PLASTISITAS FENOTIP KERANG DARAH Anadara

advertisement
PLASTISITAS FENOTIP KERANG DARAH Anadara granosa L.
DALAM MERESPON PENCEMARAN LINGKUNGAN:
STUDI KASUS DI PERAIRAN PESISIR BANTEN
NURLISA ALIAS BUTET
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Plastisitas Fenotip Kerang
Darah Anadara granosa L. dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi
Kasus di Perairan Pesisir Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Nurlisa Alias Butet
NIM G362080021
SUMMARY
NURLISA ALIAS BUTET. Phenotypic Plasticity on Blood Cockle Anadara
granosa L. as a Response to Environmental Pollution: a Case Study in Coastal
Waters of Banten. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN, KADARWAN
SOEWARDI, and ASEP SAEFUDDIN.
Blood cockle Anadara granosa is a commercial bivalve inhabiting
intertidal ecosystem. Coastal waters of Banten such Banten Bay, Bojonegara and
Lada Bay, Panimbang are potential areas for blood cockle grow out. Banten Bay
is a semi-closed waters facing North Coast of Java. Such industries as coal
stockpile, fibre boat manufacturer, chemical industry, steel industry, and many
others have been long existed there. Lada Bay geographically is located at the
west coast of Banten Province and exposed to Sunda Strait. Anthrophogenic
activity is signified by coal fueled power plant, operated in 2009. Anthrophogenic
sewages become a problem and lead to environmental pollution. Mercury is one
of the pollution source.
Inspite of being exposed to polluted habitat, therein blood cockle
withstands and reproduce annually. Resistancy to such harmful environmental
condition does not take for granted, there must be mechanism controlling the
ballance between stress and resistancy. Without controlling factor, blood cockle
in both areas is certainly extinct. The factor should be universal for individuals
and able to recognize type of stress to be responded briefly. Continuous stress
directs the controlling factor to acquintedly recognize and respond it;
consequently, the blood cockle may adapt with the condition. The controlling
factor, however, gives divergent response to stress, depending on type and level of
stress. The factor comprises celluler stress response expressing stress protein and
being controlled by one or more gene family. The gene family usually expressed
during stress is heat shock protein (Hsp) as cytoprotector. Overexpression of a
member of such Hsp gene family as Hsp70 indicates ability of the gene to protect
tissue and cell, therefore they withstand to stress. Subsquently, more complex
organs are protected from stress. Overexpression of Hsp70 gene is a result of
individual habituation to stress. Lack of expression indicates inability of the gene
to protect cell, therefore, organism’s resistancy declined. The resistancy defines
threshold onto stress-stimulating environmental parameter and provides choice of
phenotypic changes as an adaptation strategy.
Heterogenous environmental condition in Bojonegara and Panimbang
waters may result in various stress responses in blood cockle. Bojonegara blood
cockle has long been acquinted with heavy metal-contaminated waters, while
Panimbang blood cockle is just exposed to environmental changes. Responses
resulted from heterogenous environment are biochemical, physiological, and
phenotypic responses. Biochemical and physiological responses appear in the
short period of time and become a bottom line for phenotypic plasticity.
Phenotypic plasticity occur for longer period of time and those characters are
fixed. To support the notion that blood cockle in Bojonegara and Panimbang
encounter harmful environment, yet they still survive therein, this research was,
thus, aimed at analyzing the ability of the blood cockle to develop phenotypic
plasticity through Hsp70 gene expression, and spatial phenotypic variations.
Additionally, tolerance limit of the cockle on mercury contamination through
histological approach has been also studied.
Prior to investigate the existence and characterization of Hsp70 gene,
quantitative and qualitative standarization of mRNA materials should be
conducted. Standarization comprises application of housekeeping gene as an
internal control. The success of this step would facilitate target gene detection. βactin gene has been used as the housekeeping gene. Characterization of β-actin
gene produced a specific gene for blood cockle with 353 bp nucleotide in length.
cDNA amplification for β-actin gene resulted in high integrity and consistency
product, therefore the gene is reliable to be used for internal control. Hsp70 gene
showed mercury concentration-dependent expression and the expression varied on
population of origin. Hsp70 gene increased on certain mercury concentration, the
increasing trend was comparable for Bojonegara and Panimbang blood cockle.
However, Hsp70 gene expression on Bojonegara blood cockle was higher. The
tendency of Hsp70 gene expression correlated with gill histological analysis. At
the certain mercury concentration which blood cockle expressed low Hsp70 gene
level, gill injury occured as a necrosis. Habituation and adaptation gave rised to
Bojonegara blood cockle developed the plasticity as it was exposed to higher
mercury concentration. Heavy metal contamination in Panimbang is just a
beginning, therefore, habituation level of blood cockle and other organisms to the
condition is still subsided. As a consequence, Panimbang blood cockle has not
yet been able to overcome the challenge from high mercury concentrations.
Hsp70 gene in Panimbang blood cockle has not been capable to develop plasticity
as a mean of adaptation.
This research prooved that heterogenous condition of Bojonegara and
Panimbang supported the existence of phenotypic variation despite blood cockle
population from both areas has come from one genetic source. Phenotyic
plasticity has been achieved on several characters measured. Plastic phenotype
such as length, height, and width of shell is a self defence to protect blood cockle
soft in response to environmental challenge. It requires much time to develop
phenotypic plasticity, because the plasticity involved several factors (biochemical
and physiological) and phases (acclimatization, adjustment, adaptive, and
adaptation). Based on time preiod of pollution exposure on ecosystem correlated
with industrialization, Bojonegara blood cockle has attained phase of adaptation.
During the phase, acquired character on phenotype is generated and becomes
specific characters. On the other hand, Panimbang blood cockle is stil on
adjustment phase.
Key words:
adaptation, tolerance limit, phenotypic plasticity, gene expression.
RINGKASAN
NURLISA ALIAS BUTET. Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa
L. dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan Pesisir
Banten. Di bawah bimbingan DEDY DURYADI SOLIHIN, KADARWAN
SOEWARDI, dan ASEP SAEFUDDIN.
Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia komersial yang hidup
di perairan intertidal. Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara
dan Teluk Lada, Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi perkembangan
hidup kerang darah. Teluk Banten merupakan perairan semi tertutup yang
menghadap Pantai Utara Jawa dan di sana sejak lama telah berdiri berbagai
industri, seperti stockpile batu bara dan pabrik perakitan perahu fiber yang
menghasilkan limbah bahan kimia. Sedangkan perairan Teluk Lada secara
geografis merupakan perairan pesisir yang terbuka ke arah Selat Sunda. Kegiatan
antropogenik di sekitar perairan tersebut yang paling signifikan adalah
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dioperasikan secara resmi sejak tahun
2009. Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas antropogenik di sekitar kedua
perairan tersebut menimbulkan permasalahan berupa pencemaran lingkungan bagi
perairan sekitarnya dan bagi organisme yang hidup di dalamnya. Bahan pencemar
yang paling nyata terdeteksi di kedua perairan tersebut adalah logam berat,
terutama merkuri.
Walaupun demikian, kerang darah masih dapat bertahan hidup dan
bereproduksi selama bertahun-tahun. Pertahanan (resistensi) tersebut tidaklah
muncul secara tiba-tiba, tetapi pasti ada mekanisme yang mengatur keseimbangan
antara stres dan resistensi. Tanpa adanya faktor pengatur, maka kerang darah
pasti sudah punah dari kedua perairan tersebut. Faktor pengatur haruslah bersifat
universal untuk semua individu dan dapat mengenali jenis stres untuk kemudian
direspon dengan cepat. Stres yang berlanjut menjadikan faktor pengatur tersebut
terbiasa mengenali dan meresponnya, sebagai konsekuensinya kerang darah dapat
beradaptasi dengan kondisi yang demikian. Namun demikian, faktor pengatur
akan memberikan respon yang berbeda terhadap stres, tergantung pada jenis dan
level stres, serta habituasi terhadap stres. Faktor pengatur tersebut adalah berupa
respon stres seluler yang mengekspresikan protein stres dan dikendalikan oleh
famili gen. Famili gen yang biasa terekspresi pada saat stres adalah famili gen
heat shock protein (Hsp) yang berfungsi sebagai pelindung sel (cytoprotector).
Ekspresi berlebih dari salah satu anggota famili gen Hsp seperti gen Hsp70
menunjukkan kemampuan gen tersebut untuk melindungi jaringan dan sel,
sehingga jaringan dan sel mempunyai daya tahan terhadap stres. Sebagai
konsekuensinya, tingkatan organ yang lebih kompleks juga terlindungi dari stres,
akibatnya kerang darah dan organisme lain menjadi resisten dengan stres yang
dihadapi. Munculnya ekspresi berlebih disebabkan oleh habituasi terhadap stres.
Sedangkan kekurangan atau ketiadaan ekspresi gen Hsp menunjukkan rendahnya
kemampuan untuk melindungi sel, sehingga organisme menjadi kurang atau tidak
tahan. Daya tahan (resistensi) inilah yang akan menentukan batas ambang
terhadap suatu parameter lingkungan yang menstimulasi stres dan perlu atau
tidaknya perubahan fenotip sebagai strategi adaptasi.
Perbedaan kondisi lingkungan Bojonegara dan Panimbang menimbulkan
respon stres yang berbeda bagi kerang darah. Kerang darah Bojonegara telah lama
terbiasa hidup pada kondisi yang terkontaminasi logam berat, sedangkan kerang
darah Panimbang baru saja mengalami perubahan lingkungan. Respon yang
disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan yaitu berupa respon biokimia,
fisiologis, genotip, dan fenotip. Respon biokimia dan fisiologis terjadi pada
periode waktu yang cepat dan menjadi peletak dasar terjadinya perubahan fenotip,
sedangkan respon genotip dan fenotip terjadi pada periode waktu yang lebih lama
dan bersifat menetap. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk menganalisis kemampuan kerang darah Anadara granosa dalam
mengembangkan plastisitas fenotip melalui pendekatan ekspresi gen Hsp70 dan
analisis keragaman fenotip. Di samping itu juga, batas toleransi kerang darah
sebagai konsekuensi terhadap cemaran merkuri melalui pendekatan histologis
akan dipelajari.
Sebelum mendeteksi keberadaan dan karakterisasi gen target Hsp70, maka
di dalam tahapan studi yang menyangkut pendekatan ekspresi gen target selalu
dilakukan standarisasi kualitatif dan kuantitatif material RNA terutama mRNA.
Standarisasi tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan housekeeping
gene sebagai kontrol internal. Keberhasilan dari tahapan ini akan dapat
memfasilitasi dalam mendeteksi keberadaan gen target dalam hal ini gen Hsp70.
Housekeeping gene yang digunakan pada penelitian ini adalah gen β-aktin.
Karakterisasi gen β-aktin menghasilkan gen β-aktin spesifik untuk kerang
darah Anadara granosa (gen AgACT) dengan ukuran 353 bp. Amplifikasi cDNA
untuk gen β-aktin menghasilkan produk yang berintegritas tinggi dan konsistensi
untuk semua sampel yang diisolasi, sehingga layak dijadikan kontrol internal
untuk menormalisasi ekspresi gen Hsp70. Gen Hsp70 menunjukkan ekspresi
yang tergantung pada konsentrasi merkuri (mercury concentration-dependent
expression) dan asal populasi. Ekspresi gen Hsp70 meningkat pada konsentrasi
merkuri tertentu, dan peningkatan ekspresi ini berpola sama baik untuk kerang
darah Bojonegara maupun Panimbang. Namun demikian, ekspresi gen Hsp70
pada kerang darah Bojonegara lebih tinggi dibandingkan dengan kerang darah
Panimbang. Pola yang demikian, sesuai dengan analisis histologi insang yang
menunjukkan adanya kerusakan pada induksi konsentrasi merkuri yang sama.
Karena habituasi dan adaptasi, gen Hsp70 kerang darah Bojonegara mampu
mengembangkan plastisitasnya pada saat kerang darah dipaparkan pada
konsentrasi merkuri yang jauh melebihi batas ambang. Sedangkan di perairan
Teluk Lada, Panimbang, kerang darah belum mampu mengatasi tantangan berupa
konsentrasi merkuri yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh periode waktu paparan
kontaminasi bahan pencemar di perairan Panimbang masih baru, sehingga tingkat
habituasi masih rendah. Gen Hsp70 kerang darah Panimbang belum mampu
menunjukkan adanya plastisitas yang dapat mendukung proses adaptasi.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa perbedaan kondisi perairan
Bojonegara dan Panimbang mendorong terbentuknya keragaman fenotip
walaupun populasi kerang darah dari kedua perairan tersebut berasal dari sumber
genetik yang sama. Plastisitas fenotip telah bekerja pada beberapa karakter
fenotip kerang darah yang diukur. Fenotip yang plastis seperti panjang, tinggi,
dan tebal cangkang merupakan bentuk pertahanan diri dan strategi adaptasi kerang
darah dalam merespon tantangan lingkungan. Terbentuknya plastisitas fenotip
memerlukan periode waktu yang lama, karena melibatkan beberapa faktor
(biokimia dan fisiologis) dan fase (aklimatisasi, penyesuaian, adaptif dan
adaptasi). Berdasarkan periode waktu paparan kontaminasi bahan pencemar yang
erat kaitannya dengan masa industrialisasi, maka kerang darah Bojonegara telah
mencapai fase adaptasi. Pada fase adaptasi ini terbentuk karakter akis (acquired
character) pada fenotip yang menjadi penciri kerang darah Bojonegara.
Sedangkan kerang darah Panimbang masih dalam fase penyesuaian.
Berkembangnya plastisitas fenotip, menyebabkan kerang darah
Bojonegara dapat bertahan dan beradaptasi, dengan batas toleransi fisiologis yang
tinggi terhadap stres yang distimulasi oleh bahan pencemar seperti merkuri.
Dengan demikian, kerang darah Bojonegara dapat dijadikan hewan model untuk
perairan tercemar. Sedangkan bagi kerang darah Panimbang, masih diperlukan
beberapa generasi lagi untuk mencapai tahap adaptasi.
Kata-kata kunci:
adaptasi, batas toleransi, plastisitas fenotip, ekspresi gen.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013.
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PLASTISITAS FENOTIP KERANG DARAH Anadara granosa L.
DALAM MERESPON PENCEMARAN LINGKUNGAN:
STUDI KASUS DI PERAIRAN PESISIR BANTEN
NURLISA ALIAS BUTET
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Biosains Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Ujian Tertutup:
Dr Ir Rika Raffiudin
Dr Ir Ridwan Affandi, DEA
Penguji Ujian Terbuka:
Dr Ir Isdrajad Setyobudiandi,MSc.
Dr Imron, SPi, Msi
Judul Disertasi:
Nama
NIM
:
:
Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa L. dalam
Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan
Pesisir Banten
Nurlisa Alias Butet
G362080021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Dedy Duryadi Solihin, DEA
Ketua
Prof Dr Kadarwan Soewardi
Anggota
Prof Dr Asep Saefuddin
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biosains Hewan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Bambang Suryobroto
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 5 Maret 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Bismillahirrohmanirrohiim. Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya
untuk Alloh subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosululloh Muhammad
SAW yang telah menyampaikan cahaya dan petunjuk Islam hingga akhir zaman.
Disertasi yang berjudul “Plastisitas Fenotip Kerang Darah Anadara granosa L.
dalam Merespon Pencemaran Lingkungan: Studi Kasus di Perairan Pesisir
Banten” ini disusun berdasarkan hasil penelitian lapang yang dilakukan di
perairan persisir Banten, yaitu Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada,
Panimbang, dan hasil penelitian di Laboratorium Biologi Molekuler Hewan
PPSHB IPB dan Laboratorium Terpadu FPIK IPB.
Penelitian ini dapat terlaksana atas bimbingan, arahan, bantuan, dan
kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Dedy D Solihin, DEA selaku ketua komisi pembimbing yang
telah meluangkan sebagian besar waktunya untuk mengarahkan dan
membimbing penulis mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga
penulisan disertasi ini.
2. Bapak Prof Dr Kadarwan Soewardi selaku anggota komisi pembimbing yang
telah mentransfer wawasan berfikir, membimbing dan menasehati selama
penulis menjalankan studi di Sekolah Pascasarjana IPB sehingga disertasi ini
dapat diselesaikan.
3. Bapak Prof Dr Asep Saefuddin selaku anggota komisi pembimbing yang
telah mentransfer keilmuan kuantitatif yang rumit menjadi sederhana
sehingga memudahkan penulis untuk mencerna dan menuangkan konsepnya
di dalam disertasi ini.
4. Bapak Dr Ridwan Affandi dan Ibu Dr Rika Raffiudin selaku penguji luar
komisi yang telah memberikan kirtik dan saran yang sangat berharga pada
saat ujian tertutup.
5. Bapak Ketua Departemen Biologi FMIPA dan Bapak Wakil Dekan FMIPA
atas saran yang diberikan pada saan ujian tertutup.
6. Bapak Dr. Isdradjad Setyobudiandi, MSc. dan Bapak Dr. Imron, SPi, MSi
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi penguji luar komisi
pada saat ujian terbuka, serta memberikan kritik dan saran yang memperkaya
karya ilmiah ini.
7. Ibu Dekan FMIPA, Bapak Dekan Pascasarjana, Ibu Wakil Dekan
Pascasarjana dan Bapak Ketua Program Studi Biosains Hewan yang telah
banyak memberikan kemudahan selama penulis menjalankan studi di Sekolah
Pascasarjana IPB.
8. Bapak Ketua Departemen MSP FPIK yang telah banyak memberikan
dorongan moril kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi S3.
9. Ibu Dr Utut Widyastuti yang selalu meluangkan waktunya untuk membuka
wawasan penulis.
10. Bapak Prof Dr Mennofatria Boer yang telah menyediakan waktunya untuk
memberikan saran-saran dalam pengolahan data kuantitatif.
11. Bapak Dekan FPIK dan koordinator Laboratorium Terpadu FPIK yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk menggunakan fasilitas Lab. Terpadu
FPIK.
12. Staf pendidik Departemen Biologi FMIPA yang telah memberikan peluang
kepada penulis untuk menggunakan fasilitas Lab. Terpadu Biologi.
13. Guru-guru dan teman-teman di Departemen MSP dan THP, FPIK yang telah
mendukung dan memberikan saran-saran yang berharga, sehingga penulis
tetap bersemangat untuk menjalankan studi S3.
14. Mbak Elvavina, Pak Heri, Pak Mulya, Mbak Nia, Mbak Sarah, Dik Achya,
Pak Sairi, dan mbak Retno yang telah membantu penulis dalam melakukan
pekerjaan lab. Tanpa bantuan mereka, penelitian ini tidak akan pernah
selesai.
15. Mahasiswa MSP FPIK angkatan 43 (Silvi, Siti, Kiki, Widya, Intan, Yesti,
Tyo, dan Frida) dan mahasiswa Biologi FMIPA angkatan 44 (Gita, Dini,
Ratna, dan Feri) yang telah membantu penulis baik dalam pengambilan
sampel di lapang dan pekerjaan di lab. Pera Mutiara, SSi dan Nur Alim, SPi
yang telah membantu mengolah data statistik.
16. Dr Etty Riani, Dr. Desniar, Dr. Yunizar Ernawati, Dr. Mukhlis Kamal, Dr
Dyah Perwitasari, Dr. Ahmad Farajallah, Dr. Iriani Setianingsih, dan Ibu
Dra. Taruni, MS, yang selalu menguatkan semangat.
17. Dr Fredinan Yulianda, Dr Niken TM Pratiwi, Dr Majariana Krisanti, Mbak
Yayuk SPi, dan Bu Suryanti yang telah menyisihkan waktunya untuk
membantu penulis.
18. Ayahanda E. Komaruddin (alm) dan Ibunda Effiana Karlina, serta adikadikku, Abang Fachrein Effendy Nasution (alm) dan kakak Siti Amanah serta
keponakan-keponakan yang selalu mendoakan dan menjaga semangatku.
19. Ayahandaku Alimuddin Nasution (alm) dan Ibundaku Nurlela Lubis (alm),
dengan kasih sayang yang tulus dan selalu mendorong semangatku untuk
terus menimba ilmu.
20. Pelita hatiku yang selalu siap memberikan kasih dan sayangnya serta
pengorbanan moril dan materil: suamiku Bambang M. Subur, ananda
Ghiffary Nursabur, Bistamy Nursabur, dan Hana Nursabur.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Maret 2013
Nurlisa A. Butet
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 Desember 1965 dari
pasangan Alimuddin Nasution (alm) dan Nurlela Lubis (almh). Pendidikan
sarjana ditempuh pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas
Perikanan IPB, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan
studi S2 di Faculty of Fisheries, Animal and Veterinary Sciences, University of
Rhode Island, Kingston, Rhode Island USA, dan menamatkannya pada tahun
1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi
Biosains Hewan IPB diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis mulai bekerja sebagai tenaga pendidik di Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan FPIK IPB sejak tahun 1990.
Dua buah karya ilmiah berjudul “Karakterisasi Gen Aktin dari Kerang
Darah Anadara granosa L” telah diterima dan akan diterbitkan pada Jurnal Ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia pada tahun 2013, dan “Kondisi Histologi Insang
Kerang Darah Anadara granosa sebagai Respon terhadap Stres yang distimulasi
oleh Logam Berat Merkuri” telah diterima akan diterbitkan pada Jurnal Moluska
Indonesia pada tahun 2013.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan penelitian
Manfaat penelitian
Kebaruan penelitian
1
1
4
4
4
2 KARAKTERISASI GEN BETA AKTIN PADA KERANG DARAH
Anadara granosa L.
Pendahuluan
Tujuan penelitian
Bahan dan Metode
Pengambilan sampel
Induksi HgCl2
Isolasi RNA
Sintesis cDNA
Amplifikasi cDNA gen β-aktin
Pengurutan DNA dan Analisis Urutan DNA
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Isolasi RNA Total
Amplifikasi cDNA dari gen β-aktin Anadara granosa
dengan PCR
Analisis pengurutan fragment gen AgACT
Pembahasan
Simpulan
11
11
13
15
3 KARAKTERISASI DAN EKSPRESI FAMILI GEN HEAT
SHOCK PROTEIN 70 PADA KERANG DARAH Anadara granosa L.
Pendahuluan
Tujuan Penelitian
Bahan dan Metode
Pengambilan sample
Induksi HgCl
Isolasi RNA
Sintesis cDNA
Amplifikasi gen Hsp70
Pengurutan dan Analisis Urutan DNA
Hasil dan Pembahasan
Hasil
15
16
19
19
19
19
19
20
20
21
22
22
5
6
8
9
9
9
9
9
9
10
10
10
10
DAFTAR ISI lanjutan
Isolasi RNA
Amplifikasi cDNA dari gen Hsp70 Anadara granosa
dengan PCR
Ekspresi gen Hsp70
Pembahasan
Simpulan
4 KONDISI HISTOLOGI INSANG KERANG DARAH
Anadara granosa YANG DIINDUKSI OLEH MERKURI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Pengambilan sample
Induksi HgCl
Analisis histologi insang
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Pembahasan
Simpulan
5 KARAKTERISTIK MORFOLOGI KERANG DARAH
Anadara granosa L. SEBAGAI RESPON TERHADAP
KERAGAMAN LINGKUNGAN
Pendahuluan
Tujuan penelitian
Bahan dan Metode
Waktu dan lokasi penelitian
Bahan dan Alat
Pengambilan contoh dan analisis karakter morfologi kerang
darah
Analisis kualitas air dan substrat
Analisis data
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Pembahasan
Simpulan
22
22
25
26
27
27
28
29
29
29
30
30
30
32
35
34
36
36
36
36
36
37
38
38
39
39
41
43
6 PEMBAHASAN UMUM
43
7 SIMPULAN DAN SARAN
48
DAFTAR PUSTAKA
49
LAMPIRAN
57
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen β-aktin
dari cDNA Anadara granosa
Persentase ketidakmiripan (p-Distance) nukleotida sekuen gen
β-aktin. 1:A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam;
3: A.granosa-1ppm/48jam; 4:A. granosa-2ppm/24jam; 5:
A.granosa-2 ppm/48jam; 6: A.granosa-10 ppm/24jam;
7: M. yessoensis; 8: H. cumingii
Persentase ketidakmiripan (p-Distance) asam amino sekuen gen
β-aktin. 1:A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam;
3: A.granosa-1ppm/48jam; 4:A. granosa-2ppm/24jam; 5:
A.granosa-2 ppm/48jam; 6: A.granosa-10 ppm/24jam;
7: M. yessoensis; 8: H. cumingii
Primer yang digunakan untuk amplifikasi cDNA Anadara granosa
Hasil alignment dengan BLASTn gen Hsp70 dari cDNA kerang
darah yang dibandingkan dengan spesies lainnya
Kondisi histologis insang kerang darah Anadara granosa yang
diinduksi dengan merkuri. 0: normal, 1: derajat kerusakan tingkat 1,
2: derajat kerusakan tingkat 2, 3: derajat kerusakan tingkat 3
Posisi lokasi penelitian
Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur di lokasi
penelitian
Parameter kualitas air di Teluk Banten, Bojonegara dan
Teluk Lada, Panimbang
Nilai rata-rata karakter fenotip kerang darah Anadara granosa yang
berasal dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal
Kriteria pencemaran berdasarkan ukuran morfologi
10
12
12
21
24
32
37
39
40
40
47
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Alur penelitian (Road map) plastisitas fenotip dan genetik
kerang darah Anadara granosa.
Struktur gen aktin (Nakajima-Iijima et al. 1985).
Alur penelitian (Road map) β-aktin Anadara granosa sebagai
housekeeping gene.
Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah Anadara granosa
menunjukkan dua pita RNA ribosomal 28S dan 18S.
Amplifikasi gen AgACT 353 bp. (1: 0 ppm; 2: 1ppm; 3: 2 ppm,
4: 10ppm; M: DNA marker 100 bp)
Filogenetik gen beta aktin antara A.granosa dan bivalvia lainnya
berdasarkan urutan 353 nukelotida.
Filogenetik gen beta aktin antar A.granosa dan bivalvia lainnya
berdasarkan urutan 117 asam amino
Struktur gen Hsc70 (Boutet et al. 2003b).
Alur penelitian (Road map) gen Hsp70 Anadara granosa
Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah
Anadara granosa menunjukkan dua pita RNA ribosomal
28S dan 18S
Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa
yang diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer
degenerate FH70 deg dan RH70.deg
Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa
yang diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer
FH70 dan RH70. M=DNA ladder 100bp; 1=Bojonegara
1ppm; 2=Panimbang 1ppm; 3=Bojonegara 1ppm
Alignment gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa terhadap
gen Hsp70 Crassostrea gigas
Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia,
berdasarkan sekuen nukleotida (530 bp) dan dikonstruksi dengan
metoda Neighbor-Joining
Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia,
berdasarkan sekuen asam amino (176 AA) dan dikonstruksi
dengan metoda Neighbor-Joining
Level relatif ekspresi gen Hsp70 gene pada kerang darah
yang diinduksi merkuri 1 = 0 ppm; 2 = 1 ppm, 24 jam;
3 = 1 ppm, 48 jam; 4 = 2 ppm, 24 jam; 5 = 2 ppm, 48 jam;
6 = 10 ppm, 24 jam.
Contoh histologi insang kerang darah Anadara granosa.
(a-d) Bojonegara, kontrol, induksi merkuri 1 ppm, induksi merkuri
2 ppm, induksi merkuri 10 ppm; (e-h) Panimbang, kontrol, induksi
merkuri 1 ppm, induksi merkuri 2 ppm, induksi merkuri 10 ppm
Lokasi penelitian di perairan pesisir Provinsi Banten
Peta lokasi penelitian Teluk Banten, Bojonegara
Peta lokasi penelitian Teluk Lada, Panimbang
5
7
8
10
11
13
13
18
20
22
23
23
24
24
25
25
31
36
37
37
DAFTAR GAMBAR lanjutan
21
22.
23.
24.
Pengambilan sampel kerang darah Anadara granosa dengan
menggunakan (a) manual di Bojonegara dan (b) garok di
Panimbang
Karakter fenotip yang diukur. TIC: tinggi cangkang, PC: panjang
cangkang, TU: tinggi umbo, TEC: tebal cangkang
Grafik fungsi diskriminan sepuluh karakter fenotip kerang
darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal
Model adaptasi bivalvia pada lingkungan yang baru
38
38
41
46
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sekuen nukleotida gen β-aktin dari Anadara granosa dan
bivalvia lainnya
Sekuen asam amino gen β-aktin dari Anadara granosa dan
bivalvia lainnya
Sekuen nukleotida gen Hsp70 dari beberapa bivalvia
Sekuen asam amino gen Hsp70 dari beberapa bivalvia
Persentase ketidakmiripan (p-distance) nukleotida sekuen gen
Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P. fucata,
5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri,
9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis
Persentase ketidakmiripan (p-distance) asam amino sekuen gen
Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P. fucata,
5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri,
9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis
Sebaran data panjang cangkang kerang darah Bojonegara,
Panimbang, dan Kuala Tungkal
Hasil analisis diskriminan kanonik sepuluh karakter morfologi
kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala
Tungkal
Hasil analisis diskriminan Fisher linear sepuluh karakter morfologi
kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala
Tungkal
57
60
61
67
69
70
71
72
73
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia filter feeder dari
famili Arcidae, yang mendiami perairan intertidal dengan substrat pasir
berlempung. Kerang darah dimanfaatkan secara komersial karena nilai
ekonomisnya yang tinggi, harganya mencapai dua sampai tiga kali harga kerang
lainnya. Penyebaran geografis hewan ini meliputi Red Sea, New Caledonia,
China, Jepang, Vietnam, Thailand, Filipina, Laut China Selatan, Indonesia,
perairan Pasifik bagian Barat, dan Australia (Nurdin et al. 2006). Menurut Tang
et al. (2009), penyebarannya di perairan Indonesia meliputi pesisir Sumatera
bagian Barat, Selat Malaka, Pantai Utara Jawa, Pantai Timur Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua.
Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada,
Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi perkembangan hidup kerang
darah Anadara granosa. Baik Panimbang maupun Bojonegara telah lama
menjadi daerah pemasok stok induk kerang darah untuk kegiatan pembesaran di
perairan Teluk Jakarta dan Cirebon. Panimbang direncanakan menjadi sentra
kekerangan untuk wilayah pulau Jawa, khususnya Jawa bagian barat (Lubayasari
2010).
Teluk Banten merupakan perairan semi tertutup yang menghadap Pantai
Utara Jawa dan di sana sejak lama telah berdiri berbagai industri, seperti pabrik
plastik, industri perakitan kapal, stockpile batu bara, industri kerajinan, dan
kegiatan antropogenik lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan limbah
yang masuk ke dalam perairan dan selanjutnya dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem. Perairan Teluk Lada secara geografis merupakan perairan pesisir yang
terbuka ke arah Selat Sunda. Kegiatan antropogenik di sekitar perairan tersebut
diantaranya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dioperasikan
secara resmi sejak tahun 2009, perkebunan kelapa, pemukiman penduduk, dan
kegiatan lainnya. PLTU yang berbahan bakar batu bara merupakan sumber
cemaran bagi perairan sekitarnya. Bahan pencemar yang paling nyata terdeteksi
di kedua perairan tersebut adalah logam berat, terutama merkuri (Setyobudiandi
2004; Muawannah et al. 2005).
Gangguan lingkungan seperti kontaminasi logam berat memberikan
respon yang negatif berupa stres bagi organisme. Berbagai logam berat yang
dapat membahayakan adalah merkuri, kadmium, timbal, arsenik, tembaga, nikel,
dan kromium. Merkuri merupakan logam berat yang paling berbahaya dengan
daya penyebarannya yang luas dan bersifat ubiquitous. Sebagai bahan kimia,
merkuri dihasilkan secara alami dan tidak dapat dihancurkan. Walaupun dengan
konsentrasi yang rendah, merkuri bersifat toksik. Sumber utama kontaminasi
merkuri di perairan adalah deposisi atmosfer, sumber erosi, limbah pertanian,
pertambangan, dan limbah industri (Navarro et al. 2012). Substrat yang
terkontaminasi di dasar perairan dapat berperan sebagai reservoir merkuri, dan
merkuri yang terjerat dalam substrat dapat terlepas kembali ke dalam kolom air
setelah puluhan tahun (US-EPA 1997). Jalur masuknya merkuri ke dalam tubuh
hewan bivalvia adalah melalui filtrasi, dan jaringan yang terlibat dalam proses ini
adalah mantel, kelenjar pencernaan, dan insang. Tingkat akumulasi tertinggi
paling banyak ditemukan di dalam insang (Arockia et al. 2012). Menurut
Sreekala (1993), kondisi histopathologi insang bivalvia dapat menjadi
bioindikator bagi pencemaran logam berat merkuri dan kadmium.
Selain cemaran yang berasal dari kegiatan antropogenik, faktor alami juga
menjadi tantangan bagi hewan-hewan intetidal seperti kerang darah. Fenomena
pasang surut di perairan intertidal seperti Bojonegara dan Panimbang secara
signifikan menyebabkan perubahan suhu, salinitas, dan konsentrasi bahan-bahan
organik dan anorganik. Kerang darah akan merespon terhadap tantangan
lingkungan yang demikian, untuk tetap dapat mempertahankan kelangsungan
hidup dan bereproduksi. Jenis respon yang dilakukan tergantung dari sifat
organisme tersebut. Bagi organisme kerang darah yang bersifat sessile, menurut
Evans & Hofmann (2012), akan melakukan strategi penyesuaian dan adaptasi
sebagai respon terhadap lingkungan. Pertama, melakukan perubahan biokimia
dan fisiologis sebagai alat untuk menyesuaikan diri dengan adanya lingkungan.
Kedua, melakukan strategi adaptasi dengan perubahan genetik untuk jangka
waktu yang panjang. Perubahan-perubahan tersebut merupakan dasar untuk
terjadinya plastisitas fenotip dalam rangka penyesuaian terhadap lingkungan.
Menurut Sultan (1987), Schlichting & Smith (2002), Pigliucci et al.
(2006), DeWitt & Scheiner (2004), plastisitas fenotip merupakan keragaman
ekspresi fenotipik, seperti perubahan biokimia, ekspresi gen, fisiologis, tingkah
laku, dan morfologi, yang dikembangkan oleh satu genotip sebagai respon
terhadap kondisi lingkungan. Individu-individu yang dapat melakukan ekspresi
fenotip yang beragam, adalah individu-individu yang mempunyai potensi
plastisitas fenotipik (Bradshaw 1965; Sultan 1987; Pigliucci et al. 2006). Respon
plastis berperan penting untuk kelangsungan hidup dan bereproduksi demi
mempertahankan populasi dalam menghadapi tekanan lingkungan (Price et al.
2003). Menurut Waddington (1953), karakter baru dari suatu fenotip yang
merespon perubahan lingkungan akan bersifat stabil dan diturunkan kepada
generasi berikutnya melalui proses seleksi. Munculnya galur baru yang sedikit
berbeda dari moyangnya merupakan respon aktif terhadap perubahan lingkungan
dan hasil seleksi dari genotip yang plastis (Frankham et al. 2002)
Keragaman fenotipik secara spasial merupakan hasil plastisitas yang
terjadi pada saat perkembangan (developmental plasticity) (Luttikhuizen et al
2003). Bagi bivalvia seperti kerang darah, plastisitas perkembangan terjadi pada
fase spat (pasca larva) yang merupakan fase kritis untuk penentuan dalam
perkembangan selanjutnya.
Pada fase ini spat kerang darah melakukan
penyesuaian fenotip terhadap habitat yang cocok, untuk kelangsungan hidup dan
perkembang biakannya.
Keragaman ekspresi fenotip sebagai reaksi terhadap fluktuasi lingkungan
dapat ditelusuri dengan menganalisis respon stres seluler (celluler stress response,
CSR).
Semua sel akan berespon terhadap perubahan lingkungan yang
menstimulasi stres dengan menginduksi sekumpulan protein yang berfungsi untuk
mencegah dan memperbaiki kerusakan molekuler (Evans & Hofmann 2012).
Pada saat terjadi stres yang distimulasi oleh faktor eksternal, protein yang menjadi
peletak dasar plastisitas fenotip akan mengalami denaturasi dan agregasi.
Menurut Wang et al. (2004), denaturasi dan agrerasi protein dapat dicegah dengan
mengaktifkan gen yang mengendalikan CSR.
Beberapa gen yang telah
teridentifikasi sebagai bagian dari kelompok CSR dan memiliki kemampuan
mengembangkan multi genotip dalam merespon fluktuasi lingkungan, diantaranya
adalah famili gen Plasticity Related Gene (PRG) (Savaskan et al. 2004; Brogini et
al. 2010), famili gen heat shock protein (Hsp) (Favatier et al. 1997), dan family
gen Mitogene Activated Protein Kinase (MAPK) (Pearson et al. 2001). Gen Hsp
telah dijadikan marka molekuler untuk mendiagnosis sensitivitas organisme
terhadap berbagai faktor abiotik (Hofmann 1999, 2005; Hofmann et al. 2000;
Hamdoun et al. 2003).
Pendekatan fisiologis sejak lama telah digunakan untuk memahami
plastisitas fenotipik dan batas toleransi suatu organisme terhadap kondisi
lingkungan. Beberapa tahun terakhir ini, paradigma ilmu pengetahuan untuk
mempelajari respon organisme telah berubah ke arah molekuler. Ekspresi gen
telah banyak dimanfaatkan untuk mempelajari stres yang distimulasi oleh
lingkungan abiotik. Keuntungan dari pendekatan ekspresi gen ini sudah jelas,
dengan alasan bahwa ekspresi gen yang dimanipulasi oleh lingkungan merupakan
salah satu respon yang cepat dan adaptif bagi organisme yang mengalami stres
(Evans & Hofmann 2012).
Kelompok gen yang terekspresi pada saat stres
merupakan kelompok stress protein gene. Famili gen heat shock protein (Hsp)
adalah salah satu gen yang diaktivasi pada kondisi stres maupun normal yang
berfungsi sebagai molecular chaperone dan chaperonin. Salah satu anggota dari
famili gen Hsp adalah Hsp70, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
denaturasi protein, agregasi protein yang rusak di dalam sel, membantu
mengembalikan struktur protein yang rusak, sedangkan dalam kondisi normal
Hsp70 membantu pelipatan dan penempatan protein (Lindquist 1986; Parsell &
Lindquist 1993; Feder dan Hofmann 1999; Wang et al. 2004). Gen Hsp70 ini
merupakan gen yang responsif dan bersifat universal terhadap beragam stres
lingkungan, bukan hanya stres perubahan suhu tetapi juga logam berat dan stres
lainnya (Parsell & Lindquist 1993).
Perbandingan fenotip antara kerang darah Bojonegara dan Panimbang
perlu dilakukan untuk menganalisis plastisitas fenotip sebagai respon adaptif
terhadap keragaman kondisi lingkungan. Penelusuran karakter fenotip perlu
dilakuan terkait dengan fenotip yang adaptif terhadap tekanan lingkungan. Untuk
menguji batas toleransi yang akan dimanfaatkan oleh kerang darah (Anadara
granosa) dalam beradaptasi terhadap cemaran lingkungan, maka dalam penelitian
ini akan dikarakterisasi gen Hsp70 pada A. granosa sebagai salah satu anggota
dari famili gen heat shock protein (Hsp), serta dianalisis pula respon akut gen
Hsp70 dan perubahan fenotip pada histologi insang hewan ini terhadap cemaran
merkuri yang diinduksi pada beberapa level konsentrasi.
Sebelum mendeteksi keberadaan dan karakterisasi gen target Hsp70, maka
di dalam tahapan studi yang menyangkut pendekatan ekspresi gen target selalu
dilakukan standarisasi kualitatif dan kuantitatif material RNA terutama mRNA.
Standarisasi tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan housekeeping
gene sebagai kontrol internal. Keberhasilan dari tahapan ini akan dapat
memfasilitasi dalam mendeteksi keberadaan gen target dalam hal ini gen Hsp70.
Oleh karena housekeeping gene ini umumnya bersifat “spesies spesifik” maka
karakterisasi dan standarisasinya merupakan tahapan yang sangat strategis sebagai
bagian dari tahapan pendekatan ekspresi gen.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan
kerang darah A. granosa dalam mengembangkan plastisitas fenotip melalui
pendekatan ekspresi gen Hsp70, dan keragaman morfologi. Di samping itu juga,
batas toleransi kerang darah sebagai konsekuensi terhadap cemaran merkuri
melalui pendekatan histologis akan dipelajari. Adapun tahapan untuk mencapai
tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengkarakterisasi gen β-aktin sebagai internal kontrol untuk keberhasilan
amplifikasi gen target
2. Mengkarakterisasi dan menganalisis ekspresi gen Hsp70 pada kerang
darah sebagai salah satu gen CSR untuk menganalisis respon organisme
terhadap stres lingkungan
3. Menganalisis batas toleransi kerang darah melalui pendekatan histologis
insang sebagai bagian strategi adaptasi
4. Menganalisis keragaman morfologi sebagai bagian dari strategi adaptasi.
Penelitian ini dirancang dan ditelusuri berdasarkan pertimbangan dengan alur
penelitian (Road map) seperti gambar 1.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) gen β-aktin kerang
darah dapat dijadikan acuan untuk disain primer bagi kerang lain dari famili
Arcidae; (2) gen Hsp70 dapat dijadikan biomarker untuk perairan tercemar; (3)
dengan memanfaatkan plastisitas gen Hsp70, maka diharapkan kerang darah dapat
dijadikan biofilter untuk budidaya tambak udang di perairan tercemar; (4) model
adaptasi yang dikembangkan dapat diadopsi untuk hewan perairan lainnya.
Kebaruan Penelitian
1)
2)
Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah:
ditemukannya sekuen gen β-aktin kerang darah A. granosa yang dapat
dijadikan rujukan sebagai kontrol internal pada kajian ekspresi gen untuk
bivalvia famili Arcidae lainnya,
batas adaptasi fisiologis kerang darah dapat ditentukan dengan ekspresi
gen Hsp70 sebagai respon terhadap induksi merkuri.
Perairan
intertidal
Faktor alami
Faktor antropogenik
Plastisitas fenotip kerang darah Anadara granosa
Gen protein stres
Histologis insang
Keragaman fenotip
Ekspresi
Gen Hsp70
Gen β-aktin,
kontrol
internal
Gambar 1. Alur penelitian (Road map) plastisitas fenotip kerang darah Anadara
granosa.
2 KARAKTERISASI GEN BETA AKTIN PADA
KERANG DARAH Anadara granosa L.
Abstrak
Gen aktin adalah gen yang konserve dan memiliki sifat sebagai housekeeping dan
constitutive gene. Dengan karakteristiknya yang demikian, gen aktin telah banyak
digunakan sebagai kontrol internal untuk menormalisasi ekspresi gen. Informasi
mengenai gen aktin pada bivalvia famili Arcidae belum pernah dilakukan,
sehingga diperlukan kajian mengenai isolasi dan karakterisasinya untuk keperluan
ekspresi gen dan bioinformatika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi ekspresi gen aktin dan menganalisis karakteristiknya pada kerang
darah Anadara granosa terhadap induksi logam berat merkuri pada berbagai
konsentrasi, sehingga gen aktin dapat digunakan sebagai kontrol internal dalam
kajian ekspresi gen target yang diinduksi oleh logam berat merkuri tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gen aktin yang diisolasi dari kerang
darah Anadara granosa dapat dijadikan kontrol internal untuk kajian ekspresi
gen, disebabkan ekspresinya yang konstan untuk semua sampel yang diinduksi
dan kespesifikan sekuennya.
Produk pengurutan gen aktin A. granosa
menghasilkan sekuen parsial sebanyak 353 pasang basa nukleotida yang
menyandikan 117 asam amino.
Kata-kata kunci: gen aktin, ekspresi gen, gen housekeeping.
Abstract
Actin gene is a conserve and constitutive gene. Therefore, it has been used as an
internal control to normalize gene expression. Information on actin gene from
bivalve of the family Arcidae has not been explored yet. Hence, it is necessary to
isolate and characterize the gene in order to analyze gene expression and to study
bioinformatics. The objective of this research is to explore actin gene expression
on blood cockle Anadara granosa in response to mercury induction at several
concentration. This research revearled that the actin gene isolated from blood
cockle can be used as an internal control for analysis of gene expression, due to its
constant level of expression at all mercury concentrations induced. In addition,
sequenced actin gene produced 353 base pairs of nucleotide encoding 117 amino
acids.
Keywords: actin gene, gene expression, house keeping gene.
Pendahuluan
Aktin adalah protein yang sangat konserve dan yang menjadi salah satu
komponen utama sitoskeleton yang berperan penting pada semua sel eukariotik
(Cooper & Crain 1982). Persentase aktin pada sel eukariotik mencakup 50%
total seluler protein. Aktin berfungsi pada semua proses seluler, termasuk
motilitas sel, kontraktil, mitosis dan sitokinesis, transport intraseluler, dan sekresi
sel. Di samping itu pula, aktin berperan dalam regulasi transkripsi gen (Zheng et
al. 2009).
Aktin memiliki tiga isoform utama, yaitu alpha, beta, dan gamma. Alpha
aktin ditemukan pada sel otot yang merupakan bagian penting dari aparatus
kontraktil. Sedangkan beta dan gamma aktin berada pada semua jenis sel sebagai
komponen sitoskeleton dan mediator motilitas sel internal. Beta aktin dan gamma
aktin masing-masing terletak di kromosom 7 dan 17 pada manusia (Erba et al.
1988). Adapun alpha aktin berada di kromosom 1, 11, dan 15 pada manusia.
Berat molekul α, β, dan γ aktin adalah sekitar 42 hingga 43 kDa (Gunning et al.
1984; Beggs et al. 1992).
Beta aktin berperan dalam transkripsi gen, yang erat hubungannya dengan
ketiga hal berikut. Pertama, aktin berperan dalam penyusunan benang-benang
kromatin yang terikat dengan ATP (Percipalle & Visa 2006). Kedua, membentuk
kompleks dengan ribonucleotide protein (RNP) yang mengikat RNA dari inti ke
sitoplasma (Percipalle & Visa 2006; Zheng et al. 2009). Ketiga, aktin diperlukan
untuk transkripsi oleh tiga polimerase RNA inti, yaitu Polimerase I, II, dan III
pada sel inti eukariot (Percipalle & Visa 2006; Zheng et al. 2009).
Gen aktin memiliki tingkat ekspresi yang stabil dan ekspresinya tidak
membutuhkan adanya faktor induksi. Dengan sifat gen yang seperti ini, maka
aktin disebut sebagai housekeeping dan constitutive gene. Gen yang bersifat
housekeeping dan constitutive sangat berguna untuk dijadikan sebagai kontrol
internal dalam normalisasi tingkat ekspresi mRNA. Normalisasi diperlukan
dalam mengoreksi perbedaan untuk identifikasi adanya keragaman dalam ekspresi
gen, disebabkan oleh kondisi sampel dan perlakuan serta induksi dari material
yang dipakai (Yperman et al. 2004).
Gen aktin telah digunakan sebagai kontrol ekspresi gen pada manusia
(Goidin et al. 2001), domba (Garcia-Crespo et al. 2005), mencit (Ikegami et al.
2002), ikan zebra Danio rerio (Evans et al. 2005; Keller et al. 2008) , dan bivalvia
Crassostrea gigas (Farcy et al. 2009). Menurut Nakajima-Iijima et al. (1985),
struktur gen aktin pada manusia terdiri dari promoter, enam ekson, lima intron,
dan diakhiri dengan terminator, yang digambarkan seperti pada gambar 2 di
bawah ini. Promoter gen aktin pada manusia memiliki situs pengikat protein
(protein binding site) yaitu CCAAT dan TATA box, masing-masing terletak pada
-818 dan -879 upstream. Berdasarkan data GenBank, coding sequence (CDS) gen
beta aktin manusia (kode akses NM_001101.3) terdiri dari 1128 nukleotida yang
menyandikan asam amino sebanyak 376.
5’
I1
E1
I2
E2
I3
E3
I4
E4
I5
E5
3’
E6
Gambar 2. Struktur gen aktin (Nakajima-Iijima et al. 1985).
Pada penelitian penentuan tingkat ekspresi gen Hsp70 pada Anadara
granosa ini, gen aktin digunakan sebagai kontrol internal untuk menormalisasi
ekspresi gen. Informasi mengenai gen aktin dari bivalvia famili Arcidae,
termasuk A. granosa, sampai saat ini masih belum ada. Oleh karena itu perlu
diketahui dengan tepat mengenai karakterisasi gen aktin pada bivalvia famili
Arcidae terutama A. granosa sehingga kontrol internal sebagai housekeeping gene
lebih akurat dan tepat. Untuk selanjutnya sekuen gen aktin A. granosa yang
diperoleh dapat dijadikan rujukan untuk mendisain primer gen aktin dari anggota
famili Arcidae lainnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkarakterisasi gen β-aktin secara parsial di daerah yang relatif
konserve untuk kerang darah Anadara granosa.
2. Menganalisis ekspresi gen β-aktin Anadara granosa sebagai kontrol
internal yang merupakan housekeeping gene dan standarisasi kualitas dari
sintesis cDNA untuk gen-gen target pada kerang darah.
Penelitian ini dirancang dan ditelusuri berdasarkan pertimbangan dengan
alur penelitian (Road map) seperti gambar 3 berikut.
Data genbank
gen β aktin
Sebaran dan
perkembangan
hidup A.granosa
β aktin pada manusia
(kode akses genbank
NM_001101.3)
Purifikasi RNA
Anadara granosa
β aktin parsial
menggunakan
primer dari gen β
aktin manusia
Sintesa cDNA
Anadara granosa
Produk PCR gen β-aktin
parsial pada Anadara
granosa
Alignment gen β
aktin parsial
A. granosa dengan
manusia dan
hewan akuatik
Sekuensing gen β-aktin
parsial Anadara granosa
(353 bp)
Kontrol internal (sebagai
housekeeping gene) untuk
ekspresi gen target dari
hasil cDNA
Gambar 3.
Alur penelitian (Road map) β-aktin Anadara granosa sebagai
housekeeping gene.
Bahan Dan Metode
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel kerang darah dilakukan di dua perairan di propinsi
Banten, yaitu Bojonegara- Teluk Banten dan Panimbang-Teluk Lada. Kerang
darah dibawa ke laboratorium dan ditempatkan pada akuarium yang terpisah yang
berisi air laut. Selanjutnya kerang darah diaklimatisasi selama 48 jam sebelum
dilakukan cekaman logam berat.
Indukasi HgCl2
Sampel kerang darah dipaparkan pada tiga konsentrasi HgCl2, yaitu 1, 2,
dan 10 ppm selama 24 dan 48 jam. Kerang darah kontrol dibiarkan tanpa
perlakuan merkuri. Jumlah kerang darah pada setiap perlakuan masing-masing
tiga individu. Ukuran kerang darah yang dianalisis 2.753 ± 0.427 cm. Rancangan
percobaan yang diterapkan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Pada akhir
periode perlakuan merkuri, insang kerang darah diambil dan dibilas untuk
digunakan pada analisis histologi insang dan isolasi RNA.
Isolasi RNA
Insang diekstraksi untuk analisa RNA total, dengan menggunakan
GeneJet RNA Purification Kit (Thermo Scientific Inc.)
Prosedur isolasi
mengikuti manual pabrik. Integritas RNA diperoleh dengan memasukkan sample
ke dalam gel agarose 1,2% dan dilarikan pada mesin elektroforesis. Sampel RNA
dimonitor di bawah UV transluminator. Kemurnian RNA diukur dengan
spektrofotometer.
Sintesis cDNA
Transkripsi balik cDNA dilakukan dengan menggunakan RevertAid
Transcriptase (Thermo Scientific Inc.).
Prosedur Reverse TranscriptasePolymerase Chain Reaction (RT-PCR) ini mengikuti manual pabrik. Sampel hasil
sintesis cDNA digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi cDNA dari gen βaktin.
Amplifikasi cDNA gen β-aktin
Pasangan primer yang digunakan adalah S-ACT dan A-ACT (Tabel 1).
Primer ini didisain dari gen β-aktin manusia (Wan et al. 2008). Komposisi
bahan-bahan PCR terdiri dari 3 µl cDNA ditambah dengan buffer Kapa2G Fast 5
µl; MgCl2 2.5 µl; dNTP, primers, and DMSO masing-masing 1 µl; Taq
polymerase 0.2 µl, dan double distilled water sampai campuran mencapai volume
25 µl (Kapa Biosystem). PCR dilakukan dengan menggunakan mesin AB Verity
dan Biometra. PCR dilakukan pada kondisi pra denaturasi 940C (3 menit),
denaturasi 940C (45 detik). Penempelan primer β-actin pada suhu 610C, dengan
waktu penempelan 1,5 menit. Pemanjangan 720C (1 menit). PCR dilakuan
sebanyak 35 siklus. Pasca PCR 720C (7 menit), dan pendinginan 150C (10 menit).
Produk PCR dimasukkan pada 1,2% gel agarose yang dijalankan dengan
menggunakan mesin elektroforesis selama 60 menit. Integritas produk PCR
kemudian dilihat dibawah UV transluminator.
Tabel 1.
Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen β-aktin dari cDNA
Anadara granosa.
Nama primer
Sekuen Primer
Produk
PCR
(bp)
No akses
GenBank
S-ACT
A-ACT
5'-GCTCGTCGTCGACAACGGCTC-3'
5'-CAAACATGATCTGGGTCATCTTCTC-3'
353
NM_001101
.3
Pengurutan DNA dan Analisis Urutan DNA
Pengurutan sampel DNA gen ββ-aktin
aktin dari individu yang berbeda
dilakukan dengan
an menggunakan mesin sekuenser. Pengurutan ((sequencing
sequencing)
masing-masing
masing sampel lengkap dua arah baik forward maupun reversenya.
Pengerjaannya dilakukan di Laboratorium First Base, Singapura. Analisa
kesejajaran gen β-aktin
aktin dilakukan dengan menggunakan pro
program
gram MEGA4
(Tamura et al. 2007). Rekonstruksi kedekatan antar sampel dilakukan dengan
membuat pohon filogeni berdasarkan jarak genetik antar nukleotida (nt) maupun
asam amino (AA) secara berpasangan menggunakan nilai p distance.
distance
Rekonstruksi pohon filogeni
ni berdasarkan Neighbor Joining (NJ) yang diulang
dengan menggunakan metoda Bootstrap 1000x (Tamura et al. 2007).
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Isolasi RNA Total
RNA total telah berhasil diisolasi dari kerang darah Anadara granosa yang
telah diberi cekaman
man logam berat merkuri pada konsentrasi 1, 2, dan 10 ppm, serta
kontrol 0 ppm. Gambar 4 menunjukkan pita RNA dengan dua pita RNA
ribosomal, yaitu 28S rRNA dan 18S rRNA. Pengukuran kemurnian RNA dengan
spektrofotometer menunjukkan nilai kisaran antara 1,
1,582
582 sampai 1,902. Dengan
integritas dan kemurnian RNA total yang tinggi ini, maka sample dapat digunakan
sebagai cetakan untuk sintesa cDNA total.
28S
18S
Gambar 4. Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah Anadara granosa
menunjukkan dua pita RNA ribosomal 28S dan 18S.
Amplifikasi cDNA dari gen β-aktin
aktin Anadara granosa dengan PCR
Amplifikasi untuk mendapatkan cDNA gen β-aktin
aktin dengan primer beta
aktin manusia menghasilkan fragmen cDNA dengan ukuran 353 pb (Gambar 5).
Selanjutnya fragmen ini dinamakan dengan fragmen gen aaktin Anadara granosa.
granosa
1
2
3
4
M
500 bp
Gambar 5. Amplifikasi gen AgACT 353 bp. (1: 0 ppm; 2: 1ppm; 3: 2 ppm, 4:
10ppm; M: DNA marker 100 bp)
Hasil amplifikasi gen aktin dari Anadara granosa yang berukuran 353 bp,
memperlihatkan bahwa pita-pita yang dihasilkan memiliki ketebalan yang sama.
Ketebalan pita yang merata menunjukkan bahwa gen aktin memiliki ekspresi yang
sama pada ketiga level konsentrasi HgCl2 yang diinduksi. Dengan demikian gen
aktin dari A.granosa layak dijadikan kontrol internal bagi ekspresi gen target pada
penelitian ekspresi famili gen Hsp70. Urutan primer yang digunakan dari disain
sekuen gen β-aktin manusia (NM_001101.3) menempel 62 % untuk primer
forward dan 100% untuk primer reverse, sehingga untuk selanjutnya pasangan
primer yang dapat mengamplifikasi gen β-aktin A. granosa dengan baik adalah
Forward 5’- GTTTGTTGTTGACAAAGGGTT-3’ dan Reverse 5’CAAACATGATCTGGGTCATCTTCTC-3’.
Analisis pengurutan fragment gen AgACT
Pengurutan fragment gen β-aktin Anadara granosa terkoreksi yang
berasal dari individu yang berbeda menghasilkan basa nukleotida 353 pb yang
menyandikan 117 asam amino (Lampiran 1 dan 2). Persentase perbedaan gen βaktin antar Anadara granosa sebesar 0.000 – 0.013 nukleotida dan 0.000 – 0.040
asam amino (Tabel 2 dan 3). Persentase ketidakmiripan fragmen nukleotida gen
β-aktin Anadara granosa dengan gen aktin bivalvia lainnya berkisar antara 0.225
– 0.251. Berdasarkan analisa kesejajaran asam amino menunjukkan bahwa
ketidakmiripan asam amino gen aktin kerang darah dengan bivalvia lainnya
sebesar 0.210 – 0.226.
Persentase ketidakmiripan nukleotida dan asam amino antara gen β-aktin
Anadara granosa dengan gen aktin dari spesies bivalvia lainnya menunjukkan
bahwa β-aktin A. granosa yang telah diisolasi dari Anadara granosa adalah
kandidat gen aktin. Sampai saat ini belum pernah ada isolasi gen aktin untuk
bivalvia famili Arcidae, terlebih spesies Anadara granosa. Dengan demikian, gen
aktin akan sangat penting bagi kontrol positif dalam analisa ekspresi gen pada A.
granosa.
Tabel 2. Persentase ketidakmiripan (p-Distance) nukleotida sekuen gen β-aktin.
1: A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam; 3: A.granosa1ppm/48jam; 4: A. granosa-2ppm/24jam; 5: A.granosa-2 ppm/48jam;
6: A.granosa-10 ppm/24jam; 7: M. yessoensis; 8: H. cumingii
Takson
2
3
4
5
6
7
8
1
0.000
0.000
0.008
0.008
0.013
0.225
0.243
2
3
Takson
4
5
6
7
0.000
0.008
0.008
0.013
0.225
0.243
0.008
0.008
0.013
0.225
0.243
0.000
0.011
0.227
0.246
0.011
0.227
0.246
0.233
0.251
0.126
Tabel 3. Persentase ketidakmiripan (p-Distance) asam amino sekuen gen β-aktin.
1: A.granosa-kontrol; 2: A.granosa-1ppm/24jam; 3: A.granosa1ppm/48jam; 4: A. granosa-2ppm/24jam; 5: A.granosa-2 ppm/48jam;
6: A.granosa-10 ppm/24jam; 7: M. yessoensis; 8: H. cumingii
Takson
2
3
4
5
6
7
8
1
0.000
0.000
0.024
0.024
0.040
0.210
0.210
2
3
Takson
4
5
6
7
0.000
0.024
0.024
0.040
0.210
0.210
0.024
0.024
0.040
0.210
0.210
0.000
0.032
0.210
0.210
0.032
0.210
0.210
0.226
0.226
0.000
Hasil analisis filogenetik menunjukkan baik urutan nukleotida maupun
asam amino gen β-aktin Anadara granosa membentuk kelompok yang terpisah
dari gen β-aktin spesies bivalvia lainnya (Gambar 6 dan 7). Sedangkan antar
individu-individu Anadara granosa terbentuk pengelompokan. Individu-individu
kontrol dan yang diberi perlakuan induksi logam berat merkuri konsentrasi 1 ppm
membentuk kelompok tersendiri dengan kemiripan 89% baik untuk urutan
nukleotida maupun asam amino. Kelompok pertama tersebut terpisah dengan
individu-individu yang diberi perlakuan induksi merkuri konsentrasi 2 dan 10
ppm.
A. granosa 0
89
A. granosa 1/48
A. granosa 1/24
100
A. granosa 10/24
A. granosa 2/48
78
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
A. granosa 2/24
M. yessoensis
GU596498
H. cumingii
HM045420
0.00
Gambar 6. Filogenetik gen beta aktin antara A.granosa dan bivalvia lainnya
berdasarkan urutan 353 nukelotida.
A. granosa 0
89
A. granosa 1/48
A. granosa 1/24
A. granosa 10/24
A. granosa 2/48
77
100
0.10
Gambar 7.
0.08
0.06
0.04
0.02
A. granosa 2/24
M. yessoensis
H. cumingii
0.00
Filogenetik gen beta aktin antar A.granosa dan bivalvia lainnya
berdasarkan urutan 117 asam amino.
Pembahasan
Gen aktin bersifat conserve dan ubiquitous pada organisme eukariot. gen
aktin terlibat dalam struktur sitoskeletal, motilitas seluler, mobilitas permukaan
sel, transport intraseluler, dan mitosis. Dengan karakteristik tersebut, maka gen
aktin banyak dimanfaatkan sebagai housekeeping gene (Morga et al. 2010).
Sebagai agen molekuler, gen β-actin selanjutnya dimanfaatkan untuk kontrol
internal dalam banyak analisis RNA (Thellin et al. 1999).
Penelitian ini menghasilkan ketebalan pita hasil PCR yang konstan dari
gen β-aktin Anadara granosa yang diinduksi oleh berbagai konsentrasi merkuri.
Dengan demikian, ekspresi gen β-aktin Anadara granosa tidak terpengaruh oleh
adanya induksi merkuri. Di lain pihak, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
ekspresi gen β-aktin sensitif terhadap adanya perubahan stimulant. Morga et al.
(2010) menemukan ketidakkonstanan ekspresi gen β-aktin pada bivalvia Ostrea
edulis yang diinfeksi oleh parasit Bonamia ostreae. Parasit Bonamia ostreae
nampaknya berpengaruh terhadap ekspresi gen aktin tersebut, yang dalam hal ini
gen aktin terlibat dalam struktur sitoskeleton yang berperan fagositosis dan
pembungkusan sel. Ekspresi gen β-actin juga ditemukan pada ikan Ictalurus
punctatus yang diperlakukan terhadap stressor seperti kekurangan pakan dan
rendahnya tinggi permukaan air. Kondisi fisiologis ikan nampaknya memberikan
pengaruh terhadap ekspresi gen di dalam jaringan (Small et al. 2008). Ekspresi
gen β-actin yang beragam juga terlihat pada katup jantung domba (Yperman et
al. 2004), ayam yang diinduksi suhu tinggi (Banerji et al, 1986), dan jalur
pernapasan penderita asma (Glare et al. 2002). Dengan demikian, penelitianpenelitian terdahulu tersebut tidak berhasil menjadikan gen β-actin sebagai
kontrol internal.
Menurut Morga et al. (2010), suatu gen yang memiliki ekspresi stabil
dapat dijadikan sebagai kontrol internal untuk menormalisasi ekspresi gen target.
Pada penelitian ini, gen β-actin dari Anadara granosa menunjukkan respon yang
sama terhadap induksi merkuri, sehingga gen β-actin A. granosa ini dapat
dijadikan sebagai standard untuk menormalisasi ekspresi gen target yang dalam
hal ini adalah gen Hsp70.
Berdasarkan hasil sekuen, sekuen gen gen β-aktin di antara sample kerang
darah bersifat conserve, baik urutan nukleotidanya maupun asam aminonya
(Lampiran 1 dan 2). Baik berdasarkan urutan nukleotida maupun asam amino,
hanya ada enam situs yang berbeda.
Walaupun demikian, terbentuk
pengelompokan antara kelompok kerang darah kontrol dan induksi merkuri 1 ppm
sebagai kelompok pertama dengan kemiripan 89%, dan kelompok yang diinduksi
dengan merkuri 2 dengan kemiripan dan 10 ppm sebagai kelompok lainnya.
Pengelompokkan ini seperti adanya pengaruh dari konsentrasi merkuri yang
diinduksi. Namun demikian, keragaman genetik individu dapat terjadi pada
organisme yang memiliki kemampuan penyebaran (dispersal ability) yang tinggi
(Frankham et al. 2002). Sebagai perenang pasif, dispersi larva bivalvia yang
tinggi tergantung pada arus pasang surut dan gelombang laut. Jika tidak ada
penghalang fisik dan kimia, larva dapat mencapai habitat yang menjauhi tempat
stok induknya. Dengan adanya penghalang fisik dan kimia dapat membatasi
dispersi larva (Butet 1997). Penghalang tersebut dapat membatasi aliran gen
(gene flow) yang dapat berakibat pada rendahnya keragaman genetik (Frankham
et al. 2002) dan peremajaan populasi berasal dari sumber genetik yang sama.
Teori dispersal tersebut dapat diaplikasikan pada penelitian ini. Diduga sebaran
larva kerang darah Anadara granosa tinggi, sehingga terjadi aliran gen
menyebabkan keragaman gen β-aktin. Dengan demikian, keragaman gen β-aktin
kerang darah yang diinduksi merkuri berasal dari keragaman genetik individu.
Walaupun ada beberapa situs nukleotida dan asam amino yang conserve
dari gen β-aktin kerang darah dan bivalvia lainnya, hubungan kekerabatan
keduanya jauh. Sekuen gen β-aktin menunjukkan perbedaan sekuen nukleotida
dan asam aminonya. Dengan demikian, gen β-aktin yang diisolasi dari kerang
darah dapat diperhitungkan sebagai kandidat gen β-aktin untuk kerang darah
khususnya dan untuk bivalvia famili Arcidae umumnya. Sehingga gen β-aktin
kerang darah menjadi penting untuk digunakan sebagai kontrol positif dalam
analisa ekspresi gen.
Simpulan
Berdasarkan kekonstanan pita PCR, gen β-aktin dari Anadara granosa
dapat digunakan sebagai kontrol internal dalam analisis ekspresi gen target. Hasil
sekuen gen β-aktin menunjukkan kekhasan gen tersebut.
Primer spesifik gen β-aktin untuk Anadara granosa adalah Forward
AgACT Forward 5’- GTTTGTTGTTGACAAAGGGTT-3’ dan Reverse AgACT
5’- CAAACATGATCTGGGTCATCTTCTC-3’. Dari primer ini dapat digunakan
sebagai sarana amplifikasi gen β-aktin yang merupakan kontrol internal pada
hewan-hewan bivalvia lainnya.
3 KARAKTERISASI DAN EKSPRESI GEN HEAT SHOCK PROTEIN 70
PADA KERANG DARAH Anadara granosa L. SEBAGAI RESPON
TERHADAP INDUKSI MERKURI
Abstrak
Sebagai organisme intertidal dan subtidal, kerang darah Anadara granosa setiap
menghadapi lingkungan yang selalu berubah yang seringkali menimbulkan stres.
Stres yang distimulasi biasanya dikendalikan oleh gen-gen protein stres. Ada
banyak gen protein stres, diantaranya gen heat shock protein (Hsp) seperti Hsp70
yang berfungsi sebagai molecular chaperone dan terekspresi pada kondisi stres.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi dan menganalisis ekspresi gen
Hsp70 pada kerang darah sebagai respon terhadap induksii merkuri. Hasil dari
penelitian ini mendapatkan bahwa gen Hsp70 kerang darah bersifat spesies
spesifik dan berbeda dengan spesies lainnya. Selain itu penelitian ini
membuktikan bahwa merkuri mampu menginduksi ekspresi gen Hsp70 yang
mana levelnya meningkat pada konsentrasi merkuri tertentu.
Hal ini
membuktikan bahwa kerang darah memiliki plastisitas yang tinggi dalam
mentoleransi logam berata terutama cemaran merkuri. Dengan demikian, gen
Hsp70 selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai marka molekuler untuk perairan
tercemar.
Kata-kata kunci: gen Hsp70, Anadara granosa, molecular chaperone, acquired
character.
Abstract
As an intertidal and subtidal organism, blood cockle Anadara granosa must cope
with the ever-changing environment. It constantly generates stress controlled by
stress protein genes. There are many stress genes that play an important role in
cell protection. Hsp70 gene becomes one of the genes which function as a
molecular chaperone and be expressed under stress condition. The research
aimed at exploring the expression of Hsp70 gene in blood cockle responding to
mercury induction. The research revealed that mercury was able to induce Hsp70
gene expression which level increased at certain mercury concentration. This
notion suggests that blood cockles have high plasticity to tolerate heavy metals
particularly mercury pollution. Additionally, Hsp70 gene may become a good
molecular marker in a contaminant habitat.
Keywords: Hsp70 gene, Anadara granosa, molecular chaperone, acquired
character.
Pendahuluan
Heat shock protein (Hsp) merupakan protein yang bersifat konserve dan
ada pada semua sel prokariot sampai eukariot (Lindquist 1986; Lindquist dan
Craig 1988; Farcy et al. 2009). Hsp termasuk dalam famili gen (gene family)
karena terdiri dari beberapa gen seperti Hsp100, Hsp90, Hsp70, Hsp60, dan small
heat shock proteins (Hsp40 dan Hsp20).
Gen Hsp terletak pada berbagai
kromosom dari organisme yang sama. Oleh karena sifatnya yang konserve itu,
kemiripan heat shock protein manusia dengan Drosophila sebesar 73%,
sedangkan dengan E. coli sebesar 50% (Lindquist 1986). Posisi Hsp70 terletak
di kromosom 1 sampai 5 pada Arabidopsis (Sung et al. 2001), di kromosom 1, 2,
3, dan X pada Drosophila melanogaster (Gunawardena dan Rykowski 2000), di
kromosom 2 pada nyamuk Anopheles darlingi (Raphael et al. 2004), di
kromosom 6 dan 18 pada ikan zebra (Yamashita et al. 2010), di kromosom 3, 10
dan 23 pada bovine (Grosz et al. 1992; Gallagher et al. 1993), di kromosom 1,4,
5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 20, dan 21 pada manusia (Grosz et al. 1992; Brocchieri et
al. 2008).
Penamaan awal Heat shock protein berdasarkan berat molekul setiap
proteinnya, seperti Hsp70, 72, 73, dan lainnya, serta dikelompokkan berdasarkan
ukuran umum yang terdekat sebagai contohnya adalah famili gen HSP70. Hsp70
adalah salah satu anggota dari kelompok heat shock protein yang paling banyak
ditemukan pada semua sel organisme dengan berat molekul sebesar 70 kiloDalton
(Farcy et al. 2009).
Selain berdasarkan berat molekul, Heat shock protein dikelompokkan
menjadi isoform constitutive dan inducible. Bentuk Hsp yang constitutive, yaitu
protein yang selalu ada dan dinamakan Heat shock cognate (Hsc). Hsc
diekspresikan dibawah kondisi fisiologis tanpa induksi dan berperan sebagai
molecular chaperone. Sedangkan bentuk yang inducible dinamakan Heat shock
protein (Hsp), yang disintesa oleh sel dibawah kondisi stres dan berperan dalam
melindungi sel (Farcy et al. 2009), dan memperbaiki lembar protein yang
memproduksi pelipatan akibat stres.
Hsp70 berfungsi sebagai molecular chaperon, yaitu agen molekuler yang
dapat membantu mencegah agen molekuler lain dari agregasi yang tidak tepat dan
mengembalikan kesalahan pelipatan strukturnya yang rusak selama atau setelah
mengalami stres (Lindquist 1986; Feder dan Hofmann 1999). Dengan fungsi
tersebut, Hsp70 melipat kembali protein yang terurai ketika terjadi denaturasi
parsial (Molina et al. 2000). Oleh karena kemampuan menginduksi beberapa
stres proteotoxic intraseluler (kerusakan fungsi sel yang disebabkan oleh
kesalahan pelipatan protein) dalam waktu yang cepat, maka Hsp70 dapat
dijadikan biomarker yang sesuai untuk proteotoxicity pada beragam organisme
(Feder dan Hofmann 1999).
Gen heat shock protein-70 (Hsp70) memainkan peran penting untuk
resistensi stres dan adaptasi lingkungan (Sorensen et al. 2003). Ekspresi Hsp70
diregulasikan oleh stres lingkungan, dan keadaan patofisiologi (Morimoto 1998).
Seperti umumnya gen heat shock response (HSR), maka gen Hsp70 merupakan
gen responsif yang bersifat universal terhadap beragam stres lingkungan, bukan
hanya stres perubahan suhu tetapi juga cekaman logam berat dan stres lainnya
(Parsell & Lindquist 1993). Menurut Goering et al. 2000, pada korteks ginjal dan
medula tikus muncul perbedaan ekspresi gen Hsp70 sebagai respon terhadap
cekaman HgCl2 pada level konsentrasi 0,25; 0,5; dan 1 ppm selama 4. 8, 16, dan
24 jam (Goering et al. 2000).
Sumber material genetik yang diisolasi untuk tujuan eksplorasi Hsc
berbeda dengan Hsp. Sumber material untuk analisa Hsc berasal dari DNA
genom, sedangkan untuk analisa Hsp berasal dari mRNA transkriptom.
Struktur gen Hsc70 pada beberapa spesies anggota dari kelompok tiram
(oyster) Ostrea edulis (Boutet et al. 2003a) maupun Crassostrea gigas (Boutet et
al. 2003b) (Gambar 8) dan dari kelompok mussel yaitu Mytilus galloprovincialis
(Kourtidis 2004) terdiri dari promoter, 6 exon, 5 intron, dan terminator. Ukuran
gen lengkap Hsc70 pada ketiga jenis bivalvia tersebut masing-masing adalah 2553
bp (kode akses AJ305315), 2569 bp (kode akses AJ305316), dan 3306 bp (kode
akses AJ783714). Promotor Hsc70 yang sudah teridentifikasi dengan lengkap
adalah pada M. galloprovincialis yaitu promotornya memiliki CAAT box pada
situs ke -278 sampai -281, serta TATA box pada situs ke -408 sampai -413
(Kourtidis 2004). Selain itu juga, promotor Hsc70 yang lengkap teridentifikasi
pada ikan tilapia
O. mossambicus yaitu promotornya memiliki protein
binding site dengan CAAT box dan GC rich yang masing-masing terletak pada
posisi -272 dan -444 (Molina et al. 2000).
Gen penyandi (Cds) Hsc70 telah berhasil diisolasi dari bivalvia kelompok
tiram (oyster) yaitu Ostrea edulis (Boutet et al. 2003a) dan Crassostrea gigas
(Boutet et al. 2003b),; dan kelompok kerang mussel Mytilus galloprovincialis
(Kourtidis et al. 2004). Ukuran masing-masing coding sequence (cds) dari gen
Hsc70 tersebut adalah 1801 bp (599 AA) pada kerang C. gigas (Boutet et al.
2003b), 1798 bp (598 AA) pada O. edulis (Boutet et al. 2003a), dan 1969 bp
(654 AA) pada M. galloprovincialis (Kourtidis et al. 2004), Sedangkan ukuran
cds pada ikan tilapia Oreochromis mossambicus adalah 1920 bp (640 AA)
(Molina et al. 2000).
5’
I1
E1
I2
E2
I3
E3
I4
E4
I5
E5
3’
E6
Gambar 8. Struktur gen Hsc70 (Boutet et al. 2003b).
Demikian pula gen penyandi (cds) Hsp70 telah lebih banyak
dieksplorasi, seperti pada bivalvia kelompok tiram (oyster) Crassostrea gigas
1980 bp (659 AA) (Kode akses AF144646) (Boutet et al. 2003b), Crassostrea
virginica 1905 bp (635 AA) (Kode akses AJ271444) (Rathinam et al. 2000),
Crassostrea hongkongensis 1905 bp (635 AA) (Kode akses FJ157365) (Zhang &
Zhang 2008), dan Ostrea edulis 1797 bp (599 AA) (Kode akses AJ305316)
(Boutet et al. 2003a); kelompok mussel Mytilus galloprovincialis 1965 bp (654
AA) (Kode akses AY861684) (Cellura et al. 2006); kelompok clam Meretrix
meretrix 1959 bp (653 AA) (Kode akses HQ256748 (Yue & Liu 2011);
kelompok scallop Argopecten irradians 1980 bp (660 AA) (Kode akses
AY485261) (Song et al. 2006), Argopecten purpuratus 1965 bp (655 AA) (Kode
akses FJ839890) (Gonzales et al. 2009), dan Pinctada fucata 1959 bp (653 AA)
(Kode akses EF011061) (Wang et al. 2009).
Persentase kesamaan sekuen nukelotida dan asam amino antara Hsc70
dengan Hsp70 pada O. edulis adalah 94,1% nukleotida dan 87,2% asam amino
(Boutet et al. 2003a). Pada C. gigas masing-masing adalah 98,4% dan 99,3%
(Boutet et al. 2003b). Sedangkan pada M. galloprovincialis adalah 99,4%
nukleotida dan 98,8% asam amino (Kourtidis et al. 2004; Cellura et al. 2006).
Baik gen heat shock inducible maupun constitutive 70 belum pernah
diisolasi dari “ bivalvia kelompok cockle “ terutama dari daerah tropis seperti
Anadara granosa. Bahkan dari takson yang lebih tinggi yaitu famili kerang
cockle Arcidae, gen Hsp dan Hsc 70 belum pernah diisolasi.
Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia epifauna komersial
yang mendiami permukaan substrat lumpur berpasir pada perairan intertidal
(Broom 1985). Daerah yang potensial bagi pemanfaatan sumberdaya kerang
darah adalah di pesisir pulau-pulau di Indonesia. Sebagaimana halnya hewanhewan intertidal, kerang darah mengalami stres dari lingkungan yang fluktuatif
setiap saat terutama pengaruh akumulasi logam berat di dalam kolom air dan
substrat. Batas toleransi kerang darah terhadap konsentrasi logam berat “ bersifat
plastis”. Diduga batas toleransi ini berkorelasi erat dengan perubahan ekspresi
famili gen Hsp70. Dengan demikian, kerang darah dapat dijadikan sebagai
hewan model yang bermanfaat untuk mempelajari mekanisme toksisitas merkuri
dan toleransinya terhadap logam berat ini.
Oleh karena itu penting diteliti karakterisasi gen Hsp70 dari Anadara
granosa sehingga didapatkan informasi mengenai gen ini melalui pendekatan
amplifikasi secara parsial dari sumber cDNA total dengan teknik RT-PCR
(Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction). Teknik RT-PCR telah
berkembang pesat dalam analisis genom dan berhasil menganalisa berbagai gen
baik secara parsial maupun komplit seperti gen Cu/Zn SOD (Rojo et al. 2004;
Sunkar et al. 2006), GAPDH (Barber et al. 2005), NaK-ATPase (Tine et al.
2010 ), Mn SOD, Ec SOD, CAT, GSS, GSR (Corrales et al. 2011), fibroin (Zhou
et al. 2000). Teknik ini juga telah berhasil mengeksplorasi Hsp70 dari berbagai
spesies seperti Drosophila melanogaster (Bettencourt et al. 2008), ikan tilapia
(Tine et al. 2010), domba (Gade et al. 2010), dan manusia (Corales et al. 2011).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkarakterisasi gen Hsp70
dan menganalisis ekspresi gen Hsp70 sebagai respon terhadap induksi berbagai
konsentrasi logam berat merkuri pada kerang darah yang berasal dari perairan
pesisir provinsi Banten.
Strategi penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah:
(a) Isolasi RNA total, (b) sintesa cDNA, dan (c) amplifikasi gen penyandi hsp70
dari Anadara granosa (AgHsp70).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermafaat dalam:
1. Penggunaan gen hsp70 sebagai marka molekuler untuk stress lingkungan.
2. Menentukan populasi yang paling adaptif untuk keperluan bioremediasi
dan restocking.
Alur penelitian (Road map) penelitian ini didasarkan pada pertimbangan
dan alasan sebagai berikut ini (gambar 9).
Bahan Dan Metode
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel kerang darah dilakukan di dua perairan di propinsi
Banten, yaitu Bojonegara- Teluk Banten dan Panimbang-Teluk Lada. Kerang
darah dibawa ke laboratorium dan ditempatkan pada akuarium yang terpisah yang
berisi air laut. Selanjutnya kerang darah diaklimatisasi selama 48 jam sebelum
dilakukan cekaman logam berat.
Indukasi HgCl2
Sampel kerang darah dipaparkan pada tiga konsentrasi HgCl2, yaitu 1, 2,
dan 10 ppm selama 24 dan 48 jam. Kerang darah kontrol dibiarkan tanpa
perlakuan merkuri. Jumlah kerang darah pada setiap perlakuan masing-masing
tiga individu. Ukuran kerang darah yang dianalisis adalah 2.753 ± 0.427 cm.
Rancangan percobaan yang diterapkan adalah rancangan acak kelompok (RAK).
Pada akhir periode perlakuan merkuri, insang kerang darah diambil dan dibilas
untuk digunakan pada analisis histologi insang dan isolasi RNA.
Isolasi RNA
Insang diekstraksi untuk analisa RNA total, dengan menggunakan
GeneJet RNA Purification Kit (Thermo Scientific Inc.). Berat insang yang
digunakan untuk isolasi RNA adalah 5 mg. Prosedur isolasi mengikuti manual
pabrik. Integritas RNA diperoleh dengan memasukkan sample ke dalam gel
agarose 1,2% dan dilarikan pada mesin elektroforesis. Sampel RNA dimonitor di
bawah UV transluminator. Kemurnian RNA diukur dengan spektrofotometer.
Data genbank
gen Hsp70
Sebaran dan
perkembangan
hidup A.granosa
Data Hsp70 pada
berbagai bivalvia
Purifikasi RNA
Anadara granosa
Disain primer Hsp70
berdasarkan sekuen
bivalvia
Sintesa cDNA
Anadara granosa
Produk PCR gen Hsp70
parsial pada Anadara
granosa
Alignment gen
Hsp70 parsial
A. granosa dengan
bivalvia lainnya
Karakterisasi gen
Hsp70 pada
A. granosa
Sekuensing gen Hsp70
parsial Anadara granosa
(526 bp)
Marka molekuler
untuk stres
lingkungan
Gambar 9. Alur penelitian (Road map) gen Hsp70 Anadara granosa.
Sintesa cDNA
Transkripsi balik cDNA dilakukan dengan menggunakan RevertAid
Transcriptase (Thermo Scientific Inc.).
Prosedur Reverse TranscriptasePolymerase Chain Reaction (RT-PCR) ini mengikuti manual pabrik. Sampel hasil
sintesis cDNA digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi cDNA.
Amplifikasi gen Hsp70
Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen Hsp70 adalah dengan
mendisain dua macam primer.
Primer pertama didisain sendiri dengan
menggunakan degerate primer FH70.deg dan RH70.deg dengan mengurutkan
beberapa spesies bivalvia. Produk PCR yang diharapkan dari pasangan primer
tersebut adalah 728 bp. Pasangan primer kedua yang digunakan FH70 dan
RH70 untuk mengamplifikasi sekuen parsial gen Hsp70 dari Anadara granosa
(Tabel 4). Primer tersebut didisain sendiri berdasarkan sekuen gen Hsp70 dari
oyster Crassostrea gigas, nomor akses GenBank AF_144646, dengan
menggunakan program Primer3.
sebesar 526 bp.
Adapun produk PCR yang diharapkan adalah
Tabel 4. Primer yang digunakan untuk amplifikasi cDNA Anadara granosa
Nama
primer
Sekuen Primer
FH70.deg
5’-CGCAARCACAAGAARGAC-3’
RH70.deg
5’- CGACCTTTGTCYTTYGTYATGGTG-3’
FH70
5'-AAGCTAGACAAGGCCCAGAT-3'
RH70
5'-TGTTCTCCTTTCCTGTGCTC-3'
Produk
PCR
(bp)
No akses
GenBank
AJ_783714
728
526
AJ_271444
AF_144646
Komposisi bahan-bahan PCR terdiri dari 3 µl cDNA ditambah dengan
buffer Kapa2G Fast 5 µl; MgCl2 2.5 µl; dNTP, primers, and DMSO masingmasing 1 µl; Taq polymerase 0.2 µl, dan double distilled water sampai campuran
mencapai volume 25 µl (Kapa Biosystem).
PCR dilakukan dengan
menggunakan mesin AB Verity dan Biometra. PCR dilakukan pada kondisi pra
denaturasi 940C (3 menit), denaturasi 940C (45 detik). Penempelan primer Hsp70
pada suhu 50,50C, dengan waktu penempelan 1,5 menit. Pemanjangan 720C (1
menit). PCR dilakuan sebanyak 35 siklus. Pasca PCR 720C (7 menit), dan
pendinginan 150C (10 menit). Produk PCR dimasukkan pada 1,2% gel agarose
yang dijalankan dengan menggunakan mesin elektroforesis selama 60 menit.
Integritas produk PCR kemudian dilihat dibawah UV transluminator. Skoring
dilakukan pada ekspresi gen Hsp70 dengan menganalisis ketebalan pita PCR
setiap sampel. Hal ini diperlukan untuk menilai level relatif ekspresi gen Hsp70.
Pengurutan dan Analisis Urutan DNA
Pengurutan sampel DNA gen Hsp70 dari individu yang berbeda dilakukan
dengan menggunakan mesin sekuenser. Pengurutan (sequencing) masing-masing
sampel lengkap dua arah baik forward maupun reversenya. Pengerjaannya
dilakukan di perusahaan jasa sekuensing. Analisa kesejajaran gen β aktin
dilakukan dengan menggunakan program MEGA4 (Tamura et al. 2007).
Rekonstruksi kedekatan antar sampel dilakukan dengan membuat pohon filogeni
berdasarkan jarak genetik antar nukleotida (nt) maupun asam amino (AA) secara
berpasangan menggunakan nilai p distance. Rekonstruksi pohon filogeni
berdasarkan Neighbor Joining (NJ) yang diulang dengan menggunakan metoda
Bootstrap 1000x (Tamura et al. 2007).
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Isolasi RNA Total
RNA total telah berhasil diisolasi dari kerang darah Anadara granosa yang
telah diberi cekaman logam berat merkuri pada konsentrasi 1, 2, dan 10 ppm, serta
kontrol 0 ppm. Untuk melihat integritas RN
RNA
A total, maka sampel RNA dilarikan
pada elektroforesis dengan voltase 85 volt selama 30 menit. Gambar 10
menunjukkan pita RNA dengan dua pita RNA ribosomal. Pengukuran kemurnian
RNA dengan spektrofotometer menunjukkan nilai kisaran antara 1,582 sampai
1,902.
902. Dengan integritas dan kemurnian RNA total yang tinggi ini, maka sample
dapat digunakan sebagai cetakan untuk sintesa cDNA total.
28S
18S
Gambar 10. Hasil elektroforesis RNA total dari kerang darah Anadara granosa
menunjukkan dua pita RNA ribosomal 28S dan 18S.
Amplifikasi cDNA dari gen Hsp70 Anadara granosa dengan PCR
Sintesis cDNA total dengan RT
RT-PCR
PCR menggunakan RevertAid
Transcriptase (Thermo Scientific Inc.) berhasil baik secara kuantitas maupun
kualitas yang diinginkan. Hal ini terbukti dengan be
berhasilnya
rhasilnya pendeteksian
menggunakan housekeeping gene β-aktin
aktin yang ekspresinya sangat baik yaitu
ditunjukkan dengan hasil pita ekspresi (kualitatif) yang tebal dan konsisten.
Dengan demikian hasil tersebut telah memungkinkan terbukanya peluang
teramplifikasinya gen target. Amplifikasi cDNA total untuk men
mendapatkan
dapatkan gen
Hsp70 telah dirancang dengan pasangan primer degenerate FH70.deg dan
RH70.deg setelah beberapa kali optimasi, menghasilkan produk PCR yang multi
band (Gambar 11), sehingga penggunaan primer tersebut tidak dilanjutkan.
Sedangkan amplifikasi cDNA
NA total gen Hsp70 dengan menggunakan pasangan
primer FH70 dan RH70 telah menghasilkan fragmen cDNA gen target (Gambar
12). Selanjutnya fragmen ini dinamakan dengan fragmen gen Hsp70 Anadara
granosa (AgHsp70). Posisi gen Hsp70 A. granosa setelah dilakukan
n pensejajaran
dengan gen Hsp70 Crassostrea gigas
gigas, terletak pada situs 990 – 1519 (Gambar
13).
Gambar 11.
Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa yang
diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer
degenerate FH70 deg dan RH70.deg
500 bp
Gambar 12.
M 1
2 3
Amplifikasi gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa yang
diinduksi merkuri, dengan menggunakan pasangan primer FH70
dan RH70
RH70. M:DNA ladder 100bp; 1:Bojonegara
Bojonegara 1ppm;
2:Panimbang
Panimbang 1ppm; 33:Bojonegara 1ppm.
Pengurutan sekuen nukleotid
nukleotidaa dan asam amino gen AgHsp70 masingmasing
masing menghasilkan 530 bp nukleotida dan 176 asam amino (Lampiran 3 dan 4).
Untuk membuktikan bahwa gen target yang diisolasi dari A. granosa adalah benar
gen Hsp70, maka dilakukan pengurutan nukleotida dan asam amino yang
dibandingkan dengan sekuen dari spesies moluska lainnya yang diambil dari
GenBank dengan menggunakan BLASTn (Tabel 5). Urutan gen AgHsp70
memiliki kemiripan terdekat 94% dengan Tegillarca granosa,, sedangkan
kemiripan terjauh 76% dengan Mus musculus. Selanjutnya data dianalisis dengan
menggunakan MEGA4. Kemiripan sekuen antara A. granosa dan Tegillarca
granosa adalah 94% dan 87% masing
masing-masing
masing untuk nukleotida dan asam amino
(Gambar 14 dan 15). Dengan demikian, gen Hsp70 spesifik untuk spesies
bivalvia.
alvia. Sebagai contoh, gen Hsp70 untuk kerang darah berbeda dengan gen
Hsp70 jenis bivalvia lainnya. Jarak genetik berdasarkan nukleotida dan asam
amino antara A. granosa dengan bivalvia lainnya masing
masing-masing
masing adalah 23.45 25% dan 13.3 – 30.6% (Lampiran 5 dan 6).
Gambar 13. Alignment gen Hsp70 kerang darah Anadara granosa terhadap gen
Hsp70 Crassostrea gigas AB549340.1.
Tabel 5. Hasil alignment dengan BLASTn gen Hsp70 dari cDNA kerang darah
yang dibandingkan dengan spesies lainnya
Query
EMaks.
Skor Total
No akses
Deskripsi
coverage value Ident.
maks skor
Tegillarca granosa
JN936877.1 heat shock protein 70 807
807
99%
0.0
94%
mRNA, complete cds
Macrobrachium
nipponense heat
5eDQ660140.1
shock
453
453
98%
80%
124
cognate 70 (hsc70)
mRNA, complete cds
Pinctada fucata heat
shock protein 70
9eEF011061.1
443
443
99%
79%
(hsp70) mRNA,
121
complete cds
Chlamys farreri heat
shock protein 70
2eAY206871.1
428
428
95%
79%
(hsp70) mRNA,
116
complete cds
A. irradians
100
26
M. galloprovincialis
P. penguin
Mussel
A. granosa
Cockle
T. granosa
P. fucata
100
C. gigas
100
0.14
0.12
Gambar 14.
0.10
Scallop
C. farreri
0.08
0.06
0.04
0.02
Oyster
O. edulis
C. virginica
0.00
Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia,
berdasarkan sekuen nukleotida (530 bp) dan dikonstruksi
dengan metoda Neighbor-Joining
93
41
78
45
0.10
0.08
0.06
AY485261.1
C. farreri
P. fucata
P. penguin
AY206871.1
EU822509.1
A. granosa
T. granosa
C. gigas
98
Gambar 15.
A. irradians
0.04
0.02
EF011060.1
JN936877
AB549340.1
AF416608.1
O. edulis
M. galloprovincialis AY861684.1
C. virginica AJ271444.1
0.00
Pohon filogeni gen Hsp70 dari beberapa spesies bivalvia,
berdasarkan sekuen asam amino (176 AA) dan dikonstruksi
dengan metoda Neighbor-Joining
level relatif ekspresi gen Hsp70
Ekspresi Gen Hsp70
Gambar 16 menunjukkan level relatif dari ekspresi gen Hsp70 sebagai
respon terhadap berbagai konsentrasi merkuri yang diinduksikan pada kerang
darah Anadara granosa. Gen Hsp70 dari kerang darah kontrol menunjukkan
ekspresi yang minimal. Dengan adanya peningkatan konsentrasi merkuri,
ekspresi gen Hsp70 juga terlihat meningkat sampai pada konsentrasi 1 ppm
selama pemaparan 48 jam. Level relatif ekspresi gen Hsp70 lebih tinggi pada
kerang darah asal Bojonegara dibandingkan dengan yang berasal dari Panimbang.
Gen Hsp70 terekspresi pada semua perlakuan merkuri, kecuali pada kerang darah
asal Panimbang yang dipaparkan pada konsentrasi merkuri 2 ppm selama 48 jam.
Ekspresi gen Hsp70 tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi merkuri, tetapi juga
oleh periode lamanya pemaparan oleh merkuri.
4
Bojonegara
3
Panimbang
2
1
0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi merkuri
Gambar 16.
Level relatif ekspresi gen Hsp70 gene pada kerang darah yang
diinduksi merkuri 1 = 0 ppm; 2 = 1 ppm, 24 jam; 3 = 1 ppm, 48
jam; 4 = 2 ppm, 24 jam; 5 = 2 ppm, 48 jam; 6 = 10 ppm, 24 jam.
Pembahasan
Kerang darah dilengkapi dengan sistem sirkulasi terbuka, sehingga adanya
perubahan lingkungan akan segera terefleksikan saat insang menyerap air.
sehingga insang didisain secara khusus untuk efisiensi pertukaran oksigen dan
bahan-bahan terlarut lainnya. Namun demikian, disain morfologi ini
menyebabkan juga tersaringnya logam berat yang mengakibatkan bioakumulasi.
Kontaminasi logam berat di ekosistem perairan menjadi masalah utama yang
sering menjadi perhatian. Logam berat bersifat persisten dan berpotensi
membahayakan kehidupan organisme perairan. Dan merkuri merupakan salah
satu logam berat yang bersifat toksik.
Gen Hsp70 dari kerang darah A. granosa yang berasal dari perairan pesisir
Propinsi Banten dapat terekspresi baik diberi induksi HgCl2 dengan konsentrasi 1
ppm selama waktu pemaparan 24 dan 48 jam, maupun tanpa induksi. Menurut
Fabbri et al. (2008), ekspresi Hsp70 muncul pada Crassostrea gigas setelah 8 jam
pemaparan pada Hg2+ dan pada Mytilus galloprovinciallis muncul setelah enam
hari pemaparan. Berdasarkan uji laboratorium, kerang Macoma balthica yang
dipaparkan dengan merkuri pada konsentrasi 1 ppm selama 24 jam menghambat
semua aktifitas pembenaman. Pemulihan hewan uji di dalam akuarium bersih
selama 15 hari setelah pemaparan pada merkuri, tidak mengembalikan aktifitas
pembenaman ke keadaan semula (Eldon et al. 1980).
Penelitian ini juga membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi merkuri
tidak hanya menyebabkan terekspresinya gen Hsp70, tetapi juga menyebabkan
perubahan histologi insang. Berdasarkan pernyataan Goering et al. (2000),
Hamdoun et al. (2003), Tine et al. (2010), dan Metzger et al. (2012) bahwa
lingkungan fisik dan kimiawi seperti suhu, salinitas, logam berat, dan lainnya
dapat menstimulasi stres yang menyebabkan terjadinya ekspresi gen Hsp70.
Merkuri merupakan salah satu induktor yang efektif untuk menstimulasi stres
(Goering et al. 2000).
Gen Hsp70 terekspresi tidak hanya pada kerang darah yang diinduksi
logam berat tetapi juga pada kerang darah kontrol. Menurut Wang et al. (2004),
dalam kondisi normal gen Hsp70 berfungsi untuk membantu pelipatan dan
penempatan protein. Goering et al. (2000) menyatakan bahwa gen Hsp70
selanjutnya bertugas sebagai pelindung sel (cytoprotector).
Gen Hsp70 yang diisolasi dari kerang darah memiliki kemampuan sebagai
molecular chaperone ketika dipaparkan pada konsentrasi merkuri 1 ppm selama
48 jam. Namun demikian, peningkatan konsentrasi merkuri dengan periode
pemaparan yang lebih lama menyebabkan perbedaan ekspresi gen Hsp70. Kerang
darah Bojonegara masih mampu mengekspresikan gen Hsp70 pada tingkat
ekspresi yang rendah.
Di lain pihak, kerang darah asal Panimbang
kemampuannya berkurang dalam mengekspresikan gen Hsp70 ketika level
merkuri dinaikkan. Pada kondisi ini, luka pada insang lebih parah dan nekrosis
sudah terjadi.
Alasan yang kuat untuk menjawab permasalahan adalah
berkurangnya kemampuan gen Hsp70 untuk mensintesa protein sehingga tidak
lagi mampu untuk melindungi sel, dan sel menjadi lebih sensitif terhadap induksi
merkuri. Walaupun nekrosis muncul pada insang kerang darah yang diinduksi
merkuri 10 ppm, gen Hsp70 masih dapat terekspresi pada kerang darah
Bojonegara dan Panimbang. Kedua sampel tersebut merupakan pengecualian,
yang secara individu memiliki potensi untuk mentoleransi kondisi yang
berbahaya, saat kerang lainnya mengalami kematian pada konsentrasi merkuri
tersebut.
Konsentrasi merkuri 1 ppm dengan periode pemaparan 48 jam diduga
merupakan batas toleransi maksimal bagi kerang darah untuk mengekspresikan
gen Hsp70. Di atas kondisi tersebut, kemampuan kerang darah berkurang untuk
mentoleransi kondisi lingkungan yang katastropik.
Kesimpulan ini didukung
dengan pernyataan Goering et al. (2000) bahwa sel tidak lagi dapat
mengekspresikan protein pada konsentrasi merkuri yang tinggi, hal ini disebabkan
oleh ketidakmampuan gen Hsp70 dalam mensintesa protein yang telah
teragregasi.
Simpulan
Dari hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Telah didapatkan sepasang primer spesifik untuk mengamplifikasi gen
Hsp70 (cds) Anadara granosa sepanjang 530 bp.
2. Gen Hsp70 pada Anadara granosa memiliki kedekatan nukleotida sebesar
94% dan asam amino sebesar 87% dengan kerang Tegillarca granosa.
3. Cekaman lingkungan yang berasal dari cemaran merkuri direspon oleh
kerang darah dengan keberadaan gen Hsp70 yang ekspresinya meningkat
pada konsentrasi merkuri 1 ppm selama 48 jam.
4. Ekspresi gen Hsp70 dapat dijadikan sebagai marka molekuler pada
lingkungan tercemar.
4 KONDISI HISTOLOGI INSANG KERANG DARAH Anadara granosa
YANG DIINDUKSI OLEH MERKURI
Abstrak
Kontaminasi merkuri pada ekosistem perairan menjadi hal yang diperhatikan,
karena merkuri berpotensi berbahaya bagi kehidupan organisme perairan.
Kandungan merkuri di Perairan Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada,
Panimbang telah melebihi baku mutu, sehingga hal ini menstimulasi stres bagi
organisme perairan. Kerang darah Anadara granosa adalah bivalvia intertidal
yang bernilai ekonomis penting dan menjadi komoditi kekerangan yang utama
ditangkap di kedua perairan tersebut. Penelitian mengenai respon seluler kerang
darah terhadap cemaran merkuri masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon histologi insang kerang darah
terhadap induksi merkuri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi
merkuri berpengaruh terhadap kondisi histologi insang; kerang darah asal
Bojonegara lebih adaptif terhadap cemaran merkuri dibandingkan dengan kerang
darah asal Panimbang.
Kata-kata kunci: histologi, kerang darah, adaptif, biofilter.
Abstract
Mercury contamination in aquatic ecosystem is taken into consideration, as
mercury is potentially deleterious to life of the aquatic organisms. Mercury
concentration di Banten Bay, Bojonegara dan Lada Bay, Panimbang surpassed
detection limit; therefore, it stimulated stress on organisms. Blood cockle
Anadara granosa is intertidal bivalve that is economically important species and
become primary bivalve commodity caught at those waters. Research on celluler
respon on blood cockle to mercury contamination has not yet been developed
well. Hence, this research was aimed at analyzing the response of blood cockle
gill histology on mercury induction. Results of this research revealed that
mercury concentration significantly affected on condition of gill histology;
Bojonegara blood cockle was more adaptive toward mercury contamination than
Panimbang blood cockle.
Keywords: histology, blood cockle, adaptive, biofilter.
Pendahuluan
Kontaminasi logam berat pada ekosistem perairan menjadi hal yang
diperhatikan, karena logam berat berpotensi berbahaya bagi kehidupan organisme
perairan. Semua organisme dapat mengakumulasi logam berat yang terlarut pada
lingkungan perairan intertidal.
Pencemaran logam berat telah menjadi
permasalahan yang penting.
Berbagai logam berat yang dapat membahayakan adalah merkuri,
kadmium, timbal, arsenik, tembaga, nikel, dan kromium. Merkuri merupakan
logam berat yang paling berbahaya dengan daya penyebarannya yang luas dan
bersifat ubiquitous. Walaupun dengan konsentrasi yang rendah, merkuri bersifat
toksik. Jenis merkuri yang paling toksik adalah monomethyl mercury (MMHg)
yang dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf. Sumber utama kontaminasi
merkuri di perairan adalah deposisi atmosfer, sumber erosi, pembuangan limbah,
limbah pertanian, pertambangan, dan limbah industri (Navarro et al. 2012).
Merkuri dan logam berat lainnya bersifat bioakumulasi di dalam tubuh
bivalvia, sehingga dengan meningkatnya konsentrasi merkuri di perairan maka
meningkat juga konsentrasi merkuri di dalam tubuh bivalvia. Jalur masuknya
merkuri ke dalam tubuh hewan bivalvia adalah melalui filtrasi, dan jaringan yang
terlibat dalam proses ini adalah mantel, kelenjar pencernaan, dan insang. Tingkat
akumulasi tertinggi paling banyak ditemukan di dalam insang (Arockia et al.
2012).
Efek toksisitas merkuri pada bivalvia menyebabkan ketidak seimbangan
jalur sinyal kalsium, immunotoksisitas, abnormalitas genetis, penurunan laju
filtrasi dan perubahan strukture insang, pecahnya pembuluh darah pada insang
pada Perna indica, dan munculnya neoplasia dan hiperplasia pada insang Mytilus
edulis (Sreekala 1993).
Kandungan merkuri di dalam kolom air dan substrat di perairan Teluk
Banten, Bojonegara masing-masing 0,0003-0,0017 ppm dan 0,2-0,9 ppm.
Sedangkan di Teluk Lada, Panimbang kandungan merkuri di dalam kolom air dan
substrat masing-masing 0,0002-0,0009 ppm dan 0,15-0,3 ppm.
Pencemaran
merkuri di perairan Bojonegara dan Panimbang menstimulasi stres bagi bivalvia
dalam hal ini kerang darah. Stimulasi stres ini nampaknya telah berlangsung
lama, namun demikian kerang darah Anadara granosa mampu bertahan hidup dan
bereproduksi di kedua perairan tersebut. Kemampuan ini didukung oleh daya
toleransi kerang darah terhadap pencemaran merkuri, dan kerang darah sudah
beradaptasi dengan kondisi seperti yang demikian. Namun demikian, toleransi
terhadap tingkat pencemaran tentulah terbatas. Pengujian respon terhadap
merkuri diperlukan untuk menentukan batas konsentrasi maksimal yang dapat
ditolerir oleh kerang darah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur
kondisi histologis insang sebagai respon terhadap induksi logam berat merkuri
pada berbagai konsentrasi dan waktu pemaparan.
Bahan dan Metode
Penelitian ini meliputi pengambilan sampel kerang darah habitat alaminya,
yaitu Bojonegara, Teluk Banten dan Panimbang, Teluk Lada; transportasi ke
laboratoriuml untuk dilakukan induksi logam berat merkuri pada berbagai
konsentrasi; mempersiapkan preparat histologi insang kerang darah yang
diinduksi merkuri untuk melihat ada tidaknya perubahan histologi.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel kerang darah dilakukan di dua perairan di propinsi
Banten, yaitu Bojonegara- Teluk Banten dan Panimbang-Teluk Lada. Kerang
darah dibawa ke laboratorium dan ditempatkan pada akuarium yang terpisah yang
berisi air laut. Selanjutnya kerang darah diaklimatisasi selama 48 jam sebelum
dilakukan cekaman logam berat.
Analisis kandungan merkuri di dalam jaringan kerang darah dilakukan
sebelum aklimatisasi dan setelah perlakuan induksi.
Indukasi HgCl2
Sampel kerang darah dipaparkan pada tiga konsentrasi HgCl2, yaitu 1, 2,
dan 10 ppm selama 24 dan 48 jam. Kerang darah kontrol dibiarkan tanpa
perlakuan merkuri. Jumlah kerang darah pada setiap perlakuan masing-masing
tiga individu. Ukuran kerang darah yang dianalisis 2.753 ± 0.427 cm.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
kelompok (RAK). Pada akhir periode perlakuan merkuri, insang kerang darah
diambil dan dibilas untuk digunakan pada analisis histologi insang.
Analisis Histologi Insang
Untuk analisis struktur histologi di bawah mikroskop, insang dibedah dan
difiksasi dalam larutan Bouin’s. Kemudian dilakukan perlakuan jaringan dan
pewarnaan jaringan. Rincian prosedur preparasi histologi adalah sebagai berikut:
1. Jaringan dipotong dengan ukuran 10 mm3 dan kemudian dimasukkan ke
dalam bahan fiksatif.
2. Fiksasi jaringan dengan larutan Bouin selama 24-48 jam. Kemudian
dilakukan dehidrasi untuk mengeluarkan air dari dalam sel. Perlakuan
jaringan ini bertujuan untuk memudahkan pemotongan dan pewarnaan
jaringan. Tahapan perlakuan ini adalah sebagai berikut: dehidrasi jaringan
dengan merendamnya dalam alkohol. Jaringan kemudian dipindahkan ke
dalam alkohol 70% selama 24 jam. Konsentrasi alkohol dinaikkan setiap
10% sampai mencapai konsentrasi 100%. Jaringan direndam pada alkohol
dengan konsentrasi yang dimaksud masing-masing selama dua jam,
kecuali konsentrasi pada 100% jaringan direndam selama 24 jam. Proses
clearing dengan memindahkan jaringan ke dalam larutan alkohol 100%
yang baru selama satu jam. Setelah itu secara bertahap dipindahkan ke
dalam larutan campuran alkohol : xylol dengan perbandingan 1:1.
Lamanya perendaman masing-masing 30 menit. Jaringan yang direndam
di dalam larutan xylol dengan tiga kali pemindahan. Larutan xylol
kemudian diganti dengan campuran parafin : xylol dengan perbandingan
1:1 selama 45 menit dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 65-70 0C.
Kemudan jaringan dipindahkan secara bertahap ke dalam parafin selam 45
menit, dan dilakukan tiga kali pemindahan.
3. Pemotongan jaringan berukuran 5-6 µm dengan menggunakan mikrotom.
Potongan jaringan ditaruh pada gelas objek dan kemudian diapungkan
dalam air hangat. Dan dikeringkan pada suhu 40 0C.
4. Pewarnaan jaringan dengan merendam gelas objek kedalam larutan xylol
sebanyak dua kali kemudian diganti dengan alkohol yang konsentrasinya
diturunkan mulai dari 100% sampai 50% dan direndam masing-masing
selama tiga menit. Selanjutnya diwarnai dengan hematoxylin dan eosin,
dan dicuci. Kemudian dilakukan dehidrasi dan direkatkan dengan gelas
tutup yang ditetesi dengan Canada balsam.
5. Gelas objek selanjutnya dapat diobservasi di bawah mikroskop untuk
menganalisis struktur histologi insang.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Kandungan merkuri di dalam jaringan kerang darah dari Bojonegara
berkisar antara 0,02 – 0,07 ppm, sedangkan kerang darah dari Panimbang
berkisar antara 0,02 – 0,03 ppm. Setelah dilakukan aklimatisasi, kandungan
merkuri di dalam jaringan kerang darah dari kedua perairan tersebut menurun
berkisar antara 0 – 0,035 ppm. Dengan demikian diduga bahwa proses
aklimatisasi bukan hanya bertujuan untuk mengadaptasikan organisme dengan
lingkungan yang baru, tetapi juga ternyata menurunkan level konsentrasi merkuri.
Sehingga pada waktu perlakuan induksi merkuri berlangsung, faktor confounding
merkuri dari perairan asal dapat diminimalisasi.
Histologi insang kerang darah Anadara granosa kontrol dan yang
diinduksi dengan merkuri disajikan pada Gambar 17. Menurut Sreekala (1993),
struktur insang pada kerang darah dalam kondisi normal terdiri dari lamela yang
berlekuk-lekuk, masing-masing
masing lamela diisi dengan pembuluh darah.
Di
sekeliling lamela bagian depan dilengkapi dengan cilia, kecuali lamela bagian
tengah dan belakang tidak dilengkapi dengan cilia.
Lamela dari insang kerang darah kontrol masih utuh dan dilengkapi cilia.
Pada kerang darah yang diinduksi dengan merkuri konsentrasi 1, dan 2 ppm sudah
menunjukkan adanya kerusakan pada histologi insangnya. Kerusakan yang
tampak umumnya adalah pecahnya pembuluh darah dan munculnya luka pada
filamen. Bahkan pada konsentrasi merkuri 2 dan 10 ppm muncul nekrosis.
Indeks
deks untuk menentukan derajat kerusakan insang disajikan pada Tabel 6,
6 indeks
tertinggi menunjukkan kerusakan insang paling parah. Kondisi insang tidak
berbeda antara kerang darah kontrol yang berasal dari Bojonegara maupun
Panimbang. Hal yang sama juga terjadi pada kerang darah yang diinduksi
merkuri 1 ppm. Pada konsentrasi merkuri 2 ppm dengan waktu pemaparan 24
jam dan 48 jam. Derajat
erajat kerusakan insang pada kerang darah Bojonegara lebih
tinggi dibandingkan dengan kerang darah asal Panimbang.
Gambar 17..
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
Contoh histologi insang kerang darah Anadara granosa.
granosa (a-d)
Bojonegara, kontrol, induksi merkuri 1 ppm, induksi merkuri 2
ppm, induksi merkuri 10 ppm; (e
(e-h) Panimbang, kontrol, induksi
merkuri 1 ppm, ind
induksi merkuri 2 ppm, induksi merkuri 10 ppm.
Tabel 6. Skoring kondisi struktur histologis insang kerang darah Anadara
granosa yang diinduksi dengan merkuri. 0: normal, 1: derajat kerusakan
tingkat 1, 2: derajat kerusakan tingkat 2, 3: derajat kerusakan ttingkat
ingkat 3
Bojonegara
Perlakuan
merkuri
Kontrol
1 ppm
2 ppm
10 ppm
Panimbang
24 jam
48 jam
24 jam
48 jam
0
1
1
3
0
1
2
-
0
1
2
3
0
1
3
-
Pembahasan
Pada penelitian ini kondisi histologis insang kerang darah kontrol dari
perairan Bojonegara dan Panimbang terlihat normal. Hal ini membuktikan
bahwa, kondisi fisika dan kimia perairan di habitat asalnya masih mampu
mendukung kehidupan kerang darah. Tetapi parameter kimia seperti logam berat
terutama merkuri, kandungannya melebihi baku mutu yang telah ditetapkan
untuk mendukung kelayakan hidup kerang darah. Padahal menurut Navarro et al.
(2012), merkuri membahayakan organisme akuatik walaupun dengan konsentrasi
yang sedikit. Tetapi penelitian ini membuktikan bahwa kerang darah Bojonegara
dan Panimbang resisten terhadap kontaminasi merkuri, sehingga kerang darah
dapat mengembangkan daya adaptasinya untuk tetap bertahan hidup dan
bereproduksi di kedua perairan tersebut.
Menurut Waddington (1953),
kemampuan resistensi terhadap suatu kondisi yang tidak lazim bersifat genetis,
sehingga secara turun temurun organisme mampu beradaptasi dan hanya individuindividu yang adaptif sajalah yang dapat mengatasi kondisi yang demikian.
Setelah dipaparkan dengan merkuri, baik pada konsentrasi 1, 2, dan 10
ppm terlihat adanya kerusakan pada histologi insang. Derajat kerusakan histologi
insang kerang darah Bojonegara dan Panimbang sebanding pada induksi merkuri
1 ppm. Dengan dinaikkannya konsentrasi merkuri menjadi 2 dan 10 ppm, derajat
kerusakan histologi insang kerang darah dari kedua perairan menjadi tidak
sebanding. Derajat kerusakan lebih tinggi pada kerang darah asal Panimbang.
Kerusakan yang terjadi berupa pecahnya pembuluh darah dan dilatasi filamen.
Nekrosis muncul pada kerang darah asal Panimbang yang diinduksi merkuri 2
ppm selama pemaparan 48 jam. Pada konsentrasi 10 ppm, nekrosis muncul pada
insang kerang darah dari kedua perairan, baik Bojonegara maupun Panimbang.
Munculnya nekrosis ini mengindikasikan sel hampir atau telah mati.
Menurut Arockia et al. (2012), merkuri walaupun dalam konsentrasi yang
minimal di lingkungan perairan memberikan dampak negatif terhadap kehidupan
organisme akuatik. Sreekala (1993) melaporkan bahwa Perna indica yang
diinduksi dengan merkuri konsentrasi 0,05 ppm mengalami dilatasi pembuluh
darah. Kerusakan histologi insang kerang air tawar Lamellidens corrianus
disebabkan oleh kontaminasi merkuri (Andhale et al.
2011). Merkuri
menurunkan konsentrasi hormon estrogen dan testosteron pada ikan Cyprinus
carpio dan Capoeta sp (Ebrahimi & Taherianfard 2011). Werner et al. (2003)
melaporkan munculnya nekrosis pada insang kerang Potamocorbula amurensis
yang diinduksi oleh kadmium berkonsentrasi 0.01 ppm.
Informasi molekuler mendukung hasil analisis histologi insang, bahwa
pada konsentrasi merkuri 1 ppm, gen Hsp70 (sebagai gen yang bekerja pada saat
organisme mengalami stres) terekspresi dengan jelas. Ketika konsentrasi merkuri
ditingkatkan, gen Hsp70 kerang darah dari Panimbang level ekspresi menurun.
Hal ini menandakan bahwa gen Hsp70 tidak mampu lagi untuk mengatasi stres
yang berlanjut pada level yang tinggi, sehingga protein yang terdenaturasi dan
teragregasi pada saat kerang darah mengalami stres akibat induksi merkuri tidak
dapat dihindari. Gen Hsp70 tidak dapat mencegah agregasi dan melipat kembali
protein menjadi seperti bentuk awal (native protein), akibatnya sel tidak dapat
dilindungi (Wang et al. 2004). Pada penelitian ini, stres yang dialami kerang
darah akibat cemaran merkuri menyebabkan kerusakan histologi insang dan
terekspresinya gen Hsp70.
Berdasarkan derajat kerusakan histologi insang yang disebabkan oleh
induksi merkuri, toleransi kerang darah Panimbang terhadap merkuri lebih rendah
dibandingkan dengan kerang darah Bojonegara. Sumber merkuri di perairan
Teluk Lada, Panimbang adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang
berbahan bakar batubara dan beroperasi secara resmi pada tahun 2009. Pendirian
PLTU yang mengeluarkan limbah berupa merkuri ke dalam ekosistem perairan
Teluk Lada, menyebabkan perubahan lingkungan yang menstimulasi stres bagi
organisme. Dengan demikian, kerang darah Panimbang masih dalam tahap
penyesuaian terhadap lingkungan baru yang terkontaminasi merkuri. Individuindividu yang dapat bertahan hidup adalah individu-individu yang resisten.
Sehingga, ketika diinduksi oleh merkuri dengan konsentrasi yang lebih tinggi
daripada konsentrasi di habitat asalnya, kerang darah Panimbang mengalami
kejutan (shock) yang menyebabkan derajat kerusakan yang lebih parah.
Kegiatan antropogenik, yang pada umumnya membuang limbah merkuri
ke dalam ekosistem akuatik, telah berkembang sejak lama di sepanjang pesisir
perairan Teluk Banten, Bojonegara. Dengan demikian, organisme akuatik yang
mendiami perairan tersebut telah beradaptasi dengan lingkungan perairan yang
terkontaminasi merkuri konsentrasi tinggi. Ketika mendapat cekaman konsentrasi
merkuri yang melebihi konsentrasi merkuri di perairan asalnya, kerang darah
Bojonegara dapat mentoleransi kondisi tersebut. Dengan demikian, kerang darah
Bojonegara dapat dikatakan lebih adaptif terhadap cekaman merkuri.
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Konsentrasi merkuri mempengaruhi kerusakan histologi insang kerang
darah, dan konsentrasi maksimum yang dapat ditolerir adalah 1 ppm.
2. Kerusakan histologi dari perlakuan kontrol dan yang diinduksi merkuri 1
ppm sebanding antara kerang darah Bojonegara dan Panimbang.
Sedangkan pada perlakuan induksi merkuri 2 ppm, kerusakan histologi
insang lebih parah pada kerang darah Panimbang dibandingkan dengan
Bojonegara.
3. Kerang darah Bojonegara memiliki adaptasi seluler yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kerang darah Panimbang. Dengan demikian, kerang
darah Bojonegara dapat dijadikan biofilter dalam kegiatan budidaya udang
di tambak di daerah yang terkontaminasi bahan pencemar.
5 KARAKTERSISTIK MORFOLOGI KERANG DARAH Anadara granosa
L. SEBAGAI RESPON TERHADAP KERAGAMAN LINGKUNGAN
Abstrak
Kerang darah Anadara granosa merupakan bivalvia intertidal yang tahan terhadap
tekanan lingkungan. Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara
dan Teluk Lada, Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi kehidupan
kerang darah. Perkembangan industrialisasi yang pesat menjadikan kedua
perairan tersebut sebagai reservoir penampung limbah industri yang berdiri di
sekitarnya. Beberapa limbah yang dibuang ke perairan mengandung cemaran
logam berat yang membahayakan bagi kehidupan kerang darah dan organisme
lainnya. Namun demikian, kerang darah masih tetap dapat bertahan hidup di
daerah yang terkontaminasi bahan pencemar dengan mengembangkan plastisitas
fenotip. Cangkang yang tebal merupakan salah satu indikator pertahanan diri
terhadap tekanan lingkungan.
Kata-kata kunci :
plastisitas fenotip, karakter morfologi, adaptasi, logam berat
Abstract
Blood cockle Anadara granosa is an intertidal bivalve which can adapt to
environmental stress. Coastal waters of Banten such as Banten Bay, Bojonegara
and Lada Bay, Panimbang are potential waters to maintain blood cockle
production. Industrialization in Banten Province are developing, therefore, those
waters become a reservoir for several industrial sewages. The sewages discharged
into the surrounding waters consists of heavy metal pollutant that harms the life of
blood cockle and other organisms. However, blood cockle still survives in those
contaminated habitats by means of phenotypic plasticity. Shell thickness is an
indicator for survival against environmental stress.
Keywords
:
phenotypic plasticity, morphological character, adaptation,
heavy metal
Pendahuluan
Perairan pesisir Banten seperti Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada,
Panimbang merupakan daerah yang potensial bagi bivalvia ekonomis penting,
seperti kerang darah Anadara granosa. Hidup di wilayah perairan intertidal
merupakan suatu tantangan bagi kerang darah dan organisme lainnya. Tantangan
tersebut bukan hanya disebabkan oleh faktor alami yang berfluktuasi harian,
mingguan, dan bulanan, tetapi juga faktor antropogenik (Lalli & Parsons 1993).
Di perairan pesisir Banten, industrialisasi semakin berkembang. Pembangunan
beberapa industri di Provinsi Banten, seperti industri baja, kimia, PLTU,
perhotelan, dan wisata bahari menjadikan perairan pesisir Banten sebagai
ekosistem penampung limbah dari hasil kegiatan antropogenik tersebut
(Rochyatun et al. 2005). Kegiatan antropogenik di perairan Teluk Banten telah
lebih lama berlangsung dibandingkan dengan di Teluk Lada. Limbah yang
dikeluarkan dari industri baja, kimia, pabrik penyimpanan batubara, dan pabrik
perakitan perahu fiber menjadikan Teluk Banten sebagai ekosistem penampung.
Sedangkan Teluk Lada menjadi ekosistem penampung limbah yang bersumber
dari batubara sebagai bahan bakar yang digunakan oleh PLTU Labuan yang
beroperasi sejak tahun 2009. Limbah industri dapat menggangu keseimbangan
ekosistem dengan terjadinya perubahan kualitas air, dan limbah tersebut seringkali
mengandung logam berat pencemar bagi lingkungan dan biota perairan.
Kandungan merkuri, timbal, dan kadmium di Teluk Bojonegara telah melebihi
baku mutu (Setyobudiandi 2004). Bahkan di Teluk Lada, kandungan merkuri
lebih tinggi, tetapi kandungan timbal lebih rendah dibandingkan dengan di Teluk
Banten (Muawanah et al. 2005).
Perbedaan kondisi lingkungan Teluk Banten dan Teluk Lada dapat
mendorong terjadinya perbedaan respon kerang darah Anadara granosa. Kerang
darah yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak di kedua perairan
tersebut adalah yang telah atau sedang melalui proses penyesuaian terhadap
perubahan lingkungan yang didiaminya. Kemampuan untuk bertahan terhadap
perubahan lingkungan difasilitasi oleh adanya mekanisme internal berupa cellular
stress response (CSR) (Dewitt & Scheiner 2004; Evans & Hofmann 2012). Pada
awal terjadinya perubahan lingkungan, biokimia dan fisiologis tubuhlah yang
merespon perubahan eksternal tersebut. Setelah melewati beberapa periode waktu
dan tahapan perubahan lingkungan, perubahan karakter fenotip akan muncul
(Affandi 2006). Keragaman fenotip yang muncul pada suatu spesies yang hidup
pada berbagai lokasi geografis yang fluktuatif merupakan konsekuensi dari dua
faktor yang berbeda. Pertama, keragaman karakter fenotip difasilitasi oleh
plastisitas fenotip (Luttikhuizen et al. 2003; Pigliucci et al. 2003) dengan tanpa
adanya keragaman genotip (Peyer et al. 2010). Kedua, keragaman fenotip muncul
sebagai konsekuensi adanya keragaman genetik (Peyer et al. 2010).
Eksplorasi respon jangka pendek yang berupa ekspresi gen dan kerusakan
jaringan insang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu. Sedangkan respon
jangka panjang yang ditelusuri melalui pendekatan morfologi akan dijelaskan
pada bab ini. Landasan pemikiran pada penelitian ini yaitu keragaman kondisi
perairan Teluk Banten dan Teluk Lada mendorong terjadinya plastisitas fenotip
sebagai strategi adaptasi. Analisis karakter morfologi yang dikembangkan oleh
kerang darah menjadi bahan pemikiran selanjutnya. Karakter morfologi bivalvia
seperti tebal cangkang merupakan salah satu bentuk perlindungan bagi tubuhnya
yang lunak dalam menghadapi tantangan lingkungan eksternal (Vermeij 1993).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis keragaman
morfologi kerang darah Anadara granosa sebagai bentuk adaptasinya terhadap
lingkungan perairan Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang.
Kerang darah yang berasal dari Kuala Tungkal, Jambi dijadikan sebagai kontrol
dengan pertimbangan bahwa perairan tersebut relatif tidak tercemar.
Bahan dan Metode
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel kerang darah Anadara granosa dilaksanakan mulai
bulan Desember 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Lokasi penelitian yaitu
Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang (Gambar 18). Pemilihan
lokasi penelitian berdasarkan perbedaan kondisi perairan dan lingkungan terestrial
sekitarnya. Posisi lokasi penelitian disajikan pada Tabel 7.
Gambar 18. Lokasi penelitian di perairan pesisir Provinsi Banten
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian adalah akuades, es, dan
bahan-bahan kimia untuk pengukuran kualitas kimia air. Sedangkan alat-alat
yang digunakan adalah garok, GPS, alat tulis, spidol, kertas label, polybag,
Eikman dredge, ice box, thermometer, refractometer, kertas pH, stopwatch,
jangka sorong, dan timbangan analitik.
Gambar 19. Peta lokasi penelitian Teluk Banten, Bojonegara.
Gambar 20. Peta lokasi penelitian Teluk Lada, Panimbang.
Tabel 7. Posisi lokasi penelitian
Lokasi
Teluk Banten,
Bojonegara
Teluk Lada,
Panimbang
Stasiun
1
2
1
2
3
Posisi
Lintang Selatan
5059’37.80”
5058’55.00”
6026’20.77”
6027’12.42”
6028’59.69”
Bujur Barat
106006’34.3”
106006’04.9”
105048’45.1”
105048’04.5”
105046’33.5”
Pengambilan contoh dan analisis karakter morfologi kerang darah
Pengambilan sampel kerang darah dari substrat perairan Teluk Banten,
Bojonegara dilakukan secara transek ukuran 1 x 1 m tanpa menggunakan alat
(tradisional), yaitu manual diambil dengan tangan. Sedangkan di Teluk Lada,
Panimbang, kerang darah diambil dengan menggunakan alat tangkap garok
(Gambar 21). Kerang darah yang ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam
polybag yang diberi label, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
analisis fenotip. Analisis fenotip kerang darah dilakukan di Laboratorium Biologi
Perikanan, Departemen MSP FPIK, IPB. Karakter morfologi yang diukur adalah
panjang, tinggi, tebal cangkang, tinggi umbo, simetri kiri, simetri kanan, jumlah
alur, jumlah crenula, berat total, dan berat tubuh lunak (Gambar 22).
Kriteria sampel yang dianalisis adalah kerang yang memiliki uk
ukuran
uran
panjang cangkang 1.75 – 4.51 cm. Kerang darah dari Kuala Tungkal, Jambi
dijadikan sebagai pembanding dengan ukuran panjang cangkang 1.78 – 3.04 cm.
Kerang darah kemudian dikelompokkan berdasarkan ukuran untuk dilihat sifat
sebarannya.
Gambar 21.
(a)
(b)
Pengambilan sampel kerang darah Anadara granosa dengan
menggunakan (a) manual di Bojonegara dan (b) garok di
Panimbang.
Gambar 22. Karakter morfologi yang diukur. TIC: tinggi cangkang, PC: panjang
cangkang, TU: tinggi umbo, TEC: teba
tebal cangkang.
Analisis kualitas air dan substrat
Pengukuran kualitas air dilakukan di Laboratoriun Produktivitas
Lingkungan (Proling), Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP)
FPIK, IPB. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur disajikan pad
pada
Tabel 8.
Analisis Data
Keragaman morfologi kerang darah dianalisis dengan menggunakan
metode Analisis Diskriminan ((Discrimant Analysis)) dengan menggunakan
program SAS (Statistical
Statistical Analysis System
System)) untuk melihat pengelompokan
karakter. Jumlah kerang darah yang diperhitungkan pada analisis diskriminan ini
adalah 351 individu dari Bojonegara, 162 individu dari Panimbang, dan 120
individu dari Kuala Tungkal.
Tabel 8. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur di lokasi penelitian
Parameter
Tekstur substrat
Kecepatan arus
Suhu
Salinitas
pH
Total bahan organik
Total padatan
tersuspensi
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Merkuri (Hg)
Satuan
%
cm/detik
0
C
‰
mg/l
Metode
Grafik segitiga Miller
In situ
In situ
In situ
In situ
Titrasi
mg/l
Titrasi
mg/l
mg/l
mg/l
Atomic Absortion System (AAS)
Atomic Absortion System (AAS)
Atomic Absortion System (AAS)
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Parameter fisika dan kimia perairan Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk
Lada, Panimbang disajikan pada Tabel 9. Substrat merupakan prasyarat utama
sebagai tempat hidup kerang darah Anadara granosa. Tipe substrat pasir
berlempung di kedua lokasi penelitian merupakan habitat yang sesuai untuk
kelayakan hidup kerang darah (Broom 1985). Dari semua parameter kualitas air
yang dianalisis, hanya salinitas dan kandungan logam berat saja yang berbeda
antara Bojonegara dan Panimbang. Salinitas masih layak untuk menopang
kehidupan kerang darah. Sedangkan kandungan logam berat di Bojonegara lebih
tinggi dibandingkan dengan di Panimbang.
Sebaran panjang cangkang kerang darah dari Bojonegara, Panimbang, dan
Kuala Tungkal memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sifat sebaran yang
menyimpang ke kiri (Lampiran 5) dengan perwakilan baik ukuran individu muda
(< 1.8 cm) maupun ukuran individu dewasa (≥ 1.8 cm) . Karakter morfologi
kerang darah yang diukur dari ketiga perairan tersebut berbeda nyata. Ukuran
morfologi kerang darah Bojonegara lebih besar dibandingkan dengan ukuran
kerang darah Panimbang dan Kuala Tungkal sebagai kontrol pembanding, kecuali
simetri kanan, simetri kiri, jumlah alur dan jumlah crenula (Tabel 10).
Berdasarkan analisis diskriminan, maka panjang, lebar, tebal cangkang, bobot
total, dan bobot daging menjadi penciri utama yang membedakan kerang darah
asal Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal (Lampiran 6). Kelima karakter
tersebut layak digunakan menjadi penciri utama disebabkan oleh karakter-karakter
tersebut berbeda nyata untuk masing-masing lokasi (Lampiran 7).
Tabel 9. Parameter kualitas air di Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada,
Panimbang
Lokasi Penelitian
Parameter Kualitas Air
Teluk Banten,
Teluk Lada
Bojonegara
Panimbang
Tipe substrat
Pasir berlempung*
Pasir berlempung*
Kecepatan arus
2.2 – 15.91
2.81 – 36.1
(cm/detik)
Salinitas (‰)
19 - 30
25 - 36
pH
7.2 – 8.0
7.3 – 7.8
Suhu (0C)
26 - 30
28 - 32
Total bahan organik
79 - 82
19 - 52
(mgKMnO4/l)
Total padatan
18 - 61
15 - 60
tersuspensi (TSS (mg/l))
Kolom air:
Pb (ppm)
0.009 – 0.056
0.017 – 0.033
Cd (ppm)
0.005 – 0.025
< 0.005
Hg (ppm)
0.0004 – 0.0017
0.0002 – 0.0009
Substrat:
Pb (ppm)
1.9 – 4.8
0.5 – 1.6
Cd (ppm)
0.5 – 0.6
0.5 – 0.9
Hg (ppm)
0.2 – 0.9
0.15 – 0.7
*Berdasarkan segitiga Miller (Brower et al. 1990).
Tabel 10. Nilai rata-rata karakter morfologi kerang darah Anadara granosa yang
berasal dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal
Lokasi
Karakter
Kuala
morfologi
Bojonegara
Panimbang
Tungkal
F hitung
(n=351)
(n=162)
(n=120)
Panjang (cm)
195.408
3.211±0.508
2.493±0.481 2.279±0.202
Lebar (cm)
174.297
2.300±0.417
1.757±0.311 1.721±0.200
Tebal (cm)
238.896
2.099±0.370
1.571±0.291 1.346±0.154
Tinggiumbo (cm) 0.467±0.198
28.786
0.387±0.195 0.293±0.121
simetri kanan (cm) 0.637±0.238
314.229
0.729±0.486 1.683±0.159
simetri kiri (cm)
5.420
0.846±0.275
0.762±0.493 1.715±0.145
jumlah alur
21.399
19±2
20±2
20±2
jumlah crenula
95.267
8±2
6±2
11±4
berat total (gram) 12.251±4.305 6.827±3.052 4.272±1.069
204.228
berat tubuh (gram) 2.823±1.094
145.455
1.570±0.659 1.323±0.326
Grafik analisis diskriminan menunjukkan pusat sebaran karakter morfologi
Bojonegara terpisah dari pusat sebaran karakter morfologi Panimbang dan Kuala
Tungkal. Beberapa individu kerang darah Bojonegara mendekati pusat sebaran
karakter morfologi kerang darah Panimbang. Sedangkan kerang darah Panimbang
menyebar selain pada pusat sebarannya, juga ada yang mendekati pusat sebaran
karakter morfologi kerang darah Bojonegara dan Kuala Tungkal. Tetapi, tidak
ada interkoneksi antara kerang darah Bojonegara dan Kuala Tungkal (Gambar
23). Dengan demikian terlihat adanya relevansi antara morfologi dan kondisi
lingkungan.
Gambar 23. Grafik fungsi diskriminan sepuluh karakter morfologi kerang darah
dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal.
Pembahasan
Morfologi kerang darah Bojonegara dan Panimbang menunjukkan
karakter yang berbeda, ukuran kerang darah Bojonegara lebih besar dibandingkan
kerang darah Panimbang. Keragaman morfologi tersebut dapat disebabkan oleh
dua faktor, yaitu plastisitas fenotip dan keragaman genetik (Peyer et al. 2010).
Plastisitas fenotip merupakan keragaman fenotip pada spesies yang sama, dengan
keragaman genetik yang rendah, yang terekspresi sebagai respon terhadap
fluktuasi lingkungan (Pigliucci et al. 2003; Peyer et al. 2010). Berdasarkan
marka genetik Cytochrome Oxidase I (COI), kerang darah Bojonegara dan
Panimbang menunjukkan keragaman yang rendah (Rahayu 2013), hal ini
menunjukkan bahwa kerang darah Bojonegara dan Panimbang berasal dari
sumber genetik yang sama. Dengan demikian keragaman morfologi yang
terekspresi pada kerang darah di kedua perairan tersebut merupakan bentuk dari
plastisitas fenotip sebagai respon adaptif terhadap perbedaan lingkungan lokal.
Beberapa penelitian terdahulu melaporkan bahwa parameter fisika dan kimia
perairan seperti pH, suhu, alkalinitas, dan konduktivitas menjadi faktor penentu
bagi terbentuknya plastisitas fenotip (Hahn et al. 2012; Alvarez-Molina 2004;
Soares et al. 1998).
Dari 10 karakter morfologi yang diukur, tebal cangkang bersama 4
karakter lainnya seperti panjang, tinggi, bobot total, dan bobot tubuh merupakan
karakter penciri kerang darah dari Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal
sebagai kontrol. Ternyata tebal cangkang kerang darah Bojonegara lebih besar
dibandingkan dengan kerang darah Panimbang dan Kuala Tungkal. Penelitianpenelitian terdahulu membuktikan adanya hubungan antara keragaman
lingkungan dengan keragaman karakter morfologi. Ellis et al. (2006) melaporkan
bahwa keragaman morfologi muncul pada ikan Lepomis macrochirus yang hidup
pada dua habitat yang berbeda pada danau yang sama. Ikan L. macrochirus yang
mendiami wilayah litoral danau memiliki karakteristik tubuh yang membulat dan
sirip perut yang lebih besar. Ikan L. macrochirus yang hidup di wilayah terbuka
memiliki karakteristik tubuh yang fusiform dan sirip perut yang lebih kecil.
Sedangkan keragaman pada ketebalan lapisan naker (nacreous layer) kerang
Mytilus galloprovincialis, menurut Hahn et al. (2012) berkorelasi dengan pH
lingkungan perairan. Selain pH, parameter kualitas perairan lainnya seperti
alkalinitas dan konduktifitas mempengaruhi keragaman morfologi secara spasial
seperti panjang, tinggi, tebal cangkang dan obesitas kerang air tawar Elliptio
complanata (Alvarez-Molina 2004). Korelasi juga ditemukan antara perbedaan
suhu perairan secara geografis dengan keragaman tebal cangkang kerang Donax
serra (Soares et al. 1998).
Perairan Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada, Panimbang masih
layak untuk kehidupan kerang darah Anadara granosa. Parameter fisika dan
kimia perairan yang berbeda antara Bojonegara dan Panimbang adalah salinitas,
total bahan organik, dan kandungan logam berat, sedangkan pH tidak
menunjukkan perbedaan.
Salinitas nampaknya tidak terlalu berpengaruh
terhadap keragaman morfologi, karena masih dalam batas ambang yang layak.
Sedangkan bahan organik hanya menyumbang kurang dari 5% untuk
pembentukan cangkang (Vermeij 1993), sehingga keragaman morfologi yang
disebabkan oleh bahan organik dapat dikatakan kecil pengaruhnya. Logam berat
di kedua perairan tersebut telah melewati batas ambang, sehingga menjadi faktor
pembatas bagi ketahanan hidup kerang darah. Dibandingkan dengan timbal dan
kadmium, kandungan merkuri di Panimbang dan terlebih lagi di Bojonegara
nilainya signifikan melebihi batas ambang. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa morfologi kerang darah Bojonegara terutama karakteristik cangkangnya
yang lebih tebal merupakan bentuk pertahanan diri terhadap lingkungan yang
mendapat pengaruh pencemaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan perairan
Panimbang dan Kuala Tungkal. Salinitas yang lebih rendah di Bojonegara
menyebabkan rendahnya kelarutan merkuri, sehingga toksisitas merkuri menjadi
tinggi. Oleh karena itu untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
bereproduksi di perairan terkontaminasi bahan pencemar, maka kerang darah
perlu mengembangkan strategi adaptasi. Salah satu bentuk strategi adaptasi yang
dikembangkan adalah plastisitas fenotip dengan memfasilitasi ukuran cangkang,
terutama ketebalan cangkang. Hal ini dibenarkan oleh Vermij (1993), ketebalan
cangkang merupakan salah satu bentuk perlindungan diri terhadap tekanan
lingkungan.
Simpulan
Karakter morfologi kerang darah Bojonegara berbeda dengan kerang darah
Panimbang dan Kuala Tungkal, hal ini erat kaitannya dengan kondisi lingkungan
lokal yang menjadi habitat kerang darah. Keragaman morfologi kerang darah di
perairan-perairan tersebut didorong oleh plastisitas fenotip sebagai strategi
adaptasi. Karakter morfologi yang menjadi penciri kerang darah dari perairan
asalnya adalah panjang, tinggi, tebal cangkang, bobot total, dan bobot tubuh
lunak. Tebal cangkang dapat dijadikan sebagai salah satu indikator pertahanan
diri dalam menghadapi tantangan lingkungan.
6 PEMBAHASAN UMUM
Kondisi lingkungan perairan di Teluk Banten, Bojonegara dan Teluk Lada,
Panimbang pada umumnya masih layak untuk menopang kehidupan kerang darah
Anadara granosa, kecuali logam berat terutama merkuri yang kandungannya telah
melewati batas ambang (threshold). Kerang darah yang dapat hidup di perairan
tersebut diduga merupakan individu-individu yang tahan (resisten) terhadap
kontaminasi bahan pencemar seperti logam berat. Hal ini dapat dilihat dari
kemampuan penyesuaian diri yang baik, ditandai oleh beberapa parameter biologi
yang memperkuat keberadaan hewan ini di lingkungan yang berubah. Kerang
darah di perairan Bojonegara masih dapat bereproduksi, dibuktikan dengan
keberadaan individu-individu dewasa yang telah matang gonad (Wahyuningtias
2010) dan larva Anadara sp. (Agususilo 2010). Ukuran kerang darah yang
tertangkap dari perairan Bojonegara dan Panimbang beragam, yang menunjukkan
keberlangsungan proses peremajaan (recruitment) di kedua perairan tersebut
masih tergolong baik. Amalia (2010) melaporkan bahwa jumlah stok induk
kerang darah di Bojonegara berkorelasi positif dengan jumlah juvenil. Sedangkan
di Panimbang jumlah juvenil lebih banyak dibandingkan dengan stok induk. Hal
ini mengindikasikan bahwa tidak semua juvenil dapat memasuki fase dewasa,
yang menjadi faktor penyebabnya diduga tingkat kematian yang tinggi pada fase
juvenile baik kematian alami maupun kematian karena penangkapan. Seperti
yang dilaporkan oleh Lubayasari (2010), kematian yang disebabkan oleh faktor
alami pada kerang darah Panimbang (46%) lebih tinggi dibandingkan dengan
kerang darah Bojonegara (27%).
Kontaminasi bahan pencemar seperti merkuri di perairan dapat
menyebabkan stres bagi organisme, sehingga menimbulkan perubahan biologis.
Stres yang diinduksi oleh lingkungan pertama kali akan direspon oleh sinyal
hormonal yang selanjutnya disampaikan ke reseptor di permukaan sel. Informasi
yang disampaikan tersebut akan diteruskan melalui jalur transduksi sinyal
(Signaling Transduction Pathway) ke respon seluler (Wang et al. 2004). Cellular
stress response (CSR) sebagai famili gen merupakan faktor kunci dalam
menentukan derajat kemampuan organisme dalam merespon tekanan lingkungan
agar organisme dapat beradaptasi dalam kondisi lingkungan yang demikian
(Evans & Hofmann 2012). Salah satu gen yang termasuk ke dalam famili gen
CSR yang diaktivasi dalam kondisi stres diantaranya adalah gen Hsp70 yang
melalui ekspresinya menghasilkan produk berupa protein (Lindquist 1986; Evans
& Hofmann 2012).
Gen Hsp70 sebagai molecular chaperone berperan dalam melindungi
jaringan dan sel dengan memperbaiki struktur protein yang ada di dalam sel
kembali menjadi bentuk asal (native protein). Sesuai dengan pendapat Morimoto
(1998) bahwa, ekspresi berlebih (overexpression) gen Hsp mampu melindungi sel
dan jaringan terhadap pemaparan lethal pada berbagai tekanan lingkungan. Sel
dan jaringan tidak dapat terlindungi dari gangguan eksternal, jika gen Hsp tidak
terekspresi. Dengan terlindunginya jaringan dan sel, maka organ yang lebih
kompleks juga akan terlindungi dari tekanan lingkungan. Dan sebaliknya, organ
yang kompleks tidak dapat dilindungi dari ancaman gangguan eksternal jika
jaringan dan sel tidak berhasil dilindungi. Dengan demikian, penjagaan sel dan
jaringan (cytoprotection) oleh terekspresinya gen Hsp70, menyebabkan
meningkatnya pertahanan hidup kerang darah terhadap tekanan lingkungan.
Sebagai konsekuensinya, gen yang resisten dan mampu mengekspresikan
karakter fenotip tertentu, memfasilitasi adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang
demikian. Di dalam membahas strategi adaptasi kerang darah secara umum di
perairan Bojonegara dan Panimbang, alur pemikirannya disajikan seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 24.
Keragaman level ekspresi gen Hsp70 difasilitasi oleh habituasi organisme
terhadap kondisi lingkungan. Kerang darah yang sudah lama terpapar sehingga
terbiasa hidup di lingkungan yang kurang ideal, maka gen Hsp70nya sebagai gen
yang responsif terhadap tekanan lingkungan akan terekspresi berlebih. Sedangkan
kerang darah yang belum terbiasa dengan kondisi lingkungan tersebut, ekspresi
gen Hsp70 masih rendah. Penyesuaian terhadap kondisi lingkungan memerlukan
waktu yang lama dan dilakukan secara bertahap melalui beberapa fase. Ketika
pertama kali menghadapi perubahan lingkungan, kerang darah akan
mengekspresikan gen Hsp70 sebagai bentuk perlindungan diri dan beberapa sifat
fisiologis seperti mekanisme respirasi juga akan berubah. Ekspresi gen Hsp70
menjadi salah satu faktor penentu dalam perkembangan fenotip. Fase yang
pertama ini hanya terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari saja, fase ini
dinamakan fase aklimatisasi.
Kerang darah yang memiliki daya tahan tinggi dan telah melalui fase
aklimatisasi, maka akan dapat mencapai fase selanjutnya yaitu fase penyesuaian
(adjustment). Ekspresi gen dan perubahan fisiologis masih berlangsung pada fase
ini, selain itu juga terjadi seleksi pada genotip terpilih yang tahan terhadap stres
yang berlanjut. Seleksi menyebabkan peningkatan frekuensi genotip tertentu yang
dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang baru berubah, frekuensi
genotip lain yang tidak sesuai akan menurun bahkan menghilang. Sehingga
dengan adanya seleksi genotip, maka akan mendorong terjadinya proses kanalisasi
(canalized character) pada fase adaptif dan mengarahkan keheterogenan genotip
menuju ke arah kehomogenan. Keberhasilan kanalisasi karakter genotip yang
adaptif dalam rangka penyesuaian terhadap kondisi lingkungan, akan diikuti oleh
perubahan pada karakter fenotip. Sesuai dengan pendapat Sultan (1987) bahwa
penyesuaian fenotip terhadap lingkungan didorong oleh adanya seleksi alam yang
terjadi pada genotip. Karakter genotip dan morfologi pada fase ini belum bersifat
menetap karena masih ada peluang bagi generasi berikutnya untuk mengalami
perbedaan karakter dari karakter induk.
Untuk memperoleh karakter akis
(acquired character) yang menetap diperlukan periode waktu yang lebih lama,
yang dapat dicapai pada fase adaptasi dimana ekosistem sudah stabil dan
individu-individu telah terbiasa dengan kondisi lokal. Pada fase adaptasi ini,
bentuk morfologi telah stabil dan genotip bersifat homogen. Proses adaptasi ini
memerlukan waktu yang lama dan melibatkan belasan hingga puluhan generasi
dan biasanya bersifat genetis. Menurut Waddington (1953), Drosophila
membutuhkan 17 generasi untuk mencapai kestabilan genotip dan morfologi,
sehingga beradaptasi (adapted). Model adaptasi demikian dapat diaplikasikan
pada kerang darah di Bojonegara dan Panimbang.
Resistensi terhadap tekanan lingkungan yang diinduksi oleh merkuri pada
kerang darah Bojonegara lebih tinggi dibandingkan dengan kerang darah
Panimbang. Habituasi terhadap kondisi lingkungan yang telah lama
terkontaminasi bahan pencemar sehingga teraktivasinya gen Hsp70, menyebabkan
kerang darah dapat mengatasi stres yang berada di atas batas ambang (threshold).
Kerang darah Bojonegara telah lama beradaptasi dengan lingkungan yang
terkontaminasi berbagai macam faktor abiotik, sehingga ketika dilakukan
aklimatisasi di laboratorium dengan cara menginduksinya dengan logam berat
merkuri berkonsentrasi tinggi, hewan tersebut masih dapat mempertahankan diri
dengan cara mengekspresikan gen Hsp70.
Plastisitas gen Hsp70 yang
dikembangkan oleh kerang darah Bojonegara ini membantu melindungi jaringan
dan sel ketika hewan tersebut menghadapi tantangan lingkungan, hal ini
dibuktikan dengan derajat kerusakan struktur histologis insang yang rendah
dibandingkan dengan kerang darah Panimbang. Sebagai konsekuensi dari
perlindungan jaringan dan sel, maka selanjutnya organ yang lebih kompleks juga
akan terlindungi dan ketahanan hidup menjadi meningkat.
Pada kerang darah Panimbang, gen Hsp70 tidak mampu mencegah
terjadinya kerusakan struktur histologis insang ketika diberi perlakuan merkuri
lebih tinggi dari 1 ppm. Hewan tersebut belum terbiasa dengan kondisi stres
seperti ini karena periode waktu pemaparan di alam terhadap perubahan
lingkungan masih relatif baru. Perairan Teluk Lada, Panimbang mengalami
kontaminasi yang signifikan setelah beroperasinya PLTU berbahan bakar batubara
pada tahun 2009 yang mengeluarkan limbah merkuri. Kerang darah di perairan
Teluk Lada, Panimbang masih membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru berubah.
Fase
Bivalvia
Faktor
eksternal
Aklimatisasi
Kondisi
ekosistem
Fase adaptif
Adaptasi
(adapted)
Biokimia: sintesis
nukleotida &
protein, dll
Morfologi:
perubahan
bentuk tubuh
Morfologi:
stabilisasi
Seleksi
Biokimia: sintesis
nukleotida &
protein, dll
Faktor yang
dipengaruhi
Fase
penyesuaian
(adjustment)
Fisiologi:
respirasi,
osmosis, dll
Fisiologi:
respirasi,
osmosis, dll
Genetik: seleksi
genotip terpilih
Generasi
G0
G4-8
Gambar 24. Model adaptasi bivalvia pada lingkungan yang baru.
Fisiologi:
respirasi,
osmosis, dll
Genetik:
kanalisasi genotip
terpilih
G9-17
Genetik: homogenase
genotip yang adaptif
G>17
Penjagaan jaringan dan sel (cytoprotection) yang difasilitasi oleh ekspresi
gen Hsp70 yang plastis mendorong keberhasilan adaptasi kerang darah pada
lingkungan yang fluktuatif. Kerang darah yang berhasil beradaptasi adalah kerang
darah yang memiliki struktur jaringan dan sel yang baik, sehingga terbentuk
karakter morfologi terpilih yang sesuai memenuhi prasyarat adaptasi dan bersifat
akis (acquired character). Perolehan karakter akis tersebut merupakan hasil dari
proses habituasi dan seleksi dalam jangka waktu yang lama dan telah melewati
beberapa generasi. Seleksi genotip dan morfologi terpilih menjamin ketahanan
dan kelestarian hidup sehingga kerang darah di perairan Bojonegara dapat
bereproduksi, walaupun kondisi lingkungan tidak maksimal. Kerang darah telah
beradaptasi (adapted) dengan kondisi perairan Bojonegara dan telah
mengembangkan karakter akisnya kurang lebih 17 generasi, dengan pertimbangan
bahwa perubahan kondisi di ekosistem tersebut telah melebihi 17 generasi kerang
darah. Perhitungan generasi ini disesuaikan dengan yang dilaporkan oleh Broom
(1985) bahwa umur kerang darah mencapai tingkat stadia dewasa adalah antara
enam bulan sampai satu tahun dengan panjang cangkang mencapai 1.8 – 2 cm.
Adaptasi biasanya menguntungkan karakter morfologi tertentu melalui
proses seleksi. Perubahan lingkungan mendorong proses seleksi untuk merubah
karakter morfologi ke satu arah atau arah lain yang pada awalnya merupakan
karakter fenotip yang menyimpang dari rata-rata untuk karakter tersebut. Vermeij
(1993) berpendapat bahwa karakter morfologi seperti cangkang yang tebal
diperlukan bagi bivalvia yang hidup sebagai hewan sesil di lingkungan yang
fluktuatif, agar dapat melindungi organ-organ pentingnya yang terletak di dalam
mantelnya yang lunak. Perlindungan diri terhadap kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan, mendorong kerang darah untuk mengembangkan
karakter morfologi tertentu seperti cangkang yang tebal agar dapat
mempertahankan kelestariannya. Karakter cangkang yang demikian menjadi
penciri kerang darah. Dibandingkan dengan kerang darah Panimbang maupun
Kuala Tungkal sebagai kontrol, cangkang kerang darah Bojonegara lebih tebal.
Dengan demikian, ketebalan cangkang dan karakter morfologi lainnya seperti
panjang cangkang, lebar cangkang, bobot tubuh, dan bobot total dapat dijadikan
bioindikator pada perairan tercemar.
Ukuran morfologi menjadi kriteria
pencemaran di suatu perairan (Tabel 11).
Tabel 11. Kriteria pencemaran berdasarkan ukuran morfologi
Morfologi
Tebal
Panjang
Lebar
Bobot tubuh
Bobot total
Tinggi
>2
>3
>2
>2.2
>10
Kriteria Pencemaran
Sedang
Rendah
1.5-2
<1.5
2.5-3
<2.5
1.9-2
<1.9
1.7-2.2
<1.7
5.3-10
<5.3
7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kerang darah yang berhasil menghadapi tekanan lingkungan adalah yang
dapat mengembangkan plastisitas fenotip. Keberhasilan ekspresi gen Hsp70
dalam membantu melindungi sel dari tekanan faktor luar akan memfasilitasi
ketahanan dan kelestarian hidup. Hal ini dibuktikan dengan pendekatan histologis
yang menunjukkan bahwa kerang darah yang berhasil beradaptasi akan mampu
mentoleransi konsentrasi merkuri yang lebih tinggi. Sedangkan yang belum
mencapai tahap ini, kerusakannya lebih berat. Akan tetapi toleransi terhadap
tekanan lingkungan ternyata memiliki batas ambang pada konsentrasi tertentu.
Hal ini dibuktikan dari respon terhadap induksi merkuri. Selain itu pula, telah
terjadi pergeseran karakter morfologi yang sangat jelas antara lingkungan yang
tercemar dengan yang tidak tercemar. Karakter morfologi yaitu panjang. tinggi,
tebal cangkang, bobot tubuh, dan bobot total telah menunjukkan perubahan
tersebut.
Namun demikian, karakter ketebalan cangkang telah memberi
kontribusi yang nyata terhadap ketahanan dan kelestarian hidup.
Saran
1.
2.
3.
4.
5.
Kerang darah Bojonegara dapat mentolerir bahan pencemar seperti merkuri
dengan konsentrasi tinggi, sehingga hewan ini dapat digunakan sebagai
biofilter dalam kegiatan tambak di perairan tercemar
Gen Hsp70 dapat dijadikan acuan sebagai marka molekuler bagi perairan
tercemar lainnya, karena gen Hsp70 bersifat plastis
Untuk dapat memperkuat analisis mengenai profil cangkang kerang darah
yang dibangun oleh kalsium karbonat, maka perlu dilakukan penelitian
lanjutan mengenai kandungan kalsium karbonat dan kelimpahan plankton di
perairan
Menganalisis ekspresi gen lain yang termasuk ke dalam anggota famili gen
Hsp dan gen stres lainnya seperti SOD dan Mt sebagai respon terhadap
tekanan lingkungan.
Kuantifikasi ekspresi gen Hsp70 dapat ditelusuri dengan menggunakan qPCR (Rreal-time PCR).
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R. 2006. Pengantar Fisiologi Ikan. Bogor (ID): FPIK IPB.
Agususilo S. 2010. Kelimpahan larva Anadara spp. (Bivalvia : Arcidae) di
perairan Bojonegara, Teluk Banten, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Alvarez-Molina R. 2004. Morphological and genetic description of the
Freshwater mussel, Elliptio complanata (Lightfoot, 1786) In the Cape Fear
River System, N.C. [dissertation]. North Carolina (US): North Carolina
State University.
Amalia DR. 2010. Rekrutmen Populasi Kerang Darah (anadara granosa) di
Perairan Pesisir Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Andhale AV, Bhosale PA, Zambare SP. 2011. Histopathological study of nickel
induced alterations in the fresh water bivalve, Lammellidens marginalis. J
Exp Sci 2(4):1-3.
Arockia V L, Revathi P, Arulvasu C, Munuswamy N. 2012. Biomarkers of metal
toxicity and histology of Perna viridis from Ennore estuary, Chennai, south
east coast of India. Ecotoxicol Environ Saf 84:92-98.
Banerji S, Berg L, Morimoto RI. 1986. Transcription and post-transcriptional
regulation of avian Hsp70 gene expression. J. Biol. Chem. 261(33):
15740-15745.
Barber R, Harmer DW, Coleman RA, Clark BJ. 2005. GAPDH as a
housekeeping gene: analysis of GAPDH mRNA expression in a panel of
72 human tissues. Physiol Genomics 21: 389–395.
Beggs AH, Byers TJ, Knoll JHM, Boyce FM, Bruns GAP, Kunkel LM. 1992.
Cloning and characterization of two human skeletal muscle α-actinin genes
located on chromosome 1 and 11. J Biol Chem 267(13): 9281-9288.
Bettencourt BR, Hogan CC, Nimali M, Drohan BW. 2008. Inducible and
constitutive heat shock gene expression responds to modification of Hsp70
copy number in Drosophila melanogaster but does not compensate for loss
of thermotolerance in Hsp70 null flies. BMC Biol 6: 1-15.
Bradshaw AJ. 1965. Evolutionary significance of phenotypic plasticity in plants.
Adv Genet 13: 115-155.
Brocchieri L, de Macario EC, Macario AJL. 2008. Hsp70 genes in the human
genome: Conservation and differentiation patterns predict a wide array of
overlapping and specialized functions. BMC Evol Biol 8(19): 1-20.
Broom, M.J. 1985. The biology and culture of marine bivalve mollusks of the
genus Anadara. Manila (PH): ICLARM.
Broggini, T, Nitsch R, Savaskan NE. 2010. Plasticity-related Gene 5 (PRG5)
induces filopodia and neurite growth and impedes lysophosphatidic acid–
and nogo-a–mediated axonal retraction. Mol Biol Cell 21:521-537.
Brower JE, Zar JH, von Ende CN. 1998. Field and laboratory method for general
ecology, fourth edition. Boston (US): McGraw Hill.
Boutet I, Tanguy A, Moraga D. 2003a. Organization and nucleotide sequence of
the European flat oyster Ostrea edulis heat shock cognate 70 (Hsc70) and
heat shock protein 70 (Hsp70) genes. Aquatic Toxicology 65 (2003) 221225.
Boutet I, Tanguy A, Rousseau S, Auffret M, Moraga D. 2003b. Molecular
identification and expression of heat shock cognate 70 (hsc70) and heat
shock protein 70 (hsp70) genes in the Pacific oyster Crassostrea gigas.
Cell Stress & Chaperones 8 (1): 76–85
Butet NA. 1997. Distribution of quahog larvae along a north-south transect in
Narragansett Bay [thesis ]. Kingston (US): University of Rhode Island.
Cellura C, Toubiana M, Parrinello N, Roch P. 2006. Hsp70 gene expression in
Mytilus galloprovincialis hemocytes is triggered by moderate heat shock
and Vibrio anguillarum, but not by V. splendidus or Micrococcus
lysodeikticus. Dev. Comp. Immunol. 30 (11): 984-997.
Cooper AD, Crain Jr WR . 1982. Complete nucleotide sequence of a sea urchin
actin gene. Nucleic Acids Res. 10(3): 4081-4092.
Corrales RM, Galarret D, Herreras J, Calonge M, Chaves F. 2011. Antioxidant
enzyme mRNA expression in conjunctival epithelium of healthy human
subjects. Can J Ophthalmol 46:35–39.
DeWitt TJ, Scheiner SM. 2004. Phenotypic variation from single genotypes: a
primer. Di dalam: DeWitt TJ, Scheiner SM, editor. Phenotypic Plasticity:
Functional and Conceptual Approaches. Oxford (GB). Oxford University
Pr. hlm 1-9.
Ebrahimi M, Taherianfard M. 2011. The effects of heavy metals exposure on
reproductive systems of cyprinid fish from Kor River. Iranian J Fish Sci
10(1): 13-24.
Eldon, J., M. Pekkarinen, and R. Kristoffersson. 1980. Effects of low
concentration of heavy metals on the bivalve Malcoma balthica. Ann.
Zool. Fennici. 17:233-242.
Ellis BJ, Jackson JJ, Boyce WT. 2006. The stress response systems: universality
and adaptive individual differences. Developmental Review 26 (2006)
175–212
Erba HP., Eddy R, Shows T, Kedes L, Gunning P. 1988. Structure, chromosome
location, and expression of the human γ-actin gene: differential evolution,
location, and expression of the cytoskeletal β- and γ-actin genes. mol. cell.
biol. 1775-1789.
Evans TG, Yamamoto Y, Jeffrey WR, Krone PH. 2005. Zebrafish Hsp70 is
required for embryonic lens formationCell Stress Chap 10(1): 66-78.
Evans TG , Hofmann GE. 2012. Defining the limits of physiological plasticity:
how gene expression can assess and predict the consequences of ocean
change. Phil. Trans. R. Soc. B 367: 1733–1745.
Farcy E, Voiseux C, Lebel M, Fievet B. 2009. Transcriptional expression levels
of cell stress marker genes in the Pacific oyster Crassostrea gigas exposed
to acute thermal stress. Cell Stress and Chaperones. 14: 371-380.
Favatier F, Bornman L, Hightower LE, Gunther E, Pola B. 1997. Variation in
hsp gene expression and Hsp polymorphism: do they contribute to
differential disease susceptibility and stress tolerance? Cell Stress Chap
2(3): 141-155.
Feder ME, Hofmann GE. 1999. Heat shock proteins, molecular chaperones and
the stress response: evolutionary and ecological physiology. Annu Rev
Physiol 61:243-282.
Frankham R, Ballou JD, Briscoe DA. 2002. Introduction to conservation
genetics. Cambridge (GB): Cambridge University Press.
Gade N, Mahapatra RK, Sonawane A, Singh VK, Doreswamy R, Saini M. 2010.
Molecular Characterization of Hsp70-1 gene of goat (Capra hircus). Mol
Biol Intl 1-7
Gallagher DS, Grosz MD, Womack JE, Skow LC. 1993. Chromosomal
localization of Hsp70 genes in cattle. Mamalian Genome 4(7): 388-390.
Garcia-Crespo D, Juste RA, Hurtado A. 2005. Selection of ovine housekeeping
genes for normalization by real-time RT-PCR; analysis of PrP gene
expression and genetic susceptibility to scrapie. BMC Vet. Res. I(3).
Glare EM, Divjak M, Bailey MJ, Walters EH. 2002. b-Actin and GAPDH
housekeeping gene expression in asthmatic airways is variable and not
suitable for normalising mRNA levels. Thorax 57:765-770
Goering PL, Fisher BR, Noren BT, Papaconstantinou A, Rojko JL, Marler RJ.
2000.
Mercury induces regional and cell-specific stress protein
expression in rat kidney. Tox Sci 53:447-457.
Goidin D, Mamessier A, Staquet MJ, Schmitt D, Berthier-Vergnes O. 2001.
Ribosomal 18S RNA prevails over Glyceraldehyde-3-Phosphate
Dehydrogenase and β-Actin gene as internal standard for quantitative
comparison of mRNA levels in invasive and nonivasive human melanoma
cell subpopupolations. Anal. Biochem. 295: 17-21.
Gonzalez M, Pena A, Mercado L, Arenas G, Marshall S.
Molecular
characterization of the Hsp70 protein in response to heat-shock and Vibrio
challenge in scallops [Internet]. Bogor(ID): NCBI. [diunduh 2012 Jan
17]. Tersedia pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/226536917.
Grosz MD, Womack JE, Skow LC. 1992. Synthenic conservation of Hsp70
genes ini cattle and humans. Genomics 14(4): 863-868.
Gunawardena S, Rykowski MC. 2000. Direct evidence for interphase
chromosome movement during the mid-blastula transition in Drosophila.
Current Bio 10: 285-288.
Gunning, P., P. Ponte, L. Kedes, R. Eddy, and T. Shows. 1984. Chromosomal
location of the co-expressed human skeletal and cardiac actin genes. Proc.
Natl. Acad. Sci. 81 : 1813-1817.
Hahn S, Rodolfo-Metalpa R, Griesshaber E, Schmahl WW, Buhl D, Hall-Spencer
JM, Baggini C, Fehr KT, Immenhauser A. 2012. Marine bivalve shell
geochemistry and ultrastructure from modern low pH environments:
environmental effect versus experimental bias. Biogeosciences 9: 1897–
1914.
Hamdoun A, Cheney C, Cherr G. 2003. Phenotypic plasticity of Hsp70 and
Hsp70 gene expression in the Pacific Oyster (Crassostrea gigas):
Implications for termal limits and induction thermal tolerance. Biol Bull
205: 160–169.
Hofmann, G. 1999. Ecologically Relevant Variation in Induction and Function
of Heat Shock Proteins in Marine Organisms. Amer. Zool., 39:889-900.
Hofmann, G. 2005. Patterns of Hsp gene expression in ectothermic marine
organisms on small to large biogeographic scales. Integr. Comp. Biol.,
45:247–255.
Hofmann, G., B. Buckley, S. Airaksinen, J. Keen, and G. Somero. 2000. HeatShock Protein Expression Is Absent In The Antarctic Fish Trematomus
Bernacchii (Family Nototheniidae). J. Exp. Biol 203, 2331–2339.
Ikegami T, Suzuki Y, Shimizu T, Isono K, Koseki H, Shirasawa T. 2002. Model
mice for tissue-specific deletion of the manganese superoxide dismutase
(MnSOD) gene. Biochem. Biophy. Res. Comm. 296: 729-736.
Keller JM, Escara-Wilke JF, Keller ET. 2008. Heat stress-induced heat shock
protein 70 expression is dependent on ERK activation in zebrafish (Danio
rerio) cells. Comp Biochem Physiol A Mol Integr Physiol 150(3): 307–
314.
Kourtidis A, Drosopoulou E, Nikolaidis N, Hatzi VI, Chintiroglou CC, Scouras
ZG. 2004. Identification of several cytoplasmic HSP70 genes from the
Mediterranean mussel (Mytilus galloprovincialis) and their long-term
evolution in Mollusca and Metazoa. J. Mol. Evol. 62 (4): 446-459.
Lalli CM, Parsons TR. 1995. Biological Oceanography: an Introduction. Oxford
(GB). Butterworth – Henemann Ltd.
Lindquist S. 1986. The heat shock response. Ann Rev Biochem 55: 1151-1191.
Lindquist S, Craig EA. 1988. The heat shock proteins. Annu Rev Genet 22:631677.
Lubayasari WD. 2010. Pola sebaran dan dinamika populasi kerang darah
Anadara granosa L. di perairan Teluk Lada dan Teluk Banten, provinsi
Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Luttikhuizen P, Drent J, Van Delden W, Piersma T. 2003. Spatially structured
genetic variation in a broadcast spawning bivalve: quantitative vs.
molecular traits. J Evol. Biol. 16: 260–272
Metzger D, Pratt P, Roberts SB. 2012. Characterizing the effects of heavy
metal and vibrio exposure on Hsp70 expression in Crassosstrea gigas gill
tissue. J Shellfish Res 31(3): 627-630.
Molina A, Biemar F, Muller F, Iyengar A, Prunet P, Maclean N, Martial JA,
Muller M. 2000. Cloning and expression analysis of an inducible Hsp70
gene from tilapia fish. FEBS Letter 474:5-10.
Morga B, Arzul I, Faury N, Renault T. 2010. Identification of genes from flat
oyster Ostrea edulis as suitable housekeeping genes for quantitative real
time PCR. Fish and Shellfish Immun. 29 (6): 937-945.
Morimoto RI. 1998. Regulation of the heat shock transcriptional response: cross
talk between a family of heat shock factors, molecular chaperones, and
negative regulators. Genes & development 12: 3788–3796.
Muawanah NS, Hendrianto, Triana A. 2005. Pemantauan lingkungan perairan
pada kegiatan pengembangan budidaya dan sanitasi kerang hijau (Perna
viridis) di Kabupaten Padeglang, Provinsi Banten. Buletin Teknik
Litkayasa Akuakultur 4(1): 13- 16.
Nakajima-Iijima, S., Hamada H, Reddy P, Kakunaga T. 1985. Molecular
structure of the human cytoplasmic β-actin gene: Interspecies homology of
sequences in the introns. Proc. Natl. Acad. Sci. 82: 6133-6137.
Navarro P, Amouroux D, Thanh ND, Rochelle-Newall E, Ouillon S, Arfi R, Van
C, Mari X, Torréton JP. 2012. Fate and tidal transport of butyltin and
mercury compounds in the waters of the tropical Bach Dang Estuary
(Haiphong, Vietnam). Mar Poll Bul 64: 1789-1798.
Nurdin J, Marusin N, Asmara IA, Deswandi R, Marzuki I. 2006. Kepadatan
populasi dan pertumbuhan kerang darah Anadara antiquata L. (Bivalvia:
Arcidae) di Teluk Sungai Pisang, Kota Padang, Sumatera Barat. Makara
Sains 10(2): 96-101.
Parsell DA., Lindquist S. 1993. The function of heat shock proteins in stress
tolerance: degradation and reactivation of damaged proteins. Annu. Rev.
Genet. 27:437-496.
Pearson G, Robinson F, Beers-Gibson T, Xu BE, Karandikar M, Berman K, Cobb
MH. 2001. Mitogen-Activated Protein (MAP) Kinase Pathways:
Regulation and Physiological Functions. Endocrine Review 22(2): 153183.
Percipalle P, Visa N. 2006. Molecular functions of nuclear actin in transcription.
J. Cell Biol. 172(7): 967-971.
Peyer SM, Hermanson JC, Lee CE. 2010. Developmental plasticity of shell
morphology of quagga mussels from shallow, deep water habitats of the
Great Lakes. J Exp Biol 213: 2602-2609.
Pigliucci M, Murren CJ, Schlichting CD. 2006. Phenotypic plasticity and
evolution by genetic assimilation. J. Exp. Biol. 209:2362-2367.
Price TD, Qvarnstrom A, Irwin DE. 2003. The role of phenotypic plasticity in
driving genetic evolution. Proc. R. Soc. Lond. B 270: 1433–1440
Rafael MS, Tadei WP, Hunter FF. 2004. The physical gene Hsp70 map on
polytene chromosome of Anopheles darlingi from the Brazilian Amazon.
Genetica 121(1): 89-94.
Rahayu, GK. 2013. Studi Keragaman Genetik Kerang Darah (Anadara granosa)
berdasarkan Marka Molekuler Cytochrome Oxidase Subunit I (COI)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rathinam AV, Chen TT, Grossfeld RM. 2000. Cloning and sequence analysis of
a cDNA for an inducible 70 kDa heat shock protein (Hsp70) of the
American oyster (Crassostrea virginica). DNA Seq. 11 (3-4): 261-264.
Rochyatun E, Lestari, Rozak A. 2005. Kualitas lingkungan perairan Banten dan
sekitarnya ditinjau dari kondisi logam berat. Oseanologi dan Limnologi
Indonesia 38: 23-46.
Rojo AI, Salinas M, Martin D, Perona R, Cuadrado A. 2004. Regulation of
cu/zn-superoxide dismutase expression via the phosphatidylinositol 3
kinase/akt pathway and nuclear factor-kb. The Journal of Neuroscience
24(33):7324 –7334.
Savaskan NE, Brauer AU, Nitsch R. 2004. Molecular cloning and expression
regulation of PRG-3, a new member of the plasticity-related gene family.
Eur J Neurosci 19(1): 212-220.
Schlichting CD, Smith H. 2002. Phenotypic plasticity: linking molecular
mechanisms with evolutionary outcomes. Evolutionary Ecology 16: 189–
211.
Setyobudiandi I. 2004. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Kerang Hijau Perna
viridis Linnaeus, 1758 pada Kondisi Perairan Berbeda [Disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Small BC, Murdock CA, Bilodeau-Bourgeois AL, Peterson BC, Waldbieser GC.
2008. Stability of reference genes for real-time PCR analyses in channel
catfish (Ictalurus punctatus) tissues under varying physiological
conditions. Comp. Biochem. Physiol. 151: 296-304.
Soares AG , Callahan RK, De Ruyck AMC . 1998. Microevolution and
phenotypic plasticity in Donax serra Röding (Bivalvia: Donacidae) on
high energy sandy beaches. J Moll Stud 64: 407–421.
Song L, Wu L, Ni D, Chang Y, Xu W, Xing K. 2006. The cDNA cloning and
mRNA expression of heat shock protein 70 gene in the haemocytes of bay
scallop (Argopecten irradians, Lamarck 1819) responding to bacteria
challenge and naphthalin stress. Fish Shellfish Immunol. 21 (4) 335-345.
Sorensen, J.G., T.N. Kristensen, and V. Loeschcke. 2003. Evolutionary and
ecological role of heat shock proteins. Ecology Letter. 6:1025-1037.
Sreekala PP.
1993. Heavy metal toxicity in bivalve histological and
histochemical enquiry [dissertation]. Cochin (IN): Cochin University of
Science & Technology.
Sultan SE. 1987. Evolutionary implications of phenotypic plasticity in plants.
Evol Biol 20: 127-178.
Sung DY, Vierling E, Guy CL. 2001. Comprehensive expression profile analysis
of the Arabidopsis Hsp70 gene family. Plant Physiol 126: 789-800.
Sunkar R, Kapoor A, Zhu JK. 2006. Posttranscriptional induction of two cu/zn
superoxide dismutase genes in Arabidopsis is mediated by downregulation
of mir398 and important for oxidative stress tolerance. The Plant Cell 18:
2051–2065.
Tang UM, Rengi P, Erianto D, Sumarto. 2009. Budidaya kerang (Anadara
granosa) di Bengkalis Riau. Prosiding Seminar Nasional Moluska 2.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular evolutionary
genetic analysis (MEGA) software version 4.0. Mol. Biol. Evol. 24(8):
1596-1599.
Thellin, O., W. Zorzi, B. Lakaye, B. De Borman, B. Coumans, G. Hennen,
T. Grisar, A. Igout, and E. Heinen. 1999. Housekeeping genes as internal
standards: use and limits. J. Biothech. 75: 291-295.
Tine M, Bonhomme F, McKenzie DJ, Durand JD. 2010. Differential expression
of the heat shock protein Hsp70 in natural populations of the tilapia,
Sarotherodon melanotheron, acclimatised to a range of environmental
salinities. BMC Ecology 11: 1-8.
[US EPA] United States Environmental Protection Agency . 1997. Mercury
Study Report to Congress. Office of Air Quality Planning & Standards and
Office of Research and Development.
Vermeij, G.J. 1993. A Natural History of Shells. New Jersey (US): Princeton
University Pr.
Waddington CH. 1953. Genetic assimilation of an acquired character. Evolution
7 (2): 118-126.
Wahyunigtias SM. 2010. Analisis beberapa aspek bioloig reproduksi pada
kerang darah (Anadara granosa) di perairan Bojonegara Teluk Banten,
Banten (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wang W, Vinocur B, Shoseyov O, and Altman A. 2004. Role of plant heat
shock proteins and molecular chaperones in the abiotic stress response.
Treds in Plant Science 9(5): 244-252.
Wang Z, Wu Z, Jian J, Lu Y. 2009. Cloning and expression of heat shock protein
70 gene in the haemocytes of pearl oyster (Pinctada fucata, Gould 1850)
responding to bacterial challenge. Fish Shellfish Immunol. 26 (4): 639645.
Werner I, Clark SL, Hinton DE. 2003. Biomarkers aid understanding of aquatic
organism responses to environmental stressors. California Agriculture
57(4): 1-7.
Yamashita M, Yabu T, Ojima N. 2010. Stress Protein HSP70 in Fish. AquaBiosci Monogr 3(4): 111-141.
Yperman J, De Visscher G, Holvoet P, Flameng W. 2004. Beta-actin cannot be
used as a control gor gene expression in ovine interstitial cells derived
from heart valves. J. Heart Valve Dis. 13(5): 848-852.
Yue X, Liu B. 2011. Cloning and characterization of a hsp70 gene from asiatic
hard clam Meretrix meretrix which is involved in the immune response
against bacterial infection. Fish Shellfish Immunol 30(3): 791-799.
Zhang Q, Zhang Z. 2008. Molecular cloning, characterization and expression of
heat shock protein 70 gene from Crassostrea hongkongensis [Internet].
Bogor(ID): NCBI. Hlm 1-2; [diunduh 2011 Des 30]. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/202072070
Zheng B, Han M, Bernier M, Wen J. 2009. Nuclear actin and actin-binding
proteins in the regulation of transcription and gene expression. FEBS J.
276(10): 2669-2685.
Zhou S, Campbel TG, Stone EA, Mackay TFC, Anholt RRH. 2000. Phenotypic
plasticity of the Drosophila transcriptome. PLOS Genetic 8(3):1-13.
Lampiran 1. Sekuen nukleotida gen β-aktin dari Anadara granosa dan bivalvia lainnya
#MEGA
!Title mega aktin bivalvia_NT;
!Format
DataType=Nucleotide
NSeqs=8 NSites=374
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
ATGTCTGGGG
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
AAGATGATGT
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
AGCCGTTTTT
..........
..........
..........
..........
..........
.....C...G
.....C...A
GTTGTTGACA
..........
..........
..........
..........
..........
.....A....
.....G....
AAGGGTTTGG
..........
..........
..........
..........
..........
.T..A.CC..
.T..A.CC..
CATGTGCAAG
..........
..........
..........
..........
..........
T.........
T.........
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
GCCGGCTTTG
..........
..........
..........
..........
.........T
.....T..C.
.....T....
CAGGGGACGA
..........
..........
..........
..........
..........
.T..A.....
.T..A..T..
TGCCCCCCGG
..........
..........
..........
..........
..........
...T..T..T
...A..AA.A
GCTGTTTTTC
..........
..........
..........
..........
...T......
..C..C..C.
..C..G....
CTTTCATCGT
..........
..........
..........
..........
......A...
.C.C......
.A.C......
GGGGGGGCCC
..........
..........
....C.....
....C.....
....C.....
C..AA.A...
....A.A...
Lampiran 1. Lanjutan
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
AGGCACCAGA
..........
..........
..........
..........
..........
C.T..T...G
..A..T...G
GCATGATGTG
..........
..........
.....G....
.....G....
..........
.AG.....GT
.TG.....GT
GGGCATGCTT
..........
..........
..........
..........
..........
C..T...GGA
T..T...GGA
CAGATGGATT
..........
..........
..........
..........
..........
....A...CA
....A...CA
TCTATTTGGG
..........
..........
..........
..........
..........
G....G.C..
G....G.C..
CAATGAGGCC
..........
..........
..........
..........
..........
TG........
AG.C..A...
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
CAAAGAAAAA
..........
..........
..........
..........
..........
..G..C..G.
..G..C..G.
AAGGAATCCT
..........
..........
..........
..........
..........
GG..T.....
G...T.....
GACCCTAAAG
..........
..........
..........
..........
..........
A.....C...
C.....C...
TACCCCATGG
..........
..........
..........
..........
..........
........C.
..T..T..T.
ACAACGGCAT
..........
..........
..........
..........
..........
.AC....T..
.AC....A..
CTTCACCAAC
..........
..........
..........
..........
..........
.G....A...
TG.A..A...
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
TGGAACAACA
..........
..........
........A.
........A.
........A.
...G..G.T.
...G.TG.T.
TGAAAAAAAT
..........
..........
..........
..........
..........
..G.G..G..
..G.G..G..
CTGGCACCAC
..........
..........
..........
..........
..........
T.....T...
......T...
ACCTTCTACA
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
ATGAGTTGCG
..........
..........
..........
..........
..........
.C...C.C..
....AC.C..
TGTGGTTCCC
..........
..........
..........
..........
..........
...A.C....
.....CC..T
Lampiran 1. Lanjutan
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
GAGGAGCACC
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..A..A....
CCATCCTGTT
..........
..........
..........
..........
..........
.TG....CC.
.TG.T.....
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
ATGACCCAAA
..........
..........
..........
..........
..........
.....A..G.
.....A..G.
TCAT
....
....
....
....
....
....
....
GACCAAGGCC
..........
..........
..........
..........
..........
...AG.....
...AG.A..T
CCCCTGAACC
..........
..........
..........
..........
..........
..A..T....
.....C....
CCAAGGCCAA
..........
..........
..........
..........
..........
..........
.T..A.....
CCGTGAAAAG
..........
..........
..........
..........
..........
.A.G......
.A.A......
Lampiran 2. Sekuen asam amino gen β-aktin dari Anadara granosa dan bivalvia lainnya
#MEGA
!Title mega aktin bivalvia_AA;
!Format
DataType=Protein
NSeqs=8 NSites=124
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
MSGEDDVAVF
..........
..........
..........
..........
..........
........AL
........AL
VVDKGFGMCK
..........
..........
..........
..........
..........
...N.S....
...N.S....
AGFAGDDAPR
..........
..........
..........
..........
...S......
..........
..........
AVFPFIVGGP
..........
..........
........R.
........R.
.F...N..R.
....S...R.
....S...R.
RHQSMMWGML
..........
..........
.....V....
.....V....
..........
...GV.V..G
...GV.V..G
QMDFYLGNEA
..........
..........
..........
..........
..........
.K.S.V.D..
.K.S.V.D..
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
QRKKGILTLK
..........
..........
..........
..........
..........
.S.R......
.S.R......
YPMDNGIFTN
..........
..........
..........
..........
..........
..IEH..V..
..IEH..V..
WNNMKKIWHH
..........
..........
..K.......
..K.......
..K.......
.DD.E.....
.DD.E.....
TFYNELRVVP
..........
..........
..........
..........
..........
........A.
........A.
EEHPILLTKA
..........
..........
..........
..........
..........
....V...E.
....V...E.
PLNPKANREK
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
Lampiran 2. Lanjutan
#A._granosa_0
#A._granosa_1/24
#A._granosa_1/48
#A._granosa_2/24
#A._granosa_2/48
#A._granosa_10/24
#M._yessoensis
#H._cumingii
MTQI
....
....
....
....
....
....
....
Lampiran 3. Sekuen nukleotida gen Hsp70 dari beberapa bivalvia
#MEGA
!Title mega hsp70 bivalvia_NT;
!Format
DataType=Nucleotide
NSeqs=10 NSites=527
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
AAGCTGGACA
..A..A....
..........
.....A....
....A.....
..A..A....
..A..C....
...A......
..AA.T....
...A......
AGGCCCAGAT
.AT..A....
..........
..........
.....A.C..
....TGCTG.
.AAGTTTA..
.A.GT..A..
.AT..GCA..
.....ACA..
CCACGACATC
......GG.G
..........
T..T..T..T
T..T..T..T
...T..A..T
T..T.....A
T.....T...
...T.....T
...T.....T
GTCCTGGTCG
..T.....G.
..........
..A..T..T.
..A..T..T.
...T....A.
..A.....T.
........T.
..A..A..T.
.....A..A.
GAGGATCCAC
....G..G..
..........
.T..T..T..
.T..T.....
.T.....A..
.T..G.....
....C..T..
....T.....
....G..A..
ACGTATCCCA
GA.G..T..C
..........
CA.A..T...
CA.A..T...
CA.A..T...
......T...
CA.A..T..C
T.....T...
......T..T
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
AAGATTCAGA
..AG......
..........
.GA.......
..A.......
..A..C....
.....C....
..A..C..A.
.....C....
..A..C....
AACTACTTCA
.GA.G..G..
..........
.GT.GT.G..
.GT.GT.G..
.GT.......
....T.....
....G..G..
....T.....
.G..C..A..
GGACTTCTTC
...T...A.G
..........
...T......
...T......
......T..T
A.........
A..T......
..........
...T......
AACGGCAAGG
GGT.....A.
..........
..T..T..A.
..T..T..A.
C.A.....A.
..T.....A.
..........
..T.....A.
..T.....A.
AACTGAACAA
..........
..........
..........
..........
..T.......
..........
..........
..........
.G..C.....
ATCCATCAAC
G........T
..........
..........
..........
......T...
......T..T
..........
G.....T..T
G..G......
Lampiran 3. Lanjutan
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
CCTGACGAGG
.AA.......
..........
..A..T..A.
..A..T..A.
.....T..A.
..C..T....
........A.
.....T....
..A..T..A.
CTGTTGCTTA
.C..G..C..
..........
....A..C..
....A..C..
....A..A..
.C..C..C..
....A..C..
.......C..
....A..G..
TGGAGCAGCT
C..T..T..C
C.........
..........
..........
C..T......
...T......
...T.....G
...T......
...C......
GTCCAGGCCG
..........
..........
..T..A.GA.
..T..A.GA.
..G.....A.
.....A..A.
..A.....A.
..G.....A.
..G.....T.
CCATTCTGTC
.......AAA
..........
.....T....
.....T....
.....T....
.T..C.....
.....T....
....C..T..
....CT....
CGGAGACAAA
G.......GG
..........
T..T..TC..
T..T..TC..
A..T.....G
.........G
T..C......
T........G
G.........
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
TCCGAGGAGG
AGT..C.TCA
..........
..T..A....
..T..A....
..A..A....
..G.......
..A.....A.
..T.......
..........
TACAGGACTT
.CA.A...G.
..........
.G.....TC.
.G.....TC.
....A.....
.C..A..TC.
.G.....TC.
.C.....TC.
.......TC.
GCTCCTGTTG
T......G..
..........
T...T.....
T...T.....
.T.AT....A
A..GT.....
C.........
.T.GT.....
.T.G.....A
GACGTCACCC
..T.......
..........
..T..AG.A.
..T..AG.A.
..T..T....
..T..AG.T.
.....TG...
..T..AG.T.
..T..GG...
CCCTGTCCTT
.A.....TC.
..........
.AT.A.....
.AT.A.....
.A.....TC.
.AT.....C.
.G..T...C.
.TT.......
.A.....G..
GGGTATTGAA
......C...
..........
.........G
.........G
T.........
......C..G
C.....C..G
.........G
......C..G
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
ACAGCCGGAG
..T.......
..........
..T.....C.
..T.....T.
.....T....
..C..T....
........C.
..T..A....
..G..T....
GGGTGATGAC
.A..C.....
..........
.T..A.....
.T..A.....
.T........
.A........
.T........
.A........
.T........
CAATCTCATC
...GA....T
..........
A.CA..G..T
A.CA..G..A
AGC...A...
ATCC..T...
GTCG......
ATCA..T...
TTCA..G...
AAGAGAAACA
G.AC.C..TG
..........
..AC.T....
..AC.T....
..AC.T..T.
...C.T....
.....G....
..AC.T....
...C......
CCACCATTCC
...AG.....
..........
.A..TG.C..
.A..TG.C..
.A........
.A..TG.C..
.G..A..C..
.A..TG.C..
.A........
AACCAAACAG
C.....GGCA
..........
......G..A
.........A
...A......
C..A......
C.....G...
C.....G...
C........A
Lampiran 3. Lanjutan
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
ACGCAGACCT
T.C.....G.
..........
.AC.......
.AC.......
..A..A....
..C..A..A.
..A.......
..C..A..A.
..T..A..A.
TCACCACATA
.......C..
..........
..........
..........
....T..C..
.......C..
.......T..
.T........
.......C..
CTCCGACAAC
T.........
..........
T..T.....T
T..T.....T
...T.....T
...T.....T
.........T
...T.....T
...G.....T
CAACCAGGTG
..G..T..A.
..........
..G.......
..G.......
..G..T....
..G..T....
.....G....
..G..T....
.....T..A.
TGTTGATTCA
...CC..C..
..........
.AC.T..C..
.AC.C..C..
.A..A..C..
.......C..
.AC.C.....
.......C..
.AC.......
GGTGTATGAG
.....T....
..........
...C.T....
...C.T....
...T.....A
A..A..C...
...A..C..A
...T......
...A..C...
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
GGAGAGCGAG
..G...A.G.
..........
.....A..T.
.....A..T.
......A...
.....A....
......A...
.....A....
.....AA.GA
CCATGACCAA
.T........
..........
.A........
.A........
.T........
.A........
..........
.A........
..........
GGACAACAAC
..........
..........
A..T......
A..T......
..........
A........T
A..T.....T
A........T
A.........
CTACTCGGAA
AA.T.G..C.
..........
..G..T..T.
..C..T..T.
T.G..T....
..G..T....
.....A....
..G.......
T.G..A....
AGTTCGAGCT
CC..T..A..
..........
.A..T..A..
.A..T..A..
....T..AT.
....T..A..
....T..A..
....T..A..
....T.....
GACTGGAATT
..AC......
..........
......T..C
......T..C
A........A
...C......
......T..C
...A......
......T..C
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
CCCCCCGCAC
.....G..T.
..........
..G..A....
..A..A....
..T..A....
..A..A....
.....T..C.
..A..A....
..A..T....
CCAGGGGTGT
..C.T.....
..........
.TG.T.....
.TC.T.....
.A..A.....
....A.....
..C.T.....
.A..A.....
.TC.T.....
GCCCCAGATT
C..G..A..C
..........
CA.A....GC
TT.A......
..........
T..A......
A..A......
A..T..A...
...A......
GAGGTCACAT
..A..GGAG.
..........
..A..G...A
..A..T..C.
..A..G..C.
.....T..C.
..........
.....T....
........C.
TTGACATTGA
.C.....C..
..........
.G....ACCG
....T.....
..........
.C..TG....
.C.....C..
....TG....
.C........
TGCCAACGGT
C........C
..........
GTA.T.AT.G
...T..T...
......T...
..........
...T......
..........
...T..T...
Lampiran 3. Lanjutan
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
ATCCTGAATG
........C.
..........
TAT..TG.AT
...T......
..........
...T......
...A....C.
........C.
...A......
TGTCAGCTGT
.T..G..CAA
.......C..
GTC..TGCCA
..CAT..CA.
.A..T..A..
....T..C..
.TCAG..CAC
.T..T.....
.A..G.....
CGACAAGAGC
A.........
..........
TTGAC.AGAG
T........T
A..T.....T
..........
G..T...G..
T........T
T........T
ACAGGAAAGG
.....C...T
..........
CACA.G..A.
........A.
..T..T..A.
..T..C....
..C..C....
..C..C..A.
..........
AGAACAA
CT.....
.......
G..GA.C
.......
.......
.A.....
.A.....
....T..
....T..
Lampiran 4. Sekuen asam amino gen Hsp70 dari beberapa bivalvia
#MEGA
!Title mega hsp70 bivalvia_AA;
!Format
DataType=Protein
NSeqs=10 NSites=175
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
KLDKAQIHDI
....SK..EV
..........
..........
.Q...N....
.....AV.E.
....SL....
.M..G.....
.I..SA....
.M...T....
VLVGGSTRIP
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
KIQKLLQDFF
.V..M....M
..........
R.........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
NGKELNKSIN
G.........
..........
..........
..........
Q.........
..........
..........
..........
..........
PDEAVAYGAA
Q.........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
VQAAILSGDK
......K..R
..........
..G......Q
..G......Q
..........
..........
..........
..........
..........
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
SEEVQDLLLL
.DVIK.V..V
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
DVTPLSLGIE
..........
..........
..A.......
..A.......
..........
..A.......
..A.......
..A.......
..A.......
TAGGVMTNLI
.......KI.
..........
.......T..
.......T..
.......A..
.......S..
.......S..
.......S..
.......S..
KRNTTIPTKQ
E..AK....A
..........
.....V....
.....V....
..........
.....V....
..........
.....V....
..........
TQTFTTYSDN
S.........
..........
N.........
N.........
..........
..........
..........
..........
..........
QPGVLIQVYE
....S...F.
..........
........F.
........F.
..........
..........
..........
..........
..........
Lampiran 4. Lanjutan
#C._gigas
#C._virginica
#O._edulis
#A._granosa
#T._granosa
#M._galloprovincialis
#A._irradians
#P._fucata
#C._farreri
#P._penguin
GERAMTKDNN
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
...T......
LLGKFELTGI
K..T...N..
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
PPAPRGVPQI
..........
..........
....G..T.S
.......S..
..........
..........
..........
..........
..........
EVTFDIDANG
..E.......
..........
...M.NRY*W
..........
..........
.....V....
..........
.....V....
..........
ILNVSAVDKS
......K...
..........
Y.ECPCH*QE
....H.I...
..........
..........
.M..Q.T..G
..........
.M........
TGKEN
...S.
.....
HR.GR
.....
.....
.....
.....
.....
.....
Lampiran 5. Persentase ketidakmiripan (p-distance) nukleotida sekuen gen Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P.
fucata, 5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri, 9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis
Takson
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
0.264
0.004
0.192
0.298
0.228
0.199
0.190
0.186
0.201
2
3
4
5
6
7
8
9
0.260
0.290
0.349
0.307
0.294
0.292
0.304
0.300
0.192
0.298
0.228
0.199
0.194
0.190
0.199
0.268
0.213
0.216
0.230
0.197
0.245
0.127
0.288
0.262
0.287
0.290
0.203
0.195
0.201
0.222
0.112
0.197
0.207
0.182
0.199
0.201
Lampiran 6. Persentase ketidakmiripan (p-distance) asam amino sekuen gen Hsp70. 1. C.gigas, 2. C.virginica, 3. O.edulis, 4. P.
fucata, 5. A.granosa, 6. T. granosa, 7. A.irradians, 8. C. farreri, 9. P. Penguin, 10. M. galloprovincialis
Takson
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
0.185
0.000
0.046
0.162
0.069
0.035
0.040
0.035
0.029
2
3
4
5
6
7
8
9
0.185
0.214
0.306
0.214
0.197
0.202
0.208
0.185
0.046
0.162
0.069
0.035
0.040
0.035
0.029
0.173
0.081
0.052
0.052
0.035
0.069
0.133
0.162
0.168
0.179
0.185
0.069
0.069
0.075
0.087
0.012
0.040
0.052
0.040
0.052
0.052
Lampiran 7. Sebaran data panjang cangkang kerang darah Bojonegara, Panimbang, dan Kuala Tungkal
120
100
Frekuensi
80
60
Bojonegara
Panimbang
40
Kuala Tungkal
20
0
1.75 - 2.00 2.00 - 2.25 2.25 - 2.50 2.50 - 2.75 2.75 - 3.00 3.00 - 3.25 3.25 - 3.50 3.50 - 3.75 3.75 -4.00
Panjang cangkang (cm)
> 4.00
Lampiran 8. Hasil analisis diskriminan kanonik sepuluh karakter morfologi kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang, dan
Kuala Tungkal
Karakter
Can1
Can2
Can3
Can4
Can5
Can6
Can7
Can8
Can9
Can10
Panjang
0.390182* 0.660598*
-0.067815 -0.064759
0.028928
0.093077 -0.202735 0.299813 -0.349059 -0.374491
Lebar
0.338511* 0.747581*
-0.075081 -0.079398
0.049234
0.116046 -0.154851 0.342342
Tebal
0.446204* 0.655531*
-0.068248 -0.060763
0.019259
0.086228
0.369424 0.317680 -0.030464 -0.341617
-0.013096 -0.004704 -0.011847
0.962540
0.031647 0.112726 -0.045779 -0.126906
-0.032871 -0.092636
0.166965
0.197739 0.220055 -0.209639 -0.547004
0.016911 -0.021323
0.053601 0.019506 -0.066279 -0.067059
Tinggi umbo
0.170058
0.111149
Simetri kanan
-0.554373 0.449089*
Simetri kiri
-0.065505
Jumlah alur
-0.140835
Jumlah
crenula
0.107497 0.985482* -0.009710
-0.149974
0.045855
0.150878
0.226407 -0.325982
0.011856
0.001546
0.058052 -0.048495 0.940631 -0.186511 -0.173589
-0.200140 0.697182*
-0.083826 -0.104828
0.128681
0.030290
Berat total
0.416595* 0.583615*
-0.121890 -0.053468
0.529609
0.080673 -0.028902 0.288661 -0.072863 -0.302760
Berat tubuh
0.326130* 0.616877*
-0.120238
0.494488
0.045516 -0.000979 0.271522 -0.106722 -0.290281
0.287536
0.115238 0.230778 -0.229035
0.565149
Lampiran 9. Hasil analisis diskriminan Fisher linear sepuluh karakter morfologi kerang darah darah dari Bojonegara, Panimbang,
dan Kuala Tungkal
Karakter morfologi
Total
Pooled
Antar R-Square
Simbaku Simbaku Simbaku
(1-RSq) F Value
Pr > F
Panjang
0.6119
0.4738
0.4751
0.4026
0.6738
195.41 <.0001
Lebar
0.4668
0.3696
0.3500
0.3754
0.6010
174.30 <.0001
Tebal
0.4447
0.3299
0.3657
0.4517
0.8238
238.90 <.0001
Tinggi umbo
0.1985
0.1897
0.0730
0.0903
0.0993
28.79 <.0001
Simetri kanan
0.4624
0.3209
0.4080
0.5200
1.0835
314.23 <.0001
Simetri kiri
2.1692
2.1529
0.3595
0.0183
0.0187
Jumlah alur
1.9700
1.9044
0.6320
0.0687
0.0738
21.40 <.0001
Jumlah crenula
2.6176
2.2749
1.5928
0.2473
0.3285
95.27 <.0001
Berat total
4.8598
3.7291
3.8229
0.4132
0.7042
204.23 <.0001
Berat tubuh
1.1317
0.9252
0.8004
0.3340
0.5016
145.45 <.0001
5.42
0.0047
Download