1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filsafat perennial jika dibicarakan tidak bisa terlepas dari persoalan-persoalan mengenai keabadian, Realitas Ultim, substansi dan bentuk, serta pluralitas agama. Seperti yang dikatakan oleh Damardjati Supadjar bahwa filsafat perennial berkenaan dengan keabadian kebenaran, keabadian dan keindahan di sisi Allah (Permata, 1996: xiii). Bagi peneliti yang dikemukakan oleh Damardjati Supadjar dapat diketahui bahwa keabadian kebenaran serta keindahan memang menjadi hak milik Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat. Keabadian jika dibahas mulai dari awal jaman sampai ke jaman sekarang ini akan menjadi menarik dan akan selalu menarik. Tuhan merupakan contoh keabadian itu sendiri, yang dipercaya oleh manusia sebagai Sang Pencipta pemilik kehidupan dan alam semesta. Agamawan juga intelektual berlombalomba membuktikan dengan argumen dan bukti ilmiah bahwa Tuhan memang benar ada, walaupun di dunia Barat sempat juga terjadi permusuhan serta perbedaan pendapat antara agamawan dan intelektual perihal bukti bahwa Tuhan ada. Keabadian untuk diketahui memang tidak mudah dan itu membutuhkan waktu yang lama bagi manusia yang ingin menelitinya, bahkan umur manusia tidak akan pernah cukup untuk meneliti keabadian. Ilmu pengetahuan manusia yang dipercaya tidak akan bisa menandingi ilmu pengetahuan Tuhan menjadi faktor [Type text] 2 utama bahwa manusia hanya bisa mengetahui sedikit tentang ilmu pengetahuan yang bersumber dari Tuhan. Al-qur’an, (17): 85: “mereka bertanya kepadamu Muhammad tentang roh, katakanlah bahwa roh adalah rahasia Tuhan. Tidaklah kamu diberi ilmu pengetahuan selain yang hanya sedikit sekali.” Ayat al-qur’an di atas memberitahukan bahwa memang manusia hanya sedikit sekali mengetahui perihal ilmu pengetahuan, kenyataannya pun manusia selalu terfokus pada bidang ilmu yang manusia sukai, yang manusia tidak sukai mungkin hanya sedikit sekali usaha untuk mengetahui, bisa dikatakan sekedar permukaannya saja. Keabadian Tuhan untuk diketahui tentu mustahil, namun Tuhan juga tidak serta merta menyembunyikan keabadiannya. Tuhan memberikan petunjuk untuk menunjukkan keabadiannya dengan memberikan contoh-contoh yang Tuhan buat melalui makhluk-makhluknya. Tuhan contohkan sendiri pada nabi-nabi yang menjadi utusannya, yang kemudian beberapa nabi diberi keistimewaan berupa keabadian dalam hidupnya dan kisahnya. Kata nabi berasal dari kata naba’ yang memiliki arti “kabar berita yang berguna dan jauh dari kesalahan”. Nabi yang memiliki bentuk jamak “anbiya’” atau “nabiyun” adalah orang yang menerima kabar berita agung. Kata rasul diambil dari kata “rasala” yang artinya mengutus. Rasul berarti pesuruh atau utusan (Noor, 2009: 113). Menurut istilah rasul adalah seorang laki-laki merdeka [Type text] 3 yang diberi wahyu oleh Allah dengan membawa syariat dan rasul diperintahkan untuk menyampaikan kepada umatnya, baik yang Rasul kenal maupun yang Rasul tidak mengenalnya (Agus,1998:83-84). Nabi Khidir adalah salah satu nabi yang diberi keistimewaan keabadian tersebut oleh Tuhan. Nabi Khidir juga disebut oleh beberapa orang sebagai nabi misterius, dan dikalangan Islam pun sosok Nabi Khidir tidaklah terkenal seperti nabi-nabi yang lain, karena dalam al-qur’an Nabi Khidir disebut sebagai hamba yang soleh oleh Allah. Tuhan memberikan keabadian kepada selain-Nya jelas memang akan terlihat ganjal dan itu bisa disebut sebagai tandingan Tuhan dalam masalah keabadian. Tuhan tidaklah serta merta memberikan keabadian-Nya kepada makhluk yang Tuhan pilih tanpa alasan, dan Tuhan akan dengan mudah kembali mencabut keabadian dari makhluk yang dipilih karena itu hak Tuhan sendiri. Keabadian yang dimaksud dalam penelitian ini tidaklah terfokus pada permasalahan keabadian apakah Nabi Khidir itu masih hidup atau telah wafat, walaupun nantinya perihal apakah Nabi Khidir masih hidup atau sudah wafat akan tetap disinggung dalam penelitian ini. Penelitian ini bermaksud membahas keabadian dalam al-qur,an khususnya surah al-kahfi ayat 60 sampai 82 yang menceritakan atau mengisahkan siapa itu Nabi Khidir. Kisah Nabi Khidir juga terdapat keabadian tentang ajarannya yang akan selalu diingat oleh umat Islam khususnya namun juga tidak menutup kemungkinan bahwa ajaran dari Nabi Khidir boleh dipelajari oleh kaum agama yang lain, karena dalam kitab selain al-qur’an kisah Nabi Khidir tidak ada. [Type text] 4 Nama Nabi Khidir dikenal semenjak bertemu dengan Nabi Musa yang terdapat dalam al-qur’an surah al-kahfi ayat 60-82, ketika itu Nabi Musa ingin mendapatkan ilmu pengetahuan yang belum dimiliki dan itu dimiliki oleh Nabi Khidir. Tuhanpun menyuruh Nabi Musa untuk mempelajarinya melalui Nabi Khidir. Nama asli Nabi Khidir adalah Balya bin Balkan bin Falakh bin Anbar bin Salakh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh As. bin lamak bin Mutawasylikh bin Idris As. bin Yard bin mahlain bin Qainan bin Yanasy bin Syits bin Adam As, selain itu Nabi Khidir juga sering dipanggil dengan nama Abdul Abbas, riwayat yang lain juga menyebutkan bahwa nama Nabi khidir adalah Talia bin Malik bin Abir bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh (Bahar, 2015:12). Tafsir Al-Misbah adalah sebuah buku tafsir yang dibuat oleh Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah oleh peneliti digunakan untuk memahami tentang bagaimana dan siapa sosok Nabi Khidir, karena tanpa rujukan sebuah buku tafsir peneliti tidak bisa secara semena-mena menafsirkan ayat yang ada dalam kitab suci AlQur,an. Tujuan peneliti menggunakan Tafsir Al-Misbah adalah untuk mengangkat pemikiran kenusantaraan khususnya Indonesia yang memiliki sosok seorang Quraish Shihab yang telah mampu menafsirkan Al-Qur’an secara teliti, kemudian dari segi bahasa Tafsir Al-Misbah menggunakan bahasa Indonesia sehingga peneliti mudah untuk memahami, mengutip serta membahasakan kembali lalu dalam tafsir Al-Misbah terdapat korelasi atau keterhubungan penjelasan ayat satu dengan ayat yang lain, sehingga para pembaca Tafsir Al-Misbah mampu mengambil isi kandungan ayat satu dengan ayat yang lain. Pada Tafsir Al-Misbah [Type text] 5 juga tidak melupakan tafsir dari berbagai ulama yang lebih dahulu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Sudut pandang filsafat perennial menjadi kajian penting dalam penelitian ini, untuk mengamati serta menganalisis kisah Nabi Khidir dalam al-qur,an maka bagi peneliti sangat relevan apabila filsafat perennial digunakan sebagai pisau analisisnya. Filsafat Perennial digunakan pertama kali di Barat oleh Augustinus Steuchus (1497-1548) sebagai judul karyanya yaitu De Perenni Philosophia yang diterbitkan tahun 1540, kemudian istilah filsafat perennial dipopulerkan kembali oleh Leibniz dalam sepucuk surat yang dituliskannya pada tahun 1715, yang menegaskan bahwa dalam membicarakan tentang pencarian jejak-jejak kebenaran dikalangan filosof kuno dan tentang pemisahan yang terang dari yang gelap, sebenarnya itulah yang dimaksud dengan Filsafat Perennial (Rukmana,2013:90). Filsafat Perennial sudah ada sejak lama ketika para filsuf kuno mulai memikirkan tentang apa itu filsafat. Perdebatan masih terjadi dikalangan filsuf perihal kapan filsafat perennial ini muncul. Filsafat Perennial hadir untuk mengatasi serta memberikan solusi pada masalah yang timbul di jaman modern. Jaman modern yang telah meninggalkan sikap spiritualnya menjadikan hidup manusia tidak lagi mempunyai makna. Sayyed Hossein Nasr mengatakan bahwa manusia telah terlempar dari lingkaran eksistensi ketuhanan sehingga manusia terjebak dalam lingkaran eksistensi dirinya (Saputra, 2012:v). Secara etimologis kata perennial berasal dari bahasa Latin yaitu perennis yang memiliki arti kekal, selama-lamanya atau abadi (Kuswanjono, 2006:10). Filsafat [Type text] 6 Perennial biasanya muncul dalam wacana filsafat agama di mana tema-tema yang didiskusikannya adalah seputar persoalan Tuhan, Wujud Yang Absolut, sumber dari segala wujud. Filsafat Perennial juga sering dipahami sebagai pembahasan seputar fenomena pluralisme agama secara kritis dan kontemplatif, sehingga filsafat perennial sering dijadikan sebagai sebuah media untuk menelusuri akarakar kesadaran religiusitas seseorang atau kelompok melalui simbol-simbol, ritus, serta pengalaman keberagaman (Rukmana,2013:89). Filsafat Perennial berusaha memahami tentang Tuhan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan yang bersifat eksoteris dan esoteris. Pendekatan eksoteris berfungsi sebagai dasar pijakan pemahaman tentang Tuhan berdasarkan perkataan Tuhan tentang Diri-Nya sendiri melalui wahyu, sedangkan pendekatan esoteris adalah pemahaman langsung tentang Tuhan melalui penyatuan seluruh potensi kemanusiaan yang dikenal sebagai “jalan mistik” (Kuswanjono,2006:8). Bagi peneliti pokok permasalahan ontologi serta aksiologi dalam penelitian ini yaitu tentang bagaimana manusia jaman modern yang telah menghilangkan dimensi transendental yang seolah-olah peran adanya Tuhan tidaklah dipentingkan lagi. Dimensi spiritual yang dimiliki oleh manusia modern lambat laun akan tergerus terhadap perkembangan jaman yang serba canggih. Peran Tuhan tergantikan oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Arqom Kuswanjono mengatakan bahwa masyarakat modern seudah banyak kehilangan kesadarn tentang wahyu, tentang hikmah, tentang Yang Sakral yang merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam tradisi (Kuswanjono, 2001:82). [Type text] 7 Krisis lingkungan menjadi hal yang paling tampak di depan mata, manusia banyak yang membakar hutan dengan cara-cara yang bagi peneliti itu adalah cara yang salah. Metode tebang pilih merupakan contoh yang tepat untuk menebang pohon, bukan dengan cara membakar semua pohon yang ada di hutan. Manusia seperti inilah yang kehilangan spiritualitasnya, tidak pernah merasa bersalah dengan merusak hutan bahkan tidak pernah merasa berdosa dengan tidak mengganti tanaman pohon yang telah dibakarnya. Bagi peneliti penting menggunakan filsafat perennial sebagai sudut pandang atau sebagai objek formal karena kehadiran filsafat perennial adalah untuk mengatasi masalah yang dialami oleh manusia modern. Peneliti menggunakan kisah Nabi Khidir sebagai objek material yang akan dikaji, karena dalam kisah Nabi Khidir ini bagi peneliti terdapat pelajaran bagaimana manusia tetap terhubung atau terkoneksi dengan Tuhan pada setiap perkembangan jaman dan pada setiap perkembangan ilmu pengetahuan sehingga spiritualitas dalam diri manusia tidak ditinggalkan. 1. Rumusan masalah a. Apa yang dimaksud Filsafat Perennial? b. Bagaimana kisah Nabi Khidir? c. Bagaimana analisis Filsafat Perennial terhadap kisah Nabi Khidir? 2. Keaslian Penelitian Sepanjang pengamatan peneliti, kisah tentang Nabi Khidir telah ada yang menelitinya berbentuk skripsi, hasil penelusuran tentang skripsi yang membahas kisah Nabi Khidir yaitu: [Type text] 8 1. M. Quraish Shihab. 2009. Tafsir Al Misbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati. Jakarta. Buku ini dibuat untuk memberikan kemudahan pemahaman kepada masyarakat tentang isi dan makna ayat yang ada dalam Al-Qur’an berupa tafsir. Buku ini menggambarkan kelengkapan tafsir dari ayat per ayat dengan lengkap, mulai dari surah al-Fatiqah sampai dengan surah an-Nass. Buku tafsir ini selalu memberikan hubungan ayat per ayat sehingga orang yang membacanya akan mengetahui bagaimana jalan cerita yang ada dalam suatu surah karena terdapat keterhubungan. 2. Habib Rahman. 2013. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Hasil penelitian dalam skripsi ini adalah nilai-nilai pendidikan islam yang dapat diambil dari kisa Nabi Khidir dan Nabi Musa yaitu nilai pendidikan yang ada di beberapa lini, pertama aspek nilai pendidikan secara umum, tentang perintah menuntut ilmu sampai akhir hayat. Kedua, aspek nilai pendidikan untuk pendidik, tentang strategi membuat desain pembelajaran yang dapat meningkatkan semangat belajar para pelajar. Ketiga, apek nilai pendidikan untuk pelajar, tentang sifat dan akhlak seorang pelajar yaitu sifat kegigihan, sifat ingin tahu, dan sifat kesopanan. 3. Nendi Bahtiar. 2014. Pendidikan Dialog Kritis dalam Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa dan Relevansinya terhadap Pendidikan Islam. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. [Type text] 9 Yogyakarta. Hasil penelitian dalam skripsi ini yaitu: Pertama, pendidikan dialog mengharuskan kesabaran yang ekstra dari seorang pendidik, dikarenakan sifat kekritisan soerang perserta didik dalam sebuah pembelajaran, sebagaimana kekritisan Nabi Musa. Kedua, pendidikan kritis perkembangan dalam potensi islam manusia berupaya secara mengoptimalisasikan holistik, yang berarti didalamnya terdapat dimensi spiritual dan intelektual. Dalam hal ini, kolaborasi antara Nabi Musa (jiwa rasionalis) dan Nabi Khidir (ahli ilmu kebatinan) akan merangsang kedua dimensi tersebut. Hasil pengamatan yang peneliti lakukan terhadap studi filsafat perennial, belum ada yang mencoba untuk menganalisis kisah Nabi Khidir yang dipandang dari kaca mata filsafat perennial. Sejauh ini dari hasil penelusuran yang berhubungan dengan filsafat perennial yaitu: 1. Agus Himawan Utomo. 1997. Agama dalam pandangan Perennialisme. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Isi yang disampaikan dalam skripsi ini adalah: Pertama, bahwa agama merupakan hal yang penting ada bagi manusia untuk hidup di dunia, meskipun banyak agama yang ada di dunia dan itu berbeda, namun tentulah ada hal-hal yang dapat menyatukan dalam agama yang berbeda-beda itu. Agama dianggap sebagai media hubungan antara Tuhan dengan manusia. Kedua, pada dasarnya menurut perennialiasme agama mempunyai dua unsur yang menjadi essensi atau dasar agama yaitu unsur esoteris yang berupa doktrin, yang membedakan antara “Yang Kudus” dan [Type text] 10 “Yang Profan”, antara kenyataan dan khayalan, antara nilai “Yang Kudus” dan nilai “Yang Profan”, serta unsur eksoteris berupa bentuk, format atau metode untuk mendekatkan diri kepada “Yang Kudus” serta hidup sesuai dengan kehendak-Nya, yang menjadi tujuan dan arti eksistensi manusia. 2. Arqom Kuswanjono. 2001. Konsep Ketuhanan dalam Filsafat Perennial: Analisis Konseptual Bagi Pluralisme Agama di Indonesia. Tesis Fakultas Filsafat UGM. Isi yang disampaikan dalam tesis ini adalah bertujuan untuk mengungkap konsep ketuhanan menurut Filsafat Perennial serta menganalisis konsep tersebut dalam konsep pluralitas agama di Indonesia. Dalam konteks kekinian, pemikiran Filsafat Perennial banyak digunakan untuk memahami pluralitas agama maupun keberagaman pemahaman keagamaan yang tidak jarang dianggap sebagai salah satu faktor pemicu terjadinya perpecahan dikalangan umat beragama. 3. Adi Baskoro. 2003. Konsep Cinta Jalaluddin Rumi Tinjauan Filsafat Perennial. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Isi yang disampaikan dalam skripsi ini adalah: pertama, puisi Jalaluddin Rumi berasal dari pengalaman religiusnya, hasil cerapan pengetahuan Rumi berasal dari intuisinya. Rumi tidak membangun subuah sistem filsafat. Hasil kontemplasinya ia tuangkan dalam puisi-puisi mistis tentang hubungan cinta manusia dengan Tuhan, namun Rumi bukanlah seorang pemikir yang memiliki sistem berpikir yang runtut. Kedua, [Type text] 11 aspek eksoteris dalam karya-karya Rumi dapat dilihat dari tradisitradisi yang ada, tradisi yang dimaksud yaitu tradisi spiritualitas Rumi, sedangkan aspek esoteris dari karya-karya Rumi dapat dilihat pada hal-hal yang mendasar, tentang pertemuan tradisi-tradisi keagamaan yang berlangsung cukup lama. Rimu telah mewariskan pengetahuan yang hakiki tentang yang banyak demi Yang Tunggal lewat proses ritual yang khusus, Rumi mendapat visi tentang Yang Satu dalam Yang Banyak. 4. Husna Amin. 2013. Tradisi menurut Filsafat Perennial Sayyed Hossein Nasr dan Relevansinya bagi Pluralitas Kehidupan Umat Beragama di Indonesia. Desertasi Fakultas Filsafat UGM. Isi yang disampaikan dalam desertasi ini adalah: Pertama, Nasr menekankan nilai sacral dari tujuan hidup manusia beragama yang tertuang dalam gagasannya tentang “Tradisi”. Kedua, “Tradisi” adalah wahyu atau scientia sacra yang tertuang dalam ajaran agama dan dalam hati manusia. Ketiga, Menurut Nasr “Tradisi” harus dihidupkan kembali dalam kancah kehidupan modern agar kebenaran hakiki agama dapat ditemukan, sehingga agama dapat menjadi akternatif dalam mengatasi problem pluralitas kehidupan umat beragama. Keempat, Nasr mengajak seluruh umat beragama untuk menyadari signifikansi nilainilai religious dalam cara yang lebih baru, yakni menangkap substansi ajaran agama dalam konteks “Tradisi” [Type text] 12 5. Tri Utami Oktafiani. 2015. Tinjauan Filsafat Perennial terhadap Konsep Ketuhanan dalam Film PK. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Isi yang disampaikan dalam skripsi ini adalah: pertama, konsep ketuhanan dalam film PK menunjukkan kepercayaan manusia terhadap Tuhan mengalami perkembangan pemikiran dari waktu ke waktu. Kedua, tinjauan Filsafat Perennial terhadap konsep ketuhanan dalam film PK karya Rajkumar Hirani menunjukkan substansi agama yang berdimensi eksoterik dan esoterik, Realitas Ultim dan pluralitas agama. Hasil pengamatan terhadap penelitian yang telah dilakukan dan telah ada, posisi penelitian ini merupakan kajian tindak lanjut dari yang telah dilakukan oleh peneliti lain terhadap kisah Nabi Khidir. Hal yang penting dari penelitian ini dan membuat berbeda dengan penelitian lain adalah pemakaian salah satu cabang filsafat agama yaitu filsafat perennial yang digunakan sebagai sudut pandang untuk memandang kisah Nabi Khidir. 3. Manfaat Penelitian Nabi yang dipercaya oleh manusia sebagai utusan Tuhan merupakan suatu objek yang menarik serta penting untuk diteliti. Penelitian terhadap para nabi ini merupakan bentuk perkembangan pemikiran yang ada di studi-studi ilmiah dibidang agama. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : A. Bagi perkembangan studi filsafat adalah dengan adanya penelitian ini semoga bertambah sudut pandang baru yang dapat diterima, terutama untuk mengkaji persoalan-persoalan filosofis, sehingga kajian yang [Type text] 13 ada pada studi filsafat dapat berkembang secara luas terutama dalam Filsafat Agama dan Filsafat Perennial. B. Bagi masyarakat, semoga penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan baru yang berdampak pada pola kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. C. Bagi Bangsa dan Negara Indonesia, dengan adanya penelitian ini daharapkan menambah ilmu pengetahuan yang ada di Indonesia, selain itu juga dengan adanya penelitian ini semoga dapat diambil nilai-nilai yang baik, yang kemudian menjadikan pemerintah dan masyarakat Indonesia dapat melaksanakan pembangunan dengan sinergi dan jauh dari sifat korupsi. B. Tujuan Penelitian Penelitian terhadap Kisah Nabi Khidir dalam sudut pandang Filsafat Perennial ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai yaitu: 1. Mendeskripsikan tentang Filsafat Perennial. 2. Mendeskripsikan, menelusuri dan memahami kisah Nabi Khidir. 3. Menganalisis kisah Nabi Khidir dari sudut pandang Filsafat Perennial. C. Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (Library Reaserch) dengan mekanisme yang secara langsung mempelajari, memahami dan menganalisis karya-karya yang berhubungan dengan objek material yaitu kisah Nabi Khidir dan berhubungan dengan objek formal yaitu filsafat perennial. Dalam buku Prophecy In Islam: Philosophy and Ortodoxy dijelaskan bahwa nabi atau rasul adalah orang [Type text] 14 yang memiliki daya intelektual yang mampu mengetahui tentang segala sesuatu tanpa ada yang mengajarkannya dari sumber-sumber luar (Damhuri, 2001:27). C. A Qadir menegaskan bahwa masalah kenabian adalah salah satu tema penting di dalam diskursus filsafat Islam dan dibahas oleh hampir semua filsuf muslim (Damhuri, 2001:32). Al-Farabi menerima dan mengakui bahwa salah satu dasar keimanan Islam adalah percaya pada wahyu Ilahi yang diberikan oleh manusia penerima wahyu yaitu yang dikenal sebagai nabi dan rasul, namun lebih dalam Al-Farabi mencoba memahami realitas wahyu sebagai suatu kebenaran filosofis, ia mengatakan (Damhuri, 2001:33): “opini-opini teoritis dalam agama mempunyai bukti dalam filsafat teoritis, walaupun dalam konteks agama (opini-opini tersebut) diterima tanpa bukti” Al-Farabi menjelaskan bahwa saat menerima wahyu dari Tuhan, tidak hanya malaikat saja yang menyampaikan wahyu tersebut namun nabi juga menggunakan akal fa’al nya untuk menerima pesan wahyu, karena akal fa’al itu dianggap sebagai sumber-sumber pesan nubuat yang mirip dengan malaikat saat diberi tugas untuk mengurusi wahyu (Damhuri, 2001:106). Bagi peneliti ada dua perantara yang digunakan Tuhan untuk menyampaikan wahyu kepada nabi yaitu melalui malaikat dan akal fa’al. Peneliti harus merujuk pada tafsiran-tafsiran al-qur’an, hadist, dan bukubuku untuk mengetahui tentang siapa Nabi Khidir, dikarenakan Nabi Khidir dalam surah al-kahfi ayat 60 sampai 82 hanya disebut sebagai hamba Allah yang saleh, selain itu Nabi Khidir tidak mempunyai karya-karya ilmiah yang ditulisnya. [Type text] 15 Kisah Nabi Khidir oleh Tuhan diceritakan pada saat Nabi Musa mengaku bahwa di dunia orang yang berpengetahuan tinggi hanyalah dirinya, namun ternyata ada yang berpengetahuan lebih tinggi ketimbang Nabi Musa yaitu Nabi Khidir. Penulis menggunakan buku-buku yang ditulis oleh peneliti lain yang berhubungan dengan Nabi Khidir untuk memahami tentang Nabi Khidir seperti: Buku Rahasia Makrifat Nabi Khidir a.s. yang ditulis oleh M. Ali tahun 2009. Dalam buku yang ditulis ini dapat dijelaskan bahwa ada hal-hal yang disampaikan tentang uraian pelajaran makrifat Nabi Khidir , baik yang beliau sampaikan kepada Nabi Musa, para wali, maupun orang-orang awam yang beliau temui. Buku Khidir Sang Nabi Super Misterius. Oleh Khalifi Elyas Bahar tahun 2015. Isi yang disampaikan dalam buku ini bahwa ditengah kehidupan yang kompleks dan serba modern sekarang ini apakah pola kehidupan dan keilmuan Nabi Khidir masih layak untuk diperhitungkan, atau juatru kisah dan ketinggian ilmunya menjadi bagian pelengkap sejarah semata. Kisah Nabi Khidir menjadi salah satu ruh atau semangat motivasional bagi kehidupan manusia agar bisa berpikir dan mempertimbangkan setiap realitas yang ditemuinya. Buku Misteri Nabi Khidir. Oleh Ibnu Hajar al-Asqalani tahun 2015. Diterjemahkan dari Az-Zahru an-Nadhir Fi Naba’ I al-Khadir. Isi yang disampaikan dalam buku ini yaitu mengungkapkan tentang pendapat yang simpang siur mengenai permasalahan bahwa apakah Nabi Khidir masih hidup atau telah wafat. [Type text] 16 D. Landasan Teori Kisah Nabi Khidir untuk dibicarakan tidak bisa terlepas dari al-qur’an khususnya surah al-kahfi ayat 60 sampai 82. Surah al-kahfi tersebut terdapat cerita tentang siapa Nabi Khidir walaupun namanya disebut dengan hamba yang saleh, kemudian disamping itu juga sosok Nabi Khidir menjadi misteri karena keberadaannya yang sampai sekarang diyakini oleh beberapa kalangan masih hidup dan ada. Buku Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perennial yang ditulis oleh Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis tahun 1995. Dalam buku ini disampaikan bahwa Filsafat Perennial merupakan suatu pandangan yang secara kontekstual menemukan urgensinya dimasa kemoderenan ini. Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis dalam buku ini juga menyinggung tentang tradisi yang menjadi bagian dari filsafat perennial. Tradisi yang diungkapkan meminjam dari Sayyed Hossein Nasr yaitu tradisi berarti al-din dan al-sunnah yaitu segala sesuatu yang didasarkan atas model-model sakral yang telah menjadi kebiasaan turun-temurun dikalangan masyarakat tradisional (Hidayat & Nafis, 1995:x). Buku Perennialisme: Kritik atas Modernisme dan Postmodernisme. Buku ini ditulis oleh Emanuel Wora tahun 2006. Dalam pengantar buku ini yang disampaikan oleh Dr. I. Bambang Sugiharto menuliskan bahwa filsafat perennial sering digunakan dengan berbagai arti, filsafat perennial dapat menunjuk sistem yang menggunakan istilah itu secara eksplisit berlandaskan keyakinan bahwa tema [Type text] 17 yang dibahasnya dan juga pola nalar metafisik yang digunakannya bersifat universal dan abadi (Wora, 2006:viii). Buku Tuhan Semua Agama; Perspektif Filsafat Perennial Sayyed Hossein Nasr. Buku ini ditulis oleh Riki Saputra, M.A tahun 2012. Nasr mengatakan dalam buku ini bahwa agama memiliki dua aspek yaitu satu bentuk dan satu substansi. Arti bentuk dalam setiap agama memiliki nama, penyebutan Tuhan, model peribadatan, konsep sakral, dan profan. Arti substansi dalam setiap agama adalah berasal dari Yang satu yang apabila dilihat makna dibalik bentuk tersebut pasti ada kesamaan antara satu agama dengan agama yang lain (Saputra, 2012:vi). Sayyed Hossein Nasr menyatakan bahwa filsafat perennial digunakan pertama kali di barat oleh seorang yang bernama Agustinus Steuchus (1497-1548) sebagai judul karyanya “De Perenni Philosophia” yang diterbitkan pada tahun 1540, yang kemudian istilah filsafat perennial dipopulerkan oleh Leibniz dalam surat yang dibuatnya pada tahun 1714, yang menegaskan bahwa dalam membicarakan tentang jejak-jejak kebenaran dikalangan para filosof kuno dan tentang pemisahan yang terang dan yang gelap, sebenarnya itulah yang dimaksud dengan filsafat perennial (Utomo, 1997:8). Menurut Huxley (2001:1) Philosophia Perennis atau filsafat perennial merupakan suatu frase yang diciptakan oleh Leibniz, yang memiliki arti pertama yaitu suatu hal-metafisika yang mengakui adanya realitas Illahi yang substansial bagi dunia bendawi, hayati, dan akali. Kedua filsafat perennial merupakan psikologi yang sesuatu yang serupa dalam jiwa atau bahkan identik dengan Realitas Illahi. Ketiga, filsafat perennial adalah etika yang menempatkan tujuan [Type text] 18 akhir manusia di dalam pengetahuan tentang Dasar (Ground) yang imanen dan transenden dari seluruh wujud-hal yang bersifat immemorial dan universal. Filsafat Perennial memiliki tujuan membuka kembali jalan menuju pendakian spiritual yang berasal dari dalam tradisi-tradisi keagamaan yang berkembang dalam sertiap agama (Kuswanjono, 2006:4). Dasar-dasar filsafat perennial dapat ditemukan di antara adat pengetahuan tradisional (tradisi) sukusuku primitif disetiap belahan dunia, dan dalam bentuknya yang telah dikembangkan sepenuhnya, ia (tradisi) memiliki tempat-tempat tertentu dalam agama-agama besar (Huxley, 2001:1). Nasr mengatakan bahwa filsafat perennial mengakui adanya tradisi sakral yang ada dalam setiap agama, tradisi sakral tersebut berasal dari yang Ilahi atau berasal dari surga yang harus dihormati (Kuswanjono, 2006:4). Filsafat Perennial berusaha untuk mencari titik temu mata rantai historis tentang perkembangan agama, dan juga filsafat perennial mencari esensi esoteris dari eksoteris pada masing-masing agama yang ada (Kuswanjono, 2006:5). Filsafat Perennial berusaha memahami Tuhan dengan dua pendekatan yaitu perndekatan bersifat eksoteris (bentuk) dan esoteris (substansi). Eksoteris adalah berfungsi untuk memahami Tuhan berdasarkan perkataan Tuhan tentang diri-Nya sendiri melalui wahyu, sedangkan esoteris adalah pemahaman langsung melalui penyatuan seluruh potensi kemanusiaan yang dikenal dengan jalan mistik (Kuswanjono, 2006:8). Dua aspek yang digunakan filsafat perennial dalam memahami Tuhan yaitu eksoteris dan esoteris tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, bagaimanapun esoteris akan selalu bergantung pada eksoteris. [Type text] 19 E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian filsafat perennial. Beserta dengan itu penelitian ini merupakan penelitian berjenis kepustakaan dengan model penelitian sistematis reflektif. Objek material penelitian sistematis reflektif membahas salah satu pokok dalam kehidupan manusia, yang merupakan fenomena cukup sentral, misalnya bahasa, kebebasan, komunikasi antarpribadi, kebaikan, keadilan, hubungan agama dan negara, validitas pengetahuan, cinta, symbol, cara bicara tentang Tuhan, dsb (Bakker, A & Zubair, 1996:99). Objek material dalam penelitian ini adalah kisah Nabi Khidir yang yang dijadikan sebagai fenomena. Objek formal dalam penelitian sistematis reflektif tidak tinggal terbatas pada studi antropologis, sosiologis atau historis, melainkan diteliti secara filosofis, yaitu sejauh berhubungan langsung dengan hakikat manusia menurut pemahaman dan keyakinan pribadi (Bakker, A & Zubair, 1996:99). Objek formal yang digunakan dalam penelitian ini adalah filsafat perennial. Bahan-bahan yang digunakan adalah berupa buku-buku, jurnal, artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian ilmiah dan pustaka lain yang membahas tentang Filsafat Perennial dan membahas tentang kisah Nabi Khidir. Data-data kepustakaaan yang sudah diperoleh kemudian akan diolah dan disusun sehingga akan dapat menghasilkan analisis yang mengaitkan antara objek material dan objek formal. 2. Bahan Penelitian Bahan penelitian menyesuaikan dengan jenis penelitian. Penelitian ini berjenis kepustakaan, maka akan dipetakan menjadi pustaka primer dan pustaka sekunder. [Type text] 20 a. Pustaka Primer Pustaka primer menjadi rujukan utama dalam penelitian ini. Pustaka primer terkait dengan pustaka yang digunakan untuk mendeskripsikan objek material dan objek formal secara lengkap dan komprehensif. 1. Ali, M. 2009. Rahasia Makrifat Nabi Khidir a.s. Oase Writers Management. Bandung 2. al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2015. Misteri Nabi Khidir. Diterjemahkan dari Az- Zahru an-Nadhir Fi Naba’ I al-Khadir. Turos. Jakarta 3. Bahar, Khalifi Elyas. 2015. Khidir Sang Nabi Super Misterius. Diva Press. Yogyakarta 4. Baskoro, Adi. 2003. Konsep Cinta Jalaluddin Rumi Tinjauan Filsafat Perennial. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta 5. Hidayat, Komaruddin dan Muhammad Wahyuni Nafis. 1995. Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perennial. Paramadina. Jakarta 6. Huxley, Aldous. 2001. Filsafat Perennial. Terjemahan Ali Noer Zaman. Penerbit Qalam. Yogyakarta 7. Kuswanjono, Arqom. 2001. Konsep Ketuhanan dalam Filsafat Perennial: Analisis Konseptual Bagi Pluralisme Agama di Indonesia. Tesis Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta 8. Kuswanjono, Arqom. 2006. Ketuhanan dalam Telaah Filsafat Perennial : Refleksi Pluralisme agama di Indonesia. Badan Penerbitan Filsafat UGM. Yogyakarta [Type text] 21 9. Oktafiani, Tri Utami. 2015. Tinjauan Filsafat Perennial terhadap Konsep Ketuhanan dalam Film PK. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta 10. Saputra , Riki M.A. 2012.Tuhan Semua Agama; Perspektif Filsafat Perennial Sayyed Hossein Nasr. Lima. Yogyakarta 11. Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir Al Misbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati. Jakarta 12. Utomo, Agus Himmawan. 1997. Agama dalam pandangan Perennialisme. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta 13. Wora, Emanuel. 2006. Perennialisme: Kritik atas Modernisme dan Postmodernisme. Kanisius. Yogyakarta b. Pustaka Sekunder Pustaka sekunder digunakan sebagai referensi pendukung dari pustaka primer. Pustaka sekunder berfungsi sebagai pendukung kelengkapan data penelitian. Bahan data sekunder terdiri dari buku-buku, artikel-artikel, jurnal penelitian dan lain sebagainya yang berhubungan dengan tema dan kajian penelitian. 3. Alur Penelitian a. Persiapan: Mencari bahan-bahan kepustakaan yang terkait dengan tema yang akan diteliti. b. Inventarisasi bahan data: Bahan-bahan yang telah terkumpul kemudian dikelompokkan sesuai dengan sifat data, yaitu data primer dan data [Type text] 22 sekunder. Sekaligus dipilah-pilah sesuai dengan pokok bahasan guna menjelaskan objek material yaitu kisah Nabi Khidir, serta objek formal yaitu Filsafat Perennial. c. Klasifikasi data: Data-data yang telah diperoleh kemudian dipilah menjadi data primer dan data sekunder. Data-data yang telah dipilah tentu wajib memiliki keterkaitan dengan objek material dan objek formal penelitian. Data primer digunakan sebagai acuan utama, sedangkan data sekunder digunakan sebagai acuan pendukung penelitian. d. Pengolahan dan sistematisasi data: mengolah dan menyusun data secara sistematis juga meupakan tindakan yang penting untuk dilakukan. Data yang didapat kemudian diolah dan disistematisasi berdasarkan kerangka berpikir. e. Analisis dan refleksi hasil penelitian: dari data yang telah diolah kemudian objek material akan dianalisis menggunakan objek formal berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun. Setelah analisis selesai dilakukan maka langkah selanjutnya akan direfleksikan terhadap kondisi saat ini di Indonesia. 4. Analisis Hasil Penelitian Buku Metodologi Penelitian Filsafat karya Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair tahun 1990 digunakan sebagai acuan utama untuk melakukan analisa terhadap data yang telah diolah. Adapun unsur metodis sebagai berikut: [Type text] 23 a. Deskripsi, yaitu mendeskripsikan atau memberikan gambaran tentang kisah Nabi Khidir dan mendiskripsikan atau memberikan gambaran tentang tema-tema pokok dalam Filsafat Perennial. b. Interpretasi, yaitu membaca interpretatif atau menafsirkan terhadap data pustaka yang berkaitan dengan kisah Nabi Khidir sebagai objek material dan Filsafat Perennial sebagai objek formal. Sehingga dapat menangkap maksud yang ingin disampaikan, agar tercapai pemahaman yang lebih utuh dan mendalam. c. Holistika, yakni memahami secara menyeluruh latar belakang kisah Nabi Khidir serta memahami nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam kisah Nabi Khidir. F. Hasil yang ingin Dicapai 1. Didapatkan uraian deskriptif Filsafat Perennial. 2. Didapatkan uraian deskriptif kisah Nabi Khidir. 3. Didapatkan uraian analisis tentang kisah Nabi Khidir yang ditinjau dari perspektif Filsafat Perennial. G. Sistematika Penulisan Penelitian ini tersusun atas lima bab. Setiap bab memiliki kesinambungan satu dengan yang lain. Adapun rincian per-bab adalah berikut: Bab I: berisi tentang uraian pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang ingin dicapai, sistematika penelitian. [Type text] 24 Bab II: berisi tentang uraian mengenai filsafat perennial meliputi: pengertian Filsafat Perennial, tokoh-tokoh filsafat perennial, menjabarkan istilah-istilah dalam Filsafat Perennial seperti: tradisi, mistisisme, realitas ultim, susbtansi dan bentuk agama. Bab III: berisi tentang uraian mengenai kisah Nabi Khidir meliputi: Biografi pengarang Tafsir Al-Misbah, Tafsir Al-Misbah, kisah Nabi Khidir, Al-Qur’an surah Al-kahfi ayat 60-82 . Bab IV: berisi pembahasan tentang kisah Nabi Khidir dalam Tafsir Al-Misbah dari sudut pandang Filsafat Perennial, meliputi: tradisi dalam kisah Nabi Khidir, mistisisme dalam kisah Nabi Khidir, dan keabadian dalam kisah nabi Khidir. Bab V: merupakan bab penutup, merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang berisi jawaban dari rumusan masalah, yang juga disertai saran yang terkait dengan penelitian. XII. Daftar Pustaka Al-Qur’an, diterbitkan oleh Kementrian Agama Agus, Hasan Bashori.1998. Tim Ahli Tauhid, Kitab Tauhid 2. Penerbit Darul Haq. Jakarta Ali, M. 2009. Rahasia Makrifat Nabi Khidir a.s. Oase Writers Management. Bandung Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2015. Misteri Nabi Khidir. Diterjemahkan dari Az-Zahru an- [Type text] Nadhir Fi Naba’ I al-Khadir. Turos. Jakarta 25 Amin, Husna. 2013. Tradisi menurut Filsafat Perennial Sayyed Hossein Nasr dan Relevansinya bagi Pluralitas Kehidupan Umat Beragama di Indonesia. Desertasi Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta Asmaran. 2002. Pengantar Studi Tasawuf. Pt. Raja Grafindo Persada. Jakarta Bahar, Khalifi Elyas. 2015. Khidir Sang Nabi Super Misterius. Diva Press. Yogyakarta Bakker, A., & Zubair, A. C. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Kanisius. Yogyakarta Bahtiar, Nendi. 2014. Pendidikan Dialog Kritis dalam Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa dan Relevansinya terhadap Pendidikan Islam. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta Baskoro, Adi. 2003. Konsep Cinta Jalaluddin Rumi Tinjauan Filsafat Perennial. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta Damhuri, Muhammad. 2001. Tahap-tahap Kemampuan Kognitif Manusia dalam Perspektif Filsafat Profetik. Tesis Fakutas Filsafat UGM. Yogyakarta Glasse, Cyril. 1999. Ensiklopedi Islam. Terjemahan Ghufron A. Mas’adi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Hidayat, Komaruddin & Muhammad Wahyuni Nafis. 1995. Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perennial. Paramadina. Jakarta Huxley, Aldous. 2001. Filsafat Perennial. Terjemahan Ali Noer Zaman. Penerbit Qalam. Yogyakarta Katsir, Ibnu. 2008. Kisah Para Nabi/ Qishabul Anbiya’. Terjemahan M. Abdul Ghoffar. Pustaka Azzam. Jakarta [Type text] 26 Kuswanjono, Arqom. 2001. Konsep Ketuhanan dalam Filsafat Perennial: Analisis Konseptual Bagi Pluralisme Agama di Indonesia. Tesis Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta Kuswanjono, Arqom. 2006. Ketuhanan dalam Telaah Filsafat Perennial: Refleksi Pluralisme agama di Indonesia. Badan Penerbitan Filsafat UGM. Yogyakarta Murdodiningrat, K.R.M.T.H. 2012. Kisah Teladan 25 Nabi dan Rasul dalam AlQuran. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Noor, Fauz. 2009. Berpikir Seperti Nabi Perjalanan menuju Kepasrahan. Penerbit LKIS. Yogyakarta Oktafiani, Tri Utami.2015. Tinjauan Filsafat Perennial terhadap Konsep Ketuhanan dalam Film PK. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta Permata, Ahmad Norma. 1996. Perennialisme Melacak Jejak Filsafat Abadi. Tiara Wacana. Yogyakarta Purwadi. 2015. Sufisme Sunan Kalijaga : Ajaran dan Laku Spiritual Sang Guru Sejati. Araska Publisher. Yogyakarta Rukmana, Aan. 2013. Sayyed Hossein Nasr: Penjaga Taman Spiritualitas Islam. Dian Rakyat. Jakarta Saputra , Riki M.A. 2012. Tuhan Semua Agama; Perspektif Filsafat Perennial Sayyed Hossein Nasr. Lima. Yogyakarta Sanusi, Mohammad & Muhammad Ali Fakir AR. 2008. Membaca Misteri Nabi Khidhir. Mitra Pustaka. Yogyakarta [Type text] 27 Schuon, Frithjof. 1993. Islam & Filsafat Perennial. Terjemahan dari buku Islam and the Perennial Philosophy .diterjemahkan oleh Rahmani Astuti. Mizan. Bandung Shihab, M. Quraish. 2005. Logika Agama: Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal dalam Islam. Lentera Hati. Jakarta Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir Al Misbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati. Jakarta Tebba, Sudirman. 2004. Orientasi Sufistik Cak Nur. Paramadia. Jakarta Umar, Nasaruddin. 2015. Meraih Martabat Utama: dari Shaadiq ke Shiddiq. Artikel. Koran Republika 8 Juni 2016 Utomo, Agus Himmawan. 1997. Agama dalam pandangan Perennialisme. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta Wartini, Atik. 2014. Corak Penafsiran M Quraish Shihab dalam Tafsir AlMisbah. Jurnal Studia Islamika Vol 11 No 1. Yogyakarta Wora, Emanuel. 2006. Perennialisme: Postmodernisme. Kanisius. Yogyakarta XIII. Rencana Daftar Isi Halaman Judul Halaman Pengesahan Kata Pengantar Halaman Persembahan Daftar Isi Intisari [Type text] Kritik atas Modernisme dan 28 Abstract BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Rumusan Masalah 2. Keaslian Penelitian 3. Manfaat Penelitian B. Tujuan Penelitian C. Tinjauan Pustaka D. Landasan Teori E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian 2. Bahan Penelitian 3. Jalan Penelitian 4. Analisis Hasil Penelitian F. Hasil Yang Akan Dicapai G. Sistematika Penulisan BAB II FILSAFAT PERENNIAL A. Pengertian Filsafat Perennial B. Tokoh-tokoh Filsafat Perennial C. Pokok Bahasan dalam Filsafat Perennial 1. Tradisi 2. Mistisisme 3. Realitas ultim [Type text] 29 4. Substansi dan Bentuk Agama BAB III KISAH NABI KHIDIR DALAM TAFSIR AL-MISBAH A. Biografi Quraish Shihab B. Riwayat Nabi Khidir C. Kontroversi Kisah Nabi Khidir D. Orang-orang yang Bertemu Nabi Khidir E. Pengantar Surah Al-Kahfi Ayat 60-82 F. Surah Al-kahfi Ayat 60-82 dalam Tafsir Al-Misbah BAB IV ANALISIS KISAH NABI KHIDIR DALAM TAFSIR AL-MISBAH PERSPEKTIF FILSAFAT PERENNIAL A. Tradisi dalam Kisah Nabi Khidir B. Mistisisme dalam Kisah Nabi Khidir C. Realitas Ultim dalam Kisah Nabi Khidir D. Substansi dan Bentuk Agama dalam Kisah Nabi Khidir E. Refleksi atas Pemahaman Kisah Nabi Khidir dalam Tafsir Al-Misbah Perspektif Filsafat Perennial. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN XIV. RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN [Type text] 30 Persiapan : 3 minggu Pelaksanaan : 9 minggu Penyelesaian akhir : 2 minggu Jumlah : 14 minggu Yogyakarta, 10 Februari 2016 Penyusun (Ragil Anggara) Disetujui/ditolak (Agus Himmawan Utomo, S.S, M.Hum.)………./……..(calon dosen pembimbing skripsi) (Dr. Arqom Kuswanjono)………………../……………(calon dosen pembimbing ahli) [Type text]