BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia merupakan kondisi saat kadar glukosa dalam darah tinggi melebihi kadar normal. Kondisi hiperglikemia dapat berlanjut menjadi penyakit diabetes mellitus (DM). Diabetes mellitus dibagi menjadi 2 macam, yaitu DM tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 atau noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM). DM tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan resistensi insulin, yaitu kondisi saat insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel β pankreas namun tidak dapat berfungsi normal. DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi, karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer&Bare, 2002). Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel β pankreas yang berfungsi untuk mengendalikan kadar glukosa darah dengan jalan menginduksi pembentukan glikogen dalam hepatosit dan sel otot (Brook dan Marshall, 1996). Kondisi diabetik eksperimental dapat diinduksi dengan penyuntikan streptozotocin dan nikotinamid (Masiello et al., 1998). Streptozotocin merupakan senyawa yang dapat mengganggu sel β pankreas dan mengakibatkan penurunan sekresi insulin, sedangkan nikotinamid merupakan senyawa yang dapat menjaga sel β pankreas dari kerusakan akibat induksi streptozotocin. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Masiello et al. (1998) injeksi kedua seyawa tersebut dapat menginduksi kondisi diabetes mellitus tipe 2 (Baynes and Thorpe, 1999; Masiello et al., 1998). Pengendalian diabetes mellitus dapat dilakukan dengan diet dan olah raga, serta dengan pemberian senyawa atau Obat Hipoglikemik Oral (OHO) (Tjokropawiro et al., 2007). Pemberian OHO yang berasal dari bahan sinteris dapat memberikan efek samping seperti intoksikasi asam laktat, gangguan pada saluran cerna dan hipoglikemia berlebihan setelah penggunaan obat ini. Alternatif lain untuk menanggulangi permasalahan diabetes mellitus adalah pemanfaatan bahan alami yang mengandung zat hipoglikemik seperti pada pengobatan tradisional China (Li et al., 2004) Beras merupakan makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di dunia, terutama di benua Asia. Walaupun umumnya beras yang dikonsumsi berwarna putih, namun terdapat juga varietas beras yang memiliki pigmen warna seperti beras merah dan beras hitam. Indonesia memiliki beragam varietas beras lokal dengan kandungan gizi yang berbeda sesuai dengan tempat tumbuhnya. Beberapa varietas yang ditanam di wilayah Yogyakarta antara lain varietas ‘IR-64’ (beras putih), ‘Cempo Abang’ (beras merah), dan ‘Cempo Ireng’ (beras hitam). Beras merah dan beras hitam termasuk ke dalam pangan fungsional, yaitu bahan pangan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Secara umum pangan fungsional diartikan sebagai makanan yang mampu memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan di samping efek nutrisi yang secara prinsip memang dimiliki oleh makanan (Biesalski, 2001). Beras merah dan beras hitam memiliki kandungan aktif yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh berupa antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan penting bagi kesehatan manusia diantaranya ialah untuk mencegah hepatitis, kanker usus, stroke, diabetes dan sangat baik bagi fungsi otak (Ling et al., 2001; Anggraeni, 2011; Mateus, 2009). Beras merah dan beras hitam juga memliki nilai indeks glikemik yang rendah. Indeks glikemik merupakan pengukuran kecepatan penyerapan karbohidrat serta kemampuan karbohidrat untuk menaikkan konsentrasi glukosa darah dalam waktu tertentu, sehingga nilai indeks glikemik ini dapat digunakan sebagai pengaturan diet bagi penderita diabetes (Prijatmoko, 2007). Pemanfaatan dan penelitian mengenai potensi varietas padi berwarna sebagai pangan fungsional di Indonesia masih sangat jarang dilakukan. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa pemberian pelet nasi dari padi ‘Cempo Abang’ dan ‘Cempo Ireng’ dapat memperbaiki profil lipid pada tikus hiperlipidemia sebanyak 30% (Pratiwi et al., 2014), namun belum ada penelitian mengenai kemampuan varietas padi tersebut dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus hiperglikemia. Untuk mengetahui manfaat pelet nasi dari padi ‘Cempo Abang’ dan ‘Cempo Ireng’ terhadap kadar glukosa darah, maka perlu dilakuan penelitian mengenai nilai indeks glikemik dua varietas padi tersebut serta perlu dilakukan pengujian kadar glukosa darah setelah pemberian pelet nasi dari padi ‘Cempo Abang’ dan ‘Cempo Ireng’ terhadap tikus kondisi hiperglikemia. Tikus putih (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) dipilih sebagai hewan uji karena memiliki kemampuan metabolik yang relatif cepat sehingga lebih sensitif bila digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan metabolik tubuh, selain itu pada tikus putih juga dapat dilakukan kondisi diabetik eksperimental, khususnya diabetes mellitus tipe 2, yang lebih baik dibandingkan dengan jenis hewan lainnya (Elsner, et al., 2000; Masiello et al., 1998) B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu : 1. Bagaimana nilai indeks glikemik pelet nasi dari padi ‘IR-64’, ‘Cempo Abang’, dan ‘Cempo Ireng’? 2. Bagaimana efek diet pelet nasi dari padi ‘IR-64’, ‘Cempo Abang’, dan ‘Cempo Ireng’ terhadap kadar glukosa darah tikus putih hiperglikemia. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui nilai indeks glikemik pelet nasi dari padi ‘IR-64’, ‘Cempo Abang’, dan ‘Cempo Ireng’ 2. Mengetahui efek diet pelet nasi dari padi ‘IR-64’, ‘Cempo Abang’, dan ‘Cempo Ireng’ terhadap kadar glukosa darah tikus putih hiperglikemia. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat yang mengalami kondisi hiperglikemik untuk memilih bahan pangan dengan nilai indeks glikemik yang rendah. Selain itu juga memberi informasi mengenai pemanfaatan padi varietas lokal khususnya padi ‘Cempo Ireng’ dan ‘Cempo Abang’ serta memberikan informasi mengenai manfaat dan potensi padi lokal sebagai pangan fungsional terhadap pencegahan penyakit degeneratif khususnya yang terkait dengan diabetes mellitus tipe 2.