Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 ARAHAN PENGEMBANGAN POTENSI KAWASAN PERDESAAN BERDASARKAN KOMODITI UNGGULAN DI KABUPATEN ENDE Dian Fitriawati Mochdar Program Magister dan Doktor Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Malang E-mail : [email protected] ABSTRAK Kabupaten Ende mempunyai keunggulan di sektor pertanian karena kontribusi yang dominan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Permasalahan sektor pertanian sebagai ciri kawasan perdesaan yaitu sebagian besar masyarakat bergantung pada pertanian perdesaan dan merupakan penduduk miskin. Pendekatan pengembangan yaitu konsep agropolitan sebagai strategi pembangunan perdesaan dengan pelayanan fasilitas perkotaan yang mendukung kegiatan agribisnis pertanian. Identifikasi karakteristik dan potensi pengembangan wilayah dengan metode deskriptif explanatory meliputi fisik dasar, fisik binaan, pola penggunaan lahan, struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk dan perkembangan penduduk dan analisis kebijakan. Penentuan komoditi unggulan dengan metode evaluatif yaitu analisis LQ, Growth-Shift Share komoditi unggulan yang ditunjang dengan kemampuan, kesesuaian dan ketersediaan lahan melalui analisis lahan serta potensi masalah, kelembagaan dan akar masalah. Pengembangan komoditi unggulan dengan metode preskriptif yaitu analisis SWOT, IFAS-EFAS dan AHP. Arahan pengembangan masing-masing sub sistem agribisnis meliputi rencana struktur, rencana zonasi kawasan, rencana transportasi dan rencana sarana dan prasarana. Arahan program subsistem berupa indikasi program kegiatan dan rekomendasi berupa pengendalian dan pemanfaatan. Kata kunci : komoditi unggulan, kawasan perdesaan, agribisnis, agropolitan, arahan pengembangan PENDAHULUAN Kabupaten Ende mempunyai keunggulan di sektor pertanian karena kontribusi yang dominan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sebesar 34.55%. Sektor pertanian sebagai pembentuk dan ciri kawasan perdesaan mempunyai permasalahan bahwa dari total penduduk Kabupaten Ende sebesar 250.133 jiwa, terdapat 65,04% peduduknya hidup dan bergantung kepada sektor pertanian dan sekitar 90% tinggal di kawasan perdesaan dan 77,6% penduduknya adalah penduduk miskin. Konsep pengembangan wilayah meliputi pengembangan sektoral yaitu pengembangan sektor pertanian; dan pengembangan spasial yaitu wilayah perdesaan sebagai basis pertanian. Perencanaan dan penataan kawasan perdesaan adalah instrumen untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang kegiatan pertanian, yang dapat berbentuk kawasan agropolitan. Artinya kawasan perdesaan dapat berbentuk kawasan agropolitan. Untuk mewujudkan konsep tersebut maka perlu diketahui komoditi unggulan dari wilayah Kabupaten Ende, penentuan lokasi pengembangan dan pembangunan sarana-prasarana penunjang sebagai proses terbentuknya sentra-sentra produksi dengan sistem agribisnis. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian yaitu Bagaimanakah karakteristik dan potensi pengembangan wilayah Kabupaten Ende ?; Apakah komoditi unggulan atau basis ekonomi di Kabupaten Ende ?; dan Bagaimanakah arahan pengembangan komoditi unggulan atau basis ekonomi di Kabupaten Ende ?. Dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu (1). Mengidentifikasi karakteristik dan potensi pengembangan wilayah Kabupaten Ende; (2). Menentukan komoditi unggulan atau basis ekonomi Kabupaten Ende; dan (3). Merumuskan arahan pengembangan komoditi unggulan di Kabupaten Ende. Manfaat yang diharapkan bagi peneliti yaitu pembuktian secara ilmiah, ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota terkait dengan arahan pengembangan potensi kawasan perdesaan berdasarkan komoditi unggulan di Kab. Ende; rekomendasi bagi pemerintah daerah Kab. Ende dalam pengambilan kebijakan pengembangan wilayah perdesaan sebagai suatu solusi dalam percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan sumbangan pemikiran dan informasi bagi penelitianpenelitian yang akan dilakukan, terkait dengan pengembangan wilayah berdasarkan potensi wilayah Ruang lingkup studi berdasarkan masing-masing tujuan yaitu (1) Identifikasi karakteristik dan potensi pengembangan wilayah Kab. Ende meliputi (a). Fisik Dasar yaitu letak geografis; topografi; hidrologi; klimatologi; geologi; jenis dan tekstur tanah, kedalaman tanah; drainase tanah; dan potensi rawan bencana. (b). Fisik Binaan yaitu sarana dan prasarana. Sarana/fasilitas meliputi fasilitas peribadatan, pendidikan, kesehatan dan perdagangan dan jasa serta Industri. Utilitas meliputi air bersih, irigasi, listrik dan telekomunikasi, sedangkan prasarana meliputi transportasi darat, transportasi udara dan transportasi laut. (c). Penggunaan lahan yaitu kawasan lindung, kawasan budidaya dan struktur ruang berupa pusat dan sub pusat pengembangan kabupaten. (d).Kependudukan meliputi jumlah, kepadatan, pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk menurut mata pencaharian, tingkat pendidikan dan kelompok umur. (e). Kebijakan meliputi rencana struktur ruang, kemampuan pembiayaan pembangunan, dan dana pembangunan serta sumber-sumber pendapatan daerah. (f). Ekonomi meliputi struktur ekonomi dan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ende. (2). Menentukan komoditi unggulan atau basis ekonomi kabupaten Ende meliputi : (a). Ekonomi, meliputi penentuan Komoditi unggulan. (b). Fisik dasar, meliputi penentuan wilayah pengembangan komoditi unggulan. (c). Karakteristik masing-masing kecamatan terpilih meliputi fisik dasar, penggunaan lahan, transportasi, utilitas, sarana prasarana penunjang lainnya, kependudukan dan ekonomi. (d). Sistem agribisnis di kecamatan pengembangan komoditas unggulan meliputi Karakteristik subsistem hulu, karakteristik usaha tani (on-farm), karakteristik hilir-pengolahan, karakteristik hilir-pemasaran dan subsistem penunjang. (e). Kelembagaan meliputi karakteristik tugas, pokok dan fungsi serta program-program dari lembaga pemerintahan dan lembaga non pemerintahan (swasta). (f). Pelaku-pelaku dalam setiap subsistem meliputi tingkat kepentingan, kekhawatiran, konflik, potensi, kelemahan dan implikasi antar pelaku dalam setiap subsistem. (3). Merumuskan arahan pengembangan kawasan komoditi unggulan di Kabupaten Ende, meliputi : (a). Strategi dan konsep pengembangan setiap subsistem berdasarkan analisa potensi masalah setiap subsistem, analisa kelembagaan, analisa partisipatif, dan analisa akar masalah. (b). Arahan pengembangan struktur ruang kawasan meliputi pusat dan sub pusat pengembangan komoditi unggulan per sub sistem. (c). Prioritas Program pengembangan berdasarkan persepsi para ahli. Orientasi wilayah studi adalah Kabupaten Ende. Sedangkan lokus/lokasi penelitian adalah wilayah (kecamatan/desa) terpilih berdasarkan analisa LQ dan analisa evaluasi lahan, yakni 6 Kecamatan meliputi Kec. Nangapanda, kec. Wolowaru, kec. Lio Timur, kec. ISBN : 978-602-97491-2-0 B-7-2 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Maurole, kec. Detukeli dan kec. Ende Utara. Adapun batasan administratif dari Kabupaten Ende yaitu Sebelah Utara : Laut Flores; Sebelah Selatan : Laut Sawu; Sebelah Timur: Kab. Sikka; Sebelah Barat : Kab.Nagekeo DASAR TEORI Untuk dasar teori dapat dilihat pada kerangka teori yaitu pada gambar 1. Gambar 1 : Kerangka Teori METODOLOGI PENELITIAN Tahapan pendekatan penelitian yaitu jenis penelitian tindakan (action research), dengan ciri utama adalah partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan kelompok sasaran, yaitu dengan melakukan survey. Adapun metode pengumpulan data yaitu (a) Survey Primer yaitu mendapatkan data melalui wawancara, pengamatan dan penyebaran kuesioner. (a). Observasi (pengamatan) karakteristik, potensi dan masalah kawasan pedesaan atau kecamatan penghasil kakao, dan masing-masing subsistem agribisnis kakao. (b). Wawancara dengan metode bebas terpimpin, kepada stakeholders yang terlibat dalam kegiatan pengembangan kawasan perdesaan berdasarkan subsistem agribisnis kakao. (c). Penyebaran kuesioner antara lain kuesioner (AHP) dilakukan kepada instansi pemerintah yang terkait dengan penelitian dan lembaga swasta (non pemerintah). (2). Survey Sekunder, mengkaji literatur dan data dari instansi yang terkait dengan studi. Variabel penelitian antara lain Fisik Dasar; Fisik Binaan; Pola Penggunaan Lahan; Kependudukan; Kebijakan; Ekonomi; Persepsi petani; Persepi responden ahli; Konsep Agropolitan; dan Subsistem Agribisnis. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yaitu petani kakao per kecamatan. Sedangkan sampel adalah wakil dari populasi yaitu petani kakao per 6 kecamatan. Sampling dikelompokkan dalam dua jenis yaitu probability sampling dan non probability sampling. Probability sampling menggunakan teknik sampling yaitu ISBN : 978-602-97491-2-0 B-7-3 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 proportionate stratified random sampling dengan pemberian kuesioner pada responden petani kakao, sedangkan untuk jenis non probability sampling menggunakan teknik sampling yaitu purposive sampling dengan pemberian kuesioner (AHP) untuk responden ahli. Metode Random Sampling menggunakan rumus Slovin menghasilkan sampel di kec. Nangapanda yaitu 84 orang. Perhitungan yang sama berlaku untuk masing-masing pelaku pertanian (petani kakao) sebagai responden petani Kec. Wolowaru (populasi=345, sampel=77); Kec. Lio Timur (populasi=156, sampel=61); Kec. Maurole (populasi=305, sampel=75); Kec. Detukeli (populasi=100, sampel=50); dan Kec. Ende Utara (populasi=100, sampel=50). Pemilihan responden AHP dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling yaitu dari pemerintah meliputi instansi Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Pekebunan, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian (BKP3), dan Kepala BPTP. Sedangkan responden non pemerintah diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bertujuan untuk mengetahui persepsi arahan pengembangan potensi kawasan perdesaan berdasarkan komoditi unggulan yang terpilih. Metode analisa data yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif, metode analisis evaluatif dan metode analisis preskriptif. Masing-masing penjelasan dari metode analisis dapat dilihat pada hasil dan pembahasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Karakteristik Wilayah Studi (1). Fisik Dasar : Rentang garis kontur menghasilkan perhitungan ketinggian wilayah yaitu didominasi ketinggian <700 m dpl seluas 153.877 Ha dan >700 m dpl 52.910 Ha. Nilai kelas lereng yang dihasilkan yaitu <3%; 3-8%; 8-15%; 15-30%; 30-40%; 40-60%; dan >60%. Didominasi kemiringan >60% (43,55%) dengan relief bergunung sangat curam. (2). Fisik Binaan : (a). Prasarana jalan raya :Dalam kurun waktu tahun 20042008, panjang jalan raya menurut status jalan tidak mengalami pertumbuhan. Kondisi perkerasan jalan nasional, propinsi dan kabupaten didominasi jalan aspal dengan kondisi baik kecuali jalan desa masih didominasi makadam. Jenis moda yang mengalami pertumbuhan tahun 2008 yaitu truck dan mini bus. (b). Prasarana Perhubungan Laut : Terdapat 4 pelabuhan yaitu 2 pelabuhan barang dan orang, pelabuhan ferry penyebrangan dan pelabuhan ikan dan BBM. Pertumbuhan arus muat barang dan BBM melalui pelabuhan laut cenderung negatif. Tahun 2008 arus bongkar 5,28%, muat barang 48,45%, sedangkan BBM -32,06. Hal ini juga disebabkan tidak berfungsinya pelabuhan IPPI karena karamnya kapal barang di kolam pelabuhan sehingga kapal barang dan penumpang (jenis Kapal Ro-ro) tidak dapat berlabuh. Hal ini mengakibatkan arus pengangkutan barang ke Ende masuk dan keluar melewati Pelabuhan Maumere. (c). Prasarana Perhubungan Udara : Pertumbuhan arus turun naik penumpang di bandara Kabupaten Ende secara keseluruhan, mengalami peningkatan pada tahun 2008 mencapai 9,36% dari tahun 2007 yang hanya mencapai 7,68%. (d). Listrik : Jumlah wilayah yang berlistrik hanya 112 dari 214 desa dan kelurahan atau 52,34%. (e). Air Bersih : Dari 20 kecamatan, PDAM baru dapat melayani sebanyak 9 kecamatan, sedangkan sisanya yang 11 kecamatan memenuhi kebutuhan air minumnya dari sumber air minum seperti sumur, air sungai dan mata air (sumber mata air terlindung). (f). Telekomunikasi : Pemanfaatan internet di Kab. Ende oleh rumah tangga yang mengakses di rumah dan penggunaan telepon menurun dari 0,47% pada tahun 2006 menjadi 0,00% pada tahun 2008. (g). Sarana Peribadatan : Jumlah sarana peribadatan mencapai 418 unit. Persentase terbesar yaitu jumlah ISBN : 978-602-97491-2-0 B-7-4 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Gereja/Kopel/Polis mencapai 62%, (h). Sarana Kesehatan : Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Ende mencapai 779 unit. Persentase terbesar adalah sarana posyandu mencapai 73%, (i). Sarana pendidikan : Sarana pendidikan berupa TK; SD/MI; SLTP/MTs; SLTA/MA; SMK/MAK; Akademi; dan Perguruan Tinggi (PT). Persentase terbesar yaitu sekolah dasar (SD/MI) mencapai 64% (j). Sarana Perdagangan dan Jasa : Sarana Perjas antara lain pasar harian; pasar mingguan; toko; Kios/Gudang; Bank; Koperasi; Pasar; PT; CV; Fa; PO; dan BPL. Jumlah sarana perdagangan dan jasa mencapai 1533 unit. Persentase terbesar yaitu PO (perusahaan Organda) adalah usaha perorangan angkutan umum mencapai 25%. (k). Industri : Jenis industri berupa industri sedang dan industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga. (3). Penggunaan Lahan : Pola penggunaan lahan yang mendominasi adalah semak belukar mencapai 42,41% dari luas wilayah Kab. Ende, sedangkan untuk penggunaan lahan terkecil adalah daerah terisi air yang mencapai 0,03%. (4). Ekonomi : (a). Struktur ekonomi : Berdasarkan PDRB ADHB, sektor ekonomi yang mempunyai peranan terbesar di Kab. Ende selama kurun waktu tahun 2004 sampai tahun 2008 yaitu sektor pertanian (34,88%), terbesar kedua yaitu sektor perdagangan, hotel dan restaurant, terbesar ketiga yaitu sektor jasa-jasa. Sedangkan di Propinsi NTT sektor terbesar yaitu sektor pertanian (40,50%), terbesar kedua yaitu sektor jasa-jasa, terbesar ketiga yaitu sektor perdagangan, hotel dan restaurant. (b).Laju Pertumbuhan Ekonomi : Perhitungan jumlah PDRB ADHK sektor yang mempunyai laju pertumbuhan terbesar tahun 2008 yaitu sektor angkutan dan komunikasi sebesar 9,16%, pertumbuhan terendah yaitu sektor pertanian sebesar 2,91%. Sedangkan Laju pertumbuhan ekonomi Propinsi NTT terbesar yaitu sektor angkutan dan komunikasi mencapai 7,33%, pertumbuhan terendah yaitu sektor industri pengolahan hanya 0,00%. (5). Kependudukan : (a). Pertumbuhan Penduduk : Pertumbuhan penduduk pada tahun 2008 mencapai 1,58% merupakan peningkatan pertumbuhan dari tahun 2007 yang hanya mencapai 0,17%. (b). Perkembangan Penduduk : Selisih jumlah penduduk dari tahun ke tahun menunjukkan pada tahun 2008 perkembangan penduduk terbesar mencapai 1.913 jiwa di Kec. Ende Utara. Sedangkan perkembangan penduduk terendah mencapai 1.271 jiwa di Kec. Ende Timur. (c). Kepadatan dan Persebaran Penduduk : Kepadatan tertinggi adalah di Kec. Ende Tengah sebesar 3.404 Jiwa/Ha dan Kec. Ende Selatan sebesar 1.646 jiwa/Ha, Sedangkan kecamatan dengan kepadatan terendah adalah kec. Detukeli yaitu 31 Jiwa/Ha. (d). Kebijakan : Kebijakan yang dimaksud terkait dengan kebijakan pengembangan sektor ekonomi, kebijakan pengembangan kawasan perkotaan, kebijakan pengembangan kawasan perdesaan, kebijakan pengembangan transportasi, kebijakan pengembangan fasilitas pelayanan sosial, dan kebijakan pengembangan sumber pendapatan daerah. Analisis Evaluatif Wilayah Studi Untuk Penentuan Komoditi Unggulan LQ (a). Penentuan sektor dan sub sektor basis dengan metode LQ, Perhitungan LQ menggunakan data produksi tahun 2005 sampai tahun 2008, agar dapat dilihat konsistensi sebagai sub sektor basis. Sektor yang mempunyai nilai LQ>1 merupakan sektor yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sektor basis dan memiliki LQ tertinggi yaitu sektor Pertanian (LQ=1,56), Sektor pertanian sebagai sektor basis, mempunyai dua sub sektor basis yaitu sub sektor perkebunan (LQ=1,78); dan sub sektor perikanan (LQ=1,70). Artinya, Kab. Ende lebih berspesialisasi dalam sub sektor perkebunan dan sub sektor perikanan. (b). Penentuan Komoditi Basis Per Sub Sektor dan Wilayah Persebaran, komoditi basis sub sektor tanaman pangan yaitu 23 (dua ISBN : 978-602-97491-2-0 B-7-5 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 puluh tiga) komoditi, LQ tertinggi yaitu wortel (83,45). Komoditi basis sub sektor perkebunan adalah Kemiri, Kakao, Kopi dan Cengkeh, dengan LQ tertinggi yaitu Kemiri dan Kakao (LQ=1,73). Terdapat 4 (empat) jenis ternak yang menjadi komoditi basis antara lain Kambing, Babi, Ayam Petelur dan Ayam Pedaging. Nilai LQ tertinggi yaitu Ayam Pedaging sebesar 296,43. Komoditi sub sektor kehutanan tidak ada komoditi basis. Komoditi perikanan laut adalah komoditi basis dan sekaligus menjadi LQ tertinggi untuk perikanan, sebesar 6,00. (c). Nilai LQ Komoditi Sub Sektor Per Kecamatan, Nilai LQ komoditi per sub sektor di Kabupaten Ende yaitu komoditi wortel di kec. Kelimutu (LQ=8,01), Kemiri di kec. Ende Timur (LQ=2,48), Kakao di kec. Nangapanda (LQ=2,86), ayam pedaging di kec. Ende Selatan (LQ=1,96), perikanan laut tidak ada wilayah pengembangannya (LQ=6). (B). Growth Share, Terdapat 4 (empat) komoditi basis yang menunjukkan nilai growth positif yaitu komoditi wortel, kemiri, kakao dan hasil ikan laut. Artinya komoditi tersebut adalah komoditi yang mempunyai potensi bertumbuh dan memiliki kecendrungan untuk terus bertumbuh positif dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. (C). Shift Share, Komoditi yang mempunyai kontribusi besar antara lain Wortel, Kemiri, Kakao, dan Ayam Pedaging. Namun komoditi yang mempunyai nilai Growth Share positif atau masuk dalam sektor unggulan yaitu Wortel, Kemiri dan Kakao. (D). Pemilihan Komoditi Basis, Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan suatu komoditas unggulan yaitu jumlah produksi, luas lahan dan nilai produktivitas masingmasing komoditi menunjukkan bahwa komoditi kakao unggul untuk luas lahan (1,98%) dan nilai produksi (80,589,600), dibandingkan dua komoditi lainnya yang hanya memiliki satu faktor pengaruh. Sehingga komoditi kakao berpotensi untuk dikembangkan. Evaluasi Lahan Sistem yang dipakai adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka Food Agriculture Organization (FAO, 1983) menggunakan software Arcview 3.1 dengan metode overlay. Struktur klasifikasi kelas kesesuaian lahan mengacu pada ketersediaan data/peta yang ada yaitu skala 1:250.000 (skala tinjau), klasifikasi yang dipakai adalah kesesuaian S1, S2, S3 dan N. Kelas S1 adalah lahan sesuai; S2 adalah lahan cukup sesuai; S3 adalah lahan sesuai marginal; dan kelas N adalah lahan tidak sesuai. Kriteria/parameter yang digunakan sebagai persyaratan tumbuh tanaman kakao yaitu berdasarkan Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenudin et al., 2003). Dalam proses evaluasi lahan, setelah analisa kemampuan lahan kakao, tahap selanjutnya yaitu mencari kesesuaian lahan kakao berdasarkan kondisi eksisting yang menghasilkan ketersediaan lahan bukan eksisting. Setelah itu, ketersediaan lahan bukan eksisting disesuaikan dengan kondisi land use yang menghasilkan ketersediaan lahan kakao/lahan potensi untuk perluasan/ pengembangan kakao. (a). Kemampuan Lahan, menggunakan 8 (delapan) peta dasar yaitu peta suhu tahunan rata-rata; peta curah hujan tahunan rata-rata; peta jumlah bulan kering; peta drainase; peta tekstur tanah permukaan; peta kedalaman tanah; peta pH tanah; dan peta lereng. Kemudian dioverlay persyaratan tumbuh tanaman kakao. Hasil analisa menunjukkan kemampuan lahan kakao yang sangat sesuai (S1) hanya mencapai 32 Ha; lahan cukup sesuai (S2) mencapai 23.934 Ha; lahan sesuai marginal (S3) mencapai 137.756 Ha; dan lahan tidak sesuai mencapai 45.066 Ha. (b). Kesesuaian Lahan, menggunakan software Arcview 3.1 dengan metode overlay (data spasial dan data atribut saja) dan analisis Query antara peta hasil analisa kemampuan lahan kakao dengan peta lahan kakao eksisting. Lahan potensi dari kelas sangat sesuai seluas 21 Ha. Lahan yang termasuk dalam kelas cukup ISBN : 978-602-97491-2-0 B-7-6 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 sesuai mencapai 22.594 Ha. Sedangkan lahan kakao yang sesuai marginal seluas 134.164 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa lahan sesuai marginal mempunyai ketersediaan lahan yang sangat luas. (c). Ketersediaan Lahan, dengan mengoverlay (data spasial dan data atribut saja) dan analisis Query antara peta hasil analisa kesesuaian lahan kakao potensi dengan peta land use eksisting, menggunakan software Arcview 3.1. Hasil analisa menunjukkan ketersediaan lahan kakao sebesar 8.206 Ha. Analisa lahan kakao berdasarkan land use per kecamatan menunjukkan bahwa lahan bukan eksisting tersebar hampir merata di semua kecamatan, kecuali di Kec. Pulau Ende dan Kec. Ndona Timur. Lahan potensi kakao lebih dari 500 Ha terdapat di 6 (enam) kecamatan antara lain Kec. Nangapanda, Kec. Wolowaru, Kec. Lio Timur, Kec. Maurole, Kec.Detukeli dan Kec. Ende Utara. Sedangkan lahan bukan eksisting dengan luasan kurang dari 500 Ha terdapat di 14 (empatbelas) kecamatan lainnya. Analisis Potensi dan Masalah Agribisnis (1). Subsistem Hulu, petani swadaya menyediakan benih, pupuk, pestisida dan alat pertanian, masih terbatas dari dana, pengetahuan pembibitan dengan metode sambung samping dan sambung pucuk, Jarak menuju kios saprotan relatif jauh karena berada di pusat kota Ende. (2). Subsistem Usaha Tani (on-Farm) meliputi Jumlah petani kakao yaitu 3,6% dari total petani yang tersebar di 10 kecamatan dengan tingkat pendidikan petani yaitu SD dan SMP yang berpengaruh pada penyerapan teknologi dan informasi budidaya kakao. Sumber Daya Lahan dan Pola Tanam meliputi potensi lahan mencapai 8.206 Ha dan namun luasan lahan kakao masih dibawah standar luas yaitu hanya 0,25 Ha dari 0,5-1Ha. Pemangkasan menjadi kendala bagi petani karena petani tidak rutin merawat tanaman kakao. Terbatas dalam penyediaan air bersih dan air baku dan Tidak semua kecamatan mempunyai jalan usaha tani yang memadai, hanya dengan perkerasan tanah/makadam. (3). Subsistem Hilir-pengolahan meliputi hanya sebagian kecil melakukan fermentasi karena keterbatasan dana dan pengetahuan pemakaian alat pengolahan kakao. (4). Subsistem Hilir-Pemasaran meliputi Harga jual biji basah lebih rendah dari harga jual tepung kakao dan keuntungan jual biji basah lebih rendah daripada harga jual tepung kakao. Sumber informasi yang tidak jelas yaitu informasi harga yang tidak up to date. Ketersediaan jalan, pasar dan angkutan desa namun belum mencapai desa-desa penghasil kakao yang letaknya terpencil. (5). Subsistem Penunjang meliputi intensitas penyuluhan kurang, kurangnya regulasi harga biji kakao dari pemerintah daerah, Gapoktan tidak berfungsi dalam hal unit simpan pinjam dan pemasaran, minimnya bantuan permodalan dari Bank dan Koperasi, dan kelompok tani tidak berfungsi sebagai wadah kegiatan bersama dalam budidaya kakao, pengolahan dan pemasaran kakao. Analisis Partisipatif Petani kakao cenderung berkonflik dengan pedagang kakao dalam hal pemasaran biji kakao khususnya harga menurut kualitas biji kakao, Koperasi dan Gapoktan serta Kelompok Tani cenderung mempunyai konflik dalam hal usaha simpan pinjam dan usaha pemasaran, sehingga dibutuhkan pengaturan kerjasama menurut fungsi dan tugas. Dinas/instansi Pemerintah dan LSM, cenderung mempunyai konflik karena realisasi program-program yang memungkinkan tumpang tindih program sehingga tidak maksimal. Analisis Kelembagaan Analisis kelembagaan menggunakan metode Diagram Venn. Metode ini mengkaji secara deskriptif tentang semua lembaga pemerintah dan non pemerintah yang terkait ISBN : 978-602-97491-2-0 B-7-7 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 kegiatan pengembangan kakao antara lain petani, pedagang kakao (pedagang kaki tiga desa, pedagang kaki tiga kecamatan, pedagang pengumpul dan pedagang antar pulau), pedagang saprotan, Koperasi, Bank, Gapoktan, Kelompok Tani, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian, BKP3, Bappeda dan LSM. Analisis Akar Masalah Akar masalah dari pengembangan kakao di Kab. Ende yaitu sumber daya manusia (petani kakao) masih rendah dalam hal pengolahan dan pemasaran kakao, keterbatasan dana, produksi dan kualitas biji rendah sehingga harga jual rendah dan keuntungan petani pun rendah. Hal ini juga tidak ditunjang oleh sarana prasarana penunjang yaitu jalan usaha tani, jalan dan angkutan desa, air bersih dan air baku, dan sarana komunikasi. Tidak adanya pengaturan harga kakao oleh pemerintah. Analisis Pengembangan Wilayah Komoditi Kakao Analisis SWOT dan IFAS-EFAS Strategi pengembangan subsistem agribisnis kakao yang ada di Kabupaten Ende, terletak di kuadran IV Ruang H dengan strategi pengembangan Conglomerat Strategy yaitu strategi pengembangan masing-masing kelompok dengan cara koordinasi setiap sektor dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang untuk mengatasi ancaman dan tantangan yang ada. Analisis AHP Perhitungan AHP dari keenam responden menunjukkan bahwa faktor prioritas pengembangan kakao di Kabupaten Ende yaitu variabel Sub Sistem Hilir-Pengolahan (2F3) pada sub variabel Bantuan Alat dan Mesin Fermentasi, Pengering kakao, karena memiliki bobot tertinggi yaitu 0.071 Arahan Pengembangan Kawasan Potensi Komoditi Kakao Pengembangan Spasial yaitu Pengembangan komoditi kakao di 6 (enam) kecamatan antara lain Kec. Nangapanda, Kec. Wolowaru, Kec. Lio Timur, Kec. Maurole, Kec.Detukeli dan Kec. Ende Utara. Pengembangan Sub system Agribisnis melalui program Penyuluhan tentang mengatasi serangan hama PBK, hewan Kera dan hama lainnya; Peningkatan mutu /kualitas biji kakao melalui penyuluhan tentang pasca panen; Pelatihan bagi petani tentang pemasaran; Peningkatan jumlah bibit unggul dan bersertifikasi di setiap kelompok tani; Pembuatan pupuk alami dari kulit buah kakao dan daun kakao; Pencegahan hama dan penyakit melalui peningkatan teknik perawatan tanaman; Penyuluhan tentang pengolahan biji kakao basah menjadi biji kakao kering melalui proses fermentasi, pengeringan dan sortasi agar mutu biji kakao bagus di masing-masing Gapoktan dan Kelompok tani; Pelatihan tentang teknik pemasaran kakao melalui Gapoktan dan Kelompok tani; Pemanfaatan utilitas penunjang berupa sumber air yang dipakai bersama dalam kelompok tani dan Gapoktan; Sosialisasi pemasaran kakao dan penentuan harga kakao oleh petani ISBN : 978-602-97491-2-0 B-7-8 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kab. Ende membutuhkan peningkatan dalam pelayanan sarana dan prasarana berupa pembangunan jaringan listrik, air bersih dan air baku, telekomunikasi, pemberdayaan industri kecil dan rumah tangga. Pemanfaatan potensi lahan semak belukar atau lahan tidur. (2). Pemanfaatan potensi lahan kakao di sentra-sentra kakao atau kecamatan penghasil kakao. (3). Strategi dan program pengembangan kakao difokuskan pada peningkatan sumber daya manusia di berbagai subsistem penunjang (kelembagaan) yang ditunjang dengan kelengkapan sarana prasarana kawasan agribisnis. Saran Dengan penelitian pengembangan kawasan perdesaan berdasarkan komoditi unggulan dapat memberikan kontribusi bagi percepatan pembangunan kawasan perdesaan di Kab. Ende dengan melakukan peningkatan sumber daya manusia dalam kegiatan pengembangan kakao serta ditunjang dengan pembangunan sarana prasarana penunjang yang mendukung kegiatan pengembangan kakao. DAFTAR PUSTAKA 2004. Bantuan Teknis Penyusunan Masterplan Agropolitan, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Kimpraswil, Jakarta Deni, Ruchyat D. 2003. Pengembangan Wilayah Agropolitan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Berbasis Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Direktur Jenderal Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian, Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia . 2003. Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan : Menuai Kesejahteraan Melalui Sinergi Kegiatan Yang Terkoordinasi, Sekretariat Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan, Badan Pengembangan Sumberdaya Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta . 2006. Model Perencanaan Sistem Produksi Wilayah Basis Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. hal. X : 373-381. Munir, Moch. 2003. Geologi Lingkungan, Bayumedia Publishing, Malang . 2001. Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Sentra Produksi Pangan (Agropolitan) Nasional dan Daerah No. 15, Departemen Pertanian, Jakarta . 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Sentra Produksi (P-KSP), Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Departemen Dalam negeri, Jakarta. . 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Rintisan Kawasan Agropolitan, Badan Pengembangan Sumberdaya Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta ISBN : 978-602-97491-2-0 B-7-9 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Rustiadi, Ernan. 2004. Agropolitan : Penataan Kawasan Desa-Kota Berimbang, Crespent Press, Yogyakarta Saaty, L. Thomas. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta Soemarno. 2000. Dasar Perencanaan Pengembangan Wilayah & Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pertanian : Model dan Metode, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Tarigan, Robinson. 2006. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, edisi revisi, Bumi Aksara, Jakarta Tarigan, Robinson. 2008. Perencanaan Pembangunan Wilayah, edisi revisi, Bumi Aksara, Jakarta . 2007. Undang-undang Penataan Ruang No. 26. Warpani, Suwardjoko. 1984. Analisis Kota dan Daerah, ITB, Bandung Wicaksono, A. D. dan Sugiarto, B. W. 2001. Modul Studio Perencanaan Desa, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan:Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah), UPP STIM YKPN, Yogyakarta ISBN : 978-602-97491-2-0 B-7-10