BAB VI HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR SOSIAL

advertisement
BAB VI
HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR SOSIAL
DAN PERILAKU KRIMINAL
Struktur Sosial merupakan suatu konsep dalam Sosiologi yang sangat penting
untuk dipelajari, karena manusia sebagai obyek dari Sosiologi, memiliki dua
kedudukan, yaitu : Pertama berkedudukan sebagai makhluk individual, yang memiliki
kondisi spe sifik dan kebebasan memenuhi kebutuhannya, sertakedua, sebagai
makhluk struktural atau anggota suatu struktur. Sebagai makhluk individual manusia
memiliki
beberapa
kesamaan-kesamaan
dan
perbedaan-perbedaan
apabila
dibandingkan dengnan manusia lain. Faktor penyebabnya sudah barang tentu
bermacam-macam, baik fisikal, psikis, maupun biologis. Bahkan dapat pula dilihat dari
dimensi sosial-budaya, politis maupun ekonomis, karena dari saat lahir sampai dengan
meninggal dunia, tiap-tiap manusia sudah pasti akan mengalami hal-hal yang sama,
bersama anggota masyarakat lain, maupun halhal khusus yang berbeda dan
merupakan pengalaman unik dari masing-masing individu yang tidak sama dengan
manusia lainnya.
Dalam kesadaran bahwa di dalam kehidupan manusia dapat ditemui adanya
perbedaan-perbedaan, maka sebagai makhluk sosial atau struktural, manusia akan
berusaha menciptakan kesamaan-kesamaan, agar di dalam kehidupannya didapati
suatu pola perilaku yang tidak bertentangan di antara sesama anggota masyarakat.
Sebagai contoh dapat dikemukakan, misalnya : Penciptaan pedoman mengenai cara
berpakaian, tata cara bertamu, cara berinteraksi dengan lain jenis, tata cara melamar
gadis, tata cara pernikahan dan lain-lain.
Sementara itu bentuk-bentuk kesamaan di antara anggota masyarakat yang
secara naluriah telah tercipta dengan sendirinya adalah :Dorongan untuk saling
menyayangi, dorongan untuk menjaga kesehatan, dorongan untuk mempertahankan
diri, dorongan untuk mengatasi rasa lapar, dorongan untuk berpakaian,
dorongan untuk memiliki tempat tinggal, dorongan untuk melangsungkan keturunan,
dan masih banyak contoh lain lagi yang mamnunjukkan bahwa disamping ada
perbedaan, didapati juga adanya kesamaan-kesamaan kolektif.
Perbedaan-perbedaan disatu sisi, dan kesamaan-kesamaan di sisi lain, pada
saat tertentu akan membuat kehidupan suatu masyarakat menjadi harmonis, tertib,
aman dan teratur, namun demikian, tidak jarang pula kesamaan-kesamaan dan
Universitas Gadjah Mada
perbedaan-perbedaan yang ada itu justru membuat kehidupan masyarakat menjadi
kacau dan saling bertentang an, menciptakan konflik, sampai pada tindak kriminalitas.
Kesamaan-kesamaan untuk mencapai pemenuhan kebutuhan bersama,
seperti : kebutuhan akan adanya tempat ibadah, memperkeras dan memperlebar jalan
desa, membuat parit penanggulang banjir, dan keinginan lain yang mengarah pada
usaha meningkatkan kesejahteraan sosial serta kepentingan umum, sudah tentu
hasilnya akan positif, akan tetapi jika ujudnya adalah keinginan unuk memasuki
lapangan pekerjaan yang sama, sekolah pada sekolahan yang sama atau bahkan
menikahi orang sama, maka akibatnya justru akan melahirkan persaingan,
permusuhan, perkelahian dan sebagainya.
Apabila kesamaan-kesamaan saja dapat menimbulkan pertentangan, maka
apalagi perbedaan-perbedaan. Sudah barang tentu, kecenderungannya untuk
melahirkan pertentangan, kekacauan atau perpecahan di antara anggota masyarakat
akan lebih nyata. Walaupun bukan barang mustahil, bahwa untuk hal-hal tertentu,
perbedaan-perbedaan di antara anggota masyarakat, akan dapat membawa
ketenteraman, kerukunan dan intergasi. Misalnya perbedaan dalam hal memilih letak
tanah dan rumah. Ada anggota masyarakat tertentu yang tidak suka memiliki rumah
yang letaknya berada di pojok simpang empat ataupun simpang tiga jalan, karena
dianggap akan membawa malapetaka.Sebaliknya anggota masyarakat tertentu justru
memilih di pojok, karena pojok dianggap akan membawa keberuntungan, misalnya
dalam hal kelebihan tanah, pemandangan yang dapat dilihat dari beberapa penjuru,
dan kelompok yang seperti ini justru keberatan jika harus memiliki rumah atau tanah
yang tidak di pojok, melainkan di tengah atau di antara tanah atau rumah orang lain,
karena dianggap akan membawa beban atau "memiku!" beban berat orang lain.
Contoh lain dapat dikemukakan bahwa adanya perbedaan keahlian orang
dalam hal melakukan pekerjaan, seperti ada yang ahli elektronik, ahli otomotif, ahli
menukang batu, telah membuat kehidupan ini menjadi lengkan karena jika tidak ada
mereka, maka kehidupan ini akan menjadi susah, karena setiap orang harus
melakukan semuanya.
Demikian juga adanya orang-orang yang tidak sempat sekolah atau kuliah,
telah membawa keberuntungan juga bagi pemenuhan kebutuhan fihak lain akan
keberadaan orang yang siap menjadi sopir, siap menjadi tukang kebun dan
sebagainya. Perbedaanperbedaan semacam ini justru akan membuat orang tidak
saling berebut atau setidaktidaknya akan mengurangi jumlah orang untuk saling
berebut.
Universitas Gadjah Mada
Mengingat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan yang ada dalam
kehidupan manusia, dapat mengakibatkan munculnya pertentangan, permusuhan,
kete gangan, ketidak-harmonisan dan sebagainya, maka bukan barang mustahil
bahwa bagi mereka yang tidak mampu menahan diri dalam proses persaingan, konflik
dan lain-lain itu, akan terdorong ke arah tindakan kriminalitas yang dapat
mengakibatkan kerugian atau penderitaan fihak lain.
Kecenderungan berbuat kriminalitas ini, di antara anggota masyarakat yang
satu dengan lainnya tidaklah sama, hal ini sangat dipengaruhi dan berkaitan dengan
profil sosialnya, yang meliputi : Struktur social dan budaya. Dalam arti bahwa bentukbentuk tindak kriminalitas di antara anggota masyarakat yang memiliki strata social
rendah, menengah dan tinggi, tidak selalu sama. Demikian juga bagi mereka yang
memiliki kebudayaan yang berbeda.Persamaan-persamaan ataupun perbedaanperbedaan di antara anggota masyara kat itu dapat di lihat dari beberapa dimensi, baik
dimensi horizontal, vertikal maupun mobilitas. Buku teks ini akan menjelaskan secara
detail mengenai kedudukan manusia balk secara individual maupun struktural. Lebih
dari sekedar itu, pemahaman pun akan dilakukan melalui beberapa dimensi, yang
meliputi dimensi horizontal, vertical dan mobilitas, dengan mencoba melakukan
penjelasan mengenai keterkaitannya dengan aspek krim inalitas.
A. Pengertian dan Dimensi-Dimensi Struktur Sosial
Pada
bagian
awal
telah
dikemukakan
SosiologidanSosiologi Kriminalitas adalah
bahwa
Masyarakat,
sasaran
sementara
umum
dari
dalam
memperjelas pokok kajiannya, maka dijelaskan lebih lanjut bahwa, Sosiologi lebih
mengarahkan diri pada sasaran sasaran detail yang berujud : Jaringan Hubungan
Antar Manusia.
Manusia yang merupakan sasaran Sosiologi dan Sosiologi Kriminalitas ini,
dalam proses hidup sehari-hari, dapat dipandangi atau ditempatkan sebagai makhluk
individu yang terlepas dari kaitannya dengan anggota masyarakat yang lain, namun
dapat pula dipandang atau ditempatkan sebagai makhluk sosial atau sebagai anggota
masyarakat yang memiliki kaitan erat antara anggota masyarakat yang satu dengan
anggota masyarakat yang lain.
Sadar maupun tidak, pada saat tertentu kita merasa bahwa di dalam kehidupan
ini didapati adanya sejumlah perbedaan-perbedaan di antara kita dengan anggota
masyarakat yang lain, dan bahkan tidak jarang pula bahwa perbedaan-perbedaan itu
Universitas Gadjah Mada
seolah-olah membawa kita pada situasi yang membuat kita sulit untuk menyatu
dengan anggota masyarkat yang lain.
Universitas Gadjah Mada
Sekecil apapun, perbedaan-perbedaan individual itu pasti dijumpai pada setiap
anggota masyarakat, baik yang bersifat. isik, psikis, maupun svsial. Perbedaan fisikal,
antara lain meliputi : Wama rambut, tinggi badan, berat badan, warna kulit dan
sebagainya. Sedangkan perbedaan psikis, meliputi : Tingkat kecemasan, frustasi,
ketegangan, dan lain sebagainya, serta perbedaan sosial meliputi : tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, tingkat solidaritas, tingkat integritas dan
sebagainya.
Sementara itu di lain fihak, kitapun sering merasakan bahwa walaupun kita ber
asal dari suku bangsa , strata, kelompok, daerah, agama dan lain-lain yang berbeda,
namun kesamaan-kesamaan di antara anggota masyarakat tetap saja ada, dan
kesamaankesamaan itulah yang kemudian membuat anggota masyarakat menjadi
menyatu.
Secara singkat dapat dinyatakan, bahwa manusia selaku anggota masyarakat
pada saat tertentu dapat dipandang secara individual, namun pada saat yang lain,
dapat pula dipandang secara struktural sebagai anggota masyarakat, karena
keberadaannya di muka bumi ini tidaklah sendirian dan tidak mungkin dapat hidup
sendirian, tanpa berinteraksi dengan anggota masyarakat yang lain.
A.1. Pengertian Struktur Sosial
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan struktur sosial itu ?
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan pernyataan bahwa masyarakat perlu
dipandang sebagai makhluk struktural ?
Hendropuspito dalam Sosiologi Sistematik (1989 : 89 ) menguraikan bahwa
kata struktur berasal dari bahasa latin "structum" yang berarti menyusun,
membangun, atau mendirikan. Berdasar arti kata tersebut, disimpulkan bahwa
Struktur Sosial berarti susunan masyarkat.
Sementara itu lebih lanjut dikemukakan pula bahwa berdasar arti definitif,
Struktur social berarti skema penempatan nilai-nilai sosial-budaya clan organ-organ
macyarkat pada posisi yang dianggap sesuai, demi berfungsinya organisme
macvarakat sebagai suatu keseluruhan, dan demi kepentingan masing-masing bagian
untuk . jangka waktu yang relatiflama.
Oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, struktur sosial dinyatakan
sebagai:
Keseluruhan jalinan antara unsur-unsur pokok, yakni kaedah-kaedah .canal.
lembaga-lembaga social, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan social.
Universitas Gadjah Mada
Sementara itu Peter M. Blau, menyatakan bahwa
Social structure refers to the pattern discernible in social
life the regularities observed, the configuration detected.
Struktur sosial menunjuk pada pola-pola pembedaan
dalam kehidupan sosial, kebiasaan-kebiasaan yang
dapat diamati, dan konfigurasi yang dapat diditeksi.
(Peter M. Blau, 1975)
Atas dasar pengertian diatas, secara lengkap dapat dinyatakan bahwa :
Struktur sosial menunjuk pada pola-pola pembedaan
dalam kehidupan sosial, dan pola pembeda ini melahirkan
suatu susuanan atau komposisi posisi maupun kedudukan
seseorang atau sekelompok orang di antara sekelompok
orang yang lain atau di antara anggota masyarakat yang
lain.
Pola-pola pembeda ini dapat dilihat dari berbagai dimensi, baik dimensi
horisontal, vertikal maupun mobilitas. Sadar maupun tidal( sadar, di dalam kehidupan
manusia ini didapati adanya kesamaan-kesamaan serta sekaligus perbedaanperbedaan individual atau biasa disebut sebagai Individual Diferent.
Serta adanya kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan kolektif, yang
membawa kehidupan manusia dalam penggolongan-penggolongan atau klasifikasiklasifikasi tertentu, Penggolongan atau klasifikasi ini sudah barang tentu ada alat
ukurnya atau parameternya.
Penjelasan mengenai alat ukur maupun parameter dari penggolongan tersebut
di atas, akan dilakukan pada uraian berikut ini.
A.2
Dimensi-dimensi Strukturr Sosial
Di dalam uraian tentang pengertian, telah dikemukakan bahwa struktur sosial
menunjuk pada pola-pola pembedaan di dalam kehidupan social, baik pola pembeda
berdimensi horizontal, vertical maupun mobilitas. Secara rinci dapat dikemukakan
bahwa pola-pola pembeda tersebut mencakup : (1) Pola-pola pembeda dalam
dimensi horisontal meliputi antara lain : Kategori Sosial, Kerumunan Sosial,
Universitas Gadjah Mada
Kelompok-kelompok Sosial, Lembaga-lembaga Sosial dan sebagainya ; (2) Polapola pembeda dalam dimensi vertikal meliputi : Lapisan-lapisan social dan status
sosial; dan (3) Pola-pola pembeda dalam dimensi mobilitas meliputi perbedaan
perbedaan tingkat kemampuan dan kesanggupan mobilitas dari anggota masyarakat,
baik dalam dimensi horisontal maupun dalam dimensi vertikal.
A.3
Pola-pola pembeda horisontal
Kategori Sosial, diartikan sebagai sejumlah orang yang dipandang sebagai
satuan sosial berdasar satu ciri atau lebih yang sama. Jadi untuk dapat dinyatakan
sebagai suatu kategori sosial, maka sejumlah orang itu haruslah memiliki minimal satu
ciri yang sama,misalnya : Ras, Jenis kelamin, jenis pekerjaan, agama, suku bangsa
dan sebagainya. Ciri yang dimiliki oleh suatu kategori sosial yang satu, akan menjadi
unsur pembeda bagi kategori sosial yang lain. Ciri-ciri tersebut dapat berujud ciri fisik
maupun sosial. Ciri-ciri fisik, berkaitan dengan apa yang dinamakan ras atau warna
kulit, tinggi badan, bentuk rambut dan lain-lain. Ciri-ciri sosial, berkaitan dengan fungsi
para anggota masyarakat dalam kehidupan sosial. Aneka fungsi dan tugas yang
berkaitan dengan pekerjaan atau profesi para anggota masyarakat, termasuk mata
pencaharian.
Kerumunan sosial, diartikan sebagai sejumlah orang yang berada pada
tempat yang sama, adalakanya tidak saling mengenal, dan memiliki sifat yang peka
terhadap stimulus yang datang dari luar. Contohnya adalah : orang yang sedang
menanti angkutan umum, orang yang sedang melihat sebuah peristiwa kecelakaan.
Mereka ini berada pada tempat yang sama, sangat mungkin tidak saling mengenal,
akan tetapi sangat peka atau sensitif terhadap stimulus dari luar. Maksudnya, apabila
dalam keadaan seperti itu ada fihak luar yang mempengaruhinya, maka mereka akan
dengan mudah melakukannya. Misalnya dalam keadaan menunggu angkutan umum
itu ternyata ada kendaraan yang berjalan di depan mereka dengan kecepatan tinggi
dan debunya berhamburan di wajah mereka, maka tanpa dikomando sangat mungkin
secara bersama-sama mereka mengumpat atau mengeluarkan umpatan dengan
kata-kata yang sama. Sifat-sifat yang dimiliki oleh kerumunan sosial ini, akan menjadi
unsur pembeda antara kerumunan sosial dengan komunitas manusia yang lainnya.
Kelompok-kelompok sosial, diartikan sebagai sejumlah orang yang saling
ber interaksi dengan peran dan tujuan yang jelas dan memiliki pemimpin. Jadi dalam
suatu kelompok, didapati adanya pemimpin, interaksi, peran dan tujuan yang
jelas.Contohnya antara lain : Kelompok pemain drama, kelompok pemilik sepeda
Universitas Gadjah Mada
motor Harley Davidson, kelompok pedagang kakilima dan sebagainya.Peran dan
tujuan yang dimiliki oleh suatu kelompok, akan menjadi unsur pembeda dengan
kelompok atau satuan manusia yang lain.
Lembaga-lembaga Sosial, dapat diartikan sebagai terjemahan dari institutes,
namun dapat pula diartikan sebagai terjemahan dari institutions. Sebagai institutes,
lembaga-lembaga sosial diartikan sebagai wadah atau tempat dari sejumlah individu
untuk berinteraksi, itulah sebabnya mengapa ada : Institut Perkebunan Bogor, Institut
Teknologi Bandung, Institut Keguruan Ilmu Pendidikan, Institut Agama Islam Negri,
dan sebagainya. Sementara itu sebagai institutions, lembaga-lembaga sosial diartikan
sebagai : (1) Sistem norma, tata kelakuan dan peralatan serta serta manusia yang
melakukan; (2) Cara yang terorganisasi untuk melakukan sesuatu; (3) Pola yang
sudah pasti untuk melakukan sesuatu. Misalnya : Tata cara berpakaian, tata cara
berinteraksi dengan orang yang lebih tua, tata cara makan bersama orang lain, tata
cara menangani orang yang meninggal dunia, dan sebagainya. Perbedaan pola
perilaku tersebut akan menjadi unsur pembeda antara satuan manusia yang satu
dengan satuan manusia yang lain.
A.4. Pola-pola Pembeda Vertikal
Lapisan-lapisan sosial, diartikan sebagai penggolongan orang orang yang
termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis
berdasar parameter tertentu seperti : Power (kekuasaan), Privilege (kehormatan),
Prestise (simbol bergengsi), dan Performence (penampilan). Penggolongan ini sendiri
dimaksudkan sebagai penempatan diri sendiri atau orang lain, ke dalam suatu lapisan
tertentu, yang disertai dengan anggapan bahwa dirinya berada pada tempat yang lebih
rendah, sama atau lebih tinggi, apabila dibandingkan dengan orang lain.
Penggolongan ini bisa bersifat obyektif dan bisa juga bersifat subyektif.
Penggolongan disebut obyektif, apabila penempatan lebih rendah atau lebih tinggi
tersebut, ternyata setelah diukur dengan beberapa parameter yang ada, memang
lebih rendah, sama atau lebih tinggi, atau dengan kata lain jika penempatan itu
ternyata sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, misalnya seseorang yang
merasa lebih pandai, lebih miskin atau lebih lemah, ternyata memang betul-betul
sesuai dengan kenyataannya, ketika berhadapan dengan orang lain.. Sementara
itu penggolongan disebut sebagai subyektif apabila penempatan lebih rendah,
sama atau lebih tinggi ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Misalnya
Universitas Gadjah Mada
ada seseorang yang merasa lebih pandai, tapi ketika dibuktikan dengan kegiatan
sama-sama menjalani ujian, ternyata nilainya lebih rendah: Artinya perasaan lebih
pandai itu tidak sesuai denga keadaan yang sebenarnya. Perbedaan golongan secara
hirarkis ini, akan menjadi penyebab terpilahnva anggota masyarakat kedalam lapisanlapisan yang tidak sama.
Status Sosial, menunjuk pada posisi sosial seseorang atau sekelompok orang
di dalam suatu kelompok atau lapisan tertentu, ketika dibandingkan dengan kelompok
lainnya. Oleh Bruce J. Cohan (1979 : 35), dinyatakan bahwa :
"Staus refers to the social position that an individual holds in group
or social ranking of a group when compared to other groups".
Status sosial dapat dibedakan menjadi dua macam, meliputi : (I) Ascribed
Status , yaitu merupakan status yang berharga mati dan tidak dapat diubah-ubah oleh
manusia, seperti : Kasta, Marga, Jenis Kelamin dan sebagainya dan (2) Achieved
Status, yaitu merupakan status yang dapat diubah melalui usaha manusia, seperti :
Tingkat pendidikan, kemiskinan, jenis pekerjaan dan sebagainya.
A.5. Pola-pola pembeda mobilitas
Struktur sosial dalam suatu sistem sosial tertentu ada yang bersifat lentur,
dalam arti mempunyai peluang untuk berubah atau mengalami mobilitas, namun
adapula struktur di dalam suatu sistem sosial yang bersifat kaku dan statis, yang
sangat sulit untuk mengalami perubahan atau mobilitas, baik mobilitas horisontal
maupun vertikal. Contoh struktur sosial yang mobilitas horisontalnya lentur 'atau
dinamis, adalah perpindahan penduduk, perpindahan kelompok. Sedangkan yang
tidak lentur, adalah pergantian jenis kelamin, pindah agama, ganti pasangan secara
bebas dan sebagainya. Sementara itu contoh struktur sosial yang mobilitas
vertikalnya cukup lentur atau dinamis, antara lain tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan dan lain-lain, sedangkan contoh yang bersifat kaku, adalah sistem kasta,
marga dan lain-lain.
B. Hubungan antara Struktur Sosial Horisontal dengan Kriminalitas
Pada uraian pendahuluan maupun pengertian mengenai struktur Sosial; telah
dijelaskan bahwa Struktur Soaial dapat dilihat dari berbagai dimensi, salah satunya
adalah dimensi horisontal.
Pada dimensi horisontal ini kita dapat melihat adanya faktor-faktor pembeda
antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lain. Faktor-
Universitas Gadjah Mada
faktor pembeda itu akan dilihat melalui penjelasan beberapa contoh faktor pembeda
horisontal, yaitu : Kategori sosial, Kerumunan Sosial, kelompik-kelompok sosial, dan
lembagalembaga sosial, yang masing-masing akan dibahas mengenai hubungannya
dengan Kriminalitas.
B.1. Hubungan antara Ketegori Sosial dengan Kriminalitas
Secara naluriah manusia mempunyai kecenderungan untuk berkumpul,
berinteraksi dan berintegrasi dengan manusia lain yang dirasa memiliki kondisi sosial,
budaya, dan ekonomi yang relatif sama. Ketika berada pada suatu tempat tertentu,
manusia akan memilih, mana yang dianggap cocok dan mana yang dianggap tidak
cocok untuk diajak bergaul, berbincang-bincang atau berinteraksi. Pemilihan ini sudah
tentu tidak terjadi secara kebetulan, akan tetapi didasarkan pada perkiraan bahwa
pihak yang dipilih itu memiliki kondisi tertentu yang relatif sama.
Pada saat mengunjungi pesta berdiri dalam upacara pernikahan misalnya,
seseorang yang telah masuk keruang pesta dan selesai . bersalaman dengan
mempelai, biasanya ia akan melihat-lihat sekeliling sambil mencari-cari, siapa orang
yang cocok untuk didekati dan diajaknya mengobrol, selama ia menikmati hidangan
dalam pesta tersebut.
Demikian juga ketika seseorang akan menghadiri sesuatu seminar, biasanya
setelah memasuki ruang seminar dan jika panitia seminar tidak memintanya untuk
menempati tempat tertentu yang telah diatur sebelumnya, seseorang akan memilih
tempat duduk yang berdekatan dengan seseorang yang telah dikenal sebelumnya
atau seseorang diperkirakan cocok untuk diajak bersama-sama mendengarkan atau
mengikuti seminar.
Keadaan semacam ini dijelaskan pula dalam suatu teori yang disebut Teori
Segregasi Sosial, yaitu sesuatu teori yang menjelaskan bahwa manusia mempunyai
kecenderungan untuk berinteraksi dengan manusia lain yang memiliki satu atau lebih
kondisi yang sama.
Berkenaan dengan kecenderungan tersebut, inaka manusia sebagai anggota
masyarakat ini, secara sadar maupun tidak, kemudian melakukan pengelompokan
terhadap
orang-orang
yang
dianggap
memiliki
kondisi
sama,
misalnya
mengelompokkan orang-orang yang masih bujang, mengelompokkan orang-orang
yang masih sekolah, mengelompokkan orang yang merokok dan sebagainya.
Itulah sebabnya mengapa kita pun sering menjumpai adanya tempat-tempat
yang bebas rokok dan tempat yang diijinkan untuk merokok '( No Smoking Area
Universitas Gadjah Mada
danSmoking Area) seperti di pesawat terbang, di gedung-gedung pertemuan maupun
perkantoran.
Munculnya organisasi-organisasi : Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Sarjana
Wanita Indonesia (ISWI), Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI), Korp Pegawai Republik
Indonesia (KORPRI), dan sebagainya, merupakan bukti bahwa manusia memiliki
kecenderungan untuk berkumpul dengan manusia lain yang berkondisi sama.
Kecenderungan ini sudah tentu memiliki banyak manfaat seperti : (I)
Mempermudah fihak lain jika membutuhkan berinteraksi dengan mereka, misalnya
di saat fihak lain membutuhkan pembicara seminar dari kalangan dokter,
memerlukan sosiolog untuk kegiatan penelitian dan sebagainya ; (2) Homogenetas
kondisi juga akan mempermudah mereka dalam menjalin interaksi, karena tujuan
dan kepentingannya mejadi relatif sama, misalnya sama-sama perokok, sama-sama
wanita, sama-sama pegawai negeri, sama-sama pengusaha dan sebagainya; (3)
Keberadaan kategori-kategori sosial ini juga akan sangat membantu dalam proses
pengambilan keputusan dan kebijakan, misalnya kategori penganggur, kategori
putus sekolah dan lain-lain akan sangat membantu para pengambil keputusan untuk
mengambil langkah maupun pilihan mengenai jenis fasilitas dan strategi apa yang
tepat untuk menangani masalah pengangguran maupun para anggota masyarakat
yang putus sekolah; (4) Dalam kegiatan seminar atau lokakarya yang dilakukan
beberapa hari dan menuntut pesertanya untuk menginap, maka kategorisasipria dan
wanita dalam daftar peserta akan sangat membantu seksi tempat dan akornodasi
dalam menentukan pembagian kamar tidur, sehingga tidak terjadi adanya kesalahan
pemasangan atau penempatan peserta seminar yang berjenis kelamin beda ke dalam
kamar yang sama.
Dengan
adanya
kategori
sosial
akan
dapat
membantu
mengenal
menggambarkan berbagai bentuk perbedaaan sosial, yang mencakup tentang
perbedaan ras, suku bangsa, agama, jenis kelamin, profesi dan lain-lain.
Dalam konsep kategori sosial, tidak ada perbedaan tingkatan antara
satu rasdengan ras lain, antara suku bangsa yang satu dengan yang lain, antara
agama yang satu dengan agama yang lain, dan sejenisnya. Perbedaan diantara
anggota kategori yang satu dengan yang lain hanyalah terletak pada pemilikan ciri-ciri
yang sama yang bukan untuk dijadikan sebagai penentu stratifikasi sosial secara
vertikal.
Pada uraian dimuka telah dikemukakan bahwa ciri-ciri yang dimiliki
anggota
Universitas Gadjah Mada
suatu kategori sosial bisa bersifat fisikal maupun sosial. Perbedaan fisikal terlihat pada
warna dan bentuk rambut, bentuk hidung, bentuk kepala, warna mata, warna kulit dan
lain-lain. Berdasarkan perbedaan ciri-ciri fisik ini, maka umat manusia di dunia dipilah
kan kedalam kategori-kategori manusia yang disebut ras. Ras disini dimaksudkan
sebagai sejumlah manusia yang mempunyai ciri-ciri fisik dasarnya dapat dibedakan
menjadi dua golongan, meliputi : Ciri kualitatif dan ciri kuantitatif. Ciri kualitatif,
mencakup warna dan bentuk, rambut, warna kulit, warna mata dan sebagainya.
Sedangkan ciri kuantitatif mencakup berat badan, tinggi badan dan sebagainya.
Disamping ciri-ciri fisik sebagaimana telah diuraikan dimuka itu, kita mengenal
juga beberapa ciri-ciri sosial berdasar jenis kelamin, profesi, agama, suku bangsa dan
klen atau persamaan darah.
Maksud dari kesamaan jenis kelamin disini, adalah suatu penggolongan sosial
berdasar jenis kelamin. Sekalipun nampaknya merupakan pembedaan yang bersifat
fisik, namun dalam proses kehidupan sehari-hari lebih menunjukkan perbedaanperbedaan sosial, terutama dalam keterkaitannya antara status dan peran . Sekalipun
untuk saat ini antara pria dan wanita sudah tidak lagi dibeda-bedakan dalam berbagai
hal, namun untuk hal-hal tertentu, nilai-nilai sosial, budaya dan norma sosial, ternyata
masih menuntut adanya perlakuan yang berbeda antara pria dan wanita. Misalnya
dalam penentuan jam kerja disuatu instansi atau perusahaan, penentuan jenis
pekerjaan, dan sebagainya. Bahkan di Amerika sebagai negara yang maju sekalipun,
pernah ada anggapan bahwa : "many people believe that only men are naturally
suitedJor marine corp and only women .1br nursing " (chrisine L Williams, 1989 : 1)
Pernyataan ini memberi petunjuk bahwa perbedaan jenis kelamin, ternyata masih
berpengaruh terhadap pemilahan sosial dalam hal okupasi maupun kegiatan-kegiatan
lainnya. Demikian halnya di Indonesia, yang masih membedakan status, fungsi dan
peran antara pria dan wanita. Pada masyarakat pertanian, para pria lebih banyak
bertugas disawah dan tegalan, sementara para wanitalebih banyak dirumah untuk
menyiapkan berbagai keperluan keluarga.
Maksud dari kesamaan profesi disini, adalah suatu penggolongan sosial
berdasar jenis profesi atau pekerjaan yang merupakan sumber mata pencaharian
yang dimiliki anggota masyarakat.
Maksud dari kesamaan agama disini, adalah suatu penggolongan sosial
berdasar kan agama yang dianut, dan para penganut agama ini sering disebut
sebagai umat. Oleh karena itu, didalam masyarakat kmudian di jumpai adanya istilah
: Umat Islam, Umat Kristiani, Umat Katholik, Umat Hindhu dan Umat Budha.
Universitas Gadjah Mada
Penggolongan ini disatu sisi mempunyai manfaat yang baik bagi solidaritas di
kalangan penganut agama yang bersangkutan, akan tetapi jika tidak hati-hati, dapat
pula menjadi jurang pemisah antara penganut agama yang satu dengan penganut
agama yang lain, yang tidak jarang bisa melahirkan tindak-tindak kriminal, seperti,
saling
menyerang,
tawuran
dan
sebagainya.Berkenaan
dengan
itu
maka
penggolongan berdasar agama ini, sebaiknya dilakukan sebagai sekedar alat pencipta
kerukunan di kalangan sesama umat, namun jangan sampai menjadi perenggang
hubungan di antara umat yang berbeda.
Maksud dari kesamaan Suku bangsa disini, adalah suatu penggolongan sosial
yang didasarkan pada faktor-faktor yang berkaitan dengan asal-usul, tempat asal dan
kebudayaan. Suku bangsa bukanlah kelompok sosial yang muncul karena sengaja,
akan tetapi berbentuk dengan sendirinya secara alamiah yang berkaitan dengan
kesadaran kesamaan identitas berkenaan dengan kebudayaan maupun bahasa.
Perbedaan alamiah ini, apabila tidak disadari dengan baik, akan dapat menimbulkan
persaingan, pertikaian, permusuhan, dan bahkan konflik, yang dapat memacu ke arah
tindah kriminalias
Maksud dari kesamaan darah disini adalah suatu penggolongan. para anggota
masyarakat yang didasarkan pada kesamaan darah atau keturunan, terutama pada
masyarakat yang menganut satu garis keturunan baik yang melalui garis .ayah
maupun garis ibu.Kesamaan keturunan atau darah sejak jaman dahulu telah
menunjukkan fungsinya sebagai dasar persatuan dan melalui persaudaraan yang
kuat diantara umat manusia. Namun demikian di jaman modern, saat kehidupan
bersama dalam masyarakat menjadi kompleks dan mobilitas sosial semakin cepat
melaju, maka pemilahan faktor darah dan keturunan ini sudah mulai jarang
diperhatikan, dan bahkan perlu untuk dihindari, agar di antara anggota masyarakat
yang memiliki klen yang berbeda, tidak harus merasa berbeda atau asing, yang
kadangkala kurang menguntungkan dalam proses integrasi social, karena dapat juga
menjadi pemicu terjadinya tindak kriminalitas..
Berdasar uraian diatas, nampaklah bahwa kategori sosial memang memiliki
manfaat
bagi
proses
kehidupan
manusia,
namun
demikian,
apabila
tidak
dikendalikan, maka kategori sosial dapat menjadi penyulut disintegrasi sosial yang
dapat mengarah pada ketegangan dan bahkan konflek social serta tindak kriminalitas.
Oleh karena itu berkenaan dengan adanya kecenderungan ini, maka nilai-nilai sosial,
budaya dan lebihlebih norma hukum, sangat diperlukan bagi pengaturan kategori
sosial ini agar tidak berdampak negatif.
Universitas Gadjah Mada
B.2. Hubungan antara Kerumunan Sosial dan Kriminalitas
Telah dikemukakan bahwa kerumunan sosial merupakan sekumpulan orang
yang berbeda pada tempat yang sama, adakalanya tidak saling mengenal dan
mempunyai sifat yang peka atau sensitif terhadap sugesti atau rangsang dari luar.
Unsur penting yang membedakan antara kerumunan sosial dengan kategori sosial
adalah bahwa sejumlah hal yang berbeda dalam suatu kerumunan sosial, secara fisik
berada pada suatu tempat yang sama, sementara sejumlah orang yang masuk dalam
kategori sosial tidak selalu berada pada tempat yang sama, akan tetapi menyebar
dimana-mana.
Ciri-ciri lain dari kerumunan sosial, meliputi : (1) Sejumlah orang yang ada di
dalamnya tidak selalu saling mengenal ; (2) Sejumlah orang yang berbeda dalam keru
munan sosial tidak terorganisasi, tidak memiliki struktur, tidak memiliki kedudukan atau
tingkatan : (3) Sekalipun secara fisik berada pada tempat yang sama, namun ikatan
batin di antara anggotanya tidak ada atau jika ada, maka ikatan itu sangatlah lemah;
(4) Sikap orang dapat masuk dan keluar dalam kerumunan sosial secara bebas : (5)
Pada saat berada dalam kerumunan biasanya seseorang akan kehilangan
identitasnya,
sehingga
mereka
sangat
mudah
terkena
pengaruh
dari
luar
(Hendropuspito,1989 : 35-36)
Kerumunan dapat dibedakan menjadi kerumunan pasif dan kerumunan pasif.
Contoh kerumunan pasif (crowd) adalah sejumlah orang yang sedang menunggu
angkut an umum, sedang menonton pertunjukan balap mobil, sedang menonton
pertunjukkan dangdut di suatu lapangan dan sebagainya.
Kerumunan aktif masih dapat dibedakan menjadi kerumunan aktif ekspresif
dan kerumunan aktif destruktif. Kerumunan aktif ekspresif adalah suatu kerumunan
yang aktivitasnya dilakukan dengan maksud sekedar untuk mengemukakan mendapat
atau mengekspresikan isi hatinya, seperti pengajuan pendapat atau usulan sejumlah
penge mudi anggkutan umum ke kantor DPR, karena perubahan jalur trayek angkutan
umumyang dianggap merugikan fihak angkutan umum, sejumlah karyawan yang
datang ke kantor pimpinan untuk mengajukan untuk mengajukan usulan kenaikan
gaji atau tunjang an dari hari raya dan lain-lain yang semuanya itu dilakukan secara
tertib, terarah dan tidak disertai tindakan-tindakan yang serusak. Sedangkan
kerumunan aktif destruktif adalah suatu kerumunan yang aktifitasnya disertai
dengan tindakan-tindakan merusak seperti: Sejumlah penonton sepak bola yang
ketika pulang merasa sulit mendapatkan angkutan umum, kemudian melakukan
pengrusakan terhadap setiap kendaraan yang lewat. Sejumlah penonton musik
Universitas Gadjah Mada
dangdut yang merasa dikecewakan penyanyi atau panitia, kemudian melempari
panggung dengan batu atau botol dan sejenis tindakan merusak lain yang dilakukan
sejumlah orang yang terjadi secara spontan dan tidak terorganisir.
Keberadaan kerumunan ini pada saat tertentu sangatlah dibutuhkan, misalnya
sebagai
ajang
indoktrinasi,
penyampaian
dan
lain-lain,
iklan,
yang
penyampaian
cukup
efisien
pengumunan,
dan
efektif
penyampaian
karena
proses
penyebarannya akan realtif cepat, namun biayanya relatif murah. Sementara itu pada
keadaan tertentu kerumunan juga dapat menyebabkan hal-hal yang negatif,
mengingat sifamya yang tidak terorganisasi tidak terencana, tidak mempunyai
pimpinan dan mempunyai sifat yang peka terhadap pengaruh luar, sehingga jika
pengaruh yang masuk itu bersifat dan bertujuan negatif, maka kerumunan dapat
membahayakan ketenangan anggota masyarakat yang lain, karena sangat potensial
untuk berbuat kriminal..
Berkenaan dengan keadaan itu, untuk menghindari sesuatu yang tidak
diinginkan, maka di dalam kehidupan masyarakat perlu dibuat atau dirumuskan suatu
nilai, budaya dan norma social yang dapat dijadikan alat pengaman terhadap
terjadinya akibat buruk dari suatu kerumunan, misalnya larangan mengadakan
keramaian tanpa ijin dan koordinasi, larangan kegiatan tontonan yang dapat
menimbulkan perilaku-perilaku negatif dari suatu masyarakat.
Beberapa ahli ilmu sosial dan sosiologi, memberikan saran bahwa apabila
suatu kerumunan dipandang sudah mengarah pada kondisi yang membahayakan
masyarakat,maka sistem kontrol perlu diciptakan, misalnya: Penyemprotan air
berwarna,
penyemprotan
gas
air
mata,
atau
setidak-tidaknya
berusaha
menempatkan kegiatan tertentu yang dapat melahirkan kerumunan itu kedalam
suatu situasi yang mudah dikontrol. Misalnya jika sejumlah pemuda yang memiliki
sepeda motor cenderung melakukan kebut-kebuta di jalan raya, maka perlu
.
diusahakan agar mereka dapat dialihkan ke tempat yang mudah dikontrol, seperti
arena sirkuit atau sejenisnya yang kira-kira dapat digunakan untuk menampung
mereka, contoh lain dapat dikemukakan bahwa sejumlah wanita tuna susila yang
berkeliaran dan mencari pelanggan ditempattempat umum dan terbuka sedapat
mungkin diusahakan agar mereka dapat dilokalisir disuatu tempat yang dapat
dikontrol, misalnya diarahkan ke lokalisasi, yang kemudian secara bertahap dibina
dan diberi bekal untuk merubah cara hidup mereka kearah yang lebih baik. Jadi
sebenarnya lokalisasi bukanlah berarti suatu langkah yang melegalkan tindak
prostitusi, akan tetapi hendaknya difahami sebagai langkah jembatan untuk
Universitas Gadjah Mada
menghindari tindak distruktif yang dapat muncul sebagai akibat dari sebuah ketidak
puasan, perebutan langganan dan sebagainya, yang secara bertahap mereka yang
telah menghuni lokalisasi dapat diusahakan untuk menuju pada langkah mencari
pendapatan yang lebih baik.
Dengan kata lain, terhadap kerumunan ini nampaknya perlu difikirkan
mengenai keberadaan norma yang dapat mengatur dan mengusahakan agar
keberadaannya tidak mengarah pada tindakan-tindakan yang bersifat distruktif, ingat
pada perspektif tindak kriminalitas, khususnya perspektif kontrol sosial.
B.3. Hubungan antara Kelompok-Kelompok Sosial dengan Kriminalitas
Sejumlah rangkaian atau suatu sistem yang dapat menyebabkan kelompok
dikata kan bersturktur adalah : ( I) Adanya sistem dari status-status para anggotanya,
(2) Ada nya nilai-nilai, norma-norma dalam mempertahankan kehidupan kelompok
artinya struk tur selalu diutamakan kestabilannya ; (3) Adanya peran-peranan social
(social roles) yang merupakan aspek dinamis dari struktur. Dilihat dari jenisnya,
kelompok dapat dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
Menurut PJ Bouman, kelompok dapat dibedakan menjadi :(1) Kelompok
berdasar tahan lamanya, misalnya kelompok pemegang saham suatu bank, kelompok
guru, kelompok pegawai dan lain-lain yang keberadaanya memiliki jangka waktu yang
cukup panjang; (2) Kelompok berdasar tujuan khusus, misalnya kelompok panitia
seminar, kelompok panitia peringatan hari-hari besar nasional yang memiliki tujuan
khusus sebagai pelaksanaan kegiatan tertentu saja; (3) Kelompok berdasar
berhubungannya karena keyakinan, pengaruh atau paksaan, misalnya kelompok
penganut aliran keeper cayaan kelompok waria, kelompok penderita cacat fisik yang
walaupun ingin dihiridari, akan tetapi seseorang tetap tidak dapat mengelak; (4)
Kelompok berdasar eksposenya, ada yang terang-terangan dan ada pula yang
tersembunyi, seperti kelompok "gali" (gabungan anak-anak liar), kelompok pengisi
iklan jodoh, kelompok "cihlek" (cilik-cilik betah melek) yaitu suatu kelompok anak-anak
pra remaja yang siap berkencan dengan para pria hidung belang, kelompok gadis
panggilan dan lain-lain yang biasanya tidak mudah ditemukan oleh sembarang orang,
merupakan contoh dari kelompok jenis ini..
Menurut Gurvitch (dalam Mayor Polak), kelompok dapat dibedakan menjadi :
(1) Berdasar fungsinya, meliputi kelompok satu fungsi, kelompok sejumlaj fungsi dan
kelompok dengan fungsi unggul yaitu sejumlah kelompok yang terbentuk karena
memiliki fungsi tertentu atau banyak fungsi., (2) Berdasar ukuran, meliputi kelompok
Universitas Gadjah Mada
kecil, sedang dan besar yaitu satu kelompok yang dilihat berdasr jumlah anggotanya;
(3) Berdasar stabilitas, meliputi kelompok sementara, kelompok kontinyu dan
kelompok permanen, yaitu suatu kelompok yang pembentukannya untuk jangka
waktu pendek, sedang atau lama., (4) Berdasar irama, meliputi kelompok perlahan.
kelompok sedang dan kelompok cepat, yaitu suatu kelompok yang dilihat dari proses
terjadinya; (5) Berdasar penyebarannya meliputi kelompok jarak jauh seperti alumni
sebuah perguruan tinggi yang tidak selalu berada pada suatu tempat atau kota yang
sama, antar hubungan tidak langsung seperti kelompok anggota penelpon
internasioanl, kelompok dengan pertemuan sewaktu-waktu seperti kelompok seles
dari suatu perusahaan tertentu, kelompok antar hubungan lansung seperti kelompok
pemain sepak bola; (6) Berdasar pembentukannya, meliputi kelompok yang terbentuk
sukarela seperti kelompok pekerja sosial yang siap membantu siapapun tanpa
bayaran dan kelompok yang terbetnuk wajib seperti kelompok pegawai negeri yang
mau tidak mau akan menjadi anggota korps pegawai republik Indonesia; (7) Berdasar
keanggoataan meliputi kelompok terbuka untuk siapaun seperti kelompok pelatihan
bela diri, kelompok terbuka bersyarat seperti kelompok penyewa VCD, buku bacaan
dan lain-lain dan kelompok tertutup untuk luar seperti kelompok perampok tingkat
tinggi, kelompok pengedar narkotik dan lain-lain; (8) Berdasar prinsip organisasi,
meliputi kelompok berkuasa seperti kelompok pedagang yang menganut sistem
monopoli dan bekerjasama seperti kelompok pedagang yang menjalankan usahanya
dengan cara patungan dengan para anggotanya dengan sistem bagi hasil.
Keberadaan kelompok-kelompok ini sudah tentu ada yang berdampak positif
namun ada pula yang berdampak negatif dalam bentuk munculnya tindak kriminalitas.
balk bagi anggota dan kelompok yang bersangkutan maupun bagi fihak luar, oleh
karena itu agar keberadaan kelompok dapat berdampak positif dan berjalan dengan
baik, maka serangkaian peraturan perlu diciptakan agar keberadaan kelompok dapat
menguntungkan semua fihak, setidak-tidaknya bagi anggota dan kelompok itu sendiri.
Dengan kata lain, karena dapat menjadi penyebab terjadinya tindak
kriminalitas, maka keberadaan suatu kelompok tidak akan terlepas dari perlunya
keberadaan suatu norma social sebaliknya, sejumlah norma social dan peraturan,
akan menjadi sia-sia dan mandul tanpa guna jika kelompok penggunaannya tidak
ada. Misalnya peraturan tentang syarat-syarat memiliki Hand phone akan tidak
memiliki fungsi apa-apa jika kelompok pemilik hand phone tersebut tidak ada. Jadi
di antara keduanya ada hubungan timbal balik yang erat.
Universitas Gadjah Mada
B.4. Hubungan antara Lembaga-Lembaga Sosial dan Kriminalitas
Memberikan definisi terhadap kata lembaga atau institution, tidaklah mudah,
karena ia memiliki arti yang demikian banyak, itulah sebabnya mengapa kata
lembaga dibedakan dalam dua pengertian yaitu : Dalam arti institutes dan dalam arti
institutions. Dalam arti institutes, lembaga dianggap sebagai suatu organisasi formal
yang menjadi tempat bagi para anggotanya untuk berinteraksi sehingga kita
mengenal ada Institut Teknologi Bandung, Institut Perkebunan Bogor, Lembaga
Permasyarakatan dan lain-lain yang menunjuk pada suatu tempat atau organisasi
yang menjadi tempat bagi para individu untuk berinteraksi. Sementara itu dalam arti
institutions, kata lembaga diartikansebagai pola-pola perilaku dari para individu yang
berada pada suatu tempat tertentu.
Oleh Paul B. Horton dan Robert L. Horton dalam Introductory Sosiology (1971)
juga dinyatakan bahwa kata lembaga atau institutions memiliki pengertian yang cukup
banyak. Dalam pengertian sehari-hari kata lembaga diartikan sebagai suatu organisasi
formal seperti gereja, perguruan tinggi dan lain-lain. Namun demikian bukan berarti
bahwa sampai kini belum ada kesepakatan mengenai pengertian lembaga. Sebagai
suatu pola perilaku, lebih lanjut Horton and Horton menyatakan bahwa:
An institution is an organized system of social norms and
relationships which embody certain common values and
prosedures which basic needs of the society.
Sementara itu Bruce J. Cohen dalam Introduction To Sociology (1979)
menyata kan bahwa:
An institution is relatively permanent. Organized system of social
patterns which certain sanctioned and unifield behaviors for the
purpose of ratifying and meeting the basic needs of a society.
Tidak ketinggalan, Perrucci dan Knudsen dalam tulisannya berjudul Sociology
(1983)., mengemukakan bahwa Instutitions are the bases of order (lembagalembaga merupakan basis dari suatu keteraturan).
Dari serangkaian pengertian diatas dapat kiranya disimpulkan bahwa:
Lembaga-lembaga sosial merupakan suatu sistem organisasi
dari norma - norma dan pola - pola hubungan-hubungan
sosial yang dibingkai dengan nilai-nilai prosedur umum yang
bersangsi untuk mencapai kepuasan dan kebutuhan dasar
masyarakat.
Universitas Gadjah Mada
Oleh Horton and Horton, Cohen maupun Perruccy and Knudsen, dinyatakan
bahwa didalam kehidupan sosial didapati adanya lima lembaga sosial dasar yang
meliputi: Lembaga Keluarga, Lembaga Ekonomi, Lembaga Agama, Lembaga Politik
dan Lembaga Pendidikan. Lembaga-lembaga ini memiliki fungsi yang besar dalam
melakukan pencegahan dan penanggulangan tindak kriminalitas.
C. Hubungan antara Struktur Sosial Vertikal dan Kriminalitas
Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa dimensi berikut dalam struktur
social adalah dimensi vertical, oleh karena itu pada bagian ini akan diuraikan
mengenai keterkaitan antara struktur social vertical dengan kriminalitas.
C.1. Hubungan antara Stratifikasi Sosial dan tiriminalitas
Penggolongan anggota masyarakat ke dalam lapisan hierakhis, dapat
dilakukan dan atau dilihat melalui parameter kekuasaan atau power. Kekuasaan atau
power merupakan suatu kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk
membuat orang atau kelompok lain melakukan sesuatu yang dikehendakinya. Melalui
kekuasaan atau power yang dimiliki ini, kadangkala seseorang atau sekelompok orang
dapat memaksakan kehendaknya. Makin kuat kekuasaan yang dimiliki, maka makin
besar pula kemapuannya untuk memaksanakan kehendak itu, dan apabila kehendak
itu tidak diikuti, maka tidak jarang mereka akan .melakukannya dengan paksa atau
tindak kriminal.
Parameter lain yang dapat digunakan untuk mengukur statifikasi ini adalah hak
istimewa atau hak mendapatkan kehormatan (privilege). Melalui hak istimewa atau
kehormatan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang, kita dapat memahami
mengenai strata yang dimiliki fihak tersebut. Kehormatan atau hak istimewa ini
biasanya dimiliki atau diberikan kepada seseorang berkenaan dengan keadaan
tertentu, seperti jasanya terhadap fihak tertentu atau terhadap negara dan bangsa.
Sebagai orang yang telah berjasa, maka hak istimewa atau kehormatan itu tidak ada
salahnya diberikan, namun demikian pada kondisi tertentu, apabila tidak dikendalikan
dan dikontrol, maka hak istimewa dan kehormatan ini kadangkala berlebiham dam
bisa menimbulkan perlakuan tidak adil, yang dapat melahirkan dampak kesenjangan
social, irihati dan perpecahan, yang bisa bermuara pada tindak kriminalitas.
Parameter ketiga yang juga sering ikut ambil bagian dalam proses terjadinya
tin dak kriminalitas berkenaan dengan stratifikasi sosial seseorang atau sekelompok
orang,
adalah
simbol
Universitas Gadjah Mada
sosial
untuk
bergengsi
(prestige).
Kadangkala
demi
mendapatkan dan mempertahankan simbol sosial untuk bergengsi, manusia berbuat
hal-hal melanggar norma sosial atau berbuat kriminalitas.
Tidak kalah pentingnya adalah parameter penampilan (performance), suatu
parameter yang bisa digunakan untuk mengukur stratifikasi seseorang, namun juga
bisa menimbulkan atau setidak-tidaknnya bisa memancing minat untuk berbuat
kriminalitas. Misalnya penampilan yang sangat seksi, dapat membuat orang lain
terpancing untuk menggoda, mengganggu, melecehkan atau bahkan memperkosa.
Demikian juga penampilan dalam berpakaian, dapat juga memancing minat fihak lain
untuk berbuat kriminal dalam bentuk penjambretan, perampokan dan sebagainya.
C.2.Hubungan antara Status Sosial dan Kriminalitas
Status sosial merupakan salah satu faktor yang dapat melahirkan tindak
kriminal. status sosial sebagai pimpinan perusahaan, sebagai pimpinan partai dan
sebagainya, seringkali menjadi ajang perebutan, dengan proses yang tidak selalu
bersifat sportif. Misalnya dilakukan dengan cara menjegal, memfitnah, menteror dan
sebagainya.
Semakin tinggi status seseorang, maka kemungkinan terjadinya tindak kriminal
yang dilakukan atau yang menimpa dirinya akan semakin besar. Dalam arti apakah ia
berkedudukan sebagai pelaku maupun sebagai korban.
D. Hubungan antara Struktur Mobilitas dan Kriminalitas
D.1. Hubungan antara Mobilitas Horisontal dan Kriminalitas
Salah
satu
di
antara
sejumlah
kecenderungan
manusia,
adalah
kecenderungan untuk melakukan mobilitas, yaitu suatu gerak dari keadaan tertentu
menuju pada keadaan yang lain, suatu gerak dari posisi tertentu maupun posisi
yang lain. Dalam kaitannya dengan struktur sosial, mobilitas ini bisa berujud
perpindahan tempat tinggal, pergantian jenis pekerjaan, perpindahan keanggotaan
kelompok maupun partai.
Mobilitas horisontal semacam ini pada suatu kondisi tertentu dapat
menimbulkan terjadinya tindak kriminalitas, terutama ketika mobilitas tersebut
ternyata mengguncang kedudukan fihak lain yang sudah ada di temtpat tertentu.
Misalnya seseorang yang membuka usaha di tempat tertentu, kemudian pindah
ke tempat lain, sementara di tempat yang baru ternyata telah ada jenis usaha
yang akan dilakukannya, maka bukan barang mustahil bahwa orang yang
Universitas Gadjah Mada
merasa tersaingi ini akan merasa terancam usahanya, dan kemudian terpacu
untuk menghamabta usaha pendatang itu dengan cara yang tidak sehat atau
kriminalitas.
D.2 Hubungan antara Mobilitas Vertikal dan Kriminalitas
Mobilitas yang dialami seseorang atau sejumlah orang, tidak selalu
berdimensi horisontal, melainkan juga vertikal. Kenaikan status seseorang atau
stratifikasi seseorang, tidak jarang juga melahirkan kondisi persaingan yang tidak
sehat atau iri hari yang tidak sehat di kalangan fihak lain di sekitar kehidupan
seseorang yang mengalami mobilitas vertikal tersebut.
D.3 Hubungan anatara Mobilitas Horisontal-Vertikal dan Kriminalitas
Mobilitas yang dialami manusia kadangkala tidak sekedar horisontal, atau
vertikal saja, akan tetapi bisa juga kedua-duanya, yaitu horisontal dan sekaligus
vertikal. Misalnya seseorang yang mengalami kenaikan pangkat atau gaji, maka ia
kemudian pindah rumah ke tempat yang lebih baik. Perubahan semacam inipun
tidak jarang pula melahirkan irihati yang bermuara pada tindak kriminal.
Universitas Gadjah Mada
Download