BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Gedung SD IT Luqman Al Al-Hakim Yogyakarta terletak di jalan Timoho 2 gang Delima No. 2, Muja Muju, Umbulharjo, Yogyakarta. SD IT Luqman Al-Hakim memiliki masing-masing kelas terdiri dari 4 kelas parallel A, B, C, dan D. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara acak yang berjumlah 35 anak. Kegiatan belajar-mengajar di SD IT berlangsung pukul 07.15-14.00 WIB setiap Senin hingga Jumat sedangkan di hari Sabtu diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler sesuai minat siswa. Selain itu, SD IT Luqman Al-Hakim menerapkan sistem makan bersama di sekolah berupa snack dan minum setiap jam 09.00 pagi dan makan siang disediakan oleh pihak sekolah yang dilaksanakan pada pukul 11.30 WIB. 2. Karakteristik Subjek Penelitian a. Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-Laki 18 51 Perempuan 17 49 Jumlah 35 100 39 Jumlah subjek penelitian ini adalah 35 anak. Subjek dalam penelitian ini memiliki persentase dengan jumlah anak laki-laki yang lebih banyak daripada anak perempuan b. Berdasarkan Berat Badan dan Tinggi Badan Tabel 5. Distribusi dan Persentase Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan dan Tinggi Badan Parameter Kategori Frekuensi Persentase (%) Lebih 16 46 Kurang 14 40 Cukup 5 14 Lebih 33 94 Kurang 2 5 Cukup 0 0 Berat Badan Tinggi Badan Subjek penelitian yang memiliki berat badan kategori lebih ditunjukkan dengan persentase paling tinggi, dan yang memiliki berat badan kategori cukup memiliki persentase paling kecil. Persentase subjek peneltian dengan tinggi badan berkategori lebih, lebih besar daripada kategori kurang. Tidak ada subjek penelitian dengan tinggi badan kategori cukup. 40 3. Kecukupan Gizi Makan Pagi a. Rerata Kecupan Gizi Makan Pagi Tabel 6. Rerata Kecukupan Gizi Makan Pagi Subjek Penelitian dan -.Standar Permenkes 2013 No H Parameter Rerata Subjek Penelitian Standar 1 Energi (kkal) 383,6 457,3 2 Karbohidrat (g) 43,14 64,18 3 Lemak (g) 15,86 18,72 4 Protein (g) 17,2 13,37 5 Vitamin A (µg) 201,61 129.82 6 Vitamin B1 (mg) 0,15 0,27 7 Vitamin B2 (mg) 0,34 0,27 8 Vitamin B6 (mg) 0,27 0,27 a 9 Vitamin C (mg) 13,75 11,23 t 10 Vitamin E (mg) 1,12 1,6 11 Asam Folat (µg) 33,92 74,35 12 Air (mg) 96,43 458.41 - 13 Potasium (mg) 402,54 1115,18 r 14 Kalsium (mg) 177,83 248,71 15 Magnesium (mg) 57,7 29,42 16 Fosfor (mg) 260,8 123 17 Besi (mg) 1,59 2,4 a s i l r a a t a energi makan pagi pada subjek penelitian sebesar 383,6 kkal. Hasil tersebut lebih kecil dibandingkan dengan standar Permenkes. Rata-rata subjek penelitian untuk kecukupan karbohidrat, lemak, vitamin B1, 41 vitamin E, folat, air, potassium, kalsium dan besi memiliki angka yang lebih kecil daripada standar Permenkes. Protein, vitamin A, vitamin B2, vitamin C, magnesium, dan fosfor memiliki angka rata-rata pada subjek penelitian yang lebih besar dibandingkan dengan standar Permenkes. Vitamin B6 memiliki rata-rata pada subjek penelitian yang sama dengan standar Permenkes. b. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Energi Makan Pagi Tabel 7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Energi Makan Pagi Kategori Energi Frekuensi Persentase (%) Kurang 24 69 Sesuai 0 0 Lebih 11 31 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel kecukupan energi makan pagi, anak yang memiliki kategori kurang memiliki persentase terbesar sedangkan kategori lebih memiliki persentase terendah. Tidak ada siswa dengan kategori sesuai. c. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Zat Gizi Makan Pagi Tabel 8. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Karbohidrat Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 30 86 Sesuai 0 0 Lebih 5 14 42 Jumlah 35 100 Tabel kecukupan karbohidrat makan pagi menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori lebih. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai. Tabel 9. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Lemak Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 20 57 Sesuai 1 3 Lebih 14 40 Jumlah 35 100 Interpretasi dari tabel kecukupan lemak makan pagi mengindikasikan bahwa persentase terbesar dimiliki kategori kurang, kemudian diikuti kategori lebih. Kecukupan lemak kategori sesuai memiliki persentase paling kecil. Tabel 10. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Protein ….Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 11 31 Sesuai 0 0 Lebih 24 69 Jumlah 35 100 43 Kecukupan protein makan pagi tercantum dalam tabel 10 yang menunjukkan tidak adanya anak dengan kategori sesuai. Kategori lebih memiliki persentase terbesar, diikuti dengan kategori kurang. Tabel 11. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Air Makan ...Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 35 100 Sesuai 0 0 Lebih 0 0 Jumlah 35 100 Interpretasi kecukupan air makan pagi pada tabel di atas menunjukkan bahwa semua anak berada pada kategori kurang, dan tidak ada yang memiliki kategori sesuai atau lebih. Tabel 12. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin A 1.Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 15 43 Sesuai 0 0 Lebih 20 57 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel kecukupan vitamin A makan pagi menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori lebih memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori kurang. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai. 44 Tabel 13. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin B1 ..Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 29 83 Sesuai 5 14 Lebih 1 3 Jumlah 35 100 Tabel kecukupan vitamin B1 makan pagi mengindikasi bahwa persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah paling besar, selanjutnya diikuti oleh persentase anak dengan kategori sesuai. Anak dengan persentase paling kecil yaitu kategori lebih. Tabel 14. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin B2 ..Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 11 31 Sesuai 8 23 Lebih 16 46 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel 14, menginterpretasikan bahwa urutan persentase terbesar hingga terkecil berturut-turut yaitu, anak dengan kategori lebih dan kategori kurang. Sebanyak 8 anak memiliki kecukupan vitamin B2 dengan kategori sesuai. 45 Tabel 15. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin B6 ..Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 13 37 Sesuai 11 31.5 Lebih 11 31.5 Jumlah 35 100 Makna dari tabel kecukupan vitamin B6 makan pagi menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah terbesar. Persentase anak dengan kategori sesuai dan kategori lebih memiliki persentase yang sama besar. Tabel 16. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin C .+Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 27 77 Sesuai 0 0 Lebih 8 23 Jumlah 35 100 Tabel kecukupan vitamin C makan pagi mengindikasi bahwa persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori lebih. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai. 46 Tabel 17. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin E =Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 25 71 Sesuai 0 0 Lebih 10 29 Jumlah 35 100 Hasil kecukupan vitamin E makan pagi dalam tabel 17 menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori lebih. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai. Tabel 18. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Folat Makan =Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 34 97 Sesuai 0 0 Lebih 1 3 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel kecukupan folat makan pagi, menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori lebih. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai. 47 Tabel 19. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Potasium =.Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 35 100 Sesuai 0 0 Lebih 0 0 Jumlah 35 100 Kecukupan potasium makan pagi terinterpretasi dalam tabel 19, bahwa semua anak memiliki kategori kurang. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai atau kategori lebih. Tabel 20. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Kalsium =/Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 23 66 Sesuai 0 0 Lebih 12 34 Jumlah 35 100 Kategori kurang memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori lebih dalam tabel kecukupan kalsium makan pagi di atas. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai. 48 Tabel 21. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Magnesium =Makan Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 1 3 Sesuai 0 0 Lebih 34 97 Jumlah 35 100 Tabel 21 menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori lebih memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori kurang. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai. Tabel 22. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Fosfor Makan /Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 4 11 Sesuai 0 0 Lebih 31 89 Jumlah 35 100 Interpretasi dari tabel kecukupan fosfor makan pagi menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori lebih memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori kurang. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai. 49 Tabel 23. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Iron Makan =Pagi Kategori Frekuensi Persentase (%) Kurang 31 89 Sesuai 1 3 Lebih 3 8 Jumlah 35 100 Makna dari tabel kecukupan iron makan pagi menunjukkan bahwa persentase terbesar hingga terkecil secara berurutan yakni, anak dengan kategori kurang dan kategori lebih. Terdapat satu anak dengan kategori sesuai. 4. Tingkat Konsentrasi Belajar a. Rerata Tingkat Konsentrasi Belajar Tabel 24. Rata-rata Kecepatan, Ketelitian dan Konstansi Tes Bourdon Wiersma Aspek Rata-rata Subjek Penelitian Golongan Kecepatan 21,7 K Ketelitian 13,1 R Konstansi 10,2 R Tabel di atas menunjukan hasil uji dengan Test Bourdon Wiersma yang terdiri dari tiga aspek. Dua aspek memiliki golongan R (ragu-ragu) dan satu aspek tergolong K (kurang). 50 b. Distribusi Frekuensi Tingkat Konsentrasi Belajar Tabel 25. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kecepatan Golongan Frekuensi Persentase (%) K 16 46 R 17 49 C 2 5.7 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel 25, persentase terbesar untuk tingkat kecepatan adalah golongan R (ragu-ragu), diikuti golongan K (kurang). Golongan C (cukup) memiliki persentase terkecil. Tabel 26. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Ketelitian Golongan Frekuensi Persentase (%) K 2 6 R 11 31 C 17 49 CB 2 6 B 3 9 Jumlah 35 100 Tabel tersebut menunjukkan bahwa untuk tingkat ketelitian, persentase tertinggi hingga terendah berturut-turut yaitu golongan C (cukup), R (ragu-ragu), B (baik). Golongan K (kurang) dan CB (cukup baik) memiliki persentase terkecil. 51 Tabel 27. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Konstansi Golongan Frekuensi Persentase (%) K 1 3 R 34 97 Jumlah 35 100 Tabel tersebut menunjukkan persentase terbesar untuk tingkat konstansi adalah golongan R (ragu-ragu), diikuti golongan K (kurang). Golongan C (cukup) memiliki persentase terkecil. 5. Hubungan Kecukupan Gizi Makan Pagi dengan Tingkat Konsentrasi Belajar a. Uji Normalitas Tabel 28. Nilai Signifikansi Kecukupan Gizi Makan Pagi dan Tingkat Konsentrasi Belajar Aspek Nilai Signifikasi (Shapiro-Wilk) Energi 0,002 Kecepatan 0,016 Ketelitian 0,000 Konstansi 0,011 Karbohidrat 0,000 Lemak 0,059 Protein 0,008 Vitamin B1 0,000 Vitamin B2 0,133 Vitamin B6 0,001 Zat Besi 0,000 52 Hasil uji normalitas (Shapiro-Wilk) pada kecukupan gizi makan pagi dan tingkat konsentrasi belajar, menunjukkan semua data tidak berdistribusi normal, kecuali lemak dan vitamin B2. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai sig. ≥ 0,05. b. Uji Korelasi Tabel 29. Nilai Korelasi Kecukupan Gizi Makan Pagi dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Hubungan Kecepatan Energi Ketelitian Konstansi Kecepatan Karbohidrat Ketelitian Konstansi Kecepatan Protein Ketelitian Konstansi Kecepatan Lemak Ketelitian Konstansi Kecepatan Vitamin B1 Ketelitian Konstansi Kecepatan Vitamin B2 Ketelitian Konstansi Kecepatan Vitamin B6 Ketelitian Konstansi Kecepatan Zat Besi Ketelitian Konstansi 53 Nilai Korelasi Spearman 0,069 -0,157 0,023 -0,082 -0,192 -0,114 -0,062 -0,036 -0,092 0,074 -0,158 0,033 -0,051 -0,213 -0,098 0,049 -0,099 0,025 -0,287 -0,044 -0,351 -0,046 0,098 -0,052 Uji korelasi dilakukan dengan uji korelasi Spearman. Angka korelasi berkisar antara 0 s.d. 1, jika mendekati 1 maka hubungan antara kedua variabel semakin kuat dan jika mendekati 0 maka hubungan antara variabel semakin lemah. Angka korelasi positif (+) menunjukkan kedua variabel bersifat searah. Angka korelasi negatif () menunjukkan kedua variabel bersifat tidak searah/berlawanan. Angka korelasi hubungan kecukupan gizi makan pagi dengan tingkat konsentrasi belajar menunjukkan hubungan antara variabel lemah karena semua angka mendekati 0. Kesimpulan dari uji korelasi Spearman ini adalah tidak ada hubungan antara kecukupan gizi makan pagi dengan tingkat konsentrasi belajar anak SD di SD IT Luqman AlHakim. 54 B. Pembahasan 1. Karakteristik Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini meliputi 35 anak yang terdiri dari 51% lakilaki dan 49% perempuan. Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan pengukuran data fisik (antropometri) yang telah dilakukan untuk mengetahui berat badan, tinggi badan, tekanan darah, serta denyut nadi, semua anak yang menjadi subjek penelitian memiliki kondisi sehat dan tidak sedang melakukan diet. 2. Kecukupan Gizi Makan Pagi Kecukupan gizi makan pagi dalam penelitian ini merupakan kualitas gizi yang meliputi jumlah kalori (energi) makan pagi, zat makro (karbohidrat, lemak, protein), zat mikro (vitamin, mineral) dan air yang terkandung dalam makan pagi. Hasil penelitian jumlah kalori makan pagi rata-rata yang dihasilkan subjek penelitian setelah diolah dengan program NutriSurvey sebesar 383,6 kkal. Standar jumlah kalori makan pagi untuk anak usia 7-9 tahun menurut Permenkes adalah 457,3 kkal. Perolehan rata-rata jumlah kalori makan pagi anak SD di SD IT Luqman Al-Hakim berada di bawah standar Permenkes. 55 Gambar 10. Grafik Kecukupan Gizi Makan Pagi Grafik tersebut menunjukkan distribusi persentase subjek penelitian yang memiliki angka rata-rata komponen zat gizi yang sesuai atau tidak sesuai dengan standar angka kecukupan gizi versi Permenkes. Berdasarkan grafik tersebut, terdapat 5 jenis zat gizi yang memiliki jumlah yang sesuai dengan standar Permenkes antara lain lemak, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, dan iron. Sejumlah 3% dari subjek penelitian memiliki angka kecukupan lemak yang sesuai dengan standar Permenkes yakni sebesar 18,72 g. Lipid atau lemak memiliki peran yang penting dalam fungsi otak. Salah satu perubahan signifikan dalam hal komposisi otak setelah kelahiran adalah penurunan kandungan air dan peningkatan kandungan lipid. Lemak (asam lemak) diketahui memiliki fungsi untuk sintesis membran sel neuron (Barasi, 2009: 75). 56 Sebanyak 14-31% subjek penelitian mempunyai angka kecukupan akan vitamin B kompleks yang sesuai dengan standar Permenkes. Fungsi dari vitamin B kompleks diketahui berperan dalam reaksi metilasi dalam sistem saraf untuk sintesis mielin (vitamin B12), serta untuk metabolisme homosistein (vitamin B6 dan B12). Subjek penelitian yang mempunyai angka kecukupan iron yang sesuai dengan standar Permenkes sejumlah 3%. Iron atau zat besi merupakan salah satu mineral yang juga memiliki peran dalam sistem saraf pusat atau pun sistem saraf perifer. Menurut pernyataan Mary (2009: 75), enzim yang bergantung pada besi diperlukan untuk sintesis neurotransmitter, serta kemungkinan berperan dalam mielinisasi. 70 64.18 60 Angka (gr) 50 43.14 40 30 15.86 20 18.72 17.2 13.37 10 0 Karbohidrat Lemak Protein Zat Gizi Makro Rata-rata Kelas Standard Depkes Gambar 11. Grafik Perbandingan Angka Kecukupan Zat Gizi Makro 57 Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa karbohidrat dan lemak memiliki rata-rata yang lebih rendah daripada standar Permenkes. Protein memiliki rata-rata lebih tinggi daripada standar Permenkes. 1.8 1.6 Angka Kecukupan (mg) 1.6 1.4 1.12 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0.2 0.27 0.12 0.34 0.27 0.27 0.27 0.15 0.03 0.07 0 Vit A Vit B1 Vit B2 Vit B6 Vit E Folat Vitamin Rata-rata Kelas Standard Depkes Gambar 12. Grafik Perbandingan Angka Kecukupan Vitamin Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa vitamin A dan B2 memiliki rata-rata yang lebih tinggi daripada standar Permenkes. Vitamin B1, E, dan folat memiliki rata-rata lebih rendah daripada standar Permenkes. Vitamin B6 memiliki rata-rata yang sama dengan standar Permenkes. 58 1200 1115.18 Angka Kecukupan (gr) 1000 800 600 458.41 402.54 400 200 260.8 248.71 177.83 96.43 123 57.7 29.42 1.592.4 0 Air Potasium Kalsium Magnesium Fosfor Iron Air dan Mineral Rata-rata Kelas Standard Depkes Gambar 13. Grafik Perbandingan Angka Kecukupan Air dan Mineral Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa air, potassium, kalsium memiliki rata-rata yang lebih rendah daripada standar Permenkes. Magnesium dan fosfor memiliki rata-rata lebih tinggi daripada standar Permenkes. Iron memiliki rata-rata yang sejajar dengan standar Permenkes. Gambar 11, 12, dan 13 menunjukkan grafik perbandingan angka kecukupan gizi makan pagi anak dengan standar Permenkes. Kualitas gizi makan pagi anak yang memenuhi dengan standar Permenkes hanya pada vitamin B6. Zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (mineral dan vitamin) lain termasuk air, belum memenuhi standar 59 Permenkes karena angka kecukupan gizi makan pagi anak terhitung kurang atau lebih dari standar Permenkes. Kebutuhan zat gizi yang tidak tercukupi saat makan pagi, dimungkinkan akan dapat tercukupi dari zat gizi yang diperoleh pada waktu makan setelah makan pagi. Dampak angka kecukupan gizi anak SD usia 7-9 tahun yang tidak sesuai dengan standar Permenkes, khususnya vitamin dan mineral dapat terlihat dalam jangka waktu lama dengan keadaan stagnan. Kecukupan asupan makanan selain tergantung pada ketersediaan makanan, juga tergantung pada faktor lain seperti budaya, lingkungan, dan interaksi sosial. Perilaku makan anak memiliki hubungan dengan kebiasaan makan orang tua, teman, tokoh popular, lingkungan, dan tempat tinggal (Istiany, 2013: 157). Kebutuhan kalori anak usia sekolah ditentukan dari berat badan, usia, dan aktivitas anak (Istiany, 2013: 160). Terdapat faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan pagi anak. Masing-masing individu dapat membentuk bioritme sendiri. Seseorang yang tidak biasa makan pagi, maka saluran cerna dan enzim di dalam tubuhnya juga tidak akan siap menerima makanan, dan bila dipaksakan justru akan timbul rasa tidak enak. 3. Tingkat Konsentrasi Belajar 60 Tingkat konsentrasi belajar dalam penelitian ini diukur menggunakan tes Bourdon Wiersma. Tes ini dapat digunakan untuk mengevaluasi konsentrasi, perhatian, dan kecepatan bekerja. Hasil uji kecepatan dari 35 subjek penelitian diperoleh rata-rata 21,7. Interpretasi kuantitatif tingkat kecepatan rata-rata tergolong K (kurang) dengan nilai 4. Tingkat kecepatan adalah kualitas atensi dalam menyelesaikan materi tes. Nilai ketelitian rata-rata sebesar 13,1 yang termasuk pada golongan R (ragu-ragu) dengan nilai 5,5. Nilai ketelitian merupakan banyaknya kesalahan yang dibuat. Nilai konstansi rata-rata yaitu 10,2 dan tergolong R (ragu-ragu) dengan nilai 5. Nilai konstansi (perbandingan jumlah kuadrat deviasi dan waktu rata-rata) berhubungan dengan tingkat alertness (kewaspadaan) individu, di mana semakin rendah tingkat konstansi, maka semakin rendah tingkat alertness. Kurangnya konsentrasi belajar pada anak dapat dipengaruhi beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal dapat berupa gangguan dari diri anak itu sendiri seperti perasaan gelisah, cemas, takut, kesal, serta kondisi kebugaran tubuh. Faktor eksternal berupa lingkungan yang tidak kondusif seperti ramai dan riuh. Konsentrasi merupakan salah satu dari fungsi kognitif otak. Menurut Ginsberg (2005: 13), fungsi otak dapat disubklasifikasi menjadi fungsi yang terdistribusi dan fungsi yang terlokasi. Fungsi otak yang terdistribusi berarti 61 tidak terlokasi pada region otak tertentu, namun membutuhkan aksi dari berbagai bagian pada kedua sisi otak. Fungsi otak yang berdistribusi antara lain atensi dan konsentrasi, memori, fungsi eksekutif yang lebih tinggi, konduksi sosial dan kepribadian. Konsentrasi berhubungan dengan atensi. Menurut Hapsari (2014: 111), atensi sebagai proses menyaring (scanning), memfokuskan perhatian atau dikenal dengan istilah konsentrasi (focusing), mempertahankan fokus perhatian pada objek yang relevan dan mengabaikan objek yang tidak relevan dengan tujuan dalam waktu tertentu serta mengubah fokus perhatian dari kegiatan yang satu ke kegiatan selanjutnya. Konsentrasi merupakan kondisi dimana otak mampu memusatkan pada suatu hal. Otak termasuk dalam sistem saraf pusat. Menurut Smith (2003: 881), sistem saraf terdiri dari berbagai tipe sel. Tipe sel yang paling banyak yaitu sel glial yang terdiri atas astrocytes dan oligodendrocytes pada sistem saraf pusat, dan sel Schwann pada sistem saraf samping. Sel-sel tersebut menyokong neuron dan mensintesis selubung myelin yang melindungi akson. Kemampuan otak untuk bekerja didukung oleh banyaknya neuron yang membentuk unit-unit sambungan. Neuron sensoris menerima rangsangan, dalam hal ini pelajaran yang diterima anak, yang kemudian diteruskan ke medulla spinalis dan secara cepat diteruskan ke otak. Menurut Hapsari (2014: 21), saraf Aferen atau sensorik yang tergolong dalam sistem saraf somatik 62 berfungsi untuk membawa sinyal-sinyal sensorik dari reseptor di seluruh bagian tubuh ke sistem saraf pusat yang akhirmya menuju otak. Menurut Chamidah (2003: th), sambungan dapat terbentuk bila neuron saat mengolah informasi dapat menghasilkan letupan-letupan listrik yang akan memicu bertambahnya myelin. Menurut Ginsberg (2005: 13), anatomi konsentrasi normal tergantung dari dasar anatomis yang sama dengan kesadaran, yaitu sistem aktivasi retikular yang berproyeksi ke thalamus, dan kemudian ke korteks selebri secara difus. 4. Hubungan Kecukupan Gizi Makan Pagi dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Analisis statistik menunjukkan tidak adanya hubungan kecukupan gizi makan pagi dengan tingkat konsentrasi belajar. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi, salah satunya faktor nutrigenomik menjadi faktor yang tidak dapat dikontrol, yakni terkait regulasi dan cara dari suatu gen spesifik berinteraksi dengan suatu senyawa atau bioaktif pada suatu makanan tertentu. Studi nutrigenomik dapat menunjukkan bahwa seseorang membawa gen yang memiliki perlakuan tertentu terhadap suatu zat gizi tertentu yang dicernanya, yang jelas berbeda antara individu satu dengan yang lain. Makan pagi menjadi sangat penting karena dapat mempertahankan konsentrasi glukosa sepanjang hari. Menurut Brody (1999: 160), otak bergantung pada glukosa sebagai sumber energi. Otak menggunakan energi dalam jumlah besar sekitar 20% 63 dari total konsumsi energi. Menurut Oktaviani (2012: 34), otak adalah organ tubuh pertama yang menyerap nutrisi dari makanan yang dikonsumsi. Penurunan bermakna glukosa darah di bawah 60 mg/dL akan membatasi metabolisme glukosa di otak dan mencetuskan timbulnya gejala hipoglikemik, yang diperkirakan karena proses keseluruhan fluks glukosa melalui sawar darah otak, ke dalam cairan interstisium, dan kemudian ke dalam sel neuron, berlangsung lambat (Marks, et al., 2002: 367). Menurut Hapsari (2014: 30), penghalang darah-otak bersifat permeabel selektif yang tidak menghalangi semua molekul berukuran besar karena beberapa molekul besar seperti glukosa berperan penting bagi fungsi normal otak. Glukosa ditransportasikan melalui dinding pembuluh darah serebral di beberapa daerah otak yang tidak terhalang dengan menggunakan protein tertentu. Menurut Tirtawinata (2013: 13), nutrisi yang baik dapat menunjang fungsi dari neuron-neuron. Kebutuhan paling penting untuk otak adalah oksigen dan glukosa. Makan pagi menjadi sangat penting untuk mengisi kembali energi karena semalaman tidak ada asupan glukosa. Makan pagi dapat memberi karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah yang terjamin normal. 64 Menurut Almatsier (2010: 40), peran utama karbohidrat dalam tubuh yakni menyediakan glukosa bagi sel-sel tubuh yang kemudian diubah menjadi energi. Jaringan tertentu hanya memperoleh energi dari karbohidrat seperti sel darah merah dan sebagian besar sel otak dan sistem saraf. Menurut Smith (2003: 885), glukosa ditransportasikan melalui membran endotel dengan difusi terfasilitasi oleh transporter GLUT-1. Transporter GLUT-3 terdapat pada neuron kemudian memungkinkan neuron untuk mengangkut glukosa dari cairan ektraseluler. Kekurangan glukosa atau oksigen (hipoglikemia atau hipoksia) mempengaruhi fungsi otak karena dapat mengganggu produksi adenosin trifosfat (ATP) dan pasokan prekursor untuk sintesis neurotransmitter (Smith, 1999: 881). Glukosa diangkut ke dalam otak menembus sawar darah-otak (blood-brain barrier) oleh transporter glukosa yang tidak berespons terhadap insulin. Pengambilan glukosa oleh neuron dalam otak disesuaikan dengan besarnya kebutuhan melalui perubahan aliran darah (Barasi, 2009: 74). Respon hipoglikemik tercetus apabila terjadi penurunan konsentrasi glukosa darah sampai sekitar 18 sampai 54 mg/dL (1 dan 3 mM). Kecepatan transport glukosa melintasi sawar darah-otak (dari darah ke dalam cairan serebrospinal) yang lambat pada kadar glukosa yang rendah diperkirakan merupakan penyebab timbulnya respon hipoglikemik ini. Transport glukosa 65 dari cairan serebrospinal menembus membran plasma neuron sangat cepat dan bukan merupakan penentu kecepatan pembentukan ATP dari glikolisis. Sel endotel kapiler pada otak memiliki taut yang amat erat (tight junction), dan gklukosa harus berpindah dari darah ke dalam cairan serebrospinal ekstrasel melalui transporter di membran sel endotel lalu menembus membran basal. Penurunan kadar glukosa dalam darah di bawah kadar 80-90 mg/dL (sekitar 5 mM) kemungkinan besar akan mempengaruhi kecepatan metabolism glukosa yang berarti di otak. Rangsangan terhadap sistem saraf simpatis karena rendahnya kadar glukosa yang mencapai otak menyebabkan pelepasan epinefrin, suatu dari medulla hormon stress, dari medulla adrenal. Peningkatan kadar epinefrin dapat menimbulkan reaksi seperti berdebar-debar, kecemasan, gemetar, pucat, dan berkeringat (Marks, et al., 2002: 368). Reaksi tersebut dapat berdampak pada penurunan fungsi kognitif, salah satunya konsentrasi belajar. Fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, namun bila tubuh kekurangan zat energi fungsi protein untuk menghasilkan energi (membentuk glukosa) akan didahulukan. Ketika glukosa atau asam lemak dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk glukosa dan energi. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi sel-sel otak dan sistem saraf (Almatsier, 2010: 94) 66 Rerata angka kecukupan protein subjek penelitian lebih tinggi daripada standar Permenkes. Menurut Almatsier (2010: 83), mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein komplet atau protein dengan nilai biologi yang tinggi merupakan protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan. Semua protein hewani, kecuali gelatin, merupakan protein komplet. Protein tidak komplet adalah protein yang tidak mengandung atau mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial. Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang-kacangan lain merupakan protein tidak komplet. Zat besi menjadi salah satu mineral yang esensial bagi sel-sel otak. Menurut Oktaviani (2012: 47), zat besi penting terutama bagi anak-anak untuk menjaga daya konsentrasi. Pendapat Almatsier (2010: 254) menyebutkan bahwa beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi tinggi yang diperoleh dari transport besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferrin. Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja. Kadar besi otak yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi neurotransmitter (pengantar saraf). Hal tersebut mengakibatkan kepekaan reseptor saaraf dopamine berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, 67 dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid meningkat dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Kekurangan besi umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, serta menurunnya kemampuan bekerja. Kekurangan besi pada anak-anak menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar (Almatsier, 2010: 258). Konsentrasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti motivasi untuk belajar, nutrisi, keadaan psikologis serta keadaan fisiologis seperti kualitas tidur, suara, pencahayaan, temperatur, serta desain belajar (Lestari, dkk., 2015: 202). Jika tubuh dehidrasi, banyak substrat dan neurotransmitter yang terpengaruh dengan vasopressin (antidiuretic hormone) yang bersikulasi. Hormon tersebut berperan dalam respon homeostasis dari ketidakseimbangan cairan. Neurotransmitter lain yang berperan adalah serotonin dan dopamine. Sistem serotonergic dan dopaminergic memodifikasi permeabilitas bloodbrain barrier dimana dapat menyebabkan disfungsi pada sistem saraf pusat (Masento, et al., 2014 dalam Andani, dkk., 2015: 883). 68 Penurunan ketersediaan glukosa (hipoglikemia) merupakan salah satu penyebab utama penurunan konsentrasi belajar. Hal tersebut dapat mengganggu fungsi sistem aktivasi retikular. 5. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain keterbatasan jumlah sampel yang hampir mendekati syarat jumlah minimal, karena jumlah sampel minimal untuk penelitian korelasional agar memperoleh hasil yang baik adalah 30. Hal lain yang menjadi keterbatasan yang tidak dapat peneliti kontrol adalah data yang kurang lengkap, waktu pengambilan data yang terbatas, serta kondisi lingkungan sekitar yang tidak kondusif selama pengujian tes Bourdon Wiersma. Instrumen yang digunakan kurang akurat dalam penentuan jumlah porsi makan. Penentuan kualitas gizi tidak menggunakan rentang dimana bila angka kecukupan yang diperoleh anak lebih atau kurang dari standar Permenkes, maka dikategorikan tidak sesuai. 69