Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 MENGANTISIPASI KEGAGALAN ISLAMISASI SAINS DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM Mukani1 Abstrak Masyarakat modern berhasil mengembangkan sains dan teknologi canggih untuk mengatasi masalah kehidupan. Namun, hal itu juga tidak mampu menumbuhkan akhlaq al-karimah. Tulisan ini mencarikan solusi untuk mengatasi tragedi masyarakat modern yang dimaksud dengan memfokuskan kajian kepada upaya mengintegrasikan sains dengan agama, melalui konsep Islamisasi sains, yang lahir karena adanya konsep dikotomis antara agama dan sains yang dikembangkan Barat dan budaya masyarakat modern. Pengembangan sains dalam Islam tidak hanya meyakini kebenaran panca indera, logik dan etik insani, tetapi juga mengakui dan meyakini kebenaran transendental (Ilahiyyah). Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi Islam dalam memandang sains adalah integral dengan etika dan moral. Islam tidak menerima sekulerisasi ilmu dari nilai atau sains dari kebajikan (wisdom). Cara yang digunakan untuk mengoperasionalkan konsep-konsep normatif menjadi obyektif dan empiris adalah sintetic dan pendekatan analitic. Sedangkan model Islamisasi saisn yang bisa dikembangkan dalam menatap era globalisasi adalah model Purifikasi, model Modernisasi Islam dan model Neo-Modernis. Islamisasi sains ini hanya mungkin terlaksana dengan baik jika tersedia sarana atau wadah bersifat permanen dalam bentuk lembaga pendidikan Islam, khususnya pada jenjang perguruan tinggi. Kata kunci : Islamisasi sains, modern, Barat, Islam 1 Penulis adalah alumni Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya (2005), Dosen STIT Urwatul Wutsqo Bulurejo Jombang dan STAI Darussalam Krempyang Nganjuk. 21 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 Pendahuluan Kehidupan Tantangan berat yang dihadapi membawa manusia modern, termasuk masyarakat banyak muslim, hidupnya. adalah adanya pengaruh modern kebahagiaan kepada juga yang manusia dalam Kesulitan-kesulitan bahaya-bahaya kehidupan. Kondisi ini tidak pernah menghambat perhubungan, sekarang dibayangkan moyang tidak menjadi soal lagi. Kemajuan sebelumnya. Tidak terkecuali dalam industri telah dapat menghasilkan alat- dunia alat ilmu pengetahuan. Banyak yang yang dan budaya Barat dalam semua sendi nenek alamiah lebih memudahkan dulu hidup, sekarang ditemui para ilmuwan yang memberikan kesenangan dalam hidup, berusaha untuk sehingga kebutuhan-kebutuhan jasmani dan tidak sukar lagi untuk dipenuhi. Akan sekuat “membaratkan” bangsanya tenaga masyarakat sendiri. berpredikat Ilmuwan muslim pun yang tetapi, suatu tidak menyedihkan kenyataan adalah yang bahwa ketinggalan mengikuti jejak ini. Dalam kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, pemakaian ilmiah, hidup semakin sulit dan kesukaran- sebagai studi kasus, peristilahan dari kesukaran material berganti dengan Barat untuk kesukaran mental. Beban jiwa semakin Islam, berat, kegelisahan, ketegangan dan sebaliknya istilah yang sebenarnya tekanan perasaan lebih sering terasa khas dan konsep-konsep dicocok-cocokkan melambangkan Islam ajaran “dipaksa” untuk lebih menekan sehingga menyesuaikan diri dengan pemahaman mengurangi kebahagiaan.3 Kondisi ini dan istilah dalam dunia Barat. Sebagai mengakibatkan adanya kecenderungan konsekuensi logis, masyarakat Islam untuk menyisihkan seluruh nilai dan sendiri secara keseluruhan semakin norma yang berdasarkan agama dalam jauh dari “bahasa” agamanya sendiri.2 memandang kenyataan kehidupan. Manusia modern yang mewarisi sikap 2 positivistik Imam Bawani, Segi-segi Pendidikan ini cenderung menolak Islam (Surabaya : Al-Ikhlas, 1987), 218-221. Bandingkan dengan Hasan Basri, Kapita 3 Abuddin Nata, Kapita Selekta Selekta Pendidikan Islam (Bandung : Pustaka Pendidikan Islam (Bandung : Angkasa, 2003), Setia, 2012), 182-183. 125-126. 22 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 keterkaitan antara substansi jasmani dan tujuan hidup manusia, termasuk dan substansi rohani manusia. Mereka, apa yang baik dan yang buruk bagi dalam batas tertentu, juga menolak manusia modern itu sendiri. Patokan- keberadaan Manusia patokan tentang moralitas, makna dan batas, tujuan hidup manusia itu ternyata modern hari kiamat. terasing tanpa kehilangan orientasi hidup, sebagai berakar pada agama.5 konsekuensinya lahir trauma kejiwaan Pada sisi lain, ilmu pengetahuan dan ketidakstabilan hidup.4 dan kecanggihan teknologi tersebut Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu ternyata juga tidak mampu pengetahuan menumbuhkan moralitas yang mulia dan teknologi canggih untuk mengatasi (akhlaq al-karimah). Dunia modern berbagai saat ini, termasuk di Indonesia, ditandai masalah kehidupannya. dan dengan berbagai kemerosotan akhlaq pengembangan ilmu pengetahuan ini yang benar-benar berada pada taraf pada berhadapan mengkhawatirkan. Kejujuran, keadilan, dengan pertanyaan pokok tentang jalan kebenaran, tolong menolong dan kasih yang sayang Kecanggihan masa harus teknologi sekarang ditempuh selanjutnya. sudah tertutup oleh Berbagai pertanyaan itu sebenarnya penyelewengan, penindasan, penipuan, berkisar masalah saling menjegal, saling menjatuhkan dalam dan saling merugikan. Di sana sini teknologi, sudah biasa terjadi adu domba, fitnah, terutama jalannya ilmu dan teknologi menjilat, mengambil hak orang lain yang sesuka hati dan perbuatan-perbuatan pada ketidakmampuan mengendalikan ilmu sudah dikendalikan manusia dan tidak manusia. dapat lagi Pertanyaan- biadab lainnya.6 pertanyaan itu, sampai kapan pun, Gejala-gejala kemerosotan moral tidak akan mampu dijawab dengan baik tersebut dewasa ini tidak saja menimpa tanpa patokan- kalangan dewasa, melainkan juga telah patokan mengenai moralitas, makna menimpa kalangan pelajar tunas-tunas menoleh kepada Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam 5 (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), 308- 6 4 Ibid, 310. Abuddin Nata, Pendidikan Islam, 126. 309. 23 Kapita Selekta Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 bangsa. Orang mereka yang bidang agama tua, pendidik berkecimpung dan sosial dan Islamisasi Sains dalam Istilah Islamisasi sains (ilmu) banyak muncul sebagai sebuah respon mengeluhkan perilaku sebagian pelajar terhadap krisis manusia modern yang yang berperilaku nakal, keras kepala, disebabkan karena pendidikan Barat mabuk-mabukan, pesta bertumpu pada suatu world view yang narkoba, bergaya hidup hippies di bersifat materialistis dan relativistis, Eropa, Amerika menganggap bahwa pendidikan bukan Tragedi tersebut tawuran, dan sebagainya. oleh untuk membuat manusia semakin bijak, kini yaitu mengenali dan mengakui posisi mempengaruhi cara berpikir manusia masing-masing dalam tertib realitas, modern. tetapi memandang realitas sebagai beberapa disebabkan faktor Menurut yang Zakiah Daradjat, faktor-faktor tersebut adalah kebutuhan sesuatu yang bermakna hidup yang semakin meningkat, rasa material bagi manusia. Oleh karena itu, individualis dan egoistis, persaingan hubungan dalam hidup, keadaan yang tidak stabil realitas dan terlepasnya sains dari agama.7 harmonis. manusia bersifat Ini secara dengan tertib eksploitatif, bukan adalah salah satu Sejalan dengan permasalahan di penyebab penting kemunculan krisis atas, tulisan ini akan mencarikan solusi masyarakat modern. Islamisasi ilmu untuk mengatasi tragedi masyarakat mencoba modern tersebut. yang dimaksud dengan memfokuskan kajian kepada upaya mengintegrasikan ilmu mencari akar-akar krisis Kelahiran gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan juga disebabkan adanya konsep dengan agama, melalui konsep yang dikotomis antara agama dan ilmu terkenal dengan istilah Islamisasi ilmu. pengetahuan yang dikembangkan Barat dan budaya masyarakat modern. Masyarakat Barat lebih memandang sifat, metode, struktur sains dan agama 7 Zakiah Daradjat, Peranan jauh berbeda. Agama diasumsikan atau Agama melihat suatu permasalahan dari segi dalam Kesehatan Mental (Jakarta : Gunung normatif, Agung, 1979), 10. 24 sedangkan sains Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 meneropongnya Agama dari melihat solusinya segi obyektif. problematika melalui petunjuk kegiatan ini kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Crisis in dan Muslim Education.9 Tuhan, sedangkan sains melalui eksperimen Syed Muhammad Naquib al-Attas dan rasio manusia. Karena ajaran menyatakan bahwa tantangan terbesar agama diyakini sebagai petunjuk dari yang secara diam-diam dihadapi oleh Tuhan, dinilai umat Islam pada jaman ini adalah mutlak, sedangkan kebenaran sains tantangan pengetahuan, bukan dalam bersifat masih relatif. Agama banyak bentuk kebodohan, tetapi berbentuk berbicara yang gaib, sedangkan sains pengetahuan yang dipahamkan dan hanya membahas mengenai hal yang disebarkan ke seluruh empiris.8 peradaban Barat. Menurut Ismail Raji maka Gagasan kebenarannya Islamisasi ilmu dunia oleh ini al-Faruqi bahwa sistem pendidikan pertama kali muncul dalam dunia Islam telah dicetak di dalam sebuah pendidikan Islam sejak tiga dasawarsa karikatur Barat, sehingga dipandang yang lalu, tepatnya pada saat digelar sebagai penderitaan yang dialami umat World Conference on Muslim Education (inti malaise). di Mekkah tanggal 31 Maret sampai Muhammad Abduh di Mesir dan dengan 8 April 1977. Kegiatan yang Ahmad Khan di India, sebagai dua diprakarsai dan dilaksanakan oleh King reformasi Abdulaziz ini negaranya masing-masing, sebenarnya membahas 150 makalah dari para ahli sudah sejak awal telah menyadari pendidikan dunia Islam dari 40 negara. terhadap Konferensi peradaban University ini Jeddah merumuskan rekomendasi untuk pembenahan dan penyempurnaan sistem pendidikan tantangan Barat Islam dan itu. di bahaya Meskipun demikian, keduanya telah keliru dalam pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh umat 9 Baca Sajjad Husain dan Ali Ashraf, Islam di seluruh dunia. Hasil dari Crisis ini Muslim Education (Jeddah : King pembahasan dan rekomendasi dari Abdulaziz University, 1979). Baca juga saduran buku ini pada Mukani, Pergulatan Poedjawiatna, Tahu dan Pengetahuan Ideologis Pendidikan Islam (Malang : Madani, 8 (Jakarta : Bina Aksara, 1983), 62-73. 2011). 25 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 memilih pendekatan untuk menghadapi unsur Islam yang esensial dan konsep- tantangan konsep kunci, sehingga menghasilkan tersebut. Keduanya berusaha mendudukkan sistem suatu pendidikan Islam sistem pengetahuan inti itu.11 Akhir-akhir ini pendidikan Barat jalan telah muncul pendidikan lain, yaitu mencangkokkan kedua sistem yang dengan jalan merumuskan landasan mengandung landasan yang berbeda, filsafat sehingga justeru menciptakan dikotomi- melangkah pada Islamisasi ilmu. dengan melalui komposisi ilmu yang yang merangkum Islami sebelum dikotomi, baik dalam sistem pendidikan Pada Islam maupun sistem pengetahuan.10 pengembangan Model seperti ini nampaknya masih Islamisasi sains. Tulisan berikut ini berlaku dan merata di kalangan umat mencoba untuk mengkaji kandungan Islam hingga saat ini. pengertian istilah dimaksud dengan Bagi al-Faruqi, pendekatan yang digunakan adalah dengan harapan jalan konteks ilmu dikenal dapat pemahaman bahasa, istilah memperoleh secara memadai. menuangkan kembali seluruh khazanah Sebelumnya, hampir satu dekade yang pengetahuan Barat dalam kerangka lalu, Islam yang dalam praktiknya “tidak mengintrodusir sebuah konsep yang lebih” dari usaha penulisan kembali diistilahkan dengan Islam For Scientific buku-buku teks dalam berbagai disiplin Purposes (ISP). Feisal mendefinisikan ilmu dengan wawasan ajaran Islam. bahwa Sedangkan adalah merupakan hasil dari asumsi dan pertama-tama tubuh pendekatan baru yang memandang Barat harus agama (Islam) sebagai sebuah sistem dibersihkan dulu dari unsur-unsur yang nilai dan norma yang memiliki kekuatan asing bagi ajaran Islam, kemudian kreatif, atau setidaknya mempunyai merumuskan dan memadukan unsur- pengaruh terhadap kerja sistem budaya dengan bagi jalan pengetahuan al-Attas itu Jusuf Amir metode Feisal dan pernah teknik ISP dan peradaban tertentu dalam bingkai 10 Tentang dikotomi-dikotomi pengabdian sistem pendidikan maupun sistem pengetahuan, baca Mukani, Pergulatan Ideologis Pendidikan Islam, 11 kepada Tuhan dalam Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam (Jakarta : RajaGrafindo, 2006), 37-39. 45-108. 26 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 pengertian yang luas, secara individu mereka maupun sosial. ISP tersebut pada tanggung gilirannya menurunkan pengetahuan atau ilmu dan teknologi beberapa tujuan, konsekuensi yaitu (1) untuk yang kepada jawab Tuhan sebagai individual, memungkinkan (2) optimalisasi memahami kebenaran Islam melalui kemampuan individu sebagai pribadi alat berupa ilmu pengetahuan, (2) yang kompeten atau fi ahsan al-takwin, untuk ilmu (3) dari teknologi yang membantu penemuan, memformulasikan pengetahuan inferensi sebagai rasional produk dan pengalaman pengetahuan pengembangan, atau dan ilmu dan pemeliharaan yang relevan atau bersandar kepada lingkungan alam dan sosial sebagai nilai-nilai dan sistem norma Islami, (3) sebuah ilmu terapan baru.13 untuk mengarahkan pandangan Berbeda dengan Feisal di atas, terhadap rumusan ilmu pengetahuan Perves Hoodbhoy, seorang fisikawan empirik sebagai kebenaran hipotetik terkenal dari Universitas Quad-i-azam atau memulai Pakistan, justeru mengemukakan kritik perumusan dan pembuktian konsep- sehubungan dengan pemaknaan istilah konsep ilmiah yang berlandaskan pada sains Islami. Menurut Hoodbhoy, sains nilai dan sistem norma Islami.12 Islami yang belakangan muncul pada relatif, (4) untuk Feisal kemudian juga mencoba mengkatagorisasikan dirujuk oleh hal-hal istilah hakikatnya tidak lebih sebagai sebentuk yang reaksi atas perkembangan sains ilmu-ilmu modern di Barat. Berbeda dari sains pengetahuan Islami ke dalam tiga Islami yang dikembangkan oleh ulama’ kelompok, yaitu (1) pengetahuan atau Islam pada masa keemasan dahulu, ilmu dan teknologi yang memungkinkan sains Islami baru hanya mencoba individu untuk menunaikan peribadatan menegaskan kembali apa yang telah diketahui 12 Jusuf A. Feisal, “Islam, a dan bukan menyelidiki sesuatu yang belum diketahui. Tidak Man of ada prinsip-prinsip baru keilmuan yang Knowledge, Science and Technology,” (Paper, hendak dicari atau melangkah untuk Resources for Inovative Devolopment th the 6 Internasional Seminar on Miracles of alQur’an and al-Sunnah on secience and Technology, Bandung, 1994), 6. 13 Ibid, 7. 27 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 merancang percobaan dan pengujian. menjadi cambuk yang menyadarkan Menurutnya, seandainya Ibnu Sina, para ulama dan ilmuwan muslim bahwa Umar Khayyam, Ibnu al-Haitam dan dalam konteks pengembangan ilmu lainnya masih hidup, mereka pasti akan sudah seharusnya tidak hanya berkutat sangat mencari malu melihat apa yang dalil-dalil yang mencoba sekarang ini disebut sebagai sains menjustifikasi hasil-hasil temuan sains Islami.14 modern, yang notabene buah keringat Lebih lanjut Hoodbhoy para ilmuan dari non-muslim, bukti-bukti sebagai mengatakan bahwa sains Islami baru bagian yang ada saat ini tumbuh dipelopori Islam. Karena sikap demikian memang oleh para ulama ortodoks dengan kental berkolaborasi bersama para penguasa kreatif dan seperti tamparan Hoodbhoy yang mengatasnamakan Islam. Sains : reaksioner. Maka dari itu, ke depan, Islami baru menjadi tempat berlindung upaya dari tantangan untuk melakukan sains pengetahuan dalam perspekif Islam, yang rumit dan sulit. Jadi, sains baru atau hampir tidak ada hubungannya dengan proyek kebangkitan kembali agama (Islam). semestinya untuk Sains itu tidak lebih permainan istilah eksplorasi pesan-pesan secara tidak jujur oleh sekolompok maupun hadits melalui praktek-praktek orang terdidik dari kelas menengah penelitian ilmiah yang progresif dan yang berharap keuntungan dan promosi substansional. bernuansa kebenaran apologetik, pengembangan yang akrab Islamisasi tidak ilmu dikenal sebagai ilmu, sudah melangkah pada al-Qur’an diri dari perkenan para penguasa yang ada.15 Metodologi Pesan konstruktif dari analisis Pengembangan Sains Islami Hoodbhoy di atas tampaknya patut Pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam tidak hanya Perves Hoodbhoy, Ikhtiar Menegakkan meyakini kebenaran panca indera, logik Rasionalitas : Antara Sains dan Ortodoksi dan etik insani, tetapi juga mengakui 14 Islam, terj. Sari Meutia (Bandung : Mizan, dan meyakini kebenaran transendental 1996), 249-250. (Ilahiyyah). 15 Ibid, 251. 28 Oleh karena itu, Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 perkembangan ilmu pengetahun dan meniru teknologi dalam Islam tidak bersifat menolak value-free, tetapi value-bond, dalam Jadi, arti tetap berada dalam frame of work manusia yang merupakan realisasi dari misi seluruh kekhalifahan manusia dan pengabdian sebelumnya. Artinya, manusia tidak kepada Tuhan.16 Atas dasar itu, ilmu membangun peradaban dari sebuah tidak hanya mengajarkan yang ada vacum, (existence), yang dalam hal ini dapat sebelumnya, neutral, disebut membabi-buta secara perlu mentah-mentah.17 terus mewarisi disadari bahwa tradisi sejarah peradaban tidak dan kelompok ada sama sebagaimana sekali tulisan juga Kuntowijoyo bahwa semua peradaban mengajarkan yang akan ada (will dan semua agama mengalami proses exist), mempergunakan meminjam serta memberi pengaruh hakikat alam semesta dan hukum- dalam interaksi mereka satu sama lain hukumnya atau temuan-temuan ilmu sepanjang sejarah. Karenanya, hampir pengetahuan tidak bagaimana mengarahkannya tetapi secara serta ke bagaimana arah tertentu. mungkin manusia bersikap eksklusif, sebab hal itu adalah sikap Dalam konteks ini, ada dua pilihan, yang yaitu pilihan Ilahiyyah atau pilihan Bagaimanapun Islam adalah sebuah manusiawi. paradigma yang merupakan mata Di sini tampaknya perlu untuk tidak bersikap dikotomis pengaruh-pengaruh Barat terhadap ahistoris dan tidak realistis. terbuka. rantai Islam peradaban dunia.18 dalam Islamisasi sains sebenarnya ditunjukkan sejarah Islamisasi ilmu, meskipun harus terus sudah berupaya mendekati cita-cita Islam pengembangan ilmu pengetahuan pada yang otentik. Garaudy menyarankan periode klasik dalam khazanah umat Islam untuk bersikap selektif, kritis dan kreatif dalam memandang 17 Roger Garaudy, “The Balance Sheet of sains modern agar tidak terjebak ke Western Philosophy in this Century,” dalam dalam dua kesalahan besar, yaitu Toward Islamization of Disciplines (Virginia : 16 IIIT, 1995), 3897-406. Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan 18 Kuntowijoyo, Islam, 49-50. Paradigma (Bandung : Mizan, 1998), 290. 29 Islam Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 intelektual Islam. Kata ulama, sebagai yang tidak hanya meyakini keberadaan studi kasus, tidak hanya dimaknai Tuhan dalam hati, mengucapkannya sebagai orang yang ‘alim dalam bidang dengan lisan dan mengamalkannya ilmu keagamaan, tetapi juga merujuk lewat tingkah laku, namun teologi yang kepada memiliki menyangkut aktivitas mental berupa pengetahuan yang bersifat integrated, kesadaran manusia yang paling dalam yaitu bahwa ilmu pengetahuan umum perihal yang dikembangkan tidak terlepas dari Tuhan, lingkungan dan sesamanya. ilmu agama atau tidak terlepas dari Dalam bahasa berbeda, tauhid yang nilai-nilai Islam. Sebagai contoh, Ibnu dimaksud di sini adalah teologi yang Sina misalnya, selain ahli filsafat, memunculkan musik, psikologi dan kedokteran, juga suatu matra yang paling dalam diri ahli ilmu keislaman seperti tasawuf, manusia yang memformat pandangan yang termanifestasi dalam kitab al- dunianya, kemudian menurunkan pola Irsyad wal Tanbihat. Demikian pula sikap dengan ahli dengan world view itu, karena itu matematika dan kedokteran, juga ahli teologi pada ujungnya akan memiliki dalam hukum Islam, yang ini bisa implikasi dilihat dari kitabnya berjudul Bidayatul sekaligus antropologis.20 orang Ibnu Mujtahid. yang Rusyd, selain dan manusia kesadaran, tindakan yang dengan sebagai yang sangat selaras sosiologis, demikian, Berdasarkan pandangan teologi pengembangan sains Islam saat itu yang demikian itu, maka alam raya, tidak mengenal dikotomi antara ilmu manusia, agama dengan ilmu umum.19 merupakan satu kesatuan yang saling Konsep Dengan hubungan Islam dan Tuhan tentang berhubungan dan terikat dengan hukum pengembangan ilmu yang demikian itu alam atau natural law, yang dalam didasarkan kepada beberapa prinsip. pandangan Pertama adalah fakta bahwa ilmu sunnatullah. Dengan prinsip teologi dalam seperti Islam ajaran masyarakat dikembangkan dalam kerangka tauhid, yaitu sebuah teologi 19 Abuddin Nata, Kapita Islam ini, maka disebut seluruh dengan ilmu Syamsul Arifin dkk, Spiritualitas Islam 20 Selekta dan Peradaban Masa Depan (Yogyakarta : SI Pendidikan Islam, 130-131. Press, 1996), 21. 30 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 pengetahuan, baik ilmu yang dasar sekarang. Dengan cara demikian, ilmu kajiannya alam (science) maupun ilmu pengetahuan tidak akan digunakan yang untuk dasar masyarakat hakikatnya kajiannya dan adalah manusia, tujuan-tujuan wahyu, pada membahayakan ayat-ayat Allah. manusia Bentuk dan macam ilmu itu berbeda- serta Ketiga prinsip tauhid ini, maka seseorang akan pengembangan sampai harus Tuhan dengan menggunakan ilmu-ilmu tersebut. mendorong manusia merugikan lainnya yang adalah reorientasi ilmu dimulai pengetahuan dengan suatu pemahaman yang segar dan kritis atas Kedua adalah ajaran dalam Islam yang dan bertentangan dengan kehendak Tuhan. beda, tetapi hakikatnya satu. Dengan kepada yang epistemologi Islam klasik dan suatu untuk rumusan kontemporer tentang konsep mengembangkan pengetahuan dalam ilmu. rangka beribadah dalam rangka struktur fisik luarnya dan kepada-Nya. Hal ini penting ditegaskan infrastruktur dari gagasan epistemologi karena untuk Islam yang abadi harus dipulihkan mempelajari fenomena alam dan sosial dalam keseluruhannya. Dalam kaitan yang ini, maka pengembangan ilmu dalam bertakwa dorongan tampak dan al-Qur’an kurang diperhatikan, Perubahan harus sebagai akibat dari perhatian dakwah bentuk Islam yang semula lebih tertuju untuk menghilangkan memperoleh keselamatan di akhirat. yang abadi, yaitu sebagai alat untuk Hal ini harus diimbangi dengan perintah menyaksikan kebesaran Tuhan. Keempat mengabdi kepada Tuhan dalam arti yang lebih mengembangkan Motivasi luas, ilmu pengembangan termasuk bahwa pengetahuan. ilmu lahiriyah, ditafsirkan ilmu tidak makna adalah boleh spiritualnya kewajiban pengetahuan harus dikembangkan oleh orang-orang Islam yang yang memiliki keseimbangan antara sejak dahulu dipraktikkan oleh para kecerdasan akal dengan kecerdasan ilmuwan muslim seperti Al-Farabi, Ibnu moral Sina, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali dan kesungguhan untuk beribadah kepada lainnya hendaknya dijadikan pegangan Tuhan dalam arti yang seluas-luasnya. dalam pengembangan ilmu di masa Hal ini sesuai dengan yang terjadi 31 yang diiringi dengan Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 dalam sejarah di abad klasik, para Dengan menerapkan kelima ilmuwan yang mengembangkan ilmu prinsip tersebut di atas, pendidikan pengetahuan Islam adalah pribadi-pribadi diharapkan mampu yang selalu taat kepada Tuhan dan keunggulan memiliki Islamisasi ilmu untuk mengatasi Mereka menulis berbagai kaya ilmiah berbagai problematika kehidupan sebagai bentuk ibadah kepada Allah, masyarakat sedangkan pengembangan kesucian masalah jiwa dan membahas ilmu raga. berbagai pengetahuan dinilai dalam memiliki kerangka modern, ilmu besar yaitu (1) tersebut akan dinamis sesuai dengan tuntutan jaman, sebagai tasbih. Mereka menjaga diri (2) dari perbuatan dosa dan hal-hal lain memperoleh momentum kejayaan dan yang dilarang oleh Allah. kesejahteraan yang seimbang, antara Kelima adalah masyarakat modern akan pengembangan kesejahteraan yang bersifat material ilmu dalam Islam harus dilaksanakan dengan kesejahteraan spiritual, (3) secara integral antara ilmu agama karena ilmu yang dimiliki masyarakat dengan meskipun modern namun ilmu untuk mengabdi kepada kemanusiaan, maka hakikatnya sama, yaitu sama-sama masyarakat modern sebagai tanda kekuasaan Allah. Tidak menjadi suatu kekuatan yang antara ada lagi perasaan yang merasa lebih satu unggul antara satu dan lainnya. Ilmu- membantu melalui ilmu pengetahuan ilmu dengan yang dimiliki, (4) Islamisasi ilmu akan dan melahirkan berbagai konsep pendidikan ketahanan batin, sedangkan ilmu-ilmu yang integrated antara ilmu agama umum berkaitan dengan pembinaan dengan ilmu umum, fisik intelektual dan keterampilan. Satu menghilangkan dikotomi sama lain ilmu tersebut berasal dari keduanya. bentuknya agama pembinaan umum, berbeda-beda, terkait mental, erat moral Allah dan harus diabdikan kepada dengan Secara Allah.21 21 diarahkan Kuntowijoyo Abuddin Nata, Kapita yang lebih akan tumbuh lainnya saling sekaligus di antara terkonstruk, menawarkan sebuah metodologi pengembangan sains Islam Selekta yang Pendidikan Islam, 131-135. 32 disebutnya metode sintetik- Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 analitik. Menurutnya, kandungan al- obyektif, bukan subyektif. Itu berarti al- Qur’an pada dasanya dapat dibagi Qur’an harus dirumuskan dalam bentuk menjadi dua bagian, yaitu konsep- konstruk-kostruk konsep dan kisah-kisah sejarah atau konstruk-konstruk al-Qur’an tersebut tentang doktrin Islam dan lebih jauh pada akhirnya merupakan kegiatan tentang Qur’ani pandangan hidup teoritis. theory Elaborasi building. Dari sini (weltanschauung) Islam. Kisah-kisah muncul paradigma al-Qur’an, yang mengajak manusia merenung untuk dapat memperoleh wisdom (hikmah) tentang konstruksi hakikat memungkinkan dan makna kehidupan. diartikan sebagai suatu pengetahuan manusia yang memahami Kandungan ini memperkenalkan arche- realitas type tentang kondisi-kondisi universal memahaminnya. agar dapat ditarik pelajaran moral, memberi gambaran aksiologis, juga bukan data historisnya yang penting di akan sini, tetapi pesan moralnya, bukan bukti epistimologis. obyektif-empirisnya, ta’wil tetapi sebagaimana Di al-Qur’an samping menyediakan Yang ini wawasan penting pula untuk subyektif-normatifnya. Cara inilah yang disampaikan di sini adalah bahwa disebut proposisi-proposisi dengan memahami secara al-Qur’an sintetik, yaitu merenungkan pesan- merupakan “unsur konstitutif” sebagai pesan moral al-Qur’an dalam rangka bahan mensintesakan berpengaruh penghayatan dan pembangunan pengalaman subyektif manusia dengan tersebut. ajaran-ajaran normatif, etik dan moral Islam, individual. rasionalisme Pendekatan lain yang digunakan untuk mengoperasionalkan hanya yang dalam Jadi, paradigma dalam wahyu itu dan bersumbear sangat epistimologi penting. Jika empirisme dari Barat akal atau konsep- observasi saja, dengan doktrinnya “apa konsep normatif menjadi obyektif dan yang tidak logis adalah tidak real” dan empiris adalah pendekatan analitik. apa yang tidak real adalah tidak logis, Ayat-ayat sebagai maka ini menjadi terlalu sederhana pernyataan normatif harus dianalisis dalam persepektif epistimologi Islam. untuk diterjemahkan kepada level yang Oleh al-Qur’an 33 karena itu, dengan wahyu, Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 pengetahuan menjadi apriori. Di warisan tersebut mengandung bias samping terdapat pengakuan terhadap karena struktur transendental sebagai referensi historisnya.22 untuk menafsirkan realitas, juga keterbatasan situasi Oleh karena itu, tawaran 5 (lima) terdapat pengakuan terhadap adanya program re-interpretasi ide murni yang bersumber dari luar diri Kuntowijoyo menjadi manusia, struktur dilaksanakan secara baik-baik, yaitu nilai-nilai yang berdiri sendiri dan (1) mengembangkan penafsiran sosial bersifat transendental. struktural lebih dari pada penafsiran konstruk Meskipun tentang al-Qur’an dapat individual urgent terhadap dari untuk ketentuan- dianggap sebagai dokumen historis ketentuan tertentu dalam al-Qur’an, karena hampir tiap-tiap pernyataanya (2) mengubah cara pandang subyektif mengacu peristiwa-peristiwa ke konteks sejarah mengubah Islam yang normatif menjadi diturunkan, tetapi pesan utama al- teoritis, (4) mengubah pemahaman Qur’an bersifat yang ahistoris menjadi historis, (5) transedental, melampaui jaman. Untuk merumuskan formulasi-formulasi wahyu itu perlu ada metodologi yang mampu yang bersifat general menjadi spesifik mengangkat dan empiris. aktual kepada sesuai sesungguhnya teks konteksya. al-Qur’an Hal mengembalikan ini makna dari untuk teks cara berpikir obyektif, (3) Berangkat dari keprihatinan atas yang gagasan “Islamisasi ilmu” yang sering merupakan respon terhadap cenderung bersifat reaktif, Kuntowijoyo realitas historis-kepada pesan universal menawarkan suatu penyikapan baru dan juga perihal hubungan antara Islam dengan penafsiran-penafsiran ilmu. Menurutnya, dalam hal ilmu, makna transedentalnya, membebaskan dari bias-bias tertentu akibat gerakan intelektual Islam harus keterbatasan situasi historis, mengingat melangkah lebih jauh, yaitu bergerak jelas bahwa warisan intelektual Islam dari sangat membantu umat Islam dalam keilmuan ini memiliki tiga sendi, yaitu memperkaya perspektif, meskipun text 22 sampai sekarang masih disadari bahwa 332. 34 menuju context. Usaha Kuntowijoyo, Paradigma Islam, 327- Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 “pengilmuan Islam” sebagai proses yang berdasar dan dijiwai oleh ibadah. keilmuan yang bergerak dari text al- Dengan sendirinya, konsep hidup yang Qur’an menuju context sosial dan menafikan atau memisahkan dirinya ekologis manusia, “paradigma Islam” dari adalah seorang mukmin. hasil paradigma keilmuan tentang tentang ilmu-ilmu baru ibadah Pada bukan konsep konteks kemudian integralistik sebagai hasil penyatuan menjadi agama dan wahyu, “Islam sebagai urgensi basis filosofi ilmiah profetik bagi ilmu” yang merupakan proses sekaligus pengembangan sebagai hasil. Atas gagasan yang keberagamaan. Pertama adalah bahwa dilontarkan konsep ini, Kuntowijoyo pun mengajak para intelektual Islam untuk mengganti istilah Islamisasi relevan ini hidup untuk ilmu hidup memahami dan seorang konsep mukmin merupakan perpaduan antara makna ilmu ‘abdun dan khalifah fil ardhi. Kohesitas menjadi pengilmuan Islam.23 kesadaran manusia atas hakikat diri Ketika membaca firman Allah sebagai makhluk yang dikuasai hukum dalam QS. al-Dzariyat : 56, yang dan takaran (taqdir dan qadar) ‘azali segera terpahami bahwa yang membingkai semua proses yang totalitas hidup seharusnya berjalan di alam semesta ini (QS. al- senantiasa adalah ini berada dalam rangka Qamar : 49), peribadatan, amal ritual atau ‘ibadah makhluk mahdhah kebebasannya semata.24 semestinya meluas Makna dan ibadah memang yang sekaligus sebagai berkuasa dengan dalam memilih dan berbuat untuk memakmurkan dunia ini seluas totalitas kehidupan manusia itu dengan kreativitasnya nalar dan sendiri, sehingga konsep hidup seorang intuisinya (QS. Huud : 61), maka mukmin tidak lain adalah konsep hidup konsep hidup seorang mukmin adalah ikatan yang tidak terputus antara dunia dan akhirat, antara yang sakral dan 23 Ibid, 283-285. Bandingkan dengan Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu (Yogyakarta : profan, antara yang sementara dan Tiara Wacana, 2006). abadi, antara yang ide dan realita. Artinya : dan Aku tidak menciptakan jin 24 dan manusia melainkan supaya Kondisi mereka ini terjadi karena dilatarbelakangi pemahaman terhadap mengabdi kepada-Ku. (QS. al-Dzariyat : 56). 35 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 konsep taqdir. Taqdir menurut bahasa pemisahan, adalah ukuran, takaran, ketentuan dan lainnya, hakikatnya adalah kematian aturan. Syaltout, bagi seorang mukmin dan itu bukan pengertian takdir yang sering disebut di fitrah manusia. Fitrah manusia adalah dalam al-Qur’an berarti bahwa Allah hidup, menciptakan segala sesuatu dengan menjemput seorang mukmin, baginya aturan yang pasti dan takaran yang bukanlah akhir dari segalanya. Itu tertentu, bukan karena suatu kebetulan. hanya sekedar sebuah tahapan, anak Aturan sebab tangga yang harus dilalui menuju (muqaddimah) dan akibat (natijah), proses kehidupan berikutnya. Jadi, ajal yang tidak akan berubah dan selisih. tidak ubahnya laksana detik-detik yang Menurut bahasa, taqdir adalah sebagai berlalu, yang telah dilalui dari ketika ilmu atau teori Allah yang azali, yang masih benih hingga dewasa. Ini semua meliputi kukuran dan aturan yang akhirnya bukan ketepatan pelaksanaan segala karakteristik perspektif Islam dalam sesuatu. Maka tidak sesuatu pun, baik memandang tujuan, fungsi dan peran di langit ataupun bumu, kecil ataupun ilmu, mengingat kualitas kompetensi besar, kecuali akan terjadi sesuai intelektual atau keilmuan seseorang dengan ilmu Allah yang telah terdahulu bukan satu kompartemen terpisah dari ada.25 kompetensi Menurut tersebut Mahmud termasuk Berdasarkan pemahaman ini, bukan atau berhenti menyatu pada ajal satu kematian, berimplikasi jika logis religiusitas dari ajal pada atau keagamaan dan kompetensi humanitas maka hidup seorang mukmin tidak hanya pengabaian yang kemasyarakatan, sebagai suatu melainkan integrasi menjemput. Mimpi dan idenya tidak liar organik antara iman, ilmu dan amal. berlayar sebatas cakrawala dunia ini. Integrasi Perjalanan bersambung membantu kualitas lahirnya manusia hingga keabadian, tanpa batas, selaras idola yang cerdas, berbudi pekertiluhur, dengan altruistis dan sekaligus ilmuwan.26 hidupnya fitrahnya yang membenci kematian. Oleh karena itu, pemutusan, 25 Abdurrahim Nur, Percaya 26 Kepada yang ketiga ini akan AM. Saefuddin dkk, Desekulerisasi Pemikiran : Landasan Islamisasi (Bandung : Takdir (Surabaya : Bina Ilmu, 1987), 35-38. Mizan, 1993), 63. 36 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 Kedua adalah visi paradigmatik perjalanan waktu hidupnya.27 sebagaimana tersebut di atas juga Sesungguhnya melahirkan perspektif khas mengenai kecaman Allah atas kehidupan dunia dimensi telah sebagaimana terlansir dalam beberapa berlalu memang tidak dapat kembali. ayat al-Qur’an, seperti QS. al-Hadid : Namun bagi seorang mukmin, konsep 20, tidak ditujukan kepada subtansi totalitas hidupnya menyebutkan bahwa pergerakan waktu, siang dan malam masa lalu di kehidupan dunia ini tidak hingga kiamat nanti, melainkan lebih sirna tanpa makna, justeru waktu ditujukan adalah simpanan, bekal yang teramat yang terjadi dalam rentang waktu menentukan bagi hidup hidupnya yang mengabaikan aspek selanjutnya dalam keabadian. Tiap akibat dan pertanggung jawaban yang detik waktu. yang Waktu yang perjalanan berlalu, sebenarya itu melekat kepada dalam pensifatan perilaku tiap-tiap dan manusia pilihan adalah akhirat. Ibaratnya dunia ini tindakannya. Dengan kata lain, waktu adalah ladang bagi manusia untuk merupakan modal manusia yang tidak menanam patut untuk disia-siakan. benih, memelihara pertumbuhannya dan hasilnya akan Melalui kesadaran dan dipetik di keabadian kelak. Oleh karena keyakinan ini, pilihan seorang mukmin itu, konsep hidup seorang mukmin kemudian terorientasikan pada berbuat meniscayakan demi sesuatu yang bernilai, bermanfaat perhatian dan penghargaan yanng demikian tinggi dan terhadap nilai waktu. Waktu baginya kemungkaran, yang perintah bukan adalah justeru akan larangan, yang halal dan bukan yang pertanggungjawaban atas haram. Segala hal yang dihadapi, itu itu, diniatkan ibadah, dikreasi dalam rangka seorang mukmin bukan manusia yang ibadah, dikelola dan dikembangkan bingung terhadap hidupnya, namun dalam bingkai tujuan ibadah, sehingga sebenarnya menjadi tepat jika seorang mukmin penggunaannya. Allah bukan yang dimintai amanah kebijakan, Oleh sudah karena memiliki tujuan pasti, sadar terhadap konsekuensi yang Ahmad Farid, Tazkiyah al-Nufus wa 27 mungkin dihadapi dalam tiap-tiap sikap Tarbiyatuha Kama Yuqarriruhu ‘Ulama’ al-Salaf maupun tindakan yang diambil dalam (Beirut : Darul Qalam, t.t.), 125-126. 37 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 sesungguhnya sosial, ilmu humaniora dan teknologi.29 shalatku, ibadahku, hidup dan matiku Berdasarkan pemahaman ini, maka hanyalah untuk Allah Tuhan semesta belajar alam (QS. al-An’am : 162). Menurut menjadi M. Amien Rais, ayat ini sebagai keagungan dan keluasan ilmu Allah. kemudian berkata : disiplin declaration of life orang muslim yang berlaku sepanjang Seseorang yang bagian apapun dari akan menguak Pernyataan tersebut di atas hayatnya. sudah ilmu mengimplikasikan memiliki kemutlakan kesadaran ilmu Allah dan komitmen utuh dan penuh semacam keterbatasan itu, akan melihat dunia ini menjadi satu Ilmu sesungguhnya bersumber dari panggung jelas, Allah al-‘Alim semata. Mehdi Golshani bening, mudah, tidak ruwet dan tidak memandang kesadaran manusia atas pathing penthalit.28 keterbatasan pengetahuannya sebagai kehidupan yang Ketiga adalah filosofi ilmiah- salah satu pengetahuan atas prinsip manusia. dasar bagi profetik tersebut pada gilirannya akan pengembangan penelitian ilmiah yang mendesak sebuah kesadaran untuk berprespektif Islami. Prinsip lainnya melakukan yaitu keesaan Allah atau al-tauhid dan re-interpretasi dikotomi antara ilmu agama dan non-agama. kesadaran Wahyu Allah sebagai pokok ajaran dunia (the external world) di luar agama sudah seharusnya dimaknai eksistensi diri manusia.30 Spirit ibadah tidak sebatas al-Qur’an dan hadits ini kemudian juga dapat termanifestasi sebagai ayat qauliyyah, tetapi juga dalam banyak bentuk praksis keilmuan mencakup pengertian 29 realitas Kiri : Landasan Gerakan Membela Kaum agama yang kemudian tidak hanya Mustadh’afin (Yogyakarta : Kreasi Wacana, berupa kodifikasi fikih saja, namun juga kealaman, Baca QS. al-A’raf : 185 dan QS. Al- Hasyr : 2. Lihat Abdul Munir Mulkhan, Teologi atas wahyu Allah berupa ilmu-ilmu ilmu-ilmu eksistensi sunnatullah sebagai ayat kauniyyah, dengan tafsir meliputi atas 2002), 247. ilmu 30 Baca QS. al-Kahfi : 109. Baca Mehdi Golshani, “Philosophy of Science from the M. Amien Rais, Tauhid Sosial : 28 Qur’anic Perspective,“ dalam Toward Formula Menggempur Kesenjangan (Bandung : Islamization of Disciplines (Virginia : IIIT, Mizan, 1998), 39. 1995), 73-89. 38 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 dan keberagamaan yang tidak harus atau berlabel “agama,” istilah disikapi dengan saling baku hantam, ulama’ dari akan meluas apalagi saling berbunuhan di atas hanya merujuk prinsip-prinsip ilmiah.31 Watak inilah kepada mereka yang secara tradisional yang akan menumbuhkan sikap tidak dikenal takut cakupannya sehingga sini tidak mampu dialog-intelektual, akan mambaca tulisan “gundul” atau mendengarkan dan berdialog dengan memahami kitab-kitab kuning saja, siapapun serta tidak gentar untuk namun juga meliputi siapapun yang menyaksikan dunia yang terkuak di memiliki hadapannya. (bahasa) dalam Arab kompetensi suatu dan bidang keahlian ilmu atau dengan konsep sejatinya adalah bersifat terbuka, bertemu-muka, Sikap yang menolak tunduk menjadi tawanan dari mitos- keterampilan tertentu. Konstatasi untuk tidak mitos yang hanya akan menjebaknya ini kompatibel beragama watak dalam fanatisme dan karenanya yang mengalienasi dari realitas kebenaran dasarnya sesungguhnya. Sikap ini merupakan dan cerminan dari kerendahan hati atau mencerahkan. Konseptualisasi agama tawadhu’ seorang manusia yang sadar sebagai dogma yang diterima, kerap atas keterbatasan diri sebagai makhluk, menjadikannya sulit untuk dimodifikasi bahwa finalitas absolut tidak ada lain dengan ide-ide yang terus berubah. adalah Dogmatisme rentan senantiasa hanya akan ‘ada’ (being) yang berpotensi dalam proses ‘menjadi’ (becoming) semacam memicu fanatisme melahirkan dialogis ini kekerasan Allah, sedangkan manusia agama. dari tahap ke tahap perkembangan Sementara sisi lain, sains dibangun kedewasaan (maturation). Ini sesuai sebagai konsep pencarian pengetahuan dengan firman Allah dalam QS. al- yang ditemukan melalui regularitas- A’laq : 6-7. regularitas kerja alam yang menyarikan adaya hukum-hukum dalam kehidupan fundamental ini. Apapun 31 Paul Davies, Tuhan, Doktrin dan Rasionalitas : Dalam Debat Sains Modern, terj. perbedaan yang ada, dengan karakter Hamzah (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, keterbukaan terhadap pendekatan baru 2002), 9. 39 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 Keempat adalah skema historis yang manapun, cita-cita untuk pemahaman ini terjiwai oleh spirit humanisasi, emansipasi, liberasi dan profetik wahyu sebagai karakteristik transendensi agama samawi (revealed religion), memotivasikan gerakan transformasi yaitu bahwa kehadiran agama bagi Islam. Dalam bahasa Ali Syari’ati, manusia Islam seharusnya berkomitmen kepada lebih merupakan suatu akan petunjuk, bimbingan dan acuan yang kemanusiaan. seharusnya dimaknai pada konteks kritik kesejarahan persoalan yang Islam bukan sekedar gudang informasi memiliki tanggung teknis kumpulan membangkitkan kesadaran, komitmen, pengetahuan kultural ilmu-ilmu agama gerakan dan mencerahan bagi hidup yang tercerabut dari akar sosialnya, dan kemanusiaan. Ketika ilmu diisolasi melainkan adalah dari realitas masyarakat, pada detik suatau gerakan kemanusiaan yang yang sama, sesungguhnya ilmu telah bersifat historis dan intelektual. Islam dikorbankan untuk menghamba pada memiliki kekuatan status quo para penguasa yang dan hidup.32 ilmiah Islam atau Artinya, sejatinya dinamika dalam mendesakkan adanya sosial terus-menerus, secara yang transformasi dan Islam selalu harus sekaligus menjadi solusi bagi Ilmu harus ada. jawab untuk yang lancang.33 yang Paparan ini dengan sendirinya berakar pada misi idiologisnya, yaitu menujukkan bahwa konsepsi Islam cita-cita tegaknya amar ma’ruf nahi dalam memandang ilmu adalah integral munkar di masyarakat dalam kerangka dengan etika dan moral. Islam tidak keimanan kepada Tuhan. Amar ma’ruf menerima sekulerisasi ilmu dari nilai berarti humanisasi dan emansipasi, atau nahi munkar merupakan upaya untuk (wisdom). liberasi. Keimanan sebagai kerangka obyektifitas ilmiah yang berdalih ”ilmu adalah untuk ilmu” dan sejenisnya adalah transendensi. masyarakat, sistem dengan apapun, dan Di struktur dalam setiap pengetahuan dari Pandangan kebajikan mengenai dan tahap 33 Lihat Ali Shari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. M.S. Nasrullah dan Afif Muhammad (Bandung : Mizan, 1995), 27- 32 Kuntowijoyo, Paradigma Islam, 338. 35. 40 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 pernyataan yang jelas patut diluruskan. sekarang ini, menurut Noeng Muhadjir, Bangunan ilmu menurut Islam adalah berperan interaksi saling mengokohkan antara aksentuasi pada pengukuran kuantitatif aspek dan kepada penafsiran atau interpretasi dan ontologi, epistimologi mengubah telaah dari aksiologi. Epistemologi Islam dari telaah fakta empirik sensual ke mengandung sebuah yang arah pencarian makna di baliknya atau holistik mengenai dalam konsep konsep pengetahuan. ini tidak Di dari telaah positivistik kepada telaah meta-science. terdapat Jika fenomenologi perpisahan antara dengan nilai-nilai. mencarinya dalam koherensi moral, Pengetahuan dikaitkan dengan fungsi post-positivisme rasionalistik mencari sosialnya dan di pandang dari sebuah makna kesatuan dengan Sedangkan jika realisme metafisiknya pengetahuannya. Tidak ada informasi- Karl Pooper mencari makna yang informasi khusus yang bebas nilai obyektif untuk tujuan-tujuan tertentu. Tidak ada kasus-kasus, perendahan melangkah antara manusia martabat pengisolasian dan manusia, pengasingan dalam dataran koherensi universal rasional. melalui validasi Noeng Muhadjir jauh melampaui lebih rasional dan dengan moral manusia.34 Keutuhan ilmu tersebut juga intransenden harus intekrasi ke dalam keseluruhan makna sistem Islam yang ditujukan untuk transenden. Pada tataran transenden tunduk kepada keagungan Allah dan inilah hikmah dan rahmah tersebut dikreasi untuk kemaslahatan manusia dicari.35 realisme dan semesta. Di sinilah makna Islam “menawarkan” metafisik yang Berdasarkan uraian di atas, terwujud sebagai hikmah dan rahmah, penulis sebagaimana tercantum dalam QS. al- berbagai model Islamisasi ilmu yang Anbiya’ : 107. bisa dikembangkan dalam menatap era Akselerasi filsafat ilmu sejak menggarisbawahi adanya perkembangan 1965 hingga Baca Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu : 35 Ziauddin Sardar, Sains, Teknologi dan Positivisme, 34 Post-Positivisme dan Post- Pembangunan di Dunia Islam, terj. Rahmani Modernisme (Yogyakarta : Rake Sarasin, Astuti (Bandung : Pustaka, 1989), 32. 2001), 269-271. 41 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 globalisasi.36 Pertama adalah model sekarang, Purifikasi. Model ini mengandung arti kepicikan berpikir, ketertutupan dan pembersihan kebodohan dalam memahami ajaran atau penyucian ilmu pengetahuan agar sesuai, sejalan dan Islam, tidak bertentangan yang disebabkan sehingga sistem oleh pendidikan dengan ajaran Islam dan ilmu pengetahuan tertinggal berasumsi bahwa terhadap kemajuan yang dicapai Barat. dilihat dari dimensi normatif-teologis, Model ini cenderung mengembangkan doktrin pesan Islam dalam konteks perubahan Islam. Purifikasi Islam pada dasarnya mengajarkan kepada umatnya untuk sosial memasuki pengetahuan Islam secara totalitas dan perkembangan serta ilmu melakukan (kaffah), sebagai lawan dari berislam liberalisasi pandangan yang adaptif yang parsial. Gagasan al-Faruqi dan terhadap kemajuan jaman, tanpa harus al-Attas sebagai contohnya. Hal ini meninggalkan dapat pendekatan- unsur negatif dari proses modernisasi, pendekatan yang digunakan oleh kedua sehingga lebih menampilkan kelenturan tokoh tersebut dan juga dari empat dan keterbukaan dalam menghadapi rencana kerja Islamisasi ilmu, yaitu dunia yang plural dan terus berubah. dicermati dari penguasaan khazanah ilmu muslim klasik, masa penguasaan kini, khazanah identifikasi kekurangan ilmu itu sikap kritis terhadap Islamisasi ilmu yang ditawarkan ilmu model kedua ini adalah membangun kekurangan- semangat umat Islam untuk selalu dalam kaitan maju, modern, progresif, terus menerus dengan idealitas Islam dan rekonstruksi mengusahakan ilmu-ilmu itu sehingga menjadi suatu bagi diri dan masyarakat agar terhindar paduan yang selaras dengan wawasan dari dan idealitas Islam. ketertinggalan Kedua adalah perbaikan-perbaikan keterbelakangan di bidang dan ilmu model pengetahuan dan teknologi. Dalam Modernisasi Islam. Model ini berangkat konteks ini, Islamisasi ilmu merupakan dari terhadap upaya membangun semangat ilmuwan keterbelakangan umat Islam di dunia muslim untuk bersikap lentur, terbuka, kepedulian 36 ilmiah, rasional, dinamis dan progresif Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan dalam mengembangkan ilmu, tidak Islam, 60-65. 42 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 segan-segan untuk melakukan verifikasi dan kontekstualisasi, agar transformasi, akomodasi atau bahkan ditemukan adopsi dan dengan konteks perkembangan dan temuan-temuan ilmu dan teknologi, kemajuan ilmu pada masa kini dan serta sistem pendidikan modern yang mendatang. terhadap pemikiran berasal dari non-muslim, dalam rangka relevan Islamisasi atau dalam tidaknya model ini mengejar ketertinggalan dan mencapai bertolak dari landasan metodologis kemajuan umat Islam itu sendiri. sebagai Ketiga Modernis. adalah model Model ini berikut (1) persoalan- Neo- persoalan kontemporer umat harus berupaya dicari penjelasannya dari tradisi, dari memahami ajaran-ajaran Islam yang hasil ijtihad terkandung dalam al-Qur’an dan hadits hingga hadits, (2) jika belum ditemui dengan jawabannya, mengikutsertakan mempertimbangkan dan muslim klasik mencermati kesulitan-kesulitan kemudahan-kemudahan ditawarkan oleh dunia ilmu maka selanjutnya menelaah context sosio-historis dari khazanah intelektual para ulama terdahulu serta ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan dan sasaran ijtihad ulama tersebut, (3) yang melalui telaah historis akan terungkap dan pesan moral al-Qur’an yang teknologi modern. Jargon yang sering sebenarnya sebagai etika sosial al- dikampanyekan model ini adalah al- Qur’an, (4) dari etika sosial al-Qur’an muhafadzah ‘ala al-qadim al-shalih wa itu kemudian diturunkan dalam konteks akhidzu al-jadid al-ashlah. Jargon ini umat sekarang atas persoalan yang menggarisbawahi urgensi para ilmuwan dihadapi umat tersebut, (5) fungsi al- muslim Qur’an untuk menundudukkan di sini bersifat evaluatif, pemikiran, konsep, teori dan temuan- legitimatif hingga memberi pendasaran temuan ilmu pengetahuan dari para dan arahan moral terhadap persoalan ulama terdahulu ataupun dari ilmuwan yang akan ditanggulangi.37 non-muslim, sebagai pengalaman mereka produk yang dan Islamisasi ilmu, dalam model berada ini, berarti mengkaji dan mengkritisi dalam konteks ruang dan jamannya untuk selanjutnya perlu 37 Hasan dilakukan Basri, Pendidikan Islam, 210-214. 43 Kapita Selekta Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 ulang terhadap produk ijtihad dari para intelektual. ulama dan juga produk-produk ilmuwan jenjang non-muslim terdahulu di bidang ilmu, memungkinkan dengan cara melakukan verifikasi agar pengembangan ilmu-ilmu Islam yang ditemukan beraneka macam tersebut dalam wujud relevan atau tidaknya Di samping perguruan itu, tinggi pada juga diselenggarakannya pandangan, teori dan konsep mereka kesatuan. dengan nilai-nilai universal Islam dalam dilaksanakan konteks ruang dan jamannya. Jika konsisten, relevan, akan dipelihara. Jika kurang hanya akan menjadi sebuah “proyek” relevan, yang gagal.* maka diperlukan usaha menggali dan mencari alternatif yang baru dalam context ruang dan jamannya sesuai dengan pesan-pesan moral dan nilai-nilai universal Islam. Penutup Sebagai berencana, sebuah Islamisasi gagasan ilmu hanya mungkin terlaksana dengan baik jika tersedia sarana atau wadah bersifat permanen, yang tidak lain adalah sebuah lembaga pendidikan, khususnya pada jenjang perguruan tinggi, baik dengan istilah institut maupun universitas. Ini dapat dipahami karena perguruan tinggi memiliki tri dharma, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Di sana terdapat subyek pendidikan, baik kalangan dosen ataupun mahasiswa, yang seharusnya memiliki idealisme 44 Jika hal secara gagasan itu tidak serius dan Islamisasi ilmu Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 DAFTAR PUSTAKA Arifin, Syamsul dkk., Spiritualitas 1996, Islam Peradaban Feisal, Jusuf A., 1994, “Islam, a Man Masa dan Resources for Inovative Devolopment of Knowledge, Science Depan. Technology,” Paper, the 6th Internasional Yogyakarta: SI Press. Seminar on Miracles of alQur’an Basri, Hasan., 2012, Kapita Selekta Pendidikan and Islam. and secience Bandung: al-Sunnah and on Technology, Bandung. Pustaka Setia. Garaudy, Roger., 1995, “The Balance Bawani, Imam., 1987, Segi-segi Sheet of Western Philosophy in Pendidikan Islam. Surabaya: Al- this Century,” dalam Toward Ikhlas. Islamization of Disciplines. Virginia: IIIT. Daradjat, Zakiah., Agama 1979, dalam Peranan Kesehatan Golshani, Mehdi., 1995, “Philosophy of Mental. Jakarta: Gunung Agung. Science Davies, Paul., 2002, Tuhan, Doktrin dan Rasionalitas: Dalam Debat from the Qur’anic Perspective,“ dalam Toward Islamization of Disciplines. Virginia: IIIT. Sains Modern, terj. Hamzah. Yogyakarta : Fajar Pustaka Hoodbhoy, Baru. Perves., Menegakkan 1996, Rasionalitas Antara Sains dan Farid, Ahmad. Tazkiyah al-Nufus wa Islam, Tarbiyatuha Kama Yuqarriruhu terj. Ikhtiar Sari : Ortodoksi Meutia. Bandung : Mizan. ‘Ulama’ al-Salaf. Beirut: Darul Qalam. Husain, Sajjad dan Ali Ashraf., 1979, Crisis ini Muslim Education. 45 Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 Jeddah: King Abdulaziz Nur, University. Abdurrahim., 1987, Percaya Kepada Takdir. Surabaya: Bina Ilmu. Kuntowijoyo., 1998, Paradigma Islam. Bandung: Mizan. Poedjawiatna., 1983, Pengetahuan. _______., 2006, Islam Sebagai Ilmu. Tahu dan Jakarta: Bina Aksara. Yogyakarta: Tiara Wacana. Rais, M. Amien., 1998, Tauhid Sosial : Muhadjir, Noeng., 2001, Filsafat Ilmu : Positivisme, dan Formula Post-Positivisme Menggempur Kesenjangan. Bandung : Mizan. Post-Modernisme. Yogyakarta : Rake Sarasin. Saefuddin AM. dkk., Desekulerisasi Muhaimin. , 2006, Nuansa Baru 1993, Pemikiran: Landasan Islamisasi. Bandung: Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Mizan. Grafindo. Sardar, Mukani., 2011, Pergulatan Ideologis endidikan Islam. 1989, Sains, Teknologi dan Pembangunan di Malang: Dunia Madani. Islam, terj. Rahmani Astuti. Bandung: Pustaka. Mulkhan, Abdul Munir., 2002, Teologi Kiri: Ziauddin., Landasan Shari’ati, Ali., 1995, Islam Mazhab Gerakan Pemikiran dan Aksi, terj. M.S. Membela Kaum Mustadh’afin. Nasrullah dan Afif Muhammad. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Bandung Mizan. Nata, Abuddin., 2003, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Tafsir, Bandung: Ahmad., Pendidikan Angkasa. 2006, Islam. RemajaRosdakarya 46 Filsafat Bandung: