SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 Makalah Utama PENDIDIKAN YANG UTUH UNTUK MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Zamroni Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta Pada tahun 1967, tepatnya tanggal 8 Agustus secara resmi telah dibentuk The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Asosiasi negara-negara Asia Tenggara oleh lima negara, yakni Indonesia, Malaysia, Pilipina, Singapore and Thailand. Pendirian Asean tersebut dilakukan di Bangkok, sehingga dikenal dengan “the Bangkok Declaration”. Tujuan pendirian ASEAN adalah untuk mempercepat kemajuan ekonomi, kemajuan sosial budaya masyarakat, dan memajukan keamanan dan stabilitas kawasan dengan menegakan keadilan dan hukum sesuai dengan prinsip-prinsip PBB.Lima negara Asean lainnya menyusul:Brunei, Cambodia, Laos, Myanmar and Vietnam. Negara Timor Timur berstatus sebagai peninjau. Pada Desember 1997, ketika dunia dibayangbayangi krisis ekonomi, KTT ASEAN yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia para pemimpin negara negara ASEAN sepakat merumuskan visi ASEAN sebagai kawasan ekonomi terintegrasi pada tahun 2020, dua dasawarsa pertama pada abad ke 21. Visi Asean 2020 dinyatakan, bahwa “The ASEAN Economic Community shall establish ASEAN as single market and production base”.Kerjasama dan integrasi ekonomi merupakan pilar utama bagi kawasan ASEAN menghadapi masa depan ekonomi, guna mewujudkan kawasan ASEAN yang stabil, makmur, dan kompetitif dengan pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata serta dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Untuk itu negara-negara ASEAN mesti memperkuat pasar dan mengintensifkan pengembangan eksport. Adalah merupakan keharusan bagi negara-negara ASEAN untuk bekerjasama guna mewujudkan secara efektif dsan efisien integrasi ekonomi yang pada giliran berikutnya akan memperkuat kerjasama diantara negara-negara ASEAN. Para pemimpin ASEAN sepakat untuk bersama sama menekankan pada persahabatan, saling pengertian, konsensus dan tidak saling intervensi satu sama lain guna mewujudkan kawasan yang damai dan stabil. Namun demikian, pada Januari 2007, KTT ASEAN ke 12 di Cebu Pilipina, para pemimpin menyepakati menyepakati ”Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”, yang menegaskan bahwa para pemimpin ASEAN berkomitmen kuat untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN dan -10- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 mempercepat target waktunya semula tahun 2020 menjadi tahun 2015. Dalam konteks tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN telah menginstruksikan Sekretariat ASEAN untuk menyusun ”Blue Print ASEAN Economic Community (AEC)”, yang merupakan rumusan rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN, yaitu: 1. Menuju single market dan production base. Implikasi dari kebijakan itu adalah mesti diciptakan kebebasan arus perdagangan untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil dan modal. 2. Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi. Implikasinya adalah kawasan ASEAN mesti mengembangkan kebijakan persaingan, rencana kerja, pengembangan infra struktur, pengembangan Information & Communication Technology, kerjasama sumber daya energi, perpajakan yang ramah, dan pengembangan Usaha Kecil Menengah 3. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata. Implikasinya, kawasan ASEAN harus memberikan perhatian besar kepada pengembangan UKM dan inisiatif program integrasi ASEAN. 4. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global. Dengan implikasi kawasan ASEAN mesti memiliki pendekatan yang harmonis dan sejalan dalam hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam jejaring ekonomi global. ASEAN telah bergerak dari kerjasama ekonomi menuju integrasi ekonomi tahun 2015. Kerjasama ekonomi merupakan suatu tindakan pilihan untuk mengurangi bahkan menghilangkan tarif dan hambatan perdagangan diantara negara-negara ASEAN. Sedangkan, Integrasi ekonomi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan semua kebijakan yantg bersifat deskriminatif terhadap aliran barang dan jasa dari luar, sehingga diantara negara-negara anggota ASEAN secara penuh terintegrasi dalam satu pasar bersama. Dampak Integrasi Ekonomi Sampai saat ini meski waktu sudah semakin dekat, masih ada juga pembicaraan di kalangan masyarakat bagaimana dampak integrasi ekonomi terhadap Indonesia, khususnya ekonomi Indonesia. Sebagaimana dikemukaan diatas, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) memiliki karakteristik utama sebagai: pasar tunggal dan basis produksi; kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; kawasan pengembangan ekonomi yang merata; dan kawasan yang secara penuh terintegrasi ke dalam perekonomian global. MEA tersebut bertumpu pada lima pilar pokok, yakni: aliran bebas barang, aliran bebas jasa, aliran bebas investasi, aliran bebas tenaga -11- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 kerja terampil, dan, aliran bebas modal. Apa artinya semua itu, ASEAN akan menjadi kawasan persaingan bebas. Sudah merupakan hukum dalam persaingan: Yang kuat akan menang dan yang lemah akan terpinggirkan. Artinya, kawasan ASEAN akan menjadi ajang persaingan bebas berbagai perusahaan dengan segala skala yang ada. Perusahaan yang besar dan kuat lagi efisien akan memenangkan persaingan. Bagaimana dengan kesiapan Indonesia. Masalahnya bukan siap atau tidak siap. Realiotas akhir ntahun 2015 ini telah lahir MEA. Memang, ada kondisi yang menyenangkan dan ada kondisi yang mengkhawatirkan. Catatan yang dilaporkan oleh Sistem monitoring kemajuan masyarakat ASEAN atau ASEAN Community Progress Monitoring System (ACPMS) tahun 2012 menunjukan perbandingan ekspor Indonesia untuk produk berteknologi tinggi berada jauh di bawah rata-rata ASEAN. Artinya, kemampuan pengembangan teknologi Indonesia masih rendah. Sebaliknya, selama ini Indonesia terlalu menekankan pada produk bahan mentah. Disamping itu, beaya ekspor Indonesia menduduki posisi ke-3 termahal di ASEAN. Beaya ekspor tidak lepas dari komponen ongkos tranport. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku gelisah dan gugup menghadapi era MEA. Salah satu penyebabnya adalah mahalnya biaya logistik kita yang masih mencapai 16% dari total biaya produksi. Padahal, di negara-negara lain biasanya biaya logistik hanya mencapai 4-10% dari total biaya. Mahalnya biaya logistik itulah yang menyebabkan produk- produk Indonesia tidak mampu bersaing dengan produk dari negara-negara tetangga. Penyebab tingginya ongkos logistik sudah diketahui umum, yakni, karena pungli dan korupsi, serta buruknya kondisi infrastruktur dan manajemen. Tidak dapat dipungkiri, setiap persaingan akan disertai dengan apa yang disebut resiko persaingan , yakni membanjirnya barang-barang impor masuk ke Indonesia yang akan menyingkirkan produksi lokal, karena barang barang impor tersebut lebih murah, lebih berkualitas dan sesuai dengan selera pasar. Ujungujungnya defisit neraca perdagangan tidak terelakan lagi. Dalam kaitan dengan persaingan barang lokal dan barang import. Yang sering disuarakan “aku cinta pada produk nasional”, bisa tidak relevan lagi. Namun sesungguhnya, kondisi ekonomi Indonesia tidak sejelek yang sering digambarkan para pemerhati ekonomi. Sebagai contoh, bagaimana PT Semen Indonesia Tbk, sudah masuk ke pasar negara tetangga, Vietnam dan Kamboja, dengan mengakuisisi pabrik semen yang ada di sana. Pabrik semen Myamar sudah diakuisisi.Sejak 2013 perusahaan semen ini sudah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, mengalahkan kompetitornya dari Thailand, Siam Cement. Jika pada 2013 volume produksi Siam Cement mencapai 23 juta ton per tahun, Semen Indonesia sudah 27 juta ton. -12- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 Dalam industri penerbangan, Rhenald Kasali (2013) menyebutkan usaha patungan Indonesia juga jagoan. Maskapai penerbangan Lion Air telah memperluas usahanya hingga ke China dan India. Perusahaan poenerbangan ini berpatungan dengan perusahaan asal Malaysia mendirikan perusahaan penerbangan Malindo Air. Demikian juga perlu dicatat, ketika penerbangan Singapura airlines dan Malaysia merugi, dan bahkan yang terakhir akan bangkrut, Garuda Indonesia justru mendapat pujian dari Skytrax. Dalam industri jasa konstruksi kita juga hebat. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) misalnya jauh sebelumnya sudah dipercaya ikut membangun jalan tol di Aljazair, flyover di pusat Kota Kuala Lumpur, Malaysia, jembatan di Sungai Mekong, Vietnam, dan gedung bertingkat di Manila, Filipina. WIKA kini sedang bersiap-siap melanjutkan ekspansinya ke Myanmar dan Timor Leste. Dari pengalaman tersebut sesungguhnya, menghadapi masyarakat ekonomi Asean, Indonesia tidak perlu ketakutan karena merasa belum siap. Harus diakui, secara teoritis MEA membawa dampak positif. Sosialisasi yang dilakukan menyebutkan beberapa dampak positif (//www.flickr.com/photos/131579772@N08/17286948555), antara lain adalah sebagai berikut: 1. MEA akan mendorong arus investasi dari luar masuk ke dalam negeri. Aliran investasi ke dalam negeri akan menggerakan multiplier effect baik forward maupun backward linkage effect dalam berbagai sektor ekonomi. 2. Pasar tunggal memberikan kemudahan dalam hal pembentukan kerjasama usaha antara perusahaan-perusahaan diwilayah ASEAN sehingga akses terhadap bahan produksi semakin mudah. 3. Pasar Asia Tenggara merupakan pasar besar yang begitu potensial dan juga menjanjikan dengan luas wilayah sekitar 4,5 juta kilometer persegi dan jumlah penduduk yang mencapai 600 juta jiwa dan GDP kawasan yang besar. 4. MEA memberikan kesempatan kepada negara-negara anggota ASEAN untuk meningkatkan mobilitas sumber daya manusia dan modal yang merupakan faktor modal amaat menentukan. 5. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan memungkinkan adanya transfer teknologi dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang yang ada di kawasan Asia Tenggara. Strategi Memasuki MEA Kondisi dan berbagai kemungkinan dari kehadiran MEA telah dikemukakan diatas. Sudah barang tentu, masuk ke arus MEA harus dengan strategi yang tepat, agar Indonesia tidak hanya akan jadi pasar bagi anggota -13- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 ASEAN lain. Beberapa langkah penting yang mesti dipersiapakan, antara lain. Pertama, mengembangkan kemampuan kecepatan dan ketangkasan adaptasi. Kemampuan adaptasi yang tinggi diperlukan karena tata posisi ekonomi pada MEA mengalami perubahan yang amat dinamis dengan karakter penuh ketidakpastian yang tinggi, gejolak yang tidak menentu, dan kompleksitas yang rumit, dan penuh ambiguity. Karakter kehidupan ekonomi baru tersebut tidak mungkin dihadapi dengan “managemen as usual”. Menghadapi masyarakat ekonomi Asean para pelaku ekonomi mesti mempergunakan cara-cara baru, pola pikir baru dan keyakinan norma-norma baru. Manajemen baru ini tidak lagi bergerak disekitar memecahakan problem, melainkan bergeser ke arah menciptakan dan memanfaatkan peluang. Problem akan terus berdatangan silih berganti. Problem tidak perlu dipecahkan tetapi harus diubah menjadi peluang. Untuk itu, pelaku ekonomi harus berpikir dengan pendekatan ke depan, bukan menengok kebelakang. Menurut Neo & Chen (2007) pendekatan berpikir ke depan (thinking ahead) merupakan kapabilitas untuk mengidentifikasi perkembangan, memahami implikasi perubahan sosial ekonomi dan menentukan investasi kebijakan strategis maupun menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi masyarakat untuk menciptakan peluang dan meminimalisasi ancaman. Kedua, meningkatkan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi yang telah dicanangkan sekitar 10 tahun yang lalu perlu dilaksanakan secara serius. Reformasi birokrasi mesti diujudkan dalam bentuk: a)birokrasi semakin ramping, b)Birokrasi semakin efektif dan efisien, dan, c)para birokrat diseluruh level semakin sejahtera. Arah reformasi birokrasi mesti ditata ulang secara mendasar. Gagasan bahwa pembamgunan pada masa persaingan bebas tidak perlu banyak memerlukan peran pemerimtah atau peran pemerintah minimal mesti dikaji ulang. Sebab, integrasi ekonomi membawa dua variabel penting yakni sesuatu yang bergerak dan sesuatu yang statis. Dalam kaitan dengan investasi, sebagai salah satu kunci dalam masyarakat ekonomi ASEAN, sangat tergantung pada dua konsep tersebut. Sistem manajemen dan kemajuan teknologi akan menjadikan arus investasi semakin cepat dalam debit arus yangt besar. Arus investasi ini merpakan faktor yang bergerak dinamis. Sedangkan faktor yang statis tidak bergerak adalah perilaku birokrat yang memberikan pelayanan agar arus investasi bisa bergerak cepat menuju arah tertentu. Jadi betapapun manajemen dan teknologi maju, tetapi apabila perilaku birokrat tidak tanggap, arus investasi tidak akan cepat lagi terarah. Dalam kaitan dengan arus investasi ini, Indonesia tidaklah sebaik dan memiliki daya tarik seperti Malaysia dan Thailand. Apalagi kebijakan mengundang investasi, pada era sebelum Jokowi sangat tidak menarik. Sehingga banyak investor keluar dari Indoensia. Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu industri sepatu olah raga di Indonesia tutup, pindah ke negara lain. -14- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 Ketiga, perlunya mematangkan konsep revolusi mental untuk kemudian dipersiapkan implementasi dengan sungguh-sungguh, terencana dan konsisten revolusi mental di kalangan warga bangsa, secara keseluruhan.Revolusi mental ini semestinya dimotori oleh reformasi pendidikan yang menyeluruh, mendasar dan dilaksanakan secara konsisten dan diiringi oleh tata nilai dan tradisi keluarga kehidupan keluarga. Faktort konsistensi ini amat penting dalam reformasi pendidikan karena proses pendidikan memerlukan waktu panjuang. Hasil reformasi pendidikan tidak dapat segera dilihat dalam jangka pendek. Apabila tidak ada konsistensi, akan terjadi kecenderungan ganti pejabat ganti kebijakan.Penguatan tata nilai dan tradisi keluarga diperlukan untuk menata kembali bagaiman kehidupan keluarga seharusnya. Tradisi Pendidikan Indonesia Perubahan menuju MEA sudah apsti akan menumbuhkan nilai-nilai dan norma-norma baru dalam kehidupan masyarakat. Tata nilai baru tidak akan jauh berbeda dengan tata nilai dan nmorma-norma yang selama ini disinyalir akan muncul pada abad 21. Seperti, kejujuran, kebersamaan, kolaborasi, tanggung jawab, kerja keras dan kemampuan berpikir kritis atau critical thinking. Untuik menghadapi hal ini dunia barat telah mempersiapkan apa yang disebut education for the twenty first century. Kurikulum 2013 sangat terp[engaruh dengan gagasan ini. Menurut saya, kalau kita mengikuti gagasan ini mungkin saja bisa maju tetapi tetap akan dengan posisi “peng-ekor” atau pak “turut”. Semestinya, kita mengembangkan pendidikan guna memasuki MEA dengan sistem pendidikan yang dikembangkan oleh para tokoh pendidikan kita seperti Ki Hadjar Dewantoro, KHA Dahlan dan Tengku Syafii, serta pendidikkan sistem pesantren. Gaghasan tokoh pendidkikan kita tidak kalah denagn gagasan tokoh pendidikan manca negara, misalnya Roseau, Rabindath Tagore dan Joh Dewey. Bahkan memiliki sistem pesantren memiliki kekuatan yang tidak dimiliki sistem pendidikan kmodern Barat. Masalah yang ada, adalah kita tidak pernah mau menengok gagasan pendidikan bansga sendiri. Sejak awal berdirinya republik yang kita cintai bersama ini, para pendiri bangsa telah “menegaskan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negera, dan pemerintah berkuajiban menguasahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional”. Hal itu termaktub dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Bab XIII pasal 31. Amanat Undang Undan Dasar 1945 telah dijabarkan ke dalam berbagaiUndang-Undangsistempendidikan, terakhiradalahUndang-Udang Sistem Pendidikan Nasional th 2003, yang menegaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencanauntuk mewuwjudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dinya untuk -15- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdaan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang dierlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pada BAB II pasal 2 ditegaskan”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Pada Bab III secara rinci telah dirumuskan prinsip penyelenggaraan pendidikan, sebagai berikut: 1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. 2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuanyang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. 3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. 4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. 5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. 6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Berdasarkan kutipan dari Undang Undang Dasar Republik Indonesia dan Sistem Pendidikan Nasional sudah amat gamblang kemana arah pendidikan nasional Indonesia. Menuju hasil pendidikan yang utuh, manusia Indonesia yang cerdas, beradab dan berguna bagi sesamanya. Artinya, keutuhan dari intelektual, moral dsan sosial. Tapi bagaimana kenyataan hasil pendidikan kita? Selama ini pendidikan Indonesia mempergunakan sistem pendidkan pinjaman dari Barat. Akibatnya, hasil pendidikan jauh dari apa yang dirumuskan oleh founding fathers bangsa Indonesia. Memasuki MEA, pendidikan mesti diperbaharui, kalau tidak bangsa Indonesia akan terpinggirkan dalam persaingan terbuka dan global tersebut. Sebab menghadapi persaingan global dan terbuka, pendidikan Indonesia mesti mampu menghasilkan manusia yang utuh sebagaimana disinggung di depan. Untuk itu, sistem pendidikan Indonesia dikembalikan kedalam tubuh bangsa. Ini tidak lain, pendidikan mesti berbasiskan Pancasila. Dalam suatu seminar pendidikan di Bangkok yang diorganisir oleh UNESCO, salah satu penyaji menyampaikan pernyataan “Alangkah bahagianya -16- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 dunia pendidikan Indonesia memiliki Pancasila”. Pernyataan yang diucapkan secara tulus dan rasional sebagai suatu bentuk pujian dan penghargaan atas Pancasila sebagai dasar negara, yang secara otomatis juga dasar pendidikan Indonesia. Pendidikan yang berdasarkan Pancasila adalah: Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki makna bahwa pendidika bersifat Theo-centris, bukannya Anthropocentris. Dengan pendidikan bersifat Theo-centris kegiatan dalam pendidikan merupakan rangkaian ibadah kepada Allah Yang Maha Esa. Ibadah mengandung makna, ibadah langsung sebagai ritual ke agamaan kepadaNYA dan ibadah kemanusian, berbuat baik kepada sesamanya. Dengan demikian tujuan pendidikan bukanlah sekedar mempersiapkan pesertadidik dengan seperangkat pengetahuan dan ketrampilan agar bisa bekerja memenuhi kebutuhan dunia ekonomi, melainkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan sehingga bermanfaat bagi diri dan orang lain, sesama dan masyarakatnya. Pengetahuan dan ketrampilan saja tidak cukup, tetapi setiap pesertadidik memerlukan spiritual, moral dan karakter untuk bisa hidup bersama dan bekerjasama. Spiritual harus menjadi landasan pendidikan. Pendidikan spiritual menamkan pengertian dan kesadaran untuk apa sekolah? Harus bagaimana sekolah itu? Apa yang mau dicapai dengan sekolah?. Fondasi ini akan mewarnai seluruh aktivitas pesertadidik dalam menjalani proses pendidikan. Aktivitas yang tumbuh dari dorongan kesadaran diri sendiri, bukannya dipaksa oleh kekuatan luar. Pendidikan spiritual ini yang tidak terkandung dalam pendidikan nasional, karena pada hakekatnya nasional Indonesia “ber ruh” sekuler. Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki makna bahwa pendidikan mesti beridiologi humanist religious. Pendidikan yang memperlakukan pesertadidik sebagai mahluk Tuhan yang paling sempurna, dengan segala martabat dan kasih sayang. Seperti disampaikan oleh KH Dewantara bahwa pendidikan yang bersifat mengancam dan menakut-nakuti dengan hukuman semata, tidak baik bagi kehidupan dan perkembangan pesertadidik, tidak baik bagi kemanusiaan. Ketiga, Persatuan Indonesia, dalam pendidikan memiliki arti mengembangkan kebersamaan untuk bersama-sama maju. Kerjasama dalam pendidikan perlu dikembangkan dan ditekankan kepada seluruh guru maupun pesertadidik. Prinsip pemberian tugas kepada para pesertadidik, mendorong setiap pesertadidik kerja keras, semua kerja keras dengan ciri “sama-sama bekerja”, perlu diubah dengan tugas kepada para pesertadidik yang memiliki ciri “bekerja sama”. Bekerjasama, kebersamaan dan gotong royong mesti ditumbuhkembangkan di dunia pendidikan untuk mewujudkan ekselensi bagi semua pesertadidik. Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijakan/ permusyawaratan dalam dunia pendidikan diujudkan dalam bentuk kehidupan sekolah yang demokratis. Kehidupan sekolah yang demokratis akan mengundang -17- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 partisipasi aktif seluruh warga sekolah khususnya pesertadidik, yang dengan partisipasi aktif ini akan melahirkan pesertadidik yang memahami tugas, peran dan tanggung selaku warga sekolah dan warga masyarakat. Dalam sekolah yang demokratis setiap warga memiliki hak dan tanggung jawab masing-masing. Setiap warga sekolah, termasuk pesertadidik memiliki hak-hak yang setara. Keberadaan sekolah yang demokratis merupakan kondisi multak yang dibutuhkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis. Sekolah yang demokratis ini akan melahirkan interaksi antar individu sebagaimana interaksi dalam keluarga besar. Interaksi yang berlandaskan saling memahami, saling menghormati dan saling menyayangi. Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, di dunia pendidikan memiliki makna bahwa sekolah harus mewujudkan prestasi ekslensi. Prestasi ekslens tersebut tidak hanya untuk atau dimiliki oleh segelintir pesertadidik, melainkan untuk seluruh pesertadidik, apapun latar belakangnya. Keadilan sosial dalam pendidikan menekankan terujudnya pendidikan yang ekselens, berkeadilan dan berkesetaraan. Sistem pendidikan yang berdasarkanPancasilaberawal dari suatu prinsip bahwa setiap pesertadidik membawa kemampuan yang khas, yang berkaitan erat dengan bakat, minat dan ketertarikan pada sesuatu hal tertentu. Pendidik, memiliki tugas untuk membantu para pesertadidik mengembangkan bakat dan potensi secara optimal. Pendidikan bertujuan mengembangkan anak secara utuh karena setiap pesertadidik memiliki potensi multidimensi, mencakup intelektual, sosial, emosional, pisik, aestetika dan spiritual. Keenam aspek tersebut akan menyatu menjadi semangat kemanusiaan. Jadi pendidikan tidak sekedar mengembangkan intelektual yang pada hakekatnya berintikan logika, semakin tinggi derajat intelektual berartti semakin kuat logika yang dimiliki. Proses pendidikan tidak berlangsung dalam ruang dan kondisi vakum, melainkan pendidikan berproses dalam suatu lingkungan sosial. Lingkungan sosial ini akan mengembangkan kemampuan pesertadidik untuk memberikan makna bersama atas apa yang yang terjadi disekitarnya. Pemahaman akan makna bersama inilah yang akan menciptakan kehidupan menjadi serasi dan harmonis. Disamping lingkungan sosial, proses pendidikan juga melibatkan emosi pesertadidik dan juga emosi pendidik. Kematangan emosional pesertadidik akan seiring sejalan dengan kekuatan intelektual. Ketidak sesuaian perkembanagan intelektual dan emosional pesertadidik menimbulkan ketimpangan dalam diri pesertadidik yang akan berdampak pada kehidupan masyarakatnya. Proses pembelajaran juga erat berkaitan dengan fisik pesertadidik. Kekuatan fisik yang dimiliki akan mempengaruhi kemampuan intelektual. Proses pendidikan memerlukan kekuatan fisik yang prima. Antara otak dan tubuh harus serasi. Aestetika atau keindahan merupakan salah satu kunci dalam eksistensi kehidupan kemanusiaan, yang akan -18- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 mewujudkan kehidupan yang bahagia. Pendidikan pada akhirnya akan mengantarkan pesertadidik menuju kehidupan yang bahagia lahir dan bathin. Pencapaian kehidupan yang bahagia lahir dan bathin, memerlukan kesadaran untuk apa hidup dan bagaimana seharusnya hidup itu. Dalam kaitan dengan pendidikan, pesertadidik harus memiliki pemahaman dan kesadaran untuk apa belajar dan harus bagaimana belajar itu. Pemahaman dan kesadaran tersebut merupakan inti dari spiritualitas. Pesertadidik yang memiliki kedalaman spiritualitas akan melaksanakan proses pendidikan dengan baik dan benar yang akan mengantarkan kearah keberhasilan. Sebaliknya tanpa spiritualitas, proses pembelajaran akan menjadi hampa, karena tanpa arah dan tujuan yang disadari sepenuhnya. Puncak dari spiritualitas dan merupakan kesatuan dari enam aspek pesertadidik akan terujud dalam bentuk semangat kemanusiaan. Menjadi seseorang yang senantiasa bisa bermanfaat bagi manusia lain. Kehidupan pesertadidik dalam proses pendidikan dapat dianalisis berdasarkan kesatuan pengetahuan dari ilmu psikologi, filsafat dan agama, yang akan terujud pada kemampuan dan kapasitas pesertadidik yang mencakup kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan, keindahan cinta kasih dan kemauan atau nafsu. Kesemuanya itu akan terujud dalam, tiga aspek kehidupan: tubuh, pikiran dan jiwa. Dengan kata lain, hakekat hidup manusia itu memiliki tiga dimensi: tubuh, pikiran dan jiwa. Tubuh merupakan cermin semua mahluk hidup. Apapun mahluk hidup pasti memiliki tubuh, dan semua tubuh memiliki kesamaan. Jadi antara binatang dan manusia, berdasarkan perspektif tubuh adalah sama. Pikiran juga dimiliki oleh sebagian mahluk hidup, tidak hanya manusia. Hanya apabila dilihat dari potensi keberadaan pikiran, manusia menempati derajat paling tinggi, baik dalam arti kondisi maupun dalam potensi untuk berkembang. Sedangkan jiwa hanya dimiliki oleh mahluk manusia. Oleh karena itu, jiwalah yang akan bisa membedakan hakekat manusia dengan mahluk bukan manusia. Pendidikan harus menyentuh dan mengembangkan ketiga aspek manusia tersebut secara serasi dan harmonis. Pendidikan yang bisa mengembangkan secara serasi dan harmonis ketiga dimensi kehidupan: tubuh, pikiran dan jiwa, akan bisa mengembangkan secara optimal potensi yang dimiliki manusia: pengetahuan, cintakasih dan kemauan atau nafsu. Dalam konteks proses pendidikan, sekali lagi, ketiga dimensi tersebut bisa diujudkan dalam tubuh, otak dan hati. Setiap manusia memilikii tiga aspek tersebut. Pendidikan harus mengembangkan ketiga aspek yang dimiliki oleh pesertadidik. Kesatuan dari tiga aspek kalau berhasil dikembangkan secara serasi dan harmonis akan melahirkan manusia yang utuh, manusia yang memiliki semangat kenusiaan. -19- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 Tumbuhnya semangat kemanusiaan akan mendorong sosok tubuh yang prima yang setiap saat bisa berkontribusi bagi kehidupan bersama umat manusia. Tumbuhnya semangat kemanusiaan akan mendorong otak untuk menghasilkan kerja yang lebih otentik, mandiri, visioner dan ketajaman intuisi. Hasilnya, akan lahir pesertadidik yang memiliki kekuatan berpikir, kelenturan tubuh dan keindahan kepribadian. Dengan demikian, apabila membicarakan sistem dan praktik pendidikan Pancasila, berarti memandang pendidikan sebagai suatu proses pembudayaan pesertadidik yang bersifat multilevel. Proses pembudayaan multilevel ini akan berlangsung dengan baik manakala terdapat kebersamaan diantara pendidik dan pesertadidik, sebagai seseorang yang tengah melakukan pembelajaran Proses pembudayaan yang memiliki multilevel memerlukan pemahaman dan makna baik di kalangan pesertadidik maupun di kalangan pendidik. Proses pembudayaan harus difahami dan dimaknai sebagai yang memiliki tujuan untuk mengembangkan otak yang cerdas, tubuh yang sehat, pribadi yang memiliki keinginantahuan dengan belajar apapun yang diinginkan dengan berbagai konteks yang ada. Dengan memperkenalkan para pesertadidik dengan cara pandang yang holistic atau utuh atas alam seisinya, kehidupan yang ada dan kebutuhan umat manusia, akan memungkinkan pesertadidik menangkap, memahami dan memaknai berbagai konteks yang mempengaruhi kehidupan dan memberikan makna atas kehidupaan itu. Pembelajaran dalam sistem pendidikan Pancasila memiliki asumsi bahwa setiap didik pesertadidik memiliki potensi untuk berkembang memperkuat kemampuan intelektual, kreativitas dan berpikir sistemik. Proses pembelajaran diorganisir dengan titik pusat lingkungan kehidupan pesertadidik itu sendiri. Lingkungan yang ada harus dikaitkan dengan proses pembelajaran. Pembelajaran dalam sistem pendidikan Pancasila senantiasa akan mengembangkan hubungan diantara pesertadidik dan antara pesertadidik dengan lingkunganya, yang bertujuan memberdayakan pesertadidik untuk mampu hidup dan menjalani kehidupan masa kini, dan merencanakan kehidupan di masa depan. Dengan kata lain, sekali lagi, pendidikan Pancasila menekankan pada perkembangan keseluruhan potensi diri pesertadidik yang mencakup: intellectual, emotional, sosial, pisik, artistik, kreativitas dan spiritual, yang mungkin terujud manakala proses pembelajaran bisa melibatkan pesertadidik secara dinamis, mendorong partisipasi baik secara individu maupun berkolaborasi. Pembelajaran dalamk sistem Pendidikan Pancasila tersebut memerlukan keterbukaan pikiran, hati dan spiritual. Praktik pembelajaran dalam sistem pendidikan Pancasila senantiasa berpusar sekitar keterkaitan, keutuhan, dan aktualisasi. Keterkaitan merupakan suatu prinsip bahwa kehidupan itu memiliki karakteristik yang terangkai dalam -20- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 sebab akibat. Suatu hasil pasti ada penyebabnya. Dan setiap penyebab bisa direkayasa untuk mempengaruhi hasil tertentu. Sebab akibat tidak mesti hasil rekanan manusia, melainkan ada sebab akibat yang terkait dengan alam sekitarnya. Prinsip ini sudah lama muncul dalam berbagai teori ilmu alam. Praktik pembelajaran dalam sistem Pancasila, mencakup antara lain mencakup: Interdependence, Interrelationship, Participatory, dan Non-linearity. Interdependence memiliki arti bahwa setiap bagian memiliki keterkaiatan dengan dengan fungsi bagian yang lain, sehingga membentuk suatu sistem yang utuh dan menyeluruh. Interrelationship memiliki arti sistem yang ada merupakan suatu jejaring yang kompleks, dan terjadi hubungan diantara berbagai bagian dalam sistem dan hubungan dengan sistem eksternal. Participatory memiliki arti bahwa siapapun yang terlibat dalam pembelajaran akan memiliki hubungan yang amat dekat lingkungan pembelajaran yang ada. Non-linearity memiliki arti sistem pembelajaran holistik bersifat terbuka, dengan pola interaksi yang kompleks, terdapat sistem umpan balik yang dinamis, muncul; sistem yang mengorganisir diri sendiri secara otomatis, dan sifat hubungan tidak linier langsung melainkan bersifat dialetik . Akhirnya, perlu ditekankan bahwa sistem Pendidikan Pancasila memiliki karakteristik antara lain: a) memberikan kesempatan bagi pesertadidik untuk berkembang secara utuh, b) keterpaduan antara ilmu umum dan ilmu agama, c) keterpaduan proses formal, non formal dan keluarga, d) keterpaduan antara teori, praktik dan apa yang ada masyarakat, e) menekankan pengembangan secara optimal dalam diri individu dan kelompok, f) menekankan proses pembelajaran yang dinamis dengan perilaku partisipatif dari semua pesertadidik, dan, g) menekankan proses pembelajaran berorientasi pada output. Penutup Masyarakat Ekonomi Asean yang merupakan integrasi ekonomi kawasan ASEAN akan mulai berjalan pada akhir tahun 2015 ini. Sudah barang tentu kebijakan tersebut membawa berkah dan ancaman. Bagamana wujud dampak tersebut akan sangat tergantung pada apa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa di kawasan ASEAN termasuk Indonesia. Apa yang dilakukan bangsa Indonesia akan menentukan wujud dampak: Berkah atau Bencana. Sudah barang tentu, perubahan mesti dilakukann khususnya di kalangan pelaku bisnis. Bisniss as usual mesti ditinggalkan, berubah menjadi bisnis pada era MEA memerlukan kecerdikan dan ketangkasan khusus. Disamping itu sudah barang tentu peran pemerintah mesti ditingkatkan bukan diminimalkan. Khususnya, peran birokrasi perlu untuk direformasi sehingga bisa menopang dan mendorong para pelaku ekonomi, khususnya dengan mengurangi berbagai -21- SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 hambatan yang berupa aturan yang pada hakekatnya memperpanjang rantai alur yang mesti dilalui. Alur dan rantai panjang ini memiliki dampak finansial yang menyebabkan produksi memiliki beaya tinggi. Demikian pula, keberhasilan pemberantasan korupsi akan semakin memperlancar dan meringankan proses produksi, sehingga mampu hidup dalam kehidupan yang sangat kompetitif ini. DAFTAR PUSTAKA Association of Southeast ASIAN Nations (2008). Asean economic community blueprint. Jakarta: Asean Secretariat. Bruner, J. (1996) The Culture of Education. Cambridge, Mass.: Harvard University Press. 224 + xvi pages. Fernandez, R. A. (2014, Januari). YEARENDER: Asean Economic Community to play major role in SEA food security. Muhammad Prayoga Permana (2013) Masyarakat Ekonomi ASEAN. ASEAN Studies Center Universitas Gadjah Mada Nava, Ramon, Gallegos (2003) Conscious Evolution throughHolistic Education. An Integrated Model of Holistic Education. A Paper. Neo , Boon Siong and chen, Geraldine (2007) Dynamic governance Embedding Culture, Capabilities and Change in Singapore. Singapore: World Scientific Plummer, M, G., &Yue, C, S. (2009). Realizing the ASEAN Economic Community: A Comprehensive Assessment. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. Rhenald Kasali (2013) Masyarakat ekonomi asean dan ketakutan. @Rhenald_Kasali Santoso, W. et.al (2008). Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012: Integrasi ekonomi ASEAN dan prospek perekonomian nasional. Jakarta: Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Sri-Edi Swasono (2012) “Budaya Pancasila: Doktrin kebangsaan dan doktrin kerakyatan dalam perspektif ekonomi dan kesejahteraan social”, dalam Kebudayaan mendesain masa depan, diedit oleh Sri-Edi Swasono dan Sudartomo Macaryus. Yogyakarta: UST-Press. Sultan Hameng Buwono X (2012) “Menggagas renaisans pendidikan berbasis budaya” dalam Kebudayaan mendesain masa depan, diedit oleh Sri-Edi Swasono dan Sudartomo Macaryus. Yogyakarta: UST-Press. Source : https://www.flickr.com/photos/131579772@N08/17286948555 -22-