KONSEP DIRI WARGA BINAAN YANG BERSTATUS RESIDIVIS DAN PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING YANG DIBUTUHKANNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PADANG Oleh : Fadhilla Yusri, M. Pd., Kons Dosen Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Bukittinggi Abstract This study aims to reveal the picture of self-concept and guidance and counseling services required recidivist status of inmates in prisons class II A Padang. This study was a descriptive quantitative. The study population was a recidivist status of inmates in prisons class II A Padang as many as 40 people. Samples were taken by using total sampling method. The research findings reveal the self-concept of inmates in institutions overall recidivism in middle category, with an average percentage of 66.5%. Needs recidivist prisoners in correctional institutions Class II A Padang on guidance and counseling services in the high category, with an average percentage of 76.46%. In this case means that the majority of inmates who bersatus recidivists in prisons class II A Padang in dire need of guidance and counseling services, both inmates convict who has a high self-concept and medium. Keywords: Self-concept, recidivist prisoners, guidance and counseling services. Pendahuluan Konsep diri merupakan suatu penilaian mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah. Meskipun individu lahir tanpa konsep diri, sebenarnya konsep diri itu mulai berkembang sejak individu lahir. Dalam menjalani kehidupan, berbagai faktor baik dari dalam diri maupun dari luar diri mempengaruhi individu, hingga ada yang melakukan tindakan melanggar hukum. Oleh karena itu, setiap individu yang melakukan berbagai jenis kesalahan akan diadili dan dijatuhkan vonis atas kesalahannya, kemudian akan dibawa dan dibina di lembaga pemasyarakatan. Tidak sedikit individu yang mengulangi lagi tindak pidananya sehingga membuat mereka berulang kali dibina di lembaga pemasyarakatan, mereka disebut dengan residivis. Dalam Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 2 dijelaskan bahwa: Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan 1 tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Namun demikian, tidak semua warga binaan yang dapat memperbaiki dirinya dan tidak mengulangi lagi tindak pidana. Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya. Begitu juga halnya dengan pembinaan yang diperoleh di lembaga pemasyarakatan. Seperti yang diungkapkan Djaali bahwa konsep diri berkembang dari pengalaman seseorang tentang berbagai hal mengenai dirinya sejak ia kecil, terutama yang berkaitan dengan perlakuan dari orang lain terhadap dirinya1. Melalui perlakuan yang berulang-ulang dan setelah menghadapi sikap-sikap tertentu dari orang lain di lingkup kehidupannya, maka akan berkembanglah konsep diri seseorang. Thantawy. R menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran deskriptif dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, bagaimana ia mempersepsikan dirinya sendiri2. Konsep diri seseorang itu dibentuk atas dasar hasil pengalamannya dan hasil interaksinya dengan orang lain. Selanjutnya Epstein; Brim; Blyth and Traeger, dalam Elida Prayitno menyimpulkan bahwa konsep diri (self concept) sebagai pendapat atau perasaan atau gambaran seseorang tentang dirinya sendiri baik yang menyangkut fisik (materi dan bentuk tubuh) maupun psikis (sosial, emosi, moral, dan kognitif) yang dimiliki seseorang3. M. Argyle, dalam Malcolm Hardy dan Steve Heyes menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang sangat berkaitan yang berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri, yaitu reaksi dari orang lain, pembandingan dengan orang lain, peranan seseorang dan identifikasi terhadap orang lain. Reaksi yang ditampilkan orang lain berpengaruh pada konsep diri kita.4 Kemudian James. F . Calhoun and Joan Ross Acocella juga berpendapat bahwa orang tua, teman sebaya dan masyarakat memberitahu kita bagaimana mendefinisikan diri kita sendiri5. Konsep diri juga merupakan hasil belajar, dimana pengalaman sangat berpengaruh pada konsep diri seseorang. Felker .D. dalam Elida Prayitno mengemukakan ada tiga fungsi utama konsep diri yaitu konsep diri sebagai pemeliharaan konsistensi internal, konsep 1 Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pascasarjana UNJ, 2000), hal 167 Thantawy. R, Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Grasido, 2005), hal 61 3 Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, (Padang: UNP Press, 2002), hal 119 4 Hardy, Halcolm dan Heyes, Steve, Pengantar Psikologi Alih Bahasa: Soenardji, (Jakarta: Airlangga, 1988), hal 138 5 Calhoun, James. F dan Acocella, Joan Ross, Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan Alih Bahasa: R.S. Satmoko, (Semarang: IKIP Semarang Press,1990), hal 78 2 2 diri sebagai interpretasi dari pengalaman dan konsep diri sebagai suatu kumpulan harapan-harapan6. Penolakan dari orang tua merupakan salah satu dari alasan yang dicurigai bagi tidak adanya identifikasi pada orang tua oleh penjahat. Masalah inti penjahat tampaknya adalah pencemaran diri sendiri dan penolakan. Penolakan diri dan penolakan oleh orang lain dapat mengubah konsep diri penjahat. Penjahat telah memberikan stempel pada dirinya atas tekanan dari masyarakat sebuah konsep tentang dirinya sebagai seorang penjahat. Seperti diungkapkan oleh Burns bahwa banyak bekas narapidana sungguh-sungguh mencoba untuk memperbaiki tingkah laku mereka, tetapi sikap yang negatif dari masyarakat terhadap mereka semata-mata mengkonfirmasikan konsep diri mereka dengan tingkah laku yang sesuai dengan citra diri ini yang kemungkinan besar terjadi7. Lembaga permasyarakatan adalah suatu tempat yang di sediakan untuk individu-individu pelaku tindak pidana. Individu ini disebut juga dengan warga binaan. Warga binaan yang telah berulang kali dihukum disebut dengan warga binaan residivis. Pelaku tindak pidana perlu diayomi dan diberikan bimbingan sebagai bekal hidupnya kelak setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, agar berguna bagi dan dalam masyarakat. Gagasan Saharjo dalam Harsono tentang 10 prinsip untuk bimbingan dan pembinaan warga binaan adalah: 1. Orang yang bersalah harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara. 3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum ia masuk lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus diperkenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas pancasila. 6 Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, ... hal 124 Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy, (Jakarta: Arcan, 1993), hal 348 7 3 8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. 9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan8. Sistem baru pembinaan warga binaan, tujuannya adalah meningkatkan kesadaran warga binaan akan eksistensinya sebagai manusia. Menurut Harsono tujuan pembinaan adalah kesadaran (consciousness)9. Untuk memperoleh kesadaran dalam diri seseorang, maka seseorang harus mengenal diri sendiri. Selanjutnya Harsono mengemukakan bahwa kesadaran sebagai tujuan pembinaan warga binaan, cara mencapainya dilakukan dengan berbagai tahap, yaitu: 1. Mengenal diri sendiri. Dalam tahap mengenal diri sendiri, warga binaan dibawa dalam situasi yang dapat merenungkan, menggali dan mengenali diri sendiri. 2. Memiliki kesadaran beragama, kesadaran terhadap kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 3. Mengenal potensi diri. Warga binaan diajak mampu mengenal potensi diri sendiri dan mampu mengembangkan potensi diri. 4. Mengenal cara memotivasi adalah mampu memotivasi diri sendiri kearah yang positif, kearah perubahan yang semakin baik. 5. Mampu memotivasi orang lain. Warga binaan yang telah mengenal diri sendiri, telah mampu memotivasi diri sendiri, diharapkan mampu memotivasi orang lain. 6. Mampu memiliki kesadaran yang tinggi, baik untuk diri sendiri, keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama, bangsa dan negaranya. 7. Mampu berfikir dan bertindak. Pada tahap yang lebih tinggi, warga binaan diharapkan untuk mampu berfikir secara positif, mampu membuat keputusan, mampu bertindak berdasarkan keputusan tadi. 8. Memiliki kepercayaan diri yang kuat, warga binaan yang telah mengenal diri sendiri, diharapkan memiliki kepercayaan diri yang kuat 9. Memiliki tanggung jawab. Mengenal diri sendiri juga sebuah upaya untuk membentuk rasa tanggung jawab. 10. Menjadi pribadi yang utuh. Pada tahap terakhir diharapkan warga binaan akan menjadi manusia dengan kepribadian yang utuh10. 8 C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan,1995), hal 2 C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, ... hal 48 10 C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, ... hal 48 9 4 Prayitno mengungkapkan bahwa peranan bimbingan dan konseling sebagai layanan bantuan individu warga masyarakat dalam memperkembangkan diri dan mengatasi masalahnya11. Sementara itu, tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu mengentaskan masalah yang dihadapinya, menjadikan sebagai insan yang mandiri dan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Permasalahan yang dialami oleh warga masyarakat tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah dan keluarga saja, melainkan juga di lingkungan perusahaan, industri, kantor-kantor, rumah sakit, bahkan di lembaga pemasyarakatan. Di lembaga pemasyarakatan, pada umumnya warga binaan mengalami permasalahan pribadi. Menurut Burns menyatakan bahwa konseling dapat diberikan bagi individu untuk membantu memperbaiki konsep diri mereka12. Konselor yang profesional dapat membantu individu mengambil manfaat dari kondisi dan apa yang sudah mereka miliki, membantu individu menangani hal-hal tertentu agar lebih efektif, merencanakan tindak lanjut atas langkah yang telah diambil dan membantu melakukan perubahan agar lebih efektif. M. Surya (1988:36) mengungkapkan bahwa: Kemandirian yang menjadi tujuan usaha konseling ini, mencakup 5 hal yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang mandiri, yaitu (1) mengenal diri dan lingkungan sebagaimana adanya, (2) menerima diri dan lingkungan secara positif, (3) mengambil keputusan, (4) mengarahkan diri, (5) mewujudkan diri13. Elida Prayitno mengungkapkan bahwa jika individu dihukum, dipenjarakan dan dihina, maka kesalahan mereka tidak mungkin dapat diatasi karena cara itu makin memperburuk konsep diri mereka14. Akibat yang lebih buruk lagi adalah menimbulkan pemahaman diri sendiri sebagai orang yang tidak diinginkan dan tidak mungkin menjadi orang yang berguna dan mungkin berfungsi secara normal dalam masyarakat. Burns juga mengemukakan bahwa banyak bekas narapidana sungguhsungguh mencoba untuk memperbaiki tingkah laku mereka, tetapi sikap yang negatif dari masyarakat terhadap mereka semata-mata mengkonfirmasikan konsep diri mereka, dan tingkah laku yang sesuai dengan citra ini yang kemungkinan 11 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal 1 12 Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy, ... hal 383 13 M. Surya, Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling), (Jakarta: Dirjen Dikti,1988), hal 36 14 Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, ... hal 131 5 besar untuk terjadi15. Pendapat di atas menyatakan bahwa sikap negatif dari masyarakat dapat mengubah konsep diri mantan warga binaan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki konsep diri warga binaan residivis dari konsep diri negatif menjadi konsep diri positif, maka dibutuhkan pemberian pelayanan bimbingan dan konseling. Sebagaimana diungkapkan oleh Burns bahwa konseling dapat diberikan kepada individu untuk membantu memperbaiki konsep diri mereka16. Diharapkan dengan pemberian pelayanan bimbingan dan konseling terhadap warga binaan residivis dapat memperbaiki konsep diri mereka. Hingga mereka dapat menjadi individu yang berguna ditengah masyarakat dan tidak mengulangi lagi kesalahannya. Kebutuhan warga binaan yang berstatus residivis terhadap pelayanan bimbingan dan konseling dalam rangka memperbaiki konsep diri mereka perlu mendapatkan perhatian dari pihak yang berwenang. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan gambaran konsep diri warga binaan residivis dan pelayanan bimbingan konseling yang dibutuhkannya di lembaga pemasyarakatan klas II A Padang. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengelola lembaga pemasyarakatan klas II A Padang dalam mengambil keputusan yang tepat bagi pembinaan warga binaan secara umum dan warga binaan yang berstatus residivis secara khususnya dalam rangka memperbaiki konsep diri mereka. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni menggambarkan fakta dan data sebagaimana adanya. Populasi penelitian ini adalah warga binaan yang berstatus residivis di lembaga pemasyarakatan klas II A Padang. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor registrasi lapas klas II A Padang, diketahui bahwa terdapat 40 orang warga binaan yang berstatus residivis. Mengingat jumlah populasi yang kurang dari 100, maka dilakukan total sampling. Dimana semua populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 40 orang warga binaan yang berstatus residivis di lapas klas II A Padang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik sederhana. Hasil Penelitian Berdasarkan pengolahan data yang telah dikumpulkan, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut. 15 Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy, ... hal 348 16 Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy, ... hal 383 6 Tabel 1. Kriteria Pengelompokan Data Deskriptif Hasil Penelitian Kriteria % Mean Skor Tinggi (T) 67 - 100 Sedang (RT) 34 – 66 Rendah (R) 0 - 33 Gambaran konsep diri warga binaan yang berstatus residivis di lembaga pemasyarakatan klas II A Padang secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Konsep diri warga binaan residivis di lapas klas II A Padang Deskriptif Statistik No 1 2 3 4 5 6 Aspek Konsep Diri Konsep diri berkaitan materi Konsep diri berkaitan keadaan fisik Konsep diri berkaitan sosial Konsep diri berkaitan emosi Konsep diri berkaitan moral Konsep diri berkaitan intelektual Skor Mean SD Range Skor % dengan aspek 19,1 63,6 6,6 dengan aspek 20 66,6 dengan aspek 21,2 dengan aspek Skor Min Max 24 6 30 5,5 22 8 30 70,6 5,5 21 9 30 19,2 64 6,3 24 6 30 dengan aspek 20,8 69,3 6,4 24 6 30 dengan aspek 19,5 65 5,6 23 7 30 119,8 66,5 35,9 138 42 180 Pada tabel 2 di atas diperoleh gambaran bahwa konsep diri warga binaan residivis di lapas klas II A Padang secara umum dikategorikan sedang. Hal ini dapat dilihat pada persentase rata-rata skor gambaran konsep diri warga binaan residivis di lapas klas II A Padang secara keseluruhan yaitu sebesar 66,5% dengan SD 35,9. 7 Tabel 3. Kebutuhan Warga Binaan Residivis di Lapas Klas II A Padang terhadap Pelayanan Bimbingan Konseling Deskriptif Statistik No Gambaran Kebutuhan terhadap Pelayanan Bimbingan Konseling Mean Skor % SD Range Skor Min Max 1 Layanan orientasi 24,61 82,03 4,95 21 9 30 2 Layanan informasi 23,91 79,7 5,27 21 9 30 3 Layanan penempatan dan penyaluran 23,58 78,6 5,9 19 11 30 4 Layanan penguasaan konten 23,9 79,6 5,12 20 10 30 5 Layanan konseling perorangan 22,77 75,9 5,79 21 9 30 6 Layanan bimbingan kelompok 22,38 74,6 5,46 19 11 30 7 Layanan konseling kelompok 23 76,6 5,45 21 9 30 8 Layanan konsultasi 21 70 6,84 24 6 30 9 Layanan mediasi 21,31 71,03 6,47 24 6 30 206,46 76,46 51,25 190 80 270 Skor Pada tabel 3 di atas diperoleh gambaran bahwa kebutuhan warga binaan residivis di lapas klas II A Padang terhadap pelayanan BK secara umum dapat dikategorikan tinggi. Hal ini dapat dilihat pada persentase rata-rata skor gambaran kebutuhan warga binaan residivis terhadap pelayanan BK secara keseluruhan yaitu sebesar 76,46% dengan SD 51,25. Pembahasan Berdasarkan deskripsi data, terungkap bahwa konsep diri fisik warga binaan residivis di lapas klas II A Padang berada pada kategori sedang dengan persentase rata-rata skor 65,1% dari skor ideal. Hasil temuan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan Linda L Davidoff bahwa para penghuni penjara betul-betul kehilangan kebebasannya, keamanan fisik, hubungan yang tulus dengan orang lain, pekerjaan yang bermakna, kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dan kondisi kesehatan yang buruk17. Pada warga binaan hendaknya diberikan pelatihan kerja, konseling, pendidikan, sarana olah raga dan fasilitas kesehatan yang memadai untuk meningkatkan kemampuan mereka, sehingga dapat menciptakan konsep diri yang positif. Sebagaimana diungkapkan oleh Elida Prayitno dan Erlamsyah bahwa suka menonjolkan aspek positif dari individu dan meredam kelemahan mereka, memberikan kesempatan menyatakan diri baik dalam bentuk ide maupun hasil 17 Linda.L Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar alih Bahasa: Mari Juniati, (Jakarta: Erlangga, 1991), hal 288 8 karya atau keterampilan, sehingga suatu konsep diri yang positif menjadi miliknya18. Berdasarkan deskripsi data, terungkap bahwa konsep diri psikis warga binaan residivis di lapas klas II A Padang berada pada kategori tinggi dengan persentase rata-rata skor 67,2% dari skor ideal. Hasil temuan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan James F Calhoun and Joan Ross Acocella bahwa dasar dari konsep diri yang positif bukanlah kebanggaan yang besar tentang diri tetapi lebih berupa penerimaan diri19. Dengan adanya penerimaan diri, maka tujuan pembinaan akan tercapai dengan baik yaitu narapidana dapat meningkatkan kesadaran akan eksistensinya sebagai manusia. Berdasarkan deskripsi data terungkap bahwa konsep diri warga binaan residivis di lapas klas II A Padang berada pada kategori sedang. Kategori sedang dalam hal ini disimpulkan berdasarkan atas persentase rata-rata skor konsep diri yang diperoleh secara keseluruhan dengan taraf pencapaian 66,5% dari skor ideal. Hasil temuan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Burns bahwa banyak bekas narapidana sungguh-sungguh mencoba untuk memperbaiki tingkah laku mereka, tetapi sikap yang negatif dari masyarakat terhadap mereka semata-mata mengkonfirmasikan konsep diri mereka, dan tingkah laku yang sesuai dengan citra ini yang kemungkinan besar untuk terjadi20. Pendapat ini menyatakan bahwa sikap negatif masyarakat dapat merubah konsep diri mantan warga binaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Elida Prayitno dan Erlamsyah bahwa jika individu dihukum, dipenjarakan dan dihina, maka kesalahan mereka tidak mungkin dapat diatasi karena cara itu makin memperburuk konsep diri mereka21. Akibat yang lebih buruk lagi adalah menimbulkan pemahaman diri sendiri sebagai orang yang tidak diinginkan dan tidak mungkin menjadi orang yang berguna dan mungkin berfungsi secara normal dalam masyarakat. Hal ini pada akhirnya dapat membuat mantan warga binaan melakukan lagi tindak pidana. Oleh karena itu, untuk dapat membantu meningkatkan konsep diri mantan warga binaan menjadi lebih baik, cara yang tepat adalah dengan memberi kesempatan bagi mereka memperoleh penerimaan, sokongan dan mendapat penhargaan dalam berbagai kesempatan. Seperti dinyatakan oleh Burns bahwa apabila orangtua dan anggota masyarakat memandang seseorang dengan lebih 18 Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, ... hal 131 Calhoun, James. F dan Acocella, Joan Ross, Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan, ... 73 20 Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy, ... hal 348 21 Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, ... hal 131 19 9 positif, tampaknya berkemungkinan besar dapat menciptakan tingkah laku yang lebih disetujui oleh masyarakat22. Pada deskripsi data terungkap dengan diperolehnya hasil bahwa kebutuhan warga binaan residivis di lapas klas II A Padang terhadap pelayanan BK berada pada kategori tinggi. Dilihat keseluruhan persentase rata-rata skor kebutuhan warga binaan residivis terhadap pelayanan BK berada pada tingkat 76,46% dari skor ideal. Hasil temuan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Prayitno yang menyatakan bahwa warga masyarakat di lingkungan perusahaan, industri, kantor-kantor, organisasi pemuda, dan bahkan di lembaga pemasyarakatan, rumah jompo, panti asuhan dan rumah sakit seluruhnya tidak terhindar dari kemungkinan menghadapi masalah, oleh karena itu disana diperlukan juga jasa bimbingan dan konseling23. Sejalan dengan itu, Burns juga menyatakan bahwa konseling dapat diberikan kepada individu untuk membantu memperbaiki konsep diri mereka24. Bimbingan dan konseling pada dasarnya merupakan upaya bantuan untuk mewujudkan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun individual, sesuai dengan hakikat kemanusiaannya dengan berbagai potensi, kelebihan dan kekurangan serta permasalahannya. Sebagaimana diungkapkan juga oleh Prayitno bahwa peranan bimbingan dan konseling sebagai layanan bantuan individu warga masyarakat dalam memperkembangkan diri san mengatasi masalahnya25. Sementara itu, tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu mengentaskan masalah yang dihadapinya, menjadikan sebagai insan yang mandiri dan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Diharapkan dengan diberikannya pelayanan BK terhadap warga binaan residivis dapat menjadikan mereka insan yang mandiri, dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi mereka dan menjadi individu yang berguna bagi masyarakat. 22 Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy, ... hal 349 23 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, ... hal 251 24 Burns.R.B, Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku) Alih Bahasa: Eddy, ... hal 383 25 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, ... hal 1 10 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan sebagai berikut: (1) konsep diri warga binaan residivis di lapas klas II A Padang secara keseluruhan dikategorikan sedang. Artinya, mereka tidak terlalu mampu untuk memahami dan menerima sejauh fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Namun mereka juga berfikiran negatif terhadap keadaan diri mereka; (2) kebutuhan warga binaan residivis di lapas klas II A Padang terhadap pelayanan BK secara keseluruhan dapat dikategorikan tinggi, artinya warga binaan residivis sangat membutuhkan pelayanan BK. Kebutuhan pada aspek pelayanan BK ini tinggi terutama pada layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, penempatan penyaluran, layanan konseling kelompok, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan mediasi dan layanan konsultasi. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas disarankan sebagai berikut: (1) berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran konsep diri warga binaan residivis berada pada kategori sedang. Oleh karena itu, dalam usaha membantu mengembangkan konsep diri warga binaan residivis, lembaga pemasyarakatan diharapkan dapat membuat suatu kebijakan dalam melakukan pendekatan pembinaan yang kondusif dengan memberikan pelayanan BK terhadap warga binaan residivis untuk pembinaan kepribadian dan kemandiriannya. Agar mereka dapat menjadi individu yang berguna ditrngah masyarakat dan tidak mengulangi lagi kesalahannya; (2) berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa gambaran kebutuhan warga binaan residivis terhadap pelayanan BK berada pada kategori tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan warga binaan residivis terhadap pelayanan BK, disarankan kepada pihak lembaga pemasyarakatan untuk memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan oleh warga binaan residivis selama berada di lembaga pemasyarakatan. Seperti layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, penempatan penyaluran, layanan konseling kelompok, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan mediasi dan layanan konsultasi. Daftar Pustaka Burns.R.B. 1993. Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan perilaku). (Alih Bahasa: Eddy). Jakarta: Arcan Calhoun, James. F dan Acocella, Joan Ross. 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (Alih Bahasa: R.S. Satmoko). Semarang: IKIP Semarang Press. C.I. Harsono. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan. 11 Davidoff, Linda.L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar (alih Bahasa: Mari Juniati). Jakarta: Erlangga. Djaali. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Program Pascasarjana UNJ. Elida Prayitno.2002. Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: UNP Press. Hardy, Halcolm dan Heyes, Steve. 1988. Pengantar Psikologi (Alih Bahasa: Soenardji). Jakarta: Erlangga. Ilhami Bisri. 2005. Sistem Hukum Indonesia (Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Jalaluddin Rahmat. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. M. Surya. 1988. Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta: Dirjen Dikti. Prayitno dan Erman Amti. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Prayitno. 2004. Seri Layanan Konseling L1-L9. Padang: UNP Press. Thantawy. R. 2005. Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Grasido. Tim Media. 2002. Kamus Istilah Populer. Jakarta: Media Center. Topo Santoso dan Eva Achjani. 2005. Kriminologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 12