Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas REPUBLIK INDONESIA Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral Laporan Akhir Tahun Anggaran 2012 PENYUSUNAN EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN SEKTORAL TA 2012 KAJIAN EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG TRANSPORTASI DI INDONESIA KEDEPUTIAN EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN KEMENTERIAN PERENCANAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2012 KATA PENGANTAR Kondisi infrastruktur suatu negara dapat mempengaruhi pelaksanaan pembangunannya, terutama infrastruktur transportasi, yang mencakup jalan raya, sungai, laut, udara dan jalan KA. Peran transportasi pada awalnya lebih pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat untuk mengakomodasi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban, sistem transportasi berperan sebagai fasilitas bagi sistem produksi dan investasi yang memberikan dampak positif bagi kondisi ekonomi. Dari sisi makro ekonomi, transportasi memegang peranan strategis dalam meningkatkan PDB nasional, karena sifatnya sebagai derived demand, yang artinya apabila penyediaan transportasi meningkat akan memicu kenaikan angka PDB. Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut di atas mengenai pentingnya peranan sektor transportasi, maka pada tahun 2012 Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan melalui Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral melakukan Kajian Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indoneisa. Kami berharap kajian ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan dalam penyusunan kebijakan di masa mendatang. Masukan, saran, dan kritik yang membangun kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan evaluasi ini. Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga Laporan Kajian Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia dapat diselesaikan dengan baik. Jakarta, Desember 2012 Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Edi Effendi Tedjakusuma DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1 1.1 Pengantar ........................................................................................................................... 1 1.2 Latar Belakang .................................................................................................................... 2 1.3 Tujuan................................................................................................................................. 4 1.4 Ruang Lingkup Kegiatan ..................................................................................................... 4 1.5 Metodologi Umum Pelaksanaan Kajian ............................................................................. 4 1.6 Hasil Keluaran..................................................................................................................... 5 BAB 2 TELAAH INDIKATOR KINERJA .................................................................................................. 6 2.1 Kondisi Objektif .................................................................................................................. 6 2.2 Kerangka Logis.................................................................................................................... 6 2.2.1 Bagaimana Indikator Kinerja Dikembangkan ? .......................................................... 7 2.2.2 Kelembagaan/Organisasi Pelaksana Monitoring dan Evaluasi ................................ 11 2.2.3 Hubungan Antara Perencanaan dan Penganggaran ................................................ 12 2.3 Gambaran Umum Kondisi Transportasi Indonesia .......................................................... 13 2.3.1 Permintaan Kebutuhan Pergerakan ......................................................................... 13 2.4 Indikator Kinerja Sektor Transportasi .............................................................................. 17 BAB 3 KONDISI OBJEKTIF DAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI.................... 25 3.1 Pembangunan Sektor Transportasi dalam RPJM ............................................................. 25 3.1.1 Kondisi Umum .......................................................................................................... 25 3.1.2 Pembangunan Transportasi Jalan ............................................................................ 25 3.1.3 Pembangunan Transportasi Kereta Api.................................................................... 27 3.1.4 Pembangunan Transportasi Laut ............................................................................. 30 3.2 Kondisi Objektif Sistem Transportasi pada RPJM 2010-2014 .......................................... 32 3.2.1 Kondisi Objektif Transportasi Jalan .......................................................................... 32 3.2.2 Kondisi Objektif Transportasi Perkeretaapian ......................................................... 37 3.2.3 Kondisi Objektif Transportasi Laut ........................................................................... 39 3.3 Pembangunan Sektor Transportasi dalam 2010-2011 ..................................................... 46 3.4 Rencana Pengembangan Ekonomi dan infrastruktur Transportasi ................................. 47 3.4.1 Koridor Ekonomi Indonesia ...................................................................................... 47 3.4.2 Penguatan Konektifitas Nasional ............................................................................. 49 BAB 4 PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA TRANSPORTASI ...................................................... 53 4.1 Pertimbangan dalam Pengembangan Indikator Kinerja .................................................. 53 4.2 Pemetaan Indikator Kinerja Transportasi ........................................................................ 53 4.3 Kriteria Pengembangan Indikator KInerja ........................................................................ 56 4.3.1 Pendekatan............................................................................................................... 56 4.3.2 Lesson Learned ......................................................................................................... 57 4.4 Usulan indikator kinerja transportasi ............................................................................... 59 BAB 5 APLIKASI INDIKATOR KINERJA ............................................................................................... 65 5.1 Kebutuhan dan ketersediaan Data................................................................................... 65 5.2 pengukuran Kinerja Transportasi KA ................................................................................ 65 LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia v LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia vi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 PENGANTAR Kemajuan pelaksanaan pembangunan suatu negara sangat dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur penunjangnya, terutama infrastruktur transportasi, yang mencakup jalan raya, sungai, laut, udara dan jalan KA. Pada awalnya, peran transportasi lebih pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat untuk mengakomodasi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Lebih lanjut, sistem transportasi berperan sebagai fasilitas bagi sistem produksi dan investasi yang memberikan dampak positif bagi kondisi ekonomi. Lebih jauh dari sisi makro ekonomi, transportasi memegang peranan strategis dalam meningkatkan PDB nasional, karena sifatnya sebagai derived demand, yang artinya apabila penyediaan transportasi meningkat akan memicu kenaikan angka PDB. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen FEUI terhadap perkembangan kontribusi transportasi terhadap PDB tahun 2006, menunjukkan kontribusi yang cukup besar dari transportasi terhadap perekonomian nasional dengan sumbangan terbesar adalah dari transportasi jalan raya (Rp. 81,49 triliun), diikuti transportasi laut (Rp. 16,120 triliun), transportasi udara (Rp. 14,685 triliun), transportasi sungai (Rp. 4,501 triliun), dan transportasi kereta api (Rp. 1,345 triliun). Sementara itu, perkiraan pada tahun 2015, diperkirakan besar kontribusi transportasi jalan raya (Rp. 463,058 triliun), transportasi laut (Rp. 129,963 triliun), transportasi udara (Rp. 62,214 triliun), transportasi sungai (Rp. 24,708 triliun), dan transportasi kereta api (Rp. 4,965 triliun). LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 1 1.2 LATAR BELAKANG Pentingnya peran transportasi dalam pembangunan negara, tampaknya masih diwarnai dengan karakteristik transportasi Indonesia yang dihadapkan pada kualitas pelayanan yang rendah, dan kuantitas atau cakupan pelayanan yang terbatas. Laporan World Economic Forum 2008-2009 menunjukkan bahwa kurangnya ketersediaan infrastruktur merupakan permasalahan kedua terbesar setelah inefisiensi birokrasi pemerintah bagi pelaku bisnis dalam melakukan usaha di Indonesia. Diukur dari sisi kualitas infrastruktur secara keseluruhan, Indonesia hanya menempati peringkat ke-86 dari 134 negara yang diteliti. Peringkat tersebut jauh tertinggal dari Singapura yang menempati peringkat ke-4, Malaysia di peringkat ke-23, dan Thailand di peringkat ke-29. Begitu pula, berdasarkan Laporan World Economic Forum terkini (2011-2012), perkembangan infrastruktur Indonesia walaupun sudah menunjukkan kemajuan berada pada peringkat ke-76, masih tetap tertinggal dibandingkan Singapura yang menempati peringkat ke-2, Malaysia di peringkat ke-26 dan Thailand di peringkat ke-42 sebagaimana dijabarkan pada Tabel 1. Tabel 1 Pencapaian Pilar Daya Saing Global 2008-2009 dan 2011-2012 Institusi Infrastruktur Makroekonomi Pendidikan Dasar dan Kes. Pendidikan Tinggi Efisiensi Pasar Barang Efisiensi Pasar Tenaga Kerja Pasar Keuangan Kesiapan Teknologi Besaran Pasar Kecanggihan Bisnis Inovasi 68 86 72 3,9 3,0 4,9 Malaysia Filipina Thailand P S P S P S Pencapaian Tahun 2008-2009 30 4,9 105 3,4 57 4,2 23 5,3 92 2,9 29 4,7 38 5,4 53 5,2 41 5,4 87 71 5,3 3,9 23 35 6,1 4,6 90 60 5,2 4,1 58 51 5,6 4,3 84 98 5,3 3,4 16 8 6,2 5,6 37 4,7 23 5,0 81 4,1 46 4,5 70 4,2 1 5,8 43 57 88 17 39 47 4,6 4,5 3,0 5,1 4,5 3,4 5 4,6 3,4 4,9 4,4 3,4 47 80 79 40 84 57 4,5 4,1 3,1 4,4 3,8 3,3 2 2 7 41 14 11 5,7 5,9 5,6 4,4 5,3 5,1 Institusi Infrastruktur Makroekonomi Pendidikan Dasar dan Kes. Pendidikan Tinggi Efisiensi Pasar Barang Efisiensi Pasar Tenaga Kerja Pasar Keuangan Kesiapan Teknologi Besaran Pasar Kecanggihan Bisnis Inovasi 71 76 23 3,8 3,8 5,7 19 4,9 101 4,1 13 16 5,4 78 4,1 49 34 4,4 70 3,3 66 28 4,7 34 4,5 21 22 5,0 57 4,3 46 22 4,3 76 3,0 54 Pencapaian Tahun 2011-2012 30 4,9 117 3,2 67 26 5,2 105 3,1 42 29 5,5 54 5,0 28 3,9 4,7 5,5 87 90 65 3,6 3,6 4,8 1 3 9 6,1 6,3 6,2 64 5,7 33 6,1 92 5,4 83 5,5 73 5,7 3 6,6 69 4,2 38 4,8 71 4,1 62 4,2 103 3,5 4 5,8 67 4,2 15 5,1 88 4,1 42 4,5 75 4,2 1 5,6 94 4,1 20 4,9 113 3,9 30 4,8 46 4,6 2 5,9 69 94 15 45 36 4,1 3,3 5,2 4,2 3,6 3,0 44 29 20 24 5,5 4,3 4,8 5,0 4,3 71 83 36 57 108 4,0 3,5 4,6 4,1 2,8 50 84 22 47 54 4,4 3,5 5,0 4,2 3,3 73 79 33 87 66 4,0 3,5 4,6 3,7 3,2 1 10 37 15 8 5,8 5,9 4,6 5,1 5,3 Pilar Daya Saing Global Indonesia P S Vietnam P S Singapura P S 71 93 70 3,9 2,9 4,9 1 4 21 6,2 6,4 5,7 Ket: P: peringkat, S: Skor Sumber: Competitiveness Global Report 2008-2009 dan 2011-2012 LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 2 Pilar daya saing infrastruktur, apabila lebih lanjut digali dalam unsur-unsur pembentuknya terutama yang terkait dengan transportasi, menunjukkan peningkatan peringkat pada tahun 2011 untuk kualitas jalan dan kualitas infrastruktur transportasi. Sedangkan penurunan peringkat terjadi pada kualitas infrastruktur pelabuhan dan kualitas infrastruktur transportasi udara. Namun, secara umum peringkat Indonesia hanya berada di atas Vietnam dan Filipina. Tabel 2 Perbandingan Kualitas Pilar Infrastruktur Negara Asean Tahun 2009-2011 Pilar Infrastruktur Infrastruktur umum Jalan Infrastruktur kereta api Infrastruktur pelabuhan Infrastruktur transportasi udara 2009 84 94 60 95 68 Indonesia 2010 2011 82 82 84 83 56 52 96 103 69 80 Vietnam Thailand Filipina Malaysia Singapura 123 123 71 111 47 37 63 47 113 100 101 123 23 18 18 15 2 2 7 1 95 32 115 20 1 Sumber: Competitiveness Global Report 2011-2012 Berdasarkan Tabel 2 diatas, secara umum, kualitas infrastruktur Indonesia semakin membaik. Jika dilihat lebih mendetail, kualitas infrastruktur kereta api semakin meningkat sejak tahun 2009. Namun, peringkat Indonesia (berada pada posisi ke-52) masih jauh dibawah Singapura (berada pada posisi ke-7) dan Malaysia (berada pada posisi le-18). Masih kurang baiknya kualitas infrastruktur kereta api, salah satunya disebabkan oleh masih buruknya kondisi rel kereta api, berpengaruh kepada rendahnya daya saing Indonesia. Selain sebagai moda transportasi angkutan barang, kereta api juga berfungsi sebagai moda transportasi masal. Kendala kurang optimalnya infrastruktur dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional dan memberikan pelayanan kepada masyarakat secara merata terutama disebabkan oleh permasalahan ketersediaan dan pemeliharaan. Hal ini disebabkan oleh kelembagaan, sumberdaya manusia, dan terbatasnya kemampuan pembiayaan pemerintah. Pada saat ini banyak lembaga yang terkait dengan pengelolaan infrastruktur sehingga menyulitkan koordinasi, sedangkan kualitas sumber daya manusia masih rendah. Sementara itu, terkait dengan pembiayaan, investasi infrastruktur saat ini masih jauh dari kebutuhan investasi. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan bidang transportasi yang meliputi pembangunan jaringan prasarana dan sarana jalan, kereta api, transportasi laut dan udara antara lain: (1) Penyebaran pembangunan dan pengembangan transportasi yang masih terpusat di beberapa daerah saja, (2) Keterbatasan pendanaan pembangunan di sektor transportasi, (3) SDM dan kelembagaan yang masih rendah kualitasnya, dan (4) Kondisi fisik prasarana dan sarana transportasi yang masih banyak mengalami backlog pemeliharaan yang berlangsung secara terus menerus. Hal ini terjadi karena belum optimalnya sistem perencanaan dan pengoperasian, masih kurang jelasnya pemisahan fungsi regulator, owner, dan operator dalam pelaksanaan pelayanan transportasi. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan bidang transportasi, pemerintah melalui RPJMN 2010-2014 telah menetapkan lima sasaran umum pembangunan bidang transportasi, yaitu: (1) Peningkatan kapasitas sarana dan prasarana transportasi, (2) Peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi, LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 3 (3) Peningkatan keselamatan masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi, (4) Restrukturisasi kelembagaan, dan (5) Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada transportasi. Penetapan sasaran pembangunan tersebut berangkat dari berbagai masalah dan kendala yang saat ini masih dihadapi dalam pembangunan bidang transportasi serta target peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan ditopang oleh pertumbuhan pembangunan infrastruktur yang salah satunya adalah bidang transportasi. 1.3 TUJUAN Kajian Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia dilaksanakan untuk periode waktu pelaksanaan RPJMN 2010-2014, yaitu tahun 2010-2011, dengan memperhatikan pelaksanaan RPJMN 2004-2009. Adapun, kajian ini bertujuan untuk: a. Mengupas kebijakan transportasi jalan raya, kereta api dan laut di Indonesia. b. Mengidentifikasi masalah dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan bidang transportasi jalan raya, kereta api dan laut. c. Mengevaluasi pencapaian pelaksanaan pembangunan bidang transportasi jalan raya, kereta api dan laut secara deskriptif maupun analitik. d. Menyusun rekomendasi dan masukan tentang kebijakan transportasi jalan raya, kereta api dan laut di Indonesia. 1.4 RUANG LINGKUP KEGIATAN Kajian ini akan difokuskan pada evaluasi sistem transportasi secara kesisteman dengan memperhatikan kinerja dan konstribusi setiap moda. Fokus evaluasi adalah pada kinerja sistem transportasi secara nasional yang diukur dengan indikator kinerja yang yang sepakati. Sesuai kesepakatan dalam rapat TPRK, kajian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu naskah akademik yang dapat dijadikan dasar oleh Bappenas dalam menyusun kebijakan untuk pengembangan sistem transportasi khususnya untuk mendukung implementasi RPJMN 2010-2014. Secara khusus diupayakan agar selain berupa evaluasi kajian dapat pula merupakan alat identifikasi dan analisis atas pelaksanaan kebijakan pembangunan transportasi. Sejauh memungkinkan, bahasan dan diskusi akan dikaitkan dengan sasaran umum pembangunan bidang transportasi seperti dinyatakan dalam dokumen RPJMN 2010-2014. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam studi ini antara lain, a. Pengumpulan data sekunder berupa kajian literatur dari dokumen studi dan kajian berkaitan dengan pembangunan bidang transportasi di Indonesia; b. Menemukenali permasalahan pembangunan bidang transportasi di Indonesia; c. Analisis data sekunder berupa inventarisasi dan analisa kebijakan pembangunan transportasi; d. Pelaksanaan konsinyering; e. Pelaksanaan workshop guna mendapatkan masukan dalam pelaksanaan kajian; f. Pelaksanaan seminar guna mengoptimalkan dan mempertajam hasil kajian. 1.5 METODOLOGI UMUM PELAKSANAAN KAJIAN Kegiatan yang dilakukan secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga tahapan kegiatan: 1. Pengumpulan data Analisis dalam kajian ini lebih difokuskan untuk menggunakan data sekunder. Beberapa sumber data akan diupayakan seperti BPS, penelitian dan publikasi lembaga nasional LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 4 maupun internasional, termasuk gambaran umum transportasi di Indonesia (merupakan literatur review atau situasi dan kondisi transportasi di Indonesia). 2. Pengolahan dan analisis data Kajian akan menggunakan teknik dan pendekatan statistik deskriptif. Sejauh memungkinkan analisis statistik yang lebih jauh akan dilakukan sesuai keperluan, seperti analisis Logit. Pembahasan dalam berbagai pertemuan dilakukan dalam bentuk rapat TPRK dan Workshop guna memperbaiki, menajamkan, dan menyepakati hasil analisis dan evaluasi, serta kemasan dan isi laporan. 3. Penyajian data Hasil kajian dalam bentuk laporan akan dibahas dalam dua pertemuan terbatas dan satu seminar yang sekaligus merupakan sarana legitimasi laporan awal, tengah dan akhir kajian. 1.6 HASIL KELUARAN Keluaran dari kegiatan Kajian Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral: Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia ini adalah tersusunnya metodologi untuk evaluasi kinerja pembangunan transportasi yang meliputi penetapan indikator evaluasi, kebutuhan data dan metode perhitungan serta penilaian kinerja pembangunan berdasarkan indikator yang dikembangkan. Rekomendasi dari kajian ini akan menjadi masukan dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan bidang transportasi di Indonesia. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 5 BAB 2 TELAAH INDIKATOR KINERJA 2.1 KONDISI OBJEKTIF Secara obyektif kondisi kinerja sektor transportasi di Indonesia saat ini belum optimal, dilihat dari beberapa indikasi berikut ini: Persaingan antar moda yang tidak sesuai dengan karakteristik operasi masing-masing moda dan rute yang dilayani, dan masih didominasi oleh moda jalan; Penganggaran yang tidak seimbang antar sub sektor transportasi; Belum tersedianya alat bantu bagi Pemerintah (dalam hal ini Bappenas) dalam melakukan perencanaan, alokasi dana, implementasi maupun pengawasan dan evaluasi terhadap masing-masing sub sektor transportasi; Studi ini dilakukan dalam upaya mencari solusi atas permasalahan tersebut secara optimal ditinjau dari berbagai sudut pandang dengan menyusun suatu alat bantu berupa indikator kinerja sektor transportasi yang diharapkan dapat menjadi tolok ukur obyektif bagi pengembangan secara optimal masing-masing sub sektor transportasi. 2.2 KERANGKA LOGIS Secara garis besar, kerangka logis dalam penyusunan indikator kinerja sektor transportasi menggambarkan tiga hubungan yang berkaitan berdasarkan empat komponen kegiatan yaitu inpout, output, outcome dan impact. Keterkaitan proses pada keempat komponen tersebut digambarkan pada Gambar 1 sebagai ilustrasi kerangka logis dari suatu kegiatan/proyek. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 6 Kerangka logis ini juga mengasumsikan terdapat beberapa tingkatan tujuan dalam sebuah kegiatan/proyek (dengan hirarki tujuan). Tidak terdapat pembatasan terhadap jumlah tingkatan tersebut, namun demikian, seringkali ditemui kesulitan untuk memanage lebih dari empat tingkatan. Dalam kerangkanya, Bank Dunia1 menggunakan indikator-indikator yang dispesifikasi dalam tiga tingkatan tujuan: input untuk kegiatan proyek, output dari kegiatan proyek, dan outcome dan dampak (impact). Untuk kebutuhan Bank Dunia, input dan output berkoresponden secara langsung pada manajemen proyek, sementara outcome dan dampak berkoresponden pada tujuan dari proyek yang bersangkutan. Pada akhirnya proyek harus menunjukan tujuan yang relevan dengan realisasi dari tujuan pembangunan nasional secara menyeluruh. output (i) Jika input Asumsi valid (ii) Jika output (iii) Jika outcome Asumsi valid outcome dampak Asumsi valid Gambar 1 Kerangka Logis Hubungan Input-Output-Outcome-Impact Indikator kinerja harus dirancang dalam kerangka logis. Pengembangan kerangka logis mulai dengan tujuan proyek dan merefleksikan hubungan hirarki kegiatan-kegiatan dan output-nya dan outcome yang diharapkan untuk masing-masing komponen proyek. Kegiatan dilakukan dan hasil diperoleh pada tingkat rendah/awal dari tujuan adalah input terhadap perolehan dari tujuan proyek pada tingkat yang lebih tinggi, pada tingkat institusional, sektoral, program, atau tingkat nasional. Definisi indikator-indikator pada masing-masing tingkatan mengacu pada tujuan akhir (tingkat paling tinggi). Hasil indikator-indikator kinerja suatu proyek relatif terhadap tujuan proyek yang bersangkutan. Hasil diukur pada suatu tingkatan yang ditentukan oleh tujuan proyek. Harus diingat bahwa menurut pendekatan kerangka logis, tujuan proyek harus ditetapkan diawali dengan indikator dampak dan outcome (dan bekerja ke belakang pada indikator input). Pembahasan lebih lanjut berkaitan dengan pengembangan indikator kinerja sub sektor jalan dilakukan pada bab selanjutnya. 2.2.1 Bagaimana Indikator Kinerja Dikembangkan ? Indikator kinerja adalah ukuran dampak, outcome, output dan input dari suatu proyek yang dimonitor selama pelaksanaan proyek untuk menilai perkembangannya dalam pencapaian tujuan proyek . Indikator-indikator tersebut nantinya juga digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan suatu proyek. Indikator-indikator tersebut mengorganisir informasi yang mengklarifikasi hubungan antara dampak, outcome, output dan input suatu proyek and membantu mengidentifikasi masalah-masalah yang berpotensi menghambat atau menghalangi tercapainya tujuan proyek. 1 Benefit Monitoring and Evaluation, A Handbook for Bank Staff, Staff of Executing Agencies and Cosultants, Asian Development Bank, 1992 LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 7 Indikator kinerja pasti didasarkan pada suatu tujuan yang unik dari suatu proyek. Namun demikian, suatu set indikator kinerja harus didasarkan pada suatu kerangka logis yang menghubungkan tujuan proyek dengan komponen proyek dan juga secara berturut-turut terhadap input, aktivitas dan output proyek yang bersangkutan, pada tahapan yang berbeda. Kerangka tersebut harus berangkat dari tujuan proyek, hal ini mengingat bahwa setiap kegiatan dalam proyek harus bermuara kepada pencapaian tujuan. Gambaran skematis umum dari kerangka logis diperlihatkan pada Gambar 2.1 Menetapkan Tujuan Gambarkan outcome yang nyata (real) dari proyek – dampak dari output proyek terhadap penerima manfaat proyek, institusi, atau sistem dalam konteks perubahan perilaku atau peningkatan kinerja. Penetapan tujuan menentukan kesuksesan proyek Output Proyek Tentukan produk apa yang dapat dihasilkan oleh proyek – barang dan jasa yang diproduksi. Secara umum, output tproyek independen, sinergis dan terintegrasi. Komponen Proyek Kelompok kegiatan-kegiatan yang menentukan bagaimana produksi dan jasa pelayananan dapat disampaikan (bantuan teknis, fasilitas fisik dan lain-lain) Gambar 2 Gambaran Skematis Kerangka Logis Untuk Menurunkan Indikator Kinerja Sumber: Mosse, R. dan Sontheimer, L.E. 19962 Pada prinsipnya, kinerja sektor transportasi adalah gambaran keberhasilan pengelola dalam menggunakan sumber daya yang tersedia. Ide utama diperlukannya indikator kinerja sektor transportasi adalah untuk menyediakan kerangka yang jelas bagi evaluasi diri (self-evaluation) berdasarkan model management-by-results dan management-by-objective. Dengan demikian diharapkan fokus perencanaan tidak semata-mata berdasarkan dari pengamatan penurunan kinerja tetapi bagaimana memupuk hasil (outcome) di masa datang melalui suatu proses looping, yang melibatkan keterpaduan kinerja masing-masing subsektor transportasi. Hasil evaluasi dapat ditampilkan dalam indeks kualitas, kuantitas pelayanan, nilai angkutan (finance) ataupun kepuasan pengguna terhadap pelayanan. Prioritas pencapaian indeks kualitas, kuantitas dan finance, secara umum tergantung kepada kepada tipe manajemen, apakah publik domain atau swasta. Badan penyelenggara swasta lebih menekankan nilai angkutan (misal profit) relatif lebih utama. Keseimbangan pencapaian masing-masing indeks adalah menjadi tugas institusi publik, yang dapat diterapkan melalui instrumen perencanaan, kebijakan pengaturan maupun mekanisme harga. Proses angkutan dapat ditunjukkan oleh indikator yang berhubungan dengan intensitas atau produktivitas dari pemanfaatan sumberdaya atau dengan upaya manajemen yang diterapkan kepada input dan operasi organsasi. Output menunjukkan dimensi fisik sehubugan dengan pengadaan prasarana dan sarana. Hasil atau outcome adalah pencapain atau produksi institusi, yakni berupa kuantitas volume angkutan (ton-km, penumpang-km), kualitas angkutan (jumlah kecelakaan, kecepatan), nilai angkutan (Rp/km, profit, B/C). Mengingat dalam banyak aktivitas angkutan, seringkali melibatkan sejumlah moda, kinerja terminal antara menjadi krusial. Sehingga faktor intermodality ataupun manajemen multimoda, menjadi faktor penentu kinerja angkutan, khususnya dalam angkutan umum maupun angkutan barang. 2 Mosse, R. dan Sontheimer, L.E., Performance Monitoring Indicators Handbook, World Bank Technical Paper No. 334, 1996 LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 8 Pemilihan indikator sangat bergantung kepada tujuan evaluasi manajemen. Indikator dapat berupa sekedar informasi benchmarking ataupun keberhasilan proses manajemen. Bila dilihat dari konsep manajemen, secara umum dapat dibagi tiga jenis indikator yakni indikator effisiensi, indikator efektifitas dan indikator ekonomi (finance). Selanjutnya untuk memahami bagaimana menurunkan indikator kinerja dari tujuan suatu proyek dan komponennya membutuhkan pemahaman dari konsep kerangka logis tersebut. Pada prinsipnya alur kerja dalam penetapan atau menurunkan indikator kinerja sektor transportasi dapat disajikan pada Gambar 3. Indikator Kinerja Berbagai Sub Sektor Transportasi Indikator Kinerja Sub Sektor Udara Indikator Kinerja Sub Sektor Laut UU SPPN dan UU Keuangan Negara Indikator Kinerja Sub Sektor Darat (Jalan dan Rel) Usulan Indikator Kinerja (long list indicator) Kriteria Pemilihan 1: Seminimal mungkin, Cukup lengkap, Praktis/ Operasional, Kriteria Pemilihan 2: Bukan redundant Independent Kebijakan/Policy, Perencanaan/Planning, Konstruksi/Construction, Operasi & Pemeliharaan /Operatioan & Maintenance Evaluasi & Monitoring Indikator Kinerja Terpilih & Metode Penilaian Gambar 3 Penentuan Indikator Kinerja Sektor Transportasi sumber: dimodifikasi dari Lubis, et al, 20013 Khusus infrastruktur transportasi, proses pengadaan input hingga pencapaian produktivitas, akan melalui kerangka runtutan logis yang terdiri dari masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak seperti yang ditampilkan pada Gambar 3. Karena adanya time lag, antara realilsasi masingmasing proses, mengakibatkan pengukuran ataupun estimasi tidak dapat dengan mudah 3 Lubis, H.A.S, Sjafruddin, A., Karsaman R.H., Armijaya, H. dan Munandar, A.S., Developing Performance Indicators For Road Development In Indonesia, EASTS 4th conference, Hanoi, Vietnam, 2001 LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 9 dilakukan. Hal ini berlaku khususnya untuk pengukuran manfaat dan dampak, yang memerlukan waktu tenggang dalam jangka menengah ataupun panjang. Dalam banyak kajian kelayakan (prastudy), tergantung metodologi yang diadaptasi, estimasi manfaat yang diutamakan, sedangkan estimasi dampak lebih disiapkan sebagai pelengkap kajian. Pelaksanaan post-study atau postaudit, yang mencoba memeriasa keberhasilan pencapaian manfaat maupun dampak hingga saat ini belum menjadi perhatian pengembang infrstruktur. Idealnya apapun susunan indikator kinerja ia adalah informasi statistik, ratio, biaya ataupun bentuk lainnya yang menunjukkan kondisi tertentu ataupun sebagai tolok ukur kemajuan dalam pencapaian visi dan misi Sistem Transportasi Nasional. Daftar indikator kinerja terpilih hendaknya memenuhi kriteria kecukupan (minimum) tetapi lengkap, praktis dan dapat dioperasikan, serta tidak redundant. Masukan (Inputs) Keluaran (Outputs) Hasil (Outcomes) Pendanaan Organisasi Teknologi Aset Efektifitas Preservasi Aset Kuantitas output sebagai dampak dari input Kualitas output sebagai dampak dari input Produksi Mobilitas Volume penggunaan Volume penggunaan relatif terhadap kapabilitas output Penggunaan sumber daya untuk utilisasi output Manfaat (Benefits) Efektifitas Program Biaya Pengguna Biaya Sumber Daya Penghematan sumber daya untuk utilisasi output sebagai akibat penambahan input Penghematan input akibat perubahan output Dampak (Impacts) Nilai Lahan Lingkungan Tingkat Resiko Perubahan tidak langsung akibat input/output Perubahan langsung akibat utilisasi output Gambar 4 Kerangka Runtutan Logis Pengadaan dan Produktivitas Transportasi Pengembangan indikator kinerja sektor transportasi Bappenas harus difokuskan pada pertimbangan tupoksi Bappenas. Dalam konteks pengaturan porsi anggaran bagi masing-masing sub sektor transportasi ini Bappenas harus mampu memainkan perannya dan secara jeli membagi anggaran secara optimal untuk masing-masing sub sektor transportasi, darat (jalan, ASDP dan jalan rel), laut dan udara. Untuk keperluan tersebut, Bappenas membutuhkan alat bantu penilaian kinerja masing-masing subsektor transportasi sebagai dasar pijakan, dalam pengaturan anggaran tersebut. Salah satu alat bantu yang dimaksud adalah indikator kinerja sektor transportasi. Pengembangan indikator kinerja sektor transportasi oleh Bappenas, dalam hal ini, harus mempertimbangkan dua isu penting, yaitu: 1. Kelembagaan/Organisasi Pelaksana Monitoring dan Evaluasi 2. Hubungan Perencanaan dan Penganggaran LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 10 2.2.2 Kelembagaan/Organisasi Pelaksana Monitoring dan Evaluasi Hirarki sistem pemantauan dan pelaporan anggaran berbasis kinerja disampaikan pada Gambar 2.1. Diagram tersebut menunjukkan bahwa hirarki terendah adalah penanggung jawab kegiatan, kemudian secara berjenjang ke atas penanggung jawab program/unit eselon 1, Menteri Departemen (LPND) dan Kepala Daerah (KDH) dan BAPPENAS/Menteri Keuangan. Hirarki yang kemudian dikompilasi, direkapitulasi, dianalisis dan diarsipkan. Sebaliknya, hirarki yang lebih tinggi melakukan pemantauan dan, jika dipandang perlu, memberikan umpan balik kepada hirarki di bawahnya (panah garis tebal). Mengacu pada gambaran hirarki tersebut, diketahui Bappenas memiliki peran cukup sentral dalam pemantauan (evaluasi) dan pelaporan anggaran dan tentunya juga pada pembagian alokasi anggaran untuk masing-masing sub sektor, dalam hal ini, transportasi. BAPPENAS/Menteri Keuangan Nasional Menteri Departemen/ LPND dan KDH Konsolidasi Program Penanggung Jawab Program/Unit Eselon I Program dan Kegiatan Pelaksana Kegiatan Kegiatan Keterangan: Monev Laporan Gambar 5 Hirarki Pemantauan dan Pelaporan Anggaran Berbasis Kinerja4 Rancangan Pedoman Penyusunan Indikator, Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja, 2004, menyebutkan evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan memberikan nilai secara objektif atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program) yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi selalu berupaya untuk mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana yang sekaligus juga mengukur seobjektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan (program) dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terkait. Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan rencana dan hasil pelaksanaan suatu program. Oleh karena itu, pengertian evaluasi sering digunakan untuk menunjukkan tahapan siklus pengelolaan program yang mencakup: 1. Evaluasi pada Tahap Perencanaan (EX-ANTE), pada tahap ini evaluasi digunakan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. 2. Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going evaluation), pada tahap ini evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya 4 (Pedoman Penyusunan Indikator, Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja, 2004 LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 11 3. Evaluasi pada Tahap pasca-pelaksanaan (EX-POST), pada tahap ini evaluasi diarahkan untuk meihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan dengan masukan), efektifitas (hasil dan dampak terhadap sasaran), atau manfaat (dampak terhadap kebutuhan) 2.2.3 Hubungan Antara Perencanaan dan Penganggaran Hubungan ini merupakan mata rantai yang menggambarkan proses mulai dari disusunnya perencanaan sampai dengan penganggaran. Gambaran hubungan antara perencanaan dan penganggaran ini menyediakan informasi lebih detail berkaitan dengan hirarki pemantauan dan pelaporan anggaran berbasis kinerja dan peran Bappenas dalam melakukan evaluasi seperti dibahas sebelumnya. Gambaran hubungan dan proses yang dimaksud ditampilkan pada Gambar 2.2. RPJP Visi Misi Arah RPJM Visi, misi Agenda Prioritas Program Kegiatan pokok RANCANGAN AWAL (RKP/SEB) Prioritas pembangunan Pagu indikatif Kementrian/le mbaga Program RANCANGAN RENJA-KL Kebijakan Program dgn pagu indikatif Kegiatan dgn anggaran Jenis belanja Lokasi-propinsi Indikator keluaran Unit pelaksana s.d. eselon I RKPPERPRES Agenda Prioritas pembangunan Program dgn pagu indikatif Kegiatan pokok Unit pelaksana: kementrian/ lembaga RENJA-KL Prioritas pembangunan Pagu indikatif Kegiatan dgn anggaran Jenis belanja Lokasi-propinsi Indikatorkeluaran Unit pelaksana: s.d. eselon I RKA-AL Program dgn anggaran Kegiatan dgn anggaran Sub kegiatan dgn anggaran Jenis belanja Mata anggaran keluaran (MAK) Lokasi Propinsi Kabupaten Indikator keluaran Perhitungan belanja masingmasing kegiatan Volume Harga satuan Anggaran pendapatan Kegiatan Mata anggaran pendapatan (MAP) Kelompok pendapatan Unit pelaksana: s.d. satuan kerja RAPBN APBN DIPA Gambar 6 Proses Perencanaan Sampai Dengan Penganggaran Selanjutnya harus dilakukan proses penelaahan terhadap RKA-KL dengan tujuan utamanya adalah menjaga keterkaitan antara Perencanaan (Planning) dan Penganggaran (Budgeting) yang berarti menjaga konsistensi antara RPJM, RKP dan APBN. Adapun dasar pertimbangan penelaahan RKAKL adalah Pasal 10 ayat 4 PP No. 21 tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL yang menyatakan Kementerian Perencanaan menelaah kesesuaian antara RKA-AL dengan RKP dan ayat 5 yang menyatakan Kementerian Keuangan menelaah kesesuaian RKA-KL dengan SEB Menteri Keuangan tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan standar biaya yang telah ditetapkan. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 12 Substansi dari penelaahan tersebut adalah sebagai berikut: Konsistensi antara program dalam RKP dengan program dalam RKA-KL Konsistensi antara hasil program dengan kegiatan dalam RKA-KL Konsistensi antara kegiatan pokok pada RKP dalam satu program dengan kegiatan dalam RKA-KL untuk suatu program yang sama. Disamping itu pada Rancangan Pedoman Penyusunan Indikator dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja. dikenal terminologi Anggaran Berbasis Kinerja, yang dijelaskan sebagai penyusunan anggaran yang didasarkan atas perencanaan kinerja dan terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dan indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran (budget entity). Dibagian lain rancangan pedoman yang dipergunakan sebagai acuan bagi semua unit kerja/departemen/ lembaga, baik di pusat maupun daerah tersebut, juga mengindikasikan peluang langkah penyesuaian sesuai kondisi dan karakteristik masing-masing instansi, untuk keperluan pelaksanaan lebih lanjut. 2.3 GAMBARAN UMUM KONDISI TRANSPORTASI INDONESIA 2.3.1 Permintaan Kebutuhan Pergerakan Dari aspek transportasi yang ingin dicapai (ultimate goal) dengan indikator kinerja transportasi ini adalah suatu tolok ukur bagi Bappenas dalam melakukan evaluasi dan penyusunan anggaran yang optimal untuk setiap sub sektor transportasi (mulai dari tahapan perencanaannya). Berangkat dari kondisi market share moda transportasi saat ini yang masih didominasi moda angktuan jalan, pembagian anggaran yang optimal ini diharapkan secara bertahap mampu menciptakan market share yang optimal dari setiap moda transportasi sehingga tercapai sistem transportasi yang efisien, efektif dan berkelanjutan, pada akhirnya. Pada sisi yang lain, aspek struktur pasar pengguna moda transportasi juga telah berpengaruh membentuk ketidakseimbangan market share moda transportasi tersebut. Studi terdahulu yang dikaji pada bagian ini merupakan adalah Studi Pengembangan Indikator Kinerja Sektor Transportasi, Bappenas, 2004. Lingkup utama kegiatan studi tersebut adalah menetapkan indikator kinerja sektor transportasi yang difokuskan pada peran Bapenas terutama ditinjau dari aspek penyusunan anggaran. Dalam kajian suatu kondisi transportasi tentu sangat terkait dengan identifikasi pola permintaan perjalanan. Data permintaan perjalanan merupakan data yang sangat sulit didapat karena membutuhkan survey yang terarah dan penentuan sample yang tepat agar merepresentasikan populasi pergerakan. Ada beberapa penelitian permintaan perjalanan yang pernah dilakukan di Indonesia salah satunya adalah OD Survey 1996 dan 2001. Selanjutnya, dalam representasi pergerakan (dalam penelitian OD Survey) memperlihatkan bahwa meskipun negara Indonesia berbentuk kepulauan, moda laut atau udara tidak menjadi moda yang dominan dalam merepresentasikan pergerakan di Indonesia. Disparitas ekonomi dan kewilayahan yang terjadi mengakibatkan pergerakan penumpang sangat bertumpu di Pulau Sumatera dan Jawa. Moda jalan masih menjadi moda utama dalam pergerakan di dalam dan antara kedua pulau tersebut meskipun terdapat jarak tempuh yang cukup panjang diantara kota-kota penting di kedua pulau tersebut. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 13 Dari hasil data Asal Tujuan Transportasi Nasional Tahun 2001 pangsa moda untuk angkutan barang di Indonesia didominasi 90,34% atau 2,5 juta ton/tahun oleh moda jalan. Pertumbuhan angkutan barang sekitar 4,7% per tahun, sehingga diperkirakan pada Tahun 2009 laulintas angkutan barang dengan moda jalan membengkak menjadi sekitar 3,5 juta ton/tahun. Kebanyakan angkutan barang berasal-tujuan di Pulau Jawa dan Sumatera yang banyak tersedia jaringan jalannya, sementara itu interaksi antar pulau dibagian barat dan timur Indonesia tidaklah besar. Tidak jauh berbeda dengan angkutan barang, pergerakan penumpang relatif lebih merata meskipun untuk Pulau Jawa masih terlihat dominasinya. Dari total sekitar 3,8 Milyar produksi perjalanan penumpang di Indonesia bagian barat menyumbang sekitar 96,55% (Pulau Jawa 82,47% dan Pulau Sumatera 14,08%), sisanya sekitar 3,45% yang merupakan produksi perjalanan penumpang di wilayah timur Indonesia. Diperkirakan bahwa sampai dengan Tahun 2009 permintaan perjalanan penumpang untuk moda jalan mengalami peningkatan sekitar 3,8% per tahun, dimana jika pada Tahun 1998 jumlah penumpang moda jalan sekitar 279,4 juta penumpang/tahun menjadi sekitar 462 juta penumpang/tahun pada Tahun 2009. Pada satu sisi yang lain, moda angkutan darat jalan rel saat ini hanya melayani proporsi angkutan yang sangat marginal dibandingkan dengan moda angkutan jalan. Pertumbuhan angkutan penumpang dan barang menggunakan kereta api sampai dengan tahun 2000 berkisar pada angka 6% untuk angkutan penumpang dan 5.8% untuk angkutan barang. Tidak efisiennya operasi kereta api, kompetisi antar moda yang semakin ketat dan backlog pemeliharaan prasarana serta kualitas pelayanan mengakibatkan pangsa pasar kereta api mulai menurun pada tahun 2001. angka penurunan diperlihatkan berkisar pada angka –1% untuk angkutan penumpang dan –5.6% untuk angkutan barang. Moda laut merupakan moda yang penting dalam distribusi angkutan antar pulau. Moda ini sangat dominan digunakan di wilayah kepulauan Indonesia Timur dibandingkan dengan di Indonesia bagian barat meskipun total pergerakan banyak terjadi di Pulau Sumatera dan Jawa. Penggunaan moda laut angkutan penumpang berorientasi pada pelayanan pergerakan penumpang jarak jauh antar pulau, hal tersebut didukung oleh kapasitas angkut moda laut yang relatif lebih besar dibandingkan moda udara maupun moda darat. Sementara itu, angkutan barang merupakan obyek utama yang diangkut oleh moda laut. Hampir 95% angkutan barang untuk tujuan ekspor-impor menggunakan moda ini. Di dalam negeri pergerakan angkutan barang masih belum cukup menjadi pesaing moda jalan terutama apabila pergerakan di Pulau Sumatera dan Jawa masih sangat dominan seperti saat ini. Data dari Biro Pusat Statistik 2002 juga menunjukkan bahwa perkembangan bongkar muat barang di dalam dan luar negeri masih bertumpu di Pulau Jawa. Riau dan Kalimantan Timur/Selatan menjadi wilayah di luar Jawa dengan volume bongkar dan muat terbesar baik untuk angkutan dalam maupun luar negeri. Sulawesi tidak menjadi wilayah yang dominan dalam angkutan barang meskipun dalam sejarahnya Sulawesi menjadi hub distribusi pergerakan angkutan penumpang dan barang bagi wilayah Maluku, Papua dan Nusa Tenggara. Dari data Antar Pelabuhan, pergerakan angkutan barang dapat dibagi menjadi tiga jenis komoditi angkutan barang yaitu General Cargo, Container dan Dry Bulk Cargo. Pergerakan utama masih didominasi oleh pergerakan General Cargo dengan tujuan utama Surabaya dan Jakarta. Pegerakan Surabaya-Balikpapan menjadi pergerakan yang terbesar. Surabaya menjadi tujuan pergerakan utama dengan tujuan distribusi Indonesia Bagian Barat dan Timur. Letaknya yang sangat strategis berada di antara kedua wilayah tersebut, perkembangan ekonomi yang cukup baik dan dilewati dengan jalur ALKI ketiga yang membujur di Selat Makassar menjadikan Surabaya LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 14 merupakan tujuan distribusi barang dari luar negeri yang utama. Pergerakan barang yang berasal dari wilayah Pasifik dan Jepang menjadi negara asal-tujuan utama. Dari titik inilah kemudian pergerakan dilanjutkan menuju Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya. Pergerakan Container tidak terdistribusi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Pengemasan dengan menggunakan container diperlukan bagi barang-barang dengan rentan dengan kerusakan seperti tekstil. Pergerakan angkutan jenis ini hanya terjadi di kota-kota besar dengan Jakarta menjadi hub utama menuju Medan, Surabaya dan Makassar. Pontianak menjadi hub utama pergerakan container di wilayah Kalimantan Pergerakan angkutan dry bulk atau barang curah kering sangat berorientasi atau berasal dari Pulau Kalimantan. Sangat tidak heran karena jenis komoditi ini memang merupakan produksi andalan Pulau Kalimantan yaitu batubara. Pergerakan batubara banyak yang langsung dikapalkan ke luar negeri dengan asal pelabuhan utama di Sangatta, Kalimantan Timur tetapi pergerakan di dalam negeri juga masih banyak dilakukan. Pelabuhan di sekitar wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur menjadi pelabuhan utama untuk pergerakan angkutan jenis ini dengan Jakarta dan Batam atau Batam menjadi tujuan selanjutnya. Pergerakan lainnya dengan volume yang lebih kecil terjadi di antara wilayah Lampung dengan wilayah Banten untuk mensuplai bahan bakar PLTU. Berdasarkan pengamatan dengan menggunakan data-data OD Survey maupun Antar Pelabuhan tersebut terlihat bahwa untuk pergerakan di dalam negeri, moda laut masih cukup mempunyai peran. Pergerakan yang sudah cukup baik ini ternyata hanya menyumbang pergerakan sebesar 7 %. Disparitas ekonomi dan kewilayahan yang cukup besar antara wilayah Jawa-Sumatera dengan wilayah yang lainnya mengakibatkan pergerakan barang masih berpusat di kedua pulau besar di bagian barant Indonesia tersebut. Di kedua pulau tersebut jalan masih menjadi moda primadona dengan penyediaan prasarana yang cukup baik. Di kedua pulau tersebut sebenarnya prasarana pelabuhan sudah cukup baik tetapi orientasi pergerakan masih difokuskan untuk ekspor. Moda udara saat ini telah menjadi moda primadona di Indonesia. Waktu tempuh perjalanan yang cepat menjadi keunggulan moda ini dibandingkan dengan moda lainnya. Selain itu transfer moda yang relatif cukup seamless dibandingkan moda lainnya menambah keunggulan moda ini. Kebijakan-kebijakan yang diambil di moda udara saat ini terbukti telah membantu negeri ini dalam meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas. Multi operator, tarif murah, subsidi Pemerintah Daerah di berberapa koridor non utama, kapasitas angkutan yang meningkat tajam terutama pada koridor-koridor utama dan sebagainya telah memudahkan masyarakat dalam melakukan perjalanan. Modal share angkutan udara tetap saja masih jauh dari harapan akibat perbandingan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Jawa dan Sumatera masih menjadi wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, sangat jauh bila dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Meskipun saat ini moda udara sudah mengcover pelayanan untuk rute-rute jarak jauh dengan intensitas demand yang tinggi, tetapi untuk pelayanan rute-rute utama, jarak pendek dan menengah, pelayanan moda udara masih jauh dibandingkan dengan moda jalan. Moda udara memiliki peran yang cukup besar untuk melayani rute-rute jarak jauh terutama dari Kawasan Barat Indonesia menuju Kawasan Timur Indonesia. Pergerakan terbesar diperlihatkan pada rute Jakarta-Medan, kemudian Jakarta-Surabaya, Surabaya-Balikpapan, Jakrta Manado dan Surabaya-Makassar. Node-node penting yang berperan sebagai pengumpul/penyebar telah terlihat pada gambaran ini. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 15 Moda udara memang difokuskan untuk angkutan penumpang. Share angkutan udara untuk angkutan barang sangatlah kecil dibandingkan dengan moda lain. Hanya angkutan barang-barang tertentu yang dilayani oleh moda ini. Surat, barang-barang ekspress, barang-barang segar dan sebagainya merupakan contoh beberapa barang yang dapat diangkut oleh moda ini. Barangbarang lainnya seperti general cargo, container, liquid bulk dan dry bulk cargo lebih tepat untuk dilayani moda lain seperti laut, jalan dan kereta api. 2.2.2 Kompetisi Antar Moda Menurut kajian potensi pengembangan transportasi multimoda di Indonesia (Balitbang Perhubungan, 2004) operasi transportasi di Indonesia saat ini dinilai tidak efisien, salah satu penyebab utamanya adalah ekonomi biaya tinggi, terutama dipicu oleh: a. beban antar moda yang tidak rasional, sehingga terjadi beban berlebih pada jaringan jalan dan tidak berkembangnya moda-moda transportasi lainnya b. kondisi prasarana transportasi yang memburuk akibat krisis menyebabkan kinerja pelayanan menurun, c. transportasi intermoda tidak dapat dijalankan secara sempurna, terutama karena kurangnya interkoneksi antar moda, manajemen operasi yang belum optimal, dan sistem pendukung yang belum memadai. d. role sharing antar moda: bagaimana peran antar moda dikembangkan secara rasional sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing sehingga dapat mendukung efisiensi operasi dan investasi jaringan Secara keseluruhan, jika ditinjau dari proporsi pangsa angkutan moda transportasi, Bappenas (2003) melaporkan pada tahun 2002, proporsi terbesar sekitar 84,1% dilayani oleh moda jalan, seperti ditampilkan pada Gambar 7. Moda jalan rel hanya melayani sekitar 7,3% atau 175,9 juta penumpang dari pasar angkutan penumpang nasional, moda laut dan moda udara masing-masing hanya melayani 1,8% dan 1,5%, sisanya dilayani oleh angkutan sungai dan penyeberangan. 100% 1,7 17,6 90% 80% Proporsi 70% 251,5 60% 202,1 50% 40% 30% 20% 0,1 19,5 5,5 3,7 4,2 12,6 10% 0% penumpang (x10 juta pnp) ASDP Laut barang (x10 ribu ton) Udara Jalan Kereta Api Gambar 7 Proporsi Pangsa Angkutan Moda Transportasi LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 16 2.4 INDIKATOR KINERJA SE KTOR TRANSPORTASI Selama ini telah banyak studi pengembangan indikator kinerja yang dilakukan di Indonesia maupun di negara-negara lain. Beberapa kajian yang mengembangkan indikator kinerjaantara lain: a. Indikator Kinerja Sub Sektor Transportasi Darat, Ditjen Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, 19975. Studi ini mengevaluasi kinerja sistem transportasi darat disusun dalam rangka mid-term review Repelita VI dan persiapan penyusunan Repelita VII sub sektor perhubungan darat oleh Departemen Perhubungan. b. Indikator Kinerja Sektor Jalan untuk Negara-negara Afrika (Bank Dunia), 19966. Studi ini meninjau kinerja infrastruktur jalan di negara-negara berkembang untuk mengevaluasi kinerja transportasi jalan yang berkaitan dengan pelayanan publik. c. US Federal Highway Administration (FHWA): Performance Plans for The President’s Fiscal Year 2001 Budget7. Mengkaji rencana kinerja yang mendefinisikan target kinerja tahunan dan indikator yang digunakan untuk mengevaluasi dan memonitor penggunaan anggaran khususnya dalam sub sektor transportasi jalan. d. Indikator Kinerja Jalan, Bina Marga 20008. Merupakan kajian tentang pengembangan kinerja manfaat dan dampak sebagai acuan dalam rangka evaluasi pelaksanaan dan perumusan kebijakan umum. e. Evaluasi Kinerja Perkeretaapian, PT. Kereta Api (Persero)9. Merupakan kajian yang dilakukan untuk mengevaluasi kinerja finansial/keuangan perusahaan. f. Indikator Kinerja Sub Sektor Transportasi Laut, Ditjen Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan, 199710. Mengevaluasi kinerja sistem transportasi laut disusun dalam rangka mid-term review Repelita VI dan persiapan penyusunan Repelita VII sub sektor perhubungan laut oleh Departemen Perhubungan. g. World Bank Institute: Privatization and Regulation of Transport Infrastructure, WBI Development Studies, 200011. Merupakan studi sejenis yang mengukur kinerja infrastruktur transportasi jalan tol, jalan rel, pelabuhan dan bandar udara berkaitan dengan regulasi kerjasama pemerintah dan swasta. Indikator-indikator tersebut, tentu saja dikembangkan dalam konteks yang beragam tergantung dari tujuan atau peran yang akan dimainkan oleh stakeholeders yang berkepentingan mengembangkan indikator yang dimaksud. Mengacu kepada kerangka runtutan logis dan review pustaka terhadap studi-studi sejenis, pada Tabel 3 ditampilkan secara umum daftar usulan indikator-indikator kinerja sektor transportasi Bappenas. 5 Departemen Perhubungan (1997). Indikator Kinerja Sub Sektor Transportasi Darat, Ditjen Perhubungan Darat Mosse, R. dan Sontheimer, L.E., Performance Monitoring Indicators Handbook, World Bank Technical Paper No. 334, 1996 7 Federal Highway Administration Performance Plan For the President’s Fiscal Year 2001 Budget, U.S. Department of Transportation, http://www.fhwa.dot.gov/policy/pp2k01.htm. 8 Departemen Pekerjaan Umum, Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Jaringan Jalan, Laporan Akhir, Direktorat Jenderal Bina Marga , 2000. 9 Evaluasi Rencana Jangka Panjang Perusahaan 2000-2004, PT Kereta Api Indonesia (Persero) 10 Departemen Perhubungan. (1997). Indikator Kinerja Sub Sektor Transportasi Laut, Ditjen Perhubungan Laut 11 Estache, Antonio, dan Gines de Rus. (2000). “Privatization and Regulation Transport Infrastructure.” Guidelines for Policymakers and Regulators, World Bank, World Bank Institute, Washington, D.C. 6 LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 17 Tabel 3 Indikator Kinerja Sektor Transportasi (Bappenas 2004) Aspek Dimensi Input (Masukan) Output (Keluaran) Pendanaan Indikator Pengeluaran Pembangunan Aset Pengeluaran Pemeliharaan Pengeluaran pemerintah untuk sektor dan sub sektor Panjang dan/atau jumlah prasarana Efektifitas Penanganan Aset Outcome (Hasil) Benefit (Manfaat) Efektifitas Produksi Kondisi /preservasi prasarana yang ditangani Kondisi Aset/prasarana Produksi yg terjadi (volume lalu lintas) Mobilitas Efektifitas program Produksi yg terjadi (Nisbah volume kapasitas) Waktu perjalanan (kecepatan rata-rata) Manfaat program Aksesibilitas Impact (Dampak) Tingkat resiko Biaya sumber daya Keterjangkauan tarif (affordability) Lingkungan Ekonomi thd Indek biaya operasi Kepadatan jaringan/prasarana (thd jmlh penduduk/luas lahan) Resiko fatalities (kecelakaan) Konsumsi bahan bakar Pengeluaran rumah tangga untuk transport; Biaya penanganan di pelabuhan Tingkat polusi suara Tingkat polusi udara PDRB Pertumbuhan PDRB Rincian usulan indikator kinerja sektor transportasi untuk masing-masing sub sektor, jalan, jalan rel, laut dan udara ditampilkan pada Tabel 4. Pada tabel tersebut juga ditampilkan satuan (unit) yang digunakan. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 18 Tabel 2.9 Usulan Indikator Kinerja Sektor Transportasi No 1 Aspek Input (Masukan) Dimensi I.1 Produktifitas I.2 Pendanaan 2 Output (Keluaran) O.1 Aset O.2 Efektifitas Penanganan Aset Moda Angkutan Darat (Jalan Jalan Rel, ASDP) Pelabuhan Laut Bandar Udara Angkuta Darat (Jalan Jalan Rel, ASDP) Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan Jalan Rel ASDP PELABUHAN LAUT Bandar Udara Jalan Outcome (Hasil) H.1 Efektifitas Produksi Milyar Rp; %kebutuhan vs realisasi Alokasi anggaran Pemerintah %-anggaran sektor transport Panjang jalan (arteri, kolektor, lokal) Panjang jalan rel (R-33, R-42, R-54) Jumlah Ferry Jumlah pelabuhan (Internasional Hub, Internasional, Nasional, Regional, dan Lokal) Jumlah bandara (Kelas A, B,C) Preservasi jalan dan jembatan yang ditangani Kualitas jalan (IRI) Km Km buah Buah Preservasi jalan rel dan jembatan yang ditangani Kualitas jalan rel Pelabuhan Laut Preservasi pelabuhan yang ditangani Jalan Kualitas terminal penumpang; waktu tunggu penumpang Kualitas pelabuhan barang (Waktu penumpukan; bongkar muat; proses administrasi) Preservasi bandara yang ditangani Kualitas terminal penumpang Volume LL Jalan Rel VCR Volume LL ASDP Pelabuhan Laut Volume Volume LL Tingkat penggunaan dermaga (Berth occupancy ratio) Market share angkutan domestik vs asing LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia Satuan Pengeluaran Pembangunan, Pemeliharaan (rencana Vs realisasi) Jalan Rel Bandar Udara 3 Indikator Buah %-km; %-jumlah jembatan %-km dgn IRI < 6 m/km %-km; %-jumlah jembatan %-km dgn keausan < 10 mm %-jumlah pelabuhan Pnp/luas ruang tunggu; menit Ton-hari %-jumlah bandara Pnp/luas terminal LHR, Kendkm/thn, tonkm/thn % km > 0,85 Pnp-km/thn, tonkm/thn Pnp ; Kend Pnp-km/thn, tonkm/thn %-waktu operasi % 19 No Aspek Dimensi Moda Bandar Udara H.2 Mobilitas 4 Benefit (Manfaat) M.1 Efektifitas Program Jalan Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan Jalan Rel Laut Udara M.2 Aksesibilitas Jalan Jalan Rel 4 Benefit (Manfaat) M.3 Tingkat Resiko Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan Indikator Volume LL Lama pelayanan di terminal: waktu yang diperlukan untuk check-in, waktu tunggu, dll Waktu perjalanan; kecepatan Penurunan kepadatan LL Peningkatan jumlah rute (+ frekuensi) perjalanan KA Peningkatan jumlah rute (+ frekuensi) pelayaran Peningkatan jumlah rute (+ frekuensi) penerbangan Kepadatan jaringan jalan terhadap luas area Kepadatan jaringan jalan terhadap populasi Kepemilikan kendaraan bermotor Kepadatan jaringan jalan rel terhadap luas area Kepadatan jaringan jalan rel terhadap populasi Rata-rata kedatangan kapal Rata-rata kedatangan pesawat Resiko fatalities Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara M.4 Biaya Sumberdaya M.5 Keterjangkaua n Tarif Jalan Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia Biaya perjalanan (BOK + Nilai Waktu) Pengeluaran rumah tangga untuk transport; Satuan Pnp-km/thn, tonkm/thn Menit/orang Jam; Km/jam %-km VCR < 0,85 %-jumlah rute %-jumlah rute %-jumlah rute Km/1000km2 Km/1000 orang %-jumlah rumah tangga Km/1000km2 km/1000 orang Kapal/tahun Pesawat/tahun Kejadian/tahun; Kematian/juta kend.-km Kejadian/tahun; Kematian/juta-km Kejadian/tahun; Kematian/juta km; kerusakan brg/juta -km Kejadian/tahun; Kematian/juta km; kerusakan brg/juta -km Rp/pnp-km; Rp/ton-km Rp; %-total pengeluaran rumah tangga 20 No Aspek Dimensi (affordability) Moda Tarif rata-rata penumpang dan barang Jalan Rel Tarif rata-rata penumpang dan barang Pelabuhan Laut Tarif rata-rata penumpang dan barang Bandar Udara 5 Impact (Dampak) D.1 Lingkungan D.2 Ekonomi Indikator Jalan Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara Biaya penanganan (handling) di pelabuhan Tarif rata-rata penumpang Polusi suara/Bandar Udara PDRB; pertumbuhan PDRB Satuan Rp/penumpangkm; Rp/ton-km; Rp/TEU-km Rp/penumpangkm; Rp/ton-km; Rp/TEU-km Rp/penumpangkm; Rp/ton-km; Rp/TEU-km Rp/ton-km; Rp/TEU-km Rp/penumpangkm DB/Nox, Sox Rp; %pertumbuhan Adapun jenis data yang dibutuhkan untuk mengembangkan indikator kinerja dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu: data aktual dan data estimasi. Data aktual merupakan data temuan yang sudah tersedia tanpa membutuhkan pengolahan lebih lanjut. Data aktual lebih banyak berkaitan dengan masukan dan keluaran, misalnya pengeluaran pemerintah untuk kegiatan pembangunan pelabuhan, panjang dermaga, dll. Data estimasi menyangkut indikator yang berkaitan dengan penggunaan sistem transportasi, antara lain kecepatan operasi, waktu dan panjang perjalanan di dalam sistem, biaya operasi kendaraan, serta dampak lingkungan dan tingkat kecelakaan. Definisi dan penjelasan ringkas dari masing-masing indikator kinerja sektor transportasi yang diusulkan dijelaskan sebagai berikut: 1 INPUT a. Pengeluaran Pembangunan, Pemeliharaan (kebutuhan Vs realiasi) – semua moda: besarnya biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk keperluan pembangunan dan pemeliharaan prasarana transportasi (jalan, jalan rel, pelabuhan laut dan bandar udara) yang diekspresikan sebagai besarnya biaya kebutuhan (atau yang dianggarkan) dan realisasinya pada tahun anggaran yang ditinjau atau prosentasenya. b. Alokasi Anggaran Pemerintah – semua moda: besarnya prosentase biaya yang dianggarkan oleh Pemerintah (APBN) untuk sektor transportasi (jalan, jalan rel, pelabuhan laut dan bandar udara) terhadap total anggaran. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 21 2 OUTPUT a. Aset Jalan Kereta Api Laut Udara b. panjang jalan (km) menurut klasifikasi fungsinya, arteri, kolektor dan lokal baik primer maupun sekunder panjang jalan rel menurut kelasnya (R-33, R-42 dan R-54) jumlah pelabuhan laut menurut perannya (internasional hub, internasional, nasional, regional, dan lokal)\ jumlah bandar udara menurut kelasnya (kelas A, B dan C). Efektifitas Penanganan Aset Jalan - Kereta Api - Laut - Udara - panjang jalan (km) menurut klasifikasi fungsinya dan jumlah jembatan yang ditangani pada tahun anggaran yang ditinjau Kualitas jalan setelah penangan dinyatakan dalam persen panjang jalan dengan IRI < 6 m/km panjang jalan rel menurut kelasnya dan jumlah jembatan yang ditangani pada tahun anggaran yang ditinjau kualitas jalan rel setelah penangan dinyatakan dalam persen panjang jalan rel dengan keasusan < 10 mm jumlah pelabuhan laut menurut kelasnya yang ditangani pada tahun anggaran yang ditinjau kualitas terminal penumpang setelah penangan, dinyatakan dalam rasio jumlah penumpang terhadap luas ruang tunggu terminal kualitas pelabuhan barang setelah penangan, dapat dinyatakan dalam beberapa indikator atau satuan antara lain: waktu penumpukan barang di container yard, waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat atau proses administrasi pelabuhan jumlah bandar udara menurut kelasnya yang ditangani pada tahun anggaran yang ditinjau kualitas terminal penumpang setelah penangan, dinyatakan dalam waktu pelayanan penumpang di terminal (waktu check in, waktu tunggu) 3 OUTCOME a. Efektifitas Produksi Jalan Kereta Api Laut Udara b. volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun) dan prosentase panjang jalan dengan rata-rata rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas jalan kurang dari 0,85 volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun) volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun) perbandingan waktu penggunaan dermaga terhadap waktu operasinya selama tahun anggaran yang ditinjau (berth ocupancy ratio) perbandingan market share angkutan laut (penumpang maupun barang) yang dilayani oleh armada nasional (domestik) dan armada asing di perairan nasional volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun) perbandingan waktu penggunaan dermaga terhadap waktu operasinya selama tahun anggaran yang ditinjau (berth ocupancy ratio) perbandingan market share angkutan laut (penumpang maupun barang) yang dilayani oleh armada nasional (domestik) dan armada asing di perairan nasional volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun) Mobilitas – semua moda: waktu perjalanan rata-rata per satuan jarak termasuk waktu menunggu dan tundaan atau kecepatan perjalanan. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 22 4 BENEFIT a. Efektifitas Program Jalan penurunan prosentase panjang jalan dengan rata-rata rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas jalan kurang dari 0,85 pada tahun anggaran yang ditinjau dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya Kereta Api peningkatan jumlah rute (dan frekuensi pelayanan kapal) yang dilayani kereta api pada tahun anggaran yang ditinjau dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya Laut peningkatan jumlah rute (dan frekuensi pelayanan kapal) yang dilayani kapal nasional pada tahun anggaran yang ditinjau Udara dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya peningkatan jumlah rute (dan frekuensi pelayanan kapal) yang dilayani penerbangan nasional pada tahun anggaran yang ditinjau dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya b. Aksesibilitas Jalan Kereta Api Laut Udara km panjang total jaringan jalan (km) per 1.000 km2 luas area. Jaringan jalan yang dimaksud termasuk semua jenis atau kelas jalan: jalan tol, arteri, kolektor dan lokal km panjang total jaringan jalan (km) per 1.000 penduduk. Jaringan jalan yang dimaksud termasuk semua jenis atau kelas jalan: jalan tol, arteri, kolektor dan lokal prosentase jumlah rumah tangga yang memiliki paling sedikit 1 kendaraan bermotor (termasuk roda 2) yang tidak digunakan sebagai angkutan umum. km panjang total jaringan jalan rel (km) per 1.000 km2 luas area. km panjang total jaringan jalan rel (km) per 1.000 penduduk. rata-rata kedatangan kapal rata-rata kedatangan pesawat c. Tingkat Resiko – semua moda: jumlah korban meninggal akibat kecelakaan transportasi (meninggal dalam waktu 30 hari setelah kejadian kecelakaan) dinyatakan dalam kejadian/tahun dan kematian/kend-km atau kerusakan/kehilangan barang (kerusakan barang/km. d. Biaya Sumberdaya – semua moda: biaya perjalanan yang meliputi biaya operasi kendaraan dan nilai waktu perjalanan (Rp/pnp-km; Rp/ton-km) Keterjangkauan Tarif pengeluaran rumah tangga untuk transportasi menggunakan moda jalan, dinyatakan dalam Rp; %-total pengeluaran rumah tangga tarif rata-rata penumpang dan barang, dinyatakan dalam Rp/penumpangkm; Rp/ton-km; Rp/TEU-km Kereta Api tarif rata-rata penumpang dan barang, dinyatakan dalam Rp/penumpangkm; Rp/ton-km; Rp/TEU-km tarif rata-rata penumpang dan barang, dinyatakan dalam Rp/penumpangkm; Rp/ton-km; Rp/TEU-km km panjang total jaringan jalan rel (km) per 1.000 penduduk. Laut biaya rata-rata bongkar-muat barang di pelabuhan, dinyatakan dalam Rp/ton-km; Rp/TEU-km e. Jalan LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 23 Udara tarif rata-rata penumpang, dinyatakan dalam Rp/penumpang-km 5 IMPACT a. Lingkungan – semua moda: tingkat polusi udara/suara akibat transportasi. b. Ekonomi – semua moda: besarnya PDRB pada tahun anggaran yang ditinjau atau pertumbuhannya (%). LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 24 BAB 3 KONDISI OBJEKTIF DAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI 3.1 PEMBANGUNAN SEKTOR TRANSPORTASI DALAM RPJM 3.1.1 Kondisi Umum Dalam era globalisasi, bidang sarana dan prasarana akan dihadapkan kepada tuntutan untuk meningkatkan keandalan dan efisiensi guna memperkuat daya saing. Dalam dunia yang makin menyatu, jaringan fisik dan pelayanan sarana dan prasarana nasional merupakan subsistem jaringan global. Pembangunan jaringan transportasi, komunikasi, dan berbagai sektor sarana dan prasarana ekonomi lainnya harus memperhatikan kompatibilitas antara jaringan nasional dengan jaringan global dalam suatu rangkaian kesinambungan pergerakan ekonomi yang andal dan efisien. Produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor sarana dan prasarana harus memiliki kompatibilitas dan komplementaritas tinggi dengan tuntutan pasar global. Sulit membayangkan masuknya investasi asing apabila kondisi sarana dan prasarana tidak memadai. Hal ini mudah dimengerti karena aksesibilitas kawasan dan efisiensi jaringan sarana dan prasarana merupakan prasyarat bagi mengalirnya investasi dari berbagai tempat di dunia. Selain daya saing sarana dan prasarana yang relatif masih rendah dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana masih memiliki keterbatasan. Investasi dalam penyediaan sarana dan prasarana hanya sekitar 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh diatas kebutuhan investasi ideal sekitar 5% dari PDB. Total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia rata-rata hanya sekitar 20% dari PDB. Sebagai gambaran, PDB tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp. 5.237,3 triliun, sementara total APBN adalah sebesar Rp. 1.037,1 triliun. Dari APBN yang hanya 19,8% dari PDB tersebut, 20% untuk anggaran pendidikan, 9,8% untuk pembayaran angsuran dan bunga pinjaman luar negeri, 16% untuk subsidi, dan 30% ditransfer ke daerah. Dengan demikian hanya tersedia 25% dari APBN yang berarti hanya 5% dari PDB yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan di seluruh kementerian/lembaga. 3.1.2 Pembangunan Transportasi Jalan Transportasi jalan merupakan moda transportasi utama yang mempunyai kontribusi terbesar dalam perekonomian nasional terutama dalam menghubungkan berbagai pusat kegiatan ekonomi dan permukiman, serta sumber-sumber produksi, pasar dan para konsumen, sehingga memberi manfaat terutama dalam meningkatkan mobilitas penduduk dan distribusi berbagai produk barang dan jasa. Jaringan jalan juga merupakan ruang publik yang secara sosial dapat digunakan untuk melakukan sosialisasi antarkelompok masyarakat guna mengartikulasikan diri dan membangun ikatan sosial-budaya. Dalam konteks yang lebih luas, jaringan jalan juga dapat berfungsi sebagai pengikat dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai suatu entitas politik yang berdaulat. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 25 Beberapa kegiatan pembangunan transportasi jalan yang telah dilaksanakan dari tahun 2005 hingga 2008 antara lain rehabilitasi dan pemeliharaan meliputi kegiatan: (a) pemeliharaan rutin dan berkala untuk jalan sepanjang sekitar 135.502 km dan jembatan sepanjang 147.426,1 m yang tersebar di seluruh propinsi wilayah Indonesia; (b) peningkatan kapasitas dan struktur jalan nasional mencapai sekitar 11.728,9 Km dan pembangunan maupun penggantian jembatan sepanjang 32.636 meter antara lain pada Lintas utama dan lintas strategis yang meliputi Pantura Jawa, Lintas Timur Sumatera, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat Sulawesi, serta jalan lintas lainnya dan non lintas meliputi Lintas Barat dan Lintas Tengah Pulau Sumatera, Lintas Tengah, Selatan dan Lintas Pantai Selatan Pulau Jawa, Lintas Utara dan Lintas Tengah Pulau Kalimantan, Lintas Timur dan Lintas Tengah Pulau Sulawesi, jalan Lintas Utara dan Lintas Selatan Pulau Bali; (c) pembangunan baru/peningkatan jalan mencapai 1.172,5 km dan jembatan sepanjang 782 meter dalam rangka penanganan jaringan jalan di kawasan perbatasan seperti di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, NTT, dan Papua, serta di daerah terisolasi dan pulau kecil terpencil lainnya; (d) pembangunan flyover mencapai 6.367,3 meter di kota metro; (e) penyelesaian pembangunan jembatann Suramadu sepanjang 3.924 meter; serta (f) kegiatan penunjang seperti studi-studi terkait bidang prasarana jalan dan penyusunan NSPM penyelenggaraan jalan dan jembatan. Pembangunan jalan tol sebagai bagian dari upaya Pemerintah untuk mewujudkan jaringan jalan bebas hambatan dilaksanakan terutama pada daerah yang sudah berkembang dan/atau wilayah yang membutuhkan percepatan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah. Pembangunan jalan tol dilakukan dengan melibatkan peran serta sektor swasta melalui penerapan pola-pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Sampai dengan tahun 2008, total panjang jalan tol yang telah beroperasi 693,27 km yang terdiri dari 22 ruas. Sementara status/kondisi rencana pembangunan jalan tol lainnya dapat diuraikan sebagi berikut: (1) jalan tol dalam tahap konstruksi sepanjang 207,25 km terdiri dari 6 ruas termasuk satu ruas yang dibangun Pemerintah yaitu Akses Tanjung Priok; (2) jalan tol dalam persiapan konstruksi dan pembebasan tanah sepanjang 577,10 km terdiri atas 16 ruas jalan tol termasuk yang sebagian di bangun Pemerintah yaitu ruas Solo - Ngawi dan Ngawi - Kertosono; (3) jalan tol dalam persiapan penandatangan PPJT sebanyak 4 ruas sepanjang 154,24 km; (4) jalan tol dalam persiapan pengusahaan lainnya sebanyak 31 ruas dengan panjang 1.385,51 km termasuk 6 ruas jalan tol dalam kota Jakarta. Sekitar 83,23 persen dari total jalan nasional sepanjang 34.628 kilometer dalam kondisi mantap. Sekitar 16,77 persen atau sepanjang 5.807 kilometer jalan nasional dalam kondisi tidak mantap. Kecepatan rata-rata pada jalan nasional meningkat menjadi 45,4 km/jam dari 44,9 km/jam yang dicapai pada tahun 2007. Bertambahnya lajur-km pada jalan nasional dari 74.930 Lajur Km di tahun 2005 menjadi 82.189 lajur km di tahun 2008. Pada tahun 2009 diperkirakan kondisi mantap sebesar 86 persen, kecepatan rata-rata diharapkan ditingkatkan menjadi 46 km/jam, dan lajur km sebesar 84.985 lajur km. Selain itu, pembangunan jalan tol Kanci - Pejagan sepanjang 35 km dan Bogor Ring Road sepanjang 11 km diharapkan dapat diselesaikan dan dioperasikan pada akhir tahun 2009. Di samping itu, transportasi jalan memperoleh program stimulus pada tahun 2009 diantaranya akan digunakan untuk : rehabilitasi jalan nasional di 7 kabupaten, rehabilitasi jembatan ruas jalan nasional di 1 kabupaten, perencanaan dan pengawasan teknis jalan dan jembatan di 18 kabupaten, pemeliharaan jalan dan jembatan provinsi di 5 kabupaten, pemeliharaan jalan dan jembatan kabupaten di 92 kabupaten, peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan lintas di 40 kabupaten, peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan non lintas di 12 kabupaten, pembangunan jalan kawasan di perbatasan di 2 kabupaten, pembinaan teknik jalan dan jembatan di 1 kabupaten, pembinaan pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan wilayah Timur di 1 kabupaten, pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan strategis di 3 kabupaten, pengembangan wilayah perbatasan di 1 kabupaten, serta pembangunan jalan tol di 1 kabupaten. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 26 40.000,0 Km 30.000,0 20.000,0 10.000,0 2004 Baik 2005 2006 Sedang 2007 Rusak Ringan 2008 2009 Rusak Berat Ribu Gambar 8 Pencapaian Kondisi Jalan 2004-2008 dan Target 2009 86,0 84,0 82,0 80,0 78,0 76,0 74,0 72,0 70,0 68,0 66,0 Lajur-Km 2004 73,6 2005 74,9 2006 76,6 2007 78,8 2008 82,2 2009 85,0 Gambar 9 Pencapaian Lajur KM Tahun 2004-2009 dan Target 2009 3.1.3 Pembangunan Transportasi Kereta Api Transportasi perkeretaapian memiliki keunggulan dalam memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal, ramah lingkungan, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong dan penggerak pembangunan nasional. Sedangkan transportasi sungai, danau dan penyeberangan (SDP) memiliki keunggulan dalam memberikan aksebilitas yang lebih baik sehingga dapat mengakomodasi peningkatan kebutuhan mobilitas penduduk melalui jaringan transportasi darat yang terputus di perairan antarpulau, sepanjang daerah aliran sungai dan danau, serta berfungsi melayani transportasi yang menjangkau daerah terpencil dan daerah pedalaman. Pencapaian pembangunan perkeretaapian dari tahun 2005 sampai dengan 2008 antara lain: (1) peningkatan kapasitas jalan rel dan pembangunan jalur KA baru sepanjang 1.251,7 km; peningkatan jembatan KA sebanyak 80 buah serta modernisasi dan peningkatan persinyalan, telekomunikasi dan listrik (sintelis) 69 paket, pengadaan rel hingga mencapai 129.466 ton, dan pengadaan wesel 100 unit; (2) pembangunan jalan KA di NAD sepanjang 30,3 km dan jalan KA antara Simpang-Indralaya (Kampus Unsri) sepanjang 4,3 km; (3) pembangunan partial double track Tarahan - Tanjung Enim antara Tulungbuyut – Blambangan umpu sepanjang 5,7 km; (4) rehabilitasi jalan KA lintas Bogor-Sukabumi sepanjang 57 km; (5) pembangunan Depo Depok; (6); pembangunan jalur Ganda lintas Yogyakarta-Kutoarjo sepanjang 64 km; Lintas Cikampek-Cirebon LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 27 48 km, lintas Cirebon-Kroya 24,5 km, Tegal - Pekalongan lintas Pemalang - Surodadi – Larangan 22,7 km, lintas Tanah Abang-Serpong 24 Km berikut elektrifikasi pada lintas Serpong – Maja sepanjang 11,5; (7) realokasi jalan KA antara Sidoarjo-Gunung Gangsir lintas Surabaya-Bangil sepanjang 3,8 Km; (8) dimulainya engineering service untuk pembangunan MRT Jakarta; (9) konstruksi pembangunan jalur KA double-double track Manggarai-Cikarang; (10) pemasangan rel type R.54 KfW sepanjang 195,9 km pada lintas Cirebon-Semarang, Tanah Abang-Serpong, KroyaYogyakarta dan Solo-Madiun-Surabaya Gubeng, Cikampek-Padalarang dan Bandung-Banjar; (11) pembangunan shortcut jalan KA Cisomang-Cikadondong sepanjang 5,6 km; (12) subsidi angkutan kereta api kelas ekonomi melalui dana Public Service Obligation (PSO); dan (13) restrukturisasi dan reformasi pelayanan perkeretaapian, dengan mensahkan UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian sebagai pengganti dari UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian yang memberikan peran serta yang lebih luas bagi masyarakat, pemerintah daerah dan swasta dalam pelayanan. Dalam rangka peningkatan aksesibilitas pelayanan perkeretaapian, telah dilakukan pengadaan kereta ekonomi kelas ekonomi (K3) sebanyak 133 unit, pengadaan KRD/KRDI sejumlah 34 unit, KRL sejumlah 68 unit serta subsidi angkutan kereta api kelas ekonomi melalui dana Public Service Obligation (PSO). Disamping itu dalam rangka restrukturisasi dan reformasi pelayanan perkeretaapian, telah disahkan UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang memberikan peran serta yang lebih luas bagi masyarakat, pemerintah daerah dan swasta dalam pelayanan perkeretaapian. Gambar 10 Pertumbuhan Penumpang dan Barang Kereta Api Sumber: Departemen Perhubungan, 2009 Upaya-upaya tersebut secara signifikan telah menghasilkan peningkatan produktifitas angkutan barang maupun penumpang perkeretaapian. Pada akhir tahun 2008, produksi angkutan kereta api mencapai 197,77 juta penumpang, dimana 126,7 juta diantaranya adalah angkutan penumpang di wilayah Jabodetabek. Jumlah tersebut meningkat sebesar 30,5% dari jumlah penumpang tahun 2005 sejumlah 151,49 juta orang. Sedangkan pangsa angkutan barang mencapai 19,55 juta ton atau meningkat 12,8% dari jumlah angkutan barang tahun 2005 sejmlah 15,33 juta ton. Pada akhir tahun 2009 diharapkan pengadaan sarana KA Kelas Ekonomi, KRL, KRD/KRDE/KD3 sebanyak 97 unit, peningkatan jalan KA di lintas Sumatera Bagian Utara, Selatan, dan Lintas Jawa sebanyak 350 km, serta peningkatan jembatan KA di Sumatera dan Jawa 42 buah. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 28 35000,00 31353,16 Milyar Rupiah 30000,00 25000,00 21393,88 20000,00 15000,00 10000,00 5000,00 0,00 12407,14 5655,27 1128,48 2931,07 1070,76 2005 2006 Target Kumulatif 5221,98 2007 8219,54 2008 10922,60 2009 Realisasi Kumulatif Gambar 11 Realisasi Investasi Prasarana Perkeretaapian 3000,00 Milyar Rupiah 2500,00 2000,00 1842,58 1500,00 0,00 2310,22 2419,95 1223,91 1000,00 500,00 2068,78 431,96 690,20 785,19 67,08 66,48 2005 2006 Target Kumulatif 2007 2008 2009 Realisasi Kumulatif Gambar 12 Realisasi Investasi Sarana Perkeretaapian Sumber : Renstra Dephub, 2005-2009 & Hasil Evaluasi Sedangkan program pembangunan sarana perkeretaapian telah dilaksanakan: (1) pengadaan kereta api penumpang kelas ekonomi (K3) mencapai 98 unit; (2) pembelian kereta rel listrik Indonesia (KRL-I) ex prototipe sebanyak 8 Unit; (3) rehabilitasi kereta rel diesel (KRD) dan KRL 49 unit; (4) modifikasi KRL menjadi KRDE 30 Unit; serta (5) rehabilitasi kereta penumpang kelas ekonomi (K3) sebanyak 40 unit. Upaya-upaya tersebut secara signifikan telah menghasilkan peningkatan produktifitas angkutan barang maupun penumpang perkeretaapian. Pada akhir tahun 2008, produksi angkutan kereta api mencapai 197,77 juta penumpang, dimana 126,7 juta diantaranya adalah angkutan penumpang di wilayah Jabodetabek. Jumlah tersebut meningkat sebesar 30,5% dari jumlah penumpang tahun 2005 sejumlah 151,49 juta orang. Sedangkan pangsa angkutan barang mencapai 19,55 juta ton atau meningkat 12,8% dari jumlah angkutan barang tahun 2005 sejmlah 15,33 juta ton. Pada akhir tahun 2009 diharapkan pengadaan sarana KA Kelas Ekonomi, KRL, KRD/KRDE/KD3 sebanyak 97 unit, peningkatan jalan KA di lintas Sumatera Bagian Utara, Selatan, dan Lintas Jawa sebanyak 350 km, serta peningkatan jembatan KA di Sumatera dan Jawa 42 buah. Pada tahun 2009 akan diselesaikan pekerjaan antara lain lanjutan pengadaan KRL baru (program KfW) sebanyak 40 unit, lanjutan modifikasi Stasiun Cirebon, lanjutan pembangunan jalur ganda Kutoarjo - Yogyakarta lintas Kutoarjo - Kroya, lanjutan consulting services untuk pembangunan double-double track Manggarai-Cikarang, rehabilitasi sarana dan prasarana Jabotabek (Program KfW), lanjutan pembangunan Depo Depok, pengadaan peralatan balai yasa (Program KfW), LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 29 engineering services untuk pembangunan jalur ganda segmen 1 dan 3 lintas Cirebon – Kroya, engineering services untuk pembangunan jalur ganda Kutoarjo – Kroya, review desain dan supervisi pembangunan jalur ganda Kroya - Yogyakarta tahap II, engineering services untuk pembangunan Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) System, serta desain elektrifikasi Padalarang – Cicalengka. Pembangaunan prasarana lainnya yang dilakukan tahun 2009 antara lain lanjutan pembangunan perkeretaapian di NAD sepanjang 5,28 km, lanjutan pembangunan partial double track lintas Tarahan - Tanjung Enim Tahap II sepanjang 2,6 km, lanjutan pembangunan jalur KA Tanjung Priok - JICT - Koja sepanjang 2,5 km, lanjutan pembangunan jalur ganda segment II Prupuk-Purwokerto antara Patuguran-Purwokerto lintas Cirebon – Kroya, lanjutan pembangunan jalur ganda lintas Tegal - Pekalongan tahap III, pengadaan tanah untuk pembangunan jalur ganda Kutoarjo - Kroya, lanjutan pembangunan jalur KA baru yang menghubungkan St. Gubeng - St. Pasarturi, termasuk Sinyal (Penyelesaian) dan pemasangan telekomunikasi (Tahap I), review detail desain relokasi jalur KA Sidoarjo - Gununggangsir, peningkatan jalur KA di lintas utama Jawa dan Sumatera sepanjang 326,64 km, peningkatan jembatan KA di Jawa dan Sumatera sebanyak 76 buah, peningkatan sistem persinyalan, telekomunikasi dan kelistrikan di Jawa dan Sumatera sebanyak 27 paket, pengadaan rel R. 54 sebanyak 118 km, pengadaan kereta ekonomi (K3) termasuk KMP3 sebanyak 35 unit, pengadaan KRDI sebanyak 12 unit, pengadaan kereta kedinasan sebanyak 2 unit, pengadaan railbus (tahap 1) sebanyak 3 unit, modifikasi KRL menjadi KRDE (tahap 1) sebanyak 25 unit, pengadaan kereta inspeksi sebanyak 1 set. Di samping itu, perkeretaapian memperoleh program stimulus pada tahun 2009 diantaranya akan digunakan untuk : pengadaan KRDI sebanyak 2 set, penyelesaian KRDE Push Pull sebanyak 2 set, pengadaan Kereta Ekonomi (K3) termasuk KMP3 sebanyak 17 unit, lanjutan pembangunan jalur ganda Serpong - Maja (elektrifikasi) sepanjang 7,50 km, lanjutan pembangunan jalur ganda Cirebon - Kroya segmen II antara Prupuk - Patuguran (tahap 1) sepanjang 25,47 km dan pekerjaan jembatan sebanyak 11 buah, peningkatan jalur KA lintas Banjar-Kroya sepanjang 7,70 km, lanjutan pembangunan jalur ganda Tegal - Pekalongan antara Petarukan - Pekalongan dan Larangan - Tegal (tubuh baan) sepanjang 6 km dan pekerjaan jembatan sebanyak 12 buah, pembangunan jalur ganda Cirebon - Brebes antara Losari - Brebes (tubuh baan) sepanjang 3,80 km, peningkatan jalan rel lintas Medan - Binjai sepanjang 3,65 km, pembangunan jalan KA Sidoarjo - Tarik (emplasement, pekerjaan track) sepanjang 18,96 km dan pekerjaan jembatan sebanyak 6 buah, peningkatan jalan rel di lintas Purwosari - Wonogiri sepanjang 14,80 km, peningkatan/rehabilitasi sistem persinyalan elektrik di emplasemen Stasiun Medan, peningkatan persinyalan di St. Bangil tahap II (penyelesaian), penanganan daerah rawan ambles/longsor antara Cigombong - Cicurug lintas Bogor - Sukabumi sepanjang 15 km, mengangkat jembatan lintas Bandung - Banjar antara Rancaekek - Haurpugur sebanyak 2 bh, peningkatan Jembatan lintas Purwosari - Wonogiri sebanyak 2 buah. 3.1.4 Pembangunan Transportasi Laut Peran transportasi laut sangat penting pada perekonomian nasional, khususnya dalam menunjang kegiatan ekspor-impor. Hal ini terlihat pada tahun 2007, lebih dari 98 persen volume kegiatan ekspor-impor senilai US$ 188,57 miliar diangkut dengan menggunakan transportasi laut. Jumlah volume dan nilai ekspor impor yang menggunakan moda angkutan laut masih sangat dominan dimana mencapai 98,65% dari aspek volume dan 95,5% dari aspek nilai transaksi tend volume perdagangan petikemas terus meningkat setiap tahunnya sehingga potensi untuk pengembangan pelabuhan petikemas (kontainer) dimasa datang sangat terbuka. Adapun hasil yang dicapai dalam pembangunan transportasi laut dari tahun 2005 sampai dengan 2008 adalah sebagai berikut : (1) Pembangunan 11 pelabuhan peti kemas (full container terminal), LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 30 yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Tanjung Emas, Panjang, Makasar, Banjarmasin, Pontianak, Bitung, Samarinda, dan Palembang; (2) Pembangunan 4 pelabuhan semicontainer (multi purpose) dan 7 pelabuhan konvensional, 22 pelabuhan yang memiliki fasilitas bongkar muat break bulk, 9 pelabuhan memiliki fasilitas bongkar muat dryliquid bulk, 17 pelabuhan yang memiliki terminal penumpang dan 142 pelabuhan untuk pelayaran perintis/rakyat; (3) pembangunan kapal perintis sebanyak 31 unit beserta penyediaan subdisi angkutan laut perintis 48 trayek pada awal tahun 2005 menjadi 56 trayek pada akhir tahun 2008; (4) penyediaan PSO untuk 23 unit kapal bagi penumpang kelas ekonomi melalui PT PELNI; (5) pembangunan fasilitas sistem Telekomunikasi Pelayaran yang di seluruh Indonesia; (6) Pengadaan kapal navigasi 4 unit; (7) pembangunan vessel traffic information system (VTIS) di Teluk Bintuni Papua Barat serta persiapan pembangunan Indonesia Ship Reporting System (INDOSREP) di Selat Sunda dan Selat Lombok serta pembangunan Vessel Traffic Services (VTS) di wilayah Selat Malaka; (8) pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) yang meliputi menara suar 303 unit, rambu suar 1.849 unit, dan pelampung suar 782 unit; (9) pengerukan alur/kolam pelabuhan mencapai lebih dari 13 juta m3 untuk memelihara kedalaman alur laut dan kolam pelabuhan; (10) pembangunan kapal navigasi; (11) pembangunan kapal patroli 34 unit; dan (12) pemasangan Automatic Identification Ship (AIS) di 5 lokasi pelabuhan, yaitu Belawan, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar. 100% 79,4% 80% 60% 54,0% 46,0% 61,3% 55,5% 44,5% 38,7% 40% 65,2% 34,8% 20,6% 20% 0% 2004 2005 2006 Nasional 2007 2008 Asing Gambar 13 Pangsa Pasar Angkutan Laut Dalam Negeri 100% 96,5% 95,0% 94,3% 94,1% 92,9% 80% 60% 40% 20% 3,5% 5,7% 5,0% 5,9% 7,1% 0% 2004 2005 2006 Nasional Asing 2007 2008 Gambar 14 Pangsa Pasar Angkutan Laut Luar Negeri oleh Armada Nasional dan Asing LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 31 Dalam rangka penyediaan pelayan perintis dan Public Service Obligation (PSO), telah dilaksanakan pembangunan pembangunan kapal perintis sebanyak 12 unit beserta penyediaan subdisi angkutan laut perintis 47 trayek pada awal tahun 2005 menjadi 57 trayek pada akhir tahun 2008; serta penyediaan PSO untuk 23 unit kapal bagi penumpang kelas ekonomi melalui PT PELNI. Sementara dalam rangka peningkatan keselamatan transportasi laut telah dilaksanakan: (1) pembangunan fasilitas sistem Telekomunikasi Pelayaran yang di seluruh Indonesia; (2) Pengadaan kapal navigasi 4 unit; (3) pembangunan vessel traffic information system (VTIS) di Teluk Bintuni Papua Barat serta persiapan pembangunan Indonesia Ship Reporting System (INDOSREP) di Selat Sunda dan Selat Lombok serta pembangunan Vessel Traffic Services (VTS) di wilayah Selat Malaka; (4) pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) yang meliputi menara suar, rambu suar, dan pelampung suar (5) pengerukan alur/kolam pelabuhan mencapai lebih dari 15 juta m3 untuk memelihara kedalaman alur laut dan kolam pelabuhan; (6) pembangunan kapal navigasi ; pembangunan kapal patroli; dan (7) pemasangan Automatic Identification Ship (AIS) di 5 lokasi pelabuhan, yaitu Belawan, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar. Target tahun 2009 adalah pembangunan dan pengadaan 7 unit kapal navigasi, pengadaan SBNP 42 unit Mensu, 123 unit Ramsu, 100 unit Pelsu, 30 unit Ramtun, 10 unit kapal Pembangunan Tongkang dan Tug Boat Pengangkut Batubara. Tabel 4 Perkembangan Angkutan Laut Perintis 2004-2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2005-2008 Jumlah Trayek 48 52 53 56 209 Alokasi Dana Jumlah 135,2 193,4 175,1 206,7 710,4 Barang Ton 53.224 151.809 142.321 136.309 483.663 Penumpang Jumlah 255.160 391.069 330.005 268.340 1.244.574 Sumber: Departemen Perhubungan, 2009 (diolah) Pada akhir tahun 2009 diharapkan dapat diselesaikan antara lain pembangunan 2 unit kapal perintis; pengadaan SBNP yang meliputi 42 unit menara suar, 123 unit rambu suar, 100 unit pelampung suar, 30 unit rambu tuntun, 10 unit kapal Pembangunan Tongkang dan Tug Boat Pengangkut Batubara. Disamping itu dalam rangka menunjang keselamatan pelayaran akan dilakukan pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan sedalam 2.173 juta m3 untuk kepentingan keselamatan pelayaran. Di samping itu, transportasi laut memperoleh program stimulus pada tahun 2009 diantaranya akan digunakan untuk : pembangunan breakwater pelabuhan penyebrangan di 2 kabupaten, pembangunan dan rehabilitasi dermaga di pelabuhan penyeberangan di 5 kabupaten, pembangunan dan lanjutan pembangunan fasilitas pelabuhan laut di 50 kabupaten, serta pembangunan dermaga penumpang di 1 kabupaten. 3.2 KONDISI OBJEKTIF SISTEM TRANSPORTASI PAD A RPJM 2010-2014 3.2.1 Kondisi Objektif Transportasi Jalan A. Kondisi Umum Kondisi sub sektor jalan saat ini menunjukkan fakta bahwa panjang jalan secara keseluruhan mengalami kenaikan rata-rata 2.02%. Selain itu proporsi jalan nasional mencapai 8.33%. jalan provinsi 11.80%. jalan kota/kabupaten 79.66% dan jalan tol sebesar 0.16%. Secara lengkap gambaran kondisi penyediaan prasarana jalan nasional. jalan provinsi. jalan kabupaten. jalan kotamadya dan jalan tol. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 32 Untuk jalan nasional. kondisi jalan tidak mantap relatif masih cukup tinggi yaitu 41.4% di Indonesia bagian Timur (Maluku. Malut. Papua dan Irjabar). Kondisi jalan tidak mantap di Kalimantan dan Sulawesi angka proporsinya masih relatif tinggi yaitu sebesar 27.4% dan 18.4% walaupun tidak setinggi Indonesia Timur. Dari kondisi mantap (baik dan sedang) 47.7% berstatus sedang (kecuali di Papua dan Irjabar yang mencapai 84.7%) sedangkan status tanpa penanganan akan bergeser ke kondisi rusak (ringan dan berat) seperti pada Gambar 3.3. Sumber : Ditjen Bina Marga. 2007 Gambar 15 Kondisi Jalan Nasional Permasalahan yang dihadapi sub sektor jalan saat ini adalah minimnya pemeliharaan jalan sehingga menurunnya kualitas dan keberlanjutan pelayanan infrastruktur darat seperti kemacetan lalu lintas. tingginya tingkat kecelakaan. lingkungan dan energi. Selain itu kerusakan infrastruktur dan lambatnya pertumbuhan kapasitas jalan strategis khususnya arteri dan jakan tol (sekitar 70% sistem jaringan jalan nasional. provinsi dan lokal yang terbatas dan berfungsi optimal) dan tidak adanya penambahan ruas/ jalan baru. Semua masalah tersebut harus segera diatasi guna menciptakan kondisi sub sektor jalan yang lebih baik. Secara lebih rinci, rumusan permasalahan dan evaluasi kinerja sub sektor transportasi jalan disampaikan pada bagian berikut ini. B. Rumusan Permasalahan Sub Sektor Transportasi Jalan Permasalahan yang dihadapi sub sektor jalan saat ini adalah minimnya pemeliharaan jalan sehingga menurunnya kualitas dan keberlanjutan pelayanan infrastruktur darat seperti kemacetan lalu lintas, tingginya tingkat kecelakaan, lingkungan dan energi. Selain itu kerusakan infrastruktur dan lambatnya pertumbuhan kapasitas jalan strategis khususnya arteri dan jakan tol (sekitar 70% sistem jaringan jalan nasional, provinsi dan lokal yang terbatas dan berfungsi optimal) dan tidak adanya penambahan ruas/ jalan baru. Semua masalah tersebut harus segera diatasi guna menciptakan kondisi sub sektor jalan yang lebih baik. Selain masalah di atas, sub sektor jalan juga memiliki tantangan dalam penyelenggaraan jalan diantaranya adalah : 1. Menjamin kesinambungan pemeliharaan asset sesuai SPM minimal dan penyediaan prasarana baru untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan/perekonomian wilayah; LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 33 2. Dominannya peranan jalan pada transportasi darat sehingga pertumbuhan ekonomi diikuti oleh pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor dan peningkatan volume lalu lintas; 3. Perubahan kondisi Alam dan Lingkungan telah menyebabkan meningkatnya kejadian Bencana Banjir dan Longsor yang mengakibatkan kerusakan asset jalan; 4. Permasalahan ketertiban penggunaan dan pemanfaatan jalan yang mengakibatkan bertambahnya kemacetan lalulintas dan meningkatnya angkutan barang beban lebih; 5. Bagian-bagian jalan yang belum terpelihara dengan baik (misalnya: sistem drainase dan bahu jalan); 6. Pelaksanaan Pembebasan Tanah yang tidak mudah/terhambat Standar Pelayanan Minimum (SPM) merupakan ukuran kinerja penyelenggaraan jalan yang harus dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia; 7. Kelaikan Fungsi Jalan harus terpenuhi sebagai syarat utama sehingga jalan dapat melayani masyarakat pengguna jalan dengan aman dan nyaman; 8. Aspek keselamatan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian lebih sehingga kuantitas kejadian kecelakaan dan fatalitas dapat diminimalkan; 9. Aspek keserasian dengan lingkungan sekitar jalan dan upaya penghijauan. Namun secara umum permasalahan yang dihadapi oleh sub sektor jalan adalah masih terbatasnya SDM baik kuantitas maupun kualitas dalam penyelenggaraan jalan hampir diseluruh jajaran pemangku kepentingan. Selain itu tuntutan akan transparansi dan kebutuhan dan tuntutan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha sebagai mitra sejajar dalam proses pembangunan menjadikan permasalahan semakin mendesak untuk diselesaikan ditambah pula dengan belum efektifnya pelaksanaan desentralisasi penanganan jalan sebagai akibat dari masih terdapatnya perbedaan persepsi pelaksanaan Otonomi Daerah. C. Evaluasi Kinerja Capaian dan Target Perluasan jalan nasional secara umum sejak tahun 2005 hingga 2009 terus mengalami peningkatan. Target lajur-km akhir tahun 2008 menunjukkan penambahan yang cukup berarti untuk Maluku diikuti oleh Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Target lajur di Pulau Maluku akhir tahun 2008 naik sekitar 10,22% dari tahun sebelumnya sedangkan Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera berturut-turut naik sekitar 7,48% dan 5,89%. Gambaran lengkap capaian dan target secara keseluruhan disajikan pada Gambar 16 dan target masing-masing pulau disajikan pada Tabel 5. Sumber : Dirjen Bina Marga, 2008 Gambar 16 Capaian dan target perluasan jalan nasional LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 34 Tabel 5 Capaian dan Target Perluasan Jalan Nasional masing-masing Pulau Lajur Lajur Target Total km km Lajur - km Panjang akhir akhir Lajur - km akhir No Pulau (km) 2005 2006 akhir 2007 2008 1 Pulau Sumatera 10.589 22.380 22.900 23.590 24.980 2 Pulau Jawa 5.119 16.980 17.590 18.400 18.960 3 Pulau Kalimantan 5.706 11.580 11.830 12.160 13.070 4 Pulau Sulawesi 7.092 13.510 13.540 13.580 14.170 5 Pulau Bali 502 1.500 1.510 1.520 1.550 Nusa Tenggara 6 Barat 602 1.240 1.240 1.240 1.280 Nusa Tenggara 7 Timur 1.273 2.040 2.050 2.060 2.090 8 Maluku 985 1.360 1.370 1.370 1.510 9 Maluku Utara 458 730 730 730 750 10 Pulau Papua 2.303 3.610 3.830 4.130 4.400 Total 34.629 74.930 76.590 78.780 82.760 Sumber : Dirjen Bina Marga, Dep. PU 2008 Target Lajur - km akhir 2009 26.320 19.650 13.700 14.980 1.560 1.330 2.110 1.580 750 4.530 86.510 Berdasarkan DIPA Departemen Pekerjaan Umum yang telah dilaksanakan pada tahun 2005 dan tahun 2006, serta yang sudah ditetapkan dan akan dijalankan untuk tahun 2007, terlihat adanya alokasi pendanaan yang berbeda antara yang dikehendaki menurut Renstra Departemen Pekerjaan Umum tahun 2005-2009 sebesar Rp 127 trilyun dengan yang ditetapkan (aktual). Alokasi pendanaan menurut Renstra dan alokasi aktual pada tahun tersebut disajikan pada Tabel 6. Pada tabel tersebut juga disampaikan rencana dan realisasi jalan (Bina Marga) mulai tahun 2005 hingga tahun 2007. pada tahun 2005 terdapat selisih penggunaan dana sebesar Rp. 3,345 triliyun, tahun 2006 sebesar Rp. 1,744 triliyun dan tahun 2007 sebesar Rp. 1,594 triliyun. Sehingga jika ditotalkan selisih dana rencana (renstra) dengan aktualnya adalah sebesar 6,683 triliyun. Hal ini berarti masih banyak alokasi pendanaan bidang jalan yang belum diakomodasi. Tabel 6 Rencana dan Realisasi Pendanaan Tahun 2005-2007 (Triliun Rp) Tahun 2005 Tahun 2006 Total Selisih Tahun 2007 Bidang Renstra Aktual ∆ Renstra Aktual ∆ Renstra Aktual ∆ Sda 6,102 4,482 -1,621 7,005 7,074 0,069 7,858 7,401 -0,457 -2,008 Bm 8,500 5,155 -3,345 9,800 8,056 -1,744 11,400 9,806 -1,594 -6,683 Ck LainLain 3,340 5,390 2,050 4,510 3,757 -0,753 5,050 5,775 0,725 2,022 0,670 1,965 1,295 0,710 0,948 0,238 0,780 1,231 0,451 1,984 Total 18,612 16,991 -1,621 22,025 19,835 -2,190 25,088 24,213 -0,875 -4,686 Sumber : Review Renstra Dep. PU 2005-2007 Pencapaian target fisik di bidang bina marga sampai dengan tahun 2007 ditampilkan dalam Tabel 6 Selisih dari rencana fisik dalam renstra dengan realisasi fisik akhir tahun 2007 menunjukkan 5% kegiatan pemeliharaan rutin dan berkala belum direalisasikan dari renstra, 12% kegiatan peningkatan jalan juga belum direalisasikan dari renstra, demikian pula dengan kegiatan pembangunan jalan sebesar 88%. Selain itu untuk kegiatan pemeliharaan rutin dan berkala jembatan juga masih kurang realisasi fisiknya yaitu baru sekitar 81% yang terealisasi sedangkan kegiatan Ting dan Bang Jembatan menunjukkan penambahan yang berarti dalam realisasinya dimana ternyata 215% telah dilaksanakan. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 35 Tabel 7 Rencana dan Realisasi Target Fisik Bidang Bina Marga Tahun 2005-2007 Kegiatan Sat Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Berkala Peningkatan Jalan Pembangunan Jalan Pemeliharaan Rutin Jbt Pemeliharaan Berkala Jbt Ting & Bang Jbt Km Km Km Km M M M Tahun 2005 Rencana Penca(Renstra) Paian Tahun 2006 ∆ Rencana (Renstra) Pencapaian Rencana (Renstra) ∆ Tahun 2007 Rencana Pelaks. ∆ 33.439 649 1.072 33.359 1.269 943 -80 620 -129 34.402 958 1.438 32.191 2.437 886 -2.211 1.479 -552 34.039 2.739 1.250 32.215 2.413,08 147,15 -1.824 -325,92 -1.102,85 175.415 18.900 -156.515 202.708 30.988 -171.720 205.942 39.394,14 -166.547,86 1.228 4.530 3.302 1.303 10.341 9.038 5.172 16.307,15 11.135,15 Sumber : Review Renstra Dep. PU 2005-2007 B. Target RPJM 2010-2014 Capaian dan Target Perluasan jalan nasional secara umum sejak tahun 2005 hingga 2009 terus mengalami peningkatan. Target lajur-km akhir tahun 2008 menunjukkan penambahan yang cukup berarti untuk Maluku diikuti oleh Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Target lajur di Pulau Maluku akhir tahun 2008 naik sekitar 10.22% dari tahun sebelumnya sedangkan Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera berturut-turut naik sekitar 7.48% dan 5.89%. Gambaran lengkap capaian dan target secara keseluruhan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Capaian dan Target Perluasan Jalan Nasional Masing-masing Pulau No Total Panjang (km) Pulau 1 Pulau Sumatera 2 Lajur - km akhir 2005 Lajur - km akhir 2006 Lajur - km akhir 2007 Target Lajur - km akhir 2008 Target Lajur - km akhir 2009 10589 22380 22900 23590 24980 26320 Pulau Jawa 5119 16980 17590 18400 18960 19650 3 Pulau Kalimantan 5706 11580 11830 12160 13070 13700 4 Pulau Sulawesi 7092 13510 13540 13580 14170 14980 5 Pulau Bali 502 1500 1510 1520 1550 1560 6 Nusa Tenggara Barat 602 1240 1240 1240 1280 1330 7 Nusa Tenggara Timur 1273 2040 2050 2060 2090 2110 8 Maluku 985 1360 1370 1370 1510 1580 9 Maluku Utara 458 730 730 730 750 750 10 Pulau Papua 2303 3610 3830 4130 4400 4530 34629 74930 76590 78780 82760 86510 Total Sumber : Ditjen Bina Marga. 2008 Fokus pengembangan sub sektor jalan antara lain adalah melaksanakan program preservation yaitu mempertahankan SPM dan development. Selain itu ditujukan juga pada sasaran kondisi jalan pada akhir tahun 2014 dimana diharapkan kondisi jalan mantap pada tahun 2009 sebanyak 89% dan akhir tahun 2014 mencapai 100%. Kondisi jalan rusak ringan tahun 2009 sebesar 11% dan akhir tahun 2014 diharapkan menjadi 0%. Sedangkan untuk jalan dengan rusak berat ditargetkan sebesar 0%. Selain kondisi jalan, sasarannya juga tertuju pada peningkatan kecepatan rata-rata dimana 49 Km/jam pada tahun 2009 menjadi 60 Km/jam pada akhir tahun 2014. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 36 Disamping program preservation dan development serta kondisi jalan, fokus pengembangan sub sektor jalan juga menitikberatkan pada terbentuknya institusi pemeliharaan jalan di daerah yang berbasis kinerja. Sedangkan fokus yang terakhir adalah Extended Warranty Period dan Performance Based Contract yang merupakan alternatif kontrak yang bertujuan untuk mendukung keandalan dalam preservasi jalan. 3.2.2 Kondisi Objektif Transportasi Perkeretaapian A. Kondisi Umum dan Rumusan Permasalahan Hingga saat ini perkembangan perkeretaapian masih terbatas di Jawa dan sebagian Sumatera. Itupun dengan kondisi yang sangat kurang. Jaringan jalan rel yang pada tahun 1930 an berada pada angka 6.482 km sekarang ini hanya tersisa 4.360 km. Jaringan itu terdapat di Pulau Jawa, panjang lintas utama 2.966 kilometer dan lintas cabang 46 kilometer. Kemudian di Pulau Sumatera terdapat 1.329 kilometer untuk lintas utama dan 19 kilometer untuk lintas cabang. Jaringan jalan rel yang dipakai sebagian besar merupakan rel peninggalan penjajahan belanda yang berumur lebih dari 100 tahun. Kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan dan membahayakan keselamatan perjalanan. Adanya bantalan dengan jenis kayu di beberapa daerah menyebabkan berkurangnya kecepatan rencana yang disyaratkan terkait dengan kondisi bantalan itu sendiri. Jumlah lokomotif menurun jadi 1.045 unit (tahun 1953) dan tinggal 549 unit pada awal tahun 1980-an. Pada masa ini lokomotif yang dipakai masih merupakan peninggalan dari jaman tersebut dengan umur lebih dari 50 tahun. Untuk pelayanan kereta api penumpang secara keseluruhan penumpang KA naik 5% dari tahun 2005 – 2007. Kenaikan jumlah penumpang ini berasal dari kereta api jabotabek. Sedangkan untuk pelayanan antar kota terjadi penurunan sebesar 0.89%, bahkan untuk penumpang ekonomi turun 7.1%. Secara grafis dapat kita lihat pada Gambar 17. Sumber: Ditjen Perkeretaapian, Dephub, 2008 Gambar 17 Pelayanan Kereta Api Penumpang Untuk kereta api barang KA demand yang ada cenderung mengalami penurunan (rata – rata 2.8% dalam ton dan 2.07% dalam ton-km. Dari pihak operator sendiri terdapat penurunan jumlah LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 37 armada atau sarana siap operasi yaitu sebesar 13.1% dalam dua tahun kebelakang. Namun demikian pendapatan kereta api dari sektor barang mengalami kenaikan rata – rata sebesar 19.05%, yang lebih dipengaruhi oleh kenaikan harga satuan angkutan barang, bukan dari peningkatan volume angkut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 18. 1,000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 1998 1999 2000 2001 Volume (x 10^4 ton) Pendapatan (x 10^9 Rp) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Volume (x10^6 ton-km) SO (x 10^1 armada) Sumber: Ditjen Perkeretaapian dan PT KA (Persero), 2008 Gambar 18 Pelayanan Kereta Api Barang Sasaran utama pembangunan perkeretaapian adalah untuk meningkatkan kinerja pelayanan terutama keselamatan angkutan. Sasaran pembangunan sarana dan prasarana KA terbagi dalam 3 tahap yaitu : (1) Upaya bertahan sesuai dengan standar pelayanan minimal, (2) Upaya optimalisasi (pemulihan kondisi jaringan kembali ke kondisi awal, pencapaian operasi aman dan nyaman jangka panjang, peningkatan kecepatan dan menambah kapasitas, dan (3) Upaya pengembangan (pengembangan jaringan baru & peningkatan kapasitas lintas yang sudah jenuh). Fokus kegiatan sektor perkeretaapian nasional adalah (1) Mempertahankan Standar Pelayanan Minimal, (2) Optimalisasi dan pemulihan kondisi jaringan, (3) Peningkatan kapasitas lintas dan pengembangan jaringan baru, (4) Pengembangan regulasi dan kelembagaan, (5) Pengembangan SDM dan Teknologi Perkeretaapian. B. Arah Kebijakan Arah kebijakan sektor perkeretaapian oleh departemen perhubungan pada tahun 2008 adalah : 1. Mempertahankan, memulihkan dan mengembangkan prasarana jalan rel dan pelayanan KA, terutama aspek keselamatan 2. Meningkatkan strategi pelayanan angkutan yang lebih berdaya saing secara antar moda dan inter moda; 3. Melaksanakan audit kinerja prasarana dan sarana serta SDM perkeretaapian; 4. Melaksanakan perencanaan, pendanaan dan evaluasi kinerja perkeretaapian secara terpadu dan berkelanjutan; LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 38 5. 6. 7. Melanjutkan reformasi dan restrukturisasi kelembagaan dan BUMN perkeretaapian (pemisahan fungsi antara regulator, penyedia, operator dan pemelihara sarana dan prasarana) Meningkatkan peran serta Pemerintah Daerah dan Swasta di bidang perkeretaapian; Meningkatkan peran angkutan perkeretaapian nasional dan lokal, terutama untuk angkutan barang dan perkotaan (di luar Jabotabek) Arsitektur program yang diusulkan oleh Departemen Perhubungan 1. Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian 2. Program Peningkatan dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Kereta Api 3. Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian 4. Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana Kereta Api 3.2.3 Kondisi Objektif Transportasi Laut Kondisi Umum Kondisi eksisting transportasi laut saat ini masih jauh dari perkembangan yang diharapkan. Dapat dilihat bahwa trend pertumbuhan sektor transportasi laut mengalami penurunan yang sangat signifikan di beberapa tahun terakhir terutama di sektor angkutan penumpang akibat adanya kompetisi dengan moda lain. Selain itu adanya keterbatasan sarana, prasarana dan pelayanan menyebabkan sektor ini kurang diminati sebagai andalan dalam bertransportasi. Data – data kondisi eksisting sarana dan prasarana sektor pelabuhan laut dapat dilihat pada bagian berikut. Dapat kita lihat pada grafik dibawah ini bahwa jumlah pelabuhan di Indonesia untuk tahun 2005 – 2006 tidak mengalami peningkatan. Jumlah pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo sangat kecil dibandingkan dengan jumlah keseluruhan pelabuhan yang ada di Indonesia. Pengelola lain selain PT. Pelindo adalah langsung dibawah DitLa yang biasa disebut sebagai UPT (Unit Pelaksana Teknis). Seluruh pelabuhan UPT itu merupakan pelabuhan binaan langsung Direktorat Perhubungan Laut, yang berfungsi sebagai pelabuhan penghubung dari satu daerah (pulau) ke daerah lainnya, untuk menjamin kelangsungan transportasi masyarakat, terutama di pulau-pulau kecil. *DUKS : Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 Gambar 19 Jumlah Pelabuhan di Indonesia LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 39 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 Gambar 20 Pembangunan Dermaga dan Nilai Kumulatif 2004 - 2006 Jumlah kapal negara selama lima tahun terakhir ini tidak mengalami kenaikan yang berarti, bahkan mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya. Kapal Negara, 2002-2006 450 400 Jumlah 350 300 250 200 150 100 50 0 2002 2003 Kenavigasian 2004 KPLP 2005 2006 Kesyahbandaran Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 Gambar 21 Jumlah Kapal Negara 2002 – 2006 LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 40 Jumlah Armada (unit) Jumlah Kumulatif Armada Pelayaran Nasional dan Asing, 2003-2006 10.000 9.000 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 2003 Armada Nasional (unit) 2004 Armada Asing (unit) 2005 2006 Jumlah Armada (unit) Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 Gambar 22 Jumlah Kumulatif Armada Pelayaran Nasional dan Asing Produksi muatan angkutan dalam dan luar negeri mengalami kenaikan dari tahun ke tahun walaupun nilai peningkatannya sangatlah kecil. Dapat dilihat pada Gambar 23 bahwa produksi muatan luar negeri mempunyai nilai yang jauh lebih besar dari muatan dalam negeri, yaitu sekitar 2.2 kali lipat. Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 Gambar 23 Produksi Muatan Angkutan Dalam dan Luar Negeri per tahun Volume bongkar muat peti kemas di pelabuhan mengalami penurunan di tahun 2005. Dalam perkembangannya tahun 2006 diharapkan akan terjadi peningkatan volume bongkar muat walaupun tidak sebesar produksi di 5 tahun sebelumnya. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 41 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 Gambar 24 Volume Bongkar Muat Peti Kemas Pertahun Jumlah kecelakaan kapal menunjukkan adanya peningkatan jumlah, terutama yang disebabkan oleh alam. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan sebesar 27 %. Sedangkan untuk kecelakaan karena faktor manusia dan teknis terjadi penurunan jumlah di tahun 2006, yaitu berkurang sebesar 28 % namun lebih besar jumlahnya dibanding tahun 2002 – 2004. Jumlah Kecelakaan Kapal, 2002-2006 Jumlah Kecelakaan 60 50 40 30 20 10 0 2002 2003 Manusia 2004 Alam 2005 2006 Teknis Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 Gambar 25 Jumlah Kecelakaan Kapal, 2002 - 2006 Pangsa angkutan barang untuk transportasi laut tumbuh kurang dari 7% pertahun, dengan proporsi angkutan barang dalam negeri 27.8% sedangkan angkutan barang luar negeri sebesar 72.2%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 25. Data tahun 2007 merupakan data sementara hingga bulan Juni 2007. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 42 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 Gambar 26 Pangsa Angkutan Barang Sektor Transportasi Laut Untuk pangsa angkutan penumpang menggunakan transportasi laut sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.10 terdapat pertumbuhan kurang dari 8% tiap tahunnya. Angkutan dalam negeri menyumbang proporsi 81.1% sedangkan untuk luar negeri ada diangka 18.9%. Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 Gambar 27 Pangsa Angkutan Penumpang Sektor Transportasi Laut Evaluasi jumlah trayek, penempatan kapal, subdisi dll untuk 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 9. Dapat dilihat bahwa peningkatan trayek dan jumlah kapal yang melayani mengalami peningkatan angka sebesar 4,13% untuk tiap tahunnya; sedangkan peningkatan jumlah subsidi thn 2006 mencapai 42,6%. Dilihat dari efektifitas subsidi (jumlah subsidi vs produksi angkutan) maka untuk penumpang : Rp. 0,35jt per penumpang terangkut; untuk barang : Rp. 0,12jt per ton barang terangkut; sedangkan untuk frekuensi lintas: Rp. 130jt/voyage. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 43 Tabel 9 Evaluasi Sektor Transportasi Laut Tahun 2004 - 2007 2004 2005 2007* (agustus) 2006 Trayek di Kawasan Barat Indonesia (KBI) Trayek di Kawasan Timur Indonesia (KTI) TOTAL Trayek 5 42 47 5 43 48 11 41 52 11 42 53 Penempatan Kapal di KBI Penempatan Kapal di KTI Jumlah Penempatan Kapal 5 42 47 5 43 48 11 41 52 11 42 53 Pelabuhan Pangkal di KBI Pelabuhan Pangkal di KTI Total Pelabuhan Pangkal 8 14 22 7 15 22 9 16 25 10 16 26 Jumlah Subsidi (Juta Rp.) 89.500 Jumlah Penumpang (orang) 233.163 Jumlah Barang (ton) 631.088 Jumlah Frekuensi (voyage) 1.111 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006 135.668 459.869 1.459.869 998 193.490 533.285 1.525.766 1.139 175.092 74.271 19.974 1.298 Rumusan Permasalahan Permasalahan dan tantangan transportasi laut saat ini terdiri dari berbagai sektor, yakni bidang regulasi, sarana dan prasarana serta kurangnya SDM yang ada baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hingga saat ini peran armada pelayaran nasional baik angkutan dalam negeri maupun angkutan luar negeri masih sangat rendah. Untuk angkutan dalam negeri armada pelayaran nasional hanya menyumbang 64%, sedangkan untuk angkutan luar negeri armada kita hanya melayani 6 % dari total pelayaran yang ada. Pelabuhan yang ada hingga saat ini masih belum terkoordinasi satu sama lain. Belum adanya Rencana Induk Pelabuhan Nasional menyebabkan pelayanan antar pelabuhan menjadi indvidual dan tidak terpadu. Bahkan untuk masing – masing pelabuhan sebagian besar masih belum memiliki rencana induk, jadi pembangunan dan pengoperasiannya belum berdasarkan rencana yang matang dan jelas. Adanya pembatasan jumlah pelabuhan yang terbuka bagi Perdagangan Luar Negeri dengan kriteria penilaian yang tidak jelas menyebabkan hilangnya peluang di beberapa daerah yang sebenarnya memiliki potensi tinggi untuk menjadi pelabuhan Internasional. Adanya angka kecelakaan yang tinggi dengan faktor utama rendahnya tingkat kecukupan serta keandalan prasarana dan sarana keselamatan pelayaran. Sarana – sarana yang digunakan sebagian besar sudah melampaui umur teknis, dengan sarana keselamatan yang nyaris tidak ada, baik pelampung, sekoci penyelamat, safety jacket maupun awak kapal yang memiliki kompetensi untuk melakukan penyelamatan di kondisi – kondisi kritis. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 44 Terbatasnya dana dan kurangnya investasi pihak swasta, sehingga terjadi back log prasarana. Adanya kebijakan operator tunggal mengurangi daya bersaing dan daya juang pelabuhan itu sendiri, sehingga menyebabkan besarnya subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah. Kinerja pelabuhan yang masih rendah, yang salah satunya diakibatkan oleh kurangnya Prasarana dan Sarana Pelabuhan. Bahkan untuk pelabuhan internasional sarana dan prasarana yang ada sangat tidak memadai. Bangunan transit penumpang minim, kapasitas parkir yang kecil, jumlah dermaga yang terbatas dan dangkal, alat bongkar muat peti kemas yang tidak kompeten sehingga menyebabkan lamanya waktu siklus bongkar muat masing – masing kapal barang, serta adanya sistem administrasi yang berbelit – belit. Hal – hal tersebut ditambah dengan tingginya biaya pelabuhan akibat administrasi yang tidak jelas menyebabkan sedikitnya kunjungan kapal Main Liners. Kurangnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelabuhan diperparah dengan kurangnya kompetensi SDM Transportasi Laut. Adanya sistem recruitment yang tidak jelas dan tidak sesuai dengan bidang keahlian menyebabkan tidak adanya SDM yang kompeten dalam mengembangkan transportasi laut. Kurangnya SDM yang kompeten ini juga disebabkan oleh minimnya lembaga pendidikan yang kompeten di bidang pelabuhan laut, baik di bidang pemahaman alat maupun sistem manajemennya. Arah Kebijakan Kebijakan Umum Ditjen Hubungan Laut terdiri dari: 1. Peningkatan Pelayanan Masyarakat Mengurangi tingkat kecelakaan (Roadmap to Zero Accident) Peningkatan pelayanan pelabuhan Meningkatkan pelayanan perizinan 2. Peningkatan Aksesibilitas Akses di wilayah terpencil/terluar Akses terhadap data dan regulasi 3. Pembentukan Organisasi Baru Sea and Coast Guard Syahbandar Otoritas Pelabuhan Unit Penyelenggara Pelabuhan Undang – undang terbaru mengenai pelayaran adalah UU no 17 tahun 2008. Adanya implementasi yang jelas dan tindak lanjut dari Ditjen Perhubungan Laut akan membantu pelaksanaan UU itu sendiri. Berikut disajikan tindak lanjut dari DitLa terkait dengan UU no 17/08. 1. 2. Memberi kesempatan yg lebih luas kepada swasta Selama ini transportasi laut yang penting dan mengakomodasi kepentingan masyarakat banyak diserahkan pada dua operator yaitu PT. Pelni dan PT.Pelindo. Mengakomodasi otonomi daerah secara proporsional Selama ini pemerintah belum mengakomodasi otonomi daerah secara total. Hanya pelabuhan – pelabuhan lokal saja yang di serahkan kembali ke daerah. Sedangkan pelabuhan LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 45 3. 4. 5. 6. 7. yang memberikan pendapatan besar masih dikelola oleh pusat, sedangkan biaya pegawai kantor pusat dibebankan kepada pemerintah daerah. Diharapkan kedepannya pemerintah dapat secara transparan menyerahkan pengelolaan pelabuhan pada masing – masing daerahnya. Menghapus monopoli penyelenggaraan pelabuhan Selama ini operasional penyelenggaraan pelabuhan dilakukan oleh PT. Pelni dan PT Pelindo. Hal ini menyebabkan persaingan yang tidak sehat antara kedua operator tersebut, sekaligus mengurangi kompetensi pegawainya dalam melakukan pelayanan jasa yang mengutamakan penumpang. Pelayanan untuk penumpang yang ada hingga saat ini masih jauh dari harapan. Menciptakan kompetisi yang sehat Kompetisi yang sehat diantara dua operator eksisting dan operator lainnya pada masa selanjutnya sangat diharapkan. Kompetisi yang pada akhirnya mengutamakan kenyamanan dan pelayanan yang optimal terhadap pengguna jasa pada akhirnya akan memajukan sektor pelabuhan ini sendiri. Menampung perkembangan angkutan multimoda Dengan adanya isu perkembangan angkutan multimoda maka diharapkan sektor transportasi laut juga mengambil peranan didalamnya. Pada masa mendatang diharapkan pelabuhan sudah terkoordinasi dengan moda kereta api dan moda bus, serta terhubung dengan lokasi bandara terdekat. Meningkatkan transparansi pelaksanaan tugas oleh aparatur Adanya monopoli penyelenggaraan sektor transportasi laut menyebabkan ketidak transparanan pelayanan moda sektor ini, akibatnya pelabuhan terkenal dengan berbelit – belit sistem administrasinya, yang menyebabkan high cost dan ketidaknyamanan bagi pengguna jasanya. Kedepannya kejelasan di semua bidang pelaksanaan jasa dan pembiayaan diharapkan akan menarik lebih banyak pengguna jasa di sektor tranportasi laut ini. Mengakomodasi perkembangan teknologi dan ketentuan internasional Sektor pelabuhan Indonesia tertinggal 10-20 tahun dibandingkan negara lain dalan bidang teknologi dan ketentuan internasional. Hal ini menyebabkan rendahnya angka kapal internasional yang memanfaatkan jasa pelabuhan Indonesia. Proyek selanjutnya adalah meng up grade teknologi yang digunakan di lingkungan pelabuhan, terutama di bidang angkutan bongkar muat barang, dan menyesuaikan ketentuan internasional agar pelabuhan Indonesia setara kualitasnya dengan pelabuhan internasional lain di daerah sekitarnya. Peningkatan pelayanan pelabuhan laut dilakukan dengan cara berikut: 1. Membangun sistem pelayanan terpadu di pelabuhan-pelabuhan (National Single Windowa) 2. Membangun sistem pelayanan dan informasi di kantor pusat dalam pelayanan perijinan kapal, pelaut dan pelabuhan 3. Membangun sistem pengadaan barang / jasa melalui internet 3.3 PEMBANGUNAN SEKTOR TRANSPORTASI DALAM 2010-2011 Pencapaian pembangunan sektor transportasi, sebagaimana dijabarkan dalam Dokumen Evaluasi Dua Tahun Pelaksanaan RPJM 2010-2014, menyebutkan peningkatan pembangunan pada setiap moda transportasi. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 46 Pada transportasi jalan, sampai dengan tahun 2011, program pembangunan jalan meliputi program preservasi jalan mencapai 36.347 km dan jembatan sepanjang 215.638 m. peningkatan kapasitas jalan berupa pelebaran jalan dan jembatan masing-masing sepanjang 3.160 km dan 8.180 m. Pada pengembangan transportasi darat, pencapaian pembangunan meliputi pembangunan Terminal Tipe A (antar provinsi) dan terminal antar lintas batas negera yang tersebar di 5 lokasi dari 15 lokasi yang direncanakan. Untuk mendukung pelayanan di wilayah terpencil dan pedalaman, pembangunan sektor transportasi meliputi penetapan 157 trayek angkutan perintis dan penyelesaian pembangunan 17 kapal penyeberangan perintis baru dan kapal kerja untuk ditempatkan pada lokasi-lokasi lintas penyeberangan perintis di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, penyelesaian pembangunan kapal kerja baru berupa tug boat/kapal tunda, penyelesaian pembangunan breakwater. Untuk mendukung konektivitas nasional, telah dilaksanakan pembangunan 15 unit dermaga penyeberangan baru, 38 unit dermaga penyeberangan lanjutan dan 11 unit dermaga penyeberangan telah selesai pembangunannya yang tersebar di 12 lokasi. Pada transportasi laut, telah dilaksanakan pembangunan pelabuhan baru sebanyak 18 kegiatan dan pembangunan pelabuhan lanjutan sebanyak 133 pelabuhan serta pembangunan 7 pelabuhan strategis telah terbangun. Selain itu, telah dibangun juga SBNP yang terdiri dari 15unit menara suar dan 68 unit rambu suar. Untuk sektor perkeretaapian, pencapaian sampai dengan tahun 2011 antara lain adalah penataan kawasan jalur lintas KA perkotaan DKI Jakarta, elektrifikasi jalur KA eksisting Serpong-Parung Panjang, rehabilitasi dan peningkatan jalur KA sepanjang 292,4 Km’sp, pembangunan jalur KA baru termasuk jalur ganda Cirebon-Kroya, Bojonegara-Surabaya, Serpong-Maja, serta peningkatan kapasitas lintas dan kualitas persinyalan KA lintas Medan-Belawan. Selain itu, telah ditetapkan perpres tentang penugasan PT KAI untuk menyelenggarakan prasarana dan sarana KA Bandara Soekarno Hatta. Untuk sektor transportasi udara, capaian pembangunan sampai dengan tahun 2011 antara lain adalah pembangunan dan pengembangan bandar udara strategis seperti Bandara Juanda (Surabaya), Bandara Hasanuddin (Makassar), Bandara Kualanamu (Medan), Bandara Samarinda Baru, dan Bandara Lombok Baru. Pencapaian lainnya antara lain pengadaan peralatan keamanan penerbangan sebanyak 459 unit, pengadaan fasilitas keamanan penerbangan, serta percepatan pelaksanaan pembangunan bandara baru di 24 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. 3.4 RENCANA PENGEMBANGAN EKONOMI DAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI 3.4.1 Koridor Ekonomi Indonesia Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau yang berada di antara dua benua dan dua samudera membentuk konstelasi yang strategis. Hal tersebut diperkuat dengan beragam keunggulan dan keunikan yang dimiliki oleh masing-masing pulau besar yang akan menjadi pilar-pilar utama dalam rangka mencapai visi Indonesia 2025. Dengan mempertimbangkan keunggulan dan keunikan wilayah kepulauan Indonesia, maka fokus pembangunan masing-masing pulau besar dapat digambarkan dalam gambar di bawah ini. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 47 Gambar 28 Tema pembangunan kepulauan Indonesia Dalam rangka mendukung tercapainya visi Indonesia secara menyeluruh, masing-masing pulau besar di Indonesia mempunyai tema pembangunan strategis sebagai berikut : - Sumatera diposisikan sebagai "Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional". Selain itu, Sumatera juga akan menjadi garis depan ekonomi nasional ke pasar Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan & Asia Timur, serta Australia & Oceania - Jawa diposisikan sebagai "Pendorong Industri dan Jasa Nasional". Selain itu Jawa juga akan menjadi pilar ketahanan ekonomi dan pangan nasional yang didukung berbagai kegiatan industri strategis, jasa, dan litbang. - Kalimantan diposisikan sebagai "Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional", juga sebagai pilar ketahanan energi nasional yang didukung kestabilan geologis dan cadangan sumber daya air, mineral, dan energi - Sulawesi diposisikan sebagai ''Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan Nasional''. Sulawesi juga diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional ke pasar Asia Timur, Australia, Oceania, Amerika Utara dan Selatan - Bali – Nusa Tenggara diposisikan sebagai ''Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional''. Selain itu koridor ini juga dijadikan gerbang lalu lintas energi dunia dan pariwisata. - Papua-Kepulauan Maluku diposisikan sebagai "Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional” . Koridor ini akan dijadikan pilar ekonomi/industri berbasis water intensive, energi dan sumber daya alam. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 48 Gambar 29 Peta Koridor Ekonomi Indonesia 3.4.2 Penguatan Konektifitas Nasional Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional. Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut: a. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems. b. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusatpusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland). c. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diintegrasikan beberapa komponen konektivitas yang saling berhubungan ke dalam satu perencanaan terpadu. Beberapa komponen dimaksud merupakan pembentuk postur konektivitas secara nasional (Gambar 2.3), yang meliputi: (a) Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS); (b) Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS); (c) Pengembangan Wilayah (RPJMN dan RTRWN); (d) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Rencana dari masingmasing komponen tersebut telah selesai disusun, namun dilakukan secara LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 49 terpisah. Oleh karena itu, Penguatan Konektivitas Nasional berupaya untuk mengintegrasikan keempat komponen tersebut. Gambar 30 Komponen Konektifitas Simpul-simpul transportasi (pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif. Jaringan komunikasi dan informasi juga perlu diintegrasikan untuk mendukung kelancaran arus informasi terutama untuk kegiatan perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik. Selain itu, sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui jaringan informasi dan komunikasi (virtual) mulai dari proses pengadaan, penyimpanan/ pergudangan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki produsen dan konsumen, mulai dari titik asal (origin) sampai dengan titik tujuan (destination). Dalam rangka penguatan konektivitas nasional yang memperhatikan posisi geo-strategis regional dan global, maka ditetapkan pintu gerbang konektivitas global yang memanfaatkan secara optimal keberadaraan SloC dan ALKI sebagai modalitas utama percepatan dan perluaran pembangunan ekonomi Indonesia. Konsepsi pintu gerbang tersebut akan menjadi tulang punggung yang membentuk postur konrktifitas nasional dan sekaligus diharapkan berfungsi menjadi instrumen pendorong dan penarik keseimbangan ekonomi wilayah, yang tidak hanya dapat mendorong kegiatan ekonomi yang lebih merata ke seluruh wilayah Indonesia tetapi juga dapat menciptakan kemandirian dan daya saing ekonomi nasional yang solid. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 50 Gambar 31 Konsep Pintu Gerbang Ekonomi Indonesia Gambar 32 Kerangka Kerja Konektivitas Nasional Integrasi empat komponen konektivitas nasional dirumuskan dalam visi konektivitas nasional yaitu terintegrasi secara lokal, terhubung secara global. Terintegrasi secara lokal adalah terintegrasi secara sistem yang mendukung perpindahan komoditas (barang, jasa dan informasi) secara efektif dan efesien dalam wilayah Indonesia. Untuk itu diperlukan integrasi simpul dan jaringan transportasi, pelayanan intermoda transportasi, komunikasi dan informasi serta logistik. Simpul-simpul transportasi seperti pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana intermoda transportasi yang terhubung secara efektif dan efesien. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 51 Terhubung secara global dimaksudkan bahwa sistem konektifitas nasional yang efektif dan efesien yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global melalui jatingan pintu internsional pada pelabuhan dan bandara. Dalam pelaksanaan sistem konektivitas nasional, diperhatikan beberapa prinsip utama untuk mewujudkan sistem konektivitas yang efektif dan efesien antara lain, - Meningkatkan kelancatran arus barang, jasa dan informasi; - Menurunkan biaya logistik; - Mengurangi ekonomi biaya tinggi; - Mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah; - Mewujudkan sinergi antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Fokus penguatan konektivitas nasional untuk mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional Indonesia dirumuskan dalam tiga koridor konektivitas yang dijabarkan sebagai berikut, LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 52 BAB 4 PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA TRANSPORTASI 4.1 PERTIMBANGAN DALAM PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA 4.2 Nasional – Wilayah (Koridor Ekonomi, Pulau, Prov, Kab) Stakeholder point of View (Infrastruktur Provider – Operator) Proses: Input-Output-Outcome-Benefit-Impact Multimodalitas Penumpang – Barang (komoditas) Angkutan pribadi - Angkutan Umum Antarkota – Perkotaan Data Pengguna (SDM): Kompleksitas metoda perhitungan Statistik Nilai: Maks-Min-Avg Biaya – Tarif Efisiensi-efektifitas PEMETAAN INDIKATOR KINERJA TRANSPORTASI Pada prinsipnya, pemeriksaan kinerja transportasi dilakukan berbasis pada penilaian terhadap indikator kinerja transportasi. Adapun rincian usulan indikator kinerja sektor transportasi untuk masing-masing sub sektor, jalan, jalan rel, laut dan udara ditampilkan pada Tabel 10. Pada tabel tersebut juga ditampilkan satuan (unit) yang digunakan. Selanjutnya, metodologi yang dikembangkan difokuskan pada kegiatan pengumpulan data dasar sebagai input dalam melakukan penilaian kinerja sektor transportasi. Selain mendapatkan tolok ukur kinerja sektor transportasi. Tabel 10 Indikator Kinerja Sektor Transportasi No 1 Aspek Input (Masukan) Dimensi I.1 Produktifitas I.2 Pendanaan 2 Output (Keluaran) O.1 Aset Moda Angkutan Darat (Jalan Jalan Rel, ASDP) Pelabuhan Laut Bandar Udara Angkuta Darat (Jalan Jalan Rel, ASDP) Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan Jalan Rel LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia Indikator Pengeluaran Pembangunan, Pemeliharaan (rencana Vs realisasi) Satuan Milyar Rp; %kebutuhan vs realisasi Alokasi anggaran Pemerintah %-anggaran sektor transport Panjang jalan (arteri, kolektor, lokal) Km Panjang jalan rel (R-33, R-42, R-54) Km 53 No Aspek Dimensi Moda ASDP Pelabuhan Laut Bandar Udara O.2 Jalan Efektifitas Penanganan Aset Jalan Rel Preservasi jalan rel dan jembatan yang ditangani Kualitas jalan rel Pelabuhan Laut Preservasi pelabuhan yang ditangani Kualitas terminal penumpang; waktu tunggu penumpang Kualitas pelabuhan barang (Waktu penumpukan; bongkar muat; proses administrasi) Preservasi bandara yang ditangani Kualitas terminal penumpang Volume LL Bandar Udara 3 Outcome (Hasil) H.1 Efektifitas Produksi Jalan Jalan Rel ASDP Pelabuhan Laut Bandar Udara H.2 Mobilitas 4 Benefit (Manfaat) M.1 Efektifitas Program Jalan Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan Jalan Rel Laut Udara M.2 Aksesibilitas Indikator Jumlah Ferry Jumlah pelabuhan (Utama Primer, Sekunder, Tersier, Pengumpan Regional dan Lokal) Jumlah bandara (Kelas I, II, III) Preservasi jalan dan jembatan yang ditangani Kualitas jalan (IRI) Jalan Jalan Rel LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia Satuan buah Buah Buah %-km; %-jumlah jembatan %-km dgn IRI < 6 m/km %-km; %-jumlah jembatan %-km dgn keausan < 10 mm %-jumlah pelabuhan Pnp/luas ruang tunggu; menit Ton-hari %-jumlah bandara Pnp/luas terminal LHR, Kend-km/thn, ton-km/thn VCR % km > 0,85 Volume LL Pnp-km/thn, tonkm/thn Volume Pnp ; Kend Volume LL Pnp-km/thn, tonkm/thn Tingkat penggunaan dermaga (Berth %-waktu operasi occupancy ratio) Market share angkutan domestik vs % asing Volume LL Pnp-km/thn, tonkm/thn Lama pelayanan di terminal: waktu Menit/orang yang diperlukan untuk check-in, waktu tunggu, dll Waktu perjalanan; kecepatan Jam; Km/jam Penurunan kepadatan LL Peningkatan jumlah rute (+ frekuensi) perjalanan KA Peningkatan jumlah rute (+ frekuensi) pelayaran Peningkatan jumlah rute (+ frekuensi) penerbangan Kepadatan jaringan jalan terhadap luas area Kepadatan jaringan jalan terhadap populasi Kepemilikan kendaraan bermotor Kepadatan jaringan jalan rel terhadap luas area Kepadatan jaringan jalan rel terhadap populasi %-km VCR < 0,85 %-jumlah rute %-jumlah rute %-jumlah rute Km/1000km2 Km/1000 orang %-jumlah rumah tangga Km/1000km2 km/1000 orang 54 No Aspek Dimensi M.3 Tingkat Resiko Moda Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan Indikator Rata-rata kedatangan kapal Rata-rata kedatangan pesawat Resiko fatalities Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara M.4 Biaya Sumberdaya M.5 Keterjangkauan Tarif (affordability) 5 Impact (Dampak) D.1 Lingkungan D.2 Ekonomi Jalan Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan Biaya perjalanan (BOK + Nilai Waktu) Pengeluaran rumah tangga untuk transport; Biaya penanganan (handling) di pelabuhan Tarif rata-rata penumpang Polusi suara/Bandar Udara Rp; %-total pengeluaran rumah tangga Rp/penumpang-km; Rp/ton-km; Rp/TEUkm Rp/penumpang-km; Rp/ton-km; Rp/TEUkm Rp/penumpang-km; Rp/ton-km; Rp/TEUkm Rp/ton-km; Rp/TEUkm Rp/penumpang-km DB/Nox, Sox PDRB; pertumbuhan PDRB Rp; %-pertumbuhan Tarif rata-rata penumpang dan barang Jalan Rel Tarif rata-rata penumpang dan barang Pelabuhan Laut Tarif rata-rata penumpang dan barang Bandar Udara Jalan Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara Jalan Jalan Rel Pelabuhan Laut Bandar Udara Satuan Kapal/tahun Pesawat/tahun Kejadian/tahun; Kematian/juta kend.km Kejadian/tahun; Kematian/juta-km Kejadian/tahun; Kematian/juta -km; kerusakan brg/juta – km Kejadian/tahun; Kematian/juta -km; kerusakan brg/juta – km Rp/pnp-km; Rp/tonkm Sumber: Bappenas (2004, 2005) Selanjutnya, pengembangan metodologi evaluasi efektifitas dan efisiensi kinerja transportasi diperiksa berbasis pada indikator pencapaian sasaran penyelenggaraan transportasi dengan besaran-besaran atau variabel terukur yang dispesifikasi sesuai dengan urutan proses (input, output, outcome, dan impact) seperti yang disampaikan pada Tabel 10. Pada Gambar 32 disampaikan visualisasi mengenai penilaian efektifitas dan efisiensi. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 55 Efektifitas Efisiensi Output Outcome Input Sustainability Impact Feedback Gambar 33 Kajian Makro dalam Siklus Penyelengaraan Sistem Jaringan Jalan Wilayah sumber: Meneg PU, 200012 Dalam konteks kajian transportasi secara makro, efisiensi penyelenggaraan transportasi perintis dapat diartikan sebagai ukuran kinerja yang berkaitan dengan input (biaya dan SDM) dan output berupa volume kegiatan penanganan, kuantitas dan kualitas sistem jaringan jalan. Sedangkan efektifitas dalam kajian makro dikaitkan dengan tingkat penyediaan prasarana (outcome) dan pemanfaatannya dalam konteks yang lebih luas yang dikaitkan dengan pencapaian misi dan kebijakan pengembangan jaringan jalan, keterpaduan fungsi prasarana wilayah, sebagai hasil dari kegiatan transportasi. 4.3 KRITERIA PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA 4.3.1 Pendekatan Pendekatan dalam pengembangan indikator didasarkan pada metode yang umum digunakan dalam penentuan indikator kinerja. Terdapat beberapa metode yang umum digunakan dengan berbagai kelebih dan kekurangan yang dijabarkan pada Tabel 11. Tabel 11 Metode Pengembangan Indikator Kinerja No. 1. Metoda Benchmarking Kelebihan/Kekurangan (+) Berlaku global (-) Angka nasional, tdk melihat variasi wilayah Indonesia, data dan cara perhitungan perlu dikalibrasi, belum tentu sesuai dengan isu nasional 2. Expert Choice/AHP (+) Sesuai dengan ‘keinginan’ stakeholder (-) Masalah pemilihan responden dan keterwakilan stakeholder 3. Balance Score Card (+) Sesuai dengan isu/tujuan/arah pengembangan (-) Bisa menjadi terlalu melebar 12 Sumber: Studi Pengembangan Indikator Kinerja Manfaat dan Dampak Pembangunan Jalan, Laporan Akhir, Menneg PU, 2000 LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 56 Setiap indikator yang dikembangkan, sebaiknya memenuhi kriteria sebagai alat ukur yang dapat digunakan dalam mengukur suatu perubahan akibat suatu kegiatan. Beberapa kriteria untuk pengembangan indikator tersebut antara lain, a. Dapat langsung digunakan b. Objektif c. Adequate d. Kuantitatif e. Disaggregated f. Praktikal/practical g. Mudah tersedia/reliable Selain itu, terdapat beberapa kriteria dalam pemilihan indikator yang didasarkan pada penggunaan sebagai alat ukur yang mewakili kondisi yang diukur. Kriteria tersebut antara lain, a. Terkait erat (relevant) Terkait dengan kinerja operasional atau kinerja strategis Fokus pada outcome Mengandung informasi yang dapat digunakan untuk membuat keputusan b. Dapat diukur (measurable) Kuantitatif dan objektif Dapat dianalisis Tingkat kedetailan cukup akurat Ketersediaan data mudah didapatkan c. Dapat diimplementasikan (actionable) an be tracked to an appropriate person or team responsible for the activity measured Measure relates to process inputs that can be controlled/adjusted to address concerns 4.3.2 Lesson Learned Beberapa lembaga telah menetapkan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan sektor transportasi yang dapat digunakan sebagai lesson learned untuk pengembangan indikator kinerja pembangunan transportasi di Indonesia. A. World Bank Transport Performance Indicator Indikator kinerja pembangunan sektor ransportasi yang dikembangkan oleh Bank Dunia menetapkan World Bank Transport Performance Indicator yang terdiri dari dua jenis indikator yaitu indikator makro ekonomi dan mikro ekonomi. Indikator yang termasuk dalam makro ekonomi adalah nilai PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan pada mikro ekonomi terdiri daru 6 indikator yang dibedakan atas jenis moda, serta pembedaan pada angkutan penumpang dan barang. Keenam indikator dalam mikro ekonomi ini yaitu: a. Kapasitas jaringan b. Volume lalu lintas c. Jumlah sarana d. Indikator keuangan e. Tingkat keselamatan f. Informasi lainnya B. Sustainable Transport Performance Index Sustainable Transport Performance Index yang dikembangkan oleh Sustainable Transport membagi indikator kinerja pembangunan transportasi kedalam 9 kategori. Kesembilan kategori tersebut adalah LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 57 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Aktifitas pergerakan Tingkat emisi pulsi udara Tingkat polusi suara Keselamatan lalu lintas Produktifitas ekonomi Aksesibilitas Perubahan tata guna lahan Kepemilikan aset Kebijakan dan perencanaan transportasi Tabel 12 Sustainable Transport Performance Index C. Transportation Performance Index Transportation Performance Index yang dikembangkan oleh US Chamber of Commerce pada tahun 2011 membagi indikator kinerja ke dalam tiga kategori yaitu sediaan (supply), tingkat pelayanan (quality of service) dan tingkat utilisasi (utilisation) pada masing-masing moda transportasi. Indikator yang dikembangkan tersebut dijabarkan pada Tabel 13. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 58 Tabel 13 Transportation Performance Index 4.4 USULAN INDIKATOR KINERJA TRANSPORTASI Pengembangan indikator kinerja pembangunan transportasi dikaji dengan melihat berbagai indikator yang telah dikembangkan dengan tetap memperhatikan batasan mengenai kriteria dalam pengembangan indikator kinerja. Selain itu, pengembangan indikator kinerja pembangunan sektor transportasi ini disesuaikan dengan kondisi penyediaan transportasi di Indonesia yang cukup beragam pada setiap moda transportasi serta memperhatikantingkat ketersediaan data yang memadai untuk melakukan peniliaian. Atas dasar pertimbangan diatas, maka dikembangkan indikator kinerja yang dibedakan pada tiga tingkat penilaian yaitu pada tingkat sediaan, kualitas pelayanan dan utilisasi pada masing-masing moda transportasi termasuk pada interaksi antar moda yaitu pada transit dan intermoda. Penjabaran mengenai ketiga tingkat indikator kinerja ini dijabarkan pada Tabel 14-16. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 59 Tabel 14 Indikator Kinerja Pembangunan Transportasi:Tingkat Sediaan Moda Deskripsi Ukuran Penjelasan Sumber Data Frekuensi Jalan Tingkat ketersediaan jalan Panjang jalan (km)/10000 penduduk Makin tinggi nilainya berarti makin banyak pilihan rute bagi pengguna. Berpengaruh pada waktu tempuh dan biaya waktu. • • PU, Bina Marga BPS 1 waktu dlm 1 tahun Transit Tingkat ketersediaan rute • Untuk kendaraan umum berbasis rel, khusus di wilayah perkotaan (KA komuter, MRT, LRT, dll.). Kapasitas adalah jumlah penumpang maksimum yg dpt diangkut selama setahun • • Dinas Perhubungan BPS 1 waktu dlm 1 tahun • Rel Tingkat ketersediaan jalur Panjang jalur (track-km)/10000 penduduk Panjang jalur menurut track. • • Perkeretaapian BPS 1 waktu dlm 1 tahun Kapasitas • Kapasitas angkut adalah total jumlah trip x jumlah gerbong/trip x kapasitas gerbong selama setahun. Sudah memperhitungkan kapasitas lintas dan ketersediaan rolling stock • • Perkeretaapian BPS Total 1 tahun • Laut Panjang rute (km)*kapasitas/10000 penduduk (road base) Panjang rute (km)*kapasitas/10000 penduduk (rail base) Total kapasitas angkut barang (ton/tahun), Total kapasitas angkut penumpang (penumpang/tahun) Tingkat ketersediaan pelabuhan Jumlah pelabuhan/luas wilayah (km2) Luas wilayah adalah luas total termasuk perairan. • • Perhubungan Laut BPS 1 waktu dlm 1 tahun Tingkat kapasitas pelabuhan • Kolam pelabuhan terdalam (m) Menunjukkan besar kapal maksimum yang dapat bersandar di paling tidak satu pelabuhan • Perhubungan Laut 1 waktu dlm 1 tahun Ketersediaan pelayaran • Ukuran kapal maksimum (DWT) Kapasitas angkut total (DWT) Besar kapal tertinggi yang beroperasi. Kapasitas angkut total adalah jumlah • Perhubungan Laut Total 1 tahun • LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 60 Moda Deskripsi Ukuran Penjelasan Sumber Data Frekuensi dari ukuran kapal x pelayaran Udara Ketersediaan perusahaan pelayaran Jumlah perusahaan pelayaran Akses ke bandara % penduduk dalam radius 100 km Ketersediaan • • Intermoda Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat pnp (jumlah*kapasitas penumpang) Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat kargo (jumlah*kapasitas barang) Ketersediaan Jumlah fasilitas intermoda dalam wilayah (barang) Kapasitas Kapasitas (ton/th, TEU/th) LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia Jumlah perusahaan pelayaran yang melayani pelayaran dari dan ke wilayah bersangkutan Fasilitas antarmoda termasuk Dryport, KA-Pelabuhan, KA-Bandara • Perhubungan Laut 1 waktu dlm 1 tahun • • Perhubungan Udara BPS 1 waktu dlm 1 tahun • Perhubungan Udara Total 1 tahun • Perhubungan 1 waktu dlm 1 tahun • Perhubungan Total 1 tahun 61 Tabel 15 Indikator Kinerja Pembangunan Transportasi:Tingkat Kualitas Pelayanan Moda Jalan Transit Deskripsi Ukuran Sumber Data Frekuensi Pengamatan Dinas Perhubungan Rata-rata harian 1 Tahun Keandalan waktu tempuh Indeks waktu tempuh Rasio waktu tempuh (kecepatan) pada saat jam puncak dan pada saat arus bebas • • Kualitas permukaan jalan % kondisi mantap Panjang jalan kondisi mantap/total panjang jalan PU Bina Marga 1 waktu dalam 1 tahun Keselamatan Fatalitas/100 juta kendaraan km Besaran total perjalanan dapat diturunkan dari jumlah kendaraan x pjg perjalanan rata-rata • • Kepolisian Dinas Perhubungan Total 1 tahun Waktu tempuh relatif terhadap kendaran pribadi • Gambaran mengenai kehandalan angkutan umum • • Dinas Perhubungan Perhubungan Darat Rata-rata 1 Tahun Besaran total perjalanan dapat diturunkan dari jml trayek x pjg trayek x jml rit rata-rata x kapasitas x jml armada x load factor. • • • Kepolisian Dinas Perhubungan Perhubungan Darat Total 1 tahun • Perkeretaapian Rata-rata 1 Tahun • • Perkeretaapian Dinas Perhubungan • • • • • Rel Penjelasan Waktu tunggu rata-rata (road base) Rasio waktu tempuh terhadap waktu tempuh kendaraan pribadi (road base) % keberangkatan tepat waktu (rail base) Keterlambatan rata-rata (menit) (rail base) Keselamatan Kecelakaan/1 juta penumpang.km Kehandalan pelayanan • • % keberangkatan tepat waktu Keterlambatan rata-rata (menit) Keselamatan • Jumlah kecelakaan/1 juta trip.km Jumlah perlintasan tanpa pintu • LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia Gambaran tentang kecelakaan yang telah terjadi dan yang memiliki potensi terjadinya kecelakaan Total 1 Tahun 1 waktu dlm 1 Tahun 62 Laut Tingkat kongesti pelabuhan Waiting for Berth (jam) Waktu kapal menunggu dermaga tersedia • Perhubungan Laut Rata-rata 1 Tahun Tingkat pelayanan pelabuhan • • • • Perhubungan Laut Rata-rata 1 Tahun • Perhubungan Laut Total 1 tahun • Perhubungan Laut Total 1 tahun • • Perhubungan Laut BPS Total 1 tahun Turn Around Time (jam) Dwell time (jam) • Udara Intermodal Produktifitas pelabuhan Berth throughput (ton/m) Kehandalan pelayaran Rasio pelayaran liner (yg tepat jadwal) dan tramper Pelayanan kapal perintis Rasio ukuran kapal*jml pelayaran/penduduk di daerah terpencil Keselamatan Jumlah kejadian kecelakaan/ 1 juta pelayaran Tingkat kongesti bandara • • Keselamatan Jumlah kejadian kecelakaan/ 1 juta penerbangan Produktifitas Jumlah bongkar/muat barang (ton/th) Demand Share % demand share menurut moda % penerbangan tepat waktu Keterlambatan rata-rata (menit) Total waktu sejak kapal tiba di pelabuhan sampai meninggalkan pelabuhan Total waktu barang sejak di bongkar sampai meninggalkan pelabuhan dan sebaliknya Besarnya bongkar muat dalam setahun dibagi panjang dermaga Untuk wilayah yang memiliki pulaupulau terpencil Perhubungan Laut Total 1 tahun Perhubungan Udara • • • Perhubungan Udara Total 1 tahun Jumlah barang yang menggunakan fasilitas intermoda • Perhubungan Total 1 tahun Pada pasangan asal tujuan tertentu, diturunkan dari arus di ruas/jalur masing-masing moda • Perhubungan Total 1 tahun Terutama yang diakibatkan oleh antrian pesawat yang akan take-off atau landing Total 1 Tahun Rata-rata 1 Tahun I LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 63 Tabel 16 Indikator Kinerja Pembangunan Transportasi:Tingkat Kualitas Pelayanan Mode Deskripsi Ukuran Penjelasan Sumber Data Frekuensi Jalan Kapasitas Sisa % ruas yang tidak macet Rasio antara ruas-ruas yg terjadi kemacetan dan yg tidak pada hirarki yang sama • • Dinas Perhubungan PU Bina Marga Rata-rata perhari 1 Tahun Kerapatan lalu lintas Kend.km/km panjang jalan • • Dinas Perhubungan PU Bina Marga Rata-rata perjam 1 Tahun Transit Kapasitas Terpakai Load factor rata-rata • • Dinas Perhubungan Perhubungan Darat Rata-rata perhari 1 Tahun Rel Kapasitas Sisa • • Ton.km/track.km Pnp.km/track.km • Perkeretaapian Total 1 tahun Laut Kapasitas Terpakai • • • Berth Occupancy Ratio Yard Occupancy Ratio Load factor rata-rata (kapal barang) Load factor rata-rata (kapal pnp) • Perhubungan Laut • • Total 1 tahun Rata-rata 1 Tahun % kapasitas runway % kapasitas terminal Load factor rata-rata (pswt pnp) Load factor rata-rata (pswt barang) • Perhubungan Udara • • Total 1 tahun Rata-rata 1 Tahun • Perhubungan Total 1 tahun • Udara Kapasitas Terpakai • • • • Intermoda Kapasitas Terpakai % bongkar muat terhadap kapasitas LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 64 BAB 5 APLIKASI INDIKATOR KINERJA 5.1 KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN DATA Perhitungan indikator kinerja pembangunan transportasi yang diusulkan diatas sangat tergantung pada ketersediaan data untuk melakukan penilaian. Pada umumnya, ketersediaan data ini sangat tergantung pada badan/instansi yang berwenang pada penyelenggaraan moda transportasi tersebut. Dengan ketersediaan data yang cukup baik dan komprehensif, maka perhitungan indikator kinerja ini dapat dilakukan dengan baik. Selain itu, ketersediaan data secara berkelanjutan setiap tahun merupakan suatu keharusan yang bermanfaat untuk membandingkan kinerja pada kurun waktu tahunan yang berbeda. Pengukuran indikator kinerja pada dua moda transportasi yaitu Kereta Api dan Transportasi Laut yang menjadi fokus studi dilakukan dan dijabarkan pada sub bab berikut. 5.2 PENGUKURAN KINERJA TRANSPORTASI KA Pengukuran indikator kinerja transportasi pada kereta api diperhitungkan berdasarkan indikator yang dikembangkan, disesuaikan dengan kondisi penyediaan jaringan kereta api di Indonesia yang hanya ada di Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera. Karena itu, penilaian indikator kinerja dilakukan pada tingkat segregasi Indonesia dan segregasi wilayah hanya pada Pulau Jawa dan Sumatera. Bahkan terdapat beberapa data yang merupakan data segregasi indonesia (tidak dibagi Jawa dan Sumatera) sehingga perhitungan yang dilakukan hanya pada tingkat segregasi Indonesia. Untuk menilai peningkatan kinerja, dilakukan penilaian pada kurun waktu 2 tahun yang berbeda guna memberikan indikasi adanya perubahan (peningkatan atau penurunan) kinerja. Penjabaran mengenai perhitungan indikator kinerja pada sektor transportasi KA ini dijabarkan pada Tabel 17. Tabel 17 Perhitungan Indikator Kinerja Transportasi KA Indikator Kinerja Ukuran TINGKAT SEDIAAN Tingkat ketersediaan jalur Kapasitas Panjang jalur (track-km)/10.000 penduduk Kilometer Tempat Duduk (km-td) Kilometer Kereta (km-KA) TINGKAT KUALITAS PELAYANAN Kehandalan Keterlambatan rata-rata (menit)-KA pelayanan penumpang Keterlambatan rata-rata (menit)-KA barang % keberangkatan tepat waktu- KA penumpang % keberangkatan tepat waktu-KA LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia Tahun 2010 Tahun 2011 Peningkatan (+) Penurunan (-) 0,284 25,754,853 268,022,345 0,281 24,398,855 272,304,234 (-) 0,004 (-) 1.355.998 (-) 4.281.889 28,5 22,0 (+) 6,5 82,5 86,5 (-) 4,0 50,5 29 53,5 27 (+) 3,0 (-) 2 65 Indikator Kinerja Keselamatan TINGKAT UTILISASI Kapasitas Sisa Ukuran Tahun 2010 Tahun 2011 Peningkatan (+) Penurunan (-) barang Jumlah kecelakaan/1 juta trip.km Peristiwa luar biasa Jumlah perlintasan sebidang 1,52 74 5.202 1,10 54 5.194 (+) 0,42 (+) 20 (+) 8 Ton.km/track.km Pnp.km/track.km 414,8 147,1 384,4 123,5 (-) 30,4 (-) 23,7 Sumber : Analisis Konsultan, 2012 Berdasarkan pada penilaian diatas, maka terdapat beberapa indikator yang memberikan indikasi bahwa terdapat peningkatan pada kinerja pembangunan transportasi KA seperti pada kualitas pelayanan (kecuali rata-rata keterlambatan angkuatan barang) namun terjadi penurunan kinerja pada semua indikator tingkat sediaan dan tingkat utilisasi. LAPORAN AKHIR Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia 66