Agrowisata Dalam Upaya Konservasi Tanah dan Air Abstrak Lahan

advertisement
Agrowisata Dalam Upaya Konservasi Tanah dan Air
Lilis Sudarmanah.
Abstrak
Lahan sebagai sumberdaya alam mempunyai peranan diantaranya sebagai penghasil
komoditi pertanian dan kehutanan. Meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pokok
telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan areal pertanian yang lebih luas dan
diusahakan lebih intensif. Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari
menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora
dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini
bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang
dikonversikan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem
pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi
Agroforestri merupakan sistem tersendiri dan bukan sekedar campuran tanaman
pertanian-kehutanan-peternakan. Keberhasilan pemapanan agroforestri tergantung pada
ketepatan memilih bentuk dan menentukan sasaran menurut kebutuhan setempat dan
ketergabungannya dengan kebiasaan petani setempat. Ini berarti bahwa agroforestri
merupakan suatu penyelesaian suatu penyelesaian baik menurut tempat maupun waktu.
Agroforestri memiliki banyak manfaat Manfaat secara ekologi adalah dengan adanya
sistem agroforestri diharapkan dapat memenuhi kaidah pengawetan tanah dan air.
Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian
(agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan,
pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan
agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, kita bisa
meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta
memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah
sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.
Agrowisata atau wisata pertanian merupakan sebuah alternatif untuk meningkatkan
pendapatan dan menggali potensi ekonomi petani kecil dan masyarakat pedesaan. Saat
ini, agrowisata semakin dikembangkan sebagai bentuk pelestarian lingkungan dan sumber
daya lahan pertanian. Selain perkebunan menjadi sektor ekonomi yang dikembangkan
untuk kesejahteraan masyarakat, perkebunan juga mampu menjadi daya tarik wisata bagi
wisatawan.
Kata kunci : Air, Erosi, kesuburan,tanah. wisata
1
A. Pendahuluan
Wisatawan tidak hanya dapat melihat hamparan perkebunan, namun juga dapat
melihat proses berkebun yang dilakukan oleh petani lokal. Bahkan tidak jarang beberapa
agrowisata melibatkan wisatawan dalam proses perkebunan yang ada sehingga wisatawan
dapat merasakan secara langsung kegiatan yang dilihat.
Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan
manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim (udara bersih dan sejuk, suhu
dan sinar matahari yang nyaman, kesunyian), pemandangan alam dan sumber air
kesehatan (air mineral, air panas).
Objek wisata buatan manusia dapat berupa falitas atau prasarana, peninggalan sejarah
dan budidaya, pola hidup masyarakat dan taman-taman untuk rekreasi atau olah raga.
Objek agrowisata yang telah berkembang dan tercatat dalam basis data Direktorat
Jenderal Pariwisata 1994/1995 terdapat delapan propinsi yaitu Sumatera Utara, Riau,
Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Tengah, dan
Kalimantan Barat. Objek agrowisata umumnya masih berupa hamparan suatu areal usaha
pertanian dari perusahaan-perusahaan besar yang dikelola secara modern/ala Barat
dengan
orientasi
objek
keindahan
alam
dan
belum
menonjolkan
atraksi
keunikan/spesifikasi dari aktivitas lokal masyarakat. Dalam latar belakang tersebut, maka
dibuatlah makalah ini yang menjelaskan mengenai agroforestry dan agrowisata.
1. Pengertian Agroforestri
Dalam Bahasa Indonesia, kata Agroforestry dikenal dengan istilah wanatani
atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan
pertanian.
Agroforestry
merupakan
system
penggunaan
lahan
yang
mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya)
dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadangkadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk
interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya
(Huxley 1999).
Agroforestri merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini
oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan.
Agroforestri memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap jasa lingkungan
(environmental services) antara lain mempertahankan fungsi hutan dalam mendukung
DAS (daerah aliran sungai), mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, dan
2
mempertahankan keanekaragaman hayati. Mengingat besarnya peran Agroforestri
dalam mepertahankan fungsi DAS dan pengurangan konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer melalui penyerapan gas CO2 yang telah ada di atmosfer oleh tanaman dan
mengakumulasikannya dalam bentuk biomasa tanaman, maka agroforestri sering
dipakai sebagai salah satu contoh dari “Sistem Pertanian Sehat” (Hairiah dan
Utami 2002); (Subandi dan Humanisa, 2011).
Menurut De Foresta dan Michon (1997), agroforestri dapat dikelompokkan
menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri
kompleks.
Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana
pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman
semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman
pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam
larikan sehingga membentuk lorong/pagar.
Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai
ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, belinjo,
petai, jati dan mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan
kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan yaitu padi
(gogo), jagung, kedelai, kacang- kacangan, ubi kayu, sayur-mayur dan rerumputan
atau jenis-jenis tanaman lainnya.
Bentuk agroforestri sederhana yang paling banyak dibahas di Jawa adalah
tumpangsari. Sistem ini, dalam versi Indonesia, dikenal dengan “taungya” yang
diwajibkan di areal hutan jati di Jawa dan dikembangkan dalam rangka program
perhutanan sosial dari Perum Perhutani.
Pada lahan tersebut petani diijinkan untuk menanam tanaman semusim di
antara pohon-pohon jati muda. Hasil tanaman semusim diambil oleh petani, namun
petani tidak diperbolehkan menebang atau merusak pohon jati dan semua pohon tetap
menjadi milik Perum Perhutani.
Bila pohon telah menjadi dewasa, tidak ada lagi pemaduan dengan tanaman
semusim karena adanya masalah naungan dari pohon. Jenis pohon yang ditanam
khusus untuk menghasilkan kayu bahan bangunan (timber) saja, sehingga akhirnya
terjadi perubahan pola tanam dari sistem tumpangsari menjadi perkebunan jati
monokultur.
3
Bentuk agroforestri sederhana ini juga bisa dijumpai pada sistem pertanian
tradisional. Pada daerah yang kurang padat penduduknya, bentuk ini timbul sebagai
salah satu upaya petani dalam mengintensifkan penggunaan lahan karena adanya
kendala alam, misalnya tanah rawa. Sebagai contoh, kelapa ditanam secara
tumpangsari dengan padi sawah di tanah rawa di pantai Sumatera.
Perpaduan pohon dengan tanaman semusim ini juga banyak ditemui di daerah
berpenduduk padat, seperti pohon-pohon randu yang ditanam pada pematangpematang sawah di daerah Pandaan (Pasuruan, Jawa Timur), kelapa atau siwalan
dengan tembakau di Sumenep–Madura. Contoh lain, tanah-tanah yang dangkal dan
berbatu seperti di Malang Selatan ditanami jagung dan ubikayu di antara gamal atau
kelorwono (Gliricidia sepium).
Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang
melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam
maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti
pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan.
Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu,
tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak.
Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan
dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer
maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai
Agroforest (ICRAF, 1996).
Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistim agroforestri kompleks
ini dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon (home
garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan „agroforest‟, yang biasanya
disebut „hutan‟ yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta, 2000). Contohnya
„hutan damar‟ di daerah Krui, Lampung Barat atau „hutan karet‟ di Jambi.
Nair (1989) menyebutkan bahwa agroforestry adalah suatu nama kolektif
untuk sistem-sistem penggunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman keras berkayu
(pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palma, bambu dan sebagainya) ditanam secara
bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu
dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan didalamya terdapat
interaksi ekologi dan ekonomi diantara komponen yang bersangkutan.
Dalam praktiknya, pemanfaatan luas lahan yang terbatas memberikan inovasiinovasi pola yang secara bebas memberikan ruang pilihan kepada petani. Pola
4
agroforestri-tumpangsari menggunakan jenis-jenis yang mempunyai prospek pasar
yang menjanjikan (Sabarnurdin et al. 2011) petani memiliki tujuan menanam, yaitu:
petani memperoleh manfaat sosial dari tumpangsari tanaman semusim seperti jagung,
singkong, pisang, serta rumput gajah bagi petani yang memelihara ternak; manfaat
ekonomi berupa hasil kayu untuk industri dengan pemasaran lokal maupun ekspor.
Salah satu alternatif sistem penggunaan lahan untuk tujuan produksi dan konservasi
adalah sistem agroforestri, yaitu pengelolaan komoditas pertanian, peternakan dan
atau perikanan dengan komoditas kehutanan berupa pohon-pohonan.
Agroforestri merupakan salah satu sistem pengelolaan lahan hutan dengan
tujuan
untuk
mengurangi
kegiatan
perusakan/perambahan
hutan
sekaligus
meningkatkan penghasilan petani secara berkelanjutan (Hairiah et al., 2000; de
Foresta et el., 2000).
Menurut (Sabarnurdin, 2002) Peluang bagi digunakannya sistem agroforestry
dalam pengelolaan lahan juga disebabkan karena:
1. Agroforestry adalah metode biologis untuk konservasi dan pemeliharaan
penutup tanah sekaligus memberikan kesempatan menghubungkan konservasi tanah
dengan konservasi air.
2. Dengan agroforestry yang produktif dapat digunakan untuk memelihara dan
meningkatkan produksi bersamaan dengan tindakan pencegahan erosi.
3.
Kegiatan
konservasi
yang
produktif
memperbesar
kemungkinan
diterimanya konservasi oleh masyarakat sebagai kemauan mereka sendiri.
Digunakannya tehnik diagnostik dan designing untuk merumuskan pola tanam secara
partisipatif merupakan kelebihan dari tehnik agroforestry.(Subandi, 2012b)
Pemikiran tentang pengkombinasian komponen kehutanan dengan pertanian
sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Pohon-pohon telah dimanfaatkan dalam
sistem pertanian sejak pertama kali aktivitas bercocok tanam dan memelihara ternak
dikembangkan. Sekitar tahun 7000 SM terjadi perubahan budaya manusia dalam
mempertahankan eksistensinya dari pola berburu dan mengumpulkan makanan ke
bercocok tanam dan beternak. Sebagai bagian dari proses ini mereka menebang
pohon, membakar serasah dan selanjutnya melakukan budidaya tanaman. Dari sini
lahirlah pertanian tebas bakar yang merupakan awal agroforestry (Subandi, 2012c)
Tradisi pemeliharaan pohon dalam bentuk kebun pada areal perladangan,
pekarangan dan tempat-tempat penting lainnya oleh masyarakat tradisional itu
dikarenakan nilai-nilainya yang dirasakan tinggi sejak manusia hidup dalam hutan.
5
Menurut Hariah (2003) pada akhir abad XIX, pembangunan hutan tanam menjadi
tujuan utama. Agroforestry dipraktekkan sebagai sistem pengelolaan lahan. Pada
pertengahan 1800-an dimulai penanaman jati di sebuah daerah di Birma oleh Sir
Dietrich Brandis.
Penanaman
jati
dilakukan
melalui
taungya,
diselang-seling
atau
dikombinasikan dengan tanaman pertanian. Kelebihan systemini bukan hanya dapat
menghasilkan bahan pangan, tetapi juga dapat mengurangi biaya pembangunan dan
pengelolaan hutan tanaman yang memang sangat mahal. Selanjutnya taungya dikenal
di Indonesia sebagai tumpangsari. Banyak ahli yangberpendapat bahwa sistem
taungya adalah cikal bakal agroforestri modern.
Agroforestry klasik atau tradisional sifatnya lebih polikultur dan lebih besar
manfaatnya
bagi
masyarakat
setempat
dibandingkan
agroforestry
modern.
Agroforestry modern hanya melihat komuninasi antara tanaman keras atau pohon
komersial dengan tanaman sela terpilih. Dalam agroforestry modern, tidak terdapat
lagi keragaman kombinasi yang tinggi dari pohon yang bermanfaat atau juga satwa
liar yang menjadi terpadu dari sistem tradisional (Hariah K et al, 2003).
Pada dasarnya agroforestry terdiri dari tiga komponen pokok yaitu :
kehutanan, pertanian, dan peternakan. Masing-masing komponen sebenarnya dapat
berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja
sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau
kelompok produk yang serupa.
Menurut Sa‟ad (2002) Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan
beberapa kemungkinan bentuk kombinasi yakni:
1. Agrosilvikultur merupakan kombinasi tanaman dan pohon, dimana penggunaan
lahan secara sadar untuk memproduksi hasil-hasil pertaniandan kehutanan.
2. Silvopastura merupakan kombinasi padang rumput (makanan ternak dan pohon),
pengelolaan lahan hutan yang memproduksi hasil kayu dengan, dan sekaligus
pemeliharaan ternak.
3. Agrosilvopastural merupakan kombinasi tanaman, padang rumput
(makanan
ternak dan pohon) pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian
dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan ternak.
4. Silvofishery merupakan kombinasi kegiatan kehutanan dan perikanan.
5. Apiculture merupakan budi daya lebah madu yang dilakukan pada komponen
kehutanan.
6
6. Sericulture merupakan budi daya ulat sutra yang dilakukan pada komponen
kehutanan.
Dalam bahasa Indonesia , kata agroforestry dikenal dengan istilah wana tani
yang artinya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut De foresta dan
Michon (dalam Hariah et al.) agroforestry dapat dikelompokkanmenjadi dua sistem
yakni :
1. Agroforestry sederhana merupakan sistem pertanian di mana pepohonan
ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim.
Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman
pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lainnya misalnya
berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar.
2. Agroforestry kompleks merupakan sistem pertanian menetap yang melibatkan
banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang
tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola
tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan, contohnya hutan dan kebun.
Agroforestry merupakan bentuk dari sistem pertanian yang orisinil di daerahdaerah yang semula lahannya berupa hutan. Sistem agroforestry memiliki peluang
yang menjanjikan dengan produksi tanaman semusim dan tahunan, tetapi juga
mengintegrasikan usaha peternakan. Secara ekologis agronomis, ternyata dapat
menunjukkan banyak manfaat yang tidak dijumpai pada sistem agroforestry maka
secara umum pohon-pohon akan menyediakan struktur pemanenan di atas dan di
bawah tanah bagi sistem tanam (Arief, 2001).
Sebagaimana pemanfatan lahan lainnya, agroforestry dikembangkan untuk
memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Agroforestry diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan
pedesaan dan sering kali sifatnya mendesak. Agroforestry utamanya diharapkan dapat
membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan
guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem keberlanjutan
ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke
waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Adapun yang menjadi tujuan dari
pelaksanaan sistem agroforestry menurut Von Maydell (dalam Hariah et al.) yakni :
menjamin dan memperbaiki kebutuhan pangan, memperbaiki penyediaan energi lokal
7
khususnya produksi kayu bakar, meningkatkan dan memperbaiki secara kualitatif dan
diversifikasi bahan mentah kehutanan maupun pertanian, memperbaiki kualitas hidup
daerah pedesaan khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit di mana
masyarakat miskin banyak dijumpai, memelihara dan bila mungkin memperbaiki
kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat (Hariah et al , 2003).
2. Pengertian Agrowisata
Pengertian agrowisata dalam Surat Keputusan (SK) bersama antara Menteri
Pertanian
dan
Menteri
Pariwisata,
Pos,
dan
Telekomunikasi
No.
204/KPTS/HK/050/4/1989 dan No. KM.47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang Koodinasi
Pengembangan Wisata Agro, didefinisikan sebagai bentuk kegiatan pariwisata yang
memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas
pengetahuan, perjalanan, rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian (Subandi,
2012d). .
Sutjipta (2001) mendefinisikan, agrowisata adalah sebuah sistem kegiatan
yang terpadu dan terkoordinasi untuk pengembangan pariwisata sekaligus pertanian,
dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan,
peningkatan kesajahteraan
masyarakat petani.
Di Indonesia, Agrowisata atau agroturisme didefinisikan sebagai sebuah
bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek
wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan
hubungan usaha di bidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang
menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan bisa meningkatkan
pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya
maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan
kondisi lingkungan alaminya (http://database.deptan.go.id)
Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-tourism),
yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan
tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar
di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan (Deptan, 2005).
Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1999:4-5), agrowisata diberi batasan
sebagai wisata yang memanfaatkan objek di bidang pertanian. Adanya kegiatan
agrowisata haruslah menjamin kelestarian lingkungan khususnya sumber daya hayati
8
sehingga mampu menjamin kesejahteraan masyarakat di kawasan agrowisata.
Pengembangan agrowisata pada konsep universal dapat
ditempuh melalui
diversifikasi dan peningkatan kualitas sesuai dengan persyaratan yang diminta
konsumen dan pasar global. Sedangkan pada konsep uniqueness, konsumen
ditawarkan kepada produk spesifik yang bersifat unik.
B.
Peran Agroforestri dalam Konservasi Tanah dan Air
Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis.
Secara de facto tipe hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah
tersusun oleh partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan
illite. Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di
samping kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan hutan
ini. Namun dengan pengembangan struktur yang mantap terbentuklah salah satu
fungsi yang menjadi andalan utamanya yaitu “siklus hara tertutup” (closed nutrient
cycling) dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu mengatasi berbagai
kendala/keunikan tipe hutan ini (Withmore, 1975): (Subandi, 2012). .
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak
masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir,
kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat
dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang
dikonversikan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem
pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang
timbul akibat adanya alih fungsi lahan tersebut dan sekaligus untuk mengatasi
masalah ketersediaan pangan.
Agar dapat meningkatkan produktivitas lahan terutama lahan pertanian di
Indonesia saat ini, maka juga berkaitan dengan faktor kesuburan tanah pada lahan
tersebut. Dalam sistem agroforestri terdapat interaksi ekologis dan ekonomis antara
komponen-komponen yang berbeda. Agroforestri ditujukan untuk memaksimalkan
penggunaan energi matahari, meminimalkan hilangnya unsurhara di dalam sistem,
mengoptimalkan efesiensi penggunaan air dan meminimalkan runoff serta erosi.
Dengan demikian mempertahankan manfaat-manfaat yang dapat diberikan oleh
tumbuhan berkayu tahunan (perennial) setara dengan tanaman pertanian konvensional
dan juga memaksimalkan keuntungan keseluruhan yang dihasilkan dari lahan
sekaligus mengkonservasi dan menjaganya.
9
Kondisi tanah hutan ini juga menunjukkan keunikan tersendiri. Aktivitas biologis
tanah lebih bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Aktivitas biologis tersebut sekitar
80% terdapat pada top soil saja. Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hutan
tropika basah merupakan ekosistem yang rapuh (fragile ecosystem), karena setiap
komponen tidak bisa berdiri sendiri. Disamping itu dijumpai pula fenomena lain yaitu
adanya ragam yang tinggi antar lokasi atau kelompok hutan baik vegetasinya maupun
tempat tumbuhnya (Marsono, 1991): Subandi, M. (2012b). .
Dalam sistem agroforestri terdapat interaksi ekologis dan ekonomis antara komponenkomponen yang berbeda. Agroforestri ditujukan untuk memaksimalkan penggunaan
energi matahari, meminimalkan hilangnya unsur hara di dalam sistem, mengoptimalkan
efesiensi penggunaan air dan meminimalkan runoff
serta erosi. Dengan demikian
mempertahankan manfaat-manfaat yang dapat diberikan oleh tumbuhan berkayu tahunan
(perennial) setara dengan tanaman pertanian konvensional dan juga memaksimalkan
keuntungan keseluruhan yang dihasilkan dari lahan sekaligus mengkonservasi dan
menjaganya.
Menurut Young dalam Suprayogo et al (2003); Subandi, M. (2012c).
ada empat
keuntungan terhadap tanah yang diperoleh melalui penerapan agroforestri antara lain
adalah:
1) memperbaiki kesuburan tanah,
2) menekan terjadinya erosi,
3) mencegah perkembangan hama dan penyakit,
4) menekan populasi gulma.
Peran utama agroforestri dalam mempertahankan kesuburan tanah, antara lain melalui
empat mekanisme:
1) mempertahankan kandungan bahan organik tanah,
2) mengurangi kehilangan hara ke lapisan tanah bawah,
3) menambah N dari hasil penambatan N bebas dari udara,
4) memperbaiki sifat fisik tanah,
Teknik konservasi tanah dan air pada daerah berlereng dilakukan dengan pembuatan
terasering atau melakukan penanaman mengikuti garis kontur di dalam lorong dengan
menggunakan tanaman penyangga berupa campura tanaman tahunan (perkebunan, buahbuahan, polong-polongan dan tanama industri) sayuran dan rumput untuk pakan ternak.
10
Sistem penamaman agroforestri pada daerah berlereng dapat menggunakan
Sistem Sloping Agricultural Land Technology (SALT), suatu bentuk Alle Cropping
(tanaman lorong). Sistem SALT diselenggarakan dalam suatu proyek di Mindanao
Baptist Rural Life Center Davao Del Sur. Dalam proyek ini, dapat ditunjukkan bahwa
cara bercocok tanam dan pengaturan letak tanaman terutama di daerah berlereng, sangat
berperan dalam konservasi tanah dan air serta produksi hasil pertaniannya. Penggunaan
mulsa lamtoro (Leucaenleucocephala) dapat meningkatkan kesuburan tanah dan
pendapatan petani sedangkan bahaya erosi dapat diperkecil. Pendapatan para petani dapat
meningkat dua kali setelah mengikuti semua aturan yang ditentukan selama empat tahun.
Pokok-pokok aturan dalam penyelenggaraan SALT adalah sebagai berikut:
1. Penanaman lamtoro dua baris pada tanah yang telah diolah secara baik, dengan antara
0,5 meter. Setelah tingginya 3 – 4 meter dipangkas satu meter di atas tanah. Daun dan
ranting lamtoro diletakkan di bawah tanaman tahunan atau areal / lajur tanaman
pangan.
2. Jarak barisan tanaman lamtoro 4 – 6 meter, tergantung pada kemiringan lahan.
3. Tanaman keras ditanam bersamaan dengan lamtoro dengan cara cemplongan, jarak 4
– 7 meter.
4. Tanaman pangan dimulai setelah batang lamtoro sebesar jari.
Penerapan sistem agroforestri sebagai pemanfaatan lahan memberi manfaat ekologi
melalui penggunaan lahan yang diterapkan. Manfaat ekologi yang dapat dirasakan
melalui sistem agroforestri secara tidak langsung akan melindungi pepohonan kehutanan
dari perambahan masyarakat sekitar, sehingga fungi ekologi dari tegakan pohon tersebut
tetap berfungsi dengan baik. Pohon tersebut akan menghalangi air hujan turun langsung
ke permukaan tanah, sehingga energi kinetik dari air hujan menjadi lebih kecil saat turun
di atas permukaan tanah. Tajuk tersebut juga akan menghambat air hujan turun semua ke
permukaan tanah melalui proses intersepsi. Pada proses intersepsi, air hujan yang tertahan
di tajuk pohon akan diuapkan kembali ke atmosfer. Selain itu, dengan adanya tanaman
sela seperti tanaman pertanian akan mengurangi energi kinetik yang lepas dari tajuk
pohon. Adanya penutupan lahan yang optimal oleh serasah daun pohon maupun tanaman
pertanian akan mengurangi laju aliran permukaan (surface run off). Menurunnya laju
surface run off akan melindungi bahan organik atau lapisan top soil yang ada di atas
permukaan tanah. Dengan demikian, laju erosi pun dapat diperkecil.
11
Pada daerah dengan topogarfi miring, konservasi tanah tidak hanya memerhatikan
penutupan tanah, tetapi juga metode penanaman yang digunakan. Lahan dengan topografi
miring lebih rentan terhadap surface run off dan erosi, sehinggga diperlukan adanya
guludan. Guludan tersebut akan menghambat lapisan tanah yang dapat terbawa oleh
aliran permukaan. Pembuatan guludan dapat dilakukan dengan jarak 5 meter atau dapat
disesuaikan dengan kemiringan lereng. Oleh karena rentannya erosi pada topografi miring
dan pengelolaan tanah, maka diperlukan jenis yang dipanen adalah hasilnya seperti kopi,
coklat, maupun buah-buahan, terutama jika faktor erodibilitas tanahnya tinggi.
Selain sistem agroforestri dapat mengkonservasi tanah, agroforestri juga dapat
mengkonservasi air. Vegetasi yang menutupi tegakan akan menyimpan air hujan dan
menahan air limpasan yang turun ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Seperti yang
diungkapkan oleh Murdiyarso dan Kurnianto 2007, banjir akan bisa menjadi lebih besar
jika penyimpan air (water saving) tidak bisa menahan air limpasan. Hal ini bisa terjadi
ketika hutan yang berfungsi sebagai daya simpan air tidak mampu lagi menjalankan
fungsinya. Hutan dapat mengatur fluktuasi aliran sungai karena peranannya dalam
mengatur limpasan dan infiltrasi. Strata pohon yang ada pada sistem agroforestri
menyerupai strata yang ada pada hutan, sehingga lahan tetap mampu menyimpan air oleh
vegetasi yang ada.
Menurut
Michon dan Deforestra 1995 dalam Michon dan Deforesta 2000
menyebutkan bahwa salah satu manfaat dari sistem pengelolaan hutan bersama
masyarakat dengan model agroforestry ialah konservasi tanah dan air. Seperti halnya
hutan alam, agroforestry juga memiliki sistem stratifikasi tajuk yang dari segi konservasi
tanah dan air akan lebih berdampak pada pengaturan tata air dan hujan tidak secara
langsung jatuh ke tanah sehingga dapat mencegah erosi permukaan. Hal ini terlihat dari
komposisi jenis dan pola tanam, jenis pohon di ladang, dan hutan rakyat. Sebagai contoh
peran pohon dalam peresapan air seperti Calliandra callothyrsus 56%, Parkia javanica
63,9%, dan Dalbergia latifolia 73,3% (Pudjiharta 1990).
Di dalam ekosistem, hubungan tanah, tanaman, hara dan air merupakan bagian yang
paling dinamis. Tanaman menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk dipergunakan
dalam proses-proses metabolisme dalam tubuhnya. Sebaliknya tanaman memberikan
masukan bahan organik melalui serasah yang tertimbun di permukaan tanah berupa daun
dan ranting serta cabang yang rontok. Bagian akar tanaman memberikan masukan bahan
12
organik melalui akar-akar dan tudung akar yang mati serta dari eksudasi akar. Di dalam
sistem agroforestri sederhana, misalnya sistem budidaya pagar, pemangkasan cabang dan
ranting tanaman pagar memberikan masukan bahan organik tambahan. Bahan organik
yang ada di permukaan tanah ini dan bahan organik yang telah ada di dalam tanah
selanjutnya akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi dan melepaskan hara tersedia
ke dalam tanah. Dengan kata lain, adanya pohon dalam agroforestry memberi manfaat
terhadap lingkungan yakni terjadinya siklus hara yang efisien sehingga akan mendukung
produktivitas lahan melalui penyuburan oleh berkembangnya mikroba tanah. Tersedianya
konsentrasi bahan organik, C, dan N tanah dari serasah akan berpengaruh pada biomasa
mikroba tanah, termasuk mikoriza yang aktif menyerap dan menyediakan unsur mikro P,
N, Zn, Cu, dan S kepada tumbuhan inang, sehingga siklus hara pada agroforestry bersifat
efisien dan tertutup (Riswan et al., 1995).
Pohon memberikan pengaruh positif terhadap kesuburan tanah, antara lain melalui:
(a) peningkatan masukan bahan organik (b) peningkatan ketersediaan N dalam tanah bila
pohon yang ditanam dari keluarga leguminose, (c) mengurangi kehilangan bahan organik
tanah dan hara melalui perannya dalam mengurangi erosi, limpasan permukaan dan
pencucian, (d) memperbaiki sifat fisik tanah seperti perbaikan struktur tanah, kemampuan
menyimpan air (water holding capacity), (e) dan perbaikan kehidupan biota. Beberapa
proses yang terlibat dalam perbaikan kesuburan tanah oleh pohon dalam sistem
agroforestri sebagai berikut:

Lewat proses-proses dalam tanah (Subandi, 2014) sebagaiberikut:.
1) Mengurangi erosi tanah.
2) Mempertahankan kandungan bahan organik tanah
3) Memperbaiki dan mempertahankan sifat fisik tanah (lebih baik dibanding tanaman
semusim).
4) Menambah jumlah kandungan N tanah melalui fiksasi N dari udara oleh tanaman
legume
5) Sebagai jaring penyelamat hara yang tercuci di lapisan tanah bawah, dan menciptakan
daur ulang ke lapisan tanah atas melalui mineralisasi seresah yang jatuh di permukaan
tanah.
6) Membentuk kurang lebih sistem ekologi yang tertutup (yaitu menahan semua, atau
hampir semua, atau sebagian besar unsur hara di dalam sistem)
13
7) Mengurangi kemasaman tanah (melalui pelepasan kation dari hasil mineralisasi
seresah)
8) Mereklamasi tanah yang terdegradasi
9) Memperbaiki kesuburan tanah lewat masukan biomass dari sistem perakaran pohon
dan kontribusi dari bagian atas pohon
10) Memperbaiki aktivitas biologi tanah dan mineralisasi N lewat naungan pohon
11) Memperbaiki asosiasi mikoriza lewat interaksi tanaman dan pohon

Lewat interaksi biofisik
1) Memperbaiki penyerapan hujan, cahaya dan nutrisi mineral, sehingga meningkatkan
produksi
2) Biomass.
3) Memperbaiki efisiensi penyerapan hujan, cahaya dan nutrisi mineral yang dipakai.
Terhindar dari penyebaran dan kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama dan
penyakit
Apabila terjadi perubahan sistem agroforestry akan mengakibatkan berbagai
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh timbulnya erosi tanah dan degradasi lahan.
Hal ini menyebabkan punahnya komponen-komponen penting agroforestry seperti
fungsi tata air, penghasil serasah dan humus, habitat satwa liar, perlindungan varietas dan
jenis tumbuhan lokal sehingga banyak tumbuhan lokal sebagai sumber pangan buah
buahan, bahan bangunan, kayu bakar, dan bahan baku obat-obatan sudah sangat langka.
Di lain pihak, usaha budidaya jenis-jenis yang terancam punah tersebut sangat minim
(Setyawati dan Bismark, 2002).
C. Ruang Lingkup dan Potensi Agrowisata
Secara umum, ruang lingkup dan potensi agrowisata dapat dikembangkan sebagai berikut.
1. Perkebunan
Kegiatan usaha perkebunan meliputi perkebunan tanaman keras dan tanaman
lainnya yang dilakukan oleh perkebunan besar swasta nasional ataupun asing, BUMN,
dan perkebunan rakyat.
2. Tanaman pangan dan hortikultura
Lingkup kegiatan wisata tanaman pangan yang meliputi usaha tanaman padi
dan palawija serta hortikultura berupa bunga, buah, sayur, dan jamu-jamuan. Berbagai
proses kegiatan mulai dari prapanen, pascapanen berupa pengolahan hasil, sampai
kegiatan pemasarannya dapat dijadikan objek agrowisata.
14
3. Perikanan
Ruang lingkup kegiatan wisata perikanan dapat berupa kegiatan budidaya
perikanan sampai proses pascapanen. Daya tarik perikanan sebagai sumber daya
wisata seperti pola tradisional dalam perikanan (Subandi, 2012d).
4. Peternakan
Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain pola beternak,
cara tradisional dalam peternakan, serta budidaya hewan ternak.
Kehutanan
Dalam beberapa literatur tentang wisata alam ekowisata, objek wisata
kehutanan termasuk dalam golongan ekowisata yang hakekatnya merupakan wisata
alam.
1. Bentuk-Bentuk Agrowisata
Pada era ini, manusia di bumi hidupnya dipenuhi dengan kejenuhan, rutinitas dan
segudang kesibukan. Untuk kedepan, prospek pengembangan agrowisata diperkirakan
sangat cerah. Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup
(seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara
keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian
yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan
maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa
penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk
mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan berkelanjutan. Komponen utama
pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang
dibudidayakan maupun liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian
yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan
alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata
ruangan terbuka dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan.
Selanjutnya agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam dua versi/pola,
yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut:
2. Agrowisata Ruang Terbuka Alami
Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana
kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan
kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa
15
yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan
tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh
masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya.
Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap disediakan sejauh
tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana
transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh
agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga
di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi
subaknya; dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya
umbi-umbian.
3. Agrowisata Ruang Terbuka Buatan
Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasankawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat.
Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas
pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula
teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu
sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang
menarik (Subandi dan Abdelwahab. 2014). Fasilitas pendukung untuk akomodasi
wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun
tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat
dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan
oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.
Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat didunia (WTO,
2000), melibatkan 657 juta kunjungan wisata di tahun 1999 dengan US $ 455 Milyar
penerimaan ke seluruh dunia. Apabila kondisi tetap stabil, pada tahun 2010 jumlah
kunjungan antar negara ini diperkirakan meningkat mencapai 937 juta.
Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi
atau liburan. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan
perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi,
merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia.
4. Jenis-jenis pariwisata (Pariwisata yang di Kenal)
16
Jenis-jenis pariwisata ini muncul dikarenakan di setiap daerah maupun suatu negara
umumnya dapat menyajikan berbagai atraksi wisata agar dapat menarik para wisatawan
untuk berkunjung kedaerah tersebut. Sehingga tujuan diperkenalkannya berbagai macam
jenis pariwisata ini adalah untuk pengembangan dan pemanfaatan SDA dan budaya
daerah masing-masing, untuk kepentingan rekreasi, kebudayaan, pendidikan dan untuk
kepentingan masyarakat local. Dari hal tersebut, maka terdapat beberapa jenis pariwisata,
antara lain:
a. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism)
Pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat
tinggalnya untuk berlibur, untuk mendapatkan ketenangan di luar kota atau sebaliknya
untuk menikmati hiburan di kota besar. Jenis pariwisata ini menyangkut berbagai
unsur yang sifatnya berbeda. Hal ini disebabkan karena pengertian pleasure sendiri
mempunyai kadar yang berbeda, sesuai dengan karakter, cita rasa, latar belakang
kehidupan serta sifat dari masing-masing individu.
b. Pariwisata untuk rekreasi (recreationtourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang yang menghendaki pemanfaatan hari
libur untuk beristirahat, melepaskan segala keletihan dan kelelahannya, dengan
mengunjungi tempat-tempat yang dianggap dapat menjamin tujuan rekreasi mereka,
seperti tepi pantai atau pegunungan, dengan tujuan untuk menemukan kenikmatan
yang mereka perlukan.
c. Pariwisata untuk kebudayaan (cultural tourism)
Jenis pariwisata ini ditandai dengan adanya rangkaian motivasi seperti
keinginan untuk belajar di pusat riset, mempelajari adat istiadat, mengunjung
monumen bersejarah, dan lain-lain (Subandi, 20007).
d. Pariwisata untuk olahraga (Sports tourism)
Jenis pariwisata ini dibagi menjadi dua:
1) Big Sports Events, yaitu peristiwa olahraga besar seperti Olimpiade, yang menarik
perhatian tidak hanya untuk olahragawan sendiri, tetapi juga ribuan penonton
2) Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang
ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri, seperti pendakian gunung, memancing
(Subandi,Tita., Siti Afni., Hanny,2017).
e. Pariwisata untuk urusan usaha dagang (business tourism)
17
Banyak kontroversi yang muncul terkait jenis pariwisata ini. Beberapa ahli
teori beranggapan bahwa perjalanan untuk keperluan usaha tidak dapat dianggap
sebagai perjalanan wisata karena unsur voluntary atau sukarela tidak terlibat. Menurut
para ahli, perjalanan usaha ini adalah bentuk professional travel atau perjalanan
karena ada kaitannya dengan pekerjaan yang tidak memberikan pilihan bagi pelaku
untuk menentukan daerah tujuan atau waktu perjalanan.
f. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention tourism)
Banyaknya konvensi atau konferensi nasional maupun internasional membuat
banyak negara berusaha untuk menyiapkan dan mendirikan tempat atau membangun
pusat-pusat konferensi yang lengkap dan menggunakan teknologi mutakhir yang
menjamin efisiensi operasi konferensi. Hal ini dikarenakan mereka mulai menyadari
besarnya potensi yang dihasilkan dari jenis pariwisata ini, dimana ribuan peserta yang
hadir dalam konferensi tersebut terkadang tinggal untuk beberapa hari di negara
penyelenggara.
Usia, status sosial tingkat ekonomi juga mempengaruhi seseorang untuk memilih
bentuk dan jenis – jenis kegiatan wisata apa yang diminati atau yang memuhi selera
mereka. Dari sinilah lahir berbagai bentuk pariwisata.
5. Bentuk wisata dari segi jumlahnya

Wisata perorangan

Wisata keluarga

Wisata rombongan
6. Bentuk wisata dari segi maksud dan tujuannya

Wisata libura

Wisata pengenalan

Wisata pendidikan dan pengetahuan

Wisata spiritual

Wisata Perburuan

Wisata Olahraga
7. Bentuk wisata dari segi pengaturannya

Wisata berencana

Wisata paket

Wisata khusus
18
8. Bentuk Wisata dari Segi Penyelenggaraannya

Wisata safari

Wisata remaja

Wisata bahar
D. SIMPULAN
Agroforestry menurut Huxley (dalam Suharjito et al.) merupakan salah satu sistem
penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu,
rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan
(pasture), kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga
terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen
lainnya.Pada dasarnya agroforestry terdiri dari tiga komponen pokok yaitu: kehutanan,
pertanian,
dan
peternakan.
Agroforestry
utamanya
diharapkan
dapat
membantu
mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin
dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem keberlanjutan ini dicirikan antara lain
oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya
pencemaran lingkungan.
Agrowisata adalah sebuah sistem kegiatan yang terpadu dan terkoordinasi untuk
pengembangan pariwisata sekaligus pertanian, dalam kaitannya dengan pelestarian
lingkungan, peningkatan kesajahteraan masyarakat petani. Di Indonesia, Agrowisata atau
agroturisme didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan
usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan,
pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian.
Peran agroforestri dalam konservasi tanah dan air yaitu : mempertahankan kandungan
bahan organik tanah, mengurangi kehilangan hara ke lapisan tanah bawah, menambah N dari
hasil penambatan N bebas dari udara, dan memperbaiki sifat fisik tanah.
Ruang lingkup agrowisata yaitu perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura,
perikanan, peternakan dan kehutanan.
Referensi :
de Foresta,H.A. Kusworo, G. Michon dan W.A. Djatmiko. 2000. Ketika kebun berupa hutan:
Agroforest kahas Indonesia, sebuah sumbangan masyarakat. ICRAF, Bogor.
Deptan,
2005.
“Agrowisata
Meningkatkan
Pendapatan
Petani”,http://www.database.deptan.go.id (diakses tanggal 2 April 2017)
19
Hairiah K., S.R. Utami, D. Suprayogo, Widianto, S.M. Sitompul, Sunaryo, B. Lusiana, R.
Mulia, M. van Noordwijk and G. Cadish. 2000. Agroforestry on acid soils in
humid tropics: managing tree-soil-crop interactions. ICRAF, Bogor.
Nair, P.K.R. 1993. An Introduction to Agroforestry. The Netherlands: Kluwer Academic
Publisher.
Rilla, 1999, http//www.database.deptan.go.id (diakses tanggal 2 April 2017)
Sabarnurdin, M. Sambas. 2002. Agroforestry: Konsep, Prospek Dan TantanganPresentasi
Workshop Agroforestry 2002, Fakultas Kehutanan, UniversitasGadjah Mada,
Yogyakarta
Subandi, M. (2012). Developing Islamic Economic Production. Sci., Tech. and Dev., 31 (4):
348-358.
Subandi, M. (2012b). The Effect of Fertilizers on the Growth and the Yield of Ramie
(Boehmeria nivea L. Gaud). Asian Journal of Agriculture and Rural
Development, 2(2), pp. 126-135
Subandi, M. (2012c). Some Notes of Islamic Scientific Education Development.
International Journal of Asian Social Science, 2(7), pp. 1005-1011.
Subandi, M. (2012d). Several Scientific Facts as Stated in Verses of the Qur‟an. International
Journal of Basic and Applied Science. Vol. 01 (01): 60-65.
Subandi, M . and Abdelwahab M. Mahmoud. 2014. Science As A Subject of Learning in
Islamic University. Jurnal Pendidikan Islam.
December 2014 M/1436 H.
. Vol. 1, No. 2,
Subandi, M (20007). Scholars in The Islamic Golden Ages in Revealing Scientific Information in the
Qur‟an. Dialektika Budaya Journal of Islamic Culture, History and Language. Vol
XIV/No.2/November 2007, Faculty of Adab and Humanity . State Islamic University
of Bandung.
Subandi, M., Humanisa, H. H., (2011). Science and Technology. Some Cases in Islamic
Perspective. Bandung: RemajaRosadakarya.
Subandi, M (2011) .BudidayaTanaman Perkebunan. BukuDaras. GunungDjati Press.
Subandi, M (2014). Mikrobiologi, Kajian dalam Perspektif Islam. Edisi Revisi. PT.
Remaja Rosdakarya. Bandung. Pp.234+xxvi
Subandi, M., Tita, T.T., Siti Afni, A., Hanny, H.H. (2017). English for Specific Purposes. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung. Pp. 140+vii
Sutjipta, 2001, http//www.google.co.id/Sutjipta/ekowisata_agrowisata.html (diakses tanggal
2 April 2017)
Suprayogo. D, K Hairiah, N Wijayanto, Sunaryo dan M Noordwijk. 2003. Peran Agroforestri
pada Skala Plot: Analisis Komponen Agroforestri sebagai Kunci Keberhasilan
atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan Indonesia. Bogor: World Agroforestry
Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia
20
U.S. Konggres OTA , 1992, http://www.database.deptan.go.id (diakses tanggal 2 April
2017)
Zulrasdi. Noer, Sjofjendi, 2005. Pertanian di Daerah aliran Sungai Lembaga Informasi
Pertanian. BPPT Sumatra Barat
21
Download