tes ini terdapat beberapa kelemahan, kelemahan tersebut yaitu tidak adanya perbedaan prosedur pelaksanaan atau norma antara peserta atau orang coba laki-laki dan wanita. Yang kedua yaitu tidak adanya perbedaan faktor usia didalamnya. Beberapa hal tentang tes MFT : 1) Pertama kita harus menyiapkan kaset, tape atau VCD. 2) Menyediakan stop watch, alat tulis, dan lintasan 3) Jarak lintasan yang akan dilalui adalah 20 meter, tapi kita harus menyiapkan jarak minimal 30 M. 4) Start bisa di mulai dari garis manapun, tetapi ketika start kaki tidak boleh melebihi garis start. 5) Ketika pembalikan, salah satu kaki dan setengah dari tubuh harus melewati garis. Jika lebih juga tidak apa-apa. 6) Dikatakan tes ini selesai atau berhenti jika peserta telah melanggar atau tidak mengikuti perintah dari kaset 2 kali berturut-turut. 25 B. 1. Hakikat Metode Latihan Pengertian Latihan Latihan dalam terminologi xercise, practise, asing sering disebut dengan training, namun beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian latihan (training) olahraga, diantaranya pendapat Bompa (1994: 3) latihan merupakan suatu kegiatan olahraga yang sistematis dalam waktu yang panjang, di tingkatkan secara bertahap dan perorangan, bertujuan membentuk manusia yang berfungsi fisiologis dan psikologis untuk memenuhi mencapai sasaran yang telah di tentukan. Pada prinsipnya latihan adalah memberikan stres fisik secara teratur, sistematik, berkesinambungan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan fisik dalam melakukan kerja. Harsono (1988 : 17) Latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih dan bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah beban latihan atau pekerjaannya. Sistematis yang dimaksud adalah terencana menurut jadwal, menurut pola dan sistem tertentu, metodis dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang tujuannya agar gerakan yang sukar menjadi komlpeks. Erukang-ulang mudah, otomatis dan reflektif pelaksanaannya. Kian hari kian bertambah beban maksudnya ialah setiap kali secara periodik setelah tiba saatnya di tambah bebannya. Menurut pendapat Fox (1993:601) bahwa latihan adalah suatu program latihan fisik untuk mengembangkan seorang atlit dalam menghadapi pertandingan penting. Peningkatan kemampuan ketrampilan dan kapasitas energi diperhatikan sama. 26 Hare (1982:78-79) latihan merupakan penyempurnaan berolahraga melalui pendekatan ilmiah, khususnya prinsip-prinsip pendidikan secara teratur dan terencana sehingga mempertingi kemampuan dan kesiapan seseorang. Thomson (2005:101). Latihan adalah proses yang sistematis untuk meningkatkan kebugaran atlet sesuai cabang olahraga yang ditekuninya. Nossek (1982:10) latihan adalah sustu proses adaptasi tubuh yang dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot bila dilakukan berulang-ulang serta meningkatkan resistance. McArdle (1986). Latihan adalah suatu proses untuk mencapai adaptasi biologis agar didalam tugas khusus dapat menampilkan performance yang optimal. Suharno HP (1985:12) yang memberikan batasan bahwa, “Latihan adalah suatu proses mempersiapkan organisme atlet secara sistematis untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik dan mental secara teratur, teraktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari menambah beban lain, meningkat dan berulang-ulang waktunya”. Berdasarkan beberapa devinisi yang di kemukakan diatas maka dapat di simpulkn bahwa yang di maksud dengan latihan adalah suatu proses aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis dan terencana dengan kian hari menambah beban latihan untuk mencapai adaptasi biologis guna mencapai sasaran yang telah ditentukan. 1. Pengaruh Latihan Terhadap Tubuh Latihan yang dilakukan secara sistematis, terencana, berkesinambungan dengan beban yang memadai akan memberikan pengaruh atau perubahan pada 27 tubuh. Ada tiga macam perubahan yang di akibatkan oleh pengaruh dari latihan yakni: a. Perubahan Struktural Dalam proses latihan akan terjadi pembesaran massa otot yang dikenal dengan hipertofi otot. Bila massanya menurun proses ini di sebut dengan artrofi otot. Hipertofi adalah akibat dari meningkatnya jumlah filamen actin dan miosin dalam setiap serat otot. Hal ini menyebabkan pembesaran masing – masing serat otot yang secara sederhana disebut hipertrofi serat. Peristiwa ini biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal. Hipertrofi yang sangat luas dapat terjadi bila selama proses kontraksi otot-otot diregangkan secara simultan. Untuk menghasilkan hipertrofi hampir maksimum dalam waktu 6 sampai 10 minggu, hanya di butuhkan sedikit kontraksi kuat semacam ini setiap harinya. Perubahan strukutural juga terjadi pada tulang menjadi lebih padat, terjadi penebalan pada tendon dan ligamen sehingga menjadi labih kuat termasuk juga tulang rawan dan persendian. b. Perubahan Fungsional. Perubahan fungsional melalui latihan antara lain: Perubahan pada kapasitas anaerobik yang meliputi peningkatan kapasitas Phospagen (ATP-PC) dan peningkatan glikolisis anaerobik atau sistem asam laktat. 1) Perubahan aerobik yang meliputi peningkatan mioglobin yang berfungsi sebagai penimbun oksigen, peningkatan oksidasi 28 karbohidrat yang diikuti dengan meningkatnya jumlah dan diameter mitokondria serta peningkatan aktivitas enzim untuk siklus kreb dan transport elektron, serta peningkatan oksidasi lemak. 2) Perubahan pada sistem cardiovascular, perubahan pada sistem ini meliputi : a) Perubahan pada denyut jantung permenit. Denyut jantung seorang yang normal dan tidak terlatih rata-rata 60 – 80 kali permenit, sedangkan denyut jantung orang terlatih khuusnya atlet-atlet yang menggunakan endurance tinggi, denyut jantung mereka antara 28 – 48 kali permenit. b) Perubahan pada volume denyut (SV). Volume denyut adalah jumlah darah yang di pompa keluar jantung setiap denyut. Pada orang terlatih volume denyut lebih besar di banding orang tidak terlatih, hal ini disebabkan pada orang terlatih memiliki ukuran jantung lebih besar khususnya rongga ventrikel. Perubahan fungsional yang lain juga terjadi pada fungsi pernafasan dimana terjadi penurunan frekwensi pernafasan pada saat istirahat (sistole dan diastole). Kadar HDL (Hight Dencity Lipoprotein) meningkat sedangkan LDL (Low Dencity Lipoprotein)menurun. 3. Variabel-Variabel latihan Pelaksanaan latihan yang harus di susun dan diprogram dengan baik sehingga tujuan dapat tercapai. Untuk mencapai prestasi olahraga yang setinggi mungkin mutlak diperlukan penyusunan program latihan yang baik dan tepat. 29 Program latihan harus disusun dengan teliti dan seksama dengan memperhatikan prinsip-prinsip latihan yang benar. Menurut Sajoto (1995:85) dalam menyusun program latihan harus memperhatikan, “(a) jumlah beban, (b) repetisi dan set serta (c) frekuensi dan lama latihan”. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun program latihan untuk latihan melompat-lompat antara lain adalah intensitas latihan, repetisi dan set dan frekuensi dan lama. a. Intensitas Intensitas latihan adalah “jumlah beban dalam latihan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan benar pelaksanaannya”. (Hamidsyah Noer,1995). Intensitas latihan adalah menunjukkan seberapa berat beban yang diterima oleh tubuh dalam suatu latihan. Soekarman (1989:49), berat dan ringannya intensitas latihan yang diterima tubuh akan berpengaruh terhadap penyediaan energi yang akan digunakan selama aktivitas itu berlangsung. Kualifikasi intensitas latihan dapat dinyatakan dalam bentuk presentase atau kategori sebagai contoh tingkat kecepatan lari , takaran berat beban dalam latihan. b. Repetisi dan Set Repetisi adalah jumlah ulangan gerakan dalam latihan, sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari satu repetisi. Penentuan jumlah repetisi dan set yang harus di lakukan atlet, harus ditentukan dengan tetap. Dalam latihan melompay-lompat dengan memantul, menurut Bompa (1994:44) yaitu dengan jumlah repetisi “3-25, sedangkan jumlah setnya yaitu 5-15”. Adapun istirahat antar setnya yaitu “3-5 menit”. Sajoto (1988:78). 30 Repetisi adalah jumlah ulangan dalam melakukan suatu latihan, sedangkan set adalah suatu rangkaian atau seri kegiatan dari suatu repetisi. Misalkan seorang atlet mencoba mengangkat beban 20 Kg sebanyak 10 kali kemudian istirahat, berarti atlet tersebut telah melakukan latihan 10 repetisi (pengulangan) dalam satu set. Masalah repetisi ini merupakan faktor yang sangat penting dalam hal meningkatkan dayatahan otot. Reprtisi sedikit dengan beban berat akan menghasilkan adaptasi terhadap kekuatan, sedangkan repetisi banyak dengan beban ringan akan menghasilkan perkembangan daya tahan jantung paru. Wilmore (1994: 151). c. Frekuensi dan Lamanya Latihan Frekuensi dan lamanya latihan merupakan dua hal yang saling berkaitan dalam pelaksanaan latihan. Frekuensi merupakan jumlah berapa kali latihan di lakukan setiap minggunya. Soekarman (1987:70) bahwa frekwensi latihan sekurang-kurangnya 3 kali dalam seminggu dan lebih baik lagi apabila di lakukan 4 kali seminggu. Tidak ada alasan melakukan latihan 7 kali dalam seminggu hal ini di sebabkan karena tubuh perlu istirahat dalam seminggu sebaliknya latihan satu kali dalam seminggu dengan waktu yang cukup di sertai intensitas tinggi lalu istirahat 6 hari maka hal ini tidak akan memberikan efek perubahan dalam tubuh. Sedangkan lamanya latihan yaitu lamanya waktu yang di perlukan dalam latihan sampai mendapatkan pengaruh yang nyata. Dalam hal ini Sajoto (1995:83) mengemukakan bahwa, “para pelatih dewasa ini umumnya setuju untuk menjalankan program latihan 3 kali seminggu, agar tidak terjadi 31 kelelahan yang kronis. Adapun lama latihan yang di perlukan adalah selama 6 minggu atau lebih”. Dengan latihan yang di lakukan 3 kali seminggu secara teratur selama 6 minggu kemungkinan sudah menampakkan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan VO2Max. d. Volume latihan Jumlah beban yang dinyatakan dengan satuan jarak, waktu, berat, jumlah beban latihan yang diangkat dalam sesi latihan perunit waktu. Sebagai komponen utama latihan volume latihan adalah prasyarat yang sangat penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi, taktik dan khususnya kemampuan fisik dalam melakukan latiahan. 4. Prinsip-Prinsip Latihan Program latihan hendaknya menerapkan prinsip-prinsip dasar latihan guna mencapai kinerja fisik yang maksimal bagi seseorang. Prinsip-prinsip dasar latihan yang secara umum harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Prinsip beban berlebih (the overload principles). Pendapat Fox (1993:687) di kemukakan bahwa intensitas kerja harus bertambah secara bertahap melebihi ketentuan program latihan merupakan kapasitas kebugaran yang bertambah baik. Bompa (1999:509) bahwa pemberian beban latihan yang melebihi kebiasaan kegiatan sehari-hari secara teratur. Hal itu bertujuan agar sistem fisiologis dapat menyesuaikan dengan tuntutan fungsi yang dibutuhkan untuk tingkat kemampuan tinggi. Sedangkan Pate (1992:238) mengatakan bahwa bila beban latihan tidak cukup memberikan tambahan beban bagi tubuh maka latihan tersebut tidak 32 mempunyai manfaat, sebab pengaruh dari latihan tidak memberikan perubahan dalam organ tubuh. b. Prinsip kekhususan (the principles of specificity). Latihan harus bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan olahraga dan pertandingan yang akan dilakukan. Perubahan anatomis dan fisiologis di kaitkan dengan kebutuhan olahraga dan pertandingan tersebut (Bompa, 1994). Sedangkan Fox (1993:361) mengemukakan bahwa prinsip kekhususan mempunyai beberapa aspek antara lain: a). Spesifik terhadap kelompok otot yang di latih. b). Spesifik terhadap pola gerakkan (movement patern). Walaupun sistem energi utamanya (preedominant energy system ) tetapi pola gerakannya berbeda. c). Sistem energi utama predominan sprinter berbeda dengan pelari marathon walaupun pola gerak serta kelompok otot yang terlibat sama, d). Sudut sendi harus diperhatikan khususunya pada latihan. Kalau latihan itu melibatkan satu sendi maka tentukan sudut sendi sedemikian rupa sehingga tidak melibatkan peranan sendi-sendi lainya. c. Prinsip individual (the principles of individuality). Bompa (1994:35) menjelaskan bahwa latihan harus memperhatikan dan memperlakukan seseorang sesuai dengan tingkatan kemampuan, potensi, karakteristik belajar dan kekhususan olahraga. Seluruh konsep latihan harus direncanakan sesuai dengan karakteristik fisiologis dan psikologis seseorang, sehingga tujuan latihan dapat di tingkatkan secara wajar. Menurut Harsono (1988:89) faktor-faktor sperti umur, bentuk tubuh, kedewasaan, latarbelakan pendidikan, lamanya latihan, tingkat kesegaran jasmani, serta ciri 33 psikologisnya semua harus ikut dipertimbangkan dalam merancang suatu program latilan. d. Prinsip beban latihan meningkat bertahap (the tprinciples of progressive increaseload). Seseorang yang melakukan latihan, pemberian beban harus ditingkatkan secara bertahap, teratur dan panjang hingga mencapai beban maksimum (Bompa, 1994: 44). e. Prinsip kembali asal (the principles of reversibility). Bahwa kebugaran yang telah dicapai seseorang akan berangsur-angsur menurun bahkan bisa hilang sama sekali, jika latihan tidak di kerjakan secara teratur dengan takaran yang tepat. Kualitas yang diperoleh selama latihan akan menurun kembali apabila tidak melakukan latihan dalam waktu beberapa minggu, atau setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan kembali seperti semula. Oleh karena itu atlet / individu harus berusaha berlatih untuk dapat memelihara kondisi fisik tubuhnya. 5. Sistem Energi pada Latihan a. Aktivitas Aerobik & Anaerobik Latihan Sistem energi pedoman yang digunakan dalam suatu latihan, dikenal adanya latihan aerobik dan anaerobik. Latihan aerobik mendiskripsikan latihan yang berlangsung dalam keberadaan oksigen yang disediakan pada jaringan otot melalui sistem kardiorespirasi (Sleamaker, 1989:60). Latihan aerobik ini merangsang kerja jantung, pembuluh darah dan paru . Jantung akan menjadi lebih kuat, memompkan darah lebih banyak dengan denyut 34 jantung yang makin berkurang, sehingga persediaan volume darah secara keseluruhan meningkat. Sedangkan paru memproses udara lebih banyak dengan usaha yang lebih kecil (Hazeldine, 1989:2). Menurut Janssen (1989:25) karena pengaruh latihan V02 maks dapat meningkat, dan yang terpenting bahwa latihan juga akan mempengaruhi pasokan energi secara aerobik, sehingga beban kerja aerobik akan dapat di capai pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian ambang anaerobik juga dapat dicapai pada persentase VO2 maks yang lebih tinggi sehingga latihan akan dapat meningkatkan kapasitas aerobik maksimal. Berbagai jenis olahraga baik olahraga dengan gerakan-gerakan yang bersifat konstan seperti jogging, marathon dan bersepeda atau juga pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan yang explosif seperti menendang bola atau gerakan smash dalam olahraga tenis atau bulutangkis, jaringan otot hanya akan memperoleh energi dari pemecahan molekul adenosine triphospate atau yang biasa disingkat sebagai ATP. Melalui simpanan energi yang terdapat didalam tubuh yaitu simpanan phosphocreatine (PCr), karbohidrat, lemak dan protein, molekul ATP ini akan di hasilkan melalui metabolisme energi yang akan melibatkan beberapa reaksi kimia yang kompleks. Pengunaan simpanan-simpanan energi tersebut beserta jalur metabolisme energi yang akan digunakan untuk menghasilkan molekul ATP ini juga akan bergantung terhadap jenis aktivitas serta intensitas yang di lakukan saat berolahraga. 35 Secara umum aktivitas yang terdapat dalam kegiatan olahraga akan terdiri dari kombinasi 2 jenis aktivitas yaitu aktivitas yang bersifat aerobik dan dan aktivitas yang bersifat anaerobik. Kegiatan /jenis olahraga yang bersifat ketahanan seperti jogging, marathon, triathlon dan juga bersepeda jarak jauh merupakan jenis olahraga dengan komponen aktivitas aerobik yang dominan sedangkan kegiatan olahraga yang membutuhkan tenaga besar dalam waktu singkat seperti angkat berat, push-up, sprint atau juga loncat jauh merupakan jenis olahraga dengan komponen komponen aktivitas anaerobik yang dominan. Namun dalam beragamnya berbagai cabang olahraga akan terdapat jenis olahraga atau juga aktivitas latihan dengan satu komponen aktivitas yang lebih dominan atau juga akan terdapat cabang olahraga yang mengunakan kombinasi antara aktivitas yang bersifat aerobik dan anaerobik. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi sehingga juga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh seperti jantung paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna. Aktivitas ini biasanya merupakan aktivitas olahraga dengan intensitas rendah, sedang yang dapat di lakukan secara kontinyu dalam waktu yang cukup lama sepeti jalan kaki, bersepeda atau juga jogging. Aktivitas anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang singkat namun tidak 36 dapat di lakukan secara kontinu untuk durasi waktu yang lama. Aktivitas ini biasanya juga akan membutuhkan interval istirahat agar ATP dapat di regenerasi sehingga kegiatannya dapat dilanjutkan kembali. Contoh dari kegiatan/jenis olahraga yang memiliki aktivitas anaerobik dominan adalah lari cepat (sprint), push-up, body building, gimnastik atau juga loncat jauh. Dalam beberapa jenis olahraga beregu atau juga individual akan terdapat pula gerakan-gerakan/aktivitas sepeti meloncat, mengoper, melempar, menendang bola, memukul bola atau juga mengejar bola dengan cepat yang bersifat anaerobik. Oleh sebab itu maka beberapa cabang olahraga seperti sepakbola, bola basket atau juga tenis lapangan disebutkan merupakan kegiatan olahraga dengan kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobik. b. Sistem Metabolisme Energi Anaerobik Creatine (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpam didalam otot sebagai sumber energi. Didalam otot, bentuk creatine yang sudah terfosforilasi yaitu phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan ATP. Dengan bantuan enzim creatine kinase, phosphocreatine (PCr) yang tersimpan didalam otot akan dipecah menjadi (inorganik fosfat) dan creatine dimana proses ini juga akan disertai dengan pelepasan energi sebesar 43 kJ (10.3 kkal) untuk tiap 1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang di hasilkan melalui proses pemecahan PCr ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul ADP 37 (adenosine diphospate) untuk kemudian kembali membentuk molekul ATP (adenosine triphospate). Melalui proses hidrolisis PCr, energi dalam jumlah besar (2.3 mmol ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat di hasilkan secara instant untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga dengan intensitas tinggi yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di dalam jaringan otot yaitu hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah maka energi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan untuk mendukung aktivitas anaerobik selama 5-10 detik. Karena fungsinya sebagai salah satu sumber energi tubuh dalam aktivitas anaerobik, supplementasi creatine mulai menjadi popular pada awal tahun 1990-an setelah berakhirnya Olimpiade Barcelona. Creatine dalam bentuk creatine monohydrate telah menjadi suplemen nutrisi yang banyak digunakan untuk meningkatkan kapasitas aktivitas anaerobik. Namun secara alami, creatine ini akan banyak terkandung didalam bahan makanan protein hewani seperti daging dan ikan. Data dari hasil-hasil penelitian dalam bidang olahraga yang telah di lakukan menunjukan bahwa konsumsi creatine sebanyak 5-20 g per harinya secara rutin selama 20 hari sebelum musim kompetisi berlangsung dan menguranginya menjadi 5 gr/hari saat memulai kompetisi dapat memberikan peningkatan terhadap jumlah creatine & phosphocretine didalam otot di mana peningkatannya ini juga akan di sertai dengan peningkatan dalam performa latihan anaerobik. 38 Data juga membuktikan bahwa cara terbaik untuk ‘mengisi’ creatine didalam otot pada saat menjalani rutinitas latihan adalah mengimbanginya dengan mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah besar & mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang kecil. c. Sistem Metabolisme Energi Aerobik Pada jenis-jenis olahraga yang bersifat ketahanan (endurance) seperti lari marathon, bersepeda jarak jauh (road cycling) atau juga lari 10 km, produksi energi di dalam tubuh akan bergantung terhadap sistem metabolisme energi secara aerobik melalui pembakaran karbohidrat, lemak dan juga sedikit dari pemecahan protein. Oleh karena itu, maka atlet-atlet yang berpartisipasi dalam ajang-ajang yang bersifat ketahanan ini harus mempunyai kemampuan yang baik dalam memasok oksigen ke dalam tubuh agar proses metabolisme energi secara aerobik dapat berjalan dengan sempurna. Proses metabolisme energi secara aerobik merupakan proses metabolisme yang membutuhkan kehadiran oksigen (O2) agar prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh. Namun bergantung terhadap intensitas olahraga yang di lakukan, kedua simpanan energi ini dapat memberikan jumlah kontribusi yang berbeda. 39 Agar dapat berfungsi selama aktivitas berlangsung, otot tetap memerlukan energi sebagai mana aktivitas biologis lainnya. Otot memperoleh energi dari sistem oksidasi, ini tidak dapat langsung di gunakan untuk proses biologis termaksud pada sistem kerja otot, energi dari bahan makanan ini terlebih dahulu membentuk senyawa kimia berenergi tinggi yang disebut Adenocine Tri Phosfat (ATP). Menurut Fox (1993) bahwa proses pembentukan kembali ATP dalam tubuh di peroleh melalui sistem ATP-PC (sistem Fosfagen), sistem glikolisis an-aerobik (sistem Asam laktat ) dan sistem aerobik. a. Sistem Fosfagen ATP yang tersedia dalam tubuh sangat terbatas jumlahnya, bila kita inging agar otot itu berkontraksi berulang-ulang, maka ATP yang digunakan otot harus bentuk kembali. Sistem fosfagen ini merupakan sistem energi yang paling cepat dan paling banyak di gunakan dalam cabang olahraga yang memerlukan kecepatan dengan intensitas yang tinggi dalam batas waktu antara 1-7 detik. b. Sistem Glikolisis Anaerobik (Lactid Acid System) Oleh karena sistem cadangan ATP-PC telah menipis dan tidak tersedianya oksigen maka pembentukan kembali ATP dapat di lakukan dengan cara pemecahan glikogen, proses ini biasa disebut sistem glikolisis anaerobik. Sistem ini memerlukan lebih banyak reaksi kimia secara berurutan sehingga pembentukan ATP melalui sistem ini berjalan lambat. Pada sistem 40 ini biasa digunakan pada olahraga yang memerlukan waktu 1 – 3 menit dengan intensitas submaksimal. c. Sistem Aerobik Untuk olahraga ketahanan yang tidak memerlukan gerakkan yang cepat pembentukkan ATP terjadi dengan metabolisme aerobik. Bila cukup oksigen maka 1 mol glikogen dipecah secara sempurna menjadi CO2 dan H2O, serta mengeluarkan energi yang cukup untuk resistensi 39 mol ATP. Untuk reaksi tersebut diperlukan beratus-ratus reaksi kimia dan enzim. Pada sistem aerobik ini biasanya di gunakan pada olahraga yang memerlukan waktu 3 menit keatas dengan intensitas yang rendah/sedang. Latihan circuit yang dieskperimenkan dalam penelitian ini dimana waktu kerja di lakukan dengan intensitas rendah/sedang serta dalam waktu selama 10 – 20 menit Istirahat dari stasiun ke lainnya 15-20 detik, maka sistem enegi yang digunakan adalah sistem oksigen maksimal. C. 1. Hakikat Latihan Sirkuit ( Circuit Training ) Pengertian Circuit Training Latihan sirkuit adalah salah bentuk latihan yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat kebugaran jasmani. Latihan sirkuit terdiri atas beberapa bentuk aktivitas komponen fisik yang terpadu dan berkesinambungan dengan membentuk pos-pos khusus. Pada setiap pos dapat ditentukan bentuk dan teknik gerakan atau aktivitas fisik yang harus dilakukan, sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan. Adapun jumlah pos dapat disesuaikan dengan rencana program latihan atau kebutuhan komponen fisik yang akan dilatih. Sistem circuit training 41 diperkenalkan oleh Morgan dan Adamson pada tahun 1953 di University of Leeds di Negara Inggris. Latihan sirkuit (circuit training) adalah salah bentuk latihan yang lazim di gunakan untuk mengukur tingkat kebugaran jasmani. Latihan sirkuit terdiri atas beberapa bentuk aktivitas komponen fisik yang terpadu dan berkesinambungan dengan membentuk pos-pos khusus. Pada setiap pos dapat di tentukan bentuk dan teknik gerakan atau aktivitas fisik yang harus dilakukan, sesuai dengan petunjuk yang telah di tetapkan. Adapun jumlah pos dapat di sesuaikan dengan rencana program latihan atau kebutuhan komponen fisik yang akan dilatih Beberapa pendapat tentang sirkuit training dikemukakan oleh beberapa pakar sebagai berikut: Menurut M. Sajoto (1998), latihan sirkuit adalah suatu program latihan terdiri dari beberapa stasiun dan di setiap stasiun seorang atlet melakukan jenis latihan yang telah ditentukan. Satu sirkuit latihan dikatakan selesai, bila seorang atlet telah menyelesaikn latihan di semua stasiun sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Menurut Soekarman (1987), latihan sirkuit adalah suatu program latihan yan dikombinasikan dari beberapa item-item latihan yang tujuannya dalam melakukan suatu latihan tidak akan membosankan dan lebih efisien. Latihan sirkuit akan tercakup latihan untuk: 1) kekuatan otot, 2) ketahanan otot, 3) kelentukan, 4) kelincahan, 5) keseimbangan dan 6) ketahanan jantung paru. Latihan-latihan harus merupakan siklus sehingga tidak membosankan. Latihan sirkuit biasanya satu sirkuit ada 6 sampai 15 stasiun, 42 berlangsung selama 10-20 menit. Istirahat dari stasiun ke lainnya 15-20 detik. Menurut J.P. O’Shea yang dikutip M. Sajoto (1995) ada dua program latihan sircuit, yang pertama bahwa jumlah stasiun adalah 8 tempat. Satu stasiun diselesaikan dalam waktu 45 detik, dan dengan repetisi antara 15-20 kali, sedang waktu istirahat tiap stasiun adalah 1 menit atau kurang. Rancangan kedua dinyatakan bahwa jumlah stasiun antara 6-15 tempat. Satu stasiun diselesaikan dalam waktu 30 detik, dan satu sirkuit diselesaikan antara 5-20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah 15-20 detik. Bompa menyatakan bahwa sirkuit training adalah salah satu nama latihan dengan stasiun yang dilakukan secara circle atau berurutan hingga kembali kesemula yang dapat terdiri dari circuit pendek 6-9 stasiun, circuit menengah 9-12, circuit panjang 12-15.Setiawan mengungkapkan bahwa latihan sirkuit dapat mengembangkan kondisi fisik seperti daya tahan, kelentukan, kelincahan, dan kekuatan. Satu kali latihan dalam setiap stasiun dilakukan 30 detik dan satu sirkuit dilakukan 15-20 menit. Kemudian istirahat antar stasiun adalah 15-20 detik, dan istirahat satu circuit 1-3 menit.. Menurut Fox (1993: 693) bahwa latihan adalah suatu program latihan fisik untuk mengembangkan seorang atlit dalam menghadapi pertandingan penting. Peningkatan kemampuan ketrampilan dan kapasitas energi diperhatikan sama. Harsono mengungkapkan bahwa keuntungan latihan dengan menggunakan sistem sirkuit adalah; a) meningkatkan berbagai komponen 43 kondisi fisik secara serempak dalam waktu relatif singkat, b) setiap atlet dapat berlatih menurut kemajuannya masing-masing, c) setiap atlet dapat mengkoreksi kemajuannya sendiri, d) latihan mudah di awasi, e) hemat waktu, karena dalam waktu yang relatif singkat dapat menampung banyak orang berlatih sekaligus. Menurut Morgan dan Adamson (1972:13-14), metode Circuit traning adalah suatu cara latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot, serta daya tahan sistem peredaran darah dan pernafasan (circu-10-respiratory endurance). Menurut Annarino (1976:12), metode Circuit traning adalah suatu cara latihan kondisi fisik yang meliputi ulangan (repetition) latihan dengan pembebanan yang meningkat dengan pembatasan waktu tertentu. Menurut Wade Allen (1967:151), metode Circuit traning adalah suatu cara latihan kondisi fisik yang bertujuan dan berusaha untuk mengembangkan fungsi jantung, pernafasan dan pembuluh darah melalui penambahan ulangan dengan pembebanan tertentu dan berusaha mengurangi waktu yang di gunakan untuk melakukan rangkaian latihan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa latihan sirkuit adalah suatu bentak latihan berantai yang dilakukan beberapa pos dan aetiap pos dilakukan dengan fariasi-fariasi tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskuler Latihan sirkuit pada umumnya dilakukan di satu tempat yang cukup luas dan representatif untuk menunjang pelaksanaan latihan tersebut. Latihan ini juga dapat dilaksanakan di tempat-tempat yang ada di lingkungan sekitar. Misalnya, 44 taman kota, taman kantor atau sekolah, ruang fitnes, lapangan, atau lahan yang cukup luas. Circuit Training merupakan salah satu metode pengondisian yang pada mulanya di pelopori Adamson dan Morgan (1972:24) anggota staf pengajar pada Universitas Leeds lnggris memperkenalkan metode latihan ini kepada para mahasiswa dengan maksud untuk membina kondisi fisik pada mahasiswa. Oleh Universitas Leed Inggris sekitar tahun 70-an. Circuit Training adalah program dengan berbagai jenis beban kerja yang dilakukan secara simultan dan terus menerus dengan di selingi istirahat pada pergantian jenis beban kerja tersebut. Program pelatihan ini sangat baik, karena dapat membentuk berbagai kondisi fisik secara serempak. Bentuk pelatihan sirkuit (Circuit Training) memiliki tiga karakteristik yaitu; 1). Meningkatkan kesegaran kardiorespirasi dan kesegaran otot. 2). Menerapkan prinsip tahanan progresif. 3). Memungkinkan banyak individu berlatih dalam waktu yang sama, di dasarkan pada kemampuan tiap individu, dan memperoleh latihan maksimal dalam waktu pendek. Circuit training adalah suatu sistim latiham yang dapat memperbaiki secara serempak fitnes keseluruhan dari tubuh, yaitu unsur power, daya tahan, kekuatan, kelincahan, kecepatan, dan lain-lain. Program latihan sirkuit harus di rencankan sedemikian rupa sehinga latihan yang di maksudkan mengenai sesuai dengan sasaran yang ingin di capai sesuai cabang olahraga yang di maksud. Program latihan yang di kemukan oleh E.l.Fok di lakukan dengan 6–15 Stasiun tempat latihan. Satu latihan dalam satu stasiun di selesaikan dalam 30 detik. Satu 45 serkuit di selesaikan antra 5 – 20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah 15 – 20 detik. Tentang jumlah frekwensi 3 kali perminggu dengan lama latihan sekurang-kurang nya 6 minggu. Metode Circuit traning berbentuk rangkaian latihan, di bedakan berdasarkan atas banyaknya butir latihan dalam setiap set sirkuit (Morgan, 1972 : 12). Latihan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Sirkuit pendek, terdiri dari 6 butir setiap set sirkuit. 2) Sirkuit normal, terdiri dari 9 butir setiap set sirkuit. 3) Sirkuit panjang, terdiri dari 12 butir setiap set sirkuit. 1. Bentuk - bentuk Circuit Training Berikut ini dibuatkan bentuk metode Circuit training dengan menggunakan 7 pos. Patokan yang di gunakan adalah jumlah repetisi atau ulangan melakukan latihan. Yang paling baik adalah atlet yang dapat melakukan seluruh rangkaian latihan 7 pos dalam waktu yang paling singkat: Pos 1 : Shuttle run (siswa lari mengambil dan memindahkan benda selama 30 detik jarak 6 meter. Lari antara dua titik dengan jarak kurang lebih 5 meter dengan membungkukkan badan untuk menyentuh masing- masing titik atau memindahkan tongkat 46 Pos 2 : Naik turun bangku (atlet berdiri disamping bangku kemudian melompat dan mendarat diatas bangku kemudian melompat turun lagi selama 30 detik). Pos 3 :Push Up (atlet di suruh telungkup kedua tangan dan kaki diluruskan, kemudian membengkokan kedua tangan dan meluruskannya kembali) lakukan 30 dtk. 47 Pos 4 : Lempar bola ke dinding (berdiri menghadap dinding dalam jarak 2 meter sambil memegang bola, kemudian lemparkan bola dan tangkap lagi). 30 detik Pos 5 : Squathrush (berdiri kemudian melompat keatas langsung jongkok, taruh lengan dilantai, lemparkan kaki lurus ke belakang, jongkok lagi dan melompat) lakukan selama 30 detik 48 Pos 6 : lari zig-zag (lari belok-belok) selama 30 detik ( jarak 10 meter ) Pos 7 : 2. Skiping (bermain lompat tali ) selama 30 detik Langkah-Langkah Melakukan Latihan Sirkuit Langkah-langkah melakukan circuit training menurut Costill (1986) adalah sebagai berikut. a. Persiapkan lapangan dan alat yang akan digunakan untuk circuit training. Setiap siswa diberi penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan di setiap pos harus dilakukan. Demikian pula berapa ulangan atau berapa kali setiap bentuk latihan tersebut harus dilakukan. b. Kemudian, setiap siswa mencoba melakukan setiap bentuk latihan tersebut di setiap pos. Dengan demikian, mereka lebih mengenal setiap bentuk 49 latihan, sehingga kesalahan atau kegagalan dalam melaksanakannya dapat di hindari atau ditekan sekecil mungkin. c. Siswa mulai melakukan circuit training tersebut dan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan sirkuit dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. Pencatatan waktu di lakukan untuk menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu sirkuit d. Selesai melakukan sirkuit, waktunya dicatat dengan teliti hingga sepersepuluhan detik dan berapa waktu yang di butuhkan untuk menyelesaikan satu sirkuit tersebut. Waktu ini di sebut initial trial time atau waktu yang di catat pertama kali diselesaikannya tugas. e. Atas dasar initial trial time ini kemudian ditetapkan suatu target tertentu, yaitu waktu sasaran yang harus dicapainya kelak target waktu ini biasanya di tetapkan 1/3 lebih singkat dari initial trial time-nya. Contohnya, apabila initial trial time adalah 5 menit 30 detik atau 330 detik, maka target waktu adalah 330 – 1/3x330 detik = 220 detik atau 3 menit 40 detik. Untuk mencapai target waktu ini memang berat dan membutuhkan waktu yang lama. Mungkin pula target waktu ini tidak pernah tercapai oleh siswa. Akan tetapi, dengan perbaikan waktu pada setiap kali siswa melakukan circuit training tersebut, dapat diperkirakan bahwa kondisi fisik, daya tahan, kecepatan, kekuatan, dan lainnya sudah meningkat. Jadi untuk memaksimalkan VO2 Maks sebaiknya pada masa pertumbuhan, dengan harapan fungsi Cardiorespirasi akan baik. Oleh karena alasan tersebut olahraga sangat penting dalam memaksimalkan sistem 50 cardiorespirasi karena dengan berolahraga kita akan melatih kekuatan otot-otot jantung, paru-paru, elastisitas otot, dan meningkatkan jumlah dan besarnya mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi yang di gunakan untuk kerja otot untuk melakukan aktifitas. 4. Cara Melakukan Circuit Training Cara melakukan Circuit training atau latihan sirkuit adalah : a. Dalam suatu daerah atau area tertentu ditentukan beberapa pos, misalnya 10 pos b. Di setiap pos, atlet diharuskan melakukan suatu bentuk latihan tertentu c. Biasanya berbentuk latihan kondisi fisik seperti kekuatan, daya tahan, kelincahan, daya tahan dan sebagainya. d. Latihan dapat dilakukan tanpa atau dengan menggunakan bobot atau beban. e. Bentuk-bentuk latihan setiap pos antara lain seperti lari zig-zag, pull-up, lempar bola, squat jump, naik turun tambang, press, squat thrust, rowing, dan lari 200 meter secepatnya. 5. Prinsip-Prinsip Dasar Latihan Sirkuit Program latihan sirkuit hendaknya menerapkan prinsip-prinsip dasar latihan guna mencapai kinerja fisik yang maksimal bagi seseorang. Prinsip-prinsip dasar latihan yang secara umum harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Prinsip beban berlebih (the overload principles). Pendapat Fox (1993: 687) dikemukakan bahwa intensitas kerja harus bertambah secara bertahap melebihi ketentuan program latihan merupakan kapasitas kebugaran yang bertambah baik. Bompa (1994: 29) bahwa 51 pemberian beban latihan yang melebihi kebiasaan kegiatan sehari-hari secara teratur. Hal itu bertujuan agar system fisiologis dapat menyesuaikan dengan tuntutan fungsi yang dibutuhkan untuk tingkat kemampuan tinggi. c. Prinsip kekhususan (the principles of specificity). Latihan harus bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan olahraga dan pertandingan yang akan dilakukan. Perubahan anatomis dan fisiologis dikaitkan dengan kebutuhan olahraga dan pertandingan tersebut (Bompa, 1994: 32). d. Prinsip individual (the principles of individuality). Bompa (1994: 35) menjelaskan bahwa latihan harus memperhatikan dan memperlakukan seseorang sesuai dengan tingkatan kemampuan, potensi, karakteristik belajar dan kekhususan olahraga. Seluruh konsep latihan harus direncanakan sesuai dengan karakteristik fisiologis dan psikologis seseorang, sehingga tujuan latihan dapat ditingkatkan secara wajar. e Prinsip beban latihan meningkat bertahap (The trinciples of progressive increase load) Seseorang yang melakukan latihan, pemberian beban harus ditingkatkan secara bertahap, teratur dan ajeg hingga mencapai beban maksimum (Bompa, 1994: 44) 1. f. Prinsip Kembali Asal (the principles of reversibility). Djoko P.I (2000: 11) bahwa kebugaran yang telah dicapai seseorang akan berangsurangsur menurun bahkan bisa hilang sama sekali, jika latihan tidak dikerjakan secara teratur dengan takaran yang tepat. 52 6. Keuntungan Circuit Training Keuntungan latihan sirkuai aalah (a)Melatih kekuatan jantung dan menurunkan tekanan darah sama baiknya dengan latihan aerobic. semua anggota tubuh (total body workout). (c) (b) Melatih Ketahanan, daya tahan otot akan terlatih dan kemampuan adaptasi meningkat. (d) Membentuk otot yang terdefinisi jelas dan kering. (e) Waktu yang digunakan untuk circuit training lebih cepat daripada waktu yang digunakan untuk gym (g) Tidak memerlukan alat gym yang mahal. 7. (h) Dapat disesuaikan diberbagai area atau tempat latihan. Kekurangan Circuit Training Meskipun latihan sirkuit sangat cocok untuk mengembangkan daya tahan kekuatan atau ketahanan otot local, akan tetapi hal ini kurang cocok untuk membangun massal otot. Walaupun beberapa keuntungan kekuatan potensial, latihan sirkuit akan memberikan hasil yang kurang dalam cara kekuatan maksimal dibandingkan langsung latihan beban. Durasi dari beberapa stasiun rangkaian pelatihan dapat di wilayah 45 sampai 60 detik, dan dalam beberapa kasus selama dua menit. Sirkuit ini biasanya berarti bahwa jumlah pengulangan dilakukan pada setiap stasiun relatif tinggi, menempatkan setiap latihan lebih lanjut terhadap daya tahan akhir intensitas kontinum. Mereka yang ingin meningkatkan atau mengoptimalkan kekuatan otot massal ( hipertrofi ) dapat mengurangi jumlah pengulangan dilakukan dan meningkatkan berat badan yang akan diangkat atau meningkatkan intensitas, ketika hidrolik atau elastis digunakan. Di sisi lain, panjang stasiun lagi sangat cocok untuk setiap jantung ( aerobik ) stasiun termasuk dalam rangkaian kali 53 Station dapat dikurangi menjadi 75 atau 100 detik ketika semua peserta memiliki tingkat pengalaman yang memadai. Mengurangi kali stasiun akan mendorong peserta untuk mengangkat beban lebih berat, yang berarti mereka dapat mencapai overload dengan sejumlah kecil pengulangan: di kisaran 25 sampai 50 tergantung pada mereka. Namun, ini menyediakan sedikit waktu untuk instruktur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut tetap aman dan efektif dengan mengamati teknik, postur, dan bentuk. D. Hasil Penelitian Yang Relevan 2. Penelitian Bintara Arif, Bintara A. (2014) dengan judul Pengaruh latihan Sikuit kombinasi teknik terhadap tingkat kebugaran aeobik, teknik passing dan kelenturan anggota ekstra kurikuler Sepak bola SMA Negeri 1 Sragen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Latihan Sirkuit Kombinasi Teknik Terhadap Tingkat Kebugaran Aerobik, Teknik Passing, dan Kelentukan Anggota Ekstrakurikuler Sepakbola SMA Negeri 1 Sayegan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yaitu preexperimental designs (nondesigns) dengan teknik tes untuk pengambilan datanya. Teknik sampling yang digunakan adalah purpossive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 16 siswa putra SMA Negeri 1 Sayegan. Instrumen Kelentukan menggunakan Sit and reach test, Kebugaran Aerobik menggunakan cooper test, Keterampilan Passing menggunakan tes sepak dan tahan bola (passing and controlling). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t, yaitu dengan 54 membandingkan hasil pretest dengan posttest pada kelompok eksperimen. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai uji-t antara pretest dan posttest latihan sirkuit terhadap kelentukan yang memiliki nilai t hitung 4.392, p = 0.001, karena p < 0,05 maka ada peningkatan yang signifikan. Hasil uji statistik di peroleh nilai uji-t antara pretest dan posttest latihan sirkuit terhadap tingkat kebugaran jasmani yang memiliki nilai t hitung 7.388, p = .000, karena p < 0,05 maka ada peningkatan yang signifikan. Hasil uji statistik diperoleh nilai uji-t antara pretest dan posttest latihan sirkuit terhadap keterampilan passing yang memiliki nilai t hitung -6.708, p = .000, karena p < 0,05, maka ada peningkatan yang signifikan. Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh latihan sirkuit terhadap kelentukan, tingkat kebugaran jasmani, dan keterampilan passing pemain sepak bola di SMA Negeri 1 Sayegan. 3. Penelitian Petrus Tri F, (2012) Pengaruh Latihan Sirkuit Training Durasi 2 X 30 Detik Dan 60 Detik Terhadap Kecepatan, Kelincahan, Dan Volume Oksigen Maksimal Pada Tim Bola Basket Putra SMA Negeri 5 Semarang Tahun 2010. Hasil penelitian ini diperoleh hasil tidak ada pengaruh latihan sirkuit durasi 2 x 30 detik terhadap kecepatan, kelincahan dan VO2 max pada pemain basket seperti tampak pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa harga t = 0.715 sedangkan dengan signifikansi sebesar 0,493. Tidak ada pengaruh latihan sirkuit durasi 60 detik terhadap kecepatan, kelincahan dan VO2 55 max pada pemain basket seperti tampak pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa harga t = 1.485 sedangkan dengan signifikansi sebesar 0,172. Tidak ada perbedaaan pengaruh metode sirkuti antara 2 x 30 detik dan 60 detik dalam meningkatkan kecepatan, kelincahan dan VO2 max pada pemain bola basket menunjukkan bahwa harga Fo = 0,078 sedangkan dengan signifikansi sebesar 0,783 Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah Tidak ada pengaruh latihan sirkuit durasi 2 x 30 detik terhadap kecepatan, kelincahan dan VO2 max pada tim bola basket. Tidak ada pengaruh latihan sirkuit durasi 60 detik terhadap kecepatan, kelincahan dan VO2 max pada tim bola basket. Tidak terdapat perbedaan pengaruh metode sirkuit antara 2 x 30 detik dan 60 detik dalam meningkatkan kecepatan, kelincahan dan VO2 max pada tim bola basket. Penulis memberikan saran perlunya pengembangan metode latihan yang tepat dari guru dan pelatih agar siswa dapat meningkatkan kecepatan, kelincahan dan VO2 max yang optimal, dengan cara membuka wawasan seluas-luasnya tentang permainan bolabasket, baik melalui media cetak, media elektronik maupun sumber lainnya. 4. Penelitian Suginto (2011) “Dampak metode latihan circuit terhadap keluatan otot dan gaya tahan aerobic” Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian digunakan teknik total sampling, sampel yang digunakan sebanyak 10 orang. Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes multi tahap (bleep test) dan 1RM test. 56 Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode circuit training memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kekuatan otot, Metode circuit training memberikan pengaruh yang sign terhadap daya tahan aerobik. 5. Penelitian Endrawan Sugiharto (2012) dengan Judul Pengaruh latihan Sirkuit 4 Pos terhadap tingkat kebugaran jasmani siswa puteri kelas IV SDN 1 Labuhan ratu” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan sirkuit (4 pos) dalam meningkatkan kebugaran jasmani siswa putri kelas IV dan V SDN 1 Labuhan Ratu Tahun Pelajaran 2011/2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperiment dengan desain penelitian Randomized Pretest-Posttes Design.. Teknik Analisis data yang digunakan adalah Analisis Uji t Hasil analisis data menunjukkan bahwa latihan sirkuit (4 Pos) dapat meningkatkan tingkat kebugaran Jasmani siswa putri secara signifikan, berdaarkan analisis diperoleh nilai t hitung = 18,478 jika dibandingkan dengan nilai t = 1,746 maka nilai t hitung > t tabel tabel , maka ada pengaruh yang signifikan pada kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan berupa latihan berangkai 4 pos. Sedangkan hasil perhitungan untuk kelompok kontrol diperoleh nilai t = 1,154 jika dibandingkan nilai t tabel = 1,746 maka nilai t hitung < t tabel hitung . Ini artinya tidak adanya latihan yang diberikan pada kelompok kontrol, maka tidak adanya pengaruh yang berarti juga terhadap 57 peningkatan hasil TKJI pada siswa kelas IV dan kelas V SDN 1 Labuan Ratu tahun pelajaran 2011/2012. E. Kerangka Pemikiran Circuit training adalah suatu sistim latiham yang dapat memperbaiki secara serempak fitnes keseluruhan dari tubuh, yaitu unsur power, daya tahan, kekuatan, kelincahan, kecepatan, dan lain-lain. Program latihan sirkuit harus di rencankan sedemikian rupa sehinga latihan yang di maksudkan mengenai sesuai dengan sasaran yang ingin di capai sesuai cabang olahraga yang di maksud. Program latihan yang di dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 7. Satu latihan dalam satu stasiun di selesaikan dalam 30 detik. Satu serkuit di selesaikan antra 5 – 20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah 15 – 20 detik. Tentang jumlah frekwensi 3 kali perminggu dengan lama latihan sekurang-kurang nya 6 minggu. Latihan Sirkuit adalah program dengan berbagai jenis beban kerja yang dilakukan secara simultan dan terus menerus dengan diselingi istirahat pada pergantian jenis beban kerja tersebut, menggunakan prinsip rogresif, dengan demikian latihan sangat baik karena dapat memacu kerja jantung paru. Latihan ini dilakukan secara otot dan sistim kerja konsisten dan sistematik sesuai program latihan dapat di duga dan meningatkan daya tahan jantung paru atau yang sering di sebut daya atahan aerobik (VO2 Max. 58 F. Hipotesis Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka berpikir yang telah di kemukakan pada bagain bab sebelumnya, maka dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: Ada pengaruh latihan sirkuit terhadap peningkatan daya tahan jantung paru pada siswa SMA Neger 10 Kendari. 59 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari sampai dengan bulan maret 2016 di SMA Neg 10 Kendari semester 2 tahun pelajaran 2015-2016. B. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode eksperimen yaitu dengan memberikan perlakuan Latihan sirkuit (Circuit Training). C. 1. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (terdiri dari 5 kelas ) dengan jumlah siswa secara keseluruhan adalah 144 orang. Dengan rincian kelas populasi pada tabel berikut : Populasi menurut jumlah siswa setiap kelas. No Kelas Pria Wanita Jml 1 X1 18 16 34 2 X2 16 12 28 3 X3 14 16 30 4 X4 16 15 31 5 X5 17 15 32 Jumlah 81 63 144 59 60 1. Sampel Sesuai dengan variabel kendali jenis kelamin pria, maka diperoleh jumlah populasi sebanyak 81 orang, kemudian diseleksi dengan menggunakan teknik multi stage random sampling diambil sebanyak 40% sehingga diperoleh sampel sebanyak 32 orang siswa. Selanjutnya ditetapkan sebagai satu kelompok untuk diberi latihan circuit training. D. Desain dan Variabel Penelitian: Variabel dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel bebas (Independend) adalah circuit training ( X ) 2. Variabel terikat (Dependen ) adalah daya tahan jantung paru (Y) 3. Variabel kendali adalah jenis kelamain pria E. DesainPenelitian Desain penelitian yang digunakan adalah tes awal-tes akhir (Pretest-Post Test Design), artinya sebelum diberi perlakuan dilakukan tes awal. Selanjutnya setelah diberi perlakuan sebanyak 3 kali seminggu selama enam pekan (18 kali pertemuan) diberikan tes akhir. Desain penelitian ini seperti terlihat pada tabel dibawah ini : R Keterangan: R O1 O2 X O1 X O2 Sujana (2005) = = = = Sampel dipilih secara Random Data Pre-tes Data Pos-tes Kelompok yang diberi perlakukan Latihan Sirkuit 61 F. Validitas Penelitian Untuk memperoleh hasil penelitian tentang daya tahan aerobik yang benar-benar disebabkan pengontrolan terhadap oleh adanya berbagai perlakuan, beberapa maka perlu kemungkinan diadakan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, yakni melalui validitas penelitian. Validitas tersebut meliputi validitas internal, dan validitas eksternal yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Validitas Internal Teknik pengontrolan terhadap validitas internal yakni dengan cara mengendalikan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi hasil perlakuan sebagai berikut : a. Pengaruh Sejarah Pengaruh sejarah dapat dikontrol dengan cara mencegah timbulnya kejadian-kejadian khusus yang dapat mempengaruhi sampel dan pelaksanaan perlakuan seperti kebiasaan sehari-hari. Untuk mengatasi hal tersebut, di usahakan agar pelaksanaan penelitian di lakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama. b. Pengaruh Kematangan Faktor kematangan sulit untuk diatasi, karena hal ini berlangsung secara alamiah. Oleh karena itu salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengusahakan agar pemberian perlakuan tidak terlalu lama. 62 c. Pengaruh Kehilangan Peserta Eksperimen Untuk mengontrol peserta eksperimen dilakukan dengan cara memperketat pengisian daftar hadir, dan memberikan motivasi secara terus menerus. d. Pengaruh Instrumen Pengukuran Mengontrol instrumen pengukuran dilakukan dengan cara tidak merubah penggunaan alat ukur yang di gunakan. e. Kontaminasi Antar Kelompok Eksperimen Untuk mengusahakan agar tidak terjadi kontaminasi antar kelompok eksperimen, dilakukan dengan cara mengusahakan dan memberitahukan masing-masing kelompok agar tidak berlatih diluar perlakuan penelitian. 2. Validitas Eksternal Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang benar-benar representatif adalah dengan melakukan pengontrolan terhadap validitas eksternal. Terdapat dua macam validitas eksternal, yakni : a. Validitas Populasi Validitas populasi dapat dikontrol dengan dua cara, yakni : (1). Menetapkan subyek sesuai dengan karakteristik populasi seperti pengambilan sampel yang hanya khusus pada siswa putera, (2). Teknik pengambilan sampel dengan cara tes konsep diri, bertujuan agar karakteristik sampel dapat mewakili populasi. 63 b. Validitas Ekologi Pengontrolan validitas ekologi dilakukan dengan tujuan agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada kondisi dan lingkungan lain, guna menghindari adanya pengaruh reaktif dari penelitian, seperti persiapan, perlakuan, pelaksanaan perlakuan dan variabel terikat. Validitas ekologi dapat dikontrol dengan cara : (1). Tidak memberi tahu siswa bahwa mereka sedang jadi objek penelitian, (2). Tidak mengubah suasana siswa yang terdahulu, serta memberi perlakuan yang sama terhadap masing-masing siswa, (3). Guru atau pelatih yang menjalankan perlakuan adalah guru yang spesialisasinya, dan dibantu oleh asisten pelatih sebanyak dua orang yang sebelumnya telah di tatar mengenai keseragaman pemberian teknik latihan irkuit, serta keseragaman dalam memperbaiki kesalahan-kesalahan siswa yang mungkin terjadi selama perlakuan. G. Definisi Operasional Variabel. Agar tidak memberikan penafsiran yang keliru tentang variabel yang di maksud dalam penelitian ini adalah : a. Circuit Training. Latihan sirkuit (Circuit Training) yang dimaksudkan dalam variabel penelitian ini adalah suatu bentuk rangkaian latihan yang terdiri dari 7 pos circuit latihan yang meliputi : shuttle run, naik turun bangku, push up, lempar bola ke dinding, squathrush, lari zig-zag, skiping. 64 b. Kemampuan Jantung Paru Kemampuan jantung paru yang dimaksud dalam penelitian adalah jumlah maksimal oksigen yang di gunakan oleh siswa dalam melakukan kegiatan fisik maksimal yang di ukur dengan tes lari - jalan 15 menit, Balke, (1963). H. Instrumen Penelitian Tes lapangan sederhana untuk mengukur kemampuan jasmani hendaknya merupakan latihan jasmani yang umum, melibatkan kelompok otot-otot besar dan mencerminkan respon-respon fungsional umum dalam bekerja sampai batas kemampuan. Dalam hubungang tersebut Balke (1963:1-8) Mengajukan sebuah bentuk test lapangan berupa lari-jalan 15 menit dengan mendasarkan pendapatnya pada Henry yang menyatakan bahwa berjalan cepat memerlukan oksigen sebanyak 8-10 kali kebutuhan oksigen saat istirahat. Dalam sustu percobaan Balke membandingkan kebutuhan energi berbagai kecepatan lari dengan menggunakan oksigen maksimal diatas treadmill. Hasil tes menyimpulkan bahwa kebutuhan oksigen pada test lari sebanding dengan kebtuhan saat lari selama 10-20 menit. Berdasarkan kenyataan tersebut Balke menyusun tes lapangan lari-jalan 15 menit. Hasil tes tersebut bila dilakukan dengan sebaik-baik usaha dapat mencerminkan VO2 maks seseorang berdasarkan hasil tes lari-jalan 15 menit. Balke Menggunakan Rumus VO2 Maks (Pyke 53: 1980). VO2 Maks = 65 I. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.Tahap persiapan a. Membentuk panitia pelaksanaan tes lari-jalan 15 menit yang terdiri dari beberap orang atau 10 orang siswa dan 7 orang guru yang di pimpin oleh peneliti sendiri. b. Mempersiapkan sarana dan prasarana yang di butuhkan dalam pelaksanaan tes yang terdiri dari : a). Lapangan yang di gunakan untuk pelaksanaan lari /jalan selama 15menit, b). Bendera start, c). Stop watch, d). Kapur e). Nomor dada, f). Meteran, g). Formulir tes dan alat tulis menulis. 2. Pelaksanaan tes. Petugas tes terdiri dari : a). Starter b). Pencatat skor c). Pemegang stop watch d). Pengawas lintasan (jarak) J. 1. Pelaksanaan Latihan Circuit Training Urutan pelaksanaan latihan ini adalah sebagai berikut : Setelah dilakukan pemanasan secukupnya sampel ditempatkan pada masing – masing pos latihan. Melalui aba–aba “siap!” masing - masing sampel mengatur alat latihan dengan beban yang telah ditentukan. Kemudian diberikan aba–aba “ya!” sampel mulai melakukan latihan di pos masing secara berulang – ulang selama 30 detik. 66 Pada saat diberikan aba – aba “stop!” sampel berhenti melakukan latihan dan beristirahat sambil menuju ke pos circuit berikutnya, kemudian dengan prosedur yang sama melakukan kegiatab lagi di pos latihan berikutnya sampai mencapai jumlah pos latihan yang telah ditentukan yakni sebanyak 7 pos latihan (inilah yang dimaksudkan 1 set di sini). Setelah selesai satu set latihan ini sampel beristirahat selama 1 setengah menit setelah itu dilanjutkan kembali pada set kedua. Dengan cara dan prosedur yang sama latihan dilakukan sampai mencapai jumlah set yang di rencanakan ( 2 – 3 set). Pos 1 Pos 2 Pos 3 Pos 4 Pos 7 Pos 6 Pos 5 Keterangan dari pos-pos Circuit 1. Shuttlerun 5. Squathrush 2. Naik turun bangku 6. Lari zig-zag 3. Push up 4. Lempar bola ke dinding 7. Skiping 67 K. Analisis Data Untuk menganalisis perolehan data tentang pengaruh latihan sirkuit (circuit training) dan latihan fartlek terhadap VO2max, maka diadakan uji prasyarat analisis yakni : 1. Uji Normalitas Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data mempunyai sebaran yang berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesamaan varians data kelompok eksperimen dengan menggunakan uji- F dengan ketentuan jika F hit lebih kecil F tabel pada dk = k – 1 dan α = 0,05 maka data yang diperoleh adalah homogen dan sebaliknya jika F hit lebih besar atau sama dengan F tabel pada dk = k – 1 dan α = 0,05 maka data yang diperoleh adalah tidak homogen. L. Hipotesis Statistik Secara statistik, hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H0 : m2 – m1 = 0 & H1: m2- m1 > 0 H0 artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara daya tahan jantung paru sebelum dan sesudah perlakuan. H1 artinya rata-rata daya tahan jantung paru sesudah perlakuan (pretest) lebih tinggi daripada sebelum perlakuan. Keterangan : m1 : rata – rata daya tahan jantung paru sebelum perlakuan ( pre - test) m2 : rata – rata daya tahan jantung paru sesudah perlakuan. 68 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil análisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan karakteristik umum tingkat kemampuan daya tahan jantung paru yang mejadi kajian penelitian ini dalam bentuk rerata, median, modus, simpangan baku, variansi, distribusi frekuensi relatif dan persentase, serta dalam bentuk grafik. Selanjutnya, analisis inferensial digunakan untuk menguji hipótesis penelitian dengan menggunakan t-tes untuk kelompok data independen. A. Deskripsi Data Penelitian 1. Deskripsi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Sebelum Perlakuan. (Hasil Pre Tes Y1) Skor tingkat kemampuan daya tahan jantung paru bagi siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini berdasarkan hasil pre tes, yaitu sebelum diberikan perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit (circuit training) diperoleh skor minimum = 29,80, skor maksimum = 43,21 dan range = 13,41. Kemudian berdasarkan statistik deskriptif diperoleh skor rata-rata = 36,24, skor modus = 32,21, skor median = 36,15, standar deviasi = 3,06, dan variansi = 9,36 Jika skor tingkat kemampuan daya tahan jantung paru siswa sebelum diberikan perlakuan, dibuat dalam bentuk distribusi frekuensi, dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 4.1. 68 69 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Sebelum Diberikan Latihan Sirkuit -Hasil Pre Tes (Y1) No. Interval Skor 1. 2. 3. 4. 5. 29,50 – 32,50 32,51 – 35,51 35,52 – 38,52 38,53 – 41,53 41,54 – 44,54 Jumlah Frekuensi (f) 4 9 11 7 1 32 Persentase (%) 12,50 28,13 34,37 21,87 3,13 100 Kumulatif % 12,50 40,63 75,00 96,87 100 Dari Tabel 4.1 diperoleh sebanyak 4 siswa (12,50%) yang memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 29,50-32,50, sebanyak 9 siswa (28,13%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada intervasl skor 32,51 – 35,51, sebanyak 11 siswa (34,37%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 35,52 – 38,52, sebanyak 7 siswa (21,87%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 38,53 – 41,53, dan sebanyak 1 siswa (3,13%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 41,54 – 44,54. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada umumnya siswa memiliki tingkat kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor menengah, yaitu 35,52 – 38,52 Histogram distribusi frekuensi skor kemampuan daya tahan jantung paru siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini sebelum diberikan perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit ditunjukkan pada Gambar 4.1 berikut. 70 Gambar 4.1. Histogram Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Sebelum Perlakuan Diberikan Latihan Sirkuit Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa distribusi frekuensi skor kemampuan daya tahan jantung paru siswa sebelum diberikan perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit dapat didekati oleh distribusi normal, artinya pada umumnya siswa memiliki daya tahan jantung paru pada kategori menengah, sedangkan kategori rendah dan tinggi jumlahnya relatif kecil sehingga membentuk kurva normal. 2. Deskripsi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Setelah Perlakuan. (Hasil Post Tes Y2) Skor tingkat kemampuan daya tahan jantung paru bagi siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini berdasarkan hasil post tes, yaitu setelah diberikan perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit (circuit training) diperoleh skor minimum 71 = 34,50, skor maksimum = 47,92 dan range = 13,42. Kemudian berdasarkan statistik deskriptif diperoleh skor rata-rata = 40,96, skor modus = 37,82, skor median = 40,92, standar deviasi = 3,15, dan variansi sebesar 9,94. Apabila skor kemampuan daya tahan jantung paru siswa seteleh diberikan perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit dibuat dalam bentuk distribusi frekuensi dengan lima kategori/klasifikasi, maka diperoleh Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Setelah Diberikan Latihan Sirkuit -Hasil Pos Tes (Y2) No. Interval Skor 1. 2. 3. 4. 5. 34,50 – 37,50 37,51 – 40,51 40,52 – 43,52 43,53 –46,53 46,54 – 49,54 Jumlah Frekuensi (f) 3 11 12 5 1 32 Persentase (%) 9,37 34,37 37,50 15,63 3,13 100 Kumulatif % 9,37 43,74 81,24 96,87 100 Dari Tabel 4.2 diperoleh sebanyak 3 siswa (9,37%) yang memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 34,50 – 37,50, sebanyak 11 siswa (34,37%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada intervasl skor 37,51 – 40,51, sebanyak 12 siswa (37,50%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 40,52 – 43,52, sebanyak 5 siswa (15,63%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 43,53 –46,53, dan sebanyak 1 siswa (3,13%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 46,54 – 49,54. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada umumnya siswa memiliki tingkat kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor menengah, yaitu 40,52 – 43,52. 72 Histogram distribusi frekuensi skor kemampuan daya tahan jantung paru siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini setelah diberikan perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut. Gambar 4.2. Histogram Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Sebelum Perlakuan Diberikan Latihan Sirkuit Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa distribusi frekuensi skor kemampuan daya tahan jantung paru siswa setelah diberikan perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit dapat didekati oleh distribusi normal, artinya pada umumnya siswa memiliki daya tahan jantung paru pada kategori menengah, sedangkan kategori rendah dan tinggi jumlahnya relatif kecil sehingga membentuk kurva normal 73 Tabel 4.3 Rangkuman Deskripsi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Sebelum dan Sesudah Diberikan Latihan Sirkuit B. 1. Statistik Sebelum Perlakuan (Y1) Sesudah Perlakuan (Y2) Skor Min 29,80 34,50 Skor Maks 43,21 47,92 Rata-Rata 36,24 40,99 Median 36,11 40,92 Modus 32,21 37,82 St Deviasi 3,06 3,15 Varians 9,36 9,94 Pengujian Persyaratan Analisis Uji Normalitas Data Sebelum dilakukan analisis untuk pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian persyaratan analisis. Persyaratan analisis yang diperlukan untuk analisis komparatif dengan menggunakan Uji-t adalah data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji KolmogorovSmirnov dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows . Rangkuman hasil pengujian normalitas data sebelum dan sesudah perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit bagi siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.4. 74 Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Kolmogorov-Smirnov Kelompok Kesimpulan Data Statistik Df Sig Y1 Y2 0,122 32 0,200 0,132 32 0,165 Normal Normal Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa, nilai signifikan (Sig.) pada kolom uji Kolmogorov-Smirnov dari setiap kelompok data, masing-masing lebih besar dari taraf signifikasi α = 0,05. Untuk kelompok data Y1 nilai sig = 0,200 > α = 0,05 sehingg diperoleh kesimpulan bahwa data Y1 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk kelompok data Y2 memiliki nilai sig = 0,165 > α = 0,05 sehingg diperoleh kesimpulan bahwa data Y2 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Secara grafis, hasil uji normalitas data Y1 dan Y2 ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 75 Gambar 4.3 Grafik Plot Normal Data Y1 Gambar 4.4 Grafik Plot Normal Data Y2 Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 membentuk suatu plot garis lurus (linear) sehingga memberikan suatu indikasi bahwa data Y1 dan data Y2 berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Varians Uji homogenitas varians dalam penelitian ini menggunakan Uji Levene Test yang dilakukan dengan bantuan program SPSS 16 for windows. Rangkuman hasil uji homogenitas varians untuk pasangan data sebelum dan sesudah perlakuan (pre tes dan pos tes) ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians Kelompok Data Statistik Y1 – Y2 0,02 Levene Test df1 df2 1 62 Sig Taraf nyata α 0,891 0,05 Kesimpulan Homogen 76 Bedasarkan hasil pengujian homogenitas varians yang dirangkum pada Tabel 4.5 di atas diperoleh nilai signifikan (sig.) = 0,891yang lebih besar dari taraf nyata α = 0,05 sehingga disimpulkan bahwa varians pasangan data Y1 dan Y2 adalah homogen. Secara grafis ditunjukkan pada Gambar 4.3 berikut. Uji Kehomogenan Varians F-Test Test Statistic P-Value 1 0,94 0,869 Kode Lev ene's Test Test Statistic P-Value 2 2,5 3,0 3,5 4,0 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs 0,02 0,891 4,5 Kode 1 2 30 35 40 Pre dan Pos 45 50 Gambar 4.3 Grafik Uji Homogenitas Varians Data Y1 dan Y2 Berdasarkan uji normalitas data dan uji homogenitas varians menunjukkan bahwa persyaratan analisis untuk uji-t yang diperlukan dalam penelitian ini telah dipenuhi, yaitu data berasal dari populasi berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen sehingga dapat dilanjutkan pada pengujian hipotesis penelitian C. Pengujian Hipotesis Penelitian Hasil pengujian persyaratan analisis data yang telah dikemukakan di atas memberikan kesimpulan bahwa data dalam penelitian ini berasal dari populasi berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen sehingga layak untuk 77 dilakukan analisis lebih lanjut, yaitu pengujian hipotesis penelitian, yang diuraikan sebagai berikut. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini ialah ” Latihan sirkuit (circuit training) secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan daya tahan jantung paru pada siswa putra SMA Negri 10 Kendari”. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji-t, yang menganalisis perbedaan tingkat kemampuan daya tahan jantung paru sebelum dan sesudah diberikan perlakuan berupa bermain circuit training memberikan nilai t hitung = - 31, 086 dengan nilai signifikan, p-value dua arah = 0,000. Karena nilai signifikan ini lebih kecil dari taraf signifikan α = 0,05, maka pengujian bersifat nyata atau signifikan sehingga diputuskan menolak H0, yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pre tes dengan skor post tes pada kelompok siswa yang diberikan perlakuan dalam bentuk circuit training. Dengan memperhatikan nilai t hitung yang bertanda negatif, memberikan indikasi bahwa nilai post tes lebih tinggi dibandingkan nilai pre tes. Dalam hal ini perlakuan dengan circuit training memberikan pengaruh yang signifikan terhadap meningkatnya kemampuan daya tahan jantung paru pada kelompok perlakuan. Hasil analisis selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 4.6 brikut ini. 78 Tabel 4.6 Hasil Uji Perbedaan Pre Tes Dan Post Tes Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Dengan Perlakuan Circuit Tarining Paired Samples Test Paired Differences Mean Pair 1 Pretes Postes Std. Std. Error Deviation Mean -4,744 0,863 0,153 t df -31.086 Sig. (2tailed) 31 Daya Tahan Jantung Paru 50,00 40,98 40,00 36,24 30,00 20,00 10,00 0 Circuit Training Sebelum Perlakuan (Pre Tes) Sesudah Perlakuan (Post Tes) Gambar 4.4 Histogram Rata - Rata Skor Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Sebelum dan Sesudah Perlakuan .000 79 D. Pembahasan Berdasarkan hasil-hasil penelitian ini ditemukan bahwa perlkuan dalam bentuk latihan sirkuit (circuit training) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan daya tahan jantung paru bagi siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan yang signifikan antara skor hasil pre tes dan skor hasil post tes pada kelompok siswa yang diberi lathan circuit training. Hasil-hasil penelitia ini memberikan fakta empirik bahwa metode latihan circuit training memberikan sumbangan atau kontribusi yang berarti terhadap peningkatan kemampuan daya tahan jantung paru bagi subyek penelitian. Hasil penelitian ini didukung oleh berbagai konsep yang secara teoretis dapat dijelaskan sebagi berikut. Kontribusi metode latihan circuit training sebagai suatu sistem latihan yang dapat memperbaiki secara serempak fitness keseluruhan dari tubuh yaitu komponen-komponen kekuatan, kecepatan, daya tahan, fleksibilitas, mobilitas, dan komponen-komponen fisik lainnya. Hal ini disebabkan karena bentuk-bentuk latihan dalam circuit training biasannya merupakan kombinasi dari semua unsur fisik. Ada beberapa keuntungan berlatih dengan circuit training, diantaranya adalah meningkatkan berbagai komponen fisik secara serempak dalam waktu yang relatif singkat, kegiatan latihan mudah diawasi, dan hemat waktu karena dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat yang dapat menampung banyak orang dalam latihan. Dalam kaitannya dengan dengan kemampuan daya tahan jantung paru, dikemukakan oleh Sajoto (1990) bahwa, kemampuan daya tahan jantung paru 80 sebagai kondisi fisik yang menjadi kemampuan dasar gerak fisik atau aktifitas dari tubuh manusia, dengan latihan bermain circuit training akan dapat meningkatkan berbagai komponen fisik secara serempak . Dalam hal ini, kondisi kemampuan daya tahan jantung paru menggambarkan keadaan seeorang mengenai kemampuannya untuk dapat melaksanakan aktifitas bermain dan kesanggupan melaksanakan aktifitas lainnya. Melalui circuit training yang dilakukan oleh seseorang akan dapat mempertahankan kondisi fisik dan memiliki tingkat kemampuan daya tahan jantung paru yang lebih baik sehingga mampu melakukan aktifitas dan poses pembelajaran. Latihan dalam bentuk circuit training adalah suatu sistem yang dapat memperbaiki secara serempak fitnes keseluruhan dari tubuh, yaitu unsur power, daya tahan, kekuatan, kelincahan. Dalam pelaksanaannya, program latihan circuit trining harus direncanakan sedemikian rupa sehingga latihan yang dimaksudkan mengenai sasaran. Menurut Soekarman (1987:70) adanya kontribusi dari latihan circuit training karena metode latihannya dikombinasikan dari beberapa item-item latihan yang dimaksudkan agar tidak membosankan dan bersifat efisien, yang mencakup kekuatan otot, ketahanan otot, kelentukan, Kelincahan, keseimbangan, dan ketahanan jantung paru. Sejalan dengan urain di atas mengenai konstibusi positif dari latihan circuit training terhadap kemampuan daya tahan jantung paru juga dikemukakan oleh Morgan dan Adamson ( Wilmore: 1977) bahwa bermain cicuit training menjadi semakin popular dan diakui oleh banyak pelatih, ahli-ahli pendidikan 81 jasmani, dan atlet sebagai suatu sistem latihan yang dapat memperbaiki secara serempak fitness keseluruhan dari tubuh, yaitu komponen-komponen power, daya tahan, kecepatan, fleksibilitas, mobilitas, dan komponen-komponen fisik lainnya. Karena itu bentuk-bentuk latihan dalam circuit training biasanya adalah kombinasi dari semua unsur unsur fisik. Latihan-latihannya bisa berupa lari naikturun tangga, lari kesamping, kebelakang, melempar bola, memukul bola dan sebagainya. Bentuk-bentuk latihannya biasanya disusun dalam lingkaran. Karena itu nama latihan ini disebut circuit training. Metode latihan circuit training didasarkan pada asumsi bahwa seorang atlet akan dapat meningkatkan kekuatannya, daya tahannya, kelincahannya, total fitnessnya dengan jalan melakukan sebanyak mungkin pekerjaan dalam suatu jangka waktu tertentu; melakukan suatu jumlah pekerjaan atau latihan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. Disadari bahwa untuk mencapai kemampuan daya tahan jantung paru yang lebih, dibutuhkan aktifitas olahraga secara teratur dan berkesinambungan termasuk kegiatan bermain circuit training di sekolah. Pelaksanaan bermain circuit training akan memberikan dampak positif terhadap respon-respon muscular terhadap siswa yang diekspresikan melalui teknik gerakan yang dilakukan beberapa pos-pos yang di dalamnya terdapat beberapa tehnik bermain sehingga akan meningkatkan kemampuan kardiovascular. Oleh karena itu, dapat dimungkinkan jika siswa mempunyai kemampuan daya tahan jantung paru akan berpengaruh pada penampilan fisik maupun pikiran siswa yang siap atau sanggup 82 untuk menerima beban kerja yang berupa aktifitas belajar, yang merupakan kewajiban bagi siswa pada setiap harinya. Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa setiap aktivitas fisik (fisik mendapat pembebanan) dibutuhkan suatu tingkat kemampuan daya tahan jantung paru yang didukung oleh faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah kemampuan daya tahan jantung paru. Kemampuan daya tahan jantung paru memberikan kesanggupan kepada seseorang untuk menjalankan kehidupan yang produktif dan dapat menyesuaikan diri pada tiap-tiap aktivitas fisik. Dapat diketahui bahwa untuk dapat melakukan suatu kerja diperlukan kondisi jiwa raga yang sesuai dengan tingkat kerja tersebut sehingga prestasi yang kita inginkan dapat tercapai sesuai dengan harapan. siswa yang memiliki badan yang sehat dan kuat akan mendukung proses belajar sehingga penyerapan materi pelajaran yang diberikan dapat diterima dengan cepat dan hasil akhirnyapun diharapkan baik. Kondisi kemampuan daya tahan jantung paru menggambarkan keadaan seseorang untuk mampu melaksanakan aktifitas dan bermain mulai pagi hari sampai sore hari, serta masih sanggup melaksanakan aktifitas lainnya. Melalui bermain circuit training yang dilakukan oleh siswa menunjukkan adanya peningkatan kondisi fisik dengan memiliki tingkat kemampuan daya tahan jantung paru yang lebih baik. Seseorang yang memiliki aktifitas fisik secara sistematis dan teratur, seperti latihan circuit training, maka akan berdampak pada kesiapan tubuh untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih lama dan memiliki kemampuan daya tahan jantung paru yang baik, dibandingkan dengan yang tidak melakukan aktifitas. 83 Oleh karena itu kegiatan circuit training sangat bermanfaat bagi yang melakukannya, sehingga aktifitas tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan daya tahan jantung paru seseorang dan akan berdampak positif dalam setiap aktifitasnya. Daya tahan (endurance) merupakan unsur komponen biomotorik yang paling penting dalam cabang olahraga khususnya cabang olahraga yang energi pedomonannya adalah aerobik. Daya tahan dalam olahraga dikenal dengan daya tahan otot dan daya tahan kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi atau daya tahan jantung dan paru adalah kemampuan jantung (sistem peredaran darah) dan paru (pernapasan) untuk berfungsi secara optimal saat melakukan aktivitas seharihari dalam waktu cukup lama tanpa mengalami kelelahan berarti. Daya tahan ini sangat penting untuk menunjang kerja otot, yaitu dengan mengambil oksigen melalui pernapasan dan mengirimnya ke otot-otot yang sedang aktif atau berkonsentrasi melalui peredaran darah. Sedangkan daya tahan otot merupakan kapasitas otot untuk melakukan kontraksi secara terus menerus pada tingkat intensitas sub maksimal. Tujuan latihan daya tahan adalah meningkatkan kemampuan daya tahan aerobik dan daya tahan otot. Artinya, seorang atlet di pacu untuk berlari dan bergerak dalam waktu lama dan tidak mengalami kelelahan yang berarti. Kemampuan daya tahan dan stamina dapat di kembangkan melalui kegiatan lari dan gerakan-gerakan lain yang memiliki nilai aerobik. Komponen biomotorik daya tahan pada umumnya di gunakan sebagai salah satu tolok ukur untuk mengetahui tingkat kebugaran jasmani (physical 84 fitness) olahragawan. Kebugaran jasmani adalah suatu keadaaan kemampuan peralatan tubuh yang dapat memelihara keseimbangan tersedianya energy sebelum, selama, dan sesudah aktivitas kerja berlangsung. Hubungan antara ketahanan dan kinerja (penampilan) fisik olahragawan di antaranya adalah: 1) Kemampuan untuk melakukan aktivitas kerja secara terus menerus dengan intensitas yang tinggi dan dalam jangka waktu lama. 2) Kemampuan untuk memperpendek waktu pemulihan (recovery), terutama pada cabang olahraga pertandingan dan permainan. 3) Kemampuan untuk menerima beban latihan yang lebih berat, lebih lama, dan bervariasi Untuk mempertahankan atau meningkatkan daya tahan kardiorespirasi maupun daya tahan otot banyak metode dan model latihan yang dapat digunakan. Fox (1993) berpendapat bahwa untuk mengembangkan daya tahan aerobic dapat digunakan beberapa metode antara lain Continous traning, Interval training dan Circuit Training. Keefektifan suatu model latihan akan sangat tergantung dari ketepatan volume, intensitas dan densitas latihan yang di berikan, selain itu tempat dan kondisi di mana latihan itu akan diterapkan akan sangat mempengaruhi hasil latihan. Model latihan ini sangat erat dengan kegiatan fisik. Apabila kegiatan fisik kurang dilakukan maka akan mengakibatkan perubahan dalam sistem pernapasan terutama pada dinding dada agak kaku, ruang intervertebra lebih sempit, kekuatan otot pernapasan mengalami penurunan dan daya rekoil elastik dari jaringan paru mengalami penurunan. Dengan adanya perubahan dalam sistem pernapasan, maka akan mengganggu kelancaran 85 pertukaran gas, menurunkan area permukaan paru, menurunkan volume darah kapiler paru, meningkatkan ventilasi ruang rugi, dan menurunkan di stensibilitas pembuluh darah arteri paru. Membran alveoli-kapiler mengalami penebalan sehingga pertukaran gas berkurang (Wilmore ,1986). Daya tahan (Endurance) dapat di artikan sebagi keadaan yang menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus menerus dalam suasana aerobik. Jadi dapat berlaku bagi seluruh tubuh, suatu sistem dalam tubuh, daerah tertentu dan sebagainya. Daya tahan seseorang akan selalu berkaitan dengan kemampuan jantung untuk memompa darah dan paru-paru untuk melakukan respirasi memasukan O2 dan mengeluarkan Co2. Sedangkan aerobik adalah menunjukkan sistem metabolisme menyediakan energi untuk kerja otot yang melibatkan oksigen (Fox, 1993). Daya tahan jantung paru merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan satu tugas khas yang memerlukan kerja muskular di mana kecepatan dan ketahanan merupakan kriteria utama. Sedang menurut ahli-ahli pendidikan jasmani adalah kapasitas fungsional total seseorang untuk melakukam sesuatu kerja tertentu dengan hasil yang baik tanpa kelelahan yang berarti (Depdikbud, 1994). Seseorang yang memiliki daya tahan jantung paru adalah orang yang memiliki kesegaran jasmani yang baik atau mempunyai kesanggupan untuk melakukan pekerjaannya dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, sehingga masih memiliki sisa tenaga untuk mengisi waktu luangnya dan tugas-tugas mendadak lainnya. Bisa dikatakan pula bahwa tingkat kesegaran 86 jasmani yang baik memberikan seseorang kesanggupan pada seseorang untuk menjalankan hidup yang produktif dan dapat menyesuaikan diri pada tiap pembebanan yang banyak (Joko Pekik, 2010). Menurut Sajoto (1995) kondisi fisik atau kesegaran jasmani adalah satu kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat di pisahkan begitu saja. Baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Di sebutkan pula bahwa komponen kondisi fisik meliputi: kekuatan, daya tahan, daya otot, kecepatan, daya lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, dan ketepatan. Pussegjas (1995:1) menyatakan bahwa daya taha jantung paru merupakan indicator kesegaran jasmani yang merupakan perwujudan kemampuan dan kesanggupan fisik seseorang untuk melakukan pekerjaan baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara perlu mendapat perhatiaan dan tanggapan yang lebih memadai. Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur, namun penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang berolahraga teratur sejak dini (Moeloek, 1984 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011). Kebugaran meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25 – 30 tahun, kemudin akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8 – 1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat di kurangi sampai separuhnya (Buku Panduan Kesehatan Bagi Petugas Kesehatan, 2002 Dalam Ruhayati Dan Fatmah, 2011). Berdasarkan riset yang dilakukan terdapat tiga aspek yang secara bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaan, 87 olahraga dan kegiatan di waktu luang. Aktivitas fisik seeorang mancakuo tiga aspek yang mencakup kategori terstruktur dan tidak terstruktur, yaitu aktivitas fisik saat bekerja, berolahraga dan aktivitas fisik pada waktu luang sehingga dapat di peroleh gambaran keseluruhan aktivitas fisik seorang individu (Baecke, et.al, 1982 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011). Sehubungan dengan model latihan dan hubungannya dengan jantung paru, dijelaskan oleh Harsono (1988 : 17) bahwa latihan merupakan suatu proses yang sistematis dari berlatih dan bekerja, yang di lakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah beban latihan atau pekerjaannya. Sistematis yang di maksud adalah terencana menurut jadwal, menurut pola dan sistem tertentu, metodis dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang komlpeks. Bompa (1994:35) menjelaskan bahwa latihan harus memperhatikan dan memperlakukan seseorang sesuai dengan tingkatan kemampuan, potensi, karakteristik belajar dan kekhususan olahraga. Seluruh konsep latihan harus direncanakan sesuai dengan karakteristik fisiologis dan psikologis seseorang, sehingga tujuan latihan dapat di tingkatkan secara wajar. Menurut Harsono (1988:89) faktor-faktor seperti umur, bentuk tubuh, kedewasaan, latar belakang pendidikan, lamanya jasmani, serta ciri psikologisnya semua latihan, tingkat kesegaran harus ikut di pertimbangkan dalam merancang suatu program latilan. Dalam suatu latihan, di kenal adanya latihan aerobik dan berlangsung anaerobik. Latihan aerobik mendiskripsikan latihan yang dalam keberadaan oksigen yang di sediakan pada jaringan otot melalui sistem kardiorespirasi (Sleamaker, 1989:60). Latihan aerobik ini 88 merangsang kerja jantung, pembuluh darah dan paru . Jantung akan menjadi lebih kuat, memompkan darah lebih banyak dengan denyut jantung yang makin berkurang, sehingga persediaan volume darah secara keseluruhan meningkat. Sedangkan paru memproses udara lebih banyak dengan usaha yang lebih kecil (Hazeldine, 1989:2). Dikatakan oleh Janssen (1989:25) bahwa, karena pengaruh latihan maka V02 maks dapat meningkat, dan yang terpenting bahwa latihan juga akan mempengaruhi pasokan energi secara aerobik, sehingga beban kerja aerobik akan dapat di capai pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian ambang anaerobik juga dapat di capai pada persentase V02 maks yang lebih tinggi sehingga latihan akan dapat meningkatkan kapasitas aerobik maksimal. Secara umum aktivitas yang terdapat dalam kegiatan olahraga akan terdiri dari kombinasi 2 jenis aktivitas yaitu aktivitas yang bersifat aerobik dan dan aktivitas yang bersifat anaerobik. Kegiatan /jenis olahraga yang bersifat ketahanan seperti jogging, marathon, triathlon dan juga bersepeda jarak jauh merupakan jenis olahraga dengan komponen aktivitas aerobik yang dominan sedangkan kegiatan olahraga yang membutuhkan tenaga besar dalam waktu singkat seperti angkat berat, push-up, sprint atau juga loncat jauh merupakan jenis olahraga dengan komponen komponen aktivitas anaerobik yang dominan. Namun dalam beragamnya berbagai cabang olahraga akan terdapat jenis olahraga atau juga aktivitas latihan dengan satu komponen aktivitas yang lebih dominan atau juga akan terdapat cabang olahraga yang mengunakan kombinasi antara aktivitas yang bersifat aerobik dan anaerobik. 89 Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi sehingga juga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh seperti jantung paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna. Aktivitas ini biasanya merupakan aktivitas olahraga dengan intensitas rendah, sedang yang dapat di lakukan secara kontinyu dalam waktu yang cukup lama sepeti jalan kaki, bersepeda atau juga jogging. Hasil penelitian ini, juga didukung oleh hasil-hasil penelitian terdahulu seperti: penelitian Bintara (2014) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan sirkuit kombinasi teknik terhadap tingkat kebugaran aerobik, teknik passing, dan kelentukan anggota ekstrakurikuler sepakbola SMA Negeri 1 Sayegan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh latihan sirkuit terhadap kelentukan, tingkat kebugaran jasmani, dan keterampilan passing pemain sepak bola. Penelitian Suginto (2011) memberikan kesimpulman bahwa metode circuit training memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kekuatan otot, dan daya tahan aerobik. Circuit training adalah suatu sistim latihan yang dapat memperbaiki secara serempak fitnes keseluruhan dari tubuh, yaitu unsur power, daya tahan, kekuatan, kelincahan, kecepatan, dan lain-lain. Program latihan sirkuit harus di rencankan sedemikian rupa sehinga latihan yang di maksudkan mengenai sesuai dengan sasaran yang ingin di capai sesuai cabang olahraga yang di maksud. Program latihan yang di kemukakan oleh Fok, di lakukan dengan 6–15 stasiun tempat 90 latihan. Satu latihan dalam satu stasiun diselesaikan dalam 30 detik. Satu sirkuit di selesaikan antra 5 – 20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah 15 – 20 detik. Tentang jumlah frekwensi 3 kali perminggu dengan lama latihan sekurangkurang nya 6 minggu. Menurut Soekarman (1987:70) latihan sirkuit merupakan suatu program latihan yang di kombinasikan dari beberapa item-item latihan yang tujuannya dalam melakukan suatu latihan tidak akan membosankan dan lebih efisien. Menurut Morgan dan Adamson (1972:13-14), metode Circuit traning merupkan suatu cara latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot, serta daya tahan sistem peredaran darah dan pernafasan. Wade Allen (1967:151) menyatakan bahwa metode circuit traning merupakan suatu cara latihan kondisi fisik yang bertujuan dan berusaha untuk mengembangkan fungsi jantung, pernafasan dan pembuluh darah melalui penambahan ulangan dengan pembebanan tertentu dan berusaha mengurangi waktu yang di gunakan untuk melakukan rangkaian latihan. Dengan demikian, maka latihan circuit traning dapat meningkatkan kemampuan daya tahan jantung paru. 91 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil dan temuan sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian Bab IV penelitian ini, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut. Skor kemampuan daya tahan jantung paru setelah diberikan perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit (circuit training) lebih tinggi dibandingkan dengan skor kemampuan daya tahan jantung paru sebelum diberikan latihan sirkuit (circuit training). Dalam hal ini terdapat pengaruh yang signifikan perlakuan circuit training terhadap peningkatan kemampuan daya tahan jantung paru pada siswa putra SMA Negeri 10 Kendari yang menjadi subyek dalam penelitian ini. Besarnya kontribusi perlakuan circuit training terhadap peningkatan kemampuan daya tahan jantung paru adalah 13,09%. B. Saran Sehubungan dengan hasil-hasil dan kesimpulan sebagaimana yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Setiap aktivitas fisik membutuhkan suatu tingkat kemampuan daya tahan jantung paru yang didukung oleh faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah kemampuan daya tahan jantung paru. Dengan kemampuan daya tahan jantung paru yang baik dapat mendukung aktivitas seseorang termasuk siswa dalam melakukan aktivitas belajar, olehnya itu kemampuan daya tahan jantung paru perlu dijaga dalam kondisi yang prima. 91 92 2. Kemampuan daya tahan jantung paru memberikan kesanggupan kepada seseorang untuk menjalankan kehidupan yang produktif dan dapat menyesuaikan diri pada tiap-tiap aktivitas fisik. Sebab itu, diperlukan latihan yang teratur dan sistematis untuk meningkatkan daya tahan jantung paru tersebut. 3. Bagi siswa, untuk meningkatkan kemampuan daya tahan jantung paru sehingga berada dalam kondisi prima, dapat dilakukan melalui kegiatan dalam bentuk sircuit training. 4. Bagi guru penjas di sekolah perlu menguasai latihan sircuit training agar dapat diterapkan kepada siswa dalam latihan untuk meningkatkan kemampuan daya tahan jantung paru. 93 DAFTAR PUSTAKA Adriskanda, B. Yunus, F. Setiawan, B. 1997. Perbandingan nilai kapasitas Difusi paru antara orang yang terlatih dan tidak terlatih. Jurnal Respirologi Indonesia. Annarino Anthony A, 1976, Developmenlal Conditioning For Women And Men, The C.V. Mosby Co., Saint Louis.Anonym. Assessment of Cardioresporatory Fitness Heart Rates and Blood Pressures. Available from URL. Astrand. P.O.; Rodahl. K.(1970). Texbook of Work Physiology, Mc Graw. Hill Kogakusha, Ltd.; 388 – 389. Astrand., dkk, (1963, 1970, 1971), Blood Lactates After Prolonged Severe Exercise,J. Appl. Physiol.18: 619. Balke, ( 1963 ), A simple field test for the assement of physical fitness. U.S.Civil areomedical research institute report,; Balsom PD., Seger J., Sjodin B., Ekblom B., (1992). "Maximal IntensityIntermittent Exercise: Effect of Recovery Duration". Int. J.sport Med. Vol. 13.7 Bompa.O.T., 1983, Theory and Methodology of Training, Dubuque,IOWA : Kendal/Hunt Publishing Company. 1994, Theory and Methodology of Training The key to Athletics Performance, Dubuque, IOWA: Kendall/Hunt Publishing Company. Bompo .OT (1999 ). Periodezation Theory and Methodology of Training. New York : Kendal Hunt Ub Company. C. Brown Publishers, Dubuque, USA. ,1994, Physiology of Sport And Exercise, Human Kinetics, Champaign, USA. Cooper, K H.(1983). he Aerobic Ways, New York: M Evans and Company, Inc: 30. Dangsina Moeloek., (1994). Dasar Fisiologi Kesegaran Jasmani dan Latihan Fisik. Kumpulan Makalah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Djoko Pekik Irianto. (2000). Panduan Latihan Kebugaran (Yang Efektif dan Aman). Yogyakarta: Lukman Offset. 93 94 Even J.G, Williams TF, Beattie BL, Wilcock GK., (1990). Oxford Texbook of Foss, L. Marle, Keteyian, S. J. 1998. The Physiological Basis for Exercise and sport. Illiones Dubuque Iowa Madison: WBC. Mc. Graw Hill Componies. Fox, E.L., Richard W.Bowers, Merle L. Foss, 1988, The PhysiologicalBasis of Physical Education and Athletics, Fourth Edition, WB.Saunders Company, USA. Geriatric Medicine 2nd ed , New York Oxford University Press, 200: 323-332 & 483-492. Giriwidjoyo, YS. Santosa., (1992), Manusia dan Olahraga: Kesehatan, Kebugaran Guyton, Arthur C., and Hall, Jhon E., 1996, Textbook of MedicalPhysiology, (Alih bahasa Irawati Setiawan, dkk.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Harre Dietrich , principles of sport training. Berlin Sport verlag.,1982. Harries M, William C, Stanis WD, Michelli LJ., (1998), Oxford Texbook of Sports Medicine 2nd ed, New York, Oxford University Press: 787-811. Harsono, ( 1988 ), Coaching dan Aspek-aspek psikologis dalam Coaching Hazeldine R. (1989). Fitness For Sport. Malborough: The Crowood Press. http://keluargabesarpadjadjarancimande.blogspot.com/2007/06/strukturorganisasi html. Janssen, P. (1989) Training Lactate and Puis Tare. Holand: Polar Elektro. Jasmani dan Olahraga, Kerjasama ITB-FPOK IKIP Bandung. Penerbit ITB. Kuntaraf. (1992). Olahraga Sumber Kesehatan, Indonesia Publishing House,Bandung : 105 & 178. M.Sajoto. (1995). Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Semarang: Dahara Prize Morgan R.E. and Adamson G.T., 1972, Circuit Training, G. Bell and Sons Ltd., London. Nala, N. 1998. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Program Pascasarjana Program Studi Fisiologi Olahraga Universitas Udayana. 95 Nossek 1. (1982). General Theory of Training. Lagos: National Institut for Sport, Pan African Press Ltd. Oshea, J.P. (1976). Scientific Principles and Method of Strength Fitness. 2nd ed. California. Addinson Wesley Publishing Company Pate R, Mc. Clengham B, Rotella R. (1984). Scientific Foundation of Coaching. Philadelphia: Saunders College Publishing. Pate R. Mc., Clengham B., Rotella R., (1993). Dasar-Dasar Ilmiah Kepelatihan, (Scientific Foundation of Coaching), Terjemahan Kasiyo Dwijowinoto), Semarang: IKIP Semarang Press. Pyke, F.S. 1980, physicology of training in, Towardsbetter coaching, the art and science of coaching. Editet by Pyke,, F. S, Australian goverment publishing service gamberra. Rushall, BS., and Frank S. Pyke, 1990, Training for Sport and Fitness,The Macmillan Company of Australia PTY LTD, 107 Moray Street, South Melbourne. Setyawan, S. 1996. Pengaruh Latihan Aerobik Dan Anaerobik TerhadapRespons Ketahan Tubuh (Suatu Pendekatan Psikoneuimunologik). Surabaya: Universitas Airlangga. Sherwood L, (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, alih bahasa Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Sleamaker R. (1989). Serious Training For Serious Athletes. Champaign: Leisure Press. Soekarman. (1987). Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet: Jakarta: Inti Idayu Press Soekarman. 1992. Pemriksaan Faal Dalam Olahraga. Makalah. Disajikan pada Seminar Kepelatihan Perhimpunan Kesehatan Olahraga (PP-IKORI) di Yogyakarta. Spirduso WW., (1995), Physical Dimensions of Aging, Champaign, Human Kinetics:7-8 Suharno HP. 1985. Ilmu Kepelatihan Umum. Yogyakarta : Yayasan STO. The Football Association, Heinemann, London. 96 Thomson Paul, (2005). Sculling Training, Technique & Performance The Crowood Pres Ltd, Malborouth. Vlasblom Door H.J., 1974, Circuit Training, Uitgeverij de Vriseborch Haarlem. Wade Allen, 1967, The Football Association Guide To Training Coaching, Warren, BJ. (1993). Cardiorespiratory Responses to Exercise Training In Septuagenarian Women. International Journal Sport Medicine. V 01.4. West. 1974. Respiratory Phyisiology. New York : Wilkins and Wilia. 13 – 22, 113 – 144. Wilmore, H.J., and Costill, DL, 1988, Training for Sport and Activity The Physiological Basis of The Conditioning Process, Third Edition, Wm, C. Brown Publishers, Dubuque, USA. Wilmore, H.J., and Costill, DL., (1994). Physiology of Sport And Exercise, USA: Human Kinetics, Champaign. Zainuddin. 1989. Rancangan Penelitian. Surabaya: Fakultas Parmasi Universitas Airlangga. JPPSH, 97 Lampiran 1. Tabel Program Latihan Circuit Training. Minggu Hari Senin I Rabu Jumat Minggu Hari Senin II Maateri Latihan A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Latihan Kekuatan dan Daya Tahan Umum. C. Penutup (10 Menit) - Cooling Dwon - Pelemasan, Lari Kecil. A. Pemanasan (15 menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Streching A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Maateri Latihan A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping Set 3 set Intensitas Istrhat Reepetisi 20 detik tiap pos 60% 3 Menit 3 Set 70% 3 Menit 25 detik tiap pos 3 Set 80% 3 Menit 30 detik Tiap pos Set 3 Set Intensitas Istrhat Reepetisi 60% 3 20 Detik Menit Tiap Pos 98 Rabu Jumat Minggu Hari Senin III Rabu C. Cooling Dwon Pelemasan, Lari Kecil A. Pemanasan (15 menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush -Lari Zig-Zag -Skiping C. Cooling Dwon Senam Streching A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Materi Latihan A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Latihan Kekuatan dan Daya Tahan Umum. C. Penutup (10 Menit) - Cooling Dwon - Pelemasan, Lari Kecil. A. Pemanasan (15 menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Streching 3 Set 70% 3 Menit 25 detik tiap pos 3 Set 80% 3 Menit 30 detik Tiap pos Set Intensitas Istrhat Reepetisi 20 detik tiap pos 60% 3 Menit 3 set 3 Set 70% 3 Menit 25 detik tiap pos 99 Jumat Minggu Hari Senin IV Rabu Jumat Minggu Hari Senin A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Materi Latihan A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Latihan Kekuatan dan Daya Tahan Umum. C, Penutup (10 Menit) -Cooling Dwon -Pelemasan, Lari Kecil. A. Pemanasan (15 menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Streching A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Materi Latihan A. Pemanasan (15 Menit) 3 Set 80% Set Intensitas Istrhat Reepetisi 20 detik tiap pos 60% 3 Menit 4 set 3 Menit 30 detik Tiap pos 4 Set 70% 3 Menit 25 detik tiap pos 4 Set 80% 3 Menit 30 detik Tiap pos Set Intensitas Istrhat Reepetisi 20 detik 100 V Rabu Jumat Minggu Hari Senin VI Rabu B. Inti (30 Detik) - Latihan Kekuatan dan Daya Tahan Umum. C. Penutup (10 Menit) - Cooling Dwon - Pelemasan, Lari Kecil. A. Pemanasan (15 menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Streching A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Materi Latihan A. Pemanasan (15 Menit) B. Inti (30 Detik) - Latihan Kekuatan dan Daya Tahan Umum. C. Penutup (10 Menit) - Cooling Dwon - Pelemasan, Lari Kecil. A. Pemanasan (15 menit) B. Inti (30 Detik) - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush tiap pos 4 set 60% 3 Menit 4 Set 70% 3 Menit 25 detik tiap pos 4 Set 80% 3 Menit 30 detik Tiap pos Set Intensitas Istrhat Reepetisi 20 detik tiap pos 60% 3 Menit 4 set 4 Set 70% 3 Menit 25 detik tiap pos 101 Jumat - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam Streching A. Pemanasan (15 Menit) 4 B. Inti (30 Detik) Set - Shuttlerun - Naik Turun Bangku - Push Up - Lempar Bola Ke dinding - Squathrush - Lari Zig-Zag - Skiping C. Cooling Dwon Senam 80% 3 Menit 30 detik Tiap pos 102 Lampiran 2. Formulir Tes Latihan Circuit TrainingLari-Jalan 15 Menit SMA Negeri 10 Kendari. FORMAT TES LATIHAN SIRKUIT DAN LARI 15 MENIT SISWA SMA Nama : ………………………………… Jenis kelamin : (Putra) ………………………… No Dada : ………………………………… Usia : ………………………….Tahun Nama Sekolah : Data Pre-tes : Tes Denyut Nadi Awal (Sebelum Perlakuan) : ……….. Tes lari-jalan 15 menit : ……………………………….. Tes denyut nadi akhir : ………………………………... No ITEM TES LATIHAN LAMA SIRKUIT WAKTU 30 HASIL TES NILAI DETIK 1 Pos 1. Shuttlerun 30 Detik ………………. ………... Pos 2. Naik Turun Bangku 30 Detik ………………. ………... Pos3. Push Up 30 Detik ………………. ………... Pos 4. Lempar Bola 30 Detik ………………. ………... Pos 5. Squathrush 30 Detik ………………. ………... Pos 6. Lari Zig-Zag 30 Detik ………………. ……….. Pos 7. Skiping 30 Detik ………………. ………... JUMLAH NILAI KESELURUHAN ………………. ………... Kedinding Data Pos-tes : Denyut Nadi Awal (Sebelum Perlakuan) : ………………………….. Tes Lari-Jalan 15 Menit : …………………………. Tes Denyut Nadi Akhir (Sesudah Perlakuan) : …………………………. Lampiran 3. Data Hasil Penelitian Pre-Tes Lari Jalan 15 Menit. 103 DATA PENELITIAN TES LARI-JALAN SELAMA 15 MENIT (DATA PRE-TES) NO JARAK TEMPU 1. 7x400+60 2. 5x400+30 3. 5x400+50 4. 6x400+200 5. 5x400+50 6. 5x400+90 7. 6x400+20 8. 4x400+90 9. 4x400+300 10. 6x400+70 11. 5x400+100 12. 5x400+20 13. 6x400+10 14. 5x400+90 15. 4x400+300 16. 4x400+350 17. 6x400+70 18. 4x400+300 19. 5x400+80 20. 6x400+40 21. 5x400+230 22. 6x400+260 23. 5x400+370 24. 6x400+80 25. 5x400+380 26. 5x400+200 27. 5x400+250 28. 6x400+80 29. 5x400+290 30. 5x400+370 31. 5x400+200 32. 6x400+230 JARAK VO2 MAKS 2860 M 2030 M 2050 M 2600 M 2050 M 2090 M 2420 M 1690 M 1900 M 2470 M 2100 M 2020 M 2410 M 2090 M 1900 M 1950 M 2470 M 1900 M 2080 M 2440 M 2230 M 2660 M 2370 M 2480 M 2380 M 2200 M 2250 M 2480 M 2290 M 2370 M 2200 M 2630 M 43,21 33,70 33,93 40,23 33,93 34,38 38,17 29,80 32,21 38,74 34,50 33,58 38,05 34,38 32,21 32,78 38,74 32,21 34,27 38,40 35,99 40,92 37,6 38,86 37,71 35,65 36,22 38,86 36,68 37,6 35,65 40,58 KETERANGAN 104 Lampiran 4. Data Hasil Penelitian Pos-Tes Lari Jalan15 Menit. DATA PENELITIAN TES LARI-JALAN SELAMA 15 MENIT (DATA POS-TES) NO JARAK TEMPU 1. 8x400+70 2. 6x400+40 3. 6x400+60 4. 7x400+300 5. 6x400+60 6. 6x400+100 7. 7x400+30 8. 5x400+100 9. 5x400+390 10. 7x400+80 11. 6x400+1200 12. 6x400+200 13. 7x400+20 14. 6x400+100 15. 5x400+350 16. 5x400+390 17. 7x400+80 18. 5x400+370 19. 6x400+90 20. 7x400+50 21. 6x400+260 22. 7x400+290 23. 6x400+380 24. 7x400+90 25. 6x400+390 26. 6x400+230 27. 6x400+260 28. 7x400+90 29. 6x400+300 30. 6x400+390 31. 6x400+250 32. 7x400+260 JARAK VO2 MAKS 3270 M 2440 M 2460 M 3100 M 2460 M 2500 M 2830 M 2100 M 2390 M 2880 M 2600 M 2600 M 2820 M 2500 M 2350 M 2390 M 2880 M 2370 M 2490 M 2850 M 2660 M 3090 M 2780 M 2890 M 2790 M 2230 M 2660 M 2890 M 2700 M 2790 M 2650 M 3060 M 47,92 38,40 38,63 45,97 38,63 39,09 42,87 34,50 37,82 43,44 40,23 38,28 42,76 39,09 37,37 37,82 43,44 37,6 38,97 43,10 40,92 45,85 42,30 43,56 42,41 35,99 40,92 43,56 41,38 42,41 40,81 45,51 KETERANGAN 105 Lampiran 5. Data Hasil Penelitian, Skor Pre Tes Dan Pos Tes Daya Tahan Jantung Paru No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Pre-Test 43,21 33,70 33,93 40,23 33,93 34,38 38,17 29,80 32,21 38,74 34,50 33,58 38,05 34,38 32,21 32,78 38,74 32,21 34,27 38,40 35,99 40,92 37,6 38,86 37,71 35,65 36,22 38,86 36,68 37,6 35,65 40,58 Post-test 47,92 38,40 38,63 45,97 38,63 39,09 42,87 34,50 37,82 43,44 40,23 38,28 42,76 39,09 37,37 37,82 43,44 37,6 38,97 43,10 40,92 45,85 42,30 43,56 42,41 35,99 40,92 43,56 41,38 42,41 40,81 45,51 106 Lampiran 6. Hasil Analisis Deskriptif Data Kemampuan Daya Tahan Paru FREQUENCIES VARIABLES=PRETES POSTES /STATISTICS=STDDEV VARIANCE RANGE MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN MODE SUM /HISTOGRAM NORMAL /ORDER=ANALYSIS. Frequencies [DataSet0] Statistics PRETES N Valid Missing Mean Median Mode Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum POSTES 32 32 0 36.2419 36.1050 32.21 3.05932 9.359 13.41 29.80 43.21 1159.74 0 40.9859 40.9200 a 37.82 3.15224 9.937 13.42 34.50 47.92 1311.55 a. Multiple modes exist. The smallest value is shown Histogram 107 Frequency Table PRETES Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent 29.8 1 3.1 3.1 3.1 32.21 3 9.4 9.4 12.5 32.78 1 3.1 3.1 15.6 33.58 1 3.1 3.1 18.8 33.7 1 3.1 3.1 21.9 33.93 2 6.2 6.2 28.1 34.27 1 3.1 3.1 31.2 34.38 2 6.2 6.2 37.5 34.5 1 3.1 3.1 40.6 35.65 2 6.2 6.2 46.9 35.99 1 3.1 3.1 50.0 36.22 1 3.1 3.1 53.1 36.68 1 3.1 3.1 56.2 37.6 2 6.2 6.2 62.5 37.71 1 3.1 3.1 65.6 38.05 1 3.1 3.1 68.8 38.17 1 3.1 3.1 71.9 108 38.4 1 3.1 3.1 75.0 38.74 2 6.2 6.2 81.2 38.86 2 6.2 6.2 87.5 40.23 1 3.1 3.1 90.6 40.58 1 3.1 3.1 93.8 40.92 1 3.1 3.1 96.9 43.21 1 3.1 3.1 100.0 Total 32 100.0 100.0 POSTES Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent 34.5 1 3.1 3.1 3.1 35.99 1 3.1 3.1 6.2 37.37 1 3.1 3.1 9.4 37.6 1 3.1 3.1 12.5 37.82 2 6.2 6.2 18.8 38.28 1 3.1 3.1 21.9 38.4 1 3.1 3.1 25.0 38.63 2 6.2 6.2 31.2 38.97 1 3.1 3.1 34.4 39.09 2 6.2 6.2 40.6 40.23 1 3.1 3.1 43.8 40.81 1 3.1 3.1 46.9 40.92 2 6.2 6.2 53.1 41.38 1 3.1 3.1 56.2 42.3 1 3.1 3.1 59.4 42.41 2 6.2 6.2 65.6 42.76 1 3.1 3.1 68.8 42.87 1 3.1 3.1 71.9 43.1 1 3.1 3.1 75.0 43.44 2 6.2 6.2 81.2 43.56 2 6.2 6.2 87.5 45.51 1 3.1 3.1 90.6 45.85 1 3.1 3.1 93.8 45.97 1 3.1 3.1 96.9 47.92 1 3.1 3.1 100.0 Total 32 100.0 100.0 109 Lampiran 7. Uji Persyaratan Analisis Uji Normalitas EXAMINE VARIABLES=PRETES POSTES /PLOT NPPLOT /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL. Explore [DataSet0] Case Processing Summary Cases Valid N PRETES POSTES Missing Percent 32 32 N Total Percent 100.0% 100.0% 0 0 N .0% .0% Percent 32 32 100.0% 100.0% Tests of Normality a Kolmogorov-Smirnov Statistic PRETES POSTES df .122 .132 Shapiro-Wilk Sig. 32 32 .200 .165 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. POSTES Statistic * .980 .977 df Sig. 32 32 .798 .715 110 PRETES 111 Uji Kehomogenan Varians Test for Equal Variances: Pre dan Pos versus Kode 95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations Kode N Lower StDev Upper 1 32 2,37922 3,05932 4,24795 2 32 2,45149 3,15224 4,37698 F-Test (normal distribution) Test statistic = 0,94; p-value = 0,869 Levene's Test (any continuous distribution) Test statistic = 0,02; p-value = 0,891 Uji Kehomogenan Varians F-Test Test Statistic P-Value 1 0,94 0,869 Kode Levene's Test Test Statistic P-Value 2 2,5 3,0 3,5 4,0 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs 4,5 Kode 1 2 30 35 40 Pre dan Pos 45 50 0,02 0,891 112 Lampiran 8. Uji Perbedaan Kemampuan Daya Tahan Paru Antara Pre Tes dan Pos Tes T-TEST PAIRS=Pretes WITH Postes (PAIRED) /CRITERIA=CI(.9500) /MISSING=ANALYSIS. T-Test [DataSet0] Paired Samples Statistics Mean Pair 1 N Std. Deviation Std. Error Mean Pretes 36.2419 32 3.05932 .54082 Postes 40.9859 32 3.15224 .55724 Paired Samples Correlations N Pair 1 Pretes & Postes Correlation 32 Sig. .962 .000 Paired Samples Test Paired Differences Mean Pair 1 Pretes Postes -4.74406 Std. Deviation .86331 Std. Error Mean .15261 t -31.086 df 31 Sig. (2tailed) .000 113 Lampiran 9. Poto-Poto Penelitian. Foto-Foto Saat Memberikan Arahan Atau Penjelasan. Foto-Foto Saat Baris-Berbaris Untuk Melakukan Pemanasan Foto Lanjutan Pemanasan. 114 Foto Lanjutan Pemanasan. Foto-Foto Saat Berdoa Setelah Pemanasan. Foto-Foto Saat Mengisi Formulir Latihan Circuit Training Tes. Foto-Foto Saat Mengisi Formulit Tes 115 Lampiran 10. Poto-Poto Latihan Circuit Training yang memiliki pos-pos. Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Shuttlerun (Pos 1) 116 117 Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Naik Turun Bangku (Pos 2). 118 Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Push Up (Pos 3). 119 Foto-Foto Saat Melakkan Latihan Lempar Bola Ke dinding (Pos 4). 120 Fotop-Foto Saat Melakukan Latihan Squathrush (Pos 5) 121 Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Lari Zig-Zag (pos 6). 122 Lanjutan Foto-Foto Lari Zig-Zag 123 Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Skiping. (Pos 7). 124 Lampiran 11. Foto-Foto Saat Melakukan Tes Lari Jalan Selama 15 Menit. Foto-Foto Saat Melakukan Tes Denyut Nadi Awal Sebelum Perlakuan (Lari). 125 Foto Saat Memulai Untuk Lari Jalan Selama 15 Menit (Star Untuk Lari). 126 Lanjutan Foto-Foto Tes Lari-Jalan 15 Menit. 127 Poto-Poto Saat Melakukan Tes Denyut Nadi Ahir Setelah Melakukan Lari. 128 Lanjutan Foto-Foto Tes Nadi Sesuda Perlakuan Peralatan Yang Di Gunakan Saat Tes Lari Jalan 15 Menit. 129 130 131 132 Lampiran 12. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ROSTI. Dilahirkan di Ulu Kalo, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara Pada Tanggal 11 Juni 1987, anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Ayah Pidato.L Ibunda Nuriati.B. Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD Negeri 1 Ulu Kalo (2000), SMP Negeri 1 Wolo (2003), SMA Negeri 2 Kolaka (2006), Program Strara (SI) Program Studi Penjaskesrek Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara (2012). Pada tahun 2014 melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Olahraga di Universitas Halu Oleo Kendari.