8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori Sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian maka berikut ini akan disajikan kajian teori tentang belajar, hasil belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, pembelajaran kooperatif, metode pembelajaran, metode Think Pair Share (TPS), dan metode diskusi kelompok. 2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Martinis Yamin (2003 : 96) belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. Menurut Harold (dalam Martinis Yamin, 2003 : 98) bahwa belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Sedangkan menurut Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Menurut Surya (dalam Rusman, 2010 : 85) belajar dapat diartikan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Cronbach (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2) belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. 9 Sedangkan menurut Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : 15) belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah di pahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari definisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu : (1) penciptaan hubungan, (2) sesuatu hal (pengetahuan) yang sudah dipahami, dan (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru. Prinsip-prinsip belajar menurut Sardiman (2012 : 24) pada hakekatnya adalah : a) perubahan perilaku; b) menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya; c) proses dan penahapan serta kematangan diri para siswa; d) belajar akan lebih efektif, bila didorong dengan motivasi, terutama motivasi dari dalam; e) dalam banyak hal, belajar merupakan proses percobaan (dengan kemungkinan berbuat keliru) dan conditioning atau pembiasaan; f) bentuk pengalaman, pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya; g) belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis, dll, bila dibandingkan dengan hafalan saja; h) bahan pelajaran yang bermakna, lebih mudah dan menarik untuk dipelajari, daripada bahan yang kurang bermakna; i) belajar dapat dilakukan tiga cara, yaitu : 1) diajar secara langsung; 2) kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman langsung; 3) Pengenalan atau peniruan; j) kemampuan belajar seseorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi 10 pelajaran. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang berbentuk kecakapan, keterampilan dan sikap melalui latihan sebagai hasil dari pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Pengertian belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengertian belajar menurut Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 : 2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang melalui latihan dan pengalamannya sehingga memperoleh perubahan tingkah laku yang baru. Setelah melakukan kegiatan belajar tersebut, diharapkan siswa dapat memperoleh hasil yang diinginkan. 2.1.2 Hasil Belajar Menurut Wina Sanjaya (2010 : 257) hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa sebagai konsekuensi dari upaya yang telah dilakukan sehingga terjadi perubahan perilaku pada yang bersangkutan baik perilaku dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik. Menurut Rusman (2012 : 123) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 11 Menurut Oemar Hamalik (dalam Rusman, 2012 : 123) hasil belajar adalah perubahan dari persepsi dan perilaku termasuk juga perbaikan perilaku. Sedangkan menurut Agus Supridjono (2009 : 5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Berdasarkan pemikiran Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009 : 5), bahwa hasil belajar berupa : (a) informasi verbal yaitu kapasitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan ini tidak memerlukan manipulasi, simbol-simbol, pemecahan masalah ataupun penerapan aturan; (b) keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan; (c) strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini antara lain meliputi penggunaan konsep dalam memecahkan masalah; (d) keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; (e) sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilainilai. 12 Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku peserta didik dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik setelah seseorang (peserta didik) menerima pengalaman belajarnya. Dalam penelitian ini hasil belajar yang ingin dicapai adalah tingkat pengetahuan kognitif. 2.1.2.1 Klasifikasi Hasil Belajar Perumusan aspek-aspek kemampuan yang menggambarkan output peserta didik yang dihasilkan dari proses pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi berdasarkan taksonomi Bloom. Bloom menamakan cara mengklasifikasi itu dengan “The Taxonomy Of Education Objectives”. Menurut Bloom (dalam Rusman, 2012 : 125) tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah, yaitu : a) domain kognitif, berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir; b) domain afektif, berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan nilai; c) domain psikomotor, berkenaan dengan suatu keterampilan - keterampilan atau gerakan - gerakan fisik. Bloom menjelaskan bahwa domain kognitif terdiri atas enam kategori, yaitu: a) Pengetahuan, kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti 13 atau dapat menggunakannya, b) Pemahaman, kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, c) Penerapan, kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode dalam situasi tertentu, d) Analisis, kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi/keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentukannya, e) Sintesis, kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor, f) Evaluasi, kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu. Konsep tersebut mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah seorang murid Bloom yang bernama Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama “Revisi Taksonomi Bloom”. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. 14 Bagan 2.1 Perbandingan Taksonomi Bloom Lama dan Revisi Taksonomi Bloom Dimensi tersendiri Komponen kata benda Mengingat Pengetahuan komponen kata kerja Komprehensi Memahami Aplikasi Mengaplikasikan Analisis Menganalisis Sintesi Mengevaluasi Evaluasi Mencipta (Anderson, 2010:403) Hasil belajar dalam penelitian ini hanya sampai pada kategori memahami. Menurut Anderson (2010 : 39) Revisi ranah kognitif taksonomi Bloom dibedakan menjadi dua jenis dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan dibedakan dalam empat jenis, yaitu : pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif, sedangkan dimensi proses kognitif terdiri dari enam dimensi, yaitu : a) Mengingat yaitu mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori Dimensi Proses Kognitif 15 jangka panjang. Jika tujuan pembelajaran adalah menumbuhkan kemampuan untuk meretensi materi pelajaran, maka kategori proses kognitif yang tepat adalah mengingat; b) Memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis dan digambar oleh guru, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, komputer. Proses-proses kognitif meliputi merangkum, : menafsirkan, menyimpulkan, mencontohkan, membandingkan dan mengklasifikasikan, menjelaskan; c) Mengaplikasikan yaitu menerapkan atau mnggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu; d) Menganalisis yaitu melibatkan proses memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan; e) Mengevaluasi yaitu mengambil atau membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar; dan f) Mencipta adalah memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal. 2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi (dalam Rusman, 2012 : 124) meliputi faktor internal dan faktor eksternal, yaitu : a. Faktor Internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis. 1) Faktor fisiologis adalah 16 faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Seperti kondisi kesehatan yang prima tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran. 2) Faktor psikologis. Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbedabeda, tentunya hal belajarnya. Beberapa itu turut faktor mempengaruhi hasil psikologis meliputi intelegensi/kecerdasan (IQ), minat, bakat, motivasi, sikap dan daya nalar siswa. Intelegensi/kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat intelegensi/kecerdasan seseorang, semakin besar juga peluang individu tersebut meraih keberhasilan dalam belajar. Jadi intelegensi atau kecerdasan siswa berpengaruh terhadap kemajuan dalam belajar. Minat berarti kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia tidak akan bersemangat atau tidak mau 17 belajar, sebaliknya jika seseorang memiliki minat belajar maka ia akan bersemangat dalam belajar. Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah dalam Baharudin, 2008 : 25). Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. Motivasi menurut Slameto (2010 : 58) sangat erat hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya. Sikap menurut Baharudin (2008 : 24) adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada pelajaran atau lingkungan sekitarnya. b. Faktor Eksternal, faktor-faktor eksternal juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi 18 dua golongan, yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumental. a) Faktor lingkungan, faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik/alam misalnya suhu, kelembaban, dll. Belajar pada tengah hari di ruang yang memiliki ventilasi udara yang kurang tentunya akan berbeda dengan suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan di ruang yang cukup mendukung belajar. dikelompokkan Faktor menjadi 3 lingkungan faktor yaitu sosial faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah dan faktor lingkungan masyarakat. (1) Faktor lingkungan keluarga yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya : Cara orang tua mendidik, orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh terhadap belajar anaknya, tidak menyediakan atau melengkapi alat belajarnya, tidak mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya dapat menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam belajarnya. Relasi antara anggota keluarga, demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak perlu diusahakan relasi yang baik antar keluarga anak 19 tersebut. Suasana rumah tangga dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh dan ramai tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar dan keadaan ekonomi keluarga, keadaan ekonomi orang tua erat kaitannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar harus terpenuhi kebutuhan pokoknya. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan anak kurang kesehatan anak terganggu terpenuhi, dan akibatnya belajarnya ikut terganggu. (2) Faktor lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Hubungan antara guru dan siswa yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. (3) Faktor lingkungan masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat, diantaranya sebagai mass media misalnya TV, koran, komik, dll. Semuanya itu beredar di dalam masyarakat. Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Selanjutnya yaitu teman bergaul, pengaruh-pengaruh 20 dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa begitu juga sebaliknya. b) Faktor Instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuantujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru. c) Pengaruh metode terhadap hasil belajar Menurut Degeng (dalam Sugiyanto, 2010 : 1) daya tarik suatu pelajaran terletak pada dua hal yaitu mata pelajaran itu sendiri dan cara atau metode guru mengajar. Metode mengajar mempengaruhi belajar, metode mengajar yang kurang baik akan mempengaruhi hasil belajar siswa yang tidak baik pula. Hubungan metode mengajar dengan prinsipprinsip belajar akan dapat membangkitkan gairah belajar peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran (Syaiful Bahri, 2010 : 223). Dalam hubungan itulah, setiap metode mengajar yang dipilih dan digunakan berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pencapaian hasil yang diharapkan. 21 Dalam proses pembelajaran keberhasilan belajar dipengaruhi beberapa komponen, yaitu bahan ajar, suasana belajar, sumber belajar, dan metode, serta guru sebagai subjek pembelajaran (Miftahul A’la, 2010). Metode merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, karena guru yang kreatif dapat mengembangkan materi-materi pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar tidak bersifat monoton sehingga dengan halhal yang baru itu siswa akan merasa senang sehingga materi pembelajaran yang disampaikan itu menarik. 2.1.3 Pembelajaran Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 20 menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Warsita (2008 : 85) pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Menurut Rusman (2012 : 93) pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi tujuan, materi, metode dan evaluasi. 22 Sedangkan menurut Sadiman (dalam Warsita, 2008 : 85) pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen (tujuan, materi, metode, evaluasi) yang terencana yang dilakukan oleh seorang pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. 2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Depdiknas, 2003 : 5). Sedangkan menurut Slavin (2005 : 62) pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Menurut Bern dan Erickson (dalam Robert Slavin, 2005 : 62) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif 23 merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil di mana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Roger (dalam Miftahul Huda, 2011 : 29) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Jadi dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah sebuah strategi pembelajaran yang menekankan siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki kemampuan yang berbeda untuk dapat bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan bersama. Contoh metode dari pembelajaran kooperatif adalah metode Think Pair Share (TPS) dan diskusi kelompok. 2.1.4.1 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan 24 kelompoknya (Slavin dalam Tukiran, 2011: 60). Menurut Depdiknas (dalam Tukiran, 2011 : 60) tujuan pembelajaran kooperatif, yaitu : (a) meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu; (b) pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar (perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial); (c) untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa, keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja dalam kelompok, dsb. 2.1.4.2 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif Menurut Johnson dan Sutton dalam (Trianto, 2009 : 60) terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu : a. Saling Ketergantungan Yang Bersifat Positif Antar Siswa Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses 25 kecuali semua anggota kelompoknya sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok. b. Interaksi Antara Siswa Yang Semakin Meningkat Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama. c. Tanggung Jawab Individual Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan siswa tidak hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman sekelompoknya. d. Keterampilan Interpersonal dan Kelompok Kecil Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa juga 26 dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok . e. Proses Kelompok Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik. 2.1.5 Metode Pembelajaran Menurut Hamruni (2012 : 6) metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan bahan pelajaran pada peserta didik untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut Riyanto (dalam Tukiran Taniredja, 2011 : 1) metode pembelajaran adalah seperangkat komponen yang telah dikombinasikan secara optimal untuk kualitas pembelajaran. Sedangkan Menurut Martinis Yamin (2007 : 152) metode pembelajaran merupakan cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Nana Sudjana (2005 : 76) metode pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan 27 hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Sedangkan menurut Sobri Sutikno (dalam Nana Sudjana 2005 : 78) metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan. Menurut Joyce (dalam Hamruni, 2012 : 6) bahwa setiap metode pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Jadi metode pembelajaran adalah suatu cara atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru dalam menyajikan materi pelajaran agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam proses pembelajaran antara lain yaitu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang banyak digunakan dan dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Salah satu metode pembelajaran kooperatif yaitu metode Think Pair Share (TPS), dan metode pembelajaran kooperatif lainnya adalah metode diskusi kelompok. 28 2.1.6 Metode TPS Berikut ini akan dijelaskan pengertian, langkah-langkah, serta kelebihan dan kelemahan metode TPS. 2.1.6.1 Pengertian Metode TPS Metode TPS merupakan strategi pembelajaran yang pertama kali oleh Frank Lyman di dikembangkan University of Maryland pada tahun 1981 dan diadopsi oleh banyak penulis di bidang pembelajaran kooperatif pada tahun-tahun selanjutnya (Miftahul Huda, 2013 : 206). Strategi ini memperkenalkan gagasan tentang waktu “tunggu atau berpikir” (wait or think time) pada elemen interaksi pembelajaran kooperatif yang saat ini menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan respons siswa terhadap pertanyaan. Menurut Trianto (2011 : 81) Strategi Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruh pola interaksi siswa. Sedangkan menurut Arends (dalam Trianto, 2011:81) menyatakan bahwa Think Pair Share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk 29 mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespons dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan TPS untuk membandingkan tanya jawab ke kelompok keseluruhan. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009 : 91) metode Think Pair Share (TPS) seperti namanya “Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka untuk memikirkan jawabannya. Selanjutnya, “Pairing” Pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui inter subjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi inter subjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan 30 dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan “Sharing”. Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan Think Pair Share (TPS) adalah metode pembelajaran kooperatif yang dirancang agar siswa bekerjasama dalam kelompok dengan tahap thinking (berpikir), pairing (berpasangan) dan sharing (berbagi). 2.1.6.2 Langkah-langkah Pembelajaran TPS Langkah-langkah TPS menurut Frank Lyman (dalam Miftahul Huda, 2013 : 206) sebagai berikut : a) Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 anggota/siswa. b) Guru memberikan tugas pada setiap kelompok. c) Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu. d) Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan, setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya. e) Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk menshare hasil diskusinya. 31 Sedangkan menurut Trianto (2009 : 133) langkahlangkah menggunakan metode pembelajaran TPS adalah : a) Langkah 1 : Berpikir Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. b) Langkah 2 : Berpasangan Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4-5 menit untuk berpasangan. c) Langkah 3 : Berbagi Guru meminta pasangan-pasangan berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. 32 Sedangkan menurut Agus Supridjono (2009 : 91) mengungkapkan langkah-langkah penerapan metode pembelajaran TPS adalah : a) Thingking Pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya. b) Pairing Pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasangpasangan. Memberi kesempatan kepada pasanganpasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya. c) Sharing Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong peda pengonstruksian pengetahuan secara integratif. Dari berbagai pendapat di atas, langkah-langkah metode TPS yang dipilih dalam penelitian ini adalah 33 langkah-langkah menurut Frank Lyman (dalam Miftahul Huda, 2013 : 206) hal ini dikarenakan bahwa langkahlangkah yang dipakai oleh Miftahul Huda lebih rinci dibanding yang lain. 2.1.6.3 Kelebihan Metode Pembelajaran TPS Menurut Miftahul Huda (2013 : 206) keunggulan metode TPS yaitu antara lain: a) Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. b) Mengoptimalkan partisipasi siswa lewat kegiatan bertanya, berdiskusi, dan pengembangan bakat kepemimpinan. c) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. d) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pikiran dan pendapat dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan bersama dalam memecahkan masalah. e) Baik siswa yang pandai maupun kurang pandai samasama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar ini. f) Hasil belajar lebih mendalam. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga 34 pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal. g) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugastugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik. h) Meningkatkan kerja sama dan toleransi. Sistem kerja sama yang diterapkan dalam metode pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima. Berdasarkan kelebihan-kelebihan metode TPS diatas dapat disimpulkan bahwa metode TPS memang secara teoritis dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2.1.6.4 Kelemahan Metode Pembelajaran TPS Menurut Anita Lie (dalam Tukiran, 2011 : 64) kelemahan metode TPS antara lain sebagai berikut : a) Banyak kelompok yang kurang dimonitor oleh guru. 35 b) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas. c) Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu. d) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor. e) Metode TPS belum banyak diterapkan di sekolah. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut di atas maka akan dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Mengusahakan agar semua kelompok dapat dimonitor guru. b) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan metode TPS, seperti penggunaan ruangan kelas dan pembagian kelompok. c) Guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu agar waktu yang tersedia tidak terbuang. d) Mencermati dan membatasi kelompok yang melapor. 2.1.7 Metode Diskusi Kelompok Berikut ini akan dijelaskan pengertian, langkah-langkah, serta kelebihan dan kelemahan metode diskusi kelompok. 2.1.7.1 Pengertian Metode Diskusi Kelompok Istilah diskusi diciptakan oleh Prof. Norman R.F. Maier (1952) untuk menggambarkan suatu teknik diskusi 36 yang bersifat pemecahan masalah (Hisyam Zaini, dkk, 2007 : 122). Dalam diskusi guru/dosen memecah problem menjadi beberapa bagian sehingga semua anggota kelompok bekerja pada bagian problem yang sama dalam waktu yang sama pula. Menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran, 2011 : 23) metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompokkelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Menurut Martinis Yamin (2007 : 158) metode diskusi kelompok merupakan interaksi antara siswa dengan siswa untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu. Sedangkan menurut Suryo Subroto (dalam Trianto, 2009 : 122) diskusi kelompok adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok, untuk saling bertukar pikiran tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan atau mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah. Menurut Trianto (2009 : 122) diskusi kelompok 37 merupakan situasi di mana guru dan para siswa, atau antara siswa dengan siswa yang lain berbincang satu sama lain dengan berbagai gagasan dan pendapat mereka. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran dengan cara di mana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bertukar pikiran secara lisan, saling berbagi gagasan dan pendapat dalam memecahkan suatu masalah. 2.1.7.2 Langkah-Langkah Metode Diskusi Kelompok Langkah-langkah metode diskusi kelompok menurut Nana Sudjana (2011 : 80) sebagai berikut : a) Guru menjelaskan materi pelajaran yang akan didiskusikan. b) Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan mengenai cara-cara pemecahannya. c) Dengan pimpinan guru, siswa membentuk kelompok diskusi, memilih pemimpin diskusi (ketua, sekretaris), mengatur tempat duduk dan sebagainya. d) Para siswa berdiskusi di kelompoknya masingmasing, sedangkan guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain untuk memberi dorongan 38 agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif supaya diskusi berjalan dengan lancar. e) Para siswa mencatat hasil diskusi tersebut, dan guru mengumpulkan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok. f) Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil yang dilaporkan ditanggapi oleh semua siswa (terutama kelompok lain) dan guru. Guru memberi ulasan terhadap hasil diskusi. g) Melakukan evaluasi. h) Penutup. 2.1.7.3 Kelebihan Metode Diskusi Kelompok Menurut Suryo Subroto (dalam Trianto, 2009 : 134) model pembelajaran metode diskusi memiliki kelebihan sebagai berikut : a) Metode diskusi melibatkan semua siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. b) Memupuk sikap saling menghargai pendapat orang lain. c) Setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan pelajarannya masing-masing. d) Dengan mengajukan dan mempertahankan pendapatnya dalam diskusi diharapkan para siswa akan dapat memperoleh kepercayaan akan 39 kemampuan diri sendiri. e) Metode diskusi dapat menunjang pengembangan sikap sosial dan sikap demokratis para siswa. f) Melatih siswa menghadapi masalah secara berkelompok, berpikir bersama memecahkan masalah yang mereka hadapi serta mengambil keputusan. g) Suasana kelas lebih hidup. 2.1.7.4 Kelemahan Metode Diskusi Kelompok Setiap metode pembelajaran tentu memiliki kelemahan. Adapun kelemahan metode diskusi kelompok menurut Suryo Subroto (dalam Trianto, 2009 : 134) sebagai berikut: a) Metode diskusi dapat diramalkan sebelumnya mengenai bagaimana hasilnya sebab tergantung kepada kepemimpinan dan partisipasi anggota- anggotanya. b) Jalannya diskusi dapat didominasi oleh beberapa siswa yang menonjol. c) Sering terjadi dalam diskusi siswa kurang berani mengemukakan pendapatnya. d) Metode diskusi memerlukan keterampilan- keterampilan tertentu yang belum pernah dipelajari sebelumnya. 40 e) Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka bicara. f) Diskusi yang mendalam memerlukan waktu yang banyak. g) Jumlah siswa yang terlalu besar di dalam kelas akan mempengaruhi kesempatan setiap siswa untuk mengeluarkan pendapat. h) Sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional i) Tidak semua siswa dapat fokus. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut di atas maka dilakukan hal-hal sebagai berikut : a) Pimpinan diskusi diberikan kepada siswa dan diatur secara bergiliran, mengusahakan supaya seluruh seluruh siswa ikut berpartisipasi dalam diskusi kelompok. b) Mengusahakan agar diskusi kelompok tidak hanya didominasi oleh beberapa siswa saja melainkan semua anggota kelompok ikut berpartisipasi. c) Mengusahakan semua siswa berani mengemukakan pendapat. d) Mengusahakan supaya semua siswa mendapat giliran berbicara, sementara siswa lain belajar mendengarkan pendapat temannya. 41 e) Mengusahakan agar semua siswa dapat fokus. f) Guru harus berperan menjadi penengah jika terjadi perselisihan dalam hal perbedaan pendapat antar teman dan guru juga harus menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pendapat antar siswa. Perbandingan Langkah-langkah Metode TPS dan Metode Diskusi Kelompok No Metode TPS No Metode Diskusi Kelompok 1 Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. 1 Guru menjelaskan pelajaran yang didiskusikan. 2 Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 anggota/siswa. 2 Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan mengenai cara-cara pemecahannya. Setiap kelompok terdiri dari 4 anggota/siswa. 3 Guru memberikan tugas pada setiap kelompok. 3 Dengan pimpinan guru, siswa membentuk kelompok diskusi, memilih pemimpin diskusi (ketua, sekretaris), mengatur tempat duduk, dsb. 4 Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu . 4 Siswa berdiskusi di kelompoknya masing-masing, sedangkan guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain untuk memberi dorongan agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif. materi akan 42 5 Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya. 5 Para siswa mencatat hasil diskusi tersebut, dan guru mengumpulkan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok. 6 Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk menshare hasil diskusinya. Setelah itu masing-masing kelompok menshare/mempresentasikan hasil diskusinya. 6 Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan/mempresentasikan hasil diskusinya. Hasil-hasil yang dilaporkan ditanggapi oleh semua siswa (kelompok lain) dan guru. Guru memberi ulasan terhadap hasil diskusi. 7 Guru melakukan evaluasi dan penutup. 7 Guru melakukan evaluasi dan penutup. Langkah-langkah metode TPS di atas sudah dimodifikasi oleh peneliti, karena pada umumnya pembelajaran yang dilakukan di Indonesia selalu diawali dengan pembukaan dan diakhiri dengan penutup. 2.1.8 Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 2.1.8.1 Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Berdasarkan Depdiknas (2002 : 7), konsep kewarganegaraan merupakan materi yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa, untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter, sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Menurut Chamim (dalam Ine Kusuma, 2010 : 40 ) 43 Pendidikan Kewarganegaraan bagi bangsa Indonesia berarti pendidikan pengetahuan, sikap mental, nilai-nilai, dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi, sehingga terwujud warga masyarakat yang demokratis dan mampu menjaga persatuan dan mewujudkan Indonesia integritas bangsa guna yang kuat, sejahtera, serta demokratis. Menurut Mawardi (2009 : 34) mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hakhak dan kewajiban untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Pada tahun 2006, keluar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan untuk tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri. Dalam Permendiknas tersebut dijelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu 44 melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan pancasila (Sumarsono, 2001 : 3). Semua itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa hakikat Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara Indonesia dan pengembangan karakter warga negara yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945, karena itu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dilaksanakan di sekolah hingga di perguruan tinggi. 2.1.8.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan 45 nusantara serta ketahanan nasional dalam diri seseorang (Sumarsono, 2001 : 4). Sedangkan menurut Mukhamad Murdiono (2012 : 49) Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan membekali siswa agar memiliki kemampuan untuk berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab serta bertindak cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan juga membekali siswa memiliki kemampuan untuk dapat berkembang secara positif dan demokratis. Sikap demokratis yang hendak dikembangkan dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah sikap yang sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia (Mukhamad Murdiono, 2012 : 49). Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan adalah : a) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, b) berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi, c) berkembang secara positif dan demokratis 46 untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, d) berinteraksi dengan bangsabangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 2.1.8.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan, ada delapan ruang lingkup pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk tingkat Sekolah Dasar dan Menengah yakni : a) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi : hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), keterbukaan dan jaminan keadilan. b) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi : tertib dalam kehidupan keluarga, tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturanperaturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan 47 nasional, hukum dan peradilan Internasional. c) Hak Asasi Manusia, meliputi : hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen Nasional dan Internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. d) Kebutuhan warga negara, meliputi : hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara. e) Konstitusi Negara, meliputi : Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi. f) Kekuasaan dan Politik, meliputi : pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi. g) Pancasila, meliputi : kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka. h) Globalisasi, meliputi : globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri 48 Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan Internasional dan organisasi Internasional, dan mengevaluasi globalisasi. Depdiknas (dalam Ine Kusuma, 2010 : 53) ruang lingkup materi PPKn dalam aspek berbangsa dan bernegara, ke dalam komponen bahan ajar dan sub komponen bahan ajar sebagai berikut: a) Persatuan Bangsa : hidup bersama, hidup rukun dalam perbedaan, Sumpah Pemuda, wawasan nusantara, partisipasi masyarakat dalam era otonomi, kewajiban membela negara, keterbukaan dan jaminan keadilan, b) Peraturan, Norma, dan Hukum : Tata tertib di rumah, tata tertib di sekolah, norma masyarakat, peraturan-peraturan daerah, peraturan perundang- undangan nasional, hukum dan pengadilan nasional, hukum dan pengadilan Internasional, c) Hak Asasi Manusia: manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, kebutuhan hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban individu, tanggung jawab untuk melindungi HAM, instrumen nasional HAM, Instrumen Internasional HAM, penegakan HAM dan implikasinya, d) Kebutuhan Hidup Warga Negara : kebutuhan berteman, kebutuhan hidup damai, kebutuhan harga diri, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, perlindungan 49 hukum, kebutuhan berprestasi, e) Konstitusi Negara : persiapan kemerdekaan dan proses perumusan dasar negara, proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi lain yang pernah dipakai Indonesia, konstitusi di beberapa negara, f) Kekuasaan dan Politik : pemerintah daerah, pemerintah pusat, kedaulatan rakyat dan sistem politik, sikap politik dan pengaruhnya, sistem pemerintahan dan politik di beberapa negara, g) Masyarakat Demokratis : menghargai pendapat orang lain, tanggung jawab dan toleransi, pengadaan dan pemeliharaan fasilitas umum, hubungan warga negara dan negara, pemilihan pemimpin politik dan pejabat negara dalam budaya demokrasi, peranan pers dalam kehidupan masyarakat yang demokratis, pilar-pilar demokrasi, g) Nilai-nilai Pancasila : berbuat baik kepada sesama anak, berbicara dan berperilaku jujur, pancasila sebagai tuntunan hidup bangsa, instrumen penerapan pancasila, perbandingan ideologi pancasila dengan ideologi lain, semangat kebangsaan, kajian kritis terhadap nilai-nilai positif bangsa-bangsa lain, i) Globalisasi : pertukaran budaya antar bangsa, politik luar negeri, konflik kepentingan antar bangsa, kerjasama dan perjanjian Internasional, pengaruh globalisasi terhadap bangsa dan 50 negara Indonesia. Guru yang profesional harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan mengelola pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan memilih materi dan strategi pembelajaran yang sesuai agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Sumarsono (2001 : 6) Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai perilaku yang a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa, b) berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, c) rasionalis, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, d) bersifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran bela negara, e) aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara. 51 2.2 Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu : 1. “Studi Komparasi Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan antara Metode Konvensional dengan Metode Diskusi Pada Siswa Kelas VIII SMP N 2 Kalasan” oleh Winda Nova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar PKn antara siswa yang diajarkan melalui metode konvensional dengan metode diskusi pada siswa kelas VIII SMP N 2 Kalasan. Hal ini dibuktikan dari nilai thitung lebih besar daripada ttabel (thitung : 6,309 > ttabel : 2,000), dan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5% (0,000 < 0,05). Dengan demikian pembelajaearan dengan metode diskusi lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar daripada pembelajaran konvensional (7,2569 > 6,1528). Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas terletak pada penggunaan salah satu variabel bebas dan variabel terikatnya, sedangkan perbedaanya terletak pada tempat dan waktu penelitian, materi yang digunakan, sampel, dan populasi. Populasi penelitian di atas adalah siswa kelas VIII SMP N 2 Kalasan sedangkan populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 2 Tuntang. 2. “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Bagi Siswa Kelas VII C 52 SMP N 3 Prambanan Tahun Ajaran 2009/2010” oleh Dita Wahyu Tri Utamaningsih. Skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penelitian skripsinya diungkapkan bahwa metode pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan prestasi belajar Siswa Kelas VII C SMP N 3 Prambanan Tahun Ajaran 2009/2010. Kriteria keberhasilan tindakan untuk prestasi belajar adalah dengan batas tuntas 70 (KKM = 70) dan ketuntasan kelas sebesar 85%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar PKn pada kondisi awal (tes kemampuan awal), siklus I dan siklus II. Pada nilai tes kemampuan awal rata-rata kelas hanya 53,5 dengan ketuntasan kelas sebesar 16,7% dan siswa yang memperoleh ≥ 70 berjumlah 5 siswa. pada siklus I mengalami peningkatan yaitu rata-rata kelas menjadi 69,7 dan ketuntasan kelas meningkat menjadi 53.3% (mengalami peningkatan sebesar 36,6%) dan siswa yang memeperoleh ≥ 70 berjumlah 16 siswa. Selanjutnya pada siklus ke II juga mengalami peningkatan rata-rata kelas menjadi 81,6 dan ketuntasan kelas menjadi 86,7% (mengalami peningkatan sebesar 33,4%) dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 berjumlah 26 siswa Dari penelitian di atas tersebut menyatakan bahwa metode TPS dapat meningkatkan hasil belajar, dengan begitu metode 53 TPS dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar. Persamaannya dengan penelitian ini salah satu metode yang digunakannya yaitu metode Think Pair Share (TPS). 3. “Komparasi Metode Team Group Tournament (TGT) dan Metode Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IX SMP Negeri Kebakkramat” oleh Dyah Ayu Nur. Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Terdapat perbedaan penggunaan metode TGT dan TPS terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP Negeri Kebakkramat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan rata-rata kelas metode TGT sebesar 77,41 dan rata-rata kelas metode TPS sebesar 82,41 di mana selisihnya sebesar -4,90 dengan signifikansi 0,000 (sangat signifikan). (2) Terdapat pengaruh penggunaan metode TGT dan metode TPS terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP Negeri Kebakkramat. Hal ini dapat dilihat dengan harga t sebesar -7,479 dengan signifikansi sebesar 0,000 (sangat signifikan). (3) Besar pengaruh penggunaan metode TGT dan metode TPS terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP Negeri Kebakkramat yaitu sebesar 27%. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan penggunaan metode TGT dan metode 54 TPS terhadap hasil belajar Sosiologi siswa kelas IX IPS SMP Negeri Kebakkramat. Nilai rata-rata kelas metode TPS lebih tinggi daripada kelas metode TGT. Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas terletak pada penggunaan salah satu variabel bebas dan variabel terikatnya, sedangkan perbedaannya terletak pada tempat dan waktu penelitian, materi yang digunakan, sampel, dan populasi. 2.3 Kerangka Berpikir Proses Pembelajaran Metode Diskusi Kelompok Melibatkan semua siswa secara langsung dalam proses pembelajaran Siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan pelajarannya masingmasing Melatih siswa dalam menyelesaikan masalah secara berkelompok Memupuk siswa saling menghargai pendapat orang lain Hasil Belajar Baik Metode TPS Siswa mampu berpikir secara individu dan kelompok Mengoptimalkan partisipasi siswa Siswa mampu mengeluarkan pendapat Siswa saling bekerja sama dan saling membantu Siswa saling menghargai pendapat dari teman Siswa bertanggung jawab terhadap tugas Hasil Belajar Kurang Baik 55 Proses Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain, komponen tersebut meliputi tujuan, materi, metode dan evaluasi. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan metode diskusi kelompok dan TPS. Dari penerapan metode TPS dan diskusi kelompok akan dilihat pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Secara teori metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Metode diskusi kelompok mendorong siswa untuk saling berinteraksi antara siswa dengan siswa untuk saling bertukar pikiran dan pendapat dengan tujuan mencari pemecahan atas suatu masalah secara bersama-sama. Metode ini memang efektif digunakan di dalam proses pembelajaran, namun tidak semua siswa dapat terlibat secara langsung dalam proses diskusi. Diskusi dapat didominasi oleh beberapa siswa yang menonjol dan siswa yang suka berbicara, sementara siswa yang kurang berani mengemukakan pendapatnya cenderung pasif dan hanya sebagai pendengar. Sedangkan metode TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Secara teori metode TPS adalah metode pembelajaran yang dirancang agar siswa 56 bekerja sama dalam kelompok dengan tahap thinking (berfikir), pairing (berpasangan) dan sharing (berbagi). Metode TPS mampu membuat siswa berpikir secara individu maupun kelompok, dan siswa dapat saling bekerja sama serta saling membantu sesama anggota kelompok hal ini dapat mengoptimalkan partisipasi masing-masing siswa, dan semua siswa aktif. Sedangkan kelemahannya antara lain peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil menyita waktu, banyak kelompok yang kurang dimonitor oleh guru, membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas, banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor. Walaupun kedua metode sama-sama memiliki kelemahan, namun kelemahan metode diskusi kelompok lebih dominan. 2.4 Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesisnya adalah Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan metode diskusi kelompok terhadap hasil belajar PKn siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Tuntang Semester Ganjil Tahun Ajaran 2015/2016. Adapun perbedaannya siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode TPS lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode diskusi kelompok. 57 58 59 60 61 62 63