BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Gedung SD IT Luqman Al Al-Hakim Yogyakarta terletak di jalan
Timoho 2 gang Delima No. 2, Muja Muju, Umbulharjo, Yogyakarta. SD
IT Luqman Al-Hakim memiliki masing-masing kelas terdiri dari 4 kelas
parallel A, B, C, dan D. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara acak
yang berjumlah 35 anak. Kegiatan belajar-mengajar di SD IT berlangsung
pukul 07.15-14.00 WIB setiap Senin hingga Jumat sedangkan di hari
Sabtu diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler sesuai minat siswa. Selain itu,
SD IT Luqman Al-Hakim menerapkan sistem makan bersama di sekolah
berupa snack dan minum setiap jam 09.00 pagi dan makan siang
disediakan oleh pihak sekolah yang dilaksanakan pada pukul 11.30 WIB.
2. Karakteristik Subjek Penelitian
a. Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Subjek
Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki-Laki
18
51
Perempuan
17
49
Jumlah
35
100
39
Jumlah subjek penelitian ini adalah 35 anak. Subjek dalam
penelitian ini memiliki persentase dengan jumlah anak laki-laki yang
lebih banyak daripada anak perempuan
b. Berdasarkan Berat Badan dan Tinggi Badan
Tabel 5. Distribusi dan Persentase Karakteristik Subjek Penelitian
Berdasarkan Berat Badan dan Tinggi Badan
Parameter
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Lebih
16
46
Kurang
14
40
Cukup
5
14
Lebih
33
94
Kurang
2
5
Cukup
0
0
Berat Badan
Tinggi Badan
Subjek penelitian yang memiliki berat badan kategori lebih
ditunjukkan dengan persentase paling tinggi, dan yang memiliki berat
badan kategori cukup memiliki persentase paling kecil. Persentase
subjek peneltian dengan tinggi badan berkategori lebih, lebih besar
daripada kategori kurang. Tidak ada subjek penelitian dengan tinggi
badan kategori cukup.
40
3. Kecukupan Gizi Makan Pagi
a. Rerata Kecupan Gizi Makan Pagi
Tabel 6. Rerata Kecukupan Gizi Makan Pagi Subjek Penelitian dan -.Standar Permenkes 2013
No H
Parameter
Rerata Subjek Penelitian
Standar
1
Energi (kkal)
383,6
457,3
2
Karbohidrat (g)
43,14
64,18
3
Lemak (g)
15,86
18,72
4
Protein (g)
17,2
13,37
5
Vitamin A (µg)
201,61
129.82
6
Vitamin B1 (mg)
0,15
0,27
7
Vitamin B2 (mg)
0,34
0,27
8
Vitamin B6 (mg)
0,27
0,27
a
9
Vitamin C (mg)
13,75
11,23
t
10
Vitamin E (mg)
1,12
1,6
11
Asam Folat (µg)
33,92
74,35
12
Air (mg)
96,43
458.41
-
13
Potasium (mg)
402,54
1115,18
r
14
Kalsium (mg)
177,83
248,71
15
Magnesium (mg)
57,7
29,42
16
Fosfor (mg)
260,8
123
17
Besi (mg)
1,59
2,4
a
s
i
l
r
a
a
t
a
energi makan pagi pada subjek penelitian sebesar 383,6 kkal. Hasil
tersebut lebih kecil dibandingkan dengan standar Permenkes. Rata-rata
subjek penelitian untuk kecukupan karbohidrat, lemak, vitamin B1,
41
vitamin E, folat, air, potassium, kalsium dan besi memiliki angka yang
lebih kecil daripada standar Permenkes. Protein, vitamin A, vitamin
B2, vitamin C, magnesium, dan fosfor memiliki angka rata-rata pada
subjek penelitian yang lebih besar dibandingkan dengan standar
Permenkes. Vitamin B6 memiliki rata-rata pada subjek penelitian yang
sama dengan standar Permenkes.
b. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Energi Makan Pagi
Tabel 7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Energi
Makan Pagi
Kategori Energi
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
24
69
Sesuai
0
0
Lebih
11
31
Jumlah
35
100
Berdasarkan tabel kecukupan energi makan pagi, anak yang
memiliki kategori kurang memiliki persentase terbesar sedangkan
kategori lebih memiliki persentase terendah. Tidak ada siswa dengan
kategori sesuai.
c. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Zat Gizi Makan Pagi
Tabel 8. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Karbohidrat
Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
30
86
Sesuai
0
0
Lebih
5
14
42
Jumlah
35
100
Tabel kecukupan karbohidrat makan pagi menunjukkan bahwa
persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah lebih besar
dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori lebih. Tidak ada
anak yang memiliki kategori sesuai.
Tabel 9. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Lemak
Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
20
57
Sesuai
1
3
Lebih
14
40
Jumlah
35
100
Interpretasi
dari
tabel
kecukupan
lemak
makan
pagi
mengindikasikan bahwa persentase terbesar dimiliki kategori kurang,
kemudian diikuti kategori lebih. Kecukupan lemak kategori sesuai
memiliki persentase paling kecil.
Tabel 10. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Protein
….Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
11
31
Sesuai
0
0
Lebih
24
69
Jumlah
35
100
43
Kecukupan protein makan pagi tercantum dalam tabel 10 yang
menunjukkan tidak adanya anak dengan kategori sesuai. Kategori
lebih memiliki persentase terbesar, diikuti dengan kategori kurang.
Tabel 11. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Air Makan
...Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
35
100
Sesuai
0
0
Lebih
0
0
Jumlah
35
100
Interpretasi kecukupan air makan pagi pada tabel di atas
menunjukkan bahwa semua anak berada pada kategori kurang, dan
tidak ada yang memiliki kategori sesuai atau lebih.
Tabel 12. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin A
1.Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
15
43
Sesuai
0
0
Lebih
20
57
Jumlah
35
100
Berdasarkan tabel
kecukupan vitamin A
makan pagi
menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori lebih memiliki
jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori
kurang. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai.
44
Tabel 13. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin B1
..Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
29
83
Sesuai
5
14
Lebih
1
3
Jumlah
35
100
Tabel kecukupan vitamin B1 makan pagi mengindikasi bahwa
persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah paling besar,
selanjutnya diikuti oleh persentase anak dengan kategori sesuai. Anak
dengan persentase paling kecil yaitu kategori lebih.
Tabel 14. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin B2
..Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
11
31
Sesuai
8
23
Lebih
16
46
Jumlah
35
100
Berdasarkan tabel 14, menginterpretasikan bahwa urutan
persentase terbesar hingga terkecil berturut-turut yaitu, anak dengan
kategori lebih dan kategori kurang. Sebanyak 8 anak memiliki
kecukupan vitamin B2 dengan kategori sesuai.
45
Tabel 15. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin B6
..Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
13
37
Sesuai
11
31.5
Lebih
11
31.5
Jumlah
35
100
Makna dari tabel kecukupan vitamin B6 makan pagi
menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori kurang memiliki
jumlah terbesar. Persentase anak dengan kategori sesuai dan kategori
lebih memiliki persentase yang sama besar.
Tabel 16. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin C
.+Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
27
77
Sesuai
0
0
Lebih
8
23
Jumlah
35
100
Tabel kecukupan vitamin C makan pagi mengindikasi bahwa
persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah lebih besar
dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori lebih. Tidak ada
anak yang memiliki kategori sesuai.
46
Tabel 17. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Vitamin E
=Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
25
71
Sesuai
0
0
Lebih
10
29
Jumlah
35
100
Hasil kecukupan vitamin E makan pagi dalam tabel 17
menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori kurang memiliki
jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori
lebih. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai.
Tabel 18. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Folat Makan
=Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
34
97
Sesuai
0
0
Lebih
1
3
Jumlah
35
100
Berdasarkan tabel kecukupan folat makan pagi, menunjukkan
bahwa persentase anak dengan kategori kurang memiliki jumlah lebih
besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori lebih. Tidak
ada anak yang memiliki kategori sesuai.
47
Tabel 19. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Potasium
=.Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
35
100
Sesuai
0
0
Lebih
0
0
Jumlah
35
100
Kecukupan potasium makan pagi terinterpretasi dalam tabel
19, bahwa semua anak memiliki kategori kurang. Tidak ada anak yang
memiliki kategori sesuai atau kategori lebih.
Tabel 20. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Kalsium
=/Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
23
66
Sesuai
0
0
Lebih
12
34
Jumlah
35
100
Kategori kurang memiliki jumlah lebih besar dibandingkan
dengan anak yang memiliki kategori lebih dalam tabel kecukupan
kalsium makan pagi di atas. Tidak ada anak yang memiliki kategori
sesuai.
48
Tabel 21. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Magnesium
=Makan Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
1
3
Sesuai
0
0
Lebih
34
97
Jumlah
35
100
Tabel 21 menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori
lebih memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang
memiliki kategori kurang. Tidak ada anak yang memiliki kategori
sesuai.
Tabel 22. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Fosfor
Makan /Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
4
11
Sesuai
0
0
Lebih
31
89
Jumlah
35
100
Interpretasi
dari
tabel
kecukupan
fosfor
makan
pagi
menunjukkan bahwa persentase anak dengan kategori lebih memiliki
jumlah lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki kategori
kurang. Tidak ada anak yang memiliki kategori sesuai.
49
Tabel 23. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecukupan Iron Makan
=Pagi
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
31
89
Sesuai
1
3
Lebih
3
8
Jumlah
35
100
Makna dari tabel kecukupan iron makan pagi menunjukkan
bahwa persentase terbesar hingga terkecil secara berurutan yakni, anak
dengan kategori kurang dan kategori lebih. Terdapat satu anak dengan
kategori sesuai.
4. Tingkat Konsentrasi Belajar
a. Rerata Tingkat Konsentrasi Belajar
Tabel 24. Rata-rata Kecepatan, Ketelitian dan Konstansi Tes Bourdon
Wiersma
Aspek
Rata-rata Subjek Penelitian
Golongan
Kecepatan
21,7
K
Ketelitian
13,1
R
Konstansi
10,2
R
Tabel di atas menunjukan hasil uji dengan Test Bourdon
Wiersma yang terdiri dari tiga aspek. Dua aspek memiliki golongan R
(ragu-ragu) dan satu aspek tergolong K (kurang).
50
b. Distribusi Frekuensi Tingkat Konsentrasi Belajar
Tabel 25. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kecepatan
Golongan
Frekuensi
Persentase (%)
K
16
46
R
17
49
C
2
5.7
Jumlah
35
100
Berdasarkan tabel 25, persentase terbesar untuk tingkat
kecepatan adalah golongan R (ragu-ragu), diikuti golongan K
(kurang). Golongan C (cukup) memiliki persentase terkecil.
Tabel 26. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Ketelitian
Golongan
Frekuensi
Persentase (%)
K
2
6
R
11
31
C
17
49
CB
2
6
B
3
9
Jumlah
35
100
Tabel tersebut menunjukkan bahwa untuk tingkat ketelitian,
persentase tertinggi hingga terendah berturut-turut yaitu golongan C
(cukup), R (ragu-ragu), B (baik). Golongan K (kurang) dan CB (cukup
baik) memiliki persentase terkecil.
51
Tabel 27. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Konstansi
Golongan
Frekuensi
Persentase (%)
K
1
3
R
34
97
Jumlah
35
100
Tabel tersebut menunjukkan persentase terbesar untuk tingkat
konstansi adalah golongan R (ragu-ragu), diikuti golongan K (kurang).
Golongan C (cukup) memiliki persentase terkecil.
5. Hubungan Kecukupan Gizi Makan Pagi dengan Tingkat Konsentrasi
Belajar
a. Uji Normalitas
Tabel 28. Nilai Signifikansi Kecukupan Gizi Makan Pagi dan Tingkat
Konsentrasi Belajar
Aspek
Nilai Signifikasi (Shapiro-Wilk)
Energi
0,002
Kecepatan
0,016
Ketelitian
0,000
Konstansi
0,011
Karbohidrat
0,000
Lemak
0,059
Protein
0,008
Vitamin B1
0,000
Vitamin B2
0,133
Vitamin B6
0,001
Zat Besi
0,000
52
Hasil uji normalitas (Shapiro-Wilk) pada kecukupan gizi
makan pagi dan tingkat konsentrasi belajar, menunjukkan semua data
tidak berdistribusi normal, kecuali lemak dan vitamin B2. Data
dikatakan berdistribusi normal apabila nilai sig. ≥ 0,05.
b. Uji Korelasi
Tabel 29. Nilai Korelasi Kecukupan Gizi Makan Pagi dengan Tingkat
Konsentrasi Belajar
Hubungan
Kecepatan
Energi
Ketelitian
Konstansi
Kecepatan
Karbohidrat
Ketelitian
Konstansi
Kecepatan
Protein
Ketelitian
Konstansi
Kecepatan
Lemak
Ketelitian
Konstansi
Kecepatan
Vitamin B1
Ketelitian
Konstansi
Kecepatan
Vitamin B2
Ketelitian
Konstansi
Kecepatan
Vitamin B6
Ketelitian
Konstansi
Kecepatan
Zat Besi
Ketelitian
Konstansi
53
Nilai Korelasi Spearman
0,069
-0,157
0,023
-0,082
-0,192
-0,114
-0,062
-0,036
-0,092
0,074
-0,158
0,033
-0,051
-0,213
-0,098
0,049
-0,099
0,025
-0,287
-0,044
-0,351
-0,046
0,098
-0,052
Uji korelasi dilakukan dengan uji korelasi Spearman. Angka
korelasi berkisar antara 0 s.d. 1, jika mendekati 1 maka hubungan
antara kedua variabel semakin kuat dan jika mendekati 0 maka
hubungan antara variabel semakin lemah. Angka korelasi positif (+)
menunjukkan kedua variabel bersifat searah. Angka korelasi negatif () menunjukkan kedua variabel bersifat tidak searah/berlawanan.
Angka korelasi hubungan kecukupan gizi makan pagi dengan
tingkat konsentrasi belajar menunjukkan hubungan antara variabel
lemah karena semua angka mendekati 0. Kesimpulan dari uji korelasi
Spearman ini adalah tidak ada hubungan antara kecukupan gizi makan
pagi dengan tingkat konsentrasi belajar anak SD di SD IT Luqman AlHakim.
54
B. Pembahasan
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini meliputi 35 anak yang terdiri dari 51% lakilaki dan 49% perempuan. Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan
pengukuran data fisik (antropometri) yang telah dilakukan untuk mengetahui
berat badan, tinggi badan, tekanan darah, serta denyut nadi, semua anak yang
menjadi subjek penelitian memiliki kondisi sehat dan tidak sedang melakukan
diet.
2. Kecukupan Gizi Makan Pagi
Kecukupan gizi makan pagi dalam penelitian ini merupakan kualitas gizi
yang meliputi jumlah kalori (energi) makan pagi, zat makro (karbohidrat,
lemak, protein), zat mikro (vitamin, mineral) dan air yang terkandung dalam
makan pagi.
Hasil penelitian jumlah kalori makan pagi rata-rata yang dihasilkan subjek
penelitian setelah diolah dengan program NutriSurvey sebesar 383,6 kkal.
Standar jumlah kalori makan pagi untuk anak usia 7-9 tahun menurut
Permenkes adalah 457,3 kkal. Perolehan rata-rata jumlah kalori makan pagi
anak SD di SD IT Luqman Al-Hakim berada di bawah standar Permenkes.
55
Gambar 10. Grafik Kecukupan Gizi Makan Pagi
Grafik tersebut menunjukkan distribusi persentase subjek penelitian yang
memiliki angka rata-rata komponen zat gizi yang sesuai atau tidak sesuai
dengan standar angka kecukupan gizi versi Permenkes. Berdasarkan grafik
tersebut, terdapat 5 jenis zat gizi yang memiliki jumlah yang sesuai dengan
standar Permenkes antara lain lemak, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6,
dan iron.
Sejumlah 3% dari subjek penelitian memiliki angka kecukupan lemak
yang sesuai dengan standar Permenkes yakni sebesar 18,72 g. Lipid atau
lemak memiliki peran yang penting dalam fungsi otak. Salah satu perubahan
signifikan dalam hal komposisi otak setelah kelahiran adalah penurunan
kandungan air dan peningkatan kandungan lipid. Lemak (asam lemak)
diketahui memiliki fungsi untuk sintesis membran sel neuron (Barasi, 2009:
75).
56
Sebanyak 14-31% subjek penelitian mempunyai angka kecukupan akan
vitamin B kompleks yang sesuai dengan standar Permenkes. Fungsi dari
vitamin B kompleks diketahui berperan dalam reaksi metilasi dalam sistem
saraf untuk sintesis mielin (vitamin B12), serta untuk metabolisme
homosistein (vitamin B6 dan B12).
Subjek penelitian yang mempunyai angka kecukupan iron yang sesuai
dengan standar Permenkes sejumlah 3%. Iron atau zat besi merupakan salah
satu mineral yang juga memiliki peran dalam sistem saraf pusat atau pun
sistem
saraf perifer. Menurut pernyataan Mary (2009: 75), enzim yang
bergantung pada besi diperlukan untuk sintesis neurotransmitter, serta
kemungkinan berperan dalam mielinisasi.
70
64.18
60
Angka (gr)
50
43.14
40
30
15.86
20
18.72
17.2
13.37
10
0
Karbohidrat
Lemak
Protein
Zat Gizi Makro
Rata-rata Kelas
Standard Depkes
Gambar 11. Grafik Perbandingan Angka Kecukupan Zat Gizi Makro
57
Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa karbohidrat dan lemak
memiliki rata-rata yang lebih rendah daripada standar Permenkes. Protein
memiliki rata-rata lebih tinggi daripada standar Permenkes.
1.8
1.6
Angka Kecukupan (mg)
1.6
1.4
1.12
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0.2
0.27
0.12
0.34
0.27
0.27 0.27
0.15
0.03 0.07
0
Vit A
Vit B1
Vit B2
Vit B6
Vit E
Folat
Vitamin
Rata-rata Kelas
Standard Depkes
Gambar 12. Grafik Perbandingan Angka Kecukupan Vitamin
Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa vitamin A dan B2
memiliki rata-rata yang lebih tinggi daripada standar Permenkes. Vitamin B1,
E, dan folat memiliki rata-rata lebih rendah daripada standar Permenkes.
Vitamin B6 memiliki rata-rata yang sama dengan standar Permenkes.
58
1200
1115.18
Angka Kecukupan (gr)
1000
800
600
458.41
402.54
400
200
260.8
248.71
177.83
96.43
123
57.7
29.42
1.592.4
0
Air
Potasium
Kalsium
Magnesium
Fosfor
Iron
Air dan Mineral
Rata-rata Kelas
Standard Depkes
Gambar 13. Grafik Perbandingan Angka Kecukupan Air dan Mineral
Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa air, potassium, kalsium
memiliki rata-rata yang lebih rendah daripada standar Permenkes. Magnesium
dan fosfor memiliki rata-rata lebih tinggi daripada standar Permenkes. Iron
memiliki rata-rata yang sejajar dengan standar Permenkes.
Gambar 11, 12, dan 13 menunjukkan grafik perbandingan angka
kecukupan gizi makan pagi anak dengan standar Permenkes. Kualitas gizi
makan pagi anak yang memenuhi dengan standar Permenkes hanya pada
vitamin B6. Zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi
mikro (mineral dan vitamin) lain termasuk air, belum memenuhi standar
59
Permenkes karena angka kecukupan gizi makan pagi anak terhitung kurang
atau lebih dari standar Permenkes.
Kebutuhan zat gizi yang tidak tercukupi saat makan pagi, dimungkinkan
akan dapat tercukupi dari zat gizi yang diperoleh pada waktu makan setelah
makan pagi. Dampak angka kecukupan gizi anak SD usia 7-9 tahun yang
tidak sesuai dengan standar Permenkes, khususnya vitamin dan mineral dapat
terlihat dalam jangka waktu lama dengan keadaan stagnan.
Kecukupan asupan makanan selain tergantung pada ketersediaan
makanan, juga tergantung pada faktor lain seperti budaya, lingkungan, dan
interaksi sosial. Perilaku makan anak memiliki hubungan dengan kebiasaan
makan orang tua, teman, tokoh popular, lingkungan, dan tempat tinggal
(Istiany, 2013: 157).
Kebutuhan kalori anak usia sekolah ditentukan dari berat badan, usia, dan
aktivitas anak (Istiany, 2013: 160). Terdapat faktor yang mempengaruhi
kebiasaan makan pagi anak. Masing-masing individu dapat membentuk
bioritme sendiri. Seseorang yang tidak biasa makan pagi, maka saluran cerna
dan enzim di dalam tubuhnya juga tidak akan siap menerima makanan, dan
bila dipaksakan justru akan timbul rasa tidak enak.
3. Tingkat Konsentrasi Belajar
60
Tingkat konsentrasi belajar dalam penelitian ini diukur menggunakan tes
Bourdon Wiersma. Tes ini dapat digunakan untuk mengevaluasi konsentrasi,
perhatian, dan kecepatan bekerja. Hasil uji kecepatan dari 35 subjek penelitian
diperoleh rata-rata 21,7. Interpretasi kuantitatif tingkat kecepatan rata-rata
tergolong K (kurang) dengan nilai 4. Tingkat kecepatan adalah kualitas atensi
dalam menyelesaikan materi tes.
Nilai ketelitian rata-rata sebesar 13,1 yang termasuk pada golongan R
(ragu-ragu) dengan nilai 5,5. Nilai ketelitian merupakan banyaknya kesalahan
yang dibuat. Nilai konstansi rata-rata yaitu 10,2 dan tergolong R (ragu-ragu)
dengan nilai 5. Nilai konstansi (perbandingan jumlah kuadrat deviasi dan
waktu rata-rata) berhubungan dengan tingkat alertness (kewaspadaan)
individu, di mana semakin rendah tingkat konstansi, maka semakin rendah
tingkat alertness.
Kurangnya konsentrasi belajar pada anak dapat dipengaruhi beberapa
faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal dapat berupa gangguan
dari diri anak itu sendiri seperti perasaan gelisah, cemas, takut, kesal, serta
kondisi kebugaran tubuh. Faktor eksternal berupa lingkungan yang tidak
kondusif seperti ramai dan riuh.
Konsentrasi merupakan salah satu dari fungsi kognitif otak. Menurut
Ginsberg (2005: 13), fungsi otak dapat disubklasifikasi menjadi fungsi yang
terdistribusi dan fungsi yang terlokasi. Fungsi otak yang terdistribusi berarti
61
tidak terlokasi pada region otak tertentu, namun membutuhkan aksi dari
berbagai bagian pada kedua sisi otak. Fungsi otak yang berdistribusi antara
lain atensi dan konsentrasi, memori, fungsi eksekutif yang lebih tinggi,
konduksi sosial dan kepribadian.
Konsentrasi berhubungan dengan atensi. Menurut Hapsari (2014: 111),
atensi sebagai proses menyaring (scanning), memfokuskan perhatian atau
dikenal dengan istilah konsentrasi (focusing), mempertahankan fokus
perhatian pada objek yang relevan dan mengabaikan objek yang tidak relevan
dengan tujuan dalam waktu tertentu serta mengubah fokus perhatian dari
kegiatan yang satu ke kegiatan selanjutnya.
Konsentrasi merupakan kondisi dimana otak mampu memusatkan pada
suatu hal. Otak termasuk dalam sistem saraf pusat. Menurut Smith (2003:
881), sistem saraf terdiri dari berbagai tipe sel. Tipe sel yang paling banyak
yaitu sel glial yang terdiri atas astrocytes dan oligodendrocytes pada sistem
saraf pusat, dan sel Schwann pada sistem saraf samping. Sel-sel tersebut
menyokong neuron dan mensintesis selubung myelin yang melindungi akson.
Kemampuan otak untuk bekerja didukung oleh banyaknya neuron yang
membentuk unit-unit sambungan. Neuron sensoris menerima rangsangan,
dalam hal ini pelajaran yang diterima anak, yang kemudian diteruskan ke
medulla spinalis dan secara cepat diteruskan ke otak. Menurut Hapsari (2014:
21), saraf Aferen atau sensorik yang tergolong dalam sistem saraf somatik
62
berfungsi untuk membawa sinyal-sinyal sensorik dari reseptor di seluruh
bagian tubuh ke sistem saraf pusat yang akhirmya menuju otak. Menurut
Chamidah (2003: th), sambungan dapat terbentuk bila neuron saat mengolah
informasi dapat menghasilkan letupan-letupan listrik yang akan memicu
bertambahnya myelin.
Menurut Ginsberg (2005: 13), anatomi konsentrasi normal tergantung dari
dasar anatomis yang sama dengan kesadaran, yaitu sistem aktivasi retikular
yang berproyeksi ke thalamus, dan kemudian ke korteks selebri secara difus.
4. Hubungan Kecukupan Gizi Makan Pagi dengan Tingkat Konsentrasi
Belajar
Analisis statistik menunjukkan tidak adanya hubungan kecukupan gizi
makan pagi dengan tingkat konsentrasi belajar. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi, salah satunya faktor nutrigenomik menjadi faktor yang tidak
dapat dikontrol, yakni terkait regulasi dan cara dari suatu gen spesifik
berinteraksi dengan suatu senyawa atau bioaktif pada suatu makanan tertentu.
Studi nutrigenomik dapat menunjukkan bahwa seseorang membawa gen yang
memiliki perlakuan tertentu terhadap suatu zat gizi tertentu yang dicernanya,
yang jelas berbeda antara individu satu dengan yang lain. Makan pagi menjadi
sangat penting karena dapat mempertahankan konsentrasi glukosa sepanjang
hari. Menurut Brody (1999: 160), otak bergantung pada glukosa sebagai
sumber energi. Otak menggunakan energi dalam jumlah besar sekitar 20%
63
dari total konsumsi energi. Menurut Oktaviani (2012: 34), otak adalah organ
tubuh pertama yang menyerap nutrisi dari makanan yang dikonsumsi.
Penurunan bermakna glukosa darah di bawah 60 mg/dL akan membatasi
metabolisme glukosa di otak dan mencetuskan timbulnya gejala hipoglikemik,
yang diperkirakan karena proses keseluruhan fluks glukosa melalui sawar
darah otak, ke dalam cairan interstisium, dan kemudian ke dalam sel neuron,
berlangsung lambat (Marks, et al., 2002: 367).
Menurut Hapsari (2014: 30), penghalang darah-otak bersifat permeabel
selektif yang tidak menghalangi semua molekul berukuran besar karena
beberapa molekul besar seperti glukosa berperan penting bagi fungsi normal
otak. Glukosa ditransportasikan melalui dinding pembuluh darah serebral di
beberapa daerah otak yang tidak terhalang dengan menggunakan protein
tertentu.
Menurut Tirtawinata (2013: 13), nutrisi yang baik dapat menunjang fungsi
dari neuron-neuron. Kebutuhan paling penting untuk otak adalah oksigen dan
glukosa. Makan pagi menjadi sangat penting untuk mengisi kembali energi
karena semalaman tidak ada asupan glukosa. Makan pagi dapat memberi
karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah yang
terjamin normal.
64
Menurut Almatsier (2010: 40), peran utama karbohidrat dalam tubuh
yakni menyediakan glukosa bagi sel-sel tubuh yang kemudian diubah menjadi
energi. Jaringan tertentu hanya memperoleh energi dari karbohidrat seperti sel
darah merah dan sebagian besar sel otak dan sistem saraf. Menurut Smith
(2003: 885), glukosa ditransportasikan melalui membran endotel dengan
difusi terfasilitasi oleh transporter GLUT-1. Transporter GLUT-3 terdapat
pada neuron kemudian memungkinkan neuron untuk mengangkut glukosa
dari cairan ektraseluler.
Kekurangan
glukosa
atau
oksigen
(hipoglikemia
atau
hipoksia)
mempengaruhi fungsi otak karena dapat mengganggu produksi adenosin
trifosfat (ATP) dan pasokan prekursor untuk sintesis neurotransmitter (Smith,
1999: 881). Glukosa diangkut ke dalam otak menembus sawar darah-otak
(blood-brain barrier) oleh transporter glukosa yang tidak berespons terhadap
insulin. Pengambilan glukosa oleh neuron dalam otak disesuaikan dengan
besarnya kebutuhan melalui perubahan aliran darah (Barasi, 2009: 74).
Respon hipoglikemik tercetus apabila terjadi penurunan konsentrasi
glukosa darah sampai sekitar 18 sampai 54 mg/dL (1 dan 3 mM). Kecepatan
transport glukosa melintasi sawar darah-otak (dari darah ke dalam cairan
serebrospinal) yang lambat pada kadar glukosa yang rendah diperkirakan
merupakan penyebab timbulnya respon hipoglikemik ini. Transport glukosa
65
dari cairan serebrospinal menembus membran plasma neuron sangat cepat dan
bukan merupakan penentu kecepatan pembentukan ATP dari glikolisis.
Sel endotel kapiler pada otak memiliki taut yang amat erat (tight junction),
dan gklukosa harus berpindah dari darah ke dalam cairan serebrospinal
ekstrasel melalui transporter di membran sel endotel lalu menembus membran
basal. Penurunan kadar glukosa dalam darah di bawah kadar 80-90 mg/dL
(sekitar 5 mM) kemungkinan
besar akan mempengaruhi kecepatan
metabolism glukosa yang berarti di otak.
Rangsangan terhadap sistem saraf simpatis karena rendahnya kadar
glukosa yang mencapai otak menyebabkan pelepasan epinefrin, suatu dari
medulla hormon stress, dari medulla adrenal. Peningkatan kadar epinefrin
dapat menimbulkan reaksi seperti berdebar-debar, kecemasan, gemetar, pucat,
dan berkeringat (Marks, et al., 2002: 368). Reaksi tersebut dapat berdampak
pada penurunan fungsi kognitif, salah satunya konsentrasi belajar.
Fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, namun bila tubuh
kekurangan zat energi fungsi protein untuk menghasilkan energi (membentuk
glukosa) akan didahulukan. Ketika glukosa atau asam lemak dalam tubuh
terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk glukosa dan
energi. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi sel-sel otak dan sistem
saraf (Almatsier, 2010: 94)
66
Rerata angka kecukupan protein subjek penelitian lebih tinggi daripada
standar Permenkes. Menurut Almatsier (2010: 83), mutu protein ditentukan
oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein komplet atau
protein dengan nilai biologi yang tinggi merupakan protein yang mengandung
semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan
pertumbuhan. Semua protein hewani, kecuali gelatin, merupakan protein
komplet. Protein tidak komplet adalah protein yang tidak mengandung atau
mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial.
Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang-kacangan
lain merupakan protein tidak komplet.
Zat besi menjadi salah satu mineral yang esensial bagi sel-sel otak.
Menurut Oktaviani (2012: 47), zat besi penting terutama bagi anak-anak
untuk
menjaga
daya
konsentrasi.
Pendapat
Almatsier
(2010:
254)
menyebutkan bahwa beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi tinggi
yang diperoleh dari transport besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferrin.
Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja. Kadar
besi otak yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah
dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama
terhadap
fungsi
neurotransmitter
(pengantar
saraf).
Hal
tersebut
mengakibatkan kepekaan reseptor saaraf dopamine berkurang yang dapat
berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat,
67
dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi
kelenjar tiroid meningkat dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun.
Kekurangan besi umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing,
kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, serta menurunnya
kemampuan bekerja. Kekurangan besi pada anak-anak menimbulkan apatis,
mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan
belajar (Almatsier, 2010: 258).
Konsentrasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti motivasi untuk
belajar, nutrisi, keadaan psikologis serta keadaan fisiologis seperti kualitas
tidur, suara, pencahayaan, temperatur, serta desain belajar (Lestari, dkk.,
2015: 202).
Jika tubuh dehidrasi, banyak substrat dan neurotransmitter yang
terpengaruh dengan vasopressin (antidiuretic hormone) yang bersikulasi.
Hormon tersebut berperan dalam respon homeostasis dari ketidakseimbangan
cairan. Neurotransmitter lain yang berperan adalah serotonin dan dopamine.
Sistem serotonergic dan dopaminergic memodifikasi permeabilitas bloodbrain barrier dimana dapat menyebabkan disfungsi pada sistem saraf pusat
(Masento, et al., 2014 dalam Andani, dkk., 2015: 883).
68
Penurunan ketersediaan glukosa (hipoglikemia) merupakan salah satu
penyebab utama penurunan konsentrasi belajar. Hal tersebut dapat
mengganggu fungsi sistem aktivasi retikular.
5. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain keterbatasan jumlah
sampel yang hampir mendekati syarat jumlah minimal, karena jumlah sampel
minimal untuk penelitian korelasional agar memperoleh hasil yang baik
adalah 30. Hal lain yang menjadi keterbatasan yang tidak dapat peneliti
kontrol adalah data yang kurang lengkap, waktu pengambilan data yang
terbatas, serta kondisi lingkungan sekitar yang tidak kondusif selama
pengujian tes Bourdon Wiersma.
Instrumen yang digunakan kurang akurat dalam penentuan jumlah porsi
makan. Penentuan kualitas gizi tidak menggunakan rentang dimana bila angka
kecukupan yang diperoleh anak lebih atau kurang dari standar Permenkes,
maka dikategorikan tidak sesuai.
69
Download