pengaruh struktur biaya terhadap kegiatan

advertisement
PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN
PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI
BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
INTAN PUSPITA SARI
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Struktur Biaya terhadap
Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten
Subang, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2010
Intan Puspita Sari
ABSTRAK
INTAN PUSPITA SARI, C44060047. Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan
Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa
Barat. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan AKHMAD SOLIHIN.
Kabupaten Subang merupakan salah satu basis kegiatan perikanan tangkap bagi
para nelayan di Jawa Barat. Perkembangan perikanan tangkap di Desa Blanakan
setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian, ditinjau
dari produktivitas penangkapan ikan, volume produksi perikanan tangkap di Desa
Blanakan cenderung fluktuatif. Salah satu jenis pukat kantong yang digunakan
oleh nelayan dalam melakukan penangkapan ikan adalah cantrang. Cantrang
tergolong “Danish Seine”. Pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri dari bagianbagian yang terdiri dari kantong (cod end), badan (body), kaki/sayap (wing), dan
mulut (mouth). Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji komposisi struktur
biaya penangkapan cantrang dan pengaruhnya terhadap kegiatan penangkapan
cantrang di PPI Blanakan. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi
sederhana untuk mengetahui pengaruh struktur biaya terhadap kegiatan
penangkapan ikan, analisis usaha digunakan untuk mengetahui pendapatan dan
kelayakan usaha cantrang di PPI Blanakan, serta analisis sensitivitas untuk
melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu
analisis kelayakan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa struktur
biaya penangkapan cantrang terdiri atas biaya investasi, biaya tetap, dan biaya
variabel. Biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 188.000.000 – Rp
275.100.000, biaya variabel sebesar Rp 458.397.000 – Rp 796.500.000 per tahun,
dan biaya tetap sebesar Rp 43.066.700 – Rp 61.720.000 per tahun. Berdasarkan
perhitungan persamaan regresi hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang
adalah Y = 2499 – 0,16X + ε. Nilai korelasi sebesar 0,916 yang artinya bahwa
hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat dan
berdasarkan uji t struktur biaya dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan
dengan cantrang.
Kata kunci: cantrang, PPI Blanakan, struktur biaya
© Hak cipta IPB, Tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber:
a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b.
Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN
PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI
BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
INTAN PUSPITA SARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi
: Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan
Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang,
Jawa Barat
Nama
: Intan Puspita Sari
NRP
: C44060047
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M.Si.
Akhmad Solihin, S.Pi, MH
NIP: 19691106 199702 1 001
NIP : 19790403 200701 1 001
Diketahui :
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc
NIP: 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus: 15 Juni 2010
KATA PENGANTAR
Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Februari 2010 ini adalah struktur biaya perikanan,
dengan judul Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan
dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Eko Sri Wiyono,S.Pi, M.Si
dan Akhmad Solihin, S.Pi, MH selaku pembimbing yang telah membantu penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun. Semoga hasil penelitian dalam bentuk skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juni 2010
Intan Puspita Sari
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada:
1. Bapak Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si dan Bapak Akhmad Solihin, S.Pi, MH
sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
2. Bapak Vita Rumanti K., S.Pi, MT sebagai Komisi Pendidikan Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas sarannya;
3. Bapak Ir. Ronny Irawan Wahyu M.Phil sebagai penguji tamu pada sidang
ujian skripsi yang telah memberikan saran kepada penulis;
4. Bapak Ali, Bapak Yanto, Bapak Supardi, Bapak Asep, Bapak Dedi dan
segenap staff KUD Inti Mina Fajar Sidik yang telah memberikan informasi
yang diperlukan dalam penelitian ini dan membantu penulis dalam
pelaksanaan penelitian;
5. Bu Rika dan keluarga atas bantuannya selama penulis berada di Blanakan,
Kabupaten Subang;
6. Ayahanda (Andiriyana), Ibunda (Lilih Hernaliah), dan adik-adik tersayang
(Riko Ramadhan dan Agnes Sherliyana) yang telah memberikan dorongan,
dukungan serta doanya kepada penulis;
7. Enur, Septa, Siska M, Ghea, Mertha, Riri, Ratih dan seluruh rekan PSP 43
yang telah membantu dan memberikan dukungan serta doanya kepada penulis
selama menempuh pendidikan di PSP, IPB.
8. Asep Suheri yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini, serta menemani saat suka dan duka;
9. OOPS crew (Emil, Merry, Dyan, Mutty, Ria, Fera, Mey, Mprit, Eka, Puma,
Molly, dan Isti) yang telah meberikan dukungan, semangat, dan doa kepada
penulis; dan
10. Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Februari
1989 dari Bapak Andiriyana dan Ibu Lilih Hernaliah. Penulis
merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus
dari SMA Negeri 1 Cileungsi pada tahun 2006. Pada tahun
yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), terdaftar sebagai
mahasiswa Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor dan mengambil Supporting Course dari beberapa mata
kuliah di Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi
kemahasiawaan.
Penulis
pernah
menjabat
sebagai
staff
Departemen
Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
(HIMAFARIN) tahun 2007 – 2009. Selama masa kuliahnya, penulis pernah
mendapatkan beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) tahun 2009 – 2010.
Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan dan seminar baik ruang
lingkup Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan maupun lingkup
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Pada tahun 2010, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh
Struktur Biaya terhadap Kegiatan penangkapan Ikan dengan Cantrang di
PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan
Manajemen
Perikanan
Tangkap,
Departemen
Pemanfaatan
Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 3
1.3 Manfaat ....................................................................................................... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
2.1 Unit Penangkapan Cantrang……………….......................... ....…………..4
2.1.1 Alat tangkap cantrang……………………………………… ……..4
2.1.2 Kapal cantrang……………………………………………………..5
2.1.3 Nelayan cantrang…………………………………………..............6
2.1.4 Alat bantu penangkapan……………………………………...........7
2.1.5 Metode pengoperasian……………………....……………..............7 2.2 Biaya ........................................................................................................... 8
2.3 Penggolongan Biaya ................................................................................... 9
2.4 Biaya Penangkapan Ikan ........................................................................... 13
2.5 Analisis Sensitivitas .................................................................................. 14
3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................... 16
3.2 Metode Penelitian ....................................................................................... 16
3.3 Analisis Data............................................................................................... 17
3.3.1 Analisis regresi sederhana ............................................................... 17
3.3.2 Analisis pendapatan usaha .............................................................. 19
3.3.3 Analisis kriteria investasi ................................................................ 19
3.3.4 Analisis sensitivitas ......................................................................... 21
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................................... 22
4.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan.............. 22
4.2 Karakteristik Fisik Perairan Kabupaten Subang ......................................... 24
4.3 Kependudukan ............................................................................................ 25
4.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPI Blanakan................................ 27
4.4.1 Sarana dan prasarana penangkapan................................................. 27
4.4.2 Perkembangan produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan ......... 31
4.4.3 Perkembangan alat tangkap di TPI Blanakan ................................. 32
4.4.4 Daerah penangkapan ikan ............................................................... 33
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 34
5.1 Hasil .......................................................................................................... 34
x
5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang ............................................. 34
5.1.2 Struktur biaya unit penangkapan cantrang ...................................... 43
5.1.3 Penerimaan unit usaha cantrang ...................................................... 45
5.1.4 Analisis kriteria investasi................................................................. 47
5.1.5 Analisis sensitivitas usaha perikanan cantrang ................................ 48
5.1.6 Pengaruh struktur biaya terhadap trip ............................................. 50
5.2 Pembahasan ................................................................................................ 56
6 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 61
6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 61
6.2 Saran.......................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 63
LAMPIRAN .......................................................................................................... 65
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Data jumlah penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat pendidikan tahun
2009 ................................................................................................................... 26
2 Data penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat kesejahteraan tahun 2009..
............................................................................................................................ 26
3 Persentase potongan pelelangan bagi nelayan maupun bakul di TPI Blanakan
.......................................................................................................................... ..30
4 Perkembangan volume produksi dan nilai produksi TPI Blanakan tahun 20022008………….....................................................................................................31
5 Jumlah alat tangkap dan trip penangkapan ikan di Kabupaten Subang tahun
2008…………………….....................................................................................32 6 Perkembangan alat tangkap di PPI Blanakan..................................................... 33
7 Spesifikasi alat tangkap cantrang di PPI Blanakan ............................................ 38
8 Investasi usaha perikanan cantrang per kapal .................................................... 43
9 Total biaya operasional unit usaha cantrang PPI Blanakan per tahun ............... 44
10 Penerimaan usaha unit perikanan cantrang……………………………... ……45
11 Pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran kapal ......... 46
12 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang PPI Blanakan ................ 47
13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal ..................................................... 49
14 Perkembangan harga solar tahun 2005-2009 ................................................... 51
15 Jumlah trip dan harga solar tahun 2005 ........................................................... 51
16 Jumlah trip dan harga solar tahun 2008 ........................................................... 53
17 Jumlah trip cantrang dan harga solar tahun 2005 – 2009................................. 55
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Gedung KUD Mandiri Mina Fajar Sidik ........................................................... 28
2 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan ............................................. 29
3 Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) .............................................................. 30
4 Gedung pabrik es PPI Blanakan......................................................................... 31
5 Tali selambar ...................................................................................................... 35
6 Tali ris atas ......................................................................................................... 36
7 Pelampung besar ................................................................................................ 36
8.Jaring cantrang di PPI Blanakan Subang ........................................................... 37
9 Kapal cantrang di PPI Blanakan ........................................................................ 39
10.Konstruksi kapal cantrang di PPI Blanakan ..................................................... 40
11 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan keuntungan .......................... 46
12 Nilai Net Present Value (NPV) berdasarkan ukuran kapal cantrang ............... 48
13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal cantrang ...................................... 49
14 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan sensitivitas ........................... 50
15 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2005 ...................................... 52
16 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005 ............................................. 52
17 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2008 ...................................... 53
18 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2008 ............................................. 54
19 Grafik hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang 2005-2009............ 55
20 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005 – 2009 ................................. 56
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta lokasi penelitian ......................................................................................... 66
2 Peta kecamatan kabupaten Subang .................................................................... 67
3 Contoh perhitungan analisis usaha ..................................................................... 68
4 Rincian biaya investasi unit usaha cantrang PPI Blanakan................................ 69
5 Rincian biaya tetap unit usaha cantrang PPI Blanakan ...................................... 71
6 Rincian biaya variabel usaha unit penangkapan cantrang.................................. 73
7 Penerimaan usaha unit penangkapan cantrang PPI Blanakan…….……………75
8 Contoh perhitungan analisis cashflow unit usaha cantrang PPI Blanakan…….80
9 Contoh analisis usaha dan cashflow setelah perhitungan sensitivitas………....83
10 Hasil tangkapan cantrang PPI Blanakan…………………...…………………87
11 Excel output persamaan regresi……………………………………………….89 xiv
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan
tangkap
adalah
kegiatan
ekonomi
dalam
bidang
penangkapan/pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di
perairan umum secara bebas (Monintja, 1989). Biaya sangat diperlukan dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan. Komponen biaya terdiri dari
biaya investasi, perbaikan, pemeliharaan dan operasional. Biaya operasional
merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan suatu operasi
penangkapan ikan. Biaya operasional dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya operasional tetap antara lain biaya
izin berlayar, biaya Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), biaya tambat labuh kapal,
biaya pemeliharaan dan biaya penyusutan. Biaya operasional variabel antara lain
es, solar (BBM), air, ransum (kebutuhan makanan), pelumas, dan minyak tanah.
Kabupaten Subang merupakan salah satu basis kegiatan perikanan tangkap
bagi para nelayan di Jawa Barat. Pada tahun 2008, volume produksi ikan di
Kabupaten Subang mencapai 18.036.187 kg dengan nilai produksi Rp
148.420.872.000 (DKP Kabupaten Subang, 2009). Pemanfaatan sumberdaya ikan
laut di Kabupaten Subang didominasi oleh para nelayan dari luar Kabupaten
Subang, akan tetapi kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan
tersebut memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendapatan daerah
Kabupaten Subang. Hal ini dikarenakan proses pendaratan dan penjualan
dilakukan di tempat pelelangan ikan yang terdapat di Kabupaten Subang.
Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Subang yang terpenting bertempat di
PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Subang, Jawa Barat.
Perkembangan perikanan tangkap di Desa Blanakan setiap tahunnya
cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian, ditinjau dari produktivitas
penangkapan ikan, volume produksi perikanan tangkap di Desa Blanakan
cenderung fluktuatif. Kenaikan jumlah produksi terbesar selama kurun waktu
2002-2008, terjadi pada tahun 2003-2004 dengan jumlah kenaikan sebesar
258.134 kg atau 0,88% dari tahun sebelumnya. Penurunan jumlah produksi
terbesar terjadi pada tahun 2004-2005 dalam kurun waktu 2002-2008 yaitu
2 sebesar 1.376.070 kg atau 4,7% dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena
pada tahun tersebut banyak kapal yang tidak mendaratkan hasil tangkapan di TPI
Blanakan.
Perkembangan jumlah unit penangkapan yang berbasis di Desa Blanakan
selama periode 2004-2008 mengalami penurunan dari tahun ke tahun, kecuali
pada tahun 2008 yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 17
unit atau 1,34% dari tahun sebelumnya. Secara umum, jenis alat penangkapan
ikan yang dioperasikan adalah gillnet, purse seine, cash net, pancing, dan pukat
kantong. Salah satu jenis pukat kantong yang digunakan oleh nelayan dalam
melakukan penangkapan ikan adalah Cantrang. Cantrang tergolong “Danish
Seine”. Pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri dari bagian-bagian yang terdiri dari
kantong (cod end), badan (body), kaki/sayap (wing), dan mulut (mouth). Kantong
merupakan bagian jaring tempat berkumpulnya hasil tangkapan. Badan (body)
merupakan bagian terbesar dari jaring yang terletak di antara kantog dan kaki.
Kaki/sayap merupakan bagian jaring yang merupakan sambungan badan sampai
tali selambar. Bagian mulut pada cantrang berukuran sama sehingga ukuran tali
ris atas dan tali ris bawah sama panjang. Hasil tangkapan cantrang pada umumnya
adalah ikan petek (Leioghnatus sp), kerapu (Epinephelus sp.), ikan sebelah
(Psettodes erumei), pari (Dasyatis sp.), dan berbagai macam udang (Subani dan
Barus, 1989).
Penelitian terdahulu yang pernah mengkaji mengenai cantrang beberapa
diantaranya adalah suatu studi tentang konstruksi jaring cantrang dan
kemungkinan pengembangannya (Marulam, 1989), pengaruh pemasangan rantai
pemberat terhadap hasil tangkapan jaring cantrang (Sarpan, 1990), model usaha
penangkapan ikan dengan jaring cantrang (Hasibuan, 1991), namun pengaruh
struktur biaya terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang di PPI
Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang belum pernah dilakukan.
Sehubungan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh struktur biaya terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan
cantrang di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
3 1.2
Tujuan
1) Mengkaji komposisi struktur biaya penangkapan cantrang di PPI
Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat; dan
2) Mengkaji pengaruh struktur biaya penangkapan terhadap kegiatan
penangkapan ikan dengan cantrang di Desa Blanakan, Kabupaten
Subang, Jawa Barat.
1.3
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting yang
dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan tentang struktur biaya
perikanan cantrang sebagai bahan estimasi usaha perikanan cantrang khususnya di
PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Unit Penangkapan Cantrang
Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi
penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, perahu atau kapal penangkap dan
nelayan. Menurut Pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, menangani, mengolah, dan atau mengawetkan di tempat yang tidak
dibudidayakan dengan alat atau cara apapun.
2.1.1 Alat tangkap cantrang
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), pukat tarik cantrang
merupakan alat penangkap ikan berkantong tanpa alat pembuka mulut pukat
dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara
melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari
atas kapal. Pukat tarik cantrang termasuk dalam klasifikasi pukat kantong (seine
nets), sesuai dengan Statistik Penangkapan Perikanan Laut – Indonesia. Pukat
tarik cantrang merupakan salah satu alat penangkap ikan dasar dari jenis pukat
tarik yang banyak dipergunakan oleh nelayan skala kecil dan skala menengah,
dengan daerah penangkapan di wilayah seluruh perairan Indonesia. Ukuran besar
kecilnya pukat tarik cantrang (panjang total x keliling mulut jaring) sangat
beragam, tergantung dari ukuran tonase kapal dan daya motor penggerak kapal.
Pengoperasian pukat tarik cantrang, kadang-kadang dilengkapi dengan palang
rentang (beam) sebagai alat pembuka mulut jaring. Pengoperasian pukat tarik
cantrang tidak dihela di belakang kapal yang sedang berjalan (kapal dalam
keadaan berhenti).
Menurut Subani dan Barus (1989), cantrang sudah sejak lama dikenal oleh
nelayan Indonesia terutama di pantai utara Jawa. Cantrang tergolong “Danish
Seine”, pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri atas bagian:
5
1)
Kantong (cod end), merupakan bagian jaring tempat berkumpulnya hasil
tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil
tangkapan tidak mudah lolos;
2)
Badan (body), bagian terbesar dari jaring yang terletak diantara kantong dan
kaki. Badan ini terdiri atas bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbedabeda. Bahan badan cantrang terbuat dari benang katun;
3)
Kaki/sayap (wing), bagian jaring yang merupakan sambungan atau
perpanjangan badan sampai tali selambar. Bagian ini merupakan penghalau
ikan untuk kemudian masuk ke dalam kantong;
4)
Mulut (mouth), pada bagian ini bagian atas mulut jaring (bibir atas) dan
bagian bawah (bibir bawah) erukuran sama panjang atau sejajar;
5)
Tal
ris
atas
(head
rope),
adalah
tali
yang
dipergunakan
untuk
menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas
melalui mulut bagian atas;
6)
Tali ris bawah (ground rope), adalah tali yang dipergunakan untuk
menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah
melalui mulut bagian bawah;
7)
Tali selambar (warp rope), adalah tali yang berfungsi sebagai penarik pukat
tarik cantrang ke atas geladak kapal;
8)
Pelampung (float), digunakan untuk membantu membuka mulut jaring ke
arah atas; dan
9)
Pemberat (sinker), digunakan untuk membuka mulut jaring ke arah bawah
berupa batu atau timah;
2.1.2 Kapal cantrang
Menurut Pasal 1 UU No. 31/2004, definisi kapal perikanan adalah kapal,
perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan
ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan
ikan, pengolahan ikan, pelatihan-pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi
perikanan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2002
tentang Usaha Perikanan, kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus
6
dipergunakan untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan,
mendinginkan, atau mengawetkan.
Kapal penangkap ikan sangat tergantung dari alat penangkap ikan yang
dipergunakan untuk operasi penangkapan ikan sehingga akan mempengaruhi
konstruksi kapalnya. Kapal penangkap ikan seringkali hanya disebut “kapal ikan”
saja dalam masyarakat perikanan. Sedangkan untuk penggolongan dan
penyebutan jenis kapal ikan disesuaikan dengan jenis alat penangkapnya,
sehingga ada yang disebut pukat tarik (Trawler), kapal pukat kantong (Seiner),
kapal pukat cincin (Purse seiner), kapal jaring insang (Gill netter), kapal rawai
(Long liner), dan lain-lain (Prado dan Dremiere, 2006)
Penangkapan dengan cantrang pada umumnya menggunakan perahu yang
disebut ijo-ijo dengan panjang 6 – 7 meter, lebar 1,5 – 2 meter, dan dalam 0,5 – 1
meter atau kadang menggunakan perahu “soprek”. Perahu tersebut dilengkapi
dengan layar maupun mesin motor tempel (Subani dan Barus, 1989). Menurut
Bambang (2006), kapal yang digunakan terbuat dari kayu berukuran panjang 7 –
11 meter, lebar 3 meter, dan dalam 1,5 meter, bermesin duduk (inboard engine)
berkekuatan 18 – 22 HP atau lebih. Kapal dilengkapi palka berinsulasi dengan
kapasitas 3 – 4 ton sehingga memungkinkan lama trip sampai 7 hari atau lebih.
2.1.3 Nelayan cantrang
Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 31/2004, nelayan didefinisikan sebagai
orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah
orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan,
binatang air lainnya, atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan
seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu
atau kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin atau juru masak yang
bekerja di atas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak
secara langsung melakukan penangkapan. Menurut Subani dan Barus (1989),
nelayan yang dibutuhkan dalam pengoperasian cantrang yaitu 2 – 3 orang.
Menurut waktu kerjanya, nelayan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori
yaitu:
7
1)
Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan
untuk melakukan operasi penangkapan ikan;
2)
Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan; dan
3)
Nelayan sambilan tambahan, nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya
dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
2.1.4 Alat bantu penangkapan
Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor
Kep.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan
Ikan, alat bantu penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau bendabenda lainnya yang dipergunakan untuk membantu efisiensi dan efektifitas
penangkapan ikan. Alat bantu berupa winch/kapstan dibuat dari bekas gardan
mobil. Pada kedua ujung gardan ini dipasang dua buah kapstan yang dibuat dari
bahan kayu dengan diameter 20 cm. untuk menggerakkan winch digunakan mesin
diesel (mesin bantu) berkekuatan 6 – 12 HP (Bambang, 2006)
2.1.5 Metode pengoperasian
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), cantrang dioperasikan di
dasar perairan melingkari gerombolan ikan, dengan tali selambar yang panjang.
Penarikan tali selambar bertujuan untuk menarik dan mengangkat pukat tarik
cantrang ke atas geladak perahu/kapal. Penarikan tali selambar dengan
menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) yang berupa
permesinan kapstan/gardan. Pengoperasian pukat tarik cantrang dilaksanakan
tanpa menghela di belakang kapal (kapal dalam keadaan berhenti), dan tanpa
menggunakan papan rentang (otter board) atau palang rentang (beam).
Teknik pengoperasian menurut Badan Standardisasi Nasional (2006) adalah
sebagai berikut:
1) Penurunan pukat (setting)
Penurunan pukat dilakukan dari salah satu sisi lambung bagian buritan
perahu/kapal dengan gerakan maju perahu/kapal membentuk lingkaran sesuai
dengan panjang tali selambar (≥500 meter) dengan kecepatan perahu/kapal
8
tertentu. Penggunaan tali selambar yang panjang bertujuan untuk memperoleh
area sapuan yang luas.
2) Penarikan dan pengangkatan pukat (hauling)
Penarikan dan pengangkatan pukat dilakukan dari buritan perahu/kapal
dengan menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) dalam
kedudukan perahu/kapal bertahan.
2.2
Biaya
Pengertian biaya banyak sekali dikemukakan oleh pakar, baik itu pakar
ekonomi, akuntan, dan pakar lainnya. Akuntan mendefinisikan biaya (cost)
sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone)
untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam unit uang
yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa (Horngren et
al., 2005). Menurut Mulyadi (2005), biaya merupakan pengorbanan sumber
ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang
kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Sulastiningsih dan
Zulkifli (1999) dalam arti sempit biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
untuk memperoleh aktiva, sedangkan dalam arti luas biaya merupakan
pengorbanan sumber ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang yang telah
terjadi atau secara potensial akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat unsur
dalam biaya yaitu: (1) pengorbanan sumber ekonomis, (2) diukur dalam satuan
uang, (3) telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi, dan (4) untuk mencapai
tujuan tertentu.
Biaya aktual (actual costs) adalah biaya yang terjadi (historical cost), untuk
dibedakan dari biaya yang dianggarkan (budgeted) atau biaya yang diperkirakan
(forecasted). Suatu konsep biaya secara khas akan menghitung biaya dalam dua
tahap dasar yaitu akumulasi (accumulation) yang dilanjutkan dengan pembebanan
(assignment). Akumulasi biaya (accumulation cost) adalah kumpulan data biaya
yang diorganisir dengan sejumlah cara yang menggunakan sarana berupa sistem
akuntansi. Pembebanan biaya (cost assignment) adalah istilah umum yang terdiri
9
atas penelusuran akumulasi biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan
objek biaya dan pengalokasian akumulasi biaya yang mempunyai hubungan tidak
langsung dengan objek biaya (Horngren et al., 2005).
Menurut Nicholson (1991) biaya ekonomi dari setiap masukan adalah
pembayaran yang diperlukan untuk mempertahankan masukan itu dalam
penggunaannya saat ini. Definisi lain yang setara biaya ekonomi sebuah masukan
adalah pembayaran yang diterima masukan tersebut dalam penggunaan
alternatifnya yang terbaik. Ada dua penyederhanaan tentang masukan-masukan
tersebut yang dipergunakan sebuah perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa
hanya terdapat dua masukan yaitu tenaga kerja homogen (L, diukur dalam jam
tenaga kerja) dan modal homogen (K, diukur dalam jam mesin). Kedua,
diasumsikan bahwa masukan-masukan untuk sebuah perusahaan dalam pasar
yang bersaing sempurna. Perusahaan-perusahaan dapat membeli atau menjual
semua jasa tenaga kerja dan modal yang mereka inginkan dalam tingkat sewa
yang berlaku (w dan v). Berdasarkan asumsi penyederhanaan tersebut, biaya total
dari sebuah perusahaan dalam satu periode direpresentasikan dengan:
Biaya total = TC = wL + vK
Keterangan:
TC
: Total cost
L
: Jumlah tenaga kerja
K
: Jumlah modal homogen
w
: Tingkat sewa tenaga kerja (upah per jam)
v
: Tingkat sewa modal
2.3
Penggolongan Biaya
Biaya dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Pengelompokkan
dapat berbeda-beda tergantung para pakar membaginya berdasarkan hal tertentu.
Semua kegiatan yang dilakukan untuk mendukung operasional perusahaan pada
hakikatnya tidak bisa lepas dari biaya. Biaya-biaya tersebut menurut Subagyo
(2007) adalah:
1)
Biaya modal investasi adalah dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan
aktiva tetap yang akan digunakan perusahaan untuk menjalankan aktivitas
10
bisnisnya. Contoh: pembelian peralatan mesin, kendaraan, pembangunan
gedung dan sebagainya.
2)
Biaya modal kerja adalah dana yang dikeluarkan untuk membiayai
operasional perusahaan. Contoh, pembelian bensin dan solar untuk
menjalankan mesin dan kendaraan.
3) Biaya start-up adalah investasi yang digunakan untuk mendanai pendirian
usaha/bisnis. Contohnya, biaya legalitas dan perizinan, biaya studi kelayakan,
biaya konsultan, biaya riset, serta biaya pra operasional lainnya.
Menurut Nicholson (1991) biaya dapat dikelompokkan berdasarkan sumber
daya yaitu biaya tenaga kerja, biaya modal, dan biaya jasa kewirausahaan.
1)
Biaya tenaga kerja
Bagi para akuntan, pengeluaran untuk tenaga kerja merupakan biaya lancar
dan merupakan biaya produksi. Bagi para ekonom, biaya tenaga kerja merupakan
biaya eksplisit. Jasa tenaga kerja (jam kerja) dikontrak dengan tingkat upah per
jam (w) tertentu. Menurut Achmad Tjahjono dan Sulastiningsih (2003) biaya
tenaga kerja dapat dibedakan menjadi biaya tenaga kerja langsung dan biaya
tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung adalah upah untuk para
tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi. Sedangkan
biaya tenaga kerja tidak langsung adalah upah untuk para tenaga kerja yang
terlibat secara tidak langsung dalam proses produksi. Contohnya upah untuk para
mandor pabrik.
Dalam praktiknya, banyak faktor yang mempengaruhi biaya tenaga kerja.
Tunjangan pegawai dan potongan-potongan atas gaji dan upah akan
mempengaruhi biaya tenaga kerja yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para
pegawai. Contoh tunjangan-tunjangan yang menambah upah atau gaji adalah
bonus, tunjangan hari libur, tunjangan pensiun. Sedangkan contoh dari potonganpotongan atas gaji/upah adalah pajak penghasilan karyawan, iuran dana awal, dan
iuran koperasi pegawai.
2)
Biaya modal
Para akuntan menggunakan harga historis dari mesin tertentu dan
menggunakan aturan depresiasi yang dipilih. Sedangkan para ekonom
11
memandang harga historis dari sebuah mesin sebagai sebuah “biaya hangus” yang
tidak relevan dalam proses produksi. Biaya ini merupakan biaya implisit.
3)
Biaya jasa kewirausahaan
Pemilik sebuah bisnis merupakan orang yang berhak atas apa yang tersisa
dari semua pendapatan atau kerugian yang tersisa setelah membayar semua biaya
masukan. Biaya ini juga disebut “laba” atau keuntungan yang dapat bersifat
negatif atau positif.
Biaya juga dapat dikelompokkan menurut hubungan biaya dengan sesuatu
yang dibiayai. Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau Jasa. Dalam
hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu:
1) Biaya langsung (direct cost) suatu objek biaya terkait dengan suatu objek biaya
dan dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara yang layak secara
ekonomi (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005). Dengan kata lain biaya
langsung adalah biaya yang terjadi karena ada sesuatu yang dibiayai; dan
2) Biaya tidak langsung (indirect cost) suatu objek biaya berkaitan dengan suatu
objek biaya namun tidak dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara
yang layak secara ekonomis (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005).
Dengan kata lain, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak
tergantung kepada ada atau tidak adanya sesuatu yang dibiayai.
Beberapa faktor yang mempengaruhi klasifikasi biaya langsung atau tidak
langsung:
1) Materialitas suatu biaya, semakin besar nilai suatu biaya, semakin besar
kemungkinan biaya tersebut dapat dilacak secara ekonomis ke objek biaya
tertentu.
2) Ketersediaan teknologi pencarian informasi.
3) Pencarian informasi memungkinkan perusahaan mengelompokkan semakin
banyak biaya sebagai biaya langsung.
4) Desain operasi, mengelompokkan biaya sebagai biaya langsung akan mudah
jika fasilitas perusahaan digunakan secara eksklusif hanya untuk objek biaya
12
yang spesifik, seperti produk tertentu atau konsumen tertentu (Horngren et al.,
2005)
Berdasarkan pola perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan
volume kegiatan, biaya dapat dikelompokkan menjadi:
1) Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang secara total berubah
proporsional mengikuti perubahan tingkat aktivitas atau volume yang terkait
(Horngren et al., 2005). Menurut Umar (2003), biaya variabel adalah biaya yang
jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi dan
dinyatakan dalam satuan rupiah.
2) Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap (Fixed cost) adalah biaya yang tidak akan berubah secara total
dalam jangka waktu tertentu, sekalipun terjadi perubahan yang besar atas tingkat
aktivitas atau volume yang terkait. Biaya dikatakan tetap atau variabel jika
dikaitkan dengan suatu objek biaya atau jangka waktu tertentu (Horngren et al,
2005). Menurut Umar (2003), biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tetap,
tidak tergantung kepada perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan produk
di dalam interval waktu tertentu dan dinyatakan dalam satuan rupiah.
Secara simultan biaya dapat berupa:
1) Biaya langsung dan variabel;
2) Biaya langsung dan tetap;
3) Biaya tidak langsung dan variabel; dan
4) Biaya tidak langsung dan tetap.
Menurut Horngren et al., 2005 klasifikasi biaya manufaktur yang umum
digunakan dapat dikelompokkan menjadi:
1) Biaya bahan baku langsung (direct material costs), biaya perolehan seluruh
bahan baku yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari objek biaya dan
yang dapat dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis. Biaya perolehan
seluruh bahan baku langsung mencakup beban angkut, pajak pertambahan
nilai, serta bea masuk;
13
2) Biaya tenaga kerja manufaktur langsung (direct manufacturing labour costs),
yang meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja manufaktur yang dapat
dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis; dan
3) Biaya manufaktur tidak langsung (indirect manufacturing costs), adalah
seluruh biaya manufaktur yang terkait dengan objek biaya namun tidak dapat
dilacak ke objek biaya secara ekonomis. Contohnya, biaya tenaga listrik,
perlengkapan, minyak pelumas, sewa pabrik, dan lain-lain.
2.4
Biaya Penangkapan Ikan
Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori yaitu biaya
berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan biaya yang tidak merupakan
pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini pengeluaran-pengeluaran nyata
ada yang kontan dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran-pengeluaran kontan
adalah (1) Bahan bakar dan oli (2) bahan pengawet (es dan garam) (3)
pengeluaran untuk konsumsi awak kapal (4) pengeluaran untuk reparasi (5)
pengeluaran untuk retribusi dan pajak. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak
kontan adalah upah/gaji awak nelayan pekerjaan yang umumnya bersifat bagi
hasil dan dibayar sesudah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata
adalah penyusutan dari kapal, mesin-mesin dan alat penangkap karena
pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan
disini hanya merupakan taksiran kasar (Mulyadi, 2005).
Komponen biaya penangkapan terdiri dari biaya investasi, biaya perbaikan,
pemeliharaan dan operasional. Biaya investasi sangat bergantung pada jenis alat
tangkap dan kapal yang akan digunakan serta umur ekonomis sarana tersebut.
Adapun biaya perbaikan dan pemeliharaan tergantung pada kebutuhan dan kondisi
yang ada. Biaya operasional mencakup pembelian minyak tanah (untuk kapal
besar), solar dan bensin (mesin bantu), serta konsumsi ABK selama beroperasi
(Barani, 2005).
Nilai asset (inventaris) tetap/tidak bergerak dalam satu unit penangkap
disebut sebagai modal. Pada umumnya, untuk satu unit penangkap modal terdiri
dari alat tangkap, kapal penangkap, alat pengolahan atau pengawet di dalam
kapal, dan alat-alat pengangkutan laut. Dengan adanya bermacam-macam alat
14
penangkapan dan tingkatan-tingkatan kemajuan nelayan, banyaknya alat-alat
tersebut pada tiap-tiap unit penangkap tidak sama. Penilaian terhadap modal usaha
nelayan dapat dilakukan menurut tiga cara yaitu:
1)
Penilaian didasarkan kepada nilai-nilai alat-alat baru, yaitu berupa biaya
memperoleh alat-alat tersebut menurut harga yang berlaku sekarang sehingga
dapat dihitung besar modal sekarang;
2)
Berdasarkan harga pembelian atau pembuatan alat-alat, jadi berupa investasi
awal yang telah dilaksanakan nelayan dengan memperhitungkan penyusutan
tiap tahun; dan
3)
Menaksir nilai alat pada waktu sekarang, yakni harga yang akan diperoleh
apabila alat-alat dijual dalam hal itu penilaian dipengaruhi oleh harga alat
baru dan tingkat penyusutan alat.
Bagi nelayan sering juga diperhitungkan sebagai modal pengeluaran-
pengeluaran untuk izin kapal dan penangkapan. Hal ini dilakukan karena
pengeluaran-pengeluaran ini hanya dilakukan sekali dan bukan setiap tahun.
Namun tidak semua nelayan-nelayan membayar izin sebab pada umumnya yang
melakukan hal tersebut terutama nelayan-nelayan besar (Mulyadi, 2005)
2.5
Analisis Sensitivitas
Menurut Kadariah, Lien, dan Clive (1999) sensitivity analysis tujuannya
ialah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada
suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.
Perhitungan sensitivity analysis setiap kemungkinan itu harus dicoba, yang
berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena
analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak
ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Ada tiga
hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Terdapatnya “cost overrun”, contohnya kenaikan dalam biaya konstruksi.
Sensitivity analysis terhadap cost overrun ini perlu diadakan pada proyekproyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar sekali, karena biasanya
orang memperhitungkan biaya konstruksi terlalu rendah dan kemudian pada
waktu melaksanakan konstruksi, ternyata biayanya lebih tinggi.
15
2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, contohnya
penurunan harga hasil produksi.
3) Mundurnya waktu implementasi
Analisis sensitivitas ini dapat membantu pengelola proyek dengan
menunjukkan bagian-bagian yang peka yang memerlukan pengawasan yang lebih
ketat untuk menjamin hasil yang diharapkan akan menguntungkan perekonomian.
Kepekaan hasil analisa terhadap perubahan dalam sesuatu variabel, ditentukan
bukan hanya oleh besarnya perubahan dalam variabel tersebut, melainkan juga
oleh serangkaian nilai-nilai yang mungkin akan dicapai oleh variabel-variabel
lain. Ada variabel yang cenderung berubah atau bergerak bersama-sama, ada yang
searah, ada yang ke arah berlawanan, sebagai tanggapan terhadap sesuatu hal yang
sama (Kadariah, 1988)
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2009 dan pada bulan
Februari 2010 di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa
Barat.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kasus. Menurut Maxfield,
1930 vide Nazir, 1988 metode penelitian kasus adalah penelitian tentang status
subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan
pengisian kuesioner. Perolehan data primer adalah untuk mengetahui struktur
biaya penangkapan ikan dengan cantrang dari biaya investasi, operasional,
pemeliharaan, pengelolaan, dan pendapatan yang diperoleh nelayan/pemilik kapal.
Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan sampling non-random,
yaitu pengambilan contoh tidak secara acak. Teknik sampling non-random yang
digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini digunakan apabila anggota
sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Sampel dalam
penelitian ini yaitu pemilik kapal cantrang sebanyak 10% dari jumlah populasi
cantrang di PPI Blanakan, Subang.
Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan terhadap pihak yang terkait.
Pihak yang telah diwawancarai adalah:
1) Pihak pengelola PPI Blanakan yaitu KUD Mina Fajar Sidik. Informasi yang
didapatkan adalah jumlah kapal cantrang yang ada di PPI Blanakan, volume
produksi dan nilai produksi hasil tangkapan per tahun, kegiatan operasional
atau jumlah trip penangkapan kapal cantrang, biaya retribusi, pelelangan,
sejarah singkat KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik, serta unit usaha yang
terdapat di PPI Blanakan.
17 2) Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Subang. Informasi yang didapatkan
mengenai perkembangan perikanan di Subang dilihat dari jumlah kapal,
nelayan dan produksi hasil tangkapan serta keadaan umum perikanan tangkap
di Kabupaten Subang.
3) Pihak pemerintah Kelurahan/Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Subang.
Informasi yang didapatkan mengenai keadaan penduduk di Desa Blanakan,
dan
4) Pihak pemilik kapal cantrang PPI Blanakan, Subang. Informasi yang
didapatkan adalah biaya penangkapan ikan yang terdiri dari biaya investasi,
operasional,
pemeliharaan,
pengelolaan,
pendapatan
yang
diperoleh
nelayan/pemilik kapal, spesifikasi kapal serta alat tangkap.
3.3 Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah, karena
analisis data dapat menyederhanakan data menjadi bentuk yang lebih mudah
dipahami dan diinterprestasikan.
3.3.1
Analisis regresi sederhana
Analisis regresi sederhana berguna untuk mendapatkan hubungan
fungsional antara dua variabel atau lebih atau mendapatkan pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel tidak bebas atau meramalkan pengaruh variabel
bebas terhadap variabel tidak bebas. Sementara itu, untuk mengetahui apakah
hubungan tersebut positif atau negatif ditentukan oleh nilai koefisien arah regresi
yang berlambangkan huruf b. Jika b positif, maka hubungan fungsionalnya positif
pula. Artinya, semakin tinggi nilai X, semakin tinggi pula nilai Y (Usman dan
Akbar, 2003).
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh struktur biaya
penangkapan terhadap kegiatan operasional penangkapan (trip). Model regresi
yang digunakan adalah:
18 Y = a + bX + ε
Keterangan: X = Struktur biaya (variabel bebas). Struktur biaya yang dimaksud
adalah harga solar karena solar merupakan input yang paling
berpengaruh terhadap biaya operasional
Y = Kegiatan operasional penangkapan/jumlah trip (variabel tak
bebas)
a = Konstanta
b = Koefisien regresi untuk harga solar
ε = Error/gallat
Untuk menentukan derajat hubungan antara variabel kegiatan operasional
penangkapan ikan dan variabel struktur biaya maka dilakukan analisis korelasi.
Derajat hubungan dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang merupakan akar
dari koefisien determinasi (R2) dengan menggunakan rumus (Walpole, 1995)
Keterangan: Y = Rata-rata variabel Y
Ŷ = Nilai Y dari persamaan regresi
R2 = koefisien determinasi
Dimana kisaran nilai koefisien korelasi adalah: -1 ≤ r ≤ + 1
• Korelasi erat jika : r ≥ 0.7 dan r ≤ -0.6
• Korelasi tidak erat jika : -0.6 < r < 0.7
Uji statistik regresi linear sederhana digunakan untuk menguji signifikan
atau tidaknya hubungan dua variabel melalui koefisien regresinya. Untuk regresi
linear sederhana, uji statistiknya menggunakan uji t, yaitu dirumuskan sebagai
berikut:
Keterangan:
b = koefisien kemiringan regresi
B0 = mewakili nilai B tertentu, sesuai hipotesisnya
Sb = simpangan baku koefisien regresi b
Hipoteis yang digunakan adalah menggunakan hipotesis nol dan hipotesis
tandingan,, yaitu:
•
H0 : B1 = 0, artinya tidak ada hubungan linear antara X dan Y
•
H1 : B1 ≠ 0, artinya ada hubungan linear antara X dan Y
19 3.3.2
Analisis pendapatan usaha
Menurut Dzamin (1984), analisis pendapatan usaha pada umumnya
digunakan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini
berhasil atau tidak. Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui
besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan dengan rumus:
Π = TR - TC
Keterangan:
Π
= Keuntungan
TR
= Total Penerimaan,
TC
= Total Biaya
Dengan kriteria:
a. Jika TR>TC maka kegiatan usaha mendapatkan keuntungan;
b. Jika TR<TC maka kegiatan usaha mengalami kerugian;
c. Jika TR=TC maka kegiatan usaha mengalami keuntungan atau kerugian atau
berada pada titik impas.
3.3.3 Analisis kriteria investasi
3.3.3.1 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (revenue-cost ratio)
Analisis revenue-cost digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap
nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan
sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Kegiatan usaha yang paling
menguntungkan mempunyai R/C paling besar (Hernanto, 1989 vide Mahardika,
2008). Penghitungannya menggunakan persamaan sebagai berikut:
=
Dengan kriteria:
a. Jika R/C>1, kegiatan usaha mendapatkan keuntungan;
b. Jika R/C<1, kegiatan usaha menderita kerugian;
c. Jika R/C = 1, kegiatan usaha berada pada titik impas.
3.3.3.2 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NVP) digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya
suatu bisnis. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV > 0 yang artinya bisnis
menguntungkan. Dengan demikian jika suatu bisnis mempunyai NPV < 0 maka
bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan. Net Present Value (NPV) atau nilai
20 kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total
present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan
selama umur bisnis (Nurmalina et al., 2009). Secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Keterangan:
Bt
= Manfaat pada tahun t
Ct
= Biaya pada tahun t
t
= Tahun kegiatan bisnis ( t = 0,1, 2, 3,……, n),
i
= Discount rate (DR)
Dengan kriteria:
a. NPV > 0, usaha layak untuk dijalankan
b. NPV = 0, usaha tersebut mengembalikan sama besarnya nilai uang yang
ditanamkan
c. NPV < 0, usaha tidak layak untuk dijalankan
3.3.3.3 Internal Rate Of Return (IRR)
Menurut Nurmalina, et al. (2009), kriteria investasi dapat dinilai dari
seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Ini dapat
ditunjukkan dengan mengukur besaran Internal Rate of Return (IRR). Besaran
yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%).
Keterangan :
i1
i2
NPV1
NPV2
= Discount rate yang menghasilkan NPV positif
= Discount rate yang menghasilkan NPV negatif
= NPV positif
= NPV negatif
Dengan kriteria:
a. IRR > Discount Rate (DR), usaha layak dijalankan
b. IRR < Discount Rate (DR), usaha tidak layak dijalankan
3.3.3.4 Payback Period (PP)
Payback Period digunakan untuk mengetahui seberapa cepat investasi dapat
kembali. Perhitungan Payback Period (PP) menggunakan rumus sebagai berikut:
21 Keterangan :
I
= Besarnya biaya investasi yang diperlukan
Ab = Manfaat bersih yang dapat di peroleh pada setiap tahunnya.
3.3.4
Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan
yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini
adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu
kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan
biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah
besarnya variabel-variabel yang penting. Perubahan-perubahan yang biasa terjadi
adalah harga input atau output, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan dalam biaya
(Cost Over Run), dan hasil produksi (Nurmalina et al., 2009)
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan
Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Provinsi Jawa
Barat dan terletak pada 107031’ – 107054’ Bujur Timur dan 6011’ – 6030’ Lintang
Selatan (Lampiran 1). Secara administrasi batas wilayah Kabupaten Subang
adalah sebagai berikut:
1)
Sebelah utara
: Laut Jawa
2)
Sebelah selatan
: Kabupaten Bandung
3)
Sebelah timur
: Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Sumedang
4)
Sebelah barat
: Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang
Luas wilayah Kabupaten Subang adalah 205.176,95 ha (5,39 % dari luas
Provinsi Jawa Barat) dengan ketinggian antara 0 – 1500 meter di atas permukaan
laut. Berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 1999 wilayah administratif Kabupaten
Subang terbagi atas 30 kecamatan dengan jumlah desa 243 dan 8 kelurahan.
Kondisi permukaan lahan di wilayah Kabupaten Subang terdiri atas pegunungan,
perbukitan dan dataran rendah. Berdasarkan kemiringan lahan, tercatat bahwa
80,8% wilayah Kabupaten Subang memiliki kemiringan 00 – 170, sedangkan
sisanya memiliki kemiringan di atas 180. Secara topografi terbagi ke dalam tiga
zona, yaitu:
1)
Daerah pegunungan dengan ketinggian 500 – 1500 m di atas permukaan laut
dengan wilayah sekitar 20% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang;
2)
Daerah berbukit dengan ketinggian 50 – 500 m di atas permukaan laut
dengan luas wilayah sekitar 35,85% dari seluruh luas wilayah Kabupaten
Subang; dan
3)
Daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 – 50 m di atas permukaan laut
dengan luas wilayah sekitar 44,15% dari seluruh luas wilayah Kabupaten
Subang.
Secara umum daerah Kabupaten Subang beriklim tropis dengan curah hujan
rata-rata per tahun sekitar 2.048 mm dan rata-rata hari hujannya sebanyak 87 hari.
Temperatur di kawasan perairan Kabupaten Subang berkisar antara 25 – 32 0C,
besaran tersebut merupakan karakteristik perairan tropis. Kondisi ini mendukung
23 keberadaan ekosistem di wilayah Kabupaten Subang. Pada saat Musim Barat,
pergerakan arus umumnya menuju kea rah timur atau arus timur dengan kecepatan
berkisar antara 3 – 14 mil per hari. Sedangkan Musim Timur bergerak sebaliknya
yaitu menuju arah barat dengan kecepatan antara 1 – 13 mil per hari.
Kabupaten Subang memiliki 30 kecamatan (Lampiran 2), namun hanya 4
kecamatan yang merupakan kecamatan di wilayah pesisir dan laut dengan panjang
garis pantai kurang lebih 68 km, yaitu Kecamatan Blanakan, Kecamatan
Pamanukan, Kecamatan Legonkulon, dan Kecamatan Pusakanegara. Sedangkan
kecamatan lainnya berada di daerah pegunungan atau dataran tinggi.
Luas wilayah Kecamatan Blanakan adalah 85,81 km2 dan terdiri atas
sembilan buah desa. Diantara desa-desa tersebut yang berada di bawah naungan
Kecamatan Blanakan, terdapat tujuh desa yang merupakan wilayah pesisir, yaitu
Desa Cilamaya Hilir, Desa Rawameneng, Desa Jayamukti, Desa Blanakan, Desa
Langensari, Desa Muara, dan Desa Tanjung Tiga.
Desa Blanakan merupakan salah satu desa pesisir yang berada di Kecamatan
Blanakan. Secara geografis, Desa Blanakan terletak di 107030’ – 107053’ Bujur
Timur dan 6010’ – 6022’ Lintang Selatan. Secara administrasi batas wilayah Desa
Blanakan adalah:
1)
Sebelah utara
: Laut Jawa dan Kecamatan Blanakan
2)
Sebelah selatan
: Desa Ciasem Baru dan Kecamatan Ciasem
3)
Sebelah timur
: Desa Langensari dan Kecamatan Blanakan
4)
Sebelah barat
: Desa Jayamukti dan Kecamatan Blanakan
Secara umum Desa Blanakan memiliki iklim tropis dengan curah hujan ratarata per tahun sekitar 2.800 mm dan rata-rata jumlah bulan hujan adalah 6 bulan
dengan suhu rata-rata harian sebesar 320 C. Suhu tersebut mengalami peningkatan
karena pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 290 C. Kelembaban udara Desa
Blanakan sekitar 32% RH.
Secara orbitasi jarak dari Desa Blanakan ke ibu kota Kecamatan adalah 1 km
dan jarak ke ibu kota kabupaten adalah 46,3 km dan jarak ke ibu kota provinsi
Bandung adalah 112 km. Letak Desa Blanakan yang berada pada posisi strategis
ini memberikan keuntungan tersendiri terhadap kehidupan ekonomi di Desa
Blanakan. Oleh karena itu, hal tersebut berdampak positif terhadap sektor
24 perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap. Salah satu contoh keuntungan
dari letak strategis Desa Blanakan untuk perikanan tangkap adalah kemudahan
dalam memasarkan hasil tangkapan, baik itu hasil tangkapan segar maupun hasil
tangkapan yang telah diolah.
4.2 Karakteristik Fisik Perairan, Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten
Subang
Perairan pantai Subang terletak di pantai utara Jawa yang berhadapan
langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara. Morfologi dan topografi pantai
Subang dicirikan oleh adanya bentuk pantai yang menjorok ke arah daratan
berbentuk teluk, seperti di wilayah pantai Blanakan, maupun yang menjorok kea
rah laut berbentuk tanjung, seperti di wilayah Legon Kulon.
Beberapa sungai utama yang bermuara ke pantai Subang terdiri dari Sungai
Cilamaya, Sungai Blanakan, Sungai Ciasem, Sungai Cileuleu yang membentuk 5
anak sungai, dan Sungai Cipunagara. Umumnya sungai-sungai tersebut
dimanfaatkan oleh nelayan sebagai jalan keluar/masuk perahu untuk melakukan
penangkapan ikan di perairan Pantai Subang maupun di perairan lain. Sungai
Blanakan merupakan jalur yang paling ramai sebagai jalan keluar/masuk kapal
penangkpan ikan dari dalam maupun luar Subang untuk mendaratkan hasil
tangkapan di tempat pelelangan ikan (TPI) Blanakan. Umumnya sungai-sungai
tersebut mengalami sedimentasi yang cukup tinggi yang tergambar dari tingkat
kekeruhan yang relatif tinggi di sepanjang badan sungai dan muaranya. Beberapa
sungai mengalami pendangkalan alami, seperti di muara sungai Blanakan
sehingga perlu dilakukan pengerukan secara rutin untuk memelihara alur bagi lalu
lintas perahu penangkapan ikan.
Suhu dan salinitas di wilayah perairan pantai Subang berfluktuasi secara
musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum
fluktuasi suhu bulanan di Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum
(sekitar 28,7 0C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5 0C). Puncak maksimum
terjadi dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan
puncak minimum terjadi pada bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur
dan musim Barat). Rata-rata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 0C sampai 28,7
25 0
C. Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ –
33,7‰. Salinitas maksimum pertama (33,7‰) dan kedua (33,3‰) terjadi pada
bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8‰)
dan kedua (31,3‰) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei.
4.3
Kependudukan
Secara demografis Desa Blanakan merupakan desa yang cukup heterogen.
Hal tersebut dapat diketahui dengan struktur kependudukannya yang cukup
beragam. Menurut pendataan tahun 2009, penduduk Desa Blanakan berjumlah
11.399 orang dimana penduduk laki-laki berjumlah 5.862 orang dan penduduk
perempuan berjumlah 5.537 orang. Jumlah penduduk Desa Blanakan mengalami
peningkatan dari jumlah penduduk tahun lalu sebanyak 91 jiwa, dengan kata lain
laju pertumbuhan penduduk Desa Blanakan tahun 2008-2009 sebesar 0,8%.
Kepadatan penduduk di Desa Blanakan sebesar 12 orang/km dengan jumlah
kepala keluarga sebangak 3.433 orang. Agama penduduk Desa Blanakan
homogen yaitu agama Islam, sedangkan etnis penduduk setempat cukup heterogen
yaitu Jawa, Sunda, Minang, dan Madura.
Menurut pendataan penduduk Desa Blanakan tahun 2009, tingkat
pendidikan penduduk di Desa Blanakan tergolong rendah. Tingkat pendidikan
penduduk Desa Blanakan sebagian besar hanya tamat sekolah dasar (SD) yakni
sebesar 19,7% sedangkan jumlah penduduk yang mencapai tingkat perguruan
tinggi sebesar 0,8%. Hal ini tentunya sangat berkaitan erat dengan pendapatan dan
pola pikir masyarakat setempat. Data mengenai jumlah penduduk Desa Blanakan
berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Penduduk Desa Blanakan yang berjumlah 11.399 orang dengan jumlah
kepala keluarga sebanyak 3.433 pada tahun 2009 dapat dibagi berdasarkan
kesejahteraan keluarga. Sebagian besar penduduk Desa Blanakan tergolong
keluarga prasejahtera. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan penduduk
Desa Blanakan yang tergolong rendah sehingga memiliki pendapatan yang
kurang. Persentase keluarga prasejahtera yang ada di Desa Blanakan sebesar
38,5% dari 3.433 kepala keluarga. Data mengenai penduduk Desa Balanakan
berdasarkan tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 2.
26 Tabel 1 Data jumlah penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat pendidikan
tahun 2009
Tingkat Pendidikan
Belum sekolah
Masih sekolah usia 7-18 tahun
Tidak pernah sekolah
SD (tidak tamat)
Tamat SD/sederajat
Tamat SMP/sederajat
Tamat SMA/sederajat
Tamat D-1/sederajat
Tamat D-2/sederajat
Tamat D-3/sederajat
Tamat S-1/sederajat
Jumlah
Jumlah (orang)
635
1.439
1.500
1.880
2.244
1.725
1.885
37
22
17
15
11.399
Persentase (%)
5,6
12.6
13,2
16,5
19,7
15,1
16,5
0,3
0,2
0,2
0,1
100
Sumber: Desa Blanakan, Kabupaten Subang , 2009 (Diolah kembali)
Tabel 2 Data penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat kesejahteraan tahun
2009
Tingkat Kesejahteraan
Keluarga prasejahtera
Keluarga sejahtera 1
Keluarga sejahtera 2
Keluarga sejahtera 3
Keluarga sejahtera 3 plus
Jumlah total kepala keluarga
Jumlah (orang)
1.321
822
769
440
81
3.433
Persentase (%)
38,5
23,9
22,4
12,8
2,4
100
Sumber: Desa Blanakan, Kabupaten Subang , 2009 (Diolah kembali)
Selain dilihat dari tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan, penduduk
Desa Blanakan dapat dilihat juga berdasarkan mata pencaharian pokok. Hal ini
juga memberikan pengaruh bagi keheterogenan penduduk Desa Blanakan.
Sebagian besar penduduk Desa Blanakan bekerja sebagai petani, buruh tani, dan
nelayan. Profesi tersebut didukung oleh keadaan geografis Desa Blanakan yang
memungkinkan untuk bekerja di sektor tersebut, selain itu tidak perlu memiliki
keahlian dan keterampilan khusus.
27 4.4
Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPI Blanakan
4.4.1 Sarana dan prasarana penangkapan
Pangkalan pendaratan ikan yang ada di kecamatan Blanakan sampai saat ini
ada empat buah, yaitu PPI Blanakan di Desa Blanakan, PPI Cilamaya Girang di
Desa Cilamaya Girang, PPP Muara Ciasem di Desa Muara Ciasem, PPI Karya
Baru di Desa Rawameneng. Dari keempat PPI yang ada di Kecamatan Blanakan,
PPI Blanakan merupakan PPI yang paling ramai dikunjungi baik oleh kapal
penangkap ikan, bakul, ataupun pelaku ekonomi lainnya. Hal itu dikarenakan PPI
Blanakan memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap daripada PPI lainnya
yang berada di Kecamatan Blanakan, keamanan terjamin karena tidak ada
pungutan-pungutan liar dan pengelola PPI memberikan pelayanan yang baik
kepada seluruh pelaku ekonomi di PPI Blanakan. Secara umum fasilitas
pelabuhan yang terdapat di PPI Blanakan dapat digolongkan menjadi:
1)
Fasilitas pokok, terdiri dari dermaga dan kolam pelabuhan;
2)
Fasilitas fungsional, terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es,
bengkel, galangan kapal, Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), tempat
pemasaran; dan
3)
Fasilitas penunjang, terdiri dari MCK, kantin, pertokoan/pujasera, perumahan
nelayan, tempat ibadah (mushala), tempat parkir, kantor syahbandar, kantor
POL AIR, dan kantor pengelola TPI (KUD).
Fasilitas-fasilitas di PPI tersebut tergolong dalam kondisi yang baik, kecuali
bengkel yang pengoperasiannya kurang baik dan pertokoan yang pengelolaannya
kurang baik sehingga tidak lagi ramai seperti tahun-tahun sebelumnya.
Fasilitas dan aktivitas yang ada di PPI Blanakan dikelola oleh KUD Inti
Mina Fajar Sidik yang merupakan KUD mandiri sejak tahun 1990 berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Koperasi RI nomor: 344/KPTS/M/III/1990.
Pada
mulanya KUD ini bernama “Koperasi Perikanan Laut Misaya Laksana” yang
didirikan pada tanggal 23 Mei 1966. Pada tahun 1978 KPL Misaya Laksana
berganti nama menjadi “Koperasi Unit Desa Mina Fajar Sidik” dibawah instruksi
Presiden RI nomor 2/1978, Badan Hukum Nomor 3928 B. Nama Fajar Sidik
diambil dari nama almarhum H. Fajar Sidik sebagai penghargaan selama menjabat
sebagai ketua pengurus koperasi yang pertama. Selain pengelolaan TPI, aktivitas
28 ekonomi yang dilakukan oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik yaitu, unit usaha pabrik
es, penyediaan perumahan 150 unit type 36/120 diatas area lahan 53.500 m2, unit
usaha simpan pinjam, penyediaan bahan dan alat perikanan, pertokoan dan
pujasera, serta pengadaan BBM Solar melalui Solar Packed Dealer Nelayan
(SPDN). Selain aktivitas ekonomi, KUD ini pun melakukan aktivitas sosial.
Sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan, KUD menyediakan tanah untuk
Sekolah Dasar (SD). Dalam hal kerohanian, KUD juga mengorganisasi dan
membina aktivitas keagamaan, sementara dalam hal kebudayaan KUD
memelihara dan menyelenggarakan tradisi budaya setempat yaitu acara tahunan
syukuran laut/ruwatan laut. Untuk kegiatan sosial, KUD memberi santunan
kepada para jompo dan anak yatim serta khitanan massal, pembinaan kelompok
nelayan dan kelompok wanita nelayan, pemberian beasiswa bagi putra-putri
nelayan berprestasi (bekerjasama dengan BP Migas Indonesia).
Gambar 1 Gedung KUD mandiri Mina Fajar Sidik.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPI Blanakan didirikan pada tahun 1970.
TPI ini dikelola oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik. Unit usaha ini merupakan unit
usaha utama yang menjadi tulang punggung KUD Mandiri Mina Fajar Sidik
didalam melaksanakan aktivitas ekonomi lainnya. Unit usaha TPI ini
mengupayakan stabilitas dan peningkatan harga ikan melalui penambahan bakulbakul ikan (konsumen), prasarana dan sarana serta pelayanan yang baik. Pihakpihak yang berperan dalam pelelangan tersebut diantaranya adalah juru tawar, juru
karcis, kasir dan keamanan. Atas jasa tersebut KUD Inti Mina Fajar Sidik
29 mendapatkan pemasukan dari potongan atau retribusi pelelangan ikan berdasarkan
Peraturan Daerah (PERDA) dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) KUD. Dalam
pelaksanaan retribusi lelang saat ini TPI berpedoman kepada Perda Jawa Barat
No.5 Tahun 2005, serta Hasil Keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Gambar 2 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan.
Berdasarkan PERDA tersebut, besarnya potongan atau retribusi biaya
lelang adalah sebesar 5% dari raman kotor yang berasal dari nelayan sebesar 2%
dan dari bakul/pembeli sebesar 3%. Potongan atau retribusi ongkos lelang
berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) KUD Mandiri Mina Fajar Sidik
tahun 2008 adalah sebesar 3% dari raman kotor dan simpanan sukarela anggota
sebesar 2%, untuk perinciannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Kebutuhan solar untuk melaut di PPI Blanakan telah disediakan oleh unit
Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang diresmikan pada tanggal 28 Februari
2003 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada saat itu dan mulai beroperasi
pada tanggal 13 Maret 2003. Kapasitas solar yang disediakan oleh Unit SPDN ini
adalah sebanyak 8.000 liter/hari dengan nilai Rp 12.000.000.000 pada tahun 2009.
30 Tabel 3 Persentase potongan pelelangan bagi nelayan maupun bakul di TPI
Blanakan
No.
Jenis Potongan Lelang
Persentase
a. Potongan lelang berdasarkan PERDA No.5 Tahun 2005
1 Penerimaan pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten
1,60%
atau kota
2 Biaya pembinaan atau pengawasan oleh pemerintah daerah
0,30%
dan pemerintah kabupaten atau kota
3 Biaya pembangunan daerah perikanan
0,30%
4 Biaya operasional PUSKUD Mina
0,15%
5 Biaya operasional TPI
1,65%
6 Tabungan nelayan
0,35%
7 Asuransi nelayan
0,15%
8 Dana paceklik
0,25%
9 Dana sosial
0,10%
10 Dana keamanan
0,10%
11 Dana bantuan kas desa
0,05%
Jumlah
5%
b. Potongan lelang berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2008
12 Dana kesejahteraan pengurus/karyawan
1,60%
13 Dana bantuan pembangunan desa
0,20%
14 Dana pembangunan wilayah kerja KUD
0,20%
15 Tabungan nelayan
0,50%
16 Dana lain-lain
0,50%
Jumlah
3%
Jumlah total potongan lelang
8%
Sumber: KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali)
Gambar 3 Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN).
Unit usaha pabrik es KUD Inti Mina Fajar Sidik dikelola oleh pihak
swasta yaitu PT. TIRTA RATNA sejak tahun 2000. Hal ini dilakukan karena
semakin berat beban biaya yang harus ditanggung oleh pabrik es serta kondisi
teknis pabrik yang semakin menurun. Jangka waktu kontrak antara KUD Inti
31 Mina Fajar Sidik dengan PT. TIRTA RATNA adalah 12 tahun dengan nilai
kontrak sebesar Rp 1.400.000.000 dengan cara pembayaran diangsur.
Gambar 4 Gedung pabrik es PPI Blanakan.
4.4.2
Perkembangan produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan
Perkembangan volume produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan dari
tahun 2002-2008 cukup fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari volume produksi yang
mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, volume
produksi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 1,79% dan nilai
produksi mengalami penurunan sebesar Rp 1.106.440.000. Pada tahun 2004
volume produksi mengalami peningkatan sebesar 0,88% dari tahun sebelumnya
dan nilai produksi juga meningkat sebesar Rp 2.923.368.500.
Tabel 4 Perkembangan volume produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan
tahun 2002-2008
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Total
Volume
Produksi (Rp)
5.559.672
5.035.876
5.294.010
3.917.940
2.994.785
3.124.200
3.370.470
29.296.953
Nilai Produksi (Kg)
25.650.308.500
24.543.868.500
27.467.237.000
21.273.731.000
17.349.948.000
17.282.733.000
18.648.828.000
152.216.654.000
Sumber: KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik (diolah kembali)
% Volume
Produksi
18,98
17,19
18,07
13,37
10,22
10,66
11,50
% Nilai
Produksi
16,85
16,12
18,04
13,98
11,40
11,35
12,25
32 Tahun 2005 volume produksi mengalami penurunan yang cukup besar
dibandingkan tahun 2003 yaitu sebesar 4.7% dan nilai produksi mengalami
penurunan Rp 6.193.506.000. Hal ini dikarenakan pada tahun 2005, jumlah kapal
yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI Blanakan berkurang. Tahun 2006
volume produksi masih mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan
merupakan volume produksi terendah yaitu sebesar 2.994.785 kg, namun nilai
produksi terendah dicapai pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp 17.282.733.000. Pada
tahun 2008 volume produksi di TPI Blanakan telah mengalami peningkatan
sebesar 246.270 kg dengan volume produksi Rp 18.648.828.000.
4.4.3
Perkembangan alat tangkap di TPI Blanakan
Pada tahun 2008 jumlah alat tangkap cantrang adalah 42 unit. Alat tangkap
yang dominan di PPI Blanakan adalah jaring udang atau Trammel net sebanyak 97
unit.
Tabel 5 Jumlah alat tangkap dan trip penangkapan ikan di Kabupaten Subang
tahun 2008
Unit alat tangkap
Payang
Dogol/cantrang
Jaring arad
Jaring insang hanyut
Jaring insang klitik
Jaring insang tetap
Pancing
Perangkap lainnya/tegur
Trip
Penangkapan
3.636
702
16.808
585
36.210
31.082
24.974
6.550
Jumlah
105
50
120
30
180
160
130
30
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang (2008)
Alat tangkap yang dominan di Kabupaten Subang adalah jaring insang
klitik yaitu sebanyak 180 unit dengan trip penangkapan sebanyak 36.210 kali.
Keberadaan cantrang di Kabupaten Subang hanya 50 unit.
Jumlah alat tangkap yang terdapat di PPI Blanakan dari tahun 2004-2007
mengalami penurunan, namun pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebanyak
17 unit. Perkembangan jumlah cantrang yang beroperasi di PPI Blanakan
33 mengalami penurunan dalam kurun waktu 2004-2007, namun pada tahun 2008
mengalami peningkatan sebesar 3 unit (Tabel 6).
Tabel 6 Perkembangan alat tangkap di PPI Blanakan
No.
Jenis alat tangkap
1
2
3
4
5
6
7
Total
Pukat Cincin/Purse seine
Cantrang/Seine net
Jaring Udang/Trammel net
Jaring Bondet/Beach seine net
Jaring Tegur
Pancing/Hook and Lines
Jaring Sotong
2004
48
62
145
15
12
49
11
342
Unit penangkapan
2005 2006 2007 2008
37
30
30
32
48
39
39
42
112
91
90
97
12
10
10
11
9
7
7
8
38
31
30
32
9
7
7
8
265 215 213
230
Sumber: KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik
4.4.4 Daerah penangkapan ikan
Penentuan daerah penangkapan ikan (Fishing Ground) merupakan salah
satu faktor penentu keberhasilan dalam penangkapan ikan. Daerah penangkapan
ikan merupakan suatu wilayah perairan yang digunakan sebagai tempat
pelaksanaan kegiatan penangkapan atau daerah yang diduga terdapat gerombolan
ikan. Daerah penangkapan ikan bagi kapal cantrang di PPI Blanakan adalah
daerah Perairan Kalimantan, daerah Perairan Sumatera, dan Laut Jawa. Penentuan
fishing ground cantrang oleh nelayan PPI Blanakan biasanya menggunakan GPS
atau fishfinder, informasi melalui radio dan pengalaman.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil
5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang
Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknik dalam suatu operasi
penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, kapal, dan nelayan. Unit
penangkapan cantrang terdiri atas alat tangkap cantrang, kapal motor, dan nelayan
cantrang.
1)
Alat tangkap cantrang
Alat tangkap cantrang yang berbasis di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat termasuk unit penangkapan cantrang
berukuran besar karena ukuran kapal yang digunakan berukuran 15-29 GT. Trip
penangkapan yang dilakukan oleh nelayan cantrang di PPI Blanakan antara 7-15
hari dengan daerah penangkapan sekitar Laut Jawa, Perairan Sumatera, dan
Perairan Kalimantan. Alat tangkap cantrang terdiri atas tiga bagian utama yaitu
sayap, badan, dan kantong. Selain itu alat tangkap ini dilengkapi dengan tali ris
atas, tali ris bawah, pemberat, dan pelampung. Penjelasan lebih rinci mengenai
bagian-bagian cantrang yang terdapat di PPI Blanakan dijelaskan sebagai berikut:
(1)
Sayap/kaki (wings)
Bagian sayap jaring terdiri atas dua bagian yaitu sayap atas dan sayap bawah
yang memiliki ukuran dan bahan material yang sama. Bagian sayap terbuat dari
bahan polyetilen multifilament dengan diameter benang jaring 18 mm. Ukuran
mata jaring (meshsize) pada bagian sayap adalah 7-8 inch dengan panjang 20-50
meter. Bagian sayap berfungsi untuk menghalau ikan dan menggiring ikan menuju
badan jaring.
(2)
Badan jaring (body)
Badan jaring merupakan bagian cantrang yang terdapat di antara mulut dan
kantong. Bagian badan jaring terbuat dari bahan PE multifilament. Ukuran mata
jaring (meshsize) dari bagian depan badan sampai bagian badan sebelum kantong
semakin kecil yaitu, dari 6 inch sampai 2 inch. Panjang bagian badan adalah 30-40
35
meter. Bagian badan berfungsi untuk menggiring hasil tangkapan menuju bagian
kantong.
(3)
Kantong (cod end)
Bagian kantong merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat
berkumpulnya hasil tangkapan. Bagian kantong jaring terbuat dari bahan PE
multifilament dengan diameter benang jaring 21 mm. Ukuran mata jaring
(meshsize) kantong adalah 0,5 – 1 inch dengan panjang kantong 5-8 meter. Pada
bagian ujung kantong diikat dengan simpul cod end agar memudahkan nelayan
mengeluarkan hasil tangkapan.
(4)
Tali selambar
Tali selambar merupakan bagian yang terpenting dari alat tangkap cantrang.
Tali selambar berfungsi untuk menghubungkan alat tangkap cantrang dengan
perahu/kapal. Tali ini dikaitkan pada gardan dan ditarik menggunakan gardan.
Bahan material tali selambar adalah polyamide multifilament yang berdiameter
28-30 mm. Panjang total tali selambar pada salah satu sisi sayap kurang lebih
1000 meter. Bentuk tali selambar yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Tali selambar.
(5)
Tali ris atas
Tali ris atas terbuat dari bahan plastik dengan diameter 18 mm. bahan ini
digunakan karena merupakan bahan yang mudah terapung di air sehingga bagian
mulut jaring dapat terbuka secara sempurna Panjang tali ris atas adalah 60 meter.
Gambar tali ris atas dapat dilihat pada Gambar 6.
36
Gambar 6 Tali ris atas.
(6)
Tali ris bawah
Tali ris bawah terbuat dari bahan yang sama dengan tali selambar, yaitu
polyamide dengan diameter benang 30 mm. Panjang tali ris bawah sama dengan
panjang tali ris atas yaitu 60 meter.
(7)
Pelampung (float)
Pelampung pada cantrang terdiri dari tiga jenis, yaitu pelampung tanda,
pelampung besar, dan pelampung kecil. Pelampung tanda terbuat dari bahan
gabus dan diberi tiang bendera. Untuk pelampung kecil terbuat dari bahan karet
berbentuk elips berwarna putih terletak di sepanjang tali ris atas. Pelampung
besar terbuat dari bahan plastik berbentuk bulat berjumlah 3 buah yang diletakkan
pada bagian tengah tali ris atas. Gambar pelampung besar dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7 Pelampung besar.
37
(8)
Pemberat (sinker)
Pemberat pada cantrang terbuat dari timah hitam sebanyak 40 buah dengan
masing-masing berat 200 gram yang diletakkan di sepanjang tali ris bawah. Selain
itu terdapat batu yang digunakan sebagai pemberat yang terletak di bagian
kantong dengan berat 10 kg. Peletakkan pemberat di bagian kantong bertujuan
agar kantong tetap berada di dasar perairan untuk memudahkan ikan target masuk
ke dalamnya. Selain pemberat yang terletak pada tali ris bawah dan bagian
kantong, terdapat juga pemberat pada bagian mulut terbuat dari batu sebanyak 4
buah dengan masing-masing berat 8 kg.
(9)
Alat bantu
Alat bantu operasi penangkapan pada alat tangkap cantrang adalah gardan
dengan mesin berkekuatan 20-23 PK yang digunakan untuk menarik tali selambar
ke arah kapal pada saat hauling dalam operasi penangkapan ikan.
Gambar 8 Jaring cantrang di PPI Blanakan Subang.
Bagian-bagian jaring cantrang terdiri atas sayap, badan, kantong, tali ris, tali
selambar dan gardan sebagai alat bantu penangkapan pada saat hauling.
Spesifikasi alat tangkap cantrang disajikan pada Tabel 7.
38
Tabel 7 Spesifikasi alat tangkap cantrang di PPI Blanakan
Komponen Alat Tangkap
Sayap
Badan
Kantong
Tali Selambar
Tali Ris Atas
Tali Ris Bawah
Pemberat
Pelampung
Alat Bantu
2)
Keterangan
Bahan
: PE multifilament
Mesh size : 7-8 inch
Diameter benang jaring : 18 mm
Panjang : 20-50 meter
Bahan
: PE multifilament
Mesh size : 6 inch mengecil sampai 2 inch ke arah
kantong
Diameter benang jaring : 18 mm
Panjang : 30-40 meter
Bahan
: PE multifilament
Mesh size : 0,5 - 1 inch
Diameter benang jaring : 21 mm
Panjang : 5-8 meter
Bahan : PA (polyamide multifilament)
Panjang : 1000 meter
Diameter: 28-30 mm
Bahan : Plastik
Panjang : 60 meter
Diameter : 18 mm
Bahan : Polyamide (PA)
Panjang : 60 meter
Diameter : 30 mm
Bahan:
1. Timah hitam sebanyak 40 buah dengan masingmasing berat 200 gram yang diletakkan di
sepanjang tali ris bawah.
2. Batu (pemberat pada bagian kantong dengan
berat 10 kg dan pada bagian mulut sebanyak 4
buah dengan berat 8 kg)
1. Pelampung tanda: terbuat dari gabus
2. Pelampung besar: terbuat dari bahan plastik
diletakkan pada bagian tengah tali ris atas
berjumlah 3 buah
3. Pelampung kecil: terbuat dari karet terletak di
sepanjang tali ris atas
Gardan dengan mesin berkekuatan 20-23 PK
Kapal cantrang
Kapal yang digunakan untuk alat tangkap cantrang yang ada di PPI
Blanakan merupakan jenis kapal motor yang berukuran 15-29 GT. Jenis tenaga
penggerak yang digunakan menggunakan mesin inboard 80-200 PK bermerk
39
Mitsubishi berbahan bakar solar. Selain mesin utama, cantrang juga dilengkapi
dengan mesin bantu untuk menggerakkan gardan berkekuatan 20-23 PK bermerk
dongfeng. Untuk menyimpan hasil tangkapan agar tetap segar, kapal dilengkapi
dengan palka berinsulasi sebanyak 3-6 lubang berukuran panjang 1,5 meter, lebar
1 meter, dan dalam 1,5 meter. Kapal cantrang terbuat dari kayu jati (Tectona
grandis), berukuran panjang 11-16 meter, lebar 4-5 meter, dan dalam 1,6-3 meter.
Kapal cantrang yang terdapat di PPI Blanakan sebagian besar didatangkan dari
Brebes, Tegal, Indramayu, dan Batang. Gambar salah satu kapal yang terdapat di
PPI Blanakan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Kapal cantrang di PPI Blanakan.
40
Gambar 10 Konstruksi kapal cantrang di PPI Blanakan.
3)
Nelayan cantrang
Nelayan memiliki peranan penting dalam operasi penangkapan ikan.
Kemampuan dan keahlian dalam operasi penangkapan merupakan salah satu
faktor utama keberhasilan penangkapan ikan. Jumlah nelayan atau anak buah
kapal (ABK) cantrang berjumlah 11-19 orang tergantung dari ukuran kapal
cantrang yang digunakan. Semakin besar ukuran kapal dan alat tangkap, semakin
banyak pula jumlah ABK dalam kapal tersebut. Setiap ABK memiliki tugas
masing-masing, seperti juru mudi atau fishing master, motoris atau juru mesin,
juru masak. Juru mudi biasanya bertindak sebagai fishing master yang memiliki
tugas memimpin trip penangkapan, mengemudikan kapal, menentukan tempat
atau daerah penangkapan ikan. Juru mudi biasanya memiliki kekerabatan yang
erat dengan pemilik kapal atau orang kepercayaan pemilik kapal. Pemilik kapal
sebagian besar adalah berasal dari Indramayu dan Brebes. Motoris atau juru mesin
memiliki tugas merawat mesin selama operasi, baik itu mesin utama maupun
41
mesin tambahan. Juru masak atau koki memiliki tugas menyiapkan makanan
untuk ABK lain selama dalam trip. ABK yang lain bertugas langsung dalam
pengoperasian cantrang yaitu melakukan setting, hauling, menarik tali selambar,
sortir hasil tangkapan, dan memperbaiki alat tangkap.
4)
Metode pengoperasian cantrang
Operasi penangkapan ikan dengan menggunakan cantrang di PPI Blanakan,
Kabupaten Subang dilakukan dengan pola trip mingguan karena ukuran kapal
yang digunakan oleh nelayan cantrang merupakan ukuran kapal besar yaitu, 15-29
GT sehingga mampu menampung perbekalan dan hasil tangkapan yang banyak.
Kapal trip mingguan biasanya berangkat dari fishing base pada pagi hari yaitu
sekitar pukul 08.00-10.00 WIB dan tiba di fishing ground pada malam harinya
atau keesokan harinya tergantung dari jarak dari fishing base ke fishing ground.
Pada umumnya setiap hari dilakukan setting sebanyak 10-12 kali, sehingga satu
kali trip setting dapat dilakukan sebanyak 100-120 kali. Rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk satu kali hauling adalah 1 jam atau 60 menit.
Metode pengoperasian cantrang terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap setting atau pemasangan dan penurunan alat tangkap, dan tahap
hauling atau pengangkatan jaring. Pada tahap persiapan, ABK mempersiapkan
perbekalan melaut, jaring, tali selambar, dan pelampung tanda. Tahap setting
dilakukan setelah sampai di fishing ground dan setelah kapten kapal atau fishing
master telah memerintahkan kepada ABK untuk mempersiapkan jaring. Tahap
setting dimulai ketika fishing master memerintahkan ABK untuk menurunkan
pelampung tanda yang berbendera ke laut dan kapal melingkar searah jarum jam
sambil diikuti oleh penurunan tali selambar dan sayap jaring bagian kanan.
Gerakan kapal membentuk setengah lingkaran dengan memposisikan kantong
jaring tepat berada di tengah perputaran kapal. Setelah itu menurunkan badan
jaring, kemudian tali selambar dan sayap jaring sebelah kiri diturunkan, diakhiri
dengan bagian kantong. Setelah seluruh bagian jaring diturunkan kapal bergerak
menuju pelampung tanda dengan melanjutkan penurunan tali selambar bagian
kiri. Setelah kapal berhasil sampai di pelampung tanda, kemudian ABK
mengangkat pelampung tanda tersebut dan tali selambar dikaitkan pada gardan.
42
Pada pengoperasian cantrang, penentuan arah arus dan angin merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan. Kesalahan dalam
memperhitungkan arus dapat menyebabkan jaring terbelit dan tidak terpasang
secara sempurna.
Ketika tahap hauling, ABK menghidupkan mesin gardan untuk menarik tali
selambar dan mesin kapal tetap hidup namun tidak dalam keadaan maksimum.
Setelah seluruh tali selambar berhasil ditarik oleh mesin gardan, kemudian
dilakukan penarikan jaring ke atas kapal oleh ABK secara manual sambil
merapikan jaring untuk memudahkan operasi selanjutnya.
Hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong dengan membuka tali pada bagian
ujung kantong. Hasil tangkapan kemudian disortir menurut jenis dan ukuran ikan
kemudian disimpan ke dalam palka. Untuk hasil tangkapan yang bernilai
ekonomis tinggi, dipisahkan dengan menggunakan kantong plastik terlebih dahulu
agar pada saat dijual harga ikan tetap tinggi.
5)
Hasil tangkapan dan daerah penangkapan ikan
Hasil tangkapan alat tangkap cantrang adalah sumberdaya ikan damersal.
Hasil tangkapan alat tangkap cantrang diantaranya ialah pepetek (Leiognathus
sp.), biji nangka (Upeneus sulphureus), kapasan (Gerres kapas), kurisi (Upeneus
vittatus), swanggi (Priacanthus tayenus), kakap merah (Lutjanus spp.), kerapu
(Cephalopholis sp.), ikan sebelah (Psettodes erumei), buntal (Tetradon sp.), kwee
(Caranx sp.), pari (Aetobatus spp.), cumi-cumi (Loligo spp.), ikan lidah
(Cynoglosus lingua), sotong (Sepiella maindroni) , dan beloso (Synodus sp.).
Ikan yang dominan tertangkap antara lain pepetek (Leiognathus sp.), biji
nangka (Upeneus sulphureus) atau kuniran (bahasa lokal), kurisi (Upeneus
vittatus), dan kapasan (Gerres kapas). Ikan pepetek (Leiognathus sp.) merupakan
ikan yang paling dominan dan biasanya apabila terlalu banyak dibuang kembali
oleh nelayan karena memiliki nilai ekonomis yang rendah.
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan cantrang PPI Blanakan
cukup jauh sehinnga trip operasi penangkapan dilakukan 7-15 hari. Berdasarkan
hasil wawancara, daerah yang biasa dikunjungi oleh nelayan cantrang PPI
Blanakan diantaranya adalah Perairan Sumatera dengan jarak tempuh lebih dari
43
100 mil dan waktu tempuh lebih dari 30 jam dari PPI Blanakan, Perairan
Kalimantan dengan jarak tempuh lebih dari 150 mil dengan waktu lebih dari 45
jam dari PPI Blanakan, Perairan Jakarta dengan waktu tempuh 12 jam, dan sekitar
Laut Utara Jawa seperti, Indramayu, Cirebon, dan Karawang.
5.1.2
1)
Struktur biaya unit penangkapan cantrang
Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal
kegiatan. Biaya investasi usaha perikanan cantrang meliputi pembelian kapal, alat
tangkap, mesin,serta perlengkapan lain.
Persentase terbesar untuk investasi adalah untuk pembelian kapal yaitu
sebesar 63,83% - 86,21% dengan nilai Rp 120.000.000 – Rp 215.000.000. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, nelayan cantrang PPI Blanakan membeli kapal
dari daerah Brebes, Tegal, Indramayu, dan Batang karena harga yang murah
dengan kualitas yang baik. Nilai investasi mesin utama lebih besar daripada alat
tangkap cantrang. Nilai investasi mesin utama sebesar Rp 15.000.000 – Rp
37.000.000 dan untuk alat tangkap sebesar Rp 5.000.000 – Rp 18.000.000. Total
biaya investasi usaha perikanan cantrang adalah sebesar Rp 188.000.000 – Rp
275.100.000 (Lampiran 4). Pada Tabel 8 akan disajikan biaya investasi cantrang
per kapal dan untuk lebih jelas rincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran
4.
Tabel 8 Investasi usaha perikanan cantrang per kapal
Nama Kapal
Ukuran kapal (GT)
KM Alung Jaya
15
KM Ade dan Mas
18
KM Bhakti Jaya
23
KM Malinda
24
KM Fajar Asih
26
KM Selat Mandiri
29
Nilai investasi (Rp)
206.700.000
263.500.000
217.600.000
232.000.000
275.100.000
188.000.000
Sumber: Data primer diolah, 2010
2)
Biaya operasional
Biaya operasional terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya
tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik kapal, baik kapal itu
beroperasi maupun tidak beroperasi. Komponen biaya tetap usaha perikanan
44
cantrang meliputi biaya penyusutan kapal, penyusutan mesin, penyusutan alat
tangkap, pemeliharaan kapal, pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, dan
SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan). Rincian biaya tetap usaha perikanan cantrang
disajikan pada Lampiran 5.
Tabel 9 Total biaya operasional unit usaha cantrang PPI Blanakan per tahun
Nama Kapal
Biaya tetap (Rp) Biaya variabel (Rp) Biaya total (Rp)
KM Alung Jaya
50.483.300
458.397.000
508.880.333
KM Ade dan Mas
57.112.500
595.800.000
652.912.500
KM Bhakti Jaya
61.720.000
796.500.000
858.220.000
KM Malinda
43.066.700
618.660.000
661.726.667
KM Fajar Asih
60.487.500
590.346.000
650.833.500
KM Selat Mandiri
57.900.000
759.313.500
817.213.500
Sumber: Data primer diolah, 2010
Biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap tahun oleh pemilik usaha
perikanan cantrang berkisar antara Rp 43.066.700 – Rp 61.720.000.00. Biaya
pemeliharaan terbesar adalah biaya pemeliharaan mesin dengan nilai Rp
12.000.000 – Rp 24.000.000 dengan kontribusi sebesar 27,86% - 42,02% dari
total biaya tetap yang harus dikeluarkan. Biaya penyusutan terbesar adalah biaya
penyusutan kapal yaitu berkisar antara Rp 6.000.000 – Rp 10.750.000 dengan
umur teknis 20 tahun.
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan setiap kali akan melakukan
trip penangkapan ikan dan besarnya biaya dapat berubah-ubah (tidak tetap). Biaya
variabel usaha perikanan cantrang meliputi konsumsi ABK, solar, oli, air tawar, es
balok, retribusi, dan bagi hasil. Besarnya biaya variabel rata-rata yang harus
dikeluarkan adalah Rp 636.502.750 per tahun dengan kisaran Rp 458.397.000 –
Rp 796.500.000. Rincian komponen biaya variabel usaha perikanan cantrang
dapat dilihat pada Lampiran 6. Solar merupakan komponen biaya variabel yang
sangat penting dan berpengaruh terhadap kegiatan operasional penangkapan ikan
karena merupakan biaya variabel terbesar yang harus dikeluarkan oleh pemilik
kapal yaitu Rp 129.600.000 – Rp 378.000.000 dengan kontribusi rata-rata 42,42%
dari total biaya variabel tiap tahun.
45
5.1.3 Penerimaan unit usaha cantrang
Penerimaan pemilik usaha cantrang diperoleh dari penjualan hasil
tangkapan. Penjualan hasil tangkapan di Blanakan dilakukan melalui lelang
murni, tidak melalui tengkulak. Penerimaan pemilik usaha cantrang dipengaruhi
oleh dua musim, yaitu musim puncak (banyak ikan) dan musim paceklik (sedikit
ikan). Musim puncak terjadi pada bulan Agustus-Maret sedangkan musim
peceklik terjadi pada bulan April-Juli. Total penerimaan yang diperoleh pemilik
usaha cantrang berkisar Rp 605.340.000 – Rp 967.200.000. Pada musim puncak
jumlah trip sebanyak 16 trip, sedangkan musim paceklik jumlah trip sebanyak 8
trip. Total penerimaan rata-rata usaha yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang
sebesar Rp 800.820.000 per tahun sebelum dikurangi total biaya variabel dan
biaya tetap. Peneriman yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang disajikan pada
Tabel 10.
Tabel 10 Penerimaan usaha unit perikanan cantrang
Nama Kapal
KM Alung Jaya
KM Ade dan Mas
KM Bhakti Jaya
KM Malinda
KM Fajar Asih
KM Selat Mandiri
Musim Puncak
(Rp)
396.960.000
471.200.000
615.200.000
540.000.000
547.200.000
662.400.000
Musim Paceklik
(Rp)
208.380.000
268.000.000
352.000.000
235.200.000
223.440.000
284.940.000
Total
Penerimaan
605.340.000
739.200.000
967.200.000
775.200.000
770.640.000
947.340.000
Sumber: Data primer diolah, 2010
Penerimaan pada tabel di atas diperoleh dari penjualan ikan melalui
pelelangan. Ikan-ikan yang dominan dan selalu tertangkap di setiap trip, yaitu
pepetek (Leiognathus sp.), biji nangka (Upeneus sulphureus) atau kuniran (bahasa
lokal), kurisi (Upeneus vittatus), kapasan (Gerres kapas), cumi-cumi (Loligo
spp.), dan sotong (Sepiella maindroni). Ikan lain yang dimaksud (pada Lampiran
7) antara lain adalah swanggi (Priacanthus tayenus), kakap merah (Lutjanus spp.),
kerapu (Cephalopholis sp.), ikan sebelah (Psettodes erumei), buntal (Tetradon
sp.), kwee (Caranx sp.), pari (Aetobatus spp.), ikan lidah (Cynoglosus lingua),
sotong (Sepiella maindroni) , beloso (Synodus sp.), dan berbagai macam udang.
46
Ikan atau udang tersebut jumlahnya tidak banyak dan belum tentu tertangkap di
setiap trip. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Berdasarkan penerimaan tersebut dapat diketahui bahwa pendapatan atau
keuntungan bersih (π) per tahun yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang
setelah dikurangi total biaya (Total Cost) berkisar antara Rp 86.287.500 – Rp
130.126.500 dengan pendapatan rata-rata Rp 109.322.250 per tahun. Pada Tabel
11 akan disajikan pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran
kapal.
Pendapatan atau keuntungan bersih yang diperoleh setiap kapal berbedabeda. Perbedaan itu dapat disebabkan beberapa faktor, diantaranya ukuran kapal
yang berbeda, keahlian fishing master untuk menentukan DPI, keahlian para ABK
untuk mengoperasikan alat, teknologi alat yang digunakan.
Tabel 11 Pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran kapal
Nama Kapal
Ukuran Kapal (GT)
Keuntungan (Rp)
KM Alung Jaya
KM Ade dan Mas
KM Bhakti Jaya
KM Malinda
KM Fajar Asih
KM Selat Mandiri
15
18
23
24
26
29
96.459.700
86.287.500
109.780.000
113.473.300
119.806.500
130.126.500
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Gambar 11 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan keuntungan.
47
5.1.4 Analisis kriteria investasi
Analisis kriteria investasi unit usaha perikanan cantrang meliputi Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP),
analisis imbangan penerimaan dan biaya
(revenue – cost ratio). Tabel 12
menyajikan tabel kriteria investasi usaha penangkapan ikan dengan cantrang di
PPI Blanakan.
Tabel 12 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang di PPI Blanakan
Discount Rate (20%)
Nama Kapal
NPV
KM Alung Jaya (15 GT)
IRR
PP
R/C
769.249.600
40%
2,14
1,19
KM Ade dan Mas (18 GT)
2.521.800.600
29%
3,05
1,13
KM Bhakti Jaya (23 GT)
1.229.534.900
45%
2,00
1,13
KM Malinda (24 GT)
1.389.241.900
47%
1,99
1,17
KM Fajar Asih (26 GT)
3.457.411.500
42%
2,30
1,18
KM Selat Mandiri (29 GT)
2.219.938.400
73%
1,44
1,16
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan perhitungan, Net Present Value (Lampiran 8) pada tingkat
suku bunga (discount rate) 20% berkisar antara Rp 769.249.600 – Rp
3.457.411.500 dan nilai NPV rata- rata sebesar Rp 1.931.196.200. KM Selat
Mandiri memiliki nilai IRR terbesar yaitu 73% dan nilai IRR terkecil dimiliki oleh
KM Ade dan Mas. Waktu pengembalian investasi atau payback period paling
lama terjadi pada KM Ade dan Mas yaitu 3,05 tahun sedangkan KM selat mandiri
memiliki payback period paling cepat yaitu 1,44 tahun. Nilai NPV pada discount
rate 20% berdasarkan ukuran kapal dapat dilihat pada Gambar 12.
48
Gambar 12 Nilai Net Present Value (NPV) berdasarkan ukuran kapal cantrang.
Gambar 12 menunjukkan bahwa ukuran kapal tidak berpengaruh terhadap
NPV. Kapal berukuran 26 GT memiliki nilai NPV paling tinggi dibandingkan
dengan nilai NPV kapal lain. Nilai NPV terendah terjadi pada kapal yang
berukuran 15 GT yang merupakan ukuran kapal terkecil.
5.1.5 Analisis sensitivitas usaha perikanan cantrang
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan
yang berubah-ubah terhadap hasil suayu kelayakan. Keadaan yang berubah
tersebut dapat berupa perubahan harga. Kenaikan harga input seperti solar atau
pun penurunan harga output seperti hasil tangkapan dapat mempengaruhi
kelayakan suatu usaha. Dalam hal ini akan dilihat seberapa besar sensitivitas suatu
usaha apabila terjadi kenaikan input, yaitu solar. Solar merupakan input terbesar
yang dibutuhkan (42,42%).
Pada perhitungan sensitivitas usaha cantrang dengan discount rate 20%
(Lampiran 9), nilai sensitivitas usaha perikanan cantrang berkisar 58% - 148,85%
dengan sensitivitas rata-rata 88,22%. Hal itu berarti bahwa usaha tersebut masih
layak dijalankan apabila kenaikan harga solar maksimal 88,22%. Apabila
kenaikan harga solar melebihi nilai sensitivitas maka usaha tersebut tidak dapat
lagi mendapatkan keuntungan.
Nilai sensitivitas pada tiap-tiap kapal dapat berbeda-beda. Pada Tabel 13
akan disajikan nilai sensitivitas (discount rate 20%) berdasarkan ukuran kapal.
49
Sementara itu nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal juga dapat dilihat dalam
bentuk diagram agar lebih jelas dan dapat dilihat pada Gambar 13.
Tabel 13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal
Nama kapal
KM alung Jaya
KM Ade dan Mas
KM Bhakti Jaya
KM Malinda
KM Fajar Asih
KM Selat Mandiri
Ukuran kapal (GT)
15
18
23
24
26
29
Sensitivitas (%)
148,85
66,57
58,00
75,04
100,74
80,09
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Gambar 13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal cantrang.
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai sensitivitas terkecil
terjadi pada kapal cantrang berukuran 23 GT yaitu 58% yang berarti bahwa kapal
tersebut lebih sensitif terhadap perubahan harga solar. Ukuran kapal 15 GT
memiliki nilai sensitivitas terbesar yaitu 148,85%. Untuk melihat hubungan antara
ukuran kapal dengan sensitivitas dapat dilihat pada Gambar 14.
50
Gambar 14 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan sensitivitas.
Berdasarkan grafik hubungan tersebut, diketahui bahwa derajat hubungan atau R2
sebesar 0,221 dengan nilai korelasi 0,4701. Hal ini berarti bahwa hubungan
ukuran kapal dengan sensitivitas tidak erat.
5.1.6 Pengaruh struktur biaya terhadap trip
Biaya penangkapan merupakan salah satu komponen penting dalam
kegiatan operasional penangkapan ikan. Seringkali biaya menjadi pembatas para
nelayan atau pemilik kapal untuk melakukan penangkapan ikan (trip), karena akan
berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh berupa keuntungan atau
dapat juga menimbulkan kerugian. Solar merupakan komponen biaya terbesar
yang harus dikeluarkan (42,42%). Solar dapat mempengaruhi kegiatan
penangkapan ikan. Harga solar sering mengalami perubahan, baik itu kenaikan
harga ataupun penurunan harga. Untuk lebih jelasnya perubahan harga solar pada
tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada Tabel 14.
51
Tabel 14 Perkembangan harga solar tahun 2005-2009
Tahun
Harga Solar (Rp)
2005
Januari – Februari
1.650
Maret – September
2.100
Oktober – Desember
4.300
4.300
2006
4.300
2007
2008
Januari – April
4.300
Mei – Desember
5.500
4.500
2009
Sumber: Pertamina, 2010
Tahun 2005, harga solar mengalami kenaikan harga sebanyak dua kali,
kenaikan harga solar pertama yaitu dari Rp 1.650 menjadi Rp 2.100, sedangkan
kenaikan harga solar kedua yaitu dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300. Kenaikan harga
solar yang kedua ini mencapai 100%. Pada tahun 2006 dan 2007, harga solar
stabil, tidak mengalami kenaikan dan penurunan harga solar. Tahun 2008, harga
solar kembali mengalami peningkatan yaitu dari harga Rp 4.300 menjadi Rp
5.500. Tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan sebanyak Rp 1.000. pada
tahun 2009, harga solar kembali stabil, artinya tidak ada perubahan. Berikut akan
disajikan tabel jumlah trip cantrang di PPI Blanakan pada tahun 2005 dan 2008.
Tabel 15 Jumlah trip dan harga solar tahun 2005
Tahun 2005
Harga Solar (Rp)
Januari
1.650
Februari
1.650
Maret
2.100
April
2.100
Mei
2.100
Juni
2.100
Juli
2.100
Agustus
2.100
September
2.100
Oktober
4.300
November
4.300
Desember
4.300
Jumlah
Sumber: KUD Inti Mina Fajar sidik dan Pertamina,2009
Jumlah Trip
220
217
213
184
178
182
187
208
214
146
134
141
2224
52
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hubungan antara harga solar
dengan jumlah trip dengan menggunkan regresi sederhana yang akan disajikan
pada Gambar 15.
Gambar 15 Grafik Hubungan harga solar dengan trip tahun 2005.
Grafik di atas dapat menunjukkan persamaan regresi Y = -0,026X + 254,2 + ε
dengan R2 = 0,831 dan nilai korelasi sebesar 0,9116. Berdasarkan perhitungan
dapat diketahui bahwa standar error persamaan tersebut adalah sebesar 13,3363.
Hubungan antara harga solar dengan jumlah trip juga dapat dilihat pada Gambar
16.
Gambar 16 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005.
53
Perubahan harga solar pun terjadi pada tahun 2008, yaitu pada bulan
Januari-April harga tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu Rp
4.300. Namun pada bulan Mei-Desember, harga solar naik menjadi Rp 5.500.
Pada Tabel 16 akan disajikan perubahan harga solar beserta jumlah trip tahun
2008.
Tabel 16 Jumlah trip dan harga solar tahun 2008
Tahun 2008
Januari
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jumlah
Harga Solar (Rp)
4.300
4.300
4.300
4.300
5.500
5.500
5.500
5.500
5.500
5.500
5.500
5.500
Jumlah Trip
103
129
159
146
134
142
137
171
151
128
165
174
1739
Sumber: KUD Inti Mina Fajar Sidik dan Pertamina,2009
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hubungan antara harga solar
dengan jumlah trip cantrang dengan menggunkan regresi sederhana yang akan
disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2008.
54
Grafik hubungan di atas menunjukkan nilai persamaan regresi Y= 0,013X + 76,91
+ ε dengan R2 sebesar 0,146 dimana variabel X adalah harga solar dan variabel Y
adalah jumlah trip cantrang. Standar error dari persamaan tersebut adalah sebesar
19,9255. Nilai korelasi dari persamaan regresi tersebut adalah 0,831. Trip
cantrang pada harga solar mengalami peningkatan pada awalnya mengalami
penurunan yang tidak signifikan dan dapat kembali stabil. Hubungan antara harga
solar dengan jumlah trip pada tahun 2008 juga dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2008.
Diagram diatas menunjukkan bahwa jumlah trip cantrang sangat
berfluktuatif dan tidak tergantung terhadap harga solar, namun hanya pada
awalnya saja mengalami penurunan yang tidak signifikan. Jumlah trip cantrang
pada tahun tersebut dapat dipengaruhi oleh musim, yaitu musim puncak dan
paceklik, trip terbanyak terjadi pada bulan November dan bulan Desember dimana
bulan tersebut adalah bulan musim puncak bagi nelayan cantrang. Namun trip
terendah terjadi pada bulan Januari, dimana bulan tersebut merupakan musim
puncak bagi nelayan cantrang. Hal ini terjadi karena pada bulan tersebut cuaca
tidak mendukung aktifitas penangkapan ikan, yaitu merupakan musim barat
sehingga angin dan gelombang sedang tinggi.
Sementara itu, untuk mengetahui pengaruh harga solar dari tahun 2005 –
2009, maka dibuat persamaan regresi dengan jumlah trip cantrang per tahun dan
harga solar per tahun. Lebih jelasnya akan disajikan pada Tabel 17.
55
Tabel 17 Jumlah trip cantrang dan harga solar tahun 2005 – 2009
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Harga solar (Rp)
2.100
4.300
4.300
5.500
4.500
Trip cantrang
2.224
1.750
1.742
1.739
1.715
Sumber: KUD Inti Mina Fajar Sidik dan Pertamina, 2009
Tahun 2005, jumlah trip cantrang sebanyak 2.224, namun pada saat terjadi
kenaikan solar sebesar 100% (dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300) mengalami
penurunan kukup drastis sekitar 50%, sehingga jumlah trip cantrang sebanyak
1.750. Hal ini sangat dirasakan oleh nelayan karena penerimaan tidak dapat
menutupi biaya total yang meningkat secara drastis dan membuat pemilik usaha
mengalami kerugian sehingga tidak melakukan trip. Grafik hubungan dan
persamaan regresi serta keeratan hubungan harga solar dengan kegiatan
operasional penangkapan ikan (trip) tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada Gambar
19.
Gambar 19 Grafik hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang tahun 2005
– 2009.
Grafik di atas menunjukkan persamaan regresi Y = 2499 – 0,16X + ε
dengan R2 sebesar 0,839 dimana variabel X adalah harga solar merupakan
variabel bebas, sedangkan variabel Y adalah trip cantrang yang merupakan
variabel tak bebas. Nilai korelasi dari persamaan regresi tersebut adalah sebesar
0,916. Nilai a pada persamaan tersebut adalah 2.499, nilai b adalah -0,16,
56
sedangkan standar error sebesar 101,0957. Hubungan antara harga solar dengan
jumlah trip pada tahun 2005 – 2009 juga dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005 – 2009
Diagram di atas menunjukkan bahwa jumlah trip pada tahun 2005
merupakan jumlah trip terbanyak dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Tahun
2006 – 2009 jumlah trip cukup stabil. Namun, pada saat penurunan harga solar
dari Rp 5.500 menjadi Rp 4.500 tidak menyebabkan kenaikan jumlah trip, tetapi
mengalami penurunan trip. Hal ini disebabkan karena penurunan armada unit
usaha cantrang di PPI Blanakan.
5.2
Pembahasan
Analisis usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan merupakan suatu
perhitungan keuangan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu usaha
yang sudah berjalan dan untuk mengetahui kelanjutan usaha tersebut di waktu
yang akan datang sehingga pemilik usaha dapat membuat suatu perhitungan dan
merencanakan langkah untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan
usahanya. Biaya penangkapan ikan terdiri dari biaya investasi, biaya tetap (fix
cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya investasi merupakan biaya yang
umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan. Menurut Nurmalina et al (2009), biaya
investasi selain dikeluarkan di awal tahun bisnis, juga dapat dikeluarkan pada
beberapa tahun setelah bisnis berjalan, missal untuk mengganti komponen atau
peralatan investasi yang umurnya sudah habis namun operasional bisnisnya masih
57
berjalan. Dalam hal ini, pembelian jaring cantrang lebih banyak dilakukan karena
umur teknisnya hanya 3 tahun.
Biaya investasi setiap kapal berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 8 dapat
diketahui bahwa ukuran kapal tidak mempengaruhi nilai investasi usaha
penangkapan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barani (2005) bahwa biaya
investasi sangat bergantung pada jenis alat tangkap dan kapal yang akan
digunakan serta umur ekonomis sarana tersebut. Hal ini juga dapat dipengaruhi
oleh tahun pembelian barang-barang investasi berbeda dikarenakan adanya
pengaruh waktu terhadap nilai uang (time value of money). Menurut Nurmalina et
al (2009), nilai uang berubah dengan berjalannya waktu ada beberapa alasan,
yakni inflasi, konsumsi, dan produktivitas. Biaya investasi usaha perikanan
cantrang berkisar antara Rp 188.000.000 – Rp 275.100.000 dengan kontribusi
terbesar dalah untuk pembelian kapal (63,83% - 86,21%). Jumlah investasi
tersebut cukup besar sehingga nelayan atau orang yang akan berinvestasi dalam
dunia perikanan tangkap harus benar-benar memahami usaha penangkapan
cantrang agar tidak menimbulkan kerugian.
Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa biaya tetap terbesar yang
dikeluarkan adalah pemeliharaan mesin sebesar Rp 12.000.000.00 – Rp
24.000.000.00 (Lampiran 5), karena pemeliharaan mesin penting agar operasi
penangkapan ikan berjalan dengan lancar, selain itu juga setelah melakukan trip
biasanya mesin mengalami kerusakan. Biaya penyusutan kapal, mesin, dan alat
tangkap merupakan pengeluaran yang tidak nyata karena pengeluaran ini hanya
merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan disini hanya merupakan
taksiran kasar.
Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa biaya variabel terbesar
yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk pembelian solar yang memberikan
kontribusi rata-rata sebesar 42,42% dari total biaya variabel (Lampiran 6).
Besarnya pemakaian solar tergantung dari daerah penangkapan ikan (fishing
ground) yang dituju serta lama trip yang dilakukan. Selain itu, dalam
pengoperasian cantrang, kapal bergerak aktif mengelilingi suatu area perairan
sehingga pemakaian solar lebih besar dibandingkan pengoperasian alat tangkap
dengan kapal pasif. Solar yang dibutuhkan untuk setipa kali trip dilakukan adalah
58
800 – 3.500 liter. Bagi hasil dan retribusi termasuk biaya variabel karena besarnya
ditentukan oleh hasil tangkapan yang didapatkan berbeda-beda setiap trip
sehingga penerimaan yang diperoleh oleh pemilik kapal pun berbeda-beda.
Menurut Mulyadi (2005), upah/gaji awak nelayan yang umumnya bersifat bagi
hasil merupakan pengeluaran nyata yang tidak kontan karena dibayar sesudah
hasil tangkapan dijual. Besarnya bagi hasil nelayan cantrang PPI Blanakan adalah
50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan buruh setelah hasil lelang
dikurangi biaya perbekalan melaut. Setiap ABK menerima upah yang berbeda
sesuai dengan posisi ABK. Pembagian dengan system ini merupakan kesepakatan
antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh atau ABK. Jumlah pendapatan
pemilik usaha cukup menguntungkan. Nahkoda atau juru mudi mendapat bagian
paling besar diantara ABK yang lain, yaitu dua bagian karena memiliki tugas yang
lebih berat daripada ABK yang lain. Besarnya retribusi adalah 5% seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Keuntungan nelayan pemilik kapal cantrang didapatkan dari selisih antara
total revenue (TR) dengan total cost (TC). Besarnya keuntungan berkisar antara
Rp 86.287.500 – Rp 130.126.500. Penelitian yang dilakukan oleh Rodiana (2006)
juga menyebutkan bahwa keuntungan yang diperoleh nelayan cantrang rata-rata
sebesar Rp 115.317.446 per tahun. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa
semakin besar ukuran kapal cantrang, maka akan semakin besar pendapatan yang
diperoleh. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan kapal untuk menampung
hasil tangkapan lebih besar untuk kapal yang berukuran lebih besar. Namun tidak
semua seperti itu, dalam tabel di atas pendapatan kapal cantrang berukuran 15 GT
lebih dari 18 GT. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu keahlian
fishing
master
dalam
menentukan
DPI
berbeda-beda,
kemampuan
mengoperasikan alat, dan lain-lain. Suhery (2010) menjelaskan bahwa faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan ikan dengan alat tangkap
cantrang karena adanya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi kekuatan dan ketahanan jaring dan tali selambar, kemampuan fishing
master dalam membaca dan menentukan posisi penangkapan serta kinerja ABK,
kemampuan olah gerak kapal dalam proses setting dan ketahanan kapal selama
proses penarikan tali selambar. Faktor eksternal meliputi sumberdaya ikan, cuaca
59
dan musim, arus, dan substrat perairan karena cantrang beroperasi di dasar
perairan.
Ukuran kapal dan keuntungan memiliki hubungan yang erat (Gambar 11).
Hal ini ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,854 dan nilai korelasi sebesar
0,9241. Produktivitas kapal ikan ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran
tonase kapal, jenis bahan kapal, kekuatan mesin kapal, jenis alat tangkap yang
digunakan, jumlah trip operasi penangkapan per tahun, kemampuan tangkap ratarata per trip, dan wilayah penangkapan ikan. Semakin tinggi produktivitas kapal
ikan, maka makin tinggi pula keuntungan yang akan diperoleh oleh kapal tersebut
(Anonim, 2008).
Berdasarkan perhitungan analisis kriteria investasi yaitu dari nilai Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), dan
R/C, maka usaha penangkapan ikan dengan cantrang memenuhi kriteria kelayakan
investasi dan usaha sehingga usaha penangkapan cantrang di PPI Blanakan layak
untuk dijalankan dan menguntungkan. Nilai kriteria investasi berhubungan dengan
penerimaan, biaya operasional, dan biaya investasi setiap kapal cantrang sehingga
nilai kriteria investasi setiap kapal cantrang akan berbeda-beda. Ukuran kapal
tidak mempengaruhi nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang karena
penerimaan, biaya operasional, dan biaya investasi setiap kapal pun tidak
konsisten terhadap ukuran kapal.
Analisis sensitivitas merupakan analisis yang penting dalam usaha
perikanan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah
terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk
memprediksi hasil analisis kelayakan usaha apabila terjadi perubahan di dalam
perhitungan biaya (Nurmalina, et al., 2009). Dalam kegiatan penangkapan ikan
dengan cantrang, faktor yang sering berubah adalah BBM (solar). Nilai
sensitivitas dihitung dengan cara meningkatkan harga input (solar) dari harga
yang berlaku tahun 2009 dalam satuan persen. Nilai sensitivitas diperoleh dari
nilai NPV positif terkecil dan usaha masih mendapatkan keuntungan setelah
dilakukan kenaikan harga solar. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa nilai
sensitivitas tertinggi sebesar 148,85%, artinya bahwa armada yang memiliki nilai
sensitivitas tersebut tidak sensitif terhadap kenaikan harga solar, yaitu KM Alung
60
Jaya. Hal itu disebabkan karena kebutuhan terhadap solar KM Alung Jaya lebih
kecil dibandingkan dengan armada lain. KM Alung Jaya memiliki waktu trip yang
lebih pendek dibandingkan dengan armada lain, yaitu 7 hari. Armada tersebut
masih bisa menjalankan usahanya dengan baik sampai perubahan harga solar
maksimum 148,85%, yaitu Rp 11.198 dari harga yaitu Rp 4.500.00.
Nilai
sensitivitas terkecil sebesar 58% yang dimiliki oleh KM Bhakti Jaya.
Selanjutnya, untuk mengatasi pengaruh perubahan solar terhadap jumlah
trip, telah dilakukan analisis regresi antara jumlah trip dan perubahan harga solar.
Hasil analisis ini menunjukkan hubungan yang negatif. Hal ini disebabkan apabila
harga solar mengalami kenaikan dengan jumlah hasil tangkapan yang sama akan
menambah beban biaya operasional sehingga para nelayan mengurangi kegiatan
penangkapan ikan (trip). Berdasarkan persamaan regresi sederhana tersebut dapat
diketahui nilai R2 yaitu 0,839 hal ini berarti bahwa 83,9% diantara keragaman
dalam nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan X. Nilai
korelasi (r) diperoleh sebesar 0,916 yang artinya bahwa hubungan antara harga
solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat. Hal ini disebabkan karena solar
merupakan komponen biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh nelayan pemilik
usaha cantrang. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) cantrang memiliki
jarak yang cukup jauh dari Blanakan, bahkan sampai ke luar Pulau Jawa (Perairan
Sumatera dan Perairan Kalimantan) sehingga solar merupakan komponen biaya
yang sangat penting untuk mencapai tempat tujuan, selain itu dalam operasi
penangkapan pun kapal bergerak aktif sehingga membutuhkan solar lebih banyak.
Berdasarkan uji t, keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 yang berarti
bahwa harga solar dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan
cantrang. Hal ini sesuai dengan kriteria yang dinyatakan oleh Walpole (1995)
yaitu jika r ≥ 0,7 dan r ≤ - 0,6 berarti korelasi erat dan jika -0,6 < r < 0,7 berarti
bahwa korelasi tidak erat dan t hitung berada pada wilayah kritis sehingga tolak
H0. Berdasarkan wawancara, banyak kapal cantrang yang berbasis di Blanakan
pada saat kenaikan harga solar, tidak mendaratkan ikan di Blanakan dikarenakan
jarak yang agak jauh sehinnga para nelayan menghemat bahan bakar. Para
nelayan mendaratkan ikannya ke TPI yang lebih dekat dari fishing ground yang
mereka datangi atau kembali ke daerah asal mereka seperti, Indramayu.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PPI Blanakan dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Biaya investasi usaha perikanan cantrang meliputi pembelian kapal, alat
tangkap, mesin, serta perlengkapan lain. Besarnya biaya investasi usaha
perikanan cantrang berkisar antara Rp 188.000.000 – Rp 275.100.000.
2.
Biaya variabel usaha perikanan cantrang meliputi konsumsi ABK, solar, oli,
air tawar, es balok, retribusi, dan bagi hasil. Besarnya biaya variabel yang
harus dikeluarkan berkisar antara Rp 458.397.000 – Rp 796.500.000 per
tahun.
3.
Komponen biaya tetap usaha perikanan cantrang meliputi biaya penyusutan
kapal, penyusutan mesin, penyusutan alat tangkap, pemeliharaan kapal,
pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, dan SIUP (Surat Izin Usaha
Perikanan). Biaya tetap rata-rata yang harus dikeluarkan setiap tahun oleh
pemilik usaha perikanan cantrang adalah sebesar Rp 55.128.300 dengan
kisaran antara Rp 43.066.700 – Rp 61.720.000
4.
Total penerimaan yang diperoleh pemilik usaha cantrang berkisar Rp
605.340.000 – Rp 967.200.000. Total penerimaan rata-rata usaha yang
diperoleh oleh pemilik usaha cantrang sebesar Rp 800.820.000 per tahun
sebelum dikurangi total biaya variabel dan biaya tetap. Keuntungan bersih (π)
per tahun yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang setelah dikurangi total
biaya (Total Cost) berkisar antara Rp 86.287.500 – Rp 130.126.500 dengan
pendapatan rata-rata Rp 109.322.300.
5.
Berdasarkan perhitungan persamaan regresi sederhana, hubungan harga solar
dengan jumlah trip cantrang adalah Y = 2499 – 0,16X + ε dengan standar
error 101,0957. Nilai R2 yaitu 0.839 dan nilai korelasi sebesar 0,916 yang
artinya bahwa hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang
sangat erat. Berdasarkan uji t, struktur biaya (solar) dapat mempengaruhi
kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang di PPI Blanakan.
62 6.2 Saran
1.
Penambahan variabel X dapat dilakukan untuk mengetahui lebih jauh faktor
yang mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang sehingga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena perikanan cantrang ini
merupakan usaha perikanan yang menghasilkan keuntungan yang besar.
2.
Perikanan cantrang sebaiknya lebih dikembangkan lagi di PPI Blanakan
karena usaha ini memiliki prospek yang cerah.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2008. Juklak Perhitungan Produktivitas Kapal Perikanan. [terhubung
tidak berkala]. http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/01/juklakperhitungan-produktifitas-kapal-perikanan/ . [6 Mei 2010]
Bambang, N. 2006. Petunjuk pembuatan dan Pengoperasian Cantrang dan Rawai
Dasar Pantai Utara Jawa Tengah. Semarang: Balai Besar
Pengembangan Penangkapan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. 14 hal.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Bentuk Baku Konstruksi Pukat Tarik
Cantrang. [terhubung tidak berkala]. www.sni.or.id. [11 April 2010]
[DKP Kab. Subang] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang. 2005.
Evaluasi Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Subang.
120 hal.
Desa Blanakan Subang. 2009. Pendataan Profil Desa/Kelurahan Blanakan.
Subang: Pemerintah Kabupaten Subang. 89 hal.
Barani, HM. 2005. Profil Pendapatan Usaha Penangkapan Berdasarkan Jenis
Alat Tangkap di Perairan Sulsel Bagian Selatan. Buletin PSP vol XIV
No.2 oktober. 90 hal.
Dzamin Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. Jakarta: Lembaga Penelitian
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 167 hal.
Horngren, Datar, dan Foster. 2005. Akuntansi Biaya: penekanan manajerial jilid
1. Edisi kesebelas. Jakarta: Indeks kelompok gramedia. 572 hal.
Kadariah, Lien K, dan Clive G. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 181 hal.
Mahardika, D. 2008. Pengaruh Jenis Alat Tangkap Terhadap Tingkat
Kesejahteraan Nelayan di Kelurahan Tegalsari dan Muarareja, Tegal,
Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. 110 hal.
Monintja, D. 1989. Perikanan Tangkap di Indonesia: Suatu Pengantar. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 49 hal.
Mulyadi, S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 223 hal.
Mulyanto, RB dan Syahasta. 2006. Petunjuk Teknis Identifikasi Sarana Perikanan
Tangkap Kapal Perikanan (Fishing Vessel). Semarang: Balai Besar
Pengembangan Penangkapan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap. DKP. 53 hal.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 622 hal.
64
Nurmalina, R, dkk. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis.
Institut Pertanian Bogor. 183 hal.
[ PERTAMINA] . 2010. Perkembangan Harga BBM. [terhubung tidak berkala]
www.pertamina.com [ 1 April 2010]
Prado, J dan PY Dremiere. 2006. Panduan Teknis Usaha Penangkapan Ikan
(Fisherman’s Workbook). Semarang: Balai Besar Pengembangan
Penangkapan Ikan. 238 hal.
Rodiana, Y. 2006. Analisis Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna yang
berbasis di Blanakan Kabupaten Subang [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 110 hal.
Subagyo, A. 2007. Studi Kelayakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Elex Media
Komputindo. 258 hal.
Subani W. dan HR Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. 248 hal.
Suhery, N. 2010. Kajian Teknis Pengoperasian Cantrang di Perairan Brondong,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 81 hal.
Tjahjono, A. dan Sulastiningsih. 2003. Akuntansi: Pengantar Pendekatan
Terpadu. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 372 hal.
Tunggal, HA. 2006. Undang-Undang Perikanan: UU RI Nomor 31 Tahun 2004.
Jakarta: Harvarindo. 88 hal.
Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. 488 hal
Usman, H. dan R. Purnomo SA.
Aksara. 323 hal
2003. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 516
hal.
Walter, N. 1991. Teori Mikroekonomi: Prinsi Dasar dan Perluasan. Edisi kelima.
Daniel Wirajaya, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. 520 hal.
Yustiarani, A. 2008. Kajian Pendapatan Nelayan dari usaha penangkapan ikan dan
bagian retribusi pelelangan ikan di PPI Muara Angke [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 112
hal.
65
LAMPIRAN
66
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
66
67
Lampiran 2 Peta kecamatan kabupaten Subang
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Subang, 2006
Keterangan:
1. Kecamatan Blanakan
2. Kecamatan Legonkulon
3. Kecamatan Pusakanagara
4. Kecamatan Ciasem
5. Kecamatan Sukasari
6. Kecamatan Pamanukan
7. Kecamatan Pusaka Jaya
8. Kecamatan Patokbeusi
9. Kecamatan Cikaum
10. Kecamatan Tambakdahan
11. Kecamatana Binong
12. Kecamatan Compreng
13. Kecamatan Pabuaran
14. Kecamatan Purwadadi
15. Kecamatan Pagaden Barat
16. Kecamatan Pagaden
17. Kecamatan Cipunagara
18. Kecamatan Ciupendeuy
19. Kecamatan Kalijati
20. Kecamatan Dawuan
21. Kecamatan Subang
22. Kecamatan Cibogo
23. Kecamatan Serang Panjang
24. Kecamatan Sagalaherang
25. Kecamatan Jalancagak
26. Kecamatan Cijambe
27. Kecamatan Ciater
28. Kecamatan Kasomalang
29. Kecamatan Cisalak
30. Kecamatan Tanjungsiang
68
Lampiran 3 Contoh perhitungan analisis usaha
No
A
B
C
D
E
F
G
Uraian
INVESTASI
1. Kapal
2. Mesin (utama dan
bantu)
3. Jaring cantrang
4. Gardan
5. Perlengkapan lain
Total Investasi
BIAYA TETAP
1. SIUP
2. Biaya Penyusutan
- kapal
Unit
Satuan
Harga
Jumlah
1
unit
200.000.000
200.000.000
1
unit
39.500.000
39.500.000
3
1
unit
unit
5.500.000
3.000.000
4.500.000
16.500.000
3.000.000
4.500.000
263.500.000
1
tahun
500.000
500.000
1
tahun
- Mesin
1
tahun
10.000.000
5.312.500
10.000.000
5.312.500
- Jaring
3. Biaya Pemeliharaan
- Perahu
- Mesin
- Jaring
Total Biaya Tetap
BIAYA VARIABEL
1. Ransum
2. Solar
3. Oli
4. Air tawar
5. es balok
6. Biaya retribusi
7. Bagi hasil
Total Biaya Variabel
TOTAL BIAYA
PENERIMAAN
1. Musim Timur (puncak)
2. Musim Barat (paceklik)
TOTAL PENERIMAAN
KEUNTUNGAN
R/C
Payback Period (tahun)
3
tahun
1.833.333
5.500.000
1
1
1
tahun
tahun
tahun
7.000.000
24.000.000
4.800.000
7.000.000
24.000.000
4.800.000
57.112.500
24
57.600
60
24
4.800
5%
50%
trip
liter
liter
trip
balok
persen
persen
4.000.000
4.500
24.000
50,000
12.000
739.200.000
286.800.000
96.000.000
259.200.000
1.440.000
1,200,000
57.600.000
36.960.000
143.400.000
595.800.000
652.912.500
471.200.000
268.000.000
739.200.000
86.287.500
1,13
3,05
69
Lampiran 4 Rincian biaya investasi unit usaha cantrang PPI Blanakan
KM Alung Jaya (15 GT)
Investasi
Kapal
Mesin utama
Mesin bantu
Alat tangkap cantrang
Gardan
Perlengkapan lainnya
Total investasi
KM Ade dan Mas (18 GT)
Kapal
Mesin utama
Mesin bantu
Alat tangkap cantrang
Gardan
Perlengkapan lainnya
Total investasi
KM Bhakti Jaya (23 GT)
Kapal
Mesin utama
Mesin bantu
Alat tangkap cantrang
Gardan
Perlengkapan lainnya
Total investasi
KM Malinda (24 GT)
Kapal
Mesin utama
Mesin bantu
Alat tangkap cantrang
Gardan
Perlengkapan lainnya
Total investasi
KM Fajar Asih (26 GT)
Kapal
Mesin utama
Mesin bantu
Alat tangkap cantrang
Gardan
Perlengkapan lainnya
Total investasi
KM Selat Mandiri (29 GT)
Kapal
Mesin utama
Nilai (Rp)
150.000.000
30.000.000
5.200.000
15.000.000
3.000.000
3.500.000
Persentase (%)
72,57
14,51
2,52
7,26
1,45
1,69
206.700.000
200.000.000
33.000.000
6.500.000
16.500.000
3.000.000
4.500.000
263.500.000
75,90
12,52
2,47
6,26
1,14
1,71
150.000.000
30.000.000
10.600.000
18.000.000
4.000.000
5.000.000
217.600.000
68,93
13,79
4,87
8,27
1,84
2,30
200.000.000
15.000.000
5.500.000
5.000.000
3.000.000
3.500.000
232.000.000
86,21
6,47
2,37
2,16
1,29
1,51
215.000.000
23.000.000
10.600.000
18.000.000
3.500.000
5.000.000
275.100.000
78,15
8,36
3,85
6,54
1,27
1,82
120.000.000
37.000.000
63,83
19,68
70
Mesin bantu
Alat tangkap cantrang
Gardan
Perlengkapan lainnya
Total investasi
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
4.500.000
18.000.000
3.500.000
5.000.000
188.000.000
2,39
9,57
1,86
2,66
71
Lampiran 5 Rincian biaya tetap unit usaha cantrang PPI Blanakan
KM Alung Jaya (15 GT)
Biaya tetap
SIUP
Penyusutan kapal
Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
Penyusutan alat tangkap
Pemeliharaan kapal
Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin
bantu)
Pemeliharaan alat tangkap
Total Biaya Tetap (Fixed cost)
KM Ade dan Mas (18 GT)
SIUP
Penyusutan kapal
Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
Penyusutan alat tangkap
Pemeliharaan kapal
Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin
bantu)
Pemeliharaan alat tangkap
Total Biaya Tetap (Fixed cost)
KM Bhakti Jaya (23 GT)
SIUP
Penyusutan kapal
Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
Penyusutan alat tangkap
Pemeliharaan kapal
Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin
bantu)
Pemeliharaan alat tangkap
Total Biaya Tetap (Fixed cost)
KM Malinda (24 GT)
SIUP
Penyusutan kapal
Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
Penyusutan alat tangkap
Pemeliharaan kapal
Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin
bantu)
Pemeliharaan alat tangkap
Total Biaya Tetap (Fixed cost)
KM Fajar Asih (26 GT)
SIUP
Penyusutan kapal
Nilai
(Rp/tahun)
Persentase (%)
500.000
7.500.000
9.550.000
5.000.000
7.000.000
13.733.333
0,99
14,86
18,92
9,90
13,87
27,20
200.000
50.483.333
0,4
500.000
10.000.000
5.312.500
5.500.000
7.000.000
24.000.000
0,88
17,51
9,30
9,63
12,26
42,02
4.800.000
57.112.500
8,40
500.000
7.500.000
8.920.000
6.000.000
10.000.000
24.000.000
0,81
12,15
14,45
9,72
16,20
38,89
4.800.000
61.720.000
7,78
500.000
10.000.000
4.100.000
1.666.667
10.000.000
12.000.000
1,16
23,22
9,52
3,87
23,22
27,86
4.800.000
43.066.667
11,15
500.000
10.750.000
0,83
17,77
72
Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
Penyusutan alat tangkap
Pemeliharaan kapal
Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin
bantu)
Pemeliharaan alat tangkap
Total Biaya Tetap (Fixed cost)
KM Selat Mandiri (29 GT)
SIUP
Penyusutan kapal
Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
Penyusutan alat tangkap
Pemeliharaan kapal
Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin
bantu)
Pemeliharaan alat tangkap
Total Biaya Tetap (Fixed cost)
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
4.637.500
3.600.000
5.000.000
24.000.000
7,67
5,95
8,27
39,68
12.000.000
60.487.500
19,84
500.000
6.000.000
9.000.000
6.000.000
10.000.000
24.000.000
0,86
10,36
15,54
10,36
17,27
41,45
2.400.000
57.900.000
4,15
73
Lampiran 6 Rincian biaya variabel usaha unit penangkapan cantrang
KM Alung Jaya (15 GT)
Biaya variabel
Ransum (konsumsi ABK)
Solar
Oli
Air tawar
Es balok
Retribusi
Bagi hasil
Total Biaya Variabel
KM Ade dan Mas (18 GT)
Ransum (konsumsi ABK)
Solar
Oli
Air tawar
Es balok
Retribusi
Bagi hasil
Total Biaya Variabel
KM Bhakti Jaya (23 GT)
Ransum (konsumsi ABK)
Solar
Oli
Air tawar
Es balok
Retribusi
Bagi hasil
Total Biaya Variabel
KM Malinda (24 GT)
Ransum (konsumsi ABK)
Solar
Oli
Air tawar
Es balok
Retribusi
Bagi hasil
Total Biaya Variabel
KM Fajar Asih (26 GT)
Ransum (konsumsi ABK)
Solar
Oli
Air tawar
Es balok
Retribusi
Nilai (Rp/tahun)
57.600.000
129.600.000
4.320.000
1.800.000
57.600.000
30.267.000
177.210.000
458.397.000
Persentase (%)
12,57
28,27
0,94
0,39
12,57
6,60
38,66
96.000.000
259.200.000
1.440.000
1.200.000
57.600.000
36.960.000
143.400.000
595.800.000
16,11
43,50
0,24
0,20
9,67
6,20
24,07
96.000.000
378.000.000
1.440.000
1.200.000
100.800.000
48.360.000
170.700.000
796.500.000
12,05
47,46
0,18
0,15
12,66
6,07
21,43
48.000.000
302.400.000
5.760.000
1.200.000
66.000.000
38.760.000
156.540.000
618.660.000
7,76
48,88
0,93
0,19
10,67
6,27
25,30
84.000.000
226.800.000
1.440.000
1.200.000
58.080.000
38.532.000
14,23
38,42
0,24
0,20
9,84
6,53
74
Bagi hasil
Total Biaya Variabel
KM Selat Mandiri (29 GT)
Ransum (konsumsi ABK)
Solar
Oli
Air tawar
Es balok
Retribusi
Bagi hasil
Total Biaya Variabel
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
180.294.000
590.346.000
30,54
108.000.000
324.000.000
4.320.000
1.200.000
86.400.000
47.367.000
188.026.500
759.313.500
14,22
42,67
0,57
0,16
11,38
6,24
24,76
75
Lampiran 7 Penerimaan usaha unit penangkapan cantrang PPI Blanakan
KM Alung Jaya (15 GT)
Hasil Tangkapan
Jumlah/tahun (Kg)
Musim Puncak (Agusutus – Maret)
Pepetek (Leiognathus sp.)
1.800 kg/trip x 24 trip
= 43.200
Biji
nangka
(Upeneus 1.600 kg/trip x 24 trip
sulphureus)
= 38.400
Kurisi (Upeneus vittatus)
160 kg/trip x 24 trip
= 3.840
Kapasan (Gerres kapas)
800 kg/trip x 24 trip
= 19.200
Cumi-cumi (Loligo sp.)
400 kg/trip x 24 trip
= 9.600
Sotong (Sepiella maindroni)
200 kg/trip x 24 trip
= 4.800
Ikan dan udang lainnya
310 kg/trip x 24 trip
= 7.440
Sub jumlah
5.270 kg/trip x 24
trip = 126.480
Musim Paceklik (April-Juli)
Pepetek (Leiognathus sp.)
1.000 kg/trip x 12 trip
= 12.000
Biji
nangka
(Upeneus
800 kg/trip x 12 trip
sulphureus)
= 9.600
Kurisi (Upeneus vittatus)
80 kg/trip x 12 trip =
960
Kapasan (Gerres kapas)
400 kg/trip x 12 trip
= 4.800
Cumi-cumi (Loligo sp.)
600 kg/trip x 12 trip
= 7.200
Sotong (Sepiella maindroni)
80 kg/trip x 12 trip =
960
Ikan dan udang lainnya
210 kg/trip x 12 trip
= 2.520
Sub jumlah
3.170 kg/trip x 12
trip = 38.040
Total Penerimaan
164.520
KM Ade dan Mas (18 GT)
Musim Puncak (Agusutus – Maret)
Pepetek (Leiognathus sp.)
4.000 kg/trip x 16 trip
= 64.000
Biji
nangka
(Upeneus 2.000 kg/trip x 16 trip
sulphureus)
= 32.000
Kurisi (Upeneus vittatus)
100 kg/trip x 16 trip
= 1.600
Harga
(Rp)
Nilai (Rp)
1.500
64.800.000
1.250
48.000.000
5.000
19.200.000
1.750
33.600.000
15.000
144.000.000
10.000
48.000.000
39.360.000
396.960.000
2.000
24.000.000
2.000
19.200.000
10.000
9.600.000
3.000
14.400.000
15.000
108.000.000
13.000
12.480.000
20.700.000
208.380.000
605.340.000
1.500
96.000.000
1.250
40.000.000
5.000
8.000.000
76
Kapasan (Gerres kapas)
Cumi-cumi (Loligo sp.)
Sotong (Sepiella maindroni)
Ikan dan udang lainnya
Sub jumlah
3.000 kg/trip x 16 trip
= 48.000
400 kg/trip x 16 trip
= 6.400
400 kg/trip x 16 trip
= 6.400
400 kg/trip x 16 trip
= 6.400
10.300 kg/trip x 16
trip = 164.800
Musim Paceklik (April-Juli)
Pepetek (Leiognathus sp.)
2.000 kg/trip x 8 trip
= 16.000
Biji
nangka
(Upeneus 800 kg/trip x 8 trip =
sulphureus)
6.400
Kurisi (Upeneus vittatus)
40 kg/trip x 8 trip =
320
Kapasan (Gerres kapas)
1.000 kg/trip x 8 trip
= 8.000
Cumi-cumi (Loligo sp.)
600 kg/trip x 8 trip =
4.800
Sotong (Sepiella maindroni)
600 kg/trip x 8 trip =
4.800
Ikan lainnya
200 kg/trip x 8 trip =
1.600
Sub jumlah
5.240 kg/trip x 8 trip
= 41.920
Total Penerimaan
206.720
KM Bhakti Jaya (23 GT)
Musim Puncak (Agusutus – Maret)
Pepetek (Leiognathus sp.)
Biji nangka (Upeneus
sulphureus)
Kurisi (Upeneus vittatus)
Kapasan (Gerres kapas)
Cumi-cumi (Loligo sp.)
Sotong (Sepiella maindroni)
Ikan lainnya
Sub jumlah
Musim Paceklik (April-Juli)
3.500 kg/trip x 16 trip
= 56.000
4.400 kg/trip x 16 trip
= 70.400
80 kg/trip x 16 trip =
1.280
4.000 kg/trip x 16 trip
= 64.000
400 kg/trip x 16 trip
= 6.400
400 kg/trip x 16 trip
= 6.400
2.200 kg/trip x 16 trip
= 35.200
14.980 kg/trip x 16
trip = 239.680
1.750
84.000.000
15.000
144.000.000
10.000
70.400.000
28.800.000
471.200.000
2.000
32.000.000
2.000
16.000.000
10.000
3.200.000
3.000
24.000.000
15.000
108.000.000
13.000
72.000.000
12.800.000
268.000.000
739.200.000
1.500
84.000.000
1.250
88.000.000
5.000
6.400.000
1.750
112.000.000
15.000
144.000.000
10.000
70.400000
110.400.000
615.200.000
77
Pepetek (Leiognathus sp.)
Biji nangka (Upeneus
sulphureus)
Kurisi (Upeneus vittatus)
Kapasan (Gerres kapas)
Cumi-cumi (Loligo sp.)
Sotong (Sepiella maindroni)
Ikan dan udang lainnya
Sub jumlah
2.400 kg/trip x 8 trip
= 19.200
2.200 kg/trip x 8 trip
= 17.600
40 kg/trip x 8 trip =
320
2.000 kg/trip x 8 trip
= 16.000
600 kg/trip x 8 trip =
4.800
600 kg/trip x 8 trip =
4.800
1.100 kg/trip x 8 trip
= 8.800
8.940 kg/trip x 8 trip
= 71.520
311.200
Total Penerimaan
KM Malinda (24 GT)
Musim Puncak (Agusutus – Maret)
Pepetek (Leiognathus sp.)
2.000 kg/trip x 16 trip
= 32.000
Biji nangka (Upeneus
1.600 kg/trip x 16 trip
sulphureus)
= 25.600
Kurisi (Upeneus vittatus)
1.800 kg/trip x 16 trip
= 28.800
Kapasan (Gerres kapas)
1.800 kg/trip x 16 trip
= 28.800
Cumi-cumi (Loligo sp.)
400 kg/trip x 16 trip
= 6.400
Sotong (Sepiella maindroni)
600 kg/trip x 16 trip
= 9.600
Ikan dan udang lainnya
1.400 kg/trip x 16 trip
= 22.400
Sub jumlah
9.600 kg/trip x 16
trip = 153.600
Musim Paceklik (April-Juli)
Pepetek (Leiognathus sp.)
1.200 kg/trip x 8 trip
= 9.600
Biji nangka (Upeneus
1.000 kg/trip x 8 trip
sulphureus)
= 8.000
Kurisi (Upeneus vittatus)
800 kg/trip x 8 trip =
6.400
Kapasan (Gerres kapas)
1.000 kg/trip x 8 trip
= 8.000
Cumi-cumi (Loligo sp.)
600 kg/trip x 8 trip =
4.800
Sotong (Sepiella maindroni)
400 kg/trip x 8 trip =
2.000
38.400.000
2.000
44.000.000
10.000
3.200.000
3.000
48.000.000
15.000
108.000.000
13.000
72.000.000
38.400.000
352.000.000
967.200.000
1.500
48.000.000
1.250
32.000.000
5.000
144.000.000
1.750
50.400.000
15.000
96.000.000
10.000
76.800.000
92.800.000
540.000.000
2.000
19.200.000
2.000
20.000.000
10.000
64.000.000
3.000
24.000.000
15.000
57.600.000
13.000
25.600.000
78
Ikan lainnya
Sub jumlah
3.200
800 kg/trip x 8 trip =
6.400
5.800 kg/trip x 8 trip
= 46.400
200.000
Total Penerimaan
KM Fajar Asih (26 GT)
Musim Puncak (Agusutus – Maret)
Pepetek (Leiognathus sp.)
3.600 kg/trip x 16 trip
= 57.600
Biji nangka (Upeneus
4.000 kg/trip x 16 trip
sulphureus)
= 64.000
Kurisi (Upeneus vittatus)
40 kg/trip x 16 trip =
640
Kapasan (Gerres kapas)
5.000 kg/trip x 16 trip
= 80.000
Cumi-cumi (Loligo sp.)
300 kg/trip x 16 trip
= 4.800
Sotong (Sepiella maindroni)
500 kg/trip x 16 trip
= 8.000
Ikan dan udang lainnya
600 kg/trip x 16 trip
= 9.600
Sub jumlah
14.040 kg/trip x 16
trip = 224.640
Musim Paceklik (April-Juli)
Pepetek (Leiognathus sp.)
80 kg/trip x 8 trip =
640
Biji nangka (Upeneus
2.000 kg/trip x 8 trip
sulphureus)
= 16.000
Kurisi (Upeneus vittatus)
10 kg/trip x 8 trip =
80
Kapasan (Gerres kapas)
3.000 kg/trip x 8 trip
= 24.000
Cumi-cumi (Loligo sp.)
400 kg/trip x 8 trip =
3.200
Sotong (Sepiella maindroni)
400 kg/trip x 8 trip =
3.200
Ikan dan udang lainnya
240 kg/trip x 8 trip =
1.920
Sub jumlah
6.130 kg/trip x 8 trip
= 49.040
Total Penerimaan
273.680
KM Selat Mandiri (29 GT)
Musim Puncak (Agusutus – Maret)
Pepetek (Leiognathus sp.)
4.000 kg/trip x 16 trip
= 64.000
Biji nangka (Upeneus
5.000 kg/trip x 16 trip
24.800.000
235.200.000
775.200.000
1.500
86.400.000
1.250
80.000.000
5.000
3.200.000
1.750
140.000.000
15.000
108.000.000
10.000
96.000.000
33.600.000
547.200.000
2.000
1.280.000
2.000
40.000.000
10.000
560.000
3.000
72.000.000
15.000
72.000.000
13.000
25.600.000
12.000.000
223.440.000
770.640.000
1.500
96.000.000
1.250
120.000.000
79
sulphureus)
Kurisi (Upeneus vittatus)
Kapasan (Gerres kapas)
Cumi-cumi (Loligo sp.)
Sotong (Sepiella maindroni)
Ikan dan udang lainnya
Sub jumlah
Musim Paceklik (April-Juli)
Pepetek (Leiognathus sp.)
Biji nangka (Upeneus
sulphureus)
Kurisi (Upeneus vittatus)
Kapasan (Gerres kapas)
Cumi-cumi (Loligo sp.)
Sotong (Sepiella maindroni)
Ikan dan udang lainnya
Sub jumlah
Total Penerimaan
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
= 80.000
200 kg/trip x 16 trip
= 3.200
5.000 kg/trip x 16 trip
= 80.000
400 kg/trip x 16 trip
= 6.400
800 kg/trip x 16 trip
= 12.800
620 kg/trip x 16 trip
= 9.920
16.020 kg/trip x 16
trip = 256.320
2.500 kg/trip x 8 trip
= 20.000
2.000 kg/trip x 8 trip
= 16.000
80 kg/trip x 8 trip =
640
3.000 kg/trip x 8 trip
= 24.000
450 kg/trip x 8 trip =
3.600
500 kg/trip x 8 trip =
4.000
273 kg/trip x 8 trip =
2.184
8.803 kg/trip x 8 trip
= 70.424
326.744
5.000
32.000.000
1.750
140.000.000
15.000
144.000.000
10.000
84.000.000
46.400.000
662.400.000
40.000.000
32.000.000
8.320.000
72.000.000
81.000.000
36.000.000
15.620.000
284.940.000
947.340.000
Lampiran 8 Contoh perhitungan analisis cashflow unit usaha cantrang PPI Blanakan
0
A. inflow
1. nilai
penjualan ht
2.nilai sisa
Total Inflow
2
3
4
739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000
739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000
5
6
7
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
128.200.000
867.400.000
739.200.000
739.200.000
8
204.500.000
42.500.000
16.500.000
263.500.000
16.500.000
16.500.000
0
0
0
16.500.000
0
0
16.500.000
0
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
10.000.000
5.312.500
5.500.000
10.000.000
5.312.500
5.500.000
10.000.000
5.312.500
5.500.000
10.000.000
5.312.500
5.500.000
10.000.000
5.312.500
5.500.000
10.000.000
5.312.500
5.500.000
10.000.000
5.312.500
5.500.000
10.000.000
5.312.500
5.500.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
80
B. Outflow
Investasi
1. kapal
2. Mesin
(utama dan
bantu)
3. Jaring
cantrang
Total
Investasi
Biaya Tetap
1. SIUP
2. Biaya
Penyusutan
- Perahu
- Mesin
- Jaring
3. Biaya
Pemeliharaan
- Perahu
1
81
- Mesin
- Jaring
Total Biaya
Tetap
Biaya
Variabel
1. Ransum
2. Solar
3. Oli
4. Air tawar
5. es balok
6. Biaya
retribusi
7. Bagi hasil
Total Biaya
Variabel
Total
Outflow
NET
BENEFIT
DISCOUNT
FACTOR
(20%)
24.000.000
4.800.000
57.112.500
24.000.000
4.800.000
57.112.500
24.000.000
4.800.000
57.112.500
24.000.000
4.800.000
57.112.500
24.000.000
4.800.000
57.112.500
24.000.000
4.800.000
57.112.500
24.000.000
4.800.000
57.112.500
24.000.000
4.800.000
57.112.500
96.000.000 96.000.000 96.000.000 96.000.000
259.200.000 259.200.000 259.200.000 259.200.000
1.440.000
1.440.000
1.440.000
1.440.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
57.600.000 57.600.000 57.600.000 57.600.000
36.960.000 36.960.000 36.960.000 36.960.000
96.000.000
259.200.000
1.440.000
1.200.000
57.600.000
36.960.000
96.000.000
259.200.000
1.440.000
1.200.000
57.600.000
36.960.000
96.000.000
259.200.000
1.440.000
1.200.000
57.600.000
36.960.000
96.000.000
259.200.000
1.440.000
1.200.000
57.600.000
36.960.000
143.400.000 143.400.000 143.400.000 143.400.000
595.800.000 595.800.000 595.800.000 595.800.000
143.400.000
595.800.000
143.400.000
595.800.000
143.400.000
595.800.000
143.400.000
595.800.000
263.500.000 652.912.500 652.912.500 652.912.500 669.412.500
652.912.500
652.912.500
669.412.500
652.912.500
86.287.500
86.287.500
69.787.500
214.487.500
2,44140625 3,051757813 3,814697266 4,768371582
5,960464478
(263.500.000)
86.287.500
86.287.500
86.287.500
1
1,25
1,5625
1,953125
69.787.500
81
PRESENT
VALUE
PV(+)
PV (-)
NPV
NET BC
IRR
(263.500.000) 107.859.375 134.824.219 168.530.273 170.379.639
263.328.552
329.160.690
332.772.732 1.278.445.125
2.785.300.605
(263.500.000)
2.521.800.605
10,57040078
29%
82
83
Lampiran 9 Contoh analisis usaha dan cashflow setelah perhitungan
sensitivitas
1) Analisis usaha
N
o
Uraian
A INVESTASI
1. kapal+GPS+gardan
2. Mesin 190 PK + 23 PK
3. Jaring cantrang
Unit Satuan
1
1
3
unit
unit
unit
Harga
207.500.000
39.500.000
5.500.000
Total Investasi
BIAYA TETAP
Jumlah
207.500.000
39.500.000
16.500.000
263.500.000
B
1. SIUP
2. Biaya Penyusutan
- kapal
- Mesin
- Jaring
3. Biaya Pemeliharaan
- Perahu
- Mesin
- Jaring
Total Biaya Tetap
C BIAYA VARIABEL
1. Ransum
2. Solar
3. Oli
4. Air tawar
5. es balok
6. Biaya retribusi
7. Bagi hasil
Total Biaya Variabel
TOTAL BIAYA
D PENERIMAAN
1. Musim Timur (puncak)
2. Musim Barat (paceklik)
TOTAL PENERIMAAN
E Keuntungan
F R/C
G Payback Period (tahun)
1
tahun
500.000
500.000
1
1
3
tahun
tahun
tahun
10.375.000
4.937.500
1.833.333
10.375.000
4.937.500
5.500.000
1
1
1
tahun
tahun
tahun
7.000.000
24.000.000
4.800.000
7.000000
24.000.000
4.800.000
57.112.500
trip
liter
57,600
60 liter
24 trip
4,800 balok
5% persen
50% persen
4.000.000
7.496
24.000
50.000
12.000
739.200.000
114.250.560
96.000.000
431.749.440
1.440.000
1.200.000
57.600.000
36.960.000
57.125.280
682.074.720
24
739.187.220
471.200.000
268.000.000
739.200.000
12.780
1,00
20.618,15
2) Analisis Cashflow
0
1
2
3
4
5
6
7
8
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
A. inflow
1. nilai penjualan ht
2.nilai sisa
130.000.000
Total Inflow
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
739.200.000
869.200.000
B. Outflow
Investasi
1. kapal
2. Mesin 120 PK +
mesin 23 PK
207.500.000
3. Jaring cantrang
16.500.000
Total Investasi
39.500.000
263.500.000
16.500.000
16.500.000
-
-
-
16.500.000
0
-
16500000
0
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
- Perahu
10.375.000
10.375.000
10.375.000
10.375.000
10.375.000
10.375.000
- Mesin
4.937.500
4.937.500
4.937.500
4.937.500
4.937.500
4.937.500
4.937.500
4.937.500
- Jaring
5.500.000
5.500.000
5.500.000
5.500.000
5.500.000
5.500.000
5.500.000
5.500.000
Biaya Tetap
1. SIUP
2. Biaya Penyusutan
10.375.000
10.375.000
84
85
3. Biaya
Pemeliharaan
- Perahu
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
7.000.000
- Mesin
24.000.000
24.000.000
24.000.000
24.000.000
24.000.000
24.000.000
24.000.000
24.000.000
- Jaring
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
57.112.500
57.112.500
57.112.500
57.112.500
57.112.500
57.112.500
57.112.500
57.112.500
96.000.000
96.000.000
96.000.000
96.000.000
96.000.000
96.000.000
96.000.000
96.000.000
431.749.440
431.749.440
431.749.440
431.749.440
431.749.440
431.749.440
431.749.440
431.749.440
3. Oli
1.440.000
1.440.000
1.440.000
1.440.000
1.440.000
1.440.000
1.440.000
1.440.000
4. Air tawar
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
5. es balok
57.600.000
57.600.000
57.600.000
57.600.000
57.600.000
57.600.000
57.600.000
57.600.000
6. Biaya retribusi
36.960.000
36.960.000
36.960.000
36.960.000
36.960.000
36.960.000
36.960.000
36.960.000
7. Bagi hasil
Total Biaya
Variabel
57.125.280
57.125.280
57.125.280
57.125.280
57.125.280
57.125.280
57.125.280
57.125.280
682.074.720
682.074.720
682.074.720
682.074.720
682.074.720
682.074.720
682.074.720
682.074.720
739.187.220
739.187.220
739.187.220
755.687.220
739.187.220
739.187.220
755.687.220
739.187.220
Total Biaya Tetap
Biaya Variabel
1. Ransum
2. Solar
Total Outflow
85
NET BENEFIT
263.500.000
86
DISCOUNT
FACTOR (20%)
PRESENT VALUE
(263.500.000)
12.780
12.780
12.780
(16.487.220)
12.780
12.780
(16.487.220)
130.012.780
1
1,25
1,5625
1,953125
2,44140625
3,051757813
3,81469726
4,76837158
5,96046447
(263,500,000)
15,975
19,969
24,961
(40,252,002)
39,001
48.752
(78.617.191)
774.936.557
PV(+)
656.216.022
PV (-)
(263.500.000)
NPV
NET BC
IRR
392.716.022
2,490383383
-11%
86
87
Lampiran 10 Hasil tangkapan cantrang PPI Blanakan
Pepetek (Leioghnatus sp.)
Ikan lidah (Cynoglosus lingua)
Cumi-cumi (Loligo sp.)
Kurisi (Upeneus vittatus)
Ikan sebelah (Psettodes erumei)
Sotong (Sepiella maindroni)
88
Kakap merah (Lutjanus sp.)
Pari (Aetobatus sp.)
Lampiran 11 Excel output persamaan regresi
a. Hubungan harga solar dan trip tahun 2005
Regression Statistics
Multiple R
0.911579
R Square
0.830977
Adjusted R Square 0.814074
Standard Error
13.33633
Observations
12
ANOVA
df
Regression
Residual
Total
Intercept
X Variable 1
1
10
11
SS
8744.09
1778.576
10522.67
MS
8744.090239
177.8576427
F
49.16342
Coefficients
254.2213
Standard Error
10.55213
t Stat
24.0919311
-0.02675
0.003815
-7.011663241
Significance F
3.66372E-05
Lower
Upper
P-value
Lower 95%
Upper 95%
95.0%
95.0%
3.45E-10 230.7096803 277.7329225 230.7096803 277.7329225
3.66E-05 0.035253948 -0.01825127 0.035253948 -0.01825127
89
90
b. Hubungan harga solar dan trip tahun 2008
Regression Statistics
Multiple R
0.383038
R Square
0.146718
Adjusted R Square
0.06139
Standard Error
19.92549
Observations
12
ANOVA
df
Regression
Residual
Total
1
10
11
SS
682.6667
3970.25
4652.917
Coefficients
Standard
Error
MS
682.6666667
397.025
t Stat
F
1.719455
P-value
Intercept
76.91667 52.17576
1.474184058 0.171203
X Variable 1
0.013333 0.010168
1.311279953 0.219072
Significance
F
0.219072394
Lower 95%
Upper 95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
39.33816033 193.1714937 39.33816033 193.1714937
0.009322788 0.035989455 0.009322788 0.035989455
90
91
c.
Hubungan harga solar dan trip tahun 2005 – 2009
Regression Statistics
Multiple R
0.916137445
R Square
0.839307819
Adjusted R Square 0.785743759
Standard Error
101.0957175
Observations
5
ANOVA
df
Regression
Residual
Total
Intercept
X Variable 1
1
3
4
SS
160145
30661.03
190806
MS
160145
10220.34
F
15.66923
Significance F
0.028784
Standard
Lower
Upper
Lower
Upper
Coefficients
Error
t Stat
P-value
95%
95%
95.0%
95.0%
2499.796512 174.1672 14.35285 0.000733 1945.519 3054.074 1945.519 3054.074
0.160820413 0.040627 -3.95844 0.028784 -0.29011 -0.03153 -0.29011 -0.03153
91
Download