BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art) Enam penelitian terdahulu berkaitan dengan judul penelitian yang diambil dapat memperlihatkan persamaan dan perbedaan serta menjadi referensi dalam penelitian ini. Keenam penelitian tersebut adalah: Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art) No. Nama 1. Son Wandrial (2012) Judul Penelitian Budaya Budaya organisasi Metode yang Organisasi dapat dijadikan digunakan dalam Hasil Penelitian (Organizational sebagai sumber Perbandingan penelitian Wandrial keunggulan menggunakan studi Satu Sumber bersaing kasus, sedangkan Keunggulan perusahaan dalam penelitian ini menghadapi menggunakan lingkungan yang metode deskriptif. Tengah terus berubah. Pembahasan Lingkungan Google adalah penelitian Yang Selalu contoh perusahaan mengenai konsep Berubah yang sukses karena manajemen menerapkan strategi, adaptasi budaya yang perubahan adaptif di lingkungan, dan organisasi mereka, budaya, sedangkan ini mestinya bisa penelitian kali ini ditiru oleh membahas Culture), Salah Bersaing Perusahaan di (JurnalBinus Business Review, 03 (01) ISSN: 2087122) perusahaan lainnya, mengenai proses 7 untuk bisa bertahan sosialisasi budaya dalam lingkungan KOPI kepada para 8 yang terus karyawan. mengalami perubahan dan bisa mencapai visi/misi di masa depan. 2. Shili Sun (2008) Organizational Untuk mencapai Penelitian Culture and Its budaya yang sebelumnya sukses, pengelola membahas budaya seharusnya tidak organisasi secara mengabaikan umum, serta budaya organisasi implikasi budaya dan cakupannya, organisasi dari karena budaya perspektif yang dapat digunakan berbeda, dan tema Themes (International Journal of Business and Management,IS SN: 1833-8119) sebagai keunggulan budaya objek yang kompetitif dengan selama organisasi menggunakan berkembang, dan model Scholes’ budaya yang kuat cultural web dan juga dapat Hofstede’s onion menawarkan diagram. banyak keuntungan Sedangkan seperti kerjasama, penelitian kali ini kontrol, cakupannya adalah komunikasi atau proses penerapan komitmen. budaya KOPI kepada para karyawan di Metro TV yang menjadi pembeda antara Metro TV dengan perusahaan besar lainnya. 9 3. Windy Fitri Strategi Penelitian ini Perbedaannya, Astuti dan Ike Sosialisasi membahas PT penelitian kali ini, Devi Budaya Astra International budaya yang dianut Sulistyaningt- Organisasi Tbk-Honda Metro TV adalah yas Kepada memiliki budaya KOPI yang terdiri Karyawan PT organisasi yang dari Kerjasama, Astra disebut dengan Orientasi hasil, International- Astra Motor BEST Proaktif, dan Tbk Honda Core Values, yang Integritas, Sales Office terdiri dari sedangkan objek Region Bussiness peneliti Awareness, sebelumnya adalah Excellent Service, budaya BEST yang Synergetic terdiri dari Teamwork, dan Bussiness Trustworthiness. Awareness, Dalam Excellent Service, mensosialisasikan Synergetic nilai-nilai BEST Teamwork, dan yang membudaya Trustworthiness. di HSO tersebut, Peneliti perusahaan menggunakan memiliki strategi teknik wawancara yang digunakan semistruktur, dalam sedangkan mensosialisasikan penelitian BEST yang sebelumnya dinamakan dengan menggunakan strategi innovation metode in-depth & improvement. interview. (2013) Yogyakarta (Jurnal Ilmu Komunikasi ISSN: 1411660) 10 4. Untuk dapat Penelitian memanfaatkan Antonius memiliki Budaya budaya perusahaan tujuan yang hampir Perusahaan dengan maksimal, sama dengan dalam Usaha perusahaan perlu penelitian kali ini, Meningkatkan menanamkan nilai bedanya terdapat Produktivitas yang sama pada pada objek yang setiap dikaji. Antonius karyawannya. hanya mengambil Kebersamaan contoh dari dalam menganut berbagai budaya atau nilai perusahaan yang yang sama memang telah menciptakan rasa memiliki budaya kesatuan dan yang kuat yang percaya dari diterapkan pada masing-masing perusahaan- karyawan. Dengan perusahaan. begitu akan Sedangkan tercipta lingkungan penelitian kali ini kerja yang baik objeknya hanya dan sehat yang pada budaya Metro dapat membangun TV. Antonius Pentingnya Atosökhi Gea Penghayatan (2005) Kerja Karyawan (Character Building Journal, 2 (2). pp. 145-154. ISSN: 18297668) kreativitas serta komitmen yang tinggi dari para karyawan sehingga mereka mampu memperbaiki kinerja serta mengakomodasi berbagai perubahan dalam 11 perusahaan ke arah yang positif. 5. Enam nilai bersama Penelitian kali ini Corporate (kepercayaan, membahas tentang Sauquet, Culture in komitmen, kerja di balik penerapan Alfons; Relationship tim, inovasi, budaya organisasi Montaña, Marketing fleksibilitas, dan pada Metro TV, orientasi hasil) di sehingga nantinya mana hal-hal budaya yang tersebut merupakan diterapkan tersebut bagian dari budaya dapat diaplikasikan perusahaan yang oleh karyawan diterapkan kepada baru sehingga masing-masing performa masing- individu sehingga masing karyawan menjadi hal baru sesuai dengan esensial untuk yang diharapkan meningkatkan oleh pihak performa kerja manajemen. Iglesias, The Role of Oriol; Jordi (European (2011) Journal of Marketing, ISSN: 03090566) karyawan bagian marketing. 12 6. Waters, V Cultivate Penelitian ini Perbedaan Lynn Corporate menyimpulkan beberapa budaya perlu adanya yang dianut pengembangan karyawan menjadi rancangan atau tantangan perangkat dalam perusahaan dalam transformasi penelitian Waters, budaya agar sedangkan diterima oleh penelitian kali ini karyawan. Juga fokus terhadap perlu bentuk komunikasi mempertimbangka internal yang n pengembangan menjadi perangkat kepemimpinan dan untuk karyawan pelatihan untuk dalam menerima lebih memudahkan budaya KOPI. Culture and (2004) Diversity (Journal Organizational Behavior, ISSN: 071734581) transformasi budaya tersebut. 13 2.2 Landasan Konseptual Penelitian ini akan membahas landasan konseptual dari beberapa teori atau konsep yang bersinggungan erat dengan bidang kajian pada penelitian, beberapa teori atau konsep tersebut dipaparkan sebagai berikut: 2.2.1 Komunikasi dalam Organisasi 2.2.1.1 Pengertian Komunikasi dalam Organisasi Dalam melakukan aktivitas, organisasi memerlukan tools sebagai sarana berinteraksi. Sarana berinteraksi ini diperlukan guna menyampaikan suatu informasi ataupun mempersatukan informasi. Untuk itu, sebagai manusia yang berorganisasi, pemaham terkait komunikasi organisasi sangat berperan penting. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Sistems Approach yang dikutip dari (Romli, 2014, hal. 1) mendefiniskan organisasi sebagai: “Sarana manajemen dalam mengkoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.” Sedangkan menurut R. Wayne Pace dan Don F. Faules dalam (R. Wayne Pace dan Don F. Faules, 2013, hal. 31) mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai: “Pertunjukkan dan penafsiran pesan diantara unitunit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan–hubungan hierarki antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.” Beberapa pemahaman definisi di atas dapat menggambarkan bahwa komunikasi organisasi merupakan tools yang selalu melekat di dalam keorganisasian. Hal tersebut guna menghubungkan berbagai macam informasi dari satu dengan yang lainnya. Untuk menghubungkan komunikasi dalam wadah keorganisasian tersebut, sarana ini memiliki pola struktur formal berdasarkan tugas-tugas atau wewenang seseorang di dalam organisasi. 14 2.2.1.2 Komunikasi Internal dalam Organisasi Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi seperti komunikasi antara pimpinan dan bawahan, antara sesama bawahan, dan sebagainya. Bentuk komunikasi internal lazim dibedakan menjadi dua: 1. Komunikasi Vertikal Adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah keatas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan komunikasi dari bawahan kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi, petunjuk, informasi, kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberi laporan, saran, pengaduan, dan sebagainya kepada pimpinan. 2. Komunikasi Horizontal atau Lateral Komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada horizontal memperlancar manajer. pertukaran Komunikasi pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. (Romli, 2014, hal. 6). Sedangkan menurut R. Wayne Pace dan Don F. Faules dalam (R. Wayne Pace dan Don F. Faules, 2013, hal. 183-199) memaparkan bahwa dalam organisasi, terdapat empat jenis bentuk komunikasi dalam organisasi, yaitu: 1. Komunikasi ke Bawah Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi mereka kepada rendah.Terdapat lima jenis yang berotoritas informasi yang lebih biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan: a. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan b. Informasi mengenai melakukan pekerjaan dasar pemikiran untuk 15 c. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi d. Informasi mengenai kinerja pegawai e. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission) 2. Komunikasi ke Atas Komunikasi ke atas sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Semua pegawai dalam sebuah organisasi, kecuali mungkin mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas, yaitu, setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau memberi informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi daripada dia. 3. Komunikasi Horisontal Komunikasi horisontal terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang sama. 4. Komunikasi Lintas-saluran Informasi yang diberikan melewati batas-batas fungsional atau batas-batas unit kerja, dan di antara orang-orang yang satu sama lainnya tidak saling menjadi bawahan atau atasan. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap bentuk komunikasi memiliki peran dan fungsi tergantung pada jenis informasi yang akan dikomunikasikan serta posisi atau jabatan dari seseorang di 16 dalam organisasi. Menurut Romli, bentuk komunikasi yang ada di dalam suatu organisasi hanyalah pada atasan-bawahan, bawahan atasan, dan antar sesama bawahan atau sesama atasan. Sedangkan Pace dan Faules mebedaan komunikasi yang terdapat pada organisasi adalah komunikasi ke atas (atasan/manajemen puncak), komunikasi ke bawah (atasan terhadap bawahan), komunikasi sesama atasan dengan atasan dan bawahan dengan atasan, serta bentuk komunikasi ketika seseorang tidak menjadi atasan atau bawahan (bentuk komunikasi yang luwes). 2.2.1.3 Hambatan Komunikasi dalam Organisasi Komunikasi tidak selalu berhasil dalam prosesnya, komunikasi juga memiliki beberapa kendala atau hambatan yang dapat terjadi kapan dan dimana saja, terlebih lagi proses komunikasi organisasi melibatkan banyak anggota perusahaan. Terdapat enam macam hambatan komunikasi yang dipaparkan oleh (Abdullah, 2008, hal. 82-85) yaitu: 1) Hambatan teknis Kurangnya sarana dan prasarana dalam organisasi termasuk termasuk dalam hambatan teknis. Selain itu, kondisi fisik yang tidak memadai, dan penguasaan teknik dan metode komunikasi yang kurang juga termasuk dalam hambatan teknis. 2) Hambatan perilaku Adanya perilaku negatif partisipan seperti sifat apriori (berspekulasi sebelum mengetahui yang sebenarnya), emosi, otoriter, ketidak-mauan untuk berubah, egosentris. 3) Hambatan bahasa Penggunaan tanpa menghiraukan kemampuan bawahan akan menimbulkan salah pengertian. Maka kalimat sederhana, singkat dan jelas, serta tata bahasa yang benar dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lawan bicara merupaka hal mutlak yang harus disanggupi komunikator agar salah pengertian dapat diminimalisir. 17 4) Hambatan struktur Hambatan struktur berasal dari perbedaan tingkat dalam struktur organisasi yang menimbulkan perasaan sungkan ketika berhadapan dengan pimpinan. 5) Hambatan jarak Jarak menjauhkan pengirim dan penerima pesan dan tentu saja memakan waktu yang lebih lama. Sarana komunikasi yang memadai sangat dibutuhkan untuk kecepatan dan ketepatan penyampaian pesan yang terhalang oleh jarak ini. 6) Hambatan latar belakang Perbedaan latar belakang tak jarang menimbulkan gap antara anggota, atasan dengan bawahan. Latar belakang yang dimaksud bisa merupakan latar belakang sosial dan latar belakang pendidikan. Kemudian lima hambatan dalam komunikasi organisasi yang berpotensi memperlambat atau menyimpangkan komunikasi yang efektif menurut (Robbins dan Judge, 2008, hal. 27),hambatan-hambatan tersebut adalah: 1. Penyaringan Penyaringan (filtering) merujuk pada upaya pengirim yang dengan sengaja memanipulasi informasi sehingga akan menjadi lebih nyaman bagi penerima.Faktor penentu utama dari penyaringan adalah jumlah tingkatan dalam struktur organisasi. Semakin banyak tingkatan vertikal dalam struktur organisasi, semakin banyak kesempatan terjadinya penyaringan. 2. Persepsi Selektif Persepsi selektif muncul karena penerima dalam proses komunikasi secara selektif melihat dan mendengar berdasarkan kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik-karakteristik pribadi mereka yang lain. 18 3. Kelebihan Informasi Ketika informasi yang harus kita olah melebihi kapasitas pemrosesan, hasilnya adalah kelebihan informasi (information overload). Yang terjadi bila seseorang memiliki lebih banyak informasi dari yang dapat mereka pilah dan pakai adalah mereka cenderung untuk membuang, mengabaikan, mengalihkan, atau melupakan informasi tersebut. Emosi-emosi ekstrim seperti rasa girang bukan kepalang atau depresi memiliki potensi yang sangat besar untuk menghambat komunikasi yang efektif. 4. Bahasa Dalam suatu organisasi, pada karyawan biasanya datang dari latar belakang pengelompokan departemen yang karyawan berbeda. ke menciptakan dalam kaum Lebih jauh, departemen- spesialis yang mengembangkan berbagai “istilah” atau jargon teknis mereka sendiri. Dalam berbagai organisasi besar, anggotanya tak jarang juga tersebar luas secara geografis bahkan beroperasi di beberapa negara yang berbeda dan individu di setiap daerah itu akan menggunakan istilah dan ucapan yang unik untuk daerah mereka. 5. Kesulitan komunikasi Beberapa orang diperkirakan antara 5 sampai 20 persen dari populasi menderita kesulitan komunikasi (communication apprehension) atau kegelisahan yang melemahkan. Meskipun banyak orang takut untuk berbicara di depan suatu kelompok, kesulitan komunikasi merupakan masalah yang lebih serius, karena hal ini mempengaruhi seluruh kategori teknik komunikasi. Hambatan komunikasi dalam komunikasi di atas memiliki poin yang hampir sama antara Robbins-Judge dan Abdullah. Perbedaan yang ditemukan dari hambatan-hambatan di atas menurut ahli tersebut adalah Robbins-Judge lebih memaparkan poin-poin yang datang pada sifat 19 individual seseorang di dalam organisasi, sedangkan Abdullah cenderung pada berbagai aspek seperti teknis, jarak, dan struktur yang ditemukan di luar sifat individu pada suatu organisasi. 2.2.2 Budaya Organisasi 2.2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi Suatu definisi budaya organisasi merupakan hal yang penting untuk dipaparkan sebelum membahas isi dari budaya organisasi yang lebih jauh. Definisi budaya organisasi banyak dipaparkan oleh beberapa ahli, diantaranya: Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan definisi budaya menurut Edward Brunett dalam (Tika, 2014, hal. 2) sebagai berikut: “Culture or Civilization, taken its wide technographic sense, is that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a member of society.” Pendapat di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat sitiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat.” Sedangkan menurut Edgar H. Schein dalam bukunya Organizational Culture and Leadership yang dipaparkan oleh Tika dalam (Tika, 2014, hal. 3) mendefinisikan budaya organisasi sebagai: “Culture is a pattern of basic assumption invented, discovered, or developed by given group as it learns to cope with its problem of external adaption and internal integration – that has worked well enough to considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think and fill in relation to those problems.” 20 Pendapat di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik, oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut.” Kemudianmenurut Cummings & Worley dalam (Chatab, 2007, hal. 223224) memaparkan budaya korporat dalam poin berikut: 1. Asumsi dasar/Basic assumptions Merupakan level terdalam dan berada dalam bawah sadar 2. Tata nilai/Values Merupakan level kepedulian berikutnya tentang sebaiknya menjadi apa di dalam organisasi 3. Norma Memberitahukan para anggota tindakan apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan di bawah keadaan tertentu 4. Artefak/Artifacts Merupakan wujud konkret seperti sistem, prosedur, peraturan, struktur, dan aspek fisik dari organisasi. Sedangkan menurut Uha dalam (Uha, 2013, hal. 3) definisi budaya organisasi adalah: “nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi sumber daya manusia dalam menjalankan kewajiban dan perilakunya di dalam organiasi. Nilai-nilai tersebut akan memberi jawaban apakah suatu tindakan benar atau salah, apakah suatu perilaku dianjurkan atau tidak, sehingga berfungsi sebagai landasan untuk berperilaku.” Dari berbagai pengertian budaya organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi secara garis besar adalah sebagai wujud pengetahuan yang berperan sebagai suatu alat kontrol di dalam organisasi ataupun perusahaan yang didapat dari suatu pengalaman 21 bahkan kebiasaan yang dilakukan oleh karyawan maupun masyarakat internal organisasi kemudian diajarkan atau diwariskan kepada anggotaanggota baru yang dapat menentukan bagaimana masyarakat internal organisasi tersebut bertindak atau bereaksi terhadap lingkungandan juga dapat mengatasi proses adaptasi serta tata cara dalam berkegiatan di dalam organisasi. 2.2.2.2 Manfaat dan Fungsi Budaya Organisasi Selain sebagai identitas organisasi, budaya organisasi juga diciptakan demi mencapai tujuan organisasi. Adapun manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh Robbins dalam (Sutrisno, 2010, hal. 27-28), yaitu: 1. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi lain karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada di dalamnya, 2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan budaya yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasinya, 3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu, 4. Menjaga stabilitas organisasi; komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal organisasi relatif stabil. Sedangkan fungsi budaya organisasi menurut Tika yang dirangkum dari konsep Stephen P. Robbins, Schein, Robert Kreitner dan Angelo Kinicki dalam (Tika, 2014, hal. 14-16), budaya organisasi memiliki manfaat sebagai: 1. Batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi, maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki organisasi atau kelompok lain. 22 2. Perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga sebagai seorang karyawan/pegawai suatu organisasi atau perusahaan. Para karyawan mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya. 3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif. 4. Mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama. 5. Integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaanperusahaan besar di mana setiap unit terdapat subbudaya baru, sehingga dapat mempersatukan kegiatan para anggota perusahaan yang terdiri dari sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya berbeda. 6. Membentuk perilaku para karyawan. Fungsi budaya organisasi dimaksudkan agar karyawan memahami cara untuk mencapai tujuan organisasi. 7. Sarana untuk menyelesaikan masalah pokok di dalam organisasi. Masalah utama yang sering dihadapi organisasi adalah masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Budaya organisasi diharapkan berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut. 8. Acuan dalam menyusun perencanaan. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai acuan dalam penyusun perencanaan 23 pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan. 9. Alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antaranggota organisasi. 10. Penghambat inovasi. Budaya organisasi dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan internal. Dari berbagai manfaat dan fungsi budaya di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi mengambil peran penting untuk kemajuan dan keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan. Untuk itu, suatu perusahaan perlu mengetahui tentang pemahaman fungsi dan manfaat dari budaya organisasi, sehingga dengan begitu perusahaan akan mendalami bahwa budayaorgansiasai bukan hanya untuk formalitas tetapi juga perlu dipahami peran penting yang membawa keberhasilan suatu perusahaan. 24 2.2.2.3 Unsur-unsur Pembentuk Budaya Organisasi Budaya suatu organisasi tidak muncul begitu saja dari suatu kehampaan. Budaya pada organisasi terbentuk dari beberapa unsur. Menurut Deal & Kenedy, terdapat lima unsur pembentuk budaya organisasi dalam (Tika, 2014, hal. 16-17) yaitu: 1. Lingkungan usaha Lingkungan usaha merupakan salah satu unsur penting yang dapat menentukan kelangsungan hidup perusahaan.Kelangsungan hidup perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam memberikan respon atau tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan di lingkungan. Lingkungan usaha menentukan apa yang harus dilakukan perusahaan untuk dapat mencapai kesuksesan. Lingkungan usaha meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, pemasok, teknologi, kebijakan pemerintah, dll. Sehubungan dengan hal itu, perusahaan harus mengambil tindakan untuk mengatasi atau memberikan respon terhadap peluang dan tantangan tersebut, misalnya menetapkan kebijakan penjualan, penemuan baru, atau pengelolaan biaya. 2. Nilai-nilai Nilai-nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari sebuah organisasi.Nilai-nilai menitikberatkan pada suatu keyakinan untuk mencapai kesuksesan. Nilai-nilai berfungsi sebagai pedoman bagi karyawan dan perusahaan untuk lebih menghayati mengenai hal apa yang baik, kurang baik, penting, kurang penting, apa yang benar dan tidak benar. Setiap perusahaan memiliki nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak yang dianut dan diyakini oleh setiap individu yang ada di dalam perusahaan demi mencapai kesuksesan perusahaan. 25 3. Pahlawan Pahlawan merupakan tokoh atau orang yang dipandang berhasil dalam mewujudkan nilai-nilai budaya di dalam kehidupan nyata.Pahlawan merupakan sosok idola yang dijadikan panutan dan tempat karyawan mencari petunjuk apabila mengalami masalah di dalam perusahaan.Pahlawan juga merupakan sosok orang yang mampu menumbuhkan idealisme dan memberikan semangat bagi karyawan.Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, manajer, kelompok organisasi, maupun perorangan.Pahlawan dapat lahir atau muncul secara alami, namun juga dapat dibuat oleh peristiwaperistiwa tak terlupakan yang terjadi di dalam organisasi. 4. Ritual Ritual merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang memperkuat Rangkaian nilai-nilai kegiatan yang mengungkapkan utama tersebut suatu tentunya dan perusahaan. dinilai atau dianggap baik oleh suatu perusahaan, sehingga kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang. Contoh ritual di dalam perusahaan adalah pemberian penghargaan kepada karyawan berprestasi atau berjasa bagi perusahaan. 5. Jaringan budaya Jaringan budaya merupakan jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya merupakan saluran komunikasi primer yang berfungsi untuk menyalurkan informasi dan memberikan makna terhadap infromasi. Melalui jaringan komunikasi informal ini, kehebatan perusahaan diceritakan dari waktu ke waktu. Jaringan komunikasi informal dapat dilakukan melalui orang-orang yang pandai bercerita, mata-mata, tukang gosip, atau sebagainya. 26 Sedangkan menurut Atmosoeprapto dan Moeljono dalam (Uha, 2013, hal 41-42) beberapa unsur budaya korporat yang terbentuk banyak ditentukan oleh: a. Lingkungan usaha Lingkungan di perusahaan akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai keberhasilan. b. Nilai-nilai Suatu konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi. c. Panutan atau keteladanan Orang-orang yang menjadi panutan atau teladan karyawan lainnya karena keberhasilannya. d. Upacara-upacara (rites dan ritual) Acara-acara rutin yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan pada karyawannya. e. Network Jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai budaya korporat. Konsep unsur-unsur pembentukan budaya organisasi digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui unsur apa saja yang dapat membentuk budaya organisasi dan kemudian dapat dibandingkan dengan praktiknya di suatu perusahaan yang diteliti. Apakah sesuai dengan konsep yang dipaparkan oleh para ahliatau pada praktiknya konsep tersebut sudah mengalami perubahan. 2.2.3 Sosialisasi Budaya Organisasi 2.2.3.1 Pengertian Sosialisasi Budaya Organisasi Budaya organisasi di dalam perusahaan selain berperan penting untuk perusahaan juga berperan penting untuk anggota perusahaan. Dalam penerapan suatu budaya diperlukan sosialisasi dari pihak manajemen perusahaan. Dengan kata lain, pihak manajemen perusahaan 27 menjadi kunci dalam memperkenalkan atau mensosialisasikan budaya yang diterapkan terhadap karyawan baru yang dimana mereka menjadi bagian dari penggerak tujuan perusahaan. Gibson dalam (Sutrisno, 2010, hal. 29) memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan-tujuan organisasi dan individual. Artinya, terdapat dua kepentingan atau tujuan yaitu kepentingan organisasional dan individual. Dengan kata lain, proses sosialisasi akan berhasil bila ada partisipasi dari karyawan dan dukungan organisasi dalam proses tersebut. Menurut Susanto dalam (Sutrisno, 2010, hal. 30) keberhasilan proses sosialisasi budaya organisasi akan tergantung pada dua hal utama hal tersebut yaitu: 1. Derajat keberhasilan mendapatkan kesesuaian dari nilainilai yang dimiliki oleh karyawan baru terhadap organisasi. 2. Metode sosialisasi yang dipilih oleh manajemen puncak di dalam implementasinya. Untuk itu, organisasi dituntut memiliki kemampuan mengajak karyawan terutama karyawan baru untuk melakukan adaptasi diri atau penyesuaian terhadap budaya organisasi yang menjadi pedoman dalam pencapaian performa kerja yang tinggi. Disamping itu, organisasi yang dibantu oleh pihak manajemen puncak yang harus mampu melakukan sosialisasi terhadap sumber daya manusia yang ada agar hasil yang dicapai dari proses sosialisasi tersebut akan mamiliki dampak positif terhadap produktivitas, komitmen terhadap organisasi, sense of belonging atau rasa memiliki terhadap organisasi, komitmen terhadap organisasi. Pada akhirnya implementasi dari sosialisasi budaya organisasi akan mendukung dan mendorong sumber daya manusia untuk mencapai target yang diinginkan organisasi. 28 2.2.3.2 Tujuan dan Manfaat Sosialisasi Budaya Organisasi Sebagian besar organisasi melakukan proses sosialisasi sebagai aktivitas penting yang harus dilakukan untuk mencapai kesesuaian dan keselarasan anggota perusahaan dengan budaya dan lingkungan perusahaannya. Sutrisno dalam (Sutrisno, 2010, hal. 30-31) memaparkan beberapa tujuan dari sosialisasi terhadap anggota perusahaan, yaitu: 1. Membentuk sikap dasar, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dapat memupuk kerja sama, integritas dan komunikasi dalam organisasi. 2. Memperkenalkan budaya organisasi dengan aggota organisasi. 3. Meningkatkan komitmen dan daya inovasi karyawan terhadap organisasi. Sedangkan manfaat sosialisasi sendiri menurut (Sutrisno, 2010, hal. 30-31) dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari manfaat bagi karyawan dan manfaat bagi organisasi. Bagi karyawan, sosialisasi budaya organisasi bermanfaat untuk mengenal organisasi, sehingga dapat membantu karyawan dalam membuat keputusan yang tepat dan sesuai dengan situasi yang dihadapi. Sosialisasi bagi karyawan juga memudahkan mereka dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan perusahaan, pekerjaan, dan anggota organisasi yang lain, sehingga dapat menumbuhkan komitmen karyawan terhadap organisasi yang pada akhirnya diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Bagi organisasi, sosialisasi bermanfaat untuk mengkomunikasikan semua hal yang berhubungan dengan aktivitas organisasi dan budaya organisasi sehingga yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh karyawan untuk memahami segala sesuatunya mengenai organisasi. 29 2.2.3.3 Proses Sosialisasi Budaya Organisasi Proses sosialisasi budaya organisasi terutama bagi karyawan baru yang akan bergabung dengan perusahaan karena mereka belum mengenal budaya organisasi secara komprehensif. Luthan dalam (Sutrisno, 2010, hal. 32-33) menjelasakan proses sosialisasi budaya dapat dilakukan melalui tujuh tahap. Adapun tahap-tahap tersebut adalah: 1. Seleksi terhadap calon karyawan perusahaan. Sejak awal pemilihan calon karyawan apakah calon karyawan tersebut akan dapat menerima kultur perusahaan atau justru akan merusak kultur yang telah terbentuk. Dengan demikian, diharapkan kultur perusahaan tetap dapat dipertahankan. 2. Penempatan karyawan pada suatu pekerjaan tertentu bahkan pada pekerjaan yang paling mudah sekalipun dengan tujuan agar mereka dapat menghargai koleganya di perusahaan, dan menghargai nilai dan norma yang berlaku sehingga diharapkan dapat terbentuk rasa kesatuan di antara karyawan. 3. Pendalaman bidang pekerjaan. Agar seseorang dapat memahami dengan baik apa yang menjadi tugas da tanggung jawabnya masing-masing, dan dalam tahap ini diharapkan karyawan tersebut akan semakin menyatu dengan budaya organisasi yang ada di perusahaan masing-masing. 4. Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan. Agar karyawan yang telah melakukan pekerjaan dapat sesuai dengan ketentuan yang merupakan salah satu norma budaya dan dapat lebih insentif dalam menerapkannya di masa mendatang. Bentuk penghargaan yang diberikan harus disesuaikan dengan situasi yang sedang dihadapi. 5. Menanamkan kesetiaan kepada nilai-nilai yang dimiliki organisasi. Misalnya kesediaan berkorban untuk kelangsungan hidup perusahaan, seperti merelakan dirinya untuk mengurangi jam kerja demi tersedianya pekerjaan bagi rekan kerja lainnya. Pada langkah kelima ini karyawan harus yakin bahwa pengorbanan yang mereka lakukan memiliki 30 nilai yang penting bagi tercapainya tujuan individu dan organisasi. 6. Memperluas cerita dan berita. Hal yang terkait tentang budaya organisasi, misalnya cerita tentang pemutusan hubungan kerja kepada seorang karyawan yang melakukan penyalahgunaan wewenang/jabatan untuk kepentingan pribadinya, meskipun karyawan tersebut sebenarnya sangat potensial bagi perusahaan. Hal ini dapat menekankan betapa pentingnya moral bagi setiap karyawan, dan nilai moral ini tidak dapat ditebus hanya dengan potensi yang dimiliki. 7. Pengakuan atas kinerja dan promosi. Hal tersebut diberikan kepada karyawan yang telah melaksanakan tugas, kewajibannya, dan tanggung jawabnya secara baik serta dapat menjadi teladan bagi karyawan lain, terutama bagi karyawan yang baru bergabung dengan perusahaan. Untuk dapat memberikan pengakuan ini, organisasi harus memiliki kriteria yang baku, dapat diterapkan secara konsisten serta dapat diikuti secara transparan oleh karyawan lain. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur, seperti: technical ability, human relation skill/team work, personality, potentiality, managerial skill. Sedangkan menurut Goldhar dan Barnet dalam (Romli, 2014, hal 42-43) proses sosialisasi budaya kepada karyawan dapat dilakukan dengan beberapa cara melalui: a. Cerita Cerita-cerita ini khususnya berisi dongeng suatu peristiwa menganai pendiri organisasi, pelanggaran peraturan, sukses dari miskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lalu, dan mengatas masalah organisasi. (Deutsch). 31 b. Ritual Deretan berulang suatu kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai uama organisasi itu, ujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting dan amana yang dapat dikorbankan. (Wagner III dan Hollenbeck). c. Lambang materi Dapat mengantarkan kepada para karyawan siapa yang penting, sejauh mana egalitarianisme yang diinginkan oleh eksekutif puncak, dan jenis perilaku yang dimunculkan (misalnya, pengambilan resiko, konservatif, otoriter, partisipasif, indovidualistis, sosial) yang tepat. (Rafaeli dan Pratt). d. Bahasa Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi yang menggunakan bahasa sebagai suatu cara untuk mengadakan identifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu, dan dengan berbuat seperti itu, hal ini membantu melestarikannya. (Wagner III dan Hollenbeck). Berbeda dengan Robbins dalam (Tika, 2014, hal. 56-57) berpendapat bahwa proses sosialisasi budaya organisasi dilakukan dalam tiga tahap berikut, yaitu: 1. Sosialisasi antisipasi (Tahap kedatangan) Tahap ini secara eksplisit tiap individu tiba dengan seperangkat nilai, sikap, dan harapan. Hal ini mencakup baik kerja dan yang harus dilakukan maupun kondisi organisasi itu sendiri. Semua informasi sosialisasi baik formal maupun informal akurat maupun tidak akurat akan membantu para individu dalam mengantisipasi kenyataan organisasi. 2. Pertemuan Tahap ini dimulai saat kontrak pekerjaan telah ditandatangani. Banyak perusahaan menggunkan kombinasi pelatihan dan 32 orientasi utnuk mensosialisasikan para karyawan selama tahap pertemuan. Tahap pertemuan ini berupa dua hal berikut, yaitu: 1) Pelatihan Melalui pelatihan formal, karyawan barubisa dideteksi kemampuannya dalam menyerap budaya organisasi. 2) Orientasi Karyawan baru biasanya diwajibkan untuk mengikuti suatu masa orientasi, di mana mereka perlu diberitahukan bagaimana harus berlaku dan bertindak. Dalam hal ini, seorang manajer atau anggota senior berperan penting. 3. Perubahan dan pemahaman yang bertambah (Tahap metamorphosis) Dalam tahap ini, penguasaan tugas-tugas utama dan pemecahan konflik menandai mulainya tahap akhir dari proses sosialisasi. Tahap ini mengarahkan karyawan untuk menyesuaikan diri dengan kelompok kerjanya. Metamorphosis dan proses sosialisasi saat masuk dianggap selesai apabila anggota baru telah merasa enak dengan organisasi dan pekerjaannya. Konsep proses sosialisasi budaya organisasi digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pendapat beberapa ahli dalam melakukan sosialisasi budaya organisasi di dalam suatu organisasi. Konsep ini juga berguna untuk membandingkan seperti apa suatu organisasi pada praktiknya dalam proses sosialisasi organisasi. 2.2.4 Kaitan Komunikasi dalam Organisasi dengan Budaya Organisasi Komunikasi di dalam organisasi merupakan bentuk atau sarana interaksi pertukaran informasi antar anggota organisasi, baik komunikasi verbal atau non verbal dan formal ataupun informal memiliki fungsi dalam hal menyampaikan informasi, yang di mana informasi dalam hal ini adalah mengenai budaya organisasi di Metro TV yaitu ‘KOPI’. KOPI adalah nilainilai yang terdiri dari Kerjasama, Orientasi hasil, Proaktif dan Integritas. Budaya organisasi yang menjadi pedoman akan sangat berpengaruh pada 33 perkembangan organisasi itu sendiri. Dalam hal ini perilaku aggota organisasi ditentukan oleh nilai-nilai atau budaya yang diterapkan di lingkungan organisasi. Definisi nilai sendiri menurut Sashkein dan Kisher dalam (Tika, 2014, hal. 36) adalah “sesuatu yang diyakini oleh warga organisasi mengetahui apa yang benar dan apa yang salah”. Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang ada di dalam sebuah perusahaan merupakan pedoman-pedoman perilaku bagi para anggota organisasi yang ada didalamnya. Untuk menerapkan budaya organisasi itu sendiri yaitu melalui proses pertukaran informasi kepada para anggota organisasi tentang nilai-nilai yang dianut oleh organisasi. Para anggota organisasi yang dimaksud adalah pihak manajemen (seperti CEO, HRD) dan pegawai (karyawan). Pertukaran informasi yang mengalir melalui komunikasi vertikal dan horizontal. Untuk mencapai hal demikian (menerapkan budaya organisasi) di lingkungan anggotanya, perusahaan perlu melakukan upaya dalam mengkomunikasikan nilai-nilai perusahaan tersebut kepada anggota perusahaan. Salah satu bentuk upaya dalam mengkomunikasikan nilai-nilai budaya tersebut yaitu dengan melalui sosialisasi kepada anggota perusahaan. Dalam hal ini, Henry Mintzberg dalam (Romli, 2014, hal. 3-6) memaparkan terdapat tiga peranan wewenang manajemen puncak (manajer), yaitu: 1. Peranan antarpersona seorang manajer meliputi tiga hal: 1) Peranan tokoh. Kedudukan sebagai kepala suatu unit organisasi, membuat seorang manajer melakuan tugas yang bersifat keupacaraan. Karena ia merupakan seorang tokoh, maka selain memimpim berbagai upacara di kantornya, ia juga diundang oleh pihak luar untuk menghadiri berbagai upacara. Dalam peranan ini seorang manajer berkesempatan untuk memberikan penerangan, penjelasan, imbauan, ajakan, dll. 2) Peranan pemimpin. Sebagai pemimpin, seorang manajer bertanggung dilakukan langsung jawab atas bawahannya. dengan lancar-tidaknya Beberapa kepemimpinannya pekerjaan kegiatan pada yang bersangkutan semua tahap 34 manajemen; penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian. Ada juga kegiatan-kegiatan yang tidak langsung berkaitan dengan kepemimpinannya, antara lain memotivasi para karyawan agar giat bekerja. Untuk melaksanakan kepemimpinannya secara efektif, maka ia harus mampu melaksanakan komunikasi secara efektif. Dalam konteks kepemimpinan, seorang manajer berkomunikasi efektif bila ia mampu membuat para karyawan melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran, kegairahan, dan kegembiraan. Dengan suasana kerja seperti itu akan dapat diharapkan hasil yang memuaskan. 3) Peranan penghubung. Dalam peranan sebaga penghubung, seorang manajer melakukan komunikasi dengan orang-orang di luar jalur komando vertikal, baik secara formal maupun secara tidak formal. 2. Peranan informasi. Dalam organisasinya, seorang manajer berfungsi sebagai pusat informasi. Ia mengembangkan pusat informasi bagi kepentingan organisasinya. Komunikasi di dalam organisasi dikaitkan dalam penelitian ini karena salah satu sarana dalam sosisalisasi budaya organisasi adalah komunikasi organisasi khususnya komunikasi internal, dengan mengambil peran dari beberapa komunikasi internal, dimaksudkan bahwa salah satu bentuk dari sosialisasi budaya organisasi dari manajemen puncak kepada karyawanatau anggota perusahaan dapat internalorganisasi secara efektif. melalui beberapa komunikasi di dalam 35 2.3 Kerangka Pemikiran Merupakan rangkaian penalaran untuk menjelaskan alur pemikiran yang digunakan dalam penelitian. Sesuai dengan masalah yang diteliti, penelitian kali ini memiliki kerangka berpikir sebagai berikut: Perusahaan Komunikasi Organisasi Komunikasi Internal Sosialisasi Budaya Organisasi TIDAK BERHASIL BERHASIL Budaya ‘KOPI’: Kerjasama Orientasi Hasil Proaktif Integritas Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran (Sumber: Pemikiran Peneliti, 2014) 36