BOOK_Umbu Tagela_Orientasi ke dalam profesi keguruan_Bab III

advertisement
BAB III
SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL
3.1 Profesi Guru sebagai Profesi yang Terbuka
Menurut pendapat para ahli, ada hal yang membedakan antara
pekerjaan biasa (okupasi) dengan pekerjaan yang menuntut kemampuan
profesional penuh. Perbedaan tersebut terletak pada beberapa karakteristik,
diantaranya adalah kepemilikan kompetensi, sertifikasi, akreditasi, dan lisensi.
Dengan adanya beberapa syarat tersebut, maka seorang Sarjana Pendidikan
(S.Pd.) yang lulusan dari Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK),
belum tentu dapat menjadi guru bila tidak punya persyaratan itu. Sejalan
dengan menguatnya tuntutan derajad keprofesian dalam segala aspek
kehidupan, pekerjaan dan jabatan; para pemangku jabatan dan pekerjaan di
bidang kependidikan sibuk melakukan gerakan peningkatan kemampuan
terutama dalam segi keahlian khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran,
dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam
memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan (guru) serta menuntut
keprofesionalan pada bidang tersebut.
Guru adalah tenaga profesional yang memiliki citra yang baik di
tengah masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan Soetjipto dan Kosasi
(1999) demikian: ”Apabila seorang guru dapat menunjukkan citra kepada
masyarakat, maka ia layak menjadi panutan atau teladan bagi masyarakat
sekelilingnya. Masyarakat akan melihat sikap dan perbuatan guru itu seharihari, apakah memang ada yang patut diteladani. Apakah guru meningkatkan
pelayanan dan pengetahuan, memberi arahan dan dorongan kepada siswa,
bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik
dengan siswa, sejawat serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian
masyarakat luas. Karenanya menyandang predikat guru tidak hanya dituntut
memiliki kemampuan intelektual saja, tetapi juga diperlukan kepribadian
matang yang dapat diteladani oleh banyak orang.”
45
Oleh sebab itu jabatan guru memerlukan beberapa persyaratan
khusus, meskipun jabatan guru termasuk dalam kategori profesi terbuka yang
dapat dimasuki oleh semua orang. Kriteria persyaratan yang disusun oleh
National Educational Association (NEA) dipakai sebagai acuan, meliputi
jabatan yang:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Melibatkan intelektual.
Menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus.
Memerlukan persiapan profesional.
Memerlukan latihan dalam jabatan.
Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
Menentukan baku-mutu sendiri.
Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
Mempunyai organisasi profesi.
3.2 Kriteria Jabatan Guru Versi National Educational Association/ NEA
Kriteria jabatan guru dirumuskan secara rinci oleh Asosiasi
Pendidikan Amerika Serikat sebagai berikut:
(1) Jabatan Guru melibatkan kegiatan intelektual.
Pembelajaran melibatkan upaya yang sifatnya sangat didominasi
oleh kegiatan intelektual. Kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini
merupakan dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional
lainnya. Oleh sebab itu, pembelajaran disebut sebagai ibu dari semua
profesi (Sudirman, 2000).
(2) Jabatan Guru menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
Semua profesi mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan
anggotanya dari orang awam, dan memungkinkan anggota mengadakan
pengawasan. Soetjipto dan Kosasi (1999) menyatakan anggota suatu
profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahliannya dan
melindungi masyarakat dari salah guna, amatiran yang tidak terdidik, dan
kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya orang-orang
46
yang tidak bertanggungjawab yang membuka praktik dokter). Namun
belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari
pendidikan (education) atau keguruan (teaching).
Terdapat berbagai pendapat tentang apakah pembelajaran
memenuhi persyaratan kedua ini. Individu yang bergerak di bidang
pendidikan menyatakan bahwa pendidikan keguruan telah
mengembangkan bidang khusus yang sangat penting dalam
mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang
berpendapat pendidikan belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus
yang dijabarkan secara alamiah. Kelompok pertama (Usman, 2001)
percaya bahwa pembelajaran adalah suatu sains (science), sementara
kelompok kedua mengatakan pembelajaran adalah suatu kiat (art).
Namun, dalam Encyclopedia of Educational Research, terdapat bukti
bahwa pendidikan secara intensional mengembangkan batang tubuh
ilmu khusus. Sebaliknya ada juga yang berpendapat ilmu pendidikan
sedang dalam krisis identitas karena batang tubuhnya tidak jelas,
batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge yang samarsamar (Sanusi dkk, 1991). Sebaliknya, ilmu perilaku (behavioral
sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat
dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensional
dan menggunakan metodologi yang jelas; sedangkan ilmu pendidikan
kurang terdefinisi dengan baik.
Disamping itu, ilmu dalam pembelajaran masih banyak yang belum
teruji validitasnya dan belum disetujui oleh sebagian besar ahlinya
(Semiawan dkk., 1998) sebagai hasilnya, banyak orang awam seperti
juga ahlinya selalu berdebat dan berselisih, bahkan terkadang
menimbulkan pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari bidang ilmu yang
belum terdefinisi dengan baik ini adalah isi dari kurikulum pendidikan
guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, walaupun telah
mulai disamakan dengan menentukan beberapa topik inti yang wajib ada
dalam kurikulum (Whitty, 2006). Untuk melangkah kepada jabatan
profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam
47
membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru atau
guru harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan potensial yang
bekerjasama, dan bukan didikte oleh kelompok yang berkepentingan,
misalnya oleh Yayasan atau Kantor Dinas Pendidikan Nasional beserta
jajarannya (Soetjipto & Kosasi, 1999).
(3) Jabatan Guru memerlukan persiapan profesional yang cukup lama.
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini, yang
membedakan jabatan profesional dengan jabatan non profesional antara
lain terletak pada penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada
yang diatur universitas atau melalui pengalaman praktik dan
pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama,
pendidikan melalui pendidikan tinggi disediakan untuk jabatan
profesional. Sedangkan yang kedua, pendidikan melalui pengalaman
praktik dan pemagangan atau campuran pemagangan dan tatap muka
diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Sahertian, 2000).
Danumihardja (2003) mengajukan beberapa kriteria untuk mencapai
status profesional, yakni: 1) Adanya kemampuan menyelesaikan
masalah dengan menerapkan pengetahuan (knowledge) dan
keterampilan (skills) yang diakui masyarakat sebagai dasar untuk
menyelesaikan masalah. 2) Mampu mengambil inisiatif sendiri tiap saat
bila diperlukan tentang apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan tanpa
memerlukan pendapat dan saran orang lain. 3) Memiliki kreativitas dan
kemampuan menciptakan sesuatu. 4) Memiliki kemampuan memberi
pelayanan bagi yang membutuhkannya. 5) Bertindak sesuai dengan
kode etik profesi.
Kelompok guru dan orang yang berwenang di lembaga pendidikan
berpendapat bahwa persiapan yang cukup lama amat perlu untuk
mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan
memenuhi kurikulum LPTK, yang terdiri dari pendidikan umum,
pendidikan profesional, pendidikan khusus, sekurang-kurangnya empat
tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK) ditambah dua tahun bagi guru
48
yang mengajar di level S1 untuk meningkatkan kualifikasi pendidikannya
di jenjang S2, dan tiga tahun lagi di level S3 bagi guru yang mengajar di
level S2 (Soetjipto & Kosasi, 1999).
(4) Jabatan Guru memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai
jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai
kegiatan latihan profesional baik yang mendapat penghargaan kredit
maupun tanpa kredit. Sekarang bermacam-macam pendidikan
profesional tambahan diikuti guru yang menyetarakan dirinya dengan
kualifikasi pendidikan yang telah ditentukan. Dilihat dari berbagai alasan
di atas, jelas kriteria keempat ini dapat dipenuhi bagi persyaratan
sebagai profesi guru (Soetjipto & Kosasi, 1999).
(5) Jabatan Guru menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karir permanent
merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa pembelajaran
adalah jabatan profesional. Banyak guru junior yang bertahan selama
satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu pindah ke
pekerjaan lain yang menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Namun di
Indonesia kelihatannya tidak begitu, walaupun bukan berarti jabatan guru
di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya karena
lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan
demikian kriteria ini dapat dipenuhi jabatan guru di Indonesia
(Danumihardja, 2003).
(6) Jabatan Guru menentukan baku mutu (standard) sendiri.
Tiap anggota profesi dianggap sanggup membuat keputusan
profesional berhubungan dengan pekerjaannya. Profesional biasanya
membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan
tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang
beberapa hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan yang
berhubungan dengan pelanggan (kliennya). Sebetulnya pengawasan
luar adalah musuh alam dari profesi, karena membatasi kekuasaan
profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar yang menurut Blau
49
dan Scott dalam Soetjipto dan Kosasi (1999) dikatakan bahwa
“Professional service ... requires that the [professional] maintain
independence of judgment and not permit the clients' wishes as
distinguished from their interests to influence his decisions”. Seorang
profesional mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat
penilaian, sebaliknya tidak demikian dengan klien, sebagaimana ditulis
Whitty (2006) “…and the clients are not qualified to evaluate the service
he/ she needs”. Profesional yang membolehkan kliennya mengatakan
apa yang harus dikerjakan akan gagal dalam memberi layanan yang
optimal.
(7) Jabatan Guru lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
Jabatan guru adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi,
tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam
membentuk kehidupan yang lebih baik bagi warga negara di masa
depan. Jabatan guru telah dikenal secara universal sebagai jabatan yang
anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain,
bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan.
Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap
baik oleh individu yakni mendapatkan kepuasan rohaniah daripada
kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun, tidak berarti guru dibayar lebih
rendah tetapi juga jangan mengharapkan cepat kaya bila memilih jabatan
guru. Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan
ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik (Soetjipto & Kosasi, 1999).
(8) Jabatan Guru lebih mempunyai organisasi profesi.
Semua profesi dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat
untuk mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Jabatan
guru memenuhi kriteria ini. Di Indonesia ada Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru
taman kanak-kanak sampai pada dosen dan guru besar di pendidikan
tinggi, dan ada pula Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang
mewadahi seluruh sarjana pendidikan.
50
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan bab VI pasal 28 menyebutkan bahwa pendidik: 1) Harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. 2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) Kompetensi
sebagai agen pembelajaran atau jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial. 4) Seseorang
yang tidak memiliki ijazah dan atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan
dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan
kesetaraan.
Profil guru menggambarkan kualitas yang perlu dimiliki seorang guru,
yang meliputi:
1) Kepribadian meliputi: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak yang tinggi, memiliki rasa kebangsaan yang tinggi, jujur
dalam berkata dan bertindak, sabar dan arif dalam menjalankan profesi,
disiplin dan kerja keras, cinta terhadap profesi, memiliki pandangan
positif terhadap peserta didik, inovatif, kreatif dan memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi, gemar membaca dan selalu ingin maju, demokratis, bekerja
secara profesional dengan peserta didik, sejawat dan masyarakat,
terbuka terhadap saran dan kritik, cinta damai, memiliki wawasan
internasional.
2) Pengetahuan dan pemahaman profesi kependidikan tentang: peserta
didik, teori belajar dan pembelajaran, kurikulum dan perencanaan
pengajaran, budaya dan masyarakat sekitar sekolah, filsafat dan teori
pendidikan, evaluasi, teknik dasar dalam mengembangkan proses
belajar, teknologi dan pemanfaatannya dalam pendidikan, penelitian,
51
3)
4)
moral, etika dan kaidah profesi.
Pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi meliputi: cara
berfikir disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya, teori, konsep dan
prosedur utama dalam disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya, cara
mengembangkan disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya, cara
mengembangkan materi dan bahan ajar, penelitian dalam disiplin ilmu.
Kemampuan dan keterampilan profesi dalam: mengembangkan dan
merencanakan pembelajaran, menggunakan berbagai metode dan
teknik pembelajaran, menerapkan berbagai teori dan prinsip pendidikan
dalam proses pembelajaran, menggunakan bahasa yang dipahami
peserta didik, mengelola kelas dan menciptakan suasana belajar yang
kondusif, memotivasi dan mengaktifkan peserta didik untuk belajar,
mengembangkan dan menggunakan media, alat bantu dan sumber
belajar, menilai kemajuan belajar peserta didik, membantu mengatasi
kesulitan belajar peserta didik baik secara kelompok maupun individual,
memanfaatkan lingkungan sosial-budaya peserta didik untuk
meningkatkan proses pembelajaran, mengembangkan materi dan bahan
ajar, berkomunikasi dengan sejawat dan masyarakat secara
professional, menggunakan teknologi untuk mencari informasi dan mengembangkan proses pembelajaran,
melaksanakan administrasi
sekolah, menerapkan etika dan kaidah-kaidah profesi.
Muhibbin Syah (2001) mengatakan bahwa dalam menjalankan
kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman
kecakapan yang bersifat psikologis, yang meliputi:
1)
Kompetensi kognitif guru (kecakapan ranah cipta).
Kompetensi ranah cipta merupakan kompetensi utama yang wajib
dimiliki oleh setiap calon guru dan guru profesional. Pengetahuan dan
keterampilan ranah cipta dikelompokkan ke dalam dua kategori: (a) Ilmu
pengetahuan kependidikan, yang menurut sifat dan kegunaannya,
disiplin ilmu kependidikan ini terdiri atas dua macam, yaitu pengetahuan
52
kependidikan umum yang meliputi ilmu pendidikan, psikologi pendidikan,
administrasi pendidikan dan pengetahuan kependidikan khusus meliputi
metode pembelajaran, teknik evaluasi, metodik khusus pengajaran
materi tertentu dan sebagainya. (b) Ilmu pengetahuan materi bidang
studi, yang meliputi semua bidang studi yang akan menjadi keahlian atau
pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Dalam hal ini, penguasaan atas
pokok-pokok bahasan materi pelajaran yang terdapat dalam bidang studi
yang menjadi bidang tugas guru adalah mutlak diperlukan.
2)
Kompetensi afektif guru (kompetensi ranah rasa).
Kompetensi ranah ini meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi
seperti cinta, benci, senang, sedih, dan sikap serta perasaan diri yang
berkaitan dengan profesi keguruan. Sikap dan perasaan itu meliputi: (a)
konsep diri dan harga diri guru, yang mana konsep diri adalah totalitas
sikap dan persepsi seorang guru terhadap diri sendiri; sedangkan harga
diri guru diartikan sebagai tingkat pandangan dan penilaian seorang guru
mengenai diri sendiri berdasarkan prestasinya. Guru yang profesional
memerlukan konsep diri yang tinggi. Guru yang demikian, dalam
pembelajaran akan lebih cenderung memberi peluang luas kepada siswa
untuk berkreasi. Oleh karena itu, untuk memiliki konsep diri yang positif,
para guru perlu berusaha mencapai prestasi akademik setinggi-tingginya
dengan cara banyak belajar dan terus mengikuti perkembangan zaman.
(b) Efikasi diri, adalah keyakinan guru terhadap keefektifan kemampuan
sendiri dalam membangkitkan gairah dan kegiatan siswa. Kompetensi
ranah rasa ini berhubungan dengan kompetensi ranah rasa lainnya yaitu
kemampuan guru dalan berurusan dengan keterbatasan faktor di luar
dirinya ketika ia membelajarkan siswa. Artinya, keyakinan guru terhadap
kemampuannya sebagai pengajar profesional bukan hanya dalam
menyajikan materi pelajaran di depan kelas saja, melainkan juga dalam
mendayagunakan keterbatasan ruang, waktu, dan peralatan yang
berhubungan dengan proses pembelajaran, diri dan efikasi kontekstual
guru.
53
3)
54
Kompetensi psikomotor guru: Kompetensi psikomotor guru meliputi
segala keterampilan atau kecakapan jasmaniah yang pelaksanaannya
berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar.
Download