1 GAYA KEPEMIMPINAN POLITIK JOKO WIDODO

advertisement
GAYA KEPEMIMPINAN POLITIK JOKO WIDODO (2005-2013)
Reza Langi Sofwana, Ikhsan Darmawan S. Sos., M. Si
Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai gaya kepemimpinan politik Joko Widodo dan faktorfaktor yang berperan dalam pembentukan gaya kepemimpinannya tersebut. Pemimpin sebagai
sosok sentral memainkan peran kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan. Publisitas media
yang tinggi terhadap kepemimpinan Jokowi disebabkan karena gaya kepemimpinan dan
kinerjanya selama menjabat sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta yang dinilai
baik. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kepemimpinan Populis oleh
John Lukacs dan teori Sosialisasi Politik oleh Rush dan Althoff. Penulis menemukan bahwa
munculnya kepemimpinan populis Jokowi disebabkan oleh konteks politik dan latar belakang
kehidupannya. Gaya kepemimpinan politik Jokowi yang populis diidentifikasi berdasarkan
tingginya popularitas Jokowi di mata publik, kebijakan yang kerakyatan, dan gaya politik
yang tidak berjarak dengan massa.
Kata kunci:
Gaya kepemimpinan politik, rekam jejak, sosialisasi politik, Jokowi, Walikota Solo, Gubernur
DKI Jakarta, populis.
ABSTRACT
This research discusses about the political leadership style of Joko Widodo and the role
factors of its establishment. A leader, as a central actor, plays a key role in the
implementation of a government. High media publicity towards Jokowi’s leadership is caused
by his good leadership and track record during his time in holding the office as a Mayor of
Solo and a Governor of DKI Jakarta. The theory that is used to analyze Jokowi’s political
track record in this research is the populist leadership style by John Lukacs and political
socialization theory by Rush and Althoff. I find that environmental factor and political context
are the main factors that establish Jokowi’s political leadership style. His high popularity
with his populist policy and close to the society makes him as a leader with a populist
leadership style.
Key words:
Political leadership style, track record, establishment factors, political socialization, Jokowi,
Mayor of Solo, Governor of DKI Jakarta, populist.
Pendahuluan
Menurut G.R. Terry, salah satu fungsi kepemimpinan adalah merealisasikan kebebasan
manusia dan memenuhi segenap kebutuhan insani, yang dicapai melalui interaksi pemimpin
dengan rakyat. Untuk melakukan hal ini perlu adanya organisasi yang baik dan pemimpin
yang baik, yang mau memperhatikan kepentingan dan kebutuhan rakyat. 1 Salah satu
pemimpin daerah yang mendemonstrasikan kepada kita bagaimana menggunakan sisi
1
Kartini Kartono, “Pemimpin dan Kepemimpinan. Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?” (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2013), hlm. 79.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
1
kemanusiaan dalam menjalankan pemerintahan adalah Joko Widodo. Sebagai seorang kepala
daerah, Joko Widodo memperlihatkan kepada kita sisi lain dalam proses pemindahan PKL di
Kota Surakarta, tidak represif dan anarkis. Joko Widodo sebagai Walikota Surakarta berhasil
membangkitkan kota itu dari sebuah keterpurukan. Solo sekarang menjelma menjadi salah
satu kota tujuan utama wisata di Indonesia. Menurut Mustapha, selama menjadi Walikota
Solo, Joko Widodo berhasil menjalankan berbagai program populis, seperti mengangkat
industri lokal agar bisa bersaing dalam perekonomian modern, membuka lapangan pekerjaan,
dan membangun berbagai infrastruktur.2
Rekam jejak Joko Widodo selama menjabat menjadi walikota Surakarta menjadi perhatian
media lokal maupun nasional. Nama Joko Widodo semakin mencuat di media nasional ketika
terjadi perselisihan dengan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, terkait penolakannya
terhadap rencana pembangunan bekas pabrik es Saripetojo Purwosari untuk dijadikan pusat
perbelanjaan modern. Joko Widodo menolak pembangunan ini karena dia menganggap selain
karena tidak sesuai dengan tata ruang, bangunan bekas pabrik es tersebut termasuk benda
cagar budaya. Nama Joko Widodo pun semakin menjadi pemberitaan media nasional karena
terkait dengan kebijakan Joko Widodo mengenai mobil Esemka, karya siswa SMK Surakarta.
Selain mempromosikan mobil tersebut, Jokowi juga membeli mobil Esemka dan memakainya
sebagai kendaraan dinas.3
Kemenangan mutlak pada periode kedua masa pemerintahan kepemimpinan Joko Widodo di
Kota Solo karena dia dinilai sebagai pemimpin yang berprestasi. Majalah Tempo menyoroti
strateginya dalam memindahkan pedagang kaki lima dengan cara yang unik, yaitu
mengorangkan wong cilik. Inovasi dan terobosan lain yang dilakukan oleh Joko Widodo
antara lain di bidang pendidikan, yaitu membangun Taman Cerdas bagi anak-anak tidak
mampu untuk mengakses perpustakaan dan komputer, di bidang kesehatan yaitu program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Solo (PKMS) yang diperuntukkan bagi setiap warga
Solo di luar pemegang Askekin, Askes, dan asuransi kesehatan lain bisa mendapat kartu
PKMS yang memberi pelayanan kesehatan seperti Askekin dengan biaya dari APBD.
Selain itu, Kota Solo mengalami perbaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan
oleh Transparansi Internasional Indonesia (TII) pada tahun 2010. Survey yang dilakukan
terhadap 50 kota di seluruh Indonesia (33 ibu kota provinsi dan 17 kota yang signifikan secara
otonom). Pada tahun 2008, IPK Kota Solo adalah 5,53 dan menduduki peringkat ke enam.
2
Andri Indradie, “Rakyat Memantau Ibukota, Rakyat Memantau Jokowi-Basuki” (Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2013), hlm. 123.
3
Ibid, hlm. 124.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
2
Kota Solo mengalami peningkatan dalam tata kelola pemerintahan. Reformasi birokrasi yang
dipimpin oleh Joko Widodo, selain menghantarkannya memenangi Pemilukada pada April
2010 sebagai periode kedua kepemimpinannya di Kota Solo, juga menghantarkan Kota Solo
mendapatkan Bung Hatta Anti Corruption Awards pada Oktober 2010. Beberapa kriteria
penilaian antara lain kredibilitas sang nominator, komitmennya pada pemberantasan korupsi,
dan sistem baru yang dibangun dalam pemerintahan daerahnya dan dampak yang
ditimbulkannya.4
Sosok Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan Jokowi begitu dikenal oleh publik
nasional meskipun dirinya secara legal formal hanyalah seorang gubernur dan mantan
walikota. 5 Dalam survey yang dilakukan oleh Pol-Tracking Institute, Jokowi menempati
rating tertinggi dengan angka akseptabilitas 78,6 persen.6 Jokowi makin dikenal bukan karena
dia seorang Gubernur DKI Jakarta maupun mantan Walikota Surakarta, tetapi karena gaya
kepemimpinannya yang dipandang banyak kalangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sekarang.
Salah satu koran yang terbit di Amerika Serikat, New York Times, menulis Jokowi dalam
artikelnya dengan judul “In Indonesia, a Governor at Home on the Streets”. Dalam artikel
tersebut, Jokowi digambarkan sebagai seorang pemimpin yang kerap menemui warganya di
jalanan. Tidak jarang, warga berebut hanya untuk sekadar memegang tangan Jokowi.
Kebiasaan Jokowi tersebut sempat membuat warga Jakarta terkejut, karena tidak banyak
pejabat yang mau bertemu langsung dengan rakyat dan bertanya tentang masalah tertentu.7
World Bank pada tahun 2010 dalam bukunya Doing Bussiness in Indonesia 2010, menuliskan
Kota Solo menempati peringkat kedua dalam hal kemudahan memulai bisnis, peringkat ke
sembilan dalam hal kemudahan perizinan pembangunan, dan peringkat ke-13 dalam hal
pendaftaran properti. Prestasi (terutama dalam hal kemudahan perizinan) tidak terlepas dari
tiga agenda reformasi yang dilakukan oleh Joko Widodo dalan men-deliver pelayanan publik
di Kota Solo sehingga menjadi salah satu best practice, yaitu manajemen product, manajemen
4
“Mayor Win Antigraft Award” (The Jakarta Post: Oktober 2010), hlm. 1.
Sampai dengan penulisan jurnal ini selesai, Joko Widodo telah terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia
periode 2014-2019.
6
Akseptabilitas adalah popularitas dan tingkat penerimaan publik. Dalam keterangan Pol-Tracking Institute,
pihak yang dilibatkan dalam pengambilan survei, antara lain, pakar/akademisi, aktivis LSM, tokoh
budaya/masyarakat, jurnalis, pengamat politik, mahasiswa, dan politisi senior. Dalam “Jokowi Ungguli Sri
Mulyani”, diunduh dari http://www.jambiekspres.co.id/berita-780-jokowi-ungguli-sri-mulyani.html, pada
tanggal 17 Desember 2013, pukul 23:16 WIB.
7
“Ketika Media Internasional Memuji Gaya Kepemimpinan Jokowi”. Diunduh dari
http://www.portalkbr.com/nusantara/jakarta/2952926_4260.html, pada tanggal 17 Desember 2013 pukul 23.25
WIB.
5
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
3
brand, dan manajemen costumer. Kota Solo menjadi best practice dalam hal penataan PKL,
peningkatan daya saing daerah, dan ecocultural city. Pada tahun 2011, berdasarkan Evaluasi
Kinerja Penyelenggara Pemerintah Daerah (EKPPD) 2009, Kota Solo menempati peringkat
pertama dalam kategori penyelenggara terbaik pemerintahan.8
Kemunculan Jokowi membawa fenomena dalam kancah kepemimpinan politik di Indonesia.
Dari sosok gubernur DKI periode 2012 – 2017 yang paling menonjol adalah gaya Jokowi
yang suka blusukan ke kampung-kampung padat penduduk di Jakarta. Jokowi menemui
warganya untuk mengetahui secara langsung permasalahan yang dihadapi masyarakat Jakarta.
Masyarakat dapat melihat dan menilai bagaimana Jokowi menjalin komunikasi dengan
warganya tanpa jarak. Pengawalan minimum bagi Jokowi menjadikan dirinya lebih leluasa
menyapa warganya, sebaliknya warga masyarakat juga leluasa untuk menyampaikan berbagai
aspirasinya secara langsung kepada gubernurnya. Jokowi berkomitmen untuk tidak
menggunakan voorrijder sehingga bisa merasakan keadaan yang sesungguhnya sedang
dialami warga.9
Munculnya Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta dengan gayanya yang khas ternyata
disikapi secara berbeda oleh sebagian elit politik di Jakarta. Jokowi dipandang hanya
melakukan pencitraan guna menarik simpati warga. Kegiatan Jokowi juga dipandang
membuang-buang waktu sehingga banyak yang menyarankan untuk mengurangi kegiatan
blusukannya tersebut.
Rekam jejak kepemimpinan Jokowi selama ini mencerminkan dia adalah seorang pemimpin
yang memiliki suatu gaya kepemimpinan politik tertentu sehingga mampu membawa
perubahan yang positif dalam pembangunan. Sebagai seorang pemimpin yang telah terbukti
rekam jejaknya, Jokowi mempunyai gaya untuk mengatasi permasalahan yang ada di kota
Solo dan Jakarta dengan gaya kepemimpinan politik yang dia miliki. Oleh karena itu, penulis
mengajukan beberapa pertanyaan penelitian dalam melakukan penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana gaya kepemimpinan politik Joko Widodo?
2. Apa saja faktor yang membentuk gaya kepemimpinan politik Joko Widodo?
Metode
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu
sebuah pendekatan, bahwa pandangan subjektif peneliti diletakan terhadap objek yang diteliti.
8
9
“Otonomi Daerah yang Memabukan” (Media Indonesia: 28 April 2010), hlm. 1.
Andri Indradie, Op. Cit., hlm. 102.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
4
Tipe penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Strategi pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian adalah wawancara mendalam dan studi literatur atau dokumentasi.
Wawancara mendalam atau indepth interview dilakukan dengan beberapa informan yang
dianggap memadai untuk memberikan informasi sesuai dengan fokus permasalahan
penelitian. Mereka terdiri dari, pertama kelompok akademisi dan peneliti, dengan asumsi
bahwa penulis bisa mendapatkan data yang objektif dari segi teoritis dan praktis. Kedua, dari
kalangan praktisi, yaitu mereka yang secara langsung berhubungan dengan struktur formal
Joko Widodo sebagai seorang Gubernur. Ketiga, dari kalangan PDI-P, partai yang mengusung
Joko Widodo sebagai Gubernur, asumsinya adalah penulis akan mendapatkan data tentang
keterlibatan Joko Widodo dalam kegiatan keseharian partai dan pandangan anggota internal
partai terhadap Joko Widodo.
Teori dan Konsep
Gaya Kepemimpinan Populis
Gaya kepemimpinan adalah pilihan pendekatan yang dipakai pemimpin untuk memimpin,
dalam arti mempengaruhi dan menggerakkan yang akan dipimpin untuk bekerja secara efektif
guna mencapai tujuan organisasi.10 John Lukacs dalam buku Democracy and Populism: Fear
and Hatred, menjelaskan populisme sebagai gaya yang menggunakan daya tarik politik untuk
mengagungkan massa dan menempatkan oposisi sebagai musuh, elit yang tidak demokratis.11
Lukacs menjelaskan kemunculan politik populisme dapat dilihat dari dua faktor, yaitu situasi
objektif dan situasi subjektif. Jika melihat situasi objektif, ada dua faktor dominan yang
memicu munculnya populisme. Pertama, ketidakpuasan popular terhadap situasi ekonomi
yang jauh dari harapan masyarakat. Ketidakmampuan rezim berkuasa dalam memenuhi
harapan ekonomi masyarakat, dalam hal ini kesejahteraan, menjadi pemicu utama
ketidakpuasan. Kedua, kebangkrutan ideologi dan politik partai atau kekuatan-kekuatan
politik tradisional. Kebangkrutan itu ditandai dengan ketidakmampuan partai politik
merespon tuntutan masyarakat, merebaknya praktik korupsi, dan gaya berpolitik yang makin
berjarak dengan massa atau elitis. Sementara itu, dalam aspek situasi subjektif, kemunculan
populisme dipicu oleh: pertama, ide-ide progresif yang menawarkan analisis dan solusi paling
komprehensif terhadap keadaan (situasi ekonomi, politik, dan sosial-budaya) belum menjadi
dominan; kedua, belum adanya kekuatan politik alternatif yang terorganisasi dan sanggup
mewadahi serta mengartikulasikan ketidakpuasan popular. Kemunculan populisme dalam
10
11
M. Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), hlm. 202.
John Lukacs, “Democracy and Populism: Fear and Hatred” (USA: Yale University Press, 2005).
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
5
aspek situasi objektif dan subjektif ini kemudian akan penulis gunakan dalam menganalisis
faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan gaya kepemimpinan politik populis Joko
Widodo dalam penelitian ini.
Populisme dapat disimpulkan sebagai sebuah ‘antisipasi politik’ terhadap meluasnya
ketidakpuasan masyarakat terhadap realitas ekonomi dan politik. Populisme sebagai sebuah
antisipasi politik memiliki dua kencenderungan: pertama, sebagai ‘obat sementara’ dari kaum
borjuis dalam rangka menangkal potensi radikalisme dari ketidakpuasan massa agar tidak
mengancam kekuatan kapital; kedua, sebagai sebuah gerakan politik, dengan mengandalkan
daya pikat personal atau kharisma, untuk merespon ketidakpuasan dan tuntutan masyarakat.
Populisme dalam praktiknya sebagai sebuah ‘antisipasi politik’ memiliki beberapa karakter.12
Pertama, populisme tidak pernah mendefinisikan ideologinya secara jelas. Walaupun sering
mengadopsi identitas ‘kerakyatan’, tetapi ini pun tidak lebih sebagai bingkai untuk
menjangkau sektor-sektor rakyat yang luas dan beragam. Kedua, populisme selalu
menghindari analisis sistemik, yakni sebuah upaya untuk membongkar persoalan dengan
menginterogasi sistem ekonomi-politiknya. Pandangan politik populis, persoalan bangsa
sekarang ini adalah maraknya korupsi dan kurangnya politisi yang berdedikasi terhadap
rakyat. Ketiga, walaupun pemimpin populis naik dan berkuasa dengan memanfaatkan
dukungan mobilisasi masyarakat, seperti kaum buruh, miskin kota, dan petani, tetapi mereka
tidak berkepentingan dengan perorganisasian rakyat dan kemandirian organisasi rakyat.
Selain itu, mobilisasi politiknya juga sporadis dan tidak permanen. Biasanya, bagi politik
populis, mobilisasi politik hanya diperlukan untuk menjamin kemenangan mereka melalui
pemilu.
Berdasarkan beberapa pengertian dari konsep gaya kepemimpinan populis di atas, penulis
dapat memberi kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan populis adalah gaya yang
menggunakan daya tarik politik dan pemimpin tersebut memiliki popularitas, menawarkan
kebijakan-kebijakan yang diklaim mewakili rakyat, dan menggunakan gaya politik yang tidak
berjarak dengan massa serta mengadopsi identitas “kerakyatan”.
Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan proses individu dapat mengenali sistem politik yang meliputi
sifat, persepsi, dan reaksi individu terhadap fenomena-fenomena politik. Menurut Michael
Rush dan Philip Althoff, sosialisasi politik ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan
12
Michael Kazin, “The People, No: Democracy and Populism: Fear and Hatred, by John Lukacs” (The Wilson
Quarterly, Vol. 29, No. 3, Summer 2005), hlm 113-115.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
6
kebudayaan di mana individu berada. Selain itu, sosialisasi politik juga ditentukan oleh
interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadiannya.13
Freed I Greenstein, dalam International Encyclopedia of The Social Sciences, berusaha
menjelaskan definisi sosialisasi politik dalam arti sempit dan luas. Sosialisasi politik dalam
arti sempit adalah penanaman informasi politik yang disengaja, nilai-nilai, dan praktekpraktek yang oleh badan-badan instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab
ini. Sedangkan dalam arti luas, sosialisasi politik adalah semua usaha mempelajari politik baik
formal maupun informal, disengaja ataupun tidak terencanakan, pada setiap siklus kehidupan,
dan termasuk di dalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik saja, akan tetapi
juga secara nominal belajar bersikap non-politik mengenai karakteristik-karakteristik
kepribadian yang bersangkutan.14 Berdasarkan pengertian sosialisasi politik di atas, penulis
dapat menyimpulkan bahwa sosialisasi politik adalah proses yang dialami oleh individu dari
interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadianya yang mempengaruhi orientasi sikap
dalam memahami politik.
Rush dan Althoff juga mengklasifikasikan agen-agen sosialisasi politik, yaitu keluarga,
pendidikan, kelompok sebaya, media massa, pemerintah, dan partai politik. Menurut Yusron
Razak, tidak semua agen-agen tersebut menjadikan sosialisasi sebagai kegiatan utamanya.15
Namun
bagaimanapun
juga,
mereka
mensosialisasikan
individu-individu
dengan
16
pengetahuan, perilaku-perilaku tertentu, serta memberikan imbalan dan hukuman. Konsep
sosialisasi politik yang dikemukakan di atas dipahami juga mempengaruhi orientasi seseorang
dalam berpolitik. Oleh karena itu, konsep sosialisasi politik ini
penulis gunakan untuk
menganalisis kemunculan politik populis Joko Widodo dalam penelitian ini, selain teori
kemunculan populisme yang dikemukakan oleh Lukacs pada sub bab sebelumnya. Analisis
tersebut berdasarkan profil kehidupan Joko Widodo dan kepemimpinannya di Solo dan di
Jakarta.
Pembahasan
Konteks Sosial Politik Kemunculan Joko Widodo Sebagai Pemimpin Populis
13
Michael Rush dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, penerjemah Kartini Kartono (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), hlm. 25.
14
Ibid., hlm. 33-34.
15
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam (Jakarta:
Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), hlm. 53. 16
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam (Jakarta:
Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), hlm. 53.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
7
Dalam kajian kepemimpinan, terdapat dua pandangan mendasar yang digunakan dalam
menjelaskan sebab-sebab munculnya seorang pemimpin. Di satu pihak ada yang menjelaskan
bahwa pemimpin itu adalah mereka yang memiliki bakat-bakat bawaan sejak lahir (leader is
born). Di lain pihak, ada yang mengatakan bahwa siapa saja bisa menjadi pemimpin, melalui
serangkaian proses pelatihan dan pendidikan, di mana keterampilan-keterampilan untuk
menjadi seorang pemimpin diajarkan kepada mereka (leader is made). Mereka diberikan
latihan dan pendidikan khusus untuk membiasakan diri bertingkah laku menurut pola-pola
tertentu, agar mereka mampu melakukan tugas-tugas kepemimpinan dan sanggup membawa
orang-orang atau orang yang dipimpinnya ke sasaran yang ingin dicapai.
Pandangan tentang sebab-sebab munculnya seorang pemimpin diatas tidak cukup untuk
menganalisis fenomena kepemimpinan Jokowi. Jokowi merupakan pemimpin yang memiliki
latar belakang kehidupan yang sederhana dan bukan berasal dari birokrasi maupun elit partai
politik tertentu. Jokowi terpilih sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta melalui
rangkaian proses politik dan publisitas media yang tinggi dengan kebijakan-kebijakannya
yang populis. Misalnya dalam relokasi PKL dan penerapan program kartu yang memberikan
akses layanan pendidikan dan kesehatan gratis bagi masyarakat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Populisme Jokowi
Faktor Latar Belakang Kehidupan
Sosialisasi politik, sebagai usaha untuk memperlajari politik, memiliki pengaruh terhadap
orientasi sikap seseorang.
Sosialisasi politik ditentukan oleh interaksi pengalaman-
pengalaman serta kepribadiaannya. Latar belakang kehidupan Jokowi yang tumbuh dari
keluarga yang sederhana, yang dididik oleh kedua orangtuanya, untuk bisa bertahan dalam
kondisi yang serba terbatas. Pembelajaran yang diterima oleh Jokowi pada tahap ini
merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi orientasi sikap Jokowi yang
sederhana di kemudian hari.
Jokowi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan lulus tes masuk
perguruan tinggi negeri dan menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada.
Jokowi memilih bidang ini karena latar belakang kecintaan dia terhadap pekerjaan yang
dilakoni oleh ayahnya, yaitu bergerak di bidang kayu. Proses pendidikan formal sampai
dengan jenjang pendidikan tinggi ini turut memberikan kontribusi pengetahuan dan sosialisasi
politik terhadap Jokowi. Pada waktu itu, sekitar tahun 80-an, kampus Universitas Gajah Mada
adalah kampusnya wong cilik. Kebersahajaan di kalangan mahasiswa saat itu menjadi khas
dan identitas warga UGM yang identik dengan gaya kuliah yang militan. Belajar dengan
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
8
keras, sekeras hidup. Kesederhanaan justru membuat para mahasiswa menemukan benih dari
kesempatan belajar. Jokowi merasakan bahwa kesederhanaan seharusnya menjadi bagian dari
pendidikan, jika menginginkan siswa tumbuh menjadi orang yang kuat dalam menghadapi
hidup. Jokowi pun lulus sebagai insinyur kehutanan UGM pada tahun 1985.
Prof. Hamdi Muluk menambahkan bahwa faktor pembentuk gaya kepemimpinan Jokowi ini
dapat dilihat dari asal muasal kehidupan Jokowi, darimana dia mulai mengasah kemampuan
kemimpinannya. Keterampilan manajemen yang dimiliki oleh Jokowi sudah dia dapatkan
ketika dia mengelola perusahaan meubelnya. Kemampuan ini dikembangkan oleh Jokowi
berkat lingkungan pergaulan Jokowi yang dikelilingi oleh para pengusaha meubel. Walaupun
kalau kita lihat, CV Rakabu yang dimiliki oleh Jokowi dalam bidang ekspor meubel, untuk
ukuran korporasi, konglomerasi, hanyalah sebuah perusahaan yang kecil jika dibandingkan
dengan korporasi-korporasi lainnya yang ada di Indonesia. Jokowi juga mengetahui nilai-nilai
dalam entrepreneurship, kerja keras, efisiensi, dan tidak malas-malasan yang merupakan
kunci dari keberhasilan. Tidak mungkin perusahaan yang dimiliki oleh Jokowi mampu
bertahan kalau pelayanan tidak dianggap penting. Dalam usaha meubel, kepuasan pelanggan
merupakan salah satu hal yang dianggap penting, semua hal harus dicek. Begitu pula ketika
Jokowi membina para karyawannya yang harus customer oriented. Dari pengelaman sebagai
pengusaha meubel inilah Jokowi belajar tentang kepemimpinan.
FX. Hadi Rudyatmo menilai kualitas-kualitas pemimpin sebagai seorang pelayan yang mau
melayani rakyatnya dengan tulus, mau mendengar, melihat, dan berbuat terdapat dalam diri
Jokowi. Akan tetap kualitas-kualitas ini tidak cukup untuk membekali Jokowi yang dinilai
yang minim pengalaman politik dalam pertarungan Pilkada Solo tahun 2005. Oleh karena itu,
FX. Hadi Rudyatmo mengajak Jokowi untuk mengenal secara langsung calon-calon
konstituen mereka, yaitu masyarakat Solo.
“Ya karena tadi, mau saya ajak blusukan itu. Mau mendengarkan, mau melihat di
lapangan. Kita ajak ke sungai ya ke sungai, kita ajak ke gang bau, gang miring, gang
bungkuk, berangkat dari situlah beliau tertempa lama hampir delapan tahun di Solo.”17
Pelajaran yang Jokowi dapat dari FX. Hadi Rudyatmo tentang blusukan dan kedekatan
dengan rakyat menjadi modal yang penting bagi Jokowi dalam karier politik Jokowi di
kemudian hari. Ada sebuah artikel yang diterbitkan ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI
Jakarta, yaitu pada tanggal 23 September 2013 dari media Amerika Serikat The New York
17
Wawancara dengan FX. Hadi Rudyatmo. Op. Cit.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
9
Times yang menyebut Jokowi sebagai pemimpin yang bersedia keluar dari kantornya dan
turun ke jalan untuk mendengar aspirasi warga Jakarta.18
Faktor Konteks Politik
Menurut Lukacs, jika melihat situasi objektif, ada dua faktor dominan yang memicu
munculnya populisme. Pertama, ketidakpuasan popular terhadap situasi ekonomi yang jauh
dari harapan masyarakat. Ketidakmampuan rezim berkuasa dalam memenuhi harapan
ekonomi masyarakat, dalam hal ini kesejahteraan, menjadi pemicu utama ketidakpuasan.
Misalnya kemenangan Jokowi di Pemilukada DKI Jakarta merupakan bentuk ketidakpuasan
sebagian masyarakat Jakarta terhadap kepemimpinan gubernur yang sebelumnya. Amri
Yusra, pengamat politik dari Universitas Indonesia, melihat faktor penyebab kekalahan Fauzi
Bowo karena masyarakat sudah jenuh dengan pelayanan birokrasi yang masih belum optimal.
Tidak berhasilnya Fauzi Bowo dalam mengatasi masalah kemacetan dan permasalahan
birokrasi yang ada di Jakarta mengakibatkan masyarakat mulai mencari figur alternatif. Pada
saat inilah, Jokowi muncul sebagai sosok figur alternatif yang dikenal masyarakat sebagai
sosok yang santun dan sederhana, non-birokratis dan inovatif yang tercermin dalam programprogram yang berhasil dia laksanakan di Solo.19
Kedua, kebangkrutan ideologi dan politik partai atau kekuatan-kekuatan politik tradisional.
Kebangkrutan itu ditandai dengan ketidakmampuan partai politik merespon tuntutan
masyarakat, merebaknya praktik korupsi, dan gaya berpolitik yang makin berjarak dengan
massa atau elitis. Permasalahan birokrasi yang tidak efisien dan korupsi merupakan salah satu
masalah kronis yang dihadapi oleh bangsa ini, selain berbagai permasalahan lainnya seperti
infrastruktur, inflasi, kebijakan pajak, dan tenaga kerja. Padahal, kepala daerah, yang diusung
oleh partai politik, memiliki peran yang strategis untuk menanggulangi permasalahan yang
terjadi dalam tubuh pemerintahan ini. Peran pemimpin dianggap penting untuk melakukan
perubahan dan membuat sebuah gebrakan baru. Hal ini menjadi indikasi bahwa partai politik
gagal dalam menampilkan representasi mereka dalam bentuk perwakilan kader sebagai kepala
daerah untuk merespon tuntutan masyarakat dalam hal perbaikan birokrasi, namun sebaliknya
korupsi menjadi sebuah permasalahan yang sistemik.
18
“Jokowi Blusukan Masuk The New York Times”. Artikel diunduh di
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/26/219516864/Jokowi-Blusukan-Masuk-The-New-York-Times pada
tanggal 4 Desember 2014 pukul 21.45 WIB.
19
“Penyebab Kegagalan Foke Menurut Pakar UI”. Artikel diunduh dari
http://www.tempo.co/read/news/2012/07/16/228417214/Penyebab-Kegagalan-Foke-Menurut-Pakar-UI, pada
tanggal 15 Januari 2015, pukul 13.30 WIB.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
10
Kepemimpinan Jokowi sebagai Walikota Solo menunjukkan seorang pemimpin yang
visioner. Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Jokowi di Solo membuktikan bahwa hal ini
dapat dicapai jika memiliki pemimpin yang berkomitmen untuk merespon tuntutan rakyat.
Misalnya dalam percepatan pembuatan izin usaha dan KTP di Solo dengan program One Stop
Service. Selain itu kebijakan Jokowi untuk menindaklanjuti relokasi PKL di Solo dengan
menggunakan metode dialogis, bukan represif, memperlihatkan sebuah respon terhadap
tuntutan masyarakat.
Sementara itu, dalam aspek situasi subjektif, kemunculan populisme dipicu oleh: pertama,
ide-ide progresif yang menawarkan analisis dan solusi paling komprehensif terhadap keadaan
(situasi ekonomi, politik, dan sosial-budaya) belum menjadi dominan; misalnya janji-janji
kampanye Jokowi yang progresif berbeda dengan kandidat lain yang biasanya memberikan
janji kampanye yang kemudian tidak dapat mereka implementasikan.
Menurut Yayat Supriyatna, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, mengatakan bahwa
salah satu pencapaian yang dilakukan oleh Jokowi di Jakarta adalah mendorong mental
kepercayaan masyarakat pada kemampuan diri sendiri sebagai warga Jakarta.
“Jokowi mendobrak mitos kegagalan, mitos tidak mampu bahwa itu tidak mungkin
dilakukan dengan memulainya. Karena banyak pembangunan di Jakarta selama
ini terjebak dalam pemikiran tidak mungkin diwujudkan. Itu tercetus pada waktu
Foke yang menghentikan proyek monorel dengan alasan tidak mungkin, tidak untung,
tidak layak dan harus dihentikan itu membentuk opini ketidakmampuan.”20
Situasi dan kondisi kepemimpinan yang ada pada saat ini, menurut Budiarto Shambazy,
sedang mengalami sebuah anomali. Pemimpin yang jujur, rasional, dan lebih banyak bekerja
ketimbang berbicara, seperti ungkapan mencari jarum di gudang jerami. Jujur, sederhana, dan
get things done terangkum dalam satu kata, yaitu blusukan. Tipologi kepemimpinan ini yang
menjadi ciri khas dari Jokowi dalam memimpin Solo dan Jakarta. 21
Kedua, belum adanya kekuatan politik alternatif yang terorganisasi dan sanggup mewadahi
serta mengartikulasikan ketidakpuasan popular. Populisme sebagai sebuah praktik “antisipasi
politik” memberikan pandangan bahwa pemimpin populis naik dan berkuasa dengan
memanfaatkan dukungan mobilisasi masyarakat yang bersifat sporadis dan menguntungkan
pemimpin tersebut dalam menjamin kemenangan mereka melalui pemilu.
20
“Satu Tahun Jokowi-Ahok”. Artikel diunduh dari
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/satu-tahun-jokowiahok/1211296, pada tanggal
13 Oktober 2014, pukul 19.02 WIB.
21
“Jokowi-Ahok Setelah Satu Tahun”. Artikel diunduh dari
http://nasional.kompas.com/read/2013/10/19/0829532/Jokowi-Ahok.Setelah.Satu.Tahun pada tanggal 13
Oktober 2014, pukul 18.50 WIB.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
11
Munculnya voluntarisme dalam kepemimpinan Jokowi. Kesuksesan Jokowi dalam
Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012 tidak terlepas dari peran serta kelompok relawan yang
mendukung pencalonan Jokowi ini. Tim relawan ini menamakan diri mereka sebagai Relawan
Jakarta Baru yang bertujuan untuk memenangkan Jokowi-Ahok dalam pertarungan merebut
kekuasaan di Jakarta melalui pemilihan langsung. Hasan Nasbi, Direktur Eksekutif dari Cyrus
Network, menjelaskan bahwa tim relawan ini terdiri dari 15.059 relawan.22
Haryadi, pengamat politik dari Universitas Airlangga, mengatakan bahwa adanya relawan
yang memiliki kemampuan pemasaran dalam jejaring sosial yang bersifat anomik ini adalah
salah satu penentu kemenangan Jokowi di Jakarta. Jejaring sosial yang bersifat anomik ini
adalah kumpulan relawan yang tidak saling mengenal, tidak memiliki ikatan ideologis, berada
di luar partai politik, dan bersifat tidak permanen atau hanya berlangsung ketika Pemilukada
DKI Jakarta diselenggarakan pada tahun 2012. 23 Para relawan ini diikat oleh satu
kesepahaman harapan untuk melihat sesuatu berubah kea rah yang lebih baik. Mereka tidak
memiliki harapan material maupun jabatan, karena mereka lebih memiliih untuk menunggu
program yang konkret dari kandidat yang terpilih. Oleh karena itu, keunggulan yang dimiliki
oleh Jokowi ini, dengan adanya relawan tadi, sebagai bentuk tantangan untuk merealisasikan
program-program yang efektif, cepat, dan tepat sasaran.
Gaya Kepemimpinan Politik Populis Joko Widodo
Popularitas Kepemimpinan Politik Joko Widodo
Jokowi mulai dikenal dalam pemberitaan media nasional sejak namanya sebagai Walikota
Solo dimuat dalam 10 Kepala Daerah Terbaik versi TEMPO pada Desember 2008. Jokowi
dinilai sebagai sosok pemimpin yang mendemonstrasikan cara untuk memanusiakan
warganya ketika dalam proses relokasi PKL dia lakukan tanpa adanya unsur represif. Metode
yang digunakan Jokowi adalah secara dialogis yaitu mengajak makan kepada para pemangku
kepentingan dalam proses relokasi PKL ini yang dilakukan sebanyak 54 kali. Pada Juli 2006
Prosesi Kirab Budaya yang kental dengan nuansa Jawa ini dilakukan sebagai tanda resmi
dipindahkannya PKL dari kawasan Monumen Juang 45 Banjarsari menuju lokasi yang baru di
Pasar Semanggi yang diberi nama Pasar Klithikan Notoharjo.24 Berdasarkan kinerja yang
22
“Ini Dia Pasukan Senyap yang Buat Jokowi-Ahok Menang”. Artikel diunduh dari
http://www.cyrusnetwork.co/cyrus/home/release/12/Ini-Dia-Pasukan-Senyap-yang-Buat-JokowiAhokMenang#sthash.RfkI6aGR.dpbs , pada tanggal 15 Januari 2015, pukul 15.00 WIB.
23
“Relawan Muda Penentu Kemenangan Jokowi-Ahok”. Artikel diunduh dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/20/19481883/Relawan.Muda.Penentu.Kemenangan.JokowiAhok.,
pada tanggal 15 Januari 2015, pukul 13.02 WIB.
24
“Meriah, Kirab Boyong Klithikan”. Artikel diunduh dari
http://www.suaramerdeka.com/harian/0607/24/slo02.htm pada tanggal 13 Januari 2015, pukul 17.23 WIB.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
12
sama pula, Jokowi dinobatkan sebagai salah satu dari tujuh Tokoh Perubahan 2010 oleh
Republika.25 Marcus Mietzner menyebut Jokowi sebagai seorang kepala daerah yang dikenal
dengan perhatiannya terhadap detail mikro pemerintahan kota, begitu juga dengan
kemampuannya untuk menyelesaikan masalah kebijakan yang sulit diatasi dengan negosiasi
secara langsung dan bijaksana dengan komunitas yang terkait.26
Nama Jokowi kembali menjadi sorotan media nasional ketika dia menjadikan mobil KIAT
ESEMKA, mobil jenis SUV yang dirakit oleh para pelajar SMK Kota Solo, menjadi mobil
dinasnya pada tahun 2012. Jokowi kemudian mendaftarkan produk ini menjadi perseroan
terbatas dengan nama PT Solo Manufaktur Kreasi.27 Menurut FX. Hadi Rudyatmo, publisitas
media terkait dengan pemberitaan mobil ESEMKA ini yang kemudian semakin menaikkan
popularitas Jokowi. Prof. Hamdi Muluk mengatakan bahwa setiap pemberitaan yang
dilakukan oleh media terhadap Jokowi memiliki unit of story, yang mengarah pada Jokowi
membela kepentingan publik.
Mietzner menjelaskan bahwa terobosan Jokowi menjadi figur nasional setelah pencalonannya
sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012.28 Stasiun TV, koran, dan portal online
memberikan peliputan secara terus menerus terhadap Pemilukada secara umum dan Jokowi
secara khusus. Jokowi memberikan dampak yang lebih besar dengan keterlibatan kampanye
sosial media yang dia miliki. Di luar rentang perkiraan berbagai lembaga survei opini publik,
berdasarkan data hitung cepat pemilihan kepala daerah DKI Jakarta, pasangan yang semula
mendapat status underdog ini melampaui pasangan pertahana yang diunggulkan, Fauzi BowoNachrowi Ramli, dengan selisih suara yang meyakinkan.29 Pada putaran kedua ini, Jokowi
menang dengan perolehan 53,82 persen suara, sedangkan Foke-Nara 46,18 persen suara.
Pada akhir dari kontestasi di Jakarta, masyarakat Indonesia telah menjadi begitu tergantung
dengan pemberitaan kisah Jokowi, di mana para editor diperintahkan untuk memublikasikan
beberapa jenis berita tentang Jokowi pada tiap harinya, meskipun berita itu dangkal dan biasa
saja, untuk bersaing dengan permintaan pemberitaan yang terus meningkat dari publik. Ciri
khas dari Jokowi adalah blusukan–kunjungan mendadak ke komunitas dan kantor
pemerintaahan untuk berinteraksi secara langsung dengan mendengarkan aspirasi dan
25
“Inilah Tokoh Perubahan 2010”. Artikel ini diunduh dari
http://www.republika.co.id/berita/video/berita/11/03/31/lixabf-inilah-tokoh-perubahan-2010 pada tanggal 13
Januari 2015, pukul 17.33 WIB.
26
Marcus Mietzner, “Jokowi: Rise of A Polite Populist” (Jakarta: Inside Indonesia 116: April-June, 2014).
27
“Jokowi Kembali Bicara Soal Mobil Esemka”. Artikel diunduh dari
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/01/269574625/Jokowi-Kembali-Bicara-Soal-Mobil-Esemka, pada
tanggal 13 Januari 2015, pukul 18.56 WIB.
28
Marcus Mietzner, Op. Cit.
29
“Pemilihan Gubernur DKI: Referendum untuk Foke?” (Majalah Tempo, 22 Juli 2012), hlm. 44.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
13
menyimak permasalahan yang terjadi di lapangan. Mieztner berpendapat bahwa Jokowi
dicintai oleh rakyat dan kegiatan blusukan ini menjadi publisitas yang bagus dan memberikan
efek yang besar terhadap popularitas Jokowi.30
Media menjadikan citra Jokowi sebagai penyelesai masalah dan komunikator akar rumput dan
menanamkan rasa cemas yang konstan di benak para birokrat.31 Hasilnya, kantor birokrasi di
kota dimulai lebih awal pada tiap harinya, pelayanan menjadi lebih efisien dan cepat, dan
permintaan suap untuk mengurus prosedur administrasi yang sederhana menurun. Jokowi
juga memiliki seorang wakil yang terkenal efisien dalam menjalankan berbagai aspek teknis
dalam pemerintahan kota, yaitu Ahok, seorang politisi keturunan Cina. Ahok menjadi
sepopuler Jokowi, khususnya dalam memarahi petugas yang malas dan memberikan rekaman
terhadap proses ini di youtube untuk memaksimalkan efek jera oleh publik.
M. Alfan Alfian mengatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, dianggap sebagai tokoh
pejabat publik yang terdongkrak popularitas dan elektabilitasnya karena kinerja yang baik,
maka media massa akan tertarik untuk memberitakannya dan efek nyatanya adalah
meningkatnya popularitas serta elektabilitasnya.
Kebijakan “Kerakyatan” Joko Widodo
Marcus Mietzner menjelaskan bahwa Jokowi menambahkan daya tarik personal yang dia
miliki dengan program inti politik, yang dapat disimpulkan secara singkat dan sederhana:
memperbaiki pelayanan pemerintah untuk masyarakat. Salah satu programnya yang terkenal
baik di Solo maupun Jakarta adalah sebuah program Kartu Sehat yang memberikan
masyarakat akses kepada pelayanan kesehatan gratis. Dia menunjukan ketertarikan terhadap
teknokratis dalam memperbaiki performa birokrasi, dalam bagian melakukan inspeksi
mendadak ke tempat kerja pemerintahan, tetapi juga dengan memotong birokrasi dan
memperkenalkan langkah-langkah seperti skema e-procurement. Jokowi sering kali
mengatakan bahwa permasalahan kebijakan adalah ‘gampang’ untuk diperbaiki, hanya
membutuhkan perbaikan administrasi pemerintahan dan kemauan keras.32
Bentuk komitmen Pemkot Solo dalam bidang pendidikan, Pemkot Solo tidak sekedar
mengembangkan program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS) dan dalam
bidang kesehatan yaitu program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Solo (PMKS), namun
juga mengajak masyarakat untuk berdialog langsung. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi
30
Marcus Mietzner, Op. Cit.
Ibid.
32
Marcus Mietzner, Op. Cit.
31
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
14
selalu menegaskan agar mengutamakan pelayanan. Di Jakarta, Jokowi juga menggunakan
program yang sama seperti yang di Solo, dengan nama Kartu Jakarta Sehat guna melayani
warga berobat gratis di rumah sakit/puskesmas.
Program KJS dan KJP ini memang mendapatkan sambutan yang positif dari masyarakat
sebagai penerima manfaat, namun meninggalkan persoalan teknis yang perlu diperbaiki.
Misalnya dalam pelaksanaan KJS terdapat masalah pembayaran kepada pihak rumah sakit
yang tersendat dan kesulitan akibat jumlah pasien yang begitu banyak. KJS juga sempat
menimbulkan kontroversi terkait penunjukkan langsung PT Askes sebagai pelaksana KJS
yang diduga melanggar peraturan tentang pengadaan barang dan jasa yang harus melalui
proses lelang. Namun, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menjelaskan
bahwa penunjukkan PT Askes ini sesuai dengan UU BPJS yang menunjuk PT Askes sebagai
pelaksana BPJS Kesehatan.
Selain penerapan program bantuan kesehatan dan pendidikan bagi warga yang kurang
mampu, Jokowi juga melakukan reformasi pelayanan perizinan di kota Solo. Hal ini
dilatarbelakangi oleh kondisi pelayanan publik, terutama sistem pelayanan perizinan yang ada
pada waktu itu masih dianggap tidak efisien, berbelit-belit, dan memakan waktu yang lama,
serta tidak adanya transparansi biaya yang harus dikeluarkan oleh pemohon izin. Program
untuk memperbaiki sistem pelayanan perizinan di Solo ini dijalankan dengan merubah sistem
pelayanan perizinan yang awalnya berbentuk satu atap menjadi satu pintu (One Stop ServiceOSS) dan memberikan pelimpahan wewenang secara bertahap kepada Unit Pelaksanan Teknis
(UPT) yang sekarang berubah nama menjadi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu
(BPMPT). Menurut Kepala BPMPT, Puja Hariyanto, dengan menjadi satu kantor, pelayanan
kepada calon investor bisa menjadi lebih cepat. Lewat BPMPT ada sekitar 30 jenis perizinan
yang bisa diterbitkan, mulai dari IMB sampai dengan tanda daftar perusahaan. Puja Hariyanto
juga mengatakan bahwa pihaknya dapat menjamin pelayanan perizinan yang lebih cepat dari
patokan waktu yang sudah ada sebelumnya, yaitu enam hari kerja. Satu permohonan izin
dapat disetujui pada hari yang sama, jika kelengkapan persyaratannya sudah terpenuhi. 33
Kepemimpinan Politik yang Tidak Berjarak dengan Rakyat
Jokowi mengawali karier politiknya sebagai seorang Walikota Solo pada tahun 2005. Latar
belakang yang dimiliki oleh Jokowi sebagai seorang eksportir meubel menjadikan dia sebagai
seorang walikota dengan pengalaman politik yang minim. Marcus Mietzner mengatakan
33
“Solo Stop Pembangunan Mal”. Artikel diunduh dari
http://www.tempo.co/read/news/2012/01/10/090376383/Solo-Stop-Pembangunan-Mall pada tanggal 12 Januari
2015, pukul 15.49 WIB.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
15
bahwa Jokowi adalah seorang dengan gaya bicara yang tidak mengesankan dan lebih banyak
menghabiskan waktu di jalanan daripada di ruang debat, dan sikap personal Jokowi yang
menarik diri dari protokol dan pidato formal.34 Poin utama daya jual Jokowi terletak pada
gaya personal dia yang membumi. Kontras dengan sikap kaku yang sebagian besar
ditunjukkan oleh para pejabat Indonesia, Jokowi memiliki atribut personal yang oleh
kebanyakan rakyat Indonesia diidentifikasi dengan: gaya bahasa yang informal yang
dibumbui dengan susunan kata-kata dan pelafalan orang Jawa; dia berpakaian dengan kasual,
makan di warung makan pinggir jalan, dengan berinteraksi hangat dengan masyarakat
banyak.35 Berdasarkan deskripsi Mietzner tadi, penulis kemudian mengelompokkan atribut
personal yang dimiliki oleh Jokowi menjadi gaya berbicara yang apa adanya dan blusukan.
Kepribadian Jokowi mungkin bisa diringkas dalam sejumlah kontras. Kejujuran adalah atribut
yang paling sering dilekatkan kepada Jokowi. Umumnya, kejujuran diartikan sebagai
konsistensi antara omongan dan tindakan. Namun dalam kasus Jokowi, lebih tepat jika
kejujuran itu diartikan sebagai kepolosan.36 Dalam potongan video pemberitaan ketika Jokowi
mengunjungi korban banjir di Jakarta pada Januari 2013, kita bisa melihat reaksinya dalam
melihat luapan banjir yang massif. Dia berjongkok di bantalan rel kereta dengan tangannya
memegangi batok kepalanya sendiri, sebuah gaya yang di luar gaya konvensional protokoler
seorang gubernur.37 Di potongan video yang lain, kita melihat tingkah kikuk Jokowi ketika
sepanggung dengan SBY dalam seremoni pembukaan Jakarta Expo, Oktober 2012. Mengatasi
masalah kekikukan, Jokowi malah menggeser dan menggotong gong yang dalam urusan
protokoler semestinya dikerjakan oleh petugas umum. 38 Kesan yang timbul dari semua
tindakan itu adalah penegasan bahwa he is just one of us – dia adalah salah satu dari kita,
bagian dari kita, yakni publik mayoritas pemilih yang biasa-biasa saja.39
Seorang pemimpin politik adalah dia yang punya kemampuan social identity. Artinya adalah
pemimpin tersebut harus bisa meletakkan dirinya sesuai dengan basis social identity dari
calon konstituennya itu. Berarti keberadaan pemimpin tersebut harus ada dalam benak
masyarakat, dipersepsikan bahwa pemimpin ini adalah bagian dari masyarakat dan dia
mengerti keseluruhan permasalahan yang ada di masyarakat. Hal ini yang mengakibatkan
34
Marcus Mietzner, “Jokowi: Rise of A Polite Populist” (Jakarta: Inside Indonesia 116: April-June, 2014).
Marcus Mietzner, “Indonesian Politics in 2014: Democracy Close Call” (The Indonesian Quarterly, Vol. 42
No. 3-4), hlm. 350.
36
Dodi Ambardi, “Tiga Elemen Pendongkrak Jokowi” (Jakarta: Tempo, 11 Agustus 2013), hlm. 42-43.
37
“Jakarta Darurat Banjir”, dalam Program Headline News di Metro TV, pada tanggal 17 Januari 2013.
38
“Keluguan Jokowi: Dampingi Presiden, Jokowi Gugup”, dalam Program Topik Pagi di ANTV, pada tanggal
17 Oktober 2012.
39
Dodi Ambardi, Op. Cit.
35
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
16
banyak orang yang bilang bahwa seorang pemimpin harus memiliki rasa empatik yang tinggi.
Dari sini publik harus melihat bahwa pemimpin tersebut adalah bagian dari mereka.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Jokowi bukan lah sebuah hal yang baru. Pada masa
kepemimpinan Presiden Sukarno, hal ini sudah dilakukan oleh beliau. Jika kita menyimak
buku karya Bung Karno Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno sering blusukan pada
malam hari ke tempat-tempat masyarakat kumuh, makan bersama orang-orang kecil di
warung-warung kecil. Perilaku seorang pemimpin seperti Bung Karno inilah yang diadopsi
oleh Jokowi yang ditinggalkan oleh para pemimpin kita saat sekarang ini. Gaya
kepemimpinan inilah yang dirindukan oleh masyarakat republik ini yang tidak dimiliki oleh
para pemimpin kita baik di daerah maupun di pusat.
Kesimpulan
Jokowi mengawali karier politiknya sebagai Walikota Solo pertama yang dipilih secara
langsung oleh rakyat. Jokowi mulai tampil dalam pemberitaan media nasional sejak
dinobatkan sebagai 10 Kepala Daerah Terbaik versi TEMPO pada Desember 2008. Beberapa
hal yang menjadi sorotan media dan mendongkrak popularitas Jokowi adalah relokasi PKL,
gaya blusukan dan metode dialogis yang digunakan agar dekat dengan rakyat, perbaikan
pelayanan pemerintah melalui sistem satu pintu, penyediaan akses pendidikan dan kesehatan
gratis bagi warga yang tidak mampu, pemanfaatan ruang publik, dan branding kota Solo.
Beberapa media yang berbasis di Jakarta kemudian memulai untuk meningkatkan laporan
tentang Jokowi setelah kemenangan ulang dalam Pemilukada Solo tahun 2010 (Jokowi
memenangkan lebih dari 90 persen suara, di mana hampir tidak terdengar presentasi suara
yang sebesar itu dalam pemilihan lokal di Indonesia). Bagaimanapun, terobosannya menjadi
figur nasional datang setelah pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012.
Stasiun TV, koran, dan portal online memberikan peliputan secara terus menerus terhadap
Pemilukada secara umum dan Jokowi secara khusus. Dalam bagiannya, Jokowi memberikan
dampak yang lebih besar dengan keterlibatan kampanye sosial media yang dia miliki.
Kemenangan Jokowi di Jakarta – dia datang dari ketertinggalan poling dan mengalahkan
Fauzi Bowo di putaran kedua pemilihan pada September 2012 – menjadikan Jokowi sebagai
seorang bintang media nasional. Ciri khas dari Jokowi adalah blusukan – kunjungan
mendadak ke komunitas dan kantor pemerintaahan untuk berinteraksi secara langsung dengan
mendengarkan aspirasi dan menyimak permasalahan yang terjadi di lapangan. Dicintai oleh
rakyat dan ditakuti oleh para birokrat, kunjungan ini menjadi publisitas yang bagus dan
memberikan efek yang besar.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
17
Poin utama daya jual Jokowi terletak pada gaya personal dia yang membumi. Kontras dengan
sikap kaku yang sebagian besar ditunjukan oleh para pejabat Indonesia, Jokowi memiliki
atribut personal yang oleh kebanyakan rakyat Indonesia diidentifikasi dengan: gaya bahasa
yang informal yang dibumbui dengan susunan kata-kata dan pelafalan orang Jawa; dia
berpakaian dengan kasual, makan di warung makan pinggir jalan, berpergian dengan pesawat
kelas ekonomi, dengan berinteraksi hangat dengan masyarakat banyak. Bahkan wajahnya,
seringkali menjadi bahan lelucon, yaitu kampungan atau ndeso. Salah satu ciri khasnya adalah
yang dia sebut dengan blusukan–kunjungan mendadak ke pasar tradisional atau tempat publik
lainnya di mana dia bisa berdiskusi dan bercanda dengan penduduk dan orang-orang yang
lewat, menanyakan tentang harapan dan persoalan mereka. Semua ini dibuat untuk televisi
besar, dan media nasional yang dengan segera menghantui dia dengan pemberitaan.
Jokowi menambahkan daya tarik personal dia dengan program inti politik, yang dapat
disimpulkan secara singkat dan sederhana: memperbaiki pelayanan pemerintah untuk
masyarakat. Salah satu programnya yang terkenal baik di Solo maupun Jakarta adalah sebuah
program Kartu Sehat yang memberikan masyarakat akses kepada pelayanan kesehatan gratis.
Dia menunjukkan ketertarikan terhadap teknokratis dalam memperbaiki performa birokrasi,
dalam bagian melakukan inspeksi mendadak ke tempat kerja pemerintahan, tetapi juga
dengan memotong birokrasi dan memperkenalkan langkah-langkah seperti skema eprocurement. Dalam debat televisi tahun 2014, Jokowi sering kali mengatakan bahwa
permasalahan kebijakan adalah ‘gampang’ untuk diperbaiki, hanya membutuhkan perbaikan
administrasi pemerintahan dan kemauan keras. Hal ini memberikan kesan bahwa dia dalam
menjadi seorang pemimpin akan memberikan perhatian kepada pekerjaan internal dari
pemerintahan. Dia ingin untuk membuat sistem berjalan dengan lebih baik, tidak
menggantinya dengan suatu hal yang baru.
Sosialisasi politik yang didapat oleh Jokowi dari latar belakang kehidupannya di Solo turut
mempengaruhi orientasi sikap politik Jokowi. Kemunculan kepemimpinan populis yang
dimiliki oleh Jokowi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu latar belakang kehidupan
Jokowi dan konteks politik. Latar belakang kehidupan Jokowi yang sederhana dan menjadi
seorang pengusaha meubel mempengaruhi orientasi Jokowi dalam memimpin di Solo dan
Jakarta. Jokowi kemudian dikenal sebagai figur pemimpin yang sederhana dengan
kemampuan pemasaran yang baik. Selain itu, dari
memicu
munculnya
Jokowi
sebagai
sosok
konteks politik ada empat hal yang
pemimpin
populis.
Pertama,
adalah
ketidakmampuan rezim berkuasa dalam merespon keinginan publik yang berujung kepada
munculnya Jokowi sebagai figur alternatif dalam kepemimpinan birokrasi. Kedua, partai
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
18
politik dengan praktik korupsi dan gaya berpolitik yang semakin berjarak dengan massa.
Ketiga, ide-ide progresif yang ditawarkan oleh Jokowi sewaktu memimpin di Solo dan
Jakarta. Keempat, munculnya voluntarisme yang mendukung kepemimpinan Jokowi sebagai
bentuk ketidakpuasan popular masyarakat terhadap rezim berkuasa terdahulu.
Beberapa hal yang kemudian mengidentifikasi bentuk kepemimpinan populis Jokowi adalah
popularitas yang dimiliki olehnya dengan menjadi media darling, kebijakan-kebijakan yang
keluarkan untuk memperbaiki pelayanan pemerintah terhadap rakyat, dan gaya personal yang
membumi dengan bahasa komunikasi yang apa adanya, serta blusukan yang menjadikan
Jokowi pemimpin yang tidak berjarak dengan rakyat banyak.
Daftar Referensi
“Ini Dia Pasukan Senyap yang Buat Jokowi-Ahok Menang”. Artikel diunduh dari
http://www.cyrusnetwork.co/cyrus/home/release/12/Ini-Dia-Pasukan-Senyap-yangBuat-JokowiAhok-Menang#sthash.RfkI6aGR.dpbs , pada tanggal 15 Januari 2015,
pukul 15.00 WIB.
“Inilah Tokoh Perubahan 2010”. Artikel ini diunduh dari
http://www.republika.co.id/berita/video/berita/11/03/31/lixabf-inilah-tokohperubahan-2010 pada tanggal 13 Januari 2015, pukul 17.33 WIB.
“Jakarta Darurat Banjir”, dalam Program Headline News di Metro TV, pada tanggal 17
Januari 2013.
“Jokowi Blusukan Masuk The New York Times”. Artikel diunduh di
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/26/219516864/Jokowi-Blusukan-MasukThe-New-York-Times pada tanggal 4 Desember 2014 pukul 21.45 WIB.
“Jokowi Kembali Bicara Soal Mobil Esemka”. Artikel diunduh dari
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/01/269574625/Jokowi-Kembali-BicaraSoal-Mobil-Esemka, pada tanggal 13 Januari 2015, pukul 18.56 WIB..
“Jokowi Ungguli Sri Mulyani”, diunduh dari http://www.jambiekspres.co.id/berita-780jokowi-ungguli-sri-mulyani.html, pada tanggal 17 Desember 2013, pukul 23:16 WIB.
“Jokowi-Ahok Setelah Satu Tahun”. Artikel diunduh dari
http://nasional.kompas.com/read/2013/10/19/0829532/JokowiAhok.Setelah.Satu.Tahun pada tanggal 13 Oktober 2014, pukul 18.50 WIB.
“Keluguan Jokowi: Dampingi Presiden, Jokowi Gugup”, dalam Program Topik Pagi di
ANTV, pada tanggal 17 Oktober 2012.
“Ketika Media Internasional Memuji Gaya Kepemimpinan Jokowi”. Diunduh dari
http://www.portalkbr.com/nusantara/jakarta/2952926_4260.html, pada tanggal 17
Desember 2013 pukul 23.25 WIB.
“Mayor Win Antigraft Award” (The Jakarta Post: Oktober 2010).
“Meriah, Kirab Boyong Klithikan”. Artikel diunduh dari
http://www.suaramerdeka.com/harian/0607/24/slo02.htm pada tanggal 13 Januari
2015, pukul 17.23 WIB.
“Otonomi Daerah yang Memabukan” (Media Indonesia: 28 April 2010).
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
19
“Pemilihan Gubernur DKI: Referendum untuk Foke?” (Majalah Tempo, 22 Juli 2012).
“Penyebab Kegagalan Foke Menurut Pakar UI”. Artikel diunduh dari
http://www.tempo.co/read/news/2012/07/16/228417214/Penyebab-Kegagalan-FokeMenurut-Pakar-UI, pada tanggal 15 Januari 2015, pukul 13.30 WIB.
“Relawan Muda Penentu Kemenangan Jokowi-Ahok”. Artikel diunduh dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/20/19481883/Relawan.Muda.Penentu.K
emenangan.JokowiAhok., pada tanggal 15 Januari 2015, pukul 13.02 WIB.
“Satu Tahun Jokowi-Ahok”. Artikel diunduh dari
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/satu-tahunjokowiahok/1211296, pada tanggal 13 Oktober 2014, pukul 19.02 WIB.
“Solo Stop Pembangunan Mal”. Artikel diunduh dari
http://www.tempo.co/read/news/2012/01/10/090376383/Solo-Stop-PembangunanMall pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 15.49 WIB.
Alfian, M. Alfan. 2009. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dodi Ambardi, “Tiga Elemen Pendongkrak Jokowi” (Jakarta: Tempo, 11 Agustus 2013).
Indradie, Andri. 2013. Rakyat Memantau Ibukota, Rakyat Memantau Jokowi-Basuki. Jakarta:
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kartono, Kartini. 2013. Pemimpin dan Kepemimpinan. Apakah Kepemimpinan Abnormal
Itu?. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kazin, Michael. 2005. “The People, No: Democracy and Populism: Fear and Hatred, by John
Lukacs” (The Wilson Quarterly, Vol. 29, No. 3, Summer 2005).
Lukacs, John. 2005. Democracy and Populism: Fear and Hatred. USA: Yale University
Press.
Marcus Mietzner, “Indonesian Politics in 2014: Democracy Close Call” (The Indonesian
Quarterly, Vol. 42 No. 3-4).
Marcus Mietzner, “Jokowi: Rise of A Polite Populist” (Jakarta: Inside Indonesia 116: AprilJune, 2014).
Razak, Yusron. 2008. Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif
Islam. Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama.
Rush, Michael dan Philip Althoff. 2007. Pengantar Sosiologi Politik, penerjemah Kartini
Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wawancara
Chaniago, Andrinof A. 7 November 2013. Wawancara personal.
Muluk, Prof. Hamdi. 12 November 2013. Wawancara personal.
Purnomo, Dr. H. Achmad. 11 September 2014. Wawancara personal.
Rudyatmo, F.X. Hadi. 3 November 2014. Wawancara personal.
Taufiqurrahman. 15 Desember 2013. Wawancara personal.
Widodo, Joko. 18 Mei 2011. Program Mata Najwa di MetroTV eps “Nyali Perintis”.
Yani, William. 15 Desember 2013. Wawancara personal.
Gaya kepemimpinan politik ..., Reza Langi, FISIP UI, 2014
20
Download