7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Sebelumnya (State of the Art)
Enam penelitian terdahulu berkaitan dengan judul penelitian yang diambil
dapat memperlihatkan persamaan dan perbedaan serta menjadi referensi dalam
penelitian ini. Keenam penelitian tersebut adalah:
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya (State of the Art)
No.
Nama
1.
Son Wandrial
(2012)
Judul
Penelitian
Budaya
Budaya organisasi
Metode yang
Organisasi
dapat dijadikan
digunakan dalam
Hasil Penelitian
(Organizational sebagai sumber
Perbandingan
penelitian Wandrial
keunggulan
menggunakan studi
Satu Sumber
bersaing
kasus, sedangkan
Keunggulan
perusahaan dalam
penelitian ini
menghadapi
menggunakan
lingkungan yang
metode deskriptif.
Tengah
terus berubah.
Pembahasan
Lingkungan
Google adalah
penelitian
Yang Selalu
contoh perusahaan
mengenai konsep
Berubah
yang sukses karena
manajemen
menerapkan
strategi, adaptasi
budaya yang
perubahan
adaptif di
lingkungan, dan
organisasi mereka,
budaya, sedangkan
ini mestinya bisa
penelitian kali ini
ditiru oleh
membahas
Culture), Salah
Bersaing
Perusahaan di
(JurnalBinus
Business
Review, 03 (01)
ISSN: 2087122)
perusahaan lainnya, mengenai proses
7
untuk bisa bertahan
sosialisasi budaya
dalam lingkungan
KOPI kepada para
8
yang terus
karyawan.
mengalami
perubahan dan bisa
mencapai visi/misi
di masa depan.
2.
Shili Sun
(2008)
Organizational
Untuk mencapai
Penelitian
Culture and Its
budaya yang
sebelumnya
sukses, pengelola
membahas budaya
seharusnya tidak
organisasi secara
mengabaikan
umum, serta
budaya organisasi
implikasi budaya
dan cakupannya,
organisasi dari
karena budaya
perspektif yang
dapat digunakan
berbeda, dan tema
Themes
(International
Journal of
Business and
Management,IS
SN: 1833-8119)
sebagai keunggulan budaya objek
yang kompetitif
dengan
selama organisasi
menggunakan
berkembang, dan
model Scholes’
budaya yang kuat
cultural web dan
juga dapat
Hofstede’s onion
menawarkan
diagram.
banyak keuntungan
Sedangkan
seperti kerjasama,
penelitian kali ini
kontrol,
cakupannya adalah
komunikasi atau
proses penerapan
komitmen.
budaya KOPI
kepada para
karyawan di Metro
TV yang menjadi
pembeda antara
Metro TV dengan
perusahaan besar
lainnya.
9
3.
Windy Fitri
Strategi
Penelitian ini
Perbedaannya,
Astuti dan Ike
Sosialisasi
membahas PT
penelitian kali ini,
Devi
Budaya
Astra International
budaya yang dianut
Sulistyaningt-
Organisasi
Tbk-Honda
Metro TV adalah
yas
Kepada
memiliki budaya
KOPI yang terdiri
Karyawan PT
organisasi yang
dari Kerjasama,
Astra
disebut dengan
Orientasi hasil,
International-
Astra Motor BEST
Proaktif, dan
Tbk Honda
Core Values, yang
Integritas,
Sales Office
terdiri dari
sedangkan objek
Region
Bussiness
peneliti
Awareness,
sebelumnya adalah
Excellent Service,
budaya BEST yang
Synergetic
terdiri dari
Teamwork, dan
Bussiness
Trustworthiness.
Awareness,
Dalam
Excellent Service,
mensosialisasikan
Synergetic
nilai-nilai BEST
Teamwork, dan
yang membudaya
Trustworthiness.
di HSO tersebut,
Peneliti
perusahaan
menggunakan
memiliki strategi
teknik wawancara
yang digunakan
semistruktur,
dalam
sedangkan
mensosialisasikan
penelitian
BEST yang
sebelumnya
dinamakan dengan
menggunakan
strategi innovation
metode in-depth
& improvement.
interview.
(2013)
Yogyakarta
(Jurnal Ilmu
Komunikasi
ISSN: 1411660)
10
4.
Untuk dapat
Penelitian
memanfaatkan
Antonius memiliki
Budaya
budaya perusahaan
tujuan yang hampir
Perusahaan
dengan maksimal,
sama dengan
dalam Usaha
perusahaan perlu
penelitian kali ini,
Meningkatkan
menanamkan nilai
bedanya terdapat
Produktivitas
yang sama pada
pada objek yang
setiap
dikaji. Antonius
karyawannya.
hanya mengambil
Kebersamaan
contoh dari
dalam menganut
berbagai
budaya atau nilai
perusahaan yang
yang sama
memang telah
menciptakan rasa
memiliki budaya
kesatuan dan
yang kuat yang
percaya dari
diterapkan pada
masing-masing
perusahaan-
karyawan. Dengan
perusahaan.
begitu akan
Sedangkan
tercipta lingkungan
penelitian kali ini
kerja yang baik
objeknya hanya
dan sehat yang
pada budaya Metro
dapat membangun
TV.
Antonius
Pentingnya
Atosökhi Gea
Penghayatan
(2005)
Kerja
Karyawan
(Character
Building
Journal, 2 (2).
pp. 145-154.
ISSN: 18297668)
kreativitas serta
komitmen yang
tinggi dari para
karyawan sehingga
mereka mampu
memperbaiki
kinerja serta
mengakomodasi
berbagai
perubahan dalam
11
perusahaan ke arah
yang positif.
5.
Enam nilai bersama
Penelitian kali ini
Corporate
(kepercayaan,
membahas tentang
Sauquet,
Culture in
komitmen, kerja
di balik penerapan
Alfons;
Relationship
tim, inovasi,
budaya organisasi
Montaña,
Marketing
fleksibilitas, dan
pada Metro TV,
orientasi hasil) di
sehingga nantinya
mana hal-hal
budaya yang
tersebut merupakan
diterapkan tersebut
bagian dari budaya
dapat diaplikasikan
perusahaan yang
oleh karyawan
diterapkan kepada
baru sehingga
masing-masing
performa masing-
individu sehingga
masing karyawan
menjadi hal
baru sesuai dengan
esensial untuk
yang diharapkan
meningkatkan
oleh pihak
performa kerja
manajemen.
Iglesias,
The Role of
Oriol;
Jordi
(European
(2011)
Journal of
Marketing,
ISSN: 03090566)
karyawan bagian
marketing.
12
6.
Waters, V
Cultivate
Penelitian ini
Perbedaan
Lynn
Corporate
menyimpulkan
beberapa budaya
perlu adanya
yang dianut
pengembangan
karyawan menjadi
rancangan atau
tantangan
perangkat dalam
perusahaan dalam
transformasi
penelitian Waters,
budaya agar
sedangkan
diterima oleh
penelitian kali ini
karyawan. Juga
fokus terhadap
perlu
bentuk komunikasi
mempertimbangka
internal yang
n pengembangan
menjadi perangkat
kepemimpinan dan
untuk karyawan
pelatihan untuk
dalam menerima
lebih memudahkan
budaya KOPI.
Culture and
(2004)
Diversity
(Journal
Organizational
Behavior,
ISSN: 071734581)
transformasi
budaya tersebut.
13
2.2
Landasan Konseptual
Penelitian ini akan membahas landasan konseptual dari beberapa teori atau
konsep yang bersinggungan erat dengan bidang kajian pada penelitian, beberapa teori
atau konsep tersebut dipaparkan sebagai berikut:
2.2.1 Komunikasi dalam Organisasi
2.2.1.1
Pengertian Komunikasi dalam Organisasi
Dalam melakukan aktivitas, organisasi memerlukan tools
sebagai sarana berinteraksi. Sarana berinteraksi ini diperlukan guna
menyampaikan suatu informasi ataupun mempersatukan informasi.
Untuk itu, sebagai manusia yang berorganisasi, pemaham terkait
komunikasi organisasi sangat berperan penting. Robert Bonnington
dalam buku Modern Business: A Sistems Approach yang dikutip dari
(Romli, 2014, hal. 1) mendefiniskan organisasi sebagai:
“Sarana manajemen dalam mengkoordinasikan
sumber bahan dan sumber daya manusia melalui
pola struktur formal dari tugas-tugas dan
wewenang.”
Sedangkan menurut R. Wayne Pace dan Don F. Faules dalam
(R. Wayne Pace dan Don F. Faules, 2013, hal. 31)
mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai:
“Pertunjukkan dan penafsiran pesan diantara unitunit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu
organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari
unit-unit komunikasi dalam hubungan–hubungan
hierarki antara yang satu dengan lainnya dan
berfungsi dalam suatu lingkungan.”
Beberapa pemahaman definisi di atas dapat menggambarkan
bahwa komunikasi organisasi merupakan tools yang selalu melekat di
dalam keorganisasian. Hal tersebut guna menghubungkan berbagai
macam
informasi
dari
satu
dengan
yang
lainnya.
Untuk
menghubungkan komunikasi dalam wadah keorganisasian tersebut,
sarana ini memiliki pola struktur formal berdasarkan tugas-tugas atau
wewenang seseorang di dalam organisasi.
14
2.2.1.2
Komunikasi Internal dalam Organisasi
Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian
pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan
organisasi seperti komunikasi antara pimpinan dan bawahan, antara
sesama bawahan, dan sebagainya. Bentuk komunikasi internal lazim
dibedakan menjadi dua:
1. Komunikasi Vertikal
Adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah
keatas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan
komunikasi dari bawahan kepada pimpinan. Dalam
komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi,
petunjuk, informasi, kepada bawahannya. Sedangkan
bawahan memberi laporan, saran, pengaduan, dan
sebagainya kepada pimpinan.
2. Komunikasi Horizontal atau Lateral
Komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada
karyawan,
manajer
kepada
horizontal
memperlancar
manajer.
pertukaran
Komunikasi
pengetahuan,
pengalaman, metode, dan masalah. (Romli, 2014, hal. 6).
Sedangkan menurut R. Wayne Pace dan Don F. Faules dalam (R. Wayne
Pace dan Don F. Faules, 2013, hal. 183-199) memaparkan bahwa dalam
organisasi, terdapat empat jenis bentuk komunikasi dalam organisasi,
yaitu:
1. Komunikasi ke Bawah
Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti
bahwa informasi
mengalir dari jabatan berotoritas lebih
tinggi
mereka
kepada
rendah.Terdapat
lima
jenis
yang
berotoritas
informasi
yang
lebih
biasa
dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan:
a. Informasi
mengenai
bagaimana
melakukan
pekerjaan
b. Informasi
mengenai
melakukan pekerjaan
dasar
pemikiran
untuk
15
c. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik
organisasi
d. Informasi mengenai kinerja pegawai
e. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki
tugas (sense of mission)
2. Komunikasi ke Atas
Komunikasi ke atas sebuah organisasi berarti bahwa
informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah
(bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Semua
pegawai dalam sebuah organisasi, kecuali mungkin
mereka
yang
menduduki
posisi
puncak,
mungkin
berkomunikasi ke atas, yaitu, setiap bawahan dapat
mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari
atau
memberi
informasi
kepada
seseorang
yang
otoritasnya lebih tinggi daripada dia.
3. Komunikasi Horisontal
Komunikasi horisontal terdiri dari penyampaian informasi
di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama.
Unit kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan
pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan
mempunyai atasan yang sama.
4. Komunikasi Lintas-saluran
Informasi yang diberikan melewati batas-batas fungsional
atau batas-batas unit kerja, dan di antara orang-orang yang
satu sama lainnya tidak saling menjadi bawahan atau
atasan.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap bentuk
komunikasi memiliki peran dan fungsi tergantung pada jenis informasi
yang akan dikomunikasikan serta posisi atau jabatan dari seseorang di
16
dalam organisasi. Menurut Romli, bentuk komunikasi yang ada di dalam
suatu organisasi hanyalah pada atasan-bawahan, bawahan atasan, dan
antar sesama bawahan atau sesama atasan. Sedangkan Pace dan Faules
mebedaan komunikasi yang terdapat pada organisasi adalah komunikasi
ke atas (atasan/manajemen puncak), komunikasi ke bawah (atasan
terhadap bawahan), komunikasi sesama atasan dengan atasan dan
bawahan dengan atasan, serta bentuk komunikasi ketika seseorang tidak
menjadi atasan atau bawahan (bentuk komunikasi yang luwes).
2.2.1.3
Hambatan Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi tidak selalu berhasil dalam prosesnya, komunikasi
juga memiliki beberapa kendala atau hambatan yang dapat terjadi kapan
dan dimana saja, terlebih lagi proses komunikasi organisasi melibatkan
banyak
anggota
perusahaan.
Terdapat
enam
macam
hambatan
komunikasi yang dipaparkan oleh (Abdullah, 2008, hal. 82-85) yaitu:
1) Hambatan teknis
Kurangnya sarana dan prasarana dalam organisasi
termasuk termasuk dalam hambatan teknis. Selain itu,
kondisi fisik yang tidak memadai, dan penguasaan teknik
dan metode komunikasi yang kurang juga termasuk dalam
hambatan teknis.
2) Hambatan perilaku
Adanya perilaku negatif partisipan seperti sifat apriori
(berspekulasi sebelum mengetahui yang sebenarnya),
emosi, otoriter, ketidak-mauan untuk berubah, egosentris.
3) Hambatan bahasa
Penggunaan tanpa menghiraukan kemampuan bawahan
akan menimbulkan salah pengertian. Maka kalimat
sederhana, singkat dan jelas, serta tata bahasa yang benar
dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lawan bicara
merupaka hal mutlak yang harus disanggupi komunikator
agar salah pengertian dapat diminimalisir.
17
4) Hambatan struktur
Hambatan struktur berasal dari perbedaan tingkat dalam
struktur organisasi yang menimbulkan perasaan sungkan
ketika berhadapan dengan pimpinan.
5) Hambatan jarak
Jarak menjauhkan pengirim dan penerima pesan dan tentu
saja memakan waktu yang lebih lama. Sarana komunikasi
yang memadai sangat dibutuhkan untuk kecepatan dan
ketepatan penyampaian pesan yang terhalang oleh jarak
ini.
6) Hambatan latar belakang
Perbedaan latar belakang tak jarang menimbulkan gap
antara anggota, atasan dengan bawahan. Latar belakang
yang dimaksud bisa merupakan latar belakang sosial dan
latar belakang pendidikan.
Kemudian lima hambatan dalam komunikasi organisasi yang berpotensi
memperlambat atau menyimpangkan komunikasi yang efektif menurut
(Robbins dan Judge, 2008, hal. 27),hambatan-hambatan tersebut adalah:
1. Penyaringan
Penyaringan (filtering) merujuk pada upaya pengirim yang
dengan sengaja memanipulasi informasi sehingga akan
menjadi lebih nyaman bagi penerima.Faktor penentu
utama dari penyaringan adalah jumlah tingkatan dalam
struktur organisasi. Semakin banyak tingkatan vertikal
dalam struktur organisasi, semakin banyak kesempatan
terjadinya penyaringan.
2. Persepsi Selektif
Persepsi selektif muncul karena penerima dalam proses
komunikasi secara selektif melihat dan mendengar
berdasarkan kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar
belakang, dan karakteristik-karakteristik pribadi mereka
yang lain.
18
3. Kelebihan Informasi
Ketika informasi yang harus kita olah melebihi kapasitas
pemrosesan,
hasilnya
adalah
kelebihan
informasi
(information overload). Yang terjadi bila seseorang
memiliki lebih banyak informasi dari yang dapat mereka
pilah
dan
pakai adalah
mereka cenderung
untuk
membuang, mengabaikan, mengalihkan, atau melupakan
informasi tersebut. Emosi-emosi ekstrim seperti rasa
girang bukan kepalang atau depresi memiliki potensi yang
sangat besar untuk menghambat komunikasi yang efektif.
4. Bahasa
Dalam suatu organisasi, pada karyawan biasanya datang
dari
latar
belakang
pengelompokan
departemen
yang
karyawan
berbeda.
ke
menciptakan
dalam
kaum
Lebih
jauh,
departemen-
spesialis
yang
mengembangkan berbagai “istilah” atau jargon teknis
mereka
sendiri.
Dalam
berbagai
organisasi
besar,
anggotanya tak jarang juga tersebar luas secara geografis
bahkan beroperasi di beberapa negara yang berbeda dan
individu di setiap daerah itu akan menggunakan istilah dan
ucapan yang unik untuk daerah mereka.
5. Kesulitan komunikasi
Beberapa orang diperkirakan antara 5 sampai 20 persen
dari
populasi
menderita
kesulitan
komunikasi
(communication apprehension) atau kegelisahan yang
melemahkan. Meskipun banyak orang takut untuk
berbicara di depan suatu kelompok, kesulitan komunikasi
merupakan masalah yang lebih serius, karena hal ini
mempengaruhi seluruh kategori teknik komunikasi.
Hambatan komunikasi dalam komunikasi di atas memiliki poin
yang hampir sama antara Robbins-Judge dan Abdullah. Perbedaan yang
ditemukan dari hambatan-hambatan di atas menurut ahli tersebut adalah
Robbins-Judge lebih memaparkan poin-poin yang datang pada sifat
19
individual seseorang di dalam organisasi, sedangkan Abdullah cenderung
pada berbagai aspek seperti teknis, jarak, dan struktur yang ditemukan di
luar sifat individu pada suatu organisasi.
2.2.2 Budaya Organisasi
2.2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi
Suatu definisi budaya organisasi merupakan hal yang penting
untuk dipaparkan sebelum membahas isi dari budaya organisasi yang
lebih jauh. Definisi budaya organisasi banyak dipaparkan oleh beberapa
ahli, diantaranya:
Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan
definisi budaya menurut Edward Brunett dalam (Tika, 2014, hal. 2)
sebagai berikut:
“Culture or Civilization, taken its wide technographic
sense, is that complex whole which includes knowledge,
belief, art, morals, law, custom and any other capabilities
and habits acquired by men as a member of society.”
Pendapat di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas
meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral,
hukum, adat sitiadat, dan berbagai kemampuan dan
kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota
masyarakat.”
Sedangkan menurut Edgar H. Schein dalam bukunya Organizational
Culture and Leadership yang dipaparkan oleh Tika dalam (Tika, 2014,
hal. 3) mendefinisikan budaya organisasi sebagai:
“Culture is a pattern of basic assumption invented,
discovered, or developed by given group as it learns to
cope with its problem of external adaption and internal
integration – that has worked well enough to considered
valid and, therefore, to be taught to new members as the
correct way to perceive, think and fill in relation to those
problems.”
20
Pendapat di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan,
ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu
sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana
dengan baik, oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada
anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk
memahami, memikirkan, dan merasakan terkait dengan
masalah-masalah tersebut.”
Kemudianmenurut Cummings & Worley dalam (Chatab, 2007, hal. 223224) memaparkan budaya korporat dalam poin berikut:
1. Asumsi dasar/Basic assumptions
Merupakan level terdalam dan berada dalam bawah sadar
2. Tata nilai/Values
Merupakan level kepedulian berikutnya tentang sebaiknya
menjadi apa di dalam organisasi
3. Norma
Memberitahukan para anggota tindakan apa yang sebaiknya
dilakukan dan tidak dilakukan di bawah keadaan tertentu
4. Artefak/Artifacts
Merupakan wujud konkret seperti sistem, prosedur, peraturan,
struktur, dan aspek fisik dari organisasi.
Sedangkan menurut Uha dalam (Uha, 2013, hal. 3) definisi budaya
organisasi adalah:
“nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi sumber daya
manusia dalam menjalankan kewajiban dan perilakunya
di dalam organiasi. Nilai-nilai tersebut akan memberi
jawaban apakah suatu tindakan benar atau salah, apakah
suatu perilaku dianjurkan atau tidak, sehingga berfungsi
sebagai landasan untuk berperilaku.”
Dari berbagai pengertian budaya organisasi di atas, dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi secara garis besar adalah sebagai
wujud pengetahuan yang berperan sebagai suatu alat kontrol di dalam
organisasi ataupun perusahaan yang didapat dari suatu pengalaman
21
bahkan kebiasaan yang dilakukan oleh karyawan maupun masyarakat
internal organisasi kemudian diajarkan atau diwariskan kepada anggotaanggota baru yang dapat menentukan bagaimana masyarakat internal
organisasi tersebut bertindak atau bereaksi terhadap lingkungandan juga
dapat mengatasi proses adaptasi serta tata cara dalam berkegiatan di
dalam organisasi.
2.2.2.2 Manfaat dan Fungsi Budaya Organisasi
Selain sebagai identitas organisasi, budaya organisasi juga
diciptakan demi mencapai tujuan organisasi. Adapun manfaat budaya
organisasi dikemukakan oleh Robbins dalam (Sutrisno, 2010, hal. 27-28),
yaitu:
1. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang
satu dengan organisasi lain karena setiap organisasi
mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki
akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada di
dalamnya,
2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan
budaya yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki
identitas yang merupakan ciri khas organisasinya,
3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan
kepentingan individu,
4. Menjaga
stabilitas
organisasi;
komponen-komponen
organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang
sama akan membuat kondisi internal organisasi relatif stabil.
Sedangkan fungsi budaya organisasi menurut Tika yang dirangkum dari
konsep Stephen P. Robbins, Schein, Robert Kreitner dan Angelo Kinicki
dalam (Tika, 2014, hal. 14-16), budaya organisasi memiliki manfaat
sebagai:
1. Batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi, maupun
kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas
tertentu yang dimiliki organisasi atau kelompok lain.
22
2. Perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi. Hal ini
merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan.
Mereka bangga sebagai seorang karyawan/pegawai suatu
organisasi atau perusahaan. Para karyawan mempunyai rasa
memiliki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan
perusahaannya.
3. Mempromosikan
stabilitas
sistem
sosial.
Hal
ini
tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif,
mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.
4. Mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk sikap
serta perilaku karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme
kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim
dan diberi kuasanya karyawan oleh organisasi, makna
bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat
memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang
sama.
5. Integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai
integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi
seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaanperusahaan besar di mana setiap unit terdapat subbudaya
baru, sehingga dapat mempersatukan kegiatan para anggota
perusahaan yang terdiri dari sekumpulan individu yang
mempunyai latar belakang budaya berbeda.
6. Membentuk
perilaku
para
karyawan.
Fungsi
budaya
organisasi dimaksudkan agar karyawan memahami cara
untuk mencapai tujuan organisasi.
7. Sarana untuk menyelesaikan masalah pokok di dalam
organisasi. Masalah utama yang sering dihadapi organisasi
adalah masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan
masalah integrasi internal. Budaya organisasi diharapkan
berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.
8. Acuan dalam menyusun perencanaan. Budaya organisasi juga
berfungsi sebagai acuan dalam penyusun perencanaan
23
pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang
akan dikuasai perusahaan.
9. Alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai
alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya,
serta antaranggota organisasi.
10. Penghambat inovasi. Budaya organisasi dapat juga sebagai
penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya
organisasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang
menyangkut lingkungan eksternal dan internal.
Dari berbagai manfaat dan fungsi budaya di atas, dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi mengambil peran penting untuk
kemajuan dan keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan. Untuk itu,
suatu perusahaan perlu mengetahui tentang pemahaman fungsi dan
manfaat dari budaya organisasi, sehingga dengan begitu perusahaan akan
mendalami bahwa budayaorgansiasai bukan hanya untuk formalitas
tetapi juga perlu dipahami peran penting yang membawa keberhasilan
suatu perusahaan.
24
2.2.2.3 Unsur-unsur Pembentuk Budaya Organisasi
Budaya suatu organisasi tidak muncul begitu saja dari suatu
kehampaan. Budaya pada organisasi terbentuk dari beberapa unsur.
Menurut Deal & Kenedy, terdapat lima unsur pembentuk budaya
organisasi dalam (Tika, 2014, hal. 16-17) yaitu:
1.
Lingkungan usaha
Lingkungan usaha merupakan salah satu unsur penting
yang
dapat
menentukan
kelangsungan
hidup
perusahaan.Kelangsungan hidup perusahaan ditentukan
oleh kemampuan perusahaan dalam memberikan respon
atau tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan
di lingkungan. Lingkungan usaha menentukan apa yang
harus dilakukan perusahaan untuk dapat mencapai
kesuksesan. Lingkungan usaha meliputi produk yang
dihasilkan, pesaing, pelanggan, pemasok, teknologi,
kebijakan pemerintah, dll. Sehubungan dengan hal itu,
perusahaan harus mengambil tindakan untuk mengatasi
atau memberikan respon terhadap peluang dan tantangan
tersebut, misalnya menetapkan kebijakan penjualan,
penemuan baru, atau pengelolaan biaya.
2.
Nilai-nilai
Nilai-nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari
sebuah organisasi.Nilai-nilai menitikberatkan pada suatu
keyakinan
untuk
mencapai
kesuksesan.
Nilai-nilai
berfungsi sebagai pedoman bagi karyawan dan perusahaan
untuk lebih menghayati mengenai hal apa yang baik,
kurang baik, penting, kurang penting, apa yang benar dan
tidak benar. Setiap perusahaan memiliki nilai-nilai inti
sebagai pedoman berpikir dan bertindak yang dianut dan
diyakini oleh setiap individu yang ada di dalam
perusahaan demi mencapai kesuksesan perusahaan.
25
3.
Pahlawan
Pahlawan merupakan tokoh atau orang yang dipandang
berhasil dalam mewujudkan nilai-nilai budaya di dalam
kehidupan nyata.Pahlawan merupakan sosok idola yang
dijadikan panutan dan tempat karyawan mencari petunjuk
apabila
mengalami
masalah
di
dalam
perusahaan.Pahlawan juga merupakan sosok orang yang
mampu
menumbuhkan
idealisme
dan
memberikan
semangat bagi karyawan.Pahlawan bisa berasal dari
pendiri
perusahaan,
manajer,
kelompok
organisasi,
maupun perorangan.Pahlawan dapat lahir atau muncul
secara alami, namun juga dapat dibuat oleh peristiwaperistiwa tak terlupakan yang terjadi di dalam organisasi.
4.
Ritual
Ritual merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan
secara
berulang-ulang
memperkuat
Rangkaian
nilai-nilai
kegiatan
yang
mengungkapkan
utama
tersebut
suatu
tentunya
dan
perusahaan.
dinilai
atau
dianggap baik oleh suatu perusahaan, sehingga kegiatan
tersebut dilakukan berulang-ulang. Contoh ritual di dalam
perusahaan
adalah
pemberian
penghargaan
kepada
karyawan berprestasi atau berjasa bagi perusahaan.
5. Jaringan budaya
Jaringan budaya merupakan jaringan komunikasi informal
yang pada dasarnya merupakan saluran komunikasi primer
yang
berfungsi
untuk
menyalurkan
informasi
dan
memberikan makna terhadap infromasi. Melalui jaringan
komunikasi
informal
ini,
kehebatan
perusahaan
diceritakan dari waktu ke waktu. Jaringan komunikasi
informal dapat dilakukan melalui orang-orang yang pandai
bercerita, mata-mata, tukang gosip, atau sebagainya.
26
Sedangkan menurut Atmosoeprapto dan Moeljono dalam
(Uha, 2013, hal 41-42) beberapa unsur budaya korporat
yang terbentuk banyak ditentukan oleh:
a. Lingkungan usaha
Lingkungan di perusahaan akan menentukan apa
yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut
untuk mencapai keberhasilan.
b. Nilai-nilai
Suatu konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi.
c. Panutan atau keteladanan
Orang-orang yang menjadi panutan atau teladan
karyawan lainnya karena keberhasilannya.
d. Upacara-upacara (rites dan ritual)
Acara-acara
rutin
yang
diselenggarakan
oleh
perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan
pada karyawannya.
e. Network
Jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan
yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai
budaya korporat.
Konsep unsur-unsur pembentukan budaya organisasi digunakan
dalam penelitian ini untuk mengetahui unsur apa saja yang dapat
membentuk budaya organisasi dan kemudian dapat dibandingkan dengan
praktiknya di suatu perusahaan yang diteliti. Apakah sesuai dengan
konsep yang dipaparkan oleh para ahliatau pada praktiknya konsep
tersebut sudah mengalami perubahan.
2.2.3 Sosialisasi Budaya Organisasi
2.2.3.1 Pengertian Sosialisasi Budaya Organisasi
Budaya organisasi di dalam perusahaan selain berperan penting
untuk perusahaan juga berperan penting untuk anggota perusahaan.
Dalam penerapan suatu budaya diperlukan sosialisasi dari pihak
manajemen perusahaan. Dengan kata lain, pihak manajemen perusahaan
27
menjadi kunci dalam memperkenalkan atau mensosialisasikan budaya
yang diterapkan terhadap karyawan baru yang dimana mereka menjadi
bagian dari penggerak tujuan perusahaan.
Gibson dalam (Sutrisno, 2010, hal. 29) memandang sosialisasi
sebagai
suatu
aktivitas
yang
dilakukan
oleh
organisasi
untuk
mengintegrasikan tujuan-tujuan organisasi dan individual. Artinya,
terdapat dua kepentingan atau tujuan yaitu kepentingan organisasional
dan individual. Dengan kata lain, proses sosialisasi akan berhasil bila ada
partisipasi dari karyawan dan dukungan organisasi dalam proses tersebut.
Menurut Susanto dalam (Sutrisno, 2010, hal. 30) keberhasilan
proses sosialisasi budaya organisasi akan tergantung pada dua hal utama
hal tersebut yaitu:
1.
Derajat keberhasilan mendapatkan kesesuaian dari nilainilai yang dimiliki oleh karyawan baru terhadap organisasi.
2.
Metode sosialisasi yang dipilih oleh manajemen puncak di
dalam implementasinya.
Untuk itu, organisasi dituntut memiliki kemampuan mengajak
karyawan terutama karyawan baru untuk melakukan adaptasi diri atau
penyesuaian terhadap budaya organisasi yang menjadi pedoman dalam
pencapaian performa kerja yang tinggi. Disamping itu, organisasi yang
dibantu oleh pihak manajemen puncak yang harus mampu melakukan
sosialisasi terhadap sumber daya manusia
yang ada agar hasil yang
dicapai dari proses sosialisasi tersebut akan mamiliki dampak positif
terhadap produktivitas, komitmen terhadap organisasi, sense of belonging
atau rasa memiliki terhadap organisasi, komitmen terhadap organisasi.
Pada akhirnya implementasi dari sosialisasi budaya organisasi akan
mendukung dan mendorong sumber daya manusia untuk mencapai target
yang diinginkan organisasi.
28
2.2.3.2 Tujuan dan Manfaat Sosialisasi Budaya Organisasi
Sebagian besar organisasi melakukan proses sosialisasi sebagai
aktivitas penting yang harus dilakukan untuk mencapai kesesuaian dan
keselarasan anggota perusahaan dengan budaya dan lingkungan
perusahaannya. Sutrisno dalam (Sutrisno, 2010, hal. 30-31) memaparkan
beberapa tujuan dari sosialisasi terhadap anggota perusahaan, yaitu:
1. Membentuk sikap dasar, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dapat
memupuk kerja sama, integritas dan komunikasi dalam
organisasi.
2. Memperkenalkan
budaya
organisasi
dengan
aggota
organisasi.
3. Meningkatkan komitmen dan daya inovasi karyawan
terhadap organisasi.
Sedangkan manfaat sosialisasi sendiri menurut (Sutrisno, 2010, hal.
30-31) dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari manfaat bagi
karyawan dan manfaat bagi organisasi. Bagi karyawan, sosialisasi
budaya organisasi bermanfaat untuk mengenal organisasi, sehingga dapat
membantu karyawan dalam membuat keputusan yang tepat dan sesuai
dengan situasi yang dihadapi.
Sosialisasi bagi karyawan juga
memudahkan mereka dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
perusahaan, pekerjaan, dan anggota organisasi yang lain, sehingga dapat
menumbuhkan komitmen karyawan terhadap organisasi yang pada
akhirnya diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja organisasi secara
keseluruhan.
Bagi
organisasi,
sosialisasi
bermanfaat
untuk
mengkomunikasikan semua hal yang berhubungan dengan aktivitas
organisasi dan budaya organisasi sehingga yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan oleh karyawan untuk memahami segala sesuatunya
mengenai organisasi.
29
2.2.3.3 Proses Sosialisasi Budaya Organisasi
Proses sosialisasi budaya organisasi terutama bagi karyawan
baru yang akan bergabung dengan perusahaan karena mereka belum
mengenal budaya organisasi secara komprehensif. Luthan dalam
(Sutrisno, 2010, hal. 32-33) menjelasakan proses sosialisasi budaya dapat
dilakukan melalui tujuh tahap. Adapun tahap-tahap tersebut adalah:
1. Seleksi terhadap calon karyawan perusahaan. Sejak awal
pemilihan calon karyawan apakah calon karyawan tersebut
akan dapat menerima kultur perusahaan atau justru akan
merusak kultur yang telah terbentuk. Dengan demikian,
diharapkan kultur perusahaan tetap dapat dipertahankan.
2. Penempatan karyawan pada suatu pekerjaan tertentu bahkan
pada pekerjaan yang paling mudah sekalipun dengan tujuan
agar mereka dapat menghargai koleganya di perusahaan, dan
menghargai nilai dan norma yang berlaku sehingga
diharapkan dapat terbentuk rasa kesatuan di antara karyawan.
3. Pendalaman bidang pekerjaan. Agar seseorang dapat
memahami dengan baik apa yang menjadi tugas da tanggung
jawabnya masing-masing, dan dalam tahap ini diharapkan
karyawan tersebut akan semakin menyatu dengan budaya
organisasi yang ada di perusahaan masing-masing.
4. Penilaian
kinerja
dan
pemberian
penghargaan.
Agar
karyawan yang telah melakukan pekerjaan dapat sesuai
dengan ketentuan yang merupakan salah satu norma budaya
dan dapat lebih insentif dalam menerapkannya di masa
mendatang. Bentuk penghargaan yang diberikan harus
disesuaikan dengan situasi yang sedang dihadapi.
5. Menanamkan kesetiaan kepada nilai-nilai yang dimiliki
organisasi.
Misalnya
kesediaan
berkorban
untuk
kelangsungan hidup perusahaan, seperti merelakan dirinya
untuk mengurangi jam kerja demi tersedianya pekerjaan bagi
rekan kerja lainnya. Pada langkah kelima ini karyawan harus
yakin bahwa pengorbanan yang mereka lakukan memiliki
30
nilai yang penting bagi tercapainya tujuan individu dan
organisasi.
6. Memperluas cerita dan berita. Hal yang terkait tentang
budaya organisasi, misalnya cerita tentang pemutusan
hubungan kerja kepada seorang karyawan yang melakukan
penyalahgunaan
wewenang/jabatan
untuk
kepentingan
pribadinya, meskipun karyawan tersebut sebenarnya sangat
potensial bagi perusahaan. Hal ini dapat menekankan betapa
pentingnya moral bagi setiap karyawan, dan nilai moral ini
tidak dapat ditebus hanya dengan potensi yang dimiliki.
7. Pengakuan atas kinerja dan promosi. Hal tersebut diberikan
kepada
karyawan
yang
telah
melaksanakan
tugas,
kewajibannya, dan tanggung jawabnya secara baik serta
dapat menjadi teladan bagi karyawan lain, terutama bagi
karyawan yang baru bergabung dengan perusahaan. Untuk
dapat memberikan pengakuan ini, organisasi harus memiliki
kriteria yang baku, dapat diterapkan secara konsisten serta
dapat diikuti secara transparan oleh karyawan lain. Beberapa
hal yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur, seperti: technical
ability,
human
relation
skill/team
work,
personality,
potentiality, managerial skill.
Sedangkan menurut Goldhar dan Barnet dalam (Romli, 2014, hal 42-43)
proses sosialisasi budaya kepada karyawan dapat dilakukan dengan
beberapa cara melalui:
a. Cerita
Cerita-cerita ini khususnya berisi dongeng suatu peristiwa
menganai pendiri organisasi, pelanggaran peraturan, sukses dari
miskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan,
reaksi terhadap kesalahan masa lalu, dan mengatas masalah
organisasi. (Deutsch).
31
b. Ritual
Deretan berulang suatu kegiatan yang mengungkapkan dan
memperkuat nilai-nilai uama organisasi itu, ujuan apakah yang
paling penting, orang-orang manakah yang penting dan amana
yang dapat dikorbankan. (Wagner III dan Hollenbeck).
c. Lambang materi
Dapat mengantarkan kepada para karyawan siapa yang penting,
sejauh mana egalitarianisme yang diinginkan oleh eksekutif
puncak, dan jenis perilaku yang dimunculkan (misalnya,
pengambilan
resiko,
konservatif,
otoriter,
partisipasif,
indovidualistis, sosial) yang tepat. (Rafaeli dan Pratt).
d. Bahasa
Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi yang
menggunakan bahasa sebagai suatu cara untuk mengadakan
identifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya. Dengan
mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan
mereka akan budaya itu, dan dengan berbuat seperti itu, hal ini
membantu melestarikannya. (Wagner III dan Hollenbeck).
Berbeda dengan Robbins dalam (Tika, 2014, hal. 56-57) berpendapat
bahwa proses sosialisasi budaya organisasi dilakukan dalam tiga tahap
berikut, yaitu:
1. Sosialisasi antisipasi (Tahap kedatangan)
Tahap ini secara eksplisit tiap individu tiba dengan seperangkat
nilai, sikap, dan harapan. Hal ini mencakup baik kerja dan yang
harus dilakukan maupun kondisi organisasi itu sendiri. Semua
informasi sosialisasi baik formal maupun informal akurat
maupun tidak akurat akan membantu para individu dalam
mengantisipasi kenyataan organisasi.
2. Pertemuan
Tahap ini dimulai saat kontrak pekerjaan telah ditandatangani.
Banyak perusahaan menggunkan kombinasi pelatihan dan
32
orientasi utnuk mensosialisasikan para karyawan selama tahap
pertemuan. Tahap pertemuan ini berupa dua hal berikut, yaitu:
1) Pelatihan
Melalui pelatihan formal, karyawan barubisa dideteksi
kemampuannya dalam menyerap budaya organisasi.
2) Orientasi
Karyawan baru biasanya diwajibkan untuk mengikuti
suatu masa orientasi, di mana mereka perlu diberitahukan
bagaimana harus berlaku dan bertindak. Dalam hal ini,
seorang manajer atau anggota senior berperan penting.
3. Perubahan
dan
pemahaman
yang
bertambah
(Tahap
metamorphosis)
Dalam tahap ini, penguasaan tugas-tugas utama dan pemecahan
konflik menandai mulainya tahap akhir dari proses sosialisasi.
Tahap ini mengarahkan karyawan untuk menyesuaikan diri
dengan
kelompok
kerjanya.
Metamorphosis
dan
proses
sosialisasi saat masuk dianggap selesai apabila anggota baru
telah merasa enak dengan organisasi dan pekerjaannya.
Konsep proses sosialisasi budaya organisasi digunakan dalam
penelitian ini untuk mengetahui pendapat beberapa ahli dalam melakukan
sosialisasi budaya organisasi di dalam suatu organisasi. Konsep ini juga
berguna untuk membandingkan seperti apa suatu organisasi pada
praktiknya dalam proses sosialisasi organisasi.
2.2.4 Kaitan Komunikasi dalam Organisasi dengan Budaya Organisasi
Komunikasi di dalam organisasi merupakan bentuk atau sarana interaksi
pertukaran informasi antar anggota organisasi, baik komunikasi verbal atau
non verbal dan formal ataupun informal memiliki fungsi dalam hal
menyampaikan informasi, yang di mana informasi dalam hal ini adalah
mengenai budaya organisasi di Metro TV yaitu ‘KOPI’. KOPI adalah nilainilai yang terdiri dari Kerjasama, Orientasi hasil, Proaktif dan Integritas.
Budaya organisasi yang menjadi pedoman akan sangat berpengaruh pada
33
perkembangan organisasi itu sendiri. Dalam hal ini perilaku aggota organisasi
ditentukan oleh nilai-nilai atau budaya yang diterapkan di lingkungan
organisasi.
Definisi nilai sendiri menurut Sashkein dan Kisher dalam (Tika, 2014,
hal. 36) adalah “sesuatu yang diyakini oleh warga organisasi mengetahui apa
yang benar dan apa yang salah”. Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
nilai-nilai yang ada di dalam sebuah perusahaan merupakan pedoman-pedoman
perilaku bagi para anggota organisasi yang ada didalamnya.
Untuk menerapkan budaya organisasi itu sendiri yaitu melalui proses
pertukaran informasi kepada para anggota organisasi tentang nilai-nilai yang
dianut oleh organisasi. Para anggota organisasi yang dimaksud adalah pihak
manajemen (seperti CEO, HRD) dan pegawai (karyawan). Pertukaran
informasi yang mengalir melalui komunikasi vertikal dan horizontal. Untuk
mencapai hal demikian (menerapkan budaya organisasi) di lingkungan
anggotanya, perusahaan perlu melakukan upaya dalam mengkomunikasikan
nilai-nilai perusahaan tersebut kepada anggota perusahaan. Salah satu bentuk
upaya dalam mengkomunikasikan nilai-nilai budaya tersebut yaitu dengan
melalui sosialisasi kepada anggota perusahaan.
Dalam hal ini, Henry Mintzberg dalam (Romli, 2014, hal. 3-6) memaparkan
terdapat tiga peranan wewenang manajemen puncak (manajer), yaitu:
1. Peranan antarpersona seorang manajer meliputi tiga hal:
1) Peranan tokoh. Kedudukan sebagai kepala suatu unit organisasi,
membuat seorang manajer melakuan tugas yang bersifat
keupacaraan. Karena ia merupakan seorang tokoh, maka selain
memimpim berbagai upacara di kantornya, ia juga diundang
oleh pihak luar untuk menghadiri berbagai upacara. Dalam
peranan ini seorang manajer berkesempatan untuk memberikan
penerangan, penjelasan, imbauan, ajakan, dll.
2) Peranan pemimpin. Sebagai pemimpin, seorang manajer
bertanggung
dilakukan
langsung
jawab atas
bawahannya.
dengan
lancar-tidaknya
Beberapa
kepemimpinannya
pekerjaan
kegiatan
pada
yang
bersangkutan
semua
tahap
34
manajemen;
penentuan
kebijaksanaan,
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian. Ada
juga kegiatan-kegiatan yang tidak langsung berkaitan dengan
kepemimpinannya, antara lain memotivasi para karyawan agar
giat bekerja. Untuk melaksanakan kepemimpinannya secara
efektif, maka ia harus mampu melaksanakan komunikasi secara
efektif. Dalam konteks kepemimpinan, seorang manajer
berkomunikasi efektif bila ia mampu membuat para karyawan
melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran, kegairahan, dan
kegembiraan. Dengan suasana kerja seperti itu akan dapat
diharapkan hasil yang memuaskan.
3) Peranan penghubung. Dalam peranan sebaga penghubung,
seorang manajer melakukan komunikasi dengan orang-orang di
luar jalur komando vertikal, baik secara formal maupun secara
tidak formal.
2. Peranan informasi. Dalam organisasinya, seorang manajer berfungsi
sebagai pusat informasi. Ia mengembangkan pusat informasi bagi
kepentingan organisasinya.
Komunikasi di dalam organisasi dikaitkan dalam penelitian ini karena
salah satu sarana dalam sosisalisasi budaya organisasi adalah komunikasi
organisasi khususnya komunikasi internal, dengan mengambil peran dari
beberapa komunikasi internal, dimaksudkan bahwa salah satu bentuk dari
sosialisasi budaya organisasi dari manajemen puncak kepada karyawanatau
anggota
perusahaan
dapat
internalorganisasi secara efektif.
melalui
beberapa
komunikasi
di
dalam
35
2.3
Kerangka Pemikiran
Merupakan rangkaian penalaran untuk menjelaskan alur pemikiran yang
digunakan dalam penelitian. Sesuai dengan masalah yang diteliti, penelitian kali ini
memiliki kerangka berpikir sebagai berikut:
Perusahaan
Komunikasi Organisasi
Komunikasi Internal
Sosialisasi Budaya
Organisasi
TIDAK BERHASIL
BERHASIL
Budaya ‘KOPI’:
Kerjasama
Orientasi Hasil
Proaktif
Integritas
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
(Sumber: Pemikiran Peneliti, 2014)
36
Download