PLASTISITAS FENOTIP KERANG DARAH Anadara granosa L. DALAM MERESPON PENCEMARAN LINGKUNGAN: STUDI KASUS DI PERAIRAN PESISIR BANTEN NURLISA ALIAS BUTET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa L. dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan Pesisir Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2013 Nurlisa Alias Butet NIM G362080021 SUMMARY NURLISA ALIAS BUTET. Phenotypic Plasticity on Blood Cockle Anadara granosa L. as a Response to Environmental Pollution: a Case Study in Coastal Waters of Banten. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN, KADARWAN SOEWARDI, and ASEP SAEFUDDIN. Blood cockle Anadara granosa is a commercial bivalve inhabiting intertidal ecosystem. Coastal waters of Banten such Banten Bay, Bojonegara and Lada Bay, Panimbang are potential areas for blood cockle grow out. Banten Bay is a semi-closed waters facing North Coast of Java. Such industries as coal stockpile, fibre boat manufacturer, chemical industry, steel industry, and many others have been long existed there. Lada Bay geographically is located at the west coast of Banten Province and exposed to Sunda Strait. Anthrophogenic activity is signified by coal fueled power plant, operated in 2009. Anthrophogenic sewages become a problem and lead to environmental pollution. Mercury is one of the pollution source. Inspite of being exposed to polluted habitat, therein blood cockle withstands and reproduce annually. Resistancy to such harmful environmental condition does not take for granted, there must be mechanism controlling the ballance between stress and resistancy. Without controlling factor, blood cockle in both areas is certainly extinct. The factor should be universal for individuals and able to recognize type of stress to be responded briefly. Continuous stress directs the controlling factor to acquintedly recognize and respond it; consequently, the blood cockle may adapt with the condition. The controlling factor, however, gives divergent response to stress, depending on type and level of stress. The factor comprises celluler stress response expressing stress protein and being controlled by one or more gene family. The gene family usually expressed during stress is heat shock protein (Hsp) as cytoprotector. Overexpression of a member of such Hsp gene family as Hsp70 indicates ability of the gene to protect tissue and cell, therefore they withstand to stress. Subsquently, more complex organs are protected from stress. Overexpression of Hsp70 gene is a result of individual habituation to stress. Lack of expression indicates inability of the gene to protect cell, therefore, organism’s resistancy declined. The resistancy defines threshold onto stress-stimulating environmental parameter and provides choice of phenotypic changes as an adaptation strategy. Heterogenous environmental condition in Bojonegara and Panimbang waters may result in various stress responses in blood cockle. Bojonegara blood cockle has long been acquinted with heavy metal-contaminated waters, while Panimbang blood cockle is just exposed to environmental changes. Responses resulted from heterogenous environment are biochemical, physiological, and phenotypic responses. Biochemical and physiological responses appear in the short period of time and become a bottom line for phenotypic plasticity. Phenotypic plasticity occur for longer period of time and those characters are fixed. To support the notion that blood cockle in Bojonegara and Panimbang encounter harmful environment, yet they still survive therein, this research was, thus, aimed at analyzing the ability of the blood cockle to develop phenotypic plasticity through Hsp70 gene expression, and spatial phenotypic variations. Additionally, tolerance limit of the cockle on mercury contamination through histological approach has been also studied. Prior to investigate the existence and characterization of Hsp70 gene, quantitative and qualitative standarization of mRNA materials should be conducted. Standarization comprises application of housekeeping gene as an internal control. The success of this step would facilitate target gene detection. βactin gene has been used as the housekeeping gene. Characterization of β-actin gene produced a specific gene for blood cockle with 353 bp nucleotide in length. cDNA amplification for β-actin gene resulted in high integrity and consistency product, therefore the gene is reliable to be used for internal control. Hsp70 gene showed mercury concentration-dependent expression and the expression varied on population of origin. Hsp70 gene increased on certain mercury concentration, the increasing trend was comparable for Bojonegara and Panimbang blood cockle. However, Hsp70 gene expression on Bojonegara blood cockle was higher. The tendency of Hsp70 gene expression correlated with gill histological analysis. At the certain mercury concentration which blood cockle expressed low Hsp70 gene level, gill injury occured as a necrosis. Habituation and adaptation gave rised to Bojonegara blood cockle developed the plasticity as it was exposed to higher mercury concentration. Heavy metal contamination in Panimbang is just a beginning, therefore, habituation level of blood cockle and other organisms to the condition is still subsided. As a consequence, Panimbang blood cockle has not yet been able to overcome the challenge from high mercury concentrations. Hsp70 gene in Panimbang blood cockle has not been capable to develop plasticity as a mean of adaptation. This research prooved that heterogenous condition of Bojonegara and Panimbang supported the existence of phenotypic variation despite blood cockle population from both areas has come from one genetic source. Phenotyic plasticity has been achieved on several characters measured. Plastic phenotype such as length, height, and width of shell is a self defence to protect blood cockle soft in response to environmental challenge. It requires much time to develop phenotypic plasticity, because the plasticity involved several factors (biochemical and physiological) and phases (acclimatization, adjustment, adaptive, and adaptation). Based on time preiod of pollution exposure on ecosystem correlated with industrialization, Bojonegara blood cockle has attained phase of adaptation. During the phase, acquired character on phenotype is generated and becomes specific characters. On the other hand, Panimbang blood cockle is stil on adjustment phase. Key words: adaptation, tolerance limit, phenotypic plasticity, gene expression. RINGKASAN NURLISA ALIAS BUTET. Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa L. dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan Pesisir Banten. Di bawah bimbingan DEDY DURYADI SOLIHIN, KADARWAN SOEWARDI, dan ASEP SAEFUDDIN. Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia komersial yang hidup di perairan intertidal. Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi perkembangan hidup kerang darah. Teluk Banten merupakan perairan semi tertutup yang menghadap Pantai Utara Jawa dan di sana sejak lama telah berdiri berbagai industri, seperti stockpile batu bara dan pabrik perakitan perahu fiber yang menghasilkan limbah bahan kimia. Sedangkan perairan Teluk Lada secara geografis merupakan perairan pesisir yang terbuka ke arah Selat Sunda. Kegiatan antropogenik di sekitar perairan tersebut yang paling signifikan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dioperasikan secara resmi sejak tahun 2009. Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas antropogenik di sekitar kedua perairan tersebut menimbulkan permasalahan berupa pencemaran lingkungan bagi perairan sekitarnya dan bagi organisme yang hidup di dalamnya. Bahan pencemar yang paling nyata terdeteksi di kedua perairan tersebut adalah logam berat, terutama merkuri. Walaupun demikian, kerang darah masih dapat bertahan hidup dan bereproduksi selama bertahun-tahun. Pertahanan (resistensi) tersebut tidaklah muncul secara tiba-tiba, tetapi pasti ada mekanisme yang mengatur keseimbangan antara stres dan resistensi. Tanpa adanya faktor pengatur, maka kerang darah pasti sudah punah dari kedua perairan tersebut. Faktor pengatur haruslah bersifat universal untuk semua individu dan dapat mengenali jenis stres untuk kemudian direspon dengan cepat. Stres yang berlanjut menjadikan faktor pengatur tersebut terbiasa mengenali dan meresponnya, sebagai konsekuensinya kerang darah dapat beradaptasi dengan kondisi yang demikian. Namun demikian, faktor pengatur akan memberikan respon yang berbeda terhadap stres, tergantung pada jenis dan level stres, serta habituasi terhadap stres. Faktor pengatur tersebut adalah berupa respon stres seluler yang mengekspresikan protein stres dan dikendalikan oleh famili gen. Famili gen yang biasa terekspresi pada saat stres adalah famili gen heat shock protein (Hsp) yang berfungsi sebagai pelindung sel (cytoprotector). Ekspresi berlebih dari salah satu anggota famili gen Hsp seperti gen Hsp70 menunjukkan kemampuan gen tersebut untuk melindungi jaringan dan sel, sehingga jaringan dan sel mempunyai daya tahan terhadap stres. Sebagai konsekuensinya, tingkatan organ yang lebih kompleks juga terlindungi dari stres, akibatnya kerang darah dan organisme lain menjadi resisten dengan stres yang dihadapi. Munculnya ekspresi berlebih disebabkan oleh habituasi terhadap stres. Sedangkan kekurangan atau ketiadaan ekspresi gen Hsp menunjukkan rendahnya kemampuan untuk melindungi sel, sehingga organisme menjadi kurang atau tidak tahan. Daya tahan (resistensi) inilah yang akan menentukan batas ambang terhadap suatu parameter lingkungan yang menstimulasi stres dan perlu atau tidaknya perubahan fenotip sebagai strategi adaptasi. Perbedaan kondisi lingkungan Bojonegara dan Panimbang menimbulkan respon stres yang berbeda bagi kerang darah. Kerang darah Bojonegara telah lama terbiasa hidup pada kondisi yang terkontaminasi logam berat, sedangkan kerang darah Panimbang baru saja mengalami perubahan lingkungan. Respon yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan yaitu berupa respon biokimia, fisiologis, genotip, dan fenotip. Respon biokimia dan fisiologis terjadi pada periode waktu yang cepat dan menjadi peletak dasar terjadinya perubahan fenotip, sedangkan respon genotip dan fenotip terjadi pada periode waktu yang lebih lama dan bersifat menetap. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis kemampuan kerang darah Anadara granosa dalam mengembangkan plastisitas fenotip melalui pendekatan ekspresi gen Hsp70 dan analisis keragaman fenotip. Di samping itu juga, batas toleransi kerang darah sebagai konsekuensi terhadap cemaran merkuri melalui pendekatan histologis akan dipelajari. Sebelum mendeteksi keberadaan dan karakterisasi gen target Hsp70, maka di dalam tahapan studi yang menyangkut pendekatan ekspresi gen target selalu dilakukan standarisasi kualitatif dan kuantitatif material RNA terutama mRNA. Standarisasi tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan housekeeping gene sebagai kontrol internal. Keberhasilan dari tahapan ini akan dapat memfasilitasi dalam mendeteksi keberadaan gen target dalam hal ini gen Hsp70. Housekeeping gene yang digunakan pada penelitian ini adalah gen β-aktin. Karakterisasi gen β-aktin menghasilkan gen β-aktin spesifik untuk kerang darah Anadara granosa (gen AgACT) dengan ukuran 353 bp. Amplifikasi cDNA untuk gen β-aktin menghasilkan produk yang berintegritas tinggi dan konsistensi untuk semua sampel yang diisolasi, sehingga layak dijadikan kontrol internal untuk menormalisasi ekspresi gen Hsp70. Gen Hsp70 menunjukkan ekspresi yang tergantung pada konsentrasi merkuri (mercury concentration-dependent expression) dan asal populasi. Ekspresi gen Hsp70 meningkat pada konsentrasi merkuri tertentu, dan peningkatan ekspresi ini berpola sama baik untuk kerang darah Bojonegara maupun Panimbang. Namun demikian, ekspresi gen Hsp70 pada kerang darah Bojonegara lebih tinggi dibandingkan dengan kerang darah Panimbang. Pola yang demikian, sesuai dengan analisis histologi insang yang menunjukkan adanya kerusakan pada induksi konsentrasi merkuri yang sama. Karena habituasi dan adaptasi, gen Hsp70 kerang darah Bojonegara mampu mengembangkan plastisitasnya pada saat kerang darah dipaparkan pada konsentrasi merkuri yang jauh melebihi batas ambang. Sedangkan di perairan Teluk Lada, Panimbang, kerang darah belum mampu mengatasi tantangan berupa konsentrasi merkuri yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh periode waktu paparan kontaminasi bahan pencemar di perairan Panimbang masih baru, sehingga tingkat habituasi masih rendah. Gen Hsp70 kerang darah Panimbang belum mampu menunjukkan adanya plastisitas yang dapat mendukung proses adaptasi. Penelitian ini juga membuktikan bahwa perbedaan kondisi perairan Bojonegara dan Panimbang mendorong terbentuknya keragaman fenotip walaupun populasi kerang darah dari kedua perairan tersebut berasal dari sumber genetik yang sama. Plastisitas fenotip telah bekerja pada beberapa karakter fenotip kerang darah yang diukur. Fenotip yang plastis seperti panjang, tinggi, dan tebal cangkang merupakan bentuk pertahanan diri dan strategi adaptasi kerang darah dalam merespon tantangan lingkungan. Terbentuknya plastisitas fenotip memerlukan periode waktu yang lama, karena melibatkan beberapa faktor (biokimia dan fisiologis) dan fase (aklimatisasi, penyesuaian, adaptif dan adaptasi). Berdasarkan periode waktu paparan kontaminasi bahan pencemar yang erat kaitannya dengan masa industrialisasi, maka kerang darah Bojonegara telah mencapai fase adaptasi. Pada fase adaptasi ini terbentuk karakter akis (acquired character) pada fenotip yang menjadi penciri kerang darah Bojonegara. Sedangkan kerang darah Panimbang masih dalam fase penyesuaian. Berkembangnya plastisitas fenotip, menyebabkan kerang darah Bojonegara dapat bertahan dan beradaptasi, dengan batas toleransi fisiologis yang tinggi terhadap stres yang distimulasi oleh bahan pencemar seperti merkuri. Dengan demikian, kerang darah Bojonegara dapat dijadikan hewan model untuk perairan tercemar. Sedangkan bagi kerang darah Panimbang, masih diperlukan beberapa generasi lagi untuk mencapai tahap adaptasi. Kata-kata kunci: adaptasi, batas toleransi, plastisitas fenotip, ekspresi gen. ©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB PLASTISITAS FENOTIP KERANG DARAH Anadara granosa L. DALAM MERESPON PENCEMARAN LINGKUNGAN: STUDI KASUS DI PERAIRAN PESISIR BANTEN NURLISA ALIAS BUTET Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biosains Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Penguji Ujian Tertutup: Dr Ir Rika Raffiudin Dr Ir Ridwan Affandi, DEA Penguji Ujian Terbuka: Dr Ir Isdrajad Setyobudiandi,MSc. Dr Imron, SPi, Msi Judul Disertasi: Nama NIM : : Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa L. dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan Pesisir Banten Nurlisa Alias Butet G362080021 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Dedy Duryadi Solihin, DEA Ketua Prof Dr Kadarwan Soewardi Anggota Prof Dr Asep Saefuddin Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Biosains Hewan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Bambang Suryobroto Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 5 Maret 2013 Tanggal Lulus: PRAKATA Bismillahirrohmanirrohiim. Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya untuk Alloh subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosululloh Muhammad SAW yang telah menyampaikan cahaya dan petunjuk Islam hingga akhir zaman. Disertasi yang berjudul “Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa L. dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan Pesisir Banten” ini disusun berdasarkan hasil penelitian lapang yang dilakukan di perairan persisir Banten, yaitu Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang, dan hasil penelitian di Laboratorium Biologi Molekuler Hewan PPSHB IPB dan Laboratorium Terpadu FPIK IPB. Penelitian ini dapat terlaksana atas bimbingan, arahan, bantuan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr Ir Dedy D Solihin, DEA selaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan sebagian besar waktunya untuk mengarahkan dan membimbing penulis mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga penulisan disertasi ini. 2. Bapak Prof Dr Kadarwan Soewardi selaku anggota komisi pembimbing yang telah mentransfer wawasan berfikir, membimbing dan menasehati selama penulis menjalankan studi di Sekolah Pascasarjana IPB sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. 3. Bapak Prof Dr Asep Saefuddin selaku anggota komisi pembimbing yang telah mentransfer keilmuan kuantitatif yang rumit menjadi sederhana sehingga memudahkan penulis untuk mencerna dan menuangkan konsepnya di dalam disertasi ini. 4. Bapak Dr Ridwan Affandi dan Ibu Dr Rika Raffiudin selaku penguji luar komisi yang telah memberikan kirtik dan saran yang sangat berharga pada saat ujian tertutup. 5. Bapak Ketua Departemen Biologi FMIPA dan Bapak Wakil Dekan FMIPA atas saran yang diberikan pada saan ujian tertutup. 6. Bapak Dr. Isdradjad Setyobudiandi, MSc. dan Bapak Dr. Imron, SPi, MSi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi penguji luar komisi pada saat ujian terbuka, serta memberikan kritik dan saran yang memperkaya karya ilmiah ini. 7. Ibu Dekan FMIPA, Bapak Dekan Pascasarjana, Ibu Wakil Dekan Pascasarjana dan Bapak Ketua Program Studi Biosains Hewan yang telah banyak memberikan kemudahan selama penulis menjalankan studi di Sekolah Pascasarjana IPB. 8. Bapak Ketua Departemen MSP FPIK yang telah banyak memberikan dorongan moril kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi S3. 9. Ibu Dr Utut Widyastuti yang selalu meluangkan waktunya untuk membuka wawasan penulis. 10. Bapak Prof Dr Mennofatria Boer yang telah menyediakan waktunya untuk memberikan saran-saran dalam pengolahan data kuantitatif. 11. Bapak Dekan FPIK dan koordinator Laboratorium Terpadu FPIK yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menggunakan fasilitas Lab. Terpadu FPIK. 12. Staf pendidik Departemen Biologi FMIPA yang telah memberikan peluang kepada penulis untuk menggunakan fasilitas Lab. Terpadu Biologi. 13. Guru-guru dan teman-teman di Departemen MSP dan THP, FPIK yang telah mendukung dan memberikan saran-saran yang berharga, sehingga penulis tetap bersemangat untuk menjalankan studi S3. 14. Mbak Elvavina, Pak Heri, Pak Mulya, Mbak Nia, Mbak Sarah, Dik Achya, Pak Sairi, dan mbak Retno yang telah membantu penulis dalam melakukan pekerjaan lab. Tanpa bantuan mereka, penelitian ini tidak akan pernah selesai. 15. Mahasiswa MSP FPIK angkatan 43 (Silvi, Siti, Kiki, Widya, Intan, Yesti, Tyo, dan Frida) dan mahasiswa Biologi FMIPA angkatan 44 (Gita, Dini, Ratna, dan Feri) yang telah membantu penulis baik dalam pengambilan sampel di lapang dan pekerjaan di lab. Pera Mutiara, SSi dan Nur Alim, SPi yang telah membantu mengolah data statistik. 16. Dr Etty Riani, Dr. Desniar, Dr. Yunizar Ernawati, Dr. Mukhlis Kamal, Dr Dyah Perwitasari, Dr. Ahmad Farajallah, Dr. Iriani Setianingsih, dan Ibu Dra. Taruni, MS, yang selalu menguatkan semangat. 17. Dr Fredinan Yulianda, Dr Niken TM Pratiwi, Dr Majariana Krisanti, Mbak Yayuk SPi, dan Bu Suryanti yang telah menyisihkan waktunya untuk membantu penulis. 18. Ayahanda E. Komaruddin (alm) dan Ibunda Effiana Karlina, serta adikadikku, Abang Fachrein Effendy Nasution (alm) dan kakak Siti Amanah serta keponakan-keponakan yang selalu mendoakan dan menjaga semangatku. 19. Ayahandaku Alimuddin Nasution (alm) dan Ibundaku Nurlela Lubis (alm), dengan kasih sayang yang tulus dan selalu mendorong semangatku untuk terus menimba ilmu. 20. Pelita hatiku yang selalu siap memberikan kasih dan sayangnya serta pengorbanan moril dan materil: suamiku Bambang M. Subur, ananda Ghiffary Nursabur, Bistamy Nursabur, dan Hana Nursabur. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor, Maret 2013 Nurlisa A. Butet RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 Desember 1965 dari pasangan Alimuddin Nasution (alm) dan Nurlela Lubis (almh). Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan studi S2 di Faculty of Fisheries, Animal and Veterinary Sciences, University of Rhode Island, Kingston, Rhode Island USA, dan menamatkannya pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Biosains Hewan IPB diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis mulai bekerja sebagai tenaga pendidik di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB sejak tahun 1990. Dua buah karya ilmiah berjudul “Karakterisasi Gen Aktin dari Kerang Darah Anadara granosa L” telah diterima dan akan diterbitkan pada Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia pada tahun 2013, dan “Kondisi Histologi Insang Kerang Darah Anadara granosa sebagai Respon terhadap Stres yang distimulasi oleh Logam Berat Merkuri” telah diterima akan diterbitkan pada Jurnal Moluska Indonesia pada tahun 2013. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv 1 PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan penelitian Manfaat penelitian Kebaruan penelitian 1 1 4 4 4 2 KARAKTERISASI GEN BETA AKTIN PADA KERANG DARAH Anadara granosa L. Pendahuluan Tujuan penelitian Bahan dan Metode Pengambilan sampel Induksi HgCl2 Isolasi RNA Sintesis cDNA Amplifikasi cDNA gen β-aktin Pengurutan DNA dan Analisis Urutan DNA Hasil dan Pembahasan Hasil Isolasi RNA Total Amplifikasi cDNA dari gen β-aktin Anadara granosa dengan PCR Analisis pengurutan fragment gen AgACT Pembahasan Simpulan 11 11 13 15 3 KARAKTERISASI DAN EKSPRESI FAMILI GEN HEAT SHOCK PROTEIN 70 PADA KERANG DARAH Anadara granosa L. Pendahuluan Tujuan Penelitian Bahan dan Metode Pengambilan sample Induksi HgCl Isolasi RNA Sintesis cDNA Amplifikasi gen Hsp70 Pengurutan dan Analisis Urutan DNA Hasil dan Pembahasan Hasil 15 16 19 19 19 19 19 20 20 21 22 22 5 6 8 9 9 9 9 9 9 10 10 10 10 DAFTAR ISI lanjutan Isolasi RNA Amplifikasi cDNA dari gen Hsp70 Anadara granosa dengan PCR Ekspresi gen Hsp70 Pembahasan Simpulan 4 KONDISI HISTOLOGI INSANG KERANG DARAH Anadara granosa YANG DIINDUKSI OLEH MERKURI Pendahuluan Bahan dan Metode Pengambilan sample Induksi HgCl Analisis histologi insang Hasil dan Pembahasan Hasil Pembahasan Simpulan 5 KARAKTERISTIK MORFOLOGI KERANG DARAH Anadara granosa L. SEBAGAI RESPON TERHADAP KERAGAMAN LINGKUNGAN Pendahuluan Tujuan penelitian Bahan dan Metode Waktu dan lokasi penelitian Bahan dan Alat Pengambilan contoh dan analisis karakter morfologi kerang darah Analisis kualitas air dan substrat Analisis data Hasil dan Pembahasan Hasil Pembahasan Simpulan 22 22 25 26 27 27 28 29 29 29 30 30 30 32 35 34 36 36 36 36 36 37 38 38 39 39 41 43 6 PEMBAHASAN UMUM 43 7 SIMPULAN DAN SARAN 48 DAFTAR PUSTAKA 49 LAMPIRAN 57 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen β-aktin dari cDNA Anadara granosa Persentase ketidakmiripan (p-Distance) nukleotida sekuen gen β-aktin. 1:A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam; 3: A.granosa-1ppm/48jam; 4:A. granosa-2ppm/24jam; 5: A.granosa-2 ppm/48jam; 6: A.granosa-10 ppm/24jam; 7: M. yessoensis; 8: H. cumingii Persentase ketidakmiripan (p-Distance) asam amino sekuen gen β-aktin. 1:A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam; 3: A.granosa-1ppm/48jam; 4:A. granosa-2ppm/24jam; 5: A.granosa-2 ppm/48jam; 6: A.granosa-10 ppm/24jam; 7: M. yessoensis; 8: H. cumingii Primer yang digunakan untuk amplifikasi cDNA Anadara granosa Hasil alignment dengan BLASTn gen Hsp70 dari cDNA kerang darah yang dibandingkan dengan spesies lainnya Kondisi histologis insang kerang darah Anadara granosa yang diinduksi dengan merkuri. 0: normal, 1: derajat kerusakan tingkat 1, 2: derajat kerusakan tingkat 2, 3: derajat kerusakan tingkat 3 Posisi lokasi penelitian Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur di lokasi penelitian Parameter kualitas air di Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang Nilai rata-rata karakter fenotip kerang darah Anadara granosa yang berasal dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal Kriteria pencemaran berdasarkan ukuran morfologi 10 12 12 21 24 32 37 39 40 40 47 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Alur penelitian (Road map) plastisitas fenotip dan genetik kerang darah Anadara granosa. Struktur gen aktin (Nakajima-Iijima et al. 1985). Alur penelitian (Road map) β-aktin Anadara granosa sebagai housekeeping gene. Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah Anadara granosa menunjukkan dua pita RNA ribosomal 28S dan 18S. Amplifikasi gen AgACT 353 bp. (1: 0 ppm; 2: 1ppm; 3: 2 ppm, 4: 10ppm; M: DNA marker 100 bp) Filogenetik gen beta aktin antara A.granosa dan bivalvia lainnya berdasarkan urutan 353 nukelotida. Filogenetik gen beta aktin antar A.granosa dan bivalvia lainnya berdasarkan urutan 117 asam amino Struktur gen Hsc70 (Boutet et al. 2003b). Alur penelitian (Road map) gen Hsp70 Anadara granosa Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah Anadara granosa menunjukkan dua pita RNA ribosomal 28S dan 18S Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa yang diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer degenerate FH70 deg dan RH70.deg Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa yang diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer FH70 dan RH70. M=DNA ladder 100bp; 1=Bojonegara 1ppm; 2=Panimbang 1ppm; 3=Bojonegara 1ppm Alignment gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa terhadap gen Hsp70 Crassostrea gigas Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia, berdasarkan sekuen nukleotida (530 bp) dan dikonstruksi dengan metoda Neighbor-Joining Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia, berdasarkan sekuen asam amino (176 AA) dan dikonstruksi dengan metoda Neighbor-Joining Level relatif ekspresi gen Hsp70 gene pada kerang darah yang diinduksi merkuri 1 = 0 ppm; 2 = 1 ppm, 24 jam; 3 = 1 ppm, 48 jam; 4 = 2 ppm, 24 jam; 5 = 2 ppm, 48 jam; 6 = 10 ppm, 24 jam. Contoh histologi insang kerang darah Anadara granosa. (a-d) Bojonegara, kontrol, induksi merkuri 1 ppm, induksi merkuri 2 ppm, induksi merkuri 10 ppm; (e-h) Panimbang, kontrol, induksi merkuri 1 ppm, induksi merkuri 2 ppm, induksi merkuri 10 ppm Lokasi penelitian di perairan pesisir Provinsi Banten Peta lokasi penelitian Teluk Banten, Bojonegara Peta lokasi penelitian Teluk Lada, Panimbang 5 7 8 10 11 13 13 18 20 22 23 23 24 24 25 25 31 36 37 37 DAFTAR GAMBAR lanjutan 21 22. 23. 24. Pengambilan sampel kerang darah Anadara granosa dengan menggunakan (a) manual di Bojonegara dan (b) garok di Panimbang Karakter fenotip yang diukur. TIC: tinggi cangkang, PC: panjang cangkang, TU: tinggi umbo, TEC: tebal cangkang Grafik fungsi diskriminan sepuluh karakter fenotip kerang darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal Model adaptasi bivalvia pada lingkungan yang baru 38 38 41 46 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sekuen nukleotida gen β-aktin dari Anadara granosa dan bivalvia lainnya Sekuen asam amino gen β-aktin dari Anadara granosa dan bivalvia lainnya Sekuen nukleotida gen Hsp70 dari beberapa bivalvia Sekuen asam amino gen Hsp70 dari beberapa bivalvia Persentase ketidakmiripan (p-distance) nukleotida sekuen gen Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P. fucata, 5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri, 9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis Persentase ketidakmiripan (p-distance) asam amino sekuen gen Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P. fucata, 5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri, 9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis Sebaran data panjang cangkang kerang darah Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal Hasil analisis diskriminan kanonik sepuluh karakter morfologi kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal Hasil analisis diskriminan Fisher linear sepuluh karakter morfologi kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal 57 60 61 67 69 70 71 72 73 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia filter feeder dari famili Arcidae, yang mendiami perairan intertidal dengan substrat pasir berlempung. Kerang darah dimanfaatkan secara komersial karena nilai ekonomisnya yang tinggi, harganya mencapai dua sampai tiga kali harga kerang lainnya. Penyebaran geografis hewan ini meliputi Red Sea, New Caledonia, China, Jepang, Vietnam, Thailand, Filipina, Laut China Selatan, Indonesia, perairan Pasifik bagian Barat, dan Australia (Nurdin et al. 2006). Menurut Tang et al. (2009), penyebarannya di perairan Indonesia meliputi pesisir Sumatera bagian Barat, Selat Malaka, Pantai Utara Jawa, Pantai Timur Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua. Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi perkembangan hidup kerang darah Anadara granosa. Baik Panimbang maupun Bojonegara telah lama menjadi daerah pemasok stok induk kerang darah untuk kegiatan pembesaran di perairan Teluk Jakarta dan Cirebon. Panimbang direncanakan menjadi sentra kekerangan untuk wilayah pulau Jawa, khususnya Jawa bagian barat (Lubayasari 2010). Teluk Banten merupakan perairan semi tertutup yang menghadap Pantai Utara Jawa dan di sana sejak lama telah berdiri berbagai industri, seperti pabrik plastik, industri perakitan kapal, stockpile batu bara, industri kerajinan, dan kegiatan antropogenik lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang masuk ke dalam perairan dan selanjutnya dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Perairan Teluk Lada secara geografis merupakan perairan pesisir yang terbuka ke arah Selat Sunda. Kegiatan antropogenik di sekitar perairan tersebut diantaranya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dioperasikan secara resmi sejak tahun 2009, perkebunan kelapa, pemukiman penduduk, dan kegiatan lainnya. PLTU yang berbahan bakar batu bara merupakan sumber cemaran bagi perairan sekitarnya. Bahan pencemar yang paling nyata terdeteksi di kedua perairan tersebut adalah logam berat, terutama merkuri (Setyobudiandi 2004; Muawannah et al. 2005). Gangguan lingkungan seperti kontaminasi logam berat memberikan respon yang negatif berupa stres bagi organisme. Berbagai logam berat yang dapat membahayakan adalah merkuri, kadmium, timbal, arsenik, tembaga, nikel, dan kromium. Merkuri merupakan logam berat yang paling berbahaya dengan daya penyebarannya yang luas dan bersifat ubiquitous. Sebagai bahan kimia, merkuri dihasilkan secara alami dan tidak dapat dihancurkan. Walaupun dengan konsentrasi yang rendah, merkuri bersifat toksik. Sumber utama kontaminasi merkuri di perairan adalah deposisi atmosfer, sumber erosi, limbah pertanian, pertambangan, dan limbah industri (Navarro et al. 2012). Substrat yang terkontaminasi di dasar perairan dapat berperan sebagai reservoir merkuri, dan merkuri yang terjerat dalam substrat dapat terlepas kembali ke dalam kolom air setelah puluhan tahun (US-EPA 1997). Jalur masuknya merkuri ke dalam tubuh hewan bivalvia adalah melalui filtrasi, dan jaringan yang terlibat dalam proses ini adalah mantel, kelenjar pencernaan, dan insang. Tingkat akumulasi tertinggi paling banyak ditemukan di dalam insang (Arockia et al. 2012). Menurut Sreekala (1993), kondisi histopathologi insang bivalvia dapat menjadi bioindikator bagi pencemaran logam berat merkuri dan kadmium. Selain cemaran yang berasal dari kegiatan antropogenik, faktor alami juga menjadi tantangan bagi hewan-hewan intetidal seperti kerang darah. Fenomena pasang surut di perairan intertidal seperti Bojonegara dan Panimbang secara signifikan menyebabkan perubahan suhu, salinitas, dan konsentrasi bahan-bahan organik dan anorganik. Kerang darah akan merespon terhadap tantangan lingkungan yang demikian, untuk tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan bereproduksi. Jenis respon yang dilakukan tergantung dari sifat organisme tersebut. Bagi organisme kerang darah yang bersifat sessile, menurut Evans & Hofmann (2012), akan melakukan strategi penyesuaian dan adaptasi sebagai respon terhadap lingkungan. Pertama, melakukan perubahan biokimia dan fisiologis sebagai alat untuk menyesuaikan diri dengan adanya lingkungan. Kedua, melakukan strategi adaptasi dengan perubahan genetik untuk jangka waktu yang panjang. Perubahan-perubahan tersebut merupakan dasar untuk terjadinya plastisitas fenotip dalam rangka penyesuaian terhadap lingkungan. Menurut Sultan (1987), Schlichting & Smith (2002), Pigliucci et al. (2006), DeWitt & Scheiner (2004), plastisitas fenotip merupakan keragaman ekspresi fenotipik, seperti perubahan biokimia, ekspresi gen, fisiologis, tingkah laku, dan morfologi, yang dikembangkan oleh satu genotip sebagai respon terhadap kondisi lingkungan. Individu-individu yang dapat melakukan ekspresi fenotip yang beragam, adalah individu-individu yang mempunyai potensi plastisitas fenotipik (Bradshaw 1965; Sultan 1987; Pigliucci et al. 2006). Respon plastis berperan penting untuk kelangsungan hidup dan bereproduksi demi mempertahankan populasi dalam menghadapi tekanan lingkungan (Price et al. 2003). Menurut Waddington (1953), karakter baru dari suatu fenotip yang merespon perubahan lingkungan akan bersifat stabil dan diturunkan kepada generasi berikutnya melalui proses seleksi. Munculnya galur baru yang sedikit berbeda dari moyangnya merupakan respon aktif terhadap perubahan lingkungan dan hasil seleksi dari genotip yang plastis (Frankham et al. 2002) Keragaman fenotipik secara spasial merupakan hasil plastisitas yang terjadi pada saat perkembangan (developmental plasticity) (Luttikhuizen et al 2003). Bagi bivalvia seperti kerang darah, plastisitas perkembangan terjadi pada fase spat (pasca larva) yang merupakan fase kritis untuk penentuan dalam perkembangan selanjutnya. Pada fase ini spat kerang darah melakukan penyesuaian fenotip terhadap habitat yang cocok, untuk kelangsungan hidup dan perkembang biakannya. Keragaman ekspresi fenotip sebagai reaksi terhadap fluktuasi lingkungan dapat ditelusuri dengan menganalisis respon stres seluler (celluler stress response, CSR). Semua sel akan berespon terhadap perubahan lingkungan yang menstimulasi stres dengan menginduksi sekumpulan protein yang berfungsi untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan molekuler (Evans & Hofmann 2012). Pada saat terjadi stres yang distimulasi oleh faktor eksternal, protein yang menjadi peletak dasar plastisitas fenotip akan mengalami denaturasi dan agregasi. Menurut Wang et al. (2004), denaturasi dan agrerasi protein dapat dicegah dengan mengaktifkan gen yang mengendalikan CSR. Beberapa gen yang telah teridentifikasi sebagai bagian dari kelompok CSR dan memiliki kemampuan mengembangkan multi genotip dalam merespon fluktuasi lingkungan, diantaranya adalah famili gen Plasticity Related Gene (PRG) (Savaskan et al. 2004; Brogini et al. 2010), famili gen heat shock protein (Hsp) (Favatier et al. 1997), dan family gen Mitogene Activated Protein Kinase (MAPK) (Pearson et al. 2001). Gen Hsp telah dijadikan marka molekuler untuk mendiagnosis sensitivitas organisme terhadap berbagai faktor abiotik (Hofmann 1999, 2005; Hofmann et al. 2000; Hamdoun et al. 2003). Pendekatan fisiologis sejak lama telah digunakan untuk memahami plastisitas fenotipik dan batas toleransi suatu organisme terhadap kondisi lingkungan. Beberapa tahun terakhir ini, paradigma ilmu pengetahuan untuk mempelajari respon organisme telah berubah ke arah molekuler. Ekspresi gen telah banyak dimanfaatkan untuk mempelajari stres yang distimulasi oleh lingkungan abiotik. Keuntungan dari pendekatan ekspresi gen ini sudah jelas, dengan alasan bahwa ekspresi gen yang dimanipulasi oleh lingkungan merupakan salah satu respon yang cepat dan adaptif bagi organisme yang mengalami stres (Evans & Hofmann 2012). Kelompok gen yang terekspresi pada saat stres merupakan kelompok stress protein gene. Famili gen heat shock protein (Hsp) adalah salah satu gen yang diaktivasi pada kondisi stres maupun normal yang berfungsi sebagai molecular chaperone dan chaperonin. Salah satu anggota dari famili gen Hsp adalah Hsp70, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya denaturasi protein, agregasi protein yang rusak di dalam sel, membantu mengembalikan struktur protein yang rusak, sedangkan dalam kondisi normal Hsp70 membantu pelipatan dan penempatan protein (Lindquist 1986; Parsell & Lindquist 1993; Feder dan Hofmann 1999; Wang et al. 2004). Gen Hsp70 ini merupakan gen yang responsif dan bersifat universal terhadap beragam stres lingkungan, bukan hanya stres perubahan suhu tetapi juga logam berat dan stres lainnya (Parsell & Lindquist 1993). Perbandingan fenotip antara kerang darah Bojonegara dan Panimbang perlu dilakukan untuk menganalisis plastisitas fenotip sebagai respon adaptif terhadap keragaman kondisi lingkungan. Penelusuran karakter fenotip perlu dilakuan terkait dengan fenotip yang adaptif terhadap tekanan lingkungan. Untuk menguji batas toleransi yang akan dimanfaatkan oleh kerang darah (Anadara granosa) dalam beradaptasi terhadap cemaran lingkungan, maka dalam penelitian ini akan dikarakterisasi gen Hsp70 pada A. granosa sebagai salah satu anggota dari famili gen heat shock protein (Hsp), serta dianalisis pula respon akut gen Hsp70 dan perubahan fenotip pada histologi insang hewan ini terhadap cemaran merkuri yang diinduksi pada beberapa level konsentrasi. Sebelum mendeteksi keberadaan dan karakterisasi gen target Hsp70, maka di dalam tahapan studi yang menyangkut pendekatan ekspresi gen target selalu dilakukan standarisasi kualitatif dan kuantitatif material RNA terutama mRNA. Standarisasi tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan housekeeping gene sebagai kontrol internal. Keberhasilan dari tahapan ini akan dapat memfasilitasi dalam mendeteksi keberadaan gen target dalam hal ini gen Hsp70. Oleh karena housekeeping gene ini umumnya bersifat “spesies spesifik” maka karakterisasi dan standarisasinya merupakan tahapan yang sangat strategis sebagai bagian dari tahapan pendekatan ekspresi gen. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan kerang darah A. granosa dalam mengembangkan plastisitas fenotip melalui pendekatan ekspresi gen Hsp70, dan keragaman morfologi. Di samping itu juga, batas toleransi kerang darah sebagai konsekuensi terhadap cemaran merkuri melalui pendekatan histologis akan dipelajari. Adapun tahapan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengkarakterisasi gen β-aktin sebagai internal kontrol untuk keberhasilan amplifikasi gen target 2. Mengkarakterisasi dan menganalisis ekspresi gen Hsp70 pada kerang darah sebagai salah satu gen CSR untuk menganalisis respon organisme terhadap stres lingkungan 3. Menganalisis batas toleransi kerang darah melalui pendekatan histologis insang sebagai bagian strategi adaptasi 4. Menganalisis keragaman morfologi sebagai bagian dari strategi adaptasi. Penelitian ini dirancang dan ditelusuri berdasarkan pertimbangan dengan alur penelitian (Road map) seperti gambar 1. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) gen β-aktin kerang darah dapat dijadikan acuan untuk disain primer bagi kerang lain dari famili Arcidae; (2) gen Hsp70 dapat dijadikan biomarker untuk perairan tercemar; (3) dengan memanfaatkan plastisitas gen Hsp70, maka diharapkan kerang darah dapat dijadikan biofilter untuk budidaya tambak udang di perairan tercemar; (4) model adaptasi yang dikembangkan dapat diadopsi untuk hewan perairan lainnya. Kebaruan Penelitian 1) 2) Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah: ditemukannya sekuen gen β-aktin kerang darah A. granosa yang dapat dijadikan rujukan sebagai kontrol internal pada kajian ekspresi gen untuk bivalvia famili Arcidae lainnya, batas adaptasi fisiologis kerang darah dapat ditentukan dengan ekspresi gen Hsp70 sebagai respon terhadap induksi merkuri. Perairan intertidal Faktor alami Faktor antropogenik Plastisitas fenotip kerang darah Anadara granosa Gen protein stres Histologis insang Keragaman fenotip Ekspresi Gen Hsp70 Gen β-aktin, kontrol internal Gambar 1. Alur penelitian (Road map) plastisitas fenotip kerang darah Anadara granosa. 2 KARAKTERISASI GEN BETA AKTIN PADA KERANG DARAH Anadara granosa L. Abstrak Gen aktin adalah gen yang konserve dan memiliki sifat sebagai housekeeping dan constitutive gene. Dengan karakteristiknya yang demikian, gen aktin telah banyak digunakan sebagai kontrol internal untuk menormalisasi ekspresi gen. Informasi mengenai gen aktin pada bivalvia famili Arcidae belum pernah dilakukan, sehingga diperlukan kajian mengenai isolasi dan karakterisasinya untuk keperluan ekspresi gen dan bioinformatika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi ekspresi gen aktin dan menganalisis karakteristiknya pada kerang darah Anadara granosa terhadap induksi logam berat merkuri pada berbagai konsentrasi, sehingga gen aktin dapat digunakan sebagai kontrol internal dalam kajian ekspresi gen target yang diinduksi oleh logam berat merkuri tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gen aktin yang diisolasi dari kerang darah Anadara granosa dapat dijadikan kontrol internal untuk kajian ekspresi gen, disebabkan ekspresinya yang konstan untuk semua sampel yang diinduksi dan kespesifikan sekuennya. Produk pengurutan gen aktin A. granosa menghasilkan sekuen parsial sebanyak 353 pasang basa nukleotida yang menyandikan 117 asam amino. Kata-kata kunci: gen aktin, ekspresi gen, gen housekeeping. Abstract Actin gene is a conserve and constitutive gene. Therefore, it has been used as an internal control to normalize gene expression. Information on actin gene from bivalve of the family Arcidae has not been explored yet. Hence, it is necessary to isolate and characterize the gene in order to analyze gene expression and to study bioinformatics. The objective of this research is to explore actin gene expression on blood cockle Anadara granosa in response to mercury induction at several concentration. This research revearled that the actin gene isolated from blood cockle can be used as an internal control for analysis of gene expression, due to its constant level of expression at all mercury concentrations induced. In addition, sequenced actin gene produced 353 base pairs of nucleotide encoding 117 amino acids. Keywords: actin gene, gene expression, house keeping gene. Pendahuluan Aktin adalah protein yang sangat konserve dan yang menjadi salah satu komponen utama sitoskeleton yang berperan penting pada semua sel eukariotik (Cooper & Crain 1982). Persentase aktin pada sel eukariotik mencakup 50% total seluler protein. Aktin berfungsi pada semua proses seluler, termasuk motilitas sel, kontraktil, mitosis dan sitokinesis, transport intraseluler, dan sekresi sel. Di samping itu pula, aktin berperan dalam regulasi transkripsi gen (Zheng et al. 2009). Aktin memiliki tiga isoform utama, yaitu alpha, beta, dan gamma. Alpha aktin ditemukan pada sel otot yang merupakan bagian penting dari aparatus kontraktil. Sedangkan beta dan gamma aktin berada pada semua jenis sel sebagai komponen sitoskeleton dan mediator motilitas sel internal. Beta aktin dan gamma aktin masing-masing terletak di kromosom 7 dan 17 pada manusia (Erba et al. 1988). Adapun alpha aktin berada di kromosom 1, 11, dan 15 pada manusia. Berat molekul α, β, dan γ aktin adalah sekitar 42 hingga 43 kDa (Gunning et al. 1984; Beggs et al. 1992). Beta aktin berperan dalam transkripsi gen, yang erat hubungannya dengan ketiga hal berikut. Pertama, aktin berperan dalam penyusunan benang-benang kromatin yang terikat dengan ATP (Percipalle & Visa 2006). Kedua, membentuk kompleks dengan ribonucleotide protein (RNP) yang mengikat RNA dari inti ke sitoplasma (Percipalle & Visa 2006; Zheng et al. 2009). Ketiga, aktin diperlukan untuk transkripsi oleh tiga polimerase RNA inti, yaitu Polimerase I, II, dan III pada sel inti eukariot (Percipalle & Visa 2006; Zheng et al. 2009). Gen aktin memiliki tingkat ekspresi yang stabil dan ekspresinya tidak membutuhkan adanya faktor induksi. Dengan sifat gen yang seperti ini, maka aktin disebut sebagai housekeeping dan constitutive gene. Gen yang bersifat housekeeping dan constitutive sangat berguna untuk dijadikan sebagai kontrol internal dalam normalisasi tingkat ekspresi mRNA. Normalisasi diperlukan dalam mengoreksi perbedaan untuk identifikasi adanya keragaman dalam ekspresi gen, disebabkan oleh kondisi sampel dan perlakuan serta induksi dari material yang dipakai (Yperman et al. 2004). Gen aktin telah digunakan sebagai kontrol ekspresi gen pada manusia (Goidin et al. 2001), domba (Garcia-Crespo et al. 2005), mencit (Ikegami et al. 2002), ikan zebra Danio rerio (Evans et al. 2005; Keller et al. 2008) , dan bivalvia Crassostrea gigas (Farcy et al. 2009). Menurut Nakajima-Iijima et al. (1985), struktur gen aktin pada manusia terdiri dari promoter, enam ekson, lima intron, dan diakhiri dengan terminator, yang digambarkan seperti pada gambar 2 di bawah ini. Promoter gen aktin pada manusia memiliki situs pengikat protein (protein binding site) yaitu CCAAT dan TATA box, masing-masing terletak pada -818 dan -879 upstream. Berdasarkan data GenBank, coding sequence (CDS) gen beta aktin manusia (kode akses NM_001101.3) terdiri dari 1128 nukleotida yang menyandikan asam amino sebanyak 376. 5’ I1 E1 I2 E2 I3 E3 I4 E4 I5 E5 3’ E6 Gambar 2. Struktur gen aktin (Nakajima-Iijima et al. 1985). Pada penelitian penentuan tingkat ekspresi gen Hsp70 pada Anadara granosa ini, gen aktin digunakan sebagai kontrol internal untuk menormalisasi ekspresi gen. Informasi mengenai gen aktin dari bivalvia famili Arcidae, termasuk A. granosa, sampai saat ini masih belum ada. Oleh karena itu perlu diketahui dengan tepat mengenai karakterisasi gen aktin pada bivalvia famili Arcidae terutama A. granosa sehingga kontrol internal sebagai housekeeping gene lebih akurat dan tepat. Untuk selanjutnya sekuen gen aktin A. granosa yang diperoleh dapat dijadikan rujukan untuk mendisain primer gen aktin dari anggota famili Arcidae lainnya. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengkarakterisasi gen β-aktin secara parsial di daerah yang relatif konserve untuk kerang darah Anadara granosa. 2. Menganalisis ekspresi gen β-aktin Anadara granosa sebagai kontrol internal yang merupakan housekeeping gene dan standarisasi kualitas dari sintesis cDNA untuk gen-gen target pada kerang darah. Penelitian ini dirancang dan ditelusuri berdasarkan pertimbangan dengan alur penelitian (Road map) seperti gambar 3 berikut. Data genbank gen β aktin Sebaran dan perkembangan hidup A.granosa β aktin pada manusia (kode akses genbank NM_001101.3) Purifikasi RNA Anadara granosa β aktin parsial menggunakan primer dari gen β aktin manusia Sintesa cDNA Anadara granosa Produk PCR gen β-aktin parsial pada Anadara granosa Alignment gen β aktin parsial A. granosa dengan manusia dan hewan akuatik Sekuensing gen β-aktin parsial Anadara granosa (353 bp) Kontrol internal (sebagai housekeeping gene) untuk ekspresi gen target dari hasil cDNA Gambar 3. Alur penelitian (Road map) β-aktin Anadara granosa sebagai housekeeping gene. Bahan Dan Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel kerang darah dilakukan di dua perairan di propinsi Banten, yaitu Bojonegara- Teluk Banten dan Panimbang-Teluk Lada. Kerang darah dibawa ke laboratorium dan ditempatkan pada akuarium yang terpisah yang berisi air laut. Selanjutnya kerang darah diaklimatisasi selama 48 jam sebelum dilakukan cekaman logam berat. Indukasi HgCl2 Sampel kerang darah dipaparkan pada tiga konsentrasi HgCl2, yaitu 1, 2, dan 10 ppm selama 24 dan 48 jam. Kerang darah kontrol dibiarkan tanpa perlakuan merkuri. Jumlah kerang darah pada setiap perlakuan masing-masing tiga individu. Ukuran kerang darah yang dianalisis 2.753 ± 0.427 cm. Rancangan percobaan yang diterapkan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Pada akhir periode perlakuan merkuri, insang kerang darah diambil dan dibilas untuk digunakan pada analisis histologi insang dan isolasi RNA. Isolasi RNA Insang diekstraksi untuk analisa RNA total, dengan menggunakan GeneJet RNA Purification Kit (Thermo Scientific Inc.) Prosedur isolasi mengikuti manual pabrik. Integritas RNA diperoleh dengan memasukkan sample ke dalam gel agarose 1,2% dan dilarikan pada mesin elektroforesis. Sampel RNA dimonitor di bawah UV transluminator. Kemurnian RNA diukur dengan spektrofotometer. Sintesis cDNA Transkripsi balik cDNA dilakukan dengan menggunakan RevertAid Transcriptase (Thermo Scientific Inc.). Prosedur Reverse TranscriptasePolymerase Chain Reaction (RT-PCR) ini mengikuti manual pabrik. Sampel hasil sintesis cDNA digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi cDNA dari gen βaktin. Amplifikasi cDNA gen β-aktin Pasangan primer yang digunakan adalah S-ACT dan A-ACT (Tabel 1). Primer ini didisain dari gen β-aktin manusia (Wan et al. 2008). Komposisi bahan-bahan PCR terdiri dari 3 µl cDNA ditambah dengan buffer Kapa2G Fast 5 µl; MgCl2 2.5 µl; dNTP, primers, and DMSO masing-masing 1 µl; Taq polymerase 0.2 µl, dan double distilled water sampai campuran mencapai volume 25 µl (Kapa Biosystem). PCR dilakukan dengan menggunakan mesin AB Verity dan Biometra. PCR dilakukan pada kondisi pra denaturasi 940C (3 menit), denaturasi 940C (45 detik). Penempelan primer β-actin pada suhu 610C, dengan waktu penempelan 1,5 menit. Pemanjangan 720C (1 menit). PCR dilakuan sebanyak 35 siklus. Pasca PCR 720C (7 menit), dan pendinginan 150C (10 menit). Produk PCR dimasukkan pada 1,2% gel agarose yang dijalankan dengan menggunakan mesin elektroforesis selama 60 menit. Integritas produk PCR kemudian dilihat dibawah UV transluminator. Tabel 1. Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen β-aktin dari cDNA Anadara granosa. Nama primer Sekuen Primer Produk PCR (bp) No akses GenBank S-ACT A-ACT 5'-GCTCGTCGTCGACAACGGCTC-3' 5'-CAAACATGATCTGGGTCATCTTCTC-3' 353 NM_001101 .3 Pengurutan DNA dan Analisis Urutan DNA Pengurutan sampel DNA gen ββ-aktin aktin dari individu yang berbeda dilakukan dengan an menggunakan mesin sekuenser. Pengurutan ((sequencing sequencing) masing-masing masing sampel lengkap dua arah baik forward maupun reversenya. Pengerjaannya dilakukan di Laboratorium First Base, Singapura. Analisa kesejajaran gen β-aktin aktin dilakukan dengan menggunakan pro program gram MEGA4 (Tamura et al. 2007). Rekonstruksi kedekatan antar sampel dilakukan dengan membuat pohon filogeni berdasarkan jarak genetik antar nukleotida (nt) maupun asam amino (AA) secara berpasangan menggunakan nilai p distance. distance Rekonstruksi pohon filogeni ni berdasarkan Neighbor Joining (NJ) yang diulang dengan menggunakan metoda Bootstrap 1000x (Tamura et al. 2007). Hasil dan Pembahasan Hasil Isolasi RNA Total RNA total telah berhasil diisolasi dari kerang darah Anadara granosa yang telah diberi cekaman man logam berat merkuri pada konsentrasi 1, 2, dan 10 ppm, serta kontrol 0 ppm. Gambar 4 menunjukkan pita RNA dengan dua pita RNA ribosomal, yaitu 28S rRNA dan 18S rRNA. Pengukuran kemurnian RNA dengan spektrofotometer menunjukkan nilai kisaran antara 1, 1,582 582 sampai 1,902. Dengan integritas dan kemurnian RNA total yang tinggi ini, maka sample dapat digunakan sebagai cetakan untuk sintesa cDNA total. 28S 18S Gambar 4. Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah Anadara granosa menunjukkan dua pita RNA ribosomal 28S dan 18S. Amplifikasi cDNA dari gen β-aktin aktin Anadara granosa dengan PCR Amplifikasi untuk mendapatkan cDNA gen β-aktin aktin dengan primer beta aktin manusia menghasilkan fragmen cDNA dengan ukuran 353 pb (Gambar 5). Selanjutnya fragmen ini dinamakan dengan fragmen gen aaktin Anadara granosa. granosa 1 2 3 4 M 500 bp Gambar 5. Amplifikasi gen AgACT 353 bp. (1: 0 ppm; 2: 1ppm; 3: 2 ppm, 4: 10ppm; M: DNA marker 100 bp) Hasil amplifikasi gen aktin dari Anadara granosa yang berukuran 353 bp, memperlihatkan bahwa pita-pita yang dihasilkan memiliki ketebalan yang sama. Ketebalan pita yang merata menunjukkan bahwa gen aktin memiliki ekspresi yang sama pada ketiga level konsentrasi HgCl2 yang diinduksi. Dengan demikian gen aktin dari A.granosa layak dijadikan kontrol internal bagi ekspresi gen target pada penelitian ekspresi famili gen Hsp70. Urutan primer yang digunakan dari disain sekuen gen β-aktin manusia (NM_001101.3) menempel 62 % untuk primer forward dan 100% untuk primer reverse, sehingga untuk selanjutnya pasangan primer yang dapat mengamplifikasi gen β-aktin A. granosa dengan baik adalah Forward 5’- GTTTGTTGTTGACAAAGGGTT-3’ dan Reverse 5’CAAACATGATCTGGGTCATCTTCTC-3’. Analisis pengurutan fragment gen AgACT Pengurutan fragment gen β-aktin Anadara granosa terkoreksi yang berasal dari individu yang berbeda menghasilkan basa nukleotida 353 pb yang menyandikan 117 asam amino (Lampiran 1 dan 2). Persentase perbedaan gen βaktin antar Anadara granosa sebesar 0.000 – 0.013 nukleotida dan 0.000 – 0.040 asam amino (Tabel 2 dan 3). Persentase ketidakmiripan fragmen nukleotida gen β-aktin Anadara granosa dengan gen aktin bivalvia lainnya berkisar antara 0.225 – 0.251. Berdasarkan analisa kesejajaran asam amino menunjukkan bahwa ketidakmiripan asam amino gen aktin kerang darah dengan bivalvia lainnya sebesar 0.210 – 0.226. Persentase ketidakmiripan nukleotida dan asam amino antara gen β-aktin Anadara granosa dengan gen aktin dari spesies bivalvia lainnya menunjukkan bahwa β-aktin A. granosa yang telah diisolasi dari Anadara granosa adalah kandidat gen aktin. Sampai saat ini belum pernah ada isolasi gen aktin untuk bivalvia famili Arcidae, terlebih spesies Anadara granosa. Dengan demikian, gen aktin akan sangat penting bagi kontrol positif dalam analisa ekspresi gen pada A. granosa. Tabel 2. Persentase ketidakmiripan (p-Distance) nukleotida sekuen gen β-aktin. 1: A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam; 3: A.granosa1ppm/48jam; 4: A. granosa-2ppm/24jam; 5: A.granosa-2 ppm/48jam; 6: A.granosa-10 ppm/24jam; 7: M. yessoensis; 8: H. cumingii Takson 2 3 4 5 6 7 8 1 0.000 0.000 0.008 0.008 0.013 0.225 0.243 2 3 Takson 4 5 6 7 0.000 0.008 0.008 0.013 0.225 0.243 0.008 0.008 0.013 0.225 0.243 0.000 0.011 0.227 0.246 0.011 0.227 0.246 0.233 0.251 0.126 Tabel 3. Persentase ketidakmiripan (p-Distance) asam amino sekuen gen β-aktin. 1: A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam; 3: A.granosa1ppm/48jam; 4: A. granosa-2ppm/24jam; 5: A.granosa-2 ppm/48jam; 6: A.granosa-10 ppm/24jam; 7: M. yessoensis; 8: H. cumingii Takson 2 3 4 5 6 7 8 1 0.000 0.000 0.024 0.024 0.040 0.210 0.210 2 3 Takson 4 5 6 7 0.000 0.024 0.024 0.040 0.210 0.210 0.024 0.024 0.040 0.210 0.210 0.000 0.032 0.210 0.210 0.032 0.210 0.210 0.226 0.226 0.000 Hasil analisis filogenetik menunjukkan baik urutan nukleotida maupun asam amino gen β-aktin Anadara granosa membentuk kelompok yang terpisah dari gen β-aktin spesies bivalvia lainnya (Gambar 6 dan 7). Sedangkan antar individu-individu Anadara granosa terbentuk pengelompokan. Individu-individu kontrol dan yang diberi perlakuan induksi logam berat merkuri konsentrasi 1 ppm membentuk kelompok tersendiri dengan kemiripan 89% baik untuk urutan nukleotida maupun asam amino. Kelompok pertama tersebut terpisah dengan individu-individu yang diberi perlakuan induksi merkuri konsentrasi 2 dan 10 ppm. A. granosa 0 89 A. granosa 1/48 A. granosa 1/24 100 A. granosa 10/24 A. granosa 2/48 78 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 A. granosa 2/24 M. yessoensis GU596498 H. cumingii HM045420 0.00 Gambar 6. Filogenetik gen beta aktin antara A.granosa dan bivalvia lainnya berdasarkan urutan 353 nukelotida. A. granosa 0 89 A. granosa 1/48 A. granosa 1/24 A. granosa 10/24 A. granosa 2/48 77 100 0.10 Gambar 7. 0.08 0.06 0.04 0.02 A. granosa 2/24 M. yessoensis H. cumingii 0.00 Filogenetik gen beta aktin antar A.granosa dan bivalvia lainnya berdasarkan urutan 117 asam amino. Pembahasan Gen aktin bersifat conserve dan ubiquitous pada organisme eukariot. gen aktin terlibat dalam struktur sitoskeletal, motilitas seluler, mobilitas permukaan sel, transport intraseluler, dan mitosis. Dengan karakteristik tersebut, maka gen aktin banyak dimanfaatkan sebagai housekeeping gene (Morga et al. 2010). Sebagai agen molekuler, gen β-actin selanjutnya dimanfaatkan untuk kontrol internal dalam banyak analisis RNA (Thellin et al. 1999). Penelitian ini menghasilkan ketebalan pita hasil PCR yang konstan dari gen β-aktin Anadara granosa yang diinduksi oleh berbagai konsentrasi merkuri. Dengan demikian, ekspresi gen β-aktin Anadara granosa tidak terpengaruh oleh adanya induksi merkuri. Di lain pihak, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekspresi gen β-aktin sensitif terhadap adanya perubahan stimulant. Morga et al. (2010) menemukan ketidakkonstanan ekspresi gen β-aktin pada bivalvia Ostrea edulis yang diinfeksi oleh parasit Bonamia ostreae. Parasit Bonamia ostreae nampaknya berpengaruh terhadap ekspresi gen aktin tersebut, yang dalam hal ini gen aktin terlibat dalam struktur sitoskeleton yang berperan fagositosis dan pembungkusan sel. Ekspresi gen β-actin juga ditemukan pada ikan Ictalurus punctatus yang diperlakukan terhadap stressor seperti kekurangan pakan dan rendahnya tinggi permukaan air. Kondisi fisiologis ikan nampaknya memberikan pengaruh terhadap ekspresi gen di dalam jaringan (Small et al. 2008). Ekspresi gen β-actin yang beragam juga terlihat pada katup jantung domba (Yperman et al. 2004), ayam yang diinduksi suhu tinggi (Banerji et al, 1986), dan jalur pernapasan penderita asma (Glare et al. 2002). Dengan demikian, penelitianpenelitian terdahulu tersebut tidak berhasil menjadikan gen β-actin sebagai kontrol internal. Menurut Morga et al. (2010), suatu gen yang memiliki ekspresi stabil dapat dijadikan sebagai kontrol internal untuk menormalisasi ekspresi gen target. Pada penelitian ini, gen β-actin dari Anadara granosa menunjukkan respon yang sama terhadap induksi merkuri, sehingga gen β-actin A. granosa ini dapat dijadikan sebagai standard untuk menormalisasi ekspresi gen target yang dalam hal ini adalah gen Hsp70. Berdasarkan hasil sekuen, sekuen gen gen β-aktin di antara sample kerang darah bersifat conserve, baik urutan nukleotidanya maupun asam aminonya (Lampiran 1 dan 2). Baik berdasarkan urutan nukleotida maupun asam amino, hanya ada enam situs yang berbeda. Walaupun demikian, terbentuk pengelompokan antara kelompok kerang darah kontrol dan induksi merkuri 1 ppm sebagai kelompok pertama dengan kemiripan 89%, dan kelompok yang diinduksi dengan merkuri 2 dengan kemiripan dan 10 ppm sebagai kelompok lainnya. Pengelompokkan ini seperti adanya pengaruh dari konsentrasi merkuri yang diinduksi. Namun demikian, keragaman genetik individu dapat terjadi pada organisme yang memiliki kemampuan penyebaran (dispersal ability) yang tinggi (Frankham et al. 2002). Sebagai perenang pasif, dispersi larva bivalvia yang tinggi tergantung pada arus pasang surut dan gelombang laut. Jika tidak ada penghalang fisik dan kimia, larva dapat mencapai habitat yang menjauhi tempat stok induknya. Dengan adanya penghalang fisik dan kimia dapat membatasi dispersi larva (Butet 1997). Penghalang tersebut dapat membatasi aliran gen (gene flow) yang dapat berakibat pada rendahnya keragaman genetik (Frankham et al. 2002) dan peremajaan populasi berasal dari sumber genetik yang sama. Teori dispersal tersebut dapat diaplikasikan pada penelitian ini. Diduga sebaran larva kerang darah Anadara granosa tinggi, sehingga terjadi aliran gen menyebabkan keragaman gen β-aktin. Dengan demikian, keragaman gen β-aktin kerang darah yang diinduksi merkuri berasal dari keragaman genetik individu. Walaupun ada beberapa situs nukleotida dan asam amino yang conserve dari gen β-aktin kerang darah dan bivalvia lainnya, hubungan kekerabatan keduanya jauh. Sekuen gen β-aktin menunjukkan perbedaan sekuen nukleotida dan asam aminonya. Dengan demikian, gen β-aktin yang diisolasi dari kerang darah dapat diperhitungkan sebagai kandidat gen β-aktin untuk kerang darah khususnya dan untuk bivalvia famili Arcidae umumnya. Sehingga gen β-aktin kerang darah menjadi penting untuk digunakan sebagai kontrol positif dalam analisa ekspresi gen. Simpulan Berdasarkan kekonstanan pita PCR, gen β-aktin dari Anadara granosa dapat digunakan sebagai kontrol internal dalam analisis ekspresi gen target. Hasil sekuen gen β-aktin menunjukkan kekhasan gen tersebut. Primer spesifik gen β-aktin untuk Anadara granosa adalah Forward AgACT Forward 5’- GTTTGTTGTTGACAAAGGGTT-3’ dan Reverse AgACT 5’- CAAACATGATCTGGGTCATCTTCTC-3’. Dari primer ini dapat digunakan sebagai sarana amplifikasi gen β-aktin yang merupakan kontrol internal pada hewan-hewan bivalvia lainnya. 3 KARAKTERISASI DAN EKSPRESI GEN HEAT SHOCK PROTEIN 70 PADA KERANG DARAH Anadara granosa L. SEBAGAI RESPON TERHADAP INDUKSI MERKURI Abstrak Sebagai organisme intertidal dan subtidal, kerang darah Anadara granosa setiap menghadapi lingkungan yang selalu berubah yang seringkali menimbulkan stres. Stres yang distimulasi biasanya dikendalikan oleh gen-gen protein stres. Ada banyak gen protein stres, diantaranya gen heat shock protein (Hsp) seperti Hsp70 yang berfungsi sebagai molecular chaperone dan terekspresi pada kondisi stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi dan menganalisis ekspresi gen Hsp70 pada kerang darah sebagai respon terhadap induksii merkuri. Hasil dari penelitian ini mendapatkan bahwa gen Hsp70 kerang darah bersifat spesies spesifik dan berbeda dengan spesies lainnya. Selain itu penelitian ini membuktikan bahwa merkuri mampu menginduksi ekspresi gen Hsp70 yang mana levelnya meningkat pada konsentrasi merkuri tertentu. Hal ini membuktikan bahwa kerang darah memiliki plastisitas yang tinggi dalam mentoleransi logam berata terutama cemaran merkuri. Dengan demikian, gen Hsp70 selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai marka molekuler untuk perairan tercemar. Kata-kata kunci: gen Hsp70, Anadara granosa, molecular chaperone, acquired character. Abstract As an intertidal and subtidal organism, blood cockle Anadara granosa must cope with the ever-changing environment. It constantly generates stress controlled by stress protein genes. There are many stress genes that play an important role in cell protection. Hsp70 gene becomes one of the genes which function as a molecular chaperone and be expressed under stress condition. The research aimed at exploring the expression of Hsp70 gene in blood cockle responding to mercury induction. The research revealed that mercury was able to induce Hsp70 gene expression which level increased at certain mercury concentration. This notion suggests that blood cockles have high plasticity to tolerate heavy metals particularly mercury pollution. Additionally, Hsp70 gene may become a good molecular marker in a contaminant habitat. Keywords: Hsp70 gene, Anadara granosa, molecular chaperone, acquired character. Pendahuluan Heat shock protein (Hsp) merupakan protein yang bersifat konserve dan ada pada semua sel prokariot sampai eukariot (Lindquist 1986; Lindquist dan Craig 1988; Farcy et al. 2009). Hsp termasuk dalam famili gen (gene family) karena terdiri dari beberapa gen seperti Hsp100, Hsp90, Hsp70, Hsp60, dan small heat shock proteins (Hsp40 dan Hsp20). Gen Hsp terletak pada berbagai kromosom dari organisme yang sama. Oleh karena sifatnya yang konserve itu, kemiripan heat shock protein manusia dengan Drosophila sebesar 73%, sedangkan dengan E. coli sebesar 50% (Lindquist 1986). Posisi Hsp70 terletak di kromosom 1 sampai 5 pada Arabidopsis (Sung et al. 2001), di kromosom 1, 2, 3, dan X pada Drosophila melanogaster (Gunawardena dan Rykowski 2000), di kromosom 2 pada nyamuk Anopheles darlingi (Raphael et al. 2004), di kromosom 6 dan 18 pada ikan zebra (Yamashita et al. 2010), di kromosom 3, 10 dan 23 pada bovine (Grosz et al. 1992; Gallagher et al. 1993), di kromosom 1,4, 5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 20, dan 21 pada manusia (Grosz et al. 1992; Brocchieri et al. 2008). Penamaan awal Heat shock protein berdasarkan berat molekul setiap proteinnya, seperti Hsp70, 72, 73, dan lainnya, serta dikelompokkan berdasarkan ukuran umum yang terdekat sebagai contohnya adalah famili gen HSP70. Hsp70 adalah salah satu anggota dari kelompok heat shock protein yang paling banyak ditemukan pada semua sel organisme dengan berat molekul sebesar 70 kiloDalton (Farcy et al. 2009). Selain berdasarkan berat molekul, Heat shock protein dikelompokkan menjadi isoform constitutive dan inducible. Bentuk Hsp yang constitutive, yaitu protein yang selalu ada dan dinamakan Heat shock cognate (Hsc). Hsc diekspresikan dibawah kondisi fisiologis tanpa induksi dan berperan sebagai molecular chaperone. Sedangkan bentuk yang inducible dinamakan Heat shock protein (Hsp), yang disintesa oleh sel dibawah kondisi stres dan berperan dalam melindungi sel (Farcy et al. 2009), dan memperbaiki lembar protein yang memproduksi pelipatan akibat stres. Hsp70 berfungsi sebagai molecular chaperon, yaitu agen molekuler yang dapat membantu mencegah agen molekuler lain dari agregasi yang tidak tepat dan mengembalikan kesalahan pelipatan strukturnya yang rusak selama atau setelah mengalami stres (Lindquist 1986; Feder dan Hofmann 1999). Dengan fungsi tersebut, Hsp70 melipat kembali protein yang terurai ketika terjadi denaturasi parsial (Molina et al. 2000). Oleh karena kemampuan menginduksi beberapa stres proteotoxic intraseluler (kerusakan fungsi sel yang disebabkan oleh kesalahan pelipatan protein) dalam waktu yang cepat, maka Hsp70 dapat dijadikan biomarker yang sesuai untuk proteotoxicity pada beragam organisme (Feder dan Hofmann 1999). Gen heat shock protein-70 (Hsp70) memainkan peran penting untuk resistensi stres dan adaptasi lingkungan (Sorensen et al. 2003). Ekspresi Hsp70 diregulasikan oleh stres lingkungan, dan keadaan patofisiologi (Morimoto 1998). Seperti umumnya gen heat shock response (HSR), maka gen Hsp70 merupakan gen responsif yang bersifat universal terhadap beragam stres lingkungan, bukan hanya stres perubahan suhu tetapi juga cekaman logam berat dan stres lainnya (Parsell & Lindquist 1993). Menurut Goering et al. 2000, pada korteks ginjal dan medula tikus muncul perbedaan ekspresi gen Hsp70 sebagai respon terhadap cekaman HgCl2 pada level konsentrasi 0,25; 0,5; dan 1 ppm selama 4. 8, 16, dan 24 jam (Goering et al. 2000). Sumber material genetik yang diisolasi untuk tujuan eksplorasi Hsc berbeda dengan Hsp. Sumber material untuk analisa Hsc berasal dari DNA genom, sedangkan untuk analisa Hsp berasal dari mRNA transkriptom. Struktur gen Hsc70 pada beberapa spesies anggota dari kelompok tiram (oyster) Ostrea edulis (Boutet et al. 2003a) maupun Crassostrea gigas (Boutet et al. 2003b) (Gambar 8) dan dari kelompok mussel yaitu Mytilus galloprovincialis (Kourtidis 2004) terdiri dari promoter, 6 exon, 5 intron, dan terminator. Ukuran gen lengkap Hsc70 pada ketiga jenis bivalvia tersebut masing-masing adalah 2553 bp (kode akses AJ305315), 2569 bp (kode akses AJ305316), dan 3306 bp (kode akses AJ783714). Promotor Hsc70 yang sudah teridentifikasi dengan lengkap adalah pada M. galloprovincialis yaitu promotornya memiliki CAAT box pada situs ke -278 sampai -281, serta TATA box pada situs ke -408 sampai -413 (Kourtidis 2004). Selain itu juga, promotor Hsc70 yang lengkap teridentifikasi pada ikan tilapia O. mossambicus yaitu promotornya memiliki protein binding site dengan CAAT box dan GC rich yang masing-masing terletak pada posisi -272 dan -444 (Molina et al. 2000). Gen penyandi (Cds) Hsc70 telah berhasil diisolasi dari bivalvia kelompok tiram (oyster) yaitu Ostrea edulis (Boutet et al. 2003a) dan Crassostrea gigas (Boutet et al. 2003b),; dan kelompok kerang mussel Mytilus galloprovincialis (Kourtidis et al. 2004). Ukuran masing-masing coding sequence (cds) dari gen Hsc70 tersebut adalah 1801 bp (599 AA) pada kerang C. gigas (Boutet et al. 2003b), 1798 bp (598 AA) pada O. edulis (Boutet et al. 2003a), dan 1969 bp (654 AA) pada M. galloprovincialis (Kourtidis et al. 2004), Sedangkan ukuran cds pada ikan tilapia Oreochromis mossambicus adalah 1920 bp (640 AA) (Molina et al. 2000). 5’ I1 E1 I2 E2 I3 E3 I4 E4 I5 E5 3’ E6 Gambar 8. Struktur gen Hsc70 (Boutet et al. 2003b). Demikian pula gen penyandi (cds) Hsp70 telah lebih banyak dieksplorasi, seperti pada bivalvia kelompok tiram (oyster) Crassostrea gigas 1980 bp (659 AA) (Kode akses AF144646) (Boutet et al. 2003b), Crassostrea virginica 1905 bp (635 AA) (Kode akses AJ271444) (Rathinam et al. 2000), Crassostrea hongkongensis 1905 bp (635 AA) (Kode akses FJ157365) (Zhang & Zhang 2008), dan Ostrea edulis 1797 bp (599 AA) (Kode akses AJ305316) (Boutet et al. 2003a); kelompok mussel Mytilus galloprovincialis 1965 bp (654 AA) (Kode akses AY861684) (Cellura et al. 2006); kelompok clam Meretrix meretrix 1959 bp (653 AA) (Kode akses HQ256748 (Yue & Liu 2011); kelompok scallop Argopecten irradians 1980 bp (660 AA) (Kode akses AY485261) (Song et al. 2006), Argopecten purpuratus 1965 bp (655 AA) (Kode akses FJ839890) (Gonzales et al. 2009), dan Pinctada fucata 1959 bp (653 AA) (Kode akses EF011061) (Wang et al. 2009). Persentase kesamaan sekuen nukelotida dan asam amino antara Hsc70 dengan Hsp70 pada O. edulis adalah 94,1% nukleotida dan 87,2% asam amino (Boutet et al. 2003a). Pada C. gigas masing-masing adalah 98,4% dan 99,3% (Boutet et al. 2003b). Sedangkan pada M. galloprovincialis adalah 99,4% nukleotida dan 98,8% asam amino (Kourtidis et al. 2004; Cellura et al. 2006). Baik gen heat shock inducible maupun constitutive 70 belum pernah diisolasi dari “ bivalvia kelompok cockle “ terutama dari daerah tropis seperti Anadara granosa. Bahkan dari takson yang lebih tinggi yaitu famili kerang cockle Arcidae, gen Hsp dan Hsc 70 belum pernah diisolasi. Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia epifauna komersial yang mendiami permukaan substrat lumpur berpasir pada perairan intertidal (Broom 1985). Daerah yang potensial bagi pemanfaatan sumberdaya kerang darah adalah di pesisir pulau-pulau di Indonesia. Sebagaimana halnya hewanhewan intertidal, kerang darah mengalami stres dari lingkungan yang fluktuatif setiap saat terutama pengaruh akumulasi logam berat di dalam kolom air dan substrat. Batas toleransi kerang darah terhadap konsentrasi logam berat “ bersifat plastis”. Diduga batas toleransi ini berkorelasi erat dengan perubahan ekspresi famili gen Hsp70. Dengan demikian, kerang darah dapat dijadikan sebagai hewan model yang bermanfaat untuk mempelajari mekanisme toksisitas merkuri dan toleransinya terhadap logam berat ini. Oleh karena itu penting diteliti karakterisasi gen Hsp70 dari Anadara granosa sehingga didapatkan informasi mengenai gen ini melalui pendekatan amplifikasi secara parsial dari sumber cDNA total dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction). Teknik RT-PCR telah berkembang pesat dalam analisis genom dan berhasil menganalisa berbagai gen baik secara parsial maupun komplit seperti gen Cu/Zn SOD (Rojo et al. 2004; Sunkar et al. 2006), GAPDH (Barber et al. 2005), NaK-ATPase (Tine et al. 2010 ), Mn SOD, Ec SOD, CAT, GSS, GSR (Corrales et al. 2011), fibroin (Zhou et al. 2000). Teknik ini juga telah berhasil mengeksplorasi Hsp70 dari berbagai spesies seperti Drosophila melanogaster (Bettencourt et al. 2008), ikan tilapia (Tine et al. 2010), domba (Gade et al. 2010), dan manusia (Corales et al. 2011). Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkarakterisasi gen Hsp70 dan menganalisis ekspresi gen Hsp70 sebagai respon terhadap induksi berbagai konsentrasi logam berat merkuri pada kerang darah yang berasal dari perairan pesisir provinsi Banten. Strategi penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah: (a) Isolasi RNA total, (b) sintesa cDNA, dan (c) amplifikasi gen penyandi hsp70 dari Anadara granosa (AgHsp70). Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermafaat dalam: 1. Penggunaan gen hsp70 sebagai marka molekuler untuk stress lingkungan. 2. Menentukan populasi yang paling adaptif untuk keperluan bioremediasi dan restocking. Alur penelitian (Road map) penelitian ini didasarkan pada pertimbangan dan alasan sebagai berikut ini (gambar 9). Bahan Dan Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel kerang darah dilakukan di dua perairan di propinsi Banten, yaitu Bojonegara- Teluk Banten dan Panimbang-Teluk Lada. Kerang darah dibawa ke laboratorium dan ditempatkan pada akuarium yang terpisah yang berisi air laut. Selanjutnya kerang darah diaklimatisasi selama 48 jam sebelum dilakukan cekaman logam berat. Indukasi HgCl2 Sampel kerang darah dipaparkan pada tiga konsentrasi HgCl2, yaitu 1, 2, dan 10 ppm selama 24 dan 48 jam. Kerang darah kontrol dibiarkan tanpa perlakuan merkuri. Jumlah kerang darah pada setiap perlakuan masing-masing tiga individu. Ukuran kerang darah yang dianalisis adalah 2.753 ± 0.427 cm. Rancangan percobaan yang diterapkan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Pada akhir periode perlakuan merkuri, insang kerang darah diambil dan dibilas untuk digunakan pada analisis histologi insang dan isolasi RNA. Isolasi RNA Insang diekstraksi untuk analisa RNA total, dengan menggunakan GeneJet RNA Purification Kit (Thermo Scientific Inc.). Berat insang yang digunakan untuk isolasi RNA adalah 5 mg. Prosedur isolasi mengikuti manual pabrik. Integritas RNA diperoleh dengan memasukkan sample ke dalam gel agarose 1,2% dan dilarikan pada mesin elektroforesis. Sampel RNA dimonitor di bawah UV transluminator. Kemurnian RNA diukur dengan spektrofotometer. Data genbank gen Hsp70 Sebaran dan perkembangan hidup A.granosa Data Hsp70 pada berbagai bivalvia Purifikasi RNA Anadara granosa Disain primer Hsp70 berdasarkan sekuen bivalvia Sintesa cDNA Anadara granosa Produk PCR gen Hsp70 parsial pada Anadara granosa Alignment gen Hsp70 parsial A. granosa dengan bivalvia lainnya Karakterisasi gen Hsp70 pada A. granosa Sekuensing gen Hsp70 parsial Anadara granosa (526 bp) Marka molekuler untuk stres lingkungan Gambar 9. Alur penelitian (Road map) gen Hsp70 Anadara granosa. Sintesa cDNA Transkripsi balik cDNA dilakukan dengan menggunakan RevertAid Transcriptase (Thermo Scientific Inc.). Prosedur Reverse TranscriptasePolymerase Chain Reaction (RT-PCR) ini mengikuti manual pabrik. Sampel hasil sintesis cDNA digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi cDNA. Amplifikasi gen Hsp70 Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen Hsp70 adalah dengan mendisain dua macam primer. Primer pertama didisain sendiri dengan menggunakan degerate primer FH70.deg dan RH70.deg dengan mengurutkan beberapa spesies bivalvia. Produk PCR yang diharapkan dari pasangan primer tersebut adalah 728 bp. Pasangan primer kedua yang digunakan FH70 dan RH70 untuk mengamplifikasi sekuen parsial gen Hsp70 dari Anadara granosa (Tabel 4). Primer tersebut didisain sendiri berdasarkan sekuen gen Hsp70 dari oyster Crassostrea gigas, nomor akses GenBank AF_144646, dengan menggunakan program Primer3. sebesar 526 bp. Adapun produk PCR yang diharapkan adalah Tabel 4. Primer yang digunakan untuk amplifikasi cDNA Anadara granosa Nama primer Sekuen Primer FH70.deg 5’-CGCAARCACAAGAARGAC-3’ RH70.deg 5’- CGACCTTTGTCYTTYGTYATGGTG-3’ FH70 5'-AAGCTAGACAAGGCCCAGAT-3' RH70 5'-TGTTCTCCTTTCCTGTGCTC-3' Produk PCR (bp) No akses GenBank AJ_783714 728 526 AJ_271444 AF_144646 Komposisi bahan-bahan PCR terdiri dari 3 µl cDNA ditambah dengan buffer Kapa2G Fast 5 µl; MgCl2 2.5 µl; dNTP, primers, and DMSO masingmasing 1 µl; Taq polymerase 0.2 µl, dan double distilled water sampai campuran mencapai volume 25 µl (Kapa Biosystem). PCR dilakukan dengan menggunakan mesin AB Verity dan Biometra. PCR dilakukan pada kondisi pra denaturasi 940C (3 menit), denaturasi 940C (45 detik). Penempelan primer Hsp70 pada suhu 50,50C, dengan waktu penempelan 1,5 menit. Pemanjangan 720C (1 menit). PCR dilakuan sebanyak 35 siklus. Pasca PCR 720C (7 menit), dan pendinginan 150C (10 menit). Produk PCR dimasukkan pada 1,2% gel agarose yang dijalankan dengan menggunakan mesin elektroforesis selama 60 menit. Integritas produk PCR kemudian dilihat dibawah UV transluminator. Skoring dilakukan pada ekspresi gen Hsp70 dengan menganalisis ketebalan pita PCR setiap sampel. Hal ini diperlukan untuk menilai level relatif ekspresi gen Hsp70. Pengurutan dan Analisis Urutan DNA Pengurutan sampel DNA gen Hsp70 dari individu yang berbeda dilakukan dengan menggunakan mesin sekuenser. Pengurutan (sequencing) masing-masing sampel lengkap dua arah baik forward maupun reversenya. Pengerjaannya dilakukan di perusahaan jasa sekuensing. Analisa kesejajaran gen β aktin dilakukan dengan menggunakan program MEGA4 (Tamura et al. 2007). Rekonstruksi kedekatan antar sampel dilakukan dengan membuat pohon filogeni berdasarkan jarak genetik antar nukleotida (nt) maupun asam amino (AA) secara berpasangan menggunakan nilai p distance. Rekonstruksi pohon filogeni berdasarkan Neighbor Joining (NJ) yang diulang dengan menggunakan metoda Bootstrap 1000x (Tamura et al. 2007). Hasil dan Pembahasan Hasil Isolasi RNA Total RNA total telah berhasil diisolasi dari kerang darah Anadara granosa yang telah diberi cekaman logam berat merkuri pada konsentrasi 1, 2, dan 10 ppm, serta kontrol 0 ppm. Untuk melihat integritas RN RNA A total, maka sampel RNA dilarikan pada elektroforesis dengan voltase 85 volt selama 30 menit. Gambar 10 menunjukkan pita RNA dengan dua pita RNA ribosomal. Pengukuran kemurnian RNA dengan spektrofotometer menunjukkan nilai kisaran antara 1,582 sampai 1,902. 902. Dengan integritas dan kemurnian RNA total yang tinggi ini, maka sample dapat digunakan sebagai cetakan untuk sintesa cDNA total. 28S 18S Gambar 10. Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah Anadara granosa menunjukkan dua pita RNA ribosomal 28S dan 18S. Amplifikasi cDNA dari gen Hsp70 Anadara granosa dengan PCR Sintesis cDNA total dengan RT RT-PCR PCR menggunakan RevertAid Transcriptase (Thermo Scientific Inc.) berhasil baik secara kuantitas maupun kualitas yang diinginkan. Hal ini terbukti dengan be berhasilnya rhasilnya pendeteksian menggunakan housekeeping gene β-aktin aktin yang ekspresinya sangat baik yaitu ditunjukkan dengan hasil pita ekspresi (kualitatif) yang tebal dan konsisten. Dengan demikian hasil tersebut telah memungkinkan terbukanya peluang teramplifikasinya gen target. Amplifikasi cDNA total untuk men mendapatkan dapatkan gen Hsp70 telah dirancang dengan pasangan primer degenerate FH70.deg dan RH70.deg setelah beberapa kali optimasi, menghasilkan produk PCR yang multi band (Gambar 11), sehingga penggunaan primer tersebut tidak dilanjutkan. Sedangkan amplifikasi cDNA NA total gen Hsp70 dengan menggunakan pasangan primer FH70 dan RH70 telah menghasilkan fragmen cDNA gen target (Gambar 12). Selanjutnya fragmen ini dinamakan dengan fragmen gen Hsp70 Anadara granosa (AgHsp70). Posisi gen Hsp70 A. granosa setelah dilakukan n pensejajaran dengan gen Hsp70 Crassostrea gigas gigas, terletak pada situs 990 – 1519 (Gambar 13). Gambar 11. Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa yang diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer degenerate FH70 deg dan RH70.deg 500 bp Gambar 12. M 1 2 3 Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa yang diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer FH70 dan RH70 RH70. M:DNA ladder 100bp; 1:Bojonegara Bojonegara 1ppm; 2:Panimbang Panimbang 1ppm; 33:Bojonegara 1ppm. Pengurutan sekuen nukleotid nukleotidaa dan asam amino gen AgHsp70 masingmasing masing menghasilkan 530 bp nukleotida dan 176 asam amino (Lampiran 3 dan 4). Untuk membuktikan bahwa gen target yang diisolasi dari A. granosa adalah benar gen Hsp70, maka dilakukan pengurutan nukleotida dan asam amino yang dibandingkan dengan sekuen dari spesies moluska lainnya yang diambil dari GenBank dengan menggunakan BLASTn (Tabel 5). Urutan gen AgHsp70 memiliki kemiripan terdekat 94% dengan Tegillarca granosa,, sedangkan kemiripan terjauh 76% dengan Mus musculus. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan MEGA4. Kemiripan sekuen antara A. granosa dan Tegillarca granosa adalah 94% dan 87% masing masing-masing masing untuk nukleotida dan asam amino (Gambar 14 dan 15). Dengan demikian, gen Hsp70 spesifik untuk spesies bivalvia. alvia. Sebagai contoh, gen Hsp70 untuk kerang darah berbeda dengan gen Hsp70 jenis bivalvia lainnya. Jarak genetik berdasarkan nukleotida dan asam amino antara A. granosa dengan bivalvia lainnya masing masing-masing masing adalah 23.45 25% dan 13.3 – 30.6% (Lampiran 5 dan 6). Gambar 13. Alignment gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa terhadap gen Hsp70 Crassostrea gigas AB549340.1. Tabel 5. Hasil alignment dengan BLASTn gen Hsp70 dari cDNA kerang darah yang dibandingkan dengan spesies lainnya Query EMaks. Skor Total No akses Deskripsi coverage value Ident. maks skor Tegillarca granosa JN936877.1 heat shock protein 70 807 807 99% 0.0 94% mRNA, complete cds Macrobrachium nipponense heat 5eDQ660140.1 shock 453 453 98% 80% 124 cognate 70 (hsc70) mRNA, complete cds Pinctada fucata heat shock protein 70 9eEF011061.1 443 443 99% 79% (hsp70) mRNA, 121 complete cds Chlamys farreri heat shock protein 70 2eAY206871.1 428 428 95% 79% (hsp70) mRNA, 116 complete cds A. irradians 100 26 M. galloprovincialis P. penguin Mussel A. granosa Cockle T. granosa P. fucata 100 C. gigas 100 0.14 0.12 Gambar 14. 0.10 Scallop C. farreri 0.08 0.06 0.04 0.02 Oyster O. edulis C. virginica 0.00 Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia, berdasarkan sekuen nukleotida (530 bp) dan dikonstruksi dengan metoda Neighbor-Joining 93 41 78 45 0.10 0.08 0.06 AY485261.1 C. farreri P. fucata P. penguin AY206871.1 EU822509.1 A. granosa T. granosa C. gigas 98 Gambar 15. A. irradians 0.04 0.02 EF011060.1 JN936877 AB549340.1 AF416608.1 O. edulis M. galloprovincialis AY861684.1 C. virginica AJ271444.1 0.00 Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia, berdasarkan sekuen asam amino (176 AA) dan dikonstruksi dengan metoda Neighbor-Joining level relatif ekspresi gen Hsp70 Ekspresi Gen Hsp70 Gambar 16 menunjukkan level relatif dari ekspresi gen Hsp70 sebagai respon terhadap berbagai konsentrasi merkuri yang diinduksikan pada kerang darah Anadara granosa. Gen Hsp70 dari kerang darah kontrol menunjukkan ekspresi yang minimal. Dengan adanya peningkatan konsentrasi merkuri, ekspresi gen Hsp70 juga terlihat meningkat sampai pada konsentrasi 1 ppm selama pemaparan 48 jam. Level relatif ekspresi gen Hsp70 lebih tinggi pada kerang darah asal Bojonegara dibandingkan dengan yang berasal dari Panimbang. Gen Hsp70 terekspresi pada semua perlakuan merkuri, kecuali pada kerang darah asal Panimbang yang dipaparkan pada konsentrasi merkuri 2 ppm selama 48 jam. Ekspresi gen Hsp70 tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi merkuri, tetapi juga oleh periode lamanya pemaparan oleh merkuri. 4 Bojonegara 3 Panimbang 2 1 0 1 2 3 4 5 6 Konsentrasi merkuri Gambar 16. Level relatif ekspresi gen Hsp70 gene pada kerang darah yang diinduksi merkuri 1 = 0 ppm; 2 = 1 ppm, 24 jam; 3 = 1 ppm, 48 jam; 4 = 2 ppm, 24 jam; 5 = 2 ppm, 48 jam; 6 = 10 ppm, 24 jam. Pembahasan Kerang darah dilengkapi dengan sistem sirkulasi terbuka, sehingga adanya perubahan lingkungan akan segera terefleksikan saat insang menyerap air. sehingga insang didisain secara khusus untuk efisiensi pertukaran oksigen dan bahan-bahan terlarut lainnya. Namun demikian, disain morfologi ini menyebabkan juga tersaringnya logam berat yang mengakibatkan bioakumulasi. Kontaminasi logam berat di ekosistem perairan menjadi masalah utama yang sering menjadi perhatian. Logam berat bersifat persisten dan berpotensi membahayakan kehidupan organisme perairan. Dan merkuri merupakan salah satu logam berat yang bersifat toksik. Gen Hsp70 dari kerang darah A. granosa yang berasal dari perairan pesisir Propinsi Banten dapat terekspresi baik diberi induksi HgCl2 dengan konsentrasi 1 ppm selama waktu pemaparan 24 dan 48 jam, maupun tanpa induksi. Menurut Fabbri et al. (2008), ekspresi Hsp70 muncul pada Crassostrea gigas setelah 8 jam pemaparan pada Hg2+ dan pada Mytilus galloprovinciallis muncul setelah enam hari pemaparan. Berdasarkan uji laboratorium, kerang Macoma balthica yang dipaparkan dengan merkuri pada konsentrasi 1 ppm selama 24 jam menghambat semua aktifitas pembenaman. Pemulihan hewan uji di dalam akuarium bersih selama 15 hari setelah pemaparan pada merkuri, tidak mengembalikan aktifitas pembenaman ke keadaan semula (Eldon et al. 1980). Penelitian ini juga membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi merkuri tidak hanya menyebabkan terekspresinya gen Hsp70, tetapi juga menyebabkan perubahan histologi insang. Berdasarkan pernyataan Goering et al. (2000), Hamdoun et al. (2003), Tine et al. (2010), dan Metzger et al. (2012) bahwa lingkungan fisik dan kimiawi seperti suhu, salinitas, logam berat, dan lainnya dapat menstimulasi stres yang menyebabkan terjadinya ekspresi gen Hsp70. Merkuri merupakan salah satu induktor yang efektif untuk menstimulasi stres (Goering et al. 2000). Gen Hsp70 terekspresi tidak hanya pada kerang darah yang diinduksi logam berat tetapi juga pada kerang darah kontrol. Menurut Wang et al. (2004), dalam kondisi normal gen Hsp70 berfungsi untuk membantu pelipatan dan penempatan protein. Goering et al. (2000) menyatakan bahwa gen Hsp70 selanjutnya bertugas sebagai pelindung sel (cytoprotector). Gen Hsp70 yang diisolasi dari kerang darah memiliki kemampuan sebagai molecular chaperone ketika dipaparkan pada konsentrasi merkuri 1 ppm selama 48 jam. Namun demikian, peningkatan konsentrasi merkuri dengan periode pemaparan yang lebih lama menyebabkan perbedaan ekspresi gen Hsp70. Kerang darah Bojonegara masih mampu mengekspresikan gen Hsp70 pada tingkat ekspresi yang rendah. Di lain pihak, kerang darah asal Panimbang kemampuannya berkurang dalam mengekspresikan gen Hsp70 ketika level merkuri dinaikkan. Pada kondisi ini, luka pada insang lebih parah dan nekrosis sudah terjadi. Alasan yang kuat untuk menjawab permasalahan adalah berkurangnya kemampuan gen Hsp70 untuk mensintesa protein sehingga tidak lagi mampu untuk melindungi sel, dan sel menjadi lebih sensitif terhadap induksi merkuri. Walaupun nekrosis muncul pada insang kerang darah yang diinduksi merkuri 10 ppm, gen Hsp70 masih dapat terekspresi pada kerang darah Bojonegara dan Panimbang. Kedua sampel tersebut merupakan pengecualian, yang secara individu memiliki potensi untuk mentoleransi kondisi yang berbahaya, saat kerang lainnya mengalami kematian pada konsentrasi merkuri tersebut. Konsentrasi merkuri 1 ppm dengan periode pemaparan 48 jam diduga merupakan batas toleransi maksimal bagi kerang darah untuk mengekspresikan gen Hsp70. Di atas kondisi tersebut, kemampuan kerang darah berkurang untuk mentoleransi kondisi lingkungan yang katastropik. Kesimpulan ini didukung dengan pernyataan Goering et al. (2000) bahwa sel tidak lagi dapat mengekspresikan protein pada konsentrasi merkuri yang tinggi, hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan gen Hsp70 dalam mensintesa protein yang telah teragregasi. Simpulan Dari hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Telah didapatkan sepasang primer spesifik untuk mengamplifikasi gen Hsp70 (cds) Anadara granosa sepanjang 530 bp. 2. Gen Hsp70 pada Anadara granosa memiliki kedekatan nukleotida sebesar 94% dan asam amino sebesar 87% dengan kerang Tegillarca granosa. 3. Cekaman lingkungan yang berasal dari cemaran merkuri direspon oleh kerang darah dengan keberadaan gen Hsp70 yang ekspresinya meningkat pada konsentrasi merkuri 1 ppm selama 48 jam. 4. Ekspresi gen Hsp70 dapat dijadikan sebagai marka molekuler pada lingkungan tercemar. 4 KONDISI HISTOLOGI INSANG KERANG DARAH Anadara granosa YANG DIINDUKSI OLEH MERKURI Abstrak Kontaminasi merkuri pada ekosistem perairan menjadi hal yang diperhatikan, karena merkuri berpotensi berbahaya bagi kehidupan organisme perairan. Kandungan merkuri di Perairan Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang telah melebihi baku mutu, sehingga hal ini menstimulasi stres bagi organisme perairan. Kerang darah Anadara granosa adalah bivalvia intertidal yang bernilai ekonomis penting dan menjadi komoditi kekerangan yang utama ditangkap di kedua perairan tersebut. Penelitian mengenai respon seluler kerang darah terhadap cemaran merkuri masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon histologi insang kerang darah terhadap induksi merkuri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi merkuri berpengaruh terhadap kondisi histologi insang; kerang darah asal Bojonegara lebih adaptif terhadap cemaran merkuri dibandingkan dengan kerang darah asal Panimbang. Kata-kata kunci: histologi, kerang darah, adaptif, biofilter. Abstract Mercury contamination in aquatic ecosystem is taken into consideration, as mercury is potentially deleterious to life of the aquatic organisms. Mercury concentration di Banten Bay, Bojonegara dan Lada Bay, Panimbang surpassed detection limit; therefore, it stimulated stress on organisms. Blood cockle Anadara granosa is intertidal bivalve that is economically important species and become primary bivalve commodity caught at those waters. Research on celluler respon on blood cockle to mercury contamination has not yet been developed well. Hence, this research was aimed at analyzing the response of blood cockle gill histology on mercury induction. Results of this research revealed that mercury concentration significantly affected on condition of gill histology; Bojonegara blood cockle was more adaptive toward mercury contamination than Panimbang blood cockle. Keywords: histology, blood cockle, adaptive, biofilter. Pendahuluan Kontaminasi logam berat pada ekosistem perairan menjadi hal yang diperhatikan, karena logam berat berpotensi berbahaya bagi kehidupan organisme perairan. Semua organisme dapat mengakumulasi logam berat yang terlarut pada lingkungan perairan intertidal. Pencemaran logam berat telah menjadi permasalahan yang penting. Berbagai logam berat yang dapat membahayakan adalah merkuri, kadmium, timbal, arsenik, tembaga, nikel, dan kromium. Merkuri merupakan logam berat yang paling berbahaya dengan daya penyebarannya yang luas dan bersifat ubiquitous. Walaupun dengan konsentrasi yang rendah, merkuri bersifat toksik. Jenis merkuri yang paling toksik adalah monomethyl mercury (MMHg) yang dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf. Sumber utama kontaminasi merkuri di perairan adalah deposisi atmosfer, sumber erosi, pembuangan limbah, limbah pertanian, pertambangan, dan limbah industri (Navarro et al. 2012). Merkuri dan logam berat lainnya bersifat bioakumulasi di dalam tubuh bivalvia, sehingga dengan meningkatnya konsentrasi merkuri di perairan maka meningkat juga konsentrasi merkuri di dalam tubuh bivalvia. Jalur masuknya merkuri ke dalam tubuh hewan bivalvia adalah melalui filtrasi, dan jaringan yang terlibat dalam proses ini adalah mantel, kelenjar pencernaan, dan insang. Tingkat akumulasi tertinggi paling banyak ditemukan di dalam insang (Arockia et al. 2012). Efek toksisitas merkuri pada bivalvia menyebabkan ketidak seimbangan jalur sinyal kalsium, immunotoksisitas, abnormalitas genetis, penurunan laju filtrasi dan perubahan strukture insang, pecahnya pembuluh darah pada insang pada Perna indica, dan munculnya neoplasia dan hiperplasia pada insang Mytilus edulis (Sreekala 1993). Kandungan merkuri di dalam kolom air dan substrat di perairan Teluk Banten, Bojonegara masing-masing 0,0003-0,0017 ppm dan 0,2-0,9 ppm. Sedangkan di Teluk Lada, Panimbang kandungan merkuri di dalam kolom air dan substrat masing-masing 0,0002-0,0009 ppm dan 0,15-0,3 ppm. Pencemaran merkuri di perairan Bojonegara dan Panimbang menstimulasi stres bagi bivalvia dalam hal ini kerang darah. Stimulasi stres ini nampaknya telah berlangsung lama, namun demikian kerang darah Anadara granosa mampu bertahan hidup dan bereproduksi di kedua perairan tersebut. Kemampuan ini didukung oleh daya toleransi kerang darah terhadap pencemaran merkuri, dan kerang darah sudah beradaptasi dengan kondisi seperti yang demikian. Namun demikian, toleransi terhadap tingkat pencemaran tentulah terbatas. Pengujian respon terhadap merkuri diperlukan untuk menentukan batas konsentrasi maksimal yang dapat ditolerir oleh kerang darah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur kondisi histologis insang sebagai respon terhadap induksi logam berat merkuri pada berbagai konsentrasi dan waktu pemaparan. Bahan dan Metode Penelitian ini meliputi pengambilan sampel kerang darah habitat alaminya, yaitu Bojonegara, Teluk Banten dan Panimbang, Teluk Lada; transportasi ke laboratoriuml untuk dilakukan induksi logam berat merkuri pada berbagai konsentrasi; mempersiapkan preparat histologi insang kerang darah yang diinduksi merkuri untuk melihat ada tidaknya perubahan histologi. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel kerang darah dilakukan di dua perairan di propinsi Banten, yaitu Bojonegara- Teluk Banten dan Panimbang-Teluk Lada. Kerang darah dibawa ke laboratorium dan ditempatkan pada akuarium yang terpisah yang berisi air laut. Selanjutnya kerang darah diaklimatisasi selama 48 jam sebelum dilakukan cekaman logam berat. Analisis kandungan merkuri di dalam jaringan kerang darah dilakukan sebelum aklimatisasi dan setelah perlakuan induksi. Indukasi HgCl2 Sampel kerang darah dipaparkan pada tiga konsentrasi HgCl2, yaitu 1, 2, dan 10 ppm selama 24 dan 48 jam. Kerang darah kontrol dibiarkan tanpa perlakuan merkuri. Jumlah kerang darah pada setiap perlakuan masing-masing tiga individu. Ukuran kerang darah yang dianalisis 2.753 ± 0.427 cm. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK). Pada akhir periode perlakuan merkuri, insang kerang darah diambil dan dibilas untuk digunakan pada analisis histologi insang. Analisis Histologi Insang Untuk analisis struktur histologi di bawah mikroskop, insang dibedah dan difiksasi dalam larutan Bouin’s. Kemudian dilakukan perlakuan jaringan dan pewarnaan jaringan. Rincian prosedur preparasi histologi adalah sebagai berikut: 1. Jaringan dipotong dengan ukuran 10 mm3 dan kemudian dimasukkan ke dalam bahan fiksatif. 2. Fiksasi jaringan dengan larutan Bouin selama 24-48 jam. Kemudian dilakukan dehidrasi untuk mengeluarkan air dari dalam sel. Perlakuan jaringan ini bertujuan untuk memudahkan pemotongan dan pewarnaan jaringan. Tahapan perlakuan ini adalah sebagai berikut: dehidrasi jaringan dengan merendamnya dalam alkohol. Jaringan kemudian dipindahkan ke dalam alkohol 70% selama 24 jam. Konsentrasi alkohol dinaikkan setiap 10% sampai mencapai konsentrasi 100%. Jaringan direndam pada alkohol dengan konsentrasi yang dimaksud masing-masing selama dua jam, kecuali konsentrasi pada 100% jaringan direndam selama 24 jam. Proses clearing dengan memindahkan jaringan ke dalam larutan alkohol 100% yang baru selama satu jam. Setelah itu secara bertahap dipindahkan ke dalam larutan campuran alkohol : xylol dengan perbandingan 1:1. Lamanya perendaman masing-masing 30 menit. Jaringan yang direndam di dalam larutan xylol dengan tiga kali pemindahan. Larutan xylol kemudian diganti dengan campuran parafin : xylol dengan perbandingan 1:1 selama 45 menit dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 65-70 0C. Kemudan jaringan dipindahkan secara bertahap ke dalam parafin selam 45 menit, dan dilakukan tiga kali pemindahan. 3. Pemotongan jaringan berukuran 5-6 µm dengan menggunakan mikrotom. Potongan jaringan ditaruh pada gelas objek dan kemudian diapungkan dalam air hangat. Dan dikeringkan pada suhu 40 0C. 4. Pewarnaan jaringan dengan merendam gelas objek kedalam larutan xylol sebanyak dua kali kemudian diganti dengan alkohol yang konsentrasinya diturunkan mulai dari 100% sampai 50% dan direndam masing-masing selama tiga menit. Selanjutnya diwarnai dengan hematoxylin dan eosin, dan dicuci. Kemudian dilakukan dehidrasi dan direkatkan dengan gelas tutup yang ditetesi dengan Canada balsam. 5. Gelas objek selanjutnya dapat diobservasi di bawah mikroskop untuk menganalisis struktur histologi insang. Hasil dan Pembahasan Hasil Kandungan merkuri di dalam jaringan kerang darah dari Bojonegara berkisar antara 0,02 – 0,07 ppm, sedangkan kerang darah dari Panimbang berkisar antara 0,02 – 0,03 ppm. Setelah dilakukan aklimatisasi, kandungan merkuri di dalam jaringan kerang darah dari kedua perairan tersebut menurun berkisar antara 0 – 0,035 ppm. Dengan demikian diduga bahwa proses aklimatisasi bukan hanya bertujuan untuk mengadaptasikan organisme dengan lingkungan yang baru, tetapi juga ternyata menurunkan level konsentrasi merkuri. Sehingga pada waktu perlakuan induksi merkuri berlangsung, faktor confounding merkuri dari perairan asal dapat diminimalisasi. Histologi insang kerang darah Anadara granosa kontrol dan yang diinduksi dengan merkuri disajikan pada Gambar 17. Menurut Sreekala (1993), struktur insang pada kerang darah dalam kondisi normal terdiri dari lamela yang berlekuk-lekuk, masing-masing masing lamela diisi dengan pembuluh darah. Di sekeliling lamela bagian depan dilengkapi dengan cilia, kecuali lamela bagian tengah dan belakang tidak dilengkapi dengan cilia. Lamela dari insang kerang darah kontrol masih utuh dan dilengkapi cilia. Pada kerang darah yang diinduksi dengan merkuri konsentrasi 1, dan 2 ppm sudah menunjukkan adanya kerusakan pada histologi insangnya. Kerusakan yang tampak umumnya adalah pecahnya pembuluh darah dan munculnya luka pada filamen. Bahkan pada konsentrasi merkuri 2 dan 10 ppm muncul nekrosis. Indeks deks untuk menentukan derajat kerusakan insang disajikan pada Tabel 6, 6 indeks tertinggi menunjukkan kerusakan insang paling parah. Kondisi insang tidak berbeda antara kerang darah kontrol yang berasal dari Bojonegara maupun Panimbang. Hal yang sama juga terjadi pada kerang darah yang diinduksi merkuri 1 ppm. Pada konsentrasi merkuri 2 ppm dengan waktu pemaparan 24 jam dan 48 jam. Derajat erajat kerusakan insang pada kerang darah Bojonegara lebih tinggi dibandingkan dengan kerang darah asal Panimbang. Gambar 17.. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) Contoh histologi insang kerang darah Anadara granosa. granosa (a-d) Bojonegara, kontrol, induksi merkuri 1 ppm, induksi merkuri 2 ppm, induksi merkuri 10 ppm; (e (e-h) Panimbang, kontrol, induksi merkuri 1 ppm, ind induksi merkuri 2 ppm, induksi merkuri 10 ppm. Tabel 6. Skoring kondisi struktur histologis insang kerang darah Anadara granosa yang diinduksi dengan merkuri. 0: normal, 1: derajat kerusakan tingkat 1, 2: derajat kerusakan tingkat 2, 3: derajat kerusakan ttingkat ingkat 3 Bojonegara Perlakuan merkuri Kontrol 1 ppm 2 ppm 10 ppm Panimbang 24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 0 1 1 3 0 1 2 - 0 1 2 3 0 1 3 - Pembahasan Pada penelitian ini kondisi histologis insang kerang darah kontrol dari perairan Bojonegara dan Panimbang terlihat normal. Hal ini membuktikan bahwa, kondisi fisika dan kimia perairan di habitat asalnya masih mampu mendukung kehidupan kerang darah. Tetapi parameter kimia seperti logam berat terutama merkuri, kandungannya melebihi baku mutu yang telah ditetapkan untuk mendukung kelayakan hidup kerang darah. Padahal menurut Navarro et al. (2012), merkuri membahayakan organisme akuatik walaupun dengan konsentrasi yang sedikit. Tetapi penelitian ini membuktikan bahwa kerang darah Bojonegara dan Panimbang resisten terhadap kontaminasi merkuri, sehingga kerang darah dapat mengembangkan daya adaptasinya untuk tetap bertahan hidup dan bereproduksi di kedua perairan tersebut. Menurut Waddington (1953), kemampuan resistensi terhadap suatu kondisi yang tidak lazim bersifat genetis, sehingga secara turun temurun organisme mampu beradaptasi dan hanya individuindividu yang adaptif sajalah yang dapat mengatasi kondisi yang demikian. Setelah dipaparkan dengan merkuri, baik pada konsentrasi 1, 2, dan 10 ppm terlihat adanya kerusakan pada histologi insang. Derajat kerusakan histologi insang kerang darah Bojonegara dan Panimbang sebanding pada induksi merkuri 1 ppm. Dengan dinaikkannya konsentrasi merkuri menjadi 2 dan 10 ppm, derajat kerusakan histologi insang kerang darah dari kedua perairan menjadi tidak sebanding. Derajat kerusakan lebih tinggi pada kerang darah asal Panimbang. Kerusakan yang terjadi berupa pecahnya pembuluh darah dan dilatasi filamen. Nekrosis muncul pada kerang darah asal Panimbang yang diinduksi merkuri 2 ppm selama pemaparan 48 jam. Pada konsentrasi 10 ppm, nekrosis muncul pada insang kerang darah dari kedua perairan, baik Bojonegara maupun Panimbang. Munculnya nekrosis ini mengindikasikan sel hampir atau telah mati. Menurut Arockia et al. (2012), merkuri walaupun dalam konsentrasi yang minimal di lingkungan perairan memberikan dampak negatif terhadap kehidupan organisme akuatik. Sreekala (1993) melaporkan bahwa Perna indica yang diinduksi dengan merkuri konsentrasi 0,05 ppm mengalami dilatasi pembuluh darah. Kerusakan histologi insang kerang air tawar Lamellidens corrianus disebabkan oleh kontaminasi merkuri (Andhale et al. 2011). Merkuri menurunkan konsentrasi hormon estrogen dan testosteron pada ikan Cyprinus carpio dan Capoeta sp (Ebrahimi & Taherianfard 2011). Werner et al. (2003) melaporkan munculnya nekrosis pada insang kerang Potamocorbula amurensis yang diinduksi oleh kadmium berkonsentrasi 0.01 ppm. Informasi molekuler mendukung hasil analisis histologi insang, bahwa pada konsentrasi merkuri 1 ppm, gen Hsp70 (sebagai gen yang bekerja pada saat organisme mengalami stres) terekspresi dengan jelas. Ketika konsentrasi merkuri ditingkatkan, gen Hsp70 kerang darah dari Panimbang level ekspresi menurun. Hal ini menandakan bahwa gen Hsp70 tidak mampu lagi untuk mengatasi stres yang berlanjut pada level yang tinggi, sehingga protein yang terdenaturasi dan teragregasi pada saat kerang darah mengalami stres akibat induksi merkuri tidak dapat dihindari. Gen Hsp70 tidak dapat mencegah agregasi dan melipat kembali protein menjadi seperti bentuk awal (native protein), akibatnya sel tidak dapat dilindungi (Wang et al. 2004). Pada penelitian ini, stres yang dialami kerang darah akibat cemaran merkuri menyebabkan kerusakan histologi insang dan terekspresinya gen Hsp70. Berdasarkan derajat kerusakan histologi insang yang disebabkan oleh induksi merkuri, toleransi kerang darah Panimbang terhadap merkuri lebih rendah dibandingkan dengan kerang darah Bojonegara. Sumber merkuri di perairan Teluk Lada, Panimbang adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara dan beroperasi secara resmi pada tahun 2009. Pendirian PLTU yang mengeluarkan limbah berupa merkuri ke dalam ekosistem perairan Teluk Lada, menyebabkan perubahan lingkungan yang menstimulasi stres bagi organisme. Dengan demikian, kerang darah Panimbang masih dalam tahap penyesuaian terhadap lingkungan baru yang terkontaminasi merkuri. Individuindividu yang dapat bertahan hidup adalah individu-individu yang resisten. Sehingga, ketika diinduksi oleh merkuri dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada konsentrasi di habitat asalnya, kerang darah Panimbang mengalami kejutan (shock) yang menyebabkan derajat kerusakan yang lebih parah. Kegiatan antropogenik, yang pada umumnya membuang limbah merkuri ke dalam ekosistem akuatik, telah berkembang sejak lama di sepanjang pesisir perairan Teluk Banten, Bojonegara. Dengan demikian, organisme akuatik yang mendiami perairan tersebut telah beradaptasi dengan lingkungan perairan yang terkontaminasi merkuri konsentrasi tinggi. Ketika mendapat cekaman konsentrasi merkuri yang melebihi konsentrasi merkuri di perairan asalnya, kerang darah Bojonegara dapat mentoleransi kondisi tersebut. Dengan demikian, kerang darah Bojonegara dapat dikatakan lebih adaptif terhadap cekaman merkuri. Simpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Konsentrasi merkuri mempengaruhi kerusakan histologi insang kerang darah, dan konsentrasi maksimum yang dapat ditolerir adalah 1 ppm. 2. Kerusakan histologi dari perlakuan kontrol dan yang diinduksi merkuri 1 ppm sebanding antara kerang darah Bojonegara dan Panimbang. Sedangkan pada perlakuan induksi merkuri 2 ppm, kerusakan histologi insang lebih parah pada kerang darah Panimbang dibandingkan dengan Bojonegara. 3. Kerang darah Bojonegara memiliki adaptasi seluler yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerang darah Panimbang. Dengan demikian, kerang darah Bojonegara dapat dijadikan biofilter dalam kegiatan budidaya udang di tambak di daerah yang terkontaminasi bahan pencemar. 5 KARAKTERSISTIK MORFOLOGI KERANG DARAH Anadara granosa L. SEBAGAI RESPON TERHADAP KERAGAMAN LINGKUNGAN Abstrak Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia intertidal yang tahan terhadap tekanan lingkungan. Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi kehidupan kerang darah. Perkembangan industrialisasi yang pesat menjadikan kedua perairan tersebut sebagai reservoir penampung limbah industri yang berdiri di sekitarnya. Beberapa limbah yang dibuang ke perairan mengandung cemaran logam berat yang membahayakan bagi kehidupan kerang darah dan organisme lainnya. Namun demikian, kerang darah masih tetap dapat bertahan hidup di daerah yang terkontaminasi bahan pencemar dengan mengembangkan plastisitas fenotip. Cangkang yang tebal merupakan salah satu indikator pertahanan diri terhadap tekanan lingkungan. Kata-kata kunci : plastisitas fenotip, karakter morfologi, adaptasi, logam berat Abstract Blood cockle Anadara granosa is an intertidal bivalve which can adapt to environmental stress. Coastal waters of Banten such as Banten Bay, Bojonegara and Lada Bay, Panimbang are potential waters to maintain blood cockle production. Industrialization in Banten Province are developing, therefore, those waters become a reservoir for several industrial sewages. The sewages discharged into the surrounding waters consists of heavy metal pollutant that harms the life of blood cockle and other organisms. However, blood cockle still survives in those contaminated habitats by means of phenotypic plasticity. Shell thickness is an indicator for survival against environmental stress. Keywords : phenotypic plasticity, morphological character, adaptation, heavy metal Pendahuluan Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi bivalvia ekonomis penting, seperti kerang darah Anadara granosa. Hidup di wilayah perairan intertidal merupakan suatu tantangan bagi kerang darah dan organisme lainnya. Tantangan tersebut bukan hanya disebabkan oleh faktor alami yang berfluktuasi harian, mingguan, dan bulanan, tetapi juga faktor antropogenik (Lalli & Parsons 1993). Di perairan pesisir Banten, industrialisasi semakin berkembang. Pembangunan beberapa industri di Provinsi Banten, seperti industri baja, kimia, PLTU, perhotelan, dan wisata bahari menjadikan perairan pesisir Banten sebagai ekosistem penampung limbah dari hasil kegiatan antropogenik tersebut (Rochyatun et al. 2005). Kegiatan antropogenik di perairan Teluk Banten telah lebih lama berlangsung dibandingkan dengan di Teluk Lada. Limbah yang dikeluarkan dari industri baja, kimia, pabrik penyimpanan batubara, dan pabrik perakitan perahu fiber menjadikan Teluk Banten sebagai ekosistem penampung. Sedangkan Teluk Lada menjadi ekosistem penampung limbah yang bersumber dari batubara sebagai bahan bakar yang digunakan oleh PLTU Labuan yang beroperasi sejak tahun 2009. Limbah industri dapat menggangu keseimbangan ekosistem dengan terjadinya perubahan kualitas air, dan limbah tersebut seringkali mengandung logam berat pencemar bagi lingkungan dan biota perairan. Kandungan merkuri, timbal, dan kadmium di Teluk Bojonegara telah melebihi baku mutu (Setyobudiandi 2004). Bahkan di Teluk Lada, kandungan merkuri lebih tinggi, tetapi kandungan timbal lebih rendah dibandingkan dengan di Teluk Banten (Muawanah et al. 2005). Perbedaan kondisi lingkungan Teluk Banten dan Teluk Lada dapat mendorong terjadinya perbedaan respon kerang darah Anadara granosa. Kerang darah yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak di kedua perairan tersebut adalah yang telah atau sedang melalui proses penyesuaian terhadap perubahan lingkungan yang didiaminya. Kemampuan untuk bertahan terhadap perubahan lingkungan difasilitasi oleh adanya mekanisme internal berupa cellular stress response (CSR) (Dewitt & Scheiner 2004; Evans & Hofmann 2012). Pada awal terjadinya perubahan lingkungan, biokimia dan fisiologis tubuhlah yang merespon perubahan eksternal tersebut. Setelah melewati beberapa periode waktu dan tahapan perubahan lingkungan, perubahan karakter fenotip akan muncul (Affandi 2006). Keragaman fenotip yang muncul pada suatu spesies yang hidup pada berbagai lokasi geografis yang fluktuatif merupakan konsekuensi dari dua faktor yang berbeda. Pertama, keragaman karakter fenotip difasilitasi oleh plastisitas fenotip (Luttikhuizen et al. 2003; Pigliucci et al. 2003) dengan tanpa adanya keragaman genotip (Peyer et al. 2010). Kedua, keragaman fenotip muncul sebagai konsekuensi adanya keragaman genetik (Peyer et al. 2010). Eksplorasi respon jangka pendek yang berupa ekspresi gen dan kerusakan jaringan insang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu. Sedangkan respon jangka panjang yang ditelusuri melalui pendekatan morfologi akan dijelaskan pada bab ini. Landasan pemikiran pada penelitian ini yaitu keragaman kondisi perairan Teluk Banten dan Teluk Lada mendorong terjadinya plastisitas fenotip sebagai strategi adaptasi. Analisis karakter morfologi yang dikembangkan oleh kerang darah menjadi bahan pemikiran selanjutnya. Karakter morfologi bivalvia seperti tebal cangkang merupakan salah satu bentuk perlindungan bagi tubuhnya yang lunak dalam menghadapi tantangan lingkungan eksternal (Vermeij 1993). Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis keragaman morfologi kerang darah Anadara granosa sebagai bentuk adaptasinya terhadap lingkungan perairan Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang. Kerang darah yang berasal dari Kuala Tungkal, Jambi dijadikan sebagai kontrol dengan pertimbangan bahwa perairan tersebut relatif tidak tercemar. Bahan dan Metode Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel kerang darah Anadara granosa dilaksanakan mulai bulan Desember 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Lokasi penelitian yaitu Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang (Gambar 18). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan perbedaan kondisi perairan dan lingkungan terestrial sekitarnya. Posisi lokasi penelitian disajikan pada Tabel 7. Gambar 18. Lokasi penelitian di perairan pesisir Provinsi Banten Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian adalah akuades, es, dan bahan-bahan kimia untuk pengukuran kualitas kimia air. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah garok, GPS, alat tulis, spidol, kertas label, polybag, Eikman dredge, ice box, thermometer, refractometer, kertas pH, stopwatch, jangka sorong, dan timbangan analitik. Gambar 19. Peta lokasi penelitian Teluk Banten, Bojonegara. Gambar 20. Peta lokasi penelitian Teluk Lada, Panimbang. Tabel 7. Posisi lokasi penelitian Lokasi Teluk Banten, Bojonegara Teluk Lada, Panimbang Stasiun 1 2 1 2 3 Posisi Lintang Selatan 5059’37.80” 5058’55.00” 6026’20.77” 6027’12.42” 6028’59.69” Bujur Barat 106006’34.3” 106006’04.9” 105048’45.1” 105048’04.5” 105046’33.5” Pengambilan contoh dan analisis karakter morfologi kerang darah Pengambilan sampel kerang darah dari substrat perairan Teluk Banten, Bojonegara dilakukan secara transek ukuran 1 x 1 m tanpa menggunakan alat (tradisional), yaitu manual diambil dengan tangan. Sedangkan di Teluk Lada, Panimbang, kerang darah diambil dengan menggunakan alat tangkap garok (Gambar 21). Kerang darah yang ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam polybag yang diberi label, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis fenotip. Analisis fenotip kerang darah dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen MSP FPIK, IPB. Karakter morfologi yang diukur adalah panjang, tinggi, tebal cangkang, tinggi umbo, simetri kiri, simetri kanan, jumlah alur, jumlah crenula, berat total, dan berat tubuh lunak (Gambar 22). Kriteria sampel yang dianalisis adalah kerang yang memiliki uk ukuran uran panjang cangkang 1.75 – 4.51 cm. Kerang darah dari Kuala Tungkal, Jambi dijadikan sebagai pembanding dengan ukuran panjang cangkang 1.78 – 3.04 cm. Kerang darah kemudian dikelompokkan berdasarkan ukuran untuk dilihat sifat sebarannya. Gambar 21. (a) (b) Pengambilan sampel kerang darah Anadara granosa dengan menggunakan (a) manual di Bojonegara dan (b) garok di Panimbang. Gambar 22. Karakter morfologi yang diukur. TIC: tinggi cangkang, PC: panjang cangkang, TU: tinggi umbo, TEC: teba tebal cangkang. Analisis kualitas air dan substrat Pengukuran kualitas air dilakukan di Laboratoriun Produktivitas Lingkungan (Proling), Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) FPIK, IPB. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur disajikan pad pada Tabel 8. Analisis Data Keragaman morfologi kerang darah dianalisis dengan menggunakan metode Analisis Diskriminan ((Discrimant Analysis)) dengan menggunakan program SAS (Statistical Statistical Analysis System System)) untuk melihat pengelompokan karakter. Jumlah kerang darah yang diperhitungkan pada analisis diskriminan ini adalah 351 individu dari Bojonegara, 162 individu dari Panimbang, dan 120 individu dari Kuala Tungkal. Tabel 8. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur di lokasi penelitian Parameter Tekstur substrat Kecepatan arus Suhu Salinitas pH Total bahan organik Total padatan tersuspensi Timbal (Pb) Kadmium (Cd) Merkuri (Hg) Satuan % cm/detik 0 C ‰ mg/l Metode Grafik segitiga Miller In situ In situ In situ In situ Titrasi mg/l Titrasi mg/l mg/l mg/l Atomic Absortion System (AAS) Atomic Absortion System (AAS) Atomic Absortion System (AAS) Hasil dan Pembahasan Hasil Parameter fisika dan kimia perairan Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang disajikan pada Tabel 9. Substrat merupakan prasyarat utama sebagai tempat hidup kerang darah Anadara granosa. Tipe substrat pasir berlempung di kedua lokasi penelitian merupakan habitat yang sesuai untuk kelayakan hidup kerang darah (Broom 1985). Dari semua parameter kualitas air yang dianalisis, hanya salinitas dan kandungan logam berat saja yang berbeda antara Bojonegara dan Panimbang. Salinitas masih layak untuk menopang kehidupan kerang darah. Sedangkan kandungan logam berat di Bojonegara lebih tinggi dibandingkan dengan di Panimbang. Sebaran panjang cangkang kerang darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sifat sebaran yang menyimpang ke kiri (Lampiran 5) dengan perwakilan baik ukuran individu muda (< 1.8 cm) maupun ukuran individu dewasa (≥ 1.8 cm) . Karakter morfologi kerang darah yang diukur dari ketiga perairan tersebut berbeda nyata. Ukuran morfologi kerang darah Bojonegara lebih besar dibandingkan dengan ukuran kerang darah Panimbang dan Kuala Tungkal sebagai kontrol pembanding, kecuali simetri kanan, simetri kiri, jumlah alur dan jumlah crenula (Tabel 10). Berdasarkan analisis diskriminan, maka panjang, lebar, tebal cangkang, bobot total, dan bobot daging menjadi penciri utama yang membedakan kerang darah asal Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal (Lampiran 6). Kelima karakter tersebut layak digunakan menjadi penciri utama disebabkan oleh karakter-karakter tersebut berbeda nyata untuk masing-masing lokasi (Lampiran 7). Tabel 9. Parameter kualitas air di Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang Lokasi Penelitian Parameter Kualitas Air Teluk Banten, Teluk Lada Bojonegara Panimbang Tipe substrat Pasir berlempung* Pasir berlempung* Kecepatan arus 2.2 – 15.91 2.81 – 36.1 (cm/detik) Salinitas (‰) 19 - 30 25 - 36 pH 7.2 – 8.0 7.3 – 7.8 Suhu (0C) 26 - 30 28 - 32 Total bahan organik 79 - 82 19 - 52 (mgKMnO4/l) Total padatan 18 - 61 15 - 60 tersuspensi (TSS (mg/l)) Kolom air: Pb (ppm) 0.009 – 0.056 0.017 – 0.033 Cd (ppm) 0.005 – 0.025 < 0.005 Hg (ppm) 0.0004 – 0.0017 0.0002 – 0.0009 Substrat: Pb (ppm) 1.9 – 4.8 0.5 – 1.6 Cd (ppm) 0.5 – 0.6 0.5 – 0.9 Hg (ppm) 0.2 – 0.9 0.15 – 0.7 *Berdasarkan segitiga Miller (Brower et al. 1990). Tabel 10. Nilai rata-rata karakter morfologi kerang darah Anadara granosa yang berasal dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal Lokasi Karakter Kuala morfologi Bojonegara Panimbang Tungkal F hitung (n=351) (n=162) (n=120) Panjang (cm) 195.408 3.211±0.508 2.493±0.481 2.279±0.202 Lebar (cm) 174.297 2.300±0.417 1.757±0.311 1.721±0.200 Tebal (cm) 238.896 2.099±0.370 1.571±0.291 1.346±0.154 Tinggiumbo (cm) 0.467±0.198 28.786 0.387±0.195 0.293±0.121 simetri kanan (cm) 0.637±0.238 314.229 0.729±0.486 1.683±0.159 simetri kiri (cm) 5.420 0.846±0.275 0.762±0.493 1.715±0.145 jumlah alur 21.399 19±2 20±2 20±2 jumlah crenula 95.267 8±2 6±2 11±4 berat total (gram) 12.251±4.305 6.827±3.052 4.272±1.069 204.228 berat tubuh (gram) 2.823±1.094 145.455 1.570±0.659 1.323±0.326 Grafik analisis diskriminan menunjukkan pusat sebaran karakter morfologi Bojonegara terpisah dari pusat sebaran karakter morfologi Panimbang dan Kuala Tungkal. Beberapa individu kerang darah Bojonegara mendekati pusat sebaran karakter morfologi kerang darah Panimbang. Sedangkan kerang darah Panimbang menyebar selain pada pusat sebarannya, juga ada yang mendekati pusat sebaran karakter morfologi kerang darah Bojonegara dan Kuala Tungkal. Tetapi, tidak ada interkoneksi antara kerang darah Bojonegara dan Kuala Tungkal (Gambar 23). Dengan demikian terlihat adanya relevansi antara morfologi dan kondisi lingkungan. Gambar 23. Grafik fungsi diskriminan sepuluh karakter morfologi kerang darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal. Pembahasan Morfologi kerang darah Bojonegara dan Panimbang menunjukkan karakter yang berbeda, ukuran kerang darah Bojonegara lebih besar dibandingkan kerang darah Panimbang. Keragaman morfologi tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu plastisitas fenotip dan keragaman genetik (Peyer et al. 2010). Plastisitas fenotip merupakan keragaman fenotip pada spesies yang sama, dengan keragaman genetik yang rendah, yang terekspresi sebagai respon terhadap fluktuasi lingkungan (Pigliucci et al. 2003; Peyer et al. 2010). Berdasarkan marka genetik Cytochrome Oxidase I (COI), kerang darah Bojonegara dan Panimbang menunjukkan keragaman yang rendah (Rahayu 2013), hal ini menunjukkan bahwa kerang darah Bojonegara dan Panimbang berasal dari sumber genetik yang sama. Dengan demikian keragaman morfologi yang terekspresi pada kerang darah di kedua perairan tersebut merupakan bentuk dari plastisitas fenotip sebagai respon adaptif terhadap perbedaan lingkungan lokal. Beberapa penelitian terdahulu melaporkan bahwa parameter fisika dan kimia perairan seperti pH, suhu, alkalinitas, dan konduktivitas menjadi faktor penentu bagi terbentuknya plastisitas fenotip (Hahn et al. 2012; Alvarez-Molina 2004; Soares et al. 1998). Dari 10 karakter morfologi yang diukur, tebal cangkang bersama 4 karakter lainnya seperti panjang, tinggi, bobot total, dan bobot tubuh merupakan karakter penciri kerang darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal sebagai kontrol. Ternyata tebal cangkang kerang darah Bojonegara lebih besar dibandingkan dengan kerang darah Panimbang dan Kuala Tungkal. Penelitianpenelitian terdahulu membuktikan adanya hubungan antara keragaman lingkungan dengan keragaman karakter morfologi. Ellis et al. (2006) melaporkan bahwa keragaman morfologi muncul pada ikan Lepomis macrochirus yang hidup pada dua habitat yang berbeda pada danau yang sama. Ikan L. macrochirus yang mendiami wilayah litoral danau memiliki karakteristik tubuh yang membulat dan sirip perut yang lebih besar. Ikan L. macrochirus yang hidup di wilayah terbuka memiliki karakteristik tubuh yang fusiform dan sirip perut yang lebih kecil. Sedangkan keragaman pada ketebalan lapisan naker (nacreous layer) kerang Mytilus galloprovincialis, menurut Hahn et al. (2012) berkorelasi dengan pH lingkungan perairan. Selain pH, parameter kualitas perairan lainnya seperti alkalinitas dan konduktifitas mempengaruhi keragaman morfologi secara spasial seperti panjang, tinggi, tebal cangkang dan obesitas kerang air tawar Elliptio complanata (Alvarez-Molina 2004). Korelasi juga ditemukan antara perbedaan suhu perairan secara geografis dengan keragaman tebal cangkang kerang Donax serra (Soares et al. 1998). Perairan Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang masih layak untuk kehidupan kerang darah Anadara granosa. Parameter fisika dan kimia perairan yang berbeda antara Bojonegara dan Panimbang adalah salinitas, total bahan organik, dan kandungan logam berat, sedangkan pH tidak menunjukkan perbedaan. Salinitas nampaknya tidak terlalu berpengaruh terhadap keragaman morfologi, karena masih dalam batas ambang yang layak. Sedangkan bahan organik hanya menyumbang kurang dari 5% untuk pembentukan cangkang (Vermeij 1993), sehingga keragaman morfologi yang disebabkan oleh bahan organik dapat dikatakan kecil pengaruhnya. Logam berat di kedua perairan tersebut telah melewati batas ambang, sehingga menjadi faktor pembatas bagi ketahanan hidup kerang darah. Dibandingkan dengan timbal dan kadmium, kandungan merkuri di Panimbang dan terlebih lagi di Bojonegara nilainya signifikan melebihi batas ambang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa morfologi kerang darah Bojonegara terutama karakteristik cangkangnya yang lebih tebal merupakan bentuk pertahanan diri terhadap lingkungan yang mendapat pengaruh pencemaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan perairan Panimbang dan Kuala Tungkal. Salinitas yang lebih rendah di Bojonegara menyebabkan rendahnya kelarutan merkuri, sehingga toksisitas merkuri menjadi tinggi. Oleh karena itu untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan bereproduksi di perairan terkontaminasi bahan pencemar, maka kerang darah perlu mengembangkan strategi adaptasi. Salah satu bentuk strategi adaptasi yang dikembangkan adalah plastisitas fenotip dengan memfasilitasi ukuran cangkang, terutama ketebalan cangkang. Hal ini dibenarkan oleh Vermij (1993), ketebalan cangkang merupakan salah satu bentuk perlindungan diri terhadap tekanan lingkungan. Simpulan Karakter morfologi kerang darah Bojonegara berbeda dengan kerang darah Panimbang dan Kuala Tungkal, hal ini erat kaitannya dengan kondisi lingkungan lokal yang menjadi habitat kerang darah. Keragaman morfologi kerang darah di perairan-perairan tersebut didorong oleh plastisitas fenotip sebagai strategi adaptasi. Karakter morfologi yang menjadi penciri kerang darah dari perairan asalnya adalah panjang, tinggi, tebal cangkang, bobot total, dan bobot tubuh lunak. Tebal cangkang dapat dijadikan sebagai salah satu indikator pertahanan diri dalam menghadapi tantangan lingkungan. 6 PEMBAHASAN UMUM Kondisi lingkungan perairan di Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang pada umumnya masih layak untuk menopang kehidupan kerang darah Anadara granosa, kecuali logam berat terutama merkuri yang kandungannya telah melewati batas ambang (threshold). Kerang darah yang dapat hidup di perairan tersebut diduga merupakan individu-individu yang tahan (resisten) terhadap kontaminasi bahan pencemar seperti logam berat. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan penyesuaian diri yang baik, ditandai oleh beberapa parameter biologi yang memperkuat keberadaan hewan ini di lingkungan yang berubah. Kerang darah di perairan Bojonegara masih dapat bereproduksi, dibuktikan dengan keberadaan individu-individu dewasa yang telah matang gonad (Wahyuningtias 2010) dan larva Anadara sp. (Agususilo 2010). Ukuran kerang darah yang tertangkap dari perairan Bojonegara dan Panimbang beragam, yang menunjukkan keberlangsungan proses peremajaan (recruitment) di kedua perairan tersebut masih tergolong baik. Amalia (2010) melaporkan bahwa jumlah stok induk kerang darah di Bojonegara berkorelasi positif dengan jumlah juvenil. Sedangkan di Panimbang jumlah juvenil lebih banyak dibandingkan dengan stok induk. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua juvenil dapat memasuki fase dewasa, yang menjadi faktor penyebabnya diduga tingkat kematian yang tinggi pada fase juvenile baik kematian alami maupun kematian karena penangkapan. Seperti yang dilaporkan oleh Lubayasari (2010), kematian yang disebabkan oleh faktor alami pada kerang darah Panimbang (46%) lebih tinggi dibandingkan dengan kerang darah Bojonegara (27%). Kontaminasi bahan pencemar seperti merkuri di perairan dapat menyebabkan stres bagi organisme, sehingga menimbulkan perubahan biologis. Stres yang diinduksi oleh lingkungan pertama kali akan direspon oleh sinyal hormonal yang selanjutnya disampaikan ke reseptor di permukaan sel. Informasi yang disampaikan tersebut akan diteruskan melalui jalur transduksi sinyal (Signaling Transduction Pathway) ke respon seluler (Wang et al. 2004). Cellular stress response (CSR) sebagai famili gen merupakan faktor kunci dalam menentukan derajat kemampuan organisme dalam merespon tekanan lingkungan agar organisme dapat beradaptasi dalam kondisi lingkungan yang demikian (Evans & Hofmann 2012). Salah satu gen yang termasuk ke dalam famili gen CSR yang diaktivasi dalam kondisi stres diantaranya adalah gen Hsp70 yang melalui ekspresinya menghasilkan produk berupa protein (Lindquist 1986; Evans & Hofmann 2012). Gen Hsp70 sebagai molecular chaperone berperan dalam melindungi jaringan dan sel dengan memperbaiki struktur protein yang ada di dalam sel kembali menjadi bentuk asal (native protein). Sesuai dengan pendapat Morimoto (1998) bahwa, ekspresi berlebih (overexpression) gen Hsp mampu melindungi sel dan jaringan terhadap pemaparan lethal pada berbagai tekanan lingkungan. Sel dan jaringan tidak dapat terlindungi dari gangguan eksternal, jika gen Hsp tidak terekspresi. Dengan terlindunginya jaringan dan sel, maka organ yang lebih kompleks juga akan terlindungi dari tekanan lingkungan. Dan sebaliknya, organ yang kompleks tidak dapat dilindungi dari ancaman gangguan eksternal jika jaringan dan sel tidak berhasil dilindungi. Dengan demikian, penjagaan sel dan jaringan (cytoprotection) oleh terekspresinya gen Hsp70, menyebabkan meningkatnya pertahanan hidup kerang darah terhadap tekanan lingkungan. Sebagai konsekuensinya, gen yang resisten dan mampu mengekspresikan karakter fenotip tertentu, memfasilitasi adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang demikian. Di dalam membahas strategi adaptasi kerang darah secara umum di perairan Bojonegara dan Panimbang, alur pemikirannya disajikan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 24. Keragaman level ekspresi gen Hsp70 difasilitasi oleh habituasi organisme terhadap kondisi lingkungan. Kerang darah yang sudah lama terpapar sehingga terbiasa hidup di lingkungan yang kurang ideal, maka gen Hsp70nya sebagai gen yang responsif terhadap tekanan lingkungan akan terekspresi berlebih. Sedangkan kerang darah yang belum terbiasa dengan kondisi lingkungan tersebut, ekspresi gen Hsp70 masih rendah. Penyesuaian terhadap kondisi lingkungan memerlukan waktu yang lama dan dilakukan secara bertahap melalui beberapa fase. Ketika pertama kali menghadapi perubahan lingkungan, kerang darah akan mengekspresikan gen Hsp70 sebagai bentuk perlindungan diri dan beberapa sifat fisiologis seperti mekanisme respirasi juga akan berubah. Ekspresi gen Hsp70 menjadi salah satu faktor penentu dalam perkembangan fenotip. Fase yang pertama ini hanya terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari saja, fase ini dinamakan fase aklimatisasi. Kerang darah yang memiliki daya tahan tinggi dan telah melalui fase aklimatisasi, maka akan dapat mencapai fase selanjutnya yaitu fase penyesuaian (adjustment). Ekspresi gen dan perubahan fisiologis masih berlangsung pada fase ini, selain itu juga terjadi seleksi pada genotip terpilih yang tahan terhadap stres yang berlanjut. Seleksi menyebabkan peningkatan frekuensi genotip tertentu yang dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang baru berubah, frekuensi genotip lain yang tidak sesuai akan menurun bahkan menghilang. Sehingga dengan adanya seleksi genotip, maka akan mendorong terjadinya proses kanalisasi (canalized character) pada fase adaptif dan mengarahkan keheterogenan genotip menuju ke arah kehomogenan. Keberhasilan kanalisasi karakter genotip yang adaptif dalam rangka penyesuaian terhadap kondisi lingkungan, akan diikuti oleh perubahan pada karakter fenotip. Sesuai dengan pendapat Sultan (1987) bahwa penyesuaian fenotip terhadap lingkungan didorong oleh adanya seleksi alam yang terjadi pada genotip. Karakter genotip dan morfologi pada fase ini belum bersifat menetap karena masih ada peluang bagi generasi berikutnya untuk mengalami perbedaan karakter dari karakter induk. Untuk memperoleh karakter akis (acquired character) yang menetap diperlukan periode waktu yang lebih lama, yang dapat dicapai pada fase adaptasi dimana ekosistem sudah stabil dan individu-individu telah terbiasa dengan kondisi lokal. Pada fase adaptasi ini, bentuk morfologi telah stabil dan genotip bersifat homogen. Proses adaptasi ini memerlukan waktu yang lama dan melibatkan belasan hingga puluhan generasi dan biasanya bersifat genetis. Menurut Waddington (1953), Drosophila membutuhkan 17 generasi untuk mencapai kestabilan genotip dan morfologi, sehingga beradaptasi (adapted). Model adaptasi demikian dapat diaplikasikan pada kerang darah di Bojonegara dan Panimbang. Resistensi terhadap tekanan lingkungan yang diinduksi oleh merkuri pada kerang darah Bojonegara lebih tinggi dibandingkan dengan kerang darah Panimbang. Habituasi terhadap kondisi lingkungan yang telah lama terkontaminasi bahan pencemar sehingga teraktivasinya gen Hsp70, menyebabkan kerang darah dapat mengatasi stres yang berada di atas batas ambang (threshold). Kerang darah Bojonegara telah lama beradaptasi dengan lingkungan yang terkontaminasi berbagai macam faktor abiotik, sehingga ketika dilakukan aklimatisasi di laboratorium dengan cara menginduksinya dengan logam berat merkuri berkonsentrasi tinggi, hewan tersebut masih dapat mempertahankan diri dengan cara mengekspresikan gen Hsp70. Plastisitas gen Hsp70 yang dikembangkan oleh kerang darah Bojonegara ini membantu melindungi jaringan dan sel ketika hewan tersebut menghadapi tantangan lingkungan, hal ini dibuktikan dengan derajat kerusakan struktur histologis insang yang rendah dibandingkan dengan kerang darah Panimbang. Sebagai konsekuensi dari perlindungan jaringan dan sel, maka selanjutnya organ yang lebih kompleks juga akan terlindungi dan ketahanan hidup menjadi meningkat. Pada kerang darah Panimbang, gen Hsp70 tidak mampu mencegah terjadinya kerusakan struktur histologis insang ketika diberi perlakuan merkuri lebih tinggi dari 1 ppm. Hewan tersebut belum terbiasa dengan kondisi stres seperti ini karena periode waktu pemaparan di alam terhadap perubahan lingkungan masih relatif baru. Perairan Teluk Lada, Panimbang mengalami kontaminasi yang signifikan setelah beroperasinya PLTU berbahan bakar batubara pada tahun 2009 yang mengeluarkan limbah merkuri. Kerang darah di perairan Teluk Lada, Panimbang masih membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru berubah. Fase Bivalvia Faktor eksternal Aklimatisasi Kondisi ekosistem Fase adaptif Adaptasi (adapted) Biokimia: sintesis nukleotida & protein, dll Morfologi: perubahan bentuk tubuh Morfologi: stabilisasi Seleksi Biokimia: sintesis nukleotida & protein, dll Faktor yang dipengaruhi Fase penyesuaian (adjustment) Fisiologi: respirasi, osmosis, dll Fisiologi: respirasi, osmosis, dll Genetik: seleksi genotip terpilih Generasi G0 G4-8 Gambar 24. Model adaptasi bivalvia pada lingkungan yang baru. Fisiologi: respirasi, osmosis, dll Genetik: kanalisasi genotip terpilih G9-17 Genetik: homogenase genotip yang adaptif G>17 Penjagaan jaringan dan sel (cytoprotection) yang difasilitasi oleh ekspresi gen Hsp70 yang plastis mendorong keberhasilan adaptasi kerang darah pada lingkungan yang fluktuatif. Kerang darah yang berhasil beradaptasi adalah kerang darah yang memiliki struktur jaringan dan sel yang baik, sehingga terbentuk karakter morfologi terpilih yang sesuai memenuhi prasyarat adaptasi dan bersifat akis (acquired character). Perolehan karakter akis tersebut merupakan hasil dari proses habituasi dan seleksi dalam jangka waktu yang lama dan telah melewati beberapa generasi. Seleksi genotip dan morfologi terpilih menjamin ketahanan dan kelestarian hidup sehingga kerang darah di perairan Bojonegara dapat bereproduksi, walaupun kondisi lingkungan tidak maksimal. Kerang darah telah beradaptasi (adapted) dengan kondisi perairan Bojonegara dan telah mengembangkan karakter akisnya kurang lebih 17 generasi, dengan pertimbangan bahwa perubahan kondisi di ekosistem tersebut telah melebihi 17 generasi kerang darah. Perhitungan generasi ini disesuaikan dengan yang dilaporkan oleh Broom (1985) bahwa umur kerang darah mencapai tingkat stadia dewasa adalah antara enam bulan sampai satu tahun dengan panjang cangkang mencapai 1.8 – 2 cm. Adaptasi biasanya menguntungkan karakter morfologi tertentu melalui proses seleksi. Perubahan lingkungan mendorong proses seleksi untuk merubah karakter morfologi ke satu arah atau arah lain yang pada awalnya merupakan karakter fenotip yang menyimpang dari rata-rata untuk karakter tersebut. Vermeij (1993) berpendapat bahwa karakter morfologi seperti cangkang yang tebal diperlukan bagi bivalvia yang hidup sebagai hewan sesil di lingkungan yang fluktuatif, agar dapat melindungi organ-organ pentingnya yang terletak di dalam mantelnya yang lunak. Perlindungan diri terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, mendorong kerang darah untuk mengembangkan karakter morfologi tertentu seperti cangkang yang tebal agar dapat mempertahankan kelestariannya. Karakter cangkang yang demikian menjadi penciri kerang darah. Dibandingkan dengan kerang darah Panimbang maupun Kuala Tungkal sebagai kontrol, cangkang kerang darah Bojonegara lebih tebal. Dengan demikian, ketebalan cangkang dan karakter morfologi lainnya seperti panjang cangkang, lebar cangkang, bobot tubuh, dan bobot total dapat dijadikan bioindikator pada perairan tercemar. Ukuran morfologi menjadi kriteria pencemaran di suatu perairan (Tabel 11). Tabel 11. Kriteria pencemaran berdasarkan ukuran morfologi Morfologi Tebal Panjang Lebar Bobot tubuh Bobot total Tinggi >2 >3 >2 >2.2 >10 Kriteria Pencemaran Sedang Rendah 1.5-2 <1.5 2.5-3 <2.5 1.9-2 <1.9 1.7-2.2 <1.7 5.3-10 <5.3 7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kerang darah yang berhasil menghadapi tekanan lingkungan adalah yang dapat mengembangkan plastisitas fenotip. Keberhasilan ekspresi gen Hsp70 dalam membantu melindungi sel dari tekanan faktor luar akan memfasilitasi ketahanan dan kelestarian hidup. Hal ini dibuktikan dengan pendekatan histologis yang menunjukkan bahwa kerang darah yang berhasil beradaptasi akan mampu mentoleransi konsentrasi merkuri yang lebih tinggi. Sedangkan yang belum mencapai tahap ini, kerusakannya lebih berat. Akan tetapi toleransi terhadap tekanan lingkungan ternyata memiliki batas ambang pada konsentrasi tertentu. Hal ini dibuktikan dari respon terhadap induksi merkuri. Selain itu pula, telah terjadi pergeseran karakter morfologi yang sangat jelas antara lingkungan yang tercemar dengan yang tidak tercemar. Karakter morfologi yaitu panjang. tinggi, tebal cangkang, bobot tubuh, dan bobot total telah menunjukkan perubahan tersebut. Namun demikian, karakter ketebalan cangkang telah memberi kontribusi yang nyata terhadap ketahanan dan kelestarian hidup. Saran 1. 2. 3. 4. 5. Kerang darah Bojonegara dapat mentolerir bahan pencemar seperti merkuri dengan konsentrasi tinggi, sehingga hewan ini dapat digunakan sebagai biofilter dalam kegiatan tambak di perairan tercemar Gen Hsp70 dapat dijadikan acuan sebagai marka molekuler bagi perairan tercemar lainnya, karena gen Hsp70 bersifat plastis Untuk dapat memperkuat analisis mengenai profil cangkang kerang darah yang dibangun oleh kalsium karbonat, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kandungan kalsium karbonat dan kelimpahan plankton di perairan Menganalisis ekspresi gen lain yang termasuk ke dalam anggota famili gen Hsp dan gen stres lainnya seperti SOD dan Mt sebagai respon terhadap tekanan lingkungan. Kuantifikasi ekspresi gen Hsp70 dapat ditelusuri dengan menggunakan qPCR (Rreal-time PCR). DAFTAR PUSTAKA Affandi R. 2006. Pengantar Fisiologi Ikan. Bogor (ID): FPIK IPB. Agususilo S. 2010. Kelimpahan larva Anadara spp. (Bivalvia : Arcidae) di perairan Bojonegara, Teluk Banten, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Alvarez-Molina R. 2004. Morphological and genetic description of the Freshwater mussel, Elliptio complanata (Lightfoot, 1786) In the Cape Fear River System, N.C. [dissertation]. North Carolina (US): North Carolina State University. Amalia DR. 2010. Rekrutmen Populasi Kerang Darah (anadara granosa) di Perairan Pesisir Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Andhale AV, Bhosale PA, Zambare SP. 2011. Histopathological study of nickel induced alterations in the fresh water bivalve, Lammellidens marginalis. J Exp Sci 2(4):1-3. Arockia V L, Revathi P, Arulvasu C, Munuswamy N. 2012. Biomarkers of metal toxicity and histology of Perna viridis from Ennore estuary, Chennai, south east coast of India. Ecotoxicol Environ Saf 84:92-98. Banerji S, Berg L, Morimoto RI. 1986. Transcription and post-transcriptional regulation of avian Hsp70 gene expression. J. Biol. Chem. 261(33): 15740-15745. Barber R, Harmer DW, Coleman RA, Clark BJ. 2005. GAPDH as a housekeeping gene: analysis of GAPDH mRNA expression in a panel of 72 human tissues. Physiol Genomics 21: 389–395. Beggs AH, Byers TJ, Knoll JHM, Boyce FM, Bruns GAP, Kunkel LM. 1992. Cloning and characterization of two human skeletal muscle α-actinin genes located on chromosome 1 and 11. J Biol Chem 267(13): 9281-9288. Bettencourt BR, Hogan CC, Nimali M, Drohan BW. 2008. Inducible and constitutive heat shock gene expression responds to modification of Hsp70 copy number in Drosophila melanogaster but does not compensate for loss of thermotolerance in Hsp70 null flies. BMC Biol 6: 1-15. Bradshaw AJ. 1965. Evolutionary significance of phenotypic plasticity in plants. Adv Genet 13: 115-155. Brocchieri L, de Macario EC, Macario AJL. 2008. Hsp70 genes in the human genome: Conservation and differentiation patterns predict a wide array of overlapping and specialized functions. BMC Evol Biol 8(19): 1-20. Broom, M.J. 1985. The biology and culture of marine bivalve mollusks of the genus Anadara. Manila (PH): ICLARM. Broggini, T, Nitsch R, Savaskan NE. 2010. Plasticity-related Gene 5 (PRG5) induces filopodia and neurite growth and impedes lysophosphatidic acid– and nogo-a–mediated axonal retraction. Mol Biol Cell 21:521-537. Brower JE, Zar JH, von Ende CN. 1998. Field and laboratory method for general ecology, fourth edition. Boston (US): McGraw Hill. Boutet I, Tanguy A, Moraga D. 2003a. Organization and nucleotide sequence of the European flat oyster Ostrea edulis heat shock cognate 70 (Hsc70) and heat shock protein 70 (Hsp70) genes. Aquatic Toxicology 65 (2003) 221225. Boutet I, Tanguy A, Rousseau S, Auffret M, Moraga D. 2003b. Molecular identification and expression of heat shock cognate 70 (hsc70) and heat shock protein 70 (hsp70) genes in the Pacific oyster Crassostrea gigas. Cell Stress & Chaperones 8 (1): 76–85 Butet NA. 1997. Distribution of quahog larvae along a north-south transect in Narragansett Bay [thesis ]. Kingston (US): University of Rhode Island. Cellura C, Toubiana M, Parrinello N, Roch P. 2006. Hsp70 gene expression in Mytilus galloprovincialis hemocytes is triggered by moderate heat shock and Vibrio anguillarum, but not by V. splendidus or Micrococcus lysodeikticus. Dev. Comp. Immunol. 30 (11): 984-997. Cooper AD, Crain Jr WR . 1982. Complete nucleotide sequence of a sea urchin actin gene. Nucleic Acids Res. 10(3): 4081-4092. Corrales RM, Galarret D, Herreras J, Calonge M, Chaves F. 2011. Antioxidant enzyme mRNA expression in conjunctival epithelium of healthy human subjects. Can J Ophthalmol 46:35–39. DeWitt TJ, Scheiner SM. 2004. Phenotypic variation from single genotypes: a primer. Di dalam: DeWitt TJ, Scheiner SM, editor. Phenotypic Plasticity: Functional and Conceptual Approaches. Oxford (GB). Oxford University Pr. hlm 1-9. Ebrahimi M, Taherianfard M. 2011. The effects of heavy metals exposure on reproductive systems of cyprinid fish from Kor River. Iranian J Fish Sci 10(1): 13-24. Eldon, J., M. Pekkarinen, and R. Kristoffersson. 1980. Effects of low concentration of heavy metals on the bivalve Malcoma balthica. Ann. Zool. Fennici. 17:233-242. Ellis BJ, Jackson JJ, Boyce WT. 2006. The stress response systems: universality and adaptive individual differences. Developmental Review 26 (2006) 175–212 Erba HP., Eddy R, Shows T, Kedes L, Gunning P. 1988. Structure, chromosome location, and expression of the human γ-actin gene: differential evolution, location, and expression of the cytoskeletal β- and γ-actin genes. mol. cell. biol. 1775-1789. Evans TG, Yamamoto Y, Jeffrey WR, Krone PH. 2005. Zebrafish Hsp70 is required for embryonic lens formationCell Stress Chap 10(1): 66-78. Evans TG , Hofmann GE. 2012. Defining the limits of physiological plasticity: how gene expression can assess and predict the consequences of ocean change. Phil. Trans. R. Soc. B 367: 1733–1745. Farcy E, Voiseux C, Lebel M, Fievet B. 2009. Transcriptional expression levels of cell stress marker genes in the Pacific oyster Crassostrea gigas exposed to acute thermal stress. Cell Stress and Chaperones. 14: 371-380. Favatier F, Bornman L, Hightower LE, Gunther E, Pola B. 1997. Variation in hsp gene expression and Hsp polymorphism: do they contribute to differential disease susceptibility and stress tolerance? Cell Stress Chap 2(3): 141-155. Feder ME, Hofmann GE. 1999. Heat shock proteins, molecular chaperones and the stress response: evolutionary and ecological physiology. Annu Rev Physiol 61:243-282. Frankham R, Ballou JD, Briscoe DA. 2002. Introduction to conservation genetics. Cambridge (GB): Cambridge University Press. Gade N, Mahapatra RK, Sonawane A, Singh VK, Doreswamy R, Saini M. 2010. Molecular Characterization of Hsp70-1 gene of goat (Capra hircus). Mol Biol Intl 1-7 Gallagher DS, Grosz MD, Womack JE, Skow LC. 1993. Chromosomal localization of Hsp70 genes in cattle. Mamalian Genome 4(7): 388-390. Garcia-Crespo D, Juste RA, Hurtado A. 2005. Selection of ovine housekeeping genes for normalization by real-time RT-PCR; analysis of PrP gene expression and genetic susceptibility to scrapie. BMC Vet. Res. I(3). Glare EM, Divjak M, Bailey MJ, Walters EH. 2002. b-Actin and GAPDH housekeeping gene expression in asthmatic airways is variable and not suitable for normalising mRNA levels. Thorax 57:765-770 Goering PL, Fisher BR, Noren BT, Papaconstantinou A, Rojko JL, Marler RJ. 2000. Mercury induces regional and cell-specific stress protein expression in rat kidney. Tox Sci 53:447-457. Goidin D, Mamessier A, Staquet MJ, Schmitt D, Berthier-Vergnes O. 2001. Ribosomal 18S RNA prevails over Glyceraldehyde-3-Phosphate Dehydrogenase and β-Actin gene as internal standard for quantitative comparison of mRNA levels in invasive and nonivasive human melanoma cell subpopupolations. Anal. Biochem. 295: 17-21. Gonzalez M, Pena A, Mercado L, Arenas G, Marshall S. Molecular characterization of the Hsp70 protein in response to heat-shock and Vibrio challenge in scallops [Internet]. Bogor(ID): NCBI. [diunduh 2012 Jan 17]. Tersedia pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/226536917. Grosz MD, Womack JE, Skow LC. 1992. Synthenic conservation of Hsp70 genes ini cattle and humans. Genomics 14(4): 863-868. Gunawardena S, Rykowski MC. 2000. Direct evidence for interphase chromosome movement during the mid-blastula transition in Drosophila. Current Bio 10: 285-288. Gunning, P., P. Ponte, L. Kedes, R. Eddy, and T. Shows. 1984. Chromosomal location of the co-expressed human skeletal and cardiac actin genes. Proc. Natl. Acad. Sci. 81 : 1813-1817. Hahn S, Rodolfo-Metalpa R, Griesshaber E, Schmahl WW, Buhl D, Hall-Spencer JM, Baggini C, Fehr KT, Immenhauser A. 2012. Marine bivalve shell geochemistry and ultrastructure from modern low pH environments: environmental effect versus experimental bias. Biogeosciences 9: 1897– 1914. Hamdoun A, Cheney C, Cherr G. 2003. Phenotypic plasticity of Hsp70 and Hsp70 gene expression in the Pacific Oyster (Crassostrea gigas): Implications for termal limits and induction thermal tolerance. Biol Bull 205: 160–169. Hofmann, G. 1999. Ecologically Relevant Variation in Induction and Function of Heat Shock Proteins in Marine Organisms. Amer. Zool., 39:889-900. Hofmann, G. 2005. Patterns of Hsp gene expression in ectothermic marine organisms on small to large biogeographic scales. Integr. Comp. Biol., 45:247–255. Hofmann, G., B. Buckley, S. Airaksinen, J. Keen, and G. Somero. 2000. HeatShock Protein Expression Is Absent In The Antarctic Fish Trematomus Bernacchii (Family Nototheniidae). J. Exp. Biol 203, 2331–2339. Ikegami T, Suzuki Y, Shimizu T, Isono K, Koseki H, Shirasawa T. 2002. Model mice for tissue-specific deletion of the manganese superoxide dismutase (MnSOD) gene. Biochem. Biophy. Res. Comm. 296: 729-736. Keller JM, Escara-Wilke JF, Keller ET. 2008. Heat stress-induced heat shock protein 70 expression is dependent on ERK activation in zebrafish (Danio rerio) cells. Comp Biochem Physiol A Mol Integr Physiol 150(3): 307– 314. Kourtidis A, Drosopoulou E, Nikolaidis N, Hatzi VI, Chintiroglou CC, Scouras ZG. 2004. Identification of several cytoplasmic HSP70 genes from the Mediterranean mussel (Mytilus galloprovincialis) and their long-term evolution in Mollusca and Metazoa. J. Mol. Evol. 62 (4): 446-459. Lalli CM, Parsons TR. 1995. Biological Oceanography: an Introduction. Oxford (GB). Butterworth – Henemann Ltd. Lindquist S. 1986. The heat shock response. Ann Rev Biochem 55: 1151-1191. Lindquist S, Craig EA. 1988. The heat shock proteins. Annu Rev Genet 22:631677. Lubayasari WD. 2010. Pola sebaran dan dinamika populasi kerang darah Anadara granosa L. di perairan Teluk Lada dan Teluk Banten, provinsi Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Luttikhuizen P, Drent J, Van Delden W, Piersma T. 2003. Spatially structured genetic variation in a broadcast spawning bivalve: quantitative vs. molecular traits. J Evol. Biol. 16: 260–272 Metzger D, Pratt P, Roberts SB. 2012. Characterizing the effects of heavy metal and vibrio exposure on Hsp70 expression in Crassosstrea gigas gill tissue. J Shellfish Res 31(3): 627-630. Molina A, Biemar F, Muller F, Iyengar A, Prunet P, Maclean N, Martial JA, Muller M. 2000. Cloning and expression analysis of an inducible Hsp70 gene from tilapia fish. FEBS Letter 474:5-10. Morga B, Arzul I, Faury N, Renault T. 2010. Identification of genes from flat oyster Ostrea edulis as suitable housekeeping genes for quantitative real time PCR. Fish and Shellfish Immun. 29 (6): 937-945. Morimoto RI. 1998. Regulation of the heat shock transcriptional response: cross talk between a family of heat shock factors, molecular chaperones, and negative regulators. Genes & development 12: 3788–3796. Muawanah NS, Hendrianto, Triana A. 2005. Pemantauan lingkungan perairan pada kegiatan pengembangan budidaya dan sanitasi kerang hijau (Perna viridis) di Kabupaten Padeglang, Provinsi Banten. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur 4(1): 13- 16. Nakajima-Iijima, S., Hamada H, Reddy P, Kakunaga T. 1985. Molecular structure of the human cytoplasmic β-actin gene: Interspecies homology of sequences in the introns. Proc. Natl. Acad. Sci. 82: 6133-6137. Navarro P, Amouroux D, Thanh ND, Rochelle-Newall E, Ouillon S, Arfi R, Van C, Mari X, Torréton JP. 2012. Fate and tidal transport of butyltin and mercury compounds in the waters of the tropical Bach Dang Estuary (Haiphong, Vietnam). Mar Poll Bul 64: 1789-1798. Nurdin J, Marusin N, Asmara IA, Deswandi R, Marzuki I. 2006. Kepadatan populasi dan pertumbuhan kerang darah Anadara antiquata L. (Bivalvia: Arcidae) di Teluk Sungai Pisang, Kota Padang, Sumatera Barat. Makara Sains 10(2): 96-101. Parsell DA., Lindquist S. 1993. The function of heat shock proteins in stress tolerance: degradation and reactivation of damaged proteins. Annu. Rev. Genet. 27:437-496. Pearson G, Robinson F, Beers-Gibson T, Xu BE, Karandikar M, Berman K, Cobb MH. 2001. Mitogen-Activated Protein (MAP) Kinase Pathways: Regulation and Physiological Functions. Endocrine Review 22(2): 153183. Percipalle P, Visa N. 2006. Molecular functions of nuclear actin in transcription. J. Cell Biol. 172(7): 967-971. Peyer SM, Hermanson JC, Lee CE. 2010. Developmental plasticity of shell morphology of quagga mussels from shallow, deep water habitats of the Great Lakes. J Exp Biol 213: 2602-2609. Pigliucci M, Murren CJ, Schlichting CD. 2006. Phenotypic plasticity and evolution by genetic assimilation. J. Exp. Biol. 209:2362-2367. Price TD, Qvarnstrom A, Irwin DE. 2003. The role of phenotypic plasticity in driving genetic evolution. Proc. R. Soc. Lond. B 270: 1433–1440 Rafael MS, Tadei WP, Hunter FF. 2004. The physical gene Hsp70 map on polytene chromosome of Anopheles darlingi from the Brazilian Amazon. Genetica 121(1): 89-94. Rahayu, GK. 2013. Studi Keragaman Genetik Kerang Darah (Anadara granosa) berdasarkan Marka Molekuler Cytochrome Oxidase Subunit I (COI) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rathinam AV, Chen TT, Grossfeld RM. 2000. Cloning and sequence analysis of a cDNA for an inducible 70 kDa heat shock protein (Hsp70) of the American oyster (Crassostrea virginica). DNA Seq. 11 (3-4): 261-264. Rochyatun E, Lestari, Rozak A. 2005. Kualitas lingkungan perairan Banten dan sekitarnya ditinjau dari kondisi logam berat. Oseanologi dan Limnologi Indonesia 38: 23-46. Rojo AI, Salinas M, Martin D, Perona R, Cuadrado A. 2004. Regulation of cu/zn-superoxide dismutase expression via the phosphatidylinositol 3 kinase/akt pathway and nuclear factor-kb. The Journal of Neuroscience 24(33):7324 –7334. Savaskan NE, Brauer AU, Nitsch R. 2004. Molecular cloning and expression regulation of PRG-3, a new member of the plasticity-related gene family. Eur J Neurosci 19(1): 212-220. Schlichting CD, Smith H. 2002. Phenotypic plasticity: linking molecular mechanisms with evolutionary outcomes. Evolutionary Ecology 16: 189– 211. Setyobudiandi I. 2004. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Kerang Hijau Perna viridis Linnaeus, 1758 pada Kondisi Perairan Berbeda [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Small BC, Murdock CA, Bilodeau-Bourgeois AL, Peterson BC, Waldbieser GC. 2008. Stability of reference genes for real-time PCR analyses in channel catfish (Ictalurus punctatus) tissues under varying physiological conditions. Comp. Biochem. Physiol. 151: 296-304. Soares AG , Callahan RK, De Ruyck AMC . 1998. Microevolution and phenotypic plasticity in Donax serra Röding (Bivalvia: Donacidae) on high energy sandy beaches. J Moll Stud 64: 407–421. Song L, Wu L, Ni D, Chang Y, Xu W, Xing K. 2006. The cDNA cloning and mRNA expression of heat shock protein 70 gene in the haemocytes of bay scallop (Argopecten irradians, Lamarck 1819) responding to bacteria challenge and naphthalin stress. Fish Shellfish Immunol. 21 (4) 335-345. Sorensen, J.G., T.N. Kristensen, and V. Loeschcke. 2003. Evolutionary and ecological role of heat shock proteins. Ecology Letter. 6:1025-1037. Sreekala PP. 1993. Heavy metal toxicity in bivalve histological and histochemical enquiry [dissertation]. Cochin (IN): Cochin University of Science & Technology. Sultan SE. 1987. Evolutionary implications of phenotypic plasticity in plants. Evol Biol 20: 127-178. Sung DY, Vierling E, Guy CL. 2001. Comprehensive expression profile analysis of the Arabidopsis Hsp70 gene family. Plant Physiol 126: 789-800. Sunkar R, Kapoor A, Zhu JK. 2006. Posttranscriptional induction of two cu/zn superoxide dismutase genes in Arabidopsis is mediated by downregulation of mir398 and important for oxidative stress tolerance. The Plant Cell 18: 2051–2065. Tang UM, Rengi P, Erianto D, Sumarto. 2009. Budidaya kerang (Anadara granosa) di Bengkalis Riau. Prosiding Seminar Nasional Moluska 2. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular evolutionary genetic analysis (MEGA) software version 4.0. Mol. Biol. Evol. 24(8): 1596-1599. Thellin, O., W. Zorzi, B. Lakaye, B. De Borman, B. Coumans, G. Hennen, T. Grisar, A. Igout, and E. Heinen. 1999. Housekeeping genes as internal standards: use and limits. J. Biothech. 75: 291-295. Tine M, Bonhomme F, McKenzie DJ, Durand JD. 2010. Differential expression of the heat shock protein Hsp70 in natural populations of the tilapia, Sarotherodon melanotheron, acclimatised to a range of environmental salinities. BMC Ecology 11: 1-8. [US EPA] United States Environmental Protection Agency . 1997. Mercury Study Report to Congress. Office of Air Quality Planning & Standards and Office of Research and Development. Vermeij, G.J. 1993. A Natural History of Shells. New Jersey (US): Princeton University Pr. Waddington CH. 1953. Genetic assimilation of an acquired character. Evolution 7 (2): 118-126. Wahyunigtias SM. 2010. Analisis beberapa aspek bioloig reproduksi pada kerang darah (Anadara granosa) di perairan Bojonegara Teluk Banten, Banten (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wang W, Vinocur B, Shoseyov O, and Altman A. 2004. Role of plant heat shock proteins and molecular chaperones in the abiotic stress response. Treds in Plant Science 9(5): 244-252. Wang Z, Wu Z, Jian J, Lu Y. 2009. Cloning and expression of heat shock protein 70 gene in the haemocytes of pearl oyster (Pinctada fucata, Gould 1850) responding to bacterial challenge. Fish Shellfish Immunol. 26 (4): 639645. Werner I, Clark SL, Hinton DE. 2003. Biomarkers aid understanding of aquatic organism responses to environmental stressors. California Agriculture 57(4): 1-7. Yamashita M, Yabu T, Ojima N. 2010. Stress Protein HSP70 in Fish. AquaBiosci Monogr 3(4): 111-141. Yperman J, De Visscher G, Holvoet P, Flameng W. 2004. Beta-actin cannot be used as a control gor gene expression in ovine interstitial cells derived from heart valves. J. Heart Valve Dis. 13(5): 848-852. Yue X, Liu B. 2011. Cloning and characterization of a hsp70 gene from asiatic hard clam Meretrix meretrix which is involved in the immune response against bacterial infection. Fish Shellfish Immunol 30(3): 791-799. Zhang Q, Zhang Z. 2008. Molecular cloning, characterization and expression of heat shock protein 70 gene from Crassostrea hongkongensis [Internet]. Bogor(ID): NCBI. Hlm 1-2; [diunduh 2011 Des 30]. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/202072070 Zheng B, Han M, Bernier M, Wen J. 2009. Nuclear actin and actin-binding proteins in the regulation of transcription and gene expression. FEBS J. 276(10): 2669-2685. Zhou S, Campbel TG, Stone EA, Mackay TFC, Anholt RRH. 2000. Phenotypic plasticity of the Drosophila transcriptome. PLOS Genetic 8(3):1-13. Lampiran 1. Sekuen nukleotida gen β-aktin dari Anadara granosa dan bivalvia lainnya #MEGA !Title mega aktin bivalvia_NT; !Format DataType=Nucleotide NSeqs=8 NSites=374 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data; #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii ATGTCTGGGG .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... AAGATGATGT .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... AGCCGTTTTT .......... .......... .......... .......... .......... .....C...G .....C...A GTTGTTGACA .......... .......... .......... .......... .......... .....A.... .....G.... AAGGGTTTGG .......... .......... .......... .......... .......... .T..A.CC.. .T..A.CC.. CATGTGCAAG .......... .......... .......... .......... .......... T......... T......... #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii GCCGGCTTTG .......... .......... .......... .......... .........T .....T..C. .....T.... CAGGGGACGA .......... .......... .......... .......... .......... .T..A..... .T..A..T.. TGCCCCCCGG .......... .......... .......... .......... .......... ...T..T..T ...A..AA.A GCTGTTTTTC .......... .......... .......... .......... ...T...... ..C..C..C. ..C..G.... CTTTCATCGT .......... .......... .......... .......... ......A... .C.C...... .A.C...... GGGGGGGCCC .......... .......... ....C..... ....C..... ....C..... C..AA.A... ....A.A... Lampiran 1. Lanjutan #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii AGGCACCAGA .......... .......... .......... .......... .......... C.T..T...G ..A..T...G GCATGATGTG .......... .......... .....G.... .....G.... .......... .AG.....GT .TG.....GT GGGCATGCTT .......... .......... .......... .......... .......... C..T...GGA T..T...GGA CAGATGGATT .......... .......... .......... .......... .......... ....A...CA ....A...CA TCTATTTGGG .......... .......... .......... .......... .......... G....G.C.. G....G.C.. CAATGAGGCC .......... .......... .......... .......... .......... TG........ AG.C..A... #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii CAAAGAAAAA .......... .......... .......... .......... .......... ..G..C..G. ..G..C..G. AAGGAATCCT .......... .......... .......... .......... .......... GG..T..... G...T..... GACCCTAAAG .......... .......... .......... .......... .......... A.....C... C.....C... TACCCCATGG .......... .......... .......... .......... .......... ........C. ..T..T..T. ACAACGGCAT .......... .......... .......... .......... .......... .AC....T.. .AC....A.. CTTCACCAAC .......... .......... .......... .......... .......... .G....A... TG.A..A... #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii TGGAACAACA .......... .......... ........A. ........A. ........A. ...G..G.T. ...G.TG.T. TGAAAAAAAT .......... .......... .......... .......... .......... ..G.G..G.. ..G.G..G.. CTGGCACCAC .......... .......... .......... .......... .......... T.....T... ......T... ACCTTCTACA .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ATGAGTTGCG .......... .......... .......... .......... .......... .C...C.C.. ....AC.C.. TGTGGTTCCC .......... .......... .......... .......... .......... ...A.C.... .....CC..T Lampiran 1. Lanjutan #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii GAGGAGCACC .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..A..A.... CCATCCTGTT .......... .......... .......... .......... .......... .TG....CC. .TG.T..... #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii ATGACCCAAA .......... .......... .......... .......... .......... .....A..G. .....A..G. TCAT .... .... .... .... .... .... .... GACCAAGGCC .......... .......... .......... .......... .......... ...AG..... ...AG.A..T CCCCTGAACC .......... .......... .......... .......... .......... ..A..T.... .....C.... CCAAGGCCAA .......... .......... .......... .......... .......... .......... .T..A..... CCGTGAAAAG .......... .......... .......... .......... .......... .A.G...... .A.A...... Lampiran 2. Sekuen asam amino gen β-aktin dari Anadara granosa dan bivalvia lainnya #MEGA !Title mega aktin bivalvia_AA; !Format DataType=Protein NSeqs=8 NSites=124 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data; #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii MSGEDDVAVF .......... .......... .......... .......... .......... ........AL ........AL VVDKGFGMCK .......... .......... .......... .......... .......... ...N.S.... ...N.S.... AGFAGDDAPR .......... .......... .......... .......... ...S...... .......... .......... AVFPFIVGGP .......... .......... ........R. ........R. .F...N..R. ....S...R. ....S...R. RHQSMMWGML .......... .......... .....V.... .....V.... .......... ...GV.V..G ...GV.V..G QMDFYLGNEA .......... .......... .......... .......... .......... .K.S.V.D.. .K.S.V.D.. #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii QRKKGILTLK .......... .......... .......... .......... .......... .S.R...... .S.R...... YPMDNGIFTN .......... .......... .......... .......... .......... ..IEH..V.. ..IEH..V.. WNNMKKIWHH .......... .......... ..K....... ..K....... ..K....... .DD.E..... .DD.E..... TFYNELRVVP .......... .......... .......... .......... .......... ........A. ........A. EEHPILLTKA .......... .......... .......... .......... .......... ....V...E. ....V...E. PLNPKANREK .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... Lampiran 2. Lanjutan #A._granosa_0 #A._granosa_1/24 #A._granosa_1/48 #A._granosa_2/24 #A._granosa_2/48 #A._granosa_10/24 #M._yessoensis #H._cumingii MTQI .... .... .... .... .... .... .... Lampiran 3. Sekuen nukleotida gen Hsp70 dari beberapa bivalvia #MEGA !Title mega hsp70 bivalvia_NT; !Format DataType=Nucleotide NSeqs=10 NSites=527 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data; #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin AAGCTGGACA ..A..A.... .......... .....A.... ....A..... ..A..A.... ..A..C.... ...A...... ..AA.T.... ...A...... AGGCCCAGAT .AT..A.... .......... .......... .....A.C.. ....TGCTG. .AAGTTTA.. .A.GT..A.. .AT..GCA.. .....ACA.. CCACGACATC ......GG.G .......... T..T..T..T T..T..T..T ...T..A..T T..T.....A T.....T... ...T.....T ...T.....T GTCCTGGTCG ..T.....G. .......... ..A..T..T. ..A..T..T. ...T....A. ..A.....T. ........T. ..A..A..T. .....A..A. GAGGATCCAC ....G..G.. .......... .T..T..T.. .T..T..... .T.....A.. .T..G..... ....C..T.. ....T..... ....G..A.. ACGTATCCCA GA.G..T..C .......... CA.A..T... CA.A..T... CA.A..T... ......T... CA.A..T..C T.....T... ......T..T #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin AAGATTCAGA ..AG...... .......... .GA....... ..A....... ..A..C.... .....C.... ..A..C..A. .....C.... ..A..C.... AACTACTTCA .GA.G..G.. .......... .GT.GT.G.. .GT.GT.G.. .GT....... ....T..... ....G..G.. ....T..... .G..C..A.. GGACTTCTTC ...T...A.G .......... ...T...... ...T...... ......T..T A......... A..T...... .......... ...T...... AACGGCAAGG GGT.....A. .......... ..T..T..A. ..T..T..A. C.A.....A. ..T.....A. .......... ..T.....A. ..T.....A. AACTGAACAA .......... .......... .......... .......... ..T....... .......... .......... .......... .G..C..... ATCCATCAAC G........T .......... .......... .......... ......T... ......T..T .......... G.....T..T G..G...... Lampiran 3. Lanjutan #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin CCTGACGAGG .AA....... .......... ..A..T..A. ..A..T..A. .....T..A. ..C..T.... ........A. .....T.... ..A..T..A. CTGTTGCTTA .C..G..C.. .......... ....A..C.. ....A..C.. ....A..A.. .C..C..C.. ....A..C.. .......C.. ....A..G.. TGGAGCAGCT C..T..T..C C......... .......... .......... C..T...... ...T...... ...T.....G ...T...... ...C...... GTCCAGGCCG .......... .......... ..T..A.GA. ..T..A.GA. ..G.....A. .....A..A. ..A.....A. ..G.....A. ..G.....T. CCATTCTGTC .......AAA .......... .....T.... .....T.... .....T.... .T..C..... .....T.... ....C..T.. ....CT.... CGGAGACAAA G.......GG .......... T..T..TC.. T..T..TC.. A..T.....G .........G T..C...... T........G G......... #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin TCCGAGGAGG AGT..C.TCA .......... ..T..A.... ..T..A.... ..A..A.... ..G....... ..A.....A. ..T....... .......... TACAGGACTT .CA.A...G. .......... .G.....TC. .G.....TC. ....A..... .C..A..TC. .G.....TC. .C.....TC. .......TC. GCTCCTGTTG T......G.. .......... T...T..... T...T..... .T.AT....A A..GT..... C......... .T.GT..... .T.G.....A GACGTCACCC ..T....... .......... ..T..AG.A. ..T..AG.A. ..T..T.... ..T..AG.T. .....TG... ..T..AG.T. ..T..GG... CCCTGTCCTT .A.....TC. .......... .AT.A..... .AT.A..... .A.....TC. .AT.....C. .G..T...C. .TT....... .A.....G.. GGGTATTGAA ......C... .......... .........G .........G T......... ......C..G C.....C..G .........G ......C..G #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin ACAGCCGGAG ..T....... .......... ..T.....C. ..T.....T. .....T.... ..C..T.... ........C. ..T..A.... ..G..T.... GGGTGATGAC .A..C..... .......... .T..A..... .T..A..... .T........ .A........ .T........ .A........ .T........ CAATCTCATC ...GA....T .......... A.CA..G..T A.CA..G..A AGC...A... ATCC..T... GTCG...... ATCA..T... TTCA..G... AAGAGAAACA G.AC.C..TG .......... ..AC.T.... ..AC.T.... ..AC.T..T. ...C.T.... .....G.... ..AC.T.... ...C...... CCACCATTCC ...AG..... .......... .A..TG.C.. .A..TG.C.. .A........ .A..TG.C.. .G..A..C.. .A..TG.C.. .A........ AACCAAACAG C.....GGCA .......... ......G..A .........A ...A...... C..A...... C.....G... C.....G... C........A Lampiran 3. Lanjutan #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin ACGCAGACCT T.C.....G. .......... .AC....... .AC....... ..A..A.... ..C..A..A. ..A....... ..C..A..A. ..T..A..A. TCACCACATA .......C.. .......... .......... .......... ....T..C.. .......C.. .......T.. .T........ .......C.. CTCCGACAAC T......... .......... T..T.....T T..T.....T ...T.....T ...T.....T .........T ...T.....T ...G.....T CAACCAGGTG ..G..T..A. .......... ..G....... ..G....... ..G..T.... ..G..T.... .....G.... ..G..T.... .....T..A. TGTTGATTCA ...CC..C.. .......... .AC.T..C.. .AC.C..C.. .A..A..C.. .......C.. .AC.C..... .......C.. .AC....... GGTGTATGAG .....T.... .......... ...C.T.... ...C.T.... ...T.....A A..A..C... ...A..C..A ...T...... ...A..C... #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin GGAGAGCGAG ..G...A.G. .......... .....A..T. .....A..T. ......A... .....A.... ......A... .....A.... .....AA.GA CCATGACCAA .T........ .......... .A........ .A........ .T........ .A........ .......... .A........ .......... GGACAACAAC .......... .......... A..T...... A..T...... .......... A........T A..T.....T A........T A......... CTACTCGGAA AA.T.G..C. .......... ..G..T..T. ..C..T..T. T.G..T.... ..G..T.... .....A.... ..G....... T.G..A.... AGTTCGAGCT CC..T..A.. .......... .A..T..A.. .A..T..A.. ....T..AT. ....T..A.. ....T..A.. ....T..A.. ....T..... GACTGGAATT ..AC...... .......... ......T..C ......T..C A........A ...C...... ......T..C ...A...... ......T..C #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin CCCCCCGCAC .....G..T. .......... ..G..A.... ..A..A.... ..T..A.... ..A..A.... .....T..C. ..A..A.... ..A..T.... CCAGGGGTGT ..C.T..... .......... .TG.T..... .TC.T..... .A..A..... ....A..... ..C.T..... .A..A..... .TC.T..... GCCCCAGATT C..G..A..C .......... CA.A....GC TT.A...... .......... T..A...... A..A...... A..T..A... ...A...... GAGGTCACAT ..A..GGAG. .......... ..A..G...A ..A..T..C. ..A..G..C. .....T..C. .......... .....T.... ........C. TTGACATTGA .C.....C.. .......... .G....ACCG ....T..... .......... .C..TG.... .C.....C.. ....TG.... .C........ TGCCAACGGT C........C .......... GTA.T.AT.G ...T..T... ......T... .......... ...T...... .......... ...T..T... Lampiran 3. Lanjutan #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin ATCCTGAATG ........C. .......... TAT..TG.AT ...T...... .......... ...T...... ...A....C. ........C. ...A...... TGTCAGCTGT .T..G..CAA .......C.. GTC..TGCCA ..CAT..CA. .A..T..A.. ....T..C.. .TCAG..CAC .T..T..... .A..G..... CGACAAGAGC A......... .......... TTGAC.AGAG T........T A..T.....T .......... G..T...G.. T........T T........T ACAGGAAAGG .....C...T .......... CACA.G..A. ........A. ..T..T..A. ..T..C.... ..C..C.... ..C..C..A. .......... AGAACAA CT..... ....... G..GA.C ....... ....... .A..... .A..... ....T.. ....T.. Lampiran 4. Sekuen asam amino gen Hsp70 dari beberapa bivalvia #MEGA !Title mega hsp70 bivalvia_AA; !Format DataType=Protein NSeqs=10 NSites=175 Identical=. Missing=? Indel=-; !Domain=Data; #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin KLDKAQIHDI ....SK..EV .......... .......... .Q...N.... .....AV.E. ....SL.... .M..G..... .I..SA.... .M...T.... VLVGGSTRIP .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... KIQKLLQDFF .V..M....M .......... R......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... NGKELNKSIN G......... .......... .......... .......... Q......... .......... .......... .......... .......... PDEAVAYGAA Q......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... VQAAILSGDK ......K..R .......... ..G......Q ..G......Q .......... .......... .......... .......... .......... #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin SEEVQDLLLL .DVIK.V..V .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... DVTPLSLGIE .......... .......... ..A....... ..A....... .......... ..A....... ..A....... ..A....... ..A....... TAGGVMTNLI .......KI. .......... .......T.. .......T.. .......A.. .......S.. .......S.. .......S.. .......S.. KRNTTIPTKQ E..AK....A .......... .....V.... .....V.... .......... .....V.... .......... .....V.... .......... TQTFTTYSDN S......... .......... N......... N......... .......... .......... .......... .......... .......... QPGVLIQVYE ....S...F. .......... ........F. ........F. .......... .......... .......... .......... .......... Lampiran 4. Lanjutan #C._gigas #C._virginica #O._edulis #A._granosa #T._granosa #M._galloprovincialis #A._irradians #P._fucata #C._farreri #P._penguin GERAMTKDNN .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ...T...... LLGKFELTGI K..T...N.. .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... PPAPRGVPQI .......... .......... ....G..T.S .......S.. .......... .......... .......... .......... .......... EVTFDIDANG ..E....... .......... ...M.NRY*W .......... .......... .....V.... .......... .....V.... .......... ILNVSAVDKS ......K... .......... Y.ECPCH*QE ....H.I... .......... .......... .M..Q.T..G .......... .M........ TGKEN ...S. ..... HR.GR ..... ..... ..... ..... ..... ..... Lampiran 5. Persentase ketidakmiripan (p-distance) nukleotida sekuen gen Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P. fucata, 5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri, 9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis Takson 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 0.264 0.004 0.192 0.298 0.228 0.199 0.190 0.186 0.201 2 3 4 5 6 7 8 9 0.260 0.290 0.349 0.307 0.294 0.292 0.304 0.300 0.192 0.298 0.228 0.199 0.194 0.190 0.199 0.268 0.213 0.216 0.230 0.197 0.245 0.127 0.288 0.262 0.287 0.290 0.203 0.195 0.201 0.222 0.112 0.197 0.207 0.182 0.199 0.201 Lampiran 6. Persentase ketidakmiripan (p-distance) asam amino sekuen gen Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P. fucata, 5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri, 9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis Takson 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 0.185 0.000 0.046 0.162 0.069 0.035 0.040 0.035 0.029 2 3 4 5 6 7 8 9 0.185 0.214 0.306 0.214 0.197 0.202 0.208 0.185 0.046 0.162 0.069 0.035 0.040 0.035 0.029 0.173 0.081 0.052 0.052 0.035 0.069 0.133 0.162 0.168 0.179 0.185 0.069 0.069 0.075 0.087 0.012 0.040 0.052 0.040 0.052 0.052 Lampiran 7. Sebaran data panjang cangkang kerang darah Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal 120 100 Frekuensi 80 60 Bojonegara Panimbang 40 Kuala Tungkal 20 0 1.75 - 2.00 2.00 - 2.25 2.25 - 2.50 2.50 - 2.75 2.75 - 3.00 3.00 - 3.25 3.25 - 3.50 3.50 - 3.75 3.75 -4.00 Panjang cangkang (cm) > 4.00 Lampiran 8. Hasil analisis diskriminan kanonik sepuluh karakter morfologi kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal Karakter Can1 Can2 Can3 Can4 Can5 Can6 Can7 Can8 Can9 Can10 Panjang 0.390182* 0.660598* -0.067815 -0.064759 0.028928 0.093077 -0.202735 0.299813 -0.349059 -0.374491 Lebar 0.338511* 0.747581* -0.075081 -0.079398 0.049234 0.116046 -0.154851 0.342342 Tebal 0.446204* 0.655531* -0.068248 -0.060763 0.019259 0.086228 0.369424 0.317680 -0.030464 -0.341617 -0.013096 -0.004704 -0.011847 0.962540 0.031647 0.112726 -0.045779 -0.126906 -0.032871 -0.092636 0.166965 0.197739 0.220055 -0.209639 -0.547004 0.016911 -0.021323 0.053601 0.019506 -0.066279 -0.067059 Tinggi umbo 0.170058 0.111149 Simetri kanan -0.554373 0.449089* Simetri kiri -0.065505 Jumlah alur -0.140835 Jumlah crenula 0.107497 0.985482* -0.009710 -0.149974 0.045855 0.150878 0.226407 -0.325982 0.011856 0.001546 0.058052 -0.048495 0.940631 -0.186511 -0.173589 -0.200140 0.697182* -0.083826 -0.104828 0.128681 0.030290 Berat total 0.416595* 0.583615* -0.121890 -0.053468 0.529609 0.080673 -0.028902 0.288661 -0.072863 -0.302760 Berat tubuh 0.326130* 0.616877* -0.120238 0.494488 0.045516 -0.000979 0.271522 -0.106722 -0.290281 0.287536 0.115238 0.230778 -0.229035 0.565149 Lampiran 9. Hasil analisis diskriminan Fisher linear sepuluh karakter morfologi kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal Karakter morfologi Total Pooled Antar R-Square Simbaku Simbaku Simbaku (1-RSq) F Value Pr > F Panjang 0.6119 0.4738 0.4751 0.4026 0.6738 195.41 <.0001 Lebar 0.4668 0.3696 0.3500 0.3754 0.6010 174.30 <.0001 Tebal 0.4447 0.3299 0.3657 0.4517 0.8238 238.90 <.0001 Tinggi umbo 0.1985 0.1897 0.0730 0.0903 0.0993 28.79 <.0001 Simetri kanan 0.4624 0.3209 0.4080 0.5200 1.0835 314.23 <.0001 Simetri kiri 2.1692 2.1529 0.3595 0.0183 0.0187 Jumlah alur 1.9700 1.9044 0.6320 0.0687 0.0738 21.40 <.0001 Jumlah crenula 2.6176 2.2749 1.5928 0.2473 0.3285 95.27 <.0001 Berat total 4.8598 3.7291 3.8229 0.4132 0.7042 204.23 <.0001 Berat tubuh 1.1317 0.9252 0.8004 0.3340 0.5016 145.45 <.0001 5.42 0.0047