BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.1.1 Pengertian Pajak Asli Daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Daerah mengisyaratkan bahwa Pemerintah Daerah dalam Pemerintah mengurus rumah tangganya sendiri diberikan sumber-sumber pendapatan atau penerimaan keuangan Daerah untuk membiayai seluruh aktivitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan makmur. 2.1.2 Tujuan Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai atau membiayai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi yang ada di daerah atau penyerahan wewenang Pemerintahan Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan daerah sendiri dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat 11 12 menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat (5) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah). 2.1.3 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana yang diataur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu: 1. Pajak Daerah Hasil pajak daerah yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanaannya bisa dapat dipaksakan. Kewenangan pemungutan pajak daerah merupakan kewenangan yang dimiliki dan dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah, pajak daerah yang baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi. Untuk itu, pemerintah daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya. 2. Retribusi Daerah Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu. Retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat 13 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor kekas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa,menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan mengembangkan perekonomian daerah. 4. Pendapatan Asli Daerah Lain-lain Yang Sah Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu. 2.1.4 Jenis Pajak dan Tarif Pajak Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis-jenis pajak dibagi menjadi dua bagian, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan undangundang tersebut, ditetapkan enam belas jenis pajak daerah, yaitu lima jenis pajak provinsi dan sebelas jenis pajak kabupaten/kota. Yang termaksud jenis pajak kabupaten/kota adalah Pajak Hotel dan Pajak Restoran. 1.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Daerah Sistem pemungutan Pajak Daerah dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem official assessment dan sistem self assessment. 14 1. Sistem Official Assessment Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk memnentukan besar pajak terutang ada pada fiskus b. Wajib Pajak bersifat pasif c. Utang Pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah oleh fiskus. 2. Sistem Self Assessment Wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. b. Wajib Pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi 2.2 Pajak Hotel dan Pajak Restoran 2.2.1 Pengertian Hotel Definisi Hotel, menurut SK Menteri Parawisata, Pos, Dan Telekomunikasi No. KM 37/PW 340 MPPT-86, hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman, serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial Golongan kelas hotel bintang dibagi atas 5 (lima) kelas yaitu hotel bintang 1 (satu) sampai bintang 5 (lima). Penggolongan kelas hotel bintang ditetapkan setelah hotel memenuhi persyaratan dalam kriteria penggolongan kelas hotel. Persyaratan tersebut antara lain mencakup: 1. Persyaratan fisik, seperti lokasi hotel, kondisi bangunan. 2. Bentuk pelayanan yang diberikan (service). 15 3. Kualifikasi tenaga kerja, seperti pendidikan, dan kesejahteraan karyawan. 4. Fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia, seperti lapangan tenis, kolam renang, dan diskotik. 5. Jumlah kamar yang tersedia. Hotel yang belum memenuhi persyaratan minimal sebagai hotel bintang, digolongkan ke dalam kelas hotel melati. Golongan kelas hotel melati dapat ditingkatkan menjadi hotel bintang setelah memenuhi persyaratan sebagai hotel bintang. Penggolongan hotel juga dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah setempat yang disahkan, dalam hal ini beberapa negara menganut penggolongan 26 kelas hotel berdasarkan Grade System (sistem tarif) dan Star System (urutan bintang). 2.2.2 Pengertian Pajak Hotel Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 6 Tahun 2011, Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi, sebagai berikut: Hotel adalah fasilitas jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pasanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang fasilitas jasa penginapan. Bon penjualan (Bill) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atau jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subjek pajak/tamu hotel. Setiap pengusaha hotel harus menggunakan bon penjualan atau nota pesan (Bill), termasuk penggunaan mesin cash register sebagai bukti pembayaran. 2.2.3 Obyek dan Subjek Pajak Hotel 16 Menurut Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Pasal 3 yaitu: Obyek Pajak Hotel adalah Pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran termaksud jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memeberikan kemudahan dan kenyamanan, yang juga mencangkup penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek seperti: Gubuk Parawisata (cottage), motel, wisma, parawisata, pesanggrahan, losmen, dan rumah penginapan serta kamar kost yang jumlahnya lebih dari 10 (sepuluh) kamar. Dalam Obyek Pajak Hotel diatas ada yang dimaksud jasa penunjang yaitu fasilitas telepon, faxmail, telex, internet, foto copy, pelayanan cuci, setrika, trasportasi, fasilitas sejenisnya lainnya yang disediakan atau dikelola hotel dan fasilitas olah raga dan hiburan seperti pusat kebugaran. Yang tidak termasuk pajak hotel, adalah: 1. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. 2. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya. 3. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau keagamaan. 4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan dan panti sosial lainnya yang sejenis. 5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum. Subjek Pajak dan Wajib Pajak adalah: 1. Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Dalam hal ini, subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. 2. Wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. 2.2.4 Dasar Pengenaan Pajak, Tarif Dan Cara Perhitungan Pajak Terutang 17 Sesuai dengan peraturan yang di atur di Peraturan Daerah Kupang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Peraturan Daerah, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Yakni segala pengeluaran yang se-nyatanya telah dibayarkan atas jasa yang telah dinikmati pada hotel tersebut. Dasar Pengenaan Pajak hotel = 10% x Jumlah pembayaran yang seharusnya dibayarkan di bayarkan kpd hotel 2.2.5 Pengertian Pajak Restoran Menurut Peraturan Daerah Kupang Nomor 6 tahun 2011 tentang Pajak Daerah yaitu Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/ katering. Pemerintah kabupaten atau kota juga dapat mengenakan atau tidak mengenakan Pajak Restoran karena adanya ukuran omzet. Yang tidak termaksud pajak restoran adalah pelayanan yang nilai penjualannya tidak melebihi dari Rp 500.000 per bulan. 2.2.6 Obyek dan Subjek Pajak Restoran Menurut Peraturan Daerah Kota Kupang No 6 Tahun 2011 Pasal 8 yaitu, “Obyek Pajak Restoran adalah Pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayarannya” Sedangkan Pasal 9 menyatakan bahwa Subyek Pajak Restoran adalah orang pribadi yang datang ke restoran dan membeli makanan dan/ minuman dari restoran tersebut dan Wajib Pajak (WP) Restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran tersebut. 2.2.7 Dasar Pengenaan Pajak Restoran Sesuai dengan peraturan yang di atur di Peraturan Daerah Kupang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Peraturan Daerah dari Pasal 10 sampai dengan Pasal 12 yaitu: 18 Dasar Pengenaan Pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima oleh restoran. Tarif yang ditetapkan yaitu sebesar 10%. Berikut adalah cara perhitungan pajak restoran. Dasar Pengenaan Jumlah Pembayaran yang Tarif Pajak Pajak = 2.3 X seharusnya di terima Masa Pajak, Tahun Pajak dan Saat Terutang Pajak Pada Pajak Hotel dan Restoran, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwim, kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Saat pajak terutang dalam masa pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu pada saat terjadi pembayaran atau pelayanan jasa penginapan di hotel dan jasa penyediaan makanan dan minuman. Setiap pengusaha hotel dan restoran yang menjadi wajib pajak dalam memungut pembayaran Pajak Hotel dan restoran dari konsumen yang menggunakan jasa hotel dan restoran harus menggunakan bon penjualan atau note pesan (bill), kecuali ditetapkan lain oleh bupati/walikota. Termasuk pengertian penggunaan bon penjualan adalah penggunaan mesin cash register sebagai bukti pembayaran. Dalam bon penjualan sekurang-kurangnya harus mencantumkan catatan tentang jenis kamar yang ditempati, lama menginap, dan fasilitas, hotel yang digunakan ataupun jumlah makanan dan minuman yang dipesan. Bon penjualan harus mencantumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan diberi nomor seri, dan digunakan sesuai nomor urut. Wajib pajak yang wajib menggunakan bon penjualan, tetapi tidak menggunkan bon penjualan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% per bulan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Bon penjualan baru dapat digunakan setelah diporporasi oleh bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk. Wajib pajak wajib melegalisasi bon penjualan kepada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota, kecuali ditetapkan lain oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Legalisasi antara lain berupa porporasi atau stempel. Bagi wajib pajak yang dikecualikan melegalisasi bon 19 penjualan, wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Wajib pajak yang wajib melegalisasi bon penjualan, tetapi menggunakan bon penjualan yang tidak dilegalisasi dikenakan sanksi administrasi, umumnya berupa denda sebesar 2% persen per bulan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). 2.4 Pengukuan, Pendaftaran dan Pendataan 2.4.1 Pengkuhan Wajib Pajak Wajib Pajak Hotel dan Restoran wajib mendaftarkan usahanya kepada bupati/walikota, dalam praktik umumnya kepada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota dalam jangka waktu tertentu, misalnya selambat-lambatnya tiga puluh hari sebelum dimulainya kegiatan usaha, untuk dikukuhkan dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Jangka waktu ini sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh bupati atau walikota di mana Pajak Hotel dan Pajak Restoran dipungut. Surat Keputusan Pengukuhan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah tidak merupakan dasar untuk menentukan mulai saat terutang pajak hotel dan restoran, tetapi hanya merupakan sarana administrasi dan pengawasan bagi petugas Dinas Pendapatan Daerah. Apabila pengusaha hotel dan restoran tidak mendaftarkan usahanya dalam jangka waktu yang ditentukan, Kepala Dinas Pendapatan Daerah akan menetapkan pengusaha tersebut sebagai wajib pajak secara jabatan. Penetapan secara jabatan dimaksudkan untuk pemberian nomor pengukuhan dan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dan bukan merupakan penetapan besarnya pajak terutang. Tata cara pelaporan dan pengukuhan wajib pajak ditetapkan oleh bupati/walikota dan surat keputusan. 2.4.2 Pendaftaran dan Pendataan Wajib Pajak Kegiatan pendaftaran dan pendataan diawali dengan mempersiapkan dokumen yang dilakukan, berupa formulir pendaftaran dan pendataan, kemudian diberikan kepada wajib pajak. Setelah dokumen disiapkan kepada wajib pajak, wajib pajak mengisi formulir pendaftaran dengan jelas, lengkap, serta mengembalikan 20 kepada petugas pajak. Selanjutnya, petugas pajak mencatat formulir pendaftaran dan pendataan yang dikembalikan oleh wajib pajak, dalam Daftar Induk Wajib Pajak berdasarka nomor urut yang digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). 2.5 Tata Cara Penyetoran, Pelaporan, dan Sanksi Administrasi 2.5.1 Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) yang telah diisi dengan jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya dilaporkan ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) bersamaan langsung dengan penyetoran pajak terutang yang dihitung dan ditetapkan sendiri oleh wajib pajak. Pembayaran oleh wajib pajak atau kuasanya harus dilakukan sekaligus dan lunas serta diberikan tanda bukti pembayaran pajak dan dicatat dalam buku penerimaan oleh petugas tempat pembayaran dilakukan sebagai tertib administrasi dan pengawasan penerimaan pajak. Dengan begitu pembayaran pajak akan mudah terpantau oleh petugas pengawas. Kegiatan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, kecuali adanya kerja sama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain: pencetakan formulir perpajakan, pengiriman suratsurat kepada wajib pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang tertuang pengawasan penyetoran pajak, dan penagiahan pajak. 2.5.2 Sanksi Administrasi Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain wajib pajak tidak atau kurang bayar pajak terutang, atau tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) setelah 10 (sepuluh) hari sejak berakhirnya masa pajak, maka akan diterbitkan surat teguran sebanyak tiga kali. Apabila wajib pajak tidak juga melakukan kewajiban perpajakannya setelah diterbitkan surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dan dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar dua persen (2%) sebulan 21 dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar (paling lama 24 bulan) dihitung sejak saat terutangnya pajak. 1. Jika kewajiban membayar pajak terutang yang ditetapkan secara jabatan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) tidak dipenuhi wajib pajak, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar dua puluh lima persen (25%) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar dua persen (2%) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar (paling lama 24 bulan) dihitung sejak saat terutangnya pajak. 2. Jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang dan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), maka akan dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar seratus persen (100%) dari jumlah kekurangan tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri kekurangan tersebut sebelum dilakukannya pemeriksaan. 2.6 Pembayaran dan Penagihan Pajak Hotel dan Restoran 2.6.1 Pembayaran Pajak Hotel dan Restoran Pajak Hotel dan Restoran terhutang dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah. Penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran Pajak Hotel dan Restoran ditetapkan oleh bupati/walikota. Pembayaran Pajak yang terutang dilakukan ke kas daerah, bank, atau tempat lain yang ditunjuk oleh bupati/walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), dan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke kas daerah paling lambat 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh bupati/walikota. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran pada hari libur, pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. Kepada 22 wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak diberikan tanda bukti pembayaran pajak dan dicatat dalam buku penerimaan. Dalam keadaan tertentu bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pembayaran Pajak Hotel terutang dalam kurun waktu tertentu. Angsuran pembayaran pajak yang terutang harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar dua persen sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Pembarian persetujuan untuk menunda pembayaran pajak diberikan atas permohonan wajib pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Persyaratan serta tata cara pembayaran angsuran ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. 2.6.2 Penagihan Pajak Hotel dan Restoran Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) , Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan penagihan pajak. Surat teguran atau surat peringatan dilakukan tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak dan dikeluarkan tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak dan dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota. Dalam jangka waktu tujuh hari sejak surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterima, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang. Selanjutnya, bila jumlah pajak terutang yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis akan ditagih dengan Surat Paksa. Tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan, pelelangan, pencegahan, dan penyanderaan jika wajib pajak tidak mau melunasi utang pajaknya sebagaimana mestinya. Terakhir, apabila dilakukan penyitaan dan pelelangan barang milik wajib pajak yang disita, pemerintah kabupaten/kota diberi hak hak mendahulu untuk tagihan pajak atau barang-barang milik wajib pajak atau 23 pananggunga pajak. Ketentuan hak mendahulu meliputi pokok pajak, sanksi, administrasi berupa kenaikan, bunga, denda dan biaya penagihan pajak tetap tidak mau melunasi utang. Adanya Ketentuan tantang hak mendahulu ini untuk memberikan jaminan kepada daerah pelunasan utang pajak daerah bila pada saat yang bersamaan wajib pajak memiliki utang pajak dan juga utang/kewajiban perdata kreditur lainnya, sementara wajib pajak tidak mampu melunasi semua utangnya sehingga dinyatakan pailit. 2.7 Penelitian Terdahulu Untuk menunjang analisis dan landasan teori yang ada, maka diperlukan penelitian terdahulu sebagai pendukung bagi penelitian ini. Berkaitan dengan Pajak Hotel dan Pajak Restoran terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya: Trywilda, Bone, dan Abubakar (2013), Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Samarinda periode 2006- 2011.Didalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah dan untuk mencari atau mengetahui usaha atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah daerah Kota Samarinda untuk meningkatkan penerimaan di sektor Pajak Hotel dan Restoran agar kontribusinya bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Samarinda dapat lebih besar atau ditingkatkan lagi. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui Pajak Hotel dan Restoran di Kota Samarinda di analisis dengan alat analisis “Distribusi Persentase” dan “Rata-rata Hitung” yang memberikan gambaran besarnya kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Samarinda. Hasil analisis dan pembahasan, memperlihatkan bahwa rata-rata kelebihan realisasi terhadap target Pajak Hotel dan Restoran Kota Samarinda sebesar Rp 887.548.811,81 atau dengan persentase 6,86% dari rata-rata yang telah ditargetkan yaitu sebesar Rp12.931.833.333. Kemudian dilihat dari hasil analisis selanjutnya, rata-rata kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah selama kurun waktu 6 tahun sebesar Rp13.819.382.145,15 dengan persentase sebesar 12,56%. Kurniawan, Bakran, dan Haryono (2014), Penyusunan rencana pendapatan dan sosialisasi mengenai Peraturan Daerah dan rencana anggaran dibuat untuk 24 jangka waktu 3 bulan sekali (triwulan). Penyusunan anggaran ini dimasukan dalam Daftar Usulan Kegiatan (DUK) dengan berdasarkan Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai rencana pelaksaan kegiatan. Dalam rangka meningkatkan pajak daerah dan kesadaran masyarakat sebagai obyek Pajak Hotel dan Restoran merupakan salah satu sumber pajak daerah tentang Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Ketapang, ditegaskan bahwa Pajak Hotel dan Pajak Restoran merupakan pungutan daerah. Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Biaya pemungutan Pajak Hotel dan Pajak Restoran di Kabupaten Ketapang adalah jumlah biaya yang digunakan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Ketpang dalam rangka kegiatan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran. Adapun jenis pemungutan antara lain adalah: upaya pungut yang ditetapkan 5% dari realisasi pajak, biaya operasional tim intensifikasi sebesar 5% dari realisasi pajak, biaya operasional satuan petugas, biaya operasional pendapatan dan penagihan, biaya operasional pembukuan dan pengendalian, biaya operasional lainnya yaitu pengadaan karcis dan alat tulis kantor. Khairunnisa (2011) Otonomi Daerah memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola sumber Pendapatan Asli Daerah secara maksimal. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan promosi parawisata yang efektif, memanfaatkan kebijakan otonomi daerah yang seluasluasnya dengan menggunakan Sumber Daya Manusia yang memadai dan potensi wisata daerah Kota Bandung dalam pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian pemungutan Pajak Hotel dan Restoran meningkatkan partisipasi Wajib Pajak dalam penyelenggaraan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran. Pengembanga daya tarik keparawisataan tersebut diharapkan dapat mendukung perekonomian daerah. Menurut Saepurrahman (2012) pada Putri (2015), dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah, Pajak dan Retribusi Daerah, menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Pendapatan Asli Daerah ditinjau dari tugas dan fungsi pemerintah daerah mempunyai arti yang srategis, karena disamping merupakan salah satu wujud nyata dari tingkat kemandirian daerah dalam melaksanakan otonominya, Pendapatan Asli Daerah tersebut juga berkaitan dengan tingkat kemampuan Pemerintah Daerah dalam memobilisasi sumber-sumber dana daerah untuk melaksanakan pembangunan daerah 25 guna meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan ditandai antara lain dengan meningkatnya daya beli dan kemampuan membayar pajak dan retribusi daerah. Dengan diberlakukanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah mendapat peluang menggali secara maksimal sumber dana yang ada didaerahnya, dengan tetap memperhatikan kondisi ekonomi dan sosial daerah serta unsur legalitas. Dalam Undang-undang tersebut pemerintah daerah diizinkan untuk memungut beberapa jenis pajak daerah (kecuali pajak provinsi) dan retribusi lainnya sesuai kriteria –kriteria tertentu yang ditetapkan dalam Undang-undang. Pendapatan Asli Daerah yang dirangkum dalam jurnal Riduansyah (2003) terkait dengan Pendapatan Asli Daerah, seorang pakar dari World Bank berpendapat bahwa batas 20% perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan batas minimum untuk menjalankan otonomi daerah. Sekiranya Pendapatan Asli (PAD) kurang dari angka 20%, maka daerah tersebut akan kehilangan kredibilitasnya sebagai kesatuan yang mandiri. Pajak daerah, sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah, merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang memungut pajak daerah yang dibayarkannya. Retribusi daerah, komponen lain yang juga termasuk komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), merupakan penerimaan yang diterima oleh pemerintah daerah setelah memberikan pelayanan tertentu kepada penduduk mendiami wilayah yurisdiksinya. Perbedaan yang tegas antara Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terletak pada kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah. Jika pada Pajak Daerah kontraprestasi tidak diberikan secara langsung, maka pada Retribusi Daerah kontribusi diberikan secara langsung oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang membayar retribusi tersebut. Baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah, keduanya diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan disetujui oleh lembaga perwakilan rakyat serta dipungut oleh lembaga yang berada di dalam struktur pemerintah daerah yang bersangkut. Horan, Johnson, dan Robinson (2013) kebijakan konvensional menyatakan bahwa pajak adalah disiplin yuridis tertentu. Bagi mereka yang memberi saran kepada klien pribadi, implikasiekonomi perpajakan adalah fondasi penting untuk 26 menggabungkan pajak dalam pengelolaan kekayaan. Memahami seluk-beluk kode pajak negara tertentu. Bagaimana negara tersebut memberikan wawasan implikasi ekonomi dari pajak dan bagaimana mereka mempengaruhi risiko, pengembalian dan strategi investasi. Oleh karena itu, manajemen aspek pajak yang efisien adalah global dari pada disiplin lokal. Pada tingkat yang paling dasar, pajak atas investasi dan modal yang diberlakukan oleh pemerintah terbatas. Daripada menjadi ahli dalam kode pajak daerah, lebih baik memahami prinsip ekonomi perpajakan yang berlaku secara global untuk menghindari membuat keputusan yang bijak tetapi tidak berguna. Dan dalama jurnal dikemukakan oleh Prayanti, Suwendra, dan Yudiaatmaja (2014) Pajak hotel dan pajak restoran merupakan dua jenis pajak daerah yang potensinya semakin berkembang seiring dengan makin diperhatikannya komponen pendukung yaitu sektor jasa dan pariwisata dalam kebijakan pembangunan daerah. Semula menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, pajak atas hotel disamakan dengan pajak restoran dengan nama pajak hotel dan restoran. Adanya perubahan Undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi, maka dikeluarkannya UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000.Pajak hotel dan pajak restoran dipisahkan menjadi jenis pajak yang berdiri sendiri. Beckett, Jane (2006). Pendapatan Daerah sangat penting bagi masa depan daerah. Peramalan Pendapatan Daerah yang akurat dapat membantu aliran pendapatan daerah dalam jangka panjang maupun pendek, maka dari itu pajak daerah harus dihitung dengan baik karena Hal ini penting bagi pemerintah daerah untuk mengetahui apakah basis pendapatan pajak mereka menyusut atau meningkatkan agar dapat secara akurat merencanakan masa depan pengeluaran dan untuk memasitkan keseimbangan anggaran agar pendapatan tetap baik. Dengan menggali potensi-potensi dari pajak daerah itu sendiri sehingga pendapatan daerah akan lebih baik. Aragon (2013) Pajak daerah yang relatif mahal untuk transfer antara pemerintah. Menggunakan database Peru, menentukan bahwa bukti yang kuat pemerintah pusat mendapatkan dana dari biaya pemungutan pajak daerah. Sumber yang paling penting dari pajak daerah adalah pajak properti. Pemerintah daerah memiliki sedikit nilai kontrol pajak dan tarif pajak. Kota kabupaten menjaga pajak lokal dalam yurisdiksi mereka. 27 28