BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sukuk 2.1.1 Pengertian Sukuk Sukuk dikenal sebagai obligasi syariah. Sukuk menunjukkan pemilikan atas aset, dimana klaim di dalam sukuk bukan sebuah klaim terhadap cash tetapi merupakan klaim pemilikan atas sekumpulan aset (a pool of assets). Jadi,sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep margin dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara pihak yag disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus terbebas dari riba, gharar dan maysir. (Sudarsono, 2008:298) Sukuk menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI, 2002), adalah sertifikat yang menunjukkan nilai yang sama setelah penutupan subscription, penerimaan dari nilai atas sertifikat dan meletakkannya untuk digunakan sebagaimana rencana, pemilikan saham dan hak atas asset yang nampak, penggunaan dan jasa, dan equity atas proyek yang disebutkan atau equity atas aktivitas tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia No: 32/DSN MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain Mudharabah (Muqaradhah/Qiradh), Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, dan Ijarah. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. 11 Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi harus bersih dari unsur non halal serta sesuai dengan akad yang digunakan. Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-130/BL/2006 Tahun 2006 Peraturan No.IX.A.13, sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas: kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, dan kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu. 2.1.2 Jenis Struktur Sukuk a. Ditinjau dari segi jenis akadnya Mengacu pada Standar Syariah The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutons (AAOIFI), terdapat 9 jenis akad yang dapat digunakan dalam penerbitan sukuk, yaitu antara lain Sukuk Ijarah, Sukuk Mudharabah, Sukuk Salam, Sukuk Musyarakah, Sukuk Istishna’, Sukuk Murabaha, Sukuk Wakalah, Sukuk Muzara’ah, dan Sukuk Musaqah.(Sudarsono, 2008:301) 1) Sukuk Ijarah Sukuk Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang atau jasa itu sendiri. Sukuk Ijarahadalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan akad ijarah, dan dapat diklasifikasikan menjadi antara lain: Sukuk kepemilikan aset berwujud yang disewakan, yaitu sukuk yang diterbitkan oleh pemilik aset yang disewakan atau yang akan disewakan, dengan tujuan untuk menjual aset tersebut dan mendapatkan dana dari hasil penjualan, sehingga pemegang sukuk menjad pemilik aset tersebut. Sukuk kepemilikan manfaat, yaitu sukuk yang diterbitkan oleh pemilik aset atau pemilik manfaat aset dengan tujuan untuk menyewakan aset/manfaat dari aset dan menerima uang sewa, sehingga pemegang sukuk menjadi pemilik manfaat dari aset. 12 Sukuk kepemilikan jasa, yaitu sukuk yang diterbitkan dengan tujuan untuk menyediakan suatu jasa tertentu melalui penyedia jasa (seperti jasa pendidikan pada universitas) dan mendapatkan fee atas penyediaan jasa tersebut, sehinggapemegang sukuk menjadi pemilik jasa. 2) Sukuk Mudharabah Sukuk Mudharabah adalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal (rab al-maal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal. 3) Sukuk Salam Sukuk Salam adalah sukuk yang diterbitkan dengan tujuan untuk mendapatkan dana untuk modal dalam akad salam, sehingga barang yang akan disediakan melalui akad salam menjadi milik pemegang sukuk. 4) Sukuk Musyarakah Sukuk Musyarakah adalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerja sama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak. 5) Sukuk Istishna’ Sukuk Istishna’ adalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akadistishna’ dimana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi proyek/barang ditentukan kesepakatan. 13 terlebih dahulu berdasarkan 6) Sukuk Murabaha Sukuk Murabaha adalah sukuk yg diterbitkan berdasarkan prinsip jual-beli, penerbit sertifikat sukuk adalah penjual komoditi, sedangkan investornya adalah pembeli komoditi tersebut. 7) Sukuk Wakalah Sukuk Wakalah adalah sukuk yang merepresentasikan suatu proyek atau kegiatan usaha yang dikelola berdasarkan akad wakalah, dengan menunjuk agen (wakil) tertentu untuk mengelola usaha atas nama pemegang sukuk. 8) Sukuk Muzara’ah Sukuk Muzara’ah adalah sukuk yang diterbitkan dengan tujuan mendapatkan dana untuk membiayai kegiatan pertanian berdasarkan akad muzara’ah, sehingga pemegang sukuk berhak atas bagian dari hasil panen sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian. 9) Sukuk Musaqah Sukuk Musaqah adalah sukuk yang diterbitkan dengan tujuan menggunakan dana hasil penerbitan sukuk untuk melakukan kegiatan irigasi atas perawatan tanaman berbuah, tanaman membayar tersebut berdasarkan biaya akad operasional musaqah, dan dengan demikian pemegang sukuk berhak atas bagian dari hasil panen sesuai kesepakatan. b. Ditinjau dari pihak penerbit 1) Sukuk Korporasi Sukuk korporasi merupakan jenis obligasi syariah yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah. Dalam penerbitan sukuk korporasi terdapat beberapa pihak yang terlibat,yaitu: 1. Obligor adalah emiten yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan sukuk jatuh tempo. 2. Wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor. 14 3. Investor yaitu pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing. 2) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 2.1.3 Dasar Hukum Sukuk a. Landasan teologis obligasi Islam adalah sistem kehidupan (way of life), dimana Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia. Islam mendefinisikan agama bukan hanya berkaitan dengan spiritualitas atau ritualitas, tetapi agama merupakan serangkaian keyakinan, ketentuan dan peraturan serta tuntutan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia seperti aspek sosial, ekonomi dan politik. Hal tersebut sejalan dengan perintah Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan...”(QS AlBaqarah:208). Islam memandang aktivitas ekonomi secara positif. Semakin banyak manusia terlibat dalam aktivitas ekonomi maka semakin baik, sepanjang tujuan dari prosesnya sesuai dengan ajaran Islam. Ketakwaan kepada Tuhan tdak berimplikasi pada penurunan produktivitas ekonomi, sebaliknya justru dapat mendekatkan kepada Tuhan selama diperoleh dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. (Tim Penulis P3EI, 2008:14) Beberapa ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan hukum dalam obligasi syariah adalah : 15 “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik- baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya saja kamu menyembah”.(QS Al-Baqarah : 172) “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”. (QS Al-Maidah : 1) b. Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang berkaitan dengan obligasi syariah, antara lain : “Perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang haram, dan kaum muslim terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.(HR. atTirmidzi dari Amr bin Auf) Hadits Nabi, riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daruquthni, dan yang lain, dari Abu Said al-Khudri, Nabi Saw bersabda: “Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain”. (HR. Ibnu Majah) “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahulah upahnya”.(HR. ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri) c. Kaidah fiqh “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. 16 d. Dasar Hukum dan Fatwa Sukuk di Indonesia Terdapat dua peraturan yang terkait dengan sukuk yaitu peraturan dari Bapepam dan LK yang terkait dengan penerbitan sukuk. Pertama adalah Nomor KEP-181/BL/2009, yang berisi mengenai definisi dari sukuk. adalahPeraturan Nomor Kedua IX.A.13 meliputi penawaran umum, kewajiban penyampaian dokumen kepada Bapepam dan LK, penyampaian pernyataan dari wali amanat, pengungkap informasi dalam prospektus perjanjian perwaliamanatan, perubahan jenis/akad/kegiatan/aset yang mendasari penerbitan sukuk,sama dengan nilai aset yang tersedia, kewajiban emiten dalam penggunaan dana hasil penawaran umum, dan syarat-syarat perdagangan sukuk di pasar sekunder. Sedangkan fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai sukuk (obligasi syariah), yaitu nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah yang meliputi pengertian obligasi syariah, akad yang dapat digunakan, ketentuan bagi hasil, penyelesaian perselisihan, dan lain-lain. 2.1.4 Perbedaan Sukuk dan Obligasi Konvensional Jika dibandingkan dengan obligasi konvensional, sukuk membutuhkan instrumen penyertaan atas aset, sedangkan obligasi sebagai sebuah kontrak atas utang dimana penerbit wajib membayar pemegang obligasi pada waktu tertentu, sekaligus dengan bunga dan pokok. Perbedaaan yang mengemuka antara sukuk dengan obligasi konvensional pada underlying asset yang digunakan. Di dalam sukuk, underlying asset dibutuhkan sebagai jaminan bahwa penerbitan sukuk didasarkan nilai yang sama dengan aset yang tersedia. 17 Keterangan Penerbit Underlying Asset Sifat instrumen Penghasilan Tabel 2.1 Perbandingan antara Sukuk dan Obligasi Obligasi Konvensional Sukuk Pemerintah dan korporasi Pemerintah dan korporasi Perlu Tidak perlu Sertifikat kepemilikan/penyertaan atas Instrumen pengakuan utang suatu aset Imbalan, bagi hasil, dan margin Bunga/kupon, capital gain Jangka waktu Pendek dan menengah Pihak yang Obligator, SPV, investor, terkait trustee Price Harga pasar Investor Islami dan konvensional Pembayaran Bullet atau amortisasi pokok Penggunaan hasil Harus sesuai dengan syariah penerbitan Sumber : Sudarsono, 2008 Menengah dan panjang Obligator/issue dan investor Harga pasar konvensional Bullet atau amortisasi Bebas 2.2 Sukuk Ritel (SR) 2.2.1 Pengertian Sukuk Ritel (SR) Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian ( )ﺤﺼﺔkepemilikan aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Surat Berharga Syariah Negara Ritel (Sukuk Ritel) adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset surat berharga syariah negara, yang dijual kepada individu atau perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual, dengan volume minimum yang telah ditentukan. (www.dmo.or.id) 2.2.2 Karakteristik Sukuk Ritel Karakteristik sukuk sebagaimana mengacu pada definisi sukuk yang harus sejalan dengan syariah, maka pemerintah memberikan karakteristik sukuk sebagai berikut (Buku Tanya Jawab SBSN, 2010:8) : 18 1. Sebagai bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat, pendapatan berupa imbalan (kupon)/margin/bagi hasil dan sesuai jenis akad yang digunakan; 2. Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir; 3. Penerbitannya melalui wali amanat berupa Special Purpose Vehicle (SPV); 4. Memerlukan underlying asset (sejumlah tertentu aset yang akan menjadi objek perjanjian); 5. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah. 2.2.3 Tujuan penerbitan Sukuk Ritel Sukuk memiliki kesamaan tujuan dalam penerbitannya sebagaimana obligasi umum. Penerbitan obligasi dilakukan oleh perusahaan atau pemerintah yang membutuhkan dana, baik untuk ekspansi bisnisnya atau untuk memenuhi kebutuhan keuangan perusahaan atau negara dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam Undang-Undang tentang SBSN pasal 4 dijelaskan bahwa tujuan penerbitan sukuk tersebut adalah untuk membiayai APBN termasuk membiayai pembangunan proyek. Yang dimaksud dengan membiayai proyek adalah membiayai pembangunan proyek-proyek yang telah mendapat alokasi dalam APBN, termasuk proyek infrastruktur dalam sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan perumahan rakyat. 2.2.4 Keuntungan Sukuk Ritel (SR) Terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh investor dalam berinvestasi pada sukuk ritel, antara lain : a. Pembayaran imbalan/kupon dan nilai nominal SR dijamin oleh negara berdasarkan Undang-Undang SBSN dan Undang-Undang APBN setiap tahunnya,sehingga SR tidak mempunyai risiko gagal bayar. b. Pada saat diterbitkan (pasar perdana), imbalan /kupon SR ditawarkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat bunga deposito bank BUMN. c. Imbalan/kupon dengan jumlah tetap (fixed coupon) sampai pada tanggal jatuh tempo. 19 d. Imbalan/kupon SR dibayar setiap bulan. e. Dapat diperdagangkan di pasar sekunder dengan mekanisme bursa efek atau transaksi di luar bursa efek (over the counter). f. Tersedia kuotasi harga beli (bid price) dari agen penjual yang dapat dieksekusi kepada nasabahnya yang membeli di pasar perdana. g. Berpotensi memperoleh capital gain bila dijual pada harga yang lebih tinggi dari pada harga beli setelah memperhitungkan biaya transaksi di pasar sekunder. h. Dapat dipinjamkan atau digadaikan kepada pihak lain, termasuk jaminan dalam rangka transaksi efek sesuai kebijakan dan mengikuti ketentuan dan pesyaratan yang berlaku pada masing-masing pihak. i. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta mendukung pembiayaan pembangunan nasional. j. Memberikan akses kepada investor untuk berpartisipasi dalam aktivitas pasar keuangan dengan cara dan metode yang tidak bertentangan dengan prinsipprinsip syariah. 2.2.5 Dasar Hukum dan Fatwa-Fatwa Sukuk Ritel Dasar hukum SBSN yaitu peraturan Bapepam dan LK yang khusus terkait dengan penerbitan sukuk nomor IX.A.13 yang didalamnya mengatur penawaran umum, kewajiban penyampaian dokumen kepada Bapepam dan LK, penyampaian pernyataan dari wali amanat, pengungkap informasi dalam prospektus perjanjian perwaliamanatan, perubahan jenis/akad/kegiatan/aset yang mendasari penerbitan sukuk, kewajiban emiten dalam penggunaan dana hasil penawaran umum, dan syarat-syarat perdagangan sukuk di pasar sekunder. Selain itu, fatwa-fatwa yang terkait dengan Surat Berharga Syariah Negara diantaranya : a. Fatwa DSN-MUI Nomor 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara; b. Fatwa DSN-MUI Nomor 70/DSN-MUI/VI/2008 Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara; 20 tentang Metode c. Fatwa DSN-MUI Nomor 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back; d. Fatwa DSN-MUI Nomor 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara Ijarah Sale and Lease Back; e. Fatwa DSN-MUI Nomor 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased (Sukuk Milkiyah al-Maujudat al-Mu‟ajjarah). 2.3 Teori Permintaan Menurut Budiono (26:2002) dalam Wafa (2010), dalam teori ekonomi tradisional ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan, yaitu : a. Harga barang b. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut c. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat d. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat e. Citra rasa atau selera masyarakat f. Jumlah penduduk g. Ramalan keadaan di masa yang akan datang Persamaan ini biasanya digambarkan dengan X = f (Px, Py, Pz, M, S) Harga dan permintaan bahwa makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Gambar 2.1 Kurva Pergeseran Permintaan 21 Adapun penjelasan pengaruh faktor lain selain harga barang terhadap permintaan dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Harga barang lain lainnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Barang lain itu merupakan barang pengganti Hubungan antara suatu barang dengan berbagai jenis-jenis barang Suatu barang dinamakan barang pengganti kepada barang lain apabila ia dapat menggantikan fungsi barang lain tersebut. Kopi dan teh adalah barang yang dapat saling menggantikan fungsinya. Seorang yang suka minum teh selalu dapat menerima minuman kopi apabila teh tidak ada. Harga barang pengganti dapat mempengaruhi permintaan barang yang dapat digantikannya. Sekiranya harga barang pengganti bertambah murah maka barang yang digantikannya akan mengalami pengurangan dalam permintaan. 2. Barang lain itu merupakan barang pelengkap Apabila suatu barang selalu digunakanbersama-sama dengan barang lainnya maka barang tersebut dinamakan barang pelengkap kepada barang lain tersebut.Gula adalah barang pelengkap pada kopi atau teh karena pada umumnya kopi dan teh yang kita minum harus dibubuhi gula. Kenaikan atau penurunan permintaan barang pelengkap selalu sejalan dengan perubahan permintaan barang yang digenapinya. Kalau permintaan terhadap kopi atau bertambah begitu juga sebaliknya. 3. Kedua barang tidak mempunyai kaitan sama sekali (barang netral) Permintaan terhadap beras dan terhadap buku tulis tidak mempunyai hubungan sama sekali, maksudnya perubahan permintaan dan harga beras tidak akan mempengaruhi permintaan buku tulis begitu juga sebaliknya. b. Pendapatan para pembeli Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan 22 pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Teori Pemintaan pada Pasar Modal 2.4 Menurut Wafa (2010), dalam pasar modal tingkat permintaan atas saham dipengaruhi oleh beberapa hal dengan mengacu permintaan umum di atas. Dari beberapa teori yang sudah umum dan merujuk pada teori permintaan umum barang dan jasa diketahui bahwa diantara faktor yang mempengaruhi tersebut adalah : a. Dividen b. Harga saham c. Harga saham lain d. Tingkat likuiditas e. Suku bunga SBI f. Pajak g. Deposito perbankan h. Preferensi Teori tersebut diperkuat oleh penelitian sebelumnya oleh Diana (2006), bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen kas, EPS, DER, IHSG. Sedangkan dalam obligasi dan produk semisalnya, dalampenelitianyang dilakukan oleh Richard Noviandi Lubis (2009) yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Kurs, Suku Bunga Deposito, dan GDP Terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia”, menunjukkan bahwa nilai kurs dan GDP memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan jumlah permintaan obligasi swasta, sedangkan suku bunga deposito memiliki pengaruh negatif. Namun secara keseluruhan variabel independen (nilai kurs, suku bunga deposito, dan GDP) dapat menjelaskan variabel dependen (permintaan obligasi swasta). Selain itu, dalam penelitian Wafa (2010) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan Sukuk Negara RitelSeri SR-001 menjelaskan bahwa variabel independen (harga sukuk, harga obligasi ritel, tingkat bagi hasil deposito, dan tingkat suku bunga) mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap tingkat pemintaan sukuk negara ritel (SR-001) baik secara parsial maupun simultan. 23 Adapun faktor-faktor yang umum digunakan sebagai variabel penelitian terdahulu, diantaranya : a. Suku Bunga SBI b. Produk Domestik Bruto c. Likuiditas Emiten d. Harga Obligasi e. Harga Obligasi Lain f. Deposito Perbankan g. Preferensi 2.5 Kurs Menurut Sawaldjo Puspopranoto (2004 : 212), kurs adalah harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain disebut nilai tukar (kurs).Misalnya, nilai mata uang rupiah terhadap Dollar AS. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Menurut Santi Lina (2011), secara garis besar, sejak tahun 1970 Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu : 1. Sistem nilai tukar tetap (mulai tahun 1970 sampai tahun 1978) Menurut sistem kurs tetap (fixed exchange rate), nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya ditetapkan oleh pemerintah. Walaupun nilai tukar ditetapkan oleh pemerintah, namun tidak berarti bahwa tidak ada perubahan permintaan dan penawaran atas suatu mata uang di pasar valuta asing. Dampak dari perubahan permintaan dan penawaran mata uang asing di pasar valuta asing tersebut akan diredam oleh pemerintah. Jika terjadi kelebihan penawaran, pemerintah akan membelinya. Sebaliknya, jika terjadi kelebihan permintaan terhadap mata uang asing tertentu, pemerintah akan menjual persediaan mata uang yang dimilikinya. Kebaikan sistem kurs tetap adalah bahwa sistem ini mampu memberikan kepastian mengenai nilai tukar. Namun sistem ini pun banyak mengandung 24 kelemahan, diantaranya pemerintah harus memiliki cadangan devisa yang besar untuk berjaga-jaga jika dibutuhkan untuk melakukan intervensi pasar. 2. Sistem nilai tukar mengambang terkendali (sejak tahun 1978) Pada sistem ini, nilai tukar pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Nilai kurs bebas bergerak untuk naik atau turun. Namun, untuk menghindari gejolak yang terlalu tajam, pemerintah melakukan intervensi atau campur tangan sampai batas-batas yang telah ditentukan, misalnya 5% di atas atau di bawah kurs keseimbangan. Batas yang digunakan untuk mengatakan bahwa perubahan nilai tukar dianggap terlalu tajam ditentukan oleh bank sentral. Campur tangan pemerintah dalam mempengarui nilaikurs ini dapat dilakukan secara langsung (membeli maupun menjual valuta asing di pasar) maupun secara tidak langsung (misalnya, melalui pengaturan tingkat bunga). Apabila pemerintah melakukan campur tangan secara langsung, maka sistem kurs valuta asing yang dianut disebut dirty floating (mengambang kotor). Sedangkan jika pemerintah melakukan campur tangan secara tidak langsung, maka sistem kurs valuta asing yang dianut sebagai clean floating (mengambang bersih). Dibandingkan dengan sistem kurs bebas, sistem kurs mengambang terkendali lebih memberikan kepastian yang lebih baik bagi para eksportir dari importir tentang besarnya nilai tukar yang akan berlaku untuk satu periode. 3. Sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) (sejak 14 Agustus 1997) Kurs bebas adalah nilai kurs uang ditentukan oleh kekuatan pasar, yang biasa juga disebut kurs mengambang. Keuntungan dari sistem kurs bebas adalah bahwa tingkat kurs yang berlaku selalu sama dengan tingkat kurs keseimbangan. Jadi, tidak ada masalah pasar gelap dan akibat negatifnya. Dalam sistem kurs devisa yang betul-betul mengambang tidak ada masalah surplus atau defisit neraca pembayaran, sebab bekerjanya pasar selalu menyeimbangkan jumlah devisa yang masuk dengan devisa yang keluar. Sistem ini dilaksanankan apabila syarat-syarat berikut dapat dipenuhi. a. Kurs ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar 25 b. Tidak ada pembatasan penggunaan valuta asing 2.6 Suku Bunga 2.6.1 Pengertian Suku Bunga Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu atau harga dari meminjam uang untuk menggunakan daya belinya dan biasanya dinyatakan dalam persen (%). (Taufik, 2004) Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau yang menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). (Kasmir, 2002:121) Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada dua macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu : 1. Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. 2. Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah pinjaman kepada bank. Contohnya, bunga kredit. Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan bank kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan biaya yang harus dikeluarkan nasabah atas dana yang dipinjamnya dari bank. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi. Sebagai contoh seandainya bunga pinjaman tinggi, maka secara otomatis bunga simpanan juga berpengaruh naik dan begitupun sebaliknya. 2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga Agar keuntungan yang diperoleh bank dapat maksimal, maka pihak manajemen bank harus pandai dalam menentukan besar kecilnya komponen suku bunga. Hal ini disebabkan apabila salah dalam menentukan besar kecilnya 26 komponen suku bunga maka akan dapat merugikan bank itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga, yaitu : 1. Kebutuhan Dana Faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan, yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan. Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan peminjaman uang meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar hal tersebut cepat terpenuhi adalah dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Namun peningkatan suku bunga simpanan akan mengakibatkan pula meningkatnya suku bunga pinjaman. Sebaliknya apabila dana yang ada dalam simpanan di bank banyak, sementara permohonan pinjaman sedikit maka bunga simpanan akan turun. 2. Target Laba yang Diinginkan Faktor ini dikhususkan untuk bunga pinjaman. Hal ini disebabkan target laba merupakan salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya suku bunga pinjaman. Jika laba yang diinginkan besar maka bunga pinjaman juga besar dan demikian sebaliknya. Namun untuk menghadapi pesaing target laba dapat diturunkan seminimal mungkin. 3. Kualitas Jaminan Kualitas jaminan juga diperuntukkan bagi bunga. Semakin likuid jaminan (mudah dicairkan) yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang diberikan dan demikian sebaliknya. 4. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam menentukan bunga simpanan maupun bunga pinjaman, bank tidak boleh melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Artinya, ada batasan maksimal dan minimal untuk suku bunga yang diizinkan. Tujuannya adalah agar bank dapat bersaing secara sehat. 5. Jangka Waktu Baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman, faktor jangka waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka semakin tinggi bunganya. Hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko macet di masa yang akan datang. Begitupun sebaliknya jika pinjaman 27 berjangka waktu pendek, maka bunganya relatif rendah. Akan tetapi untuk bunga simpanan berlaku sebaliknya, semakin panjang jangka waktu maka bunga simpanan semakin rendah dan sebaliknya. 6. Reputasi Perusahaan Reputasi perusahaan juga sangat menentukan suku bunga terutama untuk bunga pinjaman. Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya karena biasanya perusahaan bonafid kemungkinan risiko kredit macet di masa mendatang relatif kecil dan demikian sebaliknya perusahaan yang kurang bonafid kemungkinan risiko kreditnya macetnya cukup besar. 7. Produk yang Kompetitif Produk yang kompetitif sangat menentukan besar kecilnya pinjaman. Kompetitif maksudnya adalah produk yang dibiayai sangat laris di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif. Hal ini disebabkan produk yang kompetitif tingkat perputaran produknya tinggi, sehingga pembayarannya diharapkan lancar. 8. Hubungan Baik Biasanya bunga pinjaman dikaitkan dengan faktor kepercayaan kepada seseorang atau lembaga. Dalam prakteknya, bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). 9. Persaingan Dalam kondisi tidak stabil dan bank kekurangan dana sementara, maka tingkat persaingan dalam memperebutkan dana simpanan cukup ketat. Oleh karena itu, bank harus bersaing ketat dengan bank lainnya. 2.7 Produk Domestik Bruto 2.7.1 Pengertian Produk Domestik Bruto(PDB) Produk Domestik Bruto merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. (www.bps.go.id) 28 Sedangkan menurut McEachern (2000:146) dalam suatu blog (www.informasiku.com), PDB artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama waktu, biasanya satu tahun. PDB juga dapat digunakan untuk mempelajari jangka perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat. 2.7.2 Tipe-Tipe PDB Terdapat dua tipe PDB, diantaranya : 1. PDB dengan harga berlaku atau PDB nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pasda tahun tersebut. 2. PDB dalam harga tetap atau PDB riil, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain. Angka-angka PDB merupakan hasil perkalian jumlah produksi (Q) dan harga (P), jika harga-harga naik dari tahun ke tahun karena inflasi, maka besarnya PDB akan naik pula, tetapi belum tentu kenaikan tersebut menunjukkan jumlah produksi (PDB riil). Mungkin kenaikan PDB hanya disebabkan oleh kenaikan harga, sedangkan volume produksi tetap atau merosot. 2.7.3 PDB Berdasarkan Pendekatan a. PDB Berdasarkan Pendekatan Pengeluaran Menurut McEachern (2000:149), untuk memahami pendekatan pengeluaran pada PDB dengan membagi pengeluaran agregat menjadi empat komponen, yaitu konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor netto. 1. Konsumsi atau secara lebih spesifik pengeluaran konsumsi perorangan adalah pembelian barang dan jasa akhir oleh rumah tangga selama satu tahun. Contohnya : dry cleaning, potong rambut, perjalanan udara, dan sebagainya. 29 2. Investasi atau secara lebih spesifik investasi domestik swasta bruto adalah belanja pada barang kapitan baru dan tambahan untuk persediaan. Contohnya : bangunan dan mesin baru yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa. 3. Pembelian pemerintah atau secara lebih spesifik konsumsi dan investasi bruto pemerintah, mencakup pembelanjaan pada barang dan jasa, dari pembersihan jalan sampai pembersihan ruang pengadilan, dari buku perpustakaan sampai upah petugas perpustakaan. Di dalam pembelian pemerintah ini tidak mencakup keamanan sosial, bantuan kesejahteraan dan asuransi pengangguran karena pembayaran tersebut mencerminkan bantuan pemerintah kepada penerimanya dan tidak mencerminkan pembelian pemerintah. 4. Ekspor netto, sama dengan nilai ekspor barang dan jasa suatu negara dikurang dengan impor barang dan jasa negara tersebut. Ekspor netto tidak hanya meliputi nilai perdagangan barang, tetapi juga jasa. Dalam pendekatan pengeluaran, pengeluaran agregat negara sama dengan penjumlahan konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto (X-M). Penjumlahan komponen tersebut menghasilkan pengeluaran agregat atau GDP = C+I+G+(X-M). b. PDB Berdasarkan Pendekatan Pendapatan Menurut McEachern (2000:151), pendapatan agregat sama dengan penjumlahan semua pendapatan yang diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian (karena sumber dayanya digunakan dalam proses produksi). Sistem pembukuan double-entry dapat memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan pendapatan agregat yang dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam produksi output tersebut, yaitu upah, bunga, sewa, dan laba dari produksi. Jadi, pengeluaran agregat = PDB = pendapatan agregat. Suatu produk jadi biasanya diproses oleh beberapa perusahaan dalam perjalanannya menuju konsumen. Misalnya meja kayu, mulanya sebagai kayu mentah, kemudian dipotong oleh perusahaan pertama, dipotong sesuai kebutuhan mebel 30 oleh perusahaan kedua, dibuat meja oleh perusahaan ketiga, dan dijual oleh perusahaan keempat. Double counting dihindari dengan cara hanya memperhitungkan nilai pasar dari meja pada saat dijual kepada pengguna akhir atau dengan cara menghitung nilai tambah pada setiap tahap produksi. Nilai tambah dari setiap perusahaan sama dengan harga jual barang perusahaan tersebut dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan atas input perusahaan lain. Nilai tambah dari setiap tahap mencerminkan pendapatan atas pemilik sumber daya pada tahap yang bersangkutan. Penjumlahan nilai tambah pada semua tahap produksi sama dengan nilai pasang barang akhir dan penjumlahan nilai tambah seluruh barang dan jasa akhir adalah sama dengan PDB berdasarkan pendekatan pendapatan. 2.8 Harga Obligasi Seoranginvestor harus memahami konsep penilaian produk yang dijadikan investasinya. Obligasi sebagai instrumen investasi jangka panjang mempunyai karakteristik penilaian yang spesifik dan berbeda dengan instrumen investasi lainnya seperti saham. Pada setiap pembelian investasi seorang investor yang menyimpannya seperti waktu jatuh tempo akan menerima pendapatan dalam bentuk kupon (tingkat suku bunga) dari obligasi tersebut. Kenaikan dan penurunan tingkat suku bunga setiap saat dipengaruhi oleh aspek risiko sistematis yang disebabkan oleh pasar dan juga oleh aspek non sistematis. Kenaikan ataupun penurunan tingkat suku bunga perbankan serta tingginya inflasi bisa menjadi pemicu fluktuasi yang mempengaruhi pendapatan obligasi. Konsep penilaian obligasi yang bentuk pendapatannya dikenal dengan istilah yield pada dasarnya dikembangkan atas dasar nilai intrinsik dari obligasi tersebut. Selain itu besarnya aliran dana yang dihasilkan dari kupon obligasi tersebut merupakan faktor penting dalam penilaian sebuah obligasi. Calon investor obligasi harus memperhatikan bahwa harga obligasi setiap saat bisa berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi pasar yang mempengaruhinya. Harga obligasi merupakan fungsi langsung dari reinvestment rate serta fungsi kebalikan dari discount rate. Jika discount rate dan expecting 31 yield naik, maka harga obligasi cenderung turun. Disamping faktor yang mendasar seperti tersebut diatas masih banyak variabel lainnya seperti tingkat inflasi, kondisi perekonomian, kinerja emiten, likuiditas, dan aspek-aspek lainnya. Obligasi syariah pricing (harga) merupakan gambaran daritransaksi yang terjadi di sektor riil. Naik turunnya harga merupakangambaran yang jelas mengenai hal yang terjadi kinerja dan kegiatan yangdilakukan perusahaan tersebut. Obligasi syariah dikeluarkan untukmendanai dan membiayai suatu proyek, sehinggapricing yang adamerupakan gambaran tentang proyek itu dimasa sekarang dan masadepannya. (Anggraini, 2010) 2.9 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Agus KhoirulWafa (2010) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Sukuk Negara Ritel (SR-001) Periode Maret 2009-Juni 2010 ” dengan menggunakan metode analisis Vector Autoregressif (VAR). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel independen (harga sukuk, harga obligasi ritel, tingkat bagi hasil deposito, dan tingkat suku bunga) mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap tingkat pemintaan sukuk negara ritel (SR-001) periode Maret 2009-Juni 2010 baik secara parsial maupun simultan. Penelitian yang dilakukan oleh YunitaAnggraini (2010) yang berjudul “Pemodelan Sukuk Ijarah Indosat Dengan Metode System Dynamics” dengan menggunakan sistem dinamik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari keempat variabel independen (x), yaitu suku bunga SBI, kurs rupiah,inflasi, dan indeks obligasi, maka yang dapat dijadikan skenario sebagaisebagai analisis kebijakan bagi sukuk ijarah itu sendiri adalah suku bungaSBI dan Inflasi karena kedua variabel ini yang paling terkait denganobligasi syariah khususnya obligasi syariah (sukuk) ijarah. Penelitian yang dilakukan oleh Rio Hartanto Syafirdi (2006) yangberjudul ”Harga Obligasi Syariah Di Pasar Sekunder (Studi Kasus: Obligasi Indosat Syariah Mudharabah)” dengan menggunakan metode analisis Regresi Berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel-variabel seperti suku bunga, inflasi, kinerja perusahaan, tidak mempengaruhi obligasi syariah terutama obligasi 32 Indosat syariah mudharabah 2002. Variabel yang mempengaruhi adalah kurs rupiah terhadap US dollar dan harga obligasi Indosat syariah Mudharabah 2002 pada 1 bulan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Richard Noviandi Lubis (2009) yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Kurs, Suku Bunga Deposito, dan GDP Terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia” dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai kurs dan GDP memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan jumlah permintaan obligasi swasta, sedangkan suku bunga deposito memiliki pengaruh negatif. Namun secara keseluruhan variabel independen (nilai kurs, suku bunga deposito, dan GDP) dapat menjelaskan variabel dependen (permintaan obligasi swasta). Penelitian yang dilakukan oleh Wenda Meles Tri Nilasari (2011) yang berjudul “Pengaruh Inflasi dan Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia Terhadap Harga Obligasi Syariah yang Listing di BEI pada Tahun 2008-2009” dengan menggunakan analisis regresi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel inflasi dan tingkat suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap harga obligasi syariah yang listing di BEI tahun 2008-2009. Kemudian, inflasi berpengaruh terhadap tingkat suku bunga SBI tahun 2008-2009. Penelitian yang dilakukan oleh Abdillah (2006) yang berjudul “Strategi Perusahaan Dengan Pendekatan Sistem Dinamik (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk)” dengan menggunakan sistem dinamik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan sistem dinamik, maka dapat dilakukan skenario kebijakan melalui simulasi model strategi perusahaan yang selanjutnya dapat dilihat dari hasil posisi perusahaan yang diperoleh dengan menggunakan matriks General Electric. 33 Tabel 2.2 Hasil Penelitian Empiris Peneliti Tahun Judul 2010 Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Permintaan Sukuk Negara Ritel-1 (SR-001) Periode Maret 2009-Juni 2010 Mohammad Agus Khoirul Wafa Metode Penelitian secara parsial harga sukuk, harga obligasi ritel, tingkat bagi hasil analisis deposito, dan tingkat suku bunga Vector mempunyai pengaruh secara Autoregre signifikan terhadap tingkat ssif (VAR) pemintaan sukuk negara ritel (SR001) sistem dinamik suku bunga SBI, kurs rupiah,inflasi, dan indeks obligasi, maka yang dapat dijadikan skenario sebagaisebagai analisis kebijakan bagi sukuk ijarah itu sendiri adalah suku bungaSBI dan Inflasi karena kedua variabel ini yang paling terkait denganobligasi syariah khususnya obligasi syariah (sukuk) ijarah Analisi Regresi Berganda suku bunga, inflasi, kinerja perusahaan, tidak mempengaruhi obligasi syariah terutama obligasi indosat syariah mudharabah 2002. Variabel yang mempengaruhi adalah kurs rupiah terhadap US dollar dan harga obligasi Indosat syariah Mudharabah 2002 pada 1 bulan sebelumnya Ordinary Least Square nilai kurs dan GDP memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan jumlah permintaan obligasi swasta, sedangkan suku bunga deposito memiliki pengaruh negatif. Namun secara keseluruhan variabel independen (nilai kurs, suku bunga deposito, dan GDP) dapat menjelaskan variabel dependen (permintaan obligasi swasta). Yunita Anggraini Rio Hartanto Syafirdi Richard Noviandi Lubis 2010 Pemodelan Sukuk Ijarah Indosat Dengan Metode System Dynamics 2006 Harga Obligasi Syariah Di Pasar Sekunder (Studi Kasus: Obligasi Indosat Syariah Mudharabah) 2009 Analisis Pengaruh Nilai Kurs, Suku Bunga Deposito, dan GDP Terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia 34 Hasil Penelitian 2011 Pengaruh Inflasi dan Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia Terhadap Harga Obligasi Syariah yang Listing di BEI pada Tahun 2008-2009 2006 Strategi Perusahaan Dengan Pendekatan Sistem Dinamik (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk) Wenda Meles Tri Nilasari Abdillah Analisis Regresi variabel inflasi dan tingkat suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap harga obligasi syariah yang listing di BEI tahun 20082009. Kemudian, inflasi berpengaruh terhadap tingkat sukku bunga SBI tahun 20082009. Sistem Dinamik menggunakan sistem dinamik, maka dapat dilakukan skenario kebijakan melalui simulasi model strategi perusahaan yang selanjutnya dapat dilihat dari hasil posisi perusahaan yang diperoleh dengan menggunakan matriks General Electric. Sumber : Olahan Penulis 2.10 Kerangka pemikiran Suku Bunga Deposito 1 bulan (X1) Kurs Rupiah (X2) Produk Domestik Bruto (X3) Harga Sukuk Ritel SR001(X4) Harga Obligasi Ritel ORI004 (X5) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan SR-001 Jumlah penerbitan sukuk ritel di masa yang akan datang Permintaan sukuk ritel SR-001 Sumber : Hasil Olahan Penulis Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa peningkatan terhadap permintaan sukuk ritel Indonesia akan membantu pemerintah untuk mencapai 35 tujuan-tujuannya juga memberikan kesempatan pada investor kalangan menengah untuk ikut berpartisipasi di dalamnya. Oleh karena itu untuk memaksimalkan produk ini, perlu adanya kebijakan yang dapat memunculkan minat masayarakat terhadap sukuk ritel. Baik itu dari sisi intern yang dimiliki sukuk ritel, maupun faktor-faktor eksternal. Dari sisi intern, sukuk ritel memiliki keunggulan-keunggulan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Sedangkan dari sisi eksternal, pemintaan terhadap sukuk riteldi pasar sekunder dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berdasarkan penelitian terdahulu juga mengacu pada teori permintaan di pasar modal menurut Wafa (2010) yang merujuk pada teori permintaan umum barang dan jasa, bahwa diantara faktor yang dapat mempengaruhi ialah faktor suku bunga deposito 1 bulan. Suku bunga yang tinggi akan membuat investasi di sektor perbankan konvensional menjadi menarik. Tingginya suku bunga tersebut disebabkan oleh perbankan yang mengacu terhadap BI rate, sehingga perbankan akan menetapkan suku bunga deposito 1 bulan menyesuaikan dengan fluktuasi yang terjadi. Suku bunga deposito ini akan mempengaruhi terhadap penentuan suku bunga simpanan pula.Kemudian faktor kurs yang dapat memberikan peluang bagi pemilik dana untuk meraih keuntungan dari perbedaan kurs mata uang antar negara. Setelah itu, faktor produk domestik bruto di Indonesia yang dapat mencerminkan peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga dapat mengindikasikan bahwa ketika pendapatan masyarakat di suatu negara meningkat maka investasi terhadap sukuk ritel pun ikut meningkat yang nantinya akan terlihat pada frekuensi perdagangan di pasar sekunder. Selanjutnya, harga sukuk ritel dan harga obligasi konvensional di bursa efek dapat menjadi pertimbangan untuk memutuskan pemilihan produk investasi karena harga akan menentukan apakah si investor akan mendapatkan keuntungan dari pembelian tersebut atau tidak. Berdasarkan kelima faktor di atas, permintaan sukuk ritel di pasar sekunder dapat terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada kelima faktor tersebut. Kemudian, laju permintaan sukuk ritel tersebut akan mempengaruhi terhadap penetapan jumlah penerbitan sukuk ritel di masa yang akan datang. Ketika 36 terdapat perubahan pada jumlah penerbitan sukuk ritel, maka akan mempengaruhi pula terhadap kelima faktor di atas. 37