WACANA SEBAGAI REALITAS DAN SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI Oleh Viona Sapulete Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Ambon Abstrak: Wacana merupakan proses komunikasi menggunakan symbolsimbol yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Wacana dapat diidentifikasi sebagai rangkaian ujar secara lisan dan tulisan terhadap suatu hal yang penyajiannya teratur, sistematis, koheren, dan lengkap. Wujud dan jenis wacana dapat dilihat dari sudut realitas, media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Konteks wacana dibentuk dari berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, amanat, kode dan saluran. Wacana realitas berbentuk rangkaian kebahasaan dengan semua kelengkapan struktural bahasa seperti apa adanya. Wacana berkaitan erat dengan kegiatan berkomunikasi dan tidak terlepas dari kehidupan media yang merupakan bahasa digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, dan ditinjau dari sudut pandang tertentu. Kata-kata kunci: Wacana Realitas, Media Komunikasi. PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia sehingga dalam kenyataannya bahasa menjadi aspek penting dalam melakukan sosialisasi atau berinteraksi social. Denagan bahasa manusia dapat menyampaikan berbagai berita, pikiran, pengalaman, gagasan, pendapat, perasaan, keinginan. Bahasa meliputi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantic, dan wacana. Bedasarkan hierarkinya, wacana merupakan tataran bahasa yang terbesar, tertinggi, dan terlengkap. Dalam uraian ini, secara khusus akan dibahas tentang wacana sebagai realitas dan sebagai media komunikasi. Dari segi realitas, sebuah wacana itu berbentuk rangkaian kebahasaan dengan semua kelengkapan struktural bahasa seperti apa adanya.Proses konstruksi realitas oleh pelaku pembuat wacana, misalnya dalam media massa dimulai dengan adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, pikiran, orang, peristiwa, dan sebagainya. Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 19 Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan, ide atau gagasan dari suatu pihak ke pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya. Pada umumnya komunikasi dilakukan dengan menggunakan katakata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua pihak. Wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan symbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dari peristiwa-peristiwa di dalam system kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti katakata, tulisan, gambar-gambar, dan lainlain, tidak bersifat netral atau steril. PEMBAHASAN Pengertian Wacana Istilah wacana dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, politik, komunikasi, sastra, dan sebagainya. Dalam pembelajarannya, wacana merupakan disiplin ilmu baru. Jadi pembahasan wacana pembahasan bahasa dan tuturan yang harus dalam satu rangkaian kesatuan situasi atau dengan kata lain, makna suatu bahasa berada dalam rangkaian konteks dan situasi. Dilihat dari awal pemunculannya, istilah wacana bukan muncul dari para ahli ilmu bahasa, melainkan dipopulerkan oleh psikolog, antropolog, dan sosiolog. Mereka beranggapan bahwa kenyataan kegunaan pemakaian bahasa di lapangan bukan dilihat dari struktur bahasa, melainkan dari konteks pemakaian bahasa, yaitu wacana. Wacana menjadi salah satu bidang linguistik yang relatif baru dan masih kurang mendapat perhatian para ahli bahasa pada umumnya. Wacana dikatakan sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi dapat menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Apapun bentuknya, wacana mengasumsi adanya penyapa dan pesapa. Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis, sedangkan pesapa adalah pembaca. Wacana mempelajari bahasa dalam pemakaiannya. Tarigan mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, yang disampaikan secara lisan atau tertulis. Ditinjau dari kelengkapan unsurnya, wacana merupakan unit bahasa yang paling lengkap unsurnya. Wacana tidak hanya didukung oleh unsure nonsegmental dan suprasegmental. Wacana adalah proses komunikasi menggunakan simbolsimbol yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana, pesan-pesan komunikasi seperti katakata, tulisan, gambar-gambar, dan lainlain tidak bersifat netral atau steril. Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 20 Ciri-Ciri dan Sifat Wacana Berdasarkan pengertian wacana, kita dapat mengidentifikasi ciri dan sifat sebuah wacana, antara lain sebagai berikut: 1) Wacana dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur. 2) Wacana mengungkapkan suatu hal (subjek). 3) Pengajiannya teratur, sistematis, koheren, dan lengkap dengan semua situasi pendukungnya. 4) Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu. 5) Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental. Wujud dan Jenis Wacana Wujud adalah rupa dan bentuk yang dapat diraba atau nyata. Jenis adalah ciri yang khusus. Jadi wujud wacana mempunyai rupa atau bentuk wacana yang nyata dan dapat kita lihat strukturnya secara nayata. Sedangkan jenis wacana mempunyai arti bahwa wacana itu memiliki sifat-sifat atau ciriciri khas yang dapat dibedakan dari bentuk bahasa lain. Pada dasarnya, wujud dan jenis wacana dapat ditinjaudari sudut realitas, media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Dalam kenyataannya wujud dari bentuk wacana itu dapat dilihat dalam beragam buah karya si pembuat wacana, yaitu: Text (wacana dalam wujud tulisan /garfis) antara lain dalam wujud berita, features, artikel, opini, cerpen, novel. Talk (wacana dalam wujud ucapan), antara lai dalam wujud rekaman wawancara, obrolan pidato, dsb. Act (wacana dalam wujud tindakan) antara lain dalam wujud lakon drama, tarian , film, defile, demonstrasi, dsb. Artifact (wacana dalam wujud jejak) antara lain dalam wujud bangunan, lanskap, fashion, puing, dsb. Konteks Wacana Berbicara tentang wacana selalu berkaitan dengan konteks, seperti apa yang dikatakanya. Darma (2009) bahwa konteks merupakan ciri-ciri alam di luar bahasa yang menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana (lingkungan nonlinguistik). Konteks wacana dibentuk dari berbagai unsure, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, amanat, kode, dan saluran (Tarigan, 1987). Unsurunsur ini berhubungan dengan unsureunsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa, antara lain sesuai dengan yang dikemukakan oleh Budiman (1994): 1. Latar (setting) Latar mengacu pada tempat (ruang/space) dan waktu (tempo/time) terjadinya percakapan. Misalnya percakapan di pasar pada siang hari, pukul 15.00, yang menghasilkan wacana sebagai berikut: Pembeli : Mang ada jamur merang? Penjual : Habis Neng, jam segini mana ada yang masih jualan jamur merang! 2. Peserta (participant) Peserta mengacu pada peserta percakapan, yaitu pembicara (penyapa) dan pendengar atau lawan bicara (pesapa). Misalnya penjual dan pembeli pada percakapan di atas, pembeli sebagai penyapa dan penjual sebagai pesapa. Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 21 3. Hasil (ends) Hasil mengacu pada percakapan dan tujuan percakapan. Misalnya seorang guru mempunyai tujuan ingin memberikan pelajaran terbaik kepada siswanya. Topik yang menarik belum tentu hasilnya baik, karena terganyung pada siswa itu sendiri dan cara guru menyampaikan pembelajarannya. Kadang-kadang topic menarik, tetapi hasilnya tidak memuaskan, karena pembelajaran itu ditentukan pula oleh pesera ujaran. 4. Amanat (massage) Amanat mengacu pada bentuk dan isi amanat. Bentuk amanat bisa berupa surat, esai, iklan, pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya. Perhatikan perbedaan anatara bentuk dan isi amanat di bawah ini. Ibu berkata, “Ati ingat ya, nanti sore jangan lupa mengantar ibu ke dokter.” Ibu berkata bahwa ia meminta Ati agar tidak lupa mengantar ibu anti sore ke doktar. Bentuk amanat terdapat pada kalimat pertama dan isi amanat terdapat pada kalimat kedua. 5. Cara (Key) Cara mengacu pada semangat melaksanakan percakapan, misalnya percakapan cakap dengan penuh semangat, santai atau tenang meyakinkan. 6. Saran (instrument) Sarana mengacu pada penggunaan bahasa baik lisan maupun tulis dan mengacu pula pada variasi bahasa yang digunakan. 7. Norma (norms) Norma mengacu pada perilaku peserta percakapan. Misalnya, “diskusi” dan “kuliah”. Kedua memiliki norma berbeda. Diskusi perilakunya cenderung dua arah, sedangkan kuliah cenderung satu arah walaupun diberi kesempatan untuk bertanya. Dengan demikian, ada norma diskusi dan ada norma kuliah. 8. Jenis (genre) Genre mengacu pada kategori, seperti sajak, teka-teki, kuliah dan doa. Salah satu genre misalnya, patun yang menunjukkan dua lirik pertama merupakan paduan pada isi yang dimaksudkan. Perhatikan contoh di bawah ini. Berakit-rakit ke hulu Berenang-renang ke tepian Bersakit-sakit dahulu Bersenang-senang kemudian Penggunaan wacana dalam konteks tertentu menentukan kebermaknaan tuturan dalam wacana itu sendiri. Konteks itu merupakan konteks wacana yang jumlahnya cukup banyak, beberapa macam kategori, yakni topic, situasi, partisipasi dan saluran bahasa. Topik sebagai Konteks Topika dapat menentukan sifat kewancanaan. Topik-topik berita menentukan struktur wacana sesuai dengan tuntutan topik berita. Topi-topik ilmiah juga menentukan digunakannya wacana ilmiah. Ciri-ciri lugas dan argumentative banyak ditemukan dalam wacana ilmiah, tetapi ciri informative banyak ditemukan dalam wacana berita. Topik-topik narasi juga mununtut digunakannya wacana narasi. Dalam Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 22 wacana narasi itu pula banyak ditemukan bahasa yang berbungabunga atau gaya bahasa yang sedikit ditemukan dalam wacana lain. Situasi sebagai Konteks Situasi menentukan bentukbentuk bahasa yang digunakan dalam wacana dalam situasi resmi diguanakan bentuk-bentuk yang menandai bahasa formal. Sebalikya dalam situasi resmi ditentukan bentuk-bentuk yang menandai bentuk yang tidak formal. Bentuk-bentuk tidak, sudah,dan hanya dan hanya dapat ditemukan dalam bahasa resmi, tetapi bentuk-bentuk enggak, udah, dan cuman dapat ditemukan dalam bahasa tidak formal. Cara berwacanapun berbeda dalam situasi resmi, orang dituntut untuk bergaya formal, sedangkan dalam situasi tidak resmi orang dituntut untuk bergaya santai. Segi Realitas Wacana Jika ditinjau dari segi realitas, sebuah wacana itu berbentuk rangkaian kebahasaan dengan semua kelengkapan structural bahasa seperti apa adanya. Namun ternyata pada pihak lain, wacana dapat juga berwujud sebagai rangkaian nonbahasa, misalnya rangkaian isyarat dan rangkaian tandatanda yang bermakna bahasa yang telah disepakati oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai suatu konvensi. Rangkaian isyarat itu dapat dibagi atas: 1) Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka yang meliputi; Gerakan mata, misalnya melotot, mengedip, menatap tajam, dan sebagainya; - Gerakan bibir, misalnya senyum, tertawa, manyun, dan sebagainya; - Gerakan kepala, misalnya mengangguk, menggeleng, menunduk, dan sebagainya; - Perubahan raut muka atau mimic, misalnya mengerutkan kening, memasamkan air mika, dan sebagainya. 2) Isyarat melalui gerak-gerik anggota tubuh lain yang dapat dibagi-bagi lagi menjadi; - Gerakan tangan, misalnya melambai, mengepalkan tangan, mengacungkan jempol, dan sebagainya; - Gerakan kaki misalnya menghentakan kaki, mengayunkan kaki, memasang kuda-kuda, dan sebagainya; - Gerakan seluruh anggota tubuh, seperti pantomime. 3) Tanda-tanda yang bermakna bahasa, yaitu tanda-tanda bermakna yang terdapat dalam rambu-rambu lalu lintas, bunyi kentongan, bunyi terompet, dan sebagainya. Berdasarkan sebuah penelitian (Brown, 1996: 2-4), proses konstruksi realitas oleh pelaku pembuat wacana, misalnya dalam media massa dimulai dengan adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, pikiran, orang, peristiwa, dan sebagainya. Secara umum, system komunikasi adalah faktor yang mempengaruhi sang pelaku dalam membuat wacana. Dalam system komunikasi libertarian, wacana yang terbentuk akan berbeda dalam system - Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 23 komunikasi yang otoritarian. Secara lebih khusus, dinamika internal dan eksternal yang mengenai diri si pelaku konstruksi tentu saja sangat mempengaruhi proses konstruksi. Ini juga menunjukkan bahwa pembentukan wacana tidak berada dalam ruang vakum. Pengaruh ini bisa dating dari pribadi si penulis dalam bentuk kepentingan idealis, ideologis, dan sebagainya, maupun dari kepentingan eksternal, yaitu dari khalayak sasaran sebagai pasar, sponsor, dan sebagainya. Untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku konstruksi memakai suatu srategi tertentu. Tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan internal , strategi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa mulai dari kata hingga parangraf; pilahan kata yang akan dimaksudkan/dikeluarkan dari wacana yang popular disebut strategi framing, strategi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa mulai dari kata hingga paragraph; pilahan fakta yang akan dimaksudkan/ dikeluarkan dari wacana yang populer disebut strategi framing, dan pilihan teknik menampilkan wacana di depan piblik di sebut strategi framing. Selanjutnya, hasil dari proses ini adalah wacana (discourse) atau realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan (text), ucapan (talk), tindakan (act) atau peninggalan (artifact). Oleh karena wacana yang terbentuk ini telah dipengaruhi oleh berbagai factor, kita dapat mengatakan bahwa dibalik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan. Wacana sebagai Media Komunikasi Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan, idea atau gagasan dari suatu pihak ke pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya. Pada umumnya komunikasi dilakukan dengan menggunakan katakata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua pihak. Apabila tidak dilakukan dengan bahasa verbal dapat dilakukan dengan bahasa nonverbal atau bahasa isyarat, misalnya menggunakan gerakgerik badan atau menunjukkan sikap tertentu, seperti tersenyum, menggelengkan kepala, mengangguk, mengangkat bahu, dan lain-lain. Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi adalah bahasa lisan atau tulis, sinyal, gesture (bahasa tubuh), dan broadcasting (penyebaran berita). Komenukasi dapat berupak interaktif, transaktif, bertujuan atau tidak bertujuan. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan merangkum komponen kemunikasi. Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengumumkan pesan kepada pihak lain (adressor). 2. Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan (adressee) dari pihak lain. Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 24 3. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang sampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain. 4. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerima pesan atau isi pesan yang disampaikan. Jika dilihat dari fungsi wacana sebagai media komunikasi wujud wacana itu dapat merupakan rangkaian tuturan lisan maupun tulisan. Sebagai media komunikasi lisan. Wacana di dalam kehidupan media juga memiliki pengertian yang mendalam. Menurut Norman Fairclough dalam Darma (2009) , wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik social, ditinjau dari sudut pandang tertentu. Wacana harus diartikan sebagai suatu pernyataan atau ungkapan yang lebih dari satu ayat dan menurut W. O’Bar dalam Darma (2009), wacana merupakan penyampaian ide-ide dari seseorang kepada yang lainnya. (Stephen Harold Ringging, 1997; Eriyanto dalam Darma (2009), wacana berkaitan erat dengan kegiatan komunikasi yang substansinya tidak terlepas dari kata, bahasa, atau ayat. Menurut Sobur, Alex, dalam darma (2009), wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal ( subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam sustu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsure segmental maupu nonsegmental bahasa. Jadi, wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan symbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dari peristiwa-peristiwa di dalam system kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti katakata, tulisan, gambar-gambar, dan lainlain, tidak bersifat netral atau steril. Eksistensinya ditentukan oleh orangorang yang menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi keberadaanya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nila, ideology, emosi, kepentingankepentingan, dan lain-lain. Teks di dalam media adalah hasil proses wacana media (media discourse) di dalam proses tersebut, nilai-nilai, ideology, dan kepentingan media turut serta. Hal tersebut memperlihatkan bahwa media “tidak netral” sewaktu mengkonstruksi realitas social. Media mengikutsertakan perspektif dan cara pandang mereka dalam menafsirkan realitas soial. Mereka memilihnya untuk menentukan aspek-aspek yang ditonjolkan maupun dihilangkan, menentukan struktur berat yang sesuai dengan kehendak mereka, dari sis mana peristiwa yang ada disoroti, bagian mana dari peristiwa yang ditonjolkan atau dihilangkan; siapakah yang diwawancarai untuk menjadi sumber berita, dan lain-lain. Berita bukanlah representasi dari peristiwa semata-mata, akan tetapi di dalamnya memuat juga nilai-nilai lembaga media yang membuatnya. Wujud Wacana dalam bentuk Lisan 1) Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya satu obrolan singkat dalam satu situasi; 2) Suatu penggalan ikatan percakapan dalam rangkaian percakapan yang Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 25 lengkap yang telah menggambarkan suatu situasi, maksud, dan rangkaian penggunaan bahasa. Wujud Wacana dalam bentuk Tulisan 1) Sebuah teks tertulis yang dibentuk lebih dari satu alinea yang mengunakan sesuatu secara berurutan dan utuh, misalnya sebuah cerita, sebuah uraian sepucuk surat dan sebagainya. 2) Sebuah alinea merupakan sebuah wacana apabila teks itu hanya terdiri dari satu alinea, atau apabila kandungan sebuah alinea itu memiliki kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh. 3) Sebuah wacana mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk beranak cucu atau dengan kalimat majemuk rapatan atau system elips unsure tertentu. Isi dan Sifat Wacana Ditinjau dari Segi Cara Pemaparan Ditinjau drai segi pemaparan dan penyusunan, isi dan sifatnya, wacana itu banyak jenisnya. Beberapa diantaranya adalah wacana yang bersifat naratif, procedural, hortatorik, ekspositorik, dan deskriptif. Hal ini dikemukakan oleh Llamzon, 1984 (Syamsuddin, 1992:9) dalam Darma (2009), sebagai berikut: 1. Wacana Naratif Wacana ini merupakan tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian dengan menonjolkn tokoh pelaku, maksudnya untuk memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita, atau diatur melalui plot. 2. Wacana Prosedural Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik unsurnya, karena urgensi unsure yang lebih dahulu menjadi landasan unsure berikutnya. Wacana ini biasanya disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana sesuatu bekerja atau terjadi, atau bagaimana cara mengerjakan sesuatu. Tokohnya boleh orang dan yang dilukiskannya tidak terikat dengan urutan waktu. 3. Wacana Hortatorik Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Kadang-kadang tuturan itu bersifat memperkuat keputusan atau agar lebih meyakinkan. Yang menjadi tokoh penting dalam wacana jenis ini adalah orang kedua. Wacana ini tidak dapat disusun berdasarkan urutan waktu, tetapi merupakan hasil atau produksi suatu waktu. 4. Wacana Ekspositorik Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan sesuatu pokok pikiran. Pokok pikiran itu lebih dijelaskannya lagi dengan cara menyampaikan uraian bagianbagian atau detilnya. Tujuan pokok yang ingin dicapai pada wacana ini adalah tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu supaya lebih jelas, mendalam, dan luas dari pada sekedar sebuah pertanyaan yang bersifat global atau umum. Kadang-kadang wacana itu dapat berbentuk ilustrasi dengan contoh, berbentuk perbandingan, berbentuk Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 26 uraian kronologis, dan dengan penentuan cirri-ciri (identifikasi). Orientasi pokok wacana ini lebih pada materi, bukan pada tokohnya. 5. Wacana Deskriptif Wacana ini merupakan rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman atau pengetahuan penuturnya. Tujuan yang ingin dicapai oleh wacana ini adalah tercapainya penghayatan yang agak imajinatif terhadap sesuatu, sehingga pendengar atau pembaca merasakan seola-ola ia sendiri mengalami atau mengetahuinya secara langusng. Uraian pada wacana deskriptif ini ada yang hanya memaparkan sesuatu secara objektif dan ada juga yang memaparkannya secara imajinatif. Pemaparan yang pertama bersifat menginformasikan sebagaimana apa adanya, sedangkan yang kedua dengan menambahkan daya khayal. Oleh karena itu, yang kedua ini banyak dijumpai dalam karya sastra, seperti novel dan cerpen. tetapi kalimat kedua cocok dinyatakan oleh bawahan ke atasan. Contohnya: 1. Datanglah ke rumah saya ! 2. Saya mohon Bapak sudi dating ke rumah saya. Hubungan berjarak dan akrab mengakibatkan wacana berbeda. Untuk mengungkapkan maksud yang sama, seseorang perlu menggunakan wacana yang relative berkomponen lengkap. 1. Budi : Selamat pagi, pak! 2. Iwan : Selamat pagi! Ada yang bisa saya bantu? 3. Budi : Begini, Pak. Anak saya sekarang ini dalam keadaansakit. Padahal pada tanggal-tanggal tua begini uang sudah tidak ada. Kalau boleh saya bermaksud meminjam uang kantor. Sebaliknya yang tampak pada wacana kedua, seseorang tidak perlu menggunakan wacana selengkap wacana atu karena hubungan partisipan yang sudah akrab. 1. Budi : Pak, ada uang kantor yang dapat digunakan? Anak saya sakit. 2. Iwan : Ada asal tidak terlalu banyak. Partisipan Partisipan, atau tepatnya hubungan antara partisipan berpengaruh terhadap perwujudan wacana. Katakanlah ada hubungan vertical antar partisipan. Dalam konteks dari atas ke bawah pengunaan kalimat perintah merupakan hal yang wajar, tetapi dalam konteks hubungan dari bawah ke atas penggunaan kalimatkalimat permohonan merupakan hal yang wajar. Kalimat satu cocok dinyatakan dari atasan ke bawahan, Wacana dan Pendekatan Komunikatif Wacana terbentuk dari unsure segmental dan nonsegmental, namun wacana tidak hanya menampilkan kelengkapan unsure pembentuknya, tetapi juga menampilkan gambaran bagaimana masyarakat pemakai bahasa menggunakan bahasa melalui rangkaian tuturan. Pembahasan mengenai wacana, pada hakikatnya merupakan usaha memahami bahasa dalam kaitannya dengan situasi social pada saat pemakai bahasa Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 27 menggunakan bahasanya, seperti apa yang dikemukakan oleh Firth (Syamsuddin, 1992) dalam Darma (2009): to explain how the sentences or utterance are meaningful in their context. Pendekatan komunikatif erat hubungannya dengan hakikat bahasa dan pengajaran bahasa. Dahulu hakikat bahasa itu adalah sesuatu yang akan diajarkan (something to be tought), sedangkan sesuatu yang menyangkut pemikiran (something to be thought) tidak diperhatikan. Oleh karena itu, sifat pengajaran masa lalu adalah pemompaan materi sebanyakbanyaknya kepada anak didik. Dengan kata lain, pendekatan pengajaran masa lalu menggunakan pendekatan materi, tujuannya adalah penguasaan pengetahuan dan kaidah bahasa sebanyak-banyaknya. Arah penguasaan ini didasarkan pada pandangan aliran Behaviorisme dari Amerika, yang memandang penguasaan bahasa itu didasarkan pada kebiasaan. Untuk mewujudkan kebiasaan ini perlu, disusun tujuan-tujuan spesifik yang jelas dan diperlukan latihan-latihan. Oleh karena itu, muncul pendekatan tujuan pengajaran bahasa yang dikenal dengan istilah objective approach atau pendekatan objektif. Penguasaan kompetensi bahasa ini tidak cukup bagi kebutuhan anak didik. Ada hal penting lagi yang harus dimiliki oelh mereka secara praktis, yaitu bagaimana cara menggunakan bahasa itu dalam kehidupan bermasyarakat. Penguasaan struktur suatu bahasa akan lebih baik kalau dikaitkan dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi antarmanusia. Penguasaan cara menggunakan bahasa secara ini merupakan suatu kompetensi komunikatif (communicative competence). Untuk memungkinkan tercapainya penguasaan kompetensi komunikatif diperlukan pendekatan komunikatif, yaitu pendekatan yang memperhatikan peranan bahasa sebagai alat komunikasi. Ada tiga komponen utama untuk mewujudkan kompetensi komunikatif, yaitu (1) penguasaan pengetahuan tata bahasa, (2) pengetahuan tentang makna, dan (3) pengetahuan tentang pemakaian/penggunaan bahasa. Jadi struktur suatu bahasa tidak dapat dimengerti kalau tidak dikaitkan dengan pemakaiannya. Lahirnya pendekatan komunikatif, karena dorongan adanya konsep-konsep baru di bidang sosiolinguistik terhadap studi bahasa. Pada bidang itu, pembahasan bahasa tidak selalu diarahkan kepada analisis bahasa sebagai bahasa saja, tetapi diarahkan kepada analisis bahasa sebagai media penting bagi kegiatan komunikasi masyarakat. Konsep sosiolinguistik yang sangat berpengaruh pada pendekatan komunikatif, yaitu pernyataan Hyme (1980) dalam Darma (2009) bahwa bahasa merupakan suatu yang berkaitan dengan perbuatan social yang penuh makna dan fungsi. KESIMPULAN Secara khususIstilah wacana menunjuk pada aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa, baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Secara umum, istilah wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan dan pola- Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 28 pola yang menjadi ciri jenis-jenisbahasa dalam tindakan. Ditinjau dari segi realitas, sebuah wacana itu berbentuk rangkaian kebahasaan dengan semua kelengkapan structural bahasa seperti apa adanya. Proses konstruksi realitas oleh pelaku pembuat wacana, misalnya dalam media massadimulai dengan adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, pikiran, orang, dan peristiwa. Wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan simbolsimbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam system kemasyarakatan yang lusa. Wacana di dalam kehidupan media juga memiliki pengertian yang mendalam yaitu wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik social, ditinjau dari sudut pandang tertentu. SUMBER RUJUKAN Budiman, K. 1994. Wacana Sastra dan Ideologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brown, G. dan Yule, G. 1996. Analisis Wacana; Alih Bahasa Sutikno. Jakarta: Gramedia. Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya. Tarigan, H. G. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 29