Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 ANALISIS FAKTOR PERSEPSI KESELAMATAN KERJA SUPERVISOR PADA PROYEK MINYAK DAN GAS BUMI: STUDI KASUS PROYEK KONSTRUKSI PT. XYZ BALIKPAPAN Agus Supriyanto1, Putu Artama Wiguna2, dan M. Isa Irawan3 1) Program Studi Magister Manajemen Teknologi – Manajemen Proyek, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia email: [email protected] 2) Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 3) Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Laju kecelakaan kerja pada industri Minyak dan Gas bumi menunjukkan kecenderungan penurunan, dengan diterapkannya sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Namun hal ini bergantung pula dengan faktor lain, salah satunya adalah faktor manusia. Bilamana peranan manusia, kepedulian (awareness) dan “safetypreneurship” ini sangat kecil, maka potensi timbulnya kecelakan kerja akan tetap terjadi dan cenderung menjadi meningkat. Tuntutan penerapan sistem manajemen K3 ini sejalan dengan tujuan Perusahaan dalam menekan dan menurunkan tingkat kecelakaan kerja. Penerapan diberlakukan terhadap semua lini pekerja, baik dalam Perusahaan dan pihak terkait dengan Perusahaan (Kontrator). Dari data statistik K3 Perusahaan masih ditemukan juga terjadinya kecelakaan kerja, yang seharusnya dapat dihindari dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh Supervisor. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran pekerja lapangan terhadap persepsi keselamatan (safety perception) dalam penerapan sistem K3. Populasi penelitian adalah para Karyawan tingkat Penyelia (Supervisor) di lapangan yang berjumlah lebih dari 70 personel. Pengambilan sampel dilakukan secara acak, melibatkan semua lini area kerja. Jumlah kuesioner yang dikirim dan yang kembali dari responden kemudian dilakukan analisa. Kuisioner mengacu dan mengadaptasi pada kuesioner yang dikeluarkan oleh UK HSE Comittee ”Summary guide to safety climate tool” tahun 1996. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor dominan penerimaan persepsi keselamatan dari Supervisor terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem K3. Faktor-faktor dominan tersebut dikelompokkan dan diharapkan menjadi parameter tindakan lanjut untuk perbaikan dan pengembangan sistem K3 di Perusahaan. Kata kunci: Supervisor, Persepsi Keselamatan, Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3). LATAR BELAKANG Pada perusahaan minyak dan gas bumi Engineering) PT. XYZ, pada pada tahun 2011 - 2013 terjadi 22 kecelakaan dengan kehilangan waktu kerja, 329 kecelakaan tanpa kehilangan waktu kerja dan terdapat 470.623 penyimpangan perilaku terhadap keselamatan kerja (Statistik K3 Perusahaan 2011-2013). Terlihat adanya anomali, dimana masih terjadi kecelakaan yang seharusnya dapat dicegah bilamana fungsi pengawasan dapat dijalankan dengan semestinya. Pelaksanaan pekerjaan di lingkup minyak dan gas bumi memerlukan tingkat konsentrasi dan pengetahuan yang sangat memadai, baik di bidang keteknikan dan ISBN: 978-602-70604-1-8 B-26-1 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 keselamatan kerja (K3). Namun ternyata masih ditemui penyimpangan yang terjadi sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Faktor-faktor penunjang terjadinya kecelakaan kerja tersebut dapat dijadikan acuan untuk perbaikan sistem dan mencegah terulangnya kecelakaan kerja di masa yang datang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi keselamatan dari Supervisor terhadap hal-hal terkait dengan sistem manajemen K3, organisasi, komunikasi dan hal-hal lain dan keterkaitannya dengan terjadinya kecelakaan kerja serta untuk mengetahui tingkat kepentingan dari elemen parameter persepsi keselamatan tersebut. Pengujian dan analisis persepsi keselamatan Supervisor diperoleh dengan melakukan penyebaran kuesioner. Supervisor adalah personel yang terlibat langsung dan berinteraksi dengan pekerjaan di lapangan, termasuk masalah yang berkaitan dengan K3. Hasil kuisioner yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan Metoda Statistik dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 17. Hasil yang diharapkan adalah diperoleh faktor-faktor dominan persepsi keselamatan yang menjadi perhatian Supervisor. Definisi Keselamatan Kerja Di era abad 21, manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menetapkan faktor manusia sebagai komponen sistem dengan faktor yang besar menyebabkan (to cause) atau menyelamatkan (to save) atau membahayakan (to dangerous) bila dibandingkan dengan komponen teknis. Budaya K3 (safety culture) secara lazim digunakan pertama kali dalam laporan teknis setelah kejadian kecelakaan Chernobyl (IAEA, 1986), sedangkan menurut Yule (2003) dan Guldenmund (2000) iklim perilaku keselamatan kerja sebagai suatu kesimpulan persepsi molar pekerja yang dibagi dengan lingkungan kerja. Yule (2003) mengelompokkan penelitian safety culture dan safety climates, sedangkan Gudelmund (2000) mengelompokkan beberapa definisi safety culture dan safety climates. Persepsi Keselamatan Persepsi keselamatan kerja disebut sebagai salah satu penyumbang persepsi pada organisasi. Hal ini dikonseptualkan oleh Zohar (1980) sebagai kesimpulan dari kepercayaan (belief) dan persepsi dari pekerjaan mengenai keselamatan di tempat kerja. Persepsi keselamatan kerja telah diteliti dalam rentang waktu yang lama dan banyak metoda yang dapat digunakan untuk mengukur konsep tersebut. Zoohar (1980) melakukan analisis faktor-faktor persepsi pekerja meliputi pelatihan K3, perilaku manajemen terhadap K3, pengaruh K3 terhadap promosi, tingkatan risiko pada tempat kerja, pengaruh tempat kerja terhadap K3, status teknisi K3, pengaruh perilaku keselamatan pada status sosial dan status dari Komite K3. Penelitian Mohamed (2002) pada Industri Konstruksi Australia, menyelidiki faktor-faktor independen yang mempengaruhi persepsi keselamatan kerja (safety climate) dan hubungan persepsi dengan hasil keselamatan kerja. Secara singkat, persepsi keselamatan kerja yang positif secara langsung terkait dengan perilaku kerja aman. Brown dan Homes (1986) menunjukkan 3 faktor lain, yaitu persepsi pekerja terhadap kepedulian manajemen terhadap kemapanan penghasilan, tanggapan manajemen terhadap kemapanan penghasilan, dan risiko fisik. Dedobbeler dan Beland (1991) menguji 3 faktor ini pada pekerja konstruksi dan menemukan 2 faktor utama yang diinterpretasikan sebagai komitmen manajemen terhadap K3 dan keterlibatan pekerja pada K3. Menurut Tarcisicio et al (2006, mengutip dari Reason, 1990), setelah tahap pengembangan teknologi baru dan kegagalan teknis sebagai penyebab utama, fokus ISBN: 978-602-70604-1-8 B-26-2 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 kecelakaan kerja bergeser ke arah kesalahan manusia, kesalahan permesinan (dikarenakan akibat ulah manusia) dan secara umum kegagalan dari suatu organisasi dalam menerapkan keselamatan kerja. Beberapa praktek manajemen keselamatan kerja telah merubah fokus ke arah perilaku pekerja dan partisipasi pekerja (Hinze, 2002). Wokutchand (2000) mengkritisi penerapan keselamatan kerja oleh du Pont, terkait pendekatan perilaku terhadap manajemen keselamatan kerja yang meliputi: (a) insentif sistem berbasis perilaku; (b) pendekatan perilaku dengan efek mempertahankan kekuasaan dan kontrol di tangan manajemen; (c) pengurangan kecelakaan kerja dengan biaya diambil dari program keselamatan dan kesehatan kerja yang lain; dan (d) promosi pekerja pada program keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hopkin (2006) juga menambahkan kritik bahwa usaha berlebih untuk menghilangkan kesalahan pada lini depan operator melalui motivasi dan training, tidak secara langsung meningkatkan pandangan menyeluruh terhadap K3. Sedangkan The Occupational Safety and Health Administration (OSHA 1989), mengidentifikasi “4 elemen utama program K3 yang efektif”, yaitu: (a) komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja, (b) analisa lingkungan kerja, (c) pengawasan dan pencegahan bahaya (hazard pevention & control), dan (d) pelatihan K3. Menurut OSHA, ke-empat elemen ini saling melingkupi. Hubungan Pekerja, Perusahaan Persepsi Keselamatan, Pendidikan, dan Organisasi O’Tole (2002) menyatakan bahwa pengurangan kecelakan kerja di Perusahaan dipengaruhi oleh persepsi positif pekerja, dan komitmen Perusahaan terhadap K3. Pola kepemimpinan manajemen sangat mempengaruhi persepsi pekerja terhadap sistem manajemen K3. Setelah kejadian kecelakaan kerja di platform Piper Alpha di Inggris tahun 1990, telah terjadi perubahan peraturan pada industri minyak dan gas bumi, dengan mensyaratkan “safety case” yang meliputi : (i) sistem manajemen sesuai dengan hukum K3; (ii) audit independen terhadap sistem manajemen K3; (iii) bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan besar telah didentifikasi; (iv) risiko kecelakan sangat besar telah dievaluasi diturunkan sebaik mungkin. Dingsdag (2008) menyatakan harapan pekerja dapat difasilitasi dengan akses memadai terkait informasi hak hukum dan mekanisme terhadap bahaya di tempat kerja. Roundmo (1992) menyatakan bahwa evaluasi pekerja dipengaruhi oleh kondisi fisik tempat kerja, perilaku terhadap K3, pencegahan kecelakaan kerja, komitmen manajemen, dan bentuk penghargaan atau promosi atas capaian K3. Hayes (1998) menyatakan bahwa persepsi dan perilaku tenaga kerja adalah faktor penting dalam penilaian keperluan K3, sedangkan menurut McGonagle (2010) kecelakaan kerja dipengaruhi oleh kondisi fisik tempat kerja, faktor K3, dan persepsi pekerja terhadap tekanan di tempat kerja. Prussia (2003) menyatakan 5 work safety scale (WSS) pengukuran persepsi K3 sebagai berikut: (a) keamanan kerja, (b) keselamatan rekan kerja, (c) keselamatan Supervisor, (d) keselamatan Manajemen dan (e) kepuasan terhadap program K3. Prussia (2003) mencatat integrasik budaya K3 antara pekerja, teknologi, dan organisasi dapat menghasilkan iklim K3 yang baik. Davies (1999) menyatakan bahwa Perusahaan dengan sistem manajemen terakreditasi menunjukkan pelaksanaan sistem K3 yang lebih baik. Integrasi K3 dalam Manajemen Proyek Sejak tahun 1980, pencegahan terintegrasi telah diterapkan dan penghilangan risiko kecelakan kerja berkontribusi terhadap suksesnya pelaksana manajemen proyek (Badri et al, 2012). Project Management Body of Knowledge (PMBOK Guide, 2008) menyatakan bahwa manajemen proyek adalah penerapan pengetahuan, keahlian, peralatan, dan teknis pada aktivitas proyek. Manajemen proyek meliputi 5 kelompok ISBN: 978-602-70604-1-8 B-26-3 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 proses yaitu: komitmen, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan closure. PMI menjelaskan bahwa manajemen keselamatan sebagai gabungan manajemen keselamatan dan manajemen kesehatan dan manajemen keselamatan proyek berinteraksi dengan semua aspek manajemen proyek. PT. XYZ menetapkan standar yang tinggi tentang pelaksanaan K3. Ukuran-ukuran K3 telah ditetapkan di awal tahun dan dievaluasi secara periodik . Perusahaan telah meningkatkan kesadaran akan K3 dan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja dengan menyediakan lingkungan kerja yang aman, peningkatan kualitas dan kompetensi karyawan, dan menetapkan sistem manajemen di bidang K3. STUDI PERSEPSI KESELAMATAN TERDAHULU Dari penelitian terdhulu, Persepsi Keselamatan pada Supervisor banyak difokuskan area berikut: Kepemimpinan (contoh perilaku, tanggung jawab, dll), Komunikasi (meeting, pengakuan/recognition, penghargaan/reward), Problema (perilaku tidak aman, identifikasi masalah), Alat pelindung diri/PPE (jumlah, penggunaan, kesesuaian standard), Prosedure (peraturan, kebijaksanaan, standard, petunjuk), Pelatihan (modul, jatah pelatihan, pengakuan), dan Personel Pekerja (asesmen, penghasilan). Sumber dan Variabel Data Menurut Sugiyono (2005), Populasi adalah wilayah generasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi responden yang diambil adalah seluruh Supervisor yang berlokasi di 5 (lima) area berbeda (2 di daratan dan 3 di lokasi perairan delta) dan Engineer yang berlokasi di Base (Kantor) di lokasi Lapangan dan Balikpapan. Faktor-faktor yang diambil dalam survey ini mengacu dan diadaptasi dari model survey yang dilakukan oleh Fiona Davies et al untuk Komite Keselamatan Kerja Kerajaan Inggris (UK HSE Comittee) Summary guide to safety climate tool, tahun 1996. Survey ini menggabungkan 6 (enam) model survei beberapa institusi di Ingrris Raya yaitu: Health and Safety Climate Survey Tool (oleh UK HSE Executive), Offshore Safety Questionnaire (oleh Robert Gordon University/ Aberdeen University), Offshore Safety Climate Questionnaire (oleh Aberdeen University), Computerized Safety Climate Questionnaire (oleh Robert Gordon University), Loughborough Safety Climate Assessment Tollkit (oleh Loughborough University), dan Quest safety Climate Questionnaire (oleh Quest Evaluation Databased Ltd). Ada 11 variabel penelitian faktor yang diambil dalam survey yaitu: Pelatihan dan kompetensi; Keamanan kerja dan kepuasan kerja; Tekanan terkait produksi; Komunikasi; Persepsi keterkaitan pribadi pada kesehatan dan keselamatan kerja (K3); Kecelakaan kerja, insiden, nearmisses; Persepsi organisasi/komitmen manajemen terhadap K3- secara umum; Persepsi organisasi/komitmen manajemen terhadap K3secara khusus; Penghargaan terhadap prosedur/instruksi/peraturan K3; Pelanggaran terhadap peraturandan Tanggapan pekerja terhadap budaya K3. Para Supervisor (dan fungsi jabatan setara) mengisi kuisioner ini dengan menggunakan jawaban berdasar lima skala Likert (1 – 5). ISBN: 978-602-70604-1-8 B-26-4 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 Profil Responden Dari kuisioner yang disebarkan kepada responden, sebanyak78 kuisioner diterima kembali oleh peneliti. Dari 78 kuisioner yang dianalisis, terdapat 4 kelompok pekerjaan yaitu Engineer/Senior Supervisor/Superintendent, Supervisor, Barge Master/Captain, dan satu posisi jabatan yang tidak dicantumkan dalam kuisioner. Responden terbanyak adalah Supervisor, (57.7%) kemudian Barge Master/Captain (20.5%) dan. elebihnya Engineer termasuk Senior Supervisor/Superintendent (11.5%) dan yang tidak menyebutkan posisi pekerjaan sebanyak 10.3%. Masa kerja responden lebih 10 tahun (52.6%) masa kerja 5-10 tahun (8.2 %), kurang dari 3-5 tahun (10%), sedangkan kurang dari 2 tahun (6.4%). Seluruh responden Supervisor berasal dari divisi Engineering, Analisis Data Data hasil kuisioner diolah dengan menggunakan software SPSS versi 17. Sebelumnya dilakukan pengkodean M1 sampai dengan M11 untuk variabel yang akan diproses, dimana pengkodean adalah kode untuk pertanyaan M1 sampai M11. Data kemudian dilakukan pengujian KMO and Bartlett’s test of sphericity dan menunjukkan nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA) 0,803. Karena nilai MSA tersebut diatas 0,5, maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Selanjutnya ditampilkan Tabel Anti Image Matrices, dimana pada bagian bawah (Anti Image Correlation), terlihat beberapa angka yang membentuk diagonal dan bertanda a yang menandakan besaran MSA pada masing-masing variabel. Berdasarkan tabel ini diketahui bahwa variabel-variabel yang diteliti memiliki nilai diatas 0,5 kecuali variable M10. Dengan nilai 0,452. Nilai tersebut kurang dari 0,5 sehingga proses analisis faktor harus diulang kembali dengan tanpa menyertakan variabel M10. Proses analisis faktor dilakukan kembali dengan tanpa menyertakan variabel M10 karena nilai variabel tersebut berada dibawah nilai cut off value yang dipersyaratkan yaitu 0,5. Hasil pengolahan ulang analisa faktor pada KMO and Bartlett’s Test of Sphericity menunjukkan nilai MSA sebesar 0,813. Karena angka MSA tersebut diatas 0,5, maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Selanjutnya pada Tabel Anti Image Matrices yang baru, pada bagian bawah (Anti Image Correlation), terlihat beberapa angka yang membentuk diagonal dan bertanda a yang menandakan besaran MSA pada masing-masing variabel. Dari sebelas variabel yang semula dianalisis dengan satu kali perulangan, diperoleh sepuluh variabel yang memenuhi syarat untuk analisis faktor yaitu M1, M2, M3, M4, M5, M6, M7, M8, M9, dan M11. Jika dilihat pada Componen Matrix, terdapat 2 components, berarti ada dua faktor yang terbentuk. Total variabel yang dimasukkan pada analisis faktor adalah sebanyak 10 variabel. Dengan satu faktor yang terbentuk, maka nilai eigenvalues di atas 1, demikian pula dengan dua faktor yang terbentuk. Tetapi untuk tiga faktor yang terbentuk, nilai eigenvalues kurang dari 1. Berdasarkan pengolahan data diperoleh bahwa dua faktor yang terbentuk merupakan jumlah yang optimal. Nilai yang tercantum pada tabel tersebut menunjukkan nilai factor loadings atau besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor satu atau faktor dua.Variabel M1 masuk komponen faktor satu. M2 masuk faktor satu, M3 masuk faktor dua, M4 masuk faktor satu, M5 masuk faktor satu, M6 masuk faktor satu, M7 masuk faktor satu, M8 masuk faktor satu danM11 masuk satu. Sedang variabel M9, ISBN: 978-602-70604-1-8 B-26-5 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 nilai factor loading tidak ada perbedaan yang nyata (0,584 dan -0,570), sehingga proses rotasi. Nilai pembatas (cut off point) agar sebuah variabel secara nyata termasuk dalam sebuah faktor (untuk sekitar 100 data) adalah 0,55. Setelah dilakukan rotasi faktor dengan metode varimax, tidak terdapat perbedaan nilai korelasi variabel dengan setiap faktor sebelum dan sesudah dilakukan rotasi varimax. Terlihat bahwa faktor loading yang dirotasi telah memberikan arti sebagaimana yang diharapkan dan setiap faktor sudah dapat diinterpretasikan dengan jelas. Pada pengolahan data menunjukkan hasil rotasi tidak merubah nilai communalities. Proses rotasi dari sepuluh variabel yang diolah ternyata tetap memberikan hasil reduksi menjadi dua faktor. Hasil Scree plot setelah dilakukan rotasi juga masih menunjukkan hasil plotting yang sama dengan sebelumnya. Setelah dilakukan proses rotasi pula, diperoleh klasifikasi sebagai berikut : variabel M1 masuk faktor dua, M2 masuk faktor dua, M3 masuk dalam kategori faktor dua, M4 masuk faktor dua, M5 masuk faktor dua, M6 masuk satu, M7 masuk faktor satu, M8 masuk faktor satu, M9 masuk faktor satu dan variable M11 masuk faktor satu. Faktor 1 berisi variabel-variabel K3 yang sifatnya “Institusi / Organisasil” atau terlembaga berupa organisasi formal (Perusahaan atau yang terkait dengan Perusahaan) yang punya struktur dan fungsi resmi. Sedangkan Faktor 2 berisi variabel-variabel keselamatan kerja yang sifatnya “bukan institusi / Personal” atau cenderung lebih bersifat hubungan emosional pekerja. Dengan demikian, faktor-faktor yang terbentuk dapat dideskripsikan sebagai berikut: Faktor 1 disebut sebagai Faktor Wajib, yang terdiri dari variabel Accident/ incident/nearmisses (variabel M6); Komitment Manajemen terhadap HSE – secara umum (variabel M7); Komitment Manajemen terhadap HSE – secara spesifik (variabel M8); Penghargaan atas Prosedur/Instruksi/Peraturan HSE (variabel M9); Pandangan kelompok kerja terhadap bentuk keselamatan/Budaya (variabel M11) dan Faktor 2 disebut sebagai Faktor Harapan, yang terdiri dari variabel : Pelatihan dan Kompetensi (variabel M1); Keamanan dan Kepuasan kerja (variabel M2); Tekanan terkait produksi (variabel M3); Komunikasi (variabel M4); Persepsi personal terhadap keterlibatan HSE (variabel M5). PEMBAHASAN HASIL ANALISIS FAKTOR Dari hasil analisa di atas menunjukkan Faktor Wajib yang melibatkan fungsi institusi atau Perusahaan. Hasil ini mirip dengan hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian Mohamed (2000) pada Industri Konstruksi Australia menyatakan bahwa persepsi/komitmen (variabel M7, M8) organisasi Perusahaan mempengaruhi persepsi K3 dari pekerja. Menurut Brown dan Homes (1986) faktor-faktor berikut yang berpengaruh: kepedulian/komitmen manajemen Perusahaan (variabel M7, M8) dan kemapanan penghasilan/ penghargaan (variabel M9). Hasil penelitian Dedobbeler dan Beland (1991) menemukan 2 variabel yang kemudian diinterpretasikan sebagai komitmen manajemen terhadap K3 (variabel M7, M8) dan persepsi/keterlibatan pekerja pada K3 (variabel M11). Badan Keselamatan Kerja Amerika, The Occupational Safety and Health Administration (OSHA 1989), mengidentifikasikan elemen utama program K3 yang efektif yaitu komitmen manajemen (variabel M7, M8), keterlibatan pekerja (variabel M11) serta pengawasan dan pencegahan bahaya (variabel M6). Hasil penelitian Davies (1999) menyatakan bahwa Perusahaan dengan sistem manajemen yang telah diakreditasi oleh suatu badan atau lembaga menunjukkan pelaksanaan sistem K3 yang lebih baik (variabel M7, M8). ISBN: 978-602-70604-1-8 B-26-6 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 Menurut O’Tole (2002) pengurangan kecelakan kerja di Perusahaan dipengaruhi oleh komitmen Perusahaan terhadap Keselamatan kerja (variabel M7, M8). Penelitian Shin (2014) mengenai faktor yang mempengaruhi keselamatan pada instalasi crane pada industri konstruksi di Korea melibatkan Focus Group Interviews (FGIs) yang terlibat secara langsung pada pekerjaan crane selama tahun 2001-2011, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan dalam pembangunan/pembongkaran crane yaitu: kompetensi pekerja (variabel M1), aturan-aturan dari stakeholder (variabel M7, M8), deterioration dari komponen crane (variabel M7, M8), dan kondisi kerja (variabel M7). Sedangkan Wang, Xia, Pan, dan Zong (2012) menganalisis faktor restrukturisasi pada evaluasi budaya keselamatan di Perusahaan besar. Sistem indeks keselamatan pada perusahaan besar terdiri dari level pembuatan keputusan (decision maker - variabel M7), level manajemen (management - M8), level implementasi (implementation – variabel M7). Dari hasil Survey of Safety Culture Improvement yang dilakukan oleh PT. XYZ yang dipandu oleh Universitas Indonesia (2010), menunjukkan 8 rekomendasi yang diperlukan untuk meningkatkan sistem K3 di Perusahaan mengerucut pada Faktor Wajib ini. Hasil 8 rekomendasi tersebut disandingkan dengan variabel-variabel di atas, akan menunjukkan kesamaan hasil sebagai berikut: Company might maintain and improve the program of safety reward/merit (variabel M9), Company may improve the scope of safety promotion contents by not limited to accident prevention (variabel M6) only but also Company to develop safety as a value to improve working quality (variabel M7, M8), Three variables that might be improved to CBS (Culture Based Safety), they are Organizational & work context, Top & line managers leadership, Employee involvement (variabel M7, M8), Employee involvement and empowerment and management participation in important safety related decision-making (variabel M7, M8), Company to facilitate intra-team working and inter-team working (variabel M7, M8), The company leaders open-minded in its processes, such as in the identification of problems and solutions (variabel M7, M8), Effective Safety Leadership Skill (variabel M8), The company may measures the behaviors of their all employees (variabel M11). Sedangkan variable-variabel pada Faktor Harapan menunjukkan kemiripan pada peneliti-peneliti terdahulu. Pengukuran persepsi K3 di tempat kerja oleh Prussia (2003) menunjukkan hasil variabel sebagai berikut: keamanan kerja (variabel M2); keselamatan rekan kerja, Penyelia dan Manajemen (M5), kepuasan terhadap program K3 (M5). Menurut Dingsdag (2008) harapan pekerja dapat difasilitasi bilamana pekerja mendapatkan akses yang memadai terkait informasi hak hukum dan mekanisme terhadap bahaya di tempat kerja (variabel M4). Hopkin (2006), meski adanya penambahan motivasi dan pelatihan (variabel M1), tidak secara langsung meningkatkan pandangan menyeluruh terhadap K3. Hasil penelitian Roundmo (1992) menyatakan bahwa evaluasi pekerja dipengaruhi oleh kondisi fisik tempat kerja (variabel M2, M5), sedangkan Hayes (1998) menyatakan persepsi dan perilaku tenaga kerja (variabel M5) adalah faktor penting dalam penilaian keperluan K3, sedangkan menurut McGonagle (2010) kecelakaan kerja dapat dipengaruhi kondisi fisik tempat kerja (variabel M2) dan termasuk juga persepsi pekerja terhadap tekanan di tempat kerja (variabel M3). KESIMPULAN Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data terhadap persepsi Supervisor yang bekerja di PT. XYZ di Balikpapan, maka didapatkan 2 faktor dominan yang mempengaruhi persepsi keselamatan kerja dari Supervisor (responden) yaitu Faktor dominan 1 (Faktor Wajib) yang berhubungan dengan lembaga, institusi atau organisasi (Perusahaan atau lembaga yang terkait dengan Perusahaan) yang bersifat formal yang ISBN: 978-602-70604-1-8 B-26-7 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 punya struktur dan fungsi resmi. Dan Faktor dominan 2 (Faktor Harapan) yang berisika variabel-variabel K3 yang bersifat “Personal” dan hubungan emosional Pekerja. DAFTAR PUSAKA Arezes, P. M, and Miguel, A. S, Risk Perception and Safety Behavior: A Study in an Occupational Environment, Safety Science, Volume 46, July 2008, page 900 – 907. Davies, F., Spencer, R., Dooley, K., MATSU, Summary Guide to Safety Climate Tools, Offshore Technology Report 1999/063. Dingsdag, D. P., Biggs, H. C, Sheahan, V. L, Understanding and Defining OH&S Competency for Construction Site Position: Worker perceptions, Safety Science, Volume 46, April 2008, page 619 – 633. Green, S. B. and Salkind N. J., 2005. Using SPSS for Windows and Macintosh: Analyzing and Understanding Data, Fourth Edition. Pearson Education, Inc.: Upper Saddle River, New Jersey. Guldenmund, F. W., Overview of Sources, Causal Model and Goal of Safety Culture and Climate Researches, Safety Science 34 (2000), 217 – 217. Gyeke, S. A., Salminen, S., Educational Status and Organizational Safety Climate: Does Educational Attaint Influence Worker’s Perceptions of Workplace Safety?, Safety Science, Volume 47, January 2009, page 20-28. Hayes, B. E., Perander, J., Smeco, T., Trask, J., Measuring Perceptions of Workplace Safety: Development and Validation of the Work Safety Scale, Journal of Safety Research, Volume 29, Autumn 1998, pages 145 – 161. Heni, Y., Improving Our Safety Culture - Cara Cerdas Membangun Budaya Keselamatan Kerja yang Kokoh, Gramedia Pustaka Utama, 2011. Hinze, J. W, Teizer, J., Visibility-related Fatalities Related to Construction Equipment, Safety Science vol xxx – 2011, Elsevier Science Ltd. Loftquist, E. A., Greve, A, Olsson, U. H, Modelling Attitude and Perception as Predictors for Changing Safety Margins During Organizational Change, Safety Science, Volume 49, March 2011, page 531 – 541. Lawrie, M., Parker, D., Hudson, P., Investigating Employee Perceptions of Framework of Safety Culture Maturity, Safety Science, Volume 44, March 2006, page 259 – 276. McGonagle, A. K., Kath, L. M., Work-safety Tension, Perceived Risk, and Worker Injuries: A Meso-mediational Model, Journal of safety research, volume 41, December 2010, pages 475 – 479. Mearns, K., Flin, R., Risk Perception and Attitudes to Safety by Personnel in the Offshore Oil and Gas Industry: A Review, Journal of Loss Prevention in the Process Industries, Volume 8, 1995, page 299 – 305. ISBN: 978-602-70604-1-8 B-26-8 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 Michael, O'Toole, The Relationship between Employee’s Perception of Safety and Organizational Culture, Journal of Safety Research, Volume 33, Issue 2, Summer 2002, Pages 231-243. O’Dea, A., Flin, R., Site Managers and Safety Leadership in the Offshore Oil and Gas Industry, Safety Science, Volume 37, February 2001, page 39 – 57. OSHAS Workplace Injuries and Illness 2009, US Department of Labour, USDL-101451. Pinto, A., Nunes, I. L., Ribeiro, R. A., Occupational Risk Assessment in Construction Industry – Overview and Reflection, Safety Science vol xxx – 2011, Elsevier Science Ltd. Planning Occupational Health & Safety, 5th Edition (2001), CCH Australia Limited. Prussia, G. E., Brown, K. A., Willis, P. G., Mental Models of Safety: Do Managers and Employee See Eye to Eye, Journal of Safety Research, Volume 34, April 2003, pages 143 – 156. Rozenfeld, O., Sacks, R., Rosenfeld, Y., Baum, H., Construction Job Safety Analysis, Safety Science vol .48 – 2010, Pergamon, Elsevier Science Ltd. Rundmo, T., Association between Risk Perception and Safety, Safety Science, Volume 24, December 1996, page 197 – 209. Rundmo, T., Risk Perception and Safety on Offshore Petroleum Platform – Part II: Perceives Risk, Job Stress and Accidents, Safety Science, Volume 15, May 1992, page 53 – 68. Santoso, S. dan Tjiptono, F., (2002). Riset Pemasaran: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Tarcisio, A. S., Formoso, C. T., Cambraia, F. B., An Analysis of Construction Safety Best Practices From a Cognitive Systems Engineering Perspective, Safety Science vol .46 – 2006, Pergamon, Elsevier Science Ltd. Taylor, G., Easter, K., Hegney, R., (2001), Enhancing Safety, a Workplace Guide 1, WestOne. UK HSE, The Health and Safety Executive Statistic 2009/2010, National Statistic Publication. Vinodkumar, M., N., Bhasi, M., A Study on the Impact of Management System Certification on Safety Management, Safety Science, Volume 49, March 2011, pages 489 – 507. Walters, V., Hainess, T., Worker’s Perception, Knowledge and Responses Regarding Occupational Health and Safety: A Report on a Canadian Study, Social Science & Medicine, volume 27, 1988, pages 1189 – 1196. Williamson, A. N., Feyer, A. M., Cairns, D., Biancotti, D., The Development of a Measure of Safety Climate: The Role of Safety Perception and Attitudes, 1997, Safety Science volume 25, pages 15 - 27 Yule, S., (2003), Senior Management Influence on Safety Performance in UK and US Energy Sector, Doctoral thesis, University of Aberdeen, Scotland. ISBN: 978-602-70604-1-8 B-26-9