Makalah Utama PENDIDIKAN YANG UTUH UNTUK

advertisement
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
Makalah Utama
PENDIDIKAN YANG UTUH UNTUK
MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Zamroni
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta
Pada tahun 1967, tepatnya tanggal 8 Agustus secara resmi telah dibentuk
The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Asosiasi negara-negara
Asia Tenggara oleh lima negara, yakni Indonesia, Malaysia, Pilipina, Singapore
and Thailand. Pendirian Asean tersebut dilakukan di Bangkok, sehingga dikenal
dengan “the Bangkok Declaration”. Tujuan pendirian ASEAN adalah untuk
mempercepat kemajuan ekonomi, kemajuan sosial budaya masyarakat, dan
memajukan keamanan dan stabilitas kawasan dengan menegakan keadilan dan
hukum sesuai dengan prinsip-prinsip PBB.Lima negara Asean lainnya
menyusul:Brunei, Cambodia, Laos, Myanmar and Vietnam. Negara Timor Timur
berstatus sebagai peninjau.
Pada Desember 1997, ketika dunia dibayangbayangi krisis ekonomi, KTT
ASEAN yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia para pemimpin negara
negara ASEAN sepakat merumuskan visi ASEAN sebagai kawasan ekonomi
terintegrasi pada tahun 2020, dua dasawarsa pertama pada abad ke 21. Visi Asean
2020 dinyatakan, bahwa “The ASEAN Economic Community shall establish
ASEAN as single market and production base”.Kerjasama dan integrasi ekonomi
merupakan pilar utama bagi kawasan ASEAN menghadapi masa depan ekonomi,
guna mewujudkan kawasan ASEAN yang stabil, makmur, dan kompetitif dengan
pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata serta dapat mengurangi kemiskinan
dan kesenjangan sosial. Untuk itu negara-negara ASEAN mesti memperkuat pasar
dan mengintensifkan pengembangan eksport. Adalah merupakan keharusan bagi
negara-negara ASEAN untuk bekerjasama guna mewujudkan secara efektif dsan
efisien integrasi ekonomi yang pada giliran berikutnya akan memperkuat
kerjasama diantara negara-negara ASEAN. Para pemimpin ASEAN sepakat untuk
bersama sama menekankan pada persahabatan, saling pengertian, konsensus dan
tidak saling intervensi satu sama lain guna mewujudkan kawasan yang damai dan
stabil.
Namun demikian, pada Januari 2007, KTT ASEAN ke 12 di Cebu Pilipina,
para pemimpin menyepakati menyepakati ”Declaration on the Acceleration of the
Establishment of an ASEAN Community by 2015”, yang menegaskan bahwa para
pemimpin ASEAN berkomitmen kuat untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN dan
-10-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
mempercepat target waktunya semula tahun 2020 menjadi tahun 2015. Dalam
konteks tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN telah menginstruksikan
Sekretariat ASEAN untuk menyusun ”Blue Print ASEAN Economic Community
(AEC)”, yang merupakan rumusan rencana kerja strategis dalam jangka pendek,
menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi
ASEAN, yaitu:
1. Menuju single market dan production base. Implikasi dari kebijakan itu
adalah mesti diciptakan kebebasan arus perdagangan untuk sektor barang,
jasa, investasi, pekerja terampil dan modal.
2. Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi.
Implikasinya adalah kawasan ASEAN mesti mengembangkan kebijakan
persaingan, rencana kerja, pengembangan infra struktur, pengembangan
Information & Communication Technology, kerjasama sumber daya
energi, perpajakan yang ramah, dan pengembangan Usaha Kecil Menengah
3. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata.
Implikasinya, kawasan ASEAN harus memberikan perhatian besar kepada
pengembangan UKM dan inisiatif program integrasi ASEAN.
4. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global. Dengan implikasi kawasan
ASEAN mesti memiliki pendekatan yang harmonis dan sejalan dalam
hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam jejaring
ekonomi global.
ASEAN telah bergerak dari kerjasama ekonomi menuju integrasi ekonomi
tahun 2015. Kerjasama ekonomi merupakan suatu tindakan pilihan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan tarif dan hambatan perdagangan diantara
negara-negara ASEAN. Sedangkan, Integrasi ekonomi merupakan suatu tindakan
untuk menghilangkan semua kebijakan yantg bersifat deskriminatif terhadap aliran
barang dan jasa dari luar, sehingga diantara negara-negara anggota ASEAN secara
penuh terintegrasi dalam satu pasar bersama.
Dampak Integrasi Ekonomi
Sampai saat ini meski waktu sudah semakin dekat, masih ada juga
pembicaraan di kalangan masyarakat bagaimana dampak integrasi ekonomi
terhadap Indonesia, khususnya ekonomi Indonesia. Sebagaimana dikemukaan
diatas, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community
(AEC) memiliki karakteristik utama sebagai: pasar tunggal dan basis produksi;
kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; kawasan pengembangan ekonomi
yang merata; dan kawasan yang secara penuh terintegrasi ke dalam
perekonomian global. MEA tersebut bertumpu pada lima pilar pokok, yakni:
aliran bebas barang, aliran bebas jasa, aliran bebas investasi, aliran bebas tenaga
-11-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
kerja terampil, dan, aliran bebas modal. Apa artinya semua itu, ASEAN akan
menjadi kawasan persaingan bebas. Sudah merupakan hukum dalam persaingan:
Yang kuat akan menang dan yang lemah akan terpinggirkan. Artinya, kawasan
ASEAN akan menjadi ajang persaingan bebas berbagai perusahaan dengan segala
skala yang ada. Perusahaan yang besar dan kuat lagi efisien akan memenangkan
persaingan.
Bagaimana dengan kesiapan Indonesia. Masalahnya bukan siap atau tidak
siap. Realiotas akhir ntahun 2015 ini telah lahir MEA. Memang, ada kondisi yang
menyenangkan dan ada kondisi yang mengkhawatirkan. Catatan yang dilaporkan
oleh Sistem monitoring kemajuan masyarakat ASEAN atau ASEAN Community
Progress Monitoring System (ACPMS) tahun 2012 menunjukan perbandingan
ekspor Indonesia untuk produk berteknologi tinggi berada jauh di bawah rata-rata
ASEAN. Artinya, kemampuan pengembangan teknologi Indonesia masih rendah.
Sebaliknya, selama ini Indonesia terlalu menekankan pada produk bahan mentah.
Disamping itu, beaya ekspor Indonesia menduduki posisi ke-3 termahal di
ASEAN. Beaya ekspor tidak lepas dari komponen ongkos tranport. Menteri
Perindustrian MS Hidayat mengaku gelisah dan gugup menghadapi era MEA.
Salah satu penyebabnya adalah mahalnya biaya logistik kita yang masih mencapai
16% dari total biaya produksi. Padahal, di negara-negara lain biasanya biaya
logistik hanya mencapai 4-10% dari total biaya. Mahalnya biaya logistik itulah
yang menyebabkan produk- produk Indonesia tidak mampu bersaing dengan
produk dari negara-negara tetangga. Penyebab tingginya ongkos logistik sudah
diketahui umum, yakni, karena pungli dan korupsi, serta buruknya kondisi
infrastruktur dan manajemen.
Tidak dapat dipungkiri, setiap persaingan akan disertai dengan apa yang
disebut resiko persaingan , yakni membanjirnya barang-barang impor masuk ke
Indonesia yang akan menyingkirkan produksi lokal, karena barang barang impor
tersebut lebih murah, lebih berkualitas dan sesuai dengan selera pasar. Ujungujungnya defisit neraca perdagangan tidak terelakan lagi. Dalam kaitan dengan
persaingan barang lokal dan barang import. Yang sering disuarakan “aku cinta
pada produk nasional”, bisa tidak relevan lagi.
Namun sesungguhnya, kondisi ekonomi Indonesia tidak sejelek yang sering
digambarkan para pemerhati ekonomi. Sebagai contoh, bagaimana PT Semen
Indonesia Tbk, sudah masuk ke pasar negara tetangga, Vietnam dan Kamboja,
dengan mengakuisisi pabrik semen yang ada di sana. Pabrik semen Myamar sudah
diakuisisi.Sejak 2013 perusahaan semen ini sudah menjadi yang terbesar di Asia
Tenggara, mengalahkan kompetitornya dari Thailand, Siam Cement. Jika pada
2013 volume produksi Siam Cement mencapai 23 juta ton per tahun, Semen
Indonesia sudah 27 juta ton.
-12-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
Dalam industri penerbangan, Rhenald Kasali (2013) menyebutkan usaha
patungan Indonesia juga jagoan. Maskapai penerbangan Lion Air telah
memperluas usahanya hingga ke China dan India. Perusahaan poenerbangan ini
berpatungan dengan perusahaan asal Malaysia mendirikan perusahaan
penerbangan Malindo Air. Demikian juga perlu dicatat, ketika penerbangan
Singapura airlines dan Malaysia merugi, dan bahkan yang terakhir akan bangkrut,
Garuda Indonesia justru mendapat pujian dari Skytrax. Dalam industri jasa
konstruksi kita juga hebat. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) misalnya jauh
sebelumnya sudah dipercaya ikut membangun jalan tol di Aljazair, flyover di pusat
Kota Kuala Lumpur, Malaysia, jembatan di Sungai Mekong, Vietnam, dan gedung
bertingkat di Manila, Filipina. WIKA kini sedang bersiap-siap melanjutkan
ekspansinya ke Myanmar dan Timor Leste.
Dari pengalaman tersebut
sesungguhnya, menghadapi masyarakat ekonomi Asean, Indonesia tidak perlu
ketakutan karena merasa belum siap.
Harus diakui, secara teoritis MEA membawa dampak positif. Sosialisasi
yang
dilakukan
menyebutkan
beberapa
dampak
positif
(//www.flickr.com/photos/131579772@N08/17286948555), antara lain adalah
sebagai berikut:
1. MEA akan mendorong arus investasi dari luar masuk ke dalam negeri.
Aliran investasi ke dalam negeri akan menggerakan multiplier effect baik
forward maupun backward linkage effect dalam berbagai sektor ekonomi.
2. Pasar tunggal memberikan kemudahan dalam hal pembentukan kerjasama
usaha antara perusahaan-perusahaan diwilayah ASEAN sehingga akses
terhadap bahan produksi semakin mudah.
3. Pasar Asia Tenggara merupakan pasar besar yang begitu potensial dan juga
menjanjikan dengan luas wilayah sekitar 4,5 juta kilometer persegi dan
jumlah penduduk yang mencapai 600 juta jiwa dan GDP kawasan yang
besar.
4. MEA memberikan kesempatan kepada negara-negara anggota ASEAN
untuk meningkatkan mobilitas sumber daya manusia dan modal yang
merupakan faktor modal amaat menentukan.
5. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan memungkinkan adanya transfer
teknologi dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang yang ada
di kawasan Asia Tenggara.
Strategi Memasuki MEA
Kondisi dan berbagai kemungkinan dari kehadiran MEA telah
dikemukakan diatas. Sudah barang tentu, masuk ke arus MEA harus dengan
strategi yang tepat, agar Indonesia tidak hanya akan jadi pasar bagi anggota
-13-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
ASEAN lain. Beberapa langkah penting yang mesti dipersiapakan, antara lain.
Pertama, mengembangkan kemampuan kecepatan dan ketangkasan adaptasi.
Kemampuan adaptasi yang tinggi diperlukan karena tata posisi ekonomi pada
MEA mengalami perubahan yang amat dinamis dengan karakter penuh
ketidakpastian yang tinggi, gejolak yang tidak menentu, dan kompleksitas yang
rumit, dan penuh ambiguity. Karakter kehidupan ekonomi baru tersebut tidak
mungkin dihadapi dengan “managemen as usual”. Menghadapi masyarakat
ekonomi Asean para pelaku ekonomi mesti mempergunakan cara-cara baru, pola
pikir baru dan keyakinan norma-norma baru. Manajemen baru ini tidak lagi
bergerak disekitar memecahakan problem, melainkan bergeser ke arah
menciptakan dan memanfaatkan peluang. Problem akan terus berdatangan silih
berganti. Problem tidak perlu dipecahkan tetapi harus diubah menjadi peluang.
Untuk itu, pelaku ekonomi harus berpikir dengan pendekatan ke depan, bukan
menengok kebelakang. Menurut Neo & Chen (2007) pendekatan berpikir ke depan
(thinking ahead) merupakan kapabilitas untuk mengidentifikasi perkembangan,
memahami implikasi perubahan sosial ekonomi dan menentukan investasi
kebijakan strategis maupun menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi
masyarakat untuk menciptakan peluang dan meminimalisasi ancaman.
Kedua, meningkatkan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi yang telah
dicanangkan sekitar 10 tahun yang lalu perlu dilaksanakan secara serius. Reformasi
birokrasi mesti diujudkan dalam bentuk: a)birokrasi semakin ramping, b)Birokrasi
semakin efektif dan efisien, dan, c)para birokrat diseluruh level semakin sejahtera.
Arah reformasi birokrasi mesti ditata ulang secara mendasar. Gagasan bahwa
pembamgunan pada masa persaingan bebas tidak perlu banyak memerlukan peran
pemerimtah atau peran pemerintah minimal mesti dikaji ulang. Sebab, integrasi
ekonomi membawa dua variabel penting yakni sesuatu yang bergerak dan sesuatu
yang statis. Dalam kaitan dengan investasi, sebagai salah satu kunci dalam
masyarakat ekonomi ASEAN, sangat tergantung pada dua konsep tersebut. Sistem
manajemen dan kemajuan teknologi akan menjadikan arus investasi semakin cepat
dalam debit arus yangt besar. Arus investasi ini merpakan faktor yang bergerak
dinamis. Sedangkan faktor yang statis tidak bergerak adalah perilaku birokrat yang
memberikan pelayanan agar arus investasi bisa bergerak cepat menuju arah
tertentu. Jadi betapapun manajemen dan teknologi maju, tetapi apabila perilaku
birokrat tidak tanggap, arus investasi tidak akan cepat lagi terarah. Dalam kaitan
dengan arus investasi ini, Indonesia tidaklah sebaik dan memiliki daya tarik seperti
Malaysia dan Thailand. Apalagi kebijakan mengundang investasi, pada era
sebelum Jokowi sangat tidak menarik. Sehingga banyak investor keluar dari
Indoensia. Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu industri sepatu olah raga di
Indonesia tutup, pindah ke negara lain.
-14-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
Ketiga, perlunya mematangkan konsep revolusi mental untuk kemudian
dipersiapkan implementasi dengan sungguh-sungguh, terencana dan konsisten
revolusi mental di kalangan warga bangsa, secara keseluruhan.Revolusi mental ini
semestinya dimotori oleh reformasi pendidikan yang menyeluruh, mendasar dan
dilaksanakan secara konsisten dan diiringi oleh tata nilai dan tradisi keluarga
kehidupan keluarga. Faktort konsistensi ini amat penting dalam reformasi
pendidikan karena proses pendidikan memerlukan waktu panjuang. Hasil reformasi
pendidikan tidak dapat segera dilihat dalam jangka pendek. Apabila tidak ada
konsistensi, akan terjadi kecenderungan ganti pejabat ganti kebijakan.Penguatan
tata nilai dan tradisi keluarga diperlukan untuk menata kembali bagaiman
kehidupan keluarga seharusnya.
Tradisi Pendidikan Indonesia
Perubahan menuju MEA sudah apsti akan menumbuhkan nilai-nilai dan
norma-norma baru dalam kehidupan masyarakat. Tata nilai baru tidak akan jauh
berbeda dengan tata nilai dan nmorma-norma yang selama ini disinyalir akan
muncul pada abad 21. Seperti, kejujuran, kebersamaan, kolaborasi, tanggung
jawab, kerja keras dan kemampuan berpikir kritis atau critical thinking. Untuik
menghadapi hal ini dunia barat telah mempersiapkan apa yang disebut education
for the twenty first century. Kurikulum 2013 sangat terp[engaruh dengan gagasan
ini. Menurut saya, kalau kita mengikuti gagasan ini mungkin saja bisa maju tetapi
tetap akan dengan posisi “peng-ekor” atau pak “turut”. Semestinya, kita
mengembangkan pendidikan guna memasuki MEA dengan sistem pendidikan
yang dikembangkan oleh para tokoh pendidikan kita seperti Ki Hadjar Dewantoro,
KHA Dahlan dan Tengku Syafii, serta pendidikkan sistem pesantren. Gaghasan
tokoh pendidkikan kita tidak kalah denagn gagasan tokoh pendidikan manca
negara, misalnya Roseau, Rabindath Tagore dan Joh Dewey. Bahkan memiliki
sistem pesantren memiliki kekuatan yang tidak dimiliki sistem pendidikan
kmodern Barat. Masalah yang ada, adalah kita tidak pernah mau menengok
gagasan pendidikan bansga sendiri.
Sejak awal berdirinya republik yang kita cintai bersama ini, para pendiri
bangsa telah “menegaskan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negera,
dan pemerintah berkuajiban menguasahakan dan menyelenggarakan suatu sistem
pengajaran nasional”. Hal itu termaktub dalam Undang Undang Dasar Republik
Indonesia Bab XIII pasal 31. Amanat Undang Undan Dasar 1945 telah dijabarkan
ke dalam berbagaiUndang-Undangsistempendidikan, terakhiradalahUndang-Udang
Sistem Pendidikan Nasional th 2003, yang menegaskan bahwa “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencanauntuk mewuwjudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dinya untuk
-15-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdaan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang dierlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”. Pada BAB II pasal 2 ditegaskan”Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.” Pada Bab III secara rinci telah dirumuskan prinsip penyelenggaraan
pendidikan, sebagai berikut:
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuanyang sistemik dengan
sistem terbuka dan multimakna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.
Berdasarkan kutipan dari Undang Undang Dasar Republik Indonesia dan
Sistem Pendidikan Nasional sudah amat gamblang kemana arah pendidikan
nasional Indonesia. Menuju hasil pendidikan yang utuh, manusia Indonesia yang
cerdas, beradab dan berguna bagi sesamanya. Artinya, keutuhan dari intelektual,
moral dsan sosial. Tapi bagaimana kenyataan hasil pendidikan kita? Selama ini
pendidikan Indonesia mempergunakan sistem pendidkan pinjaman dari Barat.
Akibatnya, hasil pendidikan jauh dari apa yang dirumuskan oleh founding fathers
bangsa Indonesia. Memasuki MEA, pendidikan mesti diperbaharui, kalau tidak
bangsa Indonesia akan terpinggirkan dalam persaingan terbuka dan global tersebut.
Sebab
menghadapi persaingan global dan terbuka, pendidikan Indonesia mesti
mampu menghasilkan manusia yang utuh sebagaimana disinggung di depan.
Untuk itu, sistem pendidikan Indonesia dikembalikan kedalam tubuh bangsa. Ini
tidak lain, pendidikan mesti berbasiskan Pancasila.
Dalam suatu seminar pendidikan di Bangkok yang diorganisir oleh
UNESCO, salah satu penyaji menyampaikan pernyataan “Alangkah bahagianya
-16-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
dunia pendidikan Indonesia memiliki Pancasila”. Pernyataan yang diucapkan
secara tulus dan rasional sebagai suatu bentuk pujian dan penghargaan atas
Pancasila sebagai dasar negara, yang secara otomatis juga dasar pendidikan
Indonesia.
Pendidikan yang berdasarkan Pancasila adalah: Ketuhanan Yang Maha Esa
memiliki makna bahwa pendidika bersifat Theo-centris, bukannya Anthropocentris. Dengan pendidikan bersifat Theo-centris kegiatan dalam pendidikan
merupakan rangkaian ibadah kepada Allah Yang Maha Esa. Ibadah mengandung
makna, ibadah langsung sebagai ritual ke agamaan kepadaNYA dan ibadah
kemanusian, berbuat baik kepada sesamanya. Dengan demikian tujuan pendidikan
bukanlah sekedar mempersiapkan pesertadidik dengan seperangkat pengetahuan
dan ketrampilan agar bisa bekerja memenuhi kebutuhan dunia ekonomi, melainkan
memiliki pengetahuan dan ketrampilan sehingga bermanfaat bagi diri dan orang
lain, sesama dan masyarakatnya. Pengetahuan dan ketrampilan saja tidak cukup,
tetapi setiap pesertadidik memerlukan spiritual, moral dan karakter untuk bisa
hidup bersama dan bekerjasama. Spiritual harus menjadi landasan pendidikan.
Pendidikan spiritual menamkan pengertian dan kesadaran untuk apa sekolah?
Harus bagaimana sekolah itu? Apa yang mau dicapai dengan sekolah?. Fondasi ini
akan mewarnai seluruh aktivitas pesertadidik dalam menjalani proses pendidikan.
Aktivitas yang tumbuh dari dorongan kesadaran diri sendiri, bukannya dipaksa
oleh kekuatan luar. Pendidikan spiritual ini yang tidak terkandung dalam
pendidikan nasional, karena pada hakekatnya nasional Indonesia “ber ruh” sekuler.
Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki makna bahwa
pendidikan mesti beridiologi humanist religious. Pendidikan yang memperlakukan
pesertadidik sebagai mahluk Tuhan yang paling sempurna, dengan segala martabat
dan kasih sayang. Seperti disampaikan oleh KH Dewantara bahwa pendidikan
yang bersifat mengancam dan menakut-nakuti dengan hukuman semata, tidak baik
bagi kehidupan dan perkembangan pesertadidik, tidak baik bagi kemanusiaan.
Ketiga, Persatuan Indonesia, dalam pendidikan memiliki arti
mengembangkan kebersamaan untuk bersama-sama maju. Kerjasama dalam
pendidikan perlu dikembangkan dan ditekankan kepada seluruh guru maupun
pesertadidik. Prinsip pemberian tugas kepada para pesertadidik, mendorong
setiap pesertadidik kerja keras, semua kerja keras dengan ciri “sama-sama
bekerja”, perlu diubah dengan tugas kepada para pesertadidik yang memiliki ciri
“bekerja sama”. Bekerjasama, kebersamaan dan gotong royong mesti
ditumbuhkembangkan di dunia pendidikan untuk mewujudkan ekselensi bagi
semua pesertadidik.
Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijakan/
permusyawaratan dalam dunia pendidikan diujudkan dalam bentuk kehidupan
sekolah yang demokratis. Kehidupan sekolah yang demokratis akan mengundang
-17-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
partisipasi aktif seluruh warga sekolah khususnya pesertadidik, yang dengan
partisipasi aktif ini akan melahirkan pesertadidik yang memahami tugas, peran dan
tanggung selaku warga sekolah dan warga masyarakat. Dalam sekolah yang
demokratis setiap warga memiliki hak dan tanggung jawab masing-masing. Setiap
warga sekolah, termasuk pesertadidik memiliki hak-hak yang setara. Keberadaan
sekolah yang demokratis merupakan kondisi multak yang dibutuhkan untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis. Sekolah yang demokratis ini
akan melahirkan interaksi antar individu sebagaimana interaksi dalam keluarga
besar. Interaksi yang berlandaskan saling memahami, saling menghormati dan
saling menyayangi.
Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, di dunia pendidikan
memiliki makna bahwa sekolah harus mewujudkan prestasi ekslensi. Prestasi
ekslens tersebut tidak hanya untuk atau dimiliki oleh segelintir pesertadidik,
melainkan untuk seluruh pesertadidik, apapun latar belakangnya. Keadilan sosial
dalam pendidikan menekankan terujudnya pendidikan yang ekselens, berkeadilan
dan berkesetaraan.
Sistem pendidikan yang berdasarkanPancasilaberawal dari suatu prinsip
bahwa setiap pesertadidik membawa kemampuan yang khas, yang berkaitan erat
dengan bakat, minat dan ketertarikan pada sesuatu hal tertentu. Pendidik, memiliki
tugas untuk membantu para pesertadidik mengembangkan bakat dan potensi secara
optimal. Pendidikan bertujuan mengembangkan anak secara utuh karena setiap
pesertadidik memiliki potensi multidimensi, mencakup intelektual, sosial,
emosional, pisik, aestetika dan spiritual. Keenam aspek tersebut akan menyatu
menjadi semangat kemanusiaan. Jadi pendidikan tidak sekedar mengembangkan
intelektual yang pada hakekatnya berintikan logika, semakin tinggi derajat
intelektual berartti semakin kuat logika yang dimiliki. Proses pendidikan tidak
berlangsung dalam ruang dan kondisi vakum, melainkan pendidikan berproses
dalam suatu lingkungan sosial. Lingkungan sosial ini akan mengembangkan
kemampuan pesertadidik untuk memberikan makna bersama atas apa yang yang
terjadi disekitarnya. Pemahaman akan makna bersama inilah yang akan
menciptakan kehidupan menjadi serasi dan harmonis. Disamping lingkungan
sosial, proses pendidikan juga melibatkan emosi pesertadidik dan juga emosi
pendidik. Kematangan emosional pesertadidik akan seiring sejalan dengan
kekuatan intelektual. Ketidak sesuaian perkembanagan intelektual dan emosional
pesertadidik menimbulkan ketimpangan dalam diri pesertadidik yang akan
berdampak pada kehidupan masyarakatnya. Proses pembelajaran juga erat
berkaitan dengan fisik pesertadidik. Kekuatan fisik yang dimiliki akan
mempengaruhi kemampuan intelektual. Proses pendidikan memerlukan kekuatan
fisik yang prima. Antara otak dan tubuh harus serasi. Aestetika atau keindahan
merupakan salah satu kunci dalam eksistensi kehidupan kemanusiaan, yang akan
-18-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
mewujudkan kehidupan yang bahagia. Pendidikan pada akhirnya akan
mengantarkan pesertadidik menuju kehidupan yang bahagia lahir dan bathin.
Pencapaian kehidupan yang bahagia lahir dan bathin, memerlukan kesadaran
untuk apa hidup dan bagaimana seharusnya hidup itu. Dalam kaitan dengan
pendidikan, pesertadidik harus memiliki pemahaman dan kesadaran untuk apa
belajar dan harus bagaimana belajar itu. Pemahaman dan kesadaran tersebut
merupakan inti dari spiritualitas. Pesertadidik yang memiliki kedalaman
spiritualitas akan melaksanakan proses pendidikan dengan baik dan benar yang
akan mengantarkan kearah keberhasilan. Sebaliknya tanpa spiritualitas, proses
pembelajaran akan menjadi hampa, karena tanpa arah dan tujuan yang disadari
sepenuhnya. Puncak dari spiritualitas dan merupakan kesatuan dari enam aspek
pesertadidik akan terujud dalam bentuk semangat kemanusiaan. Menjadi seseorang
yang senantiasa bisa bermanfaat bagi manusia lain.
Kehidupan pesertadidik dalam proses pendidikan dapat dianalisis
berdasarkan kesatuan pengetahuan dari ilmu psikologi, filsafat dan agama, yang
akan terujud pada kemampuan dan kapasitas pesertadidik yang mencakup
kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan, keindahan cinta kasih dan kemauan
atau nafsu. Kesemuanya itu akan terujud dalam, tiga aspek kehidupan: tubuh,
pikiran dan jiwa.
Dengan kata lain, hakekat hidup manusia itu memiliki tiga dimensi: tubuh,
pikiran dan jiwa. Tubuh merupakan cermin semua mahluk hidup. Apapun mahluk
hidup pasti memiliki tubuh, dan semua tubuh memiliki kesamaan. Jadi antara
binatang dan manusia, berdasarkan perspektif tubuh adalah sama. Pikiran juga
dimiliki oleh sebagian mahluk hidup, tidak hanya manusia. Hanya apabila dilihat
dari potensi keberadaan pikiran, manusia menempati derajat paling tinggi, baik
dalam arti kondisi maupun dalam potensi untuk berkembang. Sedangkan jiwa
hanya dimiliki oleh mahluk manusia. Oleh karena itu, jiwalah yang akan bisa
membedakan hakekat manusia dengan mahluk bukan manusia. Pendidikan harus
menyentuh dan mengembangkan ketiga aspek manusia tersebut secara serasi dan
harmonis. Pendidikan yang bisa mengembangkan secara serasi dan harmonis
ketiga dimensi kehidupan: tubuh, pikiran dan jiwa, akan bisa mengembangkan
secara optimal potensi yang dimiliki manusia: pengetahuan, cintakasih dan
kemauan atau nafsu.
Dalam konteks proses pendidikan, sekali lagi, ketiga dimensi tersebut bisa
diujudkan dalam tubuh, otak dan hati. Setiap manusia memilikii tiga aspek
tersebut. Pendidikan harus mengembangkan ketiga aspek yang dimiliki oleh
pesertadidik. Kesatuan dari tiga aspek kalau berhasil dikembangkan secara serasi
dan harmonis akan melahirkan manusia yang utuh, manusia yang memiliki
semangat kenusiaan.
-19-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
Tumbuhnya semangat kemanusiaan akan mendorong sosok tubuh yang
prima yang setiap saat bisa berkontribusi bagi kehidupan bersama umat manusia.
Tumbuhnya semangat kemanusiaan akan mendorong otak untuk menghasilkan
kerja yang lebih otentik, mandiri, visioner dan ketajaman intuisi. Hasilnya, akan
lahir pesertadidik yang memiliki kekuatan berpikir, kelenturan tubuh dan
keindahan kepribadian.
Dengan demikian, apabila membicarakan sistem dan praktik pendidikan
Pancasila, berarti memandang pendidikan sebagai suatu proses pembudayaan
pesertadidik yang bersifat multilevel. Proses pembudayaan multilevel ini akan
berlangsung dengan baik manakala terdapat kebersamaan diantara pendidik dan
pesertadidik, sebagai seseorang yang tengah melakukan pembelajaran
Proses pembudayaan yang memiliki multilevel memerlukan pemahaman
dan makna baik di kalangan pesertadidik maupun di kalangan pendidik. Proses
pembudayaan harus difahami dan dimaknai sebagai yang memiliki tujuan untuk
mengembangkan otak yang cerdas, tubuh yang sehat, pribadi yang memiliki
keinginantahuan dengan belajar apapun yang diinginkan dengan berbagai konteks
yang ada. Dengan memperkenalkan para pesertadidik dengan cara pandang yang
holistic atau utuh atas alam seisinya, kehidupan yang ada dan kebutuhan umat
manusia, akan memungkinkan pesertadidik
menangkap, memahami dan
memaknai berbagai konteks yang mempengaruhi kehidupan dan memberikan
makna atas kehidupaan itu.
Pembelajaran dalam sistem pendidikan Pancasila memiliki asumsi bahwa
setiap didik pesertadidik memiliki potensi untuk berkembang memperkuat
kemampuan intelektual, kreativitas dan berpikir sistemik. Proses pembelajaran
diorganisir dengan titik pusat lingkungan kehidupan pesertadidik itu sendiri.
Lingkungan yang ada harus dikaitkan dengan proses pembelajaran. Pembelajaran
dalam sistem pendidikan Pancasila senantiasa akan mengembangkan hubungan
diantara pesertadidik
dan antara pesertadidik dengan lingkunganya, yang
bertujuan memberdayakan pesertadidik untuk mampu hidup dan menjalani
kehidupan masa kini, dan merencanakan kehidupan di masa depan. Dengan kata
lain, sekali lagi, pendidikan Pancasila menekankan pada perkembangan
keseluruhan potensi diri pesertadidik yang mencakup: intellectual, emotional,
sosial, pisik, artistik, kreativitas dan spiritual, yang mungkin terujud manakala
proses pembelajaran bisa melibatkan pesertadidik secara dinamis, mendorong
partisipasi baik secara individu maupun berkolaborasi. Pembelajaran dalamk
sistem Pendidikan Pancasila tersebut memerlukan keterbukaan pikiran, hati dan
spiritual.
Praktik pembelajaran dalam sistem pendidikan Pancasila senantiasa
berpusar sekitar keterkaitan, keutuhan, dan aktualisasi. Keterkaitan merupakan
suatu prinsip bahwa kehidupan itu memiliki karakteristik yang terangkai dalam
-20-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
sebab akibat. Suatu hasil pasti ada penyebabnya. Dan setiap penyebab bisa
direkayasa untuk mempengaruhi hasil tertentu. Sebab akibat tidak mesti hasil
rekanan manusia, melainkan ada sebab akibat yang terkait dengan alam sekitarnya.
Prinsip ini sudah lama muncul dalam berbagai teori ilmu alam.
Praktik pembelajaran dalam sistem Pancasila, mencakup antara lain
mencakup: Interdependence, Interrelationship, Participatory, dan Non-linearity.
Interdependence memiliki arti bahwa setiap bagian memiliki keterkaiatan dengan
dengan fungsi bagian yang lain, sehingga membentuk suatu sistem yang utuh dan
menyeluruh. Interrelationship memiliki arti sistem yang ada merupakan suatu
jejaring yang kompleks, dan terjadi hubungan diantara berbagai bagian dalam
sistem dan hubungan dengan sistem eksternal. Participatory memiliki arti bahwa
siapapun yang terlibat dalam pembelajaran akan memiliki hubungan yang amat
dekat lingkungan pembelajaran yang ada. Non-linearity memiliki arti sistem
pembelajaran holistik bersifat terbuka, dengan pola interaksi yang kompleks,
terdapat sistem umpan balik yang dinamis, muncul; sistem yang mengorganisir diri
sendiri secara otomatis, dan sifat hubungan tidak linier langsung melainkan bersifat
dialetik .
Akhirnya, perlu ditekankan bahwa sistem Pendidikan Pancasila memiliki
karakteristik antara lain: a) memberikan kesempatan bagi pesertadidik untuk
berkembang secara utuh, b) keterpaduan antara ilmu umum dan ilmu agama, c)
keterpaduan proses formal, non formal dan keluarga, d) keterpaduan antara teori,
praktik dan apa yang ada masyarakat, e) menekankan pengembangan secara
optimal dalam diri individu dan kelompok, f) menekankan proses pembelajaran
yang dinamis dengan perilaku partisipatif dari semua pesertadidik, dan, g)
menekankan proses pembelajaran berorientasi pada output.
Penutup
Masyarakat Ekonomi Asean yang merupakan integrasi ekonomi kawasan
ASEAN akan mulai berjalan pada akhir tahun 2015 ini. Sudah barang tentu
kebijakan tersebut membawa berkah dan ancaman. Bagamana wujud dampak
tersebut akan sangat tergantung pada apa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa di
kawasan ASEAN termasuk Indonesia. Apa yang dilakukan bangsa Indonesia akan
menentukan wujud dampak: Berkah atau Bencana.
Sudah barang tentu, perubahan mesti dilakukann khususnya di kalangan
pelaku bisnis. Bisniss as usual mesti ditinggalkan, berubah menjadi bisnis pada era
MEA memerlukan kecerdikan dan ketangkasan khusus. Disamping itu sudah
barang tentu peran pemerintah mesti ditingkatkan bukan diminimalkan.
Khususnya, peran birokrasi perlu untuk direformasi sehingga bisa menopang dan
mendorong para pelaku ekonomi, khususnya dengan mengurangi berbagai
-21-
SEMINAR NASIONAL
“Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmuilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015”
Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia
Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015
hambatan yang berupa aturan yang pada hakekatnya memperpanjang rantai alur
yang mesti dilalui. Alur dan rantai panjang ini memiliki dampak finansial yang
menyebabkan produksi memiliki beaya tinggi. Demikian pula, keberhasilan
pemberantasan korupsi akan semakin memperlancar dan meringankan proses
produksi, sehingga mampu hidup dalam kehidupan yang sangat kompetitif ini.
DAFTAR PUSTAKA
Association of Southeast ASIAN Nations (2008). Asean economic community
blueprint. Jakarta: Asean Secretariat.
Bruner, J. (1996) The Culture of Education. Cambridge, Mass.: Harvard University
Press. 224 + xvi pages.
Fernandez, R. A. (2014, Januari). YEARENDER: Asean Economic Community to
play major role in SEA food security.
Muhammad Prayoga Permana (2013) Masyarakat Ekonomi ASEAN. ASEAN
Studies Center Universitas Gadjah Mada
Nava, Ramon, Gallegos (2003) Conscious Evolution throughHolistic Education.
An Integrated Model of Holistic Education. A Paper.
Neo , Boon Siong and chen, Geraldine (2007) Dynamic governance
Embedding Culture, Capabilities and Change in Singapore. Singapore: World
Scientific
Plummer, M, G., &Yue, C, S. (2009). Realizing the ASEAN Economic
Community: A Comprehensive Assessment. Singapore: Institute of
Southeast Asian Studies.
Rhenald Kasali (2013)
Masyarakat ekonomi asean dan ketakutan.
@Rhenald_Kasali
Santoso, W. et.al (2008). Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012: Integrasi
ekonomi ASEAN dan prospek perekonomian nasional. Jakarta: Biro Riset
Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Sri-Edi Swasono (2012) “Budaya Pancasila: Doktrin kebangsaan dan doktrin
kerakyatan dalam perspektif ekonomi dan kesejahteraan social”, dalam
Kebudayaan mendesain masa depan, diedit oleh Sri-Edi Swasono dan
Sudartomo Macaryus. Yogyakarta: UST-Press.
Sultan Hameng Buwono X (2012) “Menggagas renaisans pendidikan berbasis
budaya” dalam Kebudayaan mendesain masa depan, diedit oleh Sri-Edi
Swasono dan Sudartomo Macaryus. Yogyakarta: UST-Press.
Source : https://www.flickr.com/photos/131579772@N08/17286948555
-22-
Download