tesis revisi

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini hampir segala bidang ilmu pengetahuan telah
berkembang pesat. Bahkan antara satu bidang pengetahuan dengan bidang
yang lain saling terkait. Sehingga suatu masalah nampak semakin kompleks,
yang disebabkan oleh adanya tinjauan dari berbagai ilmu pengetahuan guna
memecahkan masalah tersebut. Pemecahan masalah prestasi olahraga harus
ditinjau dari berbagai ilmu pengetahuan. Agar dapat mencapai sasaran
tertentu yaitu pencapaian prestasi yang maksimal. Olahraga bukan hanya
membangun fisik, melainkan juga membangun mental dan spiritual. Sehingga
antara jasmani dengan rohani akan dapat berkembang serasi dan seimbang
dengan hakekat pembangunan nasional.
Olahraga bola voli seperti halnya dengan olahraga permainan
lainnya, dimana seseorang untuk dapat bermain harus menguasai terlebih
dahulu teknik-teknik dasar permainan yang digunakan. Teknik dasar tersebut
mempunyai karakteristik yang sesuai dengan bentuk permainannya. Adapun
teknik-teknik dalam permainan bola voli adalah servis, pasing, umpan, smash
dan block (Yunus, 2000).
2
Sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan permainan bola
voli, maka teknik-teknik dasarnya harus betul-betul dikuasai dengan baik oleh
para pemain. Salah satu teknik dasar permainan bola voli yang berperan
penting adalah teknik block.
Menang atau kalah pada pertandingan bola voli, sesungguhnya
tergantung pada baik tidaknya kemampuan dasar yang dimiliki pemain.
Kemampuan dasar block atau pertahanan merupakan inti dari seluruh sistem
pertahanan dalam permainan bola voli. Hanya dengan pertahanan yang kuat,
pemain dapat mengimbangi pukulan-pukulan atau smash lawan. Untuk
membentuk block yang baik pemain harus menafsirkan jatuhnya bola.
Dengan kata lain pemain harus dapat meramalkan kemana kira-kira lawan
akan memukul bola (Dieter, 2011).
Dalam permainan bola voli, kesalahan yang biasanya dilakukan oleh
atlet adalah kurang akuratnya block, sehingga pukulan-pukulan yang
dilakukan oleh lawan seringkali tidak terbendung. Ini dikarenakan kurangnya
kondisi fisik sehingga sangat mempengaruhi tingginya loncatan block dalam
permainan. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan tinggi
loncatan adalah daya tahan dan kekuatan otot. Daya tahan dan kekuatan otot
mempunyai hubungan erat dengan kemampuan meloncat. Loncat adalah
termasuk dalam olahraga atletik khususnya nomor loncat. Namun loncat
ditempat adalah nomor yang tidak diperlombakan. Nomor loncat ini sering
3
dimasukkan kedalam program pelatihan untuk meningkatkan kekuatan
kekuatan otot, daya ledak otot, daya tahan otot, kelentukan, keseimbangan
tubuh, serta koordinasi organ tubuh agar dapat melakukan gerakan secara
efektif dan efisien (Adiatmika, 2002).
Melihat dari permainan bola voli yang dilakukan oleh mahasiswa
FPOK IKIP PGRI BALI, cenderung block yang dilakukan kurang akurat. Ini
dilihat pada saat pertandingan dalam porsenas di Surabaya, pukulan-pukulan
dari lawan sering kali tidak terbendung. Ini merupakan faktor utama
penyebab kekalahan yang dilakukan saat pertandingan.
Ketidak akuratan block disebabkan karena adanya faktor-faktor yang
menghambat seperti kurangnya kemampuan mahasiswa dalam melakukan
gerakan-gerakan meloncat dan berlari. Hal ini dimungkinkan karena tidak
adanya kekuatan otot-otot dan daya ledak otot yang baik, yang dimiliki oleh
setiap mahasiswa. Akibatnya gerakan yang dilakukan kurang efektif, efisien
dan akurat, seringkali menimbulkan cedera (Sukadiyanto, 2010). Untuk itu
diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai. Berbagai
macam cara pelatihan untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai seperti
vertical jump, lompat kodok, skiping, jingkat hop, dan loncat rintangan. Jadi
power dapat meningkat hanya tergantung kepada pembebanan yang diberikan
dan dipadukan dengan unsur-unsur kesegaran jasmani. Dengan adanya
berbagai macam bentuk-bentuk latihan meloncat yang tujuannya untuk
memacu atau merangsang tolakan kaki agar kuat sehingga menghasilkan
4
lompatan melambung tinggi. Dalam penelitian ini dipilih dua jenis bentuk
latihan yaitu latihan loncat dengan rintangan. Latihan ini pada intinya
bertujuan untuk memacu dan merangsang tolakan kaki agar kuat sehingga
menghasilkan lompatan melambung tinggi. Bentuk latihan tersebut belum
diketahui dengan pasti, dalam meningkatkan tinggi loncatan. Untuk
mengetahui bentuk latihan yang dapat memberikan latihan yang dapat
memberikan pengaruh yang lebih baik, maka perlu dilakukan penelitian.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul ”
perbandingan pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5
meter antara 10 repetisi 3 set dan 5 repetisi 6 set terhadap peningkatan tinggi
loncatan block dalam permainan bola voli mahasiswa putra semester II FPOK
IKIP PGRI Bali.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Apakah pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter 10
repetisi 3 set dapat meningkatkan tinggi loncatan block dalam permainan bola
voli mahasiswa putra semester II FPOK IKIP PGRI BALI?
2.
Apakah pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter 5
repetisi 6 set dapat meningkatkan tinggi loncatan block dalam permainan bola
voli mahasiswa putra semester II FPOK IKIP PGRI BALI?
5
3.
Apakah ada perbedaan pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari
cepat 5 meter 10 repetisi 3 set dengan 5 repetisi 6 set terhadap peningkatkan
tinggi loncatan block dalam permainan bola voli mahasiswa putra semester II
FPOK IKIP PGRI BALI?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk membandingkan efektivitas pelatihan loncat rintangan 50 cm
dengan variasi lari cepat 5 antara meter 10 repetisi 3 set dan 5 repetisi 6 set
dengan peningkatan tinggi loncatan block dalam permainan bola voli
mahasiswa putra semester II FPOK IKIP PGRI BALI.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk membuktikan pelatihan loncat rintangan setinggi 50 cm dengan
variasi lari cepat 5 meter 10 repetisi 3 set dapat meningkatkan tinggi
loncatan block dalam permainan bola voli mahasiswa putra semester II
FPOK IKIP PGRI BALI.
2. Untuk membuktikan pelatihan loncat rintangan setinggi 50 cm dengan
variasi lari cepat 5 meter 5 repetisi 6 set dapat meningkatkan tinggi
loncatan block dalam permainan bola voli mahasiswa putra semester II
FPOK IKIP PGRI BALI.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1.
Manfaat teoritis : dapat memberikan sumbangan pikiran dan pengetahuan
tentang pelatihan loncat rintangan setinggi 50 cm dengan variasi lari 5 meter
10 repetisi 3 set dan 5 repetisi 3 set terhadap tingginya loncatan block dalam
permainan bola voli.
2.
Manfaat praktis : sebagai pedoman dalam upaya peningkatan tingginya
loncatan block perlu diadakan pelatihan untuk meningkatkan tingginya
loncatan dan daya ledak otot tungkai dengan pembebanan yang cukup, serta
melibatkan kontraksi otot-otot tungkai.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinggi loncatan Block
Bloking dalam permainan bola voli merupakan salah satu hal yang
penting karena jika kita dapat memblock pukulan lawan kemungkinan kita
akan mendapatkan poin. Teknik dasar memblock atau membendung lawan
bertujuan untuk menghadang pukulan lawan yang memukul bola di dekat net
sehingga bola tidak bisa melewati net. Untuk memperoleh ketinggian block
yang baik atau tinggi maka perlu diadakan pelatihan-pelatihan. Pelatihan
dalam hal ini adalah jumlah semua rangsangan yang dilaksanakan pada jarak
waktu tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi khususnya yang
erat kaitannya dengan penggunaan tungkai
Cara melakukan bloking adalah berdiri dengan kaki sejajar, badan
menghadap pada jaring. Kedua tangan berada di depan dada, untuk awalan
tolakan maka lutut ditekuk agak dalam, togok dengan demikian menjadi
condong ke depan, setelah mengambilan posisi ini kemudian diteruskan
dengan tolakan-tolakan ke atas dengan kedua kaki secara eksplosip dan kuat
(Suharno, 1982)
Pada saat membendung bola dengan posisi kedua tangan di dekat net
maka yang terpenting adalah tangan si pembendung bola tidak boleh
8
menyentuh net. Pandangan arah mata selalu kearah bola yang dipukul oleh si
pemukul. Lakukan pendaratan dengan baik setelah membendung bola agar
keseimbangan badan tetap terjaga dengan baik. Pada saat pendaratan dapat
diikuti dengan penekukan pada lutut kaki.
2.1.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi loncatan block
Tinggi block dalam permainan bola voli dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu eksternal dan internal. Faktor internal adalah suatu yang ada dalam
tubuh manusia dan menetap. Misalnya, genetik, umur, jenis kelamin.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang erat hubungannya dengan
aktifitas fisik, kelelahan, lingkungan cuaca (kelembaban relative udara),
motovasi. Faktor-faktor tersebut diuraikan sebagai berikut:
1.
Genetik
Keunggulan genetik yang bersifat bawaan atau genetik tertentu
diperlukan untuk berhasil dalam cabang-cabang olahraga tertentu seperti
proporsi tubuh, karakter psikologis, otot merah dan otot putih, suku, sering
kali menjadi pertimbangan untuk memilih atlet (Baley, 1990). Pengaruh
genetik terhadap kecepatan, kekuatan dan daya tahan pada umumnya
berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serabut otot
putih dan serabut otot merah. Atlet yang memiliki serabut otot putih, lebih
mampu untuk melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik, sedangkan atlet
yang lebih banyak memiliki serabut otot merah tepat untuk melakukan
9
kegiatan yang bersifat bersifat aerobik (Nala, 2011). Dengan demikian faktor
genetik juga penting pengaruhnya terhadap hasil loncatan.
2.
Umur
Peningkatan kekuatan otot berkaitan dengan pertambahan umur,
dimensi anatomis, diameter otot, kematangan seksual (Astrand and Rodahl,
1986). Menurut Nala (1986) pada usia 12 tahun kekuatan otot akan terus
meningkat sesuai dengan pertambahan usia, sehingga mencapai puncaknya
pada usia 20-30 tahun. Setelah umur ini, kekuatan akan menurun kecuali
diimbangi dengan pelatihan pembebanan berlebih. Pada umur 65 tahun,
kekuatan akan berkurang 20% dari kekuatan maksimal dari umur 20-30
tahun.
3.
Jenis kelamin
Kekuatan otot pada pria dan wanita berbeda terutama pada akhir
masa pubertas. Pria memiliki ukuran otot lebih besar dibandingkan dengan
wanita. Oleh karena itu pelatihan untuk meningkatkan kekuatan otot akan
memberi keuntungan lebih baik bagi pria dibandingkan dengan wanita
(Friedrich, 1986). Untuk wanita dewasa, kekuatan lebih rendah dari pria pada
umur yang sama. Peningkatan menonjol pada pria mungkin ada kaitannya
dengan system hormonal (Astrand and Rodahl, 1986)
10
4.
Tingkat kesegaran jasmani
Kesegaran jasmani (kebugaran fisik) adalah kemampuan tubuh untuk
melakukan suatu tugas rutin dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami
kelelahan yang berarti dan masih memiliki tenaga cadangan untuk melakukan
aktivitas yang bersifat mendadak. Dengan demikian kebugaran mutlak harus
dimiliki oleh seorang atlet agar dapat melakukan pelatihan dan dapat
mencapai prestasi maksimal. Kesegaran jasmani melibatkan beberapa
komponen biomotorik (Nala, 1998). Kebugaran fisik sangat diperlukan oleh
setiap individu sehingga aktivitas dapat dilakukan dengan baik. Kebugaran
fisik dari asfek ilmu faal menunjukkan kesanggupan atau kemampuan dari
tutbuh manusia untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap beban
fisik yang dihadapkan tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti
(Giriwijoyo, 2007). Dengan demikian seseorang yang memiliki fisik yang
prima akan mampu melakukan kerja atau aktivitas tanpa mengalami
kelelahan yang berarti, sehingga daya ledak otot yang dilasilkan akan lebih
baik pula. Tingkat kesegaran jasmani dapat diketahui dengan melakukan tes
diantaranya tes lari erobik 2,4 km dengan pengukuran denyut nadi memakai
stopwatch atau pulse meter.
5.
Kelelahan
Kelelahan adalah suatu perasaan yang secara subjektif dapat
dirasakan oleh semua orang, seperti perasaan lapar dan haus. Secara subjektif
11
orang dapat mengalami perasaan lelah pada otot yang aktif, rasa lelah
dikepala, rasa lelah diseluruh tubuh, rasa sakit pada otot, rasa kaku pada
sendi-sendi dan sebagainya. Sedangkan secara objektif kelelahan dapat
dilihat dengan koordinasi otot-otot terganggu, menurunnya kekuatan fisik dan
mental menjadi lambat. Rasa lelah akan cepat timbul bila beban kerja lebih
besar dari kekampuan fisik atlet. Bila pemain voli meloncat berkali-kali
selama bermain maka kemampuan meloncat akan menurun sedang tinggi
loncatan meningkat.
Sampai saat ini belum ditemukan metode untuk menghitung secara
kuantitatif kelelahan pada manusia. Hal ini disebabkan karena kelelahan tidak
tergantung dari satu faktor saja, tetapi didasari atas banyak faktor atau proses
seperti : psikologis, fisik, kimia, syaraf dan hormonal (Manuaba, 1983).
6.
Kelembaban relatif
Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara
relative, kecepatan gerak udara dan suhu radiasi. Toleransi setiap individu
terhadap cuaca berbeda satu sama lain. Orang indonesia pada umumnya
beriklimatisasi dengan iklim tropis sekitar 29-300c dengan kelembaban udara
sekitar 80%-95%. Terhadap suhu udara udara 30,80c toleransi masih bisa 60
menit dan hanya 42 menit bila suhu udara 33,50c. Bila olahraga dilakukan
pada udara yang nyaman maka tubuh hanya mengatasi beban berupa
pengeluaran panas tubuh dan bila udara tidak nyaman maka tubuh terpaksa
12
mendapat beban tambahan untuk melawan udara tidak nyaman tersebut
(Manuaba, 1983). Pelatihan yang dilakukan pada suhu udara yang panas
dapat menyebabkan atlet mengalami dehidrasi dan banyak kehilangan
elektrolit yang keluar melalui keringat , sehingga akan mengurangi kontraksi
otot dan impul saraf dan menyebabkan cepat lelah. Sebaliknya pelatihan yang
dilakukan
ditempat
yang
dingin
akan
menyebabkan
atlet
sulit
mempertahankan panas, sehingga dapat mengalami cram. Dengan demikian
tingkat kelembaban udara sekitar dapat mempengaruhi penampilan fisik
seseorang.
7.
Motivasi
Motivasi olahraga adalah keseluruhan daya penggerak didalam diri
individu yang menimbulkan kegiatan pelatihan, menjamin kelangsungan
pelatihan dan memberi arah pada kegiatan pelatihan untuk mencapai tujuan.
Teknik peningkatan motivasi diantaranya : teknik verbal : memberi pujian
terhadap pelatihan yang dilakukan dan memberi sugesti untuk berbuat lebih
baik. Memberi petunjuk yang dapat meyakinkan bahwa dengan pelatihan
yang baik dapat mengatasi kelemahan. Teknik tingkah laku: memberi contoh
tingkahlaku positif seperti disiplin, jujur, tekun dan dedikasi tinggi terhadap
tugas-tugas. Teknik intensif: memberi hadiah berupa materi arau lainnya
(Gunarsa, 1989). Menurut penelitian pemberian motivasi dapat meningkatkan
kemampuan untuk meloncat lebih tinggi dibandingkan dengan atlet yang
13
tidak diberi motivasi. Hasil yang bermakna ditunjukan oleh peningkatan
sebesar 10%-13% dari yang dapat dicapai sebelumnya (Iwao, 1975).
8.
Daya ledak
Daya ledak adalah kemampuan untuk melakukan aktifitas secara
tiba-tiba dan cepat dengan menggerakkan seluruh kekuatan dalam waktu
yang singkat ( Nala, 2002). Daya ledak ini sangat diperlukan dalam cabang
olahraga yang memerlukan kekuatan tungkai seperti bola voli. Daya ledak
otot tungkai merupakan faktor terpenting untuk mencapai kemampuan sudut
tolakan terhadap nilai power. Tujuan dalam tolakan ini adalah untuk
mencapai hasil nilai power yang maksimal dalam sudut tolakan tertentu.
Hasil nilai power dalam tolakan sangat tergantung pada kecepatan horisontal
yang diperoleh pada saat awalan dan kecepatan vertikal yang diperoleh dari
tolakan yang dilakukan. Daya ledak otot tungkai sangat diperlukan untuk
pelaksanaan awalan dan tolakan sudut tertentu . kekuatan merupakan dasar
otot dari power dan daya tahan otot. Berdasarkan hal tersebut, kekuatan
merupakan unsur utama untuk menghasilkan power dan daya tahan otot.
Daya ledak otot dapat ditingkatkan melalui latihan fisik. Untuk meningkatkan
daya ledak otot diperlukan peningkatan kekuatan dan kecepatan secara
bersama-sama. Daya ledak akan dapat dikembangkan dengan suatu dorongan
atau tolakan yang kuat dan singkat sehingga memacu kecepatan rangsangan
saraf dalam gerakan meloncat (Anonim, 2012)
14
9.
Kekuatan
Kekuatan otot adalah kemampuan otot membangkitkan tenaga
terhadap suatu tahanan ( Harsono, 2003). Pelatihan yang dapat meningkatkan
kekuatan otot adalah pelatihan dengan pembebanan yang cukup, tanpa
menggunakan beban pelatihan otot tidak akan bertambah. Dengan pelatihan
berbeban sel-sel otot akan semakin besar , makin besar sel otot
maka
kekuatanya semakin besar pula. Kekuatan otot didapat dari kontraksi
sekelompok otot atau beberapa otot yang merupakan salah satu faktor untuk
meningkatkan suatu prestasi, karena kekuatan otot merupakan sumber
perubahan ( Hidayat, 1998). Kekuatan otot-otot melukiskan kontraksi
maksimal yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot dan
kemampuan otot-otot yang dimulai pada umumnya adalah otot-otot tangan,
lengan, bahu, dada, perut, tungkai kaki dan punggung, kekuatan otot tangan
dan lengan penting untuk memegang, mengangkat, mengayun, menarik,
melempar, mendorong dan menolak (Jarver, 2005). Kekuatan merupakan
dasar (basic) otot dari power dan daya tahan otot. Berdasarkan hal tersebut,
kekuatan merupakan unsur utama untuk menghasilkan power dan daya
tahan otot. Kekuatan sangat penting untuk melakukan tolakan yang
maksimal agar tubuh dapat melayang tinggi dan dapat mencapai hasil nilai
yang maksimal.
10. Koordinasi
Koordinasi merupakan kemampuan untuk melakukan gerakan atau
kerja dengan tepat dan efisien atau kemampuan untuk mengintegrasikan
15
gerakan sistem sensorik kedalam pola gerak efisien. Jadi koordinasi
menyatakan hubungan harmonis berbagai faktor yang terjadi pada suatu
gerak (Rhedana, 2000). koordinasi diperlukan pada saat seseorang melakukan
gerakan meloncat dengan berlari, sehingga ada variasi gerak yang dilakukan
secara bergantian. Kontraksi dan relaksasi otot berjalan secara mulus bila
telah terjadi koordinasi yang tinggi keseimbangan tidak terganggu sasaran
yang diinginkan tepat terjangkau, tidak cepat lelah dan mengurangi
kemungkinan cidera (Sumosarjono, 1999)
11. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan sikap dan
posisi tubuh secara tepat pada saat berdiri (static balance) atau pada saat
melakukan gerakan (dynamic balance) (Wahjoedi, 2000). Keseimbangan
adalah komponen utama dalam aktifitas sehari-hari kita sepeti berjalan,
berlari dan naik tangga. Penjelasan secara terminologinya, keseimbangan
diartikan kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi dipusat
gravitasi dengan batasan stabilitas sebagai pendukung utama. Kemampuan
untuk dapat stabil merupakan gerakan utama agar dapat bergerak secara
seimbang atau pun tidak pada saat bergerak. Sehingga keseimbangan adalah
fondasi utama untuk melakukan gerakan. Meskipun ada beberapa jenis
control keseimbangan yaitu keseimbangan atisipasi, keseimbangan reaksi dan
keseimbangan fungsional. Keseimbangan antisipasi yaitu tindakan yang
diambil untuk mepersiapkan suatu peristiwa yang berpotensi tidak stabil.
Berkebalikan dengan keseimbangan reaksi yaitu tanggapan terhadap suatu
16
gangguan dari luar untuk mempertahankan stabilitas tubuh. Untuk
keseimbangan fungsional ini digunkan pada saat aktifitas sehari-hari,
sehingga kedua keseimbangan tersebut digunakan secara bergatian menurut
aktifitas yang dilakukan (Triyono, 2012).
Menurut (Sukadiyanto, 2010) keseimbangan adalah kemampuan
seseorang untuk tetap mampu mempertahankan dan mengendalikan posisi
tubuh pada saat bergerak menjangkau seluruh area lapangan permainan. Dari
uraian di atas dapat dikemukakan bahwa keseimbangan adalah kemampuan
seseorang untuk tetap mampu mempertahankan tubuhnya dalam keadaan
stabil dan dapat mengendalikan tubuh sehingga saat bergerak dapat
menjangkau seluruh lapangan. Maka, pemain voli diharapakan mempunyai
keseimbngan agar dalam melakukan loncatan dengan baik. Dengan memiliki
keseimbangan yang baik pemain voli dapat melakukan gerakan-gerakan yang
gesit dan kemampuan mengontrol tubuh untuk tetap stabil. Untuk
menentukan tingkat keseimbangan seseorang, dengan melaksanakan sikap
kapal terbang dengan mengangkat salah satu kaki berat badan bertumpu pada
kaki yang lainnya.
12.
Kecepatan reaksi ( waktu reaksi )
Kecepatan pada umumnya terbagi dalam dua jenis yaitu kecepatan
reaksi dan kecepatan gerak. Kecepatan reaksi adalah gerakan yang dilakukan
tubuh untuk menjawab secepat mungkin sesaat setelah mendapat suatu
respons atau peristiwa dalam satuan waktu (Sukadiyanto,2010). Kecapatan
reaksi diartikan kemampuan tubuh atau anggota tubuh untuk bereaksi secepat
17
munggkin ketika ada rangsangan yang diterima oleh reseptor somatik,
kinetis, atau vestibular (Nala, 2002). Dengan melakukan gerakan secara
berulang-ulang dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Semakin banyak
pengulangan yang dikalukan maka reaksi akan semakin cepat. Dalam banyak
cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik yang sangat penting.
Kecepatan menjadi factor penentu, merupakan hal yang sangat dibutuhkan
dalam cabang-cabang olahraga yang dipertandingan. Kecepatan dalam teori
kepelatihan berarti kemampuan menggerakkan anggota badan, kaki atau
lengan atau bagian statis pengumpil tubuh bahkan keseluruhan tubuh dengan
kecepatan terbesar yang mampu dilakukan.
Kecepatan reaksi adalah kualitas yang memungkinkan memulai
suatu jawaban kinetis secepat mungkin setelah menerima suatu rangsang.
faktor-faktor penentu khusus kecepatan reaksi yaitu: tergantung iritabilita
dari susunan syaraf, daya orientasi situasi yang dihadapi oleh atlet,ketajaman
panca indera dalam menerima rangsangan, kecepatan gerak dan daya ledak
otot. Kecepatan reaksi atau daya reaksi adalah kemampuan merespons sesaat
setelah stimulus yang diterima syaraf yang berupa bunyi atau tanda lampu
menyala. Beberapa prinsip yang perlu ditaati dalam usaha meningkatkan
pengembangan kecepatan reaksi yaitu meningkatkan pengenalan terhadap
situasi persepsi khusus dan mengotomatisasikan semaksimal mungkin
jawaban motoris yang perlu dibuat atau sikap kinetis yang perlu dipilih dalam
situasi nyata. Oleh karena itu sangat perlu adanya metode latihan yang
mengkondisikan atlet pada situasi pertandingan yang sesungguhnya, di mana
18
atlet dituntut melakukan gerakan secepat-cepatnya dalam waktu yang singkat.
Berdasarkan dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kecepatan reaksi
adalah kemampuan individu untuk memindahkan atau merubah posisi tubuh
atau anggota tubuh dalam menempuh suatu jarak tertentu dengan melakukan
gerakan dari mulai adanya stimulus hingga berakhirnya respon dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya dalam satuan waktu. Maka, atlet voli dituntut
untuk memiliki kecepatan reaksi yang baik, agar dapat melakukan gerakan
meloncat sejauh mungkin (Triyono, 2012).
2.2 Loncat melewati rintangan dengan variasi lari cepat
Loncat adalah suatu rangkaian gerakan yang diawali dengan gerakan
kedua lengan keblakang bertumpu dengan dua kaki, kemudian bergerak
dengan menjejakkan kaki dan melayangkan tubuh ke atas ke depan.
Pelaksanaan pelatihan loncat melewati rintangan dengan variasi lari : sikap
awal dimulai dengan menekuk lutut dengan sudut kurang lebih 130°-140°
atau secara praktis lutut ditekuk sampai
paha sejajar permukaan tanah.
Gerakan selanjutnya meloncat dengan kuat dan cepat dengan tolakan kedua
telapak kaki melewati rintangan, kemudian dengan kedua ujung kaki
mendarat di permukaan tanah dengan mengeper, dilanjutkan dengan berlari
dengan cepat sejauh 5 meter. Dilanjutkan berputar, menghadap rintangan
sehingga sikap tubuh kembali ke sikap semula dengan siap untuk melakukan
loncatan berikutnya. Gerakan dilakukan berulang-ulang (Bompa,1993).
Keuntungan loncat rintangan adalah adanya irama gerakan
melambung ke atas, adanya tarikan bumi, memperoleh tenaga loncatan yang
19
kuat, bentuk gerakan cukup efektif dan efisien dalam pemakaian gerak pada
loncatan, keseimbangan saat mendarat lebih baik. Sedangkan kerugian loncat
rintangan adalah menimbulkan rasa ragu-ragu dalam melakukan gerakan
loncat rintangan dengan pendaratan terlalu cepat.
2.2.1 Pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter 10
repetisi 3 set
Pelaksanaan pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari
cepat 5 meter 10 repetisi 3 set : sikap awal dimulai dengan menekuk lutut
dengan sudut kurang lebih 130°-140° atau secara praktis lutut ditekuk sampai
batas paha sejajar permukaan tanah. Gerakan selanjutnya meloncat dengan
kuat dan cepat dengan tolakan kedua telapak kaki melewati rintangan,
kemudian dengan kedua ujung kaki mendarat di permukaan tanah dengan
mengeper. Dilanjutkan dengan berlari sejauh 5 meter dengan cepat berputar,.
Selanjutnya kembali menghadap rintangan sehingga sikap tubuh kembali ke
sikap semula. Setiap set dilakukan 10 kali pengulangan dan istirahat antar set
1 menit.
Komponen biomotorik yang disentuh dalam pelatihan loncat
rintangan 50 cm dengan variasi lari 5 meter 10 repetisi 3 set adalah
1.
Kecepatan reaksi
Kecepatan dipengaruhi oleh waktu reaksi. Kecapatan reaksi
diartikan kemampuan tubuh atau anggota tubuh untuk bereaksi secepat
20
munggkin ketika ada rangsangan yang diterima oleh reseptor somatik,
kinetis, atau vestibular (Nala, 2002). Waktu reaksi adalah waktu yang
dibutuhkan antara mulai adanya rangsang sampai terjadinya gerakan. Dalam
permainan bola voli kecepatan gerak sangat dibutuhkan, mulai dari Saat
melakukan block, kemudian pemain bergerak dengan cepat untuk menerima
bola kembali dan berusaha mengembalikannya ke lapangan lawan. Dalam
pelatihan ini dengan melakukan gerakan secara berulang-ulang dapat
meningkatkan kecepatan reaksi. Dengan melakukan gerakan secara berulangulang dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Semakin banyak pengulangan
yang dikalukan maka reaksi akan semakin cepat. Sehingga semakin cepat
reaksi semakin tinggi loncatan yang bisa dilakukan. . Dalam pelatihan ini
dengan melakukan gerakan secara berulang-ulang dapat meningkatkan
kecepatan reaksi
2.
Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan otot skeletal tubuh untuk melakukan
kontraksi atau tegangan maksimal dalam menerima beban sewaktu
melakukan aktivitas ( Nala, 2002 ). Dalam pelatihan ini kekuatan diperlukan
saat melakukan gerakan mendarat setelah melakukan loncatan. Pelatihan
loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari 5 meter 10 repetisi 3 set dapat
meningkatkan kekuatan otot tungkai karena pada saat pelatihan loncat
rintangan dengan variasi lari cepat dilakukan secara berulang-ulang, sehingga
otot-otot pada bagian kaki menjadi berkontraksi. Kekuatan merupakan
komponen yang paling mendasar dan sangat penting dalam olahraga. Karena
21
kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik, berperan untuk
mencegah cedera, dan merupakan komponen dasar bagi komponen kondisi
fisik lainnya. Meskipun banyak aktivitas olahraga lebih memerlukan agilitas,
speed, keseimbangan koordinasi dan sebagainya, tetapi faktor tersebut harus
dikombinasikan dengan kekuatan agar diperoleh hasil yang baik. Jadi
kekuatan merupakan basis bagi komponen kondisi fisik lainnya. setiap atlet
dan cabang olahraga memiliki kekhasan masing-masing yang berbeda. Tetapi
yang pasti bahwa atlet voli harus memiliki kekuatan untuk melakukan
aktivitas olahraga secara efisien. Dalam latihan kontraksi isotonis akan
Nampak adanya gerakan dari anggota tubuh. Hal ini terjadi karena ada
gerakan memendek dan memanjangnya otot, sehingga terdapat perubahan
dalam panjang otot yang akan mempengaruhi tinggi loncatan ( Subadrah,
2012)
3.
Daya ledak
Daya ledak sangat diperlukan dalam cabang olah raga bola voli,
khususnya pada saat melakukan block. Pada pelatihan loncat rintangan 50 cm
dengan variasi lari cepat 5 meter 10 repetisi 3 set dilakukan secara berulangulang sehingga dapat meningkatkan daya ledak. Daya ledak adalah
kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan cepat dengan
mengarahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat (Nala, 2002). Daya
ledak merupakan kemampuan otot untuk melakukan kerja secara ledakan
(tiba-tiba dan kuat) tenaga ledakan ini sangat dipengaruhi oleh kekuatan dan
kecepatan reaksi otot (Adiatmika, 2002). Daya ledak merupakan kombinasi
22
dari hasil kekuatan dan kecepatan otot. Daya ledak adalah kemampuan otot
untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat.
Dengan demikian oleh karena daya ledak merupakan kombinasi dari hasil
kekuatan dan kecepatan maka untuk mengembangkan power, atlet harus
mengembangkan kekuatan dan kecepatannya. Oleh karena itu jika atlet voli
tidak memiliki loncatan yang baik maka kemungkinannya adalah dia tidak
memiliki power yang sempurna. Untuk meningkatkan daya ledak otot
tungkai pemain voli dapat dikembangkan melalui penambahan latihan
kekuatan dan kecepatan otot tungkai. Bentuk latihan untuk mengembangkan
power diantaranya adalah dengan melakukan latihan pliometrik. Yaitu latihan
yang
dilakukan
dengan
cara
meregangkan
otot
tertentu
sebelum
mengkontraksikannya secara eksplosif. Jika ingin meningkatkan power pada
kelompok otot tertentu kita harus meregangkan kelompok otot tersebut
kemudian secara eksplosif segera memendekan otot tersebut.
Program
latihan pliometrik biasanya lebih efektif bila dibandingkan dengan latihan
squats atau squat jump dalam hal mengembangkan daya ledak otot tungkai.
Namun latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati, sebab jika ototnya belum
kuat akan mudah terkena cedera (Anonim,2012)
2.2.2 Pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter 5 repetisi
6 set
Pelaksanaan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5
repetisi 6 set : sikap awal dimulai dengan menekuk lutut dengan sudut kurang
23
lebih 130°-140° atau secara praktis lutut ditekuk sampai batas paha sejajar
permukaan tanah. Gerakan selanjutnya meloncat dengan kuat dan cepat
dengan tolakan kedua telapak kaki melewati rintangan, kemudian dengan
kedua ujung kaki mendarat di permukaan tanah dengan mengeper.
Dilanjutkan dengan berlari sejauh 5 meter dengan cepat berputar,.
Selanjutnya kembali menghadap rintangan sehingga sikap tubuh kembali ke
sikap semula. Setiap set dilakukan 5 kali pengulangan dan istirahat antar set 1
menit.
Komponen biomotorik yang disentuh dalam pelatihan loncat
rintangan 50 cm dengan variasi lari 5 meter 5 repetisi 6 set adalah
1.
Kecepatan reaksi
Kecapatan reaksi diartikan kemampuan tubuh atau anggota tubuh
untuk bereaksi secepat munggkin ketika ada rangsangan yang diterima oleh
reseptor somatik, kinetis, atau vestibular (Nala, 2002). Waktu reaksi adalah
waktu yang dibutuhkan antara mulai adanya rangsang sampai terjadinya
gerakan. Dalam permainan bola voli kecepatan gerak sangat dibutuhkan,
mulai dari Saat melakukan block, kemudian pemain bergerak dengan cepat
untuk menerima bola kembali dan berusaha mengembalikannya ke lapangan
lawan. Dalam pelatihan ini dengan melakukan gerakan secara berulang-ulang
dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Dengan melakukan gerakan secara
berulang-ulang dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Semakin banyak
pengulangan yang dikalukan maka reaksi akan semakin cepat. Sehingga
24
semakin cepat reaksi semakin tinggi loncatan yang bisa dilakukan. Dalam
pelatihan ini dengan melakukan gerakan secara berulang-ulang dapat
meningkatkan kecepatan reaksi.
2.
Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan otot skeletal tubuh untuk melakukan
kontraksi atau tegangan maksimal dalam menerima beban sewaktu
melakukan aktivitas (Nala, 2002). Dalam pelatihan ini kekuatan diperlukan
saat melakukan gerakan mendarat setelah melakukan loncatan. Pelatihan
loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari 5 meter 5 repetisi 6 set dapat
meningkatkan kekuatan otot tungkai karena pada saat pelatihan loncat
rintangan dengan variasi lari cepat dilakukan secara berulang-ulang, sehingga
otot-otot pada bagian kaki menjadi berkontraksi.. Kekuatan merupakan
komponen yang paling mendasar dan sangat penting dalam olahraga. Karena
kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik, berperan untuk
mencegah cedera, dan merupakan komponen dasar bagi komponen kondisi
fisik lainnya. Meskipun banyak aktivitas olahraga lebih memerlukan agilitas,
speed, keseimbangan koordinasi dan sebagainya, tetapi faktor tersebut harus
dikombinasikan dengan kekuatan agar diperoleh hasil yang baik. Jadi
kekuatan merupakan basis bagi komponen kondisi fisik lainnya. setiap atlet
dan cabang olahraga memiliki kekhasan masing-masing yang berbeda. Tetapi
yang pasti bahwa atlet voli harus memiliki kekuatan untuk melakukan
aktivitas olahraga secara efisien. Dalam latihan kontraksi isotonis akan
Nampak adanya gerakan dari anggota tubuh. Hal ini terjadi karena ada
25
gerakan memendek dan memanjangnya otot, sehingga terdapat perubahan
dalam panjang otot yang akan mempengaruhi tinggi loncatan (Subadrah,
2012)
3.
Daya ledak
Daya ledak adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas secara
tiba-tiba dan cepat dengan mengarahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang
singkat (Nala, 2002). Daya ledak merupakan kemampuan otot untuk
melakukan kerja secara ledakan (tiba-tiba dan kuat) tenaga ledakan ini sangat
dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan reaksi otot (Adiatmika, 2002).
Daya ledak sangat diperlukan dalam cabang olah raga bola voli, khususnya
pada saat melakukan block. Pada pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan
variasi lari cepat 5 meter 5 repetisi 6 set dilakukan secara berulang-ulang
sehingga dapat meningkatkan daya ledak. Daya ledak merupakan kombinasi
dari hasil kekuatan dan kecepatan otot. Daya ledak adalah kemampuan otot
untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat.
Dengan demikian oleh karena daya ledak merupakan kombinasi dari hasil
kekuatan dan kecepatan maka untuk mengembangkan power, atlet harus
mengembangkan kekuatn dan kecepatannya. Oleh karena itu jika atlet voli
tidak memiliki loncatan yang baik maka kemungkinannya adalah dia tidak
memiliki power yang sempurna. Untuk meningkatkan daya ledak otot
tungkai pemain voli dapat dikembangkan melalui penambahan latihan
kekuatan dan kecepatan otot tungkai. Bentuk latihan untuk mengembangkan
power diantaranya adalah dengan melakukan latihan pliometrik. Yaitu latihan
26
yang
dilakukan
dengan
cara
meregangkan
otot
tertentu
sebelum
mengkontraksikannya secara eksplosif. Jika ingin meningkatkan power pada
kelompok otot tertentu kita harus meregangkan kelompok otot tersebut
kemudian secara eksplosif segera memendekan otot tersebut.
Program
latihan pliometrik biasanya lebih efektif bila dibandingkan dengan latihan
squats atau squat jump dalam hal mengembangkan daya ledak otot tungkai.
Namun latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati, sebab jika ototnya belum
kuat akan mudah terkena cedera (Subadrah,2012)
2.3 Pengaruh pelatihan loncat rintangan dengan variasi lari cepat terhadap
otot.
Pelatihan loncat rintangan dengan variasi lari cepat adalah
meloncat dengan
posisi awalnya kedua kaki rapat, ditekuk dengan sudut
kira – kira 1100, bedan condong ke depan, kedua lengan di samping badan,
menolakkan kedua tungkai ke depan atas bersamaan dengan ayunan kedua
lengan ke depan atas sejauh – jauhnya, saat mendarat lutut sedikit ditekuk
seperti permulaan sebagai awalan untuk melakukan lompatan yang sama,
lompatan dilakukan dari baseline sampai di net, selanjutnya dari net kembali
ke baseline dengan cara berlari.
Pengaruh pelatihan terhadap otot sebagai berikut:
1.
Pengaruh terhadap otot tulang
Otot yang terlatih pada umumnya menjadi lebih besar dan lebih
kuat, dari pada otot yang tidak terlatih ukuran penampang lintangnya dan
27
volumenya menjadi lebih besar. Pelatihan loncat ke depan yang dilaksanakan
dengan repetisi dan set sistem otot setempat dalam pelatihan banyak sekali
pembuluh darah terkecil yang terbentuk baru, dengan meniadakan atau
menutup pembuluh kapiler yang tidak bekerja. Fungsi pembuluh kapiler yang
diantarkan persatuan waktu kepada sistem otot yang bekerja, demikian pula
pengaruhnya pada tulang - tulang sistem kerangka dimana tulang-tulang itu
menjadi lebih besar dan lebih berat karena pembentukan zat yang baru (
Sana,1993).
2.
Kekuatan otot - otot
Kekuatan otot-otot kaki berfungsi sebagai penyangga berat tubuh,
meloncat kelentukan sangat penting dan perlu dilaksanakan karena dapat
memperbaiki keluwesan dan kekenyalan, mengembangkan aliran darah yang
lebih efisien dalam jaringan kapiler untuk mengurangi cedera (Kosasih,
1996).
3.
Daya tahan otot
Daya tahan otot adalah kemampuan otot skeletal untuk melakukan
kontraksi atau gerakan berulang-ulang dalam jangka waktu lama dengan
beban tertentu (Nala, 2002). Daya tahan otot banyak terjadi kombinasi antara
anaerobik dan aerobik (Suharno, 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi
daya tahan otot adalah : (1) kehilangan glikogen otot (bahan bakar utama
otot); (2) kehilangan cadangan lemak (bahan bakar skunder untuk otot); (3)
rendahnya kadar gula darah yang biasa disebut hipoglikemia gula darah
adalah sumber bahan bakar sekunder bahan bakar otot; (4) tidak adanya
28
oksigen yg disebut hipoksia; (5) penimbunan asam laktat, produk pemecahan
pada waktu berlatih tanpa oksigen; (6) bertambahnya panas di dalam otot
yang disebut hipertemia (Markin dan Haffman, 1984).
Ada dua jenis daya tahan otot yakni, daya tahan statis dan daya
tahan dinamis. Pada daya tahan otot statis akan terjadi kontraksi otot
isometrik (tonus otot meningkat tetapi panjang otot tetap tidak ada gerakan),
sedangkan pada pada daya tahan dinamis akan terjadi kontraksi otot isotonik
(tonus otot tetap sejak awal gerakan sampai akhir gerakan) dan isokenetik
(kegerakan tetap) (Suharno, 1982).
Dalam tubuh manusia terdapat adenosin trifosfat (ATP), yaitu
bentuk energi kimia yang dapat digunakan segera untuk berkontraksi otot
yang ada dalam seluruh sel otot. Energi yang dibutuhkan untuk pembentukan
atp berasal dari energi yang diabsorbsi selama pemecahan zat makanan atau
bahan makanan dalam tubuh. Energi kontinyu atau penyediaan energi dalam
suatu kegiatan dapat dibedakan menjadi empat katagori, masing-masing
katagori tersebut adalah sebagai berikut:
Katagori I
Apabila aktivitas yang memerlukan waktu 30 detik energi
yang digunakan adalah dalam energi fosfagen.
Katagori II
Aktivitas yang memerlukan waktu 30-90 detik sistem energi
yang digunakan adalah ATP + PC dan asam lemak.
29
Katagori III
Aktivitas yang memerlukan waktu satu, tiga, lima menit
sistem energi yang digunakan adalah asam laktat dan
aerobic.
Katagori IV
Aktivitas yang memerlukan waktu lebih
dari 3 menit
system energi yang digunakan adalah sistem energi aerobic
(fox, 1983).
4.
Daya ledak otot
Daya ledak otot adalah kemampuan otot untuk melakukan kerja
secara ledakan (tiba-tiba dan kuat). Tenaga ledak ini sangat dipengaruhi oleh
kekuatan dan kecepatan reaksi otot (Nala, 2002). Daya ledak ini sangat
diperlukan pada cabang-cabang olahraga yang memerlukan kekuatan tungkai,
seperti : loncat tinggi, lompat jauh, sprint, dan lain-lain, untuk lengan seperti
lempar lembing, smash bola voli, smash bulu tangkis, dan lain-lain, Gerakan
ini dilakukan secara tiba-tiba dengan kekuatan penuh dan cepat.
Untuk mengukur tenaga ledak ini dipergunakan secara melompat ke
atas tanpa awalan (vertical jump), satuannya adalah cm. Atau dengan lompat
jauh tanpa awalan. Untuk meningkatkan daya ledak ini, maka pelatihan
diarahkan pada peningkatan kekuatan dan kecepatan reaksi otot, terutama
pada otot-otot tungkai dan lengan (Nala, 2002).
30
Dari definisi di atas dapat dinyatakan bahwa daya ledak adalah
kemampuan otot untuk berkontraksi dengan kekuatan maksimal dalam waktu
singkat.
2.4 Teknik block
Pada saat melakukan bloking, sikap awal berdiri dengan kaki sejajar,
badan menghadap pada jaring. Kedua tangan berada di depan dada. Untuk
awalan tolakan maka lutut ditekuk agak dalam, togok dengan demikian
menjadi condong kedepan. Setelah mengambilan posisi ini kemuduan
diteruskan dengan tolakan-tolakan ke atas dengan kedua kaki secara
eksplosip dan kuat. Begitu badan keseluruhan terangkat ke atas maka tangan
dijulurkan ke atas. Jari-jari membuka dengan maksud agar kedua tangan
merupakan satu bidang yang luas. Lengan dalam keadaan lurus dan condong
ke depan.
Setelah melayang di udara maka pada saat bola dipukul oleh
smasher, segeralah tangan dihadapkan kearah datangnya bola dan bloker
berusaha menguasai bola tersebut. Pada saat perkenaan tangan dengan bola,
pergelangan tangan digeserkan secara eksplosif agar tangan dapat menekan
bola dari arah atas depan ke bawah secara kuat. Jari-jari kedua tangan pada
saat perkenaan ditegangkan agar tangan da jari dalam keadaan cukup kuat
untuk menerima tekanan bola yang berat.
31
Saat perkenaan yang baik adalah bila pada saat sebelum pukulan
tangan bloker benar-benar telah dapat mengurung bola. Setelah bola
mengenai tangan maka segera tangan ditarik dan posisi tangan berada pada
posisi seperti pada saat persiapan. Selanjutnya mendarat kembali dengan
tumpuan dua kaki. Setelah itu segeralah blocker mengambil sikap siap seperti
pada saat sikap persiapan (Suharno, 1982). Untuk meninggkatkan tinggi
loncatan block perlu adanya pelatihan.
2.5 Pelatihan
Pelatihan merupakan suattu gerakan fisik atau aktivitas mental
yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang ( repetitif) dalam jangka
waktu (durasi) lama dengan pembebanan meningkat secara progresif, ( Nala,
2002). Pelatihan adalah aktivitas atau pelajaran untuk membiasakan atau
memperoleh
suatu
kecakapan
(Manuaba,1983).
Pelatihan
adanya
pengulangan sesuatu yang dilakukan secara teratur dan berencana dengan
takaran tertentu, sehingga menyebabkan terjadinya suatu perubahan baik itu
perubahan fisik maupun perubahan lainnya. Sedangkan perubahan itu sendiri
adalah jumlah rangsangan yang dilaksanakan pada jarak – jarak waktu
tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi ( Jonath, 1989).
Pelatihan adalah suatu rangsangan yang dilakukan dengan teratur
untuk meningkatkan kemampuan pelajaran untuk membiasakan atau
memperoleh suatu kecakapan, misalnya gerak badan ( Poerwadarminta,
1990).
32
Pelatihan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dan terus menerus dengan pembebanan yang meningkat secara
nertahap sehingga menyebabkan perubahan (Harsono, 1982).
Berdasarkan pendapat di atas maka dapatlah disimpulkan yang
dimaksud dengan pelatihan adalah sejumlah rangsangan yang dilakukan
secara sistematis, berulang-ulang yang bertujuan untuk meningkatkan
prestasi. Pelatihan dalam tesis ini adalah ada perbedaan pelatihan loncat
rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter 10 repetisi 3 set dan 5
repetisi 6 set terhadap ketinggian loncatan blok.
2.5.1 Takaran pelatihan
Takaran pelatihan merupakan ukuran untuk menentukan kuantitas
dan kualitas suatu pelatihan. Takaran pelatihan meliputi: tipe dari aktivitas,
intensitas (repetisi, set, beban , interval istirahat), lama pelatihan dan fase
pelatihan, yaitu fase pemanasan, fase pelatihan dan fase pendinginan (Nala,
1986). Sesuai dengan bobot pelatihan fisik, maka takaran pelatihan meliputi
hal-hal sebagai berikut:
1.
Tipe pelatihan
Tipe pelatihan dipilih terlebih dahulu sebelum ditetapkan besara
kecilnya takaran pelatihan berupa : intensitas, volume, densitas atau
frekuensi. Tipe pelatihan yang akan dipilih disesuaikan dengan komponen
biomotorik yang dibutuhkan pada cabang olahraga yang akan dilatih. Untuk
meningkatkan daya ledak otot jenis pelatihan yang paling efektif adalah
33
pelatihan pelatihan loncat rintangan dengan variasi lari cepat 5 meter. Ini
adalah latihan untuk mempertajam kekuatan otot tungkai, sehingga dapat
mempengaruhi tingginya loncatan block.
2.
Intensitas latihan
Komponen latihan menunjukan komponen kualitatif yang harus
ditetapkan sebelum menentukan volume dan frekuensi suatu pelatihan.
Derajad intensitas dapat diukur sesuai dengan tipe pelatihan atau aktivitas
yang dilakukan (Nala, 2002). Tingkat intensitas berdasarkan kualitas yang
menyangkut kecepatan atau kekuatan dari suatu aktifitas ditentukan oleh
besar kecilnya persentase dari kemampuan maksimalnya, menurut Bompa
(1993) terdiri dari intensitas rendah (30-50% kemampuan maksimum) sampai
intensitas supermaksimal (100-105% dari kemampuan maksimal). Sedangkan
intensitas berdasarkan atas dasar durasi atau lamanya aktivitas dan sistem
energi yang dipergunakan, misalnya membagi intensitas berdasarkan
frekuensi denyut nadi selama kerja yaitu intensitas rendah (120-150 denyut
nadi per-menit), sedang (150-170 denyut nadi per-menit), tinggi (170-185
denyut nadi per menit) dan maksimal lebih besar dari 185 denyut nadi permenit. Intensitas pelatihan yang digunakan dalam pelatihan ini adalah
intensitas sub maksimal (80%) sesuai untuk pemula (Nala,2002).
3.
Volume latihan
Volume pelatihan merupakan komponen takaran kuantitatif yang
paling penting dalam setiap pelatiha. Unsur volume merupakan durasi atau
lama pelatihan, jarak tempuh atau jumlah suatu aktivitas serta jumlah repetisi
34
dan set. Volume pelatihan merupakan jumlah seluruh aktivitas yang
dilakukan selama pelatihan yang terdiri atas: durasi atau lama waktu ( dalam
detik, menit, jam, hari, minggu atau bulan) pelatihan, jarak tempuh (meter),
berat badan (kilogram), jumlah angka dalam satuan waktu (beberapa
kilogram dapat diangkat dalam satu kesatuan waktu), dan jumlah repetisi, set
atau penampilan unsur teknik dalam satu kesatuan waktu yaitu: beberapa kali
ulangan dapat dilakukan dalam waktu satu menit (Nala,2002). Dalam
penelitian ini volume latihan adalah eksperimen I 10 repetisi 3 set dengan
waktu istirahat 1 menit tiap set, dilakukan pelatihan selama 6 minggu.
Sedangkan eksperimen II 5 repetisi 6 set dengan waktu istirahat 1 menit tiap
set, dilakukan pelatihan selama 6 minggu.
4.
Repetisi dan set
Repetisi adalah jumlah ulangan yang menyangkut suatu beban.
Jumlah ulangan yang dimaksud adalah gerak yang dilakukan salam satu seri
pelatihan atau jumlah seri yang dilakukan selama pelatihan (Nala,2002).
Sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi
(Sajoto,2002). Penggunaan set amat penting dalam peningkatan kemampuan
komponen biomotorik (Nala,2002). Pelatihan yang diterapkan dalam
penelitian ini menggunakan volume 10 repetisi 3 set dan 5 repetisi 6 set.
Pelatihan dengan menggunakan pengulangan yang tinggi akan menjadikan
pelatihan tersebut menjadi sangat intensif dan hal ini akan sangat baik untuk
mengembangkan serabut otot tipe cepat yang merupakan salah satu
komponen yang mendukung daya ledak yaitu kecepatan dan kekuatan (Fox,
35
1983). Pelatihan yang dirancang dengan repetisi tinggi akan menghasilkan
kecepatan lebih besar dari pada pelatihan yang menggunakan repetisi rendah
(Pate,1984). Dengan demikian pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan
tingginya loncatan block yang menggunakan repetisi lebih banyak akan lebih
baik dari pada pelatihan yang menggunakan repetisi lebih sedikit dengan total
volume yang sama.
2.6 Prinsip-prinsip pelatihan
Agar suatu prestasi meningkat, pelatihan harus berpedoman pada
teori serta prinsip pelatihan yang benar dan yang sudah diterima secara
universal. Tanpa berpedoman pada teori serta prinsip pelatihan yang benar
pelatihan sering kali menjurus ke praktek mal-latih (mal-prastice) dan
pelatihan yang tidak sitematis- metodis prestasi akan sulit tercapai. Pada
prinsipnya pelatihan fisik itu ialah memberikan beban fisik pada tubuh secara
teratur
sitematis,
berkesinambungan
sehingga
dapat
meningkatkan
kemampuan fisik secara nyata. Setiap kali hasil pelatihan kondisi fisik tidak
terpelihara akan kembali pada keadaan, atau kondisi semula. Ada beberapa
prinsip pelatihan yang dijadikan pedoman untuk meningkatkan performa dan
prestasi dalam olahraga adalah sebagai berikut :
1.
Prinsip beban berlebihan (overload).
Pada dasarnya untuk mendapatkan efek pelatihan yang baik, maka
organ tubuh harus diberi beban melebihi beban yang dibiasanya diterima
dalam aktivitas sehari-hari, beban yang diberikan bersifat individual tetapi
36
pada prinsipnya diberikan beban mendekati beban maksimal dengan
melaksanakan prinsip beban berlebihan, maka kelompok-kelompok otot akan
berkembang kekuatannya secara efektif.
2.
Prinsip kenaikan beban yang tetap dan teratur
Peningkatan beban dilakukan sedikit demi sedikit secara bertahap,
sehingga dalam melakukan pelatihan seorang olahragawan atau atlet tidak
merasa menerima beban yang terlalu berat. Di dalam proposal ini
mempergunakan beban yang tetap teratur dan ajeg.
3.
Prinsip individual
Dalam
melaksanakan
pelatihan
yang
efektif
maka
harus
mengetahui tingkatan - tingkatan masing-masing individu agar dapat dilatih
secara sistematis dan metode untuk tujuan mencapai prestasi. Dan pada
dasarnya setiap individu memiliki perbedaan baik dalam kemampuan,
potensi, karakteristik maupun psikologi untuk itu faktor individu harus juga
diperhatikan sebaiknya-baiknya, oleh karena ini.
Prinsip individu merupakan syarat yang penting dalam suatu
pelatihan. Seluruh konsep pelatihan haruslah disesuaikan dengan kekhasan,
setiap individu agar tujuan pelatihan dapat sejauh mungkin dicapai (Harsono,
2003).
4.
Prinsip pelatihan beraturan
Pada prinsip ini menekankan tidak diperbolehkan memberikan
pelatihan secara beruntun pada sekelompok otot yang sama karena otot akan
37
mengalami
kelelahan
dan
membutuhkan
waktu
yang
lama
untuk
pemulihannya . Hal ini gunanya untuk menghindari terjadinya pelatihan
kelompok otot yang dapat pelatihan beban berturut –turut kegiatan tersebut
diatur sedemikian rupa sehingga nantinya ada keseimbangan penerimaan
beban oleh otot (Nala ,2002).
5.
Prinsip kekhususan
Dalam beberapa hal pelatihan berbeban hendaknya selalu bersifat
khusus karena pada dasarnya. Setiap cabang olahraga yang ditekuni dan tidak
diperkenankan memberi bentuk pelatihan yang gerakannya berlawanan
dengan gerakan dari masing - masing cabang olahraga.
Didalam melakukan peningkatan kemampuan otot yang perlu
diperhatikan adalah tujuan dari peningkatan otot tersebut. Oleh karena itu
pelatihan beban merupakan pelatihan ketrampilan gerak khusus sesuai
dengan cabang olahraga yang diikuti, semakin besar frekwensi pelatihan
maka semakin bertambah kekuatan kontraksi otot (Nala , 2002).
6.
Prinsip pulih asal
Hasil yang diperoleh dalam peningkatan kualitas fisik yang
diperoleh melalui hasil pelatihan dalam kurun waktu tertentu akan menurun
kembali. Oleh karena itu kesinambungan. Suatu pelatihan memiliki peranan
yang sangat penting dalam memelihara kondisinya (Fox, 1983).
38
7.
Prinsip beban harus sepanjang tahun tanpa diselingi
Mengingat penyusunan kualitas gerak terhadap beban tersebut
bersifat sementara maka untuk mencapai prestasi maksimal, merupakan suatu
keharusan bahwa beban pelatihan yang diberikan sepanjang tahun secara
teratur dan kontinyu. Penyesuaian atlet yang memepunyai prestasi akan
menurun bagi prestasinya. Apabila beban pelatihan selalu ringan tanpa
adanya penambahan (Fox, 1983). Untuk semacam itu seorang atlet atau
olahragawan harus benar-benar melakukan untuk dapat mempertahankan
prestasi yang telah dicapai sedangkan dalam penelitian ini menggunakan
sampel siswa pemula yang waktunya terbatas. Pada peningkatan kekuatan
otot waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang meningkat dari
segi kekuatan, kelentukan, kelincahan,daya tahan, daya ledak dan lainlainnya adalah 6 sampai 8 minggu pelaksanaan pelatihan berbeban baik
menggunakan berat badan sendiri maupun sengaja membuat beban.
8.
Prinsip interval
Pada prinsip ini sangat penting dalam rencana suatu pelatihan yang
bersifat harian, mingguan, bulanan dan tahunan yang berguna untuk
ketahanan jasmani dan rohani seseorang dalam. Menjalankan pelatihan. Juga
merupakan irama jalannya suatu pelatihan yang pelaksanaannya dalam
penelitian program mingguan (Nala, 2002).
39
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Bertolak dari latar belakang masalah serta ditinjau dari tinjauan
pustaka, olahraga bola voli seperti halnya dengan olahraga lainnya, dimana
seseorang untuk dapat bermain harus menguasai terlebih dahulu teknikteknik dasar permainan. Sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan
permainan bola voli, maka teknik-teknik dasarnya harus betul-betul di kuasai
dengan baik oleh para pemain. Teknik dasar tersebut mempunyai
karakteristik yang sesuai dengan bentuk permainannya. Salah satu teknik
dasar permainan bola voli yang berperan penting adalah teknik block.
Menang atau kalah pada pertandingan bola voli, sesungguhnya
tergantung pada kemampuan dasar yang dimiliki pemain. Kemampuan dasar
block atau pertahanan merupakan inti dari seluruh sistem pertahanan dalam
permainan bola voli. Hanya dengan pertahanan yang kuat, pemain dapat
mengimbangi pukulan-pukulan atau smash lawan. Pertahanan juga tergantung
pada jenis dan posisi block yang dimainkan.
Dalam permainan bola voli, kesalahan yang biasanya dilakukan
oleh atlet adalah kurang akuratnya block, sehingga pukulan-pukulan yang
dilakukan oleh lawan seringkali tidak terbendung. Ini dikarenakan kurangnya
40
kondisi fisik sehingga sangat mempengaruhi tinggi loncatan block dalam
permainan. Hal ini dimungkinkan karena tidak adanya kekuatan otot-otot dan
daya ledak otot yang baik, yang dimiliki oleh setiap mahasiswa. Sehingga
gerakan yang dilakukan kurang efektif, efisien dan akurat. Untuk itu
diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai. Berbagai
macam cara pelatihan untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai seperti
vertical jump, lompat kodok, skiping, jingkat hop, dan loncat rintangan. Jadi
power dapat meningkat hanya tergantung kepada pembebanan yang diberikan
dan dipadukan dengan unsur-unsur kesegaran jasmani.
Dengan adanya berbagai macam bentuk-bentuk latihan meloncat
yang tujuannya untuk memacu atau merangsang tolakan kaki agar kuat
sehingga menghasilkan lompatan melambung tinggi. Dalam penelitian ini
dipilih dua jenis bentuk latihan yaitu latihan loncat dengan rintangan. Latihan
ini pada intinya bertujuan untuk memacu dan merangsang tolakan kaki agar
kuat sehingga menghasilkan lompatan melambung tinggi. Bentuk latihan
tersebut belum diketahui dengan pasti, dalam meningkatkan tinggi loncatan.
Untuk mengetahui bentuk latihan yang dapat memberikan latihan yang dapat
memberikan pengaruh yang lebih baik, maka perlu dilakukan penelitian.
Pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter
10 repetisi 3 set dan 5 repetisi 6 set mempunyai pola gerak dan tujuan yang
sama untuk meningkatkan tingginya loncatan block dalam permainan bola
voli. Pelatihan ini dilakukan dengan meloncat berulang-ulang kali dengan
kuat dan cepat.
41
Komponen biomotorik yang menunjang pelatihan loncat rintangan
dengan variasi lari cepat adalah kelincahan, kekuatan, daya tahan, daya ledak,
kecepatan, koordinasi, keseimbangan dan kecepatan reaksi. Komponen
biomotorik yang disentuh pada pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan
variasi lari cepat 5 meter 10 repetisi 3 set dan 5 repetisi 6 set adalah kecepatan
reaksi, kekuatan, daya tahan dan daya ledak.
3.2 Kerangka konsep
Faktor Eksternal
Faktor Internal
Tinggi loncatan
Umur
block
Lingkungan
Jenis kelamin
Kelembaban
udara
Tinggi badan
Psikologis
Berat badan
Panjang tungkai
Pelatihan loncat rintangan 50
cm dengan variasi lari cepat 5
meter 10 repetisi 3 set.
Pelatihan loncat rintangan 50 cm
dengan variasi lari cepat 5 meter
5 repetisi 6 set.
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konsep di atas dapat
dirumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara dari penelitian ini sebagai
berikut:
42
1. Pelatihan loncat rintangan setinggi 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter
10 repetisi 3 set dapat meningkatkan tinggi loncatan block
dalam
permainan bola voli mahasiswa putra semester II FPOK IKIP PGRI BALI.
2. Pelatihan loncat rintangan setinggi 50cm dengan variasi lari cepat 5 meter
5 repetisi 6 set dapat meningkatkan tinggi loncatan block dalam permainan
bola voli mahasiswa putra semester II FPOK IKIP PGRI BALI.
3. Ada perbedaan peningkatan tinggi loncatan block antara pelatihan loncat
rintangan 50 cm dengan variasi 5 meter 10 repetisi 3 set dan 5 repetisi 6
set.
43
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang dipakai adalah : randomized pre test and
post test group design (Pocock, 2008). Rancangan penelitian ini secara
sederhana dikemukakan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
P
R
O1
P1
O2
O3
P2
O4
S
Gambar 4.1 Rancangan penelitian
Keterangan :
P
= Populasi
R
= Randomisasi
S
= Sampel
P1
= Kelompok perlakuan pertama (pelatihan
cm dengan variasi lari cepat 5 meter 10
P2
loncat rintangan 50
repetisi 3 set).
= Kelompok perlakuan kedua (pelatihan loncat
rintangan
cm dengan variasi lari cepat 5 meter 5 repetisi 6 set).
O1
= Pengukuran hasil lompatan kelompok satu sebelum pelatihan.
50
44
O2
= Pengukuran hasil lompatan kelompok satu setelah 6 minggu
pelatihan.
O3
= Pengukuran hasil lompatan kelompok dua sebelum pelatihan.
O4 = Pengukuran hasil lompatan kelompok dua setelah 6 minggu
pelatihan.
4.2
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di aula serbaguna IKIP PGRI BALI dan
waktu penelitian selama 6 minggu pada bulan Maret-Mei 2014
4.3
Penentuan sumber data
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa putra semester II
FPOK IKIP PGRI BALI.
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini didapat dari populasi yang berjumlah
93 orang yang memenuhi kriteria sebagai berikut
1. Kriteria inklusi :
1) Mahasiswa putra semester II
2) Umur 19 sampai 22 tahun
3) Berat badan 51-73 kg
4) Tinggi badan 165-177 cm
5) Panjang tungkai 76-94 cm
6) Bersedia mengikuti pelatihan sampai selesai
45
7) Kesegaran jasmani baik
2. Kriteria ekslusi :
1) Cacat Fisik
3. Kriteria drop out :
1) Sakit selama pelatihan
2) Cedera selama pelatihan
3) Tidak hadir berlatih
4.3.3 Besaran sampel
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan besaran sampel ditentukan
berdasarkan hasil pendahuluan dengan 5 orang mahasiswa didapat rerata
tinggi loncatan block 53,2 cm. Dengan standar deviasi 7,39594. Harapan
peningkatan daya ledak otot tungkai setelah pelatihan meningkat sebesar 20%
(Nossek, 1982). Penentuan besaran sampel digunakan rumus Pocock (2008)
yaitu
n =
(
)
x f( , )
Keterangan :
n = Jumlah sampel
= Rerata tingginya lompatan
= Harapan bertambah tingginya lompatan
46
= Standar deviasi
= Tingkat kesalahan tipe I
= Tingkat kesalahan tipe II
f( , ) = Nilai dalam tabel
Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus diatas diperoleh hasil sebagai
berikut :
Diketahui :
= 53,2
= 63,84
= 7,39594
n =
n=(
( )
(
x f( , )
)
( ,
)
,
, )
x 10,5
n =10,1467
Untuk mengantisipasi sampel yang drop out ditambahkan 20 % dari 11 orang
= 14 orang
Jadi sampel seluruhnya untuk dua kelompok 28 orang yang mana tiap
kelompok terdiri dari 14 orang.
47
4.4
Variabel penelitian
4.4.1 Identifikasi variabel
1.
Variabel bebas : pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5
meter 10 repetisi 3 set dan 5 repetisi 6 set.
2.
Variabel tergantung : tinggi loncatan block
3.
Variabel yang dikendalikan : umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan,
4.
Variabel rambang : kelembaban dan suhu.
4.4.2 Definisi operasional variabel
1.
Pelatihan loncat melewati rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter
10 repetisi 3 set adalah pelatihan meloncati rintangan setinggi 50 cm dengan
variasi lari cepat dengan jarak 5 meter 10 kali pengulangan yang diselingi
waktu pemulihan dengan beristirahat, setiap set 10 kali pengulangan dan
istirahat antar set 1 menit. Kelompok pelatihan ini melakukan 3 set (10 kali
pengulangan x 3 set). Frekuensi latihan 3 kali seminggu selama 6 minggu.
2.
Pelatihan loncat melewati rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter
repetisi 6 set adalah pelatihan meloncati rintangan setinggi 50 cm dengan
variasi lari cepat dengan jarak 5 meter 5 kali pengulangan yang diselingi
waktu pemulihan dengan beristirahat, setiap set 5 kali pengulangan dan
istirahat antar set 1 menit. Kelompok ini melakukan 6 set (5 kali pengulangan
x 6 set). Frekuensi latihan 3 kali seminggu selama 6 minggu.
3.
Tinggi loncatan block adalah kemampuan berkontraksi otot tungkai dalam
melakukan gerakan meloncat keatas secara tiba-tiba dan cepat dengan
mengerahkan seluruh kekuatan otot tungkai, untuk membendung bola yang
48
dipukul oleh lawan. Diukur dengan tes loncat tegak (vertical jump). Hasil
loncatan dikurangi tinggi raihan dinyatakan dengan sentimeter.
4.
Lari cepat adalah lari yang dilakukan dengan cepatan penuh atau kecepatan
maksimal sejauh 5 meter.
5.
Repetisi adalah pengulangan yang dilakukan dalam satu set tanpa diselingi
waktu istirahat.
6.
Set adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi atau pembatasan
jumlah pengulangan yang dilakukan.
7.
Rintangan adalah penghalang yang diberikan pada saat melakukan loncatan.
Dalam hal ini 50 cm 10 kali pengulangan untuk 10 repetisi 3 set dan 5 kali
pengulangan untuk 5 repetisi 6 set.
8.
Umur ditentukan menurut catatan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran yang
tercantum pada administrasi sekolah.
9.
Tinggi badan adalah jarak dari lantai sampai ubun-ubun diukur dalam sikap
berdiri tegak, pandangan lurus kedepan. Alat ukur yang digunakan adalah
anthropometer dengan ketelitian 0,1 cm.
10. Berat badan adalah berat badan yang di ukur dengan menggunakan
timbangan berat badan onemed dengan ketelitian 0,1 kg.
49
4.5 Instrumen penelitian
1.
Papan berskala sentimeter adalah alat yang dipakai untuk mengukur hasil tes
loncat tegak yang dinyatakan dalam satuan tinggi sentimeter dengan bilangan
decimal satu angka diblakang koma.
2.
Anthropometer super adalah alat untuk mengukur ukuran-ukuran tubuh
dalam satuan tinggi sentimeter dengan bilangan decimal satu angka di
belakang koma.
3.
Timbangan berat badan adalah alat untuk mengukur berat badan dalam
satuan berat kilogram dengan bilangan decimal satu angka di belakang koma.
4.
Papan berskala sentimeter untuk mengukur tingginya loncatan block.
4.6 Prosedur penelitian
4.6.1 Persiapan pelaksanaan penelitian
1.
Mempersiapkan dan mengurus surat izin yang ditujukan kepada rektor IKIP
PGRI BALI.
2.
Mempersiapkan peralatan yang digunakan dan tenaga pembantu pelaksana
penelitian.
3.
Menyampaikan informasi kepada mahasiswa mengenai jadwal pelaksanaan
pengukuran tinggi badan, berat badan panjang tungkai dan tes loncat tegak.
4.
Jadwal pelaksanaan pelatihan : aula serbaguna IKIP PGRI BALI pada hari
Senin, Rabu, Jumat jam 08.00 sampai selesai
4.6.2 Pelaksanaan tes dan pengukuran
Bertempat di aula serbaguna IKIP PGRI BALI.
4.6.3 Melakukan alokasi random
50
Atas dasar hasil tes dan pengukuran dilakukan alokasi random
dengan membagi kelompok:
1.
Kelompok satu pelatihan loncat melewati rintangan 50 cm dengan variasi
lari cepat 5 meter 10 repetisi 3 set : sikap awal dimulai dengan menekuk
lutut dengan sudut kurang lebih 130°-140° atau secara praktis lutut ditekuk
sampai batas paha sejajar permukaan tanah. Gerakan selanjutnya meloncat
tanpa awalan dengan kuat dan cepat dengan tolakan kedua telapak kaki
melewati rintangan, kemudian dengan kedua ujung kaki mendarat di
permukaan tanah dengan mengeper. Dilanjutkan dengan berlari sejauh 5
meter dengan cepat berputar. Selanjutnya kembali menghadap rintangan
sehingga sikap tubuh kembali ke sikap semula. Setiap set dilakukan 10 kali
pengulangan dan istirahat antar set 1 menit.
2.
Kelompok dua pelatihan loncat melewati rintangan 50 cm dengan variasi lari
cepat 5 meter 5 repetisi 6 set : sikap awal dimulai dengan menekuk lutut
dengan sudut kurang lebih 130°-140° atau secara praktis lutut ditekuk
sampai batas paha sejajar permukaan tanah. Gerakan selanjutnya meloncat
tanpa awalan dengan kuat dan cepat dengan tolakan kedua telapak kaki
melewati rintangan, kemudian dengan kedua ujung kaki mendarat di
permukaan tanah dengan mengeper. Dilanjutkan dengan berlari sejauh 5
meter. Selanjutnya kembali menghadap rintangan sehingga sikap tubuh
kembali ke sikap semula. Setiap set dilakukan 5 kali pengulangan dan
istirahat antar set 1 menit.
51
4.7 Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah langkah sebagai berikut :
1.
Statistik deskriptif untuk menganalisa umur, tinggi badan, berat badan
panjang tungkai yang datanya diambil sebelum dilakukan tes daya ledak otot
tungkai.
2.
Uji normalitas data dengan saphiro wilk test, bertujuan untuk mengetahui
distribusi data masing-masing kelompok perlakuan. Baik sebelum maupun
sesudah pelatihan.
3.
Uji homogenitas data dengan Levene test, bertujuan untuk mengetahui
homogenitas masing masing kelompok.
4.
Uji t-paired test digunakan untuk mengetahui efek dari perlakuan terhadap
daya ledak otot. Antara sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing
kelompok.
5.
Uji beda digunakan untuk membandingkan efek pelatihan sebelum dan
sesudah perlakuan antar kelompok eksperimen I dan II dengan uji tIndependent.
52
4.8 Alur penelitian
Populasi
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Sampel n = 28
Kelompok I n = 14
Kelompok II n = 14
Tes awal loncat tegak
Tes awal loncat tegak
Sebelum pelatihan
sebelum pelatihan
Pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi
lari cepat 5 meter 10 repetisi 3 set dilakukan 3 x
seminggu selama 6 minggu
Pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan
variasi lari cepat 5 meter 5 repetisi 6 set
dilakukan 3 x seminggu selama 6 minggu
Tes akhir loncat tegak
Tes akhir loncat tegak
Sesudah pelatihan
Sesudah pelatihan
Analisis data
Penyusunan laporan
Gambar 4.1 Bagan alur penelitian
53
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dua kelompok
perlakuan masing-masing kelompok-1 dengan pelatihan loncat rintangan 50 cm
dengan lari cepat 5 meter 10 repetisi 3 set dan kelompok-2 dengan pelatihan
loncat rintangan 50 cm dengan lari cepat 5 meter 5 repetisi 6 set yang dilakukan
tiga kali seminggu selama enam minggu. Data yang didapat berupa : karakteristik
subjek penelitian, data lingkungan penelitian, Data daya ledak otot tungkai dengan
memakai tinggi loncatan dalam sentimeter pada masing-masing kelompok.
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subjek penelitian terdiri dari umur, tinggi badan, berat badan,
panjang tungkai dan kebugaran jasmani dengan menggunakan tes lari 2,4 km.
karakteristik subjek penelitian disajikan pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik subjek
Kelompok 1
( n = 14 )
Rerata ± SB
Kelompok 2
( n = 14)
Rerata ± SB
Umur (Th)
21,85 ± 0,36
21,38 ± 0,84
Tinggi Badan (Cm)
1, 62 ± 4,96
1,64 ± 4,64
Berat Badan (Kg)
52,64 ± 3,13
55,00 ± 6,98
Panjang Tungkai (Cm)
88,36 ± 5,71
89,21 ± 4,77
Kebugaran Jasmani (menit)
11,38 ± 1,50
11,05 ± 2,77
54
Keterangan :
n
= Jumlah sampel
Th
= Tahun
Cm
= Sentimeter
Kg
= Kilogram
SB
= Simpangan Baku
5.2 Kondisi Lingkungan penelitian
Kondisi lingkungan penelitian yang diukur selama pelaksanaan penelitian
adalah suhu dan kelembaban relatif. Hasilnya dicantumkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Data deskriptif suhu dan kelembaban relatif udara selama pelatihan
Keadaan Lingkungan
Rerata
Maksimum
Minimum
Suhu (ºC)
27,86
29,0
26,5
Kelembaban relatif (%)
71,83
80
68
Berdasarkan Tabel 5.2 dari data badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika rentang suhu berkisar antara 26,5-29,0ºC, sedangkan kelembaban relatif
berada 68% sampai 80% .
5.3 Uji Normalitas Dan Homogenitas
Untuk menentukan uji statistik yang akan dilakukan maka terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas data hasil tes tinggi loncatan pada kedua kelompok
penelitian yang memakai tes loncat tegak ( vertical jump ) sebelum dan sesudah
pelatihan. Uji normalitas dengan menggunakan saphiro wilk, sedang uji
55
homogenitas untuk mengetahui variasi data yang mencangkup umur tinggi badan,
berat badan, panjang tungkai, kebugaran jasmani dari daya ledak otot tungkai
sebelum pelatihan pada kedua kelompok menggunakan Levene test, yang hasilnya
tertera pada Tabel 5.3 dan 5.4.
Tabel 5.3
Hasil Uji Normalitas (Saphiro Wilk Test) Daya Ledak Otot Tungkai Sebelum
dan Sesudah Pelatihan Kedua Kelompok
Sebelum pelatihan
Sesudah Pelatihan
Rerata± SB
p
Rerata± SB
p
Kelompok-1
55,28±9,46
0,452
62,64±9,70
0,563
Kelompok-2
53,50±7,02
0,868
60,07±7,16
0,889
Hasil uji normalitas (Saphiro Wilk Test) menunjukan bahwa nilai p
kelompok -1 sebelum dan sesudah pelatihan tidak berbeda bermakna (p > 0,05).
Begitu pula nilai p kelompok-2 sebelum dan sesudah pelatihan tidak berbeda
bermakna (p > 0,05). Dengan demikian data daya ledak otot tungkai sebelum dan
sesudah pelatihan kedua kelompok berdistribusi normal.
Tabel 5.4
Uji Homogenitas (levene-test) tinggi loncatan
sebelum dan sesudah pelatihan kedua kelompok
p Homogenitas
( Levene-test)
Sebelum pelatihan
0,107
Sesudah pelatihan
0,167
56
Hasil uji homogenitas (Levene-test) menunjukkan nilai p sebelum dan
sesudah pelatihan adalah p > 0,05 yang berarti data tinggi loncatan sebelum dan
sesudah pelatihan adalah homogen.
5.4 Uji Beda Rerata tinggi loncatan antara Sebelum dan Sesudah Pelatihan.
Untuk mengetahui perbedaan tinggi loncatan antara sebelum dan sesudah
pelatihan pada masing-masing kelompok digunakan uji t-berpasangan (pairedtest) yang hasilnya tertera pada Tabel 5.5
Tabel 5.5
Uji Beda Rerata tinggi loncatan
sebelum dan sesudah pelatihan
Subjek
Sebelum
Sesudah
t
p
Pelatihan(Cm)
Pelatihan(Cm)
Rerata ± SB
Rerata ± SB
Kelompok 1
55,28 ± 9,46
62,64 ± 9,70
-6,77
0,00
Kelompok 2
53,50 ±7,02
60,07 ± 7,16
-8,28
0,00
Tabel 5.5 memperlihatkan beda rerata tinggi loncatan sebelum dan
sesudah pelatihan pada kedua kelompok menunjukkan bahwa kedua pelatihan
memiliki nilai (p<0,05). Hal ini berarti pada kedua kelompok mampu
meningkatkan tinggi loncatan.
5.6 Perbandingan efek pelatihan terhadap peningkatan tinggi loncatan antar
kedua kelompok sesudah pelatihan
Uji beda ini bertujuan untuk membandingkan rerata tinggi loncatan
sebelum dan sesudah pelatihan pada kedua kelompok yang diberikan perlakuan
57
berupa pelatihan loncat rintangan setinggi 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter
10 repetisi 3 set pada kelompok 1 dan pelatihan loncat rintangan setinggi 50 cm
dengan variasi lari cepat 5 meter 5 repetisi 6 set pada kelompok 2. Hasil analisis
kemaknaan dengan uji T-Independent (tidak berpasangan) disajikan pada Tabel
5.6
Tabel 5.6
Perbandingan efek pelatihan terhadap peningkatan tinggi loncatan antar
kedua kelompok sesudah pelatihan
n
Tinggi loncatan sebelum pelatihan
p
Rerata (cm) ± SB
Kelompok I
14
62,64 ± 9,70
0,432
Kelompok II 14
60,07 ± 6,57
Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan efek peningkatan
tinggi loncatan antara pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari capat 5
meter 10 repetisi 3 set dengan 5 repetisi 6 set, (p > 0,05).
58
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Kondisi Subjek
Rerata berat badan subjek penelitian kelompok-1 adalah 52,64 ± 3,13 kg
dan kelompok-2 adalah 55,00 ± 6,98 kg. Rerata tinggi badan subjek penelitian
pada kelompok-1 adalah 1,62 ± 4,96 meter dan kelompok-2 1,64 ± 4,64 meter.
Data tersebut menunjukkan subjek penelitian pada kedua kelompok pelatihan
memiliki rerata berat badan dan tinggi badan yang hamper sama , sehingga tidak
akan mempengaruhi hasil dari penelitian. Tinggi badan dan berat badan
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan (Bompa, 1994).
Kecepatan akan mempengaruhi daya ledak karena daya ledak secara sistematis
adalah hasil kali kekuatan dengan kecepatan (Bompa dan Haff, 2009). Dengan
demikian tinggi dan berat badan sangat berpengaruh pada daya ledak yang
selanjutnya tentu akan berpengaruh pada tinggi loncatan.
Rerata panjang tungkai subjek penelitian kelompok-1 adalah 88,36 ± 5,71
cm pada kelompok ke-2 89,21 ± 4,77 cm. Panjang tungkai merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kekuatan otot (Tackett, 2009). Dengan demikian
panjang tungkai juga akan berpengaruh terhadap daya ledaak yang tentunya akan
berpengaruh terhadap hasil loncatan.
Rerata waktu tempuh tes lari 2,4 km kelompok-1 adalah 11,38 ± 1,50
menit dan rerata waktu tempuh kelompok-2 menunjukkan bahwa kebugaran fisik
59
subjek penelitian berada pada katagori baik. Kebugaran katagori baik dipilih
dengan pertimbangan subjek diasumsikan mampu melakukan pelatihan yang akan
diterapkan dan pelatihan yang diterapkan dapat berlangsung secara maksimal.
6.2 Kondisi Lingkungan Penelitian
Penelitian dilakukan di gedung serbaguna IKIP PGRI BALI pada pukul
08.00 s/d 09.30 pagi dengan variasi rerata suhu antara 27,86ºC dan rerata
kelembaban relativ udara 71,83%. Suhu udara tempat penelitian berada pada batas
normal. Lingkungan pelatihan merupakan faktor penunjang terlaksananya
penelitian. Kelembaban relatif menentukan proses pelatihan karena perbandingan
suhu basah dan kering sangat menentukan kenyamanan dalam pelatihan. Menurut
Manuaba (1983), daerah yang nyaman bagi orang Indonesia untuk melakukan
aktivitas pelatihan adalah pada kelembaban relatif yang berkisar antara 70-80%.
6.3 Pengaruh pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5
meter 10 repetisi 3 set dan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5
meter 5 repetisi 6 set dengan tinggi loncatan block.
Data rerata hasil loncatan sebelum pelatihan kelompok-1 yaitu pada
kelompok pelatihan loncat rintangan 50cm dengan variasi lari cepat 5 meter 10
repetisi 3 set adalah 55,28 ± 9,46 dan sesudah pelatihan 62,64 ± 9,70 cm.
sedangkan pada kelompok-2 kelompok pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan
variasi lari cepat 5 meter 5 repetisi 6 set memiliki rerata hasil loncatan sebelum
pelatihan 53,50 ± 7,02 cm dan sesudah pelatihan 60,07 ± 7,16 cm.
60
Dari analisis data hasil loncatan antara tes awal dan tes akhir pada masingmasing kelompok dengan menggunakan uji-t berpasangan atau t-paired test
didapatkan bahwa rerata hasil loncatan sebelum dan sesudah pelatihan diperoleh
pada kelompok-1 nilai p = 0,00, sedangkan pada kelompok-2 nilai p=0,00. Oleh
karena itu rerata hasil loncatan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada kedua
kelompok memiliki nilai p lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hal ini berarti hasil
loncatan sebelum dan sesudah pelatihan masing-masing kelompok terdapat
perbedaan yang bermakna, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua tipe pelatihan
yang diterapkan secara statistik berpengaruh terhadap peningkatan hasil loncatan.
Peningkatan hasil loncatan ini terjadi dikarenakan pelatihan yang
dilakukan selama 6 minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu. Hal ini sesuai
dengan pendapat Pate,dkk (1984) bahwa pelatihan yang diberikan secara teratur
selama 6-8 minggu akan mendapatkan hasil tertentu diman tubuh beradaptasi
dengan pelatihan yang diberikan. Nala (2011) menyatakan pelatihan yang
diberikan secara sistematis, progresif dan berulang-ulang akan memperbaiki
system organ tubuh sehingga penampilan fisik akan optimal. Pelatihan fisik yang
dilakukan secara teratur menyebabkan perubahan fisiologis serabut otot.
Perubahan ini tidak terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar
terjadi pada serabut otot putih sehingga mengakibatkan kecepatan kontraksi otot.
Pelatihan yang diterapkan pada penelitian ini adalah pelatihan loncat
rintangan, dimana pelatihan ditujukan untuk mengembangkan daya ledak
eksplosip dan waktu reaksi, serta ditujukan kepada kelompok otot besar. Daya
ledak ditingkatkan dengan memberikan pelatihan beban (Bompa, 1994)
61
Daya ledak dipengaruhi oleh dua pokok komponen biomotorik yaitu
kekuatan dan kecepatan, untuk meningkatkan daya ledak dapat dilakukan dengan
pelatihan loncat rintangan. Pelatihan beban adalah pelatihan yang terorganisir
dengan membuat otot-otot tubuh berkontraksi sebagai respon terhadap beban
eksternal, tahanan tubuh atau peralatan lain untuk menstimulasi pertumbuhan dan
kekuatan (Rogers, 2009). Dengan demikian, daya ledak merupakan satu
komponen kondisi fisik yang dapat menentukan hasil prestasi seseorang dalam
ketrampilan gerak. Sedangkan besar kecilnya daya ledak dipengaruhi oleh otot
melekat dan membungkus tungkai tersebut. Terjadinya gerakan pada tungkai
tersebut disebabkan adanya otot-otot dan tulang, otot sebagai alat gerak aktif dan
tulang alat gerak pasif. Daya ledak otot tungkai merupakan komponen yang
sangat penting dalam tinggi loncatan. Hal ini disebabkan karena dengan memiliki
power tungkai yang besar pada otot tungkai maka seorang atlet akan dapat
mengatasi beban atau tahanan guna sudut tertentu untuk mencapai nilai power
yang maksimal (Anonim, 2012).
6.4 Perbandingan Efek Pelatihan Kedua Kelompok
Perbedaan efek pelatihan pada kedua kelompok yaitu pada kelompok-1
dan kelompok-2 dilakukan dengan uji-t berpasangan hasil analisis (Tabel 5.6)
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil loncatan sesudah pelatihan antara
kelompok-1 dan kelompok-2 dengan nilai p = 0,432 (p>0,05). Hal ini dikarenakan
repetisi, set serta waktu istirahat yang sama antar set yang menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan antara waktu kerja dan istirahat antar kelompok.
Efek pelatihan memacu bagian tubuh untuk memenuhi kebutuhan beban kerja
62
tersebut, dengan repetisi yang lebih banyak menimbulkan replek yang lebih baik
dan pengalaman sensorik yang lebih kuat, terpola pada system saraf pusat serta
memaksimalkan pelepasan berbagai hormon termasuk hormone testosterone dan
hormone pertumbuhan.
Dalam penelitian ini memerlukan manipulasi dari intensitas (beban),
frekuensi, dan durasi ( jumlah repetisi, set, dan waktu istirahat). Dari ketiga
variabel tersebut intensitas memberikan efek yang paling besar dari hasil program
pelatihan (Plowman dan Smith, 2008).
Pelatihan otot-otot anggota gerak bawah adalah mempersiapkan otot-otot
tersebut agar bekerja lebih efisien, dan juga bertujuan untuk mengembangkan
kecepaatan dan daya ledak otot anggota gerak bawah, yang sangat diperlukan oleh
seorang atlet untuk memperbaiki penampilan. Pada otot yang dilatih dengan
pelatihan anaerobic, akan terjadi peningkatan pada serabut otot tipe cepat
sehingga mempengaruhi peningkatan daya ledak otot ( Costill, dkk, 1988). Pada
pelatihan loncat rintangan, saat melakukan gerakan jongkok terjadi peregangan
secara tiba-tiba dan cepat akan memicu aktifitas saraf sensoris dan motoris atau
mendorong terjadinya kontraksi otot. Aktivitas ini dilakukan secara berulangulang sesuai repetisi. Peningkatan aktivitas system saraf ini akan membangkitkan
kontraksi yang lebih kuat dan cepat. Secara fisiologis tipe gerakan pelatihan pada
anggota gerak bawah yang dilaakukan secara berulang-ulang kali akan
menyebabkan terjadinya proses pembentukan refleks, belajar gerak serta
penghafalan gerak (Nala, 2002), sehingga pada saat melakukan loncatan sesudah
63
pelatihan (tes akhir), kekuatan otot dan kecepatan kontraksi otot sudah meningkat
dibandingkan sebelum pelatihan.
6.5 Kelemahan penelitian
Sulit untuk mengontrol dan mengendalikan motivasi dan psikis subjek
baik selama pelatihan dan diluar pelatihan. Hal ini akan berpengaruh terhadap
kesegaran jasmani sehingga berdampak pada penelitian beban yang selanjutnya
akan berpengaruh terhadap hasil penelitian.
64
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
1.1
Simpulan
Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter 10
repetisi 3 set dapat meningkatkan tinggi loncatan block (p < 0,05).
2. Pelatihan loncat rintangan 50 cm dengan variasi lari cepat 5 meter 5 repetisi
6 set dapat meningkatkan tinggi loncatan block (p < 0,05).
3. Tidak ada perbedaan peningkatan tinggi loncatan block (p > 0,05). Kedua
pelatihan sama-sama meningkatkan tinggi loncatan.
1.2
Saran
Berdasarkan simpulan penelitian diatas disarankan, diperlukan
penelitian lebih lanjut dengan jumlah repetisi dan set yang berbeda dengan
harapan memperoleh hasil yang lebih baik.
65
Daftar Pustaka
Adiatmika. 2002.
Pemeriksaan
Universitypress.
Kebugaran
Fisik.
Denpasar.
Udayana
Anonim, 2012. Kajian pustaka. Avaible at http://Eprints.uny.ac.id. Access 14
oktober 2014
Astrand, P.O. Rodhahl, K 1986, Texbooks of work physiology 3 rd ed, new York:
Mc Graw. Hill company.
Baley, J.A. 1990. Pedoman atletik, teknik peningkatan ketangkasan dan stamina.
Semarang : Dahara prize.
Bompa, T.O. 1993. Power Training for sport plyometrics for maximum power
Development. New York : Mosaic Press
Brown, L.E, Ferrgno, V.A., Santana, J.K. 2000.training for speed, Agility, and
quickness:180 Drills for Athletes. Human Kinetics.
Dieter, B.2011. Belajar bermain bola voli. Bandung : Pionir jaya
Engkos kosasih, 1995. Tes kebugaran fisik. Jakarta : Pusat kebugaran fisik dan
rekreasi.
Fox, E. L. 1983. Sport Physiology. New York : CBS College Publishing.
Giriwijoyo, 2007. Ilmu faal olahraga: Fungsi tubuh manusia pada olahraga.
Bandung. Jurusan pendidikan dan kepelatihan olahraga dan kesehatan
universitas pendidikan Indonesia.
Gunarsa, S.D. 1989. Psikologi olahraga. Jakarta : PT Bpk Gunung mulya.
Guyton, A.C., J. E. Hall, 2007. Fisiologi kedokteran. ( terjemahan ). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Harsono, 2003. Prinsip-prinsip pelatihan pisik : Jakarta : KONI Pusat.
Harsono., 1982. Coaching Dan Aspek – Aspek Psikologi. P2lptk. Jakarta.
Harsono., 1988. Coaching Dan Aspek-Aspek Psikologi Dalam CoachingJakarta.
Cv. Tambak Kusuma.
Hidayat, I., 1998. Teknik Pelatihan Untuk Meningkatkan Prestasi AtletPemula,
Pt, Hasmar Jakarta’
66
Irawan, 2007. Metabolisme energi tubuh dan olahraga ( citet 2011 juni 21 ).
Vol.01.No.07.sport Science Brief. Availabel From www.pssplab.com.
Access 14 oktober 2014
Iwao, M. 1975. Segi-segi ilmu jiwa latihan olahraga dan coaching. Proyek
pengadaan buku direktorat pendidikan luar sekolah dan dapertemen
pendidikan da kebudayaan R.I., Jakarta.
Jarver, J. 2005. Belajar dan berlatih Atletik. Edisi Revisi. Bandung : Pionir Jaya.
Manuaba, I.B.A., 1983. Pendekatan ilmiah dalam olahraga. Denpasar : Penerbit
yayasan ilmu faal widya laksana.
Markin, G and Haffman, M. 1984. Kesehatan olahraga. Jakarta : PT Grafidia jaya.
Nala, 1998. Prinsip pelatihan fisik olahraga. Monograf yang diperbanyak oleh
program Pascasarjana Fisiologi Olahraga Universitas Udayana
Nala, I.G.N., 1986. Komponen Kondisi Fisik. Yayasan Ilmu Faal Widya Laksana.
Denpasar.
Nala, I.G.N., 2001. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar : Program Studi
Fisiologi Olahraga, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
Nala, I.G.N., 2002. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar : Komite Olahraga
Nasional Indonesia Daerah Bali.
Nossek, J. 1982. General Theory Of Training. Lagos: Pan African Press Ltd.
Pate, R.B. Glenaghan and R Rotella 1984. Scientific Foundation Of Coaching.
Philadelphia : WB Saunders College Publishing.
Pocock, S. J. 2008. Clinical Trial Practical Approach. New York: A Willey
Medical
Publication.
Poerwadarminta, 1990, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Usaha Nasional.
Surabaya
Redhana wiratha, komang. 2000. Kapita selekta dalam pelatihan olahraga.
Denpasar : Balai pelatihan guru.
Rogers, P.2009. basic strength and muscle weight training program. Avaible from:
http//weightraining.about.com
Sajoto, M., 2002. Peningkatan Dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik
DalamOlahraga. Dahara Prize. Semarang.
Sana, 1993. Faal Tubuh Dan Gerekan Organ Tubuh, Yayasan Faal Widhya
Lakasana Denpasar.
67
Satriya, sidik, Imanudin, I. 2007. Metodologi kepelatihan olahraga. Bandung:
Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI.
Subadrah,
2012.
Latihan
kondisi
fisik.
Avaible
http://Upi.edu/Fpok/jur.pend.kesehatan%26Rekreasi/prodi
keolahragaan Access 14 oktober 2014
at
ilmu
Suharno, H.P. 1982. Dasar dasar permainan bola voli. Jogjakarta.
Sukadiyanto, 2010. Pengantar teori dan metodologi melatih fisik, CV. Lubuk
Agung. Bandung.
Sumosarjono, 1999. Pengetahuan praktis dalam olahraga. Pt Gramedia. Jakarta.
Tackett, C. 2009. Factor Affecting Strength & Muscle.Avaible from
http://www.Muscleblitz.com/index.html. Access 14 oktober 2014
Triyono,
2012.
Latihan
modifikasi
pliometrik.
http://Eprints.uny.ac.id/8892. Access 14 oktober 2014
Avaible
from.
U. Jonath, 1993. Pengaruh pelatihan terhadap organism. PT. Parda jaya putra.
Wahjoedi, 2000. Tes pengukuran untuk bidang olahraga, kedokteran dan
fisikologi. Usaha nasional.
Yunus, 2000. Pedoman dan modul pelatihan kesehatan olahraga bagi pelatih
olahraga pelajar, Jakarta : Depadiknas pusat pelayanan pendidikan
jasmani.
Download