UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Permendiknas Nomor 8 Tahun 2009 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Guru bukan belum merupakan profesi yang banyak diminati oleh lulusan SLTA. Rata-rata yang masuk ke LPTK bukan merupakan pilihan pertama. Disisi lain lulusan terbaik dari LPTK sendiri seringkali justru enggan menjadi guru, mereka memilih profesi lain yang lebih menjanjikan. Terbatasnya program untuk pengembangan Karir Guru, banyak guru yang tidak naik golongan IV/b karena tidak bisa menulis karya tulis ilmiah, ada 334.000 orang guru yang golongannya terhenti di IV/a. Jumlah guru yang sangat besar yaitu 2.783.321 orang (sekitar 477.000 orang di Depag). Dari jumlah tersebut guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 /D-IV cukup besar sebanyak 63,1%. Guru akan pensiun tahun 2010 s/d 2015 sebanyak ± 300.000 dan memerlukan penggantinya. Dari jumlah tersebut yang terbesar adalah kebutuhan guru SD. Sementara itu saat ini justru jumlah lulusan LPTK terbanyak adalah guru bidang studi untuk SMP, SMA, SMK. Pendataan guru belum sepenuhnya selesai, sulit mengetahui supply and demand. Terutama guru swasta sangat sulit untuk di lakukan pendataan secara tepat. Distribusi guru belum merata. Di pusat kota umumnya berlebih, sementara di wilayah pinggiran sangat kurang. Kondisi ini berdampak pada banyak guru yang mis match dan guru tidak memenuhi jam minimal 24 jam mengajar per minggu Saat ini di Indonesia terdapat lebih 342 LPTK negeri dan swasta dalam berbagai bentuk dan tersebar di seluruh Indonesia yang pemetaannya belum sepenuhnya dilakukan secara detail. Sementara itu juga terjadi disparitas kualitas, rentangan kualitas LPTK-LPTK tersebut sangat lebar, ditambah lagi sebarannya tidak merata. Dislokasi besar-besaran dari sumber-sumber yang sebelum terjadi konversi sepenuhnya diperuntukkan bagi pengembangan program pendidikan calon guru dan tenaga kependidikan lainnya. Pengangkatan dosen baru diutamakan dari lulusan non kependidikan, tugas belajar bagi dosen di dorong ke program non kependidikan, sehingga bidang kependidikan menjadi terabaikan. Ada kecenderungan LPTK menerima calon mahasiswa sebanyak-banyaknya, kurang memperhatikan kualitas input dan keseimbangan dengan kapasitas layanan sehingga dikhawatirkan kualitas lulusan tidak terjaga. Tidak ada mekanisme untuk mengendalikan “supply and demand”. Program studi yang ada di LPTK tidak sinkron/ linear dengan mata pelajaran dan program keahlian yang ada di lapangan. Contoh: di LPTK program studi seni rupa, seni music, seni tari, sementara di lapangan di butuhkan seni budaya. Di SMK ada program keahlian kelautan, multi media, tapi tidak ada LPTK yang memiliki program studi tersebut. Guru dalam melaksanakan PBM, melaksanakan 4 fungsi: sebagai pekerja kerajinan, pekerja industri, pekerja professional, dan pekerja seni (Wise, DarlingHammond, McLaughlin, and Bernstein (1984) Empat karakteristik peran guru ini menuntut guru harus memiliki watak sebagai “a learning person”. Yakni, seseorang yang senantiasa harus terus belajar sepanjang hayat masih dikandung badan. Tugas melaksanakan pengajaran, harus pula menjadi proses pembelajaran bagi guru sendiri. Guru harus memiliki berbagai latar belakang dan pengetahuan yang mencakup: kurikulum dan proses pembelajaran, filsafat dan fondasi pendidikan, psikologi pendidikan, manajemen kelas, tehnik assessment dan evaluasi, dan penguasaan bidang studi tertentu. Lembaga Pendidikan Guru perlu mengembangkan standard bagi program penyiapan guru yang mencakup, antara lain: a) pengetahuan dan ketrampilan untuk memahami pesertadidik dan bagaimana mereka belajar; b) memahami dan menguasai materi dan metodologi pengajaran guna mengembangkan proses pembelajaran yang bermakna; c) memahami dan menguasai bagaimana cara mengevaluasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan; d) memiliki kemampuan melakukan refleksi; e) melaksanakan kolaborasi, khususnya dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran. Guru profesional harus dipersiapkan berdasarkan dua prinsip. 1. penyatuan penguasaan materi dengan pedagogik, psikologi dan etika filsafat pendidikan. 2. praktik pengajaran yang menekankan pada kemampuan untuk memahami dan menyesuaikan dengan kebutuhan pesertadidik guna memberikan kesempatan pada mereka berkembang secara optimal, dari pada pencapaian kemampuan jangka pendek. Untuk ini, calon guru perlu mengalami ”apprenticenship” agar mereka tidak hanya menguasai materi dan metoda mengajar tetapi juga memahami kultur sekolah. Komponen utama yang harus muncul dalam program pendidikan profesi guru, yaitu: 1) Keserasian dan integrasi dari berbagai mata kuliah dan praktik lapangan di sekolah. Konsep ini membutuhkan hubungan kemitraan antara LPTK dengan sekolah; 2) Supervisi praktik pengajaran yang intensif atas integrasi antara bidang studi dan pedagogik, sebagai upaya mengkaitkan antara teori dan praktik. Integrasi ini memiliki makna bahwa program pendidikan guru harus memadukan secara serasi antara dua bentuk pengetahuan: formal-teoritis dan lentur-praktis; dan 3) Mengembangkan kerjasama yang harmonis antara lembaga pendidikan guru dan sekolah. Hoban (2004) mengajukan empat aspek dalam pola pikir pengembangan pendidikan guru, yakni: a) berbasis kurikulum pendidikan tinggi, b) berbasis jaringan kerja antara sekolah dan perguruan tinggi, c) jaringan sosio-kultural diantara peserta, dan, d) jaringan individu yang memperteguh jati diri seorang guru. Feiman-Nemser (1990) dengan mengidentifikasi lima orientasi program pendidikan guru, yakni, a) Berorientasi akademik yang menekankan pada tanggung jawab untuk melaksanakan transmisi pengetahuan, dengan mengedepankan imej pengajaran yang baik dengan mentor dan modeling; b) Berorientasi praktik pengajaran yang memfokuskan apprentiship praktik mengajar di sekolah dengan bimbingan guru senior; c) Berorientasi pada guru yang efektif yang dikembangkan sebagai hasil penelitian guru yang efektif; d) Berorientasi pada pengembangan individu guru sebagai fasilitator untuk mengembangkan kemampuan pesertadidik secara optimal dengan menciptakan kondisi belajar-mengajar di kelas; dan, e) Berorientasi pada pengembangan guru yang kritis terhadap isu-isu keadilan sosial di masyarakat. Pengembangan profesi guru ke depan harus mempertimbangkan prinsip-prinsip, sebagai berikut: Berpusat pada masyarakat. Menekankan Refleksi Kritis. Menekankan Pengembangan profesional, intelektual dan personal. Mementingkan pengalaman yang bermakna. Menekankan pada pengetahuan dan pemahaman yang majemuk. Guru yang efektif mesti menguasi materi yang akan disajikan kepada para pesertadidik. Menekankan pada personalized learning.