Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Di antara pelbagai bidang pembangunan, bidang pendidikan
memiliki peranan sentral dalam pembangunan bangsa dan negara
karena kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa
mendatang banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan saat ini.
Pendidikan berperan sebagai dasar dalam membentuk kualitas manusia
yang mempunyai daya saing dan kemampuan dalam menyerap
teknologi yang akan dapat meningkatkan produktivitas. Untuk itu
setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang
bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa
melihat pada status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan
gender. Maka pemenuhan atas hak dalam mendapat pendidikan dasar
yang bermutu merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil
pembangunan dan sekaligus menjadi investasi sumber daya manusia
(SDM).
Pentingnya pendidikan di dalam pembangunan tergambar dari
prioritas di antara delapan kesepakatan yang tercantum di dalam
Millennium Development Goals (MDGs). Pendidikan menempati
urutan kedua sebagai tujuan dari delapan kesepakatan Millennium
Development Goals (MDGs) yang hendak diwujudkan sampai pada
tahun 2015. Seluruh anak baik laki-laki maupun perempuan di mana
saja mereka berada, harus sudah menyelesaikan pendidikan dasar.
Maka sebagai negara yang ikut meratifikasi MDGs/ Tujuan
Pembangunan Millenium, Indonesia tidak bisa mengabaikan
pembangunan di bidang pendidikan ini (Dyah dan Erwan, 2007).
Pentingnya peran dari pendidikan menandakan bahwa
pembangunan sektor pendidikan harus menjadi prioritas utama dalam
1
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
pembangunan sumber daya manusia; besarnya peran sektor pendidikan
ini mendorong pemerintah Indonesia untuk memberikan perhatian
yang lebih pada sektor pendidikan. Sesuai dengan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 13/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah dalam hal pemenuhan pemerataan pendidikan juga terlihat
dalam gerakan wajib belajar. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib
belajar adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk
memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau. Gerakan wajib
belajar mulai dicanangkan pada 2 Mei 1984 yaitu program wajib belajar
6 tahun (tingkat SD), diteruskan dengan program wajib belajar 9 tahun
(Tingkat SMP) pada pertengahan tahun 1990-an (2 Mei 1994), tetapi di
tingkat SMA program wajib belajar baru mulai dicanangkan dan dikaji
pada tahun 2008 (Statistik Pendidikan, 2009).
Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia yang secara teknis operasional dilakukan melalui
pembelajaran. Program pembelajaran yang baik akan menghasilkan
efek berantai pada kemampuan peserta didik/ individu untuk belajar
secara terus menerus melalui lingkungannya sebagai sumber belajar
yang tak terbatas (Anwar, 2006:12). Salah satu sarana yang efektif
untuk membina dan mengembangkan manusia dalam masyarakat
adalah pendidikan yang teratur rapi, berdaya guna, dan berhasil guna,
maka pendidikan di negeri kita pun perlu diorganisasikan dan dikelola
secara rapi, efektif, dan efisien melalui sistem dan metode yang tepat
guna dan berhasil guna pula. Menurut Carter V. Good (dalam
Djumransjah, 2006:24), pendidikan merupakan proses perkembangan
kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku
dalam masyarakat, sebuah proses sosial dimana seseorang dipengaruhi
oleh suatu lingkungan yang terpimpin (sekolah) sehingga ia dapat
mencapai kecakapan sosial dalam mengembangkan pribadinya.
Tujuan umum pendidikan sering dirumuskan untuk
menyiapkan generasi muda menjadi orang dewasa anggota masyarakat
2
Pendahuluan
yang produktif. Hal ini merefleksikan konsep adanya tuntutan
individual dan sosial dari orang dewasa kepada generasi muda.
Tuntutan individual merupakan harapan orang dewasa agar generasi
muda dapat mengembangkan pribadinya sendiri, mengembangkan
segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga anak bisa
bertingkah laku, berbuat dan hidup dengan baik dalam berbagai situasi
dan lingkungan masyarakat (Sukmadinata, 2009:59).
Terdapat pendapat umum yang sudah dipandang lazim dan
diterima begitu saja bahwa pendidikan (formal) mampu merubah
keberadaan manusia dari yang alamiah menjadi semakin manusiawi.
Proses dan buah pendidikan itu pula yang tentunya berujung pada
perubahan tata nilai dalam masyarakat. Maka, proses pendidikan
diletakkan dalam kerangka tujuan yang memampukan manusia
memainkan perannya sebagai subyek bagi aneka perubahan dalam
hidupnya (Heriyanto, 2007: 90). Justru pendapat umum yang diterima
begitu saja ini, malah yang diakui sebagai patokan universal,
mengundang pertanyaan entahkah proses, arah dan isi pendidikan
formal yang diterapkan dalam masyarakat Indonesia sampai sekarang
ini sudah mampu merubah keberadaan manusia Papua dari yang
alamiah menjadi semakin manusiawi, dan entahkah itu sudah
membuahkan perubahan tata nilai manusiawi dan apakah sudah dapat
ambil bagian dalam pembangunan bangsa?
Diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Papua yang tinggal
di daerah pedalaman baru sejak tahun 1950-an terbuka dari
isolemennya dan berkenalan dengan corak hidup lain yang „modern‟
yang diperkenalkan oleh para misionaris dan zendeling asal Belanda
lewat pendidikan dasar formal; memang pengalaman terbuka dari
isolemen ini bagi masyarakat Papua yang tinggal di daerah pesisir
pantai utara Papua, khususnya di pulau Biak dan Serui, sudah sejak
paruh kedua abad ke 19 terjadi. Tokh di kalangan kebanyakan
masyarakat Indonesia masih bertahan gambaran tentang manusia
Papua sebagai manusia alamiah yang berambut keriting, kotor, kasar,
masih telanjang dan hanya memakai koteka/cawat, pemabuk, bodoh
dan berpendidikan rendah, dan yang sangat berbeda sekali dengan
3
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
manusia Indonesia pada umumnya. Gambaran negatif ini nampaknya
semakin dibenarkan dalam pengalaman sementara orang yang
berkunjung ke daerah perkotaan di Papua dan mendapati banyak orang
Papua yang mabuk sejak siang hari dan tidur-tiduran di emperan jalan.
Kebanyakan orang yang sudah lama hidup, bergaul dan
berkarya di bumi Cenderawasih tentu saja tidak lagi mempertahankan
gambaran negatif di atas ini, tetapi dalam benak mereka masih tetap
mengganjal beberapa banyak pertanyaan kritis, seperti: mengapa
banyak orang asli Papua dewasa yang biarpun sudah memperoleh
pendidikan tingkat SMA tokh terkesan acuh tak acuh dan tidak
bertanggungjawab dalam mengemban suatu tugas pekerjaan yang
diterimanya? Misalnya, para guru di pedalaman yang dengan mudah
meninggalkan pekerjaan mengajar di sekolahnya selama berbulanbulan, dengan alasan untuk mengambil gajinya di kota, ataupun
banyak bapa keluarga yang berkeliaran di kota tanpa mempedulikan
nasib keluarganya di pedesaan. Mengapa banyak orang dewasa Papua
lebih suka bekerja sendiri-sendiri daripada bekerja bersama-sama? Atau
juga, mengapa begitu banyak uang, yang jumlahnya jutaan rupiah yang
diperoleh entah lewat penjualan tanah ulayat ataupun lewat
pembagian dana otonomi khusus, hilang begitu saja dalam sekejap
tanpa kelihatan pembangunan dalam hidup masyarakat suatu desa?
Di kalangan para guru non Papua di sekolah-sekolah formal
bercokol banyak pertanyaan yang umumnya enggan diungkapkan
secara terbuka di depan umum, seperti: mengapa anak-anak asli Papua
lebih sering bolos daripada anak-anak non Papua? Mengapa
kebanyakan siswa ataupun mahasiswa Papua lebih sulit menangkap
dan mengerti pelajaran dalam ruang kelas yang bercorak abstrak?
Mengapa kebanyakan siswa dan mahasiswa lebih senang mengerjakan
tugas-tugas praktikum di luar ruang kelas yang menggunakan lebih
banyak tenaga fisik? Mengapa banyak siswa ataupun mahasiswa Papua
yang tidak lulus tokh tetap ngotot dan berulang kali kembali meminta
ujian ulang walaupun hasilnya tidak berubah?
4
Pendahuluan
Malahan muncul suatu pertanyaan pembanding yang kritis
terhadap sistem pendidikan formal sejak bangku sekolah dasar sampai
pada jenjang perguruan tinggi ini: mengapa pendidikan formal
tradisional lewat upacara inisiasi adat dengan mengisolasikan anakanak lelaki dalam hutan selama satu-dua tahun (disebut „wuon‟ di
Maybrat) bisa menghasilkan orang-orang dewasa yang mampu dan
trampil hidup dalam masyarakatnya, sedangkan pendidikan formal
modern lewat bangku sekolah selama bertahun-tahun mulai dari
sekolah dasar tidak mampu menghasilkan manusia-manusia dewasa
yang mampu dan trampil hidup sesuai dengan tuntutan masyarakat
masa kini? Apa yang salah, atau keliru, ataupun kurang dalam sistem
pendidikan formal yang sudah sejak tahun 1950-an sampai kini
dilaksanakan di pelbagai daerah di bumi Cenderawasih ini?
Mochtar Buchori (Kompas, 20 Oktober 2010) membahas
tentang masalah-masalah dasar sistem pendidikan di Indonesia, antara
lain ujian nasional yang banyak dikeluhkan masyarakat pendidikan
terhadap birokrasi pendidikan, karena yang mampu mengevaluasi
kemajuan murid adalah guru-guru yang mengajar mereka sehari-hari,
bukan orang luar. Dan juga pendidikan Indonesia masih saja
menekankan pendidikan pengetahuan (transfer of knowledge) dan
tidak cukup memberi perhatian kepada pemupukan ketrampilan
(formation of skills) dan pembinaan watak (character building);
pendidikan watak lebih banyak diberikan dalam bentuk kotbah-kotbah
tentang manusia, manusia beriman dan bertakwa, dan betapa
mengerikannya nasib manusia-manusia yang tersesat, tapi tidak
diterjemahkan menjadi tindakan pendidikan yang cukup nyata.
Masalah dasar lainnya ialah kurikulum sekolah yang kelihatan sukar
sekali berubah. Dalam hal ini sekolah kita dan pendidikan Indonesia
berwatak konservatif. Konservatisme memang perlu untuk
mengimbangi progresivisme yang tanpa arah. Akan tetapi, kalau kita
terlalu konservatif, kita akan menjadi kaku, murid-murid kita akan
menjadi manusia Indonesia yang kaku dalam belajar.
Konservatisme pendidikan Indonesia masih terus dilandasi oleh
paham paternalistic-kollektivistik, yaitu seluruh sistem (baik isi,
5
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
metode, maupun proses) pendidikan harus mengikuti kehendak dan
keputusan birokrasi pemerintah pusat (yaitu kementerian pendidikan)
yang bercorak seragam untuk seluruh anak Indonesia tanpa
mempertimbangkan tingkat kemajuan dan perubahan masyarakat dari
yang tradisional menuju masyarakat yang terbuka, dan terlebih tanpa
memperdulikan pelbagai pandangan hidup yang berbeda-beda dari tiap
kelompok etnis yang berada di Nusantara. Filsafat dan politik
pendidikan Indonesia condong memandang tiap manusia merupakan
anggota atau bagian dari suatu kelompok sosial dan dituntut untuk
berpartisipasi bagi dan dalam kelompoknya; dan kehendak pemimpin
atau penguasa-patron kelompok inilah yang perlu diikuti oleh seluruh
anggotanya.Justru filsafat dan pandangan hidup kebanyakan kelompok
etnis Papua sangat berlainan dengan paham kemanusiaan paternalistickollektivistik ini, yaitu secara ringkas dapat dikatakan bahwa manusia
Papua lebih mengedepankan paham „aku adalah tubuhku‟ (Boelaars,
1992) . Contohnya: ikatan orang tua dengan anak di Papua sangat
berbeda dengan yang dialami keluarga-keluarga Indonesia; seorang
anak Papua laki-laki yang marah terhadap bapanya bisa saja memukul
bapanya, dan ini diterima sebagai tanda kemandiriannya. Atau juga
seperti dalam suatu pertemuan antara orang tua murid dengan guru di
sebuah SMP, yang sengaja dilaksanakan karena sudah satu bulan tidak
ada siswa yang datang ke sekolah sebab mereka suka menghadiri suatu
pesta babi yang dirayakan sekali dalam lima tahun di desanya, pihak
orang tua mengatakan kepada guru: “kami sudah serahkan anak-anak
kami kepada guru-guru, jadi apa saja yang guru ingin lakukan terhadap
anak-anak kami, silahkan saja. Kalau anak-anak tidak datang ke
sekolah, ya, itu kemauan mereka”(Renwarin, 2007) ; mendengar
jawaban demikian, para guru menjadi bungkam dan tak mampu lagi
berdalih apapun.
Bila pendidikan formal bertujuan untuk menjadikan manusia
tradisional menjadi semakin manusiawi, maka nampaknya sistem
pendidikan, khususnya pendidikan dasar, seharusnya berpijak dan
bertolak dari pandangan hidup dan pola cita-rasa-karsa dari anak-anak
didik dan masyarakat adat setempat.Dari titik tolak demikianlah
6
Pendahuluan
transformasi pendidikan harus dimulai. Dengan kata lain, sistem
pendidikan dasar harus bertumpu pada pengetahuan etnografis suatu
masyarakat agar dapat menghantar anak-anak didik ini menjadi
semakin manusiawi, semakin terbuka bagi pergaulan masyarakat lebih
luas dari komunitasnya, semakin rasional, semakin berwatak sosial,
solider, dan bertanggungjawab, dan semakin trampil dalam hidup
bersama.
Oleh karena itu salah satu tujuan mendasar dalam proses
pembelajaran adalah untuk membudayakan manusia atau
memanusiakan manusia. Dalam hal ini, pendidikan memiliki
kedudukan strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
manusia yang memiliki kemampuan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20
tahun 2003 pendidikan disebutkan bahwa pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Usaha sadar yang dimaksud yaitu bahwa proses pendidikan haruslah
senantiasa dalam suasana yang mendukung tujuan dari pendidikan.
Suasana yang mendukung tersebut di antaranya dengan
menyelenggarakan pendidikan dengan sistem asrama. Penyelenggaraan
pendidikan dengan sistem asrama akan dapat mengarahkan dan
mengontrol anak didik dalam kesehariannya untuk dapat menerapkan
hal-hal yang mereka pelajari. Beberapa hal yang diterapkan dalam
kehidupan di asrama yaitu akhlak yang baik, bahasa asing, dan
kemandirian. Konsep di atas sesuai dengan konsep pendidikan yang
disebutkan oleh Ibnu Faris (dalam Mahmud, 2004) yaitu bahwa
7
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
pendidikan adalah perbaikan, perawatan, dan pengurusan terhadap
pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur pendidikan di
dalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai tingkat
sempurna yang sesuai dengan kemampuannya. Adapun unsur-unsur
tarbiyah „pendidikan‟ tersebut adalah pendidikan rohani, pendidikan
akhlak, pendidikan akal, pendidikan jasmani, pendidikan agama,
pendidikan sosial, pendidikan politik, ekonomi, pendidikan estetika.
Menurut Maksudin (2006:45) penanaman nilai merupakan
rohnya penyelenggaraan pendidikan. Oleh karenanya pola-pola
pendidikan hendaknya mengembangkan dan menyadarkan siswa
terhadap nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan, kearifan dan kasih
sayang sebagai nilai-nilai universal yang dimiliki semua agama.
Pendidikan juga berfungsi untuk memperkuat keimanan dan
ketakwaan secara spesifik sesuai keyakinan agama. Maka setiap
pembelajaran yang dilakukan hendaknya selalu diintegrasikan dengan
perihal nilai di atas, sehingga menghasilkan anak didik yang
berkepribadian utuh, yang bisa mengintegrasikan keilmuan yang
dikuasai dengan nilai-nilai yang diyakini untuk mengatasi berbagai
permasalahan hidup dan sistem kehidupan manusia.
Menurut Suprawito (2010) pendidikan sistem asrama
merupakan sistem pembelajaran yang sangat relevan untuk lembaga
pendidikan yang bertujuan mencetak para pemimpin serta mencetak
aspek kemandirian dan kepribadian yang utuh sesuai dengan visi dan
misi dari lembaga yang bersangkutan. Dalam perencanaan dan
implementasinya, maka aspek akademis yang terdiri atas kurikulum
dan pola pembelajaran yang dilaksanakan harus didukung oleh para
instruktur, dosen atau guru yang memiliki tauladan serta kemampuan
dalam mengasuh dan membina peserta didiknya dalam jangka waktu
yang cukup.
Selain itu, sistem asrama memiliki kelebihan dari segi proses
penempaan diri yang diterapkan, yaitu dari pengenalan diri sendiri
sampai pada sosialisasi terhadap alam dan lingkungan sekitar. Iswanti
(2010: 7) mengemukakan bahwa kelebihan yang dimiliki pendidikan
8
Pendahuluan
sistem asrama yaitu: 1) Menghilangkan rasa kesukuan; 2)
Mengembangkan potensi sosial; 3) Mengembangkan potensi spiritual
atau kerokhanian; 4) Mengembangkan watak, sikap, akhlak, dan
kepribadian penghuninya; 5) Mengembangkan kemandirian dan etos
kerja keras; 6) Mengembangkan kedisiplinan; 7) Mencetak kader sesuai
yang diharapkan; 8) Mengkondisikan siswa atau mahasiswa sebelum
belajar lebih lanjut di lembaga pendidikan yang bersangkutan; 9)
Mempersingkat waktu studi karena adanya bimbingan belajar dari
mahasiswa senior yang sama-sama tinggal di asrama; 10) Efisiensi
waktu karena jarak asrama yang dekat dengan tempat sekolah atau
kuliah; 11) Memperlancar penggunaan bahasa asing.
Agar pendidikan dengan sistem asrama ini optimal maka
Iswanti (2010: 7) mengajukan prasyarat yang harus dipenuhi yaitu: 1)
Suasana dan lingkungan asrama yang dibuat aman, nyaman, dan
kondusif untuk mengembangkan aspek akademik, sosial, spiritual,
akhlak dan kepribadian, kemampuan serta etos kerja keras; 2) Adanya
fasilitas yang memadai untuk mengembangkan berbagai aspek tersebut
di depan; 3) Tersedianya sumber daya manusia yaitu guru/dosen dan
pembina asrama yang bertindak sebagai edukator, motivator, dan
fasilitator; 4) Pengelolaan yang baik untuk menunjang perkembangan
fisik dan kesehatan, akademik, psikologis, sosial, maupun spiritual; 5)
Jarak yang dekat dengan kampus, sehingga efisien dari sudut waktu
dan biaya transportasi.
Disertasi ini menyoroti pendidikan berpola asrama, dengan
mengambil kasus Seminari Menengah „Petrus van Diepen‟ (selanjutnya
disingkat SMPvD dimana terdapat SMP dan SMA) di Kabupaten
Sorong, yang didirikan dengan tujuan untuk memberikan layanan
pendidikan yang bermutu, pengetahuan yang luas serta memberikan
wawasan kepada anak-anak Papua sebagaimana yang dimaksudkan.
Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa situasi
„keterbelakangan‟ dunia pendidikan di Papua saat ini, seperti disebut di
atas; pendidikan yang ada di Papua cukup tertinggal jauh dengan
pendidikan yang ada di luar Papua. Sistem pendidikan berpola-asrama
memungkinkan bagi anak-anak Papua untuk menjalani proses
9
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
pendidikan dengan lebih baik dan lebih dari itu untuk turut serta
dalam pembangunan itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian yang dilakukan
penulis, yakni berupaya untuk mengetahui praktik terbaik di dalam
pengelolaan lembaga pendidikan dengan judul penelitian, “Keunggulan
Pengelolaan Pendidikan Berpola Asrama Seminari Menengah „Petrus
van Diepen‟ di Kabupaten Sorong”.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi pengelolaan Seminari Menengah „Petrus van
Diepen‟ di Kabupaten Sorong?
2. Bagaimana hasil pengelolaan Seminari Menengah „Petrus van
Diepen‟ di Kabupaten Sorong?
3. Manakah keunggulan atau „best practices‟ pengelolaan sekolah
berpola-asrama SM PvD di Kabupaten Sorong?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan mendeskripsikan strategi pengelolaan Seminari
Menengah „Petrus van Diepen‟ di Kabupaten Sorong.
2. Mengetahui dan mendeskripsikan hasil pengelolaan Seminari
Menengah „Petrus van Diepen‟ di Kabupaten Sorong.
3. Mengetahui dan mendeskripsikan keunggulan atau „best practices‟
pengelolaan sekolah berpola-asrama SM PvD di Kabupaten Sorong.
10
Pendahuluan
Kegunaan Penelitian
Walaupun terkait pada konteksnya, sistem sekolah berpola
asrama diyakini sebagai alternatif yang menawarkan berbagai macam
kelebihan di antara sistem sekolah formal lainnya. Sistem berpola
asrama memiliki sejumlah kelebihan, antara lain karena sistem
pendidikan di asrama dapat diupayakan sepanjang hari. Pengelola
pendidikan asrama dapat membuat berbagai kegiatan dalam kerangka
proses pendidikan bagi siswanya. Selain itu, situasi dan lingkungan
yang mendukung menjadikan siswa asrama lebih dapat konsentrasi
menjalani proses pendidikan di asrama. Namun demikian, belum
banyak orang yang melakukan kajian secara ilmiah mengenai sistem
sekolah berpola asrama. Penelitian yang dilakukan penulis ini menjadi
salah satu upaya untuk mengetahui sekaligus memberikan informasi
kepada seluruh stakeholder, baik pembuat kebijakan pendidikan
maupun pelaksana pendidikan di lapangan, sehingga hal-hal yang baik
dapat dibuat dan merevisi praktik-praktik yang tidak mendukung
terwujudnya tujuan proses pendidikan secara efektif dan efisien di
dalam pengelolaan Sekolah-sekolah ber-asrama lainnya. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan pijakan dalam pembuatan kebijakan di
masa mendatang, terutama untuk memperbaiki pengelolaan sekolah
berpola asrama di dalam upaya untuk mengoptimalkan pembentukan
peserta didiknya.
Asumsi Penelitian
Di Indonesia, telah lama dikenal sistem pendidikan model
asrama sebagai upaya pembentukan siswa-siswanya. Model asrama
diyakini mampu dan lebih efektif di dalam pembentukan karakter
siswa. Oleh karena efektifitasnya di dalam membentuk karakter siswa
tersebut, pendidikan model asrama ini berkembang di dunia
kemiliteran dan juga telah diadopsi di berbagai kelembagaan misi di
dunia. Atas dasar itu, pengelolaan pendidikan model asrama ini
berbeda dengan pengelolaan pendidikan formal lainnya. Pendidikan
11
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
asrama diciptakan bagi siswa untuk menjalani proses pendidikan
selama tinggal di asrama. Oleh karena itu, segala kegiatan di asrama
diupayakan dalam kerangka proses pendidikan tersebut. Dan selama
satu dasawarsa terakhir ini pemerintah propinsi Papua dan Papua Barat
secara lantang menegaskan pilihannya untuk menyelenggarakan
pendidikan asrama, tetapi jarang diungkapkan bagaimana keterpaduan
hidup berasrama itu dengan penyelenggaraan kegiatan pendidikan
formal.
Mengingat kedudukan asrama yang penting tersebut, dan
menurut hemat kami cocok untuk menjawabi pembangunan di Papua,
maka perlu dilakukan penelitian untuk mengukur keberhasilan
pengelolaan pendidikan sistem asrama. Dalam hal ini, penulis
mengupayakan untuk menganalisis praktik terbaik (best practices) di
dalam pengelolaan Seminari Menengah „Petrus van Diepen‟ Kabupaten
Sorong; yang bukan hanya merupakan sekolah yang didukung dengan
asrama melainkan kami sebut sebagai sekolah „berpola asrama‟, yaitu
terdapat komunikasi dan integrasi antara pengelolaan sekolah formal
dan pembinaan di asrama.
Kerangka Konseptual/Teoritik
Standar Nasional Pendidikan Sebagai Basis Manajemen Pendidikan
Pasal 31 UUD 1945 (yang sudah diamandemen) menyatakan
bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2)
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional; serta (5) Pemerintah
12
Pendahuluan
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban
serta
kesejahteraan
umat
manusia
(www.psp.kemdiknas.go.id).
Sementara itu UU Sisdiknas menyatakan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan
tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan,
membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sesuai
dengan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan nasional
yaitu:
a. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa;
b. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi
makna, diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;
c. Memberi
keteladanan,
membangun
kemauan,
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
pembelajaran;
dan
proses
d. Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi
segenap warga masyarakat; dan
e. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
13
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Berdasarkan hal tersebut, maka ditetapkanlah tujuan
pembangunan pendidikan nasional jangka menengah sebagai berikut:
a. Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia;
b. Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi;
c. Meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis;
d. Meningkatkan kualitas jasmani;
e. Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur,
jenis, dan jenjang pendidikan bagi semua warga negara secara adil,
tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat
tinggal, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok
etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual;
f.
Menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
secara efisien, bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh
bagi pengembangan kualitas manusia Indonesia;
g. Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara;
h. Memperluas akses pendidikan non-formal bagi penduduk laki-laki
maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah,
buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk
lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan;
i.
Meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan
yang bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar
sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat
membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan
perubahan dalam pembangunan;
j.
Meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar
pendidikan nasional dan standar pelayanan minimal (SPM), serta
meningkatkan kualifikasi minimum dan sertifikasi bagi tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan lainnya;
14
Pendahuluan
k. Meningkatkan relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan
dan penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh perguruan
tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat;
l.
Menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang
semakin efisien, produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola
yang baik dan akuntabel;
m. Meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan
pendidikan melalui peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah, peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan,
serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi pendidikan
termasuk otonomi keilmuan; dan
n. Mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk
mewujudkan Depdiknas yang bersih dan berwibawa.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan Nasional menyusun PP No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mewajibkan setiap satuan
pendidikan menyusun 8 (delapan) standar minimal wajib yang harus
dilaksanakan oleh satuan pendidikan. Kriteria yang dimaksud meliputi
standar Isi, Proses, Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK),
Pengelolaan, Sarana dan Prasarana, Pembiayaan, Kompetensi lulusan,
dan Penilaian.
Standar isi mengatur tentang kurikulum, beban belajar dan
Kalender Pendidikan. Standar Proses berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, penilaian dan pengawasan pengajaran di kelas. Standar
PTK memuat kualifikasi dan kompetensi yang harus dimiliki setiap
PTK di tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar pengelolaan
berkaitan dengan organisasi sekolah dan pengelolaan sumber daya yang
ada di dalamnya. Standar Sarana dan Prasarana mengatur tentang
standar minimal ketersediaan dan kelayakan sarana dan prasarana di
sekolah. Yang terakhir, Standar Pembiayaan mengatur penggunaan
dana non personalia. Standar kompetensi lulusan mengatur tentang
15
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
hasil yang diharapkan dalam diri para lulusan. Sedangkan standar
penilaian berhubungan erat dengan tolok ukur untuk mengevaluasi
kinerja seluruh lembaga pendidikan.
Isi standar ini saling terkait, misalnya standar PTK terkait
dengan standar Isi, proses, dan penilaian. Kemampuan pendidik dan
tenaga pendidik (Standar PTK) sangat dipengaruhi oleh pengetahuan
tentang kurikulum yang ingin diajarkan (standar isi), Bagaimana
rencana kegiatan pengajaran, pelaksanaan dan penilaian pengajaran
(standar proses), cara menilai pengajaran (standar isi), serta apakah
tersedia ruangan dan media belajar yang memadai (standar sarana dan
prasarana) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Di samping
itu, Sarana prasarana yang dimiliki serta PTK yang ada harus dikelola
dengan baik dengan menggunakan dana yang tersedia secara efisien
dan tepat sasaran (standar keuangan).

Standar Isi
Secara garis besarnya standar isi meliputi materi dan tingkat
kompetensi minimal yang harus dimiliki peserta didik dalam mencapai
kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu yang dialokasikan pada sejumlah waktu tertentu. Standar ini
meliputi:
a. Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang dapat digunakan oleh
tenaga pendidik dalam menyusun kurikulum pada tingkat satuan
pendidikan,
b. beban belajar,
c. kurikulum tingkat satuan pendidikan, serta
d. kalender pendidikan.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tahun 2006
memuat kelompok mata pelajaran, prinsip pengembangan kurikulum,
dan prinsip pelaksanaan kurikulum. Kelompok mata pelajaran meliputi
16
Pendahuluan
agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu
pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah-raga dan kesehatan.
Hal ini jelas memperlihatkan bahwa standar tersebut menekankan
keseimbangan bagian kognitif, fisik, mental-rohani terhadap peserta
didik, walaupun penekanan setiap aspek tersebut akan berbeda untuk
setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Salah satu penamaan istilah pada Permendiknas ini adalah
Kelompok Mata Pelajaran. Dilihat dari penamaannya, Permendiknas
tersebut cenderung menganut kurikulum dengan mata pelajaran yang
berkaitan atau Correlated Subject Curriculum (CSC). Akan tetapi, pada
pelaksanaannya kurikulum yang digunakan di tingkat sekolah dasar
dan menengah ada dua yakni adalah Kurikulum Mata Pelajaran yang
Berkaitan (CSC) dan mata pelajaran terpisah atau Separated Subject
Curriculum (SSC). Jenis kurikulum ini disesuaikan dengan jenis
sekolah.
CSC banyak digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama. Misalnya saja untuk tingkat SD dan SMP, mata pelajaran IPS
merupakan gabungan dari mata pelajaran ekonomi, geografi, sosiologi
dan antropologi. Sementara, di tingkat SMA, kurikulum yang
digunakan adalah SSC. Misalnya, pelajaran IPS telah dipisah-pisahkan
menjadi beberapa mata pelajaran tersendiri seperti: akuntansi,
tatanegara, ekonomi dan seterusnya.
Ada beberapa keuntungan menggunakan CSC menurut
Suryosubroto (2006):
a. Pengetahuan murid menjadi terintegrasi
b. Dapat meningkatkan minat siswa akan mata pelajaran karena siswa
dapat melihat keterkaitan antar mata pelajaran
c. Memberikan pemahaman yang luas terhadap siswa
Akan tetapi di samping kelebihannya kekurangan CSC adalah
pengetahuan anak kurang dalam karena anak tidak mendalami pelbagai
mata pelajaran yang bersangkutan sedetail-detailnya.
17
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Standar isi dirancang dimaksudkan sebagai dasar bagi pendidik
dalam mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan di
sekolahnya. Ada beberapa inovasi kurikulum yang sekarang
dikembangkan oleh pemerintah yaitu kurikulum berbasis sekolah,
kurikulum berbasis kompetensi dan pendidikan kecakapan hidup.
Sukmadinata dkk. (2006) menjelaskan lebih lanjut:
a. Kurikulum berbasis sekolah (School based curriculum)
Kurikulum berbasis kompetensi (Competence Based
Curriculum) lebih menekankan pada penguasaan siswa terhadap
sejumlah kecakapan/kompetensi. Kompetensi adalah perilaku atau
performance yang diperlihatkan seseorang dalam beraktivitas,
melaksanakan tugas, menyelesaikan pekerjaan, dan menyelesaikan
masalah.
b. Pendidikan Kecakapan Hidup
Pendidikan kecakapan hidup dilatarbelakangi oleh kenyataan
bahwa banyaknya siswa lulusan sekolah menengah tidak melanjutkan
pendidikan jenjang berikutnya sehingga banyak dari mereka yang
bekerja menjadi pekerja kasar, penjaga toko, atau bahkan menganggur
sehingga membebani keluarga atau bahkan mengganggu masyarakat.
Oleh karenanya dengan pemberian pendidikan kecakapan hidup
mereka dapat mandiri di masyarakat.
Tim Broad Based Education Dinas Pendidikan Nasional
merumuskan penjabaran pendidikan kecakapan hidup sebagai:
a. Kemampuan siswa untuk menghadapi masalah secara wajar
b. kecakapan mengatasi masalah yang dihadapi secara kreatif
c. kecakapan dalam mencari dan menciptakan pekerjaan.

Standar Proses
Pasal 19 ayat (1): Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
18
Pendahuluan
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kecakapan sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
Menurut Permendiknas No. 41 tahun 2007, Standar proses
merupakan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai
kompetensi lulusan. Standar ini meliputi tiga hal yakni perencanaan,
pelaksanaan penilaian, dan pengawasan proses pembelajaran. Isi
standar ini merupakan kegiatan dasar yang harus dilaksanakan oleh
guru sebelum, selama dan sesudah kegiatan mengajar.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata
pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator
pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran,penilaian
hasil belajar, dan sumber belajar.

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Guru merupakan salah satu faktor penting penentu
keberhasilan siswa. Ada beberapa karakteristik guru yang dapat
mempengaruhi siswa, yaitu; kemampuan guru, motivasi guru, dan
situasi sekolah dan ruang kelas (Rowan & Chiang & Miller, 1997). Oleh
karena itu, dalam Pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan kualifikasi
pendidik usia dini dan dikdasmen minimum diploma empat (D IV)
atau Sarjana (S1).
Kemampuan guru dapat diartikan sebagai penguasaan guru
terhadap bidang yang diajarkan serta penguasaan akan strategi
mengajar di ruang kelas. Motivasi guru dapat diartikan sebagai
19
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
dorongan guru untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak
didiknya. Sementara situasi sekolah dan ruang kelas adalah keadaan di
dalam ruang kelas yang membantu guru dalam melaksanakan
pekerjaannya misalnya, pengaturan ruang pengajaran, alokasi waktu
dan ketersediaan alat bantu pengajaran.
Porter & Brophy (1988) mengidentifikasi ada beberapa
karakteristik guru yang efektif yaitu :
a. Mengetahui dengan jelas tujuan pengajarannya
b. Mengetahui isi pengajarannya dan strategi mengajarkannya
c. Mengkomunikasikan terhadap siswa apa yang diharapkan darinya
dan mengapa
d. Memanfaatkan bahan pengajaran yang ada dan memberikan waktu
yang cukup untuk memperkaya dan memperjelas isinya
e. Memahami siswanya, mengadaptasikan bahan pengajaran sesuai
kebutuhan mereka dan mengantisipasi kesalahpahaman terhadap
pengetahuan sebelumnya yang mereka miliki
f.
Mengajar dengan strategi metakognitif
kesempatan bagi dirinya untuk menguasainya
dan
memberikan
g. Menetapkan tujuan pembelajaran dengan tingkat pemikiran
kognitif tingkat rendah dan tinggi
h. Menerima tanggung jawab atas hasil pekerjaan siswanya
i.
Berfikir reflektif dan penuh
pengajarannya selama ini.

pertimbangan
atas
kegiatan
Standar Sarana Dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan faktor penting dalam
menunjang kegiatan proses belajar. Faktor sarana prasarana meliputi
pengadaan ruang kelas, lapangan olah raga, laboratorium, WC (toilet)
serta ruang kepala sekolah dan guru, komputer, papan tulis dan
20
Pendahuluan
seterusnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 tahun 2007
tentang Sarana dan Prasarana membedakan antara sarana dan
prasarana. Sarana merupakan perlengkapan sekolah yang dapat
dipindah-pindahkan. Ketentuan minimalnya meliputi „perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, sumber belajar, teknologi
informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lainnya‟. Sementara
Prasarana merupakan „fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi
sekolah‟. Prasarana merupakan dua kata: pra dan sarana. Pra berarti
sebelum, jadi prasarana seharusnya ada sebelum diadakan sarana.
Prasarana yang minimal dimiliki sekolah sesuai peraturan di atas
adalah adanya „lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan
jasa‟ (Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2007).
Pasal 42 ayat (1): Setiap Satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya,bahan habis pakai, serta perlengkapan
lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Pasal 42 ayat (2): Setiap satuan pendidikan
wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tatausaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga,
tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat
lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
Faktor sarana-prasarana ini diyakini memiliki kontribusi
terhadap kenyamanan siswa dan guru dalam proses belajar mengajar
sehingga mendukung proses belajar siswa di sekolah. Mengingat
"klien" sekolah adalah anak-anak maka idealnya dimensi ruangnya
sebaiknya mendukung kegiatan anak (child-based). Oleh karenanya M.
Knapp (2007) berpendapat bahwa dalam merancang bangunan sekolah
seharusnya pihak perencana menyesuaikannya dengan karakteristik
mereka, yaitu lingkungan yang dapat merangsang suasana
pembelajaran sekaligus dapat menjadi tempat rekreasi dan bermain dan
pembelajaran sosial melalui interaksi teman sebaya (peer-interaction).
21
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Hal tersebut wajar mengingat waktu yang dihabiskan anak di sekolah
lebih banyak pada kegiatan belajar dan bersosialisasi dengan teman dan
guru (Sanoff, 1994). Menurut Kepmen No. 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi, waktu yang digunakan untuk tatap muka di tingkat
Sekolah dasar dan Menengah berkisar antara 884 untuk kelas 1-3 SD
sampai dengan 1026 untuk SMK atau sekitar 15 – 17 % dari dari 5840
jam waktu aktif anak. Akan tetapi nilai 15-17 % masih merupakan
jumlah jam minimal anak di sekolah karena belum dimasukkan jam
istirahat sekolah.

Standar Pengelolaan
Pengelolaan sekolah meliputi perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi program sekolah. Tujuan dari pengelolaan tersebut agar
sekolah dapat secara efektif mendayagunakan sumber-sumber daya
yang tersedia untuk menghasilkan mutu siswa yang unggul.
Pengelolaan sekolah lebih banyak dipengaruhi oleh kepala sekolah
sehingga keberhasilan pengelolaan sekolah tidak lepas dari
kepemimpinan seorang kepala sekolah.
Pasal 49 ayat (1): Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
dikdasmen menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan
dengan kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Hasil
penelitian Eisemon dkk (1993), di salah satu negara berkembang di
Afrika, menunjukkan bahwa manajemen sekolah mempengaruhi baik
langsung maupun tidak langsung terhadap mutu pengajaran.
Pengawasan yang dilakukan misalnya oleh kepala sekolah dapat
mengurangi ketidaktepatan penggunaan jumlah jam dan meningkatkan
keefektifan kegiatan pengajaran. Pengecekan kehadiran guru serta
pemeriksaan silabus dan rencana pengajaran siswa merupakan salah
satu cara meningkatkan keefektifan pengajaran. Dengan mengetahui
ketidakhadiran guru, kepala sekolah dapat menugaskan guru pengganti
untuk mengisi kekosongan kelas. Demikian juga dengan pemeriksaan
silabus dan rencana pengajaran, kepala sekolah dapat membimbing,
mengarahkan dan membetulkan rencana pengajaran guru.
22
Pendahuluan
Salah satu inovasi dalam pengelolaan sekolah adalah penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Miarso (dalam Idris, 2007)
menawarkan beberapa hal dalam mengelola sekolah dalam kerangka
MBS:
1. Manajemen siswa
Siswa merupakan salah satu komponen pokok dalam
pendidikan. Sesuai dengan Undang-undang, setiap warga negara
memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Oleh karenanya dalam
penerimaan sewajarnyalah kalau siswa tidak dibedakan menurut jenis
kelamin, agama, ras maupun tingkat ekonomi akan tetapi diseleksi
menurut ketentuan umum yang ada atau ketentuan yang dibuat
bersama dengan pihak Komite Sekolah.
2. Manajemen kurikulum
Dalam manajemen kurikulum perlu diketahui oleh pendidik
bahwa tidak semua materi dapat diajarkan kepada siswa. Yang
terpenting adalah siswa diajarkan kemampuan dasar dari tiap mata
pelajaran sehingga mengarah ke pencapaian akademik siswa.
3. Manajemen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
Guru merupakan tenaga yang menyelenggarakan proses belajar
mengajar. Oleh karenanya kompetensinya perlu terus ditingkatkan.
Sementara itu, tenaga kependidikan merupakan pendukung guru
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehingga perannya juga
perlu diperhatikan. Oleh karenanya pihak sekolah perlu terus
meningkatkan kemampuan baik tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolahnya.
d. Manajemen sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana merupakan alat dalam mendukung
kegiatan belajar mengajar. Sarana dan prasarana meliputi gedung
sekolah, ruang laboratorium, alat-alat laboratorium, papan tulis, kapur
tulis, dan seterusnya. Pengelolaan yang memadai akan menjamin
ketersediaan peralatan pendidikan pada saat diperlukan.
23
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
e. Manajemen keuangan
Pengelolaan sekolah akan membutuhkan dana baik dalam
pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah maupun
dalam kegiatan pengelolaan sekolah yang lain. Akan tetapi dana yang
dimiliki sekolah amat terbatas. Oleh karenanya sekolah harus pandaipandai dalam mengelolanya.
f.
Manajemen proses belajar-pembelajaran
Guru perlu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak
didik. Oleh karenanya dalam proses belajar mengajar pendidik perlu
menempatkan siswa sebagai pusat pendidikan (student centered).
g. Manajemen hasil
Wujud kinerja sekolah dapat dilihat dari hasil pendidikan. Hal
ini bisa dilihat dari lulusan, efesiensi dalam penggunaan dana,
produktifitas, pembaharuan yang dilakukan, dan etos kerja
pegawainya.
h. Manajemen lingkungan
Sekolah dapat dipandang sebagai organisme yang selalu
berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan ini dapat berupa
lingkungan geografis, sosial dan teknologi. Sekolah dapat
memanfaatkan lingkungan ini untuk mencapai tujuannya.
i.
Manajemen dampak
Dampak yang dimaksudkan adalah hasil pendidikan secara
jangka panjang dari hasil pembelajaran di sekolah. Dampak ini baik
terhadap individu siswa maupun terhadap masyarakat umum.
j.
Manajemen sistem
Sistem di sini adalah keseluruhan komponen yang telah
diuraikan di atas. Pembaharuan pendidikan tergantung dari
kemampuan manajerial dan kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengelola komponen tersebut.
24
Pendahuluan
Beberapa karakteristik sekolah yang berhasil menerapkan
KBM:
a. Adanya pengembangan kemampuan guru melalui Kelompok Kerja
Guru
b. Pembuatan keputusan demokratis, partisipatif dan transparan
c. Adanya kesadaran guru bahwa orang tua perlu dilibatkan dalam
pengajaran di ruang kelas
d. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan baik Komite Sekolah
maupun asosiasi orang tua lainnya
e. Kesadaran semua pemangku kepentingan dalam menekankan akan
kesejahteraan dan prestasi siswa
Semuanya diharapkan akan mengarah ke tujuan dasarnya yakni
meningkatkan prestasi siswa.

Standar Pembiayaan
Standar biaya yang ditetapkan oleh pemerintah adalah standar
biaya operasional yang dikelola oleh sekolah. Pendanaan ini sangat
penting mengingat bahwa kegiatan operasional sekolah tergantung dari
pendanaan yang dilakukan sekolah. Standar ini tidak mencakup biaya
untuk personalia mengingat pemerintah memberikan dana tersendiri
untuk pembiayaan ini khususnya gaji guru dan pegawai negeri. Dana
untuk gaji guru diberikan tersendiri melalui dana alokasi daerah.
Namun dalam Sekolah berpola asrama ini diusahakan agar pembiayaan
seluruhnya diatur oleh penyelenggara dan tidak dari pemerintah secara
khusus tentang penggajian. Hal ini diatur agar tidak terhalang dengan
perasaan dua tuan.
Pembiayaan dalam pendidikan meliputi biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi
biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya
manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya
25
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa
mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya
operasi meliputi: gaji, peralatan, pemeliharaan, dan sebagainya.
Dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan, sekolah
memiliki banyak program yang membutuhkan dana tidak sedikit. Oleh
karenanya sekolah harus mampu memilah program yang bermanfaat
serta layak secara ekonomis. Beberapa analisa keuangan dapat
digunakan untuk menilai program tersebut seperti analisis biaya dan
manfaat (cost benefit analysis), analisis biaya dan keefektifan (cost
effectiveness).
Berkaitan dengan manfaat pendanaan, studi yang dilakukan
oleh Bidwell & Kasarda (1975) mengungkapkan ada hubungan antara
prestasi siswa dalam membaca dan matematika dengan jumlah dana
yang diterima sekolah tersebut. Hal ini memungkinkan sekolah
merekrut guru yang lebih berkualitas dan dengan jumlah yang lebih
banyak dibanding sekolah yang kurang memiliki dana.
Menurut sifatnya biaya dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu
biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya
yang dikeluarkan untuk membiayai proses pencapaian hasil dan tujuan
suatu organisasi. Menurut Bastian (2007) bahwa biaya langsung di
sekolah adalah biaya proses peningkatan kualitas siswa dan pencapaian
tujuan utama sekolah yang tidak terpisahkan dari diri siswa serta
berdampak terhadap siswa secara keseluruhan. Biaya langsung
merupakan komponen utama dari biaya pendidikan atau dapat
dikatakan biaya langsung merupakan biaya sesungguhnya dari
pendidikan itu sendiri. Biaya tidak langsung adalah komponen biaya
penunjang atau pelengkap. Biaya dalam penelitian ini terbatas pada
jenis biaya langsung (direct cost) dan tidak langsung (indirect cost)
terhadap proses belajar mengajar atau biaya yang diperoleh dan
dibelanjakan oleh lembaga, artinya, biaya-biaya yang tidak
dianggarkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah, seperti yang dibelanjakan siswa untuk kepentingan sendiri
dan biaya kesempatan (opportunity cost) tidak termasuk dalam
26
Pendahuluan
pengertian biaya pendidikan dalam penelitian ini. Demikian juga biaya
penyusutan/depresiasi atau nilai bangunan tidak diperhitungkan dalam
penelitian ini, karena sulit diprediksi dan tidak tersedia.

Standar Penilaian Pendidikan
Pasal 63 ayat (1) “Penilaian pendidikan pada jenjang dikdasmen
terdiri atas: a. penilaian hasil belajar oleh pendidik, b. penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan, c. penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah. Dalam penelitian ini perhatian terutama diarahkan pada
proses pembelajaran atau model kegiatan belajar-mengajar sebagai
pokok bahasan atau titik pijakan, sambil memperhatikan juga standarstandar
pendidikan
lainnya,
sejauh
standar-standar
ini
mempengaruhinya.

Standar Kompetensi Lulusan
Kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman
penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar
Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan
minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi
lulusan minimal kelompok mata pelajaran1.
Multiple Intelligence
Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai
kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk
yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (Paul Suparno,
2004:17). Gardner juga mendefinisikan kecerdasan sebagai potensi
1
Lebih lanjut kompetensi lulusan dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 yang
menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
27
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
biopsikologi untuk memproses bentuk-bentuk informasi yang spesifik
dalam cara-cara tertentu (Gardner, 2006:36).
Multiple intelligence is a natural way to structure learning. All
the aspects of the person are taught to, meaning can be extracted, and
applications can be made to life. The children in our classrooms are
multifaceted and have many abilities.2.
Menurut Gardner arti dari multiple intelligence di sini adalah
kemampuan untuk menyelesaikan masalah, untuk mendapatkan
jawaban yang spesifik dan untuk belajar materi baru dengan cepat dan
efisien. Intelligence has the ability to solve problems, to find the
answers to specific questions, and to learn new material quickly and
efficiently (Gardner, 1993:14). Gardner tidak memandang kecerdasan
manusia berdasarkan skor tes standar semata, namun Gardner
menjelaskan kecerdasan sebagai berikut: a) Kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata; b)
Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk
diselesaikan; c) Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan
menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.
Teori kecerdasan ganda merupakan validasi tertinggi gagasan
bahwa perbedaan individu adalah penting. Pemakaiannya dalam
pendidikan sangat tergantung pada pengenalan, pengakuan dan
penghargaan terhadap setiap minat dan bakat masing-masing. Teori
kecerdasan ganda bukan hanya mengakui perbedaan individual ini
untuk tujuan-tujuan praktis, tetapi juga menganggap sebagai sesuatu
yang normal, wajar dan sangat berharga.
Pada sisi lain Gardner menjelaskan bahwa kecerdasan ganda
mempunyai karakteristik konsep sebagai berikut: a). Semua inteligensi
itu berbeda-beda; b). Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar
yang berbeda. Semua kecerdasan dapat dieksplorasi, ditumbuhkan dan
2
Kecerdasan ganda adalah cara dasar pada pembelajaran struktur. Semua
aspek-aspek manusia telah dipelajari juga, arti dapat dikutip dan penerapan
dapat dibuat untuk hidup. Peserta didik di kelas beranekaragam segi dan
memiliki banyak kemampuan.
28
Pendahuluan
dikembangkan secara optimal; c). Adanya indikator kecerdasan dalam
tiap-tiap kecerdasan. Dengan latihan, seseorang dapat membangun
kekuatan kecerdasan yang dimiliki; d). Semua kecerdasan tersebut
bekerjasama mewujudkan aktivitas yang dilakukan individu; e). Semua
jenis kecerdasan ditemukan di semua lintas kebudayaan di dunia dan
kelompok usia; f). Kecerdasan dapat diekspresikan melalui profesi dan
hobi.
Teori ini menyatakan bahwa setiap anak memiliki sedikitnya
tujuh kecerdasan ganda. Dalam proses perkembangannya, anak-anak
itu kemudian akan memiliki satu atau dua kecerdasan yang dominan.
Tidak ada kecerdasan yang berdiri sendiri saat digunakan oleh
seseorang. Penggunaan satu kecerdasan akan melibatkan dua atau lebih
kecerdasan lain. Berikut ini teori tujuh kecerdasan ganda:
a. Linguistic Intelligence (kecerdasan linguistik)
Linguistik berasal dari bahasa Inggris yang artinya ilmu bahasa.
Terdapat beberapa definisi yang disampaikan oleh para pakar tentang
kecerdasan linguistik, di antaranya adalah Linda Campbell.
Menurutnya kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk berfikir
dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks (Campbell
Linda, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, 2006:2).
Thomas Armstrong, dalam bukunya 7 Kinds of Smart
mengartikan kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah
kata. Ini merupakan kecerdasan para jurnalis, penyair, dan pengacara.
Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargumentasi,
meyakinkan orang, menghibur atau mengajar dengan efektif lewat
kata-kata yang diucapkannya (Armstrong, 2002:3).
Sedangkan kecerdasan linguistik dalam arti luas sebagaimana
dinyatakan Howard, adalah hasil kemampuan dalam penggunaan
bahasa lisan dan tulisan (Gardner, 2006:39). Linguistik dapat distimulus
melalui bacaan, latihan, menulis, berdiskusi, bermain dengan katakata. Peserta didik yang mempunyai inteligensi yang tinggi dalam
29
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
linguistik mempunyai kepekaan yang tajam terhadap bunyi atau
fonologi (Tientje & Iskandar, 2004:38).
Di awal sejarah manusia, bahasa mengubah spesialisasi dan
fungsi otak manusia untuk menggali dan mengembangkan kecerdasan
manusia. Membaca telah memungkinkan manusia untuk mengetahui
objek, tempat, proses dan konsep yang secara personal tidak
dialaminya. Kemampuan berpikir melalui kata-kata dapat mengingat,
menganalisis, menyelesaikan masalah, merencanakan ke depan dan
mencipta sesuatu (Campbell & Campbell & Dickinson, 2006:10).
b. Logical Mathematical Intelligence (Kecerdasan Logika Matematika)
Merupakan kemampuan dalam menghitung, mengukur dan
mempertimbangkan proposisi dan hipotesis serta menyelesaikan
operasi-operasi matematis (Tientje & Iskandar, 2004:2). Kecerdasan
logis matematis melibatkan keterampilan mengolah angka dan
kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Ciri-ciri orang yang
cerdas secara logis matematis mencakup kemampuan dalam penalaran,
berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis (Armstrong,
2002:3). Pusat kecerdasan logika matematika adalah terletak pada otak
kiri.
Kecerdasan logis matematis dapat dilatih dan dikembangkan
melalui banyak tantangan dan inovasi dari bermacam-macam teknologi
multimedia. Peserta didik dari berbagai tingkat kemampuan dapat
belajar dengan efektif dan praktek. Satu cara untuk memperkenalkan
pemikiran secara logis matematis dalam bidang pelajaran melalui tema
yang digambarkan dari konsep-konsep secara matematis. Pendidik
dapat mengatur unit pelajaran berdasarkan tema, dan meminta peserta
didik untuk meneliti dengan menggunakan potensi atau kecerdasan
yang dimiliki.
c. Visual Intelligence (kecerdasan visual)
Kecerdasan ini merupakan kecerdasan gambar dan visualisasi.
Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memvisualisasikan
gambar di dalam kepala seseorang atau menciptakannya dalam bentuk
30
Pendahuluan
dua atau tiga dimensi (Armstrong, 2002:20). Kecerdasan visual adalah
kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual secara akurat,
dan kemudian bertindak atas persepsi tersebut. Kecerdasan ini
melibatkan kesadaran akan warna, garis, bentuk, ruang dan ukuran.
Jenis kecerdasan ini sangat menonjol dalam diri pemain catur,
navigator, arsitek maupun desainer. Kemampuan kecerdasan visual
terlihat pada peserta didik bermain dengan melibatkan imajinasi
mereka. Hemisfer kanan atau otak kanan berperan besar dalam
mengendalikan kegiatan ini (Gunawan, 2004:234-235).
Peserta didik memiliki kemampuan untuk menggambarkan
yang mereka lihat dengan penuh ketelitian. Ciri anak yang memiliki
potensi visual menikmati waktu luangnya dengan menggambar dan
melukis dengan jelas.
d. Kinesthetic Intelligence (kecerdasan kinestetik)
Kecerdasan kinestetik, menurut Gardner adalah kemampuan
menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan
dan perasaan (Suparno, 2004:34). Kecerdasan ini juga meliputi
keterampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan,
kekuatan dan kecepatan. Kecerdasan ini sangat menonjol pada diri
seorang penari, atlit, pematung, pemusik, aktor, mekanik, dokter;
peserta didik dapat diberdayakan dengan menggunakan teknik
simulasi, permainan peran, dan drama (Gunawan, 2004:240-241).
Untuk mengoptimalkan kecerdasan kinestetik diperlukan
ruang kelas yang kondusif, artinya ruang kelas dalam proses belajar
mengajar harus memberikan pemahaman bahwa ruang kelas harus
menjadi sebuah hal yang aktif yaitu ruang kelas bisa menjadi sarana
bagi pengembangan lingkungan pembelajaran. Para peserta didik lebih
banyak berorientasi pada gerakan dalam kebutuhan sebuah proses
belajar (Campbell et al, 2006:78-86).
Hal yang terpenting bagi pendidik adalah untuk memberikan
contoh aktivitas fisik sebagai metode pembelajaran dan kesadaran
peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh dalam mata
31
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
pelajaran bahasa: peserta didik dapat mempelajari kosakata dengan
menggambarkan bagian kata atau ucapan tersebut. Secara individual
mereka dapat mengembangkan jari atau tubuh kemudian
mempraktikkan di kelas.
e. Musical Intelligence (kecerdasan musik)
Gardner menjelaskan kecerdasan musik sebagai kemampuan
untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentukbentuk musik dan suara. Di dalamnya termasuk kepekaan akan ritme,
melodi dan intonasi kemampuan memainkan alat musik, kemampuan
menyanyi, kemampuan untuk mencipta lagu (Suparno, 2004:36-37).
Terbentuknya keterkaitan terhadap musik bisa terjadi pada usia
yang sangat dini melalui aktivitas yang dilakukan. Musik di dalam
rumah dan lingkungan awal memberikan dasar yang penting bagi
pengalaman bermusik yang di kemudian hari dapat menyatu dengan
mata pelajaran sekolah. Karena adanya hubungan yang kuat antara
musik dan emosi, musik di ruang kelas dapat membantu menciptakan
keadaan emosi yang kondusif bagi pendidikan.
Selama abad pertengahan dan renaissance, musik dianggap
sebagai salah satu dari empat pilar pendidikan, sejajar dengan geometri,
astronomi dan aritmatika. Upaya mengidentifikasi peserta didik yang
memiliki bakat musik atau kecerdasan musik yang berkembang dengan
baik adalah persoalan yang kompleks. Kelas musik dapat menciptakan
suasana yang positif yang akan membantu peserta didik untuk fokus
pada pelajaran (Campbell, et al, 2006:145-147).
f. Interpersonal Intelligence (Kecerdasan Interpersonal)
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mengerti
dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, temperamen
orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat dari orang lain
juga termasuk dalam kecerdasan ini. Secara umum kecerdasan
interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin
relasi dan komunikasi dengan berbagai orang (Suparno, 2004:39).
32
Pendahuluan
Peserta didik yang mempunyai kecerdasan interpersonal tinggi
mudah bergaul dan berteman. Dalam konteks belajar peserta didik
lebih suka belajar bersama dengan orang lain, lebih suka mengadakan
studi kelompok. Kecerdasan interpersonal dapat stimulus melalui
pertemuan dan diskusi dan mampu menyelesaikan konflik dengan
baik. Peserta didik yang mempunyai kecerdasan interpersonal yang
tinggi mempunyai kepekaan untuk memahami orang lain. Pemahaman
sosial ini diarahkan ke dalam dirinya untuk disalurkan menjadi sebuah
karya. Peserta didik yang dominan interpersonal akan mudah
menangkap pelajaran bila dilakukan dengan diskusi kelompok (Tientje,
& Iskandar, 2004:39). Kecerdasan interpersonal ini berada pada otak
bagian lobus depan dan hemisfer kanan (Armstrong, 2002:13).
g. Intrapersonal Intelligence (Kecerdasan Intrapersonal)
Kecerdasan intrapersonal tercermin dalam kesadaran
mendalam akan perasaan, kecerdasan seseorang memahami diri
sendiri, kemampuannya dan pilihannya sendiri. Orang dengan
kecerdasan intrapersonal tinggi pada umumnya tidak tergantung orang
lain dan yakin dengan pendapat diri yang kuat tentang hal-hal yang
kontroversial, serta senang sekali bekerja berdasarkan program sendiri
dan hanya dilakukan sendirian (Jasmine, 2007: 27-28).
Lingkungan sekolah dapat diorganisasikan untuk memotivasi
para peserta didik dengan menciptakan atmosfer yang hangat dan
peduli, menggunakan prosedur-prosedur yang demokratis, sehingga
sekolah dapat membantu peserta didik merasa diterima dan diakui.
Proses belajar mengajar dapat bergantung pada emosi yang
mempengaruhi semua proses-proses berpikir merupakan komponen
dari kecerdasan intrapersonal. Para pendidik dapat membantu peserta
didik dalam pencapaian dan penemuan cara-cara yang positif untuk
mengekspresikan emosi mereka.
Ada beberapa cara untuk mendorong dan mengembangkan
ekspresi emosional yang sehat dalam pendidikan, yaitu membangun
lingkungan kelas yang positif, mengenali pengalaman perasaan peserta
didik, mengajarkan metode-metode ekspresi emosional yang tepat dan
33
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
menawarkan umpan balik pada perilaku emosional (Campbell et al.
2006:201-217). Pusat kecerdasan terletak pada lobus depan, lobus
pariental.
Alur Penelitian
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka agar dapat menjawab
permasalahan dalam penelitian ini, maka kerangka kerja penelitian ini
menggunakan Standard Nasional Pendidikan (selanjutnya disingkat
menjadi SNP) dan teori Multiple Intelligence. Penggunaan SNP dalam
hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan yang mencakup standard isi,
proses, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan, sarana dan
prasarana, serta pembiayaan, penilaian dan kompetensi lulusan. Kedua
teori tersebut akan menyoroti SM PvD dalam aspek pengelolaan
sekolah dan pengelolaan asrama. Adapun kerangka kerja dalam
penelitian ini secara skematis sebagai berikut:
SNP
Multiple Intelligence
Isi
Proses
PTK
Sarana-prasarana
Pengelolaan
Pembiayaan
Penilaian
Kompetensi lulusan
Linguistic I.
Logic-mathematic I
Visual Intelligence
Kinesthetic I.
Musical I.
Interpersonal I.
Intrapersonal I.
SM PvD
Sekolah
SMP - SMA
Perbandingan
dengan asrama
di kota dan
kabupaten
Sorong
34S
Asrama
Hasil Keluaran
Download