MENGARTIKULASI TUBUH PEREMPUAN

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MENGARTIKULASI TUBUH PEREMPUAN DALAM FOTO
(STUDI PADA SERI FOTO NINE MONTHS
KARYA DIAH KUSUMAWARDANI WIJAYANTI)
Tesis
Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum) di
Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Oleh
Lucia Dianawuri
096322007
Program Magister IlmuReligidanBudaya
UniversitasSanata Dharma
Yogyakarta
2013
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Kecintaan saya pada fotografi serta isu-isu seputar perempuan lah yang
membuat saya berjibaku selama kurang lebih empat semester dalam tesis ini.
Waktu yang tidak sebentar. Melelahkan,namun –pada akhirnya- jadi sangat
menyenangkan. Banyak pembelajaran dan keriaan-keriaan yang belum tentu bisa
saya dapatkan di luar kampus Ilmu Religi Budaya (IRB) ini. Oleh karena itu,
bolehlah saya berucap banyak terimakasih kepada Semesta Raya, mentor, guru,
sahabat serta kawan-kawan yang membuat rentang waktu 2009 hingga 2014 ini
begitu menyenangkan.
Kepada Guru saya Bapak St. Sunardi, terimakasih banyak atas waktu,
energi, inspirasi dan diskusi-diskusi singkatnya, serta memperbolehkan saya
mencuri–banyak sekali- ilmunya. Untuk Bapak Supratiknya, mbak Katrin Bandel,
Romo Budi Subanar, Romo Baskara, Romo Haryatmoko, terimakasih atas segala
inspirasi dan diskusi-diskusi cerdas dan cergasnyadi ruang-ruang kelas atau ketika
berada di selasar jurusan ketika kita tidak sengaja berjumpa. Kepada Ibu Sri
Mulyani yang sudah menyediakan waktu dan energinya untuk menjadi salah satu
penguji tesis saya, terimakasih tak terhingga Bu. Juga tidak lupa kepada Pak
Budiawan serta Pak George yang sempat menjadi dosen pengampu saya di IRB
selama beberapa semester, terimakasih banyak atas waktu dan pertemuan singkat
yang begitu bermakna.
Untuk Mbak Dessy, terimakasih atas segala bantuannya, baik administrasi
juga senyum ramahnya setiap saya masuk ke ruang sekretariat. Untuk Mas Mul,
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terimakasih atas kopi hitam yang selalu membuat saya tetap terjaga. Juga untuk
mbak Henky yang sempat membantu saya pada semester-semester awal di IRB.
Untuk teman dan sahabat IRB 2009, Elly, Leo, Titus, Mbak Lulud, Anes,
Fairuz, Herlin, Abed, Mas Probo, Agus, Mei, Rhino, Vita dan Iwanterimakasih
atas waktu-waktu di kelas, kantin, perpustakaan, kos, atau di perempatan jalan
serta pertemuan-pertemuan tak terduga kita. Juga untuk teman-teman lintas
angkatan IRB, luar lingkaran IRB, teman-teman Warung Kopi Lidah Ibu,temanteman Sanata Dharma, teman-teman Universitas Indonesia jurusan Antropologi,
teman-teman Kelas Pagi Yogyakarta, teman-teman Cephas Photo Forum,temanteman Galeri ANTARA terutama untuk mbak Diah yang memperbolehkan saya
membaca karyanya secara personal, teman-teman Kantor Berita FOTO
ANTARA, sahabat-sahabat ku terkasih yang membuatku selalu merasa beruntung,
Ninin, Nisa, Bang Sihol, Bude Novi, Oscar, Demus, Berto dan Juno. Juga kepada
METALLICA, karena musik kalian saya lebih fokus menulis \m/.I love you guys.
Terakhir untuk keluargaku tercinta, Bapak, Ibu, Mas Anton, dan Mbak
Ateh, terimakasih untuk dukungan moral serta finansial yang tak terhitung lagi.
Terimakasih banyak. Semoga tesis yang sederhana dan jauh dari sempurna ini
bermanfaat bagi khalayak pembaca sekalian.
Pringgolayan, Januari 2014, Lucia Dianawuri
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Keakraban dengan dunia fotografi, serta kecintaan pada isu-isu seputar
perempuan dan tubuhnya adalah salah satu alasan mengapa saya menulis tesis ini.
Sepanjang pengetahuan saya, fotografi adalah medium yang lahir dari rahim
budaya patriarki. Oleh karena itu amat wajar jika medium ini memiliki mata
maskulin. Dengan matanya itu iatelah berhasil merevolusi kebudayaan
manusia.Salah satunya adalah tentang bagaimana perempuan mengartikulasi
tubuhnya. Medium yang dikembangkan oleh para pebisnis ini, diciptakan
mengikuti logika pasar. Dengan logika ini pula, fotografi akhirnya menjadi salah
satu medium yang murah dan begitu terjangkau. Dengan keterjangkauannya itu,
gambar-gambar fotografis –sekarang ini- telah membombardir ruang hidup
masyarakat pendukungnya. Tak pelak lagi, gambar-gambar ini akhirnya menjadi
sebuah realitas, yang pada satu titik tertentu, dianggap sebagai sebuah kebenaran.
Sebuah realitas yang terkonstruk oleh budaya yang menghegemoni medium ini
beserta masyarakat pendukungya.
Mengamati fenomena itu, saya akhirnya tertarik untuk membaca sebuah
karya foto yang secara personal amat menarik, serta amat relevan untuk menjawab
asumsi saya di atas. Karya foto ini berjudul Nine Months garapan Diah
Kusumawardani Wijayanti. Karya foto ini berbicara mengenai perempuan hamil
di tri semester terakhir. Saya pun merumuskan dua buah pertanyaan yang menjadi
benang merah dari tulisan ini. Yang pertama adalah bagaimana tubuh perempuan
diartikulasi dalam seri Nine Months, serta bagaimanakah dunia fotografi yang
dianggap maskulin, mempengaruhi citra-citra tubuh perempuan dalam seri ini,
sehingga akhirnya menjadi realitas tubuh yang maskulin? Untuk membantu saya
menjawab dua rumusan masalah itu saya menggunakan metode pembacaan foto
milik Barthes serta pisau analisis milik Susan Sontag dan Naomi Wolf.
Lewat metode pembacaan foto milik Barthes, dengan melihat studium dari
seri foto ini, serta mendapati punctum atau titik luka dari foto-foto ini, saya
kemudian memahami bahwa Nine Months adalah salah satu karya fotografis yang
memang menjadi pembentuk realitas maskulin itu. Gambar-gambar fotografis
tentang perempuan hamil itu jelas telah turut mengkonstruk realitas tentang tubuh
perempuan serta tentang keperempuanan itu sendiri.Nine Months, akhirnya
berhasil mencipta kode-kode visual yang membuat masyarakat dengan cara
pandang fotografis ini, menganggapnya sebagai sebuah kebenaran yang harus
dimaknai dan bahkan dirayakan.Nine Months telah mencipta dan mereproduksi
sebuahiron maiden bagi perempuan. Dan ironisnya, masyarakat ini menganggap
imaji-imaji tentang ‘peti besi’ itu harus dirayakan bersama. Sebuah fenomena
dalam masyarakat yang tidak bisa hidup tanpa gambar. Masyarakat pecandu
gambar atau image junkies society.
Kata kunci: fotografi, photographic seeing, image junkies, iron maiden
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
My interest in photography and women’s issues were one of the reason
why I choose this theme as my thesis writing project. As far as I know,
photography has a masculine ‘eyes’. With its ‘eyes’, photography has
revolutionized human culture. One of the output is the way women articulating
their bodies. Many historical sources said that photography was developed by
businessmen. It was developed based on market logic. Then, that logic made
photography became popular and reachable. Nowadays,photography and its
product -photographic images- attack people’s living space. Finally, those images
become reality and considered as ‘the truth’. The truth which is constructed by the
hegemonic culture, patriarchy. This, it becomes ‘masculine reality’.
One of the work that applied the reality is Nine Month. Nine Months is a
photo series about women’s pregnancy in the last third semester. The series really
attract me, especially the way the photographer described the women’s
personality through picture. Because of it, I decided to read the series as my case
study. To helped me writing, I summarized two basic question that connect all the
dots. The first one is, how Nine Months articulating the female body and how the
photography world, which is considered as masculine world, influenced women’s
body images on this series?Borrowing the method from Barthes, I tried to read the
photo series by searching and analysing the studium and the punctum of the series,
then I combined all the elements and analyse it using the theory and concept from
Susan Sontag and Naomi Wolf.
From the Barthes’s photo reading method and all the concpet and theory
from Sontag and Wolf, I acknowledged that through 21 images ofNine Months,
the reality about women’s body and the femaleness were constructed. Nine
Months finally succeeded creating the visual codes which celebrated by the
people. In the end, Nine Months createsan ‘iron maiden’ and ironically,
peopleconsidered the ‘iron maiden’as a casual thing and together they celebrate it.
A phenomenoncelebrated in the society that cannot live without photographic
images, an ‘images junkies’ society.
Keywords: photograpy, photographic seeing, image junkies,iron maiden
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL...................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS..................................................................iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA.................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
ABSTRAK...........................................................................................................viii
ABSTRACT...........................................................................................................ix
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................1
B. TEMA PENELITIAN.........................................................................................5
C. RUMUSAN MASALAH....................................................................................5
D. TUJUAN PENELITIAN.....................................................................................6
E. PENTINGNYA PENELITIAN...........................................................................6
F. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................7
G. KERANGKA TEORITIS..................................................................................11
1. Teori Foto...............................................................................................11
2. Teori Tentang Perempuan......................................................................15
H. METODE PENELITIAN.................................................................................18
1. Sumber Data...........................................................................................18
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................19
3. Teknik Pengolahan Data........................................................................19
a. Membaca foto dengan metode fenomenologi sinis Barthes.......19
b. Menganalisa dengan teori milik Susan Sontag serta teori
milikNaomi Wolf..........................................................................20
c. Meramu hasil pembacaan dan analisa dengan gambaran
dunia fotografi di Indonesia...........................................................21
I. SKEMA PENULISAN.......................................................................................21
BAB II
GAMBARAN DUNIA FOTOGRAFI DI INDONESIA...................23
A. DARI LUKISAN CAHAYA HINGGA KODAK................................23
B. GAMBARAN DUNIA FOTOGRAFI DI INDONESIA......................27
1. Kedatangan Fotografi.................................................................27
2. Perkembangan Dunia Fotografi di Indonesia.............................30
a. Fotojurnalistik di Indonesia............................................31
b. Fotografi Komersil dan Amatir di Indonesia.................34
C. IMAJI TUBUH PEREMPUAN DALAM RANAH
FOTOGRAFI DI INDONESIA.................................................................39
1. Imaji Tubuh Cantik Sempurna...................................................39
2. Imaji Tubuh Cantik Tidak Sempurna Ketika Hamil..................47
BAB III
IMAJI TUBUH PEREMPUAN DALAM SERI
FOTO NINEMONTHS.......................................................................................53
A. DI BELAKANG LENSA NINE MONTHS...........................................53
B. MEMAMERKAN KEHAMILAN DI MAL.........................................56
C. HAMIL DAN GAYA HIDUP URBAN................................................63
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Aktif Juga Sehat.........................................................................63
2. Funky, Keren, Menyenangkan...................................................65
3. Mandiri dan Berkelas.................................................................69
D. HAMIL DAN PERAN IBU..................................................................72
E. HAMIL DAN TUBUH..........................................................................76
F. HAMIL DAN SENSUALITAS.............................................................82
BAB IV
MENGARTIKULASI TUBUH CANTIK......................................86
A. FOTOGRAFI SEBAGAI PEMBENTUK REALITAS
YANG MASKULIN..................................................................................87
1. Nine Months yang Komersil.......................................................87
2. Nine MonthsSebagaiRealitasMaskulin....................................92
B. MENGARTIKULASI TUBUH PEREMPUAN...................................96
1. Tubuh yang Paradoks.................................................................96
2. Tubuh Perempuan yang Tidak Nyata.......................................101
3. Tubuh Hamil yang Kudus........................................................105
C. LAUTAN SAMPAH VISUAL...........................................................108
1. Memaknai Sampah Visual.......................................................110
2. Merayakan Sampah Visual......................................................114
BAB V
PENUTUP.........................................................................................121
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................127
INDEKS GAMBAR...........................................................................................131
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seingat saya, semenjak kecil ada dua dunia yang sudah sangat akrab
dengan saya. Hingga saya dewasa pun, dunia itu masih begitu dekat. Dunia itu
adalah dunia perempuan serta dunia fotografi.
Saya menjadi begitu akrab dengan dunia perempuan, salah satunya karena
saya terlahir dengan alat kelamin perempuan. Identifikasi alat kelamin itulah yang
membuat kedua orang tua saya secara sosial dan budaya, memperkenalkan,
membiasakan serta mendidik saya menjadi perempuan. Misalnya saja, saya diberi
nama perempuan, baju-baju yang saya kenakan dari bayi adalah baju-baju khas
perempuan serta segala nasihat akan konstruk diri dan dunia yang ditransfer
kepada saya adalah segala yang berhubungan dengan perempuan.
Sementara untuk dunia fotografi, keakraban saya dimulai sejak Bapak
memotret momen saya mulai tengkurap. Bapak yang kebetulan seorang pehobi
fotografi, gemar sekali mengabadikan tiap momen dalam keluarga. Foto-foto yang
dipotret oleh Bapak itu adalah salah satu referensi awal saya mengartikulasikan
dunia. Misalnya saja, foto-foto Bapak tentang Simbah (Kakek), Bulik (adik
perempuan Bapak), Pakde (kakak laki-laki Bapak) atau sepupu saya yang tinggal
di Playen, Gunungkidul. Foto-foto itu seperti memberi gambaran tentang asal-usul
Bapak, latar belakang hidupnya, serta bagaimana Bapak bisa sampai merantau ke
Jakarta.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selain akrab dengan foto-foto hasil karya Bapak, ketika tumbuh remaja
saya pun mulai memotret sendiri. Kamera pertama saya adalah sebuah kamera
pocket bermerk Fuji. Baru ketika memasuki bangku kuliah dan bergabung dalam
sebuah klub visual di jurusan, saya memiliki sebuah kamera SLR (Single Lens
Reflect) analog. Semenjak itu, fotografi jadi semacam media ekspresi untuk
mengartikulasikan isi dunia di sekitar saya.
Keakraban saya dengan dunia fotografi itu membuat saya lebih sensitif
pada gambar-gambar fotografis yang sudah membombardir dunia sekarang ini.
Seperti “hantu”, gambar-gambar itu bergentayangan dimana-mana, televisi, media
cetak ataupun online, selebaran hingga bilboard-bilboard besar yang berdiri di
pinggir jalan.
Dan, konsekuensi logis dari bombardir gambar-gambar fotografis itu
adalah masuknya citra-citra itu dalam ranah pikir serta pengetahuan. Akibatnya,
secara perlahan, gambar-gambar fotografis itu dianggap sebagai realitas. Lewat
gambar-gambar itu pun saya mengartikulasikan dunia, dan diri saya sendiri.
Karena saya begitu tertarik dan makin lama makin kritis pada dunia
perempuan yang melingkupi saya, dari sekian banyak gambar fotografis yang ada
di dalam dunia saya, ada satu tipe gambar fotografis yang seringkali
memunculkan kegelisahan. Kegelisahan itu timbul karena secara tidak langsung
telah mempengaruhi cara saya melihat diri, serta mengartikulasi diri sebagai
perempuan.
Kegelisahan yang tidak muncul baru-baru saja itu, mulai merasuki saya
perlahan ketika saya mulai beranjak remaja. Ketika itu saya sempat berlangganan
majalah Gadis. Majalah yang mengkhususkan diri untuk remaja perempuan
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berusia antara 12 sampai 17 tahun itu selalu menampilkan citra-citra perempuan
remaja yang, kurang lebih, memiliki kesamaan. Bertubuh langsing, tinggi, berkulit
putih, dan berambut hitam lurus. Ketika itu, saya pun mengartikulasikan sendiri,
bahwa perempuan yang cantik dan menarik itu adalah perempuan-perempuan
dengan tipologi seperti itu. Sementara itu, untuk tipe perempuan seperti saya1,
tidak masuk golongan cantik dan menarik.
Pengetahuan itu pun terus terbawa sampai saya beranjak dewasa sampai
saya mulai berkenalan dengan buku-buku serta pengetahuan tentang isu-isu
perempuan, seks, seksualitas dan gender. Saya pun mulai mempertanyakan
tentang konstruk perempuan cantik, dan makin kritis mengamati dunia perempuan
di seputar kehidupan saya. Apalagi, bukan hanya majalah Gadis yang
menampilkan citra tubuh perempuan seperti itu. Sepanjang pengalaman saya,
selama remaja hingga dewasa, majalah-majalah perempuan dewasa, serta
majalah-majalah khusus pria, televisi ataupun berbagai foto fashion dari sejumlah
fotografer, seringkali menampilkan citra tubuh yang serupa.
Dari pengamatan saya, ternyata memang ada persepsi umum bahwa foto
perempuan yang menarik perhatian khalayak adalah yang menampilkan
perempuan dengan tampilan tubuh serupa itu. Salah satu yang cukup representatif
untuk menggambarkan foto-foto perempuan di ranah fotografi Indonesia adalah
situs komunitas fotografi terbesar di negeri ini, juga Asia Tenggara,
www.fotografer.net. Dalam situs ini, khususnya pada kategori „model‟, banyak
sekali ditampilkan foto-foto perempuan dengan citra-citra demikian.
1
Saya sendiri berkulit hitam, berhidung lebar serta berperawakan besar.
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Budaya patriarki2 yang mewarnai ruang hidup fotografi secara dominan,
semakin menguatkan asumsi bahwa fotografi adalah dunia laki-laki. Asumsi itu
mungkin saja berangkat dari fakta bahwa fotografi awalnya memang diciptakan
oleh laki-laki3 dan mayoritas para penggelutnya (fotografernya), khususnya di
Indonesia, adalah laki-laki4.
Erik Prasetya5, salah seorang fotografer senior Indonesia, sempat
mengatakan bahwa dalam pengamatan sekilas memang tampak bahwa pekerjaan
fotografi di Indonesia didominasi oleh pekerja pria. Dan ini tidak hanya kelihatan
di kantor koran atau majalah, tetapi juga di studio foto. Bukan berarti di Indonesia
tidak ada fotografer perempuan, tetapi, sepertinya banyak perusahaan media yang
lebih menyukai fotografer laki-laki atau setidaknya visi fotografer laki-laki6.
Dalam sebuah forum
diskusi7
pada situs
fotografer.net, terjadi
pembicaraan yang secara eksplisit menggambarkan bahwa memotret adalah
2
Subordinasi perempuan secara struktural yang secara konseptual memiliki konotasi bahwa lakilaki secara struktural memiliki kedudukan yang lebih tinggi atau superior. (Barker, 281)
3
Fotografi pertama kali dikembangkan oleh para ilmuwan Barat yang melakukan berbagai
percobaan dengan cahaya, dan bahan-bahan kimia. Ilmuwan pengembang ilmu fotografi, ketika itu
(sekitar abad 19) dimonopoli oleh kaum lelaki, diantaranya adalah Joseph Nicephore Niepce serta
Louis Daguerre. Lebih jelasnya bisa dibaca pada Bab II.
4
Sedikit gambaran mengenai dominasi laki-laki dalam dunia fotojurnalistik dapat dilihat pada
sebuah acara penganugerahan yang diselenggarakan oleh organisasi Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Penganugerahan PFI pertama yang dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2010, hanya diikuti
oleh sedikit fotografer perempuan. Dari seluruh peserta, hanya ada 20 persen fotografer
perempuan yang menjadi peserta. Dari 20 persen peserta perempuan itu, hanya satu fotografer
perempuan yang memenangkan beberapa kategori penghargaan PFI. Fotografer itu adalah Lasti
Kurnia dari Harian Kompas. Selain dari jumlah peserta, hanya ada satu juri perempuan yang
menjadi dewan penilai penganugerahan. Ia adalah Enny Nuraheni, seorang editor foto senior di
Kantor Berita Reuters perwakilan Indonesia. Sedangkan keempat juri lainnya adalah laki-laki.
Mereka adalah Kemal Jufri, Oscar Motuloh, Julian Sihombing serta Seno Gumira Ajidarma.
5
Lahir di Padang, Sumatera Barat, 15 Febuari 1958. 1977-1984 belajar di Institut Teknologi
Bandung (ITB) Jawa Barat, Jurusan Teknik Pertambangan. 1985-sekarang, fotografer freelance
untuk media massa lokal dan asing, iklan, produksi film dan pameran kelompok. Salah seorang
penggerak komunitas Salihara, Jakarta.
6
Disampaikan oleh Erik saat menjadi kurator untuk pameran „Mata Perempuan, Seharusnya‟,
yang berlangsung di Galeri Cipta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 27 Mei-8 Juni 2007.
7
Dalam situs www.fotografer.net (FN), terdapat berbagai forum diskusi dengan berbagai tema,
misalnya forum diskusi tentang konsep dan tema fotografi, forum bincang bebas juga ada forum
jual beli. Dalam forum ini, setiap orang yang sudah menjadi anggota FN dapat ikut berpartisipasi
secara bebas.
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pekerjaan laki-laki, sementara perempuan lebih suka dipotret. Berikut dua buah
kutipannya:
“Kebanyakan perempuan demennya ngumpulin resep dan masak sih,
dan kebanyakan fotografi dianggap sebuah kegiatan gak penting dan
ngabis-ngabisin „anggaran belanja negara.”
Salah seorang peserta diskusi berkelamin perempuan juga berkata:
“Btw, gue jadi inget kata-kata adik gue yang cewek, „mbak-mbak,
ngapain sih beli lensa lagi lensa lagi, kamera lagi kamera lagi, kalo
aku sih duitnya mending buat shopping atau ke salon‟, kalo kata ibu
gue „hah..tripod kaya gini harganya 4 jeti? Mendingan beli berlian
deh. Ngomong-ngomong hobby fotografi itu cocok buat cewekcewek yang belum punya anak. Lah kalo punya anak nanti huntinghunting pergi melulu, trus anaknya gimana? Kalo laki-laki si enak
aja, kan tinggal pergi.‟ Sekali lagi kodrat berbicara kenapa fotografer
perempuan masih sedikit jumlahnya.”
Berbagai hal tersebut diatas itulah yang memunculkan asumsi, bahwa fotofoto yang banyak mengeksploitasi tubuh perempuan itu berhubungan dengan
dunia fotografi di Indonesia yang didominasi oleh laki-laki.
Untuk membuktikan asumsi itu, saya mencoba melakukan pembacaan
karya foto salah satu fotografer Indonesia, dia adalah Diah Kusumawardani
Wijayanti dengan seri fotonya, Nine Months.
B. TEMA PENELITIAN
Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah tentang bagaimana tubuh
perempuan diartikulasikan dalam sebuah karya foto.
C. RUMUSAN MASALAH
Saya merumuskan sejumlah pertanyaan dalam penelitian sederhana ini:
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Bagaimanakah tubuh perempuan diartikulasikan dalam seri Nine Months
karya Diah Kusumawardani Wijayanti ?
2. Bagaimanakah dunia fotografi yang dianggap maskulin, mempengaruhi
citra-citra tubuh perempuan dalam seri Nine Months, sehingga akhirnya
menjadi realitas tubuh yang maskulin ?
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Membaca foto perempuan, terutama tentang tubuh perempuan, lewat teori
foto Barthesian serta Susan Sontag.
2. Menganalisa dan memetakan hasil pembacaan, kemudian meramunya
dengan konsep dan teori tentang perempuan serta realitas fotografi yang
ada di Indonesia.
E. PENTINGNYA PENELITIAN
1. Pentingnya penelitian bagi Kajian Ilmu Budaya dan Humaniora,
khususnya di Indonesia, yaitu menambah wacana mengenai perempuan
dan fotografi.
2. Pentingnya penelitian bagi Kajian Perempuan, khususnya di Indonesia,
yaitu dapat menambah sumbangan wacana tentang bagaimana
perempuan atau imaji soal perempuan dikonstruk lewat media fotografi.
3. Pentingnya penelitian ini bagi masyarakat foto ataupun penikmat foto
Indonesia, yaitu dapat menjadi sumbangan kritis bagi dunia fotografi
Indonesia, sehingga kedepannya makin banyak lagi karya foto yang
kritis dan reflektif.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Pentingnya penelitian ini bagi masyarakat secara umum, yaitu dapat
menjadi semacam media refleksi yang tidak hanya reflektif tetapi juga
informatif.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Sejumlah pustaka sempat mengangkat tema, yang kurang lebih, memiliki
ide besar sama dengan penelitian yang saya lakukan ini. Diantaranya adalah
artikel berjudul “Tubuh: Sejarah Perkembangan dan Berbagai Masalahnya.”8
Artikel yang dimuat dalam Jurnal Perempuan edisi 15 dengan tema besar
„Wacana Tubuh Perempuan‟ ini berbicara mengenai bagaimana citra publik tubuh
perempuan selama ini telah dikonstruk oleh ideologi patriarkal. Akibatnya, citracitra publik itu tersosialisasi dan tertanam kuat dalam masyarakat yang akhirnya
membuat ideologi patriarkal menjadi standar dalam menilai tubuh perempuan.
Dalam artikel ini digambarkan bagaimana tubuh perempuan secara
struktural telah disubordinasi. Disubordinasi oleh sejarah manusia, dalam bidang
kesenian, dalam industri kecantikan dan pakaian, serta dalam teknologi.
Seksualitas perempuan juga turut dikonstruksi oleh ideologi patriarkal, dan oleh
ideologi ini, seksualitas perempuan dikebiri untuk tidak menjadi miliknya sendiri.
Esai yang ditulis Aquarini Priyatna Prabasmoro berjudul “Penubuhan
Kehamilan: Narasi, Subjektivitas dan Tantangan Patriarka”l9 adalah salah satu
pustaka yang juga berbicara tentang tubuh perempuan, khususnya tubuh
perempuan yang hamil. Aquarini menceritakan pengalaman kehamilannya dan
berkisah bahwa kehamilan bukan semata peristiwa natural biologis. Kehamilan
8
Miranti Hidajadi, Tubuh Sejarah Perkembangan dan Berbagai Masalahnya, Jurnal Perempuan
Edisi 15.
9
Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop.
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adalah sebuah peristiwa sosial budaya, sekaligus sebuah narasi yang memiliki
berbagai konsep di dalamnya. Aquarini menunjukkan bahwa penubuhan
kehamilan mengganggu gagasan mengenai individualitas sebagai „individu yang
tidak dapat dibagi‟. Pada tubuh yang hamil gagasan individualitas dapat
dipertanyakan karena dalam tubuh yang hamil, seseorang tidak dapat
membedakan dirinya sebagai dirinya sendiri atau sebagai „liyan‟ .
Artikel berjudul “Imajinasi Perempuan Hamil dalam Obyek Fotografi”10
oleh Mohammad Mahpur adalah artikel yang kurang lebih memiliki jiwa yang
sama dengan penelitian saya. Dalam artikel ini dikatakan bahwa, dalam
masyarakat kita perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki tubuh
semampai, bertubuh langsing, serta memiliki keseimbangan berat badan.
Konstruksi ini akhirnya membuat sejumlah perempuan menjadi cemas ketika
tubuhnya mengalami perubahan, apalagi jika berat badannya bertambah.
Saat kehamilan tiba, imajinasi tubuh seksi dan langsing mulai pudar dan
menggerogoti situasi mental perempuan. Banyak perempuan yang membayangkan
bahwa kehamilan adalah akhir dari kelangsingan. Mereka juga berharap, tubuhnya
akan kembali langsing pasca melahirkan. Sebagian yang lain akhirnya pasrah,
karena pasca melahirkan tubuh berubah bentuk dan sulit untuk benar-benar
kembali ke bentuk semula. Pengalaman ini tampaknya, sudah menjadi
kegelisahan umum banyak perempuan.
Namun dalam ranah fotografi, objek perempuan hamil bisa menjadi begitu
menarik dan mitos seputar kehamilan bisa ditanggalkan. Sejumlah foto
perempuan hamil telah mendaur ulang mitos-mitos itu. Ketakutan perempuan
10
Artikel ini diunduh dari http://www.fpsi-uinmalang.com/artikel.php?id=68&act=pilih, ditulis
oleh Mohammad Mahpur, seorang Dosen Psikologi Sosial.
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa ketika hamil ia tidak lagi sensual dan akan terkungkung dalam fungsifungsi maternal, serta ikon-ikon sensualitas tubuh perempuan, seperti payudara,
pinggang atau pinggul akan mengalami perubahan signifkan, bisa digeser menjadi
imajinasi yang sensual. Imajinasi sensualitas yang baru dari perempuan hamil,
serta imajinasi keindahan baru dari tubuh perempuan hamil, bisa dikreasi dan
dimunculkan dalam sebuah karya fotografi.
Menurut Mohammad, sensualitas sebagai makna baru dalam eksistensi
perempuan hamil tidak semata pada seksualitas erotik tetapi lebih kaya dari itu. Ia
membangun imajinasi tentang makna baru keindahan tubuh, kebahagiaan,
proyeksi masa depan dan beragam tafsir tentang daya tarik dan kegairahan
kehidupan.
Berbagai hal yang disebutkan di atas itulah yang menjadi premis dasar
berpikir saya, bahwa citra publik perempuan adalah hasil konstruksi sebuah
budaya yang telah menghegemoni. Fotografi yang lahir dan tumbuh dalam budaya
itu, adalah salah satu medium penting yang bertanggung jawab membentuk
citraan-citraan publik perempuan.
Asumsi saya tentang fotografi yang lahir dalam dunia maskulin ini
dipertegas oleh artikel “Women and Photography”11 yang ditulis oleh Edna R.
Bennet. Artikel ini memberi gambaran bahwa dunia fotografi adalah dunia
maskulin karena bidang ini adalah sebuah profesi yang belum terlalu diminati
oleh perempuan.
Dalam artikel ini, Edna memberi gambaran bahwa perempuan dan lakilaki sama-sama terkonstruksi oleh budaya patriarki. Edna menggambarkan
11
Universal Photo Almanac (1937)
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keheranannya akan keengganan perempuan bergelut di dunia fotografi. Bagi
Edna, fotografi adalah sebuah lapangan pekerjaan yang amat pas dengan bakatbakat yang dimiliki oleh perempuan. Menurut Edna, kemampuan untuk berbicara
secara alami dengan berbagai jenis manusia, kemampuan untuk mengurusi bahan
tekstil, kemampuan untuk mengatur buah dan bunga, kemampuan untuk membaca
berbagai ekspresi dan karakter, melihat berita spot, merespon kecantikan dari
sebuah desain dan struktur adalah berbagai kelebihan yang dimiliki oleh
perempuan serta dapat digunakan untuk mengembangkan dunia fotografi.
Penjelasan yang amat patriarkis ini memberi gambaran mengenai kondisi
dunia fotografi pada saat itu. Menurut dia, perempuan memiliki berbagai
ketidakuntungan untuk bergerak dalam bisnis fotografi, karena banyak laki-laki
yang masih menganggap perempuan tidak bisa bekerja dalam bidang yang
membutuhkan pengetahuan teknik. Selain itu juga ada anggapan di masyarakat,
bahwa kebanyakan perempuan tidak akan menyelesaikan pekerjaannya dengan
tuntas.
Selain Edna R. Bennet, Linda Nochlin dalam artikelnya yang berjudul
“Why Have There Been No Great Women Artist”12, mengatakan bahwa tampak
sangat jelas bagi perempuan yang ingin berkarir -paling tidak dalam dunia seniharus mampu mengadopsi atribut-atribut maskulin serta menyerap ide-ide
maskulin agar perempuan dapat sukses serta terus sukses dalam dunia seni.
Ucapan Nochlin itu merupakan gambaran yang sangat eksplisit, bahwa “dunia ini
adalah
dunia
laki-laki”.
Fotografi
sebagai
salah
satu
media
untuk
12
Linda Nochlin, Why Have There Been No Great Women Artist, Art and Sexual Politics edited by
Thomas B. Hess and Elizabeth C. Baker.
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengekspresikan rasa seni itu, tampaknya juga amat sulit untuk melepaskan diri
dari ide-ide maskulin itu.
G. KERANGKA TEORITIS
Dalam penelitian ini saya membagi kerangka teori yang saya gunakan
menjadi dua bilah pisau analisis yang akan membantu saya melakukan analisa.
Yang pertama adalah teori tentang foto untuk membantu saya melakukan
pembacaan foto milik Diah, serta yang kedua adalah teori tentang perempuan
untuk membantu saya menganalisa hasil pembacaan dari foto-foto tersebut.
1. Teori Foto
Teori foto yang saya gunakan adalah milik Roland Barthes serta Susan
Sontag. Dalam buku Camera Lucida, Barthes mengatakan bahwa sebuah foto
akan bermakna jika dihadapkan pada saya atau pembaca.
“Such a desire really meant that beyond the evidence provided by
technology and usage, and despite its tremendous contemporary
expansion, I wasn‟t sure that Photography existed, that it had a
“genious” of its own”13.
Sebagai seorang pembaca, kita dapat mengatakan apa saja tentang apa
yang kita lihat. Bagi Barthes, rasa tertarik pada gambar atau foto adalah hal
penting yang membantu kita menentukan kode atau satuan-satuan bermakna,
karena perasaan itu yang membuat kita terpancang pada satuan-satuan tertentu.
Ada lima alasan mengapa Barthes menyenangi gambar tertentu, yaitu memberi
informasi (to inform), menunjuk (to signify), melukiskan (to paint), mengejutkan
(to suprise), dan membangkitkan gairah (to waken desire).
13
Barthes, Camera Lucida, hal 3.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut pengalaman Barthes, ada tiga tahap pengalaman dalam
merefleksikan foto: pengalaman memilih atau memperhatikan foto-foto tertentu
dari lautan foto yang kita jumpai setiap hari dalam media atau kita simpan dalam
album keluarga kita, pengalaman tertarik pada unsur-unsur tertentu dalam foto,
dan pengalaman terpaku pada satu titik paling penting dalam foto.
“I observed that photograph can be the object of three practices (or of
three emotions, or of three intentions): to do, to undergo, to look. The
operator is the Photographer, The spectator is ourselves, all of us who
glance through collections of photographs-in magazines and
newspaper, in books, albums, archives....”14.
Barthes menamakan pendekatannya dengan nama fenomenologi sinis.
“In this investigation of photography, I borrowed something from
phenomenology‟s project and something from its language. But it
was a vague, casual, even cynical phenomenology, so readily did it
agree to distort or to evade its principles according to the whim of my
analysis.”15
Pendekatan fenomenologi dipilih Barthes karena lebih sesuai untuk
melakukan advonturir yang dimulai dari rasa tertarik saya pada sebuah foto
menuju esensi foto itu sendiri dan kemudian kembali lagi ke saya.
The photograph itself is in no way animated (I do not believe in
“lifelike” photographs), but it animates me; this is what creates every
adventure.16
Disebut fenomenologi karena pendekatan ini berangkat dari fenomena
pengalaman saya/pembaca) atas foto untuk mencari noeme („that has been‟) foto
tersebut.
“As Spectator I was interested in Photography only for “sentimental”
reasons; I wanted to explore it not as a question (a theme) but as a
wound: I see, I feel, hence I notice, I observe, and I think.”17
14
Ibidem hal 9.
Ibidem hal 20.
16
Ibidem hal 20.
17
Ibidem hal 21.
15
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Satu elemen yang tidak bisa dilepaskan oleh Barthes saat melakukan pembacaan
foto adalah pose dari objek yang ada di dalam foto itu. Dalam Camera Lucida
Barthes mengatakan bahwa pose adalah salah satu sifat paling dasar dan natural
dari sebuah foto.
“I might put this differently: what founds the nature of Photograpy is
the pose.”18
Pose ini artinya, bukan hanya bagaimana objek foto manusia bertingkah
laku di depan kamera.
“...for the pose is not, here, the attitude of the target or even a
technique of the Operator, but the term of an “intention” of reading:
looking at a photograph, I inevitably include in my scrutiny the
thought of that instant, however brief, in which a real thing happened
to be motionless in front of the eye.” 19
Mengenai foto, Susan Sontag20 menuliskan sejumlah esai yang termaktub
dalam buku On Photography. Pada salah satu esainya yang berjudul “In Plato’s
Cave”, Sontag mengatakan bahwa fotografi telah merubah cara kita melihat dan
mengartikulasikan dunia di sekitar kita.
In teaching us a new visual code, photography alter and enlarge our
notions of what is worth looking and what we have a right to observe.
They are a grammar and, even more importantly, an ethics of
seeing21.
Saat memotret pun, fotografer tidak bisa melepaskan diri dari selera serta
kesadarannya.
18
Ibidem hal 78.
Ibidem hal 78.
20
Susan Sontag adalah seorang penulis, serta filsuf asal Amerika Serikat. Lahir pada 16 Desember
1933 dan meninggal pada 28 Desember 2004. Sontag juga dikenal sebagai seorang pengamat
budaya populer. Bukunya On Photography, yang mengupas serta membedah habis tentang dunia
fotografi, terutama dalam konteks kultur di Amerika telah menjadi semacam tolok ukur bagi
banyak praktisi foto serta pemikir fotografi untuk lebih kritis melihat dunia fotografi juga segala
elemennya.
21
Sontag, On Photography, hal 3.
19
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
In deciding how a picture should look, in prefering one exposure to
another, photographer are always imposing standards on their
subjects.22
Sehingga, walau sepertinya yang dilakukan oleh kamera adalah
menangkap realita, namun sebenarnya fotografi adalah sebuah interpretasi
terhadap dunia, karena ada fotografer di belakangnya.
Lewat foto, dunia menjadi sebuah cerita berseri yang saling tidak
berhubungan, partikel yang berdiri sendiri dengan bebas, serta sebuah sejarah,
masa lalu, serta masa sekarang. Setiap foto juga memiliki makna yang beragam.
Melihat sesuatu dalam bentuk foto adalah memasuki objek-objek yang amat
menarik dan memiliki kebijaksanannya sendiri.
Dan menurut Sontag, fotografi telah menjadi candu bagi banyak orang. Ia
telah menjadi semacam realitas serta pengalaman estetik yang konsumtif.
Masyarakat industri telah merubah warganya menjadi image junkies.
Dalam esay “America, Seen Through Photographs, Darkly”, Sontag juga
mengatakan bahwa pada dekade awal kemunculan fotografi, karya-karya yang
diharapkan muncul adalah gambar-gambar yang „ideal‟. Artinya, standart ideal
yang sesuai dengan konstruksi budaya yang ada.
This is still the aim of most amateur photographers, for whom a
beautiful photograph is a photograph of something beautiful, like a
woman, a sunset.23
Pada beberapa dekade ini, fotografi telah berhasil melakukan revisi
tentang apa yang disebut cantik atau apa yang disebut jelek. Fotografi telah
berhasil merekonstruksi ide-ide tentang apa yang seharusnya ditampilkan,
utamanya di depan publik. Ia telah berhasil mencipta realitas itu sendiri. Dengan
22
23
Ibidem hal 6.
Ibidem hal 28.
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
medium fotografi, tidak ada objek yang tidak dapat dibuat menjadi cantik serta
dibuat menjadi begitu penting bagi konsumsi publik
To photograph is to confer importance. There is probably no subject
that cannot be beautified; moreover, there is no way to suppress the
tendency inherent in all photographs to accord value their subjects. In
the mansions of pre-democratic culture, someone who gets
photographed is a celebrity.24
Dalam esai “The Heroism of Vision”, dibicarakan tentang bagaimana
suksesnya kamera menciptakan standar-standar kecantikan yang dianggap baku.
So successful has been the camera‟s role in beautifying the world that
photographs, rather than the world, have become the standard of the
beautiful.25
Foto tanpa kita sadari, telah menjadi norma dari bagaimana sesuatu
seharusnya tampak. Hal inilah yang kemudian mengubah ide dasar dari realita itu
sendiri. Hal ini makin menegaskan bahwa bukan hanya „sebuah aktifitas melihat‟,
tetapi yang terjadi adalah „melihat secara fotografis‟ (photographic seeing).
Dimana, aktifitas ini adalah merupakan cara baru setiap orang untuk melihat serta
cara baru bagi setiap orang untuk bertingkah laku.
2. Teori Tentang Perempuan
Menurut Naomi Wolf, kini kita berada dalam sebuah era dimana imajiimaji perempuan cantik digunakan sebagai senjata politik untuk melawan
perkembangan perempuan. Era itu adalah, era dimana kecantikan menjadi mitos.
“Mitos kecantikan” adalah sebuah respon dari berbagai fenomena sosial di
masyarakat yang muncul sejak Revolusi Industri.
The beauty myth tells a story: The quality called “beauty” objectively
and universally exists. Women must want to embody it and men must
want to possess women who embody it. This embodiment is an
imperative for women and not for men, which situation is necessary
24
25
Ibidem hal 28.
Ibidem hal 85.
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
and natural because it is biological, sexual, and evolutionary: Strong
men battle for beautiful women, and beautiful women are more
reproductively successful.26
Dan pada dasarnya, mitos kecantikan bukan tentang perempuan sama
sekali. Mitos ini sejatinya berbicara tentang institusi laki-laki dan kekuasaan yang
sudah ajeg.
Competition between women has been made part of the myth so that
women will be divided from one another. Youth and (until recently)
virginity have been “beautiful” in women since they stand for
experiential and sexual ignorance.27
Menurut Naomi, mitos kecantikan sebenarnya sudah ada semenjak konsep
patriarki ada, namun dalam bentuk yang modern, mitos kecantikan sejatinya
adalah sebuah penemuan baru.
The myth flourishes when material constraints on women are
dangerously loosened. Before the Industrial Revolution, the average
woman could not have had the same feelings about “beauty” that
modern women do who experience the myth as continual comparison
to a mass-disseminated physical ideal.28
Sebelum perkembangan teknologi, terutama yang berhubungan dengan
produksi massal –seperti penemuan fotografi– perempuan tidak terbiasa melihat
imaji-imaji tentang perempuan. Ketika itu, saat keluarga adalah sebuah unit
produksi dan perempuan membantu kerja laki-laki, para perempuan yang bukan
berasal dari golongan aristokrat, dinilai dari kemampuan kerja, mengatur
ekonomi, kekuatan fisik serta kesuburannya.
Physical attraction, obviously, played its part; but “beauty” as we
understand it was not, for ordinary women, a serious issue in the
marriage marketplace.29
26
Wolf, Beauty Myth, hal 12.
Ibidem hal 14.
28
Ibidem hal 14.
29
Ibidem hal 14.
27
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Namun, dalam bentuknya yang modern, mitos kecantikan, mendapatkan
pijakannya setelah era industrialisasi berkembang pesat. Ketika itu, imaji-imaji
tentang bagaimana perempuan „seharusnya‟ tampil mulai bermunculan.
Tahun 1840 an muncul foto telanjang seorang perempuan pekerja seks, di
pertengahan abad itu, muncul juga iklan-iklan yang menggunakan perempuan
„cantik‟ sebagai modelnya. Berbagai gambar perempuan yang ada di barangbarang seni, kartu pos, serta berbagai barang yang persebarannya di sekitar
perempuan-perempuan kelas menengah mulai memenuhi dunia saat itu. Perlahan
tapi pasti imaji-imaji itu mulai menjadi sebuah Iron Maiden (baju besi).
The resulting hallucination materializes, for women, as something all
too real. No longer just an idea, it becomes three-dimensional,
incorporating within itself how women live and how they do not live:
It becomes the Iron Maiden. 30
Iron Maiden awalnya adalah sebuah alat penyiksaan yang berasal dari
Jerman abad pertengahan. Iron Maiden adalah sebuah peti berbentuk tubuh
manusia. Seseorang yang dimasukan dalam benda ini mustahil untuk bisa
bergerak dan keluar lagi. Ia pelan-pelan akan mati, tertikam duri-duri tajam yang
ada di dalam tubuh baju besi ini.
Lalu dalam konteks mitos kecantikan, menurut Naomi, perempuan yang
terjebak atau menjebak dirinya dalam halusinasi kecantikan itu, juga telah masuk
ke dalam Iron Maiden. Pelan-pelan ia akan mengalami hal-hal seperti seseorang
yang telah memasuki baju besi itu.
Budaya kita, membuat diri, wajah serta tubuh asli perempuan dalam baju
besi itu hilang dan digantikan bentuk sempurna dari Iron Maiden yang tidak akan
berubah sepanjang jaman. Para pembuat peti besi itu pun tidak akan pernah peduli
30
Ibidem hal 17.
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa perempuan di dalam peti besi itu telah tersiksa, mati, lalu akhirnya benarbenar hilang.
H. METODE PENELITIAN
1. Sumber Data
Sumber data primer dari penelitian ini adalah seri foto karya fotografer
Diah Kusumawardani Wijayanti berjudul Nine Months.31 Diah yang bergerak
pada jalur komersil ini memamerkan karya foto Nine Months nya di Plaza
Semanggi. Dalam karya foto itu ditampilkan sejumlah perempuan dari berbagai
usia serta profesi yang sedang hamil 9 bulan. Karya foto Diah, Nine Months,
dipilih karena karya foto ini, menurut saya, adalah salah satu karya tentang
perempuan yang cukup berbeda, yang pernah dikerjakan oleh fotografer
Indonesia.
Selain itu, kehamilan adalah salah satu tanda biologis paling purba dari
sifat keperempuanan. Secara biologis, hanya perempuan yang memiliki rahim dan
rahimlah yang memungkinkan seseorang untuk hamil. Pada saat itu, tubuh
perempuan secara natural mengalami perubahan, dari yang semula proporsional
menjadi semakin besar di sana-sini.
Dari foto-foto yang menampakkan salah satu tanda keperempuanan yang
paling purba itu, saya ingin melihat bagaimana tubuh perempuan diartikulasikan
dalam sebuah karya fotografi. Lewat kameranya, Diah memperlihatkan karakter
para perempuan itu.
31
Seri foto Nine Months bisa dilihat di bab 2.
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tubuh-tubuh hamil pun ditampilkan dengan cukup „vulgar‟. Vulgar
artinya, perut yang membuncit dengan garis-garis perut yang terbentuk secara
natural, benar-benar diekspos oleh Diah. Foto-foto yang diambil dengan teknik
studio ini memperlihatkan bagaimana Diah secara terang-terangan mengatur pose,
tata cahaya, busana, serta segi artistik dari foto ini. Dari foto yang terkesan tidak
natural ini, dapat dilihat bagaimana sebenarnya si pembidik membaca tubuh
perempuan yang hamil, lalu mengartikulasikannya dalam sebuah karya foto.
Dari studi atas karya foto Nine Months ini, saya berharap, bisa melihat
gambaran umum tentang bagaimana tubuh perempuan diartikulasikan dalam
ranah fotografi. Sebuah ranah yang sedang berkembang pesat di Indonesia, serta
cukup bertanggungjawab terhadap konstruksi akan citra perempuan beserta
tubuhnya.
Selain data primer, penelitian ini juga membutuhkan data sekunder berupa
kajian-kajian pustaka yang dapat digunakan sebagai rujukan serta berbagai data
literatur yang dapat menggambarkan tentang realitas fotografi dunia, khususnya
Indonesia.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data primer didapat dari katalog pameran serta mengunduh dari dunia
maya. Untuk data sekunder, didapat dari perpustakaan, dunia maya, serta media
massa baik cetak ataupun online.
3. Teknik Pengolahan Data
a. Membaca foto dengan metode fenomenologi sinis Barthes.
Untuk melakukan pembacaan terhadap foto dengan teori Barthesian ini
ada tiga konsep yang penting untuk diketahui, yaitu studium, punctum, serta
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
satori. Studium adalah saat meraba-raba, mengeksplorasi unsur-unsur yang ada
dalam foto. Fase ini adalah saat kita menyesuaikan indera serta pengetahuan
kultural dengan objek yang ada dalam foto. Punctum adalah saat kita mulai
bergerak dan berhenti pada suatu titik karena titik itu mengesankan kita.
Mengesankan artinya titik pada foto itu mampu menimbulkan mourning atau
desire yang mendalam pada diri kita. Sedangkan satori adalah saat kita secara
personal telah melihat sesuatu yang ada pada foto itu that has been menjadi that
has there. Saat satori adalah saat dimana kita telah benar-benar „mengalami‟ foto
secara personal. Seperti ada sebuah pandangan (look) yang memancar dari foto.
Studium selalu memiliki kode, sementara punctum tidak. Melihat foto
adalah sebuah perjalanan dari studium ke punctum untuk memulihkan foto yang
mengancam kita. Menurut Barthes, ketika mencapai momen satori, kita telah
mencapai sebuah kegilaan foto.
b. Menganalisa dengan teori milik Susan Sontag serta teori milik Naomi
Wolf.
Setelah meminjam metode fenomenologi sinis milik Barthes, foto yang
menimbulkan titik luka itu dianalisa dengan teori foto Sontag yang amat
signifikan membeberkan bagaimana fotografi bisa menjadi media pencipta realita.
Selanjutnya, agar pembacaan terhadap foto-foto ini tidak lepas dari
konten, maka perlu diramu dengan teori tentang perempuan bahwa tubuh
perempuan dikonstruksi serta diartikulasi oleh ideologi patriarkal. Sehingga
perempuan terperangkap dalam mitos-mitos kecantikan yang diibaratkan seperti
sebuah Iron Maiden.
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Meramu hasil pembacaan dan analisa dengan gambaran dunia fotografi di
Indonesia.
Setelah melakukan pembacaan foto, dan menganalisanya dengan teori
milik Sontag dan Naomi Wolf, perlu dilakukan analisa lanjutan agar foto yang
dibaca tidak lepas dari konteks. Analisa ini bertujuan membuktikan asumsi dasar
dari seluruh penelitian ini, bahwa dunia fotografi Indonesia yang maskulin
mempengaruhi bagaimana tubuh perempuan diartikulasikan dalam sebuah karya
foto. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan berbagai gambaran dunia
fotografi di dunia serta Indonesia pada khususnya.
I. SKEMA PENULISAN
Hasil penelitian ini akan disusun dalam lima bab. Bab pertama adalah
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tema penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitan, pentingnya peneltian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis serta
metode penelitian.
Bab kedua adalah Gambaran Umum atau konteks dari objek penelitian ini.
Dalam penelitian dengan objek foto perempuan hamil sembilan bulan ini, maka
konteks yang digambarkan adalah tentang sejarah fotografi secara umum, serta
Indonesia pada khususnya. Selain itu, dalam bab ini juga akan digambarkan
tentang bagaimana tubuh perempuan dicitrakan serta dikonstruk untuk menjadi
„cantik yang sempurna‟ dalam dunia fotografi di Indonesia.
Bab ketiga adalah bagian yang berisi data-data pokok dalam penelitian ini.
Bab ini akan mengupas habis imaji tubuh perempuan dalam seri foto Nine Months
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karya Diah Kusumawardani. Singkatnya, bab ini akan berbicara mengenai
studium dari seri Nine Months.
Bab keempat adalah jawaban dari rumusan masalah yang telah saya
paparkan di atas. Bab ini akan menjabarkan tentang bagaimana fotografi menjadi
medium pembentuk realitas yang maskulin serta tentang bagaimana fotografi
menjadi medium yang mengartikulasikan tubuh perempuan. Penjabaran tersebut
akan dilakukan melalui titik-titik yang telah mulukai saya (punctum) dalam seri
Nine Months itu. Dalam bab ini juga akan berisi satu titik refleksi penulis yang
melihat bahwa sekarang ini gambar-gambar fotografis telah menjadi semacam
sampah visual, yang ironisnya –malah- dirayakan bersama-sama.
Bab kelima adalah Penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh penelitian
ini.
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
GAMBARAN DUNIA FOTOGRAFI DI INDONESIA
Bab II akan membahas konteks dari tulisan ini, yaitu dunia fotografi di
Indonesia. Berbagai hal yang memberi gambaran tentang konteks dari penelitian
ini akan dijabarkan dalam sejumlah sub bab. Pada sub bab pertama akan dibahas
secara singkat tentang bagaimana fotografi mulai ditemukan, sub bab kedua akan
membahas tentang bagaimana medium ini masuk dan berkembang di Indonesia.
Sub bab ketiga akan membahas tentang imaji tubuh perempuan –baik yang
dikonstruk cantik ataupun tidak sempurna- dalam dunia fotografi di Indonesia.
A. DARI LUKISAN CAHAYA HINGGA KODAK
Menurut Focal Encyclopedia of Photography, secara literal istilah
fotografi diambil dari kata photos dan graphos yang berarti lukisan cahaya.
Kamera obscura adalah prinsip dasar dan paling awal dari fotografi yang
berhubungan dengan elemen cahaya ini.32 Kemudian menurut Encyclopedia of
Twentieth-Century Photography, kamera obscura, hadir jauh sebelum fotografi
benar-benar ada. Tanpa keberadaannya tidak mungkin ada fotografi.
32
Michael R. Peres (Editor in Chief), Focal Encyclopedia of Photography, hal 27.
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 1.
Kamera obscura dari tahun 1817.33
Kamera obscura berarti “kamar gelap”. Ia berfungsi untuk memerangkap
cahaya yang masuk ke dalam. Prinsip kerjanya amat sederhana, cahaya yang
masuk ke ruang gelap lewat sebuah lubang kecil akan memproyeksikan gambar
terbalik. Gambar terbalik itu adalah realitas yang ada di luar kamera obscura.
Hasil rekam gambar kamera obscura baru tercapai pada tahun 1826 ketika
Joseph Nicephore Niepce, seorang bangsawan Prancis, melakukan berbagai
percobaan kimia dan memproduksi “heliograf” (tulisan matahari). Citra pertama
dari lukisan cahaya yang permanen itu terkenal dengan sebutan Le Grass. Le
Grass adalah nama apartemen Niepce, tempat ia membekukan plat heliografnya
yang menghasilkan citra lanskap dari jendela apartemennya.34
Lalu dalam artikel Fotografi dan Budaya Visual,35 Alexander Supartono
menyebutkan bahwa Louis Jacques Mande Daguerre lah yang melakuan
terobosoan yang akhirnya tercatat dalam sejarah fotografi. Setelah mengontak
Niepche, Daguerre berhasil membuat fotografi menjadi lebih praktis. Dalam
Focal Encyclopedia of Photography disebutkan bahwa pada 1826, Louis Jacques
33
Diunduh dari http://brightbytes.com/cosite/what.html.
Michael R. Peres, Focal Encyclopedia of Photography, hal 28
35
Alexander Supartono, Fotografi dan Budaya Visual, Jurnal Kalam, Edisi 23, 2007.
34
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mande Daguerre mengontak Niepche untuk bersama-sama mengembangkan
penemuan mereka. Lalu baru tiga tahun sesudahnya, Niepche dan Daguerre
berpartner untuk mencipta sebuah alat yang bisa merekam realitas. Akhirnya pada
1839, daguerreotype dipatenkan dan diumumkan secara besar-besaran ke dunia
sebagai kamera pertama.
Gambar 2.
Alat dan sejumlah elemen untuk membuat daguerreotype dari sebuah iklan thn 1843.36
Kemudian setelah daguerreotype, serta penemuan negatif film oleh Talbot,
perkembangan dunia fotografi tak terbendung. Berbagai cara dilakukan agar
teknologinya dapat lebih praktis serta terjangkau oleh berbagai kalangan. Sebuah
tuntutan dunia industri yang sangat masuk akal.
George Eastman adalah salah satu pebisnis yang berhasil membuat
teknologi fotografi menjadi lebih praktis. Lewat Eastman Dry Plate Company
pada pertengahan 1880-an, Eastman memperkenalkan strip film. Strip film itu
dibuat dengan mengaplikasikan senyawa kimia emulsi silver bromide gelatin pada
kertas yang sudah dilapisi oleh lapisan tipis soluble gelatin. Lalu pada 1888,
Estman Dry Plate and Film Company memperkenalkan kamera Kodak dengan rol
film transparan di dalamnya.37
36
37
Diunduh dari http://www.photohistory-sussex.co.uk/dagprocess.htm
Michael R. Peres, Focal Encyclopedia of Photography, hal 34-35.
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Inilah kemudian salah satu titik yang merevolusi dunia fotografi. Dari
yang hanya mampu diraih oleh kalangan tertentu, menjadi medium yang
terjangkau dan massal. Dengan tagline „You press the button, we do the rest’,
fotografi menjadi medium yang tidak hanya bisa dijangkau oleh para profesional,
tetapi juga publik dari berbagai kalangan.
Gambar 3.
Kamera Kodak yang pertama.38
Sesudah penemuan Kodak, perkembangan teknologi fotografi seperti tidak
terbendung lagi. Tahun 1925, Leica–Jerman, mengeluarkan kamera 35 mm
pertama, yang menjadi kamera standar saat ini. Tidak mau kalah, Kodak kembali
menyusul dengan memperkenalkan film berwarna pada tahun 1935. Kemudian
foto langsung jadi, Polaroid, pun diluncurkan tahun 1947. Akhirnya pada tahun
1957, era digital mulai pelan-pelan memasuki dunia fotografi. Ketika itu citra
digital pertama yang dibuat dengan komputer diciptakan oleh Russel Kirsch di
U.S National Bureau of Standards (sekarang bernama National Institute of
38
Diunduh dari http://inventors.about.com/od/estartinventors/ss/George_Eastman.htm
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Standards and Technology, NIST). Dan akhirnya pada tahun 1996, kamera digital
mulai dijual ke pasaran.39
Setelah era digital datang, fotografi seperti menjadi tidak terbatas. Setiap
saat, teknologi fotografi rasanya selalu berkembang. Fitur-fitur yang 10 tahun lalu
tidak terbayangkan, saat ini menjadi begitu riil. Begitu juga berbagai narasi,
wacana, maupun perdebatan, berkelindan di seputar konsep, simbol serta
teknologi fotografi itu sendiri.
B. GAMBARAN DUNIA FOTOGRAFI DI INDONESIA
Dalam sub-bab ini akan dibahas gambaran dunia fotografi di Indonesia
secara umum. Mulai dari masuknya medium fotografi ke Nusantara hingga
perkembangan selanjutnya. Data-data yang tertera dalam sub-bab ini dikumpulkan
dari berbagai sumber, baik tertulis maupun online.
1. Kedatangan Fotografi
Sejumlah peneliti dan penulis telah mencatat bagaimana medium fotografi
ini datang dan akhirnya diterima di bumi Indonesia. Diantaranya adalah Karren
Strassler dalam bukunya berjudul Refracted Visions.40 Dalam bukunya yang
berkisah tentang modernitas yang masuk ke tanah Jawa lewat fotografi, ditulis
secara singkat tentang bagaimana fotografi pertama kali masuk ke Indonesia.
Strassler menulis bahwa pada tahun 1840 pihak administratur VOC
membentuk sebuah komisi fotografi yang bertujuan menguji alat foto yang baru
setahun sebelumnya, 1839, diumumkan ke publik. Teknologi baru itu diuji
ketahanan serta kekuatannya di daerah tropis. Lalu setahun kemudian, 1841, pihak
39
Alexander Supartono, Fotografi dan Budaya Visual, Jurnal Kalam no 23, 2007.
Karen Strassler, Refracted Visions: Popular Photography and National Modernity in Java, Duke
University Press, London: 2008.
40
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kolonial membentuk kembali sebuah komisi fotografi, untuk melakukan survey
serta mengumpulkan data di Hindia-Belanda. Dengan alat foto itu, komisi ini
mengumpulkan data gambar berupa kekayaan alam, budaya serta berbagai hal
yang dianggap menarik serta bisa mendatangkan keuntungan.
Menurut Strassler, pada masa kolonial, fotografi memang digunakan
sebagai alat oleh penguasa untuk mensurvei berbagai potensi yang dimiliki daerah
jajahan. Hasil survei ini kemudian akan dirangkai dalam sebuah katalog sehingga
kekayaan yang dimiliki oleh daerah jajahan dapat dipetakan dan dipromosikan
kepada warga mereka sendiri.
Semasa kolonial itu pun, fotografi komersial mulai berkembang di bumi
Nusantara. Para Noni Belanda serta Tuan Belanda banyak yang mengabadikan
dirinya dalam sebuah potret. Mereka mencitrakan diri sebagai bagian dari
golongan Borjuis Eropa yang begitu menikmati kehidupan kolonial saat itu. Para
bangsawan serta golongan elit Jawa pun seringkali membuat potret diri yang
menegaskan kebangsawanan mereka.
Perkembangan fotografi komersial itu, akhirnya membuat dunia fotografi
makin digemari serta bisnis fotografi makin maju. Lalu pada akhir 1800-an,
fotografi pun makin populer diantara sejumlah kalangan elit di daerah jajahan
Hindia-Belanda. Namun, fotografi masih dimonopoli oleh kalangan elit Belanda,
etnis Cina golongan menengah, serta kalangan bangsawan lokal, khususnya para
kaum laki-laki.41
Yudhi Soerjoatmodjo dalam esai The Chalenge of Space: Photography in
Indonesia 1841-1999 mencatat sejumlah orang atau sekelompok orang yang
41
Karren Strassler, Refracted Visions, hal 6-8.
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sempat menorehkan karya fotografinya di awal-awal kedatangan medium ini ke
bumi Nusantara. Salah satu studio yang tercatat paling penting di Nusantara ketika
itu adalah studio Woodbury & Page yang didirikan oleh sepasang warga negara
Inggris bernama sama dengan studio mereka. Kedua orang Inggris ini sebelumnya
merantau ke Australia untuk mencari emas yang tidak menguntungkan mereka
sama sekali. Lalu pada 1857 mereka memutuskan untuk pindah ke Hinda-Belanda
dan berusaha dalam bidang fotografi. Usaha studio mereka berlangsung hingga
awal 1900-an.
Gambar 4.
Dua buah foto hasil karya Woodbury and Page.42
Di tengah kesukseskan sejumlah fotografer Eropa itu, seorang Jawa
kelahiran Yogyakarta berhasil berkiprah menggunakan medium fotografi. Dalam
esainya The Chalenge of Space, Yudhi Soerjoatmodjo menyebut bahwa sejarah
mencatat Kassian Cephas (1845-1912) adalah fotografer lokal pertama di
Indonesia. Pada 1870-an Cephas juga pernah mengabdi pada Keraton Yogyakarta
Hadiningrat.
42
Diunduh dari http://photographyindonesia.wordpress.com/2011/09/09/woodbury-and-page/
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil karya Kassian Cephas banyak digunakan oleh pemerintah kolonial
Hindia-Belanda, karena ia juga bekerja pada komisi fotografi di pemerintahan
kolonial. Cephas banyak memotret lokalitas tempatnya tinggal, seperti reruntuhan
candi-candi Hindu-Budha (Borobudur-Prambanan), berbagai tarian sakral Kraton
Yogyakarta, upacara-upacara tradisional di daerah Kesultanan Yogyakarta, juga
berbagai motif batik yang merupakan karya khas Yogyakarta.43 Lewat Cephas,
Indonesia (khususnya Jawa) direpresentasikan dengan wajah lokal. Ia bisa
dikatakan sebagai salah satu titik penting, awal dimana fotografi benar-benar
mulai menyentuh Indonesia yang sebenar-benarnya (mata lokal dengan
representasi lokal).
Gambar 5.
Kassian Cephas 1905.44
2. Perkembangan Dunia Fotografi di Indonesia
Dalam sub-bab ini akan dibahas perkembangan fotografi di Indonesia,
ditilik dari genre-genre fotografi yang berkembang pesat di Indonesia. Data-data
dikompilasi dari buku Refracted Vissions oleh Karen Strassler, esai The Chalenge
of Space: Photography in Indonesia 1841-1999 oleh Yudhi Soerjoatmodjo, esai
Selintas Sejarah Fotografi Indonesia oleh Alexander Supartono, Tesis
43
44
Yudhi Soerjoatmodjo, The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999.
Diunduh dari http://www.seribukata.com/2011/03/kassian-cephas-jurufoto-pribumi-pertama/
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pascasarjana ISI Yogyakarta oleh Irwandi, buku Cephas, Yogyakarta :
Photography in the Service of the Sultan oleh Gerrit Knap serta data-data online.
a. Fotojurnalistik di Indonesia
Menurut Yudhi Soerjoatmodjo dalam esai The Chalenge of Space:
Photography in Indonesia 1841-1999,45 foto pertama tentang Indonesia46 yang
dibidik oleh orang Indonesia sendiri adalah foto momen ikonik Indonesia pada 17
Agustus 1945. Ketika itu Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya.
Dua bersaudara, Frans dan Alex Mendur bersama-sama mengabadikan duo
Proklamator
Indonesia
(Soekarno-Hatta)
mengumandangkan
proklamasi
kemerdekaan. Ketika itu sekitar pukul 10.00 di Jalan Pegangsaan Raya.
Gambar 6.
Detik-detik Proklamasi Indonesia 17Agustus’45. Foto oleh Frans Mendur. 47
45
Yudhi Soerjoatmodjo adalah seorang fotografer yang disebut juga oleh sejumlah pengamat
fotografi sebagai eseis foto. Yudhi lahir di Solo pada 1963. Ia belajar fotografi di Parsons School
of Design di Paris, Perancis, pada tahun 1986 memulai karirnya sebagai fotografer lepas di
majalah Jakarta-Jakarta. Pada 1991-1992 ia bekerja di majalah Tempo dimana ia menghasilkan
sejumlah seni foto tentang imigran Afrika di Perancis dan keruntuhan komunis di Polandia,
Cekoslowakia, Hongaria, Rumania dan Uni Soviet. Pada 1990 ia menerima beasiswa dari
pemerintah Inggris untuk mendalami fotografi di sekolah ternama School of Photodocumentary di
Wales, Inggris. Ia menjadi fotografer pada photo agency ETNODATA, dan bekerja sebagai
redaktur dan konsultan antara lain di majalah Matra dan Harian Republika serta redaktur foto
untuk antologi sastra Indonesia dalam terjemahan Inggris,Managarie yang diterbitkan Yayasan
Lontar. Yudhi sempat juga bekerja pada Galeri Fotografi Jurnalistik Antara sebagai kurator.
(sumber www.jakarta.go.id)
46
Setelah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, saat konsep tentang kesatuan bangsa Indonesia
dikumandangkan, Indonesia baru benar-benar memproklamirkan keberadaannya sebagai satu
bangsa yang merdeka dan berdaulat saat Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan pada
tanggal 17 Agustus 1945.
47
Diunduh dari http://nasional.lintas.me/article/arhamvhy.blogspot.com/10-fakta-tentangproklamasi-indonesia
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Momen ikonik yang terabadikan dalam gambar itu, sekaligus menjadi titik
tombak sejarah fotojurnalistik di Indonesia. Saat dimana, wajah Indonesia yang
sebenar-benarnya mampu direkam dalam gambar dan direpresentasikan dalam
bentuknya yang lebih nyata. Wajah-wajah Indonesia itu tidak lagi menjadi objek
eksotisme visual, tetapi sudah menjadi subjek yang sejajar dengan bangsa lain.
Yudhi juga mencatat bahwa pada minggu pertama di bulan September
1945, para fotografer Indonesia yang tadinya bekerja pada kantor berita Domei
(sebelumnya adalah kantor berita milik Jepang) di Jakarta dan Surabaya
membentuk Departemen Foto pada kantor berita Antara. Setahun kemudian, Alex
dan Frans Mendur mendirikan IPPHOS (Indonesian Press Photo Service) bersama
dengan sahabat lama mereka Umbas.48
Ketika peristiwa 1965 terjadi, dunia pers, khususnya fotojurnalistik
mengalami masa kelam. Ketika itu banyak arsip foto kantor berita Antara
dimusnahkan, sehingga Antara baru memiliki lagi biro foto yang dianggap layak
pada awal 1980-an. Beruntung bagi IPPHOS yang tetap independen. Arsip fotofoto mereka pun relatif aman.
Memasuki era 1970-an dan 1980-an, kondisi keamanan di Indonesia sudah
stabil dan perang merebut kemerdekaan sudah berlalu. Namun yang menjadi
tantangan bagi para fotojurnlis pada era ini adalah ketersediaan „ruang‟ di media
massa untuk mengekspresikan karya mereka. Menurut Yudhi, para fotografer ini
harus berjuang untuk memperjuangkan proporsi karya mereka di media massa
dengan para penulis serta desainer.
48
Yudhi Soerjoatmodjo, The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kemudian di awal 1980-an, Tempo sempat memberikan angin segar
kepada para fotografer dengan menampilkan rubrik Kamera. Rubrik sebanyak 4
halaman itu menampilkan photo essay terpilih. Kemudian, setelah Kamera
mendapat tanggapan luar biasa dari khalayak, sejumlah media massa pun
mengikuti Tempo dengan menampilkan rubrik sejenis. Tentu ini merupakan berita
baik bagi para fotografer, karena ruang berekspresi bagi mereka makin luas.49
Pada tahun 1992, berdiri sekolah fotografi pertama di Indonesia, di Institut
Kesenian Jakarta (IKJ). Berbarengan dengan itu, Galeri Foto Jurnalistik Antara
(GFJA) yang merupakan galeri publik khusus fotografi pertama di Asia didirikan.
Oscar Motuloh, yang sempat menjabat sebagai kepala Biro Foto Antara adalah
salah satu tokoh yang mendirikan galeri ini.
Dengan berdirinya galeri ini, dunia foto, khususnya fotojurnalistik di
Indonesia makin berkembang. Sumber daya manusia dengan latar belakang
pendidikan formal maupun informal dalam bidang fotografi juga makin banyak.50
Dunia fotografi di Indonesia pun mau tidak mau makin lama semakin maju,
borderless dan semakin rumit.
Apalagi pasca reformasi, saat kran-kran kebebasan pers mulai dilepaskan.
Kementrian Penerangan dihapuskan dan media tidak perlu lagi SIUP. 51 Budaya
visual pun mulai menjangkiti Indonesia. Ruang-ruang bagi para fotografer untuk
mengekspresikan karya mereka pun makin luas. Terutama dengan makin
49
Yudhi Soerjoatmojo, The Chalenge of Spac:Photography in Indonesia 1841-1999.
Ibidem.
51
SIUP: Surat Ijin Usaha Perdagangan, sebelum masa reformasi setiap perorangan atau badan
usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan, salah satunya media massa, wajib
memperoleh surat ini. Sesudah masa itu, perusaahaan media massa tidak diwajibkan memiliki
SIUP.
50
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
banyaknya perusahaan media yang membutuhkan gambar-gambar berita untuk
halaman-halaman mereka.
Dengan
makin
banyaknya
perusahaan
media
serta
para
awak
fotojurnalisnya, baik tetap maupun freelance, berbagai organisasi foto pun
bermunculan. Khusus untuk para fotojurnalis di Indonesia, salah satu organisasi
yang cukup besar dan mapan adalah Pewarta Foto Indonesia (PFI)52. Sampai
tahun 2012 ini, PFI telah berhasil mengadakan dua acara penganugerahan bagi
para pewarta foto Indonesia.
b. Fotografi Komersil dan Amatir di Indonesia
Fotografi komersil di Indonesia berkembang ketika studio foto mulai
hadir. Seperti sudah diceritakan sekilas pada bagian Kedatangan Fotografi, salah
satu studio foto yang cukup terkenal ketika itu adalah Woodbury and Page (dari
tahun 1857 hingga akhir 1900-an). Di studio ini beragam foto, khususnya foto
potret dari sejumlah kalangan diabadikan.
Dalam Tesis untuk menyelesaikan program Pascasarjana ISI Yogyakarta,
Irwandi53 mengatakan bahwa tidak semua fotografer yang datang ke HindiaBelanda pada awal-awal kedatangan fotografi merupakan orang Belanda. Mereka
52
Pewarta Foto Indonesia adalah organisasi nir-laba yang bertujuan memajukan dan melindungi
kepentingan pewarta foto sebagai sebuah profesi yang terhormat, memiliki keterampilan khusus
dan mengemban peran sejarah dalam membuat serta menyiarkan berita foto dan tulisan seluasluasnya bagi kepentingan masyarakat umum, baik melalui media massa dimana ia bekerja maupun
melalui jaringan-jaringan mandiri.
Organisasi ini dideklarasikan pada 22 Maret 1992 dengan nama Focus, dan atas prakarsa pewarta
foto media cetak di Jakarta pada 18 Desember 1998, didirikan menjadi Pewsarta Foto Indonesia.
Pewarta Foto Indonesia melindungi hak profesi dan azasi pewarta foto dalam fungsinya sebagai
serikat pekerja yang secara konsisten menyusun dan menegakkan standar etika dan profesi pewarta
foto, melakukan advokasi bagi anggotanya dan pewarta foto pada umumnya, memperjuangkan
hubungan kerja yang adil dengan mitra-mitranya, menjalin jaringan kerjasama internasional, serta
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap profesi dan karya pewarta foto melalui kegiatan
pameran, pendidikan, penerbitan dan penghargaan.
(http://pewartafoto.org/about)
53
Irwandi, Foto Potret Karya Kassian Cephas: Kajian Estetis, Makna dan Fungsi Sosialnya, Tesis
untuk menyelesaikan program pascasarjana Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, 2008.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rata-rata berasal dari Jerman dan Inggris. Para fotografer datang ke Batavia
dengan tujuan membuka studio foto potret. Namun, sesampainya di Batavia,
mereka diundang pemerintah Belanda untuk menjalankan tugas-tugas pemotretan.
Beberapa nama fotografer yang datang ke Hindia-Belanda adalah Jurrian
Munnich, Adolph Schaefer, Isidore Van Kinsbergen, Charles J. Kleingrothe,
Onnes Kurkdjian, dan Christiaan Benjamin Niewenhuis.
Karen Strassler dalam Refracted Visions mencatat bahwa sejarah fotografi
di Indonesia selama ini selalu mengekspos fotografer-fotografer bangsawan Eropa
sebagai perintis perkembangan fotografi di Indonesia. Padahal menurut Strassler,
ketika itu, banyak sekali imigran asal Kanton-China yang turut menjadi roda
penggerak perkembangan fotografi di Indonesia.54
Sementara itu, salah satu fotografer asli Indonesia yang mampu berkiprah
di dunia komersial serta bersaing dengan para fotografer dari etnis Eropa serta
China itu adalah Kassian Cephas. Cephas membuka studio foto di rumahnya di
Lodji Ketjil (sekarang Jalan Mayor Suryotomo) pada 1871. Di studionya itu ia
memotret wajah-wajah lokal Hindia-Belanda dengan penuh kewibawaan.
Namun menurut Strassler, peristiwa pendudukan Jepang sempat membawa
akhir untuk era studio foto komersil di Indonesia ketika itu. Hampir semua studio
foto milik etnis China di Jawa tutup pada masa itu. Di Yogyakarta, studio yang
dibiarkan tetap buka pada masa itu adalah studio Tjen Hauw‟s Liek Kong yang
akhirnya menjadi studio paling besar di kota itu pada tahun 1950-an.
Tetapi yang tetap bertahan menemukan bahwa masa sesudah pendudukan
Jepang, iklim bisnis dalam fotografi ternyata amat menjanjikan. Apalagi ketika
54
Karen Strassler, Refracted Visions, hal 81.
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masa kemerdekaan, saat dimana banyak orang-orang Belanda meninggalkan
Indonesia. Pada tahun 1950-an-1960-an, sejumlah studio foto milik warga etnis
Indonesia-China, yang merupakan usaha keluarga dan beroperasi sebelum
kemerdekaan, semakin pesat berkembang.55
Strassler mencatat, pada tahun 1971, Fuji menggandeng Modern Photo,
untuk menandai keberadaannya di Indonesia. Begitu juga dengan Sakura (yang
kemudian dikenal sebagai Konica) serta Kodak.56 Pada era itu, khususnya pada
tahun 1980-an, perekonomian Indonesia memang mulai maju pesat. Ketika itu
berbagai industri mulai berkembang. Salah satunya adalah industri media.
Berbagai surat kabar serta majalah bermunculan. Persaingan untuk menarik
pembaca pun semakin ketat. Akibatnya, media massa bertransformasi menjadi
perusahaan modern yang ingin menarik laba sebesar-besarnya.
Ketika itu, grup majalah Femina didirikan oleh sebuah keluarga yang
terlahir dari generasi intelektual yang cukup berpengaruh di negeri ini. Dengan
latar pendidikan modern itu, departemen foto dari grup majalah ini
mempekerjakan fotografer sebagai staff tetap mereka.57 Implikasinya, fotografi
tidak hanya menjadi insert atau ilustrasi dari majalah-majalah itu. Tetapi telah
menjadi hal penting dan sangat berpengaruh dalam perkembangan majalah yang
bersangkutan.
Maka setelah industri media maju pesat, dengan ditandai banyaknya
majalah yang mengutamakan budaya visual, berbagai industri yang juga bergerak
dalam bidang visual bermunculan. Misalnya saja industri periklanan. Dalam
industri ini, medium fotografi sulit untuk dilepaskan. Mereka pun mempekerjakan
55
Karen Strassler, Refracted Visions, hal 82-84.
Ibidem, hal 51.
57
Yudhi Soeryoatmojo, The Chalenge of Space:Photography in Indonesia 1841-1999.
56
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
para fotografer komersil untuk mencipta visual-visual menarik yang mampu
menghipnotis para pembaca.
Salah satu fotografer komersil yang cukup populer di Indonesia adalah
Darwis Triadi. Darwis adalah salah satu fotografer yang telah malang melintang
di dunia fotografi komersial Indonesia sejak tahun 80-an.58 Dengan berbagai
portfolionya, Darwis lalu mencipta Darwis Triadi Photography studio.
Tempatnya berkreasi dan menerima para klien yang hingga saat ini telah
merambah ke berbagai lini. Para klien yang pernah ditangani Darwis diantaranya
adalah Nokia, Philips, BCA, Permata Bank, Satelindo, Indofood, Sony Ericsson,
Telkom, LG, Group PT. Unilever, Bank Mandiri, Mustika Ratu, Sari Ayu, Warner
Music, Aquarius Music, Sony Music, Summarecon Serpong, Kimia Farma, GT
Radial, dll.59
Fotografer komersil kenamaan Indonesia lainnya adalah Anton Ismael. Ia
mendirikan Third Eye Studio pada tahun 2005. Lewat studio ini, Anton melayani
berbagai klien besar untuk menggarap iklan atau klip musik. Anton juga sempat
bekerja dengan sejumlah majalah fashion, seperti Harper’s Bazaar, Amica, Dewi,
Rolling Stone dan Versus Magazine
Gambar 7.
60
Foto-foto komersil dan fashion karya Anton Ismael.
58
Majalah Fotografi Populer Bulanan: Fotomedia, Nomor 8 tahun VI, Januari 1998, hal 46.
Sumber http://www.adarwistriadi.com/
60
Diunduh dari http://www.antonismael.com/photo/commercial/harvest
59
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Juga ada Jerry Aurum yang turut mewarnai dunia fotografi komersial di
Indonesia. Dengan studionya yang bernama sama, Jerry telah memotret dan
bekerja mencipta visual untuk sejumlah produk kenamaan Indonesia. Ia juga telah
mempublikasikan dua buah buku foto yaitu In My Room serta Femalography yang
berisi imaji Jerry tentang para perempuan yang menjadi modelnya.61
Gambar 8.
Foto komersial Jerry Aurum untuk Panasonic Lumix.62
Gambar 9.
Foto Komersial Jerry Aurum untuk Plaza Indonesia.63
Darwis Triadi, Anton Ismael serta Jerry Aurum adalah sedikit gambaran
dari banyaknya fotografer fashion dan komersil yang mengarungi ranah fotografi
Indonesia. Fotografi komersil ini adalah sebuah keniscayaan di jaman yang sangat
konsumtif sekarang ini. Industri atau pemilik modal membutuhkan imaji beragam
61
Diunduh dari http://jerryaurum.com/bio/.
Diunduh dari http://jerryaurum.com/category/portfolio/01-fashion-people/
63
Diunduh dari http://jerryaurum.com/category/portfolio/01-fashion-people/
62
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk membagun citra mereka. Selain para pemilik modal, budaya visual yang
sudah masuk ke ranah-ranah personal khalayak, membuat citra-citra fotografis
juga jadi begitu penting.
C. IMAJI TUBUH PEREMPUAN DALAM RANAH FOTOGRAFI DI
INDONESIA
Dalam sub bab ini akan dibahas tentang bagaimana tubuh perempuan
seringkali dijadikan objek untuk dieksploitasi secara visual. Bab ini juga akan
memberi
gambaran
tentang
bagaimana
medium
ini
secara
sistematis
mengkonstruk imaji tubuh perempuan yang –dianggap- cantik, serta yang dianggap- tidak sempurna, misalnya saja ketika perempuan sedang mengalami
kehamilan.
1. Imaji Tubuh Cantik Sempurna
Dalam ranah fotografi, perempuan adalah salah satu objek yang paling
sering dieksploitasi. Lewat medium fotografi ini pula tubuh perempuan dikonstruk
–harus- menjadi tubuh yang „cantik sempurna‟. Sebuah konsep cantik yang sudah
distandarisasi oleh budaya yang hegemon, patriarki.
Kassian Cephas juga memaklumi kesadaran ini, dan dalam beberapa
karyanya sempat menghadirkan figur perempuan khas Jawa yang dianggap cantik.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 10.
Duah foto karya Kassian Cephas, 1900.64
Dua foto karya Cephas ini adalah foto-foto perempuan Jawa yang ia buat
di dalam studio miliknya di daerah Lodji Ketjil, Yogyakarta, sekitar tahun 1900.
Lewat foto-foto perempuan Jawa ini, Cephas ingin menampilkan eksotisme
perempuan Jawa, dengan tubuh dan kulit yang khas. Secara tidak langsung, lewat
foto-foto ini, Cephas telah mencipta imaji cantik ala perempuan Jawa, dan imajiimaji seperti inilahh, bagi masyarakat Eropa, dianggap cantik yang eksotik.
Kini pada konteks jaman yang lebih modern, saat teknologi fotografi
makin maju dan makin mudah dijangkau, eksploitasi terhadap tubuh perempuan
sebagai objek fotografi makin menjadi.
Dalam sebuah situs fotografi terbesar di Asia Tenggara yang bermarkas di
Indonesia, www.fotografer.net, pada galeri dengan kategori fashion atau model,
foto-foto yang diunggah para anggotanya adalah kebanyakan foto-foto perempuan
berpakaian minim dengan pose dan gestur yang sensual.
Seperti yang terlihat pada dua foto di bawah ini.
64
Diunduh dari http://www.seribukata.com/2011/03/kassian-cephas-jurufoto-pribumi-pertama/,
serta http://sutirmaneka.blogspot.com/2012/02/kassian-cephas-orang-yogya-fotografer.html
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 11.
Dua foto kategori model pada situs fotografer.net65
Dua foto di atas adalah foto-foto karya anggota www.fotografer.net (FN)
yang mereka unggah pada kategori model. Kebetulan saja, kedua foto itu karya
fotografer laki-laki.
Selain FN, representasi umum dari imaji-imaji tubuh perempuan dalam
dunia fotografi di Indonesia bisa dilihat dari karya foto milik sejumlah fotografer
ternama di Indonesia. Misalnya saja Darwis Triadi, Anton Ismael, serta Jerry
Aurum
Darwis terkenal dengan gaya fashion glamour, serta teknik lampu
studionya yang kreatif dan rumit. Ia seringkali mengabadikan sejumlah artis
papan atas Indonesia dengan gaya sensual serta glamour.
Gambar 12.
Dua buah foto fashion Darwis Triadi.66
65
Diunduh dari http://www.fotografer.net/
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 13.
Krisdayanti difoto oleh Darwis Triadi.67
Kemudian Anton Ismael lewat Third Eye Studio nya juga turut mencipta
berbagai imaji tentang perempuan dalam karya-karya fotonya. Anton terkenal
dengan foto-foto fashion konseptual yang kreatif.
Gambar 14.
Foto komersial karya Anton Ismael.68
66
Diunduh dari http://darwistriadi.blogspot.com/search?updated-max=2009-0429T11:59:00%2B07:00&max-results=2
67
Diunduh dari www.adarwistriadi.com
68
Diunduh dari www.antonismael.com
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dan Jerry Aurum yang menyatakan sebagai pengagum perempuan, juga
telah menerbitkan buku Femalography tentang imaji-imajinya mengenai
perempuan yang ia kreasi lewat lensanya.
Gambar 15.
Foto-foto Jerry Aurum dalam Femalography.69
Selain sejumlah karya para fotografer ternama itu, imaji-imaji tubuh
perempuan yang ada di media massa Indonesia ternyata memiliki benang merah
serupa. Sama-sama mengeksploitasi tubuh perempuan serta mengkonstruksinya
sesuai dengan anggapan cantik yang sudah dianggap umum. Salah satu media
massa cetak yang amat populer dan telah menjadi semacam bacaan umum bagi
kaum perempuan Indonesia adalah Majalah Femina.
Gambar 16.
Salah satu foto fashion dalam Majalah Femina.70
69
70
Diunduh dari www.jerryaurum.com
Diunduh dari http://www.femina-online.com/
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Model-model yang digunakan Femina adalah, perempuan-perempuan
dengan kecantikan yang sesuai dengan konstruk global kecantikan perempuan.
Tinggi, langsing, berkulit putih mulus dan berambut panjang lurus.
Dan untuk menunjang serta melestarikan konstruk itu, Femina membuat
semacam acara yang melibatkan gadis-gadis muda seluruh Indonesia, yang
bermimpi menjadi model terkenal, atau bahkan selebritis. Secara rutin, setiap
tahun, Femina membuat acara Pemilihan Wajah Femina. Berikut sejumlah
sampul majalah Femina yang menampilkan para pemenang dalam ajang tahunan
itu.
Gambar 17.
Para Pemenang Pemilihan Wajah Femina.71
Dan seperti yang terlihat, mereka semua memiliki tubuh, wajah serta
gestur yang hampir serupa. Sebuah konstruk cantik bagi perempuan yang pada
kenyataannya tidak semua perempuan Indonesia memiliki hal yang serupa.
Tidak hanya majalah yang mengkhususkan pada perempuan dewasa.
Majalah remaja perempuan pun juga melakukan hal yang sama. Imaji-imaji
tentang bagaimana tubuh prempuan yang cantik itu, mereka bentuk dan sebar
luaskan kepada para pembacanya. Misalnya saja pada majalah Gadis. Model-
71
Diunduh dari www.wajahfemina.co.id/gallery/3
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
model remaja yang tampil pada sampul, halaman dalam, sampai iklan mereka pun
merepresentasikan kecantikan perempuan yang umum itu.
Gambar 18.
Sahila Hisyam 72
Dina Anjani 73
Sama dengan seniornya, Femina, Gadis juga membuat acara tahunan
untuk memilih gadis-gadis remaja berusia 12-17 tahun yang dianggap layak
menjadi sampul majalah Gadis. Acara itu benama Gadis Sampul.
Setiap tahun pula, remaja-remaja perempuan Indonesia, didoktrin tentang
bagaimana bertingkah laku sebagai remaja, serta bagaimana seharusnya remaja
perempuan bepenampilan. Dan yang paling sempurna mengikuti doktrin itu,
dialah yang akan menghiasi sampul majalah Gadis sebagai Gadis Sampul.
Gambar 19.
Foto dari Pemilihan Gadis Sampul yang dipajang di situs Majalah gadis. 74
72
Gadis Sampul 2007, diunduh dari http://gadissampul.gadis.co.id/a2z/kabar.gadis.sampul/0/181
Gadis Sampul 2009, diunduh dari http://gadissampul.gadis.co.id/a2z/kabar.gadis.sampul/0/183
74
Diunduh dari www.gadissampul.gadis.co.id
73
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Memang tidak bisa dihindari lagi, bahwa dalam dunia dengan budaya
Patriarki serta budaya visual yang makin menggila seperti saat ini, siapapun
dengan kekuasaan dapat mengkonstruksi tentang yang indah, atau tentang yang
cantik itu. Dan majalah lelaki yang notabene memiliki kekuasaan transformasi
visual pun turut mengkonstruksi tubuh perempuan. Mereka mencipta kategori
tentang perempuan yang cantik, dan perempuan yang diinginkan oleh banyak
lelaki.
Yang
terlihat
dengan
terang-terangan
menampilkan
imaji
tubuh
perempuan yang seksi dan sensual adalah majalah khusus pria dewasa. Misalnya
majalah FHM (For Him Magazine). Mayoritas yang ditampilkan dalam majalah
ini adalah, imaji perempuan-perempuan bergaya sensual dengan tubuh dan rupa
yang secara umum dianggap cantik dan seksi.
Perempuan-perempuan ini memang secara terang-terangan dikomodifikasi
tubuhnya. Mereka secara sadar berpenampilan seperti itu, untuk mencipta fantasi
diantara para pembacanya dan secara tidak sadar, telah mengkonstruksi konsep
cantik dan seksi di tengah
para pembacanya yang laki-laki, termasuk para
perempuan sendiri.
Gambar 20.
Salah satu model dalam Majalah FHM.75
75
diunduh dari http://www.fhm.co.id/content/article/226/8/2012/Politically-Perfect
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Imaji Tubuh Cantik Tidak Sempurna Ketika Hamil
Ketika tubuh perempuan membesar, dan muncul selulit dimana-mana,
maka tubuh yang semacam ini tidak lagi dianggap cantik yang sempurna.
Perempuan dengan kondisi seperti ini akan dianggap memiliki tubuh yang tidak
proporsional, sehingga ia harus melakukan berbagai cara untuk membuat
tubuhnya kembali „ideal‟.
Ketika perempuan sedang hamil, tubuhnya pasti akan mengalami kondisi
yang dianggap tidak ideal itu. Berat tubuhnya makin bertambah, perutnya makin
membuncit, dan selulit bisa muncul di beberapa bagian tubuh. Dengan kondisi
yang tidak sempurna ini, perempuan dianggap tidak layak untuk ditampilkan
dalam ruang publik. Berbagai ketidakidealan itu harus ditutupi dan sebisa
mungkin hanya terlihat pada ranah-ranah privat saja.
Tetapi pada tahun 1991, lewat majalah Vanity Fair, Annie Leibovitz76.
seperti mendobrak ide ini. Ketika itu, Annie memotret Demi Moore77 yang sedang
hamil tujuh bulan dalam kondisi telanjang bulat. Foto itu kemudian menjadi
sampul depan majalah Vanity Fair78.
76
Annie Leibovitz adalah seorang fotografer perempuan yang lahir pada 2 Oktober 1949 di
Waterbury, Connecticut, AS. Pada tahun 1970 ia bekerja pada majalah Rolling Stone lalu pada
1983 ia mulai bekerja pada majalah hiburan Vanity Fair. Pada akhir 1980-an, ia mulai
mengerjakan sejumlah foto-foto untuk iklan dari produk-produk kelas atas. Dari tahun 1990-an
hingga sekarang, Annie telah banyak sekali mempublikasikan serta memamerkan sejumlah
karyanya. (sumber http://www.biography.com/people/annie-leibovitz-9542372)
77
Demi Moore adalah aktris Hollywood yang dilahirkan pada 11 November 1962 di Roswel, New
Mexico, AS. Ia sukses membintangi film Ghost pada 1990 yang membuahkannya nominasi dalam
ajang Golden Globe Award. Selain Ghost, Demi juga membintangi sejumlah film box office
seperti A Few Good Men dan Indicent Proposal. Kedua film itu dirilis pada tahun 1992-1993.
(sumber http://www.famous-women-and-beauty.com/demi-moore-bio.html)
78
Vanity Fair adalah majalah bulanan yang terbit di Amerika dengan kesan glamour serta
berkelas. Artikel serta kolom-kolom yang dihadirkan berbicara seputar budaya masyarakat kelas
atas, sosialita serta kaum jet set. Selain itu, yang biasa dibicarakan adalah isu-isu seputar dunia
hiburan, politik serta, berbagai topik yang tengah hangat dibicarakan. (sumber
http://www.statemaster.com)
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 21.
Sampul Majalah Vanity Fair edisi Agustus 1991.79
Foto ini kemudian menjadi begitu kontroversial dengan berbagai
perdebatan yang berkelindan. Salah satu yang sering diperbincangkan, adalah
tentang pose Demi yang dianggap tidak pantas. Pada foto itu, tubuh Demi Moore
tidak hanya tak tertutup sehelai benang pun, tetapi perutnya juga membuncit.
Ketika itu, tubuh telanjang yang hamil memang belum pernah benar-benar
diekspos secara publik. Bahkan menurut Dailymail.co.uk ketika Vanity Fair
mendaulat Demi Moore sebagai bintang sampul mereka, Vanity Fair sudah sangat
gugup akan respon yang mungkin muncul dari masyarakat. Kegugupan itu terjadi
karena kondisi Demi yang sedang hamil tujuh bulan.
Oleh karena itu, sebelum pemotretan dilakukan, Vanity Fair serta Annie
Leibovitz sudah bersepakat untuk tidak menonjolkan kehamilan Demi, atau
bahkan hanya mengambil potret wajah Demi. Namun ketika pemotretan
berlangsung, Annie mengusulkan agar Demi melepas seluruh pakaiannya.
“But on the day, after a series of shots in various outfits, Leibovitz
suggested the nudes. 'She dropped her clothing and I started to shoot. I
said, "well this looks really, I mean... maybe we should make this the
cover. Why not?" And she said yes, maybe.” (Dailymail.co.uk)
79
Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/More_Demi_Moore
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Akhirnya, foto yang tidak direncana serta tidak diduga itu, secara berani dipilih
oleh Annie dan disetujui oleh editor Vanity Fair untuk ditampilkan dalam sampul
depan mereka.80
Sampul depan itu pun menjadi perbincangan dan berdampak begitu besar
pada sejumlah aspek sosial budaya masyarakat Amerika ketika itu. Asumsi bahwa
tubuh hamil “tidak sempurna”, serta anggapan bahwa kehamilan seharusnya
berada di ruang privat, membuat foto-foto perempuan hamil –biasanya- hanya
ditampilkan dalam kolom-kolom kesehatan, rubrik kehamilan atau iklan-iklan
seputar produk ibu dan anak. Itu pun jarang yang benar-benar mengekspos tubuh.
Biasanya foto-foto itu sesedikit mungkin menampilkan tubuh yang semakin
membesar. Seperti yang ditulis oleh George Lois pada VanityFair.com dalam
rubrik Flashback yang mengingatkan kembali para pembaca akan foto
kontroversial ini
“A glance at the image by photographer Annie Leibovitz that graced
the August 1991 issue of Vanity Fair, depicting a famous movie star
beautifully bursting with life and proudly flaunting her body, was an
instant culture buster-and damn the expected primal screams of those
constipated critics, cranky subscribers, and fidgety newsstand buyers,
who the editors and publishers surely knew would regard a pregnant
female body as “grotesque and obscene.” Demi Moore‟s hand bra
helped to elegantly frame the focal point of this startingly dramatic
symbol of female empowermenet.” 81
Kontroversi itu ditanggapi oleh sejumlah penjual dengan menaruh majalah
itu dalam sebuah kantong coklat saat memampang majalah tersebut. Rupanya
tanggapan yang begitu ramai serta penuh kritik itu pun tidak disangka oleh Demi
sendiri. Ketika ia diwawancarai oleh Majalah V, Demi sangat shock bahwa
80
http://www.dailymail.co.uk/femail/article-2083113/Annie-Leibovitz-damns-iconic-photographpregnant-Demi-Moore.html#ixzz2LpR2OKa9
81
http://www.vanityfair.com/hollywood/features/2011/08/demi-moore-201108
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
posenya itu mendapat respon sedemikian heboh. Menurut Demi, posenya itu
seperti memberi semacam legitimasi kepada para perempuan yang ingin tampil
seksi dan menarik ketika hamil.82
Inilah awal terbukanya tabu-tabu seputar ekspos terhadap tubuh yang
hamil. Setelah Demi, banyak sekali selebritis perempuan yang kemudian berpose
hampir serupa dalam majalah atau ruang publik lainnya. Pose yang benar-benar
memperlihatkan seluruh tubuh yang polos saat hamil, ataupun pose yang tidak
seberani Demi, namun memperlihatkan perut atau beberapa bagian tubuh yang
dianggap tidak perlu diperlihatkan. Selain selebritis, tren itu juga diikuti oleh
sejumlah perempuan hamil dari berbagai kalangan masyarakat, baik di negeri
Demi Moore sendiri, maupun sejumlah negeri di belahan dunia lain.
Menurut Kompas.com, sejumlah selebritis yang turut terpengaruh oleh
Demi Moore’s effect ini diantaranya adalah Britney Spears, Claudia Schiffer,
Christina Aguilera dan Eva Herzigova. Jessica Simpson pun turut berpose serupa
dalam majalah Elle.
J. Simpson83
C.Aguilera84
Gambar 22.
C.Schiffer85
B. Spears86
82
http://blog.magazines.com/vanity-fair-demi-moore-and-magazine-cover-controversy
Sumber http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-stars-pose-babybumps-gallery-1.1034578?pmSlide=1
84
Sumber http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-stars-pose-babybumps-gallery-1.1034578?pmSlide=6
85
Sumber http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-stars-pose-babybumps-gallery-1.1034578?pmSlide=4
83
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tahun 2009 lalu, di Jepang, tren foto perempuan hamil pun turut
mewabah. Menurut Ayah Bunda.co.id seorang penyanyi pop Jepang, Hitomi,
berpose polos dalam keadaan hamil, ketika mempromosikan album barunya.
Foto-foto kehamilan Hitomi juga dijual dalam bentuk buku foto, yang langsung
ludes sebanyak 10.000 eksemplar dalam minggu pertama penjualan.87
Gambar 23.
Hitomi88
Di Amerika Serikat, kontes perempuan hamil pun digelar secara rutin. 89 Kontes
yang tidak hanya melombakan perempuan hamil dengan pakaian kebesaran
mereka, namun kontes bikini bagi para perempuan dengan perut membuncit itu.90
Menurut Kompas.com, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, gejala
ini mulai mewabah juga di Jakarta. Diah Kusumawardani Wijayanti yang sempat
diwawancarai oleh Kompas.com pada tahun 2010 mengatakan, lima tahun
terakhir, di Jakarta kian menguat fenomena ibu-ibu hamil gemar difoto terbuka.
“Semua ibu hamil yang minta difoto selalu ingin difoto seksi, atraktif.
Awalnya malu-malu, tetapi karena sama-sama perempuan, mereka
nyaman dan tak rikuh lagi,” ujar Diah.91
86
Sumber http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-stars-pose-babybumps-gallery-1.1034578?pmSlide=2
87
http://www.ayahbunda.co.id/Berita.Ayahbunda/Info+Keluarga/jepang.tren.foto.kehamilan/002/0
02/160/17/-/4/c
88
http://yonasu.com/hitomi-pregnant-and-nude-on-new-album/
89
Sumber
http://health.kompas.com/read/2010/10/17/12010581/Ketika.Perempuan.Merayakan.Kehamilan
90
Seperti yang diberitakan oleh Houston Press, tentang lomba tahunan Bikini Contest untuk ibu-ibu
yang sedang hamil. Tahun 2013 ini, Bikini Contest tersebut sudah diadakan sebanyak enam kali.
sumber http://www.houstonpress.com/slideshow/6th-annual-pregnant-bikini-contest-30978051/
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Fotografer lainnya Ferry Indrawang (33), juga mencermati tren tersebut. Menurut
Ferry, seperti dikutip dari Kompas.com, perempuan hamil besar kini menjadi
ceruk pasar tersendiri bagi dunia fotografi profesional.
Ini seperti yang dimkalumi oleh salah seorang kawan saya, Liza Setiawan.
Ketika hamil pada tahun 2010, Liza turut berpose dengan memperlihatkan
perutnya yang membesar. Menurut Liza, salah satu yang menginspirasi ia untuk
melakukan foto hamil itu adalah Demi Moore. Selain itu, Liza juga ingin
mengabadikan setiap proses perkembangan janin dan perubahan-perubahannya
sebagai sebuah tahap yang penuh dengan keajaiban. Oleh karena itu, setiap bulan
Liza memotret bentuk perutnya yang makin membesar, sampai ketika ia harus
melahirkan.
Bagi Liza dan bagi banyak perempuan lainnya, berpose saat hamil adalah
tindakan dengan motivasi beragam. Namun secara umum, seperti yang
diungkapkan oleh Diah -sebagai seorang perempuan hamil besar yang pernah
berpose demikian, serta fotografer yang akhirnya dikenal sebagai spesialis foto
hamil- para perempuan ini rata-rata ingin mengabadikan momen yang begitu
penting dalam hidup mereka. Sebuah proses pengabadian yang awalnya dimulai
oleh Demi Moore, yang memberikan legitimasi kepada para perempuan bahwa
walaupun tubuh semakin membesar, perempuan dapat tetap tampil seksi dan
cantik. Dan menjadi seksi ataupun cantik –terutama di ruang publik- ketika hamil
adalah tidak salah, atau bahkan berdosa.
91
Sumber
http://health.kompas.com/read/2010/10/17/12010581/Ketika.Perempuan.Merayakan.Kehamilan
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
IMAJI TUBUH PEREMPUAN DALAM SERI FOTO NINE MONTHS
Bab ini akan menggali foto Nine Months karya Diah Kusumawardani
Wijayanti. Penggalian ini akan dilakukan lewat pengamatan penulis dari foto-foto
yang ditampilkan, serta latar konteks dari foto-foto ini. Penulis akan mencoba
menggali studium dari seri Nine Months ini.
A. DI BELAKANG LENSA NINE MONTHS
Seri foto Nine Months dilahirkan oleh seorang fotografer perempuan
bernama Diah Kusumawardani Wijayanti. Diah adalah fotografer yang hidup di
tengah budaya patriarki dan era gempuran budaya visual. Di tengah dunia yang
didominasi oleh fotografer laki-laki ini, Diah tetap eksis berkarya, khususnya di
jalur komersial.
Diah Kusumarwardani Wijayanti adalah fotografer kelahiran Jakarta, 5
Juni 1976. Diah lulus dari Universitas Indonesia pada tahun 2000. Ia sempat
bekerja pada Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) sebagai asisten kurator. Diah
juga sempat bekerja sebagai fotografer pada tabloid hiburan serta peneliti foto
pada sejumlah penerbitan buku. Bersama suaminya, Diah juga mengelola sebuah
studio foto berlabel DKW.
Diah sudah menggeluti fotografi sejak masa kuliah. Ia memang menyukai
foto-foto fashion, apalagi jika perempuan menjadi modelnya. Alasannya karena
dia sendiri adalah seorang perempuan, dan baginya, perempuan itu sangat indah
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
apalagi jika dijadikan objek foto. Selain itu, fashion adalah satu tema yang
menggairahkannya. Lewat medium foto fashion ia bisa mengekspresikan rasa dan
keinginannya. Diah sendiri juga seorang yang cukup fashionable dalam
kesehariannya. Walaupun tidak melulu mengenakan produk-produk branded, bagi
Diah, yang penting adalah keserasian, keindahan serta tampak elegan ketika
benda-benda fashion itu dikenakan.
Seri foto Nine Months ini muncul dari pengalaman personalnya ketika ia
sempat mengalami keguguran pada kehamilan pertamanya. Perasaan kehilangan
anak yang belum lahir itu merupakan kesedihan terbesar dalam hidupnya. Ia tidak
ingin mengalami hal itu lagi. Diah juga yakin bahwa tidak ada perempuan yang
tidak sedih ketika peristiwa keguguran -yang tidak disengaja- itu terjadi. Oleh
karena itu ia berjanji pada dirinya, jika sampai hamil lagi, ia akan benar-benar
menjaga kehamilan. Ia juga berjanji akan mengabadikan momen-momen
kehamilannya dalam sebuah media visual, sehingga ia bisa terus mengingat dan
menyimpan terus seluruh kenangannya.
Oleh karena itu, pada saat ia hamil lagi dan mencapai usia sembilan bulan,
Diah memutuskan untuk mengabadikan momen-momen yang tak akan terlupakan
serta begitu penting dan „genting‟ itu. Setelah ia melihat hasilnya, ia merasa
rangkaian foto itu amat menarik dan tepat untuk menyampaikan pesan.
Akhirnya, Diah memutuskan untuk menggarap secara serius seri foto yang
ia beri judul Nine Months. Perempuan-perempuan yang ia foto adalah para
perempuan urban92 kelas menengah dengan berbagai profesi. Secara sekilas para
92
Para perempuan dari berbagai profesi ini adalah perempuan-perempuan urban Jakarta yang
beberapa diantaranya Diah kenal secara personal. Diah memutuskan mengambil model para
perempuan urban Jakarta ini, karena ia merasa mengenal dan sangat tahu bagaimana perempuan
Jakarta menghadapi kehamilan. Ia sendiri adalah perempuan urban Jakarta yang pernah hamil
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perempuan ini terlihat begitu percaya diri dengan kehamilan mereka. Dengan
percaya diri, bahkan sampai terkesan „narsis‟93, mereka memperlihatkan tandatanda kehamilan, misalnya tubuh yang mulai membesar, terutama pada bagian
perut.
Secara sengaja, Diah memperlihatkan tanda-tanda kehamilan itu. Ia
memperlihatkan tanda-tanda itu, karena menurutnya kehamilan itu proses yang
sangat indah, sehingga tidak perlu ditutup-tutupi. Namun menurut Diah, dalam
sebuah karya visual, apalagi dengan konsep fashion, tentu harus dicari pose yang
pas, sehingga walaupun perut membuncit, perempuan yang tampil dalam foto itu
harus tetap terlihat „cantik‟.
Seri foto ini sempat dipamerkan di Plaza Semanggi, Jakarta, tanggal 20-27
April 2007. Dalam pameran ini, Diah ingin menggambarkan betapa indah dan
membahagiakannya proses kehamilan itu. Lewat karya ini, Diah juga ingin
bercerita lewat foto beratnya perjuangan seorang ibu saat sedang hamil. Proses
yang tidak mudah, bahkan cenderung berbahaya, karena banyak yang meregang
nyawa saat melahirkan. Oleh karena itu, Diah ingin mengajak khalayak
menghargai perjuangan tersebut. Sebuah pesan khusus Diah sisipkan, „Stop
Aborsi‟. Bagi Diah, kehamilan adalah anugerah terindah yang diberi dan
dipercayakan Tuhan kepada kaum perempuan.
Pameran di Plaza Semanggi itu menjadi semacam awal bagi Diah untuk
lebih menekuni foto-foto tentang kehamilan, terutama di jalur komersil. Selepas
dalam kondisi kesibukan Jakarta. Ketika ia hamil besar pun, Diah sendiri masih terus sibuk dengan
ritme kerja 9 to 5, dan seringkali lebih dari itu. Bahkan seri Nine Months ini ia kerjakan saat ia
hamil sembilan bulan. Jadi, Diah merasa seperti memotret pengalamannya sendiri.
93
Narsis berasal dari kata narsisme atau hal (keadaan) mencintai diri sendiri secara berlebihan
(KBBI). Dalam bahasa pergaulan, narsis kemudian sering digunakan untuk menyebut orang-orang
yang senang sekali difoto atau senang sekali bercermin.
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dari pameran itu, Diah terkenal sebagai fotografer spesialis kehamilan. Di
studionya, ia menerima banyak klien perempuan yang ingin momen hamil
besarnya diabadikan. Baginya, kehamilan adalah momen personal milik
perempuan, oleh karena itu ia merasa keperempuanannya yang membuat banyak
klien perempuan yang hamil, nyaman ketika difoto olehnya.
Seri ini seperti ingin berujar tentang „perempuan bicara perempuan‟. Diah
seperti sedang melakukan refleksi dan mengisahkan hasil refleksinya dalam
sebuah seri visual. Sebuah refleksi dari Diah, seorang perempuan urban Jakarta
yang begitu sibuk, aktif dan trendi, tetapi juga harus mengalami kehamilan dan
menjalankan peran-peran domestiknya.
Selain itu, tidak banyak fotografer yang memamerkan karya tentang
perempuan hamil yang memperlihatkan perut buncit mereka, apalagi dilakukan di
sebuah mal. Diah mungkin yang pertama kali melakukannya di Indonesia. Diah
seperti ingin mengajak khalayak Jakarta yang menghabiskan sebagian waktunya
di mal, untuk membiasakan mata melihat tubuh-tubuh perempuan yang hamil.
Sehingga ide tentang kehamilan menjadi lebih populer, bahkan menjadi tren.
B. MEMAMERKAN KEHAMILAN DI MAL
Salah satu rangkaian hari dalam pameran Nine Months adalah hari Kartini
yang diperingati setiap 21 April. Foto-foto Nine Months karya Diah ini, oleh Plaza
Semanggi, dianggap pas sebagai tribut terhadap perempuan Indonesia serta secara
khusus untuk sosok Kartini.
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Plaza Semanggi adalah salah satu sponsor dari pameran garapan Diah ini.
Oleh karena itu, Diah merasa pas memilih Plaza Semanggi sebagai tempat
pameran. Selain karena lokasinya pun amat strategis.
Plaza Semanggi terletak di Jakarta Selatan. Ia berada di pusat kota Jakarta,
tidak jauh dari sebuah jalan layang atau jembatan yang sudah menjadi salah satu
landmark Jakarta, Semanggi. Plaza ini juga berada di tengah perpotongan jalan
utama Jakarta, yaitu Jalan Sudirman serta Gatot Subroto. Ia bersebelahan dengan
Universitas Atmajaya, serta berada tidak jauh dari kawasan Senayan, Stadion
Gelora Bung Karno, serta Gedung DPR. Sehingga sudah bisa dibayangkan, betapa
sibuk serta strategisnya kawasan itu.
Gambar 24.
Pemandangan Plaza Semanggi dari atas.94
Lokasi yang strategis adalah salah satu pertimbangan Diah menghelat
pameran ini di Plaza Semanggi. Karena dengan lokasi yang strategis, aksesibilitas
transportasi publik pun amat besar. Bagi yang tidak memiliki kendaraan pribadi,
atau enggan menggunakannya di jalanan Jakarta yang sudah begitu mengerikan,
maka sarana transportasi publik untuk mencapai Plaza Semanggi amat memadai.
Tidak jauh dari mal itu, terdapat dua perhentian bus TransJakarta. Yang
satu berada di Jalan Sudirman, dan satunya berada di Jalan Gatot Subroto. Selain
94
Sumber http://www.beritasatu.com/mobile/bursa/89555-plaza-semanggi-ubah-konsep-jadi-malkelas-atas.html
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TransJakarta, berbagai angkutan umum juga melewati mal itu, mulai dari Kopaja,
Metro Mini, Mayasari Bakti ataupun Patas. Selain itu, juga ada Taksi serta Bajaj
yang siap sedia 24 jam.
Dengan
kemudahan
untuk
mencapai
mal
ini,
berbagai
lapisan
masyarakat95 dari berbagai usia bisa dengan mudah datang, terutama lapisan muda
usia produktif. Letaknya yang berada di kawasan perkantoran, serta pusat bisnis
Jakarta, membuat Plaza Semanggi, seringkali menjadi semacam tempat bertemu.
Sebuah titik pertemuan bagi para pekerja muda di Jakarta, juga remaja dan
mahasiswa untuk menghabiskan waktu bersama kawan, kenalan, kerabat, pacar,
juga untuk melepas lelah, melepas rindu, membicarakan bisnis atau sekedar „cuci
mata‟.
Ramainya kunjungan masyarakat Jakarta ke Plaza Semanggi, membuat
Nine Months juga ramai dikunjungi. Ini bisa terjadi, salah satunya, karena Nine
Months dipajang di salah satu koridor cukup ramai di dalam mal itu. Frame-frame
foto itu dipajang berbarengan dengan sejumlah gerai mode, cafe, serta restoran
yang ada di lantai satu. Di koridor itu terdapat sejumlah cafe ternama, seperti
Starbuck serta JCo. Tidak jauh dari situ juga ada semacam hall yang seringkali
menjadi pusat kegiatan di Plaza Semanggi.
Sebanyak 21 foto perempuan hamil sembilan bulan dengan ukuran super
besar, dipajang di tengah jalan dalam mal itu. Foto-foto perempuan hamil itu pun
juga tidak tergolong biasa. Beberapa dengan begitu terbuka memperlihatkan
95
Walau secara eksplisit, pihak pengelola Plaza Semanggi sudah mencipta imaji sebagai mal bagi
lapisan atas. Hal itu bisa dilihat dari berbagai gerai yang ada di Plaza ini. Mulai dari toko-toko
dengan produk branded dan high fashion. Berbagai restoran dan cafe yang harga menunya tidak
bisa dikatakan murah. Serta toko ritel besar yang sudah terkenal dengan barang-barang mahalnya.
Walaupun pada lantai dasar di Plaza ini juga disediakan gerai gerai kecil yang menjual sejumlah
barang fashion yang harganya lumayan terjangkau. Namun jumlah gerai yang harganya terjangkau
itu , jumlahnya tidak sebanyak toko-toko yang barangnya dijual dengan harganya selangit.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perut-perut buncit mereka. Mau tidak mau, para pengunjung mal yang semula
tidak punya niat melihat seri Nine Months, akhirnya memalingkan pandangan ke
deretan foto itu. Terutama pada foto-foto yang memperlihatkan perut. Beberapa
berhenti di depan foto-foto itu, lalu dengan seksama memperhatikan. Namun
beberapa hanya memalingkan wajah ke foto sambil terus berjalan ke tujuannya.
Selama satu minggu (20-27 April 2007), pameran ini memang tidak
pernah sepi pengunjung. Apalagi saat menjelang sore, saat jam-jam pulang kantor,
atau ketika akhir pekan. Selain para pengunjung yang tidak sengaja datang, lalu
tertambat perhatiannya pada pameran itu, banyak juga pengunjung yang memang
sengaja datang. Kawan-kawan Diah di Galeri Fotografi Jurnalistik Antara
(GFJA), kawan-kawan sesama fotografer, kawan-kawan Diah di UI, serta kawan
maupun kerabat dari para model di foto-foto itu, banyak yang sengaja datang ke
pameran Nine Months.
Ketika memamerkan foto-foto ini di mal, berarti Diah menempatkan fotofoto ini sejajar dengan berbagai barang yang dipajang dan dipamerkan di etalase
besar itu. Toko-toko yang ada di mal, serta etalase-etalase yang ditutup dengan
kaca tembus pandang, pasti, bertujuan menarik perhatian orang-orang yang
melewatinya. Harapannya tentu saja, agar mereka membeli produk-produk yang
dipamerkan.
Dalam pameran Nine Months ini, foto-foto super besar itu diatur dan
dipajang semenarik mungkin. Persis produk-produk yang ada di pada etalase toko.
Lewat 21 figura berdesain sederhana namun berkelas, foto-foto perempuan yang
sedang hamil besar itu dikemas sedemikan rupa, sehingga semakin tampak elegan
dan menarik perhatian. Berikut adalah 21 foto yang ditampilkan :
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 25.
21 foto seri Nine Months.
Selain cara memamerkan yang persis dengan cara menjajakan produkproduk di mal. Foto-foto itu sendiri, terasa seperti sebuah „etalase‟. Para
perempuan hamil sembilan bulan itu seperti ingin „menjajakan‟ sesuatu kepada
publik. Mereka seperti ingin „menjual‟ kehamilan kepada publik.
Sudah pasti aspek-aspek dari kehamilan itu memiliki nilai jual yang tinggi.
Misalnya saja, fashion yang dikenakan oleh para perempuan hamil itu. Dengan
pakaian serta aksesoris yang menarik, para perempuan hamil ini tampak begitu
stylish, fashionable serta elegan. Dengan bungkus pakaian itu, kehamilan pun jadi
terkesan demikian. Kehamilan dibuat menjadi tren, fetish, atau dengan bahasa
sederhana, kehamilan adalah sesuatu yang keren.
Untuk menjadi semakin keren ketika hamil, maka perlu dibungkus dengan
produk yang pas, serta gambar-gambar fotografis yang menarik. Lewat pameran
ini, produk-produk kehamilan serta tren foto maternitas itu pun ditawarkan. Oleh
karena itu sebuah peragaan busana maternitas dihelat saat pembukaan pameran ini
pada 19 April 2007. Saat pembukaan pameran sejumlah selebritis yang menjadi
model dalam seri Nine Months, seperti Ratna Listy dan Arzeti juga tampak hadir.
Ketika itu mereka tampil glamour dan menawan. Para selebritis itu „dipajang‟ di
atas panggung, sesudah itu sejumlah infotainment berebut mewawancarai mereka.
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tidak hanya para selebritis, Menteri Pemberdayaan Perempuan ketika itu, Meutia
Hatta, turut memeriahkan pembukaan pameran dengan membukanya secara resmi.
Foto-foto Nine Months itu sendiri adalah sebuah etalase visual dua
dimensi. Pose dan gaya dari para model itu mirip dengan bentuk serta rupa
manekin-manekin yang dipajang di depan etalase sejumlah toko di Plaza
Semanggi. Mereka pun sama-sama mengenakan produk mode high end, yang satu
mengenakan produk khusus untuk perempuan hamil, sementara si manekin
mengenakan produk untuk perempuan dengan postur sempurna.
Gambar 26.
96
Salah satu etalase dan manekin di Plaza Semanggi.
Sebagai sebuah etalase, baik pamerannya ataupun ke-21 foto itu sendiri,
Nine Months adalah salah satu upaya (dari pihak-pihak yang berkepentingan)
menjadikan ide tentang kehamilan lebih populer. Kemudian ketika sudah semakin
populer, kehamilan tentu akan begitu diinginkan oleh khalayak. Juga pernakpernik seputar kehamilan yang dijajakan, tentu akan mendapat pangsa pasar yang
lebih luas.
96
Sumber
http://v2web.delamibrands.com/store2/new/store_colorbox/exhibition.php?image=semanggi%20st
ore.JPG
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 27.
Suasana salah satu toko ritel di Plaza Semanggi. 97
C. HAMIL DAN GAYA HIDUP URBAN
Jakarta adalah latar konteks dari seri foto ini. Sebuah kota metropolitan
dengan segala gaya hidup urban yang melingkupinya. Jakarta adalah kota yang
tidak pernah tidur. Selama 24 jam kota ini hidup dan terus bergerak. Orang-orang
yang menghidupi kota ini seakan tidak pernah kehabisan energi.
Untuk bisa bertahan hidup di Jakarta, para penghuninya harus mau
mengikuti gaya hidup urban. Jika tidak, mereka bisa terlibas oleh deru dan rima
kota yang begitu aktif.
1. Aktif Juga Sehat
Walaupun perut membuncit, dan berat tubuh bertambah, perempuan
Jakarta tidak boleh dikalahkan oleh perubahan biologis itu. Mereka harus tetap
bergerak sesuai dengan kesehariannya. Jika tidak mengikuti rima itu maka
perempuan Jakarta bisa ketinggalan jaman.
97
Sumber http://foto.detik.com/readfoto/2009/06/28/191047/1155372/464/1/ dan
http://www.tribunnews.com/2012/08/08/jelang-lebaran-plaza-semanggi-gelar-diskon
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nadia Dewi Sarah (Customer Service)
Nasional)
Gambar 28.
Indri Halil (Pengusaha)
Kevin Nasution (Atlit Renang
Seperti yang terlihat dari tiga foto di atas, ketiganya menggambarkan
perempuan-perempuan hamil usia sembilan bulan yang tetap aktif melakukan
kegiatan fisik yaitu berolahraga.
Pada foto pertama terlihat seorang perempuan hamil besar mengenakan
pakaian senam berwarna oranye sedang melakukan gerakan kayang. Ia adalah
Nadia Dewi Sarah, seorang Customer Service dari sebuah perusahaan swasta di
Jakarta. Aksesoris yang Nadia kenakan, seperti kalung dan kacamata tampak
semarak dan senada dengan seluruh penampilannya. Wajahnya tampak
sumringah. Deretan giginya terlihat jelas, dan rambutnya pun dikucir dua. Kesan
keseluruhannya adalah, walaupaun ia harus menahan berat tubuhnya yang makin
bertambah, Nadia tampak begitu riang, dan sama sekali tidak merasa kelelahan
melakukan aktifitas fisik itu.
Pada foto kedua tampak seorang perempuan hamil besar yang sedang
duduk pada sebuah bola besar sambil masing-masing tangannya mengangkat
barbel kecil berwarna merah muda. Ia mengenakan pakaian senam berwarna putih
yang tampak serasi. Pakaian senamnya itu sepertinya memang didesain untuk
perempuan hamil besar, karena dengan pakaian senam yang terlihat ketat dan
begitu pas membalut perut buncitnya itu, ia sama sekali tidak kesakitan. Malah ia
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
semakin bebas bergerak. Ia bernama Indri Halil, seorang pengusaha Jakarta. Indri
tampaknya sedang berada pada sebuah gym yang cukup berkelas. Terlihat pada
foto, di latar belakang Indri, berderet-deret treadmill98 dengan layar TV kecil di
depannya. Indri tampak tersenyum dan sepertinya mengatakan bahwa, “Biarpun
hamil besar, saya tetap beraktifitas rutin. Saya tetap pergi ke gym dan fitness,
walau hanya melakukan gerakan-gerakan ringan, seperti melenturkan tubuh di
atas bola karet atau melatih otot lengan dengan barbel.”
Foto ketiga memperlihatkan Kevin Nasution, seorang atlit renang nasional,
yang sedang duduk bersila sambil melihat ke arah perut besarnya. Kulitnya
terlihat basah oleh air. Jika direka, Kevin mungkin sedang beristirahat setelah
selesai berenang pada kolam renang di sebelahnya. Terlihat senyum tipisnya.
Kevin sepertinya sedikit lelah, namun terlihat bahagia. Sepertinya ia terharu
melihat perut besarnya yang sebentar lagi akan berubah menjadi seorang anak
manusia. Dengan pakaian renang jenis bikini, perut Kevin yang sudah begitu
membuncit, terlihat begitu jelas. Foto itu terlihat ingin mengesankan bahwa
kehamilan Kevin di trisemester akhir itu tidak bisa menghalangi aktivitas rutin
yang begitu ia cintai, yaitu berenang.
2. Funky, Keren, Menyenangkan
Untuk menjadi masyarakat urban Jakarta yang bisa diterima dalam
lingkungan pergaulan „orang Jakarta‟, seseorang harus tampil funky, keren dan
98
Alat fitness yang memungkinkan orang untuk berlari atau berjalan secara konstan di tempat.
Alat ini didesain khusus dengan berbagai kecepatan yang bisa disesuaikan, sehingga orang yang
berada di atas alat ini bisa menyesuaikan latihan fitnessnya. Alat ini bisa digunakan untuk berlari
dengan kecepatan tinggi, atau bisa juga berlari pelan atau hanya ingin berjalan saja, dan sangat
praktis karena orang tak perlu pergi ke tempat lain atau luar ruangan. Cukup di dalam ruangan
latihan-latihan lari dengan berbagai kecepatan itu sudah bisa dilakukan.
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membawakan dirinya secara menyenangkan. Jika tidak, ia akan dianggap
kampungan atau bahasa sehari-harinya „gak gaul‟.
Seperti yang diperlihatkan dalam keempat foto di bawah ini. Pose dan
gaya yang ditampilkan adalah tipikal masyarakat urban Jakarta. Kelima
perempuan ini, terlihat funky, keren dan secara keseluruhan kelimanya begitu
gembira dan tampak bersenang-senang, walaupun tubuhnya membesar karena
kehamilan yang mereka alami.
Gambar 29.
Zweta Nugroho (Reporter) Diah Meivita Sari (Promosi),
Palupi Rusdiyatmi (Promosi)
Gambar 30.
Dini Wiradinata (Managing Director) Pita Moluccas (Penyanyi)
Pada foto pertama terlihat seorang perempuan hamil bernama Zweta
Nugroho. Dalam foto itu ia tampak begitu riang dan bahagia. Suasana
menyenangkan tampak begitu jelas dari warna-warna yang ada di foto itu. Mulai
dari latar belakang dindingnya yang berwarna kuning, hingga kombinasi
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pakaiannya yang didominasi warna pink. Dua balon berwarna merah serta biru
juga menambah semarak penampilan Zweta. Apalagi dua balon itu ia pegang di
atas kepalanya. Ia seperti anak kecil yang sedang bermain-main.
Kesan lucu, menyenangkan serta riang gembira tampak mendominasi
seluruh foto ini. Berat tubuh serta perutnya yang membesar, tampaknya sama
sekali tidak menjadi beban Zweta untuk menjalani aktivitasnya sehari-hari. Ia
tetap bersemangat dan sepertinya bersenang-senang dengan kehamilannya itu.
Foto yang kedua adalah foto dua orang perempuan hamil yang tampaknya
bersahabat. Keduanya juga memiliki profesi sama sebagai seorang staff promosi.
Mereka pun mengenakan pakaian serta aksesori sama. Atasan putih longgar tanpa
lengan, bawahan hitam, serta aksesori senada.
Mereka adalah Diah Meivita Sari serta Palupi Rusdiyatmi. Keduanya
memperlihatkan ekspresi gembira serta percaya diri dengan perut buncitnya
masing-masing. Terlihat dari kesengajaan mereka membuka sedikit blus mereka
pada bagian perut, sehingga perut buncit mereka dapat terlihat jelas.
Diah berpose menyamping, dan menengok ke arah kamera sambil
tersenyum lebar. Tangan kirinya mengangkat blus putihnya dan yang kanan
menahannya, seperti ingin berkata “Aku hamil loh.” Kaki kirinya juga menekuk
dan sedikit berjinjit, seakan-akan ia baru saja menari-nari sambil menunjukan
kehamilannya yang sudah mencapai sembilan bulan. Sementara itu, perempuan di
sebelahnya, Palupi, berpose lurus menghadap kamera. Tangan kanannya
memegang perut buncitnya, dan tangan kirinya memegang kalung yang ada di
dadanya, seperti hampir menggenggam. Ekspresi wajahnya tampak kaget saat ia
melihat ke arah perut buncitnya. Ia seperti ingin mengatakan “Wow, perutku besar
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sekali.” Namun ia mengatakan itu dengan gembira. Telapak kaki kanannya
tampak sedikit masuk ke dalam. Sepertinya, ia dan Diah baru sama-sama menari
merayakan sesuatu. Merayakan kehamilan mereka.
Foto ketiga adalah seorang perempuan hamil besar bernama Dini
Wiradinata. Dini mengenakan topi, kaos hitam, serta celana berwarna hitam. Ia
juga mengenakan gelang paku-paku yang biasanya menjadi aksesoris band punk.
Kaosnya tampak kekecilan, sehingga perut buncitnya tidak tertutup seluruhnya.
Gestur tangan Dini membentuk sebuah simbol yang seringkali ditemui pada
konser musik metal. Secara umum gestur itu dipahami sebagai teriakan „metal‟.
Dini tampak menyeringai. Matanya memincing dan ia seperti berteriak „Metal !‟.
Latar belakangnya adalah potongan koran-koran yang ditempel di dinding.
Dari sekian banyak potongan koran itu, yang paling jelas terlihat adalah tulisan
„Wow Madonna‟. Tulisan itu persis berada di bawah bayangan Dini yang
membentuk simbol „Metal‟. Foto itu sepertinya ingin mengatakan bahwa hamil
besar adalah bukan sebuah alasan untuk tiba-tiba merubah penampilan menjadi
konvensional. Seperti Madonna, seorang ikon pop asal Amerika, yang selalu
tampil funky dan keren, walaupun sudah berusia lebih dari 50 tahun dengan
seorang anak perempuan bernama Lourdes serta anak lelaki bernama Rocco.
Foto keempat adalah perempuan bernama Pita yang berprofesi sebagai
penyanyi. Pita mengenakan sejenis kemeja berwarna putih yang diikat pada
bagian tengahnya. Kemeja yang ia kenakan itu hanya menutupi bagian dada.
Bagian perutnya yang membuncit benar-benar terekspos. Ia juga mengenakan
hotpants yang membuat Pita terlihat seksi.
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pita menghadap persis ke kamera. Ekspresi wajahnya tampak dingin dan
misterius. Tidak ada senyum di wajahnya. Pita tampak cool dengan ekspresinya
itu. Tatanan rambutnya juga cukup berbeda. Rambutnya disasak ke atas, sehingga
terkesan bergaya ala rocker punk. Tangan kanannya juga membentuk gesture
seperti yang dilakukan oleh Dini. Ia membentuk simbol „metal‟ dan
menunjukannya persis ke arah kamera. Sementara itu tangan kirinya memegang
pinggang. Sepertinya ia ingin mengatakan “Walaupun saya hamil, saya tetap
keren.”
3. Mandiri dan Berkelas
Bagian dari gaya hidup masyarakat urban Jakarta adalah menjadi mandiri
atau tidak tergantung pada orang lain. Rima Jakarta yang bergerak dengan sangat
cepat membuat orang harus bisa memberdayakan seluruh kemampuannya.
Kemandirian itu pun harus dibungkus dalam sikap bertingkah laku serta mode
yang berkelas. Karena begitulah makhluk-makhluk Jakarta dibesarkan. Mereka
dikepung oleh budaya kapitalistik yang menuntut orang untuk bersikap dan
bergaya kelas atas, misalnya serbuan mal-mal kelas atas pada tiap sudut kota
Jakarta, salah satunya adalah Plaza Semanggi.
Seperti foto-foto para perempuan di bawah ini,
Gambar 31.
Arzeti B. Setyawan (Model) Maudy Koesnadi (Artis)
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 32.
Sari Elvianti (Pegawai Bank) Lea (Pemilik Butik)
Foto pertama adalah potret milik Arzeti, seorang model papan atas
Indonesia. Posenya yang memperlihatkan kontur samping wajah serta tubuh yang
sedikit menyerong ke hadapan lensa, memberi kesan seolah-olah Arzeti berasal
dari kalangan bangsawan. Pose Arzeti itu memang mirip dengan pose sejumlah
aristokrat yang mengabadikan potret dirinya ketika awal-awal fotografi baru
diluncurkan ke khalayak.
Selain posenya, pakaian serta aksesori yang ia kenakan semakin
menegaskan hal itu. Arzeti mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan sejenis
brokat yang diberi aplikasi bordir di sana-sini. Brokat adalah bahan yang biasanya
digunakan untuk baju-baju pesta. Selain pakaian yang dikenakan, kipas dengan
pinggiran bordir hitam, yang dibawa Arzeti semakin membentuk kesan aristokrat
itu. Azeti tampaknya siap menari Tanggo, atau ia hendak melangkah dengan gaya
aristokrat. Sebuah langkah tegap dengan wajah mendongak ke atas yang seperti
mengatakan, “Kehamilanku tidak menghentikanku untuk bergerak”.
Foto kedua adalah Maudy Koesnadi, seorang artis yang sangat populer di
Indonesia. Tampaknya ia sedang berlari menuju arah tertentu. Ini terlihat dari
rambutnya yang mengembang karena tertiup angin. Jari telunjuknya tampak
menunjuk pada titik tertentu. Seperti ingin mengatakan bahwa itulah arah yang
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dituju. Wajahnya tidak melihat ke depan ke arah yang ingin ia tuju, tapi melihat
ke arah lain. Bisa jadi ia waspada pada keadaan di sekitarnya, atau ia membuat
semacam perhitungan tentang kondisi di sekitarnya yang sedang atau mungkin
akan terjadi.
Walaupun hamil besar, Maudy tampak begitu mandiri dan tegas dengan
apa yang ingin ia lakukan. Pakaian serta sepatu yang ia kenakan, juga menegaskan
hal itu. Setelan jas hitam, baju hitam, rok di atas lutut warna hitam, serta sepatu
boot sebetis, menggambarkan kemandirian dan ketegasan itu. Sementara itu,
kalung batu bertumpuk-tumpuk yang menutupi lehernya, memberi sentuhan
mewah dan tampak berkelas pada penampilan Maudy.
Foto ketiga adalah foto seorang perempuan bernama Sari Elvianti. Ia
mengenakan baju terusan tanpa lengan berwarna coklat dengan motif bunga. Sari
juga mengenakan aksesoris berupa kalung berwarna coklat yang tampak senada
dengan pakaian yang ia kenakan. Ia tidak melihat ke arah kamera, tapi melihat ke
arah kiri atas sambil tangan kiri menopang kepalanya. Tangan kanannya
memegang perut buncitnya. Ekspresi wajahnya terkesan datar serta tidak ada
senyum di wajahnya. Matanya seperti menerawang. Tetapi kesannya bukan
kesedihan atau kesakitan. Ada kesan misterius dan percaya diri yang keluar dari
wajahnya. Ia bahkan terkesan sensual, walaupun dengan perut yang membuncit
karena kehamilan. Kepalanya yang sedikit mendongak ke atas merupakan gesture
yang seperti ingin berkata “I’m sexy and I can handle my pregnancy.”
Foto keempat adalah foto seorang perempuan hamil bernama Lea. Posenya
adalah gambaran seorang perempuan yang percaya diri serta mandiri. Gaya berdiri
yang tegas menghadap kamera dan wajahnya sedikit menyerong serta sedikit
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terangkat ke atas, adalah sebuah gestur kepercayaan diri. Ekspresi wajahnya, yang
memberikan senyum tipis serta mata memandang ke arah kiri kamera, seperti
ingin menyatakan bahwa “Saya bisa mengatasinya.”
Ia mengenakan jas panjang motif kotak-kotak dengan bagian perut yang
terbuka. Jas adalah sebuah representasi dari ketegasan. Dan motif kotak-kotak itu
memberikan aksen lebih lembut pada ketegasan itu. Lea tampak tidak malu dan
takut atas perutnya yang benar-benar membuncit. Selain terkesan mandiri dan
percaya diri, Lea juga tampak berkelas dengan seluruh item mode (yang sudah
pasti mahal) yang ia kenakan, apalagi latar belakang tempat berdirinya adalah
sebuah ruang dengan desain interior dan eksterior modern minimalis. Kesan yang
ditimbulkan adalah elegan, simple dan berkelas.
D. HAMIL DAN PERAN IBU
Bagi sebagian perempuan, menjadi ibu adalah hal yang kodrati. Hal ini
didasari atas fakta bahwa kehamilan hanya dapat dialami oleh perempuan. Peranperan seorang ibu yang dimaklumi oleh masyarakat kebanyakan adalah peranperan yang telah dikonstruk oleh budaya patriarki yang telah menghegemon.
Konsep ibu sendiri kemudian dilekatkan dengan banyak konstruks tentang „beban
ganda‟ yang harus ditangung oleh perempuan.
Dan konstruk tentang „ibu‟ itu sendiri telah dilekatkan semenjak
perempuan mulai mengalami kehamilan. Misalnya tentang berbagai mitos seputar
kehamilan, cara bersikap seorang perempuan hamil, beban dan tugas yang harus
dilakukan oleh perempuan saat hamil, sampai kemudian anak telah lahir serta
tugas-tugas nurture yang sejatinya adalah konstruk. Bahwa seorang ibu harus
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tetap berada dalam ranah-ranah domestik walaupun ia juga berperan secara aktif
di ruang publik dengan pekerjaan kantorannya.
Dan ini tidak lepas dari perempuan yang ada di Jakarta sekalipun.
Walaupun mereka lebih dimanjakan oleh akses yang memadai dan ruang-ruang
informasi serta pengetahuan yang terbuka lebar, para perempuan ini tetap
terperangkap dalam peran-peran ibu.
Gambar 33.
Ningcy Yuliana (Manajer Pemasaran) Yulia Ristanti (Kepala Keuangan)
Gambar 34.
Nenny Hamid (Account Executive),Oki Aldebaria dan Siska Widyawati (Staff Administrasi Kantor
Pemerintah)
Ini yang sepertinya saya lihat dari beberapa foto dalam seri Nine Months.
Foto pertama adalah foto milik Ningcy Yuliana, seorang wanita karir yang
berprofesi sebagai manajer pemasaran. Pose Ningcy menggambarkan ketenangan
dan penerimaan diri atas proses kehamilan yang sedang ia jalani. Tangannya yang
memegang perut menggambarkan hal itu, juga wajahnya yang seperti melihat
pada satu titik, jauh di ujung di depan kamera. Mungkin ia melihat masa depannya
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang akan diisi oleh celoteh bayi serta tanggung jawab yang lebih besar sebagai
ibu, selain ia juga harus tetap berprofesi sebagai seorang manajer.
Ningcy tidak menutupi tubuhnya dengan pakaian, melainkan kain merah
panjang lebar yang membalut tubuhnya dari bagian dada ke bawah. Kain itu
bukan hanya membalut tubuh Ningcy, tetapi juga latar belakang tempat Ningcy
berdiri atau mungkin seluruh ruangan itu tertutup kain merah. Namun Ningcy
tidak menderita karena belitan itu. Ia tampak berserah dan menerimanya dengan
bahagia. Jika bisa disimpulkan, warna merah pada kain itu menggambarkan
keberanian Ningcy untuk pasrah menghadapi hal yang akan terjadi di depannya.
Foto kedua adalah Yulia Ristanti, seorang perempuan yang berprofesi
sebagai kepala keuangan. Yulia seperti berdiri dalam sebuah ruangan, mungkin
ruang tamu sebuah rumah atau kamar tidur. Ia berdiri di samping jendela, sambil
melihat keluar jendela. Tidak ada senyum di wajahnya. Ini seperti ekspresi
seseorang yang sedang risau. Mungkin saja ia menunggu seseorang yang tidak
kunjung datang, atau sedang risau menunggu momen kelahiran anaknya. Maklum
kehamilannya sudah masuk ke trisemester akhir dan tinggal menghitung hari saja.
Gaya berpakaian Yulia sederhana, termasuk warna-warna yang dikenakan.
Terkesan lembut dan bersahaja. Tangan kanannya memegang bunga berwarna
putih. Caranya memegang bunga itu seperti sebuah kepasrahan atau kesabaran.
Bunga yang akan diberikan kepada orang yang ia tunggu, atau bunga yang
mengingatkannya pada seseorang atau sesuatu.
Yulia tampak menghayati perannya sebagai bakal ibu. Yulia pun siap
menunggu dan pasrah menanti sesuatu yang ada di depannya itu. Ia berbahagia
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena akan menjalani satu hal yang (dianggapnya) kodrati bagi perempuan, yaitu
peran sebagai ibu.
Foto ketiga adalah Nenny Hamid yang seperti mencoba mengikuti imaji
seorang malaikat dalam tradisi barat. Atau -mungkin saja- mencoba mengikuti
gaya putri-putri kerajaan dalam sejumlah legenda barat. Hal ini terlihat dari
pakaian terusan putih dengan aksentuasi melebar di bagian bawah, serta mahkota
berbentuk lingkaran yang terbuat dari bunga-bunga serta biji-bijan yang ia
kenakan. Posenya menyamping dan memperlihatkan lekukan perut. Pakaian
terusan putih yang ia kenakan seperti menggambarkan perempuan bersahaja atau
seperti seorang malaikat dengan sifat-sifat suci dan bersih.
Wajahnya yang sedikit tertunduk, serta guratan senyum tipis adalah
ekspresi seorang perempuan yang anggun, pasrah, sederhana serta sabar menanti
apa yang sudah ia tunggu-tunggu, yaitu seorang jabang bayi yang masih ada di
perutnya. Yang menarik adalah, lampu yang ditembakan tepat di depan Nenny.
Cahaya lampu itu akhirnya membentuk refleksi setangah bulatan yang seakanakan datang langsung dari surga, tempat dimana para malaikat tinggal. Gambaran
tentang kebersehajaan, kesabaran, dan keanggunan adalah sifat-sifat „malaikat‟
bak putri kerajaan yang dikontruks oleh masyarakat, harus dimiliki oleh seorang
ibu.
Foto keempat adalah foto dua orang perempuan bernama Oki Aldebaria
serta Siska Widyawati. Mereka berdua adalah staff administrasi pada kantor
pemerintah. Mereka berdua berpose dengan gaya serupa, pakaian yang dikenakan
pun sama. Sama-sama mengenakan kebaya modifikasi, dengan sentuhan rok batik
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
panjang. Mereka berpose menyamping dan membiarkan lekuk perut mereka yang
sudah membuncit sedikit terlihat.
Mereka berpose pada sebuah anak tangga dengan pintu berbentuk
lengkung sebagai pembingkainya. Kesan yang ditimbulkan adalah kesederhanaan,
tradisional serta konvensional. Dengan senyum mengembang dan menatap ke
atas, mereka berdua seperti hendak meniti anak tangga menuju ke arah yang lebih
tinggi. Mungkin mereka berdua sedang bahagia menanti dan tidak sabar
menunggu momen di depan, yaitu momen kelahiran yang sebentar lagi akan tiba.
Dua orang perempuan ini terlihat sudah siap dengan segala peran ibu yang
akan menanti mereka, atau memang mereka sudah bertransformasi dan
mengaplikasikan sifat-sifat keibuan ketika proses kehamilan ini sedang
berlangsung. Artinya mereka sudah siap dengan berbagai peran yang akan mereka
jalani, baik di ranah publik, yaitu saat bekerja sebagai PNS atau sebagai ibu yang
harus melakukan peran-peran nurture di ranah domestik.
E. HAMIL DAN TUBUH
Tubuh yang berubah adalah konsekuensi logis dari sebuah proses
kehamilan. Sesuai dengan usia janin yang ada di dalam rahim, perut akan semakin
membesar dari bulan ke bulan. Berat tubuh pun akan makin bertambah, karena
nafsu makan yang semakin besar. Apalagi ketika hamil, ada seorang jabang bayi
yang harus diberi asupan nutrisi terus-menerus. Beberapa perempuan akan
mengalami pembengkakan di bagian kaki ataupun varises, dikarenakan kaki harus
menopang berat tubuh yang lebih besar dari biasanya.
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perempuan yang tadinya bertubuh ideal99, ketika hamil harus mengalami
perubahan ukuran dan berat pada tubuhnya. Banyak yang merasa panik saat tubuh
mereka harus berubah drastis. Banyak yang coba menutup-nutupi bagian-bagian
tubuhnya yang berubah itu. Dan pasca melahirkan, banyak yang begitu frustasi
dengan berat tubuh yang tidak kunjung turun, perut yang semakin kendor, lemak
di sana-sini, serta payudara yang tidak lagi kencang.
Imajinasi tentang tubuh yang ideal memang telah begitu dahsyat
menggempur perempuan. Tidak terkecuali para perempuan Jakarta yang hidup
dalam ruang-ruang urban metropolis. Malah, mungkin saja, imajinasi tentang
kesempurnaan tubuh, lebih dahsyat menggempur para perempuan ini, seiring
dengan makin derasnya arus informasi dan kapitalisasi berbagai barang dan jasa,
misalnya produk kecantikan penurun berat badan atau jasa klinik penurun berat
badan instan.
Seperti pada seri foto Nine Months ini yang beberapa tampak sudah lebih
berani memperlihatkan perubahan tubuhnya itu, terutama pada bagian perut.
Keberanian mereka memperlihatkan perut-perut ini bisa dilihat sebagai
keberanian untuk membuka wacana tentang kehamilan yang sebelumnya
dianggap sangat personal, sehingga perut-perut buncit yang sebelumnya dianggap
tidak layak untuk dipertontonkan, menjadi hal yang patut diselebrasi. Sebuah
selebrasi yang diadakan karena perut itu membuncit karena kehamilan. Dan itu
adalah hal yang lumrah, justru patut disyukuri. Tapi lain lagi persoalannya kalau
perut buncit, tetapi tidak hamil, tentu tidak patut dipamerkan.
99
Seimbang berat dan ukurannya sesuai dengan yang selama ini sudah dikonstruksi oleh media,
masyarakat, dll, tentang tubuh perempuan yang pas dan ideal.
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 35.
Ngesti Wijayanti (Manager Produksi) Kristina (Akuntan), Retno
Tri Harjanti (Supervisor Desain)
Gambar 36.
Riana Novi (Pegawai Swasta)
Astuti Wulandari (Marketing)
Gambar 37.
Ratna Listy (Presenter) Muthi Kautsar (Penari)
Dalam seri Nine Months ini ada dua foto perempuan hamil sembilan bulan
yang masing-masing mengenakan topeng. Keduanya mengenakan topeng yang
biasanya dikenakan dalam pesta kostum. Pada foto pertama yaitu foto milik
Ngesti Wijayanti, topeng yang ia kenakan dihiasi oleh bulu-bulu berwarna merah
magenta dengan sedikit aplikasi bulu-bulu berwarna hitam. Topeng itu menutupi
bagian sekitar mata, hidung sampai ke dahi.
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ngesti mengenakan sejenis tank top dan membiarkan bagian perutnya
terbuka. Ia berpose dari samping, sehingga lekuk perutnya semakin terlihat, begitu
juga garis-garis di perutnya. Yang menarik dalam foto Ngesti adalah munculnya
dua orang bocah berusia balita yang tampak penasaran dengan perut buncit
Ngesti. Salah seorang bocah yang duduk di kursi tampak memegang kaos Ngesti
untuk kemudian meraba perutnya. Bocah kedua yang berdiri tampak melihat saja
dan penasaran dengan apa yang dilakukan oleh bocah pertama. Dalam kondisi
seperti itu, Ngesti seperti membiarkan saja bocah bocah itu bermain-main dengan
perutnya. Sepertinya ia malah senang saat mereka memainkan perutnya. Ini
terlihat dari pose ngesti yang seperti menyodorkan perutnya, dan melipat kedua
tangannya ke belakang. Ngesti tampaknya senang memperhatikan kedua bocah
itu, dan seperti mengatakan “Ayo nak, lihat perut Ibu”100.
Ngesti tampaknya merasa bahwa perutnya yang membuncit karena
kehamilan adalah sesuatu yang patut disyukuri serta dipamerkan kepada khalayak.
Oleh karena itu ia mempertontonkannya di hadapan lensa serta memperbolehkan
kedua anaknya untuk bermain-main dengan perut buncitnya di hadapan publik.
Seperti Ngesti, Muthi Kautsar juga mengenakan topeng dalam fotonya. Ia
mengenakan topeng berbentuk mata kucing. Topeng yang dikenakan Muthi ini
adalah topeng yang tidak ditempel dengan cara diikat di bagian belakang kepala
seperti milik Ngesti. Topeng yang dikenakan Muthi bisa dicopot kapan saja,
karena topeng ini hanya dipegang dengan menggunakan tongkat yang
ditempelkan di ujung sebelah kiri topeng. Sama seperti Ngesti, topeng milik
100
Menurut sang fotografer, kedua bocah itu memang anak Ngesti yang kebetulan diajak
berpartisipasi dalam sesi pemotretan itu.
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Muthi ini adalah sejenis topeng yang sering dikenakan dalam pesta topeng atau
masquerade dalam tradisi Eropa.
Tidak seperti foto-foto lainnya, foto milik Muthi ini begitu misterius
karena yang difoto adalah refleksi dirinya pada sebuah cermin besar. Apalagi
yang digunakan adalah foto hitam putih yang semakin menambah kesan misterius
serta dramatis. Tanda-tanda kehamilan Muthi pun tidak terlihat. Yang terlihat di
cermin kayu berukir itu hanya sosok manusia mengenakan topeng berwarna putih.
Refleksi di cermin itu pun tidak didominasi oleh Muthi. Muthi hanya berada di
sisi kiri cermin sementara di tengah ada guci besar yang menghalangi refleksi.
Sedangkan latar belakangnya hanya tembok kosong abu-abu.
Sepertinya ada kesan misterius, atau ingin menutup-nutupi sesuatu.
Mungkin saja ia ingin menutupi tubuhnya yang berubah karena hamil besar.
Karena jika menutupi kehamilannya tentu tidak mungkin, mengingat ia difoto
dalam seri foto kehamilan Nine Months. Bisa jadi Muthi tidak ingin membagi
tubuhnya yang berubah kepada khalayak, atau bisa jadi ia tidak percaya diri
dengan perubahannya itu.
Sementara itu ada foto dua orang perempuan bernama Kristina dan Retno
Tri Harjanti. Mereka difoto berdua dalam satu frame dengan pose yang sama.
Sama-sama menghadap samping dan melihat ke atas. Hanya saja Kristina
menghadap ke kanan dan Tri menghadap ke kiri. Keduanya juga mengenakan
pakaian yang sama dan sama-sama memperlihatkan lekuk samping perut buncit
mereka. Ada sedikit guratan senyum saat mereka melihat ke atas, menerawang
entah ke mana. Kesan yang tertangkap adalah kepercayaan diri pada tubuh
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mereka. Seperti mereka ingin mengatakan, “This is my body, I am pregnant and I
am proud of it.”
Mungkin saja, baik Kristina ataupun Retno merasa percaya diri untuk
memperlihatkan tubuh mereka kepada khalayak karena mereka merasa tidak
sendiri melakukannya. Ada sahabat perempuan lain di sisinya yang juga
mengalami perubahan signifikan pada tubuhnya. Sehingga masing-masing
percaya diri untuk memperlihatkan perubahan tubuh mereka itu.
Lalu ada foto milik Riana Novi yang mengenakan kebaya putu baru brokat
warna hijau dan membiarkan bagian yang biasanya diberi setagen dibiarkan
terbuka sehingga perutnya yang membesar sangat terlihat. Riana seperti sedang
berada di alam terbuka, di sebuah daerah pegunungan. Itu terlihat dari latar
belakang yang tergambar di belakangnya. Sebuah backdrop bergambar pohonpohon cemara dan pohon-pohon khas pegunungan menjadi latar belakang Riana.
Posenya seperti sedang bersiap-siap untuk beranjak dari tempat itu, karena ia
sedang membetulkan atau memakai antingnya. Dengan konsep pakaian tradisional
itu, Riana berani memodifikasi penampilan yang biasanya dimunculkan saat orang
memakai kebaya. Ia cukup percaya diri menunjukan perutnya dan sedikit keluar
dari pakem kebaya.
Lalu
foto
yang
lain
adalah
milik
Astuti
Wulandari.
Posenya
menggambarkan ia terbuka dengan tubuhnya yang berubah. Tangannya
direntangkan kesamping seakan-akan ingin menunjukan kepada khalayak perihal
kehamilannya. Pakaian yang ia gunakan juga mempertegas hal itu. Sebuah kemeja
yang diikat ujung-ujungnya sampai sebatas dada, sehingga bagian perutnya bisa
terlihat. Ekspresi wajahnya pun menggambarkan hal itu. Sebuah senyum tipis
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan tatapan ke atas mengesankan ketegasan. Foto yang dilakukan di luar
ruangan ini, sepertinya menggambarkan betapa ia terbuka terhadap tubuhnya itu.
Terakhir ada foto Ratna Listy, seorang perempuan yang berprofesi sebagai
presenter. Ratna tampak sumringah dengan kehamilannya. Senyum lebar dan
posenya yang memperlihatkan sedikit perut yang membesar beserta guratan
alaminya merupakan sebuah pertanda bahwa Ratna percaya diri dengan
kehamilannya. Walaupun ia masih tampak ragu-ragu memperlihatkan perut
buncitnya, Ratna seperti akhirnya yakin bahwa perut buncitnya adalah keindahan
yang patut dipamerkan. Terlihat dari pose tangannya yang seperti ragu-ragu
membuka sedikit pakaiannya -walau sudah sedikit terlihat karena pakaiannya
cukup transparan- yang semula menutupi perutnya itu.
F. HAMIL DAN SENSUALITAS
Seperti yang sudah saya gambarkan dalam bab dua, pada sub bab Imaji
Tubuh Perempuan Dalam Ranah Fotografi di Indonesia, aspek sensualitas
tampaknya belum bisa dilepaskan dari imaji perempuan dalam fotografi,
khususnya di Indonesia. Perspektif laki-laki yang masih menguasai dunia
fotografi, membuat sensualitas perempuan sering dijadikan obyek dalam sejumlah
karya fotografi.
Begitu juga dalam seri Nine Months ini. Sensualitas amat mewarnai fotofoto para perempuan hamil besar ini. Tubuh-tubuh yang berubah, diekspos dalam
frame-frame gambar, yang begitu menarik untuk dipandang. Lewat pose, pakaian,
aksesoris, serta tata lampu yang digunakan, para perempuan ini tetap terlihat
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
cantik, seksi dan terkesan sensual, walaupun mereka tidak berada dalam tubuh
yang –dianggap- ideal.
Yang paling terlihat jelas sensualitasnya, menurut saya, adalah foto-foto di
bawah ini. Walaupun seluruh foto seri Nine Months memiliki unsur sensualitasnya
masing-masing. Karena –buat saya- sensualitas adalah masalah rasa yang
berhubungan dengan daya tarik fisik. Sebuah rasa, gairah, yang pada konteks ini
bersumber pada seksualitas perempuan. Ia dimunculkan dari daya tarik fisik,
penampilan atau jasmaniah dari para model dalam foto-foto ini.
(1)
( 2)
(5 )
( 7)
(3)
(4)
(6)
(8 )
(9)
(10)
( 11)
Gambar 38.
Foto-foto dalam seri Nine Months yang saya anggap sensual.
Diah, sebagai fotografer serta seorang perempuan yang juga sedang hamil
sembilan bulan saat mengabadikan gambar-gambar ini, sepertinya memang
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sengaja menampilkan sensualitas dari para perempuan hamil ini. Keindahan tubuh
perempuan yang selama ini didominasi oleh mitos langsing, tampaknya coba
didobrak. Misalnya saja pada foto nomor 4,5,6, dan 11. Dengan pose yang tampak
menggoda, serta terkesan seksi, keempat perempuan ini tetap memperlihatkan
bulatan perutnya. Memang tidak ada anggota tubuh lainnya yang diperlihatkan,
kecuali pada foto nomor 4, namun walaupun demikian, bagian tubuh yang tampak
itu, seperti lengan dan pundak, tetap terlihat dalam konstruk tubuh ideal.
Seperti diungkapkan Diah, sebisa mungkin, foto yang dihasilkan tetap
indah dipandang, sehingga bagian-bagian tubuh ,yang menurut Diah, sudah tidak
sedap dipandang, akan tetap disamarkan. “Ya kalau lengannya gede banget ya,
sebaiknya pakai lengan panjang, atau ditutup kain, atau berpose yang sebisa
mungkin tidak mengekspos lengan itu,” papar Diah. Menurut Diah, para klien
perempuannya, tetap ingin terlihat cantik, dan kalau bisa, seksi dalam foto-foto
kehamilan tersebut.
Sementara itu pada foto 1,2,3 dan 11, sensualitas para perempuan ini
ditonjolkan lewat pose serta sejumlah benda fashion yang mereka kenakan. Kesan
seksi, glamour dan berkelas dimunculkan oleh para perempuan ini. Sensualitas
seorang perempuan yang terbangun dari gaya, selera berpakaian serta cara
membawakan diri. Tidak peduli bahwa tubuh di bagian perut sudah tidak lagi
langsing.
Lalu pada foto 7, 8 dan 9, kesan sensual dimunculkan dari pose serta
penampilan ketiga perempuan ini yang bersahaja. Ada kelembutan serta feminitas
yang begitu kuat dari para perempuan ini. Lewat pose serta sandang sederhana
yang dikenakan, para perempuan ini tetap mengeluarkan sensualitasnya. Sebuah
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rasa yang begitu subjektif, dan mungkin hanya bisa dimaklumi oleh mata-mata
yang menyenangi kesederhanaan serta kelembutan yang feminin.
Dan pada foto nomor 10, sensualitas perempuan muncul dari gaya yang
asyik, funky, keren, sedikit garang serta maskulin ala rock star. Perempuan pada
foto nomor 10 ini yaitu Pita, terkesan agak garang dengan gaya „metal‟ nya. Ia
seperti seorang musisi rock, yang diperlihatkan dari tatanan rambut yang disasak
ke atas, aksesoris, pakaian serta jari-jarinya yang membentuk simbol „metal‟.
Dengan paduan dandanan, pose, serta perut yang buncit, kesan garang dan „metal‟
itu seperti lebur dalam sebuah kesan sensual.
Sejumlah pengunjung pameran pun memaklumi demikian. Dari berbagai
komentar serta kasak-kusuk diantara kawan-kawan saya yang ikut datang pada
pameran Nine Months, serta sejumlah pengunjung yang tidak saya kenal, rata-rata
mengatakan bahwa para perempuan dalan seri Nine Months ini terkesan seksi dan
memiliki sensualitasnya masing-masing, walaupun perut mereka membuncit.
Bahkan beberapa pengunjung lelaki mengatakan bahwa, justru perut-perut
yang buncit itu adalah sensualitas paling utama dari foto para perempuan ini. Bagi
mereka, tubuh yang langsing lalu difoto adalah hal yang biasa. Namun perut yang
buncit dan menggendut adalah sesuatu yang baru, menarik dan bisa menjadi
sumber imajinasi serta fantasi tentang sensualitas perempuan.
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
MENGARTIKULASI TUBUH CANTIK
Bab ini merupakan jawaban dari dua buah rumusan masalah tentang
bagaimana seri foto Nine Months mengartikulasi tubuh perempuan, serta
bagaimana dunia fotografi yang dianggap maskulin mempengaruhi citra-citra
tubuh perempuan dalam seri foto Nine Months menjadi realitas tubuh yang
maskulin.
Untuk menjawab permasalahan yang telah saya rumuskan pada Bab I,
saya meminjam metode pembacaan foto yang digunakan oleh Barthes yaitu
„fenomenologi sinis‟101. Pendekatan ini saya pilih karena, seperti Barthes, saya
ingin melakukan advonturir yang dimulai dari rasa tertarik saya pada sebuah foto
menuju esensi foto itu sendiri dan kemudian kembali lagi ke saya.
Advonturir itu akan saya mulai dari pengalaman personal saya terpaku
pada titik paling penting dalam seri Nine Months, setelah di bab sebelumnya saya
sudah berpetualang dan bermain-main sejenak pada jejak-jejak visual dalam
deretan foto dalam seri ini. Titik itu adalah punctum, sebuah titik yang telah
membuat saya „terluka‟, karena ia begitu menggemaskan sekaligus mengadukaduk ingatan saya sebagai perempuan. Kemudian advonturir yang penuh dengan
„luka‟ ini akan dilanjutkan pada pembahasan serta analisis dari pengalaman
personal saya terpaku pada punctum itu.
101
Lihat Barthes, Camera Lucida, hal 20.
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Agar pembahasan dalam bab ini lebih terstruktur, maka bab ini akan
dibagi menjadi tiga sub-bab. Sub-bab pertama akan menjelaskan bagaimana
fotografi bisa menjadi pembentuk realitas yang maskulin. Penjelasan ini akan
dilakukan dengan menganalisis pameran foto Nine Months. Sub-bab kedua akan
menjelaskan bagaimana tubuh perempuan diartikulasi dalam sebuah karya
fotografi. Penjelasannya juga akan dilakukan lewat analisis karya foto Nine
Months. Dan pada sub-bab ketiga akan dibahas tentang konsumsi gambar
berlebihan yang akhirnya menciptakan kecanduan serta sampah visual yang
„dipaksakan‟ untuk diberi makna.
A. FOTOGRAFI SEBAGAI PEMBENTUK REALITAS YANG MASKULIN
Sub bab ini akan membicarakan bagaimana medium fotografi menjadi
pembentuk realitas yang maskulin. Pembicaraan ini akan dilakukan dengan
membedah pameran foto Nine Months.
1. Nine Months yang Komersil
Mengunjungi pameran Nine Months seperti melihat jejeran tubuh
perempuan hamil yang sedang dijajakan. Apalagi ruang pamernya adalah sebuah
ruang komersil tempat berbagai macam hal diperjual-belikan. Sebuah mal.
Konsep pameran semacam ini belum banyak dilakukan di Indonesia,
khususnya Jakarta. Pameran foto biasanya dilakukan di ruang-ruang khusus yang
memang diciptakan untuk memamerkan karya visual. Inilah yang menurut saya,
membuat pameran ini begitu menarik untuk dikunjungi serta ditelaah.
Selain itu isi dari pameran ini juga tidak biasa. Ketika itu, belum banyak
tubuh-tubuh hamil membuncit, dipamerkan secara terbuka di ruang publik yang
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengunjungnya bisa siapa saja dari kalangan manapun. Dalam pameran ini,
sejumlah perempuan yang sedang hamil di usia sembilan bulan, dengan amat
percaya diri menampilkan perut-perut mereka.
Perut-perut membuncit dan dipenuhi dengan gurat-gurat itu dipajang
secara terang-terangan menggunakan bingkai luar biasa besar. Siapapun yang
melewati frame-frame itu pasti melihat wajah-wajah perempuan itu. Perut-perut
yang tidak lagi rata itu pun benar-benar terlihat.
Di mal, atau pasar, perhatian orang terbagi-bagi. Orang ingin berbelanja,
melihat-lihat untuk sekedar cuci mata, orang ingin dilihat, ingin melepas lelah,
ingin berwisata, orang ingin bertemu yang lain untuk melepas rindu ataupun
membicarakan berbagai hal dengan kepentingan yang berbeda-beda.
Sementara itu untuk melihat sebuah karya visual, biasanya, orang-orang
yang datang dikondisikan oleh pihak penyelenggara agar perhatiannya terfokus
pada karya-karya yang sedang dipajang. Para pengunjung datang dengan
pengetahuan dan kesadaran akan melihat sebuah pameran karya visual. Beberapa
mungkin sudah mengetahui mengenai karya yang dipamerkan atau minimal sudah
tahu sang empunya karya. Sehingga ketika datang ke pameran, mereka „sudah
siap‟ bahwa mereka akan mengapresiasi sebuah karya visual.
Namun ketika mereka datang ke mal, perhatian para pengunjung pasti
akan terbagi-bagi. Apalagi ruang pamer Nine Months ini tepat di tengah jalan
utama mal Semanggi. Sebuah jalan utama yang cukup ramai, karena di situ
terdapat ruang semacam hall yang ukurannya agak besar, dimana seringkali
diadakan pertunjukan atau tempat untuk memajang barang-barang bermerek yang
sedang diobral. Di sepanjang ruang pamer Nine Months ini juga berderet toko-
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
toko produk mode dari kelas high end serta sejumlah cafe kelas atas yang selalu
ramai pengunjung.
Sepertinya, penyelenggara pameran Nine Months memang memiliki
agenda untuk membuat perhatian para pengunjung terbagi. Penyelenggara ingin
pengunjung menjadi mulittasking102. Melihat pameran sekaligus berbelanja. Atau
sebaliknya, berbelanja sambil melihat pameran.
Dengan menjadi multitasking itu, para pengunjung dimanjakan dengan
berbagai keserbaadaan yang ada di mal. Mereka bisa tetap menjadi masyarakat
kebanyakan yang hobi berbelanja atau ngeceng di mal, namun tetap „berbudaya‟
dengan mengapresiasi karya visual yang dipamerkan.
Pameran Nine Months ini rupanya mengadopsi semangat jaman
masyarakat urban Jakarta. Sebuah masyarakat yang super sibuk, karena Jakarta
adalah kota yang dikondisikan tidak pernah mati selama 24 jam. Jakarta juga
tempat berkumpulnya pencari uang dan pencari untung.
Jakarta yang sibuk ini tentu butuh penghuni yang bisa menyesuaikan diri,
karena Jakarta terlalu sombong untuk melakukan hal itu. Oleh karena itu penghuni
Jakarta butuh segala sesuatu yang tidak merepotkan, cepat saji. Jakarta butuh halhal yang serba instan.
Kalau bisa ada satu benda atau satu hal yang bisa menyelesaikan segala
permasalahan dalam satu paket. Jika ada, pasti paket ini akan laku keras dan
benar-benar dicari oleh orang Jakarta. Dan karakteristik demikianlah yang
memang menjadi warna kehidupan masyarakat Jakarta. Tidak mau repot.
102
Menurut kamus Oxford, multitasking adalah: (n) Computing the execution of more than one
program or task simultaneously by sharing the resources of the computer processor between
them.(Concise Oxford Dictionary – Tenth Edition). Dalam konteks kalimat ini, multitasking tidak
lagi berhubungan dengan dunia komputer, terma ini diserap untuk menyebut kemampuan
melakukan berbagai hal dalam waktu bersamaan.
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Karakteristik ini kemudian dibaca oleh orang-orang jeli yang memiliki
akses ke berbagai peluang ekonomi itu. Frasa “tidak mau repot” itu kemudian
diinterpretasi dan dikomersialisasi. Dan inilah yang diadopsi oleh pameran Nine
Months. Masyarakat Jakarta yang super sibuk dan “tidak mau repot” ini
dimanjakan dengan sebuah pertunjukan karya visual yang mudah dan sangat
terjangkau. Sambil nge-mal dan nongkrong-nongkrong, pengunjung juga bisa
menonton pameran foto.
Di balik tujuan berkompromi dengan semangat serba instan yang
dimaklumi oleh masyarakat Jakarta, sepertinya ada agenda berjualan dari pihak
penyelenggara. Diah sendiri sebagai fotografer yang menghasilkan karya foto ini
turut mengomersialisasi karya fotonya itu. Dengan mau berpameran pada ruang
itu, Diah jelas-jelas menyatakan bahwa pamerannya ini memang disponsori oleh
Plaza Semanggi. Apalagi saat pembukaan pamerannya, juga diadakan peragaan
busana baju-baju hamil merek tertentu.
Nine Months memang jelas menjadi media komersialisasi kehamilan itu
sendiri. Pameran ini berhasil membuat ide soal kehamilan menjadi tren. Dan
buntut-buntutnya adalah, berbagai ceruk-ceruk bisnis seputar kehamilan pelanpelan terbuka lebar.
Ceruk-ceruk bisnis itu tentu saja seputar produksi produk-produk
penunjang kehamilan, serta tren foto maternitas seperti rangkaian foto dalam seri
Nine Months ini. Ini terbukti, sesudah pameran, Diah akhirnya mendapat label
sebagai fotografer khusus kehamilan. Diah pun kebanjiran klien-klien perempuan
yang ingin mengabadikan momen kehamilannya. Dan semenjak itu pula, tren foto
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
maternitas makin berkembang pesat di Jakarta, serta menyebar ke sejumlah kotakota besar di Indonesia.
Komersialisasi kehamilan yang dibungkus secara elegan dalam Nine
Months ini memang menyasar kelas menengah Jakarta. Ini terlihat dari display
karya foto yang berjumlah dua puluh satu itu. Foto-foto itu dipajang dalam
bingkai-bingkai besar elegan yang menyesuaikan dengan suasana dari mal
Semanggi. Sebuah mal yang berada di tengah kota Jakarta yang mengklasifikasi
dirinya sebagai mal untuk kelas menengah Jakarta.
Kelas menengah Jakarta yang jumlahnya makin lama makin besar ini
adalah salah satu potongan masyarakat Jakarta yang makin marak mewarnai
suasana Jakarta sekarang ini. Kelas ini diciptakan oleh Jakarta yang sedang
tumbuh sebagai salah satu kota megapolitan dunia. Kelas menengah baru yang
tidak bisa dilepaskan dari budaya pasar dan, pada umumnya, tidak ragu
mengeluarkan kocek besar untuk memenuhi tren gaya hidup yang sedang berlaku.
Dan foto-foto perempuan hamil dalam seri Nine Months adalah gambaran secara
visual tentang karakter masyarakat seperti apa yang sedang dibicarakan ini.
Mereka adalah perempuan urban Jakarta kelas menengah, pekerja yang amat
sibuk, aktif serta sangat memperhatikan mode dalam setiap penampilannya.
Para perempuan ini tentu tidak bisa dilepaskan dari sifat-sifat serba
konsumtif, karena memang begitulah mereka “dididik” serta “dipaksa” untuk
menjadi demikian. Para perempuan ini tidak hanya mewakili diri mereka sendiri.
Mereka adalah representasi dari pengunjung pameran serta para perempuan urban
Jakarta kelas menengah lainnya. Karena jika tidak konsumtif mereka tidak akan
bertahan dalam dunia ini. Sebuah dunia yang memanfaatkan berbagai hal di
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sekitarnya untuk menjadi media komersialisasi, karena memang begitulah saat ini
cara kita berkompromi dengan dunia.
2. Nine Months Sebagai Realitas Maskulin
Nine Months yang komersil ini dilahirkan dari rahim dunia yang maskulin.
Oleh karena itu apa yang dihasilkan dalam rangkaian karya ini pasti begitu
maskulin. Lewat dua puluh satu foto yang dipamerkan, sebuah realitas yang sudut
pandangnya maskulin dikreasi.
Pencipta dari seri ini, Diah Kusumawardani, adalah salah satu dari sedikit
perempuan yang berkecimpung di dunia fotografi. Sebuah dunia yang tercipta
dalam rahim dunia laki-laki. Male gaze103 sudah mengkonstruk Diah dan tentu apa
yang ia kreasi adalah karya-karya yang berperspektif laki-laki. Seri Nine Months
ini adalah salah satu buktinya.
Seri ini digarap oleh Diah dengan menyisipkan pesan anti aborsi. Sebuah
pesan tentang pro-life dan anti pro-choice104. Bagi Diah, kehamilan adalah sebuah
anugerah yang sudah menjadi kodrat perempuan. Dengan pemahaman akan kodrat
itu, kehamilan adalah fitrah yang harus diterima dan disyukuri oleh perempuan.
Konsep mengenai kodrat ini adalah konstruk patriarki yang membuat
perempuan tidak punya pilihan bebas terhadap tubuhnya sendiri. Bahwa
103
Male gaze adalah sebuah konsep dalam msyarakat patriarki yang menciptakan kaca pandang
maskulin. John Berger dalam Ways of Seeing menyinggung tentang male gaze ini. Ia mengatakan
bahwa male gaze tidak hanya terjadi dalam hubungan pandang antara laki-laki dan perempuan,
tetapi juga tentang perempuan melihat diri mereka sendiri. Konsep yang telah terinternalisasi
dalam diri perempuan ini, membuat perempuan memiliki mata laki-laki, dimana yang memandang
diri mereka sendiri adalah laki-laki serta yang dipandang adalah perempuan. Akibatnya secara
tidak sadar, perempuan menjadikan diri mereka semacam obyek pandang.
104
Pro Life adalah orang-orang yang anti terhadap aborsi, yang argumentasinya rata-rata
didasarkan pada doktrin agama. Beberapa dari mereka anti aborsi untuk alasan apapun, sementara
ada juga yang lebih lunak dan sepakat terhadap aborsi jika alasannya adalah kesehatan. Pro Choice
adalah orang-orang yang beargumentasi bahwa tubuh perempuan adalah miliknya sendiri,
sehingga perempuan memiliki hak untuk memilih apakah ia akan melakukan aborsi atau tidak.
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perempuan juga tidak bisa memilih untuk tidak hamil atau menggugurkan
kandungannya. Dengan konsep kodrat ini pula perempuan-perempuan yang
memilih untuk tidak hamil atau memang secara biologis tidak bisa hamil,
dianggap sebagai perempuan tidak sempurna. Atau ketika ia menggugurkan
kandungannya, ia akan dianggap sebagai perempuan tidak bermoral.
Lewat seri ini, Diah ingin bercerita tentang bagaimana perempuan melihat
perempuan sendiri. Sebagai sang operator, Diah memang benar-benar memaklumi
bagaimana menjadi hamil dan harus „terjebak‟ pada ritme sibuk orang Jakarta.
Pada saat memotret seri ini, Diah sendiri sedang hamil sembilan bulan, dan
kedudukannya sebagai perempuan urban Jakarta yang amat sibuk, namun harus
tetap menjalakan „kodratnya‟ sebagai perempuan, membuatnya amat paham
bagaimana memotret para perempuan hamil ini.
Lewat gaya serta pose yang ditampilkan oleh para perempuan itu, Diah
ingin bicara tentang bagaimana kehamilan harus ditanggapi dengan sangat positif.
Tanggapan yang sangat positif pada kehamilan itu ditunjukkan dari wajah-wajah
ceria, mode pakaian serta tata rias wajah dan rambut yang funky, elegan, serta
berkelas. Para perempuan dalam seri ini terlihat sangat percaya diri dan seperti
menyatakan bahwa “ya kami bahagia dan bangga dengan kehamilan ini”.
Apa yang dilihat oleh khalayak pengunjung pameran seri Nine Months ini
adalah sebuah realitas tentang kehamilan yang dikonstruk oleh Diah serta
penyelenggara pameran yang memiliki kepentingan tertentu. Mata para
pengunjung pameran yang memang telah memiliki mata „laki-laki‟ itu makin
dikuatkan lagi persepsinya tentang bagaimana menghadapi kehamilan.
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari pengamatan saya selama pameran Nine Months yang dihelat selama
seminggu, pengunjung pameran yang –rata-rata- adalah masyarakat Jakarta kelas
menengah tampak cukup antusias mengapresiasi pameran ini. Mereka datang
secara berkelompok, atau datang sendiri-sendiri. Mereka datang dengan sengaja
untuk melihat pameran itu atau kebetulan sedang lewat di selasar tempat foto-foto
itu dipamerkan.
Mereka tersenyum melihat foto perempuan-perempuan berperut buncit itu.
Beberapa tampak sedikit kaget lalu berdecak saat melihat beberapa pose yang
tampak dengan vulgar memperlihatkan perut-perut buncit itu. Ada beberapa
pengunjung perempuan yang sempat kasak-kusuk bahwa mereka pasti akan malu
dengan tubuh yang berubah seperti itu. Tetapi ada juga pengunjung laki-laki yang
berkasak-kusuk bahwa ketika perempuan sedang hamil perempuan tampak begitu
cantik dan seksi. 105
Kasak-kasuk yang terjadi diantara para pengunjung ini adalah afirmasi
bahwa ketika spektator (penonton atau penikmat foto) membaca sebuah foto,
„pose‟ dari pembaca foto itu sendiri juga amat berperan. Seperti yang dikatakan
105
Selama pameran Nine Months di Plaza Semanggi pada 20-27 April 2007, saya amati mal
Semanggi yang buka pada pukul 10.00 WIB sudah dipadati tidak hanya oleh pengunjung mal,
tetapi juga oleh para pekerja yang ada di Plaza itu. Bukan hanya oleh pekerja yang bekerja pada
toko-toko di dalam mal itu, tetapi juga pekerja yang perusahaannya berkantor di gedung Plaza
Semanggi. Para pengunjung yang melewati deretan foto-foto itu pun mau tidak mau memalingkan
mata mereka. Banyak yang tersenyum sendiri dan seperti tampak malu-malu saat melihat seri foto
Nine Months. Apalagi pada sejumlah foto yang secara vulgar memperlihatkan perut-perut
membuncit itu. Banyak juga yang berbisik-bisik diantara mereka. Bahkan ada juga yang berkasak
kusuk “Aurat itu, aurat!”. Beberapa kawan yang kebetulan datang bersama saya pada saat
pameran berlangsung sempat berkata, “Bagus ya, akhirnya perempuan hamil juga bisa tampil
keren begini”. Sementara salah seorang teman lelaki mengatakan, “Buset itu perut gede banget ya,
gitu ya kalau perempuan hamil”. Ada juga teman perempuan lain berkata,”Pada pe-de banget ya,
padahal kan perutnya ngeri banget gitu. Kalau gue ntar hamil, kayaknya gue gak bakal pe-de deh,
pose begini’. Dan ada juga yang berkomentar dengan singkat, “Ih jelek banget ini perutnya”.
Namun ada juga sejumlah lelaki yang malah melihat para perempuan ini makin seksi dan
menawan saja ketika hamil. “Entah kenapa, kalau perempuan hamil itu auranya keluar. Makin
seksi dan menarik aja menurut gue” kata seorang kawan lelaki.
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Barthes, bahwa „pose‟ ini artinya bukan hanya bagaimana objek foto manusia
bertingkah laku di depan kamera.106 „Pose‟ ini berarti bagaimana keberpihakan si
pembaca terhadap sesuatu, atau bagaimana latar belakang pengetahuan si
pembaca foto. Hal-hal tersebut tentu amat berpengaruh terhadap bagaimana
persepsi si spektator, terhadap foto yang sedang ia baca.
Kasak-kusuk yang terjadi diantara pengunjung itu adalah salah satu
dampak dari realitas visual yang ditampilkan di depan mata mereka. Kasak-kusuk
itu adalah gambaran dari perspektif maskulin yang begitu kental mengkonstruk.
Khalayak telah menentukan „pose‟ mereka yang amat patriarkis itu. Karena secara
umum yang menjadi sumber kasak-kusuk adalah tubuh-tubuh perempuan hamil
itu. Perut-perut yang menggelembung buncit serta gurat-gurat di sekitar perut itu.
Jarang sekali hal seperti itu dipamerkan secara sukacita pada ruang publik. Halhal natural yang selalu berubah itu justru ditutupi secara sukacita pula.
Khalayak pengunjung dengan „pose‟ melihat mereka itu telah menjadi
representasi masyarakat. Mereka kemudian menerima foto-foto itu sebagai sebuah
kode visual yang harus diterima. Masyarakat yang hidup dan telah dididik dalam
sebuah kebudayaan visual, melihat foto-foto dalam pameran itu sebagai sebuah
realitas tentang kehamilan.
Foto-foto ini menjadi semacam bahasa yang mampu menjadi jembatan
komunikasi. Ia juga telah menjadi semacam „tata bahasa‟ serta semacam etika
untuk melihat107, sehingga khalayak memiliki panduan untuk memandang dan
menganggap mana yang benar, serta mengafirmasi sebuah imaji sebagai realitas
keseharian.
106
107
Lihat Barthes, Camera Lucida, hal 78.
Lihat Sontag, On Photography, hal 3.
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. MENGARTIKULASI TUBUH PEREMPUAN
Setelah mendapat gambaran tentang bagaimana Nine Months telah
dikomodifikasi serta menjadi pembentuk realitas yang maskulin, maka dalam sub
bab ini akan dibicarakan tentang foto-foto dalam seri ini yang begitu
menggelisahkan saya.
1. Tubuh yang Paradoks
(1)
(2)
Ini adalah dua buah foto dalam seri Nine Months yang menggelisahkan
saya. Foto pertama (1) adalah milik Muthi Kautsar, seorang penari. Foto kedua
adalah milik Ngesti Wijayanti (2) seorang manajer sebuah perusahaan swasta.
Keduanya sedang hamil sembilan bulan, difoto sambil memperlihatkan perut
buncitnya dan sama-sama mengenakan topeng masquarade108.
108
Masquerade adalah sebuah kosa dalam bahasa perancis yang artinya menyamar. Topeng yang
dikenakan oleh Muthi dan Ngesti adalah topeng yang biasanya dikenakan dalam sebuah karnaval
atau sebuah pesta. Pesta ini berasal dari kultur masyarakat Eropa kalangan bangsawan. Pesta
semacam ini sering disebut sebagai masquerade ball atau secara literal berarti pesta dansa dengan
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Topeng adalah salah satu medium yang dapat menutupi kesejatian diri. Ia
bisa menyamarkan identitas kita yang sebenarnya. Topeng bisa juga menjadi alat
permainan. Di tempat dimana topeng masquerade berasal, topeng yang digunakan
oleh Muthi dan Ngesti ini menjadi semacam alat permainan dalam pesta dansa
kaum bangsawan. Sebuah permainan yang dapat menimbulkan aura misterius
serta rasa penasaran pada masing-masing peserta pesta dansa. Sejatinya, dengan
mengenakan topeng, apa yang ada pada diri kita yang sebenarnya akan tersamar.
Ketersamaran itulah yang terpancar jelas dari maksud orang yang
mengenakan topeng. Ada sebagian hal dari dalam dirinya yang ingin ditutupi.
Tidak seluruhnya tetapi hanya sebagian saja. Dan ada sebagian lain dari dirinya
yang ingin ditampilkan ke publik. Paradoks.
Seperti dalam dua buah foto milik Muthi dan Ngesti ini. Mereka berdua
sama-sama difoto untuk dipamerkan. Pencipta dari seri Nine Months pasti telah
menjabarkan maksud dan tujuan mengapa mereka berdua difoto, dan kedua
perempuan ini sudah tahu betul konsekuensi apa saja yang akan mereka hadapi
ketika bersedia terlibat dalam projek garapan Diah ini. Mereka juga sudah tahu
bahwa ketika foto-foto mereka dengan terbuka dipajang, berarti foto mereka akan
topeng (masquearade = masque adalah bahasa Perancis yang berarti topeng dan ball berarti pesta
dansa). Sejumlah sumber mengatakan bahwa pesta topeng ini berasal dari Perancis abad ke-15.
Ketika itu pesta semacam ini seringkali diadakan oleh kaum borjuis. Pesta dansa ini diadakan
untuk merayakan berbagai peristiwa, seperti pernikahan, memperingati kemenangan atau berbagai
acara keluarga yang dirayakan secara meriah. Kemudian sekitar abad 16, tradisi ini mewabah
hingga ke Italia. Salah satunya adalah di Venesia. Selain di Venesia, tradisi yang kental dengan
pesta dansa ini mulai menyebar dan populer di seluruh Eropa pada abad ke-17 dan ke-18.
Masquerade balls terkadang dijadikan semacam ajang permainanan. Para tamu yang diundang
harus mengenakan topeng serta kostum yang membuat mereka sulit dikenali. Hal ini bisa menjadi
ajang untuk bermain-main. Rasa penasaran yang ditimbulkan membuat masing-masing tamu harus
menebak siapa gerangan yang ada di balik topeng atau kostum itu.(diambil dari berbagai sumber)
Pesta topeng macam ini juga seringkali diadakan di Jakarta. Pesta ini dirayakan oleh kalangan
terbatas, kaum-kaum sosialita Jakarta. Salah satu pesta topeng yang pernah diadakan di Jakarta
adalah The Global Party 2013. Pesta ini merupakan acara penghimpunan dana yang khusus
diadakan bagi kalangan menengah atas Jakarta. Pesta ini diselenggarakan dengan menggunakan
suasana pesta topeng Venesia, dengan tema Odysseia dan Theatre a la Fable Masquarade Party.
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berada di ruang publik dimana ratusan pasang mata dapat melihat, membaca dan
memaknai foto-foto tersebut.
Kebersediaan mereka untuk terlibat dalam proyek ini adalah sebuah bukti
bahwa sebenarnya mereka berdua sama-sama senang dilihat orang, atau
„narsis‟109. Mereka berdua senang tampil di depan public, memamerkan diri
beserta atribut yang ada pada tubuh mereka.
Namun dengan mengenakan topeng, mereka berdua sepertinya juga ingin
menyamarkan, atau menutupi sesuatu. Jika ingin menutupi kehamilan, tentu tidak
mungkin. Karena jelas-jelas mereka berdua tampil dalam seri foto Nine Months,
yang merupakan seri foto tentang kehamilan. Jika mereka ingin menutupi perut
yang buncit karena kehamilan, tentu juga bukan. Mengingat mereka berdua
dengan sengaja membuka perut yang membuncit itu.
Lalu apa yang mereka berdua ingin samarkan atau tutup-tutupi? Jika
dilihat, tentu yang ingin ditutupi adalah sebagian wajah mereka. Penutupan
sebagian wajah ini pasti sudah sangat berpengaruh terhadap ketersamaran
identitas mereka. Jika tidak pernah mengenal Muthi atau Ngesti, maka lekuklekuk wajah mereka yang sedikit terlihat itu tidak akan memberi petunjuk apapun
tentang siapa mereka. Kecuali bagi orang-orang yang sudah sangat mengenal
mereka dan mengenal detil tiap lekuk yang ada di tubuh dua perempuan itu.
Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa mereka ingin
menyamarkan identitas? Jangan-jangan karena tidak percaya diri dengan keadaan
diri mereka ketika hamil sehingga mereka tidak ingin publik tahu tentang identitas
109
Narsis adalah kependekan dari narsisisme. Ini adalah konsep yang bisa berarti masalah mental
pada seseorang tentang bagaimana ia berhubungan dengan orang atau sekelompok orang. Secara
sederhana narsis berarti mencintai diri sendiri secara berlebihan. Ungkapan ini berasal dari kata
Narcissus seorang tokoh mitologi Yunani yang jatuh cinta pada bayangannya sendiri ketika ia
melihat ke dalam kolam.
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mereka yang sebenarnya? Mereka malu dengan segala perubahan yang ada pada
diri mereka? Atau mereka memang ingin „bermain-main‟ dengan persepsi publik
tentang diri mereka?
„Permainan' itu dilakukan lewat berbagai pencitraan yang dimunculkan
dalam berbagai pose, angle pengambilan gambar ataupun berbagai atribut yang
ada dalam foto itu. Si operator ingin bermain-main dengan ruang abu-abu yang
ada pada foto itu, ruang paradoks. Ruang yang sangat mungkin diinterpretasi
dengan berbagai cara.
Dalam foto milik Muthi Kautsar, wajah dan tubuh Muthi terlihat dengan
samar. Teknik pencahayaan dengan satu lampu yang tepat ditembakkan ke arah
tubuh dan wajah Muthi, membuat garis wajah Muthi seperti siluet putih. Jelas
sekali ia ingin menyamarkan dirinya. Baik dengan cara yang sangat terlihat, yaitu
melalui topeng yang dikenakan dan juga lewat pose, angle foto serta pencahayaan
yang dilakukan. Ia seperti ingin menutupi dirinya yang bernama Muthi Kautsar,
yang adalah seorang penari.
Namun dari pakaian yang dikenakan, yaitu hanya mengenakan kemben
dan
terbuka
pada
bagian
perutnya
menunjukan
bahwa
Muthi
ingin
memperlihatkan sesuatu. Dari penanda kehamilan yang tampak jelas itu, ia ingin
menyatakan bahwa seorang perempuan bernama Muthi Kautsar bisa hamil,
bangga akan kehamilannya dan kini telah menjadi perempuan seutuhnya.
Dari foto hitam putih itu, Muthi yang adalah seorang penari, sebenarnya
sedang menempatkan dirinya sebagai seorang penari yang sedang berpentas dan
mengenakan kostum diatas panggung. Seorang pementas yang sedang memainkan
lakon sesuai dengan yang sudah dikonstruk dan dinarasikan sebelumnya.
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Konstruk dan narasi yang ia mainkan itu kemudian diejawantahkan dalam bentuk
topeng, pakaian serta pose yang ia tampilkan ke hadirat khalayak pembaca
pameran Nine Months.
Sementara itu, Ngesti Wijayanti tampak berpose menyamping. Lekuklekuk tubuhnya yang sedang hamil besar itu pun terlihat begitu jelas. Bahkan
perutnya yang sudah teramat membulat itu tidak ia tutupi. Sehingga garis-garis
hitam di sekitar perutnya terlihat jelas.
Topeng yang menutupi wajah Ngesti menyisakan sedikit ruang bagi kedua
mata Ngesti serta bibir dan dagu. Dan tentunya wajah Ngesti jadi tidak benarbenar terlihat bentuk dan rupanya. Jadi ada ketersamaran di situ. Ngesti memang
ingin menutupi wajahnya yang sebenar-benarnya. Namun, sama seperti Muthi, ia
juga ingin menunjukkan dirinya di ruang publik. Kembali lagi, ada yang paradoks.
Menjadi paradoks adalah salah satu cara bertahan bagi banyak perempuan
di Indonesia, khususnya perempuan-perempuan urban Jakarta. Perempuan yang
diharuskan menjadi multitasking. Perempuan yang memiliki peran-peran berbeda
tergantung konteks ruang dan waktu dimana mereka berada.
Untuk menjalankan peran-peran yang berbeda, “topeng” dan “kostum”
harus dikenakan setiap hari oleh banyak perempuan urban Jakarta ini. Tanpa
kedua hal itu, mereka mungkin tidak bisa bertahan hidup di ibukota. Nuansa bukatutup yang amat paradoks inilah yang sudah menggejala dalam masyarakat kita.
Ruang publik kini telah menjadi semacam panggung dimana para pementas di
dalamnya, bisa dari kalangan mana saja serta siapa saja, „diharuskan‟ untuk tidak
membuka atau menutup kediriannya secara utuh. Karena dengan hanya membuka
atau menutup sebagian saja dari diri, publik akan semakin penasaran. Berbekal
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rasa penasaran itu, publik akan semakin tertarik untuk melihat pementasan yang
sedang berlangsung. Di situlah imajinasi publik dimainkan serta ruang-ruang
interpretasi terbuka lebar.
2. Tubuh Perempuan yang Tidak Nyata
Muthi Kautsar adalah seorang penari yang tubuhnya sedang berubah.
Kehamilannya yang sembilan bulan itu telah membuat tubuhnya yang semula
ramping dan „sempurna‟ membesar serta membuncit pada bagian perut.
Dalam foto hitam putih yang terkesan suram ini, sosok Muthi yang
tergambar dalam foto adalah pantulan dirinya dalam cermin. Muthi menghadap
cermin, berpose di depannya dan kemudian fotografer memotret cermin tersebut.
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jadi foto ini merekam bayangan Muthi, bukan diri Muthi yang nyata dan
sebenarnya.
Bayangan Muthi yang terekam dalam foto ini tidak seluruhnya terlihat.
Sosok Muthi hanya terlihat bagian torso saja. Bahkan sosok yang hanya terlihat
sebagian itu tidak terlalu jelas detilnya. Lampu flash yang „ditembakkan‟ secara
kasar serta langsung pada tubuh Muthi membuat tubuh Muthi terlihat seperti
sebuah siluet berwarna putih di tengah kegelapan di sekitarnya.
Muthi yang ada dalam cermin tampaknya memang hanya ingin
menampilkan bayangan tubuhnya. Ia memilih berfoto di depan cermin karena
cermin memang memiliki fungsi demikian. Ia adalah benda yang mampu
menampilkan bayangan. Bila yang digunakan adalah cermin datar maka bayangan
yang muncul adalah sebuah bayangan sesuai dengan apa yang ada di depan
cermin. Namun bila yang digunakan adalah cermin cembung atau cekung, maka
bayangan yang akan ditimbulkan adalah bayangan yang sudah terdistorsi.
Dalam konteks foto milik Muthi ini, cermin bisa menjadi semacam
gambaran tentang dunia yang lain. Ia menjadi semacam pintu gerbang menuju
dunia yang berbeda. Dunia tidak nyata yang terkadang menjadi dunia ideal atau
dunia yang tidak mungkin terwujud dalam keseharian yang riil.
Dunia ideal dalam cermin ini adalah konstruksi dunia yang bisa menjadi
benar-benar nyata ketika sang empunya terus menerus menghidupi dunia itu.
Karena di dalam cermin itu bukan hanya sang empunya –Muthi- yang
dipantulkan, tetapi juga berbagai hal yang ada di sekitar Muthi. Angle
pengambilan gambar ini seperti sebuah afirmasi tentang adanya dunia lain di
dalam cermin. Sebuah dunia tidak nyata, menakutkan, dimana segala sesuatu
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diukur dengan ukuran ideal, sehingga di dalam dunia itu Muthi harus
mengenakan topeng.
Di dalam cermin itu seperti ada ruang-ruang lain yang tidak terdapat pada
dunia di luar cermin. Selain ruang-ruang itu, juga terdapat sejumlah ornamen di
dinding. Kombinasi ruang dan ornamen dinding itu seperti bercerita bahwa ruangruang di dalam cermin itu berpenghuni atau seringkali digunakan oleh manusia.
Dan Muthi adalah salah satu penghuni ruang-ruang itu. Muthi si penari yang
hamil sembilan bulan dengan perut yang membuncit, serta Muthi yang menutupi
sebagian wajahnya.
Yang ada dalam frame itu adalah tubuh Muthi yang tidak nyata. Muthi
yang nyata sedang bersembunyi dalam topeng. Muthi yang nyata sedang berada
dalam dunia di luar cermin. Lewat medium fotografi, realitas milik Muthi
dikonstruks ulang. Realitas yang akhirnya menyamarkan identitas Muthi, serta
menceritakan dengan jelas tentang kondisi hamil besarnya yang sembilan bulan
itu.
Tubuh Muthi sedang diartikulasi oleh sesuatu yang berada di luar dirinya.
Sesuatu itu adalah medium fotografi. Tubuh Muthi akhirnya menjadi tidak nyata,
karena ketika ia melihat ke dalam frame-frame cermin, ke dalam dunia yang ideal,
ia merasa harus mengikuti konstruk-konstruk yang ada dalam dunia ideal itu.
Ketika Muthi yang nyata melihat ke dalam cermin, ia seperti melihat dunia
ideal yang membuatnya harus berkompromi dengan konstruk-konstruk dalam
dunia ideal itu. Jika menurut Naomi Wolf, Muthi telah berkompromi untuk
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sepakat masuk dalam baju besi (Iron Maiden)110 yang diciptakan oleh yang
berkuasa.
Sebuah
konsep
yang
mengonstruk
perempuan
dan
segala
keperempuanannya. Sebuah konsep yang membuat kesejatian diri perempuan
lama-lama lenyap, hilang dan tergantikan dengan tubuh serta keperempuanan baru
yang serba artifisial.
Muthi si penari, yang dahulu sebelum hamil, tubuhnya belum semakin
kebesaran, kini menghadapi realita bahwa tubuhnya telah berubah. Untuk
bertahan dalam realita itu, Muthi merasa harus bersembunyi dan membuat citra
diri yang baru. Muthi harus berkompromi dan mengganti dirinya dengan tubuh
cetakan Iron Maiden yang serba sempurna.
Selain masuk dalam konstruk tubuh yang sempurna, Muthi juga mesti
masuk dalam sebuan konstruk tentang keperempuanan. Yaitu mengenai konstruk
kehamilan pada perempuan, serta tentang fitrah perempuan menjadi ibu.
110
Iron Maiden adalah sebuah alat penyiksaan dari Jerman abad pertengahan. Alat ini adalah
sebuah peti besi berbentuk tubuh manusia. Seseorang yang dimasukan dalam peti ini mustahil
untuk bisa bergerak dan keluar lagi. Ia pelan-pelan akan mati, tertikam besi-besi tajam yang ada di
dalam tubuh baju besi ini. Nama alat ini kemudian diadopsi oleh Naomi Wolf untuk menyebutkan
imajinasi-imajinasi tentang kecantikan perempuan yang telah menjadi begitu nyata, bahkan
bentuknya tidak lagi sekedar ide. Imajinasi itu benar-benar telah berbentuk dan „menghantui‟ para
perempuan yang belum terjebak, serta memeras „kedirian‟ perempuan sehingga perempuan tidak
lagi menerima diri apa adanya. (Beauty Myth, hal 17)
Perempuan yang terjebak atau menjebak dirinya dalam halusinasi kecantikan, diibaratkan telah
masuk ke dalam Iron Maiden. Pelan-pelan ia akan mengalami hal-hal seperti seseorang yang telah
memasuki baju besi itu. Perlahan kedirian perempuan dalam baju besi itu akan hilang, dan diri
yang sebenarnya akan tergantikan oleh baju besi berbentuk rupa seseorang yang sempurna serta
tidak akan pernah berubah sepanjang jaman sesuai dengan yang telah dikonstruk oleh „mitos
kecantikan‟. Pelan-pelan, perempuan di dalamnya akan tersiksa, mati lalu benar-benar hilang.
Mitos kecantikan adalah halusinasi atau imajinasi tentang konstruk cantik yang „dianggap‟ harus
dimiliki oleh perempuan. Jika seorang perempuan tidak mematuhi mitos-mitos itu maka ia bisa
„tergerus‟ dalam persaingan di dunia laki-laki ini.
Yang paling mengerikan adalah, mitos ini tidak hanya terinternalisasi dalam kesadaran perempuan,
tetapi juga dalam kesadaran para lelaki. Sehingga dalam relasi antara laki-laki dan perempuan,
mitos ini menjadi amat berperan. Menurut Naomi Wolf mitos kecantikan adalah standar kualitas
kecantikan yang objektif dan universal. Bahwa sejatinya, menjadi cantik adalah fitrah perempuan
dan standar-standar kecantikan itu adalah universal serta tidak kontekstual sesuai dengan kultur
atau waktu yang sedang berjalan.
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Tubuh Hamil yang Kudus
Dua bocah usia bawah lima tahun (balita) dalam foto Ngesti ini adalah
sebuah gambaran tentang ketidakberdosaan. Sesuatu yang suci, tulus, bersih dan
innocent. Tubuh Ngesti, dalam foto yang secara vulgar memperlihatkan perutnya
ini, dibuat menjadi tidak terkesan erotik.
Tubuh perempuan yang hamil diartikulasi lewat medium fotografi menjadi
tidak erotik. Dalam masyarakat patriarki, kehamilan dan menjadi ibu adalah dua
hal yang berjalan beriringan. Sosok ibu dalam masyarakat patriarki, dikonstruk
menjadi sosok yang lembut, mengasihi, mengasuh, sopan serta bermoral.
Sehingga jika ada yang mencoba mengeluarkan erotisisme pada sosok ibu, apalagi
di ruang publik, harus segera ditangkal lalu diganti dengan makna yang lain.
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perempuan yang terkesan erotik, seksi, atau menggoda birahi adalah
perempuan-perempuan yang dianggap nakal, dan sudah pasti –dianggap- bukan
seorang ibu. Perempuan-perempun yang tubuhnya diartikulasi oleh fotografi
menjadi erotik, biasanya ditampilkan dalam majalah-majalah atau media massa
yang segmennya khusus untuk pria dewasa.
Tubuh-tubuh perempuan yang diartikulasi menjadi erotik itu memang
sengaja dipertontonkan, sengaja dikomodifikasi. Nilai jual yang membuat tubuhtubuh itu menjadi bernilai lebih tinggi adalah tubuh-tubuh mulus mereka. Tubuhtubuh tanpa gurat lemak, atau tanpa bekas luka.
Untuk memperlihatkan tubuh yang mulus itu, tentu tidak diperlukan
potongan-potongan kain yang hanya menutupi bagian-bagian tubuh tertentu.
Semakin minim pakaian yang digunakan, maka semakin erotik kesan yang
dimunculkan. Pose tubuh pun juga amat penting untuk memunculkan kesan erotik
tersebut. Jika pakaian yang digunakan tidak terlalu minim, tetapi pose yang
ditampilkan amat menantang, tentu foto yang dieksekusi sangat mungkin
membangkitkan libido massa, khususnya laki-laki.
Dalam foto-foto yang ingin memunculkan kesan-kesan erotik seperti itu,
jarang sekali dimunculkan sosok anak kecil yang menjadi simbol kepolosan. Jika
sosok anak kecil atau mungkin bayi ditampilkan, maka kesan erotik tidak akan
terbaca, yang akan terbaca adalah energi-energi suci dari bocah itu.
Dalam foto milik Ngesti Wijayanti, dua bocah kembar yang ditampilkan
ini sama-sama menggunakan celana dalam putih tanpa mengenakan baju.
Ketelanjangan yang tidak seutuhnya dari para bocah ini, justru semakin
menambah kesan polos, apa adanya dan suci. Rambut ikal agak panjang dari dua
106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bocah ini juga mengingatkan saya pada imaji-imaji malaikat yang dilukis pada
abad pertengahan, namun minus sayap dan kulit putih kemerahan. Posisi salah
satu bocah yang berada lebih tinggi dari bocah yang lain juga memperkuat kesan
bahwa bocah itu adalah makhluk mitos yang suci. Bocah yang posisinya lebih
tinggi itu seperti terbang sambil melihat perut buncit si perempuan hamil.
Bocah-bocah kembar ini adalah malaikat-malaikat kecil yang sedang
memberi berkat kepada Ngesti. Atau sedang penasaran mengapa perut perempuan
ini bisa membesar seperti bola raksasa. Wajah-wajah penasaran terlihat dari dua
bocah ala malaikat itu. Sesuatu yang murni dan belum tahu apa-apa akan dunia
yang lebih kompleks. Sebuah masa pragenital, masa sebelum adam dan hawa
dilemparkan oleh sang empunya Eden ke bumi yang penuh dengan dosa.
Pose Ngesti pun sama sekali tidak erotik, karena dua tangannya yang
ditekuk ke belakang serta garis punggungnya yang ia tarik sedikit ke belakang,
membuatnya seperti seorang tuan yang sedang melakukan sebuah pengawasan.
Ngesti seperti mengawasi tingkah laku kedua malaikat kecil itu yang sibuk
memperhatikan perutnya. Ia mengawasi dengan bahagia sekaligus turut
berpartisipasi dalam keingintahuan dua malaikat bocah itu.
Kepada dua malaikat itu, serta kepada publik Ngesti seperti ingin
memberitakan bahwa ia sedang hamil dan ia bangga akan kehamilannya itu.
Bahwa menjadi hamil adalah sesuatu yang sudah menjadi fitrah suci seorang
perempuan. Dan dengan menjadi hamil, keperempuanan yang dimiliki oleh
perempuan akan menjadi utuh tanpa harus menonjolkan keseksiannya.
Menjadi hamil adalah sesuatu yang „kudus‟ bagi perempuan. Karena
hanya perempuan yang memiliki rahim, perempuan dianggap bertanggung jawab
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meneruskan keturunan peradaban manusia di bumi. Sebuah tugas suci, tugas
mulia, serta tugas perutusan yang hanya bisa dimiliki oleh seorang perempuan.
Menjadi hamil adalah sebuah peristiwa yang didam-idamkan oleh banyak
perempuan sejagat. Banyak perempuan yang bisa kalang kabut kalau ia tidak bisa
hamil. Perempuan-perempuan itu biasanya akan menyalahkan dirinya sendiri, dan
akan terus melabel dirinya sebagai perempuan tidak sempurna.
Bahkan banyak perempuan yang mempersilakan suaminya untuk
mengawini perempuan lain karena merasa tidak layak menjadi istri akibat tidak
bisa hamil. Kegelisahan banyak perempuan ini, salah satunya bisa dilihat dalam
sebuah komunitas „Aku Ingin Hamil‟ yang berisi para perempuan bersuami tetapi
sudah lama belum memiliki anak. Komunitas ini menampung kegelisahan para
perempuan seperti itu, dan seringkali mereka berbagi tips dan saran tentang
bagaimana agar segera mendapat momongan.111
C. LAUTAN SAMPAH VISUAL
Sesudah membaca kedua foto yang menggelisahkan saya itu, saya melihat
bahwa dua foto dalam seri Nine Months ini adalah gambaran bagaimana foto bisa
menjadi media yang mengartikulasi tubuh perempuan. Lewat foto, tubuh
perempuan dikonstruk menjadi sesuatu yang –dianggap- sempurna.112
Pengetahuan akan kekuatan foto yang begitu luar biasa ini membuat
banyak orang yang berkepentingan mencipta berbagai konsep foto yang mampu
mengubah paradigma seseorang. Foto dalam dunia yang dihidupi oleh budaya
111
Lihat http://akuinginhamil.blogspot.com/.
In the form of photographic images things and events are put to the new uses, assigned new
meanings, which go beyond the distinctions between the beautiful and the ugly, the true and the
false, the useful andt he useless, good taste and bad (Sontag, hal 174)
112
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
visual ini memang telah menjadi semacam norma dari sesuatu yang seharusnya
tampak. Hal inilah yang kemudian mengubah ide dasar dari realita itu sendiri. Hal
ini makin menegaskan bahwa yang terjadi bukan hanya „sebuah aktifitas melihat‟,
tetapi „melihat secara fotografis‟ (photographic seeing). Dimana aktifitas ini
adalah cara baru setiap orang untuk melihat serta cara baru bagi setiap orang
untuk bertingkah laku.113
Cara baru bagi banyak orang untuk melihat dan bertingkah laku itu –
photographic seeing- membuat orang tidak bisa hidup tanpa foto. Hal ini
mengakibatkan jutaan
foto diproduksi
setiap harinya. Apalagi
dengan
terjangkaunya kamera, baik harga maupun kemudahan untuk mendapatkannya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini fotografi telah menjadi semacam
candu. Susan Sontag yang adalah orang Amerika dan hidup dalam budaya visual
Amerika pernah menuliskan hal ini pada sekitar tahun 1970-an. Ketika itu, saat
fotografi mulai berkembang amat pesat di Amerika, juga seluruh belahan dunia,
fotografi bahkan telah menjadi bahasa yang dimaknai dan diinterpetasi secara
beragam oleh masyarakat penggunanya. Apalagi pada masa sekarang ini, dikala
budaya visual telah menjadi makanan keseharian.
Menurut Sontag, ketika itu fotografi adalah semacam realitas serta
pengalaman estetik yang konsumtif. Masyarakat yang telah sepenuhnya menjadi
masyarakat industri, memang benar-benar telah merubah warganya menjadi image
junkies. Sebuah masyarakat yang tidak bisa hidup tanpa gambar dan kecanduan
akan gambar-gambar itu.
113
Lihat Sontag, On Photography,
109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Terinspirasi dari pengamatan Sontag itu, dalam sub bab ini akan dibahas
tentang bagaimana lautan imaji fotografis itu akhirnya, pada era ini, telah menjadi
semacam sampah. Namun lautan semacam sampah itu ternyata kemudian
dimaknai oleh masyarakat pembacanya, bahkan sesudah itu dirayakan bersamasama. Perayaan imaji-imaji yang telah menumpuk seperti sampah itu merupakan
semacam afirmasi bahwa imaji-imaji tersebut oleh masyarakat pembacanya
dianggap sebagai sebuah realitas yang lumrah.
1. Memaknai Sampah Visual
Setiap hari, mau tidak mau, kita harus terbangun dari tidur dengan
gambar-gambar visual yang mewarnai keseharian kita. Dengan gambar-gambar
visual yang selalu menyertai hari-hari kita itu, maka mau tidak mau, kita pun akan
melakukan sebuah pemaknaan berdasarkan latar pengalaman personal serta
pengetahuan yang kita miliki.
Berbagai gambar-gambar visual itu, adalah imaji yang menjadi kepingan
tentang bagaimana masyarakat pendukung kebudayaan visual ini melihat secara
fotografis dan menggunakan gambar sebagai jembatan berkomunikasi.
Sedari kecil saya sudah mengalami imaji-imaji perempuan yang hingga
kini masih nyantol dan sulit pergi dari ingatan saya. Imaji-imaji itu adalah tentang
perempuan yang dianggap cantik, seksi, serta imaji tentang perempuan yang
dianggap layak disebut sebagai perempuan.
Dan tentu tidak bisa saya pungkiri bahwa saya dididik oleh imaji-imaji itu.
Termasuk ruang-ruang pengetahuan saya juga diisi oleh imaji yang berlari-lari
dan kadang malah tidak mau pergi sehingga mengendap pada ruang-ruang ingatan
bahkan batin saya.
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Imaji-imaji itu misalnya gambar-gambar fotografis yang menjadi ilustrasi
dalam sebuah iklan di majalah perempuan. Sejak kecil saya sudah dididik untuk
menjadi perempuan seperti yang ada dalam gambar-gambar majalah itu. Atau paling tidak- berusaha dengan keras untuk menjadi perempuan seperti dalam
imaji-imaji itu.
Imaji-imaji dalam majalah perempuan (Gadis, Femina, Kartini, Cita
Cinta, dll) itu seringkali menggambarkan perempuan-perempuan cantik setipe
yang sudah distandarisasi. Gambar-gambar ini jumlahnya ratusan, bahkan kalau
dihitung-hitung dari semenjak saya kecil, jumlahnya bisa jutaan. Apalagi kalau
dihitung hingga ke jaman ini, dimana internet begitu membabi buta, dan gambargambar dalam dunia maya sudah tidak berbatas sumbernya, baik yang bisa
dipertanggungjawabkan ataupun tidak. Semua gambar itu pelan-pelan masuk ke
dalam ranah-ranah otak, dan akhirnya menjadi residu. Menjadi sisa buangan, atau
semacam sampah. Dan seperti sejatinya sampah, ia sudah tidak memiliki nilai
guna lagi.
Namun walaupun sampah-sampah visual itu sudah tidak berguna lagi,
gambar-gambar itu secara tidak sadar telah saya (dan semua orang yang
mengalami gambar-gambar itu) maknai. Misalnya saja, ketika bagun pagi saya
melihat iklan McDonald di televisi, dan walaupun hanya sambil lalu, di kepala
saya akan berputar-putar sebuah pikir tentang apa pentingnya makan pagi di
McDonald. Akhirnya saya memaknai bahwa makan pagi di McDonald adalah
sesuatu yang buang-buang duit, karena bagi saya, daripada makan di McDonald,
lebih baik makan pagi di rumah. Gratis, lebih sehat dan lebih enak. Namun untuk
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
orang berbeda, tentu pemaknaannya terhadap iklan McDonald itu akan berbeda
pula.
Kemudian, contoh yang lain adalah pemaknaan pada gambar-gambar
fotografis para finalis wajah Femina. Setiap tahun, puluhan gambar finalis wajah
Femina, yang berwajah serupa memborbardir ruang-ruang hidup saya serta para
pembaca Femina lainnya. Gambar wajah-wajah perempuan cantik itu –buat sayatidak pernah ada yang benar-benar berbeda. Semua perempuan itu tampak cantik
yang serupa ,sesuai dengan yang sudah digariskan dalam tata cara kompetisi itu.
Bagi saya, puluhan wajah-wajah itu seperti lautan informasi gambar tentang
konsep cantik perempuan. Bahwa yang cantik adalah demikian, yang bisa laku di
pasaran ya perempuan-perempuan serupa itu.
Gambar wajah para finalis yang akhirnya tidak akan dilihat atau bahkan
tidak diingat lagi itu, hanya akan masuk ke tong-tong sampah gambar. Gambargambar wajah itu akan bergabung dengan jutaan gambar yang ada dalam file-file
data dari si fotografer atau sang empunya hajat. Namun, sayangnya, ratusan
wajah-wajah perempuan cantik itu telah berhasil „melukai‟ saya serta ratusan
perempuan lainnya, sehingga wajah para finalis wajah Femina ini menjadi standar
cantik yang mau tidak mau harus diikuti.
Begitu pula dengan seri Nine Months ini. Foto-foto yang ada dalam seri ini
adalah bagian dari lautan sampah visual yang memborbardir ruang-ruang publik
masyarakat Jakarta. Pada saat dipamerkan, ia akan berguna bagi eksistensi si
fotografer, dan secara ekonomis bisa mendatangkan rupiah bagi si fotografer,
serta sejumlah orang yang terlibat dalam pameran ini.
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Namun setelah pameran selesai, gambar-gambar perempuan hamil ini
bahkan sudah tidak diingat lagi oleh para pengunjung plaza Semanggi, atau oleh
sejumlah orang yang dulu sempat melihat-lihat pameran Nine Months. Gambargambar perempuan hamil sembilan itu hanya akan menjadi salah satu gambar
maternitas yang pada tahun pameran itu berlangsung, hingga pada era ini, makin
marak dan mulai menjadi tren.
Akhirnya proses pemaknaan itu terjadi ketika para pengunjung melihat
foto-foto perempuan hamil tersebut, meresponnya dengan berbagai celetukan serta
kasak-kusuk. Kemudian secara tidak sadar banyak yang merasa suatu saat ingin
hamil karena demikianlah yang mereka baca dari pameran Nine Months. Dari
pose, gestur, mode pakaian, rambut, hingga tata rias wajah, serta senyum di wajah
para perempuan hamil itu, kehamilan diartikulasi sebagai sesuatu yang indah serta
–dianggap- sebagai tugas mulia perempuan. Akibatnya, setelah melihat foto-foto
dalam seri ini, para pengunjung pameran berkeinginan suatu saat nanti
mengabadikan proses kehamilannya. Namun ada juga yang merespon berbeda
menjadi tidak ingin hamil. Buat yang merespon berbeda, kehamilan adalah sebuah
proses yang melelahkan dan buang-buang waktu. Apalagi, ketika hamil, tubuh
yang tadinya langsing berubah drastis menjadi besar di sana-sini.
Ketika tenggelam dalam tumpukan sampah visual pameran Nine Months
lalu terpancang pada titik-titik yang menggelisahkan, pengartikulasian terhadap
potongan tubuh itu pun terjadi. Kegelisahan terhadap tubuh-tubuh yang tidak
ideal, dan mau tidak mau harus mengikuti yang dianggap nyata (artinya ideal),
telah menciptakan ruang-ruang paradoks bagi para perempuan.
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lewat cermin yang diciptakan oleh struktur, yang terwujud dalam bentuk
imaji-imaji fotografis wajah serta tubuh model-model perempuan yang melulu
terpampang dalam media massa, para perempuan yang hidup dan dibesarkan oleh
budaya visual sekarang ini –termasuk saya sendiri-, mau tidak mau mesti siap
untuk membuka atau menutup kesejatian dirinya pada konteks ruang dan waktu
tertentu.
Para perempuan ini –termasuk saya sendiri- harus siap sedia dengan
„topeng-topeng‟ untuk menyembunyikan dirinya yang nyata, dan bergabung
dengan dunia ideal yang serba tidak nyata itu.
Dari lautan semacam sampah imaji fotografis yang melayang-layang
dalam rentang waktu kehidupan saya ini, dua buah foto dalam seri Nine Months
yaitu dua orang perempuan bertopeng itu, telah berhasil membuat saya mengingat
kembali dan merefleksikan pengalaman-pengalaman personal saya dalam bentuk
tulisan ini.
Duah buah foto itu, telah membuat saya memaklumi bahwa cermin-cermin
yang berbentuk imaji fotografis itu telah membentuk sebuah „peti besi‟ yang
secara sukaria dirayakan, serta secara wajar dianggap sebagai yang riil dalam
hidup keseharian.
2. Merayakan Sampah Visual
Akhirnya kesadaran bahwa lautan imaji fotografis itu adalah semacam
sampah, lama-lama tidak lagi disadari. Imaji-imaji fotografis yang sudah
dimaknai lalu diartikulasi dalam keseharian itu kemudian dianggap sebagai
realitas yang memang harus diterima. Penerimaan imaji-imaji itu sebagai sesuatu
yang riil adalah salah satu bentuk pertahanan hidup dari setiap manusia yang
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hidup dalam dunia -yang menginginkan hal-hal- yang serba ideal. Jika tidak mau
menerima hal-hal yang ideal itu sebagai sesuatu yang harus dilakukan dalam
hidup keseharian, maka bisa-bisa dianggap aneh atau tidak akan diperhitungkan
dalam dunia ini.
Menerima imaji-imaji fotografis itu berarti mau hidup dengan imaji-imaji
itu. Hidup berdampingan, berdamai dengannya untuk kemudian merayakannya
sebagai sesuatu yang wajar serta natural. Dan tidak bisa disangkal bahwa
perempuan ataupun laki-laki, ternyata sedang merayakan sebuah kehidupan yang
bukan milik mereka sendiri.
Saya ingat Ibu pernah bercerita bahwa ketika saya masih balita, Ibu
menindik cuping telinga saya yang masih lunak. Walaupun hal itu amat
menyakitkan, hal itu tidak pernah diperdulikan oleh Ibu, karena menurut ibu,
perempuan itu harus memakai anting. Tanpa anting, apa yang akan membedakan
bayi perempuan dan laki-laki.
Ketika beranjak remaja, saya pun mulai diwanti-wanti dengan berbagai
peraturan tentang bagaimana perempuan seharusnya bertingkah laku. Misalnya
saja, ketika payudara saya mulai tumbuh, saya harus mengenakan bra yang
berfungsi menutupi dan menyangga glandula mammae saya itu. Padahal, tanpa
bra itu pun tubuh saya sejatinya akan baik-baik saja. Tetapi karena memakai bra
sudah menjadi kebenaran bagi perempuan, saya pun harus mengikuti kebenaran
itu.
Selain masalah bra, Ibu selalu mengatakan bahwa perempuan tidak boleh
duduk mengangkang. Di sekolah pun demikian. Guru sempat menendang kaki
saya ketika secara tidak sadar saya duduk mengangkang. Dan peraturan duduk
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak boleh mengangkang itu tentu saja tidak dikatakan kepada kakak saya yang
laki-laki.
Berbagai peraturan tentang tubuh pun semakin banyak saja ketika saya
makin dewasa. Saya sering sekali mendengar bahwa sebagai perempuan, saya
harus menjaga berat tubuh karena kalau kegemukan bisa-bisa tidak lekas
mendapat jodoh. Selain berat tubuh, saya pun dituntut untuk bisa berdandan dan
pandai memilih pakaian. Banyak yang mengatakan bahwa jika perempuan tidak
bisa berdandan dan berpakaian dengan layak, bisa-bisa dianggap perempuan tidak
„beradab‟.
Akhirnya lama kelamaan, tubuh saya benar-benar didisiplinkan. Saya pun
mulai masuk secara sukarela ke dalam Iron Maiden yang pelan-pelan telah
membatu. Tubuh saya yang apa adanya, telah menyesuaikan dengan bentuk Iron
Maiden. Kini saya berpikir tentang kegemukan, berpikir tentang gaya jalan saya
yang terkadang mengangkang (kata orang saya persis seperti laki-laki kalau
sedang berjalan), atau berpikir tentang banyaknya selulit di beberapa bagian tubuh
saya.
Namun, berbagai rambu dalam kehidupan saya sebagai perempuan itu
tentu amat lumrah dan telah dianggap sebagai kebenaran. Sehingga hal-hal yang
telah membeku menjadi Iron Maiden itu adalah bagian dari hidup yang bahkan
perlu dirayakan. Malah jika tanpa Iron Maiden itu, atau jika saya tidak memasuki
Iron Maiden itu, bisa jadi saya akan menderita karena akan dianggap aneh, atau
dianggap pesakitan di dunia yang memiliki ukuran kewajaran dengan standarstandar tertentu.
116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sejatinya, kita semua sedang merayakan konstruk diri, tubuh ataupun cara
bersikap kita. Kita merayakan sebuah „peti besi‟ yang dicetak oleh „yang punya
kuasa‟. Kedirian kita pun dibentuk menjadi rupa diri sempurna yang harus
mengikuti ide besar serta wacana yang sedang berlaku ketika itu. Sampai pada
akhirnya peti besi bernama Iron Maiden itu lama-lama akan menghancurkan
kedirian kita yang sejati.
Dalam konteks dunia laki-laki, perempuan adalah pihak yang seringkali
berada pada posisi subordinat. Lelaki sebagai pencipta dunia-lah yang
membangun kerangka peti besi bernama Iron Maiden itu. Perempuan pun
akhirnya tidak memiliki tubuhnya sendiri. Tubuhnya adalah hasil konstruk dunia
laki-laki. Sebuah konstruk yang begitu jelas tentang apa yang disebut cantik,
ideal, ataupun perempuan sempurna.
Inilah yang membuat pengartikulasian tubuh perempuan dalam seri Nine
Months tidak lagi menjadi poin utama. Karena seri ini sebenarnya sedang
mencipta dan mereproduksi kode-kode ataupun aturan-aturan kehidupan secara
visual. Lewat kode-kode visual yang direproduksi terus-menerus itu, berbagai
wacana dalam dunia Patriarki dapat terus hidup. Gambar-gambar foto itu telah
menjadi alat pelanggeng kekuasaan, dan khalayak menganggap kode-kode visual
itu sebagai realitas –kebenaran-.
Kode-kode visual dalam bentuk gambar-gambar fotografis seri Nine
Months ini adalah salah satu wujud perayaan akan „peti besi‟ itu. Selain itu
gambar-gambar fotografis ini juga menjadi wujud perayaan terhadap ingatan,
ataupun perayaan terhadap yang sudah lewat. Lewat fotografi kita juga merayakan
sesuatu yang tidak bisa kita sangkal bahwa hal itu pernah terjadi –the thing has
117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
been there114-. Lewat medium fotografi, momen yang telah lewat bisa dilihat
kembali, bisa dijadikan semacam artefak bahwa kita pernah mengalami momen
itu, bisa menjadi ajang „narsis‟ serta pamer, dan pada poin-poin tertentu bahkan
momen yang telah lewat itu bisa dihadirkan kembali dalam ranah-ranah rasa atau
pikir kita.
Pada era sekarang ini, bentuk perayaan lewat medium fotografi tampaknya
telah menjadi hal yang begitu lumrah. Sekarang ini semua orang sepertinya
senang sekali memotret dan dipotret. Teknologi telah membuat kamera begitu
terjangkau. Ia telah teraplikasi dalam berbagai piranti teknologi manusia modern,
seperti pada handphone, tablet, ataupun laptop. Dengan aplikasi yang begitu
mudah dan murah, memiliki piranti teknologi yang telah dilengkapi kamera
seperti menjadi kebutuhan masyarakat modern sekarang ini.
Pada ruang-ruang tamu, khususnya ruang tamu masyarakat Indonesia,
jarang sekali yang benar-benar bersih dari foto-foto di dinding, atau lukisanlukisan dalam figura. Televisi pun bisa ditemui pada setiap ruang dalam rumahrumah tinggal. Media cetak, baik majalah atau koran telah menjadi bacaan seharihari. Dan kini sosial media seperti Facebook ataupun Twitter, telah menjadi
kebutuhan baru yang sulit ditinggalkan. Apalagi era smartphone sekarang ini,
internet seperti ada di genggaman tangan, dan bisa diakses setiap detik.
Foto diri, foto pujaan hati, foto keluarga, foto kerabat, atau foto-foto yang
yang dianggap menarik, berputar dan berlari-lari di sosial media. Hampir setiap
detik, jutaan foto diunggah dalam sosial media itu, dan hampir setiap saat manusia
114
Lihat Barthes, Camera Lucida, hal 76.
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang berada dalam jaman ini tidak bisa melepaskan diri untuk tidak
mengkonsumsinya. Mengkonsumsi atau bisa dikatakan merayakannya.
Kita semua adalah konsumen gambar yang setia. Dalam berbagai institusi
yang mengharuskan kita menjadi bagiannya –negara, sekolah ataupun
masyarakat- visualisasi diri adalah salah satu yang menjadi syarat utama untuk
bisa diakui masuk dalam institusi itu. Kartu Tanda Penduduk, Surat Ijin
Mengemudi, Kartu keluarga ataupun kartu-kartu identitas lainnya, mengharuskan
tiap orang menambahkan pas foto pada kartu-kartu itu. Kedirian kita telah
diwujudkan secara visual dalam bentuk foto. Foto telah menggantikan realitas
tentang diri kita.
Seri Nine Months adalah gambaran tentang bagaimana perayaan akan
lautan sampah visual itu selalu kita lakukan. Dalam seri ini image junkies
diselebrasi. Perempuan-perempuan dalam seri ini adalah para „junkies‟ itu. Para
pengunjung pameran dan pembaca foto dalam pameran ini juga termasuk
diantaranya. Para perempuan dalam seri ini sadar betul bahwa momen-momen
kehamilan ini adalah momen yang layak untuk terus diabadikan dalam sebuah
citra. Sebuah momen yang belum tentu bisa diulang kembali. Apalagi saat fisik
yang berubah dan perut perut membuncit dianggap cantik.
Konsumsi foto secara besar-besaran juga terjadi karena pada dasarnya
manusia senang sekali melihat dirinya terlihat lebih cantik atau lebih tampan.
Kamera, serta proses pasca produksi sesudah pemotretan, menyediakan fitur-fitur
yang mampu membuat citra-citra visual kita tampak lebih ideal. Sebuah „ke-idealan‟ tentang gambaran diri yang telah disesuaikan dengan dunia yang serba tidak
nyata itu. Sebuah dunia ideal.
119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan foto-foto yang tampak ideal sesuai dengan konstruk dunia ideal
itu, lahirlah junkies-junkies foto yang membuat citra-citra visual itu semakin
banyak diproduksi atau direproduksi terus menerus. Akhirnya, tentu tidak bisa
dihindari, foto-foto yang telah diproduksi secara massal itu akan menjadi referensi
bagi manusia-manusia lainnya. Sebuah tren. Sebuah lingkaran telah terbentuk.
Lingkaran yang terbentuk dari media massa, gambar-gambar, serta „pecandu‟
gambar. Mereka saling mempengaruhi dan sama-sama saling membutuhkan.
Sebuah simbiosis mutualisme.
120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Memiliki „mata‟ yang maskulin adalah konsekuensi logis dari tercipta dan
dilahirkan dalam rahim dunia yang tidak bisa melepaskan diri dari hegemoni
budaya patriarki. Sebuah dunia yang maskulin. Fotografi adalah salah satu
medium yang menanggung konsekuensi itu.
Dengan mata yang maskulin itu, male gaze pasti juga mencengkram
fotografi. Termasuk si obyek yang difoto, si operator, atau para spektator, yaitu
khalayak yang melihat atau melakukan pembacaan foto. Dengan mata maskulin
itu pula, fotografi telah mencipta tren baru dalam masyarakat dunia. Begitu cepat
pula fotografi -yang dari awal memang dikembangkan oleh para pebisnis- menjadi
medium yang amat populer serta amat terjangkau. Fotografi menjadi medium
yang murah serta mudah digunakan.
Ia juga menjadi medium yang amat menyenangkan. Ia mampu
membekukan
memori-memori
yang
ingin
dilihat
kembali.
Ia
mampu
mengakomodir sifat dasar manusia yang narsistik serta selalu ingin pamer, dan
fotografi mampu mengkonstruk sesuatu menjadi realitas yang kita inginkan.
Berbagai kapasitas itu membuat fotografi menjadi begitu populer, ia telah
menjadi semacam gaya hidup, bahkan sebuah kebutuhan. Tanpa gambar-gambar
fotografis, masyarakat dalam dunia ini bisa-bisa kebingungan, karena realitas
dalam dunia ini –salah satunya- dicipta oleh gambar-gambar fotografis.
Fotografi yang telah menjadi begitu populer ini kemudian secara besarbesaran memproduksi gambar-gambar maskulin sesuai dengan konstruk budaya
121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
patriarki. Salah satunya adalah bagaimana tubuh perempuan diartikulasi. Dengan
logika pasar yang ditanamkan oleh para pengembang medium ini, gambar-gambar
yang dianggap disukai oleh khalayak diproduksi besar-besaran dan direproduksi
terus menerus.
Tidak hanya di ruang publik, pengartikulasian ini juga dilakukan dalam
ranah-ranah privat. Artinya, perempuan juga harus „mendisplinkan‟ tubuh, sikap
dan prilakunya di bilik-bilik kamar tidur mereka. Lewat gambar-gambar itu,
masyarakat yang ada dalam dunia ini menggantungkan referensinya –akan
realitas- tentang bagaimana seharusnya tubuh perempuan serta keperempuanan itu
sendiri ditampilkan.
Misalnya saja dalam berbagai media massa, tubuh perempuan diartikulasi
ideal ketika ia memiliki tubuh ramping serta tinggi yang pas. Dan ketika ia
memiliki tubuh di luar kriteria ideal itu, para perempuan ini dianggap tidak sehat
(kegemukan, obesitas, dll) sehingga harus membenahi tubuhnya dengan
melakukan diet ketat atau masuk dalam klinik-klinik kecantikan. Kecantikan pun
bergaris lurus dengan kesehatan. Secara terang-terangan media massa lewat
gambar-gambar fotografis mengkonstruk bahwa menjadi cantik yang ideal adalah
berarti menjadi sehat, dan jika tidak cantik berarti tidak sehat.
Tidak hanya tubuh, bagaimana perempuan bertingkah laku serta
bagaimana perempuan kelak harus menjadi apa, juga diartikulasi oleh sesuatu di
luar dirinya. Misalnya bagaimana perempuan harus duduk, berjalan, pilihan karir
serta konsep tentang perempuan yang sempurna. Bagi masyarakat dalam dunia
ini, perempuan sudah mencapai kesempurnaannya ketika ia telah menjadi ibu.
Sehingga perempuan yang tidak bisa melahirkan, tidak ingin melahirkan atau
122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memilih untuk tidak menjadi ibu adalah perempuan belum sempurna atau paling
tidak dianggap sebagai perempuan aneh.
Seri foto Nine Months adalah salah satu karya foto yang dilahirkan dalam
dunia yang maskulin ini. Diah Kusumawardhani Wijayanti sebagai penciptanya
adalah fotografer yang lahir dan dibesarkan dalam kultur demikian. Mata yang
maskulin tentu ia miliki.
Lewat gambar-gambar yang diproduksi oleh Diah, pesan-pesan yang ingin
disampaikan atau realitas
yang ingin
diciptakan oleh dunia
patriarki
ditransformasi ke khalayak. Sebuah realitas tentang bagaimana tubuh perempuan
diartikulasi oleh sesuatu di luar dirinya. Sesuatu yang begitu berkuasa dan
memiliki mekanisme begitu halus. Mekanisme itu akan membuat pesan-pesan
yang disampaikan lewat foto, terinternalisasi dalam kesadaran khalayak
(perempuan dan laki-laki) serta akhirnya dianggap sebagai sebuah kebenaran.
Nine Months ini adalah salah satu contoh baik bagaimana tubuh
perempuan diartikulasi untuk menjadi objek yang laku dijual. Tubuh-tubuh hamil
ini dipajang berbarengan dengan berbagai barang dagangan. Tubuh-tubuh
perempuan hamil ini jelas-jelas sedang dikomodifikasi di sebuah mal. Di mal ini
pula, lewat medium fotografi, sebuah realitas yang maskulin diciptakan.
Bagaimana kongkritnya sebuah realitas yang maskulin itu bisa dilihat dari
dua buah foto dalam seri Nine Months, yang telah membuat perhatian saya
tertambat. Pada dua buah foto itu, kembali saya melihat berbagai pengalaman
personal sebagai perempuan tentang bagaimana tubuh serta keperempuanan saya
diartikulasi oleh sesuatu di luar diri saya sendiri. Dengan meminjam metode
pembacaan foto ala Barthes, saya ingin merefleksikan secara personal bagaimana
123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
medium fotografi yang telah saya kenal sejak kecil, berhasil melakukan hal
tersebut.
Dua foto itu adalah dua foto perempuan hamil sembilan bulan yang samasama mengenakan topeng. Yang satu milik Ngesti Wijayanti dan yang satunya
lagi milik Muthi Kautsar. Keduanya sama-sama memperlihatkan perut buncit
mereka. Muthi berpose sendirian dengan warna foto hitam putih. Sementara
Ngesti berpose bersama dua orang anak kembarnya. Fotonya berwarna-warni,
dengan warna dominan hitam sebagai latar belakang serta warna magenta tampak
mencolok pada topeng yang ia kenakan.
Pada kedua foto ini saya melihat bagaimana tubuh perempuan diartikulasi
dengan paradoks-paradoks yang saling berkaitan. Memakai topeng di ruang
publik adalah paradoks yang menimbulkan tanda tanya. Sang empunya yang
mengenakan topeng dengan sengaja mengekspos dirinya di ruang publik, tetapi
juga dengan sengaja menyamarkan dirinya di ruang itu. Ada nuansa buka tutup
yang begitu kental.
Rupanya menjadi paradoks adalah hal wajar bagi banyak perempuan,
khususnya para perempuan di kota-kota urban seperti Jakarta. Beban dan peran
ganda telah menubuh dalam kesadaran mereka. Para perempuan ini harus tetap
eksis di ruang publik, sekaligus di ranah-ranah domestik. Dalam konteks ruang
dan waktu tertentu, para perempuan ini harus bisa memutuskan dengan cepat
untuk memposisikan tubuh atau mesti bertingkah laku seperti apa.
Pada foto milik Muthi Kautsar, lewat cermin yang merefleksikan
bayangan sang empunya tubuh hamil itu, saya melihat bagaimana tubuh nyata
Muthi harus bersembunyi di balik topeng serta dunia di luar cermin. Artinya, apa
124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang ditangkap oleh lensa kamera adalah tubuh Muthi yang tidak nyata. Ini
seperti mempertegas kembali tentang ruang-ruang paradoks yang diartikulasi
untuk tubuh perempuan. Perempuan harus mau dengan rela masuk ke dunia yang
tidak nyata itu, yaitu masuk ke dalam Iron Maiden seperti yang dikatakan oleh
Naomi Wolf.
Dalam Iron Maiden, tubuh dan kesejatian perempuan dihilangkan.
Kemudian apa yang tampak adalah yang tidak nyata. Artifisial. Jika tidak mau
masuk dalam dunia yang tidak nyata itu, perempuan bisa kalah saing atau
setidaknya, tidak akan eksis dalam dunia ini.
Dalam ruang-ruang yang tidak nyata itu, perempuan pun harus berhadapan
dengan berbagai konstruk diri. Salah satunya adalah tentang rahim yang menjadi
penanda khas keperempuanan. Karena rahim itu pula perempuan dianggap
sebagai makhluk yang bertanggung jawab meneruskan keturunan peradaban
manusia. Hal ini terbaca dalam foto milik Ngesti beserta dua orang anak
kembarnya. Sebuah artikulasi tentang keperempuanan yang membuat perempuan
merasa harus menjadi hamil dan pada akhirnya menjadi ibu.
Lewat foto itu, kehamilan dan menjadi ibu dikesankan menjadi kudus atau
suci. Kehamilan diartikulasi menjadi tugas mulia, sebuah tugas perutusan yang
hanya mampu dijalankan oleh perempuan. Jika seorang perempuan tidak bisa atau
tidak ingin hamil, perempuan semacam ini akan dianggap sebagai perempuan
aneh atau perempuan yang menyalahi kodratnya.
Foto-foto dalam seri Nine Months ini adalah gambaran tentang bagaimana
medium fotografi telah mampu mengubah perspektif orang bahkan masyarakat.
Sesuatu yang semula hanya diwacanakan bisa dicipta menjadi realitas. Bahkan
125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sekarang ini masyarakat kita telah memiliki cara melihat yang baru, yaitu cara
melihat secara fotografis. Photographic Seeing.
Oleh karena itu tidak mengherankan jika produksi gambar-gambar
fotografis begitu membludak. Setiap hari jutaan gambar fotografis diproduksi oleh
manusia-manusia di bumi baik yang berprofesi sebagai fotografer atau bukan.
Apalagi dengan semakin terjangkaunya terknologi kamera, serta jaringan sosial
media yang membabi buta. Gambar-gambar fotografis itu akhirnya menjadi
semacam sampah.
Ironisnya,
sampah
gambar-gambar
fotografis
itu
telah
membuat
masyarakat penggunanya kecanduan. Mereka telah berubah menjadi Image
Junkies115. Para junkies gambar itulah yang memaknai gambar-gambar tersebut.
Dengan pemaknaan itu, gambar-gambar fotografis itu pun dianggap sebagai
kebenaran. Sebuah kebenaran yang perlu dirayakan secara bersama-sama.
Dengan merayakan sampah-sampah visual itu berarti yang berpartisipasi
dalam perayaan itu bersedia berkompromi dengan kehidupan itu sendiri. Karena
dengan merayakan berarti mau menerima dan menjadi bagian dalam realita yang
dikonstruk oleh imaji-imaji fotografis tersebut. Termasuk pameran Nine Months
ini yang merupakan bentuk dari perayaan sampah-sampah visual itu. Sebuah
perayaan akan artikulasi tubuh perempuan dari sesuatu yang berada di luar tubuh
mereka sendiri.
115
Lihat Bab IV, sub bab C. Lautan Sampah Visual
126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
BUKU DAN ARTIKEL
Allen, Graham, Roland Barthes, London: Routledge, 2003.
Alpherson, Philip (ed.), The Philosophy of the Visual Art, New York: Oxford
University Press, 1992.
Barker, Chris, Cultural Studies Theory and Practice, London: Sage Publication,
2000
Barthes, Roland, Camera Lucida, London: Vintage, 2000.
_____________, Image, Music Text, London: Fontana Press, 1977.
Bennet, Edna R, Women and Photography, Universal Photo Almanac, 1937.
Byerly, Carolyn M. & Karen Ros, Women and Media: A Critical Introduction,
Oxford: Blackwell Publishing, 2006.
Hall, Stuart & Jessica Evans (ed.), Visual Culture: the Reader, London: Sage,
1999.
Hidajadi, Miranti, Tubuh Sejarah Perkembangan dan Berbagai Masalahnya,
Irwandi, Foto Potret Karya Kassian Cephas: Kajian Estetis, Makna dan Fungsi
Sosialnya, Tesis untuk menyelesaikan program pascasarjana Institut Seni
Indonesia, Yogyakarta, 2008.
Jurnal Perempuan Edisi 15, Yayasan Jurnal Perempuan, 2000.
Knaap, Gerrit, Cephas, Yogyakarta, Photography in the service of the Sultan,
Leiden: KITLV press, 1999.
Nochlin, Linda, Why Have There Been No Great Women Artist. Art and Sexual
Politics edited by Thomas B. Hess and Elizabeth C. Baker, 1971.
Peres, Michael R (ed), Focal Encyclopedia of Photography, 4th Edition, Oxford:
Elsevier Inc., 2007.
Prabasmoro, Aquarini Priyatna, Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra dan
Budaya Pop, Yogyakarta: Jalasutra, 2006.
Rabate, Michel Jean (ed.), Writing the Image After Roland Barthes, Philadelphia:
University of Pennsylvania Press, 1997
Soeryoatmojo, Yudhi, The Chalenge of Space.
Sontag, Susan, On Photography, New York: An Anchor Book, 1977.
Supartono, Alexander, Fotografi dan Budaya Visual, Jurnal Kalam, No 23, 2007.
Sunardi, St. Semiotika Negativa, Yogyakarta: Kanal, 2002.
Strassler, Karen, Refracted Visions: Popular Photography and National
Modernity in Java, Durham: Duke University Press, 2010.
Warren, Lynne (ed.), Encyclopedia of Twentieth-Century Photography Volume 1
(A-F), New York: Routledge, 2006.
Wolf, Naomi, Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Against Women,
New York: HarperCollins Publishers Inc., 2002.
127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MEDIA MASSA CETAK
Darwis Triadi, Idealisme dan Janji, Majalah Fotografi Populer Bulanan
Fotomedia. No.8 Tahun ke-VI. Januari 1998.
Selintas Sejarah Fotografi Indonesia, Kompas, Bentara, 5 Januari 2008.
KATALOG PAMERAN
Pameran Nine Months, Plaza Semanggi, 20-27 April 2007
Pameran „Mata Perempuan Seharusnya‟, Galeri Cipta 3 Taman Ismail Marzuki,
27 Mei-8 Juni 2007.
INTERNET
Forum diskusi Fotografer.net,
http://fotografer.net/forum%20fn/topiknew.php.htm, diunduh pada 2012.
Ketika Perempuan Merayakan Kehamilan,
http://health.kompas.com/read/2010/10/17/12010581/Ketika.Perempuan.
Merayakan.Kehamilan, diunduh pada 2012.
Komunitas Aku Ingin Hamil, http://akuinginhamil.blogspot.com/, diunduh pada
2013.
Mahpur, Mohammad, Imajinasi Perempuan Hamil dalam Obyek Fotografi,
http://www.fpsi-uinmalang.com/artikel.php?id=68&act=pilih , diunduh
pada 2012.
Profil Annie Leibovitz, http://www.biography.com/people/annie-leibovitz9542372), diunduh pada 2012.
Profil Demi Moore, http://www.famous-women-and-beauty.com/demi-moorebio.html)
http://www.dailymail.co.uk/femail/article-2083113/Annie-Leibovitzdamns-iconic-photograph-pregnant-Demi-Moore.html#ixzz2LpR2OKa9,
diunduh pada 2012.
http://www.vanityfair.com/hollywood/features/2011/08/
demi-moore-201108, diunduh pada 2012.
http://blog.magazines.com/vanity-fair-demi-moore-and-magazine-covercontroversy, diunduh pada 2012.
Profil Jerry Aurum, http://jerryaurum.com/bio/, diunduh pada 2012.
Profil Organisasi Pewarta Foto Indonesia, http://pewartafoto.org/about, diunduh
pada 2012.
Profil Yudhi Soeryoatmojo, http://jakarta.go.id, diunduh pada 2012.
Profil Vanity Fair, http://www.statemaster.com), diunduh pada 2012.
128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tren Foto Maternitas di Jepang,
http://www.ayahbunda.co.id/Berita.Ayahbunda/Info+Keluarga/jepang.tren
.foto.kehamilan/002/002/160/17/-/4/c, diunduh pada 2013.
6th Annual Bikini Contest, http://www.houstonpress.com/slideshow/6th-annualpregnant-bikini-contest-30978051/, diunduh pada 2012.
SUMBER GAMBAR
Daguerreotype, http://www.photohistory-sussex.co.uk/dagprocess.htm
Foto-foto karya Woodbury & Page,
http://photographyindonesia.wordpress.com/2011/09/09/woodbury-andpage/
Foto Kassian Cephas, http://www.seribukata.com/2011/03/kassian-cephasjurufoto-pribumi-pertama/
Foto Detik-detik Proklamasi Indonesia,
http://nasional.lintas.me/article/arhamvhy.blogspot.com/10-faktatentang-proklamasi-indonesia
Foto-foto karya Anton Ismael,
http://www.antonismael.com/photo/commercial/harvest
Foto-foto karya Jerry Aurum, http://jerryaurum.com/category/portfolio/01fashion-people/.
Foto-foto karya Kassian Cephas, http://www.seribukata.com/2011/03/kassiancephas-jurufoto-pribumi-pertama/
http://sutirmaneka.blogspot.com/2012/02/kassian-cephas-orang-yogyafotografer.html
Foto Demi Moore, http://en.wikipedia.org/wiki/More_Demi_Moore
Foto Jessica Simpson, http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/nakedpregnant-stars-pose-baby-bumps-gallery-1.1034578?pmSlide=1
Foto Christina Aguilera,
http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-starspose-baby-bumps-gallery-1.1034578?pmSlide=6
Foto Claudia Schiffer,
http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/naked-pregnant-starspose-baby-bumps-gallery-1.1034578?pmSlide=4
Foto Britney Spears, http://www.nydailynews.com/entertainment/gossip/nakedpregnant-stars-pose-baby-bumps-gallery-1.1034578?pmSlide=2
Foto Hitomi, http://yonasu.com/hitomi-pregnant-and-nude-on-new-album
Gadis Sampul 2007, http://gadissampul.gadis.co.id/a2z/kabar.gadis.sampul/0/181
Gadis Sampul 2009, http://gadissampul.gadis.co.id/a2z/kabar.gadis.sampul/0/183
Kamera Obscura, http://brightbytes.com/cosite/what.html.
Kamera Kodak pertama,
http://inventors.about.com/od/estartinventors/ss/George_Eastman.htm
Pemandangan Plaza Semanggi dari atas,
http://www.beritasatu.com/mobile/bursa/89555-plaza-semanggi-ubahkonsep-jadi-mal-kelas-atas.html
129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rubrik Gadis Sampul versi online, http://www.gadissampul.gadis.co.id
Rubrik Cewek HAI versi online, http://www.hai-online.com/Hai2/CewekHAI/Cewek-Hai/KIKI-Miss-Cuek
Rubrik Women We Like versi online, http://www.esquire.co.id/wwl/daftar
Rubrik FHM Girls versi online,
http://www.fhm.co.id/content/article/226/8/2012/Politically-Perfect
Salah satu etalase dan manekin di Plaza Semanggi,
http://v2web.delamibrands.com/store2/new/store_colorbox/exhibition.php
?image=semanggi%20store.JPG
Sampul Wajah Femina, http://www.wajahfemina.co.id/gallery/3
Sekilas Majalah Femina versi online, http://www.femina-online.com/
Foto-Foto karya Darwis Triadi,
http://darwistriadi.blogspot.com/search?updated-max=2009-0429T11:59:00%2B07:00&max-results=2
Seri Foto Nine Months, koleksi pribadi Diah Kusumawardani Wijayanti serta
http://www.dkwstudio.com/
Suasana salah satu toko ritel di Plaza Semanggi,
http://foto.detik.com/readfoto/2009/06/28/191047/1155372/464/1/ dan
http://www.tribunnews.com/2012/08/08/jelang-lebaran-plaza-semanggigelar-diskon
130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INDEKS GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Gambar 22
Gambar 23
Gambar 24
Gambar 25
Gambar 26
Gambar 27
Gambar 28
Gambar 29
Gambar 30
Gambar 31
Gambar 32
Gambar 33
Gambar 34
Gambar 35
: Kamera obscura dari tahun 1817.
: Alat dan sejumlah elemen untuk membuat daguerreotype dari
sebuah iklan thn 1843.
: Kamera Kodak yang pertama.
: Dua buah foto hasil karya Woodbury and Page.
: Kassian Cephas 1905.
: Detik-detik Proklamasi Indonesia 17Agustus‟45. Foto oleh Frans
Mendur.
: Foto-foto komersil dan fashion karya Anton Ismael.
: Foto komersial Jerry Aurum untuk Panasonic Lumix.
: Foto Komersial Jerry Aurum untuk Plaza Indonesia.
: Duah foto karya Kassian Cephas, 1900.
: Dua foto kategori model pada situs fotografer.net
: Dua buah foto fashion Darwis Triadi.
: Krisdayanti difoto oleh Darwis Triadi.
: Foto komersial karya Anton Ismael.
: Foto-foto Jerry Aurum dalam Femalography.
: Salah satu foto fashion dalam Majalah Femina.
: Para Pemenang Pemilihan Wajah Femina.
: Sahila Hisyam & Dina Anjani
: Foto dari Pemilihan Gadis Sampul yang dipajang di situs Majalah
Gadis.
: Salah satu model dalam Majalah FHM.
: Sampul Majalah Vanity Fair edisi Agustus 1991.
: J. Simpson, C.Aguilera, C.Schiffer dan B. Spears.
: Hitomi
: Pemandangan Plaza Semanggi dari atas.
: 21 foto seri Nine Months.
: Salah satu etalase dan manekin di Plaza Semanggi.
: Suasana salah satu toko ritel di Plaza Semanggi.
: Nadia Dewi Sarah (Customer Service), Indri Halil (Pengusaha)
Kevin Nasution (Atlit Renang Nasional)
: Zweta Nugroho (Reporter), Diah Meivita Sari (Promosi), Palupi
Rusdiyatmi (Promosi)
: Dini Wiradinata (Managing Director), Pita Moluccas (Penyanyi)
: Arzeti B. Setyawan (Model) dan Maudy Koesnadi (Artis)
: Sari Elvianti (Pegawai Bank) dan Lea (Pemilik Butik)
: Ningcy Yuliana (Manajer Pemasaran), Yulia Ristanti (Kepala
Keuangan)
: Nenny Hamid (Account Executive), Oki Aldebaria dan Siska
Widyawati (Staff Administrasi Kantor Pemerintah)
: Ngesti Wijayanti (Manager Produksi) Kristina (Akuntan), Retno
Tri Harjanti (Supervisor Desain)
131
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 36
Gambar 37
Gambar 38
: Riana Novi (Pegawai Swasta) dan Astuti Wulandari (Marketing)
: Ratna Listy (Presenter) Muthi Kautsar (Penari)
: Foto-foto dalam seri Nine Months yang saya anggap sensual.
132
Download