universitas indonesia ktsp sebagai kurikulum pendidikan nasional

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
KTSP SEBAGAI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL
DAN RELEVANSINYA DENGAN TEORI KOMUNIKASI
JÜRGEN HABERMAS
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Humaniora
HERY DWI PRASETYO
NPM 0706292366
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT
DEPOK
JUNI 2011
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Jakarta, 23 Juni 2011
Hery Dwi Prasetyo
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Hery Dwi Prasetyo
NPM
: 0706292366
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 23 Juni 2011
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi yang diajukan oleh :
Nama
: Hery Dwi Prasetyo
NPM
: 0706292366
Program Studi : Ilmu Filsafat
Judul `
: KTSP Sebagai Kurikulum Pendidikan Nasional Dan Relevansinya
Dengan Teori Komunikasi Jurgen Habermas
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Humaniora pada Program Studi Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Drs. Mohamad Fuad S.S., M.Hum
(
)
Penguji
: Dr. Naupal S.S., M.Hum
(
)
Penguji
: Dr. Embun Kenyowati Ekosiwi
(
)
Ditetapkan di :
Tanggal
:
oleh
Dekan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
Dr. Bambang Wibawarta
NIP. 196510231990031002
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
KATA PENGANTAR
Kata pengantar selalu dicantumkan di halaman awal, dituliskan untuk mengawali
sebuah karya tulis sebelum melihat isi lebih lanjut. Kebanyakan dari kata
pengantar dibuat oleh penulis untuk mengakhir sebuah karya. Sebagai sebuah
dedikasi dan loyalitas tertinggi kepada mereka yang telah berjasa selama proses
penulisan karya tulis. Skripsi ini merupakan klimaks dari proses belajar saya di
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Humaniora. Oleh sebab itu melalui kata pengantar ini
saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Allah, atas segala cinta dan karunia yang dicurahkan kepada saya. Terima
kasih telah menjadikan saya manusia yang paling beruntung di dunia.
2.
Mama dan Papa, atas dukungan dan kepercayaan yang diberikan kepada
saya untuk memilih Filsafat. Betapa beruntungnya saya mempunyai orang
tua seperti kalian yang selalu percaya dan mendukung terhadap apa yang
saya pilih. Membahagiakan orang tua adalah cita-cita setiap anak, begitu
juga saya. Semoga saya dapat membayar segala kasih sayang kalian yang
telah diberikan, walaupun saya yakin hal itu tidak akan pernah mampu.
Kakak Saya, Titik Suryani. Atas masukan semangat yang diberikan.
3.
Seluruh Dosen pengajar di Departemen Filsafat UI. Bu Margi, dosen
pembimbing akademik atas perhatiannya menyetujui IRS saya. Pak Fuad,
dosen pembimbing skripsi yang selama penulisan skripsi ini telah bersedia
mengarahkan saya. Bu Embun dan Pak Naupal yang telah bersedia menguji
skripsi ini. Dosen filsafat yang telah menginspirasi saya: Pak Rocky, Pak
Budi, Pak Donny, Pak Akhyar, Pak Tommy, alm Pak Boas dan alm Pak
Wayan. Juga kepada Mbak Dwi yang memudahkan pengurusan administrasi
skripsi saya.
4.
Keluarga saya Filsafat 2007. Richard, Angga, Kari dan Leo, empat orang
hebat yang membuat masa kuliah penuh canda dan tawa. Akan jadi apa
filsafat 2007 tanpa kehadiran empat orang hebat ini. Hare, Reni, April dan
Tika yang mengajarkan bahwa cinta terkadang harus mengenal icip-icip,
tikung-menelikung bahkan jika perlu harus merampas. Semoga kalian
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
menemukan kebahagiaan cinta suatu saat nanti. Era, Fitri, Iqit, Isky, Cacan,
Tea, Gaby dan Coni, atas perbincangan yang kita bangun selama kuliah.
Menyenangkan sekali membicarakan segala sesuatu yang membuat kita lupa
bahwa setiap pembicaraan harus memiliki akhir. Sungguh saya tidak ingin
semua ini cepat berakhir. Weber dan Nia atas segala inspirasi tentang
kehidupan yang saya dapatkan dari kalian berdua. Adit, atas bahan referensi
untuk skripsi saya. Sabrina dan Alfa, atas kerelaan meminjamkan catatan
kuliah. Serta kepada Bang Jo, Dipa, Fahri, Taufik, Panji, Winni, Tia, Nila,
Wira, Austin, Kitin, Shane, Sandra.
5.
Keluarga besar Filsafat UI. Terutama Angkatan 2005, angkatan 2006,
angkatan 2008 dan angkatan 2009. Terima kasih juga kepada Mba Upi,
Sandi, dan Frist atas bimbingan dan arahannya di kelas seminar.
6.
Keluarga DPM FIB 2010. Owi, Rere, Anggi, Bela, Hadi, Pay, Hare, Aryo,
Indah, Nufus, Baim, Ridho, Galuh, Chisa, Sodik, Rezky, Nana, Santi, Aje
dan semuanya. Terima kasih atas satu tahun kepengurusan bersama kalian.
Saya sungguh rindu saat-saat bersama kalian. Menikmati hujan di ruang
DPM, suasana Bandung, main Capsa, main Uno dan semua hal bersama
kalian.
7.
Keluarga BEM FIB 2008 khususnya Departemen pengabdian masyarakat,
BEM UI 2009 khususnya Departemen Pendidikan dan Keilmuan, BEM FIB
2010. Kepanitiaan Baksos FIB UI 2008, Kepanitiaan PSA-MABIM FIB
2009, Kepanitiaan PSA-MABIM FIB 2010, dan Pemira FIB 2010.
8.
Si Kokom, yang sudah setia
menemani saya mengetik skripsi.
Menghabiskan waktu malam berdua hingga larut untuk mengejar deadline.
Walaupun prosessor telah usang, pernah terserang virus, berkali-kali di
install ulang, namun kesetiaanmu tetap tak diragukan lagi.
9.
Syifa Fauziah, atas kesederhanaan cinta yang telah diberikan. Hanya dia
yang
mampu
menenangkan
hati
saya
yang
gundah
sekaligus
menggundahkan hati saya yang tenang. Terima kasih atas segala kasih yang
diberikan kepada saya.
10.
Mereka yang selalu mencintai senja dan mencintai malam. Mereka yang
pernah saya kenal dan pernah mengenal saya, tidak akan mampu kata-kata
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ini dirangkaikan untuk mengatakan indahnya menghabiskan hari bersama
kalian.
Hidup ini membosankan kawan: dilahirkan, dewasa, menjadi tua lalu
menjadi tiada. Terima kasih karena kalian telah memberikan warna…
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
NPM
Program Studi
Departemen
Fakultas
Jenis karya
: Hery Dwi Prasetyo
: 0706292366
: Ilmu Filsafat
: Ilmu Filsafat
: Ilmu Pengetahuan Budaya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
KTSP Sebagai Kurikulum Pendidikan Nasional dan Relevansinya Dengan
Teori Komunikasi Jürgen Habermas beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan,
mengelola
dalam
bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta, 23 Juni 2011
Yang Menyatakan
(Hery Dwi Prasetyo)
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ABSTRAK
Nama
: Hery Dwi Prasetyo
Program Studi
: Ilmu Filsafat
Judul
: KTSP
Sebagai
Kurikulum
Pendidikan
Nasional
dan
Relevansinya Dengan Teori Komunikasi Jürgen Habermas
Skripsi ini membahas mengenai KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
KTSP merupakan sistem kurikulum nasional yang diselenggarakan di setiap
sekolah formal tingkat dasar dan menengah. Skripsi ini menelaah relevansi antara
KTSP dengan Teori Komunikasi Jurgen Habermas. Serta kaitannya dengan
permasalahan ideologi di dalam aspek pendidikan.
Kata Kunci: Habermas, KTSP, Teori Komunikasi, Kurikulum, Ideologi,
Diskursus.
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ABSTRACT
Name
: Hery Dwi Prasetyo
Major
: Ilmu Filsafat
Tittle
: KTSP as a Curriculum of National Education and the
Relevance
with
Jürgen
Habermas’s
theories
of
Communication.
This graduation project is about to explain KTSP. KTSP is a national curriculum
that organized in level basic and elementary formal school. This graduation
project is about to analyze relevance between KTSP and Habermas’s theories of
communication. And it’s connection with problem of ideologies in aspect of
education.
Keywords: Habermas, KTSP, Theory of Communication, Curriculum, Ideology,
Discourse.
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME….…………………………
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………...
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………………….
ABSTRAK…………………………………………………………………………
ABSTRACT………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
i
ii
iii
iv
v
viii
ix
x
xi
1. PENDAHULUAN ……………………………………………………………..
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………
1.2 Perumusan Masalah ……………………………………………………………
1.3 Thesis Statement ……………………………………………………………….
1.4 Kerangka Teori …………………………………………………………...……
1.5 Metode …………………………………………………………………………
1.6 Tujuan …………………………………………………………………......…..
1.7 Kegunaan………………………………………………………………………..
1.8 Sistematika Penulisan………………………………………………………...…
1
1
6
6
6
8
8
9
9
2. UU SISDIKNAS DAN KTSP SEBAGAI KURIKULUM PENDIDIKAN….
2.1 Pendidikan, Filsafat Pendidikan dan Ideologi pendidikan……………….……..
2.1.1 Pendidikan ………………………………………………………..………
2.1.2 Filsafat Pendidikan..……………………………………………………....
2.1.3 Ideologi Pendidikan……………………………………………………….
2.2 Tujuan Pendidikan……………………………………………………………..
2.3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional …………..…………………….
2.4 KTSP dan Pengembangannya ………………………………………………...
2.4.1 Latar Belakang dan Hakikat KTSP …………………………..…
2.4.2 Tujuan KTSP……………………………………………………………...
2.4.3 Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP…………………………………….
2.4.4 Standar Isi KTSP …………………………………………………………
2.4.5 Kelebihan KTSP dari Kurikulum 1994…………………………………...
11
11
11
14
16
18
22
25
25
27
28
31
33
3. TEORI KOMUNIKASI SEBAGAI BASIS DASAR RELASI MANUSIA
MENURUT PEMIKIRAN JÜRGEN HABERMAS…………........
3.1 Riwayat Hidup Habermas……………………………….……...………………
3.2 Latar Belakang Pemikiran…………………………….………...………………
3.2.1 Muncul Serta Berkembangnya Modernitas………………..………..……
3.2.2 Kemunculan Positivisme………………………..……………….……….
3.2.3 Pencerahan…………………………...………………………….………..
3.2.4 Kritik Atas Modernitas, Positivisme dan Pencerahan……………………
3.3 Awal Perkembangan Pemikiran Habermas…………………………………….
3.4 Teori Komunikasi Habermas………………………….………….…………….
3.4.1 Tindakan Komunikatif…………...……………………………………….
3.4.2 Ranah Publik………………..…………………………………...……….
36
36
38
38
39
41
41
44
45
45
50
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3.4.3 Diskursus Etik………………………………………..………..…………
3.4.4 Demokrasi……………………………...…………………………………
3.5 Kesimpulan Sementara………………………...……………………………….
53
55
57
4. TEORI KOMUNIKASI HABERMAS DAN RELEVANSINYA DENGAN
KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL........................................................
4.1 Pendidikan Berbasis Demokrasi………………………………………………..
4.2 Tindakan Komunikatif Menuju Pendidikan Dialogis………..……………....…
4.3 Teori Kritis Pendidikan Menuju Transformasi Sosial………………………….
4.4 Relevansi KTSP Dengan Teori Komunikasi Jürgen Habermas....………….…..
4.4.1 KTSP Mengangkat Pendidikan Yang Humanis……………………….….
4.4.2 KTSP Mengangkat Pembelajaran Interaktif……………………….……..
4.4.3 KTSP Sebagai Kurikulum Pendidikan Berbasis Masyarakat……………..
58
59
62
64
66
66
68
71
5. PENUTUP……………………............................................................................
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………….
5.2 Kritik dan Saran……………………………………...…………………………
74
74
76
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
79
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pengertian tersebut tercantum di dalam Undang-Undang No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pengertian pendidikan secara luas
adalah melingkupi seluruh kehidupan manusia.
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai akal dan rasio memiliki
kemampuan intelektual yang mampu melakukan pembelajaran terhadap segala
sesuatu yang ada di luar dirinya, seperti menangkap objek dengan alat indera,
menganalisa objek yang telah ditangkap dengan akal. Melakukan refleksi atas objek
merupakan kemampuan yang tidak ditemukan pada makhluk hidup selain manusia.
Oleh sebab itu peran pendidikan sangatlah penting bagi manusia untuk
mengaktualisasi dirinya agar dapat bermanfaat dan berguna bagi kehidupannya.
Jalur pendidikan berdasarkan bentuknya terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan
pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan formal merupakan pendidikan bersistem dimana terdapat kerangkakerangka
acuan
yang
dibentuk
dan
diterapkan
pada
penerapan
sistem
pembelajarannya. Kerangka tersebut merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang digunakan sebagai penyelenggaraan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kerangkakerangka acuan tersebut disebut kurikulum. Kurikulum kemudian digunakan dan
diterapkan di dalam pendidikan yang banyak dikenal sebagai pendidikan
persekolahan.
Sekolah
sebagai
institusi
tempat
kegiatan
belajar-mengajar
diselenggarakan.
Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal dapat berbentuk kursus serta
pelatihan yang meliputi pendidikan untuk mengembangkan kemampuan siswa seperti
pedidikan keterampilan, pendidikan pelatihan kerja, dsb.
Sedangkan pendidikan informal merupakan pendidikan yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar yang mandiri. . Pendidikan
informal adalah pendidikan dalam segala bentuk proses kehidupan manusia.
Pendidikan ini terjalin dalam hubungan relasi antar manusia tanpa membutuhkan
sistem baku yang mengikat.
Negara sebagai penyelenggara pendidikan telah diamanatkan oleh UUD 1945,
bahwa Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. UUD 1945 juga
mengamanatkan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada Tuhan YME
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang undang.
Oleh sebab itu pemerintah harus membuat sistem pendidikan nasional yang
harus menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan global.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Agar pendidikan dapat berkembang secara terencana, terarah dan berkesinambungan.
Oleh sebab itu, dibentuk dan diselenggarkanlah pendidikan formal dengan sekolah
sebagai institusi pendidikan. Penerapan kerangka-kerangka acuan sebagai kurikulum
wajib diselenggarakan dengan skala nasional.
Pendidikan nasional yang dilakukan dan diselenggarakan oleh pemerintah harus
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai ideologi serta nilainilai kebangsaan. Pendidikan selain upaya untuk melakukan pemberdayaan sumber
daya manusia juga sebagai instrumen pemersatu bangsa. Menegakkan nilai-nilai
dasar pendidikan sebagai fondasi utama merupakan sebuah wujud kesatuan
kebangsaan dalam jalinan-jalinan kebhinekaan kultural yang dimiliki oleh Indonesia.
Kewenangan
besar
yang
diemban
oleh
pemerintah
ini
kemudian
memungkinkan pemerintah jatuh ke dalam penyalahgunaan kekuasaan. Fenomena
inilah yang sempat dilihat dan diangkat oleh Habermas tokoh pemikir jerman.
Implikasi pemikiran Habermas terhadap pendidikan memberikan penyadaran bahwa
sekolah
sebagai
institusi
pendidikan
dapat
menjadi
instrument
untuk
mempertahankan kekuasaan. Sekolah dijadikan sumber pembenaran kebijakankebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Sekolah dimatikan proses kritis dalam
partisipasi politik dan sekolah dijadikan sumber legitimasi pemerintah. Upaya
penyalahgunaan tersebut dapat jelas terlihat melalui kebijakan-kebijakan pemerintah
yang berkenaan langsung dengan pendidikan, salah satu contohnya adalah kebijakan
langsung kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah.
Catatan sejarah pernah membuktikan bahwa kurikulum pendidikan pernah
dijadikan alat untuk melanggengkan pemerintahan. Kurikulum yang awalnya
merupakan kerangka acuan untuk mengarahkan proses kreatif belajar mengajar
diubah menjadi alat dogmatisasi. Kurikulum yang bersifat dogmatis pernah terjadi
pada penerapan sistem pendidikan nasional. Ketika era Orde Baru, pendidikan
digunakan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan. Pada masa itu, siswa
sekolah diajarkan di bangku sekolah ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa yang
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
mutlak, kaku dan tanpa ruang dialog yang terbuka. Nilai-nilai yang tidak sesuai
dengan ideologi Pancasila dianggap sebagai upaya melawan negara, mengganggu
persatuan dan kesatuan bangsa. Inilah yang kemudian dijadikan pembenaran oleh
kaum penguasa ketika itu melakukan pembredelan berbagai hal yang bersuara kritis
terhadap negara. Tentu saja dengan menjadikan Ideologi Pancasila sebagai tameng
politis untuk melanggengkan kekuasaan Orde Baru selama hampir 32 tahun.
Kurikulum yang dogmatis juga mendominasi pendidikan. Dominasi tersebut
dapat terjadi ketika nilai-nilai pendidikan dijadikan sebagai landasan kepentingan
pihak mayoritas semata. Dengan adanya hal tersebut, justru semakin menciptakan
jarak diskriminasi atas pembagian kaum mayoritas dan minoritas (the others).
Pendidikan yang didedikasikan untuk pengetahuan umat manusia justru dicederai
dengan upaya pendiskriminasian yang sistematik dalam sistem pendidikan itu sendiri.
Puncaknya adalah transisi politik tahun 1998 ketika era Orde Baru runtuh
digantikan oleh era Reformasi. Cita-cita demokrasi muncul menjadi angin segar
perubahan struktural maupun kultural. Menjunjung asas perbedaan, kemanusiaan dan
hak-hak minoritas, demokrasi hadir dan mendorong perubahan disegala bidang
kehidupan bangsa, salah satunya adalah bidang pendidikan. Proses pendidikan bukan
lagi menjadi proses doktrinisasi melainkan rasionalisasi dan internalisasi pengetahuan
dan nilai-nilai moral. Oleh sebab itu, pendidikan harus membuka ranah komunikasi di
setiap tahapan proses pendidikan yaitu menyentuh tahapan perencanaan pendidikan,
tahapan pengajaran pendidikan, dan tahap evaluasi pendidikan. Serta pengembangan
potensi individu, potensi kedaerahan, dan merangsang partisipasi masyaraka juga
kaum minoritas untuk berbicara dan berpendapat.
Atas dasar itulah, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dibentuk
sebagai upaya pengembangan kurikulum. KTSP dikembangkan sesuai dengan
kondisi satuan pendidikan, potensi, dan karakteristik daerah, serta sosial budaya
masyarakat setempat dan siswa. Mengajak setiap unsur-unsur pendidikan untuk
berperan aktif merancang serta melaksanakan pendidikan berdasarkan otonomi-
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
otonomi yang diberikan pemerintah pusat kepada masing-masing satuan pendidikan
tingkat sekolah.
KTSP hadir sebagai sebuah upaya pengembangan kurikulum agar dekat dengan
pembelajaran yaitu sekolah dan satuan pendidikan. Sekolah dan satuan pendidikan
diberikan kewenangan dan otonomi yang lebih besar untuk mengelola sumber daya,
sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikan pendidikan sesuai prioritas
kebutuhan masyarakat dan kebutuhan globalisasi. KTSP sendiri hadir sebagai wujud
komitmen pemerintah memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap
kualitas, efisiensi serta pemerataan pendidikan.
KTSP merupakan wujud reformasi dalam bidang pendidikan yang memberikan
otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan mengembangkan kurikulum sesuai
dengan potensi, tuntutan serta kebutuhan masing-masing sekolah dalam tiap daerah
yang berbeda. Dalam hal pengembangan kurikulum pada sistem KTSP, sekolah
memiliki “full authority and responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan
pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan. Untuk
mewujudkan visi, misi, dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan
standar kompetensi, mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan
pemberdayaan
berbagai
potensi
sekolah
dan
lingkungan
sekitar,
serta
mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah. (Mulyasa, 2008,
p. 20)
KTSP mengakomodasi keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat
dalam pengembangan kurikulum, menciptakan transparansi dan demokrasi yang
sehat. Mengajak mereka untuk ikut andil serta aktif dalam menentukan pendidikan
secara efektif dan efisien serta melakukan fungsi kontrol terhadap jalannya
penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dapat mencegah penyalahgunaan penerapan
kurikulum untuk tujuan dan kepentingan golongan tertentu yang sifatnya dogmatis.
KTSP juga menciptakan suasana pembelajaran guru dengan siswa dengan dasar
student oriented. Kebutuhan mengenai pengetahuan dalam proses pembelajaran
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
diselenggarakan berdasarkan kebutuhan siswa, kondisi serta potensi yang dimiliki
secara individu. Suasana kelas diselenggarakan dengan pembelajaran yang interaktif
agar hubungan yang terjalin antara guru dengan siswa menjadi hubungan yang setara.
Oleh sebab itulah, KTSP hadir sebagai bagian dari kurikulum pendidikan
nasional untuk mengajak semua unsur pendidikan untuk menjalin dialog yang terbuka
untuk membangun fondasi kurikulum pendidikan. Komunikasi aktif yang
menjunjung pengetahuan akan memberikan sebuah langkah nyata dalam upaya
pemberdayaan manusia. Hadirnya KTSP secara teoritis didukung oleh teori
komunikasi yang diusung oleh Habermas. Kesamaan latar belakang dan kondisi
menciptakan kondisi yang dapat dipertemukan relevansi-relevansi antara KTSP
dengan teori komunikasi Habermas. Penekanan atas asas komunikasi menjadi benang
merah yang mampu mengaitkan kesamaan-kesamaan teoritis yang ada diantara
keduanya.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan makalah dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana KTSP dapat menjadi bagian dari kurikulum pendidikan nasional
yang bersifat dialogis?
2. Bagaimana relevansi KTSP sebagai bagian dari kurikulum pendidikan
nasional dalam kerangka teori komunikasi Jürgen Habermas?
1.3
Thesis Statement
KTSP merupakan kurikulum pendidikan yang bertujuan membuka ruang
komunikasi yang dialogis diantara unsur-unsur pendidikan berdasarkan pemikiran
Jürgen Habermas.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1.4
Kerangka Teori
Pendidikan sebagai sebuah transfer pengetahuan merupakan cara agar manusia
memberdayakan pengetahuan. Pendidikan formal merupakan salah satu pendidikan
dimana sistem kurikulum diterapkan dalam sistem pembelajarannya. Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Tujuan-tujuan pendidikan dalam penerapan kurikulum pendidikan sangat
mungkin diselewengkan menjadi kepentingan-kepentingan golongan tertentu. Untuk
itu perencanaan serta penentuan arah tujuan pendidikan harus berlandaskan kepada
kesepakatan dialog yang setara, terbuka serta mencapai sebuah kesepakatan
konsensus. Agar tujuan kurikulum pendidikan menampung segala harapan serta
kepentingan bersama. Oleh sebab itu, sangat ditekankan upaya komunikasi aktif
sebagai sebuah hubungan komunikasi dalam relasi diantara unsur-unsur pendidikan.
“Komunikasi merupakan sebuah transaksi dinamis yang melibatkan gagasan
dan perasaan.” (Gorden William, 1987, p. 28) Komunikasi melibatkan hubungan
antara individu dengan individu yang lain. Di dalam pendidikan, komunikasi
berperan sebagai instrument dalam mentransferkan pengetahuan serta ajaran-ajaran
moral. Diharapkan kondisi yang terjadi adalah komunikasi aktif antara subjek dengan
objek di dalam pendidikan. Agar tercipta alur komunikasi dua arah yang setara serta
saling mengisi dan membutuhkan peran masing-masing.
Jürgen Habermas dilahirkan di Dusseldorf tahun 1929. Gagasan-gagasannya
bertolak dari ide-ide tentang “modernitas” dan berbagai kontradiksi kaum modernitas
itu sendiri. Habermas menyatakan bahwa komunikasi merupakan tindakan manusia
yang paling dasar. Karena dalam sebuah interaksi di dalam komunikasi akan tercapai
saling pengertian. Bila pengertian dapat tercapai maka akan muncul rasionalitas
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
komunikasi. Dengan menggunakan asas: 1) understandbility, kejelasan tentang hal
yang dikatakan. 2) truth Mengungkapkan sesuatu dengan benar. 3) truthfulness,
Mengungkapkan diri apa adanya dan 4) rightness, Menyatakan sesuatu sesuai dengan
norma komunikasi yang telah disepakat. Hal tersebut sebagai prakondisi agar
komunikasi dapat dimengerti.
Dialog dimaksudkan untuk mengambil kesepakatan diantara pihak-pihak yang
berkedudukan setara dan bukan pengarahan pada pembentukan wacana represifhegemonik dari kesepakatan tersebut. Dengan begitu, melalui diskursus yang terbuka
tersebut “the others” dapat diangkat dan menghilangkan asas dominasi hegemonik,
khususnya yang dilakukan oleh pihak dominan. Penerapan dialog dengan penerapan
komunikasi di dalam kurikulum merupakan sebuah landasan penerapan KTSP
sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional.
1.5
Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah studi kepustakaan
dengan paparan deskripsi analisis. Deskripsi analitis merupakan metode pencarian
fakta dengan interpretasi yang tepat, yang mempelajari masalah-masalah dalam
masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta situasi-situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap, seta pandangan-pandangan.
“Metode deskriptif analisis bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena
atau pemikiran tokoh yang diselidiki.” (Nazir, 2003, p. 54) Melakukan kajian
terhadap karya-karya Jürgen Habermas diantaranya berjudul The Theory of
Communicative Action, The Structural Transformation of the Public Sphere, serta
karya-karya lain dari Habermas yang terkait dengan tema dan KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) sebagai objek kajian.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1.6
Tujuan
Tujuan dari skripsi ini adalah:
a. Untuk dasar, tujuan serta landasan pendidikan di dalam UU SISDIKNAS serta
penerapannya di dalam kurikulum pendidikan nasional.
b. Untuk mengetahui teori komunikasi Jürgen Habermas dan relevansinya dengan
penerapan KTSP sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional.
c. Bagaimana implementasinya di lapangan bila mana teori komunikasi Jürgen
Habermas diterapkan sistem dalam kurikulum pendidikan nasional.
1.7
Kegunaan
Kegunaan dari skripsi ini adalah :
1. Kegunaan praktis, yakni sebagai:
a. Kegunaan untuk penulis adalah menambah wawasan terhadap kajian teori
kontemporer mengenai pendidikan dan sistem kurikulum yang ada. Dengan
pola pikir yang rasional, kritis serta aplikatif terhadap kondisi sistem
kurikulum yang ada.
b. Menemukan relevansi pemikiran Jürgen Habermas di dalam penerapan
sistem kurikulum pendidikan nasional.
2. Kegunaan teoritis, yakni sebagai:
a. Menemukan korelasi sistem kurikulum yang telah ada dengan menggunakan
teori komunikasi Jürgen Habermas. Menganalisa sistem kurikulum yang
sudah ada pada KTSP sebagai kurikulum pendidikan nasional.
b. Sumbangan terhadap teori yang sudah ada.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1.8
Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini akan memuat empat bab yang akan terdiri sebagai berikut:
1. Bab 1 Pendahuluan akan membahas mengenai latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, luaran serta penulisan skripsi ini dari segi teori dan praktis.
2. Bab 2 akan memaparkan kondisi dan sistem kurikulum pendidikan nasional
berdasarkan UU SISDIKNAS. Akan berkonsentrasi pada penerapan KTSP
sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional.
3. Bab 3 akan memaparkan pemikiran Jürgen Habermas, khususnya peranan
teori komunikasi dalam menciptakan dialog yang setara dan terbuka untuk
mencapai kesepakatan umum menuju konsensus.
4. Bab 4 akan bersifat menganalisis KTSP sebagai bagian dari kurikulum
pendidikan nasional berdasarkan pemikiran Jürgen Habermas. Melakukan
penjabaran terkait kondisi sistem kurikulum pendidikan nasional yang ada.
5. Bab 5 akan kesimpulan dan saran terhadap analisa yang telah dilakukan pada
bab-bab sebelumnya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB II
UU SISDIKNAS DAN KTSP SEBAGAI KURIKULUM PENDIDIKAN
NASIONAL
2.1
Pendidikan, Filsafat Pendidikan dan Ideologi Pendidikan
2.1.1 Pendidikan
Pendidikan merupakan proses menjadi manusia karena manusia adalah
makhluk yang becoming. Selama kehidupan manusia dari dilahirkan hingga
meninggal dunia tidak lepas dari proses pendidikan. Proses becoming tersebut
merupakan proses yang terjadi secara dialog antara manusia kepada diri sendiri,
manusia kepada sesama manusia seta manusia terhadap alam semesta.
Pendidikan melingkupi banyak aspek dalam proses kehidupan manusia.
Sebagai proses yang berkesinambungan, pendidikan menumbuhkan eksistensi
manusia sebagai korelasi di dalam kehidupan bermasyarakat. Aktivitas di dalam
masyarakat tersebut merupakan proses budaya yang ada sebagai aktivitas berpikir
di dalam konteks ruang dan waktu.
Ontologi pendidikan selalu bergulat terhadap pertanyaan apa itu manusia?
Yang merupakan makhluk yang mempunyai dimensi materi dan dimensi
spiritualitas sekaligus. Nyatanya kombinasi dimensi materi dan dimensi
spiritualitas merupakan relasi yang tidak dapat dinafikan terhadap ontologi
keberadaan manusia.
Pendidikan dari sudut pandang epistemologi merupakan upaya untuk
melakukan pengujian terhadap kebenaran terhadap suatu pengetahuan. Hal
tersebut berkaitan dengan hakikat kebenaran, kriteria kebenaran serta problem
apakah suatu kebenaran dapat dijadikan sumber pengetahuan. Sumber
pengetahuan terdiri atas: idealisme, realisme, empirisme, positivisme, wahyu serta
intuisi. Dari sumber pengetahuan tersebutlah, akan timbul kemudian problem di
dalam pendidikan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Sedangkan pendidikan dari sudut pandang aksiologi memposisikan diri
sebagai instrument agar pengetahuan dapat diimplementasikan dalam kehidupan
manusia. Manusia yang mempunyai aspek indivudu sekaligus manusia yang
mempunyai aspek sosial dalam hubungannya dengan masyarakat.
Kenyataannya, berpangkal dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan
aksiologi kemudian muncullah berbagai pendekatan-pendekatan mengenai hakikat
pendidikan. Unsur pendidikan bukanlah sekedar suatu kata-benda (noun)
melainkan suatu proses kata-kerja (verb) yang berkesinambungan. Berbagai
pendekatan mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok
besar yaitu pendekatan reduksionisme dan pendekatan holistik integratif.
Pendekatan reduksionisme banyak diperbincangkan di dalam khazanah ilmu
pendidikan. Berbagai pendekatan reduksionisme adalah sebagai berikut: (Tilaar,
1999, p. 19-32).
1. Pendekatan pedagogis
Pendekatan ini bertitik tolak dari teori bahwa anak yang dibesarkan menjadi
manusia dewasa telah mempunyai kemampuan-kemampuan yang dilahirkan
dan tinggal dikembangkan saja. Berkaca dari pendapat John Locke seorang
empirisme yang mengatakan bahwa bayi yang lahir ke dunia bagaikan
kertas putih yang kosong. Kertas putih tersebut lah yang kemudian diisi oleh
berbagai pengetahuan melalui pendidikan. Pendekatan pedagogis ini
kemudian melahirkan pendidikan yang berbasis pada kebutuhan dan
kepentingan anak.
2. Pendekatan Filosofis
Pendekatan ini merujuk pada hakikat manusia dan hakikat anak. Pandangan
filosofis ini melahirkan pendidikan yang berusaha untuk mengangkat
potensi anak dalam proses pembelajaran. Tugas dari pendidikan melalui
pendekatan ini adalah pendidikan membantu anak menuju kedewasan
sehingga mampu mengambil keputusannya sendiri dengan menekankan
tanggung jawab individu.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3. Pendekatan Religius
Pendekatan ini menjunjung tinggi relasi manusia dengan Tuhan. Hakikat
pendidikan pendekatan ini adalah mempersiapkan anak untuk menjadi
makhluk religius yang taat terhadap nilai-nilai dan norma-norma sebagai
makhluk ciptaan Tuhan. Tujuannya ialah menjadikan pendidikan tidak
hanya berfungsi untuk kehidupan dunia, melainkan juga berfungsi untuk
kehidupan akhirat.
4. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini berusaha mereduksi proses teknis dari kegiatan belajar
mengajar.
pendidikan
Pendekatan
dengan
psikologis
menekankan
melakukan
aspek
pendekatan-pendekatan
kuantitatif.
Pendekatan
ini
didominasi oleh teori-teori belajar, teori-teori perkembangan anak, teoriteori kurikulum dan sebagainya.
5. Pendekatan Negativis
Pendekatan negativisme merupakan uraian Bertrand Russell dalam bukunya
yang berjudul Education and Sosial Order. Pendekatan ini melingkupi tiga
sifat. Pertama, tugas pendidikan ialah menjaga pertumbuhan anak. Pada
proses pertumbuhan anak, perlu disingkirkan hal-hal yang dapat merusak
atau sifat negative terhadap proses pertumbuhan anak. Kedua, pendekatan
ini melihat pendidikan sebagai usaha mengembangkan kepribadian siswa
dengan membudayakan individu. Ketiga, proses pendidikan melatih siswa
menjadi warga Negara yang berguna.
6. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini bertitik tolak pada prioritas akan kebutuhan masyarakat dan
bukan kebutuhan individu. Karena berpendapat bahwa siswa adalah anggota
masyarakat, oleh karena itu tugas pendidikan adalah mempersiapkan siswa
untuk menjadi anggota masyarakat yang baik.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Adapun pendekatan Holistik Integratif merupakan cara pandang pendekatan
yang berusaha melihat pendidikan sebagai aspek yang menyeluru. Berusaha
mengembangakan manusia seutuhnya berbeda dengan pendekatan-pendekatan
reduksionisme yang hanya melihat manusia itu dari suatu segi tertentu yang tidak
menggambarkan keseluruhan hakikat manusia sebagai pribadi yang utuh.
Pengembangan potensi-potensi individu dalam pendekatan Holistik Integratif
haruslah dikembangkan sejalan dengan tata hidup serta aturan nilai-nilai yang ada
di dalam masyarakat.
2.1.2 Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan hadir sebagai sebuah determinasi tujuan serta metode
terhadap pendekatan pendidikan. Filsafat sebagai mother of sains membuka ruang
yang terbuka untuk melakukan penyelidikan dan usaha untuk melakukan sintesis
terhadap pengetahuan. Aspek penting dalam pendidikan adalah menghubungkan
serta merelasikan ide yang satu dengan ide yang lain.
Filsafat pendidikan juga berupaya untuk melakukan determinasi terhadap
tujuan serta cara terhadap system pendidikan. Berikut merupakan tujuan dari
filsafat pendidikan dalam tiga landasan (Max Winggo: 1875)
1. Subjek matter utama filsafat pendidikan adalah pendidikan itu sendiri.
Filsafat sebagai bentuk upaya penyelidikan selalu berkutat terhadap sekolah,
pengajar, kurikulum serta siswa pada konteks tujuan sosial.
2. Pendidikan selalu mengambil tempat pada kondisi konstelasi cultural
oleh sebab itu pendidikan tidak dapat berbicara tentang hal universal yang
berdiri sendiri terhadap fenomena yang ada. Pendidikan selalu berelasi
terhadap hal-hal di luar aspek pendidikan, politik, institusi sosial yang tidak
dapat dinafikan keberadaannya.
3. Tujuan dasar filsafat pendidikan adalah implementasi terhadap tujuan
serta cara pengajaran pendidikan dan hubungan interrelasinya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Penggolongan filsafat pendidikan sendiri menurut Theodore Brameld ada
empat
filsafat
pendidikan
mendasar
yaitu:
perenialisme,
esensialisme,
progresifisme, dan rekonstruksionisme. (William F Oniel, 1981, p. 22).
Perenialisme berakar pada tradisi filsafat Plato, Aristoteles, dan Thomas
Aquinas. Cara pandang yang berusaha mengajukan keberadaan pola-pola yang
tetap, tidak berubah, dan bersifat universal, yang melatari dan menentukan seluruh
objek serta peristiwa aktual yang terjadi. Cara pandang tersebut bersifat regresif,
menentang sifat demokrasi yang aktual.
Esensialisme berpegang pada pernyataan utama bahwa alam semesta beserta
segala isinya diatur oleh hukum yang mencakup semua tatanan yang sifatnya
mapan. Tugas manusia adalah berusaha memahami hukum dan tatanan ini hingga
ia bisa menghargai dan menyesuaikan diri dengannya.
Progresifisme merupakan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan praktis,
agar siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai problema yang disajikan
dalam konteks pengalaman.
Sedangkan rekonstruksionisme berpandangan bahwa institusi pendidikan
semestinya diabdikan kepada pencapaian tatanan demokratis. Karena pendidikan
sendiri tidak terpisahkan dari latar belakang sosial yang ada.
Penggolongan-pengolongan
konsep
perenialisme,
esensialisme,
progresifisme dan rekonstruksionisme merupakan konsep yang dirumuskan secara
terpisah. Penggolongan tersebut sebagai upaya untuk melakukan pencarian makna
dan tujuan mendasar dalam pendidikan. Istilah ideologi tidak dapat dipisahkan
dalam konsep-konsep tersebut. Upaya yang dilakukan bukanlah mengenai
pencarian pengetahuan yang mendalam melainkan suatu pola yang berfungsi
untuk mengarahkan tindakan sosial.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
2.1.3 Ideologi Pendidikan
Makna ideologi sendiri sejauh ini merupakan hal yang problematis.
Kebanyakan orang setuju bahwa ideologi mengacu kepada system ide,
kepercayaan, fundamental komitmen, atau nilai mengenai realitas sosial. Ideologi
sendiri menurut McClure dan Fischer mempunyai beberapa karakteristik
diantaranya yaitu: 1) Fungsi legitimasi, 2) Power, dan 3) Argumentasi. ( A.
Michael W, 2004, p. 20)
Dalam ranah pendidikan formal sendiri, terdapat kaitan antara ideologi
dengan penerapannya dalam sistem pendidikan diantaranya adalah, 1) dasar
regulasi terhadap sekolah yang berkaitan dengan konversi pengajaran ideologis
kepada peserta didik. 2) komitmen ideologi yang ditanamkan pada system
kurikulum, dan 3) faktor-faktor ideologis, nilai serta norma yang mempengaruhi
atau bahkan menekan proses seseorang dalam berpikir dan bertindak. ( Ibid.)
Sistem pendidikan memiliki karakteristik, arah serta output yang dihasilkan.
Untuk menjamin agar output pendidikan sejalan dengan keinginan maka
pemerintah menerapkan mekanisme kontrol yang ketat yang tertuang dalam
implementasi
kebijakan-kebijakan
pada
penyelenggaraan
pendidikan.
Memperketat birokrasi, mengatur mekanisme peraturan undang-undang, akreditas,
mekanisme penyaluran biaya penyelenggaraan pendidikan merupakan upaya yang
dilakukan Negara dalam mengontrol kegiatan penyelenggaraan pendidikan.
Oleh
Freire
yang
mengumandangkan
pendidikan
sebagai
proses
pembebasan. Ide yang dikumandangkan mempunyai pengaruh politis yang tidak
dapat dilepaskan dalam kondisi politik yang ada. Aktivitas penyelenggaraan
pendidikan tidaklah netral dikarenakan instrument pendidikan haruslah sejalan
dengan ideologi Negara. Institusi pendidikan/ sekolah bukanlah merupakan proses
pembebasan individu, melainkan upaya sistematis yang dibuat oleh Negara agar
individu setuju dan sejalan dengan kepentingan-kepentingan Negara.
Insitusi
pendidikan/
sekolah
merupakan
lembaga
Negara
sebagai
determinasi terbentuknya nilai-nilai yang ada di masyarakat. Institusi pendidikan/
sekolah merupakan agen kontrol sosial untuk menentukan perilaku individu agar
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
sesuai dengan kepentingan Negara atau penguasa. Pendidikan formal merupakan
kontrol politis yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan penguasa yang disetujui
secara sosial.
Menurut Dale (1989: 39-43), kontrol Negara terhadap pendidikan umumnya
dilakukan melalui empat cara. Pertama, sistem pendidikan diatur secara legal.
Kedua, sistem pendidikan dijalankan sebagai birokrasi, menekankan ketaatan
pada aturan dan objektivitas. Ketiga, penerapan wajib pendidikan (compulsory
education). Keempat, reproduksi politik dan ekonomi yang berlangsung di
sekolah berlangsung dalam konteks politik tertentu.
Pendidikan Indonesia pernah mengalami represi Negara ketika masa orde
baru. Ketika itu pendidikan tidak lain sebagai alat untuk melanggengkan
kekuasaan penguasa. Pendidikan bukan lagi sebuah usaha untuk melakukan
pembebasan intelektual melainkan alat untuk melakukan indoktrinasi pahampaham ideologi Negara. Beberapa contohnya adalah kewajiban institusi
pendidikan/ sekolah untuk mengajarkan mata pelajaran pengamalan nilai-nilai
Pancasila sebagai jati diri bangsa. Kewajiban mengajarkan nilai-nilai Pancasila
tersebut tidak diikuti dengan membuka ruang dialog antar siswa, pengajar, dengan
pemerintah di dalam lingkup sebuah Negara. Pelarangan dan pembredelan
beredarnya ideologi-ideologi serta ajaran-ajaran yang bukan Pancasila atau
bahkan tidak sesuai dengan Pancasila adalah hal biasa. Warga Negara tidak
diajarkan untuk cerdas mengkritisi namun diajarkan cerdas untuk mengikuti apa
yang telah digariskan oleh Negara.
Tahun 1998 merupakan akhir runtuhnya jaman orde baru dengan
didengungkannya semangat gerakan reformasi di Indonesia. Gerakan yang
menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, keadilan, desentralisasi, hak asasi
manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan tersebut
berimplikasi kepada seluruh bidang, termasuk bidang pendidikan yang berupaya
mengembalikan semangat pendidikan kepada asas Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai ideologi pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan mempunyai
semangat untuk mencerdaskan manusia-manusia Indonesia dengan tanpa adanya
represi-represi yang mengebiri institusi pendidikan/ sekolah. Dengan aspek
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ideologi yang selalu membuka ruang dialog akan menciptakan sebuah diskursus
yang terjalin setara dan mengangkat semua pihak tanpa adanya penindasan dan
diskriminasi terhadap siapapun.
2.2. Tujuan Pendidikan
Berbicara tentang pendidikan, tidak lepas dari pertanyaan utama dan
mendasar terkait pertanyaan apa tujuan dari pendidikan. Dalam pendidikan formal
yang ada di sebuah institusi pendidikan bernama sekolah, tujuan pendidikan tidak
dapat dilepaskan dari substansi pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu, sebuah
sistem pendidikan dan pengajaran dibuat agar segala tujuan pendidikan yang telah
dicanangkan dapat tercapai.
Agar tujuan pendidikan dapat tercapai, siswa harus diarahkan kepada taraf
pemahaman. Pemahaman tersebut terkait segala bentuk materi dan bahan
pengajaran yang telah diberikan harus menyadarkan siswa. Bahwa pendidikan
merupakan jalan bagi mereka untuk menikmati petualangan intelektual agar
mereka dapat menentukan arah terkait penerapan pengajaran ke dalam realita
kehidupan mereka.
Pemberlakukan sistem kurikulum sebagai kerangka ajar merupakan upaya
agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Tujuan pendidikan selain berhubungan
dengan ideologi juga berhubungan dengan metode pengajaran yang dilakukan
dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut agar lingkup pengajaran di
sekolah terintegrasi dengan tujuan pendidikan yang sejalan dengan ideologi
Negara.
Berikut adalah ideologi yang memiliki berbagai tujuan pendidikan yang
berbeda. Ideologi yang ada terbagi atas dua arus besar ideologi, yaitu ideologi
Konservatif (fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan dan
konservatisme pendidikan) dan ideologi Liberal (liberalism pendidikan,
liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan) (William F Oniel, op.
cit.104).
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1. Fundamentalisme Pendidikan
Tujuan
pendidikan
dari
fundamentalisme
pendidikan
adalah
membangkitkan dan meneguhkan kembali perilaku tradisional dengan tolak
ukur keyakinan. Tujuan sekolah adalah membangun masyarakat menuju
tujuan-tujuan masa lalu dan memberikan informasi dan keterampilan untuk
terjun ke dalam tatanan masyarakat. Kurikulum yang dibentuk adalah
kurikulum yang menekankan karakter moral praktis sebagai dasar perilaku
keseharian.
2. Intelektualisme Pendidikan
Tujuan
utama
dari
intelektualisme
pendidikan
adalah
mengenali,
merumuskan, melestarkan dan menyalurkan kebenaran pengetahuan tentang
makna dan nilai kehidupan yang mendasar. Sekolah dibangun untuk
mengajarkan siswa tentang cara penalaran yang baik dan menyalurkan
kebijaksanaan dari masa lalu. Kurikulum mengarahkan siswa menuju
penalaran serta kebijaksanaan yang berdasarkan pada intelektual.
3. Konservatisme Pendidikan
Konservatisme pendidikan bertujuan untuk melestarikan dan menyalurkan
pola-pola perilaku sosial konvensional. Sekolah dibangun dengan dua
alasan, yaitu untuk mendorong tentang pemahaman dan penghargaan
terhadap tradisi-tradisi budaya yang sudah tertata dan menyalurkan dan
menanamkan informasi agar siswa berhasil di dalam tatanan sosial yang
ada. Kurikulum menekankan pembelajaran politis agar siswa menjadi warga
Negara yang baik. Melakukan pengkondisian kepada siswa agar sesuai
dengan pemenuhan nilai-nilai budaya konvensional.
4. Liberalisme Pendidikan
Tujuan utama pendidikan ini adalah mempromosikan perilaku personal
yang efektif. Sekolah bertujuan untuk menyediakan informasi dan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan siswa untuk belajar secara
efektif bagi dirinya sendiri. Serta mengajarkan siswa memecahkan masalah
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
yang ada dengan metode-metode ilmiah-rasional. Kurikulum mengarahkan
siswa memiliki kecerdasan praktis dalam menyelesaikan problem-problem
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Liberasionisme Pendidikan
Tujuan utama pendidikan adalah mendorong pembaharuan-pembaharuan
sosial yang perlu, dengan memaksimalkan kemerdekaan personal di
sekolah, serta memanusiakan kondisi masyarkat secara umum. Sekolah
diadakan untuk membantu siswa mengenali kebutuhan akan pembaharuan
sosial, menyediakan informasi dan keterampilan-keterampilan yang berguna
bagi siswa, serta mengajarkan siswa memecahkan masalah-masalah praktis
secara individu atau kelompok dengan metode-metode ilmiah rasional.
Kurikulum didasarkan atas metode penyelidikan eksperimental secara
ilmiah-rasional.
6. Anarkisme Pendidikan
Anarkisme pendidikan bertujuan untuk menghapuskan sistem persekolahan
formal yang ada sepenuhnya dan digantikan dengan pola belajar sukarela
yang bebas universal tanpa sistem pengajaran wajib. Penekanan
pembelajarannya haruslah diletakkan relevan secara personal dengan
menanggalkan pembedaan tradisional yang ada. Hal tersebut bertujuan agar
anak memastikan apa yang mereka pelajari adalah pilihan mereka sendiri,
demi tujuan apapun yang mereka ingin dapatkan.
“Education is the acquisition of the art of the utilization of knowledge”
(Whitehead, 1929, p.4). Dalam konteks ini bagi Whitehead, pendidikan
persekolahan harus menjadi jalan pengetahuan agar dapat diterapkan dalam
kehidupan manusia. Hal tersebut haruslah menjadi faktor penting yang dilakukan
oleh pengajar agar dapat menghubungkan pengetahuan yang di dalam buku teks
dengan kerangka kurikulum yang telah diterapkan disesuaikan dengan konteks
perubahan yang ada. Jadi pendidikan bukan sekedar mementingkan subjek-matter
melainkan bertujuan untuk memanifestasikan seluruh nilai-nilai dan bentuk
kehidupan ke dalam pendidikan dan pengajarannya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Lebih lanjut, Dewey sendiri juga berpendapat bahwa pendidikan merupakan
fungsi sosial dan proses pembelajaran yang dinamis. Pemikiran Dewey
menitikberatkan pada masyarakat, komunikasi, penyelidikan yang intelegen, dan
sikap yang rekonstruktif yang dapat menjadikan warga negara mengembangkan
dunia. Bagi Dewey, masyarakat yang demokratis menjadi pilihan yang paling baik
dengan didukung oleh institusi, perdagangan, industry, aliansi dan pemerintah
yang demokratis.
“The aim of education is to enable individuals to continue their education . .
. the object and reward of learning is continued capacity for growth. Now this
idea cannot be applied to all the members of a society except where intercourse of
man with man is mutual, and except where there is adequate provision for the
reconstruction of sosial habits and institutions by means of wide stimulation
arising from equitably distributed interests. And this means a democratic
society”. (Dewey, 1916, p. 100)
Tujuan pendidikan, terutama pendidikan persekolahan tidak dapat lepas dari
lingkup semangat pendidikan humanis dan pragmatis. Berangkat dari ajaran
marxisme, Habermas mengusung pendidikan yang mampu terlepas dari
otoritarianisme serta bentuk-bentuk kekerasan yang mungkin dilakukan oleh
pemerintah. Berpijak pada aliran pemikiran Marxisme yang memposisikan
manusia sebagai pusat kehidupan. Manusia dijunjung tinggi martabat dan
kemanusiaannya. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, marxisme menyerukan
revolusi sebagai upaya untuk merombak sistem sosial dari bentuk penindasan,
ketidakadilan, alineasi, dan dehumanisasi yang dilakukan oleh golongan
kapitalisme dan kaum borjuis. Dengan mengusung asas kepemilikan bersama
dalam sektor ekonomi atas alat-alat produksi, keadilan dan kesejahteraan sosial
dapat tercapai.
Ajaran Marxisme juga berusaha menempatkan manusia pada posisi sentral
di dalam realitas terkait tujuan dan praksis kehidupan manusia. Pengetahuan tidak
dipandang sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan hal yang berhubungan
dengan kegunaannya bagi manusia untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Aspek humanis dan pragmatis kemudian dihubungkan dengan teori
komunikasi yang digagas oleh Habermas dan direlasikan pada ranah pendidikan.
Dengan menjadikan bahasa sebagai penghubung akal budi manusia dengan
tindakan-tindakan sosial yang ada. Agar tercipta ruang komunikasi dialogis agar
menghindarkan sistem pendidikan dari penyimpangan kekuasaan yang mungkin
dilakukan oleh pemerintah. Ruang komunikasi dialogis juga dapat merangsang
potensi kedirian siswa yang ada untuk mengembangkan dirinya serta untuk
mengembangkan masyarakat. Melalui sebuah pendidikan yang mengacu kepada
tindakan kekaryaan agar pendidikan mampu menyentuh ranah realitas kehidupan
manusia.
2.3. Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional)
Di dalam UU
Nomor 20 Tahun 2003 memberikan pengertian bahwa
pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilainilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap perubahan
zaman. Sedangkan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi
dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui
oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang.
Atas dasar Pancasila dan UUD 1945 maka implementasi penyelanggaraan
pendidikan kemudian tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 sebagai
kerangka
sistem
pendidikan
nasional.
Diantaranya
mengatur
tentang
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
penyelenggaraan pendidikan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan, kurikulum, serta
standar nasional pendidikan.
Penyelenggaraan pendidikan, pendidikan harus diselenggarakan secara
demokratis, berkeadilan tanpa adanya diskriminasi serta menjunjung tinggi hak
asasi manusia. Penyelenggaraan pendidikan harus berdasarkan satu kesatuan yang
sistemik, terbuka serta multimakna. Pemberdayaan manusia Indonesia seutuhnya
merupakan tugas dan cita-cita besar pendidikan nasional dengan mengajak seluruh
unsur dan komponen masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pendidikan.
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang diatur di dalam UU Nomor 20
Tahun 2003 merupakan pembagian jalur pendidikan yang terdiri atas pendidikan
formal, nonformal dan informal. Pada jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar
meliputi: pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Madarasah Ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah
meliputi: Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk
lain yang sederajat. Sedangkan untuk pendidikan tinggi meliputi: pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarkana oleh
perguruan tinggi.
Sistem kurikulum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 dibentuk dan disusun mengacu pada standar nasinal pendidikan untuk
mewujudkan
tujuan
pendidikan.
Kurikulum
yang
dikembangkan
harus
mempunyai prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah,
dan siswa. Dalam kerangka penyusunan dan pengembangannya kurikulum
pendidikan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memperhatikan:
a) peningkatan iman dan takwa; b) peningkatan akhlak mulia; c) peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat siswa; d) keragaman potensi daerah dan
lingkungan; e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan dunia
kerja; g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; h) agama; i)
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
dinamika perkembangan sosial dan j) persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.
Untuk mengintegritaskan sistem pendidikan agar mampu menjadi sebuah
sistem dalam lingkup nasional maka diperlukan adanya standar nasional
pendidikan yang dipergunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga
pendidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan. Pengembangan
standar nasional pendidikan dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi untuk
melakukan pemantauan dan pelaporan pencapaian pendidikan secara nasional.
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua
warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi
sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara
untuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan
masyarakat belajar;
3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan
sebagai
pusat
pembudayaan
ilmu
pengetahuan,
keterampilan,
pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global;
dan
5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Pembaharuan sistem pendidikan nasional perlu pula disesuaikan dengan
pelaksanaan otonomi daerah di dalam Undang-Undang terkait Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang terkait alokasi perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
2.4
KTSP dan Pengembangannya
2.4.1 Latar Belakang KTSP
Kurikulum menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan,
khususnya pendidikan formal di lembaga pendidikan persekolahan. Oleh karena
itu sebagai kerangka penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, kurikulum harus
mempunyai orientasi tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut meliputi
tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi, dan
potensi daerah, satuan pendidikan dan siswa. Oleh sebab itu kurikulum disusun
oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan
dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. (Mulyasa, op.cit. 15).
Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,
pengertian Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi
menumbuhkan semangat untuk melakukan reformasi sistem pendidikan nasional.
Hal tersebut mutlak perlu dilakukan, agar pendidikan nasional sejalan dengan
kondisi global yang ada. Dalam sistem kurikulum sendiri, beberapa kali
kurikulum pendidikan nasional melakukan pergantian sistem demi pencapaian
cita-cita pendidikan nasional yang lebih baik.
Tercatat telah beberapa kali kurikulum pendidikan nasional berganti. Pada
era reformasi sendiri telah dua kali kurikulum pendidikan nasional berganti, yaitu
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004 serta Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006.
KTSP
merupakan
sistem
operasional
pengembangan
kurikulum
pembelajaran yang terdesentralisasi sebagai upaya mendukung program otonomi
daerah. KTSP sebagai strategi sistem kurikulum pendidikan nasional untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah serta meningkatkan
kualitas pembelajaran. Siswa yang datang dari berbagai latar belakang suku,
budaya, tingkat sosial, serta tingkat ekonomi menjadi faktor-faktor yang harus
diperhatikan sekolah. Di sisi lain, sekolah harus meningkatkan efisiensi,
partisipasi serta mutu pendidikan kepada masyarakat dan pemerintah.
KTSP memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk
mengelola dan mengoptimalkan kinerja, kegiatan pembelajaran, pengelolaan
sumber belajar, profesionalisme sumber daya manusia dan sistem penilaian.
Pemberian otonomi kepada pihak sekolah dan satuan pendidikan diharapkan
mampu mengajak partisipasi masyarakat dan orang tua untuk ikut peduli terhadap
proses pembelajaran. Proses yang demokratis, professional dan transparansi akan
mendongkrak kualitas pendidikan yang berorientasi kepada ciri serta kebutuhan
daerahnya masing-masing sekolah atau satuan pendidikan.
Landasan penerapan KTSP merujuk pada peraturan perundang-undangan
diantaranya adalah: (Kasful, Hendra, 2001, p. 2)
1. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tentang Standar Isi.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tentang Standar
Kelulusan
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasionl Nomor 24 tentang Aturan
Pelaksanaan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
2.4.2 Tujuan KTSP
Tujuan diterapkannya KTSP berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 adalah mengembangkan kurikulum yang mengacu pada standar nasional
dengan prinsip diversifikasi sesuai satuan pendidikan, potensi daerah, dan siswa.
Hal tersebut akan memberikan kewenangan sekolah atau satuan pendidikan untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipasi aktif dalam pengembangan
kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk: (Ibid, p. 22-23).
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui program kemandirian sekolah
dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan.
2. Meningkatkan
kepedulian
warga
sekolah
dan
masyarakat
dalam
mengembangkan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan diatas, KTSP dapat dimaknai sebagai sebuah sistem
kurikulum yang berorientasi kepada otonomi daerah, oleh sebab itu KTSP perlu
diterapkan oleh setiap sekolah atau satuan pendidikan dengan tujuh hal sebagai
berikut.
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya
yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang dikembangkan dan didayagunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa
yang terbaik bagi sekolahnya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
4. Keterlibatan
semua
unsur
warga
sekolah
dan
masyarakat
dalam
pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan arus demokrasi
yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh
masyarakat setempat.
5. Sekolah atau satuan pendidikan dapat bertanggung jawab tentang mutu
pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua, siswa, dan
masyarakat. Sehingga sekolah atau satuan pendidikan akan berupaya secara
maksimal melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah
lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif
dengan dukungan orang tua siswa, masyarakat, dan pemerintah daerah
setempat.
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan
yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasinya di dalam KTSP.
2.4.3 Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan oleh sekolah
atau satuan pendidikan dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi
lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Kemendiknas, No. 22 Tahun 2006).
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa
dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa
siswa memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk
mendukung pencapaian tujuan tersebut, pengembangan kompetensi siswa
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
siswa serta tuntunan lingkungan.
2. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
keragaman karakteristik siswa, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis
pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya, dan adat istiadat.
Serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi
komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri
secar terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang
bermakna dan tepat atarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu
semangat dan isi kurikulum mendorong siswa untuk mengikuti dan
memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan hidup. Pengembangan kurikulum dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin
relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya
kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu,
pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan
sosial, keterampilan akademik dan keterampilan vakasional merupakan
keniscayaan.
5. Menyeluruh dan Berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata
pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar
semua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat.
Kurikulum
diarahkan
kepada
proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan siswa yang berlangsung
sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur
pendidikan formal, non formal dan informal, dengan memperhatikan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah
pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum
dikembangkan
kepentingan
dengan
daerah
memperhatikan
untuk
kepentingan
membangun
kehidupan
nasional
dan
bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah
harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka
Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Dalam prinsip pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan
menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan
kondisi siswa untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
Dalam hal ini siswa harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang
bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan
dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan.
b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar
yaitu;
(a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
(b) belajar untuk memahami dan menghayati;
(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif;
(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain; dan
(e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan siswa mendapatkan pelayanan
yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai
dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi siswa dengan tetap
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi siswa yang
berdimensi ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan siswa dan pendidik
yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat,
dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing
ngarsa sung tuladan (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di
tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan
contoh dan teladan).
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayaguna kondisi alam, sosial,
dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan
dengan muatan seluruh bahan kajian secara formal.
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata
pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan
dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok
dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
2.4.3 Standar Isi KTSP
Pendidikan formal diselenggarakan oleh Negara dan dijalankan oleh
Pemerintah. Sudah menjadi amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar bahwa
pendidikan persekolahan harus diselenggarakan dengan asas kesatuan dalam nilainilai kebangsaan sekaligus mengangkat potensi daerah sebagai asas kebhinekaan.
Atas dasar itulah kemudian Pemerintah mencanangkan Standar Nasional
Pendidikan dengan tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Standar
Nasional Pendidikan inilah yang kemudian menjadi acuan standar pengajaran
materi di setiap sekolah-sekolah di Indonesia.
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 memberikan kerangka
dasar standar pengajaran materi yang harus diajarkan kepada siswa di sekolah.
Standar minimal tersebut mutlak harus diberikan kepada siswa, namun asas
pengembangan materi lebih lanjut diserahkan kepada tiap-tiap sekolah sesuai
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kebutuhan serta potensi yang ada. Materi yang harus diberikan diantaranya
adalah:
1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
4. Kelompok mata pelajaran estetika;
5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Kelima standar pengajaran minimal materi di atas merupakan kerangka
umum yang diterapkan oleh Pemerintah namun pengembangan materi
kompetensinya diserahkan kepada tiap-tiap sekolah sebagai satuan pendidikan.
Diantaranya adalah pengembangan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi yang memiliki pengembangan lanjutan yang berbeda sesuai
kebutuhan, potensi geografis, sosial dan budaya. Diantaranya sebagai berikut:
1. Pengembangan mata pelajaran berbasis pada teknologi aplikasi komputer
web design dan jurnalistik. Pengembangan tersebut bertujuan agar siswa
mampu memahami, mengolah serta memberdayakan potensi teknologi
dan komunikasi sebagai pemberdayaan potensi individu. Hal tersebut
berkaitan dengan arus globalisasi yang menuntut setiap invidu peka
terhadap perkembangan teknologi dan informasi untuk pengembangan
kehidupan manusia.
2. Pengembangan mata pelajaran berbasis pada pengembangan potensi
pariwisata. Pengembangan mata pelajaran berbasis pariwisata merupakan
upaya untuk pengembangan potensi wisata yang terdapat di Indonesia.
Potensi wisata dapat dikembangkan agar dapat mengolah pariwisata dan
mengembangkannya untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Pengembangan mata pelajaran berbasis pada pengolahan sumber daya
alam. Indonesia sebagai bangsa yang kaya terhadap potensi sumber daya
alam tidak dapat menafikan pentingnya kebutuhan pendidikan dalam
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam tersebut. Pengembangan
tersebut selain upaya memberdayakan siswa juga sebagai langkah
memberdayakan masyarakat. Agar sumber daya alam Indonesia mampu
mensejahterakan rakyat Indonesia. Seperti pengembangan teknologi
pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kelautan, kehutanan, dsb.
4. Pengembangan mata pelajaran berbasis pada pengembangan nilai budaya
lokal. Pengembangan tersebut bertujuan agar siswa mampu menciptakan
dan menyajikan nilai budaya lokal sebagai sebuah apresiasi pemberdayaan
masyarakat. Selain dapat mempertahankan kreasi nilai budaya lokal, dapat
juga menjadi instrumen kreatif pengembangan potensi siswa untuk
berkarya. Seperti pengembangan kerajinan batik sebagai roda ekonomi
masyarakat pedesaan.
2.2.5. Kelebihan KTSP dari Kurikulum 1994
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mempunyai keunggulan atau
kelebihan bila dibandingkan dengan kurikulum 1994. Kelebihan KTSP
dibandingkan dengan kurikulum 1994 secara rinci adalah sebagai berikut:
(Rusman, 2009, p. 498-499)
No
1
2
KTSP
Kurikulum 1994
Guru sebagai pengajar, pembimbing,
Guru sebagai pengajar, pembimbing dan
pelatih dan pengembang kurikulum.
pelatih.
Kurikulum
sangat
humanis,
yaitu
Kurikulum berisi semua materi pelajaran
memberikan kesempatan kepada guru
yang harus diajarkan guru sehingga guru
untuk
tidak
mengembangkan
kurikulum
sesuai
dengan
isi/konten
kondisi
sekolah, kemampuan siswa dan kondisi
diberi
menganalisis
kesempatan
dan
untuk
mengembangkan
konten/isi kurikulum.
daerahnya masing-masing.
3
Menggunakan pendekatan kompetensi
Menggunakan pendekatan penguasaan
yang menekankan pada pemahaman,
ilmu pengetahuan, yang menekankan
kemampuan atau kompetensi tertentu di
pada isi atau materi berupa pengetahuan,
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
yang ada dalam masyarakat
evaluasi yang diambil dari bidangbidang ilmu pengetahuan.
4
Standar kompetensi yang memperhatikan
Standar akademis yang diterapkan secara
perbedaan individu, baik kemampuan,
beragam bagi setiap peserta didik.
kecepatan belajar, maupun konteks sosial
budaya.
5
Berbasis kompetensi sehingga peserta
Berbasis konten/isi sehingga peserta
didik berada dalam proses perkembangan
didik dipandang sebagai kertas putih
yang berkelanjutan dari seluruh aspek
yang perlu ditulis dengan sejumlah ilmu
kepribadian, sebagai pemekaran terhadap
pengetahuan (transfer of knowledge)
potensi-potensi bawaan sesuai dengan
kesempatan
belajar
yang
ada
dan
diberikan oleh lingkungan.
6
Penggambaran kurikulum dilaksanakan
Pengembangan
kurikulum
dilakukan
secara desentralisasi (pada tingkat satuan
secara sentralisasi sehingga Depdiknas
pendidikan) sehingga pemerintah dan
memonopoli pengembangan ide dan
masyarakat bersama-sama menentukan
konsep kurikulum.
standar pendidikan yang dituangkan
dalam kurikulum
7
Satuan pendidikan diberikan keleluasaan
Materi yang diberikan dan diajarkan di
untuk menyusun dan mengembangkan
sekolah sering kali tidak sesuai potensi
silabus mata pelajaran sehingga dapat
sekolah, kebutuhan dan kemampuan
mengakomodasi
peserta
potensi
sekolah,
kebutuhan dan kemampuan peserta didik,
serta
kebutuhan
masyarakat
didik,
serta
kebutuhan
masyarakat sekitar sekolah
sekitar
sekolah (kontekstual)
8
Guru sebagai fasilitator yang bertugas
Guru sebagai penyampai kurikulum
mengkondisikan
yang menentukan segala sesuatu yang
lingkungan
untuk
memberikan kemudahan belajar siswa
terjadi
di
dalam
kelas
sehingga
cenderung mendominasi
9
Mengembalikan
sikap
dan
pemahaman
ranah
keterampilan
yang
akan
pengetahuan,
Pengetahuan, keterampilan dan sikap
berdasarkan
dikembangkan melalui laithan, seperti
membentuk
latihan mengerjakan soal-soal
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kompetensi individu
10
Pembelajaran yang dilakukan mendorong
Pembelajaran
terjalinnya kerja sama antara sekolah,
dilakukan di dalam kelas, atau dibatasi
masyarakat,
oleh dinding kelas
dan
dunia
kerja
yang
cenderung
hanya
membentuk kompetensi peserta didik
11
Evaluasi
berbasis
kelas
yang
Evaluasi nasional yang tidak dapat
menekankan pada proses dan hasil
menyentuh
aspek-aspek
belajar
siswa
12
Berpusat pada siswa (student center)
Berpusat pada guru (teacher center)
13
Menggunakan berbagai sumber belajar
Guru satu-satunya sumber belajar
14
Kegiatan pembelajaran lebih bervariasi,
Kegiatan
dinamis dan menyenangkan
monoton
pembelajaran
dan
kepribadian
cenderung
membosankan
karena
kurangnya variasi dalam pembelajaran
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB III
TEORI KOMUNIKASI SEBAGAI DASAR RELASI MANUSIA
MENURUT PEMIKIRAN JÜRGEN HABERMAS
3.1
Riwayat Hidup Habermas
Habermas adalah satu dari sekian banyak tokoh teori sosial setelah masa
perang dunia kedua. Teori Habermas telah banyak mempengaruhi berbagai hal
dalam kajian humaniora dan teori sosial, serta diberbagai disiplin ilmu seperti
sosiologi, filsafat, politik, hukum, cultural studies. Alasan, mengapa teori
Habermas banyak berpengaruh di berbagai kajian ilmu dikarenakan teori
Habermas yang bersifat interdisipliner. Dia adalah tokoh intelektual yang
memberikan inspirasi gerakan demokrasi kiri di Jerman.
Habermas dikenal sebagai salah satu pemikir yang paling berpengaruh
dengan menuliskan karya yang terkenal salah satunya adalah The Theory of
Communicative Action, beberapa diskursus etika, dan Between Fact and Norms
yang karya-karyanya tersebut membicarakan tentang problem sosial, moral dan
teori politik yang kemudian dikembangkannya. Habermas diketahui sebagai
generasi kedua sekolah Frankfurt dan diketahui sebagai hasil dari respon terhadap
teori kritis generasi pertama sekolah Frankfurt.
Habermas dilahirkan di Düsseldorf pada tahun 1929. Dia dibesarkan dalam
kelas menengah di Jerman. Pandangan politiknya terbentuk ketika Habermas pada
tahun 1945 ketika usianya menginjak usia 16 tahun. Dia sempat bergabung
dengan Hitler Youth Movement hingga akhir perang dunia kedua. Sebelum
akhirnya Habermas memilih keluar dari Hitler Youth Movement ketika
menyaksikan kekejaman periode Nazi, salah satunya kekejaman Auschwitz.
Habermas muda kemudian belajar filsafat di Göttingen, Zurich, and Bonn.
Antara tahun 1949 dan 1953 Habermas berkenalan serta dekat dengan Martin
Heidegger. Sebagai seorang murid Heidegger, Habermas sangat mengagumi
pemikiran-pemikiran cemerlang dari Heidegger. Namun kemudian Habermas
kecewa dengan Heidegger atas hubungannya dengan partai Nazi serta sikap
diamnya terhadap kekejaman yang telah dilakukan Nazi ketika itu. (James
Gordon, 2005)
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Tahun 1956 Habermas mulai berkenalan dengan lembaga penelitian sosial
di Frankfurt dan menjadi asisten Theodor Wiesengrund Adorno. Habermas
kemudian aktif bergelut dalam proyek riset mengenai sikap politik mahasiswamahasiswa Frankfurt. Sekitar tahun yang sama dia juga mempelajari kajian-kajian
demokrasi yang memungkinkan diterapkan dalam masyarakat industri modern.
(Bertens, 1981, p. 216)
Pada tahun 60-an Habermas mulai popular dalam kalangan mahasiswa
Jerman karena sejalan dengan ideologi mereka, terutama beberapa golongan SDS
(Sozialistische Deutsche Studentenbund). Namun seiring dengan aksi-aksi
mahasiswa yang mulai menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka,
Habermas mulai mengkritik gerakan tersebut. Serta akhirnya ia mengalami
konflik dengan mahasiswa. Tahun 1970 Habermas meninggalkan Frankfurt
dengan menjabat sebagai direktur dari Max Planck Institut di Starnberg dari tahun
1971 hingga 1983. Kemudian tahun 1983 Habermas kembali mengajar di
Frankfurt dimana dia mereputasikan diri sebagai seorang teori sosial dan
dipandang sebagai tokoh yang menyuarakan suara demokrasi kiri di Jerman Barat.
Awal tahun 1990, Habermas mulai tertarik dengan pemikiran politik filsuf
Amerika John Rawls dengan konsep tentang liberalisme dan tradisi demokrasi
konstitusional Amerika. Habermas memulai karir sebagai seorang marxis dengan
menkritik kapitalisme dan diakhiri dengan menjadi seorang pemikir pembela
demokrasi liberalisme.
Sejak tahun 1994, Habermas menetap di Starnberg dan menjadi pengajar di
Amerika. Sejak itu dia masih aktif menulis dan mencetak pemikiran-pemikirannya
terkait kondisi politik dan sosial yang ada. Terakhir dia menulis tentang subjek
bioetik, teknologi gen, irak, terorisme, dan kebijakan-kebijakan politik amerika
pasca tradegi 11 september. (James Gordon, op.cit)
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3.1
Latar Belakang Pemikiran
3.1.1 Muncul Serta Berkembangnya Modernitas
Istilah ‘modern’ berasal dari kata latin ‘moderna’ yang artinya ‘sekarang’,
‘baru’ atau ‘saat kini’. Jadi zaman ‘modern’ dapat dikatakan sebagai hal yang
selalu identik dengan kekinian, sejauh kekinian menjadi kesadaran. Ahli sejarah
menyepakati bahwa tahun 1500 adalah kelahiran zaman modern di Eropa,
dikarenakan pada waktu itu banyak orang telah menyadari waktu akan kekinian.
Oleh karena itu ‘modernitas’ bukan hanya merujuk pada periode waktu,
melainkan juga suatu kesadaran yang terkait dengan kebaruan. Istilah yang
tergaungkan pada ‘modernitas’ adalah istilah perubahan, kemajuan, revolusi,
pertumbuhan sebagai suatu bentuk kesadaran yang mendasar (F Budi Hardiman,
2005).
Tumbuh dan berkembangnya sains, teknik dan ekonomi kapitalistis
merupakan ciri dari masyarakat modern. Juga beberapa kesadaran mengenai
moderenitas dicirikan ke dalam tiga hal yaitu, subjektivitas, kritik dan kemajuan.
Subjektivitas mengandaikan bahwa manusia sebagai individu merupakan faktor
penentu segala realitas. Kritik merupakan upaya keberanian individu untuk
berpikir di luar otoritas dan tradisi yang ada. Sedangkan kemajuan adalah upaya
akan penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan, sains dan teknologi
untuk mendukung kehidupan dan kebutuhan manusia.
Otoritas dan tradisi yang ada pada abad pertengahan, ketika masuk era
modern berhasil didobrak. Pemikiran abad pertengahan yang identik dengan
kesatuan, totalitas, sistematis dalam kajian ontologi yang dipengaruhi oleh teologi,
ketika era modern berusaha dilawan secara intelektual. Transisi dari teosentrisme
menuju antroposentrisme merupakan refleksi menjadikan manusia merupakan
pusat segala sesuatu. Hal inilah yang kemudian membuat pemisahan yang tegas
antara ilmu pengetahuan dan filsafat dengan teologi dalam gerakan sekularisme.
Modernitas dimulai di Italia di zaman renaissance, manusia menyadari
dirinya sebagai individu. Peningkatan kesadaran tersebut terjadi terutama dalam
bidang
seni
di
Italia.
Kemudian
Descartes,
melanjutkannya
dengan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
mendeklarasikan cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Merupakan
formulasi kesadaran individu atas rasionya sendiri.
Selain gerakan individu, pada renaissance muncullah gerakan humanisme.
Gerakan yang menghargai atas dunia-sini, penghargaan atas martabat manusia,
dan pengakuan atas kemampuan rasio. Kaum humanism percaya bahwa rasio
dapat melakukan segalanya dan lebih penting daripada iman. Mereka melihat
kekuasaan absolute gereja makin keropos, dan sebagai gantinya muncul
kecenderungan membentuk Negara-negara nasional. Dalam situasi ini kaum
humanism mendorong sekularisasi, yaitu pemisahan antara kekuasaan politik
dengan agama (F Budi Hardiman, op.cit. p. 9-10)
Jika renaissance identik dengan gerakan humanismenya yang bersifat
gerakan intelektual maka reformasi merupakan gerakan massa yang bersifat
teologi dan politis. Hal tersebut dimulai oleh Martin Luther (1483-1546) yang
mengkritik otoritas gereja yang menjual surat pengampunan dosa. Gerakan
tersebut kemudian meluas menjadi gerakan demokratisasi.
3.1.2 Kemunculan Positivisme
Istilah “positivisme” diperkenalkan oleh Auguste Comte. Istilah tersebut
berasal dari kata “positif” yang bertujuan untuk penyusunan terhadap fakta-fakta
hasil pengamatan. Fakta yang dimaksud oleh Comte merupakan objek yang
factual. Satu-satunya bentuk pengetahuan yang sahih mengenai kenyataan
hanyalah ilmu pengetahuan. Positivisme identik berkaitan dengan empirisme, bagi
positivisme segala bentuk subjektif yang bersifat rohani ditolak karena tidak
mempunyai standar ukur yang jelas dan valid. Pengetahuan yang sejati hanyalah
pengalaman objektif yang lahiriah, bisa ditangkap dan diuji oleh alat indera.
Dalam Cours de Philosophie Positive, Comte menjelaskan sejarah
berkembangnya pengetahuan yang dia bagi menjadi tiga tahap yaitu: tahap
teologis, tahap metafisis, dan tahap positif. Tahap teologis merupakan tahap bagi
Comte mencari sebab-sebab peristiwa-peristiwa yang terjadi pada alam semesta.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Sebab-sebab tersebut selalu menemukan kekuatan-kekuatan adikondrati sebagai
alasan terjadinya berbagai peristiwa alam semesta. Tahap metafisis, merupakan
perkembabngan lebih lanjut pengetahuan manusia. Kekuatan adikondrati yang ada
pada tahap teologis diubah menjadi abstraksi-abstraksi metafisis mengenai
konsep-konsep abstrak alam semesta.
Kemudian pada tahap positif, merupakan tahapan dimana manusia
menjelaskan segala peristiwa alam semesta melalu penjelasan-penjelaan akan
fakta-fakta yang teramati. Fakta-fakta yang ada dan teramati selalu berkaitan
dengan hukum-hukum factual yang ada dan bersifat universal. Misalnya hukum
gravitasi.
Positivisme kemudian berkembang tidak hanya filsafat sains melainkan
menjadi agama humanis modern. Positivism menjadi agama dogmatis karena ia
telah melembagakan pandangan dunianya menjadi doktrin bagi ilmu pengetahuan.
Pandangan dunia yang dianut positivisme adalah pandangan dunia objektivistik.
Karena positivisme menganggap realitas sebagaimana adanya. Seeing is believing.
(Donny Gahral, 2001, p. 35).
Berikut merupakan ciri-ciri dari postivisme diantaranya adalah:
1.
Objektif/ bebas nilai. Dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai
mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dengan realitas dengan
bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-fakta yang teramati-terukur
pengetahuan
kita
tersusun
dan
menjadi
cermin
dari
realitas
(korespondensi).
2.
Fenomenalisme. Tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu
pengetahuan hanya bicara tentang realitas berupa impresi-impresi
tersebut. Substansi metafisis yang diandaikan berada di belakang
gejala-gejala penampakan ditolak (anti metafisika)
3.
Nominalisme. Bagi positivism hanya konsep yang mewakili realitas
particularlah yang nyata. Contoh: logam dipanaskan memuai. Konsep
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
logam dalam pernyataan tersebut mengatasi semua bentuk particular
logam seperti besi, kuningan, timah, dll.
4.
Reduksionisme. Realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang teramati.
5.
Naturalisme. Tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam
semesta yang meniadakan penjelasan supra natural (adikodrati). Alam
semesta memiliki struktur sendiri.
6.
Mekanisme. Tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsipprinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistemsistem mekanis). Alam semesta diibarakan sebagai a giant clock work.
3.1.3 Pencerahan
Istilah pencerahan (enlightenment) mengacu kepada dua hal: pertama
berkembangnya ilm-ilmu dan teknologi dan puncaknya adalah revolusi industry.
Yang kedua adalah gerakan intelektualitas yang menolak dan mendobrak mitos,
metafisika, tradisi, otoritas gereja dan dogmatism agama. Pencerahan berbagai
bidang seperti sastra, filsafat, kesustastraan, seni dsb. Gerakan pencerahan juga
bergerak dalam ranah politik dimana pemerintahan-pemerintahan monarki
absolute ditumbangkan. Berbagai konstitusi modern dibentuk dan optimisme
seiring dengan berkembangnya system demokrasi.
3.1.4 Kritik Atas Modernitas, Positivisme dan Pencerahan
Perkembangan modernitas dan pencerahan menumbuhkan beberapa
keyakinan dan cirri terhadap era tersebut. (Glenn Ward, 2003) diantaranya:
1. Progres, yaitu meyakini bahwa modernitas dan penceahan sebagai idea of
progress. Dimana hal yang tumbuh dan berkembang pada era modernitas
dan pencerahan sebuah proses berkelanjutan. Seiring dengan semangan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pembaharuan yang ada pada ilmu pengetahuan, sains dan teknologi untuk
keberlangsungan hidup manusia.
2. Optimisme, yaitu keyakinan yang besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, sains dan teknologi sebagai sebuah jawaban terhadap
pemenuhan kebutuhan dan penunjang kehidupan manusia.
3. Rasionalitas, yaitu memusatkan rasio sentral kegiatan dan intelektualitas
manusia.
4. Upaya untuk mencari absolute knowledge dalam sains, teknologi,
masyarakat, dan politik.
5. Upaya untuk menjadikan dan mengembangkan pengetahuan sebagai true
self yang akan menjadi pondasi bagi seluruh pengetahuan yang ada.
Dalam modernitas dan pencerahan terdapat ide untuk menjadikan rasio
sebagai pendekatan dengan menjadikannya sebagai prinsip segala pengetahuan
yang ada. Modernitas dan pencerahan percaya bahwa hanya proses intelektual
sebagai metode yang mampu membawa pemahaman dan kebahagiaan dalam
masyarakat.
Perkembangan modernitas dan pencerahan setidaknya juga menuai beberapa
kritik atau penolakan oleh beberapa kalangan. Revolusi Perancis dan deklarasi
tentang hak-hak kemanusiaan di Amerika memberikan tendensi dan arogansi
generalitas mengenai moderitas dan pencerahan itu sendiri. Upaya untuk
mengeneralisasikan proses modernitas dan pencerahan yang berkembang di Eropa
dan Amerika dijadikan acuan bagi proses perkembangan dunia. Kebebasan
individu dan pengakuan akan hak-hak kemanusiaan seakan paradox dengan
kondisi realita yang ada ketika itu ketika kolonialiasi, eksploitasi dan perbudakan
masih membelenggu diberbagai belahan dunia.
Inilah yang kemudian menimbulkan reaksi negative terhadap abad modern
dan pencerahan diantaranya adalah kepenatan, pesimisme, irasionalitas dan
kekecewaan terhadap ide mengenai absolute knowledge. (Glenn Ward, op.cit.)
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
atas beberapa kekecewaan yang ada, muncullah beberapa reaksi atas era
modernitas dan pencerahan dari para pemikir setelahnya.
Seperti halnya pemikiran Horkheimer dan Adorno, Foucault percaya bahwa
rasionalitas modern terdapat dominasi koersif. Jika Horkheimer dan Adorno fokus
kepada kolonialisasi natural yang mendominasi sosial dan fisik manusia, Foucault
fokus kepada dominasi yang diterima oleh individu melalui institusi sosial,
diskursus, dan praktis. Nyatanya era modern yang dipercaya sebagai proses yang
terus berkelanjutan, justru berisikan penyebaran dominasi secara halus. Bagi
Foucault Negara juga dapat menjadi institusi sosial yang mendominasi individu.
Negara sebagai pusat, penentu esensi dan tujuan serta penentu subjek individu
yang dikonstitusikan. Proses kesadaran individu yang dikonstitusikan oleh
Negara. Lebih jauh Foucault juga mengkritik pengetahuan sebagai asas yang
netral dan objektif (positivisme). Foucault justru menekankan bahwa pengetahuan
justru diarahkan agar sejalan dengan kepentingan politis rezim yang berkuasa.
(Best, Keller, 1991)
Teori Posmodern dan teori kritis merupakan reaksi atas tumbuh dan
berkembangnya modernitas dan pencerahan. Kedua teori tersebut memiliki
persamaan sekaligus perbedaan yang mendasar. Persamaannya adalah kedua teori
tersebut adalah sama-sama mengkritik modernitas dan bentuk struktur sosialnya
karena penuh dengan dominasi dan rasionalisasi. Perbedaan keduanya adalah ada
beberapa hal yang ditolak oleh postmodern teori justru dipertahankan oleh teori
kritis. Diantaranya adalah konsep mengenai kategori-kategori teori sosial radikal
seperti political economy, kelas, dialektika, emansipasi, dan sosialisme. Konsep
tersebut justru ditolak oleh teori posmodern ketika teori kritis masih menggunakan
konsep tersebut. Sementara teori kritis menolak pemisahan antara modernitas
dengan postmodernitas yang justru beberapa postmodern teori menggunakan
pemisahan tersebut. Pada point berikutnya akan dikonsentrasikan pembahasan
mengenai perkembangan teori kritis yang diperkenalkan dan dipopulerkan oleh
Mazhab Frankfurt di Jerman.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3.2
Awal Perkembangan Pemikiran Habermas
Pemikiran Habermas berakar dari teori kritis Mazhab Frankfurt sebagai
penerus tradisi pemikiran Karl Marx. Mazhab Frankfurt dikenal sebagai
perkumpulan filsuf, sosiolog, sosial psikolog, dan cultural critics yang bekerja
sebelum dan sesudah perang dunia kedua sebagai peneliti sosial independen yang
berbasis di Frankfurt. Beberapa pemikiran Mazhab Frankfurt terpengaruh filsafat
dialektika Hegel, Karl Marx, dan psikoanalisa Freud.
Teori kritis sebagai kritik ideologi bertolak dari pemikiran Marx tentang
ideologi. Pemikiran Marx bermaksud untuk menyingkap kebobrokan ideologi
kapitalisme yang mengatasnamakan rasionalitas. Berangkat dari pemaknaan
ideologi yang dibekukan, dimapankan oleh kekuasaan merupakan sasaran kritik
para pemikir Mazhab Frankfurt. Teori kritis melihat ideologi dari kacamata
dialektika dan psikoanalisa. Ideologi merupakan proses dialektika dimana proses
kritis harus tetap berlangsung supaya ia tidak berubah menjadi alat pembenaran
status quo saja. Teori kritis mengintegrasikan dirinya dengan psikoanalisa untuk
menghadapi ketidaksadaran kolektif yang berkembang di masyarakat kolektif dan
mengangkatnya ke kesadaran (Donny Gahral, op.cit. p. 35).
Kritik teori kritis juga berlanjut dengan memandang positivisme sebagai
aliran yang melanggengkan status quo. Hal tersebut dikarenakan positivisme
hanya memaparkan fakta objektif. Ia hanya mengabdikan diri sebagai instrument
bagi kapitalisme modern lewat teknologi, birokrasi dan manifestasi-manifestasi
ilmu-ilmu positif (Ibid. p. 66). Sedangkan masyarakat modern dipandang oleh
teori kritis masyarakat yang segala tindakan rasio instrumentalnya dipengaruhi
oleh kepentingan dan kontrol penguasa. Hal tersebut justru menggambarkan
segala tindak tanduk manusia yang mengatasnamakan tindakan rasional justru
jatuh ke lembah irrasional.
Lebih lanjut, Horkheimer dan Adorno mengklaim bahwa industrialisasi dan
birokrasi dibentuk oleh proses rasionalisasi. Proses rasionalisasi yang didominasi
pandangan matematis dan objektivis natural sains kemudian mendominasi reason
manusia yang akhirnya mengekstradisi pandangan mistis dan religious. Bentuk
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
modern sosial (institusi bentuk dari rasionalitas) kemudian menjadi instrument
konsep yang mengeneralisasikan scientific sebagai mindset. Hal tersebut berakibat
instrumental rasionalitas menjadi ekslusif. Tidak hanya sains dan teknologi yang
menjadi dominasi melainkan juga rasionalitas itu sendiri.
Ironisnya, proses pencerahan yang berjalan sejak abad ke-18, mendukung
manusia yang bebas namun pada abad ke-19 industrialisme dan kapitalisme justru
mengungkung dan memenjarakan manusia dari kebebasan. Pada intinya merujuk
pada Dialectic of Enlightenment, Horkheimer dan Adorno berpendapat
pencerahan itu diantara kebutuhan dan kemustahilan.
In which case, as Adorno and Horkheimer acknowledge in the Preface to
Dialectic of Enlightenment, enlightenment is both necessary and impossible:
necessary because humanity would otherwise continue hurtling towards
self-destruction and unfreedom, and impossible because enlightenment can
only be attained through rational human activity, and yet rationality is itself
the origin of the problem. (James Gordon, op.cit. P. 8)
3.3
Teori Komunikasi Habermas
3.4.1 Tindakan komunikatif
Tindakan komukatif merupakan interaksi antara personal. Karya Habermas
yang berjudul The Theory of Communicative Action (1984 dan 1987), merupakan
usaha yang dilakukan Habermas untuk memadukan pemikiran Karl Marx, George
Herbert Mead, Emile Durkheim, Max Weber, Georg Lukacs dan Talcott Parsons.
The Theory of Communicative Action mengangkat pertanyaan mendasar mengenai
teori sosial : apakah mungkin terbentuknya social order? Habermas menjawab
dalam konteks masyarakat modern dengan berdasarkan kepada tindakan
komunikatif yang dikoordinasikan oleh validity claims dan diskursus yang
dibangun bersama dalam kesatuan integritas sosial (Ibid. p.47). Tindakan
komunikatif dibangun oleh relasi sosial antara dua atau lebih individu.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Mengarahkan tindakan menemukan makna untuk mencapai pemahaman
(understanding) dengan menggunakan bahasa.
Tindakan komunikatif yang digagas dan diangkat Habermas adalah sebagai
usaha untuk mengubah dasar pijakan dari filsafat subjek (consciousness) kepada
pendekatan intersubjektivitas. Filsafat subjek berkaitan dengan problem-problem
mengenai reason. Problem filsafat subjek merupakan secara inheren dihubungkan
dengan relasi antara subjek dan objek. Dalam konteks relasi sosial, filsafat subjek
memberikan pandangan bagaimana individu sebagai subjek memperlakukan
individu lain sebagai objek dalam hubungan rasional. Melihat fenomena
modernitas, Max Weber memandang modern reason sebagai proses rasionalisasi
proses material, mengusung ide mengenai efisiensi dalam birokrasi. Namun
nyatanya justru menimbulkan kekecewaan. Sebagaimana Horkheimer dan Adorno
melihat rasionalisasi merupakan perbudakan jenis baru (Lasse, 2010, p. 60).
Dengan teori tindakan komunikatif, Habermas menggabungkan filsafat
subjek (consciousness) dengan bahasa. Berbeda dengan Weber, Horkheimer dan
Adorno yang mengkonsepsikan tindakan dan reason sebagai satu jalan
dimensional. Oleh sebab itu mereka tidak dapat melihat rasionalisasi dapat
mengakomodir emansipatoris. Formal pragmatik merupakan langkah awal
pengembangan teori tindakan komunikatif dan reason melalui pendekatan
intersubjektivitas yang didasarkan pada bahasa dalam komunikasi sehari-hari.
Mengembangkan teori tindakan komunikatif dan reason, Habermas menggunakan
metode rational reconstructive. Formal pragmatik merupakan contoh metode
rational reconstructive. Metode tersebut memfokuskan pada kondisi general dan
kebutuhan terhadap validitas ekspresi simbolik dan pencapaian (Habermas, 1990
,p. 31). Metode ini fokus terhadap problem bagaimana kita mengeneralisasikan
jawaban rasional terhadap pertanyaan praktikal di dalam model intersubjektivitas.
Rational
reconstructive
mengkombinasikan
filsafat
dengan
sains
yang
mengabstraksikan dan mengkonsepkan teorisasi dengan teori-teori empirik
masyarakat dan bahasa. Hal ini berguna untuk mendukung agar hasil pemahaman
(understanding) tidak jatuh kepada kekeliruan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Kombinasi filsafat dengan sains akan menolak empirisisme yang akan
menjerumuskan pada sikap tanpa kritik. Serta menolak kepercayaan (believe)
transcendent yang akan mempengaruhi pemahaman (understanding). Dengan
kombinasi filsafat dan sains empirik terhadap problem transcendental dan
empirisisme, memungkinkan hasil pemahaman (understanding) menjadi hal yang
universal.
Habermas lebih lanjut juga tidak memungkiri bahwa kekeliruan dalam
proses rekonstruksi rasional. Habermas menulis
All rational reconstructions, like other types of knowledge, have only
hypothetical status. There is always the possibility that they rest on a
false choice of examples, that they are obscuring and distorting correct
intuitions, or, more frequently, that they are overgeneralizing individual
cases. (Ibid. p. 32)
Rekonstruksi rasional mungkin menghasilkan pemahaman (understanding)
yang keliru, oleh sebab itu perlu adanya pengujian terhadap hipotesis universal
yang telah dihasilkan. Habermas berpendapat proses rekonstruksi rasional inilah
merupakan formal prakmatik dalam term sains dan pengetahuan. Proses tersebut
membuka reason dan emansipasi terhadap fakta di dalam bahasa dan tindakan
sosial. Inilah yang kemudian menjadikan formal pragmatik dikenal sebagai
universal pragmatik, sebagai aturan universal yang harus diikuti oleh setiap
peserta komunikasi di dalam berbahasa.
Habermas tertarik dalam pengucapan di dalam berbahasa. Habermas
menganggap bahasa lebih dari sekedar transfer informasi mengenai fakta dan
opini tentang dunia. Bahasa juga dapat digunakan untuk membangun relasi sosial
dan dunia di luar diri manusia. Bagi Habermas pemaknaan berkaitan dengan
kegiatan serta tindakan praktis. Ia memfokuskan bahwa bahasa bukan pada apa
yang dikatakan tapi apa yang dilakukan. The theory of language use, definisi yang
dibuat oleh Karl Buhler (1879-1963), seorang teoritis bahasa, bahwa bahasa
merupakan instrumen penghubung antara satu individu dengan individu lain.
Fungsi bahasa merupakan fungsi kognitif, fungsi representasi hubungan relasi
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
serta fungsi ekspresi untuk mengungkapkan pengalamannya. (James Gordon,
op.cit. p. 33)
Berdasarkan rujukan pemikiran Karl Buhler, Habermas kemudian
memfokuskan bahasa yang memiliki fungsi tidak hanya sekedar menghubungkan
person namun juga mengkoordinasikan tindakan yang ada di dalam lingkup
sosial. Pragmatic function of speech memberikan landasan untuk berbagi
pemahaman (understanding) dan untuk membangun intersubjektifitas dalam
konsensus. Kemudian Habermas mengembangkan speech act theory sebagai
pendekatan bahasa menuju ranah sosial.
Habermas sendiri terispirasi oleh J. L. Austin (1975) dan John Searle (1969)
dalam mengembangkan speech act theory yang merupakan tradisi Anglo-Saxon
filsafat analitik. Speech act theory fokus terhadap pembahasan pragmatik bahasa
daripada logika bahasa. Austin dan Searle menggagas bahwa bagaimana bahasa
mampu menjadi bagian dari realitas dan tindakan sosial yang ada. Bagaimana kita
mampu digunakan oleh agen-agen realitas sosial. Bahasa bukan sebagai referensi
untuk menunjuk suatu objek benda yang ada di dunia melainkan mampu
diimplimentasi dalam tindakan-tindakan sosial.
Berdasarkan pembedaan istilah yang dilakukan Austin, Habermas
(Habermas, 1998, p. 66–88; 1984, p. 288–95) membedakan aspek linguistik
dalam perkataan atau kalimat dalam beberapa istilah, yaitu: locutionary,
illocutionary dan perlocutionary. Aspek locutionary merupakan perkataan atau
kalimat yang merujuk pada sesuatu terhadap dunia serta merepresentasikan
kedekatan, sebagai contoh kalimat atau perkataan: ‘saya seorang pelajar’. Aspek
illocutionary merupakan perkataan atau kalimat yang merujuk kepada apa yang
kita lakukan setelah kita mengatakan sesuatu, sebagai contoh kalimat atau
perkataan: ‘saya berjanji akan datang tepat waktu minggu depan’. Lalu saya
mengatakan bahwa saya telah berjanji maka saya akan melakukan apa yang telah
saya katakan.
Sedangkan aspek perlocutionary merupakan perkataan atau kalimat yang
merujuk pada apa yang kita lakukan kemudian dengan melakukan sesuatu
terhadap apa yang telah dikatakan, sebagai contoh kalimat atau perkataan: ‘jika
anda tidak datang tepat waktu, saya tidak akan menunggu mu’. Hal tersebut
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
membawa konsekuensi bila kita menjalankan atau tidak menjalankan apa yang
telah diucapkan hal tersebut akan mendatangkan konsekuensi-konsekuensi.
Habermas kemudian menghubungkan aspek perlocutionary bahasa kepada
tindakan yang bertujuan dan tindakan yang mempunyai strategi rasional. Sejauh
aspek perlocutionary dijalankan, speech act harus transparan karena hal tersebut
hanya akan bekerja jika individu lain paham (understanding) maksud kita. Bila
pemahaman (understanding) tidak dapat tercapai maka komunikasi tidak akan
berjalan. Lebih lanjut, Habermas kemudian menghubungkan antara aspek
illocutionary dengan tindakan komunikatif, dimana tindakan komunikatif
berorientasi kepada pemahaman (understanding). Bagi Habermas, penggunaan
bahasa dalam aspek illocutionary merupakan penggunaan bahasa yang utama
dikarenakan mampu mengkomunikasikan maksud dan tujuan kepada individu lain
untuk mencapai konsensus. (Habermas, 1984). Dengan jalan ini Habermas yakin
dapat memberikan reason dan emansipasi dalam bahasa terutama dalam aspek
illocutionary dalam penggunaan bahasa.
Habermas kemudian mengacukan syarat-syarat dalam speech act agar
mampu mencapai taraf pemahaman sebelum akhirnya tercapainya konsensus.
Menurut Habermas hanya norma-norma yang disetujui oleh anggota masyarakat
dalam sebuah diskursus praktislah yang dianggap valid. Karena dalam sebuah
interaksi/ komunikasi akan tercapai saling pengertian. Bila interaksi/ komunikasi
saling mengerti dapat tercapai maka akan muncul rasionalitas komunikasi.
Dengan menggunakan asas klaim validitas : 1) understandbility, kejelasan tentang
hal yang dikatakan. 2) truth Mengungkapkan sesuatu dengan benar. 3)
truthfulness, Mengungkapkan diri apa adanya dan 4) rightness, Menyatakan
sesuatu sesuai dengan norma komunikasi yang telah disepakat. Hal tersebut
sebagai prakondisi agar komunikasi dapat dimengerti (Habermas, 1984) .
Tindakan komunikatif, adalah dimana tindakan dan bahasa secara instrinsik
terhubung. Untuk mencapai pemahaman (understanding) seseorang pembicara
harus memberikan alasan sebuah argumentasi yang ia katakan dapat diterima dan
pendengar harus menginterpretasikan argumentasi tersebut dengan reasons salah
satunya dengan syarat norma komunikasi yang telah disepakati. Habermas
menulis
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
We understand a speech act when we know what makes it acceptable. From
the standpoint of the speaker, the conditions of acceptability are identical to
the conditions for his illocutionary success. Acceptability is not defined here
in an objectivistic sense, from the perspective of an observer, but in the
performative attitude of a participant in communication. (Ibid. p. 297).
Bagi Habermas berlangsungnya proses pemahaman (understanding)
merujuk kepada performative mode, dimana individu dalam berbicara dan
menyampaikan gagasan mampu memberikan dan mempertahankan reasons
sebagai bagian dari norma komunikasi dalam proses mencapai pemahaman
(understanding). Argumen baik adalah argumen yang diterima dan dianggap
masuk akal oleh pendengar. Dari tindakan komunikatif menuju diskursus dan
rasional diskursus. Dari rasional konsensus akan menjadi rasional diskursus
(Habermas, 1996, p. 107)
Habermas yakin bahwa tindakan komunikatif merupakan penjelasan
bagaimana masyarakat dapat terintegrasi. Tindakan komukatif dapat menghindari
manipulasi dan kekerasan yang mungkin dapat terjadi, karena setiap individu yang
ada diberikan posisi yang sama dan setara untuk berbicara dan beragumentasi.
3.4.2 Ranah Publik
Habermas melalui karyanya yang berjudul The Structural Transformation of
the Sphere menuangkan pemikirannya mengenai ranah publik. Karya tersebut
diterbitkan pada tahun 1962 di Jerman. Dalam karya tersebut membicarakan
mengenai kemunculan kaum borjuis di ranah publik yang dibarengi dengan
kemunculan struktur ideologi mereka. Dan hal tersebut pada akhirnya akan
berujung pada debat rasional di ranah publik. Dalam karyanya tersebut Habermas
berusaha memperkenalkan serta mengkritik kemunculan kaum borjuis dalam
bentuk kontemporer. Poin Habermas adalah mengekspose ranah publik yang
bersifat ekslusif akibat kemunculan kaum borjuis. Lalu meletakkan reason dan
emansipasi pada praktek particular dan institusi di masyarakat.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Seiring dengan maju dan berkembangnya industrialisasi mulai abad 17 di
eropa, membawa perubahan struktural pada ranah sosial. Kemunculan kaum
borjuis pada abad tersebut seiring dengan tumbuh dan berkembangnya
kapitalisme. Habermas kemudian membandingkan fenomena tersebut dengan era
Yunani kuno.
Era Yunani kuno membedakan antara ranah privat dengan ranah publik.
Ranah privat berkaitan dengan rumah, kebutuhan makanan, reproduksi dan
sebagainya. Sementara sebagai warga (bukan budak dan wanita), akan bersamasama mengisi ruang publik dimana kedudukan mereka setara, berhak berbicara
dan mengeluarkan pendapat untuk memutuskan sesuatu atau untuk membuat
aturan.
Habermas kemudian mendefinisikan ranah publik borjuis sebagai berikut :
The bourgeois public sphere may be conceived above all as the sphere of
private people come together as a public; they soon claimed the public
sphere regulated from above against the public authorities themselves, to
engage them in a debate over the general rules governing relations in the
basically privatized but publicly relevant sphere of commodity exchange
and social labour. The medium of this political confrontation was peculiar
and without historical precedent: people’s use of their reason. (Habermas,
1989, p. 23)
Ranah publik kemudian menjalankan fungsi untuk mengawasi pemerintah,
menjadi dasar umum untuk mencapai keinginan umum untuk melawan keinginan
sepihak di dalam proses pembuatan aturan atau undang-undang. Kemudian ranah
publik menjadi landasan pemerintah untuk mendapatkan gagasan terkait hukum
serta aturan yang berdasarkan atas ‘rational will’. Yang hadir melalui debat
rasional di ranah publik. Termasuk juga memberikan legitimasi kepada setiap
produk regulasi yang dibuat oleh pemerintah.
Habermas kemudian memberikan gagasan terkait re-feudalization di dalam
ranah publik yang berkembang di abad ke-20, yaitu kondisi dimana warga
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
menjadi konsumen pasif terhadap aturan serta keputusan yang dibuat oleh elit.
Lalu kemudian, menjadi sumber legitimasi elit untuk melakukan kebijakankebijakan tertentu dengan mengatasnamakan reason, sedangkan ranah publik
yang seharusnya adalah ketika warga didukung untuk aktif berbicara dan
mengeluarkan pikiran dan gagasan, karena merekalah yang kemudian akan
menjadi sumber legitimasi bagi pemerintah.
Setiap orang yang ada dalam ranah publik didukung untuk mempunyai rasa
yang mampu untuk menilai keputusan berdasarkan dari apa yang mereka baca.
Inilah yang kemudian dimunculkan sebagai sebuah ide kritik, kritik yang besifat
rasional yang bersifat kritis tanpa adanya intimidasi. Habermas mengacu kepada
fenomena tiga tempat yang terjadi di coffeehouses (Britain), salons (Perancis) dan
table societies (Jerman) (Ibid, p. 36). Tempat tersebut merupakan tempat yang
biasa digunakan kaum borjuis untuk bertemu dan berinteraksi, yang disebut
Habermas sebagai ranah publik borjuis, walaupun ketiga tempat tersebut memiliki
perbedaan komposisi, perbedaan kondisi dimana mereka berdebat dan perbedaan
orientasi topik.
Untuk mencapai kondisi tersebut, Habermas mengajukan tiga syarat yaitu
(Ibid. p. 36) : 1) Menjaga hubungan sosial sebagai hubungan yang setara,
menghiraukan status sosial yang ada. 2) Pembicaraan yang ada berkaitan dengan
topik umum yang menjadi otoritas Negara atau pengambil kebijakan. 3)
menerapkan prisip-prinsip inklusivitas.
Peranan bahasa dan komunikasi sangat penting untuk menunjang
keberlangsungan ranah publik. Hal tersebut juga berkaitan dengan tindakan
komunikatif yang mendorong terciptanya komunikasi yang dialogis. Lebih lanjut
Habermas mengangkat hal tentang lifeworld dan system yang ada pada ranah
publik.
Lifeworld merupakan tempat atau ruang dimana kita membangun interaksi
sosial dengan yang lain. Lifeworld berkaitan dengan domain informal manusia
kehidupan sosial seperti keluarga, kebudayaan, kehidupan politik diluar partai,
media masa, dsb. Sedangkan system
identik dengan system birokrasi
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pemerintahan serta hubungan ekonomi. Perbedaan substansial keduanya adalah,
system mengarahkan individu kepada tujuan yang tidak behubungan dengan
pemahaman (understanding) atau konsensus.
Berdasarkan pemikiran Habermas, ranah publik menekankan pada
penggunaan critical reason, sebagai aktivitas reasoning. Dengan peran yang
dijalankan oleh ranah publik fungsi pengawasan terhadap Negara dapat
dijalankan, serta menjadi dasar untuk terbentuknya pemerintahan yang baik dan
teratur.
3.4.3 Diskursus Etik
Diskursus etik merupakan proyek yang dikembangkan Habermas berangkat
dari teori-teori sebelumnya. Diskursus etik merupakan proses pengembangan
karakteristik publisitas, inklusivitas, persamaan, solidaritas, dan program sosial
teori. Diskursus etik yang dikembangkan oleh Habermas berfokus pada positif
etik, yaitu diskursus yang menekankan ranah prosedural daripada ranah
substansial. Memberikan jalan prosedur umum bagi jawaban rasional atas
pertanyaan-pertanyaan practical. Diskursus etik merupakan perpanjangan lebih
lanjut dari teori tindakan komunikatif terutama dalam ranah moralitas. Tujuan
Habermas adalah bagaimana teori moral dapat memberikan jawaban atas
pertanyaan mengenai teori sosial. Teori moral Habermas dapat dimengerti sebagai
analisis terhadap ucapan, bagaimana menentukan validitas yang baik menuju
norma yang telah disepakati (rightness).
Konsep Habermas mengenai moralitas bersifat pragmatik karena hal
tersebut menafsirkan diskursus moral sebagai mekanisme sosial pemecahan
konflik.
Teori
Habermas
menjadikan
bahasa
sebagai
alat
untuk
mengkoordinasikan tindakan dan permintaan institusi sosial.
Setidaknya Habermas berkutat pada problem mengenai prinsip apa yang
mendasari moralitas dan bagaimana kita membangun norma moral yang valid.
Bagi Habermas sendiri norma merupakan peraturan-peraturan yang sudah menjadi
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
kebiasaan dalam kehidupan manusia. Biasanya peraturan-peraturan tersebut terdiri
atas susunan gramatikal imperative seperti ungkapan “Jangan mencuri”. Normanorma yang valid berperan untuk mengkoordinasikan tindakan kita dalam
kehidupan sosial dan memantapkan harapan kita terhadap perilaku orang lain.
Serta memastikan tindakan tindakan orang lain bebas konflik.
Pemikiran Habermas mengenai diskursus etik dimaksudkan untuk
memberikan sebuah jalan prosedural agar seseorang dalam diskursus tidak
menggunakan latar belakang partikular yang dapat menjadikan diskursus
mengalami jalan buntu yang berujung pada konflik. Hal tersebut terjadi
dikarenakan pemahaman partikular yang secara implisit mempengaruhi perkataan
maupun tindakan, biasanya dipengaruhi oleh agama, norma, tradisi, kepercayaan
partikular yang berbeda dengan orang lain. Tujuan Habermas adalah membangun
sebuah diskursus dengan landasan argumentasi moral agar setiap perkataan dan
tindakan dapat dipahami dan diterima dalam proses diskursus. Sehingga
menghasilkan sebuah consensus yang bersifat universal.
Ada dua prinsip yang dijelaskan Habermas dalam diskursus etik yaitu
prinsip
diskursus
(discourse
principle)
(D)
dan
prinsip
universalisasi
(universalization principle) (U). Bagi Habermas, prinsip universalisasi (U)
merupakan prinsip yang harus dibangun dengan argumentasi-argumentasi yang
menggunakan prinsip diskursus (D) sebagai premisnya. Poin esensialnya adalah
bagaimana menciptakan sebuah proses dialogis agar diskursus dapat memenuhi
fungsi sosial dan fungsi pragmatic. Agar setiap orang yang berada dalam
diskursus mencapai pemaknaan bersama. Karena proses justifikasi sebuah norma
harus melibatkan lebih dari satu orang. Proses dimana norma yang ada dapat
diterima oleh yang lain.
The discourse principle (D) states that: Only those action norms are valid
to which all possibly affected persons could agree as participants in
rational discourse. (Habermas, op.cit. p.107)
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Prinsip diskursus (D) memberikan kita bagaimana validitas norma dapat
diterima, melalui diskursus praktis. Sedangkan prinsip universalisasi (U)
memberikan kita cara bagaimana menguji norma moral. Norma moral ditekankan
harus bersifat universal namun mampu diterima kepada setiap orang secara
individual. Norma moral dikatakan valid jika dan hanya jika norma tersebut dapat
memberikan kepuasan sebagai ketertarikan umum kepada setiap orang. Contoh
yang paling menggambarkan adalah hak-hak universal manusia menunjukan
norma moral yang valid dan kemudian diterima secara universal.
3.4.3 Demokrasi
Teori Habermas mengenai demokrasi merupakan kelanjutan dari teori-teori
Habermas sebelumnya. Teori demokrasi Habermas dimulai dengan penjabaran
konsep politik Habermas. Ia membedakan dua dasar ranah publik yaitu informal
politikal dan formal politikal. Informal political terdiri atas hubungan yang
spontan yang bersumber dari komunikasi dan diskursus. Dikenal dengan sebutan
civil society. Civil society diidentifikasi bukan sesuatu yang dibentuk dan
diinstitusikan
dalam
mengambil
keputusan.
Sedangkan
formal
political
merupakan arena yang dalam pengambilan keputusan bersifat institusional dan
dibentuk dalam setiap komunikasi dan diskursus untuk mengambil keputusan.
Negara sendiri bukan merupakan formal politikal karena Negara bukan hanya
sekedar institusional dalam mengambil kebijakan dan mengambil keputusan.
Negara juga merupakan sebuah system administrative birokrasi yang diarahkan
yang kemudian ditermkan oleh Habermas sebagai “medium of power”.
Dua konsep informal dan formal yang kemudian menjadi kerangka kerja
dalam konsep teori politik Habermas. Dalam civil society, setiap anggota di dalam
komunitas politik berperan dan berpartisipasi dalam diskursus, meraih
pemahaman. Dalam formal politikal, merupakan bentuk representatif anggota
dalam
komunitas
politik
untuk
mengambil
keputusan,
membuat
dan
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan. Habermas menggambarkan, sebuah
sistem politik dapat bekerja baik institusi pengambil kebijakan membuka ruang
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
input yang berasal dari opini civil society yang dapat mempengaruhi output dalam
menghasilkan keputusan dalam setiap hokum dan kebijakan. Dalam prakteknya,
sistem demokrasilah yang terbaik yang mampu memproduksi hukum dan
kebijakan dalam bentuk opini publik yang diskursif dan rasional serta dapat
dijustifikasikan. Setiap hukum dan kebijakan yang dipatuhi oleh setiap warga
Negara haruslah dapat diterima secara rasional oleh masyarakat yang rasional.
Posisi Habermas dalam perdebatan dua konsep politik antara liberaldemokratik dan civil- republican mengambil posisi alternatif. Liberal-demokratik
yang memberikan hak-hak istimewa kepada individu dan ruang privat sedangkan
civic-republican memberikan hak-hak istimewa kepada kolektif dan public.
Dalam pandangan liberal-demokratik setiap individu mempunyai hak untuk
melindungi kebebasannya dalam meraih tujuannya. Kebebasan disini diartikan
sebagai kesempatan. Negara mengambil peran minimal state dimana Negara
meninggalkan setiap subjek individu bebas dalam menentukan hidupnya.
Intervensi hanya mungkin bila kebebasan seseorang terganggu oleh kebebasan
yang lain. Partisipasi dalam komunitas politik bukan dipandang sebagai sesuatu
yang bernilai, melainkan hanya alat instrumental untuk melindungi hak dan
kesempatan. Negara pun harus bersikap netral dengan menghormati setiap nilai
dan tujuan yang dipunyai setiap individu.
Sedangkan civic-republikan mempunyai konsep bahwa otonomi publik
bukan terdapat pada konsep kesempatannya namun konsep aplikasinya. Nilai
yang benar merupakan kebebasan berekspresi, misalnya bohong bukanlah sebuah
kesempatan pada individu tapi masuk kedalam ranah aktualisasi kolektif. Setiap
individu bebas berekspresi selama hal tersebut bermanfaat untuk seluruh individu
yang ada. Keanggotaan dalam komunitas politik merupakan hal yang bernilai.
Negara dapat melakukan kebijakan apa saja asalkan netral. Negara akan berperan
aktif untuk merekomendasikan nilai dan ide kepada para warga Negara. Akhirnya,
dengan pandangan ini banyak hak individual yang ditemukan dan bergantung
kepada nilai dan ide dari komunitas politik.
Habermas kemudian menggabungkan konsep politik antara liberaldemokratik dengan civil- republikan. Memodifikasi kedua konsep tersebut ke
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
dalam realitas masyarakat modern. Habermas mengandaikan konsep bahwa
sebuah konsep dapat memberikan otonomi privat dan public secara bersamaan.
Politik berdasarkan pemikiran Habermas merupakan ekspresi terhadap kebebasan
yang secara simultan bergerak dari subjektivitas individual dan kedaulatan rakyat
(Ibid. p. 468). Habermas juga mempertahanan ide tentang hak-hak asasi manusia
dan setuju dengan pandangan liberal yang berpendapat bahwa Negara harus
toleran terhadap perbedaan budaya dan pandangan terhadap dunia.
Secara menyeluruh teori Habermas mengenai demokrasi merupakan
kelanjutan dari teori kritis sosial. Ada dua dimensi kekuatan politik yaitu kekuatan
komunikatif dan administratif. Kekuatan komunikatif berkedudukan pada civil
society dan diskursus yang dibangun dalam mengambil sebuah keputusan.
Sedangkan kekuatan administratif berkedudukan pada Negara dan birokrasi
pemerintah. Tesis utama Habermas adalah kondisi politik yang baik (demokrasi)
adalah ketika institusi politik dapat dan mampu menerjemahkan kekuatan
komunikatif kedalam kekuatan administratif yang dipegang oleh Negara dan
pemerintah.
3.4.3 Kesimpulan Sementara
Teori komunikasi Habermas merupakan teori yang berkelanjutan. Teori
komunikasi yang diajukan oleh Habermas bukan sekedar komunikasi antara dua
subjek, melainkan juga menyentuh ranah sosial dan politik. Dimulai dari sebuah
proses diskursus rasional kemudian dicapailah sebuah konsensus yang mampu
mengintegrasikan masyarakat. Teori politik Habermas mengenai demokrasi juga
merupakan usaha Habermas untuk membuat ruang komunikasi yang terbuka
antara individu, komunitas politik dan hubungannya dengan peran negara
pemerintah. Pada pembahasan selanjutnya akan terdapat pembahasan mengenai
kurikulum (KTSP) dan relevansinya dengan teori komunikasi Habermas.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB IV
TEORI KOMUNIKASI HABERMAS DAN RELEVANSINYA DENGAN
KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL
Bicara tentang komunikasi adalah bicara tentang aktivitas manusia secara
keseluruhan. Komunikasi adalah proses simbolik meliputi internal dan eksternal
manusia. Bahasa sebagai sebuah instrumen yang mendukung proses komunikasi
merupakan media pendukung agar komunikasi berperan untuk mengaktualisasi
diri, mengekspresikan perasaan dan penghubung antara individu yang satu dengan
individu yang lain dalam relasi sosial.
Dalam dunia pendidikan peran komunikasi sangatlah penting dalam upaya
proses transfer nilai dan pengetahuan. Hubungan antara guru dengan pesertadidik,
antara pemerintah dengan masyarakat dan antara institusi pendidikan dengan
lingkungan dihubungkan melalui proses komunikasi. Fungsi komunikasi yang
bersifat prosedural, dinamis dan transaksional menopang langsung kegiatan
pendidikan dalam aktivitas penyelenggaraan pendidikan.
Habermas salah satu tokoh pemikir Jerman yang memberikan sebuah solusi
terhadap problem relasi ideologis dengan mengangkat aspek komunikasi. Berpijak
pada akar pemikiran Marxisme, Habermas berusaha meneropong fenomena kaum
borjuis dalam kapitalisme kontemporer. Ia mencoba mengungkap penindasan
gaya baru, bukan lagi merujuk pada hubungan ekonomi instrumental antara
majikan dengan buruh, melainkan hubungan tindakan instrumental antara Negara/
kaum borjuis dengan civil society.
Tindakan
instrumental
inilah
yang
berkembang
seiring
dengan
industrialisasi dan kapitalisme ekonomi pada abad ke-18 di Eropa. Kesadaran
rasional yang kritis berusahaditindas dan dimatikan dengan menghadirkan
kesadaran “palsu”, kesadaran yang mengorientasikan tindakan kepada tujuan
bukan kepada reason. Kesadaran palsu kemudian mengarahkan civil society pada
tindakan instrumental yang pada akhirnya mendukung posisi Negara/ kaum
borjuis untuk mempertahankan kekuasaannya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Habermas sendiri bukanlah tokoh yang pemikirannya konsen pada problemproblem pendidikan. Namun pemikirannya mempunyai implikasi lebih lanjut ke
banyak bidang, termasuk bidang pendidikan. Dengan membawa semangat
emansipatoris, untuk menciptakan civil society yang bebas dari penindasan,
hegemoni dan dominasi yang dilakukan oleh Negara dan kaum borjuis.
Bila
dipetakan
dalam
pembagian
cabang
filsafat
yaitu
ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Pemikiran habermas yang berimplikasi pada
pendidikan masuk kepada cabang epistemologi dan aksiologi. Pemikiran
komunikasi Habermas berusaha untuk memberikan jalan instrumental agar
pengetahuan yang didapat dan diinternalisasi dalam proses kegiatan belajar
mengajar bebas dari upaya hegemoni dan dominasi. Melalui mekanisme
komunikasi interaktif, posisi guru dengan dengan peserta didik menjadi setara.
Serta terhindar dari relasi mengobjekkan yang biasa dilakukan guru kepada siswa.
Sedangkan dalam aksiologi, Habermas mengusung transformasi sosial
sebagai sebuah jargon pendidikan. Proses belajar mengajar harus menjanjikan
output pendidikan berupa perbaikan kehidupan manusia berupa tindakan-tindakan
sosial yang nyata dan bermanfaat untuk keberlangsungan hidup namusia.
Tindakan sosial yang menekankan pemahaman rasional manusia akan
mengeleminasi tindakan instrumental yang menekankan kepada tujuan semata.
Dikarenakan adanya implikasi-implikasi teoritis antara teori komunikasi
Habermas dengan pendidikan. Maka tulisan selanjutnya akan membicarakan
beberapa implikasi pemikiran Habermas di dalam dunia pendidikan termasuk
relevansi teori komunikasi habermas dengan KTSP sebagai kurikulum pendidikan
nasional.
4.1
Pendidikan Berbasis Demokrasi
Pengusahaan dan penyelenggaraan pendidikan, terutama pendidikan formal
merupakan tugas yang harus dilakukan dan dijalankan oleh pemerintah.
Pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin pemerataan kesempatan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan demi tuntutan
kehidupan. Kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pendidikan merupakan hal
yang bersifat public interest. Oleh sebab itu, pemerintah berwenang membuat
regulasi terkait otoritas pemerintah berada dalam penyelenggaraan pendidikan.
Namun wewenang yang dilakukan oleh pemerintah sangat potensial untuk
disalahgunakan. Secara umum digambarkan dalam beberapa poin berikut
(Patricia, 1983, p. 55)
1. Individu mendapatkan hak konstitusional untuk dapat mengakses
pendidikan sebagai tanggung jawab seorang warga Negara. Kemudian
akan menjadi sebuah problem politis ketika segala kebutuhan akan
pengetahuan yang didapatkan di dalam pendidikan harus sejalan dengan
tujuan pemerintah yang telah disusun didalam kurikulum forum nasional.
Hal tersebut otomatis menghilangkan kesempatan mengangkat potensi
dan kondisi lokal yang ada.
2. Sebagaimana kebijakan pemerintah terkait pendidikan dan kurikulum,
sangat rentan terhadap kepentingan politik. Dalam bentuk negatifnya
peraturan yang bersifat dominasi dan beberapa jenis otoritas struktur
hirarkis. Penuh dengan kerahasiaan serta tipu muslihat dalam proses
transfer pengetahuan.
3. Peraturan pemerintah yang berlaku di dalam kurikulum berskala nasional
akan mereduksi potensi aktivitas dan pembelajaran yang bersifat lokal.
Habermas dalam teori komunikasi menekankan bahwa aspek bahwa
manusia mempunyai hubungan yang setara dalam komunikasi. Dalam hal ini
Habermas meniadakan situasi subjek-objek. Serta adanya ruang kebebasan dalam
proses komunikasi tanpa adanya paksaan dan tekanan. Hubungan komunikasi
yang interaktif dapat menciptakan keterbukaan relasi yang dapat mengajak
partisipasi aktif di dalam proses komunikasi. Lebih jauh terkait kebijakan
pemerintah yang diimplementasikan ke dalam kurikulum pendidikan, Habermas
menekankan pentingnya aspek komunikasi dalam tindakan komunikatif sangat
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
ditekankan adanya partisipasi warga negara yang demokratis. Hal tersebut
ditandai dengan ajakan partisipasi aktif warga negara untuk ikut serta dalam
penentuan kurikulum pendidikan nasional.
Setidaknya ada dua peran warga Negara terhadap pendidikan, yaitu:
1. Partisipasi
warga
negara
dalam
pengembangan
kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass-roots memberikan ruang
terbuka kepada warga negara untuk ikut serta dalam pengembangan
kurikulum. Desentralisasi pengembangan kurikulum memungkinkan
adanya kompetisi dalam peningkatan mutu dan sistem pendidikan yang
dapat melahirkan output pendidikan berupa manusia yang mandiri dan
kreatif.
2. Partisipasi warga negara dalam pengawasan dan pengevaluasian
kurikulum. Proses kurikulum yang berlangsung secara terpadu dan
berkesinambungan untuk pencapaian tujuan dalam pendidikan yang telah
digariskan di dalam kurikulum. Evaluasi kurikulum meliputi: komponenkomponen analisis kebutuhan dan studi kelayakan, perencanaan dan
pengembangan, proses pembelajaran, revisi kurikulum dan research
kurikulum, (Rusman, op.cit, p. 498).
Peran warga negara bukan hanya sekedar ikut serta aktif dalam diskursus,
namun juga lebih luas lagi. Warga Negara berhak pula dalam pengembangan,
pelaksanaan serta pengawasan terhadap jalannya penyelenggaraan pendidikan.
Demokrasi berperan mereposisi porsi pemerintah, agar posisi mereka setara
dengan unsur-unsur masyarakat yang ada. Dengan demikian hegemoni, dominasi
serta kepentingan politik penguasa yang mengintervensi ke dalam pendidikan
dapat dihindarkan. Demokrasi juga berperan agar proses tersebut dapat berjalan
berkelanjutan sebagaimana mestinya.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
4.2
Tindakan Komunikatif Menuju Pendidikan dialogis
Habermas sendiri bukanlah tokoh yang menggeluti kurikulum praktis,
namun implikasi teori tindakan komunikatif adalah menjadikan tindakan
komunikatif sebagai instruksi praktis yang didasarkan kepada kurikulum dengan
basis kognitif berdasarkan atas argumentasi.
Non-reflexive learning takes place in action contexts in which implicitly
raised theoretical and practical validity claims are naively taken for
granted and accepted or rejected without discursive consideration.
Reflexive learning takes place through discourses in which we thematize
practical validity claims that have become problematic or have been
rendered problematic through institutionalized doubt, and redeem or
dismiss them on that basis of arguments. (Habermas, 1975, p. 15)
Berangkat dari pembelajaran reflexive learning, pembelajaran berbasis
diskursus dan argumentatif merangsang proses kognitif dan moral reasoning.
Mencapai otonomi manusia melalui proses pembelajaran interaktif dalam
pendidikan. Habermas focus terhadap pengembangan teori tindakan komunikatif
dan reason melalui pendekatan intersubjektivitas yang didasarkan pada bahasa
dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa dalam komunikasi sehari-hari inilah yang
kemudian menghubungkan antara reason dengan kondisi realitas sosial
masyarakat.
Proses komunikasi berfungsi mendekatkan proses reasoning pembelajaran
dengan kondisi sosial masyarakat. Mendekatkan pengetahuan yang bersifat teori
dengan teknik aplikasinya di lapangan. Eksplorasi Habermas kemudian
direlasikan terhadap proses pembelajaran yang memasukkan pembelajaran
‘highest forms’ yaitu diskursus self-reflexive dalam pembelajaran kolektif
(Raymon, Carlos, 2002, p. 120). Diskursus tersebut berusaha mengangkat
pembelajaran sebagai basis dasar kompetensi sosial, berangkat dari hal yang
berkaitan dengan individu menuju hal yang berkaitan dengan masyarakat.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah formal, implementasi
pengajaran berbasis dialogis dapat terimplementasi dalam beberapa tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Perencanaan, yaitu tahap analisis mengenai kebutuhan-kebutuhan sumber
belajar sekolah yang menjadi karakteristik dalam setiap kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang ada. Dengan melakukan penetapan
sumber belajar yang akan digunakan baik terkait konsep serta output
yang dihasilkan. Kemudian pengembangan yang kemudian menjadi
rujukan untuk mengakomodasi kegiatan belajar mengajar. Tentunya
dengan mengajak peran partisipai aktif unsur-unsur pendidikan seperti,
kepala sekolah, guru, siswa, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah
dan sebagainya.
2. Tahap pelaksanaan, yaitu proses pembelajaran, dimana kegiatan belajar
mengajar antara guru dengan siswa berdasarkan relasi setara subjek
dengan subjek. Kegiatan belajar mengajar disajikan dengan pembelajaran
interaktif, berusaha menciptakan ruang dialog dalam proses reasoning.
Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan refleksif terkait materi
pelajaran yang ada.
3. Tahap evaluasi, yaitu proses dimana perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar ditinjau. Sejauh mana proses pembelajaran
telah menghasilkan output yang sesuai dengan harapan seluruh pihak.
Baik dalam hal input maupun output pendidikan berupa prakteknya ke
masyarakat.
Proses dialogis yang tercipta mampu memberikan ruang terbuka,
memposisikan setiap unsur-unsur pendidikan untuk berpartisipasi aktif dalam
pendidikan. Memberikan ruang eksplorasi proses belajar mengajar untuk
mengajak siswa berpartisipasi aktif. Dengan proses dialogis mampu memberikan
proses kognitif dan reasoning yang mengarahkan pendidikan ke arah yang lebih
baik.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
4.3
Teori kritis pendidikan menuju transformasi sosial
Pendidikan kritis dilatarbelakangi oleh sistem kapitalisme dan kesenjangan
struktural yang berakibat pada adanya hegemoni. Kapitalisme melestarikan
hegemoni dengan mencegah krisis motivasi, legitimasi, identitas, politik dan
ekonomi. Ideologi yang melingkupi dan diimplementasikan ke dalam pendidikan
dimaknai Habermas sebagai “penindasan terhadap kepentingan umum”. Kritik
ideologi yang digaungkan oleh Habermas merupakan kritik terhadap cara kerja
kekuasaan dan dominasi dalam masyarakat kapitalis.
Kritik ideologi dirancang untuk membongkar kerja ideologi dalam berbagai
lingkup kehidupan manusia yang yang berorientasi kepada kepentingan pribadi
dengan menatasnamakan kepentingan kepentingan bersama. Teori kritis
mengusulkan agenda pendidikan untuk memliliki metodenya sendiri terutama
kritik ideologi dan riset aksi. Riset aksi memberikan kekuasaan kepada mereka
untuk bergiat dalam konteks pendidikan karena merupakan motor riset dan
praktis. Dengan demikian, riset aksi diklaim dapat memberdayakan dan bersifat
emansipatoris .
Habermas berpendapat bahwa pengetahuan memiki beragam kepentingan
karena pengetahuan beroperasi di dalam masyarakat. Kepentingan sendiri
memiliki fungsi ideologis dimana dapat digunakan untuk mempertahankan
kekuasaan penguasa dan dapat memelihara status quo. Pengetahuan merupakan
proses yang ditentukan oleh kekuasaan sosial yang kemudian didukung oleh
komunitas akademis/ institusi pendidikan.
Teori kepentingan pembentuk pengetahuan (knowledge-constitutive interest)
berusaha untuk menyingkap kepentingan dalam situasi tertentu dan menyelidiki
kepentingan tersebut dengan mengidentifikasi sampai dimana kepentingan itu
menciptakan keadilan dan demokrasi. Tujuan teorinya bersifat transformatif yakni
mengubah masyarakat dan individu menuju tatanan sosial demokratis (Palmer,
2003, p. 385).
Dengan melahirkan masyarakat egalitarian yang adil dengan
mengangkat aspek kebebasan individu dan kolektif.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Dalam konteks teori tindakan komunikatif, Habermas berusaha untuk
memikirkan ulang pencerahan (enlightenment) reason dan implikasinya terhadap
pembelajaran kolektif (collective learning) (Ibid.
p. 137-138). Awal pijakan
Habermas adalah memberikan status dukungan kepada diskusus dengan ciri
dialog argumentasi rasional. Habermas kemudian menuliskan.
“Only when certain domains of discourse are institutionalized to such an
extent that under specifiable conditions a general expectation exists, that
discursive conversations will be initiated, can they become systematically
relevant mechanism of learning for a given society.” (Habermas, 1973, p.
25)
Dalam perspektif di atas, institusi pendidikan merupakan bagian dari unsur
diskursus yang berkontribusi sepenuhnya dalam pembelajaran kolektif. Dalam
diskursus, penekanan “validity claims” sebagai pengujian sistematis terhadap
argumentasi rasional yang baik dapat menjadi proses rasional untuk mewujudkan
transformasi sosial.
Berangkat dari filsafat analitik speech act theory yang menekankan bahwa
bahasa telah menjadi bagian dari realitas sosial. Bahasa bukan hanya merujuk
pada objek semata melainkan merujuk kepada tindakan-tindakan sosial. Speech
act theory kemudian dikembangkan oleh Habermas melalui aspek illocutionary
dengan tindakan komunikatif, dimana tindakan komunikatif berorientasi kepada
pemahaman (understanding).
Merujuk pada pendekatan tindakan komunikatif, bahwa di dalam
pendidikan proses pembelajaran teori dalam proses belajar mengajar harus
merujuk kepada tindakan-tindakan sosial. Tindakan komunikatif dalam proses
belajar menuju titik pemahaman (understanding) harus menyentuh praktis.
Habermas menekankan bahwa pendidikan merupakan instrumen untuk
melakukan transformasi sosial. Ruang komunikasi yang terbuka, menciptakan
diskursus dengan argumentasi rasional merupakan proses rasionalisasi terhadap
kesadaran manusia (scientization). Transformasi sosial hasil tindakan yang oleh
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Habermas berasal dari proses komunikasi terbuka yang hadir dari ruang diskursus
yang interaktif, emansipasif, dan setara. Setiap pemahaman (understanding)
dijadikan argumentasi rasional menuju diskursus. Lalu berkembang menjadi
tindakan komunikatif ketika apa yang dikatakan menjadi tindakan konkrit di
dalam ranah sosial dan masyarakat.
4.4
Relevansi KTSP Dengan Teori Komunikasi Jürgen Habermas
4.4.1 KTSP Mengangkat Pendidikan yang Humanis
Sudah menjadi tradisi lingkaran Mazhab Frankfrut bahwa mereka
memandang apatis terhadap perkembangan rasionalitas dan pencerahan.
Munculnya kapitalisme dan industrialisme telah mengilusi kesadaran manusia.
Pengetahuan dan teknologi menjadi penindasan gaya baru pada masyarakat
modern. Kritik tajam dilontarkan oleh Mazhab Frankfrut, khususnya oleh
Habermas yaitu tentang paradigma rasio instrumental yang berkembang seiring
kapitalisme.
Setiap kesadaran dan tindakan manusia diarahkan untuk mencapai produksi
atau tujuan secara efisien. Potensi yang muncul kemudian menjadi manipulatif
terhadap realitas. Kesadaran dan tindakan manusia diarahkan kepada persoalan
“how” sehingga problem yang muncul bukan problem pengetahuan melainkan
problem teknis tanpa adanya nilai-nilai.
Kapitalisme tingkat lanjut kemudian memanifestasikan rasio instrumental
sebagai instrumen penyeragaman dan pembendaan kesadaran manusia dengan
menciptakan kebutuhan-kebutuhan palsu. Kapitalisme tingkat lanjut kemudian
melumpuhkan kesadaran kritis yang kemudian semakin menjaga status quo kaum
kapitalis. Masyarakat modern mungkin melihat bahwa mereka bebas namun
nyatanya mereka terbelenggu (Donny Gahral, op.cit. p. 73).
Melihat problem tersebut Habermas memunculkan teori komunikasi sebagai
jawaban atas problem tersebut. Mengganti rasio instrumental dengan rasio
komunikatif yang mampu menjadi kesadaran kritis untuk membebaskan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
masyarakat modern dari ilusi rasionalitas dan pencerahan. Dengan merangsang
kesadaran kritis atas rasio, manusia modern dapat terbebas dari dominasi dan
hegemoni kaum kapitalis. Menjadikan tiap individu otonom, kreatif, independen,
menuju eksplorasi diri sesuai apa yang mereka inginkan.
Dengan berpijak pada kesadaran kritis, diusunglah pendidikan humanis
berupaya
memberikan
penyadaran
kepada
peserta
didik
agar
mampu
mengeksplorasi potensi individu semaksimal mungkin. Tanpa adanya pemaksaan,
dominasi dan hegemoni yang mengarah kepada penyamarataan di dalam
pendidikan.
Pendidikan humanistik membantu peserta didik menemukan diri mereka
sendiri dengan member penghargaan atas inovasi dan kreatifitas yang ada.
Kurikulum yang
bersifat
humanistik
menolak
upaya-upaya
pemaksaan,
penekanan, dominasi dan hegemoni yang ada pada pendidikan dengan
mengarahkan pendidikan sebagai proses reasoning. Melalui komunikasi yang
terbuka, kurikulum yang bersifat humanis merupakan jalan pembebasan dalam
mengembangkan partisipasi aktif, keterlibatan, hak suara peserta didik, dan
perwujudan kebebasan eksistensial individu serta kolektif.
Pendidikan yang humanistik memposisikan guru sebagai fasilitator untuk
membangkitkan kesadaran kritis dan refleksif peserta didik. Karena setiap
individu diyakini memiliki kemampuan dan potensi yang alamiah. Peran
komunikasi dalam hal ini dibangun antara guru dengan peserta didik adalah
komunikasi yang terbuka dan saling percaya.
Kurikulum dalam pendidikan humanistik mengintegrasikan domain afektif
(emosi, kepribadian dan nilai) dengan domain kognitif (intelektual dan
kemampuan siswa) dengan ciri sebagai berikut (Rusman, op.cit. p. 36).
1. Partisipasi. Adanya persetujuan, pembagian, negosiasi, dan tanggung
jawab bersama.
2. Integrasi. Adanya interaksi keterbukaan, kesamaan pikiran, perasaan dan
tindakan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
3. Relevansi. Kebutuhan pembelajaran berhubungan dengan kebutuhan
dasar dan manfaat emosional serta intelektual peserta didik.
4. Self. Diri adalah objek pembelajaran yang diakui.
5. Goal. Tujuan sosial adalah untuk mengembangkan kesetiaan sosial.
Habermas mengandaikan adanya keluaran/ output dari pendidikan berupa
individu-individu
yang
otonom,
mampu
menyadari
adanya
penindasan,
ketidakadilan, hegemoni dan dominasi yang dilakukan oleh penguasa. Kesadaran
yang dilakukan oleh individu menjadi sebuah langkah emansipatoris, yaitu
penyadaran kritis atas penindasan menuju pada kesadaran rasional. Proses
pembebasan tersebut kemudian diimplementasikan pada ranah praktis di
masyarakat.
Implementasinya
berupa
tindakan-tindakan
sosial
untuk
menghilangkan segala bentuk penindasan yang ada dan membelenggu
masyarakat. Tindakan tersebutlah yang kemudian menjadi jalan pembebasan
untuk kehidupan manusia yang lebih baik.
Hal tersebutlah yang kemudian diakomodasi oleh KTSP. Pendidikan
dijadikan langkah awal emansipatoris dengan pengembangan siswa sebagai
individu yang unik didukung oleh terciptanya ruang komunikasi yang terbuka.
Pengetahuan yang didapatkan kemudian dapat diterapkan melalui tindakan praktis
di masyarakat. Keterbukaan ruang komunikasi inilah yang kemudian mampu
menghilangkan bentuk penindasan, hegemoni dan dominasi. Harapan manusia
yang diinginkan oleh Habermas dan oleh KTSP adalah manusia yang mampu
mengembangkan potensi dirinya, baik eksistensi kedirian dalam individu maupun
dalam sosial masyarakat.
4.4.2 KTSP Mengangkat Pembelajaran Interaktif
Komunikasi memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran dalam
pendidikan. Adanya distingsi antara aspek pendidikan teori dengan pendidikan
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
praktis serta distingsi antara guru dengan peserta didik dapat dihubungkan dengan
komunikasi. Prinsip pembelajaran Dialogis menjadi salah satu prinsip yang
melandasi KTSP, baik dalam metode pembelajaran guru dengan peserta didik
maupun penyusunan tujuan-tujuan pengajaran di dalam kurikulum pendidikan.
Dengan pembelajaran dialogis akan tercipta suasana belajar mengajar yang
interaktif antara guru dengan siswa.
KTSP merupakan jenis kurikulum yang berusaha untuk menciptakan ruang
demokrasi
dengan
relasi
komunikasi.
Hal
tersebut
untuk
menjamin
penyelenggaraan pendidikan yang tidak diskriminatif, menjunjung tinggi nilai
Hak Asasi Manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Merujuk kepada UU no 20 Tahun 2003 yaitu
Pasal 4 ayat 1
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai cultural dan kemajemukan.
Pasal
tersebut
juga
memberikan
landasan
demokratis
terhadap
penyelenggaraan kondisi belajar mengajar antara guru dengan siswa di dalam
kelas. Relasi yang dibangun antara guru dengan siswa harus bersifat dialogis.
Komunikasi kepada siswa menjadi strategi menciptakan proses belajar yang
edukatif, komunikatif agar menciptakan hubungan yang harmonis. Guru
memegang peranan penting sebagai fasilitator untuk membangunkan potensipotensi siswa. Komunikasi menciptakan situasi belajar mengajar berorientasi
kepada siswa.
Berikut merupakan perbandingan kelebihan KTSP dengan Kurikulum
sebelumnya (Kurikulum 1994) (Ibid. p. 498).
KTSP
No
1
Guru
menjadi
pembimbing,
pelatih
Kurikulum 1994
pengajar, Guru
sebagai
pengajar,
dan pembimbing, dan pelatih
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
pengembang kurikulum
2
Pembelajaran berbasis kompetensi Pembelajaran berbasis konten (isi)
sehingga
siswa
dalam
proses sehingga peserta siswa dipandang
yang sebagai kertas putih yang perlu
perkembangannya
berkelanjutan dari seluruh aspek ditulis
kepribadian,
sebagai
dengan
pemekaran pengetahuan
sejumlah
(transfer
ilmu
of
terhadap potensi-potensi bawaan knowledge)
sesuai dengan kesempatan belajar
yang ada dan dikembangkan oleh
lingkungan
3
Guru
sebagai
fasilitator
bertugas
lingkungan
yang Guru
sebagai
penyampai
yang
menentukan
mengondisikan kurikulum
untuk
memberikan segala sesuatu yang terjadi di
kemudahan belajar siswa
dalam kelas sehingga cenderung
mendominasi
4
Berpusat
pada
siswa
(student Berpusat
center)
pada
guru
(teacher
center)
Hal tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip metode pengajaran materi yang
diusung oleh Habermas dalam prinsip pendidikan, pembentukan pengetahuan,
terutama transfer pengetahuan dari guru kepada murid di dalam kelas (Palmer,
2003, p. 389) yaitu:
1. Perlunya kegiatan yang bersifat kooperatif dan kolaboratif.
2. Kegiatan belajar mengajar berdasarkan diskusi (discussion-based work).
3. Perlunya belajar mandiri melalui pengalaman dan flesibel.
4. Perlunya belajar melalui diskusi.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
5. Perlunya pembelajaran atas pemahaman dan penyelidikan terhadap
lingkungan.
6. Perlunya aktivitas pemecahan masalah.
7. Perlunya mengangkat hak siswa untuk berbicara.
8. Perlunya guru untuk bertindak sebagai intelektual transformatif.
4.4.3 KTSP Sebagai Kurikulum Pendidikan Berbasis Masyarakat
Penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab Negara yang
diregulasikan oleh pemerintah. Begitu juga dalam mengimplementasikan nilainilai atau norma terkait identitas kebangsaan harus diimplementasikan oleh
pemerintah dalam sebuah regulasi kebijakan publik. Salah satu produk kebijakan
publik adalah KTSP sebagai pedoman kerangka pendidikan dalam proses
mengajar. Bagi habemas, kebijakan public tersebut harus mengakomodir civil
society.
Sebuah kebijakan publik bagi Habermas tidak akan lepas dari system politik
dalam membuat dan merancang sebuah regulasi. System politik yang baik bagi
Habermas adalah keterbukaan intitusi terhadap input yang berasal dari opini civil
society atau masyarakat luas. Mengajak masyarakat luas ikut serta dalam
merancang kebijakan akan memberikan legitimasi rasional terhadap setiap
regulasi dan kebijakan yang telah hasilkan. Dengan begitu setiap regulasi dan
kebijakan yang menjadi output dalam mekanisme system politik dapat diterima
secara rasional oleh masyarakat yang rasional pula.
Dengan menjunjung tinggi asas demokrasi, persamaan, kebebasan
perpendapat, keadilan sosial dan persaudaraan dapan merangsang terbentuknya
emansipasi aktif individu dan kolektif di dalam merancang pendidikan.
Pendidikan sebagai sebuah sistem terbuka memberikan kesempatan kepada unsur
masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Sesuai
dengan UU No 20 Tahun 2003 yang menjadi dasar penyelenggaraan KTSP.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Pasal 4 ayat 2
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
system terbuka dan multimakna.
Pada pasal di atas dapat memberikan pengertian bahwa pendidikan dengan
system yang terbuka menjadikan perubahan pendidikan bersifat dinamis.
System yang terbuka dapat menyesuaikan perubahan dan dinamika sosial yang
ada dan terjadi di masyarakat.
Pasal 8
Masyarakat
berhak
berperan
serta
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Pasal 54
Ayat 1
Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan,
kelompok,
keluarga,
organisasi
profesi,
pengusaha,
dan
organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan.
Kedua pasal tersebut mengajak peran aktif masyarakat untuk ikut serta aktif
dalam penyelenggaraan pendidikan. Karena pendidikan merupakan system
terbuka yang multi makna sejalan dengan salah satu prinsip penyelenggaraan
pendidikan nasional. Lebih lanjut peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berbasis masyarakat diatur kemudian dalam
pasal 55
Ayat 1
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada
pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan
sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat
Ayat 2
Penyelenggara
pendidikan
berbasis
masyarakat
mengembangkan
dan
melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan
pendanaan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Dalam proses penyusunan KTSP, terdiri dari beberapa unsur-unsur
pendidikan yaitu guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, narasumber,
serta pihak masyarakat yang terkait. Supervisi dengan melibatkan dinas provinsi
yang bertanggung jawab di bidang pendidikan (Rusman, op.cit. p. 497).
Dalam proses penyusunan, melalui diskursus yang mensejajarkan posisi
unsur-unsur terkait. Pemerintah hanya berperan sebagai pihak penyelenggara dan
pengarah, sementara unsur-unsur terkait, termasuk masyarakat diberikan porsi
yang sama untuk berbicara dan mengeluarkan usul serta gagasan terkait dengan
penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum dilakukan secara desentralisasi
(pada tiap satuan pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama
menentukan standa pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum. Setiap institusi
pendidikan diberikan hak untuk mengeksplorasi pengembangan kurikulum sesuai
kondisi geografis, sosial, serta cultural sesuai kebutuhan yang ada.
Dengan mekanisme penyusunan tersebut, dapat membuka ruang emansipasi
serta menghilangkan potensi hegemoni dan dominasi yang mungkin dapat terjadi.
Dengan demikian arah pendidikan mampu terintegrasi dalam pemahaman
(understanding) menuju konsensus. Diskursus sendiri harus melandaskan pada
argumentasi rasional yang dapat diuji validitasnya. Menghilangkan segala hal
pengaruh kepercayaan dan keyakinan yang sifatnya transendental.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Sebagai sebuah proses,
pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk kepribadian individu
dalam konteks aktualisasi diri, konteks bermasyarakat serta dalam konteks
bernegara. Manusia sebagai makhluk berakal budi mempunyai kebutuhan akan
nilai,
norma,
serta
pengetahuan.
Penyelenggaraan
pendidikan,
terutama
pendidikan formal harus mampu menjamin transfer nilai, norma serta
pengetahuan berjalan berdasarkan kebutuhan aktualisasi diri individu. Aktualisasi
diri sebagai sebuah subjek-nature manusia.
Pendidikan merupakan proses pembentukan karakter serta potensi manusia
sebagai individu
yang unik. Pendidikan
merupakan
momentum untuk
memperoleh pencapaian kehidupan manusia. Membantu mengarahkan dan
memfasilitasi manusia dalam kehidupan personal maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Termasuk aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, serta berbangsa
dan bernegara.
Pendidikan persekolahan atau pendidikan formal termasuk salah satu jenis
pendidikan berdasarkan bentuknya. Pendidikan persekolahan atau pendidikan
formal adalah salah satu bentuk pendidikan yang dibuat dan diselenggarakan oleh
negara. Pendidikan persekolahan atau pendidikan formal merupakan pendidikan
bersistem, dimana terdapat kerangka-kerangka acuan yang dibentuk dan
diterapkan pada penerapan sistem pembelajarannya.
Dalam proses pendidikan ini dapat disimpulkan berdasarkan tiga tahap.
Tahap pertama adalah tahap masukan dimana pada tahap ini menyentuh
perencanaan pendidikan sebagai sebuah regulasi (termasuk dalam perencanaan
kurikulum) yang dibuat dan dicanangkan oleh Negara. Pada tahap ini perlunya
sebuah diskursus rasional yang mengajak seluruh unsur-unsur pendidikan untuk
berpartisipasi aktif dalam perencanaan tersebut. Penekanan terhadap ruang
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
komunikasi yang terbuka akan menciptakan kesetaraan dalam diskursus sehingga
meniadakan dominasi dan hegemoni serta membuka ruang emansipasi.
Tahap kedua adalah tahap penerapan/ implementasi dimana regulasi yang
telah direncanakan dalam sebuah rancangan pendidikan dijalankan dalam ruangruang kelas. Implementasi akan menyentuh domain afektif dan kognitif.
Menciptakan posisi relasi antara guru dan peserta siswa. Peran teori komunikasi
Habermas adalah menciptakan ruang komunikasi dialogis antara guru dan siswa.
Komunikasi yang terbuka, setara, dan disertai dengan kepercayaan akan
menciptakan relasi komunikasi interaktif untuk merangsang kesadaran rasional
yang humanistik demi perkembangan kemampuan siswa.
Tahap ketiga adalah tahap keluaran dan evaluasi dimana setiap proses
pendidikan mengharapkan eksistensi manusia yang berlanjut ke dalam
masyarakat. Menjadikan pengetahuan bukan serta merta teori yang didapatkan
dibangku sekolah, melainkan pengetahuan yang mampu menciptakan transformasi
sosial. Pengetahuan dapat diaplikasikan dalam teknologi yang mampu
mempermudah kehidupan manusia. Bila dalam tahap ini perencanaan dan
penerapan pendidikan belum berjalan maksimal maka evaluasi mutlak diperlukan
agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara berkelanjutan.
Pemikiran Habermas memberikan dukungan teori dalam pendidikan
terutama relevansi teori komunikasi Habermas dengan KTSP. Habermas dan
KTSP dalam beberapa hal yaitu:
1. Menjadikan pendidikan sebagai pembelajaran kritis sebagai langkah
menciptakan kesadaran emansipatoris terhadap realitas sosial.
Habermas dan KTSP sama-sama mengusulkan terciptanya ruang
komunikas yang terbuka agar diskursus dalam tahap perencanaan,
pengajaran pendidikan, dan evaluasi yang tercipta lepas dari motif
penguasa, yaitu menjadikan pendidikan sebagai pembenaran
kebijakan penguasa.
2. Menciptakan pengajaran yang berbasis dan berorientasi terhadap
kebutuhan siswa. Disinilah Habermas dan KTSP sama-sama setuju
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
bahwa aspek komunikasi antara guru dengan siswa harus setara
(hubungan subjek dengan subjek). Pengajaran materi memerlukan
guru sebagai fasilitator dengan melihat siswa sebagai individu yang
memiliki potensi unik di dalam dirinya. Dengan terciptanya kondisi
pengajaran interaktif kesadaran kritis siswa dapat terbentuk sebagai
sebuah kesadaran rasional. Memberikan tempat agar siswa mampu
mengembangkan potensi yang dimiliki seluas-luasnya.
3. Habermas dan KTSP sama-sama menginginkan agar pendidikan
menghasilkan keluaran/ output berupa individu yang peka terhadap
kondisi realitas di dalam masyarakat. Keduanya sama-sama
menekankan bahwa pendidikan bukan hanya apa yang diajarkan di
ruang kelas, melainkan tindak lanjutnya berupa tindakan konkrit
yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Mampu membebaskan
masyakat
dari
ketertindasan
yang
ada.
Dengan
demikian
pengetahuan dapat dirasakan melalui tindakan-tindakan praktis.
Cita-cita awal KTSP yang sejalan dengan semangat gerakan reformasi
Indonesia diperkuat secara teoritis oleh teori komunikasi Habermas. Kesamaankesamaan yang ada pada teori komunikasi Habermas secara tidak langsung
berimplikasi bahwa cita-cita KTSP sejalan dengan cita-cita teori komunikasi
Habermas. Teori komunikasi Habermas sebagai kritik terhadap modernisme
sejalan serta memperkuat KTSP sebagai sebuah kurikulum pendidikan.
5.2
Kritik dan Saran
Dalam teori komunikasi yang digagas oleh Habermas, seolah coba
menawarkan sebuah jalan keluar dari problem pendidikan, dominasi serta
hegemoni yang diterapkan oleh pemerintah dalam dunia pendidikan. Namun
nyatanya Habermas memiliki beberapa kekurangan yaitu:
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
1. Habermas menggunakan kacamata yang terlalu politis dalam melihat
kaitan antara pemerintah dengan masyarakat. Dalam kaitannya
dengan pendidikan Habermas terlalu naif melihat problem
pendidikan sebagai problem ideologi antara kaum borjuis/ penguasa
dengan masyarakat sehingga tidak mampu melihat keberagaman
aspek yang mungkin dapat ditemukan selain aspek politis. Seperti
aspek budaya.
2. Habermas seakan menawarkan jalan komunikasi sebagai satusatunya jalan penyelesaian melalui prosedural diskursus kemudian
tercapailah sebuah konsensus dalam kerangka demokrasi. Habermas
tidak melihat bahwa aspek disensus juga merupakan unsur penting
dalam
menciptakan
iklim
demokrasi.
Kerangka
demokrasi
seharusnya diletakkan dalam kerangka fondasi yang labil guna
menghindarkan pada asas fondasional yang justru mengarah kepada
terbentuknya hegemoni dan dominasi baru.
3. Habermas
seakan
berupaya
untuk
menegasikan
kebijakan
pemerintah. Terlalu curiga atas kebijakan pemerintah yang seolah
diandaikan oleh Habermas, pemerintah berusaha untuk mengarahkan
peserta didik untuk membenarkan kebijakan. Hal tersebut keliru,
karena Habermas tidak dapat memungkiri bahwa peran pemerintah
sangat besar dalam penyelenggaraan pendidikan terutama dalam hal
pembiayaan fasilitas pendidikan.
Lebih jauh penulis berusaha untuk merefleksikan kembali kondisi dunia
pendidikan nasional di era orde baru. Pemerintah pada saat itu menjadikan
pancasila sebagai alat pelanggeng kekuasaan. Upaya pelanggengan tersebut terjadi
di ruang kelas, di sekolah, di dalam kurikulum yang seharusnya memberikan
rangsangan pembelajaran kritis namun yang ada adalah pembelajaran pasif. Tidak
ada proses kegiatan belajar mengajar dengan dialog aktif, kritis, dan rasional.
Berusaha menyamaratakan pengajaran tanpa memandang potensi yang dimiliki
setiap individu.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Setelah reformasi 1998, dunia pendidikan seakan “alergi” terhadap
pengajaran pancasila yang pernah dilakukan sebelumnya. Traumatik terhadap
nilai-nilai pancasila yang dinilai akan kembali menjadi alat dominasi dan
hegemoni kaum penguasa. kondisi yang ada sekarang warga Negara telah
kehilangan identitas kebangsaan dan persatuan dengan berlandaskan terhadap
kebhinekaan. Hal ini kemudian rentan disusupi oleh ajaran-ajaran terorisme.
Saya setuju dengan pidato mantan presiden BJ Habibi ketika peringatan hari
kesaktian pancasila tahun 2011 yang menyatakan bahwa pancasila bukanlah milik
segelintir penguasa, bukanlah milik segelintir era pemerintah, melainkan milik
bangsa Indonesia seutuhnya. Ideologi pancasila harus diselenggarakan sebagai
identitas kebangsaan, merujuk teori komunikasi Habermas bahwa ruang
komunikasi harus terbuka dalam pengajaran pancasila. Keterbukaan interpretasi,
keterbukaan pemaknaan, keterbukaan proses belajar mengajar dalam pengajaran
pancasila. Dengan demikian akan menjaga ideologi pancasila bersih dari upaya
politisasi yang dilakukan untuk kepentingan penguasa dan golongan.
Reaktualisasi dan revitalisasi pengajaran Pancasila di sekolah bukan sekedar
mengajarkan Pancasila kembali, melainkan menghidupkan pengajaran nilai-nilai
kebangsaan sebagai sebuah bentuk pemaknaan nilai-nilai kehidupan. Pemahaman
mengenai nilai-nilai kebangsaan dan persatuan bukan sekedar pelajaran yang
harus dihafalkan melainkan upaya untuk menghayati kembali nilai-nilai Pancasila
sebagai ideologi bangsa yang terbuka pemaknaannya.
Penguatan kembali nilai-nilai Pancasila harus didukung oleh semua pihak yaitu
unsur-unsur pendidikan yang terkait. Pancasila sebagai sebuah ideologi
kebangsaan juga dituntut untuk mampu menjawab tantangan-tantangan global
tanpa adanya tendensi kepemilikan Pancasila kepada golongan-golongan tertentu
ataupun penguasa. Reaktualisasi dan revitalisasi Pancasila harus didukung oleh
kurikulum pendidikan yang mumpuni dan berkelanjutan agar penanaman nilainilai kebangsaan berjalan dinamis, terbuka dan berkelanjutan.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku Utama
Anwar, Kasful dan Hendra Harmi. (2011). Perencanaan Sistem Pembelajaran
KTSP. Bandung: Alfabeta.
Habermas, J. (1973). Theory and Practice (J. Viertel, Trans.). Boston: Beacon.
1973
----------------. (1975). Legitimation Crisis (T. McCarthy, Trans.). Boston: Beacon.
----------------. (1984). The Theory of Communicative Action, Vol. 1: Reason and
the Rationalization of Society (T. McCarthy, Trans.). Boston: Beacon.
----------------. (1989). The Structural Transformation of the Public Sphere: An
Inquiry into a Category of Bourgeois Society (T. B. a. F. Lawrence,
Trans.). Cambridge, MA and London: MIT Press. (Original work
published in 1962.).
----------------. (1990). Moral Consciousness and Communicative Action (C. a. N.
Lenhardt & Shierry Weber, Trans.). Cambridge, MA and London: MIT
Press.
----------------. (1998). On the Pragmatics of Communication (M. Cook, Ed.).
Cambridge, MA, and London: MIT press.
----------------. (1996). Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse
Theory of Law and Democracy (W. Rehg, Trans.). Cambridge, MA and
London: MIT Press.
Mulyasa. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Buku-Buku Penunjang
Apple, Michael W. (2004). Ideologi and Curriculum. New York:
RoutledgeFalmer.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Bertens. (1981). Filsafat Barat Dalam Abad XX. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Best, Steven dan Kellner, Douglas. (1991). Postmodern Theory. New York:
Guilford Press.
Dale, Roger. (1989). The State and Education Policy. Milton Keynes. UK: Open
University Press.
Dewey, J. (1916). Democracy and Education. New York: Free Press/Macmillan.
1916
Gahral Adian, Donny. (2001). Arus Pemikiran Kontemporer. Yogyakarta:
Jalasutra.
Gordon, James. (2005). Habermas: A Very Short Introduction. New York: Oxford
University Press.
Hardiman, F. Budi. (2007). Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Morrow, Raymond Allen dan Carlos Alberto Torres. (2002). Reading Freire and
Habermas: critical pedagogy and transformative sosial change. New
York: Teachers College.
Nazir, Muhammad. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
O’Neill, William F. (2001). Ideologi-Ideologi Pendidikan, Trans and edit. Omi
Intan Naomi. California: Goodyear Publishing Company.
Palmer, Joy A. (2003). 50 Pemikir Pendidikan: Dari Piaget Sampai Masa
Sekarang. Trans and edit. Farid dan Hari. Yogyakarta: Penerbit Jendela.
Patricia White. (1983). Beyond Domination. New York: Routledge.
Rusman. (2009) Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Thomassen, Lasse. (2010). Habermas: A Guide For The Perplexed. New York:
Continuum International.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Tilaar. (1999). Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ward, Glen. (2003). Teach yourself postmodenisme, Mc. Graw Hill.
Whitehead, Alfred North. (1967). The Aims of Education. New York: The Free
Press.
William, Gorden. (1987). Communication: Personal and Public. Sherman Oaks,
CA: Alfred.
Wingo, G Max. (1974). Philosophies of Education: An Introduction. New Delhi:
Sterling Publishers.
Undang-Undang
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
----------------. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.
----------------. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta.
----------------. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta.
----------------. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tentang
Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta.
Universitas Indonesia
KTSP sebagai..., Hery Dwi Prasetyo, FIB UI, 2011
Download