PETA KEPENDUDUKAN, KEKUASAAN dan INJIL DI ABAD KE-21 KONFRENSI SIL INTERNASIONAL dan PERTEMUAN WBTI, 6 JUNI 2002 Prof. Andrew Walls Merupakan suatu kehormatan besar dan keistimewaan diundang untuk berada bersama-sama dengan anda. Sudah sejak lama saya sangat mengagumi pekerjaan yang dilakukan Wycliffe dan organisasi-organisasi rekanannya serta sahabat-sahabat di Wycliffe dari berbagai belahan dunia. Sebagai seorang yang berkecimpung dalam teologi Kristen, saya pikir tidak ada masalah teologis yang lebih besar dari pada masalah yang akan anda pikirkan sekarang ini, yaitu: Apa bahasa induk pemikiran Kristen, karena berbagai alasan saya harap kita dapat mendiskusikannya dalam sesi berikut, salah satu hal yang sangat penting bagi masa depan iman Kristen. Orang Maori di Selandia Baru, yang saya pikir merupakan salah satu penduduk asli Polynesia, berbicara tentang masa depan seakan-akan masa depan itu ada di belakang kita. Kita tidak dapat melihatnya. Masa lalu adalah apa yang ada di depan kita. Kita dapat melihatnya terbentang di hadapan kita, semakin baru peristiwanya, maka semakin menjauh bayangannya dari horison. Ketika melakukan pendekatan akan topik ini, sebagaimana yang ditugaskan kepada saya, adalah bijaksana untuk selalu mengingat bahwa masa depan itu ada di belakang kita. Meskipun pada judul tercantum Injil di abad 21, saya tidak dapat mengatakan apa pengaruh abad ini terhadap iman Kristen, atau apa yang akan terjadi terhadap Gereja Kristus. Apa yang dapat kita lakukan adalah menengok pada masa lalu yang ada di depan kita dan melihat masukan/saran apa yang dapat diberikan masa lalu itu terhadap cara yang sudah kita miliki dan mungkin dapat memberikan garis besar, sebagaimana kita membaca peta, ke tempat-tempat di mana kita pernah berada sekarang. Dengan demikian dapat memberikan petunjuk kepada kita apa yang dapat kita harapkan di masa yang akan datang. Pagi ini saya ingin mencoba melakukan tinjauan secara umum tentang sejarah Kristen yang mungkin dapat memberikan masukan bagi kita terhadap apa yang kita sebut sebagai peta kependudukan Kristen, dan mungkin dapat memberikan kita beberapa petunjuk di mana letak posisi kita sendiri dalam pekerjaan Injil dari sudut pandang sejarah Kristen, karena untuk itulah kita ada di tempat ini. Tinjauan umum yang pertama adalah tentang sifat dasar dari penyebaran orang Kristen. Penyebaran orang Kristen bukanlah sesuatu yang berlangsung secara progresif melainkan secara bertahap. Mungkin kita dapat memahaminya dengan lebih baik bila kita membandingkan sejarah kekristenan dengan sejarah Islam. Kedua keyakinan ini memanggil seluruh dunia untuk percaya/setia. Masing-masing telah berhasil meraih ‘kedudukan’ di tengah-tengah umat, ditengah-tengah budaya yang beragam, bahkan di lokasi geografis yang beragam. Namun dari segi perbandingan sejarah, sejauh ini, Islam lebih sukses mempertahankan kepercayaannya dari waktu ke waktu, dibanding kekristenan. Daerahdaerah yang telah menjadi daerah muslim, secara umum (memang ada kekecualian), tetap sebagai daerah muslim. Bahkan keseluruhan Arabia, tidak terbantahkan lagi adalah muslim. Sangat sulit untuk mengingat bahwa daerah Yemen sekali waktu pernah menjadi kerajaan Kristen. Berlawanan dengan Jerusalem, yang bahkan tidak dapat mengklaim sejarah Kristen yang tidak terpatahkan. Jerusalem, induk dari gereja kita semua, bukanlah kota Mekah-nya orang Kristen. Atau pertimbangkan Mesir, Siria atau Tunisia, daerah-daerah di mana gereja pernah berdiri, gereja-gereja yang menjadi pemimpin dunia Kristen, dipuja oleh para ahli teologi 1 terbesar juga oleh para pemikir terkemuka, dan dikuduskan oleh darah para martir. Gerejagereja inilah yang menyaksikan runtuhnya kekafiran dan kemenangan Kristus di daerahdaerah sekeliling mereka. Atau coba pikirkan hari-hari, yang bahkan sedikit dari orang Kristen sekarang ini menyadari bahwa hari-hari itu pernah terjadi, ketika iman Kristen menjadi suatu kepercayaan di seluruh lembah Efrat dan sebagian besar penduduk yang tinggal di daerah Irak sekarang, memeluk iman kristen; ketika gereja-gereja baru bermunculan di Iran bahkan melintasi Asia tengah, sampai ke negara-negara yang sekarang kita kenal sebagai Afganistan dan Tajikistan. Atau pikirkan Negara saya sendiri, dengan kota-kota yang pernah diinjili oleh John Knox dan John Wesley, sekarang penuh dengan gereja-gereja yang tidak lagi dibutuhkan umatnya, bahkan mereka berpaling pada persekutuan-persekutuan atau restaurant-restauran bahkan klub-klub malam. Di kota saya sendiri yaitu Aberdeen, ada bekas gedung gereja yang diubah menjadi klub malam dengan nama “The Ministry of Sin” (Pelayanan dosa). Dalam setiap kasus, tempat-tempat yang pernah menjadi pusat perkembangan iman Kristen, area di mana iman Kristen merupakan kepercayaan yang dominan, tidak mampu lagi mempertahankan posisi itu. Karena berbagai alasan, dan ada banyak alasan yang berbedabeda di setiap kasus, terang itu telah meredup, bahkan ada kalanya lenyap. Sebagaimana digambarkan dalam kitab Wahyu, lilin itu telah dicabut dari tempatnya. Namun dalam kasuskasus ini tidak ada satupun yang menunjukkan bahwa meredupnya kesaksian Kristen di pusat-pusat kekristenan membawa pada berakhirnya kesaksian Kristen di seluruh dunia. Bahkan sebaliknya. Seiring waktu, gereja di Jerusalem lenyap bagai di terbangkan angin, seperti yang terjadi pada orang Kristen di abad pertama. Tetapi ada gereja-gereja Yunani, orang Kristen berlatar belakang penyembah patung, berdiri di seberang daerah Mediterania dan sekitarnya. Ketika gereja-gereja di Irak mengalami penurunan, gereja-gereja di Iran bertambah jumlahnya. Ketika pusat-pusat kebesaran Kristen di Mesir, Siria dan Afrika Utara dikuasai muslim, orang-orang Barbar dari utara dan barat Eropa, yang merupakan nenek moyang dari orang-orang seperti saya sendiri, seara perlahan-lahan memeluk iman Kristen. Kekeringan yang terjadi di pusat kekristenan berlangsung bersamaan dengan berkembangnya kekristenan di daerah-daerah yang justru belum ada iman Kristen. Perkembangan orang Kristen bukanlah suatu proses yang bersifat tetap dan tidak terhindarkan. Perkembangan ini seringkali diikuti juga oleh kemunduran. Penyebaran Injil tidak menghasilkan sesuatu yang permanen yang dapat dicantumkan dalam peta: “Kami sudah melakukan itu!” Kekristenan memiliki kelemahan pada intinya, kerapuhan dalam pengungkapannya. Mungkin kelemahan pada salib, dan kerapuhan dari sebuah bejana tanah. Penyebaran agama Islam seringkali bersifat progresif, bergerak dengan stabil dari pusatnya menuju ke arah luar, dan kota Mekah terus menerus menjadi tempat yang sangat penting di jagat ini, sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang Kristen (bahkan Jerusalem kita adalah Jerusalem yang baru-bukan Jerusalem yang lama- dan pada akhirnya nanti diturunkan dari surga). Kemajuan orang Kristen terjadi secara bertahap, lebih dulu berakar di satu tempat kemudian di tempat yang lain. Kekristenan tidak dapat disamakan dengan kota Mekah, tidak ada pemusatan yang permanen. Komunitas orang Kristen seringkali kering di daerah pusat kekristenan, daerah mereka hanya kelihatannya saja kuat, dan kemudian berkembang di luar daerahnya. Tidak ada satu Negara atau satu budaya pun yang menjadi pemilik Iman Kristen. Tidak ada negara Kristen yang tetap/permanen, tidak ada yang membentuk peradaban Kristen, dan tidak ada satupun yang disebut budaya Kristen. Pada masa yang berbeda, di 2 berbagai wilayah yang berbeda di dunia ini telah mengambil alih kepemimpinan dalam misi Kristen dan selanjutnya tongkat kepemimpinan itu telah diteruskan kepada yang lain. Inilah salah satu hal yang harus kita lihat seperti kita melihat seluruh masa lalu Kristen di depan kita. Marilah kita melihat lebih dekat lagi sesuatu yang tepat berada di depan kita, sesuatu yang baru saja berlalu, kira-kira seratus tahun terakhir. Abad ke-20 mungkin telah menjadi abad yang paling berkesan bagi sejarah Gereja sejak awal. Dapat dipastikan bentuk gereja dari segi kependudukan telah mengalami perubahan total, bahkan di abad ke-20 perubahan itu terjadi lebih radikal dibanding abad sebelumnya. Ada dua hal yang terjadi secara bersamaan. Pertama adalah kemunduran besar yang dialami iman Kristen sejak munculnya Islam, dan kemunduran itu terjadi di pusat Eropa kemudian mulai menyebar ke Amerika Utara. Kedua adalah kemajuan besar yang dialami iman Kristen, sekali lagi mungkin ini yang terbesar yang pernah terjadi. Pada awal abad ke-20, hanya ada sekitar 10 juta pemeluk agama Kristen di seluruh benua Afrika. Tidak ada yang tahu berapa jumlahnya sekarang, namun ada dugaan sekitar 350 juta orang Kristen- bertambah dalam waktu satu abad. Korea memiliki sebuah gereja yang sangat, sangat kecil di awal abad ke-20. Sekarang gereja Korea telah mengutus misionaris-misionarisnya ke seluruh dunia, mengambil alih tempat-tempat yang ditinggalkan para misionaris barat, bahkan memasuki tempat-tempat yang tidak pernah didatangi oleh para misionaris barat. Kami mendengar pagi ini sudah mulai terjadi di daerah Timur laut India, lebih dari 90% populasi penduduknya memeluk iman Kristen di Mizoram suatu daerah yang mengutus misionaris-misionarisnya ke seluruh India. Padahal 100 tahun yang lalu, gereja sangat sulit untuk berdiri. 50 tahun yang lalu, Nepal masih merupakan daerah tertutup dan setelah seabad berlalu, badan misi baru memulai langkah kecil bekerja di tengah suku-suku di perbatasan Indo-Birma. Sekarang ini, gambaran yang kita peroleh dari Timur laut India merupakan bagian dari mata rantai populasi orang Kristen baru di Asia yang membentang dari Himalaya melalui Arakan sampai ke Peninsula Asia Tenggara. Orang Kristen baru di Nepal, Gerakan di Timur Laut India, di seberang perbatasan Barat Daya Cina, penduduk di Myanmar dan Thailand dan sekitarnya, keseluruhan orang Kristen yang tidak pernah terpikirkan berapa jumlahnya karena meliputi banyak Negara dan di setiap Negara orang Kristen adalah penduduk minoritas walaupun bukan minoritas yang kecil. Tetapi lihatlah bahwa seluruh mata rantai gereja-gereja baru ini merupakan hasil di abad ke-20. Kemajuan dan kemunduran Kristen telah berlangsung secara bersamaan,kemunduran di Barat, kemajuan di Afrika, Asia dan Amerika Latin; Kekeringan di pusatnya, berkembang di luar daerahnya. Tongkat itu telah diteruskan kepada orang Kristen Asia, Afrika, dan Amerika, juga Pasifik (di wilayah ini anda akan melihat perwakilan dari berbagai orang dari seluruh dunia); namun di wilayah inilah, di benua-benua selatan, dari tahun ke tahun terletak tanggung jawab misi Kristen di dunia. Kemajuan orang Kristen di dunia ini bertahap, dan dalam pemeliharaan Allah, orang Kristen di Afrika, Asia dan Amerika Latin serta Pasifik merupakan penerus di tahap selanjutnya. Kami yang berasal dari dunia barat tidak lagi menjadi pemimpin, penggerak dan pembuat aturan. Sekarang kami belajar untuk menjadi penolong, memberikan arahan dan menjadi fasilitator. Peritiwa terbesar, merupakan kejutan terbesar bagi kekristenan, setelah beberapa ratus tahun terakhir akhirnya terjadi pergantian pusat gaya tarik Gereja. Perubahan radikal yang terjadi dalam hal komposisi penyebaran penduduk dan budaya, mengindikasikan hal-hal ini akan terus berlanjut. Ini berarti orang-orang Kristen dari benua Selatan sekarang menjadi perwakilan semua orang-orang Kristen, di mana melalui mereka kualitas kekristenan di abad 21 dan 22 akan dinilai, merekalah yang akan menjadi pembentuk norma-norma, pedoman bagi orang-orang kristen. Dan pada merekalah bergantung kualitas kekristenan di abad 21. 3 Seratus tahun yang lalu pemimpin misi dari Eropa dan Amerika mengemban tanggung jawab untuk mengembangkan kembali misi Kristen di dunia. Kantor saya di Edinburgh bersebelahan dengan tempat dilaksanakannya World Missionary Conference tahun 1910. Pada saat itu hanya ada sedikit saja Pemimpin Kristen Asia yang hadir, dan tidak ada utusan dari Afrika sama sekali. Tetapi proses pendahuluan itu telah dibentuk oleh orang-orang dari Eropa dan Amerika. Situasi yang semakin jarang dan jarang terjadi di masa yang akan datang. Kita harus mempertimbangkan sejenak pertanyaan tentang kekuasaan, apapun bisa saja terjadi dalam wilayah ekonomi dan militer, tetapi apa yang terjadi dalam dunia Kristen akan semakin bergantung pada orang Kristen Asia, Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Pasifik. Fakta kependudukan yang harus kita hidupi, kita kerjakan dan kita pikirkan sekarang ini adalah kita memulai abad ke-21 dengan terjadinya peningkatan jumlah orang barat paska kekristenan dan peningkatan kekristenan paska pemahaman barat. Pada World Missionary Conference di Edinburgh tahun 1910, yang sudah saya singgung sebelumnya, seorang delegasi dari India, yang masih sangat muda, seorang Pendeta Anglican yang belum terlalu berpengalaman, V. S. Azariah. Ia diminta untuk berbicara pada sebuah rapat kecil/terbatas yang merupakan kerjasama antara para misionaris dengan gereja-gereja yang belum lama berdiri. Ia menganalisa khususnya sikap utusan misi, bahwa terkadang sikap merekalah yang membuat hubungan menjadi sulit. Kemudian ia menyimpulkan, mungkin ini adalah kesimpulan yang paling terkenal di Edinburgh: “Melalui berbagai masa”, katanya “Gereja India akan bangkit dengan penuh ucapan syukur untuk menguji kepahlawanan dan penyangkalan diri para pekerja dari badan-badan misi. Kalian sudah memberikan harta untuk memberi makan orang miskin; kalian telah menyerahkan tubuh untuk dibakar. Namun kami juga meminta cinta kasih. Berikan kepada kami teman-teman.” Dan itulah kata terakhir dari pidatonya. Ini seperti sebuah bom. Badan-badan Misi sibuk merencanakan penginjilan di dunia, namun kebutuhan utama dari gereja-gereja yang masih sangat muda ini bukanlah kepemimpinan, bukan para pekerja, bukan juga dana, melainkan persahabatan. Persahabatan merupakan implikasi dari kesederajatan dan saling menghormati. Sahabat adalah seseorang yang dengannya kita ingin menghabiskan waktu. Gereja-gereja muda ini bukanlah bayi yang mengoceh (meminta perhatian), meskipun pada saat itu usia gereja-gereja ini masih terbilang muda/bayi. Dan setelah bertahun-tahun konfrensi Edinburgh 1910 berlalu, banyak dari gereja-gereja ini telah melalui api. Dalam sejarah, Gereja manakah yang telah mengalami hal-hal seperti yang dialami oleh Gereja di Cina selama 50 tahun terakhir dan tetap bertahan sampai selesai? Sepanjang sejarah, gerejagereja manakah yang terus menerus mengalami tekanan mengerikan dari keputusasaan, perang, pengungsian bahkan pemusnahan etnis, seperti yang dialami gereja-gereja di Afrika Tengah dan Sudan? Gereja manakah yang selalu dituntut untuk memberikan kepemimpinan moral kepada bangsa mereka seperti gereja di Afrika Selatan, atau harus bersuara mewakili yang miskin, yang tertindas dan yang membutuhkan seperti Gereja di Amerika Latin? Atau yang lebih mendedikasikan dirinya untuk menyebarkan Injil Kristen seperti gereja Korea? Semua dilakukan oleh gereja-gereja yang bukan dari dunia barat yang pada puncaknya membawa orang-orang dari seluruh dunia mengalami keselamatan dari Allah. Di belahan dunia manakah yang umatnya telah dipersiapkan Allah lewat penderitaan dan pengucilan? Di belahan dunia manakah yang bunyi tangisan umatnya lebih cepat menggerakkan Allah untuk segera membebaskan umatNya dibanding permohonan orangorang suci di altar? Pendapat yang ke dua: bahwa Kekristenan dapat bertahan dengan melintasi batasan budaya. Orang-orang yang mula-mula percaya kepada Yesus adalah orang-orang dari ras Yahudi. Mereka melihat bahwa di dalam Yesus segala perkataan kitab suci mereka tergenapi. Hal ini 4 memberikan makna dan muatan yang baru terhadap segala sesuatu yang sudah mereka ketahui. Mereka tidak harus mengubah agama mereka. Karena Yesus Sang Mesiaslah, mereka dapat mengasihi hukum Taurat; mengasihi Bait Suci dengan segala tata ibadah dan korban-korban persembahannya, lebih dari yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Segala sesuatu tentang Yesus dapat diterima oleh akal dan pengertian orang Yahudi, dan untuk waktu yang cukup lama, para pemimpin-pemimpin merindukan bahwa seharusnya orang Yahudi lainnya mengenal Yesus, namun jarang menyebutkan namaNya kepada orang-orang yang bukan Yahudi kecuali dalam situasi khusus. Semuanya berubah ketika digambarkan dalam Kisah Para rasul 11, Sekelompok orang percaya yang terpaksa melarikan diri dari Yerusalem setelah kematian Stefanus, mereka pergi ke Antiokia dan mulai menceritakan tentang Yesus kepada tetangga mereka, yaitu orang Yunani yang adalah penyembah berhala. Hal yang sangat tidak biasa adalah para rasul mengutus perwakilan mereka, seorang duta yaitu Barnabas, untuk memeriksa apa yang telah terjadi. Ia bersukacita dengan Gereja Antiokia, di mana orang Yahudi dan orang non-Yahudi bercampur dan makan bersama, Gereja ini mengirim utusan-utusan misinya sendiri kepada orang Yunani dan Orang Yahudi. Serta mengirim utusan misi yang berlatar belakang nonYahudi dan Yahudi kepada orang Yahudi dan dunia orang Yunani. Ketika Paulus kembali dari salah satu perjalanan misinya, Gereja Yerusalem sangat gembira atas suksesnya pekerjaan Paulus, tetapi bila kita membaca kisah Para rasul 22 dengan seksama, kita dapat melihat sebagian besar umat di Yerusalem tetap percaya bahwa tugas gereja yang paling signifikan justru harus dilakukan di ‘rumah’ mereka sendiri yaitu Yerusalem. “Lihatlah, saudara, berapa ribu orang Yahudi yang sudah percaya dan mereka semua taat pada hukum Taurat.” Dengan kata lain, sangat menyenangkan mendengar kisah-kisah dari ladang Misi, namun pekerjaan sesungguhnya adalah apa yang sedang dilakukan di tempat ini. Di sinilah pusatnya. Pada faktanya, Gereja Yerusalem tidak memiliki banyak waktu. Suatu Generasi, dan peperangan dengan orang Romawi telah terjadi, dan gereja Yerusalem telah hancur seiring jatuhnya kerajaan Yahudi pada tahun 70 M, gereja kehilangan habitat alamiahnya. Kekristenan tidak lebih dari sekte kecil Yahudi, namun dalam satu hal, gereja telah melintasi batasan-batasan budaya memasuki dunia orang Yunani, dan ketika gereja mula-mula ini, gereja para rasul, gereja yang menyaksikan pelayanan Yesus sendiri, mulai meredup, Gereja yang baru, yang berbicara dalam bahasa Yunani, berlatar belakang non-Yahudi, telah siap menggantikannya. Sejak saat itu, hal yang sama terjadi beberapa kali. Kekristenan menjadi karakteristik dalam dunia Hellenis, menyebar ke tempat-tempat yang berperan penting dalam peradaban kekaisaran Romawi yang literatur dan teknologinya sudah maju. Lalu datanglah masanya ketika gereja itu juga mengalami gerhana. Apa yang memungkinkan iman tetap bertahan dan bertumbuh selain fakta bahwa iman Kristen telah melampaui batasan budaya yang lain. Iman itu telah menembus dunia yang justru ditakuti oleh orang-orang Romawi, seolah menghancurkan peradaban mereka. Orang-orang yang disebut barbar, yang sikap dan perkataannya kasar bahkan tidak berbicara dengan benar. Sekali lagi, kekristenan telah bertahan dari krisis besar karena kekristenan telah ditransmisikan kepada orang-orang dengan bahasa yang berbeda, budaya yang berbeda, bahkan pandangan hidup yang berbeda. Kita dapat terus melihat dari abad ke abad, namun abad yang telah berlalu menunjukkan kisah yang sama terulang kembali. Ketika abad ke-20 dimulai, kekristenan merupakan agama dari orang-orang barat. Lebih dari 80% orang yang mengaku dan menyebut dirinya Kristen, tinggal di Eropa atau Amerika Utara. Seabad kemudian, kekristenan di Eropa mengalami penurunan sangat tajam, dan saya menduga, Amerika Utara menunjukkan tanda-tanda yang sama dengan Eropa, bahkan lebih cepat lagi, penurunan kekristenan sudah terjadi. Tetapi di dunia secara keseluruhan, iman Kristen tidak menunjukkan penurunan, alasannya adalah, 5 dalam seabad terakhir bahkan pada waktu-waktu sebelumnya, ada gerakan-gerakan misi secara sengaja- di mana banyak dari kita merasa istimewa menjadi bagian di dalamnyamembuat Injil itu melintasi budaya di Afrika dan Asia. Seabad yang lalu, jumlah orang Kristen di dunia non-barat, terlihat sangat kecil jumlahnya. Sekarang mereka menjadi mayoritas dalam hal kekristenan, dan setiap tahun orang Kristen di barat makin berkurang dan selebihnya ada di bagian dunia yang lain. Kekristenan tetap hidup dengan melintasi batasan-batasan bahasa dan budaya. Tanpa proses seperti ini, kekristenan akan mengering dan mati. Jadi, di abad selanjutnya, perwakilan yang baru dari orang-orang Kristen di Asia, Afrika, Amerika Latin dan Pasifik, pasti akan dituntut untuk melintasi batasan-batasan budaya, bahkan mungkin batasan budaya barat, dalam rangka membagikan iman mereka. Pendapat yang ke-tiga adalah: bahwa pengalaman lintas budaya secara terus-menerus menghubungkan Kristus dengan wilayah baru dari pemikiran dan pengalaman manusia. Semua hal seperti, beralih kepercayaan, menjadi bagian dari memfungsikan tubuh Kristus. Kepenuhan Kristus bergantung pada semua itu secara bersama. Kita melihat bagaimana gereja mula-mula yang seluruhnya anggotanya adalah keturunan Yahudi yang berbudaya dan berpola pikir Yahudi. Gereja ini secara perlahan mengembangkan cara Yahudi dalam menjadi orang Kristen, suatu gaya hidup orang Kristen-Yahudi. Ketika orang Yunani di Antiokhia beralih menjadi orang percaya, banyak orang percaya (Yahudi) berasumsi bahwa mereka akan menjadi orang Yahudi proselit (serapan), menerima sunat dan memelihara Taurat. Hal ini selalu terjadi ketika orang non-Yahudi mulai mengenal Allah Israel. Karena faktanya hanya satu saja gaya hidup orang Kristen yang mereka kenal, dan itu adalah gaya hidup orang Yahudi. Tuhan sendiri pernah hidup dengan cara itu dan pernah berkata bahwa tidak setitikpun dari hukum taurat akan lenyap tanpa diperintah olehNya. Para rasul melanjutkan cara hidup itu. Namun ketika sidang besar Yerusalem mempertimbangkan hal ini, seperti yang digambarkan dalam Kisah Para rasul 15, para pemimpin gereja sepakat bahwa orang percaya dari latar belakang non-Yahudi tidak dituntut untuk melakukan sunat dan memelihara Taurat. Orang Percaya dari latar belakang Hellenistik/Yunani dapat menerapkan kebiasaan Hellenistik dalam menjalani iman Kristen tentunya di bawah pimpinan Roh Kudus, karena mereka harus hidup di tengah masyarakat hellenistik dan mereka harus dapat mengubah keluarga Hellenistik dan kehidupan sosial mereka, namun perubahan itu bersifat organic yaitu perubahan dari dalam diri mereka. Menjadi orang Kristen dengan Kebiasaan Hellenistik tentunya berbeda dengan menjadi orang Kristen dengan kebiasaan Yahudi, dan nantinya keduanya akan saling memiliki. Yang satu tidak menjadi lebih besar dari yang lain, kita tidak dapat mengabaikan salah satunya, yang lainnya bukanlah suatu kekangan legalistik bagi orang yang tidak hidup di tengah peradaban kosmopolitan. Keduanya merupakan segmen yang berbeda dari realitas sosial, namun masing-masing telah diperhadapkan/ditujukan kepada Kristus, beralih kepadaNya dan saling memiliki dalam rangka memfungsikan tubuh Kristus. Inilah yang dimaksudkan oleh surat kepada jemaat di Efesus yaitu merayakan fakta yang luar biasa, tidak hanya karena bersatunya dua ras secara setara namun juga karena ada dua budaya dapat makan dan bekerja bersama-sama di dalam tubuh Kristus. Ketika surat untuk Jemaat Efesus ditulis, hanya ada dua budaya besar dalam gereja Kristen, dua gaya hidup Kristen, yaitu Yahudi dan Hellenistik. Ada berapa banyak sekarang? Salah satu tugas besar Misi Kristen dalam abad mendatang adalah membiarkan gaya hidup Kristen yang berbeda-beda bertumbuh sekaligus juga saling berinteraksi karena semuanya saling memiliki sebagai tubuh Kristus. 6 Segmen yang berbeda dari realitas sosial, karena kita tidak pernah menemukan manusia yang tidak unik. Kristus bukanlah seorang yang tanpa keunikan. Kristus adalah manusia dalam situasi budaya yang khusus, dan meskipun Ia diterima secara iman oleh orang-orang dari latar belakang lain, lagi-lagi Ia harus diterjemahkan ke dalam segmen khusus dari realitas sosial. Hal Ini nantinya terjadi di dalam Tubuh Kristus, dan tubuh Kristus belumlah utuh, kedewasaan penuh dalam Kristus belumlah tercapai hingga seluruh budaya dan subkebudayaan di pertemukan bersama-sama di surga. Kita telah tiba pada momen Efesus di mana Gereja tidak pernah nampak seperti pada abad pertama. Persoalan di Efesus timbul karena perbedaan yang sangat mendasar antara pengertian: menjadi orang percaya (converts) dengan menjadi orang Yahudi (Proselytes). Sebelum Kristus, orang-orang Yahudi telah mempersiapkan cara-cara menyambut orang non-Yahudi yang akhirnya percaya kepada Allah Israel. Orang-orang proselit ini disunat, dibaptis dan memasuki kehidupan orang Israel dengan menaati hukum Taurat. Sebagaimana kita lihat, Sidang Agung telah memutuskan bahwa orang non-Yahudi yang menjadi pengikut Yesus, sekalipun mereka adalah bekas penyembah berhala tanpa penanaman doktrin dan moral sepanjang hidup mereka seperti yang dialami orang Yahudi, tidak harus memelihara Taurat, melainkan mereka harus menemukan gaya hidup mereka sendiri di tengah masyarakat Hellenistik, di bawah pimpinan Roh Kudus. Mereka bukanlah orang non-Yahudi yang terserap ke dalam budaya Yahudi (Proselit) melainkan mereka adalah orang tidak percaya yang menjadi percaya kepada Yesus (Convert). Perbedaan pengertian antara Proselit dan Convert secara mendasar sangatlah penting. Jika seorang non-Yahudi menjadi percaya kemudian menjadi proselit, hidup sebagaimana cara hidup orang yang membawanya kepada Kristus, mereka pasti menjadi orang percaya yang bersungguh-sungguh namun mereka tidak akan memberikan pengaruh yang nyata pada masyarakatnya. Mereka telah tercabut dari masyarakat itu. Padahal, tugas mereka lah sebagai orang percaya untuk membawa masyarakatnya juga menjadi orang percaya, menjadi percaya dalam pengertian mereka terus belajar bagaimana mengubah cara berpikir dan bertindak mereka (tentunya cara berpikir dan bertindak orang Yunani) sesuai dengan Kristus, membuka diri mereka terhadap pengaruhNya. Saya berharap kita memiliki cukup waktu untuk menggali hal ini. Dalam waktu yang tersisa, biarlah saya mengemukakan dua aspek dari tatanan dunia baru yang memunculkan orang barat paska kekristenan dan kekristenan paska pemahanan barat: Salah satunya adalah aspek Ekonomi. Saya dapat menyimpulkan ini dengan mengacu pada laporan Populasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang diterbitkan tahun lalu. Dilaporkan bahwa populasi dunia meningkat 1.2 %, atau setiap tahun terjadi pertambahan 77 juta manusia, setengahnya merupakan pertambahan yang terjadi di 6 negara yaitu: India, China, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Indonesia. Meningkatnya pertumbuhan penduduk akan terpusat pada Negara-negara yang memungkinkan hal ini terjadi. Pada tahun 2050, Afrika, diproyeksikan akan memiliki penduduk 3 kali lipat jumlahnya dari penduduk Eropa, walaupun diperkirakan terjadi kematian 300 juta orang Afrika karena AIDS saat itu. Di sisi lain, populasi orang Eropa dan di sebagian besar Negara maju diperkirakan menurun: Jerman dan Jepang turun 14%, Italy turun 25%, Rusia dan Ukraina mungkin sebanyak 40%. Hal ini membutuhkan adanya migrasi/perpindahan penduduk untuk menjaga kestabilan ekonomi di Negara maju dan yang menjadi tujuan utama dari perpindahan penduduk ini adalah Amerika Serikat, di mana dengan adanya 1 juta pendatang baru setiap tahun menjadikan Amerika Serikat sebagai salah satu Negara maju dengan peningkatan populasi kira-kira sebanyak 400 juta jiwa, dan seluruhnya merupakan akibat dari perpindahan penduduk. 7 Jadi, momen Efesus membawa kita kepada Gereja yang semakin beragam budayanya dibanding sebelumnya, lebih berpotensi mencapai kedewasaan penuh dalam Kristus sebagai hasil dari meningkatnya rasa kemanusiaan. Namun sekaligus juga dinyatakan sebagai gereja orang miskin. Utamanya Kekristenan akan menjadi agama bagi orang miskin dan orang yang sangat miskin yang nyaris tidak mampu memberi persembahan kecuali persembahan Injil itu sendiri. Dan dataran pusat Gereja akan termasuk di dalamnya adalah beberapa Negara paling miskin di dunia. Di Negara maju di mana Kristen semakin tidak penting dan kehilangan pengaruhnya, akan berusaha untuk mempertahankan posisinya terhadap yang lain. Tiba-tiba, Persoalan politik yang besar di seluruh Eropa barat menjadi jalan masuk datangnya orang-orang dari Eropa Timur dan sekitarnya. Seperti bom yang menghujani Afganistan, sehingga orang-orang Afgan harus pindah ke barat. Partai-partai politik yang baru, bermunculan di seluruh Eropa Barat, dengan landasan kebijakan yang berlawanan dengan partai-partai lama yaitu: mengijinkan para imigran masuk. Mereka membuat partai-partai lama ketakutan dengan kesuksesan mereka dalam pemilihan, sehingga partai-partai lama ini pun mulai mengambil kebijakan yang sama dengan partai-partai baru. Orang Kristen barat diperhadapkan pada pilihan-pilihan yang mengejutkan. Pertanyaan orang-orang Efesus tentang momen Efesus adalah mampukah Gereja dalam segala keragamannya tetap menunjukkan kesatuannya melalui partisipasi yang interaktif dari seluruh segmen budaya tertentu, seperti yang diharapkan dari tubuh Kristus yang berfungsi. Dengan kata lain, akankah tubuh Kristus itu menjadi kenyataan atau justru hancur? Dan saya pikir jawabannya akan mengandung konsekuensi secara ekonomi dan teologi. Saya minta beberapa menit untuk membahas tentang Teologi. Ijinkanlah ilmuwan barat yang tua ini berbicara dari hatinya. Saya pikir urusan teologi di abad ke-21 ini sama cakupan dan luasnya dengan yang terjadi pada orang Kristen di dunia Yunani pada abad ke-2 dan 3 dan seterusnya. Inilah saatnya bagi kita untuk meletakan dasar teologi Kristen menggunakan material yang tersedia di dunia Hellenistik. Kita dapat berharap untuk melihat bangunan yang baru di atas fondasi itu, menggunakan material yang harus dibagikan kepada berbagai macam orang yang anda wakili atau ke tempat di mana anda memfasilitasi pemberitaan Injil. Teologi dihasilkan dari material setempat yang sesuai dengan Alkitab, karena tujuan dari teologi adalah membuat atau memperjelas keputusan orang Kristen. Teologi Kristen adalah berpikir dengan cara Kristen, sesuatu yang sudah dilakukan oleh orang-orang yang bahkan tidak menyadari bahwa mereka sudah menjadi seorang teolog. Ini tentang pilihan, ini tentang bagaimana berpikir dengan cara Kristen. Namun, kebutuhan untuk melakukan hal ini muncul karena adanya kondisi-kondisi tertentu dalam kehidupan yang dijalani. Jadi agenda teologis pun terpengaruh secara budaya. Kebudayaan menimbulkan beberapa tugas kepada teologi. Seperti Injil melintasi wilayah-wilayah budaya baru, teologi Kristen yang kreatif pun terus berlanjut. Tugas teologi tidak akan pernah selesai. Workshop teologi selalu dibuka bahkan semakin aktif ketika kita melintasi batas budaya. Dan material teologi Kristen pun terkondisi/terpengaruh secara budaya. Di satu sisi, ada materi biblika; namun materi ini juga harus dibawa dan diperhadapkan kepada situasi di mana keputusan Kristen diperlukan. Ini berarti menggunakan materi mental pada saat dan tempat di mana pilihan harus dibuat. Materi-materi ini harus sudah diubahkan, sudah diarahkan kepada Kristus agar segala sesuatunya menjadi mungkin, karena pada dasarnya materi-materi ini tidak dirancang untuk itu. Doktrin Tritunggal dan Inkarnasi - yang sekarang menjadi pengakuan iman gereja pada umumnya, dibangun dari materi-materi yang berasal dari periode pertengahan Platonisme, kemudian diubahkan untuk memperjelas materi dari tradisi Kristen. 8 Ingatlah bahwa conversion berarti membawa segala sesuatunya berbalik kepada Kristus. Hal ini lebih berbicara tentang arah dan bukan isi, Bukan semata-mata masalah menggantikan sesuatu yang lama dengan yang baru atau menambahkan sesuatu yang baru kepada yang lama, melainkan tentang mengarahkan sesuatu yang sudah ada kepada Kristus. Apakah yang membawa doktrin Trinitas dan Inkarnasi- seperti bentuk yang kita ketahui sekarang ini, menjadi kenyataan? Hal ini muncul dari kebutuhan untuk berpikir dengan cara Kristen tentang Kristus yang melintas batas budaya. Kebutuhan ini timbul karena Injil telah menyeberang dari dunia Yahudi ke dunia Yunani. Orang percaya mula-mula adalah orangorang Yahudi yang melihat Yesus dalam identitas Yahudi, Sejarah Yahudi, dan tujuan Yahudi. Ketika mereka beriman kepada Yesus dan harus membagikan iman itu kepada orang non-Yahudi yang berbahasa Yunani dan penyembah berhala, mereka mengalami kesulitan. Satu kata yang sangat berarti bagi mereka secara pribadi adalah kata Mesias. Seluruh Perjanjian Lama tersimpulkan dalam satu kata ini. Namun kata ini sendiri tidak berarti apaapa bagi orang-orang Yunani bahkan tetap membutuhkan penjelasan walaupun sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Harus digunakan satu istilah yang bermakna bagi orang Yunani, dan mereka memilih kata Kurios, Tuhan/Tuan, istilah yang biasa digunakan mereka dalam penyembahan berhala. Bagi banyak orang hal ini justru membingungkan. Tidakkah ini berbahaya, menggunakan bahasa/istilah yang berasal dari kepercayaan yang lain? Bukankah seorang non-Yahudi yang menjadi orang percaya seharusnya belajar tentang Mesias sebagai juru selamat bangsa Israel? Namun faktanya, penggunaan istilah ini justru memperkaya. Membuat orang berpikir tentang Kristus dengan cara yang berbeda karena sekarang mereka memikirkan Dia berdasarkan tradisi mereka sendiri. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang aneh/janggal yang tidak pernah ditanyakan sebelumnya. Misalnya, apakah hubungan antara Mesias dengan Satu Allah? Orang Kristen Yahudi bisa saja menggunakan frase seperti “Yesus berada di sebelah kanan Allah”. Dan setiap orang tahu apa artinya itu. Cukuplah dengan Kematian Stefanus tanpa melalui pengadilan! Namun bagi orang Yunani hal ini tidaklah cukup. Apakah frase itu berarti Allah memiliki tangan kanan? Walaupun anda telah belajar anthropomorfisme, tetap tidak dapat menjawab hal yang ingin diketahui oleh orang Yunani ini: hubungan antara Allah dengan Mesias dalam hal keberadaan/wujud, esensi. Kita tidak dapat menghindari kata Ousia dan Hypostasis. Perdebatan yang panjang seputar ousia (apakah semua ousia yang sama (esensi), apakah ousiai yang berbeda, ataukah ousiai yang persis sama) membutuhkan penjelasan akan maksud orang Kristen yang sebenarnya tentang Kristus. Jelas, bahwa Alkitablah yang menjadi pokok utama dalam perdebatan, namun tidak ada satupun catatan yang dapat memperjelas akan hal itu (ousia). Diperlukan suatu penggalian terhadap makna Alkitab menggunakan kosa kata aslinya, dengan metode debat yang asli, dan dengan pola pikir aslinya. Ini adalah bisnis beresiko. Tidak ada hal yang disebut teologi aman. Teologi adalah suatu tindakan pemujaan yang beresiko penghujatan daripada tindakan pemujaan, penyembahan. Orthodoxy memberikan pemuliaan yang benar kepada Allah. Suatu bisnis beresiko. Orangorang berusaha menanggung resiko itu dan sebagai ganjarannya mereka mengalami proses yang membawa pada pemahaman yang semakin tajam tentang Kristus sebagai Anak Allah yang kekal, bersama-sama dengan Allah sebelum dunia dijadikan, dan selanjutnya mereka dapat memahami secara utuh dengan menggunakan pengertian orang Yahudi tentang Mesias. Dan pengetahuan yang diperkaya ini terjadi karena orang-orang bertanya dengan pertanyaanpertanyaan Yunani, menggunakan material Yunani dalam bahasa dan pemikiran, mengajukan pertanyaan yang muncul dari pemikiran yang melintasi batas budaya. 9 Penerjemahan tidaklah merusak tradisi lama. Pengertian lama tentang Mesias tetap bermakna sama seperti sebelumnya. Tidak perlu menghilangkan semua. Dan menengok ke belakang, tentunya, orang akan melihat bahwa penemuan-penemuan tentang Kristus selama ini justru ada di dalam Alkitab. Namun, ada kemungkinan penemuan-penemuan itu terlewatkan, kecuali Alkitab diterjemahkan ke bahasa yang lain dan disikapi dengan cara pikir tertentu. Setiap kali Injil melintas batas budaya selalu muncul kebutuhan teologis yang lebih kreatif. Terjadinya lintas batas dari budaya Yunani ke dunia orang Bar-barlah yang membawa doktrin penebusan kepada pemahaman seperti yang kita miliki sekarang ini, sehingga hal ini dapat terus dilanjutkan! Proses ini akan ditingkatkan terutama secara luas di kalangan Efesus yang sekarang kita bahas karena adanya pertanyaan-pertanyaan tentang Kristus yang muncul di tengah situasi orang Kristen yang beragam, yang sudah terwakili di sini. Demikianlah keadaannya saat ini, Akademi Teologi Barat yang terwakili pada Universitasuniversitas dan seminari-seminari kita, jelas tidak diperlengkapi untuk memimpin tatanan dunia baru yang dibawa oleh penyebaran Roh Kudus. Saya tidak memiliki cukup waktu merincinya. Yang saya coba jelaskan adalah: walaupun dalam pengertian teologi yang kreatif, tanggung jawab itu akan semakin bertumpu pada: bagaimana orang Kristen membuat pilihan-pilihan Kristen dalam pemikiran teologi dengan bahasa asli mereka di Afrika, di Asia, di Amerika Latin dan di kepulauan Pasifik. Situasi kekristenan sekarang ini seperti yang telah saya gambarkan sebagai batas pertama, dunia Yunani telah dilalui, hanya sekarang ini bukanlah ke dunia Mediterania ataupun dunia barat. Aktivitas terpenting adalah sekarang ini kekristenan berinteraksi dengan budaya kuno Afrika, Asia dan Amerika serta Pasifik. Kualitas kekristenan di wilayah-wilayah itu serta kualitas kekristenan di abad ke-21 secara menyeluruh akan bergantung pada kualitas interaksi ini. Jika kualitasnya baik, mungkin kita akan melihat hal-hal yang muncul seperti di abad ke3, ke-4 dan ke-5, suatu perkembangan teologi Kristen yang sangat kreatif; penemuanpenemuan baru tentang Kristus yang dapat dibagikan oleh orang-orang Kristen di manapun juga, penetapan batas-batas cara hidup orang Kristen yang dewasa, orang-orang dan kelompok-kelompok meresponi Injil dengan tingkat pemahaman yang sangat dalam dan pribadi; bertahan lamanya pola pikir Kristus yang tertanam dalam pemikiran orang Afrika dan Asia, babak baru bagi pertumbuhan gereja menuju kedewasaan penuh dalam Kristus. Jika kualitasnya buruk, kita akan melihat penyimpangan, kebingungan, ketidakpastian, dan hampir dapat dipastikan kemunafikan dalam skala yang luas. Ini bukanlah hal sederhana yang hanya mempengaruhi benua-benua Selatan. Kita sudah melihat bahwa di abad ke-21, kekristenan diungkapkan sebagai agama non-barat. Dalam fase terbaru, panggung utama aktivitas Kristen adalah di benua-benua Selatan dan apa yang terjadi di situ menentukan akan seperti apa abad ke-21 dan 22 nantinya. Apa yang terjadi di Eropa dan juga Amerika Utara, tidak akan berarti apa-apa. Proses yang sangat kritis terjadi ketika perwakilan orang-orang Kristen terlibat dalam pengembangan pemikiran teologi, pemikiran etis, pengaruh Kristen terhadap masyarakatnya, serta tanggung jawab dalam menginjili dunia. Tanggung jawab utama dalam mengembangkan keilmuan di bidang teologi akan bergantung pada komunitas ini. Hal ini patut ditekankan karena mungkin hanya di bidang keilmuan ini saja hal ini menjadi persoalan. Dalam kepemimpinan di bidang Ilmu pasti, kedokteran dan teknologi tetap dipegang oleh Barat tetapi di bidang yang sama di Asia Timur orang Asia Timur bisa lebih unggul dari orang Barat. Namun dalam bidang teologi, keilmuan teologi yang otentik haruslah muncul dari misi Kristen. Oleh sebab itu dari panggung utama misi itulah, pengambilan keputusan secara Kristiani merupakan situasi yang kritis, dan justru di benua Selatanlah keputusan-keputusan 10 itu menjadi sangat penting. Teologi merupakan hasil dari penyesuaian budaya. Apakah permasalahan besar dari transformasi demografis Gereja yang digunakan untuk teologi akan muncul dari interaksi antara pemikiran alkitabiah dengan budaya-budaya kuno di selatan. Kita berada di gerbang suatu era yang terbukti kreatif dan kaya secara teologis seperti era ketika interaksi yang sama terjadi dalam budaya Yunani di abad ke-2. Beralih menjadi Kristen merupakan tindakan yang tidak tergoyahkan, berbaliknya seluruh proses mental dan moral secara tetap kepada Kristus. Membalikkan sesuatu yang sudah ada, dan menghadapkan kepada Kristus segala unsur yang sudah ada sebelum menjadi orang percaya. Origion menggambarkannya begitu indah dengan sedikit sentuhan eksegese, Ia bertanya: “Bagaimana mungkin orang Israel mampu membuat kerubim dan ornamen tabernakel dari emas ketika mereka berada di padang gurun?" Jawabnya: "Mungkin saja! karena sebelumnya mereka telah dimanjakan oleh orang Mesir. Kerubim dan bejana untuk tabernakel terbuat dari emas orang Mesir dan tirai penutup tabernakel terbuat dari kain orang Mesir.” Kemudian ia melanjutkan: ”Adalah tugas orang Kristen untuk mengambil alih sesuatu yang disalahgunakan oleh dunia yang tidak mengenal Tuhan, lalu mengenakan barang-barang dari mereka itu untuk menyembah dan memuliakan Allah.” Tahapan alami dari penyebarluasan orang Kristen telah memindahkan pusat kekristenan dari Barat ke benua-benua Selatan. Penerjemahan iman ke dalam konteks budaya yang baru, serta pertanyaan-pertanyaan baru yang berproses, memberikan hidup suatu keinginan untuk memperluas dan memperkaya pemahaman kita tentang Kristus. Orang Kristen di manapun, termasuk mereka yang tinggal di tengah budaya Barat yang memuja mammon-budaya nonkristen terbesar yang muncul sekarang ini - terpanggil untuk secara terus menerus membawa proses mental dan moral mereka berbalik kepada Kristus. Di dalam proses dan di dalam persekutuan tubuh Kristus, kita mungkin memperhatikan bahwa Tabernakel itu sekarang dihiasi oleh emas Afrika dan tirai-tirai yang tergantung terbuat dari kain Asia, Pasifik serta dari Amerika tengah dan Amerika Selatan. 11