PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MENGARTIKULASI TUBUH PEREMPUAN DALAM FOTO (STUDI PADA SERI FOTO NINE MONTHS KARYA DIAH KUSUMAWARDANI WIJAYANTI) Tesis Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Oleh Lucia Dianawuri 096322007 Program Magister IlmuReligidanBudaya UniversitasSanata Dharma Yogyakarta 2013 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Kecintaan saya pada fotografi serta isu-isu seputar perempuan lah yang membuat saya berjibaku selama kurang lebih empat semester dalam tesis ini. Waktu yang tidak sebentar. Melelahkan,namun –pada akhirnya- jadi sangat menyenangkan. Banyak pembelajaran dan keriaan-keriaan yang belum tentu bisa saya dapatkan di luar kampus Ilmu Religi Budaya (IRB) ini. Oleh karena itu, bolehlah saya berucap banyak terimakasih kepada Semesta Raya, mentor, guru, sahabat serta kawan-kawan yang membuat rentang waktu 2009 hingga 2014 ini begitu menyenangkan. Kepada Guru saya Bapak St. Sunardi, terimakasih banyak atas waktu, energi, inspirasi dan diskusi-diskusi singkatnya, serta memperbolehkan saya mencuri–banyak sekali- ilmunya. Untuk Bapak Supratiknya, mbak Katrin Bandel, Romo Budi Subanar, Romo Baskara, Romo Haryatmoko, terimakasih atas segala inspirasi dan diskusi-diskusi cerdas dan cergasnyadi ruang-ruang kelas atau ketika berada di selasar jurusan ketika kita tidak sengaja berjumpa. Kepada Ibu Sri Mulyani yang sudah menyediakan waktu dan energinya untuk menjadi salah satu penguji tesis saya, terimakasih tak terhingga Bu. Juga tidak lupa kepada Pak Budiawan serta Pak George yang sempat menjadi dosen pengampu saya di IRB selama beberapa semester, terimakasih banyak atas waktu dan pertemuan singkat yang begitu bermakna. Untuk Mbak Dessy, terimakasih atas segala bantuannya, baik administrasi juga senyum ramahnya setiap saya masuk ke ruang sekretariat. Untuk Mas Mul, vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI terimakasih atas kopi hitam yang selalu membuat saya tetap terjaga. Juga untuk mbak Henky yang sempat membantu saya pada semester-semester awal di IRB. Untuk teman dan sahabat IRB 2009, Elly, Leo, Titus, Mbak Lulud, Anes, Fairuz, Herlin, Abed, Mas Probo, Agus, Mei, Rhino, Vita dan Iwanterimakasih atas waktu-waktu di kelas, kantin, perpustakaan, kos, atau di perempatan jalan serta pertemuan-pertemuan tak terduga kita. Juga untuk teman-teman lintas angkatan IRB, luar lingkaran IRB, teman-teman Warung Kopi Lidah Ibu,temanteman Sanata Dharma, teman-teman Universitas Indonesia jurusan Antropologi, teman-teman Kelas Pagi Yogyakarta, teman-teman Cephas Photo Forum,temanteman Galeri ANTARA terutama untuk mbak Diah yang memperbolehkan saya membaca karyanya secara personal, teman-teman Kantor Berita FOTO ANTARA, sahabat-sahabat ku terkasih yang membuatku selalu merasa beruntung, Ninin, Nisa, Bang Sihol, Bude Novi, Oscar, Demus, Berto dan Juno. Juga kepada METALLICA, karena musik kalian saya lebih fokus menulis \m/.I love you guys. Terakhir untuk keluargaku tercinta, Bapak, Ibu, Mas Anton, dan Mbak Ateh, terimakasih untuk dukungan moral serta finansial yang tak terhitung lagi. Terimakasih banyak. Semoga tesis yang sederhana dan jauh dari sempurna ini bermanfaat bagi khalayak pembaca sekalian. Pringgolayan, Januari 2014, Lucia Dianawuri vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Keakraban dengan dunia fotografi, serta kecintaan pada isu-isu seputar perempuan dan tubuhnya adalah salah satu alasan mengapa saya menulis tesis ini. Sepanjang pengetahuan saya, fotografi adalah medium yang lahir dari rahim budaya patriarki. Oleh karena itu amat wajar jika medium ini memiliki mata maskulin. Dengan matanya itu iatelah berhasil merevolusi kebudayaan manusia.Salah satunya adalah tentang bagaimana perempuan mengartikulasi tubuhnya. Medium yang dikembangkan oleh para pebisnis ini, diciptakan mengikuti logika pasar. Dengan logika ini pula, fotografi akhirnya menjadi salah satu medium yang murah dan begitu terjangkau. Dengan keterjangkauannya itu, gambar-gambar fotografis –sekarang ini- telah membombardir ruang hidup masyarakat pendukungnya. Tak pelak lagi, gambar-gambar ini akhirnya menjadi sebuah realitas, yang pada satu titik tertentu, dianggap sebagai sebuah kebenaran. Sebuah realitas yang terkonstruk oleh budaya yang menghegemoni medium ini beserta masyarakat pendukungya. Mengamati fenomena itu, saya akhirnya tertarik untuk membaca sebuah karya foto yang secara personal amat menarik, serta amat relevan untuk menjawab asumsi saya di atas. Karya foto ini berjudul Nine Months garapan Diah Kusumawardani Wijayanti. Karya foto ini berbicara mengenai perempuan hamil di tri semester terakhir. Saya pun merumuskan dua buah pertanyaan yang menjadi benang merah dari tulisan ini. Yang pertama adalah bagaimana tubuh perempuan diartikulasi dalam seri Nine Months, serta bagaimanakah dunia fotografi yang dianggap maskulin, mempengaruhi citra-citra tubuh perempuan dalam seri ini, sehingga akhirnya menjadi realitas tubuh yang maskulin? Untuk membantu saya menjawab dua rumusan masalah itu saya menggunakan metode pembacaan foto milik Barthes serta pisau analisis milik Susan Sontag dan Naomi Wolf. Lewat metode pembacaan foto milik Barthes, dengan melihat studium dari seri foto ini, serta mendapati punctum atau titik luka dari foto-foto ini, saya kemudian memahami bahwa Nine Months adalah salah satu karya fotografis yang memang menjadi pembentuk realitas maskulin itu. Gambar-gambar fotografis tentang perempuan hamil itu jelas telah turut mengkonstruk realitas tentang tubuh perempuan serta tentang keperempuanan itu sendiri.Nine Months, akhirnya berhasil mencipta kode-kode visual yang membuat masyarakat dengan cara pandang fotografis ini, menganggapnya sebagai sebuah kebenaran yang harus dimaknai dan bahkan dirayakan.Nine Months telah mencipta dan mereproduksi sebuahiron maiden bagi perempuan. Dan ironisnya, masyarakat ini menganggap imaji-imaji tentang ‘peti besi’ itu harus dirayakan bersama. Sebuah fenomena dalam masyarakat yang tidak bisa hidup tanpa gambar. Masyarakat pecandu gambar atau image junkies society. Kata kunci: fotografi, photographic seeing, image junkies, iron maiden viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT My interest in photography and women’s issues were one of the reason why I choose this theme as my thesis writing project. As far as I know, photography has a masculine ‘eyes’. With its ‘eyes’, photography has revolutionized human culture. One of the output is the way women articulating their bodies. Many historical sources said that photography was developed by businessmen. It was developed based on market logic. Then, that logic made photography became popular and reachable. Nowadays,photography and its product -photographic images- attack people’s living space. Finally, those images become reality and considered as ‘the truth’. The truth which is constructed by the hegemonic culture, patriarchy. This, it becomes ‘masculine reality’. One of the work that applied the reality is Nine Month. Nine Months is a photo series about women’s pregnancy in the last third semester. The series really attract me, especially the way the photographer described the women’s personality through picture. Because of it, I decided to read the series as my case study. To helped me writing, I summarized two basic question that connect all the dots. The first one is, how Nine Months articulating the female body and how the photography world, which is considered as masculine world, influenced women’s body images on this series?Borrowing the method from Barthes, I tried to read the photo series by searching and analysing the studium and the punctum of the series, then I combined all the elements and analyse it using the theory and concept from Susan Sontag and Naomi Wolf. From the Barthes’s photo reading method and all the concpet and theory from Sontag and Wolf, I acknowledged that through 21 images ofNine Months, the reality about women’s body and the femaleness were constructed. Nine Months finally succeeded creating the visual codes which celebrated by the people. In the end, Nine Months createsan ‘iron maiden’ and ironically, peopleconsidered the ‘iron maiden’as a casual thing and together they celebrate it. A phenomenoncelebrated in the society that cannot live without photographic images, an ‘images junkies’ society. Keywords: photograpy, photographic seeing, image junkies,iron maiden ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL...................................................................................................i LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii PERNYATAAN KEASLIAN TESIS..................................................................iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA.................................v KATA PENGANTAR...........................................................................................vi ABSTRAK...........................................................................................................viii ABSTRACT...........................................................................................................ix DAFTAR ISI...........................................................................................................x BAB I PENDAHULUAN................................................................................1 A. LATAR BELAKANG.........................................................................................1 B. TEMA PENELITIAN.........................................................................................5 C. RUMUSAN MASALAH....................................................................................5 D. TUJUAN PENELITIAN.....................................................................................6 E. PENTINGNYA PENELITIAN...........................................................................6 F. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................7 G. KERANGKA TEORITIS..................................................................................11 1. Teori Foto...............................................................................................11 2. Teori Tentang Perempuan......................................................................15 H. METODE PENELITIAN.................................................................................18 1. Sumber Data...........................................................................................18 x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................19 3. Teknik Pengolahan Data........................................................................19 a. Membaca foto dengan metode fenomenologi sinis Barthes.......19 b. Menganalisa dengan teori milik Susan Sontag serta teori milikNaomi Wolf..........................................................................20 c. Meramu hasil pembacaan dan analisa dengan gambaran dunia fotografi di Indonesia...........................................................21 I. SKEMA PENULISAN.......................................................................................21 BAB II GAMBARAN DUNIA FOTOGRAFI DI INDONESIA...................23 A. DARI LUKISAN CAHAYA HINGGA KODAK................................23 B. GAMBARAN DUNIA FOTOGRAFI DI INDONESIA......................27 1. Kedatangan Fotografi.................................................................27 2. Perkembangan Dunia Fotografi di Indonesia.............................30 a. Fotojurnalistik di Indonesia............................................31 b. Fotografi Komersil dan Amatir di Indonesia.................34 C. IMAJI TUBUH PEREMPUAN DALAM RANAH FOTOGRAFI DI INDONESIA.................................................................39 1. Imaji Tubuh Cantik Sempurna...................................................39 2. Imaji Tubuh Cantik Tidak Sempurna Ketika Hamil..................47 BAB III IMAJI TUBUH PEREMPUAN DALAM SERI FOTO NINEMONTHS.......................................................................................53 A. DI BELAKANG LENSA NINE MONTHS...........................................53 B. MEMAMERKAN KEHAMILAN DI MAL.........................................56 C. HAMIL DAN GAYA HIDUP URBAN................................................63 xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1. Aktif Juga Sehat.........................................................................63 2. Funky, Keren, Menyenangkan...................................................65 3. Mandiri dan Berkelas.................................................................69 D. HAMIL DAN PERAN IBU..................................................................72 E. HAMIL DAN TUBUH..........................................................................76 F. HAMIL DAN SENSUALITAS.............................................................82 BAB IV MENGARTIKULASI TUBUH CANTIK......................................86 A. FOTOGRAFI SEBAGAI PEMBENTUK REALITAS YANG MASKULIN..................................................................................87 1. Nine Months yang Komersil.......................................................87 2. Nine MonthsSebagaiRealitasMaskulin....................................92 B. MENGARTIKULASI TUBUH PEREMPUAN...................................96 1. Tubuh yang Paradoks.................................................................96 2. Tubuh Perempuan yang Tidak Nyata.......................................101 3. Tubuh Hamil yang Kudus........................................................105 C. LAUTAN SAMPAH VISUAL...........................................................108 1. Memaknai Sampah Visual.......................................................110 2. Merayakan Sampah Visual......................................................114 BAB V PENUTUP.........................................................................................121 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................127 INDEKS GAMBAR...........................................................................................131 xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seingat saya, semenjak kecil ada dua dunia yang sudah sangat akrab dengan saya. Hingga saya dewasa pun, dunia itu masih begitu dekat. Dunia itu adalah dunia perempuan serta dunia fotografi. Saya menjadi begitu akrab dengan dunia perempuan, salah satunya karena saya terlahir dengan alat kelamin perempuan. Identifikasi alat kelamin itulah yang membuat kedua orang tua saya secara sosial dan budaya, memperkenalkan, membiasakan serta mendidik saya menjadi perempuan. Misalnya saja, saya diberi nama perempuan, baju-baju yang saya kenakan dari bayi adalah baju-baju khas perempuan serta segala nasihat akan konstruk diri dan dunia yang ditransfer kepada saya adalah segala yang berhubungan dengan perempuan. Sementara untuk dunia fotografi, keakraban saya dimulai sejak Bapak memotret momen saya mulai tengkurap. Bapak yang kebetulan seorang pehobi fotografi, gemar sekali mengabadikan tiap momen dalam keluarga. Foto-foto yang dipotret oleh Bapak itu adalah salah satu referensi awal saya mengartikulasikan dunia. Misalnya saja, foto-foto Bapak tentang Simbah (Kakek), Bulik (adik perempuan Bapak), Pakde (kakak laki-laki Bapak) atau sepupu saya yang tinggal di Playen, Gunungkidul. Foto-foto itu seperti memberi gambaran tentang asal-usul Bapak, latar belakang hidupnya, serta bagaimana Bapak bisa sampai merantau ke Jakarta. 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Selain akrab dengan foto-foto hasil karya Bapak, ketika tumbuh remaja saya pun mulai memotret sendiri. Kamera pertama saya adalah sebuah kamera pocket bermerk Fuji. Baru ketika memasuki bangku kuliah dan bergabung dalam sebuah klub visual di jurusan, saya memiliki sebuah kamera SLR (Single Lens Reflect) analog. Semenjak itu, fotografi jadi semacam media ekspresi untuk mengartikulasikan isi dunia di sekitar saya. Keakraban saya dengan dunia fotografi itu membuat saya lebih sensitif pada gambar-gambar fotografis yang sudah membombardir dunia sekarang ini. Seperti “hantu”, gambar-gambar itu bergentayangan dimana-mana, televisi, media cetak ataupun online, selebaran hingga bilboard-bilboard besar yang berdiri di pinggir jalan. Dan, konsekuensi logis dari bombardir gambar-gambar fotografis itu adalah masuknya citra-citra itu dalam ranah pikir serta pengetahuan. Akibatnya, secara perlahan, gambar-gambar fotografis itu dianggap sebagai realitas. Lewat gambar-gambar itu pun saya mengartikulasikan dunia, dan diri saya sendiri. Karena saya begitu tertarik dan makin lama makin kritis pada dunia perempuan yang melingkupi saya, dari sekian banyak gambar fotografis yang ada di dalam dunia saya, ada satu tipe gambar fotografis yang seringkali memunculkan kegelisahan. Kegelisahan itu timbul karena secara tidak langsung telah mempengaruhi cara saya melihat diri, serta mengartikulasi diri sebagai perempuan. Kegelisahan yang tidak muncul baru-baru saja itu, mulai merasuki saya perlahan ketika saya mulai beranjak remaja. Ketika itu saya sempat berlangganan majalah Gadis. Majalah yang mengkhususkan diri untuk remaja perempuan 2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berusia antara 12 sampai 17 tahun itu selalu menampilkan citra-citra perempuan remaja yang, kurang lebih, memiliki kesamaan. Bertubuh langsing, tinggi, berkulit putih, dan berambut hitam lurus. Ketika itu, saya pun mengartikulasikan sendiri, bahwa perempuan yang cantik dan menarik itu adalah perempuan-perempuan dengan tipologi seperti itu. Sementara itu, untuk tipe perempuan seperti saya1, tidak masuk golongan cantik dan menarik. Pengetahuan itu pun terus terbawa sampai saya beranjak dewasa sampai saya mulai berkenalan dengan buku-buku serta pengetahuan tentang isu-isu perempuan, seks, seksualitas dan gender. Saya pun mulai mempertanyakan tentang konstruk perempuan cantik, dan makin kritis mengamati dunia perempuan di seputar kehidupan saya. Apalagi, bukan hanya majalah Gadis yang menampilkan citra tubuh perempuan seperti itu. Sepanjang pengalaman saya, selama remaja hingga dewasa, majalah-majalah perempuan dewasa, serta majalah-majalah khusus pria, televisi ataupun berbagai foto fashion dari sejumlah fotografer, seringkali menampilkan citra tubuh yang serupa. Dari pengamatan saya, ternyata memang ada persepsi umum bahwa foto perempuan yang menarik perhatian khalayak adalah yang menampilkan perempuan dengan tampilan tubuh serupa itu. Salah satu yang cukup representatif untuk menggambarkan foto-foto perempuan di ranah fotografi Indonesia adalah situs komunitas fotografi terbesar di negeri ini, juga Asia Tenggara, www.fotografer.net. Dalam situs ini, khususnya pada kategori „model‟, banyak sekali ditampilkan foto-foto perempuan dengan citra-citra demikian. 1 Saya sendiri berkulit hitam, berhidung lebar serta berperawakan besar. 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Budaya patriarki2 yang mewarnai ruang hidup fotografi secara dominan, semakin menguatkan asumsi bahwa fotografi adalah dunia laki-laki. Asumsi itu mungkin saja berangkat dari fakta bahwa fotografi awalnya memang diciptakan oleh laki-laki3 dan mayoritas para penggelutnya (fotografernya), khususnya di Indonesia, adalah laki-laki4. Erik Prasetya5, salah seorang fotografer senior Indonesia, sempat mengatakan bahwa dalam pengamatan sekilas memang tampak bahwa pekerjaan fotografi di Indonesia didominasi oleh pekerja pria. Dan ini tidak hanya kelihatan di kantor koran atau majalah, tetapi juga di studio foto. Bukan berarti di Indonesia tidak ada fotografer perempuan, tetapi, sepertinya banyak perusahaan media yang lebih menyukai fotografer laki-laki atau setidaknya visi fotografer laki-laki6. Dalam sebuah forum diskusi7 pada situs fotografer.net, terjadi pembicaraan yang secara eksplisit menggambarkan bahwa memotret adalah 2 Subordinasi perempuan secara struktural yang secara konseptual memiliki konotasi bahwa lakilaki secara struktural memiliki kedudukan yang lebih tinggi atau superior. (Barker, 281) 3 Fotografi pertama kali dikembangkan oleh para ilmuwan Barat yang melakukan berbagai percobaan dengan cahaya, dan bahan-bahan kimia. Ilmuwan pengembang ilmu fotografi, ketika itu (sekitar abad 19) dimonopoli oleh kaum lelaki, diantaranya adalah Joseph Nicephore Niepce serta Louis Daguerre. Lebih jelasnya bisa dibaca pada Bab II. 4 Sedikit gambaran mengenai dominasi laki-laki dalam dunia fotojurnalistik dapat dilihat pada sebuah acara penganugerahan yang diselenggarakan oleh organisasi Pewarta Foto Indonesia (PFI). Penganugerahan PFI pertama yang dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2010, hanya diikuti oleh sedikit fotografer perempuan. Dari seluruh peserta, hanya ada 20 persen fotografer perempuan yang menjadi peserta. Dari 20 persen peserta perempuan itu, hanya satu fotografer perempuan yang memenangkan beberapa kategori penghargaan PFI. Fotografer itu adalah Lasti Kurnia dari Harian Kompas. Selain dari jumlah peserta, hanya ada satu juri perempuan yang menjadi dewan penilai penganugerahan. Ia adalah Enny Nuraheni, seorang editor foto senior di Kantor Berita Reuters perwakilan Indonesia. Sedangkan keempat juri lainnya adalah laki-laki. Mereka adalah Kemal Jufri, Oscar Motuloh, Julian Sihombing serta Seno Gumira Ajidarma. 5 Lahir di Padang, Sumatera Barat, 15 Febuari 1958. 1977-1984 belajar di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jawa Barat, Jurusan Teknik Pertambangan. 1985-sekarang, fotografer freelance untuk media massa lokal dan asing, iklan, produksi film dan pameran kelompok. Salah seorang penggerak komunitas Salihara, Jakarta. 6 Disampaikan oleh Erik saat menjadi kurator untuk pameran „Mata Perempuan, Seharusnya‟, yang berlangsung di Galeri Cipta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 27 Mei-8 Juni 2007. 7 Dalam situs www.fotografer.net (FN), terdapat berbagai forum diskusi dengan berbagai tema, misalnya forum diskusi tentang konsep dan tema fotografi, forum bincang bebas juga ada forum jual beli. Dalam forum ini, setiap orang yang sudah menjadi anggota FN dapat ikut berpartisipasi secara bebas. 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pekerjaan laki-laki, sementara perempuan lebih suka dipotret. Berikut dua buah kutipannya: “Kebanyakan perempuan demennya ngumpulin resep dan masak sih, dan kebanyakan fotografi dianggap sebuah kegiatan gak penting dan ngabis-ngabisin „anggaran belanja negara.” Salah seorang peserta diskusi berkelamin perempuan juga berkata: “Btw, gue jadi inget kata-kata adik gue yang cewek, „mbak-mbak, ngapain sih beli lensa lagi lensa lagi, kamera lagi kamera lagi, kalo aku sih duitnya mending buat shopping atau ke salon‟, kalo kata ibu gue „hah..tripod kaya gini harganya 4 jeti? Mendingan beli berlian deh. Ngomong-ngomong hobby fotografi itu cocok buat cewekcewek yang belum punya anak. Lah kalo punya anak nanti huntinghunting pergi melulu, trus anaknya gimana? Kalo laki-laki si enak aja, kan tinggal pergi.‟ Sekali lagi kodrat berbicara kenapa fotografer perempuan masih sedikit jumlahnya.” Berbagai hal tersebut diatas itulah yang memunculkan asumsi, bahwa fotofoto yang banyak mengeksploitasi tubuh perempuan itu berhubungan dengan dunia fotografi di Indonesia yang didominasi oleh laki-laki. Untuk membuktikan asumsi itu, saya mencoba melakukan pembacaan karya foto salah satu fotografer Indonesia, dia adalah Diah Kusumawardani Wijayanti dengan seri fotonya, Nine Months. B. TEMA PENELITIAN Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah tentang bagaimana tubuh perempuan diartikulasikan dalam sebuah karya foto. C. RUMUSAN MASALAH Saya merumuskan sejumlah pertanyaan dalam penelitian sederhana ini: 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1. Bagaimanakah tubuh perempuan diartikulasikan dalam seri Nine Months karya Diah Kusumawardani Wijayanti ? 2. Bagaimanakah dunia fotografi yang dianggap maskulin, mempengaruhi citra-citra tubuh perempuan dalam seri Nine Months, sehingga akhirnya menjadi realitas tubuh yang maskulin ? D. TUJUAN PENELITIAN 1. Membaca foto perempuan, terutama tentang tubuh perempuan, lewat teori foto Barthesian serta Susan Sontag. 2. Menganalisa dan memetakan hasil pembacaan, kemudian meramunya dengan konsep dan teori tentang perempuan serta realitas fotografi yang ada di Indonesia. E. PENTINGNYA PENELITIAN 1. Pentingnya penelitian bagi Kajian Ilmu Budaya dan Humaniora, khususnya di Indonesia, yaitu menambah wacana mengenai perempuan dan fotografi. 2. Pentingnya penelitian bagi Kajian Perempuan, khususnya di Indonesia, yaitu dapat menambah sumbangan wacana tentang bagaimana perempuan atau imaji soal perempuan dikonstruk lewat media fotografi. 3. Pentingnya penelitian ini bagi masyarakat foto ataupun penikmat foto Indonesia, yaitu dapat menjadi sumbangan kritis bagi dunia fotografi Indonesia, sehingga kedepannya makin banyak lagi karya foto yang kritis dan reflektif. 6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. Pentingnya penelitian ini bagi masyarakat secara umum, yaitu dapat menjadi semacam media refleksi yang tidak hanya reflektif tetapi juga informatif. F. TINJAUAN PUSTAKA Sejumlah pustaka sempat mengangkat tema, yang kurang lebih, memiliki ide besar sama dengan penelitian yang saya lakukan ini. Diantaranya adalah artikel berjudul “Tubuh: Sejarah Perkembangan dan Berbagai Masalahnya.”8 Artikel yang dimuat dalam Jurnal Perempuan edisi 15 dengan tema besar „Wacana Tubuh Perempuan‟ ini berbicara mengenai bagaimana citra publik tubuh perempuan selama ini telah dikonstruk oleh ideologi patriarkal. Akibatnya, citracitra publik itu tersosialisasi dan tertanam kuat dalam masyarakat yang akhirnya membuat ideologi patriarkal menjadi standar dalam menilai tubuh perempuan. Dalam artikel ini digambarkan bagaimana tubuh perempuan secara struktural telah disubordinasi. Disubordinasi oleh sejarah manusia, dalam bidang kesenian, dalam industri kecantikan dan pakaian, serta dalam teknologi. Seksualitas perempuan juga turut dikonstruksi oleh ideologi patriarkal, dan oleh ideologi ini, seksualitas perempuan dikebiri untuk tidak menjadi miliknya sendiri. Esai yang ditulis Aquarini Priyatna Prabasmoro berjudul “Penubuhan Kehamilan: Narasi, Subjektivitas dan Tantangan Patriarka”l9 adalah salah satu pustaka yang juga berbicara tentang tubuh perempuan, khususnya tubuh perempuan yang hamil. Aquarini menceritakan pengalaman kehamilannya dan berkisah bahwa kehamilan bukan semata peristiwa natural biologis. Kehamilan 8 Miranti Hidajadi, Tubuh Sejarah Perkembangan dan Berbagai Masalahnya, Jurnal Perempuan Edisi 15. 9 Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. 7 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI adalah sebuah peristiwa sosial budaya, sekaligus sebuah narasi yang memiliki berbagai konsep di dalamnya. Aquarini menunjukkan bahwa penubuhan kehamilan mengganggu gagasan mengenai individualitas sebagai „individu yang tidak dapat dibagi‟. Pada tubuh yang hamil gagasan individualitas dapat dipertanyakan karena dalam tubuh yang hamil, seseorang tidak dapat membedakan dirinya sebagai dirinya sendiri atau sebagai „liyan‟ . Artikel berjudul “Imajinasi Perempuan Hamil dalam Obyek Fotografi”10 oleh Mohammad Mahpur adalah artikel yang kurang lebih memiliki jiwa yang sama dengan penelitian saya. Dalam artikel ini dikatakan bahwa, dalam masyarakat kita perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki tubuh semampai, bertubuh langsing, serta memiliki keseimbangan berat badan. Konstruksi ini akhirnya membuat sejumlah perempuan menjadi cemas ketika tubuhnya mengalami perubahan, apalagi jika berat badannya bertambah. Saat kehamilan tiba, imajinasi tubuh seksi dan langsing mulai pudar dan menggerogoti situasi mental perempuan. Banyak perempuan yang membayangkan bahwa kehamilan adalah akhir dari kelangsingan. Mereka juga berharap, tubuhnya akan kembali langsing pasca melahirkan. Sebagian yang lain akhirnya pasrah, karena pasca melahirkan tubuh berubah bentuk dan sulit untuk benar-benar kembali ke bentuk semula. Pengalaman ini tampaknya, sudah menjadi kegelisahan umum banyak perempuan. Namun dalam ranah fotografi, objek perempuan hamil bisa menjadi begitu menarik dan mitos seputar kehamilan bisa ditanggalkan. Sejumlah foto perempuan hamil telah mendaur ulang mitos-mitos itu. Ketakutan perempuan 10 Artikel ini diunduh dari http://www.fpsi-uinmalang.com/artikel.php?id=68&act=pilih, ditulis oleh Mohammad Mahpur, seorang Dosen Psikologi Sosial. 8 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bahwa ketika hamil ia tidak lagi sensual dan akan terkungkung dalam fungsifungsi maternal, serta ikon-ikon sensualitas tubuh perempuan, seperti payudara, pinggang atau pinggul akan mengalami perubahan signifkan, bisa digeser menjadi imajinasi yang sensual. Imajinasi sensualitas yang baru dari perempuan hamil, serta imajinasi keindahan baru dari tubuh perempuan hamil, bisa dikreasi dan dimunculkan dalam sebuah karya fotografi. Menurut Mohammad, sensualitas sebagai makna baru dalam eksistensi perempuan hamil tidak semata pada seksualitas erotik tetapi lebih kaya dari itu. Ia membangun imajinasi tentang makna baru keindahan tubuh, kebahagiaan, proyeksi masa depan dan beragam tafsir tentang daya tarik dan kegairahan kehidupan. Berbagai hal yang disebutkan di atas itulah yang menjadi premis dasar berpikir saya, bahwa citra publik perempuan adalah hasil konstruksi sebuah budaya yang telah menghegemoni. Fotografi yang lahir dan tumbuh dalam budaya itu, adalah salah satu medium penting yang bertanggung jawab membentuk citraan-citraan publik perempuan. Asumsi saya tentang fotografi yang lahir dalam dunia maskulin ini dipertegas oleh artikel “Women and Photography”11 yang ditulis oleh Edna R. Bennet. Artikel ini memberi gambaran bahwa dunia fotografi adalah dunia maskulin karena bidang ini adalah sebuah profesi yang belum terlalu diminati oleh perempuan. Dalam artikel ini, Edna memberi gambaran bahwa perempuan dan lakilaki sama-sama terkonstruksi oleh budaya patriarki. Edna menggambarkan 11 Universal Photo Almanac (1937) 9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI keheranannya akan keengganan perempuan bergelut di dunia fotografi. Bagi Edna, fotografi adalah sebuah lapangan pekerjaan yang amat pas dengan bakatbakat yang dimiliki oleh perempuan. Menurut Edna, kemampuan untuk berbicara secara alami dengan berbagai jenis manusia, kemampuan untuk mengurusi bahan tekstil, kemampuan untuk mengatur buah dan bunga, kemampuan untuk membaca berbagai ekspresi dan karakter, melihat berita spot, merespon kecantikan dari sebuah desain dan struktur adalah berbagai kelebihan yang dimiliki oleh perempuan serta dapat digunakan untuk mengembangkan dunia fotografi. Penjelasan yang amat patriarkis ini memberi gambaran mengenai kondisi dunia fotografi pada saat itu. Menurut dia, perempuan memiliki berbagai ketidakuntungan untuk bergerak dalam bisnis fotografi, karena banyak laki-laki yang masih menganggap perempuan tidak bisa bekerja dalam bidang yang membutuhkan pengetahuan teknik. Selain itu juga ada anggapan di masyarakat, bahwa kebanyakan perempuan tidak akan menyelesaikan pekerjaannya dengan tuntas. Selain Edna R. Bennet, Linda Nochlin dalam artikelnya yang berjudul “Why Have There Been No Great Women Artist”12, mengatakan bahwa tampak sangat jelas bagi perempuan yang ingin berkarir -paling tidak dalam dunia seniharus mampu mengadopsi atribut-atribut maskulin serta menyerap ide-ide maskulin agar perempuan dapat sukses serta terus sukses dalam dunia seni. Ucapan Nochlin itu merupakan gambaran yang sangat eksplisit, bahwa “dunia ini adalah dunia laki-laki”. Fotografi sebagai salah satu media untuk 12 Linda Nochlin, Why Have There Been No Great Women Artist, Art and Sexual Politics edited by Thomas B. Hess and Elizabeth C. Baker. 10 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mengekspresikan rasa seni itu, tampaknya juga amat sulit untuk melepaskan diri dari ide-ide maskulin itu. G. KERANGKA TEORITIS Dalam penelitian ini saya membagi kerangka teori yang saya gunakan menjadi dua bilah pisau analisis yang akan membantu saya melakukan analisa. Yang pertama adalah teori tentang foto untuk membantu saya melakukan pembacaan foto milik Diah, serta yang kedua adalah teori tentang perempuan untuk membantu saya menganalisa hasil pembacaan dari foto-foto tersebut. 1. Teori Foto Teori foto yang saya gunakan adalah milik Roland Barthes serta Susan Sontag. Dalam buku Camera Lucida, Barthes mengatakan bahwa sebuah foto akan bermakna jika dihadapkan pada saya atau pembaca. “Such a desire really meant that beyond the evidence provided by technology and usage, and despite its tremendous contemporary expansion, I wasn‟t sure that Photography existed, that it had a “genious” of its own”13. Sebagai seorang pembaca, kita dapat mengatakan apa saja tentang apa yang kita lihat. Bagi Barthes, rasa tertarik pada gambar atau foto adalah hal penting yang membantu kita menentukan kode atau satuan-satuan bermakna, karena perasaan itu yang membuat kita terpancang pada satuan-satuan tertentu. Ada lima alasan mengapa Barthes menyenangi gambar tertentu, yaitu memberi informasi (to inform), menunjuk (to signify), melukiskan (to paint), mengejutkan (to suprise), dan membangkitkan gairah (to waken desire). 13 Barthes, Camera Lucida, hal 3. 11 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Menurut pengalaman Barthes, ada tiga tahap pengalaman dalam merefleksikan foto: pengalaman memilih atau memperhatikan foto-foto tertentu dari lautan foto yang kita jumpai setiap hari dalam media atau kita simpan dalam album keluarga kita, pengalaman tertarik pada unsur-unsur tertentu dalam foto, dan pengalaman terpaku pada satu titik paling penting dalam foto. “I observed that photograph can be the object of three practices (or of three emotions, or of three intentions): to do, to undergo, to look. The operator is the Photographer, The spectator is ourselves, all of us who glance through collections of photographs-in magazines and newspaper, in books, albums, archives....”14. Barthes menamakan pendekatannya dengan nama fenomenologi sinis. “In this investigation of photography, I borrowed something from phenomenology‟s project and something from its language. But it was a vague, casual, even cynical phenomenology, so readily did it agree to distort or to evade its principles according to the whim of my analysis.”15 Pendekatan fenomenologi dipilih Barthes karena lebih sesuai untuk melakukan advonturir yang dimulai dari rasa tertarik saya pada sebuah foto menuju esensi foto itu sendiri dan kemudian kembali lagi ke saya. The photograph itself is in no way animated (I do not believe in “lifelike” photographs), but it animates me; this is what creates every adventure.16 Disebut fenomenologi karena pendekatan ini berangkat dari fenomena pengalaman saya/pembaca) atas foto untuk mencari noeme („that has been‟) foto tersebut. “As Spectator I was interested in Photography only for “sentimental” reasons; I wanted to explore it not as a question (a theme) but as a wound: I see, I feel, hence I notice, I observe, and I think.”17 14 Ibidem hal 9. Ibidem hal 20. 16 Ibidem hal 20. 17 Ibidem hal 21. 15 12 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Satu elemen yang tidak bisa dilepaskan oleh Barthes saat melakukan pembacaan foto adalah pose dari objek yang ada di dalam foto itu. Dalam Camera Lucida Barthes mengatakan bahwa pose adalah salah satu sifat paling dasar dan natural dari sebuah foto. “I might put this differently: what founds the nature of Photograpy is the pose.”18 Pose ini artinya, bukan hanya bagaimana objek foto manusia bertingkah laku di depan kamera. “...for the pose is not, here, the attitude of the target or even a technique of the Operator, but the term of an “intention” of reading: looking at a photograph, I inevitably include in my scrutiny the thought of that instant, however brief, in which a real thing happened to be motionless in front of the eye.” 19 Mengenai foto, Susan Sontag20 menuliskan sejumlah esai yang termaktub dalam buku On Photography. Pada salah satu esainya yang berjudul “In Plato’s Cave”, Sontag mengatakan bahwa fotografi telah merubah cara kita melihat dan mengartikulasikan dunia di sekitar kita. In teaching us a new visual code, photography alter and enlarge our notions of what is worth looking and what we have a right to observe. They are a grammar and, even more importantly, an ethics of seeing21. Saat memotret pun, fotografer tidak bisa melepaskan diri dari selera serta kesadarannya. 18 Ibidem hal 78. Ibidem hal 78. 20 Susan Sontag adalah seorang penulis, serta filsuf asal Amerika Serikat. Lahir pada 16 Desember 1933 dan meninggal pada 28 Desember 2004. Sontag juga dikenal sebagai seorang pengamat budaya populer. Bukunya On Photography, yang mengupas serta membedah habis tentang dunia fotografi, terutama dalam konteks kultur di Amerika telah menjadi semacam tolok ukur bagi banyak praktisi foto serta pemikir fotografi untuk lebih kritis melihat dunia fotografi juga segala elemennya. 21 Sontag, On Photography, hal 3. 19 13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI In deciding how a picture should look, in prefering one exposure to another, photographer are always imposing standards on their subjects.22 Sehingga, walau sepertinya yang dilakukan oleh kamera adalah menangkap realita, namun sebenarnya fotografi adalah sebuah interpretasi terhadap dunia, karena ada fotografer di belakangnya. Lewat foto, dunia menjadi sebuah cerita berseri yang saling tidak berhubungan, partikel yang berdiri sendiri dengan bebas, serta sebuah sejarah, masa lalu, serta masa sekarang. Setiap foto juga memiliki makna yang beragam. Melihat sesuatu dalam bentuk foto adalah memasuki objek-objek yang amat menarik dan memiliki kebijaksanannya sendiri. Dan menurut Sontag, fotografi telah menjadi candu bagi banyak orang. Ia telah menjadi semacam realitas serta pengalaman estetik yang konsumtif. Masyarakat industri telah merubah warganya menjadi image junkies. Dalam esay “America, Seen Through Photographs, Darkly”, Sontag juga mengatakan bahwa pada dekade awal kemunculan fotografi, karya-karya yang diharapkan muncul adalah gambar-gambar yang „ideal‟. Artinya, standart ideal yang sesuai dengan konstruksi budaya yang ada. This is still the aim of most amateur photographers, for whom a beautiful photograph is a photograph of something beautiful, like a woman, a sunset.23 Pada beberapa dekade ini, fotografi telah berhasil melakukan revisi tentang apa yang disebut cantik atau apa yang disebut jelek. Fotografi telah berhasil merekonstruksi ide-ide tentang apa yang seharusnya ditampilkan, utamanya di depan publik. Ia telah berhasil mencipta realitas itu sendiri. Dengan 22 23 Ibidem hal 6. Ibidem hal 28. 14 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI medium fotografi, tidak ada objek yang tidak dapat dibuat menjadi cantik serta dibuat menjadi begitu penting bagi konsumsi publik To photograph is to confer importance. There is probably no subject that cannot be beautified; moreover, there is no way to suppress the tendency inherent in all photographs to accord value their subjects. In the mansions of pre-democratic culture, someone who gets photographed is a celebrity.24 Dalam esai “The Heroism of Vision”, dibicarakan tentang bagaimana suksesnya kamera menciptakan standar-standar kecantikan yang dianggap baku. So successful has been the camera‟s role in beautifying the world that photographs, rather than the world, have become the standard of the beautiful.25 Foto tanpa kita sadari, telah menjadi norma dari bagaimana sesuatu seharusnya tampak. Hal inilah yang kemudian mengubah ide dasar dari realita itu sendiri. Hal ini makin menegaskan bahwa bukan hanya „sebuah aktifitas melihat‟, tetapi yang terjadi adalah „melihat secara fotografis‟ (photographic seeing). Dimana, aktifitas ini adalah merupakan cara baru setiap orang untuk melihat serta cara baru bagi setiap orang untuk bertingkah laku. 2. Teori Tentang Perempuan Menurut Naomi Wolf, kini kita berada dalam sebuah era dimana imajiimaji perempuan cantik digunakan sebagai senjata politik untuk melawan perkembangan perempuan. Era itu adalah, era dimana kecantikan menjadi mitos. “Mitos kecantikan” adalah sebuah respon dari berbagai fenomena sosial di masyarakat yang muncul sejak Revolusi Industri. The beauty myth tells a story: The quality called “beauty” objectively and universally exists. Women must want to embody it and men must want to possess women who embody it. This embodiment is an imperative for women and not for men, which situation is necessary 24 25 Ibidem hal 28. Ibidem hal 85. 15 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI and natural because it is biological, sexual, and evolutionary: Strong men battle for beautiful women, and beautiful women are more reproductively successful.26 Dan pada dasarnya, mitos kecantikan bukan tentang perempuan sama sekali. Mitos ini sejatinya berbicara tentang institusi laki-laki dan kekuasaan yang sudah ajeg. Competition between women has been made part of the myth so that women will be divided from one another. Youth and (until recently) virginity have been “beautiful” in women since they stand for experiential and sexual ignorance.27 Menurut Naomi, mitos kecantikan sebenarnya sudah ada semenjak konsep patriarki ada, namun dalam bentuk yang modern, mitos kecantikan sejatinya adalah sebuah penemuan baru. The myth flourishes when material constraints on women are dangerously loosened. Before the Industrial Revolution, the average woman could not have had the same feelings about “beauty” that modern women do who experience the myth as continual comparison to a mass-disseminated physical ideal.28 Sebelum perkembangan teknologi, terutama yang berhubungan dengan produksi massal –seperti penemuan fotografi– perempuan tidak terbiasa melihat imaji-imaji tentang perempuan. Ketika itu, saat keluarga adalah sebuah unit produksi dan perempuan membantu kerja laki-laki, para perempuan yang bukan berasal dari golongan aristokrat, dinilai dari kemampuan kerja, mengatur ekonomi, kekuatan fisik serta kesuburannya. Physical attraction, obviously, played its part; but “beauty” as we understand it was not, for ordinary women, a serious issue in the marriage marketplace.29 26 Wolf, Beauty Myth, hal 12. Ibidem hal 14. 28 Ibidem hal 14. 29 Ibidem hal 14. 27 16 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Namun, dalam bentuknya yang modern, mitos kecantikan, mendapatkan pijakannya setelah era industrialisasi berkembang pesat. Ketika itu, imaji-imaji tentang bagaimana perempuan „seharusnya‟ tampil mulai bermunculan. Tahun 1840 an muncul foto telanjang seorang perempuan pekerja seks, di pertengahan abad itu, muncul juga iklan-iklan yang menggunakan perempuan „cantik‟ sebagai modelnya. Berbagai gambar perempuan yang ada di barangbarang seni, kartu pos, serta berbagai barang yang persebarannya di sekitar perempuan-perempuan kelas menengah mulai memenuhi dunia saat itu. Perlahan tapi pasti imaji-imaji itu mulai menjadi sebuah Iron Maiden (baju besi). The resulting hallucination materializes, for women, as something all too real. No longer just an idea, it becomes three-dimensional, incorporating within itself how women live and how they do not live: It becomes the Iron Maiden. 30 Iron Maiden awalnya adalah sebuah alat penyiksaan yang berasal dari Jerman abad pertengahan. Iron Maiden adalah sebuah peti berbentuk tubuh manusia. Seseorang yang dimasukan dalam benda ini mustahil untuk bisa bergerak dan keluar lagi. Ia pelan-pelan akan mati, tertikam duri-duri tajam yang ada di dalam tubuh baju besi ini. Lalu dalam konteks mitos kecantikan, menurut Naomi, perempuan yang terjebak atau menjebak dirinya dalam halusinasi kecantikan itu, juga telah masuk ke dalam Iron Maiden. Pelan-pelan ia akan mengalami hal-hal seperti seseorang yang telah memasuki baju besi itu. Budaya kita, membuat diri, wajah serta tubuh asli perempuan dalam baju besi itu hilang dan digantikan bentuk sempurna dari Iron Maiden yang tidak akan berubah sepanjang jaman. Para pembuat peti besi itu pun tidak akan pernah peduli 30 Ibidem hal 17. 17 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bahwa perempuan di dalam peti besi itu telah tersiksa, mati, lalu akhirnya benarbenar hilang. H. METODE PENELITIAN 1. Sumber Data Sumber data primer dari penelitian ini adalah seri foto karya fotografer Diah Kusumawardani Wijayanti berjudul Nine Months.31 Diah yang bergerak pada jalur komersil ini memamerkan karya foto Nine Months nya di Plaza Semanggi. Dalam karya foto itu ditampilkan sejumlah perempuan dari berbagai usia serta profesi yang sedang hamil 9 bulan. Karya foto Diah, Nine Months, dipilih karena karya foto ini, menurut saya, adalah salah satu karya tentang perempuan yang cukup berbeda, yang pernah dikerjakan oleh fotografer Indonesia. Selain itu, kehamilan adalah salah satu tanda biologis paling purba dari sifat keperempuanan. Secara biologis, hanya perempuan yang memiliki rahim dan rahimlah yang memungkinkan seseorang untuk hamil. Pada saat itu, tubuh perempuan secara natural mengalami perubahan, dari yang semula proporsional menjadi semakin besar di sana-sini. Dari foto-foto yang menampakkan salah satu tanda keperempuanan yang paling purba itu, saya ingin melihat bagaimana tubuh perempuan diartikulasikan dalam sebuah karya fotografi. Lewat kameranya, Diah memperlihatkan karakter para perempuan itu. 31 Seri foto Nine Months bisa dilihat di bab 2. 18 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tubuh-tubuh hamil pun ditampilkan dengan cukup „vulgar‟. Vulgar artinya, perut yang membuncit dengan garis-garis perut yang terbentuk secara natural, benar-benar diekspos oleh Diah. Foto-foto yang diambil dengan teknik studio ini memperlihatkan bagaimana Diah secara terang-terangan mengatur pose, tata cahaya, busana, serta segi artistik dari foto ini. Dari foto yang terkesan tidak natural ini, dapat dilihat bagaimana sebenarnya si pembidik membaca tubuh perempuan yang hamil, lalu mengartikulasikannya dalam sebuah karya foto. Dari studi atas karya foto Nine Months ini, saya berharap, bisa melihat gambaran umum tentang bagaimana tubuh perempuan diartikulasikan dalam ranah fotografi. Sebuah ranah yang sedang berkembang pesat di Indonesia, serta cukup bertanggungjawab terhadap konstruksi akan citra perempuan beserta tubuhnya. Selain data primer, penelitian ini juga membutuhkan data sekunder berupa kajian-kajian pustaka yang dapat digunakan sebagai rujukan serta berbagai data literatur yang dapat menggambarkan tentang realitas fotografi dunia, khususnya Indonesia. 2. Teknik Pengumpulan Data Data primer didapat dari katalog pameran serta mengunduh dari dunia maya. Untuk data sekunder, didapat dari perpustakaan, dunia maya, serta media massa baik cetak ataupun online. 3. Teknik Pengolahan Data a. Membaca foto dengan metode fenomenologi sinis Barthes. Untuk melakukan pembacaan terhadap foto dengan teori Barthesian ini ada tiga konsep yang penting untuk diketahui, yaitu studium, punctum, serta 19 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI satori. Studium adalah saat meraba-raba, mengeksplorasi unsur-unsur yang ada dalam foto. Fase ini adalah saat kita menyesuaikan indera serta pengetahuan kultural dengan objek yang ada dalam foto. Punctum adalah saat kita mulai bergerak dan berhenti pada suatu titik karena titik itu mengesankan kita. Mengesankan artinya titik pada foto itu mampu menimbulkan mourning atau desire yang mendalam pada diri kita. Sedangkan satori adalah saat kita secara personal telah melihat sesuatu yang ada pada foto itu that has been menjadi that has there. Saat satori adalah saat dimana kita telah benar-benar „mengalami‟ foto secara personal. Seperti ada sebuah pandangan (look) yang memancar dari foto. Studium selalu memiliki kode, sementara punctum tidak. Melihat foto adalah sebuah perjalanan dari studium ke punctum untuk memulihkan foto yang mengancam kita. Menurut Barthes, ketika mencapai momen satori, kita telah mencapai sebuah kegilaan foto. b. Menganalisa dengan teori milik Susan Sontag serta teori milik Naomi Wolf. Setelah meminjam metode fenomenologi sinis milik Barthes, foto yang menimbulkan titik luka itu dianalisa dengan teori foto Sontag yang amat signifikan membeberkan bagaimana fotografi bisa menjadi media pencipta realita. Selanjutnya, agar pembacaan terhadap foto-foto ini tidak lepas dari konten, maka perlu diramu dengan teori tentang perempuan bahwa tubuh perempuan dikonstruksi serta diartikulasi oleh ideologi patriarkal. Sehingga perempuan terperangkap dalam mitos-mitos kecantikan yang diibaratkan seperti sebuah Iron Maiden. 20 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI c. Meramu hasil pembacaan dan analisa dengan gambaran dunia fotografi di Indonesia. Setelah melakukan pembacaan foto, dan menganalisanya dengan teori milik Sontag dan Naomi Wolf, perlu dilakukan analisa lanjutan agar foto yang dibaca tidak lepas dari konteks. Analisa ini bertujuan membuktikan asumsi dasar dari seluruh penelitian ini, bahwa dunia fotografi Indonesia yang maskulin mempengaruhi bagaimana tubuh perempuan diartikulasikan dalam sebuah karya foto. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan berbagai gambaran dunia fotografi di dunia serta Indonesia pada khususnya. I. SKEMA PENULISAN Hasil penelitian ini akan disusun dalam lima bab. Bab pertama adalah Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tema penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitan, pentingnya peneltian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis serta metode penelitian. Bab kedua adalah Gambaran Umum atau konteks dari objek penelitian ini. Dalam penelitian dengan objek foto perempuan hamil sembilan bulan ini, maka konteks yang digambarkan adalah tentang sejarah fotografi secara umum, serta Indonesia pada khususnya. Selain itu, dalam bab ini juga akan digambarkan tentang bagaimana tubuh perempuan dicitrakan serta dikonstruk untuk menjadi „cantik yang sempurna‟ dalam dunia fotografi di Indonesia. Bab ketiga adalah bagian yang berisi data-data pokok dalam penelitian ini. Bab ini akan mengupas habis imaji tubuh perempuan dalam seri foto Nine Months 21 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI karya Diah Kusumawardani. Singkatnya, bab ini akan berbicara mengenai studium dari seri Nine Months. Bab keempat adalah jawaban dari rumusan masalah yang telah saya paparkan di atas. Bab ini akan menjabarkan tentang bagaimana fotografi menjadi medium pembentuk realitas yang maskulin serta tentang bagaimana fotografi menjadi medium yang mengartikulasikan tubuh perempuan. Penjabaran tersebut akan dilakukan melalui titik-titik yang telah mulukai saya (punctum) dalam seri Nine Months itu. Dalam bab ini juga akan berisi satu titik refleksi penulis yang melihat bahwa sekarang ini gambar-gambar fotografis telah menjadi semacam sampah visual, yang ironisnya –malah- dirayakan bersama-sama. Bab kelima adalah Penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh penelitian ini. 22 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II GAMBARAN DUNIA FOTOGRAFI DI INDONESIA Bab II akan membahas konteks dari tulisan ini, yaitu dunia fotografi di Indonesia. Berbagai hal yang memberi gambaran tentang konteks dari penelitian ini akan dijabarkan dalam sejumlah sub bab. Pada sub bab pertama akan dibahas secara singkat tentang bagaimana fotografi mulai ditemukan, sub bab kedua akan membahas tentang bagaimana medium ini masuk dan berkembang di Indonesia. Sub bab ketiga akan membahas tentang imaji tubuh perempuan –baik yang dikonstruk cantik ataupun tidak sempurna- dalam dunia fotografi di Indonesia. A. DARI LUKISAN CAHAYA HINGGA KODAK Menurut Focal Encyclopedia of Photography, secara literal istilah fotografi diambil dari kata photos dan graphos yang berarti lukisan cahaya. Kamera obscura adalah prinsip dasar dan paling awal dari fotografi yang berhubungan dengan elemen cahaya ini.32 Kemudian menurut Encyclopedia of Twentieth-Century Photography, kamera obscura, hadir jauh sebelum fotografi benar-benar ada. Tanpa keberadaannya tidak mungkin ada fotografi. 32 Michael R. Peres (Editor in Chief), Focal Encyclopedia of Photography, hal 27. 23 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 1. Kamera obscura dari tahun 1817.33 Kamera obscura berarti “kamar gelap”. Ia berfungsi untuk memerangkap cahaya yang masuk ke dalam. Prinsip kerjanya amat sederhana, cahaya yang masuk ke ruang gelap lewat sebuah lubang kecil akan memproyeksikan gambar terbalik. Gambar terbalik itu adalah realitas yang ada di luar kamera obscura. Hasil rekam gambar kamera obscura baru tercapai pada tahun 1826 ketika Joseph Nicephore Niepce, seorang bangsawan Prancis, melakukan berbagai percobaan kimia dan memproduksi “heliograf” (tulisan matahari). Citra pertama dari lukisan cahaya yang permanen itu terkenal dengan sebutan Le Grass. Le Grass adalah nama apartemen Niepce, tempat ia membekukan plat heliografnya yang menghasilkan citra lanskap dari jendela apartemennya.34 Lalu dalam artikel Fotografi dan Budaya Visual,35 Alexander Supartono menyebutkan bahwa Louis Jacques Mande Daguerre lah yang melakuan terobosoan yang akhirnya tercatat dalam sejarah fotografi. Setelah mengontak Niepche, Daguerre berhasil membuat fotografi menjadi lebih praktis. Dalam Focal Encyclopedia of Photography disebutkan bahwa pada 1826, Louis Jacques 33 Diunduh dari http://brightbytes.com/cosite/what.html. Michael R. Peres, Focal Encyclopedia of Photography, hal 28 35 Alexander Supartono, Fotografi dan Budaya Visual, Jurnal Kalam, Edisi 23, 2007. 34 24 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Mande Daguerre mengontak Niepche untuk bersama-sama mengembangkan penemuan mereka. Lalu baru tiga tahun sesudahnya, Niepche dan Daguerre berpartner untuk mencipta sebuah alat yang bisa merekam realitas. Akhirnya pada 1839, daguerreotype dipatenkan dan diumumkan secara besar-besaran ke dunia sebagai kamera pertama. Gambar 2. Alat dan sejumlah elemen untuk membuat daguerreotype dari sebuah iklan thn 1843.36 Kemudian setelah daguerreotype, serta penemuan negatif film oleh Talbot, perkembangan dunia fotografi tak terbendung. Berbagai cara dilakukan agar teknologinya dapat lebih praktis serta terjangkau oleh berbagai kalangan. Sebuah tuntutan dunia industri yang sangat masuk akal. George Eastman adalah salah satu pebisnis yang berhasil membuat teknologi fotografi menjadi lebih praktis. Lewat Eastman Dry Plate Company pada pertengahan 1880-an, Eastman memperkenalkan strip film. Strip film itu dibuat dengan mengaplikasikan senyawa kimia emulsi silver bromide gelatin pada kertas yang sudah dilapisi oleh lapisan tipis soluble gelatin. Lalu pada 1888, Estman Dry Plate and Film Company memperkenalkan kamera Kodak dengan rol film transparan di dalamnya.37 36 37 Diunduh dari http://www.photohistory-sussex.co.uk/dagprocess.htm Michael R. Peres, Focal Encyclopedia of Photography, hal 34-35. 25 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Inilah kemudian salah satu titik yang merevolusi dunia fotografi. Dari yang hanya mampu diraih oleh kalangan tertentu, menjadi medium yang terjangkau dan massal. Dengan tagline „You press the button, we do the rest’, fotografi menjadi medium yang tidak hanya bisa dijangkau oleh para profesional, tetapi juga publik dari berbagai kalangan. Gambar 3. Kamera Kodak yang pertama.38 Sesudah penemuan Kodak, perkembangan teknologi fotografi seperti tidak terbendung lagi. Tahun 1925, Leica–Jerman, mengeluarkan kamera 35 mm pertama, yang menjadi kamera standar saat ini. Tidak mau kalah, Kodak kembali menyusul dengan memperkenalkan film berwarna pada tahun 1935. Kemudian foto langsung jadi, Polaroid, pun diluncurkan tahun 1947. Akhirnya pada tahun 1957, era digital mulai pelan-pelan memasuki dunia fotografi. Ketika itu citra digital pertama yang dibuat dengan komputer diciptakan oleh Russel Kirsch di U.S National Bureau of Standards (sekarang bernama National Institute of 38 Diunduh dari http://inventors.about.com/od/estartinventors/ss/George_Eastman.htm 26 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Standards and Technology, NIST). Dan akhirnya pada tahun 1996, kamera digital mulai dijual ke pasaran.39 Setelah era digital datang, fotografi seperti menjadi tidak terbatas. Setiap saat, teknologi fotografi rasanya selalu berkembang. Fitur-fitur yang 10 tahun lalu tidak terbayangkan, saat ini menjadi begitu riil. Begitu juga berbagai narasi, wacana, maupun perdebatan, berkelindan di seputar konsep, simbol serta teknologi fotografi itu sendiri. B. GAMBARAN DUNIA FOTOGRAFI DI INDONESIA Dalam sub-bab ini akan dibahas gambaran dunia fotografi di Indonesia secara umum. Mulai dari masuknya medium fotografi ke Nusantara hingga perkembangan selanjutnya. Data-data yang tertera dalam sub-bab ini dikumpulkan dari berbagai sumber, baik tertulis maupun online. 1. Kedatangan Fotografi Sejumlah peneliti dan penulis telah mencatat bagaimana medium fotografi ini datang dan akhirnya diterima di bumi Indonesia. Diantaranya adalah Karren Strassler dalam bukunya berjudul Refracted Visions.40 Dalam bukunya yang berkisah tentang modernitas yang masuk ke tanah Jawa lewat fotografi, ditulis secara singkat tentang bagaimana fotografi pertama kali masuk ke Indonesia. Strassler menulis bahwa pada tahun 1840 pihak administratur VOC membentuk sebuah komisi fotografi yang bertujuan menguji alat foto yang baru setahun sebelumnya, 1839, diumumkan ke publik. Teknologi baru itu diuji ketahanan serta kekuatannya di daerah tropis. Lalu setahun kemudian, 1841, pihak 39 Alexander Supartono, Fotografi dan Budaya Visual, Jurnal Kalam no 23, 2007. Karen Strassler, Refracted Visions: Popular Photography and National Modernity in Java, Duke University Press, London: 2008. 40 27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kolonial membentuk kembali sebuah komisi fotografi, untuk melakukan survey serta mengumpulkan data di Hindia-Belanda. Dengan alat foto itu, komisi ini mengumpulkan data gambar berupa kekayaan alam, budaya serta berbagai hal yang dianggap menarik serta bisa mendatangkan keuntungan. Menurut Strassler, pada masa kolonial, fotografi memang digunakan sebagai alat oleh penguasa untuk mensurvei berbagai potensi yang dimiliki daerah jajahan. Hasil survei ini kemudian akan dirangkai dalam sebuah katalog sehingga kekayaan yang dimiliki oleh daerah jajahan dapat dipetakan dan dipromosikan kepada warga mereka sendiri. Semasa kolonial itu pun, fotografi komersial mulai berkembang di bumi Nusantara. Para Noni Belanda serta Tuan Belanda banyak yang mengabadikan dirinya dalam sebuah potret. Mereka mencitrakan diri sebagai bagian dari golongan Borjuis Eropa yang begitu menikmati kehidupan kolonial saat itu. Para bangsawan serta golongan elit Jawa pun seringkali membuat potret diri yang menegaskan kebangsawanan mereka. Perkembangan fotografi komersial itu, akhirnya membuat dunia fotografi makin digemari serta bisnis fotografi makin maju. Lalu pada akhir 1800-an, fotografi pun makin populer diantara sejumlah kalangan elit di daerah jajahan Hindia-Belanda. Namun, fotografi masih dimonopoli oleh kalangan elit Belanda, etnis Cina golongan menengah, serta kalangan bangsawan lokal, khususnya para kaum laki-laki.41 Yudhi Soerjoatmodjo dalam esai The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999 mencatat sejumlah orang atau sekelompok orang yang 41 Karren Strassler, Refracted Visions, hal 6-8. 28 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sempat menorehkan karya fotografinya di awal-awal kedatangan medium ini ke bumi Nusantara. Salah satu studio yang tercatat paling penting di Nusantara ketika itu adalah studio Woodbury & Page yang didirikan oleh sepasang warga negara Inggris bernama sama dengan studio mereka. Kedua orang Inggris ini sebelumnya merantau ke Australia untuk mencari emas yang tidak menguntungkan mereka sama sekali. Lalu pada 1857 mereka memutuskan untuk pindah ke Hinda-Belanda dan berusaha dalam bidang fotografi. Usaha studio mereka berlangsung hingga awal 1900-an. Gambar 4. Dua buah foto hasil karya Woodbury and Page.42 Di tengah kesukseskan sejumlah fotografer Eropa itu, seorang Jawa kelahiran Yogyakarta berhasil berkiprah menggunakan medium fotografi. Dalam esainya The Chalenge of Space, Yudhi Soerjoatmodjo menyebut bahwa sejarah mencatat Kassian Cephas (1845-1912) adalah fotografer lokal pertama di Indonesia. Pada 1870-an Cephas juga pernah mengabdi pada Keraton Yogyakarta Hadiningrat. 42 Diunduh dari http://photographyindonesia.wordpress.com/2011/09/09/woodbury-and-page/ 29 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil karya Kassian Cephas banyak digunakan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda, karena ia juga bekerja pada komisi fotografi di pemerintahan kolonial. Cephas banyak memotret lokalitas tempatnya tinggal, seperti reruntuhan candi-candi Hindu-Budha (Borobudur-Prambanan), berbagai tarian sakral Kraton Yogyakarta, upacara-upacara tradisional di daerah Kesultanan Yogyakarta, juga berbagai motif batik yang merupakan karya khas Yogyakarta.43 Lewat Cephas, Indonesia (khususnya Jawa) direpresentasikan dengan wajah lokal. Ia bisa dikatakan sebagai salah satu titik penting, awal dimana fotografi benar-benar mulai menyentuh Indonesia yang sebenar-benarnya (mata lokal dengan representasi lokal). Gambar 5. Kassian Cephas 1905.44 2. Perkembangan Dunia Fotografi di Indonesia Dalam sub-bab ini akan dibahas perkembangan fotografi di Indonesia, ditilik dari genre-genre fotografi yang berkembang pesat di Indonesia. Data-data dikompilasi dari buku Refracted Vissions oleh Karen Strassler, esai The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999 oleh Yudhi Soerjoatmodjo, esai Selintas Sejarah Fotografi Indonesia oleh Alexander Supartono, Tesis 43 44 Yudhi Soerjoatmodjo, The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999. Diunduh dari http://www.seribukata.com/2011/03/kassian-cephas-jurufoto-pribumi-pertama/ 30 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pascasarjana ISI Yogyakarta oleh Irwandi, buku Cephas, Yogyakarta : Photography in the Service of the Sultan oleh Gerrit Knap serta data-data online. a. Fotojurnalistik di Indonesia Menurut Yudhi Soerjoatmodjo dalam esai The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999,45 foto pertama tentang Indonesia46 yang dibidik oleh orang Indonesia sendiri adalah foto momen ikonik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ketika itu Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya. Dua bersaudara, Frans dan Alex Mendur bersama-sama mengabadikan duo Proklamator Indonesia (Soekarno-Hatta) mengumandangkan proklamasi kemerdekaan. Ketika itu sekitar pukul 10.00 di Jalan Pegangsaan Raya. Gambar 6. Detik-detik Proklamasi Indonesia 17Agustus’45. Foto oleh Frans Mendur. 47 45 Yudhi Soerjoatmodjo adalah seorang fotografer yang disebut juga oleh sejumlah pengamat fotografi sebagai eseis foto. Yudhi lahir di Solo pada 1963. Ia belajar fotografi di Parsons School of Design di Paris, Perancis, pada tahun 1986 memulai karirnya sebagai fotografer lepas di majalah Jakarta-Jakarta. Pada 1991-1992 ia bekerja di majalah Tempo dimana ia menghasilkan sejumlah seni foto tentang imigran Afrika di Perancis dan keruntuhan komunis di Polandia, Cekoslowakia, Hongaria, Rumania dan Uni Soviet. Pada 1990 ia menerima beasiswa dari pemerintah Inggris untuk mendalami fotografi di sekolah ternama School of Photodocumentary di Wales, Inggris. Ia menjadi fotografer pada photo agency ETNODATA, dan bekerja sebagai redaktur dan konsultan antara lain di majalah Matra dan Harian Republika serta redaktur foto untuk antologi sastra Indonesia dalam terjemahan Inggris,Managarie yang diterbitkan Yayasan Lontar. Yudhi sempat juga bekerja pada Galeri Fotografi Jurnalistik Antara sebagai kurator. (sumber www.jakarta.go.id) 46 Setelah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, saat konsep tentang kesatuan bangsa Indonesia dikumandangkan, Indonesia baru benar-benar memproklamirkan keberadaannya sebagai satu bangsa yang merdeka dan berdaulat saat Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan pada tanggal 17 Agustus 1945. 47 Diunduh dari http://nasional.lintas.me/article/arhamvhy.blogspot.com/10-fakta-tentangproklamasi-indonesia 31 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Momen ikonik yang terabadikan dalam gambar itu, sekaligus menjadi titik tombak sejarah fotojurnalistik di Indonesia. Saat dimana, wajah Indonesia yang sebenar-benarnya mampu direkam dalam gambar dan direpresentasikan dalam bentuknya yang lebih nyata. Wajah-wajah Indonesia itu tidak lagi menjadi objek eksotisme visual, tetapi sudah menjadi subjek yang sejajar dengan bangsa lain. Yudhi juga mencatat bahwa pada minggu pertama di bulan September 1945, para fotografer Indonesia yang tadinya bekerja pada kantor berita Domei (sebelumnya adalah kantor berita milik Jepang) di Jakarta dan Surabaya membentuk Departemen Foto pada kantor berita Antara. Setahun kemudian, Alex dan Frans Mendur mendirikan IPPHOS (Indonesian Press Photo Service) bersama dengan sahabat lama mereka Umbas.48 Ketika peristiwa 1965 terjadi, dunia pers, khususnya fotojurnalistik mengalami masa kelam. Ketika itu banyak arsip foto kantor berita Antara dimusnahkan, sehingga Antara baru memiliki lagi biro foto yang dianggap layak pada awal 1980-an. Beruntung bagi IPPHOS yang tetap independen. Arsip fotofoto mereka pun relatif aman. Memasuki era 1970-an dan 1980-an, kondisi keamanan di Indonesia sudah stabil dan perang merebut kemerdekaan sudah berlalu. Namun yang menjadi tantangan bagi para fotojurnlis pada era ini adalah ketersediaan „ruang‟ di media massa untuk mengekspresikan karya mereka. Menurut Yudhi, para fotografer ini harus berjuang untuk memperjuangkan proporsi karya mereka di media massa dengan para penulis serta desainer. 48 Yudhi Soerjoatmodjo, The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999. 32 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kemudian di awal 1980-an, Tempo sempat memberikan angin segar kepada para fotografer dengan menampilkan rubrik Kamera. Rubrik sebanyak 4 halaman itu menampilkan photo essay terpilih. Kemudian, setelah Kamera mendapat tanggapan luar biasa dari khalayak, sejumlah media massa pun mengikuti Tempo dengan menampilkan rubrik sejenis. Tentu ini merupakan berita baik bagi para fotografer, karena ruang berekspresi bagi mereka makin luas.49 Pada tahun 1992, berdiri sekolah fotografi pertama di Indonesia, di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Berbarengan dengan itu, Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) yang merupakan galeri publik khusus fotografi pertama di Asia didirikan. Oscar Motuloh, yang sempat menjabat sebagai kepala Biro Foto Antara adalah salah satu tokoh yang mendirikan galeri ini. Dengan berdirinya galeri ini, dunia foto, khususnya fotojurnalistik di Indonesia makin berkembang. Sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal maupun informal dalam bidang fotografi juga makin banyak.50 Dunia fotografi di Indonesia pun mau tidak mau makin lama semakin maju, borderless dan semakin rumit. Apalagi pasca reformasi, saat kran-kran kebebasan pers mulai dilepaskan. Kementrian Penerangan dihapuskan dan media tidak perlu lagi SIUP. 51 Budaya visual pun mulai menjangkiti Indonesia. Ruang-ruang bagi para fotografer untuk mengekspresikan karya mereka pun makin luas. Terutama dengan makin 49 Yudhi Soerjoatmojo, The Chalenge of Spac:Photography in Indonesia 1841-1999. Ibidem. 51 SIUP: Surat Ijin Usaha Perdagangan, sebelum masa reformasi setiap perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan, salah satunya media massa, wajib memperoleh surat ini. Sesudah masa itu, perusaahaan media massa tidak diwajibkan memiliki SIUP. 50 33 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI banyaknya perusahaan media yang membutuhkan gambar-gambar berita untuk halaman-halaman mereka. Dengan makin banyaknya perusahaan media serta para awak fotojurnalisnya, baik tetap maupun freelance, berbagai organisasi foto pun bermunculan. Khusus untuk para fotojurnalis di Indonesia, salah satu organisasi yang cukup besar dan mapan adalah Pewarta Foto Indonesia (PFI)52. Sampai tahun 2012 ini, PFI telah berhasil mengadakan dua acara penganugerahan bagi para pewarta foto Indonesia. b. Fotografi Komersil dan Amatir di Indonesia Fotografi komersil di Indonesia berkembang ketika studio foto mulai hadir. Seperti sudah diceritakan sekilas pada bagian Kedatangan Fotografi, salah satu studio foto yang cukup terkenal ketika itu adalah Woodbury and Page (dari tahun 1857 hingga akhir 1900-an). Di studio ini beragam foto, khususnya foto potret dari sejumlah kalangan diabadikan. Dalam Tesis untuk menyelesaikan program Pascasarjana ISI Yogyakarta, Irwandi53 mengatakan bahwa tidak semua fotografer yang datang ke HindiaBelanda pada awal-awal kedatangan fotografi merupakan orang Belanda. Mereka 52 Pewarta Foto Indonesia adalah organisasi nir-laba yang bertujuan memajukan dan melindungi kepentingan pewarta foto sebagai sebuah profesi yang terhormat, memiliki keterampilan khusus dan mengemban peran sejarah dalam membuat serta menyiarkan berita foto dan tulisan seluasluasnya bagi kepentingan masyarakat umum, baik melalui media massa dimana ia bekerja maupun melalui jaringan-jaringan mandiri. Organisasi ini dideklarasikan pada 22 Maret 1992 dengan nama Focus, dan atas prakarsa pewarta foto media cetak di Jakarta pada 18 Desember 1998, didirikan menjadi Pewsarta Foto Indonesia. Pewarta Foto Indonesia melindungi hak profesi dan azasi pewarta foto dalam fungsinya sebagai serikat pekerja yang secara konsisten menyusun dan menegakkan standar etika dan profesi pewarta foto, melakukan advokasi bagi anggotanya dan pewarta foto pada umumnya, memperjuangkan hubungan kerja yang adil dengan mitra-mitranya, menjalin jaringan kerjasama internasional, serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap profesi dan karya pewarta foto melalui kegiatan pameran, pendidikan, penerbitan dan penghargaan. (http://pewartafoto.org/about) 53 Irwandi, Foto Potret Karya Kassian Cephas: Kajian Estetis, Makna dan Fungsi Sosialnya, Tesis untuk menyelesaikan program pascasarjana Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, 2008. 34 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI rata-rata berasal dari Jerman dan Inggris. Para fotografer datang ke Batavia dengan tujuan membuka studio foto potret. Namun, sesampainya di Batavia, mereka diundang pemerintah Belanda untuk menjalankan tugas-tugas pemotretan. Beberapa nama fotografer yang datang ke Hindia-Belanda adalah Jurrian Munnich, Adolph Schaefer, Isidore Van Kinsbergen, Charles J. Kleingrothe, Onnes Kurkdjian, dan Christiaan Benjamin Niewenhuis. Karen Strassler dalam Refracted Visions mencatat bahwa sejarah fotografi di Indonesia selama ini selalu mengekspos fotografer-fotografer bangsawan Eropa sebagai perintis perkembangan fotografi di Indonesia. Padahal menurut Strassler, ketika itu, banyak sekali imigran asal Kanton-China yang turut menjadi roda penggerak perkembangan fotografi di Indonesia.54 Sementara itu, salah satu fotografer asli Indonesia yang mampu berkiprah di dunia komersial serta bersaing dengan para fotografer dari etnis Eropa serta China itu adalah Kassian Cephas. Cephas membuka studio foto di rumahnya di Lodji Ketjil (sekarang Jalan Mayor Suryotomo) pada 1871. Di studionya itu ia memotret wajah-wajah lokal Hindia-Belanda dengan penuh kewibawaan. Namun menurut Strassler, peristiwa pendudukan Jepang sempat membawa akhir untuk era studio foto komersil di Indonesia ketika itu. Hampir semua studio foto milik etnis China di Jawa tutup pada masa itu. Di Yogyakarta, studio yang dibiarkan tetap buka pada masa itu adalah studio Tjen Hauw‟s Liek Kong yang akhirnya menjadi studio paling besar di kota itu pada tahun 1950-an. Tetapi yang tetap bertahan menemukan bahwa masa sesudah pendudukan Jepang, iklim bisnis dalam fotografi ternyata amat menjanjikan. Apalagi ketika 54 Karen Strassler, Refracted Visions, hal 81. 35 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI masa kemerdekaan, saat dimana banyak orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia. Pada tahun 1950-an-1960-an, sejumlah studio foto milik warga etnis Indonesia-China, yang merupakan usaha keluarga dan beroperasi sebelum kemerdekaan, semakin pesat berkembang.55 Strassler mencatat, pada tahun 1971, Fuji menggandeng Modern Photo, untuk menandai keberadaannya di Indonesia. Begitu juga dengan Sakura (yang kemudian dikenal sebagai Konica) serta Kodak.56 Pada era itu, khususnya pada tahun 1980-an, perekonomian Indonesia memang mulai maju pesat. Ketika itu berbagai industri mulai berkembang. Salah satunya adalah industri media. Berbagai surat kabar serta majalah bermunculan. Persaingan untuk menarik pembaca pun semakin ketat. Akibatnya, media massa bertransformasi menjadi perusahaan modern yang ingin menarik laba sebesar-besarnya. Ketika itu, grup majalah Femina didirikan oleh sebuah keluarga yang terlahir dari generasi intelektual yang cukup berpengaruh di negeri ini. Dengan latar pendidikan modern itu, departemen foto dari grup majalah ini mempekerjakan fotografer sebagai staff tetap mereka.57 Implikasinya, fotografi tidak hanya menjadi insert atau ilustrasi dari majalah-majalah itu. Tetapi telah menjadi hal penting dan sangat berpengaruh dalam perkembangan majalah yang bersangkutan. Maka setelah industri media maju pesat, dengan ditandai banyaknya majalah yang mengutamakan budaya visual, berbagai industri yang juga bergerak dalam bidang visual bermunculan. Misalnya saja industri periklanan. Dalam industri ini, medium fotografi sulit untuk dilepaskan. Mereka pun mempekerjakan 55 Karen Strassler, Refracted Visions, hal 82-84. Ibidem, hal 51. 57 Yudhi Soeryoatmojo, The Chalenge of Space:Photography in Indonesia 1841-1999. 56 36 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI para fotografer komersil untuk mencipta visual-visual menarik yang mampu menghipnotis para pembaca. Salah satu fotografer komersil yang cukup populer di Indonesia adalah Darwis Triadi. Darwis adalah salah satu fotografer yang telah malang melintang di dunia fotografi komersial Indonesia sejak tahun 80-an.58 Dengan berbagai portfolionya, Darwis lalu mencipta Darwis Triadi Photography studio. Tempatnya berkreasi dan menerima para klien yang hingga saat ini telah merambah ke berbagai lini. Para klien yang pernah ditangani Darwis diantaranya adalah Nokia, Philips, BCA, Permata Bank, Satelindo, Indofood, Sony Ericsson, Telkom, LG, Group PT. Unilever, Bank Mandiri, Mustika Ratu, Sari Ayu, Warner Music, Aquarius Music, Sony Music, Summarecon Serpong, Kimia Farma, GT Radial, dll.59 Fotografer komersil kenamaan Indonesia lainnya adalah Anton Ismael. Ia mendirikan Third Eye Studio pada tahun 2005. Lewat studio ini, Anton melayani berbagai klien besar untuk menggarap iklan atau klip musik. Anton juga sempat bekerja dengan sejumlah majalah fashion, seperti Harper’s Bazaar, Amica, Dewi, Rolling Stone dan Versus Magazine Gambar 7. 60 Foto-foto komersil dan fashion karya Anton Ismael. 58 Majalah Fotografi Populer Bulanan: Fotomedia, Nomor 8 tahun VI, Januari 1998, hal 46. Sumber http://www.adarwistriadi.com/ 60 Diunduh dari http://www.antonismael.com/photo/commercial/harvest 59 37 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Juga ada Jerry Aurum yang turut mewarnai dunia fotografi komersial di Indonesia. Dengan studionya yang bernama sama, Jerry telah memotret dan bekerja mencipta visual untuk sejumlah produk kenamaan Indonesia. Ia juga telah mempublikasikan dua buah buku foto yaitu In My Room serta Femalography yang berisi imaji Jerry tentang para perempuan yang menjadi modelnya.61 Gambar 8. Foto komersial Jerry Aurum untuk Panasonic Lumix.62 Gambar 9. Foto Komersial Jerry Aurum untuk Plaza Indonesia.63 Darwis Triadi, Anton Ismael serta Jerry Aurum adalah sedikit gambaran dari banyaknya fotografer fashion dan komersil yang mengarungi ranah fotografi Indonesia. Fotografi komersil ini adalah sebuah keniscayaan di jaman yang sangat konsumtif sekarang ini. Industri atau pemilik modal membutuhkan imaji beragam 61 Diunduh dari http://jerryaurum.com/bio/. Diunduh dari http://jerryaurum.com/category/portfolio/01-fashion-people/ 63 Diunduh dari http://jerryaurum.com/category/portfolio/01-fashion-people/ 62 38 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI untuk membagun citra mereka. Selain para pemilik modal, budaya visual yang sudah masuk ke ranah-ranah personal khalayak, membuat citra-citra fotografis juga jadi begitu penting. C. IMAJI TUBUH PEREMPUAN DALAM RANAH FOTOGRAFI DI INDONESIA Dalam sub bab ini akan dibahas tentang bagaimana tubuh perempuan seringkali dijadikan objek untuk dieksploitasi secara visual. Bab ini juga akan memberi gambaran tentang bagaimana medium ini secara sistematis mengkonstruk imaji tubuh perempuan yang –dianggap- cantik, serta yang dianggap- tidak sempurna, misalnya saja ketika perempuan sedang mengalami kehamilan. 1. Imaji Tubuh Cantik Sempurna Dalam ranah fotografi, perempuan adalah salah satu objek yang paling sering dieksploitasi. Lewat medium fotografi ini pula tubuh perempuan dikonstruk –harus- menjadi tubuh yang „cantik sempurna‟. Sebuah konsep cantik yang sudah distandarisasi oleh budaya yang hegemon, patriarki. Kassian Cephas juga memaklumi kesadaran ini, dan dalam beberapa karyanya sempat menghadirkan figur perempuan khas Jawa yang dianggap cantik. 39 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 10. Duah foto karya Kassian Cephas, 1900.64 Dua foto karya Cephas ini adalah foto-foto perempuan Jawa yang ia buat di dalam studio miliknya di daerah Lodji Ketjil, Yogyakarta, sekitar tahun 1900. Lewat foto-foto perempuan Jawa ini, Cephas ingin menampilkan eksotisme perempuan Jawa, dengan tubuh dan kulit yang khas. Secara tidak langsung, lewat foto-foto ini, Cephas telah mencipta imaji cantik ala perempuan Jawa, dan imajiimaji seperti inilahh, bagi masyarakat Eropa, dianggap cantik yang eksotik. Kini pada konteks jaman yang lebih modern, saat teknologi fotografi makin maju dan makin mudah dijangkau, eksploitasi terhadap tubuh perempuan sebagai objek fotografi makin menjadi. Dalam sebuah situs fotografi terbesar di Asia Tenggara yang bermarkas di Indonesia, www.fotografer.net, pada galeri dengan kategori fashion atau model, foto-foto yang diunggah para anggotanya adalah kebanyakan foto-foto perempuan berpakaian minim dengan pose dan gestur yang sensual. Seperti yang terlihat pada dua foto di bawah ini. 64 Diunduh dari http://www.seribukata.com/2011/03/kassian-cephas-jurufoto-pribumi-pertama/, serta http://sutirmaneka.blogspot.com/2012/02/kassian-cephas-orang-yogya-fotografer.html 40 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 11. Dua foto kategori model pada situs fotografer.net65 Dua foto di atas adalah foto-foto karya anggota www.fotografer.net (FN) yang mereka unggah pada kategori model. Kebetulan saja, kedua foto itu karya fotografer laki-laki. Selain FN, representasi umum dari imaji-imaji tubuh perempuan dalam dunia fotografi di Indonesia bisa dilihat dari karya foto milik sejumlah fotografer ternama di Indonesia. Misalnya saja Darwis Triadi, Anton Ismael, serta Jerry Aurum Darwis terkenal dengan gaya fashion glamour, serta teknik lampu studionya yang kreatif dan rumit. Ia seringkali mengabadikan sejumlah artis papan atas Indonesia dengan gaya sensual serta glamour. Gambar 12. Dua buah foto fashion Darwis Triadi.66 65 Diunduh dari http://www.fotografer.net/ 41 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 13. Krisdayanti difoto oleh Darwis Triadi.67 Kemudian Anton Ismael lewat Third Eye Studio nya juga turut mencipta berbagai imaji tentang perempuan dalam karya-karya fotonya. Anton terkenal dengan foto-foto fashion konseptual yang kreatif. Gambar 14. Foto komersial karya Anton Ismael.68 66 Diunduh dari http://darwistriadi.blogspot.com/search?updated-max=2009-0429T11:59:00%2B07:00&max-results=2 67 Diunduh dari www.adarwistriadi.com 68 Diunduh dari www.antonismael.com 42 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dan Jerry Aurum yang menyatakan sebagai pengagum perempuan, juga telah menerbitkan buku Femalography tentang imaji-imajinya mengenai perempuan yang ia kreasi lewat lensanya. Gambar 15. Foto-foto Jerry Aurum dalam Femalography.69 Selain sejumlah karya para fotografer ternama itu, imaji-imaji tubuh perempuan yang ada di media massa Indonesia ternyata memiliki benang merah serupa. Sama-sama mengeksploitasi tubuh perempuan serta mengkonstruksinya sesuai dengan anggapan cantik yang sudah dianggap umum. Salah satu media massa cetak yang amat populer dan telah menjadi semacam bacaan umum bagi kaum perempuan Indonesia adalah Majalah Femina. Gambar 16. Salah satu foto fashion dalam Majalah Femina.70 69 70 Diunduh dari www.jerryaurum.com Diunduh dari http://www.femina-online.com/ 43 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Model-model yang digunakan Femina adalah, perempuan-perempuan dengan kecantikan yang sesuai dengan konstruk global kecantikan perempuan. Tinggi, langsing, berkulit putih mulus dan berambut panjang lurus. Dan untuk menunjang serta melestarikan konstruk itu, Femina membuat semacam acara yang melibatkan gadis-gadis muda seluruh Indonesia, yang bermimpi menjadi model terkenal, atau bahkan selebritis. Secara rutin, setiap tahun, Femina membuat acara Pemilihan Wajah Femina. Berikut sejumlah sampul majalah Femina yang menampilkan para pemenang dalam ajang tahunan itu. Gambar 17. Para Pemenang Pemilihan Wajah Femina.71 Dan seperti yang terlihat, mereka semua memiliki tubuh, wajah serta gestur yang hampir serupa. Sebuah konstruk cantik bagi perempuan yang pada kenyataannya tidak semua perempuan Indonesia memiliki hal yang serupa. Tidak hanya majalah yang mengkhususkan pada perempuan dewasa. Majalah remaja perempuan pun juga melakukan hal yang sama. Imaji-imaji tentang bagaimana tubuh prempuan yang cantik itu, mereka bentuk dan sebar luaskan kepada para pembacanya. Misalnya saja pada majalah Gadis. Model- 71 Diunduh dari www.wajahfemina.co.id/gallery/3 44 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI model remaja yang tampil pada sampul, halaman dalam, sampai iklan mereka pun merepresentasikan kecantikan perempuan yang umum itu. Gambar 18. Sahila Hisyam 72 Dina Anjani 73 Sama dengan seniornya, Femina, Gadis juga membuat acara tahunan untuk memilih gadis-gadis remaja berusia 12-17 tahun yang dianggap layak menjadi sampul majalah Gadis. Acara itu benama Gadis Sampul. Setiap tahun pula, remaja-remaja perempuan Indonesia, didoktrin tentang bagaimana bertingkah laku sebagai remaja, serta bagaimana seharusnya remaja perempuan bepenampilan. Dan yang paling sempurna mengikuti doktrin itu, dialah yang akan menghiasi sampul majalah Gadis sebagai Gadis Sampul. Gambar 19. Foto dari Pemilihan Gadis Sampul yang dipajang di situs Majalah gadis. 74 72 Gadis Sampul 2007, diunduh dari http://gadissampul.gadis.co.id/a2z/kabar.gadis.sampul/0/181 Gadis Sampul 2009, diunduh dari http://gadissampul.gadis.co.id/a2z/kabar.gadis.sampul/0/183 74 Diunduh dari www.gadissampul.gadis.co.id 73 45 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Memang tidak bisa dihindari lagi, bahwa dalam dunia dengan budaya Patriarki serta budaya visual yang makin menggila seperti saat ini, siapapun dengan kekuasaan dapat mengkonstruksi tentang yang indah, atau tentang yang cantik itu. Dan majalah lelaki yang notabene memiliki kekuasaan transformasi visual pun turut mengkonstruksi tubuh perempuan. Mereka mencipta kategori tentang perempuan yang cantik, dan perempuan yang diinginkan oleh banyak lelaki. Yang terlihat dengan terang-terangan menampilkan imaji tubuh perempuan yang seksi dan sensual adalah majalah khusus pria dewasa. Misalnya majalah FHM (For Him Magazine). Mayoritas yang ditampilkan dalam majalah ini adalah, imaji perempuan-perempuan bergaya sensual dengan tubuh dan rupa yang secara umum dianggap cantik dan seksi. Perempuan-perempuan ini memang secara terang-terangan dikomodifikasi tubuhnya. Mereka secara sadar berpenampilan seperti itu, untuk mencipta fantasi diantara para pembacanya dan secara tidak sadar, telah mengkonstruksi konsep cantik dan seksi di tengah para pembacanya yang laki-laki, termasuk para perempuan sendiri. Gambar 20. Salah satu model dalam Majalah FHM.75 75 diunduh dari http://www.fhm.co.id/content/article/226/8/2012/Politically-Perfect 46 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Imaji Tubuh Cantik Tidak Sempurna Ketika Hamil Ketika tubuh perempuan membesar, dan muncul selulit dimana-mana, maka tubuh yang semacam ini tidak lagi dianggap cantik yang sempurna. Perempuan dengan kondisi seperti ini akan dianggap memiliki tubuh yang tidak proporsional, sehingga ia harus melakukan berbagai cara untuk membuat tubuhnya kembali „ideal‟. Ketika perempuan sedang hamil, tubuhnya pasti akan mengalami kondisi yang dianggap tidak ideal itu. Berat tubuhnya makin bertambah, perutnya makin membuncit, dan selulit bisa muncul di beberapa bagian tubuh. Dengan kondisi yang tidak sempurna ini, perempuan dianggap tidak layak untuk ditampilkan dalam ruang publik. Berbagai ketidakidealan itu harus ditutupi dan sebisa mungkin hanya terlihat pada ranah-ranah privat saja. Tetapi pada tahun 1991, lewat majalah Vanity Fair, Annie Leibovitz76. seperti mendobrak ide ini. Ketika itu, Annie memotret Demi Moore77 yang sedang hamil tujuh bulan dalam kondisi telanjang bulat. Foto itu kemudian menjadi sampul depan majalah Vanity Fair78. 76 Annie Leibovitz adalah seorang fotografer perempuan yang lahir pada 2 Oktober 1949 di Waterbury, Connecticut, AS. Pada tahun 1970 ia bekerja pada majalah Rolling Stone lalu pada 1983 ia mulai bekerja pada majalah hiburan Vanity Fair. Pada akhir 1980-an, ia mulai mengerjakan sejumlah foto-foto untuk iklan dari produk-produk kelas atas. Dari tahun 1990-an hingga sekarang, Annie telah banyak sekali mempublikasikan serta memamerkan sejumlah karyanya. (sumber http://www.biography.com/people/annie-leibovitz-9542372) 77 Demi Moore adalah aktris Hollywood yang dilahirkan pada 11 November 1962 di Roswel, New Mexico, AS. Ia sukses membintangi film Ghost pada 1990 yang membuahkannya nominasi dalam ajang Golden Globe Award. Selain Ghost, Demi juga membintangi sejumlah film box office seperti A Few Good Men dan Indicent Proposal. Kedua film itu dirilis pada tahun 1992-1993. (sumber http://www.famous-women-and-beauty.com/demi-moore-bio.html) 78 Vanity Fair adalah majalah bulanan yang terbit di Amerika dengan kesan glamour serta berkelas. Artikel serta kolom-kolom yang dihadirkan berbicara seputar budaya masyarakat kelas atas, sosialita serta kaum jet set. Selain itu, yang biasa dibicarakan adalah isu-isu seputar dunia hiburan, politik serta, berbagai topik yang tengah hangat dibicarakan. (sumber http://www.statemaster.com) 47 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 21. Sampul Majalah Vanity Fair edisi Agustus 1991.79 Foto ini kemudian menjadi begitu kontroversial dengan berbagai perdebatan yang berkelindan. Salah satu yang sering diperbincangkan, adalah tentang pose Demi yang dianggap tidak pantas. Pada foto itu, tubuh Demi Moore tidak hanya tak tertutup sehelai benang pun, tetapi perutnya juga membuncit. Ketika itu, tubuh telanjang yang hamil memang belum pernah benar-benar diekspos secara publik. Bahkan menurut Dailymail.co.uk ketika Vanity Fair mendaulat Demi Moore sebagai bintang sampul mereka, Vanity Fair sudah sangat gugup akan respon yang mungkin muncul dari masyarakat. Kegugupan itu terjadi karena kondisi Demi yang sedang hamil tujuh bulan. Oleh karena itu, sebelum pemotretan dilakukan, Vanity Fair serta Annie Leibovitz sudah bersepakat untuk tidak menonjolkan kehamilan Demi, atau bahkan hanya mengambil potret wajah Demi. Namun ketika pemotretan berlangsung, Annie mengusulkan agar Demi melepas seluruh pakaiannya. “But on the day, after a series of shots in various outfits, Leibovitz suggested the nudes. 'She dropped her clothing and I started to shoot. I said, "well this looks really, I mean... maybe we should make this the cover. Why not?" And she said yes, maybe.” (Dailymail.co.uk) 79 Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/More_Demi_Moore 48 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Akhirnya, foto yang tidak direncana serta tidak diduga itu, secara berani dipilih oleh Annie dan disetujui oleh editor Vanity Fair untuk ditampilkan dalam sampul depan mereka.80 Sampul depan itu pun menjadi perbincangan dan berdampak begitu besar pada sejumlah aspek sosial budaya masyarakat Amerika ketika itu. Asumsi bahwa tubuh hamil “tidak sempurna”, serta anggapan bahwa kehamilan seharusnya berada di ruang privat, membuat foto-foto perempuan hamil –biasanya- hanya ditampilkan dalam kolom-kolom kesehatan, rubrik kehamilan atau iklan-iklan seputar produk ibu dan anak. Itu pun jarang yang benar-benar mengekspos tubuh. Biasanya foto-foto itu sesedikit mungkin menampilkan tubuh yang semakin membesar. Seperti yang ditulis oleh George Lois pada VanityFair.com dalam rubrik Flashback yang mengingatkan kembali para pembaca akan foto kontroversial ini “A glance at the image by photographer Annie Leibovitz that graced the August 1991 issue of Vanity Fair, depicting a famous movie star beautifully bursting with life and proudly flaunting her body, was an instant culture buster-and damn the expected primal screams of those constipated critics, cranky subscribers, and fidgety newsstand buyers, who the editors and publishers surely knew would regard a pregnant female body as “grotesque and obscene.” Demi Moore‟s hand bra helped to elegantly frame the focal point of this startingly dramatic symbol of female empowermenet.” 81 Kontroversi itu ditanggapi oleh sejumlah penjual dengan menaruh majalah itu dalam sebuah kantong coklat saat memampang majalah tersebut. Rupanya tanggapan yang begitu ramai serta penuh kritik itu pun tidak disangka oleh Demi sendiri. Ketika ia diwawancarai oleh Majalah V, Demi sangat shock bahwa 80 http://www.dailymail.co.uk/femail/article-2083113/Annie-Leibovitz-damns-iconic-photographpregnant-Demi-Moore.html#ixzz2LpR2OKa9 81 http://www.vanityfair.com/hollywood/features/2011/08/demi-moore-201108 49 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI posenya itu mendapat respon sedemikian heboh. Menurut Demi, posenya itu seperti memberi semacam legitimasi kepada para perempuan yang ingin tampil seksi dan menarik ketika hamil.82 Inilah awal terbukanya tabu-tabu seputar ekspos terhadap tubuh yang hamil. Setelah Demi, banyak sekali selebritis perempuan yang kemudian berpose hampir serupa dalam majalah atau ruang publik lainnya. Pose yang benar-benar memperlihatkan seluruh tubuh yang polos saat hamil, ataupun pose yang tidak seberani Demi, namun memperlihatkan perut atau beberapa bagian tubuh yang dianggap tidak perlu diperlihatkan. Selain selebritis, tren itu juga diikuti oleh sejumlah perempuan hamil dari berbagai kalangan masyarakat, baik di negeri Demi Moore sendiri, maupun sejumlah negeri di belahan dunia lain. Menurut Kompas.com, sejumlah selebritis yang turut terpengaruh oleh Demi Moore’s effect ini diantaranya adalah Britney Spears, Claudia Schiffer, Christina Aguilera dan Eva Herzigova. Jessica Simpson pun turut berpose serupa dalam majalah Elle. J. Simpson83 C.Aguilera84 Gambar 22. C.Schiffer85 B. Spears86 82 http://blog.magazines.com/vanity-fair-demi-moore-and-magazine-cover-controversy Sumber http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-stars-pose-babybumps-gallery-1.1034578?pmSlide=1 84 Sumber http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-stars-pose-babybumps-gallery-1.1034578?pmSlide=6 85 Sumber http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-stars-pose-babybumps-gallery-1.1034578?pmSlide=4 83 50 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tahun 2009 lalu, di Jepang, tren foto perempuan hamil pun turut mewabah. Menurut Ayah Bunda.co.id seorang penyanyi pop Jepang, Hitomi, berpose polos dalam keadaan hamil, ketika mempromosikan album barunya. Foto-foto kehamilan Hitomi juga dijual dalam bentuk buku foto, yang langsung ludes sebanyak 10.000 eksemplar dalam minggu pertama penjualan.87 Gambar 23. Hitomi88 Di Amerika Serikat, kontes perempuan hamil pun digelar secara rutin. 89 Kontes yang tidak hanya melombakan perempuan hamil dengan pakaian kebesaran mereka, namun kontes bikini bagi para perempuan dengan perut membuncit itu.90 Menurut Kompas.com, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, gejala ini mulai mewabah juga di Jakarta. Diah Kusumawardani Wijayanti yang sempat diwawancarai oleh Kompas.com pada tahun 2010 mengatakan, lima tahun terakhir, di Jakarta kian menguat fenomena ibu-ibu hamil gemar difoto terbuka. “Semua ibu hamil yang minta difoto selalu ingin difoto seksi, atraktif. Awalnya malu-malu, tetapi karena sama-sama perempuan, mereka nyaman dan tak rikuh lagi,” ujar Diah.91 86 Sumber http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-stars-pose-babybumps-gallery-1.1034578?pmSlide=2 87 http://www.ayahbunda.co.id/Berita.Ayahbunda/Info+Keluarga/jepang.tren.foto.kehamilan/002/0 02/160/17/-/4/c 88 http://yonasu.com/hitomi-pregnant-and-nude-on-new-album/ 89 Sumber http://health.kompas.com/read/2010/10/17/12010581/Ketika.Perempuan.Merayakan.Kehamilan 90 Seperti yang diberitakan oleh Houston Press, tentang lomba tahunan Bikini Contest untuk ibu-ibu yang sedang hamil. Tahun 2013 ini, Bikini Contest tersebut sudah diadakan sebanyak enam kali. sumber http://www.houstonpress.com/slideshow/6th-annual-pregnant-bikini-contest-30978051/ 51 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Fotografer lainnya Ferry Indrawang (33), juga mencermati tren tersebut. Menurut Ferry, seperti dikutip dari Kompas.com, perempuan hamil besar kini menjadi ceruk pasar tersendiri bagi dunia fotografi profesional. Ini seperti yang dimkalumi oleh salah seorang kawan saya, Liza Setiawan. Ketika hamil pada tahun 2010, Liza turut berpose dengan memperlihatkan perutnya yang membesar. Menurut Liza, salah satu yang menginspirasi ia untuk melakukan foto hamil itu adalah Demi Moore. Selain itu, Liza juga ingin mengabadikan setiap proses perkembangan janin dan perubahan-perubahannya sebagai sebuah tahap yang penuh dengan keajaiban. Oleh karena itu, setiap bulan Liza memotret bentuk perutnya yang makin membesar, sampai ketika ia harus melahirkan. Bagi Liza dan bagi banyak perempuan lainnya, berpose saat hamil adalah tindakan dengan motivasi beragam. Namun secara umum, seperti yang diungkapkan oleh Diah -sebagai seorang perempuan hamil besar yang pernah berpose demikian, serta fotografer yang akhirnya dikenal sebagai spesialis foto hamil- para perempuan ini rata-rata ingin mengabadikan momen yang begitu penting dalam hidup mereka. Sebuah proses pengabadian yang awalnya dimulai oleh Demi Moore, yang memberikan legitimasi kepada para perempuan bahwa walaupun tubuh semakin membesar, perempuan dapat tetap tampil seksi dan cantik. Dan menjadi seksi ataupun cantik –terutama di ruang publik- ketika hamil adalah tidak salah, atau bahkan berdosa. 91 Sumber http://health.kompas.com/read/2010/10/17/12010581/Ketika.Perempuan.Merayakan.Kehamilan 52 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III IMAJI TUBUH PEREMPUAN DALAM SERI FOTO NINE MONTHS Bab ini akan menggali foto Nine Months karya Diah Kusumawardani Wijayanti. Penggalian ini akan dilakukan lewat pengamatan penulis dari foto-foto yang ditampilkan, serta latar konteks dari foto-foto ini. Penulis akan mencoba menggali studium dari seri Nine Months ini. A. DI BELAKANG LENSA NINE MONTHS Seri foto Nine Months dilahirkan oleh seorang fotografer perempuan bernama Diah Kusumawardani Wijayanti. Diah adalah fotografer yang hidup di tengah budaya patriarki dan era gempuran budaya visual. Di tengah dunia yang didominasi oleh fotografer laki-laki ini, Diah tetap eksis berkarya, khususnya di jalur komersial. Diah Kusumarwardani Wijayanti adalah fotografer kelahiran Jakarta, 5 Juni 1976. Diah lulus dari Universitas Indonesia pada tahun 2000. Ia sempat bekerja pada Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) sebagai asisten kurator. Diah juga sempat bekerja sebagai fotografer pada tabloid hiburan serta peneliti foto pada sejumlah penerbitan buku. Bersama suaminya, Diah juga mengelola sebuah studio foto berlabel DKW. Diah sudah menggeluti fotografi sejak masa kuliah. Ia memang menyukai foto-foto fashion, apalagi jika perempuan menjadi modelnya. Alasannya karena dia sendiri adalah seorang perempuan, dan baginya, perempuan itu sangat indah 53 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI apalagi jika dijadikan objek foto. Selain itu, fashion adalah satu tema yang menggairahkannya. Lewat medium foto fashion ia bisa mengekspresikan rasa dan keinginannya. Diah sendiri juga seorang yang cukup fashionable dalam kesehariannya. Walaupun tidak melulu mengenakan produk-produk branded, bagi Diah, yang penting adalah keserasian, keindahan serta tampak elegan ketika benda-benda fashion itu dikenakan. Seri foto Nine Months ini muncul dari pengalaman personalnya ketika ia sempat mengalami keguguran pada kehamilan pertamanya. Perasaan kehilangan anak yang belum lahir itu merupakan kesedihan terbesar dalam hidupnya. Ia tidak ingin mengalami hal itu lagi. Diah juga yakin bahwa tidak ada perempuan yang tidak sedih ketika peristiwa keguguran -yang tidak disengaja- itu terjadi. Oleh karena itu ia berjanji pada dirinya, jika sampai hamil lagi, ia akan benar-benar menjaga kehamilan. Ia juga berjanji akan mengabadikan momen-momen kehamilannya dalam sebuah media visual, sehingga ia bisa terus mengingat dan menyimpan terus seluruh kenangannya. Oleh karena itu, pada saat ia hamil lagi dan mencapai usia sembilan bulan, Diah memutuskan untuk mengabadikan momen-momen yang tak akan terlupakan serta begitu penting dan „genting‟ itu. Setelah ia melihat hasilnya, ia merasa rangkaian foto itu amat menarik dan tepat untuk menyampaikan pesan. Akhirnya, Diah memutuskan untuk menggarap secara serius seri foto yang ia beri judul Nine Months. Perempuan-perempuan yang ia foto adalah para perempuan urban92 kelas menengah dengan berbagai profesi. Secara sekilas para 92 Para perempuan dari berbagai profesi ini adalah perempuan-perempuan urban Jakarta yang beberapa diantaranya Diah kenal secara personal. Diah memutuskan mengambil model para perempuan urban Jakarta ini, karena ia merasa mengenal dan sangat tahu bagaimana perempuan Jakarta menghadapi kehamilan. Ia sendiri adalah perempuan urban Jakarta yang pernah hamil 54 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI perempuan ini terlihat begitu percaya diri dengan kehamilan mereka. Dengan percaya diri, bahkan sampai terkesan „narsis‟93, mereka memperlihatkan tandatanda kehamilan, misalnya tubuh yang mulai membesar, terutama pada bagian perut. Secara sengaja, Diah memperlihatkan tanda-tanda kehamilan itu. Ia memperlihatkan tanda-tanda itu, karena menurutnya kehamilan itu proses yang sangat indah, sehingga tidak perlu ditutup-tutupi. Namun menurut Diah, dalam sebuah karya visual, apalagi dengan konsep fashion, tentu harus dicari pose yang pas, sehingga walaupun perut membuncit, perempuan yang tampil dalam foto itu harus tetap terlihat „cantik‟. Seri foto ini sempat dipamerkan di Plaza Semanggi, Jakarta, tanggal 20-27 April 2007. Dalam pameran ini, Diah ingin menggambarkan betapa indah dan membahagiakannya proses kehamilan itu. Lewat karya ini, Diah juga ingin bercerita lewat foto beratnya perjuangan seorang ibu saat sedang hamil. Proses yang tidak mudah, bahkan cenderung berbahaya, karena banyak yang meregang nyawa saat melahirkan. Oleh karena itu, Diah ingin mengajak khalayak menghargai perjuangan tersebut. Sebuah pesan khusus Diah sisipkan, „Stop Aborsi‟. Bagi Diah, kehamilan adalah anugerah terindah yang diberi dan dipercayakan Tuhan kepada kaum perempuan. Pameran di Plaza Semanggi itu menjadi semacam awal bagi Diah untuk lebih menekuni foto-foto tentang kehamilan, terutama di jalur komersil. Selepas dalam kondisi kesibukan Jakarta. Ketika ia hamil besar pun, Diah sendiri masih terus sibuk dengan ritme kerja 9 to 5, dan seringkali lebih dari itu. Bahkan seri Nine Months ini ia kerjakan saat ia hamil sembilan bulan. Jadi, Diah merasa seperti memotret pengalamannya sendiri. 93 Narsis berasal dari kata narsisme atau hal (keadaan) mencintai diri sendiri secara berlebihan (KBBI). Dalam bahasa pergaulan, narsis kemudian sering digunakan untuk menyebut orang-orang yang senang sekali difoto atau senang sekali bercermin. 55 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dari pameran itu, Diah terkenal sebagai fotografer spesialis kehamilan. Di studionya, ia menerima banyak klien perempuan yang ingin momen hamil besarnya diabadikan. Baginya, kehamilan adalah momen personal milik perempuan, oleh karena itu ia merasa keperempuanannya yang membuat banyak klien perempuan yang hamil, nyaman ketika difoto olehnya. Seri ini seperti ingin berujar tentang „perempuan bicara perempuan‟. Diah seperti sedang melakukan refleksi dan mengisahkan hasil refleksinya dalam sebuah seri visual. Sebuah refleksi dari Diah, seorang perempuan urban Jakarta yang begitu sibuk, aktif dan trendi, tetapi juga harus mengalami kehamilan dan menjalankan peran-peran domestiknya. Selain itu, tidak banyak fotografer yang memamerkan karya tentang perempuan hamil yang memperlihatkan perut buncit mereka, apalagi dilakukan di sebuah mal. Diah mungkin yang pertama kali melakukannya di Indonesia. Diah seperti ingin mengajak khalayak Jakarta yang menghabiskan sebagian waktunya di mal, untuk membiasakan mata melihat tubuh-tubuh perempuan yang hamil. Sehingga ide tentang kehamilan menjadi lebih populer, bahkan menjadi tren. B. MEMAMERKAN KEHAMILAN DI MAL Salah satu rangkaian hari dalam pameran Nine Months adalah hari Kartini yang diperingati setiap 21 April. Foto-foto Nine Months karya Diah ini, oleh Plaza Semanggi, dianggap pas sebagai tribut terhadap perempuan Indonesia serta secara khusus untuk sosok Kartini. 56 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Plaza Semanggi adalah salah satu sponsor dari pameran garapan Diah ini. Oleh karena itu, Diah merasa pas memilih Plaza Semanggi sebagai tempat pameran. Selain karena lokasinya pun amat strategis. Plaza Semanggi terletak di Jakarta Selatan. Ia berada di pusat kota Jakarta, tidak jauh dari sebuah jalan layang atau jembatan yang sudah menjadi salah satu landmark Jakarta, Semanggi. Plaza ini juga berada di tengah perpotongan jalan utama Jakarta, yaitu Jalan Sudirman serta Gatot Subroto. Ia bersebelahan dengan Universitas Atmajaya, serta berada tidak jauh dari kawasan Senayan, Stadion Gelora Bung Karno, serta Gedung DPR. Sehingga sudah bisa dibayangkan, betapa sibuk serta strategisnya kawasan itu. Gambar 24. Pemandangan Plaza Semanggi dari atas.94 Lokasi yang strategis adalah salah satu pertimbangan Diah menghelat pameran ini di Plaza Semanggi. Karena dengan lokasi yang strategis, aksesibilitas transportasi publik pun amat besar. Bagi yang tidak memiliki kendaraan pribadi, atau enggan menggunakannya di jalanan Jakarta yang sudah begitu mengerikan, maka sarana transportasi publik untuk mencapai Plaza Semanggi amat memadai. Tidak jauh dari mal itu, terdapat dua perhentian bus TransJakarta. Yang satu berada di Jalan Sudirman, dan satunya berada di Jalan Gatot Subroto. Selain 94 Sumber http://www.beritasatu.com/mobile/bursa/89555-plaza-semanggi-ubah-konsep-jadi-malkelas-atas.html 57 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI TransJakarta, berbagai angkutan umum juga melewati mal itu, mulai dari Kopaja, Metro Mini, Mayasari Bakti ataupun Patas. Selain itu, juga ada Taksi serta Bajaj yang siap sedia 24 jam. Dengan kemudahan untuk mencapai mal ini, berbagai lapisan masyarakat95 dari berbagai usia bisa dengan mudah datang, terutama lapisan muda usia produktif. Letaknya yang berada di kawasan perkantoran, serta pusat bisnis Jakarta, membuat Plaza Semanggi, seringkali menjadi semacam tempat bertemu. Sebuah titik pertemuan bagi para pekerja muda di Jakarta, juga remaja dan mahasiswa untuk menghabiskan waktu bersama kawan, kenalan, kerabat, pacar, juga untuk melepas lelah, melepas rindu, membicarakan bisnis atau sekedar „cuci mata‟. Ramainya kunjungan masyarakat Jakarta ke Plaza Semanggi, membuat Nine Months juga ramai dikunjungi. Ini bisa terjadi, salah satunya, karena Nine Months dipajang di salah satu koridor cukup ramai di dalam mal itu. Frame-frame foto itu dipajang berbarengan dengan sejumlah gerai mode, cafe, serta restoran yang ada di lantai satu. Di koridor itu terdapat sejumlah cafe ternama, seperti Starbuck serta JCo. Tidak jauh dari situ juga ada semacam hall yang seringkali menjadi pusat kegiatan di Plaza Semanggi. Sebanyak 21 foto perempuan hamil sembilan bulan dengan ukuran super besar, dipajang di tengah jalan dalam mal itu. Foto-foto perempuan hamil itu pun juga tidak tergolong biasa. Beberapa dengan begitu terbuka memperlihatkan 95 Walau secara eksplisit, pihak pengelola Plaza Semanggi sudah mencipta imaji sebagai mal bagi lapisan atas. Hal itu bisa dilihat dari berbagai gerai yang ada di Plaza ini. Mulai dari toko-toko dengan produk branded dan high fashion. Berbagai restoran dan cafe yang harga menunya tidak bisa dikatakan murah. Serta toko ritel besar yang sudah terkenal dengan barang-barang mahalnya. Walaupun pada lantai dasar di Plaza ini juga disediakan gerai gerai kecil yang menjual sejumlah barang fashion yang harganya lumayan terjangkau. Namun jumlah gerai yang harganya terjangkau itu , jumlahnya tidak sebanyak toko-toko yang barangnya dijual dengan harganya selangit. 58 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI perut-perut buncit mereka. Mau tidak mau, para pengunjung mal yang semula tidak punya niat melihat seri Nine Months, akhirnya memalingkan pandangan ke deretan foto itu. Terutama pada foto-foto yang memperlihatkan perut. Beberapa berhenti di depan foto-foto itu, lalu dengan seksama memperhatikan. Namun beberapa hanya memalingkan wajah ke foto sambil terus berjalan ke tujuannya. Selama satu minggu (20-27 April 2007), pameran ini memang tidak pernah sepi pengunjung. Apalagi saat menjelang sore, saat jam-jam pulang kantor, atau ketika akhir pekan. Selain para pengunjung yang tidak sengaja datang, lalu tertambat perhatiannya pada pameran itu, banyak juga pengunjung yang memang sengaja datang. Kawan-kawan Diah di Galeri Fotografi Jurnalistik Antara (GFJA), kawan-kawan sesama fotografer, kawan-kawan Diah di UI, serta kawan maupun kerabat dari para model di foto-foto itu, banyak yang sengaja datang ke pameran Nine Months. Ketika memamerkan foto-foto ini di mal, berarti Diah menempatkan fotofoto ini sejajar dengan berbagai barang yang dipajang dan dipamerkan di etalase besar itu. Toko-toko yang ada di mal, serta etalase-etalase yang ditutup dengan kaca tembus pandang, pasti, bertujuan menarik perhatian orang-orang yang melewatinya. Harapannya tentu saja, agar mereka membeli produk-produk yang dipamerkan. Dalam pameran Nine Months ini, foto-foto super besar itu diatur dan dipajang semenarik mungkin. Persis produk-produk yang ada di pada etalase toko. Lewat 21 figura berdesain sederhana namun berkelas, foto-foto perempuan yang sedang hamil besar itu dikemas sedemikan rupa, sehingga semakin tampak elegan dan menarik perhatian. Berikut adalah 21 foto yang ditampilkan : 59 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 25. 21 foto seri Nine Months. Selain cara memamerkan yang persis dengan cara menjajakan produkproduk di mal. Foto-foto itu sendiri, terasa seperti sebuah „etalase‟. Para perempuan hamil sembilan bulan itu seperti ingin „menjajakan‟ sesuatu kepada publik. Mereka seperti ingin „menjual‟ kehamilan kepada publik. Sudah pasti aspek-aspek dari kehamilan itu memiliki nilai jual yang tinggi. Misalnya saja, fashion yang dikenakan oleh para perempuan hamil itu. Dengan pakaian serta aksesoris yang menarik, para perempuan hamil ini tampak begitu stylish, fashionable serta elegan. Dengan bungkus pakaian itu, kehamilan pun jadi terkesan demikian. Kehamilan dibuat menjadi tren, fetish, atau dengan bahasa sederhana, kehamilan adalah sesuatu yang keren. Untuk menjadi semakin keren ketika hamil, maka perlu dibungkus dengan produk yang pas, serta gambar-gambar fotografis yang menarik. Lewat pameran ini, produk-produk kehamilan serta tren foto maternitas itu pun ditawarkan. Oleh karena itu sebuah peragaan busana maternitas dihelat saat pembukaan pameran ini pada 19 April 2007. Saat pembukaan pameran sejumlah selebritis yang menjadi model dalam seri Nine Months, seperti Ratna Listy dan Arzeti juga tampak hadir. Ketika itu mereka tampil glamour dan menawan. Para selebritis itu „dipajang‟ di atas panggung, sesudah itu sejumlah infotainment berebut mewawancarai mereka. 61 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tidak hanya para selebritis, Menteri Pemberdayaan Perempuan ketika itu, Meutia Hatta, turut memeriahkan pembukaan pameran dengan membukanya secara resmi. Foto-foto Nine Months itu sendiri adalah sebuah etalase visual dua dimensi. Pose dan gaya dari para model itu mirip dengan bentuk serta rupa manekin-manekin yang dipajang di depan etalase sejumlah toko di Plaza Semanggi. Mereka pun sama-sama mengenakan produk mode high end, yang satu mengenakan produk khusus untuk perempuan hamil, sementara si manekin mengenakan produk untuk perempuan dengan postur sempurna. Gambar 26. 96 Salah satu etalase dan manekin di Plaza Semanggi. Sebagai sebuah etalase, baik pamerannya ataupun ke-21 foto itu sendiri, Nine Months adalah salah satu upaya (dari pihak-pihak yang berkepentingan) menjadikan ide tentang kehamilan lebih populer. Kemudian ketika sudah semakin populer, kehamilan tentu akan begitu diinginkan oleh khalayak. Juga pernakpernik seputar kehamilan yang dijajakan, tentu akan mendapat pangsa pasar yang lebih luas. 96 Sumber http://v2web.delamibrands.com/store2/new/store_colorbox/exhibition.php?image=semanggi%20st ore.JPG 62 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 27. Suasana salah satu toko ritel di Plaza Semanggi. 97 C. HAMIL DAN GAYA HIDUP URBAN Jakarta adalah latar konteks dari seri foto ini. Sebuah kota metropolitan dengan segala gaya hidup urban yang melingkupinya. Jakarta adalah kota yang tidak pernah tidur. Selama 24 jam kota ini hidup dan terus bergerak. Orang-orang yang menghidupi kota ini seakan tidak pernah kehabisan energi. Untuk bisa bertahan hidup di Jakarta, para penghuninya harus mau mengikuti gaya hidup urban. Jika tidak, mereka bisa terlibas oleh deru dan rima kota yang begitu aktif. 1. Aktif Juga Sehat Walaupun perut membuncit, dan berat tubuh bertambah, perempuan Jakarta tidak boleh dikalahkan oleh perubahan biologis itu. Mereka harus tetap bergerak sesuai dengan kesehariannya. Jika tidak mengikuti rima itu maka perempuan Jakarta bisa ketinggalan jaman. 97 Sumber http://foto.detik.com/readfoto/2009/06/28/191047/1155372/464/1/ dan http://www.tribunnews.com/2012/08/08/jelang-lebaran-plaza-semanggi-gelar-diskon 63 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Nadia Dewi Sarah (Customer Service) Nasional) Gambar 28. Indri Halil (Pengusaha) Kevin Nasution (Atlit Renang Seperti yang terlihat dari tiga foto di atas, ketiganya menggambarkan perempuan-perempuan hamil usia sembilan bulan yang tetap aktif melakukan kegiatan fisik yaitu berolahraga. Pada foto pertama terlihat seorang perempuan hamil besar mengenakan pakaian senam berwarna oranye sedang melakukan gerakan kayang. Ia adalah Nadia Dewi Sarah, seorang Customer Service dari sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Aksesoris yang Nadia kenakan, seperti kalung dan kacamata tampak semarak dan senada dengan seluruh penampilannya. Wajahnya tampak sumringah. Deretan giginya terlihat jelas, dan rambutnya pun dikucir dua. Kesan keseluruhannya adalah, walaupaun ia harus menahan berat tubuhnya yang makin bertambah, Nadia tampak begitu riang, dan sama sekali tidak merasa kelelahan melakukan aktifitas fisik itu. Pada foto kedua tampak seorang perempuan hamil besar yang sedang duduk pada sebuah bola besar sambil masing-masing tangannya mengangkat barbel kecil berwarna merah muda. Ia mengenakan pakaian senam berwarna putih yang tampak serasi. Pakaian senamnya itu sepertinya memang didesain untuk perempuan hamil besar, karena dengan pakaian senam yang terlihat ketat dan begitu pas membalut perut buncitnya itu, ia sama sekali tidak kesakitan. Malah ia 64 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI semakin bebas bergerak. Ia bernama Indri Halil, seorang pengusaha Jakarta. Indri tampaknya sedang berada pada sebuah gym yang cukup berkelas. Terlihat pada foto, di latar belakang Indri, berderet-deret treadmill98 dengan layar TV kecil di depannya. Indri tampak tersenyum dan sepertinya mengatakan bahwa, “Biarpun hamil besar, saya tetap beraktifitas rutin. Saya tetap pergi ke gym dan fitness, walau hanya melakukan gerakan-gerakan ringan, seperti melenturkan tubuh di atas bola karet atau melatih otot lengan dengan barbel.” Foto ketiga memperlihatkan Kevin Nasution, seorang atlit renang nasional, yang sedang duduk bersila sambil melihat ke arah perut besarnya. Kulitnya terlihat basah oleh air. Jika direka, Kevin mungkin sedang beristirahat setelah selesai berenang pada kolam renang di sebelahnya. Terlihat senyum tipisnya. Kevin sepertinya sedikit lelah, namun terlihat bahagia. Sepertinya ia terharu melihat perut besarnya yang sebentar lagi akan berubah menjadi seorang anak manusia. Dengan pakaian renang jenis bikini, perut Kevin yang sudah begitu membuncit, terlihat begitu jelas. Foto itu terlihat ingin mengesankan bahwa kehamilan Kevin di trisemester akhir itu tidak bisa menghalangi aktivitas rutin yang begitu ia cintai, yaitu berenang. 2. Funky, Keren, Menyenangkan Untuk menjadi masyarakat urban Jakarta yang bisa diterima dalam lingkungan pergaulan „orang Jakarta‟, seseorang harus tampil funky, keren dan 98 Alat fitness yang memungkinkan orang untuk berlari atau berjalan secara konstan di tempat. Alat ini didesain khusus dengan berbagai kecepatan yang bisa disesuaikan, sehingga orang yang berada di atas alat ini bisa menyesuaikan latihan fitnessnya. Alat ini bisa digunakan untuk berlari dengan kecepatan tinggi, atau bisa juga berlari pelan atau hanya ingin berjalan saja, dan sangat praktis karena orang tak perlu pergi ke tempat lain atau luar ruangan. Cukup di dalam ruangan latihan-latihan lari dengan berbagai kecepatan itu sudah bisa dilakukan. 65 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI membawakan dirinya secara menyenangkan. Jika tidak, ia akan dianggap kampungan atau bahasa sehari-harinya „gak gaul‟. Seperti yang diperlihatkan dalam keempat foto di bawah ini. Pose dan gaya yang ditampilkan adalah tipikal masyarakat urban Jakarta. Kelima perempuan ini, terlihat funky, keren dan secara keseluruhan kelimanya begitu gembira dan tampak bersenang-senang, walaupun tubuhnya membesar karena kehamilan yang mereka alami. Gambar 29. Zweta Nugroho (Reporter) Diah Meivita Sari (Promosi), Palupi Rusdiyatmi (Promosi) Gambar 30. Dini Wiradinata (Managing Director) Pita Moluccas (Penyanyi) Pada foto pertama terlihat seorang perempuan hamil bernama Zweta Nugroho. Dalam foto itu ia tampak begitu riang dan bahagia. Suasana menyenangkan tampak begitu jelas dari warna-warna yang ada di foto itu. Mulai dari latar belakang dindingnya yang berwarna kuning, hingga kombinasi 66 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pakaiannya yang didominasi warna pink. Dua balon berwarna merah serta biru juga menambah semarak penampilan Zweta. Apalagi dua balon itu ia pegang di atas kepalanya. Ia seperti anak kecil yang sedang bermain-main. Kesan lucu, menyenangkan serta riang gembira tampak mendominasi seluruh foto ini. Berat tubuh serta perutnya yang membesar, tampaknya sama sekali tidak menjadi beban Zweta untuk menjalani aktivitasnya sehari-hari. Ia tetap bersemangat dan sepertinya bersenang-senang dengan kehamilannya itu. Foto yang kedua adalah foto dua orang perempuan hamil yang tampaknya bersahabat. Keduanya juga memiliki profesi sama sebagai seorang staff promosi. Mereka pun mengenakan pakaian serta aksesori sama. Atasan putih longgar tanpa lengan, bawahan hitam, serta aksesori senada. Mereka adalah Diah Meivita Sari serta Palupi Rusdiyatmi. Keduanya memperlihatkan ekspresi gembira serta percaya diri dengan perut buncitnya masing-masing. Terlihat dari kesengajaan mereka membuka sedikit blus mereka pada bagian perut, sehingga perut buncit mereka dapat terlihat jelas. Diah berpose menyamping, dan menengok ke arah kamera sambil tersenyum lebar. Tangan kirinya mengangkat blus putihnya dan yang kanan menahannya, seperti ingin berkata “Aku hamil loh.” Kaki kirinya juga menekuk dan sedikit berjinjit, seakan-akan ia baru saja menari-nari sambil menunjukan kehamilannya yang sudah mencapai sembilan bulan. Sementara itu, perempuan di sebelahnya, Palupi, berpose lurus menghadap kamera. Tangan kanannya memegang perut buncitnya, dan tangan kirinya memegang kalung yang ada di dadanya, seperti hampir menggenggam. Ekspresi wajahnya tampak kaget saat ia melihat ke arah perut buncitnya. Ia seperti ingin mengatakan “Wow, perutku besar 67 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sekali.” Namun ia mengatakan itu dengan gembira. Telapak kaki kanannya tampak sedikit masuk ke dalam. Sepertinya, ia dan Diah baru sama-sama menari merayakan sesuatu. Merayakan kehamilan mereka. Foto ketiga adalah seorang perempuan hamil besar bernama Dini Wiradinata. Dini mengenakan topi, kaos hitam, serta celana berwarna hitam. Ia juga mengenakan gelang paku-paku yang biasanya menjadi aksesoris band punk. Kaosnya tampak kekecilan, sehingga perut buncitnya tidak tertutup seluruhnya. Gestur tangan Dini membentuk sebuah simbol yang seringkali ditemui pada konser musik metal. Secara umum gestur itu dipahami sebagai teriakan „metal‟. Dini tampak menyeringai. Matanya memincing dan ia seperti berteriak „Metal !‟. Latar belakangnya adalah potongan koran-koran yang ditempel di dinding. Dari sekian banyak potongan koran itu, yang paling jelas terlihat adalah tulisan „Wow Madonna‟. Tulisan itu persis berada di bawah bayangan Dini yang membentuk simbol „Metal‟. Foto itu sepertinya ingin mengatakan bahwa hamil besar adalah bukan sebuah alasan untuk tiba-tiba merubah penampilan menjadi konvensional. Seperti Madonna, seorang ikon pop asal Amerika, yang selalu tampil funky dan keren, walaupun sudah berusia lebih dari 50 tahun dengan seorang anak perempuan bernama Lourdes serta anak lelaki bernama Rocco. Foto keempat adalah perempuan bernama Pita yang berprofesi sebagai penyanyi. Pita mengenakan sejenis kemeja berwarna putih yang diikat pada bagian tengahnya. Kemeja yang ia kenakan itu hanya menutupi bagian dada. Bagian perutnya yang membuncit benar-benar terekspos. Ia juga mengenakan hotpants yang membuat Pita terlihat seksi. 68 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pita menghadap persis ke kamera. Ekspresi wajahnya tampak dingin dan misterius. Tidak ada senyum di wajahnya. Pita tampak cool dengan ekspresinya itu. Tatanan rambutnya juga cukup berbeda. Rambutnya disasak ke atas, sehingga terkesan bergaya ala rocker punk. Tangan kanannya juga membentuk gesture seperti yang dilakukan oleh Dini. Ia membentuk simbol „metal‟ dan menunjukannya persis ke arah kamera. Sementara itu tangan kirinya memegang pinggang. Sepertinya ia ingin mengatakan “Walaupun saya hamil, saya tetap keren.” 3. Mandiri dan Berkelas Bagian dari gaya hidup masyarakat urban Jakarta adalah menjadi mandiri atau tidak tergantung pada orang lain. Rima Jakarta yang bergerak dengan sangat cepat membuat orang harus bisa memberdayakan seluruh kemampuannya. Kemandirian itu pun harus dibungkus dalam sikap bertingkah laku serta mode yang berkelas. Karena begitulah makhluk-makhluk Jakarta dibesarkan. Mereka dikepung oleh budaya kapitalistik yang menuntut orang untuk bersikap dan bergaya kelas atas, misalnya serbuan mal-mal kelas atas pada tiap sudut kota Jakarta, salah satunya adalah Plaza Semanggi. Seperti foto-foto para perempuan di bawah ini, Gambar 31. Arzeti B. Setyawan (Model) Maudy Koesnadi (Artis) 69 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 32. Sari Elvianti (Pegawai Bank) Lea (Pemilik Butik) Foto pertama adalah potret milik Arzeti, seorang model papan atas Indonesia. Posenya yang memperlihatkan kontur samping wajah serta tubuh yang sedikit menyerong ke hadapan lensa, memberi kesan seolah-olah Arzeti berasal dari kalangan bangsawan. Pose Arzeti itu memang mirip dengan pose sejumlah aristokrat yang mengabadikan potret dirinya ketika awal-awal fotografi baru diluncurkan ke khalayak. Selain posenya, pakaian serta aksesori yang ia kenakan semakin menegaskan hal itu. Arzeti mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan sejenis brokat yang diberi aplikasi bordir di sana-sini. Brokat adalah bahan yang biasanya digunakan untuk baju-baju pesta. Selain pakaian yang dikenakan, kipas dengan pinggiran bordir hitam, yang dibawa Arzeti semakin membentuk kesan aristokrat itu. Azeti tampaknya siap menari Tanggo, atau ia hendak melangkah dengan gaya aristokrat. Sebuah langkah tegap dengan wajah mendongak ke atas yang seperti mengatakan, “Kehamilanku tidak menghentikanku untuk bergerak”. Foto kedua adalah Maudy Koesnadi, seorang artis yang sangat populer di Indonesia. Tampaknya ia sedang berlari menuju arah tertentu. Ini terlihat dari rambutnya yang mengembang karena tertiup angin. Jari telunjuknya tampak menunjuk pada titik tertentu. Seperti ingin mengatakan bahwa itulah arah yang 70 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dituju. Wajahnya tidak melihat ke depan ke arah yang ingin ia tuju, tapi melihat ke arah lain. Bisa jadi ia waspada pada keadaan di sekitarnya, atau ia membuat semacam perhitungan tentang kondisi di sekitarnya yang sedang atau mungkin akan terjadi. Walaupun hamil besar, Maudy tampak begitu mandiri dan tegas dengan apa yang ingin ia lakukan. Pakaian serta sepatu yang ia kenakan, juga menegaskan hal itu. Setelan jas hitam, baju hitam, rok di atas lutut warna hitam, serta sepatu boot sebetis, menggambarkan kemandirian dan ketegasan itu. Sementara itu, kalung batu bertumpuk-tumpuk yang menutupi lehernya, memberi sentuhan mewah dan tampak berkelas pada penampilan Maudy. Foto ketiga adalah foto seorang perempuan bernama Sari Elvianti. Ia mengenakan baju terusan tanpa lengan berwarna coklat dengan motif bunga. Sari juga mengenakan aksesoris berupa kalung berwarna coklat yang tampak senada dengan pakaian yang ia kenakan. Ia tidak melihat ke arah kamera, tapi melihat ke arah kiri atas sambil tangan kiri menopang kepalanya. Tangan kanannya memegang perut buncitnya. Ekspresi wajahnya terkesan datar serta tidak ada senyum di wajahnya. Matanya seperti menerawang. Tetapi kesannya bukan kesedihan atau kesakitan. Ada kesan misterius dan percaya diri yang keluar dari wajahnya. Ia bahkan terkesan sensual, walaupun dengan perut yang membuncit karena kehamilan. Kepalanya yang sedikit mendongak ke atas merupakan gesture yang seperti ingin berkata “I’m sexy and I can handle my pregnancy.” Foto keempat adalah foto seorang perempuan hamil bernama Lea. Posenya adalah gambaran seorang perempuan yang percaya diri serta mandiri. Gaya berdiri yang tegas menghadap kamera dan wajahnya sedikit menyerong serta sedikit 71 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI terangkat ke atas, adalah sebuah gestur kepercayaan diri. Ekspresi wajahnya, yang memberikan senyum tipis serta mata memandang ke arah kiri kamera, seperti ingin menyatakan bahwa “Saya bisa mengatasinya.” Ia mengenakan jas panjang motif kotak-kotak dengan bagian perut yang terbuka. Jas adalah sebuah representasi dari ketegasan. Dan motif kotak-kotak itu memberikan aksen lebih lembut pada ketegasan itu. Lea tampak tidak malu dan takut atas perutnya yang benar-benar membuncit. Selain terkesan mandiri dan percaya diri, Lea juga tampak berkelas dengan seluruh item mode (yang sudah pasti mahal) yang ia kenakan, apalagi latar belakang tempat berdirinya adalah sebuah ruang dengan desain interior dan eksterior modern minimalis. Kesan yang ditimbulkan adalah elegan, simple dan berkelas. D. HAMIL DAN PERAN IBU Bagi sebagian perempuan, menjadi ibu adalah hal yang kodrati. Hal ini didasari atas fakta bahwa kehamilan hanya dapat dialami oleh perempuan. Peranperan seorang ibu yang dimaklumi oleh masyarakat kebanyakan adalah peranperan yang telah dikonstruk oleh budaya patriarki yang telah menghegemon. Konsep ibu sendiri kemudian dilekatkan dengan banyak konstruks tentang „beban ganda‟ yang harus ditangung oleh perempuan. Dan konstruk tentang „ibu‟ itu sendiri telah dilekatkan semenjak perempuan mulai mengalami kehamilan. Misalnya tentang berbagai mitos seputar kehamilan, cara bersikap seorang perempuan hamil, beban dan tugas yang harus dilakukan oleh perempuan saat hamil, sampai kemudian anak telah lahir serta tugas-tugas nurture yang sejatinya adalah konstruk. Bahwa seorang ibu harus 72 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tetap berada dalam ranah-ranah domestik walaupun ia juga berperan secara aktif di ruang publik dengan pekerjaan kantorannya. Dan ini tidak lepas dari perempuan yang ada di Jakarta sekalipun. Walaupun mereka lebih dimanjakan oleh akses yang memadai dan ruang-ruang informasi serta pengetahuan yang terbuka lebar, para perempuan ini tetap terperangkap dalam peran-peran ibu. Gambar 33. Ningcy Yuliana (Manajer Pemasaran) Yulia Ristanti (Kepala Keuangan) Gambar 34. Nenny Hamid (Account Executive),Oki Aldebaria dan Siska Widyawati (Staff Administrasi Kantor Pemerintah) Ini yang sepertinya saya lihat dari beberapa foto dalam seri Nine Months. Foto pertama adalah foto milik Ningcy Yuliana, seorang wanita karir yang berprofesi sebagai manajer pemasaran. Pose Ningcy menggambarkan ketenangan dan penerimaan diri atas proses kehamilan yang sedang ia jalani. Tangannya yang memegang perut menggambarkan hal itu, juga wajahnya yang seperti melihat pada satu titik, jauh di ujung di depan kamera. Mungkin ia melihat masa depannya 73 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang akan diisi oleh celoteh bayi serta tanggung jawab yang lebih besar sebagai ibu, selain ia juga harus tetap berprofesi sebagai seorang manajer. Ningcy tidak menutupi tubuhnya dengan pakaian, melainkan kain merah panjang lebar yang membalut tubuhnya dari bagian dada ke bawah. Kain itu bukan hanya membalut tubuh Ningcy, tetapi juga latar belakang tempat Ningcy berdiri atau mungkin seluruh ruangan itu tertutup kain merah. Namun Ningcy tidak menderita karena belitan itu. Ia tampak berserah dan menerimanya dengan bahagia. Jika bisa disimpulkan, warna merah pada kain itu menggambarkan keberanian Ningcy untuk pasrah menghadapi hal yang akan terjadi di depannya. Foto kedua adalah Yulia Ristanti, seorang perempuan yang berprofesi sebagai kepala keuangan. Yulia seperti berdiri dalam sebuah ruangan, mungkin ruang tamu sebuah rumah atau kamar tidur. Ia berdiri di samping jendela, sambil melihat keluar jendela. Tidak ada senyum di wajahnya. Ini seperti ekspresi seseorang yang sedang risau. Mungkin saja ia menunggu seseorang yang tidak kunjung datang, atau sedang risau menunggu momen kelahiran anaknya. Maklum kehamilannya sudah masuk ke trisemester akhir dan tinggal menghitung hari saja. Gaya berpakaian Yulia sederhana, termasuk warna-warna yang dikenakan. Terkesan lembut dan bersahaja. Tangan kanannya memegang bunga berwarna putih. Caranya memegang bunga itu seperti sebuah kepasrahan atau kesabaran. Bunga yang akan diberikan kepada orang yang ia tunggu, atau bunga yang mengingatkannya pada seseorang atau sesuatu. Yulia tampak menghayati perannya sebagai bakal ibu. Yulia pun siap menunggu dan pasrah menanti sesuatu yang ada di depannya itu. Ia berbahagia 74 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI karena akan menjalani satu hal yang (dianggapnya) kodrati bagi perempuan, yaitu peran sebagai ibu. Foto ketiga adalah Nenny Hamid yang seperti mencoba mengikuti imaji seorang malaikat dalam tradisi barat. Atau -mungkin saja- mencoba mengikuti gaya putri-putri kerajaan dalam sejumlah legenda barat. Hal ini terlihat dari pakaian terusan putih dengan aksentuasi melebar di bagian bawah, serta mahkota berbentuk lingkaran yang terbuat dari bunga-bunga serta biji-bijan yang ia kenakan. Posenya menyamping dan memperlihatkan lekukan perut. Pakaian terusan putih yang ia kenakan seperti menggambarkan perempuan bersahaja atau seperti seorang malaikat dengan sifat-sifat suci dan bersih. Wajahnya yang sedikit tertunduk, serta guratan senyum tipis adalah ekspresi seorang perempuan yang anggun, pasrah, sederhana serta sabar menanti apa yang sudah ia tunggu-tunggu, yaitu seorang jabang bayi yang masih ada di perutnya. Yang menarik adalah, lampu yang ditembakan tepat di depan Nenny. Cahaya lampu itu akhirnya membentuk refleksi setangah bulatan yang seakanakan datang langsung dari surga, tempat dimana para malaikat tinggal. Gambaran tentang kebersehajaan, kesabaran, dan keanggunan adalah sifat-sifat „malaikat‟ bak putri kerajaan yang dikontruks oleh masyarakat, harus dimiliki oleh seorang ibu. Foto keempat adalah foto dua orang perempuan bernama Oki Aldebaria serta Siska Widyawati. Mereka berdua adalah staff administrasi pada kantor pemerintah. Mereka berdua berpose dengan gaya serupa, pakaian yang dikenakan pun sama. Sama-sama mengenakan kebaya modifikasi, dengan sentuhan rok batik 75 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI panjang. Mereka berpose menyamping dan membiarkan lekuk perut mereka yang sudah membuncit sedikit terlihat. Mereka berpose pada sebuah anak tangga dengan pintu berbentuk lengkung sebagai pembingkainya. Kesan yang ditimbulkan adalah kesederhanaan, tradisional serta konvensional. Dengan senyum mengembang dan menatap ke atas, mereka berdua seperti hendak meniti anak tangga menuju ke arah yang lebih tinggi. Mungkin mereka berdua sedang bahagia menanti dan tidak sabar menunggu momen di depan, yaitu momen kelahiran yang sebentar lagi akan tiba. Dua orang perempuan ini terlihat sudah siap dengan segala peran ibu yang akan menanti mereka, atau memang mereka sudah bertransformasi dan mengaplikasikan sifat-sifat keibuan ketika proses kehamilan ini sedang berlangsung. Artinya mereka sudah siap dengan berbagai peran yang akan mereka jalani, baik di ranah publik, yaitu saat bekerja sebagai PNS atau sebagai ibu yang harus melakukan peran-peran nurture di ranah domestik. E. HAMIL DAN TUBUH Tubuh yang berubah adalah konsekuensi logis dari sebuah proses kehamilan. Sesuai dengan usia janin yang ada di dalam rahim, perut akan semakin membesar dari bulan ke bulan. Berat tubuh pun akan makin bertambah, karena nafsu makan yang semakin besar. Apalagi ketika hamil, ada seorang jabang bayi yang harus diberi asupan nutrisi terus-menerus. Beberapa perempuan akan mengalami pembengkakan di bagian kaki ataupun varises, dikarenakan kaki harus menopang berat tubuh yang lebih besar dari biasanya. 76 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Perempuan yang tadinya bertubuh ideal99, ketika hamil harus mengalami perubahan ukuran dan berat pada tubuhnya. Banyak yang merasa panik saat tubuh mereka harus berubah drastis. Banyak yang coba menutup-nutupi bagian-bagian tubuhnya yang berubah itu. Dan pasca melahirkan, banyak yang begitu frustasi dengan berat tubuh yang tidak kunjung turun, perut yang semakin kendor, lemak di sana-sini, serta payudara yang tidak lagi kencang. Imajinasi tentang tubuh yang ideal memang telah begitu dahsyat menggempur perempuan. Tidak terkecuali para perempuan Jakarta yang hidup dalam ruang-ruang urban metropolis. Malah, mungkin saja, imajinasi tentang kesempurnaan tubuh, lebih dahsyat menggempur para perempuan ini, seiring dengan makin derasnya arus informasi dan kapitalisasi berbagai barang dan jasa, misalnya produk kecantikan penurun berat badan atau jasa klinik penurun berat badan instan. Seperti pada seri foto Nine Months ini yang beberapa tampak sudah lebih berani memperlihatkan perubahan tubuhnya itu, terutama pada bagian perut. Keberanian mereka memperlihatkan perut-perut ini bisa dilihat sebagai keberanian untuk membuka wacana tentang kehamilan yang sebelumnya dianggap sangat personal, sehingga perut-perut buncit yang sebelumnya dianggap tidak layak untuk dipertontonkan, menjadi hal yang patut diselebrasi. Sebuah selebrasi yang diadakan karena perut itu membuncit karena kehamilan. Dan itu adalah hal yang lumrah, justru patut disyukuri. Tapi lain lagi persoalannya kalau perut buncit, tetapi tidak hamil, tentu tidak patut dipamerkan. 99 Seimbang berat dan ukurannya sesuai dengan yang selama ini sudah dikonstruksi oleh media, masyarakat, dll, tentang tubuh perempuan yang pas dan ideal. 77 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 35. Ngesti Wijayanti (Manager Produksi) Kristina (Akuntan), Retno Tri Harjanti (Supervisor Desain) Gambar 36. Riana Novi (Pegawai Swasta) Astuti Wulandari (Marketing) Gambar 37. Ratna Listy (Presenter) Muthi Kautsar (Penari) Dalam seri Nine Months ini ada dua foto perempuan hamil sembilan bulan yang masing-masing mengenakan topeng. Keduanya mengenakan topeng yang biasanya dikenakan dalam pesta kostum. Pada foto pertama yaitu foto milik Ngesti Wijayanti, topeng yang ia kenakan dihiasi oleh bulu-bulu berwarna merah magenta dengan sedikit aplikasi bulu-bulu berwarna hitam. Topeng itu menutupi bagian sekitar mata, hidung sampai ke dahi. 78 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ngesti mengenakan sejenis tank top dan membiarkan bagian perutnya terbuka. Ia berpose dari samping, sehingga lekuk perutnya semakin terlihat, begitu juga garis-garis di perutnya. Yang menarik dalam foto Ngesti adalah munculnya dua orang bocah berusia balita yang tampak penasaran dengan perut buncit Ngesti. Salah seorang bocah yang duduk di kursi tampak memegang kaos Ngesti untuk kemudian meraba perutnya. Bocah kedua yang berdiri tampak melihat saja dan penasaran dengan apa yang dilakukan oleh bocah pertama. Dalam kondisi seperti itu, Ngesti seperti membiarkan saja bocah bocah itu bermain-main dengan perutnya. Sepertinya ia malah senang saat mereka memainkan perutnya. Ini terlihat dari pose ngesti yang seperti menyodorkan perutnya, dan melipat kedua tangannya ke belakang. Ngesti tampaknya senang memperhatikan kedua bocah itu, dan seperti mengatakan “Ayo nak, lihat perut Ibu”100. Ngesti tampaknya merasa bahwa perutnya yang membuncit karena kehamilan adalah sesuatu yang patut disyukuri serta dipamerkan kepada khalayak. Oleh karena itu ia mempertontonkannya di hadapan lensa serta memperbolehkan kedua anaknya untuk bermain-main dengan perut buncitnya di hadapan publik. Seperti Ngesti, Muthi Kautsar juga mengenakan topeng dalam fotonya. Ia mengenakan topeng berbentuk mata kucing. Topeng yang dikenakan Muthi ini adalah topeng yang tidak ditempel dengan cara diikat di bagian belakang kepala seperti milik Ngesti. Topeng yang dikenakan Muthi bisa dicopot kapan saja, karena topeng ini hanya dipegang dengan menggunakan tongkat yang ditempelkan di ujung sebelah kiri topeng. Sama seperti Ngesti, topeng milik 100 Menurut sang fotografer, kedua bocah itu memang anak Ngesti yang kebetulan diajak berpartisipasi dalam sesi pemotretan itu. 79 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Muthi ini adalah sejenis topeng yang sering dikenakan dalam pesta topeng atau masquerade dalam tradisi Eropa. Tidak seperti foto-foto lainnya, foto milik Muthi ini begitu misterius karena yang difoto adalah refleksi dirinya pada sebuah cermin besar. Apalagi yang digunakan adalah foto hitam putih yang semakin menambah kesan misterius serta dramatis. Tanda-tanda kehamilan Muthi pun tidak terlihat. Yang terlihat di cermin kayu berukir itu hanya sosok manusia mengenakan topeng berwarna putih. Refleksi di cermin itu pun tidak didominasi oleh Muthi. Muthi hanya berada di sisi kiri cermin sementara di tengah ada guci besar yang menghalangi refleksi. Sedangkan latar belakangnya hanya tembok kosong abu-abu. Sepertinya ada kesan misterius, atau ingin menutup-nutupi sesuatu. Mungkin saja ia ingin menutupi tubuhnya yang berubah karena hamil besar. Karena jika menutupi kehamilannya tentu tidak mungkin, mengingat ia difoto dalam seri foto kehamilan Nine Months. Bisa jadi Muthi tidak ingin membagi tubuhnya yang berubah kepada khalayak, atau bisa jadi ia tidak percaya diri dengan perubahannya itu. Sementara itu ada foto dua orang perempuan bernama Kristina dan Retno Tri Harjanti. Mereka difoto berdua dalam satu frame dengan pose yang sama. Sama-sama menghadap samping dan melihat ke atas. Hanya saja Kristina menghadap ke kanan dan Tri menghadap ke kiri. Keduanya juga mengenakan pakaian yang sama dan sama-sama memperlihatkan lekuk samping perut buncit mereka. Ada sedikit guratan senyum saat mereka melihat ke atas, menerawang entah ke mana. Kesan yang tertangkap adalah kepercayaan diri pada tubuh 80 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mereka. Seperti mereka ingin mengatakan, “This is my body, I am pregnant and I am proud of it.” Mungkin saja, baik Kristina ataupun Retno merasa percaya diri untuk memperlihatkan tubuh mereka kepada khalayak karena mereka merasa tidak sendiri melakukannya. Ada sahabat perempuan lain di sisinya yang juga mengalami perubahan signifikan pada tubuhnya. Sehingga masing-masing percaya diri untuk memperlihatkan perubahan tubuh mereka itu. Lalu ada foto milik Riana Novi yang mengenakan kebaya putu baru brokat warna hijau dan membiarkan bagian yang biasanya diberi setagen dibiarkan terbuka sehingga perutnya yang membesar sangat terlihat. Riana seperti sedang berada di alam terbuka, di sebuah daerah pegunungan. Itu terlihat dari latar belakang yang tergambar di belakangnya. Sebuah backdrop bergambar pohonpohon cemara dan pohon-pohon khas pegunungan menjadi latar belakang Riana. Posenya seperti sedang bersiap-siap untuk beranjak dari tempat itu, karena ia sedang membetulkan atau memakai antingnya. Dengan konsep pakaian tradisional itu, Riana berani memodifikasi penampilan yang biasanya dimunculkan saat orang memakai kebaya. Ia cukup percaya diri menunjukan perutnya dan sedikit keluar dari pakem kebaya. Lalu foto yang lain adalah milik Astuti Wulandari. Posenya menggambarkan ia terbuka dengan tubuhnya yang berubah. Tangannya direntangkan kesamping seakan-akan ingin menunjukan kepada khalayak perihal kehamilannya. Pakaian yang ia gunakan juga mempertegas hal itu. Sebuah kemeja yang diikat ujung-ujungnya sampai sebatas dada, sehingga bagian perutnya bisa terlihat. Ekspresi wajahnya pun menggambarkan hal itu. Sebuah senyum tipis 81 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dengan tatapan ke atas mengesankan ketegasan. Foto yang dilakukan di luar ruangan ini, sepertinya menggambarkan betapa ia terbuka terhadap tubuhnya itu. Terakhir ada foto Ratna Listy, seorang perempuan yang berprofesi sebagai presenter. Ratna tampak sumringah dengan kehamilannya. Senyum lebar dan posenya yang memperlihatkan sedikit perut yang membesar beserta guratan alaminya merupakan sebuah pertanda bahwa Ratna percaya diri dengan kehamilannya. Walaupun ia masih tampak ragu-ragu memperlihatkan perut buncitnya, Ratna seperti akhirnya yakin bahwa perut buncitnya adalah keindahan yang patut dipamerkan. Terlihat dari pose tangannya yang seperti ragu-ragu membuka sedikit pakaiannya -walau sudah sedikit terlihat karena pakaiannya cukup transparan- yang semula menutupi perutnya itu. F. HAMIL DAN SENSUALITAS Seperti yang sudah saya gambarkan dalam bab dua, pada sub bab Imaji Tubuh Perempuan Dalam Ranah Fotografi di Indonesia, aspek sensualitas tampaknya belum bisa dilepaskan dari imaji perempuan dalam fotografi, khususnya di Indonesia. Perspektif laki-laki yang masih menguasai dunia fotografi, membuat sensualitas perempuan sering dijadikan obyek dalam sejumlah karya fotografi. Begitu juga dalam seri Nine Months ini. Sensualitas amat mewarnai fotofoto para perempuan hamil besar ini. Tubuh-tubuh yang berubah, diekspos dalam frame-frame gambar, yang begitu menarik untuk dipandang. Lewat pose, pakaian, aksesoris, serta tata lampu yang digunakan, para perempuan ini tetap terlihat 82 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI cantik, seksi dan terkesan sensual, walaupun mereka tidak berada dalam tubuh yang –dianggap- ideal. Yang paling terlihat jelas sensualitasnya, menurut saya, adalah foto-foto di bawah ini. Walaupun seluruh foto seri Nine Months memiliki unsur sensualitasnya masing-masing. Karena –buat saya- sensualitas adalah masalah rasa yang berhubungan dengan daya tarik fisik. Sebuah rasa, gairah, yang pada konteks ini bersumber pada seksualitas perempuan. Ia dimunculkan dari daya tarik fisik, penampilan atau jasmaniah dari para model dalam foto-foto ini. (1) ( 2) (5 ) ( 7) (3) (4) (6) (8 ) (9) (10) ( 11) Gambar 38. Foto-foto dalam seri Nine Months yang saya anggap sensual. Diah, sebagai fotografer serta seorang perempuan yang juga sedang hamil sembilan bulan saat mengabadikan gambar-gambar ini, sepertinya memang 83 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sengaja menampilkan sensualitas dari para perempuan hamil ini. Keindahan tubuh perempuan yang selama ini didominasi oleh mitos langsing, tampaknya coba didobrak. Misalnya saja pada foto nomor 4,5,6, dan 11. Dengan pose yang tampak menggoda, serta terkesan seksi, keempat perempuan ini tetap memperlihatkan bulatan perutnya. Memang tidak ada anggota tubuh lainnya yang diperlihatkan, kecuali pada foto nomor 4, namun walaupun demikian, bagian tubuh yang tampak itu, seperti lengan dan pundak, tetap terlihat dalam konstruk tubuh ideal. Seperti diungkapkan Diah, sebisa mungkin, foto yang dihasilkan tetap indah dipandang, sehingga bagian-bagian tubuh ,yang menurut Diah, sudah tidak sedap dipandang, akan tetap disamarkan. “Ya kalau lengannya gede banget ya, sebaiknya pakai lengan panjang, atau ditutup kain, atau berpose yang sebisa mungkin tidak mengekspos lengan itu,” papar Diah. Menurut Diah, para klien perempuannya, tetap ingin terlihat cantik, dan kalau bisa, seksi dalam foto-foto kehamilan tersebut. Sementara itu pada foto 1,2,3 dan 11, sensualitas para perempuan ini ditonjolkan lewat pose serta sejumlah benda fashion yang mereka kenakan. Kesan seksi, glamour dan berkelas dimunculkan oleh para perempuan ini. Sensualitas seorang perempuan yang terbangun dari gaya, selera berpakaian serta cara membawakan diri. Tidak peduli bahwa tubuh di bagian perut sudah tidak lagi langsing. Lalu pada foto 7, 8 dan 9, kesan sensual dimunculkan dari pose serta penampilan ketiga perempuan ini yang bersahaja. Ada kelembutan serta feminitas yang begitu kuat dari para perempuan ini. Lewat pose serta sandang sederhana yang dikenakan, para perempuan ini tetap mengeluarkan sensualitasnya. Sebuah 84 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI rasa yang begitu subjektif, dan mungkin hanya bisa dimaklumi oleh mata-mata yang menyenangi kesederhanaan serta kelembutan yang feminin. Dan pada foto nomor 10, sensualitas perempuan muncul dari gaya yang asyik, funky, keren, sedikit garang serta maskulin ala rock star. Perempuan pada foto nomor 10 ini yaitu Pita, terkesan agak garang dengan gaya „metal‟ nya. Ia seperti seorang musisi rock, yang diperlihatkan dari tatanan rambut yang disasak ke atas, aksesoris, pakaian serta jari-jarinya yang membentuk simbol „metal‟. Dengan paduan dandanan, pose, serta perut yang buncit, kesan garang dan „metal‟ itu seperti lebur dalam sebuah kesan sensual. Sejumlah pengunjung pameran pun memaklumi demikian. Dari berbagai komentar serta kasak-kusuk diantara kawan-kawan saya yang ikut datang pada pameran Nine Months, serta sejumlah pengunjung yang tidak saya kenal, rata-rata mengatakan bahwa para perempuan dalan seri Nine Months ini terkesan seksi dan memiliki sensualitasnya masing-masing, walaupun perut mereka membuncit. Bahkan beberapa pengunjung lelaki mengatakan bahwa, justru perut-perut yang buncit itu adalah sensualitas paling utama dari foto para perempuan ini. Bagi mereka, tubuh yang langsing lalu difoto adalah hal yang biasa. Namun perut yang buncit dan menggendut adalah sesuatu yang baru, menarik dan bisa menjadi sumber imajinasi serta fantasi tentang sensualitas perempuan. 85 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV MENGARTIKULASI TUBUH CANTIK Bab ini merupakan jawaban dari dua buah rumusan masalah tentang bagaimana seri foto Nine Months mengartikulasi tubuh perempuan, serta bagaimana dunia fotografi yang dianggap maskulin mempengaruhi citra-citra tubuh perempuan dalam seri foto Nine Months menjadi realitas tubuh yang maskulin. Untuk menjawab permasalahan yang telah saya rumuskan pada Bab I, saya meminjam metode pembacaan foto yang digunakan oleh Barthes yaitu „fenomenologi sinis‟101. Pendekatan ini saya pilih karena, seperti Barthes, saya ingin melakukan advonturir yang dimulai dari rasa tertarik saya pada sebuah foto menuju esensi foto itu sendiri dan kemudian kembali lagi ke saya. Advonturir itu akan saya mulai dari pengalaman personal saya terpaku pada titik paling penting dalam seri Nine Months, setelah di bab sebelumnya saya sudah berpetualang dan bermain-main sejenak pada jejak-jejak visual dalam deretan foto dalam seri ini. Titik itu adalah punctum, sebuah titik yang telah membuat saya „terluka‟, karena ia begitu menggemaskan sekaligus mengadukaduk ingatan saya sebagai perempuan. Kemudian advonturir yang penuh dengan „luka‟ ini akan dilanjutkan pada pembahasan serta analisis dari pengalaman personal saya terpaku pada punctum itu. 101 Lihat Barthes, Camera Lucida, hal 20. 86 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Agar pembahasan dalam bab ini lebih terstruktur, maka bab ini akan dibagi menjadi tiga sub-bab. Sub-bab pertama akan menjelaskan bagaimana fotografi bisa menjadi pembentuk realitas yang maskulin. Penjelasan ini akan dilakukan dengan menganalisis pameran foto Nine Months. Sub-bab kedua akan menjelaskan bagaimana tubuh perempuan diartikulasi dalam sebuah karya fotografi. Penjelasannya juga akan dilakukan lewat analisis karya foto Nine Months. Dan pada sub-bab ketiga akan dibahas tentang konsumsi gambar berlebihan yang akhirnya menciptakan kecanduan serta sampah visual yang „dipaksakan‟ untuk diberi makna. A. FOTOGRAFI SEBAGAI PEMBENTUK REALITAS YANG MASKULIN Sub bab ini akan membicarakan bagaimana medium fotografi menjadi pembentuk realitas yang maskulin. Pembicaraan ini akan dilakukan dengan membedah pameran foto Nine Months. 1. Nine Months yang Komersil Mengunjungi pameran Nine Months seperti melihat jejeran tubuh perempuan hamil yang sedang dijajakan. Apalagi ruang pamernya adalah sebuah ruang komersil tempat berbagai macam hal diperjual-belikan. Sebuah mal. Konsep pameran semacam ini belum banyak dilakukan di Indonesia, khususnya Jakarta. Pameran foto biasanya dilakukan di ruang-ruang khusus yang memang diciptakan untuk memamerkan karya visual. Inilah yang menurut saya, membuat pameran ini begitu menarik untuk dikunjungi serta ditelaah. Selain itu isi dari pameran ini juga tidak biasa. Ketika itu, belum banyak tubuh-tubuh hamil membuncit, dipamerkan secara terbuka di ruang publik yang 87 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pengunjungnya bisa siapa saja dari kalangan manapun. Dalam pameran ini, sejumlah perempuan yang sedang hamil di usia sembilan bulan, dengan amat percaya diri menampilkan perut-perut mereka. Perut-perut membuncit dan dipenuhi dengan gurat-gurat itu dipajang secara terang-terangan menggunakan bingkai luar biasa besar. Siapapun yang melewati frame-frame itu pasti melihat wajah-wajah perempuan itu. Perut-perut yang tidak lagi rata itu pun benar-benar terlihat. Di mal, atau pasar, perhatian orang terbagi-bagi. Orang ingin berbelanja, melihat-lihat untuk sekedar cuci mata, orang ingin dilihat, ingin melepas lelah, ingin berwisata, orang ingin bertemu yang lain untuk melepas rindu ataupun membicarakan berbagai hal dengan kepentingan yang berbeda-beda. Sementara itu untuk melihat sebuah karya visual, biasanya, orang-orang yang datang dikondisikan oleh pihak penyelenggara agar perhatiannya terfokus pada karya-karya yang sedang dipajang. Para pengunjung datang dengan pengetahuan dan kesadaran akan melihat sebuah pameran karya visual. Beberapa mungkin sudah mengetahui mengenai karya yang dipamerkan atau minimal sudah tahu sang empunya karya. Sehingga ketika datang ke pameran, mereka „sudah siap‟ bahwa mereka akan mengapresiasi sebuah karya visual. Namun ketika mereka datang ke mal, perhatian para pengunjung pasti akan terbagi-bagi. Apalagi ruang pamer Nine Months ini tepat di tengah jalan utama mal Semanggi. Sebuah jalan utama yang cukup ramai, karena di situ terdapat ruang semacam hall yang ukurannya agak besar, dimana seringkali diadakan pertunjukan atau tempat untuk memajang barang-barang bermerek yang sedang diobral. Di sepanjang ruang pamer Nine Months ini juga berderet toko- 88 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI toko produk mode dari kelas high end serta sejumlah cafe kelas atas yang selalu ramai pengunjung. Sepertinya, penyelenggara pameran Nine Months memang memiliki agenda untuk membuat perhatian para pengunjung terbagi. Penyelenggara ingin pengunjung menjadi mulittasking102. Melihat pameran sekaligus berbelanja. Atau sebaliknya, berbelanja sambil melihat pameran. Dengan menjadi multitasking itu, para pengunjung dimanjakan dengan berbagai keserbaadaan yang ada di mal. Mereka bisa tetap menjadi masyarakat kebanyakan yang hobi berbelanja atau ngeceng di mal, namun tetap „berbudaya‟ dengan mengapresiasi karya visual yang dipamerkan. Pameran Nine Months ini rupanya mengadopsi semangat jaman masyarakat urban Jakarta. Sebuah masyarakat yang super sibuk, karena Jakarta adalah kota yang dikondisikan tidak pernah mati selama 24 jam. Jakarta juga tempat berkumpulnya pencari uang dan pencari untung. Jakarta yang sibuk ini tentu butuh penghuni yang bisa menyesuaikan diri, karena Jakarta terlalu sombong untuk melakukan hal itu. Oleh karena itu penghuni Jakarta butuh segala sesuatu yang tidak merepotkan, cepat saji. Jakarta butuh halhal yang serba instan. Kalau bisa ada satu benda atau satu hal yang bisa menyelesaikan segala permasalahan dalam satu paket. Jika ada, pasti paket ini akan laku keras dan benar-benar dicari oleh orang Jakarta. Dan karakteristik demikianlah yang memang menjadi warna kehidupan masyarakat Jakarta. Tidak mau repot. 102 Menurut kamus Oxford, multitasking adalah: (n) Computing the execution of more than one program or task simultaneously by sharing the resources of the computer processor between them.(Concise Oxford Dictionary – Tenth Edition). Dalam konteks kalimat ini, multitasking tidak lagi berhubungan dengan dunia komputer, terma ini diserap untuk menyebut kemampuan melakukan berbagai hal dalam waktu bersamaan. 89 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Karakteristik ini kemudian dibaca oleh orang-orang jeli yang memiliki akses ke berbagai peluang ekonomi itu. Frasa “tidak mau repot” itu kemudian diinterpretasi dan dikomersialisasi. Dan inilah yang diadopsi oleh pameran Nine Months. Masyarakat Jakarta yang super sibuk dan “tidak mau repot” ini dimanjakan dengan sebuah pertunjukan karya visual yang mudah dan sangat terjangkau. Sambil nge-mal dan nongkrong-nongkrong, pengunjung juga bisa menonton pameran foto. Di balik tujuan berkompromi dengan semangat serba instan yang dimaklumi oleh masyarakat Jakarta, sepertinya ada agenda berjualan dari pihak penyelenggara. Diah sendiri sebagai fotografer yang menghasilkan karya foto ini turut mengomersialisasi karya fotonya itu. Dengan mau berpameran pada ruang itu, Diah jelas-jelas menyatakan bahwa pamerannya ini memang disponsori oleh Plaza Semanggi. Apalagi saat pembukaan pamerannya, juga diadakan peragaan busana baju-baju hamil merek tertentu. Nine Months memang jelas menjadi media komersialisasi kehamilan itu sendiri. Pameran ini berhasil membuat ide soal kehamilan menjadi tren. Dan buntut-buntutnya adalah, berbagai ceruk-ceruk bisnis seputar kehamilan pelanpelan terbuka lebar. Ceruk-ceruk bisnis itu tentu saja seputar produksi produk-produk penunjang kehamilan, serta tren foto maternitas seperti rangkaian foto dalam seri Nine Months ini. Ini terbukti, sesudah pameran, Diah akhirnya mendapat label sebagai fotografer khusus kehamilan. Diah pun kebanjiran klien-klien perempuan yang ingin mengabadikan momen kehamilannya. Dan semenjak itu pula, tren foto 90 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI maternitas makin berkembang pesat di Jakarta, serta menyebar ke sejumlah kotakota besar di Indonesia. Komersialisasi kehamilan yang dibungkus secara elegan dalam Nine Months ini memang menyasar kelas menengah Jakarta. Ini terlihat dari display karya foto yang berjumlah dua puluh satu itu. Foto-foto itu dipajang dalam bingkai-bingkai besar elegan yang menyesuaikan dengan suasana dari mal Semanggi. Sebuah mal yang berada di tengah kota Jakarta yang mengklasifikasi dirinya sebagai mal untuk kelas menengah Jakarta. Kelas menengah Jakarta yang jumlahnya makin lama makin besar ini adalah salah satu potongan masyarakat Jakarta yang makin marak mewarnai suasana Jakarta sekarang ini. Kelas ini diciptakan oleh Jakarta yang sedang tumbuh sebagai salah satu kota megapolitan dunia. Kelas menengah baru yang tidak bisa dilepaskan dari budaya pasar dan, pada umumnya, tidak ragu mengeluarkan kocek besar untuk memenuhi tren gaya hidup yang sedang berlaku. Dan foto-foto perempuan hamil dalam seri Nine Months adalah gambaran secara visual tentang karakter masyarakat seperti apa yang sedang dibicarakan ini. Mereka adalah perempuan urban Jakarta kelas menengah, pekerja yang amat sibuk, aktif serta sangat memperhatikan mode dalam setiap penampilannya. Para perempuan ini tentu tidak bisa dilepaskan dari sifat-sifat serba konsumtif, karena memang begitulah mereka “dididik” serta “dipaksa” untuk menjadi demikian. Para perempuan ini tidak hanya mewakili diri mereka sendiri. Mereka adalah representasi dari pengunjung pameran serta para perempuan urban Jakarta kelas menengah lainnya. Karena jika tidak konsumtif mereka tidak akan bertahan dalam dunia ini. Sebuah dunia yang memanfaatkan berbagai hal di 91 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sekitarnya untuk menjadi media komersialisasi, karena memang begitulah saat ini cara kita berkompromi dengan dunia. 2. Nine Months Sebagai Realitas Maskulin Nine Months yang komersil ini dilahirkan dari rahim dunia yang maskulin. Oleh karena itu apa yang dihasilkan dalam rangkaian karya ini pasti begitu maskulin. Lewat dua puluh satu foto yang dipamerkan, sebuah realitas yang sudut pandangnya maskulin dikreasi. Pencipta dari seri ini, Diah Kusumawardani, adalah salah satu dari sedikit perempuan yang berkecimpung di dunia fotografi. Sebuah dunia yang tercipta dalam rahim dunia laki-laki. Male gaze103 sudah mengkonstruk Diah dan tentu apa yang ia kreasi adalah karya-karya yang berperspektif laki-laki. Seri Nine Months ini adalah salah satu buktinya. Seri ini digarap oleh Diah dengan menyisipkan pesan anti aborsi. Sebuah pesan tentang pro-life dan anti pro-choice104. Bagi Diah, kehamilan adalah sebuah anugerah yang sudah menjadi kodrat perempuan. Dengan pemahaman akan kodrat itu, kehamilan adalah fitrah yang harus diterima dan disyukuri oleh perempuan. Konsep mengenai kodrat ini adalah konstruk patriarki yang membuat perempuan tidak punya pilihan bebas terhadap tubuhnya sendiri. Bahwa 103 Male gaze adalah sebuah konsep dalam msyarakat patriarki yang menciptakan kaca pandang maskulin. John Berger dalam Ways of Seeing menyinggung tentang male gaze ini. Ia mengatakan bahwa male gaze tidak hanya terjadi dalam hubungan pandang antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga tentang perempuan melihat diri mereka sendiri. Konsep yang telah terinternalisasi dalam diri perempuan ini, membuat perempuan memiliki mata laki-laki, dimana yang memandang diri mereka sendiri adalah laki-laki serta yang dipandang adalah perempuan. Akibatnya secara tidak sadar, perempuan menjadikan diri mereka semacam obyek pandang. 104 Pro Life adalah orang-orang yang anti terhadap aborsi, yang argumentasinya rata-rata didasarkan pada doktrin agama. Beberapa dari mereka anti aborsi untuk alasan apapun, sementara ada juga yang lebih lunak dan sepakat terhadap aborsi jika alasannya adalah kesehatan. Pro Choice adalah orang-orang yang beargumentasi bahwa tubuh perempuan adalah miliknya sendiri, sehingga perempuan memiliki hak untuk memilih apakah ia akan melakukan aborsi atau tidak. 92 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI perempuan juga tidak bisa memilih untuk tidak hamil atau menggugurkan kandungannya. Dengan konsep kodrat ini pula perempuan-perempuan yang memilih untuk tidak hamil atau memang secara biologis tidak bisa hamil, dianggap sebagai perempuan tidak sempurna. Atau ketika ia menggugurkan kandungannya, ia akan dianggap sebagai perempuan tidak bermoral. Lewat seri ini, Diah ingin bercerita tentang bagaimana perempuan melihat perempuan sendiri. Sebagai sang operator, Diah memang benar-benar memaklumi bagaimana menjadi hamil dan harus „terjebak‟ pada ritme sibuk orang Jakarta. Pada saat memotret seri ini, Diah sendiri sedang hamil sembilan bulan, dan kedudukannya sebagai perempuan urban Jakarta yang amat sibuk, namun harus tetap menjalakan „kodratnya‟ sebagai perempuan, membuatnya amat paham bagaimana memotret para perempuan hamil ini. Lewat gaya serta pose yang ditampilkan oleh para perempuan itu, Diah ingin bicara tentang bagaimana kehamilan harus ditanggapi dengan sangat positif. Tanggapan yang sangat positif pada kehamilan itu ditunjukkan dari wajah-wajah ceria, mode pakaian serta tata rias wajah dan rambut yang funky, elegan, serta berkelas. Para perempuan dalam seri ini terlihat sangat percaya diri dan seperti menyatakan bahwa “ya kami bahagia dan bangga dengan kehamilan ini”. Apa yang dilihat oleh khalayak pengunjung pameran seri Nine Months ini adalah sebuah realitas tentang kehamilan yang dikonstruk oleh Diah serta penyelenggara pameran yang memiliki kepentingan tertentu. Mata para pengunjung pameran yang memang telah memiliki mata „laki-laki‟ itu makin dikuatkan lagi persepsinya tentang bagaimana menghadapi kehamilan. 93 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dari pengamatan saya selama pameran Nine Months yang dihelat selama seminggu, pengunjung pameran yang –rata-rata- adalah masyarakat Jakarta kelas menengah tampak cukup antusias mengapresiasi pameran ini. Mereka datang secara berkelompok, atau datang sendiri-sendiri. Mereka datang dengan sengaja untuk melihat pameran itu atau kebetulan sedang lewat di selasar tempat foto-foto itu dipamerkan. Mereka tersenyum melihat foto perempuan-perempuan berperut buncit itu. Beberapa tampak sedikit kaget lalu berdecak saat melihat beberapa pose yang tampak dengan vulgar memperlihatkan perut-perut buncit itu. Ada beberapa pengunjung perempuan yang sempat kasak-kusuk bahwa mereka pasti akan malu dengan tubuh yang berubah seperti itu. Tetapi ada juga pengunjung laki-laki yang berkasak-kusuk bahwa ketika perempuan sedang hamil perempuan tampak begitu cantik dan seksi. 105 Kasak-kasuk yang terjadi diantara para pengunjung ini adalah afirmasi bahwa ketika spektator (penonton atau penikmat foto) membaca sebuah foto, „pose‟ dari pembaca foto itu sendiri juga amat berperan. Seperti yang dikatakan 105 Selama pameran Nine Months di Plaza Semanggi pada 20-27 April 2007, saya amati mal Semanggi yang buka pada pukul 10.00 WIB sudah dipadati tidak hanya oleh pengunjung mal, tetapi juga oleh para pekerja yang ada di Plaza itu. Bukan hanya oleh pekerja yang bekerja pada toko-toko di dalam mal itu, tetapi juga pekerja yang perusahaannya berkantor di gedung Plaza Semanggi. Para pengunjung yang melewati deretan foto-foto itu pun mau tidak mau memalingkan mata mereka. Banyak yang tersenyum sendiri dan seperti tampak malu-malu saat melihat seri foto Nine Months. Apalagi pada sejumlah foto yang secara vulgar memperlihatkan perut-perut membuncit itu. Banyak juga yang berbisik-bisik diantara mereka. Bahkan ada juga yang berkasak kusuk “Aurat itu, aurat!”. Beberapa kawan yang kebetulan datang bersama saya pada saat pameran berlangsung sempat berkata, “Bagus ya, akhirnya perempuan hamil juga bisa tampil keren begini”. Sementara salah seorang teman lelaki mengatakan, “Buset itu perut gede banget ya, gitu ya kalau perempuan hamil”. Ada juga teman perempuan lain berkata,”Pada pe-de banget ya, padahal kan perutnya ngeri banget gitu. Kalau gue ntar hamil, kayaknya gue gak bakal pe-de deh, pose begini’. Dan ada juga yang berkomentar dengan singkat, “Ih jelek banget ini perutnya”. Namun ada juga sejumlah lelaki yang malah melihat para perempuan ini makin seksi dan menawan saja ketika hamil. “Entah kenapa, kalau perempuan hamil itu auranya keluar. Makin seksi dan menarik aja menurut gue” kata seorang kawan lelaki. 94 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Barthes, bahwa „pose‟ ini artinya bukan hanya bagaimana objek foto manusia bertingkah laku di depan kamera.106 „Pose‟ ini berarti bagaimana keberpihakan si pembaca terhadap sesuatu, atau bagaimana latar belakang pengetahuan si pembaca foto. Hal-hal tersebut tentu amat berpengaruh terhadap bagaimana persepsi si spektator, terhadap foto yang sedang ia baca. Kasak-kusuk yang terjadi diantara pengunjung itu adalah salah satu dampak dari realitas visual yang ditampilkan di depan mata mereka. Kasak-kusuk itu adalah gambaran dari perspektif maskulin yang begitu kental mengkonstruk. Khalayak telah menentukan „pose‟ mereka yang amat patriarkis itu. Karena secara umum yang menjadi sumber kasak-kusuk adalah tubuh-tubuh perempuan hamil itu. Perut-perut yang menggelembung buncit serta gurat-gurat di sekitar perut itu. Jarang sekali hal seperti itu dipamerkan secara sukacita pada ruang publik. Halhal natural yang selalu berubah itu justru ditutupi secara sukacita pula. Khalayak pengunjung dengan „pose‟ melihat mereka itu telah menjadi representasi masyarakat. Mereka kemudian menerima foto-foto itu sebagai sebuah kode visual yang harus diterima. Masyarakat yang hidup dan telah dididik dalam sebuah kebudayaan visual, melihat foto-foto dalam pameran itu sebagai sebuah realitas tentang kehamilan. Foto-foto ini menjadi semacam bahasa yang mampu menjadi jembatan komunikasi. Ia juga telah menjadi semacam „tata bahasa‟ serta semacam etika untuk melihat107, sehingga khalayak memiliki panduan untuk memandang dan menganggap mana yang benar, serta mengafirmasi sebuah imaji sebagai realitas keseharian. 106 107 Lihat Barthes, Camera Lucida, hal 78. Lihat Sontag, On Photography, hal 3. 95 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. MENGARTIKULASI TUBUH PEREMPUAN Setelah mendapat gambaran tentang bagaimana Nine Months telah dikomodifikasi serta menjadi pembentuk realitas yang maskulin, maka dalam sub bab ini akan dibicarakan tentang foto-foto dalam seri ini yang begitu menggelisahkan saya. 1. Tubuh yang Paradoks (1) (2) Ini adalah dua buah foto dalam seri Nine Months yang menggelisahkan saya. Foto pertama (1) adalah milik Muthi Kautsar, seorang penari. Foto kedua adalah milik Ngesti Wijayanti (2) seorang manajer sebuah perusahaan swasta. Keduanya sedang hamil sembilan bulan, difoto sambil memperlihatkan perut buncitnya dan sama-sama mengenakan topeng masquarade108. 108 Masquerade adalah sebuah kosa dalam bahasa perancis yang artinya menyamar. Topeng yang dikenakan oleh Muthi dan Ngesti adalah topeng yang biasanya dikenakan dalam sebuah karnaval atau sebuah pesta. Pesta ini berasal dari kultur masyarakat Eropa kalangan bangsawan. Pesta semacam ini sering disebut sebagai masquerade ball atau secara literal berarti pesta dansa dengan 96 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Topeng adalah salah satu medium yang dapat menutupi kesejatian diri. Ia bisa menyamarkan identitas kita yang sebenarnya. Topeng bisa juga menjadi alat permainan. Di tempat dimana topeng masquerade berasal, topeng yang digunakan oleh Muthi dan Ngesti ini menjadi semacam alat permainan dalam pesta dansa kaum bangsawan. Sebuah permainan yang dapat menimbulkan aura misterius serta rasa penasaran pada masing-masing peserta pesta dansa. Sejatinya, dengan mengenakan topeng, apa yang ada pada diri kita yang sebenarnya akan tersamar. Ketersamaran itulah yang terpancar jelas dari maksud orang yang mengenakan topeng. Ada sebagian hal dari dalam dirinya yang ingin ditutupi. Tidak seluruhnya tetapi hanya sebagian saja. Dan ada sebagian lain dari dirinya yang ingin ditampilkan ke publik. Paradoks. Seperti dalam dua buah foto milik Muthi dan Ngesti ini. Mereka berdua sama-sama difoto untuk dipamerkan. Pencipta dari seri Nine Months pasti telah menjabarkan maksud dan tujuan mengapa mereka berdua difoto, dan kedua perempuan ini sudah tahu betul konsekuensi apa saja yang akan mereka hadapi ketika bersedia terlibat dalam projek garapan Diah ini. Mereka juga sudah tahu bahwa ketika foto-foto mereka dengan terbuka dipajang, berarti foto mereka akan topeng (masquearade = masque adalah bahasa Perancis yang berarti topeng dan ball berarti pesta dansa). Sejumlah sumber mengatakan bahwa pesta topeng ini berasal dari Perancis abad ke-15. Ketika itu pesta semacam ini seringkali diadakan oleh kaum borjuis. Pesta dansa ini diadakan untuk merayakan berbagai peristiwa, seperti pernikahan, memperingati kemenangan atau berbagai acara keluarga yang dirayakan secara meriah. Kemudian sekitar abad 16, tradisi ini mewabah hingga ke Italia. Salah satunya adalah di Venesia. Selain di Venesia, tradisi yang kental dengan pesta dansa ini mulai menyebar dan populer di seluruh Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Masquerade balls terkadang dijadikan semacam ajang permainanan. Para tamu yang diundang harus mengenakan topeng serta kostum yang membuat mereka sulit dikenali. Hal ini bisa menjadi ajang untuk bermain-main. Rasa penasaran yang ditimbulkan membuat masing-masing tamu harus menebak siapa gerangan yang ada di balik topeng atau kostum itu.(diambil dari berbagai sumber) Pesta topeng macam ini juga seringkali diadakan di Jakarta. Pesta ini dirayakan oleh kalangan terbatas, kaum-kaum sosialita Jakarta. Salah satu pesta topeng yang pernah diadakan di Jakarta adalah The Global Party 2013. Pesta ini merupakan acara penghimpunan dana yang khusus diadakan bagi kalangan menengah atas Jakarta. Pesta ini diselenggarakan dengan menggunakan suasana pesta topeng Venesia, dengan tema Odysseia dan Theatre a la Fable Masquarade Party. 97 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berada di ruang publik dimana ratusan pasang mata dapat melihat, membaca dan memaknai foto-foto tersebut. Kebersediaan mereka untuk terlibat dalam proyek ini adalah sebuah bukti bahwa sebenarnya mereka berdua sama-sama senang dilihat orang, atau „narsis‟109. Mereka berdua senang tampil di depan public, memamerkan diri beserta atribut yang ada pada tubuh mereka. Namun dengan mengenakan topeng, mereka berdua sepertinya juga ingin menyamarkan, atau menutupi sesuatu. Jika ingin menutupi kehamilan, tentu tidak mungkin. Karena jelas-jelas mereka berdua tampil dalam seri foto Nine Months, yang merupakan seri foto tentang kehamilan. Jika mereka ingin menutupi perut yang buncit karena kehamilan, tentu juga bukan. Mengingat mereka berdua dengan sengaja membuka perut yang membuncit itu. Lalu apa yang mereka berdua ingin samarkan atau tutup-tutupi? Jika dilihat, tentu yang ingin ditutupi adalah sebagian wajah mereka. Penutupan sebagian wajah ini pasti sudah sangat berpengaruh terhadap ketersamaran identitas mereka. Jika tidak pernah mengenal Muthi atau Ngesti, maka lekuklekuk wajah mereka yang sedikit terlihat itu tidak akan memberi petunjuk apapun tentang siapa mereka. Kecuali bagi orang-orang yang sudah sangat mengenal mereka dan mengenal detil tiap lekuk yang ada di tubuh dua perempuan itu. Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa mereka ingin menyamarkan identitas? Jangan-jangan karena tidak percaya diri dengan keadaan diri mereka ketika hamil sehingga mereka tidak ingin publik tahu tentang identitas 109 Narsis adalah kependekan dari narsisisme. Ini adalah konsep yang bisa berarti masalah mental pada seseorang tentang bagaimana ia berhubungan dengan orang atau sekelompok orang. Secara sederhana narsis berarti mencintai diri sendiri secara berlebihan. Ungkapan ini berasal dari kata Narcissus seorang tokoh mitologi Yunani yang jatuh cinta pada bayangannya sendiri ketika ia melihat ke dalam kolam. 98 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mereka yang sebenarnya? Mereka malu dengan segala perubahan yang ada pada diri mereka? Atau mereka memang ingin „bermain-main‟ dengan persepsi publik tentang diri mereka? „Permainan' itu dilakukan lewat berbagai pencitraan yang dimunculkan dalam berbagai pose, angle pengambilan gambar ataupun berbagai atribut yang ada dalam foto itu. Si operator ingin bermain-main dengan ruang abu-abu yang ada pada foto itu, ruang paradoks. Ruang yang sangat mungkin diinterpretasi dengan berbagai cara. Dalam foto milik Muthi Kautsar, wajah dan tubuh Muthi terlihat dengan samar. Teknik pencahayaan dengan satu lampu yang tepat ditembakkan ke arah tubuh dan wajah Muthi, membuat garis wajah Muthi seperti siluet putih. Jelas sekali ia ingin menyamarkan dirinya. Baik dengan cara yang sangat terlihat, yaitu melalui topeng yang dikenakan dan juga lewat pose, angle foto serta pencahayaan yang dilakukan. Ia seperti ingin menutupi dirinya yang bernama Muthi Kautsar, yang adalah seorang penari. Namun dari pakaian yang dikenakan, yaitu hanya mengenakan kemben dan terbuka pada bagian perutnya menunjukan bahwa Muthi ingin memperlihatkan sesuatu. Dari penanda kehamilan yang tampak jelas itu, ia ingin menyatakan bahwa seorang perempuan bernama Muthi Kautsar bisa hamil, bangga akan kehamilannya dan kini telah menjadi perempuan seutuhnya. Dari foto hitam putih itu, Muthi yang adalah seorang penari, sebenarnya sedang menempatkan dirinya sebagai seorang penari yang sedang berpentas dan mengenakan kostum diatas panggung. Seorang pementas yang sedang memainkan lakon sesuai dengan yang sudah dikonstruk dan dinarasikan sebelumnya. 99 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Konstruk dan narasi yang ia mainkan itu kemudian diejawantahkan dalam bentuk topeng, pakaian serta pose yang ia tampilkan ke hadirat khalayak pembaca pameran Nine Months. Sementara itu, Ngesti Wijayanti tampak berpose menyamping. Lekuklekuk tubuhnya yang sedang hamil besar itu pun terlihat begitu jelas. Bahkan perutnya yang sudah teramat membulat itu tidak ia tutupi. Sehingga garis-garis hitam di sekitar perutnya terlihat jelas. Topeng yang menutupi wajah Ngesti menyisakan sedikit ruang bagi kedua mata Ngesti serta bibir dan dagu. Dan tentunya wajah Ngesti jadi tidak benarbenar terlihat bentuk dan rupanya. Jadi ada ketersamaran di situ. Ngesti memang ingin menutupi wajahnya yang sebenar-benarnya. Namun, sama seperti Muthi, ia juga ingin menunjukkan dirinya di ruang publik. Kembali lagi, ada yang paradoks. Menjadi paradoks adalah salah satu cara bertahan bagi banyak perempuan di Indonesia, khususnya perempuan-perempuan urban Jakarta. Perempuan yang diharuskan menjadi multitasking. Perempuan yang memiliki peran-peran berbeda tergantung konteks ruang dan waktu dimana mereka berada. Untuk menjalankan peran-peran yang berbeda, “topeng” dan “kostum” harus dikenakan setiap hari oleh banyak perempuan urban Jakarta ini. Tanpa kedua hal itu, mereka mungkin tidak bisa bertahan hidup di ibukota. Nuansa bukatutup yang amat paradoks inilah yang sudah menggejala dalam masyarakat kita. Ruang publik kini telah menjadi semacam panggung dimana para pementas di dalamnya, bisa dari kalangan mana saja serta siapa saja, „diharuskan‟ untuk tidak membuka atau menutup kediriannya secara utuh. Karena dengan hanya membuka atau menutup sebagian saja dari diri, publik akan semakin penasaran. Berbekal 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI rasa penasaran itu, publik akan semakin tertarik untuk melihat pementasan yang sedang berlangsung. Di situlah imajinasi publik dimainkan serta ruang-ruang interpretasi terbuka lebar. 2. Tubuh Perempuan yang Tidak Nyata Muthi Kautsar adalah seorang penari yang tubuhnya sedang berubah. Kehamilannya yang sembilan bulan itu telah membuat tubuhnya yang semula ramping dan „sempurna‟ membesar serta membuncit pada bagian perut. Dalam foto hitam putih yang terkesan suram ini, sosok Muthi yang tergambar dalam foto adalah pantulan dirinya dalam cermin. Muthi menghadap cermin, berpose di depannya dan kemudian fotografer memotret cermin tersebut. 101 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Jadi foto ini merekam bayangan Muthi, bukan diri Muthi yang nyata dan sebenarnya. Bayangan Muthi yang terekam dalam foto ini tidak seluruhnya terlihat. Sosok Muthi hanya terlihat bagian torso saja. Bahkan sosok yang hanya terlihat sebagian itu tidak terlalu jelas detilnya. Lampu flash yang „ditembakkan‟ secara kasar serta langsung pada tubuh Muthi membuat tubuh Muthi terlihat seperti sebuah siluet berwarna putih di tengah kegelapan di sekitarnya. Muthi yang ada dalam cermin tampaknya memang hanya ingin menampilkan bayangan tubuhnya. Ia memilih berfoto di depan cermin karena cermin memang memiliki fungsi demikian. Ia adalah benda yang mampu menampilkan bayangan. Bila yang digunakan adalah cermin datar maka bayangan yang muncul adalah sebuah bayangan sesuai dengan apa yang ada di depan cermin. Namun bila yang digunakan adalah cermin cembung atau cekung, maka bayangan yang akan ditimbulkan adalah bayangan yang sudah terdistorsi. Dalam konteks foto milik Muthi ini, cermin bisa menjadi semacam gambaran tentang dunia yang lain. Ia menjadi semacam pintu gerbang menuju dunia yang berbeda. Dunia tidak nyata yang terkadang menjadi dunia ideal atau dunia yang tidak mungkin terwujud dalam keseharian yang riil. Dunia ideal dalam cermin ini adalah konstruksi dunia yang bisa menjadi benar-benar nyata ketika sang empunya terus menerus menghidupi dunia itu. Karena di dalam cermin itu bukan hanya sang empunya –Muthi- yang dipantulkan, tetapi juga berbagai hal yang ada di sekitar Muthi. Angle pengambilan gambar ini seperti sebuah afirmasi tentang adanya dunia lain di dalam cermin. Sebuah dunia tidak nyata, menakutkan, dimana segala sesuatu 102 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diukur dengan ukuran ideal, sehingga di dalam dunia itu Muthi harus mengenakan topeng. Di dalam cermin itu seperti ada ruang-ruang lain yang tidak terdapat pada dunia di luar cermin. Selain ruang-ruang itu, juga terdapat sejumlah ornamen di dinding. Kombinasi ruang dan ornamen dinding itu seperti bercerita bahwa ruangruang di dalam cermin itu berpenghuni atau seringkali digunakan oleh manusia. Dan Muthi adalah salah satu penghuni ruang-ruang itu. Muthi si penari yang hamil sembilan bulan dengan perut yang membuncit, serta Muthi yang menutupi sebagian wajahnya. Yang ada dalam frame itu adalah tubuh Muthi yang tidak nyata. Muthi yang nyata sedang bersembunyi dalam topeng. Muthi yang nyata sedang berada dalam dunia di luar cermin. Lewat medium fotografi, realitas milik Muthi dikonstruks ulang. Realitas yang akhirnya menyamarkan identitas Muthi, serta menceritakan dengan jelas tentang kondisi hamil besarnya yang sembilan bulan itu. Tubuh Muthi sedang diartikulasi oleh sesuatu yang berada di luar dirinya. Sesuatu itu adalah medium fotografi. Tubuh Muthi akhirnya menjadi tidak nyata, karena ketika ia melihat ke dalam frame-frame cermin, ke dalam dunia yang ideal, ia merasa harus mengikuti konstruk-konstruk yang ada dalam dunia ideal itu. Ketika Muthi yang nyata melihat ke dalam cermin, ia seperti melihat dunia ideal yang membuatnya harus berkompromi dengan konstruk-konstruk dalam dunia ideal itu. Jika menurut Naomi Wolf, Muthi telah berkompromi untuk 103 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sepakat masuk dalam baju besi (Iron Maiden)110 yang diciptakan oleh yang berkuasa. Sebuah konsep yang mengonstruk perempuan dan segala keperempuanannya. Sebuah konsep yang membuat kesejatian diri perempuan lama-lama lenyap, hilang dan tergantikan dengan tubuh serta keperempuanan baru yang serba artifisial. Muthi si penari, yang dahulu sebelum hamil, tubuhnya belum semakin kebesaran, kini menghadapi realita bahwa tubuhnya telah berubah. Untuk bertahan dalam realita itu, Muthi merasa harus bersembunyi dan membuat citra diri yang baru. Muthi harus berkompromi dan mengganti dirinya dengan tubuh cetakan Iron Maiden yang serba sempurna. Selain masuk dalam konstruk tubuh yang sempurna, Muthi juga mesti masuk dalam sebuan konstruk tentang keperempuanan. Yaitu mengenai konstruk kehamilan pada perempuan, serta tentang fitrah perempuan menjadi ibu. 110 Iron Maiden adalah sebuah alat penyiksaan dari Jerman abad pertengahan. Alat ini adalah sebuah peti besi berbentuk tubuh manusia. Seseorang yang dimasukan dalam peti ini mustahil untuk bisa bergerak dan keluar lagi. Ia pelan-pelan akan mati, tertikam besi-besi tajam yang ada di dalam tubuh baju besi ini. Nama alat ini kemudian diadopsi oleh Naomi Wolf untuk menyebutkan imajinasi-imajinasi tentang kecantikan perempuan yang telah menjadi begitu nyata, bahkan bentuknya tidak lagi sekedar ide. Imajinasi itu benar-benar telah berbentuk dan „menghantui‟ para perempuan yang belum terjebak, serta memeras „kedirian‟ perempuan sehingga perempuan tidak lagi menerima diri apa adanya. (Beauty Myth, hal 17) Perempuan yang terjebak atau menjebak dirinya dalam halusinasi kecantikan, diibaratkan telah masuk ke dalam Iron Maiden. Pelan-pelan ia akan mengalami hal-hal seperti seseorang yang telah memasuki baju besi itu. Perlahan kedirian perempuan dalam baju besi itu akan hilang, dan diri yang sebenarnya akan tergantikan oleh baju besi berbentuk rupa seseorang yang sempurna serta tidak akan pernah berubah sepanjang jaman sesuai dengan yang telah dikonstruk oleh „mitos kecantikan‟. Pelan-pelan, perempuan di dalamnya akan tersiksa, mati lalu benar-benar hilang. Mitos kecantikan adalah halusinasi atau imajinasi tentang konstruk cantik yang „dianggap‟ harus dimiliki oleh perempuan. Jika seorang perempuan tidak mematuhi mitos-mitos itu maka ia bisa „tergerus‟ dalam persaingan di dunia laki-laki ini. Yang paling mengerikan adalah, mitos ini tidak hanya terinternalisasi dalam kesadaran perempuan, tetapi juga dalam kesadaran para lelaki. Sehingga dalam relasi antara laki-laki dan perempuan, mitos ini menjadi amat berperan. Menurut Naomi Wolf mitos kecantikan adalah standar kualitas kecantikan yang objektif dan universal. Bahwa sejatinya, menjadi cantik adalah fitrah perempuan dan standar-standar kecantikan itu adalah universal serta tidak kontekstual sesuai dengan kultur atau waktu yang sedang berjalan. 104 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Tubuh Hamil yang Kudus Dua bocah usia bawah lima tahun (balita) dalam foto Ngesti ini adalah sebuah gambaran tentang ketidakberdosaan. Sesuatu yang suci, tulus, bersih dan innocent. Tubuh Ngesti, dalam foto yang secara vulgar memperlihatkan perutnya ini, dibuat menjadi tidak terkesan erotik. Tubuh perempuan yang hamil diartikulasi lewat medium fotografi menjadi tidak erotik. Dalam masyarakat patriarki, kehamilan dan menjadi ibu adalah dua hal yang berjalan beriringan. Sosok ibu dalam masyarakat patriarki, dikonstruk menjadi sosok yang lembut, mengasihi, mengasuh, sopan serta bermoral. Sehingga jika ada yang mencoba mengeluarkan erotisisme pada sosok ibu, apalagi di ruang publik, harus segera ditangkal lalu diganti dengan makna yang lain. 105 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Perempuan yang terkesan erotik, seksi, atau menggoda birahi adalah perempuan-perempuan yang dianggap nakal, dan sudah pasti –dianggap- bukan seorang ibu. Perempuan-perempun yang tubuhnya diartikulasi oleh fotografi menjadi erotik, biasanya ditampilkan dalam majalah-majalah atau media massa yang segmennya khusus untuk pria dewasa. Tubuh-tubuh perempuan yang diartikulasi menjadi erotik itu memang sengaja dipertontonkan, sengaja dikomodifikasi. Nilai jual yang membuat tubuhtubuh itu menjadi bernilai lebih tinggi adalah tubuh-tubuh mulus mereka. Tubuhtubuh tanpa gurat lemak, atau tanpa bekas luka. Untuk memperlihatkan tubuh yang mulus itu, tentu tidak diperlukan potongan-potongan kain yang hanya menutupi bagian-bagian tubuh tertentu. Semakin minim pakaian yang digunakan, maka semakin erotik kesan yang dimunculkan. Pose tubuh pun juga amat penting untuk memunculkan kesan erotik tersebut. Jika pakaian yang digunakan tidak terlalu minim, tetapi pose yang ditampilkan amat menantang, tentu foto yang dieksekusi sangat mungkin membangkitkan libido massa, khususnya laki-laki. Dalam foto-foto yang ingin memunculkan kesan-kesan erotik seperti itu, jarang sekali dimunculkan sosok anak kecil yang menjadi simbol kepolosan. Jika sosok anak kecil atau mungkin bayi ditampilkan, maka kesan erotik tidak akan terbaca, yang akan terbaca adalah energi-energi suci dari bocah itu. Dalam foto milik Ngesti Wijayanti, dua bocah kembar yang ditampilkan ini sama-sama menggunakan celana dalam putih tanpa mengenakan baju. Ketelanjangan yang tidak seutuhnya dari para bocah ini, justru semakin menambah kesan polos, apa adanya dan suci. Rambut ikal agak panjang dari dua 106 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bocah ini juga mengingatkan saya pada imaji-imaji malaikat yang dilukis pada abad pertengahan, namun minus sayap dan kulit putih kemerahan. Posisi salah satu bocah yang berada lebih tinggi dari bocah yang lain juga memperkuat kesan bahwa bocah itu adalah makhluk mitos yang suci. Bocah yang posisinya lebih tinggi itu seperti terbang sambil melihat perut buncit si perempuan hamil. Bocah-bocah kembar ini adalah malaikat-malaikat kecil yang sedang memberi berkat kepada Ngesti. Atau sedang penasaran mengapa perut perempuan ini bisa membesar seperti bola raksasa. Wajah-wajah penasaran terlihat dari dua bocah ala malaikat itu. Sesuatu yang murni dan belum tahu apa-apa akan dunia yang lebih kompleks. Sebuah masa pragenital, masa sebelum adam dan hawa dilemparkan oleh sang empunya Eden ke bumi yang penuh dengan dosa. Pose Ngesti pun sama sekali tidak erotik, karena dua tangannya yang ditekuk ke belakang serta garis punggungnya yang ia tarik sedikit ke belakang, membuatnya seperti seorang tuan yang sedang melakukan sebuah pengawasan. Ngesti seperti mengawasi tingkah laku kedua malaikat kecil itu yang sibuk memperhatikan perutnya. Ia mengawasi dengan bahagia sekaligus turut berpartisipasi dalam keingintahuan dua malaikat bocah itu. Kepada dua malaikat itu, serta kepada publik Ngesti seperti ingin memberitakan bahwa ia sedang hamil dan ia bangga akan kehamilannya itu. Bahwa menjadi hamil adalah sesuatu yang sudah menjadi fitrah suci seorang perempuan. Dan dengan menjadi hamil, keperempuanan yang dimiliki oleh perempuan akan menjadi utuh tanpa harus menonjolkan keseksiannya. Menjadi hamil adalah sesuatu yang „kudus‟ bagi perempuan. Karena hanya perempuan yang memiliki rahim, perempuan dianggap bertanggung jawab 107 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI meneruskan keturunan peradaban manusia di bumi. Sebuah tugas suci, tugas mulia, serta tugas perutusan yang hanya bisa dimiliki oleh seorang perempuan. Menjadi hamil adalah sebuah peristiwa yang didam-idamkan oleh banyak perempuan sejagat. Banyak perempuan yang bisa kalang kabut kalau ia tidak bisa hamil. Perempuan-perempuan itu biasanya akan menyalahkan dirinya sendiri, dan akan terus melabel dirinya sebagai perempuan tidak sempurna. Bahkan banyak perempuan yang mempersilakan suaminya untuk mengawini perempuan lain karena merasa tidak layak menjadi istri akibat tidak bisa hamil. Kegelisahan banyak perempuan ini, salah satunya bisa dilihat dalam sebuah komunitas „Aku Ingin Hamil‟ yang berisi para perempuan bersuami tetapi sudah lama belum memiliki anak. Komunitas ini menampung kegelisahan para perempuan seperti itu, dan seringkali mereka berbagi tips dan saran tentang bagaimana agar segera mendapat momongan.111 C. LAUTAN SAMPAH VISUAL Sesudah membaca kedua foto yang menggelisahkan saya itu, saya melihat bahwa dua foto dalam seri Nine Months ini adalah gambaran bagaimana foto bisa menjadi media yang mengartikulasi tubuh perempuan. Lewat foto, tubuh perempuan dikonstruk menjadi sesuatu yang –dianggap- sempurna.112 Pengetahuan akan kekuatan foto yang begitu luar biasa ini membuat banyak orang yang berkepentingan mencipta berbagai konsep foto yang mampu mengubah paradigma seseorang. Foto dalam dunia yang dihidupi oleh budaya 111 Lihat http://akuinginhamil.blogspot.com/. In the form of photographic images things and events are put to the new uses, assigned new meanings, which go beyond the distinctions between the beautiful and the ugly, the true and the false, the useful andt he useless, good taste and bad (Sontag, hal 174) 112 108 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI visual ini memang telah menjadi semacam norma dari sesuatu yang seharusnya tampak. Hal inilah yang kemudian mengubah ide dasar dari realita itu sendiri. Hal ini makin menegaskan bahwa yang terjadi bukan hanya „sebuah aktifitas melihat‟, tetapi „melihat secara fotografis‟ (photographic seeing). Dimana aktifitas ini adalah cara baru setiap orang untuk melihat serta cara baru bagi setiap orang untuk bertingkah laku.113 Cara baru bagi banyak orang untuk melihat dan bertingkah laku itu – photographic seeing- membuat orang tidak bisa hidup tanpa foto. Hal ini mengakibatkan jutaan foto diproduksi setiap harinya. Apalagi dengan terjangkaunya kamera, baik harga maupun kemudahan untuk mendapatkannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini fotografi telah menjadi semacam candu. Susan Sontag yang adalah orang Amerika dan hidup dalam budaya visual Amerika pernah menuliskan hal ini pada sekitar tahun 1970-an. Ketika itu, saat fotografi mulai berkembang amat pesat di Amerika, juga seluruh belahan dunia, fotografi bahkan telah menjadi bahasa yang dimaknai dan diinterpetasi secara beragam oleh masyarakat penggunanya. Apalagi pada masa sekarang ini, dikala budaya visual telah menjadi makanan keseharian. Menurut Sontag, ketika itu fotografi adalah semacam realitas serta pengalaman estetik yang konsumtif. Masyarakat yang telah sepenuhnya menjadi masyarakat industri, memang benar-benar telah merubah warganya menjadi image junkies. Sebuah masyarakat yang tidak bisa hidup tanpa gambar dan kecanduan akan gambar-gambar itu. 113 Lihat Sontag, On Photography, 109 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Terinspirasi dari pengamatan Sontag itu, dalam sub bab ini akan dibahas tentang bagaimana lautan imaji fotografis itu akhirnya, pada era ini, telah menjadi semacam sampah. Namun lautan semacam sampah itu ternyata kemudian dimaknai oleh masyarakat pembacanya, bahkan sesudah itu dirayakan bersamasama. Perayaan imaji-imaji yang telah menumpuk seperti sampah itu merupakan semacam afirmasi bahwa imaji-imaji tersebut oleh masyarakat pembacanya dianggap sebagai sebuah realitas yang lumrah. 1. Memaknai Sampah Visual Setiap hari, mau tidak mau, kita harus terbangun dari tidur dengan gambar-gambar visual yang mewarnai keseharian kita. Dengan gambar-gambar visual yang selalu menyertai hari-hari kita itu, maka mau tidak mau, kita pun akan melakukan sebuah pemaknaan berdasarkan latar pengalaman personal serta pengetahuan yang kita miliki. Berbagai gambar-gambar visual itu, adalah imaji yang menjadi kepingan tentang bagaimana masyarakat pendukung kebudayaan visual ini melihat secara fotografis dan menggunakan gambar sebagai jembatan berkomunikasi. Sedari kecil saya sudah mengalami imaji-imaji perempuan yang hingga kini masih nyantol dan sulit pergi dari ingatan saya. Imaji-imaji itu adalah tentang perempuan yang dianggap cantik, seksi, serta imaji tentang perempuan yang dianggap layak disebut sebagai perempuan. Dan tentu tidak bisa saya pungkiri bahwa saya dididik oleh imaji-imaji itu. Termasuk ruang-ruang pengetahuan saya juga diisi oleh imaji yang berlari-lari dan kadang malah tidak mau pergi sehingga mengendap pada ruang-ruang ingatan bahkan batin saya. 110 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Imaji-imaji itu misalnya gambar-gambar fotografis yang menjadi ilustrasi dalam sebuah iklan di majalah perempuan. Sejak kecil saya sudah dididik untuk menjadi perempuan seperti yang ada dalam gambar-gambar majalah itu. Atau paling tidak- berusaha dengan keras untuk menjadi perempuan seperti dalam imaji-imaji itu. Imaji-imaji dalam majalah perempuan (Gadis, Femina, Kartini, Cita Cinta, dll) itu seringkali menggambarkan perempuan-perempuan cantik setipe yang sudah distandarisasi. Gambar-gambar ini jumlahnya ratusan, bahkan kalau dihitung-hitung dari semenjak saya kecil, jumlahnya bisa jutaan. Apalagi kalau dihitung hingga ke jaman ini, dimana internet begitu membabi buta, dan gambargambar dalam dunia maya sudah tidak berbatas sumbernya, baik yang bisa dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Semua gambar itu pelan-pelan masuk ke dalam ranah-ranah otak, dan akhirnya menjadi residu. Menjadi sisa buangan, atau semacam sampah. Dan seperti sejatinya sampah, ia sudah tidak memiliki nilai guna lagi. Namun walaupun sampah-sampah visual itu sudah tidak berguna lagi, gambar-gambar itu secara tidak sadar telah saya (dan semua orang yang mengalami gambar-gambar itu) maknai. Misalnya saja, ketika bagun pagi saya melihat iklan McDonald di televisi, dan walaupun hanya sambil lalu, di kepala saya akan berputar-putar sebuah pikir tentang apa pentingnya makan pagi di McDonald. Akhirnya saya memaknai bahwa makan pagi di McDonald adalah sesuatu yang buang-buang duit, karena bagi saya, daripada makan di McDonald, lebih baik makan pagi di rumah. Gratis, lebih sehat dan lebih enak. Namun untuk 111 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI orang berbeda, tentu pemaknaannya terhadap iklan McDonald itu akan berbeda pula. Kemudian, contoh yang lain adalah pemaknaan pada gambar-gambar fotografis para finalis wajah Femina. Setiap tahun, puluhan gambar finalis wajah Femina, yang berwajah serupa memborbardir ruang-ruang hidup saya serta para pembaca Femina lainnya. Gambar wajah-wajah perempuan cantik itu –buat sayatidak pernah ada yang benar-benar berbeda. Semua perempuan itu tampak cantik yang serupa ,sesuai dengan yang sudah digariskan dalam tata cara kompetisi itu. Bagi saya, puluhan wajah-wajah itu seperti lautan informasi gambar tentang konsep cantik perempuan. Bahwa yang cantik adalah demikian, yang bisa laku di pasaran ya perempuan-perempuan serupa itu. Gambar wajah para finalis yang akhirnya tidak akan dilihat atau bahkan tidak diingat lagi itu, hanya akan masuk ke tong-tong sampah gambar. Gambargambar wajah itu akan bergabung dengan jutaan gambar yang ada dalam file-file data dari si fotografer atau sang empunya hajat. Namun, sayangnya, ratusan wajah-wajah perempuan cantik itu telah berhasil „melukai‟ saya serta ratusan perempuan lainnya, sehingga wajah para finalis wajah Femina ini menjadi standar cantik yang mau tidak mau harus diikuti. Begitu pula dengan seri Nine Months ini. Foto-foto yang ada dalam seri ini adalah bagian dari lautan sampah visual yang memborbardir ruang-ruang publik masyarakat Jakarta. Pada saat dipamerkan, ia akan berguna bagi eksistensi si fotografer, dan secara ekonomis bisa mendatangkan rupiah bagi si fotografer, serta sejumlah orang yang terlibat dalam pameran ini. 112 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Namun setelah pameran selesai, gambar-gambar perempuan hamil ini bahkan sudah tidak diingat lagi oleh para pengunjung plaza Semanggi, atau oleh sejumlah orang yang dulu sempat melihat-lihat pameran Nine Months. Gambargambar perempuan hamil sembilan itu hanya akan menjadi salah satu gambar maternitas yang pada tahun pameran itu berlangsung, hingga pada era ini, makin marak dan mulai menjadi tren. Akhirnya proses pemaknaan itu terjadi ketika para pengunjung melihat foto-foto perempuan hamil tersebut, meresponnya dengan berbagai celetukan serta kasak-kusuk. Kemudian secara tidak sadar banyak yang merasa suatu saat ingin hamil karena demikianlah yang mereka baca dari pameran Nine Months. Dari pose, gestur, mode pakaian, rambut, hingga tata rias wajah, serta senyum di wajah para perempuan hamil itu, kehamilan diartikulasi sebagai sesuatu yang indah serta –dianggap- sebagai tugas mulia perempuan. Akibatnya, setelah melihat foto-foto dalam seri ini, para pengunjung pameran berkeinginan suatu saat nanti mengabadikan proses kehamilannya. Namun ada juga yang merespon berbeda menjadi tidak ingin hamil. Buat yang merespon berbeda, kehamilan adalah sebuah proses yang melelahkan dan buang-buang waktu. Apalagi, ketika hamil, tubuh yang tadinya langsing berubah drastis menjadi besar di sana-sini. Ketika tenggelam dalam tumpukan sampah visual pameran Nine Months lalu terpancang pada titik-titik yang menggelisahkan, pengartikulasian terhadap potongan tubuh itu pun terjadi. Kegelisahan terhadap tubuh-tubuh yang tidak ideal, dan mau tidak mau harus mengikuti yang dianggap nyata (artinya ideal), telah menciptakan ruang-ruang paradoks bagi para perempuan. 113 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lewat cermin yang diciptakan oleh struktur, yang terwujud dalam bentuk imaji-imaji fotografis wajah serta tubuh model-model perempuan yang melulu terpampang dalam media massa, para perempuan yang hidup dan dibesarkan oleh budaya visual sekarang ini –termasuk saya sendiri-, mau tidak mau mesti siap untuk membuka atau menutup kesejatian dirinya pada konteks ruang dan waktu tertentu. Para perempuan ini –termasuk saya sendiri- harus siap sedia dengan „topeng-topeng‟ untuk menyembunyikan dirinya yang nyata, dan bergabung dengan dunia ideal yang serba tidak nyata itu. Dari lautan semacam sampah imaji fotografis yang melayang-layang dalam rentang waktu kehidupan saya ini, dua buah foto dalam seri Nine Months yaitu dua orang perempuan bertopeng itu, telah berhasil membuat saya mengingat kembali dan merefleksikan pengalaman-pengalaman personal saya dalam bentuk tulisan ini. Duah buah foto itu, telah membuat saya memaklumi bahwa cermin-cermin yang berbentuk imaji fotografis itu telah membentuk sebuah „peti besi‟ yang secara sukaria dirayakan, serta secara wajar dianggap sebagai yang riil dalam hidup keseharian. 2. Merayakan Sampah Visual Akhirnya kesadaran bahwa lautan imaji fotografis itu adalah semacam sampah, lama-lama tidak lagi disadari. Imaji-imaji fotografis yang sudah dimaknai lalu diartikulasi dalam keseharian itu kemudian dianggap sebagai realitas yang memang harus diterima. Penerimaan imaji-imaji itu sebagai sesuatu yang riil adalah salah satu bentuk pertahanan hidup dari setiap manusia yang 114 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI hidup dalam dunia -yang menginginkan hal-hal- yang serba ideal. Jika tidak mau menerima hal-hal yang ideal itu sebagai sesuatu yang harus dilakukan dalam hidup keseharian, maka bisa-bisa dianggap aneh atau tidak akan diperhitungkan dalam dunia ini. Menerima imaji-imaji fotografis itu berarti mau hidup dengan imaji-imaji itu. Hidup berdampingan, berdamai dengannya untuk kemudian merayakannya sebagai sesuatu yang wajar serta natural. Dan tidak bisa disangkal bahwa perempuan ataupun laki-laki, ternyata sedang merayakan sebuah kehidupan yang bukan milik mereka sendiri. Saya ingat Ibu pernah bercerita bahwa ketika saya masih balita, Ibu menindik cuping telinga saya yang masih lunak. Walaupun hal itu amat menyakitkan, hal itu tidak pernah diperdulikan oleh Ibu, karena menurut ibu, perempuan itu harus memakai anting. Tanpa anting, apa yang akan membedakan bayi perempuan dan laki-laki. Ketika beranjak remaja, saya pun mulai diwanti-wanti dengan berbagai peraturan tentang bagaimana perempuan seharusnya bertingkah laku. Misalnya saja, ketika payudara saya mulai tumbuh, saya harus mengenakan bra yang berfungsi menutupi dan menyangga glandula mammae saya itu. Padahal, tanpa bra itu pun tubuh saya sejatinya akan baik-baik saja. Tetapi karena memakai bra sudah menjadi kebenaran bagi perempuan, saya pun harus mengikuti kebenaran itu. Selain masalah bra, Ibu selalu mengatakan bahwa perempuan tidak boleh duduk mengangkang. Di sekolah pun demikian. Guru sempat menendang kaki saya ketika secara tidak sadar saya duduk mengangkang. Dan peraturan duduk 115 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tidak boleh mengangkang itu tentu saja tidak dikatakan kepada kakak saya yang laki-laki. Berbagai peraturan tentang tubuh pun semakin banyak saja ketika saya makin dewasa. Saya sering sekali mendengar bahwa sebagai perempuan, saya harus menjaga berat tubuh karena kalau kegemukan bisa-bisa tidak lekas mendapat jodoh. Selain berat tubuh, saya pun dituntut untuk bisa berdandan dan pandai memilih pakaian. Banyak yang mengatakan bahwa jika perempuan tidak bisa berdandan dan berpakaian dengan layak, bisa-bisa dianggap perempuan tidak „beradab‟. Akhirnya lama kelamaan, tubuh saya benar-benar didisiplinkan. Saya pun mulai masuk secara sukarela ke dalam Iron Maiden yang pelan-pelan telah membatu. Tubuh saya yang apa adanya, telah menyesuaikan dengan bentuk Iron Maiden. Kini saya berpikir tentang kegemukan, berpikir tentang gaya jalan saya yang terkadang mengangkang (kata orang saya persis seperti laki-laki kalau sedang berjalan), atau berpikir tentang banyaknya selulit di beberapa bagian tubuh saya. Namun, berbagai rambu dalam kehidupan saya sebagai perempuan itu tentu amat lumrah dan telah dianggap sebagai kebenaran. Sehingga hal-hal yang telah membeku menjadi Iron Maiden itu adalah bagian dari hidup yang bahkan perlu dirayakan. Malah jika tanpa Iron Maiden itu, atau jika saya tidak memasuki Iron Maiden itu, bisa jadi saya akan menderita karena akan dianggap aneh, atau dianggap pesakitan di dunia yang memiliki ukuran kewajaran dengan standarstandar tertentu. 116 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sejatinya, kita semua sedang merayakan konstruk diri, tubuh ataupun cara bersikap kita. Kita merayakan sebuah „peti besi‟ yang dicetak oleh „yang punya kuasa‟. Kedirian kita pun dibentuk menjadi rupa diri sempurna yang harus mengikuti ide besar serta wacana yang sedang berlaku ketika itu. Sampai pada akhirnya peti besi bernama Iron Maiden itu lama-lama akan menghancurkan kedirian kita yang sejati. Dalam konteks dunia laki-laki, perempuan adalah pihak yang seringkali berada pada posisi subordinat. Lelaki sebagai pencipta dunia-lah yang membangun kerangka peti besi bernama Iron Maiden itu. Perempuan pun akhirnya tidak memiliki tubuhnya sendiri. Tubuhnya adalah hasil konstruk dunia laki-laki. Sebuah konstruk yang begitu jelas tentang apa yang disebut cantik, ideal, ataupun perempuan sempurna. Inilah yang membuat pengartikulasian tubuh perempuan dalam seri Nine Months tidak lagi menjadi poin utama. Karena seri ini sebenarnya sedang mencipta dan mereproduksi kode-kode ataupun aturan-aturan kehidupan secara visual. Lewat kode-kode visual yang direproduksi terus-menerus itu, berbagai wacana dalam dunia Patriarki dapat terus hidup. Gambar-gambar foto itu telah menjadi alat pelanggeng kekuasaan, dan khalayak menganggap kode-kode visual itu sebagai realitas –kebenaran-. Kode-kode visual dalam bentuk gambar-gambar fotografis seri Nine Months ini adalah salah satu wujud perayaan akan „peti besi‟ itu. Selain itu gambar-gambar fotografis ini juga menjadi wujud perayaan terhadap ingatan, ataupun perayaan terhadap yang sudah lewat. Lewat fotografi kita juga merayakan sesuatu yang tidak bisa kita sangkal bahwa hal itu pernah terjadi –the thing has 117 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI been there114-. Lewat medium fotografi, momen yang telah lewat bisa dilihat kembali, bisa dijadikan semacam artefak bahwa kita pernah mengalami momen itu, bisa menjadi ajang „narsis‟ serta pamer, dan pada poin-poin tertentu bahkan momen yang telah lewat itu bisa dihadirkan kembali dalam ranah-ranah rasa atau pikir kita. Pada era sekarang ini, bentuk perayaan lewat medium fotografi tampaknya telah menjadi hal yang begitu lumrah. Sekarang ini semua orang sepertinya senang sekali memotret dan dipotret. Teknologi telah membuat kamera begitu terjangkau. Ia telah teraplikasi dalam berbagai piranti teknologi manusia modern, seperti pada handphone, tablet, ataupun laptop. Dengan aplikasi yang begitu mudah dan murah, memiliki piranti teknologi yang telah dilengkapi kamera seperti menjadi kebutuhan masyarakat modern sekarang ini. Pada ruang-ruang tamu, khususnya ruang tamu masyarakat Indonesia, jarang sekali yang benar-benar bersih dari foto-foto di dinding, atau lukisanlukisan dalam figura. Televisi pun bisa ditemui pada setiap ruang dalam rumahrumah tinggal. Media cetak, baik majalah atau koran telah menjadi bacaan seharihari. Dan kini sosial media seperti Facebook ataupun Twitter, telah menjadi kebutuhan baru yang sulit ditinggalkan. Apalagi era smartphone sekarang ini, internet seperti ada di genggaman tangan, dan bisa diakses setiap detik. Foto diri, foto pujaan hati, foto keluarga, foto kerabat, atau foto-foto yang yang dianggap menarik, berputar dan berlari-lari di sosial media. Hampir setiap detik, jutaan foto diunggah dalam sosial media itu, dan hampir setiap saat manusia 114 Lihat Barthes, Camera Lucida, hal 76. 118 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang berada dalam jaman ini tidak bisa melepaskan diri untuk tidak mengkonsumsinya. Mengkonsumsi atau bisa dikatakan merayakannya. Kita semua adalah konsumen gambar yang setia. Dalam berbagai institusi yang mengharuskan kita menjadi bagiannya –negara, sekolah ataupun masyarakat- visualisasi diri adalah salah satu yang menjadi syarat utama untuk bisa diakui masuk dalam institusi itu. Kartu Tanda Penduduk, Surat Ijin Mengemudi, Kartu keluarga ataupun kartu-kartu identitas lainnya, mengharuskan tiap orang menambahkan pas foto pada kartu-kartu itu. Kedirian kita telah diwujudkan secara visual dalam bentuk foto. Foto telah menggantikan realitas tentang diri kita. Seri Nine Months adalah gambaran tentang bagaimana perayaan akan lautan sampah visual itu selalu kita lakukan. Dalam seri ini image junkies diselebrasi. Perempuan-perempuan dalam seri ini adalah para „junkies‟ itu. Para pengunjung pameran dan pembaca foto dalam pameran ini juga termasuk diantaranya. Para perempuan dalam seri ini sadar betul bahwa momen-momen kehamilan ini adalah momen yang layak untuk terus diabadikan dalam sebuah citra. Sebuah momen yang belum tentu bisa diulang kembali. Apalagi saat fisik yang berubah dan perut perut membuncit dianggap cantik. Konsumsi foto secara besar-besaran juga terjadi karena pada dasarnya manusia senang sekali melihat dirinya terlihat lebih cantik atau lebih tampan. Kamera, serta proses pasca produksi sesudah pemotretan, menyediakan fitur-fitur yang mampu membuat citra-citra visual kita tampak lebih ideal. Sebuah „ke-idealan‟ tentang gambaran diri yang telah disesuaikan dengan dunia yang serba tidak nyata itu. Sebuah dunia ideal. 119 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dengan foto-foto yang tampak ideal sesuai dengan konstruk dunia ideal itu, lahirlah junkies-junkies foto yang membuat citra-citra visual itu semakin banyak diproduksi atau direproduksi terus menerus. Akhirnya, tentu tidak bisa dihindari, foto-foto yang telah diproduksi secara massal itu akan menjadi referensi bagi manusia-manusia lainnya. Sebuah tren. Sebuah lingkaran telah terbentuk. Lingkaran yang terbentuk dari media massa, gambar-gambar, serta „pecandu‟ gambar. Mereka saling mempengaruhi dan sama-sama saling membutuhkan. Sebuah simbiosis mutualisme. 120 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V PENUTUP Memiliki „mata‟ yang maskulin adalah konsekuensi logis dari tercipta dan dilahirkan dalam rahim dunia yang tidak bisa melepaskan diri dari hegemoni budaya patriarki. Sebuah dunia yang maskulin. Fotografi adalah salah satu medium yang menanggung konsekuensi itu. Dengan mata yang maskulin itu, male gaze pasti juga mencengkram fotografi. Termasuk si obyek yang difoto, si operator, atau para spektator, yaitu khalayak yang melihat atau melakukan pembacaan foto. Dengan mata maskulin itu pula, fotografi telah mencipta tren baru dalam masyarakat dunia. Begitu cepat pula fotografi -yang dari awal memang dikembangkan oleh para pebisnis- menjadi medium yang amat populer serta amat terjangkau. Fotografi menjadi medium yang murah serta mudah digunakan. Ia juga menjadi medium yang amat menyenangkan. Ia mampu membekukan memori-memori yang ingin dilihat kembali. Ia mampu mengakomodir sifat dasar manusia yang narsistik serta selalu ingin pamer, dan fotografi mampu mengkonstruk sesuatu menjadi realitas yang kita inginkan. Berbagai kapasitas itu membuat fotografi menjadi begitu populer, ia telah menjadi semacam gaya hidup, bahkan sebuah kebutuhan. Tanpa gambar-gambar fotografis, masyarakat dalam dunia ini bisa-bisa kebingungan, karena realitas dalam dunia ini –salah satunya- dicipta oleh gambar-gambar fotografis. Fotografi yang telah menjadi begitu populer ini kemudian secara besarbesaran memproduksi gambar-gambar maskulin sesuai dengan konstruk budaya 121 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI patriarki. Salah satunya adalah bagaimana tubuh perempuan diartikulasi. Dengan logika pasar yang ditanamkan oleh para pengembang medium ini, gambar-gambar yang dianggap disukai oleh khalayak diproduksi besar-besaran dan direproduksi terus menerus. Tidak hanya di ruang publik, pengartikulasian ini juga dilakukan dalam ranah-ranah privat. Artinya, perempuan juga harus „mendisplinkan‟ tubuh, sikap dan prilakunya di bilik-bilik kamar tidur mereka. Lewat gambar-gambar itu, masyarakat yang ada dalam dunia ini menggantungkan referensinya –akan realitas- tentang bagaimana seharusnya tubuh perempuan serta keperempuanan itu sendiri ditampilkan. Misalnya saja dalam berbagai media massa, tubuh perempuan diartikulasi ideal ketika ia memiliki tubuh ramping serta tinggi yang pas. Dan ketika ia memiliki tubuh di luar kriteria ideal itu, para perempuan ini dianggap tidak sehat (kegemukan, obesitas, dll) sehingga harus membenahi tubuhnya dengan melakukan diet ketat atau masuk dalam klinik-klinik kecantikan. Kecantikan pun bergaris lurus dengan kesehatan. Secara terang-terangan media massa lewat gambar-gambar fotografis mengkonstruk bahwa menjadi cantik yang ideal adalah berarti menjadi sehat, dan jika tidak cantik berarti tidak sehat. Tidak hanya tubuh, bagaimana perempuan bertingkah laku serta bagaimana perempuan kelak harus menjadi apa, juga diartikulasi oleh sesuatu di luar dirinya. Misalnya bagaimana perempuan harus duduk, berjalan, pilihan karir serta konsep tentang perempuan yang sempurna. Bagi masyarakat dalam dunia ini, perempuan sudah mencapai kesempurnaannya ketika ia telah menjadi ibu. Sehingga perempuan yang tidak bisa melahirkan, tidak ingin melahirkan atau 122 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI memilih untuk tidak menjadi ibu adalah perempuan belum sempurna atau paling tidak dianggap sebagai perempuan aneh. Seri foto Nine Months adalah salah satu karya foto yang dilahirkan dalam dunia yang maskulin ini. Diah Kusumawardhani Wijayanti sebagai penciptanya adalah fotografer yang lahir dan dibesarkan dalam kultur demikian. Mata yang maskulin tentu ia miliki. Lewat gambar-gambar yang diproduksi oleh Diah, pesan-pesan yang ingin disampaikan atau realitas yang ingin diciptakan oleh dunia patriarki ditransformasi ke khalayak. Sebuah realitas tentang bagaimana tubuh perempuan diartikulasi oleh sesuatu di luar dirinya. Sesuatu yang begitu berkuasa dan memiliki mekanisme begitu halus. Mekanisme itu akan membuat pesan-pesan yang disampaikan lewat foto, terinternalisasi dalam kesadaran khalayak (perempuan dan laki-laki) serta akhirnya dianggap sebagai sebuah kebenaran. Nine Months ini adalah salah satu contoh baik bagaimana tubuh perempuan diartikulasi untuk menjadi objek yang laku dijual. Tubuh-tubuh hamil ini dipajang berbarengan dengan berbagai barang dagangan. Tubuh-tubuh perempuan hamil ini jelas-jelas sedang dikomodifikasi di sebuah mal. Di mal ini pula, lewat medium fotografi, sebuah realitas yang maskulin diciptakan. Bagaimana kongkritnya sebuah realitas yang maskulin itu bisa dilihat dari dua buah foto dalam seri Nine Months, yang telah membuat perhatian saya tertambat. Pada dua buah foto itu, kembali saya melihat berbagai pengalaman personal sebagai perempuan tentang bagaimana tubuh serta keperempuanan saya diartikulasi oleh sesuatu di luar diri saya sendiri. Dengan meminjam metode pembacaan foto ala Barthes, saya ingin merefleksikan secara personal bagaimana 123 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI medium fotografi yang telah saya kenal sejak kecil, berhasil melakukan hal tersebut. Dua foto itu adalah dua foto perempuan hamil sembilan bulan yang samasama mengenakan topeng. Yang satu milik Ngesti Wijayanti dan yang satunya lagi milik Muthi Kautsar. Keduanya sama-sama memperlihatkan perut buncit mereka. Muthi berpose sendirian dengan warna foto hitam putih. Sementara Ngesti berpose bersama dua orang anak kembarnya. Fotonya berwarna-warni, dengan warna dominan hitam sebagai latar belakang serta warna magenta tampak mencolok pada topeng yang ia kenakan. Pada kedua foto ini saya melihat bagaimana tubuh perempuan diartikulasi dengan paradoks-paradoks yang saling berkaitan. Memakai topeng di ruang publik adalah paradoks yang menimbulkan tanda tanya. Sang empunya yang mengenakan topeng dengan sengaja mengekspos dirinya di ruang publik, tetapi juga dengan sengaja menyamarkan dirinya di ruang itu. Ada nuansa buka tutup yang begitu kental. Rupanya menjadi paradoks adalah hal wajar bagi banyak perempuan, khususnya para perempuan di kota-kota urban seperti Jakarta. Beban dan peran ganda telah menubuh dalam kesadaran mereka. Para perempuan ini harus tetap eksis di ruang publik, sekaligus di ranah-ranah domestik. Dalam konteks ruang dan waktu tertentu, para perempuan ini harus bisa memutuskan dengan cepat untuk memposisikan tubuh atau mesti bertingkah laku seperti apa. Pada foto milik Muthi Kautsar, lewat cermin yang merefleksikan bayangan sang empunya tubuh hamil itu, saya melihat bagaimana tubuh nyata Muthi harus bersembunyi di balik topeng serta dunia di luar cermin. Artinya, apa 124 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang ditangkap oleh lensa kamera adalah tubuh Muthi yang tidak nyata. Ini seperti mempertegas kembali tentang ruang-ruang paradoks yang diartikulasi untuk tubuh perempuan. Perempuan harus mau dengan rela masuk ke dunia yang tidak nyata itu, yaitu masuk ke dalam Iron Maiden seperti yang dikatakan oleh Naomi Wolf. Dalam Iron Maiden, tubuh dan kesejatian perempuan dihilangkan. Kemudian apa yang tampak adalah yang tidak nyata. Artifisial. Jika tidak mau masuk dalam dunia yang tidak nyata itu, perempuan bisa kalah saing atau setidaknya, tidak akan eksis dalam dunia ini. Dalam ruang-ruang yang tidak nyata itu, perempuan pun harus berhadapan dengan berbagai konstruk diri. Salah satunya adalah tentang rahim yang menjadi penanda khas keperempuanan. Karena rahim itu pula perempuan dianggap sebagai makhluk yang bertanggung jawab meneruskan keturunan peradaban manusia. Hal ini terbaca dalam foto milik Ngesti beserta dua orang anak kembarnya. Sebuah artikulasi tentang keperempuanan yang membuat perempuan merasa harus menjadi hamil dan pada akhirnya menjadi ibu. Lewat foto itu, kehamilan dan menjadi ibu dikesankan menjadi kudus atau suci. Kehamilan diartikulasi menjadi tugas mulia, sebuah tugas perutusan yang hanya mampu dijalankan oleh perempuan. Jika seorang perempuan tidak bisa atau tidak ingin hamil, perempuan semacam ini akan dianggap sebagai perempuan aneh atau perempuan yang menyalahi kodratnya. Foto-foto dalam seri Nine Months ini adalah gambaran tentang bagaimana medium fotografi telah mampu mengubah perspektif orang bahkan masyarakat. Sesuatu yang semula hanya diwacanakan bisa dicipta menjadi realitas. Bahkan 125 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sekarang ini masyarakat kita telah memiliki cara melihat yang baru, yaitu cara melihat secara fotografis. Photographic Seeing. Oleh karena itu tidak mengherankan jika produksi gambar-gambar fotografis begitu membludak. Setiap hari jutaan gambar fotografis diproduksi oleh manusia-manusia di bumi baik yang berprofesi sebagai fotografer atau bukan. Apalagi dengan semakin terjangkaunya terknologi kamera, serta jaringan sosial media yang membabi buta. Gambar-gambar fotografis itu akhirnya menjadi semacam sampah. Ironisnya, sampah gambar-gambar fotografis itu telah membuat masyarakat penggunanya kecanduan. Mereka telah berubah menjadi Image Junkies115. Para junkies gambar itulah yang memaknai gambar-gambar tersebut. Dengan pemaknaan itu, gambar-gambar fotografis itu pun dianggap sebagai kebenaran. Sebuah kebenaran yang perlu dirayakan secara bersama-sama. Dengan merayakan sampah-sampah visual itu berarti yang berpartisipasi dalam perayaan itu bersedia berkompromi dengan kehidupan itu sendiri. Karena dengan merayakan berarti mau menerima dan menjadi bagian dalam realita yang dikonstruk oleh imaji-imaji fotografis tersebut. Termasuk pameran Nine Months ini yang merupakan bentuk dari perayaan sampah-sampah visual itu. Sebuah perayaan akan artikulasi tubuh perempuan dari sesuatu yang berada di luar tubuh mereka sendiri. 115 Lihat Bab IV, sub bab C. Lautan Sampah Visual 126 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA BUKU DAN ARTIKEL Allen, Graham, Roland Barthes, London: Routledge, 2003. Alpherson, Philip (ed.), The Philosophy of the Visual Art, New York: Oxford University Press, 1992. Barker, Chris, Cultural Studies Theory and Practice, London: Sage Publication, 2000 Barthes, Roland, Camera Lucida, London: Vintage, 2000. _____________, Image, Music Text, London: Fontana Press, 1977. Bennet, Edna R, Women and Photography, Universal Photo Almanac, 1937. Byerly, Carolyn M. & Karen Ros, Women and Media: A Critical Introduction, Oxford: Blackwell Publishing, 2006. Hall, Stuart & Jessica Evans (ed.), Visual Culture: the Reader, London: Sage, 1999. Hidajadi, Miranti, Tubuh Sejarah Perkembangan dan Berbagai Masalahnya, Irwandi, Foto Potret Karya Kassian Cephas: Kajian Estetis, Makna dan Fungsi Sosialnya, Tesis untuk menyelesaikan program pascasarjana Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, 2008. Jurnal Perempuan Edisi 15, Yayasan Jurnal Perempuan, 2000. Knaap, Gerrit, Cephas, Yogyakarta, Photography in the service of the Sultan, Leiden: KITLV press, 1999. Nochlin, Linda, Why Have There Been No Great Women Artist. Art and Sexual Politics edited by Thomas B. Hess and Elizabeth C. Baker, 1971. Peres, Michael R (ed), Focal Encyclopedia of Photography, 4th Edition, Oxford: Elsevier Inc., 2007. Prabasmoro, Aquarini Priyatna, Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra dan Budaya Pop, Yogyakarta: Jalasutra, 2006. Rabate, Michel Jean (ed.), Writing the Image After Roland Barthes, Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 1997 Soeryoatmojo, Yudhi, The Chalenge of Space. Sontag, Susan, On Photography, New York: An Anchor Book, 1977. Supartono, Alexander, Fotografi dan Budaya Visual, Jurnal Kalam, No 23, 2007. Sunardi, St. Semiotika Negativa, Yogyakarta: Kanal, 2002. Strassler, Karen, Refracted Visions: Popular Photography and National Modernity in Java, Durham: Duke University Press, 2010. Warren, Lynne (ed.), Encyclopedia of Twentieth-Century Photography Volume 1 (A-F), New York: Routledge, 2006. Wolf, Naomi, Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Against Women, New York: HarperCollins Publishers Inc., 2002. 127 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MEDIA MASSA CETAK Darwis Triadi, Idealisme dan Janji, Majalah Fotografi Populer Bulanan Fotomedia. No.8 Tahun ke-VI. Januari 1998. Selintas Sejarah Fotografi Indonesia, Kompas, Bentara, 5 Januari 2008. KATALOG PAMERAN Pameran Nine Months, Plaza Semanggi, 20-27 April 2007 Pameran „Mata Perempuan Seharusnya‟, Galeri Cipta 3 Taman Ismail Marzuki, 27 Mei-8 Juni 2007. INTERNET Forum diskusi Fotografer.net, http://fotografer.net/forum%20fn/topiknew.php.htm, diunduh pada 2012. Ketika Perempuan Merayakan Kehamilan, http://health.kompas.com/read/2010/10/17/12010581/Ketika.Perempuan. Merayakan.Kehamilan, diunduh pada 2012. Komunitas Aku Ingin Hamil, http://akuinginhamil.blogspot.com/, diunduh pada 2013. Mahpur, Mohammad, Imajinasi Perempuan Hamil dalam Obyek Fotografi, http://www.fpsi-uinmalang.com/artikel.php?id=68&act=pilih , diunduh pada 2012. Profil Annie Leibovitz, http://www.biography.com/people/annie-leibovitz9542372), diunduh pada 2012. Profil Demi Moore, http://www.famous-women-and-beauty.com/demi-moorebio.html) http://www.dailymail.co.uk/femail/article-2083113/Annie-Leibovitzdamns-iconic-photograph-pregnant-Demi-Moore.html#ixzz2LpR2OKa9, diunduh pada 2012. http://www.vanityfair.com/hollywood/features/2011/08/ demi-moore-201108, diunduh pada 2012. http://blog.magazines.com/vanity-fair-demi-moore-and-magazine-covercontroversy, diunduh pada 2012. Profil Jerry Aurum, http://jerryaurum.com/bio/, diunduh pada 2012. Profil Organisasi Pewarta Foto Indonesia, http://pewartafoto.org/about, diunduh pada 2012. Profil Yudhi Soeryoatmojo, http://jakarta.go.id, diunduh pada 2012. Profil Vanity Fair, http://www.statemaster.com), diunduh pada 2012. 128 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tren Foto Maternitas di Jepang, http://www.ayahbunda.co.id/Berita.Ayahbunda/Info+Keluarga/jepang.tren .foto.kehamilan/002/002/160/17/-/4/c, diunduh pada 2013. 6th Annual Bikini Contest, http://www.houstonpress.com/slideshow/6th-annualpregnant-bikini-contest-30978051/, diunduh pada 2012. SUMBER GAMBAR Daguerreotype, http://www.photohistory-sussex.co.uk/dagprocess.htm Foto-foto karya Woodbury & Page, http://photographyindonesia.wordpress.com/2011/09/09/woodbury-andpage/ Foto Kassian Cephas, http://www.seribukata.com/2011/03/kassian-cephasjurufoto-pribumi-pertama/ Foto Detik-detik Proklamasi Indonesia, http://nasional.lintas.me/article/arhamvhy.blogspot.com/10-faktatentang-proklamasi-indonesia Foto-foto karya Anton Ismael, http://www.antonismael.com/photo/commercial/harvest Foto-foto karya Jerry Aurum, http://jerryaurum.com/category/portfolio/01fashion-people/. Foto-foto karya Kassian Cephas, http://www.seribukata.com/2011/03/kassiancephas-jurufoto-pribumi-pertama/ http://sutirmaneka.blogspot.com/2012/02/kassian-cephas-orang-yogyafotografer.html Foto Demi Moore, http://en.wikipedia.org/wiki/More_Demi_Moore Foto Jessica Simpson, http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/nakedpregnant-stars-pose-baby-bumps-gallery-1.1034578?pmSlide=1 Foto Christina Aguilera, http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-starspose-baby-bumps-gallery-1.1034578?pmSlide=6 Foto Claudia Schiffer, http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-starspose-baby-bumps-gallery-1.1034578?pmSlide=4 Foto Britney Spears, http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/nakedpregnant-stars-pose-baby-bumps-gallery-1.1034578?pmSlide=2 Foto Hitomi, http://yonasu.com/hitomi-pregnant-and-nude-on-new-album Gadis Sampul 2007, http://gadissampul.gadis.co.id/a2z/kabar.gadis.sampul/0/181 Gadis Sampul 2009, http://gadissampul.gadis.co.id/a2z/kabar.gadis.sampul/0/183 Kamera Obscura, http://brightbytes.com/cosite/what.html. Kamera Kodak pertama, http://inventors.about.com/od/estartinventors/ss/George_Eastman.htm Pemandangan Plaza Semanggi dari atas, http://www.beritasatu.com/mobile/bursa/89555-plaza-semanggi-ubahkonsep-jadi-mal-kelas-atas.html 129 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Rubrik Gadis Sampul versi online, http://www.gadissampul.gadis.co.id Rubrik Cewek HAI versi online, http://www.hai-online.com/Hai2/CewekHAI/Cewek-Hai/KIKI-Miss-Cuek Rubrik Women We Like versi online, http://www.esquire.co.id/wwl/daftar Rubrik FHM Girls versi online, http://www.fhm.co.id/content/article/226/8/2012/Politically-Perfect Salah satu etalase dan manekin di Plaza Semanggi, http://v2web.delamibrands.com/store2/new/store_colorbox/exhibition.php ?image=semanggi%20store.JPG Sampul Wajah Femina, http://www.wajahfemina.co.id/gallery/3 Sekilas Majalah Femina versi online, http://www.femina-online.com/ Foto-Foto karya Darwis Triadi, http://darwistriadi.blogspot.com/search?updated-max=2009-0429T11:59:00%2B07:00&max-results=2 Seri Foto Nine Months, koleksi pribadi Diah Kusumawardani Wijayanti serta http://www.dkwstudio.com/ Suasana salah satu toko ritel di Plaza Semanggi, http://foto.detik.com/readfoto/2009/06/28/191047/1155372/464/1/ dan http://www.tribunnews.com/2012/08/08/jelang-lebaran-plaza-semanggigelar-diskon 130 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI INDEKS GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Gambar 19 Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23 Gambar 24 Gambar 25 Gambar 26 Gambar 27 Gambar 28 Gambar 29 Gambar 30 Gambar 31 Gambar 32 Gambar 33 Gambar 34 Gambar 35 : Kamera obscura dari tahun 1817. : Alat dan sejumlah elemen untuk membuat daguerreotype dari sebuah iklan thn 1843. : Kamera Kodak yang pertama. : Dua buah foto hasil karya Woodbury and Page. : Kassian Cephas 1905. : Detik-detik Proklamasi Indonesia 17Agustus‟45. Foto oleh Frans Mendur. : Foto-foto komersil dan fashion karya Anton Ismael. : Foto komersial Jerry Aurum untuk Panasonic Lumix. : Foto Komersial Jerry Aurum untuk Plaza Indonesia. : Duah foto karya Kassian Cephas, 1900. : Dua foto kategori model pada situs fotografer.net : Dua buah foto fashion Darwis Triadi. : Krisdayanti difoto oleh Darwis Triadi. : Foto komersial karya Anton Ismael. : Foto-foto Jerry Aurum dalam Femalography. : Salah satu foto fashion dalam Majalah Femina. : Para Pemenang Pemilihan Wajah Femina. : Sahila Hisyam & Dina Anjani : Foto dari Pemilihan Gadis Sampul yang dipajang di situs Majalah Gadis. : Salah satu model dalam Majalah FHM. : Sampul Majalah Vanity Fair edisi Agustus 1991. : J. Simpson, C.Aguilera, C.Schiffer dan B. Spears. : Hitomi : Pemandangan Plaza Semanggi dari atas. : 21 foto seri Nine Months. : Salah satu etalase dan manekin di Plaza Semanggi. : Suasana salah satu toko ritel di Plaza Semanggi. : Nadia Dewi Sarah (Customer Service), Indri Halil (Pengusaha) Kevin Nasution (Atlit Renang Nasional) : Zweta Nugroho (Reporter), Diah Meivita Sari (Promosi), Palupi Rusdiyatmi (Promosi) : Dini Wiradinata (Managing Director), Pita Moluccas (Penyanyi) : Arzeti B. Setyawan (Model) dan Maudy Koesnadi (Artis) : Sari Elvianti (Pegawai Bank) dan Lea (Pemilik Butik) : Ningcy Yuliana (Manajer Pemasaran), Yulia Ristanti (Kepala Keuangan) : Nenny Hamid (Account Executive), Oki Aldebaria dan Siska Widyawati (Staff Administrasi Kantor Pemerintah) : Ngesti Wijayanti (Manager Produksi) Kristina (Akuntan), Retno Tri Harjanti (Supervisor Desain) 131 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 36 Gambar 37 Gambar 38 : Riana Novi (Pegawai Swasta) dan Astuti Wulandari (Marketing) : Ratna Listy (Presenter) Muthi Kautsar (Penari) : Foto-foto dalam seri Nine Months yang saya anggap sensual. 132