SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA PERKEMAHAN PEMUDA, MAHASISWA, DAN LSM LINTAS AGAMA TANGGAL 20 AGUSTUS 2005 DI JAKARTA Assalamu'alaikum. Wr. Wb. Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan kesehatan dan kesempatan kepada kita semua dalam mengikuti acara Perkemahan Nasional Pemuda, Mahasiswa dan LSM lintas agama yang diselenggarakan oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama Departemen Agama di Bumi Perkemahan Cibubur yang berlangsung dari tanggal 20 s.d 24 Agustus 2005. Kami menyambut baik dari gembira kegiatan ini karena hal ini merupakan sarana untuk meningkatkan kenikunan umat beragama dari berbagai kelompok sosial yang kita pandang merupakan unsur-unsur strategis di masyarakat yaitu kelompok pemuda, mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat. Perkemahan ini merupakan suatu bentuk silaturahmi antar umat beragama, dan merupakan kesempatan yang baik untuk mengembangkan prinsip "Setuju dalam ferbedaan" selama berada dibumi perkemahan. "Setuju dalam perbedaan" mengandung pengertian bahwa seseorang mau menerima dan menghormati orang lain dengan selunrh totalitasnya, menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh aspirasi, keyakinan, kebiasaannya untuk menganut keyakinan agamanya sendiri. Perkemahan merupakan wahana untuk saling belajar dan memahami latar belakang etnis dan agama yang berbeda, sehingga dapat mendorong untuk menekan egoisme kelompok atau golongan. la dapat menjadi contoh nyata terjalinnya sebuah kerjasama antar kelompok sosial yang berbeda agama, namun memiliki tujuan sosial yang sama, yang membangun Indonesia yang adil dan makmur sejahtera lahir dan batin. Fenomena keberagamaan umat manusia dalam sejarah yang cukup lama berada dalam kondisi pejoratif dan kronis. Kondisi ini diwarnai oleh adanya konflik antar agama yang berbeda, baik dalam bentuk fisik maupun psikis. Konflik fisik beberapa abad silam tampak lebih dominan dan tampil dalam bentuk "Perang Suci". Saat ini ketegangan antar umat beragama bukannya tidak ada sama sekali, tetapi dimodifrkasi secara halus dan laten karena bersifat pakis. Penghancuran tempat ibadah, pembantaian salah satu etnis atau penganut agama tertentu oleh penganut agama lain yang selama ini mewarnai lembaran surat kabar, baik yang ditimbulkan oleh persoalan politik ataupun karena 1 kesenjangan sosial, tidak serta merta dikesampingkan dari faktor ketegangan teologis antar agama. Kedewasaan religius untuk memahami pluralitas agama dalam wacana teologis filosofis sebagai suatu keniscayaan sejarah yang memancar dari satu kebenaran mutlak, harus dikedepankan sebagai upaya harmonisasi antar umat beragama yang berbeda. Kebenaran dalam konsepsi manusia da am konteks ini, bersifat relatif yang tidak bisa diverifikasi benar salahnya secara substansial. Tuhanlah pemilik tunggal akan kebenaran, dan manusia menerima kebenaran dari Tuhan melalui spektrum yang ditransmisikan dari pada-Nya. Jadi klaim kebenaran secara partikular adalah relatif ketika dikonfrontasikan dengan pluralitas, sebaliknya menjadi absolut ketika dipahami secara apriori. Bila kita kaji secara cermat, perbedaan agama yang nampak secara persial merupakan persoalan bungkusan. Sebab, apabila kita lacak lebih jauh lagi akhimya perbedaan itu secara esensial menemukan titik temunya dan paling tidak saling melengkapi satu dengan lainnya. Namun tragisnya perbedaan itu sering dibayar mahal dengan pertumpahan darah dan permusuhan yang berkepanjangan. Oleh karena itu perlu segera dibangun iktim dialogis antar agama untuk memposisikannya sebagai rahmatan lil alamin. Adalah satu hal yang harus benar-benar disadari bahwa pertentanganpertentangan dalam kehidupan sosial keagamaan, amat mengganggu baik stabilitas nasional maupun kehidupan agama itu sendiri. Itulah sebabnya, maka usaha menciptakan dan membina kerukunan hidup umat beragama perlu beroleh penanganan yang sungguh-sungguh dan hati-hati. Situasi rukun itu harus dilihat dalam konteks perkembangan masyarakat yang sedang membangun yang menghadapi aneka tantangan dan persoalan; ini berarti bahwa kerukunan yang didambakan itu adalah suatu keadaan yang dinamis yang merupakan bagian dari pertumbuhan masyarakat. Oleh karena itulah kerukunan harus diciptakan, dipelihara dan dibina secara terus-menerus. Disinilah pentingnya dialog diantara tokoh-tokoh berbagai agama. Dialog hakekatnya, adalah suatu percakapan bebas, terus terang dan bertanggung jawab, yang dilandasi oleh sating pengertian dalam menanggulangi masalah kehidupan bangsa agar menjadi semakin baik, material maupun spiritual. Demikianlah sambutan kami pada acara pembukaan perkemahan pemuda, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat lintas agama dan secara resmi kami buka dengan membacakan bismillahir rahmanir rahim. Jakarta, 20 Agustus 2005 Menteri Agama RI ttd H. Muhammad M. Basyuni 2