Kerjasama ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahalan Pencucian Uang 357 KERJASAMA ASEAN DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PENCUCIAN UANG LINTAS NEGARA Muhammad Mustofa Makalah ini membahas efektifitas kerjasama regional (Asean) dalam rangka menanggulangi kejahatan pencucian uang (money laundering). Indonesia sendiri belum melakukan kriminalisasi terhadap tindakan pencucian uang. Ole" karena itu Indonesia oleh Financial Action Task Force (FATF) pada Organisation of Economic Co-operalion and Development (OECD) dimasukkan ke dalam kelompok negara yang tidak "co-operative" dalam menanggulangi tindakan keja"atan pencucian uang. Dengan memperhatikan pernyataan seorang pejabar Bank Indonesia ataupun beberapa anggota DPR, sifat tidak kooperati{ tersebut memang tampak. Pendahuluan Kejahatan lintas negara merupakan kecenderungan yang tidak terelakkan dalam era globalisasi. Sebab. batas-batas antar negara menjadi semakin kabur. Apalagi dalam era globalisasi ini yang dilengkapi dengan kemajuan teknologi relematika , yang di samping mempermudah manusia untuk berkomunikasi Iintas negara, juga mempermudah dilakukannya kejahatan lintas negara. Salah satu bentuk kejahatan Iintas negara yang amat sangat mengganggu berbagai negara adalah pencucian uang (money laundering). Melalui modus pencucian uang haram maka uang yang diperoleh melalui kegiatan ilegal, seperti hasil penjualan narkoba dan hasil korupsi, akan tampak menjadi seperti uang yang diperoleh melalui kegiatan legal. Nomor 4 Tahun 2001 Hukum dan Pembangunan 358 Ketidaksiapan Indonesia dalam menanggulangi kejahatan pencucian uang ini telah menyebabkan FATF (Financial Action Task Force) pad a OECD (Organisation of Economic Co-operation and Development) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dalam daftar yang tidak "cooperative" dalam menanggulangi praktik pencucian uang. Negara-negara yang tidak melakukan kriminalisasi terhadap praktik pencucian uang haram akan sangat memudahkan bagi dilakukannya tindakan tersebut. Sementara itu beberapa negara yang semula merupakan surga bagi pencuci uang haram justru telah dicabut statusnya sebagai tidak kooperatif karena mereka telah melakukan kriminalisasi terhadap praktik pencucian uang. Untuk membuat agar Indonesia tidak dinilai sebagai negara yang nyaman bagi pelaku kejahatan pencucian uang, dan mengingat bahwa modus pencucian uang dilakukan amara lain dengan melibatkan berbagai lembaga keuangan internasional, maka dalam usaha penanggulangannyapun Indonesia memerlukan kerjasama internasional. Makalah 1111 diharapkan dapat merupakan masukan bagi bagaimana peran Indonesia dalam kerjasama internasional, khususnya dalam ASEAN. Selanjutnya manfaat bagi Indonesia sendiri adalah agar dapat secara efektif ikut sena dalam menanggulangi kejahatan pencucian uang lintas negara . Dalam kerangka ini, maka terlebih dahulu perlu diperoleh pemahaman yang komprehensif tentang apa itu kejahatan pencucian uang , bagaimana tipologi pelaku pencucian uang, dan bagaimana modus operandi pencucian uang dan bagaimana usaha-usaha tingkat nasional , regional dan internasional telah dilakukan dalam memerangi kejahatan pencucian uang ini. Melalui pemahaman komprehensif terhadap kejahatan pencucian uang lintas negara itu, barulah kita dapat merancang upaya penanggulangannya dan kerjasama seperti apa yang dapat dikembangkan. Apa itn pencncian nang dan bagaimana caranya Pencucian uang oleh R. W. Genzman, seorang Jaksa Amerika Serikat, diartikan sebagai : "to knowingly engage in financial transaction with the proceed of some unlawful activity with the intent of promoting or carrying on that unlawful activity or to conceal or disguise the nature, location, source, ownership or control of these proceeds" (Lihat, H. Abadinsky, 1990: 389). Ok/ober - Desember 2001 Kerjasama ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahacan Pencucian Uang 359 N. South (1995) mengutip tiga definisi money laundering, antara lain: (I) definisi yang dirumuskan oleh Lyman (1989) sebagai: " the transformation of illegally obtained currency to that which appears legitimate. In addtition it is the concealment of the illegal source of the income or its applications"; (2) definisi yang dirumuskan oleh US Customs Service: "The process whereby proceeds, reasonably believed to have been derived from criminal activity, are transported, transferred, transformed, converted, or intermingled with legitimate funds, for the or disguising the true nature , source, purpose of concealing disposition, movement or ownership of those proceeds. The goal of money laundering process is to make funds derived from, or associated with illicit activity appear legitimate"; (3) definisi yang dikutip oleh Levi (1991) dari pasal 1 Draft European Community Directive of March 1990, sebagai: "the conversion or transfer of property, knowing that such property is derived from a serious crime, for the purpose of concealing or disguising the illicit origin of the property or of assisting any person who is involved in committing such an offence or offences to evade the legal consequences of his action, and the concealment of or disguise of the nature , source, location, disposition, movement, rights with respect to , or ownership of property , knowing that such property is derived from a serious crime" (South, 1995:2). Sementara itu D. Scott (1995) mengartikan money laundering sebagai: "... the proceeds of crime are run through the financial system to disguise their illegal origins and make them appear to be legitimate funds. Most often associated with organized crime, money laundering can be linked to any crime that generates significant proceeds, such as extortion, drug trafficking, arms smuggling, and white-collar crime" (Scott, 1995: I) . Definisi-definisi money laundering tersebut di atas mempunyai pengertian umum yang sarna, yakni suatu tindakan yang dilakukan dalam rangka membuat agar uang hasil kejahatan dapat dengan aman dipergunakan seperti uang halal. Pencucian uang tersebut hampir selalu mempergunakan mekanisme perbankan (membuka account untuk memperoleh cheque, membuka deposito , transfer) atau melalui bisnis keuangan (sekuritas, perjudian legal). Nomor 4 Tahun 2001 360 Hukum dan Pembangunan Pencucian uang (money laundering) sesungguhnya bukanlah gejala kejahatan yang bam. Menurut Abadinsky, pencucian uang ini dimulai semenjak Al Capone dikenai pidana penjara karena melakukan pelanggaran pajak. Semenjak saat itu pelaku kejahatan yang berhasil memperoleh kekayaan melalui kejahatan mencari cara untuk mencuci uang haram hasil kejahatannya. Cara yang dilakukan untuk membuat uang haramnya menjadi seolah-olah halal antara lain dengan mengelola bisnis legal, misalnya bisnis "vending machine". Ada juga yang mempergunakan casino legal untuk membersihkan uang haram tersebut. Mula-mula mendepositokan sejumlah besar uang di casino seolah-olah akan berjudi, namun uang tersebut dibiarkan tidak dipergunakan selama beberapa hari. Kemudian uang deposito di casino tersebut diminta kembali dalam bentuk cheque, unruk kemudian didepositokan pada perusahaan sekuritas. Dengan cara itu uang haram hasil kejahatannya menjadi bersih. Cara yang lebih rum it dilakukan dengan memecah uang tunai menjadi beberapa cheque tunai. Dengan cara ini di samping uang tersebut mudah dibawa, juga susah ditelusuri karena penerima cheque tunai tidak jelas identitasnya. Di Amerika Serikat ada ketentuan untuk melaporkan transaksi yang melebihi $ 100.000. maka pelaku pencucian uang bekerjasama dengan pejabat bank yang korup direkayasa untuk tidak perlu mengisi CTR (Currency Transaction Report), uang haram tadi ditukar dengan cheque (Abadinsky, 1990: 390). Modus operandi yang diuraikan oleh Abadinsky tadi masih hanya dilakukan di dalam negeri Amerika Serikat saja, dan transaksinya masih secara manual. Sekarang dunia perbankan sudah tidak mengenal batasbatas wilayah negara dan dilakukan secara elektronik, maka pencucian uang jauh lebih rumit untuk dapat disingkap. Dan memang pencucian uang tidak dapat dilepaskan dari praktik perbankan. Sementara itu Scott (1995) memperkirakan jumlah uang hasil kejahatan yang dicuci diperkirakan sejumlah antara US $ 300 milliar hingga US$ 500 milliar. Menumt Scott ( 1995), proses pencucian uang melalui tiga tahap. Tahap pertama disebut sebagai placement, yaitu secara fisik mengubah uang kontan hasil kejahatan. Cara yang dilakukan adalah dengan mendepositokan uang haram tersebut pada bank setempat, atau menempatkannya pada lembaga keuangan non-bank baik formal maupun informal. Dapat juga uang kontan hasil kejahatan terse but dikirimkan ke wilayah negara lain untuk didepositokan pada lembaga keuangan negara rujuan. Cara lain yang juga dilakukan adalah membeli barang-barang berharga seperti karya seni, pesawat terbang, perhiasan, yang pacta OklOber - Deselllber 2001 Kerjasama ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahalan Pencucian Uang 361 akhirnya dapat diuangkan dengan menerima cheque atau ditransfer melalui bank. Tahap kedua disebut sebagai layering, yaitu melakukan transaksi keuangan yang rumit dan berlapis-Iapis untuk memisahkan uang hasil kejahatan dari asal-usulnya dan melakukan penyamaran jejak pembukuannya. Tahap ini dilakukan antara lain dengan cara melakukan berbagai transaksi, misalnya melalui transfer telegrafis deposito uang tunai, memindahkan deposito tunai menjadi instrumen keuangan (bond, saham, traveler's cheque) , penjualan kembali barang-barang berharga dan instrument keuangan, investasi di bidang real estat dan bisnis legal lainnya, khususnya pada industri wisata dan hiburan. Untuk tahapan layering memerlukan perusahaan kamuflase yang terdaftar di negaranegara "surga pencucian uang". Perusahaan kamuflase ini biasanya dipimpin oleh pejabat lokal yang korup, berkuasa dan yang dapat menghindari peraturan perbankan. Tahap ketiga disebut sebagai integration adalah tahap ketika uang haram menjadi tampak menjadi uang halal. Cara yang dilakukan untuk tahapan ini bermacam-macam, antara lain mempergunakan suatu perusahaan kamuflase untuk "meminjamkan" uang haram yang diterimanya kembali kepada pemiliknya, dengan mempergunakan dana atau deposito pada lembaga keuangan asing sebagai jaminan atas pinjaman lokal. Cara lain adalah dengan menerbitkan "overinvoice" atau invoice palsu untuk penjualan suatu barang, atau yang pura-pura dUual secara ekspor (Scott, 1995: 1-2). Kejahatan pencucian uang tidak terlepas dari bekerjanya kejahatan lain seperti organized crime (terutama peredaran nerkoba) dan whitecollar crime. Karena pencucian uang meliputi jumlah uang yang luar biasa banyak, ia merupakan day a tarik bagi kalangan bisnis legal untuk melayani pencucian uang tersebut. Gejala kejahatan pencucian uang merupakan gejala yang berada dalam jaringan ekonomi antara yang legal dengan yang illegal (kawasan abu-abu), mengambil keuntungan dari, dan terintegrasi ke dalam sistem keuangan yang penting bagi kehidupan ekonomi. Oleh karena itu kejahatan pencucian uang tidak mudah ditanggulangi. Berbagai upaya yang canggih, dalam bentuk pengawasan, intervensi maupun kerjasama internasional tidak begitu saja membuahkan hasil. South (1995) mengutip pernyataan Taylor (1992: 190) tentang betapa pencucian uang ini mencakup kehidupan ekonomi secara luas: "the internationalization of finance markets and the competitive struggle for a secure store of value, within which any significant Nomor 4 Tahun 2001 362 Hukum dan Pembangunan transfer of capital and value must now take place. The rapid movement of money between financial markets, wheter carried through airports or transferred between computers via Electronic Data Interchange, is now a condition of survival for any serius financial player. There is a kind of iron logic here which applies to legitimate as well as illegitimate capital". Kerumitan praktik pencucian uang mengharuskan kita tidak hanya berkonsentrasi tentang bagaimana modus operandi dari pencucian uang, tetapi juga pad a bentuk-bentuk kejahatan yang mendukungnya (organized crime dan white-collar crime) maupun sistem keuangan, sistem perbankan dan sistem ekonomi dari negara kita. Sebab kehidupan yang legal dalam sistem keuangan, perbankan, dan ekonomi dapat saja merupakan faktor kondusif bagi dilakukannya pencucian uang. Yang jelas kita belum memiliki perangkat hukum yang mapan untuk menghalangi dilakukannya pencucian uang hasil kejahatan. Meskipun pemerimah telah mengajukan R UU Pemheramasan Tindak Pidana Pencucian Uang, namun dalam RUU tersebllt belull1 menunjukkan kesungguhan pemerimah maupun OPR dalam menempatkan kejahatan pencucian uang sebagai masalah serius. Sebagaimana dikatakan oleh Oeputi Gubernur BI Achyar Ilyas bahwa UU tentang pencucian uang akan dibuat sedemikian rupa sehingga tidak lerlalu ketal tetapi tetap memungkinkan BI dan aparat hukum untuk bertindak tegas (Satunet. com: 13/9/2000). Bahkan salah seorang anggota OPR (Paskah Suzzeta) dengan jabatan Wakil Sub Perbankan Komisi IX OPR dalam menanggapi RUU Pencucian Uang mendukung sikap tidak terlalu ketat tersebut dalam rangka mencegah terjadinya capital flight. la menyatakan bahwa kelentuan wajib lapor dari bank bila menerima uang lunai Rp 100 jUla atall setara dengan itu sebagai : "kelentuan itu sangat tendensius dan mencurigai para nasabah maupun mereka yang akan dan ingin bepergian ke luar negeri". Pelaporan kepada KPTPPU (Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang) juga dinilai melanggar kerahasiaan bank yang dialur dalam UU Nomor 1011998. Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Rizal Ojalil anggola Komisi IX OPR yang lain (Kompas: 30 Juni 2001). Namun demikian sesungguhnya Peraruran Bank Indonesia Nomor 1/9/PBIII999 Tenlang Pemantauan Kegialan Lalu Lintas Oevisa Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBlI2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah merupakan modal sementara untuk menanggulangi masalah ini. Keengganan alau OklOber - Desember 2001 Kerjasama ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahatan Pencucian Uang 363 keraguan dalam menanggulangi kejahatan pencucian uang dapat diartikan sebagai memfasilitasi tidak hanya kejahatan pencucian uang tetapi juga terhadap kejahatan limas negara yang terkait dengannya, seperti peredaran narkotika, penyelundupan senjata, white -collar crime, perdagangan wanita anak dan sebagainya. Pota penanggutangan kejahatan pencucian uang Tahapan yang paling penting sebelum merancang pola penanggulangan kejahatan pencucian uang adalah merumuskan tindakan itu sebagai kejahatan . Sebab sesuai dengan as as legalitas yang dianut dalam sistem hukum kita, tiada suatu perbuatan yang dapat dikenai sanksi hukum apabila tidak ada peraturan yang melarangnya (nul/um delictum nulla poena sine praevia lege). Oleh karena itu untuk memberi bobot yuridis yang kuat daripada sebuah Peraturan Bank Indonesia, harus diusahakan agar RUU Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang yang sedang digodok di OPR harus segera dapat diselesaikan. Oalam merancang pola penanggulangan kejahatan pencucian uang di samping harus memperhatikan bekerjanya kejahatan lain yang mendukungnya, juga harus memperhitungkan tempat bekerjanya kejahatan pencucian uang itu sendiri. Memahami kejahatan pendukungnya diperlukan dalam rangka memperoleh informasi dini tentang kemungkinan hasil kejahatan pendukung ini akan dibersihkan melalui mekanisme keuangan perbankan legal. Sebelum seseorang dapat dikenai sanksi melakukan kejahatan pencucian uang, pertama kali penyidik dan penumut umum harus dapat membuktikan bahwa seseorang telah melakukan transaksi dalam batas yang oleh undang-undang harus dilaporkan. Setelah itu harus diketahui dan dapat dibuktikan bahwa uang yang ditransaksikan adalah hasil dari kejahatan. Karena tempat kejadian kejahatan pencucian uang tersebut terutama memanfaatkan mekanisme keuangan perbankan, maka pola penanggulangannyapun harus disesuaikan dengan mekanisme tersebul. Berkaitan dengan hal itu maka dalam penyelidikan dan penyidikan kejahatan pencucian uang harus dilakukan oleh penyelidik dan penyidik yang mempunyai kompetensi dalam bidang keuangan perbankan. Cara yang paling praktis umuk menghasilkan penyelidik dan penyidik dalalll kualifikasi tersebut adalah Illendidik pejabat bank untuk Illenjadi penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil daripada Illendidik penyidik polisi untuk memahami bidang keuangan perbankan. Karena kewenangan Namar 4 Tahun 2001 364 Hukum dan Pembangunan penyelidikan dan penyidikan oleh pejabat bank ini diduga tidak akan dilakukan setiap hari, maka pejabat bank yang dijadikan penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil tersebut hanya perlu diangkat secara adhock . Artinya pihak lembaga perbankan tidak perlu memikirkan perkembangan karir kualifikasi penyidiknya namun hanya membekali pejabat bank dalam jenjang tertentu dengan kemampuan sebagai penyelidik dan penyidik. Beberapa negara anggota ASEAN telah mempunyai undangundang anti pencucian uang dan karenanya memiliki pengalaman dalam Pengalaman negara-negara menerapkan undang-undang tersebut. lingkungan ASEAN tersebut dapat diserap oleh negara anggota yang lain dalam kerangka kerjasama penanggulangan secara terpadu. Namun demikian terdapat sejumlah syarat yang perJu dipertimbangkan dalam melakukan kerjasama penanggulangan kejahatan pencucian uang tersebut. yaitu : a. Masing-masing negara mempunyai undang-undang anti kejahatan pencucian uang. b. Terdapat persamaan pengeritan tentang kejahatan pencucian uang . c. Terdapat perjanjian ekstradisi antar anggota yang terlibat. d. Mempunyai jaringan informasi yang luas yang meliputi tidak hany" informasi tentang kejahatan pencuc ian uang, tetapi j uga kejahatan pendukungnya. e. Adanya pengakuan keabsahan bukti yuridis, prosedur dan proses hukum yang dilakukan oleh negara lain dalam proses peradilan pidana negara yang membutuhkan. Untuk membuat agar kerjasama regional dan internasiona l dalam menanggulangi kejahatan lintas negara menjadi efektif, kesimpulan dari South (1995) tentang kegagalan penegakan hukum di Amerika Serikat dalam memerangi kejahatan pencucian uang yang berhubungan dengan peredaran narkotika layak dipertimbangkan agar tidak terulang yaitu: I. terdapat kelemahan dalam koordinasi antar berbagai lembaga (nasional dan internasional) yang terlibat sena kelemahan dalam membagi informasi intelijen. 2. kelemahan dalam kerjasama antar lembaga di berbagai jenjang, misalnya regional atau profinsi berhadapan dengan nasional dan negara. 3. kurangnya tenaga ahli dalam kegiatan yang menyita waktu dan tenaga ketika melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran (South. 1955: 9). Oktober - Desember 200/ Hukum Islam dan Pelaksanaannya di Indonesia 365 Memahami kejahatan pencucian uang serra mempertimbangkan syarat-syarat kerjasama internasional serta pengalaman kegagalan tersebut di atas, diharapkan dapat menjadikan kita secara strategis merancang pola penanggulangan kejahatan pencucian uang serta mewujudkan kerjasama internasional yang efektif. Harapan ini terkait dengan rekomendasi dari FATF yang menghimbau agar negara-negara anggota OECD meratifikasi Konvensi Vienna, melakukan kriminalisasi pencucian uang, memberi peran kepada sistem keuangan dalam mengendalikan pencucian uang, dan memperkuat kerjasama internasional. Daftar Pustaka Abadinsky, H., Organized Crime. Chicago: Nelson-Hall. Kompas 30 Juni 200 I Cott, D. 1995 "Money Laundering and International Efforts to Fight It", Privatesector, May. South, N. "On 'Cool ing Hot Money': Transatlantic Trends in Drug-Related Money Laundering and it Facilitation", WWW.tni.org/drugs/links WWW.Satunet.com Nomor 4 Tahun 2001