Kajian Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di

advertisement
Kedeputian Evaluasi Kinerja
Pembangunan
Kementerian PPN/Bappenas
REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Evaluasi Kinerja
Pembangunan Sektoral
Laporan Akhir
Tahun Anggaran 2012
PENYUSUNAN EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN
SEKTORAL TA 2012
KAJIAN EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG TRANSPORTASI
DI INDONESIA
KEDEPUTIAN EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN
KEMENTERIAN PERENCANAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Kondisi infrastruktur suatu negara dapat mempengaruhi pelaksanaan pembangunannya,
terutama infrastruktur transportasi, yang mencakup jalan raya, sungai, laut, udara dan
jalan KA. Peran transportasi pada awalnya lebih pada pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat untuk mengakomodasi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Namun
seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban, sistem transportasi berperan
sebagai fasilitas bagi sistem produksi dan investasi yang memberikan dampak positif bagi
kondisi ekonomi. Dari sisi makro ekonomi, transportasi memegang peranan strategis
dalam meningkatkan PDB nasional, karena sifatnya sebagai derived demand, yang artinya
apabila penyediaan transportasi meningkat akan memicu kenaikan angka PDB.
Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut di atas mengenai pentingnya peranan
sektor transportasi, maka pada tahun 2012 Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan
melalui Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral melakukan Kajian Evaluasi
Pembangunan Bidang Transportasi di Indoneisa. Kami berharap kajian ini dapat
bermanfaat dan menjadi masukan dalam penyusunan kebijakan di masa mendatang.
Masukan, saran, dan kritik yang membangun kami harapkan untuk perbaikan dan
penyempurnaan evaluasi ini.
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
sehingga Laporan Kajian Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia dapat
diselesaikan dengan baik.
Jakarta, Desember 2012
Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan
Edi Effendi Tedjakusuma
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1
Pengantar ........................................................................................................................... 1
1.2
Latar Belakang .................................................................................................................... 2
1.3
Tujuan................................................................................................................................. 4
1.4
Ruang Lingkup Kegiatan ..................................................................................................... 4
1.5
Metodologi Umum Pelaksanaan Kajian ............................................................................. 4
1.6
Hasil Keluaran..................................................................................................................... 5
BAB 2 TELAAH INDIKATOR KINERJA .................................................................................................. 6
2.1
Kondisi Objektif .................................................................................................................. 6
2.2
Kerangka Logis.................................................................................................................... 6
2.2.1
Bagaimana Indikator Kinerja Dikembangkan ? .......................................................... 7
2.2.2
Kelembagaan/Organisasi Pelaksana Monitoring dan Evaluasi ................................ 11
2.2.3
Hubungan Antara Perencanaan dan Penganggaran ................................................ 12
2.3
Gambaran Umum Kondisi Transportasi Indonesia .......................................................... 13
2.3.1
Permintaan Kebutuhan Pergerakan ......................................................................... 13
2.4
Indikator Kinerja Sektor Transportasi .............................................................................. 17
BAB 3 KONDISI OBJEKTIF DAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI.................... 25
3.1
Pembangunan Sektor Transportasi dalam RPJM ............................................................. 25
3.1.1
Kondisi Umum .......................................................................................................... 25
3.1.2
Pembangunan Transportasi Jalan ............................................................................ 25
3.1.3
Pembangunan Transportasi Kereta Api.................................................................... 27
3.1.4
Pembangunan Transportasi Laut ............................................................................. 30
3.2
Kondisi Objektif Sistem Transportasi pada RPJM 2010-2014 .......................................... 32
3.2.1
Kondisi Objektif Transportasi Jalan .......................................................................... 32
3.2.2
Kondisi Objektif Transportasi Perkeretaapian ......................................................... 37
3.2.3
Kondisi Objektif Transportasi Laut ........................................................................... 39
3.3
Pembangunan Sektor Transportasi dalam 2010-2011 ..................................................... 46
3.4
Rencana Pengembangan Ekonomi dan infrastruktur Transportasi ................................. 47
3.4.1
Koridor Ekonomi Indonesia ...................................................................................... 47
3.4.2
Penguatan Konektifitas Nasional ............................................................................. 49
BAB 4 PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA TRANSPORTASI ...................................................... 53
4.1
Pertimbangan dalam Pengembangan Indikator Kinerja .................................................. 53
4.2
Pemetaan Indikator Kinerja Transportasi ........................................................................ 53
4.3
Kriteria Pengembangan Indikator KInerja ........................................................................ 56
4.3.1
Pendekatan............................................................................................................... 56
4.3.2
Lesson Learned ......................................................................................................... 57
4.4
Usulan indikator kinerja transportasi ............................................................................... 59
BAB 5 APLIKASI INDIKATOR KINERJA ............................................................................................... 65
5.1
Kebutuhan dan ketersediaan Data................................................................................... 65
5.2
pengukuran Kinerja Transportasi KA ................................................................................ 65
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
v
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
PENGANTAR
Kemajuan pelaksanaan pembangunan suatu negara sangat dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur
penunjangnya, terutama infrastruktur transportasi, yang mencakup jalan raya, sungai, laut, udara
dan jalan KA. Pada awalnya, peran transportasi lebih pada pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat untuk mengakomodasi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Lebih lanjut, sistem
transportasi berperan sebagai fasilitas bagi sistem produksi dan investasi yang memberikan
dampak positif bagi kondisi ekonomi. Lebih jauh dari sisi makro ekonomi, transportasi memegang
peranan strategis dalam meningkatkan PDB nasional, karena sifatnya sebagai derived demand,
yang artinya apabila penyediaan transportasi meningkat akan memicu kenaikan angka PDB.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen FEUI terhadap perkembangan
kontribusi transportasi terhadap PDB tahun 2006, menunjukkan kontribusi yang cukup besar dari
transportasi terhadap perekonomian nasional dengan sumbangan terbesar adalah dari
transportasi jalan raya (Rp. 81,49 triliun), diikuti transportasi laut (Rp. 16,120 triliun), transportasi
udara (Rp. 14,685 triliun), transportasi sungai (Rp. 4,501 triliun), dan transportasi kereta api (Rp.
1,345 triliun). Sementara itu, perkiraan pada tahun 2015, diperkirakan besar kontribusi
transportasi jalan raya (Rp. 463,058 triliun), transportasi laut (Rp. 129,963 triliun), transportasi
udara (Rp. 62,214 triliun), transportasi sungai (Rp. 24,708 triliun), dan transportasi kereta api (Rp.
4,965 triliun).
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
1
1.2
LATAR BELAKANG
Pentingnya peran transportasi dalam pembangunan negara, tampaknya masih diwarnai dengan
karakteristik transportasi Indonesia yang dihadapkan pada kualitas pelayanan yang rendah, dan
kuantitas atau cakupan pelayanan yang terbatas. Laporan World Economic Forum 2008-2009
menunjukkan bahwa kurangnya ketersediaan infrastruktur merupakan permasalahan kedua
terbesar setelah inefisiensi birokrasi pemerintah bagi pelaku bisnis dalam melakukan usaha di
Indonesia.
Diukur dari sisi kualitas infrastruktur secara keseluruhan, Indonesia hanya menempati peringkat
ke-86 dari 134 negara yang diteliti. Peringkat tersebut jauh tertinggal dari Singapura yang
menempati peringkat ke-4, Malaysia di peringkat ke-23, dan Thailand di peringkat ke-29. Begitu
pula, berdasarkan Laporan World Economic Forum terkini (2011-2012), perkembangan
infrastruktur Indonesia walaupun sudah menunjukkan kemajuan berada pada peringkat ke-76,
masih tetap tertinggal dibandingkan Singapura yang menempati peringkat ke-2, Malaysia di
peringkat ke-26 dan Thailand di peringkat ke-42 sebagaimana dijabarkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Pencapaian Pilar Daya Saing Global 2008-2009 dan 2011-2012
Institusi
Infrastruktur
Makroekonomi
Pendidikan Dasar
dan Kes.
Pendidikan Tinggi
Efisiensi Pasar
Barang
Efisiensi Pasar
Tenaga Kerja
Pasar Keuangan
Kesiapan Teknologi
Besaran Pasar
Kecanggihan Bisnis
Inovasi
68
86
72
3,9
3,0
4,9
Malaysia
Filipina
Thailand
P
S
P
S
P
S
Pencapaian Tahun 2008-2009
30
4,9 105 3,4
57
4,2
23
5,3
92
2,9
29
4,7
38
5,4
53
5,2
41
5,4
87
71
5,3
3,9
23
35
6,1
4,6
90
60
5,2
4,1
58
51
5,6
4,3
84
98
5,3
3,4
16
8
6,2
5,6
37
4,7
23
5,0
81
4,1
46
4,5
70
4,2
1
5,8
43
57
88
17
39
47
4,6
4,5
3,0
5,1
4,5
3,4
5
4,6
3,4
4,9
4,4
3,4
47
80
79
40
84
57
4,5
4,1
3,1
4,4
3,8
3,3
2
2
7
41
14
11
5,7
5,9
5,6
4,4
5,3
5,1
Institusi
Infrastruktur
Makroekonomi
Pendidikan Dasar
dan Kes.
Pendidikan Tinggi
Efisiensi Pasar
Barang
Efisiensi Pasar
Tenaga Kerja
Pasar Keuangan
Kesiapan Teknologi
Besaran Pasar
Kecanggihan Bisnis
Inovasi
71
76
23
3,8
3,8
5,7
19
4,9 101 4,1
13
16
5,4
78
4,1
49
34
4,4
70
3,3
66
28
4,7
34
4,5
21
22
5,0
57
4,3
46
22
4,3
76
3,0
54
Pencapaian Tahun 2011-2012
30
4,9 117 3,2
67
26
5,2 105 3,1
42
29
5,5
54
5,0
28
3,9
4,7
5,5
87
90
65
3,6
3,6
4,8
1
3
9
6,1
6,3
6,2
64
5,7
33
6,1
92
5,4
83
5,5
73
5,7
3
6,6
69
4,2
38
4,8
71
4,1
62
4,2
103
3,5
4
5,8
67
4,2
15
5,1
88
4,1
42
4,5
75
4,2
1
5,6
94
4,1
20
4,9
113
3,9
30
4,8
46
4,6
2
5,9
69
94
15
45
36
4,1
3,3
5,2
4,2
3,6
3,0
44
29
20
24
5,5
4,3
4,8
5,0
4,3
71
83
36
57
108
4,0
3,5
4,6
4,1
2,8
50
84
22
47
54
4,4
3,5
5,0
4,2
3,3
73
79
33
87
66
4,0
3,5
4,6
3,7
3,2
1
10
37
15
8
5,8
5,9
4,6
5,1
5,3
Pilar Daya Saing
Global
Indonesia
P
S
Vietnam
P
S
Singapura
P
S
71
93
70
3,9
2,9
4,9
1
4
21
6,2
6,4
5,7
Ket: P: peringkat, S: Skor
Sumber: Competitiveness Global Report 2008-2009 dan 2011-2012
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
2
Pilar daya saing infrastruktur, apabila lebih lanjut digali dalam unsur-unsur pembentuknya
terutama yang terkait dengan transportasi, menunjukkan peningkatan peringkat pada tahun 2011
untuk kualitas jalan dan kualitas infrastruktur transportasi. Sedangkan penurunan peringkat
terjadi pada kualitas infrastruktur pelabuhan dan kualitas infrastruktur transportasi udara.
Namun, secara umum peringkat Indonesia hanya berada di atas Vietnam dan Filipina.
Tabel 2 Perbandingan Kualitas Pilar Infrastruktur Negara Asean Tahun 2009-2011
Pilar Infrastruktur
Infrastruktur umum
Jalan
Infrastruktur kereta api
Infrastruktur pelabuhan
Infrastruktur transportasi
udara
2009
84
94
60
95
68
Indonesia
2010 2011
82
82
84
83
56
52
96
103
69
80
Vietnam
Thailand
Filipina
Malaysia
Singapura
123
123
71
111
47
37
63
47
113
100
101
123
23
18
18
15
2
2
7
1
95
32
115
20
1
Sumber: Competitiveness Global Report 2011-2012
Berdasarkan Tabel 2 diatas, secara umum, kualitas infrastruktur Indonesia semakin membaik. Jika
dilihat lebih mendetail, kualitas infrastruktur kereta api semakin meningkat sejak tahun 2009.
Namun, peringkat Indonesia (berada pada posisi ke-52) masih jauh dibawah Singapura (berada
pada posisi ke-7) dan Malaysia (berada pada posisi le-18). Masih kurang baiknya kualitas
infrastruktur kereta api, salah satunya disebabkan oleh masih buruknya kondisi rel kereta api,
berpengaruh kepada rendahnya daya saing Indonesia. Selain sebagai moda transportasi angkutan
barang, kereta api juga berfungsi sebagai moda transportasi masal.
Kendala kurang optimalnya infrastruktur dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional
dan memberikan pelayanan kepada masyarakat secara merata terutama disebabkan oleh
permasalahan ketersediaan dan pemeliharaan. Hal ini disebabkan oleh kelembagaan, sumberdaya
manusia, dan terbatasnya kemampuan pembiayaan pemerintah. Pada saat ini banyak lembaga
yang terkait dengan pengelolaan infrastruktur sehingga menyulitkan koordinasi, sedangkan
kualitas sumber daya manusia masih rendah. Sementara itu, terkait dengan pembiayaan, investasi
infrastruktur saat ini masih jauh dari kebutuhan investasi. Beberapa permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan pembangunan bidang transportasi yang meliputi pembangunan jaringan
prasarana dan sarana jalan, kereta api, transportasi laut dan udara antara lain:
(1) Penyebaran pembangunan dan pengembangan transportasi yang masih terpusat di
beberapa daerah saja,
(2) Keterbatasan pendanaan pembangunan di sektor transportasi,
(3) SDM dan kelembagaan yang masih rendah kualitasnya, dan
(4) Kondisi fisik prasarana dan sarana transportasi yang masih banyak mengalami backlog
pemeliharaan yang berlangsung secara terus menerus.
Hal ini terjadi karena belum optimalnya sistem perencanaan dan pengoperasian, masih kurang
jelasnya pemisahan fungsi regulator, owner, dan operator dalam pelaksanaan pelayanan
transportasi.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan bidang transportasi, pemerintah melalui
RPJMN 2010-2014 telah menetapkan lima sasaran umum pembangunan bidang transportasi,
yaitu:
(1) Peningkatan kapasitas sarana dan prasarana transportasi,
(2) Peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana
transportasi,
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
3
(3) Peningkatan keselamatan masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana
transportasi,
(4) Restrukturisasi kelembagaan, dan
(5) Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada transportasi.
Penetapan sasaran pembangunan tersebut berangkat dari berbagai masalah dan kendala yang
saat ini masih dihadapi dalam pembangunan bidang transportasi serta target peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan ditopang oleh pertumbuhan pembangunan
infrastruktur yang salah satunya adalah bidang transportasi.
1.3
TUJUAN
Kajian Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia dilaksanakan untuk periode waktu
pelaksanaan RPJMN 2010-2014, yaitu tahun 2010-2011, dengan memperhatikan pelaksanaan
RPJMN 2004-2009. Adapun, kajian ini bertujuan untuk:
a. Mengupas kebijakan transportasi jalan raya, kereta api dan laut di Indonesia.
b. Mengidentifikasi masalah dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan
pembangunan bidang transportasi jalan raya, kereta api dan laut.
c. Mengevaluasi pencapaian pelaksanaan pembangunan bidang transportasi jalan raya,
kereta api dan laut secara deskriptif maupun analitik.
d. Menyusun rekomendasi dan masukan tentang kebijakan transportasi jalan raya, kereta
api dan laut di Indonesia.
1.4
RUANG LINGKUP KEGIATAN
Kajian ini akan difokuskan pada evaluasi sistem transportasi secara kesisteman dengan
memperhatikan kinerja dan konstribusi setiap moda. Fokus evaluasi adalah pada kinerja sistem
transportasi secara nasional yang diukur dengan indikator kinerja yang yang sepakati. Sesuai
kesepakatan dalam rapat TPRK, kajian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu naskah akademik
yang dapat dijadikan dasar oleh Bappenas dalam menyusun kebijakan untuk pengembangan
sistem transportasi khususnya untuk mendukung implementasi RPJMN 2010-2014.
Secara khusus diupayakan agar selain berupa evaluasi kajian dapat pula merupakan alat
identifikasi dan analisis atas pelaksanaan kebijakan pembangunan transportasi. Sejauh
memungkinkan, bahasan dan diskusi akan dikaitkan dengan sasaran umum pembangunan bidang
transportasi seperti dinyatakan dalam dokumen RPJMN 2010-2014.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam studi ini antara lain,
a. Pengumpulan data sekunder berupa kajian literatur dari dokumen studi dan kajian berkaitan
dengan pembangunan bidang transportasi di Indonesia;
b. Menemukenali permasalahan pembangunan bidang transportasi di Indonesia;
c. Analisis data sekunder berupa inventarisasi dan analisa kebijakan pembangunan transportasi;
d. Pelaksanaan konsinyering;
e. Pelaksanaan workshop guna mendapatkan masukan dalam pelaksanaan kajian;
f. Pelaksanaan seminar guna mengoptimalkan dan mempertajam hasil kajian.
1.5
METODOLOGI UMUM PELAKSANAAN KAJIAN
Kegiatan yang dilakukan secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga tahapan kegiatan:
1. Pengumpulan data
Analisis dalam kajian ini lebih difokuskan untuk menggunakan data sekunder. Beberapa
sumber data akan diupayakan seperti BPS, penelitian dan publikasi lembaga nasional
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
4
maupun internasional, termasuk gambaran umum transportasi di Indonesia (merupakan
literatur review atau situasi dan kondisi transportasi di Indonesia).
2. Pengolahan dan analisis data
Kajian akan menggunakan teknik dan pendekatan statistik deskriptif. Sejauh
memungkinkan analisis statistik yang lebih jauh akan dilakukan sesuai keperluan, seperti
analisis Logit. Pembahasan dalam berbagai pertemuan dilakukan dalam bentuk rapat
TPRK dan Workshop guna memperbaiki, menajamkan, dan menyepakati hasil analisis dan
evaluasi, serta kemasan dan isi laporan.
3. Penyajian data
Hasil kajian dalam bentuk laporan akan dibahas dalam dua pertemuan terbatas dan satu
seminar yang sekaligus merupakan sarana legitimasi laporan awal, tengah dan akhir
kajian.
1.6
HASIL KELUARAN
Keluaran dari kegiatan Kajian Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral: Evaluasi
Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia ini adalah tersusunnya metodologi untuk evaluasi
kinerja pembangunan transportasi yang meliputi penetapan indikator evaluasi, kebutuhan data
dan metode perhitungan serta penilaian kinerja pembangunan berdasarkan indikator yang
dikembangkan. Rekomendasi dari kajian ini akan menjadi masukan dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan pembangunan bidang transportasi di Indonesia.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
5
BAB 2
TELAAH INDIKATOR KINERJA
2.1
KONDISI OBJEKTIF
Secara obyektif kondisi kinerja sektor transportasi di Indonesia saat ini belum optimal, dilihat dari
beberapa indikasi berikut ini:
Persaingan antar moda yang tidak sesuai dengan karakteristik operasi masing-masing
moda dan rute yang dilayani, dan masih didominasi oleh moda jalan;
Penganggaran yang tidak seimbang antar sub sektor transportasi;
Belum tersedianya alat bantu bagi Pemerintah (dalam hal ini Bappenas) dalam
melakukan perencanaan, alokasi dana, implementasi maupun pengawasan dan
evaluasi terhadap masing-masing sub sektor transportasi;
Studi ini dilakukan dalam upaya mencari solusi atas permasalahan tersebut secara optimal
ditinjau dari berbagai sudut pandang dengan menyusun suatu alat bantu berupa indikator kinerja
sektor transportasi yang diharapkan dapat menjadi tolok ukur obyektif bagi pengembangan
secara optimal masing-masing sub sektor transportasi.
2.2
KERANGKA LOGIS
Secara garis besar, kerangka logis dalam penyusunan indikator kinerja sektor transportasi
menggambarkan tiga hubungan yang berkaitan berdasarkan empat komponen kegiatan yaitu
inpout, output, outcome dan impact. Keterkaitan proses pada keempat komponen tersebut
digambarkan pada Gambar 1 sebagai ilustrasi kerangka logis dari suatu kegiatan/proyek.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
6
Kerangka logis ini juga mengasumsikan terdapat beberapa tingkatan tujuan dalam sebuah
kegiatan/proyek (dengan hirarki tujuan). Tidak terdapat pembatasan terhadap jumlah tingkatan
tersebut, namun demikian, seringkali ditemui kesulitan untuk memanage lebih dari empat
tingkatan. Dalam kerangkanya, Bank Dunia1 menggunakan indikator-indikator yang dispesifikasi
dalam tiga tingkatan tujuan: input untuk kegiatan proyek, output dari kegiatan proyek, dan
outcome dan dampak (impact). Untuk kebutuhan Bank Dunia, input dan output berkoresponden
secara langsung pada manajemen proyek, sementara outcome dan dampak berkoresponden pada
tujuan dari proyek yang bersangkutan. Pada akhirnya proyek harus menunjukan tujuan yang
relevan dengan realisasi dari tujuan pembangunan nasional secara menyeluruh.
output
(i) Jika input
Asumsi valid
(ii) Jika output
(iii) Jika outcome
Asumsi valid
outcome
dampak
Asumsi valid
Gambar 1 Kerangka Logis Hubungan Input-Output-Outcome-Impact
Indikator kinerja harus dirancang dalam kerangka logis. Pengembangan kerangka logis mulai
dengan tujuan proyek dan merefleksikan hubungan hirarki kegiatan-kegiatan dan output-nya dan
outcome yang diharapkan untuk masing-masing komponen proyek. Kegiatan dilakukan dan hasil
diperoleh pada tingkat rendah/awal dari tujuan adalah input terhadap perolehan dari tujuan
proyek pada tingkat yang lebih tinggi, pada tingkat institusional, sektoral, program, atau tingkat
nasional. Definisi indikator-indikator pada masing-masing tingkatan mengacu pada tujuan akhir
(tingkat paling tinggi).
Hasil indikator-indikator kinerja suatu proyek relatif terhadap tujuan proyek yang bersangkutan.
Hasil diukur pada suatu tingkatan yang ditentukan oleh tujuan proyek. Harus diingat bahwa
menurut pendekatan kerangka logis, tujuan proyek harus ditetapkan diawali dengan indikator
dampak dan outcome (dan bekerja ke belakang pada indikator input). Pembahasan lebih lanjut
berkaitan dengan pengembangan indikator kinerja sub sektor jalan dilakukan pada bab
selanjutnya.
2.2.1 Bagaimana Indikator Kinerja Dikembangkan ?
Indikator kinerja adalah ukuran dampak, outcome, output dan input dari suatu proyek yang
dimonitor selama pelaksanaan proyek untuk menilai perkembangannya dalam pencapaian tujuan
proyek . Indikator-indikator tersebut nantinya juga digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan
suatu proyek. Indikator-indikator tersebut mengorganisir informasi yang mengklarifikasi
hubungan antara dampak, outcome, output dan input suatu proyek and membantu
mengidentifikasi masalah-masalah yang berpotensi menghambat atau menghalangi tercapainya
tujuan proyek.
1
Benefit Monitoring and Evaluation, A Handbook for Bank Staff, Staff of Executing Agencies and Cosultants, Asian Development Bank,
1992
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
7
Indikator kinerja pasti didasarkan pada suatu tujuan yang unik dari suatu proyek. Namun
demikian, suatu set indikator kinerja harus didasarkan pada suatu kerangka logis yang
menghubungkan tujuan proyek dengan komponen proyek dan juga secara berturut-turut
terhadap input, aktivitas dan output proyek yang bersangkutan, pada tahapan yang berbeda.
Kerangka tersebut harus berangkat dari tujuan proyek, hal ini mengingat bahwa setiap kegiatan
dalam proyek harus bermuara kepada pencapaian tujuan. Gambaran skematis umum dari
kerangka logis diperlihatkan pada Gambar 2.1
Menetapkan Tujuan
Gambarkan outcome yang nyata (real) dari proyek – dampak dari output proyek terhadap penerima
manfaat proyek, institusi, atau sistem dalam konteks perubahan perilaku atau peningkatan kinerja.
Penetapan tujuan menentukan kesuksesan proyek
Output Proyek
Tentukan produk apa yang dapat dihasilkan oleh proyek – barang dan jasa yang diproduksi. Secara
umum, output tproyek independen, sinergis dan terintegrasi.
Komponen Proyek
Kelompok kegiatan-kegiatan yang menentukan bagaimana produksi dan jasa pelayananan dapat
disampaikan (bantuan teknis, fasilitas fisik dan lain-lain)
Gambar 2 Gambaran Skematis Kerangka Logis Untuk Menurunkan Indikator Kinerja
Sumber: Mosse, R. dan Sontheimer, L.E. 19962
Pada prinsipnya, kinerja sektor transportasi adalah gambaran keberhasilan pengelola dalam
menggunakan sumber daya yang tersedia. Ide utama diperlukannya indikator kinerja sektor
transportasi adalah untuk menyediakan kerangka yang jelas bagi evaluasi diri (self-evaluation)
berdasarkan model management-by-results dan management-by-objective. Dengan demikian
diharapkan fokus perencanaan tidak semata-mata berdasarkan dari pengamatan penurunan
kinerja tetapi bagaimana memupuk hasil (outcome) di masa datang melalui suatu proses looping,
yang melibatkan keterpaduan kinerja masing-masing subsektor transportasi.
Hasil evaluasi dapat ditampilkan dalam indeks kualitas, kuantitas pelayanan, nilai angkutan
(finance) ataupun kepuasan pengguna terhadap pelayanan. Prioritas pencapaian indeks kualitas,
kuantitas dan finance, secara umum tergantung kepada kepada tipe manajemen, apakah publik
domain atau swasta. Badan penyelenggara swasta lebih menekankan nilai angkutan (misal profit)
relatif lebih utama. Keseimbangan pencapaian masing-masing indeks adalah menjadi tugas
institusi publik, yang dapat diterapkan melalui instrumen perencanaan, kebijakan pengaturan
maupun mekanisme harga.
Proses angkutan dapat ditunjukkan oleh indikator yang berhubungan dengan intensitas atau
produktivitas dari pemanfaatan sumberdaya atau dengan upaya manajemen yang diterapkan
kepada input dan operasi organsasi. Output menunjukkan dimensi fisik sehubugan dengan
pengadaan prasarana dan sarana. Hasil atau outcome adalah pencapain atau produksi institusi,
yakni berupa kuantitas volume angkutan (ton-km, penumpang-km), kualitas angkutan (jumlah
kecelakaan, kecepatan), nilai angkutan (Rp/km, profit, B/C).
Mengingat dalam banyak aktivitas angkutan, seringkali melibatkan sejumlah moda, kinerja
terminal antara menjadi krusial. Sehingga faktor intermodality ataupun manajemen multimoda,
menjadi faktor penentu kinerja angkutan, khususnya dalam angkutan umum maupun angkutan
barang.
2
Mosse, R. dan Sontheimer, L.E., Performance Monitoring Indicators Handbook, World Bank Technical Paper No. 334,
1996
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
8
Pemilihan indikator sangat bergantung kepada tujuan evaluasi manajemen. Indikator dapat
berupa sekedar informasi benchmarking ataupun keberhasilan proses manajemen. Bila dilihat
dari konsep manajemen, secara umum dapat dibagi tiga jenis indikator yakni indikator effisiensi,
indikator efektifitas dan indikator ekonomi (finance).
Selanjutnya untuk memahami bagaimana menurunkan indikator kinerja dari tujuan suatu proyek
dan komponennya membutuhkan pemahaman dari konsep kerangka logis tersebut. Pada
prinsipnya alur kerja dalam penetapan atau menurunkan indikator kinerja sektor transportasi
dapat disajikan pada Gambar 3.
Indikator Kinerja
Berbagai Sub Sektor Transportasi
Indikator Kinerja
Sub Sektor Udara
Indikator Kinerja
Sub Sektor Laut
UU SPPN dan
UU Keuangan Negara
Indikator Kinerja
Sub Sektor Darat
(Jalan dan Rel)
Usulan
Indikator Kinerja
(long list indicator)
Kriteria Pemilihan 1:





Seminimal mungkin,
Cukup lengkap,
Praktis/ Operasional,
Kriteria Pemilihan 2:
Bukan redundant




Independent

Kebijakan/Policy,
Perencanaan/Planning,
Konstruksi/Construction,
Operasi & Pemeliharaan /Operatioan
& Maintenance
Evaluasi & Monitoring
Indikator Kinerja
Terpilih &
Metode Penilaian
Gambar 3 Penentuan Indikator Kinerja Sektor Transportasi
sumber: dimodifikasi dari Lubis, et al, 20013
Khusus infrastruktur transportasi, proses pengadaan input hingga pencapaian produktivitas, akan
melalui kerangka runtutan logis yang terdiri dari masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak
seperti yang ditampilkan pada Gambar 3. Karena adanya time lag, antara realilsasi masingmasing proses, mengakibatkan pengukuran ataupun estimasi tidak dapat dengan mudah
3
Lubis, H.A.S, Sjafruddin, A., Karsaman R.H., Armijaya, H. dan Munandar, A.S., Developing Performance Indicators For
Road Development In Indonesia, EASTS 4th conference, Hanoi, Vietnam, 2001
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
9
dilakukan. Hal ini berlaku khususnya untuk pengukuran manfaat dan dampak, yang memerlukan
waktu tenggang dalam jangka menengah ataupun panjang. Dalam banyak kajian kelayakan (prastudy), tergantung metodologi yang diadaptasi, estimasi manfaat yang diutamakan, sedangkan
estimasi dampak lebih disiapkan sebagai pelengkap kajian. Pelaksanaan post-study atau postaudit, yang mencoba memeriasa keberhasilan pencapaian manfaat maupun dampak hingga saat
ini belum menjadi perhatian pengembang infrstruktur.
Idealnya apapun susunan indikator kinerja ia adalah informasi statistik, ratio, biaya ataupun
bentuk lainnya yang menunjukkan kondisi tertentu ataupun sebagai tolok ukur kemajuan dalam
pencapaian visi dan misi Sistem Transportasi Nasional. Daftar indikator kinerja terpilih hendaknya
memenuhi kriteria kecukupan (minimum) tetapi lengkap, praktis dan dapat dioperasikan, serta
tidak redundant.
Masukan
(Inputs)
Keluaran
(Outputs)
Hasil
(Outcomes)



Pendanaan
Organisasi
Teknologi
 Aset
 Efektifitas Preservasi
Aset


Kuantitas output sebagai dampak dari input
Kualitas output sebagai dampak dari input
 Produksi
 Mobilitas


Volume penggunaan
Volume penggunaan relatif terhadap
kapabilitas output
Penggunaan sumber daya untuk utilisasi
output

Manfaat
(Benefits)



Efektifitas Program
Biaya Pengguna
Biaya Sumber Daya


Penghematan sumber daya untuk utilisasi
output sebagai akibat penambahan input
Penghematan input akibat perubahan output
Dampak
(Impacts)



Nilai Lahan
Lingkungan
Tingkat Resiko


Perubahan tidak langsung akibat input/output
Perubahan langsung akibat utilisasi output
Gambar 4 Kerangka Runtutan Logis Pengadaan dan Produktivitas Transportasi
Pengembangan indikator kinerja sektor transportasi Bappenas harus difokuskan pada
pertimbangan tupoksi Bappenas. Dalam konteks pengaturan porsi anggaran bagi masing-masing
sub sektor transportasi ini Bappenas harus mampu memainkan perannya dan secara jeli membagi
anggaran secara optimal untuk masing-masing sub sektor transportasi, darat (jalan, ASDP dan
jalan rel), laut dan udara. Untuk keperluan tersebut, Bappenas membutuhkan alat bantu penilaian
kinerja masing-masing subsektor transportasi sebagai dasar pijakan, dalam pengaturan anggaran
tersebut. Salah satu alat bantu yang dimaksud adalah indikator kinerja sektor transportasi.
Pengembangan indikator kinerja sektor transportasi oleh Bappenas, dalam hal ini, harus
mempertimbangkan dua isu penting, yaitu:
1. Kelembagaan/Organisasi Pelaksana Monitoring dan Evaluasi
2. Hubungan Perencanaan dan Penganggaran
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
10
2.2.2 Kelembagaan/Organisasi Pelaksana Monitoring dan Evaluasi
Hirarki sistem pemantauan dan pelaporan anggaran berbasis kinerja disampaikan pada Gambar
2.1.
Diagram tersebut menunjukkan bahwa hirarki terendah adalah penanggung jawab kegiatan,
kemudian secara berjenjang ke atas penanggung jawab program/unit eselon 1, Menteri
Departemen (LPND) dan Kepala Daerah (KDH) dan BAPPENAS/Menteri Keuangan. Hirarki yang
kemudian dikompilasi, direkapitulasi, dianalisis dan diarsipkan. Sebaliknya, hirarki yang lebih
tinggi melakukan pemantauan dan, jika dipandang perlu, memberikan umpan balik kepada hirarki
di bawahnya (panah garis tebal). Mengacu pada gambaran hirarki tersebut, diketahui Bappenas
memiliki peran cukup sentral dalam pemantauan (evaluasi) dan pelaporan anggaran dan tentunya
juga pada pembagian alokasi anggaran untuk masing-masing sub sektor, dalam hal ini,
transportasi.
BAPPENAS/Menteri
Keuangan
Nasional
Menteri Departemen/
LPND dan KDH
Konsolidasi Program
Penanggung Jawab
Program/Unit Eselon I
Program dan Kegiatan
Pelaksana Kegiatan
Kegiatan
Keterangan:
Monev
Laporan
Gambar 5 Hirarki Pemantauan dan Pelaporan Anggaran Berbasis Kinerja4
Rancangan Pedoman Penyusunan Indikator, Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja,
2004, menyebutkan evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan memberikan nilai
secara objektif atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program) yang telah direncanakan
sebelumnya. Evaluasi selalu berupaya untuk mempertanyakan efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan dari suatu rencana yang sekaligus juga mengukur seobjektif mungkin hasil-hasil
pelaksanaan (program) dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terkait.
Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan rencana dan hasil
pelaksanaan suatu program. Oleh karena itu, pengertian evaluasi sering digunakan untuk
menunjukkan tahapan siklus pengelolaan program yang mencakup:
1. Evaluasi pada Tahap Perencanaan (EX-ANTE), pada tahap ini evaluasi digunakan untuk
memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara
mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
2. Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going evaluation), pada tahap ini evaluasi digunakan
untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya
4
(Pedoman Penyusunan Indikator, Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja, 2004
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
11
3. Evaluasi pada Tahap pasca-pelaksanaan (EX-POST), pada tahap ini evaluasi diarahkan
untuk meihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi
masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program
berakhir untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan dengan masukan),
efektifitas (hasil dan dampak terhadap sasaran), atau manfaat (dampak terhadap
kebutuhan)
2.2.3 Hubungan Antara Perencanaan dan Penganggaran
Hubungan ini merupakan mata rantai yang menggambarkan proses mulai dari disusunnya
perencanaan sampai dengan penganggaran. Gambaran hubungan antara perencanaan dan
penganggaran ini menyediakan informasi lebih detail berkaitan dengan hirarki pemantauan dan
pelaporan anggaran berbasis kinerja dan peran Bappenas dalam melakukan evaluasi seperti
dibahas sebelumnya. Gambaran hubungan dan proses yang dimaksud ditampilkan pada Gambar
2.2.
RPJP

Visi

Misi

Arah
RPJM

Visi, misi

Agenda

Prioritas

Program

Kegiatan pokok
RANCANGAN AWAL
(RKP/SEB)

Prioritas
pembangunan

Pagu indikatif

Kementrian/le
mbaga

Program
RANCANGAN
RENJA-KL

Kebijakan

Program dgn
pagu indikatif

Kegiatan dgn
anggaran

Jenis belanja

Lokasi-propinsi

Indikator
keluaran

Unit pelaksana
s.d. eselon I
RKPPERPRES

Agenda

Prioritas
pembangunan

Program dgn
pagu indikatif

Kegiatan pokok

Unit pelaksana:
kementrian/
lembaga
RENJA-KL

Prioritas
pembangunan

Pagu indikatif

Kegiatan dgn
anggaran

Jenis belanja

Lokasi-propinsi

Indikatorkeluaran

Unit pelaksana:
s.d. eselon I
RKA-AL

Program dgn
anggaran

Kegiatan dgn
anggaran

Sub kegiatan dgn
anggaran

Jenis belanja

Mata anggaran
keluaran (MAK)

Lokasi

Propinsi

Kabupaten

Indikator keluaran

Perhitungan
belanja masingmasing kegiatan

Volume

Harga satuan

Anggaran
pendapatan

Kegiatan

Mata anggaran
pendapatan (MAP)

Kelompok
pendapatan

Unit pelaksana:
s.d. satuan kerja
RAPBN
APBN
DIPA
Gambar 6 Proses Perencanaan Sampai Dengan Penganggaran
Selanjutnya harus dilakukan proses penelaahan terhadap RKA-KL dengan tujuan utamanya adalah
menjaga keterkaitan antara Perencanaan (Planning) dan Penganggaran (Budgeting) yang berarti
menjaga konsistensi antara RPJM, RKP dan APBN. Adapun dasar pertimbangan penelaahan RKAKL adalah Pasal 10 ayat 4 PP No. 21 tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL yang menyatakan
Kementerian Perencanaan menelaah kesesuaian antara RKA-AL dengan RKP dan ayat 5 yang
menyatakan Kementerian Keuangan menelaah kesesuaian RKA-KL dengan SEB Menteri Keuangan
tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan
standar biaya yang telah ditetapkan.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
12
Substansi dari penelaahan tersebut adalah sebagai berikut:

Konsistensi antara program dalam RKP dengan program dalam RKA-KL

Konsistensi antara hasil program dengan kegiatan dalam RKA-KL

Konsistensi antara kegiatan pokok pada RKP dalam satu program dengan kegiatan dalam
RKA-KL untuk suatu program yang sama.
Disamping itu pada Rancangan Pedoman Penyusunan Indikator dan Evaluasi Anggaran Berbasis
Kinerja. dikenal terminologi Anggaran Berbasis Kinerja, yang dijelaskan sebagai penyusunan
anggaran yang didasarkan atas perencanaan kinerja dan terdiri dari program dan kegiatan yang
akan dilaksanakan dan indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran (budget
entity).
Dibagian lain rancangan pedoman yang dipergunakan sebagai acuan bagi semua unit
kerja/departemen/ lembaga, baik di pusat maupun daerah tersebut, juga mengindikasikan
peluang langkah penyesuaian sesuai kondisi dan karakteristik masing-masing instansi, untuk
keperluan pelaksanaan lebih lanjut.
2.3
GAMBARAN UMUM KONDISI TRANSPORTASI INDONESIA
2.3.1 Permintaan Kebutuhan Pergerakan
Dari aspek transportasi yang ingin dicapai (ultimate goal) dengan indikator kinerja transportasi ini
adalah suatu tolok ukur bagi Bappenas dalam melakukan evaluasi dan penyusunan anggaran yang
optimal untuk setiap sub sektor transportasi (mulai dari tahapan perencanaannya). Berangkat dari
kondisi market share moda transportasi saat ini yang masih didominasi moda angktuan jalan,
pembagian anggaran yang optimal ini diharapkan secara bertahap mampu menciptakan market
share yang optimal dari setiap moda transportasi sehingga tercapai sistem transportasi yang
efisien, efektif dan berkelanjutan, pada akhirnya. Pada sisi yang lain, aspek struktur pasar
pengguna moda transportasi juga telah berpengaruh membentuk ketidakseimbangan market
share moda transportasi tersebut.
Studi terdahulu yang dikaji pada bagian ini merupakan adalah Studi Pengembangan Indikator
Kinerja Sektor Transportasi, Bappenas, 2004. Lingkup utama kegiatan studi tersebut adalah
menetapkan indikator kinerja sektor transportasi yang difokuskan pada peran Bapenas terutama
ditinjau dari aspek penyusunan anggaran.
Dalam kajian suatu kondisi transportasi tentu sangat terkait dengan identifikasi pola permintaan
perjalanan. Data permintaan perjalanan merupakan data yang sangat sulit didapat karena
membutuhkan survey yang terarah dan penentuan sample yang tepat agar merepresentasikan
populasi pergerakan. Ada beberapa penelitian permintaan perjalanan yang pernah dilakukan di
Indonesia salah satunya adalah OD Survey 1996 dan 2001.
Selanjutnya, dalam representasi pergerakan (dalam penelitian OD Survey) memperlihatkan bahwa
meskipun negara Indonesia berbentuk kepulauan, moda laut atau udara tidak menjadi moda yang
dominan dalam merepresentasikan pergerakan di Indonesia. Disparitas ekonomi dan kewilayahan
yang terjadi mengakibatkan pergerakan penumpang sangat bertumpu di Pulau Sumatera dan
Jawa. Moda jalan masih menjadi moda utama dalam pergerakan di dalam dan antara kedua pulau
tersebut meskipun terdapat jarak tempuh yang cukup panjang diantara kota-kota penting di
kedua pulau tersebut.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
13
Dari hasil data Asal Tujuan Transportasi Nasional Tahun 2001 pangsa moda untuk angkutan
barang di Indonesia didominasi 90,34% atau 2,5 juta ton/tahun oleh moda jalan. Pertumbuhan
angkutan barang sekitar 4,7% per tahun, sehingga diperkirakan pada Tahun 2009 laulintas
angkutan barang dengan moda jalan membengkak menjadi sekitar 3,5 juta ton/tahun.
Kebanyakan angkutan barang berasal-tujuan di Pulau Jawa dan Sumatera yang banyak tersedia
jaringan jalannya, sementara itu interaksi antar pulau dibagian barat dan timur Indonesia tidaklah
besar.
Tidak jauh berbeda dengan angkutan barang, pergerakan penumpang relatif lebih merata
meskipun untuk Pulau Jawa masih terlihat dominasinya. Dari total sekitar 3,8 Milyar produksi
perjalanan penumpang di Indonesia bagian barat menyumbang sekitar 96,55% (Pulau Jawa
82,47% dan Pulau Sumatera 14,08%), sisanya sekitar 3,45% yang merupakan produksi perjalanan
penumpang di wilayah timur Indonesia. Diperkirakan bahwa sampai dengan Tahun 2009
permintaan perjalanan penumpang untuk moda jalan mengalami peningkatan sekitar 3,8% per
tahun, dimana jika pada Tahun 1998 jumlah penumpang moda jalan sekitar 279,4 juta
penumpang/tahun menjadi sekitar 462 juta penumpang/tahun pada Tahun 2009.
Pada satu sisi yang lain, moda angkutan darat jalan rel saat ini hanya melayani proporsi angkutan
yang sangat marginal dibandingkan dengan moda angkutan jalan. Pertumbuhan angkutan
penumpang dan barang menggunakan kereta api sampai dengan tahun 2000 berkisar pada angka
6% untuk angkutan penumpang dan 5.8% untuk angkutan barang. Tidak efisiennya operasi kereta
api, kompetisi antar moda yang semakin ketat dan backlog pemeliharaan prasarana serta kualitas
pelayanan mengakibatkan pangsa pasar kereta api mulai menurun pada tahun 2001. angka
penurunan diperlihatkan berkisar pada angka –1% untuk angkutan penumpang dan –5.6% untuk
angkutan barang.
Moda laut merupakan moda yang penting dalam distribusi angkutan antar pulau. Moda ini sangat
dominan digunakan di wilayah kepulauan Indonesia Timur dibandingkan dengan di Indonesia
bagian barat meskipun total pergerakan banyak terjadi di Pulau Sumatera dan Jawa. Penggunaan
moda laut angkutan penumpang berorientasi pada pelayanan pergerakan penumpang jarak jauh
antar pulau, hal tersebut didukung oleh kapasitas angkut moda laut yang relatif lebih besar
dibandingkan moda udara maupun moda darat.
Sementara itu, angkutan barang merupakan obyek utama yang diangkut oleh moda laut. Hampir
95% angkutan barang untuk tujuan ekspor-impor menggunakan moda ini. Di dalam negeri
pergerakan angkutan barang masih belum cukup menjadi pesaing moda jalan terutama apabila
pergerakan di Pulau Sumatera dan Jawa masih sangat dominan seperti saat ini.
Data dari Biro Pusat Statistik 2002 juga menunjukkan bahwa perkembangan bongkar muat barang
di dalam dan luar negeri masih bertumpu di Pulau Jawa. Riau dan Kalimantan Timur/Selatan
menjadi wilayah di luar Jawa dengan volume bongkar dan muat terbesar baik untuk angkutan
dalam maupun luar negeri. Sulawesi tidak menjadi wilayah yang dominan dalam angkutan barang
meskipun dalam sejarahnya Sulawesi menjadi hub distribusi pergerakan angkutan penumpang
dan barang bagi wilayah Maluku, Papua dan Nusa Tenggara.
Dari data Antar Pelabuhan, pergerakan angkutan barang dapat dibagi menjadi tiga jenis komoditi
angkutan barang yaitu General Cargo, Container dan Dry Bulk Cargo. Pergerakan utama masih
didominasi oleh pergerakan General Cargo dengan tujuan utama Surabaya dan Jakarta.
Pegerakan Surabaya-Balikpapan menjadi pergerakan yang terbesar. Surabaya menjadi tujuan
pergerakan utama dengan tujuan distribusi Indonesia Bagian Barat dan Timur. Letaknya yang
sangat strategis berada di antara kedua wilayah tersebut, perkembangan ekonomi yang cukup
baik dan dilewati dengan jalur ALKI ketiga yang membujur di Selat Makassar menjadikan Surabaya
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
14
merupakan tujuan distribusi barang dari luar negeri yang utama. Pergerakan barang yang berasal
dari wilayah Pasifik dan Jepang menjadi negara asal-tujuan utama. Dari titik inilah kemudian
pergerakan dilanjutkan menuju Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya.
Pergerakan Container tidak terdistribusi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Pengemasan
dengan menggunakan container diperlukan bagi barang-barang dengan rentan dengan kerusakan
seperti tekstil. Pergerakan angkutan jenis ini hanya terjadi di kota-kota besar dengan Jakarta
menjadi hub utama menuju Medan, Surabaya dan Makassar. Pontianak menjadi hub utama
pergerakan container di wilayah Kalimantan
Pergerakan angkutan dry bulk atau barang curah kering sangat berorientasi atau berasal dari
Pulau Kalimantan. Sangat tidak heran karena jenis komoditi ini memang merupakan produksi
andalan Pulau Kalimantan yaitu batubara. Pergerakan batubara banyak yang langsung dikapalkan
ke luar negeri dengan asal pelabuhan utama di Sangatta, Kalimantan Timur tetapi pergerakan di
dalam negeri juga masih banyak dilakukan. Pelabuhan di sekitar wilayah Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur menjadi pelabuhan utama untuk pergerakan angkutan jenis ini dengan Jakarta
dan Batam atau Batam menjadi tujuan selanjutnya. Pergerakan lainnya dengan volume yang lebih
kecil terjadi di antara wilayah Lampung dengan wilayah Banten untuk mensuplai bahan bakar
PLTU.
Berdasarkan pengamatan dengan menggunakan data-data OD Survey maupun Antar Pelabuhan
tersebut terlihat bahwa untuk pergerakan di dalam negeri, moda laut masih cukup mempunyai
peran. Pergerakan yang sudah cukup baik ini ternyata hanya menyumbang pergerakan sebesar 7
%. Disparitas ekonomi dan kewilayahan yang cukup besar antara wilayah Jawa-Sumatera dengan
wilayah yang lainnya mengakibatkan pergerakan barang masih berpusat di kedua pulau besar di
bagian barant Indonesia tersebut. Di kedua pulau tersebut jalan masih menjadi moda primadona
dengan penyediaan prasarana yang cukup baik. Di kedua pulau tersebut sebenarnya prasarana
pelabuhan sudah cukup baik tetapi orientasi pergerakan masih difokuskan untuk ekspor.
Moda udara saat ini telah menjadi moda primadona di Indonesia. Waktu tempuh perjalanan yang
cepat menjadi keunggulan moda ini dibandingkan dengan moda lainnya. Selain itu transfer moda
yang relatif cukup seamless dibandingkan moda lainnya menambah keunggulan moda ini.
Kebijakan-kebijakan yang diambil di moda udara saat ini terbukti telah membantu negeri ini
dalam meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas. Multi operator, tarif murah, subsidi Pemerintah
Daerah di berberapa koridor non utama, kapasitas angkutan yang meningkat tajam terutama
pada koridor-koridor utama dan sebagainya telah memudahkan masyarakat dalam melakukan
perjalanan.
Modal share angkutan udara tetap saja masih jauh dari harapan akibat perbandingan
pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Jawa dan Sumatera masih menjadi wilayah dengan
pertumbuhan ekonomi tertinggi, sangat jauh bila dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya.
Meskipun saat ini moda udara sudah mengcover pelayanan untuk rute-rute jarak jauh dengan
intensitas demand yang tinggi, tetapi untuk pelayanan rute-rute utama, jarak pendek dan
menengah, pelayanan moda udara masih jauh dibandingkan dengan moda jalan. Moda udara
memiliki peran yang cukup besar untuk melayani rute-rute jarak jauh terutama dari Kawasan
Barat Indonesia menuju Kawasan Timur Indonesia.
Pergerakan terbesar diperlihatkan pada rute Jakarta-Medan, kemudian Jakarta-Surabaya,
Surabaya-Balikpapan, Jakrta Manado dan Surabaya-Makassar. Node-node penting yang berperan
sebagai pengumpul/penyebar telah terlihat pada gambaran ini.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
15
Moda udara memang difokuskan untuk angkutan penumpang. Share angkutan udara untuk
angkutan barang sangatlah kecil dibandingkan dengan moda lain. Hanya angkutan barang-barang
tertentu yang dilayani oleh moda ini. Surat, barang-barang ekspress, barang-barang segar dan
sebagainya merupakan contoh beberapa barang yang dapat diangkut oleh moda ini. Barangbarang lainnya seperti general cargo, container, liquid bulk dan dry bulk cargo lebih tepat untuk
dilayani moda lain seperti laut, jalan dan kereta api.
2.2.2
Kompetisi Antar Moda
Menurut kajian potensi pengembangan transportasi multimoda di Indonesia (Balitbang
Perhubungan, 2004) operasi transportasi di Indonesia saat ini dinilai tidak efisien, salah satu
penyebab utamanya adalah ekonomi biaya tinggi, terutama dipicu oleh:
a. beban antar moda yang tidak rasional, sehingga terjadi beban berlebih pada jaringan jalan
dan tidak berkembangnya moda-moda transportasi lainnya
b. kondisi prasarana transportasi yang memburuk akibat krisis menyebabkan kinerja
pelayanan menurun,
c. transportasi intermoda tidak dapat dijalankan secara sempurna, terutama karena
kurangnya interkoneksi antar moda, manajemen operasi yang belum optimal, dan sistem
pendukung yang belum memadai.
d. role sharing antar moda: bagaimana peran antar moda dikembangkan secara rasional
sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing sehingga dapat mendukung
efisiensi operasi dan investasi jaringan
Secara keseluruhan, jika ditinjau dari proporsi pangsa angkutan moda transportasi, Bappenas
(2003) melaporkan pada tahun 2002, proporsi terbesar sekitar 84,1% dilayani oleh moda jalan,
seperti ditampilkan pada Gambar 7. Moda jalan rel hanya melayani sekitar 7,3% atau 175,9 juta
penumpang dari pasar angkutan penumpang nasional, moda laut dan moda udara masing-masing
hanya melayani 1,8% dan 1,5%, sisanya dilayani oleh angkutan sungai dan penyeberangan.
100%
1,7
17,6
90%
80%
Proporsi
70%
251,5
60%
202,1
50%
40%
30%
20%
0,1
19,5
5,5
3,7
4,2
12,6
10%
0%
penumpang (x10 juta pnp)
ASDP
Laut
barang (x10 ribu ton)
Udara
Jalan
Kereta Api
Gambar 7 Proporsi Pangsa Angkutan Moda Transportasi
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
16
2.4
INDIKATOR KINERJA SE KTOR TRANSPORTASI
Selama ini telah banyak studi pengembangan indikator kinerja yang dilakukan di Indonesia
maupun di negara-negara lain. Beberapa kajian yang mengembangkan indikator kinerjaantara
lain:
a. Indikator Kinerja Sub Sektor Transportasi Darat, Ditjen Perhubungan Darat, Departemen
Perhubungan, 19975. Studi ini mengevaluasi kinerja sistem transportasi darat disusun
dalam rangka mid-term review Repelita VI dan persiapan penyusunan Repelita VII sub
sektor perhubungan darat oleh Departemen Perhubungan.
b. Indikator Kinerja Sektor Jalan untuk Negara-negara Afrika (Bank Dunia), 19966. Studi ini
meninjau kinerja infrastruktur jalan di negara-negara berkembang untuk mengevaluasi
kinerja transportasi jalan yang berkaitan dengan pelayanan publik.
c. US Federal Highway Administration (FHWA): Performance Plans for The President’s Fiscal
Year 2001 Budget7. Mengkaji rencana kinerja yang mendefinisikan target kinerja tahunan
dan indikator yang digunakan untuk mengevaluasi dan memonitor penggunaan anggaran
khususnya dalam sub sektor transportasi jalan.
d. Indikator Kinerja Jalan, Bina Marga 20008. Merupakan kajian tentang pengembangan
kinerja manfaat dan dampak sebagai acuan dalam rangka evaluasi pelaksanaan dan
perumusan kebijakan umum.
e. Evaluasi Kinerja Perkeretaapian, PT. Kereta Api (Persero)9. Merupakan kajian yang
dilakukan untuk mengevaluasi kinerja finansial/keuangan perusahaan.
f. Indikator Kinerja Sub Sektor Transportasi Laut, Ditjen Perhubungan Laut, Departemen
Perhubungan, 199710. Mengevaluasi kinerja sistem transportasi laut disusun dalam rangka
mid-term review Repelita VI dan persiapan penyusunan Repelita VII sub sektor
perhubungan laut oleh Departemen Perhubungan.
g. World Bank Institute: Privatization and Regulation of Transport Infrastructure, WBI
Development Studies, 200011. Merupakan studi sejenis yang mengukur kinerja
infrastruktur transportasi jalan tol, jalan rel, pelabuhan dan bandar udara berkaitan
dengan regulasi kerjasama pemerintah dan swasta.
Indikator-indikator tersebut, tentu saja dikembangkan dalam konteks yang beragam tergantung
dari tujuan atau peran yang akan dimainkan oleh stakeholeders yang berkepentingan
mengembangkan indikator yang dimaksud.
Mengacu kepada kerangka runtutan logis dan review pustaka terhadap studi-studi sejenis, pada
Tabel 3 ditampilkan secara umum daftar usulan indikator-indikator kinerja sektor transportasi
Bappenas.
5
Departemen Perhubungan (1997). Indikator Kinerja Sub Sektor Transportasi Darat, Ditjen Perhubungan Darat
Mosse, R. dan Sontheimer, L.E., Performance Monitoring Indicators Handbook, World Bank Technical Paper No. 334, 1996
7
Federal Highway Administration Performance Plan For the President’s Fiscal Year 2001 Budget, U.S. Department of
Transportation, http://www.fhwa.dot.gov/policy/pp2k01.htm.
8
Departemen Pekerjaan Umum, Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Jaringan Jalan, Laporan Akhir, Direktorat
Jenderal Bina Marga , 2000.
9
Evaluasi Rencana Jangka Panjang Perusahaan 2000-2004, PT Kereta Api Indonesia (Persero)
10
Departemen Perhubungan. (1997). Indikator Kinerja Sub Sektor Transportasi Laut, Ditjen Perhubungan Laut
11
Estache, Antonio, dan Gines de Rus. (2000). “Privatization and Regulation Transport Infrastructure.” Guidelines for
Policymakers and Regulators, World Bank, World Bank Institute, Washington, D.C.
6
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
17
Tabel 3 Indikator Kinerja Sektor Transportasi (Bappenas 2004)
Aspek
Dimensi
Input
(Masukan)
Output
(Keluaran)
Pendanaan
Indikator
Pengeluaran Pembangunan
Aset
Pengeluaran Pemeliharaan
Pengeluaran pemerintah untuk sektor dan sub
sektor
Panjang dan/atau jumlah prasarana
Efektifitas Penanganan Aset
Outcome
(Hasil)
Benefit
(Manfaat)
Efektifitas Produksi
Kondisi /preservasi prasarana yang ditangani
Kondisi Aset/prasarana
Produksi yg terjadi (volume lalu lintas)
Mobilitas
Efektifitas program
Produksi yg terjadi (Nisbah volume
kapasitas)
Waktu perjalanan (kecepatan rata-rata)
Manfaat program
Aksesibilitas
Impact
(Dampak)
Tingkat resiko
Biaya sumber daya
Keterjangkauan tarif
(affordability)
Lingkungan
Ekonomi
thd
Indek biaya operasi
Kepadatan
jaringan/prasarana
(thd
jmlh
penduduk/luas lahan)
Resiko fatalities (kecelakaan)
Konsumsi bahan bakar
Pengeluaran rumah tangga untuk transport;
Biaya penanganan di pelabuhan
Tingkat polusi suara
Tingkat polusi udara
PDRB
Pertumbuhan PDRB
Rincian usulan indikator kinerja sektor transportasi untuk masing-masing sub sektor, jalan, jalan
rel, laut dan udara ditampilkan pada Tabel 4. Pada tabel tersebut juga ditampilkan satuan (unit)
yang digunakan.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
18
Tabel 2.9 Usulan Indikator Kinerja Sektor Transportasi
No
1
Aspek
Input
(Masukan)
Dimensi
I.1
Produktifitas
I.2 Pendanaan
2
Output
(Keluaran)
O.1 Aset
O.2 Efektifitas
Penanganan
Aset
Moda
Angkutan Darat
(Jalan Jalan Rel,
ASDP)
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Angkuta Darat
(Jalan Jalan Rel,
ASDP)
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
Jalan Rel
ASDP
PELABUHAN
LAUT
Bandar Udara
Jalan
Outcome
(Hasil)
H.1 Efektifitas
Produksi
Milyar Rp; %kebutuhan vs
realisasi
Alokasi anggaran Pemerintah
%-anggaran
sektor transport
Panjang jalan (arteri, kolektor, lokal)
Panjang jalan rel (R-33, R-42, R-54)
Jumlah Ferry
Jumlah pelabuhan (Internasional
Hub, Internasional, Nasional,
Regional, dan Lokal)
Jumlah bandara (Kelas A, B,C)
Preservasi jalan dan jembatan yang
ditangani
Kualitas jalan (IRI)
Km
Km
buah
Buah
Preservasi jalan rel dan jembatan
yang ditangani
Kualitas jalan rel
Pelabuhan Laut
Preservasi pelabuhan yang ditangani
Jalan
Kualitas terminal penumpang; waktu
tunggu penumpang
Kualitas pelabuhan barang (Waktu
penumpukan; bongkar muat; proses
administrasi)
Preservasi bandara yang ditangani
Kualitas terminal penumpang
Volume LL
Jalan Rel
VCR
Volume LL
ASDP
Pelabuhan Laut
Volume
Volume LL
Tingkat penggunaan dermaga (Berth
occupancy ratio)
Market share angkutan domestik vs
asing
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
Satuan
Pengeluaran Pembangunan,
Pemeliharaan (rencana Vs realisasi)
Jalan Rel
Bandar Udara
3
Indikator
Buah
%-km; %-jumlah
jembatan
%-km dgn IRI < 6
m/km
%-km; %-jumlah
jembatan
%-km dgn
keausan < 10 mm
%-jumlah
pelabuhan
Pnp/luas ruang
tunggu; menit
Ton-hari
%-jumlah bandara
Pnp/luas terminal
LHR, Kendkm/thn, tonkm/thn
% km > 0,85
Pnp-km/thn, tonkm/thn
Pnp ; Kend
Pnp-km/thn, tonkm/thn
%-waktu operasi
%
19
No
Aspek
Dimensi
Moda
Bandar Udara
H.2 Mobilitas
4
Benefit
(Manfaat)
M.1 Efektifitas
Program
Jalan
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
Jalan Rel
Laut
Udara
M.2
Aksesibilitas
Jalan
Jalan Rel
4
Benefit
(Manfaat)
M.3 Tingkat
Resiko
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
Indikator
Volume LL
Lama pelayanan di terminal: waktu
yang diperlukan untuk check-in,
waktu tunggu, dll
Waktu perjalanan; kecepatan
Penurunan kepadatan LL
Peningkatan jumlah rute (+ frekuensi)
perjalanan KA
Peningkatan jumlah rute (+ frekuensi)
pelayaran
Peningkatan jumlah rute (+ frekuensi)
penerbangan
Kepadatan jaringan jalan terhadap
luas area
Kepadatan jaringan jalan terhadap
populasi
Kepemilikan kendaraan bermotor
Kepadatan jaringan jalan rel terhadap
luas area
Kepadatan jaringan jalan rel terhadap
populasi
Rata-rata kedatangan kapal
Rata-rata kedatangan pesawat
Resiko fatalities
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
M.4 Biaya
Sumberdaya
M.5
Keterjangkaua
n Tarif
Jalan
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
Biaya perjalanan (BOK + Nilai Waktu)
Pengeluaran rumah tangga untuk
transport;
Satuan
Pnp-km/thn, tonkm/thn
Menit/orang
Jam; Km/jam
%-km VCR < 0,85
%-jumlah rute
%-jumlah rute
%-jumlah rute
Km/1000km2
Km/1000 orang
%-jumlah rumah
tangga
Km/1000km2
km/1000 orang
Kapal/tahun
Pesawat/tahun
Kejadian/tahun;
Kematian/juta
kend.-km
Kejadian/tahun;
Kematian/juta-km
Kejadian/tahun;
Kematian/juta km; kerusakan
brg/juta -km
Kejadian/tahun;
Kematian/juta km; kerusakan
brg/juta -km
Rp/pnp-km;
Rp/ton-km
Rp; %-total
pengeluaran
rumah tangga
20
No
Aspek
Dimensi
(affordability)
Moda
Tarif rata-rata penumpang dan
barang
Jalan Rel
Tarif rata-rata penumpang dan
barang
Pelabuhan Laut
Tarif rata-rata penumpang dan
barang
Bandar Udara
5
Impact
(Dampak)
D.1
Lingkungan
D.2 Ekonomi
Indikator
Jalan
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Biaya penanganan (handling) di
pelabuhan
Tarif rata-rata penumpang
Polusi suara/Bandar Udara
PDRB; pertumbuhan PDRB
Satuan
Rp/penumpangkm; Rp/ton-km;
Rp/TEU-km
Rp/penumpangkm; Rp/ton-km;
Rp/TEU-km
Rp/penumpangkm; Rp/ton-km;
Rp/TEU-km
Rp/ton-km;
Rp/TEU-km
Rp/penumpangkm
DB/Nox, Sox
Rp; %pertumbuhan
Adapun jenis data yang dibutuhkan untuk mengembangkan indikator kinerja dapat
dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu: data aktual dan data estimasi. Data aktual merupakan
data temuan yang sudah tersedia tanpa membutuhkan pengolahan lebih lanjut. Data aktual lebih
banyak berkaitan dengan masukan dan keluaran, misalnya pengeluaran pemerintah untuk
kegiatan pembangunan pelabuhan, panjang dermaga, dll. Data estimasi menyangkut indikator
yang berkaitan dengan penggunaan sistem transportasi, antara lain kecepatan operasi, waktu dan
panjang perjalanan di dalam sistem, biaya operasi kendaraan, serta dampak lingkungan dan
tingkat kecelakaan.
Definisi dan penjelasan ringkas dari masing-masing indikator kinerja sektor transportasi yang
diusulkan dijelaskan sebagai berikut:
1 INPUT
a. Pengeluaran Pembangunan, Pemeliharaan (kebutuhan Vs realiasi) – semua moda: besarnya
biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk keperluan pembangunan dan pemeliharaan
prasarana transportasi (jalan, jalan rel, pelabuhan laut dan bandar udara) yang diekspresikan
sebagai besarnya biaya kebutuhan (atau yang dianggarkan) dan realisasinya pada tahun
anggaran yang ditinjau atau prosentasenya.
b. Alokasi Anggaran Pemerintah – semua moda: besarnya prosentase biaya yang dianggarkan
oleh Pemerintah (APBN) untuk sektor transportasi (jalan, jalan rel, pelabuhan laut dan bandar
udara) terhadap total anggaran.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
21
2 OUTPUT
a. Aset
Jalan
Kereta Api
Laut
Udara
b.
panjang jalan (km) menurut klasifikasi fungsinya, arteri, kolektor dan lokal baik primer
maupun sekunder
panjang jalan rel menurut kelasnya (R-33, R-42 dan R-54)
jumlah pelabuhan laut menurut perannya (internasional hub, internasional, nasional,
regional, dan lokal)\
jumlah bandar udara menurut kelasnya (kelas A, B dan C).
Efektifitas Penanganan Aset
Jalan
-
Kereta Api
-
Laut
-
Udara
-
panjang jalan (km) menurut klasifikasi fungsinya dan jumlah jembatan yang
ditangani pada tahun anggaran yang ditinjau
Kualitas jalan setelah penangan dinyatakan dalam persen panjang jalan dengan
IRI < 6 m/km
panjang jalan rel menurut kelasnya dan jumlah jembatan yang ditangani pada
tahun anggaran yang ditinjau
kualitas jalan rel setelah penangan dinyatakan dalam persen panjang jalan rel
dengan keasusan < 10 mm
jumlah pelabuhan laut menurut kelasnya yang ditangani pada tahun anggaran
yang ditinjau
kualitas terminal penumpang setelah penangan, dinyatakan dalam rasio jumlah
penumpang terhadap luas ruang tunggu terminal
kualitas pelabuhan barang setelah penangan, dapat dinyatakan dalam beberapa
indikator atau satuan antara lain: waktu penumpukan barang di container yard,
waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat atau proses administrasi pelabuhan
jumlah bandar udara menurut kelasnya yang ditangani pada tahun anggaran
yang ditinjau
kualitas terminal penumpang setelah penangan, dinyatakan dalam waktu
pelayanan penumpang di terminal (waktu check in, waktu tunggu)
3 OUTCOME
a. Efektifitas Produksi
Jalan
Kereta Api
Laut
Udara
b.

volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun) dan
prosentase panjang jalan dengan rata-rata rasio volume lalu lintas terhadap
kapasitas jalan kurang dari 0,85
 volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun)
volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun)
 perbandingan waktu penggunaan dermaga terhadap waktu operasinya selama
tahun anggaran yang ditinjau (berth ocupancy ratio)
 perbandingan market share angkutan laut (penumpang maupun barang) yang
dilayani oleh armada nasional (domestik) dan armada asing di perairan nasional
 volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun)
 perbandingan waktu penggunaan dermaga terhadap waktu operasinya selama
tahun anggaran yang ditinjau (berth ocupancy ratio)
 perbandingan market share angkutan laut (penumpang maupun barang) yang
dilayani oleh armada nasional (domestik) dan armada asing di perairan nasional
volume lalu lintas yang dilayani (pnp-km/tahun atau ton-km/tahun)
Mobilitas – semua moda: waktu perjalanan rata-rata per satuan jarak termasuk waktu
menunggu dan tundaan atau kecepatan perjalanan.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
22
4 BENEFIT
a. Efektifitas Program
Jalan
penurunan prosentase panjang jalan dengan rata-rata rasio volume lalu lintas
terhadap kapasitas jalan kurang dari 0,85 pada tahun anggaran yang ditinjau
dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya
Kereta Api
peningkatan jumlah rute (dan frekuensi pelayanan kapal) yang dilayani kereta
api pada tahun anggaran yang ditinjau dibandingkan dengan tahun anggaran
sebelumnya
Laut
peningkatan jumlah rute (dan frekuensi pelayanan kapal) yang dilayani kapal
nasional pada tahun anggaran yang ditinjau
Udara
dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya
peningkatan jumlah rute (dan frekuensi pelayanan kapal) yang dilayani
penerbangan nasional pada tahun anggaran yang ditinjau dibandingkan
dengan tahun anggaran sebelumnya
b.
Aksesibilitas
Jalan
Kereta Api
Laut
Udara

km panjang total jaringan jalan (km) per 1.000 km2 luas area. Jaringan
jalan yang dimaksud termasuk semua jenis atau kelas jalan: jalan tol,
arteri, kolektor dan lokal
 km panjang total jaringan jalan (km) per 1.000 penduduk. Jaringan jalan
yang dimaksud termasuk semua jenis atau kelas jalan: jalan tol, arteri,
kolektor dan lokal
 prosentase jumlah rumah tangga yang memiliki paling sedikit 1 kendaraan
bermotor (termasuk roda 2) yang tidak digunakan sebagai angkutan
umum.
 km panjang total jaringan jalan rel (km) per 1.000 km2 luas area.
 km panjang total jaringan jalan rel (km) per 1.000 penduduk.
rata-rata kedatangan kapal
rata-rata kedatangan pesawat
c.
Tingkat Resiko – semua moda: jumlah korban meninggal akibat kecelakaan transportasi
(meninggal dalam waktu 30 hari setelah kejadian kecelakaan) dinyatakan dalam
kejadian/tahun dan kematian/kend-km atau kerusakan/kehilangan barang (kerusakan
barang/km.
d.
Biaya Sumberdaya – semua moda: biaya perjalanan yang meliputi biaya operasi kendaraan
dan nilai waktu perjalanan (Rp/pnp-km; Rp/ton-km)
Keterjangkauan Tarif
 pengeluaran rumah tangga untuk transportasi menggunakan moda jalan,
dinyatakan dalam Rp; %-total pengeluaran rumah tangga
 tarif rata-rata penumpang dan barang, dinyatakan dalam Rp/penumpangkm; Rp/ton-km; Rp/TEU-km
Kereta Api
 tarif rata-rata penumpang dan barang, dinyatakan dalam Rp/penumpangkm; Rp/ton-km; Rp/TEU-km
 tarif rata-rata penumpang dan barang, dinyatakan dalam Rp/penumpangkm; Rp/ton-km; Rp/TEU-km km panjang total jaringan jalan rel (km) per
1.000 penduduk.
Laut
 biaya rata-rata bongkar-muat barang di pelabuhan, dinyatakan dalam
Rp/ton-km; Rp/TEU-km
e.
Jalan
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
23
Udara
tarif rata-rata penumpang, dinyatakan dalam Rp/penumpang-km
5 IMPACT
a. Lingkungan – semua moda: tingkat polusi udara/suara akibat transportasi.
b. Ekonomi – semua moda: besarnya PDRB pada tahun anggaran yang ditinjau atau
pertumbuhannya (%).
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
24
BAB 3
KONDISI OBJEKTIF DAN RENCANA
PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI
3.1
PEMBANGUNAN SEKTOR TRANSPORTASI DALAM RPJM
3.1.1 Kondisi Umum
Dalam era globalisasi, bidang sarana dan prasarana akan dihadapkan kepada tuntutan untuk
meningkatkan keandalan dan efisiensi guna memperkuat daya saing. Dalam dunia yang makin
menyatu, jaringan fisik dan pelayanan sarana dan prasarana nasional merupakan subsistem
jaringan global. Pembangunan jaringan transportasi, komunikasi, dan berbagai sektor sarana dan
prasarana ekonomi lainnya harus memperhatikan kompatibilitas antara jaringan nasional dengan
jaringan global dalam suatu rangkaian kesinambungan pergerakan ekonomi yang andal dan
efisien. Produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor sarana dan prasarana harus memiliki
kompatibilitas dan komplementaritas tinggi dengan tuntutan pasar global. Sulit membayangkan
masuknya investasi asing apabila kondisi sarana dan prasarana tidak memadai. Hal ini mudah
dimengerti karena aksesibilitas kawasan dan efisiensi jaringan sarana dan prasarana merupakan
prasyarat bagi mengalirnya investasi dari berbagai tempat di dunia.
Selain daya saing sarana dan prasarana yang relatif masih rendah dibandingkan dengan negara
berkembang lainnya, pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana masih memiliki
keterbatasan. Investasi dalam penyediaan sarana dan prasarana hanya sekitar 1% dari Produk
Domestik Bruto (PDB), jauh diatas kebutuhan investasi ideal sekitar 5% dari PDB. Total Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia rata-rata hanya sekitar 20% dari PDB. Sebagai
gambaran, PDB tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp. 5.237,3 triliun, sementara total APBN adalah
sebesar Rp. 1.037,1 triliun. Dari APBN yang hanya 19,8% dari PDB tersebut, 20% untuk anggaran
pendidikan, 9,8% untuk pembayaran angsuran dan bunga pinjaman luar negeri, 16% untuk
subsidi, dan 30% ditransfer ke daerah. Dengan demikian hanya tersedia 25% dari APBN yang
berarti hanya 5% dari PDB yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan di seluruh
kementerian/lembaga.
3.1.2 Pembangunan Transportasi Jalan
Transportasi jalan merupakan moda transportasi utama yang mempunyai kontribusi terbesar
dalam perekonomian nasional terutama dalam menghubungkan berbagai pusat kegiatan ekonomi
dan permukiman, serta sumber-sumber produksi, pasar dan para konsumen, sehingga memberi
manfaat terutama dalam meningkatkan mobilitas penduduk dan distribusi berbagai produk
barang dan jasa. Jaringan jalan juga merupakan ruang publik yang secara sosial dapat digunakan
untuk melakukan sosialisasi antarkelompok masyarakat guna mengartikulasikan diri dan
membangun ikatan sosial-budaya. Dalam konteks yang lebih luas, jaringan jalan juga dapat
berfungsi sebagai pengikat dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagai suatu entitas politik yang berdaulat.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
25
Beberapa kegiatan pembangunan transportasi jalan yang telah dilaksanakan dari tahun 2005
hingga 2008 antara lain rehabilitasi dan pemeliharaan meliputi kegiatan: (a) pemeliharaan rutin
dan berkala untuk jalan sepanjang sekitar 135.502 km dan jembatan sepanjang 147.426,1 m yang
tersebar di seluruh propinsi wilayah Indonesia; (b) peningkatan kapasitas dan struktur jalan
nasional mencapai sekitar 11.728,9 Km dan pembangunan maupun penggantian jembatan
sepanjang 32.636 meter antara lain pada Lintas utama dan lintas strategis yang meliputi Pantura
Jawa, Lintas Timur Sumatera, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat Sulawesi, serta jalan
lintas lainnya dan non lintas meliputi Lintas Barat dan Lintas Tengah Pulau Sumatera, Lintas
Tengah, Selatan dan Lintas Pantai Selatan Pulau Jawa, Lintas Utara dan Lintas Tengah Pulau
Kalimantan, Lintas Timur dan Lintas Tengah Pulau Sulawesi, jalan Lintas Utara dan Lintas Selatan
Pulau Bali; (c) pembangunan baru/peningkatan jalan mencapai 1.172,5 km dan jembatan
sepanjang 782 meter dalam rangka penanganan jaringan jalan di kawasan perbatasan seperti di
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, NTT, dan Papua, serta di daerah terisolasi dan pulau kecil
terpencil lainnya; (d) pembangunan flyover mencapai 6.367,3 meter di kota metro; (e)
penyelesaian pembangunan jembatann Suramadu sepanjang 3.924 meter; serta (f) kegiatan
penunjang seperti studi-studi terkait bidang prasarana jalan dan penyusunan NSPM
penyelenggaraan jalan dan jembatan.
Pembangunan jalan tol sebagai bagian dari upaya Pemerintah untuk mewujudkan jaringan jalan
bebas hambatan dilaksanakan terutama pada daerah yang sudah berkembang dan/atau wilayah
yang membutuhkan percepatan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah.
Pembangunan jalan tol dilakukan dengan melibatkan peran serta sektor swasta melalui
penerapan pola-pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Sampai dengan tahun 2008, total
panjang jalan tol yang telah beroperasi 693,27 km yang terdiri dari 22 ruas. Sementara
status/kondisi rencana pembangunan jalan tol lainnya dapat diuraikan sebagi berikut: (1) jalan tol
dalam tahap konstruksi sepanjang 207,25 km terdiri dari 6 ruas termasuk satu ruas yang dibangun
Pemerintah yaitu Akses Tanjung Priok; (2) jalan tol dalam persiapan konstruksi dan pembebasan
tanah sepanjang 577,10 km terdiri atas 16 ruas jalan tol termasuk yang sebagian di bangun
Pemerintah yaitu ruas Solo - Ngawi dan Ngawi - Kertosono; (3) jalan tol dalam persiapan
penandatangan PPJT sebanyak 4 ruas sepanjang 154,24 km; (4) jalan tol dalam persiapan
pengusahaan lainnya sebanyak 31 ruas dengan panjang 1.385,51 km termasuk 6 ruas jalan tol
dalam kota Jakarta. Sekitar 83,23 persen dari total jalan nasional sepanjang 34.628 kilometer
dalam kondisi mantap. Sekitar 16,77 persen atau sepanjang 5.807 kilometer jalan nasional dalam
kondisi tidak mantap. Kecepatan rata-rata pada jalan nasional meningkat menjadi 45,4 km/jam
dari 44,9 km/jam yang dicapai pada tahun 2007. Bertambahnya lajur-km pada jalan nasional dari
74.930 Lajur Km di tahun 2005 menjadi 82.189 lajur km di tahun 2008.
Pada tahun 2009 diperkirakan kondisi mantap sebesar 86 persen, kecepatan rata-rata diharapkan
ditingkatkan menjadi 46 km/jam, dan lajur km sebesar 84.985 lajur km. Selain itu, pembangunan
jalan tol Kanci - Pejagan sepanjang 35 km dan Bogor Ring Road sepanjang 11 km diharapkan dapat
diselesaikan dan dioperasikan pada akhir tahun 2009.
Di samping itu, transportasi jalan memperoleh program stimulus pada tahun 2009 diantaranya
akan digunakan untuk : rehabilitasi jalan nasional di 7 kabupaten, rehabilitasi jembatan ruas jalan
nasional di 1 kabupaten, perencanaan dan pengawasan teknis jalan dan jembatan di 18
kabupaten, pemeliharaan jalan dan jembatan provinsi di 5 kabupaten, pemeliharaan jalan dan
jembatan kabupaten di 92 kabupaten, peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan lintas di 40
kabupaten, peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan non lintas di 12 kabupaten,
pembangunan jalan kawasan di perbatasan di 2 kabupaten, pembinaan teknik jalan dan jembatan
di 1 kabupaten, pembinaan pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan wilayah Timur di 1
kabupaten, pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan strategis di 3 kabupaten,
pengembangan wilayah perbatasan di 1 kabupaten, serta pembangunan jalan tol di 1 kabupaten.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
26
40.000,0
Km
30.000,0
20.000,0
10.000,0
2004
Baik
2005
2006
Sedang
2007
Rusak Ringan
2008
2009
Rusak Berat
Ribu
Gambar 8 Pencapaian Kondisi Jalan 2004-2008 dan Target 2009
86,0
84,0
82,0
80,0
78,0
76,0
74,0
72,0
70,0
68,0
66,0
Lajur-Km
2004
73,6
2005
74,9
2006
76,6
2007
78,8
2008
82,2
2009
85,0
Gambar 9 Pencapaian Lajur KM Tahun 2004-2009 dan Target 2009
3.1.3 Pembangunan Transportasi Kereta Api
Transportasi perkeretaapian memiliki keunggulan dalam memperlancar perpindahan orang
dan/atau barang secara massal, ramah lingkungan, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan
stabilitas serta sebagai pendorong dan penggerak pembangunan nasional. Sedangkan transportasi
sungai, danau dan penyeberangan (SDP) memiliki keunggulan dalam memberikan aksebilitas yang
lebih baik sehingga dapat mengakomodasi peningkatan kebutuhan mobilitas penduduk melalui
jaringan transportasi darat yang terputus di perairan antarpulau, sepanjang daerah aliran sungai
dan danau, serta berfungsi melayani transportasi yang menjangkau daerah terpencil dan daerah
pedalaman.
Pencapaian pembangunan perkeretaapian dari tahun 2005 sampai dengan 2008 antara lain: (1)
peningkatan kapasitas jalan rel dan pembangunan jalur KA baru sepanjang 1.251,7 km;
peningkatan jembatan KA sebanyak 80 buah serta modernisasi dan peningkatan persinyalan,
telekomunikasi dan listrik (sintelis) 69 paket, pengadaan rel hingga mencapai 129.466 ton, dan
pengadaan wesel 100 unit; (2) pembangunan jalan KA di NAD sepanjang 30,3 km dan jalan KA
antara Simpang-Indralaya (Kampus Unsri) sepanjang 4,3 km; (3) pembangunan partial double
track Tarahan - Tanjung Enim antara Tulungbuyut – Blambangan umpu sepanjang 5,7 km; (4)
rehabilitasi jalan KA lintas Bogor-Sukabumi sepanjang 57 km; (5) pembangunan Depo Depok; (6);
pembangunan jalur Ganda lintas Yogyakarta-Kutoarjo sepanjang 64 km; Lintas Cikampek-Cirebon
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
27
48 km, lintas Cirebon-Kroya 24,5 km, Tegal - Pekalongan lintas Pemalang - Surodadi – Larangan
22,7 km, lintas Tanah Abang-Serpong 24 Km berikut elektrifikasi pada lintas Serpong – Maja
sepanjang 11,5; (7) realokasi jalan KA antara Sidoarjo-Gunung Gangsir lintas Surabaya-Bangil
sepanjang 3,8 Km; (8) dimulainya engineering service untuk pembangunan MRT Jakarta; (9)
konstruksi pembangunan jalur KA double-double track Manggarai-Cikarang; (10) pemasangan rel
type R.54 KfW sepanjang 195,9 km pada lintas Cirebon-Semarang, Tanah Abang-Serpong, KroyaYogyakarta dan Solo-Madiun-Surabaya Gubeng, Cikampek-Padalarang dan Bandung-Banjar; (11)
pembangunan shortcut jalan KA Cisomang-Cikadondong sepanjang 5,6 km; (12) subsidi angkutan
kereta api kelas ekonomi melalui dana Public Service Obligation (PSO); dan (13) restrukturisasi
dan reformasi pelayanan perkeretaapian, dengan mensahkan UU No. 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian sebagai pengganti dari UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian yang
memberikan peran serta yang lebih luas bagi masyarakat, pemerintah daerah dan swasta dalam
pelayanan.
Dalam rangka peningkatan aksesibilitas pelayanan perkeretaapian, telah dilakukan pengadaan
kereta ekonomi kelas ekonomi (K3) sebanyak 133 unit, pengadaan KRD/KRDI sejumlah 34 unit,
KRL sejumlah 68 unit serta subsidi angkutan kereta api kelas ekonomi melalui dana Public Service
Obligation (PSO). Disamping itu dalam rangka restrukturisasi dan reformasi pelayanan
perkeretaapian, telah disahkan UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang memberikan
peran serta yang lebih luas bagi masyarakat, pemerintah daerah dan swasta dalam pelayanan
perkeretaapian.
Gambar 10 Pertumbuhan Penumpang dan Barang Kereta Api
Sumber: Departemen Perhubungan, 2009
Upaya-upaya tersebut secara signifikan telah menghasilkan peningkatan produktifitas angkutan
barang maupun penumpang perkeretaapian. Pada akhir tahun 2008, produksi angkutan kereta api
mencapai 197,77 juta penumpang, dimana 126,7 juta diantaranya adalah angkutan penumpang di
wilayah Jabodetabek. Jumlah tersebut meningkat sebesar 30,5% dari jumlah penumpang tahun
2005 sejumlah 151,49 juta orang. Sedangkan pangsa angkutan barang mencapai 19,55 juta ton
atau meningkat 12,8% dari jumlah angkutan barang tahun 2005 sejmlah 15,33 juta ton. Pada akhir
tahun 2009 diharapkan pengadaan sarana KA Kelas Ekonomi, KRL, KRD/KRDE/KD3 sebanyak 97
unit, peningkatan jalan KA di lintas Sumatera Bagian Utara, Selatan, dan Lintas Jawa sebanyak 350
km, serta peningkatan jembatan KA di Sumatera dan Jawa 42 buah.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
28
35000,00
31353,16
Milyar Rupiah
30000,00
25000,00
21393,88
20000,00
15000,00
10000,00
5000,00
0,00
12407,14
5655,27
1128,48
2931,07
1070,76
2005
2006
Target Kumulatif
5221,98
2007
8219,54
2008
10922,60
2009
Realisasi Kumulatif
Gambar 11 Realisasi Investasi Prasarana Perkeretaapian
3000,00
Milyar Rupiah
2500,00
2000,00
1842,58
1500,00
0,00
2310,22
2419,95
1223,91
1000,00
500,00
2068,78
431,96
690,20
785,19
67,08
66,48
2005
2006
Target Kumulatif
2007
2008
2009
Realisasi Kumulatif
Gambar 12 Realisasi Investasi Sarana Perkeretaapian
Sumber : Renstra Dephub, 2005-2009 & Hasil Evaluasi
Sedangkan program pembangunan sarana perkeretaapian telah dilaksanakan: (1) pengadaan
kereta api penumpang kelas ekonomi (K3) mencapai 98 unit; (2) pembelian kereta rel listrik
Indonesia (KRL-I) ex prototipe sebanyak 8 Unit; (3) rehabilitasi kereta rel diesel (KRD) dan KRL 49
unit; (4) modifikasi KRL menjadi KRDE 30 Unit; serta (5) rehabilitasi kereta penumpang kelas
ekonomi (K3) sebanyak 40 unit.
Upaya-upaya tersebut secara signifikan telah menghasilkan peningkatan produktifitas angkutan
barang maupun penumpang perkeretaapian. Pada akhir tahun 2008, produksi angkutan kereta api
mencapai 197,77 juta penumpang, dimana 126,7 juta diantaranya adalah angkutan penumpang di
wilayah Jabodetabek. Jumlah tersebut meningkat sebesar 30,5% dari jumlah penumpang tahun
2005 sejumlah 151,49 juta orang. Sedangkan pangsa angkutan barang mencapai 19,55 juta ton
atau meningkat 12,8% dari jumlah angkutan barang tahun 2005 sejmlah 15,33 juta ton. Pada akhir
tahun 2009 diharapkan pengadaan sarana KA Kelas Ekonomi, KRL, KRD/KRDE/KD3 sebanyak 97
unit, peningkatan jalan KA di lintas Sumatera Bagian Utara, Selatan, dan Lintas Jawa sebanyak 350
km, serta peningkatan jembatan KA di Sumatera dan Jawa 42 buah.
Pada tahun 2009 akan diselesaikan pekerjaan antara lain lanjutan pengadaan KRL baru (program
KfW) sebanyak 40 unit, lanjutan modifikasi Stasiun Cirebon, lanjutan pembangunan jalur ganda
Kutoarjo - Yogyakarta lintas Kutoarjo - Kroya, lanjutan consulting services untuk pembangunan
double-double track Manggarai-Cikarang, rehabilitasi sarana dan prasarana Jabotabek (Program
KfW), lanjutan pembangunan Depo Depok, pengadaan peralatan balai yasa (Program KfW),
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
29
engineering services untuk pembangunan jalur ganda segmen 1 dan 3 lintas Cirebon – Kroya,
engineering services untuk pembangunan jalur ganda Kutoarjo – Kroya, review desain dan
supervisi pembangunan jalur ganda Kroya - Yogyakarta tahap II, engineering services untuk
pembangunan Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) System, serta desain elektrifikasi Padalarang –
Cicalengka.
Pembangaunan prasarana lainnya yang dilakukan tahun 2009 antara lain lanjutan pembangunan
perkeretaapian di NAD sepanjang 5,28 km, lanjutan pembangunan partial double track lintas
Tarahan - Tanjung Enim Tahap II sepanjang 2,6 km, lanjutan pembangunan jalur KA Tanjung Priok
- JICT - Koja sepanjang 2,5 km, lanjutan pembangunan jalur ganda segment II Prupuk-Purwokerto
antara Patuguran-Purwokerto lintas Cirebon – Kroya, lanjutan pembangunan jalur ganda lintas
Tegal - Pekalongan tahap III, pengadaan tanah untuk pembangunan jalur ganda Kutoarjo - Kroya,
lanjutan pembangunan jalur KA baru yang menghubungkan St. Gubeng - St. Pasarturi, termasuk
Sinyal (Penyelesaian) dan pemasangan telekomunikasi (Tahap I), review detail desain relokasi jalur
KA Sidoarjo - Gununggangsir, peningkatan jalur KA di lintas utama Jawa dan Sumatera sepanjang
326,64 km, peningkatan jembatan KA di Jawa dan Sumatera sebanyak 76 buah, peningkatan
sistem persinyalan, telekomunikasi dan kelistrikan di Jawa dan Sumatera sebanyak 27 paket,
pengadaan rel R. 54 sebanyak 118 km, pengadaan kereta ekonomi (K3) termasuk KMP3 sebanyak
35 unit, pengadaan KRDI sebanyak 12 unit, pengadaan kereta kedinasan sebanyak 2 unit,
pengadaan railbus (tahap 1) sebanyak 3 unit, modifikasi KRL menjadi KRDE (tahap 1) sebanyak 25
unit, pengadaan kereta inspeksi sebanyak 1 set.
Di samping itu, perkeretaapian memperoleh program stimulus pada tahun 2009 diantaranya akan
digunakan untuk : pengadaan KRDI sebanyak 2 set, penyelesaian KRDE Push Pull sebanyak 2 set,
pengadaan Kereta Ekonomi (K3) termasuk KMP3 sebanyak 17 unit, lanjutan pembangunan jalur
ganda Serpong - Maja (elektrifikasi) sepanjang 7,50 km, lanjutan pembangunan jalur ganda
Cirebon - Kroya segmen II antara Prupuk - Patuguran (tahap 1) sepanjang 25,47 km dan pekerjaan
jembatan sebanyak 11 buah, peningkatan jalur KA lintas Banjar-Kroya sepanjang 7,70 km, lanjutan
pembangunan jalur ganda Tegal - Pekalongan antara Petarukan - Pekalongan dan Larangan - Tegal
(tubuh baan) sepanjang 6 km dan pekerjaan jembatan sebanyak 12 buah, pembangunan jalur
ganda Cirebon - Brebes antara Losari - Brebes (tubuh baan) sepanjang 3,80 km, peningkatan jalan
rel lintas Medan - Binjai sepanjang 3,65 km, pembangunan jalan KA Sidoarjo - Tarik
(emplasement, pekerjaan track) sepanjang 18,96 km dan pekerjaan jembatan sebanyak 6 buah,
peningkatan jalan rel di lintas Purwosari - Wonogiri sepanjang 14,80 km, peningkatan/rehabilitasi
sistem persinyalan elektrik di emplasemen Stasiun Medan, peningkatan persinyalan di St. Bangil
tahap II (penyelesaian), penanganan daerah rawan ambles/longsor antara Cigombong - Cicurug
lintas Bogor - Sukabumi sepanjang 15 km, mengangkat jembatan lintas Bandung - Banjar antara
Rancaekek - Haurpugur sebanyak 2 bh, peningkatan Jembatan lintas Purwosari - Wonogiri
sebanyak 2 buah.
3.1.4 Pembangunan Transportasi Laut
Peran transportasi laut sangat penting pada perekonomian nasional, khususnya dalam menunjang
kegiatan ekspor-impor. Hal ini terlihat pada tahun 2007, lebih dari 98 persen volume kegiatan
ekspor-impor senilai US$ 188,57 miliar diangkut dengan menggunakan transportasi laut. Jumlah
volume dan nilai ekspor impor yang menggunakan moda angkutan laut masih sangat dominan
dimana mencapai 98,65% dari aspek volume dan 95,5% dari aspek nilai transaksi tend volume
perdagangan petikemas terus meningkat setiap tahunnya sehingga potensi untuk pengembangan
pelabuhan petikemas (kontainer) dimasa datang sangat terbuka.
Adapun hasil yang dicapai dalam pembangunan transportasi laut dari tahun 2005 sampai dengan
2008 adalah sebagai berikut : (1) Pembangunan 11 pelabuhan peti kemas (full container terminal),
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
30
yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Tanjung Emas, Panjang, Makasar,
Banjarmasin, Pontianak, Bitung, Samarinda, dan Palembang; (2) Pembangunan 4 pelabuhan
semicontainer (multi purpose) dan 7 pelabuhan konvensional, 22 pelabuhan yang memiliki
fasilitas bongkar muat break bulk, 9 pelabuhan memiliki fasilitas bongkar muat dryliquid bulk, 17
pelabuhan yang memiliki terminal penumpang dan 142 pelabuhan untuk pelayaran
perintis/rakyat; (3) pembangunan kapal perintis sebanyak 31 unit beserta penyediaan subdisi
angkutan laut perintis 48 trayek pada awal tahun 2005 menjadi 56 trayek pada akhir tahun 2008;
(4) penyediaan PSO untuk 23 unit kapal bagi penumpang kelas ekonomi melalui PT PELNI; (5)
pembangunan fasilitas sistem Telekomunikasi Pelayaran yang di seluruh Indonesia; (6) Pengadaan
kapal navigasi 4 unit; (7) pembangunan vessel traffic information system (VTIS) di Teluk Bintuni
Papua Barat serta persiapan pembangunan Indonesia Ship Reporting System (INDOSREP) di Selat
Sunda dan Selat Lombok serta pembangunan Vessel Traffic Services (VTS) di wilayah Selat Malaka;
(8) pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) yang meliputi menara suar 303 unit,
rambu suar 1.849 unit, dan pelampung suar 782 unit; (9) pengerukan alur/kolam pelabuhan
mencapai lebih dari 13 juta m3 untuk memelihara kedalaman alur laut dan kolam pelabuhan; (10)
pembangunan kapal navigasi; (11) pembangunan kapal patroli 34 unit; dan (12) pemasangan
Automatic Identification Ship (AIS) di 5 lokasi pelabuhan, yaitu Belawan, Jakarta, Semarang,
Surabaya, dan Makassar.
100%
79,4%
80%
60%
54,0%
46,0%
61,3%
55,5%
44,5%
38,7%
40%
65,2%
34,8%
20,6%
20%
0%
2004
2005
2006
Nasional
2007
2008
Asing
Gambar 13 Pangsa Pasar Angkutan Laut Dalam Negeri
100%
96,5%
95,0%
94,3%
94,1%
92,9%
80%
60%
40%
20%
3,5%
5,7%
5,0%
5,9%
7,1%
0%
2004
2005
2006
Nasional
Asing
2007
2008
Gambar 14 Pangsa Pasar Angkutan Laut Luar Negeri oleh Armada Nasional dan Asing
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
31
Dalam rangka penyediaan pelayan perintis dan Public Service Obligation (PSO), telah dilaksanakan
pembangunan pembangunan kapal perintis sebanyak 12 unit beserta penyediaan subdisi
angkutan laut perintis 47 trayek pada awal tahun 2005 menjadi 57 trayek pada akhir tahun 2008;
serta penyediaan PSO untuk 23 unit kapal bagi penumpang kelas ekonomi melalui PT PELNI.
Sementara dalam rangka peningkatan keselamatan transportasi laut telah dilaksanakan: (1)
pembangunan fasilitas sistem Telekomunikasi Pelayaran yang di seluruh Indonesia; (2) Pengadaan
kapal navigasi 4 unit; (3) pembangunan vessel traffic information system (VTIS) di Teluk Bintuni
Papua Barat serta persiapan pembangunan Indonesia Ship Reporting System (INDOSREP) di Selat
Sunda dan Selat Lombok serta pembangunan Vessel Traffic Services (VTS) di wilayah Selat Malaka;
(4) pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) yang meliputi menara suar, rambu suar,
dan pelampung suar (5) pengerukan alur/kolam pelabuhan mencapai lebih dari 15 juta m3 untuk
memelihara kedalaman alur laut dan kolam pelabuhan; (6) pembangunan kapal navigasi ;
pembangunan kapal patroli; dan (7) pemasangan Automatic Identification Ship (AIS) di 5 lokasi
pelabuhan, yaitu Belawan, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar. Target tahun 2009 adalah
pembangunan dan pengadaan 7 unit kapal navigasi, pengadaan SBNP 42 unit Mensu, 123 unit
Ramsu, 100 unit Pelsu, 30 unit Ramtun, 10 unit kapal Pembangunan Tongkang dan Tug Boat
Pengangkut Batubara.
Tabel 4 Perkembangan Angkutan Laut Perintis 2004-2009
Tahun
2005
2006
2007
2008
2005-2008
Jumlah
Trayek
48
52
53
56
209
Alokasi Dana
Jumlah
135,2
193,4
175,1
206,7
710,4
Barang
Ton
53.224
151.809
142.321
136.309
483.663
Penumpang
Jumlah
255.160
391.069
330.005
268.340
1.244.574
Sumber: Departemen Perhubungan, 2009 (diolah)
Pada akhir tahun 2009 diharapkan dapat diselesaikan antara lain pembangunan 2 unit kapal
perintis; pengadaan SBNP yang meliputi 42 unit menara suar, 123 unit rambu suar, 100 unit
pelampung suar, 30 unit rambu tuntun, 10 unit kapal Pembangunan Tongkang dan Tug Boat
Pengangkut Batubara. Disamping itu dalam rangka menunjang keselamatan pelayaran akan
dilakukan pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan sedalam 2.173 juta m3 untuk
kepentingan keselamatan pelayaran.
Di samping itu, transportasi laut memperoleh program stimulus pada tahun 2009 diantaranya
akan digunakan untuk : pembangunan breakwater pelabuhan penyebrangan di 2 kabupaten,
pembangunan dan rehabilitasi dermaga di pelabuhan penyeberangan di 5 kabupaten,
pembangunan dan lanjutan pembangunan fasilitas pelabuhan laut di 50 kabupaten, serta
pembangunan dermaga penumpang di 1 kabupaten.
3.2
KONDISI OBJEKTIF SISTEM TRANSPORTASI PAD A RPJM 2010-2014
3.2.1 Kondisi Objektif Transportasi Jalan
A. Kondisi Umum
Kondisi sub sektor jalan saat ini menunjukkan fakta bahwa panjang jalan secara keseluruhan
mengalami kenaikan rata-rata 2.02%. Selain itu proporsi jalan nasional mencapai 8.33%. jalan
provinsi 11.80%. jalan kota/kabupaten 79.66% dan jalan tol sebesar 0.16%. Secara lengkap
gambaran kondisi penyediaan prasarana jalan nasional. jalan provinsi. jalan kabupaten. jalan
kotamadya dan jalan tol.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
32
Untuk jalan nasional. kondisi jalan tidak mantap relatif masih cukup tinggi yaitu 41.4% di
Indonesia bagian Timur (Maluku. Malut. Papua dan Irjabar). Kondisi jalan tidak mantap di
Kalimantan dan Sulawesi angka proporsinya masih relatif tinggi yaitu sebesar 27.4% dan 18.4%
walaupun tidak setinggi Indonesia Timur. Dari kondisi mantap (baik dan sedang) 47.7% berstatus
sedang (kecuali di Papua dan Irjabar yang mencapai 84.7%) sedangkan status tanpa penanganan
akan bergeser ke kondisi rusak (ringan dan berat) seperti pada Gambar 3.3.
Sumber : Ditjen Bina Marga. 2007
Gambar 15 Kondisi Jalan Nasional
Permasalahan yang dihadapi sub sektor jalan saat ini adalah minimnya pemeliharaan jalan
sehingga menurunnya kualitas dan keberlanjutan pelayanan infrastruktur darat seperti
kemacetan lalu lintas. tingginya tingkat kecelakaan. lingkungan dan energi. Selain itu kerusakan
infrastruktur dan lambatnya pertumbuhan kapasitas jalan strategis khususnya arteri dan jakan tol
(sekitar 70% sistem jaringan jalan nasional. provinsi dan lokal yang terbatas dan berfungsi
optimal) dan tidak adanya penambahan ruas/ jalan baru. Semua masalah tersebut harus segera
diatasi guna menciptakan kondisi sub sektor jalan yang lebih baik. Secara lebih rinci, rumusan
permasalahan dan evaluasi kinerja sub sektor transportasi jalan disampaikan pada bagian berikut
ini.
B. Rumusan Permasalahan Sub Sektor Transportasi Jalan
Permasalahan yang dihadapi sub sektor jalan saat ini adalah minimnya pemeliharaan jalan
sehingga menurunnya kualitas dan keberlanjutan pelayanan infrastruktur darat seperti
kemacetan lalu lintas, tingginya tingkat kecelakaan, lingkungan dan energi. Selain itu kerusakan
infrastruktur dan lambatnya pertumbuhan kapasitas jalan strategis khususnya arteri dan jakan tol
(sekitar 70% sistem jaringan jalan nasional, provinsi dan lokal yang terbatas dan berfungsi
optimal) dan tidak adanya penambahan ruas/ jalan baru. Semua masalah tersebut harus segera
diatasi guna menciptakan kondisi sub sektor jalan yang lebih baik.
Selain masalah di atas, sub sektor jalan juga memiliki tantangan dalam penyelenggaraan jalan
diantaranya adalah :
1. Menjamin kesinambungan pemeliharaan asset sesuai SPM minimal dan penyediaan prasarana
baru untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan/perekonomian wilayah;
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
33
2. Dominannya peranan jalan pada transportasi darat sehingga pertumbuhan ekonomi diikuti
oleh pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor dan peningkatan volume lalu lintas;
3. Perubahan kondisi Alam dan Lingkungan telah menyebabkan meningkatnya kejadian Bencana
Banjir dan Longsor yang mengakibatkan kerusakan asset jalan;
4. Permasalahan ketertiban penggunaan dan pemanfaatan jalan yang mengakibatkan
bertambahnya kemacetan lalulintas dan meningkatnya angkutan barang beban lebih;
5. Bagian-bagian jalan yang belum terpelihara dengan baik (misalnya: sistem drainase dan bahu
jalan);
6. Pelaksanaan Pembebasan Tanah yang tidak mudah/terhambat Standar Pelayanan Minimum
(SPM) merupakan ukuran kinerja penyelenggaraan jalan yang harus dicapai dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia;
7. Kelaikan Fungsi Jalan harus terpenuhi sebagai syarat utama sehingga jalan dapat melayani
masyarakat pengguna jalan dengan aman dan nyaman;
8. Aspek keselamatan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian lebih sehingga
kuantitas kejadian kecelakaan dan fatalitas dapat diminimalkan;
9. Aspek keserasian dengan lingkungan sekitar jalan dan upaya penghijauan.
Namun secara umum permasalahan yang dihadapi oleh sub sektor jalan adalah masih terbatasnya
SDM baik kuantitas maupun kualitas dalam penyelenggaraan jalan hampir diseluruh jajaran
pemangku kepentingan. Selain itu tuntutan akan transparansi dan kebutuhan dan tuntutan
peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha sebagai mitra sejajar dalam proses pembangunan
menjadikan permasalahan semakin mendesak untuk diselesaikan ditambah pula dengan belum
efektifnya pelaksanaan desentralisasi penanganan jalan sebagai akibat dari masih terdapatnya
perbedaan persepsi pelaksanaan Otonomi Daerah.
C. Evaluasi Kinerja
Capaian dan Target Perluasan jalan nasional secara umum sejak tahun 2005 hingga 2009 terus
mengalami peningkatan. Target lajur-km akhir tahun 2008 menunjukkan penambahan yang cukup
berarti untuk Maluku diikuti oleh Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Target lajur di Pulau
Maluku akhir tahun 2008 naik sekitar 10,22% dari tahun sebelumnya sedangkan Pulau Kalimantan
dan Pulau Sumatera berturut-turut naik sekitar 7,48% dan 5,89%. Gambaran lengkap capaian dan
target secara keseluruhan disajikan pada Gambar 16 dan target masing-masing pulau disajikan
pada Tabel 5.
Sumber : Dirjen Bina Marga, 2008
Gambar 16 Capaian dan target perluasan jalan nasional
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
34
Tabel 5 Capaian dan Target Perluasan Jalan Nasional masing-masing Pulau
Lajur Lajur Target
Total
km
km
Lajur - km
Panjang
akhir
akhir
Lajur - km
akhir
No
Pulau
(km)
2005
2006
akhir 2007
2008
1
Pulau Sumatera
10.589
22.380
22.900
23.590
24.980
2
Pulau Jawa
5.119
16.980
17.590
18.400
18.960
3
Pulau Kalimantan
5.706
11.580
11.830
12.160
13.070
4
Pulau Sulawesi
7.092
13.510
13.540
13.580
14.170
5
Pulau Bali
502
1.500
1.510
1.520
1.550
Nusa Tenggara
6
Barat
602
1.240
1.240
1.240
1.280
Nusa Tenggara
7
Timur
1.273
2.040
2.050
2.060
2.090
8
Maluku
985
1.360
1.370
1.370
1.510
9
Maluku Utara
458
730
730
730
750
10 Pulau Papua
2.303
3.610
3.830
4.130
4.400
Total 34.629
74.930
76.590
78.780
82.760
Sumber : Dirjen Bina Marga, Dep. PU 2008
Target
Lajur - km
akhir 2009
26.320
19.650
13.700
14.980
1.560
1.330
2.110
1.580
750
4.530
86.510
Berdasarkan DIPA Departemen Pekerjaan Umum yang telah dilaksanakan pada tahun 2005 dan
tahun 2006, serta yang sudah ditetapkan dan akan dijalankan untuk tahun 2007, terlihat adanya
alokasi pendanaan yang berbeda antara yang dikehendaki menurut Renstra Departemen
Pekerjaan Umum tahun 2005-2009 sebesar Rp 127 trilyun dengan yang ditetapkan (aktual).
Alokasi pendanaan menurut Renstra dan alokasi aktual pada tahun tersebut disajikan pada Tabel
6. Pada tabel tersebut juga disampaikan rencana dan realisasi jalan (Bina Marga) mulai tahun
2005 hingga tahun 2007. pada tahun 2005 terdapat selisih penggunaan dana sebesar Rp. 3,345
triliyun, tahun 2006 sebesar Rp. 1,744 triliyun dan tahun 2007 sebesar Rp. 1,594 triliyun. Sehingga
jika ditotalkan selisih dana rencana (renstra) dengan aktualnya adalah sebesar 6,683 triliyun. Hal
ini berarti masih banyak alokasi pendanaan bidang jalan yang belum diakomodasi.
Tabel 6 Rencana dan Realisasi Pendanaan Tahun 2005-2007 (Triliun Rp)
Tahun 2005
Tahun 2006
Total
Selisih
Tahun 2007
Bidang
Renstra
Aktual
∆
Renstra
Aktual
∆
Renstra
Aktual
∆
Sda
6,102
4,482
-1,621
7,005
7,074
0,069
7,858
7,401
-0,457
-2,008
Bm
8,500
5,155
-3,345
9,800
8,056
-1,744
11,400
9,806
-1,594
-6,683
Ck
LainLain
3,340
5,390
2,050
4,510
3,757
-0,753
5,050
5,775
0,725
2,022
0,670
1,965
1,295
0,710
0,948
0,238
0,780
1,231
0,451
1,984
Total
18,612
16,991
-1,621
22,025
19,835
-2,190
25,088
24,213
-0,875
-4,686
Sumber : Review Renstra Dep. PU 2005-2007
Pencapaian target fisik di bidang bina marga sampai dengan tahun 2007 ditampilkan dalam Tabel
6 Selisih dari rencana fisik dalam renstra dengan realisasi fisik akhir tahun 2007 menunjukkan 5%
kegiatan pemeliharaan rutin dan berkala belum direalisasikan dari renstra, 12% kegiatan
peningkatan jalan juga belum direalisasikan dari renstra, demikian pula dengan kegiatan
pembangunan jalan sebesar 88%. Selain itu untuk kegiatan pemeliharaan rutin dan berkala
jembatan juga masih kurang realisasi fisiknya yaitu baru sekitar 81% yang terealisasi sedangkan
kegiatan Ting dan Bang Jembatan menunjukkan penambahan yang berarti dalam realisasinya
dimana ternyata 215% telah dilaksanakan.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
35
Tabel 7 Rencana dan Realisasi Target Fisik Bidang Bina Marga Tahun 2005-2007
Kegiatan
Sat
Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan Berkala
Peningkatan Jalan
Pembangunan Jalan
Pemeliharaan Rutin Jbt
Pemeliharaan Berkala Jbt
Ting & Bang Jbt
Km
Km
Km
Km
M
M
M
Tahun 2005
Rencana Penca(Renstra)
Paian
Tahun 2006
∆
Rencana
(Renstra)
Pencapaian
Rencana
(Renstra)
∆
Tahun 2007
Rencana
Pelaks.
∆
33.439
649
1.072
33.359
1.269
943
-80
620
-129
34.402
958
1.438
32.191
2.437
886
-2.211
1.479
-552
34.039
2.739
1.250
32.215
2.413,08
147,15
-1.824
-325,92
-1.102,85
175.415
18.900
-156.515
202.708
30.988
-171.720
205.942
39.394,14
-166.547,86
1.228
4.530
3.302
1.303
10.341
9.038
5.172
16.307,15
11.135,15
Sumber : Review Renstra Dep. PU 2005-2007
B. Target RPJM 2010-2014
Capaian dan Target Perluasan jalan nasional secara umum sejak tahun 2005 hingga 2009 terus
mengalami peningkatan. Target lajur-km akhir tahun 2008 menunjukkan penambahan yang cukup
berarti untuk Maluku diikuti oleh Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Target lajur di Pulau
Maluku akhir tahun 2008 naik sekitar 10.22% dari tahun sebelumnya sedangkan Pulau Kalimantan
dan Pulau Sumatera berturut-turut naik sekitar 7.48% dan 5.89%. Gambaran lengkap capaian dan
target secara keseluruhan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Capaian dan Target Perluasan Jalan Nasional Masing-masing Pulau
No
Total
Panjang
(km)
Pulau
1
Pulau Sumatera
2
Lajur - km
akhir 2005
Lajur - km
akhir 2006
Lajur - km
akhir 2007
Target
Lajur - km
akhir 2008
Target
Lajur - km
akhir 2009
10589
22380
22900
23590
24980
26320
Pulau Jawa
5119
16980
17590
18400
18960
19650
3
Pulau Kalimantan
5706
11580
11830
12160
13070
13700
4
Pulau Sulawesi
7092
13510
13540
13580
14170
14980
5
Pulau Bali
502
1500
1510
1520
1550
1560
6
Nusa Tenggara Barat
602
1240
1240
1240
1280
1330
7
Nusa Tenggara Timur
1273
2040
2050
2060
2090
2110
8
Maluku
985
1360
1370
1370
1510
1580
9
Maluku Utara
458
730
730
730
750
750
10
Pulau Papua
2303
3610
3830
4130
4400
4530
34629
74930
76590
78780
82760
86510
Total
Sumber : Ditjen Bina Marga. 2008
Fokus pengembangan sub sektor jalan antara lain adalah melaksanakan program preservation
yaitu mempertahankan SPM dan development. Selain itu ditujukan juga pada sasaran kondisi
jalan pada akhir tahun 2014 dimana diharapkan kondisi jalan mantap pada tahun 2009 sebanyak
89% dan akhir tahun 2014 mencapai 100%. Kondisi jalan rusak ringan tahun 2009 sebesar 11%
dan akhir tahun 2014 diharapkan menjadi 0%. Sedangkan untuk jalan dengan rusak berat
ditargetkan sebesar 0%. Selain kondisi jalan, sasarannya juga tertuju pada peningkatan kecepatan
rata-rata dimana 49 Km/jam pada tahun 2009 menjadi 60 Km/jam pada akhir tahun 2014.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
36
Disamping program preservation dan development serta kondisi jalan, fokus pengembangan sub
sektor jalan juga menitikberatkan pada terbentuknya institusi pemeliharaan jalan di daerah yang
berbasis kinerja. Sedangkan fokus yang terakhir adalah Extended Warranty Period dan
Performance Based Contract yang merupakan alternatif kontrak yang bertujuan untuk
mendukung keandalan dalam preservasi jalan.
3.2.2 Kondisi Objektif Transportasi Perkeretaapian
A. Kondisi Umum dan Rumusan Permasalahan
Hingga saat ini perkembangan perkeretaapian masih terbatas di Jawa dan sebagian Sumatera.
Itupun dengan kondisi yang sangat kurang. Jaringan jalan rel yang pada tahun 1930 an berada
pada angka 6.482 km sekarang ini hanya tersisa 4.360 km. Jaringan itu terdapat di Pulau Jawa,
panjang lintas utama 2.966 kilometer dan lintas cabang 46 kilometer. Kemudian di Pulau
Sumatera terdapat 1.329 kilometer untuk lintas utama dan 19 kilometer untuk lintas cabang.
Jaringan jalan rel yang dipakai sebagian besar merupakan rel peninggalan penjajahan belanda
yang berumur lebih dari 100 tahun. Kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan dan
membahayakan keselamatan perjalanan. Adanya bantalan dengan jenis kayu di beberapa daerah
menyebabkan berkurangnya kecepatan rencana yang disyaratkan terkait dengan kondisi bantalan
itu sendiri. Jumlah lokomotif menurun jadi 1.045 unit (tahun 1953) dan tinggal 549 unit pada awal
tahun 1980-an. Pada masa ini lokomotif yang dipakai masih merupakan peninggalan dari jaman
tersebut dengan umur lebih dari 50 tahun.
Untuk pelayanan kereta api penumpang secara keseluruhan penumpang KA naik 5% dari tahun
2005 – 2007. Kenaikan jumlah penumpang ini berasal dari kereta api jabotabek. Sedangkan untuk
pelayanan antar kota terjadi penurunan sebesar 0.89%, bahkan untuk penumpang ekonomi turun
7.1%. Secara grafis dapat kita lihat pada Gambar 17.
Sumber: Ditjen Perkeretaapian, Dephub, 2008
Gambar 17 Pelayanan Kereta Api Penumpang
Untuk kereta api barang KA demand yang ada cenderung mengalami penurunan (rata – rata 2.8%
dalam ton dan 2.07% dalam ton-km. Dari pihak operator sendiri terdapat penurunan jumlah
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
37
armada atau sarana siap operasi yaitu sebesar 13.1% dalam dua tahun kebelakang. Namun
demikian pendapatan kereta api dari sektor barang mengalami kenaikan rata – rata sebesar
19.05%, yang lebih dipengaruhi oleh kenaikan harga satuan angkutan barang, bukan dari
peningkatan volume angkut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 18.
1,000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
1998
1999
2000
2001
Volume (x 10^4 ton)
Pendapatan (x 10^9 Rp)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Volume (x10^6 ton-km)
SO (x 10^1 armada)
Sumber: Ditjen Perkeretaapian dan PT KA (Persero), 2008
Gambar 18 Pelayanan Kereta Api Barang
Sasaran utama pembangunan perkeretaapian adalah untuk meningkatkan kinerja pelayanan
terutama keselamatan angkutan. Sasaran pembangunan sarana dan prasarana KA terbagi dalam 3
tahap yaitu : (1) Upaya bertahan sesuai dengan standar pelayanan minimal, (2) Upaya optimalisasi
(pemulihan kondisi jaringan kembali ke kondisi awal, pencapaian operasi aman dan nyaman
jangka panjang, peningkatan kecepatan dan menambah kapasitas, dan (3) Upaya pengembangan
(pengembangan jaringan baru & peningkatan kapasitas lintas yang sudah jenuh). Fokus kegiatan
sektor perkeretaapian nasional adalah (1) Mempertahankan Standar Pelayanan Minimal, (2)
Optimalisasi dan pemulihan kondisi jaringan, (3) Peningkatan kapasitas lintas dan pengembangan
jaringan baru, (4) Pengembangan regulasi dan kelembagaan, (5) Pengembangan SDM dan
Teknologi Perkeretaapian.
B. Arah Kebijakan
Arah kebijakan sektor perkeretaapian oleh departemen perhubungan pada tahun 2008 adalah :
1.
Mempertahankan, memulihkan dan mengembangkan prasarana jalan rel dan pelayanan
KA, terutama aspek keselamatan
2.
Meningkatkan strategi pelayanan angkutan yang lebih berdaya saing secara antar moda
dan inter moda;
3.
Melaksanakan audit kinerja prasarana dan sarana serta SDM perkeretaapian;
4.
Melaksanakan perencanaan, pendanaan dan evaluasi kinerja perkeretaapian secara
terpadu dan berkelanjutan;
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
38
5.
6.
7.
Melanjutkan reformasi dan restrukturisasi kelembagaan dan BUMN perkeretaapian
(pemisahan fungsi antara regulator, penyedia, operator dan pemelihara sarana dan
prasarana)
Meningkatkan peran serta Pemerintah Daerah dan Swasta di bidang perkeretaapian;
Meningkatkan peran angkutan perkeretaapian nasional dan lokal, terutama untuk angkutan
barang dan perkotaan (di luar Jabotabek)
Arsitektur program yang diusulkan oleh Departemen Perhubungan
1.
Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian
2.
Program Peningkatan dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Kereta Api
3.
Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian
4.
Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana Kereta Api
3.2.3 Kondisi Objektif Transportasi Laut
 Kondisi Umum
Kondisi eksisting transportasi laut saat ini masih jauh dari perkembangan yang diharapkan. Dapat
dilihat bahwa trend pertumbuhan sektor transportasi laut mengalami penurunan yang sangat
signifikan di beberapa tahun terakhir terutama di sektor angkutan penumpang akibat adanya
kompetisi dengan moda lain. Selain itu adanya keterbatasan sarana, prasarana dan pelayanan
menyebabkan sektor ini kurang diminati sebagai andalan dalam bertransportasi. Data – data
kondisi eksisting sarana dan prasarana sektor pelabuhan laut dapat dilihat pada bagian berikut.
Dapat kita lihat pada grafik dibawah ini bahwa jumlah pelabuhan di Indonesia untuk tahun 2005 –
2006 tidak mengalami peningkatan. Jumlah pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo sangat kecil
dibandingkan dengan jumlah keseluruhan pelabuhan yang ada di Indonesia. Pengelola lain selain
PT. Pelindo adalah langsung dibawah DitLa yang biasa disebut sebagai UPT (Unit Pelaksana
Teknis). Seluruh pelabuhan UPT itu merupakan pelabuhan binaan langsung Direktorat
Perhubungan Laut, yang berfungsi sebagai pelabuhan penghubung dari satu daerah (pulau) ke
daerah lainnya, untuk menjamin kelangsungan transportasi masyarakat, terutama di pulau-pulau
kecil.
*DUKS : Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 19 Jumlah Pelabuhan di Indonesia
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
39
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 20 Pembangunan Dermaga dan Nilai Kumulatif 2004 - 2006
Jumlah kapal negara selama lima tahun terakhir ini tidak mengalami kenaikan yang berarti,
bahkan mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya.
Kapal Negara, 2002-2006
450
400
Jumlah
350
300
250
200
150
100
50
0
2002
2003
Kenavigasian
2004
KPLP
2005
2006
Kesyahbandaran
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 21 Jumlah Kapal Negara 2002 – 2006
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
40
Jumlah Armada (unit)
Jumlah Kumulatif Armada Pelayaran Nasional dan Asing, 2003-2006
10.000
9.000
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
2003
Armada Nasional (unit)
2004
Armada Asing (unit)
2005
2006
Jumlah Armada (unit)
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 22 Jumlah Kumulatif Armada Pelayaran Nasional dan Asing
Produksi muatan angkutan dalam dan luar negeri mengalami kenaikan dari tahun ke tahun
walaupun nilai peningkatannya sangatlah kecil. Dapat dilihat pada Gambar 23 bahwa produksi
muatan luar negeri mempunyai nilai yang jauh lebih besar dari muatan dalam negeri, yaitu sekitar
2.2 kali lipat.
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 23 Produksi Muatan Angkutan Dalam dan Luar Negeri per tahun
Volume bongkar muat peti kemas di pelabuhan mengalami penurunan di tahun 2005. Dalam
perkembangannya tahun 2006 diharapkan akan terjadi peningkatan volume bongkar muat
walaupun tidak sebesar produksi di 5 tahun sebelumnya.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
41
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 24 Volume Bongkar Muat Peti Kemas Pertahun
Jumlah kecelakaan kapal menunjukkan adanya peningkatan jumlah, terutama yang disebabkan
oleh alam. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan sebesar 27 %. Sedangkan
untuk kecelakaan karena faktor manusia dan teknis terjadi penurunan jumlah di tahun 2006, yaitu
berkurang sebesar 28 % namun lebih besar jumlahnya dibanding tahun 2002 – 2004.
Jumlah Kecelakaan Kapal, 2002-2006
Jumlah Kecelakaan
60
50
40
30
20
10
0
2002
2003
Manusia
2004
Alam
2005
2006
Teknis
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 25 Jumlah Kecelakaan Kapal, 2002 - 2006
Pangsa angkutan barang untuk transportasi laut tumbuh kurang dari 7% pertahun, dengan
proporsi angkutan barang dalam negeri 27.8% sedangkan angkutan barang luar negeri sebesar
72.2%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 25. Data tahun 2007 merupakan data
sementara hingga bulan Juni 2007.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
42
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 26 Pangsa Angkutan Barang Sektor Transportasi Laut
Untuk pangsa angkutan penumpang menggunakan transportasi laut sebagaimana diperlihatkan
pada gambar 7.10 terdapat pertumbuhan kurang dari 8% tiap tahunnya. Angkutan dalam negeri
menyumbang proporsi 81.1% sedangkan untuk luar negeri ada diangka 18.9%.
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 27 Pangsa Angkutan Penumpang Sektor Transportasi Laut
Evaluasi jumlah trayek, penempatan kapal, subdisi dll untuk 4 tahun terakhir dapat dilihat pada
Tabel 9. Dapat dilihat bahwa peningkatan trayek dan jumlah kapal yang melayani mengalami
peningkatan angka sebesar 4,13% untuk tiap tahunnya; sedangkan peningkatan jumlah subsidi
thn 2006 mencapai 42,6%. Dilihat dari efektifitas subsidi (jumlah subsidi vs produksi angkutan)
maka untuk penumpang : Rp. 0,35jt per penumpang terangkut; untuk barang : Rp. 0,12jt per ton
barang terangkut; sedangkan untuk frekuensi lintas: Rp. 130jt/voyage.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
43
Tabel 9 Evaluasi Sektor Transportasi Laut Tahun 2004 - 2007
2004
2005
2007*
(agustus)
2006
Trayek di Kawasan Barat Indonesia (KBI)
Trayek di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
TOTAL Trayek
5
42
47
5
43
48
11
41
52
11
42
53
Penempatan Kapal di KBI
Penempatan Kapal di KTI
Jumlah Penempatan Kapal
5
42
47
5
43
48
11
41
52
11
42
53
Pelabuhan Pangkal di KBI
Pelabuhan Pangkal di KTI
Total Pelabuhan Pangkal
8
14
22
7
15
22
9
16
25
10
16
26
Jumlah Subsidi (Juta Rp.)
89.500
Jumlah Penumpang (orang)
233.163
Jumlah Barang (ton)
631.088
Jumlah Frekuensi (voyage)
1.111
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
135.668
459.869
1.459.869
998
193.490
533.285
1.525.766
1.139
175.092
74.271
19.974
1.298
 Rumusan Permasalahan
Permasalahan dan tantangan transportasi laut saat ini terdiri dari berbagai sektor, yakni bidang
regulasi, sarana dan prasarana serta kurangnya SDM yang ada baik dari segi kuantitas maupun
kualitas. Hingga saat ini peran armada pelayaran nasional baik angkutan dalam negeri maupun
angkutan luar negeri masih sangat rendah. Untuk angkutan dalam negeri armada pelayaran
nasional hanya menyumbang 64%, sedangkan untuk angkutan luar negeri armada kita hanya
melayani 6 % dari total pelayaran yang ada.
Pelabuhan yang ada hingga saat ini masih belum terkoordinasi satu sama lain. Belum adanya
Rencana Induk Pelabuhan Nasional menyebabkan pelayanan antar pelabuhan menjadi indvidual
dan tidak terpadu. Bahkan untuk masing – masing pelabuhan sebagian besar masih belum
memiliki rencana induk, jadi pembangunan dan pengoperasiannya belum berdasarkan rencana
yang matang dan jelas.
Adanya pembatasan jumlah pelabuhan yang terbuka bagi Perdagangan Luar Negeri dengan
kriteria penilaian yang tidak jelas menyebabkan hilangnya peluang di beberapa daerah yang
sebenarnya memiliki potensi tinggi untuk menjadi pelabuhan Internasional.
Adanya angka kecelakaan yang tinggi dengan faktor utama rendahnya tingkat kecukupan serta
keandalan prasarana dan sarana keselamatan pelayaran. Sarana – sarana yang digunakan
sebagian besar sudah melampaui umur teknis, dengan sarana keselamatan yang nyaris tidak ada,
baik pelampung, sekoci penyelamat, safety jacket maupun awak kapal yang memiliki kompetensi
untuk melakukan penyelamatan di kondisi – kondisi kritis.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
44
Terbatasnya dana dan kurangnya investasi pihak swasta, sehingga terjadi back log prasarana.
Adanya kebijakan operator tunggal mengurangi daya bersaing dan daya juang pelabuhan itu
sendiri, sehingga menyebabkan besarnya subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Kinerja pelabuhan yang masih rendah, yang salah satunya diakibatkan oleh kurangnya Prasarana
dan Sarana Pelabuhan. Bahkan untuk pelabuhan internasional sarana dan prasarana yang ada
sangat tidak memadai. Bangunan transit penumpang minim, kapasitas parkir yang kecil, jumlah
dermaga yang terbatas dan dangkal, alat bongkar muat peti kemas yang tidak kompeten sehingga
menyebabkan lamanya waktu siklus bongkar muat masing – masing kapal barang, serta adanya
sistem administrasi yang berbelit – belit. Hal – hal tersebut ditambah dengan tingginya biaya
pelabuhan akibat administrasi yang tidak jelas menyebabkan sedikitnya kunjungan kapal Main
Liners.
Kurangnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelabuhan diperparah dengan kurangnya
kompetensi SDM Transportasi Laut. Adanya sistem recruitment yang tidak jelas dan tidak sesuai
dengan bidang keahlian menyebabkan tidak adanya SDM yang kompeten dalam mengembangkan
transportasi laut. Kurangnya SDM yang kompeten ini juga disebabkan oleh minimnya lembaga
pendidikan yang kompeten di bidang pelabuhan laut, baik di bidang pemahaman alat maupun
sistem manajemennya.
 Arah Kebijakan
Kebijakan Umum Ditjen Hubungan Laut terdiri dari:
1. Peningkatan Pelayanan Masyarakat
 Mengurangi tingkat kecelakaan (Roadmap to Zero Accident)
 Peningkatan pelayanan pelabuhan
 Meningkatkan pelayanan perizinan
2. Peningkatan Aksesibilitas
 Akses di wilayah terpencil/terluar
 Akses terhadap data dan regulasi
3. Pembentukan Organisasi Baru
 Sea and Coast Guard
 Syahbandar
 Otoritas Pelabuhan
 Unit Penyelenggara Pelabuhan
Undang – undang terbaru mengenai pelayaran adalah UU no 17 tahun 2008. Adanya
implementasi yang jelas dan tindak lanjut dari Ditjen Perhubungan Laut akan membantu
pelaksanaan UU itu sendiri. Berikut disajikan tindak lanjut dari DitLa terkait dengan UU no 17/08.
1.
2.
Memberi kesempatan yg lebih luas kepada swasta
Selama ini transportasi laut yang penting dan mengakomodasi kepentingan masyarakat
banyak diserahkan pada dua operator yaitu PT. Pelni dan PT.Pelindo.
Mengakomodasi otonomi daerah secara proporsional
Selama ini pemerintah belum mengakomodasi otonomi daerah secara total. Hanya
pelabuhan – pelabuhan lokal saja yang di serahkan kembali ke daerah. Sedangkan pelabuhan
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
45
3.
4.
5.
6.
7.
yang memberikan pendapatan besar masih dikelola oleh pusat, sedangkan biaya pegawai
kantor pusat dibebankan kepada pemerintah daerah. Diharapkan kedepannya pemerintah
dapat secara transparan menyerahkan pengelolaan pelabuhan pada masing – masing
daerahnya.
Menghapus monopoli penyelenggaraan pelabuhan
Selama ini operasional penyelenggaraan pelabuhan dilakukan oleh PT. Pelni dan PT Pelindo.
Hal ini menyebabkan persaingan yang tidak sehat antara kedua operator tersebut, sekaligus
mengurangi kompetensi pegawainya dalam melakukan pelayanan jasa yang mengutamakan
penumpang. Pelayanan untuk penumpang yang ada hingga saat ini masih jauh dari harapan.
Menciptakan kompetisi yang sehat
Kompetisi yang sehat diantara dua operator eksisting dan operator lainnya pada masa
selanjutnya sangat diharapkan. Kompetisi yang pada akhirnya mengutamakan kenyamanan
dan pelayanan yang optimal terhadap pengguna jasa pada akhirnya akan memajukan sektor
pelabuhan ini sendiri.
Menampung perkembangan angkutan multimoda
Dengan adanya isu perkembangan angkutan multimoda maka diharapkan sektor transportasi
laut juga mengambil peranan didalamnya. Pada masa mendatang diharapkan pelabuhan
sudah terkoordinasi dengan moda kereta api dan moda bus, serta terhubung dengan lokasi
bandara terdekat.
Meningkatkan transparansi pelaksanaan tugas oleh aparatur
Adanya monopoli penyelenggaraan sektor transportasi laut menyebabkan ketidak
transparanan pelayanan moda sektor ini, akibatnya pelabuhan terkenal dengan berbelit –
belit sistem administrasinya, yang menyebabkan high cost dan ketidaknyamanan bagi
pengguna jasanya. Kedepannya kejelasan di semua bidang pelaksanaan jasa dan pembiayaan
diharapkan akan menarik lebih banyak pengguna jasa di sektor tranportasi laut ini.
Mengakomodasi perkembangan teknologi dan ketentuan internasional
Sektor pelabuhan Indonesia tertinggal 10-20 tahun dibandingkan negara lain dalan bidang
teknologi dan ketentuan internasional. Hal ini menyebabkan rendahnya angka kapal
internasional yang memanfaatkan jasa pelabuhan Indonesia. Proyek selanjutnya adalah
meng up grade teknologi yang digunakan di lingkungan pelabuhan, terutama di bidang
angkutan bongkar muat barang, dan menyesuaikan ketentuan internasional agar pelabuhan
Indonesia setara kualitasnya dengan pelabuhan internasional lain di daerah sekitarnya.
Peningkatan pelayanan pelabuhan laut dilakukan dengan cara berikut:
1. Membangun sistem pelayanan terpadu di pelabuhan-pelabuhan (National Single Windowa)
2. Membangun sistem pelayanan dan informasi di kantor pusat dalam pelayanan perijinan kapal,
pelaut dan pelabuhan
3. Membangun sistem pengadaan barang / jasa melalui internet
3.3
PEMBANGUNAN SEKTOR TRANSPORTASI DALAM 2010-2011
Pencapaian pembangunan sektor transportasi, sebagaimana dijabarkan dalam Dokumen Evaluasi
Dua Tahun Pelaksanaan RPJM 2010-2014, menyebutkan peningkatan pembangunan pada setiap
moda transportasi.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
46
Pada transportasi jalan, sampai dengan tahun 2011, program pembangunan jalan meliputi
program preservasi jalan mencapai 36.347 km dan jembatan sepanjang 215.638 m. peningkatan
kapasitas jalan berupa pelebaran jalan dan jembatan masing-masing sepanjang 3.160 km dan
8.180 m.
Pada pengembangan transportasi darat, pencapaian pembangunan meliputi pembangunan
Terminal Tipe A (antar provinsi) dan terminal antar lintas batas negera yang tersebar di 5 lokasi
dari 15 lokasi yang direncanakan.
Untuk mendukung pelayanan di wilayah terpencil dan pedalaman, pembangunan sektor
transportasi meliputi penetapan 157 trayek angkutan perintis dan penyelesaian pembangunan 17
kapal penyeberangan perintis baru dan kapal kerja untuk ditempatkan pada lokasi-lokasi lintas
penyeberangan perintis di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, penyelesaian pembangunan kapal
kerja baru berupa tug boat/kapal tunda, penyelesaian pembangunan breakwater. Untuk
mendukung konektivitas nasional, telah dilaksanakan pembangunan 15 unit dermaga
penyeberangan baru, 38 unit dermaga penyeberangan lanjutan dan 11 unit dermaga
penyeberangan telah selesai pembangunannya yang tersebar di 12 lokasi.
Pada transportasi laut, telah dilaksanakan pembangunan pelabuhan baru sebanyak 18 kegiatan
dan pembangunan pelabuhan lanjutan sebanyak 133 pelabuhan serta pembangunan 7 pelabuhan
strategis telah terbangun. Selain itu, telah dibangun juga SBNP yang terdiri dari 15unit menara
suar dan 68 unit rambu suar.
Untuk sektor perkeretaapian, pencapaian sampai dengan tahun 2011 antara lain adalah penataan
kawasan jalur lintas KA perkotaan DKI Jakarta, elektrifikasi jalur KA eksisting Serpong-Parung
Panjang, rehabilitasi dan peningkatan jalur KA sepanjang 292,4 Km’sp, pembangunan jalur KA
baru termasuk jalur ganda Cirebon-Kroya, Bojonegara-Surabaya, Serpong-Maja, serta peningkatan
kapasitas lintas dan kualitas persinyalan KA lintas Medan-Belawan. Selain itu, telah ditetapkan
perpres tentang penugasan PT KAI untuk menyelenggarakan prasarana dan sarana KA Bandara
Soekarno Hatta.
Untuk sektor transportasi udara, capaian pembangunan sampai dengan tahun 2011 antara lain
adalah pembangunan dan pengembangan bandar udara strategis seperti Bandara Juanda
(Surabaya), Bandara Hasanuddin (Makassar), Bandara Kualanamu (Medan), Bandara Samarinda
Baru, dan Bandara Lombok Baru. Pencapaian lainnya antara lain pengadaan peralatan keamanan
penerbangan sebanyak 459 unit, pengadaan fasilitas keamanan penerbangan, serta percepatan
pelaksanaan pembangunan bandara baru di 24 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia.
3.4
RENCANA PENGEMBANGAN EKONOMI DAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI
3.4.1 Koridor Ekonomi Indonesia
Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau yang berada di antara dua benua dan dua samudera
membentuk konstelasi yang strategis. Hal tersebut diperkuat dengan beragam keunggulan dan
keunikan yang dimiliki oleh masing-masing pulau besar yang akan menjadi pilar-pilar utama dalam
rangka mencapai visi Indonesia 2025. Dengan mempertimbangkan keunggulan dan keunikan
wilayah kepulauan Indonesia, maka fokus pembangunan masing-masing pulau besar dapat
digambarkan dalam gambar di bawah ini.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
47
Gambar 28 Tema pembangunan kepulauan Indonesia
Dalam rangka mendukung tercapainya visi Indonesia secara menyeluruh, masing-masing pulau
besar di Indonesia mempunyai tema pembangunan strategis sebagai berikut :
- Sumatera diposisikan sebagai "Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung
Energi Nasional". Selain itu, Sumatera juga akan menjadi garis depan ekonomi nasional ke
pasar Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan & Asia Timur, serta Australia & Oceania
- Jawa diposisikan sebagai "Pendorong Industri dan Jasa Nasional". Selain itu Jawa juga akan
menjadi pilar ketahanan ekonomi dan pangan nasional yang didukung berbagai kegiatan
industri strategis, jasa, dan litbang.
- Kalimantan diposisikan sebagai "Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung
Energi Nasional", juga sebagai pilar ketahanan energi nasional yang didukung kestabilan
geologis dan cadangan sumber daya air, mineral, dan energi
- Sulawesi diposisikan sebagai ''Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan,
dan Perikanan Nasional''. Sulawesi juga diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional ke
pasar Asia Timur, Australia, Oceania, Amerika Utara dan Selatan
- Bali – Nusa Tenggara diposisikan sebagai ''Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan
Nasional''. Selain itu koridor ini juga dijadikan gerbang lalu lintas energi dunia dan pariwisata.
- Papua-Kepulauan Maluku diposisikan sebagai "Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan,
Energi, dan Pertambangan Nasional” . Koridor ini akan dijadikan pilar ekonomi/industri
berbasis water intensive, energi dan sumber daya alam.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
48
Gambar 29 Peta Koridor Ekonomi Indonesia
3.4.2 Penguatan Konektifitas Nasional
Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut
sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah)
maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan
tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar
utama).
Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang
terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas),
Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya
ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu.
Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas
global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan
keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global)
dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna
memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional.
Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut:
a. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan
pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal
supply chains systems.
b. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusatpusat
pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland).
c. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan
berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal,
terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diintegrasikan beberapa komponen konektivitas yang
saling berhubungan ke dalam satu perencanaan terpadu. Beberapa komponen dimaksud
merupakan pembentuk postur konektivitas secara nasional (Gambar 2.3), yang meliputi: (a)
Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS); (b) Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS); (c)
Pengembangan Wilayah (RPJMN dan RTRWN); (d) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT).
Rencana dari masingmasing komponen tersebut telah selesai disusun, namun dilakukan secara
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
49
terpisah. Oleh karena itu, Penguatan Konektivitas Nasional berupaya untuk mengintegrasikan
keempat komponen tersebut.
Gambar 30 Komponen Konektifitas
Simpul-simpul transportasi (pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan
pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan
sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif. Jaringan komunikasi
dan informasi juga perlu diintegrasikan untuk mendukung kelancaran arus informasi terutama
untuk kegiatan perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik.
Selain itu, sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus dapat dilakukan
secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui jaringan informasi dan
komunikasi (virtual) mulai dari proses pengadaan, penyimpanan/ pergudangan, transportasi,
distribusi, dan penghantaran barang sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang
dikehendaki produsen dan konsumen, mulai dari titik asal (origin) sampai dengan titik tujuan
(destination).
Dalam rangka penguatan konektivitas nasional yang memperhatikan posisi geo-strategis regional
dan global, maka ditetapkan pintu gerbang konektivitas global yang memanfaatkan secara
optimal keberadaraan SloC dan ALKI sebagai modalitas utama percepatan dan perluaran
pembangunan ekonomi Indonesia. Konsepsi pintu gerbang tersebut akan menjadi tulang
punggung yang membentuk postur konrktifitas nasional dan sekaligus diharapkan berfungsi
menjadi instrumen pendorong dan penarik keseimbangan ekonomi wilayah, yang tidak hanya
dapat mendorong kegiatan ekonomi yang lebih merata ke seluruh wilayah Indonesia tetapi juga
dapat menciptakan kemandirian dan daya saing ekonomi nasional yang solid.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
50
Gambar 31 Konsep Pintu Gerbang Ekonomi Indonesia
Gambar 32 Kerangka Kerja Konektivitas Nasional
Integrasi empat komponen konektivitas nasional dirumuskan dalam visi konektivitas nasional
yaitu terintegrasi secara lokal, terhubung secara global.
Terintegrasi secara lokal adalah terintegrasi secara sistem yang mendukung perpindahan
komoditas (barang, jasa dan informasi) secara efektif dan efesien dalam wilayah Indonesia. Untuk
itu diperlukan integrasi simpul dan jaringan transportasi, pelayanan intermoda transportasi,
komunikasi dan informasi serta logistik. Simpul-simpul transportasi seperti pelabuhan, terminal,
stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan
dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana intermoda transportasi yang terhubung secara
efektif dan efesien.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
51
Terhubung secara global dimaksudkan bahwa sistem konektifitas nasional yang efektif dan efesien
yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global melalui jatingan
pintu internsional pada pelabuhan dan bandara.
Dalam pelaksanaan sistem konektivitas nasional, diperhatikan beberapa prinsip utama untuk
mewujudkan sistem konektivitas yang efektif dan efesien antara lain,
- Meningkatkan kelancatran arus barang, jasa dan informasi;
- Menurunkan biaya logistik;
- Mengurangi ekonomi biaya tinggi;
- Mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah;
- Mewujudkan sinergi antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.
Fokus penguatan konektivitas nasional untuk mendukung percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi nasional Indonesia dirumuskan dalam tiga koridor konektivitas yang
dijabarkan sebagai berikut,
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
52
BAB 4
PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA
TRANSPORTASI
4.1
PERTIMBANGAN DALAM PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA












4.2
Nasional – Wilayah (Koridor Ekonomi, Pulau, Prov, Kab)
Stakeholder point of View (Infrastruktur Provider – Operator)
Proses: Input-Output-Outcome-Benefit-Impact
Multimodalitas
Penumpang – Barang (komoditas)
Angkutan pribadi - Angkutan Umum
Antarkota – Perkotaan
Data
Pengguna (SDM): Kompleksitas metoda perhitungan
Statistik Nilai: Maks-Min-Avg
Biaya – Tarif
Efisiensi-efektifitas
PEMETAAN INDIKATOR KINERJA TRANSPORTASI
Pada prinsipnya, pemeriksaan kinerja transportasi dilakukan berbasis pada penilaian terhadap
indikator kinerja transportasi. Adapun rincian usulan indikator kinerja sektor transportasi untuk
masing-masing sub sektor, jalan, jalan rel, laut dan udara ditampilkan pada Tabel 10. Pada tabel
tersebut juga ditampilkan satuan (unit) yang digunakan.
Selanjutnya, metodologi yang dikembangkan difokuskan pada kegiatan pengumpulan
data dasar sebagai input dalam melakukan penilaian kinerja sektor transportasi. Selain
mendapatkan tolok ukur kinerja sektor transportasi.
Tabel 10 Indikator Kinerja Sektor Transportasi
No
1
Aspek
Input
(Masukan)
Dimensi
I.1
Produktifitas
I.2
Pendanaan
2
Output
(Keluaran)
O.1
Aset
Moda
Angkutan Darat
(Jalan Jalan Rel,
ASDP)
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Angkuta Darat
(Jalan Jalan Rel,
ASDP)
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
Jalan Rel
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
Indikator
Pengeluaran Pembangunan,
Pemeliharaan (rencana Vs realisasi)
Satuan
Milyar Rp; %kebutuhan vs realisasi
Alokasi anggaran Pemerintah
%-anggaran sektor
transport
Panjang jalan (arteri, kolektor, lokal) Km
Panjang jalan rel (R-33, R-42, R-54) Km
53
No
Aspek
Dimensi
Moda
ASDP
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
O.2
Jalan
Efektifitas
Penanganan Aset
Jalan Rel
Preservasi jalan rel dan jembatan
yang ditangani
Kualitas jalan rel
Pelabuhan Laut
Preservasi pelabuhan yang
ditangani
Kualitas terminal penumpang;
waktu tunggu penumpang
Kualitas pelabuhan barang (Waktu
penumpukan; bongkar muat; proses
administrasi)
Preservasi bandara yang ditangani
Kualitas terminal penumpang
Volume LL
Bandar Udara
3
Outcome
(Hasil)
H.1
Efektifitas
Produksi
Jalan
Jalan Rel
ASDP
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
H.2
Mobilitas
4
Benefit
(Manfaat)
M.1
Efektifitas
Program
Jalan
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
Jalan Rel
Laut
Udara
M.2
Aksesibilitas
Indikator
Jumlah Ferry
Jumlah pelabuhan (Utama Primer,
Sekunder, Tersier, Pengumpan
Regional dan Lokal)
Jumlah bandara (Kelas I, II, III)
Preservasi jalan dan jembatan yang
ditangani
Kualitas jalan (IRI)
Jalan
Jalan Rel
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
Satuan
buah
Buah
Buah
%-km; %-jumlah
jembatan
%-km dgn IRI < 6
m/km
%-km; %-jumlah
jembatan
%-km dgn keausan <
10 mm
%-jumlah pelabuhan
Pnp/luas ruang
tunggu; menit
Ton-hari
%-jumlah bandara
Pnp/luas terminal
LHR, Kend-km/thn,
ton-km/thn
VCR
% km > 0,85
Volume LL
Pnp-km/thn, tonkm/thn
Volume
Pnp ; Kend
Volume LL
Pnp-km/thn, tonkm/thn
Tingkat penggunaan dermaga (Berth %-waktu operasi
occupancy ratio)
Market share angkutan domestik vs %
asing
Volume LL
Pnp-km/thn, tonkm/thn
Lama pelayanan di terminal: waktu Menit/orang
yang diperlukan untuk check-in,
waktu tunggu, dll
Waktu perjalanan; kecepatan
Jam; Km/jam
Penurunan kepadatan LL
Peningkatan jumlah rute (+
frekuensi) perjalanan KA
Peningkatan jumlah rute (+
frekuensi) pelayaran
Peningkatan jumlah rute (+
frekuensi) penerbangan
Kepadatan jaringan jalan terhadap
luas area
Kepadatan jaringan jalan terhadap
populasi
Kepemilikan kendaraan bermotor
Kepadatan jaringan jalan rel
terhadap luas area
Kepadatan jaringan jalan rel
terhadap populasi
%-km VCR < 0,85
%-jumlah rute
%-jumlah rute
%-jumlah rute
Km/1000km2
Km/1000 orang
%-jumlah rumah
tangga
Km/1000km2
km/1000 orang
54
No
Aspek
Dimensi
M.3
Tingkat Resiko
Moda
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
Indikator
Rata-rata kedatangan kapal
Rata-rata kedatangan pesawat
Resiko fatalities
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
M.4
Biaya
Sumberdaya
M.5
Keterjangkauan
Tarif
(affordability)
5
Impact
(Dampak)
D.1
Lingkungan
D.2
Ekonomi
Jalan
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
Biaya perjalanan (BOK + Nilai
Waktu)
Pengeluaran rumah tangga untuk
transport;
Biaya penanganan (handling) di
pelabuhan
Tarif rata-rata penumpang
Polusi suara/Bandar Udara
Rp; %-total
pengeluaran rumah
tangga
Rp/penumpang-km;
Rp/ton-km; Rp/TEUkm
Rp/penumpang-km;
Rp/ton-km; Rp/TEUkm
Rp/penumpang-km;
Rp/ton-km; Rp/TEUkm
Rp/ton-km; Rp/TEUkm
Rp/penumpang-km
DB/Nox, Sox
PDRB; pertumbuhan PDRB
Rp; %-pertumbuhan
Tarif rata-rata penumpang dan
barang
Jalan Rel
Tarif rata-rata penumpang dan
barang
Pelabuhan Laut
Tarif rata-rata penumpang dan
barang
Bandar Udara
Jalan
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Jalan
Jalan Rel
Pelabuhan Laut
Bandar Udara
Satuan
Kapal/tahun
Pesawat/tahun
Kejadian/tahun;
Kematian/juta kend.km
Kejadian/tahun;
Kematian/juta-km
Kejadian/tahun;
Kematian/juta -km;
kerusakan brg/juta –
km
Kejadian/tahun;
Kematian/juta -km;
kerusakan brg/juta –
km
Rp/pnp-km; Rp/tonkm
Sumber: Bappenas (2004, 2005)
Selanjutnya, pengembangan metodologi evaluasi efektifitas dan efisiensi kinerja transportasi
diperiksa berbasis pada indikator pencapaian sasaran penyelenggaraan transportasi dengan
besaran-besaran atau variabel terukur yang dispesifikasi sesuai dengan urutan proses (input,
output, outcome, dan impact) seperti yang disampaikan pada Tabel 10. Pada Gambar 32
disampaikan visualisasi mengenai penilaian efektifitas dan efisiensi.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
55
Efektifitas
Efisiensi
Output
Outcome
Input
Sustainability
Impact
Feedback
Gambar 33 Kajian Makro dalam Siklus Penyelengaraan Sistem Jaringan Jalan Wilayah
sumber: Meneg PU, 200012
Dalam konteks kajian transportasi secara makro, efisiensi penyelenggaraan transportasi
perintis dapat diartikan sebagai ukuran kinerja yang berkaitan dengan input (biaya dan
SDM) dan output berupa volume kegiatan penanganan, kuantitas dan kualitas sistem
jaringan jalan. Sedangkan efektifitas dalam kajian makro dikaitkan dengan tingkat
penyediaan prasarana (outcome) dan pemanfaatannya dalam konteks yang lebih luas
yang dikaitkan dengan pencapaian misi dan kebijakan pengembangan jaringan jalan,
keterpaduan fungsi prasarana wilayah, sebagai hasil dari kegiatan transportasi.
4.3
KRITERIA PENGEMBANGAN INDIKATOR KINERJA
4.3.1 Pendekatan
Pendekatan dalam pengembangan indikator didasarkan pada metode yang umum digunakan
dalam penentuan indikator kinerja. Terdapat beberapa metode yang umum digunakan dengan
berbagai kelebih dan kekurangan yang dijabarkan pada Tabel 11.
Tabel 11 Metode Pengembangan Indikator Kinerja
No.
1.
Metoda
Benchmarking
Kelebihan/Kekurangan
(+) Berlaku global
(-) Angka nasional, tdk melihat variasi wilayah Indonesia, data dan
cara perhitungan perlu dikalibrasi, belum tentu sesuai dengan isu
nasional
2.
Expert Choice/AHP
(+) Sesuai dengan ‘keinginan’ stakeholder
(-) Masalah pemilihan responden dan keterwakilan stakeholder
3.
Balance Score Card
(+) Sesuai dengan isu/tujuan/arah pengembangan
(-) Bisa menjadi terlalu melebar
12
Sumber: Studi Pengembangan Indikator Kinerja Manfaat dan Dampak Pembangunan Jalan, Laporan Akhir, Menneg PU, 2000
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
56
Setiap indikator yang dikembangkan, sebaiknya memenuhi kriteria sebagai alat ukur yang dapat
digunakan dalam mengukur suatu perubahan akibat suatu kegiatan. Beberapa kriteria untuk
pengembangan indikator tersebut antara lain,
a. Dapat langsung digunakan
b. Objektif
c. Adequate
d. Kuantitatif
e. Disaggregated
f. Praktikal/practical
g. Mudah tersedia/reliable
Selain itu, terdapat beberapa kriteria dalam pemilihan indikator yang didasarkan pada
penggunaan sebagai alat ukur yang mewakili kondisi yang diukur. Kriteria tersebut antara lain,
a. Terkait erat (relevant)
 Terkait dengan kinerja operasional atau kinerja strategis
 Fokus pada outcome
 Mengandung informasi yang dapat digunakan untuk membuat keputusan
b. Dapat diukur (measurable)
 Kuantitatif dan objektif
 Dapat dianalisis
 Tingkat kedetailan cukup akurat
 Ketersediaan data mudah didapatkan
c. Dapat diimplementasikan (actionable)
 an be tracked to an appropriate person or team responsible for the activity measured
 Measure relates to process inputs that can be controlled/adjusted to address concerns
4.3.2 Lesson Learned
Beberapa lembaga telah menetapkan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
pembangunan sektor transportasi yang dapat digunakan sebagai lesson learned untuk
pengembangan indikator kinerja pembangunan transportasi di Indonesia.
A. World Bank Transport Performance Indicator
Indikator kinerja pembangunan sektor ransportasi yang dikembangkan oleh Bank Dunia
menetapkan World Bank Transport Performance Indicator yang terdiri dari dua jenis indikator
yaitu indikator makro ekonomi dan mikro ekonomi. Indikator yang termasuk dalam makro
ekonomi adalah nilai PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan pada mikro ekonomi terdiri
daru 6 indikator yang dibedakan atas jenis moda, serta pembedaan pada angkutan penumpang
dan barang. Keenam indikator dalam mikro ekonomi ini yaitu:
a. Kapasitas jaringan
b. Volume lalu lintas
c. Jumlah sarana
d. Indikator keuangan
e. Tingkat keselamatan
f. Informasi lainnya
B. Sustainable Transport Performance Index
Sustainable Transport Performance Index yang dikembangkan oleh Sustainable Transport
membagi indikator kinerja pembangunan transportasi kedalam 9 kategori. Kesembilan kategori
tersebut adalah
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
57
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Aktifitas pergerakan
Tingkat emisi pulsi udara
Tingkat polusi suara
Keselamatan lalu lintas
Produktifitas ekonomi
Aksesibilitas
Perubahan tata guna lahan
Kepemilikan aset
Kebijakan dan perencanaan transportasi
Tabel 12 Sustainable Transport Performance Index
C. Transportation Performance Index
Transportation Performance Index yang dikembangkan oleh US Chamber of Commerce pada
tahun 2011 membagi indikator kinerja ke dalam tiga kategori yaitu sediaan (supply), tingkat
pelayanan (quality of service) dan tingkat utilisasi (utilisation) pada masing-masing moda
transportasi. Indikator yang dikembangkan tersebut dijabarkan pada Tabel 13.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
58
Tabel 13 Transportation Performance Index
4.4
USULAN INDIKATOR KINERJA TRANSPORTASI
Pengembangan indikator kinerja pembangunan transportasi dikaji dengan melihat berbagai
indikator yang telah dikembangkan dengan tetap memperhatikan batasan mengenai kriteria
dalam pengembangan indikator kinerja. Selain itu, pengembangan indikator kinerja pembangunan
sektor transportasi ini disesuaikan dengan kondisi penyediaan transportasi di Indonesia yang
cukup beragam pada setiap moda transportasi serta memperhatikantingkat ketersediaan data
yang memadai untuk melakukan peniliaian.
Atas dasar pertimbangan diatas, maka dikembangkan indikator kinerja yang dibedakan pada tiga
tingkat penilaian yaitu pada tingkat sediaan, kualitas pelayanan dan utilisasi pada masing-masing
moda transportasi termasuk pada interaksi antar moda yaitu pada transit dan intermoda.
Penjabaran mengenai ketiga tingkat indikator kinerja ini dijabarkan pada Tabel 14-16.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
59
Tabel 14 Indikator Kinerja Pembangunan Transportasi:Tingkat Sediaan
Moda
Deskripsi
Ukuran
Penjelasan
Sumber Data
Frekuensi
Jalan
Tingkat
ketersediaan
jalan
Panjang jalan (km)/10000
penduduk
Makin tinggi nilainya berarti makin
banyak pilihan rute bagi pengguna.
Berpengaruh pada waktu tempuh
dan biaya waktu.
•
•
PU, Bina Marga
BPS
1 waktu dlm 1
tahun
Transit
Tingkat
ketersediaan
rute
•
Untuk kendaraan umum berbasis rel,
khusus di wilayah perkotaan (KA
komuter, MRT, LRT, dll.). Kapasitas
adalah jumlah penumpang
maksimum yg dpt diangkut selama
setahun
•
•
Dinas Perhubungan
BPS
1 waktu dlm 1
tahun
•
Rel
Tingkat
ketersediaan
jalur
Panjang jalur (track-km)/10000
penduduk
Panjang jalur menurut track.
•
•
Perkeretaapian
BPS
1 waktu dlm 1
tahun
Kapasitas
•
Kapasitas angkut adalah total jumlah
trip x jumlah gerbong/trip x kapasitas
gerbong selama setahun. Sudah
memperhitungkan kapasitas lintas
dan ketersediaan rolling stock
•
•
Perkeretaapian
BPS
Total 1 tahun
•
Laut
Panjang rute
(km)*kapasitas/10000
penduduk (road base)
Panjang rute
(km)*kapasitas/10000
penduduk (rail base)
Total kapasitas angkut barang
(ton/tahun),
Total kapasitas angkut
penumpang
(penumpang/tahun)
Tingkat
ketersediaan
pelabuhan
Jumlah pelabuhan/luas wilayah
(km2)
Luas wilayah adalah luas total
termasuk perairan.
•
•
Perhubungan Laut
BPS
1 waktu dlm 1
tahun
Tingkat kapasitas
pelabuhan
•
Kolam pelabuhan terdalam
(m)
Menunjukkan besar kapal maksimum
yang dapat bersandar di paling tidak
satu pelabuhan
•
Perhubungan Laut
1 waktu dlm 1
tahun
Ketersediaan
pelayaran
•
Ukuran kapal maksimum
(DWT)
Kapasitas angkut total (DWT)
Besar kapal tertinggi yang
beroperasi.
Kapasitas angkut total adalah jumlah
•
Perhubungan Laut
Total 1 tahun
•
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
60
Moda
Deskripsi
Ukuran
Penjelasan
Sumber Data
Frekuensi
dari ukuran kapal x pelayaran
Udara
Ketersediaan
perusahaan
pelayaran
Jumlah perusahaan pelayaran
Akses ke bandara
% penduduk dalam radius 100 km
Ketersediaan
•
•
Intermoda
Jumlah kedatangan dan
keberangkatan pesawat pnp
(jumlah*kapasitas
penumpang)
Jumlah kedatangan dan
keberangkatan pesawat kargo
(jumlah*kapasitas barang)
Ketersediaan
Jumlah fasilitas intermoda dalam
wilayah (barang)
Kapasitas
Kapasitas (ton/th, TEU/th)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
Jumlah perusahaan pelayaran yang
melayani pelayaran dari dan ke
wilayah bersangkutan
Fasilitas antarmoda termasuk
Dryport, KA-Pelabuhan, KA-Bandara
•
Perhubungan Laut
1 waktu dlm 1
tahun
•
•
Perhubungan Udara
BPS
1 waktu dlm 1
tahun
•
Perhubungan Udara
Total 1 tahun
•
Perhubungan
1 waktu dlm 1
tahun
•
Perhubungan
Total 1 tahun
61
Tabel 15 Indikator Kinerja Pembangunan Transportasi:Tingkat Kualitas Pelayanan
Moda
Jalan
Transit
Deskripsi
Ukuran
Sumber Data
Frekuensi
Pengamatan
Dinas Perhubungan
Rata-rata harian 1
Tahun
Keandalan waktu
tempuh
Indeks waktu tempuh
Rasio waktu tempuh (kecepatan)
pada saat jam puncak dan pada saat
arus bebas
•
•
Kualitas
permukaan jalan
% kondisi mantap
Panjang jalan kondisi mantap/total
panjang jalan
PU Bina Marga
1 waktu dalam 1
tahun
Keselamatan
Fatalitas/100 juta kendaraan km
Besaran total perjalanan dapat
diturunkan dari jumlah kendaraan x
pjg perjalanan rata-rata
•
•
Kepolisian
Dinas Perhubungan
Total 1 tahun
Waktu tempuh
relatif terhadap
kendaran pribadi
•
Gambaran mengenai kehandalan
angkutan umum
•
•
Dinas Perhubungan
Perhubungan Darat
Rata-rata 1 Tahun
Besaran total perjalanan dapat
diturunkan dari jml trayek x pjg
trayek x jml rit rata-rata x kapasitas
x jml armada x load factor.
•
•
•
Kepolisian
Dinas Perhubungan
Perhubungan Darat
Total 1 tahun
•
Perkeretaapian
Rata-rata 1 Tahun
•
•
Perkeretaapian
Dinas Perhubungan
•
•
•
•
•
Rel
Penjelasan
Waktu tunggu rata-rata (road
base)
Rasio waktu tempuh terhadap
waktu tempuh kendaraan
pribadi (road base)
% keberangkatan tepat waktu
(rail base)
Keterlambatan rata-rata
(menit) (rail base)
Keselamatan
Kecelakaan/1 juta penumpang.km
Kehandalan
pelayanan
•
•
% keberangkatan tepat waktu
Keterlambatan rata-rata
(menit)
Keselamatan
•
Jumlah kecelakaan/1 juta
trip.km
Jumlah perlintasan tanpa pintu
•
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
Gambaran tentang kecelakaan yang
telah terjadi dan yang memiliki
potensi terjadinya kecelakaan
Total 1 Tahun
1 waktu dlm 1
Tahun
62
Laut
Tingkat kongesti
pelabuhan
Waiting for Berth (jam)
Waktu kapal menunggu dermaga
tersedia
•
Perhubungan Laut
Rata-rata 1 Tahun
Tingkat pelayanan
pelabuhan
•
•
•
•
Perhubungan Laut
Rata-rata 1 Tahun
•
Perhubungan Laut
Total 1 tahun
•
Perhubungan Laut
Total 1 tahun
•
•
Perhubungan Laut
BPS
Total 1 tahun
Turn Around Time (jam)
Dwell time (jam)
•
Udara
Intermodal
Produktifitas
pelabuhan
Berth throughput (ton/m)
Kehandalan
pelayaran
Rasio pelayaran liner (yg tepat
jadwal) dan tramper
Pelayanan kapal
perintis
Rasio ukuran kapal*jml
pelayaran/penduduk di daerah
terpencil
Keselamatan
Jumlah kejadian kecelakaan/ 1 juta
pelayaran
Tingkat kongesti
bandara
•
•
Keselamatan
Jumlah kejadian kecelakaan/ 1 juta
penerbangan
Produktifitas
Jumlah bongkar/muat barang
(ton/th)
Demand Share
% demand share menurut moda
% penerbangan tepat waktu
Keterlambatan rata-rata
(menit)
Total waktu sejak kapal tiba di
pelabuhan sampai
meninggalkan pelabuhan
Total waktu barang sejak di
bongkar sampai meninggalkan
pelabuhan dan sebaliknya
Besarnya bongkar muat dalam
setahun dibagi panjang dermaga
Untuk wilayah yang memiliki pulaupulau terpencil
Perhubungan Laut
Total 1 tahun
Perhubungan Udara
•
•
•
Perhubungan Udara
Total 1 tahun
Jumlah barang yang menggunakan
fasilitas intermoda
•
Perhubungan
Total 1 tahun
Pada pasangan asal tujuan tertentu,
diturunkan dari arus di ruas/jalur
masing-masing moda
•
Perhubungan
Total 1 tahun
Terutama yang diakibatkan oleh
antrian pesawat yang akan take-off
atau landing
Total 1 Tahun
Rata-rata 1
Tahun
I
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
63
Tabel 16 Indikator Kinerja Pembangunan Transportasi:Tingkat Kualitas Pelayanan
Mode
Deskripsi
Ukuran
Penjelasan
Sumber Data
Frekuensi
Jalan
Kapasitas Sisa
% ruas yang tidak macet
Rasio antara ruas-ruas yg
terjadi kemacetan dan yg
tidak pada hirarki yang
sama
•
•
Dinas Perhubungan
PU Bina Marga
Rata-rata perhari 1
Tahun
Kerapatan lalu
lintas
Kend.km/km panjang jalan
•
•
Dinas Perhubungan
PU Bina Marga
Rata-rata perjam 1
Tahun
Transit
Kapasitas
Terpakai
Load factor rata-rata
•
•
Dinas Perhubungan
Perhubungan Darat
Rata-rata perhari 1
Tahun
Rel
Kapasitas Sisa
•
•
Ton.km/track.km
Pnp.km/track.km
•
Perkeretaapian
Total 1 tahun
Laut
Kapasitas
Terpakai
•
•
•
Berth Occupancy Ratio
Yard Occupancy Ratio
Load factor rata-rata (kapal
barang)
Load factor rata-rata (kapal
pnp)
•
Perhubungan Laut
•
•
Total 1 tahun
Rata-rata 1
Tahun
% kapasitas runway
% kapasitas terminal
Load factor rata-rata (pswt
pnp)
Load factor rata-rata (pswt
barang)
•
Perhubungan Udara
•
•
Total 1 tahun
Rata-rata 1
Tahun
•
Perhubungan
Total 1 tahun
•
Udara
Kapasitas
Terpakai
•
•
•
•
Intermoda
Kapasitas
Terpakai
% bongkar muat terhadap
kapasitas
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
64
BAB 5
APLIKASI INDIKATOR KINERJA
5.1 KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN DATA
Perhitungan indikator kinerja pembangunan transportasi yang diusulkan diatas sangat tergantung
pada ketersediaan data untuk melakukan penilaian. Pada umumnya, ketersediaan data ini sangat
tergantung pada badan/instansi yang berwenang pada penyelenggaraan moda transportasi
tersebut.
Dengan ketersediaan data yang cukup baik dan komprehensif, maka perhitungan indikator kinerja
ini dapat dilakukan dengan baik. Selain itu, ketersediaan data secara berkelanjutan setiap tahun
merupakan suatu keharusan yang bermanfaat untuk membandingkan kinerja pada kurun waktu
tahunan yang berbeda.
Pengukuran indikator kinerja pada dua moda transportasi yaitu Kereta Api dan Transportasi Laut
yang menjadi fokus studi dilakukan dan dijabarkan pada sub bab berikut.
5.2
PENGUKURAN KINERJA TRANSPORTASI KA
Pengukuran indikator kinerja transportasi pada kereta api diperhitungkan berdasarkan indikator
yang dikembangkan, disesuaikan dengan kondisi penyediaan jaringan kereta api di Indonesia yang
hanya ada di Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera. Karena itu, penilaian indikator kinerja
dilakukan pada tingkat segregasi Indonesia dan segregasi wilayah hanya pada Pulau Jawa dan
Sumatera. Bahkan terdapat beberapa data yang merupakan data segregasi indonesia (tidak dibagi
Jawa dan Sumatera) sehingga perhitungan yang dilakukan hanya pada tingkat segregasi Indonesia.
Untuk menilai peningkatan kinerja, dilakukan penilaian pada kurun waktu 2 tahun yang berbeda
guna memberikan indikasi adanya perubahan (peningkatan atau penurunan) kinerja. Penjabaran
mengenai perhitungan indikator kinerja pada sektor transportasi KA ini dijabarkan pada Tabel 17.
Tabel 17 Perhitungan Indikator Kinerja Transportasi KA
Indikator Kinerja
Ukuran
TINGKAT SEDIAAN
Tingkat
ketersediaan jalur
Kapasitas
Panjang jalur (track-km)/10.000
penduduk
Kilometer Tempat Duduk (km-td)
Kilometer Kereta (km-KA)
TINGKAT KUALITAS PELAYANAN
Kehandalan
Keterlambatan rata-rata (menit)-KA
pelayanan
penumpang
Keterlambatan rata-rata (menit)-KA
barang
% keberangkatan tepat waktu- KA
penumpang
% keberangkatan tepat waktu-KA
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
Tahun
2010
Tahun
2011
Peningkatan (+)
Penurunan (-)
0,284
25,754,853
268,022,345
0,281
24,398,855
272,304,234
(-) 0,004
(-) 1.355.998
(-) 4.281.889
28,5
22,0
(+) 6,5
82,5
86,5
(-) 4,0
50,5
29
53,5
27
(+) 3,0
(-) 2
65
Indikator Kinerja
Keselamatan
TINGKAT UTILISASI
Kapasitas Sisa
Ukuran
Tahun
2010
Tahun
2011
Peningkatan (+)
Penurunan (-)
barang
Jumlah kecelakaan/1 juta trip.km
Peristiwa luar biasa
Jumlah perlintasan sebidang
1,52
74
5.202
1,10
54
5.194
(+) 0,42
(+) 20
(+) 8
Ton.km/track.km
Pnp.km/track.km
414,8
147,1
384,4
123,5
(-) 30,4
(-) 23,7
Sumber : Analisis Konsultan, 2012
Berdasarkan pada penilaian diatas, maka terdapat beberapa indikator yang memberikan indikasi
bahwa terdapat peningkatan pada kinerja pembangunan transportasi KA seperti pada kualitas
pelayanan (kecuali rata-rata keterlambatan angkuatan barang) namun terjadi penurunan kinerja
pada semua indikator tingkat sediaan dan tingkat utilisasi.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Pembangunan Bidang Transportasi di Indonesia
66
Download