bab ii tinjauan pustaka

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan
Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya
hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu
akan terjadi keragaman nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi dan
lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber
dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima
manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai
sumberdaya hutan tersebut. Hal tersebut mungkin berbeda dengan persepsi
masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima manfaat secara
langsung (Bahruni 1999).
Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa
kelompok. Davis dan Johnson (1987) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara
penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, yaitu: (1) nilai pasar, nilai yang
ditetapkan melalui transaksi pasar, (2) nilai kegunaan, nilai yang diperoleh dari
penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (3) nilai sosial, nilai
yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun perwakilan masyarakat.
Sedangkan Pearce (1992) dalam Munasinghe (1993) membuat klasifikasi nilai
manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Ekonomic Value)
berdasarkan cara atau proses manfaat tersebut diperoleh.
Menurut Fauzi (2006), sumberdaya didefinisikan sebagai suatu yang
dipandang memiliki nilai ekonomi. Sumberdaya itu sendiri memilki dua aspek
yaitu aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumberdaya dimanfaatkan dan
aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumberdaya dan
bagaimana teknologi digunakan. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah
komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat
bagi kebutuhan manusia. Barang dan jasa yang dihasilkan tersebut seperti ikan,
kayu, air bahkan pencemaran sekalipun dapat dihitung ekonominya karena
diasumsikan bahwa pasar itu eksis (market based), sehingga transaksi barang dan
jasa tersebut dapat dilakukan.
6
Menurut Fauzi (2006), sumberdaya alam selain menghasilkan barang dan
jasa yang dapat dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung juga dapat
menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang memberikan manfaat dalam bentuk lain,
misalnya manfaat amenity, seperti: keindahan, ketenangan, dan sebagainya.
Manfaat tersebut sering kita sebut sebagai manfaat fungsi ekologis yang sering
tidak terkuantifikasikan dalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai sumberdaya
tersebut.
Penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analysis) yang
konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan dalam menentukan
nilai sumberdaya karena konsep biaya dan manfaat sering tidak memasukkan
manfaat ekologis di dalam analisisnya (Fauzi 2006). Oleh karena itu lahirlah
pemikiran konsep valuasi ekonomi, khususnya valuasi non-pasar (non-market
valuation).
2.2 Metode Penilaian Sumberdaya Hutan
Penilaian sumberdaya hutan merupakan studi tentang metodologi dan
konsep penentuan nilai dari sumberdaya hutan. Seperti telah dijelaskan di muka,
langkah pertama untuk memperoleh nilai dari sumberdaya hutan adalah dengan
melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis manfaat yang dihasilkan dari
sumberdaya hutan. Keberadaan setiap jenis manfaat ini merupakan indikator
adanya nilai yang menjadi sasaran penilaian. Setiap indikator nilai (komponen
sumberdaya hutan) ini dapat berupa barang hasil hutan, jasa dari fungsi ekosistem
hutan maupun atribut yang melekat pada hutan tersebut dalam hubungannya
dengan sosial budaya masyarakat (Bahruni 1999).
Langkah kedua dalam penilaian sumberdaya hutan ini adalah melakukan
identifikasi kondisi biofisik hutan dan sosial budaya masyarakat karena proses
pembentukan
nilai
sumberdaya
hutan
berdasarkan
pada
persepsi
individu/masyarakat dan kualitas serta kuantitas komponen sumberdaya hutan
melalui proses penilaian biofisik dan sosial budaya yaitu kuantifikasi setiap
indikator nilai berupa barang hasil hutan, jasa fungsi ekosistem hutan serta atribut
hutan kaitannya dengan budaya setempat. Atas dasar kuantifikasi indikator nilai
tersebut dilakukan penilaian ekonomi manfaat hutan, berdasarkan metode
penilaian tertentu pada setiap klasifikasi nilai (Bahruni 1999).
7
Metode penilaian manfaat hutan pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok
yaitu metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar
yaitu
pendekatan terhadap kesedian membayar. Metode pendekatan terhadap pasar ini
oleh beberapa ahli ekonomi telah dikembangkan dan diaplikasikan untuk menilai
manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter. Metode ini
mencoba untuk menggambarkan permintaan konsumen, sebagai contoh kesediaan
membayar konsumen (willingness to pay-WTP) terhadap manfaat hutan yang
tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter, atau kesediaan menerima
konsumen (willingness to accept-WTA) terhadap kompensasi yang diberikan
kepada konsumen untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter (Bahruni
1999).
Konsep dasar bagi semua teknik penilaian ekonomi adalah kesediaan
membayar dari individu untuk sumberdaya alam atau jasa lingkungan yang
diperolehnya (Pearce dan Moran 1994, Munasinghe 1993; Hufschmidt et al.
1983) atau kesediaan untuk menerima kompensasi akibat kerusakan lingkungan di
sekitarnya (Pearce dan Moran 1994; Hufschmidt et al. 1983).
2.3 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Terpulihkan
Valuasi ekonomi penggunaan sumberdaya alam hingga saat ini telah
berkembang pesat. Dalam konteks ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan,
perhitungan-perhitungan tentang biaya lingkungan sudah cukup banyak
berkembang (Djijono
2002). Anwar (1996)
dalam Supriyanto
(2002),
menjelaskan beberapa metode penilaian barang dan jasa lingkungan, sebagai
berikut:
2.3.1 Penilaian Berdasarkan Prilaku Ekonomi yang Diamati
1. Pendekatan perubahan dalam produktivitas, yang mengukur sampai dimana
perubahan atribut lingkungan (seperti: pencemaran, erosi tanah, dan lain-lain)
mempengaruhi produktivitas faktor produksi.
2. Pendekatan kehilangan pendapatan (lost or earning income) yang menilai
perubahan yang terjadi dalam penghasilan (pendapatan) tenaga kerja yang
disebabkan oleh dampak dari degradasi lingkungan. Pencemaran misalnya
sering menyebabkan meningkatnya pengeluaran untuk keperluan medis
(kesehatan).
8
3. Pendekatan
efektivitas
biaya
(cost-effectiveness),
digunakan
untuk
menentukan biaya yang paling murah dari sekian alternatif biaya yang
mungkin, dengan tujuan memperbaiki lingkungan.
4. Pendekatan biaya penggantian (replacement-cost), untuk menentukan biaya
yang harus ditanggung masyarakat untuk mengganti aset yang telah rusak atau
menyusut jumlahnya. Biaya penggantian digunakan sebagai pendekatan nilai
dari manfaat untuk menghindari kerusakan yang terjadi atau yang akan terjadi
di masa depan.
5. Pendekatan kompensasi (compensation approach), digunakan untuk mencoba
menaksir biaya relokasi dari aset fisik atau individual yang terkena oleh
dampak degradasi lingkungan atau perubahan lainnya dalam lingkungan.
6. Pendekatan perbedaan upah (wage-differential), yang dalam pelaksanaannya
harus memperhatikan kepada perubahan tingkat upah yang disebabkan oleh
perubahan sifat-sifat lingkungan yang berkaitan dengan suatu tugas pekerjaan
tertentu. Diasumsikan bahwa pasar tenaga kerja adalah kompetitif, sehingga
tingkat upah akan sama dengan nilai produktivitas marginalnya dari tenaga
kerja, sedangkan penawaran tenaga kerja berbeda menurut sifat setiap jenis
pekerjaan tertentu.
2.3.2 Penilaian Berdasarkan Nilai Pengganti (Surrogate Value)
1. Pendekatan melalui property value, dilakukan dengan mencoba menduga
perubahan-perubahan nilai sumberdaya lahan sebagai suatu fungsi parameter,
termasuk perubahan sifat-sifat lingkungan, seperti erosi tanah, pencemaran,
penggunaan air, dan lain-lain.
2. Pendekatan biaya perjalanan (travel cost), yang mencoba menduga
kesediaan/keinginan membayar (willingness to pay) untuk menggunakan
sumberdaya tertentu sebagai fungsi dari pengeluaran yang harus ditanggung
dalam menggunakannya.
2.3.3 Penilaian Berdasarkan Respon yang Dapat Dibangkitkan (Elicited
Responses)
Elicited Responses merupakan penilaian yang digunakan untuk menentukan
nilai manfaat berdasarkan data secara langsung yang dapat dibangkitkan dari
berbagai pengguna jasa dari suatu sumberdaya tertentu. Data non-market dapat
9
diperoleh melalui survei wawancara dengan kuisioner, permainan melalui
alternatif penawaran (bidding game), dan melalui pemilihan (votting).
2.4 Kesediaan Membayar
Kesediaan membayar atau menerima merefleksikan preferensi individu
terhadap perubahan suatu lingkungan dari keadaan awal (Q0) menjadi kondisi
lingkungan yang lebih baik (Q1). Kesediaan membayar tersebut dapat dinyatakan
dalam bentuk fungsi sebagai berikut (Pearce dan Moran 1994).
WTPi= f (Q1 – Q0, Pown, Psub, Si, Ei)
Keterangan:
WTPi
Pown
Psub
Si
Ei
=
=
=
=
=
Kesediaan membayar rumah tangga ke i,
Harga dari penggunaan sumberdaya lingkungan,
Harga substitusi untuk penggunaan sumberdaya lingkungan,
Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga ke i,
Galat acak.
Kesediaan membayar seseorang untuk membayar sejumlah barang
menggambarkan manfaat marginal pada tingkat konsumsi tertentu. Dengan
melihat jumlah yang dikonsumsi dan kesediaan membayar maka dapat dilihat
kurva fungsi manfaat marginal barang atau jasa tersebut. Kurva ini biasa disebut
dengan kurva permintaan Marshal seperti yang disajikan pada Gambar 1
(Hufschmidt et al. 1983), kurva tersebut menggambarkan jumlah barang atau jasa
yang akan dibeli oleh konsumen dalam suatu pasar selama periode waktu tertentu
pada berbagai harga. Kelebihan dari kurva Marshal ini adalah dapat diestimasi
secara langsung dan digunakan untuk mengukur kesejahteraan melalui surplus
konsumen.
Surplus konsumen merupakan selisih antara kesediaan untuk membayar
dengan jumlah yang akan dibayar oleh konsumen untuk suatu produk. Ini
menunjukkan bahwa konsumen menerima atau mendapat nilai lebih dari harga
yang dibayarnya. Surplus konsumen mencerminkan manfaat yang diperoleh
karena konsumen dapat membeli semua unit barang pada tingkat yang lebih
rendah. Dalam Gambar 1, besarnya surplus konsumen adalah luas bidang yang
terletak antara kurva permintaan dengan garis harga.
10
P
Kurva Permintaan
Surplus Konsumen
P*
0
M
Garis Harga
Jumlah yang dibayar konsumen
Q*
Gambar 1. Kurva permintaan individu
Pendekatan yang didasarkan pada kurva permintaan dapat dibagi menjadi
dua yaitu: permintaan diukur dengan mengamati preferensi individu pada barang
atau jasa lingkungan melalui kuisioner dan permintaan dinyatakan dengan
mengamati pembayaran individu terhadap barang atau jasa lingkungan yang
diamati melalui pasar (Agustono 1996).
Teknik penilaian yang didasarkan pada permintaan individu dengan
menggunakan pendekatan kesediaan membayar pada dasarnya sama dengan
kesediaan membayar sekelompok individu pada berbagai manfaat (Darusman
1993). Teknik ini telah digunakan antara lain dalam menentukan nilai air untuk
rumah tangga dan pertanian (Darusman 1995), permintaan air (Widiarti 1996),
permintaan rekreasi (Darusman 1993; Darusman dan Bahruni 1993).
Download