STRATEGI KOPING SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP KUALITAS HIDUP PENDERITA PSORIASIS OLEH INDRI HELENA PELEALU 80 2011 113 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016 1 PENDAHULUAN Penampilan fisik adalah hal yang paling pertama dilihat dan terlihat pada diri seseorang. Kebanyakan orang akan menilai orang lain lewat penampilan fisik, salah satunya bagian kulit. Mengapa kulit juga termasuk dalam penampilan fisik? karena, kulit bagian terluas dari tubuh yang pertama kali tampak dari luar dan bagian terpenting bagi individu. Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh, kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting (Susanto, 2013). Kondisi kulit lebih segera mempengaruhi pandangan orang lain dan diri sendiri, bila terdapat penyakit pada bagian ini, biasanya lebih cepat direspon, salah satunya adalah penyakit kulit Psoriasis. Psoriasis adalah suatu kondisi multisistem dermatologis jangka panjang yang mempengaruhi 2-3% dari populasi dan penyakit kulit ini sangat menyedihkan (Hayes, 2010). Psoriasis mempengaruhi 2-4% dari populasi dan mungkin dipengaruhi oleh genetik, individu dan faktor lingkungan. Psoriasis dapat dianggap sebagai kondisi jangka panjang yang melibatkan kompleks fisik, psikologis dan tantangan sosial, termasuk dampak yang signifikan pada kehidupan sehari-hari dan kualitas hidup (Wahl,2015). Prevalensi Psoriasis sangat bervariasi pada berbagai populasi, antara 0,1-11,8%. Di Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2003 – 2007 terdapat 56 (0,6%) kasus baru Psoriasis berusia kurang dari 15 tahun dari 8970 kunjungan baru. Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2003-2006 terdapat 96 (0,4%) kasus baru Psoriasis dari 22.070 kunjungan baru golongan usia yang sama. RSUP Dr. Kariadi terdapat 198 kasus (0,97%) Psoriasis selama rentang waktu 5 tahun (2003 -2007) (Cantika, 2012). 2 Hal ini juga senada dengan National Institute of Health, yang menyatakan bahwa jumlah penderita Psoriasis di seluruh dunia mencapai lebih dari 125 juta pasien. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2000-2001 terdapat 2.3 persen penderita Psoriasis yang terdiagnosis di RSCM (Izzati & Waluya, 2012). Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada orangorang dari segala usia(Susanto, 2013). Kasus psoriasis makin sering dijumpai dari berbagai latar belakang, sosial, usia dan jenis kelamin. Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal (Gudjonsson & Elder, 2012). Penderita psoriasis membutuhkan pengobatan terus–menerus karena bersifat kambuhan dan atau menahun, sehingga membuat penderita merasa tertekan dalam usaha pengobatan yang berjangka panjang bahkan bisa seumur hidup. Sebagian besar pengobatan infeksi kulit membutuhkan waktu lama untuk menunjukan efek. Masalahnya menjadi lebih mencemaskan jika penyakit tidak merespon terhadap pengobatan (Susanto, 2013). Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif (Djuanda, 2011). Ada kemungkinan penyakit kulit Psoriasis ini berhubungan dengan stres dan trauma fisik (Lucky, wawancara, 2014)1. Penyebab pasti dari penyakit psoriasis ini belum diketahui namun banyak faktor predisposisi yang memegang peran penting seperti faktor genetik berperan yaitu bila orangtuanya tidak menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis 1 Wawancara dengan dr. Lucky, 2014 di Salatiga. 3 resikonya mencapai 34 – 39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial, sedangkan faktor imunologik juga berperan jika efek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Faktor pencetus pada psoriasis diantaranya stres psikis, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat juga alkohol dan merokok. Stres psikik merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit, puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopaus. Pada waktu kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa pascapartus memburuk, gangguan metabolisme, contohnya hipokalsemia dan dialysis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah betaadrenergicblocking agents, litium, antimalaria dan penghentian mendadak kortikosteroid sistemik. Ciri-ciri dari penyakit psoriasis ini ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, auspitz yaitu tampak senun atau berdarah berbintik-bintik akibat papilomatosis dan trauma pada kulit normal pasien, misalnya garukan dapat menyebabkan kelainankulit yang disebut kobner (Djuanda, 2011). 4 Bentuk Klinis Ada tujuh tipe bentuk klinis pada psoriasis(Djuanda, 2011), yaitu : 1. Psoriasis Vulgaris Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. 2. Psoriasis Gutata Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi streptococcus disaluran nafas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak terutama dewasa muda. 3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural) Psoriasis tesebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan namanya. 4. Psoriasis Eksudativa Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut. 5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis) Gambaran klinis psoriasis ini merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seborik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. 6. Psoriasis Pustulosa Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa yaitu, bentuk lokalisata mengenai telapak tangan dan atau telapak kaki, dan bentuk generalisata yang menjadi faktor pencetusnya antara lain obat, hipokalsemia, sinar matahari, alcohol, stres emosional, serta infeksi bakterial dan virus. 5 7. Eritroderma Psoriatik Dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Penyakit Psoriasis dapat mengganggu penderita dari segi penampilan fisik secara psikologis maupun sosial, sehingga penderita akan lebih menarik diri dari lingkungan bahkan tidak menutup kemungkinan mereka benar-benar menjadi orang yang tidak dapat berfungsi secara sosial dan tidak dapat merawat diri sendiri. Hal-hal inilah akan mempengaruhi kualitas hidup penderita psoriasis. Penyakit psoriasis merupakan penyakit kronik residif sehingga berdampak pada kualitas hidup. Hal itu sesuai dengan penelitian sebelumnya, menyatakan psoriasis berdampak negatif sedang hingga berat terhadap kualitas hidup penderita karena terdapat perubahan aktivitas sehari-hari (Bhosle, 2006). Penelitian sebelumnya (Cantika, 2012) menyatakan bahwa responden merasa kualitas hidup mereka terpengaruh dengan adanya penyakit yang dideritanya. Hasil studi penelitian National Psoriasis Foundation-USA(2014), orang dengan psoriasis palmoplantar mengalami peningkatan gangguan aktifitas dalam kehidupan sehari-hari karena penyakit mereka mempengaruhi bagian tubuh yang memiliki fungsi penting. Psoriasis palmoplantar memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup seseorang. Penelitian sejenis yang dilakukan (Mardiana,2013) yang mendapatkan bahwa adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kualitas hidup penderita kanker serviks (dengan nilai Spearman rank = 0,533 dan nilai p = 0,009), dimana mekanisme koping yang semakin positif maka kualitas hidup juga akan meningkat. Adapun faktor- 6 faktor yang mempengaruhi kualitas hidup menurut Raeburn dan Rootman(dalam Nofitri, 2009) antara lain: kontrol hidup, kesempatan, sumber daya, sistem dukungan (support system), keterampilan, kejadian dalam hidup (life event),perubahan politik dan perubahan lingkungan. Carr dan Hingginson (dalam Nofitri, 2009) menyatakan bahwa kualitas hidup merupakan suatu konstruk yang bersifat individual. Kualitas hidup berhubungan dengan bagaimana pencapaian yang sesuai dengan keinginan dan harapan dari individu dalam segala aspek kehidupan. Definisi kualitas hidup menurut Lauer (dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa tidak terdapat satupun definisi kualitas hidup yang dapat diterima secara universal. Pada dasarnya menyusun konsep mengenai kualitas hidup adalah hal yang sulit (Monlar, 2009). Meskipun secara umum kualitas hidup mengambarkan kesejahteraan individual dari suatu masyarakat, namun kualitas hidup pada masing-masing individu berbedabeda. Liu (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa hal-hal yang dianggap penting oleh tiaptiap individu berbeda satu dengan yang lainnya. Kebanyakan ahli berpendapat bahwa lingkup dari konsep dan pengukuran kualitas hidup harus berpusat pada persepsi subjektif individu mengenai kalitas hidup dari kehidupannya sendiri (Nofitri, 2009). Menurut World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL, 1997), kualitas hidup merupakan persepsi subjektif individu mengenai posisinya dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal dan hubungannya terhadap tujuan, harapan, standar dan kepedulian seseorang selama hidupnya. Secara umum terdapat 4 dimensi kualitas hidup menurut WHOQOL-BREF, yaitu: kesehatan fisik, psikologi, hubungan sosial, dan lingkungan. Psoriasis umumnya 7 tidak mempengaruhi kelangsungan hidup, namun memiliki dampak negatif pada pasien yang dibuktikan dengan penurunan yang signifikan terhadap kualitas hidup (Damayanti, 2014). Koping adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk menangani, tekanan, hambatan atau tuntutan-tuntutan yang terjadi pada penderita psoriasis yang mempengaruhi kualitas hidup penderita. Penyimpangan dari kehidupan rutin yang normal bisa dipandang sebagai sumber stres bilamana individu sudah tidak sanggup lagi memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia pada diri dan lingkungan. Untuk melihat bagaimana reaksi penderita psoriasis dalam menghadapi perubahan dan tekanan di dalam menghadapi penyakit diperlukan strategi koping yang tepat (Soesilo, 2012). Strategi koping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelolah stres yang ada dengan cara tertentu. Strategi koping sendiri didefinisikan sebagai suatu proses tertentu yang disertai dengan suatu usaha dalam rangka merubah domain kognitif dan atau perilaku secara konstan untuk mengatur dan mengendalikan tuntutan dan tekanan eksternal maupun internal yang diprediksikan dapat membebani dan melampaui kemampuan dan ketahanan individu yang bersangkutan (Lazarus Folkman; Herdiansyah, 2009). Folkman (dalam Yenjeli, 2007) mengartikan strategi koping sebagai perubahan pemikiran dan perilaku yang digunakan oleh seseorang yang dalam menghadapi tekanan dari luar maupun dalam yang disebabkan oleh transaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang dinilai sebagai stressor. Koping ini nantinya akan terdiri dari upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi keberadaan stressor. Pengertian strategi koping lebih dahulu merujuk pada kesimpulan total dari metode personal, dapat digunakan untuk menguasai situasi yang penuh dengan stres. Strategi koping termasuk 8 dalam rangkaian dari kemampuan untuk bertindak pada lingkungan dan mengelola gangguan emosional kognitif, serta reaksi psikis. Menurut Lazarus pemilihan cara mengatasi masalah ini disebut dengan istilah proses strategi koping, koping dipandang sebagai faktor yang menentukan kemampuan manusia untuk melakukan penyesuaian terhadap situasi yang menekan (stressful life events). Pada dasarnya koping menggambarkan proses aktivitas kognitif, yang disertai dengan aktivitas perilaku (Folkman, 1984). Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi koping adalah segala usaha individu untuk mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut. Koping sesungguhnya berpengaruh atas hasil atau akibat (outcomes) secara psikologis, fisiologis serta behavioral baik di dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Koping terjadi dalam proses yang kompleks dan dinamis yang melibatkan individu, lingkungannya serta interaksi di antara keduanya (Folkman & Moskowitz, 2004;Lazarus, 2006). Penyimpangan dari kehidupan rutin yang normal bisa dipandang sebagai sumber stres bilamana individu sudah tindak sanggup lagi memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia pada diri dan lingkungannya. Oleh karena itu, pengelolaan pengalaman distress atau trauma melalui coping strategies menjadi amat penting bagi kesehatan fisik dan psikologis. Ada dua konseptual utama mengenai koping yang muncul dalam literatur. Pertama, strategi koping dikonseptualisasikan sebagai yang berfokus pada problem (problem-focused) atau perfokus pada emosi (emotion-focused). Sedangkan konseptualisasi yang kedua adalah strategi koping yang berfokus pada pendekatan (approach-focused) atau pada penghindaran (avoidance-focused) (Folkman & 9 Moskowitz, 2004; Lazarus, 2006; Thois, 1995). Approach strategy difokuskan pada stressor atau pada reaksi individu terhadap stressor dan corak pendekatan pada umumnya dianggap lebih adaptif. Keragaman strategi ini meliputi pencarian dukungan emosional, perencanaan penyelesaian stressor, dan pencarian informasi tentang stressor. Sebaliknya, avoidance strategies lebih berfokus pada penghindaran oleh individu dari stressor, misalnya menarik diri dari relasi atau interaksi dengan orang lain, menyangkal adanya stressor, dan membuang segala pikiran dan perasaan dari diri sehubungan dengan stressor. Kendati avoidance strategies bisa mereduksi distress dalam jangka pendek, namun modus ini dipandang sebagai maladaptif apabila individu terus menerus menggunakannya dalam jangka panjang. Untuk mengkaji strategi koping yang dilakukan oleh penderita psoriasis maka digunakanstrategi koping yang lebih menekankan reaksi individu ketika menemui tekanan-tekanan atau perubahan-perubahan aktifitas sehari-hari yang terjadi akibat efek nyata dari penyakit psoriasis dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh (Folkman & Moskowitz, 2004; Lazarus, 2006; Thois, 1995) konseptualisasi dari strategi kopingapproach dan avoidance. Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang dikemukakan, maka hipotsis dari penelitian ini adalah strategi koping bisa menjadi prediktor pada kualitas hidup penderita psoriasis. 10 METODE PENELITIAN Partisipan Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 83 penderita psoriasis dengan rentang usia 21-55 tahun yang tergabung dalam Komunitas Peduli Psoriasis Indonesia (KPPI), yang dilakukan pada tanggal 15 Januari – 5 Febuari 2016. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan teknik sampel snowball sampling. Alat Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menggunakan dua buah skala yaitu : pertama Skala Kualitas Hidup yang disusun menggunakan skala Likert dengan lima alternatif jawaban dari Selalu hingga Tidak Pernah. Skala dibuat berdasarkan instrumen dari Dermatology Life Quality Index (DLQI) yang dikemukakanoleh Finaly AY (1992) terdiri dari 10 item. Instrumen kedua adalah Skala Strategi Koping,yang disusun oleh peneliti. Terdiri dari 57 item yang didasarkan pada aspek-aspek yang ada pada taksonomi strategi koping yang berfokus pada approach-avoidance coping yang dikemukakan olehFolkman & Moskowitz (dalam Soesilo, 2012), yang terdiri dari lima alternatif jawaban dari Sangat Setuju hingga Sangat Tidak Setuju dengan menggunakan skala Likert. 11 HASIL Analisis Aitem Uji validitas untuk variabel kualitas hidup terdiri dari 10 item, dan dinyatakan tidak gugur karena memiliki nilai pearson correlation yang lebih besar dari 0,361. Uji validitas pada strategi koping terdiri dari 57 item, diperoleh hasil sebanyak 12 item gugur karena memiliki nilai pearson correlation yang lebih kecil dari 0,361, dan tersisa 45 item valid karena memiliki nilai pearson correlation yang lebih besar dari 0,361. Berdasarkan uji reliabilitas, variabel kualitas hidup n= 10 memiliki nilai alpha 0,893 dan strategi koping n= 45 memiliki nilai 0,950 yang keduanya lebih besar dari 0,600 yang artinya data reliable dan dapat dinyatakan ke uji selanjutnya. Analisis Deskriptif Peneliti membagi skor dari setiap skala menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi, dengan pemberian skor antara 1 sampai 5. Tabel 1 menunjukkan kategori skor untuk variabel kualitas hidup yang mempunyai 10 item valid dan tabel 2 menunjukkan kategori skor untuk variabel strategi koping secara keseluruhan yang mempunyai 45 item valid. Tabel 1. Kriteria skor untuk kualitas hidup Interval Ketegori Jumlah Persentase 10 ≤ x ≤ 23,33 Rendah 42 50,60 % 23,33 ≤ x ≤ 36,67 Sedang 35 42,17 % 36,67 ≤ x ≤ 50 Tinggi 6 7,23 % 83 100 Total Min : 10 Max: 50 Std: 5,566 Mean: 24,421 Rata-rata 24,421 12 Tabel 2. Kriteria skor untuk strategi koping secara keseluruhan Interval Ketegori Jumlah Persentase 45 ≤ x ≤ 105 Rendah 0 0,00 % 105 ≤ x ≤ 165 Sedang 6 7,23 % 165 ≤ x ≤ 225 Tinggi 77 92,77 % 83 100 % Total Min : 179 Max: 271 Std: 20,852 Rata-rata 188,144 Mean: 188,144 Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas pada variabel kualitas hidup dalam penelitian ini menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (Asymp. Sig 2-tailed) menyatakan nilai signifikan 0,395 (0,395 > 0,05) dan uji normalitas pada strategi koping memiliki koefisien normalitas 0,791 (0,791 > 0,05) sehingga dapat disimpulkan data tersebut memenuhi syarat yaitu berdistribusi normal 2. Uji Linearitas Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa ada hubungan strategi koping dan kualitas hidup adalah linear, karena dari hasil uji linearitas diperoleh nilaiF (1,49) = 7,904signifikansi 0,078 > 0,05. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hubungan strategi koping dan kualitas hidup ini menunjukan garis yang sejajar atau linear. 13 Hasil Uji Hipotesis Tabel 3. Hasil Ujit Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) AVOIDANCE B Std. Error 54.293 9.311 -.369 .285 .188 APROACH .452 a. Dependent Variable: Kualitas Hidup Standardized Coefficients Beta t Sig. 5.831 .000 .111 2.809 .001 .262 2.910 .000 Uji t digunakan untuk melihat hubungan secara terpisah strategi koping avoidance dan approach dengan kualitas hidup. Hasil menunjukkan bahwa strategi koping avoidance dengan kualitas hidup, memiliki nilai β = -0,369 (p<0,05), yang berartistrategi koping avoidanceberhubungan signifikan dengan kualitas hidup penderita psoriasis, sedangkan pada strategi koping approach dengan kualitas hidup memiliki nilai β = 0,452 (p < 0,05), yang berarti strategi koping approachberhubungan signifikandengan kualitas hidup pada penderita psoriasis. Hal ini berarti bahwa hasil secara terpisah strategi koping avoidance dan approach dengan kualitas hidup menunjukkan adanya hubungan antara prediktor tersebut dengan kualitas hidup. Untuk melihat secara bersama-sama pengaruh dari variabel strategi koping terhadap kualitas hidup terdapat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Anova ANOVA Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Regression 715.099 2 357.549 5.396 .006 Residual 5301.142 80 66.264 Model 1 Total 6016.241 82 a. Predictors: (Constant), Aproach, Avoidance 14 ANOVA Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Regression 715.099 2 357.549 5.396 .006 Residual 5301.142 80 66.264 Model 1 Total 6016.241 b. Dependent Variable: Kualitas Hidup 82 Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .345 .419 .497 a. Predictors: (Constant), Aproach, Avoidance 8.140 Dari perhitungan di atas menunjukkan adanya pengaruh dengan koefisien korelasi (R = 0,345). Kontribusi atau sumbangan secara simultanvariabel strategi koping terhadap kualitas hidup (R2) = 0,419. Hal ini berarti bahwa strategi koping memiliki sumbangan efektif terhadap kualitas hidup sebesar 41,90 % dan sisanya sebesar 58,10 % ditentukan faktor lain sepertikontrol hidup, kejadian dalam hidup (life event) perubahan politik dan perubahan lingkungan (Nofitri, 2009). Melalui uji Anova diperoleh F (1,82) = 5,396 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara strategi koping dengan kualitas hidup pada penderita psoriasis. PEMBAHASAN Hasil uji hipotesis mengunakan teknikOne way Anovamenunjukkan bahwastrategi koping sebagai prediktor pada penderita psoriasis. Hal ini ditunjukkan dengan angka uji F (1, 82 ) = 5,396 (p < 0,05), yang berarti strategi koping pada penderita psoriasis memberikan pengaruh yang signifikan diikuti dengan tingginya kualitas hidup pada penderita psoriasis. Hasil penelitian yang dilakukan (Mardiana, 15 2013) yang mendapatkan bahwa adanya hubungna antara mekanisme koping dengan kualitas hidup penderita kanker serviks (dengan nilai Spearman rank = 0,533 dan nilai p=0,009) dimana mekanisme koping yang semakin positif maka kualitas hidup juga akan meningkat. Pada penelitian ini 77 responden (92,77%), memiliki strategi koping yang tinggi dan 6 responden (7,23 %) memiliki strategi kopingsedang. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi strategi koping yang dilakukan oleh penderita psoriasis akan diikuti dengan semakin baiknya kualitas hidup penderita. Kemampuan koping yang baik pada penderita psoriasis membuat mereka lebih memahami dan memaknaipenyakit yang mereka alami, selain itu mereka mampu mengelola emosi dalam mengatasi masalah terkait dengan psoriasis. Hal ini dilihat dariaspek kontrol diri, penilaian positif, efikasi diri, dan ketidakterlibatan secara mental yang memiliki nilai tertinggi dari beberapa aspek yang ada pada kuesioner. Maka lebih diperlukanpengembangan kemampuan strategi koping yang tepat bagi para penderita psoriasis. Jika dilihat secara terpisah hubungan strategi koping avoidance dan approachpada kualitas hidupmenunjukan adanya hubungan antara prediktor tersebut dengan kualitas hidup. Hasil menunjukkan bahwa strategi koping avoidanceberhubungan signifikan dengan kualitas hidup penderita psoriasis. Sementara itu strategi koping approach berhubungan signifikan dengan kualitas hidup penderita psoriasis. Hal ini menjelaskan bahwa strategi koping yang digunakan penderita psoriasis (avoidance, maupun approach) cenderung akan mempengaruhi kualitas hidup mereka. Hasil penelitian sejalan dengan yang diungkapkan (Soesilo, 2012) yaitu strategi koping adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk menangani, tekanan, hambatan atau tuntutan-tuntutan yang terjadi pada penderita psoriasis yang mempengaruhi kualitas 16 hidup penderita. Penyimpangan dari kehidupan rutin yang normal bisa dipandang sebagai sumber stres bilamana individu sudah tidak sanggup lagi memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia pada diri dan lingkungan. Untuk melihat bagaimana reaksi penderita psoriasis dalam menghadapi perubahan dan tekanan di dalam mengahadapi penyakit diperlukan strategi koping yang tepat. Besarnya kontribusi secara silmutan variabel strategi koping terhadap kualitas hidup ditunjukkan dengan nilai (R2 = 0,419). Hal ini berarti bahwa strategi koping memiliki sumbangan efektif terhadap kualitas hidup sebesar 41,90 % dan sisanya sebesar 58,10 % ditentukan faktor lain yaitu kontrol hidup, kesempatan, sumber daya, sistem dukungan (support system), keterampilan, kejadian dalam hidup (life event) perubahan politik dan perubahan lingkungan (Nofitri, 2009). Kesadaran diri akan pentingnya menjaga kondisi tubuh sangat berpengaruh, termasuk mengatur pola makan dan tidur yang teratur. Kejadian dalam hidup sangat berhubungan erat dengan tugas perkembangan yang harus dijalani, dan terkadang kemampuan seseorang untuk menjalani tugas tersebut mengakibatkan tekanan tersendiri, seberapa besar seseorang dapat melihat peluang yang dimilikinya sehingga ia mampu mengembangkan dirinya, sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik seseorang, selain itu dukungan keluarga, lingkungan dan masyarakat termasuk tempat tinggal dan fasilitas yang memadai menjadi faktor yang mempengaruhi bagi kualitas hidup penderita psoriasis. 17 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian bahwa strategi koping dapat menjadi prediktor terhadap kualitas hidup penderita psoriasis. Dimana terdapat pengaruh yang signifikan pada strategi koping dengan kualitas hidup dan adanya hubungan positif secara terpisah antara strategi koping avoidance dengan kualitas hidup, dan strategi koping approach dengan kualitas hidup. Dengan keterampilan menggunakan strategi koping yang baik, penderita psoriasis mampu mengatasi masalah terkait dengan penyakit. SARAN Pendertia psoriasis perlu mengetahui dan memahami rangkaian perawatan untuk mencegah atau mengurangi psoriasis yang derita, sehingga diharapkan penderita mampumengembangkan diri, sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik, penderita juga perlu lebih mengembangkan strategi koping yang tepat seperti : strategi koping approach yang difokuskan pada pendekatan dalam perencanaan penyelesaian, pencarian informasi terkait dengan masalah, atau strategi koping avoidance yang difokuskan pada penghindaran dengan membuang segala pikiran dan perasaan dari diri sehubungan dengan tekanan yang diakibatkan dari penyakit yang diderita ataupun secara bersamasama sesuai dengan situasi dan keadaan dalam menangani masalah terkait dengan penyakit yang diderita. Selain itu bagi keluarga, lingkungan dan masyarakat, diharapakan memberikan dukungan positif dan perhatian yang lebih pada penderita psoriasis agar mereka dapat merasa diterima dan dicintai. Selain itu bagi lembaga yang aktif peduli untukkesejahteraan penderita psoriasis diharapakan dapat memberikankontribusi yang besar dalam kegiatan meningkatkan pengembangan diri para penderita psoriasis. Dalam penelitian ini peneliti juga mendapati sedikit kesulitan untuk mencari penelitian terkait, 18 dengan kata lain penelitian yang terkait dengan strategi koping sebagai prediktor pada kualitas hidup penderita psoriasi masih jarang ditemui di dalam sebuah karya ilmiah psikologi.Untuk penelitian selanjutnya diharapkan lebih memodifikasi alat ukur yang digunakan sesuai dengan tempat dan aspek yang berbeda. 19 DAFTAR PUSTAKA Cantika. A. S. (2012). Hubungan derajat keparahan psoriasis vulgaris terhadap kualitas hidup penderita. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Damayanti, I. (2014). Hubungan indeks massa tubuh dan skor psoriasis areaand severity indexpasien psoriasis vulgaris dirumah sakit umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Medan: Fakultas Kedokteran,Universitas Sumatera Utara. Djuanda, A. (2011). Ilmu Penyakit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Finlay AY, Khan GK. Dermatology Life Quality Index (DLQI): a simple practical measure for routine clinical use. Clinical And Experimental Dermatology, 1994;19:210-216. Diakses dari http://sites.cardiff.ac.uk/dermatology/quality-oflife/dermatology-quality-of-life-index-dlqi Geni, P. L., dan Q. Rahmania. (2013). Hubungan coping style dan anticipatory grief pada orang tua anak yang di diagnosis kanker. Humaniora 4 (1): 241-247. Given, Lisa M. (editor). (2008). The Sage encyclopedia of qualitative reasearch methods. Thousand Oaks: Sage. Gudjonsson J. dan Elder J. (2012). Psoriasis Vulgaris. Dalam: Wolff K., Goldsmith L., Katz S., Gilchrest B., Paller A., Leffell D. editors Dermatology in General Medicine (8th ed), (hal 169-193). New York: McGraw-Hill. Langeland, E. (2013). Mental healt among people with psoriasis undergoing patient eduation in climate therapy. Norway: University of Oslo. Lazarus. (1991). Emotion and Adaption.England: Oxford University. Izzati, A. (2012). Gambaran penerimaan diri pada penderita psoriasis.Jurnal Psikologi, 10, 68-71. Leavitt, M. (2014).Psoriasis palmoplantar memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup penderitanya.National Psoriasis Foundation – USA.Diunduh pada 10 Agustus 2015, dari http://www.pedulipsoriasis.web.id/2014/10/studipsoriasis-palmoplantar-memiliki.html. Mardiana, D., A. R. Ma;rifah, & A. N. Rahmawati. (2013). Hubungan mekanisme koping dengan kualitas hidup pendeita kanker serviks di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Maternitas 1 (1): 9-20. Nofitri, N. F. M. (2009). Gambaran kualitas hidup penduduk dewasa http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/12559515...%20Gambaran%20kualitas%20,di peroleh 10 Agustus 2015 20 Ograczyk, A., J. Miniszewska., A. Kepska, and A. Zalawska-Janowska.(2014). Itch, Disease coping strategies and quality of life in psoriasis patients. Postep Derm Aleor 15 (5) ; 299-304. Rubbyana, U. (2012). Hubungan antara strategi koping dengan kualitas hidup pada penderita skizofrenia remisi simptom.Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 1 (2) ;59-66. Sinaga, D. (2013). Pengaruh stress psikologis terhadap pasien psoriasis. Jurnal Ilmiah Widya,1, 129-134. Siwalette, D. (2014). Kualitas hidup pengasuh keluarga pasien dengan penyakit terminal.Salatiga: Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Soesilo, A. (2012). Distress Psikologis dan Strategi Coping. Salatiga: Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Susanto, R. & Ari, M. (2013).Penyakit Kulit Dan Kelamin. Yogyakarta: Nuha Medika. Wahl, A. K. (2015). Positive changes in self-management and disease severity following climate theraphy in people with psoriasis. Oslo: The Medical Faculty, University of Oslo. Lucky. (2014). Wawancara tentang Psoriasis di Rumah/Apotik Fortune Farma. Jl. Kemiri Candi 3, Salatiga.