34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN TAHAP I

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba dan Isolasi Salmonella
spp. pada Ikan)
1. Kondisi Sampel
Sampel diambil dari sepuluh pasar yang tersebar di Wilayah Bogor yang
meliputi pasar tradisional dan pasar modern (supermarket). Masing-masing
pasar, sampel yang diambil terdiri dari tiga jenis ikan yaitu ikan bawal,
kembung, dan gurami. Ketiga jenis ikan ini adalah ikan yang termasuk
diproduksi dalam jumlah tinggi di Indonesia (DKP, 2007). Jumlah seluruh ikan
bawal sebanyak 10 ekor, ikan kembung, 10 ekor, sedangkan ikan gurami 9
ekor. Total seluruh ikan adalah 29 ekor. Jumlah ikan gurami tidak 10 ekor
disebabkan oleh tidak adanya ketersedian ikan gurami pada salah satu pasar
tradisional yaitu Pasar Induk. Tabel 9 menunjukkan kondisi penyimpanan ikan
di berbagai pasar pada saat dilakukan pengambilan sampel.
Tabel 9. Kondisi penyimpanan sampel ikan di pasar tradisional dan pasar
modern
Tempat
Pasar
Modern
Pasar
Modern
Pasar
Modern
Pasar
Tradisional
Pasar
Tradisional
Pasar
Tradisional
Jenis ikan
Jumlah
sampel (n)
Kondisi
sampel
Suhu
penyimpanan
Suhu
refrigerator
Suhu
refrigerator
Suhu
refrigerator
Bawal
7
Segar
Kembung
7
Segar
Gurami
7
Segar
Bawal
3
Segar
Suhu ruang
Kembung
3
Segar
Suhu ruang
Gurami
2
Segar
Suhu ruang
Wadah
penyimpanan
Es
Es
Es
Daun
pisang/keramik
Daun
pisang/keramik
Daun
pisang/keramik
Skala usaha dari setiap jenis pasar berbeda yaitu pasar tradisional dan
modern. Namun untuk jenis pasar yang sama skala usahanya seragam. Berbeda
34
dengan pasar modern, pasar tradisional memiliki skala usaha yang kecil.
Sistem penjualan di pasar tradisional adalah stand-stand kecil kira-kira
berukuran 3 x 3 meter. Pasokan ikan yang diperoleh para penjual di pasar
tradisional umumnya berasal dari satu agen yang sama. Hal ini menunjukkan
kualitas ikan berasal dari sumber yang sama. Begitu juga dengan metode
penanganan oleh setiap penjual ikan, secara umum penanganan terhadap ikan
juga sama. Ikan diletakkan diatas alas yang datar dengan lapisan daun pisang
atau keramik. Selain itu, hal ini juga menunjukkan umur ikan pada setiap jenis
pedagang adalah sama yaitu sejak ikan datang pada agen. Keseluruhan hal ini
menjadi rutinitas setiap hari yang dilakukan oleh para pedagang ikan.
Setiap jenis pasar, baik pasar tradisional maupun pasar modern memiliki
kondisi penyimpanan dan penanganan yang berbeda-beda terhadap sampel.
Kondisi penyimpanan menyangkut hal-hal antara lain: suhu penyimpanan,
wadah penyimpanan, dan tata ruang penyimpanan. Kondisi penanganan
merupakan kondisi penanganan ikan setelah sampai di tingkat penjual terakhir
serta penanganan ikan selama masa penjajakan. Faktor ini merupakan salah
satu faktor yang dapat menyebabkan ikan menjadi cepat busuk jika tidak
ditangani dengan baik.
Sampel yang telah dipilih dan dibeli selanjutnya dimasukkan ke dalam
plastik steril yang telah disiapkan sebelumnya. Sampel yang telah dimasukkan
ke dalam plastik steril selanjutnya dimasukkan ke dalam cool bag. Sampel
yang dibeli dari pasar modern, es batu diperoleh dengan cara meminta kepada
penjual namun bila sampel dibeli dari pasar tradisional maka es batu
dipersiapkan terlebih dahulu. Pemberian es batu dalam cool bag bertujuan
untuk mengkondisikan sampel tetap berada dalam suhu rendah sehingga
kesegaran ikan tetap terjaga serta pertumbuhan mikroba menjadi terhambat.
Selain itu, pemberian es batu ke dalam cool bag juga bertujuan untuk menjaga
lot mikroba awal tetap pada keadaan semula yaitu saat sampel dijual sehingga
hasil analisis dapat menunjukkan jumlah mikroba awal saat penjualan.
Setelah pengambilan sampel selesai dilakukan maka sampel segera di
bawa ke laboratorium untuk dianalisis. Analisis dalam laboratorium berupa
analisis total mikroba dan analisis Salmonella. Analisis Salmonella hingga ke
35
tahap uji biokimia lanjutan kira-kira membutuhkan waktu enam hari sedangkan
untuk analisis total mikroba waktu yang dibutuhkan adalah selama dua hari
sejak hari pembelian sampel.
2. Total Mikroba Ikan
Analisis total mikroba menunjukkan mutu mikrobiologi suatu bahan
pangan. Mutu mikrobiologi perlu diketahui untuk melihat tingkat cemaran
mikroba pada produk pangan tersebut. Hal ini menggambarkan total seluruh
mikroba dalam bahan pangan tersebut sehingga dapat diketahui tingkat
keamanannya untuk dikonsumsi selanjutnya.
Jumlah total mikroba merupakan indikator kualitas bahan pangan yang
mencerminkan mutu dan sebagai indikator daya simpan bahan pangan. Setiap
bahan pangan memiliki syarat mutu tersendiri terhadap jumlah total mikroba
termasuk ikan. Batas maksimum cemaran total mikroba pada ikan segar
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-2719-1992 adalah 5 x
105 cfu/gram atau sebesar 5.70 log cfu/gram.
Rata-rata total mikroba ikan bawal yang berasal dari pasar modern
adalah sebesar 6.47 log cfu/gram dimana total mikroba tertinggi sebesar 7.36
log cfu/gram dan yang terendah sebesar 5.41 log cfu/gram. Sementara itu ratarata total mikroba yang berasal dari pasar tradisional adalah sebesar 7.01 log
cfu/gram dimana total mikroba tertinggi sebesar 7.58 log cfu/gram dan yang
terendah sebesar 6.10 log cfu/gram. Berdasarkan hasil uji statistik, rata-rata
total mikroba yang berasal dari pasar tradisional tidak berbeda signifikan
dengan rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar modern untuk taraf 0.05.
Berdasarkan hasil ini maka dari ketujuh pasar modern total mikroba ikan
bawal segar yang sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar SNI 01-27191992 (≤ 5.70 log cfu/gram) adalah sebanyak dua supermarket (28.57 %)
sedangkan lima supermarket lainnya tidak sesuai dengan persyaratan mutu ikan
segar (> 5.70 log cfu/gram). Berbeda dengan pasar modern, pada pasar
tradisional jumlah total mikroba ikan bawal segar dari ketiga pasar tradisional
seluruhnya tidak memenuhi standar mutu ikan segar (> 5.70 log cfu/gram).
36
Gambar 3. Total mikroba pada ikan bawal yang berasal dari pasar tradisional
dan modern
Rata-rata total mikroba ikan kembung yang berasal dari pasar modern
adalah sebesar 5.54 log cfu/gram dimana jumlah total mikroba tertinggi adalah
sebesar 6.23 log cfu/gram dan yang terendah adalah sebesar 4.54 log cfu/gram.
Sampel yang berasal dari pasar tradisional memiliki rata-rata total mikroba
sebesar 6.79 log cfu/gram dimana jumlah total mikroba tertinggi adalah sebesar
7.39 log cfu/gram dan yang terendah adalah sebesar 6.49 log cfu/gram.
Berdasarkan hasil uji statistik, rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar
tradisional berbeda signifikan dengan rata-rata total mikroba yang berasal dari
pasar modern untuk taraf 0.05.
Hasil ini menunjukkan bahwa dari ketujuh pasar modern total mikroba
ikan kembung segar yang sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar SNI 012719-1992 adalah sebanyak tiga supermarket (42.86 %) sedangkan empat
supermarket lainnya tidak sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar (> 5.70
log cfu/gram). Pada pasar tradisional jumlah total mikroba ikan kembung segar
dari ketiga pasar tradisional seluruhnya tidak memenuhi standar mutu ikan
segar (> 5.70 log cfu/gram).
37
Gambar 4. Total mikroba pada ikan kembung yang berasal dari pasar
tradisional dan modern
Rata-rata total mikroba ikan gurami yang berasal dari pasar modern
adalah sebesar 5.65 log cfu/gram dimana total mikroba tertinggi adalah sebesar
6.55 log cfu/gram dan yang terendah adalah sebesar 4.51 log cfu/gram.
Sementara rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar tradisional adalah
sebesar 6.96 log cfu/gram dimana total mikroba tertinggi adalah sebesar 7.35
log cfu/gram dan yang terendah adalah sebesar 6.58 log cfu/gram. Berdasarkan
hasil uji statistik, rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar tradisional
tidak berbeda signifikan dengan rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar
modern untuk taraf 0.05.
Hasil ini menunjukkan bahwa total mikroba ikan gurami segar yang
sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar SNI 01-2719-1992 adalah sebanyak
tiga supermarket (42,86 %) sedangkan empat supermarket lainnya tidak sesuai
dengan persyaratan mutu ikan segar (> 5.70 log cfu/gram). Sementara itu,
jumlah total mikroba ikan gurami segar dari dua pasar tradisional seluruhnya
tidak memenuhi standar mutu ikan segar (> 5.70 log cfu/gram).
38
Gambar 5. Total mikroba pada ikan gurami yang berasal dari pasar tradisional
dan modern
Hasil analisis kuantitatif total mikroba dari setiap jenis ikan diatas
menunjukkan bahwa berdasarkan persyaratan mutu ikan segar SNI 01-2729.11992 masih terdapat ikan yang jumlah total mikrobanya lebih dari 5 x 105
cfu/gram (> 5.70 log cfu/gram). Tidak hanya ikan yang berasal dari pasar
tradisional, ikan yang berasal dari pasar modern, beberapa diantaranya masih
tidak sesuai dengan SNI 01-2729-1992. Secara umum, sanitasi dan prosedur
penanganan di pasar modern lebih baik dan terstandar. Hal yang diduga
menjadi penyebabnya adalah adanya faktor lain yang menyebabkan kualitas
ikan sebelum sampai di pasar modern sudah menurun.
Nasran (1972) menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan
turunnya mutu ikan segar, yaitu cara penangkapan, faktor biologis, dan cara
penanganan. Upaya yang dilakukan oleh setiap pasar modern untuk menjaga
mutu ikan segar, hanya terbatas pada satu faktor saja yaitu cara penanganan
dan hanya selama penjajakan saja. Selain itu, faktor lain adalah es batu yang
digunakan sebagai alas ikan. Es batu yang digunakan menjadi faktor penyebab
39
kontaminasi silang terhadap ikan. Ikan yang telah lama/rusak akan
meninggalkan cemaran bakteri pada alas es batu yang digunakan kembali
sebagai alas ikan segar berikutnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartini, U. S. (2005)
terhadap lima sampel es batu, diperoleh bahwa total mikroba yang terdapat
pada es batu berkisar antara 6.1 x 102 sampai 9.8 x 103 cfu/ml, selain itu
analisis yang lebih spesifik lagi terhadap spesies bakteri yang terdapat pada es
batu menggunakan perangkat API 20E antara lain diperoleh E.coli (10 %),
Enterobacter sp (10 %), Enterobacter cloacae (20 %), Pseudomonas sp (10
%), Citrobacter (10 %), dan Klebsiella (20 %), hasil penelitian ini menjadi
dasar terhadap adanya dugaan kontaminasi yang berasal dari es batu terhadap
ikan yang dijual.
Dua faktor lain yaitu (cara penangkapan dan faktor biologis) inilah yang
diduga menjadi penyebab rendahnya mutu ikan sebelum ikan sampai ke tangan
penjual. Sementara itu, untuk pasar tradisional rendahnya mutu ikan diduga
akibat dari buruknya penanganan dan cara penangkapan serta faktor biologis
yang berasal dari ikan itu sendiri.
Cara penanganan yang teramati pada pasar tradisional saat pengambilan
sampel adalah ikan diletakkan di atas alas yang terbuat dari keramik atau daun
pisang dan datar. Keadaan yang demikian membuat air yang digunakan untuk
mencuci ikan tidak mengalir terbuang sepenuhnya melainkan sebagian
menumpuk tergenang di atas alas disamping itu, air yang digunakan untuk
mencuci ikan menggunakan air yang selama proses pengambilannya tidak
memperhatikan higienitas yaitu menggunakan air rendaman ikan stock
sehingga membuat kontaminasi silang sangat mungkin terjadi.
40
Tabel 10. Persentase kesesuaian mutu total mikroba pada tiga jenis ikan
terhadap persyaratan mutu total mikroba ikan segar SNI 012719-1992 pasar modern dan pasar tradisional di wilayah
Bogor.
Jenis ikan
Segar
Ikan
Bawal
Ikan
Kembung
Ikan
Gurami
Keterengan :
Pasar Modern
PK SNI ikan
PT SNI ikan
segar (%)
segar (%)
Pasar Tradisional
PK SNI ikan
PT SNI ikan
segar (%)
segar (%)
28.57
71.43
0
100
42.86
57.14
0
100
42.86
57.14
0
100
PK SNI = Persentase kesesuaian
PT SNI = Persentase ketidaksesuaian
3. Isolasi Salmonella spp.
Salmonella merupakan bakteri umumnya berada dalam jumlah kecil
dalam bahan pangan namun jumlah tersebut cukup untuk menimbulkan gejala
sakit (Jenie dan Fardiaz, 1989). Salmonella merupakan salah satu bakteri
patogen yang sering mengkontaminasi ikan segar (Frazier dan Westhoff, 1981).
Salmonella merupakan bakteri yang dapat menyebabkan keracunan pangan.
Analisis Salmonella dilakukan terhadap seluruh sampel. Analisis ini
untuk mengisolasi dan meneliti terhadap keberadaan Salmonella. Analisis ini
mengacu kepada metode BAM tahun 2007. Tahapan analisis Salmonella terdiri
dari lima tahapan yaitu Pra pengayaan, Pengayaan selektif, isolasi Salmonella,
uji biokimia awal, dan uji biokimia lanjutan. Tahap Pra pengayaan merupakan
tahapan pengayaan Salmonella yang bertujuan untuk mengembalikan
Salmonella yang berada dalam keadaan injury agar kembali dalam keadaan
sehat serta memperkayanya. Media yang digunakan dalam tahap ini adalah
Lactose Broth (LB), dimana sebanyak 25 gram sampel dimasukkan ke dalam
225 ml Lactose Broth steril. Hasil tahap Pra pengayaan yaitu dengan
menginkubasi 25 gram ikan segar selama 24 ± 2 jam pada suhu 37oC pada
media Lactose broth membuat media tersebut menjadi keruh. Kekeruhan ini
menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme yang tumbuh pada media.
41
A
B
C
Gambar 6. Hasil inkubasi sampel homogenat ikan segar A.
Kembung. B. Gurami. C. Bawal. selama 24 ± 2 jam pada
suhu 37oC pada media Lactose Broth.
Tahapan kedua dalam analisis Salmonella adalah Pengayaan selektif
dimana sebanyak 1 ml hasil inkubasi Lactose Broth (LB) dimasukkan ke dalam
Tetrathionate Broth (TTB) dan 0,1 ml ke dalam Rappaport Vassiliadis (RV).
Masing-masing media baik Rappaport Vassiliadis (RV) maupun Tetrathionate
Broth (TTB) berfungsi sebagai media penyeleksi terhadap bakteri bukan
Salmonella serta sekaligus memperkaya bakteri Salmonella itu sendiri. Dalam
media Rappaport Vassiliadis (RV) terdapat senyawa magnesium klorida dan
malachite green dengan pH rendah (5,2 ± 2) yang berfungsi menghambat
pertumbuhan mikroba alami (selective media) yang berasal dari saluran
pencernaan selain Salmonella (D’Aoust, 1989). Disamping itu, Rappaport
Vassiliadis (RV) mengandung soy peptone yang berfungsi sebagai sumber
nitrogen, karbon, dan asam amino bagi Salmonella (Oxoid Manual, 1995)
(enrichment media).
Dalam media Tetrathionate Broth (TTB), terdapat senyawa garam
empedu yang berfungsi sebagai senyawa selektif yang berfungsi menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif. Selain garam empedu, senyawa selektif lain
yang terkandung dalam TTB adalah natrium tiosulfat dan tetrationat yang
terbentuk akibat penambahan iodin dan kalium iodida (I2KI), dimana skedua
senyawa ini berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri koliform. Enzim
tetrationat reduktase pada media TTB dapat membuat Salmonella dapat tetap
42
tumbuh yaitu denga cara meningkatkan daya tahan Salmonella terhadap efek
toksik dari tetrationat (Oxoid Manual, 1995).
Keseluruhan sampel yang diuji ke tahap kedua yaitu inkubasi sampel
ikan segar pada media RV dan TTB dari media LB yang telah diinkubasi
membuat media menjadi keruh. Kekeruhan menunjukkan adanya aktivias
mikroorganisme yang tumbuh pada media. Berdasarkan Oxoid Manual (1995)
maka bakteri yang mampu tumbuh pada media RV dan TTB memiliki dugaan
yang semakin kuat terhadap Salmonella.
Gambar 7. Hasil Positif Inkubasi Sampel Ikan Segar yang Berasal dari Media
LB pada Media TTB (kiri) dan RV (kanan)
Tahap ketiga analisis Salmonella adalah isolasi Salmonella yaitu dengan
menggoreskan hasil positif uji tahap dua secara kuadran ke tiga media spesifik
yaitu Hektoen Enteric Agar (HEA), Xylose Desoxycholate Agar (XLDA), dan
Bismuth Sulfite Agar (BSA) dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 24±2 jam.
Setelah inkubasi hasil positif akan menunjukkan tumbuhnya koloni tipikal.
Koloni tipikal pada masing-masing media memiliki ciri-ciri tersendiri. Media
HEA, koloni tipikal berwarna biru kehijauan dengan atau tanpa titik hitam di
bagian tengahnya. Pada media XLDA, koloni tipikal berwarna merah muda
dengan atau tanpa warna hitam di bagian tengahnya. Sedangkan pada media
BSA, koloni tipikal berwarna coklat, abu-abu atau hitam, kadang tampak
berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna coklat pada
43
awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktu inkubasi, yang
dinamakan halo effect (BAM, 2007).
B
A
Gambar 8. Hasil Goresan Kuadran pada Media XLDA Sampel Ikan Segar
yang Berasal dari Media Pengaya Selektif yang Telah Diinkubasi
A. Koloni Tipikal Salmonella (Pink) dan B. Koloni Atipikal
Salmonella (Kuning).
B
A
Gambar 9. Hasil Goresan Kuadran pada Media HEA Sampel Ikan Segar yang
Berasal dari Media Pengaya Selektif yang Telah Diinkubasi A.
Koloni Tipikal Salmonella (Hijau Muda) dan B. Koloni Atipikal
Salmonella (Kuning).
44
A
Gambar 10. Hasil Goresan Kuadran pada Media BSA Sampel Ikan Segar yang
Berasal dari Media Pengaya Selektif yang Telah Diinkubasi A.
Koloni Tipikal Salmonella (Hijau Muda).
Berdasarkan hasil isolasi pada ketiga media, ternyata diperoleh hasil
koloni tipikal terbanyak adalah sampel yang berasal dari RV yang digoreskan
pada media BSA dan XLDA. Dari 29 sampel yang digores kuadran, koloni
tipikal yang terbentuk sebanyak 27. Jumlah koloni tipikal yang tumbuh paling
paling sedikit adalah sampel yang berasal dari RV yang digorekan pada media
XLDA.
Tabel 11. Jumlah sampel terhadap koloni tipikal yang tumbuh pada
media isolasi Salmonella (HEA, XLDA, BSA)
Media
XLDA
BSA
HEA
RV
4 Sampel
22 Sampel
5 Sampel
TTB
27 Sampel
27 Sampel
26 Sampel
Koloni terpilih selanjutnya diinokulasikan pada media agar miring Triple
Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA) sebagai uji biokimia awal.
Pengamatan pada TSIA dan LIA diamati setelah sampel diinkubasi selama 24
jam pada suhu 35 ± 2°C. Ciri-ciri hasil positif pada TSIA ditandai dengan
adanya reaksi basa pada permukaan yaitu dengan terbentuknya warna merah
pada permukaan dan warna kuning pada bagian dasar dengan atau tanpa warna
hitam di bagian dasar tabung dan gas pada agar (BAM, 2007). Reaksi basa
merupakan hasil fermentasi Salmonella terhadap glukosa yang jumlahnya
45
terbatas dalam media. Keterbatasan ini membuat Salmonella akhirnya
menggunakan pepton sebagai sumber energi yang mengakibatkan hasil
sampingan
berupa
basa (warna
merah).
Warna hitam pada
media
mengindikasikan bahwa bakteri membentuk H2S. Hal ini disebabkan
kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang kemudian
bereaksi dengan garam besi.
Sementara itu hasil positif dari uji biokimia pada LIA memiliki ciri-ciri
yaitu adanya reaksi basa pada bagian permukaan (berwarna ungu) dengan atau
tanpa warna hitam pada bagian dasar tabung (menghasilkan H2S) dan gas pada
agar (BAM, 2007). Reaksi basa terjadi akibat dekarboksilasi lisin menjadi
amin kadaverin oleh Salmonella yang hasilnya ditunjukkan dengan berubahnya
pH bromkresol ungu menjadi warna ungu.
A
Gambar 11.
B
A
Hasil Positif Goresan Tusuk Koloni Tipikal yang Berasal dari
Goresan Kuadran Media Isolasi pada Media TSIA A. (Disertai
Pembentukan H2S (Hitam)) dan B. (Tanpa Disertai Pembentukan
H2S).
46
A
Gambar 12.
B
A
Hasil Positif Goresan Tusuk Koloni Tipikal yang Berasal dari
Goresan Kuadran Media Isolasi pada Media LIA A. (Disertai
Pembentukan H2S (Hitam)) dan B. (Tanpa Disertai Pembentukan
H2S).
Setelah TSIA dan LIA diinkubasi, tumbuh berbagai koloni yang
menghasilkan hasil uji biokimia yang berbeda-beda. Tabel 12 menunjukkan
persentase koloni yang diduga positif Salmonella terhadap hasil positif uji
biokimia awal pada media TSIA dan LIA. Tabel 12 memperlihatkan bahwa
media selektif (RV dan TTB) yang paling banyak menghasilkan hasil positif uji
biokimia adalah sampel yang ditumbuhkan pada media RV. Walaupun jumlah
koloni tipikal pada media HEA, XLDA, dan BSA yang tumbuh pada media RV
relatif lebih sedikit dibandingkan TTB, namun persentase hasil positif pada uji
biokimia awal (TSIA dan LIA) ternyata lebih banyak. Hal ini menunjukkan
bahwa selektifitas pada media RV terhadap bakteri bukan Salmonella lebih
baik dibandingkan TTB. Bahkan hasil uji biokimia awal pada koloni tipikal
yang berasal dari XLDA semuanya menghasilkan hasil positif (100%).
Sementara dari HEA (60%), dan BSA (36.36%).
47
Tabel 12. Persentase koloni tipikal dan atipikal terhadap jumlah sampel
yang tumbuh pada media isolasi serta persentase positif
dugaan Salmonella setelah koloni tipikal diuji konfirmasi
biokimia pada media TSIA dan LIA.
%Positif
%Positif
TSIA LIA
TSIA LIA
100
4
100
75.86
24.14
8
36.36
29
17.24
100
3
60
27
29
93.10
100
5
18.52
BSA
27
2
93.10
6.90
3
11.11
HEA
26
29
89.65
100
3
11.54
Media
RV
TTB
Tipikal
Atipikal
%Tipikal
%Atipikal
XLDA
4
29
13.79
BSA
22
7
HEA
5
XLDA
Berbeda dengan RV, TTB merupakan Pengayaan selektif media dengan
kemampuan daya tumbuh yang sangat baik untuk Salmonella. Hal ini terbukti
dengan banyaknya koloni tipikal yang tumbuh pada media isolasi (XLDA,
BSA, dan HEA) dari 29 sampel yang dianalisis hampir seluruhnya tumbuh
koloni tipikal pada media isolasi (XLDA, BSA, dan HEA). Namun bila melihat
dari hasil uji biokimia awal pada TSIA dan LIA ternyata sedikit sekali yang
menunjukkan hasil positif, tidak lebih dari 20%. Hal ini menunjukkan
selektifitas terhadap bakteri bukan Salmonella oleh media TTB sangat rendah
namun mempunyai daya tumbuh yang sangat baik, lebih baik dibandingkan
RV. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh Sylviana (2008)
yang menerangkan bahwa untuk mendeteksi Salmonella pada 40 sampel karkas
ayam, diketahui bahwa media RV (68,52%) lebih efektif dibandingkan dengan
media TTB (23,33%).
Pada media isolasi, persentase tertinggi terhadap hasil positif uji
biokimia awal adalah media Xylose Desoxycholate Agar (XLDA) baik yang
berasal dari RV maupun TTB. Persentase pada XLDA yang berasal dari RV
bahkan mencapai 100% sedangkan dari TTB persentasenya hanya 18.52%,
walaupun demikian nilai ini adalah yang tertinggi dibandingkan yang berasal
dari BSA dan HEA yang hanya bernilai 11.11% dan 11.54%. Hasil ini sesuai
dengan ISO 6579 : 2002 yang menerangkan bahwa XLDA merupakan media
48
agar selektif paling utama dalam mendeteksi Salmonella. Dalam media XLDA
terdapat senyawa sodium desoksikolat dan natrium tiosulfat sebagai senyawa
selektif yang menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Selain itu hasil
ini juga menunjukkan bahwa media Pengayaan selektif yang paling baik dalam
memperkaya bakteri Salmonella dan menyeleksi bakteri bukan Salmonella
adalah Rappaport Vassiliadis (RV).
Gambar 13. Persentase Hasil Positif Uji Biokimia Awal Berdasarkan Koloni
Tipikal yang Berasal dari Media Isolasi (HEA, XLDA, dan BSA)
Setelah uji biokimia dilakukan, tahap selanjutnya adalah uji biokimia
lanjutan yaitu dengan melihat hasil uji terhadap Urea Broth, uji biokimia
lanjutan berfungsi untuk melihat bakteri yang terpilih apakah menghasilkan
urease atau tidak. Bakteri Salmonella tidak menghasilkan urease (urease
negatif) (Bell dan Kyriakides, 2003). Urease positif ditunjukkan dengan
berubahnya warna Urea Broth dari kuning (pH 6,8) menjadi merah atau merah
muda (pH 8,1), sementara urease negatif ditunjukkan dengan tidak adanya
perubahan warna pada media (tetap kuning). Gambar 14 adalah contoh hasil
49
positif dan negarif Urea Broth setelah diinkubasi selama 24 ± 2 jam pada suhu
35oC.
A
B
B
Gambar 14. Hasil Inkubasi Koloni Positif TSIA atau LIA pada Media Urea
Broth A. Dugaan Positif Salmonella (Kuning) dan B. Dugaan
Negatif Salmonella (Pink).
Hasil uji biokimia lanjutan menunjukkan bahwa dari 26 tabung yang
positif pada uji biokimia awal terdapat 20 tabung yang positif pada uji biokimia
lanjutan. Hasil positif uji biokimia awal sebanyak 26 tabung berasal dari 14
sampel. Selanjutnya seluruh 26 tabung ini diuji ke tahap uji biokimia lanjutan.
Hasilnya, dari 26 tabung yang diuji terdapat 20 tabung yang negatif urease
sehingga disimpulkan sebagai dugaan positif Salmonella. Seluruh dugaan
positif sebanyak 20 tabung ini berasal dari 9 sampel.
50
Tabel 13. Hasil positif dugaan Salmonella isolat bakteri pada uji
biokimia lanjutan (Urea Broth) terhadap isolat bakteri
dugaan Salmonella uji biokimia awal (TSIA dan LIA).
Jumlah Tabung
Jumlah Tabung
Positif TSIA LIA
Positif Urea Broth
XLDA
4
4
BSA
8
4
HEA
3
3
XLDA
5
4
BSA
3
2
HEA
3
3
26
20
Media
RV
TTB
Jumlah Total Tabung
Hasil dari 20 tabung positif uji biokimia lanjutan yang berasal dari 9
sampel menunjukkan bahwa terdapat beberapa sampel yang memiliki hasil
tabung positif lebih dari satu setelah diuji pada uji biokimia lanjutan. Setelah
uji biokimia lanjutan, selanjutnya dilakukan uji konfirmasi spesifik terhadap
bakteri Salmonella menggunakan perangkat API 20E. Namun dari 20 tabung
yang positif pada uji biokimia lanjutan, dipilih 9 tabung yang mewakili masingmasing sampel. Sylviana (2008) menerangkan bahwa probabilitas tertinggi
terhadap dugaan positif bakteri Salmonella adalah koloni tipikal yang berasal
dari media HEA. Pembatasan mengenai jumlah sampel yang akan diuji
konfirmasi API 20E adalah karena keterbatasan alat dan media yang ada.
Sehingga penentuan uji konfirmasi API 20E didasarkan atas probabilitas
tertingga dugaan positif bakteri Salmonella.
Selain itu, disamping didasarkan atas penelitian yang dilakukan Sylviana
(2008), penentuan sampel uji yang akan dilakukan uji konfirmasi API 20E
dilakukan satu uji tambahan yaitu dengan Chromogenic media, hasilnya dari 9
sampel yang diananalisis terdapat 5 sampel yang negatif dugaan Salmonella
sehingga sampel yang diuji konfirmasi API 20E adalah sebanyak 4 sampel.
51
Tabel 14. Hasil uji chromegenic media terhadap isolat bekteri yang
berasal dari sampel yang diduga positif Salmonella hingga
tahap uji biokimia lanjutan.
Ket :
Sampel
Kode
Kesimpulan
Kembung GTY
6
Negatif
Gurami GTY
27
Positif
Kembung PSA
J
Negatif
Bawal PSB
110
Negatif
Gurami PSB
100
Positif
Kembung PSI
121
Negatif
Kembung GPJ
149
Positif
Gurami GPJ
166
Positif
Bawal GSB
137
Negatif
GTY : Giant Taman Yasmin
GPJ : Giant Padjajaran
GSB : Giant Sindang Barang
PSA : Pasar Anyar
PSB : Pasar Bogor
Gambar 15. Hasil Positif Goresan Kuadran Koloni Dugaan Positif Salmonella
yang Berasal dari Media TSIA pada Media Kromogenik setelah
Inkubasi pada Suhu 37oC Selama 24 ± 2 Jam.
52
Gambar 16. Hasil Positif Goresan Kuadran Koloni Dugaan Negatif Salmonella
yang Berasal dari Media TSIA pada Media Kromogenik setelah
Inkubasi pada Suhu 37oC Selama 24 ± 2 Jam.
Chromogenic media (Oxoid Salmonella Chromogenic Media II (OSCM
II)) merupakan media selektif terhadap kebanyakan bakteri non-Enterobacter.
Beberapa spesies bakteri Enterobacter sendiri dan sedikit bakteri lain yang
mampu tumbuh pada media ini yaitu spesies yang memiliki enzim Caprylate
esterase (Oxoid, 2008). Enzym Caprylate esterase hanya dimiliki oleh
Klebsiella, Enterobacter, dan Proteus.
Prinsipnya, OSCM II merupakan media yang mengandung senyawa
inhibigen yang terdiri dari dua komponen yaitu magenta-caprylate dan X-βglucopyranoside. Senyawa inhibigen ini tidak toksik terhadap bakteri dan
hanya dapat dipecah oleh enzim spesifik (Caprylate esterase). Ketika masuk ke
dalam sel, senyawa inhibigen ini dipecah dan molekul pecahannya akan
dikeluarkan dari sel (free inhibitor). Senyawa pecahan ini akan menghambat
replikasi sel bakteri tersebut namun tidak membunuhnya. Selain itu, senyawa
pecahan ini tidak dapat diambil oleh bakteri lain (Oxoid, 2008).
Perbedaan Salmonella dengan bakteri lain yang mampu tumbuh pada
media OSCM II adalah metabolisme dari senyawa inhibigen tersebut (magentacaprylate
dan
X-β-glucopyranoside).
Enzim
Caprylate
esterase
pada
Salmonella akan memecah senyawa inhibigen dan melepaskannya sebagai
purple chromophore sehingga sel Salmonella yang tumbuh akan berwarna
ungu. Berbeda dengan bakteri bukan Salmonella, bakteri ini akan memecah Xβ-glucopyranoside sebagai β-glucosidase yang menyebabkan warna biru atau
53
biru tua. Sehingga koloni bukan Salmonella yang tumbuh akan berwarna biru
atau biru tua (Oxoid, 2008).
Sampel yang telah ditentukan sebagai dugaan terbesar terhadap bakteri
Salmonella selanjutnya disimpan dalam media Nutrient Agar (NA) miring
sebagai kultur yang siap dianalisis. Penyimpanan kultur dilakukan pada suhu
rendah, yaitu disimpan dalam refrigerator. Selama uji konfirmasi belum
dilakukan, kultur disegarkan kembali ke dalam media Nutrient Agar (NA)
miring setiap dua minggu.
4. Hasil Uji Konfirmasi API 20E
Uji API 20E merupakan metode uji konfirmasi lanjutan untuk
menentukan secara spesifik spesies suatu bakteri. Uji API 20E merupakan uji
yang dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri enterik batang gram negatif.
Setiap strip terdiri dari 20 kompartemen yang harus diisi dengan suspensi
bakteri (BAM, 2008). Setelah inkubasi, setiap kompartemen/tabung akan
mengalami perubahan warna akibat adanya perubahan pH. Beberapa tabung
membutuhkan reagen tertentu untuk mengidentifikasinya (BAM, 2008).
Sampel uji sebanyak empat tabung, masing-masing digores ke dalam
media Nutrient Agar (NA) cawan terlebih dahulu untuk mendapat koloni
terpisah. Setelah itu sebanyak ± 3 koloni diambil dan dimasukkan ke dalam 5
ml larutan fisiologis. Selanjutnya pengencer tersebut dimasukkan ke dalam
setiap tabung pada strip API 20E dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 ± 2
jam. Beberapa tabung tertentu diberi reagen tersendiri setelah inkubasi sebelum
pengamatan dan dibiarkan selama 10 menit. Gambar 17 menunjukkan hasil uji
API 20E setelah inkubasi dan pemberian reagen.
Gambar 17. Hasil Positif Salmonella spp. Sampel Ikan Segar (Atas) dan Hasil Negatif
Salmonella spp. Sampel Ikan Segar (Bawah) setelah Inkubasi pada Suhu
37oC Selama 24 ± 2 Jam dan Pemberian Reagen.
54
Berdasarkan hasil pengujian menggunakan software terhadap hasil
pengamatan sampel setelah uji API 20E. Pengujian terhadap empat sampel, tiga
diantaranya positif Salmonella dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Sampel
dengan kode 100, 149, dan 166 positif Salmonella spp. dengan tingkat
kemurnian masing-masing sebesar 88.8%, 89.4%, dan 95.1%. Dari keempat
sampel yang diuji seluruhnya termasuk ke dalam excellent identification karena
persentase kemurnian yang diperoleh sangat tinggi walaupun satu diantaranya
bukan Salmonella spp. Berikut tabel 15 menunjukkan persentase hasil uji
konfirmasi API 20E.
Tabel 15. Kesimpulan hasil identifikasi API 20E terhadap sampel dugaan
positif Salmonella.
Persentase
Sumber
Kode Sampel
Hasil Identifikasi
Gurami GTY
27
Pseudomonas aeruginosa
96.6
Gurami PSB
100
Salmonella spp.
88.8
Kembung GPJ
149
Salmonella spp.
89.4
Gurami GPJ
166
Salmonella spp.
95.1
Ket :
Identifikasi (%)
GTY : Giant Taman Yasmin
GPJ : Giant Padjajaran
PSB : Pasar Bogor
Hasil isolasi Salmonella spp. dari keempat sampel yang diuji ternyata hasil
positif Salmonella lebih banyak berasal dari pasar modern (supermarket), padahal
bila dilihat dari segi sanitasi dan higienitas pasar tradisional jauh lebih buruk
dibandingkan dengan pasar modern (supermarket). Kemungkinan ini didasarkan
atas beberapa faktor yaitu bahwa kondisi yang menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan bakteri Salmonella spp. oleh bakteri lain sangat rendah seperti
adanya bakteri-bakteri pembusuk dan bakteri asam laktat yang merupakan salah
satu faktor penghambat pertumbuhan Salmonella. Ray (2001) menjelaskan bahwa
bakteri Salmonella tidak dapat berkompetisi secara baik dengan bakteri-bakteri
yang umum terdapat di dalam makanan. Pada pasar tradisional cemaran bakteri
55
lain sangat tinggi dibandingkan dengan pasar modern. Hal ini terbukti dalam
penelitian sebelumnya mengenai total mikroba dimana dari keseluruhan sampel
yang diuji rata-rata total mikroba pada sampel yang berasal dari pasar tradisional
semuanya lebih tinggi dari pasar modern (supermarket).
B. PENELITIAN TAHAP II (Pengaruh Pengukusan Terhadap Salmonella
dan Total Mikroba)
1. Total Mikroba Bumbu Pepes
Bumbu pepes merupakan bahan yang ditambahkan untuk meningkatkan
citarasa. Bumbu pepes terdiri dari rempah-rempah yang memiliki senyawa
antimikroba
dan
bersifat
fungisidal
(membunuh
kapang),
fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang), bakterisidal (membunuh bakteri),
bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan sebagainya (Fardiaz et al,
1987). Bumbu pepes yang diambil sebagai sampel adalah bumbu pepes curah
yang umum dijual di pasar tradisional. Sampel diuji sebanyak tiga kali ulangan
dimana setiap ulangan dilakukan pengenceran sebanyak dua kali (duplo).
Analisis yang dilakukan adalah analisis kuantitatif total mikroba (AOAC,
1990).
Hasil pengujian menunjukkan rata-rata total mikroba bumbu pepes
adalah sebesar 6.75 log cfu/gram. Pada ulangan pertama diperoleh total
mikroba sebesar 6.81 log cfu/gram, pada ulangan kedua sebesar 6.04 log
cfu/gram, dan pada ulangan ketiga sebesar 6.97 log cfu/gram. Tabel 16
menunjukkan hasil pengujian total mikroba bumbu pepes.
Tabel 16. Hasil pengujian total mikroba bumbu pepes
Sampel
Bumbu
Ulangan
Total Mikroba
(cfu/gram)
I
6.4 x 106
II
1.1 x 106
III
9.4 x 106
Rata-rata
5.6 x 106
Log Rata-rata
6.75
56
2. Ketahanan Bakteri Salmonella terhadap Proses Pengukusan
Sampel yang digunakan sebagai uji ketahanan Salmonella terhadap
proses pengukusan adalah ikan kembung. Ikan kembung merupakan ikan yang
umum dijadikan ikan pepes dibandingkan gurami dan bawal. Selain itu, ikan
kembung juga hanya merupakan sampel indikator uji terhadap perlakuan.
Perlakuan yang diujikan terhadap uji ketahanan bakteri Salmonella adalah
dengan penambahan bumbu dan tanpa penambahan bumbu pepes setelah
sebelumnya ikan dikontaminsi terlebih dahulu dengan kultur murni bakteri
Salmonella dengan tingkat kontaminsi tinggi 105 cfu/gram. Kontaminasi
dilakukan dengan cara melumuri ikan dengan cairan bakteri pengkontaminasi
lalu dibiarkan selama 30 menit untuk memberi kesempatan kepada bakteri agar
menempel pada sampel (Sylviana, 2008).
Perlakuan terhadap proses pengukusan dilakukan selama 30 menit
dimulai pada menit ke-0 selanjutnya pengujian dilakukan setiap interval 15
menit yaitu dari menit ke-0, hingga menit ke-30. Pengukusan dilakukan setelah
suhu air kukusan sudah mendidih dan mengeluarkan uap sehingga ikan yang di
masukkan adalah ikan yang masuk ke dalam sistem pengolahan yang sudah
bersuhu 100oC. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dan masingmasing analisis adalah duplo. Analisis kuantitatif Salmonella dilakukan dengan
menumbuhkannya pada media agar Hektoen Enteric Agar (HEA). HEA
merupakan media tumbuh bakteri Salmonella yang paling baik dalam
menumbuhkan Salmonella (Sylviana, 2008).
Salmonella yang tumbuh pada media agar Hektoen Enteric Agar (HEA)
adalah Salmonella dengan ciri-ciri koloni tipikal yang tumbuh sesuai dengan
ciri-ciri koloni tipikal kultur murni pengkontaminasi. Kesesuaian ini
menunjukkan Salmonella yang tumbuh merupakan Salmonella yang berasal
dari
kultur
pengkontaminasi
sehingga
penurunan
jumlah
Salmonella
pengkontaminasi dapat dihitung. Selain itu, pada dasarnya Salmonella tidak
dapat berkompetisi secara baik dengan bakteri-bakteri yang umum terdapat di
dalam makanan (Ray, 2001). Oleh karena itu bakteri Salmonella yang berasal
dari dalam bahan pangan untuk pengujiannya membutuhkan media pengaya
terlebih dahulu. Bakteri koloni tipikal yang tumbuh pada media dapat
57
dipastikan
merupakan
bakteri
Salmonella
yang
berasal
dari
kultur
pengkontaminasi. Adapun ciri-ciri koloni tipikal kultur pengkontaminasi adalah
berwarna hijau muda dengan titik hitam dibagian tengahnya.
Pada perlakuan tanpa bumbu, jumlah Salmonella setelah kontaminasi
(menit ke-0) rata-rata berjumlah 4.62 log cfu/gram. Namun setelah dikukus dan
dianalisis secara kuantitatif Salmonella sudah tidak ada hingga pengenceran
terendah. Pada menit ke-15 dan ke-30 tidak terdapat satupun koloni tipikal
yang tumbuh. Tabel 17 menunjukkan hasil pengujian terhadap jumlah
Salmonella setelah pengukusan.
Tabel 17. Hasil analisis kuantitatif Salmonella sampel ikan tanpa bumbu
pada setiap waktu pengukusan.
Waktu Pengukusan
Total Salmonella (cfu/gram)
Rata-rata
(menit)
Ulangan I
0'
3.1 x 104
< 1 x 104
5.2 x 104
4.2 x 104
15'
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
30'
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
Ulangan II Ulangan III
(cfu/gram)
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa pengukusan sejak 15
menit pertama sudah tidak ada lagi koloni tipikal yang tumbuh padahal jumlah
total Salmonella awal setelah kontaminasi mencapai 4.2 x 104 cfu/gram. Suhu
pengukusan yang dilakukan mencapai 100oC, suhu ini cukup untuk membunuh
Salmonella. Matches dan Liston (1968) dalam (Jay et al, 2005) melaporkan
bahwa Salmonella sensitif terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu
pasteurisasi. Data ini menunjukkan bahwa penurunan Salmonella secara
kuantitatif dapat terlihat sejak 15 menit pertama pengukusan. Menit ke-15 dan
ke-30 sudah tidak ada lagi satupun koloni tipikal yang tumbuh. Terlebih lagi
bila pengukusan dilakukan lebih lama.
Secara kuantitatif, tidak terdapatnya bakteri Salmonella yang tumbuh
diduga karena limit deteksi terhadap metode analisis kuantitatif yang
digunakan. Kemungkinan ini didasarkan atas tidak terambilnya sel Salmonella
dalam pengencer saat akan diplating atau diambil untuk pengenceran
58
berikutnya. Hal ini karena Salmonella yang ada jumlah sudah sangat sedikit
akibat proses perlakuan pengukusan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Trivedi et al, (2008) bahwa proses steam yang umum dilakukan
di rumah tangga mampu menurunkan total bakteri Listeria monocytogenes
sebanyak 7.61-3.23 log cfu/cm2 dengan lama waktu steam yang dilakukan
adalah 30-180 detik. Penelitian Trivedi et al, (2008) adalah dengan cara
melakukan mengkontaminasi kulit pada daging babi dengan kultur bakteri
Listeria monocytogenes sebanyak 7.61-5.75 log cfu/cm2.
Selain itu, dugaan lain adalah bahwa baketri Salmonella belum
sepenuhnya mati melainkan dalam keadaan injury sehingga analisis kualitatif
perlu dilakukan. Uji kualitatif yang dilakukan adalah uji terhadap sampel yang
memiliki dugaan tertinggi terhadap masih adanya Salmonella injury. Sampel
yang ambil untuk uji kualitatif adalah sampel yang mengalami perlakuan
pengukusan untuk waktu yang paling singkat yaitu pada 15 menit pertama
pengukusan. Analisis kualitatif yang dilakukan meliputi tahap Pra pengayaan,
Pengayaan selektif, Agar selektif, dan uji biokimia sebanyak tiga kali ulangan.
Tabel 18. Hasil goresan kuadran isolat bakteri sampel ikan tanpa bumbu
pada media Agar selektif setelah dikukus selama 15 menit.
Ulangan
I
II
III
Media
RV
TTB
BSA
Steril
Steril
HEA
Steril
Steril
XLDA
Tipikal (Pink tanpa titik hitam); kode (1)
Steril
BSA
Steril
Steril
HEA
Steril
Steril
XLDA
Steril
Steril
BSA
Steril
Steril
HEA
Atipikal
Steril
XLDA
Atipikal dan Tipikal (Pink tanpa titik hitam); kode (2)
Steril
Analisis kualitatif hingga tahap Agar selektif hampir tidak menunjukkan
adanya bakteri. Bahkan goresan pada Agar selektif yang berasal dari media
TTB tidak ada satupun koloni yang tumbuh baik tipikal maupun atipikal.
Sementara goresan yang berasal dari media RV pada dua kali ulangan tumbuh
59
koloni tipikal. Hasil ini masih perlu diuji lagi pada tahap uji biokimia pada
media TSIA dan LIA miring. Tabel 19 menunjukkan hasil uji biokimia.
Tabel 19. Hasil uji biokimia koloni tipikal sampel ikan tanpa bumbu.
TSIA
Sampel
LIA
Kode
Dugaan
Atas
Bawah
Gas
H2S
Atas
Bawag
Gas
H2S
UI
1
B
A
-
-
B
B
-
-
+
U III
2
A
A
-
-
B
A
-
-
-
Ket :
A : Asam (Kuning pada TSIA; Merah pada LIA)
B : Basa (Merah pada TSIA; Ungu pada LIA)
Hasil uji biokimia menunjukkan adanya hasil positif pada satu sampel
yaitu pada ulangan pertama. Dari tiga kali ulangan yang dilakukan terdapat satu
ulangan yang positif. Persentase keberadaan Salmonella hingga 15 menit waktu
pengukusan adalah sebesar 33.33%, sehingga untuk 15 menit selanjutnya sudah
dapat dipastikan bahwa ikan pepes aman terhadap bakteri patogen Salmonella.
Uji kualitatif ini juga menunjukkan bahwa media Pengayaan selektif
yang paling baik dalam memperkaya bakteri Salmonella dan menyeleksi
bakteri bukan Salmonella adalah Rappaport Vassiliadis (RV). Sementara itu,
media selektif yang baik dalam menumbuhkan bakteri Salmonella adalah
Xylose Desoxycholate Agar (XLDA). Hal ini terbukti dengan tumbuhnya
bakteri baik tipikal maupun atipikal hanya pada XLDA.
Perlakuan yang kedua adalah dengan penambahan bumbu. Bumbu
ditambahkan ke ikan setelah ikan dikontaminasi dengan kultur murni
Salmonella sebanyak ± 105 cfu/gram dan dibiarkan selama 30 menit untuk
memberi kesempatan kepada bakteri untuk menempel pada sampel (Sylviana,
2008). Penambahan bumbu terhitung sebagai menit ke-0 pengukusan
selanjutnya sampel dianalisis total Salmonella-nya setiap interval 15 menit
hingga menit ke-30.
Pada perlakuan dengan bumbu, jumlah Salmonella setelah kontaminasi
(menit ke-0) rata-rata berjumlah 2.72 log cfu/gram. Namun setelah dikukus dan
dianalisis secara kuantitatif Salmonella tidak ada hingga pengenceran terendah.
Pada menit ke-15 dan ke-30 tidak terdapat satupun koloni tipikal yang tumbuh.
60
Tabel 20 menunjukkan hasil pengujian terhadap jumlah Salmonella setelah
pengukusan.
Tabel 20. Hasil analisis kuantitatif Salmonella sampel ikan dengan
bumbu pada setiap waktu pengukusan.
Waktu Pengukusan
Total Salmonella (cfu/gram)
Rata-rata
(menit)
Ulangan I
0'
3.4 x 102
5.7 x 102
6.5 x 102
5.2 x 102
15'
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
30'
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
Ulangan II Ulangan III
(cfu/gram)
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa pada perlakuan dengan
bumbu ini pun, pengukusan sejak 15 menit pertama sudah tidak terdapat
koloni tipikal yang tumbuh padahal jumlah total Salmonella awal setelah
kontaminasi mencapai 5.2 x 102 cfu/gram. Suhu pengukusan yang dilakukan
mencapai 100oC, suhu ini cukup untuk membunuh Salmonella. Matches dan
Liston (1968) dalam (Jay et al, 2005) melaporkan bahwa Salmonella sensitif
terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi.
Data ini menunjukkan bahwa penurunan Salmonella secara kuantitatif
dapat terlihat sejak 15 menit pertama pengukusan. Menit ke-15 dan ke-30
sudah tidak ada lagi satupun koloni tipikal yang tumbuh. Terlebih lagi bila
pengukusan dilakukan lebih lama. Sama seperti analisis sebelumnya, tidak
adanya bakteri Salmonella yang tumbuh tidak berarti Salmonella sepenuhnya
mati, dugaan terhadap adanya bakteri Salmonella injury dan faktor limit deteksi
menjadi bahan pertimbangan. Uji kualitatif dilakukan pada sampel yang diduga
paling tinggi probabilitasnya terhadap keberadaan Salmonella injury yaitu pada
menit ke-15 pengukusan. Analisis kualitatif yang dilakukan meliputi tahap Pra
pengayaan, Pengayaan selektif, Agar selektif, dan uji biokimia sebanyak tiga
kali ulangan.
61
Tabel 21. Hasil goresan kuadran isolat bakteri sampel ikan dengan
bumbu pada media Agar selektif setelah dikukus selama 15
menit.
Ulangan
I
II
III
Media
RV
TTB
BSA
Steril
Steril
HEA
Atipikal dan Tipikal (Hijau muda tanpa titik hitam); kode (3)
Steril
XLDA
Atipikal dan Tipikal (Pink tanpa titik hitam); kode (4)
Steril
BSA
Steril
Steril
HEA
Steril
Steril
XLDA
Atipikal
Steril
BSA
Steril
Steril
HEA
Steril
Steril
XLDA
Steril
Steril
Pada perlakuan dengan bumbu juga menunjukkan hasil yang serupa,
analisis kualitatif hingga tahap Agar selektif, hampir tidak menunjukkan
adanya bakteri. Bahkan goresan pada Agar selektif yang berasal dari media
TTB tidak ada satupun koloni yang tumbuh baik tipikal maupun atipikal.
Sementara goresan yang berasal dari media RV pada dua kali ulangan masih
terdapat bakteri yang tumbuh namun salah satunya hanya berupa koloni
atipikal. Hasil ini masih perlu diuji lagi pada tahap uji biokimia dengan media
TSIA dan LIA miring.
Tabel 22. Hasil uji biokimia koloni tipikal sampel ikan tanpa dengan
bumbu.
TSIA
Sampel
LIA
Kode
Dugaan
Atas
Bawah
Gas
H2S
Atas
Bawah
Gas
H2S
UI
3
A
A
-
-
B
A
-
-
-
UI
4
A
A
-
-
B
B
-
-
-
Ket :
A : Asam (Kuning pada TSIA; Merah pada LIA)
B : Basa (Merah pada TSIA; Ungu pada LIA)
62
Berbeda dengan perlakuan tanpa bumbu, perlakuan dengan bumbu
ternyata tidak ada satupun hasil uji yang menunjukkan hasil positif terhadap uji
biokimia. Dari dua koloni tipikal yang tumbuh baik pada media HEA maupun
XLDA, keduanya menghasilkan hasil negatif pada TSIA. Hal ini menunjukkan
bahwa bumbu memiliki pengaruh tersendiri dalam menghambat bakteri
Salmonella. Bumbu pepes terdiri dari rempah-rempah yang memiliki senyawa
antimikroba
dan
bersifat
fungisidal
(membunuh
kapang),
fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang), bakterisidal (membunuh bakteri),
bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan sebagainya (Fardiaz et al,
1987). Senyawa-senyawa bakterisidal dan bakteristatik inilah yang membunuh
dan menghambat pertumbahan bakteri Salmonella.
Pada perlakuan ini juga menunjukkan bahwa media RV dan XLDA
memiliki kemampuan daya tumbuh dan selektifitas yang lebih baik
dibandingkan media lainnya. Berbeda dengan Sylviana (2008) yang
menyatakan bahwa media yang paling baik dalam menumbuhkan Salmonella
adalah HEA.
Untuk kedua perlakuan diatas terdapat kesamaan mengenai perhitungan
tingkat kematian Salmonella. Sanchez dan Thippareddi (2003) mengemukakan
bahwa letalitas standar yang dibutuhkan dalam destruksi Salmonella pada
produk daging adalah sebesar 6.5 log. Selain itu, disebutkan juga parameter
destruksi termal berupa nilai D60oC dan nilai Z untuk produk daging. Dimana
untuk daging yang kaya akan lemak, maka nilai D60oC adalah sebesar 1.58
menit dan nilai Z sebesar 5.56oC. sehingga dari data ini dapat diperoleh nilai
D100oC sebesar 6.5 melalui persamaan :
D = Do 10{((Tref-T)/Z)}
Keterangan :
D
= Nilai D pada suhu tertentu (menit)
Do = Nilai D pada suhu standar (referensi)
Tref = Suhu standar yang digunakan untuk niai Do (oF atau oC)
T
= Suhu pemanasan tertentu (oF atau oC)
63
Dari persamaan diatas dapat diperoleh nilai D100oC sebesar :
D100oC = D60oC 10{((60-T)/Z)}
D100oC = 1.58 10{((60-100)/5.56)}
D100oC = 1.58 10-7.194
D100oC = 1.01 10-7 menit
Hasil ini menunjukkan bahwa untuk menurunkan Salmonella sebanyak
90% (1 Log) membutuhkan waktu 1.01 10-7 menit. Namun Sanchez dan
Thippareddi (2003) mengemukakan bahwa letalitas standar yang dibutuhkan
dalam destruksi Salmonella pada produk daging adalah sebesar 6.5 log, itu
artinya perlakuan terhadap bahan produk daging yang dilakukan harus mampu
menurunkan Salmonella hingga 6.5 Log. Sehingga waktu yang dibutuhkan
untuk menurunkan Salmonella sebanyak 6.5 adalah :
t100 = D100 x log
= 1.01 10-7 x 6.5
= 6.56 10-7 menit
Hasil ini menggambarkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
menurunkan Salmonella sebanyak 6.5 log pada suhu 100oC adalah 6.56 10-7
menit yaitu untuk proses pengukusan. Nilai yang diperoleh diasumsikan bakteri
Salmonella yang ada pada sampel menempel hanya pada permukaan karena
proses kontaminasi yang dilakukan adalah pelumuran cairan kontaminasi.
Selain itu, asumsi lain yang digunakan adalah ikan yang dimasukkan ke dalam
proses pengukusan sudah mencapai 100oC, karena suhu sistem dalam
pengolahan kukus diatur terlebih dahulu hingga mencapai 100oC.
3. Pengaruh Pengukusan Terhadap Kualitas Mikrobiologi Total Mikroba
Ikan
Kualitas mikrobiologi suatu bahan pangan secara umum dapat diketahui
dengan menganalisis total mikrobanya. Setiap bahan pangan memiliki batas
maksimal yang berbeda terhadap nilai batas amannya, baik bahan mentah
64
maupun olahan. Center for Food Safety (CFS) (2007) menjelaskan dalam
Guidelines for the microbiological quality of various ready-to-eat foods bahwa
hasil olahan ikan (cooked) digolongkan sebagai kategori 3 dimana hasil olahan
ikan (cooked) untuk hasil yang sangat baik (Satisfactory) jika jumlah total
mikrobanya adalah sebanyak ≤105 cfu, dan untuk nilai yang masih dapat
diterima (Acceptable) jika total mikrobanya berjumlah 105 - <106 cfu. Uji total
mikroba dihitung dengan menggunakan metode AOAC tahun 1990.
Perlakuan terdiri dari dua yaitu tanpa penambahan bumbu dan dengan
penambahan bumbu. Pertama ikan dipersiapkan terlebih dahulu sebanyak
delapan ekor yang dibeli dari tempat dan waktu yang sama sehingga dapat
diasumsikan total mikroba yang ada pada sampel kurang lebih sama. Delapan
sampel ini mewakili setiap menit pengukusan termasuk menit ke-0 dan tanpa
kontaminasi. Selanjutnya, pada masing-masing perlakuan, setiap sampel
dikukus selama 90 menit dimana pengujian total mikroba dilakukan setiap
interval 15 menit sejak menit ke-0 setelah kontaminasi hingga menit ke-90.
Untuk perlakuan tanpa penambahan bumbu, sebelum dikukus ikan
terlebih dahulu dianalisis total mikroba awalnya. Setelah itu ikan dikontaminasi
dengan kultur murni bakteri Salmonella, dibiarkan 30 menit dan dikukus
selama 90 menit. Analisis total mikroba terhadap suatu sampel adalah tertentu
dan spesifik. Dari tiga kali ulangan terhadap analisis total mikroba ikan tanpa
bumbu yang dilakukan, rata-rata total mikroba ikan yang diperoleh adalah
sebanyak 3.2 x 107 cfu/gram atau sebanyak 7.51 log cfu/gram. Jumlah ulangan
analisis total mikroba terhadap ikan juga sama pada setiap waktu pengukusan
yang dilakukan.
65
Tabel 23. Total mikroba awal ikan tanpa bumbu
Sampel
Ulangan
Total Mikroba
(cfu/gram)
I
9.4 x 107
II
6.2 x 105
III
1.6 x 106
Ikan kembung
Rata-rata
3.2 x 107
Log rata-rata
7.51
Pengukusan menyebabkan penurunan sejumlah mikroba. Pengukusan
yang dilakukan berkisar antara suhu 99-101 oC. Panas ini dapat menyebabkan
sejumlah mikroba mati. Tabel 24 menunjukkan hasil analisis total mikroba
terhadap proses pengukusan.
Tabel 24. Total mikroba ikan tanpa bumbu setelah proses pengukusan
Total Mikroba (cfu/gram)
Waktu Pengukusan
(menit)
Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata
(cfu/gram)
0'
6.0 x 108
1.7 x 106
3.0 x 107
15'
< 2.5 x 102
1.7 x 105
1.7 x 105
30'
5.1 x 102
1.8 x 103
1.2 x 103
45'
4.5 x 103
6.6 x 102
2.6 x 103
60'
2.9 x 102
< 2.5 x 102
2.9 x 102
75'
8.8 x 102
6.4 x 102
7.6 x 102
90'
< 2.5 x 103
< 2.5 x 102
< 2.5 x 102
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu
pengukusan maka semakin rendah total mikrobanya. Pemanasan pada 30 menit
pertama, penurunan total mikroba sangat signifikan, yaitu mencapai 2 log
koloni selanjutnya penurunun total mikroba relatif stabil dan perlahan hingga
menit ke-90. Terjadi sedikit kenaikan pada beberapa analisis, hal ini mungkin
66
karena ikan yang digunakan untuk analisis pada menit ke-45 dan menit ke-75
jumlah mikroba awalnya sedikit lebih banyak.
Gambar 18. Grafik penurunan total mikroba sampel ikan tanpa bumbu pada
setiap waktu pengukusan.
Berdasarkan CFS (2007) maka hasil pengukusan selama 15 menit ikan
tanpa bumbu, kualitas ikan tersebut adalah Acceptable. Hal ini didasarkan atas
total mikroba yang terkandung pada ikan yaitu sebanyak 1.7 x 105 cfu/gram
(105 - <106 cfu/gram). Berbeda dengan waktu pengukusan mulai 30 menit dan
selanjutnya dimana total mikroba ikan < 105 cfu/gram. Jumlah ini jika mengacu
pada CFS (2007) maka kualitas ikan tersebut adalah Satisfactory.
Pada perlakuan dengan penambahan bumbu, rata-rata total mikroba awal
sampel ikan juga sama yaitu tertentu dan spesifik. Analisis terhadap total
mikroba yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan yang dilakukan rata-rata
total mikrobanya adalah sebesar 2.4 x 105 cfu/gram atau 5.38 log cfu/gram.
Setelah itu sampel dikontaminasi dan dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya
ikan diberi bumbu masing-masing sebanyak 25 gram dan dikukus hingga 90
menit. Jumlah ulangan analisis total mikroba terhadap sampel ikan juga sama
untuk setiap perlakuan selanjutnya.
67
Tabel 25. Total mikroba awal ikan dengan bumbu
Sampel
Total Miroba
Ulangan
Ikan kembung
(cfu/gram)
I
1.22 x 105
II
4.7 x 105
III
1.3 x 105
Rata-rata
2.4 x 105
Log rata-rata
5.38
Selama masa pengukusan, sampel dianalisis total mikrobanya setiap
interval 15 menit. Analisis dilakukan dengan cara mengambil sampel yang
mewakili waktu pengkusan masing-masing. Hasilnya, penurunan total mikroba
terjadi dengan semakin lamanya waktu pengukusan. Tabel 26 menunjukkan
hasil analisis total mikroba pada setiap waktu pengukusan.
Tabel 26. Total mikroba ikan dengan bumbu setelah proses pengukusan
Waktu pengukusan
Total mikroba (cfu/gram)
Rata-rata
(menit)
Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
(cfu/gram)
0'
3.5 x 106
8.5 x 105
3.5 x 106
2.6 x 106
15'
4.3 x 102
< 2.5 x 102
6.6 x 103
3.5 x 103
< 2.5 x 102 < 2.5 x 102
2.8 x 103
2.8 x 103
30'
45'
8.2 x 102
< 2.5 x 102
< 2.5 x 102
8.2 x 102
60'
2.9 x 102
5.2 x 102
4.2 x 102
4.1 x 102
75'
< 2.5 x 102 < 2.5 x 102
< 2.5 x 102
< 2.5 x 102
90'
< 2.5 x 102 < 2.5 x 102
< 2.5 x 102
< 2.5 x 102
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu
pengukusan maka semakin rendah total mikrobanya. Bahkan Pada 15 menit
pertama penurunan total mikroba sudah sangat signifikan, hingga mencapai 3
68
log koloni selanjutnya penurunan mikroba relatif stabil dan perlahan hingga
menit ke-90. Pada menit ke-75 dan ke-90 menit pengukusan, total mikrobanya
sudah mencapai kurang dari 25 x 101 cfu. Jumlah ini sangat baik sebagai
jumlah total mikroba. Gambar 19 menunjukkan grafik penurunan total
mikroba.
Gambar 19. Grafik penurunan total mikroba sampel ikan dengan bumbu setiap
waktu pengukusan.
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa sampel dengan
penambahan bumbu secara mikrobiologis sudah baik pada menit ke-15
pengukusan dengan jumlah total mikroba sebesar 3.5 x 103 cfu/gram.
Penurunan total mikroba dari menit ke-0 hingga menit ke-15 pengukusan
mencapai 3 log koloni. Jumlah ini sangat besar bila dibandingkan dengan
perlakuan sebelumnya yang hanya menurunkan 2 log koloni. Hal ini
menunjukkan bahwa bumbu memiliki pengaruh yang baik dalam menurunkan
total mikroba. Rempah-rempah memiliki senyawa antimikroba dan bersifat
fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan
kapang),
bakterisidal
(membunuh
bakteri),
bakteristatik
(menghambat
pertumbuhan bakteri) dan sebagainya (Fardiaz et al, 1987).
Pada
kedua
perlakuan
diatas,
masing-masing
memiliki
waktu
pengukusan tersendiri untuk menrunkan sejumlah log mikroba tertentu.
Dimana untuk perlakuan tanpa bumbu ternyata setiap 15 menit pengukusan
mampu menurunkan total mikroba sebanyak 2 log koloni hingga 30 menit
pengukusan. Sehingga pada penelitian ini dimana total mikroba rata-ratanya
setelah tiga kali ulangan adalah sebesar 4.2 x 107 cfu/gram maka untuk
69
mencapa kategori Satisfactory berdasarkan CFS (2007) dibutuhkan waktu
pengukusan selama 30 menit (≤ 5 x 105 atau 5.70 log cfu/gram).
70
Download