efisiensi biaya ransum dengan pemberian pakan feses - E

advertisement
Jur. Embrio (7) (2) (60-66) 2014
Efisiensi Biaya Ransum Dengan Pemberian Pakan Feses Puyuh
Fermentasi Pada Usaha Ternak Sapi
(Cost diet efficiency that used Quail manure fermented in Bovine bussines )
Oleh
Indria Ukrita1)
1)
Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
ABSTARCT
Lima Puluh Kota District of West Sumatra is one of the provinces that producen
animal protein is one of the cow other than of poultry such as chickens and quail. Natural cool
and suitable for livestock and community development are a source of livelihood from farming.
Farm products from the region has been supplying the needs of the province of West Sumatra
and the neighboring provinces of Riau and Jambi. Subdistrict Harau development is one area
farms with 6553 cows tail population. (BPS, 2012). Problems that occur increasingly high
price of concentrates such as soybean meal, rice bran, corn, coconut cake, and others.
Therefore it is developing other sources of concentrate which is cheaper and easier to come by
the quail feces fermentation. Quail feces has not utilized optimally. The goal is to change the
way in the provision of public switched cattle rasum the ration of 50% concentrate and 50%
grass, increasing the income of farmers feeding cows with quail feces fermentation. Method
implementation with farmer groups breeders determine which will be the implementation of
the pilot project of feeding quail fecal fermentation purposively which Farmers Group Fadhila
in Kenagarian Taram Lima puluh Kota District. Then made ​ ​ feeding plots comparing
faecal fermentation with cows given 100% grass and 50% concentrate and 50% grass. And
calculate the income of farmers by increasing the rate of weight gain. The results obtained then,
cattle given concentrate 50% of quail feces fermentation will increase cattle weight for 0,640,8kg / day. Ration cost efficiency reached 16%.
Keywords : cows, quail feces fermentation, feed cost efficiency
PENDAHULUAN
Sumatera Barat merupakan salah
satu provinsi yang menghasilkan sumber
hewani yaitu dari peternakan sapi.
Kabupaten Lima puluh Kota merupakan
salah satu kabupaten yang menjadi sentra
peternakan sapi dari zaman dahulunya.
Kondisi alam yang sejuk dan cocok
Efsiensi Biaya....
untuk perkembangan peternakan maka
menjadikan usaha peternakan sebagai
salah satu sumber mata pencaharian
masyarakat pada Kabupaten Lima
puluh Kota. Pemerintah Daerah
Sumatera Barat telah menetapkan
kabupaten ini sebagai salah satu wila-
60
Jur. Embrio (7) (2) (60-66) 2014
yah “Klaster Triarga” untuk mendukung
suplai sapi untuk Rumah Potong Hewan
modern di kota Payakumbuh (Disnak,
2011)
Produk peternakan dari daerah
ini telah mensuplai kebutuhan provinsi
Sumatera Barat dan provinsi tetangga
yaitu Riau dan Jambi. Hampir semua
komoditi peternakan dikembangkan di
wilayah ini, namun yang paling dominan
adalah ternak ayam, ternak sapi dan
ternak puyuh. Kecamatan Harau
merupakan
salah
satu
wilayah
pengembangan
peternakan
dengan
populasi sapi 6.553 ekor, ayam petelur
182.290 ekor, ayam pedaging 134.500
ekor, dan puyuh 21.188 ekor (BPS, 2012)
Pemeliharaan
sapi
secara
tradisional dengan dilepaskan dari sisi
bisnis tidak banyak menguntungkan
karena laju pertumbuhan sapi rendah dan
tingginya resiko dan ancaman terhadap
ternak. Laju pertumbuhan sapi relatif
rendah, dimana sapi yang telah berumur
1-1,5 tahun hanya mempunyai berat
badan 150-200 kg, berarti laju
pertambahan berat badannya hanya 0,31
kg/hari.
Untuk pemeliharaan sapi potong,
pakan konsentrat hendaklah memenuhi
lebih dari 50% dari total ransum. Hal ini
disebabkan karena untuk produksi
daging dibutuhkan sebanyak mungkin
subtrat fermentasi rumen berupa
propionat
(C3),
agar
tersedianya
prekursor
metabolisme
untuk
pembentukan sel otot/ daging. Produksi
C3 dapat dipacu dengan pemberian
banyak konsentrat (McDonald, et al.
2010). Artinya jika ransum banyak
konsentrat, maka akan lebih banyak C3
Efsiensi Biaya....
dihasilkan dari pencernaan dan
terserap untuk dapat digunakan
sebagai bahan baku produksi sel otot.
Permasalahan di lapangan yang dihadapi
masyarakat dalam usaha pertaniannya
adalah ternak sapi potong yang
dipelihara menghasilkan keuntungan
yang relatif rendah disebabkan karena
rendahnya produktivitas ternak dan
sulitnya
mendapatkan
pakan
konsentrat
sapi
yang
murah.
Sebenarnya banyak sumber pakan
ternak
alternatif
yang
bisa
dimanfaatkan petani di lingkungannya
seperti feses puyuh yang belum
termanfaatkan yang dibuang dan
sebaliknya kotoran sapi belum
dimanfaatkan
sehingga
menjadi
limbah yang mencemari lingkungan.
Semakin
mahalnya
harga
konsentrat seperti bungkil kedele,
dedak, jagung, bungkil kelapa dan
lainnya karena bersaing dengan
kebutuhan ternak ayam/ unggas.
Demikian juga dengan penggunaan
ampas tahu yang banyak digunakan
dalam
usaha
penggemukan
di
masyarakat, akhir-akhir ini ampas tahu
semakin sulit di dapat karena semakin
banyak
peternak
yang
menggunakannya. Oleh karena itu
dikembangkanlah sumber konsentrat
lainnya yang lebih murah dan mudah
di dapat, salah satu nya yaitu feses
puyuh fermentasi.
Pemeliharaan sapi potong ini
dilakukan
dengan
menerapkan
peternakan terpadu yaitu pemeliharan
sapi dengan dikandangkan dan
pemberian feses puyuh fermentasi
untuk dijadikan pakan konsentrat
ternak sapi.
61
Jur. Embrio (7) (2) (60-66) 2014
METODE PENELITIAN
Pengujian teknologi dilakukan dengan
membuat dua plot demontrasi (demplot)
yaitu (1) plot tanpa teknologi yaitu plot
usaha peternakan sapi potong tradisional
yaitu pemberian pakan dengan 100%
rumput, dan (2) plot dengan teknologi
yaitu plot usaha peternakan sapi potong
dengan penerapan teknologi. Masingmasing plot terdiri dari peternak yang
memelihara 5 ekor sapi potong.
Teknologi yang diterapkan adalah
teknologi peternakan terintegrasi sapi
dan puyuh. Feses puyuh diolah menjadi
pakan konsentrat sapi.
Pengolahan
feses
puyuh
dilakukan dengan metode Ramaiyulis,
dkk (2010) yaitu feses puyuh segar yang
baru dikeluarkan dari kandang ditakar
dan disesuaikan kadar airnya menjadi
30-40%.
Feses
puyuh
kemudian
dicampur dengan jagung perbandingan
4:1 diaduk dengan merata dan seterusnya
campuran tersebut dimasukan kedalam
kantong plastik ukuran 5 kg yang kedap
udara dan diinokulasi dengan bakteri
lactobacillus sp.. Setelah diinkubasi
selama 15 hari pada suhu ruang,
kemudian feses puyuh siap digunakan
sebagai pakan konsentrat sapi sebanyak
75% dari kebutuhan bahan kering sapi.
Metode Analisis Data
Pengukuran pertambahan berat
badan dilakukan sekali seminggu
terhadap
seluruh
sapi
demplot.
Pengukuran berat badan dilakukan
dengan mengukur lingkar dada sapi
menggunakan meteran dan berat badan
Efsiensi Biaya....
ditentukan dengan
rumus Schoorl yaitu:
menggunakan
Berat Badan Sapi =
(Lingkar dada (cm) + 22)2 x 1 kg
100
HASIL DAN PEMBAHASAN
Feses Puyuh Fermentasi untuk
Pakan Konsentrat Sapi
Feses puyuh fermentasi merupakan
hasil pengolahan dari kotoran puyuh
dengan
metode fermentasi menggunakan
bakteri Lactobacillus yang dapat
dijadikan sebagai bahan pakan
konsentrat sapi. Pada Tabel 1
ditampilkan komposisi gizi feses
puyuh fermentasi.
Pada Tabel 1 terlihat bahwa
kandungan protein feses puyuh
fermentasi adalah 22,92%, lebih tinggi
bila dibandingkan feses puyuh
fermentasi.
Kandungan ini cukup
tinggi dan layak dijadikan sebagai
pakan konsntrat karena persyaratan
kandungan protein untuk pakan
konsentrat adalah lebih dari 20%
(Ramaiyulis dan Nilawati, 2009).
Kandungan protein feses puyuh
fermentasi berasal dari ransum puyuh
yang terbuang dan tercampur dengan
feses, protein yang tidak tercerna, dan
amina serta amida dalam bentuk non
protein nitrogen. Disamping itu
selama proses fermentasi akan bekerja
bakteri fermentor yang nantinya
menambah nilai protein sebagai massa
mikroba (Nigam, 1998).
62
Jur. Embrio (7) (2) (60-66) 2014
Tabel 1. Kandungan gizi feses puyuh fermentasi untuk pakan konsentrat sapi
Kandungan Gizi (%)
Protein kasar
Serat kasar
Lemak
Abu
BETN
Feses puyuh segar
17,40
23,30
2,80
25,90
30,58
Kandungan serat kasar, lemak
dan BETN dalam feses puyuh fermentasi
layak digunakan sebagai pakan konsentrat ternak sapi, namun kandungan abu
yang tinggi perlu dianalisis kandungan
mineralnya. Kandungan abu 24,70%
kemungkinan
didominasi
oleh
kandungan mineral kalsium karena
kandungan ransum puyuh petelur yang
tinggi kandungan mineral kalsium sesuai
dengan kebutuhannya untuk pembentukan kerabang telur (Widhya dan
Ramayulis, 2009)
Keadaan umum yang diamati dari
hasil fermentasi meliputi warna dan bau,
yang hasilnya cukup baik. Warna
konsentrat yang dihasilkan adalah coklat
muda dan cukup disukai oleh sapi,
demikian juga bau yang dihasilkan bau
keasaman
khas
fermentasi
yang
menunjukkan bahwa hasil fermentasi
dalam keadaan baik. Fermentasi secara
anaerob merupakan aktivitas dari bakteri
asam laktat yaitu Lactobacillus sp
(Anonymus, 1997). Bakteri berfungsi
menguraikan bahan organik secara cepat
untuk menghasilkan alkohol, ester dan
zat-zat antimikroba, zat-zat tersebut
dapat menghilangkan bau dan mencegah
serbuan serangga.
Lactobacillus yang merupakan
salah satu bakteri asam laktat mampu
Efsiensi Biaya....
Feses puyuh fermentasi
22,92
18,90
3,39
24,70
30,09
memfermentasi bahan-bahan organik
seperti lignin dan selulosa, serta
memfermentasikannya tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh merugikan
yang diakibatkan oleh bahan-bahan
organik yang terurai. Lignin dan
selulosa merupakan jenis karbohidrat
yang tidak dapat dicerna (Tilman et al.,
1986).
Pada plot tanpa teknologi,
pemeliharaan sapi dilakukan sebagaimana biasanya
yaitu dengan
pemberian ransum 100% rumput.
Sedangkan pada plot dengan teknologi
dilakukan
pemberian
ransum
berimbang 50% rumput + 50%
konsentrat.
Dilihat dari konsentrat dan
kandungan gizi yang ada pada feses
puyuh fermentasi mengandung protein
sebesar 12,66% dengan perbandingan
antara dedak dan mineral. Artinya
tingkat kebutuhan akan protein telah
terpenuhi oleh feses puyuh fermentasi
sedangkan untuk penggunaan dedak
bisa dikurangi. Begitu juga dilihat dari
biaya yang dikeluarkan maka feses
puyuh fermentasi ini lebih rendah
yaitu
sebesar
Rp
480,-/kg
dibandingkan dengan
penggunaan
dedak. Efisiensi biaya yang terjadi
sebesar 19%.
63
Jur. Embrio (7) (2) (60-66) 2014
Tabel 2. Susunan Konsentrat dan Kandungan Gizi dan Harga Ransum
Bahan Pakan
Formula (%)
Feses puyuh fermentasi
Dedak
Mineral
Jumlah
60
38
2
100
Laju Pertumbuhan Sapi
Berdasarkan
hasil
evaluasi
demplot
pemberian
feses
puyuh
fermentasi untuk
konsentrat sapi
didapatkan data seperti pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat
bahwa penerapan teknologi dapat
meningkatkan laju pertambahan berat
badan sapi (PBB) dari 0,52 kg/hari
menjadi
0,64
kg/hari
dengan
menggunakan teknologi atau meningkat
24%. Peningkatan terbesar terjadi pada
sapi jenis PO dan diikuti jenis Lokal
seterusnya Simental dan Brahman.
Peningkatan laju pertambahan bobot
badan ini terjadi karena teknologi
memberikan
dampak
peningkatan
efisiensi pemanfaatan pakan (Ramaiyulis,
2007), dimana efisiensi pemanfaatan
pakan pada ternak ruminansia sangat
dipengaruhi oleh imbangan protein dan
energi (imbangan P/E), yaitu imbangan
protein mikroba dan protein by-pass
dengan energi yang diserap.
Pada plot dengan teknologi
pemberian feses puyuh fermentasi pada
sapi mampu memsuplai nutrisi dengan
imbangan protein dan energi yang tinggi
dibanding pemberian hijauan rumput
lapangan pada plot tanpa teknologi.
Efsiensi Biaya....
Kandungan
Protein
12,66
4,94
17,6
Harga (Rp/kg)
480
570
100
1.150
Feses puyuh fermentasi cukup baik
digunakan sebagai pakan konsentrat
ternak sapi karena melalui pengolahan
secara fermentasi feses puyuh dapat
ditingkatkan kualitasnya terutama
kandungan protein kasar dari 13,12%
pada jerami segar menjadi 22,92%).
Pemberian konsentrat feses puyuh
fermentasi memenuhi 72% total
kebutuhan pakan ternak dan 28% lagi
dipenuhi dari hijauan.
Introduksi teknologi ternyata
dapat mereduksi biaya ransum dari
rata-rata Rp10.780,-/kg PBB menjadi
Rp 8.357/ kg PBB, artinya kebutuhan
biaya ransum untuk menghasilkan 1
kg pertambahan bobot badan bisa
ditekan 22,50% dengan menggunakan
teknologi. Pada plot tanpa teknologi
biaya ransum berasal dari biaya
rumput rata-rata 27 kg/ekor/hari atau
seharga Rp 5.600,- dan menghasilkan
pertambahan bobot badan (PBB) 0,52
kg sehingga biaya ransum Rp 10.780,/kg PBB. Pada plot dengan teknologi
biaya ransum berasal dari feses puyuh
fermentasi 3,7 kg/ekor/hari seharga Rp
5.300,- dan dapat menghasilkan
pertambahan bobot badan 0,64 kg
sehingga biaya ransum menjadi Rp
8.357,-/kg PBB.
64
Jur. Embrio (7) (2) (60-66) 2014
Tabel 3. Laju Pertumbuhan dan Perbandingan Pendapatan Peternak
Plot tanpa teknologi
Biaya
Income
ransum
over
PBB
(Rp/kg feed cost
(kg/hr)
PBB)
(Rp/kg
PBB)
0,39
10.459
15.541
Plot dengan teknologi
Biaya
Income
ransum
over feed
PBB
(Rp/kg
cost
(kg/hr)
PBB)
(Rp/kg
PBB)
0,58
6.710
19.290
Demplot
Jenis sapi
1
Sapi Bali
2
Lokal
0,30
12.323
13.677
0,43
8.074
17.926
3
Simental
0,81
9.519
16.481
0,90
7.867
18.133
4
PO
0,68
10.366
15.634
0,82
8.533
17.467
5
Brahman
0,41
11.232
14.768
0,48
10.598
15.402
0,52
10.780
15.220
0,64
8.357
17.643
Rata-rata
Biaya
ransum
merupakan
komponen biaya terbesar meliputi 6070% dalam usaha peternakan sapi potong
(Ramaiyulis, dkk, 2010). Penurunan
biaya ransum menghasilkan peningkatan
income over feed cost dari Rp 15.220,-/
kg PBB menjadi Rp 17.643,-/kg PBB
atau
meningkat
16%
dengan
menggunakan teknologi. Artinya setiap
tambahan 1 kg bobot badan dari sapi
yang dipelihara, peternak mendapatkan
laba sebesar Rp 15.220,- pada plot tanpa
teknologi dan Rp 17.643,- pada plot
dengan teknologi.
KESIMPULAN
Feses puyuh fermentasi layak
dijadikan pakan konsentrat sapi dengan
kandungan protein 22,92%, Serat kasar
18,90%, Lemak 3,39%, abu 24,70% dan
Efsiensi Biaya....
BETN 30,09%. Pemberian feses
puyuh fermentasi sebagai konsentrat
sapi
menghasilkan
peningkatan
pertambahan bobot badan (PBB) sapi
dari 0,52 kg/hari menjadi 0,64 kg/hari
atau
meningkat
24%
dan
meningkatkan income over feed cost
meningkat 16% dari Rp 15.220,-/ kg
PBB menjadi Rp 17.643,-/kg PBB.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymus. 1997. Konsep Peraturan
Makanan Ternak tentang Standar
Makanan Ternak. Direktorat
Jenderal Peternakan. Jakarta.
BPS. 2012. Sumatera Barat dalam
Angka. Badan Pusat Statistik
Sumatera Barat. Padang.
65
Jur. Embrio (7) (2) (60-66) 2014
Disnak
2011.
Penetapan
sentra
Pengembangan ternak Kabupaten
Tanah Datar. Dinas Peternakan
Sumatera Barat. Padang.
Ramaiyulis dan Nilawati. 2009. Buku
Ajar
Bahan
Pakan
dan
Formulasi Ransum. Politeknik
Pertanian Negeri Payakumbuh.
McDonald, P., R.A.Edward, J.F.D.
Greenhalgh,
C.A.Morgan,
L.A.Sinclair,
R.G. Wilkinson.
2010. Animal Nutrition. 7ed.
Prentice Hall.
Ramaiyulis, T. Novianti, R. Zulvia.
2010. Simulasi Bisnis Usaha
Peternakan Sapi Potong. Reviw
Lap. PKMT Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh.
Nigam, J.N., 1998. Single cell protein
from pineapple cannery influent.
World Journal of Microbiology &
Biotechnology. 14: 693-696.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Reksohadiprojo, s.
Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekodjo. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Ramaiyulis, P.S. Noor, Salvia. 2007.
Penerapan Teknologi Defaunasi
dan Suplementasi Permen Sapi®
Untuk Meningkatkan Produktivitas
Reproduksi Sapi Potong di
Kawasan
Pembibitan
Sapi
Simental Baso. J Lumbung VI (1).
Efsiensi Biaya....
Widhya dan Ramaiyulis, 2009.
Optimalisasi Pemanfaatan Limbah
Kulit Buah Kakao Menjadi Pakan
Kaya Protein Sel Tunggal Dengan,
Penel. Strategis. Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh.
66
Download