ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA TERORISME OLEH : ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, S.H NIM : 031324153064 PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM MINAT STUDI PERADILAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA 2015 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA TERORISME TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Oleh : ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, SH. NIM. 031324153064 PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM MINAT STUDI PERADILAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015 TESIS i PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PENGESAHAN PENGUJI TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA TERORISME Oleh : ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, SH. NIM. 031324153064 Tesis ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Tesis Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya Pada: Hari : Senin Tanggal : 02 November 2015 PANITIA PENGUJI Ketua : Dr. Toetik Rahayuningsih, S. H., M. Hum. Anggota : 1. Bambang Suheryadi, S. H., M. Hum. 2. Riza Alifianto Kurniawan, S. H., MTCP. 3. Sapta Aprilianto, S. H., M. H. TESIS iii PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA MOTTO Tetapi barang siapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya. (Yakobus 1 : 25) Tesis ini Ku persembahkan untuk (Alm.) Papa, dan Mama, serta Istri dan anakku TESIS iv PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KATA PENGANTAR Puji Syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul: “Penyadapan Oleh Badan Intelijen Negara Dalam Memperoleh Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme”. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Studi Magister Hukum pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dan guna memperoleh gelar Magister Hukum. Penulisan tesis ini dapat selesai karena adanya bantuan dan dukungan dari banyak pihak baik moriil, materiil, maupun akademik. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rektor Universitas Airlangga, Prof. Dr. Moh. Nasih MT Ak., selaku Rektor Universitas Airlangga dan segenap jajaran Pembantu Rektor Universitas Airlangga; 2. Bapak Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S. H., M. Si, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga; 3. Bapak Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S. H., M. H, selaku Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Airlangga; 4. Bapak Bambang Suheryadi S. H., M. Hum., selaku Ketua Dosen Pembimbing tesis dan selaku Dosen Pembimbing MKPT I, yang telah memberikan banyak perhatian, pengarahan dan kemudahan dalam penyusunan tesis ini; 5. Ibu Dr. Toetik Rahayuningsih, S. H., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing MKPT II dan Dosen Penguji Tesis yang penuh dengan ikhlas, kesabaran dan bijaksana dalam memberikan pengarahan agar tesis ini dapat terselesaikan dengan baik; 6. Para Dosen Magister Hukum Universitas Airlangga yang telah mendidik saya selama menjadi mahasiswa di Magister Hukum Universitas Airlangga, suatu kehormatan menerima ilmu dari Bapak Ibu sekalian; v TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 7. Almarhum Papa, dan Mama yang selama membesarkan penulis telah banyak memberikan masukan-masukan serta pandangan-pandangannya kepada penulis; 8. Istriku dan Kakakku serta segenap keluarga besarku yang telah memberikan kasih sayang, nasehat, dan tak henti-hentinya memberikan semangat serta dukungan kepada penulis; 9. Teman-teman seperjuaangan di Koleksi Khusus Fakultas Hukum Universitas Airlangga: Thomas Akwino Rumwarin, S. H., M. H., Yoan Sakti Nathanael Nainggolan, S. H., M. H., Laurent Enrico S. H., M. H., serta semua teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu; 10. Semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian penulisan tesis ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat berguna dalam rangka mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang hukum kepada semua pembaca. Surabaya, 03 November 2015 Penulis vi TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA TERORISME ABSTRAK Terorisme merupakan salah satu kejahatan yang sering terjadi di Indonesia. Banyak orang yang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara transit para teroris yang berasal dari luar negeri. Tak hanya itu, Indonesia menjadi pusat dari pertumbuhan dan berkembangnya aksi-aksi teroris. Biasanya aksi terorisme di Indonesia, ditandai dengan adanya aksi-aksi pengeboman di tempat-tempat ramai. Aksi terorisme ini tentu saja memakan banyak korban, sehingga dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Maka untuk itu, Indonesia pun membuat regulasiregulasi yang seyogyanya diperuntukkan guna mengantisipasi tindakan terorisme tersebut salah satunya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara yang memberikan kewenangan kepada Badan Intelijen Negara untuk melakukan penyadapan. Dalam penelitian ini, penulis memberikan judul “Penyadapan Oleh Badan Intelijen Negara Dalam Memperoleh Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme”. Penulis memberikan deskripsi bahwa penyadapan pada dasarnya merupakan tindakan dalam tahap penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam menangani perkara tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime). Penulisan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan sekunder kemudian diolah dan disusun secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan akhir penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan merupakan fungsi penegakan hukum melainkan penyelenggaraan fungsi Intelijen, diantaranya fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional. Ketentuan mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri, secara a contrario dapat diartikan bahwa penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara terhadap sasaran yang belum mempunyai bukti permulaan yang cukup dapat dilakukan tanpa adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Kata Kunci: Penyadapan, Badan Intelijen Negara, Bukti Permulaan, Tindak Pidana Terorisme. TESIS vii PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA ABSTRACT Terrorism is one of the crimes often occur in Indonesia. Many people say that Indonesia is a country of transit of terrorists coming from abroad. Not only that, Indonesia has become the center of growth and development of terrorist act. Usually acts of terrorism in Indonesia, characterized by bombings in crowded places. Acts of terrorism is certainly claimed many victims, so it is classified as an extraordinary crime. So for that, Indonesia also make regulations that should be devoted to anticipate acts of terrorism is one of them Law No. 17 Year 2011 concerning the National Intelligence shall authorize the State Intelligence Agency to conduct wiretaps. In this research, the author gives the title of "Wiretapping by the National Intelligence Agency in Obtaining Evidence Beginning Terrorism". The author gives a description that tapping is essentially an action in the investigation phase of law enforcement officials in handling the criminal case extraordinary (extraordinary crime). Writing in this research using normative juridical or legal research literature as legal research by examining the library materials and secondary materials are then processed and compiled systematically in order to obtain the final conclusions of the study. Results of this research show that wiretapping conducted the State Intelligence Agency in obtaining preliminary evidence terrorism, not a law enforcement function but implementation Intelligence function, including the function of investigation, security, and fundraising through the working methods for the detection and early warning in order to prevent, deterrence, and response to any threats to national security. Provisions regarding wiretapping conducted the State Intelligence Agency against targets that already have preliminary evidence enough, be done with the establishment of the Chairman of the Court of the country, a contrario means that wiretapping conducted the State Intelligence against targets that do not already have preliminary evidence that reasonably can be done without fixing Chairman of the Court. Keywords : Tapping, the State Intelligence Agency, Evidence Starters, Terrorism. TESIS viii PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................... iii MOTTO .................................................................................................... iv KATA PENGANTAR .............................................................................. v ABSTRAK ................................................................................................. vii ABSTRACT .............................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................. ix BAB I. PENDAHULUAN TESIS 1. 1. Latar Belakang ............................................................ ........ 1 1. 2. Rumusan Masalah ................................................................. 14 1. 3. Tujuan Penelitian .................................................................. 14 1. 4. Manfaat Penelitian ................................................................ 14 1. 5. Kajian Teoritis ...................................................................... 15 1. 5. 1. Penyadapan .............................................................. 15 1. 5. 2. Badan Intelijen Negara ............................................ 17 1. 5. 3. Bukti Permulaan ...................................................... 18 1. 5. 4. Tindak Pidana Terorisme ........................................ 20 1. 6. Metode Penelitian ................................................................. 25 1. 6. 1. Tipe Penelitian 25 1. 6. 2. Pendekatan Masalah ................................................ 26 1. 6. 3. Sumber Bahan Hukum ............................................ 27 1. 6. 4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ................. 29 1. 7. Pertnggungjawaban Sistematika ........................................... 29 ix PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB II. KEWENANGAN PENYADAPAN YANG DILAKUKAN BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN 2. 1. Pengaturan Penyadapan di Indonesia ................................. 31 2. 2. Intelijen ............................................................................... 47 2. 2. 1. Badan Intelijen Negara ............................................ 52 2. 3. Kewenangan Penyadapan Yang Dilakukan Oleh Badan Intelijen Negara ............................ 61 2. 4. Bukti Permulaan Yang Diperoleh Dari Hasil Penyadapan ...................................... 75 2. 4. 1. Laporan Intelijen Sebagai Bukti Permulaan Dalam Tindak Pidana Terorisme ....... BAB III. PENYADAPAN INTELIJEN YANG NEGARA 79 DILAKUKAN OLEH BADAN TERHADAP ORANG YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERORISME 3. 1. Istilah Terduga Teroris Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia ........................ 89 3. 2. Legalitas Penyadapan Badan Intelijen Negara Terhadap Orang Yang Diduga ...................... 101 3. 3. Hasil Penyadapan Yang Digunakan Sebagai Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme ............... 105 BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan ......................................................................... 110 4. 2. Saran ................................................................................... 110 DAFTAR BACAAN TESIS x PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Undang-undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), jelas mengatur bahwa Negara harus menjunjung tinggi dan mengakui Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut sebagai HAM) sebagai hak yang tertinggi yang dimiliki oleh manusia. Salah satu yang termasuk dalam HAM adalah hak untuk tidak diperlakukan semena-mena oleh negara. Apabila terjadi perlakuan yang semena-mena oleh negara terhadap warga negaranya, maka negara dalam hal ini sebagai pejabat publik, sudah melakukan perbuatan melawan hukum (wederrechtellijkmatigheid). Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang mengedepankan kepastian hukum dan HAM. Mengedepankan Kepastian HAM jelas menganut asas Equality before the law (asas persamaan kedudukan di dalam hukum). Ketentuan mengenai HAM dalam UUD 1945 terdapat dalam bab X Pasal 28-28 J UUD 1945. Hal ini terlihat dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Salah satu bentuk kepastian hukum itu adalah tindakan penyadapan yang dilakukan dengan tidak semena-mena oleh aparat negara terhadap orang yang belum jelas diketahui akan melakukan tindak pidana. Hal ini 1 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2 dikarenakan akan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal 28-28 J UUD 1945 dan juga pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selnjutnya disebut sebagai KUHP) yang menganut asas legalitas (Nullum delictum nulla poena sine prevea lege poenali). Kepastian Hukum yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP ditunjukkan dalam tujuan dari asas tersebut yaitu : 1. Menegakkan kepastian hukum. 2. Mencegah kesewenang-wenangan penguasa. Berdasarkan tujuan dari asas legalitas diatas, maka dalam melaksanakan penyadapan, negara harus memperhatikan aspek-aspek hukum yang terkait sehingga tidak adanya pelanggaran HAM. Penyadapan dalam hal ini bisa saja dalam bentuk apapun. Akibat yang ditimbulkan oleh penyadapan ini dapat secara langsung ataupun tidak langsung merugikan dan menggangu kebebasan orang lain. Dalam hal ini, diperlukan kejelasan negara dalam memberikan dasar hukum dilaksanakannya penyadapan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Penyadapan tidak boleh dilakukan untuk semua orang. Hanya kualifikasi kejahatan-kejahatan yang dianggap dapat dilakukan penyadapanlah baru dapat dilaksanakan penyadapan, misalnya yang membahayakan kepentingan negara, mengancam kepentingan negara, kejahatan luar biasa, kejahatan yang menyangkut dengan nyawa dan lainnya. Penyadapan di Indonesia memang sudah sering dilakukan. Tindakan penyadapan ini berhasil membongkar kejahatan yang dianggap serius oleh TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 3 pemerintah Indonesia. Beberapa diantaranya yang berhasil adalah dalam kasus tindak pidana korupsi. Kasus suap Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima uang 6 Milyar Rupiah dari Artalyta Suryani dalam kasus Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Atas nama Syamsul Nursalim. Kemudian juga kasus kriminalisasi pimpinan KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto dalam kasus korupsi Anggodo Widjojo dengan pejabat Kejaksaan dan Kepolisian yang berhasil dibongkar melalui tindakan penyadapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Penyadapan memang selalu dibutuhkan untuk dijadikan salah satu jenis alat bukti di Pengadilan mengenai suatu tindak pidana. Pembuktian sangat penting dalam menentukan apakah suatu perbuatan itu termasuk dalam perbuatan pidana atau bukan. Hal ini juga berkaitan dengan sistem pembuktian negatif yang dianut oleh Indonesia, yaitu sistem pembuktian yang menitikberatkan pada hakim di dalam mengambil keputusan tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa berdasarkan alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang dan ditambah keyakinan (nurani) hakim sendiri.1 Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (selanjut disebut sebagai KUHAP) disebutkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukannya. Dengan demikian 1 Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Bandung, Mandar Maju, 2003, hal. 13 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 4 hasil penyadapan yang dijadikan sebagai alat pembuktian di pengadilan, berpengaruh terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang dijadikan tersangka dalam suatu tindak pidana. Penyadapan yang dilakukan secara langsung oleh lembaga yang ditunjuk negara seperti halnya Badan Intelijen Negara, memang mempunyai fungsi yang sangat baik. Penyadapan ini dilakukan juga untuk memperkuat alat bukti. Sesuai dengan pasal 183 KUHAP, maka penyadapan ini dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti yang sah selain daripada keterangan saksi. Alat bukti penyadapan ini bisa sebagai alternatif atau pengganti yang kuat daripada keterangan testimonium de auditu.2 Sebab keterangan tersebut tidak sah dalam pembuktian hukum pidana. Selain kejahatan korupsi, terorisme juga termasuk salah satu kejahatan yang dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara. Dikatakan sebagai kejahatan yang mengancam pertahanan dan keamanan negara karena kejahatan ini menimbulkan korban yang bersifat acak dan massal.3 Terorisme dan korupsi juga adalah 2 jenis kejahatan yang merupakan tindak pidana khusus yang peraturan mengenai pidananya juga diatur secara Khusus. Dalam KUHP sendiri yang mengatur mengenai kejahatan terhadap nyawa yang dirumuskan dalam pasal 338-350 buku II KUHP, masih 2 Testimonium de Auditu yaitu keterangan yang diperoleh dengan mendengar keterangan orang lain. Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa Testimonium de Auditu adalah keterangan saksi yang diperoleh dari pihak ketiga.Testimonium de Auditu bukanlah merupakan suatu pendapat atau persangkaan yang didapat secara berpikir. Sehingga, oleh karena itu Testimonium de Auditu tidak dapatdijadikan alat bukti yang sah 3 Ali Masyhar, Gaya Indonesia Menghadang Terorisme, Bandung, Mandar Maju, 2009, hal. 4 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 5 mengatur tindak pidana kejahatan terhadap nyawa secara umum. Akan tetapi sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat, baik dari faktor sosial, budaya, politik, tingkatan sosial, pendidikan, teknologi dan sebagainya, menyebabkan timbulnya kejahatan-kejahatan yang baru yang pengaturannya tidak ada dalam KUHP. Kejahatan seperti Terorisme, Pencucian Uang, Perdagangan Orang, Kejahatan terhadap Anak adalah beberapa contoh kejahatan yang tidak diatur secara spesifik diatur dalam KUHP. Sehingga oleh pembuat peraturan perundang-undangan, kejahatan ini digolongkan secara khusus pengaturannya. Pasal 103 KUHP yang menyatakan bahwa Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VII KUHP juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain. Artinya perbuatan yang diluar dari Ketentuan Umum KUHP dapat mempergunakan undang-undang tersendiri/khusus dengan mengesampingkan KUHP (Asas Lex Specialis de rogat Lex Generalis). Dengan demikian, kejahatan terorisme yang diatur dalam Undang-undang nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah salah satu bentuk undang-undang tindak pidana khusus. Oleh karena ancaman yang ditimbulkannya menyangkut dengan pertahanan dan keamanan negara, maka kejahatan terorisme dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa). Selain menimbulkan korban yang acak dan massal, terorisme juga merupakan TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6 kejahatan yang melanggar hak asasi manusia sebagai mana yang diatur dalam bab X Pasal 28-28 J UUD 1945, Universal Declaration of Human Right, dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Terorisme sejak lama sudah banyak terjadi, namun peristiwa 11 September 2011 adalah peristiwa yang paling populer di dunia. Di Indonesia peristiwa terorisme ini juga sudah terjadi di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, yang pada saat peristiwa tersebut terjadi, undang-undang tentang tindak pidana terorisme belum diatur.4 Oleh karena adanya kekosongan hukum ini maka oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2002, mengundangkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dan tak hanya itu, Perppu Nomor 2 Tahun 2002 Tentang pemberlakuan Perppu nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme juga disahkan. Terorisme adalah kejahatan yang terorganisir. Kegiatan terorisme ini mempunyai sistem kerja yang teratur. Sangat sulit untuk mengetahui bahwa adanya suatu kegiatan terorisme. Hal ini dikarenakan, terorisme hanya menggunakan bahan peledak sebagai bentuk kejahatannya, dan pelakunya sama sekali tidak bisa di identifikasi dengan jelas. Sangat sulit dibuktikan karena yang dapat diselidiki dari sesudah dilakukannya kegiatan terorisme hanyalah bahan peledak ataupun bekasbekas senjata yang diapakai. Berbeda dengan kejahatan lainnya yang secara 4 TESIS Ali Masyhar, Op. cit, hal. 5 PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 7 langsung dapat ditentukan pelakunya hanya dengan berdasarkan hasil penyelidikan, penyidikan ataupun hasil forensik. Maka untuk mencegah terjadinya kejahatan terorisme atau menuduh seseorang melakukan kegiatan terorisme, maka sangat diperlukan tindakan penyadapan. Tindakan penyadapan ini berfungsi untuk mendapatkan hasil informasi yang akurat dan benar tentang orang yang diduga melakukan kegiatan terorisme untuk dijadikan alat bukti. Intelijen sebagai lembaga negara, diberikan kewenangan oleh negara untuk melakukan kegiatan penyadapan. Tujuannya adalah memberikan informasi yang akurat kepada pemangku kepentingan (stake holder) tentang adanya tindakan atau ancaman yang akan menimbulkan terganggunya stabilitas pertahanan dan keamanan negara. Kewenangan Tindakan penyadapan ini diatur dalam undang-undang Nomor 17 tahun 2011 Tentang Intelijen Negara (selanjutnya disebut sebagai UU Intelijen Negara). Pasal 31 huruf b UU Intelijen Negara menyatakan bahwa Badan Intelijen Negara (selanjutnya disebut sebagai BIN) memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian Informasi terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum. Artinya BIN mempunyai wewenang melakukan penyadapan apabila ditemukan hal-hal seperti yang diatur dalam pasal 31 huruf b UU Intelijen Negara. Selain itu, BIN mempunyai kewenangan untuk menafsirkan suatu TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 8 kejahatan yang dapat dilakukan penyadapan berdasarkan UU Intelijen Negara. Berdasarkan undang-undang Intelijen Negara, tindakan penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara, dibatasi oleh Undang-undang Intelijen Negara Nomor 7 tahun 2011. Dalam UU Intelijen Negara 32 ayat (3) disebutkan bahwa penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Badan Intelijen Negara hanya dapat melakukan penyadapan apabila telah mempunyai bukti permulaan yang cukup yang berkaitan dengan masalah ancaman keselamatan dan keamanan nasional. Kejahatan yang masih sebagai permulaan diatur juga dalam KUHP dan KUHAP yang mana diancam perbuatannya dengan tujuan agar dapat dicegah terjadinya korban.5 Pasal 53 KUHP mensyaratkan bahwa adanya percobaan melakukan kejahatan, dapat dipidana apabila telah terpenuhi niat dan adanya pelaksanaan perbuatan. Pasal 17 KUHAP menerangkan bahwa seseorang hanya dapat ditangkap apabila diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Hal ini dijelaskan juga pada pasal 1 butir 14 yang mengatakan bahwa tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya, berdasarkan bukti permulaan diduga sebagai pelaku tindak pidana. Jadi dari hal ini, bukti permulaan adalah merupakan suatu unsur yang menjelma menjadi kesalahan untuk memenuhi syarat 5 TESIS Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo, 2012 hal. 153 PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 9 terjadinya suatu tindak pidana. Adagium “tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld) mengartikan bahwa selain sifat melawan hukum, unsur kesalahan juga merupakan unsur utama, yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pelaku terhadap perbuatannya. Kesalahan menurut Simons adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. Sedangkan menurut Van Hamel kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, berhubungan dengan keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum. Seseorang dibuktikan bersalah apabila memiliki beberapa unsur : 1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, dalam arti jiwa si pelaku dalam keadaan sehat dan normal 2. Adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya, baik yang disengaja (dolus) maupun karena kealpaan (culpa) 3. Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan6 Untuk menyatakan suatu kesalahan, harus memenuhi 3 unsur tersebut. Apabila ketiga unsur itu dipenuhi maka dapat dinyatakan pidana. Artinya sesorang tidak dapat dipidana apabila belum dapat dibuktikan bersalah. Penyadapan, berdasarkan KUHAP adalah hal yang dilarang. Akan tetapi boleh dilakukan oleh lembaga penegak hukum sesuai dengan syarat 6 TESIS Ibid, hal. 82 PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 10 yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Penyadapan hanya boleh dilakukan untuk kejahatan yang tergolong serius dan berat. Terorisme adalah termasuk salah satu kejahatan yang yang tergolong serius dan berat. Terorisme ini adalah salah satu kejahatan yang berbeda dengan kejahatan yang lainnya. Faktor pembeda terorisme dengan kejahatan lainnya adalah dari sisi motif dilakukannya kejahatan terorisme. Terorisme biasanya dilakukan dengan motif agama, ideologi, memerdekakan diri sendiri. Hal ini muncul dikarenakan mereka merasa adanya ketidakadilan yang merata terhadap mereka oleh suatu kelompok tertentu, sehingga mereka mempergunakan ideologinya untuk memberikan suatu penafsiran representatif bahwa hak mereka telah dilanggar. Menurut pasal 31 ayat (1) Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetik. Penyadapan seyogyanya memang diterapkan untuk memperoleh bukti yang cukup untuk menentukan sebuah kejahatan. Penyadapan juga dapat melanggar Hak Asasi Manusia, disebabkan karena pada proses penyadapan ada hal yang bersifat pribadi yang seharusnya tidak boleh diketahui orang lain menjadi diketahui oleh orang TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 11 lain. Hal pribadi ini lah yang dimanifestasikan sebagai Hak Asasi Manusia yang harus dihormati. Kebebasan untuk berkomunikasi yang sifatnya pribadi adalah suatu hak yang diakui di Indonesia juga. Pasal 28F UUD 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Setiap orang dapat menggunakan segala media untuk berkomunikasi tanpa ada orang yang mengetahui segala yang menyangkut dengan kepribadiannya, sedangkan penyadapan diketahui adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui hal yang bersifat pribadi orang tertentu. Sehingga dalam hal ini seolah-olah penyadapan itu bertentangan dengan UUD 1945. Seperti yang diketahui bahwa sumber hukum yang tertinggi di Indonesia adalah UUD 1945. Artinya bahwa seluruh ketentuan perundangundangan yang berada di bawah UUD 1945 tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Apabila dalam undang-undang tersebut mengatur sebuah aturan pidana yang bertentangan dengan UUD 1945, maka aturan tersebut tidak berlaku dan sistem pemidanaan juga tidak berlaku. Timbul suatu pertanyaan apakah penyadapan terhadap orang yang sebagai permulaan diduga melakukan terorisme bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum atau tidak. Memang benar dalam pasal 4 undang-undang Intelijen Negara menyebutkan bahwa intelijen melakukan TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 12 pekerjaan untuk melakukan deteksi dini dalam rangka pencegahan, penangkalan dan penanggulangan terhadap ancaman yang mengancam kepentingan nasional. Artinya intelijen disini melakukan suatu bentuk usaha preventif untuk mencegah suatu perbuatan yang mengancam pertahanan dan keamanan negara. Hal ini sama halnya dengan tujuan pidana yaitu sebagai fungsi Prevensi Umum yaitu mencegah orang melakukan kejahatan. Namun, kebebasan untuk berkomunikasi yang sifatnya pribadi adalah suatu hak yang diakui di Indonesia juga. Pasal 28 F UUD 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hukum pidana menyebutkan bahwa salah satu unsur tindak pidana yang bersifat objektif adalah sifat melawan hukum.7 Dalam ilmu hukum, dikenal 3 kategori perbuatan melawan hukum: 1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan 2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian) 3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.8 Kasus terorisme, dapat dikelompokkan menjadi perbuatan melawan hukum karena kesengajaan. Artinya adalah bahwa sudah ada kehendak dari 7 8 TESIS Teguh Prasetyo, Op.cit hal. 67 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010 PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 13 orang yang dituduh tersebut untuk melakukan tindak pidana terorisme. Pompe mengatakan bahwa untuk dapat dipidananya seseorang yang telah dituduh melakukan tindak pidana, setidaknya harus memenuhi 2 syarat yaitu: 1. Tindak pidana yang dituduhkan atau didakwakan itu harus dibuktikan; 2. Tindak pidana itu dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusannya. Penyadapan yang dilakukan adalah sebagai upaya untuk mencegah kegiatan terorisme sebagai permulaan pelaksanaan dari kejahatan. Namun, untuk membuktikan adanya permulaan dari kejahatan terorisme itu, maka semua unsur pidana dalam rumusannya harus terpenuhi. Unsur yang dipenuhi adalah unsur yang objektif. Unsurnya antara lain adalah: 1. Apakah orang yang akan melakukan permulaan pelaksanaan kejahatan terorisme itu mempunyai senjata api 2. Mempunyai senjata dalam jumlah yang tidak wajar 3. Penyimpanan senjata api di rumah 4. Dipunyai oleh sekelompok orang yang saling kenal satu sama lain 5. Tidak mempunyai surat izin kepemilikan senjata 6. Mempunyai bahan peledak selain daripada senjata 7. Melakukan kegiatan-kegiatan semi militer/militer di tempat-tempat tertentu yang sama sekali tidak diketahui publik, contohnya seperti di hutan TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 14 8. Melakukan kegiatan-kegiatan semi militer/militer pada malam hari di tempat tertentu Apabila keseluruhan unsur keadaan di atas terpenuhi, maka dapat diduga seseorang tersebut teribat dalam kegiatan teroris.. 1. 2. Rumusan Masalah Dari uraian Latar Belakang diatas maka terdapat dua rumusan masalah yang dapat ditarik, yaitu: 1. Kewenangan penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan. 2. Penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme. 1. 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk: 1. Mengkaji mengenai kewenangan Badan Intelijen Negara melakukan tidakan penyadapan dalam memperoleh bukti permulaan. 2. Mengkaji mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme 1. 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, antara lain: TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 15 1. Memberikan masukan dalam praktek hukum di Indonesia bagi unsur penegak hukum dan terutama bagi Badan Intelijen Negara dalam penyadapan sehingga tetap pada jalur due process of law. 2. Memberikan kontribusi teoritis dalam rangka pengembangan, pemahaman, dan pendalaman pengetahuan ilmu hukum khususnya ketika Badan Intelijen Negara melakukan penyadapan dalam penanggulangan kejahatan terorisme. 3. Memberikan masukan guna pengembangan Ilmu Hukum, khususnya dalam bidang hukum pidana terutama yang berkaitan dengan hubungan fungsi intelijen dengan penegakan hukum pidana dalam pemberantasan kejahatan terorisme. 4. Memberikan penjelasan tentang pentingnya fungsi intelijen dalam pemberantasan kejahatan terorisme di Indonesia. 1. 5. Kajian Teoritis 1. 5. 1. Penyadapan Dalam Pasal 1 Angka 19 Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/ atau alat komunikasi elektronik lainnya. TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 16 Dalam Pasal 55 huruf C Undang-undang nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika disebutkan bahwa selain yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidik Polisi Negara Republik Indonesia dapat menyadap pembicaraan melalui telepon dan/atau alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan tindak pidana psikotropika. Jangka waktu penyadapan berlangsung untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari. Penjelasan Pasal 55 Undang-undang nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika: “Pelaksanaan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik pembelian terselubung serta penyadapan pembicaraan melalui telepon dan/atau alat-alat telekomunikasi elektronika lainnya hanya dapat dilakukan atas perintah tertulis Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuknya” Dalam pasal 12 ayat (1) Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c pada bagian huruf A, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Dalam pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 17 Tindak Pidana Terorisme disebutkan bahwa berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pasal 26 ayat 4 penyidik berhak menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana terorisme. Penjelasan pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang tentang Intelijen Negara memberikan pengertian bahwa penyadapan adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundangundangan” adalah Undang-Undang ini. Hasil penyadapan hanya digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk dipublikasikan 1. 5. 2. Badan Intelijen Negara Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, yang dimaksud dengan “Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 18 terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.” Sedangkan menurut pasal 1 angka 2 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, yang dimaksud dengan Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang keamanan merupakan bagian integral dari sistem nasional9 yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara. Badan Intelijen Negara berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara. Penyelenggara Intelijen Negara lainnya, yaitu Intelijen TNI, Intelijen Kepolisian, Intelijen Kejaksaan dan Intelijen Kementerian/lembaga pemerintah nonKementerian wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen.10 1. 5. 3. Bukti Permulaan Berdasarkan Pasal 1 Butir 5 KUHAP yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana 9 Berdasarkan penjelasan umum UU Intelijen, Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman. 10 Pasal 28 (2) UU Intelijen TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 19 guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang – undang ini. Fungsi penyelidikan adalah untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, maka fungsi penyelidikan akan berakhir apabila telah ditemukan bukti permulaan yang cukup atau sebaliknya. Dengan bukti permulaan yang cukup, berarti suatu peristiwa yang semula baru dugaan dapat menampakan wujudnya sebagai peristiwa pidana. Tugas utama dari penyelidik dalam pengungkapan tindak pidana terorisme mempunyai kewenangan untuk mencari dan menemukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana terorisme atau tidak sehingga dapat menentukan apakah dapat dilakukan tindakan penyidikan atau tidak. Syarat utama dari penyelidik untuk dapat mendeteksi secara dini tentang akan terjadinya suatu tindak pidana meliputi kemampuan mengenai penggalangan dan pengolahan suatu informasi tentang akan terjadi tindak pidana, sehingga korban manusia, harta benda, dapat dicegah serta untuk menghindari terjadinya perusakan dan pemusnahan secara massal dan mencegah timbulnya rasa takut yang meluas di masyarakat. Kemampuan penyelidik tersebut meliputi pengumpulan informasi, analisa informasi, menyimpulkan informasi, dan menyajikan informasi.11 11 TESIS Moch.Faisal Salam. Motivasi Tindakan Terorisme.C.V. Mandar Maju, 2005, hal. 171 PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 20 Untuk dapat mengumpulkan informasi dan barang bukti yang sebanyak–banyaknya, penyelidik harus dapat mengusai teknik dan taktik pengumpulan informasi dan barang bukti. Dalam tindak pidana terorisme ketepatan dan kecepatan penyajian data akan sangat berguna untuk mencegah terjadinya korban jiwa, karena dengan ketepatan dan kecepatan penyajian data tersebut dapat segera diambil tindakan. 1. 5. 4. Tindak Pidana Terorisme Seorang Peneliti Terorisme Alex Schimid mendenifisikan terorisme yaitu: Terorrism is a method of combat in which random or symbolic victims serve as instrumental targets of violence. This instrumental victims share group or class characteristik which form the basis for their selection for victimization. Thorugh previos use a violance or the credible thereat violance other members of the group or class are put in a state of choronic fear (terror. This group or class, whose members sence of security is purposively undermined, is the target of terror. The victimization of target of violance is considered extranormaly by most observers from the witnessing audience on the basis of atrocity;the time (eg.peacetime) or place (not a battlefield) of victimization or the disregard for rules of combat accepted in conventional warfare. The norm violation creates an attentive audience beyond the target of terror; sectors of this audience might in turn form the main object of manipulation. The purpose of this indirect method of combat is either to immobileze secondary targets of demands (c.g a government) or target of ettention (eg, TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 21 public opinion) to changes of attitude or behaviour favouring the short or long term interest of the user of this method of combat.12 Definisi Alex Schimid menjelaskan bahwa terorisme adalah suatu metode perang dimana korbannya dipilih secara acak dan hanya sebagai simbolik dari target kekerasannya yang bersifat instrumental. Melalui penggunaan kekerasan sebelumnya atau ancaman kekerasan yang dapat menimbulkan ketakutan yang mendalam atau kronis. Sementara itu Brian Jenkis seperti yang dikutip Eman Ramelan memberikan definisi terorisme sebagai the user or thereatened used of force designed to bring about political charge. Definisi tersebut hampir sama dengan definisi yang diberikan Laquer yang menyatakan bahwa terorisme constitutes the legitimate use of force to achieve a political objective by targeting innocent people.13 Lebih lanjut definisi menurut Black’s Law Dictionary tentang terorisme yaitu : Terrorism, “Act of terrorism“ means an activity that involes a violen act dangerous of human life that is vioalation of criminal laws of the United States or any states, or that would be a criminal violation if committed within the jurisdiction of the United State or State; and appears to be intended – (1) to intimidate or coerce a civilian population; (2) to influence the policy of government by intimidation or coercion; or (3) to 12 Peter J. Van Krieken, Terrorism and the International Legal Order, T.M.C Asser Press, Netherland, 2002, hal. 14 13 Eman Ramelan, Terorisme Dalam Perspektif Hukum Internasional, yuridika, Vol.21 Nomor1, Januari – Februari 2006: 1- 12, hal. 4 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 22 effect the conduct of government by assassination or kidnapping.14 Dari rumusan diatas, maka yang dimaksud dengan Tindakan (Act) terorisme terdapat 3 (tiga) unsur yaitu (1) mengintimidasi penduduk sipil; (2) mempengaruhi kebijakan pemerintah; (3) mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan dan pembunuhan dengan kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan. Sedangkan jika mengacu pada rujukan League of Nations Conventions (1937) ” Terorisme adalah segala jenis tindak kriminal dilakukan untuk melawan sebuah negara yang dimaksudkan untuk menciptakan sebuah keadaan teror dalam mental orang atau pun kelompok tertentu atau pun publik secara umum.” Berdasarkan United Nations General Assembly ( resolusi Nomor 50/186, 22 Desember 1995 ) adalah: “ Tindakan–tindakan yang ditujukan pada penghancuran hak–hak asasi manusia, kebebasan dasar dan demokrasi, mengancam integritas teritorial dan keamanan suatu negara mendestibalisasikan legitimasi pemerintahan konstitusional, perusakan terhadap pluralisme sosial suatu masyarakat dan mempengaruhi kondisi pembangunan ekonomi dan sosial suatu negara“. Terorisme juga diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak 14 Henry Campbell, Black Law Dictionary, West Publishing, ST. Paul Minn, 1990, hal. 1473 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 23 Pidana Terorisme. Pasal 6 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2003 menyatakan bahwa : “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek–obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas inter – nasional.” Dari rumusan delik Pasal 6 tersebut disebut sebagai delik materieel. Delik dengan perumusan materieel atau delict met materieel omshrijving yaitu delik yang baru dianggap “voltooid met het intreden van helt givolg” (terlaksana dengan timbulnya akibat) yang dilarang.15 Dalam Pasal 7 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyatakan bahwa : “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek – obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional” 15 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana – Kumpulan Kuliah, Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, 1970, hal. 118 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 24 Rumusan delik Pasal 7 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diatas, disebut juga sebagai delik formil. Delik dengan perumusan formil atau “Delict met formele omschrijving “ yaitu delik yang dianggap telah “voltoid“ (sepenuhnya terlaksana) dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang.16 Dari masing-masing rumusan tindak pidana terorisme diatas tampak jelas bahwa dalam pemahaman yang dominan dan resmi, terorisme dilihat semata–mata sebagai tindakan yang pada tahap akhir ditujukan untuk menghancurkan negara, artinya ia disamakan dengan sejenis politik subversi. Dengan kata lain pendefinisian ini lebih ditujukan untuk melindungi kepentingan dan kekuasaan resmi negara. Tindak Pidana Terorisme dikatakan sebagai political criminal di mana aktivitas kejahatannya dilakukan untuk tujuantujuan yang bersifat ideologis. Pelaku tindak pidana terorisme semacam ini mempunyai alasan tertentu, motivasi moral dan etis tertentu, kepercayaan agama tertentu atau bahkan mungkin memiliki teori ilmiah tertentu. Tindak pidana terorisme apabila ditinjau dari modus operasi maupun tujuan yang hendak dicapai selalu bervariasi sejalan dengan motif yang dikehendaki oleh pelaku. Terdapat latar belakang dan sasaran yang hendak dicapai yaitu baik untuk tujuan 16 TESIS Ibid PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 25 politik atau non politik, maupun gabungan dari keduanya dengan skala prioritas pada kepentingan pelaku. Pada umumnya tindak pidana terorisme dilakukan secara terencana, dilakukan oleh orangorang yang terlatih, sistematis, terorganisasikan, dan seringkali bersifat lintas negara. Akibat yang ditimbulkan dari kejahatan terorisme tidak terbatas pada timbulnya korban jiwa secara massal, tetapi juga terjadi kerusakan dan penghancuran serta pemusnahan harta benda, lingkungan hidup, sumber–sumber ekonomi sosial, tetapi juga menimbulkan kegoncangan sosial politik, yang akan berujung pada keruntuhan eksistensi suatu bangsa. 1. 6. Metode Penelitian 1. 6. 1. Tipe Penelitian Mengingat ini ini merupakan penelitian hukum, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang bertujuan untuk mencari pemecahan atas isu hukum serta permasalahan yang timbul didalamnya, sehingga hasil yang akan dicapai kemudian adalah memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan.17 Peter M Marzuki18 dalam bukunya Penelitian Hukum, menyatakan bahwa penelitian hukum merupakan proses untuk menemukan aturan hukum, 17 Peter Mahmud Marzuki, Perlunya Undang-undang Tentang Macam Dan Harga Mata Uang (Penelitan) Kerja Sama Dengan Bank Indonesia, Hal 2. Lihat juga Peter Mahmud Marzuki, ”Penelitian Hukum”, Yuridika, Volume 16, Nomor2, Maret 2001, hal. 103 18 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hal. 35 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 26 prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 1. 6. 2. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan melalui statute approach (pendekatan peraturan perundang–undangan) dan konseptual approach (pendekatan konsep) tentang pemberantasan kejahatan terorisme yaitu pembahasan pokok permasalahan ditelaah berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. Pendekatan perundangan-undangan (statute approach) mutlak diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai dasar hukum wewenang dan fungsi dari intelijen dalam pemberantasan kejahatan terorisme. Secara teoritis wewenang itu memberikan dasar hukum untuk bertindak dan mengambil keputusan tertentu berdasarkan wewenang yang diberikan atau melekat padanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.19 Perlu dilakukan penganalisaan peraturan perundang-undangan melalui pendekatan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan tersebut. Dengan demikian, maka pendekatan perundangan-undangan dimaksudkan untuk melakukan kajian dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenanangan dan fungsi intelijen sebagai elemen yang dilibatkan 19 Phlipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang”, Yuridika, Fakultas Hukum Unair, Nomor 5&6, Edisi September s/d Desember 1997, hal. 3-5 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 27 dalam pemberantasan kejahatanterorisme. Pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan untuk mengkaji dan menganalisis kerangka konseptual maupun landasan teoritis mengenai perbuatan melawan hukum terutama dalam hal penyadapan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme. Pendekatan konseptual dilakukan dengan merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang dapat ditemukan pada doktrin-doktrin hukum maupun pandangan-pandangan para sarjana. 1. 6. 3. Sumber Bahan Hukum. Sumber penelitian hukum dalam penelitian hukum ini, berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-undangan, catatancatatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi, yang meliputi: buku teks, kamus hukum, jurnal hukum termasuk yang on-line. Dengan demikian yang menjadi bahan hukum primer di dalam penelitian ini, adalah: 1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 4. Undang-Undang Nomor 31 28 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 5. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 7. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR 8. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara. 9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah seluruh buku teks, kamus hukum, maupun jurnal hukum (termasuk yang diperoleh dari internet), serta sumber lain yang dapat menunjang penulisan ini. Prosedur dan pengolahan sumber hukum dilakukan dengan studi kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu dengan membaca dan memahami peraturan perundang – undangan tentang pemberantasan kejahatanterorisme di Indonesia, buku – buku literatur, artikel, jurnal, internet, buletin, majalah, dan bahan pustaka lain yang menunjang TESIS penulisan. Bahan-bahan PENYADAPAN OLEH BADAN... tersebut kemudian ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 29 diklasifikasikan berdasarkan pokok bahasan permasalahan yang akan diulas dalam penulisan penelitian ini. Setelah itu bahan-bahan tersebut diolah dan dirumuskan secara jelas, rinci dan sistematis sesuai dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas. 1. 6. 4. Pengolahan dan Anlisis Bahan Hukum Bahan hukum diinventarisir dan primer berupa diklasifikasi. Bahan perundang-undangan hukum sekunder dikumpulkan dengan cara sistem kartu catatan, yang terdiri dari kartu ikhtisar (memuat ringkasan tulisan sesuai aslinya secara garis besar dan pokok gagasan yang memuat pendapat asli penulis), kartu kutipan (untuk memuat catatan pokok permasalahan), dan kartu ulasan (berisi analisis dan catatan khusus penulis). Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang sudah diinventarisir diklasifikasi, kemudian ditelaah dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual guna memperoleh gambaran sinkronisasi dari semua bahan hukum untuk selanjutnya dilakukan analisia secara normatif. 1. 7. Pertanggungjawaban Sistematika Sistematika penelitian tesis ini disusun dalam empat bab, yang dimulai dengan sistematika Bab I. Bab ini menjelaskan secara umum mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 30 penelitian, serta urutan sistematika penelitian. Uraian dalam Bab I merupakan dasar pijakan bagi penelitian tesis dan juga sebagai pengantar pembahasan bab-bab berikutnya. Bab II merupakan jawaban atas isu hukum yang pertama, yaitu mengenai kewenangan penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme. Pembahasan bab kedua ini akan menjelaskan mengenai dasar hukum yang mengatur mengenai penyadapan oleh Badan Intelijen Negara, termasuk didalamnya mengenai bukti permulaan tindak pidana terorisme. Bab III merupakan jawaban atas isu hukum yang kedua, yaitu mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme. Bab III akan membahas mengenai konsep terduga terorisme dalam sistem peradilan pidana di Indonesia sehingga sehingga diperoleh kejelasan mengenai legalitas penyadapan oleh Badan Intelijen Negara terhadap orang yang diduga terorisme. Bab IV merupakan bagian penutup dari keeluruhan rangkaian telaah dalam tesis ini. Bab ini berisi kesimpulan serta saran terhadap hasil analisis yang dilakukan. Kesimpulan merupakan inti sari atau bagian utama dari pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam tesis, sedangkan saran merupakan bentuk kristalisasi atau penegasan pemikiran penulis sebagai usulan terhadap kesimpulan yang ada. TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB II KEWENANGAN PENYADAPAN YANG DILAKUKAN BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN 2. 1. Pengaturan Penyadapan di Indonesia Penyadapan sangat berguna sebagai salah satu cara dalam pengungkapan kejahatan, penyadapan merupakan cara yang efektif dalam proses penyelidikan, mengingat perkembangan modus kejahatan yang bersifat terorganisir dan lintas negara. Penyadapan sebagai alat pencegah dan pendeteksi kejahatan juga memiliki kecenderungan yang berbahaya bagi hak asasi manusia, bila berada pada hukum yang tidak tepat baik disebabkan lemahnya pengaturan maupun karena tidak adanya pengawasan. Penyadapan dalam kerangka hukum pidana haruslah dilakukan dengan lawful interception yang berarti suatu penyadapan dan pengawasan terhadap aktifitas komunikasi harus dilakukan secara hukum dan dilakukan oleh lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan yang ditentukan oleh peraturan tertentu kepada individu maupun kelompok. Agar suatu intersepsi itu sah secara hukum, maka harus didasarkan pada peraturan perundang– undangan, dilaksanakan secara teknis dan prosedural. Aspek tersebut dapat dihubungkan dengan aspek pengamanan terhadap hasil penyadapan sebagai forensik bukti digital manakala akan diajukan pada persidangan. Apabila aparat penegak hukum melakukan intersepsi tidak berdasarkan atau melandaskan pada kaidah hukum yang berlaku dan TESIS 31 PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 32 atas prosedur yang jelas maka akan terjadi unlawful interception sehingga berakibat seluruh alat bukti digital dari hasil intersepsi tersebut batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan pembuktian. Dalam berbagai referensi, ”Intercept adalah to covertly receive or listen to a communication, refers to covert reception by a law enforcement agency. (Terjemahan bebas: menerima atau mendengarkan komunikasi secara diam-diam, mengacu pada penerimaan rahasia oleh lembaga penegak hukum).20 Wiretapping sebagai bagian dari intersepsi diartikan sebagai “Electronic or mechanical eavesdropping, done by law enfocerment officers under court order, to listen to private conversation. Wiretapping is regulated by federal and State Law.” (Terjemahan bebas: menguping secara elektronik dan mekanik, dilakukan oleh petugas penegak hukum dibawah perintah pengadilan, untuk mendengarkan percakapan pribadi. Penyadapan diatur oleh hukum federal dan negara).21 Dalam kamus Oxford, interception didefinisikan sebagai “to cut off from access or communication .” (Terjemahan bebas: memotong akses atau komunikasi). Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, definisi penyadapan ada dalam Pasal 1 Angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyatakan bahwa penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya. 20 21 TESIS Blacks Law Dictionary, Edisi 7 Ibid PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 33 Selanjutnya penjelasan Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. Peraturan Menkomino Nomor 11/PER/M. KOMINFO/02/2006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi yang berisi pedoman-pedoman dalam melakukan penyadapan secara sah, mendefenisikan bahwa penyadapan informasi adalah mendengarkan, mencatat, atau merekam suatu pembicaraan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dengan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi tanpa sepengetahuan orang yang melakukan pembicaraan atau komunikasi tersebut. Defenisi penyadapan dalam Rancangan Undang–undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 83 ayat (1) menyatakan penyadapan pembicaraan melalui telepon atau alat telekomunikasi yang lain dilarang, kecuali dilakukan terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana serius atau diduga keras akan terjadi tindak pidana serius tersebut, yang tidak dapat diungkap jika tidak dilakukan penyadapan. Di Indonesia, perlindungan atas hak privasi baru dikenal luas setelah amandemen UUD 1945, namun ketentuan yang dapat dirujuk salah satu TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 34 bentuk perlindungan privasi di Indonesia adalah Pasal 551 KUHP. Pasal 551 KUHP menyebutkan bahwa “Barang siapa tanpa wewenang berjalan atau berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah”, Setelah reformasi Hak atas Privasi di Indonesia dijamin perlindungannya secara eksplisit dalam berbagai peraturan perundang– undangan dan juga Konstitusi Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 menyatakan, ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Pasal 32 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan: "Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-gundangan." Pasal 40 Undang-undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menyebutkan bahwa: TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 35 "Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun; dimana di dalam penjelasan Pasal 40 Undang-undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi disebutkan bahwa, "yang dimaksud dengan penyadapan dalam pasal ini adalah kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah. Pada dasarnya informasi yang dimiliki seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang” Pasal 31 ayat (1) Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain”. Pasal 31 ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 36 Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.” Jadi di satu sisi perlindungan privasi telah dijunjung tinggi tidak hanya oleh Konstitusi di indonesia namun juga di masukkan dalam berbagai peraturan perudang-undangan. Oleh karena itu maka instruksi atas hak ini pun harus diatur dalam undang-undang yang tak menafikkan hak privasi tersebut. Perlindungan hak privasi ini pun dalam hukum pidana telah ada, Lihat Bab XXVII KUHP Tentang Kejahatan Jabatan yang mengatur larangan kepada para pejabat yang berwenang untuk melakukan penyadapan, pengawasan, merampas, mendapatkan informasi yang termuat didalam benda-benda yang dapat menyimpan data-data telekomunikasi seperti surat, telegraf atau isi percakapan telepon. Sejumlah peraturan yang memuat aturan-aturan penyadapan dapat dijumpai dalam peraturan – peraturan di bawah ini: No. Peraturan Keterangan Isi Peraturan Undang-Undang Nomor 5 Memberikan kewenangan kepada penyidik 1. Tahun 1997 Psikotropika22 Tentang Polri untuk melakukan penyadapan dengan tujuan terkait tindak pidana Psikotropika. Izin 22 Pasal 55 huruf c dan penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 37 ditujukan pada Kapolri dengan jangka waktu penyadapan paling lama 30 (tiga puluh) hari, namun tidak mengatur jangka waktu perpanjangan. 2. Undang-Undang Nomor 31 Hanya mengatur kewenangan penyidik untuk Tahun 1999 Tentang secara Pemberantasan spesifik bertujuan dalam rangka Tindak mempercepat proses penyidikan. Pidana Korupsi23 3. Undang-Undang Nomor 36 Mengatur mengenai kewajiban perusahaan Tahun 1999 Tentang jasa telekomunikasi untuk menyimpan data- Telekomunikasi24 data komunikasi serta perekaman terhadap data komunikasi penggunanya, yang sebagai dilakukan bukti oleh penggunaan fasilitas jasa telekomunikasi dan/atau untuk keperluan peradilan pidana. 4. Undang-Undang Nomor 30 Hanya mengatur pemberian kewenangan Tahun Komisi 2002 Tentang kepada KPK untuk melakukan penyadapan, Pemberantasan pengaturan lebih spesifik diatur dalam SOP Tindak Pidana Korupsi25 (Standart Oprasional prosedur) KPK yang 23 Pasal 26 dan Pasal 30 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 24 Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi 25 Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 38 bersifat rahasia 5. Undang-Undang Nomor 18 Mengatur mengenai perlindungan terhadap Tahun 2003 Advokat26 Tentang penyadapan atas komunikasi elektronik serta hak atas kerahasiaan hubungan advokat dengan Kliennya. 6. Undang-Undang Nomor 21 Mengatur Tahun 2007 Pemberantasan Pidana tentang kewenangan penyidik Tentang untuk melakukan penyadapan terkait tindak Tindak pidana perdagangan orang berdasarkan bukti Perdagangan permulaan yang cukup dengan izin tertulis Orang27 kepada Ketua Pengadilan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. 7. Undang-Undang Nomor 11 Mengatur tentang Tahun penyadapan 2008 Informasi dan Elektronik28 Tentang terkecuali larangan demi penyadapan, kepentingan Transaksi penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya. 8. Undang-Undang Nomor 35 Mengatur Tahun 2009 Narkotika29 pemberian kewenangan pada Tentang penyidik (Penyidik BNN (Badan Narkotika Nasional) dan Penyidik Kepolisian) terkait peredaran gelap narkotika setelah terdapat 26 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 29 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 27 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 39 bukti awal yang cukup dengan beberapa cara penyadapan. Jangka waktu penyadapan paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama, penyadapan hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari Ketua Pengadilan. UndangUndang ini juga mengatur mengenai penyadapan dalam keadaan mendesak, dan dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam Penyidik wajib meminta izin tertulis Kepada Ketua Pengadilan Negeri. Undang-Undang Nomor 17 Mengatur 9. Tahun 2011 mengenai kewenangan untuk Tentang melakukan penyadapan oleh BIN (Badan Intelijen Negara30 Intelijen Negara), dengan tujuan untuk penggalian informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional. Penyadapan dilakukan atas perintah Kepala BIN dan ketetapan Ketua Pengadilan Negeri, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 10. 40 Undang-Undang Nomor 18 Mengatur mengenai ketentuan bahwa Komisi Tahun 2011 Tentang Yudisial dapat meminta bantuan kepada Perubahan Undang-undang aparat penegak hukum untuk melakukan Nomor 18 Tahun 2004 penyadapan dan merekam pembicaraan dalam tentang Komisi Yudisial31 hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim. 11. Peraturan Nomor Tentang Pemerintah Mengatur 19 Tahun Tim 2000 kewenangan penyidik ketentuan untuk terkait melakukan Gabungan penyadapan. Tidak ada pengaturan lain Pemberantasan Tindak maupun Pidana Korupsi32 12. mengenai penjelasan terkait kewenangan tersebut. Undang-undang Nomor 15 Mengatur mengenai kewenangan penyidik, Tahun 2003 Tentang berdasarkan bukti permulaan yang cukup, penetapan Perpu Nomor 1 untuk melakukan penyadapan terkait tindak Tahun 2002 tentang pidana terorisme. Penyadapan dilakukan atas Pemberantasan Tindak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk Pidana Terorisme, menjadi jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, dan Undang-undang33 harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik. 31 Pasal 20 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan UndangUndang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial 32 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 33 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-undang TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 13. Peraturan Nomor Tentang 41 Pemerintah Mengatur mengenai Permintaan informasi 52 Tahun 2000 dan hasil rekaman penyelenggara jasa Penyelenggaraan telekomunikasi oleh Jaksa Agung dan atau Jasa Telekomunikasi34 Polri untuk tindak pidana tertentu dengan tembusan kepada Menteri Infokom. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur permintaan tertulis yang harus memuat obyek yang direkam, masa rekaman dan priode waktu laporan hasil rekaman. Hasil rekaman informasi harus disampaikan secara rahasia kepada Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian dan atau Penyidik. Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memenuhi permintaan perekaman informasi selambatlambatnya dalam waktu 1 kali 24 jam terhitung sejak permintaan diterima. Apabila tidak memungkinkan maka harus dulakukan pemberitahuan selambat-lambatnya 6 (enam) jam setelah diterimanya permintaan tersebut. 14. Peraturan Menteri Informasi Mengatur mengenai Penyadapan yang dan komunikasi Nomor 11 dilakukan oleh aparat penegak hukum melalui 34 Pasal 87 sampai dengan Pasal 89 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Tahun 2006 Tentang Teknis alat Penyadapan Informasi35 dan/atau Terhadap informasi. 42 perangkat Alat penyadapan dan/atau perangkat penyadapan dan proses identifikasi sasaran dikendalikan oleh aparat penegak hukum yang berwenang. Penyadapan dapat dilakukan dengan tujuan untuk keperluan penegakan hukum, namun tindak pidana yang dimaksudkan tidak secara spesifik disebutkan. Hasil penyadapan bersifat rahasia. Pengawasan terhadap penyadapan dilakukan oleh Tim Pengawas yang dibentuk oleh Direktur Jenderal untuk melakukan verifikasi aspek legal dan teknis pelaksanaan penyadapan informasi secara sah 35 Peraturan Menteri Informasi dan komunikasi Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 15. 43 Peraturan Menteri Informasi Mengatur tentang Perekaman Informasi untuk dan Komunikasi Nomor 1 kepentingan Tahun 2008 pertahanan dan keamanan Tentang negara, dilakukan atas permintaan Intelijen Perekaman Informasi untuk Negara kepada Penyelenggara Pertahanan dan Keamanan Telekomunikasi dengan tembusan kepada Negara36 Menteri. Tata berdasarkan cara SOP penyadapan (Standar diatur Operasional Prosedur) yang ditetapkan oleh BIN sesuai karekteristik informasi kepentingannya. bersifat rahasia Seluruh dan hanya dipergunakan oleh BIN untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. 16. Peraturan Kepala Kepolisian Mengatur mengenai pedoman tata cara Republik Indonesia Nomor permintaan penyadapan, pelaksanaan operasi 5 Tahun 2010 Tentang Tata penyadapan dan pemantauan, penanganan Cara Penyadapan Pusat Pada hasil penyadapan dan pengawasan dan Pemantauan pengendalian terhadap proses penyadapan. Kepolisian Negara Republik Indonesia37 36 Peraturan Menteri Informasi dan Komunikasi Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perekaman Informasi untuk Pertahanan dan Keamanan Negara 37 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penyadapan Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara Republik Indonesia TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 17. Standart Oprasional Prosedur Komisi Pemberantasan Tindak 44 Bersifat Rahasia, tidak dapat diakses Pidana Korupsi (KPK) 18. Perkap Pidana Korupsi Bersifat Rahasia, tidak dapat diakses. (KPK) Aturan-aturan mengenai izin penyadapan tergantung pada kewenangan masing-masing lembaga, jadi otoritas pemberian ijin penyadapan lewat masing masing regulasi yang ada. Disamping itu ruang lingkup penyadapan tersebut hanya mengatur penyadapan yang ditujukan pada beberapa tindak pidana tertentu pula, mengikuti lembaga negara yang dimaksudkan. Penyadapan sebagai bagian upaya paksa adalah jalan terakhir dari suatu upaya pembongkaran kasus, selain untuk memperkecil potensi pelanggaran HAM, hal ini juga untuk mendorong profesionalitas dari penyidik agar dapat bekerja lebih efektif. Prinsip dasar penyadapan, yaitu: a. Dilakukan hanya untuk tindak pidana yang tidak dapat diungkap jika tidak dilakukan penyadapan, b. Proses penyadapan terhadap suatu pembicaraan dengan keterlibatan pihak lain bukan objek penyadapan, serta penyadapan terhadap materi pembicaraan yang bukan objek penyidikan harus diminimalkan, dan TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 45 c. Hasil penyadapan bersifat rahasia dan terbatas. Hanya dapat digunakan pada proses persidangan dengan penggunaan minimal. Prinsip huruf (b) dan (c) merupakan perwujudan dari asas prosedur minimal yang harus dijunjung dalam RKUHAP. Prosedur minimal menjamin hak dari tersangka/terdakwa atau pihak lain yang terlibat langsung dalam pembicaraan penyadapan, penjaminan ini bertitik tolak pada perlindungan HAM. Secara konsep, penyadapan merupakan suatu jalan terakhir dalam upaya suatu pengungkapan kasus, artinya ada priode dimana diketahui suatu peristiwa hukum merupakan peristiwa hukum pidana, yang akibatnya dapat diprediksi namun dalam pengungkapannya sulit untuk dilakukan. Dengan alasan itu pulalah maka penyadapan diletakkan sebagai upaya pamungkas dalam suatu penyidikan apabila dianggap suatu upaya dalam penyidikan terhalang karena minim bukti sehingga tidak dapat mengungkap suatu kasus. Pencegahan ini dimaksudkan agar masyarakat terhindar dari akibatakibat tindak kejahatan yang akan terjadi. Untuk menghindari kejahatan tersebut, maka negara membuat suatu kebijakan hukum guna mengantisipasi hal tersebut. Salah satu contohnya adalah penyadapan. Penyadapan bisa dikatakan sebagai salah satu sifat prevensi umum dari hukum pidana. Tujuan dari hal itu adalah untuk melindungi masyarakat sipil. Dapat dilihat bahwa dalam sistem hukum di Indonesia, untuk mencegah terjadinya kejahatan, dan demi melindungi masyarakat sipil, orang yang masih TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 46 “diduga” berdasarkan bukti permulaan, sudah dapat dilakukan tindakan atau proses hukum terhadap orang tersebut. Pada komentar umum Nomor 16 ICCPR, meski hak privasi adalah bagian dari Fundamental Rights, namun demi kepentingan publik yang lebih luas, pelakasanaan dari hak tersebut dapat dibatasi oleh negara, melalui peraturan perundang-undangan. Dinyatakan pada point 7 komentar umum, “Karena semua orang hidup dalam masyarakat, perlindungan terhadap pribadi (privacy) pada dasarnya bersifat relatif. Namun, pihak berwenang publik yang kompeten hanya dapat meminta informasi yang berkaitan dengan kehidupan pribadi individual sejauh diperlukan untuk kepentingan masyarakat sebagaimana dipahami berdasarkan Kovenan.” Artinya adalah pelanggaran privasi dari itu dapat dilakukan sejauh diperlukan untuk kepentingan masyarakat. Kemudian dalam point 8 dinyatakan, “Bahkan dalam hal campur tangan yang sesuai dengan Kovenan, peraturan yang relevan harus memuat secara detil dan tepat kondisi-kondisi di mana campur tangan tersebut dapat diijinkan. Suatu keputusan untuk melaksanakan kewenangan campur tangan semacam itu hanya dapat dibuat oleh pihak berwenang yang ditugaskan oleh hukum, dan berdasarkan kasus-per-kasus.” Artinya, hak privasi adalah bagian dari hak asasi manusia yang dapat dibatasi (derogable rights), dengan sejumlah prasyarat tertentu, yang diatur menggunakan undang-undang. Prasyarat inilah yang menentukan kadar daripada apakah seseorang dapat diambil tindakan hukum oleh negara dengan cara menyadapnya TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 47 apabila diduga melakukan kejahatan atau tidak. Prasyarat ini tentu saja berdasarkan dari pada bukti-bukti permulaan yang cukup dan tahap-tahap dari sejauh mana perbuatan itu dilakukan dan potensi yang akan ditimbulkan apabila kejahatan itu akan terjadi. Unsur subjektif dan unsur objektif dari kejahatan ini adalah hal yang merupakan prasyarat dari penentuan seseorang dapat dikenakan tindakan hukum atau tidak. 2. 2. Intelijen Secara etimologi pengertian intelijen ialah orang yang bertugas mencari (mengamat-ngamati) seseorang; dinas rahasia.38 Menurut International Dictionary, intelligence is a government department or other group of people who gather and deal with information about other countries or enemies; or the information that is gathered.39 Dari segi terminologi, Washington Plat memberikan definisi intelijen dalam bukunya Strategic Intelligence Production sebagaimana yang dikutip oleh Irawan Sukarno40 : “Intelligence is a meaning full statement derived from information which has been selected, evaluated and interpreted finally expressed so that it’s significance to current national problem clear. (Intelijen adalah suatu pernyataan yang disimpulkan dari bahan keterangan yang sudah dipilih, dinilai, diinterpretasi dan akhirnya dinyatakan sedemikian rupa sehingga jelas kepentingannya bagi persoalan-persoalan politik nasioanal)” 38 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, edisi III, cet.II, 2002), hal. 438 39 Tim Editorial, Cambridge International Dictionarry of English, (London: Cambridge University Press, 1996), hal. 740 40 Irawan Sukarno, Dasar-Dasar Intelijen Strategis, (Jakarta: Markas Besar Angkatan Bersenjata RI, Lembaga Pertahanan Nasional, 1988), hal. 9 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 48 Sedangkan kegiatan intelijen adalah suatu kegiatan yang diatur untuk mengevaluasi dan memproses informasi untuk menguasai kemampuan intelijen lawan, berupa ancaman, tantangan, halangan, dan gangguan, atau bahaya yang bisa dapat merusak sesuatu kebijakan. Pengertian intelijen yang identik dengan mata-mata sebenarnya hanyalah salah satu kesamaan pekerjaa/tugas untuk mengumpulkan informasi bagi kebutuhan intelijen itu sendiri. Sehingga produk intelijen antara lain, resume informasi tentang objek penyelidikan.41 Menurut Shulsky dan Schmith pada tataran operasional, terdapat 4 (empat) hakikat intelijen42, yaitu; 1. Bagian dari sistem keamanan nasional; 2. Sistem peringatan dini; 3. Sistem manajemen informasi; 4. Sistem analisis strategis, dimana tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya pendadakan startegis (strategic suprises) di bidang keamanan nasional dan melindungi keutuhan dan keberlangsungan negara berdasarkan prinsip negara demokratis. Maka menurut pemikiran Shulsky dan Schmitt ini, hakekat intelijen adalah melindungi kebutuhan dan kelestarian negara berdasarkan prinsip negara 41 A. C. Manulang, Menguak Tabu Intelijen, Teror, Motif, dan Rezim, Jakarta, Panta Rhei Cet. I, 2001, hal. 4 42 Ali Abdullah Wibisono dan Faisal Idris, Menguak Intelijen “Hitam” Indonesia, Ed. Andi Widjojanto, Jakarta, Pacivis UI, 2006, hal. 14 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 49 demokratis dengan membentuk sistem peringatan dini dan sistem analisa strategis untuk mencegah pendadakan strategis di bidang keamanan nasional.43 Mengenai karakteristik utama yang melekat pada intelijen, memiliki kecenderungan bersifat lentur dengan orientasi wilayah kerja yang mencakup seluruh lingkungan geostrategis suatu negara. Hal ini tentunya berbeda dengan tentara dan kepolisian, pembentukan lembaga militer atau tentara bertujuan untuk melindungi suatu negara dari ancaman serangan bersenjata oleh pihak luar atau eksternal, maka kepolisian dibentuk untuk melidungi negara dari ancaman internal, khususnya terkait dengan penegakan hukum.44 Terkait mengenai fungsi yang melekat pada intelijen, yakni: pengumpulan (collection), analisis (analysist), kontra-intelijen (counter-intelligence), dan operasi tertutup/rahasia (covert action), intelijen mempunyai cakupan kegiatan yang tidak terbatas di dalam negeri saja, akan tetapi meliputi di luar negeri. Berdasarkan fungsi dan cakupannya yang meliputi dalam dan luar negeri ini, intelijen memiliki kewenangan khusus untuk mengatasi ancaman yang spesifik yang mengancam keamanan nasional, terlebih lagi warga negara di suatu negara tertentu. Menurut Penjeleasan Umum UU Intelijen Negara, secara universal pengertian dari Intelijen adalah : a. pengetahuan, yaitu informasi yang sudah diolah sebagai bahan perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan; 43 Ibid Andi Widjajanto, Cornelis Lay, & Makmur Keliat, Intelijen: Velox et Exactus, Jakarta, Pacivis UI & Kemitraan, 2006, hal. 19 44 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 50 b. organisasi, yaitu suatu badan yang digunakan sebagai wadah yang diberi tugas dan kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi dan aktivitas Intelijen; dan c. aktivitas, yaitu semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan penyelenggaraan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Intelijen Negara sangat berperan di dalam melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional. Tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional. Asas yang terkandung di dalam penyelenggaraan Intelejen negara adalah, sebagai berikut 45: a. profesionalitas; Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, setiap Personel Intelijen Negara 45 Lihat pasal 2 Undang-undang Nomor. 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 51 mempunyai keahlian, kemampuan, dan komitmen sesuai dengan profesinya. b. kerahasiaan; Yang dimaksud dengan “asas kerahasiaan” adalah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, aktivitas Intelijen bersifat tertutup. c. kompartementasi; Yang dimaksud dengan “asas kompartementasi” adalah dalam menjalani tugas dan fungsinya, aktivitas Intelijen terpisah satu sama lain, dan hanya diketahui oleh unit yang bersangkutan d. koordinasi; Yang dimaksud dengan “asas koordinasi” adalah proses harmonisasi hubungan fungsional dan upaya sinkronisasi serta sinergi dalam penyelenggaraan aktivitas Intelijen demi tercapainya tujuan. e. integritas Yang dimaksud dengan “asas integritas” adalah sikap penyelenggara Intelijen yang didasari pada ketulusan hati, kejujuran, setia, dan komitmen yang tinggi untuk mencapai keterpaduan, kesatuan, dan keutuhan. f. Netralitas; Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah sifat atau sikap tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun, termasuk dalam kehidupan politik, partai, golongan, paham, keyakinan, dan kepentingan TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 52 pribadi, tetapi semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa dan negara. g. akuntabilitas; Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah setiap aktivitas intelijen terukur dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan asas demokrasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan. h. objektivitas. Yang dimaksud dengan “asas objektivitas” adalah sikap dan tindakan yang didasarkan pada fakta dan tidak dipengaruhi pendapat, pertimbangan, dan kepentingan pribadi atau golongan Penyelenggara Intelijen Negara terdiri atas penyelenggara Intelijen Negara yang bersifat nasional (Badan Intelijen Negara), penyelenggara Intelijen alat negara, serta penyelenggara Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. Untuk mewujudkan sinergi terhadap seluruh penyelenggara Intelijen Negara dan menyajikan Intelijen yang integral dan komprehensif, penyelenggaraan Intelijen Negara dikoordinasikan oleh Badan Intelijen Negara. 2. 2. 1 Badan Intelejen Negara a. Kedudukan Badan Intelijen Negara Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, yang dimaksud dengan “Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA perumusan kebijakan, strategi nasional, 53 dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.” sedangkan menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, yang dimaksud dengan Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional46 yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara. Menurut Hasnan Habib47, keamanan dalam arti mencakup dimensi luas eksternal dan dimensi internal. Keamanan nasional (national security) memberikan rasa aman, tenteram, dan kepastian bagi suatu bangsa dalam mencapai aspirasi-aspirasinya. Keamanan nasional dipengaruhi oleh berbagai bentuk dan sifat ancaman yang lebih luas dari perang dan dapat bersumber dari dalam maupun luar negeri. Yang datang dari luar umpamanya perang dengan seluruh spektrumnya, terorisme internasional, dan kejahatan Internasional. 46 Berdasarkan penjelasan umum Undang-undang No. 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman. 47 Hasnan Habib, “Lingkungan Internasi onal dan Ketahanan Nasional”, dalam Ichlasul Amal dan Atmadidy Armawi, ed., Sumbangan Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional, Jakarta, 1995, hal. 251 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 54 Keamanan nasional adalah konsep yang abstrak, sulit didefinisikan. Spektrumnya sangat luas, jauh lebih luas dari hanya aspek fisik militer saja. Keamanan nasional menjadi fungsi dan tanggung jawab pemerintah yang sangat fundamental karena keamanan nasional merupakan kepentingan nasional yang vital. Hal ini jika dibandingkan dengan maksud keamanan nasional di dalam penjelasan umum UU Intelijen sangat berbeda. Penjelasan Umum alinea 3 UU Intelijen “Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yangmenjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa,terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman” Tujuan keamanan nasional dimaksudkan untuk menjamin keselamatan rakyat, kedaulatan negara, keutuhan wilayah, integritas, dan eksistensi pemerintah dan bangsa, kepentingan nasional serta kesinambungan perjuangan bangsa. Fungsi - fungsi keamanan nasional adalah48: a. membangun kemampuan pertahanan; b. memelihara keamanan negara; c. menegakkan hukum secara paksa; d. membina kepastian hukum; e. membina ketentraman dan ketertiban masyarakat; dan 48 Naskah akademik Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Hal. 10 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 55 f. melindungi masyarakat dari berbagai bencana, baik karena alam, kelalaian, maupun kesengajaan Penyelenggaraan fungsi keamanan nasional seperti yang dimaksud, memunculkan spesialisasi, diferensiasi, dan lingkup intelijen negara yang dimanifestasikan ke dalam :49 a. Defence intelligence mulai dari yang terbatas pada lingkup intelijen pertempuran (combat intelligence) sampai dengan intelijen strategis. b. secret intelligence yang berkaitan dengan intelijen luar negeri; c. domestic intelligence atau security intelligence, dalam rangka memelihara keamanan negara, khususnya dari ancaman yang berada di dalam negeri; d. crime and law enforcement intelligence yang berkaitan dengan intelijen kriminal dan penegakan hukum; dan e. intelligence for public protection, intelijen yang digunakan dalam rangka untuk melindungi masyarakat dari berbagai wujud bahaya. Di dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara menyebutkan bahwa Badan Intelijen Negara merupakan alat Negara yang menyelenggarakan fungsi intelijen dalam dan luar negeri. Sedangkan kedudukannya, pada 49 Ibid, hal. 10 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 56 pasal 27 disebutkan bahwa “Badan Intelijen Negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 huruf a berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden”.50 Dalam penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Intelijen Negara, khususnya pada bagian “Umum”, dijelaskan bahwa: Personel Intelijen Negara harus mempunyai sikap dan tindakan yang professional, obyektif, dan netral. Sikap dan tindakan tersebut mencerminkan personel Intelijen Negara yang independen dan imparsial karena segala tindakan didasarkan pada fakta dan tidak terpengaruh pada kepentingan pribadi atau golongan serta tidak bergantung pada pihak lain, tetapi semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa dan Negara. Badan Intelijen Negara berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara. Penyelenggara Intelijen Negara lainnya, yaitu Intelijen TNI, Intelijen Kepolisian, Intelijen Kejaksaan dan Intelijen Kementerian/lembaga pemerintah nonKementerian wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara.51 b. Fungsi Badan Intelijen Negara Beradasarkan UU Intelijen Negara, dalam pasal 28 ayat (1) Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan sebagai berikut: 50 Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara Lihat Pasal 28 (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara 51 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 57 1) Penyelidikan Penyelidikan atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi Intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan; 2) Pengamanan Pengamanan terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan intelijen, dan/atau pihak lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional; 3) Penggalangan Penggalangan terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk memengaruhi sasaran agar menguntungkan kepentingan dan keamanan nasional; Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi tersebut Badan Intelijen Negara harus menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia. c. Tugas Badan Intelijen Negara Tugas Badan Intelijen Negara adalah untuk melaksanakan fungsi intelijen dalam dan luar negeri sebagaimana tercantum dalam TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 58 Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara. Tugas dari Badan Intelijen Negara yang dimuat dalam Pasal 29 antara lain adalah52: 1) Melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang intelijen, 2) Menyampaikan produk intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah, 3) Melakukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas intelijen, 4) Membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing, dan 5) Memberikan pertimbangan saran, rekomendasi tentang pengamanan penyelenggaraan pemerintahan. d. Wewenang Badan Intelijen Negara Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 29, Badan intelijen Negara berwenang53 : a. Menyusun rencana dan kebijakan nasional di bidang Intelijen secara meyeluruh, b. Meminta bahan keterangan kepada kementrian, lembaga pemerintah nonkementrian, dan/atau lembaga lain sesuai dengan kepentingan dan prioritasnya, c. Melakukan kerja sama dengan intelijen negara lain, dan d. Membentuk satuan tugas. 52 53 TESIS Pasal 29, Ibid. Lihat Pasal 30, Ibid,. PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 59 Badan Intelijen Negara juga diberikan kewenangan melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 Undang-undang nomor 17 tahun 2011 Tentang Intelijen Negara54 : a. Kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup dan atau; b. Kegiatan terorisme, separatisme, spionase dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum. Penjelasan dalam UU Intelijen Negara yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan baik dari dalam ataupun luar negeri yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional, baik ideologi politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Ancaman ini, termasuk juga sebagai kejahatan terhadap kepentingan hukum negara. 54 TESIS Pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 60 Tindak pidana yang termasuk dalam kategori mengancam kepentingan negara adalah tindak pidana yang diatur dalam Buku II KUHP pada Bab I, II, III, IV, VIII, IX, dan XXVIII. Dalam buku II KUHP dapat dilihat bahwa kejahatan yang diatur yaitu kejahatankejahatan yang dilakukan terhadap negara (atau menyangkut ketatanegaraan).55 Menurut Simons, kejahatan-kejahatan yangterdapat dalam buku II KUHP bukanlah merupakan satusatunya jenis kejahatanyangdapat dipandang sebagai kejahatan yang ditujukan terhadap kepentingan- kepentingan hukum dari negara, karena disamping kejahatan-kejahatan tersebut masih terdapat kejahatan lain yang dapat dimasukkan kedalam pengertiannya. Kejahatan tersebut antara lain: a. kejahatan yang ditujukan terhadap pegawai negeri dalam melaksanakan tugas jabatan mereka yang sah; b. kejahatan yang ditujukan terhadap lembaga-lembaga yang secara langsung ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan; c. kejahatan yang ditujukan pada pelaksanaan tugas peradilan; d. kejahatan yang dilakukan oleh pegawai negeri dalam jabatan.56 55 P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Kepentingan Negara, Jakarta, Sinar Grafika,2006, hal. 3 56 P.A.F Lamintang & Theo lamintang, Ibid hal.3 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 61 2. 3. Kewenangan Penyadapan Yang Dilakukan Oleh Badan Intelijen Negara Tindakan hukum setiap orang harus mempunyai kewenangan. Kewenangan atau wewenang dalam bahasa belanda disebut “Bevoegheid”57 atau di dalam bahasa inggris disebut “Authority.” Authority dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai “Legal Power a right to command or to act the right and power of public officers to require obedience to their orders laufully issued in scope of their public duties”58 Kegiatan penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara merupakan salah satu kewenangan dan Indonesia Sebagai salah satu penganut konsep negara hukum maka setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah itu harus dilandasi oleh Hukum. Kewenangan dapat diperoleh menurut H.D.Van Wijk, ada dua prinsip utama dalam berkenaan perolehan wewenang yaitu59 : “Bestuursbevoegdheden rechtsreek door een wetgever worden toegekend aan een bestuursorgan. Een Bevoegheid die bij wettelijke regeling aan een besturigan was toebeeld, wordt overgerdragen aan een ander bestursorgaan” Terjemahan Bebasnya : “Pertama adalah wewenang pemerintah langsung bersumber langsung dari pembentuk undang-undang diberikan kepada organ pemerintah. Kedua wewenangan organ pemerintah yang 57 Philiphus M. Hadjon, Wewenang, Jurnal Yuridika, Falkutas Hukum Universitas Airlangga, No. 5&6 Tahun XII, Sept-Des, 1997, hal. 1 58 Herny Campbel, Black Law Dictionary, West Publishing, 1990, hal. 133 59 H.D. Van Wijk, Hoodfdstukken Van Administratief Recht, Uitgeveruj Lemma B.V Utrecht, 1990, H. 56 sebagaimana yang dikutip di oleh Abdullah, “Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan wewenang Pemerintah dalam Rangka Pengawasan Pajak”, Disertasi, Universitas Airlangga, 2013, hal. 165 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 62 bersumber dari pembentuk undang-undang, dilimpahkan kepada organ pemerintah yang lain” Menurt H.D. Van Wijk, Terdapat 3 (tiga) macam jenis wewenang pemerintah oleh suatu organ pemerintah yaitu 60: a. Attributie: toekenning van een besttursbevoegheid door een wetgever aan een bestursorgaan; “Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah” b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het een bestuusorgaan aan een ander; (Delegasi adalah pelimpahan suatu wewenang pemerintah kepada organ pemerintah yang lain) c. Mandaat: een bestursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uiyoefenen door een ander; (Mandaat adalah suatu bawahan dari organ pemerintah melaksanakan wewenang atas nama pemberi wewenang) Jika dilihat dari konsep kewenangan di atas, konsep penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara adalah merupakan kewenangan Atribusi. Kewenangan tersebut diberikan langsung oleh Undang-undang kepada Badan Intelejen Negara. Seperti diketahui, saat ini di Indonesia, sedikitnya terdapat sembilan undang-undang yang memberikan kewenangan penyadapan kepada instansi 60 TESIS Ibid PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 63 penegak hukum, dengan mekanisme dan cara yang berbeda-beda. Kesembilan peraturan perundang-undangan tersebut adalah: 1. Bab XXVII KUHP Tentang Kejahatan Jabatan, 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, 3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, 5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang disahkan menjadi Undang-undang nomor 15 tahun 2003, 6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, 7. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, 8. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan 9. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pengaturan penyadapan ini penting diatur, karena penyadapan merupakan salah satu cara untuk memperoleh alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Apabila terjadi penyadapan, maka sangat jelas adanya pembatasan atau pengurangan hak dari seseorang yaitu, hak untuk memberikan informasi kepada orang lain atau saling bertukar informasi dengan orang lain. Badan Intelijen Negara adalah salah satu lembaga Negara yang TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 64 diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan berdasarkan pasal 31 UU Intelijen Negara. Secara prinsipil, dilihat dari fungsi dan kewenangannya lembaga Intelijen Negara sudah sepatutnya diberikan wewenang untuk melakukan intersepsi komunikasi yaitu penyadapan. Penyadapan ini berfungsi untuk memudahkan negara dalam menyelidiki suatu tindak kejahatan terhadap keamanan negara. Akan tetapi, penyadapan rentan dengan pelanggaran privasi seseorang. Maka itu, sebenarnya dalam praktek internasional, undang-undang nasional yang mengatur mengenai kewenangan penyadapan bagi lembaga intelijen, harus secara tegas mengatur mengenai hal-hal berikut ini: 1. Tindakan intersepsi yang dapat dilakukan, 2. Tujuan dalam melakukan intersepsi, 3. Kelompok objek dan individu yang dapat dilakukan intersepsi, 4. Batas kecurigaan atau bukti permulaan, yang diperlukan untuk membenarkan penggunaan tindakan intersepsi, 5. Pengaturan mengenai pembatasan durasi dalam melakukan tindakan intersepsi, prosedur otorisasi perijinan, dan 6. Pengawasan serta peninjauan atas tindakan intersepsi yang dilakukan. Penyadapan diatur dalam peaturan perundang-undangan di Indonesia antara lain adalah Undang-undang Tentang Kamnas (Keamanan Nasional), Undang-undang Tentang Narkotika, Undang-undang Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-undang Tentang Kejaksaan, Undang- TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 65 undang Tentang Terorisme, Undang-undang Tentang Kepolisian dan Undang-undang Tentang Intelijen Negara. Peraturan terkait dengan kewenangan penyadapan: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 (diubah dengan undangundang nomor 35 tahun 2009) Tentang Narkotika 3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi 5. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana korupsi 6. Peraruran Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak PidanaTerorisme 7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat 8. Peraturan Pemerintah nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi 9. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 10. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 11. Pasal 430 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana 12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 66 Di Indonesia, ada terdapat beberapa lembaga negara yang memiliki kewenangan penyadapan contohnya adalah KPK. Dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Namun penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara berbeda dengan penyadapan yang dilakukan KPK. Penyadapan di KPK digunakan sebagai fungsi penegakan hukum, sedangkan Badan Intelijen Negara bukanlah menjalankan fungsi penegakan hukum. Wewenang mengenai penyadapan, baik itu di dalam Undang-undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-undang Tentang Narkotika dan Undang-undang lainnya, terdapat pengaturan regulasi mengenai penyadapan. Regulasi ini dimaksudkan untuk memberikan adanya kepastian hukum kepada masyarakat sipil. Berbicara mengenai wewenang mengenai penyadapan oleh BIN, hal ini dimaksudkan agar Intelijen bisa melakukan deteksi sejak awal dari sebuah ancaman. Penyadapan hanya boleh dilakukan ketika ada indikasi yaitu berupa sebuah ancaman kepada negara. Biasanya, lembaga-lembaga negara seperti kepolisian, kejaksaan, ataupun yang lainnya diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya. Tak berbeda dengan Intelijen negara yang juga diberikan kewenangan tersebut. Kewenangan penyadapan oleh BIN dapat dilihat yaitu menyadap, TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 67 memeriksa aliran dana, dan penggalian informasi dengan meminta keterangan kepada kementerian lembaga pemerintah non kementerian dan atau lembaga lain.61 Badan Intelijen Negara adalah merupakan lembaga Negara yang diberikan kewenangan untuk melakukan kegiatan intelijen. Kegiatan intelijen yang dilakukan Badan Intelijen Negara ini, sebagaimana tercantum dalam pasal 10 ayat (1) UU Intelijen Negara nomor, yaitu menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri. Kewenangan penyadapan untuk kepentingan intelijen diatur dalam UU Intelijen Negara, yang diatur dalam pasal 31, pasal 32 dan penjelasan pasal 32 ayat (1) serta ayat (3), sebagai berikut: Pasal 31 UU Intelijen Negara, Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan62: a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; dan/atau 61 http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=267284:binberwenang-lakukan-penyadapan&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91 62 Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 68 b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.” Pasal 32 Undang-Undang tentang Intelijen Negara63: (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan berdasarkan peraturan perundangan-undangan. (2) Penyadapan terhadap sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan ketentuan: a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen; b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan c. jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan (3) Penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Penjelasan pasal 32 Ayat (1) UU Intelijen Negara: “Yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang ini. Hasil penyadapan hanya 63 Pasal 32 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 69 digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk dipublikasikan.”64 Penjelasan pasal 32 Ayat (3) UU Intelijen Negara: “Proses penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dengan memperhatikan prinsip kecepatan dan kerahasiaan”.65 Dengan demikian terdapat dua jenis penyadapan yang dilakukan berdasarkan UU Intelijen Negara, pertama berdasarkan orang yang dicurigai atau diduga melakukan ancaman,66 misalnya dalam pelaksanaannya hanya beradasarkan izin Kepala Badan Intelijen Negara, fungsi Intelijen Kepolisian Republik Indonesia izin dari Kepala Badan Intelijen Keamanan, fungsi intelijen Kejaksaan Republik Indonesia izin dari Jaksa Muda Intelijen, sehingga dapat menyadap pembicaraan melalui telepon dan atau alat telekomunikasi elektronika lainnya terhadap orang yang dicurigai tersebut. Sehingga intelijen disini melaksanakan fungsi penyelidikan.67 Dengan waktu untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas 64 Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) Penjelasan pasal 32 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara 66 Bedasarkan Pasal 1 angka 4, Yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan 67 Bedasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengelolah informasi menjadi intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan 65 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 70 waktunya. Bahwa yang kedua, jenis penyadapan yang sasarannya yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri dimana prosesnya dapat lebih cepat dan rahasianya lebih terjaga. Dengan waktu untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas waktunya. Dalam pasal 32 ayat 2 UU Intelelijen Negara, penyadapan terhadap sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 UU Intelijen Negara dilaksanakan dangan ketentuan: a. Untuk penyelenggaraan fungsi intelijen, b. Atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara, c. Jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Dalam Pasal 32 ayat 3 UU Intelijen Negara disebutkan bahwa penyadapan dapat dilakukan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Meskipun demikian, penyadapan yang dilakukan oleh BIN bukan merupakan fungsi penegakan hukum, hal itu diperjelas dalam pasal 34 UU Intelijen Negara yang mengatakan bahwa penyadapan itu hanya dapat dilakukan untuk penyelenggaraan fungsi intelijen, perintah kepala Badan Intelijen Negara, tanpa melakukan penahanan/penangkapan, dan bekerja sama dengan penegak hukum yang terkait. TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 71 Ruang lingkup intelijen negara meliputi68: a. Intelijen dalam negeri dan luar negeri; b. Intelijen pertahanan dan/atau militer; c. Intelijen kepolisian; d. Intelijen penegakan hukum;dan e. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian. Penyelenggara Intelijen negara terdiri atas69: a. Badan Intelijen Negara; b. Intelijen Tentara Nasional Indonesia; c. Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia; d. Intelijen kejaksaan Republik Indonesia; dan e. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian. Adapun tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional.70 Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disampaikan ruang lingkup intelijen negara salah satunya intelijen penegakan hukum dan penyelenggara intelijen negara terdiri dari 2 (dua) dari 5 (lima) adalah institusi penegak hukum, yaitu intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia dan 68 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara Pasal 9, Ibid 70 Pasal 9, Ibid 69 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 72 intelijen Kejaksaan Republik Indonesia, maka dalam hal melakukan penyadapan akan lebih membuat tidak konsisten terhadap fungsi dan tujuan sebagai penegakan hukum ataukah sebagai intelijen negara, bahkan dengan tidak diaturnya tata cara melakukan penyadapan dengan terang, jelas dan tegas dalam undang- undang tersebut serta penyadapan yang dilakukan berdasarkan kecurigaan akan terjadinya peristiwa kejahatan, sehingga akan lebih melanggar HAM tentang privasi. Dari akibat terlanggarnya HAM tentang privasi, hasil penyadapan yang akan digunakan untuk alat pembuktian di depan persidangan, secara prinsip proses hukum yang adil (due process of law) akan berakibat batal demi hukum, maka tujuan dari sistem peradilan pidana tidak akan berjalan, artinya tidak berjalannya penanggulangan kejahatan tersebut. Adapun mengenai wewenang dalam penggalian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan a. Untuk penyelengaraan fungsi Intelijen; b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; c. tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan; dan, d. bekerja sama dengan penegak hukum terkait. Dari konstruksi norma ini, bahwa atas kerja sama yang erat dengan penegak hukum, wewenang ini mampu terlaksana dengan efektif. Dalam melakukan wewenang penggalian informasi BIN wajib bekerja sama dengan penyidik,71 karena penyidik memiliki serangkaian kewenangan yang diatur di dalam 71 Lihat Pasal 34 ayat (2), Ibid TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 73 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ataupun hukum acara yang lebih khusus mengatur. Dalam KUHAP Pasal 7 ayat (1) huruf e disebutkan “penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat”. Apabila diperlukan penyidik memiliki kewenangan berupa upaya paksa, seperti menangkap, menahan, menggeledah, dan menyita. Untuk itu mekanisme kerjasama yang baik antara penyidik dengan personil BIN yang ditugaskan untuk menjalankan wewenang penggalian informasi akan menghasilkan hasil optimal. Berdasarkan hubungan yang terjadi ini, tampak terjadi suatu karakteristik koordinasi dan interpendensi kegiatan, terdapat tiga karakteristik yang harus dapat teridentifikasi pada komunitas intelijen72. 1. Komunitas intelijen memiliki saluran komunikasi dua arah antar dinas intelijen, saluran komunikasi antar dinas intelijen terputus, tersumbat, atau bahkan sama sekali tidak ada dan pola komunikasi yang saling menegaskan informasi akan memperumit perumusan kebijakan; 2. Dinas-dinas intelijen memiliki mekanisme pertukaran informasi, rapat koordinasi dan verifikasi. Mekanisme pertukaran informasi yang berbasis individu atau jaringan interpersonal, bukan lembaga akan mengakibatkan embargo atau blokade informasi antar dinas intelijen; 3. Komunitas intelijen memiliki mekanisme operasi bersama. 72 Ali Abdullah Wibisono dan Faisal Idris, Menguak Intelijen “Hitam” Indonesia, Op Cit, hal. 62 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 74 Penggalian informasi yang dilakukan oleh BIN, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini harus benar-benar memperhatikan hak-hak asasi manusia/warga negara atau hak-hak asasi manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaaan apapun (nonderogable right), apabila di kemudian hari ditemukan pelanggaran pada saat pelaksanaan penggalian informasi, sesuai dengan prinsip negara hukum, maka hal tersebut harus dipertanggungjawabkan di peradilan. Di dalam KUHAP diatur mengenai mekanisme hukum, apabila terjadi serangkaian tindakan aparat penegak hukum mengenai legalitas suatu wewenang, melalui praperadilan. Jika terjadi suatu kasus penyalahgunaan wewenang penggalian informasi atau wewenang penggalian informasi yang menggunakan cara-cara berlawanan dengan penegakkan HAM, harus terdapat mekanisme hukum untuk mengatasi penyalahgunaan wewenang ini. Pada dasarnya penggalian informasi ini dilarang dilakukan dengan bentuk interogasi disertai penyiksaan dan/atau intimidasi, penggalian informasi yang dimiliki oleh BIN harus dilakukan dengan cara koordinasidan verifikasi laporan antar instansi intelijen dan penyidik hukum. Kunci keberhasilan dari penggalian informasi adalah koordinasi dan verifikasi berlapis (cek, cek ulang, dan cek silang) terhadap informasi intelijen. Hal ini juga berlaku di dalam ruang lingkup intelijen luar negeri serta intelijen pertahanan. Penggalian informasi dalam ruang lingkup intelijen luar negeri, harus menempatkan informan-informan untuk TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 75 memperoleh langsung informasiyang cepat dan akurat. 2. 4. Bukti Permulaan Yang Diperoleh Dari Hasil Penyadapan Kegiatan intelijen ditujukan untuk menghasilkan suatu produk intelijen berupa laporan intelijen yang mempunyai nilai keakuratan tinggi setelah melalui proses pengolahan dan analisa secara komprehensif yang dilakukan oleh suatu badan resmi yang dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan oleh Pemerintah. Keputusan Pemerintah atas laporan intelijen mempunyai 2 (dua) fungsi. Fungsi preventif ditujukan untuk upaya pencegahan yang meliputi bagaimana seandainya terjadi suatu peristiwa dan menentukan langkah yang tepat untuk menangani peristiwa tersebut. Selanjutnya, fungsi represif yang menitik beratkan pada upaya penyelesaian yang meliputi tindakan-tindakan konkret yang harus secepatnya diambil agar suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum dapat diselesaikan secepatnya. Proses kegiatan intelijen meliputi: a. Pengumpulan data intelijen, yang dikumpulkan dari 2 sumber utama, yaitu sumber yang terbuka dan sumber tertutup. b. Evaluasi dan interpretasi dan produksi dalam bentuk laporan kepada pengambil keputusan, berupa laporan deskriptif dasar, laporan penting, atau perkiraan spekulatif. Pengumpulan bahan intelijen yang dilakukan dalam kegiatan intelijen terdiri dari 5 tahap, yaitu: TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 76 1. Menyusun pertanyaan, apa yang ingin diketahui untuk dipakai sebagai bahan pengambilan keputusan, untuk ditentukan kebutuhan konkretnya. 2. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dengan menentukan dimana dan dari siapa suatu informasi yang paling tepat dapat diperoleh. 3. Produksi intelijen, dimana kumpulan data kasar dibentuk, dievaluasi, disusun, diperiksa dan dibandingkan untuk dijadikan jawaban terbaik atas pertanyaan awal. 4. Mengkomunikasikan pemrosesan informasi dengan pengambilan keputusan agar benar-benar bermanfaat, informasi harus disajikan tepat waktu, akurat dan mudah dipahami. 5. Penggunaan intelijen. Pengambil keputusan dapat mengabaikan informasi yang disajikan, atau menggunakan informasi yang diperolehnya sebagai dasar pengambilan tindakan selanjutnya. Dari seluruh kegiatan intelijen bisa dipastikan bahwa salah satu hasilnya berupa penyadapan yang mana nantinya diolah melalui pencatatan – penilaian – analisa – integrasi - kesimpulan dan penafsiran. Sehingga bahan keterangan yang pada mulanya masih merupakan bahan mentah ditransformasikan menjadi Produk intelijen. Sebagai hasil dari proses kegiatan intelijen tersebut, diperoleh suatu hasil, yaitu laporan intelijen. Dapat kita simpulkan bahwa kegiatan pengumpulan dan pengalian informasi yang salah satunya menggunakan penyadapan tersebut TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA merupakan penyadapan untuk penyelenggaraan 77 fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) UU Intelijen Negara. Serangkaian kegiatan penyelenggaraan fungsi intelijen yang menggunakan penyadapan sebagaimana dimksuddalam Pasal 32 ayat (2) UU Intelijen Negara bisa saja secara acak akan menemukan informasi mengenai serangkaian kegiatan berupa bukti permulaan suatu tindak pidana. Adanya laporan intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 26 Undang–undang Nomor 15 Tahun 2003, dimana untuk penetapan dari keabsahan laporan intelijen itu dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Negeri. Penggunaan laporan intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup merupakan bentuk dari investigating judge yang menjadi fungsi kontrol untuk menentukan sah atau tidaknya laporan intelijen sebagai bukti pendukung untuk dimulainya penyidikan kasus terorisme73. Berdasarkan Pasal 27 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi : a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan c. Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan 73 O. C. Kaligis & Associates. Op.Cit, hal. 46 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 78 sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada : 1. tulisan, suara, atau gambar 2. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya 3. huruf, tanda, angka, simbol, perforasi, yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Dari ketentuan tentang alat bukti yang terdapat dalam Pasal 27 UU Nomor 15 Tahun 2003, maka pengaturan mengenai alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme lebih luas daripada alat bukti yang diatur oleh KUHAP. Perluasan alat bukti tersebut nampak pada Pasal 27 huruf (b dan c) yaitu meliputi alat bukti elektronik. Keberadaan alat bukti elektronik ini tidak dapat dilepaskan dengan modus operandi tindak pidana terorisme yang menggunakan tekhnologi tinggi, baik dalam berkomunikasi maupun dalam melaksanakan tindak pidananya. Jaringannya pun tidak sekedar lintas pulau, melainkan sudah melintasi batas teritorial negara.74 Alat bukti yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Apabila kelima limitasi alat bukti ini apabila diterapkan yang mengacu secara formal legalistik/kaku dalam proses 74 Didik Endro Purwolwksono, Kejahatan Terorisme, Jurnal Yuridika, Vol.20 Nomor 6, November–Desember 2005, hal. 457 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 79 pembuktian pada kasus tindak pidana terorisme dirasakan kurang dapat mengakomodir dalam penyelesaian kasus terorisme yang mempunyai akibat yang luar biasa dan dilakukan secara terorganisir dengan menggunakan jaringan baik yang berskala nasional sampai internasional, sehingga dalam praktiknya menimbulkan problematik. Disamping itu dengan hanya menerapkan kelima limitatif alat bukti tersebut dapat menghambat dan merugikan penegakan hukum dalam pengungkapan kasus tindak pidana terorisme. Dikatakan dapat merugikan oleh karena hal tersebut akan “membelenggu” hakim dalam mencari kebenaran materiil untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Pengaturan penggunaan laporan intelijen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2003 merupakan “Lex Specialis” dari KUHAP. Dengan demikian laporan intelijen dalam kaitan dengan tindak pidana terorisme yang tercantum dalam Pasal 27 harus diartikan sebagai perluasan bukti petunjuk sebagai syarat terpenuhinya ketentuan Pasal 21 Jo. Pasal 183 KUHAP dari dua alat bukti yang cukup. 2. 4. 1. Laporan Intelijen Sebagai Bukti Permulaan Dalam Tindak Pidana Terorisme Operasi teroris biasanya dilaksanakan melalui kelompok yang dilatih dan diorganisir secara khusus, tindakan pengamanan yang ketat biasanya diberlakukan setelah sasaran operasi dipilih. Anggota tim biasanya tidak dipertemukan sebelum pelaksanaan TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 80 latihan pendahuluan sesaat sebelum berangkat menuju sasaran. Pengintaian biasanya dilaksanakan oleh elemen atau personel yang bertugas khusus sebagai intelijen khusus. Untuk memperbesar kemungkinan keberhasilan pelaksanaan operasi lebih banyak serangan yang direncanakan dari pada yang dilancarkan. Teroris senantiasa mencari dan mengeksploitir titik lemah dari sasaran. Mereka seringkali menyerang sasaran yang tidak dilindungi atau kurang pengamanannya. Karakteristik dari operasi teroris adalah kekerasan, kecepatan dan pendadakan.75 Ada tingkatan dalam organisasi terorisme yang menggambarkan terorisme merupakan salah satu kejahatan terorganisir. Tingkatan–tingkatan tersebut teridiri dari: Pertama, pemegang kendali operasi termasuk menyusun rencana dan menetapkan tujuan, pengawas dari sebuah organisasi teroris. Dalam suatu organisasi teroris tidak banyak yang duduk dalam pemegang kendali dan merupakan bagian terkecil dari kelompoknya akan tetapi memiliki pengaruh sangat besar dalam kelompoknya. Kedua, kader–kader aktif yang merupakan pelaksana lapangan aksi terorisme. Kader-kader ini biasanya memiliki keahlian khusus. Misalnya merakit bom dan menggunakan tekhnologi informasi. Contohnya adalah Ali Imron yang diduga 75 Op.Cit, hal. 48 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 81 sebagai pelaksana aksi terorisme dan sekaligus memiliki keahlian dalam perakitan bom, dan Mubarok yang diduga sebagai perencana dan pelaksana peledakan. Ketiga, merupakan bagian terbesar dari organisasi teroris, mereka disebut sebagai pendukung aktif. Tugas utama adalah menjaga kelangsungan kegiatan kader–kader aktif di lapangan. Untuk itu mereka bertugas untuk menjaga dan memelihara jaringan komunikasi, menyediakan tempat persembunyian, melaksanakan kegiatan intelijen dan menyediakan pendanaan serta dukungan logisitik. Empat, diduduki oleh pendukung pasif. Mereka secara tidak langsung menjadi anggota teroris, melainkan tanpa disadari digunakan dan dimanfaatkan untuk menunjang operasi terorisme.76 Berdasarkan uraian diatas maka penanganan anti teroris lebih ditekankan pada aspek kegiatan penanggulangan lebih ditujukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aksi teror. Untuk itu diperlukan intelijen yang aktif dan mampu mencegah segala bentuk persiapan dari aksi teroris. Pengumpulan keterangan intelijen mengenai teroris adalah hal terpenting dalam memerangi teroris. Siapa teroris, kapan, dimana, dan bagaimana ia 76 Abdul Wahid, Sunardi, Muhamad Imam Sidik. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM, dan Hukum, PT. Refika Aditama, 2004. hal. 96 – 97 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 82 melancarkan aksinya adalah bagian terpenting dari pengumpulan informasi intelijen sebagai upaya pencegahan aksi teroris. Tindak pidana terorisme yang bersifat transnasional maka peran lembaga intelijen seringkali dilibatkan dalam penanganan tindak pidana terorisme. Beberapa alasan yang digunakan untuk melibatkan intelejen meliputi77: 1. Karena tindak pidana yang bersifat transnasional, artinya kegiatan tersebut mencakup kegiatan di negara asing, dimana aparat penegak hukum dalam suatu negara memiliki keterbatasan untuk menanganinya, atau karena badan–badan penegak hukum di negara asing tersebut enggan atau tidak memiliki kapabilitas untuk membantu negara yang menjadi korban, maka intelejen dapat dilibatkan untuk mengkoleksi berbagai informasi mengenai kegiatan teroris di luar negeri. 2. Pendekatan penegakan hukum menunggu sampai tindak pidana terorisme terjadi, dari pada mencegah dan menangkap para pelaku yang diduga akan melakukan tindak pidana terorisme. Oleh karena itu penanganan tindak pidana terorisme setelah terjadi tidak dapat diterapkan dalam tindak pidana terorisme yang bersifat transnasional. 77 Laudwijk F. Paulus, Kopassus, TERORISME, Buletin Balitbang Dephan R.I www. Dephan.go.id TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 83 Untuk memperoleh informasi intelijen dapat menggunakan berbagai metode antara lain dengan mengirimkan agen–agen untuk melakukan penetrasi ke dalam kelompok–kelompok tersebut, melakukan penyadapan atas komunikasi jaringan, riset menggunakan data–data yang diperoleh secara terbuka seperti berita–berita dari radio, televisi, dan internet. Menurut A. C Manullang dalam menggalang informasi secara rahasia (convert atau clandstein) dapat digunakan cara–cara yang untuk itu bukan hanya intelijen manusia saja yang memegang peranan penting, melainkan menggunakan tekhnologi tinggi seperti kamera, tape recorder tersembunyi yang dapat merekam gambar atau suara orang yang menjadi target operasi, penggunaan orang atau mesin berteknologi harus dilakukan sedekat mungkin dengan target operasi intelijen agar mendapat informasi yang akurat.78 78 TESIS A. C. Manullang, Ibid PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 84 Peran intelijen: Sensoring Monitoring Counter Niat, Skenario, dan Aksi Terrorism Lawan Mendapatkan Persepsi tentang lawan persiapan dan kewaspadaan Anti Terrorism Deteksi Counter Klasifikasi Sobatage Identifikasi Netralisasi Sumber : A.C Manullang Dari kegiatan intelijen seperti di atas, informasi mengenai kegiatan–kegiatan terorisme dapat diidentifikasi melalui sensoring dan monitoring, dengan adanya sensoring dan monitoring dapat diketahui niat, skenario, dan aksi lawan guna mendapatkan persepsi tentang lawan persiapan dan kewaspadaan (early warning). Beberapa klasifikasi nilai akurasi informasi (menurut nilai kualifikasi): Sepenuhnya dapat dipercaya (A–1, A–2, A–3 ); TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 85 Biasanya dapat dipercaya (B–1, B–2, B–3); Agak dapat dipercaya (C–1, C–2, C–3); Biasanya tak dapat dipercaya (D– 1, D–2, D–3); Tidak dapat dipercaya (E–1, E–2, E–3); dan Kepercayaanya tidak dapat dinilai (F-1, F–2, F–3). Masing–masing nilai terbagi dalam tiga tingkatan (1,2,3). Tingkatan 1 adalah lebih tinggi ”nilainya” (A-1) daripada tingkatan 2 (A-2) dan seterusnya. Misalnya, informasi yang baru masuk bernilai ”sepenuhnya dapat dipercaya” maka ia diberi kode ”A”. Sedangkan nilai ”A” itu sendiri masih dapat dibagi menurut jenjang menjadi A-1, A-2, A-3 demikian seterusnya sampai dengan F (lihat urutan diatas)79. Dari setiap informasi yang diterima tidak langsung dapat dijadikan suatu informasi yang bersifat lengkap, melainkan harus melalui mekanisme dan pengolahan terlebih dahulu. Jadi setiap informasi intelijen bukan merupakan data mentah, melainkan juga berupa analisis, penilaian, dan perkiraan apa yang terjadi dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.80 Untuk menjadikan setiap informasi intelijen maka diperlukan siklus intelijen. Siklus intelijen adalah mengumpulkan, langkah–langkah menafsirkan kemudian untuk menggali, menyusun sebuah 79 Op.Cit, hal. 20 Ikrar Nusa Bakti, Intelijen dan Keamanan Negara, www. Dephan.go.id 80 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 86 informasi yang disampaikan kepada pengguna, yakni pengambil dan pembuat keputusan.81 Laporan intelijen tentunya didasarkan pada pengertian bahwa material deskripsi atau laporan yang diperoleh dari berbagai sumber seperti obsevarsi, laporan, kabar, kabar angin, foto, dan sumber–sumber lainnya yang bila diolah akan menghasilkan laporan. Informasi adalah bahan mentah atau bahan baku intelijen.82 Dari setiap informasi intelijen tersebut perlu diproduksi sehingga setiap informasi intelijen dapat bernilai. Adapun langkah–langkah dalam memproduksi intelijen sebagai berikut : Langkah pertama adalah Analisis (identifikasi). Informasi aktual yang telah dinilai, dianalisa, diuraikan, digolong– golongkan dan disortir sehingga terjadi identifikasi. Langkah kedua adalah Integrasi. Hasil analisis diintgarasikan dengan informasi dasar atau intelijen dasar sehingga diperoleh hipotesis. Mungkin lebih dari satu hipotesis. Setiap hipotesis dihadapkan pada indikasi–indikasi yang seharusnya ada. Bila indikasi itu ada maka hipotesis dapat dianggap sah (valid) Langkah ketiga adalah Konklusi. Dari hasil pengintegrasian tersebut ditarik deduksi/konklusi. Deduksi direncanakan untuk menjawab pertanyaan: apa arti informasi ini bila dihubungkan 81 A.C Manullang, Op.Cit, hal. 48 Op. Cit, hal. 48 82 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 87 dengan situasi musuh dan daerah operasi ? Apa arti informasi ini bila dihubungkan dengan penggunaan samaran dan penyesatan oleh musuh? Jawabannya akan memberikan suatu konklusi yang dapat memberikan kemungkinan cara bertindak musuh di masa yang akan datang (intelijen ramalan) dan untuk memelihara perkiraan intelijen tetap aktual.83 Dari uraian diatas, intelijen merupakan suatu informasi yang ditafsirkan dalam kerangka past, present, future. Dalam pandangan analis intelijen tidak ada peristiwa yang terjadi tiba– tiba atau sifatnya dadakan, karena peristiwa kemarin terkait dengan peristiwa hari ini terkait dengan peritiwa esok. Intelijen menyampaikan informasi bersifat analisis tentang suatu masalah yang berdampak pada social change dan social rapid.84 Dengan demikian, intelijen harus mampu melakukan penggalangan informasi mengenai kelompok–kelompok atau indiviu–individu yang berencana akan melakukan tindak pidana terorisme baik di dalam maupun di luar negeri, apa motivasinya, siapa penyandang dana utamanya, serta apa tujuannya. Suatu kejadian seperti pembajakan pesawat atau peledakan bom oleh teroris, akan sangat merugikan. Karena itu suatu pemerintah lebih baik mencegah dari pada menyelesaikannya setelah kejadian tersebut terjadi. Penegak hukum dalam mengatasi 83 Op cit, hal. 50 Loc cit, hal. 11 84 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 88 akibat setelah tindak pidana selesai dilakukan, penanganannya juga membutuhkan informasi intelijen mengenai organisasi atau individu yang terlibat. TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III PENYADAPAN YANG DILAKUKAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA TERHADAP ORANG YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERORISME 3. 1. Istilah Terduga Teroris Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Istilah terduga teroris terdapat dalam Bab VII Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tidak Pidana Pendanaan Terorisme, namun Undang-undang tersebut tidak memberikan defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan terduga terorisme. Istilah terduga jika diartikan sebagai permulaan pelaksanaan dari niat atau permulaan pelaksanaan dari kejahatan, maka dianggap sebagai seseorang yang akan melakukan kejahatan. Terhadap percobaan, Moeljatno memberikan penjelasan yaitu : 1. Batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan percobaan yang telah dapat dihukum itu terdapat diantara apa yang disebut voerberidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan) dengan apa yang disebut uitvoeringshandelingen (tindakan-tindakan pelaksanaan). 2. Yang dimaksud dengan Uitvoeringshandelingan itu Voerberidingshandelingan adalah tindakan-tindakan dan yang berhubungan langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk dilakukan dan telah dimulai pelaksanaannya. TESIS 89 PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 90 Pembentuk Undang-undang tidak bermaksud untuk menjelaskan lebih lanjut tentang batas-batas (Uitvoeringshandelingen).85 Mengenai tindakan-tindakan permulaan pelaksanaan pelaksanaan, Van Hammel mengemukakan pendapat berdasarkan teori percobaan yang bersifat subyektif materiil yakni telah terbentuk sikap batin yang jahat dari si pembuat. Menurut pendapat Simons berdasarkan teori obyektif materiil (bahwa pada delik materiil, perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai atau dilaksanakan/dilakukan perbuatan yang menurut sifatnya langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang oleh Undang-undang tanpa memerlukan perbuatan lain. Duynstee berpendapat mengenai teori obyektif formil, bahwa perbuatan pelaksanaan, jika apa yang dilakukan termasuk dalam salah satu kelakuan yang merupakan rangkaian kelakuan seperti yang dilarang dalam rumusan delik. Dalam menentukan adanya perbuatan permulaan pelaksanaan pada delik percobaan, Moeljatno berpendapat bahwa terdapat 2 (dua) faktor yang harus diperhatikan, yaitu sifat atau inti dari delik percobaan dan sifat atau inti dari delik pada umumnya. Dengan demikian perbuatan pelaksanaan harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu : a. Secara obyektif, apa yang telah dilakukan terdakwa harus mendekatkan kepada kejahatan yang dituju; 85 http://www.tanyahukum.com/pidana/189/permulaan-pelaksanaan-dalam-delik-percobaan/, diakses 13 Juli 2015 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 91 b. Secara subyektif, tidak ada keragu-raguan lagi delik mana yang dituju; dan c. Apa yang dilakukan terdakwa itu merupakan perbuatan yang melawan hukum. Untuk menentukan terjadinya suatu tindak pidana, maka faktor-faktor esensial dari kejahatan dan faktor batin adalah hal yang utama atau yang lebih dikenal dengan istilah Actus Reus dan Mens Rea. Actus Reus atau Criminal Act, yaitu perbuatan kriminal, merupakan salah satu bagian essensial dari asas hukum actus non facit reum nisi mens sit rea (suatu tindakan tidak membuat seseorang bersalah, kecuali maksud tujuan untuk bertindaknya juga bersalah) . Dalam hubungan ini perlu diperhatikan uraian Clark dan Marshall sebagai berikut : “Actus non facit reum nisi sit rea is the product of an effort to capture a theory criminal responsibility reting upon and requiring concurrence of a wrongful intent and wrongful act in a maxim”.86 (Terjemahan bebas: Actus non facit reum nisi sit rea adalah produk dari sebuah teori penilian tanggung jawab kriminal atas dan menuntut persetujuan dari sebuah tujuan yang benarbenar salah dan undang-undang yang salah). Mens rea menyangkut dengan unsur-unsur pembuat delik, yaitu sikap batin, yang oleh pandangan monitistis tentang delik disebut unsur subyektif suatu delik atau keadaan psikis pembuat.87 Atau dapat dikatakan bahwa mens rea adalah unsur esensial dari kejahatan. 86 87 TESIS Mr. H.A Zainal Abidin Farid, Ibid, hal. 47 Mr. H.A Zainal Abidin Farid, Ibid, hal. 51 PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 92 Perbuatan pidana (Strafbaar feit) merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatau yang sebenarnya dialarang oleh hukum) juga perbuatan yang pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum).88 Merumuskan apa yang dimaksud dengan tindak pidana, karena asas legalitas, mewajibkan kepada pembuat undang-undang untuk menentukan terlebih dahulu dalam undang-undang, dan apa yang dimaksud dengan tindak pidana harus dirumuskan secara jelas. Karenanya pula rumusan tersebut mempunyai peranan yang menentukan mengenai apa yang dilarang atau apa yang harus dilakukan orang.89 Asas nullum delictum noela poena sini prevea lege poenale yang bermakna suatu perbuatan tidak dapat dihukum apabila belum ada hukum yang mengaturnya. Hal ini merupakan wujud dari penegakan hak asasi manusia khususnya asas praduga tak bersalah. Maka untuk menyimpulkan seseorang telah melakukan sebuah kejahatan, maka kejahatan tersebut telah diatur dalam perundang-undangan atau belum. Apabila sudah ada, maka tahapan selanjutnya untuk menentukan seseorang telah melakukan suatu kejahatan adalah terpenuhinya unsur-unsur kejahatan yang dilakukan. Terjadinya suatu tindak pidana, harus memenuhi beberapa syarat yaitu : a. Harus ada suatu perbuatan; 88 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo, 2012, hal. 155 Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia studi kasus tentang penerapan dan perkembangannya dalam yurisprudensi alumni, bandung, 2002, hal. 23 89 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 93 b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang ditentukan dalam ketentuan hukum; c. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan; d. Harus berlawanan dengan hukum; e. Harus terdapat ancaman hukumannya. Pompe mengatakan bahwa untuk dapat dipidananya seseorang yang telah dituduh melakukan tindak pidana, ada ketentuan di dalam hukum acara: 1. Tindakan yang dituduhkan atau didakwakan itu harus dibuktikan; 2. Tindak pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur yang terdapat di dalam rumusannya. Setelah ada kesimpulan bahwa seseorang tersebut melakukan sebuah kejahatan, maka tahapan selanjutnya adalah menentukan mengenai sifat dan substansi perbuatannya itu. Di sinilah terdapat dasar hukum untuk memberi atau menjatuhkan hukuman pada seseorang. Paham sifat melawan hukum ada 2 (dua) yaitu : 1. Perbuatan melawan hukum formil, yaitu suatu perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut sudah diatur dalam undangundang. Jadi sandarannya adalah hukum yang tertulis. 2. Perbuatan melawan hukum materiil, yaitu terdapat mungkin suatu perbuatan melawan hukum walaupun belum diatur undang-undang. TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 94 Sandarannya adalah asas umum yang terdapat dalam lapangan hukum. Pembuat Konsep KUHP Baru 1998 menegaskan dianutnya pandangan sifat melawan hukum materiil yang terdapat dalam pasal 17 yaitu: “Perbuatan yang dituduhkan haruslah merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh suatu peraturan perundangundangan dan perbuatan tersebut juga bertentangan dengan hukum.” Penegasan ini dilanjutkan dalam pasal 18 yaitu : “Setiap tindak pidana selalu bertentangan dengan pengaturan perundang-undangan atau bertentangan dengan hukum, kecuali terdapat alasan pembenar dan pemaaf.” Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat melawan hukum tidak hanya formale wedereechtelijkheid yang diakui, tetapi juga materiele wederrechtelijkheid. Untuk menentukan apakah kejahatan yang dilakukan seseorang yang diduga melakukan terorisme itu adalah sebuah kejahatan, maka perlu dibuktikan berdasarkan deliknya. Menurut Satochid Kartanegara, unsur delik terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur yang objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri manusia yaitu berupa : a. suatu tindakan; b. suatu akibat dan; c. keadaaan (omstandigheid). TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 95 Unsur subjektif dari unsur-unsur dari perbuatan dapat berupa: a. Kemampuan dapat dipertanggungjawabkan (Toerekeningvatbaarheid) b. Kesalahan (Schuld).90 Penjelasan di atas bisa kita lihat bahwa orang yang sebagai permulaan diduga melakukan terorisme itu, memenuhi unsur atau delik suatu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003. Walaupun ada bukti permulaan yang cukup, pembuktian unsur-unsur yang ada dalam pasal tersebut cukup untuk membuktikan sesorang diduga melakukan kejahatan. Jika dilihat dari unsur-unsur tindak pidana terorisme, maka dapat dilakukan tindakan penyadapan terhadap orang yang diduga melakukan terorisme. Pengertian tentang terorisme diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa : “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek – obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas inter - nasional.” Wilkinson dalam Ensiklopedia Ilmu Kepolisian memberikan identifikasi dengan memberikan ciri dan karakteristik terorisme sebagai berikut : 1. Sistematisasi penggunaan pembunuhan, luka–luka/kerugian, atau ancaman untuk mencapai tujuan akhir, contoh penekanan pemerintah, kegiatan revolusioner atau pengenalan. 90 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 10 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 96 2. Fokus, arah, dan tujuan terorisme adalah menciptakan ketakutan, ketidaknyamanan dan panik. 3. Terorisme tidak terpisahkan secara acak dan pandang bulu. Terorisme sengaja menyerang target warga sipil (bukan prajurit). Strategi ini menyebarkan ketakutan, karena tidak memiliki target khusus. Oleh karena itu tidak seorangpun akan merasa aman, dan individu tidak dapat menghindar menjadi korban. Strategi terorisme diarahkan pada target lunak (soft target). 4. Terorisme menggunakan metode penghancuran liar/acak seperti bom mobil, bom paku, dan bom ganda adalah paling disukai. Terorisme tidak mengenal aturan atau kebiasaan dalam perang. 5. Terorisme lebih bersifat ekspresif dari kekerasan, begitupun terorisme membutuhkan pendengar dan media. Tanpa media, teroris merupakan latihan yang sia–sia. 6. Tindak pidana terorisme direncanakan dengan baik dibandingkan dengan tindak pidana yang dilakukan secara spontan oleh pelaku tindak pidana.91 Dari masing-masing rumusan terorisme diatas tampak jelas bahwa dalam pemahaman yang dominan dan resmi, terorisme adalah sebagai aksi kejahatan yang pada tahap akhir ditujukan untuk menghancurkan negara, artinya ia disamakan dengan sejenis politik subversi. Dengan kata lain pendefinisian ini 91 William G. Baely, Ensiklopedia Ilmu Kepolisian Edisi Bahasa Indonesia, Yayasan pengembangan Kajian ilmu Kepolisian, Jakarta, hal. 908 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 97 lebih ditujukan untuk melindungi kepentingan dan kekuasaan resmi negara. Kejahatan terorisme dikatakan sebagai political criminal di mana aktivitas kejahatannya dilakukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat ideologis dan dilakukan dengan jaringan atau kelompok. Terorisme bukan merupakan kejahatan biasa (ordinnary crime) tetapi lebih bersifat extra ordinary crime. Perbedaan antara kedua kejahatan tersebut terletak pada tujuan dan cara pelaksanaannya, pada kejahatan biasa dilaksanakan untuk suatu tujuan tertentu dan korban korban tertentu serta menggunakan cara biasa yang dapat dilaksanakan secara perorangan atau bersama–sama (lebih dari satu orang). Mengingat cara perbuatan itu dilakukan secara biasa, kejahatan ini dapat dilaksanakan oleh hampir setiap orang. Pada kejahatan extra ordinary, kejahatan dilaksanakan secara sistematik, meluas serta terorganisir yang didalamnya terkandung adanya perencanaan dan penggunaan sarana IPTEK, serta dengan tujuan ideologis serta dapat mengorbankan masyarakat luas bahkan dapat menggoyahkan tatanan sosial, budaya, hukum, ekonomi dan yang lainnya. Dengan demikian, penanganan terhadap kejahatan terorisme tidak lagi bersifat ultimum remedium, tapi harus primum remedium.92 Berkaitan dengan seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme diperlukan adanya bukti permulaan yang cukup, dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Tentang penggunaan bukti permulaan yang cukup, dirasakan kurang 92 Eman Ramelan, “Terorisme Dalam Prespektif Hukum Internasional”, Yuridika, Vol. 21 Nomor 1 januari–Februari 2006 : 1 – 12, hal. 3 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 98 jelas dan kurang mampu memberi arah yang pasti sehingga dalam perkembangan hukum diperlukan suatu formulasi khusus dalam penanganan tindak pidana khusus seperti terorisme. Dalam Pasal 26 (1) Undang–undang Nomor 15 Tahun 2003 menyebutkan bahwa penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen untuk memulai proses penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras akan melakukan kejahatan terorisme. Data intelijen dapat digunakan sebagai awal penyidikan, dengan asumsi bahwa semua dapat dideteksi sedari awal sebagai upaya pencegahan, dengan demikian pihak intelijen maupun aparat keamanan negara dapat memaksimalkan pencegahan setiap tindakan yang bepotensi menimbulkan aksi–aksi teror di wilayah Indonesia. Pengertian sistem menurut R. L Ackoff adalah sebagai kumpulan konsep atau fisik yang bagian–bagiannya saling berkaitan secara konsisten.93 Pengertian Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice Syste) menurut kamus hukum Black Law yaitu : “Criminal Justice System is the collective institutions through which an accused offender passes until the accusations have been disposed of or the assessed punishment conclude. The system typicaly has have three components: law enforcement (police, sheriffs, marshals), the judicial process (judge, prosecutors, defence lawyers), and corrections ( prison officials, probation officers and parole officers). (Terjemahan bebas: Sistem Peradilan Pidana merupakan lembaga secara kolektif mulai dari sangkaan pelaku sampai sangkaan itu tidak terbukti atau mendapatkan hukuman. Ciri sistem ini memiliki tiga komponen: penegakan hukum (Polisi), proses peradilan (Hakim, Jaksa, Pengacara), dan koreksi (Petugas Lapas, Petugas percobaan dan Petugas pembebasan bersyarat). 93 60 TESIS Philips D. C., Holistic Thought in Social Science, California, Stanford University, 1998, hal. PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 99 Barda Nawawi Arief menyebutkan Sistem Peradilan Pidana Indonesia pada hakekatnya identik dengan sistem penegakan hukum pidana yang merupakan sistem kekuasaan/kewenangan menegakkan hukum. Kekuasaan atau kewenangan ini dapat diidentikkan dengan istilah kekuasaan kehakiman.94 Sistem Peradilan Pidana Indonesia terdiri dari empat sub sistem yaitu pelaksanaan penyidikan oleh lembaga penyidik, penuntutan oleh lembaga penuntut umum, memeriksa, memutus dan mengadili/menjatuhkan putusan oleh Pengadilan dan pelaksanaan hukum (eksekusi) pidana dilaksanakan oleh Kejaksaan. Keterpaduan keseluruhan sub sistem menciptakan sistem terpadu dalam penegakan hukum atau yang disebut dengan istilah Sistem Peradilan Pidana terpadu (integrated criminal justice system). Tujuan Sistem Peradilan Pidana menurut Muladi terdiri dari tujuan jangka pendek yaitu resosialisasi dan rehabilitasi pelaku, tujuan jangka menengah berupa pengendalian dan pencegahan dalam konteks politik kriminal, dan tujuan jangka panjang adalah kesejahteraan masyarakat dalam konteks politik sosial.95 Sistem Peradilan Pidana menurut Undang–undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) merupakan sistem terpadu (integrated criminal justice system) diletakan diatas prinsip diferensiasi fungsional. Fungsi utama dari sistem peradilan 94 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang, 1995, hal. 19-26 95 Muladi, Pembinaan Narapidana dalam Kerangka Rancangan UU Hukum Pidana, Makalah, FH. UI, 1988, hal. 79 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 100 pidana terdiri dari fungsi pembuatan Undang–undang (law making function), fungsi penegakan hukum (law enforcement function), fungsi pemeriksaan sidang pengadilan (function of ajudication) dan fungsi memperbaiki terpidana (function of correction).96 Dalam perkara pidana terdapat pihak-pihak yang saling berhadapan. Dalam sistem saling berhadapan (adversary system) pihak terdakwa dan/atau penasehat hukumnya berhadapan dengan pihak penuntut umum yang atas nama negara menuntut pidana terhadap terdakwa setelah melalui proses penyidikan di Kepolisian. Tugas hakim adalah memeriksa, memutus dan mengadili terdakwa dengan keharusan tidak berpihak pada salah satu pihak. Sistem hukum acara pidana tidak mengenal alat bukti berupa persangkaan, asumsi, dan spekulasi atau terduga sehingga tidak dibenarkan menyatakan kesalahan maupun menghukum terdakwa berdasar atas sangkaan, karena hal itu sama dengan melanggar asas praduga tak bersalah (persumption of innocent), demikian juga hukum acara pidana memberikan definisi terhadap seseorang pada tahap penyidikan sebagai tersangka yakni seseorang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana dan terdakwa sebagai seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan. Pada setiap tingkatan pemeriksaan, status seseorang berubah sesuai dengan alat bukti dan fakta hukum serta perbuatan yang dilakukan, karenanya dalam penggunaan setiap alat bukti harus diuji terlebih dahulu mengenai kebenaran 96 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 90-91 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 101 serta kesesuaian antara fakta dan alat bukti, sehingga hakim dalam memutus berdasarkan alat bukti yang cukup diperoleh keyakinan bahwa seorang terdakwa benar–benar telah melakukan tindak pidana. Dengan demikian istilah terduga tidak ada dalam KUHAP. 3. 2. Legalitas Penyadapan Badan Intelijen Negara Terhadap Orang Yang Diduga Kewenangan penyadapan oleh Badan Intelijen Negara bertujuan agar intelijen dapat melaksanakan tugasnya yakni deteksi dini suatu ancaman. Penyadapan hanya boleh dilakukan ketika adanya indikasi ancaman yang ditujukan kepada negara. Kewenangan penyadapan oleh BIN dapat dilihat yaitu menyadap, memeriksa aliran dana, dan penggalian informasi dengan meminta keterangan kepada kementerian lembaga pemerintah non kementerian dan atau lembaga lain.97 Badan Intelijen Negara adalah merupakan lembaga Negara yang diberikan kewenangan untuk melakukan kegiatan intelijen. Kegiatan Intelijen yang dilakukan Badan Intelijen Negara ini, sebagaimana tercantum dalam pasal 10 ayat (1) Undang-undang Intelijen Negara, yaitumenyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri. Kewenangan penyadapan untuk kepentingan intelijen diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, yang 97 http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=267284:binberwenang-lakukan-penyadapan&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 102 diatur dalam pasal 31, pasal 32 dan penjelasan pasal 32 ayat (1) serta ayat (3), sebagai berikut: Pasal 31 Undang-Undang tentang Intelijen Negara : Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan98: a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; dan/atau b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.” Pasal 32 Undang-Undang tentang Intelijen Negara:99 (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan berdasarkan peraturan perundangan-undangan. (2) Penyadapan terhadap Sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan ketentuan: a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen; b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan 98 99 TESIS Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara Ibid , Pasal 32 PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 103 c. jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. (3) Penyadapan terhadap Sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua Pengadilan Negeri. Penjelasan pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang tentang Intelijen Negara: “Yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundangundangan” adalah Undang-undang ini. Hasil penyadapan hanya digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk dipublikasikan.”100 Penjelasan pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang tentang Intelijen Negara: “Proses penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dengan memperhatikan prinsip kecepatan dan kerahasiaan”.101 Dengan demikian, terdapat dua jenis penyadapan yang dilakukan menurut UU Intelijen Negara, pertama berdasarkan orang yang dicurigai atau diduga melakukan ancaman,102 dan misalnya dalam pelaksanaannya hanya beradasarkan izin Kepala Badan Intelijen Negara, fungsi Intelijen Kepolisian Republik Indonesia izin dari Kepala Badan Intelijen Keamanan, fungsi intelijen Kejaksaan Republik Indonesia izin dari Jaksa Muda Intelijen, 100 Ibid, Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) Ibid, Penjelasan pasal 32 ayat (3) 102 Yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan. Ibid, pasal 1angka 4 101 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 104 sehingga dapat menyadap pembicaraan melalui telepon dan atau alat telekomunikasi elektronika lainnya terhadap orang yang dicurigai tersebut. Sehingga intelijen disini melaksanakan fungsi penyelidikan.103 Dengan waktu untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas waktunya. Bahwa yang kedua jenis penyadapan yang sasarannya yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri dimana prosesnya dapat lebih cepat dan rahasianya lebih terjaga. Dengan waktu untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas waktunya. Dapat dilihat bahwa penyadapan merupakan kewenangan yang diberikan kepada intelijen apabila sudah mempunyai bukti permulaan yang cukup. Pengaturan tentang penyadapan tak hanya diatur dalam Undang-undang Intelijen Negara dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Dalam pasal 32 ayat 2 bahwa penyadapan terhadap sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 undang-undang nomor 17 tahun 2011 dilaksanakan dangan ketentuan : Untuk penyelenggaraan fungsi intelijen a. Atas perintah Kepala Badan Intelijen b. Jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. 103 Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengelolah informasi menjadi intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Ibid, pasal 6 ayat (2) TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 105 Pasal 32 ayat 3 UU Intelijen Negara menyebutkan bahwa penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua Pengadilan Negeri, secara a contrario dapat diartikan bahwa penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara terhadap sasaran yang belum mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan tanpa adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Meskipun demikian, penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara tidak dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum. Hal itu diperjelas dalam pasal 34 UU Intelijen yang mengatakan bahwa penyadapan itu hanya dapat dilakukan untuk penyelenggaraan fungsi intelijen, perintah kepala Badan Intelijen Negara, tanpa melakukan penahanan/penangkapan, dan bekerja sama dengan penegak hukum yang terkait. Salah satu fungsi Intelijen Negara sebgaimana diatur dalam Pasal 6 UU Intelijen Negara ialah menyelenggarakan fungsi penyelidikan. Penyelidikan yang dimaksud terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi laporan intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk bukti permulaan tindak pidana terorisme. 3. 3. Hasil Penyadapan Yang Digunakan Sebagai Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme Hasil penyadapan yang disajikan Intelijen Negara berupa laporan intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang tertuang TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 106 dalam Pasal 26 Undang–undang Nomor 15 Tahun 2003, memerlukan syarat khusus untuk keabsahannya membutuhkan penetapan Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Negeri. Syarat khusus tersebut dalam penggunaan laporan intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup merupakan bentuk dari investigating judge untuk melaksanakan fungsi kontrol dalam menentukan sah atau tidaknya laporan intelijen sebagai bukti pendukung untuk dimulainya penyidikan kasus terorisme.104 Penjelasan Pasal 26 Undang–undang Nomor 15 Tahun 2003 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan laporan intelijen adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana bahwa seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana terorisme. Dengan demikian ketentuan Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2003 yang dapat digunakan sebagai laporan intelijen berupa laporan informasi langsung yang telah mendapatkan pengesahan oleh Kepala Badan Intelijen Negara. Penggunaan laporan intelijen tersebut harus melalui penetapan bahwa sudah diperoleh bukti permulaan yang cukup, harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri, hal ini ditujukan untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi laporan intelijen, oleh karenanya proses pemeriksaan hanya dilakukan terhadap dokumen intelijen. Berdasarkan Pasal 27 Undang - undang Nomor 15 Tahun 2003 alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi: 104 O.C. Kaligis & Associates. Op.Cit, hal. 46 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 107 a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan c. Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada : 1. tulisan, suara, atau gambar 2. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya 3. huruf, tanda, angka, simbol, perforasi, yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Dari ketentuan tentang alat bukti yang terdapat dalam Pasal 27 UU Nomor 15 Tahun 2003, maka pengaturan mengenai alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme lebih luas daripada alat bukti yang diatur oleh KUHAP. Perluasan alat bukti tersebut nampak pada Pasal 27 huruf b dan c yaitu meliputi alat bukti elektronik. Keberadaan alat bukti elektronik ini tidak dapat dilepaskan dengan modus operandi tindak pidana terorisme yang menggunakan tekhnologi tinggi, baik dalam berkomunikasi maupun dalam melaksanakan tindak TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 108 pidananya. Jaringannya pun tidak sekedar lintas pulau, melainkan sudah melintasi batas teritorial negara.105 Alat bukti yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Apabila kelima limitasi alat bukti ini diterapkan yang mengacu secara formal legalistik/kaku dalam proses pembuktian pada kasus tindak pidana terorisme dirasakan kurang dapat mengakomodir dalam penyelesaian kasus terorisme yang mempunyai akibat yang luar biasa dan dilakukan secara terorganisir dengan menggunakan jaringan baik yang berskala nasional sampai internasional, sehingga dalam praktiknya menimbulkan problematik. Disamping itu dengan hanya menerapkan kelima limitatif alat bukti tersebut dapat menghambat dan merugikan penegakan hukum dalam pengungkapan kasus tindak pidana terorisme. Dikatakan dapat merugikan oleh karena hal tersebut akan “membelenggu” hakim dalam mencari kebenaran materiil untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Pengaturan penggunaan laporan intelijen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 Undang–undang Nomor 15 Tahun 2003 merupakan “Lex Specialis” dari KUHAP. Dengan demikian laporan intelijen dalam kaitan dengan tindak pidana terorisme yang tercantum dalam Pasal 27 harus diartikan sebagai perluasan bukti petunjuk sebagai syarat terpenuhinya ketentuan Pasal 21 Jo. 183 KUHAP dari dua alat bukti yang cukup. 105 Didik Endro Purwoleksono, Kejahatan Terorisme, Yuridika, Vol.20 Nomor6, November– Desember 2005, hal. 457 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 109 Berdasarkan Pasal 1 angka 24 KUHAP, yang dimaksud dengan laporan adalah pemberitahuan yang dilakukan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang–undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Dengan adanya laporan intelijen sebagai alat bukti permulaan, maka setiap alat bukti permulaan tentunya memerlukan kekuatan pembuktian untuk dapat digunakan sebagai alat bukti. Dari pendapat yang dikemukakan di atas penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara sebagai alat bukti dapat mempunyai nilai pembuktian harus melalui lembaga Pengadilan sebagai dasar hukum yang kuat terhadap tindakan aparat penegak hukum tidak menjadi tindakan yang sewenang– wenang. Prinsip bahwa penyadapan pada dasarnya merupakan pelanggaran HAM adalah perinsip umum yang memang harus dipatrikan, sehingga dikarenakan begitu besar potensinya dalam melanggar HAM, maka penyadapan hanya diperuntukkan dalam upaya penegakan hukum sebagai upaya terakhir. Prinsip pertama ini harus dijadikan batu uji yang utama dari pengaturan penyadapan. Bunyi yang sama sebetulnya sudah tertulis dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyebutkan bahwa penyadapan dilarang dengan pengucualian demi kepentingan penegakan hukum. TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PENUTUP 4. 1. KESIMPULAN . a. Penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara merupakan penyelenggaraan fungsi Intelijen, diantaranya fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional. b. Ketentuan mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri, secara a contrario dapat diartikan bahwa penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara terhadap sasaran yang belum mempunyai bukti permulaan yang cukup dapat dilakukan tanpa adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri. 4. 2. SARAN a. Meningkatkan koordinasi dan konsolidasi tiap-tiap lembaga yang memiliki fungsi Intelijen agar keterpaduan dalam mendapatkan informasi Intelijen berjalan dengan baik sehingga harapan dan tujuan deteksi dini serta pencegahan dini terwujud dengan maksimal. 110 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 111 b. Perumusan kembali mengenai ketentuan penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara, sehingga tidak menimbulkan multitafsir terhadap Pasal 32 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara. TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR BACAAN Buku Abdullah, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan wewenang Pemerintah dalam Rangka Pengawasan Pajak, Disertasi, Universitas Airlangga, 2013 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia RI, Pengkajian Hukum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Korban Terorisme, Jakarta, 2008 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, edisi III, cet.II, 2002 Farid, Mr. H.A Zainal Abidin Hukum Pidana 1, Jakarta, Sinar Grafika, 2007 Fuady Munir, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010 Habib, Hasnan, Lingkungan Internasi onal dan Ketahanan Nasional, dalam Ichlasul Amal dan Atmadidy Armawi, ed., Sumbangan Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional, Jakarta, 1995 Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006 Herny Campbel, Black Law Dictionary, West Publishing, 1990 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) Kaligis, O.C. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Bandung, Alumni Lamintang, P.A.F. & Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Kepentingan Negara, Jakarta, Sinar Grafika Manulang, A. C., Menguak Tabu Intelijen, Teror, Motif, dan Rezim, Jakarta, Panta Rhei Cet. I, 2001 Marpaung, Leden, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika Jakarta, 2005 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005 Masyhar, Ali Gaya Indonesia Menghadang Terorisme, Bandung, Mandar Maju, 2009 Muladi, Pembinaan Narapidana dalam Kerangka Rancangan UU Hukum Pidana, Makalah : FH.UI, 1988 Nasakah Akademik Rancangan Undang-undang Intelijen Negara Philips D.C, Holistic Thought in Social Science, California, Stanford University, 1998 Prasetyo, Teguh Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo, 2012 Sapardjaja, Komariah Emong, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam hukum pidana Indonessia studi kasus tentang penerapan dan perkembangannya dalam yurisprudeni, alumni, bandung 2002 TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Sasangka, Hari & Rosita, Lily Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Bandung, Mandar Maju, 2003 Sukarno Irawan, Dasar-Dasar Intelijen Strategis, Jakarta, Markas Besar Angkatan Bersenjata RI, Lembaga Pertahanan Nasional, 1988 Tim Editorial, Cambridge International Dictionarry of English, London, Cambridge University Press, 1996 Wibisono, Ali Abdullah dan Faisal Idris, Menguak Intelijen “Hitam” Indonesia, Jakarta: Pacivis UI, 2006 Widjajanto, Andi, Cornelis Lay, & Makmur Keliat, Intelijen: Velox et Exactus, Jakarta Pacivis UI & Kemitraan, 2006 William G. Baely, Ensiklopedia Ilmu Kepolisian Edisi Bahasa Indonesia, Yayasan pengembangan Kajian ilmu Kepolisian, Jakarta Jurnal Hadjon, Phlipus M., “ Wewenang”, Jurnal Yuridika, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Nomor 5 & 6, Edisi September s/d Desember 1997 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Yuridika, Volume 16, Nomor2, Fakultas Hukum Unair Maret 2001 Purwoleksono, Didik Endro, Kejahatan Terorisme, Jurnal Yuridika, Vol.20 Nomor 6, November – Desember 2005 Ramelan, Eman, “Terorisme Dalam Prespektif Hukum Internasional” , Jurnal Yuridika, Vol. 21 Nomor1 januari – Februari 2006 Peraturan Perundang-perundangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi. TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Situs Internet http://www.tanyahukum.com/pidana/189/permulaan-pelaksanaan-dalam-delikpercobaan/ http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=267 284:bin-berwenang-lakukan-penyadapan&catid=59:kriminal-ahukum&Itemid=91 Ikrar Nusa Bakti. Intelijen dan Keamanan Negara, www.dephan.go.id Laudwijk F Paulus, Kopassus. TERORISME. Buletin Balitbang Dephan R.I, www.dephan.go.id TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN