Jurnal of Islamic Education Management 31 ISSN: 2461-0674 KUALITAS MADRASAH DAN PROFESIONALISME GURU (UNDANG-UNDANG 14 TAHUN 2005) Febriyanti Prodi MPI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Email : [email protected] Abstrak: Madrasah sebagai institusi pendidikan Islam yang telah ada sejak sebelum masa kemerdekaan Republik Indonesia mendapat tantangan berat karena tuntutan masyarakat yang terus berubah; yang semakin menuntut madrasah bermutu. Pergeseran nilai yang dipacu oleh tuntutan globalisasi menjadikan madrasah yang memadukan lmu umum dan ilmu agama semakin mendapat peluang dalam mempersiapakan generasi siap dan mampu menghadapi tantangan zamannya. Dengan modal moral keagamaan yang kuat, ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang menjadi kebutuhan hidup, maka madrasah sebagai pendidikan berbasiskan masyarakat akan tetap menjadi pilihan orangtua, tidak saja mengirimkan anaknya masuk ke madrasah, melainkan juga partisipasinya bagi terselenggaranya pendidikan yang bermutu, mampu mendorong penanaman dasardasar keunggulan kompetitif. Kata Kunci: Kualitas, Profesionalisme Abstract: Madrasah as an Islamic institution that has existed since before the independence of the Republic of Indonesia gets tough challenges due to the demands of ever-changing society; increasingly demanding quality madrasah. The shift value is driven by the demands of globalization make LMU madrasah that combines public and the science of religion even got a chance in preparing the generation is ready and able to face the challenges of his time. With the moral capital strong religious, science and modern technology into the necessities of life, then the madrasah as education-based society will remain an option for parents, not only to send their children go to madrasah, but also his participation for the implementation of quality education, to encourage the planting base Basics competitive advantage. Keywords: Quality, Professionalism ketika penentuan dasar dan bentuk Pendahuluan Dualisme sistem pendidikan negara Indonesia. Kajian kependidik- umum dan agama (islam) merupakan an Islam yang dilakukan oleh Karel produk penjajahan Hindia Belanda, Steenbrink menjelama Madrasah menjadi refleksi dari dalam dan Pesantren, Sekolah (1986) pergumulan dua basis politik, Islam bersifat historis. Steenbrink dalam dan kajiannya Nasionalisme, yang awal kemerdekaan semakin tampak jelas berhasil perkembangan mengungkap historis El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare lembaga Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 32 pendidikan Islam, khususnya Meskipun madrasah lahir dari pesantren, yang kemudian diikuti rahim semangat pesantren, namun dengan munculnya madrasah dan terdapat perbedaan mendasar menurut sekolah, Furchan (2004: 36) terletak pada serta madrasah dampak dan kehadiran sekolah terhadap sistem pendidikannya. Madrasah pesantren. Di antara dampak tersebut menganut sistem pendidikan formal adalah kelompok (dengan kurikulum nasional, pemberi- lapisan an pelajaran dan ujian yang terjadual, fungsional kemunculan baru dalam masyarakat Muslim, seperti “guru bangku agama modern” yang memainkan umumnya fungsi-fungsi yang relatif berbeda sedangkan pesantren menganut sistem dengan kelompok fungsional yang non-formal (dengan kurikulum yang dilahirkan lembaga- sangat pendidikan “tradisional” lembaga seperti pesantren. perkembangan pendidikan kembang sekolah bersifat tulis seperti model Barat) lokal, pemberian ujian mengukur hasil modern dari Penambahan mata pelajaran umum di ber- madrasah ini tidak berjalan seketika, Belanda melainkan terjadi secara berangsur- yang sebelum keberhasilan untuk adalah pesantren jauh papan pelajaran yang tidak seragam, sering tanpa Madrasah dan belajar menjajah Indonesia. Namun pada angsur, awalnya pesantren hanya memusat- kurikulum madrasah masih 100% kan kegiatannya untuk mendidik para berisi pelajaran agama, tetapi sudah santrinya mendalami ilmu agama. mengadopsi Ketika pemerintah Belanda memerlu- modern seperti bangku, papan tulis, kan tenaga terampil untuk membantu ulangan, ujian. Lulusan madrasah saat administrasi pemerintah jajahan di itu tidak bisa melanjutkan pelajaran- Indonesia, diperkenalkanlah nya ke sekolah umum yang lebih jenis pendidikan yang berorientasi tinggi. Orangtua yang ingin mendidik pekerjaan yang setelah kemendekaan anaknya dalam ilmu agama dan ilmu diadopsi oleh Indonesia dalam bentuk umum membuat pilihanan yang berat, sekolah umum. sehingga maka yang pada siswa). sistem mereka awalnya, pendidikan terpaksa harus Jurnal of Islamic Education Management 33 ISSN: 2461-0674 menyekolahkan anaknya di dua tempat, sekolah umum dan madrasah. dengan lulusan sekolah umum, lulusan madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum yang Kualitas Madrasah lebih tinggi, dan siswa madrasah Usaha untuk memadukan sistem pendidikan yang dualistik itu, sebagaimana diusahakan dalam era Orde Baru, bukan merupakan usaha yang baru sama sekali. Pada tingkat yang sangat signifikan, usaha ke arah itu sudah dimulai sejak paruh kedua abad ke-19 ketika gerakan modernisme Islam mulai berkembang di Indonesia. Pada tahap ini usaha memperbaharui dengan pendidikan memasukkan pelajaran baru Islam mata-mata (umum) memperkenalkan sistem dan didaktik metodik ala ”Belanda” sudah mulai dilakukan, di samping usaha mempengaruhi kebijkaan pemerintah Hindia Belanda untuk memasukkan pendidikan agama pendidikan dalam sistem pribumi yang boleh pindah ke sekolah umum yang sama jenjangnya. Kompensasi dari kesetaraan itu adalah bahwa 70% dari kurikulum madrasah harus berisi mata pelajaran umum. Bahkan, berdasakan kurikulum madrasah 1994, kurikulum madrasah 100% madrasah dikategorikan sebagai Sekolah Umum yang Berciri Islam. Meskipun kurikulum 1994 telah diperbarui dengan orientasi kepada target hasil belajar, dan bukan pada proses pembelajarannya, guru diberi sehingga wewenang berimprovisasi dengan untuk kurikulum yang sudah disusun, mengatur alokasi waktu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, menentukan metode, penilaian, dan sarana pembelajaran. Langkah awal yang baik, dengan dimasukkannya madrasah ke Dengan keputusan memuat kurikulum sekolah umum. Sehingga dikembangkannya (Maksum, 1999: 113-114). harus diterbitkannya bersama tiga surat menteri (Menag, Mendikbud, dan Mendagri) tahun 1975 yang menetapkan bahwa lulusan madrasah dianggap setara dalam sistem pendidikan nasional, maka ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah umum yang setingkat, lulusan madrasah dapat melanjutkan El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare ke Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 34 sekolah umum setingkat lebih atas, 27 Tahun 1966 dinyatakan bahwa dan siswa madrasah dapat pindah ke agama merupakan salah satu unsur sekolah umum yang setingkat, maka mutlak madrasah sebetulnya dapat dijadikan nasional. Berdasarkan ketentuan ini, sebagai pendidikan alternatif dalam maka Departemen Agama menye- menjawab persoalan dan kebutuhan lenggarkan masyarakat muslim di Indonesia. tidak saja yang bersifat keagaman dan Memperkuat Eksistensi Madrasah umum, tetapi juga yang bersifat Pada tanggal 18 April tahun 1972 pemerintah mengeluarkan dalam pencapaian pendidikan tujuan madrasah kejuruan menjadi sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab kebijakan berupa keputusan Presiden Departemen No. 34 Tahun 1972 tentang tanggung Kebudayaan. Secara implisit ketentu- jawab Fungsional Pendidikan dan an ini mengharuskan diserahkannya latihan. ” isi keputusan ini pada penyelenggaraan intinya menyangkut tiga hal; (a) madrasah yang sudah menggunakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kurikulum bertugas dan bertanggung jawab atas kementerian pembinaan pendidikan umum dan kebudayaan. kejuruan, (2) menteri tenaga kerja Pendidikan dan pendidikan nasional kepada pendidikan dan Menarik untuk dicatat bahwa bertugas dan bertanggung jawab atas kebijakan pembinaan dan Presiden 34/1972 yang kemudian kejuruan tenaga kerja bukan pegawai diperkuat dengan Instruksi Presiden negeri, lembaga 15/1974 menggambarkan ketegangan Administrasi Negara bertugas dan yang cukup keras dalam hubungan bertanggung jawab atas pembinaan madrasah pendidikan dan latihan khusus untuk nasional. Dalam konteks ini madrasah pegawai negeri. tidak saja diasingkan dari sistem latihan (3) keahlian ketua Dua tahun berikutnya, Keppres pendidikan di sekitar dengan nasional, pendidikan tetapi terdapat Tahun mengatur dihapuskan. Pemberitaan dan laporan realisasinya. Dalam Tap MPRS No. mass media tentang kondisi madrasah yang kuat juga itu dipertegas dengan Inpres No. 15 1974 indikasi Keputusan akan Jurnal of Islamic Education Management 35 ISSN: 2461-0674 yang sangat buruk pada saat itu, pendidikan madrasah sepenuhnya di agaknya mempunyai maksud untuk bawah Kementerian Pendidikan dan membentuk citra negatif madrasah Kebudayaan. Bagi ummat (Maksum, 1999:148). Dengan kata madrasah lain, Kepres dan Inpres di atas pendidikan yang berakar dari tradisi dipandang oleh sebagian umat Islam Islam sendiri sehingga tidak mungkin sebagai ditangani suatu mengabaikan manuver peran untuk secara lembaga sekuler. Tetapi, manfaat pemerintah juga memahami bahwa madrasah, padahal madrasah merupa- ummat Islam menuntut hak dan status kan wadah utama pendidikan dan yang pembinaan umat Islam, sekaligus sebagai bagian dari sistem pendidikan sebagai lembaga formal bagi umat nasional sehingga kedudukan dan Islam diperhatikan orientasinya sama dengan sekolah. pemerintah terutama bagi masyarakat Terlebih-lebih dalam kenyataannya pedesaan madrasah yang lebih yang pemerintahan, dan merupakan Islam, jauh yang dari sejak pusat lebih baik bagi sudah madrasah melakukan zaman modifikasi baik dalam kelembagaan penjajahan diselenggarakan oleh umat maupun kurikulumnya sesuai dnegan Islam. Reaksi ummat Islam terhadap tuntunan dan tantangan pembangunan kebijakan yang tidak menguntungkan nasional. itu diperlihatkan antara lain oleh Musyawarah Kerja Perimbangan Pendidikan Pengajaran Lembaga Agama ini Majlis Islam di atas, apa yang dilakukan oleh dan pemerintah Orde Baru adalah melaku- (MP3A). meyakinkan Memperhatikan aspirasi ummat bahwa kan pembinaan madrasah secara mutu pendidikan terus menerus. madrasah adalah lembaga pendidikan Karena itu, berkaitan dengan Kepres yang memberikan sumbangan yang No. 34 tahun 1972 dan Inpres no 15 cukup Tahun 1974, yang isinya: Pembinaan berarti dalam proses pembangunan. pendidikan umum adalah tanggung Pemerintah menyadari bahwa berkeberatan jika Orde Baru jawab ummat Islam Kebudayaan, pengelolaan Menteri Pendidikan sedangkan dan tanggung jawab Pendidikan Agama menjadi El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 36 tanggung jawab Menteri Agama. madrasah dilakukan oleh Menteri Keluarnya Agama, (2) tersebut, dapat mengatasi ketegangan pelajaran agama antara pendidikan agama dengan dilakukan pendidikan nasional. Pembinaan dan pengawasan mutu petunjuk pelaksanaan Dalam konteks di atas, sejumlah diktum yang madarsah memperkuat lebih ditegaskan dengan memerinci yang menunjukkan posisi lagi bagian-bagian kesetaran Pembinaan pada menteri mata madarsah agama, (3) mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama-sama dengan Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri (Maksum, 1999:151). madrasah dengan sekolah. Dalam SKB tiga menteri ini dapat Bab. 1 pasal 1 ayat (2) misalnya dipandang sebagai pengakuan yang dinyatakan madrasah itu meliputi tiga lebih tingkatan; (1) Madarasah ibtidaiyah, madrasah dan sekaligus merupakan setingkat dengan Sekolah Dasar, (2) langkah strategis menuju tahapan Madrasah setingkat integrasi madrasah ke dalam Sistem dengan Sekolah Menengah Pertama, Pendidikan Nasional yang tuntas. (3) Madrasah Aliyah setingkat dengan Dalam hal ini, madrasah tidak lagi Sekolah Menengah Atas. Selanjutnya hanya dipandang sebagai lembaga dalam bab II pasal 2 disebutkan pendidikan keagamaan atau lembaga bahwa; (1) Ijazah madrasah dapat penyelenggara mempunyai nilai yang sama dengan tetapi sudah merupakan ’lembaga ijazah sekolah umum yang setingkat, pendidikan yang menjadikan mata (2) pelajaran agama Islam sebagai mata Tsanawiyah, Lulusan nyata terhadap kewajiban eksistensi belajar, Madrasah dapat sekolah umum pelajaran Siswa kurangnya 30% di samping mata madrasah dapat berpindah ke sekolah pelajaran umum”. Artiannya ”mata umum Mengenai pelajaran agama tetap 100% diberikan pembinaan di madrasah Aliyah sebagaimana dinyatakan dalam bab IV pasal 4 yang sudah biasa dilaksanakan selama sebagai ini, hanya waktu yang disediakan melanjutkan setingkat ke lebih atas, yang setingkat. pengelolaan dan berikut; (1) (3) Pengelolaan dasar yang sekurang- Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 37 untuk menyajikan mata pelajaran dengan lima mata pelajaran. Dua di agama tersebut 30% dari keseluruhan antaranya baru diberikan mulai kelas waktu/jam pelajaran yang ada di MA tiga, yakni Sejarah Islam dan Bahasa (Maksum, 1999: 152). Arab. Selebihnyasekitar 70% dengan Departemen juga 10 bidang studi, merupakan mata- tentang mata pelajaran umum yang diberikan persamaan ijazah madrasah swasta sejak kelas satu hingga kelas enam. dengan madrasah negeri. Sejalan Pada tingkat Tsanawiyah, komposisi dengan SKB Tiga Menteri menetap- kurikulum dibagi ke dalam tiga jenis kan kurikulum madrasah memuat pendidikan: (1) Pendidikan dasar mata-mata pelajaran umum dalam Umum, jumlah yang sama dengan kurikulum Akademik, sekolah pada tiap-tiap jenjangnya. Keterampilan. mengeluarkan Agama peraturan (2) Pendidikan dan (3) Dasar Pendidikan Penyempurnaan kurikulum madrasah Pada tingkat Aliyah, struktur merupakan langkah yang dianggap kurikulum berbeda antara satu jurusan paling esensial dalam merealisasikan dengan SKB Tiga Menteri. Persamaan status Depdikbud (1990: 4), menyatakan madrasah dengan sekolah tidak hanya sesuai dengan kurikulum nasional tampak dalam struktur kelembagaan, 1984, pendidikan pada tingkat Aliyah tetapi juga dalam struktur mata atau menengah Atas Umum terdiri pelajaran yang mengakomodasikan dari lima pilihan jurusan; 1. A1 secara penuh kurikulum sekolah. (Ilmu-ilmu Agama), 2. A2 (Ilmu-ilmu Pengakuan terhadap status madrasah, Fisika), 3. A3 (ilmu-ilmu Biologi), 4. yang diikuti dengan penyesuaian- A4 (ilmu-ilmu Sosial) dan 5. A5 penyesuaian dengan sistem sekolah (Pengetahuan budaya). Selain itu, di telah membuahkan tanggapan yang lingkungan menggembirakan. dibuka Pada tingkat ibtidaiyah, jurusan juga yang lainnya. Departemen Agama Madrasah Aliyah Program Khusus yang menggunakan komposisi kurikulum 1984 terdiri dari kurikulum tersendiri 15 mata pelajaran. Bidang studi komposisi agama hanya mencakup sekitar 30% banyak bidang studi agama. mata pelajaran El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare dengan lebih Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 38 Tsanawiyyah, sampai dnegan Aliyah. Mengintegrasikan Madrasah dalam Sistem Pendidikan Nasional paralel dengan perjenjangan pada Akhir dekade 1980-an dunia pendidikan Islam memasuki era intgerasi karena lahirnya UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem pendiidkan Nasional, berbeda dengan Undnagundang kependidikan sebelumnya, mencakup ketentuan tentang semua jalur dan jenis pendidikan. Jika pada Undang-undang sebelumnya pendidikan nasional bertumpu pada sekolah, maka dalam UUSPN ini pendidikan nasional mencakup jalur sekolah dan luar sekolah, serta meliputi jenis-jenis pendidikan akademik, pendidikan profesional, pendidikan kejuruan dan pendidikan keagamaan. Meskipun secara eksplisit tidak mengatur secara khusus tentang pendidikan Islam, tetapi dalam prakteknya memberikan ketentuanketentuan baru mengenai jenis dan kurikulum-kurikulum pendidikan Islam, pendidikan khususnya madrasah. pendidikan sekolah, mulai dari SD, SLTP, sampai dengan SMU. Di bawah ketentuan yang terintegrasi itu, MI pada dasarnya adalah Sekolah Dasar Berciri khas Islam, MTs adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Berciri khas Islam. Kedua-duanya, MI dan MTs, termasuk dalam kategori pendidikan dasar. Sedangkan MA pada dasarnya dikategorikan SMU berciri khas Islam. Kenyataan di atas dapat dilihat dengan adanya Keputusan Menteri Agama RI Nomor 372 tahun 1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar Berciri khas Agama Islam melaksanakan kurikulum nasional SD dan SLTP. Untuk menunjukkan ciri khas Agama Islam isi kurikulum pendidikan dasar yang berciri khas agama Islam, wajib memuat bahan kajian sebagai ciri khas agama Islam, yang tertuang dalam mata pelajaran agama dengan uraian sebagai berikut: Implikasi dari UUSPN terhadap pendidikan madrasah dapat diamati pada kurikulum dari semua jenjang madrasah, Secara umum, penjenjangan itu pun mulai dari ibtidaiyah, al-Quran hadis, aqidak akhlak, fiqih, SKI, bahasa Arab yang diselenggarakan dalam iklim yang menunjang pembentukan kepribadian muslim. Jurnal of Islamic Education Management 39 ISSN: 2461-0674 Ciri khas madrasah lebih dari hanya sekedar penyajian mata pendidikan nasional perlu dipertahankan dan dikembangkan. Masuknya pelajaran agama. Artinya, ciri khas madrasah sebagai sub-sistem tersebut pendidikan nasional mempunyai bukan hanya sekedar menyajikan mata pelajaran agama berbagai Islam di dalam lembaga madrasah dimulainya suatu pola pembinaan tetapi mengikuti satu ukuran yang mengacu yang lebih penting ialah konsekuensi antara perwujudan dari nilai-nilai keislaman pada di kehidupan Penegasan tujuan sekolah madrasah madrasah. Suasana lembaga madrasah terlihat UU No. 20 Tahun 2003 yang melahirkan ciri khas tersebut Tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengandung sebagai pasal 30 (2) dinyatakan: Pendidikan berikut: (1) Perwujudan nilai-nilai Keagamaan berfungsi mempersiapkan keislaman peserta dalam totalitas unsur-unsur di dalam keseluruhan sekolah-sekolah lain didik umum. menjadi kehidupan lembaga madrasah; (2) masyarakat Kedidupan moral yang beraktuaisasi, mengamalkan dan (3) Manajemen yang profesional, agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu terbuka, dan berperan aktif dalam agama. Ternyata tidak secara otomatis masyarakat (Tilaar, 2004: 179). dapat mengangkat citra madrasah Dengan suasana madrasah yang demikian melahirkan budaya sebagai yang anggota memahami dan nilai-nilai lembaga ajaran pendidikan alternatif, kecuali beberapa madrasah madrasah yang merupakan identitas khusus lembaga pendidikan madrasah. masyarakat. Otonomi lembaga pendidikan Madrasah yang pada umumnya madrasah hanya dapat dipertahankan lahir dari strata masyarakat miskin apabila madrasah tetap mempertahan- menyebabakan suatu keinginan untuk kan basisnya sebagai pendidikan yang menegerikan madrasah-madrasah. Hal berbasiskan dengan tersebut dapat dimaklumi, karena kebutuhan masyarakat Indonesia baru mempunyai segi-segi positif antara yang Keberadaan lain adanya kucuran dana pemerintah sub-sistem antara lain melalui INPRES SD, madrasah masyarakat demokratis. sebagai berkualitas tinggi El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare binaan Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 40 INPRES Wajib Belajar. Demikian kaitannya dengan era globalisasi dan juga manajemen madrasah mendapat perdagangan bantuan pemerintah dan mungkin dengan persaingan, madrasah juga pula memperoleh tenaga guru negeri harus mempersiapkan peserta didik- yang Banyak nya untuk siap bersaing apa saja yang dalam mereka masuki. Hal ini dimaksudkan diperbantukan. perkembangan sistem baru maupun baik kelembagaan agar bebas lulusan yang penuh madrasah tidak madrasah dalam hubungannya dengan terpinggirkan oleh lulusan sekolah sistem pendidikan nasional secara umum dalam perebutan tempat dan keseluruhan (Azra, 1999:89). peran dalam gerakan pembangunan bangsa. Terbukanya peluang untuk Wacana Madrasah Modern dalam Persaingan Global umum Globalisasi adalah suatu proses yang mendunia akibat kemajuankemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang telekomunikasi Madrasah, dan dalam transportasi. konteks mem- persiapkan peserta didik menghadapi perubahan zaman akibat globalisasi ini memiliki peran yang amat penting. Keberhasilan menyiapkan madrasah peserta didik dalam dalam menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan lulusan yang yang memiliki keunggulan kompetitif dan menjadi pemimpin umat, pemimpin bangsa yang ikut melanjutkan menentukan arah perkembangan bangsa ini. Dalam harus ke perguruan tinggi dimanfaatkan oleh madrasah sebaik mungkin dan harus meningkatkan kualitas. Madrasah harus mendorong peserta didiknya untuk mau bekerja di bidang ekonomi, teknik, dan ilmu eksakta murni agar bidang tersebut tidak hanya dikuasai nonmadrasah yang oleh lulusan belum tentu memiliki mental keagamaan yang kuat. Sosok yang diharapkan mampu menghadapi globalisasi memiliki berbagai kecerdasan di dalam dirinya, baik itu kecerdasan phisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual. Dengan demikian, jelaslah bahwa manusia “cerdas, kreatif, dan beradab” adalah sosok yang sangat dibutuhkan pendididikan Islam, Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 41 termasuk pendidikan madrasah untuk di mana mutu itu ditempelkan dan menghadapi berapa besar persyaratan tambahan globalisasi (Ma’arif, 2007: 123). yang diperlukan untuk itu. Misalnya, Dengan yang kompetensi merupakan lulusan seorang lulusan Madrasah Aliyah kualifikasi untuk menduduki dunia kerja tidak kemampuan lulusan yang mencakup perlu sikap, pengetahuan, dan keterampilan tambahan sesuai dengan standar nasional yang layanan di tempat kerjanya, berarti ia telah adalah lulusan yang lebih bermutu disepakati madrasah tersebut, umumnya maka merupakan mendapatkan sebelum daripada yang pelatihan memberikan masih harus pendidikan berbasiskan masyarakat menempuh pelatihan pra penempatan memiliki basis yang kuat, karena dengan berasal dari dan untuk rakyat, serta Kualitas pendidikan juga bisa diukur memiliki nilai kesempurnaan yang dari bersifat humanistik dan ketuhanan, pendidikan yaitu proses pendidikan yang lebih customers needs dikaitkan dengan memperhatikan potensi besarnya pengorbanan yang diperlu- manusia sebagai makhluk sosial, dan kan untuk itu, seperti biaya yang makhluk dan dikeluarkan oleh masyarakat atau khalifatullah, serta sebagai individu pemerintah, lama belajar, dan biaya- yang diberi kesempatan oleh Allah biaya tidak langsung. untuk religius, aspek ‘abdullah mengembangkan potensi- potensinya. spesifikasi besarnya yang sama. kapasitas dalam layanan memenuhi Kehadiran PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) patut disyukuri, karena dapat Mempersiapkan Madrasah Berkualitas, Responsif dan Adaptif Kualitas pendidikan menurut Danim (2003: 80), tidak semata-mata diukur dari mutu keluaran pendidikan secara utuh (education outcomes) akan tetapi dikaitkan dengan konteks berfungsi sebagai perencanaan, dasar dalam pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan yang pendidikan berkualitas Akreditasi melalui Nasional nasional Badan Sekolah/ Madrasah. Kualitas pendidikan dapat El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 42 dilihat dari isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik demikian, nilai-nilai tenaga tersebut cenderung menghilang dan kependidikan, sarana dan prasarana, diarahkan kepada uniformitas yang pengelolaan, dituntut oleh sistem pendidikan yang penilaian dan Namun pembiayaan, pendidikan. dan Untuk diselenggarakan oleh pemerintah melaksanakan ketentuan perundang- yang sentralistik. Oleh karenai itu, undangan reposisi yang berlaku tersebut madrasah hendaknya dimulai dengan upaya berkembangnya membangun komitmen bersama dan tersebut yang pada akhirnya akan diorientasikan peningkatan melahirkan terlibat di identitas karena pembinaan madrasah kekurang- dengan ciri khasnya (Tilaar, 2004: mutuan sebagai berikut; (1) disebab- 173). Secara substansional, moralitas kan oleh manajemen (pengelolaan) merupakan aturan, kaidah baik dan pendidikannya yang kurang bagus, buruk, (2) kualitas tenaga pengajarnya yang kehidupan dan penghidupan orang kurang baik, (3) kekurangan dana lain, dan keadilan dalam bertindak. oparasional sehari-hari. Manusia bermoral berarti manusia kualitas pada SDM dalamnya. yang Penyebab identitas ditujukan sosok simpati yang atas lembaga memiliki fenomena Tuntutan masyarakat Indonesia yang menjadi pribadi yang utuh “Baru”, antara lain demokratisasi secara jasmani dan rohani, serta pendidikan yang memupuk lahirnya mengetahui bagaimana seharus-nya tingkah laku peserta didik yang dia bertindak untuk mengetahui, dan demokratis, yang bagaimana seharusnya dia bertindak demokratis antara guru dan peserta untuk menjadi pribadi yang ideal di didik demi perkembangan berpikir mata masyarakat. Mereka ini adalah yang kreatif, pendidikan agama yang orang-orang membentuk nilai-nilai moral serta hidupnya bermaslahat bagi individu memperkuat iman dan takwa, meng- dan uasai iptek, serta memupuk kerja umumnya. Masalah ini menjadi fokus sama dalam persaingan sebagaimana perhatian madrasah dalam menjaga dituntut oleh masyarakat global. moralitas peserta didik. hubungan anggota yang keseharian masyarakat pada Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 Masalah desentralisasi atau guru yang berkualitas, 43 disiplin otonomi daerah merupakan nilai-nilai sekolah yang diterapkan, dan hasil yang melekat di dalam kehidupan Unas yang baik. Rasanya tidak adil, madrasah. pelaksanaan kalau pemerintah atau pemegang otonomi daerah sudah tentu prinsip - kebijakan pendidikan Islam menuntut prinsip manajemen modern perlu lebih banyak peranan masyarakat, dikembangkan untuk menghimpun khususnya dari segi sumber daya dan segala aspirasi masyarakat yang hidup finansial. Apalagi kesan masyarakat di daerah otonom yang dimaksud terhadap untuk “menganaktirikan” Dalam memberdayakan lembaga pemerintah cenderung madrasah, kemasyarakatan. Salah satu potensi khususnya dari segi anggaran dan besar di dalam melaksanakan otonomi pembinaan. pendidikan di daerah adalah peng- Dengan UU No. 20 tahun 2003, alaman yang dimiliki oleh pendidikan baru madrasah, karena madrasah sebagai anggaran yang relatif seimbang para lembaga sekolah dan madrasah. Pada 2004 pendidikan berbasiskan masyarakat. pemerintah memberikan anggaran pendidikan bagi para siswa, mulai dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Partisipasi dan Kepedulian Stakeholders kepada Madrasah Demi peningkatan dan anggaran yang relatif sama mutunya maka madrasah perlu dibantu, dibela dan diperjuangkan untuk menciptakan citra di masyarakat bahwa madrasah yang bersangkutan memiliki kualitas pendidikan yang cukup baik. Citra ini dapat diciptakan dengan cara antara lain penampilan gedung hingga Aliyah, memperoleh subsidi yang menarik, tim olah raga atau kesenian yang sering menang dalam lomba, seragam sekolah yang menarik, guru- dengan sekolah umum di bawah Depdiknas (Burhanudin, 2006: 42). Madrasah dengan visi dan misi pembangunan pemanfaatan nasional, prospek serta madrasah dengan nilai-nilai yang positif dalam memenuhi tuntutan masyarakat global, maka dapat disusun kurikulum madrasah yang realistis sesuai dengan kebutuhan dinamika Indonesia. El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare masyarakat Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 44 dengan itu, ia juga bagian dari budaya Profesionalisme Guru Akhir-akhir ini isu tentang profesional yang jika merundung profesionalisme guru sangat gencar kekakuan dibahas melalui media cetak dan inovasi, maka tidak banyak yang diperbincangkan media dapat dilakukan oleh guru kecuali elektronik oleh banyak kalangan. tunduk pada nilai-nilai sistem dan Mengapa masalah profesionalisme subbudaya yang berlaku. guru mendapat melalui perhatian banyak dan keengganan Profesionalisme pada berasal dari pihak? Jawaban pertanyaan ini bisa kata profesi yang artinya suatu bidang beragam, perlu pekerjaan yang ingin atau akan digarisbawahi bahwa masalah itu ditekuni oleh seseorang dengan syarat bukanlah hal baru di negara kita. pengetahuan dan keterampilan khusus Sebagai masalah, telah muncul sejak yang pemerintah mulai membangun sistem akademis yang intensif (Webstar, pendidikan nasional. Bila sekarang 1989). Sedangkan pengertian guru diangkat kembali ke permukaan dan menurut ahli bahasa Poerwadarminta dibahas oleh berbagai pihak, mungkin (1986) dan Anthon M. Moeliono benar apa yang dinyatakan oleh (1989; 288) adalah:”… orang yang Surakhmad (2000: 15) bahwa “selama pekerjaannya (mata pencahariannya, perjalanan lebih dari setengah abad profesinal) mengajar. Guru selalu pendidikan mestinya menjadi contoh bagi muridnya…”. Indonesia telah mampu melahirkan Sedangkan guru menurut Shadily angkatan guru yang lebih sejahtera (1980; 1188) adalah:”… orang yang dan lebih profesional. Akan tetapi, mengajarkan yang terjadi muridnya…”. Dengan demikian, guru Untuk tetapi satu hal nasional, hal justru kebalikannya. ini kita tidak bisa diperoleh adalah dari pendidikan sesuatu orang yang kepada pekerjaannya menyalahkan guru karena menurut mengajar baik dalam jalur formal Makagiansar maupun non formal. …guru (2002: tidak 62) dalam Jelas bahwa guru yang keterasingan. Ia adalah bagian dari profesional adalah orang yang sistem terdidik dan terlatih dengan baik, pendidikan hidup bahwa: dan serentak Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 45 serta memiliki pengalaman yang kaya profesionalisme yang telah dimiliki- di bidangnya (Kunandar, 2011: 46). nya kearah yang lebih baik. Guru Prinsip-prinsip profesional sebagai yang profesional dituntut memiliki berikut; (a) memiliki bakat, minat, kualifikasi pendidikan profesi yang panggilan jiwa dan idealisme, (b) memadai, memiliki kualifikasi pendidikan dan keilmuan latar digelutinya, belakang pendidikan sesuai memiiki sesuai kompetensi bidang memiliki yang kemampuan dengan bidang tugasnya, (c) memiliki komunikasi yang baik dengan anak kompetensi yang diperlukan sesuai didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan dengan bidangnya, (d) mematuhi produktif, etos kerja dan komitmen kode etik profesi, (e) memiliki hak tinggi terhadap profesinya dan selalu dan kewajiban dalam melaksanakan melakukan pengembangan diri secara tugas, (f) memperoleh penghasilan terus menerus. (indrajati, 2001). yang ditentukan dengan Seorang guru yang memiliki memiliki profesionalisme keguruan maka tidak kesempatan untuk mengernbangkan berhenti dan akan terus mengembang- profesinya secara berkelanjutan, (h) kan memperoleh jabatan prestasi dalam sesuai kerjanya, (g) perlindungan rnelaksanakan hukum tugas sikap profesional-nya keguruanya. dalam Peningkatan profesi keguruan dapat dilakukan profesisionalnya, (i) memiliki organi- secara sasi profesi yang berbadan hukum. penatan guru, lokakarya, seminar atau Seorang guru formal melalui kegiatan profesional kegiatan ilmiah lainya ataupun secara mempunyai citra yang baik di mata informal melalui media massa. Hal ini masyarakat apabila dapat menunjukan akan meningkatkan pengetahuan dan kepada masyarakat bahwa ia layak ketrampilan seorang guru. (Soetjipto menjadi & Raflis Kosasih; 1999). panutan atau teladan masyarakat di sekelilingnya. Saat ini guru harus melakukan usaha yang cukup agar dirinya menjadi layak, dan satu satunya dilakukan usaha adalah yang harus meningkatkan Tantangan Profesionalisme Guru Profesionalisme dalam arti dasar adalah ketika seseorang bekerja sesuai dengan basis pendidikannya El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 46 masing-masing. Seorang pengajar di kemampuan lembaga pendidikan haruslah ber- menggambarkan pendidikan dari lembaga pendidikan kemampuan seseorang yang diperoleh tinggi keguruan (LPTK). Beberapa melalui pendidikan formal maupun permasalah yang ber-kembangan pada pengalaman yang dapat diukur secara profesi masalah kualitatif maupun kuantitatif. Menurut kultural/tradisi, moral, dan struktural. Undang-undang No.14 tahun 2005 guru adalah Kemunculan masalah kultural/tradisi bertitik tolak dari permasalahan waktu. Lamanya kondisi guru berada dalam ketidak-sejahteraan membentuk tradisi-tradisi telah yang terinternalisasi dalam kehidupan guru sampai sekarang. Konkretnya, tradisi itu lebih mengacu pada ranah akademis. Minimnya kesejahteraan dan kecakapan yang kualifikasi atau tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi kompetensi guru pedagogik, meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi; Pertama, kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Kedua, kompentensi kepribadian yang mantap dari sosok guru telah memunculkan permasalah- seorang guru akan memberikan teladan an baru. Pekerjaan menuntut guru yang baik terhadap anak didik maupun untuk selalu menambah kapasitas masyarakatnya. akademis pembelajaran dengan terus profesional meliputi kepakaran atau mem-perbarui dan berinovasi dengan keahlian media penguasaan dan metode pembelajaran Ketiga, dalam Kompetensi bidangnya bahan yang yaitu harus teraktual, secara berbarengan guru diajarkannya beserta metodenya, rasa menuntut kesejahteraanya. tanggung jawab akan tugasnya. Keempat, kompetensi sosial adalah Aspek Profesionalisme Guru “kemampuan Menyimpulkan penjelas para ahli seperti Majid untuk ber- komunikasi dan berinteraksi secara Robotham efektif dan efisien dengan peserta didik, (1996), Syah (2000), dan Usman sesama guru, orangtua/wali peserta (1994) didik, dan masyarakat sekitar”. bahwa (2005), guru kompetensi adalah Jurnal of Islamic Education Management 47 ISSN: 2461-0674 Gambar 1.1 Milestone Pengembangan Profesi Guru Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pengembangan pembinaan profesi dan guru sebagai tenaga profesional. Walau untuk kedepan masih sangat dibutuhkan konsitensi pemerintah dalam dimensi analisis mensinergikan kebutuhan, penyediaan, rekruitmen, seleksi, penempatan, redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan keprofesian, pengawasan etika profesi, dan sebagainya dan produk hukum baru yang mengatur tentang sinergitas pengelolaan guru untuk menciptakan keselarasan dimensi-dimensi institusi yang terkait. Menurut guru, sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan Tahapan Guru Profesional dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012:6) kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga profesional kependidikan sebagai yang sumber daya utama pencerdas bangsa, barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang benarbenar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 48 (4) profesionalisasi guru berbasis wawasan atau landasan kependidikan, individu atau menjadi guru madani. pemahaman terhadap peserta didik, Khusus profesi untuk guru, pendidikan beberapa pengembang-an kurikulum atau amanat silabus, perancang-an pembelajaran, penting yang dapat disadap dari dua dan evaluasi hasil belajar; (2) materi produk hukum ini. Pertama, calon pelajaran secara luas dan mendalam peserta profesi sesuai Kedua, pelajaran, kelompok mata pelajaran, guru dan/atau program yang diampunya; pendidikan berkualifikasi sertifikat S1/D-IV. pendidik diperoleh bagi melalui program dan dengan (3) standar isi konsep-konsep mata disiplin pendidikan profesi yang diselenggara- keilmuan, teknologi, atau seni yang kan oleh perguruan tinggi yang secara konseptual menaungi materi memiliki program pengadaan tenaga pelajaran, kelompok mata pelajaran, kependidikan yang terakreditasi, baik dan/atau program yang diampunya. yang oleh Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat, dan secara holistik dalam bentuk ujian ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, praktik sertifikasi pendidik bagi calon guru cerminkan penguasaan kompetensi harus pedagogik, kepribadian, profesional, diselenggarakan dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Keempat, jumlah peserta pendidikan didik profesi setiap tahun program pendidikan profesi diakhiri uji kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi. Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan yang secara mencakup yang men- dan sosial. program ditetapkan oleh Menteri. Kelima, dengan pembelajaran komprehensif penguasaan: (1) Alur Pengembangan Profesi dan Karir Saat ini, pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional makin nyata. Pengakuan kedudukan guru sebagai profesional berfungsi atas tenaga mengangkat martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Inisiatif Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 meningkatkan kompetensi profesionalitas ini harus dan sekolah. Analisis 49 kebutuhan, sejalan perumusan tujuan dan sasaran, desain dengan upaya untuk memberikan program, implementasi dan layanan, penghargaan, serta peningkatan sejahteraan dan terhadap ke- perlindungan guru. Seperti telah dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau memodifikasi/ mengadopsi program sejenis. 2005 tentang Guru mengamanatkan Menurut Kementerian bahwa terdapat dua alur pembinaan Pendidikan dan pengembangan profesi guru, (2012:11) penilaian yaitu: pembinaan dan pengembangan (teacher performance profesi, dan merupakan salah satu langkah untuk pengembangan karir. Pembinaan dan merumuskan program peningkatan pengembangan guru kompetensi guru secara efektif dan kompetensi- efisien. Berdasarkan penilaian kinerja kompetensi pedagogik, kepribadian, akan diketahui tentang kekuatan dan sosial, dan profesional. Sementara itu, kelemahan guru-guru, sesuai dengan pembinaan dan pengembangan karier tugasnya masing-masing, baik guru meliputi kelas, guru bidang studi, maupun meliputi dan pembinaan keprofesian pembinaan penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Kegiatan Kebudayaan kinerja guru appraisal) guru bimbingan konseling. Setelah pembinaan pengembangan dan profesi dan dilakukan penilaian dapat ditentukan dapat apa yang harus dilakukan selanjutnya. dilakukan oleh institusi pemerintah, Penilaian lembaga pelatihan (training provider) secara periodik dan sistematis untuk nonpemerintah, penyelenggara, atau mengetahui satuan pendidikan. Di tingkat satuan termasuk potensi pengembangannya. pendidikan, program ini kinerja guru prestasi dilakukan kerjanya, dapat dilakukan oleh guru pembina, guru Penutup Institusi pendidikan Islam yang inti, koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala telah ada kemerdekaan sejak sebelum Republik El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare masa Indonesia 50 Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51 mendapat karena pendidik, pengelola satuan pendidik- terus an, penilik, pengawas, peneliti dan berubah; yang semakin menuntut pengembang di bidang pendidikan, madrasah bermutu. Pergeseran nilai pustakawan, laboran, teknisi sumber yang dipacu oleh tuntutan globalisasi belajar, dan penguji; (2) tenaga menjadikan madrasah yang memadu- pendidik terdiri atas pembimbing, kan ilmu umum dan ilmu agama pengajar, semakin mendapat peluang dalam pengelola satuan pendidikan terdiri mempersiapakan generasi siap dan atas kepala sekolah, direktur, ketua, mampu rektor, tuntutan tantangan berat masyarakat yang menghadapi tantangan zamannya. Untuk melawan tuntutan dan dan pelatih; pimpinan dan (3) satuan pendidikan luar sekolah. globalisasi guru memegang peranan yang sangat strategis dalam kerangka menjalankan fungsi dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Peserta didik sekarang merupakan manusia masa depan yang diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil, berwatak dan berkarakter kebangsaan, serta menjadi insan agamais. Untuk menjaga dan mencapai tingkat profesionalisme seorang guru harus selalu ikut dalam proses pembinaan dan pengembangan profesi. Secara lebih luas tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah sebagaimana termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, kependidikan yaitu: terdiri (1) tenaga atas tenaga Daftar Pustaka Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi enuju Milenium Baru, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. Burhanudin, Jajat dan Dina Afrianty (ed.). 2006. Mencetak Muslim Modern, Peta Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta: PT Danim, Sudarwan. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Pendidikan Nasional RI, Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional. Ma’arif, Syamsul. 2007. Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Maksum. 2001. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos. Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 51 Soetjipto & Raflis Kosasih; 1999, profesi keguruan, Jakarta : Rineka Cipta Tilaar, H.A.R. 2004. Pradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta. Steenbrink, Karel. 1986, Pesantren, Madrasah, dan Sekolah, Jakarta:LP3ES. Usman, M.U., 1994. Menjadi Guru Profesional. Cetakan Kelima. Bandung: Remaja Rosdakarya El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare