Frase Nominal dan Frase Verbal pada Novel Pinatri Ing Teleng Ati

advertisement
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
Frase Nominal dan Frase Verbal pada Novel Pinatri Ing Teleng Ati
Karya Tiwiek SA
Oleh: Alip Rahman Sulistio
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) mendeskripsikan wujud frase nominal
dan frase verbal bahasa Jawa pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA, dan (2)
mendeskripsikan hubungan makna antar unsur-unsur pembentuk frase nominal dan frase
verbal pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA. Sumber data dan data penelitian ini
adalah seluruh kata yang mengandung frase nominal dan frase verbal bahasa Jawa pada novel
Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA. Data dikumpulkan menggunakan teknik sadap dan
teknik catat. Kemudian, data dianalisis menggunakan uji kredibilitas atau kepercayaan
terhadap hasil data penelitian dengan triangulasi sumber. Teknik analisis data menggunakan
metode agih. Adapun pemaparan hasil analisis menggunakan teknik penyajian informal. Hasil
penelitian ini adalah ditemukannya (1) frase nominal koordinatif berjumlah 46 indikator, (2)
frase nominal atributif berjumlah 221 indikator, (3) frase nominal apositif berjumlah 9
indikator, (4) frase verbal koordinatif berjumlah 27 indikator, (5) frase verbal atributif
berjumlah 102 indikator. Kedua yaitu hubungan makna antar unsur-unsur pembentuk frase
nominal dan frase verbal bahasa Jawa (1) hubungan ‘penjumlahan’ berjumlah 63 indikator, (2)
hubungan makna ‘pemilihan’ berjumlah 10 indikator, (3) hubungan makna ‘kesamaan’
berjumlah 9 indikator, (4) hubungan makna ‘penerang’ berjumlah 61 indikator, (5) hubungan
makna ‘pembatas’ berjumlah 28 indikator, (6) hubungan makna ‘penentu/penunjuk’ berjumlah
47 indikator, (7) hubungan makna ‘jumlah’ berjumlah 19 indikator, (8) hubungan makna
‘sebutan’ berjumlah 64, (9) hubungan makna ‘ragam’ berjumlah 28 indikator, (10) hubungan
makna ‘negatif’ berjumlah 11 indikator, (11) hubungan makna ‘aspek’ berjumlah 63 indikator,
(12) hubungan makna ‘tingkat’ berjumlah 2 indikator.
Kata kunci: frase nominal, frase verbal, novel
Pendahuluan
Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan
lengkap. Sebagai objek kajian dan penelitian kebahasaan, wacana dapat ditelusuri dari
berbagai segi. Aspek-aspek yang terkandung di dalamnya menyuguhkan jenis kajian
yang beragam. Dalam linguistik wacana berarti satuan bahasa terlengkap. Wacana
dapat direalisasikan ke dalam bentuk karangan yang utuh. Wacana yang bentuk dan
isinya berorientasi pada imajinasi yang mengandung unsur rekaan merupakan wacana
yang bersifat fiksi.
Salah satu contoh wacana bersifat fiksi adalah novel. Novel merupakan sebuah
wacana yang populer dan digemari oleh pembaca. Banyak sastrawan Jawa yang
menciptakan karangan sebuah novel berbahasa Jawa. Contoh novel karya Tiwiek SA
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
98
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
yang berjudul Pinatri Ing Teleng Ati. Novel ini merupakan contoh wacana yang bersifat
fiksi dan berbahasa Jawa. Dalam satuan sintaksis sebuah novel memiliki unsur kalimat
yang tersusun dari beberapa klausa, dan klausa tersebut tersusun dari gabungan frase
yang terbentuk dari sebuah kata. Kata juga berfungsi sebagai pembentuk satuan
makna sebuah frase.
Frase adalah satuan linguistik yang secara potensional merupakan gabungan
dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (Tarigan, 1985: 66). Frase
tidak dapat diperlakukan seperti kata layaknya kata majemuk, karena frase sudah
menyangkut hubungan antara kata yang satu dengan kata yang lain. Frase juga dapat
memasuki daerah klausa, tetapi perbedaannya dengan klausa bahwa frase lebih
rendah tatarannya daripada klausa. Sebuah frase memiliki satu unsur yang disebut inti
atau pusat, sedangkan unsur lain yang menjadi penjelas atau pembatas biasanya
disebut sebagai atribut. Pertemuan antar unsur-unsur tersebut dapat menimbulkan
hubungan makna.
Pertemuan antar unsur-unsur dalam suatu frase dapat menimbulkan hubungan
makna, meliputi penjumlahan, pemilihan, kesamaan, penerang, pembatas, penentu
atau penunjuk, jumlah, sebutan, ragam, negatif, aspek, dan tingkat. Jika dilihat dari
sudut initi atau unsur pusat tersebut frase dapat bersifat endosentrik dan eksosentrik.
Frase eksosentrik memiliki jenis yang berupa frase preposisi, sedangkan frase
endosentrik meliputi frase nominal, frase verbal, frase adjektival, frase numeralia,
frase adverbial, dan frase pronominal. Dari bermacam-macam jenis frase tersebut
penulis memilih jenis frase nominal dan frase verbal sebagai bahan kajiian dalam
penelitian ini. Objek sasaran dalam penelitian ini adalah frase nominal dan frase verbal
bahasa Jawa pada sebuah novel berbahasa Jawa yaitu novel yang berjudul Pinatri Ing
Teleng Ati karya Tiwiek SA.
Frase nominal adalah frase yang memiliki distribusi yang sama dengan kata
nomina (Ramlan, 2005: 145). Frase nominal memiliki unsur pusat berupa kata benda
dan unsur lain berupa atribut. Contoh dalam frase priyayi sugih “bangsawan kaya”.
Kata priyayi “bangsawan” sebagai unsur pusat yang berupa kata benda, sedangkan
kata sugih “kaya" sebagai atribut. Kata benda mempunyai peranan yang paling penting
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
99
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
dalam sebuah kalimat. Kata benda menyatakan suatu nama, misalnya nama orang,
binatang, tempat, benda ,dan lain-lain. Pertemuan unsur kata benda dengan unsur
kata lain dapat membentuk sebuah frase nominal. Dengan demikian frase nominal
dalam satuan kalimat yang terdapat pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA
akan banyak ditemui penggunaannya. Pertemuan dua unsur kata atau lebih akan
menimbulkan hubungan makna antar unsur pembentuk frase nominal.
Selain frase nominal penulis juga tertarik dengan penggunaan frase verbal
dalam novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA. Frase verbal adalah frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan kata verbal (Ramlan, 2005: 154). Inti dalam
frase verbal berupa kata kerja. Dalam frase verbal inti juga tidak hanya terdapat pada
sebelah kiri, tetapi juga dapat di sebelah kanan. Contoh: kudu ngguyu “harus tertawa”.
Kata ngguyu “tertawa” sebagai unsur pusat yang berupa kata kerja, sedangkan kudu
“harus” sebagai atribut. Frase verbal memiliki unsur pusat berupa kata kerja. kata kerja
menyatakan suatu perbuatan, kejadian, peristiwa, dan lain-lain. Pertemuan unsur kata
kerja dalam sebuah kalimat dengan unsur kata lain juga akan membentuk sebuah frase
verbal, dan dalam pertemuan unsur-unsur tersebut akan menimbulkan hubungan
makna
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data
penelitian ini adalah novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA. Selanjutnya, data
penelitian ini adalah kutipan-kutipan yang termasuk dalam frase nominal dan frase
verbal serta hubungan makna antar unsur-unsurnya pada novel Pinatri Ing Teleng Ati
Karya Tiwiek SA. Data dikumpulkan menggunakan teknik sadap dan teknik catat.
Kemudian, instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai
alat utama dan pengetahuan peneliti mengenai kebahasaan, selain itu peneliti dibantu
dengan alat buku-buku teori, novel Pinatri Ing teleng Ati karya Tiwiek SA, dan kartu
pencatat data. Teknik keabsahan data penelitian ini menggunakan uji kredibilitas atau
kepercayaan terhadap data hasil penelitian dengan triangulasi sumber. Selanjutnya,
teknik analisis data menggunakan metode agih. Adapun pemaparan hasil analisis
menggunakan teknik penyajian informal.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
100
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini adalah ditemukan wujud frase nominal meliputi frase
nominal koordinatif, frase nominal atributif, dan frase nominal apositif. Kemudian
wujud frase verbal meliputi frase verbal koordinatif dan frase verbal atributif.
Selanjutnya hubungan makna antar unsur pembentuk frase nominal dan frase verbal
pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA meliputi penjumlahan, pemilihan,
kesamaan, penerang, pembatas, penentu/penunjuk, jumlah, sebutan, ragam, negatif,
aspek, dan tingkat.
1.
Wujud frase nominal dan frase verbal pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya
Tiwiek SA
a. Frase nominal adalah frase yang mempunyai unsur pusat berupa kata benda.
Wujud frase nominal meliputi frase nominal koordinatif, frase nominal atributif,
dan frase nominal apositif. Berikut adalah contoh wujud frase nominal.
1) Frase nominal koorninatif yang ditemukan pada novel Pinatri Ing Teleng Ati
karya Tiwiek SA berjumlah 46 indikator. Frase nominal koordinatif adalah
frase yang mempunyai unsur-unsur yang setara dan kesetaraannya ditandai
oleh kemungkinan diletakkannya kata penghubung “dan” “lan” atau “atau”
“utawa”. Berikut adalah contoh wujud frase nominal koordinatif.
“Lumrahe ya Bapak lan Ibu.” (PITA/hal: 2/1a)
“Patutnya ya Bapak dan Ibu.”
Pada data di atas kutipan yang mengandung frase nominal koordinatif
adalah “Bapak lan Ibu” “Bapak dan Ibu”. Hal itu dibuktikan dengan
kedudukan kata “Bapak” “Bapak” sebagai unsur pusat (UP) dan kata “Ibu”
“Ibu” juga setara dengan kata “Bapak” “Bapak” yaitu sebagai unsur pusat
(UP). Kesetaraannya ditandai oleh kata penghubung “lan” “dan” sebagai
atribut. Kedua unsur pusat (UP) yang setara merupakan kata golongan
nomina (N). Berdasarkan analisis tersebut frase “Bapak lan Ibu” “Bapak lan
Ibu”termasuk frase nominal koordinatif.
2) Frase nominal atributif yang ditemukan pada novel Pinatri Ing Teleng Ati
karya Tiwiek SA berjumlah 221 indikator. Frase nominal atributif adalah
frase yang memiliki unsur pusat (UP) sebagai kata nomina (N) atau kata
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
101
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
benda dan diikuti unsur lainnya sebagai atribut (Atr). Berikut ini pembahasan
dari frase nominal atributif yang ditemukan pada novel Pinatri Ing Teleng Ati
karya Tiwiek SA. Berikut adalah contoh frase nominal atributif.
“Lha ya priyayi sugih tur nduweni kalungguhan dhuwur,..” (PITA/hal: 1/1d)
“Lha ya bangsawan kaya dan juga memiliki jabatan tinggi ”
Pada data di atas “priyayi sugih” “bangsawan kaya” merupakan frase
nominal atributif. Hal itu dibuktikan dengan kata “priyayi” “bangsawan”
merupakan kata golongan nomina (N) atau kata benda sebagai unsur pusat
(UP) dan diikuti oleh kata “sugih” “kaya” sebagai atributnya (Atr).
Berdasarkan analisis tersebut frase “priyayi sugih” “bangsawan kaya”
termasuk frase nominal atributif.
3) Frase nominal apositif yang ditemukan pada novel Pinatri Ing Teleng Ati
karya Tiwiek SA berjumlah 9 indikator. Frase nominal apositif adalah frase
yang memiliki unsur pusat (UP) sebagai kata nomina (N) atau kata benda
dengan unsur lainnya sebagai apositif (Ap) yang menyatakan kesamaan dari
unsur pusat (UP). Frase nominal apositif ditandai dengan kemungkinan
diletakkannya kata penghubung “adalah” “yaiku” di antara unsur-unsurnya.
Berikut ini pembahasan dari frase nominal atributif yang ditemukan pada
novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA. Berikut adalah contoh frase
nominal apositif.
“Pak Tuwa bakul rokok ngguyu.” (PITA/hal: 16/ 1c)
“Pak Tuwa pedagang rokok tertawa.”
Pada data di atas terdapat frase “Pak Tuwa bakul rokok” “Pak Tua penjual
rokok” merupakan frase nominal apositif. Hal itu dibuktikan dengan unsur
apositif (Ap) “bakul rokok” “penjual rokok” dan unsur “Pak Tuwa” “Pak Tua”
sebagai unsur pusat (UP). Jika di antara unsur-unsurnya diletakkan kata
penghubung “adalah” “yaiku” menjadi “Pak Tuwa yaiku bakul rokok” “Pak
Tua adalah penjual rokok”. Maka unsur “bakul rokok” “penjual rokok” dapat
menggantikan unsur “Pak Tuwa” “Pak Tua” Berdasarkan analisis tersebut
frase “Pak Tuwa baku rokok” “Pak tua penjual rokok” termasuk frase
nominal apositif
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
102
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
b. Frase verbal adalah frase yang mempunyai unsur pusat berupa kata kerja.
Wujud frase verbal meliputi frase verbal koordintif dan frase verbal atributif.
Berikut adalah contoh wujud frase verbal.
1) Frase verbal koordinatif yang ditemukan pada novel Pinatri Ing Teleng Ati
karya Tiwiek SA berjumlah 27 indikator. Frase verbal koordinatif adalah
frase yang mempunyai unsur-unsur yang setara dan kesetaraannya ditandai
oleh kemungkinan diletakkannya kata penghubung “dan” “lan” atau “atau”
“utawa”. Unsur yang setara tersebut merupakan unsur pusat (UP) yang
termasuk kata golongan verba (V) atau kata kerja. Berikut adalah frase
verbal koordinatif.
“Arep buruh tandur utawa derep, ora ana sawah amba.” (PITA/hal: 1/1b)
“mau pekerja menanam atau menuai padi, tidak ada sawah luas.”
Pada data di atas kutipan yang mengandung frase verbal koordinatif
adalah “tandur utawa derep” “menanam atau menuai padi”. Hal itu
dibuktikan dengan kedudukan kata “derep” “menuai padi” sebagai unsur
pusat (UP) dan kata “tandur” “menanam” juga setara dengan kata “derep”
“menuai padi” yaitu sebagai unsur pusat (UP). Kesetaraannya ditandai oleh
kata penghubung “utawa” “atau” sebagai atribut. Kedua unsur pusat (UP)
yang setara merupakan kata golongan verba (V). Berdasarkan analisis
tersebut frase “tandur utawa derep” “menanam atau menuai padi”
termasuk frase verbal koordinatif.
2) Frase verbal atributif yang ditemukan pada novel Pinatri Ing Teleng Ati
karya Tiwiek SA berjumlah 102 indikator. Frase verbal atributif adalah frase
yang memiliki unsur pusat (UP) sebagai kata verba (V) atau kata kerja dan
diikuti atau didahului unsur lainnya sebagai atribut (Atr). Berikut ini
pembahasan dari frase verbal atributif yang ditemukan pada novel Pinatri
Ing Teleng Ati karya Tiwiek. Berikut adalah contoh frase verbal atributif.
“…tekan kutha Surabaya kene iki mung arep golek buruhan.” (PITA/hal:
1/1k)
“…sampai kota Surabaya di sini hanya akan mencari pekerjaan.”
Pada data di atas “arep golek” “akan mencari” merupakan frase verbal
atributif. Hal itu dibuktikan dengan kata “golek” “mencari” merupakan kata
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
103
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
golongan verba (V) atau kata kerja sebagai unsur pusat (UP) dan didahului
dengan kata “arep” “akan” sebagai atributnya (Atr). Berdasarkan analisis
tersebut frase “arep golek” “akan mencari” termasuk frase verbal atributif.
2.
Hubungan makna antar unsur pembentuk frase nominal dan frase verbal pada
novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA.
a. Penjumlahan
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 63 indikator
hubungan makna penjumlahan. Hubungan makna penjumlahan ditimbulkan
oleh pertemuan antar unsur pembentuk frase nominal dan frase verbal
bahasa Jawa ditandai dengan kata penghubung “lan” “dan” atau kemungkinan
diletakannya kata penghubung “lan” “dan”. Berikut ini dalah contoh
hubungan makna penjumlahan.
“Lumrahe ya Bapak lan Ibu.” (PITA/hal: 2/1a)
“Patutnya ya Bapak dan Ibu.”
Pada data di atas terdapat frase nominal “Bapak lan Ibu” “Bapak dan Ibu”
memiliki dua unsur bersifat nomina (N) “Bapak” “Bapak” dan “Ibu” “Ibu”.
Pertemuan antara unsur “Bapak” “Bapak” dengan unsur “Ibu” “Ibu” dengan
ditandai oleh kata penghubung “lan” “dan” menimbulkan hubungan makna
‘penjumlahan’.
b. Pemilihan
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 10 indikator
hubungan makna pemilihan. Hubungan makna pemilihan yang ditimbulkan
oleh pertemuan antar unsur pembentuk frase nominal dan frase verbal
bahasa Jawa ditandai dengan kata penghubung “utawa” “atau” di antara
unsurnya. Berikut adalah contoh hubungan makna pemilihan.
“Arep buruh tandur utawa derep, ora ana sawah amba.” (PITA/hal: 1/1b)
“Mau pekerja menanam atau menuai padi, tidak ada sawah luas.”
Pada data di atas terdapat frase verbal “tandur utawa derep” “menanam
atau menuai padi” yang terdiri dari dua unsur “tandur” “menanam” dan
“derep” “menuai padi” yang termasuk golongan verba (V) atau kata kerja.
Pertemuan antara unsur “tandur” “menanam” dengan unsur “derep” “menuai
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
104
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
padi” dan ditandai oleh kata penghubung “utawa” “atau” menimbulkan
hubungan makna ‘pemilihan’.
c. Kesamaan
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 9 indikator
hubungan makna kesamaan. Hubungan makna kesamaan yang ditimbulkan
oleh pertemuan antar unsur pembentuk frase nominal bahasa Jawa secara
semantik terdiri dari unsure-unsur yang sama. Kesamaannya secara jelas
ditandai dengan kemungkinan diletakkannya kata “yaiku” “adalah” di antara
unsurnya. Berikut adalah contoh hubungan makna kesamaan.
“Pak Tuwa bakul rokok ngguyu.” (PITA/hal: 16/1c)
“Pak Tua pedagang rokok tertawa.”
Pada data di atas frase nominal “Pak Tuwa bakul rokok” “Pak Tua penjual
rokok”. Secara semantik unsur “bakul rokok” “penjual rokok” sama dengan
unsur “Pak Tuwa” “Pak Tua”. Kesamaannya secara jelas ditandai oleh
kemungkinan diletakkannya kata “yaiku” “adalah” di antara unsurnya,
menjadi “Pak Tuwa yaiku bakul rokok” “Pak Tua adalah penjual rokok”.
d. Penerang
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 61 indikator
hubungan makna penerang. Hubungan makna penerang yang ditimbulkan
oleh pertemuan antar unsur pembentuk frase nominal bahasa Jawa ditandai
dengan kemungkinan diletakannya kata “sing” di antara unsur-unsurnya.
Berikut adalah ontoh hubungan makna penerang.
“Lha ya priyayi sugih tur nduweni kalungguhan dhuwur,..” (PITA/hal: 1/1d)
“Lha ya bangsawan kaya dan juga memiliki jabatan tinggi ”
Pada data di atas frase nominal “priyayi sugih” “bangsawan kaya” kata
“sugih” “kaya” yang berfungsi sebagai atribut (Atr) menerangkan “priyayi”
“bangsawan” sebagai unsur pusat (UP). Jika di antara unsur tersebut
diletakkan kata “sing” “yang” menjadi “priyayi sing sugih” “bangsawan yang
kaya” akan menimbulkan hubungan makna ‘penerang’.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
105
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
e. Pembatas
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 28 indikator
hubungan makna pembatas. Hubungan makna pembatas yang ditimbulkan
oleh pertemuan antar unsur pembentuk frase nominal bahasa Jawa ditandai
dengan kata yang menyatakan ‘pemilik’ (kepunyaan), ‘tujuan’ (untuk), ‘asal’
(dari), ‘bahan’ (yang terbuat dari), yang ditandai oleh tidak mungkinnya
diletakan kata penghubung “sing”, “lan”, “utawa”, dan “yaiku”. Berikut adalah
contoh hubungan makna pembatas.
“Ing desa asale sing manggon neng ereng-ereng pagunungan,…” (PITA/hal:
1/1e)
“Di desa asalnya yang bertempat di lereng-lereng pegunungan,…”
Pada data di atas dalam frase “ereng-ereng pagunungan” “lereng-lereng
pegunungan” unsur “pagunungan” “pegunungan” yang berfungsi sebagai
atribut (Atr) menyatakan makna ‘asal’ yaitu “ereng-ereng” “lereng-lereng”
(dari) “pagunungan” “pegunungan”. Pertemuan antar unsur atribut (Atr)
“pagunungan” “pegunungan” dengan unsur “ereng-ereng” “lereng-lereng”
sebagai unsur pusat (UP) menimbulkan hubungan makna ‘pembatas’.
f. Penentu/penunjuk
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 47 indikator
hubungan makna penentu/penunjuk. Hubungan makna penentu/penunjuk
yang ditimbulkan pertemuan antar unsur pembentuk oleh frase nominal
bahasa Jawa ditandai dengan unsur “iku” “itu”, “iki” “ini”, “kuwi” “itu”. Dan
“kae” “itu”. Berikut adalah contoh hubungan makna penentu/penunjuk.
“Nanging rencek iku cacahe winates.” (PITA/hal: 1/1f)
“tetapi ranting itu jumlahnya terbatas.”
Pada data di atas frase nominal “rencek iku” “rencek itu” unsur “iku” “itu”
merupakan
atribut
(Atr)
merupakan
penanda
hubungan
makna
‘penentu/penunjuk’ dari unsur pusat (UP) “rencek” “ranting”.
g. Jumlah
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 19 indikator
hubungan makna jumlah. Hubungan makna jumlah ditimbulkan oleh
pertemuan antar unsur pembentuk frase nominal bahasa Jawa ditandai
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
106
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
dengan unsur atribut (Atr) yang menyatakan jumlah bagi unsur pusat (UP).
Berikut adalah contoh hubungan makna jumlah.
“Sawise paring panarima lan ninggali ewon salembar marang Wiji tumuli
lumebu ing titihane.” (PITA/hal: 14/1g)
“Setelah dapat penjelasan dan memberi ribuan satu lembar kepada Wiji
kembali masuk kendaraan.”
Pada data di atas frase nominal “ewon salembar” “ribuan satu lembar”
unsur “salembar” “satu lembar” merupakan atribut (Atr) yang menyatakan
jumlah. Jadi, berdasarkan analisis tersebut unsur atribut (Atr) “salembar”
“satu lembar” menyatakan hubungan makna ‘jumlah’ bagi unsur “ewon”
“ribuan” sebagai unsur pusat (UP).
h. Sebutan
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 64 indikator
hubungan makna sebutan. Hubungan makna sebutan yang ditimbulkan oleh
pertemuan antar unsur pembentuk ditandai dengan adanya nama panggilan,
gelar kesarjanaan, gelar kepangkatan, atau gelar keagamaanan. Berikut
adalah contoh hubungan makna sebutan.
“Bu Handono piyambak pancen durung pati titen,…” (PITA/hal: 4/1h)
“Bu Handono sendiri memang belum terlalu memahami,…”
Pada data di atas frase nominal “Bu Handono” “Bu Handono” memiliki
unsur atribut (Atr) “Bu” “Bu” yang menyatakan ‘sebutan’ yaitu ‘nama
panggilan’. Jadi pertemuan antar unsur atribut (Atr) “Bu” “Bu” dengan unsur
pusat (UP) “Handono” “Handono” menimbulkan hubungan makna ‘sebutan’.
i.
Ragam
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 28 indikator
hubungan makna ragam. Hubungan makna ragam yang ditimbulkan oleh
pertemuan antar unsur pembentuk frase verbal bahasa Jawa ditandai dengan
kata yang menyatakan kemungkinan, kemampuan, kepastian, keinginan,
kesediaan, keharusan, dan keizinan. Berikut dlah contoh hubungan makna
ragam.
“Minten kudu ngguyu nalika ngundang nganggo ndara mengkono iku.”
(PITA/hal: 2/1i)
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
107
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
“Minten harus tertawa ketika memanggil dengan ndara seperti itu.”
Pada data di atas frase verbal “kudu ngguyu” “harus tertawa” unsur (Atr)
“kudu” “harus” sebagai atribut menyatakan ‘keharusan’. Berdasarkan analisis
tersebut, pertemuan antar unsur pembentuk frase verbal “kudu” “harus”
sebagai atribut (Atr) dengan “ngguyu” “tertawa” sebagai unsur pusat (UP)
menimbulkan hubungan makna ‘ragam’ yaitu ‘keharusan’.
j.
Negatif
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 11 indikator
hubungan makna negatif. Hubungan makna negatif pertemuan antar unsur
pembentuk frase nominal dan frase verbal bahasa Jawa ditandai dengan kata
“durung”, “dudu”, dan “ora” yang menyatakan sangkalan terhadap perbuatan
atau keadaan lain. Berikut adalah contoh hubungan makna negatif.
“Kok mboten nyare teng griyane Pakdhe Darmin mawon?” (PITA/hal: 25/1j)
“Kok tidak tidur di rumahnya Pakdhe Darmin saja?”
Pada data di atas frase verbal “mboten nyare” “tidak tidur” unsur
“mboten” “tidak” sebagai unsur atribut (Atr) merupakan penanda hubungan
makna negatif. Jadi, berdasarkan analisis tersebut pertemuan unsur atribut
(Atr) “mboten” “tidak” dengan unsur pusat (UP) “nyare” “tidur” menimbulkan
hubungan makna negatif yang menyatakan sangkalan suatu perbuatan.
k. Aspek
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 63 indikator
hubungan makna aspek. Hubungan makna aspek ditimbulkan oleh pertemuan
antar unsur pembentuk frase verbal bahasa Jawa ditandai dengan kata yang
menyatakan perbuatan itu akan berlangsung, perbuatan sedang berlangsung,
perbuatan mulai dilakukan, perbuatan sudah dilakukan, dan untuk
menyatakan frekuensi keseringan. Berikut adalh contoh hubungan makna
aspek.
“…tekan kutha Surabaya kene iki mung arep golek buruhan.” (PITA/hal: 1/1k)
“…sampai kota Surabaya di sini hanya akan mencari pekerjaan.”
Pada data di atas frase verbal “arep golek buruhan” “akan mencari
pekerjaan” mengandung hubungan makna ‘aspek’ yang menyatakan
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
108
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
perbuatan itu akan berlangsung’. Hal tersebut dibuktikan oleh unsur atribut
(Atr) “arep” “akan”. Berdasarkan analisis tersebut, pertemuan unsur atribut
“arep” “akan” dengan unsur pusat “golek buruhan” “mencari pekerjaan”
menimbulkan hubungan makna aspek ‘perbuatan itu akan berlangsung’.
l.
Tingkat
Pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA ditemukan 2 indikator
hubungan makna tingkat. Hubungan makna tingkat pertemuan antar unsur
pembentuk frase nominal dan frase verbal bahasa Jawa tingkat ditandai
dengan kata yang menyatakan tingkat keadaan/keinginan perbuatan dan
pertemuan antar nominal sebagai inti dengan numeralia sebagai atribut.
Berikut ini pembahasan hubungan makna tingkat.
“Pak, panjenengan rak kepengin banget ngudang putra ta? (PITA/hal: 105/1l)
“Pak, anda kan ingin sekali menimang anak kan?
Pada data di atas terdapat frase verbal “kepengin banget ngudang” “ingin
sekali menimang” yang mengandung hubungan makna tingkat. Hal tersebut
dibuktikan oleh unsur atribut (Atr) “kepengin banget” “ingin sekali” yang
menyatakan tingkat keinginan terhadap unsur pusat (UP) “ngudang”
“menimang” sebagai kata golongan (V). Jadi, pertemuan antar unsur
“kepengin banget” “ingin sekali” dengan unsur “ngudang” “menimang”
menimbulkan hubungan makna ‘tingkat’.
Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian serta pembahasan tentang
frase nominal dan frase verbal bahasa Jawa pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek
SA, penulis menyimpulkan wujud frase nominal yang ditemukan meliputi frase nominal
koordinatif, frase nominal atributif, frase nominal apositif, dan frase verbal yang
ditemukan meliputi frase verbal koordinatif, dan frase verbal atributif.
Selanjutnya hubungan makna antar unsur pembentuk frase nominal dan frase
verbal yang ditemukan pada novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA meliputi
hubungan makna penjumlahan, hubungan makna pemilihan, hubungan makna
kesamaan, hubungan makna penerang, hubungan makna pembatas, hubungan makna
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
109
Vol. / 08 / No. 01 / Maret 2016
penentu/penunjuk, hubungan makna jumlah, hubungan makna sebutan, hubungan
makna ragam, hubungan makna negatif, hubungan makna aspek, dan hubungan
makna tingkat.
Daftar Pustaka
Ramlan, M. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V Karyono.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
110
Download