1 konsep diri warga binaan yang berstatus residivis dan pelayanan

advertisement
KONSEP DIRI WARGA BINAAN YANG BERSTATUS RESIDIVIS DAN
PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING YANG DIBUTUHKANNYA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PADANG
Oleh : Fadhilla Yusri, M. Pd., Kons
Dosen Jurusan Bimbingan Konseling
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Bukittinggi
Abstract
This study aims to reveal the picture of self-concept and guidance and
counseling services required recidivist status of inmates in prisons class
II A Padang. This study was a descriptive quantitative. The study
population was a recidivist status of inmates in prisons class II A
Padang as many as 40 people. Samples were taken by using total
sampling method. The research findings reveal the self-concept of
inmates in institutions overall recidivism in middle category, with an
average percentage of 66.5%. Needs recidivist prisoners in
correctional institutions Class II A Padang on guidance and counseling
services in the high category, with an average percentage of 76.46%. In
this case means that the majority of inmates who bersatus recidivists in
prisons class II A Padang in dire need of guidance and counseling
services, both inmates convict who has a high self-concept and medium.
Keywords: Self-concept, recidivist prisoners, guidance and counseling
services.
Pendahuluan
Konsep diri merupakan suatu penilaian mengenai keadaan diri sendiri
yang relatif sulit diubah. Meskipun individu lahir tanpa konsep diri, sebenarnya
konsep diri itu mulai berkembang sejak individu lahir. Dalam menjalani
kehidupan, berbagai faktor baik dari dalam diri maupun dari luar diri
mempengaruhi individu, hingga ada yang melakukan tindakan melanggar hukum.
Oleh karena itu, setiap individu yang melakukan berbagai jenis kesalahan
akan diadili dan dijatuhkan vonis atas kesalahannya, kemudian akan dibawa dan
dibina di lembaga pemasyarakatan. Tidak sedikit individu yang mengulangi lagi
tindak pidananya sehingga membuat mereka berulang kali dibina di lembaga
pemasyarakatan, mereka disebut dengan residivis.
Dalam Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal
2 dijelaskan bahwa:
Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka
membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan
1
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali
oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang
baik dan bertanggung jawab.
Namun demikian, tidak semua warga binaan yang dapat memperbaiki dirinya dan
tidak mengulangi lagi tindak pidana.
Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang lain yang
berpengaruh dalam kehidupannya. Begitu juga halnya dengan pembinaan yang
diperoleh di lembaga pemasyarakatan. Seperti yang diungkapkan Djaali bahwa
konsep diri berkembang dari pengalaman seseorang tentang berbagai hal
mengenai dirinya sejak ia kecil, terutama yang berkaitan dengan perlakuan dari
orang lain terhadap dirinya1. Melalui perlakuan yang berulang-ulang dan setelah
menghadapi sikap-sikap tertentu dari orang lain di lingkup kehidupannya, maka
akan berkembanglah konsep diri seseorang.
Thantawy. R menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran deskriptif
dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, bagaimana ia mempersepsikan
dirinya sendiri2. Konsep diri seseorang itu dibentuk atas dasar hasil
pengalamannya dan hasil interaksinya dengan orang lain. Selanjutnya Epstein;
Brim; Blyth and Traeger, dalam Elida Prayitno menyimpulkan bahwa konsep diri
(self concept) sebagai pendapat atau perasaan atau gambaran seseorang tentang
dirinya sendiri baik yang menyangkut fisik (materi dan bentuk tubuh) maupun
psikis (sosial, emosi, moral, dan kognitif) yang dimiliki seseorang3.
M. Argyle, dalam Malcolm Hardy dan Steve Heyes menyatakan bahwa
terdapat empat faktor yang sangat berkaitan yang berpengaruh terhadap
perkembangan konsep diri, yaitu reaksi dari orang lain, pembandingan dengan
orang lain, peranan seseorang dan identifikasi terhadap orang lain. Reaksi yang
ditampilkan orang lain berpengaruh pada konsep diri kita.4
Kemudian James. F . Calhoun and Joan Ross Acocella juga berpendapat
bahwa orang tua, teman sebaya dan masyarakat memberitahu kita bagaimana
mendefinisikan diri kita sendiri5. Konsep diri juga merupakan hasil belajar,
dimana pengalaman sangat berpengaruh pada konsep diri seseorang.
Felker .D. dalam Elida Prayitno mengemukakan ada tiga fungsi utama
konsep diri yaitu konsep diri sebagai pemeliharaan konsistensi internal, konsep
1
Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pascasarjana UNJ, 2000), hal 167
Thantawy. R, Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Grasido, 2005), hal 61
3
Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, (Padang: UNP Press, 2002), hal 119
4
Hardy, Halcolm dan Heyes, Steve, Pengantar Psikologi Alih Bahasa: Soenardji, (Jakarta:
Airlangga, 1988), hal 138
5
Calhoun, James. F dan Acocella, Joan Ross, Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan Alih Bahasa: R.S. Satmoko, (Semarang: IKIP Semarang Press,1990), hal 78
2
2
diri sebagai interpretasi dari pengalaman dan konsep diri sebagai suatu kumpulan
harapan-harapan6.
Penolakan dari orang tua merupakan salah satu dari alasan yang dicurigai
bagi tidak adanya identifikasi pada orang tua oleh penjahat. Masalah inti penjahat
tampaknya adalah pencemaran diri sendiri dan penolakan. Penolakan diri dan
penolakan oleh orang lain dapat mengubah konsep diri penjahat.
Penjahat telah memberikan stempel pada dirinya atas tekanan dari
masyarakat sebuah konsep tentang dirinya sebagai seorang penjahat. Seperti
diungkapkan oleh Burns bahwa banyak bekas narapidana sungguh-sungguh
mencoba untuk memperbaiki tingkah laku mereka, tetapi sikap yang negatif dari
masyarakat terhadap mereka semata-mata mengkonfirmasikan konsep diri mereka
dengan tingkah laku yang sesuai dengan citra diri ini yang kemungkinan besar
terjadi7.
Lembaga permasyarakatan adalah suatu tempat yang di sediakan untuk
individu-individu pelaku tindak pidana. Individu ini disebut juga dengan warga
binaan. Warga binaan yang telah berulang kali dihukum disebut dengan warga
binaan residivis.
Pelaku tindak pidana perlu diayomi dan diberikan bimbingan sebagai
bekal hidupnya kelak setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, agar berguna
bagi dan dalam masyarakat. Gagasan Saharjo dalam Harsono tentang 10 prinsip
untuk bimbingan dan pembinaan warga binaan adalah:
1. Orang yang bersalah harus diayomi dengan memberikan
kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan
berguna dalam masyarakat.
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari
negara.
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan
dengan bimbingan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk
atau lebih jahat dari pada sebelum ia masuk lembaga.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus
diperkenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan
dari masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat
mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan
lembaga atau negara saja.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas pancasila.
6
Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, ... hal 124
Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy,
(Jakarta: Arcan, 1993), hal 348
7
3
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai
manusia meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditunjukkan
kepada narapidana bahwa ia itu penjahat.
9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu
hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan8.
Sistem baru pembinaan warga binaan, tujuannya adalah meningkatkan kesadaran
warga binaan akan eksistensinya sebagai manusia.
Menurut Harsono tujuan pembinaan adalah kesadaran (consciousness)9.
Untuk memperoleh kesadaran dalam diri seseorang, maka seseorang harus
mengenal diri sendiri. Selanjutnya Harsono mengemukakan bahwa kesadaran
sebagai tujuan pembinaan warga binaan, cara mencapainya dilakukan dengan
berbagai tahap, yaitu:
1. Mengenal diri sendiri. Dalam tahap mengenal diri sendiri, warga
binaan dibawa dalam situasi yang dapat merenungkan, menggali
dan mengenali diri sendiri.
2. Memiliki kesadaran beragama, kesadaran terhadap kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3. Mengenal potensi diri. Warga binaan diajak mampu mengenal
potensi diri sendiri dan mampu mengembangkan potensi diri.
4. Mengenal cara memotivasi adalah mampu memotivasi diri
sendiri kearah yang positif, kearah perubahan yang semakin
baik.
5. Mampu memotivasi orang lain. Warga binaan yang telah
mengenal diri sendiri, telah mampu memotivasi diri sendiri,
diharapkan mampu memotivasi orang lain.
6. Mampu memiliki kesadaran yang tinggi, baik untuk diri sendiri,
keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama,
bangsa dan negaranya.
7. Mampu berfikir dan bertindak. Pada tahap yang lebih tinggi,
warga binaan diharapkan untuk mampu berfikir secara positif,
mampu membuat keputusan, mampu bertindak berdasarkan
keputusan tadi.
8. Memiliki kepercayaan diri yang kuat, warga binaan yang telah
mengenal diri sendiri, diharapkan memiliki kepercayaan diri
yang kuat
9. Memiliki tanggung jawab. Mengenal diri sendiri juga sebuah
upaya untuk membentuk rasa tanggung jawab.
10. Menjadi pribadi yang utuh. Pada tahap terakhir diharapkan
warga binaan akan menjadi manusia dengan kepribadian yang
utuh10.
8
C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan,1995), hal 2
C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, ... hal 48
10
C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, ... hal 48
9
4
Prayitno mengungkapkan bahwa peranan bimbingan dan konseling
sebagai layanan bantuan individu warga masyarakat dalam memperkembangkan
diri dan mengatasi masalahnya11. Sementara itu, tujuan bimbingan dan konseling
adalah untuk membantu individu mengentaskan masalah yang dihadapinya,
menjadikan sebagai insan yang mandiri dan dapat berkembang secara optimal
sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Permasalahan yang dialami oleh warga masyarakat tidak hanya terjadi di
lingkungan sekolah dan keluarga saja, melainkan juga di lingkungan perusahaan,
industri, kantor-kantor, rumah sakit, bahkan di lembaga pemasyarakatan. Di
lembaga pemasyarakatan, pada umumnya warga binaan mengalami permasalahan
pribadi. Menurut Burns menyatakan bahwa konseling dapat diberikan bagi
individu untuk membantu memperbaiki konsep diri mereka12.
Konselor yang profesional dapat membantu individu mengambil manfaat
dari kondisi dan apa yang sudah mereka miliki, membantu individu menangani
hal-hal tertentu agar lebih efektif, merencanakan tindak lanjut atas langkah yang
telah diambil dan membantu melakukan perubahan agar lebih efektif. M. Surya
(1988:36) mengungkapkan bahwa:
Kemandirian yang menjadi tujuan usaha konseling ini,
mencakup 5 hal yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang
mandiri, yaitu (1) mengenal diri dan lingkungan sebagaimana
adanya, (2) menerima diri dan lingkungan secara positif, (3)
mengambil keputusan, (4) mengarahkan diri, (5) mewujudkan
diri13.
Elida Prayitno mengungkapkan bahwa jika individu dihukum,
dipenjarakan dan dihina, maka kesalahan mereka tidak mungkin dapat diatasi
karena cara itu makin memperburuk konsep diri mereka14. Akibat yang lebih
buruk lagi adalah menimbulkan pemahaman diri sendiri sebagai orang yang tidak
diinginkan dan tidak mungkin menjadi orang yang berguna dan mungkin
berfungsi secara normal dalam masyarakat.
Burns juga mengemukakan bahwa banyak bekas narapidana sungguhsungguh mencoba untuk memperbaiki tingkah laku mereka, tetapi sikap yang
negatif dari masyarakat terhadap mereka semata-mata mengkonfirmasikan konsep
diri mereka, dan tingkah laku yang sesuai dengan citra ini yang kemungkinan
11
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta,
1994), hal 1
12
Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy,
... hal 383
13
M. Surya, Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling), (Jakarta: Dirjen Dikti,1988), hal 36
14
Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, ... hal 131
5
besar untuk terjadi15. Pendapat di atas menyatakan bahwa sikap negatif dari
masyarakat dapat mengubah konsep diri mantan warga binaan.
Oleh karena itu, untuk memperbaiki konsep diri warga binaan residivis
dari konsep diri negatif menjadi konsep diri positif, maka dibutuhkan pemberian
pelayanan bimbingan dan konseling. Sebagaimana diungkapkan oleh Burns
bahwa konseling dapat diberikan kepada individu untuk membantu memperbaiki
konsep diri mereka16. Diharapkan dengan pemberian pelayanan bimbingan dan
konseling terhadap warga binaan residivis dapat memperbaiki konsep diri mereka.
Hingga mereka dapat menjadi individu yang berguna ditengah masyarakat dan
tidak mengulangi lagi kesalahannya.
Kebutuhan warga binaan yang berstatus residivis terhadap pelayanan
bimbingan dan konseling dalam rangka memperbaiki konsep diri mereka perlu
mendapatkan perhatian dari pihak yang berwenang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan gambaran konsep diri warga binaan residivis dan pelayanan
bimbingan konseling yang dibutuhkannya di lembaga pemasyarakatan klas II A
Padang. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengelola lembaga
pemasyarakatan klas II A Padang dalam mengambil keputusan yang tepat bagi
pembinaan warga binaan secara umum dan warga binaan yang berstatus residivis
secara khususnya dalam rangka memperbaiki konsep diri mereka.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni menggambarkan
fakta dan data sebagaimana adanya. Populasi penelitian ini adalah warga binaan
yang berstatus residivis di lembaga pemasyarakatan klas II A Padang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor registrasi lapas klas II A Padang,
diketahui bahwa terdapat 40 orang warga binaan yang berstatus residivis.
Mengingat jumlah populasi yang kurang dari 100, maka dilakukan total sampling.
Dimana semua populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 40 orang warga binaan
yang berstatus residivis di lapas klas II A Padang. Pengumpulan data dilakukan
dengan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan
teknik statistik sederhana.
Hasil Penelitian
Berdasarkan pengolahan data yang telah dikumpulkan, diperoleh hasil
penelitian sebagai berikut.
15
Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy,
... hal 348
16
Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy,
... hal 383
6
Tabel 1. Kriteria Pengelompokan Data Deskriptif Hasil Penelitian
Kriteria
% Mean Skor
Tinggi (T)
67 - 100
Sedang (RT)
34 – 66
Rendah (R)
0 - 33
Gambaran konsep diri warga binaan yang berstatus residivis di lembaga
pemasyarakatan klas II A Padang secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Konsep diri warga binaan residivis di lapas klas II A Padang
Deskriptif Statistik
No
1
2
3
4
5
6
Aspek Konsep Diri
Konsep diri berkaitan
materi
Konsep diri berkaitan
keadaan fisik
Konsep diri berkaitan
sosial
Konsep diri berkaitan
emosi
Konsep diri berkaitan
moral
Konsep diri berkaitan
intelektual
Skor
Mean
SD
Range
Skor
%
dengan aspek
19,1
63,6
6,6
dengan aspek
20
66,6
dengan aspek
21,2
dengan aspek
Skor
Min
Max
24
6
30
5,5
22
8
30
70,6
5,5
21
9
30
19,2
64
6,3
24
6
30
dengan aspek
20,8
69,3
6,4
24
6
30
dengan aspek
19,5
65
5,6
23
7
30
119,8
66,5
35,9
138
42
180
Pada tabel 2 di atas diperoleh gambaran bahwa konsep diri warga binaan
residivis di lapas klas II A Padang secara umum dikategorikan sedang. Hal ini
dapat dilihat pada persentase rata-rata skor gambaran konsep diri warga binaan
residivis di lapas klas II A Padang secara keseluruhan yaitu sebesar 66,5% dengan
SD 35,9.
7
Tabel 3.
Kebutuhan Warga Binaan Residivis di Lapas Klas II A Padang
terhadap Pelayanan Bimbingan Konseling
Deskriptif Statistik
No
Gambaran Kebutuhan terhadap
Pelayanan Bimbingan Konseling
Mean
Skor
%
SD
Range
Skor
Min
Max
1
Layanan orientasi
24,61
82,03
4,95
21
9
30
2
Layanan informasi
23,91
79,7
5,27
21
9
30
3
Layanan penempatan dan penyaluran
23,58
78,6
5,9
19
11
30
4
Layanan penguasaan konten
23,9
79,6
5,12
20
10
30
5
Layanan konseling perorangan
22,77
75,9
5,79
21
9
30
6
Layanan bimbingan kelompok
22,38
74,6
5,46
19
11
30
7
Layanan konseling kelompok
23
76,6
5,45
21
9
30
8
Layanan konsultasi
21
70
6,84
24
6
30
9
Layanan mediasi
21,31
71,03
6,47
24
6
30
206,46
76,46
51,25
190
80
270
Skor
Pada tabel 3 di atas diperoleh gambaran bahwa kebutuhan warga binaan
residivis di lapas klas II A Padang terhadap pelayanan BK secara umum dapat
dikategorikan tinggi. Hal ini dapat dilihat pada persentase rata-rata skor gambaran
kebutuhan warga binaan residivis terhadap pelayanan BK secara keseluruhan
yaitu sebesar 76,46% dengan SD 51,25.
Pembahasan
Berdasarkan deskripsi data, terungkap bahwa konsep diri fisik warga
binaan residivis di lapas klas II A Padang berada pada kategori sedang dengan
persentase rata-rata skor 65,1% dari skor ideal. Hasil temuan ini didukung oleh
pendapat yang dikemukakan Linda L Davidoff bahwa para penghuni penjara
betul-betul kehilangan kebebasannya, keamanan fisik, hubungan yang tulus
dengan orang lain, pekerjaan yang bermakna, kesulitan memenuhi kebutuhan
hidup dan kondisi kesehatan yang buruk17.
Pada warga binaan hendaknya diberikan pelatihan kerja, konseling,
pendidikan, sarana olah raga dan fasilitas kesehatan yang memadai untuk
meningkatkan kemampuan mereka, sehingga dapat menciptakan konsep diri yang
positif. Sebagaimana diungkapkan oleh Elida Prayitno dan Erlamsyah bahwa suka
menonjolkan aspek positif dari individu dan meredam kelemahan mereka,
memberikan kesempatan menyatakan diri baik dalam bentuk ide maupun hasil
17
Linda.L Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar alih Bahasa: Mari Juniati, (Jakarta: Erlangga,
1991), hal 288
8
karya atau keterampilan, sehingga suatu konsep diri yang positif menjadi
miliknya18.
Berdasarkan deskripsi data, terungkap bahwa konsep diri psikis warga
binaan residivis di lapas klas II A Padang berada pada kategori tinggi dengan
persentase rata-rata skor 67,2% dari skor ideal. Hasil temuan ini didukung oleh
pendapat yang dikemukakan James F Calhoun and Joan Ross Acocella bahwa
dasar dari konsep diri yang positif bukanlah kebanggaan yang besar tentang diri
tetapi lebih berupa penerimaan diri19. Dengan adanya penerimaan diri, maka
tujuan pembinaan akan tercapai dengan baik yaitu narapidana dapat meningkatkan
kesadaran akan eksistensinya sebagai manusia.
Berdasarkan deskripsi data terungkap bahwa konsep diri warga binaan
residivis di lapas klas II A Padang berada pada kategori sedang. Kategori sedang
dalam hal ini disimpulkan berdasarkan atas persentase rata-rata skor konsep diri
yang diperoleh secara keseluruhan dengan taraf pencapaian 66,5% dari skor ideal.
Hasil temuan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Burns
bahwa banyak bekas narapidana sungguh-sungguh mencoba untuk memperbaiki
tingkah laku mereka, tetapi sikap yang negatif dari masyarakat terhadap mereka
semata-mata mengkonfirmasikan konsep diri mereka, dan tingkah laku yang
sesuai dengan citra ini yang kemungkinan besar untuk terjadi20. Pendapat ini
menyatakan bahwa sikap negatif masyarakat dapat merubah konsep diri mantan
warga binaan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Elida Prayitno dan Erlamsyah bahwa
jika individu dihukum, dipenjarakan dan dihina, maka kesalahan mereka tidak
mungkin dapat diatasi karena cara itu makin memperburuk konsep diri mereka21.
Akibat yang lebih buruk lagi adalah menimbulkan pemahaman diri sendiri sebagai
orang yang tidak diinginkan dan tidak mungkin menjadi orang yang berguna dan
mungkin berfungsi secara normal dalam masyarakat. Hal ini pada akhirnya dapat
membuat mantan warga binaan melakukan lagi tindak pidana.
Oleh karena itu, untuk dapat membantu meningkatkan konsep diri
mantan warga binaan menjadi lebih baik, cara yang tepat adalah dengan memberi
kesempatan bagi mereka memperoleh penerimaan, sokongan dan mendapat
penhargaan dalam berbagai kesempatan. Seperti dinyatakan oleh Burns bahwa
apabila orangtua dan anggota masyarakat memandang seseorang dengan lebih
18
Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, ... hal 131
Calhoun, James. F dan Acocella, Joan Ross, Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan, ... 73
20
Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy,
... hal 348
21
Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, ... hal 131
19
9
positif, tampaknya berkemungkinan besar dapat menciptakan tingkah laku yang
lebih disetujui oleh masyarakat22.
Pada deskripsi data terungkap dengan diperolehnya hasil bahwa
kebutuhan warga binaan residivis di lapas klas II A Padang terhadap pelayanan
BK berada pada kategori tinggi. Dilihat keseluruhan persentase rata-rata skor
kebutuhan warga binaan residivis terhadap pelayanan BK berada pada tingkat
76,46% dari skor ideal.
Hasil temuan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh
Prayitno yang menyatakan bahwa warga masyarakat di lingkungan perusahaan,
industri, kantor-kantor, organisasi pemuda, dan bahkan di lembaga
pemasyarakatan, rumah jompo, panti asuhan dan rumah sakit seluruhnya tidak
terhindar dari kemungkinan menghadapi masalah, oleh karena itu disana
diperlukan juga jasa bimbingan dan konseling23.
Sejalan dengan itu, Burns juga menyatakan bahwa konseling dapat
diberikan kepada individu untuk membantu memperbaiki konsep diri mereka24.
Bimbingan dan konseling pada dasarnya merupakan upaya bantuan untuk
mewujudkan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok
maupun individual, sesuai dengan hakikat kemanusiaannya dengan berbagai
potensi, kelebihan dan kekurangan serta permasalahannya.
Sebagaimana diungkapkan juga oleh Prayitno bahwa peranan bimbingan
dan konseling sebagai layanan bantuan individu warga masyarakat dalam
memperkembangkan diri san mengatasi masalahnya25. Sementara itu, tujuan
bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu mengentaskan masalah
yang dihadapinya, menjadikan sebagai insan yang mandiri dan dapat berkembang
secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Diharapkan dengan diberikannya pelayanan BK terhadap warga binaan
residivis dapat menjadikan mereka insan yang mandiri, dapat berkembang secara
optimal sesuai dengan potensi mereka dan menjadi individu yang berguna bagi
masyarakat.
22
Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy,
... hal 349
23
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, ... hal 251
24
Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy,
... hal 383
25
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, ... hal 1
10
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan sebagai
berikut: (1) konsep diri warga binaan residivis di lapas klas II A Padang secara
keseluruhan dikategorikan sedang. Artinya, mereka tidak terlalu mampu untuk
memahami dan menerima sejauh fakta yang sangat bermacam-macam tentang
dirinya sendiri. Namun mereka juga berfikiran negatif terhadap keadaan diri
mereka; (2) kebutuhan warga binaan residivis di lapas klas II A Padang terhadap
pelayanan BK secara keseluruhan dapat dikategorikan tinggi, artinya warga
binaan residivis sangat membutuhkan pelayanan BK. Kebutuhan pada aspek
pelayanan BK ini tinggi terutama pada layanan orientasi, layanan informasi,
layanan penguasaan konten, penempatan penyaluran, layanan konseling
kelompok, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan
mediasi dan layanan konsultasi.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas disarankan sebagai berikut: (1)
berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran konsep diri warga binaan
residivis berada pada kategori sedang. Oleh karena itu, dalam usaha membantu
mengembangkan konsep diri warga binaan residivis, lembaga pemasyarakatan
diharapkan dapat membuat suatu kebijakan dalam melakukan pendekatan
pembinaan yang kondusif dengan memberikan pelayanan BK terhadap warga
binaan residivis untuk pembinaan kepribadian dan kemandiriannya. Agar mereka
dapat menjadi individu yang berguna ditrngah masyarakat dan tidak mengulangi
lagi kesalahannya; (2) berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa gambaran
kebutuhan warga binaan residivis terhadap pelayanan BK berada pada kategori
tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan warga binaan residivis terhadap pelayanan
BK, disarankan kepada pihak lembaga pemasyarakatan untuk memberikan
berbagai pelayanan yang dibutuhkan oleh warga binaan residivis selama berada di
lembaga pemasyarakatan. Seperti layanan orientasi, layanan informasi, layanan
penguasaan konten, penempatan penyaluran, layanan konseling kelompok,
layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan mediasi dan
layanan konsultasi.
Daftar Pustaka
Burns.R.B. 1993. Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku).
(Alih Bahasa: Eddy). Jakarta: Arcan
Calhoun, James. F dan Acocella, Joan Ross. 1990. Psikologi tentang Penyesuaian
dan Hubungan Kemanusiaan (Alih Bahasa: R.S. Satmoko). Semarang:
IKIP Semarang Press.
C.I. Harsono. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan.
11
Davidoff, Linda.L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar (alih Bahasa: Mari Juniati).
Jakarta: Erlangga.
Djaali. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Program Pascasarjana UNJ.
Elida Prayitno.2002. Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: UNP Press.
Hardy, Halcolm dan Heyes, Steve. 1988. Pengantar Psikologi (Alih Bahasa:
Soenardji). Jakarta: Erlangga.
Ilhami Bisri. 2005. Sistem Hukum Indonesia (Prinsip-prinsip dan Implementasi
Hukum di Indonesia). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin Rahmat. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
M. Surya. 1988. Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta: Dirjen Dikti.
Prayitno dan Erman Amti. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
Prayitno. 2004. Seri Layanan Konseling L1-L9. Padang: UNP Press.
Thantawy. R. 2005. Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Grasido.
Tim Media. 2002. Kamus Istilah Populer. Jakarta: Media Center.
Topo Santoso dan Eva Achjani. 2005. Kriminologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
12
Download