Peran Analog Nukleos(t)ida dalam Meningkatkan Kesintasan Pada

advertisement
Peran Analog Nukleos(t)ida dalam Meningkatkan Kesintasan Pada Pasien Hepatitis B
yang mengalami Acute on Chronic Liver Failure (ACLF): Sebuah Laporan Kasus Berbasis
Bukti
Jerry Nasarudin
Abstrak
Latar Belakang: ACLF terkait hepatitis B merupakan salah satu penyakit dengan angka
mortalitas yang tinggi. Analog nukleosida merupakan salah satu pilihan terapi pada keadan ini,
namun beberpa penelitian masih mendapatkan hasil yang kontroversial dalam meningkatkan
kesintasan pasien ACLF terkait hepatitis B.
Metodologi: Artikel ini disusun menggunakan bentuk laporan kasus berbasis bukti dengan
menggunakan studi klinis yang ada. Pertanyaan klinis yang kami gunakan adalah “Pada pasien
dengan [Hepatitis B yang mengalami ACLF], bagaimanakah efektivitas [analog
nukleos(t)ida] dalam meningkatkan [kesintasan]?”Semua studi yang dianggap layak lalu
ditelaah dengan menggunakan kriteria dari Center of Evidence Based Medicine (CEBM).
Hasil: Pencarian dengan kata kunci tersebut menghasilkan 2 penelitian yang kami anggap layak
untuk dimasukkan dalam telaah ini. Satu studi mendapatkan hasil yang signifikan penurunan
angka mortalitas dalam 3 bulan, dan satu studi lainnya mendapatkan hasil yang tidak signifikan
dalam kesintasan 3 bulan antara kelompok yang diberikan analog nukeos(t)ida dan yang tidak
diberikan walaupun keduanya mendapatkan hasil yang siginifikan dalam menurunkan angka
rekurensi.
Kesimpulan: Analog nukleos(t)ida mempunyai peran dalam meningkatkan kesintasan dan
menurunkan angka rekurensi pada pasien hepatitis B yang mengalami ACLF.
1
Latar Belakang
Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan masalah kesehatan global didunia. Diperkirakan
sepertiga populasi dunia terpajan virus ini dan 350-400 juta diantaranya merupakan pengidap
hepatitis B.1 Prevalensi lebih tinggi didapatkan pada negara yang berkembang seperti Indonesia.
Di Indonesia berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2007 diperkirakan sepertiga penduduk
Indonesia terpapar hepatitis B. Angka pengidap hepatitis B pada populasi sehat di Indonesia
diperkirakan mencapai 4-20.3%, dengan proporsi pengidap dipulau Jawa lebih rendah
dibandingkan di luar Jawa.2
Acute on Chhronic liver failure (ACLF) merupakan keadaan dengan manifestasi ikterik
dan koagulopati yang meburuk dalam empat minggu dengan kompilikasi berupa asites dan
ensefalopati pada pasien yang sebelumnya terdiagnosis atau belum terdiagnosis penyakit hati
kronik. Penyebab terjadainya keadaan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu infeksi dan non
infeksi. Penyebab infeksi diantaranya reaktivasi hepatitis B atau hepatitis C, sedangkan non
infeksi terbanyak adalah alkohol atau penyebab lainnya seperti penggunaan obat hepatotoksik,
kekambuhan hepatitis autoimun, pembedahan, atau adanya perdarahan esofagus. Hepatitis B
menjadi penyebab infeksi terbanyak terutama di daerah Asia, reaktivasi ini dapat terjadi secara
spontan atau adanya penyebab lain seperti riwayat kemoterapi, atau penggunaan terapi
imunosupresif, atau adanya restorasi imun setelah pemberian terapi antiretroviral pada HIV.3,4
Analog nukleosida seperti lamivudine, entecavir, dan telbivudine mempunyai efek
terapetik pada pasien dengan hepatitis B kronik. Anti viral tersebut dapat menekan replikasi
hepatitis B melalui supresi enzim polimerase HBV sehingga dapat memperbaiki fungsi hati dan
menurunkan angka kejadian fibrosis, sirosis, dan karsinoma hepatoselular. Pada beberapa studi
didapatkan peran analog nukleosida secara signifikan dalam menurunkan jumlah HBV DNA
pada keadaan ACLF terkait hepatitis B namun hal ini tidak secara signifikan menurunkan angka
mortalitas pada pasien dengan ACLF terkait VHB. Artikel ini dibuat dengan tujuan menilai data
yang ada mengenai peran analog nukleos(t)ida dalam meningkatkan kesintasan pasien hepatitis
B yang mengalami ACLF.5,6
2
Kasus Klinis
Pasien adalah seorang wanita 31 tahun, dengan penurunan kesadaran paska seksio sesaria
dengan riwayat sepsis akibat luka operasi terinfeksi. Klinis sepsis perbaikan namun didapatkan
perburukan pada fungsi hati yaitu terjadi peningkatan enzim transaminase, hiperbilirubin, dan
koagulopati. Pasien diketahui dengan riwayat hepatitis B. Pada pasien dicurigai suatu acute on
chronic liver failure pada hepatitis B.
Pertanyaan Klinis
Kami mempertanyakan peran analog nukleos(t)ida dalam meningkatkan kesintasan pada pasien
hepatitis B yang mengalami acute on chronic liver failure (ACLF). Untuk menjawab hal ini
kami memformulasikan pertanyaan klinis berikut, “Pada pasien dengan [Hepatitis B yang
mengalami ACLF], bagaimanakah efektivitas [analog nukleos(t)ida] dalam meningkatkan
[kesintasan]?”
P : Pasien hepatitis B yang mengalami ACLF
I : Analog nukleos(t)ida
C: Tidak diberikan
O: Kesintasan
3
Metodologi
Pencarian jurnal dilakukan dengan menggunakan mesin pencari PubMed pada tanggal 23 Juni
2014 dengan menggunakan kata kunci “Nucleos(t)ide analogue AND Acute on Chronic liver
failure AND hepatitis B” (tabel 1). Hasil pencarian ditampilkan dalam gambar 1.
Tabel 1. Strategi Pencarian pada 23 Juni 2014 dengan Bantuan PubMed
Situs Pencari
Kata Kunci
Hasil
PubMed
Nucleos(t)ide analogue AND Acute on Chronic liver
16
failure AND hepatitis B
Penapisan awal jurnal dikerjakan dengan memasukan kriteria inklusi dan eksklusi. Kami
hanya mengikutsertakan studi pada pasien dewasa yang ditulis dalam bahasa Inggris. Dari
penapisan pertama tersisa tujuh studi. Penapisan berikutnya dilakukan dengan membaca judul
dan abstrak masing-masing artikel untuk menilai apakah studi yang tersebut sesuai dengan
pertanyaan klinis yaitu peran analog nukleos(t)ida dalam memperbaiki kesintasan pada pasien
akut on kronik hepatitis B . Kemudian kami membaca empat naskah yang tersisa, dua studi
diekslusi karena tidak menggunakan kesintasan sebagai luaran akhir. Pada akhirnya kami
menggunakan dua studi dalam artikel ini.
Kedua studi ditelaah dengan menggunakan kriteria validitas dan relevansi dari Center of
Evidence Based Medicine (CEBM). Hasil akhir penilaian ini dapat dilihat pada tabel 2.
4
Gambar 1. Alur Pencarian dan Seleksi Artikel
Tanggal pencarian:
23 Juni 2014
Nucleos(t)ide analogue AND Acute on Chronic
liver failure AND hepatitis B
16
Kriteria inklusi:
 Bahasa Inggris
 Studi pada
populasi
dewasa
Kriteria eksklusi:
 Laporan kasus
 Studi pada hewan
 Studi pada populasi
anak-anak
Pembatasan pencarian
7
Penapisan judul dan abstrak
Kriteria seleksi:
 RFA dan ablasi
microwave digunakan
sebagai intervensi
utama dan tunggal
 Kesintasan sebagai
luaran
4
Penapisan naskah lengkap
2
Tabel 2. Telaah Kritis Studi yang Diikutsertakan
Kriteria
Sampel representatif yang jelas dan berada
Cui et al
Chen et al
+
+
Pemantauan yang cukup lengkap dan panjang
+
+
Kriteria luaran yang objektif
+
+
Penyesuaian untuk faktor-faktor prognostik
-
-
Total nilai validitas
3
3
Domain
+
+
Dampak klinis
+
+
Total nilai aplikabilitas
2
2
Aplikabilitas
Validitas
pada tahap yang sama dalam perjalanan
penyakit mereka
5
Hasil
Kami
menemukan dua studi tentang peran Kedua studi ini merupakan studi kohort dan
dipublikasikan dalam 5 tahun terakhir. Rangkuman kedua studi ini dapat dilihat di tabel 3.
Tabel 3. Rangkuman Studi yang Dianalisis
Cui et al (2010)5
Chen et al (2012)6
104 pasien
106 pasien
68 pasien (33 Entecavir, 34
72 pasien (42 Entecavir, 30
Lamivudine)
Lamivudin)
Kontrol
37 Pasien (tidak diberikan)
34 pasien (Tidak diberikan)
Domain
Pasien Hepatitis B yang
Pasien Hepatitis B yang
mengalami ACLF
mengalami ACLF
Dikerjakan
Tidak dikerjakan
Analog nukleos(t)ida
Analog nukleos(t)ida
Tidak diberikan
Tidak diberikan
Dilakukan setiap minggu dalam
Dilakukan setiap 1-2 minggu
3 bulan pertama dan tiap 3-6
selama 3 bulan pertama dan tiap
bulan sampai Oktober 2009
3- 6 bulan sampai Oktober 2010
Variabel
Jumlah Peserta
Intervensi
Randomisasi
Intervensi
Kontrol
Pemantauan
Studi dari Cui et al yang dipublikasikan pada tahun 2010 menilai peran analog nukleosida
dalam meningkatkan kesintasan pada pasien hepatitis B yang mengalami ACLF. Studi ini
menggunakan metode kohort retrospektif pada pasien hepatitis B yang mengalami ACLF pada
April 2006 hingga Desember 2008. Didapatkan 104 pasien yang dibagi menjadi 3 kelompok.
Kelompok A (33 pasien) mendapatkan entecavir 0.5 mg, kelompok B (34 pasien) mendapatkan
lamivudine 100 mg, dan kelompok C (37 pasien) tidak mendapatkan analog nukleosida.
Pemantauan dilakukan setiap minggu pada bulan pertama dan setiap 3-6 bulan sampai Oktober
2009. Keluaran primer adalah angka kesintasan dan rekurensi ACLF terkait hepatitis B,
sedangkan keuaran sekunder berupa jumlah HBV DNA, fungsi hati, skor MELD, dan efek
samping yang terjadi. Hasil yang didapat bahwa angka kesintasan 1, 2, dan 3 bulan adalah
78,79%, 57,58%, dan 48.49% untuk kelompok A, 67,65%, 50,0%, dan 50,0% untuk kelompok
6
B, dan 67.57%, 45,95%, dan 40,54% untuk kelompok C. Walaupun terlihat bahwa kelompok A
lebih superior dibandingkan kelompok B maupun kelompok C namun tidak didapatkan hasil
yang signifikan (P = 0.72) pada keluaran primer (kesintasan 3 bulan) diantara ketiga kelompok
ini. Hasil yang tidak signifikan juga didapatkan pada perbandingan kelompok A dan kelompok B
(P=0.66). Rekurensi terjadi pada kelompok C sebanyak 5 pasien namun tidak didapatkan pada
kelompok A maupun B (P=0.009). Pada penelitian ini tidak didapatkan efek samping pada
kelompok A maupun B.5
Studi dari Chen et al yang dipublikasikan pada tahun 2012 juga menilai peran
analog nukleosida dalam meningkatkan kesintasan pada pasien hepatitis B yang mengalami
ACLF. Studi ini
menggunakan metode kohort retrospektif pada pasien hepatitis B yang
mengalami ACLF di rumah sakit First Affiliated Universita Jiao Tung China pada Januari 2008
hingga Mei 2010. Didapatkan 106 pasien yang dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok ETV (42
pasien) mendapatkan entecavir 0.5 mg, kelompok LAM (30 pasien) mendapatkan lamivudine
100 mg, dan kelompok non-NAs (34 pasien) tidak mendapatkan analog nukleosida. Pemantauan
dilakukan setiap minggu pada bulan pertama dan setiap 3-6 bulan sampai Oktober 2010.
Keluaran primer adalah angka kesintasan dan rekurensi ACLF terkait hepatitis B. Hasil yang
didapat bahwa angka mortalitas selama 3 bulan pada kelompok ETV dan LAM ( 33.3% vs 40%
P=0.374), kelompok non-Nas dibandingkan dengan ETV (64.7% vs 33.3% P =0.007), kelompok
non-NAs dibandingkan LAM (64.7% vs 40% P = 0.042) sedangkan kelompok non-Nas
dibandingkan kelompok analog nukleos(t)ida (ETV + LAM) (64.7% vs 36.2% P = 0.006).
Rekurensi terjadi pada kelompok LAM sebanyak 2 pasien, pada kelompok non-Nas sebanyak 4
pasien namun tidak didapatkan rekurensi pada kelompok ETV (P=0.003).6
7
Diskusi
Infeksi virus hepatitis B (VHB) diperkirakan sepertiga populasi dunia terpajan virus ini dan 350400 juta diantaranya merupakan pengidap hepatitis B.1 Prevalensi lebih tinggi didapatkan pada
negara yang berkembang seperti Indonesia. Di Indonesia berdasarkan data dari Riskesdas tahun
2007 diperkirakan sepertiga penduduk Indonesia terpapar hepatitis B. Angka pengidap hepatitis
B pada populasi sehat di Indonesia diperkirakan mencapai 4-20.3%, dengan proporsi pengidap
dipulau Jawa lebih rendah dibandingkan di luar Jawa.2
Acute on Chhronic liver failure (ACLF) merupakan keadaan dengan manifestasi ikterik
dan koagulopati yang meburuk dalam empat minggu dengan kompilikasi berupa asites dan
ensefalopti pada pasien yang sebelumnya terdiagnosis atau belum terdiagnosis penyakit hati
kronik Ikterik ditandai dengan peningkatan bilirubin serum ≥ 5 mg/dl dan koaguopati ditandai
dengan INR ≥ 1.5 sedangkan asites dan ensefaopati ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan
fisik yang teliti. Penyebab keadaan ini dibagi menjadi dua bagian besar yaitu kelompok infeksi
dan kelompok non-infeksi. Pada kelompok infeksi diantaranya infeksi virus baik virus
hepatotropik maupun non-hepatotropik, reaktivasi virus hepattis B maupun hepatitis C, dan
infeksi lainnya yang berpengaruh pada gangguan hati. Pada kelompok non-infekis diantaranya
penggunaan alkohol (alkohol aktif dalam 4 minggu terakhir), penggunaan obat atau herbal yang
hepatotoksik, kekambuhan hepatitis autoimun atau penyakit Wilson, adanya riwayat
pembedahan dan terjadinya perdarahan variseal. Reaktivasi hepatitis B menjadi penyebab
tersering keadaan ini terutama di Asia (14%-50%).3,4
Penurunan fungsi hati pada ACLF terkait hepatitis B terjadi akibat peningkatan inflamasi
pada jaringan hati akibat peningkatan limfosit intrahepatik. Limfosit T sitotoksik berperan dalam
kontrol terhadap VHB namun juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan hati. ACLF terkait
reaktivasi hepatitis B mempunyai angka mortalitas yang tinggi hingga 54 % pada pasien yang
dirawat di rumah sakit walaupun sudah mendapat terapi sebelumya. Saat ini telah tersedia
beragam pilihan terapi untuk ACLF, diantaranya transplantasi hati, penggunaan molecular
adsorbent recirculating system (MARS), dan penggunaan antiviral pada pasien dengan reaktivasi
virus hepatits B. Replikasi VHB merupakan kunci terjadinya kerusakan pada jaringan hati,
dimana tingginya jumlah virus sejajar dengan peningkatan kerusakan hati yang berujung pada
kejadian sirosis hati hingga karsinoma hepatoseluler.3,4 Analog nukleosida seperti lamivudine,
8
entecavir, dan tenofovir dapat menekan replikasi VHB, namun pada beberapa penelitian peran
analog nukleosida pada keadaan ACLF masih kontroversial.7 Pada beberapa studi lainnya juga
didapatkan peran analog nukleosida dalam supresi VHB pada pasien dengan ACLF yang
menjalani transplantasi hati.8
Pada telaah ini kami menemukan 2 studi yang menilai peran analog nekleus(t)ida dalam
meningkatankan kesintasan pada pasien hepatitis B yangv mengalami ACLF. Seluruh studi yang
ditelaah merupakan studi kohort dan dilakukan pada populasi Asia. Kedua studi memiliki tingkat
validitas yang serupa, semuanya memiliki kelemahan dengan tidak melakukan penyesuaian
untuk faktor-faktor perancu. Studi dari Cui et al yang dipublikasikan pada tahun 2010 menilai
peran analog nukleosida dalam meningkatkan kesintasan pada pasien hepatitis B yang
mengalami ACLF.. Hasil yang didapat bahwa angka kesintasan 1, 2, dan 3 bulan adalah 78,79%,
57,58%, dan 48.49% untuk kelompok entecavir (A), 67,65%, 50,0%, dan 50,0% untuk kelompok
(B) lamivudine, dan 67.57%, 45,95%, dan 40,54% untuk kelompok (C) yang tidak diberikan
analog nukelosida. Walaupun terlihat bahwa kelompok A lebih superior dibandingkan kelompok
B maupun kelompok C namun tidak didapatkan hasil yang signifikan (P = 0.72) pada keluaran
primer (kesintasan 3 bulan) diantara ketiga kelompok ini. Hasil yang tidak signifikan juga
didapatkan pada perbandingan kelompok A dan kelompok B (P=0.66). Rekurensi terjadi pada
kelompok C sebanyak 5 pasien namun tidak didapatkan pada kelompok A maupun B (P=0.009).
Pada penelitian ini tidak didapatkan efek samping pada kelompok A maupun B. Studi dari Chen
et al yang dipublikasikan pada tahun 2012 dilakukan pada pasien hepatitis B yang mengalami
ACLF di pada Januari 2008 hingga Mei 2010. Hasil yang didapat bahwa angka mortalitas selama
3 bulan pada kelompok ETV dan LAM ( 33.3% vs 40% P=0.374), kelompok non-Nas
dibandingkan dengan ETV (64.7% vs 33.3% P =0.007), kelompok non-NAs dibandingkan LAM
(64.7% vs 40% P = 0.042) sedangkan kelompok non-Nas dibandingkan kelompok analog
nukleos(t)ida (ETV + LAM) (64.7% vs 36.2% P = 0.006). Rekurensi terjadi pada kelompok
LAM sebanyak 2 pasien, pada kelompok non-Nas sebanyak 4 pasien namun tidak didapatkan
rekurensi pada kelompok ETV (P=0.003).5,6
Peningkatan angka mortalitas pada pasien ACLF terkait VHB tanpa pemberian analog
nukleosida terjadi akibat kegagalan eradikasi VHB pada tahap awal, sehingga menstimulasi
sitokin proinlflamasi yang berakibat pada perburukan fungsi hati. Reaktivasi ini dapat dipicu
oleh beberapa keadaan seperti riwayat kemoterapi, penggunaan kortikosteroid, usia muda, jenis
9
kelami pria, dan resistensi obat. Walaupun gambaran klinis hepatitis B akut dan ACLF pada
hepatitis B kronik sulit dibedakan namun dari beberapa penelitian didapatkan jumlah HBV DNA
yang relatif lebih banyak pada kelompok ACLF terkait hepatitis B.9
Dua studi yang dimasukkan dalam telaah ini cukup bisa diterapkan dalam populasi pasien
di Indonesia. Populasi pada semua studi ini didominasi populasi Asia yang secara genetik cukup
dekat dengan populasi Indonesia. Penyebab utama terjadinya ACLF pada penduduk Asia adalah
hepatitis B dimana populasinya sesuai dengan polpulasi Indonesia. Penggunaan analog
nukleos(t)ida dalam terapi hepatitis B telah diterapkan di Indonesia dan ketersediaan obat anti
viral ini juga sudah cukup baik dan masuk dalam golongan obat yang dijamin oleh BPJS (badan
penyelenggara jaminan kesehatan) di Indonesia.
Kesimpulan
ACLF mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Hepatitis B merupakan penyebab tersering
terjadinya ACLF terutama di daerah Asia termasuk di Indonesai. Pada artikel ini kami
menyajikan satu kasus pasien dengan ACLF pada pasien sengan riwayat hepatitis B. Kami
melakukan telaah pada 2 studi klinis yang menilai peran analog nukleos(t)ida dalam
meningkatakan kesintasan pada pasien ACLF terkait hepatitis B. Pada satu studi hasil yang kami
dapatkan menunjukkan hasil yang tidak signifikan peran analog nukleos(t)ida dalam
meningkatakan kesintasan 3 bulan namun dapat menurunkan angka rekurensi ACLF terkait
hepatitis B, dan pada studi yang lain didapatkan hasil yang signifikan dalam penurunan angka
mortalitas dalam 3 bulan ada kelompok dengan pemberian analog nukleosida. Dapat disimpulkan
pemberian analog nukleos(t)ida berperan dalam meningkatakan kesintasan pasien ACLF terkait
hepatitis B.
10
Daftar Pustaka
1. Stravitz RT, Kramer DJ. Management of acute liver failure. Nat Rev Gastroenterol
Hepatol. 2009:6:542-53.
2. Akbar N, Gani RA, Hasan I, Djumhana A, Setiawan PB. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Hepatitis B Indonesia. Perhimpunan Peneliti hati Indonesia. 2012 : 1.
3. Sarin SK, Kumar A, Almeida JA et al. Acute on Cronic Liver Failure : Consensus
Recomendation of the Asian Pasific Association for the Study of the Liver (APSL). Hep
int. 2009:269-82.
4. Jalan R, Gines P, Olson J, et al Acute on Chronic Liver Failure. Journal of Hepatology.
2012 : 57;1336-48.
5. Cui YL, Yan F, Wang YB, et al. Nucleosida Analogue Can Improve the Long-Term
Prognosis of Patients with Hepatitis B Virus Infection-Associated Acute on Chronic
Liver Failure. Dig Dis Sci. 2010 :55;2373-80.
6. Chen T, He Y, Liu X, et al. Nucleosida Analogue Improve the Short-Term and LongTerm Prognosis of Patients with Hepatitis B Virus Infection Related Acute on Chronic
Liver Failure. Clin Exp MEd. 2012 :12;159-64.
7. Liaw YF, Sung JJ, Chow WC, et al. Lamivudine for patients in chronic liver disease and
advanced liver disease. N Eng J Med,2004;351:1521-31.
8. Limquiaco JL, Wong J, Wong VW, et al. Lamivudine monoprophylaxis and adenofir
salvage for liver transplantation in chronic hepatitis B. J med Virol. 2009;81:224-9.
9. Inoue T, Fuke H, Yammamoto N, et al. Lamivudine for treatment of spontaneus
exacerbation and reactivation after immunosuppresive therapy in patients hepatitis B.
Hepatogastroenterology; 2007;54:889-91.
11
Download