NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN TERHADAP BAHAYA MEROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA Oleh : Nia Kurniawati Indah Ria Sulistyorini, S.Psi. Psikolog PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 1 HALAMAN PENGESAHAN HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN TERHADAP BAHAYA MEROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing Utama ( Rr. Indah Ria S., S.Psi., Psikolog ) 2 HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN TERHADAP BAHAYA MEROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA Nia Kurniawati Rr. Indah Ria Sulistyorini S.psi. Psi INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja. Artinya bahaya merokok tidak berdampak langsung pada perilaku merokok remaja sehingga remaja tetap melakukan perilaku merokoknya. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang bermukim di Yogyakarta berusia antara 18-22 tahun yang merupakan perokok aktif. Subjek penelitian berjumlah 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah skala perilaku merokok berdasarkan tiga aspek perilaku merokok yang dikemukakan oleh Aritonang (1997). Dan skala keyakinan terhadap bahaya merokok berdasarkan tiga aspek keyakinan terhadap bahaya merokok yang dikemukakan oleh Loken (1982). Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah teknik korelasi product moment Spearman’s rho. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 12.00 for windows. Hasil analisis diperoleh koefisien korelasi ( r ) sebesar -0,249 dan p = 0,067 (p > 0,05) Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja. Hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Kata kunci : Perilaku Merokok, Keyakinan Terhadap Bahaya Merokok 3 Pengantar Latar Belakang Masalah Merokok kata para ahli kesehatan adalah berbahaya, merokok sama dengan mencari mati. Di Indonesia merokok merupakan suatu kebiasaan yang sangat lazim dilakukan oleh anggota masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari sangat mudah dijumpai orang merokok, baik di tempat-tempat umum, didalam rumah tinggal bahkan ditempat yang seharusnya bebas dari asap rokok. Keadaan ini tampaknya merupakan cerminan dari masih rendahnya kepedulian mereka akan bahaya asap rokok pada kesehatan mereka sendiri maupun kesehatan orang lain. Bahkan karena hal tersebut maka pemerintah DIY melakukan penerapan Perda pengendalian pencemaran udara yang di dalamnya mengatur kawasan bebas rokok. Seperti disampaikan oleh wakil ketua DPRD kota Yogyakarta bahwa peraturan tersebut tidak boleh nanggung artinya tidak hanya diutamakan di institusi pemerintah saja tetapi juga di kawasan publik. Jajaran pemerintah kota paling tidak bisa menjadi teladan bagi masyarakat menyangkut bagian dari pola hidup sehat (Bernas Yogya, 08 Agustus 2007). Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rokok kini menyebabkan kematian sekitar lima juta orang setiap tahun. Pada 2020, diperkirakan angka tersebut akan meningkat menjadi 10 juta orang per tahun dengan sekitar 70 persen jumlah kematian terdapat di negara-negara berkembang (www.pdpersi.co.id) Fenomena perilaku yang tampak mencolok dalam kehidupan anak ketika memasuki fase remaja (pubertas) adalah munculnya salah satu gejala perilaku 4 negatif (kebiasaan merokok). Perilaku merokok di kalangan remaja hingga kini masih menjadi masalah endemik. Berdasarkan bukti empiris, secara kuantitatif dari penelitian terdahulu diketahui bahwa angka prevalensi perokok di kalangan remaja (setaraf siswa sekolah lanjutan dan menengah) dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan data terkini menunjukkan sudah sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan. Secara nasional Departemen Pendidikan Nasional (2001) mencatat bahwa jumlah perokok di kalangan remaja dengan usia rata-rata antara 15-24 tahun sekitar 26,56%. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Masnah Sari mengatakan, data KPAI pada 1970 perokok termuda kelompok 15 tahun, pada 2004 perokok termuda ada kelompok 7 tahun. "Data Biro Pusat Statistik (BPS) pada 2004 tercatat populasi perokok pada usia anak-anak cukup tinggi, yaitu perokok aktif pada usia 13-15 tahun sebanyak 26, 8 persen dan pada usia 5-9 tahun sebanyak 2, 8 persen, " (www.eramuslim.com). Ada banyak faktor yang menyebabkan remaja merokok, misalnya faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi seseorang untuk merokok adalah iklan. Iklan-iklan yang menggambarkan kebiasaan merokok sebagai lambang kematangan, kedewasaan, popularitas, dan bahkan lambang kejantanan. Menyebabkan remaja menganggap kalau mereka merokok, maka mereka akan mendapatkan semua predikat tersebut (Aditama, 1997). Belum ada angka pasti jumlah mutakhir perokok di Indonesia. Namun dilihat dari gencarnya iklan rokok di media massa, bisa jadi itu sejalan dengan makin banyaknya jumlah perokok (opensource.jawatengah.go.id). 5 Selama ini kita sering melihat peringatan bahaya merokok pada papan reklame maupun yang tertera pada bungkus rokok. Pada umumnya para produsen rokok memiliki tenaga kreatif dan pelaksana periklanan untuk membuat iklan secara tersamar dan simbolis, sehingga menyebabkan orang tidak tahu bahwa itu adalah iklan rokok seandainya tidak disertai label ”Peringatan Pemerintah”. Namun, bagi para perokok peringatan tersebut praktis diabaikan (opensource.jawatengah.go.id) Pusat studi penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (Puslit FKM-UI) menunjukkan, bentuk peringatan kesehatan di bungkus rokok yang berbunyi ”Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi, dan Gangguan Kehamilan dan Janin” tidak efektif, ini karena pesannya berbentuk tulisan dengan ukuran kecil dan ditempatkan pada permukaan belakang bungkus rokok. Hal itu disampaikan ketua Tobacco Control Support Center (TCSC/Badan Khusus Pengendalian Tembakau) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr. Widyastuti Soerojo, pada diskusi ”Hasil Studi Peringatan Bahaya pada Kemasan Rokok” di kantor Yayasan Kanker Indonesia (YKI) di Jakarta pada tanggal 8 Januari 2008 (www.gizi.net). Produsen rokok sebagai pelaku bisnis menggunakan standar ganda dalam menerapkan peringatan dampak pada kesehatan pada kemasan rokok. Contohnya kemasan rokok yang dijual di Indonesia dan Singapura berbeda dalam mencantumkan peringatan kesehatan. Di Indonesia, peringatan kesehatan berbentuk tulisan dan penempatannya di belakang bungkus rokok. Sedangkan di Singapura menggunakan gambar disertai tulisan dan besarnya setengah dari bungkus rokok. Di negara lainnya seperti Kanada, Brazil, Australia, Thailand, 6 Uruguay, Venezuela dan India telah menerapkan peringatan kesehatan berbentuk gambar. Karena itu, pemerintah perlu mengatur kembali bentuk peringatan kesehatan di semua kemasan produk tembakau, termasuk bungkus rokok. Peringatan kesehatan di bungkus rokok hendaknya berbentuk gambar dan tulisan (www.depkes.go.id). Hasil penelitian dari Puslit UKM-UI menunjukkan survei yang dilakukan 1.239 responden di daerah Urban dan Rural yang mewakili kelompok profesional, anggota DPR, PNS, buruh pabrik, petani, nelayan, pelajar dan mahasiswa dengan menggunakan studi kualitatif untuk memperoleh pendapat masyarakat tentang gambar yang efektif sebagai peringatan bahaya merokok. Dan hasilnya menunjukkan bahwa kesadaran mengenai bahaya merokok sangat rendah. Hasil studi mengungkapkan, hampir semua responden pernah membaca peringatan kesehatan di bungkus rokok yang berisi lima pesan sekaligus dan tidak pernah diganti. Kebanyakan responden (42,5 persen) tidak percaya akan kebenaran isi peringatan kesehatan, 20 persen mengatakan tidak jelas, sedangkan 25 persen sudah tidak peduli karena terlanjur ketagihan. Untuk pilihan peringatan kesehatan yang terbanyak dipilih oleh responden adalah gambar disertai tulisan. Sementara yang menginginkan gambar saja 15 persen, dan tulisan saja delapan persen. Sebanyak 78 persen responden mengusulkan gambar dan tulisan dan memilih luas gambar sebesar 50 persen dari permukaan depan dan belakang bungkus rokok. Peringatan kesehatan yang terbanyak dipilih responden adalah gambar paru-paru orang sehat dan perokok disertai tulisan "Merokok Dapat Menyebabkan Kanker Paru-Paru dan Bronkitis Kronis". Studi tersebut merupakan 7 kerja sama antara TCSC IAKMI dengan YKI, Yayasan Jantung Indonesia, Puslit FKM-UI, dan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) (www.depkes.go.id). Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang keyakinan individu terhadap bahaya merokok dalam hubungannya dengan perilaku merokok. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Untuk menambah khasanah ilmu psikologi, khususnya Psikologi Kesehatan dan Psikologi Sosial 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang faktorfaktor yang berperan dan dapat digunakan untuk memprediksikan perilaku merokok seseorang. Berdasarkan gambaran tersebut dapat pula ditemukan metode atau cara yang lebih baik untuk diterapkan dalam upaya penanggulangan perilaku merokok sehingga dapat membantu mengurangi konsumsi rokok dikalangan remaja khususnya dan di masyarakat umumnya. 8 Tinjauan Pustaka Perilaku Merokok Menurut Sutanto (Yuliani, 2005) merokok merupakan suatu tindakan seseorang sejak mengambil rokok, menyulut kemudian menghisapnya. Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap-isapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Sitepoe, 2000). Aritonang (1997) mengatakan bahwa merokok adalah perilaku yang kompleks, karena merupakan hasil interaksi dari aspek kognitif, lingkungan sosial, kondisi psikologis, conditioning dan keadaan fisiologis. Secara kognitif, para perokok tidak memperhatikan keyakinan yang tinggi terhadap bahaya yang didapat dari merokok. Bila ditinjau dari aspek sosial, sebagian besar perokok menyatakan bahwa mereka terpengaruh oleh orang – orang disekitarnya. Secara psikologis, perilaku merokok dilakukan untuk relaksasi, mengurangi ketegangan dan melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapi. Aditama (1997) merokok merupakan kegiatan membakar sebatang rokok dan mengisap bahan – bahan yang terkandung didalamnya. Menurut Aritonang (1997) perilaku merokok terdiri dari empat aspek yaitu : a. Fungsi merokok, yaitu merokok merupakan cara untuk menghilangkan perasaan negatif, menambah perasaan yang positif, merokok yang sudah menjadi adiktif atau perasaan ketagihan dan merokok memang merupakan suatu kebiasaan yang rutin. 9 b. Intensitas merokok, yaitu berapa jumlah seorang perokok menghabiskan rokok dalam satu harinya. Sehingga perokok dapat dibedakan menjadi perokok sangat berat, berat, sedang dan ringan. c. Waktu merokok, yaitu frekuensi atau lamanya waktu seseorang untuk melakukan aktivitas merokoknya. Ada banyak faktor yang menyebabkan perilaku merokok pada remaja, Aditama (1997) menyebutkan bahwa perilaku merokok pada remaja ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah: a. Faktor kepribadian (personal) Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. b. Faktor sosio-kultural Pengaruh orang tua dan “peer group” / teman dan kelompoknya. Perilaku merokok akan lebih kuat pengaruhnya apabila orang tua juga merokok dan berbagai fakta mengungkapkan bahwa remaja yang merokok kemungkinan besar teman-temannya adalah perokok. c. Faktor lingkungan Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi seseorang untuk merokok adalah iklan. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kematangan, kedewasaan, popularitas, dan bahkan lambang kejantanan. Menyebabkan remaja menganggap kalau mereka merokok, maka mereka akan mendapatkan semua predikat tersebut. 10 Keyakinan Terhadap Bahaya Merokok Ajzen dan Fishbein (Taylor, 1995) mengemukakan teori Reasoned Action yang memandang bahwa sikap seseorang terhadap suatu obyek didasarkan pada keyakinannya yang menonjol pada obyek tersebut. Sikap seseorang terhadap perilaku merokok misalnya akan merupakan fungsi dari keyakinan terhadap perilaku merokok. Apabila keyakinannya menunjuk pada atribut-aribut yang favorable maka sikapnya cenderung positif demikian pula sebaliknya. Ajzen dan Fishbein (1975) juga mengartikan keyakinan sebagai suatu penilaian tentang suatu kemungkinan bahwa suatu obyek berhubungan dengan satu atau beberapa obyek/atribut. Pengertian obyek dan atribut dapat berupa orang, sekelompok orang, suatu institusi, tingkah laku, kebijaksanaan, kejadian, dsb. Demikian pula atribut yang berhubungan dengannya dapat pula berupa objek, sifat, property, kualitas, karakteristik, hasil, ataupun suatu kejadian. Kendler (Scholichah, 1990) menyatakan bahwa suatu keyakinan merupakan suatu proposisi yang menunjukan informasi tentang hubungan antara dua konsep yang independen. Jadi suatu keyakinan mengandung pengertian tentang kemungkinan adanya hubungan antara satu atau beberapa objek, yang masing-masing objek mempunyai konsep yang terpisah (bebas). Hubungan ini terlepas dari unsur emosi, dapat bersifat motivasional dalam kaitannya dengan tindakan dan bagi individu yang bersangkutan dianggap benar. 11 Menurut Loken, dkk (1982) aspek-aspek keyakinan terhadap bahaya merokok meliputi tiga aspek yaitu : a) Aspek kesehatan yaitu keyakinan bahwa merokok dapat menimbulkan pengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. b) Aspek adiksi yaitu keyakinan bahwa perilaku merokok bisa mengakibatkan ketergantungan / kecanduan. c) Aspek gangguan terhadap orang lain yaitu keyakinan bahwa perilaku merokok dapat mendatangkan kerugian orang lain yang disekitarnya. Remaja Hurlock (1991) mengemukakan bahwa istilah remaja sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Namun yang perlu ditekankan disini adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke kedewasaan yang meliputi perkembangan biologis, kognitif dan sosial – emosional. Masa remaja merupakan masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 1996). 12 Hipotesis Ada hubungan negatif antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja. Artinya semakin tinggi keyakinan subyek terhadap bahaya merokok maka semakin rendah perilaku merokok subyek. 13 Metode Penelitian Identifikasi Variabel – Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Tergantung : Perilaku Merokok 2. Variabel Bebas : Keyakinan Terhadap Bahaya Merokok Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Perilaku Merokok Perilaku merokok adalah suatu kegiatan menghisap sejumlah bahan yang terdapat dalam sebatang rokok, yang dapat diamati atau diukur melalui aktivitas subjek yang berhubungan dengan fungsi, intensitas dan waktu. 2. Keyakinan Terhadap Bahaya Merokok Keyakinan terhadap bahaya merokok adalah pandangan dan pernyataan bahwa perilaku merokok mendatangkan konsekuensi yang bersifat negatif dan bisa merugikan kesehatan secara umum serta meningkatkan kesempatan untuk terkena berbagai penyakit. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia antara 18-22 tahun yang merupakan perokok aktif. Teknik yang digunakan adalah teknik nonrandom sampling yaitu tidak semua individu dalam populasi diberi kesempatan, karena subjek yang akan digunakan hanya pada subjek yang berjenis kelamin laki-laki. Subjek penelitian ini akan melibatkan remaja yang bermukim di Yogyakarta. 14 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode skala, skala yang digunakan yaitu skala perilaku merokok dan skala keyakinan terhadap bahaya merokok. 15 Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah pengunjung Rumah Makan Mai – Mai Seturan Yogyakarta. Subyek penelitian ini sebanyak 60 orang akan tetapi ada 5 angket yang tidak tidak memenuhi kriteria karena subjek penelitian tidak menjawab penuh aitem-aitem yang disediakan sehingga tidak dapat di skor. Keseluruhan subjek berjenis kelamin laki-laki, berusia 18-22 tahun dan merupakan perokok aktif. 2. Deskripsi Data Penelitian Untuk mengetahui gambaran tentang data penelitian, secara singkat dapat dilihat dalam tabel deskripsi data penelitian Tabel 5 Deskripsi data penelitian Variabel Skor X yang dimungkinkan (hipotetik) X min X max Mean SD P. merokok 39 156 97,5 19,5 Keyakinan 20 80 50 10 Skor X yang diperoleh (empirik) X min X max Mean SD 70,00 132,00 103,49 15,322 26,00 80,00 54,76 12,631 Berdasarkan data yang diperoleh, maka didapatkan lima kategori skor pada setiap skala yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6 Kategori Variabel Perilaku Merokok Kategori Skor Sangat tinggi 126,75 = X Tinggi 107,25 = X < 126,75 Sedang 87,75 = X < 107,25 Rendah 68,25 = X < 87,75 Sangat Rendah X = 68,25 16 Frekuensi 5 18 23 9 0 Persentase (%) 9,090 32,727 41,818 16,363 0 Tabel 7 Kategori Variabel Keyakinan Terhadap Bahaya Merokok Kategori Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Skor 65 = X 55 = X < 65 45 = X < 55 35 = X < 45 X = 35 Frekuensi 10 23 11 5 6 Persentase (%) 18,181 41,818 20 9,090 10,909 Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas terhadap masing-masing variabel yaitu keyakinan terhadap bahaya merokok dan perilaku merokok dilakukan dengan teknik 0ne Sample Kolmogorov-Smirnov Ttest (KS-1 sample) menggunakan komputer program SPSS 12.00 for Windows. Dari hasil uji normalitas pada skala perilaku merokok Z sebesar 0,532 dan nilai p = 0,939 (p > 0,05). Hasil uji normalitas pada skala keyakinan terhadap bahaya merokok didapatkan nilai Z sebesar 0,797 dan nilai p = 0,549 (p > 0,05). Berdasarkan hasil analisis di atas skala perilaku merokok memiliki sebaran yang normal p > 0,05 dan skala keyakinan terhadap bahaya merokok memiliki sebaran yang normal p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh data tersebut normal. b. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel perilaku merokok dengan variabel keyakinan terhadap bahaya merokok memiliki hubungan yang linear (garis lurus), dengan menggunakan komputer SPSS 12.00 for windows. 17 Data dikatakan memiliki hubungan yang linier jika p < 0,05. Dari hasil uji linearitas dikatakan bahwa variabel perilaku merokok dengan variabel keyakinan terhadap bahaya merokok dengan F = 3,863 dan p = 0,061 (p > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok adalah tidak linear. 4. Uji Hipotesis Setelah dilakukan uji normalitas dan uji linearitas, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap data untuk melakukan uji terhadap hipotesis. Hipotesis yang dilakukan oleh penulis adalah tidak ada hubungan negatif antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Spearman’s rho dengan bantuan program komputer SPSS 12.00 for windows. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi antara variabel perilaku merokok dengan variabel keyakinan terhadap bahaya merokok adalah sebesar rxy = -0,249 dan p = 0,067 (p > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja. Maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Pembahasan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja. Berdasarkan hasil analisis dengan Product Moment Spearman’s rho, diketahui bahwa keyakinan terhadap bahaya merokok tidak memiliki hubungan dengan 18 perilaku merokok pada remaja. Secara empirik hipotesis dapat dibuktikan dengan rxy = -0,249 menunjukkan hubungan dengan hasil korelasi 0,067 (p > 0,05). Dan ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok pada remaja. Artinya bahwa bahaya merokok tidak berdampak langsung pada perilaku merokok remaja sehingga remaja tetap melakukan perilaku merokoknya. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan oleh peneliti dapat diterima. Perilaku merokok pada remaja tidak tergantung oleh tinggi rendahnya keyakinan terhadap bahaya merokok yang dimiliki oleh remaja. Remaja yang memiliki keyakinan terhadap bahaya merokok yang tinggi pada dirinya tetap melakukan aktivitas merokoknya meskipun remaja tersebut mengetahui dampak negatif rokok terhadap kesehatan. Perilaku merokok pada remaja dalam penelitian ini termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukan bahwa perilaku merokok remaja masih dalam tahap coba – coba, merokok karena ditawari, dan karena remaja tersebut merasa mempunyai masalah. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa keyakinan terhadap bahaya merokok remaja dalam penelitian ini berada dalam kategori tinggi. %). Keyakinan terhadap bahaya merokok yang tinggi ini menunjukkan bahwa remaja mempunyai keyakinan bahwa merokok mendatangkan konsekuensi yang bersifat negatif yaitu penyebab pernapasan yang buruk, pemborosan, mengganggu orang lain, menimbulkan gangguan pernapasan, meningkatkan ketergantungan pada perokok, meninggalkan bau tidak enak pada pakaian. 19 Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku merokok remaja tidak dipengaruhi oleh keyakinan terhadap bahaya merokok Namun ada faktor lain yang berasal dari dalam maupun dari luar diri subyek yang memungkinkan memberikan pengaruh terhadap perilaku merokok pada remaja seperti : (a) Faktor kepribadian (personal). Remaja mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. (b) Faktor sosio-kultural. Pengaruh orang tua dan “peer group” / teman dan kelompoknya. Perilaku merokok akan lebih kuat pengaruhnya apabila orang tua juga merokok dan berbagai fakta mengungkapkan bahwa remaja yang merokok kemungkinan besar teman-temannya adalah perokok. (c) Faktor lingkungan. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kematangan, kedewasaan, popularitas, dan bahkan lambang kejantanan. Menyebabkan remaja menganggap kalau mereka merokok, maka mereka akan mendapatkan semua predikat tersebut. Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada remaja tidak dipengaruhi oleh keyakinan terhadap bahaya merokok, tapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhinya seperti lingkungan sosial, modeling orang tua, dan media massa. 20 Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya korelasi antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok, yang memiliki koefisien korelasi ( r ) sebesar -0,249 dengan p = 0,067 ( p > 0,05 ). Artinya bahwa bahaya merokok tidak berdampak langsung pada perilaku merokok remaja sehingga remaja tetap melakukan perilaku merokok. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian antara keyakinan terhadap bahaya merokok dengan perilaku merokok diterima. Hal ini menunjukkan ada faktor-faktor penentu lainnya selain keyakinan terhadap bahaya merokok. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka penulis ingin memberikan beberapa saran yaitu : 1. Lembaga Yang Melakukan Penyuluhan Untuk lembaga yang melakukan penyuluhan disarankan untuk memberikan bantuan, bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat mengenai dampak rokok bagi kesehatan, melakukan berbagai kegiatan untuk menurunkan jumlah perokok dan pengembangan kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. 2. Saran Untuk Peneliti Selanjutnya a. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk lebih menggali faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku merokok. 21 b. Dalam hal pembuatan alat ukur, sebaiknya peneliti lebih mencermati aspek yang akan diungkap sehingga dalam operasionalnya aspek tersebut dapat mengungkap sesuai dengan apa yang ingin diungkap, selain itu lebih diperhatikan pemilihan kata dan tata bahasa sehingga subjek penelitian mampu memahami maksud dari pernyataan dan tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda. 22