Etik | 31 UPAYA MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING Etik [email protected] Drs. Nyoto Harjono, M.Pd. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar-FKIP Universitas Kristen Satya Wacana ABSTRAK Berdasarkan pengamatan terhadap kegiatan belajar matematika kelas 3 terlihat kesulitan siswa dalam menggunakan operasi hitung perkalian dan pembagian mata pelajaran matematika yang diduga menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika pada siswa kelas 3 semester II SD N 12 Salatiga. Dengan kondisi ini maka peneliti akan menerapkan modeldiscovery learning dalam upaya meningkatkan proses dan hasil belajar matematika pada siswa kelas 3 semester II. Dengan diterapkannya model discovery learning diharapkan proses aktivitas pada guru dan siswa dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar matematika. Setelah dilaksanakan penelitian maka proses aktivitas guru pada siklus I mendapatkan skor rata-rata 2,6 atau 65% (cukup) sedangkan siklus II mendapatkan skor rata-rata 3,31 atau 82% (baik). Proses aktivitas siswa siklus I mendapatkan skor rata-rata 3,09 atau 77% (baik) pada siklus II mendapatkan skor rata-rata 3,53 atau 88%(baik). Dengan meningkatnya proses aktivitas guru dan siswa maka Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Pada siklus I dari 19 siswa tuntas atau 63% dan 11 atau 37% tidak tuntas dengan rata-rata nilai kelas 73, pada siklus II sebanyak 30 siswa tuntas atau 100% dengan rata-rata kelas 83. Dari proses dan hasil belajar tersebut dapat dikatakan bahwa penggunaan model discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas 3 semester II. Kata kunci : Proses Belajar, Hasil Belajar, Discovery Learning 32 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017 PENDAHULUAN Kegiatan manusia sehari-hari hampir tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri maupun saat berkelompok. Dalam kegiatan belajar tersebut tidak akan terlepas dari belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:54), hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Sedangkan menurut Mulyasa (2008), hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman langsung. Sedangkan menurut Hudojo (2005), matematika sebagai suatu obyek abstrak tentu saja sangat sulit dapat dicerna anak-anak Sekolah Dasar. Kesulitan tersebut terjadi karena adanya rumus untuk memecahkan suatu soal sederhana sehingga terlihat rumit dan menyusahkan. Kesuliatan tersebut terbukti dengan ditemukannya suatu permasalah pada siswa SD kelas 3 semester II di SD N 12 Salatiga. Masalah yang dihadapi siswa adalah saat siswa harus mulai menghitung dengan menggunakan rumus ini dapat terlihat dari rendahnya hasil belajar matematikasiswa di SD 12 Salatiga kelas 3 semester II. Dapat dilihat dari hasil belajar matematika 30 siswa hanya 7 anak yang tuntas sesui dengan KKM dan masih 23 siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti akan meningktakan hasil belajar melalui sebuah metode pembelajaran. Model yang akan diterapkan kepada siswa kelas 3 semester II adalah metode discovery learning. Menurut Sardiman (2005:145), model discovery learning adalah model yang menempatkan guru sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa. berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti akan meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 3 semster II dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning. KAJIAN PUSTAKA Hakikat Matematika Matematika sendiri berasl dari bahasa latin “mathemata” yang mempunyai arti sesuatu yang dipelajari. Glover (2006:9), Matematika merupakan suatu pelajaran mengenai angkaangka, pola-pola, dan bangun. Kita biasanya menggunakan Matematika untuk menyelesaikan beragam masalah. Gatot (2011:1,2), terkait dengan pembelajaran Matematika, banyak kecenderungan baru yang tumbuh dan berkembang di banyak negara, sebagai inovasi dan reformasi model pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tantangan sekarang dan mendatang. Jadi dapat disimpulkan bahwa matematika adalah sebuah ide atau gagasan yang membahas tentang pola pikir serta pembuktian yang logis. Secara umum matematika dapat kita pelajari dengan berbagai hal salah satunya dengan pembelajaran matematika di Sekolah, namum pembelajaran matematika di Sekolah tidak semudah yang kita bayangkan, selain siswa yang pola pikirnya masih dalam fase operasional konkret juga kemampuan siswa masih sangat beragam. Di Sekolah dasar banyak guru mengunakan beragam metode dalam pembelajar matematika, ini di tujukan untuk mempermudah siswa dalam memahami pembelajaran matematika. Hasil Belajar Dimyati dan Mudjiono (2006:3), Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi Etik | 33 pelajaran. Dengan kata lain bahwa sebuah hasil belajar hanya dilihat sebagai sebuah nilai dalam bentuk angka atau skor baru setelah itu nilai digunakan untuk melihat penguasaan materi pelajaran yang sudah diterima. Menurut Hamalik (2008:114), Hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu. Menurut pendapat Hamalik dapat dilihat bahwa sebuah hasil belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dan bukan hanya angka yang menjadi patokan untuk melihat suatu hasil belajar dapat dikatakan baik. Sedangkan menurut Mulyasa (2008:75), Hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan prilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman langsung. Dari pendapat Mulyasa sebuah hasil belajar mencakup keseluruhan yang mencakup penilaian baik pencapaian indikator. Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang disebut Hasil Belajar adalah hasil yang dicapai berupa ketercapaian indikator berupa nilai yang didapatkan atau diperoleh siswa dengan menggunakan tes formatif. Model Discovery Learning Pembelajaran discovery learning merupakan proses pembelajaran yang tejadi bila siswa tidak disajikan materi ajar dalam bentuk finalnya, tetapi di harapkan mengorganisasi sendiri. Pengertian discovery learning menurut Sardiman (2005:145), bahwa guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapadat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa sesuai dengan tujuan. Sedangkan menurut Budiningsih (2005:43), Model discovery learning adalah suatu metode yang akan membuat siswa memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut model discovery learning merupakan sebuah model yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan pengetahuan secara kogniti maupun konsep dengan bimbingan guru.Menurut Syah (2004:244) dalam pelaksanaan discovery learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum berikut ini: a) Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah)Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). b) Stimulus (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada suatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu, guru dapat memulai kegiatan proses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan. c) Data Collection (Pengumpulan Data ) Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. d) Data processing (pengolahan data) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya. Selanjutnya ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, 34 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017 diklasifikasikan, ditabulasi bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. e)Verification (pembuktian) Pada tahap ini, peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi, maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu. Sama dengan pendapat Syah dalam Hosnan yang terurai diatas, Achmadi dan Prasetya dalam Ilahi (2010:87) mengemukakan secara garis besar bahwa prosedur pembelajaran discovery learning adalah stimulus, problem statement, data collection, data processing, verification dan generalisasi. Kelebihan Penerapan Model Discovery Learning Model discovery learning dalam penerapannya memiliki kelebihan dan juga kelemahan. Menurut Hosnan (2014:287) model discovery learning meliliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut. Kelebihan model discovery learning dalam pembelajaran antara lain: membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif, menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri, strategi ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja keras sama dengan yang lainnya, berpusat pada peserta didik dan guru berperan bersama-sama aktif dalam mengeluarkan gagasan-gagasan, peserta didik akan mengerti konsep dasar ide-ide lebih baik, mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri, situasi proses belajar menjadi lebih menarik, mendorong keterlibatan keaktifan siswa, menimbulkan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat, dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik, kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar, dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu, melatih siswa belajar mandiri, siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sebab ia berfikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil belajar. Kelemahan Penerpan Model Discovery Learning Adapun kelemahan model discovery learning sebagai berikut: 1. Model discovery learning menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan siswa untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak dan berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada dirinya akan menimbulkan frustasi. 2. Metode ini tidak efisien untuk mengajr jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemechan maslaha lainya. 3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini tidak akan tercapai jika berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara belajar cara lama. 4. Pembelajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep kertampilan dan emosi secara seluruh kurang Etik | 35 mendapat perhatian. 5. Pada beberapa mata pelajaran seperti ipa kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. 6. Tidak memberikan kesempatan untuk berfikir tentang sesuatu yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi dengan guru telaten untuk menutun sisiwa sehingga siswa yang tadinya masih terbiasanya dengan cara belajar lama dapat menyessuaikan diri dengan belajar yang lebih aktif dan dapat menemukan penemuanpenemuan baru. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas atau PTK. Menurut Rubiyanto (2009:108), PTK adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran, berupa tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas, tindakan tersebut diberikan oleh seorang guru atau diarahkan oleh guru yang dilakukan oleh siswa. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa kelas 3 semester II, yang terbagi kedalam 2 siklus dengan 4 tahapan: a. Perencanaan, b. Pelaksanaan, c. Observasi, d. Refleksi. Yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran model discovery learning. METODE PENELITIAN Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian Penelitian di laksanakan di SD N 12 Salatiga pada 5 September 2016 sampai bulan Desember pada waktu magang semester VII. Dengan subjek yang diteliti adalah siswa kelas 3 semester II mata pelajaran matematika materi menghitung luas dan keliling pada persegi dan persegi panjang. Dengan menggunakan penelitian tindakan kelas yang terbagi kedalam 2 siklus dengan 3 tahapan: a. Perencanaan, b. Observasi dan Pelaksanaan. c. Refleksi. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilaksanakan oleh peneliti adalah : 1. Tes, tes yang digunakan adalah hasil belajar kognitif dalam bentuk tes soal pilihan ganda. 2. Observasi, Observasi yang digunakan untuk mendapatkan data tentang pencapaian pengajar dalam pemberian treatment di dalam kelas dengan menggunakan lembar observasi guru dan siswa. 3. Dokumentasi, Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun dokumen-dokumen baik tertulis, gambar, maupun elektronik. Dalam penelitian ini yang paling utama adalah dokumen berupa gambar kegiatan siswa saat proses pembelajaran. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pra Siklus Pada deskripsi prasiklus ini, di jelaskan kondisi awal proses dan hasil belajar matematika sebelum peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning. Peneliti menemukan permasalahan yang dihadapi siswa adalah rendahnya proses dan hasil belajar matematika kelas 3 semester II. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh proses belajar yang masih berpusat pada guru dan keterbatasan sumber belajar siswa. Pada aktivitas guru dari l8 kategori yaitu 1). Guru memberikan pertanyaan untuk merangsang siswa berfikir. 2). Siswa memperhatikan ketika guru memberikan pertanyaan. 3. Siswa terangsang untuk berfikir dan membaca materi. 4). Siswa mampu menjawab apersepsi/motivasi. 5). Guru menyampaikan rumusan masalah 6). Siswa mengidentifikasi 36 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017 masalah dari penelitian yang dilakukan. 7). Siswa merumuskan hipotesis. 8). Siswa mengumpulkan data yang relevan dengan kegiatan penelitian. 9). Siswa mencatat hasil dari pengumpulan data. 10). Guru mengamati dan membimbing kerjasama dalam kelompok. 11). Siswa bekerjasama untuk mengolah data yang diperoleh. 12). Siswa berdiskusi untuk menafsirkan hasil data yang diperoleh. 13). Siswa mempraktekkan langkah-langkah kegiatan penelitian yang diberikan guru dengan benar. 14). Siswa menganalisis data yang diperoleh dari kegiatan penelitian. 15). Siswa membuktikan hipotesis yang telah ditetapkan. 16). Siswa berdikusi dalam membuat kesimpulan dari hasil data yang sudah di analisis. 17). Siswa menghubungkan kesimpulan dari penelitian dengan prinsip yang sudah ada atau prinsip umum. 18). Guru melibatkan siswa dalam membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran. Dengan keterangan tiap skor 1 (kurang), 2(cukup), 3(baik), 4(sangat baik) hanya mendapatkan skor 49 dengan rata-rata skor 2,7(cukup). Pada siswa dari 12 kategori hanya mendaptkan skor 32 dengan rata-rata 2,7(cukup). Sedangkan hasil belajar matematika ulangan harian dari 30 siswa hanya 7 siswa mencapaiKKM dan 23 tindak tuntas bawah KKM. Siklus I Proses Belajar Pada aktivitas guru dan siswa siklus I dari 18 kategori untuk aktivitas guru dan 12 kategori yaitu 1) Siswa duduk di tempat duduk masing-masing. 2) Siswa siap menerima pelajaran. 3) Siswa aktif menanggapi pertanyaan dari guru. 4. Siswa mendengarkan penjelasan guru. 5) Siswa melaksanakan yang diperintahkan oleh guru. 6) Siswa dibagi dalam kelompok. 7) Siswa menjalankan aturan kelas yang disampaikan oleh guru. 8) Siswa aktif saat diskusi. 9) Siswa aktif dalam kegiatan eksperimen. 10) Siswa aktif saat bertanya tentang hal-hal yang belum diketahui. 11) Siswa aktif saat melakukan konfirmasi dengan guru. 12) Siswa mencatat pembelajaran yang sudah dilakukan hari ini untuk aktivitas siswa. Dengan keterangan skor rata-rata 1,00(kurang), 2,00(cukup), 3,00 (baik), 4,00 ( sangat baik )dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini: Tabel 1. Observasi Siswa dan Guru Pada Siklus I Hasil Belajar Setelah pembelajaram dilaksanakan pada 3 kali pertemuan dengan jumlah siswa 30, 19 atau 63% siswa tuntas mencapai KKM dan 11 atau 37% siswa dibawah KKM atau tidak tuntas. Dengan nilai tertinggi 95 dan terendah 34. Siklus II Proses Belajar Pada aktivitas guru dan siswa siklus II dari 18 kategori untuk aktivitas guru dan 12 kategori untuk aktivitas siswa dengan keterangan skor rata-rata 1,00 (kurang), 2,00 (cukup), 3,00 (baik), 4,00 (sangat baik) dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini: Etik | 37 Tabel 2.Observasi Siswa dan Guru Pada Siklus II Hasil Belajar Pada siklus II dilaksanakan pada 3 kali pertemuan dengan jumlah siswa 30, 30 siswaatau 100% siswa dinyatakan tuntas mencapai KKM dengan nilai terendah 75 dan tertinggi 97 dengan rata-rata kelas 83. Analisis Komparatif Proses dan Hasil Penelitian Komparatif proses dan hasil belajar siswa merupakan perbandingan antara proses aktivitas guru dan siswa dengan hasil belajar siswa, perbandingan ini untuk membuktikan apakah proses aktivitas guru dan siswa sejajar dengan hasil belajar matematika siswa kelas 3 semester II dari pra siklus hingga siklus II. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel 3,4 dan 5 dibawah ini. Tabel 3. Aktivitas guru dan siswa pada saat proses pembelajaran matematika. Berdasarkan tabel diatas aktivitas guru dari pra siklus, siklus I, siklus II menujukkan adanya peningkatan pada pra siklus mendapatkan skor rata-rata 2,7 (cukup), siklus I rata-rata 2,6 (cukup), siklus II rata-rata 3,31 (baik). Pada aktivitas siswa menujukkan pada pra siklus rata-rata skor 2,7 (cukup), siklus I rata-rata skor 3,09 (baik) dan siklus II rata-rata skor 3,53 (baik). Pada tabel tersebut antara aktvitas guru dari pra siklus , siklus I dan II menujukkan adanya peningkatan proses belajar. Peningkatan tersebut tidak lepas dari penggunaan metode discovery learning dalam proses belajar mengajar. 38 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017 Tabel 4. Perbandingan hasil belajar matematika SD N 12 Salatiga pada pra siklus, siklus I, siklus II dengan nilai ketuntasan KKM <70. Dari tabel diatas hasil belajar matematika siswa kelas 3 semester II pada pra siklus, siklus I, siklus II dengan menggunakan metode discovery learning menujukkan tingkat ketuntasan belajar matematika pada siklus pra siklus sebanyak 7 siswa atau 23% tuntas sisanya 23 siswa 77% masih di bawah KKM atau belum tuntas, pada siklus 19 siswa tuntas atau 63% mencapai KKM dan 11 siswa 27% dibawah KKM, pada siklus II ketutasan hasil belajar sebayak 30 siswa atau 100% tuntas dengan ketidak tuntasan 0%. Dengan hasil belajar matematika siswa kelas 3 semester II tersebut menujukkan adanya peningkatan hasil belajar. Untuk mengetahui peningkatan apakah hasil belajar sejajar dengan aktivitas guru dan siswa maka peneliti juga akan menampilkan daftar aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas 3 semester II pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Proses dan hasil belajar matematika siswa kelasa 3 semester II. Pada tabel diatas terlihat bahwa peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas 3 semester II sejajar dengan aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa. pada pra siklus aktivitas keberhasilan guru mencapai 67,5% dan siswa mencapai 67,5 % namun presentase keberhasilan hasil belajar matematika siswa kelas 3 masih rendah yaitu 23%. Pada siklus I presentase aktivitas guru mencapai 65% dan presentase aktivitas siswa 77,25%, pada aktivas guru mengalami penurunan namun pada aktivitas siswa mengalami kenaikan dan keberhasilan hasil belajar matematika juga mengalami peningkatan 63%. Sedangkan pada siklus II presentase aktivitas guru mencapai 82% dan aktivitas siswa mencapai 88,25% sedangkan hasil belajar siswa mengalami kenaikan yang tinggi dengan presentase keberhasilan 100%. PEMBAHASAN Proses belajar matematika pada guru dan siswa dari pra siklus, siklus I, siklus II menujukkan adanya peningkatan ini dapat dilihat pada tabel komparatif aktivitas guru dan siswa yang menujukkan peningkatan. Pada aktivitas guru pra siklus mendaparkan skor ratarata 2,7 (cukup), pada siklus I pertemuan ke-1 mendapatkan skor rata-rata 2,3 (cukup), pertemuan ke-2 skor rata-rata 2,7 (cukup) dan pada pertemuan ke-3 skor rata-rata 2,6 (cukup). Etik | 39 Skor rata-rata pada siklus I mencapai 2,6 (cukup), pada siklus I belum dikatakan berhasil karena peneliti mematok keberhasilan dengan skor rata-rata 3,00 (baik), kekurangan pada siklus I akan diberbaiaki pada siklus II sehingga mencapai skor yang ditentukan . Pada siklus II pertemuan ke-1 menujukkan skor rata-rata 3,25 (baik), pertemuan ke-2 skor rata-rata 3,4 (baik) dan pada pertemuan ke-3 skor rata-rata 3,33 (baik). Skor rata-rata pada siklus II mencapai 3,31 (baik) dengan presentase 82%. Karena skor rata-rata pada siklus II sudah sesuai dengan patokan atau melebihi patokan peneliti maka aktivitas guru dikatakan berhasil atau meningkat. Aktivitas siswa juga dinilai sama dengan ketentuan aktivitas guru dengan patokan berhasil skor rata-rata 3,00 (baik). Aktivitas siswa pada pra siklus mencapi skor 2,7 (baik), pada siklus I pertemuan ke-1 mencapai 2,7 (cukup), pertemuan ke-3 3,5 (baik) dan pertemuan ke-3 3,08 (baik) dengan total skor rata-rata 3,09 (baik), pada siklus I ini aktivitas siswa sudah melibi patokan, namun peneliti terus berupaya untuk meningkatkan proses belajar siswa sehingga menjadi lebih baik lagi yaitu pada sikllus II. Pada siklus II pertemuan ke-1 3,6 (baik), pertemuan ke-2 3,5 (baik) dan pada pertemaun ke-3 3,5 (baik) dengan skor rata-rata siklus II mencapai 3,53 (baik). Pada siklus ke II ini hasil aktifitas siswa sudah meningkat melebihi patokan dan dinyatakan proses belajar siswa meningkat atau berhasil. Hasil belajar matematika siswa kelas 3 dengan jumlah siswa 30 dengan KKM 70 dan peneliti menyatakan meningkat jika hasil belajar matematika mencapai 90%. Pada pra siklus, siklus I dan II juga menujukkan adanya peningkatan ini dapat dilihat pada ketuntasan hasil belajar siswa pad siklus 1 dengan jumlah 7 siswa tuntas 23% dan sebanyak 23 atau 77% tidak tuntas, pada siklus II ketuntasan mencapai 19 siswa 63% dan 11 siswa 37% tidak tuntas, pada siklus II sebanyak 30 atau 100% tuntas. Hasil belajar tersebut menujukkan adanya peningkatan hasil belajar. Karena hasil belajar melebihi patokan peneliti maka hasil belajar matematika dinyatakan meningkat atau berhasil. Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari penggunaan model discovery learning dalam proses belajar mengajar. Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat dinyatakan bahwa penggunaan model discovery learning untuk meningkatkan proses dan hasil belajar matematika kelas semester II siswa berhasil atau dinyatakan meningkat sesuai dengan patokan peneliti. Saran Berdasarkan pelaksanaan penelitian yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa penerapan model discovery learning dapat meningkatkan proses dan hasil belajar matematika siswa kelas 3 semester II. Oleh sebab itu penulis memberikan saran : 1. Bagi guru Terinspirasi menerapkan model discovery learning dalam proses pembelajaran, 2. Bagi siswa dengan menerapkan model discovery learning kiranya siswa dapat belajar dengan aktif dan antusias sehingga hasil belajar siswa menigkat, 3. Bagi Sekolah, sekolah sebagai lembaga pendidikan yang formal mengedepankan kreatifitas guru dalam pembelajaran terutama dalam menerapkan metode pembelajaran yang variatif dan inovatif, 4. Bagi peneliti, Bagi peneliti dalam seringkan melakukan penelitian dengan menggunakan metode-metode yang lain yang lebih bervariatif sehingga dapat meningkatkan mutu dari guru. 40 | e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017 DAFTAR PUSTAKA Abdilah. 2002. Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Magelang: Yayasan Indonesiatera. Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Renika Cipta. Dimyanti dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad21. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hudoyo. 1990. Strategi mengajar belajar IPA. Malang : IKIP Malang Mulyasa. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif: Bandung. Alfabeta Wiriatmadja. 2005. Pendekatan Penelitian Tindakan Kelas. Kerja sama PPs UPI – PT. Remaja Rosda Karya.