BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (WHO, 1999 dan PERKENI, 2011). Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan terjadinya kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Purnamasari, 2010). Lima sampai 10% merupakan penderita DM tipe 1 (tergantung insulin) dan 90-95% dari semua populasi merupakan penderita DM tipe 2 (tidak tergantung insulin) (McGuire, 2012 dan Creager & Luscher, 2003). DM tipe 2 ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin (Suyono, 2009). Diabetes melitus merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad sekarang ini. Jumlah kasus DM di negara barat diperkirakan mencapai 3–5 % dari keseluruhan populasi (Gustaviani, 2006). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2008 jumlah pengidap DM di seluruh dunia di atas umur 20 tahun berjumlah 180 juta orang dan pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 346 juta orang (WHO, 2011a). Lebih dari 80% kematian pada pasien DM terjadi pada negara dengan pendapatan perkapita rendah hingga menengah. Kematian ini diperkirakan akan bertambah dua kali lipatnya pada tahun 2030 (Jansson, 2014). Menurut estimasi data WHO maupun International Diabetes Federation (IDF), prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 5,6 juta penduduk, tetapi kenyataanya jumlah kasusnya mencapai 8,2 juta. Kondisi ini sangat melejit jauh dari perkiraan (Permana, 2013). Melalui kondisi ini WHO memperkirakan Indonesia akan menempati peringkat kelima dunia dengan jumlah pengidap DM sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 peringkat dibanding tahun 1 2 1995. Berdasarkan penelitian terakhir di Depok antara tahun 2001 dan 2005 didapatkan prevalensi DM tipe2 sebesar 14,7% demikian juga di Makasar mencapai 12,5% (Suyono, 2006). Berdasarkan data rikesdas 2013 angka prevalensi DM nasional meningkat dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,4% di tahun 2013 (Balitbangkes, 2014). Diabetes melitus yang tidak dikelola dengan baik mengakibatkan komplikasi vaskular yang dibedakan menjadi komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer dan stroke, serta mikrovaskular seperti retinopati, nefropati dan neuropati (Salans, 2003). Kematian pada penderita DM terjadi tidak secara langsung akibat hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi (Permana, 2013). Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya (Maron et al., 2004). Penyakit jantung koroner secara umum merupakan masalah kesehatan utama di negara maju. Kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia telah terjadi pergeseran dari urutan ke-10 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-8 pada tahun 1986 (Anwar, 2004). Menurut WHO pada tahun 2011 sebanyak 30% kematian di Indonesia disebabkan oleh PJK (Rilantono, 2012). Saat ini PJK telah menduduki peringkat pertama penyebab kematian di Indonesia (WHO, 2011b). Banyak faktor risiko untuk terjadinya PJK seperti hipertensi, hiperkolesterolemia, dan merokok, sedangkan faktor risiko lainnya adalah umur, jenis kelamin, geografis, ras, diet, obesitas, diabetes, olahraga, perilaku, kebiasaan, stres, genetik, dan perubahan keadaan sosial. Oleh sebab itu mengenal faktor-faktor risiko sangat penting dalam usaha pencegahan PJK (Anwar, 2004). Penyakit jantung koroner adalah penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM (baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2) (Shahab, 2006). Angka kejadian PJK pada DM berkisar antara 45-70 % angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian yang bukan akibat diabetes antara 8 –30 % (Majid, 2006). Sekitar 65 % pasien yang didiagnosis DM meninggal dunia akibat komplikasi pada kardiovaskular (Grundy et al., 1999). Pasien DM yang disertai 3 penyakit kardiovaskular memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien penyakit kardiovaskular tanpa DM (Cannon, 2005). Hasil penelitian North Catalonia Diabetes Study di Spanyol diketahui prevalensi penyakit kardiovaskular pada pasien DM tipe 2 adalah 22 % yang meliputi 4,6 % iskemik perifer dan 18,9 % PJK (Jurado et al., 2009). Mekanisme terjadinya PJK pada DM dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain hipertensi, hiperglikemia, kenaikan kadar kolesterol total, kadar kolesterol low density lipoprotein (LDL), hipertrigliseridemia, penurunan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL), merokok, kurangnya latihan fisik, jenis kelamin, peningkatan usia, adanya riwayat penyakit keluarga, dan obesitas (Grundy et al., 1999). Insidensi penyakit jantung koroner pada laki - laki penderita DM 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki tanpa DM, sedangkan pada wanita 3 kali lebih banyak. Morbiditas dan mortalitas penyakit jantung pada penderita DM lebih besar pada wanita (Yanti, 2008). Penyebab kematian yang paling sering pada pasien dengan diabetes melitus adalah akibat penyakit jantung koroner yang merupakan salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes melitus dan sering komplikasi penyakit jantung koroner ini tidak disadari oleh penderita (sylvia, 2003). Hasil penelitian Destefano et al. (1993) yang dilakukan di 35 negara menunjukkan bahwa wanita diabetes yang lebih muda dari 55 tahun tanpa faktor risiko lain untuk penyakit jantung koroner memiliki risiko 16 kali lebih tinggi dari kematian akibat penyakit jantung koroner dibanding wanita tanpa diabetes. Sekitar sepertiga perempuan muda yang meninggal karena penyakit jantung koroner menderita diabetes. Pria penderita diabetes berusia kurang dari 45 tahun tanpa faktor risiko lain untuk penyakit jantung koroner memiliki risiko 8 kali lipat lebih tinggi dari kematian penyakit jantung koroner. Di antara orang kulit putih yang lebih tua dan wanita, diabetes meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung koroner sebesar dua kali lipat. Pada penderita diabetes yang lebih muda, merokok dapat meningkatkan resiko PJK sebesar 50%, dan tekanan darah tinggi meningkatkan risiko lebih dari 3 kali lipat. Pada kelompok usia yang lebih tua, faktor risiko 4 mortalitas penyakit jantung koroner hampir sama pada penderita diabetes maupun nondiabetes. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada hasil riskesdas tahun 2007, 2010 maupun tahun 2013 prevalensi DM maupun PJK menempati posisi diatas angka nasional. Prevalensi DM yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DIY yaitu sebesar 2,6%. Prevalensi gagal jantung angka nasional 0,13%, sementara prevalensi di DIY sebesar 0,25%. Prevalensi stroke, angka nasional sebesar 7‰, sementara di DIY sebesar 10,3‰ (Balitbangkes, 2014). Tingginya angka prevalensi DM mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita yang mengalami komplikasi parah dalam sistem kardiovaskuler, mata dan saraf perifer (Dokken, 2008). Posisi sosial ekonomi merupakan salah satu determinan yang berperan dalam kondisi ini. Posisi sosial ekonomi dapat berkontribusi terhadap perkembangan DM melalui proses yang komplek melibatkan akses ke pelayanan kesehatan dan informasi, makanan sehat yang tersedia dan tempat untuk berolahraga, peluang ekonomi dan pekerjaan yang berpengaruh pada pilihan gaya hidup (Agardh et al., 2011). Hasil rikesdas juga menunjukkan bahwa prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak bekerja. Berdasarkan PJK terdiagnosis dokter dan gejala prevalensi lebih tinggi di daerah pedesaan pada kuintil kepemilikan terbawah (Balitbangkes, 2014). Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi PJK pada penderita DM dari aspek individu dan sosial. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dari latar belakang di atas adalah : 1. Apakah ada hubungan antara faktor individu (umur, jenis kelamin, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, merokok, konsumsi buah, konsumsi sayur, riwayat hipertensi, lama menderita DM, kepatuhan pengobatan DM, riwayat DM keluarga, riwayat jantung keluarga) dengan kejadian PJK pada penderita DM di RSUP DR Sardjito Yogyakarta? 5 2. Apakah ada hubungan antara determinan sosial (pendidikan, penghasilan, pekerjaan, wilayah tinggal, kepemilikan asuransi) dengan kejadian PJK pada penderita DM di RSUP DR Sardjito Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui faktor individu dan prediktor sosial yang mempengaruhi kejadian PJK pada penderita DM di RSUP DR Sardjito Yogyakarta. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui hubungan antara faktor individu (umur, jenis kelamin, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, merokok, konsumsi buah, konsumsi sayur, riwayat hipertensi, lama menderita DM, kepatuhan pengobatan DM, riwayat DM keluarga, riwayat jantung keluarga) dengan kejadian PJK pada penderita DM di RSUP DR Sardjito Yogyakarta? b. Mengetahui hubungan antara determinan sosial (pendidikan, penghasilan, pekerjaan, wilayah tinggal, kepemilikan asuransi) dengan kejadian PJK pada penderita DM di RSUP DR Sardjito Yogyakarta? D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Peneliti dapat meningkatkan pengalaman dan mengembangkan wawasan dalam melakukan penelitian ilmiah mengenai komplikasi diabetes khususnya penyakit jantung koroner. 2. Bagi institusi terkait a. Sebagai bahan penanganan penyakit yang komprehensif. b. Sebagai bahan untuk melakukan program promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif berdasarkan faktor prediktor yang dominan. c. Sebagai terobosan dukungan penanggulangan masalah kesehatan di luar sektor kesehatan. 6 3. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk melakukan penelitian mengenai komplikasi diabetes. 4. Bagi Pasien Memberikan wacana faktor risiko yang dominan pada penderita diabetes melitus yang mengarah kepada komplikasi PJK sehingga diharapkan dapat melakukan pencegahan atau kontrol lebih dini. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian pernah dilakukan sebelumnya mengenai kajian komplikasi pada penderita diabetes. Penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan dan perbedaan pada metode yang digunakan dan pada variabel yang diteliti. Berikut judul penelitian, persamaan dan perbedaan dengan penelitian lainya seperti pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Penelitian Mengenai Komplikasi Diabetes Mellitus Peneliti (Tahun) No dan tempat Judul Metode Persamaan Perbedaan penelitian 1 2 Agardh et al. (2011) USA, Europe, Asia/Middle East, Latin America and Africa Type 2 diabetes incidence and socioeconomic position: a systematic Meta Variabel Variabel analysis independen: independen lain Pendidikan, dan metode case review and meta- pekerjaan, control analysis pendapatan Yuliani et al. Hubungan berbagai Cross Variabel Variabel (2014) Padang faktor risiko terhadap sectional independen independen lain kejadian penyakit : umur, jenis dan metode case jantung koroner pada kelamin, penderita diabetes merokok mellitus tipe 2 control 7 No Peneliti Judul Metode 3 Roche dan Wang Sex Differences in All-Cause and Cardiovascular Mortality, Hospitalization for IndividualsWith and Without Diabetes, and PatientsWith Diabetes Diagnosed Retrospektif Variabel Variabel cohort study independen: independen lain Jenis dan metode case kelamin control (2013) Canada Persamaan Perbedaan Early and Late 4 Yanti et al. Risk Factors Coronary Heart Disease in Type (2010) Semarang 2 Diabetes Mellitus Patient (Case Study at RSUP Case control Vaiabel Dr. Kariadi Semarang) Variabel independen: independen umur, jenis lainya kelamin, determinan) dan aktifitas lokasi penelitian (sosial fisik, diet DM terkendali, merokok 5 Barrett, Huffman , Johnson , et al. (2014) Jamaica 6 Bhopal et al. (2002) India, Pakistan Bangladesh and London A cross-sectional study of Jamaican adolescents’ risk for type 2 diabetes and cardiovascular diseases Cross Variabel Variabel sectional independen: independen lain aktifitas dan metode case fisik control Ethnic and sosioeconomic inequalitis in coronary heart disease , diabetes and risk factors in Europeans and South Asian Cross Variabel : Variabel sectional educational independen lain level, dan metode case physical control inactivity, smoking, eat fruit and vegetable 8 Berdasarkan Tabel 1 masih sangat jarang dilakukan penelitian yang menggabungkan antara determinan sosial dengan faktor individu yang mempengaruhi terjadinya PJK pada penderita DM. Sebagian besar peneliti hanya mengamati salah satu sisi saja, yaitu faktor individunya atau sosial ekonominya secara terpisah.