Perbedaan Pengaruh Metode Pembelajaran Think Pair Share (TPS

advertisement
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1
Kajian Teori
Sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian maka berikut ini
akan disajikan kajian teori tentang belajar, hasil belajar, faktor-faktor yang
mempengaruhi
hasil
belajar,
pembelajaran
kooperatif,
metode
pembelajaran, metode Think Pair Share (TPS), dan metode diskusi
kelompok.
2.1.1
Pengertian Belajar
Menurut Martinis Yamin (2003 : 96) belajar merupakan proses
orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar
dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. Menurut Harold
(dalam Martinis Yamin, 2003 : 98) bahwa belajar terdiri dari
pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Sedangkan menurut
Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2) belajar adalah perubahan
disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.
Menurut Surya (dalam Rusman, 2010 : 85) belajar dapat
diartikan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai
hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Menurut Cronbach (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2)
belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.
9
Sedangkan menurut Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : 15)
belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu
(pengetahuan) yang sudah di pahami dan sesuatu (pengetahuan) yang
baru. Dari definisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu :
(1) penciptaan hubungan, (2) sesuatu hal (pengetahuan) yang sudah
dipahami, dan (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru.
Prinsip-prinsip belajar menurut Sardiman (2012 : 24) pada
hakekatnya adalah : a) perubahan perilaku; b) menyangkut potensi
manusiawi dan kelakuannya; c) proses dan penahapan serta
kematangan diri para siswa; d) belajar akan lebih efektif, bila
didorong dengan motivasi, terutama motivasi dari dalam; e) dalam
banyak
hal,
belajar
merupakan
proses
percobaan
(dengan
kemungkinan berbuat keliru) dan conditioning atau pembiasaan; f)
bentuk pengalaman, pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya; g) belajar
melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif
mampu membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis, dll, bila
dibandingkan dengan hafalan saja; h) bahan pelajaran yang bermakna,
lebih mudah dan menarik untuk dipelajari, daripada bahan yang
kurang bermakna; i) belajar dapat dilakukan tiga cara, yaitu : 1) diajar
secara langsung; 2) kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman
langsung; 3) Pengenalan atau peniruan; j) kemampuan belajar
seseorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi
10
pelajaran.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan
seseorang secara sadar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang berbentuk kecakapan, keterampilan dan sikap melalui
latihan sebagai hasil dari pengamatan, pendengaran, membaca dan
meniru.
Pengertian belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengertian belajar menurut Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2)
belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai
seseorang melalui aktivitas. Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang melalui latihan dan
pengalamannya sehingga memperoleh perubahan tingkah laku yang
baru. Setelah melakukan kegiatan belajar tersebut, diharapkan siswa
dapat memperoleh hasil yang diinginkan.
2.1.2
Hasil Belajar
Menurut Wina Sanjaya (2010 : 257) hasil belajar adalah sesuatu
yang diperoleh siswa sebagai konsekuensi dari upaya yang telah
dilakukan
sehingga
terjadi
perubahan
perilaku
pada
yang
bersangkutan baik perilaku dalam bidang kognitif, afektif maupun
psikomotorik. Menurut Rusman (2012 : 123) mengemukakan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.
11
Menurut Oemar Hamalik (dalam Rusman, 2012 : 123) hasil
belajar adalah perubahan dari persepsi dan perilaku termasuk juga
perbaikan perilaku. Sedangkan menurut Agus Supridjono (2009 : 5)
hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Berdasarkan pemikiran Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 :
5), bahwa hasil belajar berupa : (a) informasi verbal yaitu kapasitas
mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan
maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap
rangsangan spesifik. Kemampuan ini tidak memerlukan manipulasi,
simbol-simbol, pemecahan masalah ataupun penerapan aturan; (b)
keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan
mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta konsep dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan; (c) strategi kognitif yaitu
kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya
sendiri. Kemampuan ini antara lain meliputi penggunaan konsep
dalam memecahkan masalah; (d) keterampilan motorik yaitu
kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani; (e) sikap adalah kemampuan menerima
atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.
Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilainilai.
12
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku peserta didik
dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik setelah seseorang
(peserta didik) menerima pengalaman belajarnya. Dalam penelitian ini
hasil belajar yang ingin dicapai adalah tingkat pengetahuan kognitif.
2.1.2.1
Klasifikasi Hasil Belajar
Perumusan
aspek-aspek
kemampuan
yang
menggambarkan output peserta didik yang dihasilkan dari
proses pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga
klasifikasi berdasarkan taksonomi Bloom. Bloom menamakan
cara mengklasifikasi itu dengan “The Taxonomy Of Education
Objectives”. Menurut Bloom (dalam Rusman, 2012 : 125)
tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
ranah, yaitu : a) domain kognitif, berkenaan dengan
kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir; b)
domain afektif, berkenaan dengan sikap, kemampuan dan
penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan
nilai; c) domain psikomotor, berkenaan dengan suatu
keterampilan - keterampilan atau gerakan - gerakan fisik.
Bloom menjelaskan bahwa domain kognitif terdiri atas
enam kategori, yaitu: a) Pengetahuan, kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui
adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti
13
atau dapat menggunakannya, b) Pemahaman, kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti
tentang materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, c)
Penerapan, kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun
metode
dalam
situasi
tertentu,
d)
Analisis,
kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan
suatu situasi/keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau
komponen pembentukannya, e) Sintesis, kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru
dengan cara menggabungkan berbagai faktor, f) Evaluasi,
kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat
mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep
berdasarkan kriteria tertentu.
Konsep tersebut mengalami perbaikan seiring dengan
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salah seorang murid Bloom yang bernama Anderson merevisi
taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya
dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama “Revisi
Taksonomi Bloom”. Dalam revisi ini ada perubahan kata
kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja.
14
Bagan 2.1
Perbandingan Taksonomi Bloom Lama
dan Revisi Taksonomi Bloom
Dimensi tersendiri
Komponen kata benda
Mengingat
Pengetahuan
komponen kata kerja
Komprehensi
Memahami
Aplikasi
Mengaplikasikan
Analisis
Menganalisis
Sintesi
Mengevaluasi
Evaluasi
Mencipta
(Anderson, 2010:403)
Hasil belajar dalam penelitian ini hanya sampai pada kategori
memahami. Menurut Anderson (2010 : 39) Revisi ranah kognitif taksonomi
Bloom dibedakan menjadi dua jenis dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan
dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan dibedakan dalam empat jenis,
yaitu : pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif,
sedangkan dimensi proses kognitif terdiri dari enam dimensi, yaitu : a)
Mengingat yaitu mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori
Dimensi
Proses
Kognitif
15
jangka panjang. Jika tujuan pembelajaran adalah menumbuhkan kemampuan
untuk meretensi materi pelajaran, maka kategori proses kognitif yang tepat
adalah mengingat; b) Memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi
pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis dan digambar oleh guru,
yang disampaikan melalui pengajaran, buku, komputer. Proses-proses
kognitif
meliputi
merangkum,
:
menafsirkan,
menyimpulkan,
mencontohkan,
membandingkan
dan
mengklasifikasikan,
menjelaskan;
c)
Mengaplikasikan yaitu menerapkan atau mnggunakan suatu prosedur dalam
keadaan tertentu; d) Menganalisis yaitu melibatkan proses memecah-mecah
materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan
antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan
struktur atau tujuan; e) Mengevaluasi yaitu mengambil atau membuat
keputusan berdasarkan kriteria dan standar; dan f) Mencipta adalah
memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren
atau untuk membuat suatu produk yang orisinal.
2.1.2.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut
Munadi (dalam Rusman, 2012 : 124) meliputi faktor internal
dan faktor eksternal, yaitu :
a.
Faktor Internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi
hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi
faktor fisiologis dan psikologis. 1) Faktor fisiologis adalah
16
faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Seperti kondisi kesehatan yang prima tidak
dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat
jasmani,
dan
sebagainya.
Hal-hal
tersebut
dapat
mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran. 2)
Faktor psikologis. Setiap individu dalam hal ini siswa
pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbedabeda, tentunya hal
belajarnya.
Beberapa
itu turut
faktor
mempengaruhi hasil
psikologis
meliputi
intelegensi/kecerdasan (IQ), minat, bakat, motivasi, sikap
dan daya nalar siswa. Intelegensi/kecerdasan diartikan
sebagai
kemampuan
psiko-fisik
dalam
mereaksi
rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui cara yang tepat. Kecerdasan merupakan faktor
psikologis yang penting dalam proses belajar siswa,
karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin
tinggi tingkat intelegensi/kecerdasan seseorang, semakin
besar juga peluang individu tersebut meraih keberhasilan
dalam belajar. Jadi intelegensi atau kecerdasan siswa
berpengaruh terhadap kemajuan dalam belajar. Minat
berarti kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak memiliki minat
untuk belajar, ia tidak akan bersemangat atau tidak mau
17
belajar, sebaliknya jika seseorang memiliki minat belajar
maka ia akan bersemangat dalam belajar. Bakat adalah
kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah
dalam Baharudin, 2008 : 25). Apabila bakat seseorang
sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka
bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil. Motivasi menurut
Slameto (2010 : 58) sangat erat hubungannya dengan
tujuan yang akan dicapai dalam belajar, akan tetapi untuk
mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang
menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri
sebagai daya penggerak atau pendorongnya. Sikap
menurut Baharudin (2008 : 24) adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi
atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap
obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif
maupun negatif. Sikap siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada
pelajaran atau lingkungan sekitarnya.
b. Faktor
Eksternal,
faktor-faktor
eksternal
juga
mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi
18
dua golongan, yaitu faktor lingkungan dan faktor
instrumental.
a) Faktor lingkungan, faktor lingkungan ini meliputi
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan
fisik/alam misalnya suhu, kelembaban, dll. Belajar
pada tengah hari di ruang yang memiliki ventilasi
udara yang kurang tentunya akan berbeda dengan
suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari
yang udaranya masih segar dan di ruang yang cukup
mendukung
belajar.
dikelompokkan
Faktor
menjadi
3
lingkungan
faktor
yaitu
sosial
faktor
lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah dan
faktor lingkungan masyarakat. (1) Faktor lingkungan
keluarga yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya
: Cara orang tua mendidik, orang tua yang kurang atau
tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya
mereka
acuh
terhadap
belajar
anaknya,
tidak
menyediakan atau melengkapi alat belajarnya, tidak
mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya dapat
menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam
belajarnya. Relasi antara anggota keluarga, demi
kelancaran belajar serta keberhasilan anak perlu
diusahakan relasi yang baik antar keluarga anak
19
tersebut. Suasana rumah tangga dimaksudkan sebagai
situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di
dalam keluarga di mana anak berada dan belajar.
Suasana rumah yang gaduh dan ramai tidak akan
memberi ketenangan kepada anak yang belajar dan
keadaan ekonomi keluarga, keadaan ekonomi orang
tua erat kaitannya dengan belajar anak. Anak yang
sedang belajar harus terpenuhi kebutuhan pokoknya.
Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin,
kebutuhan
anak
kurang
kesehatan
anak
terganggu
terpenuhi,
dan
akibatnya
belajarnya
ikut
terganggu. (2) Faktor lingkungan sekolah yang baik
dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat.
Hubungan antara guru dan siswa yang kurang baik
akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. (3) Faktor
lingkungan masyarakat merupakan faktor eksternal
yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam
masyarakat, diantaranya sebagai mass media misalnya
TV, koran, komik, dll. Semuanya itu beredar di dalam
masyarakat. Mass media yang baik memberi pengaruh
yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya.
Selanjutnya yaitu teman bergaul, pengaruh-pengaruh
20
dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk. Teman
bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri
siswa begitu juga sebaliknya.
b) Faktor Instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar
yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat
berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuantujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor
instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru.
c) Pengaruh metode terhadap hasil belajar
Menurut Degeng (dalam Sugiyanto, 2010 : 1) daya
tarik suatu pelajaran terletak pada dua hal yaitu mata
pelajaran itu sendiri dan cara atau metode guru
mengajar. Metode mengajar mempengaruhi belajar,
metode
mengajar
yang
kurang
baik
akan
mempengaruhi hasil belajar siswa yang tidak baik
pula. Hubungan metode mengajar dengan prinsipprinsip belajar akan dapat membangkitkan gairah
belajar
peserta
didik
dalam
mencapai
tujuan
pembelajaran (Syaiful Bahri, 2010 : 223). Dalam
hubungan itulah, setiap metode mengajar yang dipilih
dan digunakan berpengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadap pencapaian hasil yang diharapkan.
21
Dalam proses pembelajaran keberhasilan belajar
dipengaruhi beberapa komponen, yaitu bahan ajar,
suasana belajar, sumber belajar, dan metode, serta guru
sebagai subjek pembelajaran (Miftahul A’la, 2010).
Metode merupakan salah satu komponen yang
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa,
karena guru yang kreatif dapat mengembangkan
materi-materi pembelajaran, sehingga proses belajar
mengajar tidak bersifat monoton sehingga dengan halhal yang baru itu siswa akan merasa senang sehingga
materi pembelajaran yang disampaikan itu menarik.
2.1.3
Pembelajaran
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 20 menyebutkan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Menurut Warsita (2008 : 85) pembelajaran adalah
suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu
kegiatan untuk membelajarkan peserta didik.
Menurut Rusman (2012 : 93) pembelajaran merupakan
suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen
tersebut meliputi tujuan, materi, metode dan evaluasi.
22
Sedangkan menurut Sadiman (dalam Warsita, 2008 : 85)
pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam
memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses
belajar dalam diri peserta didik.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri dari
berbagai komponen (tujuan, materi, metode, evaluasi) yang
terencana yang dilakukan oleh seorang pendidik agar terjadi
proses belajar pada diri peserta didik.
2.1.4
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran
melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar
(Depdiknas, 2003 : 5). Sedangkan menurut Slavin (2005 : 62)
pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran di
mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai
5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.
Keberhasilan
belajar
dari
kelompok
tergantung
pada
kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara
individual maupun secara kelompok.
Menurut Bern dan Erickson (dalam Robert Slavin, 2005 :
62)
mengemukakan
bahwa
pembelajaran
kooperatif
23
merupakan
strategi
pembelajaran
yang
mengorganisir
pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil di mana
siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sedangkan menurut Roger (dalam Miftahul Huda, 2011 : 29)
pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran
kelompok
yang
diorganisir
oleh
satu
prinsip
bahwa
pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi
secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di
dalamnya
setiap
pembelajar
bertanggung
jawab
atas
pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan
pembelajaran anggota-anggota yang lain.
Jadi dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah
sebuah strategi pembelajaran yang menekankan siswa belajar
dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki kemampuan
yang berbeda untuk dapat bekerja sama, berinteraksi, dan
bertukar pikiran sehingga tercapai proses dan hasil belajar
yang sesuai dengan tujuan bersama. Contoh metode dari
pembelajaran kooperatif adalah metode Think Pair Share
(TPS) dan diskusi kelompok.
2.1.4.1 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan
dari
pembelajaran
kooperatif
adalah
menciptakan situasi di mana keberhasilan individu
ditentukan
atau
dipengaruhi
oleh
keberhasilan
24
kelompoknya (Slavin dalam Tukiran, 2011: 60).
Menurut Depdiknas (dalam Tukiran, 2011 : 60) tujuan
pembelajaran kooperatif, yaitu : (a) meningkatkan hasil
akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan
menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu; (b)
pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa
dapat
menerima
teman-temannya
yang
mempunyai
berbagai perbedaan latar belajar (perbedaan suku, agama,
kemampuan akademik, dan tingkat sosial); (c) untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa, keterampilan
sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja dalam
kelompok, dsb.
2.1.4.2 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson dan Sutton dalam (Trianto, 2009 :
60) terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran
kooperatif, yaitu :
a. Saling Ketergantungan Yang Bersifat Positif Antar
Siswa
Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka
sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan
terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses
25
kecuali semua anggota kelompoknya sukses. Siswa
akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari
kelompok yang juga mempunyai andil terhadap
suksesnya kelompok.
b. Interaksi Antara Siswa Yang Semakin Meningkat
Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara
siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan
membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota
kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan
berlangsung secara alamiah karena kegagalan seorang
dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok.
Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah
dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang
sedang dipelajari bersama.
c. Tanggung Jawab Individual
Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok
dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal
membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan
siswa tidak hanya sekedar “membonceng” pada hasil
kerja teman sekelompoknya.
d. Keterampilan Interpersonal dan Kelompok Kecil
Dalam belajar kooperatif, selain dituntut
untuk
mempelajari materi yang diberikan seorang siswa juga
26
dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan
siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa
bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan
ide dalam kelompok .
e. Proses Kelompok
Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses
kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota
kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan
mencapai tujuan dengan baik.
2.1.5
Metode Pembelajaran
Menurut Hamruni (2012 : 6) metode pembelajaran
adalah cara-cara menyajikan bahan pelajaran pada peserta
didik untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Menurut Riyanto (dalam Tukiran Taniredja, 2011 :
1) metode pembelajaran adalah seperangkat komponen yang
telah
dikombinasikan
secara
optimal
untuk
kualitas
pembelajaran. Sedangkan Menurut Martinis Yamin (2007 :
152) metode pembelajaran merupakan cara melakukan atau
menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi
latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan
tertentu.
Menurut Nana Sudjana (2005 : 76) metode pembelajaran
adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan
27
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.
Sedangkan menurut Sobri Sutikno (dalam Nana Sudjana 2005
: 78) metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi
pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses
pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai
tujuan. Menurut Joyce (dalam Hamruni, 2012 : 6) bahwa
setiap
metode
pembelajaran
mengarah
kepada
desain
pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa
sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Jadi metode pembelajaran adalah suatu cara atau strategi
yang dilakukan oleh seorang guru dalam menyajikan materi
pelajaran agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan
materi pelajaran dalam proses pembelajaran antara lain yaitu
dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang banyak digunakan
dan dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Salah satu metode
pembelajaran kooperatif yaitu metode Think Pair Share (TPS),
dan metode pembelajaran kooperatif lainnya adalah metode
diskusi kelompok.
28
2.1.6
Metode TPS
Berikut ini akan dijelaskan pengertian, langkah-langkah, serta
kelebihan dan kelemahan metode TPS.
2.1.6.1 Pengertian Metode TPS
Metode TPS merupakan strategi pembelajaran yang
pertama kali oleh Frank Lyman di
dikembangkan
University of Maryland pada tahun 1981 dan diadopsi oleh
banyak penulis di bidang pembelajaran kooperatif pada
tahun-tahun selanjutnya (Miftahul Huda, 2013 : 206).
Strategi ini memperkenalkan gagasan tentang waktu
“tunggu atau berpikir” (wait or think time) pada elemen
interaksi pembelajaran kooperatif yang saat ini menjadi
salah satu faktor dalam meningkatkan respons siswa
terhadap pertanyaan.
Menurut Trianto (2011 : 81) Strategi Think Pair
Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah
merupakan
jenis
pembelajaran
kooperatif
yang
dirancang untuk mempengaruh pola interaksi siswa.
Sedangkan menurut Arends (dalam Trianto, 2011:81)
menyatakan bahwa Think Pair Share (TPS) merupakan
suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana
pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi
atau
diskusi
membutuhkan
pengaturan
untuk
29
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur
yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih
banyak waktu berpikir untuk merespons dan saling
membantu.
Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian
singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang
menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa
mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah
dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan
TPS untuk membandingkan tanya jawab ke kelompok
keseluruhan.
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009 : 91)
metode Think Pair Share (TPS) seperti namanya
“Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru
mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran
untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi
kesempatan
kepada
mereka
untuk
memikirkan
jawabannya. Selanjutnya, “Pairing” Pada tahap ini guru
meminta
peserta
didik
berpasang-pasangan
untuk
berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam
makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui
inter subjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi inter
subjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan
30
dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal
dengan “Sharing”.
Berdasarkan
pendapat
diatas
dapat
diambil
kesimpulan Think Pair Share (TPS) adalah metode
pembelajaran kooperatif yang dirancang agar siswa
bekerjasama dalam kelompok dengan tahap thinking
(berpikir), pairing (berpasangan) dan sharing (berbagi).
2.1.6.2 Langkah-langkah Pembelajaran TPS
Langkah-langkah TPS menurut Frank Lyman (dalam
Miftahul Huda, 2013 : 206) sebagai berikut :
a) Siswa
ditempatkan
dalam
kelompok-kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 4 anggota/siswa.
b) Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
c) Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan
tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.
d) Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara
berpasangan, setiap pasangan mendiskusikan hasil
pengerjaan individunya.
e) Kedua
pasangan
lalu
bertemu
kembali
dalam
kelompoknya masing-masing untuk menshare hasil
diskusinya.
31
Sedangkan menurut Trianto (2009 : 133) langkahlangkah menggunakan metode pembelajaran TPS adalah :
a) Langkah 1 : Berpikir
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang
dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa
menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir
sendiri jawaban atau masalah.
b) Langkah 2 : Berpasangan
Guru
meminta
siswa
untuk
berpasangan
dan
mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh.
Interaksi selama waktu yang disediakan dapat
menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang
diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu
masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal
guru memberi waktu tidak lebih dari 4-5 menit untuk
berpasangan.
c) Langkah 3 : Berbagi
Guru meminta pasangan-pasangan berbagi dengan
keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal
ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke
pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian
pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.
32
Sedangkan menurut Agus Supridjono (2009 : 91)
mengungkapkan
langkah-langkah
penerapan
metode
pembelajaran TPS adalah :
a) Thingking
Pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan
pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk
dipikirkan
oleh
peserta
didik.
Guru
memberi
kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya.
b) Pairing
Pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasangpasangan. Memberi kesempatan kepada pasanganpasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini
dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah
dipikirkannya
melalui
intersubjektif
dengan
pasangannya.
c) Sharing
Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan
dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Dalam
kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang
mendorong peda pengonstruksian pengetahuan secara
integratif.
Dari berbagai pendapat di atas, langkah-langkah
metode TPS yang dipilih dalam penelitian ini adalah
33
langkah-langkah menurut Frank Lyman (dalam Miftahul
Huda, 2013 : 206) hal ini dikarenakan bahwa langkahlangkah yang dipakai oleh Miftahul Huda lebih rinci
dibanding yang lain.
2.1.6.3 Kelebihan Metode Pembelajaran TPS
Menurut Miftahul Huda (2013 : 206) keunggulan metode
TPS yaitu antara lain:
a) Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja
sama dengan orang lain.
b) Mengoptimalkan partisipasi siswa lewat kegiatan
bertanya,
berdiskusi,
dan
pengembangan
bakat
kepemimpinan.
c) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan
partisipasi mereka kepada orang lain.
d) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar
pikiran
dan
pendapat
dengan
temannya
untuk
mendapatkan kesepakatan bersama dalam memecahkan
masalah.
e) Baik siswa yang pandai maupun kurang pandai samasama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar ini.
f) Hasil belajar lebih mendalam.
Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar
siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga
34
pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa
dapat lebih optimal.
g) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.
Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa
menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugastugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di
awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu
memahami materi dengan baik.
h) Meningkatkan kerja sama dan toleransi.
Sistem kerja sama yang diterapkan dalam metode
pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja
sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat
belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau
mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak
diterima.
Berdasarkan kelebihan-kelebihan metode TPS diatas dapat
disimpulkan bahwa metode TPS memang secara teoritis
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.1.6.4 Kelemahan Metode Pembelajaran TPS
Menurut Anita Lie (dalam Tukiran, 2011 : 64)
kelemahan metode TPS antara lain sebagai berikut :
a) Banyak kelompok yang kurang dimonitor oleh guru.
35
b) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan
ruangan kelas.
c) Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat
menyita waktu.
d) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
e) Metode TPS belum banyak diterapkan di sekolah.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut di
atas maka akan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Mengusahakan agar semua kelompok dapat dimonitor
guru.
b) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan
dengan teknis pelaksanaan metode TPS, seperti
penggunaan ruangan kelas dan pembagian kelompok.
c) Guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama
sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu agar
waktu yang tersedia tidak terbuang.
d) Mencermati dan membatasi kelompok yang melapor.
2.1.7
Metode Diskusi Kelompok
Berikut ini akan dijelaskan pengertian, langkah-langkah, serta
kelebihan dan kelemahan metode diskusi kelompok.
2.1.7.1 Pengertian Metode Diskusi Kelompok
Istilah diskusi diciptakan oleh Prof. Norman R.F.
Maier (1952) untuk menggambarkan suatu teknik diskusi
36
yang bersifat pemecahan masalah (Hisyam Zaini, dkk,
2007 : 122). Dalam diskusi guru/dosen memecah problem
menjadi beberapa bagian sehingga semua anggota
kelompok bekerja pada bagian problem yang sama dalam
waktu yang sama pula. Menurut Hasibuan dan Moedjiono
(dalam Tukiran, 2011 : 23) metode diskusi kelompok
adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru
memberi kesempatan kepada para siswa (kelompokkelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah
guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau
menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu
masalah. Menurut Martinis Yamin (2007 : 158) metode
diskusi kelompok merupakan interaksi antara siswa
dengan siswa untuk menganalisis, memecahkan masalah,
menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan
tertentu.
Sedangkan menurut Suryo Subroto (dalam Trianto,
2009 : 122) diskusi kelompok adalah suatu percakapan
ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu
kelompok, untuk saling bertukar pikiran tentang suatu
masalah atau bersama-sama mencari pemecahan atau
mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.
Menurut Trianto (2009 : 122) diskusi
kelompok
37
merupakan situasi di mana guru dan para siswa, atau
antara siswa dengan siswa yang lain berbincang satu sama
lain dengan berbagai gagasan dan pendapat mereka.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa metode diskusi kelompok adalah suatu cara
penyampaian bahan pelajaran dengan cara di mana guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
bertukar pikiran secara lisan, saling berbagi gagasan dan
pendapat dalam memecahkan suatu masalah.
2.1.7.2 Langkah-Langkah Metode Diskusi Kelompok
Langkah-langkah metode diskusi kelompok menurut Nana
Sudjana (2011 : 80) sebagai berikut :
a) Guru menjelaskan materi pelajaran yang akan
didiskusikan.
b) Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan
dan memberikan pengarahan mengenai cara-cara
pemecahannya.
c) Dengan pimpinan guru, siswa membentuk kelompok
diskusi, memilih pemimpin diskusi (ketua, sekretaris),
mengatur tempat duduk dan sebagainya.
d) Para siswa berdiskusi di kelompoknya masingmasing, sedangkan guru berkeliling dari kelompok
satu ke kelompok yang lain untuk memberi dorongan
38
agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif
supaya diskusi berjalan dengan lancar.
e) Para siswa mencatat hasil diskusi tersebut, dan guru
mengumpulkan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok.
f)
Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasil
diskusinya. Hasil-hasil yang dilaporkan ditanggapi
oleh semua siswa (terutama kelompok lain) dan guru.
Guru memberi ulasan terhadap hasil diskusi.
g) Melakukan evaluasi.
h) Penutup.
2.1.7.3 Kelebihan Metode Diskusi Kelompok
Menurut Suryo Subroto (dalam Trianto, 2009 : 134) model
pembelajaran metode diskusi memiliki kelebihan sebagai
berikut :
a) Metode diskusi melibatkan semua siswa secara
langsung dalam proses pembelajaran.
b) Memupuk sikap saling menghargai pendapat orang
lain.
c) Setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan
penguasaan bahan pelajarannya masing-masing.
d) Dengan
mengajukan
dan
mempertahankan
pendapatnya dalam diskusi diharapkan para siswa
akan
dapat
memperoleh
kepercayaan
akan
39
kemampuan diri sendiri.
e) Metode diskusi dapat menunjang pengembangan
sikap sosial dan sikap demokratis para siswa.
f)
Melatih
siswa
menghadapi
masalah
secara
berkelompok, berpikir bersama memecahkan masalah
yang mereka hadapi serta mengambil keputusan.
g) Suasana kelas lebih hidup.
2.1.7.4 Kelemahan Metode Diskusi Kelompok
Setiap metode pembelajaran tentu memiliki kelemahan.
Adapun kelemahan metode diskusi kelompok menurut
Suryo Subroto (dalam Trianto, 2009 : 134) sebagai
berikut:
a) Metode
diskusi
dapat
diramalkan
sebelumnya
mengenai bagaimana hasilnya sebab tergantung
kepada
kepemimpinan
dan partisipasi
anggota-
anggotanya.
b) Jalannya diskusi dapat didominasi oleh beberapa
siswa yang menonjol.
c) Sering terjadi dalam diskusi siswa kurang berani
mengemukakan pendapatnya.
d) Metode
diskusi
memerlukan
keterampilan-
keterampilan tertentu yang belum pernah dipelajari
sebelumnya.
40
e) Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka bicara.
f)
Diskusi yang mendalam memerlukan waktu yang
banyak.
g) Jumlah siswa yang terlalu besar di dalam kelas akan
mempengaruhi
kesempatan
setiap
siswa
untuk
mengeluarkan pendapat.
h) Sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat
emosional
i)
Tidak semua siswa dapat fokus.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut
di atas maka dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Pimpinan diskusi diberikan kepada siswa dan diatur
secara bergiliran, mengusahakan supaya seluruh
seluruh siswa ikut berpartisipasi dalam diskusi
kelompok.
b) Mengusahakan agar diskusi kelompok tidak hanya
didominasi oleh beberapa siswa saja melainkan semua
anggota kelompok ikut berpartisipasi.
c) Mengusahakan semua siswa berani mengemukakan
pendapat.
d) Mengusahakan supaya semua siswa mendapat giliran
berbicara, sementara siswa lain belajar mendengarkan
pendapat temannya.
41
e) Mengusahakan agar semua siswa dapat fokus.
f)
Guru harus berperan menjadi penengah jika terjadi
perselisihan dalam hal perbedaan pendapat antar
teman dan guru juga harus menumbuhkan sikap
toleransi dan menghargai pendapat antar siswa.
Perbandingan Langkah-langkah Metode TPS
dan Metode Diskusi Kelompok
No
Metode TPS
No
Metode Diskusi Kelompok
1
Guru
menyampaikan
inti
materi dan kompetensi yang
ingin dicapai.
1
Guru
menjelaskan
pelajaran
yang
didiskusikan.
2
Siswa ditempatkan dalam
kelompok-kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari 4
anggota/siswa.
2
Guru mengemukakan masalah
yang akan didiskusikan dan
memberikan
pengarahan
mengenai
cara-cara
pemecahannya.
Setiap
kelompok
terdiri
dari
4
anggota/siswa.
3
Guru memberikan tugas pada
setiap kelompok.
3
Dengan pimpinan guru, siswa
membentuk kelompok diskusi,
memilih pemimpin diskusi
(ketua, sekretaris), mengatur
tempat duduk, dsb.
4
Masing-masing
anggota
memikirkan dan mengerjakan
tugas tersebut sendiri-sendiri
terlebih dahulu .
4
Siswa
berdiskusi
di
kelompoknya masing-masing,
sedangkan guru berkeliling dari
kelompok satu ke kelompok
yang lain untuk memberi
dorongan agar setiap anggota
kelompok berpartisipasi aktif.
materi
akan
42
5
Kelompok
membentuk
anggota-anggotanya
secara
berpasangan. Setiap pasangan
mendiskusikan
hasil
pengerjaan individunya.
5
Para siswa mencatat hasil
diskusi tersebut, dan guru
mengumpulkan hasil diskusi
dari tiap-tiap kelompok.
6
Kedua pasangan lalu bertemu
kembali dalam kelompoknya
masing-masing
untuk
menshare hasil diskusinya.
Setelah itu masing-masing
kelompok
menshare/mempresentasikan
hasil diskusinya.
6
Kemudian
tiap
kelompok
diskusi
melaporkan/mempresentasikan
hasil diskusinya. Hasil-hasil
yang dilaporkan ditanggapi oleh
semua siswa (kelompok lain)
dan guru. Guru memberi ulasan
terhadap hasil diskusi.
7
Guru melakukan evaluasi dan
penutup.
7
Guru melakukan evaluasi dan
penutup.
Langkah-langkah metode TPS di atas sudah dimodifikasi oleh peneliti, karena
pada umumnya pembelajaran yang dilakukan di Indonesia selalu diawali
dengan pembukaan dan diakhiri dengan penutup.
2.1.8
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
2.1.8.1 Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Berdasarkan
Depdiknas
(2002
:
7),
konsep
kewarganegaraan merupakan materi yang memfokuskan
pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa, untuk
menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter, sesuai dengan yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Chamim (dalam Ine Kusuma, 2010 : 40 )
43
Pendidikan Kewarganegaraan bagi bangsa Indonesia
berarti pendidikan pengetahuan, sikap mental, nilai-nilai,
dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi, sehingga
terwujud warga masyarakat yang demokratis dan mampu
menjaga
persatuan
dan
mewujudkan Indonesia
integritas
bangsa
guna
yang kuat, sejahtera, serta
demokratis.
Menurut Mawardi (2009 : 34) mengemukakan
bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga
negara yang memahami dan mampu melaksanakan hakhak dan kewajiban untuk menjadi warga negara yang baik,
cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh
pancasila dan UUD 1945.
Pada
tahun
2006,
keluar
Peraturan
Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia
Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan
Kewarganegaraan untuk tingkat Sekolah Dasar sampai
Sekolah Menengah Atas merupakan mata pelajaran yang
berdiri sendiri. Dalam Permendiknas tersebut dijelaskan
bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
44
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil,
dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945.
Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan agar
kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela
negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku
sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan
pancasila (Sumarsono, 2001 : 3). Semua itu diperlukan
demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa hakikat Pendidikan
Kewarganegaraan adalah untuk membekali peserta didik
dengan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan
warga negara Indonesia dan pengembangan karakter
warga negara yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan
UUD 1945, karena itu mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dilaksanakan di sekolah hingga di
perguruan tinggi.
2.1.8.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan
dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta
tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan
45
nusantara serta ketahanan nasional dalam diri seseorang
(Sumarsono, 2001 : 4). Sedangkan menurut Mukhamad
Murdiono
(2012 : 49) Pendidikan Kewarganegaraan
bertujuan membekali siswa agar memiliki kemampuan
untuk berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab
serta bertindak cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan
juga membekali siswa memiliki kemampuan untuk dapat
berkembang
secara
positif
dan
demokratis.
Sikap
demokratis yang hendak dikembangkan dalam pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan adalah sikap yang sesuai
dengan
karakter
masyarakat
Indonesia
(Mukhamad
Murdiono, 2012 : 49).
Tujuan
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22
tahun
2006
tentang
Standar
Isi
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah : a) berpikir secara kritis,
rasional,
dan
kreatif
dalam
menanggapi
isu
kewarganegaraan, b) berpartisipasi secara bermutu dan
bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
anti korupsi, c) berkembang secara positif dan demokratis
46
untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya, d) berinteraksi dengan bangsabangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau
tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi.
2.1.8.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006
tentang Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan, ada
delapan
ruang
lingkup
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan untuk tingkat Sekolah Dasar dan
Menengah yakni : a) Persatuan dan Kesatuan Bangsa,
meliputi : hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan,
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda,
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi
dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), keterbukaan dan
jaminan keadilan. b) Norma, Hukum dan Peraturan,
meliputi : tertib dalam kehidupan keluarga, tertib di
sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturanperaturan
daerah,
norma-norma
dalam
kehidupan
berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan
47
nasional, hukum dan peradilan Internasional. c) Hak Asasi
Manusia, meliputi : hak dan kewajiban anak, hak dan
kewajiban anggota masyarakat, Instrumen Nasional dan
Internasional
HAM,
pemajuan,
penghormatan
dan
perlindungan HAM. d) Kebutuhan warga negara, meliputi
: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga
masyarakat,
kebebasan
berorganisasi,
kemerdekaan
mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama,
prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara. e)
Konstitusi Negara, meliputi : Proklamasi kemerdekaan
dan konstitusi pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah
digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan
konstitusi.
f)
Kekuasaan
dan
Politik,
meliputi
:
pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah
dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem
politik, budaya politik, budaya demokrasi
menuju
masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam
masyarakat demokrasi. g) Pancasila, meliputi : kedudukan
pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses
perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan
nilai-nilai
pancasila
dalam
kehidupan
sehari-hari,
pancasila sebagai ideologi terbuka. h) Globalisasi,
meliputi : globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri
48
Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan
Internasional
dan
organisasi
Internasional,
dan
mengevaluasi globalisasi.
Depdiknas (dalam Ine Kusuma, 2010 : 53) ruang
lingkup materi PPKn dalam aspek berbangsa dan
bernegara, ke dalam komponen bahan ajar dan sub
komponen bahan ajar sebagai berikut: a) Persatuan Bangsa
: hidup bersama, hidup rukun dalam perbedaan, Sumpah
Pemuda, wawasan nusantara, partisipasi masyarakat dalam
era otonomi, kewajiban membela negara, keterbukaan dan
jaminan keadilan, b) Peraturan, Norma, dan Hukum : Tata
tertib di rumah, tata tertib di sekolah, norma masyarakat,
peraturan-peraturan
daerah,
peraturan
perundang-
undangan nasional, hukum dan pengadilan nasional,
hukum dan pengadilan Internasional, c) Hak Asasi
Manusia: manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
kebutuhan hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban
individu, tanggung jawab untuk melindungi HAM,
instrumen nasional HAM, Instrumen Internasional HAM,
penegakan HAM dan implikasinya, d) Kebutuhan Hidup
Warga Negara : kebutuhan berteman, kebutuhan hidup
damai, kebutuhan harga diri, kebebasan berorganisasi,
kemerdekaan
mengeluarkan
pendapat,
perlindungan
49
hukum, kebutuhan berprestasi, e) Konstitusi Negara :
persiapan kemerdekaan dan proses perumusan dasar
negara, proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, konstitusi-konstitusi lain yang pernah dipakai
Indonesia, konstitusi di beberapa negara, f) Kekuasaan dan
Politik : pemerintah daerah, pemerintah pusat, kedaulatan
rakyat dan sistem politik, sikap politik dan pengaruhnya,
sistem pemerintahan dan politik di beberapa negara, g)
Masyarakat Demokratis : menghargai pendapat orang lain,
tanggung
jawab
dan
toleransi,
pengadaan
dan
pemeliharaan fasilitas umum, hubungan warga negara dan
negara, pemilihan pemimpin politik dan pejabat negara
dalam budaya demokrasi, peranan pers dalam kehidupan
masyarakat yang demokratis, pilar-pilar demokrasi, g)
Nilai-nilai Pancasila : berbuat baik kepada sesama anak,
berbicara dan berperilaku jujur, pancasila sebagai tuntunan
hidup
bangsa,
instrumen
penerapan
pancasila,
perbandingan ideologi pancasila dengan ideologi lain,
semangat kebangsaan, kajian kritis terhadap nilai-nilai
positif bangsa-bangsa lain, i) Globalisasi : pertukaran
budaya antar bangsa, politik luar negeri, konflik
kepentingan antar bangsa, kerjasama dan perjanjian
Internasional, pengaruh globalisasi terhadap bangsa dan
50
negara Indonesia.
Guru yang profesional harus memiliki kemampuan
untuk mengembangkan dan mengelola pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan dengan memilih materi dan
strategi
pembelajaran
yang
sesuai
agar
tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Menurut
Sumarsono
(2001
:
6)
Pendidikan
Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap
mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari
peserta didik. Sikap ini disertai perilaku yang a) beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
menghayati nilai-nilai falsafah bangsa, b) berbudi pekerti
luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, c) rasionalis, dinamis, dan sadar akan hak dan
kewajiban sebagai warga negara, d) bersifat profesional,
yang dijiwai oleh kesadaran bela negara, e) aktif
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
51
2.2
Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu :
1.
“Studi
Komparasi
Hasil
Belajar
Pendidikan
Kewarganegaraan antara Metode Konvensional dengan Metode
Diskusi Pada Siswa Kelas VIII SMP N 2 Kalasan” oleh Winda
Nova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara hasil belajar PKn antara siswa yang diajarkan
melalui metode konvensional dengan metode diskusi pada siswa
kelas VIII SMP N 2 Kalasan. Hal ini dibuktikan dari nilai thitung
lebih besar daripada ttabel (thitung : 6,309 > ttabel : 2,000), dan nilai
signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi
5% (0,000 < 0,05). Dengan demikian pembelajaearan dengan
metode diskusi lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar
daripada
pembelajaran
konvensional
(7,2569
>
6,1528).
Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas terletak pada
penggunaan salah satu variabel bebas dan variabel terikatnya,
sedangkan perbedaanya terletak pada tempat dan waktu
penelitian, materi yang digunakan, sampel, dan populasi.
Populasi penelitian di atas adalah siswa kelas VIII SMP N 2
Kalasan sedangkan populasi penelitian ini adalah siswa kelas
VIII SMPN 2 Tuntang.
2.
“Upaya Peningkatan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode
Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Bagi Siswa Kelas VII C
52
SMP N 3 Prambanan Tahun Ajaran 2009/2010” oleh Dita Wahyu
Tri Utamaningsih. Skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penelitian skripsinya diungkapkan
bahwa metode
pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan
prestasi belajar Siswa Kelas VII C SMP N 3 Prambanan Tahun
Ajaran 2009/2010. Kriteria keberhasilan tindakan untuk prestasi
belajar adalah dengan batas tuntas 70 (KKM = 70) dan
ketuntasan kelas sebesar 85%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar PKn pada kondisi awal
(tes kemampuan awal), siklus I dan siklus II. Pada nilai tes
kemampuan awal rata-rata kelas hanya 53,5 dengan ketuntasan
kelas sebesar 16,7% dan siswa yang memperoleh ≥ 70 berjumlah
5 siswa. pada siklus I mengalami peningkatan yaitu rata-rata
kelas menjadi 69,7 dan ketuntasan kelas meningkat menjadi
53.3% (mengalami peningkatan sebesar 36,6%) dan siswa yang
memeperoleh ≥ 70 berjumlah 16 siswa. Selanjutnya pada siklus
ke II juga mengalami peningkatan rata-rata kelas menjadi 81,6
dan ketuntasan kelas menjadi 86,7% (mengalami peningkatan
sebesar 33,4%) dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 berjumlah
26 siswa
Dari penelitian di atas tersebut menyatakan bahwa metode
TPS dapat meningkatkan hasil belajar, dengan begitu metode
53
TPS dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk
meningkatkan hasil belajar. Persamaannya dengan penelitian ini
salah satu metode yang digunakannya yaitu metode Think Pair
Share (TPS).
3.
“Komparasi Metode Team Group Tournament (TGT) dan
Metode Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar IPS
Siswa Kelas IX SMP Negeri Kebakkramat” oleh Dyah Ayu Nur.
Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Hasil penelitian
menunjukkan : (1) Terdapat perbedaan penggunaan metode TGT
dan TPS terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP
Negeri Kebakkramat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data
yang menunjukkan rata-rata kelas metode TGT sebesar 77,41 dan
rata-rata kelas metode TPS sebesar 82,41 di mana selisihnya
sebesar -4,90 dengan signifikansi 0,000 (sangat signifikan). (2)
Terdapat pengaruh penggunaan metode TGT dan metode TPS
terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP Negeri
Kebakkramat. Hal ini dapat dilihat dengan harga t sebesar -7,479
dengan signifikansi sebesar 0,000 (sangat signifikan). (3) Besar
pengaruh penggunaan metode TGT dan metode TPS terhadap
hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP Negeri
Kebakkramat yaitu sebesar 27%. Kesimpulan penelitian ini
adalah terdapat perbedaan penggunaan metode TGT dan metode
54
TPS terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP
Negeri Kebakkramat. Nilai rata-rata kelas metode TPS lebih
tinggi daripada kelas metode TGT. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian di atas terletak pada penggunaan salah satu
variabel bebas dan variabel terikatnya, sedangkan perbedaannya
terletak pada tempat dan waktu penelitian, materi yang
digunakan, sampel, dan populasi.
2.3
Kerangka Berpikir
Proses Pembelajaran
Metode Diskusi
Kelompok
 Melibatkan semua siswa secara
langsung
dalam
proses
pembelajaran
 Siswa dapat menguji tingkat
pengetahuan dan penguasaan
bahan
pelajarannya
masingmasing
 Melatih
siswa
dalam
menyelesaikan masalah secara
berkelompok
 Memupuk
siswa
saling
menghargai pendapat orang lain
Hasil Belajar
Baik
Metode TPS






Siswa mampu berpikir secara
individu dan kelompok
Mengoptimalkan partisipasi siswa
Siswa
mampu
mengeluarkan
pendapat
Siswa saling bekerja sama dan
saling membantu
Siswa saling menghargai pendapat
dari teman
Siswa bertanggung jawab terhadap
tugas
Hasil Belajar
Kurang Baik
55
Proses Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang terdiri
dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain,
komponen tersebut meliputi tujuan, materi, metode dan evaluasi. Kegiatan
pembelajaran dilakukan dengan metode diskusi kelompok dan TPS. Dari
penerapan metode TPS dan diskusi kelompok akan dilihat pengaruhnya
terhadap hasil belajar siswa. Secara teori metode diskusi kelompok adalah
suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberi kesempatan
kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan
perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan,
atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Metode
diskusi kelompok mendorong siswa untuk saling berinteraksi antara siswa
dengan siswa untuk saling bertukar pikiran dan pendapat dengan tujuan
mencari pemecahan atas suatu masalah secara bersama-sama.
Metode ini
memang efektif digunakan di
dalam proses
pembelajaran, namun tidak semua siswa dapat terlibat secara langsung
dalam proses diskusi. Diskusi dapat didominasi oleh beberapa siswa yang
menonjol dan siswa yang suka berbicara, sementara siswa yang kurang
berani mengemukakan pendapatnya cenderung pasif dan hanya sebagai
pendengar.
Sedangkan metode TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Secara teori
metode TPS adalah metode pembelajaran yang dirancang agar siswa
56
bekerja sama dalam kelompok dengan tahap thinking (berfikir), pairing
(berpasangan) dan sharing (berbagi). Metode TPS mampu membuat
siswa berpikir secara individu maupun kelompok, dan siswa dapat saling
bekerja sama serta saling membantu sesama anggota kelompok hal ini
dapat mengoptimalkan partisipasi masing-masing siswa, dan semua
siswa aktif. Sedangkan kelemahannya antara lain peralihan dari seluruh
kelas ke kelompok kecil menyita waktu, banyak kelompok yang kurang
dimonitor oleh guru, membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan
ruangan kelas, banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
Walaupun kedua metode sama-sama memiliki kelemahan, namun
kelemahan metode diskusi kelompok lebih dominan.
2.4
Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka
hipotesisnya adalah Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara
metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan metode
diskusi kelompok terhadap hasil belajar PKn siswa kelas VIII di
SMP Negeri 2 Tuntang Semester Ganjil Tahun Ajaran 2015/2016.
Adapun perbedaannya siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
metode TPS lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan metode diskusi kelompok.
57
58
59
60
61
62
63
Download